Professional Documents
Culture Documents
A. Dasar Teori
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tubeculosis.
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan
tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai
alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat
dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan
terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang
kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer
(reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam
tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang
dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat
mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei
dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati
dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor
penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei
dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di
samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium
tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru
dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse
chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis.
Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit
tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan,
terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan
kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini
merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit
tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan
kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan
bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan
penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian
sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita
baru tuberkulosis dengan BTA positif.
5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu
melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai
tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus
atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat
juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi
oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada
sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-
mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-
bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi
karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam\
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas
serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
• Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
7. Test Diagnostik
➢ Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis
pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
➢ Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak
penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada
sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji
resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan. Pemeriksaan
sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.
8. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk
menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu
kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin +
Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi
tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO
yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus
minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Bio Data
Penyakit Tuberkulosa dapat menyerang dari mulai anak sampai dengan dewasa dengan
komposisi antara laki-laki dan perempuan yang hampir sama menderita. Biasanya timbul pada
lingkungan rumah dengan kepadatan tinggi yang tidak memungkinkan cahaya matahari masuk ke
dalam rumah.
TB pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun, namun usia paling umum adalah antara 1-4
tahun.. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paru-paru
dengan perbandingan 3:1.1, TB luar paru-paru dan TB yang berat terutama ditemukan pada usia < 3
tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian
meningkat setelah masa remaja di mana TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering
disertai lubang/kavitas pada paru-paru).
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
1) Demam : subfebris, febris (40-41 C) hilang timbul.
2) Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronchus, batuk ini terjadi untuk membuang / mengelu-
arkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan
sputum).
3) Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4) Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5) Malaise : ditemukan berupa anorexia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala,
nyeri otot, keringat malam.
6) Pada atelektasis terdapat gejala berupa : cyanosis, sesak nafas, kolaps. Bagian dada klien tidak
bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto thorax tampak pada
sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
7) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena
sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular.
c. Pemeriksaan Fisik
• Pada tahap dini sulit diketahui.
• Ronchi basah, kasar dan nyaring.
• Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara
umforik.
• Pada keadaan lanjut Atropi dan retraksi interkostal dan fibrosis
• Bila mengenai pleura terjadi effusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
d. Pemeriksaan Tambahan
1) Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium aktif.
2) Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA
3) Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih,
timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya
antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4) Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paru-paru bagian
atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada effusi. Perubahan
mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous.
5) Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) : positif
untuk mycobacterium tuberkulosa.
6) Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindi-
kasikan nekrosis.
7) Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia
mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB paru kronik lanjut.
8) ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
9) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
10) Darah : lekositosis, LED meningkat.
11) Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC meningkat dan menurunnya satu-
rasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan penyakit
pleura.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spu-
tum/batuk, dyspnea atau anoreksia
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penu-
runan geraan silia, stasis dari sekresi.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi ku-
rang / tidak akurat.
3. Intervensi
➢ Diagnosa : Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
1. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
2. Mendemontrasikan batuk efektif.
3. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
sal. pernapasan.
Rationale : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rationale : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
Rationale : Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
Rationale : Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
Rationale : Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rationale : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang ade-
kuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
Rationale : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Rationale : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
➢ Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
➢ Pemberian expectoran.
➢ Pemberian antibiotika.
➢ Konsul photo toraks.
Rationale : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.
➢ Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang.
aman.
Rencana tindakan
1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan
sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah,
tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rationale : Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.
2. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang
dalam satu perkumpulan.
Rationale : Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
3. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika
batuk.
Rationale : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
4. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rationale : Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
5. Monitor temperatur.
Rationale : Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
6. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti:
alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/
kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rationale : Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan
menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
7. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rationale : Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah
terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
8. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rationale : INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-
obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan
Etambutol untuk 2 bulan pertama.
9. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, strep-
tomisin.
Rationale : Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
10. Monitor sputum BTA
Rationale : Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
➢ Diagnosi : Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan
menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang
mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Rencana tindakan
1. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rationale : Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan
tergantung pada kemarnpuan pasien.
2. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada,
demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rationale : Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi
secepatnya.
3. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang
adekuat.
Rationale : Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu
mengencerkan dahak.
4. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rationale : Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
5. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu
lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rationale : Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
6. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala,
peningkatan tekanan darah
Rationale : Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
7. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rationale : Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
8. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rationale : Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
9. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rationale : Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
10. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di
pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rationale : Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
11. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rationale : Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/
bronchitis.
l2. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rationale : Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali.
Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura,
empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural,
Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
4. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku
untuk memperbaiki kesehatan.
RESPIRATORY SYSTEM
Tentang
DISUSUN OLEH :
ONARIA E. DEWANTI
NIM : 712001S08034