You are on page 1of 15

Artikel Buletin An-Nur :

Anjuran dan Larangan dalam Urusan Jenazah


Sabtu, 31 Januari 04

Prosesi jenazah dalam Islam memiliki makna yang sangat besar. Selain bisa
mengingatkan orang akan kematian juga mempunyai keutamaan dan bisa mendatangkan
pahala, sebagaimana sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :

"Barangsiapa yang mengantarkan jenazah seorang muslim karena iman dan mengharap
pahala sedang ia selalu menyertai jenazah tadi, sampai di shalati dan selesai dikubur,
maka ia akan membawa pulang pahala dua qirath, sedang satu qirath adalah sebesar
gunung Uhud" (Shahihul Jami' No. 6136)

Demikian besar keutamaan mengikuti prosesi jenazah ini, namun perlu diketahui, bahwa
untuk memperoleh keutamaan tersebut tentu kita tidak boleh sembarangan dalam
melaksanakan proses mengurus jenazah tadi. Karena pahala tadi dijanjikan oleh Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam, maka tentunya prosesi jenazah yang dilakukan harus
mengikuti petunjuknya sebab merupakan suatu yang aneh jika kita mengharapkan pahala
atau keutamaan, namun cara yang dianjurkan untuk memperolehnya tidak dilakukan dan
bahkan cenderung menyelisihi.

Tulisan singkat ini akan memberi-kan beberapa penjelasan mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan jenazah, perkara-perkara yang dibolehkan dan juga beberapa hal yang
dilarang berkaitan dengannya, semoga bermanfaat.

• Dibolehkan seseorang yang akan meninggal untuk berwasiat memberi-kan


hartanya (kepada selain ahli waris) dengan batas maksimal sepertiganya, dan bagi
orang yang menunggui di saat menjelang kematiannya di sunnahkan untuk
menuntunnya membaca (mentalqin) kalimat syahadat, la ilaha illallah supaya
ucapan di akhir hayatnya adalah kalimat tauhid. Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda:
Artinya: "Barang siapa yang akhir ucapannya adalah la ilaha illallah (tiada
sesembahan yang haq kecuali Allah) maka dia masuk surga." (HR. Abu Dawud
dan al-Hakim dari Muadz bin Jabal Radhiallaahu anhu )

Yang demikian adalah bagi orang yang mengucapkan, meyakini serta


mengamalkan konsekuensi kalimat tersebut semasa hidupnya, dan dia tidak pernah
melakukan sesuatu perbuatan yang d apat membatalkannya. Ini merupakan salah
satu dari tanda-tanda husnul khatimah, dan selain itu, ada beberapa tanda lain dari
husnul khatimah seperti meninggal ketika sedang melakukan amal shalih, syahid
atau meninggal fi sabilillah, meninggal karena tha'un (kolera/pes), sakit perut,
tenggelam, terbakar, TBC, tertimpa reruntuhan atau longsoran. Juga meninggal di
masa nifas bagi wanita setelah melahirkan.

• Jika ia telah meninggal dunia, maka dianjurkan memejamkan mata-nya,


menutupinya, dan memohonkan rahmat kepada Allah untuknya, kemu-dian
keluarganya (ahlinya) supaya bersegera dalam melaksanakan prosesi jenazah,
tidak perlu disemayamkan sampai berhari-hari. Bagi keluarganya juga di haruskan
untuk cepat-cepat menyelesaikan hutang yang ditang-gung oleh si mayit (jika ia
berhutang).

• Dibolehkan membuka wajah orang yang meninggal, lalu mencium dahinya (antara
dua matanya), dan bagi keluarga yang ditinggal supaya bersabar atas takdir Allah
yang menimpanya, janganlah mereka marah (meratapi) atas musibah tersebut.

• Disunnahkan berwudhu bagi orang yang mengangkat jenazah atau membawanya


dan tidak wajib baginya mandi. Jenazah hendaknya di bawa dengan tenang ,
khusyu' sambil mengingat akhirat dan kematian.

• Disunnahkan memasukkan mayit ke dalam kubur, dengan meletakkan di atas


lambung kanannya, serta posisi wajah menghadap ke kiblat, seraya mengucapkan,
Artinya, "Dengan menyebut nama Allah, dan atas jalan Rasulullah."
Setelah itu ditimbun dengan tanah, kubur hendaknya dibiarkan apa adanya, yakni
tidak boleh dimarmer atau di semen, kuburan juga tidak boleh ditinggikan atau di
bangun, lalu dicat atau dikapur.

• Bagi orang yang hadir di kuburan hendaknya jangan terburu-buru untuk bubar,
namun supaya diam sejenak untuk mendo’akan mayit dengan cara masing-masing
berdo’a sendiri-sendiri, bukan salah seorang berdo’a lalu diamini oleh yang
lainnya. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Mohonlah ampunan
untuk saudaramu (mayit yang baru selesai di makamkan) dan mohonkanlah
untuknya agar Allah menetapkannya (dengan kalimat tauhid) karena dia sekarang
sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)

• Disyariatkan untuk ta'ziah (mengibur) keluarga mayit dengan kalimat-kalimat


yang baik dan sesuai, dan ta'ziah ini boleh sampai tiga harinya. Contoh kalimat
untuk menghibur/ membesarkan hatinya misalnya: "Sungguh hanya milik Allah
apa-apa yang Dia ambil, sama juga apa yang Dia berikan adalah milikNya, segala
sesuatu adalah hanya milikNya, dan pasti ada batasnya sampai ajal yang telah
ditentukan, maka sabarlah dan mohonlah pahala atas musibah ini." Dan kalimat-
kalimat lain semisal yang tidak menyelisihi syari'at, namun pada intinya adalah
untuk menguatkan hati keluarga yang ditinggal supaya bersabar, menerima dan
ridha dengan takdir Allah, sehingga tidak larut dalam kesedihan yang
berkepanjangan.

BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

• Membacakan surat Yaasin untuk si mayit bukan termasuk ajaran Islam, karena
tidak ada hadits shahih yang menjelaskan masalah ini. Bahkan dalam surat Yaasin
tersebut ada satu ayat yang menjelaskan bahwa Al Qur'an ini adalah pering atan
bagi orang yag hidup:
“Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup
(hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.” (QS.
36:70)

• Dilarang niyahah (meratap) atas kematian seseorang apalagi sampai berteriak-


teriak dan meraung-raung menangis, menampar pipi dan merobek baju, ini semua
termasuk perkara-perkara jahiliyah.

• Jika seseorang meninggal dunia, maka diutamakan agar dikuburkan di negri


tempat meninggalnya tersebut. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pernah
memerintahkan untuk membawa pulang jenazah yang rencananya akan di bawa ke
Madinah, beliau memerintahkan agar jenazah tersebut di makamkan di negri
tempat dia meninggal.

• Tidak dibolehkan menshalatkan orang yang murtad (keluar dari Islam) atau orang
yang tidak pernah shalat (karena para ulama menghukumi, bahwa orang yang
tidak pernah shalat, maka dia adalah kafir, pen), tidak pula memintakan ampun
buat mereka. Mereka juga tidak ada hak saling mewarisi dan tidak boleh di
kuburkan di pekuburan orang muslim.

• Termasuk kesalahan yang sering dilakukan oleh sebagian orang adalah


mengangkat/mengeraskan suara di depan jenazah misalnya menyerukan kalimat
tauhid, memanggil-manggilnya, menyebutkan syahadat dengan sangkaan, bahwa
yang demikian memberi manfaat kepadanya, padahal Allah telah berfiman:
Artinya : “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati
mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar
panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.” (QS. 27:80)

• Mengumandangkan adzan di kubur adalah tidak ada tuntunannya di dalam Islam,


baik itu ketika jenazah dimakamkan ke liang kubur atau setelah selesainya
penguburan. Mereka mengira ini bisa mengingatkan si mayit. Bisa jadi mayit yang
diadzankan itu masa hidupnya termasuk orang yang sering mendengar adzan,
namun tidak memenuhi panggilan adzan terse-but. Dan bukankah adzan adalah
panggilan untuk shalat sedangkan shalat merup akan kewajiban orang Islam yang
masih hidup?!

• Termasuk hal yang tidak benar adalah mengumpulkan orang, menyembelih


binatang (kambing atau sapi) dan makan-makan di tempat keluarga mayit, bahkan
tidak jarang ada yang berlebih-lebihan atau terkadang memaksakan diri dalam hal
ini. Yang dianjurkan adalah membuatkan makan untuk keluarga mayit, karena
mereka sedang dalam keadaan duka, sehingga mungkin tidak sempat untuk mema-
sak, bukan sebaliknya makan-makan di rumah mereka.

• Ada sebagian orang yang memberi persaksian, bahwa si mayit termasuk ahli iman,
orang baik dan orang shaleh padahal kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya.
Persaksian seperti ini tidak ada gunanya di hadapan Allah, karena Dia Maha Tahu
atas segala sesuatu.

• Banyak orang yang menaburkan bunga, biji-bijian (misal, beras kuning) atau jenis-
jenis tanaman lain di atas kuburan. Hal ini juga tidak memberi manfa’at bagi orang
yang meninggal. Yang memberi manfaaat baginya adalah amal shalehnya:
Artinya: "Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya," (QS. 53:39)

• Termasuk hal baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dan juga para
shahabatnya adalah mengadakan acara-acara tertentu di mana orang- orang
berkumpul, duduk-duduk dan tidak jarang sampai menutup jalan umum, biasanya
selama tiga hari berturut-turut. Hal ini bisa mengganggu jalan sesama muslim dan
memperlambat urusan mereka, disamping acara tersebut memang tidak pernah
dicontohkan di dalam agama Islam.

• Termasuk hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa, banyak para pelayat (orang
yang berta'ziyah) ketika jenazah selesai dikuburkan tidak mendo’akan untuknya.
Namun segera bubar lalu berbaris di pintu gerbang makam untuk menghibur
(ta'ziyah) kepada keluarga mayit, satu per satu memegangi pudak keluarga mayit
tersebut.

• 12. Merupakan hal yang baru juga: menulis ayat-ayat Al Qur'an di kiswah (kain
penutup) jenazah, menyembelih binatang di sekitar pintu rumah setelah jenazah
dibawa keluar, menyediakan tempat/ruangan khusus untuk orang yang berta'ziyah,
serta berdiri meng-hadap ke kuburan sambil bersedekap seperti shalat ketika
mendo’akan mayit.

Sumber: Buletin Darul Wathan “Al-Mamnu’ wal Jaiz fi Tasyi’ Al-Janaiz”.

| Index Annur | | Index Hukum Jenasah |


Artikel Buletin An-Nur :

Menangisi Kematian Dalam Tinjauan Islam


Rabu, 07 April 04

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallaahu anhu ia pernah berkata: Pada peperangan Uhud
ayahku terbunuh, akupun menyingkap kain dari wajahnya dan menangis. Orang-orang
melarangku namun Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak melarang, kemudian
bibiku Fathimah ikut menangis lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Engkau tangisi atau tidak malaikat akan terus menaunginya dengan sayap-sayap mereka
sampai kalian mengusungnya." (Muttafaq 'alaih).

Kemudian dari Ibnu Umar diriwayatkan bahwa ia berkata: "Saad bin Ubadah pernah sakit
keras. Nabi datang menjenguknya bersama Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash
serta Abdullah bin Mas'ud Radhiallaahu anhu. Ketika beliau masuk Saad sudah
dikerubungi keluarganya, beliau lalu bertanya: "Apakah ia sudah tiada?" mereka
menjawab: "Belum wahai Rasulullah. "Maka beliaupun menangis dan ketika orang-orang
melihat Nabi menangis merekapun menangis. Beliau bersabda, yang artinya:
"Sesungguhnya Allah itu tidak menyiksa karena tetesan air mata kesedihan hati, tetapi
Allah hanya akan menyiksa karena ini, (beliau menunjuk kearah lidahnya) atau Allah
akan mengampuninya." (HR. Al-Bukhari)

Sementara itu shahabat Anas bin Malik Radhiallaahu anhu juga pernah meriwayatkan
ketika putra Rasulullah Ibrahim akan meninggal, ia datang menemui Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedangkan Ibrahim nafasnya sudah terengah-engah, maka
kedua mata beliaupun berlinang air mata.

Dalam riwayat lain disebutkan beliau mengambilnya dan meletakkannya di atas pangkuan
sambil berkata: "Wahai anakku! Aku tidak memiliki hak kuasa apapun yang dapat
kuberikan kepadamu di sisi Allah". Melihat Nabi menangis Abdurrahman bin Auf dan
Anas radhialallhuanhu lalu bertanya: "Wahai Rasulullah mengapa Anda menangis?
Bukankah Anda telah melarang menangis?' Beliau menjawab : "Wahai Ibnu Auf,
sesungguhnya tangisan itu adalah rahmat, dan barangsiapa tidak memiliki kasih sayang
maka ia tidak mendapatkan kasih sayang", kemudian beliau melanjutkan sabdanya:
"Sesungguhnya mata bisa berlinang, hati juga bisa berduka namun kita hanya bisa
mengucapkan yang diridhai Rabb kita. Wahai Ibrahim, sungguh kami sangat bermuram
durja karena berpisah denganmu." (HR. Al-Bukhari dan Mus-lim)

Dalam riwayat lain Anas menutur-kan bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
pernah bersabda, artinya : "Zaid mengambil panji peperangan kaum muslimin kemudian
ia terbunuh, lalu panji diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah dan iapun terbunuh,
kemudian diambil alih lagi oleh Ja'far dan ia juga terbunuh." Kedua mata Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berlinang air mata. Setelah itu panji diambil alih oleh
Khalid bin Walid tanpa adanya penyerahan sebelumnya, namun melalui tangannya Allah
Subhannahu wa Ta'ala memberi kemenangan." (HR Al Bukhari).

Dalam riwayat Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu disebutkan bahwa ketika Zainab putri
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam wafat maka sebagian kaum wanita ada yang
menangis, maka ketika Umar Radhiallaahu anhu mau memukul para wanita itu dengan
cemetinya, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mencegahnya kemudian beliau
bersabda, artinya: "Sabar wahai Umar! Kemudian kalian semua para wanita hendaklah
berhati-hati terhadap teriakan setan!" Beliau lalu melanjutkan sabda-nya, artinya:
"Apabila hanya berasal dari mata dan hati maka itu dari Allah dan merupakan rahmat,
namun jika itu dari tangan dan mulut maka ia dari setan." (HR. Ahmad)

Aisyah Radhiallaahu anha pernah meriwayatkan bahwa ketika Sa'ad bin Muadz
meninggal, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam , Abu Bakar dan Umar melayatnya.
Aisyah berkata: "Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku bisa
membedakan antara tangisan Abu Bakar dengan tangisan Umar sementara aku berada di
kamarku." (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad).

Ada riwayat lain tentang kisah meninggalnya putra Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam yang bernama Ibrahim, yakni sebagaimana disampaikan oleh Asma' binti Yazid
Radhiallaahu anha, dia bercerita: "Ketika Ibrahim putra Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam wafat, beliau menangis. Kemudian Abu bakar -atau mungkin Umar- bertanya:
"Wahai Rasulullah, Engkau adalah orang yang paling berhak untuk dimuliakan haknya
oleh Allah." Maka beliau bersabda: "Mata bisa menangis, hati boleh bersedih, namun
kita hanya mengucapkan yang diridhai Ilahi. Kalaulah bukan janji yang benar, tempat
kembali yang sempurna dan akherat yang pasti datang setelah berlalunya dunia, pasti
kami sudah mendapatkan hal yang paling berat dengan kepergianmu. Sungguh kami amat
berduka karenamu." (HR. Ibnu Majah)

Dalil-dalil di atas merupakan alasan bagi mereka yang membolehkan menangis atas orang
yang akan meninggal maupun yang telah meninggal. Demikian pendapat madzhab Ahmad
bin Hambal dan Abu Hanifah. Sedangkan Imam Syafi'i dan banyak kalangan shahabat
melarang menangisi mayit setelah meninggalnya, dan membolehkan menangis ketika
belum meninggal.

Alasan yang digunakan adalah riwayat Jabir bin Atik Radhiallaahu anhu, ketika
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjenguk Abdullah bin Tsabit Radhiallaahu
anhu beliau mendapatinya sudah hampir meninggal dunia. Rasulullah memanggilnya
namun Abdullah sudah tidak menjawab lagi, kemudian beliau mengucap istirja' (Inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un) seraya bersabda, artinya: "Kami terlambat mendatangimu
wahai Abu Rabi." Maka kalangan wanitapun menangis, dan Ibnu Atik berusaha untuk
mendiamkan mereka, namun Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, artinya:
"Biarkan saja mereka. Apabila datang kepastian maka janganlah ada yang menangis lagi."
Ibnu Atik bertanya: "Apa kepastian itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Kematian"
(HR. Ahmad dan Abu Dawud, hadits ini sesuai lafazh Abu Dawud). Ini menujukkan
larangan menangisi orang yang telah meninggal dan kebolehannya sebelun meninggal.
Larangan tersebut diperkuat dengan hadits shahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari
Abdullah Ibnu Umar Rasulullah Shalallahu'alahi wassalam bersabda: "Sesungguhnya
orang meninggal akan tersiksa oleh tangisan keluarganya." (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)

Kata al-mayit di sini menunjukkan bahwa ia telah meninggal dunia karena orang yang
belum meninggal tidak bisa dikatakan sebagai mayit. Selain itu Ibnu Umar Radhiallaahu
anhu juga meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam datang
dari Uhud pernah mendengar kalangan wanita dari Bani Asyhal menangisi orang yang
meninggal, maka beliau bersabda: "Tetapi Hamzah tidak ada yang menangisinya." Maka
datanglah kalangan wanita dari Al-Anshar lalu menangisi Hamzah di sisi Nabi. Maka
Rasulullah bangkit dan bersabda, artinya: "Celaka mereka, mengapa mereka menangis di
sini, sungguh mereka telah membikin susah diri sendiri. Suruh mereka semua pulang
kemudian janganlah mereka menangisi orang yang meninggal setelah hari ini." (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah)

Bagaimana kita menyikapi masalah ini?


Kedua pendapat di atas sama-sama menyampaikan dalil dan alasan yang shahih, oleh
karena itu kita tetap harus menerimanya tanpa menyalahkan pihak manapun. Mereka
adalah para imam mujtahid yang sudah diakui kredibilitasnya. Yang terpenting kita bisa
me-nempatkan masalah ini sesuai porsinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya menangisi orang yang meninggal tidaklah mengapa baik itu sebelum
meninggal maupun setelahnya dengan syarat bahwa tangisan tersebut masih dalam batas-
batas yang dibolehkan oleh syariat. Yaitu tidak disertai dengan teriakan-teriakan atau
raungan, ratapan, memukul wajah, merobek pakaian dan sikap-sikap lain yang disebut
oleh Nabi berasal dari syetan. Ia hanya sekedar ungkapan rasa sedih dalam hati kemudian
diiringi tetesan air mata atau isakan yang tidak ada unsur tidak ridha atau menolak takdir
Allah. Adapun dalil tentang larangan menangis yang dikemukakan kita pahami sebagai
larangan dari tangisan yang disertai ratapan serta sikap-sikap sebagaimana yang telah
disebutkan. Hal ini juga diperkuat dengan riwayat lain yang menyebutkan bahwa
sesungguhnya mayit itu akan tersiksa disebabkan ratapan keluarganya , di samping yang
menggunakan lafazh tangisan.

Hanya saja perlu dicatat bahwa kesedihan itu tidaklah diperintahkan meski dibolehkan
dan jika kesedihan itu menjurus kepada kelemahan hati dan menjauhkan dari
melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya maka ia adalah tercela. Sebaliknya jika
kesedihan itu diiringi dengan perbuatan-perbuatan terpuji yang mengandung pahala maka
ia menjadi perbuatan terpuji, hanya saja pahala tersebut bukan disebabkan kesedihan itu
namun karena perbuatan baik yang ia kerjakan.

Dalam banyak ayat Allah menyuruh kita agar jangan bersedih seperti dalam firman-
Nya,artinya: "Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya)." (Ali Imran: 139). Dan
masih banyak ayat-ayat lain yang senada dengan ayat di atas. Wallahu a'lam.

(Rujukan: Hiburan bagi orang yang tertimpa musibah, Darul Haq [Fatkur Isma'il])

| Index Annur | | Index Hukum Jenasah |

Artikel Buletin An-Nur :

Kematian dan Jenazah


Rabu, 07 April 04

Setiap manusia dan yang bernyawa pasti akan menghadapi kematian. Firman Allah:
"Setiap yang berjiwa akan mera-sakan mati." (Al-Anbiya: 35)
Namun tidak ada seorangpun di antara kita yang tahu kapan ajal akan datang menjemput
dan dimana kita akan meninggal, karena hal itu hanya Allah yang mengetahuinya. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:"Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui dibumi
mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah maha megetahui lagi maha mengenal."
(Luqman: 34)

Kalau ada seorang muslim yang meninggal atau akan meninggal ada beberapa hal yang
diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam kepada kita, diantaranya:

1. Mentalqinkan orang yang hampir meninggal

Dari Mu'az bin Jabal radhiallaahu anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
Bersabda: "Siapa yang akhir pembicaraanya Laa ilaaha illallah, ia akan masuk Surga."
(HR. Ahmad, Abu Daud dan Hakim, hadits hasan).

Oleh karena itu kalau ada orang yang mau meninggal (roh hampir keluar), hendaklah ia
ditalqinkan (dituntun) dengan kalimah tauhid untuk mengingatkannya dengan kalimat
tersebut dan agar dapat mengucapkan itu diakhir hayatnya. Dari Abi Sa'id Al-Khudri
Radhiallaahu anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Talqinkanlah orang yang hampir meninggal di antara kalian 'laa ilaha illallah' (HR.
Muslim)

Hendaknya kalimah tersebut diucapkan dengan pelan dalam artian jangan terlalu cepat
agar bisa ditirukan dengan mudah. Apabila ia telah mengucapkan maka talqinnya tidak
usah diulang lagi, kecuali kalau ia mengucapkan kata-kata yang lain barulah talqin itu
diulang lagi. Inilah talqin yang disyari'atkan. Adapun setelah keluarnya ruh, maka talqin
tersebut tidak disyari'atkan lagi. Karena tidak adanya sunnah yang shahih dari nabi
Shallallahu alaihi wasalam tentang hal itu.

2. Ucapkanlah kata-kata yang baik terhadap orang yang meninggal

Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Apabila kamu menghadiri orang yang
sakit atau orang yang meninggal maka katakanlah yang baik maka sesungguhnya
malaikat mengaminkan (membaca amin) atas apa yang kamu katakan." (HR. Muslim)

Dalam hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari bahwasanya satu jenazah dibawa melewati
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dan para shahabat, lalu mereka menyebutkan
kebaikan-kebaikan orang tersebut. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda:
Wajib. Lalu lewat lagi satu jenazah yang lain, lalu mereka menyebutkan kejahatan
kejahatannya. Maka Rasulullah bersabda lagi: Wajib. Maka Umar bin Khatab
Radhiallaahu anhu bertanya: Apakah gerangan yang wajib? Rasulullah bersabda:
"Ini yang kamu sebutkan atasnya kebaikan, maka wajiblah baginya sorga; dan ini yang
kamu sebutkan atasnya kejahatan, maka wajiblah baginya neraka. Kalian adalah saksi-
saksi Allah di muka bumi." (HR. Al-Bukhari).

3. Yang mendapat musibah membaca istirja' dan berdoa

Dari Ummi Salamah zia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
bersabda: "Tidak ada seorang hamba yang tertimpa musibah lalu ia membaca 'innalillah
wainna ilaihi raaji'un', ya Allah berilah aku pahala pada musibahku dan gantilah bagiku
yang lebih baik darinya-kecuali Allah memberikannya pahala didalam musi-bahnya dan
menggantikan untuknya yang lebih baik darinya (yang telah hilang)." Ummu Salamah
berkata: Maka ketika Abu Salamah (suami) wafat, aku membaca sebagaimana yang
diperintahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, maka Allah menggantikan untukku
yang lebih baik darinya (yaitu) – Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam. (HR. Muslim).

4. Dibolehkan menangis tanpa disertai ratapan

An-Nawawi berkata: Meratapi orang yang sudah meninggal adalah haram. Banyak hadits
yang menjelaskan tentang larangan menangisnya dan sesungguhnya orang yang
meninggal akan disiksa dengan tangisan keluarga-nya kepadanya. Hadits-hadits tersebut
ditujukan kepada orang yang berwashiat kepada keluarganya agar menangisi
kematiannya, dan larangan itu bagi tangisan yang disertai ratapan. Karena banyak sekali
hadits yang menjelaskan tentang bolehnya menangisi orang yang telah meninggal.
Diantaranya adalah;
Dari Usamah bin Zaid Radhiallaahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi
wasalam diangkatkan kepadanya cucu dari anak perempuan-nya (anak dari Zainab) dan
dia (cucu itu) dalam kematian, maka mengalirlah (menangis) kedua mata Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam. Maka Sa'd bertanya kepada beliau: "Apakah ini hai
Rasulullah?" Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Ini adalah kasih sayang
yang Allah berikan di hati hamba-hambaNya, Dan Allah menyayangi hamba-hambaNya
yang penuh kasih sayang." (Muttafaq 'alaih)

5. Menshalatkan, mengantarkan jenazahnya sampai selesai pemakamannya

Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Siapa yang menyaksikan jenazah


sehingga dishalatkan, maka baginya satu qirath. Dan siapa yang menyaksikannya sampai
selesai pemakaman, maka baginya dua qirath. Ditanyakan orang: Apakah dua qirath itu?
Nabi bersabda: seperti dua gunung yang besar." (Muttafaq 'alaih).

Ibnu Hajar berkata: Dari hadits-hadits yang berkenaan dengan hal ini diambil satu
pengertian bahwa orang yang cuma melayat saja tidak mendapatkan pahala qirath.

6. Bersegeralah mengurus jenazah

Dari Abi Hurairah Radhiallaahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
bersabda: "Segeralah (mengurus) jenazah, Maka jika ia adalah baik (shaleh) maka
kebaikan yang kamu dahulukan (dekatkan) kepadanya. Dan jika ia adalah selain yang
demikian itu, maka kejahatan yang kamu letakkan dari punggung kamu." (Muttafaq
'alaihi)

Ibnu Quddamah berkata: Ulama sepakat bahwa ini adalah perintah wajib. Dan menurut
jumhur ulama yang dimaksud bersegera disini adalah berjalan membawa jenazah dengan
jalan yang lebih cepat dari jalan yang biasanya. Dengan catatan bersegera disini tidak
sampai membawa kemudharatan bagi mayyit atau bagi yang membawanya.

7. Bersegera membayarkan utangnya (jika ia berutang)

Kalau seorang muslim yang meninggal masih memiliki utang kepada orang lain maka
hendaklah utang itu dibayar sesegera mungkin. Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
bersabda:
"Diri seorang mu'min digantungkan dengan utangnya (ditahan dari mendapatkan tempat
yang mulia) sehingga dibayarkan (utang) darinya. (HR. Ahmad, At-Tirmidzi Ad-
Darimi/Hasan).

8 . Mendo'akan dan memintakan ampun bagi mayyit setelah selesai dikebumikan

Dari 'Utsman bin Affan Radhiallaahu anhu beliau berkata: Adalah Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wasalam : apabila selesai menguburkan jenazah beliau berdiri atasnya
dan bersabda: "Mintakanlah ampunan bagi saudara kalian dan mintakanlah
(mohonkanlah) baginya ketetapan maka sesungguhnya dia sekarang ditanya (oleh dua
malaikat)" (HR. Abu Daud dan Al-Hakim dengan sadad yang hasan).

Syaikh Shaleh Fauzan mengatakan: Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam memerintahkan


kepada kita memohonkan ampunan bagi mayyit yang muslim dan memintakan ketetapan
baginya langsung setelah dikebumikan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
menjelaskan bahwa saat ini dia sedang ditanya oleh dua malaikat. Namun tidak ada hadits
yang menjelaskan bahwa mereka (salafus shaleh) menjaharkan (mengeraskan) dengan
do'a dan istigfar tersebut. Lagi pula berdo'a dan istigfar secara sir (pelan) lebih afdal dari
pada dengan jahar (suara keras). Wallahu 'a'lam bishshawaab. ( M Iqbal Gazali)

Rujukan:

• Fath Al-Bari-Ibnu Hajar Al'Asqalani-jilid 3/ Kitab Al-Janaiz.

• Riyadush Shalihin – An-Nawawi-Hal 287-295.

• Al Mutaqa min fataawa Syekh Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan Juz 2
Hal. 153-155.

| Index Annur | | Index Hukum Jenasah |

Artikel Buletin An-Nur :

Ziarah Kubur Antara Yang Sunnah Dan Yang Bid'ah


Kamis, 04 Maret 04

Antara Yang Sunnah dan yang Bid'ah

Ziarah kubur memiliki banyak hikmah dan manfaat, diantara yang terpenting adalah:

Pertama: Ia akan mengingatkan akherat dan kematian sehingga dapat memberikan


pelajaran dan ibrah bagi orang yang berziarah. Dan itu semua tentu akan memberikan
dampak positif dalam kehidupan, mewariskan sikap zuhud terhadap dunia dan materi.
Kedua: Mendo'akan keselamatan bagi orang-orang yang telah meninggal dunia dan
memohonkan ampunan untuk mereka.

Ketiga: Termasuk mengamalkan dan menghidupkan sunnah yang telah diajarkan oleh
Rasulullah dan para shahabatnya.

Keempat: Untuk mendapatkan pahala dan balasan kebaikan dari Allah dengan ziarah
kubur yang dilakukan.

Hikmah ziarah kubur ini juga tertuang dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" Dulu aku melarang kalian semua berziarah kubur, maka (sekarang) ziarahilah ia."
Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Karena sesungguhnya ia mengingatkan kepada
kematian, dan dalam riwayat At Tirmidzi: "Karena sesungguhnya ia mengingatkan
kepada akherat. "

Sunnah-Sunnah dalam ziarah kubur

Agar manfaat dan hikmah yang telah tersebut diatas bisa diperoleh dengan sempurna
maka seseorang yang akan melakukan ziarah kubur harus mengetahui sunnah dan tata
cara berziarah yang benar sesuai tuntunan syari'at. Diantara petunjuk Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam dalam ziarah kubur adalah sebagai berikut:

• Ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja, tidak harus mengkhususkan hari atau
waktu tertentu karena salah satu inti dari ziarah kubur adalah agar dapat memberi
pelajaran dan peringatan agar hati yang keras menjadi lunak, tersentuh hingga
menitikkan air mata. Selain itu agar kita menyampaikan do'a dan salam untuk
mereka yang telah mendahului kita memasuki alam kubur.

• Dianjurkan ketika pergi untuk ziarah kubur hadir dalam benak kita rasa takut
kepada Allah, merasa diawasi olehNya dan hanya bertujuan mencari
keridhaanNya semata.

• Disunnahkan kepada peziarah kubur untuk menyampaikan salam kepada ahli


kubur, mendoakan mereka agar mendapatkan rahmat, ampunan dan afiyah
(kekuatan). Diantara doa yang dianjurkan untuk dibaca adalah:

Keselamatan semoga terlimpah kepada para penghuni (kubur) dari kalangan


orang-orang mukmin dan muslim semoga Allah merahmati orang-orang yang telah
mendahului (meninggal) diantara kami dan yang belakangan, insya Allah kami
semua akan menyusul (Anda) (lafazh ini berdasar riwayat Imam Muslim)

Beberapa Masalah Berkenaan dengan Ziarah Kubur


Perlu untuk diingat bahwa ziarah kubur pada mulanya adalah dilarang sebelum akhirnya
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam mengizinkan untuk melakukannya. Larangan
tersebut memang sangat beralasan karena masalah kubur memang sangat rawan akan
bahaya kesyirikan yang itu merupakan lawan dari dakwah beliau dakwah tauhid. Selain
itu pada masa awal berkembangnya Islam kondisi keimanan para shahabat masih dalam
tahap pembinaan, jadi sebagai tindakan preventif sangat wajar jika beliau melarang kaum
muslimin melakukan ziarah kubur. Bahkan ketika para shahabat telah menjadi orang
mukmin pilihan beliau masih tetap saja memperingatkan mereka dari bahaya kubur,
sebagaimana tercermin dalam sabda beliau menjelang kewafatannya:

"Laknat Allah kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kubur
para nabi mereka sebagai masjid. "
Peringatan tersebut tentunya juga ditujukan kepada kita semua selaku umat Nabi
Muhammad yang sudah berada jauh dari generasi shahabat, apalagi jika aqidah kita masih
sangat pas-pasan bahkan cenderung masih lemah. Jangan sampai izin yang diberikan
Rasulullah justru menjadi bumerang yang berbalik membinasakan kita. Bukannya pahala
ziarah yang didapat namun malah terjurumus dalam jurang dosa bahkan dosa yang tak
terampunkan yakni syirik, naudzu billah min dzalik.

Kalau kita perhatikan ternyata apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah kala itu memang
terjadi dizaman ini, dimana masih banyak kita dapati kaum muslimin yang salah dalam
menerapkan aturan ziarah kubur, mereka melakukan ziarah sekedar mengikuti apa yang
menjadi kemauan sendiri atau sesuatu yang sudah menjadi tradisi tanpa memperhatikan
nilai-nilai dan rambu-rambu syari'at.

Diantara beberapa kekeliruan seputar kubur yang patut diperhatikan adalah sebagai
berikut:

• Mengkhususkan hari-hari tertentu dalam melakukan ziarah kubur, seperti harus


pada hari Jum'at, tujuh atau empat puluh hari setelah kematian, pada hari raya dan
sebagainya. Semua itu tak pernah diajarkan oleh Rasulullah dan beliaupun tidak
pernah mengkhususkan hari-hari tertentu untuk berziarah kubur.

• Thawaf (mengelilingi) kuburan, beristighatsah (minta perlindungan) kepada


penghuninya terutama sering terjadi dikuburan orang shalih, ini termasuk syirik
besar. Demikian pula menyembelih disisi kuburan dan ditujukan karena si mayit.

• Menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid untuk pelaksanaan ibadah dan acara-


acara ritual.

• Sujud, membungkuk kearah kuburan, kemudian mencium dan mengusapnya.

• Shalat diatas kuburan, ini tidak diperbolehkan kecuali shalat jenazah bagi yang
ketinggalan dalam menyolatkan si mayit.
• Membagikan makanan atau mengadakan acara makan-makan di kuburan.

• Membangun kubur, memberi penerangan (lampu), memasang selambu atau tenda


diatasnya.

• Menaburkan bunga-bunga dan pelepah pepohonan diatas pusara kubur. Adapun


apa yang dilakukan Rasulullah ketika meletakkan pelepah kurma diatas kubur
adalah kekhususan untuk beliau dan berkaitan denga perkara ghaib, karena Allah
memperlihatkan keadaan penghuni kubur yang sedang disiksa.

• Memasang prasasti baik dari batu marmer maupun kayu dengan menuliskan nama,
umur, tanggal lahir dan wafatnya si mayit.

• Mempunyai persangkaan bahwa berdo'a dikuburan itu mustajab sehing-ga harus


memilih tempat tersebut.

• Membawa dan membaca Mushaf Al Qur'an diatas kubur, dengan keyakinan bahwa
membaca di situ memiliki keutamaan. Juga mengkhususkan membaca surat Ya sin
dan Al Fatihah untuk para arwah.

• Ziarahnya para wanita ke kuburan, padahal dalam hadits Rasulullah jelas-jelas


telah bersabda:
"Allah melaknat para wanita yang sering berziarah kubur dan orang-orang yang
menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid"(Riwayat Imam Ahmad dan Ahlus
sunan secara marfu')

• Meninggikan gundukan kubur melebihi satu dhira' (sehasta) yakni kurang lebih
40cm.

• Berdiri didepan kubur sambil bersedekap tangan layaknya orang yang sedang
shalat (terkesan meratapi atau mengheningkan cipta, red).

• Buang hajat diatas kubur.

• Membangun kubah, menyemen dan menembok kuburan dengan batu atau batu
bata

• Memakai sandal ketika memasuki komplek pemakaman, namun dibolehkan jika


ada hal yang mambahayakan seperti duri, kerikil tajam atau pecahan kaca dan
sebagainya, atau ketika sangat terik dan kaki tidak tahan untuk menginjak tanah
yang panas.

• Membaca dzikir-dzikir tertentu ketika membawa jenazah, demikian pula


mengantar jenazah dengan membawa tempat pedupaan untuk membakar kayu
cendana atau kemenyan.

• Duduk diatas kuburan

• Membawa jenazah dengan sangat pelan-pelan dan langkah yang lambat, ini
termasuk meniru ahli kitab Yahudi dan menyelisihi sunnah Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam.

• Menjadikan kuburan sebagai ied dan tempat berkumpul untuk menyelenggarakan


acara-acara ibadah disana.

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya ziarah kubur itu ada dua macam:

• Ziarah syar'iyah yang diizinkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan


dalam ziarah ini ada dua tujuan, pertama bagi yang melakukan ziarah akan dapat
mengambil pelajaran dan peringatan, yang kedua bagi mayit ia akan mendapatkan
ucapan salam dan doa dari orang yang berziarah.

• Ziarah bid'iyah yaitu ziarah kubur untuk tujuan-tujuan tertentu bukan sebagaimana
yang tersebut diatas, diantaranya untuk shalat disana, thawaf, mencium dan
mengusap-usapnya, mengambil sebagian dari tanah atau batunya untuk tabaruk,
dan memohon kepada penghuni kubur agar dapat memberi pertolongan,
kelancaran rizki, kesehatan, keturunan atau agar dapat melunasi hutang dan
terbebas dari segala petaka dan marabahaya dan permintaan-permintaan lain yang
hanya biasa dilakukan oleh para penyembah berhala dan patung saja.

Maka selayaknya setiap muslim berpegang dengan ajaran agamanya, dengan kitabullah
dan sunnah nabinya serta menjauhi segala bentuk bid'ah dan khurafat yang tidak pernah
diajarkan dalam Islam. Dengan itu maka akan diperoleh kebahagiaan didunia maupun
diakherat kelak, karena seluruh kebaikan itu ada dalam ketaatan kepada Allah dan
rasulNya sedang keburukan selalu ada dalam kemaksiatan dan ketidaktaatan.

(Sumber: nasyrah "As-Sunnah fi ziyaratil qubur wa at-tahdzir min bida'il maqabir",


diterbitkan oleh Kantor Kerjasama Dakwah, bimbingan dan Penyuluhan Imigran,
Sulthanah Arab Saudi. Telah diperiksa oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin)

| Index Annur | | Index Hukum Jenasah |

You might also like