You are on page 1of 62

NASIHAT-NASIHAT UNTUK

KAUM MUSLIMIN
NASEHAT UNTUK IKHWAN DAN AKHWAT
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz

Salah satu upaya untuk menjaga shalat fajar tepat pada


waktunya dan melaksanakannya secara berjamaah, maka
hendaklah seseorang bersegera untuk tidur dan tidak
begadang terlalu malam.
Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membenci tidur
sebelum Isyak dan ngobrol sesudahnya.
Disyariatkan bagi mukminin dan mukminat mencurahkan
segala kemampuannya untuk menjaga shalat agar tepat
pada waktunya tidak begadang setelah Isyak, karena hal
itu terkadang menjadikan seseorang ketiduran --
ketinggalan Shalat Fajar--. Seyogyanyalah pada saat-saat
yang perlu dicermati ini kita saling tolong menolong agar
bisa melaksanakannya. Sebagaimana layaknya tolong
menolong antar anggota keluarga dalam menunaikan
urusan shalat Fajar ini.
Allah berfirman :
"Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran". (Al-
Maidah : 2)
"Artinya : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-
benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran". (Al-Ashr : 1-3).
Wajib bagi kaum muslimin saling memberi nasehat dan
berwasiat tentang kebenaran, tolong menolong dalam
kebaikan, dan amar ma'ruf nahi mungkar sebelum
terjadinya hukuman dari Allah. Telah ada hadist shahih
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkenan dengan
perkara tersebut :

2
"Artinya : Sesungguhnya manusia, apabila melihat
kemungkaran dan tidak berupaya untuk merubahnya,
dikhawatirkan Allah akan menyegerakan hukuman bagi
mereke secara umum".
"Artinya : Ad-dien itu adalah nasihat, ad-dien itu adalah
nasihat, ad-dien itu adalah nasihat'. (Nasihat artinya
sucinya hati atau ikhlas). Maka bertanyalah sahabat,
'Untuk siapa Ya Rasulullah ?'. Nabi menjawab : 'Untuk
Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan Imam-imam kaum
muslimin, serta kaum muslimin semuanya".
Berkata Jarir bin Abdullah Al-Bajaliy Radhiyallahu anhu.
"Artinya : Aku membai'at Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam untuk menegakan shalat, menunaikan zakat dan
nasehat untuk setiap muslim".
Disyari'atkan bagi setiap muslim manakala mendengar
ajaran yang berfaedah agar menyampaikannya kepada
yang lain, demikian pula muslimat agar supaya
menyampaikan kepada yang lain, manakala mendengar
ilmu yang bermanfaat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi,
"Sampaikan ajaran dariku sekalipun hanya satu ayat".
Adalah Nabi manakala berkhotbah di hadapan manusia
beliau bersabda : "Hendaklah orang yang menyaksikan
(hadir) menyampaikan kepada yang tidak hadir,
adakalanya seorang penyampai ajaran (mubaligh) tidak
lebih menguasai dari yang sekedar mendengar".
Sabdanya lagi :
"Artinya : Barangsiapa meniti jalan dalam rangka mencari
ilmu maka Allah akan permudah baginya jalan menuju
jannah".
Termasuk dalam hadits ini adalah, bagi siapa saja yang
datang ke masjid, atau tempat yang terdapat disana
halaqah ilmu dan pengajaran ilmu yang bermanfaat. Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan
kabaikan, maka Allah fahamkan dia terhadap agama.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
3
"Artinya : Allah pasti melihat dengan kasih sayang-Nya
terhadap seseorang yang mendengar perkataanku (Nabi),
lalu meresponnya dengan baik kemudian
melaksanakannya sebagaimana yang di dengar,
adakalanya pembicara (mubaligh) itu lebih pandai
daripada pendengar adakalanya mubaligh itu
menyampaikan kepada yang lebih pandai darinya".
"Artinya : Tidalah suatu kaum itu berkumpul di rumah-
rumah Allah, kemudian mereka membaca kitabullah dan
saling mengajarkan di antara mereka kecuali rasa tenang
akan turun kepada mereka, mereka akan Allah dengan
rahmat dan akan dikelilingi Malaikat serta mereka diingat
Allah tentang apa-apa yang ada di sisi-Nya".
Ini menunjukkan disyariatkannya berlomba dalam halaqah
ilmu, menaruh perhatian besar terhadapnya, dan tamak
untuk berkumpul dalam rangka tilawatul qur'an dan saling
mengajarkannya.
Diantaranya ialah mendengarkan acara-acara keagamaan,
penyampaian hadits-hadits yang bermanfaat, penyiaran
tilawah qur'an yang dipandu oleh mereka yang dipandang
mampu dalam bidang ilmu agama dan bashirah (hujjah)
serta kebaikan aqidah.
Sebagaimana sudah dimaklumi, bahwa Allah Subhanahu
wa Ta'ala menciptakan jin dan manusia untuk beribadah
kepada-Nya. Ibadah, sudah semestinya dilakukan
berdasarkan ilmu. Manusia tidak akan mengerti hakekat
ibadah yang telah dibebankan kepadanya kecuali dengan
belajar dan mendalami agama. Allah berfirman :
"Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (Adz-
Dzariyat : 56).
Ibadah yang bagaimanakah yang diwajibkan kepada kita
untuk mempelajari dan mempelajarinya ? Yaitu segala
sesuatu yang disyari'atkan Allah dan dicintainya untuk
dilakukan hamba-Nya, seperti shalat, zakat, shiyam dan
selainnya. Kemudian Allah berfirman :
4
"Artinya : Dan orang-orang yang membayar zakat".
Zakat adalah haqqul mal, Allah mewajibkan kepada setiap
muslim untuk mengeluarkan zakat dari sebagian hartanya
kepada yang berhak menerima. Allah mewajibkan bagi
pembayar zakat agar ikhlas karena Allah berharap pahala-
Nya serta takut terhadap hukumannya. Allah berfirman :
"Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin". (At-taubah : 60).
Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya :
"Artinya : Mereka mentaati Allah dan Rasul-Nya".
Setelah Allah menyebutkan shalat, zakat, loyalitas diantara
kaum mukmin, amar ma'ruf nahi mungkar, Allah
berfirman :
"Artinya : Mereka mentaati Allah dan Rasul-Nya".
Yaitu, (taat) dalam segala sesuatu, seperti taat dalam
masalah amar ma'ruf nahi mungkar, shalat dan zakat.
Pendek kata, mentaati Allah dalam segala hal.
Demikian sifat mukminin dan mukminat, yaitu mereka
selalu mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam setiap perintah
dan larangan-Nya dimanapun mereka berada. Agama
seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan ketaatan
yang utuh kepada-Nya.
Allah berfirman :
"Artinya : Mereka itulah orang-orang yang akan mendapat
karunia Allah".
Kemudian Allah menjelaskan bahwasanya orang-orang
yang istiqamah dalam agamanya, menunaikan kewajiban
terhadap Allah, mentaati-Nya dan mentaati Rasulullah
Shallalalhu 'alaihi wa sallam, mereka itulah yang berhak
mendapat karunia di dunia dan di akhirat karena
ketaatannya kepada Allah, keimanan dengan-Nya serta
pelaksanaan kewajiban terhadap-Nya.
Hal itu juga menunjukkan bahwa sesungguhnya bagi
orang yang berpaling, lalai dan orang-orang yang
mengabaikan kewajiban, maka bagi mereka sama halnya

5
dengan menyodorkan dirinya untuk di adzab Allah dan
dimurkai-Nya.
Rahmat Allah bisa diperoleh dengan amal shalih dan
kesungguhan dalam mentaati Allah dan menegakkan
perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berpaling serta
mengikuti hawa nafsu atau setan, maka baginya naar pada
hari kiamat.
Allah berfirman :
"Artinya : Adapun orang-orang yang melampui batas, dan
lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka
sesungguhnya narlah tempat tinggal(nya). Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka
sesungguhnya janahlah tempata tinggal(nya)". (An-Naziat
: 38-41).
Kita memohon kepada Allah dengan Asma'ul Husna-Nya
dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, semoga Allah
menunjukkan kita dan segenap kaum muslimin kepada
ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, semoga Allah
memperbaiki hati kita dan amal kita sekalian, semoga
Allah memberi rezeki berupa kemampuan melaksanakan
Tawashau bil haq dan tawashau bish shabr, tolong
menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, mengutamakan
akhirat atas dunia, mempunyai keinginan untuk tetap
memiliki keselamatan hati dan amal, ambisi untuk
bermanfaat bagi kaum muslimin di manapun mereka
berada.
Kita memohon kepada Allah semoga Dia memenangkan
agama-Nya, meninggikan kalimat-Nya, membimbing para
pemimpin kaum muslimin keseluruhan, memperbaiki hati
dan amal mereka, memberi mereka pemahaman agama
dan kelapangan hati untuk berhukum dan memutuskan
perkara dengan syari'at-Nya, tetap istiqamah di jalan-Nya.
Mudah-mudahan Allah senantiasa melindungi kita dan
seluruh kaum muslimin di segala penjuru dari berbagai
macam fitnah dan ujian, menghinakan musuh-musuh
6
Islam di manapun mereka berada, membatasi ruang
lingkup kekuasaan mereka, serta menolong ikhwan-
ikhwan kita para mujahidin fie sabilillah di setiap tempat.
Sesungguhnya Allah pemimpin kaum muslimin dan Maha
Kuasa atasnya.
Wa shalallahu wasallam 'ala nabiyina Muhammadin wa
alihi shahbihi ajma'iin.

Disalin dari buku Akhlaqul Mukminin wal Mukminat,


dengan edisi Indonesia Akhlak Salaf, Mukminin dan
Mukminat, oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin
Baaz, hal. 50-58, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah
Ihsan

Hukum ISBAL
(menjulurkan Kain/pakaian di bawah
mata kaki)

Allah menghalalkan pakaian sebagai penutup


aurat, juga sebagai perhiasan tetapi
penghalalan tersebut memiliki batasan-
batasan tertentu yang tidak boleh dilanggar.

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah


menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutupi auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang
paling baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Al
A’raaf: 26)

7
Berlebihan dalam memanjangkan pakaian
bagi laki-laki tidak dibenarkan dalam Islam.
Maka kita sebagai orang yang mengaku
muslim tidak selayaknya sengaja
mengulurkan pakaian bawah (celana) kita dari
batas yang ditentukan. Unsur kesengajaan
inilah yang dilarang, baik disertai
kesombongan (kebanggaan atas mode)
ataupun tidak, karena Rasulullah melarangnya
tetapi tentunya tidak sama antara dosa Isbal
(memanjangkan) yang disertai kesombongan
dan Isbal yang tidak disertai kesombongan.

A. Isbal karena Sombong Merupakan


Dosa.

1. Dalil – dalil dari Al Qur’an

Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu berjalan di muka
bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekalian tidak
dapat menembus bumi dan sekali-kali
kamu tidak akan setinggi gunung.” (Al
Israa: 37)

“Sesungguhnya Alah tidak menyukai


orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (Luqman: 18)

2. Dalil – dalil dari Hadits

Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menjulurkan
pakaiannya (sampai menutupi mata

8
kaki) karena sombong, maka Allah tidak
akan memandangnya pada hari
kiamat.” (HR. Bukhari & Muslim)

“Allah tidak melihat (dengan disertai


rahmat) di hari kiamat kepada orang
yang menyeret kain sarungnya dengan
sombong.” (HR. Bukhari & Muslim)

“Isbal itu ada pada sarung, gamis, dan


sorban. Barangsiapa menyeret sebagian
darinya dengan sombong, maka Allah
tidak akan melihatnya di hari kiamat.”
(HR Abu Dawud dan An Nasa’i dengan
sanad shahih)

B. Isbal bukan karena sombong

Ketiga hadits diatas memakai taqyid


(batasan) dengan kesombongan, tetapi
ada juga larangan isbal meskipun
tidak disertai kesombongan. Bahkan
Isbal itu sendiri sudah mengandung
unsur kesombongan baik
bermaksud sombong atau tidak,
apalagi kalau sudah mengikuti trend.

Kita simak hadits-hadits berikut ini:

1. Dari Abu Dzar Al Ghifary d ,


Rasulullah j bersabda:

“Tiga kelompok orang yang tidak akan


dilihat oleh-Nya, juga tidak akan di
bersihkan dan bagi mereka adzab yang

9
pedih.” Rasulullah mengulang-ngulang
perkataannya itu tiga kali. Abu dzar
berkata, “Sungguh celaka dan rugi
mereka itu ! siapa gerangan mereka itu,
wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda:
“ (1) Al Musbil (Orang yang
memanjangkan pakaiannya sampai
menutupi mata kaki.) (2) Al Mannan
(orang yang suka memberi sesuatu, tapi
suka mengungkit-mengungkit
pemberiannya) (3) dan orang yang
melariskan barang dagangannya
dengan sumpah bohong.” (HR. Muslim,
Abu dawud dan lainnya)

2. Dari Abu Hurairah t , ia berkata:

“Tatkala seorang laki-laki shalat dengan


meng-isbalkan kain sarungnya,
Rasulullah j berkata kepadanya: “Pergi
berwudhulah kamu!” diapun pergi
berwudhu, kemudian datang, Rasulullah
j bersabda: “Pergilah kamu berwudhu!”
Seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah “Wahai Rasulullah, kenapa
engkau menyuruhnya berwudhu
kemudian engkau membiarkannya?”
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya
dia itu shalat dengan mengisbalkan kain
sarungnya dan sesungguhnya Allah
tidak menerima shalat laki-laki yang
isbal.” (HR. Abu dawud dengan sanad
shahih dengan syarat Muslim)

10
Jika seseorang berkata: “Saya Isbal
tanpa kesombongan.” Kita katakan
kepadanya bahwa isbal itu sendiri –
meskipun tanpa niat sombong –
merupakan kesombongan, karena model
pakaian seperti itu penuh dengan
unsure kesombongan. Apalagi jika
mengikuti trend mode orang kafir.

3. Rasulullah r bersabda :
“Dan Hindarilah meng-isbalkan kain,
karena hal itu termasuk kesombongan
dan sesungguhnya Allah tidak suka
kesombongan.”
(HR Abu Daud dan Tirmidzi dengan
sanad shahih, Tirmidzi berkata: “Hadits
Hasan Shahih”)

3. Al Hafizh Ibnu Hajar, di dalam kitab


Fathul Bari mengatakan: “Sesungguhnya
isbal pasti akan berbentuk menjulurkan
pakaian (hingga menutupi mata kaki),
sedangkan menjulurkan pakaian pasti
membawa konsekuensi pada
kesombongan, sekalipun pelakunya
tidak bermaksud sombong.
Ini didukung oleh riwayat dari Ibnu Umar
d yang marfu’ (terangkat sampai)
kepada Nabi j , bahwa beliau bersabda:
“…Hati-hatilah kamu, jangan sekali-kali
kamu memanjangkan kain (hingga
menutupi mata kaki), sesungguhnya
memanjangkan kain merupakan
pangkal kesombongan.”

11
(Hadits shahih, silakan lihat di dalam
kitab Fathul Bari)

Ada yang mengatakan isbal itu tidak


haram, jika tanpa kesombongan.
Pendapat ini salah, sebab Rasulullah j
mengatakan bahwa isbal itu sendiri
merupakan madzhar (fenomena)
kesombongan, meskipun hati kita tidak
bermaksud begitu / tidak berniat
sombong.

Pertanyaannya, manakah yang lebih


kuat? Pendapat orang tersebut atau
perkataan Rasulullah j ? sedangkan
Rasulullah j berbicara berdasarkan
wahyu Alah, lihatlah firman Allah berikut
ini :
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu
menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan kepadanya.”
(An Najm:3-4)

C. Ancaman Neraka bagi orang yang


melakukan Isbal, sekalipun bukan
karena sombong.

Hadits dari Abu Hurairah d ,


bahwasanya Rasulullah j bersabda :

“Kain yang (menutupi) sampai bawah


mata kaki, maka mata kaki itu di
neraka.”

12
(HR Bukhari)
Jadi, panjang maksimal pakaian (bawah)
laki-laki muslim adalah sampai mata
kaki saja, tidak boleh lebih dari itu.

D. Perintah meninggikan/ mengangkat


kain di atas mata kaki

a. Dari Jabir bin Sulaim, bahwasanya


Rasulullah j bersabda :

“Angkatlah kainmu sampai dengan


setengah betis, kalau engkau tidak mau
maka sampai kedua mata kaki. Dan
hindarilah meng-isbal-kan kain, karena
hal itu termasuk kesombongan dan
sesungguhnya Allah tidak suka
kesombongan.”
(HR Abu Daud dan Tirmidzi dengan
sanad shahih. Tirmidzi berkata: “hadits
hasan shahih”)

b. Dari Amr bin Syarid d , ia berkata :


Rasulullah j melihat dari kejauhan
seseorang yang menjulurkan kainnya
(hingga menutupi mata kaki), kemudian
beliau bersegera sambil berlari-lari kecil
menuju kepadanya, lalu bersabda:
“Angkat (tinggikanlah) kainmu, dan
takutlah kepada Allah” (HR Ahmad serta
yang lainnya. Dan hadits ini serta
dengan persyaratan Bukhari – Muslim)
hadits ini memperlihatkan betapa
bersemangatnya Rasulullah ρ ketika

13
hendak menegur seseorang yang
mengisbalkan pakaiannya.

Menurut kaidah bahwa pada asalnya


perintah itu menunjukkan wajib,
berdasarkan firman Allah: “Maka
hendaknya orang-orang yang menyalahi
perintah-Nya tajut akan ditimpa fitnah
(kekafiran) atau ditimpa azab yang
pedih.” (An Nur: 63)

B. Larangan Isbal secara mutlak

1. dari Mughirah bin Syu’bah d , ia


berkata: Rasulullah j bersabda :
“Wahai Sufyan bin Sahl, jangan engkau
isbal, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang musbil.”
(HR Ahmad dan Ibnu Majah dan di-
hasan-kan oleh Syaikh Al Albani)

2. dari Jabir bin Sulaim, sesungguhnya


Rasulullah j bersabda kepadanya :
“hati-hatilah, jangan sekali-kali kamu
menjulurkan kain (hingga menutupi
mata kaki), karena sesungguhnya
menjulurkan kain (hingga menutupi
mata kaki) merupakan pangkal
kesombongan yang tidak sukai Allah.”
(HR Abu Daud dan Tirmidzi dengan
sanad shahih. Tirmidzi berkata: “hadits
hasan shahih”)

14
3. menurut kaidah bahwa pada
asalnya , suatu larangan
menunjukkan pengharaman,
berdasarkan sabda Rasulullah j :
“Apabila aku perintahkan kamu dengan
suatu perintah, maka datangi
(patuhilah) perintah itu semampu kalian,
dan apabila aku larang kamu terhadap
sesuatu, maka tinggalkanlah larangan
itu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Artinya jika ada perintah dari Rasulullah


j maka dikerjakan semampunya. Tapi
jika ada larangan dari Rasulullah j
maka harus ditinggalkan atau dengan
kata lain larangan tidak boleh
ditinggalkan dengan semampunya tapi
harus benar-benar ditinggalkan.
Karena hadits-hadits di atas berisi
tentang larangan-larangan dari
Rasulullah j , maka larangan tersebut
harus dijauhi dan tidak keringanan
baginya.

C. Batasan kain (bagian bawah ) untuk


laki-laki

Dari Abu Sa’id Al Khudry d , dia


berkata: “Rasulullah j bersabda :
“Batas kainnya orang muslim laki-laki itu
sampai dengan setengah betisnya.
Tidak dosa jika terletak diantara
setengah betis dan kedua mata kakinya.
Adapun yang ada dibawah mata kaki

15
maka itu bagiannya ada di neraka.
Barangsiapa yang emnjulurkan sarung
(kain)nya karena sombong maka Allah
tidak akan melihatnya di hari kiamat.”
(HR Ahmad, Abu Daud dengan sanad
shahih, Ibnu Majah, dan Malik)

D. Bagaimana dengan kaos kaki

Memakai kaos kaki bukan termasuk


isbal, sebab isbal ialah memanjangkan
pakaian (celana, sarung, gamis) yang
dipakai dari atas. Wallahu a’lam

E. Syubhat

Ada sebagian orang yang suka isbal


dengan berdalil pada kisah Abu Bakar t ,
beliau berkata: “Wahai Rasulullah ,
sesungguhnya sarung saya mengulur
(dengan sendirinya) kecuali kalau saya
terus memperhatikan dengan
memeganginya.” Maka Rasulullah j
berkata kepadanya, “Sesungguhnya
engkau bukan termasuk orang yang
melakukannya dengan disertai
kesombongan.” (HR Bukhari)

Berdalil dengan hadits ini untuk


membolehkan isbal adalah keliru , dia
entah lupa atau tidak tahu makna kata
“mengulur dengan sendirinya”.
Abu Bakar d tidak sengaja mengulurkan
kain sarungnya, ini tentu saja berbeda
dengan membuat atau memesan

16
pakaian yang melebihi mata kaki.
Janganlah kita mencari-cari alasan
dengan meninggalkan dalil-dalil yang
jelas dan shahih.

F. Bahwa Umat diperintah untuk ber-


uswah (mengambil Suri teladan dari
Nabi r )

Allah berfirman :
“Sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu yaitu bagi orang yang mengharap
rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat.”
(Al Ahdzb: 21)

Dalam hal ini, Nabi j sebagai manusia yang


paling bertakwa dan sebagai insan pilihan,
pakaiannya adalah setengah betis. (HR
Ahmad dan Tirmidzi dengan sanad shahih)

Rasulullah j tatkala melihat orang yang


isbal untuk menutupi aib kakinya, beliau
langsung memegang ujung kain bajunya
serta bertawadhu’ karena Allah sambil
berkata: “Hamba-Mu…” lalu berkata
kepada orang yang menjulurkan kain
karena untuk menutupi cacat kakinya itu:
“Sesungguhnya Allah tidak suka kepada
orang yang isbal.” (HR Ahmad, Ibnu Majah
dan Thabrani dan para perawinya tsiqah
jadi hadits ini derajatnya shahih)

Suatu hari Rasulullah j melihat Ubaid bin


Khalid mengenakan kain panjang melebihi

17
kedua mata kakinya, Rasulullah j langsung
mengatakan kepadanya.” Apakah kamu
tidak mendapatkan contoh dalam diri
saya?” (HR Tirmidzi dan An Nasa’i)

Jika kita mencintai Rasulullah j kita harus


mengikuti petunjuknya dan jangan
mencari-cari alasan yang tidak syar’i.

Ingatlah seorang shahabat Rasulullah yang


memanjangkan pakaian bawahnya, ketika
dikatakan oleh Rasulullah j . “Sebaik-baik
laki-laki adalah Khuraim Al Asadiy,
seandainya tidak terlalu panjang rambut
dan tidak isbal kainnya.” Maka tatkala
perkataan itu sampai kepada Khuraim, dia
langsung memotong rambut (kepalanya)
dan mengangkat kainnya.
(HR Abu Daud dengan sanad hasan ,
kecuali Qois ibn Bisyr yang masih
diperselisihkan tapi Imam Muslim telah
meriwayatkan hadits lewat beliau (yakni
lewat Qois ibn Bisyr))

Itulah kepatuhan Khuraim, dia langsung


menanggapi ungkapan Rasulullah j dengan
melaksanakan perintah Rasulullah j ,
tanpa mengatakan “Saya Isbal bukan
karena sombong”…inilah ciri muslim sejati.

Akhirnya marilah kita renungkan…


Rasulullah j adalah manusia yang paling
taqwa dan yang paling jauh dari
kesombongan. Beliau orang paling
tawadhu’. Tapi beliau menaikkan

18
pakaiannya di atas mata kakinya bahkan
sampai separuh betis.
(“Bahwasanya pakaian beliau Rasulullah j
sampai setengah betis.” HR Ahmad dan
Tirmidzi di dalam kitab Asy Syama’il dan
selain keduanya, hadits ini shahih)

Rasulullah j dan para shahabatnya d saja


mau melakukan hal ini. Bagaimana dengan
kita? Apakah kita adalah orang yang lebih
baik dari mereka?

MERAJALELANYA BUNYI-BUNYIAN [MUSIK]


SERTA DIANGGAP HALAL

Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil

MUKADIMAH
Artikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda
Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda
kiamat shugro (kecil) ialah tanda-tandanya yang kecil,
bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari
kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan
berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya
ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman
keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.

Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan


dakwah kepada iman kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir,
dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga

19
merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal
setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah
banyak tanda-tandanya yang nampak.
________________________________

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad bahwa Rasulullah


Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Pada akhir zaman akan terjadi tanah


longsor, kerusuhan, dan perubahan muka. 'Ada yang
bertanya kepada Rasulullah'. Wahai Rasulullah,
kapankah hal itu terjadi.? Beliau menjawab. 'Apabila
telah merajalela bunyi-bunyian (musik) dan penyanyi-
penyanyi wanita". [Bagian awalnya diriwayatkan oleh
Ibnu Majah 2:1350 dengan tahqiq Muhammad Fuad
Abdul Baqi. Al-Haitsami berkata : 'Diriwayatkan oleh
Thabrani dan di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin
Abiz Zunad yang padanya terdapat kelemahan,
sedangkan perawi-perawi yang lain bagi salah satu
jalannya adalah perawi-perawi shahih'. Majma'uz
Zawaid 8:10. Al-Albani berkata : 'Shahih'. Shahih Al-
Jami' Ash-Shaghir 3:216 hadits no. 3559]

Pertanda (alamat) ini telah banyak terjadi pada masa lalu,


dan sekarang lebih banyak lagi. Pada masa kini alat-alat
dan permainan musik telah merata di mana-mana, dan
biduan serta biduanita tak terbilang jumlahnya. Padahal,
mereka itulah yang dimaksud dengan al-qainat (penyanyi-
penyanyi) dalam hadits diatas. Dan yang lebih besar dari
itu ialah banyaknya orang yang menghalalkan musik dan
menyanyi. Padahal orang yang melakukannya telah
diancam akan ditimpa tanah longsor, kerusuhan (penyakit
muntah-muntah), dan penyakit yang dapat mengubah
bentuk muka, sebagaimana disebutkan dalam hadits
diatas. Dan disebutkan dalam Shahih Bukhari
rahimahullah, beliau berkata : telah berkata Hisyam bin
20
Ammar (ia berkata) : telah menceritakan kepada kami
Shidqah bin Khalid, kemudian beliau menyebutkan
sanadnya hingga Abi Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu
'anhu, bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda.

"Artinya : Sungguh akan ada hari bagi kalangan umat


kaum yang menghalal kan perzinaan, sutera, minuman
keras, dan alat-alat musik. Dan sungguh akan ada
kaum yang pergi ke tepi bukit yang tinggi, lalu para
pengembala dengan kambingnya menggunjingi mereka,
lantas mereka di datangi oleh seorang fakir untuk
meminta sesuatu. Mereka berkata, 'Kembalilah kepada
kami esok hari'. Kemudian pada malam harinya Allah
membinasakan mereka dan menghempaskan bukit itu
ke atas mereka, sedang yang lain (yang tidak binasa)
diubah wajahnya menjadi monyet dan babi sampai hari
kiamat".[Shahih Bukhari, Kitab Al-Asyrabah, Bab Maa
Jaa-a fi Man Yastahillu Al-Khamra wa Yusammihi bi
Ghairi Ismihi 10:51].

Ibnu Hazm menganggap bahwa hadits ini munqathi'


(terputus sanad atau jalan periwayatannya), tidak
bersambung antara Bukhari dan Shidqah bin Khalid [Al-
Muhalla, karya Ibnu Hazm 9:59, dengan tahqiq Ahmad
Syakir, Mansyurat Al-Maktab At-Tijari, Beirut].

Anggapan Ibnu Hazm ini disanggah oleh Ibnul Qayyim,


dan beliau menjelaskan bahwa pendapat Ibnu Hazm itu
batal dari enam segi [Tahdzib As-Sunan 5:270-272].

[1] Bahwa Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan


mendengar hadits darinya. Apabila beliau meriwayatkan
21
hadits darinya secara mu'an'an (dengan menggunakan
perkataan 'an /dari) maka hal itu telah disepakati sebagai
muttashil karena antara Bukhari dan Hisyam adalah
sezaman dan beliau mendengar darinya. Apabila beliau
(Bukhari) berkata : "Telah berkata Hisyam" maka hal itu
sama sekali tidak berbeda dengan kalau beliau berkata,
"dari Hisyam ....."

[2] Bahwa orang-orang kepercayaan telah


meriwayatkannya dari Hisyam secara maushul. Al-Ismaili
berkata di dalam shahihnya, "Al-Hasan telah
memberitahu-kan kepadaku, (ia berkata) : Hisyam bin
Ammar telah menceritakan kepada kami" dengan
isnadnya dan matannya.

[3] Hadits ini telah diriwayatkan secara shah melalui jalan


selain Hisyam. Al-Ismaili dan Utsman bin Abi Syaibah
meriwayatkan dengan dua sanad yang lain dari Abu Malik
Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu.

[4] Bahwa seandainya Bukhari tidak bertemu dan tidak


mendengar dari Hisyam, maka beliau memasukkan hadits
ini dalam kitab Shahih-nya menunjukkan bahwa hadits ini
menurut beliau telah sah dari Hisyam dengan tidak
menyebut perantara antara beliau dengan Hisyam. Hal ini
dimungkinkan karena telah demikian masyhur perantara-
perantara tersebut atau karena banyaknya jumlah mereka.
Dengan demikian hadits tersebut sudah terkenal dan
termasyhur dari Hisyam.

[5] Apabila Bukhari berkata dalam Shahih-nya, "Telah


berkata si Fulan", maka hadits tersebut adalah shahih
menurut beliau.

22
[6] Bukhari menyebutkan hadits ini dalam Shahih-nya dan
berhujjah dengannya, tidak sekedar menjadikannya syahid
(saksi atau pendukung terhadap hadits lain yang semakna),
dengan demikian maka hadits tersebut adalah shahih tanpa
diragukan lagi.

Ibnu Shalah[1] berkata : "Tidak perlu dihiraukan pendapat


Abu Muhammad bin Hazm Az-Zhahiri Al-Hafizh yang
menolak hadits Bukhari dari Abu Amir atau dari Abu
Malik". Lalu beliau menyebutkan hadits tersebut,
kemudian berkata. "Hadits tersebut sudah terkenal dari
orang-orang kepercayaan dari orang-orang yang
digantungkan oleh Bukhari itu. Dan kadang-kadang beliau
berbuat demikian karena beliau telah meyebutkannya pada
tempat lain dalam kitab beliau dengan sanadnya yang
bersambung. Dan adakalanya beliau berbuat demikian
karena alasan-alasan lain yang tidak laik dikatakan
haditsnya munqathi'. Wallahu a'lam. [Muqaddimah Ibnush
Shalah Fii 'Ulumil Hadits, halaman 32, terbitan Darul
Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, 1398H. Fathul-Bari 10:52].

Saya sengaja membicarakan hadits ini agak panjang


mengingat adanya sebagian orang yang terkecoh oleh
pendapat Ibnu Hazm ini serta menjadikannya alasan untuk
memperbolehkan alat-alat musik. Padahal, sudah jelas
bahwa hadits-hadist yang melarangnya adalah shahih, dan
umat ini diancam dengan bermacam-macam siksaan
apabila telah merajalela permainan musik yang melalaikan
(almalahi) dan merajalela pula kemaksiatan.

[Disalin dari buku Asyratus Sa'ah Fasal Tanda-Tanda


Kiamat Kecil oleh Yusub bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil
MA, Edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat hal. 108-
111 terbitan Pustaka Mantiq Penerjemah Drs As'ad Yasin
dan Drs Zaini Munir Fadholi]
23
_________
Foot Note.
[1] Beliau adalah Imam dan Ahli Hadits Al-Hafizh Abu
Amr Utsman bin Abdur Rahman Asy-Syahrazuri yang
terkenal dengan sebutan Ibnu Shalah, seorang ahli agama
yang zuhud dan wara' serta ahli ibadah, mengikuti jejak
Salaf yang Shalih. Beliau memiliki banyak karangan
dalam ilmu hadits dan fiqih, dan memimpin pengajian di
Lembaga Hadits Damsyiq. Beliau wafat pada tahun 643H
[Al-Bidayah Wan-Nihayah 13:168]

Tsa'labah Bin Hathib


Yazid bin Abdul Qadir Jawas

KATA PENGANTAR
Ibnu Abbas berkata : "Janganlah kalian
mencaci maki atau menghina para shahabat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sesungguhnya kedudukan salah seorang dari
mereka bersama Rasulullah sesaat itu lebih
baik dari amal seorang dari kalian selama 40
(empat puluh tahun)". (Hadits Riwayat Ibnu
Batthah dengan sanad yang shahih. Lihat
Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 469, Takhrij
Syaikh Al-Albani).
Menjunjung tinggi nama baik shahabat
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan
kewajiban syar'i dan merupakan tuntunan
agama. Memberikan penghormatan,
keridhaan, serta pujian kepada mereka adalah
salah satu prinsip dasar dari prinsip-prinsip
aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

24
Tulisan di bawah ini sengaja kami angkat
dengan maksud untuk Meluruskan Cerita
Tentang Tsa'labah bin Hathib, dimana
sebagian dari kaum muslimin sering
membawakan riwayat Tsa'labah untuk contoh
kebakhilan, tanpa berusaha untuk merujuk
atau memeriksa kembali kebenaran dari
riwayat tersebut.

HADITS TSA'LABAH BIN HATHIB


"Artinya : Celaka engkau wahai
Tsa'labah ! Sedikit engkau syukuri itu
lebih baik dari harta banyak yang
engkau tidak sanggup mensyukurinya.
Apakah engkau tidak suka menjadi
seperti Nabi Allah ? Demi yang diriku di
tangan-Nya, seandainya aku mau
gunung mengalirkan perak dan emas,
niscaya akan mengalir untukku".
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bawardy,
Al-Baghawy, Ibnu Qani', Ibnu Sakan, Ibnu
Syahiin, Thabrany, Dailamy dan Al-Wahidi
dalam Asbabun Nuzul (hal. 191-192). Semua
meriwayatkan dari jalan Mu'aan bin Rifa'ah
As-Salamy dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim
bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-
Baahiliy, ia berkata : "Bahwasanya Tsa'labah
bin Hathib Al-Anshary datang kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia
berkata : 'Ya Rasulullah, berdo'alah kepada
Allah agar aku dikaruniai harta'. Lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda : "(Ia menyebutkan lafadz hadits di
atas)".

25
Kemudian ia berkata, demi Dzat yang
mengutusmu dengan benar, seandainya
engkau memohonkan kepada Allah agar aku
dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku
akan memberikan haknya (zakat/sedekah)
kepada yang berhak menerimanya. Lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
berdo'a : 'Ya Allah, karuniakanlah harta
kepada Tsa'labah'.
Kemudian ia mendapatkan seekor
kambing. Lalu kambing itu tumbuh beranak
sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah
terasa sempit baginya. Sesudah itu, ia
menjauh dari Madinah dan tinggal di satu
lembah (desa). Karena kesibukannya, ia hanya
berjama'ah pada shalat Dhuhur dan Ashar
saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya.
Kemudian kambing itu semakin banyak, maka
mulailah ia meninggalkan shalat berjama'ah
sampai shalat Jum'ah pun ia tinggalkan.
Suatu ketika Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bertanya kepada para
shahabat : "Apa yang dilakukan Tsa'labah ?"
Mereka menjawab : "Ia mendapatkan seekor
kambing, lalu kambingnya bertambah banyak
sehingga kota Madinah terasa sempit baginya
...." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam mengutus dua orang untuk mengambil
zakatnya seraya berkata : "Pergilah kalian ke
tempat Tsa'labah dan tempat fulan dari Bani
Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua".
Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa'labah
untuk meminta zakatnya. Sesampainya di
sana dibacakan surat dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Serta merta

26
Tsa'labah berkata : "Apakah yang kalian minta
dari saya ini pajak atau sebangsa pajak ? Aku
tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian
minta ini !.
Lalu keduanya pulang dan menghadap
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala
beliau melihat keduanya (pulang tidak
membawa hasil), sebelum berbicara, beliau
bersabda : "Celaka engkau, wahai Tsa'labah !
Lalu turun ayat :
"Artinya : Dan diantara mereka ada
yang telah berikrar kepada Allah :
'Sesungguhnya jika Allah memberikan
sebahagian karunia-Nya kepada kami,
pastilah kami akan bersedekah dan
pastilah kami termasuk orang-orang
yang shalih. Maka setelah Allah
memberikan kepada mereka sebahagian
dari karunia-Nya, mereka kikir dengan
karunia itu dan berpaling, dan mereka
memanglah orang-orang yang selalu
membelakangi (kebenaran)". (At-Taubah
: 75-76).
Setelah ayat ini turun, Tsa'labah datang
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia
mohon agar diterima zakatnya. Beliau
langsung menjawab : "Allah telah melarangku
menerima zakatmu". Sampai Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam wafat, beliau tidak mau
menerima sedikitpun dari zakatnya. Dan Abu
Bakar, Umar, serta Usman-pun tidak mau
menerima zakatnya di masa khilafah mereka.

KETERANGAN :
Hadits ini sangat Lemah Sekali.

27
Dalam sanad hadits ini ada dua rawi yang
lemah :
1. Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik, seorang rawi
yang sangat lemah.
 Imam Al-Bukhari dalam kitabnya berkata
: "Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik Al-Alhany
Ad-Dimasyqy adalah rawi munkarul
hadits". (Lihat : Adh Dhu'afaa'us
Shaghiir No. 255).
 Imam Nasa'i berkata : "Ia meriwayatkan
dari Qasim (bin Abdur Rahman), ia
matrukul hadits". (Lihat : Adh-Dhua'faa
wal Matrukiin No. 455).
 Imam Daruquthny berkata : "Ia seorang
matruk (yang ditinggalkan)".
 Imam Abu Zur'ah berkata : "Ia bukan
orang yang kuat". (Periksa : Mizanul
I'tidal 3:161, Taqribut Tahdzib 2:46, Al-
Jarhu wat Ta'dil 6:208, Lisanul Mizan 7
:314).
2. Mu'aan bin Rifaa'ah As-Salamy,
seorang rawi yang lemah.
 Ibnu Hajar berkata : "Ia rawi lemah dan
sering memursalkan hadits". (Periksa :
Taqribut Tahdzib :258).
 Kata Imam Adz-Dzahabi : "Ia tidak kuat
haditsnya". (Periksa Mizanul I'tidal
4:134).

Para Ulama yang melemahkan hadits-


hadits ini diantaranya ialah :
 Ibnu Hazm, ia berkata : "Riwayat ini
Bathil". (Al-Muhalla 11:207-208).

28
 Al-Iraqy berkata : "Riwayat ini Dha'if".
(Lihat Takhrij Ahadist Ihya Ulumudin
3:272)
 Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata :
"Riwayat tersebut Dha'if dan tidak boleh
dijadikan hujjah". (Lihat : Fathul Bari 3
:266).
 Ibnu Hamzah menukil perkataan Baihaqi
: "Dha'if". (Lihat Al-Bayan wat Ta'rif 3:66-
67).
 Al-Manawi berkata : "Dha'if" (Lihat :
Faidhul Qadir 4:527).

RIWAYAT YANG BENAR


Tsa'labah bin Hathib adalah seorang shahabat
yang ikut dalam perang Badar sebagaimana
disebutkan oleh :
 Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsiqaat
3:36.
 Ibnu Abdil Barr dalam kitab Ad-Durar.
halaman 122.
 Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla
11:208
 Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam kitab Al-
Ishaabah fil Tamyiizis Shahaabah I:198
Dalam buku At-Tasfiyah wat Tarbiyah wa
Atsarihima Fisti'nafil Hayat Al-Islamiyyah (hal.
28-29) oleh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-
Halabi Al-Atsary disebutkan pembelaan
terhadap shahabat Tsa'labah bin Hathib, ia
berkata : "Tsa'labah bin Hathib adalah
shahabat yang ikut (hadir) dalam perang
Badr".
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda tentang ahli Badar.

29
"Artinya : Tidak akan masuk Neraka
seseorang yang ikut serta dalam perang
Badar dan perjanjian Hudaibiyah".
(Hadits Riwayat Ahmad 3:396).

SIKAP KITA
Sesudah kita mengetahui kelemahan
riwayat ini maka tidak halal bagi kita
membawakan riwayat Tsa'labah bin Hathib
untuk contoh kebakhilan, karena bila kita
bawakan riwayat itu berarti :
1. Kita berdusta atas nama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Kita menuduh shahabat ahli Surga
dengan tuduhan yang jelek.
3. Kita berdusta kepada orang yang kita
sampaikan cerita tersebut kepadanya.
Ingat, kita tidak boleh sekali-kali
mencela, memaki atau menuduh dengan
tuduhan yang jelek kepada para shahabat
Rasululluh shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau bersabda :
"Artinya : Barangsiapa mencela
shahabatku, maka ia mendapat laknat
dari Allah, malaikat dan seluruh
manusia". (Hadits Riwayat Thabrani)
Wallaahu a'lam bish shawaab

MENGGAPAI KEHIDUPAN BAHAGIA


Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dy

30
Muqaddimah

Segala puji bagi Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada


Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan
rasulNya. Semoga shalawat dan salam tetap atas beliau,
keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Amma ba'du. Ketenangan hati, kebahagiaannya dan


hilangnya kegundahan adalah keinginan setiap orang.
Dengan itulah kehidupan yang baik, perasaan senang dan
tenteram dapat dicapai. Dan untuk mendapatkan itu semua
ada beberapa faktor yang harus dipenuhi. Ada faktor
diniyah (keagamaan), faktor alami dan faktor amaliah
(amal, pekerjaan). Hanya orang-orang mu'min saja yang
mampu memenuhi tiga faktor tersebut. Adapun selain
orang-orang mu'min, maka, kalaupun dari satu segi,
sebagian dari faktor-faktor tersebut dapat dicapai dengan
jasa dan usaha para cendekiawan mereka; akan tetapi
banyak segi-segi lain yang lebih bermanfaat, lebih kuat
dan lebih baik -baik jangka pendek atau jangka panjang-
yang tidak mampu mereka dapatkan.

Dalam buku kecil ini saya akan menyebutkan apa yang


ada dalam benak saya sehubungan dengan faktor-faktor
yang menunjang tercapainya kebahagiaan sebagai cita-cita
utama yang diinginkan oleh setiap orang.

Ada sebagian orang yang sudah memenuhi sebagian besar


dari faktor-faktor tersebut, sehingga dapat hidup dengan
tenang dan baik. Ada sebagian lagi sama sekali tidak
memenuhi faktor-faktor tersebut, sehingga dia hidup
sengsara dan tidak bahagia. Dan ada lagi yang setengah-
setengah. Hanya Allah lah yang mampu memberikan

31
taufik dan pertolongan untuk menggapai semua kebaikan
dan menolak setiap kemudharatan.

Pasal pertama :

Iman dan Amal Shalih

1. Faktor paling penting dan paling mendasar untuk


menggapai bahagia adalah: Iman dan amal shalih. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-


laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguh-nya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memberita-kan


dan menjanjikan bagi orang yang dapat mengumpul-kan
antara iman dan amal shalih untuk mendapatkan
kehidupan yang baik di dunia ini dan balasan yang baik
pula di dunia dan akhirat.

Sebabnya sudah jelas, karena orang yang beriman kepada


Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan iman yang benar yang
dapat membuahkan amal shalih dan dapat memperbaiki
kondisi hati, moral (tingkah lakunya), atau urusan
keduniaan dan akhiratnya, berarti dia sudah mem-punyai
pondasi dan dasar yang kuat untuk menghadapi segala
kemungkinan. Kemungkinan baik yang mendatang-kan
kebahagiaan dan kesenangan atau kemungkinan bu-ruk
yang dapat mendatangkan kegoncangan, kesumpekan dan
kesedihan.
32
Kebahagiaan dan kesenangan mereka sambut dengan
menerimanya, mensyukurinya dan mempergunakannya
untuk hal-hal yang bermanfaat. Dan bila mereka berhasil
menerima dan mempergunakannya dengan cara semacam
itu, maka akan timbullah sebagai buahnya --dari
akumulasi suka cita dan keinginan untuk mempertahankan
kebera-daan dan keberkahan nikmat tersebut serta harapan
untuk memperoleh pahala syukur-- hal-hal besar lainnya
yang kebaikan dan keberkahannya melebihi kebahagiaan
dan kesenangan yang pertama.

Begitu pula dengan cobaan, kemudharatan, kesempitan


dan keruwetan. Yang mampu dia atasi dia pecahkan, yang
hanya dapat dia minimalisasi dia lakukan dan yang tidak
boleh tidak harus dia hadapi dia hadapi dengan kesabaran.
Dan sebagai dampak dari akumulasi 'kemampuan meng-
hadang ujian plus percobaan dan kekuatan' juga akumulasi
dari 'kesabaran plus pengharapan akan pahala' maka
mereka akan mendapatkan hal-hal besar lainnya yang
dengan hal-hal tersebut semua ujian dan cobaan apapun
tidak akan terasa bahkan akan berubah menjadi kese-
nangan dan harapan-harapan baik serta keinginan untuk
mendapatkan karunia dan pahala dari Allah Subhanahu wa
a'ala.

Seperti yang diungkapkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa


sallam dalam sebuah hadits shahih, beliau bersabda:

"Sungguh luar biasa urusan seorang mu'min itu.


Sesungguh-nya setiap urusannya (akan mendatangkan)
kebaikan. Bila dia mendapatkan kesenangan, dia
bersyukur dan (syukur) itu adalah kebaikan untuknya. Bila
dia mendapatkan musibah, dia bersabar dan (sabar) itu
adalah kebaikan untuknya. Hal itu tidak (diberikan) untuk
siapa pun kecuali untuk seorang mu'min." (HR. Muslim)
33
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memberitahukan bahwa seorang mu'min akan dilipat-
gandakan kebaikannya dan buah amal-amalnya dalam
kondisi yang dia hadapi, dalam kondisi nikmat atau
musibah.

Oleh karena itu, anda bisa mendapati dua orang yang


mendapatkan ujian yang sama atau nikmat yang sama,
tetapi ternyata, keduanya berbeda dalam cara mengha-
dapinya. Hal itu kembali pada perbedaan keduanya dalam
kualitas iman dan amal shalihnya.

Yang satu dapat menghadapi kondisi nikmat atau musibah


dengan syukur dan sabar, sehingga dia merasa senang dan
suka cita. Sementara kesumpekan, keruwetan,
kegundahan, perasaan sempit dada dan kesulitan hidup
juga akan hilang, dan akhirnya dia bisa mendapatkan
kehidupan yang baik di dunia ini.

Adapun orang satunya lagi, dia sambut kondisi nikmat


dengan keangkuhan, menolak kebenaran dengan kezha-
liman, sehingga moral dan tingkah lakunya menjadi
melenceng. Dia sambut kondisi nikmat itu seperti hewan,
dengan penuh tamak dan loba. Walaupun demikian,
hatinya tetap tidak merasa tenang bahkan terasa seperti
dicabik-cabik dari segala penjuru. Dia khawatir kalau apa
yang dia nikmati hilang, dia khawatir akan banyaknya
tantangan-tantangan yang timbul menghadangnya, dia
khawatir dan tidak tenang. Karena hawa nafsu itu tidak
akan berhenti pada batas tertentu, tapi dia akan terus ingin
mendapatkan yang lainnya lagi yang barangkali bisa dia
raih, bisa juga tidak. Kalau berhasil diraih, kekhawatiran-
kekhawatiran yang pertama tadi akan menghampirinya.
Dia juga akan sambut musibah yang menghadangnya
dengan kegoncangan, kegundahan, rasa takut dan jengkel.
34
Bila sudah demikian, jangan tanyakan lagi bagaimana dia
akan ditimpa kesulitan hidup, ditimpa penyakit-penyakit
saraf dan perasaan takut yang mengkhawatirkan. Karena
dia saat itu tidak mengharapkan pahala dari Allah dan
tidak punya kesabaran yang dapat menghibur dan
membuat penderitaannya berkurang.

Hal di atas dapat kita saksikan sendiri dalam kenyataan.


Bila anda renungi kondisi orang-orang sekarang ini, anda
akan melihat bahwa perbedaan yang besar antara seorang
mu'min yang bekerja dan bertindak dengan konsekwensi
keimanannya dengan yang tidak demikian, yaitu bahwa
agama itu sangat mendorong dan menganjurkan agar
orang bersifat qona'ah (menerima) dengan rezeki Allah
Subhanahu wa Ta'ala, karunia dan kemurahanNya yang
bermacam ragam.

Seorang mu'min --bila ditimpa penyakit, kefakiran dan


berbagai musibah yang dapat menimpa setiap orang--
dengan keimanannya, juga dengan sifat qona'ah dan
kerelaannya atas apa yang diberikan Allah kepadanya, dia
akan tetap terlihat tenang. Hatinya tidak menuntut men-
capai sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya dan tidak
melirik kepada orang yang berada di atasnya. Dan
barangkali kebahagiaan, kesenangan dan ketenangannya
melebihi orang yang berhasil meraih tuntutan-tuntutan
duniawinya tetapi tidak qana'ah.

Sebagaimana anda juga dapat menyaksikan orang yang


bertindak dan beramal tidak sesuai dengan konsekwensi
keimanan, bila ditimpa sedikit kekurangan atau tidak ber-
hasil meraih sebagian tuntutan duniawinya, dia merasa di
puncak kesengsaraan dan kesusahan. Contoh lain, apabila
terjadi hal yang menakutkan atau hal-hal yang
mengganggu lainnya, anda akan lihat bahwa orang yang
benar iman-nya, hatinya kuat, jiwanya tenang, dia mampu
35
mengurus dan menjalani apa yang menimpanya dengan
kemampuan pikiran, perkataan dan amalnya. Semua itu
akan memper-kuat dirinya bila berhadapan dengan
gangguan atau musibah yang menimpanya. Kondisi
semacam inilah yang dapat menenangkan manusia dan
menguatkan hatinya.

Sebaliknya kondisi orang yang tidak mempunyai iman,


bila terjadi suatu hal yang menakutkan, hatinya gundah,
urat sarafnya menegang, pikirannya kacau, rasa takut dan
khawatir masuk ke dalam dirinya. Berkumpullah pada
diri-nya perasaan takut dari luar dengan kegoncangan
batinnya yang sulit untuk diketahui hakikatnya. Orang
dengan tipe semacam itu --bila tidak didukung faktor-
faktor alamiah dengan banyak latihan-- akan kehilangan
semangat dan stres. Sebab dia tidak mempunyai iman
yang dapat mendorongnya bersikap sabar, khususnya
dalam kondisi-kondisi tegang dan menyedihkan.

Orang baik dan orang jahat juga orang mu'min dan orang
kafir, sama-sama berpotensi untuk belajar dan bisa berani.
Juga sama-sama mempunyai potensi kejiwaan yang dapat
melunakkan dan meringankan hal-hal yang menakut-kan.
Hanya saja, seorang mu'min mempunyai keunggulan
dengan imannya, kesabaran dan tawakkalnya kepada
Allah serta harapannya untuk mendapatkan pahala dari
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal-hal inilah yang
menambah rasa keberaniannya, memperingan beban
takutnya juga me-ringankan musibah yang menimpanya.
Seperti difirman-kan Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya


mereka pun menderita kesakitan (pula) sebagaimana kamu
menderita-nya, sedang kamu mengharap dari Allah apa
yang tidak mereka harapkan." (An-Nisa': 104)

36
Selain itu dia akan mendapatkan pertolongan Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan 'kebersamaanNya'. Dan hal itu
dapat menghancurkan perasaan takutnya. Allah Subha-
nahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya Allah bersama


orang-orang yang sabar." (Al-Anfal: 46)

2. Termasuk di antara faktor-faktor yang dapat


menghilangkan kesedihan, musibah dan kegoncangan hati
adalah: Berbuat baik kepada makhluk, baik dengan per-
kataan, perbuatan dan berbagai macam perbuatan baik
lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menolak kese-dihan dan


musibah dari orang shalih dan orang yang jahat sesuai
dengan perbuatan baik yang dilakukan. Hanya saja bagi
seorang mu'min akan mendapatkan porsi yang lebih
sempurna. Dan yang membedakan seorang mu'min dari
yang lainnya, bahwa kebaikan yang dia lakukan didorong
oleh keikhlasan dan harapan mendapatkan pahala dari
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan hal itu memudahkan
baginya mendapatkan kebaikan yang dia inginkan. Allah
Subhanahu wa Ta'ala juga akan menolak hal-hal yang
tidak dia sukai karena berkah keikhlasan dan harapan
mereka akan pahalaNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan


mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya
pahala yang besar." (An-Nisa': 114)

37
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala
menginformasikan bahwa hal-hal yang disebutkan tadi
semuanya akan bernilai kebaikan bagi orang yang
melakukannya. Dan sebuah kebaikan biasanya
mendatangkan kebaikan serta menolak keburukan.
Seorang mu'min yang hanya mengharapkan pahala Allah
Subhanahu wa Ta'ala akan mendapatkan balasan yang
besar yang di antaranya adalah dalam bentuk hilangnya
kesedihan, musibah, dan hal-hal yang mengganggu
lainnya.

Pasal kedua :

Aktifitas, Ilmu Dan Konsentrasi

Di antara faktor yang dapat mengatasi goncangan jiwa


karena tegangnya urat saraf dan hati yang galau ialah:
"Menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas atau dengan
mempelajari ilmu yang bermanfaat." Aktifitas semacam
ini bisa mengalihkan perhatian hati seseorang dari hal-hal
yang dapat menggoncangkan hatinya. Bahkan, mungkin
mampu melupakan faktor-faktor yang mendatangkan
kesedihan dan musibah, jiwanya menjadi senang dan
sema-ngatnya pun bertambah. Faktor-faktor semacam ini
bisa berlaku kepada orang yang beriman dan lainnya.
Hanya saja, orang yang beriman unggul dengan keimanan
dan keikhlasannya ketika dia menyibukkan diri dengan
ilmu yang dia pelajari atau dia ajarkan, juga dengan
perbuatan baik yang dia lakukan. Jika yang dia lakukan
berbentuk ibadah maka tentu nilainya adalah ibadah. Jika
berbentuk pekerjaan atau kebiasaan duniawi dia ikuti
dengan niat yang baik dan dimaksudkan untuk
membantunya dalam ibadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Dan karena itu semua, maka faktor-faktor tersebut
38
sangat berperan dalam menghilangkan kesedihan dan
berbagai macam musibah. Betapa banyak orang yang
ditimpa kegoncangan hati dan kesedihan yang berlarut,
sampai akhirnya ditimpa berbagai macam penyakit.
Ternyata obat yang paling tepat untuk itu adalah dengan
melupakan faktor-faktor yang membuatnya gelisah dan
menyibukkan diri dengan aktifitas-aktifitas pentingnya.

Karena itu hendaklah kita memilih kesibukan yang di-


senangi dan diinginkan oleh jiwa. Sebab yang demikian
ini dapat mempercepat hasil yang dimaksudkan. Wallahu
a'lam.

Di antara hal yang juga dapat menolak kesedihan dan


kegelisahan adalah mengkonsentrasikan segenap pikiran
pada tugas/pekerjaan yang ada pada hari itu, tidak
memikirkan hal yang masih akan datang serta kesedihan
yang pernah terjadi. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam mohon perlindungan dari Al-Ham dan Al-Huzn.
Al-Huzn artinya kesedihan atas hal-hal yang telah berlalu
yang sudah tidak mungkin ditolak dan diraih kembali. Al-
Ham artinya kesedihan yang terjadi karena perasaan takut
akan hal yang akan datang. Dengan demikian, seorang
hamba akan menjadi "Ibnu Yaumih" (putra harinya), dia
akan giat dan bersungguh-sungguh memperbaiki hari dan
waktu yang dia ada saat itu. Bila hati dikonsentrasikan
untuk hal ini, dia akan berusaha menyempurnakan semua
tugasnya. Dengan demikian dia akan terhibur dari
kesedihan dan musibahnya. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam membaca do'a atau mengajarkan umatnya
berdo'a, pada hakikatnya dia memberikan dorongan --
tentu dengan bantuan Allah dan karuniaNya-- semangat
dan kesungguhan mencapai prestasi dan menolak
kegagalan sebagaimana yang diminta dalam do'a. Karena
do'a itu bergandeng dengan amal. Setiap hamba berusaha
men-dapatkan apa yang bermanfaat baginya dunia akhirat.
39
Dan dia juga berdo'a memohon pertolongan Allah
Subhanahu wa Ta'ala agar sukses mendapat apa yang dia
inginkan. Seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam:

"Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat


bagi-mu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan
janganlah kamu bersikap lemah. Bila kamu ditimpa
sesuatu, janganlah kamu mengatakan: 'Seandainya saya
bertindak begini, tentu (hasil-nya) akan begini dan begini.'
Tapi katakanlah: 'Allah sudah mentakdirkan dan Allah
berbuat apa yang Dia kehendaki.' Sebab, sesungguhnya
perkataan 'Seandainya ...' akan mem-buka (pintu)
perbuatan syaithan." (HR. Muslim)

Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa


sallam menghimpun antara perintah berusaha meraih yang
bermanfaat dalam setiap kondisi dengan perintah mohon
pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
perintah agar tidak memperturutkan sikap lemah yang
merupakan cerminan dari sifat malas yang berbahaya.
Semua itu dikumpulkan dengan perintah pasrah terhadap
hal-hal yang sudah berlalu dan selalu memperhatikan
qadha' dan qadar Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Di sini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membagi


urusan manusia menjadi dua bagian: Pertama, bagian yang
dibolehkan bagi seorang hamba berusaha mendapat-
kannya, menolaknya atau meringankannya. Bagian kedua
adalah bagian yang tidak boleh/tidak bisa disikapi seperti
di atas. Di sini seorang hamba dituntut tenang, rela dan
menerima. Dan tidak diragukan lagi bahwa memperhati-
kan sikap semacam ini adalah faktor memperoleh
kesenangan dan melenyapkan kesedihan.

40
Pasal ketiga :

Dzikir, Ingat Nikmat, dan Melihat ke Bawah

Termasuk faktor utama yang mendatangkan sikap lapang


dada dan ketenangan adalah "Banyak dzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala." Dzikir kepada Allah Subha-nahu
wa Ta'ala itu memberikan pengaruh ajaib untuk
mendapatkan sikap lapang dada dan ketenangan serta
menghilangkan kesedihan dan musibah. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:

"Ingat, dengan dzikir kepada Allah hati akan menjadi


tenang." (Ar-Ra'du: 28)

Dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala itu akan


memberikan pengaruh yang besar dalam menggapai
bahagia. Karena dia mempunyai keistimewaan dan karena
adanya harapan hamba untuk mendapatkan pahala dan
balasan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Di antaranya pula adalah: "Ingat dan membicara-kan


nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tampak
maupun yang tidak tampak." Dengan mengetahui dan
membicarakannya niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala
akan menolak kesedihan yang ada dan mendorong hamba
untuk selalu bersyukur. Syukur adalah sikap yang sangat
mulia dan berkedudukan terpuji, bahkan walaupun dia
berada dalam kondisi fakir, sakit dan berbagai macam
ujian lainnya. Bila seorang hamba ingin membandingkan
antara nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
banyaknya tidak dapat dihitung dengan jumlah musibah
yang menimpa, tentu musibah itu tiada artinya.

41
Bahkan, bila ada musibah yang menimpa hamba lalu dia
hadapi dengan kesabaran, rela dan sikap menerima, maka
akan ringanlah bebannya. Sementara, harapannya
mendapatkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
ibadahnya kepada Allah dengan menjalankan perintah
bersabar dan rela, akan mengubah sesuatu yang pahit
menjadi manis. Manisnya pahala membuatnya lupa akan
pahitnya sikap sabar.

Termasuk faktor yang sangat mendukung dalam hal ini


adalah "Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam sebuah hadits shahih." Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:

"Lihatlah orang yang ada di bawah kalian dan janganlah


kalian melihat orang yang di atas kalian. Sesungguhnya
hal ini (lebih baik bagi kalian sehingga kalian tidak
meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepada kalian."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Bila seorang hamba meletakkan di depan matanya cara


pandang yang mulia ini, dia akan melihat bahwa dirinya
mengungguli sebagian besar orang dalam masalah kese-
hatan dan rezkinya, bagaimana pun kondisi dia sebenar-
nya. Dengan demikian akan hilanglah kegelisahan, kese-
dihan dan musibahnya, dan bertambahlah perasaan se-
nangnya serta harapannya untuk mendapatkan juga nik-
mat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada orang-
orang yang ada di atasnya.

Setiap kali seorang hamba merenungi nikmat-nikmat


Allah Subhanahu wa Ta'ala baik yang tampak maupun
tidak tampak, urusan agama maupun duniawi, dia akan
mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
memberikan kepadanya banyak kebaikan dan mencegah
berbagai bencana. Dan pasti, hal ini dapat menghilangkan
42
kesedihan dan mendatangkan kebahagiaan serta kese-
nangan.

Pasal keempat :

Ikhtiar dan Do'a

Termasuk hal-hal yang dapat mendatangkan kesenangan


dan menghilangkan kesedihan adalah "Berusaha
menghilangkan faktor yang menyebabkan kesedihan
tersebut serta berusaha mencari faktor yang dapat
mendatangkan kesenangan yang diinginkan." Caranya
yaitu melupakan musibah-musibah yang sudah berlalu dan
tidak mungkin bisa diatasi. Juga harus memahami,
menyibukkan pikiran dengan hal-hal tersebut adalah
perbuatan sia-sia, tidak berguna, dan gila. Dengan
demikian dia berusaha agar hatinya tidak lagi memikirkan
hal-hal tersebut, berusaha menghilangkan kegelisahan
hatinya kekurangan, perasaan takut atau lainnya dari
kekhawatiran yang dia bayangkan pada masa depan. Maka
dia memahami bahwa masa depan tidak bisa diketahui,
termasuk di dalamnya masalah kebaikan, kejelekan,
harapan-harapan dan musibah. Semuanya berada di
Tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Perkasa
dan Maha Bijaksana. Manusia tidak kuasa apa-apa kecuali
berusaha mendapatkan kebaikan dan menolak kemudha-
ratan.

Dengan demikian seorang hamba mengetahui, bila dia


tidak gelisah memikirkan nasibnya yang akan datang, ber-
tawakkal kepada Allah untuk memperbaiki nasibnya serta
merasa tentram dengannya, maka hatinya akan tenang,
kondisinya akan membaik dan akan hilang kesedihan dan
kegelisahannya.
43
Termasuk hal yang paling berguna untuk me-nyambut
masa depan yang baik adalah : Menggunakan do'a yang
pernah dipanjatkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam:

"Ya Allah, perbaikilah agamaku yang merupakan urusan


pokokku, perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat
kehidupanku, perbaikilah akhiratku yang ke sanalah
tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini tambahan
bagiku dalam setiap kebaikan dan (jadikanlah) kematian
itu keterlepasan bagiku dari setiap keburukan." (HR.
Muslim)

Begitu pula do'a beliau:

"Ya Allah, aku mengharapkan rahmatMu, maka janganlah


Kau pasrahkan (urusan)ku pada diriku sendiri walau
sekejap mata. Dan perbaikilah urusanku semuanya. Tidak
ada sesembahan yang haq melainkan Engkau." (HR. Abu
Daud dengan sanad shahih)

Bila seorang hamba memanjatkan do'a ini -untuk kebaikan


agama dan dunianya pada masa yang akan datang- disertai
hati yang hadir, niat yang benar dan memang berusaha
untuk itu, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengabulkan do'a, harapan dan apa yang dia usahakan.
Berubahlah kesedihannya menjadi kebahagiaan dan ke-
senangan.

Pasal kelima :

Siap Mental

44
Termasuk faktor-faktor yang bermanfaat meng-hilangkan
kegelisahan dan kesedihan, saat ditimpa musibah adalah:
"Berusaha meringankannya dengan cara memperkirakan
kemungkinan terburuk yang bakal terjadi kemudian
mempersiapkan mental untuk menghadapinya." Bila
sudah dipikirkan, hendaklah berusaha meminimalisir
persoalan sesuai kemampuannya. Dengan kesiapan mental
berikut usaha yang maksimal, akan hilanglah kesedihan-
nya. Sebaliknya, berusaha untuk meraih kebaikan dan
menolak kemudharatan, semampu yang dia lakukan.

Bila seorang hamba dihadapkan dengan ketakutan, sakit,


kekurangan, atau tidak dapat meraih keinginannya yang
bermacam-macam, hendaklah dia hadapi dengan tenang
dan kesiapan mental, bahkan untuk menghadapi yang
lebih berat sekalipun. Sebab, kesiapan mental menghadapi
musibah akan mengecilkan musibah tersebut dan
menghilangkan bobotnya. Terutama, bila ia berusaha
melawan, sesuai kemampuan. Sehingga dia dapat
memadukan antara kesiapan mental dan usaha maksimal
yang dapat mengalihkan perhatiannya dari musibah yang
datang. Dia dapat berusaha untuk selalu memperbaharui
kekuatannya menghadapi musibah disertai dengan
tawakkal dan yakin kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Tidak diragukan lagi, yang demikian ini berperan besar
mendatangkan kesenangan dan kelapangan dada serta
pahala yang cepat (di dunia) ataupun yang lambat (di
akhirat). Ini adalah fakta, banyak yang telah
membuktikannya.

Pasal keenam :

Tegar dan Tawakkal

45
Salah satu cara ampuh untuk pengobatan pe-nyakit
saraf/kejiwaan bahkan juga penyakit-penyakit fisik, adalah
dengan menghadirkan: "Hati yang kuat, tegar dan tidak
terpengaruhi oleh ilusi dan khayalan pikiran-pikiran
negatif." Sebab, bila seseorang sudah mau menerima
khayalan-khayalan, hatinya memberikan reaksi terhadap
berbagai pengaruh dari luar, seperti perasaan takut akan
penyakit dan lain sebagainya, atau perasaan marah dan
merasa terganggu sekali karena hal-hal yang menyakitkan
atau karena memikirkan musibah yang akan menimpa atau
kenikmatan yang akan hilang; semua itu akan meneng-
gelamkannya dalam kesedihan, penyakit rohani maupun
jasmani dan menghancurkan jiwanya. Dampak buruk dan
bahayanya sudah banyak diketahui oleh orang-orang.

Jika hati bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,


bertawakkal kepadaNya, tidak menyerah pada prasangka-
prasangka buruk, tidak dikuasai khayalan-khayalan
negatif, yakin serta mengharapkan sekali karunia Allah
Subhanahu wa Ta'ala, maka akan terusirlah perasaan sedih
dan hilanglah berbagai macam penyakit fisik dan jiwa.
Hati bisa mendapatkan kekuatan, kelapangan dan
kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan. Banyak rumah
sakit yang penuh dengan pasien yang sakit karena pra-
sangka-prasangka buruk dan khayalan-khayalan
menyesatkan. Banyak orang yang kuat hatinya tapi masih
terpengaruh dengan hal tersebut --apalagi orang yang
memang lemah hatinya--. Dan betapa sering hal tersebut
menyebabkan kedunguan dan kegilaan! Orang yang sehat
dan selamat adalah yang diselamatkan Allah Subhanahu
wa Ta'ala dan diberiNya taufik untuk berusaha menda-
patkan faktor-faktor yang bisa menguatkan hatinya dan
mengusir kegelisahannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

46
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkannya." (Ath-Thalaq: 3)

Artinya Allah akan mencukupkan untuknya semua apa


yang dia butuhkan dari urusan agama dan dunianya.

Maka orang yang bertawakkal kepada Allah Subhanahu


wa Ta'ala, hatinya kuat. Tidak dapat dipengaruhi
prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh
peristiwa-peristiwa yang terjadi, sebab dia tahu hal itu
termasuk indikasi lemahnya jiwa dan perasaan takut yang
tidak beralasan. Dia tahu, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
menjamin sepenuhnya orang yang bertawakkal kepada-
Nya, dia yakin kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
tenang karena percaya akan janjiNya. Dengan demikian,
hilanglah kesedihan dan kegelisahannya. Kesulitan
berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi
kegembira-an dan perasaan takut menjadi keamanan. Kita
memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kesehatan
dan keselamatan. Semoga Dia mengaruniakan kepada kita
kekuatan dan ketetapan hati dengan sikap tawakkal total.
Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjamin
pelaku-nya dengan segala kebaikan dan menolak segala
musibah dan kesedihan.

Pasal ketujuh :

Tidak Membenci

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidak boleh seorang mu'min (suami) membenci seorang


mu'minah (isterinya), bila dia tidak menyenangi satu dari

47
perilakunya, dia tentu menyukai (perilakunya) yang lain."
(HR. Muslim)

Dalam hadits ini ada dua pelajaran penting:

Pertama

Hadits ini memberikan pengarahan bagai-mana


seharusnya memperlakukan isteri, kerabat, teman, pekerja,
dan semua orang yang mempunyai hubungan dengan kita.
Kita harus mempersiapkan mental kita, karena pasti akan
ada aib, kekurangan dan hal lain yang tidak kita senangi.
Bila kita mendapatkannya maka hendaklah kita
membandingkan antara tingkahnya dengan apa yang
seharusnya kita lakukan terhadap dia. Seperti menjaga
kekuatan hubungan dan kelanggengan kasih sa-yang yang
terjalin sebelumnya. Juga mengingat kebaikan-
kebaikannya. Dengan menutup mata kekurangan-keku-
rangannya dan memperhatikan kebaikan-kebaikannya,
maka persahabatan dan hubungan akan tetap terjalin serta
perasaan pun menjadi tenang.

Kedua

Hendaklah kita berusaha menghilangkan ke-sedihan dan


kegelisahan, menjaga hubungan baik, selalu memberikan
hak-hak yang harus dipenuhi, sehingga ter-cipta
ketenangan di antara kedua belah pihak. Barangsiapa yang
tidak mengikuti petunjuk yang disebutkan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam ini, bahkan menentangnya,
melihat orang hanya kepada kejelekan-kejelekannya,
menutup mata dari kebaikan-kebaikannya, dia pasti akan
gundah, kasih sayang yang terjalin antara keduanya men-
jadi keruh serta banyak hak terputus yang semestinya
harus dijaga.

48
Banyak orang mempunyai idealisme tinggi, mental
mereka siap untuk sabar dan tenang menghadapi berbagai
cobaan dan musibah besar. Akan tetapi mereka menjadi
gelisah dan keruh perasaannya ketika menghadapi
masalah-masalah kecil. Penyebabnya, karena mereka
hanya mempersiapkan mental untuk menghadapi masalah-
masalah besar dan tidak untuk menghadapi masalah kecil.
Ternyata hal itu membahayakan dan mempengaruhi
ketenangan mereka. Orang yang benar-benar kuat adalah
orang yang mempersiapkan dirinya menghadapi masalah-
masalah kecil dan besar sekaligus, serta memohon per-
tolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia juga
mengharap agar urusannya tidak diberikan kepada dirinya
sendiri walaupun hanya sekejap mata. Saat itulah masalah
kecil dan besar mudah dihadapi, sementara jiwanya
tenteram dan hatinya tenang.

Pasal kedelapan :

Tidak Larut Bersedih, Mengukur Nikmat dengan Musibah

Orang yang berakal mengetahui bahwa kehidupan dia


yang sebenarnya adalah kehidupan (yang dia jalani
dengan) bahagia dan ketenangan. Kehidupan ini pendek
sekali, maka tidak sepantasnya dia memperpendeknya
dengan kesedihan dan larut dalam kesusahan. Sebab, hal
ini bertentangan dengan definisi kehidupan yang sebenar-
nya. Oleh karenanya dia kikir untuk menghabiskan
sebagian besar waktu dalam hidupnya buat bersedih dan
bersusah saja. Dalam hal ini tidak berbeda antara orang
yang baik dan orang yang jahat. Hanya saja orang mu'min
dapat merealisasikan dengan lebih sempurna dan dengan
balasan pahala yang lebih di dunia dan akhirat.

49
Seorang hamba --apabila ditimpa dengan musibah atau
takut akan sebuah musibah-- hendaklah membanding-kan
antara nikmat-nikmat yang dia dapatkan, baik dalam
urusan agama atau dunia dengan musibah yang sedang
menimpanya. Dengan membandingkannya akan jelas
baginya betapa banyak nikmat yang dia dapatkan dan
tertutupilah musibah yang menimpanya.

Hendaklah dia juga membandingkan antara kemung-kinan


bahaya yang akan menimpanya dengan banyaknya
kemungkinan akan dapat selamat darinya. Janganlah
sampai kemungkinan yang lemah dapat mengalahkan
kemungkinan-kemungkinan kuat dan banyak. Dengan
demikian, akan hilanglah kesedihan dan perasaan takut-
nya.

Hendaklah dia memperkirakan kemungkinan paling besar


yang dapat menimpanya, kemudian menyiapkan mental
untuk menghadapinya bila memang terjadi, berusaha
mencegah apa-apa yang masih belum terjadi dan
menghilangkan atau meminimalisir musibah yang sudah
terjadi.

Termasuk hal-hal yang bermanfaat adalah Kita harus tahu


bahwa gangguan yang dilakukan oleh orang lain kepada
kita, --khususnya dalam bentuk kata-kata kotor-- tidak
akan membahayakan kita, tetapi akan membahayakan dia
sendiri. Kecuali jika kita menyibukkan diri dengan
memperhatikannya, menenggelamkan pe-rasaan kita
dengannya, saat itu gangguan tersebut akan
membahayakan kita sebagaimana juga membahayakan
mereka. Bila tidak diperhatikan, sedikit pun tidak akan
membahayakan.

Ketahuilah, kehidupan kita mengikuti pikiran kita. Bila


pikiran kita berisi dorongan untuk memikirkan hal-hal
50
yang bermanfaat bagi diri kita, baik dalam hal agama
maupun dunia maka kehidupan kita akan menjadi baik dan
bahagia. Begitu pula sebaliknya.

Termasuk hal yang berguna untuk mengusir kesedihan


adalah "Menguatkan keinginan untuk tidak mengharapkan
terima kasih selain dari Allah". Bila kita berbuat baik pada
orang yang mempunyai atau tidak mempunyai hak pada
kita, maka ketahuilah bahwa yang terjadi adalah
mu'amalah antara kita dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Janganlah kita mengharapkan ucapan terima kasih orang
yang kita berbuat baik kepadanya. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:

"Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah


untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak
menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan)
terima kasih." (Al-Insan: 9)

Hal ini utamanya dilakukan saat kita bermu'amalah


dengan keluarga, anak-anak kita dan semua orang yang
mempunyai hubungan kuat dengan kita. Bila kita
membulatkan tekad untuk menyingkirkan musibah dari
mereka, maka sungguh kita telah menyenangkan diri
mereka dan diri kita juga. Dan termasuk faktor yang dapat
men-datangkan ketenangan adalah melakukan fadhilah
(amal kebaikan) sesuai dengan dorongan jiwa tanpa ada
paksaan/keterpaksaan yang biasanya mendatangkan
kegelisah-an dan membuat kita gagal mendapatkan
fadhilah itu sendiri. Sebab saat itu kita telah melalui jalan
yang berliku. Ini adalah hikmah. Dan hendaklah kita dapat
mengambil dari kejadian musibah itu hal-hal yang positif
yang dengan demikian kesenangan akan lebih terasa,
sementara kesedihan akan hilang.

51
Jadikanlah hal-hal yang bermanfaat itu selalu berada di
depan mata kita, dan hendaklah kita berusaha untuk
melakukannya. Janganlah kita menoleh pada hal-hal yang
tidak berguna yang dapat mengundang kesedihan dan
kesusahan. Jadikanlah ketenangan dan konsentrasi jiwa
sebagai penolong kita untuk melakukan hal-hal yang
penting.

Termasuk hal-hal yang berguna pula adalah:


"Menyelesaikan tugas-tugas dengan segera dan
mengosongkan diri dari tugas-tugas tersebut pada masa
yang akan datang." Sebab, bila ada tugas yang tidak
diselesaikan dengan segera akan bertumpuklah pada kita
tugas-tugas yang terdahulu dan berkumpul dengan tugas-
tugas berikutnya, sehingga bebannya menjadi berat. Bila
kita selesaikan setiap tugas pada waktunya, kita bisa
menghadapi masalah-masalah yang akan datang dengan
pikiran dan kekuatan yang masih fress (segar).

Hendaklah kita memilih di antara aktifitas-aktifitas positif


kita, yang paling penting dahulu kemudian yang penting.
Dan perhatikanlah apa keinginan kita. Sebab, menyalahi
hal tersebut kan menimbulkan kebosanan dan perasaan tak
enak. Untuk hal itu pergunakanlah pikiran yang sehat dan
musyawarah. Tidak akan menyesal orang yang
bermusyawarah. Telitilah apa yang kita inginkan dengan
seksama. Bila sudah jelas ada kemaslahatannya dan kita
sudah bertekad melaksanakannya hendaklah kita
bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sesung-
guhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala senang kepada orang-
orang yang bertawakkal.

52
Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan
Majdi As-Sayyid Ibrahim

Kata Pengantar

Insya Allah untuk Masalah-47 s.d Masalah-50, kami akan


mengangkat seruan-seruan Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam yang ditujukan kepada wanita-wanita Mukminah,
baik berupa peringatan ataupun berupa perintah-perintah
yang dikhususkan bagi mereka. Dan artikel-artikel
tersebut kami ambil dari buku 50 Wasiat Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi Wanita, oleh Majdi As-
Sayyid Ibrahim, terbitan Pustaka Al-Kautsar, cetakan
kelima.

Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan


"Artinya : Dari Ummu Al-Ala', dia berkata : "Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjengukku tatkala aku
sedang sakit, lalu beliau berkata. 'Gembirakanlah wahai
Ummu Al-Ala'. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu
membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan,
sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan
perak". (Isnadnya Shahih, ditakhrij Abu Daud, hadits
nomor 3092)

WahaiUkhtiMukminah.!

Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di


dalam kehidupan dunia ini. Boleh jadi cobaan itu
menimpa langsung pada dirimu atau suamimu atau
53
anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru
disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan
cobaan kepadamu, agar Dia bisa menguji imanmu, apakah
engkau akan sabar ataukah engkau akan marah-marah, dan
adakah engkau ridha terhadap takdir Allah ?

Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah


Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-
Ala' Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya
bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa
menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.

Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah,


tentu engkau akan mendapatkan bahwa yang bisa
mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat
darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana
firman Allah.

"Artinya : Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah


kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-
gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan
angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan
laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bagi setiap orang yang
bersabar dan banyak bersyukur". (Asy-Syura : 32-33)

Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memuji


orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-
Nya.

"Artinya : Dan, orang-orang yang sabar dalam


kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka
itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka
itulah orang-orang yang bertaqwa". (Al-Baqarah : 177)

54
Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah
orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-
Nya.

"Artinya : Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar".


(Ali Imran : 146)

Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi


balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan
yang lebih baik daripada amalnya dan
melipatgandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.

"Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi


balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan". (An-Nahl
: 96)

"Artinya : Sesungguhnya hanya orang-orang yang


bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas".
(Az-Zumar : 10)

Bahkan engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan


pada hari kiamat dan keselamatan dari neraka akan mejadi
milik orang-orang yang sabar. Firman Allah.

"Artinya : Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat


mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan):
'Salamun 'alaikum bima shabartum'. Maka alangkah
baiknya tempat kesudahan itu". (Ar-Ra'd : 23-24)

Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang


yang sabar dalam menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak?
Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik
?

55
Dari Shuhaib radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin.


Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila
mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu
kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia
bersabar, dan itu kebaikan baginya". (Ditakhrij Muslim,
8/125 dalam Az-Zuhud)

Engkau harus tahu bahwa Allah mengujimu menurut


bobot iman yang engkau miliki. Apabila bobot imanmu
berat, Allah akan memberikan cobaan yang lebih keras.
Apabila ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan
yang diberikan kepadamu juga lebih ringan. Perhatikanlah
riwayat ini.

"Artinya : Dari Sa'id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu,


dia berkata. 'Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah,
siapakah orang yang paling keras cobaannya ? Beliau
menjawab: Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang
pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut
agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang
kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam
agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut
agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba
sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan
tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya". (Isnadnya
shahih, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu
Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad
1/172)

"Artinya : Dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu anhu,


dia berkata. 'Aku memasuki tempat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu
kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku
56
merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku
berkata. 'Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini
pada dirimu'. Beliau berkata: 'Begitulah kami (para nabi).
Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga
ditingkatkan bagi kami'. Aku bertanya. 'Wahai Rasulullah,
siapakah orang yang paling berat cobaannya ? Beliau
menjawab: 'Para nabi. Aku bertanya. 'Wahai Rasulullah,
kemudian siapa lagi? Beliau menjawab: 'Kemudian orang-
orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji
dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara
mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel
yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara
mereka sungguh merasa senang karena cobaan,
sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang
karena kemewahan". (Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor
4024, Al-Hakim 4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata.


"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata :

"Artinya : Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang


mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga
dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu
kesalahanpun". (Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy,
hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan
shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-
Dzahaby)

Selagi engkau bertanya : "Mengapa orang mukmin tidak


menjadi terbebas karena keutamaannya di sisi Rabb?".

Dapat kami jawab : "Sebab Rabb kita hendak


membersihkan orang Mukmin dari segala maksiat dan
dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta
kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya sehingga
dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi
57
Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap Ummul 'Ala dan
Abdullah bin Mas'ud. Abdullah bin Mas'ud pernah
berkata. "Aku memasuki tempat Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata.
'Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh
menderita demam yang sangat keras'.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata. "Benar.


Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang diantara
kamu yang sedang demam".

Abdullah bin Mas'ud berkata. "Dengan begitu berarti ada


dua pahala bagi engkau ?"

Beliau menjawab. "Benar". Kemudian beliau berkata.


"Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu
penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah
menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit
itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-
daunnya". (Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127)

Dari Abi Sa'id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu


anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata. "Artinya : Tidaklah
seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga
kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah
mengampuni kesalahan-kesalahannya". (Ditakhrij Al-
Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130)

Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena


kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak
mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam
perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar
termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan
kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak
sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa
58
kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu
berkata. "Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita
mengetahuinya dengan berbekal kesabaran". Maka
andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai
cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau
bisa bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah
riwayat berikut ini.

"Artinya : Dari Atha' bin Abu Rabbah, dia berkata. "Ibnu


Abbas pernah berkata kepadaku. 'Maukah kutunjukkan
kepadamu seorang wanita penghuni sorga ? Aku
menjawab. 'Ya'. Dia (Ibnu Abbas) berkata. "Wanita
berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, seraya berkata. 'Sesungguhnya aku sakit
ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku.
Beliau berkata. 'Apabila engkau menghendaki, maka
engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan,
apabila engkau menghendaki bisa berdo'a sendiri kepada
Allah hingga Dia memberimu fiat'. Lalu wanita itu
berkata. 'Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi.
'Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo'alah kepada
Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka'. Maka
beliau pun berdoa bagi wanita tersebut". (Ditakhrij Al-
Bukhari 7/150. Muslim 16/131)

Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar


menghadapi penyakitnya dan dia pun masuk sorga.
Begitulah yang mestinya engkau ketahui, bahwa sabar
menghadapi cobaan dunia akan mewariskan sorga.
Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah
kesabaran wanita muslimah karena diuji kebutaan oleh
Rabb-nya. Disini pahalanya jauh lebih besar.

Dari Anas bin Malik, dia berkata. "Aku pernah mendengar


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata.

59
"Artinya : Sesungguhnya Allah berfirman. 'Apabila Aku
menguji hamba-Ku (dengan kebutaan) pada kedua
matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti
kedua matanya itu dengan sorga". (Ditakhrij Al-Bukhari
7/151 dalam Ath-Thibb. Menurut Al-Hafidz di dalam Al-
Fath, yang dimaksud habibatain adalah dua hal yang
dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan anggota badan
manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya
kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia
tidak dapat melihat kebaikan sehingga membuatnya
senang, dan tidak dapat melihat keburukan sehingga dia
bisa menghindarinya.)

Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan


menyembunyikan cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail
bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan
cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya.
"Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang
merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan
rahmat kepadamu ?"

Sebagian orang Salaf yang shalih berkata : "Barangsiapa


yang mengadukan musibah yang menimpanya, seakan-
akan dia mengadukan Rabb-nya".

Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan


penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi
pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan
penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang
dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati,
seperti kepada teman atau tetangga.

Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah


berkata. "Empat hal termasuk simpanan sorga, yaitu
menyembunyikan musibah, menyembunyikan

60
(merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan
dan menyembunyikan sakit".

Ukhti Muslimah!

Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-


Andalusy : "Asy-Syaibany pernah berkata. 'Temanku
pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata.
'Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku
kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku
seraya berkata. 'Wahai anak saudaraku, janganlah engkau
mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau
keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman
atau lawan. Kalau dia seorang teman, berarti dia berduka
dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang
lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu.
Lihatlah salah satu mataku ini, 'sambil menunjuk ke arah
matanya', demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah
bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima
tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah
memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini.
Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba
yang shalih (Yusuf) : "Sesungguhnya hanya kepada Allah
aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku". Maka
jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada
musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah
penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling
dekat untuk dimintai do'a". (Al-Aqdud-Farid, 2/282)

Abud-Darda' Radhiyallahu anhu berkata. "Apabila Allah


telah menetapkan suatu takdir, maka yang paling dicintai-
Nya adalah meridhai takdir-Nya". (Az-Zuhd, Ibnul
Mubarak, hal. 125)

Perbaharuilah imanmu dengan lafazh la ilaha illallah dan


carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang
61
menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan :
"Andaikan saja hal ini tidak terjadi", tatkala menghadapi
takdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari
sisi Allah.

62

You might also like