Professional Documents
Culture Documents
Benny M. Chalik
Jakarta 2004
STRATEGI DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
Benny M. Chalik 1
A. PENDAHULUAN
1
Dr. Ir. Benny M. Chalik, MS., Staff Pengjar Fakultas Pertanian Universitas Lampung
dan perikanan. Kerusakan ini terus meningkat sejalan dengan adanya kegiatan
pengurasan sumberdaya kelautan dan perikanan oleh berbagai pihak tanpa
memikirkan kelestarian sumberdaya dalam jangka panjang.
Faktor lain yang juga secara langsung atau tidak langsung ikut berperan
terhadap terjadinya degradasi potensi kelautan dan perikanan adalah tingginya
inkonsistensi kebijakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan
oleh departemen dan instansi terkait. Inkonsistensi kebijakan perencanaan
tersebut terjadi akibat tidak dilaksanakannya kegiatan perencanaan
pembangunan di tingkat pusat sesuai dengan pendekatan aliran bawah-atas
(bottom up approach), yaitu perencanaan pembangunan yang mencerminkan
muatan lokal dan aspirasi masyarakat setempat. Sebaliknya sampai saat ini
kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat kabupaten,
propinsi, dan pusat masih bersifat homogen terhadap semua wilayah (top-down
approach). Celakanya, pemerintah daerah juga bersikap menerima kebijakan
tersebut walaupun tidak sesuai dengan muatan perencanaan lokal. Akibatnya,
kegiatan pembangunan tidak mengarah kepada sasaran dan cenderung
menimbulkan sikap masyarakat yang skeptis terhadap kebijakan pembangunan
sektor kelautan dan perikanan.
Meskipun dalam arti luas subsektor perikanan air tawar merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pertanian,
akan tetapi antara sektor kelautan dengan pertanian terdapat perbedaan yang
sangat mendasar. Perbedaan ini terletak pada karakteristik pengelolaan
sumberdayanya.
Ditambah lagi dengan pola hubungan sosial masyarakat nelayan yang belum
berkembang sepenuhya, seperti rendahnya rata-rata tingkat pendidikan
masyarakat nelayan, pola produksi yang bersifat subsisten, serta tingginya
kemampuan kelompok tataniaga dalam memonopoli produksi secara lokal
menjadikan upaya peningkatan kemampuan teknis manajerial masyarakat
pedesaan menjadi tidak berarti. Program penyuluhan dan bantuan modal
kerja dari pemerintah cenderung hanya memiliki pengaruh yang bersifat
sesaat. Tingginya efektivitas program hanya terjadi pada saat lembaga
pemerintah atau non pemerintah masih aktif berperan dalam program.
Ketika aktivitas lembaga tersebut menurun, kekuatan kelompok tataniaga
kembali menguasai perekonomian masyarakat pedesaan dengan pola dan
cara seperti sebelum ada program. Keadaan ini hanya dapat diubah
sepenuhnya oleh masyarakat itu sendiri, yaitu melalui upaya perubahan
persepsi masyarakat yang secara kolektif mampu menghadapi kekuatan
kelompok tataniaga.
Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat besar hampir tidak
dilirik oleh pemerintah sebagai salah satu sumber devisa negara yang
secara tetap dan berkesinambungan selalu dapat diusahakan. Kenyataan ini
ditunjukkan oleh tidak berkembangnya BUMN yang bergerak di sektor
perikanan baik dalam skala nasional maupun daerah.
Terlepas dari perlu atau tidaknya didirikan BUMN atau BUMD dari sisi
perekonomian nasional dan regional, BUMN/BUMD sektor di sektor
kelautan dan perikanan sangat diperlukan sebagai lembaga (a) percontohan
usaha, (b) sumber informasi dan laboratorium penyusunan kebijakan
pembangunan regional dan nasional, (c) pusat penelitian terapan, (d)
komponen pengembangan dan advokasi pembangunan, (d) mitra usaha
masyarakat, dan lain lain.
Kapasitas dan kemampuan yang tinggi dari setiap individu dalam formulasi
dan penerapan kebijakan mensyaratkan tingginya penguasaan individu dalam
memahami cara pandang masyarakat dalam menghadapi masalah
pembangunan setempat (social subjectives knowledge). Selama ini penguasaan
individu dalam memformulasikan kebijakan cenderung semata-mata didasarkan
pada pemahaman terhadap lingkungan fisik setempat dan berupaya mengubah
cara pandang masyarakat kepada cara pandang baru (objectives knowledge).
b. Perencanaan Pembangunan
1. Kerjasama Bilateral
2. Kerjasama Multilateral
Sampai saat ini peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bekerja di
sektor kelautan dan perikanan masih cenderung berperan sebagai lembaga
advokasi bagi kegiatan-kegiatan pembangunan yang dicanangkan pemerintah
atau sebaliknya sebagai corong masyarakat dalam mengkritisi kebijakan
pembangunan pemerintah. Banyaknya LSM yang memilih peran sebagai
lembaga advokasi sering menimbulkan konflik dan kecurigaan di dalam
masyarakat. Hal ini terjadi akibat fungsi advokasi dua arah dari LSM hanya
berkonotasi kepada fungsi pengawasan sosial terhadap kebijakan dan program
pembangunan pemerintah.
Sjalan dengan peningkatan fungsi pengawasan sosial tersebut, pemerintah
diharapkan mampu mengikutsertakan LSM sebagai lembaga yang berperan
dalam upaya pengembangan program, baik secara nasional atau lokal.
Kebijakan ini akan memposisikan LSM sebagai lembaga sosial yang mampu
memberikan solusi dan mengarahkan sikap masyarakat terhadap kebijakan dan
pelaksanaan program pembangunan setempat.
E. PENUTUP