You are on page 1of 5

PEMERIKSAAN AWAL PADA PERDARAHAN SALURAN CERNA Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah

menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaan yang melibatkan: 1) tekanan darah dan nadi posisi baring 2). Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi 3) ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin) 4). Kelayakan nafas 5) tingkat kesadaran 6) produksi urin. Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai berikut : 1) hipotensi (kurang dari 90/60 mmHg atau MAP kurang dari 70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 100x/menit. 2) tekanan diastolik ortostatik turun >10 mmHg atau sistolik turun <20 mmHg. 3) frekuensi nadi ortostatik meningkat >15/menit. 4) akral dingin. %) kesadaran menurun. 6) anuria atau oligouria (produksi urin < 30 mL/jam) Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan : 1) hematemesis, 2) hematokesia (berak darah segar), 3) darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dan dengan lavage tidak segera jernih, 4) hipotensi persisten, 5) dalam 24 jam menghabiskan transfusi darah melebihi 800-1000 ml. STABILISASI HEMODINAMIK PADA PERDARAHAN SALURAN CERNA Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid (misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat dengan menggunakan dua jarum berdiameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (central venous pressure); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan darah golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit. Adanya kecurigaan diatesis hemoragik pelu ditidaklanjuti dengan melakukan test rumple -leed, pemeriksaan waktu perdarahn, waktu pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT dan aPTT. Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual tergantung dengan jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat klinik perdarahan tersebut. Pemberian transfusi darah dapa perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini : 1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil 2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih 3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin kurang dari 10 gr% atau hematokrit kurang dari 30% 4. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun Perlu dipahami bahwa nilai hemtokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan ekstravaskular s elesai 2472 jam setelah onset perdarahan. Target pencapaian hematokrit setelah transfusi darah tergantung kasusyang dihadapi, untuk usia muda dengan kondisi sehat cukup 20 -25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.

PEMERIKSAAN LANJUTAN Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas hemodinamik lengkapi anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan lain yang diperlukan. Dalam anamnesis yang perlu ditekankan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan dara h yang keluar Riwayat perdarahan sebelumnya Riwayat perdarahan dalam keluarga Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid dan antikoagulan Kebiasaan minum alkohol Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam berdarah, demam tifoid, GGK, DM, hipertensi, alergi obat-obatan 8. Riwayat transfusi sebelumnya

Pemeriksaan fisis yang perlu diperhatikan : 1. Stigmata penyakit hati kronik 2. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain 3. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindrom peutz-jegher Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan : 1. Elektrokardiogram terutama pasien berusia >40 tahun 2. BUN, kreatinin serum ; pada perdarahan SCBA pemecahan darah oleh kuman usus akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum tetap normal atau sedikit meningkat 3. Elektrolit ( Na,K,Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan, transfusi atau kumba lambung. 4. Pemeriksaan lainnya tergantung jenis kasus yang dihadapi

TERAPI PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS Non-Endoskopis Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik, namun demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti. Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasarkan percobaan hewan, kumbah lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu perdarahan menjadi memanjang,perfusi dinding lambung menurun dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung. Pemberian vitamin k pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberiaan tersebut tidak merugikan dan relatif murah. Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta melihat. Digunakan di klinik untuk perdarahan akut varises esofagus sejak 1953. Pernah dicobakan pada perdarahan non varises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda dengan plasebo. Terdapat dua bentuk se diaan, yakni pitresinyang mengandung vasopressin murni dan preparat pituitari gland yang mengandung vasopressin dan oksitosin. Pemberiaan vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,1 -0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal 400mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mmHg. Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat menurunkan aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif dibanding dengan vasopressin. Penggunaan di klinik pada perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non varises. Dosis pemberian somastatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg intravena dilanjutkan perinfus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti. Obat-obatan golongan antisekresi asamyang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah inhibitor proton dosis tinggi. Diawali oleh bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/KGBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20% sedangkan yang diberi omeprazole hanya 4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar di Indonesia hanya untuk pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus ialah persediaan esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis sama seperti omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik kurang bermanfaat. Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esofagus dimulai sekitar tahun 1950, paling populer adalah sengstaken blakemore tube (SB -tube) yang mempunyai 3 pipa

serta 2 balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medik yang berpengalaman dan ditidaklanjuti dengan observasi yang ketat.

ENDOSKOPIS Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi; 1). Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe) 2). Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau pemakain klip). Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila dilakukan ahli endoskopi yang termapil dna berpengalaman. Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang atau letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang bisa berhenti spontan hanya 30%. Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan de ngan menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1 ml. Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau polidoklonal umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak atau perforasi akibat nekrosis jaringan dilokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-20%. Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena varises esofagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan varises esofagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati kardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti bekuan yang melekat, bilur-bilur merah, noda hematokistik, vena pada vena. Skleroterapi endoskopi sebagai alternative bila ligasi endoskopi sulit dilakukan karena perdarahan yang massif, terus berlangsung, atau teknik tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antarla lain campuran sama banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alkohol absolut. Campuran dibuat sesaat sebelum skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal mendekati kardia dilanjutkan ke proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5cm. Pada perdarahan varises lambung dilakukan penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises lambung kurang baik.

TERAPI RADIOLOGI Terapi angiografi perlu pertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan

hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontra indikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS (Trans Jugular Intrahepatic Porto Systemic Shunt). PEMBEDAHAN Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multi disipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah baiknya dilakukan. KESIMPULAN Penyebab perdarahan SCBA dapat digolongkan menjadi 2 kelompok, perdarahan varises dan perdarahan non varieses. Pengelolaan perdarahan saluran makanan secara praktis meliputi: evaluasi status hemodinamik, stabilisasi hemodinamik, melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan lain yang diperlukan, memastikan perdarahan saluran makanan bagian atas atau bawah, menegakkan diagnosis pastipenyebab perdarahan, terapi spesifik. Prioritas utama dalam menghadapi kasus perdarahan SCBA ialah penentuan status hemodinamik dan upaya resusitasi sebelum menegakkan diagnosis atau pemberian terapi lainnya. Pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan cara terpilih untuk menegakkan diagnosis penyebab perdarahan dan sekaligus berguna untuk melakukan hemostasis. Pada perdarahan tukak lambung dapat dilakukan antara lain dengan penyuntikan adrenalin 1:10000, sedangkan pada perdarahan varises esofagus dengan ligasi atau skleroterapi. Manfaat terapi medik tergantung macam kelainan yang menjadi penyebab perdarahan. Somatostatin dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan SCBA, terutama pada perdarahan varises. Pada perdarahan karena tukak peptik pemberian PPI intravena dosis tinggi bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang. Ahli radiologi dan ahli bedah seyogyanya dilibatkan dalam tim multidisipliner pengelolaan perdarahan SCBA.

You might also like