You are on page 1of 14

I.

Pendahuluan
Manusia di dalam perjalanan hidup ini akan mengalami tiga peristiwa yang
penting yaitu: waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, waktu ia meninggal, pada
saat seorang manusia dilahirkan akan tumbuh sebuah tugas baru yang
didalamnya keluarga. Demikian di dalam artian sosiologis, ia menjadi
pengemban dari hak dan kewajiban.
Kemudian setelah ia dewasa ia akan melakukan perkawinan, yaitu ketika ia
telah bertemu dengan dambaan hati ynag akan menjadi kawan hidupnya untuk
membangun dan menunaikan dharma baktinya yaitu: tetap berlangsungnya
keturunannya.
Kemudian manusia pada suatu saat akan meninggalkan dunia ini. Peristiwa
inilah peristiwa yang sangat penting. Karena diliputi dengan suasana yang
sangat penuh dengan kerahasiaan dan yang menimbulkan rasa sedih. Kesedihan
myang meliputi Seluruh keluarga ditinggalkannya dan rasa duka teman-teman
akrabnyadan sejak manusia mendiami dunia ini, soal meninggalkan dunia ini.
Manusia masih adatapi sekonnyong-konnyong tidak ada lagi. Dimana ia pergi
hal itu tetap menjadi rahasia yang telah digenggam oleh Tuhan.
Maka timbul sebuah permasalahan setelah seseornag meninggal dunia
apakah yang terjadidengan sesuatu yang ditinggalkannya. Didalam hal itu harta
yang telah ditinggalkan bagai mana hukumnya dan apakah orang yang sudah
meninggal dapat melakukan peralihan (perbuatan hokum). wasiat yang
dilakukan oleh orang sudah dekat ajalnya bagai mana.
II. Permasalahan
Yang menjadi pokok pembahasan kita kali ini ialah:
a. Akah hibah itu ?
b. Apakah wasiat itu?
III. Pembahasan
A.HIBAH
a. Pengertian
Kata “Hibah” bila dilihat dari segi bahasa berasal dari kata bahasa arab
yang sudah diadopsi menjadi bahasa Indonesia. Kata ini merupakan
mashdar dari kata wahaba yang berarti pemberian. Yang secara etimologi
berarti melewatkan atau menyalurkan, yang berarti : disalurkan dari tangan
orang yang memberi kepada tangan yang diberi.
Menurut istilah Hibah adalah suatu persetujuan dengan nama si
penghibah, diwaktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat
ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima
hibah yang menerima penyerahan itu. Apabila seseorang memberikan harta
miliknya pada orang lain maka berarti si pemberi itu menghibahkan
miliknya itu. Maka itu kata hibah sama artinya dengan istilah pemberian.
Sayid Sabiq mengemukakan bahwa definisi hibah adalah : “akad yang
pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain
diwaktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Sedangkan Sulaiman Rasyid
memberikan definisi sebagai berikut : “Hibah ialah memberikan zat
dengan tidak ada tukarnya dan tidak ada karenanya” ”(Chirunman
Pasaribu; 2004;114). Kata Hibah juga dipakai dalam Al-Qur’an dalam arti
pemberian, hal ini dapat ditemui pada QS. Al-Imron ayat: 38 yang
menceritakan tentang permohonan atau doa Nabi Zakariya kepada Allah
yang artinya”(Zakariya) berkata: Ya Tuhanku ! anugerahilah aku dari sisi-
Mu seorang anak keturunan yang baik ! Sesungguhnya Engkau adalah
Maha Mendengar permintaan.”
Apabila ditelusuri secara lebih mendalam, istilah hibah berkonotasikan
memberikan hak milik oleh seseorang kepada orang lain tanpa
mengharapkan imbalan dan jasa. Oleh sebab itu istilah balas jasa dan ganti
rugi tidak berlaku dalam transaksi hibah. Hibah dalam arti pemberian juga
bermakna bahwa pihak penghibah bersedia melepaskan haknya atas benda
yang dihibahkan. Dikaitkan dengan suatu perbuatan hukum, hibah termasuk
salah satu bentuk pemindahan hak milik. Pihak penghibah dengan sukarela
memberikan hak miliknya kepada pihak penerima hibah tanpa ada
kewajiban dari penerima untuk mengembalikan harta tersebut kepada pihak
pemilik pertama. Dalam konteks ini, hibah sangat berbeda dengan pinjaman,
yang mesti dipulangkan kepada pemilik semula. Dengan terjadinya akad
hibah maka pemilik sekarang dipandang sudah mempunyai hak penuh atas
harta itu sebagai hak miliknya sendiri
Dalam KUHPer disebutkan tentang definisi hibah itu sendiri yaitu hibah
adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah diwaktu hidupnya,
dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu
benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
(KUHP; Subekti;1999) dari situ kita dapat tahu bahwa hibah dapat
dilaksanakan ketika si penghibah dalam keadaan masih hidup jadi hibah
akan batal ketika pada waktu dilaksanakan hibah penghibah dalam keadaan
sudah wafat.
Hibah ini bersifat suka rela tidak ada sebab musababnya tanpa ada
kontra prestasi dari pihak penerima pemberi, dan pemberian itu
dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup.
Dalam istilah hukum perjanjian yang seperti ini juga dinamakan
perjanjian sepihak (perjanjian unilateral) sebagai lawan dari perjanjian
bertimbal balik (perjajian bilateral)

b. Dasar hukumnya

Adapun dasar dari hibahkita dapat berpedoman pada hadits Nabi


Muhammad SAW antara lain hadits yang diriwayat kan ahmad dari hadits
khalid bin ‘Adi bahwa Nabi bersabda yang artinya sebagai berikut:
“barangsiapa mendaatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan
karena mengharapk- harapkan dan meminta-minta, mak hendaklah ia
menerimanya dan tidak menolak nya karena ia adalah rizqi dari Allah
kepadanya”hadis lain yang dijadakan sebagai dasar”

Hadits lain yang dapat dijadikan sebagai dasar ialah:


“dari abi hurairah, bersabda Nabi SAW; saling memberikanlah hadiah
kamu, karena hadiah itu menghilangkan kebencian hati, dan janganlah
seorang tetangga perempuan meremehkan hadiah dari tetangganya
sekalipun hadiah itu sepotong kaki kambing”

Pada pasal KUHPer disebutkan yang intinya semua orang dapat


melakuakan pemberian suatu barang atau benda kepada orang lain selama ia
mampu dan cakap melakukan perbuatan hukum yang disebutkan pada pasal
1676 yang berbunyi “setiap orang diperbolehkan memberikan dan menerima
sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan
tidak cakap untuk itu.”
c. Rukun dan syarat sah hibah :
Hibah juga mempunyai syarat rukun yang harus terpenuhi,adapun rukun
dari hibah ialah:
1. Pihak si penghibah
2. Pihak penerima hibah
3. Benda yang dihibahkan
4. Ijab Qabul (transaksi)
Adpun syarat yang harus terpenuhi agar sebuah hibah dikatakan sah
menurut hukum:
• Syarat bagi penghibah
 Penghibah adalah pemilik asli dari
barang hibah, karena hibah
mempunyai akibat perpindahan hak
milik, sehingga penghibah
disyaratkan pemilik yang
mempunyai hak penuh tidak
dibenarkan menghibahkan benda
milik orang lain
 Penghibah cakap melakukan
perbuatan hokum, yaitu seseorang
yang sudah cukup umur dan berakal.
Orang yang sudah mempunyai
kecakapan dalam bertindaklah yang
bisa menilai bahwa perbuatan yang
dilakukannya sah, sebab ia sudah
dapat memikirkan akibat dari ia
melakukan hibah.
 Penghibah bukan yang dibatasi
haknya disebabkan sesuatu alasan
 Penghibah tidak terpaksa hendaklah
perbuatan yang dilaksanakan itu atas
dasar dari kemauan diri sendiri
dengan penuh kesukarelaan dan
bukan dalam keadaan terpaksa.
• Syarat bagi penerima hibah
Penerima hibah harus benar-benar hadir waktu hibah dilakukan.
Adapun yang dimaksudkan benar-benar hadir disini ialah orang
tersebut sudah lahir dan tidak dipersoalkan apakah ia anak-anak
kurang akal atau dewasa, kondisi fisik dan mental si penerima hibah
tidak dipermasalahkan.jadi bayi yang masih dalam kandungan tidak
dapat menerima hibah untuk mengindahkan pasal 2 KUHPer yang
disebutkan pada pasal 1679 KUHPer juga yang berbunyi “agar
seseorang cakap untuk menerima hibah, diperlukan bahwa si
penerima hibah itu sudah ada pada saat terjadinya penghibahan,
dengan mengindahkan aturan yang tercantum dalam pasal
2”(subekti, 1992, 438)
• Syarat benda hibah
Yang menyangkut benda yang dihibahkan haruslah memenuhi syarat
sebagai berikut:
 Benda tersebut benar-benar ada, artinya yang sesungguhnya
ketika transaksi hibah dilaksanakan, tidak sah menghibahkan
benda yang tidak wujud
 Benda itu mempunyau nilai
 Benda itu dapat dimiliki zatnya
 Benda yang dihibahkan dapat dipisahkan dan diserahkan kepada
penerima hibah
Adapun yang menyangkut ijab qobul yaitu suatu pernyataan terjadi
beberapa pendapat yaitu sebagian ahli hokum-hukum islam ijab harus
diikuti qobulnya,akan tetapi menurut imam hanafi ijab saja sudah cukup
tanpa diikuti qobulnya
d. Pelaksanaan hibah
Adapun dalam pelaksanakan hibah menurut ketentuan syari’at islam
ialah dapat dirumuskan kepada sebagai berikut:
o Penghibahan dilaksanakan ketika masih hidup,
demikian dalam penyerahan barang yang
dihibahkan
o Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pad
saat penghibahan dilakukan,dan kalau si penerima
hibah dalam keadaan tidak cakap bertindak hukum.
o Dalam melakukan hibah harus ada pernyataan,
terutama bagi penghibah
o Penghibahan hendaknya dilaksanakan dihadapan
beberapa orang saksi(hukumnya sunnah)
Dalam praktik pelaksanaan di Indonesia, khususnya penghibahan atas
barang-barang yang tidak bergerak, seperti penghibahan atas tanah dan
rumah, selalu dipedomani ketentuan yang termaktub dalam pasal 1682 dan
1687 Kitab Undang-Undang Perdata, yaitu adanya formalitas dalam bentuk
akta notaris. Hal ini berkaitan dengan pengurusan surat-surat balik nama
atas benda-benda tersebut. Sedangkan apabila yang dihibahkan berbentuk
tanah yang mempunyai sertifikat, maka penghibahan dilakukan di depan
pejabat pembuat akta tanah(PPAT) didaerah dimana tanah tersebut ada.
e. Penarikan kembali Hibah
Menurut Undang-undang Perdata disebutkan bahwa hibah tidak dapat
dicabut kembali seperti yang tertera diKUHPer(B.W.) pasal 1668 “si
penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk
menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk
dalam hibah; hibah semacam itu, sekadar mengenai benda tersebut
dianggap sebagai batal.”
Di pasal ini dapat dilihat seseorang yang sudah menghibahkan harta
tidak ada lagi kekuasaan pada penghibah terhadap barang yang sudah
dihibahkan. Maka dalam syarat-syarat diatas yaitu penghibah harus
mempunnyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hokum yaitu dewasa
dan berakal maksudnya disini ialah ia sudah mampu berfikir tentang bagai
mana akibatnya ketika melaksanakan hibah.
Pada dasar diatas memang hibah tidak dapat dicabut, Namun hibah tetap
dapat dicabut kembali ketika:
 Tidak terpenuhinya Syarat-syarat yang
mana hibah telah dilakukan; pasal
913”bagian mutlak atau legitime portie
adalah bagian dari harta
peninggalanyang harus diberikan kepada
para waris dalam garis lurus menurut
undang-undang, terhadap bagian mana si
yang meninggal tidak diperbolehkan
menetapkan sesuatu, baik selaku
pemberian antara yang masih hidup,
maupun selaku wasiat”
 Si penerima hibah telah bersalah
melakukan atau membantu melakukan
kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa
si penghibah;
 Apabila si penerima hibah menolak
memberikan tunjangan nafkah si
penghibah, setelah si penghibah jatuh
dalam kemiskinan
B.WASIAT
a. Pengertian

Kalau diperhatiakan dari segi asal kata wasiat berasal dari kata
“washshaitu asy-syaia, uushii, artinya aushaltuh (aku menyampaikan
sesuatu)”.yang juga berarti pesanan, jadi berwasiat juga diartikan berpesan
untuk melakukan sesuatu hal barpesan untuk melakukan sesuatu hal, atau
bermakna pula sesuatu janji kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu
ketika masih ia hidup atau setelah wafat.

Dikaitkan dengan perbuatan hokum wasiat itu pada dasarnya juga


bermakna transaksi pemberian sesuatu pada pihak lain. Pemberian itu bisa
berbentuk penghibahan harta atau pembebanan/pengurangan utang ataupun
pembarian manfaat dari milik pembari wasiat kepada yang menerima
wasiat.

Pengertian yang diberikan oleh ahli hokum wasiat ialah "memberikan


hak secara suka rela yang dikaitan dengan keadaan sesudah mati, baik
diucapkan dengan kata-kata atau bukan” sedangkan menurut Sayid Sabiq
mendefinisikan sebagai berikut : “wasiat itu adalah pemberian seseorang
kepada orang lain baik berupa barang, piutang , ataupun manfaat untuk
dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah yang berwasiat mati.”

Pada dasarnya inti dari definisi yang amat beragam itu ialah bahwa
wasiat itu merupakan pesan dari seseorang yang isinya memberikan
sejumlah harta atau pembatasan/ pengurangan utang atau pemberian
manfaat harta kepada orang lain setelah ia wafat. Dengan istilah lain bahwa
wasiat itu pesan yang intinya memberikan harta kepada pihak lain
yang pemberian itu mulai berlaku apabila pihak yang berpesan
meninggal dunia.

Sebagai mana hibah, wasiat juga dilakukan oleh sepihak tidak ada
kontra prestasi dari pihak penerimadari pengertian diatas terlihat jelas apa
perbedaan mendasar dari wasiat dengan hibah antara lain hibah
dilaksanakan ketika pemberi masih keadaan hidup namun wasiat ketika si
pemberi sudah meninggal dunia.

Perbedaan lainnya ialah bahwa hibah hanya sekedar hak kebendaan


yang maksudnya hal-hal yang menyangkut benda/barang yang bermanfaat
bagi si penerima hibah, sedangkan dalam wasiat bukan hanya dalam bentuk
barang saja tapi berupa piutang atau manfaat lainya yang juga tidak hanya
bermanfaat bagi si penerima wasiat.

Tentasemen, juga dapat berisi legeat yaitu suatu pernya taan pemberian
sesuatu kepada seseorang, adapun yang diberikan dapat berupa: ( Subekti,
2008, 107)
• Satu atau beberapa benda tertentu;
• Seluruh benda dari satu macam jenis
• Hak vruck-gebruik atas sebagian atau seluruh
warisan;
• Sesuatu hak lain terhadap budels
Orang yang melakukan legeat dinamakan legeataris ia bukan ahli waris.
Karena ia tidak menggantikan si peninggal dalam hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya (yang penting tidak diwajibkan membayar hutang-
hutangnya). Ia hanya berhak untuk menuntut penyerahan benda atau
pelaksanaan hak yang diberakankepadanya dari sekian ahli waris.pendeknya
suatu legeat memberikan hak penuntutan terhadap boedel. Adakalanya,
seorang legataris menerima beberapa benda diwajibkan memberiakan salah
satu benda itukepada orang lain yang ditunjuk dalam testament

Pada KUHPer pasal 874 mengandung suatu syarat bahwa isi pernyatan
kemauan terakhir (tentasemen,wasiat) itu tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang
b. Macam-macam wasiat
menurut bentuknya ada tiga macam testament yang terdapat pada pasal
931 yaitu (Subekti, 2008, 109)
 Openbaar Testament
Suatu wasiat yang dibuat oleh seorang notaries dan menyertakan
kehendaknya. Notaris ini membuat suatu akte dan dihadiri oleh dua
saksi. Bentuk yang paling banyak dipakai dan juga memang yang
paling baik, karena notaris dapat mengawasi isi suart itu, sehingga
dapat memberiakan nasihat nasihat supaya isi dari testament tersebut
tidak bertentangan dengan undang-undang
• Olographis Testament
Suatu yang tidak hanya ditulis dengan tangan yang akan
meninggalkan warisan itu sendiri (Eigenhandig) harus diserahkan
sendiri kepada seorang notaries untuk disimpan (Gedepoeneerd)
pernyataan itu pula harus dihadiri oleh dua saksi. Sebagai tanggal
testament itu berlaku diambil dari tanggal akte penyerahan. Dalam
pasal 932 memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a) harus
seluruhnya ditulis dan ditandatangani oleh pewaris, b) harus
disimpankan oleh notaris, c) jika wasiat berupa testament ada dalam
keadaan tertutup, maka akta itu harus ditulis diatas kertas tersendiri.
Dan diatas sampul maka ada catatan bahwa sampul itu berisi surat
wasiatnya dan catatan itu itu harus diberi tandatangannya.
Penyerahan dapat terbuka dan tertutup. Bila tertutup kelak si pewaris
meninggal dunia testatment harus diserahkan oleh notaris kepada
balai harta peninggalan untuk membukanya dengan membuat proses
verbal (Idris Ramulyo,1989,53)
• Testament tertutup atau rahasia
Dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi
tidak diharuskan ia menulis dengan tangannya sendiri. Suatu
testatement rahasia harus selalu tertutup dan disegel. Penyerahannya
kepada notaris harus dihadiri oleh empat orang saksi. Jadi lebih dari
biasa yang hanya dibutuhkan dua orang saksi, syarat saksi harus
orang yang sudah dewasa, penduduk Indonesia dan mengerti benar
bahasa yang digunakan testament atau akte penyerahan perlu diingat
bahwa menurut pasal 4 staatsblad tahun 1924 No. 556 bagi orang
golongan timur asing yang bukan Tionghoa (misalnya arab) diberi
kemungkinan mempergunakan openbaar testament
Menurut isinya ada dua jenis wasiat: (Ali Afandi, 1997, 16)
• Wasiat yang berisi ”Erfstelling” atau
wasiat yang berupa pengangkatan waris.
Seperti yang disebutkan pasal 954 wasiat pengangkatan waris adalah
wasiat yang mana orang mewasiatkan, memberikan kepada orang
atau lebih orang, seluruh atau sebagian dari harta kekayaannya
• Wasiat yang berisi hibah (Hibah Wasiat)
atau Legeat
Pad pasal 957 memberikan keterangan sebagai berikut: hibah wasiat
adalah suatu penetapan yang khusus didalam suatu testament,
dengan mana yang diwasiatkan memberikan kepada seorang atau
beberapa orang: a)beberapa benda tertentu, b)barang-barangsatu
jenis tertentu, c) hak pakai hasil dari seluruh atau sebagian, dari harta
peninggalannya

c. Pencabutan dan gugurnya wasiat


Diantara pencabutan dan gugurnya wasiat terdapat perbedaan:
 Pencabutan :suatu tndakan
pewaris yang meniadakan
suati testament
 Gugur : tidak ada
tindakan pewaris tetapi
wasiat itu tidak dapat
dilaksanakan, karena ada hai-
hal yang diluar kemauan dari
pewaris
Pencabutan suatu wasiat adalah suatu hal yang inhaeren dengan sifatnya
wasiat sebagai pernyataan yang paling akhir dari pewaris. Mengenai
pencabutan wasiat secara tegas ketentuan-ketentuan telah dinyatakan pada
pasal 992. Suatu wasiat dapat dicabut dengan : a) surat wasiat baru, b) akta
notaris khusus.
Sedangkan untuk gugurnya suatu wasiat dapat dilihat dari pasal 997-998
KUHPer yaitu disebutkan jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang
bergantung kepada peristiwa yang tak tentu: maka jika si waris atau legataris
meninggal dunia, sebelum peristiwa itu terjadi, wasiat itu gugur jika
ditangguhkan itu hanya pelaksanaan saja, maka wasiat itu tetap berlaku
kecuali ahli waris yang menerima keuntungan dari wasiat itu.

IV. Kesimpulan
Dari uraian diatas kita dapat simpulkan
• hibah adalah suatu persetujuan dengan nama
si penghibah, diwaktu hidupnya dengan cuma-
cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,
menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si
penerima hibah yang menerima penyerahan
itu. apabila seseorang memberikan harta
miliknya pada orang lain maka berarti
sipemberi itu menghibahkan miliknya itu.
• wasiat ialah memberikan hak secara suka rela
yang dikaitan dengan keadaan sesudah mati,
baik diucapkan dengan kata-kata atau bukan
• rukun dari hibah ialah:
- Pihak si penghibah
- Pihak penerima hibah
- Benda yang dihibahkan
- Ijab Qabul (transaksi)
• menurut bentuknya ada tiga macam testament
yang terdapat pada pasal 931 yaitu ( Subekti,
2008, 109)
- Openbaar Testament
- Olographis Testament
- Testament Tertutup atau Rahasia
• Menurut isinya ada dua jenis wasiat: (Ali
Afandi, 1997, 16)
- Wasiat yang berisi ”Erfstelling” atau
wasiat yang berupa pengangkatan
waris.
- Wasiat yang berisi hibah (hibah
wasiat) atau Legeat
• Pada dasar diatas memang hibah tidak dapat
dicabut, Namun hibah tetap dapat dicabut
kembali ketika:
- Tidak terpenuhinya Syarat-syarat
yang mana hibah telah dilakukan
- Si penerima hibah telah bersalah
melakukan atau membantu
melakukan kejahatan yang bertujuan
mengambil jiwa si penghibah;
- Apabila si penerima hibah menolak
memberikan tunjangan nafkah si
penghibah, setelah si penghibah
jatuh dalam kemiskinan
V. Referensi

 Afandi Ali, hukumwaris, hukum keluarga, hukum pembuktian.


Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
 Karim helmi, fiqh muamalah, P.T. Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 1997
 Pasaribu chiruman dkk, hukum perjanjian dalam islam, sinar
grafika: Jakarta, 2004.
 Ramulyo idris, beberapa masalah pelaksanaan kewarisan
perdata barat(burgerlijk wetboek), Sinar Grafika: Jakarta, 1993
 Subekti, R. Tjitrosudibio, kitab undang-undang hukum perdata,
Pradya Paramita: Jakarta, 1992.
 Subekti, pokok-pokok hukum perdata, P.T. intermasa, Jakarta,
2008.

You might also like