You are on page 1of 212

Hilmy Bakar Almascaty

ISLAM KAFFAH
Paradigma
Idiologi dan Intelektual
Untuk
Aktivis Gerakan Islam
DAFTAR ISI

I. PROLOG : KEBANGKITAN ISLAM GELOMBANG KEDUA

II. ISLAM KAFFAH SISTEM HIDUP MASA DEPAN

III. MUHAMMAD RASULULLAH, BAPAK PENCINTA KEADILAN

IV. MANHAJ NUBUWWAH, JALAN KEMENANGAN ISLAM

V. JIHAD FI SABILILLAH

VI. SYAHID

VII. PEMERINTAHAN ISLAM

VIII. IKHWAN AL-MUSLIMIN, GERAKAN ISLAM KAFFAH

IX. ISLAMISASI PENGETAHUAN

X. KEBANGKITAN NEO-FUNDAMENTALISME ISLAM DI INDONESIA


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robb al-Alamin, segala puja puji hanyalah milik Allah,


Robb yang Menguasai seluruh alam raya. Shalawat dan salam kehadirat
Rasululullah Muhammad, Nabi teragung dan terakhir, demikian pula dengan
keluarga, para shahabat dan yang mengikuti perjuangannya hingga hari qiyamat.
Amin
Pertama-tama mungkin banyak orang yang akan terperanjat melihat judul
buku ini yang sangat kontraversial. Bagaimana tidak, disaat-saat pemahaman
yang berbau Islam Kaffah atau sejenisnya dan segala bentuk gerakannya yang
selalu dicitrakan sebagai gerakan destruktif, pemberontakan, radikalisme,
militanisme, ekstrimisme, fundamentalisme dan sejenisnya dicurigai, dihujat
bahkan diisolir dan diperangi di seluruh muka bumi karena dianggap sebagai
sumber kerusakan, ketakutan dan peperangan, justru penulis dengan beraninya
menampilkan masalah kontraversial ini. Sumber utama kontraversial tidak lain
disebabkan karena penulis menghubungkan Islam dengan terorisme.
Permasalahannya bagaimana mungkin Islam yang mengajarkan nilai-nilai
keagungan dan kemuliaan berhubungan dengan terorisme ?
Apalagi seperti belakangan ini, akibat gencarnya propaganda musuh-
musuh Islam, terutama Yahudi yang dimotori Amerika dan sekutunya untuk
mengubur gerakan kebangkitan Islam, banyak dikalangan kaum muslimin yang
ketakutan dan antipati terhadap ajaran agamanya yang sempurna, penuh
keadilan dan kedamaian. Karena setiap upaya untuk memperjuangkan Islam
secara kaffah (totalitas) dan konsisten, otomatis diasosiasikan dengan gerakan
terorisme, sebagaimana yang menimpa para pejuang Islam, baik di dunia Islam
maupun di Indonesia seperti yang dituduhkan kepada al-Ustadz Abu Bakar
Ba’asyir, al-Ustadz Ja’far Umar Thalib, al-Habib Muhammad Riziek Shahab, Agus
Dwikarna dan lainnya. Dengan cap teroris yang diberikan terhadap para pejuang
Islam, maka akan mudah bagi dunia untuk menangkap, memerangi bahkan
menginvasi sebuah negara dengan bantuan badan dunia seperti PBB seperti yang
dilakukannya terhadap Afghanistan maupun Irak.
Secara teoritis, seorang Muslim yang istiqomah dan taat kepada ajaran
Islam, tidak mungkin akan merugikan kepentingan umat manusia di muka bumi
ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dan para shohabat serta penerus
perjuangannya. Karena mereka ditugaskan oleh agamanya agar menjadi juru
selamat dan pemberi rahmat, kebahagian, kedamaian, ketenangan, kemakmuran,
keadilan, kesejahteraan kepada seluruh umat manusia tanpa mengenal ras dan
suku bangsa. Ayat-ayat al-Qur’an dengan tegas dan jelas menyatakan hal itu, dan
amalan inilah yang mengantarkan kaum muslimin sebagai umat terbaik (khairo
ummah) yang dipilih dari umat manusia. Generasi Islam terdahulu telah
memberikan contoh keagungan dan keindahan ajaran Islam, sehingga 2/3 bumi
berada dibawah kekuasaan Islam yang dipimpin manusia-manusia adil seperti
Umar bin Khattab.
Maka kemudian jika ada yang mengaku Muslim, namun menimbulkan
kerusakan dan keonaran di muka bumi, maka perlu dipertanyakan
keislamannya. Apakah mereka benar-benar melaksanakan Islam sebagaimana
yang diperintahkan Allah yang menurunkan Islam dan dicontohkan Muhammad
Rasulullah dan para Shahabat. Karena Islam diturunkan ke muka bumi bukan
untuk menciptakan manusia-manusia korup yang menilep harta rakyat sehingga
negaranya bangkrut, demikian pula tidak untuk melahirkan manusia-manusia
bejat yang mengizinkan kemaksiatan sehingga generasi mudanya hancur akibat
narkoba dan tindakan amoral. Islam tidak diturunkan untuk mencetak manusia-
manusia perusak, bermoral rendah, berperilaku binatang, merugikan sesamanya
dan berbuat semaunya tanpa pertanggungjawaban. Islam tidak pernah
mengajarkan pengikutnya agar menjadi manusia-manusia buas yang membunuh
dan memerangi manusia lainnya tanpa sebab yang jelas dan dibenarkan. Ajaran
Islam sangat jelas, bahkan penuh dengan ketinggian dan keagungan. Bahkan
mereka yang mengaku Muslimpun belum tentu dianggap Islam apabila
keislamannya karena mengharapkan kepentingan duniawiyah dan bukan karena
mengharapkan keridhoan Allah semata. Demikian pula jika ada yang
menyatakan dirinya berjuang di jalan Islam, namun mengharapkan balasan dunia
walaupun sekedar tali unta, maka dia bukanlah pejuang sejati di hadapan Islam.
Apalagi mereka yang berjuang karena dendam pribadi ataupun karena
kepentingan dunia lainnya, kemudian melakukan kerusakan demi kerusakan
maka jelas tidak berada di jalan Islam.
Islam hanya memerintahkan pengikutnya untuk mengajak manusia ke
jalan yang lurus, jalan yang penuh dengan keagungan, keadilan dan kedamaian.
Jalan yang akan mengantarkan mereka menuju kesempurnaan dan ketinggian
hidup hanya menyembah kepada Allah Yang Maha Esa dan meninggalkan
Tuhan-Tuhan selainnya. Misi inilah yang dibawa semua utusan Allah dari Nabi
Adam sampai kepada Nabi Muhammad. Namun kenyataannya, tidak semua
manusia mau mengikuti seruan dari Sang Maha Pencipta, bahkan ada diantara
mereka yang menghalangi dan memerangi para utusan Allah untuk menghalang-
halangi manusia lainnya mengikuti ajaran mulia ini. Maka apakah para
penghalang dan pemerang ajaran agung ini akan dibiarkan berbuat semaunya
agar manusia tidak mengenal keagungan ajaran Penciptanya ? Maka tentu para
penghalang ini harus disingkirkan agar semua umat manusia bebas menentukan
pilihannya sendiri tanpa paksaan dan rasa takut. Tapi kenyataannya para
penghalang yang umumnya kaum penguasa diktator dan tiranis menyusun
kekuatan dengan segala kelengkapannya untuk menghalangi dan memerangi
manusia yang menginginkan ditegakkannya keadilan dan kedamaian sejati
berdasarkan ajaran Islam. Itulah sebabnya Allah Yang Maha Mengetahui
memerintahkan kepada pengikutnya untuk mempersiapkan segala bentuk
kekuatan untuk melenyapkan para penghalang kebenaran ini. Akhirnya
peperangan pasti tidak akan terelekkan antara pembela kebenaran dan pembela
kejahatan sebagaimana yang terjadi disepanjang sejarah umat manusia, dan pasti
akan terus terjadi selama masih ada manusia-manusia yang menganggap dirinya
sebagai Tuhan-Tuhan dan menghalangi manusia menuju kebenaran.
Itulah sebabnya Islam dengan tegas memerintahkan pengikutnya untuk
berjihad dengan niat dan tujuan utama untuk menegakkan kalimah Allah di
muka bumi dan bukan untuk mencari kepentingan duniawiyah, berupa harta
kekayaan, pangkat, jabatan ataupun keharuman nama. Jihad Islam hanya
memerlukan manusia-manusia agung yang telah melepaskan segala kepentingan
duniawinya, menukarnya dengan kebahagian akhirat untuk mencapai kehidupan
yang agung dan mulia. Itulah sebabnya jihad Islam hanya mampu diemban oleh
mereka yang hanya mengharapkan keridhoan Allah semata, sebagaimana
dicontohkan Rasulullah dan para Shahabat agungnya. Walaupun sebagain
mereka awalnya adalah para konglomerat yang kaya raya, namun akhirnya
mereka menjalani hidup sederhana dan menginvestasikan hartanya di jalan
Allah. Walaupun mereka telah menguasai gudang-gudang kekayaan dunia
seperti Romawi, Parsia ataupun Mesir, kehidupan mereka tetap sederhana
sebagaimana digambarkan Khalifah Umar bin Khattab yang meninggal hanya
mewariskan sebuah baju yang penuh dengan tambalan kepada keluarganya.
Ajaran Islam yang agung dan mulia terus menerus melahirkan manusia-
manusia agung sepanjang sejarahnya yang mentauladani perjuangan
Muhammad Rasulullah dan para Shahabatnya. Demikian pula ketika
kebangkitan Islam dikumandangkan beberapa dekade lalu, telah tampil dengan
gagah beraninya generasi pejuang muslim yang menentang imperialis Barat,
mengusir mereka dengan penuh keperkasaan. Mereka tampil silih berganti
mengumandangkan perang suci melawan kaum kafir yang telah meracuni
keyakinan dan pemikiran umat sehingga menjadi bangsa yang terbelakang.
Kemenangan demi kemenangan mereka peroleh, sehingga para kolonialis kafir
dengan berat hati meninggalkan tanah jajahan yang menjadi sumber penghasilan
mereka. Dan kini, di tengah-tengah gencarnya sekulerisasi dan westernisasi yang
dipaksakan kepada generasi muda Islam, mereka tampil kembali menyerukan
agar umat berpegang teguh kepada ajaran agamanya sebagaimana dikehendaki
Allah dan Rasul-Nya. Hari demi hari, seruan mereka yang ikhlas menggema dan
membahana, menembus dinding-dinding benteng sekulerisme yang
dipropagandakan Barat. Walaupun menghadapi tantangan dan rintangan,
mereka tetap tegar menyerukan perjuangan suci agar umat kembali
mengamalkan ajarannya dan meninggalkan segala bentuk ajaran sesat yang akan
menjadikan mereka sebagai umat terbelakang. Bahkan diantara mereka telah
mengorbankan jiwanya di medan jihad yang terbentang dari Palestina,
Afghanistan, Checnia, Bosnia sampai di Selatan Filipina dan Ambon.
Namun kenyataannya, mereka yang ikhlas berjihad mengorbankan
segalanya untuk Allah dalam menegakkan Islam yang menyerukan keadilan dan
kedamaian di muka bumi ini, yang meninggalkan kepentingan duniawinya
untuk kehidupan akhirat, yang menentang kezaliman para diktator tiranis, yang
melawan para perampas hak asasi dan tanah air mereka, yang berjuang
mempertahankan eksistensi mereka, yang menginginkan ditegakkannya ajaran
Allah di muka bumi agar manusia selamat dunia akhirat dituduh dan dicap
sebagai teroris. Mereka dicitrakan secara sistematis sebagai manusia-manusia
bejat biang kerok kerusakan oleh Amerika dan sekutunya yang mendapat
pengesahan PBB. Para pejuang Islam yang mempertahankan tanah airnya dari
penjajahan kapitalisme global yang mengeksploitasi sumber daya alamnya
dicitrakan sebagai manusia-manusia pembangkang seperti kaum teroris yang
selalu dicitrakan membuat teror, kerusuhan, kerusakan dan sejenisnya. Itulah
sebabnya dunia diharapkan memerangi mereka dengan segala kekuatan yang
dimilikinya. Dan akhirnya dunia menyaksikan ketidakadilan demi ketidakadilan
yang ditimpakan kepada kaum muslimin yang menyerukan keselamatan dan
kedamaian sebagaimana yang terjadi terhadap kaum muslimin di Australia dan
negara Barat lainnya.
Pada hakikatnya, sebagaimana generasi Islam pertama, kelompok yang
dituduh sebagai teroris ini ingin menciptakan sebuah masyarakat Islam yang
tegak atas dasar al-Qur’an dan Sunnah Rasul namun mampu menjawab
tantangan jaman modern sehingga Islam menjadi agama rahmat untuk seluruh
alam. Mereka berkeyakinan bahwa Islam adalah ajaran sempurna yang
diturunkan Allah untuk seluruh umat manusia, dari sejak diturunkannya sampai
hari kiamat kelak. Itulah sebabnya mereka berkeyakinan bahwa Islam pasti
mampu membangun tatanan masyarakat utama kapan dan dimanapun.
Masyarakat Islam, sebagaimana yang digambarkan masyarakat yang dibina
Rasulullah adalah masyarakat yang menjunjung tinggi moral, mengutamakan
keadilan, penuh toleransi, menghormati pemeluk keyakinan dan agama lain,
mengutamakan persatuan dan keamanan. Masyarakat utama yang pernah
dibangun oleh Muhammad Rasulullah dan para shahabat pelanjunya di Madinah
dan menjadi cikal bakal tumbuh berkembangnya masyarakat yang membangun
peradaban baru dunia yang berdasarkan keunggulan ajaran Islam.
Namun dalam perjuangan mereka menegakkan masyarakat utama ini,
kelompok-kelompok lawannya seringkali menentangnya dengan tindakan-
tindakan zalim, tidak jujur, diktator, membelenggu wacana intelektual dan
menggunakan cara-cara brutal yang telah menyumbat aspirasi dan kebebasan
sehingga membuat mereka terpojok, putus asa dan menimbulkan sikap irrasional
dalam mempertahankan keyakinannya sebagaimana yang terjadi di Palestina,
Afghanistan dan dunia Islam lainnya. Kenapa mereka yang ikhlas menghendaki
kebaikan tidak diberikan kesempatan mengemukakan pendapat mereka dan
membuktikan keunggulan ajaran mereka yang dapat memberikan rahmat kepada
seluruh umat manusia, sementara kaum kafir, munafik dan pendukung
kemaksiatan diberikana kebebasan bahkan didukung dan dilindungi
keberadaannya oleh penguasa. Dengan kata lainnya kalangan yang dijuluki
sebagai Islam radikal, fundamentalis, teroris dan sejenisnya selalu dihalang-
halangi dengan berbagai cara dan dihambat aspirasi mereka dalam menegakkan
keyakinannya. Bahkan mereka menyaksikan kezaliman demi kezaliman, teror
demi teror, penganiayaan demi penganiayaan dan seribu satu perilaku jahat
lainnya yang menjadikan mereka “terpaksa” mempertahankan eksistensi diri,
gerakan dan perjuangan mereka.
Perlawanan bangsa Palestina terhadap Israel misalnya, tidak lain
disebabkan karena Israel telah menzalimi, menjajah, merampas dan merampok
bumi Palestina dengan paksa dari tangan kaum muslimin sebagai pemilik sahnya
dengan dukungan dari pemerintah Amerika dan sekutu Baratnya. Dengan
kekuatan militer dan dukungan diplomasi politik internasional, Israel telah
bertindak semena-mena terhadap kaum muslimin Palestina, membunuh dan
memerangi mereka tanpa belas kasih. Berapa banyak wanita, orang tua, anak-
anak yang tidak berdosa harus mati di tangan tentara Israel yang kejam. Bangsa
Palestina diusir secara sistematis dari tanah airnya, dan jika bertahan mereka
akan menghadapi kekejaman tentara Isreal. Maka untuk menghadapi manusia-
manusia bejat semacam orang-orang Israel yang telah menjajah dan membunuh
kaum muslimin Palestina ini, tindakan apakah yang paling tepat dilakukan ?
Tidak ada jawaban yang lebih mulia kecuali melawan mereka dengan segala
kekuatan yang ada untuk mempertahankan eksistensi kaum muslimin dari tanah
air mereka. Itulah sebabnya para ulama Islam telah memfatwakan wajibnya
melawan agresor Israel dengan segala kekuatan kaum muslimin, termasuk
perlawan dengan BOM SYAHID yang sangat ditakuti. Ironisnya, bangsa
Pelestina yang memperjuangkan hak-haknya kemudian dicap dunia sebagai
teroris, sementara penjajah Israel yang merampas hak asasi manusia dicitrakan
sebagai pahlawan oleh sekutu Baratnya. Melihat kenyataan ini, hati manusia
mana yang tidak menjerit, memberontak dan melawan. Itulah sebabnya tidak
mengherankan jika pemuda-pemudi muslim Palestina berlomba-lomba
menggapai syahid dengan meledakkan dirinya dengan bom, daripada mereka
mati konyol tertembak peluru nyasar tentara Israel, toh mereka akan mati juga,
dan mereka memilih mati mulia sebagai syuhada.
Demikian pula berkobarnya jihad di Afganistan di sulut oleh kebiadaban
rezim Komunis, dan apa yang terjadi di Algeria tidak lain akibat kecurakan
kelompok nasionalis sekuler yang kalah dalam berdemokrasi. Tampilnya Front
Pembela Islam, Laskar Jihad, Mujahidin dan gerakan sejenisnya di Indonesia
belakangan ini tidak lain dipicu oleh kurang seriusnya pemerintah terhadap
pemberantasan kemaksiatan, membiarkan budaya hedonistik bahkan akan
membiarkan munculnya faham komunis ataupun tidak memberikan pembelaan
terhadap umat Islam yang dianiaya di Maluku dan Ambon. Karena mereka
memiliki semangat keislaman yang membara, maka kelompok Islam ini
senantiasa memiliki kepedulian yang lebih besar daripada kelompok Islam
lainnya. Kemudian jika Islam dan ajarannya di ganggu gugat, maka merekalah
yang akan tampil pertama kali membela kepentingan agama dan umatnya.
Tindakan mereka yang penuh dedikasi, pengorbanan dan ketulusan ini seringkali
ditafsirkan salah sebagai usaha teror, perusakan dan sebagainya.
Sementara jika dikaji ajaran Islam lebih jauh, kadangkala perbuatan
mereka beramar makruf nahi mungkar secara terbuka dan berani adalah perkara
mulia dan dianjurkan ajaran Islam dan pernah dicontohkan oleh para shahabat
mulia. Keberanian Abu Dzar al-Ghifari misalnya adalah contoh dimana seorang
pejuang Islam benari mengemukakan kebenaran agamanya di tengah-tengah
kejahiliyahan. Walaupun mendapat tantangan dan penyiksaan dari kaum kafir
jahiliyah, dia tetap tegar menyuarakan kebenaran yang diyakininya.
Kenyataannya para pejuang Islam tidak pernah gentar menghadapi berbagai
bentuk perlawanan yang diberikan musuh-musuh mereka, karena setiap orang
yang siap menjadi pejuang di jalan Allah, pasti akan mendapat ujian atas
kesungguhan perjuangannya. Itulah sebabnya, mereka sepatutnya diberikan
kesempatan menjalankan dakwah dan jihad sebagaimana diyakini, tidak perlu
dicurigai ataupun dihalang-halangi agar kelihatan wajah asli mereka yang sangat
simpatik, penuh pengorbanan dan ketulusan. Bahkan apa yang mereka lakukan
pada hakikatnya karena keinginan mereka memasukkan masyarakat ke dalam
syurga yang dijanjikan Allah kepada mereka yang mengikuti ajarannya.
Pasca penyerangan terhadap Amerika tanggal 11 September 2001,
pemerintah Amerika sangat berambisi menghabisi para pejuang Islam dan
gerakan kebangkitan Islam di seluruh dunia, terutama perjuangan menegakkan
dan penerapan syari’at Islam. Bersama sekutu dan antek-anteknya mereka telah
menyiapkan program yang tersistematis untuk menghancurkan Islam dan
umatnya, bahkan dengan terang-terangan mereka telah membangkitkan kembali
semangat Perang Salib terhadap kaum muslimin yang dituduhnya sebagai kaum
teroris. Dengan dalih terorisme, para pejuang Islam yang memperjuangkan hak-
haknya diperangi oleh kekuatan dunia yang dikomandoi Amerika dan atas
dukungan badan dunia Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah berhasil
menumbangkan pemerintahan Taleban di Afghanistan, Amerika dan sekutunya
sangat berambisi menumbangkan pemerintahan Saddam Husein di Irak yang
dituduhnya sebagai sarang teroris.
Namun ternyata operasi besar yang dilancarkan Amerika dan sekutunya
di Afghanistan tidak berhasil menangkap tokoh yang dituduh sebagai teroris
paling berbahaya, Osama bin Laden. Walaupun mereka berhasil mengganti
pemerintah Taliban dengan pemerintah bonekanya, tapi pada hakekatnya misi
utama Amerika dan sekutunya telah gagal, karena tidak berhasil menangkap
Osama bin Laden yang menjadi tujuan utama penyerangan ke Afghanistan.
Kegagalan ini mendapat kritik demi kritik dari masyarakat Amerika yang telah
mengangkat dan membiayai pemerintahan Amerika pimpinan Goerge Walter
Bush. Apalagi operasi pengangkapan dan penyerangan ini memakan biaya besar
yang pada akhirnya akan mengantarkan Amerika menuju jurang krisis ekonomi.
Untuk mengalihkan perhatian rakyatnya, pemerintah Amerika perlu mencari
tokoh pengganti yang dapat memuaskan emosional rakyatnya, maka
dirancangkan penyerangan terhadap Irak, namun tanpa disangka, negara-negara
Arab bersatu mendukung Irak yang membuat Amerika berfikir panjang. Untuk
mengurangi resiko, dicarilah pengganti Osama di kawasan lain, dan Asia
Tenggara menjadi pilihan. Berkat kecanggihan proposal pemerintah Singapura
yang sangat takut dengan kebangkitan Islam, direkayasalah sebuah gerakan
Islam yang bernama Jamaah Islamiyah (JI) dengan pemimpin spiritualnya Abu
Bakar Ba’asyir. Untuk memuaskan emosi masyarakat Barat yang anti Islam,
Ba’asyir perlu dikorbankan dengan menggambarkannya sebagai pemimpin
teroris internasional yang dikehendaki PBB. Jadilah Ba’asyir sebagai tokoh teroris
internasional yang memimpin sebuah gerakan teroris yang telah meledakkan
pusat perdagangan Amerika. Terlepas dari pro dan kontra, pengertian teroris
perlu didudukkan dan difahami dalam konteknya. Jangan karena kebencian
kepada suatu umat, kemudian dengan mudah dicap sebagai teroris sebagaimana
yang ditimpakan kepada kaum muslimin yang memperjuangkan penegakan
syari’at Islam saat ini. Ironisnya mereka yang memperjuangkan Islam Kaffah saat
ini sudah diidentikkan dengan teroris pula. Wallahu a’lam.......
Prolog :
Kebangkitan Islam Gelombang Kedua
Dunia Modern Yang Sesat dan Kehilangan Arah Tujuan
Pada awal abad 21 ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa revolusioner,
spektakuler dan dramatis yang akan merubah wajah dunia mendatang.
Peristiwa-peristiwa revolusioner yang telah menggemparkan umat manusia baik
dalam bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, militer, pendidikan, ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, agama dan lainnya. Peristiwa-peristiwa yang
terjadi diluar perkiraan dan rencana manusia. Semua ini terjadi seakan-akan
telah dimulainya jaman baru dalam sejarah umat manusia di muka bumi yang
dikenal dengan Millinium ketiga.1 Bersamaan dengannya muncullah trend-trend
baru yang akan menentukan corak dunia di masa depan, sebagaimana
dikemukakan Naisbitt, Aburdene, Toffler, dan lainnya.2
Jaman baru politik dunia ditandai dengan mulai terjadinya rentetan
beberapa peristiwa yang telah menggemparkan dunia. Diantaranya seperti
pecahnya Super Power Uni Soviet menjadi beberapa negara merdeka yang
memiliki kedaulatan dan melahirkan negara-negara Muslim seperti Uzbekistan,
Kazakastan dan lainya. Sementara Rusia sendiri dilanda krisis politik yang
berkepanjangan akibat konflik kaum Modernis-Kapitalis dengan Tradisionalis-
Komonis. Pecahnya Yugoslavia menjadi beberapa negara merdeka dan
melahirkan negara merdeka Bosnia dan Serbia yang telah melahirkan konflik
dan peperangan. Perkembangan politik dunia bertambah semarak dengan
bersatunya kembali Jerman Barat dan Jerman Timur menjadi negara Kapitalis-
Liberal-Demokratis dan juga bangkitnya Cina dengan ide pembaharuan
ekonomi-politik ala Kapitalisme. Pergeseran dan perkembangan politik dunia ini
telah memicu lahirnya konflik demi konflik yang berkepanjangan bahkan akan
menjadi semacam pertarungan peradaban (the clash of civilizations) sebagaimana
dikatakan Huntington.3
Keruntuhan Uni Soviet secara drastis telah menghilangkan taringnya
sebagai Super Power, sekaligus meninggalkan konflik berkepanjangan terhadap
bekas negara-negara sekutunya yang telah merdeka. Hal ini juga membawa
pengaruh terhadap negara-negara Sosialis-Komunis lainnya. Negara-negara
Baltik yang selama ini berlindung di bawah kegagahan Uni Soviet sepertinya
sudah kehilangan arah dan pedoman akibat krisis ekonomi, sosial ataupun
3rd Millenium, The Challenge and The Vison,
Megatrend 2000 Megatrend Asia, The Eight Asia Megatrend that are Changging the World, Global Paradox, The Third Wave, Future
Shock,Power Shift,2020 VisionThe Limits to Growth Encounters with the Future : a Forecast of Life into the 21st Century
The Clash Of Civilizations and The Remaking of World Order,
politik yang dialaminya. Kini mereka hanya mengharap balas kasihan dari
negara-negara Barat yang menjanjikan segala bentuk bantuan dengan syarat
segala aktivitas politik negara mereka dikontrol sesuai dengan kebijaksanaan
Barat. Diantaranya ada juga negara Sosialis-Komonis yang coba bertahan di
tengah-tengah perubahan ini seperti Kuba di bawah pimpinan Fidel Castro
misalnya. Namun negara kecil ini telah mengalami berbagai bentuk krisis,
sehingga penduduknya banyak yang mengungsi ke Amerika dan negara
tegangga berdekatan.4
Peta kekuasaan dunia telah berubah dengan runtuhnya Super Power Uni
Soviet. Akibat paling kentara adalah berakhirnya perang dingin yang
berkepanjangan antara blok Barat dan blok Timur yang selama ini menghantui
dunia dan telah menimbulkan berbagai bentuk krisis. Kemungkinan perang
nuklir yang menakutkan dunia tidak mungkin akan terjadi, karena pada
hakikatnya kini Rusia sebagai pewaris persenjataan Uni Soviet telah bertekuk
lutut pada kekuatan Barat dan mengikuti segala perintahnya. Amerika dan
sekutu-sekutu Baratnya telah merayakan kemenangan yang mereka nantikan
selama ini. Penantian panjang mereka telah berakhir dengan kemenangan yang
akan menobatkan mereka sebagai pengontrol dunia. Bersamaan dengan itu
Amerikapun memproklamasikan dirinya sebagai satu-satunya Super Power
dunia sekaligus sebagai Polisi dunia dengan mengemukakan konsep "The New
World Order" (Orde Baru Dunia ) yang dicita-citakannya.
Dengan konsep Orde Baru Dunianya ini, Amerika dan sekutu-sekutu
Baratnya dapat melaksanakan segala keinginannya dengan mengatasnamakan
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mereka akan memaksa semua bangsa agar tunduk
dengan segala perintahnya, termasuk menentukan kebijaksanaan politik dan
ekonomi sebuah bangsa. Berapa banyak pemimpin-pemimpin negara yang
dipilih rakyat secara demokratis harus meletakkan jabatananya karena tidak
dikehendaki Barat. Dalam hal ini kasus Turki dan Algeria adalah contoh yang
paling dekat. Walaupun pemimpin-pemimpin Partai Refah dan FIS yang
berhaluan Islam mendapat kemenangan besar dalam pemilu yang demokratis,
namun karena tidak direstui Barat, terjadilah kudeta militer yang disponsori
Barat. Hal ini terbukti karena Barat merestui pemerintahan Nasionalis-militer
yang mengadakan kudeta. Namun anehnya mereka sanggup mengadakan
penyerangan militer terhadap Haiti untuk menumbangkan rezim militer yang
mengadakan kudeta terhadap pemerintah yang dipilih rakyat, atas nama
demokrasi. Maka jelas tujuan Orde Baru Dunia yang diproklamasikan Amerika
pada hakikatnya adalah untuk mempertahankan dominasi politiknya terhadap
bangsa-bangsa lain.
The Soviet Tragedy : A History of Socialism in Russia (1917-1991). The End of History and The Last Man, Communism : The Final
Crisis,The End Of Communist Revolution,The End of Communist Power, The Rise and Fall of Communism,
Dibalik kemenangan politiknya, kini Barat mengalami krisis sosial dan
ekonomi yang sangat parah. Hal ini diakibatkan terutama oleh kemerosotan
sumber daya manusia mereka. Kualitas manusia-manusia Barat masa kini
bukanlah seperti kualitas nenek moyang mereka yang gigih dan rajin sehingga
mereka sanggup menjelajah dunia untuk menjajahnya. Namun manusia Barat
kini adalah manusia pemalas yang penuh dengan krisis dan dilemma. Mereka
ingin mendapatkan hasil yang maksimal dengan kerja yang minimal, sehingga
waktu dihabiskan dengan berfoya-foya. Itulah sebabnya masyarakat Barat yang
sudah kalah bersaing dengan bangsa-bangsa Timur seperti Jepang, Korea, Cina
ataupun ASEAN mendesak pemerintahnya agar mengeluarkan segala bentuk
dekrit dan undang-undang yang akan mempertahankan dominasi ekonomi
mereka. Mentalitas inilah yang telah melahirkan blok ekonomi seperti
Masyarakat Ekonomi Eropa (EC), NAFTA, APEC dan sejenisnya. Dan mentalitas
seperti inilah yang akhirnya melahirkan pemaksaan kehendak Barat terhadap
negara-negara membangun dan terbelakang dalam dunia perdagangan seperti
kasus pemberlakuan GATT oleh WTO.
Kemerosotan ekonomi Barat telah memberikan kesempatan bangkitnya
kekuatan-kekuatan ekonomi baru di kawasan Pasifik seperti Jepang, Taiwan,
Cina, Malaysia, Indonesia dan lainnya. Dan para intelektualpun meramalkan
akan terjadinya perpindahan pusat perekonomian dari zone Atlantik menuju
zone Pasifik. Ramalan ini akan menjadi kenyataan di masa depan dengan mulai
tumbuhnya kesadaran baru yang ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin di
kawasan ini. Dr. Mahathir Mohammad telah mengusulkan dibentuknya
kerjasama ekonomi Asia timur (EAEC) yang melibatkan negara-negara Asean,
Cina, Jepang, Korea, Taiwan dan lainnya. Diharapkan dengan wujudnya
kerjasama ini akan mendorong kebangkitan ekonomi di kawasan ini. Usul ini
telah mendapat sambutan hangat dari negara-negara Asia Timur, namun Barat
tetap tidak merestuinya, bahkan berusaha menggagalkannya dengan menekan
negara-negara lainnya, karena hal ini akan dapat mengurangkan dominasi
ekonominya.
Persaingan ekonomi dunia semakin hebat, dan kadangkala untuk
mempertahankan dominasi ini harus melibatkan kekuatan politik dan bahkan
militer, terutama antara negara-negara maju yang diwakili kelompok utara
(Eropa) dengan negara-negara industri baru di kawasan selatan. Negara-negara
maju yang merasa dominasi ekonominya tersaingi, akan menggunakan berbagai
cara untuk melumpuhkan saingannya. Negara-negara Barat yang merasa
tersaing telah merancang berbagai bentuk peraturan dengan mengatasnamakan
Persatuan Bangsa-Bangsa dan badan-badannya yang terkadang merugikan
negara-negara membangun dan terbelakang. Demikian pula mereka selalu
mengaitkan bantuan ekonomi dengan keadaan politik satu negara. Dengan
alasan demokrasi, kebebasasan, hak asasi kemanusian dan sejenisnya, negara-
negara maju yang dipromotori Amerika memiliki hak untuk menentukan
perkembangan perekonomian sebuah bangsa. Semua itu pada hakikatnya adalah
untuk merebut pasaran dunia yang lebih luas sebagai kelanjutan dari penjajahan
baru (New Imprialism).
Keadaan ekonomi dunia yang tidak menentu ini telah membawa
pengaruh terhadap perkembangan sosio-politik dunia. Negara-negara maju
seperti Amerika dan negara-negara Barat lainnya yang terbiasa dengan keadaan
ekonomi yang mapan dan stabil, kini mulai gelisah. Apalagi tindakan Amerika
yang menjadikan dirinya sebagai polisi dunia telah memaksanya untuk
mengeluarkan dana besar untuk membantu sekutu-sekutunya. Dalam hal ini
Perang Teluk yang memakan biaya ratusan milyar dolar adalah contoh nyata.
Akibatnya Amerika perlu mencari sumber-sumber dana lain di tengah-tengah
krisis ekonomi yang dialaminya. Jalan pintas yang dilakukannya adalah dengan
menjual teknologi yang dimilikinya, terutamanya teknologi persenjataan modern
yang memang sangat diminati oleh rezim-rezim diktator yang ingin
mempertahankan kekuasaannya ataupun kepada para pemberontak. Dan
terjadilah perang yang direncanakan di seluruh dunia, dari Bosnia, Afganistan,
Checnya hingga Somalia, Ruwanda dan sebagian negara-negara Afrika.
Amerika dan sekutu-sekutu Baratnya akan melancarkan serangan, baik
melalui politik, propaganda hingga militer kepada pemimpin-pemimpin politik
yang tidak disenanginya dengan mengatasnamakan PBB, demokrasi, hak asasi,
kemanusiaan dan sejenisnya. Amerika dan sekutu-sekutunya telah
merencanakan penggulingan Saddam Hussein, Muammar Qathafi setelah gagal
membunuhnya secara militer. Pemimpin-pemimpin negara Sudan yang sedang
giat mengadakan Islamisasi di tuduh sebagai teroris. Mereka juga telah
merancang untuk menjatuhkan Perdana Menteri Jepang, Hosokawa, dengan
alasan korupsi. Dan Perdana Menteri Malaysia, DR. Mahathir Muhammad, yang
lantang terhadap kebijaksanaan Barat difitnah sebagai sebagai koruptor. Dan
pemimpin-pemimpin politik Indonesia yang mayoritas Muslim, seperti BJ.
Habibie diserang dengan berbagai tuduhan negatif yang tidak beralasan.
Amerika dan sekutunya dengan enteng membumi hanguskan Afghanistan
dengan alasan untuk menangkap Osama bin Laden yang dituduh sebagai dalang
penyerangan WTC dan Pentagon. Tindakan brutal dan biadab Amerika ini
senantiasa mendapat restu PBB yang tunduk dibawah telunjuknya. Sementara
kebiadaban Israel yang membantai warga Palestina tetap diacuhkan.
Pergeseran kekuasaan dunia dengan runtuhnya Uni Soviet dan
menjadikan Amerika sebagai satu-satunya Super Power ternyata tidak
mendatangkan kebaikan kepada dunia. Karena Amerika dan sekutu-sekutu
Baratnya dapat berbuat semaunya dengan menunggangi badan-badan dunia
yang telah dikontrolnya. Mereka dapat mendektekan segala kemauannya tanpa
ada yang dapat menentangnya. Dengan kecanggihan tehnologi militer yang
dimilikinya, Amerika dapat menggertak negara-negara yang menentangnya.
Demikian pula halnya Barat telah memaksakan nilai-nilai hidup mereka yang
sekuleristik kepada bangsa-bangsa lain dengan mengatasnamakan kepentingan
sedunia. Mereka hendak mengekspor kehidupan jahiliyah Barat kepada bangsa-
bangsa Muslim dan Timur lainnya yang telah memiliki tradisi sendiri. Semua ini
telah menimbulkan kekecewaan mendalam bangsa-bangsa yang baru bangkit
membangun, mereka sudah hilang kepercayaan terhadap PBB dan negara-
negara maju yang mau menang sendiri.
Di abad 21 ini penderitaan umat manusia bertambah parah, baik di
negara-negara maju apa lagi di negara yang sedang membangun dan
terbelakang. Di negara-negara maju seperti di negara-negara Barat ataupun
Amerika, masyarakatnya mengalami penyakit psikologi yang membawa
penderitaan batin, kegelisahan, keresahan dan kehampaan dalam hidup.
Walaupun mereka dipenuhi dengan segala kelebihan materi, namun mereka
tetap merasa menderita, bahkan penderitaan yang mereka rasakan melebihi
penderitaan orang miskin. Itulah sebabnya tidak mengherankan kasus bunuh
diri meningkat dengan drastisnya di negara-negara maju. Kehidupan
individualistik yang mereka amalkan telah menjadikan mereka tidak saling
memperdulikan satu dengan lainnya. Lebih jauh telah lahir sekumpulan
masyarakat yang amat menyayangi binatang, bahkan mereka sanggup berbuat
apa saja demi kepentingan binatang yang disayanginya. Mereka memberi makan
binatang-binatang melebihi makanan manusia. Namun anehnya mereka tidak
memperdulikan penderitaan masyarakat disekelilingnya, karena hanya mereka
berlainan kulit dengannya. Penyakit-penyakit moral dan sosial seperti free-seks,
homo-seks, kecanduan ganja dan minuman keras serta lainnya telah menambah
lagi penderitaan mereka, yang akhirnya akan melahirkan masyarakat ganas
sebagaimana kelihatan tanda-tandanya belakangan ini. Masyarakat yang resah
dan gelisah namun memiliki kemampuan sains-teknologi canggih inilah yang
akan memusnahkan dunia dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Penderitaan yang dialami masyarakat di negara-negara terbelakang dan
sedang membangun tidak pula kalah pedihnya. Kemiskinan dan kelaparan
adalah penderitaan yang telah diwarisi turun temurun sehingga sangat sukar
diselesaikan. Keadaan ini umumnya berlaku pada bangsa yang tidak memiliki
lahan yang subur ataupun kurangnya hasil alam yang dapat dieksploitasi.
Mereka hanya menjadi bangsa yang mengharapkan bantuan dari negara-negara
donor yang mau membantu dengan segala persyaratan yang kadangkala
bertentangan dengan tradisi masyarakat setempat. Mereka dipaksa untuk
mengurangkan kelahiran dengan cara membebaskan pergaulan laki-perempuan
dan kemudahan untuk menggugurkan kandungan (abortus) sebagaimana
masyarakat Barat.
Peperangan demi peperangan yang terjadi di beberapa bagian dunia telah
menambah penderitaan masyarakatnya. Peperangan yang dipaksakan di Bosnia
adalah sebuah contah nyata. Pasukan Serbia dengan kekuatan militer canggih
yang diwarisinya dari bekas negara Yugoslavia telah berlaku sewenang-wenang
menghapuskan etnis Muslim Bosnia yang tidak memiliki kelengkapan militer.
Mereka telah membunuh Muslim Bosnia, tanpa memperdulikan lelaki, wanita,
orang tua ataupun anak-anak. Mereka telah memperkosa beramai-ramai wanita-
wanita Bosnia sebagai salah satu strategi peperangan. Di Bosnia kelihatan
dengan jelas kekejaman manusia di abad modern yang dilakukan oleh mereka
yang mengaku dirinya memiliki peradaban. Namun anehnya, negara-negara
maju hanya memperhatikan saja pembantaian Muslim Bosnia. Mereka tidak
melakukan pembelaan sebagaimana mereka membela Kuwait ketika perang
Teluk.
Demikian pula perang saudara yang terjadi di Ruwanda, Somalia,
Afganistan, Yaman, Kambodia dan lainnya akibat keserakahan pemimpin-
pemimpin mereka kepada kekuasaan telah menghancurkan infra-struktur
negara. Peperangan-peperangan semacam ini telah menambah kehancuran,
keterbelakangan, kemiskinan dan penderitaan masyarakatnya. Rakyat jelata
terpaksa mengungsi di negara-negara tetangga yang menerima mereka dengan
setengah hati atau tinggal di kemah-kemah darurat dengan mengharapkan
bantuan dunia. Rakyat lemah ini terpaksa antri untuk mendapatkan sedikit
makanan agar mereka dapat mempertahankan sisa-sisa hidup mereka. Bahkan
tidak sedikit diantara mereka yang menemui ajal karena kurangnya makanan.
Penderitaan dan kepedihan mereka disiarkan ke seluruh dunia.
Penderitan dan kesengsaraan kaum Muslimin di Palestina, Kashmir,
Kurdistan, Arakan, Myan Mar, Filipina selatan dan lain-lainnya hampir
dilupakan dunia karena penderitaan mereka yang sudah berkepanjangan.
Rezim-rezim nasionalis tidak mengakui hak-hak mereka sebagai sebuah bangsa
yang memiliki kemerdekaan dan kedaulatan. Mereka tetap menuntut hak dan
terus berjuang dari satu generasi ke generasi lainnya dengan mengadakan
perlawan senjata. Korban telah berjatuhan demikian banyaknya, sementara
perjuangan mereka belum mendatangkan hasil sebagaimana dicita-citakan,
kecuali dibeberapa tempat seperti di Palestina, itupun hanya sebatas otonomi.
Dunia menyaksikan segala penderitaan mereka, anak-anak yang kehilangan
keluarga, orang tua yang sakit menahan kepedihan, perempuan-perempuan
yang hanya mampu meraung dan menyesali keadaan mereka. Generasi yang
tidak terdidik dan terbelakang. Bantuan yang mereka terima hanya sekedar
untuk dapat bertahan hidup sambil menunggu bantuan lainnya datang.
Penderitaan dan kesengsaraan mereka tergambar nyata dalam kehidupan
mereka, namun kepada siapakah harus mereka adukan segala bentuk
penderitaan mereka? Karena sang pembela dunia yang mengaku Polisi Dunia
hanya mau membela orang-orang kaya yang akan membayar pembelaannya.
Di abad ini pula telah terjadi berbagai bentuk krisis sosial yang sangat
mengerikan. Krisis ini terjadi bukan hanya di negara-negara terbelakang yang
serba kekurangan ekonomi, namun bahkan sampai ke negara maju seperti
Amerika. Kerusahan antar suku dan ras telah menjadi gejala baru perubahan
sosial dunia masa kini. Kerusuhan ini telah melanda kota maju dan
berperadaban Barat Los Angles di Amerika Serikat, kerusuhan antara kulit
putih, kulit coklat dan kulit hitam. Kerusuhan yang bermula dari peristiwa
pemukulan seorang sopir kulit hitam oleh sekumpulan polisi kulit putih. Namun
peristiwa kecil ini telah menyulut dendam yang terpendam selama ini akibat
ketidakadilan kulit putih terhadap kulit hitam di Amerika. Pertentangan antara
Irlandia Utara dengan Inggris, pembantaian Muslim di India, pembantaian
Muslim Bosnia, pembntaian kaum Tutsi di Ruwanda, pembantaian kaum
Muslim Checnya dan lainnya adalah diantara contoh nyata krisis sosial masa
kini.
Perlombaan dalam menciptakan sains-teknologi modern yang canggih
telah mewarnai kehidupan dunia masa kini. Para saintis dan teknolog berlomba
menghasilkan penemuan-penemuan yang memudahkan kehidupan manusia.
Namun diantara itu telah muncul pula teknologi yang mengerikan manusia,
terutama teknologi persenjataan. Negara-negara maju telah berlomba dengan
penuh kegilaan untuk menghasilkan secanggih-canggih senjata pemusnah
kehidupan manusia dan lingkungan hidup. Kemudian mereka memasarkannya
kepada negara-negara lain, yang akhirnya akan memusnahkan kehidupan
manusia. Laporan-laporan terkini yang menginformasikan tentang kecanggihan
senjata pemusnah ini mendirikan bulu roma setiap orang. Bagaimana tidak,
hanya dengan beberapa gram nuklir, dunia dapat hancur berkeping-keping.
Demikian pula telah banyak muncul ilmu yang bertentangan dengan moral
manusia.
Alhasil, keadaan dunia pada abad 21 ini telah melahirkan kebimbangan,
kecemasan dan ketakutan setiap orang yang memiliki hati nurani dan mencintai
keadilan. Tanda-tanda kehancuran dunia semakin nyata baik di laut, darat dan
udara, misalnya dengan terkikisnya lapisan ozon, meningkatnya suhu bumi,
semakin tingginya air laut, semakin tercemarnya udara dan air, semakin
turunnya kualitas lingkungan, semakin liarnya perilaku manusia, semakin
seringnya terjadi bencana alam dan peristiwa-peristiwa menakutkan lainnya.
Jika keadaan seperti ini dibiarkan terus berlaku, maka tidak diragukan lagi
bahwa dunia sedang menuju jurang kehancuran global yang akan
memusnahkan semua kehidupan di alam raya ini.
Maka keadaan dunia yang sedang porak poranda ini perlu segera ditata
kembali menjadi dunia yang harmonis penuh dengan kedamaian, keadilan dan
kemakmuran. Untuk tujuan itu perlu dicari alternatif dengan menerapkan
sistem universal yang sesuai untuk menata kembali masyarakat modern menjadi
masyarakat ideal. Karena pada hakikatnya dinamika sebuah masyarakat
ditentukan oleh sistem yang menatanya. Jika sistem yang diterapkannya unggul,
maka akan lahirlah masyarakat unggul dan sebaliknya, jika sistemnya sesat dan
palsu, maka akan lahirlah masyarakat perusak diri dan lingkungannya. Sistem
hidup yang selama ini berkembang, baik di Timur yang beraliran Sosialisme-
Marxisme ataupun di Barat yang Liberalisme-Kapitalisme telah mengalami
kegagalan demi kegagalan yang telah mengantarkan dunia seperti keadaannya
saat ini. Dunia baru sangat memerlukan sistem hidup baru. Sistem yang akan
mengantarkan dunia menuju era baru, era yang penuh dengan keadilan,
kedamaian dan kemakmuran yang senantiasa menjadi cita-cita umat manusia.
Semua sistem manusiawi yang diterapkan saat ini, tidak diragukan telah
mengancam hidup dan kehidupan umat manusia serta alam raya. Namun sistem
seperti apakah yang akan mampu menata kembali dunia yang sedang meluncur
menuju jurang kehancuran ini ?

Mencari Jawaban Dan Jalan Keluar


Dengan keadaannya seperti ini, maka tidak diragukan lagi pada
hakikatnya dunia modern saat ini membutuhkan sebuah revolusi universal dan
total yang digerakkan oleh manusia-manusia unggul yang akan
menghantarkannya pada keadilan dan kedamaian sejati. Sebuah perombakan
total dalam perilaku kehidupan umat manusia berdasarkan ajaran yang
diturunkan oleh pencipta manusia itu sendiri, Tuhan Yang Maha Pencipta dan
Yang Maha Mengetahui tentang manusia. Tidak ada seorangpun yang
mengetahui tentang manusia dan segala sesuatu yang menyangkut manusia,
kecuali pencipta manusia itu sendiri. Sebagaimana tidak ada yang lebih
mengetahui tentang seluk beluk mobil kecuali pencipta mobil itu sendiri. Maka
satu-satunya jalan keselamatan dan kedamaian di muka bumi ini adalah dengan
mengembalikan semua urusan kepada Tuhan Pencipta Manusia. Dan Tuhan
Yang Maha Mengetahui telah mengutus Nabi terakhirnya, Muhammad
Rasulullah, dengan membawa ajaran yang agung dan mulia, ajaran yang akan
mengantarkan umat manusia menuju keadilan dan kedamaian sejati. Hanya
Islamlah yang mampu menyelesaikan segala bentuk krisis dan dilemma manusia
modern dengan segala perbendaharaan pengetahuan mereka. Karena Islam
terbukti telah berhasil mencetak manusia-manusia unggul dan membangun
dunia baru yang menjadi mata rantai peradaban dunia. Maka sekali lagi Islam
akan bangkit kembali mencetak manusia-manusia unggul yang akan
membangun peradaban baru di atas peradaban modern yang kehilangan arah
dan tujuan saat ini.
Pada hakikatnya dunia saat ini membutuhkan sebuah gerakan Kebangkitan
Islam Gelombang Kedua. Gerakan yang akan merevolusi total sistem kehidupan
global yang menyangkut seluruh umat manusia di muka bumi ini, revolusi yang
memberikan solusi terbaik terhadap krisis dan tragedi yang di alami umat
manusia, baik manusia Barat, Timur, ataupun kulit putih, hitam ataupun coklat,
dengan kata lainnya adalah revolusi kemanusian. Gerakan ini hakikatnya adalah
program penyelamatan total umat manusia dari jurang kehancuran akibat
perbuatan sebagian diantara mereka yang dengan sadar membuat kerusakan
demi kerusakan dengan berbagai cara yang dilakukannya, baik melaui perang
bersenjata ataupun perang pemikiran dengan diciptakannya berbagai jenis
sistem hidup yang merusak. Jadi pengertian kebangkitan disini adalah lebih
luas, yaitu menyangkut gerakan perbaikan (islah), pembaharuan (tajdid) dan
penyelamatan (taslim) kepada seluruh umat manusia.
Kebangkitan Islam gelombang pertama sudah dilalui dengan kesuksesan
yang luar biasa. Di tengah-tengah kehancuran dan kegelapan dunia masa itu,
baik kehancuran pemikiran dan pengamalan, tampillah generasi-generasi yang
menyelamatkan dunia dibawah pimpinan seorang utusan Allah, Muhammad
Rasulullah SAW. Dengan wahyu yang diterimanya, Muhammad Rasulullah
tampil bersama para sahabatnya menyelamatkan bumi dari kehancuran dan
kegelapan, menjadikan dunia yang penuh keadilan dan kedamaian. Generasi ini
telah menyinari seluruh dunia dengan cahaya Islam yang memberikan rahmat
bagi seluruh alam. Memberikan alternatif sistem hidup yang terbaik dan dapat
mengantarkan manusia menuju kesempurnaan hidup dengan ajaran-ajaran
mulianya. Berkat kegigihan dan ketekunannya, para generasi ini dengan
dorongan semangat ajaran Islam berhasil menjadi mercusuar peradaban dunia
dan menjadi suri teladan manusia sepanjang jaman. Walaupun cahaya keislaman
yang diwariskan generasi pertama Islam ini semakin redup dari masa ke masa,
namun masih dapat memberikan spirit yang kuat kepada ummah selama hampir
7 abad, sehingga tiba masa kemunduran akibat penyelewengan mereka yang
terlalu jauh terhadap ajaran Islam dan akhirnya digantikan peranannya oleh
Barat.
Kemunduran kaum Muslimin telah memberikan peluang kepada para
cendikiawan Barat untuk mengambil khazanah peradaban Islam yang telah
dihasilkan para cendikiawan Muslim dan mengawinkannya dengan tradisi
mereka sehingga lahirlah peradaban Barat dengan cirinya yang khas. Akibat
pertentangan para cendikiawan Barat yang tercerahkan dengan para pemuka
agama Kristen yang menyeleweng yang melahirkan faham sekulerisme,
akhirnya peradaban Islam yang diambil disekulerkan oleh para cendikiawan
Barat dan mengklaim peradaban itu sebagai hasil karyanya dan dinamakan
dengan peradaban Barat modern. Dengan peradaban yang diadopsinya dari
berbagai sumber ini, para cendikiawan Barat kemudian bergerak dengan
kecepatan luar biasa menguasai peradaban modern, dan akhirnya mengantarkan
mereka menjadi mercusuar peradaban modern sampai saat ini. Ciri khas
peradaban Barat yang menolak peranan Tuhan dan segala atribut metafisik,
telah mengantarkannya menuju kebingungan justru dipuncak
kecemerlangannya, dan pada akhirnya kebingungan ini telah menjerumuskan
mereka menuju jurang kehancuran dengan berbagai krisis dan tragedi.
Walaupun Barat telah menemukan keberhasilan yang mengagumkan dalam
kehidupan material dengan penguasaannya dalam bidang sains dan teknologi
modern, namun mereka telah gagal mengantarkan pengikutnya menuju
kedamaian dan kebahagian sejati. Kegagalan sistem sosialisme-komonisme di
Uni Soviet dan sakit parahnya kapitalisme-liberalisme di Amerika adalah bukti
otentik masalah ini. Kegagalan ini tidak lain karena sistem hidup ini lahir dari
peradaban yang tidak memiliki landasan filsafat yang kukuh dan dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya. Maka dunia hari ini menyaksikan
kerusakan demi kerusakan, krisis demi krisis, kehancuran demi kehancuran
yang sangat merata di segala lapangan kehidupan, baik di negara yang
menyatakan dirinya beradab ataupun biadab atau di negara maju dan
terbelakang. Jika keadaan ini tidak segera diatasi, maka dalam waktu dekat
dunia akan mengalami kehancuran total.
Pada saat yang sangat mengkhawatirkan inilah perlu adanya Gerakan
Kebangkitan Islam gelombang kedua untuk menyelamatkan dunia dari
kehancurannya. Gerakan ini sama dengan gerakan kebangkitan Islam
gelombang pertama, baik misi, orientasi, relevansi ataupun metodologinya. Yang
berbeda hanyalah para pendukung gerakan ini. Jika gerakan terdahulu
didukung oleh generasi-generasi Islam yang lahir dari pembinaan Rasulullah,
maka gerakan masa inipun didukung oleh generasi-generasi Islam masa kini
yang lahir dari pembinaan model Rasulullah, karena hanya model pembinaan
yang bersumber pada wahyulah yang akan dapat melahirkan generasi-generasi
Islam penyelamat dunia. Karena metode ini telah terbukti mampu melahirkan
generasi-generasi agung penyelamat dunia, sementara metode selainnya belum
terbukti lagi. Itulah sebabnya, untuk memulai gerakan revolusi ini, harus
difahami metode yang telah diterapkan Rasulullah dalam membina generasi-
generasi Islam terdahulu dari sumber ajaran Islam, al-Qur’an, al-Sunnah dan
perilaku para Sahabat yang diridhoi serta warisan tradisi intelektual Islam.
Metode ini perlu dirumuskan kembali dalam bentuknya yang lebih sesuai
dengan kondisi masyarakat modern, terutama menjelaskan lagi makna-makna
esensial ajaranya agar lebih difahami. Metode ini kemudian diintegrasikan
kepada ummah melalui sarana-sarana pendidikan formal dan informal sehingga
terbentuknya masyarakat Islam dengan ciri khasnya.
Di dalam al-Qur’an telah disinggung pula proses kebangkitan ini,
walaupun penggambarannya dalam bentuk yang lebih khusus, sebagaimana
disebutkan al-Qur’an :
Dan telah Kami tetapkan kepada bani Israil di dalam Kitab itu :
Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di atas bumi dua kali dan kamu
akan menjadi sombong dengan kesombongan yang besar. Maka apabila datang
janji yang pertama, Kami bangkitkan atas kamu hamba-hamba Kami yang
mempunyai kekuatan besar, lalu mereka menguasai seluruh negeri. Dan itu
adalah ketentuan yang berlaku. Kemudian kami berikan giliran kepada kamu
(bani Israil) untuk menguasai mereka (hamba-hamba Allah) dan Kami bantu
kamu dengan harta benda dan pengikut, Kami jadikan kamu satu kelompok yang
lebih besar. Jika kamu berbuat baik maka kebaikan itu untuk dirimu sendiri dan
jika kamu berbuat jahat maka akibatnya buat kamu juga. Maka apabila datang
janji yang terakhir (kedua), (Kami bangkitkan kembali hamba-hamba Kami)
supaya mereka menghinakan muka kamu dan supaya memasuki al-Masjid,
sebagaimana mereka memasukinya pertama kali dan supaya mereka
menghancurkan kamu sehancur-hancurnya. (al-Isro’ : 4-7)
Bani Israil atau lebih populer disebut Yahudi, adalah salah satu bangsa
keturunan bapak para Nabi, Ibrahim AS dari anaknya Ishaq AS yang mendapat
keutamaan dari Allah SWT dan dijuluki sebagai bangsa pilihan, baik oleh
Taurat, Injil maupun al-Qur’an. Namun akibat perbuatan mereka yang
melampaui batas terhadap para utusan Allah, mereka dihukum Allah dengan
berbagai bentuk hukuman. Akhirnya mereka ditakdirkan akan membuat
kerusakan (fasad) dua kali (dua gelombang) sebagaimana disebutkan ayat di
atas. Para ahli tafsir klasik umumnya menafsirkan ayat di atas dengan kejadian-
kejadian masa lalu yang tidak berhubungan dengan pengikut Rasulullah SAW,
namun para ahli tafsir kontemporer seperti Said Hawa dalam tafsirnya
menghubungkan ayat tersebut dengan kejadian-kejadian masa kini. Kerusakan
(fasad) gelombang pertama yang dilakukan bani Israil adalah sebelum
bangkitnya Rasulullah dengan gerakan yang sangat radikal, terutama
membunuh para Nabi AS, membuat keonaran dan adu domba, merubah ajaran
Nabi Musa AS, membuat agama dan sistem hidup baru, memonopoli
perekonomian dan kerusakan-kerusakan lainnya. Terjadilah Gerakan
Kebangkitan (Islah) Islam gelombang pertama yang dipimpin Rasulullah dan
para pengikutnya yang dijuluki dengan sebutan hamba-hamba Allah yang
memiliki kekuatan besar (super power) yang menghancurkan dominasi Yahudi
setelah hijrah di Madinah. Kemudian generasi Islam sesudahnya yang dibina
Rasulullah menguasai negeri-negeri lain sampai di Palestina yang terdapat
masjid al-Aqsha. Selama beberapa abad, generasi Islam telah membangun
sebuah peradaban baru yang telah melahirkan tokoh-tokoh besar dalam semua
bidang kehidupan. Kemudian generasi Islam dan penerusnya mengalami
kemunduran setelah 7 abad lebih memimpin peradaban dunia, dan bangkitlah
kekuatan dan peradaban baru yang berpusat di Eropa. Kebangkitan Eropa
dijadikan alat oleh bangsa Yahudi untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya
harta benda dan pengikut, akhirnya mereka mendapatkan apa yang telah
dijanjikan Allah SWT kepada mereka dengan banyaknya harta benda dan
pengikut-pengikut setia yang mereka miliki. Dengan kekuatan harta benda dan
pengikut, baik pengikut dalam ideologi ataupun pemikiran, inilah kemudian
bangsa Yahudi dengan jaringan Zionisme Internasionalnya membuat kerusakan
(fasad) gelombang kedua dan berhasil mendirikan negara Israel serta menguasai
masjid al-Aqsha di samping menguasai pusat-pusat kekuatan politik, ekonomi,
informasi, teknologi, pengetahuan di seluruh dunia. Jika dianalisa lebih teliti,
pada hakikatnya, semua jenis kerusakan di muka bumi ini tidak lain bersumber
dari angkara Yahudi yang telah menganggap semua bangsa selain Yahudi
adalah keledai tunggangan yang diperalat untuk mencapai maksud dan tujuan
mereka. Maka pada saat kerusakan yang ditimbulkan Yahudi dan pengikut-
pengikut setianya mencapai puncak ekstrimnya, maka pasti akan terjadi
Gerakan Kebangkitan (Islah) Islam gelombang kedua dengan hadirnya generasi-
generasi Islam yang dijuluki dengan hamba-hamba Allah yang memiliki
kekuatan besar (super power) yang akan menghancurkan segala bentuk
dominasi Yahudi dalam semua aspek kehidupan. Dan generasi ini akan kembali
menguasai al-Masjid yang tidak lain adalah masjid al-Aqsho di Palestina yang
sekarang dikuasai Yahudi.
Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnyapun telah menyatakan tentang
akan terjadinya kebangkitan Islam ini, diantaranya dinyatakan dalam sebuah
hadits shohih ;
Dari Khuzaifah al-Yaman yang berkata : Telah bersabda Rasulullah saw:
“Akan tegak pada kamu masa Nubuwwah (Kenabian) maka tegaklah ia
seberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian ia diangkat. Sesudah itu
tegaklah padamu Khalifah atas manhaj Kenabian, maka tegaklah ia beberapa
lama yang dikehendaki Allah kemudian diangkat. Sesudah itu tegaklah atasmu
“Mulkan Adhudan”(kerajaan diktator), tegaklah ia seberapa lama yang
dikehendaki Allah, kemudian diangkat. Sesudah itu tegaklah padamu “Mulkan
Jabariyin”(kerajaan rusak), tegaklah ia seberapa lama yang dikehendaki Allah,
kemudian ia diangkat. Sesudah itu tegaklah padamu Khalifah atas manhaj
Kenabian yang menjalankan Sunnah Rasul di kalangan manusia. Islam akan
tersebar luas di muka bumi yang diridhoi oleh penghuni langit dan bumi. Langit
tidak akan meninggalkan setetespun air hujan, kecuali ia mencurahkannya. Dan
bumi tidak akan meninggalkan tanaman dan berkahnya kecuali ia akan
mengeluarkannya. (HR. Ahmad dan Tabrani)

Hadits di atas adalah diantara hadits-hadits yang menandakan Kenabian


Rasulullah SAW yang dapat membaca keadaan masa depan. Perjalanan sejarah
umat Islam ditandai dengan diangkatnya Nabi Muhammad sebagai utusan
Allah, masa ini dikenal sebagai masa Nubuwwah yang telah meletakkan fondasi
bagi sebuah ajaran kebangkitan Islam, setelah Rasulullah wafat, digantikan oleh
para Khalifah yang mendapat petunjuk yang menjalankan dan meneruskan
ajaran Rasulullah. Setelah mereka wafat, dimulai dengan pemerintahan
Muawiyah bin Abi Sofyan umat Islam dikendalikan oleh sistem dinasti kerajaan
dari Kerajaan Dinasti Umayyah, Abbasiah sampai Kerajaan Islam terakhir di
Turki. Sesudah itu umat Islam berada di bawah Kerajaan/pemerintahan
Kolonialis Barat dan sampai hari ini masih di bawah pemerintahan yang
melanjutkan sistem Kolonialis Barat Sekuler dalam sistem pemerintahan
nasional. Setelah pemerintahan sistem Kolonialis ini menemui kegagalan, maka
akan diganti oleh sistem pemerintahan kekhalifahan atas manhaj Kenabian yang
menjalankan Sunnah Rasul. Untuk menegakkan kembali sistem ini sebagaimana
awalnya, maka akan ada Kebangkitan Islam sebagaimana yang terjadi pada awal
kebangkitan Islam terdahulu. Hadits ini dikuatkan oleh beberapa hadits yang
diakui kesahihannya oleh para ahli Hadits.
Kebangkitan Islam gelombang kedua pasti akan terjadi sebagai janji Allah
dan Rasul-Nya yang pasti kebenarannya. Namun tidak seorangpun dapat
mengetahui kapan tepatnya akan terjadi. Demikian pula kelahiran generasi
Islam yang memiliki kekuatan besar (super power) akan muncul kembali untuk
menegakkan keadilan dan kemakmuran serta membawa peradaban baru
sebagaimana generasi terdahulu. Al-Qur’an dan al-Hadits hanya memberikan
tanda-tandanya dan kaum muslimin sebagai pengikut ajaran Islam harus
memenuhi kriteria dan prasyarat kebangkitan tersebut jika mereka ingin menjadi
bagian dari kebangkitan agung tersebut. Terutama dalam memahami dan
melaksanakan Islam sebagaimana yang telah membangkitkan generasi Islam
terdahulu dan bukannya pemahaman Islam yang dijalankan generasi
sesudahnya yang mengantarkan mereka pada kejumudan dan kemunduran.
Generasi baru hanya akan muncul apabila mereka menerapkan pemahaman
Islam yang Kaffah, Islam yang telah mengantarkan Rasulullah dan para
shahabatnya sebagai kaum yang besar dan agung. Islam yang telah
mengeluarkan mereka dari kebodohan, kesesatan dan segala bentuk
kejahiliyahan serta mengantarkan mereka menuju kehidupan yang penuh
dengan keridhaan dan pertolongan Allah. Islam yang mengantarkan
pengikutnya hidup bersama Allah, hidup bersama al-Qur’an, generasi yang
berinteraksi secara langsung dengan kehidupan langit namun
mengaplikasikannya di tengah-tengah kehidupan dunia. Mereka memahami
benar kehendak Allah Sang Pencipta dalam mengatur kehidupan dunia.

Merancang Kebangkitan Islam Gelombang Kedua


Untuk mulai menggerakkan kebangkitan Islam gelombang kedua saat ini, tidak
semudah mengemukakan teori, karena kondisi umat Islam yang sangat
memprihatinkan. Umat Islam dewasa ini bukanlah seperti yang digambarkan al-
Qur’an dengan kesempurnaan karakteristiknya yang penuh dengan sifat-sifat
keutamaan dan keagungan sebagaimana generasi Islam terdahulu, namun
realitasnya umat hari ini adalah umat yang terbelakang, lemah, jumud dan
ketinggalan jaman disertai perpecahan akut diantara mereka menjadi golongan
yang saling sesat menyesatkat, hasad menghasadi bahkan perang memerangi.
Mereka telah kehilangan pegangan dalam aktivitas kehidupannya akibat
kegagalan mereka menemukan solusi terbaik dalam pengamalan ajaran Islam.
Ajaran Islam yang mereka fahami seakan tidak mampu lagi mengantarkan
mereka menuju masyarakat terbaik yang akan memberikan rahmat kepada
seluruh umat manusia. Keadaan ini diperburuk dengan tampilnya musuh-
musuh mereka yang merancang dengan sistematis proses penghancuran Islam
dan pengikutnya dengan segala bentuk taktik strategi, baik melalui serangan
budaya, pemikiran, politik, ekonomi bahkan militer. Akhirnya kita menjumpai
umat Islam hari ini dalam keadaan lumpuh total tak berdaya, penuh dengan
krisis dan problematika.
Tidak sedikit dikalangan umat, khususnya para pemimpin dan cendikiawan
mereka yang kalah dalam berinteraksi dengan kejahiliyahan ini mundur dengan
teratur dari medan pertempuran yang maha dahsyat ini karena tidak mampu
menghadapi realitas yang mengerikan ini dan tidak tahu harus berbuat apa,
bagiamana caranya, dari mana memulainya dan seterusnya. Para generasi
penerusnya seakan kehilangan arah di tengah derasnya faham dan kehidupan
materialisme sekelurisme. Mereka digiring menjauhi Islam secara terencana dan
sistimatis. Jika ada diantara mereka yang konsisten pada Islam, masyarakat
segera akan menuduhnya sebagai kaum radikal ataupun teroris. Itulah
sebabnya, umat yang sedang sakit parah ini perlu didiagnosa dengan teliti agar
ketahuan sumber utama penyakitnya, setelah diketahui penyakitnya dengan
pasti, barulah diberikan perawatan intensif setahap demi setahap dengan
sistematis dan terencana. Setelah umat sembuh sepenuhnya yang ditandai
dengan lahirnya generasi-generasi yang memiliki sifat-sifat utama sebagaimana
generasi Islam pertama binaan Rasulullah SAW, barulah diberikan amanah
untuk mengadakan revolusi total yang akan menyelamatkan dunia dan umat
manusia dari kehancurannya menggunakan pendekatan dan metodenya yang
khas dan unik. Bagaimanapun keadaannya, kebangkitan Islam gelombang kedua
akan terjadi dan generasi ini pasti akan lahir dan tampil sebagimana yang
dikehendaki Allah atasnya. Adalah menjadi kewajiban setiap cendikiwan yang
menyatakan dirinya Muslim untuk merencanakan dan mempersiapkan
kelahiran generasi penyelamat dunia ini sekaligus memberikan pedoman sesuai
dengan kemampuan dan kepakarannya masing-masing, karena pekerjaan ini
adalah merupakan tanggung jawab mereka sebagai hamba dan khalifah Allah
yang kelak akan diminta pertanggungjawabannya.
Demikian pula halnya penyelesaian terhadap krisis dan tregedi yang
dihadapi dunia modern saat ini tidak dapat diragukan lagi hanya dapat diatasi
oleh kebangkitan Islam yang akan merevolusi dunia dalam artiannya yang luas.
Revolusi yang dimaksudkan adalah revolusi total yang menyangkut seluruh
aspek kehidupan umat manusia, bukan hanya kaum Muslimin saja, namun
seluruh umat manusia yang tinggal di atas bumi ini adalah obyek revolusi Islam
sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para shahabatnya
yang telah menggerakkan revolusi kemanusian pertama dahulu. Hanya revolusi
seperti inilah yang mampu membimbing dan mengarahkan dunia menuju
keselamatan dan kedamaian abadi. Revolusi ini akan mengkoreksi kesalahan
yang dilakukan Barat terhadap peradaban modern sehingga menimbulkan krisis
berkepanjangan yang telah menimbulkan bencana global.
Hakikat kebangkitan Islam ini dapat diketahui dengan menelusuri kembali
karakteristik kebangkitan yang telah digerakkan generasi Islam pertama beserta
metode yang telah diterapkannya dahulu yang telah melahirkan kebangkitan
Islam gelombang pertama. Mengetahui dan memahami hakikat kebangkitan
Islam gelombang pertama adalah mutlak bagi mereka yang akan menggerakkan
kembali kebangkitan Islam gelombang kedua dengan segala karakteristiknya.
Menyusun kembali kerangka kebangkitan Islam pertama yang telah diterapkan
Rasulullah kemudian mengaplikasikannya pada kebangkitan Islam kedua di
tengah-tengah timbunan peradaban modern, sehingga terwujudlah sebuah
dunia baru yang modern dan canggih namun penuh dengan nilai-nilai universal
ajaran Islam, sebagai tujuan utama dari kebangkitan Islam gelombang kedua.
Kebangkitan Islam yang telah digerakkan Rasulullah telah berhasil
meluluhlantakkan tatanan masyarakat jahiliyah, menghancurkan sistemnya,
memerangi para pendukung dan pemimpinnya, menguasai wilayahnya serta
mengusir mereka yang tidak mendukung revolusi kemanusiaan ini. Di atas
tatanan sistem jahiliyah yang pagan dan korup, Rasulullah membangun sistem
Islam yang berdasarkan wahyu dari Allah SWT. Sistem yang mengutamaan
Penyembahan terhadap Allah Yang Maha Tunggal Penguasa alam, menyebarkan
persaudaraan, persamaan, keadilan, kemakmuran dan kedamaian sejati yang
merupakan ciri khas masyarakat utama. Perjuangan heroik Rasulullah dengan
para pengikut setianya, yang sebagaian besar adalah para masyarakat klas
bawah dan budak dalam menantang para pemimpin dan bangsawan musyrikin
Quraisy adalah perjuangan suci para orang-orang tertindas (al-Mustad’afin)
melawan para penguasa tiran yang ingin mempertahankan kekuasaannya yang
korup dan paganis. Pengorbanan mereka yang agung semata-mata hanya
mengharapkan ridho Allah dan mendapatkan syurga yang dijanjikan-Nya, dan
bukan semata-mata untuk merebut kekuasaan, yang akan menggantikan tiran
lama dengan tiran baru yang hanya menindas rakyat dengan slogan persamaan.
Rasulullah dan para shahabatnya berjuang bukan semata-mata memperjuangkan
persamaan klas semata, namun lebih jauh mereka memperjuangkan tegaknya
sistem Ilahiyah yang akan menciptakan tatanan masyarakat utama yang penuh
dengan kebebasan, persaudaraan, persamaan dan sejenisnya yang berdasarkan
pada nilai-nilai agung dan mulia ajaran Islam. Itulah sebabnya mereka berani
mengorbankan segala yang dimilikinya untuk menegakkan tatanan masyarakat
utama ini, karena perjuangan mereka akan dibalas dengan syurga, sebagai
puncak kemenangan seluruh perjuangan kemanusiaan. Syurga di dunia
bermakna tertegaknya masyarakat yang adil dan makmur serta aman damai,
dan syurga di akhirat adalah pembalasan paripurna dengan kenikmatan yang
tiada bandingan dan tidak terbayangkan. Dengan pendekatannya yang khas,
Rasulullah telah menyerukan revolusi total kemanusian, dan dalam waktu
singkat selama 23 tahun, generasi Islam telah berhasil mencapai tujuab utama
revolusi Islam.
Apakah dalam dunia modern yang penuh dengan perbendaharaan
peradaban, ajaran Islam masih memiliki daya gerak dalam menggerakkan
sebuah kebangkitan kembali yang akan melahirkan revolusi total yang akan
merubah tatanan dunia yang penuh kecanggihan ini ? Jawabannya pasti bisa,
karena Islam adalah ajaran Allah Yang Maha Mengetahui terhadap segala
ciptaan-Nya, diturunkan kepada seluruh umat manusia sampai akhir jaman.
Maka dengan demikian ajaran Islam pasti akan mampu menggerakkan revolusi
yang akan menumbangkan tatanan jahiliyah. Dalam hal ini revolusi Islam di Iran
yang dipimpin oleh Ayatullah Khomaeny adalah phenomena terdekat
bagaimana ajaran Islam mampu menjadi spirit menumbangkan penguasa tiran
Pahlevi yang didukung kekuatan Barat. Demikian pula semangat ajaran Islam
pasti akan mampu menggerakkan kebangkitan di bagian dunia manapun dan
kapanpun, dengan syarat dijalankan sebagaimana yang telah dicontohkan
Rasulullah saw. Terutama kebangkitan ini digerakkan oleh mereka yang
memahami benar karakteristik ajaran Islam yang kaffah dan mereka adalah
orang-orang yang tidak mabuk kekuasan dan kesenangan materi lainnya.
Mereka menggerakkan kebangkitan semata-mata mengharapkan ridho Allah
dan kenikmatan syurga, dan bukan motif-motif selainnya.

Karakteristik Kebangkitan Islam Gelombang Kedua


Kebangkitan Islam berbeda dengan segala bentuk kebangkitan ataupun
revolusi yang dikemukakan ataupun yang dilakukan oleh manusia, baik di Barat
maupun di Timur. Kebangkitan Islam bukan hanya sebuah perjuangan klas,
bukan perjuangan sekelompok proletar terhadap kaum berjuis, ataupun bukan
perjuangan para revolusiner yang mendambakan kekuasaan atas nama kaum
tertindas, bukan perjuangan para buruh yang menginginkan kehidupan sama
rata sama rasa ataupun bukan perjuangan para pejuang suatu isme yang akan
menggantikan dengan isme lainnya. Kebangkitan Islam tidak identik dengan
semua bentuk revolusi di muka bumi ini, karena kebangkitan Islam memiliki
karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan segala bentuk revolusi,
apapun bentuk dan namanya. Kebangkitan Islam bukan hanya perjuangan
revolusioner radikal yang memiliki cita-cita pendek dan dangkal yang akan
menggantikan satu sistem yang satu dengan sistem lainnya yang sama-sama
menindas, ataupun hanya menggantikan penguasa tiran dengan penguasa tiran
bentuk lainnya, menggantikan tatanan masyarakat dengan tatanan masyarakat
lainnya yang belum terbukti keunggulannya. Namun kebangkitan Islam adalah
gerakan agung yang menyandarkan seluruh keagungannya pada keagungan
cita-cita ajaran Islam yang tinggi lagi mulia.
Sebagaimana kebangkitan Islam terdahulu, kebangkitan Islam gelombang
kedua adalah sebuah gerakan yang akan meluluhlantakkan, mencabut sampai
keakar-akarnya, seluruh sistem dalam tatanan masyarakat dan
menggantikannya dengan tatanan baru dalam tempo waktu sesingkat-
singkatnya dengan cara radikal, ekstrim dan sejenisnya. Kebangkitan Islam yang
dikumandangkan Muhammad Rasulullah telah meluluhlantakkan tatanan
masyarakat jahiliyah di semenanjung Arab, masyarakat musyrikin jahiliyah
dicabut seluruh akar-akar sistemnya dan digantikan dengan tatanan masyarakat
Islam yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Dan seluruh kebangkitan
ini dilakukan dalam tempo waktu singkat, sepanjang 23 tahun perjuangan, sejak
Rasulullah menyerukan perjuangannya sehingga tertegak masyarakat utama di
Madinah. Rasulullah telah menegakkan perjuangannya dengan cara dakwah,
peringatan sampai cara peperangan demi peperangan yang telah mengorbankan
para pengikutnya. Dan setiap kebangkitan memang menghendaki pengorbanan,
dan pengorbanan inilah yang akan ditukar dengan kebahagian, baik di dunia
dengan tertegaknya masyarakat Islam yang penuh keadilan, kemakmuran dan
kedamaian ataupun kesenangan tiada tertandingkan di akhirat kelak
sebagaimana dijanjikan al-Qur’an :
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah,
lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itulah telah menjadi janji yang benar dari Allah
di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain
daripada Allah ?. Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan
itulah kemenangan yang besar. ( al-Taubah : 111 )
Pengumandangan kalimat “La ilaha illalah Muhammad Rasulullah”,
tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, pada hakikatnya
adalah seruan sebuah kebangkitan revolusioner yang akan mencabut segala
bentuk tatanan dominan masyarakat jahiliyah dan menggantikannya dengan
tatanan masyarakat Islami. Kalimat ini bermakna pembebasan dan pemerdekaan
umat manusia terhadap segala bentuk belenggu dominasi sesama makhluknya,
baik dominasi itu dilakukan oleh seorang raja, penguasa tiran, bangsawan
ataupun pemuka agama. Kalimat ini menghendaki pengesaan Allah yang
bermakna seluruh manusia adalah sama di sisi Tuhan, tidak ada kelebihan satu
ras dengan lainnya, tidak ada keutamaan satu bangsa dengan bangsa lainnya,
semua manusia berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah. Semua
manusia besaral dari tanah sehingga mereka memiliki kesamaan kedudukan
dihadapan Tuhannya. Penguasa dan para bangsawan adalah sama
kedudukannya dengan para budak dan pekerjanya di sisi Allah Yang Maha
Kuasa. Revolusi keyakinan yang sekaligus revolusi sosial inilah yang ditentang
mati-matian oleh masyarakat jahiliyah, terutama para pemimpin dan
bangsawannya yang telah mendapat haq keistimewaan secara turun temurun.
Namun akhirnya sejarah mencatat bahwa kemenangan berada difihak
Rasulullah yang telah menyerukan kebenaran, keadilan dan persamaan serta
persaudaraan, walaupun pada awalnya hanya didukung oleh kalangan awam
dan beberapa bangsawan yang tercerahkan.
Pada hakikatnya seorang nabi, termasuk Nabi besar Muhammad saw
dalam gerakannya memadukan dua peranan sekaligus dalam misinya, yaitu
peran sebagai seorang nabi yang menerima wahyu dari Allah, yang mendapat
bimbingan kebenaran Ilahiyah, yang dengannya akan membimbing umat
manusia menuju kebeneraran sejati dan peran seorang pemimpin pergerakan
dalam masyarakatnya yang akan mengadakan perubahan-perubahan tatanan
sosial secara radikal revolusioner dan mentransformasikannya ke dalam sebuah
model, pola perilaku, pemikiran, emosi, peradaban, moral yang sesuai dengan
kebenaran wahyu yang diterimanya. Para Nabi as tidak hanya disibukkan
dengan mengemukakan ajaran-ajaran agung dan mulia kepada para pengikut
setianya sebagaimana para filosof agung ditempat-tempat suci mereka yang jauh
dari masyarakat, namun pada saat yang sama mereka memimpin pergerakan
perjuangan dalam menegakkan keyakinannya, berinteraksi langsung dengan
masyarakat jahili dan para pemimpinnya, bahkan mereka langsung memimpin
pertarungan bahkan pertempuran bersenjata sebagai panglima besar yang gagah
perkasa. Maka dengan demikian seorang penggerak kebangkitan Islam akan
bertindak sebagai seorang filosof yang mengembangkan nilai-nilai agung
sekaligus sebagai penggerak perubahan sosial dan panglima perang dalam
menjalankan aksi revolusi sosialnya.
Kebangkitan Islam, sebagaimana ajaran Islam lainnya adalah ajaran Yang
Maha Mengetahui dan Maha Perkasa serta Pencipta alam raya, sehingga
kebangkitan ini bersifat Ilahiyah yang mutlak kebenarannya dengan segala
konsep dan metode yang menyertainya. Keilahiyahan ajaran Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw terpancar dalam ajaran kebangkitan Islam yang
penuh kesucian dan keagungan yang membedakannya dengan segala bentuk
kebangkitan dan revolusi manusiawi yang penuh pertentangan, intrik,
penyelewengan, haus kekuasaan, kekerasan dan sejenisnya. Demikian pula
kebangkitan Islam adalah seperti gerakan yang telah dipimpin para nabi
revolusioner yang telah menumbangkan penguasa-penguasa tiran-diktator
terdahulu seperti gerakan Nabi Ibrahim as yang telah menentang Raja Namrud,
Nabi Musa as yang telah menumbangkan Fir’aun, ataupun Nabi Isa as yang
menentang dominasi Imperialis Romawi yang serakah. Semua gerakan yang
dipimpin para Nabi revolusioner ini memiliki karakteristik yang sama, yaitu
karakteristik keilahiyahannya, gerakan yang menyeru kepada Penyembahan
terhadap Allah Yang Maha Tunggal dan membangun masyarakat dengan
tatanannya. Sebagaimana disebutkan al-Qur’an :
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan) “sembahlah Allah saja dan jauhilah Thaghut. ( al-Nahl : 36).
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya “bahwasanya tidak ada Ilah (Tuhan) melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu akan Aku.(al-Anbiya : 25)
Katakanlah : “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Robbku pada jalan yang
lurus, yaitu dien yang benar, dien Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah
termasuk orang-orang yang musyrik. Katakanlah :”Sesungguhnya solatku, ibadahku,
hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Robb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri kepada Allah. Katakanlah :”Apakah aku akan mencari Robb selain
Allah, padahal Dia adalah Robb bagi segala sesuatu. (al-An’am : 161-164)

Tujuan utama kebangkitan Islam adalah sama dengan kebangkitan yang telah
diserukan oleh para nabi revolusioner, yaitu menjadikan umat manusia sebagai
penyembah Allah Yang Maha Tunggal dan menjauhi Thaghut. Thaghut dalam
pengertian luasnya dapat diartikan sebagai segala bentuk sesembahan selain
dari Allah, seperti Tuhan-tuhan berhala, dewa, dukun, raja zalim, pemimpin
tiran dan sejenisnya. Seruan revolusi Islam pada hakikatnya adalah pembebasan
manusia secara paripurna terhadap segala bentuk dominasi Thaghut, sehingga
manusia menjadi makhluk yang bebas merdeka dan hanya menyerahkan
kemerdekaannya kepada kekuasaan Yang Maha Mutlak saja, yaitu Allah
Pencipta alam raya ini, dan bukannya menyerahkannya kepada raja zalim,
pemimpin tirani-diktator, kaum berjouis, para dukun dan pemimpin agama dan
sejenisnya yang akan membelenggu kemerdekaan dan kebebasan mereka.
Hanya dengan menyerahkan kemerdekaan dan kebebasan kepada Yang Maha
Mutlaklah manusia akan mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan sejatinya.
Kebangkitan Islam dengan pendekatannya yang khas telah menyerukan
kemerdekaan dan kebebasan ini kepada masyarakat Makkah sehingga
pemimpinnya, Muhammad Rasulullah berhadapan dengan para penguasa dan
bangsawannya yang tetap ingin mempertahankan dominasinya terhadap
masyarakat awam. Pada akhirnya kemenangan tetap pada pihak yang benar,
pihak yang menyerukan keadilan, kebebasan, persaudaraan dan keamanan.
Sebagaimana yang digambarkan al-Qur’an terhadap kemenangan perjuangan
revolusioner Musa as yang mengalahkan Fir’aun dan bangsawannya yang telah
mengeksploitasi mereka;
Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk
orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di
muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan
dari mereka, membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak
perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di
bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang
yang mewarisi bumi dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan
akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu
mereka khawatirkan dari mereka itu.(al-Qoshosh : 3-6)
Kebangkitan orang-orang yang tertindas akan selalu mendapatkan kemenangan
terhadap para penindas, karena Yang Maha Kuat selalu akan membela mereka
yang memperjuangkan hak-haknya. Sejarah telah membuktikannya, gerakan
yang dipimpin Nabi Ibrahim as akhirnya dapat mengalahkan kedurjanaan Raja
Namrud, demikian pula Nabi Musa akhirnya mengalahkan keangkuhan Fir’aun
dan Nabi Muhammad saw mengalahkan kecongkakan para pemimpin dan
bangsawan Musyrikin dan Kafirin di Makkah. Dan ketentuan ini akan terus
terjadi di mana dan kapanpun sampai bumi ini menghembuskan nafas
terakhirnya kelak.
Kebangkitan Islam adalah revolusi kemanusian, revolusi yang akan
mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai khalifah (wakil) Allah di
muka bumi, gerakan yang akan menempatkan manusia pada posisi dan maksud
diciptakannya di atas bumi. Semua manusia adalah khalifah Allah di muka
bumi, di sisi Tuhannya mereka sama kedudukannya, tidak ada keutamaan
seorang yang berbangsa Arab dengan seorang yang berbangsa Afrika, tidak ada
keutamaan seorang yang keturunan raja dan bangsawan dengan seorang yang
berketurunan hamba dan pekerja. Semua manusia sederajad disisi Tuhannya,
dan yang membedakannya adalah kedekatan mereka dengan Tuhannya.
Sebagaimana dinyatakan al-Qur’an :
Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling mengetahui tentangmu. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujurat : 13)
Itulah sebabnya Islam akan memerangi segala bentuk penindasan
manusia terhadap manusia lainnya, bagaimana bentuk dan namanya. Karena
penindasan dan dominasi manusia atas manusia lainnya adalah bertentangan
dengan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi. Hal ini juga berarti bahwa
kebangkitan Islam adalah revolusi untuk seluruh umat manusia, karena Islam
diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan ajarannya yang agung
dan mulia Islam akan menggerakkan sebuah revolusi total kemanusian yang
akan menciptakan sebuat tatanan sosial yang tegas atas dasar Iman kepada Allah
Yang Tunggal, persaudaraan, persamaan, keadilan dan nilai-nilai luhur lainnya;
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang yang ingkar, tetapi berkasih sayang sesama mereka:
kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoan-Nya, tanda-
tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang ingkar. (al-
Fath : 29).

Kebangkitan Generasi Baru Islam


Kebangkitan Islam gelombang kedua adalah perjuangan yang suci dan
agung, kebangkitan yang telah dijadwalkan Sang Pencipta alam, itulah sebabnya
hanya dapat digerakkan oleh mereka yang terpilih dari kalangan generasi
terbaik umat Islam. Generasi yang kehadirannya senantiasa dinanti-nantikan
oleh umat manusia, yang akan menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dan
kedurjanaan para penindas, yang akan membimbing mereka menuju
kesempurnaan hidup, memimpin mereka menegakkan keadilan untuk
menggapai kebahagian hidup dunia dan akhirat. Sebagaimana dinyatakan al-
Qur’an terdahulu, bahwa kebangkitan Islam kedua akan digerakkan oleh
hamba-hamba Allah yang memiliki kekuatan besar sebagaimana generasi
pertama Islam. Kekuatan besar yang tiada tandingannya, karena mereka
memiliki keagungan spiritual yang lahir dari kebersihan jiwa, kecerahan
intelektual dan memiliki keberanian super yang tidak mengenal rasa takut
sehingga dapat mengalahkan musuh-musuh mereka dalam semua lapangan
kehidupan. Mereka menjadikan Islam sebagai landasan hidup dan kehidupan,
sehingga mereka memiliki kesempurnaan kekuatan spiritual sebagaimana
Rasullah dan para shahabatnya, namun pada saat yang sama mereka memiliki
kemampuan untuk berinteraksi dengan dunia modern, memahami dan
menguasai pengetahuan dan teknologi termodern yang dimiliki peradaban
manusia. Kekuatan Islam telah menjadikan mereka sebagai generasi yang
unggul dalam arti yang sebenarnya. Merekalah generasi yang telah mampu
mengintegrasikan warisan spiritualitas Islam dengan peradaban modern yang
dikembangkan Barat, sehingga dapat melahirkan sebuah peradaban baru yang
menciptakan keadilan, kedamaian dan kemakmuran di muka bumi sebagai cita-
cita agung diturunkannya Islam. Mereka lahir dari sistem pendidikan yang
berdasarkan pendidikan Rasulullah dan sistem pendidikan termodern saat ini.
Generasi baru Islam yang diharapkan dapat membangkitkan kembali
Islam adalah generasi yang mengamalkan Islam sebagaimana yang telah
diamalkan generasi Islam pertama, namun pada saat yang sama mereka
menguasai peradaban modern. Kombinasi dari spirit Islam dan intelektualitas
modern akan menjadikan generasi ini memiliki kekuatan besar, kekuatan
spiritualitas dan intelektualitas, kekuatan yang akan mengantarkan mereka
sebagai generasi yang memiliki super power dan al-Qur’an menyebutnya
sebagai : Hamba-hamba Allah yang memiliki kekuatan besar. Hamba-hamba
Allah yang menyerahkan kehidupannya kepada Kebesaran dan Keagungan
Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Mereka mengambil dan menyandarkan
kekuatannya kepada Yang Maha Kuat sehingga mereka menjadi generasi unggul
yang senantiasa mendapat pertolongan Allah Yang Maha Kuat, pada saat yang
sama mereka menyerap kekuatan peradaban dunia dari kekuatan dan
keunggulan manusiwi. Generasi ini memadukan antara kekuatan langit dan
kekuatan bumi, sehingga mereka menjadi generasi yang super power. Generasi
yang akan mengalahkan generasi manapun yang hanya menyandarkan
kekuatannya pada kekuatan manusiawi saja sebagaimana dilakukan manusia
Barat saat ini. Generasi inilah yang akan mewarisi kembali semangat Rasulullah
dan para shahabat dan perpendaharaan peradaban modern saat ini. Kekuatan
mereka yang luar biasa, baik kekuatan spiritualitas ataupun intelektualitas, akan
mampu menyelesaikan segala bentuk krisis dan dilemma manusia modern saat
ini sekaligus memimpinnya menuju dunia baru yang penuh dengan keadilan,
kedamaian dan kemakmuran sejati sebagai cita-cita teragung umat manusia.
Kebangkitan dan pergerakan, bagaimanapun bentuknya memerlukan
manusia-manusia terunggul untuk memimpinnya, sebagaimana kehadiran para
nabi revolusioner terdahulu yang telah berhasil gilang gemilang menggerakkan
kebangkitan Ilahiyah yang menumbangkan para tirani serta mengubah tatanan
mereka. Membebaskan masyarakat dari belenggu dan kesesatan para tiran dan
mengarahkannya menuju kehidupan yang agung dan mulia. Demikian pula
halnya dengan kebangkitan Islam gelombang kedua. Apalagi kebangkitan Islam
gelombang kedua adalah kebangkitan yang akan menjadi puncak dari seluruh
kebangkitan umat manusia yang memiliki keterkaitan dengan perencanaan
Allah dan hari pembalasan kelak yang merupakan amanah kemanusiaan yang
akan dipertanggungjawabkan. Dan kebangkitan ini hanya dapat diemban oleh
mereka yang telah mengikhlaskan perjuangannya semata-mata karena Allah,
dan bukannya diembel-embeli oleh keinginan-keinginan rendah duniawi yang
akan menggantikan kekuasaan para tirani dengan mengatasnamakan
perjuangan rakyat, ataupun para pemburu harta yang akan menggantikan
kedudukan para berjouis dengan mengatasnamakan para rakyat tertindas.
Itulah sebabnya, mereka yang akan menggerakkan kebangkitan Islam
gelombang kedua adalah mereka yang telah berhasil merevolusi diri sendiri
sebelum tampil ke gelanggang perjuangan sebagaimana yang telah diajarkan
Rasulullah saw. Sebelum beliau tampil menyerukan gerakannya, Rasulullah
mempersiapkan diri untuk menjadi seorang pemimpin besar, dan setelah beliau
siap, Allahpun mewahyukan ajaran-ajaran mulia yang akan membentuk beliau
sebagai seorang pemimpin gerakan kemanusiaan. Maka kebangkitan Islam
gelombang kedua akan dimulai dengan kebangkitan kembali jiwa para
penggeraknya masing-masing, membersihkan jiwa dan pemikiran dari berbagai
bentuk kesyirikan dan kekafiran sehingga didapatkan jiwa dan fikiran yang
bersih. Kebersihan jiwa bermakna mereka adalah orang yang berjuang semata-
mata mengharapkan ridha Allah semata, memiliki ketergantungan dan
hubungan yang kuat dengan-Nya. Hidup dan matinya disandarkan sepenuhnya
kepada Tuhan seru sekalian alam. Pada saat yang sama mereka dapat
berinteraksi dengan dunia dengan segala perbendaharaan materialnya, sehingga
generasi ini memiliki kekuatan spriritual dan intelektual.
Bersamaan dengan semakin gencarnya Islamisasi kehidupan akibat dari
gelombang kebangkitan Islam, maka kini telah lahir generasi baru Islam sebagai
cikal bakal penggerak kebangkitan Islam gelombang kedua yang dinanti-
nantikan. Mereka adalah generasi muslim terbaik yang mendapat pendidikan
spiritualitas Islam dari para ulama pejuang Islam yang ikhlas namun pada saat
yang sama mereka adalah murid peradaban modern yang dibekali dengan
intelektualitas prima. Mereka memiliki dan mewarisi pengetahuan keislaman
yang prima dari guru-guru ikhlas mereka dan menerapkannya dalam kehidupan
sebagaimana yang dijalankan Rasulullah dan para shahabatnya sehingga Allah
senantiasa memberikan pertolongan dan kekuatan kepada mereka. Pada saat
yang sama mereka sangat aktif berinteraksi dengan dunia tempat mereka hidup,
mereka menguasai perbendaharaan dunia modern sesuai kemampuan, hidup di
tengah-tengah pertempuran peradaban bahkan mereka menjadikan Islam
sebagai sumber dari segala aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Mereka
adalah generasi yang mencerminkan keunggulan manusia sejati yang memiliki
keunggulan spiritualitas dan intelektualitas. Generasi ini berkembang dan
tumbuh subur di tengah-tengah kebingungan dan kesesatan dunia modern,
bersamaan dengan tumbuh berkembangnya pusat-pusat Islam di Barat ataupun
di Timur. Penyerangan terhadap Islam dan kaum muslimin menambah solidnya
generasi ini, bahkan perencanaan Yahudi dan Salibiyah Internasional untuk
menguburnya, menjadikan berkembangnya genersi ini menembus Barat dan
Timur, menguasai semua lini kehidupan modern. Mereka bergerak pasti untuk
mengambil alih kepemimpinan peradaban modern dari manusia-manusia sesat
dan jahil saat ini. Kehadiran generasi baru Islam yang memiliki kekuatan besar
akan lahir sebagai penggerak utama kebangkitan Islam gelombang kedua
sebagaimana dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Semoga generasi ini tumbuh
berkembang agar dunia segera selamat dari kehancurannya. Wallahu a’lam…….
I
ISLAM KAFFAH
SISTEM HIDUP MASA DEPAN
Kenapa Islam Dimusuhi
Pada masa ini tidak ada satupun agama di dunia yang diserang sedemikian
hebatnya dengan berbagai cara, secara halus maupun kasar, baik secara
sembunyi maupun terang-terangan kecuali Islam. Agama ini telah dimusuhi
oleh orang-orang yang mengaku peradaban ataupun tidak, baik orang Barat
maupun orang Timur, baik Komunis, Sosialis maupun Kapitalis, apalagi yang
Zionis. Bahkan tidak kurang orang yang mengaku dirinya Muslimpun
menyerang Islam secara terbuka dan merendah-rendahkan ajarannya dengan
berbagai dalih pembaruan agama. Koran dan majalah serta buku-buku yang
ilmiah ataupun populer telah menyerang Islam dengan terbuka, mencitrakannya
sebagai sumber ajaran teroris, radikal, ekstrim, fundamentalis, ortodoks dan
berbagai istilah buruk lainnya. Islam diidentikannya dengan agama kaum
primitif dan bar-bar padang pasir yang ketinggalan zaman. Dan tidak kurang
pula tampil orang-orang seperti Salman Rushdi yang merendahkan Islam
dengan cara yang tidak rasional dan tidak ilmiah.5 Dan kini para intelektual
Barat secara terbuka telah menyatakan Islam adalah ancaman terbesar bagi
peradaban Barat, seperti yang dikemukakan Huntington,6 Marvin Centron dan
Thomas O’Toole.7 Golongan ini seakan-akan menghendaki agar seluruh dunia
mengikuti pikirannya untuk membenci dan memusuhi Islam dengan segala
propaganda yang dilakukannya secara sistematis.
Permasalahannya, kenapa mereka sangat membenci dan memusuhi Islam
dan sangat menghendaki lenyapnya agama ini dari muka bumi. Apakah karena
agama ini mengajarkan kekacauan yang mengancam keamanan dan kedamaian
dunia sebagaimana yang mereka dakwa? Apakah karena agama ini telah
melahirkan manusia-manusia teroris yang merusak dan mengacau dunia?
Apakah karena agama ini menolak segala bentuk kemajuan dunia hari ini,
ataukah ada sebab-sebab lainnya sehingga agama ini harus dimusuhi dan
dihilangkan dari dunia ini.
Salman Rushdi, The Satanic Verses. (London Penguin Books, 1986)
Samual P. Huntington, The Clash of Civilizations and The Remaking of World Order, (New York, Simon & Schuster,
1996)
Marvin Centron & Thomas O’Toole, Ecounters with The Future : a Forecast of Life into The 21.st Century. New York,
1991.
Ada beberapa sebab utama, kenapa Islam dimusuhi, diantaranya :

- Keadaan Umat yang tidak mencerminkan ajaran Islam


Ada sebagian orang yang membenci dan memusuhi Islam disebabkan karena
keadaan Umat masa ini yang dilanda segala bentuk krisis dan tragedi,
kemiskinan, kebodohan, perpecahan dan lainnya akibat penyimpangan mereka
dari Islam. Mereka kemudian beranggapan segala bentuk krisis dan tragedi itu
disebabkan oleh ajaran Islam. Sebagaimana mereka menilai segala bentuk
kerusakan masyarakat, di Barat misalnya, adalah karena pegangan hidup
mereka, bukan disebabkan oleh faktor manusianya.
Masyarakat Barat misalnya, mereka membenci dan memusuhi Islam karena
mereka melihat keadaan Umat Islam yang menurut pandangan mereka sebagai
masyarakat yang eksklusif, jumud, reaksioner, fundamentalis, ekstrim, radikal
dan sejenisnya. Disamping itu pemberitaan-pemberitaan mengenai Umat Islam
adalah disekitar kuburukan dan kekejamannya yang sengaja diangkat agen-agen
berita yang disponsori Zionis. Opini ini diperkuat lagi dengan kejadian-kejadian
terorisme terhadap masyarakat Barat yang celakanya kebanyakan dilakukan
oleh kaum Muslimin militan dari Timur Tengah. Katakanlah beberapa kejadian
pembajakan pesawat, pengeboman, penculikan, perampokan dan lainnya yang
dilakukan gerakan radikal yang mengatasnamakan Islam. Peperangan-peperan-
gan diantara sesama kaum Muslimin yang tak kunjung berakhir menambah ke-
curigaan terhadap Islam yang dituduh sebagai ajaran penganjur kekerasan dan
kebencian. Demikian pula perbuatan-perbuatan sumbang yang dilakukan oleh
bangsawan-bangsawan Arab menambah buruknya citra Islam. Akhirnya
masyarakat Baratpun beranggapan semua itu adalah disebabkan oleh ajaran Is-
lam, tanpa melihat lebih jauh, bahwa yang melakukan penyimpangan itu adalah
sebagian kecil dari Umat Islam. Kemudian opini dari masyarakat Barat ini dise-
bar luaskan kepada masyarat dunia melalui media massa seperti koran, majalah,
televisi, buku-buku ilmiah dan lainnya.
Disamping itu para cendikiawan Barat mengadakan penyelidikan ilmiah yang
didasarkan atas opini mereka terhadap Islam yang buruk. Akhirnya merekapun
dengan beraninya membuat tesis, bahwa Islam adalah sumber segala tragedi dan
krisis Umat Islam, terutama disebabkan oleh perbedaan dan pertentangan
mazhab yang senantiasa menimbulkan perdebatan dan perpecahan bahkan
peperangan, seperti yang terjadi di Timur Tengah ataupun anak benua India
misalnya. Secara jujur perlu diakui bahwa keadaan Umat Islam diseluruh dunia
masa ini adalah keadaan umat yang terburuk jika dibandingkan dengan ummat
lainnya sebagaimana yang selalu dikemukakan para cendikiawan Muslim
sendiri.8 Namun sebagaimana dinyatakan mereka bahwa segala bentuk krisis
dan tragedi yang menimpa ummat dewasa ini bukan disebabkan oleh ajaran Is-
lam, tapi semata-mata disebabkan oleh penganutnya yang tidak mengamalkan
ajaran Islam ataupun telah menyelewengkannya. Maka dengan demikian keben-
cian dan permusuhan orang pada Islam disebabkan kelakuan penganutnya ada-
lah tidak mendasar sama sekali. Seharusnya orang-orang yang menyimpang itu-
lah yang dibenci dan musuhi, bukannya ajaran Islam yang suci dan agung.

- Salah faham terhadap ajaran Islam

Masih banyak orang yang salah dalam memahami ajaran Islam yang asli, ini
disebabkan karena mereka tidak memahami ajaran Islam dari sumber aslinya,
yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Tetapi mereka memahaminya melalui hasil
pengkajian para orientalis Barat ataupun cendikiawan Islam yang tidak
memahami Islam dengan sebenarnya.9 Memang perlu diakui banyak para
orientalis yang jujur dengan metode ilmiah obyektif yang mereka terapkan
dalam penelitiannya terhadap Islam, namun tidak kurang pula diantara mereka
yang bermaksud jahat untuk mengelirukan dan menyelewengkan makna ajaran
Islam. Kelompok terakhir ini dengan terang-terangan bertujuan untuk
menghancurkan Islam, membuat keragu-raguan terhadap ajaran Islam dengan
memakai penyelidikan ilmiah sebagai topengnya. Terutama yang selalu menjadi
sasaran mereka adalah sumber kedua ajaran Islam, Sunnah Nabi saw yang
dikatakannya sebagai buatan Ulama Islam terkemudian, sebagaimana yang
dikemukakan orientalis Barat seperti Ignuz Golziher, Durkheim, dan lainnya.
Orang-orang seperti merekalah yang menjadi rujukan utama peneliti-peneliti
Islam, termasuk para cendikiawan Muslim sendiri. Dari murid-murid merekalah
lahirnya penentang-penentang Islam yang mengingkari ajaran Islam, seperti
golongan ingkarrussunnah misalnya. Kebencian Barat terhadap Islam juga tidak
dapat dipisahkan dari sejarah masa lalu, yaitu peperangan panjang antara kaum
Muslimin dan Barat Kristen pada abad pertengahan lalu yang dikenal sebagai
Perang Salib. Cendikiawan Barat yang fanatik senantiasa akan mengobarkan
luka lama ini, terutama dengan menjelek-jelekkan Islam sebagai agama
penindas. Kebencian mereka pada Islam inilah yang mendasari penyelidikan
mereka terhadap ajaran Islam dan akhirnya merekapun memberikan tesis salah
dengan menganggap Islam sebagai agama peperangan dan penindasan. Agama

Masalah ini banyak mendapat sorotan para intelektual Islam, lihat misalnya : Prof. Ismail Faruqi dalam Islamiz-
ation of Knowledge, Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam Aina al-Khalal, Prof. Muhammad Qutb dalam Jahiliya al-Qorn al-Isyrien,
Prof. Said Hawwa dalam Durus fi al-Amal al-Islami. Prof. Fazlur Rahman dalam Islam and Modernity, Prof. Sayyid Hossein
Nashr dalam Islam and The Plight of Modern Man, Ziauddin Sardar dalam The Future of Muslim Civilization, dan lain-
lainnya.
Muhammad Qutb, al-Subhat haula al-Islam, Beirut : Dar Fiqr, 1972
yang senantiasa menimbulkan kekacauan dan teror sebagaimana kejadian-
kejadian yang menimpa Barat.
Kesalah fahaman terhadap ajaran Islam ini juga dapat timbul akibat
kelemahan cendikiawan Islam sendiri yang salah memahami ajaran Islam
sebagaimana dikehendaki Allah dan Rasul-Nya sehingga dapat menimbulkan
kesalah fahaman. Diantaranya disebabkan sikap inferior (rendah diri) terhadap
sistem hidup ataupun idiologi-idiologi dunia, kemudian membuat persamaan
antara Islam dengan sistem dan idiologi tersebut. Lahirlah istilah “Sosialisme
Islam”, “Liberalisme Islam”, “Kapitalisme Islam”, “Demokrasi Islam”,
“Humanisme Islam” dan istilah-istilah yang sama sekali asing bagi ajaran Islam.
Maka orangpun memahami bahwa Islam adalah identik dengan sistem dan
idiologi ciptaan manusia itu. Disamping itu ada pula cendikiawan Islam yang
belum memiliki kelayakan untuk menerangkan ajaran Islam disebabkan
pengetahuannya yang dangkal, namun karena mereka tokoh masyarakat atau
pemimpin politik yang disegani, merekapun mengeluarkan pandangan-
pandangan yang dikatakan dari ajaran Islam, namun jauh daripada ajaran Islam
disebabkan kejahilannya terhadap Islam. Kemudian pemahamannya yang keliru
ini menjadi pegangan yang senantiasa akan mengelirukan banyak orang. Dan
sebagiannya akan menimbulkan kebencian masyarakat dunia disebabkan
ajarannya yang ekstrim dan radikal, tidak mengenal toleransi terhadap manusia
lainnya. Umumnya ini terjadi kepada cendikiawan Islam yang sudah mengalami
kekalahan dalam berinteraksi dengan masyarakat jahiliyah disekelilingnya,
kemudian mengambil jalan konfrontasi ekstrim dengan masyarakatnya sebagai
alternatif. Demikian pula ada sebagian cendikiawan Islam yang terburu-buru
menjawab tuduhan-tuduhan mengenai ajaran Islam, karena terburu-buru inilah
kemudian ia tergelincir menuju penyimpangan dan penyelewengan. Misalnya
ada sebagian cendikiawan Muslim yang terpengaruh pikiran Barat yang
menyatakan Islam mengajarkan persamaan status antara laki-laki dan
perempuan, sebagaimana masyarakat Barat. Maka tampilah intelektual Muslim
yang terburu-buru ini menjawab dengan suara yang lantang, bahwa Islam
mengajarkan drajat wanita adalah dibawah laki-laki, kemudian dia mengutip
ayat-ayat Al-Qur’an serta memberikan gambaran tentang masyarakat Islam
dengan kehidupan wanitanya yang terbelakang dan tidak berpendidikan.
Sebagaimana difahami kebanyakan Ulama ortodoks yang konservatif dan anti
kemajuan. Dengan jawabannya yang emosional dan terburu-buru itu, seakan-
akan Islam mengajarkan wanita adalah dibawah drajat laki-laki, tidak diberi
pendidikan, terkurung, dijadikan sebagai pemuas nafsu dengan poligami dan
seterusnya. Padahal Islam tidak mengajarkan sebagaimana yang difahaminya itu
ataupun yang dikemukakan cendikiawan Islam yang bingung ini, karena Islam
telah menempatkan kaum wanitanya pada tempatnya tersendiri yang akan
mengangkat kehormatan mereka. Dan masih banyak lagi contoh kesalah
fahaman yang menjadikan orang anti pada Islam.
Kesalahan dalam memahami hakikat ajaran Islam ini, seharusnya tidak
menjadi penyebab Islam dibenci dan dimusuhi. Orang-orang yang salah faham
ini sepatutnya menyadari akan kesahannya dan mau mengadakan penyelidikan
yang lebih ilmiah dan jujur, memahami dari sumbernya yang asli dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Maka kehadiran orang-orang yang
ikhlas dan jujur dalam mengkaji Islam sangatlah diperlukan untuk meluruskan
kesalah fahaman ini.

- Pengingkaran terhadap ajaran Islam


Adapula orang yang membenci dan memusuhi Islam karena keingkarannya
terhadap ajaran-ajaran Islam. Mereka menolak semua ajaran Islam dan
memusuhinya. Orang-orang seperti ini memang sudah disebutkan Al-Qur’an :
“Sesungguhnya orang-orang yang ingkar itu sama sahaja atas mereka, engkau beri
peringatan ataupun tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan percaya. Allah telah
menutup hati-hati mereka dan pendengaran mereka dan atas pengelihatan mereka
dengan tutupan. Dan bagi mereka adalah azab yang besar” (Al-Baqarah : 7-8).
“Dan orang-orang Yahudi dan Nashoro’ tidak akan suka kepadamu sehingga engkau
mengikuti ajaran mereka” (Al-Baqarah : 120).
Orang-orang seperti ini memang sudah ada penyakit dalam hati mereka, walau
apapun usaha yang dilakukan untuk meyakinkan mereka, mereka tetap akan
membenci dan memusuhi Islam. Bahkan mereka akan berusaha untuk
melenyapkan Islam dari muka bumi dengan segala taktik dan strategi.

- Propaganda musuh-musuh Islam


Ada pula orang yang membenci dan memusuhi Islam akibat dari propaganda
musuh-musuh Islam yang telah berusaha dengan segala cara untuk menjelek-
jelekkan imeg Islam. Kononnya Islam digambarkan sebagai agama teroris,
radikal, fundamentalis, ortodoks, dan sejenisnya. Karena gencarnya propaganda
jahat ini, maka banyak orang yang terpengaruh untuk membenci dan memusuhi
Islam tanpa penyelidikan. Hal ini biasanya menimpa masyarakat awam dan
orang-orang yang terlalu cepat mengambil kesimpulan.
Realitas ini banyak terjadi khususnya didunia Barat, akibat dari penggambaran
salah yang dilakukan para intelektual yang memusuhi Islam. Tambah pula Barat
telah memiliki sejarah hitam dengan Islam ketika terjadinya peperangan
beberapa abad silam yang telah berjaya mengislamkan sebagian Eropa.
- Kecemburuan terhadap Islam dan Umat
Musuh-musuh Islam memahami benar potensi yang dimiliki Islam dan
ummatnya, baik berupa kekayaan alam, keluasan wilayah ataupun sumber
manusia yang besar. Demikian pula Islam adalah panduan hidup terbaik yang
telah terbukti keunggulannya. Kesemua ini mendatangkan kecemburuan pada
musuh-musuh Islam, sehingga mereka membuat segala bentuk tipu daya untuk
melenyapkan Islam dari muka bumi, agar mereka dan ajaran mereka tidak
tersaingi oleh kehebatan Islam dan Ummatnya.

Meluruskan Kesalah fahaman Terhadap Islam

- Tentang Kegagalan Islam


Benarkah Islam telah gagal sebagai sistem kehidupan karena tidak berhasil
mengantarkan penganutnya masa ini menjadi masyarakat ideal? Dimanakah
letak kegagalan Islam, apakah karena kelemahan sistemnya atau karena
kegagalan orang-orang Islam menerapkan ajaran agamanya sehingga mengalami
krisis dan tragedi seperti yang digambarkan terdahulu. Persoalan ini dapat
diandaikan dengan sebuah mobil dan orang yang mengendarainya. Kegagalan
sebuah perjalanan ditentukan oleh dua sebab, sebab pertama adalah karena
kelemahan mobil dan sebab yang kedua adalah akibat sopirnya. Jika mobil itu
tidak dapat mengantarkan penumpangnya ketujuannya, maka perlu diselidiki,
kegagalan itu akibat mobil atau sopir yang mengendarainya. Walaupun mobil
itu Mercedes Benz yang sudah diakui keunggulannya misalnya, namun jika
sopirnya tidak berpengalaman ataupun lalai dalam mengendarai sehingga
terjadi kecelakaan, apakah mobilnya yang salah atau sopirnya? Maka
jawabannya jelas karena kesalahan sopirnya.
Demikian pula halnya dengan Islam, jika Islam hari ini tidak berhasil
menghantarkan pengikutnya menuju cita-citanya, maka yang salah Islam atau
pengikutnya? Maka perlu diadakan penyelidikan, kegagalan kaum Muslimin
menjadi Ummat terbaik saat ini akibat kegagalan Islam atau akibat kegagalan
kaum Muslimin sendiri. Krisis dan tragedi dahsyat yang telah menimpa kaum
Muslimin masa ini, sebagaimana dikemukakan Syaikh Ameer Syakib Arselan,10
bukan karena kelemahan sistem Islam, tetapi hal ini disebabkan karena kaum
Muslimin telah meninggalkan ajaran Islam dan menggantikannya dengan
sistem-sistem manusiawi dari Barat maupun Timur. Walaupun mereka tetap
menyatakan dirinya sebagai Muslim, namun tingkah laku mereka jauh
10

Syekh Ameer Syakieb Arselan, Limadza Taakhkhor al-Muslimun wa limadza Taqaddam ghairuhum ?, Beirut : Mansy-
urat al-Maktabah, 1950)
menyimpang dari ajaran agama Islam. Jadi timbulnya krisis berkepanjangan
pada kaum Muslimin masa kini bukan disebabkan oleh kelemahan sistem Islam,
namun jelas disebabkan oleh kaum Muslimin sendiri yang telah menyeleweng
dari ajaran agama Islam.11 Kaum Muslimin ditimpa kemerosotan, kebodohan,
keterbelakangan, kemiskinan, kehinaan, dan seribu satu tragedi lainnya jelas
karena mereka telah meninggalkan ajaran Islam sebagaimana yang telah
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Mereka hanya menyatakan dirinya sebagai
Islam, namun perbuatannya bertentangan dengan ajaran Islam. Atau mereka
hanya menerapkan Islam yang sesuai dengan kepentingan hawa nafsu rendah
mereka dan menolak sebagian yang lain, tidak menerapkannya secara total
dalam kehidupan mereka. Bahkan ada diantara mereka yang dengan terang-
terangan melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya secara terbuka.
Realitas ini tampak sangat jelas pada bangsa-bangsa yang menyatakan dirinya
Muslim namun jauh dari Islam. Baik kehidupan sosial, masyarakat maupun
pemerintahannya. Dalam hal ini dapat diambil contoh seperti negara-negara
Arab misalnya.12
Sudah menjadi rahasia umum bagaimana keadaan moral bangsa-bangsa Arab,
terutama mereka yang terkena “bom minyak”. Mereka menjadi bangsa yang
berfoya-foya penuh dengan maksiat dan skandal. Amir-amir, Bangsawan, dan
orang kaya mereka adalah langganan tetap pusat-pusat maksiat dunia. Mereka
menghambur-hamburkan uang dengan penuh keborosan, karena sistem
pemerintahan ala Raja Diktator memungkinkan mereka berbuat demikian,
seakan-akan seluruh harta kekayaan bumi Allah diArab adalah milik mereka
dan kaum kerabatnya. Demikian pula dengan generasi mudanya sudah hanyut
jauh bersama arus Sekulerisasi dan Westernisasi yang bertopengkan
Modernisasi. Bangsa ini digiring secara sistematis untuk menjauhi dan
memusuhi Islam oleh kuasa-kuasa besar dunia kaki tangan Zionis atau Salibiah
Internasional. Ulama dan intelektual blilyan mereka terpaksa lari akibat
kekejaman dan kediktatoran pemerintahan Sekuler yang berlindung diketiak
Barat. Mereka benar-benar telah melanggar ajaran-ajaran Islam, baik dalam
sistem sosial, politik ataupun hukum. Namun anehnya mereka tetap bersikeras
menyatakan dirinya sebagai Muslim, bahkan mengklaim diri sebagai Muslim
taat yang patut dicontoh. Maka dalam hal ini perlu dipisahkan antara ajaran
Islam yang asli dengan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan orang
Lihat misalnya : Dr. Yusuf al-Qardhawy, Aina al-Khalal,. Qatar, 1987. Prof. Muhammad Qutb, al-Jahiliyya al-
Qorn al-Isyrien, dan juga Hal Nahnu Muslimun ?. Prof. Ismail R. Faruqi, Islamization of Knewledge, op.cit. hlm. 5. Prof. Said
Hawwa, Durus fi al-Amal al-Islamy. Op.cit.
Lihat misalnya : Ali E Hilali Dessouki (ed). Islamic Resurgence in The Arab World, New York : Yale Univ. Press,
1988. James Piscatori (ed). Islamic Fundamentalism and The Gulf Crisis. Chicago : The American Academy of Art and Sci-
ence, 1991). Luqman Harun, Potret Dunia Islam, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1985. Richard F. Nyrop (ed). Saudy Arabia : a
Country Study, NY: Foregn Area Studies : The American Univ, 1985. Sandra Mackey, Saudis, inside Desert Kingdom, New
York : Penguin, 1990.
Islam. Ajaran Islam tidak dapat dinilai dari pengalaman orang Islam yang
menyeleweng, sebagaimana dinilainya idiologi-idiologi lain dari pengalaman
penganutnya.
Islam adalah ajaran sempurna yang diturunkan Allah SWT kepada manusia
melalui nabi Muhammad Saw. Ia adalah sistem yang mengatur seluruh aspek
kehidupan ummat manusia, dari masalah-masalah individu sehingga masalah
masyarakat dan negara. Islam adalah way of live yang tertinggi dan
tersempurna, ajaran yang akan menghantarkan penganutnya menuju
kemenangan sejati didunia dan diakhirat kelak.13
Maka dengan demikian, kegagalan kaum Muslimin masa kini bukan disebabkan
oleh kelemahan sistem Islam, namun disebabkan karena kaum Muslimin telah
meninggalkan ajaran Islam.

- Tentang Pengertian al-Dien al-Islam


Banyak kalangan yang keliru memahami konsep al-Dien al-Islam, baik mereka
itu Muslim ataupun non Muslim. Kesalahan dalam memahami konsep ini akan
berakibat fatal, terutama dalam proses penerapan Islam sebagai sistem
kehidupan. Diantara mereka ada yang beranggapan Islam adalah sebatas agama
yang mengajarkan peribadatan ritual belaka sebagaimana kebanyakan agama-
agama dunia masa kini. Menurut mereka, untuk menjadi seorang Muslim yang
soleh, cukup hanya dengan menjalankan peribadatan ritual seperti shalat, puasa,
zakat, haji, dan ditambah dengan amalan etika yang baik. Dengan pemahaman
seperti ini, kemudian mereka mengambil sistem hidup selain Islam untuk
mengatur kehidupan dunianya, baik dari Barat atapun Timur. Maka munculah
orang yang menyatakan dirinya Muslim, namun dalam berekonomi
menggunakan sistem kapitalisme, dalam politik memperjuangkan Demokrasi-
Liberal, berhukum kepala hukum kolonial Barat, menjadikan sistem sosialnya
ala Barat Sekuler dan seterusnya. Realitas ini tampak hampir pada seluruh
bagian Dunia Islam, tidak terkecuali Saudi Arabia yang mengklaim berundang-
undangkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Kesalahan fahaman kaum Muslimin dalam memahami makna Al-Dien Al-Islam
akan menghantarkan mereka pada keterbelakangan dalam semua aspek
kehidupan duniawi, sebagaimana yang terjadi pada masa ini. Tidakada satu
bangsa Muslimpun yang berani tampil dengan identitas Islam dan keagungan
ajarannya, bahkan mereka merasa rendah diri jika mengatakan dirinya Muslim.
Karena memang tidak ada satupun keagungan Dunia Islam yang dapat
dibanggakan kepada dunia modern. Dalam hal sains-tehnologi, kaum Muslimin

Untuk masalah ini lihat misalnya : Prof. Said Hawwa, al-Islam, Beirut : Dar al-Fiqr, 1979. Dr. Yusuf al-Qardhawy, al-Hall
al-Islam, Qatar : Jami’ah al-Islamiyah Qatar, 1986. Hamudah Abdalaty, Islam in Focus, Kuwait : IIFSO, 1978. Abu Urwah,
Sistem-sistem Islam, KL: Pustaka Salam, 1989.
masih menjadi budak konsumsi para kapitalis Barat yang menjual segala bentuk
kemajuannya dengan harga tinggi disertai persyaratan yang tidak adil, seperti
menghubungkannya dengan HAM ataupun menerapkan Demokrasi-Liberal ala
Barat. Dan akhirnya kaum Muslimin tetap bergelimang dalam
keterbelakangannya dalam semua aspek kehidupan. Kesalah fahaman ini
bahkan berdampak lebih jauh, ada sebagian kaum Muslimin yang menentang
keras segala bentuk kemajuan sains-tehnologi yang diidentikannya dengan
Baratisasi ataupun sekulerisasi. Mereka masih menolak mengajarkan ilmu
pengetahuan modern seperti matematika, fisika, kimia, biologi dan sejenisnya
kepada kader-kader Islam dengan alasan ilmu tersebut adalah ilmu duniawi
yang tidak wajib dituntut dan tidak akan menghantarkan kebahagian akhirat.
Itulah sebabnya generasi Islam terpecah menjadi aliran agama yang diwakili
oleh lulusan sistem pendidikan tradisional Islam seperti pondok pesantren dan
aliran umum lulusan dari lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah.
Akhirnya muncullah cendikiawan Islam tradisional yang memahami Islam
sebatas peribadatan keakhirat dan cendikiawan Islam yang menguasai ilmu-ilmu
umum. Dan ironisnya kadangkala terjadi pergesekan pemikiran diantara kedua
aliran ini, yang justru menambah lemahnya kaum Muslimin. Kesalah fahaman
jalannya. Akibat yang paling kentara dengan pemahaman salah ini adalah kaum
dalam memahami konsep Al-Dien Al-Islam ini telah membawa dampak sangat
negatif bagi perkembangan dan kemajuan kaum Muslimin. Karena dengan
pemahaman yang salah ini, kaum Muslimin telah memisahkan Islam dari
kehidupan dunia nyata, sedangkan Islam adalah agama yang diturunkan untuk
mengatur kehidupan manusia didunia ini dan menjanjikan kebahagian akhirat
bagi mereka yang mengikuti Muslimin telah menyerahkan kehidupan politik
ataupun ekonominya kepada orang lain, karena mereka beranggapan masalah
ini adalah urusan dunia yang tidak berkaitan dengan Islam. Dan tidak diragukan
lagi, bahwa kemunduran dan keterbelakangan kaum Muslimin masa ini akibat
dari kesalahan mereka memahami konsep Al-Dien Al-Islam sebagaimana yang
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.
Seorang pemikir ulung Islam dari Pakistan, Abu al-Ala al-Maududy,14
membahas pengertian Al-Dien secara terperinci. Menurut Maududy, Al-Dien
(menggunakan al) ditujukan hanya untuk penggunaan Islam, sementara tanpa
al- digunakan untuk selain Islam, sebagaimana yang disebutkan Al-Qur’an :
“Sesungguhnya Al-Dien yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam” (Ali
Imran:19)
“Dan barang siapa yang mengambil selain Islam sebagai Dien-nya, maka ia tidak akan
diterima,dan diakhirat mereka termasuk orang-orang yang rugi” (Ali Imran:83).
Abu A’la al-Maududy, al-Mustalahat al-Arba’at fi al-Qur’an : al-Ilah, al-Robb, al-Ibadat, al-Dien. Kaherat : 1975. Khususnya
bagian keempat.
Selanjutnya, Maududy menjelaskan, pengertian Dien adalah seluruh sistem yang
mengatur kehidupan manusia, baik sistem politik, ekonomi, etika, peribadatan,
sosial, budaya, hukum, perundang-undangan, filsafat, idiologi, way of live dan
lain-lainnya. Dalam konsep Islam ada dua Dien, Al-Dien Al-Islam dan Dien Al-
Ghoir Al-Islam (Dien selain Islam) sebagaimana yang dimaksudkan ayat diatas.
Dengan demikian, Al-Dien Al-Islam adalah seluruh sistem kehidupan yang
diajarkan Islam yang terdiri dari sistem Aqidah (keyakinan), sistem Ibadah
(ritual), sistem Akhlaq (etika) dan sistem Muamalat (kemasyarakatan). Sistem
Aqidah adalah sistem yang mengatur segala bentuk yang menyangkut
kepercayaan kepada Allah dan perkara-perkara tang menyertainya. Sistem
Ibadah adalah sistem yang mengatur segala bentuk ritus penyembahan dan
pengabdian manusia kepada Allah dan tata caranya, seperti sholat, puasa, zakat,
haji dan lain-lainnya. Sistem Akhlaq adalah sistem yang mengatur etika
perhubungan manusia, baik kepada Allah ataupun sesama mahluknya.
Sedangkan sistem Muamalat adalah segala bentuk sistem yang mengatur
hubungan kehidupan manusia dimuka bumi, seperti sistem hukum, perundang-
undangan, sosial, ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan lainnya.15
Prof Said Hawa16 menggambarkan Al-Dien Al-Islam seumpama rumah. Rumah
terdiri dari pondasi, bangunan dan atap. Pondasi Islam (arkan al-Islam) adalah
rukun Iman yang enam dan rukun Islam yang lima, sedangkan bangunan Islam
(bina al-Islam) adalah sistem kemasyarakatan, seperti sistem politik, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan, sains tehnologi dan lainnya sedangkan atap
(muayyadat al-Islam) adalah amar ma’ruf nahi mungkar dan jihad fi sabilillah.
Sebuah rumah dikatakan sempurna apabila memiliki tiga bagian tersebut,
pondasi, bangunan dan atap, jika kurang salah satunya maka ia tidak dapat
disebut rumah. Demikian pula halnya, dikatakan al-Dien al-Islam apabila
seluruh konsep yang terkandung dalam ajaran Islam menjadi satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, pemisahan antara Ketunggalan dan Kekuasaan Allah
dalam sistem kemasyarakatan, baik ekonomi maupun politik, sama halnya
dengan pemisahan pondasi rumah dengan bangunannya. Anak kecilpun akan
mentertawakan jika pondasi disebut rumah, sama halnya jika hanya
menjalankan rukun Iman dan rukun Islam saja, kemudian mengklaim sebagai
telah melaksanakan ajaran al-Dien al-Islam.
Dalam bidang ekonomi misalnya, sistem ekonomi Islam tidak bediri sendiri
sebagai sistem yang terpisah dengan keseluruhan sistem Islam, sebagaimana
sistem ekonomi Sekuler yang terpisah dari agama dan etika. Dalam konsep
ekonomi Kapitalisme, modal adalah milik para pemodal sedangkan menurut

Untuk masalah ini lihat misalnya : Prof. Said Hawwa, al-Islam, op.cit. Dr. Yusuf al-Qardhawy, al-Hall al-Islam, op.cit.
Fazlur Rahman, Islam, Lahore : 1973. Hamudah Abdalaty, Islam in Focus. Op.cit. Abu Urwah, Sistem-sistem Islam, op.cit.
Prof. Said Hawwa, al-Islam, op.cit. khususnya muqaddimah.
Marxisme modal adalah milik bersama masyarakat. Sedangkan menurut
ekonomi Islam, modal pada hakikatnya adalah milik Allah Sang Pemilik Alam
Raya yang diamanahkn kepada sipemodal dan akan digunakan untuk
kemakmuran masyarakatnya. Pemodal dalam menjalankan aktivitas
ekonominya tidak terlepas dari kehendak pemilik (aspek Aqidah), melakukan
aktivitas yang halal (aspek Ibadah), tidak boleh berlaku curang, merugikan
orang lain dan etika jelek lainnya (aspek Akhlaq), dan diwajibkan mengeluarkan
sebagian dari keuntungannya untuk orang-orang yang memerlukannya (aspek
Muamalat) akhirnya kelak ia akan diminta pertanggung jawabannya diakhitat,
jika ia menjalankan amanah mendapat balasan kebaikan dan jika berkhianat
akan mendapat siksaan. Jadi konsep ekonomi Islam tidak terbatas hanya
mengatur mekanisme pasar dalam rangka mendatangkan keuntungan sebesar-
besarnya tanpa memperhatikan aspek Ketuhanan dan etika sebagaimana sistem
ekonomi Kapitalisme, namun sistem ekonomi Islam langsung berkaitan dengan
kebahagian seseorang dalam hidup sesudah mati yang berkaitan dengan
Aqidah.17
Demikian pula dalam sistem politik, jika menurut teori politik Demokrasi-
Liberal, kekuasaan ditangan rakyat. Jika rakyat menghendaki putih, maka
putihlah sebuah negara, dan jika mereka menghendaki hitam, maka jadilah
hitam. Demikian pula dalam sistem ini yang menentukan adalah suara
mayoritas, jika suara mayoritas menghendaki seseorang menjadi pimpinan,
maka jadilah ia pimpinan, walaupun ia tidak memiliki kelayakan sebagai
seorang pemimpin, sebagaimana yang terjadi pada Ronald Regent sang bintang
film koboi yang menjadi President Amerika Serikat ataupun Yukio Aoshima,
badut lawak gaek yang menjadi gubernur Tokyo. Namun dalam kontek politik
Islam, kekuasaan tirtinggi adalah ditangan Allah sebagai penguasa alam,
manusia adalah wakil (Kholifah) yang akan melaksanakan segala ketentuan dan
peraturan yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hitam dan putihnya
sesuatu ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik menyangkut undang-
undang, hukum dan kriteria pemilihan pemimpin, yang dalam Islam dikenal
dengan istilah syuro. Para anggota Majelis syuro adalah wakil rakyat yang
dipilih oleh rakyat sebagai wakilnya dalam mengukur masalah yang berkaitan
dengan kehidupan bermasyarakat. Para anggota syuro tidak dapat memutuskan
sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya. Dengan
demikian anggota syuro adalah pemegang amanah rakyat sekaligus pemegang
amanah Allah dan Rasul-Nya. Kemenangan bukan ditentukan oleh suara
mayoritas, tetapi oleh kebenaran ajaran agama Islam, walaupun seluruh rakyat
menghendaki sesuatu undang-undang, namun jika undang-undang itu

Untuk masalah ini lihat misalnya : Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam, London, LMS Publ. 1990.
bertentangan dengan ajaran agama Allah dan Rasul-Nya, maka secara otomatis
batallah undang-undang tersebut. Disinilah perbedaan menyolok antara konsep
demokrasi Barat dengan sistem Islam yang menghendaki integrasi diantara
ajarannya.18
Dengan demikian jelaslah bahwa konsep al-Dien al-Islam adalah satu kesatuan
sistem kehidupan yang menyeluruh dan tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya. Sistem sosialnya adalah berkaitan erat dengan sistem Ketuhanan
dan Peribadatan, demikian pula halnya dengan sistem politik, ekonomi,
pendidikan, dan lainnya. Satu ajaran dengan ajarannya saling berkaitan,
seumpama tubuh. Dipisahkan satu bagian akan menimbulkan ketimpangan
pada sistemnya, sebagaimana dipisahkannya salah satu anggota tubuh. Tangan
misalnya, jika dipisahkan dari tubuh, maka jelas tidak akan berfungsi sama
sekali, sama halnya jika diterapkannya sistem ekonomi Islam saja, tanpa
menerapkan keseluruhannya sistem Islam akan menimbulkan kepincangan,
karena ekonomi Islam, ataupun sistem kemasyarakatan Islam akan berjalan baik
apabila diterapkan pada masyarakat yang telah menganut ajaran Islam secara
menyeluruh, terutama sistem Aqidahnya. Kegagalan kaum Muslimin masa ini
karena mereka terburu-buru ingin menerapkan sistem kemasyarakatan Islam,
seperti sistem politik ataupun sistem ekonomi, sementara sistem Aqidah dan
Ibadah belum tertanam dengan baiknya. Perbuatan seperti ini samalah seperti
orang yang membangun rumah, sementara tidak membuat pondasi. Rumah
tanpa pondasi pasti akan hancur dalam waktu singkat, seperti cepatnya hancur
sistem masyarakat yang tidak berlandaskan Aqidah dan Ibadah.
Islam adalah ajaran yang lengkap dan sempurna, sehingga tidak memerlukan
tambahan-tambahan dari sistem lainnya. Penambahan sistem Islam dengan
sistem lainnya, bukan akan menambah kesempurnaan Islam, tapi justru akan
menghilangkan semangat Ketuhanan yang terkandung dalam ajaran Islam. Jika
Islam dicampur dengan sistem ekonomi ala Kapitalisme atau Sosilisme
sebagaimana yang dilakukan sebagian besar kaum Muslimin masa ini, maka
jelas akan menghasilkan masyarakat terbelakang sebagaimana kaum Muslimin
masa ini. Ajaran Islam yang dilandaskan Ketunggalan Allah tidak mungkin
dicampur dengan ajaran yang menolak keberadaan Tuhan. Itulah sebabnya
dengan tegas Islam memberlakukan doktrin : Terima Islam seluruhnya, atau
tolak seluruhnya. Tentu dengan memperhatikan tahapan demi tahapan yang
diperlukan dalam penerapan Islam.
Mungkin ada yang mempertanyakan, jika al-Dien al-Islam dikatakan sebagai
ajaran sempurna, kenapa tidak dibahas dalam ajarannya segala sesuatu
persoalan kehidupan secara mendetil. Ini dibuktikan al-Qur’an ataupun Al-

Untuk masalah ini lihat misalnya : Abul A’la al-Maududi, al-Khilafat wa al-Mulk, Kuwait : Dar Qalam, 1978
Sunnah, sumber utama ajaran Islam hanya mengandung beberapa sisi
kehidupan manusia secara global ? Disinilah letak keunikan sistem Islam yang
diturunkan Yang Maha Mengetahui. Islam sebagai sistem yang diturunkan
untuk seluruh ummat manusia, sejak diturunkannya hingga akhir zaman, tidak
membicarakan persoalan kehidupan manusia secara mendetil, karena jika itu
dilakukan berarti diperlukan beribu-ribu kitab ajaran yang akan
membingungkan manusia. Namun Allah Yang Maha Mengetahui menurunkan
sebuah Kitab yang mengandung ajaran sempurna. Kesempurnaan disini bukan
berarti didalamnya terdapat undang-undang jalan raya, macam-macam jenis
transaksi ekonomi ataupun tentang sains tehnologi. Namun al-Qur’an yang
dijabarkan dalam Al-Sunnah memberikan petunjuk secara garis besar tentang
segala sesuatu kehidupan manusia, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik,
pendidikan, budaya, sains tehnologi dan lainnya yang bersifat universal dan
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Karena didalam al-Qur’an dan al-
Sunnah terdapat panduan-panduan umum yang berlaku sepanjang zaman.
Disinilah secara garis besar dan membiarkannya manusia menjabarkannya
menurut tingkat pengetahuan dan peradabannya, kebebasan berfikir dan
mengembangkan inilah yang menjadi sumber keabadian Islam. Sehingga sistem
Islam mampu mengikuti arus kemajuan peradaban manusia sampai kapanpun.
Dan yang terpenting difahami dalam metodelogi sistem Islam adalah sistem
yang pada hakikatnya akan mencetak manusia-manusia utama (khair al-
Ummah) dalam membangun kehidupan. Disinilah letak keunggulan Islam.
Sistem Islam dengan tahapan demi tahapan ajarannya bermaksud melahirkan
manusia unggul, dan dari manusia-manusia unggul inilah akan lahir peradaban
agung, sebagaimana telah lahir diawal kebangkitan dan zaman kegemilangan
Islam terdahulu. Dari sistem Islam yang sempurna inilah telah lahir manusia-
manusia agung yang menjadi pemuka peradaban dunia sampai sekarang.
Jadi dengan demikian jelaslah bahwa al-Dien al-Islam adalah ajaran sempurna
yang mengatur kehidupan manusia dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu
bagian ajarannya dengan bagian yang lain. Pemisahan bagian dengan bagiannya
yang lain akan menghilangkan keutamaan dan kesempurnaan sistemnya.
Demikian pula sistem Islam tidak memerlukan tambahan-tambahan dalam
sistemnya, terutama dari sistem-sistem hidup yang berakar pada filsafat
Sekulerisme ataupun Materialisme. Sistem Islam adalah sistem yang mandiri
dalam kesempurnaannya.

- Tentang Kaum Muslimin


Orang-orang non Muslim, khususnya di Barat yang masih memelihara dendam
Perang Salib, beranggapan dan memberi gambaran yang sangat keliru tentang
sosok kaum Muslimin. Mereka menggambarkan kaum Muslimin adalah sosok
manusia biadab yang menolak segala bentuk kemajuan dunia dengan sikapnya
yang sangat fundamentalis mempertahankan pendapatnya, sehingga siapapun
yang tidak sefaham dengannya akan dianggap musuh dan akan membantainya
tanpa toleransi. Bahkan sosok kaum Muslimin dimata mereka adalah identik
dengan kaum teroris, kaum radikal-ekstrimis yang menghancurkan segala
bentuk kemajuan dunia disamping bangsa yang gemar menyulut peperangan,
bahkan sesama mereka. Dan celakanya opini ini dikuatkan oleh realitas kaum
Muslimin, khususnya yang berada di Timur Tengah yang selalu menjadi dalang
terorisme dan peperangan. Namun permasalahannya, apakah seluruh kaum
Muslimin di dunia ini berprilaku seperti para teroris itu, sehingga seluruh kaum
Muslimin diidentikan dengan teroris. Padahal realitanya, yang berprilaku teroris
adalah sebagian kecil dari kaum Muslimin yang diam-diam menyimpan
keagungan peradaban. Jika kelompok kecil ini dijadikan dasar untuk mengklaim
kaum Muslimin, maka dapat pula dikatakan bahwa semua masyarakat Barat
yang mengaku berperadaban adalah teroris, rasialis, korup, penderita AIDS dan
sejenisnya, karena memang ada bagian kecil dari masyarakat Barat yang
demikian keadaanya. Tentu klaim semacam ini sangat tidak adil bagi
masyarakat Barat seluruhnya, sebagaimana tidak adilnya tuduhan kepada kaum
Muslimin.
Jika diperhatikan secara teliti keadaan kaum Muslimin di Dunia ini, maka jelas
akan tergambar realitas sebenarnya keadaan kaum Muslimin. Coba kita
perhatikan nasib kaum Muslimin dinegara-negara minoritas Muslim, pada
umumnya mereka dinafikan hak-haknya secara politik, bahkan dipinggirkan
dan dibantai. Bagaimana nasib kaum Muslimin di India yang dibantai kaum
militan Hindu, bagaimana nasib kaum Muslimin Moro di Filifina selatan yang
diperangi dan dibantai, bagaimana nasib kaum Muslimin di Bosnia, ataupun
nasib kaum Muslimin pada masyarakat yang menganggap dirinya beradab
seperti Eropa atau Amerika. Namun hal ini sangat kontradiktif jika
dibandingkan dengan keadaan non Muslim dinegara-negara mayoritas Muslim.
Dalam hal ini Indonesia adalah contoh nyata. Walaupun orang Kristen yang
hanya berjumlah kurang dari 7 % tapi menduduki jabatan mentri-mentri kunci
yang mengatur negara. Namun mayoritas kaum Muslimin di Indonesia
menerima keadaan itu dengan lapang dada, yang mana hal ini tidak akan pernah
terjadi dinegara minoritas Muslim manapun didunia ini. Pernahkah misalnya di
Inggris ataupun Amerika terjadi mentri keuangan atau pertahanannya dari
orang Islam? Jawabannya selama berdirinya negara-negara yang mengaku
bapak demokrasi ini, belum pernah satupun mentrinya dari kalangan minoritas
Muslim, namun hal ini terjadi dinegara mayoritas Muslim Indonesia, mentri
keuangan dan pertahanan/panglima militer adalah dari kaum minoritas Kristen.
Di Malaysia, non-Muslim dapat menduduki jabatan mentri, padahal Malaysia
adalah negara yang menjadikan Islam sebagai agama resmi.
Kaum Muslimin yang dianggap tidak beradab ini justru telah melahirkan tokoh-
tokoh dunia yang dikagumi, terutama dalam bidang sains dan tehnologi.
Sebagai contoh mantan Presiden RI ke 3, Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie misalnya.
Habibie adalah seorang Muslimin yang taat, bahkan memimpin organisasi para
Intelektual Muslim se-Indonesia (ICMI) dan mengetuai Forum Dunia Islam
untuk Pembangunan Sains Teknologi dan Sumber Daya Manusia (IFTIHAR).
Namun reputasinya didunia Internasional tidak ada satupun orang dapat
menapikannya. Pada tahun 1994 Habibie mendapat penghargaan tertinggi
Persatuan Bangsa-Bangsa untuk pengembangan ilmu kedirgantaraan yang
selama ini belum pernah diterima oleh perorangan sejak berdirinya PBB. Habibie
pula yang dikatakan sebagai penyebab kejatuhan industri pesawat FOKKER
milik Belanda, akibat kemajuan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN)
yang dipimpinnya. Habibie sebagai seorang Muslim yang taat mampu menjadi
penggerak dan simbol kemajuan bangsa Indonesia yang multi ras dan agama.
Demikian pula masih banyak putra-putra terbaik Islam yang memberikan
sumbangan pada kemajuan dunia, diantaranya penyandang NOBEL untuk
fisika, Abdus Salam dari Pakistan ataupun Dr. abdurrahman Hilmy dari Mesir
dan masih banyak lagi. Mentri keuangan yang dijuluki bekas PM Inggris
Margareth Teacher sebagai mentri keungan terbaik abad ini, Anwar Ibrahim dari
Malaysia, seorang pemimpin Islam yang brilyan dan sangat toleran pada
penganut agama lainnya. Bahkan Anwar dijuluki sebagai tokoh pencerahan Asia
(Asia Renaissance) yang senantiasa melakukan dialog antar peradaban dan
sangat terbuka dengan kemajuan, sehingga menjadi cermin Muslim Kosmopolit.
Presiden PBB, Razali Ismail, adalah seorang Muslim yang tetap menjaga tradisi
keislamannya.
Demikian pula, masyarakat Islam, khususnya dikawasan Asia Tenggara adalah
masyarakat yang amat ramah dan toleran, penuh persahabatan dengan bangsa-
bangsa lain. Bukannya seperti para teroris yang digambarkan. Itulah sebabnya
kawasan ini menjadi pusat wisata masyarakat Barat yang merindukan
kedamaian. Memang diakui, ada sebagian dunia Islam terjadi peperangan dan
teror. Namun jika diteliti dengan seksama, siapakah penyulut dari aksi
peperangan dan teror itu. Di Palestina misalnya, para pendatang Yahudi
merampas tanah kaum Muslimin dengan alasan, Palestina adalah tanah yang
dijanjikan Tuhan kepada mereka. Aksi perampasan ini berlanjut menggunakan
senjata bahkan mendapat bantuan Bapak Demokrasi dan Hak Asasi Amerika.
Secara jujur, apakah tindakan yang dapat kita lakukan andaikan rumah yang
kita huni turun menurun dirampas orang dengan alasan janji Tuhan. Siapapun
didunia ini mewakili akal waras akan melawan mati-matian mempertahankan
haknya. Jika si kuat malah membantu perampas, maka tidak ada cara lain
kecuali melemahkan kekuatan si kuat, agar hak menjadi miliknya. Rasional
inilah yang ditempuh kaum Muslimin Palestina, baik di Palestina sendiri
ataupun diluar, demi mempertahankan diri dari perampok yang dibela
Amerika. Maka tidak mengherankan jika mereka menggalang aksi terorisme
untuk menarik perhatian dunia yang sudah dikuasai oleh agen-agen Yahudi
Internasional. Kaum Muslimin di Palestina seakan-akan dipaksa untuk
berperang dan melakukan aksi teror demi mempertahankan tanah airnya yang
dirampas. Demikian pula halnya yang terjadi pada kaum Muslimin di
Afghanistan, Kashmir, Bosnia, Chechnya, Moro, Arakan dan lainnya. Mereka
dipaksa oleh keadaan yang diciptakan oleh mereka yang mengatakan dirinya
sebagai masyarakat beradab dan demokratis, namun senantiasa bersikap tidak
adil terhadap kaum Muslimin.
Jadi adalah tidak adil sama sekali, jika kaum Muslimin yang terkenal toleran,
ramah, penuh persahabatan, memiliki putra-putra terbaik yang menyumbang
pada kemajuan dunia dianggap sebagai kaum yang tidak berperadaban, radikal,
teroris, dan sejenisnya. Memang diakui kaum Muslimin masih jauh tertinggal
jika dibandingkan kaum lainnya, namun mereka kini telah mempersiapkan diri
untuk bangkit membangun dunia kembali, sebagaimana bangkitnya generasi
mereka terdahulu membangun dunia dan memberikan sumbangan yang tak
ternilai pada peradaban ummat manusia.

Islam : Alternatif Sistem Dunia Masa Depan

Sejarah telah membuktikan, Islam dengan ajarannya yang sempurna telah


berhasil membangun sebuah masyarakat dengan peradabannya yang menjulang
tinggi pada masa lalu. Islam telah menjadikan bangsa Arab yang terbelakang,
terpecah belah dan tertindas menjadi bangsa besar, sebagai super power yang
telah menumbangkan dua super power masa itu, Romawi dan Parsi. Islam telah
merubah manusia-mnusia jahiliyah penyembah berhala menjadi manusia-
manusia yang bertauhid dan berperadaban, menjadi pemimpin-pemimpin besar
dunia yang dikagumi hingga hari ini. Islam telah berhasil melahirkan generasi
terpilih sepanjang sejarah kemanusian. Generasi-generasi yang menegakan
keadilan dan kedamaian sejati serta mengahancurkan segala bentuk kezaliman.
Generasi yang telah memberikan rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana yang
telah ditugaskan Allah SWT kepada mereka sebagai Kholifah (wakil)-Nya yang
telah memenej alam sesuai dengan kehendak-Nya.19
Jika dahulu Islam dapat melahirkan generasi-generasi agung yang berperadaban
serta menguasai dan memenej dunia dengan penuh kegemilangan, maka tidak
mustahil Islam sekali lagi akan melahirkan generasi agung berperadaban pada
abad ini yang akan menjadi pemimpin dunia. Karena sumber rujukan dan
pengambilan yang telah melahirkan generasi terdahulu, yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul, tetap tersimpan hingga kini. Sumber utama inilah yang akan
mencetak generasi baru pemimpin dunia.20
Apalagi secara konsepsional sistem Islam adalah sistem terunggul daripada
seluruh sistem dunia masa kini. Sistem lebih unggul daripada Sekulerisme, lebih
unggul daripada Kapitalisme-Liberalisme, lebih unggul daripada Sosialisme-
Komonisme, lebih unggul daripada Nazisme-Fascisme, lebih unggul daripada
Humanisme, lebih unggul daripada Nasionalisme lebih unggul daripada semua
cabang pemikiran Modernisme ataupun Post-Modernisme, Islam lebih unggul
daripada seluruh sistem danagama-agama dunia.21
Dalam dunia modern ini, konsep-konsep Islam tetap relevan dan akan menjadi
jalan keluar dari segala bentuk krisis dan problema yang dihadapi dunia. Islam
sekali lagi akan membuktikan keunggulan konsepnya dari seluruh sistem hidup
diabad modern ini. Konsepsi Islam tidak akan pernah lapuk dimakan waktu,
karena ia diturunkan untuk seluruh ummat manusia hingga akhir zaman.22

19

Lihat misalnya : Thabary, Tarikh Umam wa al-Mulk, Beirut : Dar Fiqr, 1979. Abul Hasan an-Nadwy, Madza
Khasira al-Alam bi inhithoth al-Muslimun ?. op.cit. Abul A’la al-Maududi, al-Khilafah wa al-Mulk, op.cit. Khalid Muhammad
Khalid, Rijal Haula al-Rasul, Beirut : Dar Fiqr, 1975. Muhammad al-Ghazaly, Fiqh al-Sirah, Beirut : Dar Fiqr, 1978. Yusuf al-
Khandahlawy, Hayat al-Shahabah, Lucnow : Dar Ulum, 1980. Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam, London : Chiristopher,
1955. R.A. Nicholson, Literary History of the Arab. Chambridge : Cambridge Univ. Press,1930.
Lebih detil lihat : Hilmy Bakar Almascaty, Generasi Penyelamat Ummah, Kuala Lumpur : Berita Publ., 1995.
Untuk masalah ini secara mendetil lihat misalnya : Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, Kuala
Lumpur : ABIM, 1974. Abul A’la al-Maududi, Capitalism, Socialism and Islam. Kuwait : Islamic Books Publ., 1987. M. Mirza
Hussain, Islam and Socialism, a Critical Analisis of Capitalism, Fascism and Nazims as Contrasted with the Qur’an Conception of a
New World Order, Lahore : SM, 1974. Maxime Radinson, Islam and Capitalism, Paris : Penguin Books, 1980. Ali Shari’ati,
Marxism and Other Western Fallacies, Trans by R. Campbell. Berkeley : Mizan Press, 1980. Mustafa Mahmoud, Marxism and
Islam, trans. By MM. Enany, Kaherah : Cairo Univ. 1990. Khalifa Abdul Hakim, Islam and Communism. Lahore : Siddiq
Printer, 1976. David Westerwind, From Socialism to Islam, Uppsala : The Scandinavia Inst. Of African Studies, 1982. HOS
Cokroaminoto, Islam and Socialism, Kuala Lumpur : Iqrak, 1988. Asghar Ali Engineer, Islam and Liberation Theology. New
Delhi : Sterling Publ, 1990. Ahmad Abdul Ghaffar Affar, Humanisme in Islam. Trans. By Albin Michel, Indiana : The Amer-
ican Trust Publ,. 1979. Maryam Jameelah, Islam and Modernism. Lahore : Muhd Yusuf Khan, 4th. Edt. 1977. Dr. Ali Muhd.
Nagvi, Islam wa al-Qaumiyah, Tehran : 1404. Muhammad Asad, Islam at the Cross Road, Spain : Dar al-Andalaus : 14th. Edt.
1404 H. Akbar S. Ahmad, Postmodernism and Islam, London : Routledge, 1992.
Lihat misalnya : Syed Abdul Wahab Bukhory, Islam and Modern Challenges. Madras : Dar al-Tasneef, 1966. GW. Choudury,
Islam and the Contemporary World, London : Indus Thames Publ, 1990. Ahmad al-Shahi dan Denis Mac Eoin, Islam in Mod-
ern World, New York : St. Martin’s Press, 1983. John J. Donohue, and John L. esposito (ed), Islam in Transition, Muslim Per-
spective, New York : Oxford Univ. Press, 1982. Ilse Lilhtenstadter, Islam and Modern Age, An Analysis and Appraisal, New
York: Bookman Associates. 2nd. Edt. 1960.
Keunggulan Ajaran Islam
Ada beberapa keunggulan dan kelebihan Islam sebagai sistem hidup jika
dibandingkan dengan sistem-sistem dunia lainnya, sehingga Islam paling layak
menjadi satu-satunya sistem alternatif dunia dimasa depan. Diantara
keunggulan itu adalah :

- Islam adalah sistem universal


Islam adalah sistem hidup yang universal, yaitu sistem hidup yang
bersifat global dan mendunia. Ia diturunkan untuk seluruh ummat manusia
hingga akihir zaman. Sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an :
“Dan tidaklah Kami utus kamu kecuali untuk seluruh ummat manusia”.
“Dan tidaklah Kami utus kamu kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam”.
(Al-Anbiya : 107)
Itulah sebabnya Islam akan senantiasa mampu mengikuti arus
perkembangan zaman dari waktu ke waktu, tidak seperti sistem hidup lainnya
yang lapuk dimakan zaman karena tidak bersifat universal. Ini terbukti
walaupun sudah 15 abad diajarkan, namun sistem Islam masih tetap relevan
dengan dunia modern, bahkan ia dapat mengatasi semua sistem hidup yang
diciptakan sesudahnya.

- Islam adalah sistem yang fitri


Islam adalah sistem kehidupan yang fitri, yaitu sistem kehidupan yang sesuai
dengan kehendak dan keperluan hati nurani manusia yang menginginkan
terwujutnya keadilan, kebahagiaan dan kedamaian sejati. Sebagaimana
ditegaskan Al-Qur’an :
“Maka hadapkanlah dirimu dengan lurus kepada agama itu, yaitu fitrah Allah adalah
sesuai dengan fitrah manusia, dan janganlah ada penukaran terhadap ciptaan Allah,
ialah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Al-Rum : 30)
Jika diselidiki secara jujur, maka jelaslah ajaran-ajaran Islam sangat sesuai
dengan tuntutan hati nurani manusia, karena ia adalah ajaran yang senantiasa
mengajak menuju kebaikan, keamanan, keadilan dan kebahagian sejati. Realitas
ini tidak dapat dinafikan, kecuali oleh orang-orang ada penyakit dalam hatinya
dan menolak kebenaran.

- Islam adalah sistem totalitas


Islam adalah sistem hidup yang totalitas, yaitu sistem hidup yang sempurna,
mengajarkan segala bentuk sistem kehidupan yang akan mengantarkan manusia
menuju kebahagian dan kesemppurnaan hidup. Sistem hidup yang memiliki
ajaran moral-spiritual, etika, keyakinan, kerohiman dan sekaligus memiliki
ajaran sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, sains tehnologi, filsafat,
militer dan lain-lainnya.23

- Islam adalah sistem unity


Islam adalah sistem hidup yang unity, yaitu sistem hidup yang tidak memisah-
misahkan antara satu ajarannya dengan ajaran lainnya. Keseluruhan ajarannya
adalah satu kesatuan, dari awal hinggalah akhirnya. Al-Qur’an sangat mencela
orang-orang yang memisah-misahkan ajarannya :
Dan jangalah kamu menjadi orang-orang yang menyekutukan, yaitu daripada orang-
orang yang memisah-misahkan agama mereka sehingga jadilah mereka beberapa
golongan yang tiap-tiap golongan merasa bangga dengan pandangan mereka, (Al-Rum
: 31-32)
Islam tidak pernah memisahkan antara dunia dengan akhirat, karena kedua-
duanya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Demikian pula Islam
tidak memisah-misahkan sistem ekonomi, politik, pendidikan, sosial, sains
tehnologi, dan lain-lainnya dengan ajaran moral spiritualnya. Islam
memerintahkan agar penganutnya memasuki Islam secara unity, menerima
keseluruhan ajarannya, sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan
janganlah mengikuti langkah-langkah Syaitan, karena sesungguhnya Syaitan adalah
musuh kamu yang nyata”. (Al-Baqarah : 208)

- Islam berasal dari Pencipta alam


Islam adalah sistem hidup yang diajarkan oleh Pencipta Yang Maha Mengetahui
tentang seluruh alam, Yang Maha Mutlak kebenarannya, yaitu Allah SWT
kepada manusia melalui perantaraan Rasulullah Saw. Sebagaimana disebutkan
Al-Qur’an :
“Dialah (Allah) yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan sistem
kehidupan al-Haq agar memenangkannya diatas semua sistem kehidupan lainnya,
walaupun tidak disukai orang-orang musrik”. (Ash-Shoff : 9)
Karena diajarkan oleh Yang Maha Mengetahui, maka Islam akan terhindar dari
segala bentuk kesalahan dan kelemahan. Ia tidak akan menjadi seperti sistem-
sistem dunia lainnya yang mengalami kegagalan akibat diasaskan oleh manusia
yang serba lemah.

- Sumber ajaran Islam jelas


Islam adalah sistem hidup yang memiliki sumber pengambilan yang dapat
dipertanggung jawabkan keaslian dan kesempurnaannya, yaitu Al-Qur’an dan

Lihat : Prof. Said Hawwa, al-Islam, op.cit. Dr. Yusuf al-Qardhawi, op.cit.
dijelaskan oleh Sunnah Rasulullah Saw. Al-Qur’an sendiri menentang, siapakah
yang mampu menandinginya walaupun seayat saja :
“Dan jika kamu ragu-ragu terhadap apa yang Kami telah turunkan kepada hamba Kami
(Al-Qur’an), maka cobalah kamu buat satu surat yang serupa dengannya, dan ajaklah
penolong-penolong kamu selain daripada Allah, jika kamu memang orang-orang yang
benar. Dan apabila kamu tidak dapat membuatnya, dan pasti kamu tidak dapat mem-
buatnya, maka takutlah kamu dengan Neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir”.

Keaslian dan kehebatan Al-Qur’an inipun diakui oleh intelektual Barat. Filosof
dan sastrawan besar Jerman, Goethe menulis tentang al-Qur’an :
“Bagaimana juga saya membaca Al-Qur’an itu, pertama ia menggerakkan saya pada
setiap masa, dengan kesegaran dan dengan cepat menganjurkan pendirian hati serta
keheranan, yang akhirnya ia mendorong saya kepada pengetahuan agama. Al-Qur’an itu
mempunyai susunan kata-kata yang molek dan indah, isi dan tujuannya mengandung
suatu pedoman bahagia. Dia adalah memberi ingatan dan menakutkan selamanya, dan
seterusnya ia adalah kemulian Yang Maha Tinggi. Demikianlah, Al-Qur’an akan
berjalan terus dan bekerja sepanjang masa dengan pengaruh yang amat kuat serta gagah
dan teguh”.24
Maka dengan demikian, jelaslah bahwa al-Qur’an, sumber pengambilan utama
ajaran Islam adalah yang terbaik dan dapat dipertanggung jawabkan
keasliannya. Tidak ada alasan apapun untuk menolaknya, karena ia adalah
wahyu Allah yang suci dan terpelihara dari segala jenis penipuan.25

- Islam memiliki contoh teladan


Islam adalah sistem kehidupan yang memiliki contoh nyata ajarannya, yaitu
masyarakat yang telah dibina oleh Rasulullah diMadinah yang diwahyukan
Allah. Masyarakat yang susunannya sangat indah, dibawah pimpinan dan
bimbingan Muhammad Rasulullah. Setiap aspek kehidupannya adalah contoh
tauladan manusia sepanjang masa. Jika seorang pemimpin ingin melihat contoh,
maka Rasulullah Saw, Abu Bakar ra, Umar ra,Uthman ra, dan Ali ra adalah
contoh terbaik. Jika seorang perniaga dan hartawan ingin mencari tauladan,
maka Abdurahman bin Auf ra adalah figurnya. Demikian pula jika panglima
perang mencari contoh, maka contohnya adalah Khalid bin Walid ra. Jika wanita
menghendaki contoh tauladan maka Aisyah ra, Fatimah ra, adalah contohnya.
24

Goethe, Hughe’s Dictionary of Islam, dikutip dari : O. Hashem, Kekaguman Dunia Terhadap Islam. Bandung : Pus-
taka Salman, 1985.
Lebih terinci lihat misalnya : Dr. Subhi Shaleh, Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, Beirut : Dar Ilm li al-Maliyin, tt. Syaikh
Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘ulum al-Qur’an, Damsyik : Maktabah al-Ghazaly, Thabaah Tsalist, 1981. Dr. M.
Ali al-Hasan, al-Manar fi ‘ulum al-Qur’an, Amman : Matbaah al-Syuruq, 1983. Dr. Shabir Thayyimah, Hazha al-Qur’an,
Bairut : Dar al-Jiil, 1989. Syaikh Muhammad Rasyid Ridho, al-wahy al-Muhammady, Bairut : Dar al-Fiqr, 1968.
Islam telah memiliki contoh masyarakat ideal yang akan diciptakannya, berbeda
dengan sistem dunia lainnya yang tidak memiliki contoh baik secara pribadi,
keluarga dan masyarakat. Islam dengan ajarannya telah terbukti keunggulannya,
sehingga dapat melahirkan ummat yang memiliki kekuasaan luas dan
menguasai peradaban dunia. Islam telah menciptakan dunia baru yang
berlandaskan pada ajarannya yang sempurna. Tidak ada satu sistem duniapun
yang mampu menyamai keunggulan sistem Islam, sejarah telah dan akan
membuktikannya. Kegagalan sistem Sosialisme-Komonisme menghantarkan
penganut-penganutnya menuju model masyarakat yang dicita-citakan karena
sistem ini belum terbukti lagi keunggulannya melahirkan masyarakat ideal, dan
tidak pernah terwujud sebelumnya masyarakat yang dicita-citakannya, hingga
tidak ada contoh nyata bagaimana bentuk masyarakat Sosialisme-Komonisme
yang dikehendaki. Demikian pula dengan sistem hidup lainnya, semua belum
terbukti keunggulannya menciptakan masyarakat ideal yang dapat menegakan
keadilan dan kedamaian sebagaimana masyarakat Islam.

- Islam tidak rasialis


Islam adalah sistem hidup yang tidak membeda-bedakan tingkatan manusia
satu dengan lainnya. Manusia adalah sama, dijadikan dari tanah, tidak ada yang
lebih utama ataupun tinggi drajatnya. Tidak ada kelebihan kulit putih daripada
kulit hitam, tidak ada perbedan kelas, baik kelas buruh ataupun pemodal, tidak
kelas bangsawan yang harus dihormati secara berlebih-lebihan oleh masyarakat
awwam. Keutamaan dan kemulian seseorang dipandang adalah berdasarkan
pada ketaqwaannya kepada Allah semata, sebagaimana yang disebutkan Al-
Qur'an :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari laki-laki dan
perempuan, dan Kami telah jadikan kamu beberapa bangsa dan suku, supaya kamu
berkenal-kenalan, sesungguhnya semulia-mulia kamu disisi Allah ialah yang paling
bertaqwa diantara kamu”.
(Al-Hujurat : 13)
Dengan dihilangkannya kasta-kasta manusia ini, Islam bermaksud akan
menghantarkan dunia menuju keadilan dan kedamaian sejati, sehingga tidak
ada satu ras ataupun satu golongan manusia agar dapat mengeksploitasi
manusia lainnya dengan alasan yang satu memiliki drajat yang tinggi daripada
lainnya. Dengan demikian pertentangan kelas yang selama ini menghantui
dunia akan hilang dengan sendirinya, karena Islam menganggap semua manusia
adalah sama drajatnya disisi Tuhannya.

- Islam tegak atas keadilan


Islam adalah sistem hidup yang ditegakkan atas dasar keadilan sesama manusia,
mengutamakan persaudaraan dan kebaikan. Bukannya seperti sistem dunia
lainnya yang menganjurkan pertentangan dan perkelahian yang didasari pada
kebencian. Ataupun tidak sama dengan sistem yang mengeksploitasi pekerja
untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya sebagaimana diamalkan kaum
Kapitalis. Namun Islam adalah sistem yang senantiasa mengajarkan kebajikan
umum, dengan sistem ekonominya yang khas. Pengikutnya dianjurkan untuk
mendapatkan dan memiliki harta sebanyak kemampuannya, namun dalam
hartanya itu terdapat hak Allah dan hak masyarakat yang harus ditunaikan.26

- Islam mampu menghadapi tantangan zaman


Islam adalah sistem hidup yang akan dapat menyelesaikan segala bentuk krisis
dan tragedi yang diderita dunia masa ini dengan pendekatannya yang khas.
Islam akan menyelesaikan problematika masyarakat modern dengan
menyelesaikannya dari inti permasalahannya yang dihadapi sehingga tidak akan
timbul lagi permasalahan baru diatas permasalahan lama. Islam mengetahui
benar dimanakah sumber segala bentuk permasalahan yang dihadapi dunia dan
menyelesaikannya secara tuntas. Islam akan menyelesaikan krisis dunia hari ini
dengan menyelesaikan manusianya terlebih dahalu, karena semua krisis pada
hakikatnya bersumber dari manusia. Jika manusia sudah menjadi baik, maka
tentu dunia ini akan menjadi baik pula. Manusia ini terlebih dahulu dididik dan
dipimpin Islam dengan pendekatannya yang unik, sehingga menjadi manusia
sempurna, secara jasmani maupun rohani.27

- Islam tidak memisahkan agama & pengetahuan


Islam adalah sistem hidup yang mempertentangkan antara sains-tehnologi
dengan ajarannya. Bahkan Islam mendukung segala bentuk aktivitas
penyelidikan ilmiah dan pengembangan sains-tehnologi untuk memudahkan
manusia dalam menjalankan aktivitasnya sebagai hamba dan wakil Allah
dimuka bumi. Sejarah membuktikan Islam telah melahirkan para saintis dan
tehnolog Muslim yang menjadi guru bagi pengembangan pengetahuan dan
peradaban Barat dan hasil karya mereka masih menjadi referensi sampai hari ini.

- Islam adalah ajaran yang dinamis


Islam adalah sistem kehidupan yang dinamis dalam menanggapi segala
bentuk perubahan dan perkembangan dunia, tidak seperti agama-agama lainnya
ditinggalkan pengikutnya karena tidak mampu mengikuti perkembangan

Lebih detil lihat : Sayyid Qutb, Al-Adalah al-Ijtimaiyyah, Beirut : Dar Fiqr, 1976.
Lebih detil lihat ; Prof. Muhammad Qutb, Islam and The Crisis of Modern World, Leicester : The Islamic Foundations, 1979.
Prof. Sayyed Hussaein Nashr, Islam and The Plight of Modern Man. London : Longman, 1975.
zaman. Kedinamisan Islam ini disebabkan karena ajarannya yang universal dan
datang daripada Allah SWT Yang Maha Mengetahui serta diturunkan sebagai
panduan hidup manusia hingga keakhir zaman. Itulah sebabnya ajaran Islam
senantiasa akan tetap relevan sepanjang zaman, tetap dinamik mengikuti
perkembangan dunia yang semakin canggih dan kompleks ini.
Maka dengan demikian Islam akan menjadi satu-satunya alternatif sistem
dunia masa depan yang akan menyelesaikan segala bentuk krisis dan tragedi
masyarakat modern. Hanya Islamlah yang akan mampu menjawab krisis dan
problem masyarakat modern hari ini dan membimbing mereka menuju
kehidupan masyarakat ideal, yaitu masyarakat yang menjiwai semangat
masyarakat yang pernah dibina Rasulullah 15 abad silam namun mampu
berintegrasi dengan dunia moden dengan segala kecanggihan sains-
tehnologinya.28

Janji-janji Allah dan Rasul-Nya tentang Kemenangan Islam dan Umatnya

Islam adalah ajaran yang diturunkan Sang Pencipta alam untuk menyelamatkan
seluruh umat manusia sebagai pelengkap dan penutup agama langit se-
belumnya. Sebagai agama penyelamat manusia yang terunggul dan tersem-
purna, Islam mendapat garansi kemenangan dari Allah yang telah menur-
unkannya dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan-Nya kepada para pen-
dukung dan pengikut setianya. Allah SWT telahpun menegaskan didalam Al-
Qur’an tentang kemenangan Islam, sebagaimana difirmankan-Nya :
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan ad-Dien al-
Haq (ajaran kebenaran) agar memenangkannya diatas segala dien (ajaran). Walaupun
orang-orang yang musrik tidak menyukainya”. (Al-Shoff : 9)
“Sesungguhnya dien yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam”.
(Ali Imran : 19)
“Dan barang siapa yang mengambil selain Islam sebagai dien-nya, maka ia tidak akan
diterima, diakhirat mereka termasuk orang-orang yang merugi”. (Ali Imran : 83)
Sebagaimana dijelaskan terdahulu, Dien bermakna seluruh sistem kehidupan
manusia, dan Islam adalah satu-satunya al-Dien yang akan mendapat
kemenangan, dan sejarah telah membuktikannya.
Walaupun Islam pada awalnya didukung oleh bangsa yang terbelakang dan
primitif, namun berkat ajaranya, Islam telah mengangkat martabat mereka
menjadi bangsa yang maju dan besar sebagai mercusuar peradaban dunia. Dan
Islam pasti akan mendapat kemenangan sebagaimana ummat terdahulu, asalkan

Lihat : Prof. Sayyed Hussaein Nashr, Islam and The Plight, op.cit.
mereka menerapkan kembali dalam kehidupannya metode yang telah
mengantarkan kemenangan dan kejayaan ummat terdahulu.
Demikian pula banyak hadists Rasulullah yang menyatakan Ummat Islam
akan kembali gemilang sekali lagi diakhir zaman untuk menguasai
kepemimpinan peradaban dunia, diantaranya :
Bahwasanya Rasulullah Saw telah bersabda :
“Tegaklah pada kamu masa Kenabian sampai beberapa lama yang dikehendaki Allah,
maka terjadilah ia, kemudian diangkat. Kemudian tegaklah selepas itu pada kamu masa
Kholifah atas manhaj Kenabian, maka terjadilah ia kepadamu beberapa lama yang
dikehendaki Allah, kemudian ia diangkat. Kemudia terjadilah padamu masa Kerajaan
yang menggigit (Mulkan adhudhan), maka terjadilah ia beberapa masa yang dikehendaki
Allah, kemudian diangkat. Kemudian tegaklah selepas itu Kerajaan rusak (Mulkan
Jabbariyyan) terjadilah ia beberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian diangkat.
Selepas itu tegaklah padamu Kholifah atas manhaj Kenabian yang mengamalkan Sunnah
Rasul dikalangan manusia. Islam akan tersebar luas dimuka bumi yang diridhoi oleh
penghuni langit dan bumi. Langit tidak akan meninggalkan setetespun air hujan, kecuali
ia mencurahkannya. Dan bumi tidak akan meninggalkan tanaman dan barokahnya
kecuali ia akan mengeluarkannya”.29
Hadist diatas diperkuat oleh beberapa hadists, diantaranya:
Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi Saw yang bersabda :
“Jika tidak tinggal dari dunia hanya sehari sahaja niscaya allah memanjangkan hari itu
hingga bangkit padanya seorang lelaki dari keturunanku atau dari kaum keluargaku,
yang namanya menyerupai namaku dan nama bapaknya menyerupai nama bapakku, ia
akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kemakmuran sebagaimana bumi dipenuhi
kezaliman dan kekejaman”.
Dalam riwayat Tirmizi disebutkan :
“Dunia tidak akan berakhir sehingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang laki-laki dari
kelurgaku yang namanya menyerupai namaku”.30
Dari Jabir katanya : Rasulullah Saw telah bersabda :
“Akan hadir pada hari akhir Ummatku seorang kholifah yang membahagiakan harta dan
tidak menghitung-hitungnya”.31
Dari Abu Said al-Khudri dari Rasulullah Saw yang bersabda :
“Akan hadir diakhir ummatKu al-Mahdi yang disirami oleh Allah dengan hujan, bumi
mengeluarkan tumbuhan, harta diberikan kepada yang sihat, binatang ternakan
Hadits ini diriwayatkan dari Abu Ubaidullah al-Jarrah dan diriwayatkan oleh Imam Tabrany. Diriwayatkan pula oleh
Khuzaifah al-Yaman oleh Imam Ahmad (4/273) dalam Musnadnya. Telah berkata al-Hatamy dalam Majmu’ al-Zawaid,
(5/179), diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Bazzar, dan Tabrany dalam al-Ausath menyatakan perawinya adalah thiqah.
Dan al-Hafidz al-Iraqi berkata :’ini adalah hadits Shohih’. Sebagaimana dinukil dari Muhammad Nasiruddin al-Bany dalam
Salsilah al-Hadits al-Shahih. (Damsyik : al-Maktab al-Islamy tt, hal. 9.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no 4282) dalam Sunan bab al-Mahdi, dan al-Tirmidzi berkata : Hadits ini adalah Hasan
Shohih. Dan Ibn Thaymiyah telah menshohihkannya dalam Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah (4/211) dan dihasankan
isnadnya oleh al-Bany dalam “Takhrij Ahadits al-Miskah”.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shoheh (no.2913) bab al-Fitan dan Imam Ahmad dalam Musnad (no. 3/37, 318,333).
membiak, ummat Islam menjadi agung dan mulia, ia hidup selama tujuh atau delapan
kali haji.32

Menurut keterangan beberapa hadits diatas, dapatlah disimpulkan bahwa


akan lahir dimasa yang akan datang seorang pemimpin besar Islam dari
keturunan Rasulullah yang bernama Muhammad bin Abdullah bergelar sebagai
Imam al-Mahdi al-Muntazar yang akan menegakkan Islam dan menjadikannya
sebagai satu-satunya jalan keluar bagi problem dan krisis yang dihadapi
masyarakat dunia. Dia akan membawa kegemilangan Islam dan ummat sekali
lagi seperti dizaman Rasulullah dan para sahabat terdahulu. Dialah Kholifah
yang akan menegakkan keadilan dan kemakmuran, yang akan membagi-
bagikan harta tanpa menghitungnya. Seluruh manusia akan merasa keadilan
dan kemakmuran yang dibawanya.
Walaupun ada yang menolak hadits-hadits al-Mahdi ini, seperti Ibn
Khaldun misalnya, namun banyak imam-imam dan ulama-ulama besar yang
membenarkannya, karena hadists-hadists tentang al-Mahdi adalah hadists
mutawattir. Diantara yang mensohehkan dan menghasankan hadists-hadists al-
Mahdi yaitu : al-Imam Abu Dawud, al-Imam Tirmizi, al-Hafidz Abu Ja’far al-
Aqili, al-Imam al-Hasan bin Ali bin Khilaf Abu Muhammad al-Barbahary, al-
Imam Abu al-Hasan Ahmad bin Ja’far al-Munady, al-Imam Ibnu Hibban, al-
Hafidz Abu al-Hasan Muhammad bin al-Husain al-A’bari as-Sajzy, al-Imam Abu
Sulaiman al-Khotoby, al-Imam Baihaqi, al-Qodhi Abu Bakar bin al-Arbi, al-
Qodhi Iyad, al-Imam as-Suhaily, al-Imam Abu Faraj al-Jauzy, al-Imam Ibnu
Athir, al-Imam Qurthubi, al-Imam Ibn Thaimiyah, al-Imam al-Hafidz adz-
Dzahby, al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah, al-Hafidz Ibn Kathir, al-Hafidz Ibnu
Hajar al-asqolany, al-Hafidz Suyuthy, al-Allamah Ibn Hajar al-Haithami, al-
Allamah al-Barzanji, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, al-Allamah al-
Qodhi as-Saukani dan lain-lainnya.33
Ulama dari kalangan Wahibi yang terkenal kehati-hatiannya dalam
memelihara ajaran salafpun mengikuti tentang akan hadirnya al-Mahdi,
sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Mufti Saudi Arabia
yang berkata :
“Adapun pengingkaran terhadap al-Mahdi al-Muntazar dengan segala yang berkaitan
dengannya sebagaimana yang difahami sebagian orang masa ini, maka pengingkaran itu
adalah perkataan yang bathil. Karena sesungguhnya hadists-hadists tentang keluarnya
(al-Mahdi) diakhir zaman, dan ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan

Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (no. 4/577,558). Berkata al-Bany : Sanadnya Soheh dan perawinya tsiqoh”..
Dikutip dari Salsilah al-Hadits al-Shohihah, op.cit hal. 117.
Muhammad bin Ahmad bin Ismail, al-Mahdi Haqiqoh la Khurafah, Kaherah : al-Maktabah al-Tarbiyat al-Islamiyah, 1990.
Hal. 59-62.
kemakmuran untuk menggantikan kerusakan, adalah hadists-hadists yang mutawattir
dan sangat banyak serta diakui sebagaimana telah disyahkan oleh kebanyakan Ulama,
diantaranya Abul Hasan al-Aburi as-Sajastani daripada Ulama kurun keempat, al-
Allamah as-safarany, al-Allamah Syaukany dan lain-lainnya. Dan hal ini seakan-akan
telah ijma (sepakat) dari ahli ilmu…”.34

Maka dengan demikian, Jelaslah bahwa Islam telah dijanjikan oleh Allah dan
Rasul-Nya akan mendapat kemenangan dan kejayaan sekali lagi dimasa depan
untuk membuktikan kebenaran ajarannya. Namun kemenangan ini tidak akan
datang dengan sendirinya, karena bertentangan dengan akal sehat dan semangat
agama Islam sendiri. Infrastruktur kemenangan dan kejayaan ini harus
dipersiapkan dengan matang dan sistematis oleh para pemimpin dan
cendikiawan Islam sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya terdahulu. Generasi Islam pertama telah mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan kemenangan mereka melalui perjuangan dan
pengorbanan yang luar biasa seriusnya. Karena janji Allah dan Rasul-Nya adalah
janji yang bersyarat, dan kemengan akan diperoleh apabila Ummat memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan. Pemahaman sebagian Ummat yang
menunggu al-Mahdi dengan perbuatan statis adalah bertentangan dengan ajaran
Islam yang memerintahkan pengikutnya untuk berjuang dengan seluruh daya
upaya mereka. Kedatangan al-Mahdi sebagai pemimpin Ummat dimasa depan
harus disambut dengan persiapan-persiapan matang, terutama infrastruktur
masyarakat, terutama pemahaman dan pengalaman mereka pada Islam harus
sudah sesuai dengan kehendak ajaran Islam. Maka hal ini adalah tugas para
pemimpin dan intelektual Islam untuk mengarahkan dan membimbing Ummat
agar sesuai dengan ajaran yang dikehendaki Islam.

Kebangkitan Islam
Demikian pula halnya, diakhir abad 20 ini kaum Muslimin diseluruh penjuru
dunia mulai sadar dan bangun menuju era kebangkitan Islam. Akhir abad ini
adalah abad kebangkitan Islamdan Ummatnya diseluruh aspek kehidupan
setelah beberapa abad tertidur pulas dibawah buaian Imprialis Barat yang
meracuni mereka dengan segala sistem hidup yang akhirnya menghilangkan
identitas mereka sebagai Ummat terbaik. Kebangkitan kembali Ummat untuk
mewarisi kegemilangan peradaban yang telah dibangun generasi mereka
terdahulu yang berlandaskan spirit Islam sehingga mengantarkan mereka
sebagai cendikiawan-cendikiawan ulung dan briliyan. Kebangkitan kembali
untuk menghidupkan sunnah Rasulullah dan pelanjut-pelanjut setianya yang

Dikutip dari Jaridah Ukadz, 18 Muharram 1400.


telah berhasil gilang gemilang memimpin dunia dengan penuh keadilan dan
menyelamatkannya dari kehancuran dan kezaliman penguasa-penguasa
diktator. Kebangkitan kembali untuk mendaulatkan Islam diatas segala sistem
kehidupan manusiawi dan sebagai satu-satunya jalan hidup yang dapat
menyelesaikan krisis masyarakat modern. Kebangkitan kembali Ummat menjadi
Super Power yang akan menggantikan penguasa-penguasa dunia masa kini
yang telah mengalami kegagalan.
Gelombang kebangkitan Islam ini terus maju, tidak ada yang dapat
menghalainya. Kaum Muslimin mulai sadar, hanya Islamlah yangakan dapat
membawa mereka menuju kejayaan dunia akhirat. Pemimpin-pemimpin Islam
dari kalangan Ulama dan cendikiawan tampil membina Ummat dengan penuh
gairah melalui gerakan dan visi masing-masing. Jama’ah, gerakan dan organisasi
Islam tumbuh subur walaupun terpaksa melalui banyak tantangan, rintangan,
dan tentangan, terutama kezaliman rezim-rezimdiktator yang tidak
menghendaki Islam. Generasi muda mulai mendekati Islam, mereka sangat
bangga menjadikan Islam sebagai al-Dien al-hayah (pandangan hidup) mereka.
Para cendikiawan Muslim dengan penuh kesungguhan mengislamisasikan ilmu
pengetahuan sebagai alat untuk mencapai kegemilangan Islam dibidangnya
masing-masing. Demikian pula para pakar tehnologi Muslim telah menciptakan
penemuan-penemuan baru yang diakui keunggulannya oleh dunia. Al-hasil
seluruh Ummat diakhir abad ini seakan-akan bangkit secara menyeluruh untuk
menguasai kepemimpinan peradaban dunia dalam segala aspek kehidupan.35
Kebangkitan ini lebih semarak lagi apabila pejuang-pejuang Muslim dengan
gerakannya mulai menampakan hasil yang menakjubkan. Dimulai dengan
keberhasilan Ayatullah Khomaeni di Iran menumbangkan rezim diktator Syah
Reza Pahlevi dengan dukungan kekuatan massa yang dikenal dengan “revolusi
Islam” dan berhasil mendirikan Republik Islam Iran yang sangat ditakuti Barat.
Selanjutnya keberhasilan gerakan-gerakan Islam di Timur Tengah seperti
Ikhwanul Muslimin di Mesir bangkit kembali membina masyarakat dan sangat
berpengaruh dalam politik, dan di Jordania berhasil menguasai parlemen. Dr.
Hasan Turabi dengan gerakannya berhasil mengislamisasikan Sudan, yang
membuahkan berdirinya Republik Islam Sudan. Kemenangan spektakuler Front
Keselamatan Islam (FIS) di Algeria walaupun dizalimi mendapat dukungan
rakyat. Kaum pembaharu di Saudi Arabia semakin berpengaruh sesudah perang
Teluk dan mengancam sistem monarchi dinasti Saud. Islamic Trend Movements

Lihat misalnya : Abdul Hadi Bu Thalib, ISESCO and The Islamic Revival, Rabat : ISESCO, 1985. Yvanne Yazbeek Haddad
and John Esposito, The Contemporary Islamic Revival, New York : Greenwood Press, 1991. John L. Esposito, Voices of Resur-
gent Islam, New York : Oxford Univ. Press, 1983. Ali E. Hillali Dessouki (ed). Islamic Resurgence in the Arab World, New
York : Preager, 1982. Dr. Chandra Muzaffar, Islamic Resurgence in Malaysia, Petaling Jaya : Penerbit Pajar Bhakti, 1987. Dr.
Amien Rais (ed), Islam in Indonesia, Jakarta : Rajawali, 1986. VS. Naipul, Among The Believers (An Islamic Journey),. New
York : Vintage Books, 1981.
di Tunisia semakin populer dan berpengaruh. Albania yang komunis menjadi
anggota Organisasi Konfrensi Islam (OIC). Mujahidin Afghanistan yang lemah
persenjataan dan kekuatan material berhasil menumbangkan Super Power Uni
Soviet yang komunis, dan membawa kebangkrutannya. Bangkitnya republik-
republik Islam dibekas Uni Soviet yang spektakuler. Islam di Eropa dan America
mulai berkembang. Gerakan-gerakan Islam di Nusantara berhasil mewarnai
masyarakat dengan Islam, didirikannya institusi intelektual Muslim seperti
ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization), IIU
(Intenational Islamic University), IKIM (Institut Kefahaman Islam Malaisia),
ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia) dan lain-lainnya agar kaum
cendikiawan Muslim lebih tersistematis dan terkoordinasi dalam
mengislamisasikan masyarakat dan negara.
Kebangkitan kembali Islam adalah Sunnatullah yang mesti berlaku, kemenangan
dan kekalahan senantiasa akan digilirkan antara satu bangsa dengan bangsa
lainnya. Masa kemenangan dan kejayaan bangsa Barat sudah berakhir dan akan
digantikan oleh bangsa Timur Muslim yang mulai menghayati identitas mereka
dengan mengamalkan ajaran Islam dan membuang segala bentuk faham-faham
sekulerlisme dan materialisme dari Barat. Disaat bangsa Barat mengalami
kemerosotan dan kemunduran sosial ekonomi, bangsa Timur Muslim bangkit
dengan dinamisnya. Semua ini adalah petanda awal dari kemenangan besar
Islam yang akan didukung kebangkitannya oleh bangsa Timur Muslim. Realitas
ini ditgaskan lagi dengan mulai runtuhnya negara-negara adi daya satu persatu.
Dimulai dengan runtuhnya Super Power Uni Soviet, mulai goncangnya Eropa,
America, Jepang dan lain-lainnya. Setelah bangsa-bangsa maju ini mengalami
puncak kemajuan sains tehnologi, ekonomi, dan kemajuan material lainnya,
karena tidak memiliki dasar moral spiritual yang kokoh dalam pembangunan
negara dan bangsa, masyarakatnya mengalami krisis dan dilema yang tidak
kunjung berakhir. Krisis dan dilema yang akan membawa mereka menuju
jurang kehancuran. Semua penemuan material yang menjulang tinggi itu akan
menghancurkan mereka sendiri. Sebagai contoh nyata, walaupun Amerika telah
menemukan teori-teori mengagumkan dalam sains sosial yang senantiasa
menjadi rujukan pakar-pakar dunia, termasuk kaum Muslimin, namun America
sendiri tidak mampu menyelesaikan krisis sosial antara kulit putih dengan kulit
hitam yang senantiasa menimbulkan kerusuhan-kerusuhan dahsyat yang
melumpuhkan negara. Penyakit-penyakit sosial menyebar dengan ganasnya tak
terkawal lagi. Akhirnya sistem sosial yang begitu indah dalam teori yang mereka
ciptakan tak pernah wujud di America. Sistem sosial sudah hancur, institusi
keluarga yang merupakan tiang negara sudah punah, kriminalitas semakin
meningkat, penyelewengan-penyelewengan berleluasa, sains dan tehnologi
menjadi alat perusak akibat tidak dikawal kekuatan moral spiritual yang lurus
dan akhirnya Amerikapun menuju jurang kehancuran mengikuti sahabat
karibnya Uni Soviet dengan segala krisis yang dihadapinya.
Demikian pula halnya dengan negara-negara besar lainnya, semua sedang
berlomba mendaki puncak gunung material sementara fondasi spiritual mereka
sangat rapuh, maka ketika berada dipuncaknya mereka akan terjerumus menuju
lembah kebinasaan. Mereka saling berlomba, saling menipu, saling memeras dan
mengancam serta saling memusnahkan satu dengan lainnya. Negara-negara adi
daya yang secara material sangat mengagumkan itu pada hakikatnya sedang
berlomba menggali kuburan mereka sendiri dengan sains dan tehnologi canggih
mereka yang tidak dikawal dengan kekuatan spiritual. Mereka pasti akan
hancur, sebagaimana hancurnya Uni Soviet dengan sistem Sosialisme-
Komunismenya. Kehancuran mereka disebabkan sisrem kehidupan yang
diterapkannya setelah menemui kegagalan akibat landasan filsafatnya yang
sangat rapuh.
Realitas-realitas ini membuktikan Islam akan tampil sekali lagi dengan
keunggulannya untuk menyelesaikan segala problem dan krisis ummat manusia
dengan pendekatan khasnya. Islam akan mengantarkan bangsa yang
menganutnya dengan sempurna menjadi pemimpin baru peradaban dunia
dimasa depan. Bangsa Muslim baru ini akan tampil dengan keunggulan Islam
untuk menyelesaikan segala krisis dan problem masyarakat modern. Islam sekali
lagi akan membuktikan keunggulannya dengan melahirkan masyarakat terbaik
yang memiliki kekuatan spiritual dan kekuatan material, masyarakat yang
menjiwai semangat para generasi Rasulullah terdahulu namun menguasai sains-
tehnologi modern.
II
MUHAMMAD RASULULLAH
BAPAK PARA REVOLUSIONER

Sejak keberadaannya dunia telah melahirkan manusia-manusia agung


yang berjuang dan berkorban untuk kepentingan kemanusiaan, menyeru,
mendidik dan memimpin umat manusia menuju kebahagian yang dicita-
citakannya. Mereka berjuang dengan penuh heroisme, mengorbankan
kepentingan dan kesenangan pribadi mereka bagi kebahagian orang lain.
Dengan penuh kasih sayang mereka memimpin manusia-manusia lemah dan
dengan tegasnya mereka menentang para penguasa zalim, bangsawan congkak,
konglomerat korup dan para pengeksploitasi lainnya. Dengan nilai-nilai agung
dan mulia mereka berjuang merubah tatanan masyarakat yang eksploitatif
menjadi masyarakat utama yang penuh persaudaraan dan perdamaian. Di
antara mereka ada yang berhasil dalam perjuangannya menciptakan tatanan
yang dicita-citakannya, namun ada pula yang gugur sebagai pahlawan agung.
Dengan karakter khasnya mereka telah membangun tata dunia baru bagi
masyarakatnya, dan tampil silih berganti sesuai kebutuhan masyarakat.
Merekalah para revolusioner sejati yang telah menyumbangkan dharma
baktinya kepada umat manusia, menggerakkan revolusi-revolusi agung yang
telah merombak tatanan, merombak nilai, merombak manusia sekaligus
mengantarkan menjadi masyarakat utama.
Revolusi-revolusi besar yang terjadi, baik dahulu maupun sekarang,
umumnya digerakkan oleh manusia-manusia besar revolusioner yang memang
sadar akan pentingnya sebuah revolusi untuk merubah keadaan masyarakat
mereka yang terbelakang atau menyimpang. Mereka terdiri dari para pemimpin
dan cendikiawan yang tercerahkan atau para Utusan Allah yang dibangkitkan
untuk membimbing umat manusia menuju kebahagian sejati. Revolusi
manusiawi akan dipimpin oleh para intelektual tercerahkan yang tampil dengan
pengetahuan yang diperolehnya untuk merubah masyarakatnya, sementara
revolusi Ilahiyah digerakkan oleh para Utusan Allah yang mendapat wahyu dan
menggerakkan masyarakatnya menuju kebahagian dunia akhirat. Sebelum
mereka tampil ke tengah-tengah masyarakatnya, mereka telah disiapkan
menjadi tokoh penggerak revolusi, baik oleh lingkungannya ataupun Tuhan
yang mengutusnya jika ia seorang Nabi atau Rasul.
Tidak mungkin terjadi sebuah revolusi jika tidak ada para penggerak
dibelakangnya, karena sejarah membuktikan, setiap revolusi senantiasa
didukung oleh manusia-manusia terunggul di masyarakatnya, yang akan
menggerakkan masyarakatnya sesuai dengan kemampuan mereka masing-
masing sehingga melahirkan sebuah revolusi, baik revolusi yang bertaraf besar
ataupun kecil, berskala dunia ataupun lokal. Dengan demikian tidak disangsikan
lagi bahwa setiap revolusi memerlukan seorang tokoh sentral yang akan
menggerakkannya dengan metode mereka masing-masing. Kebesaran sebuah
revolusi akan ditentukan oleh kebesaran tokoh penggeraknya. Itulah sebabnya,
untuk mengetahui kebenaran dan kepalsuan sebuah revolusi, lihatlah siapa
tokoh penggerak di belakangnya, jika mereka dikenal sebagai orang yang teruji
kebenarannya di tengah-tengah masyarakatnya, baik kehidupannya, watak
pribadinya, pemikirannya, kepemimpinannya, moralnya, kesuciannya,
keagungannya dan lainnya, maka tidak diragukan, revolusi yang digerakkannya
adalah revolusi kebenaran, dan sebaliknya, apabila tokohnya memiliki watak
yang bertentangan dengan yang diserukannya, maka revolusi yang
diserukannya adalah palsu dan akan membawa penyesalan para pendukung
dan pengikutnya.
Keberhasilan setiap revolusi yang berskala kecil ataupun besar akan
sangat ditentukan oleh para penggeraknya, apakah mereka manusia-manusia
besar yang teguh dan memiliki jiwa besar dalam menghadapi rintangan-
rintangan yang pasti datang menyertai sebuah revolusi, sebagaimana yang telah
menimpa revolusi-revolusi sebelumnya, baik yang digerakkan oleh para
intelektual tercerahkan ataupun para Nabi AS. Diantara para Utusan itu ada
yang berhasil gilang gemilang seperti yang dialami Nabi Sulaiman AS yang
menjadi penguasa alam manusia, binatang dan jin sekaligus. Namun diantara
mereka ada pula yang harus mengorbankan nyawanya akibat penolakan
manusia, seperti yang dialami Nabi Yahya AS. Disinilah perbedaan antara
revolusi yang dibawa para penyeru kebenaran sejati dengan para penyeru
kesesatan. Walaupun para penyeru kebenaran harus mengorbankan nyawanya
dan ditolak pengikutnya, pada hakikatnya mereka mendapat kemenangan, dan
sebaliknya, walaupun penyeru kebatilan mendapat kemenangan dan kejayaan,
namun mereka tetap mendapat kekalahan akibat kebatilan yang diserukan dan
diperjuangkannya. Karena benar dan salahnya sebuah revolusi bukan
ditentukan oleh menang dan kalahnya dalam berinteraksi dengan masyarakat,
namun yang menentukan benar atau salahnya adalah ajaran yang dibawanya,
ajaran haq atau bathil, bersumber dari wahyu Allah atau pemikiran manusia,
mengajarkan ketinggian hidup atau kerendahan hidup dan seterusnya.
Nilai sebuah revolusi sepenuhnya akan ditentukan oleh latar belakang
para penggeraknya, terutama motivasi yang mendorongnya melakukan revolusi.
Revolusi yang benar adalah revolusi yang digerakkan oleh orang-orang agung
dan suci yang menginginkan terwujudnya keagungan dan kesucian dalam
kehidupan dunia ini. Keagungan adalah warisan tradisi para cendikia yang
menginginkan kemajuan dalam peradaban dunia, sementara kesucian adalah
warisan tradisi para rohaniawan yang menghendaki kesempurnaan hidup
dibawah bimbingan Pencipta alam, itulah sebabnya, revolusi-revolusi sejati yang
mengantarkan pengikutnya menuju kegemilangan dan kemenangan sejati
biasanya digerakkan oleh mereka yang menghendaki keagungan dan kesucian
yang terhimpun dalam pribadi para utusan Allah yang menyeru manusia
menuju kesempurnaan hidup menurut tingkat peradaban masyarakatnya. Dan
revolusi-revolusi palsu diserukan oleh mereka yang menjadikan keagungan dan
kesucian sebagai topengnya untuk mengeksploitasi dan mengelabui para
pengikutnya, yang semuanya akan berakhir dengan kekecewaan, penyesalan
dan kehancuran. Berapa banyak dalam panggung sejarah telah tampil manusia-
manusia licik semacam ini, yang menipu keagungan dan kesucian untuk
kepentingan pribadinya, baik untuk mendapatkan pengaruh, jabatan, harta,
wanita dan materi duniawi lainnya. Para penipu ini akan menyembunyikan
nafsu serakahnya dibalik seruan-seruan palsunya yang memperdaya, namun
kelak sejarah akan membuka topeng kepalsuannya, karena sepandai-pandai
manusia menyembunyikan kepalsuan, pasti akan terbongkar jua, apalagi jika
kebenaran datang, maka, kepalsuan pasti akan lenyap. Keagungan dan kesucian
adalah kata kunci sebuah revolusi Ketuhanan yang tidak mungkin dapat
dimanipulasi oleh manusia-manusia serakah dan pembohong.
Benar atau palsunya sebuah revolusi dapat dilihat dari riwayat hidup
orang-orang yang menggerakkannya, terutama pemimpin dan pendukung-
pendukung utamanya. Siapa mereka, bagaimana sejarah kehidupannya, apa
peranannya dalam masyarakat, bagaimana pola hidup mereka, keturunannya
dari mana, pendidikan apa yang diterimanya, bagaimana kehidupan pribadinya,
keluarganya dan lingkungan dekatnya. Para penggerakan revolusi yang ideal
adalah pribadi-pribadi agung dan suci, yang selalu megutamakan kebenaran
dan kepentingan masyarakat, berjuang untuk menegakkan kebenaran dan
keadilan serta berkorban untuknya, lahir dari keturunan orang-orang suci dan
agung, yang hidup dalam kesucian dan keagungan, walaupun masyarakat
disekelilingnya penuh dengan penyelewengan dan kemaksiatan, namun mereka
tetap memelihara tradisi nenek moyang mereka yang para penyeru-penyeru
kebenaran sebelumnya dan didik untuk senantiasa mengutamakan kebenaran
dan keadilan oleh pendidik yang teruji kebenaran dan keadilannya.
Jalan pintas untuk mengetahui kebesaran sebuah revolusi adalah dengan
membandingkannya dengan revolusi-revolusi lainnya, kemudian
membandingkan pemimpin-pemimpinnya, membandingkan pendung-
pendukung utamanya, membandingkan ajaran-ajaran yang diserukannya dan
terakhir membandingkan dampak revolusi yang dihasilkannya. Dengan
membandingkan semua perkara diatas, maka akan kelihatan, mana revolusi
yang teragung dalam sejarah peradaban manusia. Maka untuk mengetahui
sejauh mana kebesaran dan keagungan revolusi Islam gelombang pertama yang
dipimpin Muhammad Rasulullah, hal pertama yang harus diketahui adalah
tokoh dan pemimpin utama yang menggerakkan revolusi ini, yaitu Nabi
Muhammad sendiri, dari mana asal usul keturunannya, kepribadiannya,
pembinaannya, keluarganya, model kepemimpinannya, sifat-sifatnya dan
keutamaan-keutamaannya. Dan tidak diragukan lagi bahwa Muhammad
Rasulullah adalah seorang revolusiner sejati yang menggerakkan kaum tertindas
(al-Mustadh’afin) menentang kelaliman para penguasa zalim, bangsawan korup,
konglomerat berjouis, sekaligus membangunan sebuah tatanan masyarakat
berdasarkan nilai-nilai keagungan Islam. Muhammad Rasulullah adalah Bapak
dari seluruh para revolusiner di dunia ini.

Muhammad Rasulullah, Bapak Para Revolusioner


Menilai kehidupan seseorang bukanlah perkara mudah, apalagi yang
dinilai adalah seseorang yang memiliki hubungan sangat dekat dengan yang
menilai. Seorang Muslim yang menilai kehidupan Muhammad Rasulullah
adalah sama halnya dengan seorang prajurit yang menilai penglima tertinggi
yang sangat dikaguminya, atau seperti seorang pengikut setia yang menilai
pemimpin agung yang ditaatinya, atau seperti seorang murid yang menilai maha
guru yang dihormatinya, atau seperti seorang kekasih yang menilai sang kekasih
yang sangat dicintainya, atau seorang revolusiner yang menilai maha bintang
revolusiner dunia. Dengan kata lain, subyektifitas sudah terkandung di dalam
penilaiannya. Seorang Muslim yang menilai perilaku kehidupan junjungan
Nabinya, mungkin tidak akan dapat dengan sempurna mengungkapkan
perasaannya dengan kata-kata. Karena hubungan ini merupakan hubungan
perasaan yang sangat sulit dilukiskan, seperti menceritakan sebuah lukisan
indah tanpa cacat kepada orang lain. Dan adalah mustahil dapat
mengungkapkan sejarah kehidupan manusia teragung pemimpin besar
revolusioner ini dengan sempurna, kecuali hanya dapat menyatakan
kekaguman demi kekaguman ketika membaca sejarah hidupnya........
Pada hari itu, dunia yang sedang dilanda kegelapan dan kejahiliyahan
tiba-tiba menjadi gempar. Api kaum Majusi yang berabad-abad yang tidak
pernah padam, tiba-tiba padam. Di langit bermunculan cahaya gegap gempita
yang menandakan telah berlakunya peristiwa besar yang akan merubah sejarah
manusia. Para Raja dan Kisra menjadi gelisah dan kalang kabut, seperti ada
kekuatan ghoib yang mengancam kedudukan mereka. Terjadilah perkara-
perkara aneh dan ajaib, sehingga memeranjatkan ahli sihir, tukang tenung dan
para ahli hikmah. Para pencari kebenaran yang selama ini menunggu-nunggu
dengan penuh harap akan kedatangan juru selamat dunia, telah merasakan
bangkitnya manusia yang dijanjikan oleh para Nabi terdahulu. Para revolusioner
yang menanti-nantikan pemimpin agung revolusioner yang akan merombak
tatanan dunia, tidak sabar menunggu kehadirannya. Seluruh umat manusia
yang dilanda kegelisahan, kecemasan, ketakutan mengharapkan segera
tampilnya pemimpin yang akan membebaskan mereka dari kedurjanaan para
penindas yang telah mengeksploitasi mereka. Mereka semua menyadari bahwa
telah terjadi persitiwa besar, peristiwa yang akan menentukan perjalanan
manusia di masa depan.
Tidak salah lagi, hari itu, senin 12 Rabiul Awwal yang dikenal sebagai
tahun gajah, di antara keheningan malam dalam kawasan Ka'bah, rumah Allah
dan tempat tersuci di dunia, telah lahir seorang Utusan Allah terakhir dan
terbesar yang akan melancarkan revolusi teragung dalam sejarah umat manusia,
yang akan menghancurkan segala bentuk kejahiliahan dengan membawa
petunjuk dari Allah. Kelahiran manusia agung ini menandakan telah dimulainya
sebuah revolusi total dalam kehidupan manusia yang akan mengantarkan
mereka menuju kesempurnaan hidup di bawah bimbingan Sang Penguasa alam
raya. Manusia agung ini lahir dengan membawa keberkahan dan kemukjizatan
sebagai tanda kebesaran dan keagungan pribadinya yang telah ditaqdirkan
Allah sebagai Utusan terakhir yang akan menyelamatkan umat manusia dari
angkara murka iblis dan para pengikut setianya. Beliau telah ditinggalkan
ayahandanya ketika dalam kandungan. Dan datuknya, Abdul Mutallib, seorang
pemimpin utama kaum Quraisy, menamakannya dengan Muhammad sementara
Tuhannya telah memberikan nama Ahmad, yang berarti orang yang terpuji.
Nama ini adalah nama yang sangat indah, nama yang senantiasa disebut-sebut
sepanjang masa oleh sebagian besar penduduk dunia.
Muhammad bin Abdullah, sang pemimpin utama revolusi agung
kamanusiaan yang kelak mengguncang dunia, dipilih Allah dari keturunan
manusia yang termulia, dari kalangan Bani Hasyim salah satu kabilah Quraisy
keturunan Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim AS, yang dikenal sebagai bapak para
Nabi AS. Merekalah generasi-generasi yang telah dipilih dan diamanahkan Allah
untuk menyampaikan risalah kepada umat manusia kerana keutamaan-
keutamaan yang ada pada mereka. Seorang yang agung dan besar pasti lahir
dari keturunan orang-orang yang agung dan besar. Dipilihnya Rasulullah dari
kalangan anak-cucu Nabi Ibrahim AS jelas membuktikan masalah ini, karena
pohon yang baik, pasti berasal dari pohon yang baik pula. Katika Nabi Ibrahim
AS dan Nabi Ismail AS selesai mendirikan Ka’bah di Makkah, beliau berdua
berdoa kepada Allah SWT agar kelak dianugrahi anak keturunan yang akan
menjadi pemimpin umat manusia, yang akan menggerakkan revolusi teragung
dalam sejarah kemanusiaan, dan Allah SWT telah mengabulkan doa Nabi
Ibrahim AS dengan diangkatnya para Nabi dari keturunannya, dan termasuk
Nabi terakhir, Nabi Muhammad SAW.
Muhammad Rasulullah tumbuh membesar dengan tanda-tanda
keagungan yang menyertainya. Tanda-tanda keagungannya telah kelihatan sejak
kecil. Ketika perkampungan bani Sa'ad dilanda kemarau dan kekeringan,
pepohonan dan rumput menjadi mati, namun sesampai saja Muhammad bin
Abdullah di kampung itu untuk dipelihara dan disusui oleh Halimah, keadaan
berubah total. Kampung yang dahulunya kering tandus, mulai mengijau,
kambing ternakan yang dahulu kelaparan dan kurus kering, kini menjadi gemuk
dan sehat serta menghasilkan susu yang berlimpah ruah. Sungguh agung
manusia ini, yang dicintai dan dihormati oleh seluruh alam.
Untuk menjaga kebersihan dan kesucian hatinya, sejak kecil pemimpin
agung revolusioner ini dipelihara Allah SWT yang mengutusnya. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang berkata :
"Sesungguhnya Rasulullah SAW telah didatangi Jibril ketika beliau sedang
bermain-main dengan sekumpulan anak-anak. Jibril AS telah merebahkan dan
membelah dadanya dan mengeluarkan segumpal darah sambil berkata "inilah
sasaran Syaitan kepadamu". Sesudah itu dibasuhnya di dalam mangkok dari
emas dengan air zam-zam, barulah dimasukkan kembali ke tempat asalnya. Dan
anak-anak yang lainnya berlarian menemui ibu penyusuannya Halimah sambil
berteriak-teriak : Muhammad telah dibunuh dan mereka semua berlari ke arah
Nabi Muhammd dan didapatinya pucat lesu" (Diriwayatkan oleh Muslim)

Untuk melengkapkan pembinaannya, Allah SWT memanggil kembali


kehadirat-Nya orang-orang tersayang yang memelihara beliau, ibunya Siti
Aminah dan kakeknya Abdul Mutallib, sehingga beliau menjadi anak yang
yatim piatu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan segala hikmah yang
terkandung pada setiap kejadian. Dan yatim piatunya Muhammad bin Abdullah
akan menghantarkannya sebagai seorang yang berjiwa besar, tabah, serta
mampu berdiri di atas kaki sendiri dalam mengurus keperluannya, sebagai
syarat yang diperlukan oleh seorang pemimpin besar yang akan menggerakkan
revolusi agung. Demikian pula ia akan terbebas dari segala bentuk pengaruh
dan tradisi orang-orang yang menjaganya, apa lagi kakeknya adalah orang
ternama dan berpengaruh dalam masyarakat Arab yang tentunya memiliki cara
berfikir tersendiri, yang mungkin bertentangan dengan kehendak Allah SWT.
Keyatim-piatuan Rasulullah telah menempa jiwanya menjadi pemimpin sejati,
seorang yang teguh dalam pendirian, seorang yang tabah dalam menghadapi
cobaan hidup, seorang yang independen dan berjiwa besar dan pantang
mengalah.
Setelah kakek kesayangannya wafat, beliau diperebutkan oleh paman-
pamannya, yang kesemuanya adalah pemuka dan bangsawan serta hartawan
Quraisy. Akhirnya beliau diberikan hak untuk memilih salah satu paman yang
akan menjaganya dan mengasuhnya. Sekali lagi manusia agung pemimpin
revolusioner ini menunjukkan kebesarannya dengan memilih pamannya yang
terbaik, bukan seorang hartawan yang boros dan angkuh seperti sebagian
paman-pamannya yang lain dan terbukti menentang dakwahnya dikemudian
hari seperti model Abu Jahal dan Abu Lahab. Tetapi beliau memilih orang yang
tepat, yaitu seorang yang sederhana, zuhud dan lurus serta sangat dihormati
karena ketaatanya, yaitu Abu Talib bin Abdul Muthallib. Dan sejarah
membuktikannya, walaupun pamannya ini tidak mengikuti ajarannya, namun
tetap melindungi, membelanya mati-matian daripada kejahatan kaum
musyrikin. Jika beliau SAW memilih salah satu pamannya yang hartawan, boleh
jadi akan memberikan kesan buruk terhadap perkembangan jiwanya di
kemudian hari, kerana seorang pemimpin agung penggerak revolusi tidak
pernah lahir dari kemewahan dan keborosan, tetapi mereka lahir dari kepedihan
tempaan hidup yang sukar lagi sempit. Mungkin ada pemimpin sejati yang lahir
dari kemewahan, seperti Musa AS misalnya. Namun ketika Allah SWT hendak
mengangkatnya menjadi Rasul, beliau harus meninggalkan segala kemewahan
istana Fir'aun tempat dibesarkannya, menjadi seorang pengembala yang papa
kedana. Kepapan akan melatih seseorang menjadi manusia yang kuat jiwanya
dalam menghadapi segala bentuk tantangan dalam mendakwahkan ajarannya
kepada berbagai jenis manusia. Demikian pula kesusahan akan menempa jiwa
sang revolusioner menjadi manusia tabah yang menghayati dan memahami
rakyat tertindas yang dibelanya. Sebuah revolusi tidak mungkin digerakkan
melalui menara gading yang jauh dari rakyat tertindas, namun sang pemimpin
revolusi harus menghayati kehidupan, penderitaan, kenestapaan, keperihan dan
ketidakberdayaan kaum tertindas yang akan diperjuangkannya. Mereka harus
hidup di tengah-tengah orang-orang yang akan digerakkannya, merasakan apa
yang dirasakan pengikutnya.
Sejak kecil pemimpin agung ini telah dikenal sebagai seorang
revolusioner utusan Allah yang akan merubah dan menyelamatkan dunia,
terutama oleh para pendeta Yahudi dan Nashrani serta ahli hikmah. Dalam usia
dua belas tahun pamanda Abu Talib membawa beliau SAW ke negeri Syam.
Ketika mereka sampai di suatu tempat di "Bashra", mereka berjumpa dengan
seorang pendeta Kristen bernama Buhaira, seorang yang bijak memahami Injil.
Beliau memperhatikan Nabi SAW kemudian bertanya kepada Abu Talib; "Lelaki
ini anak tuankah ?" Abu Talib menjawabnya "Ya, ini adalah anak saya". Namun
Sang pendeta menimpali "Bapak anak ini tidak mungkin masih hidup". kemudian
Abu Talib menjawab "Sebenarnya anak ini anak saudaraku, bapaknya meninggal
ketika ia masih dalam perut ibunya". Pendeta tadi lalu mengatakan:"Memang benar
apa yang engkau ceritakan karena segala-galanya tercatat dalam Injil dan di sini ingin
saya memberi nasihat supaya segeralah engkau membawanya pulang sebab kalaulah
kelihatan oleh orang-orang Yahudi mereka akan mengancam nyawanya kerana anak
saudaramu ini di masa depan nanti akan membawa suatu perkara besar dan agung".
Maka Abu Talib membawa pulang Nabi SAW ke Makkah.
Pemimpin agung revolusioner ini tumbuh dewasa dengan penuh
kebesaran dan kesucian. Beliau tetap terjaga dari perkara-perkara mungkar yang
akan merusak nama baiknya dan menodai perjalanan dakwah dan
perjuangannya. Beliau benar-benar terjaga dari perkara-perkara yang dibenci
Allah SWT, walaupun lingkungannya penuh dengan kejahiliyahan, sebagaimana
baginda SAW menceritakannya :
"Aku tidak pernah teringat hendak melakukan sebagaimana yang
dilakukan oleh sebahagian besar orang-orang jahiliyah, kecuali dua kali tetapi
dijauhkan oleh Allah SWT. Sesudah itu aku tidak mengingat-ingat lagi
sehinggalah aku diutuskan. Di suatu ketika aku sedang mengembala dengan
seorang pemuda lain di mana aku telah meminta agar menolong melihatkan
kambing ternakanku sementara aku hendak pergi melihat-lihat di kota Makkah.
Pemuda itu sanggup menunaikan harapanku itu dan akupun keluar sehingga
akhirnya sampailah ke rumah pertama di kota Makkah dan aku mendengar
permainan lantas akupun bertanya apakah bunyi-bunyian itu. Orang
memberitahuku bahwa itulah keramaian dan pesta. Akupun duduk hendak
mendengar tetapi Tuhan telah menulikan telingaku menyebabkan aku terlena
dan aku terjaga kembali setelah sinar cahaya matahari memancar ke mukaku.
Akupun pulang menemui sahabatku tadi. Beliau bertanya bagaimana halnya
dengan diriku semalam. Aku pun menceritakan apa yang telah berlaku. Dan di
suatu malam yang sekali lagi aku meminta supaya membenarkan aku keluar
seperti dahulu tetapi bila aku sampai ke Makkah terus berlaku perkara yang sama
seperti dahulu atas diriku. Sesudah itu aku tidak mencoba lagi".

Tidak diragukan lagi, bahwa pemuda calon pemimpin revolusi agung ini
benar-benar di jaga Allah agar kepemimpinannya sempurna, jauh dari cacat cela
sebagaimana pemimpin-pemimpin dunia lainnya yang tidak mendapat petunjuk
Allah.
Berkat keagungan dan kemulian pribadinya, terkenallah Muhammad bin
Abdullah sebagai seorang pedagang yang jujur dan amanah, banyak saudagar
yang ingin menjadikannya sebagai pekerja setelah terbukti berhasil
mendatangkan keuntungan berlipat ganda pada perdagangan Siti Khadijah.
Namun wanita agung dan mulia ini, tidak menganggap Muhammad SAW
sebagai seorang pekerja biasa, namun lebih daripada itu, yang hanya diketahui
Allah SWT. Dia melihat kebesaran dan keagungan seorang pemuda yang sedang
tumbuh menjadi pemimpin revolusioner sejati. Seorang gagah dan bijaksana
yang menjadi idaman setiap wanita. Itulah sebabnya tanpa malu dia meminang
Muhammad SAW sebagai suami yang akan dibela perjuangannya. Dan
jodohpun mempertemukan mereka sebagai sepasang suami-isteri yang ideal,
walaupun Khadijah seorang janda dan lebih tua usianya.
Namun ternyata hikmahnya sangat besar kepada calon pemimpin agung
penggerak revolusi ini. Kenapa mesti Allah SWT memilih Khadijah ra, janda
kaya raya sebagai pendamping hidup manusia agung ini ? Isteri bagi seorang
pemimpin bukan sekedar ibu rumah tangga yang hanya mengurus rumah
tangga saja, namun lebih daripada itu. Jika kita perhatikan keberhasilan
pemimpin-pemimpin besar dunia, dahulu dan kini, pasti ada pendamping
terdekat mereka yang akan memberikan saran serta nasihat yang berguna bagi
kepemimpinannya. Itulah sebabnya Allah SWT memilihkan pendamping hidup
calon pemimpin agung ini seorang yang kaya, bijaksana, cerdik, keibuan, tabah
dan segala sifat-sifat mulia yang akan mendukung kejayaan suaminya. Demikian
pula, Kahdijah adalah seorang janda, kerana janda memiliki pengalaman dalam
seluk beluk kekeluargaan, yang akan lebih dewasa dalam menghadapi
tantangan hidup. Ternyata sejarah membuktikannya kemudian, bahwa Khadijah
adalah orang yang pertama kali membenarkan kerasulan Muhammad SAW,
yang membela perjuangannya dengan penuh pengorbanan, harta dan jiwanya
diserahkannya untuk perjuangan menggerakkan revolusi teragung menegakkan
amanah Allah yang diemban suami tercintanya. Dialah pula yang telah
menenangkan Nabi SAW ketika dilanda kesedihan. Allah SWT benar-benar
memilih wanita yang sangat ideal untuk mendampingi perjuangan Rasul-Nya.
Sehingga tidak mengherankan jika kecintaan Rasul SAW amat mendalam
kepadanya, dan mendatangkan kecemburuan isteri-isteri lainnya, walaupun
beliau telah lama wafat. Sungguh agung wanita ini, seorang pendamping
pemimpin revolusioner yang telah membuktikan keagungannya membela dan
membantu perjuangan suci suami tercintanya.
Kepemimpinannya semakin kelihatan ketika beliau SAW mampu
menyelesaikan pertikaian diantara kabilah-kabilah Arab yang hampir membawa
pada peperangan, yaitu ketika peristiwa perletakan kembali Hajar al-Aswad
ketempatnya semula setelah Ka'bah dibangun kembali. Masing-masing kabilah
merasa memiliki hak untuk itu, sehingga mereka sepakat untuk memberi
keputusan kepada Muhammad SAW yang ditunjuk sebagai penengah. Berkat
kebijaksanaannya, beliau berhasil menyelesaikan pertikaian itu sekaligus
mendapat gelar al-Amin (orang yang dipercaya).
Demikianlah, pemimpin agung ini tumbuh dengan dinamikanya yang
tersendiri untuk menyempurnakan dirinya sebagai seorang utusan Allah yang
akan memimpin sebuah revolusi terbesar dalam sejarah kemanusiaan di masa
depan. Sang pemimpin agung revolusioner ini ditempa secara langsung oleh
alam dan lingkungan masyarakatnya, bukan oleh teori-teori filsafat yang tidak
ada korelasi dan relevansinya kepada masyarakat yang akan dibimbingnya.
Beliau benar-benar hidup di tengah-tengah masyarakatnya, sehingga
mengetahui dengan pasti suka dan duka masyarakat yang akan dipimpinnya
menuju kehidupan ideal. Beliau tidak hidup di atas menara gading, kemudian
menilai masyarakatnya dari jauh dengan penuh kesamaran, sebagaimana yang
dilakukan kebanyakan intelektual kita masa ini, sehingga membingungkan
masyarakatnya yang sudah kebingungan ketika ia mengeluarkan teorinya,
kerana semua teorinya jauh dari alam nyata dan problem yang dihadapi
masyarakatnya. Kerana hidup di tengah-tengah masyarakat yang akan
dibimbingnya inilah Muhammad SAW mengetahui dengan pasti segala suka
duka, pergerakan, kekurangan, keutamaan, dan segala sesuatu tentang
masyarakatnya. Seorang calon pemimpin agung revolusioner senantiasa berdiri
di alam nyata, di tengah-tengah masyarakatnya, karena hanya dengan itulah
mereka dapat merobah dan mengarahkan masyarakatnya menuju masyarakat
ideal, sebagaimana yang dilakukan pemimpin-pemimpin agung revolusioner
sepanjang sejarah.
Keadaan seperti ini telah membawa pemahaman Muhammad Rasulullah
tentang masyarakat yang dihadapinya. Beliau SAW menyadari bahwa kini
masyarakatnya di ambang kehancuran akibat dari kesesatan dan kemungkaran
yang mereka lakukan, ataupun eksploitasi kaum lemah oleh penguasa korup
dan bangsawan congkak. Nabi SAW senantiasa memikirkan yang terbaik untuk
menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi masyarakatnya. Dengan
pembinaan yang dilaluinya tingkat demi tingkat, kini sudah tiba saatnya
Muhammad SAW untuk bangkit sebagai seorang utusan Allah SWT yang akan
menggerakan revolusi merombak tatanan dan membimbing masyarakatnya
menuju masyarakat ideal yang akan menyelamatkan dunia dari segala angkara
kejahiliyahan dan penganutnya.
Inilah gambaran tepat tentang masa yang paling menentukan dalam
sejarah kemanusian sepanjang masa sebagaimana diriwayatkan daripada
Aisyah ra :
"Permulaan wahyu yang diberikan kepada Rasulullah SAW ialah mimpi yang
baik lagi benar di dalam tidur, maka tiadalah beliau bermimpi sebuah mimpi
melainkan datanglah mimpi itu seperti cahaya subuh. Kemudian beliau suka
berkhalwat mengasingkan diri. Beliau berkhlwat di gua Hira' lalu bertahannuth
(beribadah) di dalamnya, yaitu beribadah di dalam masa beberapa malam.
Sesudah itu beliau SAW kembali kepada keluarganya untuk mengambil
perbekalan bagi melanjutkan tahanuthnya; kemudian beliau menemui Khadijah
serta mengambil perbekalan dan berlakulah hal ini berulang-ulang, sehingga
datang kebenaran kepadanya. Sewaktu Rasulullah di dalam Gua Hira' maka
datang kepadanya Malaikat, lalu ia berkata : Iqra' (Bacalah ! ). Berkata baginda :
Ma ana biqari' ( Aku tiada pandai membaca). Berkatalah Beliau saw : "Kemudian
jibril menarikku maka dipeluknya kuat-kuat hingga terasa kepadaku
kesungguhannya kemudian dilepaskan aku, lalu ia berkata : Iqra' (Bacalah).
Maka aku berkata: Ma ana biqari' (Aku tiada pandai membaca), kemudian
diambilnya aku lalu dipeluknya erat-erat untuk kali yang kedua sehingga terasa
kepadaku kepayahan kemudian dilepaskan aku dan ia berkata : Iqra' ( Bacalah ),
maka berkata aku : Ma ana biqari' (Aku tiada pandai membaca), setelah itu dia
memelukku untuk ketiga kalinya lalu dipeluknya sungguh-sungguh hingga
terasa eratnya kemudian dilepaskannya aku, maka ia berkata : "Bacalah dengan
nama Tuhanmu yang menjadikan, yang menjadikan manusia daripada segumpal
darah, bacalah demi Tuhammu yang Maha Mulia" ( al-Alaq : 1-3).
Pulanglah beliau dengan ayat-ayat itu dan hatinya gemetar, lalu
masuklah ia kepada Khadijah seraya berkata : “Selimutkanlah aku, selimutkanlah
aku”, maka diselimutkanlah ia sehingga hilang daripadanya rasa ketakutan
kemudian ia berkata kepada Khadijah setelah menceritakan kejadian itu :"
Sesungguhnya aku takut atas diriku". Lalu Khadijah berkata kepadanya :”Tidak
sekali, demi Allah, tiada dihinakan engkau selamanya kerana engkau sebenarnya
orang yang sentiasa menyambung kasih sayang (silaturrahim), dan engkau
memikul beban yang menderita, membantu orang yang dalam kesusahan,
menghormati tamu dan menolong orang dari bala bencana”. Kemudian pergilah
Khadijah bersamanya menemui Waraqah bin Naufl Ibnu Asad bin Abdul 'Uzza
iaitu sepupu Khadijah, Waraqah adalah seorang yang beragama Nashrani di
dalam zaman Jahiliyah dan pandai menulis kitab 'Ibrani. Maka disalinnya kitab
Injil itu dengan bahasa 'Ibrani apa yang dikehendaki Allah bahwa ia menulis dan
adalah ia seorang yang telah berusia tua dan buta. Maka Khadijahpun berkata
kepadanya : "Ya anak bapa saudaraku !, Coba dengarlah kisah anak saudaramu
ini. Kemudian Waraqah bertanya kepada Rasulullah :"Wahai anak saudaraku !
apakah yang engkau lihat ?, Lalu Rasulullah SAW menceritakan apa yng dialami
dan dilihatnya. Setelah itu Waraqahpun berkata: "Itulah Jibril yang pernah
diturunkan Allah kepada nabi Musa AS. Sekiranya aku masih muda dan kuat
serta masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu". Segera bertanya
Rasulullah SAW : "Apakah mereka akan mengusirku ?". Jawabnya :"Ya, kerana
tidak pernah datang seorangpun yang membawa (ajaran) seperti yang engkau
bawa itu melainkan ia akan dimusuhi dan sekiranya aku dapati masa itu tentulah
aku akan menolangmu dengan pertolongan yang sungguh-sungguh". Kemudian
tidak berapa lama sesudah itu Waraqah pun meninggal dunia dan wahyupun
terhenti sebentar. (HR. Bukhari Muslim)

Setelah turunnya ayat ini, kini Sang Pencipta alam semesta telah
mengangkat Muhammad bin Abdullah sebagai seorang utusan yang akan
menyampaikan ajaran-ajaran kudus Allah SWT, mengeluarkan manusia dari
kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam, menegakkan keadilan dan
menghancurkan kezaliman, menggerakkan revolusi Ilahiyah yang akan
merombak tatanan jahiliyah menuju tatanan Islami. Kini beliau SAW telah resmi
mendapat tugas dari Allah SWT untuk menyelamatkan bumi dan isinya dari
kehancuran akibat sistem jahiliyah dan para penganutnya. Maka sejak peristiwa
ini, dimulailah sebuah revolusi yang membawa perubahan besar terhadap
kehidupan manusia seluruhnya. Telah hadir ajaran yang senantiasa dinanti-
nantikan dengan penuh harap oleh para pencari kebenaran hakiki. Kini telah
dimulai era baru dalam kehidupan umat manusia yang akan mengangkat harkat
dan martabat mereka di atas bimbingan wahyu Allah yang disampaikan kepada
utusannya.
Sejak turunnya ayat pertama di Gua Hira' itu, kemudian Muhammad
Rasulullahpun mendapat wahyu dari Allah SWT melalui perantaraan malaikat
Jibril menurut susunan yang dikehendaki Allah. Wahyu demi wahyu turun
kepadanya untuk membimbing diri beliau serta umat manusia menjadi insan
kamil, sebagai umat yang terbaik sepanjang masa. Wahyu yang berisikan ajaran-
ajaran suci dan mulia yang akan membimbing pengikutnya menuju kebahagian
di dunia dan akhirat. Beliaupun mulai menyebarkan ajaran mulia ini kepada
keluarga dan sahabat terdekatnya dan mendapat dukungan dari pada istrinya
Khadijah, sepupunya Ali bin Abi Talib, dan sahabatnya dekatnya seperti Abu
Bakar dan lain-lainnya.
Muhammad Rasul Allah, pada hakikatnya memiliki fungsi ganda dalam
manjalankan misinya sebagaimana yang dikehendaki Allah. Pertama
Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul utusan Allah yang menerima wahyu
dari-Nya berupa kebenaran sejati yang harus disampaikan kepada umatnya.
Seorang utusan, sebagimana utusan-utusan Allah lainnya diberikan kewajiban
untuk meyakini, mengamalkan dan menyebarkan wahyu yang diterimanya
sebagai suatu kebenaran mutlak dari Yang Maha Mutlak. Fungsi kedua,
Muhammad Rasulullah adalah penggerak revolusi sosial yang akan
mentransformasikan perubahan sosial dalam masyarakatnya berdasarkan
perintah Allah. Muhammad Rasulullah bertugas menggerakkan revolusi yang
akan merubah tatanan masyarakat jahili yang penuh dengan kemusyrikan,
kekafiran, penindasan, diskrimanasi, eksploitasi, kemaksiatan dan nilai-nilai
kejahiliyaah lainnya menjadi masyarakat utama yang bertauhid, beriman,
menegakkan keadilan, persaudaraan, persamaan dan nilai-nilai agung Islami.
Itulah sebabnya dalam Muhammad Rasulullah dan misinya terhimpun semua
keutamaan dan keagungan, keutamaan dan keagungan para Nabi dan Rasul
sehingga disebut sebagai Penghulu para Nabi dan Rasul, dan sekaligus
menghimpun keutamaan dan keagungan para revolusiner yang membangun
masyarakat utama sepanjang sejarah kemanusiaan. Itulah sebabnya, disamping
sebagai seorang Rasul, Muhammad SAW adalah bapak bagi para revolusioner
yang menggerakkan perubahan sosial di masyarakatnya. Dalam kontek Islam,
kedua tugas tersebut, sebagai Rasul dan Revolusiner menjadi satu kesatuan yang
tidak terpisahkan sebagai manifestasi kesatuan ajaran Islam yang
mengagungkan nilai-nilai Ilahiyah dan menghormati norma-rorma manusiawi.
Bagaimanakah Muhammad Rasulullah mulai menggerakkan revolusi
totalnya kepada masyarakat Makkah yang tengah bergelimang dalam kesesatan,
kemunduran, kemaksitan, kezaliman dan berbagai bentuk krisis masyarakat
lainnya ? Pemimpin agung revolusioner ini tidak memulai revolusinya dengan
agitasi-agitasi murahan yang membangkitkan semangat dan mempropokator
pengikutnya untuk memberontak menumbangkan kekuasan para tiran kejam,
beliau tidak memulai gerakannya dengan menjanjikan berbagai iming-iming
kenikmatan duniawiyah masyarakat sama rata sama rasa, beliau tidak memulai
revolusinya dengan menyebarkan permusuhan dan pertentangan klas yang
mengobarkan perkelahian, beliau tidak memulai revolusinya dengan
mengangkat senjata melawan keangkuhan rezim diktator, sang pemimpin
revolusioner ini tidak memulai gerakan revolusinya dengan cara-cara yang
selama ini ditempuh kaum revolusioner lainnya. Beliau memulai revolusinya
dengan gerakan khas yang jauh menandingi metode revolusi manapun di dunia
ini. Muhammad Rasulullah memulai revolusinya dengan revolusi keyakinan,
revolusi aqidah kepercayaan, revolusi keimanan, revolusi yang dapat mengubah
watak manusia dari relung terdalam hatinya, revolusi yang membebaskan jiwa
dan raganya dari penghambaan sesama makhluk. Revolusi ini dimulai dengan
mentauhidkan, mengesakan Sang Maha Kuasa. Sebagaimana dinyatakan dalam
wahyu-wahyu awal yang diturunkan kepada Rasulullah:
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
Yang mengajar dengan perantaraan kalam
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(al-Alaq : 1-5)

Setelah sang pemimpin revolusioner ini memahami benar makna revolusi


keimanan yang hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya “ilah” dalam
manipestasi “la ilaha illallah”, tiada Tuhan selain Allah, kemudian
diperintahkan bangkit menyerukan gerakan revolusinya kepada masyarakat
dengan membawa atribut khas sebagai seorang Rasul-Revolusioner;
Hai orang yang berselimut
Bangkitlah, lalu berilah peringatan
Dan Tuhanmu agungkanlah
Dan Pakaianmu bersihkanlah
Dan perbuatan dosa tinggalkanlah
Dan janganlah kamu memberi dan mengharap balasan lebih
Dan untuk Tuhanmu hendaklah bersabar
(al-Muddatstsir : 1-7)

Sejak diperintahkan Allah SWT untuk menyampaikan ajaran-Nya kepada


keluarga terdekat, Rasulullahpun aktif mendakwahkan apa yang diterimanya
dari Jibril kepada kaum kerabat terdekatnya secara tersembunyi. Beliau SAW
mendatangi mereka seorang demi seorang tanpa melihat tingkat dan darjat serta
warna kulit. Dengan penuh ketabahan, kesabaran serta kesungguhan beliau
membimbing mereka menuju jalan lurus yang akan menyelamatkan mereka dari
kegelapan jahiliyah sebagaimana diajarkan Allah SWT. Seorang demi seorang
mulai mendukung dan mengikuti ajaran suci dan mulia yang dibawanya dengan
penuh keikhlasan dan kesungguhan. Dan inilah awal mula terbinanya generasi
baru masyarakat revolusioner yang akan merubah dan merombak wajah dunia
di masa depan sebagaimana dibuktikan sejarah. Rasul Allah telah mulai
menyiapkan fundamen untuk lahirnya sebuah generasi baru, generasi Qur'ani.
Generasi yang lahir dari metode pembinaan al-Qur'an yang unik.
Muhammad Rasulullah bersama para pengikut setianya mulai
menggerakkan revolusi di tengah-tengah masyarakatnya dengan seruan-seruan
yang akan merombak tatanan masyarakat jahiliyah dan membangun masyarakat
Islami. Mereka menyerukan tauhid meninggalkan syirik (surat al-Ikhlas : 1-4),
meyakini hari pembalasan (al-Qaari’ah : 1-11), mengukuhkan persaudaraan dan
persamaan hak dikalangan manusia (al-Ashr : 1-3), mengecam perilaku boros
dan angkuh para tiran dan berjouis (al-Lahab : 1-5) (al-Takaasur : 1-8),
membantu kaum tertindas dan lemah (al- Maa’uun : 1-7). Dengan gerakan
revolusinya ini, kemudian Rasulullah dan para pengikutnya mendapat
tantangan demi tantangan, dan mereka tidak pernah lemah semangat dalam
memperjuangkan keyakinannya. Pada suatu hari kaum musyrikin membujuk
Rasulullah melalui Uthbah bin Rabi’ , yang berkata :

Wahai anakku
Jika sesungguhnya kamu menghendaki harta
Maka kami akan mengumpulkan harta-harta kami
dan memberikannya padamu, sehingga kamu menjadi terkaya
Jika sesungguhnya kamu menghendaki kekuasaan
Maka kami akan mengangkat kamu menjadi penguasa
Jika kamu menghendaki wanita
Maka pilihlah wanita terbaik dan akan kami kawinkan denganmu
Menghadapi rayuan dan sogokan seperti ini, Muhammad Rasulullah tetap pada
pendiriannya menegakkan revolusi sampai titik darah penghabisan,
sebagaimana katanya :
Demi Allah, wahai paman
Andai engkau letakkan mentari di tangan kananku
Dan rembulan di tangan kiriku
Aku tidak akan meninggalkan gerakanku
Sehingga Allah memenangkan perjuanganku
Atau aku hancur binasa bersamanya..

Inilah kata-kata teragung dari seorang pemimpin revolusioner yang tidak


pernah mau menyerahkan keyakinannya dan menukarkannya dengan segala
bentuk kesenangan dunia yang akan menggagalkan gerakan revolusinya. Hanya
pemimpin revolusioner yang memiliki tekad kuat dan kemauan keras seperti
karanglah yang akan mendapatkan kemenangan dalam perjuangannya.
Berkat keteguhan pemimpin gerakannya,Muhammad Rasulullah,
generasi revolusioner telah tampil di Makkah dengan gerakannya yang
revolusioner, kemudian tumbuh dan berkembang dengan dinamikanya yang
unik dan mengagumkan, mereka memiliki ciri khas tersendiri yang
membedakan mereka dengan generasi lainnya, baik dahulu dan kini,
sebagaimana digambarkan Allah dalam Taurat, Injil dan al-Qur'an :
Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengannya
adalah bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, penuh rasa kasih sayang
terhadap sesamanya (Muslim) kamu dapat lihat mereka orang-orang yang
banyak ruku' dan sujud, mencari keutamaan dan keredhaan Allah, di wajah
mereka itu nampak bekas sujud. Itulah perumpamaan mereka dalam Taurat, dan
perumpamaan mereka dalam Injil. Mereka seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya yang lembut kemudian bertambah kuat dan bertambah besar, sehingga
dapat tegak kokoh di atas batangnya, menyebabkan penanamnya menjadi gembira
sehingga menjadikan orang yang kafir marah. Allah telah menjanjikan kepada
orang yang beriman dan mengerjakan perbuatn yang baik akan memperoleh
ampunan dn pahala yang besar. (al-Fath : 29)

Perumpamaan Allah pada ayat di atas sangat tepat. Generasi revolusioner


yang dibina Muhammad Rasulullah diibaratkan seperti sebuah pohon yang
tumbuh dari bibit yang baik, di lahan yang subur serta mendapat pupuk
istimewa berupa wahyu dari Allah SWT, sehingga pohon itu membesar dengan
cepat dan mengagumkan. Pohon itu siap menghadapi setiap tantangan yang
menghambat pertumbuhannya, sehingga ia menjadi pelindung bagi orang-orang
yang berteduh dibawahnya.
Demikianlah gerakan revolusioner telah menjadikan generasi ini tumbuh
dengan dinamiknya menurut caranya yang khas. Seorang demi seorang
mengikutinya sehingga generasi ini menjadi ancaman menakutkan bagi kaum
jahiliyah, sehingga mendorong mereka menentang pergerakan generasi ini.
Tantangan demi tantangan dihadapkan kepadanya, dari ancaman, teror, hinaan,
penyiksaan sampai pembunuhan, namun generasi ini tetap tumbuh menjadi
kekuatan baru. Bahkan tantangan yang diberikan kaum Jahiliyah mereka anggap
sebagai salah satu pupuk yang akan menyuburkan keimanannya kepada Allah
SWT dan gerakan revolusi pembebasan mereka. Karena sebuah keyakinan tanpa
ujian adalah mustahil dapat tertanam kokoh. Ujian dan penderitaan mereka
anggap sebagai penyubur bagi keimanan dan keyakinan mereka pada Islam.
Itulah sebabnya, walaupun banyak diantara generasi ini mengalami penderitaan
demi penderitaan, namun mereka tetap teguh dengan keyakinannya, karena
mereka telah mengetahui bagaimana sesatnya mengikuti kejahiliyahan dan
bagaimana indahnya hidup di bawah petunjuk Allah SWT.
Walaupun Abu Lahab, Abu Jahal, Abu Sufyan dan pemuka-pemuka serta
pimpinan kaum Jahiliyah melancarkan tentangan dan penyiksaan yang sangat
dahsyat, namun generasi yang dibina dan dipimpin Rasulullah ini terus tumbuh
dan membesar, tetap tegar menggerakkan revolusi dalam kehidupan umat
manusia kerana mereka telah dijamin Allah akan mendapat kemenangan.
Mereka tidak akan dapat dikalahkan walau oleh kekuatan apapun, karena
mereka adalah generasi pilihan yang akan menyelamatkan dunia dari
kehancuran sekaligus membimbingnya menuju keadilan dan kedamaian sejati.
Semua penderitaan yang mereka alami adalah untuk menguatkan jiwa mereka,
karena pemimpin dunia sejati lahir dari penderitaan yang akan menempa
jiwanya menjadi manusia-manusia utama dan agung. Itulah ciri khas metode
pendidikan dan pembinaan para revolusioner Islam dalam melahirkan manusia-
manusia utama. Sebagaimana yang diterangkan sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Khabbab bin al-Arat :
"Aku datang menemui Rasulullah, beliau sedang meletakkan kepalanya
berbaring berbantalkan bajunya di bawah Ka'bah, lalu aku berkata kepada beliau
:"Wahai Rasul Allah, kenapa tuan tidak memohon pertolongan Tuhan untuk
keselamatan kita semua ?". Beliau saw terus bangun dan duduk dengan muka
merah dan bersabda :"Sesungguhnya mereka yang terdahulu dari kamu pernah
diganyang dengan besi hingga ke tulang dan urat sharaf, tapi selangkahpun
mereka tidak berganjak dan ada pula diantara mereka dibelah kepala dengan
gergaji namun demikian mereka tetap juga tidak mengubah pendirian mereka,
biarlah Tuhan sempurnakan perkara ini sehingga manusia yang berjalan dari
San'a ke Hadralmaut tidak akan gentar dan takut sesuatu melainkan kepada
Allah" (HR. Bukhari)
Kebenaran tetaplah kebenaran, yang batil tetaplah batil, dan kemenangan
pasti akan berpihak kepada kebenaran, ini sudah menjadi ketetapan sejarah.
Dan tiba-tiba pemuka-pemuka kaum Jahiliyah serta seluruh penduduk Makkah
guncang, kerana mereka tidak pernah terfikir akan terjadi. Seorang yang terkenal
keberanian dan kekuatannya serta sangat memusuhi Islam, tiba-tiba telah
berpihak dan membelanya dengan penuh keberanian. Orang itu tidak lain
adalah Umar ibn al-Khattab. Dengan keberaniannya yang luar biasa, ia
mengikrarkan dirinya sebagai salah seorang anggota dari gerakan revolusioner
yang dipimpin Rasulullah yang sangat dimusuhi kaum Jahiliyah. Dengan
keislaman Umar dan orang-orang sepertinya semakin menguatkan generasi ini.
Kaum jahiliyah tidak dapat berbuat semaunya lagi terhadap generasi baru ini.
Kenapa gerakan revolusi yang dipimpin Muhammad Rasulullah
mendapat sambutan dari masyarakat Makkah, walaupun pada awalnya mereka
menentang pergerakannya sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab.
Ketertarikan mereka tidak lain disebabkan oleh pribadi agung penyeru revolusi
ini, Muhammad Rasulullah, yang memiliki karakteristik agung seorang
revolusioner agung. Seorang pemimpin yang jujur, berdedikasi tinggi, bermoral
mulia, bertanggung jawab, penuh perhatian, suka menolong, pantang menyerah
dan berani menghadapi semua resiko yang diperjuangkannya. Sifatnya yang
suka membela kaum lemah mnjadikannya sebagai pemimpin kaum tertindas,
sikapnya yang terhormat menjadikannya pemimpin dikalangan orang-orang
terhormat, sikapnya yang gagah berani menjadikannya sebagai pemimpin kaum
pemberani, jiwanya yang suci telah menjadikannya pemimpin kaum suci dan
moralis. Sebelum masyarakat melihat ajaran yang diserukan dalam sebuah
revolusi, mereka tentu ingin mengetahui sejauh mana keagungan pemimpinnya.
Dan keagungan karakter pemimpin revolusiner ini tidak lain berkat ajaran Islam
yang tertanam dalam dirinya. Islam yang diserukannya terpancar dalam hidup
dan kehidupannya sehingga menjadi daya tarik masyarakat mengikuti
gerakannya.
Disamping karakter pribadi Muhammad Rasulullah, ajaran-ajaran agung
dan mulia yang diserukan Islam juga menjadi daya tarik masyarakat dalam
mengikuti gerakan revolusi agung ini. Kisah masuk Islamnya Umar bin Khattab
adalah contoh nyata masalah ini. Ketika Umar dengan sesumbar mengatakan
akan membunuh pemimpin revolusioner Muhammad Rasulullah, sekumpulan
orang mentertawakannya, karena adik Umar sendiri telah menjadi anggota
gerakan revolusi Islam. Dengan murkanya Umar menemui adiknya untuk
membunuhnya, namun ternyata untaian al-Qur’an sumber ajaran Islam yang
dilantunkan adiknya telah menggugah hati nurani Umar dan iapun bergegas
menemui sang pemimpin revolusioner Muhammad Rasulullah, untuk
menyatakan keislamannya dan mengambil bagiannya sebagai anggota sebuah
gerakan yang akan membebaskan umat manusia dari perbudakan dan
eksploitasi sesamanya.
Pertumbuhan dan perkembangan generasi revolusioner ini yang sangat
dinamis, menambah murkanya kaum jahiliyah, sehingga mereka bersatu dengan
seluruh masyarakat Arab untuk menentang dan mengisolir mereka. Masyarakat
jahiliyah Arab telah memutuskan semua hubungan dengan kaum Muslimin
yang tengah melancarkan gerakan revolusinyanya. Gerakan revolusioner ini
dibaikot untuk menghambat perkembangannya yang tidak terkendali. Dan kini
generasi revoluioner ini kembali mendapat ujian yang akan menentukan
kemenangan dan kejayaan mereka di masa depan. Jika mereka mampu bersabar,
maka mereka akan mendapatkan kemenangan sebagaimana dijanjikan Allah
SWT. Generasi revolusioner ini ternyata mampu menghadapi berbagai ujian dan
tantangan yang dihadapkan kepadanya, bahkan menambah keyakinan para
penggerak perubahan ini terhadap ajaran yang diikutinya. Dan sekali lagi
kemenangan berpihak kepada generasi ini, kerana Allah SWT senantiasa akan
membantu mereka dari kejahatan orang-orang yang menentang. Peristiwa demi
peristiwa menyedihkan, sebagai konsekwensi logis sebuah gerakan revoluioner,
telah menjadikan generasi ini bermental baja, siap menghadapi setiap tantangan
dan rintangan lebih besar yang menanti di masa depan.
Setelah Allah SWT yang telah menurunkan ajaran kepada Rasulullah
yakin dengan kesiapan dan keteguhan generasi ini untuk merubah dunia,
diperintahkannya mereka untuk berhijrah, meninggalkan Makkah untuk
membangun pusat gerakan bagi revolusi pembebasan umat manusia sedunia.
Allah SWT telah memerintahkan agar generasi revolusioner yang sudah
memiliki keyakinan mendalam ini berpindah ke Madinah untuk menjalani satu
era baru dalam pergerakan mereka. Dengan penuh ketaatan generasi ini
berpindah ke tempat baru, tempat yang lebih subur bagi pergerakan mereka
membangun masyarakat baru yang berdasarkan atas tauhid, keadilan,
persamaan dan persaudaraan. Mereka bergabung menyatu padukan kekuatan
dengan saudara-saudara mereka yang telah mengikuti Islam di Madinah bagi
menentukan arah baru dunia. Mereka menjadikan Madinah sebagai pusat
gerakan revolusi yang akan membebaskan umat manusia dari kesesatan dan
penindasan.Mereka mengadakan perjanjian dengan kelompok non-Muslim
untuk saling menghormati dan menghargai sebagai tetangga yang baik.
Dengan hijrahnya para pemimpin dan pelopor revolusi Islam ke
Madinah, maka berakhirlah periode Makkah dalam proses pembinaan mereka.
Periode Makkah adalah period mempersiapkan keyakinan yang mendalam
terhadap fondasi ajaran Islam. Di Makkah generasi ini disiapkan dengan
berbagai bentuk tarbiyyah yang akan membentuk mereka sebagai manusia-
manusia utama yang memiliki keyakianan mendalam terhadap ajaran Allah dan
Rasul-Nya serta memiliki kekuatan jiwa dalam perjuangan selanjutnya. Di
Makkah generasi ini ditempa dengan berbagai bentuk ujian dan penderitaan
agar mereka siap menghadpi tugas-tugas besar di masa depan. Itulah sebabnya
al-Qur'an yang diturunkan di Makkah kebanyakan membicarakan tentang
perkara-perkara fundamen dalam kehidupan manusia, yaitu masalah akidah
dan peribadatan. Karena ini adalah fondasi utama bagi terbentuknya sebuah
masyarakat ideal, yang merupakan kunci utama revolusi kemanusiaan. Namun
berbeda dengan ayat-ayat al-Qur'an yang diturunkan di Madinah yang
kebanyakannya membicarakan perkara-perkara pergerakan dalam masyarakat
dan negara, kerana periode Madinah adalah periode baru yang akan
menghantarkan generasi ini sebagai kekuatan baru dunia sebagai satu
masyarakat yang telah memiliki kekuatan dan kekuasaan. Periode Madinah
adalah periode untuk mengukuhkan kedudukan generasi ini sebagai penyelamat
dan pembimbing dunia dengan kekuasan yang ada padanya. Setelah periode ini
Rasulullah dan para pengikutnya bukan lagi sekumpulan manusia yang dapat
dipandang remeh, tetapi mereka adalah kekuatan baru yang akan menentukan
perjalanan sejarah manusia di masa depan.
Rasulullah dan gerakan revolusinya semakin kuat di Madinah, jumlah
mereka semakin banyak dan mendapat simpati masyarakat dunia. Beliau telah
membangun sebuah fondasi masyarakat ideal yang akan menjadi percontohan
sepanjang masa. Banyak diantara pemuka-pemuka bangsa Arab yang telah
bergabung dengan mereka menjadi pengikut-pengikut setia agama Allah,
bahkan diantara mereka sebelumnya adalah penentang-penentang utama
generasi ini. Rasulullah SAW sebagai pemimpin utama generasi ini terus
mempersiapkan kekuatan mental-spiritual serta material pengikut-pengikutnya
sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT.
Ketika tiba saatnya untuk meneguhkan kedudukan mereka, generasi
inipun mulai diperintahkan berperang oleh Allah untuk menghapuskan
dominasi kekuasaan Jahiliyah, maka terjadilah peperangan demi peperangan
yang semakin meningkatkan semangat dan keyakinan Rasulullah dan para
pengikutnya terhadap agama yang mereka anut. Dalam setiap peperangan Allah
SWT membantu generasi ini dalam mendapatkan kemenangan demi
kemenangan. Kecuali pada perang Uhud dan Perang Hunain, generasi ini diuji
dengan kekalahan akibat kelalaian mereka terhadap perintah Allah dan Rasul-
Nya. Sehingga tibalah masanya generasi ini memperoleh kemenangan besar
dalam peristiwa penaklukan Makkah. Pada masa ini runtuhlah kekuasaan
jahiliyah bersama dengan runtuhnya berhala-berhala yang mereka sembah.
Ka'bah telah bebas dari segala kejahiliyahan. Penaklukan Makkah adalah puncak
revolusi yang dipimpin Muhammad Rasulullah dan merupakan titik awal dari
penaklukan-penaklukan besar lainnya yang semakin mengukuhkan kekuasaan
generasi ini di atas bumi, awal kemenangan besar dari revolusi besar-besaran
yang telah mengguncang dunia. Sejak itu generasi ini terus maju dengan penuh
keyakinan untuk membebaskan manusia dari penghambaan sesama manusia
dan sekaligus meruntuhkan dominasi sistem jahiliyah serta menggantikannya
dengan sistem Islam. Janji Allah telah benar sebagaimana dinyatakan al-Qur’an :
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal soleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-
Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka
berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembah-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang tetap kafir
sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (al-Nur:55)
Allah dan Rasul-Nya telah menepati janjinya. Gerakan revolusi yang
dipelopori kaum tertindas kini telah mendapatkan kemenangan demi
kemenangan. Mereka telah membangun sebuah tatanan masyarakat Islami yang
penuh dengan keadilan, kedamaian, persaudaraan dan persamaan
menggantikan masyarakat jahiliyah yang korup dan eksploitatif.
Di akhir hayatnya, Pemimpin agung generasi revolusioner ini,
Muhammad Rasulullah, telah melihat janji-janji Allah yang telah diturunkan
kepadanya. Beliau telah menyaksikan dengan penuh kegembiraan, masyarakat
Islam yang dibinanya bersusah payah telah tumbuh menjadi masyarakat ideal
yang menegakkan keadilan dan kemakmuran di muka bumi. Dan telah
sempurnalah agama yang dibawanya dan telah berakhir pulalah tugas yang
diembannya, dan Allah pun memanggilnya kembali ke sisi-Nya. Kepergiannya
disambut dengan penuh kesedihan oleh pengikut-pengikut setia yang telah
diselamatkan dari kejahiliyahan. Namun demikianlah ketentuan Allah, setiap
yang bernyawa pasti akan kembali kehadirat-Nya.
Revolusi yang digerakkan Rasulullah telah berhasil dengan gemilangnya
menciptakan masyarakat ideal yang dicita-citakan seluruh umat manusia.
Sebuah masyarakat yang tegak atas dasar keadilan, persaudaraan, persamaan,
keterbukaan, kebebasan dan nilai-nilai agung lainnya. Dan siapapun yang ingin
menggerakkan sebuah revolusi agung yang penuh dengan ketinggian nilai-nilai
mulia, mereka sepatutnay meniru revolusi yang telah dijalankan dengan sukses
oleh bapak para revolusioner, Muhammad Rasulullah. Nilai-nilai keagungan
perjuangannya senantiasa akan menginspirasikan revolusi demi revolusi yang
akan membebaskan umat manusia sampai akhir zaman. Sholawat dan salam
atasmu, wahai junjungan alam, Muhammad Rasulullah….

III.
MANHAJ NUBUWWAH
I. Pendahuluan
Para pemimpin dan cendikiawan Muslim, yang terutama diantara mereka
seperti Sayyid Jamaluddin al-Afghany, Muhammad Abduh dan para murid serta
penerus perjuangan mereka sejak akhir abad 18 lalu telah berupaya semaksimal
mungkin membebaskan ummah dari belenggu penjajahan Barat,
keterbelakangan dan kemunduran mereka dengan merumuskan metode-
metode perjuangan terbaik menurut jalan pemikiran mereka masing-masing
yang telah melahirkan gerakan Pan-Islamisme. Metode perjuangan yang mereka
terapkan berhasil menyadarkan ummah dari keterbelakangannya dan bangkit
melawan penjajahan, baik melalui perjuangan politik sampai perjuangan militer.
Gerakan mereka yang sambung menyambung telah menghasilkan kemerdekaan
sebagian besar dunia Islam dari cengkraman jahat penjajah Barat.36
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Mukhsin Abdul Hamid, Jamal al-Din al-Afghani, al-Musalih al-Muftara alayh. (Mesir
: tt). Ahmad Amin, Zuama al-Ishlah fi al-Asr al-Hadits (Kaherah : Muassasah al-Khanji, tt). Abbas Mahmud al-Aqqad,
Muhammad Abduh,(Kaherah : Maktabah Misr,tt). Abd. al-Halim al-Jundi, al-Imam Muhammad Abduh (al-Kaherah:Dar al-
Maarif,tt). Ahmad Amin, Muhammad Abduh, (Kaherah:Muassasah al-Khanji, 1960). Dr. Muhammad al-Bahiy, al-Fikr al-Is-
lamy al-Hadits wa Silatuhu bi’l Isti’mary al-Gharby,cet.8. (Kaherah : Maktabah Wahb, 1975). Dr. Syaukat Ali, Master of
Generasi sesudah mereka tampil dengan konsep dan metode perjuangan
yang lebih menyeluruh dan terpadu, diantaranya adalah Imam Hasan Al-
Banna37 yang telah mendirikan jama’ah al-Ikhwan al-Muslimin di Mesir.
Gerakan al-Ikhwan dengan model kepemimpinannya sangat mempengaruhi
perjalanan sejarah dunia Islam kerena telah merumuskan konsep perjuangan
Islam di dunia modern serta mampu melahirkan kader-kader brilyan yang
disegani dan ditakuti musuh-musuh Islam. Hasan al-Bana adalah pelopor bagi
pengembangan konsep gerakan Islam modern yang total dan konsep ini
berkembang menjadi model gerakan Islam modern yang sangat efektif
menghadapi infiltrasi pemikiran hedonistik-sekuler Barat. Itulah sebabnya
gerakan Ikhwan berkembang ke seluruh dunia Islam walaupun di Mesir sendiri
mendapat pukulan dahsyat dari rezim Faruk yang bertindak sebagai agen
Barat.38 Bersamaan dengan itu tampil pula gerakan-gerakan Islam serupa seperti
Syarekat Islam pimpinan HOS. Cokroaminoto di Indonesia39 dan lain-lainnya.
Pasca kemerdekaan dunia Islam, telah tampil pula pemimpin-pemimpin
ummah dengan penuh semangat menggunakan berbagai bentuk metode
perjuangan agar ummah bangkit kembali menjadi pemimpin peradaban dunia.
Mereka bangkit melawan rezim-rezim nasionalis sekuler yang ingin melanjutkan
dominasi sistem kolonialis Barat sekuler dalam kehidupan masyarakat Muslim.
Mereka telah membentuk berbagai gerakan dan organisasi, baik dalam bidang
politik, pendidikan, sosial maupun ekonomi yang sangat ditakuti musuh-musuh
Islam. Perjuangan mereka telah melahirkan generasi-generasi baru Muslim yang
berpegang teguh kepada akar keislamannya, namun tetap berinteraksi dengan
dunia modern yang didominasi sistem Barat. Diantara mereka yang terutama
adalah Abul A’la al-Maududi di Pakistan,40 Abul Hasan Aly An-Nadwy di India,
Muslim Though. vol. I. (Lahore : Aziz Publ, 1983). Mohd. Kamil Hj. Abdul Majid, Tokoh-tokoh Pemikir Islam.jilid 1. (Kuala
Lumpur : ABIM, 1993)
Tentang sejarah hidup Imam Hasan al-Banna lihat misalnya : al-Syaikh al-Ghazaly, (dalam M. Syalabi), Hasan al-
Banna : Imam wa Qaid,(Kaherah: Dar al-Nasyr,tt). Dr. Rif’at al-Sa’id, Hasan al-Banna Muassis Harakat al-Ikhwan al-
Muslimun.(Beirut : Dar al-Tali’ah, 1986). Jabir Rizq, al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (al-Mansurat : Dar al-Wafa, 1987).
Dr. Shaukat Ali, Master of Muslim Thought, vol.II.(Lahore : Islamic Publ, 1983). hlm.514-638. Anwar Jundi, Hasan al-Banna,
al-Roiyat al-Imam wa al-Mujaddid al-Syahid,(Beirut : Daar Qalam, 1978). MN. Shaikh, Memoirs of Hasan al-Banna Shaheed,
(Karachi : Int’ Islamic Publ., 1981). Richard. P.Mitchel, The Society of The Muslim Brother,(London : Oxford Univ. Press,
1959). Abdul Muta’al al-Jabary, Limadza Ightayala al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (Cairo : Dar al-I’tisom, 1978).
Muhsin Muhammad, Man Qatala Hasan al-Banna, (Kaherah : Dar al-Syarq, 1987). Salah Syadi, al-Syahidan (al-Manshurat :
Dar al-Wafa’, 1988). Umar al-Tilmisany, al-Mulham al-Mauhub : Hasan al-Banna, (Syabra : Dar al-Nasr, tt).
Tentang gerakan al-Ikhwan al-Muslimin, lihat : Syaikh Said Hawwa, Madkhal ila da’wah Ikhwan al-Muslimin, (Am-
man : Dar al-Arqam,tt). Omar Tilmisani, Apa yang aku Pelajari dari Ikhwanul Muslimin, (Shah Alam : Ummah, 1990). Dr.
Hasan Ismail Hudhaibi, Duat la Qudhat, (Cairo : Dar al-Thabaat wa al-Nasr al-Islamy, 1977). Kamil al-Syarif, Ikhwan al-
Muslimun fi Harbi Palistin, (Zarqo’ : Maktabah al-Manar, 1984). Dr. Abdul Halim Mahmud, Wasaail al-Tarbiyyat inda al-Ikh-
wan al-Muslimun, (Qahirah : Dar al-Wafa’, tt). Ishaq Musa Hussaini, The Muslim Brethen, (Beirut: Khayat’s College Book
Coop, 1956). Richard P. Mitchel, The Society of The Muslim Brother, (London : Oxford Univ. Press, 1959). Mahmood Abd al-
Halim, Ikhwan al-Muslimun, ahdats Tsanaat Tarikh, (Iskandaria : Dar al-Dakwah, tt). Husain Muh. Ali Jabir, Thariq ila
Jama’at al-Muslimun, (al-Manshurat : Dar al-Wafa’, 1987) khususnya bab III. Asaf Husain, IslamicMovement in Egypt,
Pakistan and Iran, (Islamabad : Manshell Publ, 1983). Husain M. Ahmad Hamudah, Asrar Harakat al-Dubbat al-Ahrar wa al-
Ikhwan al-Muslimun, (Kaherah : al-Zahra li al-A’lam al-Arabiy, 1987).
Lihat misalnya : Deliar Noer, The Modernis Movement in Indonesia, 1900-1945 (Singapura / Kuala Lumpur : Ox-
ford Univ. Press, 1973). BJ. Bolland, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, (The Hague : Martinus Nijhoff, 1971). Cor-
nelis Van Dick, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, (Jakarta : Grafiti Press, 1983)
Lihat misalnya : Prof. Masud ul Hasan, Sayyid Abul A’la Maududy and His Thought, vol. I & II, (Lahore : Islamic
Publ. 1984). Prof. Ghulam Azam, A Guide to The Islamic Movement, (Dacca : Azam Publ, 1968). Asaf Husain, Islamic Move-
Sayyid Qutb di Mesir yang dijuluki sebagai bapak fundamentalis Islam
kontemporer dan lainnya.
Meneruskan perjuangan para pendahulu mereka, para cendikiawan
Muslim kontemporerpun tampil dengan berbagai bentuk konsep dan teori yang
bertujuan mengangkat martabat ummah dari kemundurannya. Umumnya
mereka adalah para generasi Islam yang mendapat pendidikan model Barat dan
mengetahui kelemahan-kelemahannya serta menyadari pentingnya Islam
sebagai sistem hidup, yang terutama diantara mereka adalah Ismail R. Faruqi,41
Fazlur Rahman,42 Syed Naquib al-Attas,43 Yusuf al-Qardhawy44 dan lainnya.
Diantara mereka ada yang mendirikan lembaga kajian, institut, akademi sampai
universitas yang mendidik ribuan calon-calon cendikiawan muda Muslim di
seluruh dunia dengan metodenya yang mengintegrasikan metode Islam dengan
Barat.
Di lain fihak telah tampil pula para pemimpin dan aktivis Islam yang
membimbing dan membina ummah melalui organisasi/ jama’ah, baik yang
bergerak dalam bidang sosial ataupun politik yang bertujuan menegakkan
kemulian ummah dan Islam. Para aktivisnya bergerak siang malam tanpa
mengenal lelah menyeru ummah agar mengikuti petunjuk Islam melalui
dakwah, ceramah, diskusi, majlis taklim dan sejenisnya. Di lembaga-lembaga
pendidikan Islam tradisional seperti pondok pesantren, para Ulama dan ustadz
telah mengajarkan ilmu-ilmu Islam klasik kepada para muridnya yang
berjumlah ratusan ribuan. Para murid dididik dengan ilmu-ilmu keagamaan
agar mereka memiliki bekal dalam membimbing masyarakat menuju
kemenangan. Demikian pula halnya para juru dakwah dan muballigh Muslim
tampil silih berganti menguman-dangkan seruan kepada ummah agar mengikuti
petunjuk Islam dengan pendekatan dan gayanya masing-masing. Mereka semua
telah berupaya dengan sungguh-sungguh, penuh pengorbanan dan keiklasan
semata-mata bertujuan untuk berbuat yang terbaik bagi kepentingan ummah,
dan semoga Allah Yang Maha Bijaksana akan membalas perjuangan suci mereka
dan menempatkan mereka ditempat yang paling baik disisi-Nya sebagai balasan
perjuangan suci mereka.
Namun permasalahan besar yang dihadapi ummah pada masa
ini,ditengah-tengah kegairahan ummah menyambut apa yang mereka namakan
dengan kebangkitan Islam, realitasnya keadaan kaum Muslimin di seluruh
penjuru dunia dewasa ini sangat memprihatinkan, sebagaimana digambarkan
para cendikiawan Muslim. Kaum Muslimin berada pada anak tangga terbawah
ment in Egypt, Pakistan and Iran, op.cit. Husain M. Ali Jabir, Thariq ila Jama’at al-Muslimun, op.cit.
Ismail R. Faruqi, Islamization of Knowledge, General Principles and Workplan, (Virginia : IIIT, 1982).
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, (Chicago : The Univ. Press,
1982)
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (Kuala Lumpur : ABIM, 1980).
Yusuf al-Qardhawy, Islamic Education and Hasan al-Banna, (Calcutta : Hilal Publ, 1983).
dari kemajuan peradaban bangsa-bangsa modern, sehingga mereka hanya
menjadi konsumen dari produk Barat, baik dalam pengetahuan, teknologi,
sistim, pemikiran, dan lainnya. Mereka senantiasa menjadi obyek musuh-musuh
yang berusaha menghilangkan eksistensinya di muka bumi, tanpa mampu
memberi perlawanan yang berarti. Citra kaum Muslimin dihadapan dunia
sangat buruk, mereka digambarkan sebagai kaum fundamentalis, fanatik,
ektrimis ataupun teroris, umat yang senantiasa menyulut peperangan demi
peperangan. Perpecahan demi perpecahan yang terjadi dikalangan ummah telah
menimbulkan sikap apatis dan frustasi generasi muda Islam. Seakan-akan
seluruh dunia menganggap Islam adalah sumber segala malapetaka yang telah
menimpa kaum Muslimin dewasa ini. Akhirnya kaum Muslimin menjumpai diri
mereka sebagai umat yang terkebelakang dan termundur dalam segala hal.45
Sejauh ini kita belum berani menyatakan bahwa perjuangan suci para
pemuka-pemuka ummah telah mengalami kegagalan. Tapi dengan keadaan
yang dihadapi ummah sekarang ini, pasti akan timbul seribu satu pertanyaan
yang memerlukan jawaban agar mereka dapat bangkit dari keterbelakangannya.
Apakah pengorbanan dan perjuangan ikhlas para pejuang Islam yang
bersungguh-sungguh, baik dari kalangan cendikiawan, aktivis, ulama, ustadz,
muballigh dan lainnya, yang telah mengeluarkan seluruh daya kemampuan
mereka tidak dapat membangkitkan ummah secara menyeluruh dan
menyelesaikan problematika mereka ? Kenapa perjuangan suci mereka seakan
tidak mampu menyelesaikan krisis yang telah melanda ummah ? Kenapa
perjuangan suci mereka belum mampu mengantarkan ummah menuju
kemenangan sebagaimana generasi Islam pertama ? Dimana letak kekeliruan
mereka sehingga teori dan konsep yang mereka kemukakan tidak berhasil
melahirkan generasi yang mereka idam-idamkan ? Apakah benar kegagalan itu
bersumber dari metode yang mereka terapkan ? Jika hendak membangun
kembali metode yang dapat membangkitkan ummah, dari manakah kita mulai,
dari mana sumber pengambilannya, bagaimana rumusannya dan terpenting
bagaimana penerapannya pada ummah masa kini ? dan seribu satu pertanyaan
mendasar yang perlu dijelaskan dengan tuntas agar ummah terhindar dari
kebingungan.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, pertama para pemuka
ummah harus bersikap jujur dan ikhlas dalam penilaiannya semata-mata karena
menginginkan yang terbaik bagi ummah dan bukan karena kepentingan pribadi
egoistik yang ingin mempertahankan pendapat dan pemikiran mereka. Karena
banyak diantara para pemuka ummah yang bertengkar dan saling memojokkan
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Mukhsin Abdul Hamid, Ainal Khalal, terj. Farid U. ( Jakarta : Media Dakwah, 1987)
hlm. 10-11. Syaikh Said Hawwa, Durus fi al-Amal al-Islamy, terj. al-Muslimun, (Bangil : al-Muslimun, 1987) hlm. 1. Ismail R.
Faruqi, Islamization of Knowledge, op.cit. hlm. 1. Muhammad Qutb, Jahiliyya al-Qorn al-Isyrien, (Kaherah : Maktabah Wahb,
1964).
karena ingin mempertahankan pendapatnya semata, bahkan lebih jauh masalah
ini dapat menyeret mereka kepada kancah saling memfitnah yang pasti akan
menimbulkan perpecahan sebagaimana yang mulai kelihatan tanda-tandanya
belakangan ini. Masing-masing mereka merasa bangga dengan metode yang
dikemukakannya, namun kenyataannya mereka belum menunjukkan hasil yang
gemilang, namun akibat penyakit egoistik mereka, akhirnya terjadi perpecahan
yang mengakibatkan ummah bertambah bingung dalam kebingungannya dan
bertambah terbelekang dalam keterbelakangnnya. Itulah sebabnya diperlukan
sikap jujur dan ikhlas yang akan mendatangkan rahmat dan pertolongan Allah,
yang sudah banyak dilupakan oleh para pemuka ummah akibat metode
pendidikan Barat yang terlalu mengutamakan rasional.
Dengan sikap jujur dan ikhlas inilah perlu dipertanyakan kenapa metode
perjuangan yang diterapkan oleh para pemuka ummah terdahulu kurang
mampu mengantarkan ummah menuju kebangkitan dan kemengangan yang
dicita-citakan, lebih jauh mengapa metode perjuangan itu mengalami kegagalan
demi kegagalan jika memang disepakati telah mengalami kegagalan. Atau
kenapa metode perjuangan itu sangat lambat dalam membangkitkan ummah
dari keterbelakangannya, sementara sejarah membuktikan bahwa Rasulullah
dan para sahabatnya memerlukan waktu 23 tahun saja dalam merubah wajah
dunia dan kurang 30 tahun menguasai 2/3 dunia. Pedoman yang digunakan
Rasulullah dan para sahabatnya dalam membangun peradaban baru dunia
berupa al-Qur’an dan Sunnah tetap berada di tangan ummah hari ini, namun
kenapa ummah tidak mampu seperti mereka, dimana letak kekeliruannya ?

Untuk mempermudah analisa, rumus tentang kebangki-tan/kemenangan


Islam yang sederhana dibawah ini dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai
sejauh mana keberhasilan sebuah perjuangan;

Kebangkitan/Kemenangan = (Manusia+Islam) + Metode (Manhaj) + Waktu

Kebangkitan/Kemenangan Islam yang total dan menyeluruh hanya dapat


diraih apabila telah wujud sekumpulan manusia-manusia unggul yang telah
dididik dalam ajaran Islam seperti generasi Islam pertama yang tunduk
sepenuhnya kepada kehendak Allah dan Rasul-Nya kemudian diterapkan
metode (manhaj) Islami dalam seluruh aspek gerakannya yang berdasarkan
kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul dan puncak kejayaannya ditentukan oleh
waktu (periodeisasi) kebangkitan yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam al-
Qur’an dan al-Sunnah.
Demikian pula nilai kebangkitan dan kemenangan Islam ditentukan
sepenuhnya oleh sejauh mana penerapan metode, keterlibatan manusia dan
ketentuan waktu. Semakin unggul metode yang diterapkan dan semakin unggul
manusia yang terlibat dan sesuai dengan waktunya, maka akan terjadi
kebangkitan dan kemenangan Islam yang luar biasa.
Rumus di atas pada hakikatnya berdasarkan pada sebuah hadits yang
sangat populer dikalangan ummah, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
Khuzaifah al-Yaman, yang berkata bahwasanya Rasulullah telah bersabda :
Tegaklah pada kamu zaman Nubuwwah (Kenabian) sampai beberapa masa yang
dikehendaki Allah, maka terjadilah ia, kemudian diangkat. Kemudian tegaklah
sesudah itu pada kamu zaman Khalifah atas Manhaj Nubuwwah (metode
Kenabian), maka terjadilah ia padamu beberapa lama yang dikehendaki Allah,
kemudian diangkat. Kemudian tegaklah pada kamu Kerajaan yang menggigit
(feodal) maka terjadilah ia padamu beberapa lama yang dikehendaki Allah,
kemudian diangkat. Kemudian tegaklah sesudah itu Kerajaan sesat/cacat,
terjadilah beberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian diangkat. Kemudian
setelah itu tegaklah padamu Khalifah atas Manhaj Nubuwwah (metode
Kenabian) yang mengamalkan sunnah Rasul di kalangan manusia. Islam akan
tersebar luas di muka bumi yang diridhai oleh penghuni langit dan bumi.......
(HR, Ahmad dan Tabrani)

Hadits di atas dengan gamblang menyatakan tentang syarat-syarat


sebuah kebangkitan dan kemenangan Islam yang meliputi manusia-manusia
unggul yaitu Nabi dan Khalifah, metode (manhaj) yaitu Manhaj Nubuwwat
dan priodeisasi sejarah Islam dengan masa-masanya.
Rumus ini sangat jelas pada peristiwa kebangkitan Islam pertama di
zaman Rasulullah saw. Kebangkitan Islam terjadi apabila Allah SWT
menurunkan ajaran Islam yang bersifat abadi berupa wahyu kepada utusan-
Nya, Muhammad Rasulullah, disamping ajaran ini, Allah telah menurunkan
metode (manhaj) dalam mengaplikasikan ajaran Islam kepada masyarakat
Makkah pada waktu itu. Rasulullah mengajarkan dan mengembangkan Islam
dengan metode (manhaj) sehingga lahirlah manusia-manusia unggul yang
menjadi pendukung gerakan kebangkitan Islam dan pada itu adalah waktunya
tepat, yaitu waktu yang telah dijanjikan Allah kepada Nabi-Nabi terdahulu
tentang akan terjadinya kebangkitan yang akan dipimpin oleh seorang Rasul
Allah. Itulah sebabnya, untuk mengawali gerakan kebangkitan kembali Islam
masalah pertama harus difahami adalah mengetahui karekteristik manusia-
manusia unggul yang dikehendaki Islam, metode/manhaj yang telah
mengantarkan generasi Islam terdahulu dalam mencapai kegemilangan, serta
waktu atau priodeisasi yang telah digariskan Allah terhadap Islam.
Mungkin banyak yang masih keliru dalam memahami priodeisasi
kebangkitan Islam yang dimaksudkan hadits di atas maka hal ini perlu
dijelaskan agar tidak menimbulkan salah faham. Priodeisasi kebangkitan dan
kemunduran Islam dimulai dengan bangkitnya Rasulullah saw sebagai Nabi dan
Rasul terakhir, masa ini dinyatakan sebagai masa Nubuwwat (Kenabian). Setelah
Rasulullah wafat, beliau digantikan oleh para Kholifah yang mendapat petunjuk
dan menegagakkan manhaj (metode) Nubuwwat. Setelah berakhirnya masa
pemerintahan Sayyidina Ali sebagai Khalifah terakhir sebagaimana disepakati
mayoritas ummah, masuklah masa pemerintahan dengan sistem Kerajaan
feodalis Muslim yang menerapkan sistem monarkhi absolut yang dipimpin
oleh Muawiyah bin Abi Sofyan dan diteruskan oleh keturunannya. Sistem
pemerintahan kerajaan feodalis Muslim ini berlangsung terus sambung
menyambung dengan pergantian dinasti demi dinasti sampai berakhirnya
sistem ini di Turki yang diberi lebel Khilifah Islamiyah. Sesudah itu tegaklah
sistem pemerintahan sesat (mulk al-Jabariyyan) yang mengadopsi sistem
penjajah sekuler yang memisahkan peranan agama dalam kehidupan duniawi,
baik yang berbentuk sosialisme-komonisme, demokrasi liberal ataupun
percampuran diantara keduanya yang menolak peranan wahyu dalam sistem
pemerintahannya. Ciri khas pemerintahan ini sangat memberikan kekuasaan
mutlak kepada rakyat dan apabila rakyat mayoritas menghendaki kerusakan
dan kemusyrikan, maka akan tegak kerusakan dan kemusyrikan di tengah-
tengah masyarakat. Setelah dunia dipenuhi oleh kezaliman dan kesesatan akibat
ditegakkanya sistem hidup sekuler akan tegak kembali sistem pemerintahan
Islam terakhir dibawah pimpinan seorang Khalifah adil dan bijaksana yang
menegakkan Manhaj Nubuwwat. dan akan mengantarkan dunia ini menuju
keadilan dan kemakmuran sejati selama yang diizinkan Allah.
Jadi untuk menilai sejauh mana keabsahan teori yang dikemukakan para
pemuka ummah, dapat dinilai dari produk manusia-manusia unggul yang
dihasilkan gerakannya, kemudian sejauh mana kesahihan metode/manhaj
mereka dengan manhaj Nubuwwat dan apakah waktunya tepat dengan yang
dijanjikan Allah SWT bagi sebuah kebangkitan Islam. Pada hakikatnya,
kebangkitan Islam, kehadiran manusia-manusia unggul, manhaj dan masa
kegemilangan Islam adalah diantara perkara-perkara yang telah ditetapkan
Allah untuk menguji sejauh mana amal kebajikan hamba-hamba-Nya dalam
menghadapi realitas kehidupannya. Apakah dengan kemenangan Islam lalu
mereka menjadi lalai dan lupa diri atau apakah dengan kemunduran dan
kekalahan Islam mereka akan menjadi putus asa.
Secara jujur dan ikhlas harus diakui bahwa kurang maksimalnya
keberhasilan para pemuka ummah terdahulu dalam membina dan membangun
kegemilangan Islam disebabkan oleh kerancuan mereka dalam memahami
esensi kebangkitan Islam. Kebangkitan yang harus ditopang oleh generasi-
generasi Muslim unggul yang lahir dari sistem pendidikan dan pembinaan
ajaran Islam dengan karakteristik khasnya, kemudian pada mereka ditegakkan
metode (manhaj) Islam yang akan diterapkan dalam kehidupan nyata
masyarakat, baik aspek spiritual ataupun intelektualnya. Dan terakhir masalah
waktu yang akan menentukan keberhasilan dan kegemilangan kebangkitan
kembali Islam. Jika sudah terdapat generasi Muslim unggul dan diterapkan
manhaj Islami, namun apabila waktu tidak mendukung, maka kebangkitan dan
kemenangan akan terjadi sesaat saja dan tidak mampu membangun dan
memimpin peradaban dunia sebagaimana dilakukan generasi Islam pertama.
Dalam hal ini, kasus Ikhwan al-Muslimun di Mesir adalah contoh yang
terbaik. Hasan al-Banna dengan kepemimpinannya yang kharismatis telah
menggabungkan metode Islami dengan jeniusnya serta didukung oleh pengikut-
pengikut setia sehingga mampu membuat gerakan yang besar dan ditakuti
musuh-musuhnya. Beliau mampu mengkombinasikan antara keilmuan Al-
Azhar dengan gerakan Pan-Islamisme al-Afghany sehingga menghantarkan
Ikhwan menjadi gerakan yang melahirkan generasi unggul pada dunia modern.
Namun faktor waktu yang dijanjikan tidak berfihak pada gerakan ini, sehingga
dengan mudah dapat dipatahkan musuh Islam. Walaupun mungkin ada yang
berpendapat bahwa kegagalan ikhwan akibat kelemahan sistem pembinaan atau
organisasinya. Namun pembunuhan Hasan al-Banna, pemimpin utama gerakan
yang masih berusia kurang dari 40 tahun adalah jawaban dari keragu-raguan ini.
Jika Allah mengizinkan Imam al-Syahid Hasan al-Banna hidup lebih lama,
karena Nabi Muhammadpun diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun, maka
dunia Islam pasti akan berwajah lain. Namun demikianlah taqdir Allah, generasi
Muslim terunggul abad ini harus meninggalkan perjuangan sucinya dengan
kematian suci pula. Setelah syahidnya Hasan al-Banna belum ada yang mampu
menggantikan kedudukan beliau dalam membina generasi Muslim unggul dan
mengaplikasikan metodenya dalam masyarakat modern. Pemimpin-pemimpin
penggantinya hanya mampu membangun gerakan-gerakan lokal atau sempalan
yang tidak dapat merubah keadaan masyarakat secara maksimal ataupun hanya
menjadi gerakan-gerakan intelektual yang hanya menyebarkan pengetahuan dan
pemikiran tanpa membangun gerakan jama’ah sebagaimana dilakukan Imam
Hasan al-Banna.
Demikian pula halnya dengan para pemuka ummah yang lainnya.
Mereka kurang maksimal keberhasilannya dalam mencetak generasi-generasi
Islam yang unggul ataupun dalam menerapkan manhaj sebagaimana yang
dikehendaki Islam sehingga mereka tidak pernah sampai pada kebangkitan
Islam sebenarnya. Apalagi jika mereka coba-coba mengadopsi metode-metode
lain yang diciptakan diluar sistem Islam dalam membina generasi Muslim, maka
kebangkitan Islam pasti akan semakin jauh dan ummah bertambah terbelakang,
Karena metode-metode selain metode Islami tidak mungkin akan melahirkan
generasi agung sebagaimana generasi Islam pertama, kecuali hanya melahirkan
generasi-generasi bingung yang tidak mengetahui arah tujuannya sebagaimana
keadaan generasi Muslim produk sistim pendidikan sekuler masa ini. Bahkan
metode Barat sekuler yang diterapkan pada sistem pendidikan kaum Muslimin
telah menjerumuskan mereka menjadi generasi yang bernama Islam namun
pemikiran dan tingkah lakunya tidak berbeda dengan orang sekuler yang
memisahkan agamanya dari kehidupan dunia.
Untuk mencapai kebangkitan dan kemenangan Islam yang sempurna
sebagaimana dijanjikan Allah, perlu dibangun dan dikembangkan sebuah model
gerakan Islam yang menjadi penyempurna dari gerakan-gerakan Islam
terdahulu dan yang akan menerapkan metode/manhaj sebagaimana yang
dikehendaki Islam. Gerakan Islam yang akan menerapkan kembali metode yang
telah diterapkan Rasulullah dalam mendidik dan membina generasi-generasi
agung terdahulu. Karena hanya metode inilah yang akan mengantarkan ummah
menuju kegemilangan kembali sebagai pemimpin peradaban dunia di masa
depan sebagimana dijanjikan dalam hadits yang telah dikemukakan terdahulu.

Hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah mengetahui dan
memahami hakikat metode/manhaj yang telah diterapkan Rasulullah dan para
khalifahnya, kemudian menerapkannya dalam kehidupan masyarakat masa kini,
sehinngga terbentuklah masyarakat ideal yang akan menegakkan keadilan dan
kemakmuran sejati sebagimana generasi Islam terdahulu dibawah pimpinan
Rasulullah dan para Khalifah yang mendapat petunjuk.
Maka tidak diragukan lagi bahwa menerapkan kembali manhaj (metode)
yang telah diterapkan Rasulullah dan para khalifahnya adalah satu-satunnya
jalan menuju kebangkitan dan kemenangan yang dijanjikan, kemenangan yang
akan menghantarkan kaum Muslimin menjadi pemuka-pemuka peradaban
dunia sebagaimana generasi Islam pertama terdahulu.

2. Pengertian Manhaj Nubuwwat

2.0. Pendahuluan
Tidak diragukan lagi bahwa kurang maksimalnya keberhasilan gerakan
Islam dewasa ini dalam mengarahkan ummah menuju kebangkitan dan
membangun kembali peradaban mereka bersumber dari kesalahfahaman mereka
dalam memahi hakikat ajaran Islam. Dan kesalahfahaman ini tidak lain
bersumber dari kerancuan sebagian mereka dalam memahami metode/manhaj
yang dikehendaki Islam. Akibat kerancuan ini, mereka telah mengadopsi
berbagai bentuk metode, baik dari Barat ataupun Timur yang digunakan untuk
menjelaskan dan memahami ajaran Islam dengan tujuan agar ummah bangkit
dari keterbelakangannya. Namun realitasnya, walaupun para cendikiawan yang
rancu ini telah menghabiskan waktu beberapa kurun, namun belum
mendatangkan hasil yang memuaskan yang ditandai dengan lahirnya generasi-
generasi Islam yang unggul dan ulung. Itulah sebabnya, untuk membangkitkan
ummah kembali, para cendikiawan Muslim harus menoleh ke belakang,
mengkaji lagi sejarah kegemilangan Islam dan mengenal pasti perkara-perkara
yang telah menjadikan generasi Islam terdahulu sebagai generasi terbaik.
Imam Malik RA telah menyatakan : Ummah ini tidak akan bangkit kembali,
kecuali dengan cara kebangkitannya terdahulu. Pendapat Imam besar Islam ini
adalah merupakan hasil pemikiran beliau yang mendalam berkat keluasan ilmu
yang dimilikinya. Ummah yang terbelakang dewasa ini, tidak mungkin akan
bangkit, kecuali dengan metode/manhaj yang telah ditempuh ummah terdahulu
yang telah membawa kegemilangan. Maka dengan demikian, jelaslah kunci
kemenangan terdapat pada generasi Islam pertama.
Kunci untuk memahami metode Islam yang akan mengantarkan ummah
menuju kemuliaan dan keagungan adalah memahami metode yang diterapkan
generasi Islam pertama. Metode/manhaj yang diterapkan generasi Islam
terahulu yang telah mengantarkan mereka menuju kegemilangan dan juga yang
akan mengantarkan generasi Islam sesudahnya menuju kegemilangan,
sebagaimana diterangkan hadits terdahulu, adalah manhaj Nubuwwat.
Maka dengan pengertian hadits di atas serta pendapat Imam Malik RA,
jika para pemimpin Islam ingin mengangkat kembali harkat dan martabat
ummah dari kehinaan dan keterbelakangannya masa ini, tidak ada jalan lain
kecuali dengan menegakkan kembali manhaj/metode yang telah dijalankan oleh
Rasulullah dan Para Sahabatnya terdahulu yang telah menghantarkan mereka
menuju kegemilangan dan kemenangan. Manhaj Nubuwwat (metode
Kenabiaan) harus difahami kembali dengan benar, kemudian dilaksanakan
dalam kehidupan sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Dengan
memahami karekteristiknya dengan pasti, kemudian mengaplikasikannya
bagian demi bagiannya pada kehidupan masyarakat Islam masa kini,
sebagaimana Rasulullah mengaplikasikannya kepada masyarakatnnya dahulu.
Kegagalan dalam memahami makna dan hakikat manhaj Nubuwwat
dalam kehidupan akan membawa dampak yang sangat buruk kepada ummah.
Karena mereka menganggap Islam tidak memiliki metode dalam menerapkan
ajarannya sehingga mereka leluasa mengadopsi metode-metode selainnya yang
justru akan mengakibatkan hilangnya nilai-nilai Ilahiyah yang terkandung
dalam ajaran Islam akibat campur tangan manusia. Sebagaimana yang terjadi
pada ummah masa ini, akibat campur tangan mereka yang terlalu jauh dalam
metode untuk memahami dan mengamalkan Islam, akhirnya Islam menjadi
ajaran statis yang hanya dipelajari sebagai pengetahun belaka, bukan sebagai
amalan yang diterapkan dalam kehidupan nyata sebagaimana yang telah
dilakukan generasi Islam pertama.
Manhaj Islam dengan syare’at Islam adalah dua perkara yang tidak dapat
dipisah-pisahkan satu dengan lainnya, karena keduanya adalah satu kesatuan
yang saling berhubungkait dan saling menyempurnakan. Jika syari’at Islam
diumpamakan seperti sebuah bangunan rumah yang indah dan megah, maka
manhaj Islam adalah tata cara (master plan) dalam membangun rumah tersebut.
Rumah tidak akan mungkin berdiri dengan megahnya tanpa dijelaskan dan
dirincikan bagaimana cara mendirikannya dengan sempurna sesuai dengan
petunjuk sang pemilik rumah. Bagaimanapun hebatnya seorang tukang pembuat
rumah, tidak mungkin dapat membangun rumah yang indah dan megah tanpa
mengetahui master plan rumah tersebut dengan segala rinciannya. Dari mana
mulai membangunnya, kemudian tahap demi tahapannya, modelnya,
arsitekturnya dan segala detil rumah tersebut yang rumit. Para tukang bangunan
pasti akan kebingungan setengah mati jika membangun rumah/gedung tanpa
master plan yang dikehendaki oleh pemilikinya. Bangunan rumah saja
memerlukan petunjuk pelaksanaan (master plan) dalam membangunnya,
apalagi syari’at Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dari
jiwanya yang tersembunyi, fisiknya, pemikirannya, hubungannya dengan
sesama makhluk dan dengan Penciptanya serta segala kekomplekan manusia
dengan kehidupannya di muka bumi ini. Itulah sebabnya Allah Yang Maha
Mengetahui sebagai Pencipta manusia dengan Kasih Sayang-Nya yang tidak
terhingga telah menurunkan petunjuk pelaksanaan (master plan) kepada
Rasulullah dalam membangun syari’at Islam agar manusia tidak kebingungan
dan tersesat dalam membangunnya. Petunjuk pelaksanaan dalam merealisasikan
syari’at Islam inilah yang dikenal dengan manhaj Islam atau manhaj Nubuwwat.
Maka dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa memahami manhaj
Islam adalah sama pentingnya dengan memahami syari’at Islam. Dengan
demikian, menegakkan manhaj Islam adalah sama pentingnya dengan
menegakkan syari’at Islam dalam kehidupan. Jika seorang Muslim tidak
memahami dan tidak menegakkan syari’at Islam dikatakan sebagai seorang yang
ingkar, maka demikian halnya jika mereka tidak menegakkan manhaj Islam
dalam kehidupannya. Itulah sebabnya, menegakkan manhaj Islam adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari pengamalan ajaran Islam secara total. Apalagi
manhaj Islam adalah kunci dalam menegakkan syari’at Islam, tanpa memahami
manhaj Islam dengan baik dan betul, tidak mungkin ditegakkan syari’at Islam
dengan sempurna. Menegakkan syari’at Islam adalah wajib hukumnya, dan para
ulama tidak berbeda pendapat dalam hal ini, maka menegakkan manhaj Islam
sebagai syarat mutlak tertegaknya syari’at Islam adalah wajib pula hukumnya
sebagimana disebutkan kaidah fiqh : Sesuatu yang wajib tidak tertegak kecuali
dengannya, maka ia menjadi wajib pula.

2.1. Pengertian Manhaj


Sesungguhnya Allah Maha pengasih lagi Maha Penyayang kepada
manusia yang telah diciptakan-Nya dan telah diberikan kepadanya amanah
sebagai khalifah (wakil) yang akan mengelola alam sesuai dengan kehendak-
Nya. Untuk menyempurnakan kasih sayang-Nya, Allah SWT telah menurunkan
kepada manusia pedoman hidup yang akan membimbingnnya menuju
keselamatan dan kemenangan. Pedoman hidup itu berbentuk syari’at dan
manhaj, sebagaimana disebutkan al-Qur’an :
..... tiap-tiap ummat telah Kami jadikan baginya syari’at dan
manhaj.......
( QS, al-Maidah : 48 )

Syari’at adalah undang-undang dan peraturan yang diturunkan Allah


SWT untuk mengatur kehidupan umat manusia agar tercipta keamanan,
kedamaian dan keadilan di muka bumi, yang meliputi hubungan antara
manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan seluruh
makhluk di alam raya ini. Sementara manhaj adalah tatacara atau metode dalam
melaksanakan syari’at tersebut di dalam kehidupan nyata secara sistimatis
sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Para Nabi terdahulu, baik Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS dan
lainnya masing-masing di utus Allah dengan membawa syari’at dan manhaj
yang sesuai dengan keadaan dan tingkatan masyarakat mereka. Syari’at mereka
adalah sama, yaitu untuk menegakkan Tauhid, keesaan Allah SWT dalam segala
aspek kehidupan dan menjauhi thoghut, tuhan-tuhan selain dari Allah SWT. 46

Masalah ini diterangkan beberapa ayat, diantaranya;


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan) “sembahlah Allah
saja dan jauhilah thaghut” (QS. al-Nahl : 36)
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, “bahwas-
anya tidak ada Ilah (Tuhan) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku. (QS. al-Anbiya’:25).
Katakanlah :”Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Robbku pada jalan yang lurus, yaitu dien yang benar, dien
Ibrahim yang lurus: dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Katakanlah :”Sesungguhnya solatku,
ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya: dan demikianlah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah. Katakanlah :”Apakah
aku akan mencari Rabb selain Allah, padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu”. (QS. al-An’am : 161-4).
Namun manhaj mereka berbeda, yaitu pelaksanaan syari’at dalah kehidupan
nyata mereka adalah berbeda menurut keadaan dan tingkatan masyarakat yang
dibimbingnnya. Maka manhaj yang turun kepada para Nabi dalam rangka
menegakkan tauhid ini juga berbeda. Sebagai contoh, Nabi Ibrahim AS
membawa tugas menegakkan tauhid, demikian pula halnya dengan Nabi
terakhir, Muhammad SAW, namun manhaj (tatacara) mereka melaksanakan
tauhid ini berbeda. Nabi Ibrahim AS tidak membawa perintah solat lima waktu,
puasa di bulan ramadhan dan lain-lain perintah Allah sebagaimana
diperintahkan kepada Nabi Muhammad, yang mana hal ini merupakan manhaj
(cara) mencapai syari’at mentauhidkan Allah SWT.
Para Nabi dan Rasul silih berganti diutus Allah dengan membawa syari’at
dan manhaj yang akan membimbing umat manusia menuju kehidupan ideal
dibawah pancaran keridhaan Allah. Apabila manusia menyimpang dan
melupakan syari’at dan manhaj para Nabi terdahulu, Allah SWT dengan kasih
sayang-Nya senantiasa mengutus kembali Nabi dan Rasul dengan membawa
syari’at dan manhajnya yang meluruskan, menggantikan atau menyempurnakan
syari’at dan manhaj terdahulu. Karena syari’at dan manhaj yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad adalah yang terakhir, maka ia harus sempurna,
menyeluruh, universal dan tidak ketinggalan zaman sampai akhir zaman.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan segala Kesempurnaan-Nya,
itulah sebabnya Dia menurunkan al-Dien al-Islam yang mengandung ajaran
sempurna dan lengkap dan membahas seluruh aspek kehidupan manusia
menurut tingkat pemikiran dan pengetahuannya sampai akhir zaman. Tidak ada
satu aspekpun kehidupan manusia yang terabaikan, syari’at dan manhajnya
tidak akan ketinggalan zaman, walaupun zaman datang silih berganti, karena
ajarannya diturunkan dalam bentuk global dan mengandung pokok-pokok
kehidupan manusia yang terpenting.
Dengan syari’at dan manhaj inilah Rasulullah membimbing bangsa Arab
Jahiliyah yang terpecah belah dan terbelakang dengan penuh ketekunan dengan
tahapan-tahapan pembinaannya yang khas. Kemudian sejarah membuktikan,
bagaimana bangsa Arab Jahiliyah itu tumbuh dan berkembang menjadi bangsa
besar dan utama serta kuat, memiliki wilayah kekuasaan yang luas,
menumbangkan penjajahan dan kezaliman super power Romawi dan Persia dan
menegakkan keadilan dan kemakmuran di seluruh wilayah kekuasaannya.
Semua keagungan dan keutamaan bangsa Arab itu adalah berkat syari’at dan
manhaj yang diturunklan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Demikian pula
sejarah telah membuktikan, generasi-generasi setelah mereka, walaupun tetap
memelihara dan menjalankan syari’at Allah, namun lalai melaksanakan
sepenuhnya manhaj yang menyertai syari’at Islam. Pada saat inilah awal
kemunduran kaum Muslimin, yaitu pada saat mereka mengganti manhaj Islam
dengan manhaj/metode selainnya dalam memahami dan mengamalkan al-Dien
al-Islam, baik yang bercorak filsafat, sufi, kalam ataupun fiqh. Akibatnya telah
lahir generasi-generasi yang berbeda dengan watak dan karakteristik generasi
Islam pertama. Walaupun mereka dapat menghasilkan perbendaharaan
pengetahuan yang menjulang tinggi, namun mereka tidak dapat menyamai
kesempurnaan generasi terdahulu yang dibina atas manhaj Nubuwwah, metode
yang diterapkan Rasulullah. Keadaan menjadi lebih buruk apabila pintu ijtihad
dinyatakan tertutup, karena Ijtihad merupakan salah satu cara dinamis manhaj
Islam yang akan mempertahankan keuniversalannya sampai akhir zaman.
Setiap penyimpangan atau campur tangan manusia di dalam manhaj ini,
bukannya menambah keunggulannya, namun semakin menghancurkannya,
menghilangkan keutamaan-keutamaan Ilahiyah yang terkandung didalamnya
yang telah disusun dengan amat sempurna oleh Maha Pencipta Alam. Itulah
sebabnya Islam melarang sejak awal penambahan-penambahan semacam ini
yang dikenal dengan bid’ah, bahkan Rasulullah menyatakan bahwa setiap
bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat dimasukkan ke dalam neraka (HR.
Bukhari Muslim). Ini jelas karena syari’at dan manhaj yang ada di dalam al-Dien
al-Islam telah sempurna; tidak memerlukan tambahan-tambahan ataupun
perubahan-perubahan. Setiap keputusan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-
Nya di dalam syari’at dan manhaj adalah mutlak, tidak dapat diubah, ditambah
dan diganti, karena ini di luar kemampuan dan pengetahuan manusia,
sebagaimana ditegaskan Allah dan Rasul-Nya :
Sesungguhnya tidak ada perkataan lain yang diucapkan orang-orang
Mukmin jika diseru agar mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam berhukum di
antara mereka, kecuali perkataan :”Kami mendengar dan kami mentaatinya”.
(QS, al-Nur : 51)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki Mukmin dan perempuan-perempuan
Mukmin, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu keputusan untuk
memilih selainnya dari urusan tersebut, dan barangsiapa yang durhaka kepada
Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.
(QS, al-Ahzab : 36)

Tidaklah beriman salah seorang diantara kamu sehingga dia mengikuti


apa-apa yang aku bawa padanya. (HR. Tirmizi)

Berpegang teguh kepada syari’at dan manhaj merupakan realisasi


ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya yang seringkali ditegaskan al-Qur’an dan
al-Hadits. Penyelewengan dari syari’at dan manhaj yang diajarkan Islam adalah
sama artinya dengan tidak mentaati Allah dan Rasul-Nya. Ini berarti
penentangan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang pasti akan mengakibatkan
kecelakaan dan kehinaan bagi siapa yang melakukannya.
Sejak generasi terdahulu sampai masa ini, sejak kaum Muslimin mening-
galkan manhaj Islam yang unik dan sempurna dalam melaksanakan syari’at Is-
lam, mereka belum pernah mengalami kecemerlangan sebagaimana generasi
awal, kecuali sekelompok kecil yang belum mampu merombak wajah dunia.
Padahal al-Qur’an dan al-Sunnah, sumber utama syari’at dan manhaj yang di-
gunakan generasi Muslim terdahulu masih tetap utuh di tangan kaum Muslimin
sampai hari ini. Namun mengapa mereka menjadi ummat yang terbelakang,
yang terbodoh, termiskin, teraniaya dan terendah kualitas SDM-nya diantara se-
luruh bangsa-bangsa dunia ? Mengapa mereka tidak mampu menjadi seperti
generasi-generasi Islam pertama yang merupakan ummat terbaik, termaju, terce-
merlang dan paling berkualitas serta menjadi mercusuar peradaban dunia ?
Jawabannya jelas, semua ini terjadi akibat terlalu banyak penyimpangan
dan campur tangan manusia di dalam manhaj Islam yang telah diturunkan Allah
SWT. Mereka telah mengubah, memisah-misahkan serta mengembangkan
manhaj Islam yang sempurna menjadi manhaj ala fiqh, manhaj ala filsafat,
manhaj ala kalam dan manhaj ala sufi. Mereka telah membangun manhaj-
manhaj baru yang dikatakannya sebagai pengembangan manhaj Islam, namun
pada hakikatnya mereka telah mengadopsi manhaj selain manhaj Islami
kemudian mengawinkannya dengan manhaj Ilahiyah yang akhirnya melahirkan
manhaj baru yang kadangkala tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan
nilai-nilai manhaj Islam. Manhaj Ilahiyah yang suci dan sempurna dicampur
aduk dengan manhaj rekaan manusia yang serba lemah dan kurang. Manhaj
Islam yang diterapkan Rasulullah dikawinkan dengan manhaj filsafat Yunani,
manhaj kerahiban Nashrani, manhaj akliyah Israiliyat dan manhaj-manhaj
manusiawi lainnya, sehingga manhaj Islam hilang terkubur di antara tumpukan
manhaj-manhaj manusiawi tersebut yang akhirnya menjadikannya sebagai
manhaj statis yang tertinggal di dalam teori-teori pengetahuan, baik dalam ilmu
Kalam, ilmu Tauhid, ilmu Filsafat, ilmu fiqh, ilmu tasawwuf dan lainnya. Sejak
itu tidak pernah lahir generasi-generasi Islam yang merombak tatanan dunia
sebagaimana generasi Islam pertama akibat ditinggalkannya manhaj Islam
dalam menegakkan syari’at Islam yang hakikatnya bertujuan untuk melahirkan
ummat terbaik.
Perkataan Manhaj sendiri berasal dari pangkal kata bahasa Arab yang
digunakan oleh Islam dengan pengertian yang lebih khusus daripada
pengertian-pengertian umum yang difahami masyarakat Arab pra Islam,
sebagaimana perkataan sholat, zakat, jihad, hajj dan sejenisnya. Jadi untuk
memahami pengertiannya secara tepat, harus dicari akar katanya dari sumber-
sumber ajaran Islam, seperti al-Qur’an, al-Hadits dan gramatika bahasa Arab.

2.1.1. Manhaj di al-Qur’an

Al-Qur’an menyebut perkataan manhaj dalam surat al-Maidah ayat 48;47


Dan Kami turunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepadamu dengan membawa
kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab terdahulu, sebagai penimbang atas
kitab-kiab itu. Maka berilah hukum kepada mereka menurut hukum yang telah
diturunkan Allah kepadamu. Janganlah kamu mengikuti kemauan mereka yang
menyeleweng dari kebenaran yang ada padamu. Tiap-tiap ummat telah kami
jadikan padanya syariat dan manhaj. Jikalau Allah menghendaki, maka Dia
dapat menjadikan kamu satu ummat saja, tetapi Dia mau menguji kamu tentang
apa yang telah diberikan-Nya.......
(QS. al-Maidah : 48)

Umumnya para Mufassirin seperti Ibnu Abbas48, Thabari49, Qurthubi50, al-


Qashimi51, al-
Radzi52, Ibnu Katsir53, al-Naisaburi,54 al-Alusyi55, Jalalayn56, Khazin57, al-
Baghawi58, al-Syaukani59, al-Nasafi60, al-Wahidi61, al-Qushairi62, al-Baidhawi63, al-
Zamakhsari64, al-Mudzkari65, Ibn Abi Hayyan66, Thantawi Jauhari67, al-
Thaba’-taba’i68, al-Sabzawari69, Jawad al-Mughniyah70, al-Shabuni71, al-Maraghi72,

al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz VI. (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm. 129-130
Ibnu Abbas, Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, (Teheran : Intatsorot Istiqlal, tt) hlm. 95
Thabari, Tafsir al-Thabari, Jil. 10 (Kaherah : Dar al-Maarif, tt) hlm. 384
Qurthubi, al-Jami’ al_Ahkam al-Qur’an, juz. 5 (Beirut : Dar Ihya’ al-Turats al-Arbi, 1965) hlm. 211.
Jamaluddin al-Qashimi, Mahasin al-Ta’wil,juz 6. (Beirut : Dar Ihya’ al-Kutub al-Arbi,1958) hlm.2017
al-Radzi, al-Tafsir al-Kabir, juz III,(Beirut : Dar Fiqr, 1878) hlm. 412-413
Ibnu Katsir,Tafsir al-Qur’an al-Adzim. juz II. (Kaherah: Dar al-Khairat, 1988) hlm.63
al-Naisaburi, Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, (Hulfa : M.Nashir al-Halbi, 1962) hlm. 107-108.
al-Alusyi al-Bagdadi, Ruh al-Ma’ani, juz V-VI (Beirut : Dar Ihya’ al-Turats al-Arbi, Thaba’ah Rabi’ah, 1985) hlm.153
al-Jalalayn, Tafsir Jalalayn, (Beirut : Dar Fiqr, 1981) hlm.102.
Khazin (Ibrahim al-Bagdadi), Tafsir al-Khazin, juz II (Beirut : Dar Fiqr, 1979) hlm.61
al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi, juz II, (Beirut : Dar Fiqr, 1979) hlm.61
al-Syaukani, Fath al-Qadir, jil.II (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.48
al-Nasafi, Tafsir al-Nasafi, jil.I (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.286
al-Wahidi, Marah labid Tafsit al-Nawawi, jil.I (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.207
al-Qushairi, Lataif al-Isyarah, Tafsir Shauf Kamil li al-Qur’an al-Karim, jil.I (Mesir : Markaz Tahqiq al-Turats,
Thabaah Tsaniyah, 1981) hlm.429.
al-Baidhawi, Tafsir Baidhawi, (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.152.
al-Zamakhsari, al-Khasysyaf, jil I, (Beirut : Dar al-Ma’rifah, tt) hlm.618
al-Mudzkari, Tafsir al-Mudzkari, jil.III, (Pakistan : Masjid Ruud, 1982)hlm.123
Ibn Abi Hayyan, Tafsir al-Bahr al-Muhith, juz III (Beirut : Dar Fiqr, Thaba’ah Tsaniyah, 1988) hlm.102
Thanthawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim, juz II (Teheran : Intasyarat Aatab, Thaba’ah Tsaniyah, 1350 H)
hlm.190
al-Thaba’thaba’i, al-Mizan, jil V,(Beirut : Muassasah al-A’lami, Thaba’ah Tsaniyah, 1974) hlm.351
al-Sabzawari, al-Jadid fi Tafsir al-Qur’an al-Majid, juz III (Beirut : Dar al-Ta’aruf li al-Batba’ah, 1982)hlm.476
Jawad al-Mughniyah, al-Tafsir al-Kasysyaf, jil III (Beirut : Dar Ilm li al-Maliyin, thaba’ah tsaditsah, 1980) hlm.67
al-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, jil.I (Beirut : Dar al-Qur’an al-Karim,tt) hlm.346
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz. VI (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.129-130
Abduh73, Sayyid Qutb74, Said Hawwa75 dan lainnya mengartikan manhaj sebagai
thariqan wadhihan (jalan yang terang benderang) atau sabilan (jalan).
Di antara mereka ada pula yang menukilkan pendapat bahwa manhaj satu
makna dengan syari’at, di mana manhaj berfungsi sebagai penguat (taukid) dari
kata syari’at yang mendahuluinya, sebagaimana dinukilkan al-Alusyi dan
Khazin.76 al-Thabari menyebutkan bahwa ada perbedaan di antara para
Mufassirin dalam mengartikan li kulli min kum (pada tiap-tiap kamu). Ada yang
mengartikan kum (kamu) dengan arti seluruh umat manusia dari zaman dahulu
telah diturunkan kepada mereka syari’at dan manhaj, namun ada yang
mengartikannya sebagai ummat Nabi Muhammad saja.77
Namun dalam hal ini, sebagaimana dikemukakan Khazin, jika dilihat
konteks ayatnya secara menyeluruh, maka jelaslah ayat tersebut membahas
tentang ummat terdahulu dengan disebut-kannya kitab-kitab terdahulu mereka
dan juga kalimat “dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia dapat menjadikan
kamu satu ummat saja”. Maka yang lebih kuat pendapat yang mengartikan kum
sebagai seluruh ummat manusia sebagaimana difahami jumhur Mufassirin.78
Di antara para Mufassirin, pendapat yang dinukilkan Khazin berkaitan
erat dengan pembahasan di sini, yaitu ketika beliau memberikan penjelasan
lebih lanjut perbedaan antara syari’at dan manhaj dalam menyanggah mereka
yang berpendapat keduanya memiliki persamaan makna sama. Khazin
menukilkan :
Dan telah berkata yang terakhir, di antara keduanya (syari’at dan
manhaj) jauh berbeda, yaitu sesungguhnya syari’at adalah apa yang
diperintahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, sedangkan manhaj
jalan terang dalam merealisasikan syari’at tersebut.79

Demikian pula pendapat al-Radzi dan al-Maraghi.80


Menurut pendapat terakhir ini, maka jelaslah maksud perkataan manhaj
pada ayat di atas menunjukkan pengertian kepada manhaj dalam merealisasikan
syari’at yang diturunkan Allah SWT. Pengertian ini diperkuat pula dengan
pendapat beberapa Mufassirin yang disebutkan terdahulu yang mengartikan
manhaj sebagai jalan terang benderang (thariqon wadhihan) dalam
merealisasikan syari’at. Maka dengan demikian beberapa pendapat para
Mufassirin ini dapat dihubungkaitkan dan saling menguatkan dengan
Abduh, M, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Asyakir bi Tafsir al-Manar, juz.VI, (Beirut : Dar Ma’rifah, tt) hlm.312-313
Sayyid Qutb, Fi Zilal al-Qur’an, juz II. (Jeddah : Dar Ilm li al-Thaba’ah, Thaba’ah al-Tsaniyah asyarah, 1987)
hlm.901-902
Said Hawa, al-Asas fi al-Tafsir, juz.III, (Kaherah : Dar Salam, 1985)hlm.1397.
al-Alusyi,op.cit. hlm.153. Khazin, op.cit,hlm.61
al-Thabari, op.cit. hlm.384.
lihat, Khazin, op.cit, hlm.61. al-Radzi, op.cit. hlm.412-413. al-Maraghi, op.cit. hlm.129-130.
Khazin,op.cit. hlm.61
al-Radzi, op.cit. hlm. 413. al-Maraghi, op.cit. hlm.130.
kesimpulan bahwa pengertian manhaj adalah thariq/sabil
(jalan/tatacara/kaedah/metode) dalam merealisasikan syari’at Allah.
2.1.2. Manhaj di Hadits Rasulullah

Ada beberapa hadits Rasulullah SAW yang menggunakan perkataan


manhaj ini. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari Khuzaifah al-
Yaman, yang berkata bahwa Rasulullah telah bersabda :
Tegaklah pada kamu zaman Nubuwwah (Kenabian) sampai beberapa masa
yang dikehendaki Allah, maka terjadilah ia, kemudian diangkat. Kemudian
tegaklah sesudah itu pada kamu zaman Khalifah atas Manhaj Nubuwwat, maka
terjadilah ia padamu beberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian di angkat.
Kemudian tegaklah pada kamu Kerajaan feodal yang menggigit maka terjadilah ia
padamu beberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian diangkat. Kemudian
tegaklah sesudah itu kerajaan sesat yang menyimpang, terjadilah ia beberapa lama
yang dikehendaki Allah, kemudian diangkat. Kemudian setelah itu tegaklah
padamu Khalifah atas Manhaj Nubuwwat yang mengamalkan sunnah Rasul di
kalangan manusia. Islam akan tersebar luas di muka bumi yang diridhai oleh
penghuni langit dan bumi.......
(HR, Ahmad dan Tabrani)

Manhaj Nubuwwat di dalam hadits ini diartikan sebagai cara-cara yang


ditempuh oleh Rasulullah SAW dalam melaksanakan seluruh aspek ajaran
Islam, baik dari segi sosial, ekonomi, politik dan lainnya. Hal ini sama dengan
pengertian hadits :
Kemudian datanglah setelahmu seorang lelaki yang berjalan di atas
manhajmu.
(HR, Ahmad)
Maka dengan demikian, perkataan manhaj dalam hadits-hadits yang
digunakan oleh Rasulullah SAW mengandung pengertian sebagai jalan, cara,
metode, jejak dan sejenisnya.

2.1.3. Manhaj Menurut Bahasa Arab

Ibnu Manzhur dalam Lisan al-Arab menukilkan :

Manhaj berasal dari pangkal kata “nahjun” yang diartikan sebagai


“thariq bayyinun wadhihun” (jalan yang jelas terang benderang). Jama’nya
“nahjaatun wa nuhujun wa nuhu-jun. “Thariqun nahjatun” atau “sabilun
manhajun” sama artinya “wadhihuhu” (meneranginya). Manhaj dengan Minhaj
adalah sama artinya “wadhaha wastabaana wa syara nahjan wadhihan bayyinan
(dijelaskan, diterangi, diterangi dengan jelas). Dan al-Manhaj/al-Minhaj artinya
“al-Thariqan al-wadhihan” (jalan yang terang benderang/ tata cara yang jelas).81

Demikian pula halnya para ahli bahasa Arab lainnya mengartikan


manhaj sebagai thariqan wadhihan (jalan yang terang. Di antara mereka adalah
Imam al-Radzi82, Fairuzzabadi83, Ibnu Faris84, al-Jauhari 85, Farid Wajdi86, dan
lain-lainnya87.
Sementara Abd. al-Fattah Hadhar mengartikan manhaj sebagai :
Seni penyusunan yang bernas (sahih) untuk merumuskan susunan
pemikiran-pemikiran yang bijaksana.88

Menurut beberapa penjelasan terdahulu, maka dengan demikian dapat


disimpulkan bahwa pengertian manhaj menurut al-Qur’an, al-Hadits ataupun
bahasa Arab adalah mengandung maksud sebagai tata cara, kaedah, jalan dalam
merealisasikan sesuatu.

2.2. Pengertian Manhaj Nubuwwat

Perkataan Nubuwwat sendiri dalam bahasa Arab secara global


mengandung pengertian sebagai kenabian, dalam kontek hadits di atas dan untuk
selanjutnya berarti sebagai kenabian yang diberikan kepada Muhammad
Rasulullah. Maka dengan demikian manhaj Nubuwwat mengandung pengertian
sebagai jalan/cara/tatacara/ metode yang telah diterapkan oleh Rasulullah
ataupun para shahabat dalam merealisasikan syari’at Islam dalam kehidupan
mereka, baik pada pribadi, keluarga, masyarakat, pemerintahan, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan lainnya. Manhaj ini sendiri telah
ditetapkan dan diajarkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad melalui urutan-
urutan wahyu yang diterimanya, berawal dari wahyu yang turun di gua Hira’
sampai wahyu terakhir yang turun ketika perjalanan pulang Rasulullah dari
menunaikan haji terakahir (haji wada’). Dengan demikian manhaj Nubuwwat
adalah manhaj Ilahi yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad
bersamaan dengan diturunkannya syari’at Islam ke muka bumi. Sebagaimana
para Nabi terdahulu yang membawa syari’at dari Allah senantiasa diturunkan

Ibn. Manzhur, Lisan al-Arab, juz II (Beirut : Dar Shadr, tt) hlm.383.
Imam al-Radzi, Mukhtasar al-Shihah, (Beirut : Dar Fiqr, 1981) hlm.881
Fairuzzabadi, al-Qamus al-Muhith,jil. I (Beirut : Dar Fiqr, 1978) hlm.210
Ibnu Faris, Mu’jam Muqayis al-Lughah, tahqiq Abd. al-Salam Harun, (Beirut : Dar Fiqr, tt)
Ismail al-Jauhari, al-Shihah, Taj al-Lughah wa Shihah al-Arabiyah, (Mesir : Dar al-Kitab, tt) hlm.346
Farid Wajdi, Dairah Maarif al-Qur’an Isyruun, (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm. 380
lihat misalnya : S. Ahmad Ridha, Mu’jam Matan al-Lughah, jil V, (Beirut : Dar Fiqr, 1960) hlm.557. Dr. Ibrahim
Anis, al-Mu’jam al-Washith, juz II, (Mesir : Idarah Ihya’ al-Turats al-Islami, tt) hlm.957.
Abd. al-Fattah Hadhar, Azimah al-Bahs althami fi al-Alim al-Arbi. (Riyadh : Ma’had al-Idarah al-Ammah, 1981)
hlm.12
bersamanya manhaj sebagai pedoman dan petunjuk dalam melaksanakan
syari’at bagi para pengikutnya sebagimana dinyatakan al-Qur’an:
.......sesungguhnya pada tiap-tiap ummat telah Kami jadikan padanya
syari’at dan manhaj......
(al-Maidah : 48)

Syari’at Islam yang bersumber dari wahyu mengandung ajaran-ajaran


sempurna, membahas seluruh aspek kehidupan manusia, dari masalah-masalah
pribadi sampai kemasyarakatan dengan teori-teori suci yang dibawakannya
secara global, karena kekomplekannya inilah mutlak diperlukan pedoman nyata
dalam pelaksanaannya. Dapat dibayangkan, bagaimana jadinya jika Allah hanya
menurunkan syari’at saja tanpa pedoman pelaksanaannya, dari mana
mengawali pengamalan ajarannya yang sangat komplek itu yang pasti akan
membingungkan para pengikutnya karena tidak mengetahui susunan
sistimatikanya. Maka pedoman pelaksanaan syari’at Islam inilah yang
dimaksudkan dengan manhaj Islam yang didalam hadits terdahulu disebut
sebagai manhaj Nubuwwat yang mengandung pengertian sama.
Manhaj Nubuwwat adalah pedoman yang diturunkan Allah kepada
Rasulullah untuk menjelaskan dari mana harus mengawali penerapan ajaran-
ajaran Islam yang luas dan kompleks, tingkatan-tingkatan pelaksanaannya,
sistimatikanya, susunannya, bagian-bagiannya, awalnya hingga akhirnya dan
masalah-masalah lainnya yang menyangkut realisasi syari’at Islam di muka
bumi. Karena al-Qur’an, sumber utama syari’at Islam diturunkan Allah
sebagaimana pendapat jumhur ulama, secara utuh 30 juz dari sidrat al-Muntaha
ke sama’ al-Dunya (langit dunia), dan dari sinilah turun berangsur-angsur ke
bumi sesuai kondisi dan keperluan pengikut-pengiku Islam yang dididik
Rasulullah pada masa itu. Syari’at Islam tidak diturunkan secara sekaligus
kepada Rasulullah dan para pengikutnya, tetapi bagian demi bagian dengan
maksud yang jelas dan terang agar syari’at tersebut dapat dilaksanakan secara
tahap demi tahap sehingga terwujud keseluruhannya dalam kehidupan.
Allah Maha Mengetahui, jika syari’at Islam diturunkan langsung
seluruhnya secara sempurna, tidak mungkin masyarakat dapat menerapkannya
sekaligus dalam satu waktu dan serta merta dalam kehidupannya. Karena
syari’at Islam yang agung ini memang memerlukan waktu panjang untuk
merealisasikannya dalam kehidupan nyata sebagimana Rasulullahpun
memerlukan waktu 23 tahun untuk menyempurnakan penerapannya pada para
pengikutnya. Jika syari’at Islam diturunkan sekaligus. mereka pasti akan
mengalami kebingungan demi kebingungan, sebagaimana bingungnya
masyarakat Islam dewasa ini yang telah mendapatkan syari’at Islam sudah
sempurna, namun tidak mengetahui bagaimana harus mengaplikasikannya
dalam kehidupan nyata sehingga mereka mencoba-coba untuk membuat
berbagai bentuk metode aplikasi sendiri yang akhirnya menambah kebingungan
dan keterbelakangan mereka akibat kegagalan demi kegagalan dalam
menerapkan ajaran Islam. Rasulullah dan para shahabat berhasil menjadi
manusia-manusia unggul yang mencapai kemenangan karena telah dibimbing
Allah dalam merealisasikan ajaran Islam dengan manhaj yang diturunkan
menyertai syari’at. Untuk mencegah kebingungan dan kesesatan pengikutnya
inilah, syari’at Islam turun secara beransur-ansur dengan bagian-bagian
materinya yang merupakan manhaj Islam:
Dan al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan beransur-ansur agar
kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian.
(al-Isra’ : 106)

Berkatalah orang-orang yang kafir :”Mengapa al-Qur’an itu tidak


diturunkan kepadanya sekali turun saja ?”. demikianlah supaya Kami
memperkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya bagian demi bagian.
(al-Furqan : 32)

Maka dengan demikian jelaslah bahwa manhaj Nubuwwat adalah


pedoman yang terang benderang dalam mewujudkan syari’at dari alam
teori/konsepsi menuju alam nyata pada kehidupan umat manusia. Atas
perintah Allah, metode/manhaj inilah yang telah diterapkan Rasulullah dan
para shahabat dalam menegakkan syari’at Islam dalam diri, keluarga,
masyarakat dan segala aspek kehidupan mereka sehingga menghantarkan
mereka menjadi manusia-manusia unggul yang telah membangun peradaban
baru dunia yang berdasarkan pada keagungan ajaran Islam. Mereka memahami
benar cara menerapkan syari’at Islam ke alam nyata kehidupan mereka, dari
mana mengawalinya dengan tingkat-tingkat, bagian-bagian dan sistimatika
materinya sehingga menjadi pribadi-pribadi yang tertegak padanya ajaran
Islam. Jika diandaikan syari’at seperti sebuah bangunan, maka Rasulullah benar-
benar memahami master plan bagunan tersebut, benar-benar mengetahui
bagaimana cara mewujudkannya dalam kenyataan sehingga menjadi sebuah
bangunan yang indah dan megah. Rasulullah telah membangun bangunan Islam
dengan indah dan megahnya pada pribadi-pribadi para pengikutnya sesuai
dengan petunjuk Sang Pemilik bangunan Islam, sehingga mereka mendapat
julukan sebagai ummat terbaik sepanjang zaman. Rasulullah dan para shahabat
tidak pernah berpaling dari manhaj yang telah digariskan Allah, tidak pernah
timbul keinginan mereka untuk mengadopsi metode-metode yang lain, karena
mereka yakin seyakinnya bahwa metode yang mereka terapkan adalah metode
terbaik yang diajarkan oleh Sang Pencipta manusia. Metode siapakah yang lebih
baik daripada metode yang telah ditetapkan Sang Pencipta Yang Maha
Mengetahui kepada ciptaan-Nya ?
Dengan binaan metode ini, para pengikut Rasulullah bagaikan prajurit-
prajurit yang amat taat kepada jendralnya, melaksanakan dengan penuh
ketundukan apapun juga yang diperintahkan kepada mereka. Mereka tidak
akan meminta tambahan perintah sebelum perintah terdahulu mereka amalkan
dalam kehidupan. Mereka sangat yakin bahwa syari’at dengan metodenya yang
diberikan Allah kepada mereka dalam metode terbaik dan tersempurna serta
terunggul, karena diturunkan dari Yang Maha Mutlak Pengetahuan-Nya.
Mereka merasa bangga karena Allah berkenan berhubungan langsung dengan
mereka melalui wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan tidak ada
kemuliaan tertinggi bagi mereka yang melebihi karunia ini. Sang Pencipta alam
raya berkenan berhubungan dengan mereka lalu mengajarkan hal-hal terbaik
demi kebaikan dan kesempurnaan mereka. Allah telah berkenan mengatur
mereka secara langsung dengan manhaj-Nya yang telah mengantarkan mereka
sebagai generasi-generasi agung.
Namun berbeda halnya dengan generasi-generasi sesudah mereka yang
melalaikan manhaj Nubuwwat yang unik ini. Walaupun syari’at Islam beserta
sumber utamanya, al-Qur’an dan al-Sunnah, yang diturunkan kepada generasi
terdahulu masih tetap utuh di tangan mereka, namun mereka tidak dapat
mencapai taraf keagungan sebagaimana generasi terdahulu. Bahkan sejarah
membuktikan mereka adalah generasi yang menyimpang dari jalan generasi
para pendahulu mereka. Mereka menggunakan kekuasaan untuk kepentingan
pribadi dan keluarganya, menindas penegak-penegak keadilan sejati karena
kepentingan duniawi bahkan membunuh sebagian shahabat yang telah
membela Rasulullah dan keluarganya. Dan mereka telah melakukan berbagai
bentuk penyimpangan yang tidak pernah dikenal generasi Islam terdahulu. Hal
ini tejadi karena mereka tidak menerapkan syari’at Islam menurut manhajnya
sebagaimana Rasulullah dan para shahabat yang telah mengikuti semua
tingkatannya dengan cemerlang. Generasi ini telah mengadopsi metode-metode
asing ke dalam Islam yang akan menghasilkan generasi-generasi yang
kualitasnya jauh dibawah standar Islam yang menghendaki generasi-generasi
unggul yang berjiwa khalifafatullah dan hamba Allah. Mereka telah
memperlakukan Islam sebagai obyek pengetahuan yang diulas panjang lebar
dengan perincian-perinciannya yang rumit seperti model pembahasan ala
filsafat, sehingga menghasilkan pemahaman asing terhadap metode Islam yang
pada akhirnya akan menghasilkan generasi-generasi yang asing pula pada
pemahaman Islam. Keadaan ini telah menimpa generasi Islam pasca shahabat
yang akhirnya mendatangkan kemunduran bagi kaum Muslimin. Itulah
sebabnya, manhaj Islam harus tetap diterapkan agar menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan syari’at Islam. Memisahkan keduanya sama artinya dengan
memisahkan bangunan dengan master plan yang sangat diperlukan dalam
pembangunan sebuah bangunan. Syari’at Islam hanya dapat ditegakkan dengan
manhaj yang diturunkan bersamanya, bukan dengan manhaj selainnya.

III. Aplikasi Manhaj Nubuwwat Di Zaman Rasulullah saw

Seluruh aspek kehidupan Nabi Muhammad saw, baik perbuatannya,


keputusannya, diamnya, marahnya, kasihnya, pemikirannya dan lainnya tidak
terlepas dari wahyu Allah yang diturunkan kepadanya. Jika beliau tersalah
dalam satu perkara, maka wahyu akan turun kepadanya yang akan meluruskan
kesalahannya. Beliau benar-benar terkontrol dalam lingkungan wahyu Allah,
sebagaimana ditegaskan al-Qur’an :
Dan tiadalah perkataannya itu dari kehendaknya sendiri, melainkan
wahyu Allah yang diwahyukan kepadanya. (QS al-Najm : 2)
Demikian pula masyarakat yang dibina Rasulullah saw tidak terlepas dari
kontrol wahyu Allah. Segala tindak tanduk masyarakat senantiasa mendapat
sorotan Allah SWT. Jika terjadi penyimpangan-penyimpangan maka wahyu
akan turun untuk meluruskannya, mengajarkan pada mereka nilai-nilai idial
sebuah masyarakat utama. Perhatian besar yang diberikan Allah kepada
masyarakat saat itu tidak lain karena masyarakat ini hendak dijadikan
masyarakat percontohan sepanjang masa, yang akan ditauladani oleh manusia
sampai hari penghabisan kelak. Itulah sebabnya masyarakat ini harus benar-
benar menggambarkan kehendak Allah SWT, menggambarkan sebuah
masyarakat idial yang berdasarkan pada wahyu Allah dan Rasulullah dan
masyarakatnya benar-benar berhasil dalam menerapkan kehendak-kehendak
Allah kepada diri mereka sehingga dijuluki sebagai umat terbaik.
Zaman Rasulullah adalah sebaik-baik zaman, zaman yang diberkahi dan
dirahmati, karena pada zaman ini telah terjadi hubungan langsung antara langit
tertinggi dengan bumi, antara Pencipta alam raya dengan ciptaan, antara Allah
Yang Maha Tinggi dengan manusia. Pada zaman ini, dan untuk yang terakhir
kalinya, Allah SWT berkenan berhubungan langsung dengan makhluknya,
manusia di bumi melalui perantaraan wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad. Seakan-akan Allah berbicara langsung kepada manusia tentang
kehidupan mereka, menjelaskan panduan yang akan mengatur kehidupan
mereka, memerintahkan yang terbaik dan mencegah yang buruk bagi mereka,
menyelesaikan problematika ataupun perselisihan diantara mereka dan lain-lain
masalah yang menyangkut kehidupan mereka di muka bumi ini.
Masa 23 tahun, masa turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad
adalah masa percontohan sepanjang masa. Masa yang telah melahirkan
manusia-manusia agung, generasi-generasi terbaik umat manusia yang
dilahirkan untuk memberikan teladan kepada seluruh umat manusia sampai
hari penghabisan kelak, sebagaimana ditegaskan al-Qur’an :
Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk seluruh umat manusia.
(QS. Ali Imron : 110)

Dengan kesempurnaan pengetahuan-Nya, pada masa ini Allah berkenan


mengatur langsung kehidupan manusia, membimbing mereka menuju
kemenangan dan kejayaan, melalui perantaraan wahyu-Nya yang disampaikan
Jibril AS kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad saw.Menurunkan peraturan-
peraturan hidup yang nyata dan langsung diamalkan masyarakat. Allah
langsung berkomonikasi dengan mereka. Segala permasalahan mereka, mereka
langsung mengadukannya kepada Allah, dan Allah berkenan menjawab serte
menyelesaikan permasalahan-permasalahan mereka melalui wahyu kepada
utusan-Nya. Jika mereka menghadapi permasalahan yang tidak dapat
diselesaikan, maka merekapun menengadahkan muka ke langit, mengadu
kepada Allah agar diselesaikan permasalahan mereka. Al-Qur’an telah
menggambarkannya ketika kaum Muslimin memohon agar kiblat di masjid al-
Aqsho Yerusalem dipindahkan ke Masjid al-Haram di Makkah, kemudian Allah
menjawab dengan firmannya :
Sesungguhnya Kami telah melihat engkau menengadahkan mukamu ke
langit, lalu Kami hadapkan mukamu ke arah Kiblat yang engkau sukai. (QS. al-
Baqarah: 144)89
Demikian pula ketika seorang wanita bernama Khaulah binti Tsa’labah
yang telah didzihar oleh suaminya Aus bin Tsamit. Ia mengadukan halnya
kepada Rasulullah, namun Rasulullah belum mendapat hukumnya dari Allah.
Maka iapun mengadukannya langsung kepada Allah, dan Allahpun berkenan
menjawab pengaduan wanita malang tersebut dengan mewahyukan kepada
Nabi dengan firman-Nya :
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan seorang wanita yang
membantah engkau perihal suaminya dan mengadukan halnya kepada Allah.
Allah mendengar soal jawab antara keduanya. (QS. al-Mujadilah : 1)90

Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul,(Mesir : Dar al-Tahrir,tt) Jil. I hlm. 33. Lihat juga, Naisabury, Asbab al-
Nuzul,(Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1986) hlm. 23
Suyuthi,op.cit, II/324, Naisabury,op.cit, hlm.231
Dan masih banyak ayat-ayat serupa yang menjawab persoalan
masyarakat yang timbul saat itu, sehingga masyarakat benar-benar merasa
terkontrol wahyu, mereka merasa benar-benar berhubungan langsung dengan
Allah yang telah berkenan mengatur kehidupan mereka secara langsung. Dan
Nabi Muhammadpun jika mendapat pertanyaan tentang suatu permasalahan
masyarakat, beliau tidak menjawabnya terburu-buru, sebelum datang wahyu
kepadanya yang menerangkan permasalahan itu. Setelah turun wahyu kepada
beliau, barulah menyampaikannya kepada masyarakat. Jika wahyu tidak turun
maka beliaupun memutuskan menurut pendapatnya, namun tetap di bawah
kontrol wahyu. Jika pendapat Nabi tersalah, maka akan turun wahyu yang akan
mengoreksi pendapatnya, seperti kasus ketika beliau mengharamkan madu
untuk dirinya demi menyenangkan istri-istri beliau, maka turunlah ayat :
Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah telah
halalkan bagimu karena kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu ?. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Tahrim : 1)91
Ataupun kasus ketika Rasulullah memutuskan untuk menerima tebusan
dari tawanan perang Badr, beliau ditegur Allah :
Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda
duniawiyah sedangkan Allah menghendaki akhirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (QS, al-Anfal : 67)92

Demikian pula halnya, Allah SWT melalui wahyu-Nya kepada Nabi


seringkali mengomentari kejadian-kejadian yang timbul di masyarakat masa itu.
Apakah membenarkan suatu kejadian, mengkoreksinya ataupun membuat
peraturan-peraturan baru. Sebagai contoh adalah kasus perkawinan Zaid bin
Haritsah, anak angkat Rasulullah dengan Zainab al-Zahsy, Allah SWT
mengomentarinya :
Dan ingatlah ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu juga telah memberi nikmat kepadanya
:”Tahanlah terus istrimu dan bertaqwalah kepada Allah”. sedang kamu
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan
kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu
takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan
bagi orang-orang mukmin untuk mengawini istri-istri anak angkat mereka,

Suyuthi,op.cit. II/345, Naisabury,op.cit. hlm.274


Suyuthi,op.cit. I/160, Naisabury, op.cit. hlm. 136-137
apabila anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan
adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. ( QS. al-Ahzab : 37)93

Ataupun kasus wanita-wanita beriman dari Makkah yang berhijrah ke


Madinah, Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
wanita-wanita beriman, maka hendaklah kamu uji keimanan mereka, Allah lebih
mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa
mereka benar-benar beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada
(suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu
dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah
kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan
kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah
mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah
yang ditetapkan-Nya di antara kamu. dan Allah maha Mengetahui dan maha
Bijaksana.(QS,al-Mumtahanah : 10)94

Dan masih banyak lagi kasus-kasus sejenis, di mana Allah mengomentari


dan memberikan pelajaran kepada masyarakat saat itu tentang yang terbaik bagi
mereka. Karena dekatnya hubungan antara langit dan bumi pada masa itu,
masyarakat Islam sangat berhati-hati dalam melaksanakan kehidupan mereka
karena takut mendapat teguran langsung dari Allah yang akan diabadikan
kisahnya di dalam al-Qur’an dan dampaknya mereka berlomba-lomba
melakukan kebajikan agar mendapat tempat disisi Allah.
Dari beberapa kenyataan di atas, maka jelaslah bahwa pada masa ini
sumber segala tingkah laku masyarakat hanya bersumber dari wahyu Allah
semata yang disampaikan Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Segala bentuk
pemikiran, amalan, peraturan dan lainnya bersumber langsung dari Allah SWT.
Jika masyarakat berbuat sesuai kehendak Allah, akan turun wahyu yang
membenarkannya atau akan didiamkan berjalan apa adanya. Namun jika
bertentangan dengan kehendak Allah, akan turun wahyu mengenainya yang
akan meluruskannya. Seakan-akan seluruh aspek kehidupan manusia di zaman
ini tidak terlepas sedikitpun dari wahyu Allah, dan Allahpun senantiasa
menyeru masyarakat agar mengikuti wahyu yang diturunkan-Nya, sebagaimana
ditegaskan al-Qur’an:

Suyuthi,op.cit. II/261.

Suyuthi, op.cit,II/333. Naisabury,op.cit. hlm.241


Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah
kamu mengikuti pimpinan-pimpinan selain-Nya. (QS, al-A’raf : 3)

Demikian pula halnya ketika Rasulullah melihat Umar bin Khattab


memegang lembaran Taurat, beliau bersabda :
”Demi Allah, seandainya Nabi Musa hidup dikalangan kamu sekarang, ia
mesti mengikuti apa yang aku bawa” (HR. al-Hafidz Abu Ya’la dari Jabir).

Aplikasi Manhaj Nubuwwah Masa Kini

Dari beberapa penjelesan di atas, maka tidak diragukan bagi seorang Muslim
agar mereka menerapkan Manhaj Nubuwwah dalam seluruh aspek kehidupan
mereka kapan dan dimanapun, karena hanya jalan ini yang dapat menghant-
arkan mereka menuju kemenangan, baik dunia maupun akhirat kelak. Bahkan
lebih jauh penerapan Manhaj Nubuwwah (metode Nabawi) adalah perintah
agama yang wajib dilaksanakan, sebagaimana wajibnya menjalankan syari’at Is-
lam, karena ayat yang membicarakan masalah manhaj (metode) ini bersamaan
dengan syari’at.
Bagi mereka yang mengganggap dirinya kaum modern atau yang sudah terbius
oleh pemikiran sesat Barat, pasti akan menolak pendapat ini dengan alasan
mana mungkin metode yang diturunkan untuk masyarakat terbelakang,
masyarakat onta jahili lima belas abad lalu dapat diaplikasikan di tengah-tengah
dunia modern, abad informasi yang telah mengalami kemajuan pengetahuan
dan teknologi ini. Karena mereka beranggapan bahwa metode yang dibawa al-
Qur’an hanya sesuai untuk sekumpulan masyarat Badui terbelakang seperti
zaman Rasulullah dan tidak mungkin mampu menjawab tantangan zaman yang
serba komplek ini.
Pemikiran-pemikiran sesat seperti ini perlu diluruskan. Bahwa al-Qur’an dengan
perbendaharaan Ilahiyah yang terkandung di dalamnya, baik syari’at, manhaj,
peradaban, moral, qishah, hukum dan lainnya diturunkan Allah, Sang Pencipta
Manusia, Yang Maha Mengetahui dengan pasti segala karakteristik manusia
yang diciptakan-Nya, baik dahulu, sekarang dan yang akan datang. Sementara
manusia, sepanjang sejarahnya adalah sama karakteristiknya, manusia yang
dianugrahi hati, nafsu dan aqal, yang berbeda adalah pengetahuan dan
peradabana serta produk keduanya, tergantung dari kemajuan yang
diperolehnya. Maka yang dibentuk al-Qur’an adalah karakteristik manusia, agar
mereka menjadi manusia-manusia unggul, sepanjang masa, baik dahulu,
sekarang dan akan datang, unggul dalam spiritualitas maupun
intelektualitasnya. Manusia-manusia unggul inilah, yang dengan pengetahuan
yang diperolehnya akan membangun peradaban baru dunia berdasarkan ajaran
Islam.
Maka dengan demikian, al-Qur’an bukan hanya sebuah khazanah intelektual
belaka, namun al-Qur’an dengan manhajnya menghendaki para pemeluknya
agar melaksanakan, mengamalkan al-Qur’an dalam kehidupannya sehari-hari
sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah dan Para Shohabat, sehingga
mereka menjadi al-Qur’an yang hidup dan berjalan. Jadi al-Qur’an bukan hanya
menjadi bahan bacaan ataupun diskusi saja, namun lebih jauh dari itu, al-Qur’an
menjadi pengamalan sehari-hari. Dengan mengamalkan al-Qur’an sebagaimana
yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, maka tidak diragukan lagi akan
terbentuk manusia unggul, dan manusia unggul ini akan membentuk keluarga
unggul yang akhirnya akan menjadi masyarakat unggul yang melaksanakan al-
Qur’an.
Manhaj Nubuwwah yang telah diterapkan Rasulullah dalam membangun
masyarakat Islam pertama dapat diterapkan dimana dan kapanpun. Karena al-
Qur’an diturunkan Allah dengan bahasa yang mudah agar dapat dimengerti
oleh manusia dan dapat dilaksanakan. Demikian pula kandungan ajarannya
dengan tahapan-tahapannya diatur sedemikian mudahnya agar dapat meresap
dalam diri manusia. Pada hakikatnya, sebagaimana ditegaskan al-Qur’an sendiri
bahwa ia diturunkan dengan ringan dan mudah agar dapat dilaksanakan
pengikutnya. Yang menjadikannya susah dan rumit adalah ketika dibahas,
diterjemahkan, ditafsirkan dan sejenisnya dengan berbagai pendekatan
peradaban manusia, sebagaimana yang dilakukan para cendekiawan muslim
abad pertengahan. Bahkan akhirnya maksud utama al-Qur’an sebagai pedoman
hidup yang mudah, terlupakan akibat keasyikan membahas kandungan
khazanah peradaban di dalamnya. Padahal yang utama adalah bagaimana agar
al-Qur’an menjadi pedoman hidup lebih dahulu, setelah berurat berakar dalam
diri seseorang, maka secara otomatis al-Qur’an dengan perbendaharaan
Ilahiyahnya akan memberikan khazanah intelektualitas kepada para
pengamalnya sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dengan hidupnya
al-Qur’an dalam diri seseorang, maka ia akan menjadi penggerak utama yang
akan mengarahkannya menjadi manusia unggul dalam arti sebenarnya. Karena
al-Qur’an dengan seluruh doktrinya sangat anti dengan keterbelakangan,
kebodohon, ketertinggalan dan sejenisnya. Bahkan lebih jauh doktrin al-Qur’an
memerintahkan pengikutnya agar menguasai dan menakluki alam raya, dan
manusia tidak mungkin sebagai penakluk tanpa adanya “sulthon” atau power,
baik berupa pengetahuan, teknologi dan produk peradaban lainnya. Generasi
Islam awal adalah contoh terbaik masalah ini. Dengan semangat yang diberikan
al-Qur’an, mereka menjadi manusia-manusia agung yang menjadi mata rantai
peradaban dunia.
Namun masalahnya, bagaimana cara mengaplikasikan manhaj ini ditengah
kebingungan dan kerancuan kaum muslimin masa ini dengan berbagai bentuk
produk pemikiran mereka dengan segala pendekatannya ? Akankah kaum
muslimin membentuk masyarakat terasing yang menjauhkan diri dengan
peradaban modern lalu kemudian menerapkan al-Qur’an sehingga terbentuklah
masyarakat Qur’ani sebagaimana yang telah dilakukan sebagaian jama’ah
Islam ? Apakah cara-cara seperti ini efektif dalam membangkitkan kaum
muslimin yang bercita-cita sebagai pemimpin peradaban baru dunia ? Bukankan
beberapa eksperimen yang dilakukan gerakan Islam yang memisahkan diri
dengan dunia modern dan produknya mendatangkan banyak mudharat bagi
mereka ? Dan beberapa pertanyaan-pertanyaan kunci lainnya yang senantiasa
diajukan mereka yang apatis dengan pendapat ini.
Rasulullah, dengan manhaj Qur’ani yang dibawanya, tetap berinteraksi dengan
masyarakat jahili Makkah, bahkan mereka dijadikan sebagai kelompok sasaran
dakwah dan penerapan al-Qur’an. Dalam manhaj ini, harus dimulai dengan
sekelompok muslim yang sadar, yang menggantikan peranan Rasulullah sebagai
penterjemah al-Qur’an dalam dunia mereka. Kelompok ini, sebagaimana
Rasulullah, membina diri dengan ajaran-ajaran mulia al-Qur’an dengan kata
lainnya menjadikan diri mereka sebagai al-Qur’an yang hidup dan berjalan,
kemudian tidak meninggalkan masyarakat jahili, namun berinteraksi
dengannya, membuktikan diri bahwa semangat al-Qur’an dengan
perbendaharaan Ilahiyahnya mampu merubah manusia yang jahil menjadi
manusia unggul. Pribadi-pribadi contoh inilah yang terus diperbanyak
jumlahnya agar mereka dapat menjadi kelompok baru yang menentukan.
Dengan berkembangnya teknologi informasi, semangat Qur’ani ini dapat
disebarkan dengan mudah ke seluruh penjuru dunia, misalnya menggunakan
teknologi internet dan sejenisnya. Maka dengan demikian, difinisi masyarakat
bukan hanya terbatas dalam sebuah lingkungan tempat saja sebagaimana
difahami selama ini, namun dengan perkembangan teknologi yang
memudahkan interaksi mereka kapanpun, masyarakat Qur’ani yang bercita-cita
menegakkan ajaran-ajaran universal Qur’ani dapat berada di mana saja
dibelahan bumi ini, tanpa harus berkumpul dalam sebuah lingkungan. Namun
yang terpenting mereka memiliki kesamaan pemahaman, cita-cita dan tujuan
sebagai masyarakat Qur’ani.
Pribadi-pribadi pelopor ini dibina berdasarkan materi-materi al-Qur’an, sesuai
dengan tingkat pemahaman dan keimanannya, sebagaimana yang dicontohkan
Rasulullah. Penanaman aqidah dan keimanan dan pelaksanaan ibadah adalah
yang utama. Adapun keinginan mereka untuk mengislamisasikan pengetahuan
dan teknologi dapat dilaksanakan setelah mereka benar-benar yakin dengan
kadar keislaman mereka sendiri. Yang perlu dipertegas disini, bahwa manhaj
Nabawi menuntut pengamalan seseorang terhadap nilai-nilai al-Qur’an dan
bukan hanya pengetahuannya saja. Apalah artinya mengetahui ajaran Islam
dengan seluruh detilnya yang rumit, namun tidak diamalkan sebagai petunjuk
hidup, seperti yang dilakukan para orientalis Barat yang hanya meneliti Islam
hanya sebagai sebuah khazanah intelektual belaka.
Dengan diterapkan ajaran-ajaran al-Qur’an yang mudah tersebut dalam
kehidupan nyata sesuai dengan susunannya, maka tidak diragukan lagi akan
lahir generasi Qur’ani yang akan menjadi pelopor kebangkitan Islam
sebagaimana yang dicita-cita kaum muslimin. Dan hanya dengan manhaj inilah
Islam dan pengikutnya dapap bangkit kembali sebagaimana telah dibuktikan
Rasulullah dan para shahabatnya, dan bukan dengan cara-cara selainnya,
apapun bentuk dan namanya, yang akhirnya akan senantiasa menimbulkan
kerancuan demi kerancuan pada generasi Islam yang sudah terbelakang ini.
Hanya manhaj Nabawi yang terkandung dalam al-Qur’an saja yang dapat
melahirkan manusia agung yang akan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam……
IV.
JIHAD FI SABILILLAH
A. Pendahuluan
Ada sebagian orang yang salah pengertian, bahkan beranggapan buruk
terhadap jihad yang diserukan Islam sebagai salah satu fondamen utama
ajarannya. Jika terdengar olehnya perkataan jihad langsung terbayang
dibenaknya gambaran tentang tentara bersorban dengan jenggot panjang yang
memanggul senjata lengkap, bermuka garang, bertampang teroris ekstrimis yang
siap membunuh semua orang yang dikatakannya kafir, musyrik ataupun musuh
yang harus dibantai. Kemudian dengan suara lantang mereka mengobarkan
perang suci melawan musuh-musuh mereka, terjadilah peperangan, membunuh
atau terbunuh, membantai manusia dengan sadis. Meruntuhkan bangunan,
merusak tanaman dan pohon, membinasakan binatang ternak, membakar sawah
ladang dan kehancuran peradaban yang telah dibina. Akhirnya terjadilah
kemusnahan, kehancuran, kekacauan, darah mengalir, jerit tangis anak-anak
kehilangan ayah, istri-istri kehilangan suami, ibu-ibu kehilangan anak. Menawan
dan memperbudak yang lemah dan kalah, merampas semua harta benda dan
kemerdekaannya. Memaksakan kehendaknya dengan senjata yang siap
mencabut nyawa. Anggapannya terus berlanjut di hiasi beraneka ragam
kebengisan dan kesadisan. Pada akhirnya, orang yang salah pengertian dan
beranggapan buruk ini, mengambil kesimpulan jihad adalah ajaran bengis,
sadistis dan merusak, ajaran Arab Badui tidak beradab yang dikekalkan Islam.
Dan ia mengakhiri segala anggapan sesatnya dengan ucapan : “ Islam disiarkan
dengan pedang, paksaan dan ancaman tentera-tentera Badui kejam yang tidak bermoral
“. dan mereka mulai menyerukan anggapan sesatnya ke seluruh dunia dengan
suara sekeras-kerasnya. Bila perlu menjadikan seluruh manusia benci terhadap
jihad yang berarti benci terhadap Islam, yang menurut mereka sebagai ajaran
yang menimbulkan fanatisme, ekstriminisme, radikalisme, fundamenlisme dan
seribu satu ajaran sesat sejenisnya yang tidak berdasar. Bahkan ada dikalangan
kaum muslimin yang terpengaruh dengan seruan sesat para penyeru ini, yang
hakikatnya adalah musuh-musuh Islam, sehingga mereka sanggup menapikan
atau meninggalkan ajaran jihad yang telah disyareatkan Islam dan menjadi
fondamen ajarannya. Mereka telah menyelewengkan pengertian jihad sehingga
Islam hanya menjadi ajaran yang statis, jumud dan terbelakang.95
Disamping itu ada pula yang beranggapan jihad adalah menjauhi dunia dengan
segala kenikmatannya, mengekang kehendak hawa nafsu, pergi beruzlah ke
hutan dan gunung mencari ketenangan hidup di kesunyian. Pergi berjalan dari
satu tempat ke tempat lain dengan tiada tujuan yang jelas. Meniru bentuk
kehidupan para rahib dan petapa yang anti segala bentuk perhiasan dunia.
Akhirnya ia berkesimpulan jihad melawan hawa nafsu adalah jihad besar,
sementara memerangi musuh-musuh Allah yang memerangi dan
menghancurkan Islam dan ummatnya dengan berbagai cara adalah jihad kecil,
dengan pengertiannya ini kemudian ia menyatakan : Islam agama damai yang
tidak pernah mengajarkan permusuhan, perkelahian apalagi peperangan !!!. Akibat
pemahaman salah ini musuh-musuh Islam semakin berani dan agresif dalam
memerangi Islam dan pengikutnya, akhirnya kaum Muslimin hanya menerima
pembantaian-pembantaian tanpa perlawanan sehingga mereka menjadi terhina
dan terbelakang.96
Jihad tidak selamanya tepat jika diartikan hanya sebatas perang bersenjata
sahaja, demikian pula tidak tepatnya jika diartikan hanya melawan hawa nafsu
sahaja. Jika jihad diartikan sebatas ini saja, maka jelas hal ini mempersempit
ajaran yang terkandung padanya dan menghilangkan hakikat mulia dan suci
yang terkandung didalamnya.

B. Pengertian Jihad

Untuk memahami pengertian jihad secara mendalam dan agar sesuai dengan
kehendak dan perintah disyari’atkannya, maka perlu dikaji dari pengertiannya
menurut bahasa Arab, al-Qur’an, al-Sunnah dan juga pendapat para Ulama dan
Cendikiawan Islam.

What Is Islam ?,Islam, Islam, The Life of Mahomet, Ayat al-Jihad fi alQur’an al-Karim,
The Mystics of Islam,Al-Ta’aruf li Madzabi Ahl al-Tashawwuf, The Sufi Orders in Islam, Tasawwuf dan Perkembangannya
Dalam Islam,
a. Pengertian Jihad Menurut Bahasa Arab

Untuk memastikan pengertian jihad dari segi bahasa, berasal dari rumpun kata
mana atau berasal dari bahasa mana, perlu diadakan pengkajian. Dalam hal ini ,
Shaikh Dzakir al- Qasimy menulis :
Tidak diragukan lagi, sesungguhnya perkataan jihad adalah perkataan /
peristilahan Islami yang khusus digunakan setelah kedatangan Islam dan
belum dikenal pada masa jahiliyah. Perkataan ini tidak terdapat dalam
syair-syair jahiliyah (Arab kuno), baik yang lampau ataupun yang baru,
baik yang semakna ataupun yang menyerupainya. Maka dengan demiki-
an tidak diragukan lagi bahwasanya perkataan jihad adalah perkataan
yang berhubungan dengan urusan diny (agama). Datang bersamaan
dengan datangnya Islam, sebagaimana perkataan sholat, Zakat dan lain-
lainnya yang tidak terdapat dalam perkataan jahiliyah. Hanya
dikhususkan untuk peristilahan dalam Islam dengan makna / pengertian
yang khusus pula, tidak serupa dengan makna kalimat lainnya.97

Jika ditelah daripada akar katanya menurut bahasa Arab, maka jihad berasal dari
akar kata jahada – yajhadu – jahdan / juhdan, yang diartikan sebagai al-Toqoh, al-
Mashaqqah dan mubalaqah yaitu kesungguhan, kekuataan dan kelapangan.
Adapun jihad berkedudukan sebagai masdar (kata benda) daripada jahada, yaitu
bab faa’ala daripada jahada diatas dan diartikan sebagai : berusaha menghabiskan
segala daya kekuatan baik berupa perkataan dan perbuatan.98
Dari segi bahasa Arab, secara garis besarnya, jihad dapat pula diartikan sebagai :
penyeruan (al-dakwah) , menyuruh kepada yang makruf dan mencegah
kemungkaran (amar makruf nahi mungkar), penyerangan (ghozwah), pembunuhan
(qital), peperangan (harb), penaklukan (siyar), menahan hawa nafsu (jihad al-Nafs)
dan lain yang semakna dengannya ataupun mendekati.99
Namun demikian, jihad tidaklah identik hanya dengan satu pengertian saja.
Misalnya jihad hanya diartikan sebagai peperangan bersenjata saja, tidak ada
makna lain, ataupun hanya menahan hawa nafsu saja. Jelas ini menyempitkan
makna suci dan luas yang terkandung dalam jihad. Jadi jelas jihad tidaklah
identik hanya dengan satu pengertian saja.100
Untuk lebih menjelaskan permasalahan ini, akan diibaratkan dengan perkataan
Arab Islami, seperti sholat. Didalam al-Qur’an ataupun al-Hadist , sholat
diartikan dengan perkataan qiyam (berdiri), misalnya dalam menyebut qiyamul-
Al-Jihad wa al-Huquq al-Dauliyah al-Ammah fi al-Islam,
Lisan al-Arab,
Al-Jihad Sabiluna,
op.cit.
lail (sholat malam). Disamping itu shalat juga diartikan sebagai ruku’, sujud, du’a,
dzikir dan lainnya. Dengan pengertian ini, jika ada yang mengatakan sholat
adalah identik dengan qiyam (berdiri) saja, maka jelaslah ia salah dalam hal ini,
dan akan ditertawakan anak kecil. Karena semua orang tahu, bahwa berdiri
(qiyam), adalah salah satu syarat/cara dalam sholat dan sholat bukan hanya
berdiri.
Maka dari pengertian dan pemahaman tersebut, jihad adalah kata-kata Islami
yang mengandung pengertian luas, dapat diartikan sebagai perang, dakwah dan
sejenisnya dan tidak tepat jika hanya diartikan dengan salah satu pengertian
saja, sebagaimana diterangkan diatas. Dalam bahasa Indonesia/Melayu,
perkataan yang hampir menyamai perkataan jihad adalah kata perjuangan karena
sifatnya yang umum dan mengandung pengertian yang luas, seluas pengertian
dan keumuman makna jihad.
b. Pengertian Jihad Menurut al-Qur’an

Kata jihad di dalam al-Qur’an mengandung beberapa pengertian menurut


urutan turunnya ayat. Ada yang berarti penyeruan (dakwah), pemaksaan,
peperangan dan lainnya. Diantaranya ada yang menggunakan fi sabilillah dan
tidak. Untuk lebih memperjelas pengertiannya, disini akan dikemukakan
beberapa contoh.
1. Surat al-Furqon ayat 52.

Maka janganlah kamu mengikuti kaum kafir dan berjihadlah dengan mereka
menggunakan ini (al-Qur’an) sebesar-besar jihad…
Sehubungan pengertian ini, Ibnu Qayyim menulis :
Dan tidak diragukan lagi bahwa perintah jihad mutlak datang selepas hijrah.
Adapun jihad hujjah (jihad keterangan) diperintahkan-Nnya di Mekkah dengan
firman-Nya : Maka janganlah kamu mengikuti kaum kafir dan berjihadlah
dengan mereka menggunakan ini (al-Qur’an) sebesar-besar jihad. Inilah surat
makiyah, dan jihad didalamnya adalah jihad tabligh dan jihad hujjah .101
Maka jelaslah arti jihad pada ayat ini adalah menyampaikan hujjah kepada
orang-orang yang ingkar, ataupun berdiskusi dengannya menggunakan dalil-
dalil pasti yang akan membuat mereka yakin dengan kebenaran Islam. Jihad
dalam pengertian ini semakna dengan perkataan dakwah atau seruan ke jalan
Islam.

2. Surat al- Ankabut ayat 69

Zaad al-Maad,
Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhoan Kami, niscaya benar-nenar
akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami.

Perkataan jihad pada ayat diatas mengandung pengertian bersungguh-sungguh


melaksanakannya dengan penuh ketabahan dan kesabaran untuk mendapatkan
ridho Allah di jalan-Nya.

3. Surat al-Ankabut ayat 8

Dan jika mereka berdua berjihad kepadamu untuk menyekutukan-Ku dengan sesuatu
yang tidak ada pengetahuan mu tentangnya, maka janganlah kamu mentaati keduanya.

Perkataan jihad pada ayat diatas mengandungi pengertian memaksa dengan


penuh kesungguhan untuk mengikutinya ataupun memerintahkan dengan
paksa yang sungguh-sungguh.

4. Surat al-Ankabut ayat 6

Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya ia hanyalah berjihad untuk
dirinya.

Perkataan jihad pada ayat diatas bermaksud bekerja keras, mengeluarkan


seluruh kemampuan yang ada padanya untuk mendapatkan apa yang
diinginkan.

5. Surat al- Taubah ayat 41

Berangkatlah baik dalam keadaan ringan ataupun berat dan berjihadlah dengan harta
dan jiwamu dijalan Allah, karena yang demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahui.

Perkataan jihad dalam ayat di atas mengandung pengertian peperangan, yaitu


memerangi orang-orang ingkar dengan menggunakan senjata agar mereka
takhluk dibawah kekuasaan Islam. Arti jihad seperti pada ayat inilah yang selalu
diartikan kebanyakan orang untuk kata jihad.

Dari beberapa ayat diatas, maka jelaslah bahwa di dalam al-Qur’an jihad tidak
hanya digunakan untuk satu pengertian sahaja, namun digunakan untuk
beberapa pengertian yang mengandung makna sebagai tabligh, dakwah,
pemaksaan, kesungguhan ataupun peperangan.

Disamping itu ada pula ulama yang berpendapat : Jika jihad menggunakan
tambahan kalimat fi sabilillah sesudahnya maka ia tidak mengandung pengertian lain
kecuali berperang menggunakan senjata. Namun jika tidak menggunakan kalimat fi
sabilillah setelahnya dapat diartikan selain daripada berperang, baik sebagai dakwah
ataupun menahan hawa nafsu.102

c. Pengertian Jihad Menurut al-Sunnah

Di dalam hadits-haditsnya, Rasulullah SAW juga menggunakan beberapa


pengertian terhadap jihad , diantaranya :

1. Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas’ud.

Tiada seorang Nabipun yang di utus Allah pada umat sebelumku kecuali ada pada
mereka diantara umatnya orang-orang Hawary (pengikut setia) dan sahabat-sahabat
yang mengambil sunnahnya dan berpegang teguh pada perintahnya, kemudian
datanglah sesudah mereka beberapa generasi yang mengatakan apa yang mereka tidak
lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Barangsiapa yang berjihad atas
mereka dengan tangannya maka ia adalah orang mukmin dan barang siapa yang
berjihad atas mereka dengan lisannya maka ia adalah orang mukmin dan barang siapa
yang berjihad diatas mereka dengan hatinya maka ia adalah orang mukmin. Dan tidak
ada selain itu daripada iman sebesar biji sawipun.

Jihad menggunakan tangan maksudnya adalah peperangan menggunakan


senjata, jihad menggunakan lisan maksudnya adalah seruan dan peringatan
(dakwah), sedangkan jihad menggunakan hati maksudnya berdiam diri karena
tidak mampu merubahnya.

2. Hadits yang diriwayatkan Bukhori-Muslim daripada Ibnu Abbas.

Tidak ada hijrah sesudah futuh (kemenangan) Makkah, kecuali jihad dan niyat .

Jihad dalam hadit ini berarti peperangan melawan musuh-musuh.

3. Hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmizy dari Abu Said al-Khudri.
Muqaddimah, Zaad al-ma’ad,
Seutama-utama jihad adalah mengatakan kalimat hak dihadapan penguasa kejam yang
mungkar.

Jihad dalam hadits tersebut mengandung pengertian seruan dan peringatan


dengan ajaran Islam agar mereka kembali kepada Islam dan meninggalkan
kemungkaran.

4. Hadith yang diriwayatkan Bukhori- Muslim dari Abdullah bin Umar.

Telah datang seorang pemuda kepada Rasulullah SAW untuk minta izin agar
diperbolehkan ikut berjihad, maka Rasulullah bersabda : Apakah kedua orang tuamu
masih hidup ? Pemuda tadi menjawab : ya, maka Rasulullah SAW bersabda : Tetaplah
kamu kepada keduanya dan berjihadlah pada mereka.

5. Hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Aishah RA.

Aishah bertanya kepada Rasulullah SAW adakah kewajiban atas wanita untuk berjihad.
Rasulullah SAW bersabda : ya, Jihad untuk wanita bukannya peperangan menghadapi
musuh, tetapi haji dan umrah.

6. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ghozali daripada Abu Dzar al-Ghifari

Telah berkata Abu Bakar ra : Ya Rasulullah, adakah jihad selain membunuh orang
Musyrik ? Rasulullah menjawab : Benar wahai Abu Bakar. Sesungguhnya bagi Allah
Ta’ala ada mujahid-mujahid ( pejuang-pejuang ) di bumi yang lebih utama daripada
orang mati syahid. Mereka hidup mendapat rizki berjalan dibumi. Allah membanggakan
mereka kepada para malaikat-Nya di langit dan di syurga dihias untuk mereka seperti
berhiasnya Ummu Salamah kepada Rasulullah SAW. Maka berkata Abu Bakar :
Siapakah mereka ?. Nabi SAW menjawab : Mereka adalah orang yang menyuruh
kebaikan dan melarang kemungkaran dan orang yang cinta karena Allah dan benci
karena Allah…

Jihad disini diartikan sebagai amar makruf nahi mungkar, yaitu menyuruh
kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.

Dengan demikian, menurut beberapa hadits diatas, jelas menunjukkan bahwa


jihad tidak selamanya tepat diartikan sebatas satu pengertian seperti peperangan
bersenjata saja, namun meliputi segala bentuk kebajikan yang diridhoi Allah
seperti disebutkan beberapa hadits di atas.

d. Pengertian Jihad Menurut Para Ulama dan Cendekiawan Muslim

Para Ulama dan Intelektual Islam mempunyai beberapa pendapat dalam


mengartikan Jihad, diantaranya ;

1. Imam Mazhab yang empat berpendapat :

Jihad adalah berperang menggunakan senjata dan membantu orang-orang yang


berperang.103
2. Ibnu Rush berpendapat :
Maka sesungguhnya kalimat jihad fi sabilillah jika digunakan maka tidak ada
makna lain yang tepat, kecuali berjihad terhadap orang-orang kafir dengan
pedang sehingga mereka memeluk Islam atau mereka membayar jizyah (pajak)
dengan tangan-tangan mereka sedang mereka adalah hina.104

3. Ibn. Jarir menulis :


Jihad menurut bahasa berarti bersusah-susah, sedangkan menurut syara’
mengandung pengertian : berpayah-payah mengeluarkan kemampuan dalam
memerangi orang-orang yang ingkar.105

4. Ibn. Human dan al- Bajury menulis :


Jihad bermakna berperang di jalan Allah.106

5. Ibn. Manzur menulis :


Jihad adalah berusaha dan menghabiskan segala daya kekuatan secara
maksimal, baik berupa perkataan ataupun perbuatan.107

6. Ulama Hanafiah dalam Majmu’ al-Anhar :


Jihad menurut bahasa adalah menggunakan sesuatu secara maksimal baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Sedangkan menurut Syara’ adalah
memerangi orang-orang kafir, memenggal kepala mereka, mengambil

Ibara wa Bashair,
Muqaddimah,
Fath al-Bari’,
Fath al-Qadir,
Tafsir al-Bajury,
Lisan al-Arab,
harta mereka dan meruntuhkan tempat ibadah serta sesembahan mereka
guna menegakkan Islam.108

7. Ibn. Taimiyyah menulis :


Jihad itu hakikatnya ialah berusaha bersungguh-sungguh untuk
menghasilkan sesuatu yang diridhoi Allah daripada keimanan, amal saleh
dan menolak sesuatu yang dimurkai Allah dari kekufuran, kefasikan dan
kedurhakaan.109

8. al- Sharbiny menulis :


Jihad adalah peperangan di jalan Allah dengan hukum-hukum yang ber-
sangkut paut diantara hukumnya.110

9. Abul A’la al-Maududi menulis :


Pengertian jihad yang mendekati kebenaran adalah mencetuskan keker-
asan daya

upaya seseorang dalam mewujudkan suatu niyat.111

10. Abul Hasan al- Nadwi menulis :


Jihad berarti mencurahkan seluruh daya upaya dalam batas-batas mak-
simal di dalam mengejar tujuan pokok dan terpenting.112

11. Sayyid Sabiq menulis :


Jihad berasal dari kata al-juhd yaitu upaya dan kesusahan. Artinya melu-
angkan segala dan berupaya sekuat tenaga serta menanggung segala ke-
susahan di dalam memerangi musuh dan menahan serangannya.113

12. Munawar Khalil menulis :

Jihad ialah bersungguh-sungguh mencurahkan segenap kekuataan untuk


membinasakan orang-orang kafir, termasuk juga berjihad melawan hawa
nafsu dan terhadap syaiton dan pendurhaka.114

Risalah Jihad,
Majmu’ al-Fatawa,
al-Iqna’,
Syari’at Islam fi al-Jihad,
Mazha Khosiral al-Alami..,
Fiqh al-Sunnah,
Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad,
e. Pembahasan Pengertian Jihad

Menurut pengertian-pengertian di atas, baik menurut pengertian dari bahasa


Arab, al-Qur’an, al-Sunnah dan pendapat para Ulama dan cendikiawan Muslim,
maka dapat disimpulkan bahwa pengertian jihad pada dasarnya adalah
pengerahan maksimal seluruh daya upaya seseorang secara bersungguh-sung-
guh untuk menghancurkan dan mencegah timbulnya segala bentuk kesesatan,
kemungkaran ataupun kezaliman yang di buat oleh musuh-musuh yang ber-
wujud manusia-manusia ingkar, syaithan yang menyesatkan maupun hawa
nafsu. Pelaksanaannya boleh jadi berbentuk penahanan hawa nafsu berbuat
maksiat, peringatan-peringatan kepada manusia, mengeluarkan harta benda,
memberikan fasilitas-fasilitas keperluan mujahiddin bahkan sampai kepada
peperangan menggunakan persenjataan jika hal ini merupakan alternatif terbaik
untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan Islam, yaitu tertegaknya keadilan, ke-
damaian dan kemakmuran bagi umat manusia. Karena Islam diturunkan sebagai
rahmat kepada seluruh umat manusia. Jika untuk menyebarkan rahmat yang
akan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kehancuran diperlukan peper-
angan bersenjata sebagai jalan terbaik, maka tidak ada alasan untuk menolak
jalan ini, yang memang diperintahkan pelaksanaannya jika sudah terpenuhi
syaratnya.
Anggapan jihad sebagai perang suci adalah benar, sebagaimana diketahui salah
satu arti jihad adalah peperangan tadi. Kenapa pengertian jihad sebagai peper-
angan menggunakan senjata senantiasa menimbulkan kontraversi, menimbulkan
ketakutan dan kecemasan bahkan pengertian ini banyak ditolak terutama oleh
mereka yang beraliran moderat. Apakah pengertian ini telah menimbulkan keru-
sakan dan kehancuran di muka bumi ? Bahkan fakta sejarah menyatakan lain.
Sekiranya Rasulullah dan para Shahabatnya tidak melaksanakan perintah jihad
dalam artian perang bersenjata ini ketika peperangan Badar dengan kafir dan
musyrikin Makkah saat itu, mungkin agama Islam tidak akan berkembang pesat
ke seluruh dunia. Semangat jihad memerangi kaum yang sesat inilah yang telah
menjadikan Islam tersebar dan sekaligus membangun peradaban baru dunia
yang menjadi mata rantai peradaban klasik Yunani dengan peradaban Barat
modern saat ini. Semangat inilah yang telah menjadikan mereka sebagai pen-
guasa-penguasa yang membangun dunia baru berdasarkan Islam. Peperangan-
lah yang telah membuat Eropa bangkit menjadi manusia modern, terutama per-
ang Salib. Dan kaum Muslimin mengalami kemunduran dan keterbelakangan
juga tidak lain akibat mereka telah meninggalkan pengertian jihad ini, yang
akhirnya mereka dihancurkan oleh tentara-tentara Barbar Mongol.
Sebenarnya penolakan mereka terhadap pengertian jihad sebagai perang, tidak
lain adalah pengaruh pemikiran sesat musuh Islam yang telah meracuni
pemikiran mereka. Karena musuh Islam sangat memahami, untuk menghan-
curkan Islam semangat jihad harus dibuang dari jiwa kaum Muslimin agar
mereka mudah dikuasai. Mereka memahami benar bahwa jihad, terutama dalam
pengertiannya sebagai peperangan melawan musuh adalah kekuatan dahsyat
yang akan menghalangi mereka menaklukkan kaum Muslimin. Namun jika
kaum Muslimin sudah hilang keinginannya untuk berperang akibat kesalahfa-
haman mereka terhadap pengertian jihad kemudian disibukkan dengan urusan
kerohanian, intelektual dan sejenisnya, maka akan mudah dikuasai, dijajah
ataupun dieksploitasi namun sebaliknya jika kaum Muslimin tetap memiliki
keinginan berperang yang dilandasi semangat jihad, tidak mudah untuk men-
guasai mereka, walaupun mereka memiliki fasilitas persenjataan yang lemah.
Para Mujahidin Afghanistan telah membuktikan teori ini. Dengan semangat ji-
had dan didukung persenjataan seadanya, mereka mampu mengalahkan
kekuatan tentara komonis pemerintah Afghanistan yang dibantu tentara Uni
Sovyet yang memiliki senjata canggih, setelah mengusir mereka dari bumi Afgh-
anistan, semangat jihad para mujahidin dengan segala pengorbanannya menjadi
mukjizat yang telah meruntuhkan Super Power Uni Sovyet menjadi beberapa
negara, dan diantaranya menjadi negara mayoritas Muslim.
Secara logikapun pengertian jihad sebagai perang bersenjata dapat difahami
dengan mudah oleh mereka yang berfikir. Jika musuh merencanakan untuk
menguasai negara dan perbendaharaannya, ingin menjajah bangsa serta memak-
sakan kehendaknya yang bertentangan dengan ajaran agama, kemudian mereka
menyerang menggunakan senjata lengkap, adalah tidak logis jika dihadapi
dengan berdiam diri, dengan tangan kosong ataupun hanya dengan berdoa
tanpa adanya usaha bersungguh-sungguh melawannya dengan senjata lengkap
pula, mungkinkah musuh dapat dikalahkan hanya dengan berpangku tangan
dan berdoa ? Apakah demikian yang diajarkan Islam kepada ummatnya untuk
mencapai kejayaan ?
Islam sebagai agama langit yang terlengkap dan terakhir serta memiliki ajaran
yang dinamis sangat menekankan kepada pemeluknya agar memperhatikan per-
soalan jihad yang berhubungan dengan perang bersenjata, kemiliteran ataupun
sejenisnya. Bahkan dapat dikatakan sebagian besar maksud jihad di dalam al-
Qur’an, terutama yang menggunakan fi sabilillah sesudahnya, berorientasi pada
peperangan menggunakan senjata atau kemiliteran. Ini tidak lain karena kemilit-
eran ini sangat penting artinya bagi perkembangan dakwah Islamiyah. Ia ber-
fungsi sebagai pendamping yang akan menyelamatkan dakwah dari berbagai
tantangan bersenjata fihak luar dan menyingkirkan rintangan-rintangan
penghambat jalannya revolusi pembebasan umat manusia. Ajaran yang tidak
didukung kekuatan militer mustahil dapat menyiarkan pesan-pesan mulianya ke
seluruh pelosok dunia dengan aman dan mudah. Karena tidak semua manusia
dapat menerima ajaran baru yang disampaikan kepadanya dengan tangan ter-
buka. Al-Qur’an telah menyebut para Nabi AS terdahulu sering kali berhadapan
dengan penguasa dan pembesarnya yang mempertahankan ajaran sesat dan adat
nenek moyang mereka. Bagaimana Ibrahim AS berhadapan dengan Namrud be-
serta kaki tangannya, bagaimana Musa AS bertanding dengan Fir’aun beserta
pasukannya, dan bagaimana pula Nabi Muhammad SAW bertarung dan ber-
perang dengan Abu Jalal dan kaum Kafir beserta anak buahnya. Dengan segala
kemampuan para tiran ini akan mempertahankan kesesatannya untuk tetap
menyesatkan rakyat lemah, memimpin mereka menuju jurang kehancuran dan
akhirnya menyeret mereka ke neraka jahanam.
Datangnya Islam, agama terakhir yang diturunkan Allah ke muka bumi sebagai
rahmat umat manusia dengan ajaran sucinya untuk membebaskan dan
menyelamatkan seluruh ummat manusia dari kesesatan dan dasyatnya azab ja-
hanam. Mengangkat martabat mereka yang diperbudak sesama makhluknya
dengan penuh kehinaan menjadi manusia mulia dan terhormat yang hanya
menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Allah sang Pencipta dan Penguasa
Tertinggi alam. Membimbing mereka hidup sebagai Kholifah, wakil Allah
dimuka bumi yang akan memimpin seluruh makhluk dengan sistem hidup yang
sempurna, sesuai dengan fitrah mereka. Menganjurkan saling hormat meng-
hormati, sayang menyayangi, bantu membantu sesamanya, menciptakan kead-
ilan, kedamaian dan keamanan. Serta mengajarkan berbagai kebaikan lainnya.
Secara moral, salahkah Islam jika menganjurkan peperangan menumpas habis
kesesatan penguasa dan pengikut-pengikutnya yang menghalangi rakyat lemah
(mustadh’afin) dari menganut keyakinan yang benar dan mulia ? Tidak ada
alasan sama sekali untuk menyalahkan ajaran mulia Islam tersebut. Dan perlu
diakui, tidak selamanya kebenaran harus disampaikan secara lemah lembut,
namun kadangkala diperlukan kekerasan dan ketegasan dalam pelaksanaannya.
Pada saat seperti inilah Islam memerintahkan pengikutnya untuk mengamalkan
ajaran jihad, yaitu memerangi orang yang keras kepala terhadap kesalahannya
dan memaksakan kesalahannya kepada orang lain. Hanya senjatalah yang dapat
menghancurkan mereka yang tidak mau mendengar perkataan suci dan mulia
dari Sang Maha Kebenaran. Jadi dapat dibenarkan anggapan yang menyatakan
Islam disiarkan dengan kekuatan pedang dan senjata, tapi bukan dengan pak-
saan dan ancaman. Islam disiarkan dengan pedang dan senjata adalah semata-
mata untuk membebaskan mustadh’afin (kaum tertindas) dari cengkeraman
para thoghut, para diktator dan para tiran serakah macam Namrud, Fir’aun, Abu
Jahal serta kaki tangan dan penerus perjuangan sesatnya. Para diktator inilah
yang dihadapi dengan pedang, membersihkan bumi dari kejahatan mereka, kar-
ena mereka akan selalu mencegah mustadh'’fin mengikuti kebenaran.
Banyak orang terjebak perangkap “para penegak keadilan dan hak asasi dari
Barat“ yang menggambarkan jihad sinonim dengan penyerangan pasukan ber-
sorban, berjanggut lebat, mata garang dengan senjata terhunus yang siap
memenggal leher siapa saja yang menghalangi kehendaknya dengan sadis tidak
kenal ampun. Dengan kepandaiannya melukis, mereka memberikan warna ke-
pada jihad hingga menghasilkan lukisan seram, menakutkan bagaikan hantu di
siang bolong. Memberikan kesan menakutkan sekaligus menjijikan bagi yang
melihatnya. Kemuduan dengan tergesa-gesa ‘orang bingung’ dari kalangan
kaum muslimin berusaha membela diri, termasuk memperbaiki citra jihad yang
telah dilukis. Mulailah ia berhujjah : “Jihad bukanlah penyerangan (offensif).
Tetapi hanya membela diri dari serangan yang dilancarkan musuh (deffensif)”.
Ia melanjutkan hujjahnya dengan suara tinggi : “bagaimana jihad dapat dituduh
sinonim dengan penyerangan, sedangkan Islam tidak memerintahkan pemak-
saan kehendak kepada orang lain; dengan fasihnya ia berdalil, tidak ada paksaan
di dalam agama (Islam) “.
Dengan pembelaan sempitnya ini jihad tidak lagi bermakna sebagaimana yang
dikehendaki Islam. Orang yang terjebak perangkap berbisa “para penegak
keadilan dari Barat” harus sadar itu semua adalah tipu daya musuh-musuh Is-
lam untuk melemahkan semangat jihad kaum Muslimin, mengharapkan mereka
berpangku tangan menunggu serangan dengan pasif dan tidak mengadakan
membebaskan ummat manusia dari cengkeraman kepalsuan dan kesesatan
“para penegak keadilan dari Barat” itu dengan segala sistem hidup mereka..
Jihad Islam tidaklah seganas dan seseram yang dilukiskan “para penegak kead-
ilan” itu. Jika kita membalik lembaran sejarah kaum Muslimin dan juga sejarah
‘para penegak keadilan’ ini barulah kita mendapat gambaran sebenarnya dari
tuduhan-tuduhan palsu itu. Siapakah sebenarnya yang disebut sebagai perusak
dan siapa pejuang sejati.
Sejarah kemanusian telah menjadi bukti bahwa tidak ada didunia ini sejak
dahulu hingga kini yang dapat menyamai moral tentara Islam periode Rasulul-
lah dan Khulofa al-Rasyidin. Berakhlak mulia, pengasih, rela berkorban, gagah
berani dan selangit pujian yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Siapakah yang tidak mengenal kehebatan pribadi-pribadi pahlawan agung sep-
erti Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ali Bin Abi Thalib, Usman bin
Affan, Kholid bin Walid, Hamzah bin Abdul Muthollib, Ammar bin Yasir, Sal-
man al-Faris dan ribuan shohabat agung lainnya.. Mereka dibentuk satu guru,
satu pembimbing, Nabi besar Muhammad SAW berpedoman wahyu Ilahi.
Mereka tidak pernah menganiaya yang tidak sepaham atau berlainan agama,
menghormati hak-hak penduduk yang ditakhlukkan, memberikan kebebasan
untuk menjalankan keyakinannya. Pola hidup mereka sangat sederhana,
walaupun kantong-kantong kekayaan dunia berada dibawah telapak kaki
mereka. Harta rampasan perang yang mereka peroleh digunakan untuk kemak-
muran alam, menegakkan ajaran Islam ke seluruh pelosok, tidak ditimbunnya
untuk kepentingan pribadi atau membangun istana mewah, hatta dia seorang
kepala negara besar separti Umar bin Khattab, yang hanya menggunakan baju
tambalan ketika memimpin 1/3 dunia. Yang membedakan derajat diantara
mereka adalah taqwanya, bukan karena jabatan, keturunan, ataupun hartanya.
Kemana mereka berjalan disambut penuh harapan dan kecintaan oleh manusia-
manusia pendamba kebenaran haqiqi. Tidak mengherankan jika sepertiga bumi
ini berada di bawah kendali mereka, menegakkan keadilan sesungguhnya, mem-
berikan rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana misi yang diajarkan Islam.
Ketika para pejuang agung ini berhasil membebaskan suatu bangsa dari penjaja-
han bangsa lainnya, dengan penuh kesadaran mereka mengajarkan peradaban
dan pengetahuan yang dimilikinya kepada bangsa yang ditaklukinya tanpa
membedakan ras dan warna kulit mereka. Itulah sebabnya ketika Islam
berkuasa, pusat peradaban Islam bukan di Makkah ataupun Madinah, asal para
pembebas ini, namun mereka membangun pusat peradaban di negeri yang di-
taklukinya, baik di Bagdad, Mesir ataupun Parsi dan Andalasia bersama dengan
bangsa yang telah dianggapnya sebagai saudara mereka yang sederajat. Se-
hingga bangsa itu menjadi besar bersama peradaban mereka. Karena Islam tidak
pernah membedakan seorang karena warna kulit ataupun rasnya, yang membe-
dakan mereka adalah kedekatannya kepada Sang Pencipta. Ajaran inilah yang
telah membangun peradaban baru dunia dan akhirnya diambil alih oleh Eropa.
Tapi coba kita membalik lembaran sejarah “para penegak keadilan dan hak as-
asi” itu yang telah menjajah dunia ketika mereka mengalami kebangkitan tekno-
logi. Dengan teknologi yang dimilikinya, mereka berlomba-lomba dengan rak-
usnya menguasai bangsa-bangsa terbelakang dengan berbagai cara. Berapa ban-
yakkah darah orang-orang lemah tertumpah untuk menyulut api keserakahan
menguasai negara lain dengan alasan disana terdapat kekayaan alam, pasar-pas-
ar baru, tanah pemukiman dan peradaban yang siap dieksploitasi. Berapa ban-
yakkah harta haram yang mereka rampok mengalir ke negeri asalnya, yang han-
ya digunakan untuk membangun negerinya saja dan memperkaya para bang-
sawan serakah yang mengeksploitasi orang lemah yang dijajahnya. Berapa ban-
yakkah korban kesewenang-wenangan mereka, yang telah membunuh, me-
maksa serta memperbodoh bangsa yang dijajahnya. Berapa banyakkah penegak-
penegak keadilan sejati yang menuntut persamaan hak dibunuh. Berapa ban-
yakkan peradaban dan pengetahuan yang mereka berikan kepada generasi
muda bangsa yang dijajahnya. Bahkan mereka telah menganggap bangsa jaja-
hannya sebagai orang-orang bodoh dan tolol yang tidak pantas diberi penget-
ahuan, selain pengetahuan dasar yang tidak layak. Mereka hanya merampok
hasil alam bangsa jajahannya, kemudian disaat yang sama digunakan untuk
membangun peradaban di negeri mereka sendiri, yang akhirnya peradaban itu
digunakan untuk memperkuat penjajahan mereka dan memperbodoh jaja-
hannya, dan tidak membangun peradaban di tempat mereka mengambil harta
yang berlimpah. Gambaran-gambaran menjijikan pasti terlihat ke mana kita
memandang akibat perbuatan sadis ‘para penegak keadilan dan hak asasi’ yang
bersemboyan Kolonialisme, Imprialisme, Liberalisme, Materialisme, Komunisme
dan Sosialisme. Eropa dan negara-negara Barat yang mengklaim dirinya sebagai
penegak keadilan, padahal merekalah penyulut kehancuran dunia yang berakhir
dengan penderitaan ummat manusia akibat sistem hidup yang mereka ciptakan
untuk mengeksploitasi bangsa lain.
Mereka, penegak-penegak keadilan palsu itu, dengan tuduhan-tuduhan berbis-
anya seakan-akan berkata pada kaum Muslimin : “tugas suci kami adalah mem-
erangi anda, membunuh anda, menjajah anda, bila perlu menjadikan anda
binatang tunggangan kami, menjadikan anda budak-budak setia kami, ini semua
hak tunggal kami, sedangkan jihad anda, wahai pengikut-pengikut Muhammad
hanyalah menyeru dan mempertahankan diri !!!“.
Tidak ada alasan sama sekali untuk menolak jihad dengan pengertian peperan-
gan menggunakan perlengkapan militer ini. Apalagi dalam kondisi seperti
sekarang, dimana sebagian besar musuh-musuh Islam, terutama setelah mun-
culnya gerakan Yahudi dengan Zionisme Internasionalnya atau gerakan Salib-
iyah Internasional yang didukung negara-negara besar telah mempersiapkan
diri dengan kekuatan militer modern. Kemudian dengan kelengkapan pasilitas
militer itu mereka membuat kerusakkan dimuka bumi. Membantai kaum
muslimin dengan sadisnya, menghancurkan mesjid-mesjid dan bangunan Islam,
mengusir kaum Muslimin dari negeri mereka, menguasai dengan paksa
Palestina yang terdapat di dalamnya mesjid al-Aqsho, tempat suci dan kiblat
pertama kaum muslimin. Yahudi dengan kaki tangannya dan juga musuh-
musuh Islam lainnya tidak pernah mau mendengar segala bentuk seruan dan
resolusi dunia terhadap kejahatannya. Selalu menghianati perjanjian yang dit-
anda tangani bersama. Mereka terus mengejar-ngejar dan membantai kaum
Muslimin yang tidak berdaya dan tidak tahu harus mengadu kepada siapa atas
penganiayaan yang mereka terima. Seakan-akan seluruh dunia bersepakan un-
tuk membumi hanguskan apapun yang beratribut Islam dan kaum Muslimin.
Apakah untuk menghadapi musuh-musuh kejam dan sadis semacam ini, yang
membantai kaum Muslimin dengan kekuatan persenjataan militer akan dihadapi
dengan hujjah ? Mereka tidak mau mendengarkan dalil apapun yang kaum
Muslimin kemukakan. Apakah cukup mereka dihadapi dengan rintihan dan doa
saja? Sementara mereka, musuh-musuh Allah itu terus menjalankan aksinya
memusnahkan Islam dan ummatnya dengan berbagai cara baik di negara may-
oritas Muslim apalagi di negara minoritas Muslim. Kaum Muslimin selalu men-
jadi bulan-bulanan musuhnya, mereka selalu dianggap sebagai pemicu keka-
cauan dan peperangan, padahal mereka adalah kaum yang sangat mencintai
perdamaian dan keadilan. Maka jika musuh-musuh kaum Muslimin telah mem-
eranginya dengan menggunakan kekuatan persenjataan militer, sudah se-
wajibnyalah kaum Muslimin menghadapi mereka dengan kekuataan militer
pula. Besi harus dilawan dengan besi pula, dan tidak mungkin besi dikalahkan
dengan ratapan air mata saja.
Firman Allah :
Dan perangilah orang-orang musyrik itu secara menyeluruh sebagaimana
mereka telah memerangi kamu secara menyeluruh, dan ketahuilah bahwa Allah
bersama orang-orang Muttaqin ( Al- Taubah : 36 ).

Dengan cara ini barulah kaum Muslimin memiliki harga diri dihadapan musuh-
musuhnya, tidak diremehkan lagi. Dan cara seperti ini terbukti sangat ampuh
untuk membuka mata dan pendengaran mereka hingga mereka mau memper-
hatikan apa yang diinginkan kaum Muslimin. Jika kaum muslimin tidak
menghadapi musuh-musuh Islam itu dengan kekuatan militer, sebagaimana
mereka telah menyerang kaum Muslimin, maka tentulah kaum muslimin akan
terus mendapatkan dirinya dalam keadaan hina, dipermainkan seenaknya oleh
musuh-musuhnya ataupun membantainya dengan sadis, sementara kaum
Muslimin hanya bisa berteriak-teriak histeris diantara gelak tertawa musuh-
musuhnya. Mentertawakan kebodohan kaum Muslimin yang mengklaim diri
mereka sebagai ummat terbaik, tetapi kenyataannya mengalami kehinaan.
Namun demikian, kaum Muslimin bukannya dituntut tergesa-gesa membentuk
pasukan militernya, kemudian menyerang musuh-musuhnya dengan senjata
yang tidak seimbang sama sekali, bukan ini yang dimaksudkan. Banyak kejadian
dimana kaum Muslimin sudah jenuh dengan keadaan mereka yang selalu ditin-
das musuh-musuhnya. Kemudian dengan dasar ini mereka terburu-buru mem-
bentuk pasukan militer yang tidak memenuhi syarat kemiliteran dari segi taktik
dan strategi. Akibatnya terjadilah pertempuran yang tidak seimbang dan kekala-
han ditangan kaum Muslimin yang terburu-buru itu. Mungkin saja niyat mereka
baik, tulus ikhlas untuk menegakkan dienullah dan menghapuskan segala ben-
tuk kemungkaran, tapi sebenarnya mereka belum siap bertarung dengan per-
siapan seadanya. Allahpun memerintahkan agar kaum muslimin mempersiap-
kan diri sebaik mungkin menyangkut personil maupun persenjataan, tidak asal
bertanding seadanya, sebagaimana Allah berfirman :
Dan siapkanlah untuk menyerang mereka apa-apa yang kamu mampu dari
kekuatan (personil dan senjata) dan kuda-kuda tambatan ; semua itu untuk
menakuti musuh-musuh Allah “
(Al Anfal : 60).
Persiapan utama yang harus dilakukan kaum muslimin dalam penyusunan
kekuatan militer ini adalah mempersiapkan personil tentara yang betul-betul
tangguh, memiliki mental mujahid Islam sejati. Sejarah telah membuktikan,
musuh-musuh Islam sangat takut pada para mujahid yang menurut mereka ber-
perang untuk mencari mati, sementara mereka berperang untuk bertahan hidup.
Seorang perwira Yahudi ketika terjadi peperangan Israel dengan Mesir,
menyatakan “Kami tidak takut pada tentara reguler Mesir yang terlatih
sekalipun, tapi kami sangat takut dengan pasukan sukarelawan Ikhwanul
Muslimin Karena mereka berperang untuk mencari mati dan sangatlah sulit
menghadapi orang-orang nekat semacam itu“.
Untuk melahirkan mujahid sejati yang ditakuti musuh-musuh Islam diperlukan
pendidikan mental bagi calon personil, terutama menanamkam aqidah yang
kuat, sehingga aqidah inilah yang menjadi motor penggerak mereka untuk
menumpas musuhnya. Aqidah yang mendorong seseorang untuk lebih mencin-
tai Allah, Rasul-Nya dan jihad dijalan Allah daripada kehidupan dunia. Aqidah
yang akan melahirkan sikap untuk senantiasa merindukan syahid, gugur di jalan
Allah. Aqidah yang telah diwariskan Rasulullah, Shohabatnya dan para pejuang
Islam sepanjang masa, Aqidah yang telah menjadikan mereka orang-orang ter-
hormat dihadapan musuh-musuhnya. Jika Aqidah ini belum tertanam dengan
baik pada calon personil militer, maka perlu dipertimbangkan masak-masak
keinginan membentuk pasukan militer Islam, karena ini tidak mengikuti sunnah
Rasulullah. Pasti akan menemui kegagalan ditengah jalan, yang akan menambah
hinanya kaum muslimin akibat kekalahan demi kekalahan mereka melawan
musuh. Jika sudah dipersiapkan sepenuh kemampuan segala kekuatan, baik per-
sonil ataupun persenjataan memadai, barulah dengan bertawakkal sepenuhnya
kepada Allah bertanding melawan musuh di medan jihad. Allah Yang Maha
Kuat serta Perkasa senantiasa bersama orang-orang mukmin dan Maha Kuasa
menolong mereka. Inilah yang telah dilakukan para pejuang di jalan Allah yang
telah mengalahkan musuh mereka yang kuat dari Romawi ataupun Parsi dan
inipulah yang telah dilakukan para pejuang yang telah berhasil mengusir para
penjajah kafir dari dunia Islam, dan hanya hal inilah yang akan menegakkan
kembali kejayaan dan kemenangan Islam kapan dan dimanapun. Jihad melawan
musuh tidak cukup hanya dengan semangat dan kekuatan semboyan yang
membangkitkan, namun, perjuangan maha suci ini memerlukan para pejuang di
jalan Allah dalam arti sebenarnya yang didukung oleh fasilitas semaksimal
kemampuan mereka. Pengertian jihad sebagai perang akan dibahas dengan men-
detil pada bagian berikutnya.
Disamping pengertian di atas, jihad juga dapat diartikan sebagai perang
pemikiran (ghozwu al-fikr), sebuah jenis perang yang populer khususnya
dikalangan cendikiawan Muslim saat ini. Tidak diragukan jihad dengan penger-
tian seperti ini sangat penting perananya terutama untuk meluruskan dan men-
jawab penyimpangan pemikiran yang telah menyesatkan kaum Muslimin yang
telah dikemukakan cendikiawan-cendikiawan yang anti Islam. Dengan keah-
liannya, para cendikiawan anti Islam ini, dengan maksud yang jahat
mengadakan penelitian kemudian memutar balikkan fakta, diantaranya
menyajikan ajaran-ajaran Islam versi mereka yang menyimpang dan menyesa-
tkan dengan metode yang mereka katakan ilmiah, yang tujuannya tidak lain un-
tuk menimbulkan keraguan kaum Muslimin terhadap ajaran Islam. Berbagai
media mereka gunakan untuk menjalankan misinya. Bahkan mereka telah
mendirikan universitas dan akademi, menerbitkan buku-buku ilmiah, brosur,
majalah dan pasilitas lainnya yang semuanya bertujuan untuk mengaburkan
pemahaman Islam dan membingungkan kaum Muslimin dan akhirnya memur-
tadkan mereka. Dengan lembaga pendidikan yang dimilikinya, para cendiki-
awan anti Islam, membentuk kader-kader yang akan menyesatkan ummat
dengan metode pemutar balikkan fakta. Bahkan mereka telah mendidik generasi
Islam dengan pola khusus yang menyesatkan. Banyak lahir cendikiawan be-
ragama Islam namun pemikiran mereka seperti musuh-musuh Islam, menjadi
corong untuk menghapuskan Islam dari pengikutnya. Para cendikiawan yang
dididik musuh Islam terkenal dinegerinya masing-masing karena mereka
disponsori, didukung dan dikatrol musuh-musuh Islam dengan berbagai cara
agar semakin banyak ummat yang disesatkannya.
Salah satu pemikiran yang senantiasa menimbulkan kontraversial di kalangan
umat adalah pendapat mereka yang menyatakan belajar Islam saat ini bukan di
universitas Islam yang dikelola Ulama-ulama Islam di Timur Tengah, tapi hanya
di universitas-universitas yang didirikan para orientalis di Eropah atupun
Amerika. Karana universitas Islam, menurut mereka tidak memiliki metodelogi
pendidikan modern untuk memahami Islam secara ilmiah sebagaimana yang di-
miliki lembaga pendidikan yang dikelola para orientalis. Mungkin saja pendapat
mereka tidak salah sepenuhnya, karena memang lembaga pendidikan Barat tel-
ah menyediakan segala fasilitas, baik buku, tenaga pengajar bahkan bea siswa
untuk mendalami pengetahuan tentang Islam. Namun kemudian timbul pertan-
yaan, mungkinkah kaum Muslimin mendapatkan Islam dengan hidayahnya
dari orang-orang yang tidak dapat memberikan hidayah pada diri mereka
sendiri. Tujuan utama seorang Muslim mempelajari agamanya adalah untuk
mendapatkan hidayah yang akan membimbing hidup mereka menuju ke-
selamatan di dunia dan akhirat sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan
para shahabat, bukan hanya untuk mendapatkan kepuasan intelektual ataupun
gelar keduniaan semata. Tapi demikianlah mereka beranggapan Islam adalah
semacam pengetahuan yang harus dianalisa secara ilmiah dengan segala met-
odelogi empirismenya, bukannya sebagai hidayah yang akan membimbing ke
jalan lurus. Dan ironisnya banyak dikalangan kaum muslimin yang terpengaruh
ide-ide sesat cendikiawan yang hakikatnya menjadi agen musuh Islam. Beralih-
lah pemikiran mereka dari pemahaman Islam sebagaimana diwariskan Rasul ke-
pada pemahaman Islam yang disajikan cendikiawan anti Islam, dengan alasan
selama ini para ulama Islam tidak mampu menyajikan Islam secara ilmiah, mod-
ern dan sistematis sebagaimana cendikiawn Barat. Dan mulailah generasi
Muslim yang mendapat pendidikan modern ini mempertanyakan keabsahan
hukum Islam, Sunnah Rasulullah dan ajaran-ajaran Islam yang menurut mereka
kurang ilmiah. Pada akhirnya mereka ‘berijtihad‘, boleh menolak semua itu demi
kemajuan, mengikuti ‘fatwa‘ guru besar mereka, sang cendikiawan yang memi-
liki tujuan jahat terhadap Islam dan umatnya.
Melalui publikasi buku-buku yang mereka namakan ilmiah, musuh-musuh Is-
lam menyebarkan ide-ide sesatnya yang menggambarkan Islam sebagai ajaran
kuno, jumud, reaksioner, fanatik, ekstrim dan seribu satu nama lagi. Dari yang
hanya menyindir secara halus sampai yang jela-jelas menghujat seperti “Ayat-
ayat setannya“ nya Salman Rusdhy. Anehnya banyak para cendikiawan muslim
yang menjadikannya sebagai buku referensi utama dalam membahas masalah
keislaman. Akhir-akhir ini makin banyak bermunculan buku-buku sesat
semacam itu dan beredar dengan bebas di negara-negara muslim. Belum lagi
media masa yang dikelola mereka terus menampilkan artikel-artikel yang
menyerang Islam dengan hebatnya. Pemikiran-pemikiran sesat para cendiki-
awan anti Islam sangat mempengaruhi pemahaman kaum muslimin saat ini,
menimbulkan keragu-raguan terhadap ajaran Islam yang tinggi, khususnya
mereka yang senantiasa mau berfikir ilmiah ala Barat sekuler. Jika kaum
Muslimin sendiri sudah ragu dengan ajaran Islam, mungkinkah mereka dapat
diajak menegakkan Islam. Dengan dasar inilah tampil para cendikiawan muslim
dari berbagai spesialis ilmu, baik tamatan universitas Islam ataupun universitas
sekuler, untuk menjawab sekaligus menentang pemikiran sesat musuh-musuh
Islam. Mereka berusaha semaksimal kemampuan membela Islam dari tuduhan-
tuduhan palsu. Mendirikan universitas-universitas dan lembaga pendidikan un-
tuk mendidik para kader yang akan memberikan keterangan kepada kaum
Muslimin tentang kebenaran dan ketinggian Islam dari berbagai bidang penget-
ahuan. Merekapun aktif menulis buku-buku yang menjawab semua tuduhan-tu-
duhan sesat yang dilemparkan musuh Islam dan menelanjangi kesesatan
pemikiran musuh-musuh Islam dengan semua sistem yang mereka anut, meng-
gunakan methode ilmiah sebagaimana mereka menyerang Islam. Mereka telah
melancarkan perang yang dikenal dengan perang pemikiran (ghozwul fikr),
yang akibatnya terkadang lebih dahsyat dari peluru. Jika peluru ditembakkan,
baik itu bom nuklirpun, hanya memusnahkan generasi pada saat itu saja, namun
pemikiran sesat yang telah terhunjam dalam generasi muda, akan terwariskan
generasi demi generasi yang kerusakannya sangat meluas dan memakan waktu
yang panjang untuk meluruskannya kembali.
Banyak sumbangan berharga yang telah diberikan pejuang-pejuang di medan
perang ini khususnya bagi kemajuan peradaban Islam, memberikan jalan keluar
dari problematika masyarakat modern dengan konsep-konsep baru yang digali
dan dikembangkan dari ajaran Islam dan warisan generasi Islam terdahulu. Dis-
amping mengembalikan pemikiran kaum Muslimin ke jalan yang benar dan
menjaga generasi selanjutnya agar tidak terjerumus menganut pemikiran-
pemikiran sesat musuh-musuh Islam. Tidak sedikit diantara mereka yang harus
menebus perjuangannya dengan mendekam dipenjara, ataupun diusir dari
negeri kelahirannya, Bahkan ada yang syahid dibunuh kaki tangan musuh Islam
yang sangat benci pada mereka dan perjuangannya. Perjuangan mereka yang be-
sar ini tidak dapat dinafikan begitu saja karena alasan berlainan faham dalam
memperjuangkan Islam. Mereka telah membuktikan pengabdiannya pada Islam
dengan keahliannya. Maka sungguh naif jika ada yang mengatakan “bukan saat-
nya sekarang untuk beradu fikiran, tapi saatnya untuk beradu otot dan senjata “.
Seakan-akan mereka meremehkan pejuang-pejuang mulia ini dengan perjuan-
gannya. Semua kaum Musliminpun mengetahui, setiap pejuangan yang ber-
tujuan menegakkan Islam dengan segala kemampuannya akan mendapatkan
balasan disisi Allah SWT, termasuk mereka yang telah menyumbangkan
pemikirannya untuk qhozwul fikr melawan musuh-musuh Islam, dan ini adalah
perjuangan yang sangat penting bagi eksistensinya Islam dan ummatnya.
Disamping itu ada yang mengartikan jihad sebagai memerangi hawa nafsu,
bahkan menyatakannya jihad akbar, jihad besar, berdasarkan sebuah hadist yang
masih dipertentangkan keshohihannya. Terlepas dari shohih dan tidaknya hadist
tersebut, jika ditelaah secara seksama, jihad menundukkan hawa nafsu untuk
mengikuti kebenaran Islam adalah sangat penting. Bagaimana mungkin seseor-
ang akan berperang menegakkan Islam, jika nafsunya sendiri belum tunduk
menerima kebenaran Islam. Sebuah hadist menerangkan :
“Belum sempurna iman seseorang diantara kamu hingga hawa nafsunya tunduk
mengikuti apa yang aku bawa padanya“ (HR. Tirmizy).

Jadi perjuangan menundukkan hawa nafsu amat penting, khususnya bagi


mereka yang nafsunya belum mau mengikuti petunjuk Islam, dapat dibenarkan
jika ini dikatakan sebagai jihad yang lebih besar dari berperang mengalahkan
musuh, karena perang itu sendiri merupakan bagian terkecil dari petunjuk Is-
lam yang luas.
Maka dari uraian diatas dapat disimpulkan jihad boleh jadi mengandung
pengertian menundukkan hawa nafsu untuk mengikuti hidayah Islam, men-
jauhkan diri dari tipu daya syaithon yang menyesatkan , memberikan peringatan
kepada manusia agar mengikuti Islam, mengeluarkan harta untuk mendukung
perjuangan Islam ataupun mengorbankan jiwa memerangi manusia-manusia in-
gkar. Namun jihad Islam tidak dapat dipecah-pecahkan menjadi satu pengertian
tertentu, seperti halnya melawan hawa nafsu saja atau hanya berperang meng-
gunakan senjata saja. Karena pengertian jihad sangat luas, seluas ajaran Islam
yang sangat sempurna. Jika pengertian jihad yang sangat luas ini dipisah-
pisahkan menjadi pengertian khusus tadi, jelas akan menghilangkan hakekat
mulia yang terkandung dalam jihad dan mempersempit makna sucinya.

C. Pengertian Sabilillah

Untuk dapat memahami pengertian jihad dalam Islam secara utuh dan sem-
purna, ada beberapa aspek yang berkaitan dengannya yang perlu difahami. Di-
antaranya adalah pengertian tentang fi sabilillah, yang secara harfiah diartikan
sebagai di jalan Allah. Karena jihad yang diajarkan Islam berkaitan erat dengan
fi sabilillah ini. Namun demikian, pengertiannya tidak sekedar kata di jalan Al-
lah saja, yang mungkin dapat membingungkan atau menimbulkan kesalahfa-
haman. Karena pengertian fi sabilillah sangat luas, yang untuk memahaminya
diperlukan penggalian mendalam, disamping memahami pengertian lawannya
fi sabil al-thoghut, di jalan Thogut. Sebagaimana disebutkan al-Qur’an :
“Orang-orang yang beriman berperang dijalan Allah dan orang-orang kafir ber-
perang dijalan thoghut”. ( An-Nisa : 76 )

Didalam al-Qur’an ataupun Hadist yang membahas mengenai jihad Islam ser-
ingkali diikuti dengan perkataan fi sabilillah.
Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kamu berjihad di-
jalan Allah dengan harta dan jiwa kamu. Yang demikian itu lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui.
(Ash- Shof : ll )
Sebuah Hadist Rasulullah menyebutkan :
Dari Abu sa’id Al Khudri ra berkata : Seorang datang kepada Nabi SAW bertan-
ya : Siapakah manusia yang utama ?, Nabi SAW menjawab : “ Orang mukmin
yang berjuang dengan harta dan jiwanya dijalan Allah “
( HR Bukhori Muslim ).

Dalam sebuaah Hadistnya Rasulullah menerangkan pengertian fi sabilillah ini;

Rasulullah SAW ditanya tentang seorang laki-laki yang berjuang karena kebera-
nian, seorang berjuang karena kesombongan, dan seorang lagi berjuang karena
riya’, yang manakah diantara mereka itu yang berjuang di jalan Allah ?. Rasulul-
lah menjawab : “Barang siapa berjuang untuk meninggikan kalimat Allah
(Islam), maka dia berjuang di jalan Allah “
(HR Bukhori Muslim dari Abu Musa Al -Asy’a’ry ).

Ibnu Katsir berkata tentang fi sabilillah :


Semua amal ta’at kepada Allah. Jihad berjuang untuk menegakkan agama
Islam, berdakwa dengan kendaraan atau senjata. 115

Muhammad Rasyid Ridho menulis :


Sabilillah ialah jalan yang menghantarkan seseorang pada keridhoan-Nya
, jalan untuk memelihara ajaran-Nya dan memperbaiki kondisi hamba-
hamba-Nya.116

Muhammad Syaltut menulis :


Secara garis besar, Sabilillah berarti menegakkan kebenaran , menciptakan
kebaikan dan berkuasa sebagai pengganti kejelekkan dan kerusakan. Dan
meletakkan keadilan dan kasih sayang sebagai pengganti kezholiman dan
kekerasan.117

Abul A’la Maududi menyatakan :


Semua tindakan yang dilakukan demi kehidupan ummat manusia yang
layak secara kolektif dan dimana pelakunya tidak ditunggangi

Tafsir Ibn Katsir,


Tafsir al-Manar,
Tafsir al-Qur’an Kariem,
kepentingan pribadi didunia, kepentingan tunggalnya hanyalah ridho Al-
lah, dalam Islam diakui sebagai suatu amal fi sabilillah. 118

Asy-Syahid Sayyid Qutb menulis dalam tafsirnya :


Sabilillah adalah pintu yang lebar yang mencangkup semua kepentingan
masyarakat yang ingin merealisasikan kalimat Allah, dimana yang paling
penting adalah memepersiapkan penelitian jihad, mempersiapkan dan
melatih para sukarelawan, mengutus da’I Islam, menjelaskan hukum-
hukum dan syareah-syareah Islam kepada segenap manusia, mendirilkan
sekolah-sekolah dan universitas-universitas yang mendidik secara Islami
dan benar putera-putera Islam, maka kita tidak perlu menitipkan mereka
untuk bersekolah di sekolah-sekolah pemerintah yang mengajarkan
segala ilmu pengetahuan kecuali Islam, maupun sekolah-sekolah yang
dikelola oleh para misionaris yang mengikis keimanan mereka sejak mas-
uk anak-anak padahal mereka tidak punya daya penangkal untuk
menghadapi pendangkalan iman itu .119

Fi sabilillah mengandung pengertian yang dalam dan luas, dengan bahasa sastra
diterjemahkan sebagai “di jalan Allah “, sangat jarang didapatkan pengertian
sempurna dari para Ulama dan Cendikiawan muslim. Namun demikian, secara
umum dapat disimpulkan dari pengertian diatas sebagai setiap usaha sungguh-
sungguh untuk menegakkan kalimat Allah (Islam) dengan cara-cara yang telah
digariskan Allah bertujuan hanya untuk mencapai keridhoan Allah semata.
Menciptakan kebaikan dan keadilan bagi seluruh makhluk diatas bumi, terhin-
dar dari kehendak untuk mendapatkan segala bentuk materi keduniaan, baik
berupa imbalan, jabatan, ataupun pujian kehormatan, maka yang demikianlah
yang dimaksud oleh Islam sebagai amal fi sabilillah. Sebagai contoh, jika seseor-
ang mengeluarkan hartanya karena memperkirakan akan mendapatkan imbalan
material ataupun moral atas perbuatannya tersebut di dunia ini, maka jelas per-
buatan semacam ini tidak diakui sebagai amal fi sabilillah. Namun jika ia berkei-
ginan hanya untuk mendapatkan keridhoan Allah semata dengan perbuatannya
itu maka sudah dipastikan ia berada dalam garis fi sabilillah, walaupun nantinya
ia mendapatkan imbalan materi duniawi akibat perbuatannya. Demikian pula
halnya, seorang pelajar, menuntut ilmu dengan bersungguh-sungguh mencari
keridhoan Allah dan dikemudian hari dengan ilmu yang diperolehnya ia bercita-
cita menegakkan Islam, maka dapatlah ia dikategorikan sebagai pejuang dijalan
Allah, sebagaimana hadist Rasulullah ;

Jihad fi Sabilillah, op.cit.


Fie Dzilal al-Qur’an,
“Barang siapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada dalam fi sabilil-
lah hingga kembali “. ( HR Tirmizi )

Tapi sebaliknya, jika ia menuntut ilmu semata-mata untuk mencapai gelar kesar-
janaan ataupun untuk meningkatkan status sosialnya dan maksud-maksud lain
diluar untuk keridhoan Allah semata, maka jelas ia tidak dapat disebut sebagai fi
sabilillah. Atau seorang yang membantu perjuangan Islam dengan harta benda
hasil perampokan, korupsi atau kejahatan lainnya, walaupun niatnya tulus ikh-
las untuk mencari ridho Allah, sudah pasti perbuataan semacam ini bukan fi sab-
ilillah, karena tidak memenuhi syarat menuju keridhoan Allah, yaitu dengan
barang yang haram. Itulah sebabnya, fi sabilillah hanya dapat dipergunakan bagi
perbuatan yang dilakukan dengan niat yang tulus ikhlas untuk mencari keridho-
an Allah semata, tanpa diikuti keinginan sedikitpun untuk memperoleh materi
duniawi dengan jalan-jalan yang telah ditetapkan Islam, baik cara dan tujuan
pelaksanaanya.
Fi sabilillah adalah syarat mutlak yang ada pada jihad Islam. Dengan demikian,
jihad fi sabilillah bermakna perjuangan dan pengorbanan sungguh-sungguh
yang berorientasi hanya untuk mendapatkan keridhoan Allah semata, tanpa
diikuti keinginan untuk mendapatkan materi keduniaan. Bila seorang berjuang,
kemudian ada di dalam hatinya keinginan untuk mendapatkan materi keduni-
aan, maka amalan jihadnya akan sia-sia, tidak dinilai sebagai jihad islam.
Dari Abu Hurairah ra ia berkata : “ Seorang laki-laki mengatakan kepada Rasu-
lulah : “Ya Rasulullah , ada seseorang ikut berjihad dijalan Allah, sedangkan ia
mengharap harta duniawi“. Rasulullah menjawab : “ Dia tidak akan memper-
oleh pahala”.Beliau mengulangi pertanyaan itu sebanyak tiga kali.
( HR. Abu dawud ).

Abul A’la Almaududi mengomentari hubungan jihad dengan fi sabilillah :


syarat fi sabilillah diterapkan pada jihad dengan alasan yang sama. Ini
mengandung arti bahwa, bilamana seseorang atau suatu kelompok bangkit un-
tuk melaksanakan suatu Revolusi dalam suatu sistem kehidupan, dan untuk
menciptakan suatu sistem baru yang sesuai dengan ideologi Islam, dia atau
mereka harus tetap menjaga agar tidak mempunyai niat pribadi dalam sanubar-
inya ketika melakukan pengorbanan dan melakukan tindakan pengabdian bagi
niat tersebut. Tujuannya tidaklah untuk menyingkirrkan seorang kaisar dan
menduduki tahta yang kosong ; menjadi seorang Kaisar dengan menggantikan
Kaisarnya lainnya. Sasaran perjuangan ini harus benar-benar terbebas dari niat-
niat buruk atau yang sifatnya pribadi seperti untuk mendapat harta kekayaan ,
keterangan nama atau pujian, kemegahan diri atau kenaikan martabat. Semua
pengorbanan dan tindakan harus diarahkan untuk mencapai satu dan satu-sat-
unyatujuan, yaitu pencapaian suatu tatanan sosial yang adil lagi merata bagi
makhluk manusia. Dan satu-satu imbalan yang terbayang mestilah untuk
mendapatkan ridho Allah“ .120

Sementara fi sabili al-Thoghut adalah kebalikan dari fi sabilillah, yang berarti di


jalan kesesatan. Al-Thoghut sendiri dalam kontek bahasa Arab seringkali diartik-
an sebagai segala sesuatu yang melampaui batas, dapat pula diartikan sebagai
pemimpin yang sesat ataupun sesembahan dan tuhan-tuhan selain dari Allah.

D. Jihad dan Bentuknya

Jihad amat luas, seluas ajaran Islam yang mengatur seluruh sistem kehidupan
manusia, dari masalah-masalah pribadi sampai masyarakat dan negara. Maka
seluruh sistem kehidupan yang diatur ajaran Islam secara otomatis mengandung
unsur jihad. Perintah sholat misalnya, tidak terlepas dari unsur jihad. Jika seseor-
ang akan mendirikan sholat, sebelumnya ia harus berjihad, yakni bersungguh-
sungguh menundukkan hawa nafsunya agar mau melaksanakan sholat seba-
gaimana yang diperintahkan Islam. Ketika mendirikan sholat pun ia harus berji-
had, berusaha agar tetap melaksanakan sholat dengan khusuk hingga rukun
dan syaratnya sempurna. Setelah selesai sholatpun ia harus berjihad, berusaha
semaksimal mungkin untuk tetap menjaga konsekwensi logis sholatnya sebagai
pencegah perbuatan keji dan mungkar.
Demikian pula halnya dengan proses pembentukan masyarakat Islam, tidak ter-
lepas dari kontek jihad. Dari awal pembentukkannya, yaitu membentuk pribadi-
pribadi muslim yang Istiqomah memerlukan kesungguhan daya upaya. Kemu-
dian menyatukan pribadi-pribadi muslim itu dalam keluarga hingga terbentuk-
lah keluarga muslim yang ideal juga memerlukan kerja keras. Selanjutnya
menyatukan keluarga-keluarga muslim itu menjadi sekumpulan masyarakat Is-
lam yang didalamnya tegak peraturan-peraturan Allah bukanlah perkara ringan,
namun memerlukan keseriusan total, yang kesemua proses ini tidak terlepas dari
jihad.
Di dalam Al-Qur’an dan Hadist disebutkan beberapa bentuk jihad antara lain :

Orang-orang yang beriman, berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta
dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah dan merekalah or-
ang-orang yang memeperoleh kemenangan. ( At- taubah : 20 )
Sesungguhnya orang-orang Mukmin hanyalah orang-orang yang beriman ke-
pada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu dan mereka berjihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwanya : merekalah orang-orang yang benar. ( Al
Hujorot : 15 )

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mereka tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga diri “.
(At-taubah : 122 )

Benerapa hadist yang menyebutkan jenis jihad :


Dari Abu Said Al Khudri ra berkata : Seseorang datang kepada Nabi SAW ber-
tanya : Siapakah manusia yang utama ? , Nabi SAW menjawab : “Orang mukmin
yang berjuang dengan harta dan jiwanya dijalan Allah . ( HR. Bukhori Muslim )

Dari Anas ra bahwasanya Nabi SAW berkata : “ Berjihadlah melawan orang-or-


ang musyrik dengan harta, jiwa dan lisan kalian”. (HR Abu Dawud, Ahmad,
Nasa’I, Ibn Hibban dan Hakim)

Dari Abu Said al Khudri ra berkata : Telah berkata Rasulullah SAW : “ Seutama-
utama jihad adalah berkata-kata benar ( haq ) dihadapan penguasa yang zolim”
(HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Surat At-Taubah ayat 20 dan surat Al hujarat ayat 15 diatas menyebutkan


tentang jihad harta dan jiwa. Surat al-Taubah ayat 122 menyebutkan tentang ji-
had pengajaran/ pendidikan. Kata ‘nafar’ yang berarti berangkat menuntut ilmu
dan mengajarkannya sedangkan ayat ini membicarakan jihad.
Hadist dari Abu Sa’id dan Anas menyebutkan jihad jiwa dan harta, sedangkan
kata-kata lisan dapat dimasukkan bagian dari jihad jiwa ( anfus ) sebagaimana
yang akan diterangkan kemudian. Sedangkan hadist terakhir menyebutkan ji-
had politik, karena ada hubungannya dengan penegakkan pemerintah yang adil.
Untuk melengkapi beberapa bentuk jihad ini, maka dapat disebutkan jihad pen-
getahuan (makrifah), karena jihad ini meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia yang digunakan untuk menegakkan kalimat Allah.
Maka dengan demikian, dapat disimpulkan secara garis besarnya jihad meliputi
:
- Jihad Harta ( Jihad Amwal )
- Jihad Jiwa ( Jihad Anfus )
- Jihad Pendidikan ( Jihad Ta’limi )
- Jihad Politik ( Jihad Siyasi )
- Jihad Pengetahuan ( Jihad Ma’rifah )

V.
SYAHID
Setiap Yang Bernyawa Pasti Mati
Setiap yang bernyawa pasti akan menemui kematian. Tidak ada yang
kekal abadi di dunia ini, karena sifat dunia ini adalah sementara bagi manusia,
hanya sekedar menumpang hidup, menjalani kehidupan dan menemui
kematian. Tidak ada seorang manusiapun yang lepas dari kematian. Itulah
sebabnya, ketika Budha Gautama diminta salah seorang pengikutnya untuk
menghidupkan anaknya yang sudah mati, Budha memerintahkan agar
mendapatkan makanan dari keluarga yang belum pernah mengalami kematian
anggota keluarganya. Dengan susah payah, sang pengikut mencari keluarga
yang tidak mernah mengalami kematian anggota keluarga, dan diapun tidak
mendapatkan sebuah keluargapun yang tidak ditimpa kematian. Kematian
adalah sesuatu kepastian yang mutlak bagi manusia dan makhluk bernyawa.
Seorang raja yang berkuasa sekalipun satu saat akan menemui ajalnya,
seorang bangsawan yang terhormat pasti akan mati, seorang Panglima yang
gagah beranipun akan menemui kematian. Manusia pasti akan menemui
kematiannya, walaupun ia menyukai ataupun tidak menyukainya, kematian
pasti akan menjemputnya, baik ketika ia masih muda, remaja ataupun sudah
tua. Tidak ada satu manusiapun yang mampu menolak kematian, walau
bagaimanapun berkuasanya ia di muka bumi ini, jika saat kematiannya telah
tiba, maka kematian akan menjemputnya.
Dalam masyarakat banyak terlihat kematian dan sebab-sebabnya. Ada yang
mati akibat sakit, ada yang mati akibat kecelakaan ada yang mati akibat
keracunan, ada yang mati akibat dibunuh, bahkan ada yang mati dengan
tanpa sebab, langsung mati saja. Orang yang sehat wal afiat, tiba-tiba tanpa
sebab mati dan sebaliknya orang yang diramalkan dokter akan menemui
kematian dalam waktu dekat akibat penyakitnya dapat bertahan hidup
bertahun-tahun. Sebab-sebab kematian memang berbagai macam ragamnya,
dan terkadang orang yang lemah imannya langsung akan menuding kepada
sebabnya. “Seandainya dia rajin berobat, pasti tidak kena peyakit dan
terhindar dari kematian”, “Seandainya dia tidak pergi, maka tidak akan terjadi
kecelakaan dan tidak merengut nyawanya”, “Seandainya…..” dst… dst. Namun
kematian akan tetap menjemputnya, jika tidak karena sakit, pasti akan ada
sebab musabab lainnya, karena jika Allah telah menentukan ajal seseorang,
walau apapun yang dilakukan untuk menghindari kematian, maka kematian
pasti akan menjemputnya dengan berbagai cara dan berbagai sebab.
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila
datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (al-Munafiqun : 11)
Dalam urusan waktu kematian manusia tidak diberi pilihan oleh Sang
Penciptanya, namun manusia boleh memilih cara mendapatkan kematiannya.
Sebagaimana mereka bebas menjalani kehidupannya, manusia diberi
kebebasan pula dalam menempuh cara kematiannya. Apakah ia memilih mati
secara mulia atau secara hina, apakah ia mati sebagai pahlawan atau sebagai
penghianat, apakah ia mati sebagai seorang yang beriman atau sebagai orang
yang ingkar, apakah ia mati sebagai pejuang agung atau hanya sekedar
sampah masyarakat. Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan umur
kepada manusia memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih cara
dalam menghadapi kematiannya. Kebebasan ini menandakan Keadilan dan
Kasih Sayang Allah kepada manusia yang telah diciptakan-Nya.

Memilih Cara Kematian


Manusia hidup di dunia cuma sekali, berarti mereka hanya memiliki
kesempatan sekali saja dalam memilih bentuk kehidupan terbaik bagi dirinya
dan memilih cara mati yang terbaik, cara yang akan mengantarkannya menuju
kemulian setelah kematian menjemputnya. Karena setelah kematiannya,
manusia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap semua perbuatannya
di muka bumi. Jika mereka dapat mempertanggungjawabkan semua
amalannya dengan baik, sesuai dengan amanah dan perintah Allah, maka ia
akan mendapatkan balasan kenikmatan dan kemulian berupa syurga yang
telah dijanjikan Allah kepadanya. Demikian pula halnya jika mereka tidak
dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatannya, menghianati amanah
dan melanggar perintah Allah, maka ia akan mendapatkan balasan azab yang
menyengsarakan. Itulah sebabnya, menusia diberikan kebebasan untuk
menentukan hidup dan kehidupannya di dunia, dan mereka akan diminta
pertanggungjawabannya kelak, sebagai konsekwensi logis atas kebebasan yang
dinikmatinya.
Islam sebagai agama terunggul dan tertinggi, senantiasa menyerukan
pengikutnya agar memilih bentuk kehidupan yang mulia dibawah perintah dan
ridho Allah, serta menemui kematian dengan cara yang terunggul, termulia dan
tertinggi. Kematian bagi Islam adalah ibarat sebuah seni indah menawan yang
dapat dipersiapkan dan dipilih manusia dalam menghadapinya. Itulah
sebabnya Islam mengajarkan kepada para pengikutnya agar menempuh
kematiannya sebagai seorang yang terhormat, sebagai seorang yang Syahid
(jamaknya Syuhada). Karena hanya dengan memilih mati sebagai seorang yang
syahidlah, manusia akan mencapai tingkat tertinggi dari segala kebajikan,
sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah saw :”Di atas kebajikan tak ada lagi
kebajikan kecuali mati syahid. Tak ada lagi kebajikan lebih utama daripada itu.
(al-Bihar 74:61).
Syahid adalah julukan yang diberikan Islam kepada mereka yang telah
menemui kematiannya dengan cara tetap berada dalam posisi menegakkan
kalimah Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan “Siapa yang terbunuh karena
menegakkan kalimah Allah, dia syahid” (HR. Bukhori). Mereka adalah orang
yang mati di jalan Allah dalam memperjuangkan tegaknya kalimat Allah di
muka bumi. Namun tidak semua pejuang yang mati mengatasnamakan Islam
dapat dikatakan sebagai syahid, kecuali mereka mengikhlaskan dirinya
berjuang semata-mata demi tegaknya kalimah Allah di muka bumi dan dengan
cara-cara yang telah digariskan-Nya, dan bukannya mati karena berjuang demi
sebuah bangsa, demi sebuah nama besar, demi sebuah pangkat, kekayaan
ataupun demi sebuah perintah rezim dan embel-embel duniawi lainnya.
Para syuhada adalah mereka adalah orang-orang yang gugur dalam berjuang
karena Allah dan di jalan Allah semata. Boleh jadi mereka adalah seorang
tentara gagah perkasa yang berperang membela dan menegakkan kalimah
Allah, ataupun seorang pendakwah dan penyeru yang menegakkan Islam,
ataupun seorang cendekiawan atau profesional yang berjuang dengan
bidangnya untuk kejayaan Islam dan ummatnya, ataupun seorang aktivis
pejuang yang telah menyerahkan hidupnya kepada perjuangan menegakkan
Islam, ataupun seorang penguasa yang mempertahankan kalimat Allah. Dan
diantara mereka adalah seorang beriman yang mempertahankan kehormatan
keluarga dan hartanya, ataupun orang yang gugur dalam menunaikan haji,
atau seorang muslimah yang gugur dalam melahirkan. Namun syahid tertinggi
adalah mereka yang berjuang di medan perang membela kalimat Allah dan
mereka yang gugur dalam menentang kezaliman penguasa.
Dari Nu’aim bin Umar ra, berkata, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah:”Syuhada manakah yang paling utama ?” “Orang yang bertemu
musuh dalam barisan perang, mereka tidak memalingkan wajah-wajah mereka
sehingga mereka terbunuh. Mereka akan berjalan di ruangan Syurga yang
tertinggi, Allah tertawa melihat mereka dan apabila Allah tertawa kepada hamba-
Nya di dunia, maka dia tak akan mengalami hisab. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu Mas’ud berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Akan ada
pemimpin-pemimpin kamu yang menyeru kepada sunnah seperti (sunnah) ini.
Jika kamu membiarkannya mereka akan menjadikannya seperti (sunnah) ini; jika
kamu membiarkannya mereka akan membawa bencana besar. Penghulu para
syuhada adalah Hamzah dan juga seorang laki-laki yang mendatangi penguasa
yang zalim, yang menyuruh menegakkan keadilan dan melarangnya (melakukan
kezalima), kemudian penguasa itu membunuhnya.(HR. al-Hakim)
Karena tidak ada lagi kebajikan (al-Birr) yang lebih tinggi dari pada syahid
inilah masyarakat agung yang dibina Rasulullah berlomba-lomba
memperebutkannya. Seorang panglima Islam yang gagah perkasa, Khalid bin
Walid, ketika menjelang kematiannya merintih dengan penuh kesedihan
karena tidak mati di medan perang sebagai syahid:”Sungguh aku telah meminta
kematian yang kucita-citakan (syahid), namun Allah tidak menakdirkannya,
sehingga aku mati ditempat tidurku”. Ketika terjadi sebuah peperangan,
Rasulullah menyerukan agar para tentaranya bersegera menggapai syurga
yang luasnya seluas langit dan bumi. Kemudian bangkitlah Umair bin
Hammam sambil memakan korma, lalu menyisakan sebagiannya karena
mengganggapnya terlalu lama baginya untuk mendapatkan syahid. Dengan
gagah berani Umair maju memerangi musuh sehingga syahid. Dalam sebuah
kisah disebutkan bahwa dua pemuda, Samurah bin Jundab dan Rafi’ bin
Hudaj, disuruh keluar dari barisan tentara karena berusia muda. Ayah Rafi’
memohon kepada Rasulullah agar anaknya dapat diikutkan berperang karena
ia pandai memanah, dan Rasulullah mengabulkannya. Ketika Samurah bin
Jundab mengetahui hal ini, ia protes kepada Rasulullah dan menantang duel
Rafi’ dengan perjanjian jika menang agar Rasulullah mengikutkannya
berperang. Ternyata selelah berduel, Samurah memenanginya dan iapun
diperbolehkan Rasulullah untuk ikut berperang.
Amru bin Jamuh adalah seorang shahabat Nabi yang cacat kakinya. Ia
mempunyai empat orang anak laki-laki dan kesemuanya ikut berperang
bersama Nabi. Ketika Nabi hendak keluar ke medan Uhud, Amru bin Jamuh
ingin ikut serta bersama Nabi. Namun keempat orang anaknya berkata
kepadanya:”Sebenarnya Allah telah memberikan engkau uzur untuk tidak ikut
berperang, sebaiknya tinggal sajalah di rumah dan kami sebagai penggantimu,
karena Allah telah mencabut kewajiban jihad atasmu”. Atas larangan itu, Amru
datang melaporkan kepada Rasulullah,”Sebenarnya putera-puteraku melarang
aku untuk ikut berjihad bersamamu. Demi Allah aku harapkan mati syahid,
sehingga aku dapat masuk Syurga dengan kakiku yang pincang ini”. Kemudian
Rasulullah mengizinkannya, dan Amru bin Jamuhpun mendapatkan cita-cita
mati sebagai seorang syahid.
Umair bi Abi Waqqas, adik Sa’ad bin Abi Waqqas, ketika kaum Muslimin
berangkat ke perang Badar, ia berangkat dengan sembunyi-sembunyi karena
takut diketahui, dan takut tidak diperbolehkan ikut berperang karena
umurnya yang masih sangat muda. Sa’ad kakaknya bertanya :”Kenapa kamu
sembunyi-sembunyi ?”. “Aku takut kalau Nabi menyuruhku kembali sedangkan
aku ingin mati syahid di medan jihad”. Jawabnya. Tatkala Nabi mengetahui
kejadian itu, hampir saja beliau menyuruhnya kembali. Namun karena Umair
menangis minta diizinkan oleh Nabi untuk berperang, Nabipun amat kasihan
padanya. Akhirnya Nabi mengizinkannya pergi berperang dan terkabul cita-
citanya. Umair gugur di Badar sebagai syuhada.
Menghadapi kekejaman Yazid bin Muawiyah terhadap kaum Muslimin,
maka tampillah Husein bin Ali (cucu kesayangan Rasulullah saw)
menentangnnya. Sebelum syahid di Karbala, beliau mengucapkan kata-kata
agung sebagai seorang pejuang sejati yang pantang menyerah kepada
kelaliman, dan siap syahid menghadapinya :
Kalian telah menjadikan pemimpin orang-orang yang dahulu menganggap al-
Qur’an sebagai sihir dan mencemoohkan Nabi. Kalian lebih menyukai
perbudakan daripada kemerdekaan dan memilih kekafiran daripada iman,
karena kecintaan kepada dunia. Tingkah laku seperti ini akan membawa kalian
kepada kehinaan dan kerendahan, dan mendatangkan laknat yang kekal
bagimu……. Kalian meminta aku mengenakan pakaian kehinaan, padahal kalian
tahu bahwa kami tidak pernah menyerah kepada penghinaan seperti itu.
Rasulullah saw, dan ayah-ayah kami yang suci telah memiliki jiwa yang begitu
suci dan mulia sehingga mereka lebih memilih kematian daripada kehinaan.
Kami tidak mengenal takut dan sifat pengecut. Kami berangkat menuju syahid
dengan penuh bahagia, karena kami tidak melihat kehidupan abadi selain dalam
mati sebagai syahid..

Masyarakat agung yang dibina Rasulullah sangat mencintai syahid,


gugur di jalan Allah dalam menegakkan kalimat Allah. Mereka akan berlomba-
lomba memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya ketika mereka diseru menuju
kebahagian yang tiada bandingannya. Karena mereka sangat memahami,
bahwa syahid, mati di jalan Allah pada hakikatnya bukan kematian, tetapi
sebuah kehidupan baru yang lebih mulia dan menyenangkan, kehidupan yang
senantiasa dibamba-dambakan oleh seluruh manusia, sebagaimana yang
dinyatakan al-Qur’an :
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu
mati; bahkan mereka hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka
bergembira disebabkan karunia Allah yang diberikan kepada mereka, dan
mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang
belum menyusul mereka, bahwa tidak ada khawatiran terhadap mereka dan
tidak pula mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan
karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang beriman. (Ali Imron : 169-171)
Dalam sebuah riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Allah menjadikan arwah saudara-saudaramu yang gugur di perang Uhud
sebagai burung-burung hijau yang mengunjungi sungai di Surga dan makan
buah-buahannya, sampai menghampiri lampu mas di bawah naungan ‘arsy.
Ketika mereka mendapatkan makanan yang enak, minuman yang lezat dan
tempat tidur yang empuk, mereka berkata : “Alangkah baiknya jika teman-teman
kita mengetahui apa yang Allah telah jadikan untuk kita, sehingga mereka itu
tidak segan berjihad dan tidak mundur dari peperangan”. Allah berfirman
kepada mereka : “Aku akan sampaikan hal kalian kepada mereka”. Maka
turunlah ayat tersebut di atas yang menceritakan keadaan para syuhada”.
(HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim dari Ibnu Abbas)

Demikian pula halnya dengan perjuangan di jalan Allah. Untuk memotivasi


para pengikutnya, Islam telah memberikan berbagai bentuk janji dan imbalan
yang akan diberikan kepada mereka yang berjuang di jalan Allah. Bahkan al-
Qur’an menganggap perjuangan adalah sebuah bisnis yang sangat
menguntungkan :
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan
yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih ?. (yaitu) kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. Niscaya
Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga
yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, dan memasukkan kamu ke tempat
tinggal yang baik di dalam syurga ‘And. Itulah keberuntungan yang besar. Dan
ada lagi karunia lain yang kamu sukai yaitu pertolongan dari Allah dan
kemenangan yang dekat. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang beriman. (al-Shoff : 10-13)
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan
harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itulah janji yang benar dari
Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya selain daripada Allah ? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah
kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (al-Taubah : 111).
Mereka yang berjuang di jalan Allah untuk menegakkan kalimat-Nya
bukan hanya mengharapkan balasan di dunia saja dengan tegaknya tatanan
masyarakat Islam yang adil, makmur, aman damai dan penuh persaudaraan
saja. Namun lebih jauh mereka mengharapkan balasan yang tiada
bandingannya di syurga kelak. Allah tetap akan memberikan balasan kepada
mereka sesuai dengan kadar perjuangan mereka, baik mereka membunuh
ataupun terbunuh. Jika mereka membunuh musuhnya, Allah akan
memberikan kebahagian mereka dengan kehidupan yang penuh kedamaian
dalam sebuah masyarakat Islam dan kelak mereka akan mendapat balasannya
di akhirat. Bagi mereka yang terbunuh, gugur dalam perjuangannya, Allah
SWT langsung memberikan mereka dengan kenikmatan yang belum pernah
mereka bayangkan dan rasakan di dunia.
Jika Allah dan Rasul-Nya telah menjanjikan balasan kenikmatan di
dunia dan di akherat, kenapa para pejuang Islam memiliki semangat yang lebih
lemah daripada para pejuang kiri radikal yang telah mengorbankan seluruh
hidup dan kehidupan mereka demi sesuatu angan-angan kosong yang tidak
berujung. Seharusnya semua janji-janji benar yang telah dibuktikan oleh
Rasulullah dan para Shahabatnya dengan tegaknya masyarakat Islam menjadi
sumber motivasi dan semangat para pejuang dalam menegakkan kebenaran
Islam, membebaskan umat manusia dari kesesatan dan perbudakan hawa
nafsu dan segala tuhan-tuhan palsu. Semangat perjuangan dan semangat
pengorbanan yang dimiliki para pejuang Islam harus jauh mengatasi segala
bentuk semangat radikal kaum kiri dan kaum revolusioner manapun, karena
mereka berjuang dengan tujuan yang jelas, dan yang paling terpenting jika
mereka gugur di jalan Allah mereka akan mendapatkan predikat sebagai
syuhada, gelar tertinggi dan termulia yang senantiasa diharapkan oleh kaum
mukminin sepanjang sejarah.
Janganlah kamu bersikap lemah dan jangan pula kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi drajatnya, jika kamu orang-
orang yang beriman. Jika kamu mendapat luka, maka sesungguhnya
musuhmupun mendapat luka yang sama. Dan masa (kejayaan dan kehancuran)
itu, Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan
supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang yang
kafir) dan supaya sebagaian kamu dijadikan-Nya gugur sebagai Syuhada Dan
Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.(Ali Imron : 139-140)
Allah dengan segala Kasih Sayang-Nya, memberikan kesempatan kepada
hamba-hamba-Nya untuk meraih predikat tertinggi dalam mengakhiri
hidupnya, dan tiada yang lebih tinggi dan lebih mulia dari pada gugur dalam
membela dan memperjuangkan tegaknya kalimat Allah. Merekalah yang diberi
gelar sebagai syahid.

Keutamaan dan Balasan Bagi Para Syuhada


Para syuhada, mereka yang gugur di jalan Allah, akan mendapat
berbagai bentuk kenikmatan dan keutamaan dari Allah SWT. Selain mereka
akan dimasukkan ke dalam syurga yang telah dijanjikan, mereka memperoleh
beberapa keutamaan, diantaranya :
Bagi orang yang syahid terdapat 6 hal yang akan diterimanya, yaitu :
Pertama, Allah memberi ampunan ketika pertama kali bergerak dan akan melihat
tempatnya di Syurga. Kedua, selamat dari siksa kubur. Ketiga, selamat dari
goncangan hari kiamat. Keempat, akan diberikan kepadanya mahkota kebesaran
yang terbuat dari permata Yaqut sebagai tanda kehormatan yang jauh lebih
mahal daripada dunia seisinya. Kelima, akan dikawinkan dengan 72 bidadari.
Keenam, dapat memberi syafa'’t kepada 70 keluarganya. (HR. Tirmidzi

- Mereka merasakan kematian seperti sebuah cubitan


“Tidak merasakan kematian bagi orang yang syahid melainkan seperti
dicubit”. (HR. Tirmidzi)

- Selalu ingin mengulangi kematiannya sebagai syahid


Tidak seorangpun yang telah masuk syurga, lalu ingin dikembalikan lagi
ke dunia meskipun ia mempunyai kekayaan dunia seisinya, kecuali orang yang
mati syahid, maka sesungguhnya ia menginginkan dikembalikan ke dunia lalu
dibunuh sebanyak sepuluh kali karena ia melihat kemulian, dan di dalam
riwayat lain karena ia melihat keutamaan-keutamaan syahid. (HR. Bukhori
Muslim)

- Pahala amal sholeh mereka terus mengalir


Tiap yang mati ditutup menurut amalnya yang terakhir, kecuali penjaga
garis depan fie sabilillah, maka dihidupkan terus amal kelakuan yang biasa
dilakukannya sampai hari kiamat dan diselamatkan dari fitnah atau pertanyaan
kubur. (HR. Abu Dawud)

- Mereka dibangkitkan seperti ketika mereka menemui syahid


Apabila para hamba sedang berdiri menunggu hisab, datanglah
sekelompok orang yang menyandang senjata di atas tengkuk-tengkuk mereka,
menetes darah-darah mereka, mereka berdesak-desakan di pintu Syurga.
Bertanya orang-orang:"”iapakah orang-orang itu ?"” Dikatakan : "“ereka adalah
para syuhada yang hidup dan diberi rizki"” (HR. Thabrani)

Maka dengan segala keutamaan dan kenikmatan yang diberikan Allah


kepada mereka yang syahid di jalan-Nya, tidakkah menjadi pendorong bagi
hamba-hamba Allah untuk berjuang menegakkan kalimat Allah di muka bumi.
Kehidupan di dunia cuma sekali, demikian pula kematian cuma sekali saja,
manusia diberi kebebasan untuk memilih bentuk kehidupan dan kematiannya.
Tidak ada satu kebahagian bagi orang beriman, kecuali dia hidup di bawah
naungan ajaran Islam dan mati sebagai seorang syahid. Wallahu a’lam…..
VII.
PEMERINTAHAN ISLAM
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu yang mengerjakan
amal-amal yang sholeh bahwa dia sesungguhnya akan menjadikannya mereka berkuasa dibumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan
sesungguhnya Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka,
dan dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan
menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutu sesuatu
apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik. ( An-Nur : 55 )

Pemerintahan Islam, berbeda dengan pemerintahan-pemerintahan lain, tidak


didasarkan pada konsep kebangsaan dan ras, melainkan semata-mata berdasarkan
idiologi dari Qur’an dan sunnah. Selama ini umat Islam belum mempunyai pandangan
yang kongkrit mengenai cara-cara pemerintahan dan lembaga-lembaga yang akan
memberikan kepada suatu pemerintahan sifat Islamiyah dan sekaligus sesuai dengan
keperluan masa sekarang.121
Pemerintahan Islam berbeda secara substansial dengan pemerintahan-pemerintahan
yang dirumuskan Barat yang liberalis ataupun sosialis saat ini, baik yang dinamakan
dirinya dengan pemerintahan Republik, negara demokrasi, sosialis, monarchi, dan
lainnya. Karena sistem pemerintahan manusiawi ini lahir dari falsafah yang berbeda
dengan falsafah Islam dalam memandang pemerintahan. Pemerintahan manusiawi
berdasarkan teori-teori yang diciptakan manusia dengan segala kelemahan dan
kekurangannya. Sementara pemerintahan Islam lahir bedasarkan akar ajarannya yang
sempurna dari Allah, Sang Pencipta Alam. Sebagaimana yang dikatakan Abul Ala
Maududi :
“Sedini mungkin perlu kiranya kita pahami bahwa Islam bukanlah sekumpulan
gagasan yang tidak saling berkaitan atau cara-cara perilaku yang tidak saling melekat
bertautan. Islam justru merupakan tatanan yang sempurna, keseluruhan yang bulat,
yang mendasarkan diri pada himpunan postulat-postulat jelas yang pasti. Baik semua
ajaran utamanya maupun aturan-aturan tindakannya yang terinci, digali dari, dan
secara logis, dikaitkan dengan prinsip-prinsip dasarnya. Semua hukum dan perturan-
peraturan yang telah diletakkan Islam diberbagai sektor kehidupan manusia pada
hakekatnya merupakan renungan, pengembangan dan pencerminan prinsip-prinsip
utamanya. Beberapa tahap kehidupan Islam dan kegiatannya mengalir dari postulat-
postulat dasar ini secara pasti laksana tanaman mencuat dari benihnya……….Semua
rancangan kehidupan Islam juga mengalir dari postulat-postulat pokoknya. Oleh karena
itu, aspek manapun dari Idiologi Islam yang ingin dikaji, pertama kali yang harus
diketahui adalah mengetahui akarnya serta prinsip dasarnya.122
“Iman terhadap ke-Esaan dan kekuasaan Allah merupakan landasan sistim sosial dan
moral yang ditanamkan oleh para Rasul. Dari sinilah filsafat politik Islam mengambil
titik pijak. Prinsip dasar Islam adalah bahwa mahluk manusia, baik secara individual
maupun kelompok, harus menyerahkan hak atas kekuasaan, legislasi serta penguasaan
atas sesamanya. Tidak seorangpun yang akan diperkenankan untuk memberikan
perintah atau aturan-aturan sekehendaknya sendiri dan tidak seorangpun yang
diperkenankan untuk mengakui kewajiban untuk melaksanakan pemerintah atau
aturan seperti itu. Tidak seorangpun yang diberi hak istimewa untuk membuat undang-
undang sekehendak hatinya sendiri dan tidak seorangpun yang wajib mengigatkan

The Principles of State and Government in Islam,


The Islamic Law and Constitution,
dirinya kepada undang-undang yang telah dibentuk dengan cara seperti itu. Hak ini
hanya merupakan hak Allah. (QS, 12:40, 3:154, 16:116, 5:54).”
“Menurut teori ini, kedaulatan ada di tangan Allah . Dia sendirilah yang merupakan
pemberi hukum. Tidak seorangpun, sekalipun Rasul, yang berhak memerintah orang
lain sekehendak hatinya sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu .”
“Dengan demikian, karakteristik utama suatu Negara Islam yang dapat digali dari
pernyataan-pernyataan Kitab Suci al-Qur’an adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada seorangpun, bahkan seluruh penduduk negara secara keseluruhan, dapat
menggugat kedaulatan. Hanya Tuhan yang berdaulat, manusia hanyalah subyek.
2. Tuhan merupakan pemberi hukum sejati dengan wewenang mutlak legislasi ada
pada-Nya. Kaum mukmin tidak dapat berlindung pada legislasi yang sepenuhnya
mandiri, tidak juga dapat mengubah hukum yang telah diletakkan Tuhan, sekalipun
tuntutan untuk mewujudkan legislasi atau perubahan hukum ilahi ini diambil se-
cara mufakat bulat.
Suatu negara Islam dalam segala hal haruslah didirikan berlandaskan hukum yang
telah diturunkan Allah kepada manusia melalui Rasulullah SAW. Pemerintah yang
akan menyelenggarakan negara semacam ini akan di beri hak untuk ditaati dalam
kemampuannya sebagai suatu agen politik yang diciptakan untuk menegakkan
hukum-hukum Tuhan, sepanjang dia bertindak sesuai dengan kemampuannya. Jika
dia mengabaikan hukum yang telah diturunkan Allah, perintah-perintahnya tidak
akan lagi mengikat kaum mukminin.123
“Konsep yang digambarkan oleh al-Qur’an bagi negara dan tatanannya, melalui 16
pokok yang telah disebutkan sebelum ini memiliki ciri-ciri yang jelas yaitu :
1. Negara ini didirikan atas dasar kesadaran suatu bangsa yang merdeka dan bersedia
menundukkan kepalanya secara suka rela kepada Tuhan Semesta Alam, meskipun
adanya kenyataan bahwa ia adalah bangsa yang merdeka dengan kemerdekaan
yang sempurna dan ia rela menempati kedudukan sebagai kholifah (pengganti,
wakil) bukan kedudukan pengusa tertinggi di bawah kekuasaan Allah yang tert-
inggi dan bekerja sesuai dengan perundang-undangan dan hukum-hukum yang
ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan melalui RasulNya.
2. Bahwasannya kekuasaan dan kedaulatan hukum tertinggi didalamnya adalah
sepenuhnya bagi Allah sendiri sampai satu batas yang bersesuaian dengan teori
teokrasi, hanya saja cara negara melaksanakan teori ini berbeda dengan sistem
teokrasi yang dikenal. Sebagai ganti keistimewaan suatu kelas tertentu dari kaum
pendeta atau kaum sesepuh dan lain-lainnya berkenaann dengan perwakilan dari
Allah dan pemusatan segenap kekuasaan al- hal wal aqd (melepas dan mengikat)
ditangannya, seperti yang dikenal dalam kekuasaan-kekuasaan teokratis, kita
mendapati bahwa khilafah atau perwakilan dari Allah dalam negara Islam adalah
bagian kaum mukminin semuannya (yaitu mereka yang telah membuat perjanjian
dengan Allah dengan kesadaran yang timbul dari keinginan mereka untuk patuh
dan taat kepada hukum-Nya) dalam batas-batas negara semuanya, dan bahwa
kekuasaan-kekuasaan al-hal wal aqd yang terakhir berada ditangan mereka secara
kolektif.
3. Sistem ini bersesuaian dengan pokok-pokok demokrasi tentang ketentuan bahwa
terbentuknya pemerintahan, pergantiannya serta pelaksanaannya haruslah sesuai
dengan pendapat rakyat, tetapi rakyat dalam sistem ini, tidak terlepaskan kendal-
inya sama sekali sehingga menjadikan undang-undang negara, pokok-pokok ke-
hidupannya, garis-garis politik dalam dan luar negerinya serta seluruh daya dan
sumber kekuatannya mengikuti hawa nafsu atau kecendrungan mereka, ikur ber-
sama kemana mereka pergi; akan tetapi kecendrungan rakyat diatur dan diluruskan
dengan undang-undang Allah dan Rasul-Nya , yaitu undang-undang dasar yang
tertinggi. Dan dengan prinsif-prinsif, batasan-batasan, hukum-hukum dan ikatan-
ikatan akhlaqnya. Maka negara menempuh jalan tertentu yang telah ditetapkan dan
tidak diperbolehkan bagi badan legislative, yudikatif, eksekurif atau bahkan rakyat
seluruhnya untuk mengubahnya. Dalam hal ini tentunya dengan pengecualian ap-
abila rakyat memutuskan untuk melanggar perjanjian (dengan Allah) dan keluar
dari lingkungan iman.
4. Negara ini adalah negara yang berdasarkan konsep-konsep tertentu dan sudah
barang tentu dikelola oleh orang-orang yang benar-benar percaya dan menerima ga-
gasan-gagasannya, prinsip-prinsip dan teori-teori asasinya. Adapun orang-orang
yang tidak meyakini kebenarannya dan tidak menerima dengan baik, tapi mereka
ingin tinggal didalam perbatasannya, maka mereka memiliki hak-hak yang sama
dengan orang-orang yang meyakini dan menerima prinsip-prinsip serta gagasan-ga-
gasan negara ini.
5. Negara ini berdiri atas dasar idiologi semata-mata dan tidak atas dasar ikatan-ikatan
warna, ras, bahasa atau batas-batas geografis. Setiap manusia, dimanapun mereka
berada dimuka bumi ini, dapat menerima prinsip-prinsipnya apabila ia ingin dan
menggabungkan diri kedalam sistemnya, dan memperoleh hak-haknya sama persis
tanpa perbedaan, kefanatikan atau kekhususan… dan setiap negara diseluruh dunia,
yang ditegakkan atas dasar prinsip-prinsip ini adalah “negara Islam“ baik ia berdiri
di Afrika, di Amerika, di Eropah atau di Asia ; dijalankan dan dilaksanakan urusan-
urusannya oleh orang-orang yang berkulit merah, hitam ataupun kuning. Tidak ada
suatu hambatan apapun yang menghalanginya untuk menjadi sebuah negara
dengan kekhususan ideologis ini, sebagai sebuah negara dengan hukum-hukum In-
ternasional . Dan apabila diberbagai tempat diatas muka bumi ini terdapat beberapa
negara seperti ini, maka semuanya adalah “negara Islam“ yang dapat saling tolong
menolong dan bantu membantu diantara mereka, sebagaimana layaknya antara san-
ak saudara yang saling mengasihi, tidak bertarung atas dasar nasionalisme ataupun
ikatan-ikatan kebangsaan yang beraneka ragam. Dan apabila mereka bersama-sama
mencapai persetujuan , merekapun dapat membentuk perdamaian Internasional
dan kesatuan pendapat umum yang bersifat internasional.
6. Semangat hakiki yang menjiwai negara ini ialah mengikuti akhlaq, bukannya men-
gikuti politik serta tujuan-tujuannya, serta menjalankan urusan-urusannya ber-
dasarkan taqwa kepada Allah dan takut kepadaNya. Dasar keutamaan seseorang
dalam negara ini ialah keutamaan dibidang akhlak semata-mata. Urusan-urusan
yang paling patut dipelihara dan paling layak diperhatikan dan diayomi ketika
pemilihan para pemimpin dan orang-orang ahlul-halli wal-aqd (yang berhak “ mele-
pas dan mengikat “) dalam negara ini ialah : Kebersihan akhlak dan kesuciaannya
disamping kemampuan inteligensia dan fisik. Setiap bagian dalam urusan dalam
negeri sistem negara ini haruslah ditegakkan atas dasar amanat, keadilan, ketulusan
dan persamaan, sebagaimana politik luar negerinya juga harus ditegakkan atas
dasar ketulusan sempurna dan berpegang teguh dengan ucapan-ucapan atau kepu-
tusan-keputusan yang telah diperbuat, dan mengusahakan adanya perdamaian dan
keadilan internasional serta perilaku yang sebaik-baiknya.
7. Negara ini tugasnya bukanlah melaksanajan kewajiban-kewajiban kepolisian
semata-mata, sehingga menjadikan fungsinya hanya menangkap, menahan, meneta-
pkan peraturan-peraturan serta menjaga batas-batas negara semata-mata, tetapi ia
adalah negara yang memiliki sasaran dan tujuan, dimana kewajibannya yang
terpenting ialah menyerukan perbuatan kebaikan, melaksanakan keadilan sosial,
menyuburkan kebajikan, mencegah kemungkaran dan memberantas kejahatan serta
segala bentuk pengrusakan.
8. Nilai-nilai asasi negara ini ialah persamaan hak, kedudukan dan kesempatan sera
pelaksanaan undang-undang, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ket-
aqwaan dan tidak saling tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran, kesadaran
akan tanggung jawab dihadapan Allah, kesesuaian antara individu dan masyarakat
serta negara dalam sasaran yang satu, dan tidak membiarkan salah seorang anggota
rakyat negara ini tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhan asasinya atau keperluan-
keperluan hidupnya yang esensial.
Telah ditetapkan adanya hubungan keseimbangan antara individu dan negara
dalam sistem ini, sehingga tidak menjadikan negara sebagai penguasa multak yang
dapat berbuat apa saja, atau menjadikan dirinya sebagai majikan yang memiliki
kekuasaan tanpa batas dan kesewenangan yang meliputi segalanya, sehingga men-
jadikan rakyat sebagai hamba yang dimilikinya, tanpa daya dan kekuatan; tapi ia
juga tidak memberikan kemerdekaan mutlak tanpa batas kepada individu dan mem-
biarkannya berbuat apa saja, sehingga menjadikannya sebagai musuh bagi dirinya
sendiri dan bagi kepentingan masyarakat. Tapi ia memberikan, kepada setiap indi-
vidu, hak-hak mereka yang asasi dan mewajibkan kepada pemerintah untuk men-
gikuti undang-undang tertinggi dan berpegang teguh pada permusyawaratan, serta
menyiapkan kesempatan-kesempatan yang sempurna untuk mendidik dan mem-
bina kepribadian individu dan menjaganya dari campur tangan kekuasaan tanpa
alasan, dalam satu segi, dan segi yang lain, ia mengikat orang perorang dengan
ikatan-ikatan akhlaq dan mewajibkan atas dirinya, ketaatan kepada pemerintah
yang berjalan sesuai dengan undang-undang Allah dan syariatNya dan bekerja
sama dengannya dalam kebaikan dan kebajikan dan melarangnya menyebabkan
kerusakan dalam tatanannya atau menyebarkan kekacauan diseluruh negeri, atau
enggan berkorban dengan jiwa dan harta demi menjaga dan mempertahankannya.124
al-Khilafah wa al-Mulk,
Konstutusi pemerintahan Islam harus mencakup prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
1. Kekuasaan tertinggi atas segenap alam semesta dan semua hukum terletak pada Al-
lah , Tuhan semesta alam saja.
2. Hukum dimuka bumi haruslah berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah. Ketetapan
hukum ataupun aturan administratif yang akan dikeluarkan dan diberlakukan tidak
boleh melanggar al-Qur’an dan al-Sunnah.
3. Negara harus berdasarkan prinsip-prinsip dan cita-cita idiologi Islami, bukan pada
konsep geografi, ras, bahasa atau konsep-konsep materialistik lainnya.
4. Negara berkewajiban membela dan menegakkan kebenaran (ma’ruf) serta mencegah
danmenghapuskan yang salah (mungkar), sebagaimana ditunjukkan al-Qur’an dan
al-Sunnah, mengambil semua tindakan yang perlu untuk menghidupkan kembali
dan mengembangkan pola kebudayaan Islam, serta mengadakan pendidikan Islam
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh berbagai aliran pemikiran Islam
yang diakui.
5. Negara berkewajiban memperkuat ikatan persatuan dan persaudaraan diantara
kaum muslimin diseluruh dunia, menghalangi timbulnya semua prasangka yang
berdasarkan perbedaan ras, bahasa, wilayah atau pandanganmaterialistik lainya,
serta menjaga dan memperkuat persatuan millat al-Islamiyah (ajaran Islam).
6. Merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menjamin tersedianya keperluan-
keperluan dasar kehidupan seperti makanan, pakaian, perumahan, kemudahan pen-
gobatan dan pendidikan bagi setiap warganegara tanpa membedakan ras atau
agama yang untuk sementara waktu atau selamanya tidak mampu memenuhi
nafkahnya karena alasan pengangguran, sakit atau alasan-alasan lainnya.
7. Warganegara berhak atas segala sesuatu yang diberikan kepada mereka oleh
hukum Islam, yakni mereka dijamin sepenuhnya dalam batas-batas hukum – dalam
hal keamanan jiwa, harta benda dan kehormatan diri , kebebasan beragama dan ke-
percayaan, kemerdekaan beribadah, kebebasan pribadi, kemerdekaan berpendapat,
kemerdekaan bergerak, kemerdekaan berserikat, kemerdekaan bekerja, persamaan
kesempatan, serta hak untuk memperoleh manfaat pelayanan masyarakat.
8. Tidak ada warganegara, kapanpun juga, yang boleh dihalang-halangi dari hak-hak
diatas mereka, kecuali atas dasar hukum. Mereka tidak pula boleh dijatuhi hukuman
atas tuduhan apapun tanpa diberi kesempatan penuh untuk membela atau tanpa
melalui pengadilan.
9. Aliran pemikiran Islam yang diakui memiliki dalam batas-batas hukum kemer-
dekaan penuh dalam beragama. Mereka memiliki hak untuk menyampaikan ajaran-
ajaran agama kepada para pengikutnya serta hak menyebar luaskan pandangan-
pandangan mereka, hal-hal yang berkenaan dengan hukum perdata akan diatur se-
suai dengan kode hukum (fiqh) mereka masing-masing, dan hendaknya aturan hal-
hal tersebut dilengkapi dengan hakim-hakim (qadhi) dari masing-masing aliran
pemikiran.
10. Warganegara bukan muslim dalam batasan hukum memiliki kebebasan sepenuhnya
dalam beragama dan beribadah, kebebasan dalam cara hidup, kemerdekaan budaya
dan pendidikan agama. Mereka diberi hak untuk mengatur semua hal yang berken-
aan dengan hukum perdata sesuai dengan aturan-aturan agama, adat dan kebiasaan
mereka.
11. Semua kewajiban negara terhadap warganegara bukan muslim dalam batas-batas
syariah-akan dihormati sepenuhnya. Mereka diberi hak yang sama dengan war-
ganegara muslim dalam hal hak-hak warganegara sebagaimana disebutkan dalam
paragrap 7 diatas.
12. Kepala negara haruslah seorang laki-laki muslim yang dinilai oleh rakyat atau
wakil-wakil pilihan mereka dapat dipercaya dalam hal kesholehan, pendidikan dan
kesehatannya.
13. Tanggung jawab pengaturan negara terutama berada ditangan kepala negara,
walaupun boleh ia limpahkan sebagian kekuasaannya kepada pribadi atau lembaga
lain.
14. Kepala negara menjalankan tugasnya tidak secara otokratik, melainkan secara musy-
awarah (syuro) dengan para pejabat pemegang tanggung jawab pemerintahan serta
dengan wakil-wakil pilihan rakyat.
15. Kepala negara tidak berhak membekukan konstitusi, seluruh atau sebagian, atau
menjalankan administrasi pemerintahan tanpa suatu lembaga permasyaratan (sy-
uro).
16. Lembaga yang diberi kuasa memilih kepala negara juga memiliki kekuasaan untuk
memecatnya atas dasar suara mayoritas.
17. Dalam hal hak-hak sipil, kepala negara berada setingkat dengan muslim-muslim
lainnya. Ia juga tidak bebas dari hukum.
18. Semua warganegara, baik pejabat pemerintahan, pegawai negeri maupun rakyat bi-
asa, tunduk pada hukum yang sama dan pada yurisdiksi pengadilan yang sama .
19. Peradilan dipisahkan dan bebas dari eksekutif, sehingga tidak mungkindipengaruhi
oleh eksekutif dalam memenuhi tugas-tugasnya.
20. Penyebaran dan penerbitan pandangan-pandangan dan idiologi-idiologi yang
dipandang merongrong prinsip-prinsip dasar dan cita-cita yang melandasi negara
Islam adalah terlarang.
21. Berbagai daerah dan wilayah negara hanya dipandang sebagai satuan-satuan ad-
ministrasi dari suatu negara kesatuan. Mereka tidak merupakan satuan-satuan atas
dasar ras, bahasa atau suku,melainkan daerah administrasi semata yang boleh
diberi kekuasaan tertentu-dibawahkan oleh pusat- yang diperlukan bagi kelancaran
administrasi. Mereka tidak berhak memisahkan diri.
Penafsiran konstitusi yang bertentangan dengan al-Qur’an atau al-Sunnah dianggap
tidak syah.125

Maka dengan demikian pemerintahan Islam yang adil adalah :


“Pemerintahan yang dikelola oleh sekelompok ummat Islam ; baik pemimpin-
pemimpinnya maupun staf-stafnya terdiri dari orang-orang yang komit terhadap
Concept of Islamic State,
manhaj Islam dan melaksanakan syariat Islam baik terhadap urusan dalam negeri
maupun terhadap urusan luar negerinya. Luar dalamnya semuanya Islam, dan patuh
secara mutlak kepada hukum Allah. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai baik yang
kedalam maupun yang keluar adalah semata-mata untuk kejayaan Islam. Syi’arnya
adalah untuk menegakkan Daulah Islamiyah, mempersatukan ummat Islam,
menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah, memenangkan syariat Islam, dan berjihad di
jalan Allah sehingga kalimat Allah benar-benar menjadi tertinggi di dunia. Negara dan
pemerintahan semacam ini akan mendidik rakyat / ummatnya dengan tarbiyah
Islamiyah yang sempurna, sehingga setiap individu siap menjadikan dirinya sebagai
jundullah (tentara Allah) dalam barisan hizbullah dengan kharakter khasnya yang
Islami. Inilah yang dimaksudkan ayat : “ (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan
kedudukan mereka dimuka bumi niscaya mereka mendirikan sholat , menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar , dan kepada
Allahlah kembali segala urusan . ( Al- Hajj : 41 ) Pada pemerintahan ini sudah dapat
dipastikan para pemimpin dan pemegang amanatnya selalu tegak diatas manhaj Islam,
begitu juga majlis-majlis syuronya. “ 126

- Pemerintahan Islam bukannya Pemerintahan Teokrasi


Pemerintahan Teokrasi biasanya diartikan sebagai : “Suatu bentuk pemerintahan
dimana Tuhan ( atau dewa ) dianggap sebagai raja atau penguasa yang tidak dapat
diganggu gugat, dan hukumnya dijadikan sebagai undang-undang dasar negara
tersebut. Undang-undang ini umumnya diselenggarakan oleh tataan pendeta sebagai
menteri-menteri dan oleh karenanya teokarasi merupakan sistem pemerintahan oleh
tatanan sakerdotal yang mengaku sebagai para perantara Ilahi “127
Sistem pemerintahan Islam dengan kedaulatan tertinggi pada Allah dalam segala hal
yang diamanahkan kepada hamba-Nya sebagai kholifah (wakil) tidaklah identik dengan
sistem pemerintahan teokrasi yang dikenalkan para pendeta Nasrani di Barat pada
abad pertengahan . Abul A’la Maududi menulis : “Nama yang lebih cocok untuk politik
Islam ini adalah “Kerajaan Tuhan“ ( Kingdom of God ) yang didalam bahasa politik
disebut sebagai “Teokrasi“. Tetapi teokrasi Islam merupakan sesuatu yang sama sekali
berbeda dari teokrasi yang pernah jaya di Eropah tempat terjadinya pengalaman pahit
karena adanya kelompok pendeta, yaitu suatu kelompok masyarakat khusus, yang
melakukan dominasi tak terhingga dan menegakkan hukum-hukumnya sendiri atas
nama Tuhan, dan pada akhirnya memaksakan keIlahian dan Ketuhanan mereka sendiri
atas rakyat. Sistem pemerintahan semacam ini justeru lebih bersifat syaithoniyah
daripada Ilahiyah. Sangat bertolak belakang dengan hal ini, teokrasi yang dibangun
Islam tidaklah dikuasai oleh kelompok keagamaan manapun kecuali seluruh
masyarakat Islam dari segala kelompok. Seluruh penduduk muslim menyelenggarakan
pemerintahan sejalan dengan Kitabullah dan praktek Rasulullah. Jika saya
diperkenankan untuk menggunakan istilah baru, saya akan menyebut sistem

Jundullah,
The Shorter Oxford Dictionary,
pemerintahan semacam ini sebagai “ Teo-Demokrasi “ yaitu sistem pemerintahan
demokrasi Ilahi, karena dibawah naungannya kaum muslimin telah diberi kedaulatan
rakyat yang terbatas dibawah pengawasan Tuhan. Eksekutif yang terbentuk
berdasarkan sistem pemerintahan semacam ini dibentuk berdasarkan kehendak umum
kaum muslimin yang juga berhak untuk menumbangkannya. Semua masalah
pemerintahan dan masalah mengenai hal-hal yang tidak diatur secara jelas dalam
syariah, diselesaikan berdasarkan mufakat bulat dan konsensus dikalangan kaum
muslimin. Setiap muslim yang mampu dan memenuhi syarat untuk memberikan
pandangan yang sehat mengenai masalah-masalah hukum Islam, diberikan hak untuk
menafsirkan hukum Tuhan jika penafsiran hukum ini memang diperlukan. Dalam
pengertian ini, politik Islam disebut juga sebuah demokrasi. Tetapi sebagaimana yang
telah diuraikan diatas, dia juga teokrasi dalam arti bahwa apabila terdapat perintah-
perintah atau hukum yang telah jelas atau terang-terangan dari Tuhan atau Rasul-Nya,
maka tidak seorangpun atau tak satu lembaga legislatif, yang berhak untuk
melaksanakan pertimbangan secara mandiri, sekalipun seluruh muslim disegenap
penjuru dunia mencapai sepakat bulat untuk mengubahnya“.128
Dengan demikian jelaslah sistem pemerintahan Islam tidak identik dengan sistem
pemerintahan teokrasi yang dikenal Barat, namun perlu digariskan, sistem
pemerintahan Islam mengandung unsur teokrasi sebagaimana diterangkan diatas . Atau
seperti apa yang dikatakan DR. Said Ramadhan : “ Ringkasnya, boleh dikatakan bahwa
pemerintahan hukum Islam tak akan pernah sampai menjadi “ teokrasi “ karena alasan
sederhana, yaitu ketiadaan hirarki kependetaan pada konsep paling dasar agama ini “.129

- Pemerintahan Islam bukannya Pemerintahan Demokratis ala Barat


Kesalahan politik terbesar kaum muslimin saat ini yang telah menggelincirkan mereka
adalah mengidentikkan sistem demokrasi kafir Barat dengan sistem musyawarah
(syuro) dalam Islam. Dimana hal ini sangat bertentangan secara substansial ataupun
filosofis. Abul A'la Maududi menulis :
“Pembahasan-pembahasan dimuka semakin memperjelas bahwa Islam ditinjau dari segi
filsafat politik merupakan antitesis sejati dari demokrasi Barat. Landasan-landasan
filosofis demokrasi Barat adalah kedaulatan rakyat. Didalamnya, jenis kekuasaan
mutlak legislasi mengenai penentuan nilai-nilai serta norma-norma perilaku berada
ditangan rakyat. Pembuatan undang-undang merupakan hak prerogatif dan legislasi
harus sejalan dengan mood dan suasana hati dari pandangan mereka . Jika sebagian
legislasi khusus diinginkan massa, betapapun jahatnya ditinjau dari segi moral dan
keagamaan, maka legislasi itu harus dimasukkan kedalam kitab undang-undang; atau
jika rakyat tidak menyukai aturan hukum tertentu dan meminta agar dilakukan
abrogasi, betapun adil serta benarnya undang-undang tersebut, maka dia harus
dilenyapkan. Ini tidak akan terjadi dalam Islam . Dalam hal ini, Islam sama sekali tidak
mengekor atau meniru jejak demokrasi Barat. Sebagaimana telah dijelaskan, Islam sama

The Islamic Law and Constitution,


Islamic Law, Its Scope and Enguity,
sekali mengenyahkan filsafat kedaulatan rakyat dan menyandarkan politiknya pada
landasan-landasan kedaulatan Allah dan kekhalifahan manusia.”130
Sistem demokrasi adalah sistem politik dan pemerintahan yang diciptakan Barat sesuai
dengan dinamika sejarah mereka yang telah menolak segala bentuk peranan agama
dalam kehidupan dunia, yang dikenal dengan faham sekulerisme. Faham ini sendiri
lahir dari kekecewaan masyarakat Barat terhadap ketidakadilan Raja-raja zalim dan
Pemuka-pemuka agama kristen yang mengesploitasi rakyat atas nama Tuhan.
Kehadiran pemerintahan demokratis adalah hasil perjuangan para cendekiawan Barat
menumbangkan dominasi para tirani dan menyerahkan kekuasaan mutlak kepada
rakyat. Sementara landasan filosofis pemerintahan Islam yang ditegakkan atas keadilan
Sang Pencipta sangat bertentangan dengan konsep yang dikemukakan para pemikir
politik Barat dengan teori demokrasi dan segala yang berhubungan dengannya. Maka
dengan demikian pemerintahan demokratis ala Barat sebagaimana yang dianut
sebagian besar kaum Muslimin saat ini tidak identik dengan syuro’ yang dikehendaki
Islam, bahkan bertentangan baik secara filosofis, teoritis maupun prakteknya. Maka
istilah dalam sistem politik Islam yang mendekati kebenaran bukan konsep demokrasi,
tetapi Teo-Demokrasi sebagaimana dikemukakan Abul A’la al-Maududi terdahulu.
Jadi dengan demikian pemerintahan Islam tidak mengenal sistem demokrasi Barat yang
disanjung sebagian kaum muslimin dewasa ini, tapi Islam memiliki sistem demokrasi
yang khas, yaitu demokrasi terbatas yang tidak dapat menggugat kedaulatan tertinggi
Allah. Suara rakyat seluruhnya harus tunduk dibawah kehendak Allah dan Rasul-Nya.
Jika terdapat perbedaan antara suara rakyat dan kehendak Allah, maka suara rakyat
batal dengan sendirinya, walaupun didukung seluruh rakyat dipermukaan bumi ini.
Inilah hakekat sistem demokrasi Islam yang bertentangan dengan demokrasi Barat yang
menganjurkan kedaulatan penuh ditangan rakyat. Seluruh kekuasan mutlak milik Allah
yang menjadi Penguasa tertinggi dalam hukum, peraturan dan perundang-undangan,
sementara manusia berfungsi sebagai wakil yang menjalankannya.

- Pemerintahan Islam bukan Pemerintahan Kerajaan (Monarchi)


Dengan memahami hakekat sistem pemerintahan Islam terdahulu, maka jelaslah Islam
menolak bentuk pemerintahan monarchi absolut (krajaan ) yang dianut kaum muslimin
dewasa ini. Islam menolak sistem pemerintahan kerajaan yang menghilangkan hak-hak
rakyat untuk menentukan pimpinan mereka secara musyawarah -mengangkat
pemimpin pemerintahan secara turun temurun. Islam mengutuk sistem pemerintahan
yang mengkonsentrasikan kekuasaan pada salah seorang raja yang berkuasa, yang
dapat berbuat apa saja tanpa ada yang dapat menegurnya ataupun
memberhentikannya dari jabatannya, yang dapat menghambur-hamburkan harta
negara untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
Berkenaan masalah ini, Ayatullah Khomaeni berkata :
“Pemerintahan Islam sama sekali tidak ada kaitannya dengan bentuk-bentuk
pemerintahan yang ada sekarang ini. Misalnya, pemerinthahan Islam bukanlah tirani
yang kepala negaranya dapat bertindak sewenang-wenang menggunakan harta nyawa
The Islamic Law..,
rakyat sekehendaknya, membunuh yang ingin dibunuhnya, memperkaya setiap orang
yang dikehendakinya dengan membagi-bagikan tanah dan harta kepunyaan rakyat.
Nabi yang mulia saw, Amirul mukminin, sang kholifah yang lain tidak memiliki
kekuasaan seperti itu. Pemerintahan Islam bukanlah pemerintahan tirani, bukannya
pemerintahan absolut, tetapi pemerintahan konstitusional. Tetapi maksud
konstitusional tidaklah sama dengan artinya dewasa ini- yakni berdasarkan hukum
yang disesuaikan dengan pendapat mayoritas. Pemerintahan Islam bersifat
konstitusional dalam arti bahwa penguasa tunduk pada serangkaian persyaratan dalam
memerintah dan mengatur negara; persyaratan yang ditetapkan dalam al-Qur’an dan al-
Sunnah. Hukum-hukum dan ajaran Islam itulah yang harus dijalankan dan dipatuhi.
Karena itu pemerintahan Islam dapat disebut sebagai pemerintahan hukum Allah atas
manusia.
Perbedaan pokok antara pemerintahan Islam dengan monarchi konstitusional atau
republik ialah : Bila wakil-wakil rakyat atau raja dalam pemerintahan tersebut
mempunyai kekuasaan membuat hukum, dalam Islam kekuasaan legislatif dan hak
membuat hukum hanya kepunyaan Allah SWT. Karena itu dalam Islam majelis
perencana mengambil alih majelis legislatif yang merupakan salah satu dari tiga
kekuasaan pemerintah. Majelis ini menyusun program untuk berbagai kementrian
berdasarkan ajaran Islam dan menentukan bentuk pelayanan pemerintahan diseluruh
negeri. “ 131
Abul A’la Mududi dalam bukunya yang terkenal, “al-Khilafah wa al-Mulk”, telah
menjelaskan panjang lebar perbedaan sistem pemerintahan Islam (khilafah) dengan
sistem kerajaan. Dengan analisa yang terinci panjang lebar, beliau menyimpulkan sistem
kerajaan yang dilaksanakan generasi Islam setelah Khulafaur Rosyidin adalah
penyelewengan nyata dari ajaran Islam dan tidak patut ditiru. Islam tidak pernah
mengajarkan sistem pemerintahan Monarchi Absolut.132

- Pemerintahan Islam bukannya Pemerintahan Nasional Sekuler


Pemerintahan Islam bukannya pemerintahan nasional sekuler yang berdasarkan
kebanggaan ras/etnis sebagaimana yang dianut sebagian besar kaum muslimin saat ini
dengan nama-nama nasional mereka masing-masing dan membentuk ideologi negara
tersendiri di luar idiologi Islam. Pemerintahan nasional yang memisahkan diri dengan
batas-batas teritorial geografis sempit ini adalah produk Imprialis kafir Barat untuk
menghancurkan eksistensi persatuan kaum muslimin dengan membaginya menjadi
negara-negara nasional yang berbangga-bangga dengan ciri budaya jahilinya masing-
masing, menanggalkan ikatan aqidah yang telah diwarisi pendahulu-pendahulu mereka
yang telah menguasai dunia ini.
Pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang tidak dibatasi oleh batas geografis
negara-negara seperti sekarang. Seluruh permukaan bumi ini adalah daerah kekuasaan-
Nya, karena langit dan bumi adalah milik Allah, Dialah sebagai Penguasa Tertingginya.
Maka seluruh permukaan bumi ini harus tunduk dibawah kekuasaan-Nya dan kepada

The Islamic Government,


al-Khilafah wa al-Mulk,
orang-orang yang diamanatkan-Nya. Maka bagian dunia manapun yang tidak
menjunjung tinggi Allah sebagai Penguasa Tunggalnya harus dibebaskan dan
ditaklukkan agar mengakui eksistensi kedaulatan Allah. Jadi pemerintahan Islam
menuntut seluruh dunia berada dibawah kekuasaannya, bukan sekedar daerah-daerah
geografis tertentu dengan batasannya. Sebagaimana Allah telah menjanjikan kepada
hamba-hambaNya didalam Al-Qur’an :

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dibumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. ( An- Nur : 55 )
Seluruh permukaan bumi adalah milik kaum muslimin yang telah diamanahkan
kepadanya dan harus ditata sesuai dengan aturan-aturaran yang telah diturunkan sang
Pemberi Amanah. Tidak ada batasan apaun yang dapatmemisahkan bumi Allah yang
satu dengan bumi Allah yang lainnya. Semuanya adalah milik Allah yang harus tunduk
dibawah kedaulatan Allah. Dengan demikian Islam sangat menolak prinsip
pemerintahan nasional yang berlandaskan semangat ashobiyah ( rasialisme,
cheuvinisme, nasionalisme ) sebagaimana diterangkan Rasulullah :
Tidaklah termasuk golongan kami orang-orang yang menganjurkan ashobiyah, tidaklah masuk
golongan kami orang-orang yang berperang atas dasar ashobiyah dan tidaklah masuk golongan
kami orang-orang yang mati atas dasar ashobiyah. ( HR. Abu Dawud )
Sayyid Qutb menulis : “Sebagai tindak lanjut dari penghapusan dinding-dinding ras,
bahasa dan warna kulit, maka Islam meniadakan pula batas geografis antara berbagai
bangsa, yang menciptakan perasaan nasional sempit dan yang menjadi sumber bagi
persaingan sengit antara nasion-nasion yang berbeda-beda. Persaingan inilah yang
melahirkan sistem penjajahan yang intipatinya ialah eksploitasi bangsa atas bangsa,
jenis atas jenis dan tanah air atas tanah air. Mudahlah dimengerti bahwa penggerak
utama dari sengketa jajahan itu dijaman modern ini adalah perasaan nasional sempit
yang menjelma dalam bentuk yang khas dibelakang tapal batas negara masing-masing.
Semuanya itu karena hasrat masing-masing negara untuk mendapat ruang hidup pada
negeri-negeri yang lemah, dalam bentuk penguasaan atas bahan-bahan mentah dan
buruh yang murah, lalu menjadi tempat penjualan barang-barang produksi mereka
dengan menarik keuntungan yang melimpah-limpah.”133
Pemerintahan nasional dengan batas-batas teritorial tertentu yang dianut kaum
muslimin saat ini adalah sumber malapetaka mereka. Dengan terpilah-pilahnya
kekuataan kaum muslimin dalam beberapa nasion akan mudah diadu domba dan
dihancurkan. Perpecahan mereka telah memudahkan musuh-musuh untuk
mendektekan segela kehendak mereka, yang akhirnya menghancurkan eksistensi Islam
dan ummatnya. Semangat nasionalisme yang berdasarkan pada kebanggaan suku dan
ras ini adalah perkara jahiliyah yang telah dihapus sejak Rasulullah menyerukan Islam
pertama kali kepada para pengikutnya.

Masyarakat Islam,
- Pemerintahan Islam bukannya Pemerintahan Diktator ala Fasis
Ada sementara orang-orang yang mengidentikkan ketaatan kepada pemerintah dalam
Islam dengan ketaatan buta ala pemerintahan diktator yang dianut sistem Fasisme
ataupun militerisme. Dengan pemahaman yang salah ini kemudian mereka mengklaim
pemerintahan Islam identik dengan pemerintahan diktator yang dapat berbuat
semaunya terhadap rakyatnya dengan dalih ketaatan kepada pemerintah (ulil Amri)
sebagaimana disebutkan al-Qur’an. Kemudian dalih ayat ini penguasa-penguasa
diktator dinegara-negara muslim memperkosa hak-hak asasi rakyatnya, memaksa
mereka dengan kekerasan untuk menerima program-program pemerintah yang
bertentangan dengan Islam, memenjarakan dan membunuh mereka atas legalisasi
ketaatan yang diberikan Tuhan !!!. Penguasa-penguasa ini semakin semakin diktator
dan sadis setelah mendapat restu dari ulama-ulama mereka yang dibelinya dengan
harga sangat murah untuk memberikan fatwa agama.
Pemerintahan diktator adalah sistem pemerintahan ala fasis yang tidak pernah dikenal
Islam, karena pemerintahan ini memaksakan kehendaknya kepada rakyat dengan
intimidasi, meninggalkan azaz musyawarah. Pemerintah yang dikendalikan segelintir
elit penguasa yang memiliki kedaulatan penuh, yang harus ditaati semua perintahnya
tanpa kecuali. Siapapun tidak dapat mengganggu otoritasnya dalam menjalankan
pemerintahannya, jika ada yang membangkang,maka akan mendapat hukuman tanpa
melalui prosedur keadilan , dia dapat saja dibunuh jika pemerintah menghendakinya.
Pemerintahan ini adalah pemerintahan tangan besi yang senantiasa mengandalkan
kekerasan dan pemaksaan. Pemerintahan model ini dianut kaum fasis yang terkenal
kejamnya, tidak mengenal peri kemanusiaan dan kasih sayang, seperti Hitler ataupun
Mussailini.
Pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang melandaskan ketaatannya
semata-mata karena Allah dan RasulNya. Pemerintah baru dapat ditaati selama ia
mentaati Allah dan RasulNya yang senantiasa mengajarkan kebaikan keadilan dan
kedamaian yang abadi. Islam tidak mengenal ketaatan mutlak terhadap manusia /
penguasa sebagaimana yang disangkakan kebanyakan orang sehingga diidentikkan
dengan diktator ala fasis, Abul A’la Maududi menulis tentang konsepsi ketaatan ini :
“Obyek ketiga ketaatan Muslim dalam tatanan kehidupan Islam adalah ulul Amri, yaitu
orang-orang yang memegang kekuasaan pemerintah. Tetapi ketaatan terhadap
pemerintah ini baru timbul dengan peringkat dibawah ketaatan terhadap Allah dan
ketaatan terhadap rasul, dan tunduk kepada kedua ketaatan tersebut. Menurut ayat ini
pula , ulul Amri ini juga harus dibentuk dari kalangan kaum muslimin itu sendiri.”134
Dalam masyarakat ( Islam ) semacam ini, tidak ada ruang bagi kediktatoran seseorang
atau kelompok tertentu atas lainnya, karena setiap orang adalah khalifah Allah. Tidak
ada seorang atau sekelompok orangpun yang diberi hak istimewa untuk menjadi
penguasa mutlak dengan merampas hak-hak asasi orang kebanyakan. Kedudukan
seseorang yang terpilih untuk melaksanakan urusan-urusan kenegaraan tidak akan
melampaui ketentuan ini sehingga semua muslim, atau tepatnya semua khalifah Tuhan
, menyerahkan kekhalifahannya kepada pejabat itu demi penyelenggaraan
Islamic Law,
pemerintahannya. Disatu pihak dia akan bertanggung jawab kepada Allah, dan dilain
pihak dia juga akan dimintai tanggung jawabnya oleh rekan-rekannya yang telah
mendelegasikan kekholifahan kepada mereka kepadanya. Jika tiba-tiba dia mendaulat
diri sebagai penguasa multak yang tidak bertanggung jawab, diktator, maka sebenarnya
dia tengah berperan sebagai pemeras ketimbang seorang kholifah, karena kediktatoran
merupakan penolakan atas kekhalifahan umum.
Kekuasaan yang telah dimiliki para diktator Rusia, Jerman dan Italia atau yang telah
dikerahkan oleh Ataturk di Turki, tidak pernah dianugerahkan Islam Amirnya.135
Dengan demikian jelaslah pemerintahan Islam tidak identik sama sekali dengan
pemerintahan diktator yang dianjurkan kaum fasis yang terkenal kejamnya.

- Pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan Ilahiyah yang unik dan khas
Pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang khas, tidak dapat diidentikkan
dengan salah satu sari semua bentuk pemerintahan ciptaan manusia dimuka bumi ini.
Karena pada hakikatnya sistem pemerintahan Islam adalah sistem yang diturunkan
Allah, yang menciptakan seluruh alam ini dan yang Maha Mengetahui dengan ciptaan-
Nya untuk membimbing hamba-hambaNya menuju jalan keselamatan didunia dan
akherat. Diturunkan semata-mata dengan tujuan suci dan mulia, untuk menciptakan
kedamaian dan keadilan hakiki, terjauh dari segala bentuk kejahatan sebagaimana yang
diajarkan doktrin Islam. Sementara pemerintahan manusiawi dirumuskan berdasarkan
kemampuan manusia yang tidak terlepas dari kelemahan, kekurangan, ambisi-ambisi
terselubung dan segala nominasi nafsu. Pemerintahan Islam yang di contohkan
Rasulullah dan para khulafaur Rasyidin telah membuktikan dapat menciptakan
kedamaian dan keadilan, sementara berapa banyak pemerintahan manusiawi, baik yang
menamakan dirinya sebagai demokratisme, sosialisme dan lainnya telah menyemai
kehancuran masyarakat, walaupun sebagian mereka mengklaim dirinya sebagai
muslim.
Jika dalam sistem pemerintahan Islam terdapat sistem musyawarah, maka hal ini tidak
dapat diindetikkan dengan sistim demokrasi barat sekuler. Sistim musyawarah
melandaskan ajarannya pada kedaulatan Allah sebagai penguasa tertinggi, sementara
sistim demokrasi berlandaskan kedaulatan rakyat. Jika dalam sistim pemerintahan
Islam terdapat sistim ketaatan mutlak ( itoah ) pada para penguasa, maka hal ini tidak
dapat diindentikkan dengan sistim diktator ala fasisme. Karena ketaatan dalam Islam
berdasarkan kehendak Allah semata, sementara fasisme berdasarkan kekuatan dan
pemaksaan segelintir klas elit terhadap rakyatnya. Demikian pula sistem pemerintahan
Islam tidak akan dapat diindentikkan dengan salah satu bentuk pemerintahan yang ada
pada saat ini, walaupun didalamnya mungkin terdapat kesamaan ajaran, namun jelas
memiliki landasan filsafat yang berbeda dan bertolak belakang. Jadi pemerintahan Islam
adalah sistim Pemerintahan yang tersendiri, tidak dapat dipisahkan dari seluruh ajaran
Islam yang sempurna dan menyeluruh.
VIII
IKHWAN AL-MUSLIMIN
Gerakan Islam Revolusioner
Bersamaan dengan gencarnya seruan kebangkitan Islam yang dipelopori
oleh Jamaluddin al-Afgany dan Muhammad Abduh, telah lahir beberapa
gerakan Islam modern yang menginginkan kembalinya kejayaan Islam
sebagaimana di zaman Rasulullah dan para shahabat. Gerakan-gerakan Islam
yang tumbuh berkembang ini ingin mengaplikasikan konsep jama’ah
Islamiyah, yaitu sebuah konsep yang mewajibkan seseorang muslim untuk
berjuang secara bersama-sama dalam satu barisan organisasi rapi
sebagaimana diserukan al-Qur’an dan al-Sunnah. Konsepsi jama’ah (amal
jam’I) merupakan keutamaan amalan Islami, seperti sholat berjama’ah yang
pahalanya lebih besar dari solat sendirian, dan berjuang secara berjama’ah
tentu lebih utama dan besar pahalanya dari berjuang sendirian. Sejarah
menyatakan bahwa jama’ah Islamiyah yang telah dibangun Rasulullah
bersama para shahabatnya telah menjadi tulang punggung perjuangan dalam
menegakkan Islam. Dimana konsep jama’ah adalah salah satu ajaran Islam
yang sangat penting artinya dalam menjaga eksisitensi Islam, sebagaimana
yang telah dikatakan oleh Umar Bin Khattab : Islam tidak akan tegak kecuali
dengan berjama’ah, Jama’ah tidak akan tegak keculai dengan ketha’atan,
ketha’atan tidak akan tegak kecuali dengan bai’at.
Di antara gerakan Islam modern yang paling berpengaruh di Timur Tengah dan
dapat memberikan konsep sebuah gerakan revolusioner Islam paling menonjol
adalah Ikhwan al-Muslimin di Mesir. Gerakan Islam yang didirikan oleh
Syaikh Imam Hasan al-Banna pada tahun 1928 ketika beliau berusia 20-an
tahun bersama beberapa orang sahabatnya. Keberhasilan gerakan Ikhwan al-
Muslimin tidak terlepas dari figur pendirinya yang agung, Hasan al-Banna,
seorang pendidik, pembina dan pembangun umat yang jenius dalam segala
lapangan kehidupan. Telah terkumpul padanya sifat kepemimpinan, da’i,
ulama, ustadz, mursyid (pembina kerohanian), organisator, orator, ekonom,
idiolog sekaligus seorang sufi yang tawaddu’. Beliau telah berhasil mendirikan
sebuah lembaga bagi gerakan sosial yang besar dan kuat, memberinya kaidah-
kaidah, program, orientasi, misi, planing yang sangat jelas dan menyeluruh,
sehingga gerakan ini sangat ditakuti penjajah Inggris dan kaki tangannya pada
Kerajaan Faruk. Al-Banna sendiri adalah alumni pendidikan tradisional Dar al-
Ulum yang berhasil menegakkan sistem dan metode gabungan sehingga
menjadikan gerakannya ibarat universitas modern yang membina dan
membimbing masyarakat Muslim menjadi pribadi-pribadi yang soleh sekaligus
mampu berinteraksi dengan perubahan dan pembangunan. Gerakannya telah
menggabungkan antara aliran-aliran tradisional Islam seperti aliran fiqh,
tasawuf, kalam dan mengkombinasikannya dengan teori gerakan sosial modern
sehingga melahirkan formulasi gerakan Islam yang berakar pada tradisi Islam
namun mampu menjawab dan memberikan solusi pada masyarakat modern,
sehingga Ikhwan al-Muslimin menumbuhkan kepercayaan kaum Muslimin
akan kemampuan ajaran Islam menyelesaikan problematika dunia modern.
Syaikh Hasan al-Banna dengan pendekatannya yang unik dan
menyeluruh telah berhasil meletakkan dan merumuskan kembali dasar-dasar
metode dan sistem pembinaan dan pendidikan Islam yang tertimbun berabad-
abad, mempraktikkannya dalam kehidupan nyata bersama-sama dengan
binaannya membangun sebuah masyarakat Islam dengan perangkat jama’ah di
zaman modern berlandaskan model masyarakat Islam yang telah dibina
Rasulullah SAW. Metode pembinaannya sangat orisinil, karena fokusnya
adalah pembangunan masyarakat, yang didahului dengan pembangunan
pribadi-pribadi Muslim yang memiliki komitmen terhadap pengamalan ajaran
Islam yang dimulai dengan penanaman Aqidah, melaksanakan ibadah, syariat
dan akhlak Islam serta mengamalkan Islam sebagai sistem sosial. Sehingga
Ikhwan al-Muslimin yang dipimpin Syaikh Hasan al-Banna menjadi gerakan
Pan-Islamisme modern yang terorganisir rapi, mempunyai jaringan-jaringan
kerja dalam sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, sampai kepada gerakan para
militer yang sangat ditakuti musuh Islam.
Walaupun akhirnya gerakan ini mendapat pukulan-pukulan hebat penguasa
Mesir yang lebih merupakan boneka penjajah Inggris, namun tetap eksis, baik
pemikiran-pemikiran yang dikembangkannya ataupun organisasi yang
didirikannya dan berhasil mengembangkan pengaruhnya ke dunia Arab dan
dunia Islam lainnya karena gerakan universalnya yang bercita-cita
mengembalikan keangungan institusi Khilafah Islamiyah yang telah
dihancurkan penjajah Barat. Walaupun pemimpin-pemimpin Ikhwan al-
Muslimin seperti Hasan al-Banna, Sayyid Qutb dan lainnya dibunuh, dipenjara
dan diusir dari Mesir, namun ide-ide gerakan revolusionernya yang menentang
segala bentuk kezaliman dan manhaj jama’ah Islamiyahnya yang cemerlang
terus berkembang dan mendapat sambutan, bahkan dijadikan referensi utama
kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia. Pengorbanan para pemimpinnya
yang ikhlas telah menjadikan Ikhwan al-Muslimin sebagai gerakan Islam
terbesar abad ini yang pengaruhnya telah menembus kegelapan dunia Islam,
memberikan semangat serta inspirasi kepada para cendikiawan Muslim dengan
lahirnya gerakan-gerakan serupa di dunia Islam yang pengaruhnya masih
membekas sampai sekarang.136
Apa rahasia dari kesuksesan gerakan Ikhwan al-Muslimin di Mesir yang
telah mampu menggoncang dunia Islam dengan ide-ide brilyannya, sekaligus
menakutkan musuh-musuh Islam dari Barat sampai Timur yang telah
mendorong mereka berlaku ganas terhadap gerakan ini ? Seorang kader
terkemuka Ikhwan, seorang doktor brilyan lulusan Universitas al-Azhar
sekaligus cendikiawan besar terkemuka yang dimiliki dunia Islam masa kini,
Syaikh Yusuf al-Qardhawy memberikan jawaban tentang kunci sukses gerakan
Ikhwan al-Muslimin dalam bukunya Tarbiyat al-Islamiyah wa Madrasah Hasan
al-Banna137 (Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna):
1. Keyakinan yang kuat bahwa pendidikan merupakan jalan tunggal
bagi upaya merubah masyarakat dan membina kader guna mewujudkan
cita-cita
2. Program pendidikan yang mempunyai tujuan, langkah-langkah dan
sumber-sumber yang jelas, konprehensif, kaya akan metode, didasari
falsafah yang jelas ditimba dari Islam, bukan dari ajaran lainnya
3. Adanya situasi masyarakat yang positip, ciptaan jamaah Ikhwanul
Muslimin sendiri

Lihat misalnya : Al-Syaikh al-Ghazaly,(dalam Muhammad Syalabi), Hasan al-Banna : Imam wa Qa’id,(Ka-
herah : Dar al-Nasyr,tt). Dr. Raf’at al-Sa’id, Hasan al-Banna Muassis Harakat al-Ikhwan al-Muslimin,(Beirut :
Dar al-Tali’ah, 1986). Jabir Rizq, al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna,(al-Mansurah : Dar al-Wafa, 1987). Dr.
Shaukat Ali, Master of Muslim Thought, vol. II,(Lahore : Aziz Publ.,1983) hlm. 514-638. Anwar Jundi, Hasan
al-Banna, al-Roiyat al-Iman wa al-Mujadid al-Syahid,(Beirut : Daar Qalam, 1978). M.N. Shaikh, Memoirs of
Hasan al-Banna Shaheed,(Karachi : Int’ Islamic Publ.,1981). Richard P.Mitchel,The Society of The Muslim
Brother, (London : Oxford Univ. Press, 1959). Abdul Muta’al al-Jabary, Limadza Ightayala al-Imam al-Syahid
Hasan al-Banna, (Cairo : Dar al-I’tisom, 1978). Ishaq Musa Hussaini, The Muslim Brethren,(Beirut : Khayat’s
College Book Coop.,1956) . Muhsin Muhammad, Man Qatala Hasan al-Banna,(Kaherah : Dar al-Syarq, 1987)
Salah Syadi, al-Syahidan,(al-Mansurah : Dar al-Wafa’: 1988). Umar al-Tilmisany, al-Mulham al-Mauhub :
Hasan al-Banna, (Syubra : Dar al-Nasr, tt)
4. Adanya pemimpin yang bersih, menghayati tugas dan memiliki
kemampuan
5. Adanya tenaga-tenaga pendidik yang tulus, tahan uji dan
terpercaya. Mereka meyakini tepatnya lanngkah-langkah yang diambil
oleh pimpinannya
6. Bentuk-bentuk kegiatan yang fleksibel dan bervariasi, yakni
kegiatan-kegiatan yang individual dan sosial, teoritis dan praktis,
pemikiran dan prasaan, postip dan kreatif.138

Hasan al-Banna dengan gerakan Ikhwan al-Muslimin yang


dipimpinnnya tidak mendirikan institusi pendidikan formal yang menyaingi
Universitas Al-Azhar ataupun universitas-universitas pemerintah lainnya,
namun Ikhwan al-Muslimin laksana universitas terbuka yang amat besar,
madrasah al-Tarbiyyah yang mendidik dan membina seluruh lapisan
masyarakat dengan kurikulumnya yang unik dan khas, memberikan mereka
pemahaman Islam yang murni menurut tradisi generasi Islam pertama dengan
warisan kegemilangannya yang akan menyinari hati dan fikiran mereka dengan
spirit Islam yang selalu menggerakkan penganutnya menuju kemajuan dan
keunggulan, membina mereka dengan kekuatan spiritualitas tradisi tashawwuf
Islam dengan tujuan lahirnya al-insan al-kamil.139 Universitas kehidupan yang
menyeru seluruh manusia menuju Islam dengan memahami dan menghayati
ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an, Sunnah Rasul-Nya dan warisan
gemilang generasi Islam terdahulu, mempraktikkannya sebagai pedoman hidup
di alam nyata kehidupan sehari-hari dalam rangka mencapai kemenangan
hidup di dunia dan akhirat.
Madrasah Hasan al-Banna atau universitas kehidupan Ikhwan al- Muslimin
dengan program yang dikenal sebagai usrah (pengajian kelompok), katibah
(ceramah khusus), halaqah (grup pengkajian), dakwah fardhiyah (dakwah
pribadi), muzakarah (dialog & diskusi), majlis ta’lim (majlis ilmu) dan lainnya
yang diadakan di rumah, di masjid, di universitas, di kantor, sampai di
warung, toko dan klub malam dengan jenjang dari masa’id, muntasid, ‘amil,
mujahid, naqib, na’ib sampai mursyid dengan murobbi-murabbi (pembina) telah
melahirkan generasi baru Islam yang menyinari kegelapan ummah di bawah
buaian penjajah Barat yang menyebarkan racun sekulerisme, dengan sifat
mereka yang istiqomah, ikhlas, tawaddu’, berani, konsisten, memiliki harga diri
dan disegani serta ditakuti musuh-musuh Islam. Mereka terdiri dari kaum
cendikiawan yang terpelajar dan brilyan, profesor, ustadz, politisi, ekonom,
pegawai pemerintah, juru dakwah, pekerja, buruh, petani, pelajar, pemuda-

138

Dr. Yusuf al-Qardhawy, Islamic Education and Hasan al-Banna, (Calcutta : Hilal Publ. 1983). hlm. 3-5
Terminologi al-Insan al-Kamil dalam istilah peradaban Islam dan biasanya digunakan oleh para sufi
dalam menerangkan hakikat manusia yang dikehendaki Islam, diartikan dengan manusia yang memiliki
pengetahuan Islam, mengamalkan Islam dan menguasai peradaban zamannya, dengan kata lainnya men-
guasai aspek spritual dan meterial. Untuk detilnya lihat Prof. Syed M. Naquib al-Attas, A Commentary on
the Hujjat al-Siddiq of Nur al-Din al-Raniri, (Kuala Lumpur : Ministry of Culture Malaysia, 1986). hlm. 44.
R.A. Nicholson, The Idea of Personality in Sufism,(Lahore : Sh. Muhammad Ashraf, 1970). hlm. 70-85. Ibn.
Arabi, The Bezel of Wisdom,Tran.by R.W.J. Austin (New York : Paulist Press, 1980), Introduction, hlm. 32-38.
pemuda militan sampai tentara-tentara Islam yang gagah perkasa da sangat di
takuti Yahudi ketika terjadinya perang Palestina. Bahkan lebih jauh gerakan
ini telah melahirkan revolusi sosial yang menumbangkan dominasi kaum
feodal yang menjadi agen panjajah Inggris.
Madrasah Hasan al-Banna dengan sistem dan metode pendidikannya
yang unik telah melahirkan putra-putra terbaik Islam yang telah
menyumbangkan pemikiran blilyannya, membangkitkan kesadaran,
menanamkan semangat dan harga diri serta mengorbankan nyawanya untuk
mengangkat martabat ummah dan mengharumkan Islam, diantara mereka
seperti Sayyid Qutb, Dr. Abdul Qadir Audah, Dr. Hasan al-Hudaibi, Umar
Tilmisani, Prof. Muhammad Qutb, Dr. Mustafa al-Siba’i, Syaikh Muhammad al-
Ghazali, Zaenab al-Ghazali, Syaikh Sayyid Sabiq, Prof. Said Hawwa, Dr. Said
Ramadhan, Dr. Yusuf al-Qardhawy, Mustafa Masyhur dan banyak lagi
generasi-generasi Islam yang telah memberikan warna tersendiri dalam
kebangkitan Islam dan menjadi penerang kepada generasi Islam dalam
perjuangannya menghadapi sekulerisasi dan baratisasi.
Setelah gerakan Ikhwanul Muslimin dilarang dan dibubarkan, serta
pemimpin-pemimpinnya dibunuh dan dipenjara, akhirnya Madrasah Hasan al-
Banna menjadi sebuah lembaga intelektual tanpa struktur kepemimpinan dan
organisasi yang sangat berpengaruh di dunia Islam dan berkembang sebagai
gerakan intelektual yang menembus wilayah geografi, ras, suku dan bangsa.
Produk-produk intelektualnya, terutama karya-karya agung pemimpinnya
seperti al-Ma’thurat karya Hasan al-Banna atau tafsir fi dzilal al-Qur’an karya
Sayyid Qutb dan karya-kaarya lainnya menjadi referensi dan pegangan
gerakan-gerakan Islam yang berdiri dan berkembang pesat bersamaan dengan
diperolehnya kemerdekaan oleh bangsa-bangsa di dunia Islam.140
Gerakan Ikhwan al-Muslimun yang didirikan Syaikh Imam Hasan al-
Banna telah menjadi pelopor gerakan Islam modern yang telah melahirkan
kader-kader gererasi Islam yang revolusiner, radikal, militan dan memiliki
dedikasi tinggi terhadap perjuangan menegakkan ajaran Islam sebagaimana
yang yang ajarkan Rasulullah dan Para shahabatnya serta salaf al-soleh.
Demikian pula gerakan Ikhwan al-Muslimun dengan aktivitas keislamannya
yang konferhensif telah menjadi benteng utama para generasi Islam dalam
berhadapan dengan derasnya arus sekulerisasi, baratisasi yang bertopengkan
pembangunan dan kemajuan, yang pada hakikatnya adalah gerakan
pemurtadan kaum Muslimin. Lebih jauh, gerakan Ikhwan telah berhasil secara
gemilang menterjemahkan konsep jama’ah Islamiyah dalam dunia modern dan

Lihat misalnya : Syaikh Said Hawa, Madkhal ila da’wah Ikhwanul Muslimin,(Amman : Dar al-Ar-
qam,tt). Omar Timisani, Apa yang aku Pelajari dari Ikhwanul Muslimin,(Shah Alam : Ummah< 1990). Dr.
Hasan Ismail Hudhaibi, Duat la Qudhat,(Cairo : Dar al-Thabaat wa al-Nashr al-Islamy, 1977). Kamil al-Syarif,
Ikhwanul Muslimin fi Harbi Palistin,(Zarqo’ : Maktabah al-Manar, 1984). Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Was-
aail al-Tarbiyyat inda al-Ikhwan al-Muslimin,(Qahirah : Dar al-Wafa, tt). Ishaq Musa Hussaini, The Muslim
Brethen, (Beirut : Khayat’s College Book Coop., 1956). Richard P. Mitchel, The Society of The Muslim Broth-
er, (London : Oxford Univ. Press, 1959). Mahmood Abd al-Halim, Ikhwanul Muslimun,ahdats Tsanaat
Tarikh,(Iskandaria : Dar al-Dakwah, tt). Husain Muh. Ali Jabir, Thariq ila Jama’ah al-Muslimun,(al-Mansyurah
: Daar al-Wafa’, 1987), khususnya bab III. Asaf Husain, Islamic Movement In Egypt, Pakistan and Iran, (Is-
lamabad : Mansell Publ., 1983) Husain Muhammad Ahmad Hamudah, Asrar Harakah al-Dubbat al-Ahrar wa
al-Ikhwan al-Muslimun, (Kaherah: al-Zahra li al-A’lam al-Arabiy, 1987).
mampu mengaplikasikannya serta membuktikan bahwa konsep jama’ah telah
menjadikan kaum Muslimin sebagai kekuatan baru yang mampu menghadapi
tantangan dan serangan fihak musuhnya. Konsep jama’ah Islamiyah telah
mendorong lahirnya revolusi sosial dalam masyarakat Mesir yang menentang
segala bentuk kezaliman rezim penguasa.
Sebagaimana gerakan Rasulullah dan para shahabatnya, gerakan
Ikhwan al-Muslimun telah memobilisasi kekuatan masa kaum Muslimin dan
dijadikan sebagai kekuatan penekan yang akan mempengaruhi daya tawar
umat dalam menentukan bentuk sosial dan pemerintahan. Cita-cita Hasan al-
Banna untuk menghidupkan institusi kekhalifahan yang dimulai dengan
terbentuknya sebuah Daulah Islamiyah telah mendorongnya untuk
mengarahkan jama’ah yang dipimpinnya pada gerakan sosial yang dinamis dan
bercita-cita mengambil alih kekuasaan dari tangan para tiran diktator. Khilafah
Islamiyah dan Daulah Islamiyah hanya dapat tegak apabila kekuasaan berada
di tangan orang-orang beriman dan beramal sholeh, dan kekuasaan dijanjikan
kepada mereka sebagaimana dinyatakan al-Qur’an dalam surat al-Nur ayat 55.
Janji Allah yang akan memberikan kekuasaan kepada oarang-orang beriman
dan beramal soleh inilah yang dituntut para pemimpin Ikhwan dengan
perjuangan mereka yang tidak kenal lelah, sebagaimana yang telah
dipraktekkan Rasulullah dan Para shahabatnya terdahulu. Pembinaan-
pembinaan mental spiritual para anggota Ikhwan sendiri ditujukan untuk
membangun sebuah tatanan sebagaimana disebutkan dalam Ushul Isyrien
(prinsip dua puluh) yang dikemukakan Imam Hasan al-Banna, yang dimulai
dari pembentukan syakhsiyah Islamiyah (pribadi Islami), Usrah Islamiyah
(Keluarga Islami), Qaryah Islamiyah (lingkungan Islami), Daulah Islamiyah
(negara Islami) dan Khilafah Islamiyah (Khalifah Islami) dengan tegaknya tata
dunia baru berdasarkan Islam sebagai tujuan akhir pergerakan para pejuang
di jalan Allah.
Sebagai sebuah gerakan yang besar dan berpengaruh yang merupakan
hasil karya dan ijtihad manusiawi para pemimpin-pemimpinnya yang ikhlas
dan istiqomah, Ikhwan al-Muslimin tidak terlepas dari kesalahan dalam
membuat taktik dan strategi yang akhirnya sangat merugikan mereka. Seperti
dikatakan Dr, Kalim Siddiqui, Ikhwan al-Muslimin dengan gerakan raksasanya
tidak dapat menyeleksi masuknya anggota-anggota baru dengan cermat,
sebagai konsekwensi logis sebuah gerakan yang amat populer, yang akhirnya
kurang mendapat pembinaan intensif untuk memahami dasar-dasar gerakan
sebagaimana mestinya seorang kader. Terutama kalangan menengah
profesional yang telah menduduki jabatan-jabatan tinggi dan strategis dalam
pemerintahan Mesir, yang berfungsi sebagai penyambung ide-ide pimpinan
tingkat tinggi dengan para bawahan dan pengikut di tingkat akar umbi. Setelah
pembunuhan kejam Syaikh Hasan al-Banna sebagai central figur Ikhwan dan
penangkapan pemimpin-pemimpin tingkat tingginya oleh agen-agen
pemerintah yang didalangi penjajah Inggris, ditambah pembantaian kejam
pengikut-pengikut setianya, kalangan menengah profesional ini banyak
mengambil peranan dalam melanjutkan strategi perjuangan gerakan. Akibat
latar belakang para profesional yang berbeda, terutama ide-ide keislamannya,
bahkan ada diantara mereka yang tidak pernah bertemu sama sekali dengan
sang pendiri dan pemimpin agung, akhirnya Ikhwan al-Muslimin terpecah
menjadi beberapa kelompok pemikiran yang berbeda. Munculnya kelompok
yang sangat akomodatif dan moderat sampai kelompok yang sangat ekstrim
dan fundamentalis seperti kelompok sempalan Jamaah Hijra wa Takfir yang
mengkafirkan masyarakat Islam yang tidak mendukung pemikirannya, dengan
central figur yang berbeda-beda.
Demikian pula hadirnya kelompok tandingan yang dibuat pemerintah
untuk memecah belah gerakan menambah curiga dan antipatinya masyarakat
pada gerakan Ikhwan yang didirikan dengan tujuan suci dan mulia oleh
seorang pejuang yang agung. Di kalangan Ikhwan sendiri krisis semakin besar
dengan perbedaan pendapat dikalangan pimpinannya, akibat kurang
disiapkannya kelompok menengah profesional yang memegang tampuk
kepemimpinan secara otomatis setelah penangkapan dan pembunuhan para
pemimpin tingginya. Demikian pula ketika kelompok ini meninggalkan Mesir
akibat tekanan politik yang semakin keras, menambah kekosongan pemikir-
pemikir Ikhwan al-Muslimin di Mesir. Dan kebanyakan kelompok ini sekarang
tinggal di negeri-negeri Arab ataupun Barat dengan aktivitas mendakwahkan
Islam atas bantuan badan-badan Islam Internasional.141
Demikian pula halnya akibat tekanan-tekanan dan pembantaian tokoh-
tokoh Ikhwan al-Muslimin oleh pemerintah Nasionalis Mesir di bawah Gamal
Abd. Naser, yang perjuangannya menggulingkan Dinasti feodal Mesir atas
dukungan Ikhwan al- Muslimin, menjadikan gerakan ini bertambah lemah dan
terkeping-keping, tidak dapat lagi merumuskan kembali pemikiran-pemikiran
baru yang akan merespon kebangkitan ummah yang diserukannya secara
kolektif. Ikhwan al-Muslimin menjadi institusi intelektual yang macet,
kebanyakan tokoh-tokohnya menjadi reaksioner, menjawab tuduhan-tuduhan
yang diarahkan kepadanya ataupun saling berpolemik diantara tokoh-
tokohnya yang berbeda pandangan. Pemikiran-pemikiran baru yang dominan
diantaranya adalah kecaman-kecaman emosional terhadap kezaliman
penguasa Nasionalis dengan segala atribut kejahatannya menurut pandangan
Islam yang telah membunuh dan menangkap pemimpin ikhwan dan disamping
itu muncul pula pemikiran positip untuk membangun kembali jamaah agar
bersatu dan menghapuskan kesan ekstrimisme dan fundamentalisme yang
dianut pemuda-pemuda Ikhwan. Setelah ujian berat ini, sepertinya pemikiran-
pemikiran Hasan al-Banna dan pemimpin lainnya yang cemerlang dan
merupakan asas pembaharuan pemikiran gerakan, terhenti total dan belum
mampu dikembangkan menurut kontek kekinian dengan cerdik sehingga
mampu melahirkan masyarakat Islam modern sebagai tujuan akhir perjuangan
dan cita-cita mereka.142
Karena penekanan yang sangat kuat pada aspek amali (praktik), bahkan
sangat diutamakan dalam sistem pembinaan, menjadikan mayoritas kader-
Dr. Kalim Siddiqui, Issues in The Islamic Movement 1981-1982. (London : The Open
Press,1983),hlm.14-15
ibid
kader Ikhwan al-Muslimin sebagai aktivis dan praktisi brilyan, namun kurang
memiliki inovasi dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran Islami yang
lebih mendalam, seperti konsep ekonomi Islam, pendidikan Islam, politik Islam,
sains Islam, teknologi Islam dan lainnya ataupun mengembangkan pemikiran-
pemikiran agung para cendikiawan Islam terdahulu yang akan memberikan
jalan keluar realistis terhadap problematika masyarakat modern, yang
umumnya masih didominasi pemikiran-pemikiran Barat yang sekuler dan
menyesatkan. Ini akibat pemahaman tokoh-tokoh mereka, diantaranya seperti
Sayyid Qutb, yang memahami bahwa Rasulullah dalam membina ummah
didahului dengan penanaman aqidah Islamiyah selama 13 tahun, dengan
proses amali, bertahap demi tahap sehingga al-Qur’an terwujud dalam pribadi
dan sekumpulan masyarakat saat itu. Setelah masyarakat memiliki kekuatan
aqidah dan menjadikannya sebagai sumber kekuatan dalam kehidupan,
barulah mereka memerlukan peraturan-peraturan dalam kehidupan sosial,
seperti perangkat hukum, etika dan termasuk sains dan teknologi. Metode
Rasulullah, atau yang diistilahkannya dengan metode Qur’ani (al-Manhaj al-
Qur’aniy), harus pula diterapkan pada masyarakat modern jika mereka hendak
mencapai kejayaan seperti generasi Islam terdahulu. Sayyid Qutb yakin bahwa
inilah metode (manhaj) satu-satunya menuju kegemilangan Islam dan
ummatnya di masa depan.143
Pemahaman dan jalan fikir Sayyid Qutb yang fundamentalis ini akhirnya
mendominasi pemikiran Ikhwan al- Muslimin dan menjadi pegangan mayoritas
pengikutnya setelah itu. Setelah beliau syahid dihukum gantung oleh
Pemerintah Nasionali Mesir, pemikiran-pemikiran Sayyid Qutb menjadi
semacam ideologi pengikut Ikhwan, dan telah lahir cendikiawan-cendikiawan
muda yang meneruskan pemikirannya, diantaranya yang paling produktif
adalah adiknya sendiri, Prof. Muhammad Qutb yang telah mengembangkan
dan merumuskan pemikiran abangnya dengan cemerlang.144
Dalam hal metode ini, perlu diingat bahwa kaum Muslimin hari ini
adalah kelanjutan dari ummah terdahulu yang telah mengalami pasang surut
ataupun penyelewengan-penyelewengan, disamping memiliki keburukan juga
memiliki kebaikan-kebaikan dan warisan peradaban yang cemerlang. Ummah
masa kini tidak sepenuhnya identik dengan masyarakat jahiliyah di zaman
Rasulullah SAW yang menetang keras Islam secara aqidah, namun ummah
hari ini adalah ummah yang terpaksa dan dipaksa, baik dengan kekuatan
pemikiran, politik bahkan militer berhadapan langsung dengan tatanan
masyarakat jahiliyah modern yang sekuler dengan segala produk materialnya
yang menjulang tinggi yang telah menipu serta menyesatkan ummah, sehingga
ummah tidak berdaya dan hanya mampu mengikuti arus gelombang yang telah

Sayyid Qutb, Maalim fi al-Thariq, (Beirut : Dar al-Syuruq, 1983) khususnya muqaddimah. Lihat
juga karya-karya beliau yang lain seperti : Tafsir fi Zilal al-Qur’an, Nahwa Mujtama’ Islami, al-Adalah al-Ij-
tima’iyyah fi al-Islam. Atau lihat : Salah Abd al-Fatah al-Khalidi, Sayyid Qutb al-Syahid al-Haiyy,(Jordan :
Maktabah al-Aqsa, 1985). Mahdi Fadlullah,Ma’a Sayyid Qutb fi Fikrihi al-Siyasiyy wa al-Diny,(Beirut : Muas-
sasah al-Risalah, 1978).
144

Lihat misalnya karya-karya Syaikh Muhammad Qutb,Jahiliya al-Qorn al-Isyrien, al-Subhat haul al-Islam, Hal
Nahnu Muslimun,dan lainnya.
dirancang dengan canggihnya oleh musuh-musuh Islam. Dalam keadaan
seperti ini kemudian Islam ditantang untuk mampu menyelesaikan krisis
problematika masyarakat modern akibat kebingungan dan kegagalan sistem
hidup sekuler yang telah mereka terapkan. Islam dituntut menandingi dan
mengganti konsep-konsep modern sekuler yang telah dilahirkan oleh landasan
filsafat dan sejarah peradaban Barat. Maka dengan demikian ummah hari ini
memerlukan pemikiran-pemikiran baru yang akan mengantarkan mereka
menuju kemenangan dunia, dengan kata lainnya ummah memerlukan konsep
ekonomi Islam, politik Islam, budaya Islam, peradaban Islam, pemikiran Islam,
sains Islam dan lain-lain sistem kemasyarakatan yang berlandaskan pada
ajaran Islam. Semua ini dapat direalisasikan apabila ummah. khususnya para
cendikiawannya, diberikan respon untuk mengembangkan pemikiran-
pemikiran yang telah dikembangkan generasi Islam terdahulu dan
mengintegrasikannya dengan pengetahuan dan peradaban modern,
sebagaimana Barat dahulu mengadopsi pengetahuan dari kaum Muslimin
untuk kebangkitan dan kemajuan mereka.
Untuk menghasilkan karya-karya agung dalam peradaban kemanusiaan,
sebagaimana yang telah diperoleh generasi Islam pertama, tidak cukup hanya
membatasi diri dengan mengkaji al-Qur’an saja, namun memerlukan
penelitian-penelitian terhadap alam semesta dengan segala produk
pradabannya, yang hakikatnya adalah kitab Allah yang tidak dibukukan. Jadi
untuk mencapai kegemilangan Islam kembali, ummah tidak cukup hanya
ditanamkan aqidah semata, namun mereka memerlukan seperangkat
pengetahuan yang lebih luas, dan yang terpenting menjadikan aqidah sebagai
landasan dalam pencarian dan pengembangan kemajuan tersebut. Prinsip-
prinsip ideologi gerakan yang dikemukakan oleh Ikhwan al-Muslimin dapat
dijadikan landasan seorang cendikiwan Muslim dalam mengembangkan cita-
cita kemajuan ummah, terutama semangat pemikiran yang telah menghasilkan
spirit (ruh) Islam.
Dengan segala keutamaan dan kekuarangnnya, Ikhwan al-Muslimin adalah
sebuah gerakan yang sangat mengagumkan siapupun yang menelitinya.
Prestasinya dalam membangkitkan kesadaran kaum Muslimin dalam
menegakkan ajaran Islam serta keberhasilannya dalam membangun sebuah
konsep jama’ah dan gerakan Islam modern adalah sumbangan yang tidak
ternilai harganya bagi khazanah peradaban kaum Muslimin. Imam Hasan al-
Banna telah membuktikan dirinya sebagai generasi Islam terbaik yang
berjuang, berkorban bahkan gugur sebagai syahid dalam mempertahankan
perjuangan sucinya. Kekurangan yang ada pada Ikhwan, terutama aspek
strategi yang sifatnya ijtihadi, tidak menjadikannya sebagai sebuah gerakan
yang cacat dan cela, namun Ikhwan adalah wadah perjuangan Islam
revolusioner yang kalah secara fisik berperang menentang kezaliman penguasa
korup dan jahili. Kekalahan melawan kejahiliyahan adalah sunnah Allah,
sebagaimana para Nabi dan Rasul, ada diantara mereka yang mendapat
kemenangan dengan tegaknya tatanan yang dicita-citakannya, namun ada
pula yang harus gugur dalam perjuangannya. Kalah dan menang dalam
perjuangan Islam tidak akan mengurangkan sedikitpun kebenaran yang
dibawa sebuah jama’ah. Kebenaran adalah tetap kebenaran, bagaimanapun
keadaannya, menang maupun kalah. Generasi muda Islamlah yang bertugas
untuk menyempurnakan segala kekurangan pada generasi terdahulu mereka.
Perjuangan ikhlas para pemimpin Ikhwan dengan segala
pengorbanannya akan senantiasa dikenang generasi Islam sepanjang masa,
bahkan senantiasa akan menjadi rujukan dalam mengembangkan perjuangan
di masa depan. Walaupun gerakan Ikhwan terusir dari bumi Mesir, namun ide-
ide gerakan revolusioner yang diserukan para pemimpinnya mendapat
sambutan hangan di seluruh dunia Islam, bahkan munculnya gerakan-
gerakan Islam kontemporer tidak terlepas dari pengaruh pemikiran Ikhwan. Itu
membuktikan bahwa gerakan Ikhwan al-Muslimun telah menjadi inspirasi bagi
gerakan-gerakan Islam lainnya yang bertujuan menghidupkan konsep jama’ah
Islamiyah yang telah dicontohkan Rasulullah saw yang kini mulai mendapat
perhatian besar masyarakat Islam yang sudah muak dengan janji-janji palsu
kaum pembaru Muslim yang hakikatnya adalah agen-agen Barat yang akan
menyekulerkan dan membaratkan kaum Muslimin. Keadaan ini terlihat
dengan jelas pada kebangkiatan, apa yang mereka namakan, kaum neo-
fundamentalis Islam, baik di Mesir, Algeria, Pakistan, Malaysia sampai ke
Indonesia. Wallahu a’lam.

IX
Islamisasi Pengetahuan
Sebuah Evaluasi Atas Metodologi Intelektual
Ummah
A. Pendahuluan
Sejak dilaungkannya kembali kebangkitan Islam beberapa
dekade lalu, telah tampil para cendikiawan Muslim mengemukakan
beberapa teori tentang kebangkitan Islam dan beberapa faktor
pemicunya, baik dari segi politik, ekonomi, pendidikan, gerakan dan
lainnya. Namun pada umumnya mereka berpendapat bahwa
keterbelakangan kaum muslimin saat ini tidak lain disebabkan oleh
kegagalan mereka merumuskan kembali metodologi intelektual
mereka, terutama dalam mempertahankan tradisi keislaman namun
sekaligus mampu berinteraksi dengan kemajuan zaman serta
mengembangkan bentuk peradaban baru yang berdasarkan pada
ajaran Islam.
Di antara rumusan terkini yang dikemukakan para cendikiawan
Muslim dalam pengembangan dan penyempurnaan metodologi dan
sistem pendidikan kaum Muslimin adalah apa yang diistilahkan mereka
sebagai Islamisasi Pengetahuan (Islamization of Knowledge). Istilah
ini muncul dan menjadi populer setelah Ismail R. Faruqi membacakan
makalahnya yang terkenal : Islamization of Knowledge : General
Principles and Workplan pada seminar internasional Islamisasi
pengetahuan yang pertama di Islamabad Pakistan pada tahun 1982
yang dihadiri oleh para cendikiawan Muslim terkemuka dari seluruh
dunia. Makalah yang disampaikan Faruqi adalah hasil penelitian
bersamanya dengan tokoh-tokoh cendikiawan Muslim seperti
AbdulHamid AbuSulayman (tokoh Assocation of Muslim Social
Sciencists, AMSS di Amerika). Seminar ini bertujuan mencari rumusan-
rumusan baru hubungan Islam dengan pengetahuan modern.
Menyempurnakan pembaharuan-pembaharuan metode intelektual
kaum Muslimin yang telah diserukan terdahulu oleh tokoh-tokoh
pelopor pembaharuan seperti Syeikh Muhammad Abduh. Seminar ini
berhasil merumuskan kerangka dasar pemikiran sebagai referensi
dalam mengislamisasikan pengetahuan modern.145
Menurut Wan Mohd. Nor Wan Daud,146 sebenarnya yang pertama
sekali mengemukakan konsep tentang Islamisasi pengetahuan karena
pengetahuan yang ada dianggapnya Atheis adalah Sir Muhammad
Iqbal pada tahun 30-an, namun beliau tidak menjabarkan lebih jauh
idenya.147 Pada tahun 1960, Prof. S.H. Nasr, seorang sarjana
terkemuka dalam pengetahuan Islam mengemukakan metode dalam
mengislamisasikan pengetahuan modern yang diintrpetasikan dan
diaplikasikan dalam teorinya mengenai konsep Islam tentang
kosmos.148 Dan yang pertama sekali secara resmi merumuskan,
mendifinisikan dan mempertahankan teori Islamisasi pengetahuan
yang ada saat ini, dengan mendifinisikan pengertian pengetahuan dan
hubungan pentingnya dengan konsep, manusia, keadilan dan
kebijaksanaan adalah Prof. Syed Moh. Naquib al-Attas pada tahun 1977
dalam makalahnya The Concept of Education in Islam : A Framework
for an Islamic Philosophy of Education149 yang dibacakannya pada
konferensi Internasional Pertama dalam Pendidikan Muslim di Makkah

Ismail R. Faruqi, Islamization of Knowledge, revised and expanded,(Virginia : IIIT, 1989). National Hijra Council, Knowledge
for what ?. Being the Proceeding and Papers of the Seminar on Islamization of Knowledge,(Islamabad : National Hijra
Council, 1986)
Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Beacon on The Crest of A Hill,(Kuala Lumpur : ISTAC, 1991), hlm. 34-35
Lihat, K.G. Saiyidain, Iqbal Educational Philosophy (Lahore : Sh. Muh. Ashraf, 1942), hlm. 99.
S.H. Nasr, An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines,, Revised edt. (London : Thames and Hudson,
1978). hlm. xxi-xxii.
Syed M. Naqub al-Attas, The Concept of Education in Islam ; A Framework for an Islamic Philosophy of Educa-
tion, (Kuala Lumpur : ABIM, 1980).
al-Mukarramah yang dihadiri lebih dari 300 cendikiawan Muslim dari
seluruh penjuru dunia.150

B. Urgensi Islamisasi Pengetahuan


Islamisasi pengetahuan yang diilhami oleh Sir Muhammad Iqbal
dan dikembangkan para cendikiawan Muslim belakangan ini memiliki
urgensi yang sangat mendasar terhadap sistem pendidikan kaum
Muslimin. Kerena pada hakikatnya semua pengetahuan modern yang
berkembang pesat dan telah mendominasi pemikiran sebagian besar
kaum Muslimin masa ini adalah datang dari peradaban Barat yang
sekuler dan dualistik. Mengenai akar peradaban Barat, Prof. SMN al-
Attas menulis :
peradaban yang telah tumbuh dari peleburan historis dari
kebudayaan, filsafat, nilai dan aspirasi Yunani dan Romawi kuno
beserta perpaduannya dengan ajaran Yahudi dan Kristen yang
kemudian dikembangkan lebih jauh oleh rakyat Latin, Jermia,
Keltik dan Nordik. Dari Yunani kuno diperoleh unsur-unsur
filosofis dan epistemologis dan landasan-landasan pendidikan
dan etika serta estetika. Dari Romawi unsur-unsur hukum dan
ilmu tata negara serta pemerintahan, dari ajaran Yahudi dan
Kristen unsur-unsur kepercayaan relegius dan dari rakyat Latin,
Jermia, Keltik dan Nordik nilai-nilai semangat dan tradisi mereka
yang bebas dan nasionalis. Mereka ini mengembangkan serta
memajukan ilmu-ilmu pengetahuan alam, fisika dan teknologi.
Bersama-sama dengan rakyat Slavia, mereka telah mendorong
peradaban Barat ke puncak-puncak menara kekuatan. Islam juga
telah memberikan sumbangan-sumbangan pengetahuan,
menanamkan semangat rasional dan ilmiyah. Mereka telah
melebur dan memadukan semua unsur yang membentuk watak
serta kepribadian peradaban Barat. Peleburan dan pemaduan
yang berlangsung ini menghasilkan suatu dualisme yang khas
dalam pandangan dunia dan nilai-nilai kebudayaan dan
peradaban Barat.151

Dengan landasan filsafat yang dualistik inilah Barat modern


kemudian bergerak dengan kecepatan tinggi mengembangkan dan
menguasai sains-teknologi dalam hampir semua bidang kehidupan
manusia. Akibat dualisme pada landasan filsafat pemikirannya ini,
maka terjadilah kepincangan-kepincangan pada peradaban Barat yang
membawa dampak sangat serius bagi keselamatan umat manusia di

Wan Mohd. Nor Wan Daud, op.cit,hlm.13


Syed M. Naquib al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 136
muka bumi ini. Akhirnya peradaban yang dibangun Barat modern
dengan segala timbunan materinya yang sangat menyilaukan
sebagian besar para cendikiawan Muslim telah mengalami kegagalan
seperti yang digambarkan Sayyid Hossein Nasr;

Peradaban yang berkembang di Barat sejak zaman


Renaissance adalah sebuah eksperimen yang telah mengalami
kegagalan sedemikian parahnya sehingga umat manusia
menjadi ragu apakah mereka dapat menemukan cara-cara lain
di masa yang akan datang. Sangatlah tidak ilmiyah apabila kita
menganggap peradaban modern ini dengan segala gambaran
mengenai sifat manusia dan alam semesta yang mendasarinya,
bukan sebagai sebuah eksperimen yang gagal. Dan
sesungguhnya penelitian ilmiyah, jika tidak menjadi jumud
karena rasionalisme dan empirisme yang totalarian seperti yang
kami katakan di atas, sudah tentu merupakan cara termudah
untuk menyadarkan manusia sekarang bahwa peradaban
modern sesungguhnya telah gagal karena kesalahan konsep-
konsep yang melandasinya. Peradaban modern telah ditegakkan
di atas dasar konsep mengenai manusia yang tidak menyertakan
hal yang paling mendasar bagi manusia.152

Kegagalan peradaban Barat modern, baik secara teori maupun


praktek adalah tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia dan
harus segera diatasi secepat mungkin, karena tantangan telah menjadi
sumber segala problematika umat manusia, seperti dikatakan oleh
Prof. SMN. al-Attas;
Banyak tantangan yang timbul di tengah-tengah
kebingungan manusia sepanjang zaman, tetapi tidak satupun
yang lebih serius dan sangat destruktif kepada manusia
sekarang selain yang ditimbulkan oleh peradaban Barat. Saya
berpendapat bahwa tantangan yang paling besar yang secara
sembunyi-sembunyi telah muncul pada zaman kita adalah
tantangan pengetahuan (knowledge), tidak seperti berperang
melawan kejahilan; tapi sebagai pengetahuan yang disusun dan
disebarkan ke seluruh penjuru dunia oleh peradaban Barat; sifat
dasar pengetahuan menjadi permasalahan setelah ia kehilangan
tujuan sebenarnya karena disusun secara tidak adil yang dengan
begitu justru menimbulkan kekacauan pada kehidupan manusia,
dan lebih jauh pada kedamaian dan keadilan; pengetahuan
menganggap diri sesuai dengan kenyataan, padahal ia adalah
S.H. Nasr, Islam and The Plight of Modern Man, (London : Longman, 1975), hlm.12
produk dari rasa kebingungan dan skeptisme, yang mengangkat
keraguan dan dugaan pada tingkat ilmiyah dalam metodeloginya
dan memandang keraguan sebagai epistemologi paling tepat
dalam mencari kebenaran; pengetahuan, untuk pertama kali
dalam sejarah, telah membawa kekacauan pada tiga kerajaan
alam; binatang, tumbuhan dan mineral.153

Asumsi-asumsi seperti inilah yang dijadikan alasan utama oleh


para cendikiawan Muslim kontemporer seperti Sayyid Hossein Nasr,
Syed Muhamad Naquib al-Attas, Ismail R. Faruqi dan lain-lainnya dalam
mengembangkan metodelogi pemikiran yang bertujuan untuk
mengislamisasikan pengetahuan (Islamization of Knowledge) yang
dimiliki peradaban Barat Modern. Karena bagaimanapun peradaban
Barat telah menghasilkan pengetahuan yang luar biasa dalam segala
aspek kehidupan dan sangat bermanfaat untuk kepentingan umat
manusia. Itulah sebabnya, pengetahuan modern Barat perlu
diislamisasikan agar sesuai dengan kehendak dan tujuan mulia ajaran
Islam.

C. Aliran Islamisasi Pengetahuan

Jika dianalisa lebih jauh menurut pendekatan yang digunakan


dan diterapkan dalam pengembangan teori-teorinya, ada beberapa
aliran yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan sistem
pendidikan yang berdasarkan Islamisasi pengetahuan ini, namun pada
hakikatnya yang dominan dan didukung institusi intelektual yang solid
ada dua, yaitu; Islamisasi Pengetahuan model Faruqi dan Penerusnya
yang didukung The International Institute of Islamic Thought (IIIT) yang
berpusat di Virginia Amerika Serikat dan Islamisasi Pengetahuan model
Syed Muhammad Naquib al-Attas yang didukung International Institute
of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) yang berpusat di Kuala
Lumpur Malaysia.
Konsep Islamisasi pengetahuan menurut Faruqi hakikatnya
adalah proses untuk memberikan ruh (spirit) Islam kepada
pengetahuan modern yang telah ditemukan Barat terlebih dahulu,
dengan proses mengetahui landasan filsafat pengetahuan tersebut,
kemudian dinilai relevansinya terhadap nila-nilai Islam. Oleh karena itu,
seorang cendikiawan yang akan mengislamisasikan sebuah
pengetahuan harus mengetahui secara pasti ajaran Islam dan
pengetahuan modern yang akan dislamisasikan. Istilah Islamisasi

Syed Muh. Naquib al-Attas, Nature of Knowledge and The Definition and Aim of Education,(Jeddah : King Abdul
Aziz Univ, 1979). hlm. 19-20.
sendiri digunakan untuk menyaingi dua istilah yang telah populer lebih
dahulu dikalangan kaum Muslimin dan sangat mempengaruhi
pemikiran mereka, yaitu Westernisasi dan Modernisasi. Di mana kedua
istilah ini sangat banyak menimbulkan kekeliruan akibat ketidakjelasan
pengertiannya ataupun orientasinya, dan dapat menyesatkan.
Pelaksanaan Islamisasi pengetahuan ini boleh saja berbentuk
transformasi pengetahuan yang tidak bertentangan dengan Islam
secara langsung, menyaring pengetahuan pengetahuan dari
pengetahuan non Islami dengan memberikan spirit Islam, ataupun
orientasi Islami sehingga sesuai dengan kaedah pengetahuan Islam,
menyempurnakan pengetahuan non Islami yang sesuai dengan ajaran
Islam dengan memberikan kaedah-kaedah Islami, memperbaharui atau
merombak pengetahuan non Islami menjadi Islami, menggabungkan
kedua pengetahuan yang ditemukan metodelogi gabungan tradisional
dengan sekuler sehingga lahir bentuk pengetahuan baru yang lebih
sempurna ataupun cara-cara lainnya.154 Untuk mensukseskan program
Islamisasi pengetahuan ini, ditunjuk The International Institute of
Islamic Thought (IIIT) yang berpusat di Herndon, Virginia Amerika
untuk menghimpun para cendikiawan Muslim seluruh dunia dari
berbagai disiplin pengetahuan, mereka ditugaskan meneliti dan
menulis sesuai dengan spesialisasi pengetahuannya masing-masing,
kemudian hasil penelitian mereka diterbitkan dalam jurnal atau buku
yang akan disebarluaskan. Para cendikiawan Muslim yang dihimpun IIIT
sudah berupaya semaksimal mungkin dengan pengetahuan yang
dimilikinya untuk mendifinisikan, merumuskan, menjabarkan dasar-
dasar Islamisasi pengetahuan, kemudian didiskusikan dan
diseminarkan dikalangan mereka dan akhirnya diterapkan pada
beberapa institusi pendidikan tinggi Islam di negara-negara Muslim
seperti Saudi Arabia, Pakistan, Malaysia dan lainnya.155
Sementara Islamisasi pengetahuan menurut Prof. SMN al-Attas
pada hakikatnya adalah proses untuk mengisolasi dan memindahkan
segala sesuatu yang tidak Islami, terutama elemen-elemen Barat dan
konsep-konsep yang menyertainya. Ini juga berarti memasukkan
elemen-elemen kunci Islam dan konsep-konsep yang menyertainya
kepada elemen-elemen dan konsep-konsep yang baru ataupun asing.
Beberapa elemen dan konsep kunci Islam diantaranya adalah agama
(din), manusia (insan), pengetahuan (ilm dan ma’rifah), kebijaksanaan

Ismail R. Faruqi, op.cit.hlm. 83. Lihat juga, ‘Imad al-Din Khalil, Madkhal ila Islamiyat al-Ma’rifah, (Herndon, Vir-
ginia : IIIT, 1991). Abu al-Qasim Hajj Hammad, al ‘Alamiyah al-Islamiyah al-Insaniyah, (Beirut : Dar al-Masirah, 1980). Taha
J. al-’Alwany, “The Islamization of Knowledge : Yesterday and Today”, Dalam The American Journal of Islamic Social Sci-
ences, vol. 12, Spring 1995, No 1 ( Kuala Lumpur : IKD, 1995), hlm. 80-101. ‘AbdulHamid A. AbuSulayman, Mafahim fi I’ad-
at Bina’ Manhajiyat al-Fikr al-Islamy al-Mu’asir, dalam Toward Islamization of Disciplines,(Herndon, Virginia : IIIT,
1989).hlm.31-68.
ibid
(hikmah), keadilan (‘adl), perbuatan benar (‘amal sebagai adab),
dimana semua ini menjadi kesatuan landasan dan dasar yang saling
berhubung-kait dengan konsep Tuhan, esensi dan atribut-Nya (tauhid);
pengertian dan pesan al-Qur’an, al-Sunnah dan Syariah.156 Untuk
mengembangkan konsep Islamisasi pengetahuan ini, Syed al-Attas
didukung oleh sebuah lembaga yang solid, International Institute of
Islamic Thought and Civilization (ISTAC) yang merupakan lembaga
studi Islam yang sekaligus mendidik mahasiswa di tingkat pasca
sarjana dan tempat berhimpunnya para cendikiawan Muslim seluruh
dunia untuk mendiskusikan masalah-masalah keislaman yang
didukung oleh perpustakaan yang besar dan lengkap, khususnya
mengenai Islam. ISTAC telah menerbitkan beberapa buah buku yang
menjadi panduan dalam memahami Islam. Lembaga ini didirikan pada
hakikatnya untuk menjadi simbol keagungan pendirinya, Prof. SMN al-
Attas, seorang cendikiawan Muslim terkemuka masa ini yang memiliki
pemikiran-pemikiran cemerlang.157

D. Evaluasi Atas Konsep Islamisasi Pengetahuan

Usaha-usaha serius para cendikiawan Muslim yang berkelanjutan


dalam mengislamisasikan pengetahuan ini sangat bermanfaat untuk
menyempurnakan sistem pendidikan kaum Muslimin di masa depan,
dan harus difahami bahwa proses ini adalah proses yang masih berada
pada tingkat permulaan yang memerlukan penelitian berkepanjangan.
Karena kaum Muslimin dewasa ini sudah kehilangan jejak tradisi dan
warisan para cendikiawan Muslim terdahulu beberapa abad sejak
terjadinya pencerahan Eropa. Memang terlalu awal jika konsep
Islamisasi Pengetahuan ini dinilai keberhasilannya, karena teori ini
sedang dalam proses eksperimen yang akan menyempurnakan sistem
dan metodeloginya.
Untuk mengevalusi sejauh mana keabsahan teori ini perlu diberikan
penjelasan yang lebih terperinci, sebagaimana dikemukakan Fazlur
Rahman,158 terutama dalam proses memberikan spirit Islam kepada
pengetahuan Barat modern. Sebagaimana dimaklumi, pengetahuan
terdiri dari sains-sains kealaman (eksak) dan sains-sains sosial
(humanika). Sains-sains kealaman adalah pengetahuan yang sesuai
dengan Sunnatullah (hukum alam) dan tidak mungkin diolahsuai
menurut kehendak manusia, karena hal ini adalah sesuatu kejadian
yang sudah pasti tertentu kadarnya. Usaha-usaha untuk
memanipulasinya jelas akan mendatangkan kegagalan belaka. Dalam
Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Beacon, op.cit. hlm.37
op.cit. hlm. 4-6.
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, hlm. 131-132
hal ini Islamisasi atau pemberian ruh Islam dapat dilakukan, karena
pada hakikatnya alam ini adalah kitab Allah yang tidak tertulis, yang
tidak mungkin bertentangan dengan al-Qur’an, sumber utama ajaran
Islam, selama tidak dimanipulasi kehendak yang ingin
menyimpangkannya. Namun pada sains-sains sosial humanika, lain
halnya, karena jelas pengetahuan ini sangat relevan terhadap nilai-nilai
yang menemukannya dan merumuskannya. Jika pengetahuan ini
dikemukakan Barat, maka pengetahuan ini tidak dapat dilepaskan dari
nilai-nilai Barat, dengan kata lainnya terkandung unsur subyektivitas
dalam pengetahuan tersebut. Maka dalam kasus seperti ini, Islamisasi
pengetahuan perlu diberikan pengertian yang lebih jelas, karena sains-
sains sosial-humanika yang telah dikemukakan Barat saat ini pasti
tidak terlepas dari nilai-nilai mereka yang sekuleris dan materialis.
Pertanyaan yang timbul, mungkinkah mengislamisasikan
pengetahuan yang berbeda, bahkan bertentangan, landasan
filsafatnya, orientasinya, relevansinya, produknya dan lain-lain
aspeknya dengan ajaran Islam ? Realitasnya, para cendikiawan Muslim
yang berhadapan dengan kasus seperti ini, mau tidak mau harus
menggali langsung ajaran Islam yang berkaitan dengan pengetahuan
berkenaan.
Seperti kasus Islamisasi ekonomi misalnya, para cendikiawan
Muslim tidak mungkin mengislamisasikan konsep riba’ (intres/bunga)
yang terkandung pada sistem ekonomi Kapitalis Barat modern yang
berlandaskan filsafat dan nilai-nilai sekuler yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip keadilan yang diajarkan Islam. Untuk mengatasi
masalah ini, para cendikiawan Muslim terpaksa menggali warisan
tradisi Islam yang bersumber pada al-Qur’an, al-Sunnah, perilaku
sahabat, ijma’, qiyas dan lainnya sehingga mereka menemukan dan
merumuskan sistem ekonomi Islam tersendiri dengan konsep-konsep
ataupun teori-teorinya yang sama persis ataupun bertentangan
dengan konsep atau teori ekonomi Barat.159
Hal serupa pula yang dilakukan para cendikiawan Muslim ketika
mereka akan mengislamisasikan sosiologi,160 mengislamisasikan

Untuk masalah ini lihat misalnya, M. Najatullah Siddiqi, “Islamizing Economics”, dalam Toward Islamization of
Disciplines, op.cit. hlm.253-261. M. Anas al-Zarqa,”Tahqiq Islamiyat ‘Ilm al Iqtishad : al-Mafhum wa al-Manhaj, dalam To-
ward Islamization of Disciplines. op.cit. hlm.317-351. Abdul Hamid A. AbuSulayman, “The theory of the Economics of Islam
: the Economics of Tawhid and brotherhood” di Contemporary Aspects of Economic Thinking in Islam,(Indianapolis : Amer-
ican Trust Publ. April, 1968). Mohammad Anwar, Modelling Interest-Free Economy, A Study in Macro-econonomics and De-
velopment, (Herndon, Virginia : IIIT, 1987). Khursid Ahmad,(ed), Studies in Islamic Economics, (Jeddah : International
Centre for Research in Islamic Economics, King Abdul Aziz Univ, 1980). A.H.M. Sadeq, Islamic Economics, Some Selected
Issues,(Lahore : Islamic Publ. 1989). Zohurul Islam, Islamic Economics, (Dhaka : Islamic Foundation Bangladesh, 1987).
Taqyuddin al-Nabhani, al-Nidham al-Iqtishadi fi al-Islam,(Beirut : Dar al-Ummah, 1990). M. Umer Chapra, Towards a Just
Monetary System, (London : The Islamic Foundation, 1985). S.M. Yusuf, Economic Justice in Islam, (Lahore : Shaikh
Muhammad Ashraf, 1971).
Ilyas Ba-Yunus & Farid Ahmad, Islamic Sociology : An Introduction,(Cambridge : Hodder and Stoughton, 1985).
antropologi,161 mengislamisasikan seni dan disiplinnya,162
mengislamisasikan bahasa,163 dan mengislamisasikan pengetahuan
yang lain-lainnya.164
Dengan demikian, apa yang diistilahkan sebagai Islamisasi
pengetahuan dan dipraktikkan cendikiawan Muslim saat ini, khususnya
Islamisasi model Faruqi, pada hakikatnya bukanlah suatu proses
mengislamkan atau memberikan spirit Islam kepada pengetahuan
Barat modern, tetapi lebih merupakan proses mencari, meneliti,
merumuskan dan mengembangkan suatu disiplin pengetahuan yang
belum ada pada peradaban modern, walaupun nantinya dalam
pelaksanaannya mereka menjadikan referensi pengetahuan-
pengetahuan yang sudah ada, baik dari warisan tradisi peradaban
Islam ataupun peradaban Barat. Sementara Islamisasi mengandung
pengertian merubah sesuatu yang tidak Islami menjadi Islami, maka
jelas perubahan tidaklah identik dengan penyusunan, karena
perubahan mengandung pengertian merubah sesuatu yang sudah ada,
baik dengan mengurangi ataupun menambahnya, menjadi bentuk
lainnya, tetapi penyusunan mengandung makna mengadakan sesuatu
yang tidak ada menjadi ada. Seperti ekonomi Islam misalnya, saat ini
kaum Muslimin belum memiliki model sistem ekonomi Islam yang
dapat diterapkan sesuai keperluan masyarakat modern, maka para
cendikiawan Muslim tidaklah mengadopsi ekonomi Barat menjadi
ekonomi Islam dengan proses perubahan yang disebutnya sebagai
Islamisasi, tetapi mereka berusaha mencari, meneliti, merumuskan
dan mengembangkan teori-teori ekonomi tersendiri berdasarkan ajaran
Islam, dan mungkin mereka akan menggunakan teori ekonomi Barat
sebagai bahan perbandingan dan referensi sehingga mereka
menemukan suatu teori ekonomi Islam yang mungkin berbeda dan
mungkin juga sama persis dengan ekonomi Barat. Namun proses ini
tidaklah dapat dinamakan sebagai perubahan teori, namun
penyusunan teori baru.
Istilah Islamisasi pengetahuan sendiri dapat memberikan kesan
seakan-akan ajaran Islam tidak memiliki sistem pengetahuan dan
kehidupan yang sempurna, sehingga perlu diambilkan dari dari luar
Islam. Seperti sistem ekonomi, seakan-akan Islam tidak memiliki
sistem ekonomi sendiri sehingga perlu diambilkan dari sistem luar
Islam dengan proses Islamisasi ekonomi. Sementara Islam
mengajarkan kepada pengikutnya bahwa Islam adalah sistem yang
kaffah dan syumul, yaitu ajaran yang mengatur semua sistem
Akbar S. Ahmad, “Toward Islamic Anthropology, dalam Toward Islamization of Disciplines,,op.cit,hlm.199-247.
Lamya al-Faruqi, “Islamizing The Arts Disciplines”, dalam Toward Islamization, op.cit. hlm. 459-504.
Sayyid M. Syeed, “Islamization of Linguistics”, dalam Toward Islamization, op.cit. hlm. 545-555.
AbdulHamid A. AbuSulayman, “Orientation Guidelines for the International Conference on Islamization of Know-
ledge, dalam Toward Islamization, op.cit, hlm. 13-16.
kehidupan manusia, dari masalah individu sampai masyarakat dan
negara.165 Bagaimana mungkin Islam telah mengajarkan secara
terperinci doktrin-doktrin sederhana tata cara keluar masuk kamar
kecil dan adab-adabnya, sementara tidak mengajarkan sistem
ekonomi, sosial, politik, pendidikan dan lainnya yang lebih besar dan
penting dalam kehidupan pengikutnya ? Maka tentu Islam sebagai al-
dien (sistim hidup) telah mengajarkan dasar-dasar filsafat semua
sistem kehidupan dunia ini, tinggal bagaimana para cendikiawan
Muslim mengembangkannya menurut kemampuannya masing-masing.
Islam dengan pendekataannya yang khas telah memberikan dorongan
kepada pengikutnya untuk meneliti dan mengembangkan segala
phenomena alam ini menurut kadar kemampuannya masing-masing.
Semangat inilah yang telah mendorong para cendikiawan Muslim
terdahulu yang telah mengantarkan mereka menuju puncak
kegemilangan peradaban.
Maka dengan pengertian ini, Islamisasi pengetahuan harus lebih
difokuskan kepada penyusunan dan pengembangan teori-teori
pengetahuan baru Islami yang berbeda dari pengetahuan Barat, baik
secara substansi ataupun materinya yang berlandaskan filsafat
pengetahuan Islam, berorientasi Islami dan menghasilkan produk-
produk Islami pula. Jadi yang diperlukan saat ini adalah bagaimana
menemukan dan merumuskan kembali konsep pengetahuan Islami,
sains Islami, teknologi Islami dan seterusnya, walaupun kaum Muslimin
harus mengadopsinya dari Barat yang non Islam, kerena mungkin
mereka telah menemukannya lebih dahulu. Para cendikiawan Muslim
mempunyai hak untuk mengadopsi pengetahuan tersebut dari mereka,
yang hakikatnya adalah ilmu Allah SWT, selama pengetahuan tersebut
sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah sendiri telah memerintahkan
kepada ummatnya untuk mengambil ilmu yang bermanfaat
sebagaimana sabdanya :”sesungguhnya al-Hikmah (pengetahuan
bermanfaat) adalah milik kaum Muslimin, dimanapun mereka
menemukannya, mereka berhak mengambilnya kembali”(al-Hadits).
Walaupun sistem ekonomi Islam misalnya sudah ditemukan Karl
Marx yang atheis, maka para cendikiawan Muslim tetap berhak
mengambilnya tanpa rasa rendah diri. Karena semua sistem yang
bermanfaat dan benar adalah ilmu Allah yang telah diberikan-Nya
kepada orang-orang yang bersungguh-sungguh, walaupun mereka
kafir, atheis ataupun sekuler. Atau para cendikiawan Muslim menggali
langsung berdasarkan warisan-warisan cemerlang pendahulu mereka,

Tentang kesempurnaan Islam ini lihat misalnya : Said Hawa, al-Islam, (Beirut : Dar al-Fiqr, 1978). Yusuf al-Qard-
hawi, al-Hall al-Islam, (Dauhah, Qatar : al-Jamiah al-Islamiyah Qatar, 1986). Hamudah Abdalaty, Islam in Focus,(Kuwait :
IIFSO, 1978). Abu Urwah, Sistem-sistem Islam,(Kuala Lumpur : Pustaka Salam, 1989). Abul A’la al-Maududi, Asas-asa Is-
lam, ( Kuala Lumpur : IIFSO, 1981.
menyempur-nakan dan merumuskan kembali menurut keperluan
masyarakat masa kini, karena Barat yang memiliki peradaban tinggi
saat ini pada awalnya juga belajar dari para cendikiawan Muslim
terdahulu.
Saat ini, di mana Barat menjadi pemuka pengetahuan modern,
maka kaum Muslimin mau tidak mau harus mengambil darinya jika
mereka hendak menjadi pemimpin peradaban dunia masa depan.
Untuk itu perlu diperjelas bentuk pengetahuan produk Barat sekuler
saat ini. Secara global menurut pandangan Islam, pengetahuan Barat
saat ini terbagi menjadi dua, yaitu pengetahuan Barat Islami dan
pengetahuan Barat non Islami. Ini berangkat dari asumsi tadi, bahwa
semua pengetahuan yang benar dan bermanfaat pasti dari Allah SWT
dan kebetulan ditemukan oleh Barat yang non Islam maka tidak
mejadikan pengetahuan itu non Islami pula. Maka yang dimaksudkan
dengan pengetahuan Barat Islami adalah pengetahuan yang
dihasilkan Barat namun bersesuaian atau tidak bertentangan dengan
ajaran Islam secara substansi ataupun materinya. Sementara
pengetahuan Barat non Islami adalah pengetahuan yang diproduk
Barat dan bertentangan dengan ajaran Islam. Implikasi dari pengertian
ini adalah pengetahuan Barat Islami tinggal ditransfer, kemudian
dimanfaatkan dan diatur sesuai dengan syari’at Islam, maka secara
otomatis pengetahuan itu akan menjadi pengetahuan Islami yang
dapat dimanfaatkan kaum Muslimin. Adapun pengetahuan Barat non
Islami harus ditolak. Konsekwensi logisnya, para cendikiawan Muslim
harus mengetahui dengan pasti ajaran-ajaran Islam dan juga
pengetahuan Barat yang akan ditransfer, baik landasan filsafatnya,
orientasinya, relevansinya dan yang terpenting metodeloginya.
Itulah sebabnya, sebagaimana dikatakan Fazlur Rahman,166
program utama yang harus dilakukan para cendikiawan Muslim saat ini
dalam proses Islamisasi pengetahuan ini adalah mencetak kader-kader
cendikiawan Muslim yang berkemampuan untuk menilai pengetahuan
Barat dengan dasar pengetahuan keislaman yang dimilikinya
kemudian mengembangkannya menurut kemampuannya. Dan
menurutnya, yang paling layak mengislamisasikan pengetahuan
adalah orang yang memiliki dasar pengetahuan keislaman yang kuat,
baik pengetahuan Islam klasik ataupun kontemporer, kemudian
mereka dididik agar menguasai dan memahami pengetahuan Barat
sesuai minat dan kemampuannya agar dapat menghasilkan
pengetahuan yang Islami. Atau sebaliknya dengan mendidik para
cendikiawan Muslim yang telah menguasai pengetahuan Barat dengan

Fazlur Rahman, Islam and Modernity, hlm. 134. lihat juga, “Islamization of Knowledge : A Respons”, dalam
Ulumul Qur’an, op.cit. no.4. vol.III.
pengetahuan keislaman. Namun cara terakhir ini harus benar-benar
mendapat perhatian khusus, karena banyak diantara mereka yang
sudah menganggap dirinya menguasai pengetahuan keislaman dengan
benar dan mulai mengislamisasikan pengetahuan Barat, namun pada
hakikatnya mereka mentransfer apa adanya pengetahuan Barat
tersebut dengan semangat sekulernya sekaligus akibat
ketidakfahamannya terhadap ajaran Islam.
Demikian pula halnya masih terdapat kerancuan-kerancuan pada
metodelogi yang digunakan para cendikiawan Muslim dalam
mengislamisasikan pengetahuan. Diantaranya ada yang menyamakan
begitu saja konsep-konsep sains dengan konsep-konsep yang berasal
dari Islam, padahal belum tentu sama pengetiannya. Misalnya
menganggap bahwa nafs al-Ammarah, nafs al-Lawwamah dan nafs al-
Muthmainnah dari al-Qur’an identik dengan konsep id, ego dan super
ego dalam psikologi, ataupun menyamakan konsep demokrasi Barat
dengan konsep syuro dalam politik, konsep humanisme dengan
ukhuwah dalam sistem sosial, dan lainnya dimana hal ini akan
mengakibatkan biasnya pengetahuan ke taraf agama yang harus
diyakini kemutlakannya.167
Sebagaimana dikemakakan terdahulu, pengetahuan yang
dikembangkan Barat, khususnya pengetahuan-pengetahuan sosial-
humanika, berasal dari akar filsafat yang berbeda bahkan
bertentangan dengan filsafat pengetahuan dalam Islam. Filsafat
pengetahuan Barat berlandaskan faham sekulerisme dan materialisme
yang menolak agama dan dogma-dogma yang terkandung
didalamnya, termasuk perananan Tuhan sebagai pencipta alam raya ini
dan ajaran metafisik lainnya dengan alasan tidak rasional, tidak
ilmiyah dan tidak sesuai dengan toeri empirisme yang mereka yakini.
Faham ini sendiri lahir dari pemberontakan terhadap agama Kristen
abad pertengahan yang penuh dengan doktin-doktrin palsu,
penyelewengan dan penipuan para pemukanya yang korup dengan
mengatasnamakan Tuhan, ajaran yang membelenggu pemikiran-
pemikiran cemerlang para cendikiawan Barat. Faham ini akhirnya
menganggap semua agama yang mengajarkan metafisik adalah candu
masyarakat, penghalang kemajuan dan akhirnya menyimpulkan
“Tuhan telah mati’, peranannya diganti oleh pengetahuan.168
Sementara filsafat pengetahuan Islam berlandaskan pada Tauhid,
wujudnya Allah dalam ketunggalan-Nya sebagai sumber segala
Tokoh-tokoh IIIT sendiri sebagai pendukung utama Islamisasi pengetahuan model Faruqi sebagian besar adalah
para cendikiawan Muslim yang latar belakang pendidikannya sekuler Barat ataupun tradisional Islam, dimana hal ini
sangat mempengaruhi produk pemikirannya. Demikian pula karya-karya yang diterbitkannya masih banyak dipengaruhi
oleh metodelogi sekuler atau tradisional. Lihat misalnya, Toward Islamization of Disciplines terbitan IIIT yang menghimpun
tulisan tokoh-tokohnya
Syed M.Naquib al-Attas, Islam and Secularism, khususnya bab I dan II.
pengetahuan yang diterima manusia, yang berkedudukan sebagai
kholifah, atau wakil Allah yang akan mengatur dan memakmurkan
alam menurut kehendak Allah SWT. Penyatuan alam nyata (fisis)
dengan alam ghaib (metafisis), penyatuan dunia dengan akhirat, nilai
moral dan intelektual, yang tidak mempertentangkan antara wahyu
Allah dengan aqal manusia.169
Maka implikasinya, produk-produk pengetahuan yang sifatnya
relatif, tidak mungkin disejajarkan dengan konsep ajaran di dalam al-
Qur’an170 yang absolut kebenarannya. Karena produk-produk
pengetahuan yang dianggap benar dan didukung hari ini, mungkin
besok akan ditentang oleh pendukungnya sendiri dengan adanya
penemuan-penemuan baru yang dianggap lebih mendekati kebenaran
sebagaimana yang menimpa teeori-teori pengetahuan dari zaman
dahulu hingga saat ini. Sementara al-Qur’an, sumber utama ajaran
Islam, sejak awal diturunkannya sampai akhir zaman tetap mutlak
kebenarannya, tidak akan berubah-ubah mengikuti perkembangan
zaman, yang berubah-ubah adalah penafsiran dan pemahaman orang
terhadap kandungannya sehingga melahirkan banyak tafsir al-Qur’an,
yang tidak terlepas dari situasi dan kondisi pengetahuan orang
berkenaan.171 Dengan mensejajarkan pengetahuan dengan al-Qur’an,
jelas akan merendahkan nilai al-Qur’an yang mutlak kebenarannya ke
taraf pengetahuan/sains yang relatif dan berubah-ubah mengikuti
perkembangan zaman. Demikian pula masih ada di antara para
cendikiawan Muslim yang menjadikan Islam sebagai penguat
pengetahuan, dengan mencari-cari dalil yang akan mendukung suatu
gagasan atau teori pengetahuan. Hal ini biasanya dilakukan para
cendikiawan yang telah meyakini kebenaran sebuah teori
pengetahuan, kemudian dia berusaha membenarkannya dengan
mengutip dalil-dalil al-Qur’an ataupun al-Hadits yang menguatkan teori
berkenaan. Sehingga lahirlah istilah-istilah aneh seperti sosialisme

Tentang filsafat pengetahuan Islam, lihat misalnya : Syed M. Naquib al-Attas, Islam and The Philoshopy of Sci-
ence, (Kuala Lumpur : ISTAC, 1989). Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Concept of Knowledge in Islam,(London : Mansell Publ,
1989). C.A. Qadir, Philosophy and Science in The Islamic World,(New York: Croom Helm, 1988) khususnya bab 1. Mahdi
Golshani, “Philoshophy of Science from the Qur’anic Perspective” dalam Toward Islamization of Disciplines. op.cit. hlm.73-
92.
Sengaja penulis menggunakan al-Qur’an dan bukan ajaran Islam, karena al-Qur’an merupakan sumber ajaran
Islam yang tidak pernah dipertentangkan kebenaran dan keabsahannya, dan tidak ada seorangpun sampai hari ini yang
berhasil membuktikan kepalsuan ajaran al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT, sementara ajaran Islam adalah produk dari
pemahaman terhadap sumber ajaran ini, yang mungkin terdapat perbedaan dalam menafsirkan atau memahaminya, se-
bagimana yang telah melahirkan berbagai madzhab pemikiran Islam.
Tentang difinisi al-Qur’an lihat : Subhi Sholih, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut : Dar Ilm li al-Maliyin, tt) hlm.
21. Syaikh M. Ali Al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an,(Damsyiq : Maktabah al-Ghazaly, 1981) hlm. 6. Fuad Ali Ridha, Fi
‘Ulum al-Qur’an,(Beirut : Dar Iqra’, 1986), hlm. 13-14. M. Ali al-Hasan, al-Manar fi ‘Ulum al-Qur’an, (Amman : Mathbaah al-
Syuruq, 1983). hlm.7-8. Shabir Thayyimah, Haza al-Qur’an,(Beirut : Dar al-Jill, 1989) hlm. 13.
Islam,172 humanisme Islam,173 demokrasi Islam,174 diktatorisme Islam,175
modernisme Islam,176 sekulerisme Islam,177 fundamentalisme Islam,178
dan lainnya. Sementara istilah-istilah seperti itu sudah mengandung
konotasi, pengertian, sejarah, filsafat dan pengertian tersendiri yang
berbeda dengan ajaran Islam. Apakah mungkin organ-organ sistem
yang lahir bukan dari ajaran Islam dapat diadopsi begitu saja karena
memiliki kemiripan sedikit saja dengan ajaran Islam ? Tentu tidak
mungkin, karena Islam telah memiliki sistem tersendiri dengan ciri
khasnya yang berbeda dengan sistem-sistem yang diciptakan
manusia. Perbuatan menjadikan Islam sebagai penguat pengetahuan
semata-mata adalah sama artinya dengan perbuatan menjual ayat-
ayat Allah dengan harga murah yang dilarang Islam. 179 Dan perbuatan
ini akan merendahkan Islam ke taraf pengetahuan yang nilainya relatif,
yang dapat diterima ataupun ditolak.
Proses Islamisasi pengetahuan ini juga harus menjangkau
keseluruhan tingkat pendidikan, dari tingkat dasar, menengah dan
tinggi. Apabila dilakukan hanya pada tingkat tinggi saja, tanpa diikuti
Islamisasi pada tingkat dasar dan menengah, dalam arti
membiarkannya sekuler ataupun tradisional sepenuhnya, jelas akan
mengurangi keberhasilannya secara maksimal. Karena pada tingkat
dasar dan menengah, dimana pelajar masih murni keyakinan dan
pemikirannya, jika Islamisasi bertujuan untuk menanamkan keterikatan
cendikiawan pada Islam, maka harus diwarnai dengan semangat
ajaran Islam sedini mungkin agar tertanam orientasi keislaman pada
dirinya sejak muda yang akan sangat membantunya untuk memahami
pengetahuan keislaman pada tingkat yang lebih tinggi. Demikian pula
sebaliknya, apabila institusi dasar dan menengah disislamisasikan,
ditanamkan nilai-nilai Islam dengan ketat, sementara tingkat tinggi
dibiarkan sekuler, boleh jadi akan menghilangkan nilai-nilai Islami yang
sudah tertanam dan menjerumuskan para pelajar menjadi sekuler
akibat pelajaran tinggi mereka yang sekuler. Itulah sebabnya
keberhasilan yang maksimal dapat diraih apabila dilakukan Islamisasi
pada semua tingkatan dengan relevansinya masing-masing. Dengan
proses Islamisasi menyeluruh ini diharapkan akan melahirkan
cendikiawan-cendikiawan Muslim yang utuh, yaitu cendikiawan Muslim
Mustafa H. al-Siba’i, Isytirokiyyat al-Islam, (Sosialisme Islam), (Damsyiq : Damsyiq Univ,tt)
Marcel A.Boisard, Humanism in Islam,trans. by Albin Michel,(Indianapolis:The American Trust Publ.,1979)
Abul ‘Ala al-Maududi adalah diantara cendikiawan Muslim yang menentang keras istilah demokrasi Islam, kar-
ena prinsip demokrasi dan syuro dalam Islam bertentangan. Lebih lanjut lihat tulisan beliau The Islamic Law and Constitu-
tion, dan Khilafat wa al-Mulk.
Lihat dalam The Islamic Law and Constitution karya Abul “Ala al-Maududi.
Istilah ini digunakan secara meluas oleh cendikiawan Muslim, diantara yang menentangnya adalah Maryam
Jamilah dalam bukunya Islam and Modernism,(Lahore : Moh. Yusuf Khan, 4th.ed.1977).
Istilah ini dipopulerkan Nurcholis Madjid pada tahun 70-an dan mendapat tentangan dari H.M. Rasjidi dalam
bukunya Koreksi terhadap Drs. Nurcholis Madjid tentang Sekulerisasi,(Jakarta : Bulan Bintang, 1972).
Masalah ini lihat Rifyal Ka’bah, Islam dan Fundamentalisme,(Jakarta : Panjimas,198
“dan janganlah kamu menjual ayat-ayat Kami dengan harga yang murah”
yang kreatif dalam spesialisasi pengetahuannya namun memiliki
keterikatan yang kuat pada Islam, atau cendikiawan Muslim yang
menjadikan Islam sebagai landasan berfikir kreatifnya, sebagaiman
yang telah ditempuh para cendikiawan Islam terdahulu yang
menjadikan Islam sebagai landasan spirit dalam meneliti dan
mengembangkan pengetahuan karena berkeyakinan bahwa terlibat
dalam pengetahuan dianggap sebagai salah satu sarana beribadah
kepada Allah SWT.
Kurang berhasilnya proses penggabungan kedua metodelogi
(tradisional dan sekuler) terdahulu sebagaimana yang dialami Sayyid
Ahmad Khan dengan Aligarh Collegenya, karena masih tetap
bertahannya kedua metodelogi tersebut pada tempatnya masing-
masing, belum mampu saling lengkap melengkapi satu dengan
lainnya. Disamping kegagalan tersebut akibat tidak adanya tenaga
pengajar yang menguasai metodelogi dan sistem yang diterapkan,
namun ini terjadi juga akibat dari proses pemberian spirit Islam hanya
dilakukan pada tingkat tinggi saja, sementara pada tingkat dasar dan
menengah, yang merupakan jembatan penghubung terpenting yang
akan memaksimalkan keberhasilan metodelogi baru ini dibiarkan
sepenuhnya sekuler ataupun tradisional. Ataupun kegagalan yang
menimpa generasi-generasi Islam yang belajar di Barat dan
tersekulerkan akibat mereka hanya mengalami proses penanaman
spirit Islam pada tingkat dasar dan menengah, sementara pada tingkat
tinggi menerima pengetahuan yang sepenuhnya sekuler dan akhirnya
mereka tersekulerkan dengan terkikisnya spirit Islam yang ditanamkan
terdahulu. Demikian pula halnya, jangan sampai proses Islamisasi
pengetahuan yang sedang dilaksanakan para cendikiawan Muslim ini
terjebak faham Barat yang hanya mengutamakan pengetahun saja.
Apapun yang diketahui tidak diikuti dengan penekanan pada aspek
amali (pelaksanaan). Islam dipelajari hanya sebagai pengetahuan
belaka, tanpa suatu tekanan berat kepada pengamalan, karena Islam
menekankan pengetahuan sekaligus pengamalan kepada pengikutnya.
Apalah artinya mendirikan universitas-universitas yang memakai nama
dan lambang Islam, namun pada hakikatnya masih menerapkan
dengan penuh kesadaran segala bentuk pengetahuan yang
berlandaskan filsafat Barat yang berjiwa sekuler dan materialistik.
Idealnya sebuah universitas Islam adalah universitas yang menerapkan
aspek pengetahuan dan pengamalan sekaligus, dan nilai keberhasilan
sebuah institusi Islam adalah keberhasilannya dalam melahirkan
generasi-generasi yang berpengetahuan dan berupaya mengamalkan
pengetahuannya dengan semaksimal mungkin. Demikian pula institusi
intelektual Islam jangan sampai melahirkan alumni yang hanya pandai
mengeluarkan teori, konsep ataupun makalah dalam seminar dengan
metode yang mereka namakan ilmiyah, namun jauh dari
masyarakatnya dan terjebak pada budaya sangkar emas intelektual,
sebagaimana digambarkan Syari’ati :
“Ironisnya dalam budaya dan dan sistem pendidikan
modern kaum muda kita dididik dan dilatih di dalam benteng-
benteng yang terlindung dan tak tertembus. Begitu mereka
masuk kembali ke dalam lingkungan masyarakat, mereka
ditempatkan pada kedudukan-kedudukan sosial yang sama
sekali terpisah dari rakyat jelata. Maka kaum intelektual muda
itu hidup dan bergerak dalam arah yang sama dengan rakyat,
tetapi di dalam suatu “sangkar emas” lingkungan eksklusif.
Akibatnya di satu fihak, kaum intelektual itu mengejar kehidupan
yang terpencil di atas menara gading tanpa memahami sama
sekali keadaan masyarakat mereka sendiri dan di lain fihak,
rakyat jelata yang tak terpelajar tidak memperoleh
kebijaksanaan (hikmah) dan pengetahuan dari kaum intelektual
yang sama, yang telah mereka biayai pendidikannya dan
mereka dukung perkembangannya.180

EPILOG
KEBANGKITAN
NEO-FUNDAMENTALISME ISLAM
DI INDONESIA
A. Pendahuluan Dan Latar Belakang
Dinamika perkembangan ataupun pembaruan pemikiran Islam sejak
awal kebangkitannya selalu menarik untuk dikaji, baik oleh kalangan
cendekiawan Muslim sendiri maupun para cendekiawan non Muslim seperti

Ali Syariati, What is To Be Done, op.cit.hlm. 26


para Orientalis Barat misalnya.181 Bagi kalangan Muslim sendiri, ketertarikan
ini lebih merupakan sebuah tututan agama untuk mengetahui warisan tradisi
generasi terdahulu yang dapat dijadikan tauladan dalam kehidupan modern
ataupun lebih jauh sebagai fundamen dalam membangun peradaban baru
dunia yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Sejak bergemanya kebangkitan
kembali Islam beberapa dasawarsa lalu, para cendekiawan muslim sangat
antusias untuk mengkaji warisan teradisi generasi terdahulu, terutama
produk-produk pemikiran mereka yang telah mengalami persentuhan dengan
pemikiran luar Islam dan perkembangannya. Mereka berkeyakinan bahwa
untuk bangkit kembali dari keterbelakangan dan kekalahan masa kini mereka
harus memahami warisan peradaban generasi Islam terdahulu yang
merupakan mata rantai peradaban yang akan menyambung kembali
peradaban yang telah lepas dari tangan kaum muslimin. Itulah sebabnya,
pengkajian terhadap pemikiran kaum muslimin, perkembangan dan
pembaruannya selalu menjadi perhatian besar mereka yang menghendaki
kebangkitan kembali Islam dari generasi ke generasi.182
Sejak dikumandangkannya gerakan Pan-Islamisme oleh Jamaluddin al-
Afghany, atau lebih awal oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, para cendeki-
awan muslim telah merumuskan berbagai bentuk metodelogi pemikiran, yang
pada intinya bertujuan untuk membangkinkan kembali peranan kaum
muslimin sebagai kaum maju yang berperadaban dan lebih jauh bercita-cita
membangun sebuah peradaban baru yang merupakan perpaduan antara war-
isan tradisi Islam dengan peradaban modern Barat.183 Adalah sangat menarik
untuk mengkaji perkembangan pembaruan pemikiran yang telah dilakukan
para cendekiwan muslim, sebagaimana yang telah dilakukan Fazlur Rah-
man.184 Terlepas dari kontraversi yang digunakan dalam mengistilahkan pri-
ode-priode pembaruan pemikiran Islam seperti istilah modernisme ataupun
fundamentalisme yang tidak dikenal dalam perbendaharan bahasa masyarakat
muslim, namun Rahman telah memberikan pedoman dasar yang bermanfaat
untuk mengkaji pembaruan pemikiran Islam serta metodeloginya, terutama
oleh para generasi mendatang yang lebih terdidik dan kritis.
Mengkaji pembaruan pemikiran Islam di Indonesia adalah sangat penting.
Disamping jumlah penduduk Muslim di Indonesia adalah yang terbesar
diantara dunia Islam, sejarah pembaruan pemikiran Islam sangat dinamis yang
dipelopori oleh para ulama dan cendekiawan yang mendapat pendidikan Islam

Para orientalis Barat sangat aktif mengadakan penelitian terhadap perkembangan Islam dan kaum Muslimin,
baik bertujun ilmiah ataupun memburukkan citranya. Masalah ini lihat misalnya : Edward W. Said, Orientalism, (London
: Routledge and Kegan Paul, 1978). Lihat jug karyanya : Covering Islam, (New York : Pantheon, 1981), Culture and Imperial-
ism (New York : Vintage, 1994)
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Abd. Al-Hamid Abu Sulayman, Azmah al-‘Aql al-Muslim, (Virginia : IIIT, 1991).
Lihat juga bukunya Al-Minhajiyah al-Islamiyah wa al-‘Ulumi al-Suluhiyat wa al-Tarbawiyat, (Virginia, IIIT, 1991).
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Mukhsin Abdul Hamid, Jamal al-Din al-Afghani, al-Musalih al-Muftara
alayh.(Mesir: tt). Ahmad Amin, Zuama al-Ishlah fi al-Asr al-Hadits, (Kaherah : Muassasah al-Khanji : tt). Abbas Mahmud al-
Aqqad, Muhammad Abduh, (Kaherah : Maktabah Misr :tt). Abd. Halim al-Jundi, al-Imam Muhammad Abduh (al-Kaherah :
Dar al-Maarif, tt). Dr. Muhammad al-Bahiy, Al-Fikr al-Islamy al-Hadits wa Silatuhu bi’l Isti’mary al-Gharby, cet.8. (Kaherah :
Maktabah Wahb, 1975). Dr. Syaukat Ali, Master of Muslim Thought. Vol.I. (Lahore : Aziz Publ., 1983). Mohd. Kamil Hj.
Abd. Majid, Tokoh-tokoh Pemikir Islam. Jilid I. (Kuala Lumpur : ABIM, 1993).
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, An Intellectual Transformation. (Minneapolis : Bibliotheca Islamica, 1979.
tradisional maupun Barat sekuler.185 Bahkan, menurut Malik ben Nabi, Fazlur
Rahman yang diperkuat Alvin Toffler, kebangkitan pemikiran Islam boleh jadi
akan dimulai dari Indonesia dan sekitarnya dengan beberapa alasan
rasional.186 Selama ini, para cendekiawan muslim di Indonesia dan generasi
mudanya sangat aktif merespon segala perkembangan pembaruan pemikiran
yang menjadikan mereka sebagai pelaku-pelaku utama mata rantai pembaruan
pemikiran dunia Islam. Namun karena lemahnya publikasi, terutama dalam
bahasa Arab dan Inggris, mengakibatkan kurang tersebarnya pemikiran brilyan
mereka ke dunia internasional. Inilah yang menyebabkan tokoh-tokoh besar
pembaru Islam seperti HOS. Cokroaminoto, Ahmad Dahlan, A.Hassan, HAKA,
Hasyim Asy’ary, M. Natsir dan lainnya kurang dikenal dunia, seperti
terkenalnya Abduh, Iqbal atau generasi sesudahnya seperti Hasan al-Banna,
Sayyid Qutb, Maududi, Nadwy, Syari’aty dan lainnya. Demikian pula halnya
dengan generasi pembaru sesudahnya kurang mendapat perhatian dunia,
kecuali beberapa diantaranya seperti Nurcholish ataupun Abdurrahman Wahid
yang dijuluki sebagai pelopor neo-Modernisme Islam di Indonesia.
Mengkaji pembaruan pemikiran terkini di Indonesia adalah merupakan tun-
tutan yang mesti dilakukan dengan beberapa pertimbangan utama seperti
dinyatakan di atas. Selain berkembang pesatnya aliran pemikiran neo-Modern-
isme Islam yang telah dikaji oleh Greg Barton,187 mengikuti periodeisasi Fazlur
Rahman, telah berkembang aliran pemikiran terkini sebagai respon terhadap
pembaruan-pembaruan pemikiran terdahulu yang diistilahkannya sebagai neo-
Fundamentalisme Islam yang lahir dari akar pemikiran fundamentalisme Islam
terdahulu.188 Uniknya, neo-Fundamentalisme Islam berkembang pesat dan mu-
lai tampil secara terbuka setelah tumbangnya Soeharto dan melahirkan
gerakan reformasi dengan berdirinya ormas ataupun orpol yang berazaskan Is-
lam yang sebelumnya dikenal berafiliasi dengan gerakan fundamentalis Islam
dari dalam dan luar negeri. Sebagai konsekwensi logis keterbukaan dan de-

Diantara kajian-kajian utama tentang pembaharuan pemikiran di Indonesia, misalnya : Harry J. Benda, The Crescent and
the Rising Sun : The Indonesian Islam under the Japanese Occupation 1942-1945. W.van Hoeve Ltd. (The Haque dan Bandung :
1958). Deliar Noer, The Rise and Development of the Modernist : Muslim Movement in Indonesia : During the Dutch Colonial
Period, 1990-1942. (Kuala Lumpur : Oxford Univ. Press, 1978). James Peacock, Muslim Puritans, Reformist Psychology in
Southeast Asian Islam, (Berkeley : Univ. California Press, 1978). Mitsuo Nakamura, The Crescent Arises Over the Banyan Tree,
(Yogyakarta : UGM Press, 1983). Ken Ward, The Foundation of the Partai Muslimin Indonesia, (Ithaca : Cornell Modern Ind.
Project, 1970). B.J. Boland, The Stuggle of Islam in Modern Indonesia, (The Haque : Martinus Nijhoff, 1971). Taufik Abdullah,
School And Politics : The Kaum Muda Movement in West Sumatera 1921-1927. Ph.D. Thesis, Cornell Univ, 1971. Alfian, Islamic
Modernism, In Indonesian Politics : The Muhammadiyah Movements During The Dutch Colonial Period 1912-1942. Ph.D. Thesis
Univ. of Wisconsin, 1968. Howard M. Federspiel, The Persatuan Islam : Islamic Reform In Twentieth Century Indonesia, Ph.D,
Thesis, Mc.Gill University, 1966. Mohd. Kamal Hassan, Muslim Intelectual Responses to “New Order” Modrnisation in Indone-
sia, (Kuala Lumpur : DBP, 1982). Greg Barton, The Emergence of Neo-Modernism : A Progressive, Liberal Movement of Islamic
Thought in Indonesia. Terj. (Jakarta : Paramadina, 1999). Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam
Politik Islam, (Jakarta : Paramadina, 1999). Alwi Shihab, The Muhammadiyah Movement and Its Contraversy with Cristian
Mission in Indonesia. Membendung Arus : Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia,
(Bandung : Mizan, 1998)
Lihat : Hilmy Bakar Almascaty, Ummah Melayu Kuasa Baru Dunia Abad 21, (Kuala Lumpur : Berita Publishing,
1993)
Greg Barton, The Emergence of Neo-Modernism.., op.cit.
188

Fazlur Rahman, “Roots of Islamic Neo-Fundamentalism”, dalam Philip H. Stoddard, et,al.,eds., Change and the Muslim
World, (Syracuse, NY.: Syracuse Univ. Press, 1981).
mokratisasi yang digulirkan pemerintahan Habibie, akhirnya gerakan reformasi
sendiri telah memberikan peluang bangkitnya idiologi kiri radikal yang berakar
pada gerakan Marxisme, Sosialisme dan Komonisme ataupun gerakan-gerakan
radikal revolusioner lainnya yang kini mendapat sambutan luas dikalangan
generasi muda yang mayoritasnya muslim. Ini juga menjadi salah satu penye-
bab tampilnya gerakan neo-Fundamentalisme Islam yang terkenal radikal dan
militan dalam sejarah gerakannya sebagai kekuatan penyeimbang. Karena se-
jarah pergerakan kaum kiri, termasuk di Indonesia, disamping anti Tuhan dan
anti agama, penuh dengan kebohongan, kekejian dan pertumpahan darah,
yang mengorbankan kaum muslimin. Maka hanya gerakan sejenis yang mam-
pu membendung gerakannya, gerakan neo-fundamentalisme Islam.189

B. Neo-Fundamentalisme Islam Dan Pembaruan Pemikiran di Dunia Islam


Fazlur Rahman190 membagi pembaruan pemikiran di dunia Islam
menjadi beberapa fase, diawali dengan fase revivalisme pramodernis, fase
modernisme klasik, fase noe revivalisme dan neo-Modernisme. Gerakan
revivalisme pramodernis berakar pada seruan pembaruan yang dianjurkan
Muhammad bin Abdul Wahhab yang muncul pada abad 18 dan 19 yang
menyerukan agar kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Gerakan
modernisme klasik adalah kelanjutan dari gerakan terdahulu yang lebih
memfokuskan pada pengembangan konsep ijtihad dan keinginan untuk
mengadopsi peradaban Barat. Diantara tokohnya adalah Jamaluddin al-
Afghoni dan Muhammad Abduh. Dan selanjutnya gerakan ini melahirkan para
modernis yang berinterksi dengan peradaban Barat. Gerakan neo revivalisme
yang mengoreksi pemikiran sebelumnya dengan lebih menekankan
pemikirannya pada konsep ketotalan ajaran Islam sebagai sistem hidup dan
berkeinginan keras mengaplikasikan Islam dalam sistem kenegaraan dan
kemasyarakatan. Gerakan ini muncul pada pertengahan abad 20, diantara
tokohnya adalah Iqbal, Maududi, Hasan al-Banna, Sayyid Qutb dan lainnya.
Biasanya kelompok ini dikenal pula dengan istilah fundamentalis Islam.
Gerakan neo-Modernisme diidentikkan dengan gerakan pembaruan pemikiran
yang dilakukan oleh mereka yang memiliki pemahaman terhadap sumber-
sumber klasik Islam namun mampu berinteraksi dengan kemodernan dan
mengembangkan model pemikiran Islam yang memiliki ciri khasnya. Di
Indonesia, menurut Greg Barton dalam The Emergence of Neo-Modernism : A
Progressive, Liberal Movement of Islamic Thought in Indonesia, telah lahir
kelompok neo-Modernis ini diwakili oleh figur seperti Nurcholis Madjid,
Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi dan Ahmad Wahib. Mereka adalah
kelompok tradisionalis yang telah mengalami proses pembaruan pemikiran dan
dapat memanfaatkan perbendaharaan peradaban Barat modern, sementara
memiliki akar tradisi yang kuat, termasuk penguasaannya yang luas terhadap

Al Chaidar, Reformasi Prematur, Jawaban Islam Terhadap Reformasi Total,(Jakarta : Darul Falah, 1999). Lihat juga
bukunya yang lain, Pemilu 1999, Pertarungan Ideologis Partai-partai Islam Versus Partai-partai Sekuler, (Jakarta : Darul Falah,
1999)
Fazlur Rahman, “Islam : Challenges and Opportunities” dalam Alford T. Welch dan Pierre Cachia (ed)., Islam :
Past Influence and Present Challenge, (Edinburgh : Edinburgh Univ. Press, 1979), halaman 315-330.
sumber-sumber peradaban Islam klasik yang tidak dimiliki oleh kaum
modernis.191
Sementara neo-Fundamentalisme Islam yang berkembang di dunia
Islam saat ini menurut Fazlur Rahman dalam Roots of Islamic Neo-
Fundamentalism192 lahir atas respon dari ketidakpuasaan sebagian generasi
Islam, khususnya mereka yang telah mengecap “pendidikan modern” Barat
terhadap kegagalan kaum modernis. Menurut Rahman, kegagalan terbesar
kaum modernis adalah ketidakmampuan mereka dalam mengembangkan
metodologi pemikiran untuk merespon perkembangan zaman sesuai dengan
ajaran Islam. Bahkan lebih jauh terkesan sangat longgar dalam melaksanakan
dan menerapkan ajaran Islam dan lebih meniru pemikiran dan gaya hidup
Barat yang sekuleristis dan liberal sehingga terkesan sebagai agen penjajah
dalam membaratkan kaum Muslimin dengan program modernisasi mereka
yang dituduh identik dengan westernisasi. Modernisasi dan program sejenisnya
yang dikembangkan telah melahirkan kebingungan dan kerancuan pada
generasi Islam, yang akhirnya menimbulkan kegelisan, ketidakpsatian,
keputusasaan dan lebih jauh dapat menghantarkan menuju kefasikan,
kemunafikan dan bahkan kekufuran. Akhirnya segala produk modernisme
Islam, baik dalam bidang pemikiran, pendidikan, politik, ekonomi dan lainnya
ternyata tidak mampu, atau lebih tepat telah gagal mengantarkan kaum
Muslimin menuju kebangkitan kembali sebagaimana yang di cita-citakan.193
Sejauh ini, para penggagas neo-Modernisme Islam sendiri belum mampu
menunjukkan jalan yang terang dalam mengantisipasi perubahan dunia
modern yang semakin menggila, terutama dalam membangun metodelogi
pemikiran yang nyata untuk mengangkat keterbelakangan kaum Muslimin
dalam segala bidang. Realitasnya mereka masih berputar-putar dari teori ke
teori dan belum membakukan pemikirannya sebagai sebuah metodelogi yang
dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dan terbukti dapat bermanfaat
bagi kebangkitan Islam dan umatnya dengan membangun masyarakat madani
dengan peradabannya yang berdasarkan Islam. Fazlur Rahman194 sendiri,
sebagai penggagas neo-Modernisme Islam hanya memberikan ciri khas gerakan
ini dan belum sempat menuntaskan dasar-dasar teori pemikiran yang akan
dikembangkannya.195 Apalagi akan menerapkannya sebagai eksperimen dalam
sebuah lembaga pendidikan dan kader cendikiawan sebagaimana yang

191

Greg Barton, The Emergence of Neo-Modernism, op.cit.


Fazlur Rahman, “Roots of Islamic Neo-Fundamentalism”. Dalam Philip H. Stoddard. (ed). Change and the
Muslim World, (Syracuse, NY : Syracuse Univ. Press, 1981), halaman 27-28. Lihat juga tulisannya : “Islam : Legacy and
Contemporary Challenge,”. Dalam Cyriac K. Pullapilly, Islam in the Contemporary World. (Indiana : Cross Road Books,
1980), halaman 412.
Fazlur Rahman, ibid
Lihat misalnya karya beliau : Islam and Modernity..dan Major Themes of the Qur’an (Chicago : Bibliotheca Islam-
ica, 1980).
Lihat, Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, cet.3. 1995). Halaman 4,44-45-64.
dilakukan Faruqi196 atau Naquib al-Attas197 misalnya. Bahkan beliau lebih
terkesan sebagai seorang kritikus ulung yang senantiasa mengkritik metodelogi
pemikiran rekan-rekannya, baik Maududi yang fundamentalis ataupun Faruqi
yang mengambil konsep Islamisasi Pengetahuan. Walaupun kelompok neo-
Modernis mengklaim diri menguasai warisan tradisi Islam dan pemikiran
modern yang akan diintegralkan sehingga mampu melahirkan produk
pemikiran Islam terkini yang mampu memberikan solusi dan merespon
perkembangan dunia modern, namun tetap masih disangsikan, apakah
pemikiran-pemikiran abad pertengahan yang penuh dengan dinamika pelaku
sejarah dan yang terpenting sebagai produk pemikiran manusia yang terbatas,
akan mampu menjadi fondasi pemikiran masa depan. Dengan kata lainnya,
apakah produk pemikiran yang mengawinkan pemikiran tradisional Islam abad
pertengahan dengan pemikiran Barat modern ini akan mampu melahirkan
bentuk pemikiran yang ideal atau justru akan menambah kerancuan demi
kerancuan generasi Islam yang sudah rancu.198 Belum lagi jika dilihat pribadi-
pribadi yang mengklaim diri sebagai tokoh-tokoh neo-Modernisme Islam yang
selalu membingungkan dengan pemikiran-pemikiran yang kontraversi ataupun
tidak memiliki konsistensi akibat terlalu kompromis dan terlalu liberalnya
mereka dalam melaksanakan dan memahami Islam. Kontraversi Nurcholish
sebagai seorang cendekiawan199 dan Abdurrrahman Wahid sebagai seorang
politisi adalah contoh terdekat di Indonesia.200
Kerancuan demi kerancuan dan ketidakpastian yang menambah krisis
dan dilemma pada generasi Islam yang hidup dalam dunia yang, sekuler,
materialis dan individualistik telah mendorong mereka untuk mencari jalan
pintas penyelamatan diri kepada tradisi spiritualitas Islam yang dicontohkan
Nabi dan para Shohabat. Mereka berkeyakinan hanya dengan kembali
mengamalkan dan menerapkan al-Qur’an dan al-Sunnah serta manhaj Nabawi
dalam kehidupan nyata sajalah mereka dapat terlepas dari krisis dan dilemma
yang berkepanjangan ini.201 Realitasnya pengamalan-pengamalan ajaran pokok
Ismail R. Faruqi adalah cendikiawan muslim yang mempelopori konsep Islamization of Knowledge dan mendirik-
an sebuah lembaga pemikiran yang sangat berpengaruh, International Institute of Islamic Thought (IIIT) yang telah men-
erbitkan berbagai literatur pengetahuan yang berdasarkan Islam. Diantara karya monumentalnya adalah Islamization of
Knowledge : General Principles and Workplan. yang menjadi acuan dalam mengislamisasikan pengetahuan non Islami.
Pemikirannya diterapkan dalam beberapa universitas Islam, termasuk di dunia Arab, Pakistan dan Malaysia.
Syed Muhammad Naquib al-Attas, adalah penyandang Ghazaly Chair di Malaysia, yang merupakan cendiki-
awan muslim terkemuka, memiliki lembaga kajian International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC)
yang berpusat di Malaysia yang menjadi laboratorium pengembangan pemikiran Islam dan lembaga kederisasri cendiki-
awan muda. Dengan pendekatannya yang konperhensif, SMN telah meletakkan metodologi yang unik dalam pengem-
bangan pemikiran Islam. Diantara karya monumental beliau adalah :Plolegomena To The Metaphysics of Islam.
Tentang keraguan-raguan ini dapat dilihat dari pemikiran beberapa tokoh besar cendikiawan muslim seperti
Iqbal, Sayyid Qutb, Ali Syari’aty dan Mohammad Arkoun yang memperdebatkannya. Lihat :Robert D. Lee, Overcoming
Tradition and Modernity : the Search for Islamic Authenticity, ( NY : Westview Press, 1997). Robert N.Bellah, “Islamic Tradi-
tion and Problem of Modernization”, dalam Robert N. Bellah, Beyond Belief (New York : Harper and Row, 1976).
Tentang kontraversi Nurcholish, lihat misalnya, HM. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang
Sekulerisasi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1972).
Tentang kontraversi Gus Dur sebagai President RI yang mendapat tanggapan dari DPR/MPR RI dengan be-
berapa kebijakannya yang membingungkan, bahkan membahayakan persatuan NKRI.
Lihat misalnya : Muhammad Qutb, Jahiliyah al-Qorn al-Ishrien, (Qahirah : Maktabah Wahbah, 1964). Islam and
The Crisis of Modern World, (Leicester : The Islamic Foundation, 1979). Al-Insan bayna al-Maddiyah wa al-Islam, (Misr : Isa al-
Bab al-Halibi, tt). Sayyid Qutb, Maalim fi al-Thariq,dan Basic Principles of Islamic World View, (Berkeley : IRIS, 1993). Sayyed
Islam yang ketat ditambah dengan amalan-amalan sunnah seperti solat
malam, puasa sunat ataupun tadarrus Qur’an serta zikir telah menghasilkan
pengalaman-pengalaman spitual tersendiri dan sekaligus menjadi kekuatan
dalam menghadapi kehidupan modern yang penuh tantangan. 202 Pada akhirnya
pengalaman-pengalaman spiritual ini telah menumbuhkan semangat tegar
dalam melaksanakan ajaran agama, namun pada saat yang sama mereka tetap
dapat mengadakan interaksi dengan peradaban modern dan produknya.
Bahkan ketegaran dalam melaksanakan Islam dapat menjadi semacam filter
dalam mengambil perbendaharaan dunia modern, karena al-Qur’an
mengajarkan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah akan diberikan garis
pembeda (furqoon) dalam kehidupannya, yang oleh sebagian orang dikenal
sebagai al-firasat al-mukmin (insting Ilahi). Mereka yang memiliki bentuk
pemikiran seperti ini, biasanya secara akademik dijuluki sebagai kelompok
fundamentalis Islam203 dan dalam bentuknya yang lebih mapan dan matang
dijuluki sebagai neo-Fundamentalisme Islam.

C. Pengertian dan Ciri Khas Neo-Fundamentalisme Islam

Sebagaimana istilah-istilah lainnya, seperti fundamentalisme ataupun


modernisme misalnya, istilah neo-Fundamentalisme sendiri tidak dikenal
dalam perbendaharaan bahasa masyarakat Islam. Istilah-istilah seperti ini
dimunculkan oleh kalangan akademisi Barat dalam kontek sejarah keagamaan
dalam masyarakat mereka. Kemudian istilah-istilah ini dipergunakan oleh
sarjana-sarjana Orientalis dan pakar ilmu sosial dan kemanusian Barat untuk
membedakan kecendrungan-kecendrungan pemikiran yang hampir sama
dengan apa yang dijumpai dalam agama Kristen di dalam masyarakat yang
memeluk agama lain. Hal serupa mereka terapkan pada kaum Muslimin,
sehingga lahirlah istilah fundamentalisme Islam, modernisme Islam, neo-
Modernisme Islam atau neo-Fundamentalisme Islam.204
Istilah-istilah seperti ini memang sering menimbulkan polemik bahkan
kontraversi yang berkepanjangan di dunia Islam. Dan kadangkala istilah
tersebut acapkali digunakan secara tidak seimbang, jauh dari sikap netral dan
penuh dengan kecurigaan. Biasanya hal ini terjadi pada penggagas ataupun
pendukung aliran-aliran pemikiran ini, dimana mereka dengan penuh
kecurigaan ataupun kebencian saling menvonis dengan perkataan yang diluar
Hossein Nashr, Islam and The Plight Modern Man, (London : Longman, 1975). Lihat juga The Encounter of Man and Nature,
The Spiritual Crisis of Modern Man, (London : Longman, 1968)
Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan masalah ini, dianataranya ayat yang
menyatakan : Dan orang-orang yang beriman akan tentram hatinya jika mengingat Allah, dan hanya dengan mengingat Allahlah
hati menjadi tentram.
Lihat : antara lain, Rifyal Ka’bah, Islam dan Fundamentalisme, (Jakarta : Panji Masyarakat, 1981). Riffat Hasan, “The Bur-
geoning of Islamic Fundamentalism” dalam Norman Cohen (ed). The Fundamentalist Phenomenon, (Michigan : Erdman
Publisher, 1990). Yusril Ihza, “Fundamentalisme Sebagai Ekspresi Sikap Keberagamaan”, Makalah diskusi Yayasan
Wakaf Paramadina, Jakarta, Juni 1992. Hrair Dekmejian, Islam in Revolution : Fundamentalism in the Arab.(Syracus : Syracus
Univ. Press, 1985. Jalaluddin Rakhmat, Fundamentalisme Islam : Mitos dan Realitas”, Prisma Ekstra, Jakarta, Maret 1984,
halaman 78-88.
Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalism, op.cit. halaman 5-6.
batas-batas ukhuwah Islamiyah dan adab perbedaan pendapat yang diajarkan
Islam.205 Sebagai penggerak pembaruan pemikiran yang mengatasnamakan
Islam, tidak sewajarnya mereka saling menuduh dengan istilah-istilah yang
tidak dikenal dalam akhlak Islamiyah dan perilaku agung Rasulullah.
Terkadang mereka lebih mengedepankan paradigma pemikiran Barat yang
netral dan sekuler dalam mengemukakan wacana intelektual dengan saudara
seimannya yang sama-sama menghendaki kebangkitan dan kejayaan Islam,
namun berbeda dalam manhaj. Dengan istilah-istilah kontraversial dan lahir di
luar koridor Islam ini, musuh-musuh Islam telah berhasil memecah belah para
cendekiawan muslim yang tidak lain akan menambah keterbelakangan mereka.
Istilah neo-Fundamentalisme Islam sendiri yang diberikan kepada kelompok
kaum muslimin yang berpegang teguh kepada tradisi Rasulullah dan Salaf al-
Shalih dengan penafsiran apa adanya ini, mungkin akan menolak istilah yang
diberikan kepada mereka, sebagimana penolakan generasi Islam yang dijuluki
fundamentalis Islam terdahulu. Mereka lebih selamat jika menamakan dirinya
sebagai al-salafiyah, Islam Kaffah, atau Islami saja.206 Namun sebagai istilah
“akademik” yang sudah baku dalam pengkajian pembaharuan pemikiran
Islam, penulis, tetap dengan penuh kehati-hatian, akan menggunakan istilah
neo-Fundamentalisme Islam sebagai sebuah wacana pembaruan pemikiran yang
sulit dicari persamaan istilahnya dalam bahasa Indonesia. Penggunaan istilah
ini bukan dimaksudkan sebagai upaya legalisasi hakikat sebuah pemikiran
yang dilontarkan dari luar Islam, namun untuk lebih mempermudah
pembahasan sesuai dengan jalan pikir para pengkritik aliran pemikiran ini.
Dari beberapa literatur, baik dari kalangan mereka ataupun lainnya,
dapat dikenali beberapa ciri khas dari gerakan neo-Fundamentalisme Islam ini
yang pada intinya masih mempertahankan pemikiran fundamentalisme Islam
terdahulu.207 Diantaranya adalah mereka memiliki keterikatan emosional yang
sangat kuat pada Islam dan sangat menginginkan Islam diperkuat untuk
menghadapi Barat. Mereka menghendaki penerapan Islam Kaffah (totalitas)
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang berarti ditegakkannya
syari’at dan hukum Islam dalam sebuah negara Islam (dar al-Islam) yang
berdasarkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah yang pada akhirnya akan
membentuk sebuah Khilafah Islamiyah. Dalam praktek keseharian, mereka

Tentang abad berbeda pendapat dalam Islam lihat, Taha Jabir al-‘Awani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Virginia : IIIT,
1987)
Dr. Muhammad Imarah, Al-Ushuliyah Baina al-Gharbi wa al-Islam, (Kairo : Dar al-Syuruq, 1998)
Lihat misalnya karya-karya agung para penggagasnya, seperti karya Hasan al-Banna, Majmu’ al-Rasail, Tafsir al-
Fatihah, Ushul al-Ishrien, Sayyid Qutb dalam Fi Dzilal al-Qur’an, Maalim fi al-Thariq, al-Islam wa Mushkilat al-Hadarat, al-
Mustaqbal li haza al-Dienm , Muhammad Qutb dalam Jahiliya Qorn al-Ishrien, al-Subhat haula al-Islam, al-Thaqofah Islamiyah,
Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyat, Hal Nahnu Muslimun ?, al-Shahwah Islamiyah, Abul A’la al-Maududi dalam Khilafat wa al-
Mulk,, al-Islam wa al-Jahiliyah, al-Hukumat al-Islamiyah, al-Islam al-yaum, Jihad in Islam, The Islamic Law and Constitution,
Nizam al-Hayat fi al-Islam, Capitalism, Socialism and Islam, Abul Hasan al-Nadwy dalam Mazha Khasiro al-Alam bi inhithot al-
Muslimun, Mustafa Mashur dalam Dakwah Fardhiah, Said Hawwa dalam al-Islam, Allah, al-Rasul, Jundullah Tsaqofat wa Akh-
laq, Asas fi Tafsir, Yusuf Qardhawy dalam al-Hall al-Islam, al-Iman wa al-Hayat, Al-Khoshooish al-Ammah li al-Islam, Aina al-
Khalal, Al-Sahwah Islamiyah Baina al-Juhul wa Tatharruf, Malamih al-Mujtama’ al-Muslim Alladzi Nashhaduhu, Hady al-Islam
Fatawi Muashirah, Maryam Jameelah dalam Islam and Modern Man, Islam in Theory and Practice, Islam and Modernism,
Ayatullah Qomaeny, dan lainya yang tersebar dalam ratusan buah buku yang kaya dengan dimensi pemikirannya mas-
ing-masing. Disamping itu lihat pula karya para peneliti lainnya, seperti Fazlur Rahman, Roger Geraudy, dan lainnya.
sangat ketat dalam menjalankan ajaran Islam, baik yang wajib ataupun
sunnah, penekanan pada pembinaan pribadi dan keluarga Muslim (usroh) yang
merupakan inti dari sebuah jama’ah Islamiyah sebagai wadah perjuangan
menegakkan Islam dengan struktur kepemimpinan (Imamah) sebagaimana
yang diajarkan Rasul saw dengan metode yang dikenal sebagai manhaj Nabawi.
Sikap mereka non kompromis dengan kejahiliyahan, baik dari Barat atau
Timur, namun bukan berarti menolak segala bentuk yang berbau Barat atau
kemodernan, karena mereka berkeyakinan bahwa ada produk peradaban
modern yang bermanfaat untuk kemajuan Islam, namun diperlukan metode
khusus dalam penerapannya yang akan dilakukan jika sudah tegak
sekumpulan masyarakat yang terbina atas dasar aqidah Islam, seperti
penerapan pengetahuan yang bermanfaat ataupun teknologi. Dalam
perjuangan mereka biasanya sangat revolusioner, radikal dan militan dalam
artian yang positif, karena mencontoh perjuangan Rasulullah yang telah
berjihad menegakkan kekuasaan Islam dengan perjuangan bersenjata sehingga
hanya Islam yang berkuasa dan tidak didekte oleh kekuatan manapun. Dengan
sistem pembinaan (tarbiyah) yang teratur dan tersistematik secara berjama’ah,
mereka telah melahirkan pribadi-pribadi yang tegar dan pantang menyerah
dalam perjuangan, bahkan mereka sanggup dipenjara ataupun dibunuh dalam
mempertahankan prisnsip perjuangannya. Mereka memiliki karakteristik yang
sungguh sangat mengesankan : heroik, kesungguhan, keikhlasan, kesedian
berkorban, dedikasi, dan sifat-sifat lain dari yang umumnya terdapat pada
gerakan militan dan revolusioner dari ideologi manapun juga.
Jika ditelusuri akar pemikiran neo-Fundamentalisme ini, tidak lain
bersumber dari pemikiran neo-Revivalisme atau fundamentalisme yang telah
dikembangakan oleh generasi terdahulu seperti Hasan al-Banna, Sayyid Qutb,
Abul A’la al-Maududi dan lainnya.208 Berbeda dengan pendahulunya yang non
kompromis serta apatis terhadap Barat dan segala sesuatu yang berbau Barat,
kelompok neo-Fundamentalis dapat menerima dengan kritis dan penuh kehati-
hatian serta menyaringnya menurut kaedah-kaedah ajaran Islam. Bila terjadi
pertentangan dengan ajaran Islam, mereka akan lebih mengambil jalan selamat
dengan mengutamakan sumber-sumber utama ajaran Islam berupa al-Qur’an
dan al-Sunnah. Demikian pula mereka telah mengembangkan metodelogi
pemikiran yang khas dalam merespon perkembangan dunia modern dengan
segala produknya sebagai pengembangan manhaj nabawi/manhaj Qur’any
yang dikemukakan pendahulunya. Karena sebagiannya lahir dari sistem
pendidikan modern Barat, mereka memilih wacana intelektual dalam
membangun peradaban Islam namun tetap menerima gerakan-gerakan
radikal-revolusioner sebagai sebuah alternatif perjuangan sebagaimana yang
dicontohkan Rasulullah dan para shohabat dan salaf al-shalih. Mereka
mendirikan partai untuk merespon demokratisasi dan liberalisasi, namun pada
saat yang sama mereka memiliki jama’ah Islamiyah dengan struktur dan
kepemimpinan yang berbeda dengan partai. Dengan kata lainnya neo-

208

Fazlur Rahman, “Roots of Islamic Neo-Fundamentalism”, ibid


Fundentalisme Islam lahir dari kematangan dan kemapanan pemikiran
fundamentalisme Islam terdahulu yang telah mengalami pembaruan demi
pembaruan dengan segala dinamika yang dialaminya.
Salah seorang tokoh neo-Modernisme Islam Indonesia, Nurcholish
Madjid dalam Cita-cita Politik Islam Era Reformasi menyatakan: “Jelas sekali
bahwa “neo-fundamentalisme” bukanlah masa depan Islam dimanapun,
termasuk di Indonesia. Disebabkan oleh tendensi mereka untuk memberi
penghargaan yang wajar pada warisan intelektual klasik, kaum “neo-
fundamentalis” akan semakin mengalami pemiskinan intelektual.
Alternatif-alternatif mereka sangat terbatas, dan konsep-konsep mereka
yang secara intelektual miskin itu tak bakal mampu menopang tuntutan-
tuntutan zaman yang semakin meningkat”.209
Tesis yang dikemukakan Nurcholish terlalu terburu-buru akibat sikap
phobianya terhadap beberapa gerakan kelompok fundamentalis Islam
terdahulu yang belum mengalami pematangan konsepsi dan pemikiran, baik di
Mesir, Pakistan ataupun Indonesia. Nurcholish sendiri rancu ketika
memberikan difinisi fundamentalisme Islam dengan neo-Fundamentalisme Islam
yang ingin dikritiknya, apakah menurutnya fundamentalisme sama artinya
dengan neo-Fundamentalisme ? Kadangkala ia menuduh kelemahan ataupun
penyimpangan neo-Fundamentalis dengan dasar argumen kelemahan atau
penyimpangan yang dilakukan kelompok fundamentalis terdahulu. Adalah
sama tidak adilnya menimpakan kegagalan kelompok modernis kepada
kelompok neo-Modernis yang sedang mengembangkan dan ingin membuktikan
keunggulan pemikirannya saat ini.
Memberikan penghargaan yang wajar kepada warisan intelektual
klasik terutama sumber ajaran Islam-al-Qur’an dan al-Sunnah serta perilaku
shababat dan salaf al-shalih-tidak akan memiskinkan intelektualitas seseorang
sebagaimana dituduhkannya, tapi sebaliknya, persentuhan dengan nilai-nilai
Ilahiyah yang terkandung dalam al-Qur’an akan menjadikan seseorang sebagai
manusia unggul yang paripurna, baik dalam spiritualitas ataupun
intelektualitas. Karena semangat Ilahiyah al-Qur’an dengan segala
kemukjizatannya, yang mengandung perbendaharaan pengetahuan Ilahiyah
akan mendorong dan merangsang para pembaca dan pengamalnya untuk
mencapai titik kesempurnaan, baik dalam spiritualitas dan intelektualitas.
Dengan rangkaian ayat-ayat yang tersusun indah dan dengan gaya pendekatan
yang khas, para pengamal al-Qur’an pasti akan menemukan dirinya dalam
keunggulan. Bila intelektualitas diartikan sebagai penemuan ide-ide baru yang
jenius, cemerlang, segar dan bermanfaat, maka tidak diragukan lagi bahwa di
al-Qur’anlah tempatnya, karena kitab ini diturunkan kepada seluruh manusia
untuk menyelesaikan permasalahan umat manusia sepanjang zaman. Dan
tidak diragukan lagi bahwa al-Qur’an akan membimbing pengikutnya
mencapai kekayaan khazanah intelektualitas yang akan bermanfaat untuk
seluruh alam. Namun jika intelektualitas hanya diartikan sebatas menghafal
teks-teks, tori-teori atau produk pemikiran manusiawi lainnya dan

Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi,(Jakarta : Paramadina, 1999), halaman 37
mengadonnya menjadi bentuk pemikiran baru, maka bukan di al-Qur’an
tempatnya apalagi produk pemikiran tersebut membingungkan para
pengikutnya.210
Al-Qur’an suci diperuntukkan bagi mereka yang mencari petunjuk
kehidupan dalam menggapai kesempurnaan hidup, baik di dunia dan di
akhirat. Sepanjang pembicaraannya, dengan berbagai bentuk pendekatannya,
al-Qur’an bertujuan untuk membimbing manusia menuju keunggulan dan
kesempurnaan, dengan syarat al-Qur’an dilaksanakan dalam kehidupan
nyata, dan bukan hanya menjadi teori-teori beku yang didiskusikan saja.
Dengan kata lainnya, al-Qur’an mempunyai misi untuk mencetak manusia-
manusia unggul seperti Rasulullah dan Para Shahabat yang tidak hanya
mampu menghadapi tantangan zaman tapi mampu memimpin dan
mengarahkan zaman dengan segala perbendaharaan materinya kapan dan
dimanapun, karena al-Qur’an diturunkan untuk manusia sepanjang zaman.
Dengan demikian al-Qur’an dengan segala kemukjizatan Ilahiyah yang
terkandung didalamnya senantiasa akan memperkaya khazanah intelektualitas
sekaligus semangat spiritualisme pengikutnya sehingga mereka menjadi
manusia-manusia unggul dalam arti sebenarnya.211
Kesalahan terbesar kaum modernis ataupun neo-Modernis adalah anggapan
mereka terhadap al-Qur’an yang hanya sebatas perbendaharaan intelektual
yang dengannya dianalisa segala produk pradaban modern sebagaimana
pendekatan para filosof generasi Islam pertengahan. Dan bukannya sebagai
pedoman harian yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata agar dapat
membimbing dan memimpin manusia menuju kesempurnaan sebagaimana
yang difahami Rasulullah dan para Shahabatnya. Jika al-Qur’an hanya sebatas
perbendaharaan intelektual saja, kenapa mesti diturunkan secara berangsur-
angsur dan dalam tempo waktu selama 23 tahun ? Bukankah al-Qur’an dapat
saja diturunkan Allah dalam sedetik kemudian diperintahkan agar cerdik
pandai Islam mentelaahnya, mendiskusikannya, membandingkannya sebagai
khazanah intelektual ? Namun hakikatnya, Allah Yang Maha Mengetahui
ternyata menurunkan al-Qur’an bukan hanya sebatas sebagai
perbendaharaan dan khazanah intelektual semata, namun al-Qur’an
diturunkan tahap demi tahap dalam waktu 23 tahun agar tertanam pada
generasi Islam, agar mereka menjadi al-Qur’an hidup yang berjalan. Dan al-
Qur’an hidup yang berjalan inilah yang akan menghadapi tantangan zaman
dengan segala perbendaharaan pengetahuan Ilahiyah didiperolehnya. Dan
metode (manhaj) inilah yang telah berhasil mengangkat kegemilangan kaum
Muslimin yang sebelumnya terkenal sebagai kaum yang terbelakang dan jahili
dan sekaligus menghantarkan mereka sebagai pemuka-pemuka peradaban
dunia, yang menghubungkan dan mengembangkan peradaban baru yang
berdasarkan Islam.
Pendekatan intelektulisme ansich yang dilakukan kaum modernis
ataupun neo-Modernis dalam memahami al-Qur’an, mungkin dapat

Lebih jauh lihat : Sayyid Qutb, Maalim fi al-Thariq dan Fi al-Tarikh… Fikrah wa Manhaj
ibid
mengantarkan mereka sebagai pemikir-pemikir ulung dengan teori-teori
brilyannya. Namun sesungguhnya, maksud utama diturunkannya al-Qur’an
adalah agar terbentuknya pribadi dan masyarakat Islami tempat bersemainya
ajaran-ajaran mulia yang dikandung al-Qur’an. Disinilah letak persimpangan
pemahaman kedua aliran ini. Apalah artinya jika seorang cendekiawan berhasil
merumuskan teori-teori brilyan yang mengalahkan kebesaran teori-teori
peradaban modern, namun mereka tidak mampu mengaplikasikan teorinya
kepada masyarakatnya yang sedang terbelakang, terkalahkan dan mengalami
krisis dan dilemma. Al-Qur’an diturunkan Sang Pencipta dengan bahasa dan
pendekatannya yang mudah agar dapat dimenegrti semua orang, dengan
pengertian tersebut langsung diamalkan dan dengan pengamalan setahap demi
setahap inilah kemudian terciptanya masyarakat madani tempat bersemainya
nilai-nilai al-Qur’an dan sekaligus tempat tumbuh dan berkembangnya cikal
bakal peradaban paripurna yang berdasarkan nilai Ilahiyah sebagaimana yang
telah dicontohkan Rasulullah dan para Shahabat yang telah membangun
masyarakat madani. Namun jika kita mengambil jalan selainnya, selain yang
telah diajarkan al-Qur’an dan manhajnya, mungkinkah kita akan sampai
kepada tujuan terbentuknya masyarakat madani yang diridhai Allah atau
hanya berputar-putar dari teori satu ke teori lainnya, dari satu konsep ke
konsep lainnya dan ironisnya akan menambah kebingungan dan kerancuan
ummah yang tengah berada dalam keterbelakangnnya.
Manhaj Qur’ani yang telah ditempuh Rasulullah dan para Shahabat
yang diridhoi dalam membangun peradaban baru dunia telah berhasil
menbangun masyarakat madani dengan produk peradabannya yang menjadi
mata rantai peradaban dunia. Manhaj Qur’ani memulai pembangunan
peradaban masyarakatnya dari dataran keyakinan (aqidah) dan bukannya dari
dataran intelektual. Ketika Rasulullah menyeru mereka kepada masyarakat
madani, Rasulullah membersihkan jiwa mereka, mengajarkan mereka wahyu
berupa al-Qur’an dan al-Sunnah dan tidak mengajarkan kepada mereka segala
bentuk filsafat ataupun pemikiran lainnya. Bahkan pada tahap-tahap awal,
Rasulullah telah melarang Umar membaca Taurat dengan ucapan, Wahai
Umar, sekiranya Musa masih hidup dia pasti akan mengikutiku” (HR. Abu Ya’la).
Dengan tujuan agar masyarakat ini benar-benar memiliki fondasi yang kukuh
yang berdasarkan wahyu Ilahi semata, sebelum menerima perbendaharaan
dunia lainnya. Apakah manhaj selainnya akan mampu mengembalikan
Jika neo-Fundamentalisme Islam dikatakan sebagai kelompok yang lahir
dari akar pemikiran fundamentalisme Islam terdahulu, maka kini telah lahir
pemikir-pemikir neo-Fundamentalisme yang kecendikiawanannya diakui
dunia, seperti Yusuf al-Qordhowy misalnya. Qordhawy adalah seorang
cendikiawan Muslim yang tidak diragukan lagi integritas keilmuannya,
terutama ilmu keislamannya, baik bidang tafsir, fiqh dan filsafat. Beliau lahir
dan berkembang dari akar pemikiran gerakan Ikhwan al-Muslimun yang
didirikan Hasan al-Banna. Namun dengan landasan pemikirannya yang
“fundamentalis”, Qordhowy mampu menterjemahkan dan mengaktualisasikan
ajaran-ajaran Islam dari sumber utamanya al-Qur’an dan al-Sunnah. Bahkan
dengan tegas Qardhowi menyatakan kebingungannya menyelesaikan
permasalahan pemikiran ketika dikembalikan kepada tradisi intelektual Islam
klasik abad pertengahan sebagaimana yang ditempuh neo-Modernis, pemikiran
yang penuh dengan pendapat temporer, dan Qordhowy hanya menemukan
jawaban pasti dan terang ketika kembali kepada sumber aslinya, yaitu al-
Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini bukan berarti Qardhowy tidak menerima
warisan intelektual tradisional, bahkan kenyataannya Qordhawy sangat
memahami warisan tradisi ini dan menjadikannya sebagai referensi, namun
beliau hanya menemukan jawaban pasti dalam menjawab tantangan zaman
ketika langsung berhadapan dengan sumber asal. Dengan keluasan
pengetahuannya, Qardhowy telah membahas permasalahan masyarakat Islam
kontemporer, dari masalah fiqh, aqidah, tasawuf, gerakan, ekonomi, politik,
pendidikan, menejemen, peradaban hingga masalah pemikiran Barat dan
problema kontemporer masyarakat Islam yang dinilainya berdasarkan Islam
yang menjadi perhatian para cendikiawan internasional.
Persentuhan dan keterlibatan hidup sehari-hari Qordhowy dengan dunia
modern tidak menghilangkan semangatnya sebagai seorang “fundamentalis”
sejati yang merujuk segala permasalahan dengan dasar al-Qur’an dan al-
Sunnah. Bahkan lebih jauh dengan menjadikan Wahyu Allah sebagai referensi
dan sumber pengambilan utama, Qordhawy mendapat jawaban pasti tentang
hakikat kehidupan manusia dan segala permasalahannya, termasuk
perkembangan pemikirannya. Demikian pula Qardhawy dengan terbuka
berani mengkoreksi sekaligus memberikan solusi pada perjalanan gerakan
Islam sebelumnya, yang dikenal sebagai fundamentalis Islam. Hakikatnya, para
cendikiawan yang besar dan berkembang dalam arus pemikiran
fundamentalisme seperti Qardhawy dan lainnya sebenarnya telah meletakkan
dasar-dasar metodelogi pemikiran bagi terbentuknya sebuah gerakan
pemikiran yang baru, yang jika dapat, sebagaimana diistilahkan Fazlur
Rahman sebagai “neo-Fundamentalisme Islam”. Karya-karya brilyan
Qordhowy menjadi rujukan utama generasi Islam yang mendambakan solusi
pemikiran, bahkan di Indonesia pemikiran Qordhowy lebih dikenal luas,
khususnya dikalangan mahasiswa dibandingkan pemikiran Fazlur Rahman
sebagai bapak neo-Modernis Islam. Pemikiran-pemikiran brilyan Qordhawy
memang kurang tersebar, khususnya di arena pemikiran dunia Barat karena
ditulis dalam bahasa Arab dan mungkin ada tendensi lain untuk mencegah
berkembangnya faham ini di dunia Barat yang terkenal anti Fundamentalisme
Islam yang selalu diidentikkannya dengan segerombolan manusia tetoris,
radikal dan haus darah.
Di Asia Tenggara sendiri secara tidak langsung kehadiran neo-
Fundamentalisme Islam sudah mulai kelihatan sejak beberapa dekade lalu. Di
Malaysia misalnya, akar gerakan ini umumnya dari mantan pengurus
Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) yang menginspirasikan bentuk
perjuangannya pada Ikhwan al-Muslimun, bahkan beberapa rujukannya
adalah buku-buku karangan pemimpin Ikhwan. Dalam beberapa bentuk
latihan dan pembinaannya, ABIM mengadopsi langsung sistem yang
diterapkan Ikhwan dengan beberapa modifikasi sesuai dengan keadaan
Malaysia, dan menerapkan istilah Ikhwan seperti istilah zikir al-Ma’tsurat,
usroh, amal jam’I, bai’ah, imamah, dar al-Islam, khilafat dan lainnya. Secara
tidak langsung ABIM sebagai organisasi kader telah memicu lahirnya kelompok
fundamentalisme Islam di Malaysia, diantaranya seperti Ustaz Fadhel Noor,
Presiden Partai Islam SeMalaysia (PAS), partai fundamentalis yang bertujuan
mendirikan negara Islam adalah mantan Wakil Presiden ABIM. Demikian pula
Ustaz Ash’aari Muhammad ketua Jama’ah Dar al-Arqam mantan pengurus
ABIM.212
Bahkan salah seorang mantan tokoh sentral ABIM yang kharismatik,
Anwar Ibrahim, dari beberapa pemikirannya dapat digolongkan sebagai
kelompok fundamentalis Islam.213 Bahkan dia sendiri tidak pernah menolak
dirinya sebagai seorang yang condong kepada pemikiran fundamentalis Islam.
Namun difinisi fundamentalisme menurut Anwar adalah keteguhan seseorang
berpegang pada akar tradisinya, bagi seorang Muslim adalah kepada Islam,
dan Islam tidak dapat dikorbankan demi kepentingan duniawiyah. Dari latar
belakangnya pembinaannya dalam dunia fundamentalisme Islam, adalah
sangat sukar melepaskan fundamentalisme Islam dalam diri Anwar. Bahkan
sebelum aktif dalam UMNO, Anwar adalah pendukung setia, walaupun bukan
sebagai anggota dan pengurus, perjuangan Partai Islam Malaysia (PAS) yang
mencita-citakan tegaknya negara Islam di Malaysia. Apakah idiologi
fundamentalisme Islam dalam diri Anwar yang sudah berurat berakar dapat
pupus dengan mudah setelah tertanam sekian lama. Bahkan bukti
menyatakan lain, walaupun Anwar sudah menjadi salah seorang pemimpin
UMNO, partai Melayu nasionalis, dia tetap mengadakan hubungan dan
membangun pergerakan dengan rekan-rekan seperjuangannya di ABIM dulu
ataupun dengan tokoh-tokoh pemikir Islam seperti Yusuf al-Qardhowy dan
lainnya. Demikian pula secara pemikiran ataupun pengamalan, keterikatan
Anwar secara emosional sangat kuat pada Islam, walaupun dibahasakannya
dengan istilah baru, demikian pula istri dan anak-anak perempuan Anwar
menggunakan jilbab, sikap anti KKN dan keberaniannya menyatakan
kebenaran walau apapun resikonya serta kualitas pribadinya sebagai seorang
politis yang bersih, kehidupan keluarganya yang bersahaja, yang ini semua
merupakan ciri khas fundamentalisme Islam yang tertanam dalam dirinya
sejak lama. Namun dengan kematangannya dalam mengembangkan
pemikirannya, mungkinkan Anwar sedang menjadi seorang neo-Fundamentalis
Islam dalam bentuknya sendiri ? Dalam bukunya The Asian Renaissance214
Anwar menawarkan bentuk dialog peradaban yang akan membuka wawasan
masing-masing bangsa. Disamping mengembangkan wacana-wacana
peradaban baru berdasarkan Islam, Anwar bersama rekan-rekannya telah

212

Lihat, Zaenah Anwar, Islamic Revivalism in Malaysia,(Petaling Jaya : Pelanduk, 1987). Siddiq Fadhil, Koleksi Ucapan Dasar
Muktamar Sanawi ABIM, (Kuala Lumpur : Dewan Pustaka Islam, 1982).
Lihat karya beliau : Islam- Penyelesaian Kepada Masalah Masyarakat Majemuk,(Kuala Lumpur : ABIM, tt.). dan
Menangani Perubahan, (Kuala Lumpur : Berita Publ, 1990).
Anwar Ibrahim, The Asia Renaissance, (Singapore : Time Books Publ, 1997)
mendirikan sebuah Universitas Islam yang menjadi sebuah laboratorium dalam
pengembangan pemikiran Islam di masa depan. Dan nilai-nilai Islam yang
dikembangkan Anwar dalam penegakan pemerintahan yang bersih, sebagai
manifestasi ajaran Islam telah menghantarkannya ke penjara.
Demikian pula halnya, apa yang dikemukakan Nurcholish bertolak
belakang dengan realita yang terjadi di dunia Islam. Dalam dunia politik
misalnya, Yusril Ihza Mahendra dalam Modernisme dan Fundamentalisme
dalam Politik Islam menyimpulkan desertasinya : “Dalam beberapa dekade
terakhir, posisi politik partai Islam modernis dan fundamentalis telah banyak
mengalami perubahan. Sebagian partai Islam modernis-seperti Masyumi di
Indonesia, Liga Muslim di Pakistan dan Partai Istiqlal di Aljazair- mulai
tersingkir dari panggung kekuasaan. Masyumi bahkan telah dibubarkan pada
tahun 1960. Sementara partai Islam fundamentalis (yang sebagian dinyatakan
neo-fundementalis oleh Fazlur Rahman)- dan juga kelompok-kelompok bukan
partai-tampak mulai menguat dan bahkan tampil memegang kekuasaan.
Gejala ini tampak di Aljazair, Iran, Afghanistan, Pakistan di bawah Jendral Zia
ul-Haque, dan dalam ruang lingkup yang lebih kecil adalah kasus berkuasanya
Partai Islam PAS di Negeri Kelantan, Malaysia.”215
Perkembangan terakhir di Malaysia yang merupakan ladang persemaian
pemikiran Islam yang progresif di Asia Tenggara, pada pemilu 1999 Partai
Islam PAS yang terkenal sangat fundamentalis dengan cita-cita menegakkkan
negara Islam dan melaksanakan hudud (hukum Islam) memenangkan pemilu
secara telak di Kelantan dan Trengganu, dan berhasil menaikkan jumlah
kursinya lebih 100 % di Parlemen pusat. Dari segi persentase, 70 % orang
Melayu memilih PAS dan aliansinya dan hanya 30 % memilih UMNO yang
merupakan partai kaum Modernis Malaysia.216 Rakyat Malaysia, terutama
kaum terdidiknya telah muak dengan janji-janji palsu para penyeru
“penerapan nilai-nilai Islam” yang realitasnya sangat diktator, tidak bermoral
dan berani menentang hukum Allah dengan alasan duniawiyah. Berbeda
dengan kaum fundamentalis yang senantiasa menunjukkan citra Islami dalam
perbuatan dan tingkah laku, konsisten dengan ucapan dan perbuatannya,
memiliki akhlaq yang mulia sehingga menjadi daya tarik sendiri bagi
masyarakat Islam.217
Demikian pula halnya di dunia Islam lainnya. Karena kemuakan
masyarakat Islam dengan kepalsuan dan janji-janji kosong kaum utopis yang
menjanjikan modernisasi, yang berkolaborasi dengan kapitalis internasional
mengeksploitasi Islam demi kepentingan duniawiyah, disamping kebobrokan
mental dan kemaksiatan yang dilakukannya, menjadikan masyarakat simpati
dengan perjuangan dan jalan berfikir neo-Fundamentalis Islam yang lebih
menjanjikan. Ketertarikan kepada kelompok ini karena telah berhasil
membuktikan diri, mereka dapat menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kenapa
misalnya masyarakat Cina non Muslim di Malaysia mendukung perjuangan
Partai Islam Malaysia yang memperjuangkan tegaknya negara Islam ? Tidak
Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme.., op.cit. halaman 314
Kamarudin Jaffar, Pilihanraya 1999 dan Masa Depan Politik Malaysia,(Kuala Lumpur : IKDAS, 2000)
ibid, halaman 50-62
lain karena mereka dapat membuktikan bahwa Islam adalah rahmat bagi
semua orang, dan dapat memberikan keadilan kepada masyarakat non muslim
dengan tidak mengorbankan kepentingan agama.218 Tidak seperti kelompok
nasionalis Melayu UMNO yang sangat rasialis dan tidak adil terhadap penganut
agama lain.219 Sikap-sikap dan akhlaq Islami yang merupakan nilai-nilai
universal, seperti jujur, amanah, setiakawan, konsisten, toleran,
bertanggungjawab, sederhana, dedikasi tinggi, dan perilaku mulia semacamnya
akan menjadi daya tarik kelompok neo-Fundamentalis Islam di masa depan,
disamping tentunya kekayaan spiritual dan intelektual mereka yang Islamis.220

D. Neo-Fundamentalisme Islam di Indonesia


Para peneliti, baik dari kalangan muslim dan lainnya belum banyak
yang tertarik untuk mengkaji dan mengidentifikasi gerakan pemikiran neo-
Fundamentalisme Islam di Indonesia. Ini dibuktikan dengan kurangnya
literatur atau sumber-sumber informasi lainnya yang membahas masalah
ini.221 Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yang utama
adalah sulitnya mengidentifikasi siapa sebenarnya tokoh-tokoh neo-
Fundamentalis yang tampil dengan gagasan cemerlangnya, dalam gerakannya
selama ini mereka lebih mengambil bentuk sebagai sebuah gerakan bawah
tanah akibat tekanan dahsyat dari regime orde lama ataupun orde baru yang
anti dengan fundamentalisme Islam. Lain halnya dengan gerakan neo-Modernis
yang tampil secara terbuka dan dapat bekerjasama dengan pemerintah,
sehingga mudah untuk mengidentifikasi tokoh-tokoh maupun pembaharuan
pemikiran yang dilakukannya di Indonesia Namun demikian, cara mudah dan
aman yang dapat ditempuh untuk mengenal gerakan ini, baik tokoh dan
pembaharuan pemikiran yang dikembangkannya di Indonesia, dapat dilakukan
misalnya dengan menelusuri gerakan para pendahulu mereka, fundemantalis
Islam yang banyak diteliti, baik yang berakar pada gerakan fundamentalisme
Islam dari luar Indonesia seperti Ikhwan al-Muslimun Mesir, Jema’at Islamy
Pakistan, Hizb al-Tahrir, Salafi dan lainnya ataupun yang berakar dari
Indonesia sendiri seperti Jama’ah Darul Islam yang telah memproklamirkan
Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949 di Jawa Barat. Dengan data-data
inilah, akan diidentifikasi siapa neo-Fundamentalis Islam di Indonesia.
Gerakan fundamentalisme Islam atau apa yang diistilahkan Fazlur Rahman
dengan neo-Revivalisme di Indonesia adalah respon terhadap gerakan-gerakan
pemikiran sebelumnya yang telah disemai oleh gerakan kaum muda yang baru
pulang dari Timur Tengah. Tokoh-tokoh kaum muda yang lebih dikenal sebagai
pembaharu Islam diantaranya seperti HOS. Cokroaminoto yang telah
mendirikan Syarikat Islam (SI) yang menjadi organisasi kader bagi kaum

Kamarudin Jaffar, Memperingati Yusuf Rawa, (Kuala Lumpur : IKDAS, 2000)


Lihat : SH. Alatas, Reformasi Anwar, Konspirasi Mahathir, (Kuala Lumpur : Pustaka, 1999)
Tentang akhlaq ini lihat : Dr. Said Hawa, Jundullah, Tsaqafah wa Akhlaq, (Beirut : Dar Fiqr, 1974)
Dari hasil penelitian sementara yang dilakukan, para peneliti belum memfokuskan penelitiannya pada gerakan
neo-Fundamentalis Islam karena kesulitan mencari data-data yang diperlukan dan sulitnya mengidentifikasikan gerakan
sejenis. Penelitian selama ini banyak dilakukan terhadap gerakan-gerakan fundamentalis Islam, seperti Darul Islam
(DI/NII) baik di Jabar, Aceh, Sulawesi dan lainnya termasuk gerakan-gerakan fundamentalis Islam di zaman Orde Baru.
modernis Islam selanjutnya,222 Ahmad Dahlan yang mendirikan
Muhammadiyah sebagai lembaga modernis Islam yang bergerak dalam
pendidikan dan sosial dan lain-lainnya.223 Namun dalam perjalanannya,
sebagaimana dikatakan Rahman, bahwa kaum modernis Islam, termasuk di
Indonesia, telah gagal meletakkan dasar-dasar metodelogi pemikiran disamping
terlalu kompromisnya mereka dengan Barat, baik dalam artian politik maupun
pemikiran. Sehingga mereka kadangkala dituduh sebagai agen-agen kolonialis
yang ingin membaratkan kaum muslimin, sebagaimana tuduhan kaum
tradisionalis terhadap mereka. Kegagalan modernis Islam ini, terutama
menjelang kemerdekaan Indonesia telah mendorong tampilnya tokoh-tokoh
Islam yang secara politik menghendaki berdirinya Negara Islam di Indonesia
dan tidak ada kompromi dalam penegakkannya dan bersebrangan dengan
kelompok modernis yang merestui berdirinya negara Pancasila Indonesia.224
Diantara tokoh fundamentalis Islam terkemuka masa ini adalah SM.
Kartosoewirjo.225
Mungkin ada yang menolak SM. Katosoewirjo sebagai tokoh
fundamentalis Islam terkemuka di Indonesia. Namun Yusril Ihza dalam
desertasinya Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam dengan jelas
menyatakan : “Sesuai dengan pandangan dasar modernismenya, Masyumi
menegaskan bahwa cita-cita itu (melaksanakan Islam dalam urusan
kenegaraan) akan dicapai melalui cara-cara yang “sah dan demokratis”, serta
“mengikuti hukum yang berlaku di dalam negara Republik Indonesia”. Tetapi
sikap moderat dan demokratis ini ditentang oleh kelompok yang lebih cendrung
ke arah fundamentalisme di dalam partai, seperti ditunjukkan oleh
Kartosuwirjo. Tokoh yang di zaman revolusi itu juga menjadi salah seorang
anggota Pimpinan Partai Masyumi, dengan alasan-alasannya sendiri memilih

Tentang perjuangan HOS. Cokroaminoto dan pemikirannya, lihat misalnya : Amelz, HOS. Cokroaminoto : Hidup
dan Perjuangannya. (Jakrta : Bulan Bintang, 1952). MM. Amin, Saham HOS. Cokroaminoto dalam Kebangunan Islam dan Nas-
ionalisme di Indonesia. (Yogyakarta : Nur Cahaya, 1980). AT. Jaylani, The Syarikat Islam Movement : Its Contribution to Indone-
sian Nationalism, MA. Thesis, IIS, Montreal : Mc.Gill University, 1959. Deliar Noer, The Modernist Muslim Movement in In-
donesia : 1900-1942, (Singapore : Oxford Univ. Press, 1973)
Mengenai perjuangan KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah, lihat : Alfian, Muhammadiyah : The Political Be-
haviour of a Muslim Modernist Organization Under the Dutch Colonialism, (Yogyakarta : Gajah Mada Press, 1969). Solichin
Salam, Muhammadiyah dan Kebangunan Islam di Indonesia, (Jakarta : NV. Mega, 1965). Mitsuo Nakamura, The Cresent Arises
over the Banyan Tree : A Study of the Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town, (Ithaca YN : Cornell Univ. Press,
1976). Mustafa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta : Penerbit Persatuan, 1975). Yusuf Abdul-
lah Puar, Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah, (Jakarta : Pustaka Antara, 1989). HAMKA, KH.A. Dahlan, (Jakarta :
Sinar Pujangga, 1952). Yusron Asrofie, KH. Ahmad Dahlan, Pemikiran dan Kepemimpinannya, (Yogyakarta :
Yogyakarta Offset, 1983).
Masalah ini lihat misalnya : Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Jakarta : Gema Insani Press,
1997). Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, (Jakarta : Paramadina,1999). Robert Van Niel, The
Emergence of the Modern Indonesia Elite, (The Haque : WV. Hoeve, 1960)
Tentang sejarah hidup dan perjuangan SM.Kartosuwirjo, lihat misalnya : Holk H. Dengel, Darul Islam dan Kar-
tosuwirjo, (terj). (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996). B.J. Boland, The Strunggle of Islam in Modern Indonesia, (The Haque
: Martinus Nijhoff, 1971). C. Van Dijk, Darul Islam : Sebuah Pemberontakan (terj), (Jakarta : Pustaka Grafiti Utama, 1989,
halaman 11-31. Hiroko Harikoshi, “The Darul Islam Movement in West Java (1948-1962) : An Experience in Historical
Process”, dalam Indonesia, vol 20, halaman 62-64.. Pinardi, Sekarmadji Marijan Kartosoewirjo (Jakarta : Aryaguna, 1964).
CAO. Nieuwenhuije, Aspect of Islam in Post Colonial Indonesia, (The Haque & Bandung : W.Van Hoeve, 1958). Amak Sjari-
fudin, Kisah Kartosuwirjo dan Menjerahnya (Surabaya : Grip, 1965). Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Neg-
ara Islam Indonesia SM. Kartosoewirjo.( Jakarta : Darul Falah, cet.2, Safar 1420 H).
keluar meninggalkan Masyumi untuk membangun gerakannya sendiri, yaitu
“Darul Islam”. Kartosoewirjo kemudian memproklamasikan “Negara Islam
Indonesia” di Jawa Barat.226
Membandingkan para penggagas fundamentalisme Islam terkemuka
adalah sesuatu yang sangat menarik, karena dari beberapa sisi mereka
memiliki kesamaan. Misalnya Hasan al-Banna pendiri Ikhwan al-Muslimun di
Mesir,227 Abul A’la al-Maududi pendiri Jame’at Islami di Pakistan228 dan SM.
Katosoewirjo pendiri Darul Islam di Indonesia. Mereka bertiga memiliki ciri
khas yang hampir sama. Mereka sama-sama dilahirkan di awal abad
keduapuluh, sejak muda sebagai aktivis Islam yang revolusioner, hidup
ditengah-tengah derasnya arus sekulerisasi dan Baratisasi Imprialis kafir serta
pergumulan sengit antara kelompok modernis, baik sebagai nasionalis Islami
atau sekuler, Kartosoewirjo dan Maududi berprofesi sama sebagai wartawan
dan penulis, al-Banna dan Kartosoewirjo sama-sama syahid mempertahankan
perjuangannya di hadapan penguasa nasionalis kafir. Mereka membangun
jama’ah Islamiyah yang non kompromistis dengan kolonialis Barat dan agen-
agennya, perjuangannya mendapat dukungan luas para ulama dan
cendekiawan muslim, mereka sama-sama menulis konsep tentang hijrah dan
jihad fi sabilillah dengan dasar pendekatan dan tujuan yang sama. Diantara
mereka, Kartosoewiryolah yang memproklamirkan Negara Islam yang dicita-
citakannya dan turun langsung berjihad menggunakan senjata melawan
Tentara Republik. Namun pemikiran-pemikiran Kartosoewirjo kurang dikenal
dunia Islam sebagaimana al-Banna dan al-Maududi, disamping akibat
perjuangan bersenjata yang menguras daya dari hutan ke hutan, kurangnya
penerus perjuangannya yang mumpuni dalam mengaktualisasikan
pemikirannya. Disamping perlakuan kejam pemerintah terhadap perjuangan
Darul Islam, baik di masa Orla dan Orba.229
Selain SM. Kartosoewirjo, ada beberapa tokoh sentral Darul Islam yang
mempengaruhi perjalanan sejarah gerakan ini, yang terutama seperti Tengku
Muhammad Daud Beureuh, ulama besar kharismatis dari Aceh,230 Abdul

Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme, halaman 84-85


Tentang riwayat Hasan al-Banna lihat misalnya : Al-Syaikh al-Ghazaly, (dalam M.Syalabi),Hasan al-Banna,
Imam wa Qaid, (Kaherah : Dar al-Nasyr, tt). Dr. Rif’at al-Said, Hasan al-Banna Muassis Harakat al-Ikhwan al-Muslimun,(Beirut
: Dar al-Tali’ah, 1986). Jabir Rizq, Al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (al-Manshurat : Dar al-Wafa, 1987). Dr. Shuakat Ali,
Master of Muslim Thought, vol. II.(Lahore : Islamic Publ, 1983), halaman 514-638). Anwar Jundi, Hasan al-Banna, al-Roiyat
al-Imam wa al-Mujaddid al-Syahid, (Beirut : Dar Qalam, 1978). MN. Shaikh, Memoirs of Hasan al-Banna Shaheed,(Karachi : Int’
Islamic Publ, 1981). Richard P. Mitchel, The Society of The Muslim Brother (London : Oxford Univ. Press, 1959). Umar
Tilmisany, al-Mulham al-Mauhub : Hasan al-Banna (Syabra : Dar al-Nashr, tt).
Lihat misalnya : Prof. Masud ul Hasan, Sayyid Abul A’la Maududy and His Thought, vol. I & II, (Lahore : Islamic
publ, 1984). Abdurrahman Abd, Maulana Maududi Face to Death Sentence. (Lahore : Islamic Publ., 1969). Miasbah ul Islam
Faruki, Introducing Maududi, (Lahore : n.p.,1966). Maryam Jameelah, Who Is Mawdoodi ? The Great Mujaddid of Modern Age,
(Lahore : Islamic Publication, 1972). A.K. Brohi, “Maulana Maududi : The Man, The Scholar, The Reformer”, dalam Kur-
shid Ahmad dan Zaffar Ishaq Anshary (eds), Islamic Perpective. (Leicester : The Islamic Foundation, 1979) halaman 289-
312.
Tentang perlakuan pengikut Kartosuwirjo lihat : Al Chaidar, Pengantar pemikiran Politik…, op.cit. khususnya Bab
X.
Lihat misalnya : Moh. Nur El-Ibrahimy, Teungku Muhammad Daud Beureueh : Peranannya dalam Pergolakan di
Aceh, (Jakarta : Gunung Agung, 1982). Dada Meuraxa, Peristiwa Berdarah di Atjeh, (Medan : Pustaka Sedar, 1956).
Kahhar Muzakkar, tentara pejuang dari Sulawesi,231 Ibnu Hajar dari
Kalimantan, disamping beberapa tokoh ulama dari Jawa Barat.232 Pada
umumnya ulama-ulama Tradisionalis Jawa Barat menerima dengan terbuka
ide-ide Kartosoewirjo dengan konsep hijrah dan pendirian Negara Islam
Indonesia, walaupun dia sendiri adalah keturunan Jawa. Ini tidak lepas dari
pengalaman politik Karosoewirjo sebagai salah seorang wakil ketua pengurus
pusat Partai Syarikat Islam Indonesia yang sangat berpengaruh sebelum
kemerdekaan. Disamping pengaruh bapak mertunya, seorang ulama
Tradisionalis yang terkenal di Malangbong, Jabar.
Perjuangan Kartosoewirjo dengan Darul Islam mendapat sambutan luas
masyarakat, baik di Jawa maupun luar Jawa tidak lain disebabkan oleh
kerinduan masyarakat Indonesia akan berdirinya sebuah negara adil makmur
yang berdasarkan ajaran Islam sebagaimana diperjuangkankan HOS.
Cokroaminoto terdahulu. Demikian pula kondisi Republik Indonesia yang baru
diproklamirkan mendapat serangan-serangan dari Belanda dan sekutunya
yang ingin menjajah kembali Indonesia. Serangan-serangan ini nyaris
menghilangkan eksistensi RI dengan perjanjian-perjanjian sepihak yang
dipaksakan Belanda. Kondisi ini telah dijadikan momentum Kartosoewirjo
untuk memproklamirkan Negara Islam Indonesia yang telah diyakini dan
diperjuangkannya sejak muda.233
Sebagaimana difahami kaum fundamentalis Islam lainnya, perjuangan
bersenjata Kartosoewirjo bersama para pengikutnya dalam menegakkan dan
mempertahankan eksistensi Negara Islam Indonesia merupakan manifestasi
jihad fi sabilillah seorang muslim dalam menegakkan kedaulatan dan
kekuasaan Allah di atas bumi. Itulah sebabnya perjuangan heroik para
pejuang fi sabilillah NII/TII dapat bertahan lama meskipun tanpa bantuan dan
dukungan diplomatik dari negara-negara luar. Semangat yang didasarkan atas
keyakinan akan balasan syurga bagi mereka yang syahid mempertahankan
Islam ini senantiasa menjadi penyulut perjuangan para pengikut dan penerus
perjuangan Kartosoewirjo yang tampil silih berganti, baik di zaman Soekarno,
Soeharto dan sekarang.
Menurut sebagian cendikiawan Islam, khususnya dari kalangan
fundamentalis, seperti Maududi234 dan Sayyid Qutb,235 berpendapat bahwa
perjungan menegakkan kekuasaan Allah dalam bentuk berdirinya sebuah
negara Islam atau pemerintahan Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-
Sunnah adalah bentuk perjuangan tertinggi dalam Islam. Karena perjuangan
Rasulullah saw dengan segala suka dukanya, baik perjuangan dengan dakwah,
harta sampai bersenjata, dianggap telah sempurna ketika telah tegakkan
pemerintahan Islam di Madinah dengan segala perangkatnya. Dengan kata
lainnya bahwa perjuangan panjang Rasulullah telah sempurna dengan
Lihat : Andaya Leonard, Arung Palakka and Kahar Muzakkar : A Study of the Hero Figure in Bugis-Makassar Society,
B.S. Harvey, Tradition, Islam and Rebellion : South Sulawesi 1905-1965.
Lihat : Al Chaidar, op.cit. khususnya babVII.
Lihat : Karl D. Jackson, Kewibawaan Tradisional, Islam dari Pemberontakan : Kasus Darul Islam Jawa Barat, (Jakarta :
Pustaka Utama Grafiti, 1989).
Lihat karya beliau, Khilafat wa al-Mulk, Islamic Law and Constitution, Jihad in Islam.
Lihat karya beliau, Maalim fi al-Thariq, Social Justice in Islam, Hadza al-Dien, Islam and Universal Peace.
berhasilnya beliau menegakkan Negara Madinah, ini membawa pengertian
bahwa menegakkan negara ataupun pemerintahan Islam yang mendaulatkan
kekuasaan Allah adalah setinggi-tinggi jihad di jalan Allah. Penegakkan
kekuasaan Allah inilah intipati dan tujuan akhir jihad sebenarnya.236
Tekanan-tekanan dahsyat dan diluar batas kemanusiaan regime Orla
maupun orba terhadap perjuangan penerus SM. Kartosoewirjo telah
menjadikan Darul Islam sebagai gerakan bawah tanah yang sangat tertutup.
Setiap gerakan untuk menegakkan negara Islam selalu dihubungkan dengan
Darul Islam, baik yang direkayasa oleh pemerintah nasionalis ataupun gerakan
mujahidin lainnya, yang akhirnya menjadikan perkembangan gerakan Darul
Islam menjadi semakin terjepit. Namun dengan bergabungnya beberapa tokoh
Islam, baik dari kalangan ulama, muballigh, cendikiawan, mahasiswa dan
lainnya disekitar tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan telah menjadikan
Darul Islam sebagai salah satu alternatif jama’ah Islam. Tekanan-tekanan
pemerintah Soeharto, terutama ketika Pangab dipegang LB. Moerdani yang
mengambil kebijakan keras terhadap Islam, gerakan Darul Islam justru
medapat momennya. Gerakannya semakin meluas bahkan telah menjalin
hubungan kerjasama dengan gerakan-gerakan Islam di luar negeri, baik di
Mesir, Saudi Arabia, Pakistan, Afghanistan, Malaysia maupun di Eropa dan
Amerika.237
Persentuhan tokoh-tokoh muda Darul Islam238 dengan pemikiran
gerakan Islam fundamentalis internasional telah mematangkan ide-ide yang
selama ini dikembangkan generasi terdahulu. Demikian pula telah terjadi
reorientasi pemikiran dalam pergerakan Darul Islam, yang menjadikannya
sebagai salah satu aliansi para pejuang yang bercita-cita menegakkan khilafah
Islamiyah di dunia. Dan dapat dipastikan dari cikal bakal gerakan Darul Islam
ini muncul generasi muda, dengan kadar pemahaman keislaman yang lebih
luas, persentuhannya dengan dunia modern, disamping pendidikannya yang
tinggi, yang menjadi pelopor kebangkitan, sebagaimana paradigma Fazlur
Rahman, neo-fundamentalisme Islam di Indonesia. Mereka tampil dengan
gerakan pemikirannya yang khas, berakar pada tradisi fundamentalisme,
memiliki keterikatan emosional yang sangat kuat pada Islam, memahami
sejarah pembaruan pemikiran Islam dan metodologinya namun mampu
merespon tuntutan zaman dengan intelektualitas yang dimilikinya. Mereka
lahir dari semangat perjuangan Darul Islam dan secara bersamaan mereka
mendapat pendidikan umum Barat ataupun tradisional, bahkan diantaranya
adalah para otodidak-otodidak jenius yang menolak pendidikan resmi, namun
mereka hadir dan tampil di tengah-tengah hingar bingarnya gerakan reformasi
dengan berbagai bentuk dan nama. Namun mereka dapat dikenal dari
tujuannya yang hendak menegakkan kekuasaan dan syari’at Allah di bumi

Pengertian jihad, lihat : Syaikh Dzafir al-Qashimy, Al-Jihad wa al-Huquq al-Dauliyah al-Ammah fi al-Islam, (Beirut :
Dar Ilm, 1986)
Al Chaidar, op.cit.khususnya bab X
Walaupun terpecah berjadi beberapa paksi gerakan, namun tokoh-tokoh muda Darul Islam yang mengenyam
pendidikan tinggi, secara formal dan informal di luar negeri, baik di Timur Tengah, Barat ataupun Pakistan dan Malaysia
menjadikan mereka dekat secara pemikiran, terutama ide-ide tentang pengembangan pemikiran para pendahulu mereka.
Indonesia secara konsekwen sebagaimana diproklamirkan pada Konggres
Mujahidin I di Yogyakarta pada 5-7 Agustus 2000 lalu.
Disamping berakar dari gerakan Darul Islam, neo-fundamentalis Islam
di Indonesia lahir dari kaderisasi beberapa gerakan Islam dalam negeri lainnya
seperti Jama’ah Muslimin (Hizbullah) yang didirikan Wali al-Fattah239, Islam
Jama’ah dan beberapa kelompok lainnya. Sedangkan yang berakar pada
gerakan Islam luar negeri, umumnya memiliki keterkaitan dengan beberapa
gerakan Islam seperti Ikhwan al-Muslimun, Hizbut Tahrir, Salafi, Jama’ah
Tabligh, Gerakan Mujahidin Internasional, al-Arqam, dan lainnya. Gerakan ini
pada umumnya mulai menampakkan aktivitasnya di antara akhir tahun 70an
dan awal 80an. Umumnya pelopor gerakan ini adalah mantan para mahasiwa
yang sekolah ke luar negeri, baik di Timur Tengah ataupun Barat dan
berinteraksi dengan gerakan Islam dan pemikirannya yang kemudian kembali
ke Indonesia dan mengembangkan pemikirannya. Gerakan mereka umumnya
diawali dengan penyebaran pemikiran melalui buku-buku, majalah, brosur dan
lainnya, kemudian diikuti dengan pengkajian intensif keislaman dengan
berbagai nama seperti Latihan Mujahid Dakwah (LMD), Pengkajian Risalah
Tauhid (PRT), Pengkajian Nilai Dasar Islam (PNDI) dan lainnya dan diteruskan
dengan pengajian rutin berupa usroh dan halaqah. Pada akhirnya gerakan ini
membangun jaringan dengan struktur kepemimpinannya yang khas, dan
sangat populer di kalangan universitas, terutama universitas umum, seperti di
ITB, IPB, UI, UGM dan lainnya. Dari pengajian-pengajian ini kemudian
berkembang Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang menjadi jaringan aktivis
mahasiswa Islam non organisasi. Dari gerakan inilah kemudian lahir beberapa
gerakan mahasiswa Islam, yang menonjol seperti KAMMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia) yang menjadi tulang punggung reformasi
dikalangan mahasiswa.
Kader-kader organisasi Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
terutama HMI-MPO, Pelajar Islam Indonesia (PII), Gerakan Pemuda Islam (GPI),
Dewan Dakwah Islamiyah (DDII), hatta Muhammadiyah, Persatuan Islam
(PERSIS) dan Al-Irsyad yang modernis sekalipun telah menjadi tempat
tumbuhnya aliran pemikiran ini. Para anggota ormas Islam yang terlibat
dengan pemikiran ini biasanya adalah mereka yang berinteraksi secara
konsisten dengan pemikiran-pemikiran fundamentalis Islam, baik melalui
buku, literatur ataupun interaksi langsung dengan para tokoh gerakannya
yang umumnya memiliki kharisma dan daya tarik tersendiri, terutama
kezuhudannya dalam memandang dunia dan keberaniannya menyampaikan
kebenaran Islam tanpa kompromi. Sejauh ini diantara beberapa ormas Islam,
Pelajar Islam Indonesia, yang sempat bergerak secara illegal karena menolak
asas tunggal Pancasila secara terbuka, adalah tempat persemaian yang subur
aliran pemikiran ini karena sistem kaderisasinya yang radikal dan non-
komprimistis terhadap rezim Orba dan mampu melahirkan kader-kadernya
yang militan dan fundamentalis.

Wali al-Fattah, Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, Bogor : Al-Amanah, Cet.2, 1995.
Disamping para aktivis gerakan dan organisasi Islam yang menjadi
pelopor gerakan neo-fundamentalisme Islam di Indonesia, terdapat pula di
antara mereka pribadi-pribadi seperti tokoh-tokoh Alim Ulama, cendekiawan
Muslim, Ustadz, Da’i maupun kalangan profesional dan artis. Umumnya
mereka bergerak secara individual dengan mengembangkan wacana-wacana
pemikiran sesuai dengan bidang dan spesialisasi masing-masing, baik di
bidang ekonomi, pendidikan, hukum, politik, budaya dan lainnya. Ciri khas
mereka sama dengan para penganut neo-fundamentalisme Islam lainnya dan
sangat kuat terikat dengan tradisi maupun simbol-simbol keislaman. Bahkan
dikalangan mereka ada mantan artis yang glomour, dan menjadi sangat
fundamentalis dalam berpakaian, bergaya maupun bertingkah laku. Diantara
mereka yang dapat dikategorikan antara lain seperti Prof. Deliar Noor
(cendekiawan), Imaduddin Abdul Rachim (cendekiawan), Abdul Qadir Djaelani
(da’I), Sahirul Alim (cendekiawan), Mawardi Noor (ulama), AM. Fatwa (aktivis),
Habib Idrus Jamalullail (da’I), Toto Tasmara (profesional), Gito Rolies (artis) dan
beberapa pemimpin majlis taklim dan pondok pesantren.
Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Soeharto telah mengantarkan
Habibie, seorang demokrat Muslim, tampil memimpin Indonesia. Kebijakan
demokratisasi dan leberalisasi yang dicanangkan pemerintahan Habibie telah
memberikan kekebasan tumbuh dan berkembangnya berbagai bentuk gerakan
idiologi, baik yang kiri ataupun kanan sebagai konsekwensi logis sebuah
kebebasan dan keterbukaan. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para
fundamentalis Islam yang selama ini mengambil sikap oposisi terhadap
pemerintah untuk membangun gerakan Islam, baik yang berbentuk organisasi
masa, partai sampai gerakan Islam radikal. Namun sejauh ini, terutama partai-
partai Islam walaupun mereka secara terbuka telah menggunakan azas Islam,
namun belum menyatakan tujuannya untuk menegakkan kakuasaan dan
hukum Allah dalam bentuk pemerintahan Islam ataupun negara Islam,
sebagaimana ciri khas kelompok Islam fundamentalis.240
Pasca reformasi, dengan beberapa uji coba, gerakan neo-Fundamentalis Islam
sudah mulai mewarnai peta pemikiran dan gerakan di Indonesia. Demikian
pula dengan tampilnya Abdurrahman Wahid sebagai Presiden yang notabene
mewakili gerakan neo-Modernis Islam, yang dinilai sering menimbulkan
kontraversi bahkan dianggap merugikan kepentingan Islam, sebagai kelompok
penekan maka gerakan neo-Fundamentalis Islam mulai menampilkan diri, baik
melaui wacana intelektual ataupun gerakan masa sampai gerakan jihad. Lebih
jauh mereka telah mulai memainkan peranan sebagai sentral pergerakan di
Indonesia yang mulai diperhitungkan peranan dan keberadaannya. Diantara
bentuk gerakannya yang menonjol adalah aksi-aksi demo yang menuntut amar
makruf nahi mungkar ataupun diberlakukannya syariat Islam oleh berbagai
organisasi seperti Persaudaraan Pekerja Muslim (PPMI) pimpinan jendral demo
Eggi Sudjana, Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Habib Rizieq Shahab, Laskar
Jihad pimpinan Ja’far Umar Thalib, Front Hizbullah, Forum Bersama Umat
Islam dan lainnya. Kekecewaan masyarakat Islam pada pemerintah

Lihat : Al Chaidar, Reformasi Prematur Jawaban Islam terhadap Reformasi Total, (Jakarta : Darul Falah, 1999)
Abdurrahman Wahid dan beberapa lembaga tertinggi negara seperti MPR/DPR
akan mempersubur dan memperbanyak pengikut gerakan ini di masa depan.241
Demikian pula keberanian wakil-wakil PPP dan PBB yang mengusulkan
diamandemennya pasal 29 UUD 45 dengan mengembalikan perkataan :
dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
merupakan indikasi nyata keberadaan neo-fundamentalis Islam dalam
MPR/DPR. Dimana hal ini tidak pernah terjadi sejak Soekarno mendekritkan
Pancasila menjadi dasar negara pada tahun 1957 sampai tahun 2000, karena
dianggap masalah yang sangat tabu, bahkan di zaman Orde Baru digolongkan
sebagai tindakan subversi. Walaupun mendapat tentangan dari tokoh-tokoh
neo-modernis seperni Nurcholish Madjid, Syafi’e Maarif dkk maupun kalangan
kalangan tradisionalis NU yang telah mengganggap final masalah ini, tidak
mengendurkan semangat mereka dalam memperjuangkan diberlakukannya
syari’at Islam di Indonesia. Penegakan syariat Islam mendapat dukungan Partai
Keadilan.
Bersamaan dengan bangkitnya gerakan neo-fundamentalisme Islam,
kini ideologi negara Pancasila yang selama ini dianggap keramat, diagungkan
dan tidak boleh dipersoalkan, mulai dipertanyakan kembali keabsahan dan
kebenaran teori yang terkandung di dalam ajarannya. Bahkan kalangan
fundamentalis Islam yang selama ini menentang dengan konsisten dasar
negara Pancasila yang sekuler dan kabur sejak zaman sebelum kemerdekaan,
kini secara terbuka menganggap Pancasila sebagai sumber dari krisis
multidimensional yang telah melanda bangsa Indonesia saat ini. Karena
kekaburan maknanya yang dapat ditafsirkan bermacam-macam, Pancasila
mengantarkan generasi kepada kebingungan dan kesesatan yang akhirnya
melahirkan generasi-generasi yang dangkal pemahaman dan pengamalan
agamanya, generasi hedonis dan materialis yang hanya mengejar kesenangan
duniawiyah belaka. Pendidikan moral Pancasila yang dipaksakan
pengajarannya ternyata telah melahirkan generasi rusak moralnya, yang
akhirnya menjadi pelopor KKN dan segala bentuk kemaksiatan. Sistem
pembangunan dan pelesi ekonomi Pancasila telah mengantarkan bangsa
Indonesia menjadi bangsa pengutang terbesar dan sumber daya alamnya
digadaikan kepada asing. Persatuan yang diserukan Pancasila ternyata tidak
mampu menyatukan bangsa Indonesia dengan semboyan “bhinneka tunggal
ika”, namun justru melahirkan perpecahan, bahkan peperangan demi
peperangan. Ideologi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia telah
mengantarkan bangsa ini menuju jurang kehancurannya, walaupun sudah 55
tahun diterapkan sebagai sistem berbangsa dan bernegara. Maka tidak
mengherankan jika kaum muslimin yang sadar dan mayoritas menghendaki
agar Islam dengan syariatnya yang universal dan sempurna dijadikan sebagai
dasar negara di Indonesia sebagaimana yang dituntut generasi muda Islam.

E. Masa Depan Neo-Fundamentalisme Islam Di Indonesia

Lihat : Sebuah Ancaman Dari “Kanan Jalan”, Tabloid Adil, No.51 Tahun ke 68. 21 Sep. 2000
Kebangkitan neo-fundamentalisme Islam di Indonesia merupakan salah
satu phenomena kebangkitan Islam di dunia. Bersamaan dengan gagalnya teori
modernisasi Islam yang diserukan para penganjurnya yang melahirkan
kegersangan pemikiran, atau lebih jauh kedangkalan keyakinan dan dilemma
kejiwaan serta krsis identitas telah mendorong generasi Islam terpelajar
mencari pemahaman alternatif dalam mengapresiasikan keislaman mereka.
Keberhasilan revolusi Islam Iran yang telah menumbangkan rezim sekuler
Pahlevi telah membangkitkan semangat generasi terdidik Islam untuk
memahami ajaran-ajaran fundamental Islam, yang ternyata doktrin-doktrin
ajaran Islam yang dianut salaf al-soleh generasi shahabat mampu
diketengahkan sebagai alternatif dalam dunia modern. Dan yang terpenting
ajaran Islam yang diterapkan secara ketat telah melahirkan kekuatan rohani
yang dapat dijadikan sebagai benteng dalam menghadapi arus penyesatan
Barat dengan berbagai seruan sekulerisme, hedonisme dan liberalisme
kehidupan. Kegagalan masyarakat Barat dalam menciptakan masyarakat
utama yang idam-idamkannya, akibat kesesatan sistem hidupnya, telah
mendorong generasi Islam yang berinteraksi dengannya untuk mencari sesuatu
yang dapat menyelamatkan keyakinan dan tradisi mereka. Kemuakan generasi
Islam terhadap kepalsuan mereka yang menyerukan persamaan, kebebasan
dan kedamaian telah mengantarkan mereka menuju pemahaman Islam yang
lebih fundamental. Akibat kezaliman demi kezaliman masyarakat Barat yang
arogan, telah melahirkan simpati masyarakat luas pada pergerakan orang-
orang ikhlas dan soleh yang menyerukan penerapan ajaran Islam dalam
kehidupan. Itulah sebabnya terjadi revolusi Islam di Iran, kemenangan Partai
Ikhwan di Mesir dan Yordania, kemenangan Front Keselamatan Islam di
Algeria, kemenangan Partai Refah di Turki, kemenangan Partai Islam Malaysia
di Kelantan dan Trengganu.
Kegagalan kaum modernis ataupun neo-modernis Islam di Indonesia
dalam menciptakan masyarakat utama, masyarakat yang adil, makmur, aman,
dan lebih jauh memberikan pembelaan sewajarnya terhadap kelompok
mayoritas Islam akan melahirkan kekecewaan demi kekecewaan para generasi
muda Islam. Kekecewaan ini akan menumbuhkan semangat solidaritas
dikalangan mereka dan menggerakkan upaya-upaya nyata dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsanya. Kekecewaan masal inilah
yang menjadi pendorong utama yang akan melahirkan sikap pemberontakan
radikal terhadap tatanan yang menyimpang dan tak kunjung memberikan
solusi nyata. Keberhasilan dan kemenangan kaum fundamentalis Islam
Afghanistan, Taleeban, dalam mengalahkan faksi-faksi besar mujahidin lainnya
tidak lain akibat kekecewaan masal masyarakat Islam Afghanistan yang telah
mengalami penderitaan panjang terhadap para mujahidin terdahulu yang
saling berebut kekuasaan di antara mereka dan membiarkan masyarakat
dalam penderitaannya tanpa solusi. Maka ketika Taleeban, para pelajar dan
pemuda radikal, tampil memberontak dan memerangi semua faksi mujahidin
yang dianggapnya korup dan menyimpang, dengan serta merta masyarakat
Afghanistan mendukung mereka, dan para mujahidin yang ikhlas berjuang
bersama mereka.
Kegagalan Amin Rais dan Abdurrahman Wahid, sebagai simbol tokoh
neo-modernisme Islam Indonesia, dalam mengantarkan bangsa Indonesia
keluar dari krisis multidimensional ini, tidak diragukan akan menumbuh
suburkan pergerakan kaum neo-fundamentalis Islam yang telah mendapat
perhatian dan simpati masyarakat. Demikian pula perpecahan demi
perpecahan di kalangan elit politik akan menyulut kekecewaan demi
kekecewaan masyarakat yang sudah penuh dengan penderitaan. Demikian
pula dengan perilaku sumbang para elit politik, cendikiawan yang melacurkan
pengetahuannya dan meluasnya praktek KKN serta tidak terselesaikannya
kasus pelanggaran HAM maupun peperangan di Aceh, Maluku dan Ambon
telah memicu ketidak percayaan masyarakat pada pemerintah yang telah
dipilihnya dalam pemilu lalu. Kekecewaan masal dan ketidakpercayaan
masyarakat ini tidak diragukan akan memicu lahirnya sebuah gerakan
alternatif, sebagai gerakan penyelamatan umum terhadap bangsa dan negara
yang dilanda ketidakpastian. Umumnya yang dapat memberikan solusi pada
masyarakat, menurut teori sosial, hanya dua gerakan, gerakan kiri radikal
atau gerakan kanan radikal, yang kedua-duanya sudah mulai tampil di
Indonesia.
Gerakan neo-fundamentalis Islam, sebagai pengejewantahan dari
gerakan kanan radikal memiliki peluang besar sebagai alternatif penyelesaian
terhadap krsisi multidimensional yang dihadapi bangsa Indonesia. Karena
bangsa Indonesia adalah mayoritas muslim, relegious dan anti pada paham
kekiri-kirian yang selalu diidentikkan dengan komonisme yang anti Tuhan dan
anti agama. Penampilan para pelopor gerakan neo-fundamentalis Islam yang
ramah, zuhud, ikhlas namun konsisten akan menjadi daya tarik masyarakat
terhadap alternatif yang ditawarkannya. Hal ini berbeda dengan tawaran kiri
yang menginginkan pertentangan kelas dan revolusi brutal. Jadi tidak
diragukan gerakan neo-fundamentalisme Islam, dengan keteguhan doktrinnya
dan kekonsistenan para pelopornya akan menjadikan gerakan ini sebagai
gerakan alternatif bagi bangsa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya. Masyarakat akan memberikan kesempatan kepadanya
untuk membuktikan keunggulan ajaran yang disrukannya, sebagaimana di
dunia Islam lainnya.
Para penggerak neo-fundamentalis Islam sangat yakin dengan
kemenangan mereka, baik kemenangan di dunia dengan tegaknya tata dunia
Islami maupun di akherat dengan diganjarnya mereka dengan syurga yang
penuh dengan kenikmatan sebagaimana dijanjikan Allah dalam al-Qur’an :
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal soleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana dia telah menjadikan orang-
orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi
aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu,
maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (al-Nur : 55)

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan


harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itulah janji yang benar dari
Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya selain daripada Allah ? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah
kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (al-Taubah : 111)

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan dien


(agama, sistem hidup) yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala
dien, meskipun orang-orang kafir benci. (al-Shaff : 9)

You might also like