You are on page 1of 7

1.

LANGKAH - LANGKAH YANG AKAN SAYA LAKUKAN

Langkah – langkah yang saya akan lakukan, jika penulis

diposisikan sebagai korban Undang – Undang Nomor 11 tahun

2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang - undang

ITE Pasal 27 ayat 3) yang dialamatkan kepada Ibu Prita Mulyasari,

setelah melihat dan mengamati di berbagai media cetak, dan elektronik

selama ini, antara lain adalah:

• Saya akan belajar menggunakan bahasa tutur, kata – kata yang

lebih baik di masa depan, dan lebih menggunakan bahasa

“Universal Fake”, agar saat kita ingin mengeluarkan statement,

dimana statement yang akan kita utarakan tidak akan dibantah /

terbantahkan, bahkan tidak menyakiti perasaan orang lain / pihak

lain secara langsung.

• Saya akan terus memperjuangkan hak saya sebagai warga

Negara dalam mengutarakan kebebasan berpendapat di muka

publik, maupun di media private. Sebagai catatan UU ITE ini,

saya anggap sebagai selimut bagi siapa saja yang berkuasa,

untuk menutupi aib dan kesalahan – kesalahannya.

• Saya akan meminta pengusutan dan proses lebih lanjut

mengenai Jaksa yang membuat surat penahanan kepada Ibu

Prita, dan mempertanyakan ada apa di balik semua ini?.


• Saya akan meminta MK (Mahkamah Konstitusi), ataupun

DPR RI, untuk meninjau ulang mengenai pemberlakuan

Undang – Undang ITE ini, mengacu kepada model teori

komunikasi, yaitu Developmental model, dimana hubungan dalam

membuat undang – undang atau kebijakan, diharapkan pemerintah

melakukan fase – fase seperti pembentukan (forming), kemudian

dilanjutkan dengan perdebatan dan diskusi (storming), lalu

pembentukan norma (norming), lalu dilanjutkan dengan

penyesuaian, melihat tanggapan masyarakat mengenai kebijakan

ini (conforming), dan akhirnya jika tidak ada lagi keberatan di

tengah masyarakat, barulah masuk ke fase permainan /

memberlakukan undang – undang tersebut (performing).

• Saya akan meminta pemerintah khususnya DPR RI, untuk serius

mempertanggungjawabkan pernyataan mereka beberapa minggu

lalu, untuk meninjau ulang izin Rumah Sakit Internasional

OMNI, bahkan sampai usaha penutupan tempat tersebut.

• Saya akan meminta kepada khalayak, untuk saat ini mulailah

berhati – hati dalam mengutarakan pendapat kepada pihak

lain, baik itu berupa kritik, keluhan dan lain sebagainya, selama

undang – undang ITE ini masih tetap diberlakukan, jangan sampai

masyarakat menjadi korban seperti saya.

2/7

© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)


• Saya akan mencari jalan terbaik untuk kedua belah pihak, baik

melalui musyawarah seperti pada Teori Pengambilan Keputusan

emergensi (Decision Emergence Theory), ataupun proses

pengadilan yang sedang berjalan, dan saya yakin pada akhirnya

“kebenaran pasti akan memenangkan kasus ini”.

2. KUMPULAN TEORI PRITA DI DALAM BERITA


Kumpulan teori yang akan di jelaskan secara singkat oleh penulis,

dan sebagai catatan bahwa, penulis tidak akan memakai teori – teori yang

kebanyakan telah di diskusikan selama perkuliahan. Semoga tambahan

teori – teori yang dipergunakan ini, dapat sesuai dengan konteks yang

sedang didiskusikan saat ini, dan menjadi berguna untuk kedepannya.

Berikut berbagai kumpulan teori tersebut:

• Teori Strukturasi Adaptif (Adaptive Structuration Theory)

Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Gary Dickson, Scott Pole,

dan Geradin DeSanctis, tahun 1992. Teori ini digunakan terkait

dengan kasus prita, dimana teori ini menjelaskan masalah –

masalah stabilitas, dan perubahan – perubahan yang terjadi di

dalam masyarakat, dimana dalam mengaplikasikan teori ini sudah

mengadopsi teknologi modern, baik mengenai upaya pemecahan

masalah.

3/7

© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)


• Teori Pengambilan Keputusan emergensi
(Decision Emergence Theory)

Teori yang tergolong small group context ini, dikemukakan pertama

kali oleh Fisher pada tahun 1968. teori ini menjelaskan mengenai

proses komunikasi yang kompleks, dimana dalam menyelesaikan

masalah menggunakan musyawarah mencapai mufakat dalam

proses pengambilan suatu keputusan.

Terkait dengan kasus Ibu Prita, teori ini sangat cocok untuk kedua

belah pihak, dalam proses penyelesaian masalah melalui

musyawarah, agar tindakan pelaporan sampai kepada pihak yang

terwajib dapat terhindarkan.

• Model Pengembangan (Developmental Models)

Teori ini, saat ini telah berubah menjadi model komunikasi, yang

pertama kali dikembangkan oleh team performance model –

Drexter / Sibber, dan Tuchman pada tahun 1965. Model ini

dipergunakan untuk meramalkan, dan membantu menjelaskan pola

hubungan antar masyarakat, dimana dalam menjalankan tahapan –

tahapan model ini, perlu adanya langkah – langkah untuk mencapai

tujuan akhir yang mampu memuaskan khalayak ramai, walau tidak

semuanya dapat terpuaskan, setidaknya sebagian besar

masyarakat dapat merasakan dampak dari teori ini, jika dikaitkan

dengan pembentukan kebijakan atau undang – undang yang

nantinya akan diberlakukan pemerintah di tengah masyarakat.

4/7

© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)


• Teori Tekanan – Tekanan Dialektika
(Dialectical Tensions Theory)

Nama lengkap dari teori ini adalah Teori Tekanan – Tekanan

Dialektika di Dalam Kelompok (Dialectical Tensions in Task

Groups). Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Laurence Frey

dan Kevin Berge pada tahun 1998.

Teori ini penulis gunakan dalam kasus Ibu Prita dalam berita, dari

sudut pandang masyarakat yang menyaksikan, dan bersimpati atas

apa yang dialami si korban.

Teori Tekanan Dialektika, menekankan pada sebuah penjelasan

mengenai apa yang akan dilakukan oleh anggota masyarakat, jika

mereka berada di kondisi tersebut (proses memposisikan diri

sebagai si korban).

• Teori Fantasi / Teori Pertemuan Simbolik


(Fantacy Theme Analysis / Symbolic Convergence Theory)

Teori ini dikemukakan pertama kali pada tahun 192, oleh Ernest

Bormann dalam Communication capstone 2001, theory workbook.

Teori Fantasi adalah suatu metode yang digunakan untuk

mengintensifkan dinamika kelompok yang didasarkan pada

komunikasi yang memperbolehkan proses saling berbagi informasi,

pengalaman, dan lain sebagainya dalam suatu kelompok, dan

bertujuan untuk mendinamisasikan kehidupan dalam kelompok

tersebut.

5/7

© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)


Terkait dengan kasus Ibu Prita, kasus ini berawal akibat proses

pembagian pengalaman yang kurang menyenangkan berupa

informasi, yang dilakukan oleh kepada teman – teman Ibu Prita

melalui media E-mail / Milis di Internet, yang berdampak kepada

penuntutan RS OMNI atas tulisan beliau di E-mail / Milis tersebut.

• Teori Kelompok Pembenci (Group Hate Theory)

Teori ini merupakan teori terakhir yang akan dibahan oleh penulis,

dimana teori ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1981, oleh

S. M. Sorensen.

Teori ini menjelaskan tentang pengalaman seseorang dalam suatu

kehidupan bermasyarakat, dimana dalam proses kehidupannya

mengalami hal - hal yang tidak menyenangkan atau memuakkan

(loathsome), dan menjadi pembicaraan banyak orang.

Terkait lagi dengan kasus Ibu Prita, melalui teori ini melalui contoh

nyata, akibat dari pengalaman yang kurang menyenangkan di

masa lalu, atau sedang terjadi saat ini terhadap suatu kelompok .

instansi terkait, maka akan mengakibatkan kebencian atau

ketidaksukaan, serta setidaknya berprasangka tidak baik terhadap

kelompok yang melakukan tindak yang semena - mena atau dalam

hal ini Opini Publik yang menjadi negatif kepada pihak RS. OMNI

Internasional.

6/7

© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)


Lampiran 1. SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : M. Eric Harramain


NIM : 200822320003
Program Studi : Magister Ilmu Komunikasi
TA/ Semester : 2008-2009 Periode II / Satu
Judul karya : Prita di Dalam Berita

Dengan penuh kesadaran menyatakan bahwa :


1. Karya tulis / Makalah / Paper yang kami serahkan adalah benar-
benar merupakan hasil karya intelektual yang orisinil.
2. Jika dikemudian hari terdapat kekeliruan, kesalahan, dan
ditemukan praktek penjiplakan disengaja ataupun tidak, maka
karya ilmiah tersebut dapat dibatalkan sepihak oleh pihak
program dan segala konsekuensinya sepenuhnya menjadi
tanggung jawab siswa yang bersangkutan.

Jakarta, 18 Juni 2009


Yang membuat karya ilmiah,

(M. Eric Harramain)

7/7

© M. ERIC HARRAMAIN (KOMUNIKASI ORGANISASI 2009 – PRITA DI DALAM BERITA)

You might also like