Professional Documents
Culture Documents
ISLAM KAFFAH
Paradigma
Idiologi dan Intelektual
Untuk
Aktivis Gerakan Islam
DAFTAR ISI
V. JIHAD FI SABILILLAH
VI. SYAHID
Tujuan utama kebangkitan Islam adalah sama dengan kebangkitan yang telah
diserukan oleh para nabi revolusioner, yaitu menjadikan umat manusia sebagai
penyembah Allah Yang Maha Tunggal dan menjauhi Thaghut. Thaghut dalam
pengertian luasnya dapat diartikan sebagai segala bentuk sesembahan selain
dari Allah, seperti Tuhan-tuhan berhala, dewa, dukun, raja zalim, pemimpin
tiran dan sejenisnya. Seruan revolusi Islam pada hakikatnya adalah pembebasan
manusia secara paripurna terhadap segala bentuk dominasi Thaghut, sehingga
manusia menjadi makhluk yang bebas merdeka dan hanya menyerahkan
kemerdekaannya kepada kekuasaan Yang Maha Mutlak saja, yaitu Allah
Pencipta alam raya ini, dan bukannya menyerahkannya kepada raja zalim,
pemimpin tirani-diktator, kaum berjouis, para dukun dan pemimpin agama dan
sejenisnya yang akan membelenggu kemerdekaan dan kebebasan mereka.
Hanya dengan menyerahkan kemerdekaan dan kebebasan kepada Yang Maha
Mutlaklah manusia akan mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan sejatinya.
Kebangkitan Islam dengan pendekatannya yang khas telah menyerukan
kemerdekaan dan kebebasan ini kepada masyarakat Makkah sehingga
pemimpinnya, Muhammad Rasulullah berhadapan dengan para penguasa dan
bangsawannya yang tetap ingin mempertahankan dominasinya terhadap
masyarakat awam. Pada akhirnya kemenangan tetap pada pihak yang benar,
pihak yang menyerukan keadilan, kebebasan, persaudaraan dan keamanan.
Sebagaimana yang digambarkan al-Qur’an terhadap kemenangan perjuangan
revolusioner Musa as yang mengalahkan Fir’aun dan bangsawannya yang telah
mengeksploitasi mereka;
Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk
orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di
muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan
dari mereka, membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak
perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di
bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang
yang mewarisi bumi dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan
akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu
mereka khawatirkan dari mereka itu.(al-Qoshosh : 3-6)
Kebangkitan orang-orang yang tertindas akan selalu mendapatkan kemenangan
terhadap para penindas, karena Yang Maha Kuat selalu akan membela mereka
yang memperjuangkan hak-haknya. Sejarah telah membuktikannya, gerakan
yang dipimpin Nabi Ibrahim as akhirnya dapat mengalahkan kedurjanaan Raja
Namrud, demikian pula Nabi Musa akhirnya mengalahkan keangkuhan Fir’aun
dan Nabi Muhammad saw mengalahkan kecongkakan para pemimpin dan
bangsawan Musyrikin dan Kafirin di Makkah. Dan ketentuan ini akan terus
terjadi di mana dan kapanpun sampai bumi ini menghembuskan nafas
terakhirnya kelak.
Kebangkitan Islam adalah revolusi kemanusian, revolusi yang akan
mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai khalifah (wakil) Allah di
muka bumi, gerakan yang akan menempatkan manusia pada posisi dan maksud
diciptakannya di atas bumi. Semua manusia adalah khalifah Allah di muka
bumi, di sisi Tuhannya mereka sama kedudukannya, tidak ada keutamaan
seorang yang berbangsa Arab dengan seorang yang berbangsa Afrika, tidak ada
keutamaan seorang yang keturunan raja dan bangsawan dengan seorang yang
berketurunan hamba dan pekerja. Semua manusia sederajad disisi Tuhannya,
dan yang membedakannya adalah kedekatan mereka dengan Tuhannya.
Sebagaimana dinyatakan al-Qur’an :
Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling mengetahui tentangmu. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujurat : 13)
Itulah sebabnya Islam akan memerangi segala bentuk penindasan
manusia terhadap manusia lainnya, bagaimana bentuk dan namanya. Karena
penindasan dan dominasi manusia atas manusia lainnya adalah bertentangan
dengan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi. Hal ini juga berarti bahwa
kebangkitan Islam adalah revolusi untuk seluruh umat manusia, karena Islam
diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan ajarannya yang agung
dan mulia Islam akan menggerakkan sebuah revolusi total kemanusian yang
akan menciptakan sebuat tatanan sosial yang tegas atas dasar Iman kepada Allah
Yang Tunggal, persaudaraan, persamaan, keadilan dan nilai-nilai luhur lainnya;
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang yang ingkar, tetapi berkasih sayang sesama mereka:
kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoan-Nya, tanda-
tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang ingkar. (al-
Fath : 29).
Masih banyak orang yang salah dalam memahami ajaran Islam yang asli, ini
disebabkan karena mereka tidak memahami ajaran Islam dari sumber aslinya,
yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Tetapi mereka memahaminya melalui hasil
pengkajian para orientalis Barat ataupun cendikiawan Islam yang tidak
memahami Islam dengan sebenarnya.9 Memang perlu diakui banyak para
orientalis yang jujur dengan metode ilmiah obyektif yang mereka terapkan
dalam penelitiannya terhadap Islam, namun tidak kurang pula diantara mereka
yang bermaksud jahat untuk mengelirukan dan menyelewengkan makna ajaran
Islam. Kelompok terakhir ini dengan terang-terangan bertujuan untuk
menghancurkan Islam, membuat keragu-raguan terhadap ajaran Islam dengan
memakai penyelidikan ilmiah sebagai topengnya. Terutama yang selalu menjadi
sasaran mereka adalah sumber kedua ajaran Islam, Sunnah Nabi saw yang
dikatakannya sebagai buatan Ulama Islam terkemudian, sebagaimana yang
dikemukakan orientalis Barat seperti Ignuz Golziher, Durkheim, dan lainnya.
Orang-orang seperti merekalah yang menjadi rujukan utama peneliti-peneliti
Islam, termasuk para cendikiawan Muslim sendiri. Dari murid-murid merekalah
lahirnya penentang-penentang Islam yang mengingkari ajaran Islam, seperti
golongan ingkarrussunnah misalnya. Kebencian Barat terhadap Islam juga tidak
dapat dipisahkan dari sejarah masa lalu, yaitu peperangan panjang antara kaum
Muslimin dan Barat Kristen pada abad pertengahan lalu yang dikenal sebagai
Perang Salib. Cendikiawan Barat yang fanatik senantiasa akan mengobarkan
luka lama ini, terutama dengan menjelek-jelekkan Islam sebagai agama
penindas. Kebencian mereka pada Islam inilah yang mendasari penyelidikan
mereka terhadap ajaran Islam dan akhirnya merekapun memberikan tesis salah
dengan menganggap Islam sebagai agama peperangan dan penindasan. Agama
Masalah ini banyak mendapat sorotan para intelektual Islam, lihat misalnya : Prof. Ismail Faruqi dalam Islamiz-
ation of Knowledge, Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam Aina al-Khalal, Prof. Muhammad Qutb dalam Jahiliya al-Qorn al-Isyrien,
Prof. Said Hawwa dalam Durus fi al-Amal al-Islami. Prof. Fazlur Rahman dalam Islam and Modernity, Prof. Sayyid Hossein
Nashr dalam Islam and The Plight of Modern Man, Ziauddin Sardar dalam The Future of Muslim Civilization, dan lain-
lainnya.
Muhammad Qutb, al-Subhat haula al-Islam, Beirut : Dar Fiqr, 1972
yang senantiasa menimbulkan kekacauan dan teror sebagaimana kejadian-
kejadian yang menimpa Barat.
Kesalah fahaman terhadap ajaran Islam ini juga dapat timbul akibat
kelemahan cendikiawan Islam sendiri yang salah memahami ajaran Islam
sebagaimana dikehendaki Allah dan Rasul-Nya sehingga dapat menimbulkan
kesalah fahaman. Diantaranya disebabkan sikap inferior (rendah diri) terhadap
sistem hidup ataupun idiologi-idiologi dunia, kemudian membuat persamaan
antara Islam dengan sistem dan idiologi tersebut. Lahirlah istilah “Sosialisme
Islam”, “Liberalisme Islam”, “Kapitalisme Islam”, “Demokrasi Islam”,
“Humanisme Islam” dan istilah-istilah yang sama sekali asing bagi ajaran Islam.
Maka orangpun memahami bahwa Islam adalah identik dengan sistem dan
idiologi ciptaan manusia itu. Disamping itu ada pula cendikiawan Islam yang
belum memiliki kelayakan untuk menerangkan ajaran Islam disebabkan
pengetahuannya yang dangkal, namun karena mereka tokoh masyarakat atau
pemimpin politik yang disegani, merekapun mengeluarkan pandangan-
pandangan yang dikatakan dari ajaran Islam, namun jauh daripada ajaran Islam
disebabkan kejahilannya terhadap Islam. Kemudian pemahamannya yang keliru
ini menjadi pegangan yang senantiasa akan mengelirukan banyak orang. Dan
sebagiannya akan menimbulkan kebencian masyarakat dunia disebabkan
ajarannya yang ekstrim dan radikal, tidak mengenal toleransi terhadap manusia
lainnya. Umumnya ini terjadi kepada cendikiawan Islam yang sudah mengalami
kekalahan dalam berinteraksi dengan masyarakat jahiliyah disekelilingnya,
kemudian mengambil jalan konfrontasi ekstrim dengan masyarakatnya sebagai
alternatif. Demikian pula ada sebagian cendikiawan Islam yang terburu-buru
menjawab tuduhan-tuduhan mengenai ajaran Islam, karena terburu-buru inilah
kemudian ia tergelincir menuju penyimpangan dan penyelewengan. Misalnya
ada sebagian cendikiawan Muslim yang terpengaruh pikiran Barat yang
menyatakan Islam mengajarkan persamaan status antara laki-laki dan
perempuan, sebagaimana masyarakat Barat. Maka tampilah intelektual Muslim
yang terburu-buru ini menjawab dengan suara yang lantang, bahwa Islam
mengajarkan drajat wanita adalah dibawah laki-laki, kemudian dia mengutip
ayat-ayat Al-Qur’an serta memberikan gambaran tentang masyarakat Islam
dengan kehidupan wanitanya yang terbelakang dan tidak berpendidikan.
Sebagaimana difahami kebanyakan Ulama ortodoks yang konservatif dan anti
kemajuan. Dengan jawabannya yang emosional dan terburu-buru itu, seakan-
akan Islam mengajarkan wanita adalah dibawah drajat laki-laki, tidak diberi
pendidikan, terkurung, dijadikan sebagai pemuas nafsu dengan poligami dan
seterusnya. Padahal Islam tidak mengajarkan sebagaimana yang difahaminya itu
ataupun yang dikemukakan cendikiawan Islam yang bingung ini, karena Islam
telah menempatkan kaum wanitanya pada tempatnya tersendiri yang akan
mengangkat kehormatan mereka. Dan masih banyak lagi contoh kesalah
fahaman yang menjadikan orang anti pada Islam.
Kesalahan dalam memahami hakikat ajaran Islam ini, seharusnya tidak
menjadi penyebab Islam dibenci dan dimusuhi. Orang-orang yang salah faham
ini sepatutnya menyadari akan kesahannya dan mau mengadakan penyelidikan
yang lebih ilmiah dan jujur, memahami dari sumbernya yang asli dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Maka kehadiran orang-orang yang
ikhlas dan jujur dalam mengkaji Islam sangatlah diperlukan untuk meluruskan
kesalah fahaman ini.
Syekh Ameer Syakieb Arselan, Limadza Taakhkhor al-Muslimun wa limadza Taqaddam ghairuhum ?, Beirut : Mansy-
urat al-Maktabah, 1950)
menyimpang dari ajaran agama Islam. Jadi timbulnya krisis berkepanjangan
pada kaum Muslimin masa kini bukan disebabkan oleh kelemahan sistem Islam,
namun jelas disebabkan oleh kaum Muslimin sendiri yang telah menyeleweng
dari ajaran agama Islam.11 Kaum Muslimin ditimpa kemerosotan, kebodohan,
keterbelakangan, kemiskinan, kehinaan, dan seribu satu tragedi lainnya jelas
karena mereka telah meninggalkan ajaran Islam sebagaimana yang telah
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Mereka hanya menyatakan dirinya sebagai
Islam, namun perbuatannya bertentangan dengan ajaran Islam. Atau mereka
hanya menerapkan Islam yang sesuai dengan kepentingan hawa nafsu rendah
mereka dan menolak sebagian yang lain, tidak menerapkannya secara total
dalam kehidupan mereka. Bahkan ada diantara mereka yang dengan terang-
terangan melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya secara terbuka.
Realitas ini tampak sangat jelas pada bangsa-bangsa yang menyatakan dirinya
Muslim namun jauh dari Islam. Baik kehidupan sosial, masyarakat maupun
pemerintahannya. Dalam hal ini dapat diambil contoh seperti negara-negara
Arab misalnya.12
Sudah menjadi rahasia umum bagaimana keadaan moral bangsa-bangsa Arab,
terutama mereka yang terkena “bom minyak”. Mereka menjadi bangsa yang
berfoya-foya penuh dengan maksiat dan skandal. Amir-amir, Bangsawan, dan
orang kaya mereka adalah langganan tetap pusat-pusat maksiat dunia. Mereka
menghambur-hamburkan uang dengan penuh keborosan, karena sistem
pemerintahan ala Raja Diktator memungkinkan mereka berbuat demikian,
seakan-akan seluruh harta kekayaan bumi Allah diArab adalah milik mereka
dan kaum kerabatnya. Demikian pula dengan generasi mudanya sudah hanyut
jauh bersama arus Sekulerisasi dan Westernisasi yang bertopengkan
Modernisasi. Bangsa ini digiring secara sistematis untuk menjauhi dan
memusuhi Islam oleh kuasa-kuasa besar dunia kaki tangan Zionis atau Salibiah
Internasional. Ulama dan intelektual blilyan mereka terpaksa lari akibat
kekejaman dan kediktatoran pemerintahan Sekuler yang berlindung diketiak
Barat. Mereka benar-benar telah melanggar ajaran-ajaran Islam, baik dalam
sistem sosial, politik ataupun hukum. Namun anehnya mereka tetap bersikeras
menyatakan dirinya sebagai Muslim, bahkan mengklaim diri sebagai Muslim
taat yang patut dicontoh. Maka dalam hal ini perlu dipisahkan antara ajaran
Islam yang asli dengan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan orang
Lihat misalnya : Dr. Yusuf al-Qardhawy, Aina al-Khalal,. Qatar, 1987. Prof. Muhammad Qutb, al-Jahiliyya al-
Qorn al-Isyrien, dan juga Hal Nahnu Muslimun ?. Prof. Ismail R. Faruqi, Islamization of Knewledge, op.cit. hlm. 5. Prof. Said
Hawwa, Durus fi al-Amal al-Islamy. Op.cit.
Lihat misalnya : Ali E Hilali Dessouki (ed). Islamic Resurgence in The Arab World, New York : Yale Univ. Press,
1988. James Piscatori (ed). Islamic Fundamentalism and The Gulf Crisis. Chicago : The American Academy of Art and Sci-
ence, 1991). Luqman Harun, Potret Dunia Islam, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1985. Richard F. Nyrop (ed). Saudy Arabia : a
Country Study, NY: Foregn Area Studies : The American Univ, 1985. Sandra Mackey, Saudis, inside Desert Kingdom, New
York : Penguin, 1990.
Islam. Ajaran Islam tidak dapat dinilai dari pengalaman orang Islam yang
menyeleweng, sebagaimana dinilainya idiologi-idiologi lain dari pengalaman
penganutnya.
Islam adalah ajaran sempurna yang diturunkan Allah SWT kepada manusia
melalui nabi Muhammad Saw. Ia adalah sistem yang mengatur seluruh aspek
kehidupan ummat manusia, dari masalah-masalah individu sehingga masalah
masyarakat dan negara. Islam adalah way of live yang tertinggi dan
tersempurna, ajaran yang akan menghantarkan penganutnya menuju
kemenangan sejati didunia dan diakhirat kelak.13
Maka dengan demikian, kegagalan kaum Muslimin masa kini bukan disebabkan
oleh kelemahan sistem Islam, namun disebabkan karena kaum Muslimin telah
meninggalkan ajaran Islam.
Untuk masalah ini lihat misalnya : Prof. Said Hawwa, al-Islam, Beirut : Dar al-Fiqr, 1979. Dr. Yusuf al-Qardhawy, al-Hall
al-Islam, Qatar : Jami’ah al-Islamiyah Qatar, 1986. Hamudah Abdalaty, Islam in Focus, Kuwait : IIFSO, 1978. Abu Urwah,
Sistem-sistem Islam, KL: Pustaka Salam, 1989.
masih menjadi budak konsumsi para kapitalis Barat yang menjual segala bentuk
kemajuannya dengan harga tinggi disertai persyaratan yang tidak adil, seperti
menghubungkannya dengan HAM ataupun menerapkan Demokrasi-Liberal ala
Barat. Dan akhirnya kaum Muslimin tetap bergelimang dalam
keterbelakangannya dalam semua aspek kehidupan. Kesalah fahaman ini
bahkan berdampak lebih jauh, ada sebagian kaum Muslimin yang menentang
keras segala bentuk kemajuan sains-tehnologi yang diidentikannya dengan
Baratisasi ataupun sekulerisasi. Mereka masih menolak mengajarkan ilmu
pengetahuan modern seperti matematika, fisika, kimia, biologi dan sejenisnya
kepada kader-kader Islam dengan alasan ilmu tersebut adalah ilmu duniawi
yang tidak wajib dituntut dan tidak akan menghantarkan kebahagian akhirat.
Itulah sebabnya generasi Islam terpecah menjadi aliran agama yang diwakili
oleh lulusan sistem pendidikan tradisional Islam seperti pondok pesantren dan
aliran umum lulusan dari lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah.
Akhirnya muncullah cendikiawan Islam tradisional yang memahami Islam
sebatas peribadatan keakhirat dan cendikiawan Islam yang menguasai ilmu-ilmu
umum. Dan ironisnya kadangkala terjadi pergesekan pemikiran diantara kedua
aliran ini, yang justru menambah lemahnya kaum Muslimin. Kesalah fahaman
jalannya. Akibat yang paling kentara dengan pemahaman salah ini adalah kaum
dalam memahami konsep Al-Dien Al-Islam ini telah membawa dampak sangat
negatif bagi perkembangan dan kemajuan kaum Muslimin. Karena dengan
pemahaman yang salah ini, kaum Muslimin telah memisahkan Islam dari
kehidupan dunia nyata, sedangkan Islam adalah agama yang diturunkan untuk
mengatur kehidupan manusia didunia ini dan menjanjikan kebahagian akhirat
bagi mereka yang mengikuti Muslimin telah menyerahkan kehidupan politik
ataupun ekonominya kepada orang lain, karena mereka beranggapan masalah
ini adalah urusan dunia yang tidak berkaitan dengan Islam. Dan tidak diragukan
lagi, bahwa kemunduran dan keterbelakangan kaum Muslimin masa ini akibat
dari kesalahan mereka memahami konsep Al-Dien Al-Islam sebagaimana yang
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.
Seorang pemikir ulung Islam dari Pakistan, Abu al-Ala al-Maududy,14
membahas pengertian Al-Dien secara terperinci. Menurut Maududy, Al-Dien
(menggunakan al) ditujukan hanya untuk penggunaan Islam, sementara tanpa
al- digunakan untuk selain Islam, sebagaimana yang disebutkan Al-Qur’an :
“Sesungguhnya Al-Dien yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam” (Ali
Imran:19)
“Dan barang siapa yang mengambil selain Islam sebagai Dien-nya, maka ia tidak akan
diterima,dan diakhirat mereka termasuk orang-orang yang rugi” (Ali Imran:83).
Abu A’la al-Maududy, al-Mustalahat al-Arba’at fi al-Qur’an : al-Ilah, al-Robb, al-Ibadat, al-Dien. Kaherat : 1975. Khususnya
bagian keempat.
Selanjutnya, Maududy menjelaskan, pengertian Dien adalah seluruh sistem yang
mengatur kehidupan manusia, baik sistem politik, ekonomi, etika, peribadatan,
sosial, budaya, hukum, perundang-undangan, filsafat, idiologi, way of live dan
lain-lainnya. Dalam konsep Islam ada dua Dien, Al-Dien Al-Islam dan Dien Al-
Ghoir Al-Islam (Dien selain Islam) sebagaimana yang dimaksudkan ayat diatas.
Dengan demikian, Al-Dien Al-Islam adalah seluruh sistem kehidupan yang
diajarkan Islam yang terdiri dari sistem Aqidah (keyakinan), sistem Ibadah
(ritual), sistem Akhlaq (etika) dan sistem Muamalat (kemasyarakatan). Sistem
Aqidah adalah sistem yang mengatur segala bentuk yang menyangkut
kepercayaan kepada Allah dan perkara-perkara tang menyertainya. Sistem
Ibadah adalah sistem yang mengatur segala bentuk ritus penyembahan dan
pengabdian manusia kepada Allah dan tata caranya, seperti sholat, puasa, zakat,
haji dan lain-lainnya. Sistem Akhlaq adalah sistem yang mengatur etika
perhubungan manusia, baik kepada Allah ataupun sesama mahluknya.
Sedangkan sistem Muamalat adalah segala bentuk sistem yang mengatur
hubungan kehidupan manusia dimuka bumi, seperti sistem hukum, perundang-
undangan, sosial, ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan lainnya.15
Prof Said Hawa16 menggambarkan Al-Dien Al-Islam seumpama rumah. Rumah
terdiri dari pondasi, bangunan dan atap. Pondasi Islam (arkan al-Islam) adalah
rukun Iman yang enam dan rukun Islam yang lima, sedangkan bangunan Islam
(bina al-Islam) adalah sistem kemasyarakatan, seperti sistem politik, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan, sains tehnologi dan lainnya sedangkan atap
(muayyadat al-Islam) adalah amar ma’ruf nahi mungkar dan jihad fi sabilillah.
Sebuah rumah dikatakan sempurna apabila memiliki tiga bagian tersebut,
pondasi, bangunan dan atap, jika kurang salah satunya maka ia tidak dapat
disebut rumah. Demikian pula halnya, dikatakan al-Dien al-Islam apabila
seluruh konsep yang terkandung dalam ajaran Islam menjadi satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, pemisahan antara Ketunggalan dan Kekuasaan Allah
dalam sistem kemasyarakatan, baik ekonomi maupun politik, sama halnya
dengan pemisahan pondasi rumah dengan bangunannya. Anak kecilpun akan
mentertawakan jika pondasi disebut rumah, sama halnya jika hanya
menjalankan rukun Iman dan rukun Islam saja, kemudian mengklaim sebagai
telah melaksanakan ajaran al-Dien al-Islam.
Dalam bidang ekonomi misalnya, sistem ekonomi Islam tidak bediri sendiri
sebagai sistem yang terpisah dengan keseluruhan sistem Islam, sebagaimana
sistem ekonomi Sekuler yang terpisah dari agama dan etika. Dalam konsep
ekonomi Kapitalisme, modal adalah milik para pemodal sedangkan menurut
Untuk masalah ini lihat misalnya : Prof. Said Hawwa, al-Islam, op.cit. Dr. Yusuf al-Qardhawy, al-Hall al-Islam, op.cit.
Fazlur Rahman, Islam, Lahore : 1973. Hamudah Abdalaty, Islam in Focus. Op.cit. Abu Urwah, Sistem-sistem Islam, op.cit.
Prof. Said Hawwa, al-Islam, op.cit. khususnya muqaddimah.
Marxisme modal adalah milik bersama masyarakat. Sedangkan menurut
ekonomi Islam, modal pada hakikatnya adalah milik Allah Sang Pemilik Alam
Raya yang diamanahkn kepada sipemodal dan akan digunakan untuk
kemakmuran masyarakatnya. Pemodal dalam menjalankan aktivitas
ekonominya tidak terlepas dari kehendak pemilik (aspek Aqidah), melakukan
aktivitas yang halal (aspek Ibadah), tidak boleh berlaku curang, merugikan
orang lain dan etika jelek lainnya (aspek Akhlaq), dan diwajibkan mengeluarkan
sebagian dari keuntungannya untuk orang-orang yang memerlukannya (aspek
Muamalat) akhirnya kelak ia akan diminta pertanggung jawabannya diakhitat,
jika ia menjalankan amanah mendapat balasan kebaikan dan jika berkhianat
akan mendapat siksaan. Jadi konsep ekonomi Islam tidak terbatas hanya
mengatur mekanisme pasar dalam rangka mendatangkan keuntungan sebesar-
besarnya tanpa memperhatikan aspek Ketuhanan dan etika sebagaimana sistem
ekonomi Kapitalisme, namun sistem ekonomi Islam langsung berkaitan dengan
kebahagian seseorang dalam hidup sesudah mati yang berkaitan dengan
Aqidah.17
Demikian pula dalam sistem politik, jika menurut teori politik Demokrasi-
Liberal, kekuasaan ditangan rakyat. Jika rakyat menghendaki putih, maka
putihlah sebuah negara, dan jika mereka menghendaki hitam, maka jadilah
hitam. Demikian pula dalam sistem ini yang menentukan adalah suara
mayoritas, jika suara mayoritas menghendaki seseorang menjadi pimpinan,
maka jadilah ia pimpinan, walaupun ia tidak memiliki kelayakan sebagai
seorang pemimpin, sebagaimana yang terjadi pada Ronald Regent sang bintang
film koboi yang menjadi President Amerika Serikat ataupun Yukio Aoshima,
badut lawak gaek yang menjadi gubernur Tokyo. Namun dalam kontek politik
Islam, kekuasaan tirtinggi adalah ditangan Allah sebagai penguasa alam,
manusia adalah wakil (Kholifah) yang akan melaksanakan segala ketentuan dan
peraturan yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hitam dan putihnya
sesuatu ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik menyangkut undang-
undang, hukum dan kriteria pemilihan pemimpin, yang dalam Islam dikenal
dengan istilah syuro. Para anggota Majelis syuro adalah wakil rakyat yang
dipilih oleh rakyat sebagai wakilnya dalam mengukur masalah yang berkaitan
dengan kehidupan bermasyarakat. Para anggota syuro tidak dapat memutuskan
sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya. Dengan
demikian anggota syuro adalah pemegang amanah rakyat sekaligus pemegang
amanah Allah dan Rasul-Nya. Kemenangan bukan ditentukan oleh suara
mayoritas, tetapi oleh kebenaran ajaran agama Islam, walaupun seluruh rakyat
menghendaki sesuatu undang-undang, namun jika undang-undang itu
Untuk masalah ini lihat misalnya : Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam, London, LMS Publ. 1990.
bertentangan dengan ajaran agama Allah dan Rasul-Nya, maka secara otomatis
batallah undang-undang tersebut. Disinilah perbedaan menyolok antara konsep
demokrasi Barat dengan sistem Islam yang menghendaki integrasi diantara
ajarannya.18
Dengan demikian jelaslah bahwa konsep al-Dien al-Islam adalah satu kesatuan
sistem kehidupan yang menyeluruh dan tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya. Sistem sosialnya adalah berkaitan erat dengan sistem Ketuhanan
dan Peribadatan, demikian pula halnya dengan sistem politik, ekonomi,
pendidikan, dan lainnya. Satu ajaran dengan ajarannya saling berkaitan,
seumpama tubuh. Dipisahkan satu bagian akan menimbulkan ketimpangan
pada sistemnya, sebagaimana dipisahkannya salah satu anggota tubuh. Tangan
misalnya, jika dipisahkan dari tubuh, maka jelas tidak akan berfungsi sama
sekali, sama halnya jika diterapkannya sistem ekonomi Islam saja, tanpa
menerapkan keseluruhannya sistem Islam akan menimbulkan kepincangan,
karena ekonomi Islam, ataupun sistem kemasyarakatan Islam akan berjalan baik
apabila diterapkan pada masyarakat yang telah menganut ajaran Islam secara
menyeluruh, terutama sistem Aqidahnya. Kegagalan kaum Muslimin masa ini
karena mereka terburu-buru ingin menerapkan sistem kemasyarakatan Islam,
seperti sistem politik ataupun sistem ekonomi, sementara sistem Aqidah dan
Ibadah belum tertanam dengan baiknya. Perbuatan seperti ini samalah seperti
orang yang membangun rumah, sementara tidak membuat pondasi. Rumah
tanpa pondasi pasti akan hancur dalam waktu singkat, seperti cepatnya hancur
sistem masyarakat yang tidak berlandaskan Aqidah dan Ibadah.
Islam adalah ajaran yang lengkap dan sempurna, sehingga tidak memerlukan
tambahan-tambahan dari sistem lainnya. Penambahan sistem Islam dengan
sistem lainnya, bukan akan menambah kesempurnaan Islam, tapi justru akan
menghilangkan semangat Ketuhanan yang terkandung dalam ajaran Islam. Jika
Islam dicampur dengan sistem ekonomi ala Kapitalisme atau Sosilisme
sebagaimana yang dilakukan sebagian besar kaum Muslimin masa ini, maka
jelas akan menghasilkan masyarakat terbelakang sebagaimana kaum Muslimin
masa ini. Ajaran Islam yang dilandaskan Ketunggalan Allah tidak mungkin
dicampur dengan ajaran yang menolak keberadaan Tuhan. Itulah sebabnya
dengan tegas Islam memberlakukan doktrin : Terima Islam seluruhnya, atau
tolak seluruhnya. Tentu dengan memperhatikan tahapan demi tahapan yang
diperlukan dalam penerapan Islam.
Mungkin ada yang mempertanyakan, jika al-Dien al-Islam dikatakan sebagai
ajaran sempurna, kenapa tidak dibahas dalam ajarannya segala sesuatu
persoalan kehidupan secara mendetil. Ini dibuktikan al-Qur’an ataupun Al-
Untuk masalah ini lihat misalnya : Abul A’la al-Maududi, al-Khilafat wa al-Mulk, Kuwait : Dar Qalam, 1978
Sunnah, sumber utama ajaran Islam hanya mengandung beberapa sisi
kehidupan manusia secara global ? Disinilah letak keunikan sistem Islam yang
diturunkan Yang Maha Mengetahui. Islam sebagai sistem yang diturunkan
untuk seluruh ummat manusia, sejak diturunkannya hingga akhir zaman, tidak
membicarakan persoalan kehidupan manusia secara mendetil, karena jika itu
dilakukan berarti diperlukan beribu-ribu kitab ajaran yang akan
membingungkan manusia. Namun Allah Yang Maha Mengetahui menurunkan
sebuah Kitab yang mengandung ajaran sempurna. Kesempurnaan disini bukan
berarti didalamnya terdapat undang-undang jalan raya, macam-macam jenis
transaksi ekonomi ataupun tentang sains tehnologi. Namun al-Qur’an yang
dijabarkan dalam Al-Sunnah memberikan petunjuk secara garis besar tentang
segala sesuatu kehidupan manusia, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik,
pendidikan, budaya, sains tehnologi dan lainnya yang bersifat universal dan
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Karena didalam al-Qur’an dan al-
Sunnah terdapat panduan-panduan umum yang berlaku sepanjang zaman.
Disinilah secara garis besar dan membiarkannya manusia menjabarkannya
menurut tingkat pengetahuan dan peradabannya, kebebasan berfikir dan
mengembangkan inilah yang menjadi sumber keabadian Islam. Sehingga sistem
Islam mampu mengikuti arus kemajuan peradaban manusia sampai kapanpun.
Dan yang terpenting difahami dalam metodelogi sistem Islam adalah sistem
yang pada hakikatnya akan mencetak manusia-manusia utama (khair al-
Ummah) dalam membangun kehidupan. Disinilah letak keunggulan Islam.
Sistem Islam dengan tahapan demi tahapan ajarannya bermaksud melahirkan
manusia unggul, dan dari manusia-manusia unggul inilah akan lahir peradaban
agung, sebagaimana telah lahir diawal kebangkitan dan zaman kegemilangan
Islam terdahulu. Dari sistem Islam yang sempurna inilah telah lahir manusia-
manusia agung yang menjadi pemuka peradaban dunia sampai sekarang.
Jadi dengan demikian jelaslah bahwa al-Dien al-Islam adalah ajaran sempurna
yang mengatur kehidupan manusia dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu
bagian ajarannya dengan bagian yang lain. Pemisahan bagian dengan bagiannya
yang lain akan menghilangkan keutamaan dan kesempurnaan sistemnya.
Demikian pula sistem Islam tidak memerlukan tambahan-tambahan dalam
sistemnya, terutama dari sistem-sistem hidup yang berakar pada filsafat
Sekulerisme ataupun Materialisme. Sistem Islam adalah sistem yang mandiri
dalam kesempurnaannya.
19
Lihat misalnya : Thabary, Tarikh Umam wa al-Mulk, Beirut : Dar Fiqr, 1979. Abul Hasan an-Nadwy, Madza
Khasira al-Alam bi inhithoth al-Muslimun ?. op.cit. Abul A’la al-Maududi, al-Khilafah wa al-Mulk, op.cit. Khalid Muhammad
Khalid, Rijal Haula al-Rasul, Beirut : Dar Fiqr, 1975. Muhammad al-Ghazaly, Fiqh al-Sirah, Beirut : Dar Fiqr, 1978. Yusuf al-
Khandahlawy, Hayat al-Shahabah, Lucnow : Dar Ulum, 1980. Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam, London : Chiristopher,
1955. R.A. Nicholson, Literary History of the Arab. Chambridge : Cambridge Univ. Press,1930.
Lebih detil lihat : Hilmy Bakar Almascaty, Generasi Penyelamat Ummah, Kuala Lumpur : Berita Publ., 1995.
Untuk masalah ini secara mendetil lihat misalnya : Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, Kuala
Lumpur : ABIM, 1974. Abul A’la al-Maududi, Capitalism, Socialism and Islam. Kuwait : Islamic Books Publ., 1987. M. Mirza
Hussain, Islam and Socialism, a Critical Analisis of Capitalism, Fascism and Nazims as Contrasted with the Qur’an Conception of a
New World Order, Lahore : SM, 1974. Maxime Radinson, Islam and Capitalism, Paris : Penguin Books, 1980. Ali Shari’ati,
Marxism and Other Western Fallacies, Trans by R. Campbell. Berkeley : Mizan Press, 1980. Mustafa Mahmoud, Marxism and
Islam, trans. By MM. Enany, Kaherah : Cairo Univ. 1990. Khalifa Abdul Hakim, Islam and Communism. Lahore : Siddiq
Printer, 1976. David Westerwind, From Socialism to Islam, Uppsala : The Scandinavia Inst. Of African Studies, 1982. HOS
Cokroaminoto, Islam and Socialism, Kuala Lumpur : Iqrak, 1988. Asghar Ali Engineer, Islam and Liberation Theology. New
Delhi : Sterling Publ, 1990. Ahmad Abdul Ghaffar Affar, Humanisme in Islam. Trans. By Albin Michel, Indiana : The Amer-
ican Trust Publ,. 1979. Maryam Jameelah, Islam and Modernism. Lahore : Muhd Yusuf Khan, 4th. Edt. 1977. Dr. Ali Muhd.
Nagvi, Islam wa al-Qaumiyah, Tehran : 1404. Muhammad Asad, Islam at the Cross Road, Spain : Dar al-Andalaus : 14th. Edt.
1404 H. Akbar S. Ahmad, Postmodernism and Islam, London : Routledge, 1992.
Lihat misalnya : Syed Abdul Wahab Bukhory, Islam and Modern Challenges. Madras : Dar al-Tasneef, 1966. GW. Choudury,
Islam and the Contemporary World, London : Indus Thames Publ, 1990. Ahmad al-Shahi dan Denis Mac Eoin, Islam in Mod-
ern World, New York : St. Martin’s Press, 1983. John J. Donohue, and John L. esposito (ed), Islam in Transition, Muslim Per-
spective, New York : Oxford Univ. Press, 1982. Ilse Lilhtenstadter, Islam and Modern Age, An Analysis and Appraisal, New
York: Bookman Associates. 2nd. Edt. 1960.
Keunggulan Ajaran Islam
Ada beberapa keunggulan dan kelebihan Islam sebagai sistem hidup jika
dibandingkan dengan sistem-sistem dunia lainnya, sehingga Islam paling layak
menjadi satu-satunya sistem alternatif dunia dimasa depan. Diantara
keunggulan itu adalah :
Lihat : Prof. Said Hawwa, al-Islam, op.cit. Dr. Yusuf al-Qardhawi, op.cit.
dijelaskan oleh Sunnah Rasulullah Saw. Al-Qur’an sendiri menentang, siapakah
yang mampu menandinginya walaupun seayat saja :
“Dan jika kamu ragu-ragu terhadap apa yang Kami telah turunkan kepada hamba Kami
(Al-Qur’an), maka cobalah kamu buat satu surat yang serupa dengannya, dan ajaklah
penolong-penolong kamu selain daripada Allah, jika kamu memang orang-orang yang
benar. Dan apabila kamu tidak dapat membuatnya, dan pasti kamu tidak dapat mem-
buatnya, maka takutlah kamu dengan Neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir”.
Keaslian dan kehebatan Al-Qur’an inipun diakui oleh intelektual Barat. Filosof
dan sastrawan besar Jerman, Goethe menulis tentang al-Qur’an :
“Bagaimana juga saya membaca Al-Qur’an itu, pertama ia menggerakkan saya pada
setiap masa, dengan kesegaran dan dengan cepat menganjurkan pendirian hati serta
keheranan, yang akhirnya ia mendorong saya kepada pengetahuan agama. Al-Qur’an itu
mempunyai susunan kata-kata yang molek dan indah, isi dan tujuannya mengandung
suatu pedoman bahagia. Dia adalah memberi ingatan dan menakutkan selamanya, dan
seterusnya ia adalah kemulian Yang Maha Tinggi. Demikianlah, Al-Qur’an akan
berjalan terus dan bekerja sepanjang masa dengan pengaruh yang amat kuat serta gagah
dan teguh”.24
Maka dengan demikian, jelaslah bahwa al-Qur’an, sumber pengambilan utama
ajaran Islam adalah yang terbaik dan dapat dipertanggung jawabkan
keasliannya. Tidak ada alasan apapun untuk menolaknya, karena ia adalah
wahyu Allah yang suci dan terpelihara dari segala jenis penipuan.25
Goethe, Hughe’s Dictionary of Islam, dikutip dari : O. Hashem, Kekaguman Dunia Terhadap Islam. Bandung : Pus-
taka Salman, 1985.
Lebih terinci lihat misalnya : Dr. Subhi Shaleh, Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, Beirut : Dar Ilm li al-Maliyin, tt. Syaikh
Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘ulum al-Qur’an, Damsyik : Maktabah al-Ghazaly, Thabaah Tsalist, 1981. Dr. M.
Ali al-Hasan, al-Manar fi ‘ulum al-Qur’an, Amman : Matbaah al-Syuruq, 1983. Dr. Shabir Thayyimah, Hazha al-Qur’an,
Bairut : Dar al-Jiil, 1989. Syaikh Muhammad Rasyid Ridho, al-wahy al-Muhammady, Bairut : Dar al-Fiqr, 1968.
Islam telah memiliki contoh masyarakat ideal yang akan diciptakannya, berbeda
dengan sistem dunia lainnya yang tidak memiliki contoh baik secara pribadi,
keluarga dan masyarakat. Islam dengan ajarannya telah terbukti keunggulannya,
sehingga dapat melahirkan ummat yang memiliki kekuasaan luas dan
menguasai peradaban dunia. Islam telah menciptakan dunia baru yang
berlandaskan pada ajarannya yang sempurna. Tidak ada satu sistem duniapun
yang mampu menyamai keunggulan sistem Islam, sejarah telah dan akan
membuktikannya. Kegagalan sistem Sosialisme-Komonisme menghantarkan
penganut-penganutnya menuju model masyarakat yang dicita-citakan karena
sistem ini belum terbukti lagi keunggulannya melahirkan masyarakat ideal, dan
tidak pernah terwujud sebelumnya masyarakat yang dicita-citakannya, hingga
tidak ada contoh nyata bagaimana bentuk masyarakat Sosialisme-Komonisme
yang dikehendaki. Demikian pula dengan sistem hidup lainnya, semua belum
terbukti keunggulannya menciptakan masyarakat ideal yang dapat menegakan
keadilan dan kedamaian sebagaimana masyarakat Islam.
Lebih detil lihat : Sayyid Qutb, Al-Adalah al-Ijtimaiyyah, Beirut : Dar Fiqr, 1976.
Lebih detil lihat ; Prof. Muhammad Qutb, Islam and The Crisis of Modern World, Leicester : The Islamic Foundations, 1979.
Prof. Sayyed Hussaein Nashr, Islam and The Plight of Modern Man. London : Longman, 1975.
zaman. Kedinamisan Islam ini disebabkan karena ajarannya yang universal dan
datang daripada Allah SWT Yang Maha Mengetahui serta diturunkan sebagai
panduan hidup manusia hingga keakhir zaman. Itulah sebabnya ajaran Islam
senantiasa akan tetap relevan sepanjang zaman, tetap dinamik mengikuti
perkembangan dunia yang semakin canggih dan kompleks ini.
Maka dengan demikian Islam akan menjadi satu-satunya alternatif sistem
dunia masa depan yang akan menyelesaikan segala bentuk krisis dan tragedi
masyarakat modern. Hanya Islamlah yang akan mampu menjawab krisis dan
problem masyarakat modern hari ini dan membimbing mereka menuju
kehidupan masyarakat ideal, yaitu masyarakat yang menjiwai semangat
masyarakat yang pernah dibina Rasulullah 15 abad silam namun mampu
berintegrasi dengan dunia moden dengan segala kecanggihan sains-
tehnologinya.28
Islam adalah ajaran yang diturunkan Sang Pencipta alam untuk menyelamatkan
seluruh umat manusia sebagai pelengkap dan penutup agama langit se-
belumnya. Sebagai agama penyelamat manusia yang terunggul dan tersem-
purna, Islam mendapat garansi kemenangan dari Allah yang telah menur-
unkannya dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan-Nya kepada para pen-
dukung dan pengikut setianya. Allah SWT telahpun menegaskan didalam Al-
Qur’an tentang kemenangan Islam, sebagaimana difirmankan-Nya :
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan ad-Dien al-
Haq (ajaran kebenaran) agar memenangkannya diatas segala dien (ajaran). Walaupun
orang-orang yang musrik tidak menyukainya”. (Al-Shoff : 9)
“Sesungguhnya dien yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam”.
(Ali Imran : 19)
“Dan barang siapa yang mengambil selain Islam sebagai dien-nya, maka ia tidak akan
diterima, diakhirat mereka termasuk orang-orang yang merugi”. (Ali Imran : 83)
Sebagaimana dijelaskan terdahulu, Dien bermakna seluruh sistem kehidupan
manusia, dan Islam adalah satu-satunya al-Dien yang akan mendapat
kemenangan, dan sejarah telah membuktikannya.
Walaupun Islam pada awalnya didukung oleh bangsa yang terbelakang dan
primitif, namun berkat ajaranya, Islam telah mengangkat martabat mereka
menjadi bangsa yang maju dan besar sebagai mercusuar peradaban dunia. Dan
Islam pasti akan mendapat kemenangan sebagaimana ummat terdahulu, asalkan
Lihat : Prof. Sayyed Hussaein Nashr, Islam and The Plight, op.cit.
mereka menerapkan kembali dalam kehidupannya metode yang telah
mengantarkan kemenangan dan kejayaan ummat terdahulu.
Demikian pula banyak hadists Rasulullah yang menyatakan Ummat Islam
akan kembali gemilang sekali lagi diakhir zaman untuk menguasai
kepemimpinan peradaban dunia, diantaranya :
Bahwasanya Rasulullah Saw telah bersabda :
“Tegaklah pada kamu masa Kenabian sampai beberapa lama yang dikehendaki Allah,
maka terjadilah ia, kemudian diangkat. Kemudian tegaklah selepas itu pada kamu masa
Kholifah atas manhaj Kenabian, maka terjadilah ia kepadamu beberapa lama yang
dikehendaki Allah, kemudian ia diangkat. Kemudia terjadilah padamu masa Kerajaan
yang menggigit (Mulkan adhudhan), maka terjadilah ia beberapa masa yang dikehendaki
Allah, kemudian diangkat. Kemudian tegaklah selepas itu Kerajaan rusak (Mulkan
Jabbariyyan) terjadilah ia beberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian diangkat.
Selepas itu tegaklah padamu Kholifah atas manhaj Kenabian yang mengamalkan Sunnah
Rasul dikalangan manusia. Islam akan tersebar luas dimuka bumi yang diridhoi oleh
penghuni langit dan bumi. Langit tidak akan meninggalkan setetespun air hujan, kecuali
ia mencurahkannya. Dan bumi tidak akan meninggalkan tanaman dan barokahnya
kecuali ia akan mengeluarkannya”.29
Hadist diatas diperkuat oleh beberapa hadists, diantaranya:
Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi Saw yang bersabda :
“Jika tidak tinggal dari dunia hanya sehari sahaja niscaya allah memanjangkan hari itu
hingga bangkit padanya seorang lelaki dari keturunanku atau dari kaum keluargaku,
yang namanya menyerupai namaku dan nama bapaknya menyerupai nama bapakku, ia
akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kemakmuran sebagaimana bumi dipenuhi
kezaliman dan kekejaman”.
Dalam riwayat Tirmizi disebutkan :
“Dunia tidak akan berakhir sehingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang laki-laki dari
kelurgaku yang namanya menyerupai namaku”.30
Dari Jabir katanya : Rasulullah Saw telah bersabda :
“Akan hadir pada hari akhir Ummatku seorang kholifah yang membahagiakan harta dan
tidak menghitung-hitungnya”.31
Dari Abu Said al-Khudri dari Rasulullah Saw yang bersabda :
“Akan hadir diakhir ummatKu al-Mahdi yang disirami oleh Allah dengan hujan, bumi
mengeluarkan tumbuhan, harta diberikan kepada yang sihat, binatang ternakan
Hadits ini diriwayatkan dari Abu Ubaidullah al-Jarrah dan diriwayatkan oleh Imam Tabrany. Diriwayatkan pula oleh
Khuzaifah al-Yaman oleh Imam Ahmad (4/273) dalam Musnadnya. Telah berkata al-Hatamy dalam Majmu’ al-Zawaid,
(5/179), diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Bazzar, dan Tabrany dalam al-Ausath menyatakan perawinya adalah thiqah.
Dan al-Hafidz al-Iraqi berkata :’ini adalah hadits Shohih’. Sebagaimana dinukil dari Muhammad Nasiruddin al-Bany dalam
Salsilah al-Hadits al-Shahih. (Damsyik : al-Maktab al-Islamy tt, hal. 9.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no 4282) dalam Sunan bab al-Mahdi, dan al-Tirmidzi berkata : Hadits ini adalah Hasan
Shohih. Dan Ibn Thaymiyah telah menshohihkannya dalam Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah (4/211) dan dihasankan
isnadnya oleh al-Bany dalam “Takhrij Ahadits al-Miskah”.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shoheh (no.2913) bab al-Fitan dan Imam Ahmad dalam Musnad (no. 3/37, 318,333).
membiak, ummat Islam menjadi agung dan mulia, ia hidup selama tujuh atau delapan
kali haji.32
Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (no. 4/577,558). Berkata al-Bany : Sanadnya Soheh dan perawinya tsiqoh”..
Dikutip dari Salsilah al-Hadits al-Shohihah, op.cit hal. 117.
Muhammad bin Ahmad bin Ismail, al-Mahdi Haqiqoh la Khurafah, Kaherah : al-Maktabah al-Tarbiyat al-Islamiyah, 1990.
Hal. 59-62.
kemakmuran untuk menggantikan kerusakan, adalah hadists-hadists yang mutawattir
dan sangat banyak serta diakui sebagaimana telah disyahkan oleh kebanyakan Ulama,
diantaranya Abul Hasan al-Aburi as-Sajastani daripada Ulama kurun keempat, al-
Allamah as-safarany, al-Allamah Syaukany dan lain-lainnya. Dan hal ini seakan-akan
telah ijma (sepakat) dari ahli ilmu…”.34
Maka dengan demikian, Jelaslah bahwa Islam telah dijanjikan oleh Allah dan
Rasul-Nya akan mendapat kemenangan dan kejayaan sekali lagi dimasa depan
untuk membuktikan kebenaran ajarannya. Namun kemenangan ini tidak akan
datang dengan sendirinya, karena bertentangan dengan akal sehat dan semangat
agama Islam sendiri. Infrastruktur kemenangan dan kejayaan ini harus
dipersiapkan dengan matang dan sistematis oleh para pemimpin dan
cendikiawan Islam sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya terdahulu. Generasi Islam pertama telah mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan kemenangan mereka melalui perjuangan dan
pengorbanan yang luar biasa seriusnya. Karena janji Allah dan Rasul-Nya adalah
janji yang bersyarat, dan kemengan akan diperoleh apabila Ummat memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan. Pemahaman sebagian Ummat yang
menunggu al-Mahdi dengan perbuatan statis adalah bertentangan dengan ajaran
Islam yang memerintahkan pengikutnya untuk berjuang dengan seluruh daya
upaya mereka. Kedatangan al-Mahdi sebagai pemimpin Ummat dimasa depan
harus disambut dengan persiapan-persiapan matang, terutama infrastruktur
masyarakat, terutama pemahaman dan pengalaman mereka pada Islam harus
sudah sesuai dengan kehendak ajaran Islam. Maka hal ini adalah tugas para
pemimpin dan intelektual Islam untuk mengarahkan dan membimbing Ummat
agar sesuai dengan ajaran yang dikehendaki Islam.
Kebangkitan Islam
Demikian pula halnya, diakhir abad 20 ini kaum Muslimin diseluruh penjuru
dunia mulai sadar dan bangun menuju era kebangkitan Islam. Akhir abad ini
adalah abad kebangkitan Islamdan Ummatnya diseluruh aspek kehidupan
setelah beberapa abad tertidur pulas dibawah buaian Imprialis Barat yang
meracuni mereka dengan segala sistem hidup yang akhirnya menghilangkan
identitas mereka sebagai Ummat terbaik. Kebangkitan kembali Ummat untuk
mewarisi kegemilangan peradaban yang telah dibangun generasi mereka
terdahulu yang berlandaskan spirit Islam sehingga mengantarkan mereka
sebagai cendikiawan-cendikiawan ulung dan briliyan. Kebangkitan kembali
untuk menghidupkan sunnah Rasulullah dan pelanjut-pelanjut setianya yang
Lihat misalnya : Abdul Hadi Bu Thalib, ISESCO and The Islamic Revival, Rabat : ISESCO, 1985. Yvanne Yazbeek Haddad
and John Esposito, The Contemporary Islamic Revival, New York : Greenwood Press, 1991. John L. Esposito, Voices of Resur-
gent Islam, New York : Oxford Univ. Press, 1983. Ali E. Hillali Dessouki (ed). Islamic Resurgence in the Arab World, New
York : Preager, 1982. Dr. Chandra Muzaffar, Islamic Resurgence in Malaysia, Petaling Jaya : Penerbit Pajar Bhakti, 1987. Dr.
Amien Rais (ed), Islam in Indonesia, Jakarta : Rajawali, 1986. VS. Naipul, Among The Believers (An Islamic Journey),. New
York : Vintage Books, 1981.
di Tunisia semakin populer dan berpengaruh. Albania yang komunis menjadi
anggota Organisasi Konfrensi Islam (OIC). Mujahidin Afghanistan yang lemah
persenjataan dan kekuatan material berhasil menumbangkan Super Power Uni
Soviet yang komunis, dan membawa kebangkrutannya. Bangkitnya republik-
republik Islam dibekas Uni Soviet yang spektakuler. Islam di Eropa dan America
mulai berkembang. Gerakan-gerakan Islam di Nusantara berhasil mewarnai
masyarakat dengan Islam, didirikannya institusi intelektual Muslim seperti
ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization), IIU
(Intenational Islamic University), IKIM (Institut Kefahaman Islam Malaisia),
ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia) dan lain-lainnya agar kaum
cendikiawan Muslim lebih tersistematis dan terkoordinasi dalam
mengislamisasikan masyarakat dan negara.
Kebangkitan kembali Islam adalah Sunnatullah yang mesti berlaku, kemenangan
dan kekalahan senantiasa akan digilirkan antara satu bangsa dengan bangsa
lainnya. Masa kemenangan dan kejayaan bangsa Barat sudah berakhir dan akan
digantikan oleh bangsa Timur Muslim yang mulai menghayati identitas mereka
dengan mengamalkan ajaran Islam dan membuang segala bentuk faham-faham
sekulerlisme dan materialisme dari Barat. Disaat bangsa Barat mengalami
kemerosotan dan kemunduran sosial ekonomi, bangsa Timur Muslim bangkit
dengan dinamisnya. Semua ini adalah petanda awal dari kemenangan besar
Islam yang akan didukung kebangkitannya oleh bangsa Timur Muslim. Realitas
ini ditgaskan lagi dengan mulai runtuhnya negara-negara adi daya satu persatu.
Dimulai dengan runtuhnya Super Power Uni Soviet, mulai goncangnya Eropa,
America, Jepang dan lain-lainnya. Setelah bangsa-bangsa maju ini mengalami
puncak kemajuan sains tehnologi, ekonomi, dan kemajuan material lainnya,
karena tidak memiliki dasar moral spiritual yang kokoh dalam pembangunan
negara dan bangsa, masyarakatnya mengalami krisis dan dilema yang tidak
kunjung berakhir. Krisis dan dilema yang akan membawa mereka menuju
jurang kehancuran. Semua penemuan material yang menjulang tinggi itu akan
menghancurkan mereka sendiri. Sebagai contoh nyata, walaupun Amerika telah
menemukan teori-teori mengagumkan dalam sains sosial yang senantiasa
menjadi rujukan pakar-pakar dunia, termasuk kaum Muslimin, namun America
sendiri tidak mampu menyelesaikan krisis sosial antara kulit putih dengan kulit
hitam yang senantiasa menimbulkan kerusuhan-kerusuhan dahsyat yang
melumpuhkan negara. Penyakit-penyakit sosial menyebar dengan ganasnya tak
terkawal lagi. Akhirnya sistem sosial yang begitu indah dalam teori yang mereka
ciptakan tak pernah wujud di America. Sistem sosial sudah hancur, institusi
keluarga yang merupakan tiang negara sudah punah, kriminalitas semakin
meningkat, penyelewengan-penyelewengan berleluasa, sains dan tehnologi
menjadi alat perusak akibat tidak dikawal kekuatan moral spiritual yang lurus
dan akhirnya Amerikapun menuju jurang kehancuran mengikuti sahabat
karibnya Uni Soviet dengan segala krisis yang dihadapinya.
Demikian pula halnya dengan negara-negara besar lainnya, semua sedang
berlomba mendaki puncak gunung material sementara fondasi spiritual mereka
sangat rapuh, maka ketika berada dipuncaknya mereka akan terjerumus menuju
lembah kebinasaan. Mereka saling berlomba, saling menipu, saling memeras dan
mengancam serta saling memusnahkan satu dengan lainnya. Negara-negara adi
daya yang secara material sangat mengagumkan itu pada hakikatnya sedang
berlomba menggali kuburan mereka sendiri dengan sains dan tehnologi canggih
mereka yang tidak dikawal dengan kekuatan spiritual. Mereka pasti akan
hancur, sebagaimana hancurnya Uni Soviet dengan sistem Sosialisme-
Komunismenya. Kehancuran mereka disebabkan sisrem kehidupan yang
diterapkannya setelah menemui kegagalan akibat landasan filsafatnya yang
sangat rapuh.
Realitas-realitas ini membuktikan Islam akan tampil sekali lagi dengan
keunggulannya untuk menyelesaikan segala problem dan krisis ummat manusia
dengan pendekatan khasnya. Islam akan mengantarkan bangsa yang
menganutnya dengan sempurna menjadi pemimpin baru peradaban dunia
dimasa depan. Bangsa Muslim baru ini akan tampil dengan keunggulan Islam
untuk menyelesaikan segala krisis dan problem masyarakat modern. Islam sekali
lagi akan membuktikan keunggulannya dengan melahirkan masyarakat terbaik
yang memiliki kekuatan spiritual dan kekuatan material, masyarakat yang
menjiwai semangat para generasi Rasulullah terdahulu namun menguasai sains-
tehnologi modern.
II
MUHAMMAD RASULULLAH
BAPAK PARA REVOLUSIONER
Tidak diragukan lagi, bahwa pemuda calon pemimpin revolusi agung ini
benar-benar di jaga Allah agar kepemimpinannya sempurna, jauh dari cacat cela
sebagaimana pemimpin-pemimpin dunia lainnya yang tidak mendapat petunjuk
Allah.
Berkat keagungan dan kemulian pribadinya, terkenallah Muhammad bin
Abdullah sebagai seorang pedagang yang jujur dan amanah, banyak saudagar
yang ingin menjadikannya sebagai pekerja setelah terbukti berhasil
mendatangkan keuntungan berlipat ganda pada perdagangan Siti Khadijah.
Namun wanita agung dan mulia ini, tidak menganggap Muhammad SAW
sebagai seorang pekerja biasa, namun lebih daripada itu, yang hanya diketahui
Allah SWT. Dia melihat kebesaran dan keagungan seorang pemuda yang sedang
tumbuh menjadi pemimpin revolusioner sejati. Seorang gagah dan bijaksana
yang menjadi idaman setiap wanita. Itulah sebabnya tanpa malu dia meminang
Muhammad SAW sebagai suami yang akan dibela perjuangannya. Dan
jodohpun mempertemukan mereka sebagai sepasang suami-isteri yang ideal,
walaupun Khadijah seorang janda dan lebih tua usianya.
Namun ternyata hikmahnya sangat besar kepada calon pemimpin agung
penggerak revolusi ini. Kenapa mesti Allah SWT memilih Khadijah ra, janda
kaya raya sebagai pendamping hidup manusia agung ini ? Isteri bagi seorang
pemimpin bukan sekedar ibu rumah tangga yang hanya mengurus rumah
tangga saja, namun lebih daripada itu. Jika kita perhatikan keberhasilan
pemimpin-pemimpin besar dunia, dahulu dan kini, pasti ada pendamping
terdekat mereka yang akan memberikan saran serta nasihat yang berguna bagi
kepemimpinannya. Itulah sebabnya Allah SWT memilihkan pendamping hidup
calon pemimpin agung ini seorang yang kaya, bijaksana, cerdik, keibuan, tabah
dan segala sifat-sifat mulia yang akan mendukung kejayaan suaminya. Demikian
pula, Kahdijah adalah seorang janda, kerana janda memiliki pengalaman dalam
seluk beluk kekeluargaan, yang akan lebih dewasa dalam menghadapi
tantangan hidup. Ternyata sejarah membuktikannya kemudian, bahwa Khadijah
adalah orang yang pertama kali membenarkan kerasulan Muhammad SAW,
yang membela perjuangannya dengan penuh pengorbanan, harta dan jiwanya
diserahkannya untuk perjuangan menggerakkan revolusi teragung menegakkan
amanah Allah yang diemban suami tercintanya. Dialah pula yang telah
menenangkan Nabi SAW ketika dilanda kesedihan. Allah SWT benar-benar
memilih wanita yang sangat ideal untuk mendampingi perjuangan Rasul-Nya.
Sehingga tidak mengherankan jika kecintaan Rasul SAW amat mendalam
kepadanya, dan mendatangkan kecemburuan isteri-isteri lainnya, walaupun
beliau telah lama wafat. Sungguh agung wanita ini, seorang pendamping
pemimpin revolusioner yang telah membuktikan keagungannya membela dan
membantu perjuangan suci suami tercintanya.
Kepemimpinannya semakin kelihatan ketika beliau SAW mampu
menyelesaikan pertikaian diantara kabilah-kabilah Arab yang hampir membawa
pada peperangan, yaitu ketika peristiwa perletakan kembali Hajar al-Aswad
ketempatnya semula setelah Ka'bah dibangun kembali. Masing-masing kabilah
merasa memiliki hak untuk itu, sehingga mereka sepakat untuk memberi
keputusan kepada Muhammad SAW yang ditunjuk sebagai penengah. Berkat
kebijaksanaannya, beliau berhasil menyelesaikan pertikaian itu sekaligus
mendapat gelar al-Amin (orang yang dipercaya).
Demikianlah, pemimpin agung ini tumbuh dengan dinamikanya yang
tersendiri untuk menyempurnakan dirinya sebagai seorang utusan Allah yang
akan memimpin sebuah revolusi terbesar dalam sejarah kemanusiaan di masa
depan. Sang pemimpin agung revolusioner ini ditempa secara langsung oleh
alam dan lingkungan masyarakatnya, bukan oleh teori-teori filsafat yang tidak
ada korelasi dan relevansinya kepada masyarakat yang akan dibimbingnya.
Beliau benar-benar hidup di tengah-tengah masyarakatnya, sehingga
mengetahui dengan pasti suka dan duka masyarakat yang akan dipimpinnya
menuju kehidupan ideal. Beliau tidak hidup di atas menara gading, kemudian
menilai masyarakatnya dari jauh dengan penuh kesamaran, sebagaimana yang
dilakukan kebanyakan intelektual kita masa ini, sehingga membingungkan
masyarakatnya yang sudah kebingungan ketika ia mengeluarkan teorinya,
kerana semua teorinya jauh dari alam nyata dan problem yang dihadapi
masyarakatnya. Kerana hidup di tengah-tengah masyarakat yang akan
dibimbingnya inilah Muhammad SAW mengetahui dengan pasti segala suka
duka, pergerakan, kekurangan, keutamaan, dan segala sesuatu tentang
masyarakatnya. Seorang calon pemimpin agung revolusioner senantiasa berdiri
di alam nyata, di tengah-tengah masyarakatnya, karena hanya dengan itulah
mereka dapat merobah dan mengarahkan masyarakatnya menuju masyarakat
ideal, sebagaimana yang dilakukan pemimpin-pemimpin agung revolusioner
sepanjang sejarah.
Keadaan seperti ini telah membawa pemahaman Muhammad Rasulullah
tentang masyarakat yang dihadapinya. Beliau SAW menyadari bahwa kini
masyarakatnya di ambang kehancuran akibat dari kesesatan dan kemungkaran
yang mereka lakukan, ataupun eksploitasi kaum lemah oleh penguasa korup
dan bangsawan congkak. Nabi SAW senantiasa memikirkan yang terbaik untuk
menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi masyarakatnya. Dengan
pembinaan yang dilaluinya tingkat demi tingkat, kini sudah tiba saatnya
Muhammad SAW untuk bangkit sebagai seorang utusan Allah SWT yang akan
menggerakan revolusi merombak tatanan dan membimbing masyarakatnya
menuju masyarakat ideal yang akan menyelamatkan dunia dari segala angkara
kejahiliyahan dan penganutnya.
Inilah gambaran tepat tentang masa yang paling menentukan dalam
sejarah kemanusian sepanjang masa sebagaimana diriwayatkan daripada
Aisyah ra :
"Permulaan wahyu yang diberikan kepada Rasulullah SAW ialah mimpi yang
baik lagi benar di dalam tidur, maka tiadalah beliau bermimpi sebuah mimpi
melainkan datanglah mimpi itu seperti cahaya subuh. Kemudian beliau suka
berkhalwat mengasingkan diri. Beliau berkhlwat di gua Hira' lalu bertahannuth
(beribadah) di dalamnya, yaitu beribadah di dalam masa beberapa malam.
Sesudah itu beliau SAW kembali kepada keluarganya untuk mengambil
perbekalan bagi melanjutkan tahanuthnya; kemudian beliau menemui Khadijah
serta mengambil perbekalan dan berlakulah hal ini berulang-ulang, sehingga
datang kebenaran kepadanya. Sewaktu Rasulullah di dalam Gua Hira' maka
datang kepadanya Malaikat, lalu ia berkata : Iqra' (Bacalah ! ). Berkata baginda :
Ma ana biqari' ( Aku tiada pandai membaca). Berkatalah Beliau saw : "Kemudian
jibril menarikku maka dipeluknya kuat-kuat hingga terasa kepadaku
kesungguhannya kemudian dilepaskan aku, lalu ia berkata : Iqra' (Bacalah).
Maka aku berkata: Ma ana biqari' (Aku tiada pandai membaca), kemudian
diambilnya aku lalu dipeluknya erat-erat untuk kali yang kedua sehingga terasa
kepadaku kepayahan kemudian dilepaskan aku dan ia berkata : Iqra' ( Bacalah ),
maka berkata aku : Ma ana biqari' (Aku tiada pandai membaca), setelah itu dia
memelukku untuk ketiga kalinya lalu dipeluknya sungguh-sungguh hingga
terasa eratnya kemudian dilepaskannya aku, maka ia berkata : "Bacalah dengan
nama Tuhanmu yang menjadikan, yang menjadikan manusia daripada segumpal
darah, bacalah demi Tuhammu yang Maha Mulia" ( al-Alaq : 1-3).
Pulanglah beliau dengan ayat-ayat itu dan hatinya gemetar, lalu
masuklah ia kepada Khadijah seraya berkata : “Selimutkanlah aku, selimutkanlah
aku”, maka diselimutkanlah ia sehingga hilang daripadanya rasa ketakutan
kemudian ia berkata kepada Khadijah setelah menceritakan kejadian itu :"
Sesungguhnya aku takut atas diriku". Lalu Khadijah berkata kepadanya :”Tidak
sekali, demi Allah, tiada dihinakan engkau selamanya kerana engkau sebenarnya
orang yang sentiasa menyambung kasih sayang (silaturrahim), dan engkau
memikul beban yang menderita, membantu orang yang dalam kesusahan,
menghormati tamu dan menolong orang dari bala bencana”. Kemudian pergilah
Khadijah bersamanya menemui Waraqah bin Naufl Ibnu Asad bin Abdul 'Uzza
iaitu sepupu Khadijah, Waraqah adalah seorang yang beragama Nashrani di
dalam zaman Jahiliyah dan pandai menulis kitab 'Ibrani. Maka disalinnya kitab
Injil itu dengan bahasa 'Ibrani apa yang dikehendaki Allah bahwa ia menulis dan
adalah ia seorang yang telah berusia tua dan buta. Maka Khadijahpun berkata
kepadanya : "Ya anak bapa saudaraku !, Coba dengarlah kisah anak saudaramu
ini. Kemudian Waraqah bertanya kepada Rasulullah :"Wahai anak saudaraku !
apakah yang engkau lihat ?, Lalu Rasulullah SAW menceritakan apa yng dialami
dan dilihatnya. Setelah itu Waraqahpun berkata: "Itulah Jibril yang pernah
diturunkan Allah kepada nabi Musa AS. Sekiranya aku masih muda dan kuat
serta masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu". Segera bertanya
Rasulullah SAW : "Apakah mereka akan mengusirku ?". Jawabnya :"Ya, kerana
tidak pernah datang seorangpun yang membawa (ajaran) seperti yang engkau
bawa itu melainkan ia akan dimusuhi dan sekiranya aku dapati masa itu tentulah
aku akan menolangmu dengan pertolongan yang sungguh-sungguh". Kemudian
tidak berapa lama sesudah itu Waraqah pun meninggal dunia dan wahyupun
terhenti sebentar. (HR. Bukhari Muslim)
Setelah turunnya ayat ini, kini Sang Pencipta alam semesta telah
mengangkat Muhammad bin Abdullah sebagai seorang utusan yang akan
menyampaikan ajaran-ajaran kudus Allah SWT, mengeluarkan manusia dari
kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam, menegakkan keadilan dan
menghancurkan kezaliman, menggerakkan revolusi Ilahiyah yang akan
merombak tatanan jahiliyah menuju tatanan Islami. Kini beliau SAW telah resmi
mendapat tugas dari Allah SWT untuk menyelamatkan bumi dan isinya dari
kehancuran akibat sistem jahiliyah dan para penganutnya. Maka sejak peristiwa
ini, dimulailah sebuah revolusi yang membawa perubahan besar terhadap
kehidupan manusia seluruhnya. Telah hadir ajaran yang senantiasa dinanti-
nantikan dengan penuh harap oleh para pencari kebenaran hakiki. Kini telah
dimulai era baru dalam kehidupan umat manusia yang akan mengangkat harkat
dan martabat mereka di atas bimbingan wahyu Allah yang disampaikan kepada
utusannya.
Sejak turunnya ayat pertama di Gua Hira' itu, kemudian Muhammad
Rasulullahpun mendapat wahyu dari Allah SWT melalui perantaraan malaikat
Jibril menurut susunan yang dikehendaki Allah. Wahyu demi wahyu turun
kepadanya untuk membimbing diri beliau serta umat manusia menjadi insan
kamil, sebagai umat yang terbaik sepanjang masa. Wahyu yang berisikan ajaran-
ajaran suci dan mulia yang akan membimbing pengikutnya menuju kebahagian
di dunia dan akhirat. Beliaupun mulai menyebarkan ajaran mulia ini kepada
keluarga dan sahabat terdekatnya dan mendapat dukungan dari pada istrinya
Khadijah, sepupunya Ali bin Abi Talib, dan sahabatnya dekatnya seperti Abu
Bakar dan lain-lainnya.
Muhammad Rasul Allah, pada hakikatnya memiliki fungsi ganda dalam
manjalankan misinya sebagaimana yang dikehendaki Allah. Pertama
Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul utusan Allah yang menerima wahyu
dari-Nya berupa kebenaran sejati yang harus disampaikan kepada umatnya.
Seorang utusan, sebagimana utusan-utusan Allah lainnya diberikan kewajiban
untuk meyakini, mengamalkan dan menyebarkan wahyu yang diterimanya
sebagai suatu kebenaran mutlak dari Yang Maha Mutlak. Fungsi kedua,
Muhammad Rasulullah adalah penggerak revolusi sosial yang akan
mentransformasikan perubahan sosial dalam masyarakatnya berdasarkan
perintah Allah. Muhammad Rasulullah bertugas menggerakkan revolusi yang
akan merubah tatanan masyarakat jahili yang penuh dengan kemusyrikan,
kekafiran, penindasan, diskrimanasi, eksploitasi, kemaksiatan dan nilai-nilai
kejahiliyaah lainnya menjadi masyarakat utama yang bertauhid, beriman,
menegakkan keadilan, persaudaraan, persamaan dan nilai-nilai agung Islami.
Itulah sebabnya dalam Muhammad Rasulullah dan misinya terhimpun semua
keutamaan dan keagungan, keutamaan dan keagungan para Nabi dan Rasul
sehingga disebut sebagai Penghulu para Nabi dan Rasul, dan sekaligus
menghimpun keutamaan dan keagungan para revolusiner yang membangun
masyarakat utama sepanjang sejarah kemanusiaan. Itulah sebabnya, disamping
sebagai seorang Rasul, Muhammad SAW adalah bapak bagi para revolusioner
yang menggerakkan perubahan sosial di masyarakatnya. Dalam kontek Islam,
kedua tugas tersebut, sebagai Rasul dan Revolusiner menjadi satu kesatuan yang
tidak terpisahkan sebagai manifestasi kesatuan ajaran Islam yang
mengagungkan nilai-nilai Ilahiyah dan menghormati norma-rorma manusiawi.
Bagaimanakah Muhammad Rasulullah mulai menggerakkan revolusi
totalnya kepada masyarakat Makkah yang tengah bergelimang dalam kesesatan,
kemunduran, kemaksitan, kezaliman dan berbagai bentuk krisis masyarakat
lainnya ? Pemimpin agung revolusioner ini tidak memulai revolusinya dengan
agitasi-agitasi murahan yang membangkitkan semangat dan mempropokator
pengikutnya untuk memberontak menumbangkan kekuasan para tiran kejam,
beliau tidak memulai gerakannya dengan menjanjikan berbagai iming-iming
kenikmatan duniawiyah masyarakat sama rata sama rasa, beliau tidak memulai
revolusinya dengan menyebarkan permusuhan dan pertentangan klas yang
mengobarkan perkelahian, beliau tidak memulai revolusinya dengan
mengangkat senjata melawan keangkuhan rezim diktator, sang pemimpin
revolusioner ini tidak memulai gerakan revolusinya dengan cara-cara yang
selama ini ditempuh kaum revolusioner lainnya. Beliau memulai revolusinya
dengan gerakan khas yang jauh menandingi metode revolusi manapun di dunia
ini. Muhammad Rasulullah memulai revolusinya dengan revolusi keyakinan,
revolusi aqidah kepercayaan, revolusi keimanan, revolusi yang dapat mengubah
watak manusia dari relung terdalam hatinya, revolusi yang membebaskan jiwa
dan raganya dari penghambaan sesama makhluk. Revolusi ini dimulai dengan
mentauhidkan, mengesakan Sang Maha Kuasa. Sebagaimana dinyatakan dalam
wahyu-wahyu awal yang diturunkan kepada Rasulullah:
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
Yang mengajar dengan perantaraan kalam
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(al-Alaq : 1-5)
Wahai anakku
Jika sesungguhnya kamu menghendaki harta
Maka kami akan mengumpulkan harta-harta kami
dan memberikannya padamu, sehingga kamu menjadi terkaya
Jika sesungguhnya kamu menghendaki kekuasaan
Maka kami akan mengangkat kamu menjadi penguasa
Jika kamu menghendaki wanita
Maka pilihlah wanita terbaik dan akan kami kawinkan denganmu
Menghadapi rayuan dan sogokan seperti ini, Muhammad Rasulullah tetap pada
pendiriannya menegakkan revolusi sampai titik darah penghabisan,
sebagaimana katanya :
Demi Allah, wahai paman
Andai engkau letakkan mentari di tangan kananku
Dan rembulan di tangan kiriku
Aku tidak akan meninggalkan gerakanku
Sehingga Allah memenangkan perjuanganku
Atau aku hancur binasa bersamanya..
III.
MANHAJ NUBUWWAH
I. Pendahuluan
Para pemimpin dan cendikiawan Muslim, yang terutama diantara mereka
seperti Sayyid Jamaluddin al-Afghany, Muhammad Abduh dan para murid serta
penerus perjuangan mereka sejak akhir abad 18 lalu telah berupaya semaksimal
mungkin membebaskan ummah dari belenggu penjajahan Barat,
keterbelakangan dan kemunduran mereka dengan merumuskan metode-
metode perjuangan terbaik menurut jalan pemikiran mereka masing-masing
yang telah melahirkan gerakan Pan-Islamisme. Metode perjuangan yang mereka
terapkan berhasil menyadarkan ummah dari keterbelakangannya dan bangkit
melawan penjajahan, baik melalui perjuangan politik sampai perjuangan militer.
Gerakan mereka yang sambung menyambung telah menghasilkan kemerdekaan
sebagian besar dunia Islam dari cengkraman jahat penjajah Barat.36
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Mukhsin Abdul Hamid, Jamal al-Din al-Afghani, al-Musalih al-Muftara alayh. (Mesir
: tt). Ahmad Amin, Zuama al-Ishlah fi al-Asr al-Hadits (Kaherah : Muassasah al-Khanji, tt). Abbas Mahmud al-Aqqad,
Muhammad Abduh,(Kaherah : Maktabah Misr,tt). Abd. al-Halim al-Jundi, al-Imam Muhammad Abduh (al-Kaherah:Dar al-
Maarif,tt). Ahmad Amin, Muhammad Abduh, (Kaherah:Muassasah al-Khanji, 1960). Dr. Muhammad al-Bahiy, al-Fikr al-Is-
lamy al-Hadits wa Silatuhu bi’l Isti’mary al-Gharby,cet.8. (Kaherah : Maktabah Wahb, 1975). Dr. Syaukat Ali, Master of
Generasi sesudah mereka tampil dengan konsep dan metode perjuangan
yang lebih menyeluruh dan terpadu, diantaranya adalah Imam Hasan Al-
Banna37 yang telah mendirikan jama’ah al-Ikhwan al-Muslimin di Mesir.
Gerakan al-Ikhwan dengan model kepemimpinannya sangat mempengaruhi
perjalanan sejarah dunia Islam kerena telah merumuskan konsep perjuangan
Islam di dunia modern serta mampu melahirkan kader-kader brilyan yang
disegani dan ditakuti musuh-musuh Islam. Hasan al-Bana adalah pelopor bagi
pengembangan konsep gerakan Islam modern yang total dan konsep ini
berkembang menjadi model gerakan Islam modern yang sangat efektif
menghadapi infiltrasi pemikiran hedonistik-sekuler Barat. Itulah sebabnya
gerakan Ikhwan berkembang ke seluruh dunia Islam walaupun di Mesir sendiri
mendapat pukulan dahsyat dari rezim Faruk yang bertindak sebagai agen
Barat.38 Bersamaan dengan itu tampil pula gerakan-gerakan Islam serupa seperti
Syarekat Islam pimpinan HOS. Cokroaminoto di Indonesia39 dan lain-lainnya.
Pasca kemerdekaan dunia Islam, telah tampil pula pemimpin-pemimpin
ummah dengan penuh semangat menggunakan berbagai bentuk metode
perjuangan agar ummah bangkit kembali menjadi pemimpin peradaban dunia.
Mereka bangkit melawan rezim-rezim nasionalis sekuler yang ingin melanjutkan
dominasi sistem kolonialis Barat sekuler dalam kehidupan masyarakat Muslim.
Mereka telah membentuk berbagai gerakan dan organisasi, baik dalam bidang
politik, pendidikan, sosial maupun ekonomi yang sangat ditakuti musuh-musuh
Islam. Perjuangan mereka telah melahirkan generasi-generasi baru Muslim yang
berpegang teguh kepada akar keislamannya, namun tetap berinteraksi dengan
dunia modern yang didominasi sistem Barat. Diantara mereka yang terutama
adalah Abul A’la al-Maududi di Pakistan,40 Abul Hasan Aly An-Nadwy di India,
Muslim Though. vol. I. (Lahore : Aziz Publ, 1983). Mohd. Kamil Hj. Abdul Majid, Tokoh-tokoh Pemikir Islam.jilid 1. (Kuala
Lumpur : ABIM, 1993)
Tentang sejarah hidup Imam Hasan al-Banna lihat misalnya : al-Syaikh al-Ghazaly, (dalam M. Syalabi), Hasan al-
Banna : Imam wa Qaid,(Kaherah: Dar al-Nasyr,tt). Dr. Rif’at al-Sa’id, Hasan al-Banna Muassis Harakat al-Ikhwan al-
Muslimun.(Beirut : Dar al-Tali’ah, 1986). Jabir Rizq, al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (al-Mansurat : Dar al-Wafa, 1987).
Dr. Shaukat Ali, Master of Muslim Thought, vol.II.(Lahore : Islamic Publ, 1983). hlm.514-638. Anwar Jundi, Hasan al-Banna,
al-Roiyat al-Imam wa al-Mujaddid al-Syahid,(Beirut : Daar Qalam, 1978). MN. Shaikh, Memoirs of Hasan al-Banna Shaheed,
(Karachi : Int’ Islamic Publ., 1981). Richard. P.Mitchel, The Society of The Muslim Brother,(London : Oxford Univ. Press,
1959). Abdul Muta’al al-Jabary, Limadza Ightayala al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (Cairo : Dar al-I’tisom, 1978).
Muhsin Muhammad, Man Qatala Hasan al-Banna, (Kaherah : Dar al-Syarq, 1987). Salah Syadi, al-Syahidan (al-Manshurat :
Dar al-Wafa’, 1988). Umar al-Tilmisany, al-Mulham al-Mauhub : Hasan al-Banna, (Syabra : Dar al-Nasr, tt).
Tentang gerakan al-Ikhwan al-Muslimin, lihat : Syaikh Said Hawwa, Madkhal ila da’wah Ikhwan al-Muslimin, (Am-
man : Dar al-Arqam,tt). Omar Tilmisani, Apa yang aku Pelajari dari Ikhwanul Muslimin, (Shah Alam : Ummah, 1990). Dr.
Hasan Ismail Hudhaibi, Duat la Qudhat, (Cairo : Dar al-Thabaat wa al-Nasr al-Islamy, 1977). Kamil al-Syarif, Ikhwan al-
Muslimun fi Harbi Palistin, (Zarqo’ : Maktabah al-Manar, 1984). Dr. Abdul Halim Mahmud, Wasaail al-Tarbiyyat inda al-Ikh-
wan al-Muslimun, (Qahirah : Dar al-Wafa’, tt). Ishaq Musa Hussaini, The Muslim Brethen, (Beirut: Khayat’s College Book
Coop, 1956). Richard P. Mitchel, The Society of The Muslim Brother, (London : Oxford Univ. Press, 1959). Mahmood Abd al-
Halim, Ikhwan al-Muslimun, ahdats Tsanaat Tarikh, (Iskandaria : Dar al-Dakwah, tt). Husain Muh. Ali Jabir, Thariq ila
Jama’at al-Muslimun, (al-Manshurat : Dar al-Wafa’, 1987) khususnya bab III. Asaf Husain, IslamicMovement in Egypt,
Pakistan and Iran, (Islamabad : Manshell Publ, 1983). Husain M. Ahmad Hamudah, Asrar Harakat al-Dubbat al-Ahrar wa al-
Ikhwan al-Muslimun, (Kaherah : al-Zahra li al-A’lam al-Arabiy, 1987).
Lihat misalnya : Deliar Noer, The Modernis Movement in Indonesia, 1900-1945 (Singapura / Kuala Lumpur : Ox-
ford Univ. Press, 1973). BJ. Bolland, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, (The Hague : Martinus Nijhoff, 1971). Cor-
nelis Van Dick, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, (Jakarta : Grafiti Press, 1983)
Lihat misalnya : Prof. Masud ul Hasan, Sayyid Abul A’la Maududy and His Thought, vol. I & II, (Lahore : Islamic
Publ. 1984). Prof. Ghulam Azam, A Guide to The Islamic Movement, (Dacca : Azam Publ, 1968). Asaf Husain, Islamic Move-
Sayyid Qutb di Mesir yang dijuluki sebagai bapak fundamentalis Islam
kontemporer dan lainnya.
Meneruskan perjuangan para pendahulu mereka, para cendikiawan
Muslim kontemporerpun tampil dengan berbagai bentuk konsep dan teori yang
bertujuan mengangkat martabat ummah dari kemundurannya. Umumnya
mereka adalah para generasi Islam yang mendapat pendidikan model Barat dan
mengetahui kelemahan-kelemahannya serta menyadari pentingnya Islam
sebagai sistem hidup, yang terutama diantara mereka adalah Ismail R. Faruqi,41
Fazlur Rahman,42 Syed Naquib al-Attas,43 Yusuf al-Qardhawy44 dan lainnya.
Diantara mereka ada yang mendirikan lembaga kajian, institut, akademi sampai
universitas yang mendidik ribuan calon-calon cendikiawan muda Muslim di
seluruh dunia dengan metodenya yang mengintegrasikan metode Islam dengan
Barat.
Di lain fihak telah tampil pula para pemimpin dan aktivis Islam yang
membimbing dan membina ummah melalui organisasi/ jama’ah, baik yang
bergerak dalam bidang sosial ataupun politik yang bertujuan menegakkan
kemulian ummah dan Islam. Para aktivisnya bergerak siang malam tanpa
mengenal lelah menyeru ummah agar mengikuti petunjuk Islam melalui
dakwah, ceramah, diskusi, majlis taklim dan sejenisnya. Di lembaga-lembaga
pendidikan Islam tradisional seperti pondok pesantren, para Ulama dan ustadz
telah mengajarkan ilmu-ilmu Islam klasik kepada para muridnya yang
berjumlah ratusan ribuan. Para murid dididik dengan ilmu-ilmu keagamaan
agar mereka memiliki bekal dalam membimbing masyarakat menuju
kemenangan. Demikian pula halnya para juru dakwah dan muballigh Muslim
tampil silih berganti menguman-dangkan seruan kepada ummah agar mengikuti
petunjuk Islam dengan pendekatan dan gayanya masing-masing. Mereka semua
telah berupaya dengan sungguh-sungguh, penuh pengorbanan dan keiklasan
semata-mata bertujuan untuk berbuat yang terbaik bagi kepentingan ummah,
dan semoga Allah Yang Maha Bijaksana akan membalas perjuangan suci mereka
dan menempatkan mereka ditempat yang paling baik disisi-Nya sebagai balasan
perjuangan suci mereka.
Namun permasalahan besar yang dihadapi ummah pada masa
ini,ditengah-tengah kegairahan ummah menyambut apa yang mereka namakan
dengan kebangkitan Islam, realitasnya keadaan kaum Muslimin di seluruh
penjuru dunia dewasa ini sangat memprihatinkan, sebagaimana digambarkan
para cendikiawan Muslim. Kaum Muslimin berada pada anak tangga terbawah
ment in Egypt, Pakistan and Iran, op.cit. Husain M. Ali Jabir, Thariq ila Jama’at al-Muslimun, op.cit.
Ismail R. Faruqi, Islamization of Knowledge, General Principles and Workplan, (Virginia : IIIT, 1982).
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, (Chicago : The Univ. Press,
1982)
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (Kuala Lumpur : ABIM, 1980).
Yusuf al-Qardhawy, Islamic Education and Hasan al-Banna, (Calcutta : Hilal Publ, 1983).
dari kemajuan peradaban bangsa-bangsa modern, sehingga mereka hanya
menjadi konsumen dari produk Barat, baik dalam pengetahuan, teknologi,
sistim, pemikiran, dan lainnya. Mereka senantiasa menjadi obyek musuh-musuh
yang berusaha menghilangkan eksistensinya di muka bumi, tanpa mampu
memberi perlawanan yang berarti. Citra kaum Muslimin dihadapan dunia
sangat buruk, mereka digambarkan sebagai kaum fundamentalis, fanatik,
ektrimis ataupun teroris, umat yang senantiasa menyulut peperangan demi
peperangan. Perpecahan demi perpecahan yang terjadi dikalangan ummah telah
menimbulkan sikap apatis dan frustasi generasi muda Islam. Seakan-akan
seluruh dunia menganggap Islam adalah sumber segala malapetaka yang telah
menimpa kaum Muslimin dewasa ini. Akhirnya kaum Muslimin menjumpai diri
mereka sebagai umat yang terkebelakang dan termundur dalam segala hal.45
Sejauh ini kita belum berani menyatakan bahwa perjuangan suci para
pemuka-pemuka ummah telah mengalami kegagalan. Tapi dengan keadaan
yang dihadapi ummah sekarang ini, pasti akan timbul seribu satu pertanyaan
yang memerlukan jawaban agar mereka dapat bangkit dari keterbelakangannya.
Apakah pengorbanan dan perjuangan ikhlas para pejuang Islam yang
bersungguh-sungguh, baik dari kalangan cendikiawan, aktivis, ulama, ustadz,
muballigh dan lainnya, yang telah mengeluarkan seluruh daya kemampuan
mereka tidak dapat membangkitkan ummah secara menyeluruh dan
menyelesaikan problematika mereka ? Kenapa perjuangan suci mereka seakan
tidak mampu menyelesaikan krisis yang telah melanda ummah ? Kenapa
perjuangan suci mereka belum mampu mengantarkan ummah menuju
kemenangan sebagaimana generasi Islam pertama ? Dimana letak kekeliruan
mereka sehingga teori dan konsep yang mereka kemukakan tidak berhasil
melahirkan generasi yang mereka idam-idamkan ? Apakah benar kegagalan itu
bersumber dari metode yang mereka terapkan ? Jika hendak membangun
kembali metode yang dapat membangkitkan ummah, dari manakah kita mulai,
dari mana sumber pengambilannya, bagaimana rumusannya dan terpenting
bagaimana penerapannya pada ummah masa kini ? dan seribu satu pertanyaan
mendasar yang perlu dijelaskan dengan tuntas agar ummah terhindar dari
kebingungan.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, pertama para pemuka
ummah harus bersikap jujur dan ikhlas dalam penilaiannya semata-mata karena
menginginkan yang terbaik bagi ummah dan bukan karena kepentingan pribadi
egoistik yang ingin mempertahankan pendapat dan pemikiran mereka. Karena
banyak diantara para pemuka ummah yang bertengkar dan saling memojokkan
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Mukhsin Abdul Hamid, Ainal Khalal, terj. Farid U. ( Jakarta : Media Dakwah, 1987)
hlm. 10-11. Syaikh Said Hawwa, Durus fi al-Amal al-Islamy, terj. al-Muslimun, (Bangil : al-Muslimun, 1987) hlm. 1. Ismail R.
Faruqi, Islamization of Knowledge, op.cit. hlm. 1. Muhammad Qutb, Jahiliyya al-Qorn al-Isyrien, (Kaherah : Maktabah Wahb,
1964).
karena ingin mempertahankan pendapatnya semata, bahkan lebih jauh masalah
ini dapat menyeret mereka kepada kancah saling memfitnah yang pasti akan
menimbulkan perpecahan sebagaimana yang mulai kelihatan tanda-tandanya
belakangan ini. Masing-masing mereka merasa bangga dengan metode yang
dikemukakannya, namun kenyataannya mereka belum menunjukkan hasil yang
gemilang, namun akibat penyakit egoistik mereka, akhirnya terjadi perpecahan
yang mengakibatkan ummah bertambah bingung dalam kebingungannya dan
bertambah terbelekang dalam keterbelakangnnya. Itulah sebabnya diperlukan
sikap jujur dan ikhlas yang akan mendatangkan rahmat dan pertolongan Allah,
yang sudah banyak dilupakan oleh para pemuka ummah akibat metode
pendidikan Barat yang terlalu mengutamakan rasional.
Dengan sikap jujur dan ikhlas inilah perlu dipertanyakan kenapa metode
perjuangan yang diterapkan oleh para pemuka ummah terdahulu kurang
mampu mengantarkan ummah menuju kebangkitan dan kemengangan yang
dicita-citakan, lebih jauh mengapa metode perjuangan itu mengalami kegagalan
demi kegagalan jika memang disepakati telah mengalami kegagalan. Atau
kenapa metode perjuangan itu sangat lambat dalam membangkitkan ummah
dari keterbelakangannya, sementara sejarah membuktikan bahwa Rasulullah
dan para sahabatnya memerlukan waktu 23 tahun saja dalam merubah wajah
dunia dan kurang 30 tahun menguasai 2/3 dunia. Pedoman yang digunakan
Rasulullah dan para sahabatnya dalam membangun peradaban baru dunia
berupa al-Qur’an dan Sunnah tetap berada di tangan ummah hari ini, namun
kenapa ummah tidak mampu seperti mereka, dimana letak kekeliruannya ?
Hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah mengetahui dan
memahami hakikat metode/manhaj yang telah diterapkan Rasulullah dan para
khalifahnya, kemudian menerapkannya dalam kehidupan masyarakat masa kini,
sehinngga terbentuklah masyarakat ideal yang akan menegakkan keadilan dan
kemakmuran sejati sebagimana generasi Islam terdahulu dibawah pimpinan
Rasulullah dan para Khalifah yang mendapat petunjuk.
Maka tidak diragukan lagi bahwa menerapkan kembali manhaj (metode)
yang telah diterapkan Rasulullah dan para khalifahnya adalah satu-satunnya
jalan menuju kebangkitan dan kemenangan yang dijanjikan, kemenangan yang
akan menghantarkan kaum Muslimin menjadi pemuka-pemuka peradaban
dunia sebagaimana generasi Islam pertama terdahulu.
2.0. Pendahuluan
Tidak diragukan lagi bahwa kurang maksimalnya keberhasilan gerakan
Islam dewasa ini dalam mengarahkan ummah menuju kebangkitan dan
membangun kembali peradaban mereka bersumber dari kesalahfahaman mereka
dalam memahi hakikat ajaran Islam. Dan kesalahfahaman ini tidak lain
bersumber dari kerancuan sebagian mereka dalam memahami metode/manhaj
yang dikehendaki Islam. Akibat kerancuan ini, mereka telah mengadopsi
berbagai bentuk metode, baik dari Barat ataupun Timur yang digunakan untuk
menjelaskan dan memahami ajaran Islam dengan tujuan agar ummah bangkit
dari keterbelakangannya. Namun realitasnya, walaupun para cendikiawan yang
rancu ini telah menghabiskan waktu beberapa kurun, namun belum
mendatangkan hasil yang memuaskan yang ditandai dengan lahirnya generasi-
generasi Islam yang unggul dan ulung. Itulah sebabnya, untuk membangkitkan
ummah kembali, para cendikiawan Muslim harus menoleh ke belakang,
mengkaji lagi sejarah kegemilangan Islam dan mengenal pasti perkara-perkara
yang telah menjadikan generasi Islam terdahulu sebagai generasi terbaik.
Imam Malik RA telah menyatakan : Ummah ini tidak akan bangkit kembali,
kecuali dengan cara kebangkitannya terdahulu. Pendapat Imam besar Islam ini
adalah merupakan hasil pemikiran beliau yang mendalam berkat keluasan ilmu
yang dimilikinya. Ummah yang terbelakang dewasa ini, tidak mungkin akan
bangkit, kecuali dengan metode/manhaj yang telah ditempuh ummah terdahulu
yang telah membawa kegemilangan. Maka dengan demikian, jelaslah kunci
kemenangan terdapat pada generasi Islam pertama.
Kunci untuk memahami metode Islam yang akan mengantarkan ummah
menuju kemuliaan dan keagungan adalah memahami metode yang diterapkan
generasi Islam pertama. Metode/manhaj yang diterapkan generasi Islam
terahulu yang telah mengantarkan mereka menuju kegemilangan dan juga yang
akan mengantarkan generasi Islam sesudahnya menuju kegemilangan,
sebagaimana diterangkan hadits terdahulu, adalah manhaj Nubuwwat.
Maka dengan pengertian hadits di atas serta pendapat Imam Malik RA,
jika para pemimpin Islam ingin mengangkat kembali harkat dan martabat
ummah dari kehinaan dan keterbelakangannya masa ini, tidak ada jalan lain
kecuali dengan menegakkan kembali manhaj/metode yang telah dijalankan oleh
Rasulullah dan Para Sahabatnya terdahulu yang telah menghantarkan mereka
menuju kegemilangan dan kemenangan. Manhaj Nubuwwat (metode
Kenabiaan) harus difahami kembali dengan benar, kemudian dilaksanakan
dalam kehidupan sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Dengan
memahami karekteristiknya dengan pasti, kemudian mengaplikasikannya
bagian demi bagiannya pada kehidupan masyarakat Islam masa kini,
sebagaimana Rasulullah mengaplikasikannya kepada masyarakatnnya dahulu.
Kegagalan dalam memahami makna dan hakikat manhaj Nubuwwat
dalam kehidupan akan membawa dampak yang sangat buruk kepada ummah.
Karena mereka menganggap Islam tidak memiliki metode dalam menerapkan
ajarannya sehingga mereka leluasa mengadopsi metode-metode selainnya yang
justru akan mengakibatkan hilangnya nilai-nilai Ilahiyah yang terkandung
dalam ajaran Islam akibat campur tangan manusia. Sebagaimana yang terjadi
pada ummah masa ini, akibat campur tangan mereka yang terlalu jauh dalam
metode untuk memahami dan mengamalkan Islam, akhirnya Islam menjadi
ajaran statis yang hanya dipelajari sebagai pengetahun belaka, bukan sebagai
amalan yang diterapkan dalam kehidupan nyata sebagaimana yang telah
dilakukan generasi Islam pertama.
Manhaj Islam dengan syare’at Islam adalah dua perkara yang tidak dapat
dipisah-pisahkan satu dengan lainnya, karena keduanya adalah satu kesatuan
yang saling berhubungkait dan saling menyempurnakan. Jika syari’at Islam
diumpamakan seperti sebuah bangunan rumah yang indah dan megah, maka
manhaj Islam adalah tata cara (master plan) dalam membangun rumah tersebut.
Rumah tidak akan mungkin berdiri dengan megahnya tanpa dijelaskan dan
dirincikan bagaimana cara mendirikannya dengan sempurna sesuai dengan
petunjuk sang pemilik rumah. Bagaimanapun hebatnya seorang tukang pembuat
rumah, tidak mungkin dapat membangun rumah yang indah dan megah tanpa
mengetahui master plan rumah tersebut dengan segala rinciannya. Dari mana
mulai membangunnya, kemudian tahap demi tahapannya, modelnya,
arsitekturnya dan segala detil rumah tersebut yang rumit. Para tukang bangunan
pasti akan kebingungan setengah mati jika membangun rumah/gedung tanpa
master plan yang dikehendaki oleh pemilikinya. Bangunan rumah saja
memerlukan petunjuk pelaksanaan (master plan) dalam membangunnya,
apalagi syari’at Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dari
jiwanya yang tersembunyi, fisiknya, pemikirannya, hubungannya dengan
sesama makhluk dan dengan Penciptanya serta segala kekomplekan manusia
dengan kehidupannya di muka bumi ini. Itulah sebabnya Allah Yang Maha
Mengetahui sebagai Pencipta manusia dengan Kasih Sayang-Nya yang tidak
terhingga telah menurunkan petunjuk pelaksanaan (master plan) kepada
Rasulullah dalam membangun syari’at Islam agar manusia tidak kebingungan
dan tersesat dalam membangunnya. Petunjuk pelaksanaan dalam merealisasikan
syari’at Islam inilah yang dikenal dengan manhaj Islam atau manhaj Nubuwwat.
Maka dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa memahami manhaj
Islam adalah sama pentingnya dengan memahami syari’at Islam. Dengan
demikian, menegakkan manhaj Islam adalah sama pentingnya dengan
menegakkan syari’at Islam dalam kehidupan. Jika seorang Muslim tidak
memahami dan tidak menegakkan syari’at Islam dikatakan sebagai seorang yang
ingkar, maka demikian halnya jika mereka tidak menegakkan manhaj Islam
dalam kehidupannya. Itulah sebabnya, menegakkan manhaj Islam adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari pengamalan ajaran Islam secara total. Apalagi
manhaj Islam adalah kunci dalam menegakkan syari’at Islam, tanpa memahami
manhaj Islam dengan baik dan betul, tidak mungkin ditegakkan syari’at Islam
dengan sempurna. Menegakkan syari’at Islam adalah wajib hukumnya, dan para
ulama tidak berbeda pendapat dalam hal ini, maka menegakkan manhaj Islam
sebagai syarat mutlak tertegaknya syari’at Islam adalah wajib pula hukumnya
sebagimana disebutkan kaidah fiqh : Sesuatu yang wajib tidak tertegak kecuali
dengannya, maka ia menjadi wajib pula.
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz VI. (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm. 129-130
Ibnu Abbas, Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, (Teheran : Intatsorot Istiqlal, tt) hlm. 95
Thabari, Tafsir al-Thabari, Jil. 10 (Kaherah : Dar al-Maarif, tt) hlm. 384
Qurthubi, al-Jami’ al_Ahkam al-Qur’an, juz. 5 (Beirut : Dar Ihya’ al-Turats al-Arbi, 1965) hlm. 211.
Jamaluddin al-Qashimi, Mahasin al-Ta’wil,juz 6. (Beirut : Dar Ihya’ al-Kutub al-Arbi,1958) hlm.2017
al-Radzi, al-Tafsir al-Kabir, juz III,(Beirut : Dar Fiqr, 1878) hlm. 412-413
Ibnu Katsir,Tafsir al-Qur’an al-Adzim. juz II. (Kaherah: Dar al-Khairat, 1988) hlm.63
al-Naisaburi, Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, (Hulfa : M.Nashir al-Halbi, 1962) hlm. 107-108.
al-Alusyi al-Bagdadi, Ruh al-Ma’ani, juz V-VI (Beirut : Dar Ihya’ al-Turats al-Arbi, Thaba’ah Rabi’ah, 1985) hlm.153
al-Jalalayn, Tafsir Jalalayn, (Beirut : Dar Fiqr, 1981) hlm.102.
Khazin (Ibrahim al-Bagdadi), Tafsir al-Khazin, juz II (Beirut : Dar Fiqr, 1979) hlm.61
al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi, juz II, (Beirut : Dar Fiqr, 1979) hlm.61
al-Syaukani, Fath al-Qadir, jil.II (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.48
al-Nasafi, Tafsir al-Nasafi, jil.I (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.286
al-Wahidi, Marah labid Tafsit al-Nawawi, jil.I (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.207
al-Qushairi, Lataif al-Isyarah, Tafsir Shauf Kamil li al-Qur’an al-Karim, jil.I (Mesir : Markaz Tahqiq al-Turats,
Thabaah Tsaniyah, 1981) hlm.429.
al-Baidhawi, Tafsir Baidhawi, (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.152.
al-Zamakhsari, al-Khasysyaf, jil I, (Beirut : Dar al-Ma’rifah, tt) hlm.618
al-Mudzkari, Tafsir al-Mudzkari, jil.III, (Pakistan : Masjid Ruud, 1982)hlm.123
Ibn Abi Hayyan, Tafsir al-Bahr al-Muhith, juz III (Beirut : Dar Fiqr, Thaba’ah Tsaniyah, 1988) hlm.102
Thanthawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim, juz II (Teheran : Intasyarat Aatab, Thaba’ah Tsaniyah, 1350 H)
hlm.190
al-Thaba’thaba’i, al-Mizan, jil V,(Beirut : Muassasah al-A’lami, Thaba’ah Tsaniyah, 1974) hlm.351
al-Sabzawari, al-Jadid fi Tafsir al-Qur’an al-Majid, juz III (Beirut : Dar al-Ta’aruf li al-Batba’ah, 1982)hlm.476
Jawad al-Mughniyah, al-Tafsir al-Kasysyaf, jil III (Beirut : Dar Ilm li al-Maliyin, thaba’ah tsaditsah, 1980) hlm.67
al-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, jil.I (Beirut : Dar al-Qur’an al-Karim,tt) hlm.346
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz. VI (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.129-130
Abduh73, Sayyid Qutb74, Said Hawwa75 dan lainnya mengartikan manhaj sebagai
thariqan wadhihan (jalan yang terang benderang) atau sabilan (jalan).
Di antara mereka ada pula yang menukilkan pendapat bahwa manhaj satu
makna dengan syari’at, di mana manhaj berfungsi sebagai penguat (taukid) dari
kata syari’at yang mendahuluinya, sebagaimana dinukilkan al-Alusyi dan
Khazin.76 al-Thabari menyebutkan bahwa ada perbedaan di antara para
Mufassirin dalam mengartikan li kulli min kum (pada tiap-tiap kamu). Ada yang
mengartikan kum (kamu) dengan arti seluruh umat manusia dari zaman dahulu
telah diturunkan kepada mereka syari’at dan manhaj, namun ada yang
mengartikannya sebagai ummat Nabi Muhammad saja.77
Namun dalam hal ini, sebagaimana dikemukakan Khazin, jika dilihat
konteks ayatnya secara menyeluruh, maka jelaslah ayat tersebut membahas
tentang ummat terdahulu dengan disebut-kannya kitab-kitab terdahulu mereka
dan juga kalimat “dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia dapat menjadikan
kamu satu ummat saja”. Maka yang lebih kuat pendapat yang mengartikan kum
sebagai seluruh ummat manusia sebagaimana difahami jumhur Mufassirin.78
Di antara para Mufassirin, pendapat yang dinukilkan Khazin berkaitan
erat dengan pembahasan di sini, yaitu ketika beliau memberikan penjelasan
lebih lanjut perbedaan antara syari’at dan manhaj dalam menyanggah mereka
yang berpendapat keduanya memiliki persamaan makna sama. Khazin
menukilkan :
Dan telah berkata yang terakhir, di antara keduanya (syari’at dan
manhaj) jauh berbeda, yaitu sesungguhnya syari’at adalah apa yang
diperintahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, sedangkan manhaj
jalan terang dalam merealisasikan syari’at tersebut.79
Ibn. Manzhur, Lisan al-Arab, juz II (Beirut : Dar Shadr, tt) hlm.383.
Imam al-Radzi, Mukhtasar al-Shihah, (Beirut : Dar Fiqr, 1981) hlm.881
Fairuzzabadi, al-Qamus al-Muhith,jil. I (Beirut : Dar Fiqr, 1978) hlm.210
Ibnu Faris, Mu’jam Muqayis al-Lughah, tahqiq Abd. al-Salam Harun, (Beirut : Dar Fiqr, tt)
Ismail al-Jauhari, al-Shihah, Taj al-Lughah wa Shihah al-Arabiyah, (Mesir : Dar al-Kitab, tt) hlm.346
Farid Wajdi, Dairah Maarif al-Qur’an Isyruun, (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm. 380
lihat misalnya : S. Ahmad Ridha, Mu’jam Matan al-Lughah, jil V, (Beirut : Dar Fiqr, 1960) hlm.557. Dr. Ibrahim
Anis, al-Mu’jam al-Washith, juz II, (Mesir : Idarah Ihya’ al-Turats al-Islami, tt) hlm.957.
Abd. al-Fattah Hadhar, Azimah al-Bahs althami fi al-Alim al-Arbi. (Riyadh : Ma’had al-Idarah al-Ammah, 1981)
hlm.12
bersamanya manhaj sebagai pedoman dan petunjuk dalam melaksanakan
syari’at bagi para pengikutnya sebagimana dinyatakan al-Qur’an:
.......sesungguhnya pada tiap-tiap ummat telah Kami jadikan padanya
syari’at dan manhaj......
(al-Maidah : 48)
Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul,(Mesir : Dar al-Tahrir,tt) Jil. I hlm. 33. Lihat juga, Naisabury, Asbab al-
Nuzul,(Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1986) hlm. 23
Suyuthi,op.cit, II/324, Naisabury,op.cit, hlm.231
Dan masih banyak ayat-ayat serupa yang menjawab persoalan
masyarakat yang timbul saat itu, sehingga masyarakat benar-benar merasa
terkontrol wahyu, mereka merasa benar-benar berhubungan langsung dengan
Allah yang telah berkenan mengatur kehidupan mereka secara langsung. Dan
Nabi Muhammadpun jika mendapat pertanyaan tentang suatu permasalahan
masyarakat, beliau tidak menjawabnya terburu-buru, sebelum datang wahyu
kepadanya yang menerangkan permasalahan itu. Setelah turun wahyu kepada
beliau, barulah menyampaikannya kepada masyarakat. Jika wahyu tidak turun
maka beliaupun memutuskan menurut pendapatnya, namun tetap di bawah
kontrol wahyu. Jika pendapat Nabi tersalah, maka akan turun wahyu yang akan
mengoreksi pendapatnya, seperti kasus ketika beliau mengharamkan madu
untuk dirinya demi menyenangkan istri-istri beliau, maka turunlah ayat :
Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah telah
halalkan bagimu karena kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu ?. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Tahrim : 1)91
Ataupun kasus ketika Rasulullah memutuskan untuk menerima tebusan
dari tawanan perang Badr, beliau ditegur Allah :
Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda
duniawiyah sedangkan Allah menghendaki akhirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (QS, al-Anfal : 67)92
Suyuthi,op.cit. II/261.
Dari beberapa penjelesan di atas, maka tidak diragukan bagi seorang Muslim
agar mereka menerapkan Manhaj Nubuwwah dalam seluruh aspek kehidupan
mereka kapan dan dimanapun, karena hanya jalan ini yang dapat menghant-
arkan mereka menuju kemenangan, baik dunia maupun akhirat kelak. Bahkan
lebih jauh penerapan Manhaj Nubuwwah (metode Nabawi) adalah perintah
agama yang wajib dilaksanakan, sebagaimana wajibnya menjalankan syari’at Is-
lam, karena ayat yang membicarakan masalah manhaj (metode) ini bersamaan
dengan syari’at.
Bagi mereka yang mengganggap dirinya kaum modern atau yang sudah terbius
oleh pemikiran sesat Barat, pasti akan menolak pendapat ini dengan alasan
mana mungkin metode yang diturunkan untuk masyarakat terbelakang,
masyarakat onta jahili lima belas abad lalu dapat diaplikasikan di tengah-tengah
dunia modern, abad informasi yang telah mengalami kemajuan pengetahuan
dan teknologi ini. Karena mereka beranggapan bahwa metode yang dibawa al-
Qur’an hanya sesuai untuk sekumpulan masyarat Badui terbelakang seperti
zaman Rasulullah dan tidak mungkin mampu menjawab tantangan zaman yang
serba komplek ini.
Pemikiran-pemikiran sesat seperti ini perlu diluruskan. Bahwa al-Qur’an dengan
perbendaharaan Ilahiyah yang terkandung di dalamnya, baik syari’at, manhaj,
peradaban, moral, qishah, hukum dan lainnya diturunkan Allah, Sang Pencipta
Manusia, Yang Maha Mengetahui dengan pasti segala karakteristik manusia
yang diciptakan-Nya, baik dahulu, sekarang dan yang akan datang. Sementara
manusia, sepanjang sejarahnya adalah sama karakteristiknya, manusia yang
dianugrahi hati, nafsu dan aqal, yang berbeda adalah pengetahuan dan
peradabana serta produk keduanya, tergantung dari kemajuan yang
diperolehnya. Maka yang dibentuk al-Qur’an adalah karakteristik manusia, agar
mereka menjadi manusia-manusia unggul, sepanjang masa, baik dahulu,
sekarang dan akan datang, unggul dalam spiritualitas maupun
intelektualitasnya. Manusia-manusia unggul inilah, yang dengan pengetahuan
yang diperolehnya akan membangun peradaban baru dunia berdasarkan ajaran
Islam.
Maka dengan demikian, al-Qur’an bukan hanya sebuah khazanah intelektual
belaka, namun al-Qur’an dengan manhajnya menghendaki para pemeluknya
agar melaksanakan, mengamalkan al-Qur’an dalam kehidupannya sehari-hari
sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah dan Para Shohabat, sehingga
mereka menjadi al-Qur’an yang hidup dan berjalan. Jadi al-Qur’an bukan hanya
menjadi bahan bacaan ataupun diskusi saja, namun lebih jauh dari itu, al-Qur’an
menjadi pengamalan sehari-hari. Dengan mengamalkan al-Qur’an sebagaimana
yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, maka tidak diragukan lagi akan
terbentuk manusia unggul, dan manusia unggul ini akan membentuk keluarga
unggul yang akhirnya akan menjadi masyarakat unggul yang melaksanakan al-
Qur’an.
Manhaj Nubuwwah yang telah diterapkan Rasulullah dalam membangun
masyarakat Islam pertama dapat diterapkan dimana dan kapanpun. Karena al-
Qur’an diturunkan Allah dengan bahasa yang mudah agar dapat dimengerti
oleh manusia dan dapat dilaksanakan. Demikian pula kandungan ajarannya
dengan tahapan-tahapannya diatur sedemikian mudahnya agar dapat meresap
dalam diri manusia. Pada hakikatnya, sebagaimana ditegaskan al-Qur’an sendiri
bahwa ia diturunkan dengan ringan dan mudah agar dapat dilaksanakan
pengikutnya. Yang menjadikannya susah dan rumit adalah ketika dibahas,
diterjemahkan, ditafsirkan dan sejenisnya dengan berbagai pendekatan
peradaban manusia, sebagaimana yang dilakukan para cendekiawan muslim
abad pertengahan. Bahkan akhirnya maksud utama al-Qur’an sebagai pedoman
hidup yang mudah, terlupakan akibat keasyikan membahas kandungan
khazanah peradaban di dalamnya. Padahal yang utama adalah bagaimana agar
al-Qur’an menjadi pedoman hidup lebih dahulu, setelah berurat berakar dalam
diri seseorang, maka secara otomatis al-Qur’an dengan perbendaharaan
Ilahiyahnya akan memberikan khazanah intelektualitas kepada para
pengamalnya sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dengan hidupnya
al-Qur’an dalam diri seseorang, maka ia akan menjadi penggerak utama yang
akan mengarahkannya menjadi manusia unggul dalam arti sebenarnya. Karena
al-Qur’an dengan seluruh doktrinya sangat anti dengan keterbelakangan,
kebodohon, ketertinggalan dan sejenisnya. Bahkan lebih jauh doktrin al-Qur’an
memerintahkan pengikutnya agar menguasai dan menakluki alam raya, dan
manusia tidak mungkin sebagai penakluk tanpa adanya “sulthon” atau power,
baik berupa pengetahuan, teknologi dan produk peradaban lainnya. Generasi
Islam awal adalah contoh terbaik masalah ini. Dengan semangat yang diberikan
al-Qur’an, mereka menjadi manusia-manusia agung yang menjadi mata rantai
peradaban dunia.
Namun masalahnya, bagaimana cara mengaplikasikan manhaj ini ditengah
kebingungan dan kerancuan kaum muslimin masa ini dengan berbagai bentuk
produk pemikiran mereka dengan segala pendekatannya ? Akankah kaum
muslimin membentuk masyarakat terasing yang menjauhkan diri dengan
peradaban modern lalu kemudian menerapkan al-Qur’an sehingga terbentuklah
masyarakat Qur’ani sebagaimana yang telah dilakukan sebagaian jama’ah
Islam ? Apakah cara-cara seperti ini efektif dalam membangkitkan kaum
muslimin yang bercita-cita sebagai pemimpin peradaban baru dunia ? Bukankan
beberapa eksperimen yang dilakukan gerakan Islam yang memisahkan diri
dengan dunia modern dan produknya mendatangkan banyak mudharat bagi
mereka ? Dan beberapa pertanyaan-pertanyaan kunci lainnya yang senantiasa
diajukan mereka yang apatis dengan pendapat ini.
Rasulullah, dengan manhaj Qur’ani yang dibawanya, tetap berinteraksi dengan
masyarakat jahili Makkah, bahkan mereka dijadikan sebagai kelompok sasaran
dakwah dan penerapan al-Qur’an. Dalam manhaj ini, harus dimulai dengan
sekelompok muslim yang sadar, yang menggantikan peranan Rasulullah sebagai
penterjemah al-Qur’an dalam dunia mereka. Kelompok ini, sebagaimana
Rasulullah, membina diri dengan ajaran-ajaran mulia al-Qur’an dengan kata
lainnya menjadikan diri mereka sebagai al-Qur’an yang hidup dan berjalan,
kemudian tidak meninggalkan masyarakat jahili, namun berinteraksi
dengannya, membuktikan diri bahwa semangat al-Qur’an dengan
perbendaharaan Ilahiyahnya mampu merubah manusia yang jahil menjadi
manusia unggul. Pribadi-pribadi contoh inilah yang terus diperbanyak
jumlahnya agar mereka dapat menjadi kelompok baru yang menentukan.
Dengan berkembangnya teknologi informasi, semangat Qur’ani ini dapat
disebarkan dengan mudah ke seluruh penjuru dunia, misalnya menggunakan
teknologi internet dan sejenisnya. Maka dengan demikian, difinisi masyarakat
bukan hanya terbatas dalam sebuah lingkungan tempat saja sebagaimana
difahami selama ini, namun dengan perkembangan teknologi yang
memudahkan interaksi mereka kapanpun, masyarakat Qur’ani yang bercita-cita
menegakkan ajaran-ajaran universal Qur’ani dapat berada di mana saja
dibelahan bumi ini, tanpa harus berkumpul dalam sebuah lingkungan. Namun
yang terpenting mereka memiliki kesamaan pemahaman, cita-cita dan tujuan
sebagai masyarakat Qur’ani.
Pribadi-pribadi pelopor ini dibina berdasarkan materi-materi al-Qur’an, sesuai
dengan tingkat pemahaman dan keimanannya, sebagaimana yang dicontohkan
Rasulullah. Penanaman aqidah dan keimanan dan pelaksanaan ibadah adalah
yang utama. Adapun keinginan mereka untuk mengislamisasikan pengetahuan
dan teknologi dapat dilaksanakan setelah mereka benar-benar yakin dengan
kadar keislaman mereka sendiri. Yang perlu dipertegas disini, bahwa manhaj
Nabawi menuntut pengamalan seseorang terhadap nilai-nilai al-Qur’an dan
bukan hanya pengetahuannya saja. Apalah artinya mengetahui ajaran Islam
dengan seluruh detilnya yang rumit, namun tidak diamalkan sebagai petunjuk
hidup, seperti yang dilakukan para orientalis Barat yang hanya meneliti Islam
hanya sebagai sebuah khazanah intelektual belaka.
Dengan diterapkan ajaran-ajaran al-Qur’an yang mudah tersebut dalam
kehidupan nyata sesuai dengan susunannya, maka tidak diragukan lagi akan
lahir generasi Qur’ani yang akan menjadi pelopor kebangkitan Islam
sebagaimana yang dicita-cita kaum muslimin. Dan hanya dengan manhaj inilah
Islam dan pengikutnya dapap bangkit kembali sebagaimana telah dibuktikan
Rasulullah dan para shahabatnya, dan bukan dengan cara-cara selainnya,
apapun bentuk dan namanya, yang akhirnya akan senantiasa menimbulkan
kerancuan demi kerancuan pada generasi Islam yang sudah terbelakang ini.
Hanya manhaj Nabawi yang terkandung dalam al-Qur’an saja yang dapat
melahirkan manusia agung yang akan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam……
IV.
JIHAD FI SABILILLAH
A. Pendahuluan
Ada sebagian orang yang salah pengertian, bahkan beranggapan buruk
terhadap jihad yang diserukan Islam sebagai salah satu fondamen utama
ajarannya. Jika terdengar olehnya perkataan jihad langsung terbayang
dibenaknya gambaran tentang tentara bersorban dengan jenggot panjang yang
memanggul senjata lengkap, bermuka garang, bertampang teroris ekstrimis yang
siap membunuh semua orang yang dikatakannya kafir, musyrik ataupun musuh
yang harus dibantai. Kemudian dengan suara lantang mereka mengobarkan
perang suci melawan musuh-musuh mereka, terjadilah peperangan, membunuh
atau terbunuh, membantai manusia dengan sadis. Meruntuhkan bangunan,
merusak tanaman dan pohon, membinasakan binatang ternak, membakar sawah
ladang dan kehancuran peradaban yang telah dibina. Akhirnya terjadilah
kemusnahan, kehancuran, kekacauan, darah mengalir, jerit tangis anak-anak
kehilangan ayah, istri-istri kehilangan suami, ibu-ibu kehilangan anak. Menawan
dan memperbudak yang lemah dan kalah, merampas semua harta benda dan
kemerdekaannya. Memaksakan kehendaknya dengan senjata yang siap
mencabut nyawa. Anggapannya terus berlanjut di hiasi beraneka ragam
kebengisan dan kesadisan. Pada akhirnya, orang yang salah pengertian dan
beranggapan buruk ini, mengambil kesimpulan jihad adalah ajaran bengis,
sadistis dan merusak, ajaran Arab Badui tidak beradab yang dikekalkan Islam.
Dan ia mengakhiri segala anggapan sesatnya dengan ucapan : “ Islam disiarkan
dengan pedang, paksaan dan ancaman tentera-tentera Badui kejam yang tidak bermoral
“. dan mereka mulai menyerukan anggapan sesatnya ke seluruh dunia dengan
suara sekeras-kerasnya. Bila perlu menjadikan seluruh manusia benci terhadap
jihad yang berarti benci terhadap Islam, yang menurut mereka sebagai ajaran
yang menimbulkan fanatisme, ekstriminisme, radikalisme, fundamenlisme dan
seribu satu ajaran sesat sejenisnya yang tidak berdasar. Bahkan ada dikalangan
kaum muslimin yang terpengaruh dengan seruan sesat para penyeru ini, yang
hakikatnya adalah musuh-musuh Islam, sehingga mereka sanggup menapikan
atau meninggalkan ajaran jihad yang telah disyareatkan Islam dan menjadi
fondamen ajarannya. Mereka telah menyelewengkan pengertian jihad sehingga
Islam hanya menjadi ajaran yang statis, jumud dan terbelakang.95
Disamping itu ada pula yang beranggapan jihad adalah menjauhi dunia dengan
segala kenikmatannya, mengekang kehendak hawa nafsu, pergi beruzlah ke
hutan dan gunung mencari ketenangan hidup di kesunyian. Pergi berjalan dari
satu tempat ke tempat lain dengan tiada tujuan yang jelas. Meniru bentuk
kehidupan para rahib dan petapa yang anti segala bentuk perhiasan dunia.
Akhirnya ia berkesimpulan jihad melawan hawa nafsu adalah jihad besar,
sementara memerangi musuh-musuh Allah yang memerangi dan
menghancurkan Islam dan ummatnya dengan berbagai cara adalah jihad kecil,
dengan pengertiannya ini kemudian ia menyatakan : Islam agama damai yang
tidak pernah mengajarkan permusuhan, perkelahian apalagi peperangan !!!. Akibat
pemahaman salah ini musuh-musuh Islam semakin berani dan agresif dalam
memerangi Islam dan pengikutnya, akhirnya kaum Muslimin hanya menerima
pembantaian-pembantaian tanpa perlawanan sehingga mereka menjadi terhina
dan terbelakang.96
Jihad tidak selamanya tepat jika diartikan hanya sebatas perang bersenjata
sahaja, demikian pula tidak tepatnya jika diartikan hanya melawan hawa nafsu
sahaja. Jika jihad diartikan sebatas ini saja, maka jelas hal ini mempersempit
ajaran yang terkandung padanya dan menghilangkan hakikat mulia dan suci
yang terkandung didalamnya.
B. Pengertian Jihad
Untuk memahami pengertian jihad secara mendalam dan agar sesuai dengan
kehendak dan perintah disyari’atkannya, maka perlu dikaji dari pengertiannya
menurut bahasa Arab, al-Qur’an, al-Sunnah dan juga pendapat para Ulama dan
Cendikiawan Islam.
What Is Islam ?,Islam, Islam, The Life of Mahomet, Ayat al-Jihad fi alQur’an al-Karim,
The Mystics of Islam,Al-Ta’aruf li Madzabi Ahl al-Tashawwuf, The Sufi Orders in Islam, Tasawwuf dan Perkembangannya
Dalam Islam,
a. Pengertian Jihad Menurut Bahasa Arab
Untuk memastikan pengertian jihad dari segi bahasa, berasal dari rumpun kata
mana atau berasal dari bahasa mana, perlu diadakan pengkajian. Dalam hal ini ,
Shaikh Dzakir al- Qasimy menulis :
Tidak diragukan lagi, sesungguhnya perkataan jihad adalah perkataan /
peristilahan Islami yang khusus digunakan setelah kedatangan Islam dan
belum dikenal pada masa jahiliyah. Perkataan ini tidak terdapat dalam
syair-syair jahiliyah (Arab kuno), baik yang lampau ataupun yang baru,
baik yang semakna ataupun yang menyerupainya. Maka dengan demiki-
an tidak diragukan lagi bahwasanya perkataan jihad adalah perkataan
yang berhubungan dengan urusan diny (agama). Datang bersamaan
dengan datangnya Islam, sebagaimana perkataan sholat, Zakat dan lain-
lainnya yang tidak terdapat dalam perkataan jahiliyah. Hanya
dikhususkan untuk peristilahan dalam Islam dengan makna / pengertian
yang khusus pula, tidak serupa dengan makna kalimat lainnya.97
Jika ditelah daripada akar katanya menurut bahasa Arab, maka jihad berasal dari
akar kata jahada – yajhadu – jahdan / juhdan, yang diartikan sebagai al-Toqoh, al-
Mashaqqah dan mubalaqah yaitu kesungguhan, kekuataan dan kelapangan.
Adapun jihad berkedudukan sebagai masdar (kata benda) daripada jahada, yaitu
bab faa’ala daripada jahada diatas dan diartikan sebagai : berusaha menghabiskan
segala daya kekuatan baik berupa perkataan dan perbuatan.98
Dari segi bahasa Arab, secara garis besarnya, jihad dapat pula diartikan sebagai :
penyeruan (al-dakwah) , menyuruh kepada yang makruf dan mencegah
kemungkaran (amar makruf nahi mungkar), penyerangan (ghozwah), pembunuhan
(qital), peperangan (harb), penaklukan (siyar), menahan hawa nafsu (jihad al-Nafs)
dan lain yang semakna dengannya ataupun mendekati.99
Namun demikian, jihad tidaklah identik hanya dengan satu pengertian saja.
Misalnya jihad hanya diartikan sebagai peperangan bersenjata saja, tidak ada
makna lain, ataupun hanya menahan hawa nafsu saja. Jelas ini menyempitkan
makna suci dan luas yang terkandung dalam jihad. Jadi jelas jihad tidaklah
identik hanya dengan satu pengertian saja.100
Untuk lebih menjelaskan permasalahan ini, akan diibaratkan dengan perkataan
Arab Islami, seperti sholat. Didalam al-Qur’an ataupun al-Hadist , sholat
diartikan dengan perkataan qiyam (berdiri), misalnya dalam menyebut qiyamul-
Al-Jihad wa al-Huquq al-Dauliyah al-Ammah fi al-Islam,
Lisan al-Arab,
Al-Jihad Sabiluna,
op.cit.
lail (sholat malam). Disamping itu shalat juga diartikan sebagai ruku’, sujud, du’a,
dzikir dan lainnya. Dengan pengertian ini, jika ada yang mengatakan sholat
adalah identik dengan qiyam (berdiri) saja, maka jelaslah ia salah dalam hal ini,
dan akan ditertawakan anak kecil. Karena semua orang tahu, bahwa berdiri
(qiyam), adalah salah satu syarat/cara dalam sholat dan sholat bukan hanya
berdiri.
Maka dari pengertian dan pemahaman tersebut, jihad adalah kata-kata Islami
yang mengandung pengertian luas, dapat diartikan sebagai perang, dakwah dan
sejenisnya dan tidak tepat jika hanya diartikan dengan salah satu pengertian
saja, sebagaimana diterangkan diatas. Dalam bahasa Indonesia/Melayu,
perkataan yang hampir menyamai perkataan jihad adalah kata perjuangan karena
sifatnya yang umum dan mengandung pengertian yang luas, seluas pengertian
dan keumuman makna jihad.
b. Pengertian Jihad Menurut al-Qur’an
Maka janganlah kamu mengikuti kaum kafir dan berjihadlah dengan mereka
menggunakan ini (al-Qur’an) sebesar-besar jihad…
Sehubungan pengertian ini, Ibnu Qayyim menulis :
Dan tidak diragukan lagi bahwa perintah jihad mutlak datang selepas hijrah.
Adapun jihad hujjah (jihad keterangan) diperintahkan-Nnya di Mekkah dengan
firman-Nya : Maka janganlah kamu mengikuti kaum kafir dan berjihadlah
dengan mereka menggunakan ini (al-Qur’an) sebesar-besar jihad. Inilah surat
makiyah, dan jihad didalamnya adalah jihad tabligh dan jihad hujjah .101
Maka jelaslah arti jihad pada ayat ini adalah menyampaikan hujjah kepada
orang-orang yang ingkar, ataupun berdiskusi dengannya menggunakan dalil-
dalil pasti yang akan membuat mereka yakin dengan kebenaran Islam. Jihad
dalam pengertian ini semakna dengan perkataan dakwah atau seruan ke jalan
Islam.
Zaad al-Maad,
Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhoan Kami, niscaya benar-nenar
akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami.
Dan jika mereka berdua berjihad kepadamu untuk menyekutukan-Ku dengan sesuatu
yang tidak ada pengetahuan mu tentangnya, maka janganlah kamu mentaati keduanya.
Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya ia hanyalah berjihad untuk
dirinya.
Berangkatlah baik dalam keadaan ringan ataupun berat dan berjihadlah dengan harta
dan jiwamu dijalan Allah, karena yang demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahui.
Dari beberapa ayat diatas, maka jelaslah bahwa di dalam al-Qur’an jihad tidak
hanya digunakan untuk satu pengertian sahaja, namun digunakan untuk
beberapa pengertian yang mengandung makna sebagai tabligh, dakwah,
pemaksaan, kesungguhan ataupun peperangan.
Disamping itu ada pula ulama yang berpendapat : Jika jihad menggunakan
tambahan kalimat fi sabilillah sesudahnya maka ia tidak mengandung pengertian lain
kecuali berperang menggunakan senjata. Namun jika tidak menggunakan kalimat fi
sabilillah setelahnya dapat diartikan selain daripada berperang, baik sebagai dakwah
ataupun menahan hawa nafsu.102
Tiada seorang Nabipun yang di utus Allah pada umat sebelumku kecuali ada pada
mereka diantara umatnya orang-orang Hawary (pengikut setia) dan sahabat-sahabat
yang mengambil sunnahnya dan berpegang teguh pada perintahnya, kemudian
datanglah sesudah mereka beberapa generasi yang mengatakan apa yang mereka tidak
lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Barangsiapa yang berjihad atas
mereka dengan tangannya maka ia adalah orang mukmin dan barang siapa yang
berjihad atas mereka dengan lisannya maka ia adalah orang mukmin dan barang siapa
yang berjihad diatas mereka dengan hatinya maka ia adalah orang mukmin. Dan tidak
ada selain itu daripada iman sebesar biji sawipun.
Tidak ada hijrah sesudah futuh (kemenangan) Makkah, kecuali jihad dan niyat .
3. Hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmizy dari Abu Said al-Khudri.
Muqaddimah, Zaad al-ma’ad,
Seutama-utama jihad adalah mengatakan kalimat hak dihadapan penguasa kejam yang
mungkar.
Telah datang seorang pemuda kepada Rasulullah SAW untuk minta izin agar
diperbolehkan ikut berjihad, maka Rasulullah bersabda : Apakah kedua orang tuamu
masih hidup ? Pemuda tadi menjawab : ya, maka Rasulullah SAW bersabda : Tetaplah
kamu kepada keduanya dan berjihadlah pada mereka.
Aishah bertanya kepada Rasulullah SAW adakah kewajiban atas wanita untuk berjihad.
Rasulullah SAW bersabda : ya, Jihad untuk wanita bukannya peperangan menghadapi
musuh, tetapi haji dan umrah.
6. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ghozali daripada Abu Dzar al-Ghifari
Telah berkata Abu Bakar ra : Ya Rasulullah, adakah jihad selain membunuh orang
Musyrik ? Rasulullah menjawab : Benar wahai Abu Bakar. Sesungguhnya bagi Allah
Ta’ala ada mujahid-mujahid ( pejuang-pejuang ) di bumi yang lebih utama daripada
orang mati syahid. Mereka hidup mendapat rizki berjalan dibumi. Allah membanggakan
mereka kepada para malaikat-Nya di langit dan di syurga dihias untuk mereka seperti
berhiasnya Ummu Salamah kepada Rasulullah SAW. Maka berkata Abu Bakar :
Siapakah mereka ?. Nabi SAW menjawab : Mereka adalah orang yang menyuruh
kebaikan dan melarang kemungkaran dan orang yang cinta karena Allah dan benci
karena Allah…
Jihad disini diartikan sebagai amar makruf nahi mungkar, yaitu menyuruh
kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Ibara wa Bashair,
Muqaddimah,
Fath al-Bari’,
Fath al-Qadir,
Tafsir al-Bajury,
Lisan al-Arab,
harta mereka dan meruntuhkan tempat ibadah serta sesembahan mereka
guna menegakkan Islam.108
Risalah Jihad,
Majmu’ al-Fatawa,
al-Iqna’,
Syari’at Islam fi al-Jihad,
Mazha Khosiral al-Alami..,
Fiqh al-Sunnah,
Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad,
e. Pembahasan Pengertian Jihad
Dengan cara ini barulah kaum Muslimin memiliki harga diri dihadapan musuh-
musuhnya, tidak diremehkan lagi. Dan cara seperti ini terbukti sangat ampuh
untuk membuka mata dan pendengaran mereka hingga mereka mau memper-
hatikan apa yang diinginkan kaum Muslimin. Jika kaum muslimin tidak
menghadapi musuh-musuh Islam itu dengan kekuatan militer, sebagaimana
mereka telah menyerang kaum Muslimin, maka tentulah kaum muslimin akan
terus mendapatkan dirinya dalam keadaan hina, dipermainkan seenaknya oleh
musuh-musuhnya ataupun membantainya dengan sadis, sementara kaum
Muslimin hanya bisa berteriak-teriak histeris diantara gelak tertawa musuh-
musuhnya. Mentertawakan kebodohan kaum Muslimin yang mengklaim diri
mereka sebagai ummat terbaik, tetapi kenyataannya mengalami kehinaan.
Namun demikian, kaum Muslimin bukannya dituntut tergesa-gesa membentuk
pasukan militernya, kemudian menyerang musuh-musuhnya dengan senjata
yang tidak seimbang sama sekali, bukan ini yang dimaksudkan. Banyak kejadian
dimana kaum Muslimin sudah jenuh dengan keadaan mereka yang selalu ditin-
das musuh-musuhnya. Kemudian dengan dasar ini mereka terburu-buru mem-
bentuk pasukan militer yang tidak memenuhi syarat kemiliteran dari segi taktik
dan strategi. Akibatnya terjadilah pertempuran yang tidak seimbang dan kekala-
han ditangan kaum Muslimin yang terburu-buru itu. Mungkin saja niyat mereka
baik, tulus ikhlas untuk menegakkan dienullah dan menghapuskan segala ben-
tuk kemungkaran, tapi sebenarnya mereka belum siap bertarung dengan per-
siapan seadanya. Allahpun memerintahkan agar kaum muslimin mempersiap-
kan diri sebaik mungkin menyangkut personil maupun persenjataan, tidak asal
bertanding seadanya, sebagaimana Allah berfirman :
Dan siapkanlah untuk menyerang mereka apa-apa yang kamu mampu dari
kekuatan (personil dan senjata) dan kuda-kuda tambatan ; semua itu untuk
menakuti musuh-musuh Allah “
(Al Anfal : 60).
Persiapan utama yang harus dilakukan kaum muslimin dalam penyusunan
kekuatan militer ini adalah mempersiapkan personil tentara yang betul-betul
tangguh, memiliki mental mujahid Islam sejati. Sejarah telah membuktikan,
musuh-musuh Islam sangat takut pada para mujahid yang menurut mereka ber-
perang untuk mencari mati, sementara mereka berperang untuk bertahan hidup.
Seorang perwira Yahudi ketika terjadi peperangan Israel dengan Mesir,
menyatakan “Kami tidak takut pada tentara reguler Mesir yang terlatih
sekalipun, tapi kami sangat takut dengan pasukan sukarelawan Ikhwanul
Muslimin Karena mereka berperang untuk mencari mati dan sangatlah sulit
menghadapi orang-orang nekat semacam itu“.
Untuk melahirkan mujahid sejati yang ditakuti musuh-musuh Islam diperlukan
pendidikan mental bagi calon personil, terutama menanamkam aqidah yang
kuat, sehingga aqidah inilah yang menjadi motor penggerak mereka untuk
menumpas musuhnya. Aqidah yang mendorong seseorang untuk lebih mencin-
tai Allah, Rasul-Nya dan jihad dijalan Allah daripada kehidupan dunia. Aqidah
yang akan melahirkan sikap untuk senantiasa merindukan syahid, gugur di jalan
Allah. Aqidah yang telah diwariskan Rasulullah, Shohabatnya dan para pejuang
Islam sepanjang masa, Aqidah yang telah menjadikan mereka orang-orang ter-
hormat dihadapan musuh-musuhnya. Jika Aqidah ini belum tertanam dengan
baik pada calon personil militer, maka perlu dipertimbangkan masak-masak
keinginan membentuk pasukan militer Islam, karena ini tidak mengikuti sunnah
Rasulullah. Pasti akan menemui kegagalan ditengah jalan, yang akan menambah
hinanya kaum muslimin akibat kekalahan demi kekalahan mereka melawan
musuh. Jika sudah dipersiapkan sepenuh kemampuan segala kekuatan, baik per-
sonil ataupun persenjataan memadai, barulah dengan bertawakkal sepenuhnya
kepada Allah bertanding melawan musuh di medan jihad. Allah Yang Maha
Kuat serta Perkasa senantiasa bersama orang-orang mukmin dan Maha Kuasa
menolong mereka. Inilah yang telah dilakukan para pejuang di jalan Allah yang
telah mengalahkan musuh mereka yang kuat dari Romawi ataupun Parsi dan
inipulah yang telah dilakukan para pejuang yang telah berhasil mengusir para
penjajah kafir dari dunia Islam, dan hanya hal inilah yang akan menegakkan
kembali kejayaan dan kemenangan Islam kapan dan dimanapun. Jihad melawan
musuh tidak cukup hanya dengan semangat dan kekuatan semboyan yang
membangkitkan, namun, perjuangan maha suci ini memerlukan para pejuang di
jalan Allah dalam arti sebenarnya yang didukung oleh fasilitas semaksimal
kemampuan mereka. Pengertian jihad sebagai perang akan dibahas dengan men-
detil pada bagian berikutnya.
Disamping pengertian di atas, jihad juga dapat diartikan sebagai perang
pemikiran (ghozwu al-fikr), sebuah jenis perang yang populer khususnya
dikalangan cendikiawan Muslim saat ini. Tidak diragukan jihad dengan penger-
tian seperti ini sangat penting perananya terutama untuk meluruskan dan men-
jawab penyimpangan pemikiran yang telah menyesatkan kaum Muslimin yang
telah dikemukakan cendikiawan-cendikiawan yang anti Islam. Dengan keah-
liannya, para cendikiawan anti Islam ini, dengan maksud yang jahat
mengadakan penelitian kemudian memutar balikkan fakta, diantaranya
menyajikan ajaran-ajaran Islam versi mereka yang menyimpang dan menyesa-
tkan dengan metode yang mereka katakan ilmiah, yang tujuannya tidak lain un-
tuk menimbulkan keraguan kaum Muslimin terhadap ajaran Islam. Berbagai
media mereka gunakan untuk menjalankan misinya. Bahkan mereka telah
mendirikan universitas dan akademi, menerbitkan buku-buku ilmiah, brosur,
majalah dan pasilitas lainnya yang semuanya bertujuan untuk mengaburkan
pemahaman Islam dan membingungkan kaum Muslimin dan akhirnya memur-
tadkan mereka. Dengan lembaga pendidikan yang dimilikinya, para cendiki-
awan anti Islam, membentuk kader-kader yang akan menyesatkan ummat
dengan metode pemutar balikkan fakta. Bahkan mereka telah mendidik generasi
Islam dengan pola khusus yang menyesatkan. Banyak lahir cendikiawan be-
ragama Islam namun pemikiran mereka seperti musuh-musuh Islam, menjadi
corong untuk menghapuskan Islam dari pengikutnya. Para cendikiawan yang
dididik musuh Islam terkenal dinegerinya masing-masing karena mereka
disponsori, didukung dan dikatrol musuh-musuh Islam dengan berbagai cara
agar semakin banyak ummat yang disesatkannya.
Salah satu pemikiran yang senantiasa menimbulkan kontraversial di kalangan
umat adalah pendapat mereka yang menyatakan belajar Islam saat ini bukan di
universitas Islam yang dikelola Ulama-ulama Islam di Timur Tengah, tapi hanya
di universitas-universitas yang didirikan para orientalis di Eropah atupun
Amerika. Karana universitas Islam, menurut mereka tidak memiliki metodelogi
pendidikan modern untuk memahami Islam secara ilmiah sebagaimana yang di-
miliki lembaga pendidikan yang dikelola para orientalis. Mungkin saja pendapat
mereka tidak salah sepenuhnya, karena memang lembaga pendidikan Barat tel-
ah menyediakan segala fasilitas, baik buku, tenaga pengajar bahkan bea siswa
untuk mendalami pengetahuan tentang Islam. Namun kemudian timbul pertan-
yaan, mungkinkah kaum Muslimin mendapatkan Islam dengan hidayahnya
dari orang-orang yang tidak dapat memberikan hidayah pada diri mereka
sendiri. Tujuan utama seorang Muslim mempelajari agamanya adalah untuk
mendapatkan hidayah yang akan membimbing hidup mereka menuju ke-
selamatan di dunia dan akhirat sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan
para shahabat, bukan hanya untuk mendapatkan kepuasan intelektual ataupun
gelar keduniaan semata. Tapi demikianlah mereka beranggapan Islam adalah
semacam pengetahuan yang harus dianalisa secara ilmiah dengan segala met-
odelogi empirismenya, bukannya sebagai hidayah yang akan membimbing ke
jalan lurus. Dan ironisnya banyak dikalangan kaum muslimin yang terpengaruh
ide-ide sesat cendikiawan yang hakikatnya menjadi agen musuh Islam. Beralih-
lah pemikiran mereka dari pemahaman Islam sebagaimana diwariskan Rasul ke-
pada pemahaman Islam yang disajikan cendikiawan anti Islam, dengan alasan
selama ini para ulama Islam tidak mampu menyajikan Islam secara ilmiah, mod-
ern dan sistematis sebagaimana cendikiawn Barat. Dan mulailah generasi
Muslim yang mendapat pendidikan modern ini mempertanyakan keabsahan
hukum Islam, Sunnah Rasulullah dan ajaran-ajaran Islam yang menurut mereka
kurang ilmiah. Pada akhirnya mereka ‘berijtihad‘, boleh menolak semua itu demi
kemajuan, mengikuti ‘fatwa‘ guru besar mereka, sang cendikiawan yang memi-
liki tujuan jahat terhadap Islam dan umatnya.
Melalui publikasi buku-buku yang mereka namakan ilmiah, musuh-musuh Is-
lam menyebarkan ide-ide sesatnya yang menggambarkan Islam sebagai ajaran
kuno, jumud, reaksioner, fanatik, ekstrim dan seribu satu nama lagi. Dari yang
hanya menyindir secara halus sampai yang jela-jelas menghujat seperti “Ayat-
ayat setannya“ nya Salman Rusdhy. Anehnya banyak para cendikiawan muslim
yang menjadikannya sebagai buku referensi utama dalam membahas masalah
keislaman. Akhir-akhir ini makin banyak bermunculan buku-buku sesat
semacam itu dan beredar dengan bebas di negara-negara muslim. Belum lagi
media masa yang dikelola mereka terus menampilkan artikel-artikel yang
menyerang Islam dengan hebatnya. Pemikiran-pemikiran sesat para cendiki-
awan anti Islam sangat mempengaruhi pemahaman kaum muslimin saat ini,
menimbulkan keragu-raguan terhadap ajaran Islam yang tinggi, khususnya
mereka yang senantiasa mau berfikir ilmiah ala Barat sekuler. Jika kaum
Muslimin sendiri sudah ragu dengan ajaran Islam, mungkinkah mereka dapat
diajak menegakkan Islam. Dengan dasar inilah tampil para cendikiawan muslim
dari berbagai spesialis ilmu, baik tamatan universitas Islam ataupun universitas
sekuler, untuk menjawab sekaligus menentang pemikiran sesat musuh-musuh
Islam. Mereka berusaha semaksimal kemampuan membela Islam dari tuduhan-
tuduhan palsu. Mendirikan universitas-universitas dan lembaga pendidikan un-
tuk mendidik para kader yang akan memberikan keterangan kepada kaum
Muslimin tentang kebenaran dan ketinggian Islam dari berbagai bidang penget-
ahuan. Merekapun aktif menulis buku-buku yang menjawab semua tuduhan-tu-
duhan sesat yang dilemparkan musuh Islam dan menelanjangi kesesatan
pemikiran musuh-musuh Islam dengan semua sistem yang mereka anut, meng-
gunakan methode ilmiah sebagaimana mereka menyerang Islam. Mereka telah
melancarkan perang yang dikenal dengan perang pemikiran (ghozwul fikr),
yang akibatnya terkadang lebih dahsyat dari peluru. Jika peluru ditembakkan,
baik itu bom nuklirpun, hanya memusnahkan generasi pada saat itu saja, namun
pemikiran sesat yang telah terhunjam dalam generasi muda, akan terwariskan
generasi demi generasi yang kerusakannya sangat meluas dan memakan waktu
yang panjang untuk meluruskannya kembali.
Banyak sumbangan berharga yang telah diberikan pejuang-pejuang di medan
perang ini khususnya bagi kemajuan peradaban Islam, memberikan jalan keluar
dari problematika masyarakat modern dengan konsep-konsep baru yang digali
dan dikembangkan dari ajaran Islam dan warisan generasi Islam terdahulu. Dis-
amping mengembalikan pemikiran kaum Muslimin ke jalan yang benar dan
menjaga generasi selanjutnya agar tidak terjerumus menganut pemikiran-
pemikiran sesat musuh-musuh Islam. Tidak sedikit diantara mereka yang harus
menebus perjuangannya dengan mendekam dipenjara, ataupun diusir dari
negeri kelahirannya, Bahkan ada yang syahid dibunuh kaki tangan musuh Islam
yang sangat benci pada mereka dan perjuangannya. Perjuangan mereka yang be-
sar ini tidak dapat dinafikan begitu saja karena alasan berlainan faham dalam
memperjuangkan Islam. Mereka telah membuktikan pengabdiannya pada Islam
dengan keahliannya. Maka sungguh naif jika ada yang mengatakan “bukan saat-
nya sekarang untuk beradu fikiran, tapi saatnya untuk beradu otot dan senjata “.
Seakan-akan mereka meremehkan pejuang-pejuang mulia ini dengan perjuan-
gannya. Semua kaum Musliminpun mengetahui, setiap pejuangan yang ber-
tujuan menegakkan Islam dengan segala kemampuannya akan mendapatkan
balasan disisi Allah SWT, termasuk mereka yang telah menyumbangkan
pemikirannya untuk qhozwul fikr melawan musuh-musuh Islam, dan ini adalah
perjuangan yang sangat penting bagi eksistensinya Islam dan ummatnya.
Disamping itu ada yang mengartikan jihad sebagai memerangi hawa nafsu,
bahkan menyatakannya jihad akbar, jihad besar, berdasarkan sebuah hadist yang
masih dipertentangkan keshohihannya. Terlepas dari shohih dan tidaknya hadist
tersebut, jika ditelaah secara seksama, jihad menundukkan hawa nafsu untuk
mengikuti kebenaran Islam adalah sangat penting. Bagaimana mungkin seseor-
ang akan berperang menegakkan Islam, jika nafsunya sendiri belum tunduk
menerima kebenaran Islam. Sebuah hadist menerangkan :
“Belum sempurna iman seseorang diantara kamu hingga hawa nafsunya tunduk
mengikuti apa yang aku bawa padanya“ (HR. Tirmizy).
C. Pengertian Sabilillah
Untuk dapat memahami pengertian jihad dalam Islam secara utuh dan sem-
purna, ada beberapa aspek yang berkaitan dengannya yang perlu difahami. Di-
antaranya adalah pengertian tentang fi sabilillah, yang secara harfiah diartikan
sebagai di jalan Allah. Karena jihad yang diajarkan Islam berkaitan erat dengan
fi sabilillah ini. Namun demikian, pengertiannya tidak sekedar kata di jalan Al-
lah saja, yang mungkin dapat membingungkan atau menimbulkan kesalahfa-
haman. Karena pengertian fi sabilillah sangat luas, yang untuk memahaminya
diperlukan penggalian mendalam, disamping memahami pengertian lawannya
fi sabil al-thoghut, di jalan Thogut. Sebagaimana disebutkan al-Qur’an :
“Orang-orang yang beriman berperang dijalan Allah dan orang-orang kafir ber-
perang dijalan thoghut”. ( An-Nisa : 76 )
Didalam al-Qur’an ataupun Hadist yang membahas mengenai jihad Islam ser-
ingkali diikuti dengan perkataan fi sabilillah.
Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kamu berjihad di-
jalan Allah dengan harta dan jiwa kamu. Yang demikian itu lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui.
(Ash- Shof : ll )
Sebuah Hadist Rasulullah menyebutkan :
Dari Abu sa’id Al Khudri ra berkata : Seorang datang kepada Nabi SAW bertan-
ya : Siapakah manusia yang utama ?, Nabi SAW menjawab : “ Orang mukmin
yang berjuang dengan harta dan jiwanya dijalan Allah “
( HR Bukhori Muslim ).
Rasulullah SAW ditanya tentang seorang laki-laki yang berjuang karena kebera-
nian, seorang berjuang karena kesombongan, dan seorang lagi berjuang karena
riya’, yang manakah diantara mereka itu yang berjuang di jalan Allah ?. Rasulul-
lah menjawab : “Barang siapa berjuang untuk meninggikan kalimat Allah
(Islam), maka dia berjuang di jalan Allah “
(HR Bukhori Muslim dari Abu Musa Al -Asy’a’ry ).
Fi sabilillah mengandung pengertian yang dalam dan luas, dengan bahasa sastra
diterjemahkan sebagai “di jalan Allah “, sangat jarang didapatkan pengertian
sempurna dari para Ulama dan Cendikiawan muslim. Namun demikian, secara
umum dapat disimpulkan dari pengertian diatas sebagai setiap usaha sungguh-
sungguh untuk menegakkan kalimat Allah (Islam) dengan cara-cara yang telah
digariskan Allah bertujuan hanya untuk mencapai keridhoan Allah semata.
Menciptakan kebaikan dan keadilan bagi seluruh makhluk diatas bumi, terhin-
dar dari kehendak untuk mendapatkan segala bentuk materi keduniaan, baik
berupa imbalan, jabatan, ataupun pujian kehormatan, maka yang demikianlah
yang dimaksud oleh Islam sebagai amal fi sabilillah. Sebagai contoh, jika seseor-
ang mengeluarkan hartanya karena memperkirakan akan mendapatkan imbalan
material ataupun moral atas perbuatannya tersebut di dunia ini, maka jelas per-
buatan semacam ini tidak diakui sebagai amal fi sabilillah. Namun jika ia berkei-
ginan hanya untuk mendapatkan keridhoan Allah semata dengan perbuatannya
itu maka sudah dipastikan ia berada dalam garis fi sabilillah, walaupun nantinya
ia mendapatkan imbalan materi duniawi akibat perbuatannya. Demikian pula
halnya, seorang pelajar, menuntut ilmu dengan bersungguh-sungguh mencari
keridhoan Allah dan dikemudian hari dengan ilmu yang diperolehnya ia bercita-
cita menegakkan Islam, maka dapatlah ia dikategorikan sebagai pejuang dijalan
Allah, sebagaimana hadist Rasulullah ;
Tapi sebaliknya, jika ia menuntut ilmu semata-mata untuk mencapai gelar kesar-
janaan ataupun untuk meningkatkan status sosialnya dan maksud-maksud lain
diluar untuk keridhoan Allah semata, maka jelas ia tidak dapat disebut sebagai fi
sabilillah. Atau seorang yang membantu perjuangan Islam dengan harta benda
hasil perampokan, korupsi atau kejahatan lainnya, walaupun niatnya tulus ikh-
las untuk mencari ridho Allah, sudah pasti perbuataan semacam ini bukan fi sab-
ilillah, karena tidak memenuhi syarat menuju keridhoan Allah, yaitu dengan
barang yang haram. Itulah sebabnya, fi sabilillah hanya dapat dipergunakan bagi
perbuatan yang dilakukan dengan niat yang tulus ikhlas untuk mencari keridho-
an Allah semata, tanpa diikuti keinginan sedikitpun untuk memperoleh materi
duniawi dengan jalan-jalan yang telah ditetapkan Islam, baik cara dan tujuan
pelaksanaanya.
Fi sabilillah adalah syarat mutlak yang ada pada jihad Islam. Dengan demikian,
jihad fi sabilillah bermakna perjuangan dan pengorbanan sungguh-sungguh
yang berorientasi hanya untuk mendapatkan keridhoan Allah semata, tanpa
diikuti keinginan untuk mendapatkan materi keduniaan. Bila seorang berjuang,
kemudian ada di dalam hatinya keinginan untuk mendapatkan materi keduni-
aan, maka amalan jihadnya akan sia-sia, tidak dinilai sebagai jihad islam.
Dari Abu Hurairah ra ia berkata : “ Seorang laki-laki mengatakan kepada Rasu-
lulah : “Ya Rasulullah , ada seseorang ikut berjihad dijalan Allah, sedangkan ia
mengharap harta duniawi“. Rasulullah menjawab : “ Dia tidak akan memper-
oleh pahala”.Beliau mengulangi pertanyaan itu sebanyak tiga kali.
( HR. Abu dawud ).
Jihad amat luas, seluas ajaran Islam yang mengatur seluruh sistem kehidupan
manusia, dari masalah-masalah pribadi sampai masyarakat dan negara. Maka
seluruh sistem kehidupan yang diatur ajaran Islam secara otomatis mengandung
unsur jihad. Perintah sholat misalnya, tidak terlepas dari unsur jihad. Jika seseor-
ang akan mendirikan sholat, sebelumnya ia harus berjihad, yakni bersungguh-
sungguh menundukkan hawa nafsunya agar mau melaksanakan sholat seba-
gaimana yang diperintahkan Islam. Ketika mendirikan sholat pun ia harus berji-
had, berusaha agar tetap melaksanakan sholat dengan khusuk hingga rukun
dan syaratnya sempurna. Setelah selesai sholatpun ia harus berjihad, berusaha
semaksimal mungkin untuk tetap menjaga konsekwensi logis sholatnya sebagai
pencegah perbuatan keji dan mungkar.
Demikian pula halnya dengan proses pembentukan masyarakat Islam, tidak ter-
lepas dari kontek jihad. Dari awal pembentukkannya, yaitu membentuk pribadi-
pribadi muslim yang Istiqomah memerlukan kesungguhan daya upaya. Kemu-
dian menyatukan pribadi-pribadi muslim itu dalam keluarga hingga terbentuk-
lah keluarga muslim yang ideal juga memerlukan kerja keras. Selanjutnya
menyatukan keluarga-keluarga muslim itu menjadi sekumpulan masyarakat Is-
lam yang didalamnya tegak peraturan-peraturan Allah bukanlah perkara ringan,
namun memerlukan keseriusan total, yang kesemua proses ini tidak terlepas dari
jihad.
Di dalam Al-Qur’an dan Hadist disebutkan beberapa bentuk jihad antara lain :
Orang-orang yang beriman, berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta
dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah dan merekalah or-
ang-orang yang memeperoleh kemenangan. ( At- taubah : 20 )
Sesungguhnya orang-orang Mukmin hanyalah orang-orang yang beriman ke-
pada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu dan mereka berjihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwanya : merekalah orang-orang yang benar. ( Al
Hujorot : 15 )
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mereka tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga diri “.
(At-taubah : 122 )
Dari Abu Said al Khudri ra berkata : Telah berkata Rasulullah SAW : “ Seutama-
utama jihad adalah berkata-kata benar ( haq ) dihadapan penguasa yang zolim”
(HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)
V.
SYAHID
Setiap Yang Bernyawa Pasti Mati
Setiap yang bernyawa pasti akan menemui kematian. Tidak ada yang
kekal abadi di dunia ini, karena sifat dunia ini adalah sementara bagi manusia,
hanya sekedar menumpang hidup, menjalani kehidupan dan menemui
kematian. Tidak ada seorang manusiapun yang lepas dari kematian. Itulah
sebabnya, ketika Budha Gautama diminta salah seorang pengikutnya untuk
menghidupkan anaknya yang sudah mati, Budha memerintahkan agar
mendapatkan makanan dari keluarga yang belum pernah mengalami kematian
anggota keluarganya. Dengan susah payah, sang pengikut mencari keluarga
yang tidak mernah mengalami kematian anggota keluarga, dan diapun tidak
mendapatkan sebuah keluargapun yang tidak ditimpa kematian. Kematian
adalah sesuatu kepastian yang mutlak bagi manusia dan makhluk bernyawa.
Seorang raja yang berkuasa sekalipun satu saat akan menemui ajalnya,
seorang bangsawan yang terhormat pasti akan mati, seorang Panglima yang
gagah beranipun akan menemui kematian. Manusia pasti akan menemui
kematiannya, walaupun ia menyukai ataupun tidak menyukainya, kematian
pasti akan menjemputnya, baik ketika ia masih muda, remaja ataupun sudah
tua. Tidak ada satu manusiapun yang mampu menolak kematian, walau
bagaimanapun berkuasanya ia di muka bumi ini, jika saat kematiannya telah
tiba, maka kematian akan menjemputnya.
Dalam masyarakat banyak terlihat kematian dan sebab-sebabnya. Ada yang
mati akibat sakit, ada yang mati akibat kecelakaan ada yang mati akibat
keracunan, ada yang mati akibat dibunuh, bahkan ada yang mati dengan
tanpa sebab, langsung mati saja. Orang yang sehat wal afiat, tiba-tiba tanpa
sebab mati dan sebaliknya orang yang diramalkan dokter akan menemui
kematian dalam waktu dekat akibat penyakitnya dapat bertahan hidup
bertahun-tahun. Sebab-sebab kematian memang berbagai macam ragamnya,
dan terkadang orang yang lemah imannya langsung akan menuding kepada
sebabnya. “Seandainya dia rajin berobat, pasti tidak kena peyakit dan
terhindar dari kematian”, “Seandainya dia tidak pergi, maka tidak akan terjadi
kecelakaan dan tidak merengut nyawanya”, “Seandainya…..” dst… dst. Namun
kematian akan tetap menjemputnya, jika tidak karena sakit, pasti akan ada
sebab musabab lainnya, karena jika Allah telah menentukan ajal seseorang,
walau apapun yang dilakukan untuk menghindari kematian, maka kematian
pasti akan menjemputnya dengan berbagai cara dan berbagai sebab.
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila
datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (al-Munafiqun : 11)
Dalam urusan waktu kematian manusia tidak diberi pilihan oleh Sang
Penciptanya, namun manusia boleh memilih cara mendapatkan kematiannya.
Sebagaimana mereka bebas menjalani kehidupannya, manusia diberi
kebebasan pula dalam menempuh cara kematiannya. Apakah ia memilih mati
secara mulia atau secara hina, apakah ia mati sebagai pahlawan atau sebagai
penghianat, apakah ia mati sebagai seorang yang beriman atau sebagai orang
yang ingkar, apakah ia mati sebagai pejuang agung atau hanya sekedar
sampah masyarakat. Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan umur
kepada manusia memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih cara
dalam menghadapi kematiannya. Kebebasan ini menandakan Keadilan dan
Kasih Sayang Allah kepada manusia yang telah diciptakan-Nya.
Jundullah,
The Shorter Oxford Dictionary,
pemerintahan semacam ini sebagai “ Teo-Demokrasi “ yaitu sistem pemerintahan
demokrasi Ilahi, karena dibawah naungannya kaum muslimin telah diberi kedaulatan
rakyat yang terbatas dibawah pengawasan Tuhan. Eksekutif yang terbentuk
berdasarkan sistem pemerintahan semacam ini dibentuk berdasarkan kehendak umum
kaum muslimin yang juga berhak untuk menumbangkannya. Semua masalah
pemerintahan dan masalah mengenai hal-hal yang tidak diatur secara jelas dalam
syariah, diselesaikan berdasarkan mufakat bulat dan konsensus dikalangan kaum
muslimin. Setiap muslim yang mampu dan memenuhi syarat untuk memberikan
pandangan yang sehat mengenai masalah-masalah hukum Islam, diberikan hak untuk
menafsirkan hukum Tuhan jika penafsiran hukum ini memang diperlukan. Dalam
pengertian ini, politik Islam disebut juga sebuah demokrasi. Tetapi sebagaimana yang
telah diuraikan diatas, dia juga teokrasi dalam arti bahwa apabila terdapat perintah-
perintah atau hukum yang telah jelas atau terang-terangan dari Tuhan atau Rasul-Nya,
maka tidak seorangpun atau tak satu lembaga legislatif, yang berhak untuk
melaksanakan pertimbangan secara mandiri, sekalipun seluruh muslim disegenap
penjuru dunia mencapai sepakat bulat untuk mengubahnya“.128
Dengan demikian jelaslah sistem pemerintahan Islam tidak identik dengan sistem
pemerintahan teokrasi yang dikenal Barat, namun perlu digariskan, sistem
pemerintahan Islam mengandung unsur teokrasi sebagaimana diterangkan diatas . Atau
seperti apa yang dikatakan DR. Said Ramadhan : “ Ringkasnya, boleh dikatakan bahwa
pemerintahan hukum Islam tak akan pernah sampai menjadi “ teokrasi “ karena alasan
sederhana, yaitu ketiadaan hirarki kependetaan pada konsep paling dasar agama ini “.129
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dibumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. ( An- Nur : 55 )
Seluruh permukaan bumi adalah milik kaum muslimin yang telah diamanahkan
kepadanya dan harus ditata sesuai dengan aturan-aturaran yang telah diturunkan sang
Pemberi Amanah. Tidak ada batasan apaun yang dapatmemisahkan bumi Allah yang
satu dengan bumi Allah yang lainnya. Semuanya adalah milik Allah yang harus tunduk
dibawah kedaulatan Allah. Dengan demikian Islam sangat menolak prinsip
pemerintahan nasional yang berlandaskan semangat ashobiyah ( rasialisme,
cheuvinisme, nasionalisme ) sebagaimana diterangkan Rasulullah :
Tidaklah termasuk golongan kami orang-orang yang menganjurkan ashobiyah, tidaklah masuk
golongan kami orang-orang yang berperang atas dasar ashobiyah dan tidaklah masuk golongan
kami orang-orang yang mati atas dasar ashobiyah. ( HR. Abu Dawud )
Sayyid Qutb menulis : “Sebagai tindak lanjut dari penghapusan dinding-dinding ras,
bahasa dan warna kulit, maka Islam meniadakan pula batas geografis antara berbagai
bangsa, yang menciptakan perasaan nasional sempit dan yang menjadi sumber bagi
persaingan sengit antara nasion-nasion yang berbeda-beda. Persaingan inilah yang
melahirkan sistem penjajahan yang intipatinya ialah eksploitasi bangsa atas bangsa,
jenis atas jenis dan tanah air atas tanah air. Mudahlah dimengerti bahwa penggerak
utama dari sengketa jajahan itu dijaman modern ini adalah perasaan nasional sempit
yang menjelma dalam bentuk yang khas dibelakang tapal batas negara masing-masing.
Semuanya itu karena hasrat masing-masing negara untuk mendapat ruang hidup pada
negeri-negeri yang lemah, dalam bentuk penguasaan atas bahan-bahan mentah dan
buruh yang murah, lalu menjadi tempat penjualan barang-barang produksi mereka
dengan menarik keuntungan yang melimpah-limpah.”133
Pemerintahan nasional dengan batas-batas teritorial tertentu yang dianut kaum
muslimin saat ini adalah sumber malapetaka mereka. Dengan terpilah-pilahnya
kekuataan kaum muslimin dalam beberapa nasion akan mudah diadu domba dan
dihancurkan. Perpecahan mereka telah memudahkan musuh-musuh untuk
mendektekan segela kehendak mereka, yang akhirnya menghancurkan eksistensi Islam
dan ummatnya. Semangat nasionalisme yang berdasarkan pada kebanggaan suku dan
ras ini adalah perkara jahiliyah yang telah dihapus sejak Rasulullah menyerukan Islam
pertama kali kepada para pengikutnya.
Masyarakat Islam,
- Pemerintahan Islam bukannya Pemerintahan Diktator ala Fasis
Ada sementara orang-orang yang mengidentikkan ketaatan kepada pemerintah dalam
Islam dengan ketaatan buta ala pemerintahan diktator yang dianut sistem Fasisme
ataupun militerisme. Dengan pemahaman yang salah ini kemudian mereka mengklaim
pemerintahan Islam identik dengan pemerintahan diktator yang dapat berbuat
semaunya terhadap rakyatnya dengan dalih ketaatan kepada pemerintah (ulil Amri)
sebagaimana disebutkan al-Qur’an. Kemudian dalih ayat ini penguasa-penguasa
diktator dinegara-negara muslim memperkosa hak-hak asasi rakyatnya, memaksa
mereka dengan kekerasan untuk menerima program-program pemerintah yang
bertentangan dengan Islam, memenjarakan dan membunuh mereka atas legalisasi
ketaatan yang diberikan Tuhan !!!. Penguasa-penguasa ini semakin semakin diktator
dan sadis setelah mendapat restu dari ulama-ulama mereka yang dibelinya dengan
harga sangat murah untuk memberikan fatwa agama.
Pemerintahan diktator adalah sistem pemerintahan ala fasis yang tidak pernah dikenal
Islam, karena pemerintahan ini memaksakan kehendaknya kepada rakyat dengan
intimidasi, meninggalkan azaz musyawarah. Pemerintah yang dikendalikan segelintir
elit penguasa yang memiliki kedaulatan penuh, yang harus ditaati semua perintahnya
tanpa kecuali. Siapapun tidak dapat mengganggu otoritasnya dalam menjalankan
pemerintahannya, jika ada yang membangkang,maka akan mendapat hukuman tanpa
melalui prosedur keadilan , dia dapat saja dibunuh jika pemerintah menghendakinya.
Pemerintahan ini adalah pemerintahan tangan besi yang senantiasa mengandalkan
kekerasan dan pemaksaan. Pemerintahan model ini dianut kaum fasis yang terkenal
kejamnya, tidak mengenal peri kemanusiaan dan kasih sayang, seperti Hitler ataupun
Mussailini.
Pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang melandaskan ketaatannya
semata-mata karena Allah dan RasulNya. Pemerintah baru dapat ditaati selama ia
mentaati Allah dan RasulNya yang senantiasa mengajarkan kebaikan keadilan dan
kedamaian yang abadi. Islam tidak mengenal ketaatan mutlak terhadap manusia /
penguasa sebagaimana yang disangkakan kebanyakan orang sehingga diidentikkan
dengan diktator ala fasis, Abul A’la Maududi menulis tentang konsepsi ketaatan ini :
“Obyek ketiga ketaatan Muslim dalam tatanan kehidupan Islam adalah ulul Amri, yaitu
orang-orang yang memegang kekuasaan pemerintah. Tetapi ketaatan terhadap
pemerintah ini baru timbul dengan peringkat dibawah ketaatan terhadap Allah dan
ketaatan terhadap rasul, dan tunduk kepada kedua ketaatan tersebut. Menurut ayat ini
pula , ulul Amri ini juga harus dibentuk dari kalangan kaum muslimin itu sendiri.”134
Dalam masyarakat ( Islam ) semacam ini, tidak ada ruang bagi kediktatoran seseorang
atau kelompok tertentu atas lainnya, karena setiap orang adalah khalifah Allah. Tidak
ada seorang atau sekelompok orangpun yang diberi hak istimewa untuk menjadi
penguasa mutlak dengan merampas hak-hak asasi orang kebanyakan. Kedudukan
seseorang yang terpilih untuk melaksanakan urusan-urusan kenegaraan tidak akan
melampaui ketentuan ini sehingga semua muslim, atau tepatnya semua khalifah Tuhan
, menyerahkan kekhalifahannya kepada pejabat itu demi penyelenggaraan
Islamic Law,
pemerintahannya. Disatu pihak dia akan bertanggung jawab kepada Allah, dan dilain
pihak dia juga akan dimintai tanggung jawabnya oleh rekan-rekannya yang telah
mendelegasikan kekholifahan kepada mereka kepadanya. Jika tiba-tiba dia mendaulat
diri sebagai penguasa multak yang tidak bertanggung jawab, diktator, maka sebenarnya
dia tengah berperan sebagai pemeras ketimbang seorang kholifah, karena kediktatoran
merupakan penolakan atas kekhalifahan umum.
Kekuasaan yang telah dimiliki para diktator Rusia, Jerman dan Italia atau yang telah
dikerahkan oleh Ataturk di Turki, tidak pernah dianugerahkan Islam Amirnya.135
Dengan demikian jelaslah pemerintahan Islam tidak identik sama sekali dengan
pemerintahan diktator yang dianjurkan kaum fasis yang terkenal kejamnya.
- Pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan Ilahiyah yang unik dan khas
Pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang khas, tidak dapat diidentikkan
dengan salah satu sari semua bentuk pemerintahan ciptaan manusia dimuka bumi ini.
Karena pada hakikatnya sistem pemerintahan Islam adalah sistem yang diturunkan
Allah, yang menciptakan seluruh alam ini dan yang Maha Mengetahui dengan ciptaan-
Nya untuk membimbing hamba-hambaNya menuju jalan keselamatan didunia dan
akherat. Diturunkan semata-mata dengan tujuan suci dan mulia, untuk menciptakan
kedamaian dan keadilan hakiki, terjauh dari segala bentuk kejahatan sebagaimana yang
diajarkan doktrin Islam. Sementara pemerintahan manusiawi dirumuskan berdasarkan
kemampuan manusia yang tidak terlepas dari kelemahan, kekurangan, ambisi-ambisi
terselubung dan segala nominasi nafsu. Pemerintahan Islam yang di contohkan
Rasulullah dan para khulafaur Rasyidin telah membuktikan dapat menciptakan
kedamaian dan keadilan, sementara berapa banyak pemerintahan manusiawi, baik yang
menamakan dirinya sebagai demokratisme, sosialisme dan lainnya telah menyemai
kehancuran masyarakat, walaupun sebagian mereka mengklaim dirinya sebagai
muslim.
Jika dalam sistem pemerintahan Islam terdapat sistem musyawarah, maka hal ini tidak
dapat diindetikkan dengan sistim demokrasi barat sekuler. Sistim musyawarah
melandaskan ajarannya pada kedaulatan Allah sebagai penguasa tertinggi, sementara
sistim demokrasi berlandaskan kedaulatan rakyat. Jika dalam sistim pemerintahan
Islam terdapat sistim ketaatan mutlak ( itoah ) pada para penguasa, maka hal ini tidak
dapat diindentikkan dengan sistim diktator ala fasisme. Karena ketaatan dalam Islam
berdasarkan kehendak Allah semata, sementara fasisme berdasarkan kekuatan dan
pemaksaan segelintir klas elit terhadap rakyatnya. Demikian pula sistem pemerintahan
Islam tidak akan dapat diindentikkan dengan salah satu bentuk pemerintahan yang ada
pada saat ini, walaupun didalamnya mungkin terdapat kesamaan ajaran, namun jelas
memiliki landasan filsafat yang berbeda dan bertolak belakang. Jadi pemerintahan Islam
adalah sistim Pemerintahan yang tersendiri, tidak dapat dipisahkan dari seluruh ajaran
Islam yang sempurna dan menyeluruh.
VIII
IKHWAN AL-MUSLIMIN
Gerakan Islam Revolusioner
Bersamaan dengan gencarnya seruan kebangkitan Islam yang dipelopori
oleh Jamaluddin al-Afgany dan Muhammad Abduh, telah lahir beberapa
gerakan Islam modern yang menginginkan kembalinya kejayaan Islam
sebagaimana di zaman Rasulullah dan para shahabat. Gerakan-gerakan Islam
yang tumbuh berkembang ini ingin mengaplikasikan konsep jama’ah
Islamiyah, yaitu sebuah konsep yang mewajibkan seseorang muslim untuk
berjuang secara bersama-sama dalam satu barisan organisasi rapi
sebagaimana diserukan al-Qur’an dan al-Sunnah. Konsepsi jama’ah (amal
jam’I) merupakan keutamaan amalan Islami, seperti sholat berjama’ah yang
pahalanya lebih besar dari solat sendirian, dan berjuang secara berjama’ah
tentu lebih utama dan besar pahalanya dari berjuang sendirian. Sejarah
menyatakan bahwa jama’ah Islamiyah yang telah dibangun Rasulullah
bersama para shahabatnya telah menjadi tulang punggung perjuangan dalam
menegakkan Islam. Dimana konsep jama’ah adalah salah satu ajaran Islam
yang sangat penting artinya dalam menjaga eksisitensi Islam, sebagaimana
yang telah dikatakan oleh Umar Bin Khattab : Islam tidak akan tegak kecuali
dengan berjama’ah, Jama’ah tidak akan tegak keculai dengan ketha’atan,
ketha’atan tidak akan tegak kecuali dengan bai’at.
Di antara gerakan Islam modern yang paling berpengaruh di Timur Tengah dan
dapat memberikan konsep sebuah gerakan revolusioner Islam paling menonjol
adalah Ikhwan al-Muslimin di Mesir. Gerakan Islam yang didirikan oleh
Syaikh Imam Hasan al-Banna pada tahun 1928 ketika beliau berusia 20-an
tahun bersama beberapa orang sahabatnya. Keberhasilan gerakan Ikhwan al-
Muslimin tidak terlepas dari figur pendirinya yang agung, Hasan al-Banna,
seorang pendidik, pembina dan pembangun umat yang jenius dalam segala
lapangan kehidupan. Telah terkumpul padanya sifat kepemimpinan, da’i,
ulama, ustadz, mursyid (pembina kerohanian), organisator, orator, ekonom,
idiolog sekaligus seorang sufi yang tawaddu’. Beliau telah berhasil mendirikan
sebuah lembaga bagi gerakan sosial yang besar dan kuat, memberinya kaidah-
kaidah, program, orientasi, misi, planing yang sangat jelas dan menyeluruh,
sehingga gerakan ini sangat ditakuti penjajah Inggris dan kaki tangannya pada
Kerajaan Faruk. Al-Banna sendiri adalah alumni pendidikan tradisional Dar al-
Ulum yang berhasil menegakkan sistem dan metode gabungan sehingga
menjadikan gerakannya ibarat universitas modern yang membina dan
membimbing masyarakat Muslim menjadi pribadi-pribadi yang soleh sekaligus
mampu berinteraksi dengan perubahan dan pembangunan. Gerakannya telah
menggabungkan antara aliran-aliran tradisional Islam seperti aliran fiqh,
tasawuf, kalam dan mengkombinasikannya dengan teori gerakan sosial modern
sehingga melahirkan formulasi gerakan Islam yang berakar pada tradisi Islam
namun mampu menjawab dan memberikan solusi pada masyarakat modern,
sehingga Ikhwan al-Muslimin menumbuhkan kepercayaan kaum Muslimin
akan kemampuan ajaran Islam menyelesaikan problematika dunia modern.
Syaikh Hasan al-Banna dengan pendekatannya yang unik dan
menyeluruh telah berhasil meletakkan dan merumuskan kembali dasar-dasar
metode dan sistem pembinaan dan pendidikan Islam yang tertimbun berabad-
abad, mempraktikkannya dalam kehidupan nyata bersama-sama dengan
binaannya membangun sebuah masyarakat Islam dengan perangkat jama’ah di
zaman modern berlandaskan model masyarakat Islam yang telah dibina
Rasulullah SAW. Metode pembinaannya sangat orisinil, karena fokusnya
adalah pembangunan masyarakat, yang didahului dengan pembangunan
pribadi-pribadi Muslim yang memiliki komitmen terhadap pengamalan ajaran
Islam yang dimulai dengan penanaman Aqidah, melaksanakan ibadah, syariat
dan akhlak Islam serta mengamalkan Islam sebagai sistem sosial. Sehingga
Ikhwan al-Muslimin yang dipimpin Syaikh Hasan al-Banna menjadi gerakan
Pan-Islamisme modern yang terorganisir rapi, mempunyai jaringan-jaringan
kerja dalam sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, sampai kepada gerakan para
militer yang sangat ditakuti musuh Islam.
Walaupun akhirnya gerakan ini mendapat pukulan-pukulan hebat penguasa
Mesir yang lebih merupakan boneka penjajah Inggris, namun tetap eksis, baik
pemikiran-pemikiran yang dikembangkannya ataupun organisasi yang
didirikannya dan berhasil mengembangkan pengaruhnya ke dunia Arab dan
dunia Islam lainnya karena gerakan universalnya yang bercita-cita
mengembalikan keangungan institusi Khilafah Islamiyah yang telah
dihancurkan penjajah Barat. Walaupun pemimpin-pemimpin Ikhwan al-
Muslimin seperti Hasan al-Banna, Sayyid Qutb dan lainnya dibunuh, dipenjara
dan diusir dari Mesir, namun ide-ide gerakan revolusionernya yang menentang
segala bentuk kezaliman dan manhaj jama’ah Islamiyahnya yang cemerlang
terus berkembang dan mendapat sambutan, bahkan dijadikan referensi utama
kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia. Pengorbanan para pemimpinnya
yang ikhlas telah menjadikan Ikhwan al-Muslimin sebagai gerakan Islam
terbesar abad ini yang pengaruhnya telah menembus kegelapan dunia Islam,
memberikan semangat serta inspirasi kepada para cendikiawan Muslim dengan
lahirnya gerakan-gerakan serupa di dunia Islam yang pengaruhnya masih
membekas sampai sekarang.136
Apa rahasia dari kesuksesan gerakan Ikhwan al-Muslimin di Mesir yang
telah mampu menggoncang dunia Islam dengan ide-ide brilyannya, sekaligus
menakutkan musuh-musuh Islam dari Barat sampai Timur yang telah
mendorong mereka berlaku ganas terhadap gerakan ini ? Seorang kader
terkemuka Ikhwan, seorang doktor brilyan lulusan Universitas al-Azhar
sekaligus cendikiawan besar terkemuka yang dimiliki dunia Islam masa kini,
Syaikh Yusuf al-Qardhawy memberikan jawaban tentang kunci sukses gerakan
Ikhwan al-Muslimin dalam bukunya Tarbiyat al-Islamiyah wa Madrasah Hasan
al-Banna137 (Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna):
1. Keyakinan yang kuat bahwa pendidikan merupakan jalan tunggal
bagi upaya merubah masyarakat dan membina kader guna mewujudkan
cita-cita
2. Program pendidikan yang mempunyai tujuan, langkah-langkah dan
sumber-sumber yang jelas, konprehensif, kaya akan metode, didasari
falsafah yang jelas ditimba dari Islam, bukan dari ajaran lainnya
3. Adanya situasi masyarakat yang positip, ciptaan jamaah Ikhwanul
Muslimin sendiri
Lihat misalnya : Al-Syaikh al-Ghazaly,(dalam Muhammad Syalabi), Hasan al-Banna : Imam wa Qa’id,(Ka-
herah : Dar al-Nasyr,tt). Dr. Raf’at al-Sa’id, Hasan al-Banna Muassis Harakat al-Ikhwan al-Muslimin,(Beirut :
Dar al-Tali’ah, 1986). Jabir Rizq, al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna,(al-Mansurah : Dar al-Wafa, 1987). Dr.
Shaukat Ali, Master of Muslim Thought, vol. II,(Lahore : Aziz Publ.,1983) hlm. 514-638. Anwar Jundi, Hasan
al-Banna, al-Roiyat al-Iman wa al-Mujadid al-Syahid,(Beirut : Daar Qalam, 1978). M.N. Shaikh, Memoirs of
Hasan al-Banna Shaheed,(Karachi : Int’ Islamic Publ.,1981). Richard P.Mitchel,The Society of The Muslim
Brother, (London : Oxford Univ. Press, 1959). Abdul Muta’al al-Jabary, Limadza Ightayala al-Imam al-Syahid
Hasan al-Banna, (Cairo : Dar al-I’tisom, 1978). Ishaq Musa Hussaini, The Muslim Brethren,(Beirut : Khayat’s
College Book Coop.,1956) . Muhsin Muhammad, Man Qatala Hasan al-Banna,(Kaherah : Dar al-Syarq, 1987)
Salah Syadi, al-Syahidan,(al-Mansurah : Dar al-Wafa’: 1988). Umar al-Tilmisany, al-Mulham al-Mauhub :
Hasan al-Banna, (Syubra : Dar al-Nasr, tt)
4. Adanya pemimpin yang bersih, menghayati tugas dan memiliki
kemampuan
5. Adanya tenaga-tenaga pendidik yang tulus, tahan uji dan
terpercaya. Mereka meyakini tepatnya lanngkah-langkah yang diambil
oleh pimpinannya
6. Bentuk-bentuk kegiatan yang fleksibel dan bervariasi, yakni
kegiatan-kegiatan yang individual dan sosial, teoritis dan praktis,
pemikiran dan prasaan, postip dan kreatif.138
138
Dr. Yusuf al-Qardhawy, Islamic Education and Hasan al-Banna, (Calcutta : Hilal Publ. 1983). hlm. 3-5
Terminologi al-Insan al-Kamil dalam istilah peradaban Islam dan biasanya digunakan oleh para sufi
dalam menerangkan hakikat manusia yang dikehendaki Islam, diartikan dengan manusia yang memiliki
pengetahuan Islam, mengamalkan Islam dan menguasai peradaban zamannya, dengan kata lainnya men-
guasai aspek spritual dan meterial. Untuk detilnya lihat Prof. Syed M. Naquib al-Attas, A Commentary on
the Hujjat al-Siddiq of Nur al-Din al-Raniri, (Kuala Lumpur : Ministry of Culture Malaysia, 1986). hlm. 44.
R.A. Nicholson, The Idea of Personality in Sufism,(Lahore : Sh. Muhammad Ashraf, 1970). hlm. 70-85. Ibn.
Arabi, The Bezel of Wisdom,Tran.by R.W.J. Austin (New York : Paulist Press, 1980), Introduction, hlm. 32-38.
pemuda militan sampai tentara-tentara Islam yang gagah perkasa da sangat di
takuti Yahudi ketika terjadinya perang Palestina. Bahkan lebih jauh gerakan
ini telah melahirkan revolusi sosial yang menumbangkan dominasi kaum
feodal yang menjadi agen panjajah Inggris.
Madrasah Hasan al-Banna dengan sistem dan metode pendidikannya
yang unik telah melahirkan putra-putra terbaik Islam yang telah
menyumbangkan pemikiran blilyannya, membangkitkan kesadaran,
menanamkan semangat dan harga diri serta mengorbankan nyawanya untuk
mengangkat martabat ummah dan mengharumkan Islam, diantara mereka
seperti Sayyid Qutb, Dr. Abdul Qadir Audah, Dr. Hasan al-Hudaibi, Umar
Tilmisani, Prof. Muhammad Qutb, Dr. Mustafa al-Siba’i, Syaikh Muhammad al-
Ghazali, Zaenab al-Ghazali, Syaikh Sayyid Sabiq, Prof. Said Hawwa, Dr. Said
Ramadhan, Dr. Yusuf al-Qardhawy, Mustafa Masyhur dan banyak lagi
generasi-generasi Islam yang telah memberikan warna tersendiri dalam
kebangkitan Islam dan menjadi penerang kepada generasi Islam dalam
perjuangannya menghadapi sekulerisasi dan baratisasi.
Setelah gerakan Ikhwanul Muslimin dilarang dan dibubarkan, serta
pemimpin-pemimpinnya dibunuh dan dipenjara, akhirnya Madrasah Hasan al-
Banna menjadi sebuah lembaga intelektual tanpa struktur kepemimpinan dan
organisasi yang sangat berpengaruh di dunia Islam dan berkembang sebagai
gerakan intelektual yang menembus wilayah geografi, ras, suku dan bangsa.
Produk-produk intelektualnya, terutama karya-karya agung pemimpinnya
seperti al-Ma’thurat karya Hasan al-Banna atau tafsir fi dzilal al-Qur’an karya
Sayyid Qutb dan karya-kaarya lainnya menjadi referensi dan pegangan
gerakan-gerakan Islam yang berdiri dan berkembang pesat bersamaan dengan
diperolehnya kemerdekaan oleh bangsa-bangsa di dunia Islam.140
Gerakan Ikhwan al-Muslimun yang didirikan Syaikh Imam Hasan al-
Banna telah menjadi pelopor gerakan Islam modern yang telah melahirkan
kader-kader gererasi Islam yang revolusiner, radikal, militan dan memiliki
dedikasi tinggi terhadap perjuangan menegakkan ajaran Islam sebagaimana
yang yang ajarkan Rasulullah dan Para shahabatnya serta salaf al-soleh.
Demikian pula gerakan Ikhwan al-Muslimun dengan aktivitas keislamannya
yang konferhensif telah menjadi benteng utama para generasi Islam dalam
berhadapan dengan derasnya arus sekulerisasi, baratisasi yang bertopengkan
pembangunan dan kemajuan, yang pada hakikatnya adalah gerakan
pemurtadan kaum Muslimin. Lebih jauh, gerakan Ikhwan telah berhasil secara
gemilang menterjemahkan konsep jama’ah Islamiyah dalam dunia modern dan
Lihat misalnya : Syaikh Said Hawa, Madkhal ila da’wah Ikhwanul Muslimin,(Amman : Dar al-Ar-
qam,tt). Omar Timisani, Apa yang aku Pelajari dari Ikhwanul Muslimin,(Shah Alam : Ummah< 1990). Dr.
Hasan Ismail Hudhaibi, Duat la Qudhat,(Cairo : Dar al-Thabaat wa al-Nashr al-Islamy, 1977). Kamil al-Syarif,
Ikhwanul Muslimin fi Harbi Palistin,(Zarqo’ : Maktabah al-Manar, 1984). Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Was-
aail al-Tarbiyyat inda al-Ikhwan al-Muslimin,(Qahirah : Dar al-Wafa, tt). Ishaq Musa Hussaini, The Muslim
Brethen, (Beirut : Khayat’s College Book Coop., 1956). Richard P. Mitchel, The Society of The Muslim Broth-
er, (London : Oxford Univ. Press, 1959). Mahmood Abd al-Halim, Ikhwanul Muslimun,ahdats Tsanaat
Tarikh,(Iskandaria : Dar al-Dakwah, tt). Husain Muh. Ali Jabir, Thariq ila Jama’ah al-Muslimun,(al-Mansyurah
: Daar al-Wafa’, 1987), khususnya bab III. Asaf Husain, Islamic Movement In Egypt, Pakistan and Iran, (Is-
lamabad : Mansell Publ., 1983) Husain Muhammad Ahmad Hamudah, Asrar Harakah al-Dubbat al-Ahrar wa
al-Ikhwan al-Muslimun, (Kaherah: al-Zahra li al-A’lam al-Arabiy, 1987).
mampu mengaplikasikannya serta membuktikan bahwa konsep jama’ah telah
menjadikan kaum Muslimin sebagai kekuatan baru yang mampu menghadapi
tantangan dan serangan fihak musuhnya. Konsep jama’ah Islamiyah telah
mendorong lahirnya revolusi sosial dalam masyarakat Mesir yang menentang
segala bentuk kezaliman rezim penguasa.
Sebagaimana gerakan Rasulullah dan para shahabatnya, gerakan
Ikhwan al-Muslimun telah memobilisasi kekuatan masa kaum Muslimin dan
dijadikan sebagai kekuatan penekan yang akan mempengaruhi daya tawar
umat dalam menentukan bentuk sosial dan pemerintahan. Cita-cita Hasan al-
Banna untuk menghidupkan institusi kekhalifahan yang dimulai dengan
terbentuknya sebuah Daulah Islamiyah telah mendorongnya untuk
mengarahkan jama’ah yang dipimpinnya pada gerakan sosial yang dinamis dan
bercita-cita mengambil alih kekuasaan dari tangan para tiran diktator. Khilafah
Islamiyah dan Daulah Islamiyah hanya dapat tegak apabila kekuasaan berada
di tangan orang-orang beriman dan beramal sholeh, dan kekuasaan dijanjikan
kepada mereka sebagaimana dinyatakan al-Qur’an dalam surat al-Nur ayat 55.
Janji Allah yang akan memberikan kekuasaan kepada oarang-orang beriman
dan beramal soleh inilah yang dituntut para pemimpin Ikhwan dengan
perjuangan mereka yang tidak kenal lelah, sebagaimana yang telah
dipraktekkan Rasulullah dan Para shahabatnya terdahulu. Pembinaan-
pembinaan mental spiritual para anggota Ikhwan sendiri ditujukan untuk
membangun sebuah tatanan sebagaimana disebutkan dalam Ushul Isyrien
(prinsip dua puluh) yang dikemukakan Imam Hasan al-Banna, yang dimulai
dari pembentukan syakhsiyah Islamiyah (pribadi Islami), Usrah Islamiyah
(Keluarga Islami), Qaryah Islamiyah (lingkungan Islami), Daulah Islamiyah
(negara Islami) dan Khilafah Islamiyah (Khalifah Islami) dengan tegaknya tata
dunia baru berdasarkan Islam sebagai tujuan akhir pergerakan para pejuang
di jalan Allah.
Sebagai sebuah gerakan yang besar dan berpengaruh yang merupakan
hasil karya dan ijtihad manusiawi para pemimpin-pemimpinnya yang ikhlas
dan istiqomah, Ikhwan al-Muslimin tidak terlepas dari kesalahan dalam
membuat taktik dan strategi yang akhirnya sangat merugikan mereka. Seperti
dikatakan Dr, Kalim Siddiqui, Ikhwan al-Muslimin dengan gerakan raksasanya
tidak dapat menyeleksi masuknya anggota-anggota baru dengan cermat,
sebagai konsekwensi logis sebuah gerakan yang amat populer, yang akhirnya
kurang mendapat pembinaan intensif untuk memahami dasar-dasar gerakan
sebagaimana mestinya seorang kader. Terutama kalangan menengah
profesional yang telah menduduki jabatan-jabatan tinggi dan strategis dalam
pemerintahan Mesir, yang berfungsi sebagai penyambung ide-ide pimpinan
tingkat tinggi dengan para bawahan dan pengikut di tingkat akar umbi. Setelah
pembunuhan kejam Syaikh Hasan al-Banna sebagai central figur Ikhwan dan
penangkapan pemimpin-pemimpin tingkat tingginya oleh agen-agen
pemerintah yang didalangi penjajah Inggris, ditambah pembantaian kejam
pengikut-pengikut setianya, kalangan menengah profesional ini banyak
mengambil peranan dalam melanjutkan strategi perjuangan gerakan. Akibat
latar belakang para profesional yang berbeda, terutama ide-ide keislamannya,
bahkan ada diantara mereka yang tidak pernah bertemu sama sekali dengan
sang pendiri dan pemimpin agung, akhirnya Ikhwan al-Muslimin terpecah
menjadi beberapa kelompok pemikiran yang berbeda. Munculnya kelompok
yang sangat akomodatif dan moderat sampai kelompok yang sangat ekstrim
dan fundamentalis seperti kelompok sempalan Jamaah Hijra wa Takfir yang
mengkafirkan masyarakat Islam yang tidak mendukung pemikirannya, dengan
central figur yang berbeda-beda.
Demikian pula hadirnya kelompok tandingan yang dibuat pemerintah
untuk memecah belah gerakan menambah curiga dan antipatinya masyarakat
pada gerakan Ikhwan yang didirikan dengan tujuan suci dan mulia oleh
seorang pejuang yang agung. Di kalangan Ikhwan sendiri krisis semakin besar
dengan perbedaan pendapat dikalangan pimpinannya, akibat kurang
disiapkannya kelompok menengah profesional yang memegang tampuk
kepemimpinan secara otomatis setelah penangkapan dan pembunuhan para
pemimpin tingginya. Demikian pula ketika kelompok ini meninggalkan Mesir
akibat tekanan politik yang semakin keras, menambah kekosongan pemikir-
pemikir Ikhwan al-Muslimin di Mesir. Dan kebanyakan kelompok ini sekarang
tinggal di negeri-negeri Arab ataupun Barat dengan aktivitas mendakwahkan
Islam atas bantuan badan-badan Islam Internasional.141
Demikian pula halnya akibat tekanan-tekanan dan pembantaian tokoh-
tokoh Ikhwan al-Muslimin oleh pemerintah Nasionalis Mesir di bawah Gamal
Abd. Naser, yang perjuangannya menggulingkan Dinasti feodal Mesir atas
dukungan Ikhwan al- Muslimin, menjadikan gerakan ini bertambah lemah dan
terkeping-keping, tidak dapat lagi merumuskan kembali pemikiran-pemikiran
baru yang akan merespon kebangkitan ummah yang diserukannya secara
kolektif. Ikhwan al-Muslimin menjadi institusi intelektual yang macet,
kebanyakan tokoh-tokohnya menjadi reaksioner, menjawab tuduhan-tuduhan
yang diarahkan kepadanya ataupun saling berpolemik diantara tokoh-
tokohnya yang berbeda pandangan. Pemikiran-pemikiran baru yang dominan
diantaranya adalah kecaman-kecaman emosional terhadap kezaliman
penguasa Nasionalis dengan segala atribut kejahatannya menurut pandangan
Islam yang telah membunuh dan menangkap pemimpin ikhwan dan disamping
itu muncul pula pemikiran positip untuk membangun kembali jamaah agar
bersatu dan menghapuskan kesan ekstrimisme dan fundamentalisme yang
dianut pemuda-pemuda Ikhwan. Setelah ujian berat ini, sepertinya pemikiran-
pemikiran Hasan al-Banna dan pemimpin lainnya yang cemerlang dan
merupakan asas pembaharuan pemikiran gerakan, terhenti total dan belum
mampu dikembangkan menurut kontek kekinian dengan cerdik sehingga
mampu melahirkan masyarakat Islam modern sebagai tujuan akhir perjuangan
dan cita-cita mereka.142
Karena penekanan yang sangat kuat pada aspek amali (praktik), bahkan
sangat diutamakan dalam sistem pembinaan, menjadikan mayoritas kader-
Dr. Kalim Siddiqui, Issues in The Islamic Movement 1981-1982. (London : The Open
Press,1983),hlm.14-15
ibid
kader Ikhwan al-Muslimin sebagai aktivis dan praktisi brilyan, namun kurang
memiliki inovasi dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran Islami yang
lebih mendalam, seperti konsep ekonomi Islam, pendidikan Islam, politik Islam,
sains Islam, teknologi Islam dan lainnya ataupun mengembangkan pemikiran-
pemikiran agung para cendikiawan Islam terdahulu yang akan memberikan
jalan keluar realistis terhadap problematika masyarakat modern, yang
umumnya masih didominasi pemikiran-pemikiran Barat yang sekuler dan
menyesatkan. Ini akibat pemahaman tokoh-tokoh mereka, diantaranya seperti
Sayyid Qutb, yang memahami bahwa Rasulullah dalam membina ummah
didahului dengan penanaman aqidah Islamiyah selama 13 tahun, dengan
proses amali, bertahap demi tahap sehingga al-Qur’an terwujud dalam pribadi
dan sekumpulan masyarakat saat itu. Setelah masyarakat memiliki kekuatan
aqidah dan menjadikannya sebagai sumber kekuatan dalam kehidupan,
barulah mereka memerlukan peraturan-peraturan dalam kehidupan sosial,
seperti perangkat hukum, etika dan termasuk sains dan teknologi. Metode
Rasulullah, atau yang diistilahkannya dengan metode Qur’ani (al-Manhaj al-
Qur’aniy), harus pula diterapkan pada masyarakat modern jika mereka hendak
mencapai kejayaan seperti generasi Islam terdahulu. Sayyid Qutb yakin bahwa
inilah metode (manhaj) satu-satunya menuju kegemilangan Islam dan
ummatnya di masa depan.143
Pemahaman dan jalan fikir Sayyid Qutb yang fundamentalis ini akhirnya
mendominasi pemikiran Ikhwan al- Muslimin dan menjadi pegangan mayoritas
pengikutnya setelah itu. Setelah beliau syahid dihukum gantung oleh
Pemerintah Nasionali Mesir, pemikiran-pemikiran Sayyid Qutb menjadi
semacam ideologi pengikut Ikhwan, dan telah lahir cendikiawan-cendikiawan
muda yang meneruskan pemikirannya, diantaranya yang paling produktif
adalah adiknya sendiri, Prof. Muhammad Qutb yang telah mengembangkan
dan merumuskan pemikiran abangnya dengan cemerlang.144
Dalam hal metode ini, perlu diingat bahwa kaum Muslimin hari ini
adalah kelanjutan dari ummah terdahulu yang telah mengalami pasang surut
ataupun penyelewengan-penyelewengan, disamping memiliki keburukan juga
memiliki kebaikan-kebaikan dan warisan peradaban yang cemerlang. Ummah
masa kini tidak sepenuhnya identik dengan masyarakat jahiliyah di zaman
Rasulullah SAW yang menetang keras Islam secara aqidah, namun ummah
hari ini adalah ummah yang terpaksa dan dipaksa, baik dengan kekuatan
pemikiran, politik bahkan militer berhadapan langsung dengan tatanan
masyarakat jahiliyah modern yang sekuler dengan segala produk materialnya
yang menjulang tinggi yang telah menipu serta menyesatkan ummah, sehingga
ummah tidak berdaya dan hanya mampu mengikuti arus gelombang yang telah
Sayyid Qutb, Maalim fi al-Thariq, (Beirut : Dar al-Syuruq, 1983) khususnya muqaddimah. Lihat
juga karya-karya beliau yang lain seperti : Tafsir fi Zilal al-Qur’an, Nahwa Mujtama’ Islami, al-Adalah al-Ij-
tima’iyyah fi al-Islam. Atau lihat : Salah Abd al-Fatah al-Khalidi, Sayyid Qutb al-Syahid al-Haiyy,(Jordan :
Maktabah al-Aqsa, 1985). Mahdi Fadlullah,Ma’a Sayyid Qutb fi Fikrihi al-Siyasiyy wa al-Diny,(Beirut : Muas-
sasah al-Risalah, 1978).
144
Lihat misalnya karya-karya Syaikh Muhammad Qutb,Jahiliya al-Qorn al-Isyrien, al-Subhat haul al-Islam, Hal
Nahnu Muslimun,dan lainnya.
dirancang dengan canggihnya oleh musuh-musuh Islam. Dalam keadaan
seperti ini kemudian Islam ditantang untuk mampu menyelesaikan krisis
problematika masyarakat modern akibat kebingungan dan kegagalan sistem
hidup sekuler yang telah mereka terapkan. Islam dituntut menandingi dan
mengganti konsep-konsep modern sekuler yang telah dilahirkan oleh landasan
filsafat dan sejarah peradaban Barat. Maka dengan demikian ummah hari ini
memerlukan pemikiran-pemikiran baru yang akan mengantarkan mereka
menuju kemenangan dunia, dengan kata lainnya ummah memerlukan konsep
ekonomi Islam, politik Islam, budaya Islam, peradaban Islam, pemikiran Islam,
sains Islam dan lain-lain sistem kemasyarakatan yang berlandaskan pada
ajaran Islam. Semua ini dapat direalisasikan apabila ummah. khususnya para
cendikiawannya, diberikan respon untuk mengembangkan pemikiran-
pemikiran yang telah dikembangkan generasi Islam terdahulu dan
mengintegrasikannya dengan pengetahuan dan peradaban modern,
sebagaimana Barat dahulu mengadopsi pengetahuan dari kaum Muslimin
untuk kebangkitan dan kemajuan mereka.
Untuk menghasilkan karya-karya agung dalam peradaban kemanusiaan,
sebagaimana yang telah diperoleh generasi Islam pertama, tidak cukup hanya
membatasi diri dengan mengkaji al-Qur’an saja, namun memerlukan
penelitian-penelitian terhadap alam semesta dengan segala produk
pradabannya, yang hakikatnya adalah kitab Allah yang tidak dibukukan. Jadi
untuk mencapai kegemilangan Islam kembali, ummah tidak cukup hanya
ditanamkan aqidah semata, namun mereka memerlukan seperangkat
pengetahuan yang lebih luas, dan yang terpenting menjadikan aqidah sebagai
landasan dalam pencarian dan pengembangan kemajuan tersebut. Prinsip-
prinsip ideologi gerakan yang dikemukakan oleh Ikhwan al-Muslimin dapat
dijadikan landasan seorang cendikiwan Muslim dalam mengembangkan cita-
cita kemajuan ummah, terutama semangat pemikiran yang telah menghasilkan
spirit (ruh) Islam.
Dengan segala keutamaan dan kekuarangnnya, Ikhwan al-Muslimin adalah
sebuah gerakan yang sangat mengagumkan siapupun yang menelitinya.
Prestasinya dalam membangkitkan kesadaran kaum Muslimin dalam
menegakkan ajaran Islam serta keberhasilannya dalam membangun sebuah
konsep jama’ah dan gerakan Islam modern adalah sumbangan yang tidak
ternilai harganya bagi khazanah peradaban kaum Muslimin. Imam Hasan al-
Banna telah membuktikan dirinya sebagai generasi Islam terbaik yang
berjuang, berkorban bahkan gugur sebagai syahid dalam mempertahankan
perjuangan sucinya. Kekurangan yang ada pada Ikhwan, terutama aspek
strategi yang sifatnya ijtihadi, tidak menjadikannya sebagai sebuah gerakan
yang cacat dan cela, namun Ikhwan adalah wadah perjuangan Islam
revolusioner yang kalah secara fisik berperang menentang kezaliman penguasa
korup dan jahili. Kekalahan melawan kejahiliyahan adalah sunnah Allah,
sebagaimana para Nabi dan Rasul, ada diantara mereka yang mendapat
kemenangan dengan tegaknya tatanan yang dicita-citakannya, namun ada
pula yang harus gugur dalam perjuangannya. Kalah dan menang dalam
perjuangan Islam tidak akan mengurangkan sedikitpun kebenaran yang
dibawa sebuah jama’ah. Kebenaran adalah tetap kebenaran, bagaimanapun
keadaannya, menang maupun kalah. Generasi muda Islamlah yang bertugas
untuk menyempurnakan segala kekurangan pada generasi terdahulu mereka.
Perjuangan ikhlas para pemimpin Ikhwan dengan segala
pengorbanannya akan senantiasa dikenang generasi Islam sepanjang masa,
bahkan senantiasa akan menjadi rujukan dalam mengembangkan perjuangan
di masa depan. Walaupun gerakan Ikhwan terusir dari bumi Mesir, namun ide-
ide gerakan revolusioner yang diserukan para pemimpinnya mendapat
sambutan hangan di seluruh dunia Islam, bahkan munculnya gerakan-
gerakan Islam kontemporer tidak terlepas dari pengaruh pemikiran Ikhwan. Itu
membuktikan bahwa gerakan Ikhwan al-Muslimun telah menjadi inspirasi bagi
gerakan-gerakan Islam lainnya yang bertujuan menghidupkan konsep jama’ah
Islamiyah yang telah dicontohkan Rasulullah saw yang kini mulai mendapat
perhatian besar masyarakat Islam yang sudah muak dengan janji-janji palsu
kaum pembaru Muslim yang hakikatnya adalah agen-agen Barat yang akan
menyekulerkan dan membaratkan kaum Muslimin. Keadaan ini terlihat
dengan jelas pada kebangkiatan, apa yang mereka namakan, kaum neo-
fundamentalis Islam, baik di Mesir, Algeria, Pakistan, Malaysia sampai ke
Indonesia. Wallahu a’lam.
IX
Islamisasi Pengetahuan
Sebuah Evaluasi Atas Metodologi Intelektual
Ummah
A. Pendahuluan
Sejak dilaungkannya kembali kebangkitan Islam beberapa
dekade lalu, telah tampil para cendikiawan Muslim mengemukakan
beberapa teori tentang kebangkitan Islam dan beberapa faktor
pemicunya, baik dari segi politik, ekonomi, pendidikan, gerakan dan
lainnya. Namun pada umumnya mereka berpendapat bahwa
keterbelakangan kaum muslimin saat ini tidak lain disebabkan oleh
kegagalan mereka merumuskan kembali metodologi intelektual
mereka, terutama dalam mempertahankan tradisi keislaman namun
sekaligus mampu berinteraksi dengan kemajuan zaman serta
mengembangkan bentuk peradaban baru yang berdasarkan pada
ajaran Islam.
Di antara rumusan terkini yang dikemukakan para cendikiawan
Muslim dalam pengembangan dan penyempurnaan metodologi dan
sistem pendidikan kaum Muslimin adalah apa yang diistilahkan mereka
sebagai Islamisasi Pengetahuan (Islamization of Knowledge). Istilah
ini muncul dan menjadi populer setelah Ismail R. Faruqi membacakan
makalahnya yang terkenal : Islamization of Knowledge : General
Principles and Workplan pada seminar internasional Islamisasi
pengetahuan yang pertama di Islamabad Pakistan pada tahun 1982
yang dihadiri oleh para cendikiawan Muslim terkemuka dari seluruh
dunia. Makalah yang disampaikan Faruqi adalah hasil penelitian
bersamanya dengan tokoh-tokoh cendikiawan Muslim seperti
AbdulHamid AbuSulayman (tokoh Assocation of Muslim Social
Sciencists, AMSS di Amerika). Seminar ini bertujuan mencari rumusan-
rumusan baru hubungan Islam dengan pengetahuan modern.
Menyempurnakan pembaharuan-pembaharuan metode intelektual
kaum Muslimin yang telah diserukan terdahulu oleh tokoh-tokoh
pelopor pembaharuan seperti Syeikh Muhammad Abduh. Seminar ini
berhasil merumuskan kerangka dasar pemikiran sebagai referensi
dalam mengislamisasikan pengetahuan modern.145
Menurut Wan Mohd. Nor Wan Daud,146 sebenarnya yang pertama
sekali mengemukakan konsep tentang Islamisasi pengetahuan karena
pengetahuan yang ada dianggapnya Atheis adalah Sir Muhammad
Iqbal pada tahun 30-an, namun beliau tidak menjabarkan lebih jauh
idenya.147 Pada tahun 1960, Prof. S.H. Nasr, seorang sarjana
terkemuka dalam pengetahuan Islam mengemukakan metode dalam
mengislamisasikan pengetahuan modern yang diintrpetasikan dan
diaplikasikan dalam teorinya mengenai konsep Islam tentang
kosmos.148 Dan yang pertama sekali secara resmi merumuskan,
mendifinisikan dan mempertahankan teori Islamisasi pengetahuan
yang ada saat ini, dengan mendifinisikan pengertian pengetahuan dan
hubungan pentingnya dengan konsep, manusia, keadilan dan
kebijaksanaan adalah Prof. Syed Moh. Naquib al-Attas pada tahun 1977
dalam makalahnya The Concept of Education in Islam : A Framework
for an Islamic Philosophy of Education149 yang dibacakannya pada
konferensi Internasional Pertama dalam Pendidikan Muslim di Makkah
Ismail R. Faruqi, Islamization of Knowledge, revised and expanded,(Virginia : IIIT, 1989). National Hijra Council, Knowledge
for what ?. Being the Proceeding and Papers of the Seminar on Islamization of Knowledge,(Islamabad : National Hijra
Council, 1986)
Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Beacon on The Crest of A Hill,(Kuala Lumpur : ISTAC, 1991), hlm. 34-35
Lihat, K.G. Saiyidain, Iqbal Educational Philosophy (Lahore : Sh. Muh. Ashraf, 1942), hlm. 99.
S.H. Nasr, An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines,, Revised edt. (London : Thames and Hudson,
1978). hlm. xxi-xxii.
Syed M. Naqub al-Attas, The Concept of Education in Islam ; A Framework for an Islamic Philosophy of Educa-
tion, (Kuala Lumpur : ABIM, 1980).
al-Mukarramah yang dihadiri lebih dari 300 cendikiawan Muslim dari
seluruh penjuru dunia.150
Syed Muh. Naquib al-Attas, Nature of Knowledge and The Definition and Aim of Education,(Jeddah : King Abdul
Aziz Univ, 1979). hlm. 19-20.
sendiri digunakan untuk menyaingi dua istilah yang telah populer lebih
dahulu dikalangan kaum Muslimin dan sangat mempengaruhi
pemikiran mereka, yaitu Westernisasi dan Modernisasi. Di mana kedua
istilah ini sangat banyak menimbulkan kekeliruan akibat ketidakjelasan
pengertiannya ataupun orientasinya, dan dapat menyesatkan.
Pelaksanaan Islamisasi pengetahuan ini boleh saja berbentuk
transformasi pengetahuan yang tidak bertentangan dengan Islam
secara langsung, menyaring pengetahuan pengetahuan dari
pengetahuan non Islami dengan memberikan spirit Islam, ataupun
orientasi Islami sehingga sesuai dengan kaedah pengetahuan Islam,
menyempurnakan pengetahuan non Islami yang sesuai dengan ajaran
Islam dengan memberikan kaedah-kaedah Islami, memperbaharui atau
merombak pengetahuan non Islami menjadi Islami, menggabungkan
kedua pengetahuan yang ditemukan metodelogi gabungan tradisional
dengan sekuler sehingga lahir bentuk pengetahuan baru yang lebih
sempurna ataupun cara-cara lainnya.154 Untuk mensukseskan program
Islamisasi pengetahuan ini, ditunjuk The International Institute of
Islamic Thought (IIIT) yang berpusat di Herndon, Virginia Amerika
untuk menghimpun para cendikiawan Muslim seluruh dunia dari
berbagai disiplin pengetahuan, mereka ditugaskan meneliti dan
menulis sesuai dengan spesialisasi pengetahuannya masing-masing,
kemudian hasil penelitian mereka diterbitkan dalam jurnal atau buku
yang akan disebarluaskan. Para cendikiawan Muslim yang dihimpun IIIT
sudah berupaya semaksimal mungkin dengan pengetahuan yang
dimilikinya untuk mendifinisikan, merumuskan, menjabarkan dasar-
dasar Islamisasi pengetahuan, kemudian didiskusikan dan
diseminarkan dikalangan mereka dan akhirnya diterapkan pada
beberapa institusi pendidikan tinggi Islam di negara-negara Muslim
seperti Saudi Arabia, Pakistan, Malaysia dan lainnya.155
Sementara Islamisasi pengetahuan menurut Prof. SMN al-Attas
pada hakikatnya adalah proses untuk mengisolasi dan memindahkan
segala sesuatu yang tidak Islami, terutama elemen-elemen Barat dan
konsep-konsep yang menyertainya. Ini juga berarti memasukkan
elemen-elemen kunci Islam dan konsep-konsep yang menyertainya
kepada elemen-elemen dan konsep-konsep yang baru ataupun asing.
Beberapa elemen dan konsep kunci Islam diantaranya adalah agama
(din), manusia (insan), pengetahuan (ilm dan ma’rifah), kebijaksanaan
Ismail R. Faruqi, op.cit.hlm. 83. Lihat juga, ‘Imad al-Din Khalil, Madkhal ila Islamiyat al-Ma’rifah, (Herndon, Vir-
ginia : IIIT, 1991). Abu al-Qasim Hajj Hammad, al ‘Alamiyah al-Islamiyah al-Insaniyah, (Beirut : Dar al-Masirah, 1980). Taha
J. al-’Alwany, “The Islamization of Knowledge : Yesterday and Today”, Dalam The American Journal of Islamic Social Sci-
ences, vol. 12, Spring 1995, No 1 ( Kuala Lumpur : IKD, 1995), hlm. 80-101. ‘AbdulHamid A. AbuSulayman, Mafahim fi I’ad-
at Bina’ Manhajiyat al-Fikr al-Islamy al-Mu’asir, dalam Toward Islamization of Disciplines,(Herndon, Virginia : IIIT,
1989).hlm.31-68.
ibid
(hikmah), keadilan (‘adl), perbuatan benar (‘amal sebagai adab),
dimana semua ini menjadi kesatuan landasan dan dasar yang saling
berhubung-kait dengan konsep Tuhan, esensi dan atribut-Nya (tauhid);
pengertian dan pesan al-Qur’an, al-Sunnah dan Syariah.156 Untuk
mengembangkan konsep Islamisasi pengetahuan ini, Syed al-Attas
didukung oleh sebuah lembaga yang solid, International Institute of
Islamic Thought and Civilization (ISTAC) yang merupakan lembaga
studi Islam yang sekaligus mendidik mahasiswa di tingkat pasca
sarjana dan tempat berhimpunnya para cendikiawan Muslim seluruh
dunia untuk mendiskusikan masalah-masalah keislaman yang
didukung oleh perpustakaan yang besar dan lengkap, khususnya
mengenai Islam. ISTAC telah menerbitkan beberapa buah buku yang
menjadi panduan dalam memahami Islam. Lembaga ini didirikan pada
hakikatnya untuk menjadi simbol keagungan pendirinya, Prof. SMN al-
Attas, seorang cendikiawan Muslim terkemuka masa ini yang memiliki
pemikiran-pemikiran cemerlang.157
Untuk masalah ini lihat misalnya, M. Najatullah Siddiqi, “Islamizing Economics”, dalam Toward Islamization of
Disciplines, op.cit. hlm.253-261. M. Anas al-Zarqa,”Tahqiq Islamiyat ‘Ilm al Iqtishad : al-Mafhum wa al-Manhaj, dalam To-
ward Islamization of Disciplines. op.cit. hlm.317-351. Abdul Hamid A. AbuSulayman, “The theory of the Economics of Islam
: the Economics of Tawhid and brotherhood” di Contemporary Aspects of Economic Thinking in Islam,(Indianapolis : Amer-
ican Trust Publ. April, 1968). Mohammad Anwar, Modelling Interest-Free Economy, A Study in Macro-econonomics and De-
velopment, (Herndon, Virginia : IIIT, 1987). Khursid Ahmad,(ed), Studies in Islamic Economics, (Jeddah : International
Centre for Research in Islamic Economics, King Abdul Aziz Univ, 1980). A.H.M. Sadeq, Islamic Economics, Some Selected
Issues,(Lahore : Islamic Publ. 1989). Zohurul Islam, Islamic Economics, (Dhaka : Islamic Foundation Bangladesh, 1987).
Taqyuddin al-Nabhani, al-Nidham al-Iqtishadi fi al-Islam,(Beirut : Dar al-Ummah, 1990). M. Umer Chapra, Towards a Just
Monetary System, (London : The Islamic Foundation, 1985). S.M. Yusuf, Economic Justice in Islam, (Lahore : Shaikh
Muhammad Ashraf, 1971).
Ilyas Ba-Yunus & Farid Ahmad, Islamic Sociology : An Introduction,(Cambridge : Hodder and Stoughton, 1985).
antropologi,161 mengislamisasikan seni dan disiplinnya,162
mengislamisasikan bahasa,163 dan mengislamisasikan pengetahuan
yang lain-lainnya.164
Dengan demikian, apa yang diistilahkan sebagai Islamisasi
pengetahuan dan dipraktikkan cendikiawan Muslim saat ini, khususnya
Islamisasi model Faruqi, pada hakikatnya bukanlah suatu proses
mengislamkan atau memberikan spirit Islam kepada pengetahuan
Barat modern, tetapi lebih merupakan proses mencari, meneliti,
merumuskan dan mengembangkan suatu disiplin pengetahuan yang
belum ada pada peradaban modern, walaupun nantinya dalam
pelaksanaannya mereka menjadikan referensi pengetahuan-
pengetahuan yang sudah ada, baik dari warisan tradisi peradaban
Islam ataupun peradaban Barat. Sementara Islamisasi mengandung
pengertian merubah sesuatu yang tidak Islami menjadi Islami, maka
jelas perubahan tidaklah identik dengan penyusunan, karena
perubahan mengandung pengertian merubah sesuatu yang sudah ada,
baik dengan mengurangi ataupun menambahnya, menjadi bentuk
lainnya, tetapi penyusunan mengandung makna mengadakan sesuatu
yang tidak ada menjadi ada. Seperti ekonomi Islam misalnya, saat ini
kaum Muslimin belum memiliki model sistem ekonomi Islam yang
dapat diterapkan sesuai keperluan masyarakat modern, maka para
cendikiawan Muslim tidaklah mengadopsi ekonomi Barat menjadi
ekonomi Islam dengan proses perubahan yang disebutnya sebagai
Islamisasi, tetapi mereka berusaha mencari, meneliti, merumuskan
dan mengembangkan teori-teori ekonomi tersendiri berdasarkan ajaran
Islam, dan mungkin mereka akan menggunakan teori ekonomi Barat
sebagai bahan perbandingan dan referensi sehingga mereka
menemukan suatu teori ekonomi Islam yang mungkin berbeda dan
mungkin juga sama persis dengan ekonomi Barat. Namun proses ini
tidaklah dapat dinamakan sebagai perubahan teori, namun
penyusunan teori baru.
Istilah Islamisasi pengetahuan sendiri dapat memberikan kesan
seakan-akan ajaran Islam tidak memiliki sistem pengetahuan dan
kehidupan yang sempurna, sehingga perlu diambilkan dari dari luar
Islam. Seperti sistem ekonomi, seakan-akan Islam tidak memiliki
sistem ekonomi sendiri sehingga perlu diambilkan dari sistem luar
Islam dengan proses Islamisasi ekonomi. Sementara Islam
mengajarkan kepada pengikutnya bahwa Islam adalah sistem yang
kaffah dan syumul, yaitu ajaran yang mengatur semua sistem
Akbar S. Ahmad, “Toward Islamic Anthropology, dalam Toward Islamization of Disciplines,,op.cit,hlm.199-247.
Lamya al-Faruqi, “Islamizing The Arts Disciplines”, dalam Toward Islamization, op.cit. hlm. 459-504.
Sayyid M. Syeed, “Islamization of Linguistics”, dalam Toward Islamization, op.cit. hlm. 545-555.
AbdulHamid A. AbuSulayman, “Orientation Guidelines for the International Conference on Islamization of Know-
ledge, dalam Toward Islamization, op.cit, hlm. 13-16.
kehidupan manusia, dari masalah individu sampai masyarakat dan
negara.165 Bagaimana mungkin Islam telah mengajarkan secara
terperinci doktrin-doktrin sederhana tata cara keluar masuk kamar
kecil dan adab-adabnya, sementara tidak mengajarkan sistem
ekonomi, sosial, politik, pendidikan dan lainnya yang lebih besar dan
penting dalam kehidupan pengikutnya ? Maka tentu Islam sebagai al-
dien (sistim hidup) telah mengajarkan dasar-dasar filsafat semua
sistem kehidupan dunia ini, tinggal bagaimana para cendikiawan
Muslim mengembangkannya menurut kemampuannya masing-masing.
Islam dengan pendekataannya yang khas telah memberikan dorongan
kepada pengikutnya untuk meneliti dan mengembangkan segala
phenomena alam ini menurut kadar kemampuannya masing-masing.
Semangat inilah yang telah mendorong para cendikiawan Muslim
terdahulu yang telah mengantarkan mereka menuju puncak
kegemilangan peradaban.
Maka dengan pengertian ini, Islamisasi pengetahuan harus lebih
difokuskan kepada penyusunan dan pengembangan teori-teori
pengetahuan baru Islami yang berbeda dari pengetahuan Barat, baik
secara substansi ataupun materinya yang berlandaskan filsafat
pengetahuan Islam, berorientasi Islami dan menghasilkan produk-
produk Islami pula. Jadi yang diperlukan saat ini adalah bagaimana
menemukan dan merumuskan kembali konsep pengetahuan Islami,
sains Islami, teknologi Islami dan seterusnya, walaupun kaum Muslimin
harus mengadopsinya dari Barat yang non Islam, kerena mungkin
mereka telah menemukannya lebih dahulu. Para cendikiawan Muslim
mempunyai hak untuk mengadopsi pengetahuan tersebut dari mereka,
yang hakikatnya adalah ilmu Allah SWT, selama pengetahuan tersebut
sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah sendiri telah memerintahkan
kepada ummatnya untuk mengambil ilmu yang bermanfaat
sebagaimana sabdanya :”sesungguhnya al-Hikmah (pengetahuan
bermanfaat) adalah milik kaum Muslimin, dimanapun mereka
menemukannya, mereka berhak mengambilnya kembali”(al-Hadits).
Walaupun sistem ekonomi Islam misalnya sudah ditemukan Karl
Marx yang atheis, maka para cendikiawan Muslim tetap berhak
mengambilnya tanpa rasa rendah diri. Karena semua sistem yang
bermanfaat dan benar adalah ilmu Allah yang telah diberikan-Nya
kepada orang-orang yang bersungguh-sungguh, walaupun mereka
kafir, atheis ataupun sekuler. Atau para cendikiawan Muslim menggali
langsung berdasarkan warisan-warisan cemerlang pendahulu mereka,
Tentang kesempurnaan Islam ini lihat misalnya : Said Hawa, al-Islam, (Beirut : Dar al-Fiqr, 1978). Yusuf al-Qard-
hawi, al-Hall al-Islam, (Dauhah, Qatar : al-Jamiah al-Islamiyah Qatar, 1986). Hamudah Abdalaty, Islam in Focus,(Kuwait :
IIFSO, 1978). Abu Urwah, Sistem-sistem Islam,(Kuala Lumpur : Pustaka Salam, 1989). Abul A’la al-Maududi, Asas-asa Is-
lam, ( Kuala Lumpur : IIFSO, 1981.
menyempur-nakan dan merumuskan kembali menurut keperluan
masyarakat masa kini, karena Barat yang memiliki peradaban tinggi
saat ini pada awalnya juga belajar dari para cendikiawan Muslim
terdahulu.
Saat ini, di mana Barat menjadi pemuka pengetahuan modern,
maka kaum Muslimin mau tidak mau harus mengambil darinya jika
mereka hendak menjadi pemimpin peradaban dunia masa depan.
Untuk itu perlu diperjelas bentuk pengetahuan produk Barat sekuler
saat ini. Secara global menurut pandangan Islam, pengetahuan Barat
saat ini terbagi menjadi dua, yaitu pengetahuan Barat Islami dan
pengetahuan Barat non Islami. Ini berangkat dari asumsi tadi, bahwa
semua pengetahuan yang benar dan bermanfaat pasti dari Allah SWT
dan kebetulan ditemukan oleh Barat yang non Islam maka tidak
mejadikan pengetahuan itu non Islami pula. Maka yang dimaksudkan
dengan pengetahuan Barat Islami adalah pengetahuan yang
dihasilkan Barat namun bersesuaian atau tidak bertentangan dengan
ajaran Islam secara substansi ataupun materinya. Sementara
pengetahuan Barat non Islami adalah pengetahuan yang diproduk
Barat dan bertentangan dengan ajaran Islam. Implikasi dari pengertian
ini adalah pengetahuan Barat Islami tinggal ditransfer, kemudian
dimanfaatkan dan diatur sesuai dengan syari’at Islam, maka secara
otomatis pengetahuan itu akan menjadi pengetahuan Islami yang
dapat dimanfaatkan kaum Muslimin. Adapun pengetahuan Barat non
Islami harus ditolak. Konsekwensi logisnya, para cendikiawan Muslim
harus mengetahui dengan pasti ajaran-ajaran Islam dan juga
pengetahuan Barat yang akan ditransfer, baik landasan filsafatnya,
orientasinya, relevansinya dan yang terpenting metodeloginya.
Itulah sebabnya, sebagaimana dikatakan Fazlur Rahman,166
program utama yang harus dilakukan para cendikiawan Muslim saat ini
dalam proses Islamisasi pengetahuan ini adalah mencetak kader-kader
cendikiawan Muslim yang berkemampuan untuk menilai pengetahuan
Barat dengan dasar pengetahuan keislaman yang dimilikinya
kemudian mengembangkannya menurut kemampuannya. Dan
menurutnya, yang paling layak mengislamisasikan pengetahuan
adalah orang yang memiliki dasar pengetahuan keislaman yang kuat,
baik pengetahuan Islam klasik ataupun kontemporer, kemudian
mereka dididik agar menguasai dan memahami pengetahuan Barat
sesuai minat dan kemampuannya agar dapat menghasilkan
pengetahuan yang Islami. Atau sebaliknya dengan mendidik para
cendikiawan Muslim yang telah menguasai pengetahuan Barat dengan
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, hlm. 134. lihat juga, “Islamization of Knowledge : A Respons”, dalam
Ulumul Qur’an, op.cit. no.4. vol.III.
pengetahuan keislaman. Namun cara terakhir ini harus benar-benar
mendapat perhatian khusus, karena banyak diantara mereka yang
sudah menganggap dirinya menguasai pengetahuan keislaman dengan
benar dan mulai mengislamisasikan pengetahuan Barat, namun pada
hakikatnya mereka mentransfer apa adanya pengetahuan Barat
tersebut dengan semangat sekulernya sekaligus akibat
ketidakfahamannya terhadap ajaran Islam.
Demikian pula halnya masih terdapat kerancuan-kerancuan pada
metodelogi yang digunakan para cendikiawan Muslim dalam
mengislamisasikan pengetahuan. Diantaranya ada yang menyamakan
begitu saja konsep-konsep sains dengan konsep-konsep yang berasal
dari Islam, padahal belum tentu sama pengetiannya. Misalnya
menganggap bahwa nafs al-Ammarah, nafs al-Lawwamah dan nafs al-
Muthmainnah dari al-Qur’an identik dengan konsep id, ego dan super
ego dalam psikologi, ataupun menyamakan konsep demokrasi Barat
dengan konsep syuro dalam politik, konsep humanisme dengan
ukhuwah dalam sistem sosial, dan lainnya dimana hal ini akan
mengakibatkan biasnya pengetahuan ke taraf agama yang harus
diyakini kemutlakannya.167
Sebagaimana dikemakakan terdahulu, pengetahuan yang
dikembangkan Barat, khususnya pengetahuan-pengetahuan sosial-
humanika, berasal dari akar filsafat yang berbeda bahkan
bertentangan dengan filsafat pengetahuan dalam Islam. Filsafat
pengetahuan Barat berlandaskan faham sekulerisme dan materialisme
yang menolak agama dan dogma-dogma yang terkandung
didalamnya, termasuk perananan Tuhan sebagai pencipta alam raya ini
dan ajaran metafisik lainnya dengan alasan tidak rasional, tidak
ilmiyah dan tidak sesuai dengan toeri empirisme yang mereka yakini.
Faham ini sendiri lahir dari pemberontakan terhadap agama Kristen
abad pertengahan yang penuh dengan doktin-doktrin palsu,
penyelewengan dan penipuan para pemukanya yang korup dengan
mengatasnamakan Tuhan, ajaran yang membelenggu pemikiran-
pemikiran cemerlang para cendikiawan Barat. Faham ini akhirnya
menganggap semua agama yang mengajarkan metafisik adalah candu
masyarakat, penghalang kemajuan dan akhirnya menyimpulkan
“Tuhan telah mati’, peranannya diganti oleh pengetahuan.168
Sementara filsafat pengetahuan Islam berlandaskan pada Tauhid,
wujudnya Allah dalam ketunggalan-Nya sebagai sumber segala
Tokoh-tokoh IIIT sendiri sebagai pendukung utama Islamisasi pengetahuan model Faruqi sebagian besar adalah
para cendikiawan Muslim yang latar belakang pendidikannya sekuler Barat ataupun tradisional Islam, dimana hal ini
sangat mempengaruhi produk pemikirannya. Demikian pula karya-karya yang diterbitkannya masih banyak dipengaruhi
oleh metodelogi sekuler atau tradisional. Lihat misalnya, Toward Islamization of Disciplines terbitan IIIT yang menghimpun
tulisan tokoh-tokohnya
Syed M.Naquib al-Attas, Islam and Secularism, khususnya bab I dan II.
pengetahuan yang diterima manusia, yang berkedudukan sebagai
kholifah, atau wakil Allah yang akan mengatur dan memakmurkan
alam menurut kehendak Allah SWT. Penyatuan alam nyata (fisis)
dengan alam ghaib (metafisis), penyatuan dunia dengan akhirat, nilai
moral dan intelektual, yang tidak mempertentangkan antara wahyu
Allah dengan aqal manusia.169
Maka implikasinya, produk-produk pengetahuan yang sifatnya
relatif, tidak mungkin disejajarkan dengan konsep ajaran di dalam al-
Qur’an170 yang absolut kebenarannya. Karena produk-produk
pengetahuan yang dianggap benar dan didukung hari ini, mungkin
besok akan ditentang oleh pendukungnya sendiri dengan adanya
penemuan-penemuan baru yang dianggap lebih mendekati kebenaran
sebagaimana yang menimpa teeori-teori pengetahuan dari zaman
dahulu hingga saat ini. Sementara al-Qur’an, sumber utama ajaran
Islam, sejak awal diturunkannya sampai akhir zaman tetap mutlak
kebenarannya, tidak akan berubah-ubah mengikuti perkembangan
zaman, yang berubah-ubah adalah penafsiran dan pemahaman orang
terhadap kandungannya sehingga melahirkan banyak tafsir al-Qur’an,
yang tidak terlepas dari situasi dan kondisi pengetahuan orang
berkenaan.171 Dengan mensejajarkan pengetahuan dengan al-Qur’an,
jelas akan merendahkan nilai al-Qur’an yang mutlak kebenarannya ke
taraf pengetahuan/sains yang relatif dan berubah-ubah mengikuti
perkembangan zaman. Demikian pula masih ada di antara para
cendikiawan Muslim yang menjadikan Islam sebagai penguat
pengetahuan, dengan mencari-cari dalil yang akan mendukung suatu
gagasan atau teori pengetahuan. Hal ini biasanya dilakukan para
cendikiawan yang telah meyakini kebenaran sebuah teori
pengetahuan, kemudian dia berusaha membenarkannya dengan
mengutip dalil-dalil al-Qur’an ataupun al-Hadits yang menguatkan teori
berkenaan. Sehingga lahirlah istilah-istilah aneh seperti sosialisme
Tentang filsafat pengetahuan Islam, lihat misalnya : Syed M. Naquib al-Attas, Islam and The Philoshopy of Sci-
ence, (Kuala Lumpur : ISTAC, 1989). Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Concept of Knowledge in Islam,(London : Mansell Publ,
1989). C.A. Qadir, Philosophy and Science in The Islamic World,(New York: Croom Helm, 1988) khususnya bab 1. Mahdi
Golshani, “Philoshophy of Science from the Qur’anic Perspective” dalam Toward Islamization of Disciplines. op.cit. hlm.73-
92.
Sengaja penulis menggunakan al-Qur’an dan bukan ajaran Islam, karena al-Qur’an merupakan sumber ajaran
Islam yang tidak pernah dipertentangkan kebenaran dan keabsahannya, dan tidak ada seorangpun sampai hari ini yang
berhasil membuktikan kepalsuan ajaran al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT, sementara ajaran Islam adalah produk dari
pemahaman terhadap sumber ajaran ini, yang mungkin terdapat perbedaan dalam menafsirkan atau memahaminya, se-
bagimana yang telah melahirkan berbagai madzhab pemikiran Islam.
Tentang difinisi al-Qur’an lihat : Subhi Sholih, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut : Dar Ilm li al-Maliyin, tt) hlm.
21. Syaikh M. Ali Al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an,(Damsyiq : Maktabah al-Ghazaly, 1981) hlm. 6. Fuad Ali Ridha, Fi
‘Ulum al-Qur’an,(Beirut : Dar Iqra’, 1986), hlm. 13-14. M. Ali al-Hasan, al-Manar fi ‘Ulum al-Qur’an, (Amman : Mathbaah al-
Syuruq, 1983). hlm.7-8. Shabir Thayyimah, Haza al-Qur’an,(Beirut : Dar al-Jill, 1989) hlm. 13.
Islam,172 humanisme Islam,173 demokrasi Islam,174 diktatorisme Islam,175
modernisme Islam,176 sekulerisme Islam,177 fundamentalisme Islam,178
dan lainnya. Sementara istilah-istilah seperti itu sudah mengandung
konotasi, pengertian, sejarah, filsafat dan pengertian tersendiri yang
berbeda dengan ajaran Islam. Apakah mungkin organ-organ sistem
yang lahir bukan dari ajaran Islam dapat diadopsi begitu saja karena
memiliki kemiripan sedikit saja dengan ajaran Islam ? Tentu tidak
mungkin, karena Islam telah memiliki sistem tersendiri dengan ciri
khasnya yang berbeda dengan sistem-sistem yang diciptakan
manusia. Perbuatan menjadikan Islam sebagai penguat pengetahuan
semata-mata adalah sama artinya dengan perbuatan menjual ayat-
ayat Allah dengan harga murah yang dilarang Islam. 179 Dan perbuatan
ini akan merendahkan Islam ke taraf pengetahuan yang nilainya relatif,
yang dapat diterima ataupun ditolak.
Proses Islamisasi pengetahuan ini juga harus menjangkau
keseluruhan tingkat pendidikan, dari tingkat dasar, menengah dan
tinggi. Apabila dilakukan hanya pada tingkat tinggi saja, tanpa diikuti
Islamisasi pada tingkat dasar dan menengah, dalam arti
membiarkannya sekuler ataupun tradisional sepenuhnya, jelas akan
mengurangi keberhasilannya secara maksimal. Karena pada tingkat
dasar dan menengah, dimana pelajar masih murni keyakinan dan
pemikirannya, jika Islamisasi bertujuan untuk menanamkan keterikatan
cendikiawan pada Islam, maka harus diwarnai dengan semangat
ajaran Islam sedini mungkin agar tertanam orientasi keislaman pada
dirinya sejak muda yang akan sangat membantunya untuk memahami
pengetahuan keislaman pada tingkat yang lebih tinggi. Demikian pula
sebaliknya, apabila institusi dasar dan menengah disislamisasikan,
ditanamkan nilai-nilai Islam dengan ketat, sementara tingkat tinggi
dibiarkan sekuler, boleh jadi akan menghilangkan nilai-nilai Islami yang
sudah tertanam dan menjerumuskan para pelajar menjadi sekuler
akibat pelajaran tinggi mereka yang sekuler. Itulah sebabnya
keberhasilan yang maksimal dapat diraih apabila dilakukan Islamisasi
pada semua tingkatan dengan relevansinya masing-masing. Dengan
proses Islamisasi menyeluruh ini diharapkan akan melahirkan
cendikiawan-cendikiawan Muslim yang utuh, yaitu cendikiawan Muslim
Mustafa H. al-Siba’i, Isytirokiyyat al-Islam, (Sosialisme Islam), (Damsyiq : Damsyiq Univ,tt)
Marcel A.Boisard, Humanism in Islam,trans. by Albin Michel,(Indianapolis:The American Trust Publ.,1979)
Abul ‘Ala al-Maududi adalah diantara cendikiawan Muslim yang menentang keras istilah demokrasi Islam, kar-
ena prinsip demokrasi dan syuro dalam Islam bertentangan. Lebih lanjut lihat tulisan beliau The Islamic Law and Constitu-
tion, dan Khilafat wa al-Mulk.
Lihat dalam The Islamic Law and Constitution karya Abul “Ala al-Maududi.
Istilah ini digunakan secara meluas oleh cendikiawan Muslim, diantara yang menentangnya adalah Maryam
Jamilah dalam bukunya Islam and Modernism,(Lahore : Moh. Yusuf Khan, 4th.ed.1977).
Istilah ini dipopulerkan Nurcholis Madjid pada tahun 70-an dan mendapat tentangan dari H.M. Rasjidi dalam
bukunya Koreksi terhadap Drs. Nurcholis Madjid tentang Sekulerisasi,(Jakarta : Bulan Bintang, 1972).
Masalah ini lihat Rifyal Ka’bah, Islam dan Fundamentalisme,(Jakarta : Panjimas,198
“dan janganlah kamu menjual ayat-ayat Kami dengan harga yang murah”
yang kreatif dalam spesialisasi pengetahuannya namun memiliki
keterikatan yang kuat pada Islam, atau cendikiawan Muslim yang
menjadikan Islam sebagai landasan berfikir kreatifnya, sebagaiman
yang telah ditempuh para cendikiawan Islam terdahulu yang
menjadikan Islam sebagai landasan spirit dalam meneliti dan
mengembangkan pengetahuan karena berkeyakinan bahwa terlibat
dalam pengetahuan dianggap sebagai salah satu sarana beribadah
kepada Allah SWT.
Kurang berhasilnya proses penggabungan kedua metodelogi
(tradisional dan sekuler) terdahulu sebagaimana yang dialami Sayyid
Ahmad Khan dengan Aligarh Collegenya, karena masih tetap
bertahannya kedua metodelogi tersebut pada tempatnya masing-
masing, belum mampu saling lengkap melengkapi satu dengan
lainnya. Disamping kegagalan tersebut akibat tidak adanya tenaga
pengajar yang menguasai metodelogi dan sistem yang diterapkan,
namun ini terjadi juga akibat dari proses pemberian spirit Islam hanya
dilakukan pada tingkat tinggi saja, sementara pada tingkat dasar dan
menengah, yang merupakan jembatan penghubung terpenting yang
akan memaksimalkan keberhasilan metodelogi baru ini dibiarkan
sepenuhnya sekuler ataupun tradisional. Ataupun kegagalan yang
menimpa generasi-generasi Islam yang belajar di Barat dan
tersekulerkan akibat mereka hanya mengalami proses penanaman
spirit Islam pada tingkat dasar dan menengah, sementara pada tingkat
tinggi menerima pengetahuan yang sepenuhnya sekuler dan akhirnya
mereka tersekulerkan dengan terkikisnya spirit Islam yang ditanamkan
terdahulu. Demikian pula halnya, jangan sampai proses Islamisasi
pengetahuan yang sedang dilaksanakan para cendikiawan Muslim ini
terjebak faham Barat yang hanya mengutamakan pengetahun saja.
Apapun yang diketahui tidak diikuti dengan penekanan pada aspek
amali (pelaksanaan). Islam dipelajari hanya sebagai pengetahuan
belaka, tanpa suatu tekanan berat kepada pengamalan, karena Islam
menekankan pengetahuan sekaligus pengamalan kepada pengikutnya.
Apalah artinya mendirikan universitas-universitas yang memakai nama
dan lambang Islam, namun pada hakikatnya masih menerapkan
dengan penuh kesadaran segala bentuk pengetahuan yang
berlandaskan filsafat Barat yang berjiwa sekuler dan materialistik.
Idealnya sebuah universitas Islam adalah universitas yang menerapkan
aspek pengetahuan dan pengamalan sekaligus, dan nilai keberhasilan
sebuah institusi Islam adalah keberhasilannya dalam melahirkan
generasi-generasi yang berpengetahuan dan berupaya mengamalkan
pengetahuannya dengan semaksimal mungkin. Demikian pula institusi
intelektual Islam jangan sampai melahirkan alumni yang hanya pandai
mengeluarkan teori, konsep ataupun makalah dalam seminar dengan
metode yang mereka namakan ilmiyah, namun jauh dari
masyarakatnya dan terjebak pada budaya sangkar emas intelektual,
sebagaimana digambarkan Syari’ati :
“Ironisnya dalam budaya dan dan sistem pendidikan
modern kaum muda kita dididik dan dilatih di dalam benteng-
benteng yang terlindung dan tak tertembus. Begitu mereka
masuk kembali ke dalam lingkungan masyarakat, mereka
ditempatkan pada kedudukan-kedudukan sosial yang sama
sekali terpisah dari rakyat jelata. Maka kaum intelektual muda
itu hidup dan bergerak dalam arah yang sama dengan rakyat,
tetapi di dalam suatu “sangkar emas” lingkungan eksklusif.
Akibatnya di satu fihak, kaum intelektual itu mengejar kehidupan
yang terpencil di atas menara gading tanpa memahami sama
sekali keadaan masyarakat mereka sendiri dan di lain fihak,
rakyat jelata yang tak terpelajar tidak memperoleh
kebijaksanaan (hikmah) dan pengetahuan dari kaum intelektual
yang sama, yang telah mereka biayai pendidikannya dan
mereka dukung perkembangannya.180
EPILOG
KEBANGKITAN
NEO-FUNDAMENTALISME ISLAM
DI INDONESIA
A. Pendahuluan Dan Latar Belakang
Dinamika perkembangan ataupun pembaruan pemikiran Islam sejak
awal kebangkitannya selalu menarik untuk dikaji, baik oleh kalangan
cendekiawan Muslim sendiri maupun para cendekiawan non Muslim seperti
Para orientalis Barat sangat aktif mengadakan penelitian terhadap perkembangan Islam dan kaum Muslimin,
baik bertujun ilmiah ataupun memburukkan citranya. Masalah ini lihat misalnya : Edward W. Said, Orientalism, (London
: Routledge and Kegan Paul, 1978). Lihat jug karyanya : Covering Islam, (New York : Pantheon, 1981), Culture and Imperial-
ism (New York : Vintage, 1994)
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Abd. Al-Hamid Abu Sulayman, Azmah al-‘Aql al-Muslim, (Virginia : IIIT, 1991).
Lihat juga bukunya Al-Minhajiyah al-Islamiyah wa al-‘Ulumi al-Suluhiyat wa al-Tarbawiyat, (Virginia, IIIT, 1991).
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Mukhsin Abdul Hamid, Jamal al-Din al-Afghani, al-Musalih al-Muftara
alayh.(Mesir: tt). Ahmad Amin, Zuama al-Ishlah fi al-Asr al-Hadits, (Kaherah : Muassasah al-Khanji : tt). Abbas Mahmud al-
Aqqad, Muhammad Abduh, (Kaherah : Maktabah Misr :tt). Abd. Halim al-Jundi, al-Imam Muhammad Abduh (al-Kaherah :
Dar al-Maarif, tt). Dr. Muhammad al-Bahiy, Al-Fikr al-Islamy al-Hadits wa Silatuhu bi’l Isti’mary al-Gharby, cet.8. (Kaherah :
Maktabah Wahb, 1975). Dr. Syaukat Ali, Master of Muslim Thought. Vol.I. (Lahore : Aziz Publ., 1983). Mohd. Kamil Hj.
Abd. Majid, Tokoh-tokoh Pemikir Islam. Jilid I. (Kuala Lumpur : ABIM, 1993).
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, An Intellectual Transformation. (Minneapolis : Bibliotheca Islamica, 1979.
tradisional maupun Barat sekuler.185 Bahkan, menurut Malik ben Nabi, Fazlur
Rahman yang diperkuat Alvin Toffler, kebangkitan pemikiran Islam boleh jadi
akan dimulai dari Indonesia dan sekitarnya dengan beberapa alasan
rasional.186 Selama ini, para cendekiawan muslim di Indonesia dan generasi
mudanya sangat aktif merespon segala perkembangan pembaruan pemikiran
yang menjadikan mereka sebagai pelaku-pelaku utama mata rantai pembaruan
pemikiran dunia Islam. Namun karena lemahnya publikasi, terutama dalam
bahasa Arab dan Inggris, mengakibatkan kurang tersebarnya pemikiran brilyan
mereka ke dunia internasional. Inilah yang menyebabkan tokoh-tokoh besar
pembaru Islam seperti HOS. Cokroaminoto, Ahmad Dahlan, A.Hassan, HAKA,
Hasyim Asy’ary, M. Natsir dan lainnya kurang dikenal dunia, seperti
terkenalnya Abduh, Iqbal atau generasi sesudahnya seperti Hasan al-Banna,
Sayyid Qutb, Maududi, Nadwy, Syari’aty dan lainnya. Demikian pula halnya
dengan generasi pembaru sesudahnya kurang mendapat perhatian dunia,
kecuali beberapa diantaranya seperti Nurcholish ataupun Abdurrahman Wahid
yang dijuluki sebagai pelopor neo-Modernisme Islam di Indonesia.
Mengkaji pembaruan pemikiran terkini di Indonesia adalah merupakan tun-
tutan yang mesti dilakukan dengan beberapa pertimbangan utama seperti
dinyatakan di atas. Selain berkembang pesatnya aliran pemikiran neo-Modern-
isme Islam yang telah dikaji oleh Greg Barton,187 mengikuti periodeisasi Fazlur
Rahman, telah berkembang aliran pemikiran terkini sebagai respon terhadap
pembaruan-pembaruan pemikiran terdahulu yang diistilahkannya sebagai neo-
Fundamentalisme Islam yang lahir dari akar pemikiran fundamentalisme Islam
terdahulu.188 Uniknya, neo-Fundamentalisme Islam berkembang pesat dan mu-
lai tampil secara terbuka setelah tumbangnya Soeharto dan melahirkan
gerakan reformasi dengan berdirinya ormas ataupun orpol yang berazaskan Is-
lam yang sebelumnya dikenal berafiliasi dengan gerakan fundamentalis Islam
dari dalam dan luar negeri. Sebagai konsekwensi logis keterbukaan dan de-
Diantara kajian-kajian utama tentang pembaharuan pemikiran di Indonesia, misalnya : Harry J. Benda, The Crescent and
the Rising Sun : The Indonesian Islam under the Japanese Occupation 1942-1945. W.van Hoeve Ltd. (The Haque dan Bandung :
1958). Deliar Noer, The Rise and Development of the Modernist : Muslim Movement in Indonesia : During the Dutch Colonial
Period, 1990-1942. (Kuala Lumpur : Oxford Univ. Press, 1978). James Peacock, Muslim Puritans, Reformist Psychology in
Southeast Asian Islam, (Berkeley : Univ. California Press, 1978). Mitsuo Nakamura, The Crescent Arises Over the Banyan Tree,
(Yogyakarta : UGM Press, 1983). Ken Ward, The Foundation of the Partai Muslimin Indonesia, (Ithaca : Cornell Modern Ind.
Project, 1970). B.J. Boland, The Stuggle of Islam in Modern Indonesia, (The Haque : Martinus Nijhoff, 1971). Taufik Abdullah,
School And Politics : The Kaum Muda Movement in West Sumatera 1921-1927. Ph.D. Thesis, Cornell Univ, 1971. Alfian, Islamic
Modernism, In Indonesian Politics : The Muhammadiyah Movements During The Dutch Colonial Period 1912-1942. Ph.D. Thesis
Univ. of Wisconsin, 1968. Howard M. Federspiel, The Persatuan Islam : Islamic Reform In Twentieth Century Indonesia, Ph.D,
Thesis, Mc.Gill University, 1966. Mohd. Kamal Hassan, Muslim Intelectual Responses to “New Order” Modrnisation in Indone-
sia, (Kuala Lumpur : DBP, 1982). Greg Barton, The Emergence of Neo-Modernism : A Progressive, Liberal Movement of Islamic
Thought in Indonesia. Terj. (Jakarta : Paramadina, 1999). Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam
Politik Islam, (Jakarta : Paramadina, 1999). Alwi Shihab, The Muhammadiyah Movement and Its Contraversy with Cristian
Mission in Indonesia. Membendung Arus : Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia,
(Bandung : Mizan, 1998)
Lihat : Hilmy Bakar Almascaty, Ummah Melayu Kuasa Baru Dunia Abad 21, (Kuala Lumpur : Berita Publishing,
1993)
Greg Barton, The Emergence of Neo-Modernism.., op.cit.
188
Fazlur Rahman, “Roots of Islamic Neo-Fundamentalism”, dalam Philip H. Stoddard, et,al.,eds., Change and the Muslim
World, (Syracuse, NY.: Syracuse Univ. Press, 1981).
mokratisasi yang digulirkan pemerintahan Habibie, akhirnya gerakan reformasi
sendiri telah memberikan peluang bangkitnya idiologi kiri radikal yang berakar
pada gerakan Marxisme, Sosialisme dan Komonisme ataupun gerakan-gerakan
radikal revolusioner lainnya yang kini mendapat sambutan luas dikalangan
generasi muda yang mayoritasnya muslim. Ini juga menjadi salah satu penye-
bab tampilnya gerakan neo-Fundamentalisme Islam yang terkenal radikal dan
militan dalam sejarah gerakannya sebagai kekuatan penyeimbang. Karena se-
jarah pergerakan kaum kiri, termasuk di Indonesia, disamping anti Tuhan dan
anti agama, penuh dengan kebohongan, kekejian dan pertumpahan darah,
yang mengorbankan kaum muslimin. Maka hanya gerakan sejenis yang mam-
pu membendung gerakannya, gerakan neo-fundamentalisme Islam.189
Al Chaidar, Reformasi Prematur, Jawaban Islam Terhadap Reformasi Total,(Jakarta : Darul Falah, 1999). Lihat juga
bukunya yang lain, Pemilu 1999, Pertarungan Ideologis Partai-partai Islam Versus Partai-partai Sekuler, (Jakarta : Darul Falah,
1999)
Fazlur Rahman, “Islam : Challenges and Opportunities” dalam Alford T. Welch dan Pierre Cachia (ed)., Islam :
Past Influence and Present Challenge, (Edinburgh : Edinburgh Univ. Press, 1979), halaman 315-330.
sumber-sumber peradaban Islam klasik yang tidak dimiliki oleh kaum
modernis.191
Sementara neo-Fundamentalisme Islam yang berkembang di dunia
Islam saat ini menurut Fazlur Rahman dalam Roots of Islamic Neo-
Fundamentalism192 lahir atas respon dari ketidakpuasaan sebagian generasi
Islam, khususnya mereka yang telah mengecap “pendidikan modern” Barat
terhadap kegagalan kaum modernis. Menurut Rahman, kegagalan terbesar
kaum modernis adalah ketidakmampuan mereka dalam mengembangkan
metodologi pemikiran untuk merespon perkembangan zaman sesuai dengan
ajaran Islam. Bahkan lebih jauh terkesan sangat longgar dalam melaksanakan
dan menerapkan ajaran Islam dan lebih meniru pemikiran dan gaya hidup
Barat yang sekuleristis dan liberal sehingga terkesan sebagai agen penjajah
dalam membaratkan kaum Muslimin dengan program modernisasi mereka
yang dituduh identik dengan westernisasi. Modernisasi dan program sejenisnya
yang dikembangkan telah melahirkan kebingungan dan kerancuan pada
generasi Islam, yang akhirnya menimbulkan kegelisan, ketidakpsatian,
keputusasaan dan lebih jauh dapat menghantarkan menuju kefasikan,
kemunafikan dan bahkan kekufuran. Akhirnya segala produk modernisme
Islam, baik dalam bidang pemikiran, pendidikan, politik, ekonomi dan lainnya
ternyata tidak mampu, atau lebih tepat telah gagal mengantarkan kaum
Muslimin menuju kebangkitan kembali sebagaimana yang di cita-citakan.193
Sejauh ini, para penggagas neo-Modernisme Islam sendiri belum mampu
menunjukkan jalan yang terang dalam mengantisipasi perubahan dunia
modern yang semakin menggila, terutama dalam membangun metodelogi
pemikiran yang nyata untuk mengangkat keterbelakangan kaum Muslimin
dalam segala bidang. Realitasnya mereka masih berputar-putar dari teori ke
teori dan belum membakukan pemikirannya sebagai sebuah metodelogi yang
dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dan terbukti dapat bermanfaat
bagi kebangkitan Islam dan umatnya dengan membangun masyarakat madani
dengan peradabannya yang berdasarkan Islam. Fazlur Rahman194 sendiri,
sebagai penggagas neo-Modernisme Islam hanya memberikan ciri khas gerakan
ini dan belum sempat menuntaskan dasar-dasar teori pemikiran yang akan
dikembangkannya.195 Apalagi akan menerapkannya sebagai eksperimen dalam
sebuah lembaga pendidikan dan kader cendikiawan sebagaimana yang
191
Tentang abad berbeda pendapat dalam Islam lihat, Taha Jabir al-‘Awani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Virginia : IIIT,
1987)
Dr. Muhammad Imarah, Al-Ushuliyah Baina al-Gharbi wa al-Islam, (Kairo : Dar al-Syuruq, 1998)
Lihat misalnya karya-karya agung para penggagasnya, seperti karya Hasan al-Banna, Majmu’ al-Rasail, Tafsir al-
Fatihah, Ushul al-Ishrien, Sayyid Qutb dalam Fi Dzilal al-Qur’an, Maalim fi al-Thariq, al-Islam wa Mushkilat al-Hadarat, al-
Mustaqbal li haza al-Dienm , Muhammad Qutb dalam Jahiliya Qorn al-Ishrien, al-Subhat haula al-Islam, al-Thaqofah Islamiyah,
Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyat, Hal Nahnu Muslimun ?, al-Shahwah Islamiyah, Abul A’la al-Maududi dalam Khilafat wa al-
Mulk,, al-Islam wa al-Jahiliyah, al-Hukumat al-Islamiyah, al-Islam al-yaum, Jihad in Islam, The Islamic Law and Constitution,
Nizam al-Hayat fi al-Islam, Capitalism, Socialism and Islam, Abul Hasan al-Nadwy dalam Mazha Khasiro al-Alam bi inhithot al-
Muslimun, Mustafa Mashur dalam Dakwah Fardhiah, Said Hawwa dalam al-Islam, Allah, al-Rasul, Jundullah Tsaqofat wa Akh-
laq, Asas fi Tafsir, Yusuf Qardhawy dalam al-Hall al-Islam, al-Iman wa al-Hayat, Al-Khoshooish al-Ammah li al-Islam, Aina al-
Khalal, Al-Sahwah Islamiyah Baina al-Juhul wa Tatharruf, Malamih al-Mujtama’ al-Muslim Alladzi Nashhaduhu, Hady al-Islam
Fatawi Muashirah, Maryam Jameelah dalam Islam and Modern Man, Islam in Theory and Practice, Islam and Modernism,
Ayatullah Qomaeny, dan lainya yang tersebar dalam ratusan buah buku yang kaya dengan dimensi pemikirannya mas-
ing-masing. Disamping itu lihat pula karya para peneliti lainnya, seperti Fazlur Rahman, Roger Geraudy, dan lainnya.
sangat ketat dalam menjalankan ajaran Islam, baik yang wajib ataupun
sunnah, penekanan pada pembinaan pribadi dan keluarga Muslim (usroh) yang
merupakan inti dari sebuah jama’ah Islamiyah sebagai wadah perjuangan
menegakkan Islam dengan struktur kepemimpinan (Imamah) sebagaimana
yang diajarkan Rasul saw dengan metode yang dikenal sebagai manhaj Nabawi.
Sikap mereka non kompromis dengan kejahiliyahan, baik dari Barat atau
Timur, namun bukan berarti menolak segala bentuk yang berbau Barat atau
kemodernan, karena mereka berkeyakinan bahwa ada produk peradaban
modern yang bermanfaat untuk kemajuan Islam, namun diperlukan metode
khusus dalam penerapannya yang akan dilakukan jika sudah tegak
sekumpulan masyarakat yang terbina atas dasar aqidah Islam, seperti
penerapan pengetahuan yang bermanfaat ataupun teknologi. Dalam
perjuangan mereka biasanya sangat revolusioner, radikal dan militan dalam
artian yang positif, karena mencontoh perjuangan Rasulullah yang telah
berjihad menegakkan kekuasaan Islam dengan perjuangan bersenjata sehingga
hanya Islam yang berkuasa dan tidak didekte oleh kekuatan manapun. Dengan
sistem pembinaan (tarbiyah) yang teratur dan tersistematik secara berjama’ah,
mereka telah melahirkan pribadi-pribadi yang tegar dan pantang menyerah
dalam perjuangan, bahkan mereka sanggup dipenjara ataupun dibunuh dalam
mempertahankan prisnsip perjuangannya. Mereka memiliki karakteristik yang
sungguh sangat mengesankan : heroik, kesungguhan, keikhlasan, kesedian
berkorban, dedikasi, dan sifat-sifat lain dari yang umumnya terdapat pada
gerakan militan dan revolusioner dari ideologi manapun juga.
Jika ditelusuri akar pemikiran neo-Fundamentalisme ini, tidak lain
bersumber dari pemikiran neo-Revivalisme atau fundamentalisme yang telah
dikembangakan oleh generasi terdahulu seperti Hasan al-Banna, Sayyid Qutb,
Abul A’la al-Maududi dan lainnya.208 Berbeda dengan pendahulunya yang non
kompromis serta apatis terhadap Barat dan segala sesuatu yang berbau Barat,
kelompok neo-Fundamentalis dapat menerima dengan kritis dan penuh kehati-
hatian serta menyaringnya menurut kaedah-kaedah ajaran Islam. Bila terjadi
pertentangan dengan ajaran Islam, mereka akan lebih mengambil jalan selamat
dengan mengutamakan sumber-sumber utama ajaran Islam berupa al-Qur’an
dan al-Sunnah. Demikian pula mereka telah mengembangkan metodelogi
pemikiran yang khas dalam merespon perkembangan dunia modern dengan
segala produknya sebagai pengembangan manhaj nabawi/manhaj Qur’any
yang dikemukakan pendahulunya. Karena sebagiannya lahir dari sistem
pendidikan modern Barat, mereka memilih wacana intelektual dalam
membangun peradaban Islam namun tetap menerima gerakan-gerakan
radikal-revolusioner sebagai sebuah alternatif perjuangan sebagaimana yang
dicontohkan Rasulullah dan para shohabat dan salaf al-shalih. Mereka
mendirikan partai untuk merespon demokratisasi dan liberalisasi, namun pada
saat yang sama mereka memiliki jama’ah Islamiyah dengan struktur dan
kepemimpinan yang berbeda dengan partai. Dengan kata lainnya neo-
208
Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi,(Jakarta : Paramadina, 1999), halaman 37
mengadonnya menjadi bentuk pemikiran baru, maka bukan di al-Qur’an
tempatnya apalagi produk pemikiran tersebut membingungkan para
pengikutnya.210
Al-Qur’an suci diperuntukkan bagi mereka yang mencari petunjuk
kehidupan dalam menggapai kesempurnaan hidup, baik di dunia dan di
akhirat. Sepanjang pembicaraannya, dengan berbagai bentuk pendekatannya,
al-Qur’an bertujuan untuk membimbing manusia menuju keunggulan dan
kesempurnaan, dengan syarat al-Qur’an dilaksanakan dalam kehidupan
nyata, dan bukan hanya menjadi teori-teori beku yang didiskusikan saja.
Dengan kata lainnya, al-Qur’an mempunyai misi untuk mencetak manusia-
manusia unggul seperti Rasulullah dan Para Shahabat yang tidak hanya
mampu menghadapi tantangan zaman tapi mampu memimpin dan
mengarahkan zaman dengan segala perbendaharaan materinya kapan dan
dimanapun, karena al-Qur’an diturunkan untuk manusia sepanjang zaman.
Dengan demikian al-Qur’an dengan segala kemukjizatan Ilahiyah yang
terkandung didalamnya senantiasa akan memperkaya khazanah intelektualitas
sekaligus semangat spiritualisme pengikutnya sehingga mereka menjadi
manusia-manusia unggul dalam arti sebenarnya.211
Kesalahan terbesar kaum modernis ataupun neo-Modernis adalah anggapan
mereka terhadap al-Qur’an yang hanya sebatas perbendaharaan intelektual
yang dengannya dianalisa segala produk pradaban modern sebagaimana
pendekatan para filosof generasi Islam pertengahan. Dan bukannya sebagai
pedoman harian yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata agar dapat
membimbing dan memimpin manusia menuju kesempurnaan sebagaimana
yang difahami Rasulullah dan para Shahabatnya. Jika al-Qur’an hanya sebatas
perbendaharaan intelektual saja, kenapa mesti diturunkan secara berangsur-
angsur dan dalam tempo waktu selama 23 tahun ? Bukankah al-Qur’an dapat
saja diturunkan Allah dalam sedetik kemudian diperintahkan agar cerdik
pandai Islam mentelaahnya, mendiskusikannya, membandingkannya sebagai
khazanah intelektual ? Namun hakikatnya, Allah Yang Maha Mengetahui
ternyata menurunkan al-Qur’an bukan hanya sebatas sebagai
perbendaharaan dan khazanah intelektual semata, namun al-Qur’an
diturunkan tahap demi tahap dalam waktu 23 tahun agar tertanam pada
generasi Islam, agar mereka menjadi al-Qur’an hidup yang berjalan. Dan al-
Qur’an hidup yang berjalan inilah yang akan menghadapi tantangan zaman
dengan segala perbendaharaan pengetahuan Ilahiyah didiperolehnya. Dan
metode (manhaj) inilah yang telah berhasil mengangkat kegemilangan kaum
Muslimin yang sebelumnya terkenal sebagai kaum yang terbelakang dan jahili
dan sekaligus menghantarkan mereka sebagai pemuka-pemuka peradaban
dunia, yang menghubungkan dan mengembangkan peradaban baru yang
berdasarkan Islam.
Pendekatan intelektulisme ansich yang dilakukan kaum modernis
ataupun neo-Modernis dalam memahami al-Qur’an, mungkin dapat
Lebih jauh lihat : Sayyid Qutb, Maalim fi al-Thariq dan Fi al-Tarikh… Fikrah wa Manhaj
ibid
mengantarkan mereka sebagai pemikir-pemikir ulung dengan teori-teori
brilyannya. Namun sesungguhnya, maksud utama diturunkannya al-Qur’an
adalah agar terbentuknya pribadi dan masyarakat Islami tempat bersemainya
ajaran-ajaran mulia yang dikandung al-Qur’an. Disinilah letak persimpangan
pemahaman kedua aliran ini. Apalah artinya jika seorang cendekiawan berhasil
merumuskan teori-teori brilyan yang mengalahkan kebesaran teori-teori
peradaban modern, namun mereka tidak mampu mengaplikasikan teorinya
kepada masyarakatnya yang sedang terbelakang, terkalahkan dan mengalami
krisis dan dilemma. Al-Qur’an diturunkan Sang Pencipta dengan bahasa dan
pendekatannya yang mudah agar dapat dimenegrti semua orang, dengan
pengertian tersebut langsung diamalkan dan dengan pengamalan setahap demi
setahap inilah kemudian terciptanya masyarakat madani tempat bersemainya
nilai-nilai al-Qur’an dan sekaligus tempat tumbuh dan berkembangnya cikal
bakal peradaban paripurna yang berdasarkan nilai Ilahiyah sebagaimana yang
telah dicontohkan Rasulullah dan para Shahabat yang telah membangun
masyarakat madani. Namun jika kita mengambil jalan selainnya, selain yang
telah diajarkan al-Qur’an dan manhajnya, mungkinkah kita akan sampai
kepada tujuan terbentuknya masyarakat madani yang diridhai Allah atau
hanya berputar-putar dari teori satu ke teori lainnya, dari satu konsep ke
konsep lainnya dan ironisnya akan menambah kebingungan dan kerancuan
ummah yang tengah berada dalam keterbelakangnnya.
Manhaj Qur’ani yang telah ditempuh Rasulullah dan para Shahabat
yang diridhoi dalam membangun peradaban baru dunia telah berhasil
menbangun masyarakat madani dengan produk peradabannya yang menjadi
mata rantai peradaban dunia. Manhaj Qur’ani memulai pembangunan
peradaban masyarakatnya dari dataran keyakinan (aqidah) dan bukannya dari
dataran intelektual. Ketika Rasulullah menyeru mereka kepada masyarakat
madani, Rasulullah membersihkan jiwa mereka, mengajarkan mereka wahyu
berupa al-Qur’an dan al-Sunnah dan tidak mengajarkan kepada mereka segala
bentuk filsafat ataupun pemikiran lainnya. Bahkan pada tahap-tahap awal,
Rasulullah telah melarang Umar membaca Taurat dengan ucapan, Wahai
Umar, sekiranya Musa masih hidup dia pasti akan mengikutiku” (HR. Abu Ya’la).
Dengan tujuan agar masyarakat ini benar-benar memiliki fondasi yang kukuh
yang berdasarkan wahyu Ilahi semata, sebelum menerima perbendaharaan
dunia lainnya. Apakah manhaj selainnya akan mampu mengembalikan
Jika neo-Fundamentalisme Islam dikatakan sebagai kelompok yang lahir
dari akar pemikiran fundamentalisme Islam terdahulu, maka kini telah lahir
pemikir-pemikir neo-Fundamentalisme yang kecendikiawanannya diakui
dunia, seperti Yusuf al-Qordhowy misalnya. Qordhawy adalah seorang
cendikiawan Muslim yang tidak diragukan lagi integritas keilmuannya,
terutama ilmu keislamannya, baik bidang tafsir, fiqh dan filsafat. Beliau lahir
dan berkembang dari akar pemikiran gerakan Ikhwan al-Muslimun yang
didirikan Hasan al-Banna. Namun dengan landasan pemikirannya yang
“fundamentalis”, Qordhowy mampu menterjemahkan dan mengaktualisasikan
ajaran-ajaran Islam dari sumber utamanya al-Qur’an dan al-Sunnah. Bahkan
dengan tegas Qardhowi menyatakan kebingungannya menyelesaikan
permasalahan pemikiran ketika dikembalikan kepada tradisi intelektual Islam
klasik abad pertengahan sebagaimana yang ditempuh neo-Modernis, pemikiran
yang penuh dengan pendapat temporer, dan Qordhowy hanya menemukan
jawaban pasti dan terang ketika kembali kepada sumber aslinya, yaitu al-
Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini bukan berarti Qardhowy tidak menerima
warisan intelektual tradisional, bahkan kenyataannya Qordhawy sangat
memahami warisan tradisi ini dan menjadikannya sebagai referensi, namun
beliau hanya menemukan jawaban pasti dalam menjawab tantangan zaman
ketika langsung berhadapan dengan sumber asal. Dengan keluasan
pengetahuannya, Qardhowy telah membahas permasalahan masyarakat Islam
kontemporer, dari masalah fiqh, aqidah, tasawuf, gerakan, ekonomi, politik,
pendidikan, menejemen, peradaban hingga masalah pemikiran Barat dan
problema kontemporer masyarakat Islam yang dinilainya berdasarkan Islam
yang menjadi perhatian para cendikiawan internasional.
Persentuhan dan keterlibatan hidup sehari-hari Qordhowy dengan dunia
modern tidak menghilangkan semangatnya sebagai seorang “fundamentalis”
sejati yang merujuk segala permasalahan dengan dasar al-Qur’an dan al-
Sunnah. Bahkan lebih jauh dengan menjadikan Wahyu Allah sebagai referensi
dan sumber pengambilan utama, Qordhawy mendapat jawaban pasti tentang
hakikat kehidupan manusia dan segala permasalahannya, termasuk
perkembangan pemikirannya. Demikian pula Qardhawy dengan terbuka
berani mengkoreksi sekaligus memberikan solusi pada perjalanan gerakan
Islam sebelumnya, yang dikenal sebagai fundamentalis Islam. Hakikatnya, para
cendikiawan yang besar dan berkembang dalam arus pemikiran
fundamentalisme seperti Qardhawy dan lainnya sebenarnya telah meletakkan
dasar-dasar metodelogi pemikiran bagi terbentuknya sebuah gerakan
pemikiran yang baru, yang jika dapat, sebagaimana diistilahkan Fazlur
Rahman sebagai “neo-Fundamentalisme Islam”. Karya-karya brilyan
Qordhowy menjadi rujukan utama generasi Islam yang mendambakan solusi
pemikiran, bahkan di Indonesia pemikiran Qordhowy lebih dikenal luas,
khususnya dikalangan mahasiswa dibandingkan pemikiran Fazlur Rahman
sebagai bapak neo-Modernis Islam. Pemikiran-pemikiran brilyan Qordhawy
memang kurang tersebar, khususnya di arena pemikiran dunia Barat karena
ditulis dalam bahasa Arab dan mungkin ada tendensi lain untuk mencegah
berkembangnya faham ini di dunia Barat yang terkenal anti Fundamentalisme
Islam yang selalu diidentikkannya dengan segerombolan manusia tetoris,
radikal dan haus darah.
Di Asia Tenggara sendiri secara tidak langsung kehadiran neo-
Fundamentalisme Islam sudah mulai kelihatan sejak beberapa dekade lalu. Di
Malaysia misalnya, akar gerakan ini umumnya dari mantan pengurus
Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) yang menginspirasikan bentuk
perjuangannya pada Ikhwan al-Muslimun, bahkan beberapa rujukannya
adalah buku-buku karangan pemimpin Ikhwan. Dalam beberapa bentuk
latihan dan pembinaannya, ABIM mengadopsi langsung sistem yang
diterapkan Ikhwan dengan beberapa modifikasi sesuai dengan keadaan
Malaysia, dan menerapkan istilah Ikhwan seperti istilah zikir al-Ma’tsurat,
usroh, amal jam’I, bai’ah, imamah, dar al-Islam, khilafat dan lainnya. Secara
tidak langsung ABIM sebagai organisasi kader telah memicu lahirnya kelompok
fundamentalisme Islam di Malaysia, diantaranya seperti Ustaz Fadhel Noor,
Presiden Partai Islam SeMalaysia (PAS), partai fundamentalis yang bertujuan
mendirikan negara Islam adalah mantan Wakil Presiden ABIM. Demikian pula
Ustaz Ash’aari Muhammad ketua Jama’ah Dar al-Arqam mantan pengurus
ABIM.212
Bahkan salah seorang mantan tokoh sentral ABIM yang kharismatik,
Anwar Ibrahim, dari beberapa pemikirannya dapat digolongkan sebagai
kelompok fundamentalis Islam.213 Bahkan dia sendiri tidak pernah menolak
dirinya sebagai seorang yang condong kepada pemikiran fundamentalis Islam.
Namun difinisi fundamentalisme menurut Anwar adalah keteguhan seseorang
berpegang pada akar tradisinya, bagi seorang Muslim adalah kepada Islam,
dan Islam tidak dapat dikorbankan demi kepentingan duniawiyah. Dari latar
belakangnya pembinaannya dalam dunia fundamentalisme Islam, adalah
sangat sukar melepaskan fundamentalisme Islam dalam diri Anwar. Bahkan
sebelum aktif dalam UMNO, Anwar adalah pendukung setia, walaupun bukan
sebagai anggota dan pengurus, perjuangan Partai Islam Malaysia (PAS) yang
mencita-citakan tegaknya negara Islam di Malaysia. Apakah idiologi
fundamentalisme Islam dalam diri Anwar yang sudah berurat berakar dapat
pupus dengan mudah setelah tertanam sekian lama. Bahkan bukti
menyatakan lain, walaupun Anwar sudah menjadi salah seorang pemimpin
UMNO, partai Melayu nasionalis, dia tetap mengadakan hubungan dan
membangun pergerakan dengan rekan-rekan seperjuangannya di ABIM dulu
ataupun dengan tokoh-tokoh pemikir Islam seperti Yusuf al-Qardhowy dan
lainnya. Demikian pula secara pemikiran ataupun pengamalan, keterikatan
Anwar secara emosional sangat kuat pada Islam, walaupun dibahasakannya
dengan istilah baru, demikian pula istri dan anak-anak perempuan Anwar
menggunakan jilbab, sikap anti KKN dan keberaniannya menyatakan
kebenaran walau apapun resikonya serta kualitas pribadinya sebagai seorang
politis yang bersih, kehidupan keluarganya yang bersahaja, yang ini semua
merupakan ciri khas fundamentalisme Islam yang tertanam dalam dirinya
sejak lama. Namun dengan kematangannya dalam mengembangkan
pemikirannya, mungkinkan Anwar sedang menjadi seorang neo-Fundamentalis
Islam dalam bentuknya sendiri ? Dalam bukunya The Asian Renaissance214
Anwar menawarkan bentuk dialog peradaban yang akan membuka wawasan
masing-masing bangsa. Disamping mengembangkan wacana-wacana
peradaban baru berdasarkan Islam, Anwar bersama rekan-rekannya telah
212
Lihat, Zaenah Anwar, Islamic Revivalism in Malaysia,(Petaling Jaya : Pelanduk, 1987). Siddiq Fadhil, Koleksi Ucapan Dasar
Muktamar Sanawi ABIM, (Kuala Lumpur : Dewan Pustaka Islam, 1982).
Lihat karya beliau : Islam- Penyelesaian Kepada Masalah Masyarakat Majemuk,(Kuala Lumpur : ABIM, tt.). dan
Menangani Perubahan, (Kuala Lumpur : Berita Publ, 1990).
Anwar Ibrahim, The Asia Renaissance, (Singapore : Time Books Publ, 1997)
mendirikan sebuah Universitas Islam yang menjadi sebuah laboratorium dalam
pengembangan pemikiran Islam di masa depan. Dan nilai-nilai Islam yang
dikembangkan Anwar dalam penegakan pemerintahan yang bersih, sebagai
manifestasi ajaran Islam telah menghantarkannya ke penjara.
Demikian pula halnya, apa yang dikemukakan Nurcholish bertolak
belakang dengan realita yang terjadi di dunia Islam. Dalam dunia politik
misalnya, Yusril Ihza Mahendra dalam Modernisme dan Fundamentalisme
dalam Politik Islam menyimpulkan desertasinya : “Dalam beberapa dekade
terakhir, posisi politik partai Islam modernis dan fundamentalis telah banyak
mengalami perubahan. Sebagian partai Islam modernis-seperti Masyumi di
Indonesia, Liga Muslim di Pakistan dan Partai Istiqlal di Aljazair- mulai
tersingkir dari panggung kekuasaan. Masyumi bahkan telah dibubarkan pada
tahun 1960. Sementara partai Islam fundamentalis (yang sebagian dinyatakan
neo-fundementalis oleh Fazlur Rahman)- dan juga kelompok-kelompok bukan
partai-tampak mulai menguat dan bahkan tampil memegang kekuasaan.
Gejala ini tampak di Aljazair, Iran, Afghanistan, Pakistan di bawah Jendral Zia
ul-Haque, dan dalam ruang lingkup yang lebih kecil adalah kasus berkuasanya
Partai Islam PAS di Negeri Kelantan, Malaysia.”215
Perkembangan terakhir di Malaysia yang merupakan ladang persemaian
pemikiran Islam yang progresif di Asia Tenggara, pada pemilu 1999 Partai
Islam PAS yang terkenal sangat fundamentalis dengan cita-cita menegakkkan
negara Islam dan melaksanakan hudud (hukum Islam) memenangkan pemilu
secara telak di Kelantan dan Trengganu, dan berhasil menaikkan jumlah
kursinya lebih 100 % di Parlemen pusat. Dari segi persentase, 70 % orang
Melayu memilih PAS dan aliansinya dan hanya 30 % memilih UMNO yang
merupakan partai kaum Modernis Malaysia.216 Rakyat Malaysia, terutama
kaum terdidiknya telah muak dengan janji-janji palsu para penyeru
“penerapan nilai-nilai Islam” yang realitasnya sangat diktator, tidak bermoral
dan berani menentang hukum Allah dengan alasan duniawiyah. Berbeda
dengan kaum fundamentalis yang senantiasa menunjukkan citra Islami dalam
perbuatan dan tingkah laku, konsisten dengan ucapan dan perbuatannya,
memiliki akhlaq yang mulia sehingga menjadi daya tarik sendiri bagi
masyarakat Islam.217
Demikian pula halnya di dunia Islam lainnya. Karena kemuakan
masyarakat Islam dengan kepalsuan dan janji-janji kosong kaum utopis yang
menjanjikan modernisasi, yang berkolaborasi dengan kapitalis internasional
mengeksploitasi Islam demi kepentingan duniawiyah, disamping kebobrokan
mental dan kemaksiatan yang dilakukannya, menjadikan masyarakat simpati
dengan perjuangan dan jalan berfikir neo-Fundamentalis Islam yang lebih
menjanjikan. Ketertarikan kepada kelompok ini karena telah berhasil
membuktikan diri, mereka dapat menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kenapa
misalnya masyarakat Cina non Muslim di Malaysia mendukung perjuangan
Partai Islam Malaysia yang memperjuangkan tegaknya negara Islam ? Tidak
Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme.., op.cit. halaman 314
Kamarudin Jaffar, Pilihanraya 1999 dan Masa Depan Politik Malaysia,(Kuala Lumpur : IKDAS, 2000)
ibid, halaman 50-62
lain karena mereka dapat membuktikan bahwa Islam adalah rahmat bagi
semua orang, dan dapat memberikan keadilan kepada masyarakat non muslim
dengan tidak mengorbankan kepentingan agama.218 Tidak seperti kelompok
nasionalis Melayu UMNO yang sangat rasialis dan tidak adil terhadap penganut
agama lain.219 Sikap-sikap dan akhlaq Islami yang merupakan nilai-nilai
universal, seperti jujur, amanah, setiakawan, konsisten, toleran,
bertanggungjawab, sederhana, dedikasi tinggi, dan perilaku mulia semacamnya
akan menjadi daya tarik kelompok neo-Fundamentalis Islam di masa depan,
disamping tentunya kekayaan spiritual dan intelektual mereka yang Islamis.220
Tentang perjuangan HOS. Cokroaminoto dan pemikirannya, lihat misalnya : Amelz, HOS. Cokroaminoto : Hidup
dan Perjuangannya. (Jakrta : Bulan Bintang, 1952). MM. Amin, Saham HOS. Cokroaminoto dalam Kebangunan Islam dan Nas-
ionalisme di Indonesia. (Yogyakarta : Nur Cahaya, 1980). AT. Jaylani, The Syarikat Islam Movement : Its Contribution to Indone-
sian Nationalism, MA. Thesis, IIS, Montreal : Mc.Gill University, 1959. Deliar Noer, The Modernist Muslim Movement in In-
donesia : 1900-1942, (Singapore : Oxford Univ. Press, 1973)
Mengenai perjuangan KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah, lihat : Alfian, Muhammadiyah : The Political Be-
haviour of a Muslim Modernist Organization Under the Dutch Colonialism, (Yogyakarta : Gajah Mada Press, 1969). Solichin
Salam, Muhammadiyah dan Kebangunan Islam di Indonesia, (Jakarta : NV. Mega, 1965). Mitsuo Nakamura, The Cresent Arises
over the Banyan Tree : A Study of the Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town, (Ithaca YN : Cornell Univ. Press,
1976). Mustafa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta : Penerbit Persatuan, 1975). Yusuf Abdul-
lah Puar, Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah, (Jakarta : Pustaka Antara, 1989). HAMKA, KH.A. Dahlan, (Jakarta :
Sinar Pujangga, 1952). Yusron Asrofie, KH. Ahmad Dahlan, Pemikiran dan Kepemimpinannya, (Yogyakarta :
Yogyakarta Offset, 1983).
Masalah ini lihat misalnya : Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Jakarta : Gema Insani Press,
1997). Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, (Jakarta : Paramadina,1999). Robert Van Niel, The
Emergence of the Modern Indonesia Elite, (The Haque : WV. Hoeve, 1960)
Tentang sejarah hidup dan perjuangan SM.Kartosuwirjo, lihat misalnya : Holk H. Dengel, Darul Islam dan Kar-
tosuwirjo, (terj). (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996). B.J. Boland, The Strunggle of Islam in Modern Indonesia, (The Haque
: Martinus Nijhoff, 1971). C. Van Dijk, Darul Islam : Sebuah Pemberontakan (terj), (Jakarta : Pustaka Grafiti Utama, 1989,
halaman 11-31. Hiroko Harikoshi, “The Darul Islam Movement in West Java (1948-1962) : An Experience in Historical
Process”, dalam Indonesia, vol 20, halaman 62-64.. Pinardi, Sekarmadji Marijan Kartosoewirjo (Jakarta : Aryaguna, 1964).
CAO. Nieuwenhuije, Aspect of Islam in Post Colonial Indonesia, (The Haque & Bandung : W.Van Hoeve, 1958). Amak Sjari-
fudin, Kisah Kartosuwirjo dan Menjerahnya (Surabaya : Grip, 1965). Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Neg-
ara Islam Indonesia SM. Kartosoewirjo.( Jakarta : Darul Falah, cet.2, Safar 1420 H).
keluar meninggalkan Masyumi untuk membangun gerakannya sendiri, yaitu
“Darul Islam”. Kartosoewirjo kemudian memproklamasikan “Negara Islam
Indonesia” di Jawa Barat.226
Membandingkan para penggagas fundamentalisme Islam terkemuka
adalah sesuatu yang sangat menarik, karena dari beberapa sisi mereka
memiliki kesamaan. Misalnya Hasan al-Banna pendiri Ikhwan al-Muslimun di
Mesir,227 Abul A’la al-Maududi pendiri Jame’at Islami di Pakistan228 dan SM.
Katosoewirjo pendiri Darul Islam di Indonesia. Mereka bertiga memiliki ciri
khas yang hampir sama. Mereka sama-sama dilahirkan di awal abad
keduapuluh, sejak muda sebagai aktivis Islam yang revolusioner, hidup
ditengah-tengah derasnya arus sekulerisasi dan Baratisasi Imprialis kafir serta
pergumulan sengit antara kelompok modernis, baik sebagai nasionalis Islami
atau sekuler, Kartosoewirjo dan Maududi berprofesi sama sebagai wartawan
dan penulis, al-Banna dan Kartosoewirjo sama-sama syahid mempertahankan
perjuangannya di hadapan penguasa nasionalis kafir. Mereka membangun
jama’ah Islamiyah yang non kompromistis dengan kolonialis Barat dan agen-
agennya, perjuangannya mendapat dukungan luas para ulama dan
cendekiawan muslim, mereka sama-sama menulis konsep tentang hijrah dan
jihad fi sabilillah dengan dasar pendekatan dan tujuan yang sama. Diantara
mereka, Kartosoewiryolah yang memproklamirkan Negara Islam yang dicita-
citakannya dan turun langsung berjihad menggunakan senjata melawan
Tentara Republik. Namun pemikiran-pemikiran Kartosoewirjo kurang dikenal
dunia Islam sebagaimana al-Banna dan al-Maududi, disamping akibat
perjuangan bersenjata yang menguras daya dari hutan ke hutan, kurangnya
penerus perjuangannya yang mumpuni dalam mengaktualisasikan
pemikirannya. Disamping perlakuan kejam pemerintah terhadap perjuangan
Darul Islam, baik di masa Orla dan Orba.229
Selain SM. Kartosoewirjo, ada beberapa tokoh sentral Darul Islam yang
mempengaruhi perjalanan sejarah gerakan ini, yang terutama seperti Tengku
Muhammad Daud Beureuh, ulama besar kharismatis dari Aceh,230 Abdul
Pengertian jihad, lihat : Syaikh Dzafir al-Qashimy, Al-Jihad wa al-Huquq al-Dauliyah al-Ammah fi al-Islam, (Beirut :
Dar Ilm, 1986)
Al Chaidar, op.cit.khususnya bab X
Walaupun terpecah berjadi beberapa paksi gerakan, namun tokoh-tokoh muda Darul Islam yang mengenyam
pendidikan tinggi, secara formal dan informal di luar negeri, baik di Timur Tengah, Barat ataupun Pakistan dan Malaysia
menjadikan mereka dekat secara pemikiran, terutama ide-ide tentang pengembangan pemikiran para pendahulu mereka.
Indonesia secara konsekwen sebagaimana diproklamirkan pada Konggres
Mujahidin I di Yogyakarta pada 5-7 Agustus 2000 lalu.
Disamping berakar dari gerakan Darul Islam, neo-fundamentalis Islam
di Indonesia lahir dari kaderisasi beberapa gerakan Islam dalam negeri lainnya
seperti Jama’ah Muslimin (Hizbullah) yang didirikan Wali al-Fattah239, Islam
Jama’ah dan beberapa kelompok lainnya. Sedangkan yang berakar pada
gerakan Islam luar negeri, umumnya memiliki keterkaitan dengan beberapa
gerakan Islam seperti Ikhwan al-Muslimun, Hizbut Tahrir, Salafi, Jama’ah
Tabligh, Gerakan Mujahidin Internasional, al-Arqam, dan lainnya. Gerakan ini
pada umumnya mulai menampakkan aktivitasnya di antara akhir tahun 70an
dan awal 80an. Umumnya pelopor gerakan ini adalah mantan para mahasiwa
yang sekolah ke luar negeri, baik di Timur Tengah ataupun Barat dan
berinteraksi dengan gerakan Islam dan pemikirannya yang kemudian kembali
ke Indonesia dan mengembangkan pemikirannya. Gerakan mereka umumnya
diawali dengan penyebaran pemikiran melalui buku-buku, majalah, brosur dan
lainnya, kemudian diikuti dengan pengkajian intensif keislaman dengan
berbagai nama seperti Latihan Mujahid Dakwah (LMD), Pengkajian Risalah
Tauhid (PRT), Pengkajian Nilai Dasar Islam (PNDI) dan lainnya dan diteruskan
dengan pengajian rutin berupa usroh dan halaqah. Pada akhirnya gerakan ini
membangun jaringan dengan struktur kepemimpinannya yang khas, dan
sangat populer di kalangan universitas, terutama universitas umum, seperti di
ITB, IPB, UI, UGM dan lainnya. Dari pengajian-pengajian ini kemudian
berkembang Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang menjadi jaringan aktivis
mahasiswa Islam non organisasi. Dari gerakan inilah kemudian lahir beberapa
gerakan mahasiswa Islam, yang menonjol seperti KAMMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia) yang menjadi tulang punggung reformasi
dikalangan mahasiswa.
Kader-kader organisasi Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
terutama HMI-MPO, Pelajar Islam Indonesia (PII), Gerakan Pemuda Islam (GPI),
Dewan Dakwah Islamiyah (DDII), hatta Muhammadiyah, Persatuan Islam
(PERSIS) dan Al-Irsyad yang modernis sekalipun telah menjadi tempat
tumbuhnya aliran pemikiran ini. Para anggota ormas Islam yang terlibat
dengan pemikiran ini biasanya adalah mereka yang berinteraksi secara
konsisten dengan pemikiran-pemikiran fundamentalis Islam, baik melalui
buku, literatur ataupun interaksi langsung dengan para tokoh gerakannya
yang umumnya memiliki kharisma dan daya tarik tersendiri, terutama
kezuhudannya dalam memandang dunia dan keberaniannya menyampaikan
kebenaran Islam tanpa kompromi. Sejauh ini diantara beberapa ormas Islam,
Pelajar Islam Indonesia, yang sempat bergerak secara illegal karena menolak
asas tunggal Pancasila secara terbuka, adalah tempat persemaian yang subur
aliran pemikiran ini karena sistem kaderisasinya yang radikal dan non-
komprimistis terhadap rezim Orba dan mampu melahirkan kader-kadernya
yang militan dan fundamentalis.
Wali al-Fattah, Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, Bogor : Al-Amanah, Cet.2, 1995.
Disamping para aktivis gerakan dan organisasi Islam yang menjadi
pelopor gerakan neo-fundamentalisme Islam di Indonesia, terdapat pula di
antara mereka pribadi-pribadi seperti tokoh-tokoh Alim Ulama, cendekiawan
Muslim, Ustadz, Da’i maupun kalangan profesional dan artis. Umumnya
mereka bergerak secara individual dengan mengembangkan wacana-wacana
pemikiran sesuai dengan bidang dan spesialisasi masing-masing, baik di
bidang ekonomi, pendidikan, hukum, politik, budaya dan lainnya. Ciri khas
mereka sama dengan para penganut neo-fundamentalisme Islam lainnya dan
sangat kuat terikat dengan tradisi maupun simbol-simbol keislaman. Bahkan
dikalangan mereka ada mantan artis yang glomour, dan menjadi sangat
fundamentalis dalam berpakaian, bergaya maupun bertingkah laku. Diantara
mereka yang dapat dikategorikan antara lain seperti Prof. Deliar Noor
(cendekiawan), Imaduddin Abdul Rachim (cendekiawan), Abdul Qadir Djaelani
(da’I), Sahirul Alim (cendekiawan), Mawardi Noor (ulama), AM. Fatwa (aktivis),
Habib Idrus Jamalullail (da’I), Toto Tasmara (profesional), Gito Rolies (artis) dan
beberapa pemimpin majlis taklim dan pondok pesantren.
Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Soeharto telah mengantarkan
Habibie, seorang demokrat Muslim, tampil memimpin Indonesia. Kebijakan
demokratisasi dan leberalisasi yang dicanangkan pemerintahan Habibie telah
memberikan kekebasan tumbuh dan berkembangnya berbagai bentuk gerakan
idiologi, baik yang kiri ataupun kanan sebagai konsekwensi logis sebuah
kebebasan dan keterbukaan. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para
fundamentalis Islam yang selama ini mengambil sikap oposisi terhadap
pemerintah untuk membangun gerakan Islam, baik yang berbentuk organisasi
masa, partai sampai gerakan Islam radikal. Namun sejauh ini, terutama partai-
partai Islam walaupun mereka secara terbuka telah menggunakan azas Islam,
namun belum menyatakan tujuannya untuk menegakkan kakuasaan dan
hukum Allah dalam bentuk pemerintahan Islam ataupun negara Islam,
sebagaimana ciri khas kelompok Islam fundamentalis.240
Pasca reformasi, dengan beberapa uji coba, gerakan neo-Fundamentalis Islam
sudah mulai mewarnai peta pemikiran dan gerakan di Indonesia. Demikian
pula dengan tampilnya Abdurrahman Wahid sebagai Presiden yang notabene
mewakili gerakan neo-Modernis Islam, yang dinilai sering menimbulkan
kontraversi bahkan dianggap merugikan kepentingan Islam, sebagai kelompok
penekan maka gerakan neo-Fundamentalis Islam mulai menampilkan diri, baik
melaui wacana intelektual ataupun gerakan masa sampai gerakan jihad. Lebih
jauh mereka telah mulai memainkan peranan sebagai sentral pergerakan di
Indonesia yang mulai diperhitungkan peranan dan keberadaannya. Diantara
bentuk gerakannya yang menonjol adalah aksi-aksi demo yang menuntut amar
makruf nahi mungkar ataupun diberlakukannya syariat Islam oleh berbagai
organisasi seperti Persaudaraan Pekerja Muslim (PPMI) pimpinan jendral demo
Eggi Sudjana, Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Habib Rizieq Shahab, Laskar
Jihad pimpinan Ja’far Umar Thalib, Front Hizbullah, Forum Bersama Umat
Islam dan lainnya. Kekecewaan masyarakat Islam pada pemerintah
Lihat : Al Chaidar, Reformasi Prematur Jawaban Islam terhadap Reformasi Total, (Jakarta : Darul Falah, 1999)
Abdurrahman Wahid dan beberapa lembaga tertinggi negara seperti MPR/DPR
akan mempersubur dan memperbanyak pengikut gerakan ini di masa depan.241
Demikian pula keberanian wakil-wakil PPP dan PBB yang mengusulkan
diamandemennya pasal 29 UUD 45 dengan mengembalikan perkataan :
dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
merupakan indikasi nyata keberadaan neo-fundamentalis Islam dalam
MPR/DPR. Dimana hal ini tidak pernah terjadi sejak Soekarno mendekritkan
Pancasila menjadi dasar negara pada tahun 1957 sampai tahun 2000, karena
dianggap masalah yang sangat tabu, bahkan di zaman Orde Baru digolongkan
sebagai tindakan subversi. Walaupun mendapat tentangan dari tokoh-tokoh
neo-modernis seperni Nurcholish Madjid, Syafi’e Maarif dkk maupun kalangan
kalangan tradisionalis NU yang telah mengganggap final masalah ini, tidak
mengendurkan semangat mereka dalam memperjuangkan diberlakukannya
syari’at Islam di Indonesia. Penegakan syariat Islam mendapat dukungan Partai
Keadilan.
Bersamaan dengan bangkitnya gerakan neo-fundamentalisme Islam,
kini ideologi negara Pancasila yang selama ini dianggap keramat, diagungkan
dan tidak boleh dipersoalkan, mulai dipertanyakan kembali keabsahan dan
kebenaran teori yang terkandung di dalam ajarannya. Bahkan kalangan
fundamentalis Islam yang selama ini menentang dengan konsisten dasar
negara Pancasila yang sekuler dan kabur sejak zaman sebelum kemerdekaan,
kini secara terbuka menganggap Pancasila sebagai sumber dari krisis
multidimensional yang telah melanda bangsa Indonesia saat ini. Karena
kekaburan maknanya yang dapat ditafsirkan bermacam-macam, Pancasila
mengantarkan generasi kepada kebingungan dan kesesatan yang akhirnya
melahirkan generasi-generasi yang dangkal pemahaman dan pengamalan
agamanya, generasi hedonis dan materialis yang hanya mengejar kesenangan
duniawiyah belaka. Pendidikan moral Pancasila yang dipaksakan
pengajarannya ternyata telah melahirkan generasi rusak moralnya, yang
akhirnya menjadi pelopor KKN dan segala bentuk kemaksiatan. Sistem
pembangunan dan pelesi ekonomi Pancasila telah mengantarkan bangsa
Indonesia menjadi bangsa pengutang terbesar dan sumber daya alamnya
digadaikan kepada asing. Persatuan yang diserukan Pancasila ternyata tidak
mampu menyatukan bangsa Indonesia dengan semboyan “bhinneka tunggal
ika”, namun justru melahirkan perpecahan, bahkan peperangan demi
peperangan. Ideologi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia telah
mengantarkan bangsa ini menuju jurang kehancurannya, walaupun sudah 55
tahun diterapkan sebagai sistem berbangsa dan bernegara. Maka tidak
mengherankan jika kaum muslimin yang sadar dan mayoritas menghendaki
agar Islam dengan syariatnya yang universal dan sempurna dijadikan sebagai
dasar negara di Indonesia sebagaimana yang dituntut generasi muda Islam.
Lihat : Sebuah Ancaman Dari “Kanan Jalan”, Tabloid Adil, No.51 Tahun ke 68. 21 Sep. 2000
Kebangkitan neo-fundamentalisme Islam di Indonesia merupakan salah
satu phenomena kebangkitan Islam di dunia. Bersamaan dengan gagalnya teori
modernisasi Islam yang diserukan para penganjurnya yang melahirkan
kegersangan pemikiran, atau lebih jauh kedangkalan keyakinan dan dilemma
kejiwaan serta krsis identitas telah mendorong generasi Islam terpelajar
mencari pemahaman alternatif dalam mengapresiasikan keislaman mereka.
Keberhasilan revolusi Islam Iran yang telah menumbangkan rezim sekuler
Pahlevi telah membangkitkan semangat generasi terdidik Islam untuk
memahami ajaran-ajaran fundamental Islam, yang ternyata doktrin-doktrin
ajaran Islam yang dianut salaf al-soleh generasi shahabat mampu
diketengahkan sebagai alternatif dalam dunia modern. Dan yang terpenting
ajaran Islam yang diterapkan secara ketat telah melahirkan kekuatan rohani
yang dapat dijadikan sebagai benteng dalam menghadapi arus penyesatan
Barat dengan berbagai seruan sekulerisme, hedonisme dan liberalisme
kehidupan. Kegagalan masyarakat Barat dalam menciptakan masyarakat
utama yang idam-idamkannya, akibat kesesatan sistem hidupnya, telah
mendorong generasi Islam yang berinteraksi dengannya untuk mencari sesuatu
yang dapat menyelamatkan keyakinan dan tradisi mereka. Kemuakan generasi
Islam terhadap kepalsuan mereka yang menyerukan persamaan, kebebasan
dan kedamaian telah mengantarkan mereka menuju pemahaman Islam yang
lebih fundamental. Akibat kezaliman demi kezaliman masyarakat Barat yang
arogan, telah melahirkan simpati masyarakat luas pada pergerakan orang-
orang ikhlas dan soleh yang menyerukan penerapan ajaran Islam dalam
kehidupan. Itulah sebabnya terjadi revolusi Islam di Iran, kemenangan Partai
Ikhwan di Mesir dan Yordania, kemenangan Front Keselamatan Islam di
Algeria, kemenangan Partai Refah di Turki, kemenangan Partai Islam Malaysia
di Kelantan dan Trengganu.
Kegagalan kaum modernis ataupun neo-modernis Islam di Indonesia
dalam menciptakan masyarakat utama, masyarakat yang adil, makmur, aman,
dan lebih jauh memberikan pembelaan sewajarnya terhadap kelompok
mayoritas Islam akan melahirkan kekecewaan demi kekecewaan para generasi
muda Islam. Kekecewaan ini akan menumbuhkan semangat solidaritas
dikalangan mereka dan menggerakkan upaya-upaya nyata dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsanya. Kekecewaan masal inilah
yang menjadi pendorong utama yang akan melahirkan sikap pemberontakan
radikal terhadap tatanan yang menyimpang dan tak kunjung memberikan
solusi nyata. Keberhasilan dan kemenangan kaum fundamentalis Islam
Afghanistan, Taleeban, dalam mengalahkan faksi-faksi besar mujahidin lainnya
tidak lain akibat kekecewaan masal masyarakat Islam Afghanistan yang telah
mengalami penderitaan panjang terhadap para mujahidin terdahulu yang
saling berebut kekuasaan di antara mereka dan membiarkan masyarakat
dalam penderitaannya tanpa solusi. Maka ketika Taleeban, para pelajar dan
pemuda radikal, tampil memberontak dan memerangi semua faksi mujahidin
yang dianggapnya korup dan menyimpang, dengan serta merta masyarakat
Afghanistan mendukung mereka, dan para mujahidin yang ikhlas berjuang
bersama mereka.
Kegagalan Amin Rais dan Abdurrahman Wahid, sebagai simbol tokoh
neo-modernisme Islam Indonesia, dalam mengantarkan bangsa Indonesia
keluar dari krisis multidimensional ini, tidak diragukan akan menumbuh
suburkan pergerakan kaum neo-fundamentalis Islam yang telah mendapat
perhatian dan simpati masyarakat. Demikian pula perpecahan demi
perpecahan di kalangan elit politik akan menyulut kekecewaan demi
kekecewaan masyarakat yang sudah penuh dengan penderitaan. Demikian
pula dengan perilaku sumbang para elit politik, cendikiawan yang melacurkan
pengetahuannya dan meluasnya praktek KKN serta tidak terselesaikannya
kasus pelanggaran HAM maupun peperangan di Aceh, Maluku dan Ambon
telah memicu ketidak percayaan masyarakat pada pemerintah yang telah
dipilihnya dalam pemilu lalu. Kekecewaan masal dan ketidakpercayaan
masyarakat ini tidak diragukan akan memicu lahirnya sebuah gerakan
alternatif, sebagai gerakan penyelamatan umum terhadap bangsa dan negara
yang dilanda ketidakpastian. Umumnya yang dapat memberikan solusi pada
masyarakat, menurut teori sosial, hanya dua gerakan, gerakan kiri radikal
atau gerakan kanan radikal, yang kedua-duanya sudah mulai tampil di
Indonesia.
Gerakan neo-fundamentalis Islam, sebagai pengejewantahan dari
gerakan kanan radikal memiliki peluang besar sebagai alternatif penyelesaian
terhadap krsisi multidimensional yang dihadapi bangsa Indonesia. Karena
bangsa Indonesia adalah mayoritas muslim, relegious dan anti pada paham
kekiri-kirian yang selalu diidentikkan dengan komonisme yang anti Tuhan dan
anti agama. Penampilan para pelopor gerakan neo-fundamentalis Islam yang
ramah, zuhud, ikhlas namun konsisten akan menjadi daya tarik masyarakat
terhadap alternatif yang ditawarkannya. Hal ini berbeda dengan tawaran kiri
yang menginginkan pertentangan kelas dan revolusi brutal. Jadi tidak
diragukan gerakan neo-fundamentalisme Islam, dengan keteguhan doktrinnya
dan kekonsistenan para pelopornya akan menjadikan gerakan ini sebagai
gerakan alternatif bagi bangsa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya. Masyarakat akan memberikan kesempatan kepadanya
untuk membuktikan keunggulan ajaran yang disrukannya, sebagaimana di
dunia Islam lainnya.
Para penggerak neo-fundamentalis Islam sangat yakin dengan
kemenangan mereka, baik kemenangan di dunia dengan tegaknya tata dunia
Islami maupun di akherat dengan diganjarnya mereka dengan syurga yang
penuh dengan kenikmatan sebagaimana dijanjikan Allah dalam al-Qur’an :
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal soleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana dia telah menjadikan orang-
orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi
aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu,
maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (al-Nur : 55)