You are on page 1of 22

ASUHAN KEPERAWATAN HERNIA NUKLEUSP PULPOSUS ( HNP)

Disusun oleh: 1. Anysh Sholikah 2. Bayu Setyiawan 3. Devy Nur Faradilla 4. Endah Sri Hastuti 5. Fitri Yulaiqa 6. Mustika 7. Oktaviani Kathelia P 8. Yesy Fita W S (P 27220010 086) (P 27220010 089) (P 27220010 093) (P 27220010 097) (P 27220010 099) (P 27220010 106) (P 27220010 109) (P 27220010 119)

DIII BERLANJUT DIV KEPERAWATAN KRITIS POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

Hernia Nukleus Pulposus A. Pengertian Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002). Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990). Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk sebuah bantalan diantara dua tulang belakang. Material yang keras dari fibrosa digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus dinamakan Nukleus Pulposus. Pada herniasi diskus intervertebralis (rupture diskus), nucleus pada diskus menonjol ke dalam annulus (cincin fibrosa sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf. Protusi atau rupture nucleus biasanya didahului dengan perubahan degenerative yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein dalam polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air pada nucleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di annulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. B. Etiologi Herniasi nucleus pulposus (HNP) terjadi kebanyakan karena adanya suatu trauma derajad sedang yang berulang mengenai diskus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan klien, gejala trauma bersifat singkat. Gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau tahun. Kemudian pada generasi diskus, kapsulnya terdorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin rupture yang memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.

HNP adalah keadaan nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis spinalis melalui annulus fibrosis yang sobek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologis di kolumna vertebralis pada diskus intervertebralis/ diskogenik. C. Patofisiologi Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl. Sobekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus Schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak aka nada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L 2 dan terus ke bawah tidak terdapat medulla spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan. D. Pathway

Trauma dan stress fisik

Ruptur diskus[Type a quote from the Aliran darah ke diskus berkurang, respon beban yang berat, ligamentum longitudinalis post menyempit Pemisahan lempeng tulang rawan dari korpus vertebra yang berdekatan

Nukleus pulposus keluar malalui serabut-serabut annulus yang robek

Jepitan saraf spinal

Kerusakan jalur simpatetik desending

Reaksi peradangan

Blok Saraf Parasimpatis

Kelumpuhan otot pernapasan Kehilangan kontrol tonus vasomotor persarafan simpatis ke Terputus Jaringan saraf di Medulla spinalis Respons nyeri Hebat dan akut Penekanan Saraf dan Pembuluh darah Refleks spinal Paralisis dan paralegia Syok spinal Edema pembengkakan Reaksi anestetik Iskemia dan hipoksemia

1. IIeus paraliti, Gangguan fungsi rectum dan kandung kemih

Gangguan pola napas

Hipoventilasi

Gagal napas

Kematian Mengaktifkan System saraf simpatis

7. Kerusakan Mobilitas fisik

5. Nyeri

4. Penurunan Fungsi jaringan

6. Gangguan Koma eliminasi urine dan alvi

Kontriksi Pembuluh darah

Kelemahan fisik umum

9. Ketidakmampuan perawatan

Disfungsia persepsi spasial dan kehilangan sensorik

Penurunan Tingkat kesadaran 15. Perubahan proses peran keluarga

Resiko infak Pada miokard

diri(ADL)

Intake nutrisi Tidak adekuat Penekanan Jaringan setempat Kemampuan Batuk menurun, Kurang Momobilitas fisik

12. Perubahan Persepsi sensori

17.kecemasan klien 10. Risiko dan Keluarga Trauma 18.Risiko penurunan (cedera) pelaksanaan ibadah spiritual

13. Koping individu tidak efektif

11. Risiko Kerusakan Integritas kulit 2. Risiko 8. Perubahan ketidak Pemenuhan bersihan nutrisi jalan napas

14. Risiko ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan

E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, ditengahtengah area bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiler negative. Pada HNP lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patella negative. Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun. Pada percobaan tes Laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus (straight leg raising), yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi pada sendi panggul, akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang (tanda Laseque positif). Gejala yang sering muncul adalah: 1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun). Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skiatik. 2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah. 3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus sepertu gerakan-gerakan pinggang saat batuk atau mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang klien beristirahat berbaring. 4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat. 5. Nyeri bertambah bila daerah L5-S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan. E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Rontgen foto lumbosakral

Tidak banyak terdapat kelainan. Kadang-kadang terdapat artrosis, menunjang tanda-tanda Untuk deformitas vertebra. Penyempitan nyeri disuks karena intervertebralis. menentukan adanya

spondilitis,norplasma atau infeksi progen 2. Cairan serebrospinal Biasanya normal Jika didapatakan blok akan terjadi prot,indikasi operasi 3. EMG Terlihat potensial kecil (fibrolasi) di daerah radiks yang terganggu Kecepatan konduksi menurun 4. Iskografi. Pemeriksaan diskus dilakukan menggunakan kontras untuk melihat seberapa besar daerah dsikus yang keluar pada kanalis vertebralis 5. Elektroneuromiografi (ENMG). Untuk mengetahui radiks yang yang terkena atau melihat adanya polineuropati 6. Tomografiscan . melihat gambaran vertebra dan jaringan di sekitar termasuk diskus intervertebralis 7. MRI. Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protusi diskus kecil. Apabila secara klinis tidak didapatkan melalui MRI maka pemeriksaan CT scan dan mielogram dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat gangguan pada diskus vertebralis 8. Mielografi. Pemeriksaan dengan bahan kontras melalui tindakan lumbal pungsi dan pemotretan dengan sinar tembus. Dilakukan apabila adanya penyumbatan hambatan kanali spinalais yang mungkin disebabkan oleh HNP. 9. Pemeriksaan laboratorium Untuk mengetahui adanya komplikasi cedera tulang belakang terhadap organ lain F. Penatalaksanaan Medis 1. Terapi Konservatif

a. Tirah baring Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk, tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas/per, dengan demikian tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring tergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Setelah tirah baring, klien melakukan latihan atau dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot. b. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik : 1) Tidur selama 1 2 mg diatas kasur yang keras. 2) Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf. 3) Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik. 4) Terapi panas dingin. 5) Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset. 6) Terapi diet untuk mengurangi BB. 7) Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides 8) Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS). c. Medikamentosa 1) Simtomatik i. Analgesik (salisilat, parasetamol).

ii. Kortikosteroid (prednison, prednisolon). iii. Anti-inflamasi non steroid (AINS) seperti piroksikan. iv. Antidepresan trisiklik (amitriptilin). 2) Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid). 3) Kausal; Kolagenese. d. Fisioterapi Biasanya lordosis. 2. Terapi Operatif Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang, atau terjadi defisit neurologis. a. Rehabilitasi 1) Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula. 2) Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (the activity of daily living). 3) Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya. b. Pembedahan 1) Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop. 2) Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal. dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan

permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi

3) Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara C. Long, 1996). 4) Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus. G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian HNP a. Anamnesa i. Identitas klien ii. Keluhan utama Kaji nyeri P: adanya riwayat trauma. Q: sifat nyeri,seperti ditusuk-tusuk,dsb. R:lokasi nyeri. S:skala nyeri. T: sifatnya bagaimana,akut,menetap ataubagaimana. iii. Riwayat penyakit sekarang Mungkin adanya trauma akibat mengangkat beban yang berat,adanya keluhan paraparesis flasid, parstesia, dan retensi urine. Keluhan nyeri di punggung bawah,di tengah-tengah pantat dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan atau kekuatan otot menurun. Pengkajian riwayat menstruasi, adneksia dupleks kronis yang juga bisa menyebabkan nyeri punggung bawah yang keluhannya mirip HNP. iv. Riwayat penyakit dahulu Apakah klien pernah menderita penyakit tuberkulosis tulang, osteomielitis, osteoporosis yang mana semua ini bisa menjadi faktor resiko terjadinya HNP. v. Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji apakah ada anggota keluarga yang mempunyai hipertensi dan diabetes melitus. b. Pengkajian psiko-sosio-spiritual Pengkajian mekanisme koping individu terhadap penyakitnya, perubahan peran dalam masyarakat dan keluarga, Kaji adanya kecemaan akibat penyakit yang diderita, adanya perubahan kemampuan beruhubungan dengan ketidakmampuan gerak anggota gerak bagian bawah akibat paralisis. c. Pemeriksaan fisik 1) KU: tidak ada penurunan kesadaran,bradikardi, hipotensi. B1 (breathing) : I: tidak mengalami batuk, tidak sesak nafas, RR normal. P:traktil fremitus normal ka-ki. P:suara resonan pada seluruh lapang paru. A: tidak ada bunyi nafas tambahan. B2 (blood) : sistem kardiovaskuler normal, TD normal, tidak ditemukan bunyi jantung tambahan. B3( brain) : I: kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,adanya muskular asimetris, angulus, tungkai pelvis atau yang asimetris, yang abnormal, paravertebral postur pantat

hambatan pada pergerakan punggung, pelvis dan tungkai selama bergerak. 2) Tingkat kesadaran:CM

i. Pemeriksaan fungsi cerebri: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai bicara klien, observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. ii. Pemeriksaan saraf kranial: Saraf I: biasanya tidak ada gangguan terhadap fungsi penciuman. Saraf II: hasil tes ketajaman penglihatan normal. Saraf III,IV,VI: tidak ada kelainan dalam mengangkat kelopak mata,pupil isokor. Saraf V: tidak ditemukan paralisis wajah dan reflek kornea norma.l Saraf VII: persepsi pengecapan normal, wajah simetris. Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX,X: kemampuan menelan baik. Saraf XI: tidak ada atrofi. Saraf XII: indra pengecapan normal.

2) Sistem motorik: i. kaji kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan meminta klien melakukan gerak fleksi dan ekstensi lalu menahan gerakan tersebut. ii. Ditemukan atrofi otot pada maleolus ata kaput fibula dengan membandingkan ka-ki. iii. Fakulasi (kontrkasi volunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu. 3) Pemeriksaan refleks

i. Refleks archilles pada HNP L4-L5 negatif. ii. Refleks lutut/patella pada HNP lateral di L4-L5 negatif. 4) Sistem sensorik Lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar. Palpasi dan perkusi harus dilakukan secara hati-hati, dilakukan halus ke arah yang paling nyeri. 5) B4 (bladder) Kaji urine, baikjumlah, warna, bau. Adanya penurunan jumlah urine dan retensi urine bisa diakibatkan adanya gangguan perfusi ginjal. 6) B5 (bowel) pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mualdan asupan nutrisi berkurang. Lakukan pemeriksaan liodah mungkin ada lesi yang menandakan adanaya dehidrasi. 7) B6 (bone) Adanya kesulitan dalam beraktivitas dan menggerakkan badan karena adanya nyeri, kelemahan, kehilanagan sensorik dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. I: : kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis asimetris, muskular paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal, hambatan pada pergerakan punggung, pelvis dan tungkai selama bergerak. P: ketika meraba kolumna vertebralis , cari kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau anteroposterior. Palpasi pada daerah yang ringanrasa nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri. 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri b.d penjepitan syaraf pada diskus invertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung syaraf. b. Resiko tinggi trauma b.d mobilitas fisik, kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis dan tungkai.

c. Defisit perawatan diri b.d kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot. d. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama. e. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan, kehilangan/ perubahan dalam pekerjaan. f. Cemas b.d ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan. 3. Intervensi a. Dx 1 Nyeri b.d penjepitan syaraf pada diskus invertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung syaraf. Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam, nyeri berkurang dan dapat diadaptasi oleh klien. Kriteria Hasil: Klien mengatakan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Dapat megidentifikasi aktivitas yang dapat meningkatkan atau menurunkan nyeri. Klien tidak terlihat gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi. Rasionalisasi Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji penyebab, kualitas, tempat, skala, waktu/lama. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan lama berbaring.

Intervensi dan Rasionalisasi Intervensi Kaji nyeri pasien(penyebab, kualitas, tempat, skala, waktu/lama) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor yang menyebabkan nyeri

Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi atau non invasive

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya yang menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

Ajarkan teknik relaksasi

Akan melancarkanperedaran darah, sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyeri.

Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut Berikan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik b. Dx 2

Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. Pengetahuan akan membantu mengurangi nyeri dan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

Resiko tinggi trauma b.d mobilitas fisik, kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis dan tungkai. Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi dan Rasionalisasi Intervensi Kaji mobilitas klien klien dan observasi peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik. Ubah posisi klien tiap 2 jam Rasionalisasi Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit. Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau adanya iritasi, membran mukosa. Bantu klien melakukan ROM, perwatan diri sesuai toleransi. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. tertekan. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi kulit kemungkinan komplikasi mobilisasi. Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan. Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapist.

kemerahan, atau luka pada kulit dan resiko tinggi kerusakan integritas

c. Dx 3 Defisit perawatan diri b.d kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot. Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, terdapat perilaku peningkatan dalam perwatan diri. Kriteria hasil:

Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/ masyarakat yang dapat membantu. Intervensi dan Rasional Intervensi Kaji kemampuan dan tingkat penurunan klien dalam melakukan ADL dalam skala 0-4 Sadarkan tingkah laku/ sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir, izinkan klien melakukan tugas, beri saran yang positif untuk usahanya. Rencanakan tindakan untuk mengatasi keterbatasan penglihatan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding. Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan. Rasional Membantu dalam mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan individual. Klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perwatan yang konsisten dalam menangani klien. Sekaligus meningkatkan harga diri klien. Klien akan mampu melihat dan memakan makanan dan peralatan, akan mampu melihat keluar masuknya orang ke ruangan. Menjaga keamanan klien bergerak disekitar tempat tidur dan menurunkan resiko tertimpa Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi pisau dan garpu, sikat dengan pegangan yang panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet terus, kursi untuk mandi. Kaji kemampuan komunikasi untuk buang air kecil, kemampuan Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dap[at perabotan. Mengurangi ketergantungan.

menggunakan urinal, pispot. kondisi memungkinkan. Identifikasi kebiasaan buang air besar. Anjurkan minum dan menigkatkan aktivitas. Kolaborasi Pemberian supositoria dan pelumas feses/pencahar. Konsul ke dokter untuk terapi okupasi. d. Dx 4

menimbulkan masalah pengosongan neurogenik. Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi.

Antarkan klien ke kamar mandi bila kandung kemih oleh karena masalah

Pertolongan utama terhadap fungsi bowel atau buang air besar. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.

Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama. Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu mempertahankan keutuhan kulit. Kriteria hasil: Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan, kulit kering. Intervensi dan Rasionalisasi Intervensi Anjurkan untuk melakukan latihan Rasional Meningkatkan aliran darah ke semua

ROM dan mobilisasi jika mungkin. daerah. Ubah posisi tiap 2 jam. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah. Gunakan bantal air atau pengganjal Menghindari tekanan yang berlebih yang lunak di bawah daerah-daerah pada daerah yang menonjol. yang menonjol. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi. Bersihkan dan keringkan kulit. Meningkatkan integritas kulit dan Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler.

Jagalah linen tetap kering. Observasi adanya eritema dan kepucatan dan palpasi adanya kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi. Jaga kebersihan kulit dan hindari trauma dan panas terhadap kulit. e. Dx 5

mengurangi resiko kelembapan kulit. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.

Mempertahankan keutuhan kulit.

Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan, kehilangan/ perubahan dalam pekerjaan. Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, koping individu menjadi efektif. Kriteria hasil: Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif. Intervensi dan Rasionalisasi Intervensi Kaji perubahan akibat gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan. Anjurkan klien untuk perasaan bersalah pada diri sendiri dan kemarahan. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian. Rasionalisasi Menentukan bantuan yang diperlukan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi. Menunjukkan penerimaan, dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut. Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampouan yang menunjukkan

mengekspresikan perasaan termasuk membentu klien untuk mengenal

kebutuhan dan intervensi serta Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingkari kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengomtrol sisi yang sehat. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaikai kebiasaan. Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi. Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi dan penolakan. Kolaborasi: Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi. f. Dx 6 Cemas b.d ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan. Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, kecemasan klien hilang atau berkurang. Kriteria hasil: Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang. dukungan emosional. Membantu klien untuk melihat bahwa perawat meneriam kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh . Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru. Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan. Menhidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu menigkatkan harga diri serta memengaruhi proses rehabilitasi. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang. Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi asebagai pengaruh dari stroke yang memerlukan intervensi lebih lanjut. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.

Intervensi dan Rasionalisasi Intervensi Bantu klien mnegkspresika perasaan marah, kehilangan dan takut. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak. Hindari konfrontasi Rasionalisasi Cemas yang berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya. Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat . Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien(dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumbersumber koping(pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, memberikan respon baik yang Orientasikan klien terhadap prosedur, rutin dan aktivitas yang diharapkan. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan ansietasnya. positif. Orientasi dapat menurunkan kecemasan. Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan. penyembuhan. Mengurangi rangsangan eksternal yan tidak perlu.

Berikan privasi untukklien dan orang terdekat.

Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien untuk melayani aktivitas dan pengalihan(misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.

H. Dari internet
http://ppni-klaten.com/index.php? view=article&catid=39%3Appni-aksub&id=66%3Ahnp&format=pdf&option=com_content&Itemid= 66 (hnp.pdf)

You might also like