Professional Documents
Culture Documents
BURUH
(Panduan Bagi Organiser Buruh Perkebunan dan Buruh
Industri)
1
Pengantar
Semua orang bicara tentang kemiskinan, penindasan dan penyakit-penyakit
sosial lainnya. Semua juga mengklaim berusaha merubah kondisi sosial yang
semakin menghimpit kaum terpinggir. Berbagai strategipun kemudian
dijalankan dengan harapan dapat mengubah situasi menjadi lebih baik.
Tentu saja tiap orang berhak mengatasnamakan penderitaan yang dialami
oleh orang-orang miskin yang ada di seluruh dunia. Atas nama
kemanusiaan, keberpihakan, bahkan cinta kasih banyak orang yang terketuk
dan kemudian bergerak memerangi kemiskinan, kelaparan, penindasan dan
ketidakadilan. Banyak cara yang kemudian dilakukan orang, mulai dari yang
berlandaskan ideologis, cinta kasih atau keperdulian sesama, ataupun
sekedar motivasi filantropis.
Untuk itulah kita sering mendengar beberapa kebijakan dan tindakan, baik
itu dari pemerintah dan pekerja sosial yang menyentuh institusi-institusi
tertentu, dengan harapan menjadi lebih berdaya, berfungsi dan mampu
bekerjasama dengan institusi atau pranata sosial lainnya. Saat ini malah
kebijakan tersebut lebih menyentuh kepentingan-kepentingan sesaat
(emergency), seperti Sumbangan Tunai Langsung atau Bantuan Tunai
Langsung (BLT) kepada masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.
2
Kemudian ada juga kebijakan subsidi untuk petani, jaring pengaman sosial
untuk warga miskin, dan sebagainya.
3
institusi tersebut dibangun dengan satu tujuan, yakni memapankan
perbudakan dan penghisapan.
Dengan kata lain, perubahan adalah bersifat kualitatif, yakni perubahan pada
watak dan sifat dasar dari kapitalisme. Merubah kondisi yang menindas
bukanlah menaikkan angka-angka, namun membongkar keterasingan yang
telah diciptakan oleh kekuasaan dan diyakini oleh masyarakat. Inilah yang
menjadi dasar seorang organiser dalam mendorong kekuatan masyarakat
melakukan perubahan.
4
Apa yang Dimaksud Dengan Pengorganisasian?
5
Dengan demikian, tugas organiser adalah membangun kesadaran dan
membangkitkan orang-orang sehingga merasa terganggu dengan kondisi
yang terjadi di sekitarnya. Tugas seperti itu sangat berat karena dari semua
sisi masyarakat sudah terlalu dikuasai (hegemoni) oleh kekuatan negara dan
modal. Masyarakat sudah sangat percaya dan yakin dengan sistem yang ada
sehingga cenderung menghindari perubahan-perubahan yang menyentuh
sisi-sisi mendasar masyarakat. Ketakutan-ketakutan seperti itu awam terjadi
di masyarakat sehingga mempengaruhi sendi-sendi yang harus dirubah oleh
masyarakat.
6
Untuk bisa merubah keadaan sebuah masyarakat maka pengenalan
terhadap situasi setempat adalah keharusan. Pengenalan tersebut harus
didasari keinginan untuk merubah keadaan. Agen yang berasal dari dalam
komunitas tidak akan bisa merubah keadaan jika pemikiran atau
pemahamannya tentang perubahan tidak ada. Demikian juga dengan agen
yang berasal dari luar. Ia hanya akan dapat mengorganisir sepanjang
memiliki prinsip untuk membongkar permasalahan dan mendorong
terjadinya perubahan. Kondisi masyarakat, khususnya di Indonesia pada
umumnya adalah sudah tertindas, dan penindasan tersebut sudah mengakar.
Community Organiser, apakah itu yang berlatarbelakang dari dalam maupun
dari dalam sebuah komunitas bertugas merubah keadaan yang menindas
tersebut.
Namun ideologi yang dipahami oleh seorang organiser tidak dapat secara
langsung dipaksakan untuk dipahami masyarakat, dengan kata lain,
organiser tidak dapat secara membabi buta menggunakan ideologi pada
pendekatan awal pada komunitas. Pada tahap awal, pengorganisasian tidak
bisa menggunakan nilai-nilai prinsipil seorang organiser, namun harus
menggunakan cara-cara yang lebih bisa diterima dan tidak menimbulkan
konflik kepentingan dan nilai dengan komunitas.
7
Memaksakan ideologi atau nilai berarti anti dialog, sedangkan
pengorganisasian sendiri sebenarnya adalah membangun dialog untuk
perubahan.
8
Bagaimana Seorang Organiser Memandang Realitas?
Seorang organiser hanya dapat melihat sebuah keadaan jika ika bisa keluar
dari masalah yang ada. Dengan keluar dari keadaan yang ada, maka
organiser dapat lebih jelas melihat persoalan yang dihadapi oleh masyarakat,
dan terlebih lagi akan mampu memberi penilaian tentang persoalan
mendasar yang menjadikan kondisi masyarakat tertindas. Ada kasus, dimana
orang batak tidak bisa ngobrol. Tidak bisa ngobrol sebenarnya merupakan
sebuah masalah. Untuk itu perlu dilihat lebih ke dalam lagi sehingga
diperoleh informasi yang yang sebenarnya membuat seseorang menjadi diam
dan sulit mengungkapkan permasalahan yang dihadapi.
Agar bisa keluar dari masalah, atau kondisi yang mengungkung, tugas
seorang organiser untuk turun ke masyarakat dan mengalami kondisi yang
dialami oleh masyarakat. Menjadi seorang organiser bukanlah sebagai sebuah
bakat, ada proses yang dapat membentuk menjadi seseorang organiser untuk
dapat bekerja di komunitas dan membuka persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakat.
9
Bagaimana masa lalu seseorang berpengaruh dalam membentuk sikap
sebagai seorang organiser, dan bagaimana sikap seseorang dimasa lalu dapat
mempengaruhi sikap seseorang untuk bisa menyelesaikan persoalan-
persoalan hidupnya? Masalah tidak selalu dihubungkan dengan masalah-
masalah normatif. Intinya bagaimana merubah keadaan menjadi lebih baik.
Yang lebih baik itu bisa dalam bentuk aturan-aturan yang lebih adil dan
berpihak kepada masyarakat kecil, nilai-nilai atau ideologi yang
membebaskan dan sebagainya. Yang harus dikembangkan adalah bagaimana
bisa memunculkan obat pemecahan masalah dari mereka sendiri. Setiap
orang punya cara dan kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri
sebab merekalah yang terlibat dan berhadapan secara langsung dengan
persoalan-persoalan hidup. Untuk itu tugas seorang organiser bukan mengajari
masyarakat tentang apa yang harus dikerjakan, namun mengeksplorasi apa yang
dimiliki oleh sebuah komunitas untuk kemudian diperkuat dan dijadikan alat untuk
memecahkan persoalan mereka.
Untuk itu, pertama yang harus dilakukan oleh organiser adalah keluar
dari lingkaran permasalahan yang membingungkan tersebut. tindakan ini
dilakukan agar ia bisa melihat secara jernih tentang apa yang sebenarnya
dialami atau dihadapinya. Selain itu, tindakan untuk keluar dari lingkaran
persoalan tersebut dilakukan agar seseorang tidak dipengaruhi oleh besarnya
tekanan yang terjadi di dalam lingkingan sekitarnya. Setelah keluar dari
lingkaran persoalan dan pengaruh tersebut, tindakan selanjutnya adalah
memberi keyakinan bahwasannya setiap orang punya pemecahan atas
masalahannya. Satu hal yang juga penting dilakukan oleh Organiser adalah,
ia harus memberi keyakinan kepada orang lain bahwa perubahan harus
dilakukan. Namun keyakinan ini juga sering sudah dipahami oleh
masyarakat. Kebanyakan masyarakat sudah memahami tentang kemiskinan,
kemelaratan dan ketidakadilan yang dialaminya.
10
Bahkan, ia sudah punya cara-cara tersendiri yang telah difikirkannya.
Masyarakat malah sering Membongak dengan mengatakan ia sudah tau
pemecahan masalahnya, bahkan menganggap persoalan tersebut adalah
gampang. Ketika hal itu terjadi, maka organiser harus lebih dalam lagi saat
menjelaskan atau memberi keyakinan terhadap perubahan yang harus
dilakukan. Apalagi jika organiser melihat adanya ketidaksesuaian antara
ungkapan dengan tindakan seseorang atau masyarakat. Pada posisi ini
organiser bukan hanya memberi keyakinan, namun juga melakukan agitasi
tentang pentingnya perubahan. Organiser harus membongkar dan mengikis
pemahaman yang salah antara tindakan dan pemikiran. Pemikiran dan
tindakan harus selaras sehingga masyarakat menjadi yakin bahwasannya ia
harus bertindak atas apa yang terjadi. Namun yang harus dijaga oleh
organiser adalah, jangan sampai ia menjadi sumber obat atas permasalahan-
permasalahan masyarakat.
11
Organiser bukan harus orang yang dikagumi, namun jangan sampai ia
menjadi orang yang dibenci. Untuk mengukur keberhasilan kerja organiser
bukan dari kemampuannya menyelesaikan masalah ataupun ketika ia
menjadi orang yang dihormati. Ada beberapa akibat jika ia menjadi sosok
yang dihormati. Pertama, orang yang dihormati cenderung akan
mendapatkan perlakuan khusus. Di komunitas buruh hal ini sering sekali
terjadi. Ketika organiser menempati posisi sebagai orang yang lebih
dibandingkan orang lain di komunitas tersebut, maka ia dianggap telah
merusak tatanan kepemimpinan lokal ataupun kelompok.
12
sama memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Pemecahan tersebut
tentunya membutuhkan orang lain yang memiliki pemikiran pada
perubahan, karena lingkungan yang dibentuk adalah lingkungan dimana
masyarakat sulit memecahkan persoalannya sendiri. Namun perubahan
tersebut hanya bisa dilakukan dengan catatan, yakni orang tersebut harus
memiliki kesadaran yang lebih dibandingkan dengan orang lain yang ada di
lingkungannya.
Yang menjadi catatan penting dari sikap tersebut adalah, tetap saja
organiser harus memegang prinsip-prinsip atau nilai yang ada dalam
ideologi yang diyakininya. Memandang realitas secara positif hanya sebuah
taktik agar dapat memahami perilaku dan nilai lokal dan membangun
kepercayaan dengan komunitas. Realitas yang diungkapkan oleh individu-
individu dalam komunitas harus dipandang sebagai taktik untuk masuk ke
alam fikiran orang lain. Mengikuti alur pemikiran individu tersebut hanya
sekedar teknik membuka dialog sehingga diperoleh pemahaman tentang
alam pemikiran orang lain.
13
Dengan pandangan menganggap masyarakat bukanlah sebuah tatanan
yang bebas nilai, maka sikap organiser adalah bersikap kritis terhadap nilai
yang berlaku di masyarakat. Hal ini tentunya berbeda dengan pandangan
dari masyarakat perdesaan yang masih sangat yakin dengan nilai dan norma
yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi struktur sosial di
komunitas buruh, dapat dikatakan tidak ada satupun sistem sosial yang
bebas nilai. Nilai, norma, budaya maupun sistem sosial lainnya adalah yang
dibentuk oleh dan untuk kepentingan penguasa, yang kemudian
direproduksi oleh masyarakat sendiri. Bahkan, masyarakat sering sekali
meyakini bahwasannya tindakan dan nilai yang dijalankannya adalah hasil
dari bentukan dari mereka sendiri. Sejarah, kebutuhan dan realitas lah yang
memunculkan sistem sosial. Masyarakat adalah bagian dari realitas sosial,
sehingga apa diyakini dan dipercaya oleh masyarakat adalah produk
keseharian mereka sendiri.
14
ketika memandang kondisi buruh perkebunan. Tenang dan stabilnya kondisi
perkebunan, puasnya buruh dengan pemenuhan hak, tidak adanya
perlawanan di perkebunan tersebut harus dipandang secara kritis dan
terbalik. Bahkan kondisi seperti itu lah sebenarnya kecurigaan organiser
harus dipupuk. Kekritisan dan kecurigaan itulah yang kemudian akan
ditindaklanjuti oleh organiser.
15
Realitas kehidupan buruh (sama dengan realitas masyarakat secara
umum) adalah realitas semu yang harus diperdalam dan dipertanyakan oleh
seorang organiser. Tidak ada yang sungguh-sungguh benar tentang realitas,
yang ada adalah realitas dari dan untuk kepentingan kekuasaan.
Memandang sebuah realitas haruslah secara kritis dan menganalisis secara
dialektis, menyangkut materi dan kesejarahan dari sebuah gejala. Berfikir
secara dialektis dalam memandang realitas adalah keharusan dari seorang
organiser sehingga ia akan mendapatkan keterkaitannya dengan penindasan
dan perlawanan buruh.
16
maka ia akan dengan mudah dan meyakinkan mengatakannya ke orang lain,
dengan kata lain ia percaya diri.
Seorang organiser sering sekali harus kasar, namun itu perlu dilakukan
untuk dapat mengganggu dan membongkar pikiran orang lain. Organiser
tidak harus seperti aktivis yang kesana-kemari untuk menangani masalah.
Pelan-pelan dengan keyakinan seorang organiser harus bekerja tanpa melihat
hasilnya terlebih dahulu. Ia harus benar-benar yakin akan ada perobahan.
Namun perobahan terebut harus lebih baik, dan tidak harus melihat seperti
apa proses perobahan dan hasilnya. Ia harus memasukkan unsur doktrinasi
dari seorang organiser. Tidak harus partisipatif terus menerus.
Seorang organiser juga adalah orang yang terus menerus belajar dan tidak
pernah berhenti menambah pengetahuan, keahlian dan pengalamannya. Atas
semua yang ia kerjakan dan dimiliki, seorang organiser juga adalah orang
yang bertanggungjawab. Tanggung jawab disini bukanlah sekedar akan
tanggung jawab atas kerja ataupun sebuah kegiatan, namun juga yang lebih
penting adalah bertanggungjawab atas perubahan yang sedang terjadi.
Implementasi dari tanggungjawab tersebut salah satunya diwujudkan
dengan cara memberi keyakinan kepada masyarakat bahwasannya
perubahan adalah sesuatu yang pasti dan harus didorong dapat terwujud.
Seorang organiser juga adalah orang yang memiliki keyakinan yang kuat
akan terjadinya perubahan. Untuk itu ia juga harus mewujudkannya dalam
memotivasi orang lain dalam rangka perubahan tersebut. Seorang organiser
yang kurang atau tidak yakin dengan perubahan yang ditawarkan, maka ia
akan menjadi seorang yang peragu dalam segala hal. Keyakinan tersebut
tidak dapat diabaikan, namun secara terus-menerus dipelihara agar selalu
konsisten. Konsistensi tersebut salah satunya dapat dibentuk dengan cara
terus belajar dan menimba ilmu pengetahuan, baik dalam melalui teori
maupun pengalaman langsung di masyarakat.
17
Seorang organiser juga bukanlah orang yang kikir dan penakut. Sepanjang
segala sumberdaya dapat digunakan untuk perubahan harus
didayagunakan. Namun bukan berarti ia adalah individu yang royal dalam
banyak hal. Demikian juga dengan rasa takut. Sebagai sebuah hal yang
normal dan bersifat manusiawi, rasa takut tentunya tidak dapat dihilangkan
sama sekali, namun bagaimana rasa takut tersebut tidak berkepanjangan.
18
Perencanaan Bagi Organiser
Bicara strategi maka bicara keadaan. Jadi seorang organiser harus bisa
bermain di keadaan itu, sehingga sangat sulit jika seorang organiser ingin
membakukan keadaan. Jika seorang organiser ingin melakukan improvisasi
ataupun fleksibel menerapkan strategi, maka tidak boleh keluar dari keadaan
ataupun permasalahan di wilayah pengorganisasian. Misalnya, pernah KPS
melakukan pengorganisasian kepada buruh, kemudian muncul strategi ingin
membangun kelompok buruh yang beragama kristen. Strategi ini jelas tidak
nyambung dengan tujuan awalnya. Fleksibelitas bisa dilakukan namun tetap
dalam koridor yang ada. Jika tidak bertujuan merubah keadaan, maka
strategi yang dijalankan tidak dapat dijalankan. Jika strategi tersebut
dipaksakan untuk dijalankan, walaupun tetap masih sesuai dengan keadaan
maka akan membuyarkan tujuan perubahan yang sebenarnya. Dengan kata
lain, fleksibilitas hanya dapat dilakukan sepanjang dalam rangka membuka
keadaan yang mendukung terjadinya perubahan. Jika malah strategi yang
dijalankan membawa kemunduran, maka strategi tersebut jangan dijalankan.
19
Kaitannya dengannya dengan perencanaan, maka ada kecenderungan
fleksibilitas memaksa organiser sehingga tidak memiliki perencanaan yang
matang dalam melakukan pengorganisasian. Namun sebenarnya tidak harus
seperti itu. Fleksibilitas tidak selalu bertolakbelakang dengan perencanaan.
Contohnya, jika akan mengorganisir perkebunan lama dan perkebunan yang
masih baru. Ada beberapa karakteristik yang membedakan antar dua
perkebunan tersebut. Karakteristik yang berbeda tersebut tentunya
berdampak pada penggunaan strategi di lapangan.
20
dari hasil need assasement tersebut tetap saja ada proses pertimbangan lebih
lanjut untuk memilih wilayah atau komunitas yang pertama kali akan
diorganisir. Dapat saja pilihan jatuh pada komunitas atau wilayah yang
dianggap paling sulit ataupun paling dalam terjadi penindasannya. Dengan
memasuki wilayah yang paling sulit tersebutlah sebenarnya dapat
mempermudah proses pengorganisiran.
21
Mulailah dari Pengenalan Lapangan
22
komunikasi yang terus-menerus dan menyangkut hal-hal yang sangat
pribadi
2. organiser dapat mengenali wilayah-wilayah baru di sekitar komunitas
yang sulit untuk dimasuki oleh organiser. Pengenalan kontak
terhadap wilayah-wilayah baru ataupun kontak-kontak baru dari
kontak yang ditempel tersebut dapat memperluas pengenalan
organiser terhadap wilayah pengorganisiran
3. organiser dapat memperbesar dan memperdalam informasi yang
diperoleh dari kunjungan-kunjungan organiser bersama dengan
kontak.
Kegiatan menempel juga harus dilihat sebagai salah satu media penguatan
kader. Dalam kerja-kerja pengorganisasian, kegiatan menempel merupakan
salah satu tugas paling penting yang harus dilakukan oleh organiser. Hal ini
dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain; organiser memiliki
keterbatasan untuk melakukan kunjungan ke seluruh wilayah
pengorganisasian dan menemui kader dan anggota kelompok. Lagipula,
prinsip pengorganisasian tidak bekerja untuk kelompok besar. Kerja
penguatan organiser difokuskan pada kelompok-kelompok kecil yang maju
dan militan dalam berjuang untuk perubahan.
23
sangatlah besar terhadap buruh perkebunan. Buruh kebun menjadi anti
politik dan pergerakan sosial.
Kondisi seperti ini sering kali dimanfaatkan oleh buruh lain yang merasa
sudah berpengalaman dan memiliki pengetahuan lebih. Pada saat diskusi,
orang-orang seperti ini akan lebih menonjol dibandingkan buruh lainnya,
sehingga kata-kata yang diungkapkan akan membuat buruh lainnya lebih
tidak percaya diri. Tugas organiser adalah menguatkan orang-orang yang
masih kurang percaya diri tersebut. Tentu saja proses penguatan tersebut
tidak akan secara cepat dapat terlihat. Dengan sabar seorang organiser harus
memberi pemahaman kepada buruh tentang banyak hal, mulai dari yang
paling sederhana, seperti kebiasan-kebiasaan hidup, pandangannya terhadap
sesuatu, sikap dan tindakan yang ia pilih, sampai yang paling besar, yakni
tentang nilai hidup, kepercayaan dan pandangannya terhadap perjuangan
buruh.
24
Proses menempel atau pendampingan tersebut tentu hanya dapat efektif jika
sudah ada kepercayaan antara organiser dengan buruh. Namun kepercayaan
antara buruh dan organiser tersebut juga dapat dibangun bersamaan pada
proses menempel. Tetap saja, mengganggu kemapanan orang menjadi teknik
yang dapat digunakan. Kemudian, setelah kemapanan tercerabut, barulah
nilai kepercayaan, militansi, keberanian, dan segala nilai-nilai perjuangan
dapat internalisasi oleh buruh. Harus juga diingat oleh organiser, kedekatan
dengan buruh akan berdampak pada hal-hal lainnya. Semakin dekat
hubungan organiser dengan kader, maka akan semakin besar tingkat imitasi
atau mencontoh. Segala tindak-tanduk organiser akan mendapat penilaian
dari buruh. Untuk itu, organiser harus hati-hati melakukan tindakan, dan
jikapun suatu saat terjadi hal-hal yang berbeda dengan yang pernah
diungkapkan organiser, secara cepat organiser menjelaskan alasan tindakan,
pemikiran tersebut kepada buruh.
Orang yang ditempel seorang organiser satu saat memang pelan-pelan harus
dikurangi ketika organiser merasa seorang kader sudah mampu. Untuk itu,
tingkat ketergantungan buruh haruslah ketergantungan pada pemikiran-
pemikiran, bukan pada personal organiser. Cara paling efektif melepaskan
ketergantungan tersebut adalah dengan memberi latihan-latihan untuk
melakukan kerja-kerja pengorganisasian tanpa melibatkan peran organiser.
Misalnya dalam memimpin diskusi. Organiser harus membuat kondisi
dimana buru bisa memfasilitasi diskusi. Dapat saja pengkondisian tersebut
bersifat memaksa dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Misalnya,
seorang organiser sudah berjanji dengan kader untuk memfasilitasi diskusi.
Pada waktu yang sudah ditentukan, organiser dengan sengaja tidak datang
dan menugaskan kader untuk memimpin atau memfasilitasi diskusi tersebut.
Kondisi-kondisi yang memaksa tersebut sangat positif memecahkan
ketakutan dan rasa percaya diri buruh atau kader.
25
penting pengurus adalah menjadi pelayan anggota dalam menyelesaikan
kasus-kasus yang dihadapi oleh anggota. Pengurus serikat malah sangat
jarang turun ke basis untuk melakukan pengorganisasian, dan jikapun turun,
pengurus hanya mengutip iuran ataupun mensosialisasikan kebijakan baru
dan memberikan undangan untuk pertemuan-pertemuan resmi.
Salah satu hal yang sangat sulit diantisipasi organiser saat turun ke basis-
basis serikat adalah adanya pandangan bahwasannya pengurus serikat
adalah agen penyelesaian kasus. Ketika organiser turun bersama pengurus,
maka akan banyak menerima laporan-laporan kasus yang dihadapi oleh
anggota. Ungkapan-ungkapan ataupun laporan tentang kasus ini biasanya
akan berlanjut dengan keinginan anggota agar pengurus dapat
menyelesaikannya. Harapan tersebut tentunya wajar saja, mengingat
pengurus serikat yang ada saat ini sangat jarang memberi pemahaman
tentang fungsi-fungsi serikat yang sebenarnya, sehingga banyak muncul
pandangan bahwasannya pengurus serikat adalah pelayan bagi perselisihan
buruh dengan perusahaan.
26
tercapai maka akan berdampak munculnya ketidakpercayaan dan kebencian
buruh terhadap organiser.
27
Masuknya organiser dalam sebuah komunitas buruh ataupun masyarakat di
sekitar industri tentu dengan cepat dapat tercium oleh pimpinan perusahaan,
maupun elit-elit desa. Di perkebunan, organiser akan dengan cepat dikenali,
apalagi jika organiser berpenampilan berbeda dengan penduduk atau buruh
setempat. Walaupun organiser berusaha berpenampilan sederhana dan mirip
dengan buruh, tetap saja dengan mudah dikenali, karena mobilitas warga
cukup rendah. Adanya wajah baru akan mudah teridentifikasi sehingga
langsung akan memunculkan penilaian dari penduduk lokal. Tingkat migrasi
masuk dan keluar di perkebunan sangat rendah, sehingga orang dengan
cepat dapat mengenali kehadiran orang lain. Walaupun tekanan dan
ancaman terhadap organiser tidak langsung terjadi, namun punya dampak
terhadap buruh yang menjadi kontak ataupun yang mengikuti diskusi-
diskusi bersama organiser.
28
Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan oleh organiser dalam
menemukan kader.
Dengan kata lain, orang-orang populis cenderung asal bunyi waktu bicara,
karena ia punya motif untuk menonjol dibandingkan orang lain. Apalagi
dalam sebuah forum diskusi yang dihadiri oleh banyak orang. Keinginannya
untuk menonjol akan semakin besar, sehingga bicaranya pun akan semakin
tidak menentu dan cenderung asal bicara. Orang seperti itu juga sulit
mendengarkan orang lain. Ia cenderung ingin didengarkan, kurang
menghargai pendapat orang lain, selalu membetulkan pandangan orang lain
dan terkesan suka berdebat.
Dalam proses diskusi, calon kader biasanya bukan orang yang terlalu banyak
bicara, dan selalu berapi-api dalam berkomunikasi. Ini penting bagi seorang
organiser untuk mengidentifikasi seorang calon kader. Organiser sering kali
terkesima melihat buruh yang pintar dan aktif bicara. Buruh tersebut sering
menggunakan istilah-istilah yang ilmiah pada saat berdiskusi. Terkesan
buruh seperti itu sudah punya banyak pengalaman, karena menceritakan
hal-hal baru yang membuat kawan-kawannya sesama buruh tidak mengerti.
Organiser yang bertemu dengan kontak seperti ini sering kali terjebak
dengan kepintaran berbicara buruh. Kata-kata yang diungkapkannya pun
malah sering tidak dapat dimengerti oleh organiser. Buruh seperti itu sangat
menonjol dan aktif dalam berbicara dan mengemukakan pendapat. Ia selalu
memiliki jawaban dan komentar atas semua pembicaraan. Namun ia jarang
sekali mengungkapkan sesuatu yang ia lakukan sendiri. Yang diceritakannya
selalu tentang pengalaman dan apa yang dilakukan oleh orang lain, bukan
tentang pengalaman dan tindakannya sendiri.
Jika orang seperti itu dijadikan kader, maka ada kemungkinan kerja-kerja
pengorganisasian akan tidak berjalan. Kader seperti itu hanya pandai di
29
komunikasi, karena manis berbicara dan bisa terkesan banyak tau tentang
segala hal. Namun seorang kader bukanlah yang sekedar pintar bicara dan
enak didengar. Ia juga harus mau melakukan kerja-kerja, rajin mengunjungi
buruh, mampu mempengaruhi orang lain dan selalu ingin belajar. Orang
yang pandai bicara biasanya selalu ingin menang sendiri dan sudah tau
segala hal, sedangkan calon kader yang tepat adalah orang yang selalu tidak
puas dengan apa yang diketahuinya. Ia malah banyak mendengar dari orang
lain dan selalu ingin memperbaiki kesalahan yang ia lakukan.
Seorang calon kader juga adalah orang yang bisa menahan diri dan tidak asal
bicara. Setiap apa yang akan dikatakannya selalu terkait dengan apa yang
pernah dilakukannya, dan bukan dilakukan oleh orang lain. Pengalaman
yang ia ceritakan selalu pengalaman tentang kelompok dan organisasinya,
dan bukan pengalaman maupun apa yang dimiliki oleh organisasi atau
kelompok lain. Ketika bercerita tentang orang ataupun organisasi lain, ia
sering sekali bangga, padahal ia sendiri tidak pernah melakukan hal yang
serupa.
Ada beberapa hal yang kerap menjadi dasar seorang buruh cepat kecewa,
antara lain, penghianatan oleh kawan-kawannya, kekecewaan tidak
mendapatkan keuntungan, kecewa karena organisasi tidak konsisten
ataupun di kecewakan oleh pengurus atau pimpinan organisasi.
Berkomunikasi atau berdiskusi dengan orang seperti itu sangatlah sulit. Ia
akan selalu menceritakan kekecewaan dan rasa frustasinya terhadap
organisasi sehingga ia tidak mau lagi terjun dalam dunia perjuangan. Calon
kader seperti ini sangat sulit untuk dibangkitkan kembali. Ia selalu akan
punya jawaban untuk menolak ajakan ataupun dorongan agar bangkit
kembali.
Seorang calon kader juga adalah bukan yang terlalu mudah untuk
menyatakan dirinya rela berkorban dan rela mati untuk perjuangan. Banyak
ditemukan calon kader yang pada awalnya sudah berani mengambil resiko.
Ia tidak takut di PHK dan mau mengorbankan apapun untuk organisasi dan
30
perjuangan. Namun di perjalanan, ia segera berubah menjadi orang yang
penakut. Namun ketakutannya tersebut ditutup-tutupi dengan berbagai
alasan, misalnya disebabkan kendala keluarga, kesehatan, sulitnya kondisi,
tidak adanya teman, tidak becus nya pemimpin dan sebagainya. Padahal,
semua itu hanya alasan agar ia tidak lagi ikut dalam organisasi perjuangan.
31
Ubah Kualitas, Bukan Kuantitas
32
Seorang organiser harus benar-benar bisa mengukur kualitas kelompok
yang telah terbentuk. Pengalaman KPS, kelompok tidak pernah menjadi
ukuran. Yang dibentuk pada saat itu adalah kumpulan orang-orang yang
sadar tanpa menamakan diri sebagai sebuah kelompok yang kaku. Pada saat
itu organiser KPS terus-menerus melakukan pengukuran tentang perjalanan
proses dan aksi-aksi organiser ang dilakukan oleh kumpulan orang-orang
tersebut. Bisa saja seorang organiser turun ke basis, seperti ke salah satu
afdeling di sebuah perkebunan. Dalam jangka waktu cepat dapat terbentuk
satu kelompok. Namun proses yang cepat tersebut sudah pasti akan
melewati banyak proses pengorganisasian yang seharusnya dijalankan oleh
seorang organiser. Secara terus-menerus organiser melakukan pendekatan-
pendekatan walaupun dalam jangka waktu yang sangat panjang sampai
munculnya kesadaran dari komunitas tersebut berdasarkan kebutuhannya
membentuk sebuah kelompok.
33
organiser tersebut harus dijadikan dasar. Sebagai contoh, suatu saat seorang
organiser bertemu dengan seorang kontak. Pertemuan tersebut harus dicatat
oleh seorang organiser. Kemudian pada saat pertemuan selanjutnya, harus
diketahui oleh seorang organiser, dengan siapa kontak tersebut bertemu dan
apa yang dibicarakannya. Penilaian juga dapat dilihat dari penyebaran
fikiran seorang kontak ke orang lain yang ada di lingkungannya. Kemudian
dapat dilihat juga proses meluasnya interaksi atau komunikasi kontak
dengan orang lain yang ada di lingkungannya. Apakah seorang kontak
semakin dikenal atau tidak di komunitasnya, ataupun kemampuan kontak
tersebut menyebarkan pemikiran-pemikiran kritis bagi perubahan ke orang
lain. Kemudian dilihat juga pengenalan orang lain terhadap kontak tersebut.
Apakah pengenalan orang lain terhadap kontak tersebut memiliki hubungan
terhadap tujuan pengorganisasian atau malah dikenal dalam bentuk lain.
Dari perbincangan dan aktivitas yang dilakukan kontak tersebut dapat
tergambar perkembangan dari hari-hari ataupun dari pertemuan ke
pertemuan. Untuk itu seorang organiser harus rajin membuat catatan. Apa
yang dicatatkan oleh seorang organiser tersebutlah yang kemudian menjadi
dasar penilaian perkembangan seorang kontak.
Salah satu indikasi perubahan yang terjadi pada seorang kontak tidaklah
harus menggunakan ukuran yang besar-besar. Perubahan tersebut dapat
dilihat secara sederhana. Misalnya tentang apa yang dibicarakan seorang
buruh kebon kepada mandornya. Perlawanan-perlawanan kecil tersebut
menjadi catatan penting yang harus dijadikan pertimbangan oleh seorang
organiser untuk melihat perkembangan pengorganisasian. Demikian juga
dengan aksi-aksi yang besar. Walaupun sering sekali aksi tersebut tidak
berhubungan langsung dengan permasalahan utama buruh, namun tetap
34
kemajuan bisa terlihat, antara lain merebut ketua SPSI, merebut pimpinan
lokal, tuntutan ketersediaan air dan sebagainya. Namun aksi-aksi yang sudah
dilakukan oleh kelompok dapat dijadikan indikator kemajuan sebuah
kelompok yang diorganisir.
I I
D
C
A
E
F
B
G
C
H
I
35
pembicaraan yang dilakukan dengan orang lain di komunitasnya, sikap-
sikapnya di keluarga, ataupun aksi-aksi individualnya, baik itu saat bekerja
maupun di luar pekerjaan.
Untuk mengukur hasil kerja seorang organiser, tidak hanya dapat dilihat
dari kontak person yang sering ia kunjungi. Seorang kader yang telah
mengalami perubahan akibat proses pengorganisasian tidak boleh menjadi
orang yang eksklusif. Artinya, kekritisan dan terbukanya pemikiran seorang
kader akan dianggap sebagai kegagalan jika kader tersebut tidak mampu
menyebarkan ”virus” perubahan yang telah diperolehnya. Ia harus
menyebarkannya ke orang lain. Itulah inti dari pengorganisasian, yakni
bagaimana dari seseorang yang berada dalam komunitas tersebut mampu
memperluas ataupun memperlebar pemahaman dan aksi yang dimilikinya
ke orang lain, sehingga aksi perubahan akan semakin membesar.
36
hubungannya dengan lembaga-lembaga ataupun orang-orang dari luar
perusahaan, ia disegani sebagai tokoh dan orang penting.
Kualitas seorang buruh atau kader seperti inilah yang sebenarnya harus
ditanggapi secara hati-hati oleh organiser. Jika keberanian, militansi dan
kekritisan yang dimilikinya diwujudkan dengan aksi yang bersifat elit maka
tidak akan ada gunanya dalam membangun gerakan buruh. Orang seperti
inilah malah yang kemudian akan berubah menjadi lawan ketika
kepentingan komponen luar sudah terlalu mempengaruhinya. Kader yang
terlalu cepat naik dan menonjol tersebut nantinya akan berubah. Pertama ia
akan menjadi orang yang arogan dan merasa mengerti segala hal. Ia akan
sulit untuk dikritik dan menganggap pengetahuan dan pengalamannya lah
yang paling benar. Kemudian, ia ketika buruh lain Namun persoalannya,
sebahagian buruh malah bangga dengan keberadaan orang-orang seperti itu,
karena dianggap memiliki keberanian dan pengetahuan yang lebih
dibandingkan buruh lainnya.
37
Pengetahuan dan pemahaman tersebut tidak diikuti dengan kesadaran yang
sebenarnya paling penting untuk dimiliki seorang buruh. Materi-materi
ideologi ternyata menjadikan kader besar kepala dan menjadikan
pengetahuannya sebagai retorika tanpa aksi. Inilah yang harus diantisipasi
oleh sekedar organiser, dan jika ditemui orang seperti ini, maka organiser
harus cepat memperbaikinya.
Sama juga hal nya dengan buruh yang sebelumnya memang sudah
memiliki keberanian melawan perusahaan. Sejarah membuktikan, orang-
orang yang pernah melakukan perlawanan secara pribadi cukup besar di
perkebunan. Ada yang pernah menggorok leher asisten, mandor dan
centeng. Ada yang berani cuti tanpa permisi, ada yang duduk-duduk saja
saat jam kerja, ada yang mencampur susu karet dengan air, bahkan ada yang
berani memukul aparat keamanan. Buruh yang melihat keberanian seperti
itu pasti akan segan terhadap orang tersebut. Namun bagi organiser,
keberanian seperti itu harus dinilai dari sisi manfaatnya terhadap perjuangan
kolektif. Jika seseorang berani karena sekedar perutnya terancam, atau
rejekinya diganggu oleh orang lain, maka kemungkinan ia melawan sangat
besar.
38
organiser tentang beberapa hal yang ingin dan tidak ingin dilakukannya.
Buruh juga sering bertanya tentang suatu hal yang tidak diketahuinya.
Namun organiser dapat mengkritisi pertanyaan tersebut dan mencari tahu
akar pertanyaan tersebut. Misalnya ketika seorang buruh bertanya tentang
rencana mengikuti aksi dalam rangka ”May Day”. Seorang organiser dapat
mengkritisi pertanyaan tersebut dengan cara menggali pemahaman buruh
tersebut tentang May Day. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui
bagaimana sebenarnya pengetahuan buruh terhadap apa yang ingin
diketahuinya. Yang dapat diambil pelajaran dari hal ini adalah, buruh harus
mengerti secara mendalam apa yang sedang dan akan dilakukannya. Hal itu
akan membangun pemahaman kepada buruh bahwasannya untuk
melakukan sesuatu ia harus mengerti makna yang sebenarnya.
39
mulai dari yang sangat pasif, paling dibenci, yang dikenal ataupun yang
sama sekali tidak dikenal. Ada yang selalu curiga dengan orang lain, dan ada
juga yang terbuka. Pemilihan kontak oleh seorang organiser tentu harus
menggunakan kriteria. Kriteria tersebut antara lain menyangkut pengenalan
seorang kontak terhadap orang lain yang ada di lingkungannya, ataupun
bagaimana kontak tersebut dikenal di lingkungannya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memberi penjelasan lebih
lanjut tentang apa yang menjadi kegelisahan, penolakan, atau sakit hatinya
orang-orang di komunitas. Sebagai contoh, pendidikan atau diskusi tentang
Gender merupakan tema yang cukup sensitif di kalangan buruh. Budaya
yang terbentuk di masyarakat, pekerjaan-pekerjaan domestik adalah
dominasi perempuan, sedangkan laki-laki mendominasi aktivitas di ruang
publik. Memberi pemahaman tentang apa yang menjadi kodrat perempuan
dan yang dikonstruksikan secara sosial telah memporakporandakan sistem
sosial, khususnya relasi antara perempuan dan laki-laki. Banyak kasus
memperlihatkan, masyarakat, baik itu laki-laki ataupun perempuan sendiri
merasa terganggu dengan pemahaman baru tersebut. Khususnya laki-laki
adalah yang paling tidak siap dengan penjungkirbalikan nilai dasar relasi
perempuan dan laki-laki, sehingga penolakan menjadi konsekuensinya.
40
mengenai tindakan yang berbeda tersebut. Apa yang dilakukan oleh organiser
tersebut secara sederhana merupakan tindakan memberi contoh tentang
sesuatu yang dianggap tabu, tidak lazim ataupun bukan menjadi kebiasaan
masyarakat. Setelah masyarakat, kelompok ataupun kontak merasa
terganggu dengan tindakan organiser, maka jangan sampai ketergangguan
tersebut terlewatkan. Jadikan apa yang dianggap kontak sebagai persoalan
tersebut dibicarakan. Kondisi tersebut menjadi momentum penting yang
dapat digunakan organiser untuk membongkar nilai-nilai ataupun struktur
sosial budaya yang menindas masyarakat.
41
memilih kontak, maka percepatan kerja pengorganisasian akan terjadi. Jika
seorang organiser memilih orang yang punya akses komunikasi ataupun
interaksi yang intens dengan orang-orang lain yang ada di lama komunitas,
maka dapat dibayangkan terjadinya penyebaran pemikiran yang sebelumnya
disampaikan organiser kepada seorang kontak ataupun kader.
Namun sering sekali diskusi menjadi momok bagi buruh, karena diskusi
dianggap sebagai ancaman bagi perusahaan. Jika sudah dianggap sebagai
sebuah ancaman, maka akan cepat pula pengusaha menyusun strategi
menghadang dampak yang akan ditimbulkan dari proses diskusi tersebut.
Dengan kata lain, diskusi menjadikan proses pengorganisasian menjadi lebih
terbuka. Pengalaman di perkebunan sudah menunjukkan gejala seperti itu.
Ketika diskusi masih dilakukan secara pribadi-pribadi tidak ada ancaman
yang dirasakan oleh buruh. Ketika diskusi sudah melibatkan banyak orang,
maka mudah tercium oleh pengusaha. Akibatnya, pengusaha kemudian
42
menugaskan kepala desa, centeng, mandor, ataupun orang-orang pemuka di
lingkungan tersebut untuk mendatangi buruh yang ikut diskusi.
Salah satu cara yang bisa digunakan adalah menggunakan strategi bawah
tanah dengan menghindari cara-cara formal yang terbuka. Ada beberapa
taktik yang bisa digunakan untuk menyembunyikan ataupun menutupi
aktivitas pengorganisasian dan pendidikan buruh, antara lain dengan
menggunakan media-media lokal, seperti perwiritan, tarik-tarikan, serikat
tolong menolong (STM), dan sebagainya. Cara-cara seperti itu cukup efektif
mengelabui perusahaan sehingga tekanan dan ancaman menjadi minim.
43
sebenarnya kualitas kader dan buruh dapat digenjot sehingga dapat
membangun kader dan buruh yang berfikir maju dan progresif. Bukan hanya
itu, melalui diskusi kelompok kecil, peningkatan kualitas lebih tampak
dibandingkan pendidikan yang melibatkan banyak orang.
Bicara masalah jalan rusak, kamar mandi umum yang jelek, listrik yang
terbatas, biaya sekolah anak yang terlalu tinggi, terikatnya buruh dengan
rentenir ataupun persoalan-persoalan mistis, dan sebagainya harus dikaitkan
dengan pokok persoalan ataupun konteks inti dari persoalan tersebut. Ketika
membicarakan tentang rentenir, maka organiser harus bisa membawa alur
pembicaraan ke arah penghisapan. Seorang organiser harus mampu
mengarahkan pembicaraan, bahwasannya persoalan terikatnya buruh
44
dengan rentenir bukan sekedar hubungan pinjam-meminjam antara buruh
dengan rentenir, bukan hanya tentang adanya pihak yang menghisap dan
yang lain dimanfaatkan, ataupun sekedar konflik hutang antara keduabelah
pihak.
Pada kasus seperti itu, seorang organiser harus bisa membawa kelompok
kecil untuk mengkaitkannya dengan kecilnya gaji di perusahaan. Seorang
buruh ataupun keluarga buruh yang berhutang pada rentenir tentunya
punya alasan kuat, antara lain kecilnya gaji dan besarnya kebutuhan buruh
dan keluarga buruh. Jelas menurut pandangan organiser ada kaitan antara
keberadaan rentenir dengan kecilnya upah ataupun penghisapan perusahaan
terhadap buruh. Pada saat diskusi inilah organiser memberi pemahaman,
tentunya dengan bahasa dan logika sederhana tentang kaitan antara
kebutuhan buruh – gaji kecil – penghisapan perusahaan – hutang – dan
rentenir. Jika ini bisa dilakukan oleh organiser maka akan muncul
pemahaman dan juga kesadaran dari kelompok tentang bagaimana persoalan
hutang dengan rentenir bisa terjadi.
Diskusi kelompok kecil juga bisa menjadi monoton jika tidak dilanjutkan
dengan aksi. Bagi buruh, apa yang dilakukan biasanya harus diwujudkan
dengan aksi. Pemikiran seperti ini tentu nyata sehingga harus
dipertimbangkan oleh organiser. Pada beberapa diskusi kelompok kecil yang
didampingi organiser sering sekali muncul pernyataan ketidakpuasan
kelompok. Dari diskusi ke diskusi tidak ada wujud nyata yang bisa dilihat
ataupun dilakukan oleh kelompok. Tentunya dari proses diskusi sudah
terjadi peningkatan pemahaman dan pengetahuan kelompok. Peningkatan
inilah yang harus segera diwujudkan dalam bentuk aksi, karena jika tidak
akan membawa dampak kejenuhan kader atau buruh.
Aksi yang menjadi tindak lanjut dari diskusi kelompok tidaklah dalam
bentuk yang besar, seperti pengerahan massa, negosiasi ataupun
perundingan dengan pengusaha. Ada banyak aksi yang dapat dilakukan jika
sebelumnya diskusi kelompok membicaraka persoalan-persoalan keseharian
buruh. Persoalan-persoalan tersebutlah yang kemudian harus dicarikan
pemecahannya. Namun organiser juga harus hati-hati dalam memilih
persoalan yang harus diselesaikan. Organiser bersama kelompok harus
menyepakati sebuah persoalan yang memiliki tingkat kesulitan atau kendala
paling kecil untuk diatasi. Jika persoalan yang akan diselesaikan terlalu
besar, maka kemungkinan gagal akan semakin besar. Ketika terjadi
kegagalan, maka kemungkinan besar akan berdampak pada kelompok.
45
Diskusi juga menuntut kejelian dari seorang organiser. Sering sekali
permasalahan yang dihadapi oleh organiser, baik itu masalah internal
kelompok atau keorganisasian serikat buruh dianalisis secara sangat
subyektif dan normatif. Sebagai contoh, sebuah serikat di tingkat basis
merasa hidup lagi akibat pengurus yang sudah tidak aktif. Beberapa kali
pertemuan dan diskusi kelompok di tingkat basis tidak lagi diikuti. Menurut
anggota, tidak aktifnya pengurus diakibatkan rasa sakit hati terhadap
pengurus atau anggota serikat yang terlalu maju dan menonjol. Beberapa
kasus yang dihadapi buruh tidak disampaikan ke pengurus, namun kepada
seorang anggota yang memiliki kemampuan dan kedekatan dengan asisten
kepala (askep) dan manajer.
46
Diskusi seperti ini jelas sangat berguna bagi sebuah kelompok organisasi.
Namun hal itu tidak akan ada gunanya jika tidak dilanjutkan dengan
kegiatan-kegiatan, dalam kasus ini harus ada kegiatan penyadaran anggota,
yang dilakukan oleh pengurus yang masih aktif ataupun anggota-anggota
yang memiliki pemikiran maju untuk mengaktifkan kembali organisasi.
Menghadapi Ancaman
Kerja-kerja pengorganisasian juga sering sekali diperhadapkan dengan
situasi-situasi sulit dan komponen-komponen masyarakat yang selama ini
dikenal menentang perubahan dalam masyarakat. Salah satu komponen
yang dianggap paling menakutkan sekaligus menjadi musuh adalah preman
atau organisasi kepemudaan. Di kawasan industri komponen masyarakat ini
47
punya kekuasaan yang sangat kuat karena digunakan oleh modal dan
pemerintah sebagai instrumen kekuasaan selain polisi dan militer.
Tema yang dipilih oleh tentunya bukan sembarang tema. Organiser harus
melihat tema-tema yang dapat dikaitkan dengan persoalan-persoalan
struktural dan menjadi titik kelemahan mereka. Organiser kemudian mulai
bercerita tentang hal yang sama, atau kejadian di tempat lain. Cerita tersebut
48
sifatnya dapat membandingkan antara kekuatan yang dimiliki preman
tersebut dengan kekuatan preman di tempat lain. Cerita itu bertujuan
bagaimana kekuatan atau kekuasan yang sama juga terjadi di tempat lain.
Namun kalau bisa cerita tersebut lebih dramatis dan lebih hebat sehingga
preman tersebut mulai ”ciut” dengan kekuatannya.
49
Latihan-latihan tersebut adalah salah satu bentuk strategi agar buruh atau
kader yakin untuk bisa melakukan perlawanan kepada polisi atau aparat
keamanan. Latihan seperti ini adalah salah satu cara organiser untuk mencari
solusi atas ketakutan buruh kepada polisi atau militer. Demikian juga dengan
ketakutan terhadap pemerintah, atau kekuatan-kekuatan sosial politik yang
selama ini mengambil bagian dalam penindasan buruh. Namun yang harus
dikuatkan sebelum latihan ini adalah bagaimana kader atau buruh memiliki
kemampuan berargumentasi secara cerdas. Namun harus diwaspadai jangan
sampai tindakan-tindakan latihan melawan hukum tersebut tidak terjadi
secara terus menerus dan malah merugikan buruh. Tindakan latihan
melawan hukum tersebut dibuat tetap dalam rangka membangun keberanian
buruh membongkar dan melawan penindasan dan tekanan yang selama ini
terjadi pada buruh. Perlawanan-perlawanan yang tidak berhubungan secara
langsung dengan konteks perubahan harus diminimalkan sehingga fokus
tindakan buruh adalah bagaimana membangun pertentangan terhadap
komponen-komponen penindas.
50
sebagainya, seorang organiser masih aktif melakukan pencatatan. Namun
beberapa waktu kemudian sering organiser tidak melakukannya lagi. Salah
satu penyebabnya adalah, organiser merasa sudah tidak merasa penting lagi
terhadap informasi dan data yang ia dapat. Di lapangan, sering sekali
informasi yang diperoleh berulang-ulang, sehingga organiser merasa jenuh
dengan informasi yang dicatatnya.
Perubahan sikap,
pandangan, tindakan,
pemikiran, dll, tentang
GRAFIK KEMAJUAN/PERUBAHAN A, B dan C. Penguatan
kembali tentang A, B,
Pertemuan IV C dan D, dan
penambahan materi E
51
Grafik di atas menunjukkan bagaimana dalam setiap pertemuan ataupun
kunjungan di komunitas dan kontak harus selalu ada kemajuan atau perubahan.
Pertama kali seorang organiser berkomunikasi tentang beberapa topik. Pada
pertemuan selanjutnya seorang organiser harus melihat perubahan sebagai akibat
perbincangan pada pertemuan I. Demikian juga dengan pertemuan atau
perbincangan selanjutnya. Setiap pertemuan seorang organiser mencatat
kemajuan-kemajuan dan perubahan-perubahan sikap, apa yang keluar dari
pikiran kontak, komunitas ataupun tindakan-tindakan yang sudah
dilakukannya. Selain itu organiser dapat mengamati perubahan tersebut jika
tidak bisa diukur sekedar melalui perbincangan. Proses seperti ini tentunya tidak
akan dapat dinilai jika tidak ada pencatatan yang baik. Untuk itu, pencatatan
yang ditail atau rinci harus tetap dilakukan. Tanpa itu, seorang organiser tidak
akan bisa melihat perubahan sikap, pemikiran, tindakan dari kontak atau sebuah
komunitas.
52
terpendam dan telah menjadi keyakinan bagi masyarakat, baik itu dalam bentuk
doktrin, kepercayaan, agama maupun dogma-dogma kepercayaan.
Satu hal yang harus dipahami oleh seorang organiser adalah, bahwasannya
tidaklah tepat jika seorang organiser hanya terpaku pada persoalan-persoalan
normatif yang dihadapi dan menjadi masalah oleh buruh. Kebiasaan seperti ini
sering dilakukan oleh organiser dikarenakan komunitas buruh selalu
menginginkan persoalan-persoalan normatif untuk diselesaikan secara cepat.
53
Ataupun juga, seorang organiser dapat saja menggunakan isu-isu normatif agar
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Jelas sekali bahwa seorang organiser tidak akan memfokuskan diri pada
persoalan-persoalan normatif, seperti upah, jaminan sosial dan sebagainya.
Walaupun hal-hal normatif menjadi tuntutan utama dari buruh, namun
persoalan tersebut tidak harus dijawab ataupun menjadi tanggungjawab utama
seorang organiser. Walaupun, pemahaman dan pengetahuan seorang organiser
tentang hal-hal normatif juga harus dimiliki. Menjadikan target utama
pengorganisasian pada pemberdayaan dan penyadaran nilai-nilai tidak dapat
54
dijadikan alasan atau pembenaran seorang organiser untuk tidak memahami
persoalan-persoalan normatif buruh.
Sering juga tuntutan dan harapan buruh kepada organiser tentang persoalan-
persoalan normatif tersebut dijadikan dasar penilaian terhadap organiser.
Seorang organiser yang dianggap kurang memahami dan tidak mampu
menjawab tuntutan dan kebutuhan normatif sering kali dianggap tidak memiliki
kapasitas sehingga kurang bisa diterima oleh buruh. Hal inilah yang kemudian
secara perlahan-lahan harus dirubah oleh seorang organiser. Bagaimana seorang
organiser memberi pemahaman kepada buruh, bahwasannya persoalan-
persoalan normatif bukanlah hal utama yang harus dirubah.
55
sebentar agar dapat mengevaluasi reaksi dari buruh untuk kemudian pada
waktunya akan membuka lagi diskusi atau komunikasi yang menyentuh
persoalan-persoalan pokok di masyarakat.
Kapasitas seperti itu hanya dapat dimiliki seorang organiser jika ia secara
langsung mengalami proses pengorganisasian di kalangan buruh. Benturan-
benturan yang dihadapi organiser ketika berhadapan dengan buruh akan
semakin mematangkan organiser untuk berfikir cepat dan menganalisis situasi
berdasarkan informasi-informasi yang didapat dari buruh. Terkadang persiapan
yang matang, menyusun apa yang ingin diperbincangkan ataupun menyediakan
bahan-bahan diskusi tidak akan berguna saat bertemu dengan kontak ataupun
diskusi dengan kelompok buruh.
Adalah lebih efektif jika seorang organiser memang sudah memahami apa
yang ingin disampaikan dan dibicarakan sebelum ke lapangan, tanpa membawa
benda-benda tersebut pada saat berkunjung ke kontak atau komunitas buruh.
Untuk memancing perbincangan, seorang organiser bisa menggunakan atau
memakai simbol-simbol yang dirasakan menarik dan bisa dihubungkan ke arah
permasalahan pokok.
Dekonstruksi Simbol-Simbol
Salah satu sisi paling penting di masyarakat adalah simbol, seperti bahasa,
ungkapan-ungkapan, gaya, maupun tindakan yang disimbolkan. Tidak ada
satupun masyarakat yang tidak menggunakan simbol saat berkomunikasi
maupun berinteraksi satu sama lain. Begitu pentingnya simbol sehingga harus
56
juga digunakan oleh organiser, baik itu untuk tujuan membongkar kemapanan,
membangun komunikasi ataupun membangun sebuah konflik. Berdasarkan
teori strukturalis simbol dianggap sebagai satu bagian dari struktur yang lebih
besar. Merubah sebuah simbol ataupun memutarbalik maknanya akan merubah
sistem atau struktur secara keseluruhan.
Begitu kuatnya tatanan simbol dan makna yang dipahami oleh masyarakat,
sehingga masyarakat sendiri tidak bisa keluar. Simbol beserta maknanya
tersebut sangat melekat di masyarakat, sehingga jika dilanggar akan berbuah
sanksi. Simbol-simbol tersebut selalu dijaga oleh masyarakat ataupun individu
sehingga tidak hancur. Selama simbol tersebut terjaga, rahasia dan manipulasi
akan tetap tersembunyi. Kekuasaan juga akan selalu mempertahankan simbol
tersebut agar tetap melekat pada diri masyarakat dan individu. Pada kondisi
seperti inilah organiser bertugas membongkar kemapanan simbol tersebut agar
terlepas dari diri masyarakat. Selama simbol tersebut masih melekat, maka
kekuasaan akan tetap memiliki kontrol yang sangat besar. Tanpa kekerasan pun
kekuasaan masih bisa berperan jika simbol-simbol tersebut masih dipertahankan
dan dijalankan oleh masyarakat.
57
Ada banyak bentuk simbol yang bisa ditemukan dalam masyarakat. Mulai
dari simbol status di pekerjaan, keluarga, maupun di masyarakat. Dari seluruh
simbol yang dijaga oleh masyarakat tersebut, semuanya bertujuan untuk
memelihara indentitas. Organiser harus membongkar identitas tersebut agar
mendukung perubahan. Ketika simbol tersebut dipertahankan oleh masyarakat,
maka perubahan akan sulit terjadi, sebab di dalam masyarakat, simbol berfungsi
menjaga tatanan masyarakat yang sudah ada.
58
Cerita-cerita tersebut sering sekali dalam bentuk guyon, walak-walak dan
cerita pengisi waktu. Padahal apa yang diceritakan oleh buruh, apakah itu
terkait dengan perilaku individu atau banyak orang punya kaitan erat dengan
persoalan upah dan hak-hak buruh. Tugas seorang organiser adalah mengkaitkan
cerita-cerita kehidupan sehari-hari mereka tersebut dengan penindasan yang
dialami buruh. Menganggap sepele dengan cerita-cerita atau fenomena yang
dianggap menarik oleh buruh adalah wujud tidak sensitifnya organiser.
Salah satunya adalah fenomena Koran (Kontol Raun) atau Kambam. Cerita
tentang Koran dan Kambam tersebut di buruh perkebunan adalah cerita unik
tentang perilaku sex yang sering terjadi. Dalam perbincangan, cerita ini sering
sekali dianggap cerita lucu pengisi waktu. Namun seorang organiser harus
sensitif mendengar cerita tersebut. Ia harus menganalisis apa sebenarnya
disebalik perilaku sex tersebut dan mencoba mengkaitkannya dengan
penindasan terhadap buruh.
Sensitivitas juga tidak sekedar simpatik dengan apa yang dihadapi oleh
buruh. Tidaklah kemudian organiser hanya kasihan dengan kondisi yang dialami
buruh. Organiser juga harus memiliki kadar empati yang tinggi. Empati disini
berarti seorang organiser harus melibatkan diri untuk menyelesaikan persoalan
atau masalah yang dihadapi buruh. Tidak boleh sekedar kasihan, atau
memahami keadaan hidup buruh.
59
harus dihormati, disegani, dan dijaga kepentingan ataupun perasaannya. Hal
itulah yang sering kali menjadi kendala bagi buruh untuk melakukan kritik
ataupun protes terhadap pengusaha ataupun menajer-manajer perusahaan.
Malah pada banyak kasus, pengusaha dan manajer perusahaan dianggap telah
berjasa karena telah memberikan lapangan kerja ataupun memberi makan
keluarga buruh.
Seorang organiser yang tidak memiliki sensitivitas ideologis yang cukup tentu
dapat terhanyut dengan ungkapan-ungkapan ataupun pernyataan buruh atau
masyarakat. Pengusaha dianggap sebagai orang yang telah berjasa sehingga
jangan di ganggu ataupun di sakiti. Ungkapan seperti itu jelas merupakan
penipuan yang dilakukan oleh pemodal dengan tujuan agar buruh tidak
berkeinginan memberontak atau mengganggu kepentingan pengusaha.
Pandangan sedemikian rupa telah tertanam sangat dalam di dalam masyarakat
sehingga sulit untuk dirubah. Tugas seorang organiser dalam kasus seperti itu
adalah membongkar pemahaman masyarakat atau buruh agar berubah. Namun
untuk merubah itu diperlukan strategi, teknik dan waktu yang panjang.
Banyangkan saja, nilai-nilai di perusahan dan secara keseluruhan dalam budaya
industri telah terdapat mesin-mesin ataupun instrumen pembodohan ataupun
penindasan yang bekerja secara sistematis. Apakah itu di industri perkotaan dan
perkebunan alat-alat penguasaan sosio cultural dan politik tersebut menancap
erat dalam struktu sosial. Mulai dari media massa, lembaga keagamaan, politik,
ekonomi, maupun instrumen budaya digunakan alat untuk membangun
kepatuhan di kalangan buruh.
Untuk merubah nilai yang menindas namun sudah tertanam secara sangat
mendalam di dalam masyarakat tersebut tentunya punya konsekuensi ataupun
resiko yang berbeda dengan perubahan di level kebiasaan maupun cara hidup.
Melakukan perubahan di level nilai sama dengan bergerak di wilayah paling
sensitif di masyarakat ataupun komunitas buruh. Akan ada ketersinggungan,
penolakan ataupun kebencian yang lebih besar jika organiser tidak
menyentuhnya secara hati-hati dan perlahan. Kesalahan organiser
konsekuensinya cukup besar. Komunitas atau individu akan semakin kuat
mempertahankan nilai-nilai tersebut sehingga akan semakin sulit untuk dirubah.
60
Salah satu sisi nilai komunitas yang cukup sulit untuk dirubah adalah
fanatisme agama. Di wilayah-wilayah perdesaan dan komunitas perkebunan,
kepercayaan tentang agama cukup kuat. Masyarakat cukup nyaman dengan
kepercayaan yang diyakininya. Namun sayangnya, keyakinan agama tersebut
sudah disuntik oleh kepentingan pengusaha. Pengusaha punya peran besar
memasukkan kepentingannya, melalui acara-acara keagamaan yang
dilaksanakan di lingkungan perusahaan perkebunan. Bahkan, para pemimpin-
pemimpin perusahaan juga sering di daulat menjadi pembicara pada acara-acara
tersebut.
Jika nilai-nilai yang sudah tertanam cukup dalam di komunitas buruh sudah
mengalami perubahan, maka persoalan-persoalan di area sensitif sosial tidak
akan menjadi sisi yang rentan lagi di masyarakat. Sebagai contoh, kegiatan-
kegiatan perwiritan selama ini diketahui sebagai media penguatan hegemoni
kekuasaan kepada masyarakat atau buruh. Ketika masyarakat sudah mulai sadar
dan memahami penggunaan media tersebut sebagai wujud strategi kekuasaan
dan modal, maka komunitas buruh akan mulai menghindari ataupun
memanipulasi media tersebut untuk kepentingan masyarakat.
Tentu saja kerja-kerja organiser pada saat berkunjung ke komunitas, baik itu
dalam bentuk diskusi ataupun ngobrol dengan kontak tidak terlepas dari
kelemahan. Tidak seluruh pertanyaan, analisis, materi diskusi dan tema yang
dibicarakan dapat secara langsung direspon oleh organiser. Pada beberapa
kejadian seorang organiser tidak mampu menjawab ataupun tidak mengerti apa
61
yang ditanyakan atau yang ingin diketahui buruh. Saat di lapangan seorang
organiser juga harus jujur jika berhadapan dengan tema-tema yang benar-benar
tidak dipahami. Seorang organiser harus mengakui dengan jujur jika memang ia
tidak memahami dan mengerti apa yang ditanyakan oleh buruh.
Menjawab segala hal yang ditanyakan atau tidak diketahui oleh buruh,
namun sebenarnya tidak diketahui atau diketahui secara setengah-setengah oleh
organiser akan berdampak pada dua hal. Pertama akan memunculkan
ketergantungan antara buruh dengan organiser. Pada satu sisi ini baik karena
kemudian kata-kata organiser cenderung akan didengarkan oleh buruh. Namun
ketergantungan tersebut akan menciptakan ketokohan kepada organiser. Jika hal
ini sudah muncul, maka segala keputusan, sikap, pandangan dari buruh akan
mencerminkan sikap organiser. Inilah yang harus dihindari. Jangan sampai
organiser menjadi tokoh yang tau segala hal dan harus didengarkan secara
mutlak. Jika itu yang terjadi, maka partisipasi dan inisiatif buruh akan hilang
sama sekali, padahal itu bertentangan dengan tujuan-tujuan organiser. Kedua,
mengungkapkan yang tidak dipahami atau dipahami secara tidak lengkap oleh
organiser suatu saat akan menjadi bumerang.
Mustahil jika organiser tau segala hal tentang perburuhan. Yang memahami
seluruh persoalan buruh adalah buruh itu sendiri, sehingga tidaklah mungkin
sebenarnya organiser mengetahui seluruh persoalan yang ditanyakan atau ingin
diketahui buruh. Kemampuan menjawab seluruh pertanyaan adalah sebuah
kebohongan organiser. Nantinya jika masukan organiser tersebut dikerjakan dan
berdampak buruk atau tidak menghasilkan sesuatu maka organiser akan
disalahkan, dan ini akan merugikan kerja-kerja pengorganisasian.
62
menjadi buruh. Tanpa sepengetahuan organiser, tokoh tersebut ternyata sudah
memiliki penilaian terhadap kerja-kerja organiser. Dikarenakan sudah ada saling
kepercayaan, tokoh tersebut kemudian memberi masukan agar organiser tidak
salah mengidentifikasi dan menjadikan seorang buruh menjadi kader. Masukan
seperti ini sangat penting untuk diterapkan oleh organiser, karena tokoh tersebut
sudah lebih mengenal komunitas dan struktur sosial setempat.
63
analisis sosial, menganalogi sesuatu merupakan kewajiban yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi bagi seorang organiser. Namun kemampuan tersebut
dikuatkan melalui praktek di lapangan secara terus-menerus. Konsep dan teori-
teori perubahan sosial tersebutlah yang diuji dilapangan untuk melihat efek
yang terjadi di lapangan. Jika sebuah teori tidak bisa menjelaskan realitas yang
terjadi, maka tugas seorang organiser kemudian adalah membangun sebuah
analisis baru yang bersumber dari pengalaman ideologi perubahan yang
diyakininya.
Ada berbagai tipe konflik yang sering ditemui dikalangan buruh, baik itu
konflik antar anggota kelompok atau serikat, anggota dengan pengurus di
tingkat basis, sesama pengurus basis, pengurus basis dengan pengurus di
tingkat pusat organisasi maupun diantara pengurus pusat. Peran seorang
organiser tidak dibatasi pada tipe konflik tertentu, namun di semua tingkatan
konflik, karena bagaimanapun juga, kerja-kerja organiser cepat atau lambat pasti
akan terpengaruh akibat konflik-konflik tersebut.
Dari begitu banyak konflik yang sering terjadi di dalam komunitas buruh,
ada beberapa yang paling menonjol dan sering terjadi, antara lain. Konflik antara
antar buruh akibat permasalahan-permasalahan pekerjaan, konflik yang
ditimbulkan dalam lingkungan ketetanggaan dan interaksi sosial di komunitas
dan sebagainya. Konflik di tingkat organisasi biasanya disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain, ketidakkonsistenan pengurus, tidak berjalannya program kerja
organisasi atau kelompok, tidak dilayaninya kebutuhan anggota, tidak
transparannya pengelolaan keuangan, kekuasaan yang terlalu besar dari
pengurus, ketimpangan pemahaman, pengetahuan dan pengalaman antar
anggota dan pengurus, tidak partisipatifnya pengambilan keputusan, hubungan
yang terlalu dekat antara pengurus dan anggota kepada pihak pengusaha,
kecurigaan dan prasangka dari anggota dan pengurus akibat pemihakan dari
pengusaha dan sebagainya.
64
Selain itu, konflik juga dapat muncul akibat dari terlalu dekatnya seorang
anggota ataupun pengurus sebuah kelompok atau organisasi dengan jaringan.
Selama ini kedekatan dengan jaringan dianggap positif karena mendorong
organisasi untuk dikenal di lingkungan elemen gerakan yang lebih luas. Selain
itu, interaksi dengan organisasi lain dapat menambah pengetahuan bagi
pengurus dan anggota yang diutus sebagai perwakilan mengikuti aktivitas
jaringan. Namun di sisi lain, sering terjadi dominasi pengutusan orang, sehingga
tidak merata kepada pengurus dan anggota lainnya. Kebiasaan seperti ini jelas
menimbulkan kecurigaan bagi pengurus dan anggota yang jarang bahkan sama
sekali tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan jaringan.
Satu hal yang harus dipahami oleh organiser adalah selalu menjadikan gejala
dan realitas konflik tersebut sebagai pertimbangan melakukan pengorganisasian.
Organiser yang tidak mau tau, menganggap tidak penting dan terlalu menjauhi
konflik internal tersebut akan semakin menjauhkan organiser terhadap
komunitas buruh. Namun melibatkan diri terlalu jauh dengan cara menjadi
orang yang terlibat langsung dalam penyelesaian konflik juga bukan tindakan
yang tepat.
Tetap saja, langkah pertama yang harus dilakukan seorang organiser untuk
memasuki wilayah konflik di komunitas ataupun kelompok adalah membangun
kepercayaan. Tujuan dari membangun kepercayaan ini adalah agar orang-orang
di dalam komunitas tersebut mau mendengarkan perkataan dan masukan-
masukan dari organiser. Tanpa adanya kepercayaan, maka organiser akan tetap
menjadi orang luar. Jika hanya menjadi orang luar, maka tidak akan ada
kesempatan organiser untuk mempengaruhi proses penyelesaian konflik.
Ketika seorang organiser bisa dipercaya dan dianggap menjadi orang dalam,
maka segala informasi yang terkait dengan konflik akan terbuka. Perolehan
informasi merupakan salah satu hal terpenting dalam pengelolaan konflik
disebabkan tanpa informasi maka kegagalan dan kesalahan penyelesaian akan
semakin besar. Informasi yang diperoleh oleh organiser tentunya haruslah
seimbang. Mendapat informasi hanya dari satu pihak cenderung tidak seimbang.
Belum tentu informasi yang diperoleh dari satu pihak adalah yang paling benar,
karena latarbelakang konflik hanya dari sisi kepentingan pihak tersebut.
Langkah paling tepat adalah mendengarkannya dari dua atau tiga pihak. Tentu
saja perlu memperoleh informasi dari pihak netral yang cenderung lebih objektif.
Namun pihak netral tersebut tidaklah sembarangan orang, karena ia juga harus
mengerti konflik yang terjadi, jika tidak, maka ia tetap saja akan memberi
informasi yang tidak terkait langsung dengan terjadinya konflik.
65