You are on page 1of 22

Case Report Session

ABSES LEHER DALAM


Oleh : Heldawati Khairati Ilda Siti Dwiaulia Risnomarta Andre Andika Hamidi 0810313180 0810311006 0910312057 0910312039

Preseptor : Dr. Sukri Rahman Sp.THT-KL

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang 2013
1

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Anatomi

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisialis dan fasia profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh m. plastima yang tipis dan meluas ke anterior leher. Muskulus platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula.1,2 Ruang potensial leher dibagi menjadi ruang yang melibatkan seluruh leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid. Ruang yang melibatkan seluruh leher terdiri dari ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan ruang prevertebra. Ruang

suprahioid terdiri dari ruang submandibula, ruang parafaring, ruang parotis, ruang peritonsil dan ruang temporalis. Ruang infrahioid meliputi bagian anterior dari leher mulai dari kartilago tiroid sampai superior mediastinum setinggi vertebra ke empat dekat arkus aorta.1,2 Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dan submental. Muskulus milohioid memisahkan ruang sublingual dengan ruang submental dan

submaksila. Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian lateral dan anterior, pada bagian inferior oleh m. milohioid, di bagian superior oleh dasar mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang hioid. Di dalam ruang sublingual terdapat kelenjer liur sublingual beserta duktusnya.1 Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu, di bagian lateral oleh venter anterior m. digastrikus, di bagian superior oleh m. milohioid, di bagian inferior oleh garis yang melalui tulang hyoid. Di dalam ruang submental terdapat kelenjer limfa submental.1 Ruang maksila bagian superior dibatasi oleh m. milohioid dan m. hipoglossus. Batas inferiornya adalah lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu. Batas medial adalah m. digastrikus anterior dan batas posterior adalah m. stilohioid dan m. digastrikus posterior. Di dalam ruang submaksila terdapat kelenjer liur submaksila atau submandibula beserta duktusnya. Kelenjar limfa submaksila atau submandibula beserta duktusnya berjalan ke posterior melalui tepi m. milohioid kemudian masuk ke ruang
2

sublingual. Akibat infeksi pada ruang ini mudah meluas dari satu ruang ke ruang lainnya.1

Gambar. 1 Anatomi leher1 1.2 Definisi

Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber infeksi, seperti

gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terkena.2 Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina ludovici.2

1.3

Epidemiologi

Yang dkk, pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001 sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2. Lokasi abses lebih dari satu ruang potensial 29%. Abses submandibula 35%, parafaring 20%, mastikator 13%, peritonsil 9%, sublingual 7%, parotis 3%, infra hyoid 26%, retrofaring 13%, ruang karotis 11%.2 Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama Oktober 2009 sampai September 2010 didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang, abses peritonsil 11 (32%) kasus, abses submandibula 9 (26%) kasus, abses parafaring 6 (18%) kasus, abses retrofaring 4 (12%) kasus, abses mastikator 3 (9%) kasus, abses pretrakeal 1 (3%) kasus.2

1.4

Etiologi

Abses leher dalam terbentuk Sumber infeksi paling sering pada abses leher dalam berasal dari infeksi tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apek gigi molar I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan penjalaran infeksi akan masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual, sedangkan molar II dan III apeknya berada di bawah mylohyoid sehingga infeksi akan lebih cepat ke daerah submaksila.2 Parhischar dkk mendapatkan, dari 210 abses leher dalam, 175 (83,3%) kasus dapat iidentifikasi penyebabnya. Penyebab terbanyak infeksi gigi seperti terlihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Sumber infeksi penyebab abses leher dalam. 2 Penyebab Gigi Penyalahgunaan obat suntik Faringotonsilitis Fraktur mandibula Infeksi kulit Tuberculosis Benda asing Peritonsil abses Trauma Sialolitiasis Parotis Tidak diketahui Jumlah 77 21 12 10 9 9 7 6 6 5 3 35 % 43 12 6.7 5.6 5.1 5.1 3.9 3.4 3.4 2.8 1.7

1.5

Patogenesis

Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya.1 Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke

parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.1,2 Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu limfogen, dan celah antar ruang leher dalam.2 hematogen,

1.6

Gejala Klinis

Gejala klinis abses leher dalam secara umum sama dengan gejala infeksi pada umumnya yaitu, demam, nyeri, pembengkakan, dan gangguan fungsi. Berdasarkan ruang yang dikenai akan menimbulkan gejala spesifik yang sesuai dengan ruang potensial yang terlibat.1
5

Abses peritonsil Abses peritonsil merupakan abses yang paling banyak ditemukan, dan biasanya merupakan lanjutan dari infeksi tonsil. Pada abses peritonsil didapatkan gejala demam, nyeri tenggorok, nyeri menelan, hipersalivasi, nyeri telinga dan suara

bergumam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan arkus faring tidak simetris, pembengkakan di daerah peritonsil, uvula terdorong ke sisi yang sehat, dan trismus. Tonsil hiperemis, dan kadang terdapat detritus. Abses ini dapat meluas ke daerah parafaring. Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pungsi aspirasi dari tempat yang paling fluktuatif.2 Abses retrofaring Merupakan abses leher dalam yang jarang terjadi, terutama terjadi pada anak dan merupakan abses leher dalam yang terbanyak pada anak. Pada anak biasanya abses terjadi mengikuti infeksi saluran nafas atas dengan supurasi pada kelenjar getah bening yang terdapat pada daerah retrofaring. Kelenjar getah bening ini biasanya mengalami atropi pada usia 3-4 tahun. Pada orang dewasa abses retrofaring sering terjadi akibat adanya trauma tumpul pada mukosa faring, perluasan abses dari struktur yang berdekatan. Gejala klinis berupa demam, nyeri tenggorok, pergerakan leher terbatas, sesak nafas, odinofagi maupun disfagi. Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan dinding posterior faring.2 Abses Parafaring Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi faring, tonsil, adenoid, gigi, parotis, atau kelenjar limfatik. Pada banyak kasus abses parafaring merupakan perluasan dari abses leher dalam yang berdekatan seperti; abses peritonsil, abses submandibula, abses retrofaring maupun mastikator. Gejala abses parafaring berupa demam, trismus, nyeri tenggorok, odinofagi dan disfagia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah parafaring, pendorongan dinding lateral faring ke medial, dan angulus mandibula tidak teraba. Pada abses parafaring yang mengenai daerah prestiloid akan memberikan gejala trismus yang lebih jelas.2 Abses Submandibula Pasien biasanya akan mengeluh nyeri di rongga mulut, air liur banyak, Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang, angulus mandibula dapat diraba. Pada
6

aspirasi didapatkan pus. Ludwigs angina merupakan sellulitis di daerah sub mandibula, dengan tidak ada fokal abses. Biasanya akan mengenai kedua sisi submandibula, air liur yang banyak, trismus, nyeri, disfagia, massa di submandibula, sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.2

1.7

Pemeriksaan Penunjang

1.) Rontgen servikal lateral Dapat memberikan gambaran adanya pembengkakan jaringan lunak pada daerah prevertebra, adanya benda asing, gambaran udara di subkutan, air fluid levels, erosi dari korpus vertebre. Penebalan jaringan lunak pada prevertebre setinggi servikal II (C2), lebih 7mm, dan setinggi servikal VI yang lebih 14mm pada anak, dewasa dicurigai sebagai suatu abses retrofaring.2 2.) Rontgen Panoramiks Dilakukan pada kasus abses leher dalam yang dicurigai berasal dari gigi.2 3.) Rontgen toraks Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis, pendorongan saluran nafas, pneumonia yang dicurigai akibat aspirasi dari abses.2 4.) Tomografi Komputer (TK) Tomografi komputer dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam. TK memberikan gambaran abses berupa lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih jelas, kadang ada air fluid levels.2 lebih 22mm pada

1.8

Komplikasi

Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian.1 Kejadian komplikasi abses leher dalam menurun sejak pemakaian antibiotik yang lebih luas. Walau demikian tetap harus waspada terhadap tandatanda komplikasi yang muncul, yang mungkin sangat berbahaya. Obstruksi jalan nafas dan asfiksia merupakan komplikasi yang potensial terjadi pada abses leher dalam terutama Ludwigs
7

angina. Ruptur abses, baik spontan atau akibat manipulasi, dapat mengakibatkan terjadinya pneumonia, abses paru maupun empiema.2 Komplikasi vaskuler seperti trombosis vena jugularis dan ruptur arteri karotis. Trombosis vena jugularis ditandai dengan adanya demam, menggigil, nyeri dan bengkak sepanjang otot sternokleidomastoideus pada saat badan membungkuk atau rukuk. Dapat terjadi bakteremia maupun sepsis. Kejadian emboli paru mencapai 5% pada kasus pasien dengan trombosis vena jugularis. Penyebab terbanyak adalah bakteri

Fusobacterium necroforum, dan pada penyalahgunaan obat suntik penyebab terbanyak adalah stafilokokus. Ruptur arteri karotis merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Ini biasanya terjadi pada abses parafaring bagian poststiloid, infeksi meluas ke bungkus karotis. Mediastinitis dapat terjadi akibat perluasan infeksi melalui viseral anterior, vaskuler viseral, maupun daerah retrofaring dan danger space. Pasien akan mengeluhkan nyeri dada dan sukar bernafas.2 Penatalaksanaan abses leher dalam adalah dengan evakuasi abses baik dilakukan dengan anestesi lokal maupun dengan anestesi umum. Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat dan drainase abses yang baik.2 Menurut Poe dkk penatalaksanaan abses leher dalam meliputi operasi untuk evakuasi dan drainase abses, identifikasi kuman penyebab dan pemberian antibiotik. Hal ini akan mengurangi komplikasi dan mempercepat perbaikan.2 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan antibiotika adalah efektifitas obat terhadap kuman target, risiko peningkatan resistensi kuman minimal, toksisitas obat rendah, stabilitas tinggi dan masa kerja yang lebih lama. Pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman dan tes kepekaan antibiotik terhadap kuman penyebab infeksi. Biakan kuman membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan. Sebelum hasil kultur kuman dan uji sensitifitas keluar, diberikan antibiotic kuman aerob dan anaerob secara empiris. Yang SW melaporkan pemberian antibiotik kombinasi pada abses leher dalam, yaitu; Kombinasi penesilin G, klindamisin dan gentamisin, kombinasi ceftriaxone dan klindamisin, kombinasi ceftriaxone pinisilin dan dan

metronidazole, 70,8%, 61,9%.2

kombinasi

cefuroxime

dan

klindamisin,

kombinasi

metronidazole, masing-masing didapatkan angka perlindungan (keberhasilan) 67,4%, 76,4%,

BAB II ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS Nama/MR Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Agama Suku Bangsa : Ny. R / 839815 : 48 tahun : Perempuan : Padang Sarai Permai, Blok K-31 : Ibu rumah tangga : Islam : Minang

Anamnesis Telah dirawat seorang pasien wanita usia 48 tahun di bangsal THT RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 28 Agustus 2013 Dengan :

Keluhan utama: Bengkak pada pipi kanan sejak 2 minggu yang lalu Riwayat penyakit sekarang: Bengkak pada pipi kanan sejak 2 minggu yang lalu, yang semakin membesar dan meluas ke rahang kanan dan bawah dagu. Demam sejak 2 minggu yang lalu, terus menerus, tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat, Pasien sukar membuka mulut sejak 6 hari yang lalu Nyeri menelan sejak 6 hari yang lalu Nafas berbau sejak 3 hari yang lalu Sesak nafas, pilek, hidung tersumbat tidak ada Tidur ngorok tidak ada Trauma tidak ada Riwayat sakit gigi sejak 3 minggu yang lalu, kemudian pasien berobat ke dokter gigi dan diberi obat makan karena tidak ada kemajuan dibawa berobat ke dokter umum 4 hari yang lalu.
9

Riwayat penyakit dahulu: Gigi berlobang sejak sebulan yang lalu. Tidak pernah menderita sakit atau bengkak di leher sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit diabetes melitus

Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita pembengkakan atau sakit di leher. Tidak ada riwayat penyakit diabetes melitus

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, dan lingkungan: Pasien adalah ibu rumah tangga, golongan ekonomi menengah, mempunyai 1 orang anak, suami bekerja sebagai wiraswata.

PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Tanda vital Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu tubuh : sedang : komposmentis kooperatif : 120/80 mmHg : 88x/menit : 20x/menit : 36,8o C

Pemeriksaan sistemik Mata KGB Jantung : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher. : iktus jantung tidak terlihat, batas jantung normal, bunyi murni, reguler, bising tidak ada Paru : simetris, fremitus kiri dan kanan sama, sonor, suara nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan Abdomen Ekstremitas : tidak membuncit, hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus normal : tidak ada paresis atau paralisis,reflek fisiologis (+/+),reflek patologis (-/-)

10

STATUS LOKALIS THT Telinga Pemeriksaan Kelainan Kongenital Trauma Daun telinga Radang Metabolik Nyeri tarik Nyeri tekan tragus Cukup lapang/sempit Dinding liang telinga Hiperemi Edema Massa Sekret/serumen Utuh/tidak Warna Tidak ada Utuh Putih seperti mutiara Membran timpani Reflek cahaya Bulging Retraksi Atrofi Tanda radang Fistel Mastoid Sikatrik Nyeri takan Nyeri ketok Rinne Tes garputala Schwabach Weber Kesimpulan tes garputala
11

Dekstra Cukup lapang

Sinistra Cukup lapang

Tidak ada Utuh Putih seperti mutiara Jam 7 + Normal

Jam 5 + Normal

Lateralisasi tidak ada Normal Normal

Audiometri

Tidak dilakukan

Hidung

Pemeriksaan

Kelainan Deformitas Kongenital

Dekstra -

Sinistra -

Hidung luar

Trauma Radang Massa

Sinus paranasal Rinoskopi anterior Vestibulum Cavum nasi Sekret

Nyeri tekan Nyeri ketok

Vibrise Radang Luas Ada/tidak ada Ukuran

Ada Cukup lapang Eutrofi Merah muda Licin Eutrofi Merah muda Licin Cukup lurus

Ada Cukup lapang Eutrofi Merah muda Licin Eutrofi Merah muda Licin Cukup lurus

Konkha inferior

Warna Permukaan Edema Ukuran

Konkha media

Warna Permukaan Edema Cukup lurus/deviasi Permukaan

Licin Merah muda -

Licin Merah muda 12

Septum

Warna Spina Krista Abses

Perforasi Massa Ada/tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Nasofaring (rinoskopi posterior) : Sulit dilakukan

Pemeriksaan Koana

Kelainan Cukup lapang/lapang/sempit Warna

Dekstra

Sinistra

Mukosa

Edema Jaringan granulasi Ukuran

Konkha inferior

Warna Permukaan Edema

Adenoid Muara tuba eustachius

Ada/tidak ada Tertutup sekret/tidak

Edema mukosa Massa Post nasal drip Ada/tidak ada Ada/tidak ada

Orofaring dan mulut : Sulit dilakukan Pemeriksaan Trismus Palatum mole&arkus faring Warna Edema Bercak/eksudat Dinding faring Warna Permukaan
13

Kelainan

Dekstra

Sinistra Ada, 2 cm

Simetris/tidak

Tonsil

Ukuran Warna Permukaan Muara kripti Detritus Eksudat Perlengketan dengan pilar

Peritonsil

Warna Edema Abses

Tumor Gigi

Ada/tidak ada Karies/radiks Kesan

Lidah

Warna Bentuk Deviasi Massa

Laringoskopi indirek : Sulit dilakukan Pemeriksaan Epiglotis Kelainan Bentuk Warna Edema Pinggir Massa Aritenoid Warna Edema Massa Gerakan Ventricular band Warna Edema
14

Dekstra

Sinistra

Massa Plica vocalis Warna Gerakan Pinggir medial Massa Subglotis/trakhea Massa Sekret Sinus piriformis Massa Sekret Valakule Massa Sekret Pemeriksaan wajah dan leher Inspeksi : Tampak wajah tidak simetris, tampak pembengkakan di pipi meluas ke leher kanan Bawah dagu dan leher kiri, tampak hiperemis. Palpasi : teraba massa, ukuran 10 x 5 x 2, teraba panas, konsistensi kenyal, fluktuasi ada, Ada nyeri tekan

15

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah Hb: 12,3gr/dl Leukosit: 15.600 /mm3 Trombosit: 255.000 /mm3 Hematokrit: 37%

Pemeriksaan Kimia Darah GDS: 90 mg/dl

Diagnosis kerja

: Abses mastikator dekstra dengan perluasan ke submandibula dekstra

+ submentale + submandibula sinistra dengan suspek perluasan ke parafaring.

Tatalaksana

: Diet ML RL + 1 amp Tramadol 8 jam/kolf Inj Cefrtiaxone 2x1 gr Inj Dexametasone 3x1 amp Drip Metronidazole 3x5mg Inj Ranitidin 2x1 amp Posisi tredelenberg

RESUME 1. Anamnesis. Bengkak pada pipi kanan sejak 2 minggu yang lalu, yang semakin membesar dan meluas ke rahang kanan dan dagu. Demam sejak 2 minggu yang lalu, terus menerus, tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat, Pasien sukar membuka mulut sejak 6 hari yang lalu Nyeri menelan sejak 6 hari yang lalu Nafas berbau sejak 3 hari yang lalu

16

Riwayat sakit gigi sejak 3 minggu yang lalu, kemudian pasien berobat ke dokter gigi dan diberi obat makan karena tidak ada kemajuan dibawa berobat ke dokter umum 4 hari yang lalu.

2. Pemeriksaan Fisik. Orofaring dan mulut : Trismus, 2 Cm Pemeriksaan wajah dan leher Inspeksi : Tampak wajah tidak simetris, tampak pembengkakan di pipi meluas ke leher kanan, bawah dagu dan leher kiri, tampak hiperemis. Palpasi : teraba masa, ukuran 10 x 5x 3 cm, teraba panas, konsistensi kenyal, fluktuasi ada, nyeri ada tekan, 3. Diagnosis Kerja. Abses mastikator dekstra dengan perluasan ke submandibula dekstra + submentale + submandibula sinistra dengan suspek perluasan ke parafaring 4. Rencana Evakuasi abses

FOLLOW UP 28 Agustus 2013 Dilakukan evakuasi abses dalam anestesi lokal.

29 Agustus 2013 Anamnesis : Bengkak pada pipi kanan, leher kanan, bawah dagu, dan leher kiri masih ada Nyeri pada bengkak ada Sukar membuka mulut ada Nyeri menelan ada Sesak nafas tidak ada Demam tidak ada

17

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu tubuh : sedang : komposmentis kooperatif : 120/80 mmHg : 85x/menit : 19x/menit : 36,9o C

Status Generalisata Mata KGB Jantung : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher. : iktus jantung tidak terlihat, batas jantung normal, bunyi murni, reguler, bising tidak ada Paru : simetris, fremitus kiri dan kanan sama, sonor, suara nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan Abdomen Ekstremitas : tidak membuncit, hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus normal : tidak ada paresis atau paralisis,reflek fisiologis (+/+),reflek patologis (-/-)

Status Lokalis Telinga : AD : Liang telinga lapang, membran timpani utuh, refleks cahaya (+), sekret tidak ada, nyeri tekan tragus tidak ada, nyeri tarik aurikula tidak ada, nyeri ketok mastoid tidak ada. AS : Liang telinga lapang, membran timpani utuh, refleks cahaya (+), sekret tidak ada, nyeri tekan tragus tidak ada, nyeri tarik aurikula tidak ada, nyeri ketok mastoid tidak ada. Hidung : KND : lapang, konka inferior eutrofi, konka media eutrofi, tidak ada deviasi septum, sekret tidak ada. KNS : lapang, konka inferior eutrofi, konka media eutrofi, tidak ada deviasi septum, sekret tidak ada. Orofaring dan mulut : Trismus, 2 Cm Pemeriksaan wajah dan leher Inspeksi : Tampak wajah tidak simetris, tampak pembengkakan di pipi meluas ke leher
18

kanan, bawah dagu dan leher kiri, tampak hiperemis. Palpasi : teraba masa, ukuran 10 x 5x 2 cm, teraba panas, konsistensi kenyal, fluktuasi ada, Ada nyeri tekan,

Diagnosa : Abses mastikator dekstra dengan perluasan ke submandibula dekstra + submentale + submandibula sinistra dengan suspek perluasan ke parafaring

Tatalaksana : Diet ML RL + 1 amp Tramadol 8 jam/kolf Inj Cefrtiaxone 2x1 gr Inj Dexametasone 3x1 amp Drip Metronidazole 3x5mg Inj Ranitidin 2x1 amp Posisi tredelenberg

19

BAB III DISKUSI Telah dilaporkan satu kasus seorang perempuan berusia 48 tahun yang di diagnosis dengan Abses mastikator dekstra dengan perluasan ke submandibula dekstra, submentale, submandibula sinistra dengan suspek perluasan ke parafaring. Abses pada pasien ini telah mengenai beberapa ruang leher dalam yaitu mastikator dekstra, submandibula dekstra, submentale dan submandibula sinistra, dan suspek ke ruang parafaring. Menurut Quinn, usia rata-rata pasien dengan infeksi abses leher dalam antara 40-50 tahun dan umumnya berasal dari kelompok sosioekonomi rendah dimana pada kelompok tersebut kurang memperhatikan kebersihan mulut dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan gigi. Untuk diagnosis abses leher dalam dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini dari anamnesis mengeluhkan bengkak di sebelah kanan bawah pipi meluas ke dagu, nyeri menelan dan sukar buka mulut. Abshirini dkk, mendapatkan pada penelitiannya gejala yang paling sering pada abses leher dalam adalah pembengkakan pada leher (87,1%), trismus (53,7%), disfagia (30,6%) dan odinofagia (29,3%). Sumber infeksi pada pasien ini kemungkinan berasal dari infeksi gigi. Karena dari anamnesis di dapatkan bahwa ada infeksi gigi sebelum terjadinya abses. Selain itu Parhischar dkk mendapatkan, dari 210 pasien abses leher dalam penyebab terbanyak adalah infeksi gigi 43%. Kemudian abses submandibula sekitar 61% juga disebabkan oleh infeksi gigi. Pemeriksaan radiologi yang diperlukan berupa foto cervical lateral, foto panoramiks, foto thorak dan tomografi komputer. Untuk penatalaksanaan, dilakukan aspirasi pada daerah yang paling fluktuatif dan didapatkan pus, selanjutnya dilakukan insisi. Pada pasien ini tindakan drainase abses dilakukan dengan anastesi lokal karena abses yang masih dangkal dan terlokalisasi. Menurut kepustakaan tindakan insisi dan drainase abses harus segera dilakukan setelah hasil aspirasi abses terdapat pus dan sudah terlihat gambaran abses pada pemeriksaan tomografi komputer. Kemudian Pasien diistirahatkan dengan posisi Tredelenburg untuk mencegah turunnya abses ke daerah mediastinum dan mencegah aspirasi jika abses pecah. Diberikan antibiotik untuk kuman aerob dan anaerob. Karena abses leher dalam dapat disebabkan oleh beberapa kuman baik aerob maupun anaerob. Idealnya antibiotik yang diberikan harus sesuai dengan hasil
20

kultur dan tes resistensi. Karena pemeriksaan ini membutuhkan hasil yang lama, maka pemberian antibiotik dapat berdasarkan empiris atau sesuai dengan pola kuman pada deerah tersebut. Pada kasus ini digunakan antibiotik seftriakson dan metronidazol. Seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang efektif untuk kuman aerob sedangkan metronidazol untuk kuman anaerob. Sumber infeksi diketahui dari gigi maka pasien dikonsulkan pada bagian gigi. Seharusnya penatalaksanaan gigi dilakukan secepatnya, namun karena keadaan umum pasien tidak memungkinkan maka ekstraksi gigi direncanakan setelah keadaan umum pasien memungkinkan.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Asyari A, Novialdi, Penatalaksanaan Abses Submandibula dengan Penyulit Uremia dan Infark Miokardium Lama. Diunduh dari http://repository.unand.ac.id pada tanggal 29 agustus 2013. 2. Pulungan MR, Novialdi. Pola kuman abses leher dalam. Diunduh dari http://repository.unand.ac.id pada tanggal 29 agustus 2013. 3. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam : buku ajar ilmu kesehatan telingahidung tenggorok kepala dan leher. soepardi PA, iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editor. Jakarta: Balai penerbit FKUI 2007. H 226-30

22

You might also like