You are on page 1of 11

JAJANAN TIDAK SEHAT: Waspadalah Para Ortu, Anak SD Paling Suka

BISNIS.COM, JAKARTA -- Mayoritas siswa Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) di Indonesia gemar jajan meskipun jajanannya tidak sehat. Oleh karena itu, kantin yang sehat dan higienis pun diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan memelihara ketahanan anak. Temuan itu dipaparkan oleh Roy A. Sparringa, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dalam Seminar Kantin Higienis Sunlight, Kamis (20/6). Roy memaparkan 69% Penganan Jajan Anak Sekolah (PJAS) didapatkan di kantin, sedangkan 28% didapatkan di sekitar sekolah. PJAS harus memenuhi tiga kriteria, yaitu aman, bermutu, dan bergizi. BPOM menjalankan aksi nasional PJAS demi mencapai tiga kriteria PJAS. Sayangnya aksi tersebut belum banyak diketahui oleh guru SD. Sementara itu, seorang guru SDN Karet 06 Jakarta, Fitnawati, mengaku belum pernah mendengar aksi nasional PJAS. Dia pun masih menemui keberadaan PJAS tidak sehat di sekolahnya. "Dalam kompleks sekolah saya terdapat tiga sekolah. Tidak ada pengelolaan kantin, mungkin yang dikelola hanya tukang jajanannya saja bukan bentuk makanannya. Karena yang saya tahu masih ada makanan yang tidak layak dikonsumsi anak tapi masih tetap ada", kata Fitnawati. Ubah Perilaku Program aksi nasional PJAS bukanlah pembangunan fisik semata, perubahan perilaku juga diperlukan untuk menjamin ketersediaan PJAS yang sehat dan higienis. Menurut pakar kesehatan Dr Nurrahmiati kontaminasi bakteri pada makanan bukan hanya disebabkan oleh bahan baku saja tetapi juga peralatan makan dan perilaku penjual makanan. "Seharusnya mencuci peralatan itu dibawah air yang mengalir. Memang boros, tapi kalau kita sakit akan lebih boros lagi," kata Nurrahmiati. Nurrahmiati juga mengatakan bahwa sebaiknya spons tidak ditinggalkan dalam keadaan basah saat selesai mencuci piring. Bak pencucian piring untuk mencuci peralatan kotor dan bahan makanan pun sebaiknya dipisahkan untuk mencegah kontaminasi silang. (Antara)(Foto:kemenkes) Editor : Bambang Supriyanto

Hati-hati banyak jajanan SD tak higienis


Kamis, 20 Juni 2013 15:33 WIB | 1321 Views

Pewarta: Ida Nurcahyani

Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan banyak pangan jajanan anak Sekolah Dasar yang tidak higienis. "Berdasarkan hasil pengawasan, sekitar 40 hingga 44 persen jajanan anak sekolah, terutama SD, tidak memenuhi syarat, salah satunya disebabkan kurangnya higienitas kantin," kata Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Roy A. Sparringa di Jakarta, Kamis. Padahal kualitas pangan jajanan yang rendah dapat memperburuk status gizi anak sekolah akibat asupan gizi terganggu. Sayangnya, minat anak untuk jajan begitu tinggi. Hasil monitoring BPOM menunjukkan 48 persen siswa SD mengaku sering jajan, sementara 51 persen lain mengaku kadang-kadang saja, dan hanya satu persen yang mengaku tidak pernah jajan. "Idealnya, jajanan anak sekolah haruslah aman dari cemaran merugikan, bermutu dan memenuhi kriteria keamanan pangan dan kandungan gizi," kata Roy. Pakar kesehatan masyarakat yang aktif bekerja pada Kementerian Kesehatan, Nurrahmiati, mengatakan bahwa bahan jajanan anak sekolah, terutama SD, harus aman, higienis dan terjaga sanitasinya. "Kalau tidak, dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, disentri, thypus, dan keracunan yang disebabkan oleh berbagai jenis virus dan bakteri," kata Nurrahmiati.

Editor: Jafar M Sidik

Membangun Kantin Sehat dan Higienis untuk Anak Indonesia


Sekitar 40-44 persen jajanan anak sekolah belum memenuhi syarat layak.

Kantin harus sehat dan higienis agar tidak menimbulkan penyakit pada anak. FIMELLE.COM - Kantin sekolah selama ini menjadi tempat yang paling diburu para murid untuk jajan. Di sana, murid yang tidak dibekali makanan dari rumah bisa membeli bermacam-macam makanan yang disediakan. Tapi, apakah kita pernah berpikir makanan yang dijual itu higienis? Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam laporan hasil pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) selama 2006-2010 menunjukkan, sekitar 40-44 persen jajanan anak sekolah belum memenuhi syarat layak. Salah satunya disebabkan oleh tidak higienisnya kantin atau tempat jajan di sekolah. Ketidakhigienisan itu bisa dilihat dari kebersihan peralatan masak dan makan yang dipakai, keamanan dan kebersihan makanan yang diproduksi, kebersihan individu dalam mengolah makanan, keamanan terhadap penyediaan air, pengelolaan air limbah, dan perlindungan makanan dari kontaminasi. "Kantin sekolah harus bersih dan higienis karena berperan penting dalam menyediakan makanan dan minuman yang aman dan sehat untuk ana-anak. Jajanan sehat bukan hanya bergantung pada kandungan jajajan, tapi juga tingkat higienitas kantin. Harus bisa dipastikan makanan yang dikonsumsi juga bebas dari mikroba yang dapat menyebabkan penyakit," jelas Nurrahmiati, pakar kesehatan yang bekerja di Kementerian Kesehatan dalam bincang kesehatan Kantin Higienis Sunlight di Jakarta, Kamis (20/6) Selain itu, ketersediaan jajanan yang bebas dari mikroba, kebersihan peralatan masak dan makan ini sangat penting. Menurut dia, harus dibedakan tempat mencuci peralatan dengan pencucian bahan pangan karena itu bisa menyebabkan munculnya persilangan bakteri yang justru bisa menjadi sumber penyakit bagi anak. Nurrahmiati menambahkan, jajanan yang dibeli dari kantin yang tidak higienis bisa menimbulkan sejumlah penyakit, mulai dari sakit perut, diare, ISPA, disentri, thypus, dan keracunan. Untuk mendukung kantin sehat, seiring dengan Program Aksi Nasional Gerakan menuju Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu, dan Bergizi, Sunlight mengkampanyekan "Kantin Higienis".

"Ini adalah wujud edukasi kepada berbagai pihak mengenai langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan kantin sekolah yang sehat, termasuk bagaimana menjaga kehigienisan dan kualitas makanan bagi anak sekolah," jelas Senior Brand Manager Sunlight Risyantie Wulansari. Kampanye yang dimulai sejak Mei ini sudah dilakukan dengan menggelar berbagai acara, mulai dari seminar, roadshow ke tujuh kota besar di Indonesia, hingga kompetisi kantin sehat. "Butuh dukungan dari semua pihak, mulai dari sekolah, orang tua, masyaraka, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mewujudkan lingkungan kanti yang berkualitas dan penyediaan pangan yang aman. Kampanye ini bagus dan sejalan dengan visi pemerintah," imbuh Roy Sparingga, deputi bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya BPOM. (Dian)

Bahaya!Banyak Jajanan Anak Sekolah Gunakan Pengawet dan Pewarna Pakaian


Jumat, 15 Maret 2013 | 11:21

[BANDUNG] Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung, Supriyanto Utomo menyatakan, penelitian lembaganya di Jawa Barat (Jabar) tahun 2012 menunjukkan 17,82% dari 1.650 sampel pangan jajanan anak sekolah mempergunakan pengawet dan pewarna pakaian. Itu berbahaya buat kesehatan anak -anak pada jangka panjang, karena itu orang tua sebaiknya membekali anaknya dengan makanan bukan uang jajan, kata Supriyanto dalam Roadshow Kampanye Pangan Jajanan Anak Sekolah di SD Karang Pawulang, Bandung, Kamis (14/3). Menurut Supriyanto, penggunaan bahan berbahaya pada jajanan anak tidak lepas dari permintaan pasar. Penjual makanan tidak mungkin berdagang di sekolah apabila tidak ada yang membelinya. Karena berjualan di sekolah, biasanya makanan yang dijual harganya murah. Untuk menjual dengan harga murah, pedagang cenderung memilih bahan baku yang murah. Pewarna kain itu lebih murah daripada pewarna untuk makanan, ujar dia. Selain itu, setiap makanan yang tidak habis dijual harus bisa dijual kembali. Makanya mereka memakai pengawet seperti formalin agar tidak merugi, imbuh Supriyanto. Makanan yang mengandung bahan berbahaya itu bisa berdampak buruk buat kesehatan dalam jangka panjang. Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu penyakit yang disebabkan adanya penumpukan bahan kimia berbahaya di dalam tubuh. Anak -anak juga bisa terkena kanker hati kalau memakan jajanan yang mengandung bahan berbahaya, Supriyanto menjelaskan. Salah satu cara mencegahnya adalah dengan merubah perilaku orang tua pada anak-anak. Daripada memberi uang untuk jajan di sekolah, orang tua lebih baik memberikan bekal makanan kepada mereka, karena lebih terjamin kebersihan dan kesehatannya. Supriyanto mengatakan, penggunaan formalin ditemukan dalam makanan jenis tahu, baso, dan mie basah. Sementara, zat pewarna tekstil biasa ditemukan pada jajanan berupa kerupuk, sementara pemanis buatan ditemukan pada minuman berwarna. Roadshow Kampanye Pangan Jajanan Anak Sekolah ini merupakan bagian dari aksi nasional yang

dicanangkan oleh Wakil Presiden Boediono di Jakarta pada bulan Januari 2011 lalu. Menurut Supriyanto, sejak dicanangkan sudah ada peningkatan persentase keamanan jajanan anak sekolah. Jika pada tahun 2008-2010, tingkat keamanan jajanan anak sekolah yang memenuhi syarat secara nasional rata-ratanya hanya 56-60% saja, pada tahun 2011 meningkat jadi 65% dan tahun 2012 mencapai 76%. Sudah ada 8.561 SD yang kita intervensi (soal kampanye pangan jajanan anak sekolah), kata Supriyanto. Kepala SD Karang Pawulang, Hayati mengatakan, pihaknya terkadang mengalami kesulitan mengontrol para pedagang makanan yang berjualan di luar sekolah. Meski sudah ada beberapa pedagang yang diberikan informasi agar tidak menggunakan bahan berbahaya dalam makanannya, tetap saja ada pedagang baru yang berjualan di sekitar sekolah. Kami juga berharap orang tua bisa memberikan bekal kepada anak -anaknya. Tapi untuk pengawasan, informasi soal jajanan yang sehat ini juga kami berikan ke satpam di sekolah. Karena ini harus kami awasi bersama, ujarnya. [153]

40 Persen Jajanan Sekolah Mengandung Bahan Berbahaya Penulis : Bramirus Mikail | Rabu, 23 Mei 2012 | 16:08 WIB BEKASI, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih menemukan adanya jajanan anak di sekolah yang mengandung bahan-bahan tidak aman untuk kesehatan. Tercatat bahwa hampir 40 persen pangan jajanan anak sekolah di seluruh Indonesia mengandung bahan berbahaya seperti boraks, formalin, dan zat pewarna. Demikian disampaikan oleh Hendri Siswadi, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat BPOM, disela-sela acara sosialisasi dan promosi Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK), di SMA Negeri 8 Bekasi, Rabu, (23/5/2012). "Kita tahu ada beberapa sekolah yang menjual makanan yang mengadung boraks, formalin dan zat pewarna. Tapi dengan gencarnya BPOM melakukan sosialisasi dan pengawasan penurunannya sudah cukup signifikan," katanya. Untuk menjamin makanan yang dikonsumsi aman, Siswadi mengimbau supaya sekolah-sekolah membentengi diri dengan membuat kantin sekolah sehingga anak-anak tidak jajan sembarangan. Tahun ini, lanjut Siswadi, BPOM akan kembali melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah terkait edukasi mengenai pangan berbahaya. Siswandi menambahkan, sekolah merupakan lembaga yang paling cocok sebagai sarana sosialisasi dan edukasi karena interaksi di sekolah sangat tinggi dan sasarannya sangat lengkap, yaitu siswa guru dan kepala sekolah. "Nantinya, akan ada sekolah-sekolah yang kami jadikan mitra," ungkapnya.

Ia menjelaskan fokus pengawasan jajanan anak sekolah akan lebih diutamakan pada tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah-sekolah negeri yang terletak dipinggir-pinggir kota. Alasannya anak SD cenderung lebih mudah tertarik dengan makanan yang berwarna-warni dan terlihat cerah yang keamanannya kurang terjamin.

Masih Ditemukan Pewarna Berbahaya pada Jajanan Anak Penulis : Siwi Nurbiajanti | Kamis, 15 Desember 2011 | 19:12 WIB TEGAL, KOMPAS.com - Kandungan rodamin B yang merupakan zat pewarna berbahaya untuk makanan, masih ditemukan pada makanan yang dijual untuk anak-anak sekolah dasar di Kota Tegal, Jawa Tengah, Kamis (15/12/2011). Temuan diperoleh dari hasil pemeriksaan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) Semarang bersama Dinas Kesehatan Kota Tegal, terhadap sejumlah makanan yang dijual di kantin sekolah maupun pedagang di sekitar sekolah. Pemeriksaan antara lain dilakukan di kompleks SD Mangkukusuman I, SD Mangkukusuman V, SD Mangkukusuman VIII, dan SD Mangkukusuman IX, serta SD Tegalsari 01 Kota Tegal. Kandungan Rodamin B ditemukan pada makanan mi kering yang ditaburi bumbu berwarna merah, atau terkenal dengan sebutan dengan mi biting, yang dijual di sekitar SD Tegalsari 01. Dalam pemeriksaan itu, petugas Balai Besar POM Semarang juga memeriksa beberapa sampel makanan lain, seperti tahu gejrot, agar-agar curah, cilok, dan nughet. Balai POM juga mengajari siswa cara memilih makanan yang mengandung pewarna dan pengawet berbahaya. Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen Balai Besar POM Semarang, Aryanti, mengatakan, pemeriksaan jajanan anak sekolah tidak hanya dilaksanakan di Kota Tegal, tetapi juga di kota/kabupaten lain, seperti Semarang, Wonogiri, Wonosobo, Karanganyar, Temanggung, Kabupaten Tegal, Batang, Pemalang, Demak, dan Rembang. Sampel makanan yang diperoleh dari pedagang langsung diuji, untuk tiga jenis pengujian, yaitu rodamin B, kuning metanil, dan formalin. "Parameter lain, seperti kandungan boraks, harus diuji di laboratorium," katanya. Selain di Kota Tegal, dalam pemeriksaan jajanan anak yang dilakukan di Semarang beberapa hari lalu, Balai POM juga menemukan kandungan formalin pada mi basah yang dijual pada salah satu sekolah dasar. Mahada, salah seorang petugas penguji sampel makanan dari Balai POM Semarang, mengatakan , makanan yang mengandung pewarna berbahaya, seperti Auramin, kuning metanil, dan rodamin B berbahaya bagi konsumen, karena bisa mengakibatkan mual, muntah, dan dalam jangka panjang bisa mengakibatkan kanker kandung kermih.

Begitu pula makanan yang mengandung formalin dan boraks juga berbahaya, karena bisa mengakibatkan gangguan syaraf pusat dan ginjal. Kepala Bidang Pencegahan, Penanggulangan Penyakit, dan Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Kota Tegal, Agus Dwi Sulistyantono, mengatakan, pedagang yang kedapatan menjual makanan yang mengandung pewarna dan pengawet berbahaya, langsung dibina. "Ia juga tidak diperbolehkan menjual sisa makanan yang masih ada. Kepada pihak sekolah kami juga meminta agar memantau pedagang, sehingga sisa makanan ya ng ada tidak dijual kembali," kata Agus. Menurut dia, Pemerintah Kota Tegal berencana membuat kantin sehat di sekolah-sekolah pada 2012. Dalam kantin sehat, makanan yang akan dijual harus diperiksa keamanannya terlebih dahulu, sehingga tidak membahayakan siswa.

Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan


author : K. Tatik Wardayati Monday, 07 May 2012 - 11:51 am

More Sharing ServicesShare|Share on facebookShare on twitter

Dok. Intisari/ktw

Beberapa contoh pangan yang menggunakan bahan kimia berbahaya.

Intisari-Online.com Pada dasarnya, penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) sudah diatur dalam Peratuarn Pemerintah no. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi pangan. Pada pasal 12, ayat (1), peraturan tersebut berbunyi, Setiap orang yang memproduksi pangan dengan menggunakan bahan tambahan pangan untuk diedarkan wajib menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Para produsen makanan sebenarnya bisa saja menggunakan bahan tambahan pangan yang alami. Namun, rupanya mereka tidak percaya diri. Boleh-boleh saja menggunakan BTP tersebut, tentu saja harus memperhatikan takaran yang seharusnya digunakan. Misalnya saja, 1 g natrium benzoat yang berperan sebagai pengawet, bisa digunakan untuk 1 kilogram bahan pangan. Kenyataannya, kadang-kadang yang digunakan para produsen melebihi takaran. Bahkan, menggunakan bahan kimia yang tidak diperuntukkan bagi bahan pangan. Nah, bahan kimia yang sebenarnya tidak diperuntukkan untuk makanan dan minuman inilah, bila dikonsumsi dalam jangka panjang, bisa membahayakan kesehatan kita. Yuk, kita kenali ragam bahan kimia berbahaya yang sering dipakai pada makanan dan minuman, yang sebenarnya bahan-bahan ini dilarang digunakan untuk makanan dan minuman.

Formalin Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Formalin biasanya digunakan sebagai bahan perekat untuk kayu lapis dan disinfektan untuk peralatan rumah sakit serta untuk pengawet mayat. Formalin dilarang digunakan untuk pengawet pangan. Contoh pangan yang mengandung formalin adalah mie basah. Ciri-cirinya: tidak lengket, lebih mengkilat, bau menyengat khas formalin. Bertahan lebih dari 1 (satu) hari pada suhu ruang/suhu kamar. Pangan lain berformalin yaitu tahu, dengan ciri-ciri bau menyengat khas formalin, tidak mudah hancur. Bertahan lebih dari 1 (satu) hari pada suhu ruang/suhu kamar. Sementara ikan asin, ikan segar, dan daging segar berformalin, tidak dihinggapi lalat serta memiliki bau menyenyat khas formalin.

Boraks Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat (NaB4O710H20). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat (H3BO3). Salah satu bentuk turunan boraks yang sering disalahgunakan untuk pangan adalah bleng. Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen, mengurangi kesadarahan air dan antiseptik. Pangan yang mengandung boraks antara lain mie basah, bakso, lontong, cilok, dan otak-otak. Ciricirinya, tekstur sangat kenyal, tidak lengket, dan tidak mudah putus pada mie basah. Makanan lain yang mengandung boraks yaitu kerupuk rambak dari tepung dan kerupuk gendar. Cirinya: tekstur sangat renyah dan terasa getir.

Pewarna tekstil, rhodamin B, dan methanyl yellow

Rhodamin B adalah pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal merah keunguan dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar. Rhodamin B biasa digunakan untuk industri tekstil dan kertas. Sementara methanyl yellow atau kuning metanil adalah zat warna sintetis berwarna kuning kecokelatan dan berbentuk padat atau serbuk yang digunakan untuk pewarna tekstil (kain) dan cat. Contoh pangan yang mengandung pewarna tekstil ini misalnya sirop, kerupuk, gulali dengan warna kuning mencolok (methanyl yellow) atau merah mencolok (Rhodamin B) dan berpendar, serta banyak memberikan titik-titik warna tidak homogen/pewarnaan tidak merata. Suatu saat ketika Anda pergi ke pasar, supermarket, atau tempat jajanan, lalu menemukan panganan yang dicurigai menggunakan bahan kimia berbahaya, jangan ragu untuk mencatat apa yang Anda temukan tersebut. Segera laporkan ke Badan POM RI untuk dapat ditindaklanjuti.

Jajanan Pewarna Buatan Hantui Anak Sekolah


Oleh: Entang Saeful Rachman14/04/2011 Banjar, (harapanrakyat.com),- Pihak sekolah atau guru harus memantau jajanan yang biasa dikonsumsi para siswa di sekolah. Karena, tidak jarang makanan tersebut menggunakan bahan pewarna sehingga dapat membahayakan kesehatan. Salah seorang guru di SD Negeri 1 Pataruman, Hendra, mengatakan, memang jenis makanan yang dijajakan para pedagang di sekolah biasanya selalu terlihat menarik. Hal itu mungkin saja dilakukan supaya anak-anak tertarik untuk membelinya.

Terkadang kami juga menanyakan pada anak-anak jika ada jenis jajanan baru yang terlihat agak aneh. Seperti menanyakan nama makanannya apa, dan rasanya enak atau enggak, katanya, Selasa (12/4). Namun, lanjut dia, guru-guru juga sering menghimbau kepada anak didiknya supaya jangan jajan sembarangan. Artinya, mereka harus pandai memilih serta membedakan mana makanan yang menggunakan bahan pewarna dengan yang tidak. Lantaran, bila mengkonsumsi makanan dengan menggunakan bahan pewarna buatan, sudah dipastikan dapat menyebabkan sakit perut dan tentu saja anak-anak akan terganggu konsentrasi belajarnya, atau bahkan tidak bisa mengikuti pelajaran. Selain memantau dan menanyakan kepada anak-anak mengenai nama makanan dan rasanya, terkadang guru juga menanyakan langsung pada pedagangnya. Ya biasanya menanyakan bahannya dari apa dan bumbunya apa saja, ujarnya. Dengan cara seperti itu, kata Hendra, maka secara tidak langsung guru telah mengawasi jajanan di sekolah, dan dapat memastikan bahwa makanan tersebut aman untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Namun, yang saya tahu selama ini jajanan di sekolah kami tidak banyak menggunakan pewarna, karena ratarata jenis makanannya goreng an, mungkin hanya dari saus saja, tandasnya. Sementara itu, Yayat, pedagang makanan jenis agar-agar yang sering mangkal di beberapa SD, TK dan PAUD, mengaku, dagangannya itu memang sangat diminati anak-anak. Lantaran, selain makanan tersebut dibuat dengan berbagai warna, ukurannya pun sengaja dicetak kecil-kecil. Pewarna yang digunakan tentu saja pewarna khusus untuk makanan, ada yang kuning, merah, hijau dan putih, kalau rasanya tetap sama manis. Satu bijinya saya jual seratus rupiah, biasanya anak-anak belinya lima ratus rupiah sampai seribu rupiah, tuturnya. Dikatakan Yayat, selama dirinya menjadi pedagang agar-agar, belum pernah ada pembeli komplain akibat mengkonsumsi makanan tersebut. Dengan demikian, dia merasa yakin kalau pewarna yang digunakannya aman. (Eva)

You might also like