Professional Documents
Culture Documents
In order to provide competent and responsible dental care, the dental team must
develop a connected and supportive relationship with each patient. Successful
relationships provide the basis for greater patient satisfaction for the services
received from the dentist and in turn, offer significant personal and financial
rewards for the dentist. Some of the benefits of successful relationships are
decreased dentist and patient anxiety, increased new patient referrals, improved
patient retention, and more successful treatment acceptance needed for private fee-
for-service practice growth.( Dr. Marvin Mansky The Relationship Factor: A
Practical Guide to Successful Relationships)
Mengerti apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain (empati) dapat
memperkuat hubungan. Menurut para ahli tentang komunikasi dokter dan
pasien, ada dua hambatan utama untuk mengerti apa yang dipikirkan dan
dirasakan orang lain. Pertama adalah bahwa orang itu tidak pernah berpikir
untuk bertanya. Kedua adalah karena dia tidak tahu bagaimana caranya
bertanya. Kemudian para ahli juga menyebutkan tentang bagaimana
kurikulum kedokteran gigi sangat sedikit memberikan pelajaran tentang
komunikasi:
Positiveness
Empathy
Supportiveness
Equality
4
Openess
So, the question remains, “How can you develop such a healthy dentist-patient
relationship?” The key word is trust. Trust is what a good dentist-patient relationship
is built on. The best way to establish trust between you and your dentist is to have
good communications.
Dengan menciptakan suasana yang santai (dengan musik instrumental
lembut di latar belakang) di ruang praktek, keakraban dapat dibangun dan
diharapkan pasien mau menyampaikan apa yang dikhawatirkannya, tindakan
apa yang sebenarnya diinginkan dilakukan oleh dokternya. Sebaliknya adalah
bahwa dokter diharapkan juga lebih bersedia bercerita tentang apa yang
sedang dilakukannya saat demi saat. Jika perlu, dokter dapat mengatakan
kesulitan yang dihadapinya saat menangani masalah pasien, masalah yang
bakal dihadapi pasien, dan sebagainya. Dengan keterbukaan komunikasi ini
maka akan terbangun kepercayaan (trust) dari pasien pada dokternya. Para
pengamat mengatakan:
Salah satu elemen yang akan membawa hubungan ini adalah komunikasi yang
baik. Dengan menempatkan penanganan pasien lebih dulu, dokter gigi akan
memeriksa si pasien, mendiskusikan semua opsi yang berhubungan dengan
perawatan, membuat rekomendasi perawatan dan menjelaskan hasil yang
berhubungan dengan penanganan yang potensial. Di lain pihak, si pasien, ingin
mungkin ingin mengetahui tentang penanganan padanya dan akibat perawatan
jangka panjang atau jangka pendek, berapa biaya yang harus dikeluarkan, apa
yang akan atau tidak akan tercakup dalam perawatan gigi dan setiap tanggung
jawab pembayaran yang harus ditanggung pasien.
sebagai mahluk asing (bahkan dalam topik seminar ini kata dengan diganti
menjadi versus yang artinya lawan).
Namun seperti sudah disampaikan pada awal tulisan, buruknya
kualitas komunikasi antara dokter dan pasien tidak bisa lagi dibiarkan atau
tidak diperdulikan oleh dokter gigi yang diharapkan dapat mengambil inisiatif
sebagai pihak yang ‘berkompeten’ dalam hubungan dokter dengan pasien.
Ini berarti bahwa dokter yang harus belajar lebih dahulu untuk mampu
berkomunikasi secara efektif, sesibuk apapun sang dokter dalam
menjalankan profesinya.
How to Start?
Suasana
Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mulai
memperhatikan suasana ruang praktek. Selama ini ruang praktek dokter gigi
(menurut pengalaman) sangat bernuansa ‘gigi’ dengan gambar model gigi
dalam berbagai bentuk,dan biasanya model gigi yang buruk. Dalam ruang
praktek tidak ada benda lain yang kecuali peralatan yang siap digunakan
untuk ‘menangani’ pasien. Dan biasanya sepi, tanpa musik! Suasana ini
selalu menumbuhkan suasana menegangkan untuk pasien. Bukan hanya
pada anak kecil.
Gantilah suasana ini dengan mulai menambahkan dekorasi lain,
seperti misalnya lukisan berwarna cerah. Sementara gambar gigi bisa
ditempatkan di tempat lain dan hanya digunakan jika memang perlu
diperlihatkan sebagai contoh pada pasien. Kemudian hadirkanlah musik
lembut hanya sebagai latar belakang. Instrumental akan lebih baik sehingga
tidak mengganggu obrolan antara dokter dan pasiennya.
Sambutan
Walaupun sekedar basa basi, sapalah pasien layaknya seorang tamu
yang berkunjung ke rumah (memang tidak perlu disuguhi minum atau
penganan kerena malah merepotkan kerja dokter). Tanyailah pasien sedikit
tentang hal lain sebelum mulai pada pembicaraan inti. Topiknya bisa apapun,
karena memang peran komunikasi pembukaan ini lebih untuk mencairkan
suasana kaku. Tunjukkan kepedulian pada ‘diri’ pasien, bukan hanya pada
‘gigi’nya. Cobalah untuk merasakan kekhawatiran yang ada dalam diri pasien
saat pertama bertemu.
Berbicaralah
Hal paling menegangkan, yang pada pasien dewasa biasanya mampu
disembunyikan, adalah saat duduk di kursi periksa, dengan ‘benda-benda
tajam’ di dekatnya. Dan pada saat itu biasanya dokter tidak langsung
mendekati tapi membiarkannya dulu karena ia harus menyiapkan hal lain.
Ketegangan meningkat karena pasien tidak pernah mengetahui apa yang
sedang dilakukan dokternya dan apa yang akan terjadi selanjutnya
(sepertinya lebih menegangkan dibanding nonton film horor, karena ini
kejadian betulan!)
Pada saat seperti inilah komunikasi sudah harus dimulai dengan dokter
sebagai inisiator. Katakan pada pasien apa yang sedang dilakukan dokter dan
6
Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh dokter tentu saja bahasa umum yang
dikenal pasien. Bukan bahasa medis yang makin membuat pasien merasa
bodoh dan tidak berdaya serta tambah ketakutan. Akan sangat baik sekali
kalau dokter juga belajar bercanda. Bukan mengumpulkan cerita lucu, dan
bukan ‘mengorbankan’ pasien untuk ditertawai. Atau jika pasien kebetulan
menawarkan sebuah canda, tanggapilan dengan seimbang. Jika belum
mungkin juga, sang dokter perlu bercermin dan melihat apakah memiliki
wajah ramah (garis bibir tengah lebih rendah atau sama dengan garis bibir
pinggir). Kalau belum, berlatihlah! Akan baik juga kalau dokter berpenampilan
modis dan tidak kaku (model kacamata, misalnya).
Terus terang
Jika dokter menemukan bahwa ada masalah besar pada gigi pasien
dan perlu perawatan khusus berbiaya tinggi, katakan langsung pada pasien
dengan menggunakan kalimat yang tidak menimbulkan ketakutan (pasien
memang gampang takut). Sertakan alternatif jika langkah pertama sulit dan
biaya tidak terjangkau.Jika memungkinkan, bantulah pasien menemukan
jalan keluarnya, misalnya dengan membuatkan surat keterangan atau
rekomendasi yang bisa digunakan pasien.
Dengan cara-cara berkomunikasi seperti itu, kepercayaan bahwa
dokter memperhatikan keadaan pasien akan memberikan ketenangan pada
pasien. Pasien seperti ini kemudian akan menjadi promotor karena ia akan
menceritakan pada orang lain dan merekomendasikan orang lain (saudara
atau temannya) untuk hanya dirawat oleh sang dokter yang baik hati ini.
7
Penutup
Patients come to us with unique personalities and histories. They often feel vulnerable and
anxious. They frequently express frustration because they do not feel understood. When new
patients are queried about previous dental experiences they frequently recount experiences
of not being heard, being talked at, and of being ignored: (Dr. Marvin Mansky)
Untuk membina komunikasi yang baik, dokter gigi harus menyadari bahwa
pasiennya bukanlah sekedar kumpulan gigi melainkan keseluruhan pribadi
manusia yang sangat ingin diperlakukan seperti seharusnya yaitu
didengarkan, diperhatikan dan diperdulikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ruth Freeman , 2005, Reflections on professional and lay perspectives of the dentist-
patient interaction, , School of Clinical Dentistry, The Queen's University of Belfast, Belfast
BT12 6BP