You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN

Proses kimia terdiri dari tahapan pengolahan, yaitu: pengolahan fisika awal seperti permurnian/purifikasi bahan, perubahan fasa (cair ke uap, uap ke cair, padat ke cair); pengolahan kimia seperti perubahan senyawa/zat melalui reaksi kimia; dan pengolahan fisika lanjutan seperti pemisahan komponen melalui distilasi, ekstraksi, absorbsi.

Pengolah an Fisika Awal

Pengolah an Kimia

Pengolah an Fisika Lanjutan

Dalam merancang reaktor dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman mengenai termodinamika, kinetika kimia, mekanika fluida, perpindahan panas, perpindahan massa dan ekonomi teknik . Reaktor digunakan sebagai tempat terjadinya reaksi senyawa-senyawa kimia menghasilkan produk-produk baik produk utama maupun produk samping.

Dua pertanyaan yang harus dijawab dalam merancang reaktor: 1. 2. Perubahan apa yang diharapkan terjadi ? (termodinamika) Berapa cepat reaksi berlangsung ? (kinetika kimia, perpindahan massa)

Termodinamika Dalam merancang reaktor, informasi yang diberikan oleh termodinamika: a. b. Panas yang dibebaskan atau yang diserap selama reaksi berlangsung Besar reaksi maksimum yang terjadi (konversi reaksi)

Reaksi kimia dapat disertai oleh pelepasan panas (eksotermis) atau penyerapan panas (endotermis).

aA rR + sS ,

Hr {+ : endotermis, - : eksotermis }

(1)

Panas reaksi pada temperatur T,

H r , adalah panas yang ditransfer dari

lingkungan ke sistem yang bereaksi bila a mole A bereaksi menjadi r mole R dan s mol S dengan sistem yang diukur pada T dan P sama sebelum dan sesudah bereaksi.

Konstanta kesetimbangan K dapat dihitung dari energi bebas standar, G o dari senyawa yang mengalami reaksi :

Go = r GoR +

s GoS

a GoA =

- RT ln K

(2)

Hasil maksimum yang diharapkan dari produk reaksi dapat diestimasi jika K diketahui

Kinetika Kimia Kinetika kimia menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Untuk reaksi yang cepat, kinetika tidak dibutuhkan dan hanya termodinamika yang diperlukan dalam perhitungan. Kinetika kimia dan desain reaktor merupakan faktor yang penting dalam kegiatan produksi bahan-bahan kimia. Keberhasilan pabrik kimia ditentukan oleh pemilihan sistem reaksi yang beroperasi secara aman dan efisien. Prinsip Teknik Reaksi Kimia digunakan dalam produksi senyawa misalnya: produksi asam sulfat dari SO3 dan H2O, produksi antifreeze dari etana, urea dari ammonia dan CO2 dan kinetika pembentukan Nitric oxide dan kaitannya dengan pembentukan asap.

Species Kimia Species kimia adalah adalah senyawa atau elemen dengan identitas tertentu yang di tentukan oleh .jenis, jumlah dan konfigurasi atom-atom species tersebut.

Contoh :

Perubahan konfigurasi menyebabkan perbedaan sifat kimia dan fisika dari senyawa tersebut. Pada contoh diatas terjadi perubahan konfigurasi dari Cis 2

butane menjadi Trans 2 butane sehingga sifat kimia dan fisika dari kedua senyawa tersebut mengalami perubahan.

Reaksi kimia terjadi apabila sejumlah molekul dari satu species atau lebih kehilangan identitasnya dan membentuk species baru dengan perubahan jumlah atom didalam senyawa dan/atau perubahan struktur atau konfigurasi atom. Bila reaksi kimia terjadi, total massa senyawa tidak terbentuk atau tidak hilang (konservasi massa).

Klasifikasi Reaksi Berdasarkan Jumlah dan jenis fasa reaksi dapat diklasifikasi kedalam reaksi homogen dan reaksi heterogen: a. b. Reaksi Homogen, jika berlangsung dalam 1 fasa (padat, cair, gas) Reaksi Heterogen, jika reaksi terjadi pada lebih dari satu fasa (padat dan cair, cair dan gas).

Tabel 1. Klasifikasi Reaksi Kimia Sistem Homogen Nonkatalitik Reaksi Fasa Gas Katalitik Reaksi fasa cair Reaksi enzimatik dan Reaksi mikrobial batubara,, Sintesa ammonia, oksidasii menghasilkan

Heterogen

Pembakaran

pembakaran biji mineral,, ammonia, reaksi, reduksi

absorpsi gas-liquid dengan asam nitrat, cracking crude biji besi oil, oksidasi SO2 menjadi SO3 menjadi besi dan baja

Variabel yang mempengaruhi kecepatan reaksi pada sistem homogen : temperatur, tekanan dan komposisi, sedangkan pada sistem heterogen : temperatur, tekanan, komposisi, perpindahan panas dan perpindahan massa. Contoh: Pada pembakaran briket batubara, difusi O 2 melalui film gas yang mengelilingi partikel dan melalui lapisan abu pada permukaan partikel memainkan peranan penting dalam membatasi laju reaksi. Disamping itu laju perpindahan panas dapat menjadi suatu faktor yang berpengaruh, misalnya pada reaksi eksotermik yang berlangsung pada permukaan interior porous catalyst pellet. Jika panas yang dihasilkan reaksi tidak dihilangkan secara cepat menyebabkan laju reaksi yang tidak merata. Semakin cepat laju reaksi, seperti nyala pembakaran (burning flame), heat dan mass transfer menjadi pengendali reaksi.

Laju kehilangan (rate of disappearance) misalnya: species A adalah jumlah molekul A yang kehilangan identitas kimianya per satuan volume melalui pemecahan dan pembentukan ikatan kimia selama reaksi. Kehilangan identitas species melalui tiga cara, yaitu: 1. Dekomposisi : Molekul terurai menjadi molekul yang lebih kecil, atom, atau bagian atom. Contoh :

2. Kombinasi

: Molekul besar terbentuk dari molekul yang lebih kecil

Contoh : Pembentukan Cumene dari Benzene dan Propylen.

3. Isomerisasi

: Pembentukan senyawa dengan rumus molekul sama tetapi rumus bangun yang berbeda (terjadi perubahan

konfigurasi senyawa). Contoh:

Suatu molekul atau sejumlah molekul dari species kimia telah bereaksi jika molekul kehilangan identitas kimianya.

Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju reaksi kehilangan (disapperance) reaktan atau laju reaksi pembentukan (formation) poduk. Misalnya: pada reaksi pembentukan DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane) dari chlorobenzene dan chloral.

2C6H5CI chlorobenzene

CCI3CHO chloral

(C6H4CI)2CHCCI3 DDT

H2O

Pada sistem homogen, jika chloral sebagai A, maka -r A adalah jumlah mol chloral yang bereaksi/hilang per satuan waktu per satuan volume (mol/dm 3.s) dan jika DDT sebagai C, maka rC adalah jumlah mol DDT yang terbentuk per satuan waktu per satuan volume.

Laju reaksi untuk sistem heterogen, r A -r A= Jumlah mole A bereaksi per satuan waktu per satuan massa katalis ( s. g catalyst)

Laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi species, temperatur, tekanan atau tipe katalis tetapi laju reaksi tidak tergantung pada jenis sistem yang digunakan (aliran batch atau kontinyu) .

Laju reaksi, -rA tergantung pada temperatur dan konsentrasi dan persamaan laju reaksi merupakan persamaan aljabar. A Produk

Definisi Laju Reaksi: 1) Berdasarkan volume fluida yang bereaksi:


1 dN i mole i terbentuk = V dt (volume fluida )( waktu )

ri =

2) Berdasarkan massa solid dalam sistem fluida:


1 dN i mole i terbentuk = W dt (massa solid )( waktu )

ri =

'

3) Berdasarkan permukaan interfasa sistem dua fluida atau berdasarkan satuan permukaan solid dalam sistem gas solid:

r i

"

1 = S

dN i dt

mole i t = ( permuka

4) Berdasarkan volume solid dalam sistem gas-solid:

ri ' ' ' =

1 dN i mole i terbentuk = Vs dt (volume solid )( waktu )

5) Berdasarkan volume reaktor:

ri ' ' ' ' =

1 dN i mole i terbentuk = Vr dt (volume reaktor )( waktu )

Volume fluida identik dengan volume reaktor untuk sistem homogen (V = V r). Pada sistem heterogen, semua definisi laju reaksi diatas dapat digunakan. Laju reaksi merupakan fungsi dari keadaan sistem. Hubungan laju reaksi: V ri = W ri = S ri = Vs ri = Vr ri

Dimana: V W S Vs Vr = = = = = volume fluida masa solid permukaan solid volume solid volume reaktor

Persamaan laju reaksi, rA dapat dinyatakan sebagai : a. Fungsi linear konsentrasi -rA = k CA, atau

b. Fungsi nonlinear konsentrasi -rA = k CA2

rA =

k1 C A 1 + k2C A

Contoh: Mesin roket membakar campuran bahan bakar secara stoikhiometri (liquid H 2 dan liquid O2). Kamar bakar berbentuk silinder dengan panjang 75 cm dan diameter 60 cm. Pembakaran menghasilkan 108 kg/s gas buang. Jika pembakaran sempurna tentukan laju reaksi H2 dan O2. Penyelesaian: Volume reaktor = volume reaksi (sistem homogen) V = /4 D2 L = 3.14/4 (0.6)2 (0.75) = 0,2121 m3. H2 + O2 H2O

H2O yang dihasilkan = 108 kg/s (1 kmol/18 kg) = 6 kmol/s. H2 yang dikonsumsi = 1/1 (6 kmol/s) = 6 kmol/s O2 yang dikonsumsi = (6 kmol/s) = 3 kmol/s 1 dN H 2 V dt

rH 2 =

- rH2 = (1/0,2121 m3)(6 kmol/s) = 2,829 x 104 kmol/m3.s 1 dN O2 V dt

rO2 =

- rO2 = (1/0,2121 m3)(3 kmol/s) = 1,415 x 104 kmol/m3.s

Persamaan Neraca Mol Laju aliran j (mol/waktu) memasuki volume sistem dan terjadi reaksi kimia didalam volume sistem.

Neraca mole species j dalam volume sistem Laju aliran j kedalam

sist

em

(mol/waktu) + Laju pembentukan j oleh reaksi kimia didalam sistem (mol/waktu) - Laju aliran j keluar sistem (mol/waktu) = Laju Akumulasi j didalam sistem. Secara matematis dinyatakan dengan persamaan: Fj0 + Gj Fj = dNj/dt

dimana : Fj0
=

Laju aliran j kedalam sistem (mol/waktu)

Fj Gj

Laju aliran j keluar sistem (mol/waktu) Laju pembentukan j oleh reaksi kimia didalam sistem (mol/waktu)

Nj

Jumlah mol species j didalam sistem pada waktu t.

Jika variable sistem (temperatur, aktivitas katalis, konsentrasi species kimia) sama berdasarkan ruang seluruh volume sistem, laju pembentukan species j, Gj : Gj = rj V (mol/waktu.volume). volume

(mol/waktu) = rj V = =

laju pembentukan species j volume reaksi

Jika laju pembentukan species j bervariasi dengan posisi dalam volume sistem, Gj1 Gj2 = = rj1 rj2 V1, V2, dst.

Total laju pembentukan untuk M subvolume : G Limit M dan


G
j

= i =1 G ji = i =1 r ji Vi
M M

V
= r
V

dV

rj merupakan fungsi tidak langsung posisi, karena konsentrasi dan temperatur mempunyai nilai yang berbeda pada lokasi reaktor yang berbeda. Persamaan umum neraca mol dinyatakan sebagai:

Fj0 Fj0

Fj Fj

+ +

Gj
V

=
dV

dNj/dt = dNj/dt

Reaktor Batch Pada reactor batch tidak terdapat aliran masuk reaktan dan aliran keluar produk sehingga menjadi:
V

Fj0

Fj

0. Persamaan neraca mol

dNj/dt =

dV

Jika campuran reaksi diaduk secara sempurna, r j tidak bervariasi didalam volume reaktor.

dNj/dt =

r j dV = r j V

Reaktor Batch untuk reaksi fasa gas.

Constant Volume (Variable Pressure) Reactor

Constant Pressure (Variable Volume) Reactor

Contoh: Perbedaan Laju Reaksi pada Reaktor Batch Volume Konstan dan Tekanan Konstan. (CH3)2O Dimetil Eter A M + H + C CH4 + H2 + CO

Neraca Mol pada Reaktor Batch: dNA/dt = rA V rA

1/V (dNA/dt) =

Constant Volume Batch Reactor

1/V (dNA/dt) =

d(NA/V)/dt

dCA/dt

rA

Constant Pressure Batch Reactor

1/V (dNA/dt) = 1/V d(CAV)/dt = dCA/dt + CA/V (dV/dt) =

rA

dCA/dt + CA (d In V/dt) = rA

Continuous Flow Reactor 1) Continuous Stirred Tank Reactor (CTSR) Reaktor CSTR disebut juga Backmix reactor. Reaktor ini

dioperasikan pada kondisi ajeg (steady state) dan dilengkapi dengan alat pengaduk, sehingga tidak ada variasi konsentrasi, temperatur, atau laju reaksi didalam reaktor. Konsentrasi dan temperatur didalam reaktor sama dengan yang keluar dari reaktor.

Continuous Stirred Tank Reaktor

Neraca mol: Fj0 Fj +

dV

dNj/dt

Pada steady state: dNj/dt = = 0 rj V Fj + rj V = 0

r
Fj0

dV

Volume reaktor dihitung dengan persamaan:

V Fj

= =

(Fj0 Cj

Fj) / - rj v

dimana : Cj Fj v = = = Konsentrasi (mol/volume) Molar flowrate (mol/waktu) Volumetric Flowrate (volume/waktu)

2) Tubular Reactor Reaktor jenis ini berbentuk pipa silinder dan dioperasikan pada kondisi steady state. Aliran dalam reaktor sangat turbulent sehingga flow field dimodelkan sebagai plug flow yaitu variasi konsentrasi pada pada arah radial diabaikan. Reaktor ini dikenal sebagai Plug Flow Reactor (PFR). Reaktan berkurang sepanjang tubular reactor sehingga konsentrasi bervariasi secara kontinyu dalam arah axial , sehingga laju reaksi bervariasi pada arah axial kecuali untuk reaksi order nol. Neraca mol sistem secara keseluruhan dinyatakan dengan:
V

Fj0

Fj

dV

dNj/dt

Untuk menurunkan persamaan laju reaksi, reaktor tubular dibagi menjadi beberapa bagian kecil (irisan) dengan panjang y.

Pada subvolume V, rj diasumsi sama sehingga :


V

dV

rj V

Pada steady state: dNj/dt = 0

Persamaan neraca mol untuk irisian V: Fj (y) Fj (y+y) V [Fj(y) = + A y = - A rj rj V = 0

Fj(y+y)] / y

Limit y 0

- [Fj(y+y) - Fj(y) ] / y

- A rj

dFj/dy dV dFj/dV

= = =

A rj A dy rj

Untuk Reaktor dengan luas penampang yang berbeda

Gj

dv = r j v

Fj (v) Fj (v + v) + rj v
F j (v + v) F j (v) v
Limit

= rj

F j (v + v) F j (v) = rj V V 0

dF j dV

= rj

Reaktor Industri
(1) Reaktor Batch Kegunaan untuk: (a) operasi skala kecil (b) pengujian proses baru (c) proses yang sulit dilakukan secara kontinyu

Keuntungan : konversi tinggi Kerugian : (a) biaya labor/pekerja tinggi per satuan produksi (b) produksi skala besar sulit dilakukan

(2) Reaktor Semi batch Kegunaan : (a) Sama dengan reaktor batch (b) Reaksi dua fasa (gas/liquid) dimana gas digelembungkan kedalam liquid

Keuntungan : (a) Pengendalian temperatur dilakukan dengan mudah dengan

menggunakan heater atau cooler (b) Kemampuan untuk meminimalkan reaksi samping yang tidak

dikehendaki dengan menjaga konsentrasi rendah dari salah satu reaktan Kerugian : Sama dengan reaktor batch

Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) CSTR dapat digunakan secara tunggal atau seri yang dilengkapi dengan agitasi yang tinggi. Umumnya reaktor ini digunakan untuk fasa liquid homogen. Keuntungan : Pengendalian suhu mudah dilakukan Kerugian : Konversi reaktan per volume reaktor kecil sehingga dibutuhkan reaktor yang berukuran sangat besar untuk memperoleh konversi yang tinggi.

Tubular Reactor (PFR) Kegunaan : Fasa gas homogen Keuntungan : (a) Pemeliharaan mudah (b) Konversi sangat tinggi Kerugian : (a) Pengendalian suhu dalam reaktor sulit dilakukan dan hot spot (pemanasan lokal) dapat terjadi jika reaksi eksotermik (mengeluarkan panas)

Fixed Bed (Packed Bed) Reactor Solid catalyst particle ditempatkan didalam tube. Jenis reaktor ini digunakan untuk sistem reaksi heterogen untuk reaksi katalisa gas. Keuntungan : Konversi sangat tinggi per berat katalis dalam reaktor katalitik. Kerugian : (a) Pengendalian temperatur sulit dilakukan (b) Katalis sukar diganti (c) Terjadi channealing aliran gas sehingga terdapat bagian bed yang tidak efektif.

Fluidized Bed Reactor Banyak digunakan dalam produksi gasoline dalam unit catalytic cracking. Keuntungan : (a) Distribusi temperatur merata dalam reaktor bed, sehingga hot spot dapat dihindari (b) Pengendalian temperatur baik (c) Sejumlah besar umpan dan padatan dapat diolah didalam reaktor

Kerugian : Biaya peralatan reaktor dan unit regenerasi katalis mahal.

Catalytic Cracking Unit Selama reaksi, terjadi penutupan katalis oleh coke sehingga regenerasi katalis perlu di lakukan menggunakan regeneration process dua tingkat.

Contoh : Reaksi Order Satu : A B

Berlangsung dalam reaktor tubular dengan volumetric flow rate constant. Turunkan persamaan untuk menentukan volume reaktor. Berapa volume yang dibutuhkan untuk mereduksi konsentrasi yang keluar menjadi 10 % konsentrasi masuk jika volumetric flow rate = 10 dm 3/min (Liter/min) dan Laju reaksi spesifik, k = 0.23/min. Penyelesaian :
dFA = rA dV

(a) (b) (c)

rA = kC A

dFA d (C A vo ) dC A = = vo = rA dV dV dV

Dengan mensubstitusi Persamaan (b) kedalam persamaan (c):


vo k dC A = dV CA CA 0 0
CA v

(d)

V =

vo C ln A0 k CA

(e)

V =

C A0 10 dm 3 / min 10 dm 3 ln = ln 10 =100 dm 3 0,23 / min 0,1 C A0 0,23

Problem : 1. Jelaskan asumsi yang digunakan dalam penurunan persamaan desain untuk (a) Reaktor Batch (b) CSTR (c) Reaktor Plug Flow

2. Reaksi order satu A B berlangsung dalam reaktor CSTR dengan volumetric flow rate konstan. Tentukan volume reaktor untuk mereduksi konsentrasi yang keluar 10 % konsentrasi masuk. Volumetric flow rate = 10 dm3/min dan k = 0.23/menit.

3. Tulis Persamaan desain Reaktor Backmix tanpa pengadukan sempurna sehingga laju reaksi bervariasi dalam volume reactor.

4. Jelaskan uraian proses pembuatan asam sulfat dan lengkapi dengan flow sheet. Jenis reaktor (converter) apa yang digunakan dalam proses tersebut.

5. Berapa kondisi operasi (temperatur dan tekanan) dari catalytic cracking reactor yang digunakan dalam pengilangan minyak bumi (petroleum refinery).

6. Jelaskan jenis reaktor yang digunakan untuk catalytic reforming hidrokarbon. 7. Sistem pembangkit kapasitas 1000 MW listerik menggunakan fluidized bed combustor. Sistem ini diberikan umpan 240 ton batubara/jam (90 % C, 10 % H2). 50 % umpan dibakar didalam suatu battery fluidized bed. Battery memiliki 10 fluidized bed combustor dengan ukuran masing-masing combustor: panjang = 20 m dan lebar = 1 m. Tentukan laju reaksi didalam bed berdasarkan oksigen yang digunakan.

You might also like