You are on page 1of 14

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN TBC

A. Dasar Teori
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tubeculosis.

2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan
tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai
alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat
dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan
terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang
kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer
(reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam
tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut

3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang
dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat
mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei
dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati
dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor
penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei
dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di
samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium
tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru
dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse
chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis.
Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit
tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan,
terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan
kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini
merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit
tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan
kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan
bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan
penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian
sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita
baru tuberkulosis dengan BTA positif.

5. Anatomi dan Fisiologi


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea,
bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung.
Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung.
Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung
dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam.
rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di
belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna
vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di
bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira
ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu
juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis
kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-
bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan
lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah
cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi
beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian
menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin
kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis
disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya
dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang
disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan
mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-
pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu
parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi
untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan
paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik
yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar
dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan
C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi
yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi
yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal
dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02
dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana
metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme
sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan
mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan
fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru
membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler
dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal
dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada
apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena
dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari
sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas

5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu
melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai
tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus
atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat
juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi
oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada
sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-
mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-
bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi
karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam\
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas
serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
• Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

7. Test Diagnostik
➢ Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis
pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
➢ Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak
penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada
sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji
resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan. Pemeriksaan
sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

8. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk
menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu
kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin +
Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi
tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO
yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus
minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Bio Data
Penyakit Tuberkulosa dapat menyerang dari mulai anak sampai dengan dewasa dengan
komposisi antara laki-laki dan perempuan yang hampir sama menderita. Biasanya timbul pada
lingkungan rumah dengan kepadatan tinggi yang tidak memungkinkan cahaya matahari masuk ke
dalam rumah.
TB pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun, namun usia paling umum adalah antara 1-4
tahun.. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paru-paru
dengan perbandingan 3:1.1, TB luar paru-paru dan TB yang berat terutama ditemukan pada usia < 3
tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian
meningkat setelah masa remaja di mana TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering
disertai lubang/kavitas pada paru-paru).

b. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
1) Demam : subfebris, febris (40-41 C) hilang timbul.
2) Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronchus, batuk ini terjadi untuk membuang / mengelu-
arkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan
sputum).
3) Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4) Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5) Malaise : ditemukan berupa anorexia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala,
nyeri otot, keringat malam.
6) Pada atelektasis terdapat gejala berupa : cyanosis, sesak nafas, kolaps. Bagian dada klien tidak
bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto thorax tampak pada
sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
7) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena
sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular.

c. Pemeriksaan Fisik
• Pada tahap dini sulit diketahui.
• Ronchi basah, kasar dan nyaring.
• Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara
umforik.
• Pada keadaan lanjut Atropi dan retraksi interkostal dan fibrosis
• Bila mengenai pleura terjadi effusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)

d. Pemeriksaan Tambahan
1) Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium aktif.
2) Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA
3) Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih,
timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya
antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4) Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paru-paru bagian
atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada effusi. Perubahan
mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous.

Gambar 15 : Foto Rontgen Klien Tuberkulosa Paru

5) Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) : positif
untuk mycobacterium tuberkulosa.
6) Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindi-
kasikan nekrosis.
7) Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia
mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB paru kronik lanjut.
8) ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
9) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
10) Darah : lekositosis, LED meningkat.
11) Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC meningkat dan menurunnya satu-
rasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan penyakit
pleura.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spu-
tum/batuk, dyspnea atau anoreksia
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penu-
runan geraan silia, stasis dari sekresi.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi ku-
rang / tidak akurat.

3. Intervensi
➢ Diagnosa : Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
1. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
2. Mendemontrasikan batuk efektif.
3. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
sal. pernapasan.
Rationale : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rationale : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
Rationale : Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
Rationale : Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
Rationale : Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rationale : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang ade-
kuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
Rationale : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Rationale : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
➢ Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
➢ Pemberian expectoran.
➢ Pemberian antibiotika.
➢ Konsul photo toraks.
Rationale : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.

➢ Diagnosis : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-


kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
1. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
2. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
3. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang
sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rationale : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Rationale : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fi-
siologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rationale : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepa-
tuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Rationale : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
Rationale : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
➢ Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
➢ Pemberian antibiotika.
➢ Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
➢ Konsul photo toraks.
Rationale : Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
➢ Diagnosis : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
1. Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
2. Menu makanan yang disajikan habis
3. Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
Rationale : Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat
membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
Rationale : Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
Rationale : Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan
menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
Rationale : cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka
untuk memakannya.
Rationale : Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut :
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
Rationale : Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan
penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
Rationale : Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau
makanan personde.

➢ Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang.
aman.
Rencana tindakan
1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan
sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah,
tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rationale : Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.
2. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang
dalam satu perkumpulan.
Rationale : Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
3. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika
batuk.
Rationale : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
4. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rationale : Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
5. Monitor temperatur.
Rationale : Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
6. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti:
alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/
kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rationale : Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan
menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
7. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rationale : Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah
terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
8. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rationale : INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-
obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan
Etambutol untuk 2 bulan pertama.
9. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, strep-
tomisin.
Rationale : Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
10. Monitor sputum BTA
Rationale : Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

➢ Diagnosi : Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan
menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang
mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Rencana tindakan
1. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rationale : Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan
tergantung pada kemarnpuan pasien.
2. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada,
demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rationale : Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi
secepatnya.
3. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang
adekuat.
Rationale : Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu
mengencerkan dahak.
4. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rationale : Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
5. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu
lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rationale : Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
6. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala,
peningkatan tekanan darah
Rationale : Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
7. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rationale : Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
8. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rationale : Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
9. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rationale : Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
10. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di
pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rationale : Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
11. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rationale : Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/
bronchitis.
l2. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rationale : Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali.
Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura,
empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural,
Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

4. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku
untuk memperbaiki kesehatan.
RESPIRATORY SYSTEM
Tentang

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN TBC


“Untuk memenuhi tugas sebelum mengikuti ujian akhir semester”

DISUSUN OLEH :
ONARIA E. DEWANTI
NIM : 712001S08034

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN


BANJARMASIN
2009

You might also like