You are on page 1of 16

KASUS TETANUS

IDENTITAS PASIEN

Nama Lengkap Usia Status Perkawinan Pekerjaan Alamat Jenis Kelamin Suku Bangsa Agama Pendidikan

: Tn. P : 50 tahun : Menikah : petani sawah : gunung sugih : laki-laki : jawa : Islam : SMP

ANAMNESIS PASIEN Diambil dari autoanamnesis dan alloanamnesis, tanggal 15 agustus 2013 Keluhan Utama Keluhan Tambahan : mulut sulit dibuka sejak 2 hari SMRS : kepala terasa kaku.

Riwayat Penyakit Sekarang : Os masuk ke IGD RSUD Demang sepulau raya pada tanggal 15 agustus 2013, dengan keluhan mulut sulit untuk dibuka sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan kepala dan leher terasa kaku untuk digerakan. Riwayat luka terbuka pada tubuh disangkal, luka tertusuk paku saat

bekerja di ladang juga disangkal. Pasien mengaku sudah lama gigi belakangnya bolong dan sempat ditusuk-tusuk menggunakan kayu lidi. mual dan muntah tidak ada, kejang juga tidak ada. Riwayat Penyakit Dahulu : Os belum pernah mengalami keluhan yang sama Os belum pernah dioperasi maupun dirawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat hipertensi, asma, alergi, dan kencing manis disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama dengan Os. Riwayat hipertensi, asma, alergi, dan kencing manis di keluarga disangkal. Riwayat Kebiasaan : Os memiliki kebiasaan merokok. tidak minum alkohol.

Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Tanda tanda vital Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi Pernapasan Suhu Kepala : 84x/menit : 23x/menit : 36oC : tampak sakit sedang : compos mentis

Tinggi badan : 169cm Berat badan : 52kg

Keadaan gizi : gizi cukup : normocephali, jejas (-), luka (-), deformitas (-).

Mata

: conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokhor, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)

Telinga Hidung Mulut Leher

: dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal, dilanjutkan di status lokalis : Jejas (-), deformitas (-), nyeri (-), bengkak (-), deviasi trakea (-), kelanjar getah bening dan tiroid tidak membesar. JVP 5+5. kuduk kaku +

Thorax Jantung : - Inspeksi - Palpasi - Perkusi

: Ictus cordis terletak di ICS IV, linea midklavikula kiri. : Teraba pulsasi ictus cordis di ICS IV linea midklavikula kiri : Batas atas jantung : ICS 2 linea midsternal kiri Batas kiri jantung : ICS 4 linea mid midklavikula kiri

Batas kanan janung : ICS 2 linea parasternalis kanan - Auskultasi : Bunyi jantung I&II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : - Inspeksi - Auskultasi - Palpasi - Perkusi : Datar, smillling umbilicus(-), jejas (-), dilatasi vena (-). : bising usus (+) : supel, nyeri tekan dinding perut (-) Hepar Lien Ginjal : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

: timpani, shifting dullness (-)


3

Ekstremitas : Edema ekstremitas (-), akral hangat (+) Status Lokalis Regio Oralis Inspeksi : tampak kesulitan membuka mulut Palpasi : trismus (+) 2cm.

PEMERIKSAAN PENUNJANG - Hematologi Hb 13,3 g/dL Lekosit 12200/uL GDS 99 mg/dl Elektrolit: Na 137 mEq/L K 4,1 mEq/L Cl 114 mEq/L SGOT 24 SGPT 35 Kreatinin 1,1 Ureum 34 DIAGNOSIS : Trismus et causa tetanus : Hematokrit 39% Trombosit 340.000/uL

PENATALAKSANAAN Saat di IGD IVFD RL 20 tpm


4

Ceftriaxone 2x1 gr iv Ranitidin 2x1 amp iv tramadol 2x1 iv ATS 1.500 IU

Saat di ruang perawatan IVFD RL 20 tpm Ceftriaxone 2x1 gr iv Metronidazole 3x1 flash Ranitidin 2x1 amp iv Diazepam drip ( 1 kolf RL berisikan 3 amp diazepam ) 20 tpm baru dapat tanggal 19/8/13 ATS 100.000 IU ( dibagi dalam 3 kali pemberian ) baru dapat tanggal 23/8/13 NGT (pihak keluarga menolak )

PROGNOSIS Ad vitam: ad bonam Ad functionam: dubia ad bonam Ad sanactionam: dubia ad bonam

Pada tanggal 26/8/13 pasien meminta untuk APS , dikarenakan pasien merasa kondisi sudah membaik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEFiNISI Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan gangguan neuromuscular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot akibat eksotoksin spesifik kuman anaerob Clostridium tetani. ETIOLOGI Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang bersifat anaerob murni. Spora C.tetani dapat bertahan sampai bertahun-tahun bila tidak kena sinar matahari. Spora ini terdapat di tanah atau debu, tahan terhadap antiseptic, pemanasan 100 C, dan bahkan pada otoklaf 120 C selama 15-20 menit. Dari berbagai studi yang berbeda, spora ini tidak jarang ditemukan pada feses manusia, juga pada feses kuda, anjing dan kucing. Toksin diproduksi oleh bentuk vegetatifnya. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, insiden dan angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan. Akhir akhir ini dengan adanya penyebaran program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian menurun secara drastis.

ANATOMI Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinyaoleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awalfarinx. Rongga mulut terbentang mulai dari
6

permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior darirongga mulut terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior.

Orang dewasa memiliki 32 gigi,16 tertanam di dalam proses alveolaris maksila dan 16 di dalam mandibula. Yang disebut gigi permanen ini didahului oleh satu set sebanyak 20 gigi desidua, yang mulai muncul sekitar 7 bulan setelah lahir dan lengkap pada umur 6-8 tahun. Gigi ini akan tanggal antara umur enam dan tiga belas, dan diganti secara berangsur oleh gigi permanen, atau suksedaneus. Proses penggantian gigi ini berlangsung sekitar 12 tahun sampai gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18, dengan munculnya molar ketiga atau gigi kebijakan.

PATOFISIOLOGI Tetanospamin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat dengan cara: a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan asetilkolin dari terminal nerve di otot. b. Karakteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks sinaptik di spinal cord. c. Kejang pada tetatnus mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside. d. Beberaa penderita mengalami gangguan dari autonomic nervous system (ANS) dengan gejala: berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urin. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychinnee dimana ia mengintervensi fungsi dari arkus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak. Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatknya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot maseter adalah otot yang paling sensitive terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap aferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin yaitu: 1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa ke kornu anterior susunan syaraf pusat. 2. Toksin diabsorbsi oleh susunan lmfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan syaraf pusat.
8

Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mencapai CNS. Penjalaran terjadi di dalam axis silinder dari sarung perineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/system limfatik. GEJALA KLINIS Masa inkubasi 5-14 hari tetapo bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu). Ada 3 bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni: 1. Localized tetanus (tetanus local) 2. Cephalic Tetanus 3. Generalized tetanus Karakteristik dari tetanus Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya Setelah 2 minggu kejang mulai hilang. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbulkesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot masetter Kejang otot berlanjut ke kuduk kaku ( opistotonus , nuchal rigidity ) Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut muluttertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat . Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan eksistensi,lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkandapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ) Tetanus Lokal
9

Pada local tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus local. Kontraksi otot tersebut baisanya ringan, bisa bertahap dalam beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara bertahap. Cephalic tetanus Bentuk yang paling jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1-2 hari, yang berasal dari otitis mendia kronik, luka pada daerah muka dan kepala termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. Generalized tetanus Bentuk ini paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplkasi tidak dikenal bebrapa tetanus local oleh karena gejala timbul diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50%), yang disebabkan oleh kekakuan otot maseter, bersamaan dengan kekakuan ott leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan sulit menelan. Gejala lain berupa risus sardonikus yakni spasme otot muka, opistotonus atau kekakuan otot punggung, kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianosis asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urin, kompresi fraktur dan perdarahan dalam otot. Kenaikan temperature biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takikardia penderita biasanya meninggal. Menurut berat ringannya: Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang. Tetanus sedang: trismus kurang dari 3cm dan disertai kejang umum bila dirangsang. Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.

Cole dan Youngman membagi tetanus umum atas: Grade 1 : ringan Masa inkubasi lebih dari 14 hari- period of onset > 6 hari. Trismus positif tapi tidak berat, sukar makan dan minum tapi disfagi tidak ada. Lokalisasi kekauan dekat dengan luka beupa spasme di sekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari. Grade II: sedang Masa inkubasi 10-14 hari. Period of onset 3 hari atau kurang. Trismus dan disfagi ada. Kekakuan umum terjadidalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada. Grade III: berat
10

Masa inkubasi < 10 hari. Period of onset < 3 hari. Trismus dan disfagia berat. Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia. DIAGNOSIS Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa: 1. Gejala klinik: kejang tetanik, trismus, disfagia, risus sardonikus 2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan. 3. Kultur: C. Tetani (+) 4. Lab: SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

DIAGNOSIS BANDING Untuk membedakan diagnosis dari tetanus tidak akan sukar sekali dijumpai dari pemeriksaan fisik, laboratorium test, riwayat imunisusasi, kekakuan otot tubuh, risus sardonikus dan kesadaran yang tetap normal. 1. Meningtis Bakterial Pada penyakit ini trismus tidak ada dan kesadaran penderita biasanya menurun. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan cairan serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan glukosa menurun. 2. Poliomyelitis Didapatkan adanya paralysis flaksisd dengan tidak dijumpai adanya trismus. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan lekositosis. 3. Rabies Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan. 4. Tetani Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium dan fosfat dalam serum rendah. Yang khas bentut spasme otot adalah karpopedal spasme dan biasanya diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai trismus.

KOMPLIKASI
11

Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan otot pernapasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektasis serta kompresi fraktur vetebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.

TATALAKSANA Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi - Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau - Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam ( max 4g/hari diberikan 6-8jam) Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai. Imunisasi aktif-pasif - Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus bisa diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan Human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000-6000 IU i.m. - Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.

Anti konvulsi Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik (titrasi) : - Bila datang dengan kejang diberi diazepam : - neonatus bolus 5 mg iv - anak bolus 10 mg iv Dosis rumatan maximal : - anak 240 mg/hari - neonatus 120 mg/hari - Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari, dengan atau tanpa kurarisasi.

12

- Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cairan infus. Bilamana tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12 x/hari) - Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat, bilamana ada gangguan saraf otonom. Perawatan luka atau port dentree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan pembuangan jaringan yang diduga mengandung kuman dan spora (debridemant), sebaiknya dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsi.

Terapi suportif - Bebaskan jalan nafas - Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan posisi pasien) - Pemberian oksigen - Perawatan dengan stimulasi minimal - Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal tidak memperkuat kejang - Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum - Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

Tetanus ringan dan sedang Diberikan pengobatan tetanus dasar

Tetanus sedang - Terapi dasar tetanus - Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi) - Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.

13

Tetanus berat/sangat berat - Terapi dasar seperti di atas - Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi - Balans cairan dimonitor secara ketat. - Apabila spasme sangat hebat (tetanus berat), perlu ventilasi mekanik dengan pankuronium bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan tiap 2-3 jam. - Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti propanolol/a dan bblocker labetalol.

PENCEGAHAN I. Imunisasi aktif a.Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu, ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun. b. Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanita usia subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT lifelong-card).

II. Pencegahan pada luka Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang Luka ringan dan bersih - Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin - Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT. - Luka sedang/berat dan kotor - Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atau tetanus imunoglobulin 250-500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain. - Imunisasi (+), lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, tetanus imunoglobulin 250-500 U.

14

MONITORING Spasme berkurang setelah 2-3 minggu, namun kekakuan dapat terus berlangsung lebih lama. Kekakuan dapat tetap berlangsung sampai 6-8 minggu pada kasus yang berat. Gangguan otonom biasanya dimulai beberapa hari setelah kejang dan berlangsung selama 1-2 minggu.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Jong, de Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC: Jakarta. 2005. Hal 23-4. 2. Fauci, Braunwald et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th edition. Mcgraw Hill: United State. 2008. 3. Kiking R. Tetanus. Medan: USU Digital Library, 2004;1-9 4. Sudoyo, Aru. W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. 5. CDC. Tetanus. (cited 2012 October 10th ). 2006. Availaible at: www.cdc.gov/niP/publications/pink/tetanus.pdf.

16

You might also like