You are on page 1of 16

Langkah-langkah belajar efektif adalah mengetahui

• diri sendiri
• kemampuan belajar anda
• proces yang berhasil anda gunakan, dan dibutuhkan
• minat, dan pengetahuan atas mata pelajaran anda inginkan

Anda mungkin belajar fisika dengan mudah tetapi tidak bisa belajar tenis, atau
sebaliknya. Belajar apapun, adalah proces untuk mencapai tahap-tahap tertentu.

Empat langkah untuk belajar.


Mulai dengan cetak halaman ini dan jawab pertanyan-pertanyaannya. Lalu
rencanakan strategi anda dari jawaban-jawabanmu, dan dengan "Pedoman
Belajar" yang lain.

Mulai dengan Apakah pengalaman anda tentang cara belajar? Apakah anda
masa lalu
What was your experience about how you learn? Did you

• senang membaca? memecahkan masalah? menghafalkan?


bercerita? menterjemah? berpidato?
• mengetahui cara menringkas?
• tanya dirimu sendiri tentang apa yang kamu pelajari?
• meninjau kembali?
• punya akses ke informasi dari banyak sumber?
• menyukai ketenangan atau kelompok belajar?
• memerlukan beberapa waktu belajar singkat atau satu yang
panjang?

Apa kebiasaan belajar anda? Bagaimana tersusunnya? Yang mana


terbaik? terburuk?

Bagaimana anda berkomunikasi dengan apa yang anda ketahui


belajar paling baik? Melalui ujian tertulis, naskah, atau wawancara?

Teruskanke Berminatkah anda?


masa sekarang Berapa banyak waktu saya ingin gunakan untuk belajar?
Apa yang bersaing dengan perhatian saya?

Apakah keadaannya benar untuk meraih sukses?


Apa yang bisa saya kontrol, dan apa yang di luar kontrol saya?
Bisakah saya merubah kondisi ini menjadi sukses?
Apa yang mempengaruhi pembaktian anda terhadap pelajaran ini?

Apakah saya punya rencana? Apakah rencanaku mempertimbangkan


pengalaman dan gaya belajar anda?

Pertimbangkan Apa judulnya?


proses, Apa kunci kata yang menyolok?
Apakah saya mengerti?
persoalan
utama Apakah yang telah saya ketahui?
Apakah saya mengetahui pelajaran sejenis lainnya?

Sumber-sumber dan informasi yang mana bisa membantu saya?


Apakah saya mengandalkan satu sumber saja (contoh, buku)?
Apakah saya perlu mencari sumber-sumber yang lain?

Sewaktu saya belajar, apakah saya tanya diri sendiri jika saya
mengerti?
Sebaiknya saya mempercepat atau memperlambat?
Jika saya tidak mengerti, apakah saya tanya kenapa?

Apakah saya berhenti dan meringkas?


Apakah saya berhenti dan bertanya jika ini logis?
Apakah saya berhenti dan mengevaluasi (setuju/tidak setuju)?

Apakah saya membutuhkan waktu untuk berpikir dan kembali lagi?


Apakah saya perlu mendiskusi dengan "pelajar-pelajar" lain untuk
proces informasin lebih lanjut?
Apakah saya perlu mencari "para ahli", guruku atau pustakawan atau
ahliawan?

Buat Apakah kerjaan saya benar?


review Apakah bisa saya kerjakan lebih baik?
Apakah rencana saya serupa dengan "diri sendiri"?

Apakah saya memilih kondisi yang benar?


Apakah saya meneruskannya; apakah saya disipline pada diri sendiri?

Apakah anda sukses?


Apakah anda merayakan kesuksesan anda?
Halaman ini digambarkan dari "metacognition", istilah yang diciptakan oleh Flavell (1976), dan
disampaikan oleh banyak orang. Sumber-sumber tambahan telah dikembangkan oleh SNOW (Special
Needs Opportunity Windows), suatu project yang menargetkan pada pendidik-pendidik bantuan.

- tip ini ditujukan bagi siswa/mahasiswa dalam mengatur jadwal belajar secara efektif -

Pengaturan Waktu adalah membuat dan melakukan jadwal belajar agar dapat mengatur
dan memprioritaskan belajarmu dalam konteks membagi waktu dengan aktivitas,
keluarga, dan lain-lain.

Pedoman:

• Perhatikan waktumu.
• Refleksikan bagaimana kamu menghabiskan waktumu.
• Sadarilah kapan kamu menghabiskan waktumu dengan sia-sia.
• Ketahuilah kapan kamu produktif.

Dengan mengetahui bagaimana kamu menghabiskan waktu dapat membantu


untuk:

Membuat daftar "Kerjaan". Tulislah hal-hal yang harus kamu kerjakan, kemudian
putuskan apa yang dikerjakan sekarang, apa yang dikerjakan nanti, apa yang dikerjakan
orang lain, dan apa yang bisa ditunda dulu pengerjaannya.

Membuat jadwal harian/mingguan. Catat janji temu, kelas dan pertemuan pada
buku/tabel kronologis. Selalu mengetahui jadwal selama sehari, dan selalu pergi tidur
dengan mengetahui kamu sudah siap untuk menyambut besok.

Merencanakan jadwal yang lebih panjang. Gunakan jadwal bulanan sehingga kamu
selalu bisa merencanakan kegiatanmu lebih dulu. Jadwal ini juga bisa mengingatkanmu
untuk membuat waktu luangmu dengan lebih nyaman.

Rencana Jadwal Belajar Efektif:

• Beri waktu yang cukup untuk tidur, makan dan kegiatan hiburan.
• Prioritaskan tugas-tugas.
• Luangkan waktu untuk diskusi atau mengulang bahan sebelum kelas.
• Atur waktu untuk mengulang langsung bahan pelajaran setelah kelas. Ingatlah
bahwa kemungkinan terbesar untuk lupa terjadi dalam waktu 24 jam tanpa review.
• Jadwalkan waktu 50 menit untuk setiap sesi belajar.
• Pilih tempat yang nyaman (tidak mengganggu konsentrasi) untuk belajar.
• Rencanakan juga "deadline".
• Jadwalkan waktu belajarmu sebanyak mungkin pada pagi/siang/sore hari.
• Jadwalkan review bahan pelajaran mingguan.
• Hati-hati, jangan sampai diperbudak oleh jadwalmu sendiri!
PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN CARA BELAJAR TERHADAP
PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SEMARANG

Sri Hardjo dan Badjuri


(UPBJJ UT Semarang)

Pendahuluan

Proses belajar mengajar di sekolah bersifat sangat kompleks, karena di dalamnya terdapat
aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis. Aspek pedagogis merujuk pada kenyataan
bahwa belajar mengajar di sekolah terutama di sekolah dasar berlangsung dalam
lingkungan pendidikan dimana guru harus mendampingi siswa dalam perkembangannya
menuju kedewasaan, melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. Aspek psikologis
merujuk pada kenyataan bahwa siswa yang belajar di sekolah memiliki kondisi fisik dan
psikologis yang berbeda-beda. Selain itu, aspek psikologis merujuk pada kenyataan
bahwa proses belajar itu sendiri sangat bervariasi, misainya: ada belajar materi yang
mengandung aspek hafalan, ada belajar keterampilan motorik, ada belajar konsep, ada
belajar sikap dan seterusnya. Adanya kemajemukan ini menyebabkan cara siswa belajar
harus berbeda-beda pula, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek
didaktis merujuk pada. pengaturan belajar siswa oleh tenaga. pengajar. Dalam hal inipun,
ada. berbagai prosedur didaktis. Berbagai cara mengelompokkan, dan beraneka macam
media pengajaran. Guru harus menentukan metode yang paling efektif untuk proses
belajar mengajar tertentu sesuai dengan tujuan instruksional. yang harus dicapai.
Demikian pula dengan kondisi eksternal belajar yang harus diciptakan oleh pengajar,
sangat bervariasi.

Dilihat dari sisi ini, terlihat betapa pentingnya kedudukan guru dalam proses belajar
mengajar. Prestasi anak didik dipengaruhi oleh banyak faktor, namun yang paling
menentukan adalah faktor guru (Acc Suryadi, Hartilaar, 1993, hal.1 11).

Dalam hal ini guru sangat berperan dalam menentukan cara yang dianggap efektif untuk
membelajarkan siswa, baik di sekolah maupun di luar jam sekolah, misalnya dengan
memberikan pekerjaan rumah. Ketidakpedulian guru terhadap pembelajaran siswa akan
membawa kernerosotan bagi perkembangan siswa. Guru yang sering memberikan
latihan-latihan dalam rangka pemahaman materi akan menghasilkan siswa yang lebih
baik bila dibandingkan dengan guru yang hanya sekedar menjelaskan dan tidak memberi
tindak lanjut secara kontinu. Dengan kata lain, prestasi belajar siswa sangat ditentukan
oleh cara mengajar guru yang akan menciptakan kebiasaan belajar pada. siswa. Cara atau
kebiasaan belajar banyak diartikan sebagai bentuk belajar atau tipe belajar. Esensi istilah
tersebut adalah suatu perbuatan belajar, yaitu tingkah laku individu-individu pada proses
belajar. Kebiasaan merupakan suatu cara bertindak yang telah dikuasai yang bersifat
tahan uji (persistent) (Witherington, 1986, hal. 13). Kebiasaan biasanya tejadi tanpa
disertai kesadaran pada pihak yang memiliki kebiasaan itu. Jenis bentuk belajar menurut
Van Parreren (dalam Winkel, 1996) meliputi: (1) Otomatisme, yaitu terutama meliputi
belajar keterampilan motorik, tetapi kadang dapat juga belajar kognitif, (2) Insidental,
yaitu siswa belajar sesuatu tanpa mempunyai intensi atau maksud untuk mempelajari hal
tertentu, khususnya yang bersifat pengetahuan mengenai fakta atau data, (3) Menghafal,
yaitu orang menanarnkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat
direproduksi kembali, (4) Belajar pengetahuan, adalah orang mulai mengetahui berbagai
macam data mengenai kejadian, keadaan, benda-benda dan orang, (5) Belajar arti kata-
kata, adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang
digunakan, (6) Belajar konsep, yaitu orang mengadakan abstraksi yaitu dalam obyek-
obyek yang meliputi benda, kejadian dan orang, (7) Belajar memecahkan problem
melalui pengamatan, yaitu orang dihadapkan pada problem yang harus dipecahkan
dengan mengamati baik-baik dan (8) Belajar berpikir, yaitu orang juga dihadapkan pada
suatu problem yang harus dipecahkan, tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam
pengamatan, namun dipecahkan melalui operasi mental.

Selain itu, faktor yang sangat menentukan prestasi belajar siswa adalah motivasi siswa itu
sendiri untuk berprestasi. Sering dijumpai siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi
tetapi prestasi belajar yang dicapainya rendah, akibat kemampuan intelektual yang
dimilikinya tidak/kurang berfungsi secara optimal. Salah satu faktor pendukung agar
kemampuan intelektual yang dimiliki siswa dapat berfungsi secara optimal adalah adanya
motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam dirinya. Motivasi merupakan perubahan
tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi
untuk mencapai tujuan (Donald dalam Wasty Sumanto, 1998 hal. 203). Motivasi
merupakan bagian dari belajar. Dari pengertian motivasi tersebut tampak tiga hal, yaitu:

(1) motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang, (2) motivasi
itu ditandai oleh dorongan afektif yang kadang tampak dan kadang sulit diamati, (3)
motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Siswa akan berusaha sekuat
tenaga apabila dia memiliki motivasi yang besar untuk mencapai tujuan belajar. Siswa
akan belajar dengan sungguh-sungguh tanpa dipaksa, bila memiliki motivasi yang besar;
yang dengan demikian diharapkan akan mencapai prestasi yang tinggi. Adanya motivasi
berprestasi yang tinggi dalam diri siswa merupakan syarat agar siswa terdorong oleh
kemauannya sendiri untuk mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dihadapinya, dan
lebih lanjut siswa akan sanggup untuk belajar sendiri.

Dengan dasar pemikiran tersebut, penelitian ini dilakukan dengan memusatkan perhatian
pada masalah apakah motivasi berprestasi dan cara belajar siswa berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa. Secara spesifik pertanyaan yang ingin dijawab oleh penelitian ini
adalah: (1) Apakah motivasi berprestasi berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa SD?
(2) Apakah cara belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa SD? Serta (3)
Apakah motivasi berprestasi dan cara belajar secara bersama-sama berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa SD? Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
pemikiran bagi para guru, khususnya guru SD akan pentingnya (1) menimbulkan
motivasi pada anak, dan (2) memperhatikan cara/kebiasaan belajar siswa untuk
mempertinggi prestasi belajar mereka.

Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian ex-post facto korelatif Variabel yang diperhatikan
atau diselidiki terdiri dari (1) Prestasi belajar siswa sebagai variabel tak bebas, (2)
Motivasi berprestasi dan cara/kebiasaan belajar sebagai variabel bebas. Untuk mengukur
variabel bebas digunakan angket, dan untuk mengukur variabel terikat diambil dokumen
nilai prestasi siswa yang ada.

Populasi penelitian ini adalah siswa sekolah dasar se Kabupaten Semarang pada tahun
ajaran 1998/1999. Secara acak terpilih Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Getasan,
Kecamatan Bringin, Kecamatan Suruh serta Kecamatan Susukan sebagai sampel.
Masing-masing kecamatan mewakili daerah-daerah pegunungan, kota, desa serta daerah
semi perkotaan dan dari masing-masing kecamatan diambil dua SD untuk mewakili
daerah pinggiran dan pusat kecamatan. Analisa meliputi analisa instrumen dan analisa
data hasil penelitian, (1) Untuk analisa instrumen digunakan korelasi product moment
untuk menguji validitas angket (Sutrisno Hadi, 1971, hal. 222), KR 20 untuk menguji
reliabilitas angket, sedang untuk menguji normalitas data digunakan statistik Chi Kuadrat
(Sudjana, 1992, hal. 273), (2) Data hasil penelitian dianalisa dengan memakai statistik
deskriptif dan statistika inferensial. Statistik inferensial yang digunakan untuk menguji
hipotesis adalah analisis regresi linier sederhana dan analisis regresi ganda (Sudjana;
1996).

Temuan dan Pembahasan

a. Hasil Analisis Deskriptif

1. Tingkat prestasi belajar siswa sekolah dasar di Kabupaten Semarang termasuk


kategori baik yaitu sekitar 64,2 persen dengan skor 63 - 73, sedangkan skor
terendah. adalah 41 dan tertinggi adalah 83, dan rata-rata, prestasi siswa adalah
66,4 dari 500 siswa sebagai sampel.
2. Tingkat motivasi berprestasi siswa sekolah dasar di Kabupaten Semarang
termasuk kategori cukup, yaitu sekitar 54 persen sampel, dengan skor 32 - 40,
sedangkan skor terendah 23 dan skor tertinggi 57, dan rata-rata skor motivasi
berprestasi adalah 38,4.
3. Tingkat cara/kebiasaan belajar siswa sekolah dasar di Kabupaten Semarang
termasuk kategori baik, yaitu sekitar 47,6 persen dengan skor 137 - 167,
sedangkan skor terendah. adalah 87 dan tertinggi 188, dan rata-rata skor cara
belajar siswa adalah 142.

b. Hasil Pengujian Hipotesis

1. Terdapat korelasi yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan prestasi


belajar siswa SD di Kabupaten Semarang, dengan F hitung sebesar 14,786 dan F
tabel sebesar 3,86 untuk DF pembilang = 1, dan DF penyebut 498 pada taraf
signifikansi 0,05.
2. Terdapat korelasi yang signifikan antara cara belajar dengan prestasi belajar
siswa. SD di Kabupaten Semarang, dengan F hitung sebesar 15,173, dan F tabel
sebesar 3,96 untuk DF pembilang I dan DF penyebut 498.
3. Terdapat korelasi yang signifikan antara motivasi berprestasi dan cara/kebiasaan
belajar dengan prestasi belajar siswa SD di Kabupaten Semarang, Dengan F
hitung sebesar 9,603 dan F tabel sebesar 3,01, untuk DF pembilang 2 dan DF
penyebut 497 pada taraf signifikansi 0,05.

Pembahasan

Hasil Penelitian ini menggungkapkan adanya pengaruh antara motivasi berprestasi


dengan prestasi belajar siswa SD di Kabupaten Semarang, dengan koefisien determinasi
0,029. Berarti sekitar 2,90 persen variasi total prestasi belajar dapat dijelaskan oleh
motivasi berprestasi (tanpa memperhitungkan variabel lain).

Selanjutnya hasil penelitian ini mengungkapkan adanya pengaruh yang positif antara,
cara belajar dengan prestasi belajar siswa SD di Kabupaten Semarang, dengan koefisien
determinasi 0,030. Berarti sekitar 3 persen variasi total prestasi belajar dapat dijelaskan
oleh cara belajar (tanPa memperhitungkan variabel yang lain).

Lebih lanjut hasil penelitian ini mengungkap adanya pengaruh antara motivasi berprestasi
dan cara/kebiasaan belajar dengan prestasi belajar siswa SD di Kabupaten Semarang,
dengan koefisien determinasi 0,037. Berarti sekitar 3,7 persen variasi total prestasi belajar
dapat dijelaskan oleh variabel motivasi berprestasi dan cara belajar secara bersama-sama
(tanpa memperhitungkan variabel yang lain).

Kesimpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Motivasi berprestasi dan cara/kebiasaan belajar berkorelasi positif dengan prestasi


belajar, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
2. Sekitar 3,70 persen variasi total prestasi belajar siswa dapat dijelaskan oleh
variabel motivasi berprestasi dan cara/kebiasaan belajar (tanpa memperhitungkan
variabel yang lain).
3. Semakin tinggi motivasi berprestasi dan semakin baik cara/kebiasaan belajar,
semakin tinggi juga prestasi belajar siswa.

Sebagai implikasi . kesimpulan yang dikemukakan, direkomendasikan beberapa, hal


sebagai berikut:

1. Para pendidik/guru dan para orang tua/wali siswa sebaiknya perlu menumbuhkan
dan membangkitkan motivasi berprestasi yang tinggi dalam diri siswa. Hal ini
dapat diupayakan dengan cara menumbuhkan dan membangkitkan dalam diri
setiap siswa antara lain: (1) bercita-cita tinggi yang realistis untuk dicapai, (2)
bekerja keras pantang menyerah, (3) berkompetisis secara. sehat untuk mencapai
prestasi yang setinggi mungkin,(4) tekun berusaha dalam meningkatkan status
sosial, (5) menghargai kreativitas dan produktivitas.
2. Para pendidik/guru dan para orang tua/wali siswa agar senantiasa berusaha
membelajarkan siswa dengan cara yang baik, yaitu dengan mengatur,
membiasakan dan mengkondisikan agar siswa dapat mencapai prestasi.
3. Para peneliti di bidang pendidikan dan pengajaran agar melakukan penelitian
dalain rangka, upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dengan melibatkan atau
memperhatikan banyak variabel, baik variabel yang bersumber dalam diri siswa
maupun yang bersumber dari luar diri siswa.

Daftar Pustaka

Ace Suryadi, H.A.R. Tilaar, 1993, Analisis Kebyakan Pendidikan Suatu Pendidikan,
Remaja Rosda Karya, Bandung.

Hendriyat Soetopo, Wasti Soemanto, 1982, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan,


Bina, Aksara, Jakarta.

Iswardono, 1993, Sekelumit Analisa Regresi dan Korelasi, BPFE: Yogyakarta.

Piet Rietveld, Lasmono Tri Sunaryanto, 1994, Regresi Berganda, Andi Offset:
Yogyakarta.

Sutrisno, Hadi, 197 1, Statistik II, PT. Gunung Agung, Yogyakarta.

Sudjana, 1992, Metode Statistika, Tarsito: Bandung.

____________1996, Teknik Analisis Regresi dan Korelasi, Tarsito: Bandung,

Sugirto, 1992, Analisis Regresi, Andi Offset: Yogyakarta.

S. Nasution, 1995, Sosiologi Pendidikan, Bumi Aksara: Bandung.

Winkel W.S., 1996, Psikologi Pengajaran, Grasindo PT. Gramedia Widiasarana


Indonesia, Jakarta.

Wasty Soemanto, 1998, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta.

W.H. Burton, H.C. Witherington, 1986. Teknik-Teknik Belajar dan Mengajar, Jammars,
Bandung.

Sumber: http://pk.ut.ac.id/jp/12srihardjo.htm tanggal 03-06-2009 jam 20.38

Instrumen Penelitian

Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam instrumen penelitian adalah:


1. Pengembangan instrumen

Dalam penelitian ini, untuk mencapai hasil yang diharapkan maka dalam
pengembangan instrumennya dengan mengemukakan kisi-kisi instrumennya.

2. Uji coba instrumen

Sebelum instrumen digunakan sebagai alat pengumpul data, maka instrumen


tersebut diujicobakan pada 20 siswa SMK PGRI 2 Malang yang akan dijadikan sampel.
Uji coba instrumen dimaksudkan agar instrumen yang berupa angket harus valid dan
reliabilitas sebelum disebarluaskan kepada responden.

Kevaliditasan instrumen, apabila mempunyai validitas tinggi jika butir-butir yang


membentuk instrumen tidak menyimpang dari fungsi instrumen. Untuk mendapatkan
instrumen yang valid, maka peneliti akan menguji angket melalui analisis butir soal.
Mengenai hal tersebut Arikunto (2002:169) menyatakan bahwa “untuk menguji validitas
setiap butir soal maka skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan
dengan skor total”. Teknik validitas melalui analisis butir soal dengan rumus korelasi
product moment dari pearson. Kriteria butir soal yang valid adalah jika rxy r tabel dan
butir instrumen yang dikatakan tidak valid jika rxy r tabel.

Arikunto (2002:170) menjelaskan “reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa


sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sehingga alat pengumpul data
karena instrumen sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabilitas
akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga”. Untuk mencari reliabilitas
kebiasaan belajar dan prestasi belajar menggunakan rumus alpha.

Bila instrumen reliabel berdasarkan uji coba, maka instrumen tersebut dapat digunakan
sebagai insrtumen pengumpulan data.

Berikut klasifikasi reliabilitas adalah sebagai berikut:

Reliabilitas Klasifikasi
0,9 < rh 1 Sangat tinggi

Tinggi
0,7 < rh 0,9

Cukup
0,4 < rh 0,7
Rendah
0,2 < rh 0,4
Sangat rendah
0,0 < rh 0,2
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah:

1. Penggalian data

Mendapatkan data maka diperlukan adanya instrumen pengumpulan data yaitu


indikator ditransformasikan menjadi item pertanyaan yang kemudian dikelompokkan
menjadi instrumen pertanyaan sesuai dengan variabelnya. Penelitian ini menggunakan
metode statistik maka option-option dalam angket harus diberi bobot berupa angka-angka
seperti dikemukakan oleh Arikunto (2002). Datanya berupa data kuantitatif yaitu angka-
angka, data penelitian yang kualitatif harus diubah menjadi data kuantitatif (berupa
angka-angka yaitu dengan cara memberi skor).

2. Teknik pemberian skor

Sehubungan dengan pemakaian angket dalam pengumpulan data, maka angket


tersebut diskalakan dalam bentuk skor dengan menggunakan skala likert, dimana
penyusunan angket ini dalam bentuk pilihan ganda dengan 5 pilihan ganda, sehingga
responden tinggal memilih salah satu dari jumlah jawaban yang telah disediakan.
Pemberian skor terhadap alternatif jawaban yang ada dalam angket adalah sebagai
berikut:

1. Jawaban A diberi skor 5

2. Jawaban B diberi skor 4

3. Jawaban C diberi skor 3

4. Jawaban D diberi skor 2

5. Jawaban E diberi skor 1

Kemudian skor tersebut diklasifikasikan menjadi 5 yaitu: Sangat sering, sering, jarang,
sangat jarang, tidak pernah.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Angket

Sugiyono (1997: 96) menyatakan “metode ini digunakan bila responden


jumlahnya besar dapat membaca dengan baik dan dapat mengungkapkan hal-hal yang
sifatnya rahasia”. Metode ini digunakan untuk memperoleh data mengenai cara belajar
siswa berupa pertanyaan dalam pilihan ganda kepada siswa kelas 1 SMK PGRI 2
Jurusan Administrasi Perkantoran.
2. Metode Dokumentasi

Arikunto (2002: 135) mengatakan “Dokumentasi asal katanya dokumen, yang


artinya barang-barang yang tertulis”. Dalam melaksanakan metode dokumentasi,
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, peraturan-peraturan,
dengan catatan harian, serta dokumen. Metode ini digunakan untuk memperoleh data
mengenai jumlah siswa, gambaran umum SMK PGRI 2 Malang, data prestasi belajar
nilai semester gasal tahun ajaran 2005/2006 mata diklat melakukan prosedur
administrasi.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Persipan mengisi angket, dengan memberikat angket kebiasaan belajar kepada


responden untuk diisi secara lengkap dan tidak lupa dengan mengisi identitas
responden tersebut seperti: nama dan kelas.

b. Setelah pengisian angket kemudian pengumpulan data prestasi belajar dengan


melihat nilai raport mata diklat melakukan prosedur administrasi di SMK PGRI 2
Malang.

c. Instrumen siap untuk diolah, dimana pengambilan data tersebut akan dibantu oleh
pihak sekolah SMK PGRI 2 Malang. Proses pengumpulan data dilakukan dalam dua
tahap yaitu tahap pertama dengan pengumpulan data tentang cara belajar siswa dan
tahap kedua dengan pengumpulan data tentang prestasi belajar siswa.

E. Teknik Analisis Data

Arikunto (1998: 236) menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan analisis data
adalah pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus atau aturan-
aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian atau desain yang diambil. Terkait
dengan hal itu maka diperlukan adanya tehnik analisis data.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ada dua macam, yaitu:

(1) Teknik analisis deskriptif yaitu dengan perolehan persentase karena penelitian ini
bersifat deskriptif dan mendeskripsikan tentang variabel bebas dan variabel terikat.
Menurut Nurkancana (1992: 22) langkah-langkah yang digunakan adalah:

a. Menentukan interval, dengan menggunakan rumus interval hitung sebagai berikut:

Data terbesar – data terkecil


Panjang kelas interval = ---------------------------------------

Jumlah kelas

b. Menentukan prosentase variabel, untuk mengetahui jumlah perbandingan skor masing-


masing variabel yaitu variabel cara belajar yang diklasifikasikan menjadi sangat baik,
baik, cukup, kurang, sangat kurang dan untuk prestasi belajar diklasifikasikan menjadi
istimewa, sangat baik, baik, cukup, dan kurang dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Rumus prosentase adalah sebagai berikut:

P = F x 100%

keterangan: F= frekwensi

N= jumlah subyek penelitian

P= Prosentase

(2) Analisis korelasional.

Dalam penelitian ini digunakan rumus statistik Regresi Linier Sederhana dan teknik
ini digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan variabel bebas (X) terhadap variabel
terikat (Y) dengan persamaan Regresi Linier seperti yang disebutkan oleh Sudjana
(1996:312) sebagai berikut:

Y = a + bx

Regresi dengan x merupakan variabel bebasnya dan y variabel tak bebasnya


dinamakan regresi y atas x.

Adapun perhitungan analisis regresi seperti yang tersebut diatas, peneliti


menganalisisnya dengan bantuan SPSS 10.0 For Windows.

KONSEP DIRI, PERKEMBANGAN DAN PENGARUHNYA Mar 21, '08


TERHADAP PENCAPAIAN AKADEMIK SISWA, SERTA UPAYA 12:54 AM
PEMBENTUKAN KONSEP DIRI BERBASIS AKTIVITAS
for everyone
PEMBELAJARAN

Hampir setiap orang menggantungkan harapan kepada


pendidikan untuk melahirkan generasi-generasi muda yang menguasai
beragam ilmu dan pengetahuan, yang mampu memanfaatkan poensi
diri dan setiap peluang dan pada akhirnya menjadi manusia-manusia
yang sukses dalam setiap hal. Pendidikan seakan-akan menjadi syarat
mutlak sebuah kesuksesan. Namun pada kenyataannya, terkadang
seseorang berhasil mencapai jenjang pendidikan yang tinggi tetapi
kurang berhasil dalam kehidupan, atau sebaliknya, tak jarang
seseorang suskes dalam kehidupan, tetapi pencapaian akademiknya
biasa-biasa saja.

Fenomena ketidakkonsistenan antara pendidikan dan


keberhasilan kehidupan tersebut memunculkan pertanyaan bagiamana
system pendidikan yang sangat kompetitif ternyata dapat melahirkan
generasi yang tangguh secara keilmuan tetapi rapuh atau gagal dalam
kehidupan. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah ketika
anak didik dihadapkan kepada beban pendidikan yang terlalu banyak
dan ekspetasi yang terlalu tinggi dikarenakan lingkungan yang sangat
kompetitif, sistem pendidikan dan lingkungan tidak memberikan ruang
yang cukup untuk mengembangkan konsep diri anak didik secara
matang dan positif. Tulisan ini menjelaskan apa dan bagaimana
konsep diri berkembang dalam kehidupan seseorang, faktor apakah
yang mempengaruhinya, kaitan konsep diri seseorang dengan
pencapaian akademik, dan bagaimana peran guru serta aktivitas
belajar dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri pada anak
didik.

KONSEP DIRI , PERKEMBANGAN DAN FAKTOR – FAKTOR YANG


MEMPENGARUHINYA

Perkins (1958) menyatakan bahwa konspe diri adalah semua


persepsi, kepercayaan, perilaku dan nilai-nilai yang digunakan diri
seseorang untuk mendeskripsikan dirinya sendiri, dan konsep diri
seorang anak berubah seiring dengan cara pandang dirinya pada suatu
periode waktu. Sementara itu, Smith dkk (1977) mengungkapkan
bahwa konsep diri adalah suatu cara pandang yang kompleks dan
dinamis dalam diri seseorang terhadap dirinya sendiri dan konsep diri
adalah sesuatu yang terukur. Konsep diri diukur dalam dua area yaitu
akademik dan non akademik. Gunawan (2005) menyebutkan bahwa
konsep diri akademik terkait dengan kemampuan verbal/bahasa dan
matematika. Sedangkan untuk non akademik, menurut Marsh dalam
Yan dan Haihui (2005), konsep diri diukur melalui delapan parameter
yang mencakup: penampilan fisik, kemampuan fisik, hubungan sesama
jenis, hubungan lain jenis, hubungan dengan orang tua, kestabilan
emosi, kepercayaan dan kejujuran, serta konsep diri secara umum.

Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang


sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan
perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk
melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang
lain. Dalam proses tersebut, konsep diri dipengaruhi oleh beberapa
factor. Puspasari (2007) menyatakan bahwa perkembangan dari proses
pengenalan diri sendiri dipengaruhi oleh factor yang mengikuti
perkembangan seorang anak seperti pengaruh keterbatasan ekonomi,
isolasi lingkungan, ataupun pengaruh usia individu tersebut.

KONSEP DIRI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENCAPAPAIAN


AKADEMIK SISWA

Konsep diri merupakan seperangkat instrument pengendali


mental dan karenanya mempengaruhi kemampuan berpikir
seseorang. Gunawan (2005) menyebutkan bahwa seseorang yang
mempunyai konsep diri positif akan menjadi invidu yang mampu
memandang dirinya secara positif, berani mencoba dan mengambil
resiko, selalu optimis, percaya diri, dan antusias menetapkan arah dan
tujuan hidup. Terkait dengan pencapaian akademik, hasil-hasil
penelitian yang dilakukan oleh Shupe dan Yager (2005) dan Yeung dan
Marsh dalam O’Mara dkk (2006) menunjukkan bahwa konsep diri dan
pencapaian akademik siswa adalah dua hal yang saling
memperngaruhi. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
dalam berbagai tingkatan mulai dari sekolah dasar sampai dengan
perguran tinggi, seseorang dengan konsep diri yang positif cenderung
memiliki pencapapaian akademik yang lebih baik.

Bagaimakah sebenarnya konsep diri dapat mempengaruhi


pencapaian akademik seseorang? Atau sebaliknya, bagaimanakan
pencapaian akademik mempengaruhi konsep diri seseorang? Tripp Jr
(2003), Shupe dan Yager (2005) mengemukakan bahwa seseorang
dengan konsep diri positif akan mempunyai kemampuan interpersonal
dan intrapersonal yang baik pula, yang memungkinkan untuk
melakukan evaluasi secara obyektif terhadap dirinya sendiri.
Sementara itu menurut Germer (2004), konsep diri merupakan kunci
untuk membangun komunikasi terbuka antara guru dan murid
sehingga mnciptakan partisipasi aktif antara keduanya dalam kegiatan
belajar mengajar. Baik Germer dan Yager, menyimpulkan bahwa
dengan konsep diri positif akan meminimalisasi munculnya kesulitan
belajar dalam diri siswa. Berkurangnya kesulitan belajar inilah yang
pada akhirnya memungkinkan siswa untuk mendapatkan penguasaan
akademik yang lebih baik. Dari sini, nampak bahwa konsep diri positif
menjadi pemacu keberhasilan akademik. Meskipun demikian, menarik
untuk mencermati penemuan Yan dan Haibui (2005) yang
mengungkapkan bahwa anehnya pada anak-anak yang berbakat atau
mempunyai kemampuan akademik yang mengagumkan, didapatkan
konsep diri negatif meski tidak signifikan. Menurut Syah (2007), siswa
yang sangat cerdas dapat mempunyai konsep diri yang negatif yang
ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dikarenakan tuntutan
keingintahuannya dirasakan tidak diperlakukan secara adil.

KONSEP DIRI DAN PEMBENTUKANNYA DALAM AKTIVITAS


BELAJAR

Melihat besarnya pengaruh konsep diri terhadap keberhasilan


seseorang, tak heran jika sekolah-sekolah berrupaya untuk
mengintegrasikan pembentukan konsep diri ke dalam aktivitas belajar
mengajar di dalam dan di luar kelas. Aktivitas sekolah terkait dengan
pembentukan konsep diri dilakukan sepanjang masa belajar dari
tingkat dasar sampai jenjang pendidikan tinggi, sebagaimana yang
diungkapkan Cotton (1993), meskipun, O’Mara dkk (2006)
menyebutkan bahwa intervensi guru dalam aktivtas kelas untuk
pembentukan konsep diri memberikan respon paling nyata ketika
siswa berada pada masa sekolah menengah dimana siswa pada usia
ini memiliki keterlibatan paling tinggi dalam aktivias kelas
dibandingkan dengan rekannya yang lebih muda di sekolah dasar
ataupun yang lebih tua di perguruan tinggi.

Germer (1974), Cotton (1993), dan O’Mara dkk (2006)


menyatakan bahwa guru memegang peranan kunci dalam aktivitas
kelas, dan karenanya kesadaran guru terhadap pentingnya
pembentukan konsep diri akan menentukan seberapa jauh
pembentukan konsep diri dapat diintegrasikan ke dalam aktivitas
belajar mengajar. Bagaimanakah aktivitas belajar mengajar dapat
menjadi media pembentukan konsep diri? Germer (1974) menyatakan
bahwa aktivitas kelas yang memungkinkan komunikasi dan partisipasi
guru – siswa dan siswa – siswa secara lebih aktif, akan membantu
siswa menjadi individu yang terbuka dan menerima diri sendiri dengan
lebih baik sehingga memacu pembentukan konsep diri positif, menjadi
individu yang lebih mampu “mendengar”, merasakan, menghormati,
dan menciptakan komunikasi yang lebih terbuka dengan yang lain.

Secara lebih spesifik, Cotton (1993) menguraikan program


pengembangan konsep diri anak dilakukan pada basis yang berbeda,
dari mulai kelas, sekolah sampai wilayah. Cotton menyatakan bahwa
pembentukan konsep diri di dalam kelas dilakukan dengan
memberikan tugas berbasis kelompok dan berorientasi kepada
pengembangan kemampuan afektif siswa, serta penggunaan umpan
balik terhadap kemajuan pembelajaran siswa, dan mengupayakan
partisipasi aktif dan komunikasi yang terbuka antara guru – murid –
walimurid. Ke semua hal tersebut dilakukan melaui berbagai kegiatan
kelas seperti rotasi teman sebangku, pembuatan papan apresiasi siswa
terhadap siswa yang lain sekaligus pengisian papan pernyataan
penyesalan atas kesalahan yang diperbuat siswa terhadap siswa yang
lain, pendampingan siswa korban narkoba, pengajaran ketrampilan
hidup, penunjukan relawan sebaya sebagai tutor dalam belajar, serta
penguatan kemampuan matematika dan bahasa siswa. Program yang
dilakukan secara kontinyu tersebut, menghasilkan perubahan positif
dalam diri siswa seperti penurunan angka drop out, peningkatan
kehadiran siswa, penurunan kegagalan siswa dalam mata pelajaran,
dan meningkatnya rasa kepedulian siswa terhadap lainnya.

SEBUAH REFLEKSI MENUJU PENDIDIKAN YANG LEBIH BAIK

Siapa saya? Mungkin ini menjadi salah satu pertanyaan penting


yang harus dijawab sesorang jika ingin maju dan berkembang. Konsep
diri merupakan cuatu cara untuk menjawab pertanyaan ini. Kini, di
saat pendidikan menjadi tulang punggung untuk menciptakan individu
yang berkualitas, pembentukan konsep diri positif pada anak didik
adalah suatu hal yang tak dapat ditinggalkan, yang harus dilakukan
secara kontinyu dan menyeluruh pada setiap tahapan perkembangan
anak didik. Di luar rumah, aktivitas kelas dan lingkungan sekolah
memberikan warna terhadap pembentukan imdividu anak didik, yang
dalam prosesnya peran guru adalah sangat vital. Keberhasilannya
sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya kesadaran, kemauan dan
kreativitas guru untuk mengintegrasikan pembentukan konsep diri
yang positif ke dalam kegiatan pembelajaran

aikesari.multiply.com

You might also like