You are on page 1of 49

!

" #

$$ % %
$ % & '"
( !
) % * ) +

, + -. / /+
! " #
$

% & '! !
! $
( ) $ /+

&

&

* +, - .//0

ii
0$

Halaman Judul ..................................................................................................... i


Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii

BAB I Sejarah Nabi Muhammad SAW


A. Kota Mekah dan Pemimpin Terdahulu...................................................... 1
B. Kelahiran Nabi Muhammad SAW............................................................. 3
C. Kematian Ibu dan Kakek tercinta .............................................................. 4
D. Pengalaman Penting bagi Nabi Muhammad SAW.................................... 5
E. Masa Bersama Siti Khadijah ..................................................................... 6
F. Menjelang Wahyu Tiba ............................................................................. 7
G. Peranan Siti Khadijah ................................................................................ 9
H. Awal Da’wah............................................................................................. 10
I. Reaksi Orang Quraisy................................................................................ 12
J. Alasan Quraisy menentang Islam .............................................................. 13
K. Hijrah ke Habsyah (Ethiopia) .................................................................... 14
L. Pemboikotan oleh orang Quraisy............................................................... 16
M. Tahun Kesedihan bagi Rasulullah ............................................................. 17
N. Isra’ dan Mi’raj.......................................................................................... 17
O. Secercah Sinar di ‘Aqabah......................................................................... 19
P. Hijrah ke Yatsrib ....................................................................................... 21
Q. Yatsrib menjadi Madinatun Nabi............................................................... 23
R. Masa Awal di Madinah.............................................................................. 24
S. Kekuatan Pemadam Api Islam di Madinah ............................................... 26
T. Tugas Rasulullah berakhir ......................................................................... 38
U. Perubahan atas Perjuangan Rasulullah ...................................................... 40

BAB I Sejarah Al-Qur’an


1. Apakah Al-Qur’an itu?
A. Pengertian Al-Qur’an ................................................................................ 41
B. Cara-cara Al-Qur’an diwahyukan.............................................................. 41
C. Hikmah diturunkannya Al-Qur’an............................................................. 42
D. Penggolongan Ayat-ayat dalam Al-Qur’an ............................................... 43

2. Sejarah Pemeliharaan Kemurnian Al-Qur’an


A. Masa Rasulullah SAW.............................................................................. 43
B. Masa Khalifah Abu Bakar As Siddiq r.a. ................................................ 44
C. Masa Khalifah Utsman bin ‘Affan ............................................................ 45

iii
Bab I
Sejarah Nabi Muhammad SAW

A. Kota Mekah dan Pemimpin Terdahulu


Mekah pada zaman kuno terletak di garis lintasan perdagangan antara Yaman (Arabia
Selatan) dan Syam dekat Lautan Tengah. Dalam kota Mekah itu terdapat rumah suci yang
disebut Baitullah atau Ka’bah. Pembinaan Baitullah ini menurut sejarah Islam dilakukan oleh
Nabi Ibrahim a.s. bersama puteranya Ismail a.s. kemudian kawin dengan penduduk Mekah
dari suku Jurhum yang berasal dari Yaman dan terus menetap di kota ini turun temurun.
Keturunan Nabi Ismail disebut dengan Bani Ismail atau Adnaniyyun.
Pada waktu bendungan besar di Ma’rib di Arabia Selatan pecah dan menimbulkan
malapetaka yang besar pada penduduknya, maka kabilah-kabilah Arab Selatan ini
berbondong-bondong meninggalkan daerahnya menuju ke Arah Utara. Di antara mereka satu
rombongan yang dipimpin oleh Harits bin ‘Amir yang bergelar Khuza’ah berpindah menuju
Mekah. Mereka berhasil mengalahkan penduduk Mekah (suku Jurhum) dst. menjadi penguasa
atas negeri ini turun-temurun. Dalam masa pemerintahan Khuza’ah inilah Bani Ismail
berkembang dengan pesatnya dan berangsur-angsur mereka meninggalkan negeri ini,
bertebaran ke pelosok-pelosok jazirah Arab. Hanya yang tinggal di kota ini dari Bani Ismail
adalah suku Quraisy. Mereka tidak mempunyai kekuasaan atas kota Mekah atau pun Ka’bah.
Kira-kira abad ke-5 Masehi, seorang pemimpin kabilah Quraisy yang bernama Qushai
telah berhasil merebut kekuasaan kota Mekah dari tangan kaum Khuza’ah, setelah berabad-
abad lamanya menguasai kota Mekah. Kekuasaan yang direbutnya itu meliputi bidang
pemerintahan dan keagamaan. Di bidang pemerintahan, Qushai meletakkan dasar-dasar
demokrasi, membagi-bagi kekuasaan antara pemimpin Quraisy, mengangkat panglima perang
dengan memberikan bendera simbol yang dipegangnya (liwa), menerima tamu (wifadah)
serta menyediakan minum bagi para peziarah (siqayah). Kekuasaan dan kepimpinan Qushai
atas kota Mekah ini mendapat dukungan dari segenap kabilah-kabilah Arab.
Pada masa-masa selanjutnya, nampaklah pertumbuhan kota Mekah serta penduduknya.
Setiap tahunnya pada bulan-bulan haji, bangsa Arab dari segala penjuru datang berkunjung ke
Mekah sebagi suatu kewajiban agama. Mengenai keagamaan, bangsa Arab sendiri mengakui
bahwa hak pemeliharaan ata Ka’bah dalam kota Mekah itu hanya pada keturunan Nabi Ismail
a.s. Karena itu tindakan Qushai mengambil alih kekuasaan atas Ka’bah dari orang-orang
Khuza’ah segera dibenarkan dan diakui oleh bangsa-bangsa Arab, karena Qushai tidak lain
juga merupakan keturunan Nabi Ismail a.s. Dengan denikian, hanya dialah yang berhak

1
menjaga kunci ( , membuka, dan menutup pintu Ka’bah serta memimpin upacara
keagamaan di rumah suci itu. Setelah Qushai meninggal, pempinan dilanjutkan oleh
keturunannya.
Ketika lanjut usia, Qushai menyerahkan mandat terhormat itu pada pada anak tertuanya,
Abdud-Dar. Namun anak keduanya, Abdul Manaf, lebih disegani warga. Anak Abdul Manaf
adalah Muthalib, serta si kembar siam Hasyim dan Abdu Syam yang harus dipisah dengan
pisau. Darah tumpah saat pemisahan mereka, diyakini orang Arab sebagai pertanda keturunan
mereka bakal berseteru. Anak-anak Abdul Manaf mencoba merebut hak menjaga Baitullah
dari anak-anak Abdud-Dar yang kurang berwibawa di masyarakat. Pertikaian senjata nyaris
terjadi. Kompromi disepakati. Separuh hak, yakni menerima tamu dan menyediakan minum,
diberikan pada anak-anak Abdul Manaf. Hasyim yang dipercaya memegang amanat tersebut.
Anak Abdu Syam, Umayah, mencoba merebut mandat itu. Hakim memutuskan bahwa
hak tersebut tetap pada Hasyim. Umayah, sesuai perjanjian, dipaksa meninggalkan Mekah.
Keturunan Umayah seperti Abu Sofyan maupun Muawiyah kelak memang bermusuhan
dengan keturunan Hasyim. Hasyim lalu menikahi Salma binti Amr dari Bani Khazraj
(perempuan sangat terhormat di Yatsrib atau Madinah). Mereka berputra Syaibah (yang
berarti uban) yang di masa tuanya dikenal sebagai Abdul Muthalib (kakek Muhammad).
Setelah Hasyim wafat, Abdul Muthalib yang menggantikannya.
Abdul Muthalib mewarisi kehormatan menjaga Baitullah dan memimpin masyarakatnya.
Namanya semakin menjulang setelah ia dan anaknya, Harits, berhasil menggali dan
menemukan kembali sumur Zamzam yang telah lama hilang. Namun ia juga sempat berbuat
fatal: berjanji akan mengorbankan (menyembelih) seorang anaknya bila ia dikaruniai 10 anak.
Begitu mempunyai 10 anak, maka ia hendak melaksanakan janjinya. Nama sepuluh anaknya
dia undi (kidah) di depan arca Hubal. Abdullah (ayah Muhammad) yang terpilih. Masyarakat
menentang rencana Abdul Muthalib. Mereka menyarankannya agar menghubungi perempuan
ahli nujum. Ahli nujum tersebut mengatakan bahwa pengorbanan itu boleh diganti dengan
unta asalkan nama unta dan Abdullah diundi. Mula-mula sepuluh unta yang dipertaruhkan.
Namun tetap Abdullah yang terpilih oleh undian. Jumlah unta terus ditambah sepuluh demi
sepuluh. Baru setelah seratus unta, untalah yang keluar dalam undian, meskipun itu diulang
tiga kali. Abdullah selamat.

2
B. Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Di kala umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke dunia
dari keluarga yang sederhana, di Mekah, seorang bayi yang kelak akan membawa perubahan
bear bagi sejarah peradaban dunia. Seorang baui yang terlahir dari pasangan Abdullah bin
Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah dengan Siti
Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah. Dalam
perjalanan pulang dari berbisnis di Syria, Abdullah jatuh sakit dan meninggal di Madinah.
Belum sempat melihat wajah ayahnya, bayi itu telah menjadi yatim saat berusia + 7 bulan saat
masih dalam kandungan. Kehadiran bayi itu disambut oleh kakeknya Abdul Muthalib dengan
penuh kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawanya ke kaki Ka’bah. Di tempat suci inilah,
bayi itu diberi nama ”Muhammad”, suatu nama yang belum pernah ada sebelumnya.
Menurut penanggalan para ahli, beliau lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah atau
20 April tahun 571 Masehi.
Adapun sebab dinamakan tahun kelahiran Muhammad ini dengan tahun Gajah, karena
pada tahun itu, kota Mekah diserang oleh suatu tentara nasrani yang kuat di bawah pimpinan
Abrahah, gubernur dari kerajaan nasrani Abessinia yang memerintah di Yaman, dan mereka
bermaksud menghancurkan Ka’bah. Pada waktu itu Abrahah berkendaraan gajah. Belum
sempat maksudnya itu tercapai, Alloh berkehendak lain, Alloh menghancurkan mereka
dengan mengirimkan burung ababil. Alloh berfirman dalam Q.S. Al Fiil ayat 1 – 5 :

Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu Telah bertindak terhadap
tentara bergajah[1601]? Bukankah dia Telah menjadikan tipu daya mereka (untuk
menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan dia mengirimkan kapada mereka burung yang
berbondong-bondong, Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang
terbakar. Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)”.
[1601] yang dimaksud dengan tentara bergajah ialah tentara yang dipimpin oleh Abrahah Gubernur
Yaman yang hendak menghancurkan Ka'bah. sebelum masuk ke kota Mekah tentara tersebut diserang
burung-burung yang melemparinya dengan batu-batu kecil sehingga mereka musnah.

3
Sudah menjadi kebiasaan pada orang-orang Arab kota Mekah, terutama pada orang-orang
yang tergolong bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita
badiyah (dusun di padang pasir) agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa yang bersih,
terhindar dari penyakit-penyakit kota dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa
yang murni dan fasih. Demikianlah halnya Muhammad, beliau diserahkan oleh ibunya kepada
seorang perempuan yang baik yang bernama Halimah Sa’diyah dari Bani Sa’ad kabilah
Hawazin.
Semula Halimah menolak Muhammad. Ia menginginkan bayi yang bukan seorang yatim,
dan keluarganya sanggup membayar lebih mahal. Tak ada bayi lain yang bisa disusui,
Halimah pun membawa Muhammad ke kampungnya. Suasana perkampungan Bani Sa’ad
disebut lebih baik bagi pertumbuhan anak dibanding kota Mekah. Udara di sana disebut lebih
bersih, bahasa Arab-nya pun lebih asli. Di masa bersama Halimah itulah tersiar kisah
mengenai Muhammad kecil. Menurut kisah itu, Halimah menjumpai Muhammad dalam
keadaan pucat. Disebutkan bahwa Muhammad baru didatangi dua orang, yang diyakini
banyak kalangan sebagai malaikat. Orang tersebut kemudian membelah dada Muhammad.
Banyak orang percaya, itu adalah proses malaikat "mencuci hati Muhammad'' sehingga
bersih.

C. Kematian Ibu dan Kakek tercinta


Pada usia lima tahun, Muhammad dikembalikan ke Mekah. Konon Halimah khawatir atas
keselamatan Muhammad. Dalam perjalanan ke Mekah, Muhammad sempat terpisah dari
Halimah dan tersesat sebelum ditemukan secara tak sengaja oleh orang yang kemudian
mengantarkan ke rumah Abdul Muthalib. Saat Muhammad berusia enam tahun, Aminah sang
ibu membawanya ke Madinah menengok keluarga dan menziarahi makam Abdullah, sang
ayah. Mereka ditemani budak Abdullah, Ummu Aiman, menempuh jarak sekitar 600 km
bersama kafilah dagang yang menuju Syam.
Mereka tinggal di situ kira-kira satu bulan, kemudian pulang kembali ke Mekah. Saat
perjalanan pulang, setiba di Abwa’ (sebuah desa yang terletak antara Madinah dan Juhfah,
kira-kira 23 mil di sebelah selatan kota Madinah) Aminah jatuh sakit dan meninggal dunia.
Akhirnya, Muhammad pun yatim piatu. Setelah selesai pemakaman ibundanya, Nabi
Muhammad SAW segera meninggalkan kampung Abwa’ itu kembali ke Mekah dan tinggal
bersama dengan kakeknya Abdul Muthalib. Usia Abdul Muthalib pada waktu itu mendekatu
80 tahun. Kesenangan dan hiburan yang diberikan sang kakek karena kecintaannya pada sang
cucu tidak berjalan lama. Saat Muhammad berusia 8 tahun, kakek pun meninggal dunia.
Dengan meninggalnya Abdul Muthalib, penduduk Mekah kehilangan seoran pembesar dan
pemimpin yang cerdas, bijaksana, berani dan perwira yang tidah mudah mencari

4
penggantinya. Sesuai dengan wasiat, maka Muhammad di asuh oleh pamannya Abu Thalib
(anak bungsu Abdul Muthalib). Selama dalam asuhan kakek dan pamannya, Muhammad
menunjukkan sikap yang terpuji dan selalu membantu meringankan kehidupan mereka.
Kehidupan sehari-hari Muhammad adalah menggembala kambing.

D. Pengalaman Penting bagi Nabi Muhammad SAW


Pada usia 12 tahun, Muhammad diajak pamannya berdagang ke Syam. Terkisahkan, dalam
perjalanan itu Abu Thalib bertemu pendeta nasrani bernama Buhaira di Bushra. Sang
pendeta memberi tahu bahwa Muhammad bakal menjadi Nabi besar. Maka, ia menyarankan
Abu Thalib segera membawa pulang Muhammad agar tidak celaka olah ulah orang-orang
yang tak suka. Perjalanan ke negeri asing untuk berbisnis pada usia semuda itu tentu memberi
kesan kuat pada Muhammad. Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke
Mekah. Berkat ketulusan dan kelurusan hatinya, Muhammad remaja mendapat sebutan Al-
Amien, "yang dapat dipercaya", dari orang-orang Mekah. Ia juga disebut-sebut terhindar dari
berbagai bentuk kemaksiatan yang acap timbul dari pesta. Setiap kali hendak menyaksikan
pesta bersama kawan-kawannya, Muhammad selalu tertidur. Sedangkan ketajaman intelektual
serta nuraninya terasah melalui hobinya mendengarkan para penyair.
Pada bulan-bulan suci, di beberapa tempat di dekat Mekah, selalu muncul pasar.
Terutama di Ukaz yang berada di antara Thaif dan Nakhla, serta di Majanna dan Dzul-Majaz.
Di hari pasar, para penyair membacakan sajak-sajaknya. Sebagian penyair itu beragama
Nasrani maupun Yahudi. Mereka umumnya mengeritik bangsa Arab yang menyembah
berhala. Peristiwa tersebut menambah sikap kritis Muhammad atas perilaku masyarakatnya.
Persoalan pasar di Ukaz itu menyeret Muhammad pada realita manusia yaitu “perang”.
Berawal dari pelanggaran kesepakatan sistem dagang yang dilakukan Barradz bin Qais dari
kabilah Kinana yang memicu pelanggaran serupa 'Urwa bin 'Uthba dari kabilah Hawazin.
Barradz lalu membunuh 'Urwa di bulan suci (bulan Zulqaedah) yang diharamkan terjadi
pertumpahan darah. Kabilah Hawazin lalu mengangkat senjata terhadap kabilah Kinana.
Karena kekerabatan, kaum Quraisy seperti Muhammad membela kabilah Kinana. Selama
empat tahun, pertempuran berlangsung pada hari-hari tertentu setiap tahun. Itu terjadi saat
Muhammad berusia sekitar 16 hingga 20 tahun. Disebutkan pula, di pertempuran itu
Muhammad hanya bertugas mengumpulkan anak panah lawan. Ada juga yang menyebut dia
pernah memanah lawan. Perang Harbul Fijar (perang yang memecahkan kesucian) itu pun
berakhir dengan kesepakatan damai.
Akhirnya, berkumpullah para pemuka Quraisy. Dalam pertemuan itu, pemimpin-
pemimpin Quraisy mengikat sumpah: bahwa tidak seorang pun yang akan teraniaya lagi di

5
kota Mekah ini baik oleh penduduknya sendiri ataupun orang lain. Barang siapa yang
teraniaya, dia harus dibela bersama-sama. Dalam sejarah, sumpah itu disebut Halfulfudhul.
Kematangan Muhammad semakin tumbuh seiring dengan meningkatnya usia. Saat
Muhammad berusia 25 tahun, Abu Thalib melihat peluang usaha bagi keponakannya. Ia tahu
pengusaha terkaya di Mekah saat itu, Siti Khadijah, tengah mencari manajer bagi tim
ekspedisi bisnisnya ke Syam. Khadijah menawarkan gaji berupa dua ekor unta muda bagi
manajer itu. Atas sepersetujuan Muhammad, Abu Thalib menemui Khadijah meminta
pekerjaan tersebut buat keponakannya itu serta minta gaji dinaikkan menjadi empat ekor unta.
Khadijah setuju. Untuk pertama kalinya Muhammad memimpin kafilah, atau misi dagang,
menyusuri jalur perdagangan utama Yaman - Syam melalui Madyan, Wadil Qura dan banyak
tempat lain yang pernah ditempuhnya saat kecil. Di kafilah itu Muhammad dibantu oleh
perempuan budak Khadijah, Maisarah. Bisnis tersebut sukses besar. Dikabarkan tim dagang
Muhammad meraup keuntungan yang belum pernah mampu diraih misi-misi dagang
sebelumnya. Dalam perjalanannya tersebut, ia juga banyak berinteraksi dengan bangsa-
bangsa lain. Termasuk para pendeta Yahudi maupun Nasrani yang terus mengajarkan keesaan
Allah. Muhammad juga semakin memahami konstalasi politik global, termasuk menyangkut
dominasi Romawi serta perlawanan Persia. Khadijah terkesan atas keberhasilan Muhammad.
Laporan Maisarah memperkuat kesan tersebut. Maka, benih cinta pun perlahan bersemi di
hati pengusaha terkaya di Mekah yang hidup menjanda itu.
Sesudah Muhammad pulang dari perjalanan ke Syam itu, datanglah lamaran dari pihak
Siti Khadijah kepada beliau, lalu beliau menyampaikan hal itu kepada pamannya. Setelah
tercapai kata sepakat, pernikahan pun dilangsungkan. Saat itu Siti Khadijah tengah berusia +
40 tahun. Dengan mas kawin 20 unta, Muhammad menikahi Khadijah. Paman Khadijah,
Umar bin Asad menjadi wali lantaran Khuwailid telah meninggal sebelum Perang Fijar.
Muhammad kemudian tinggal di rumah Khadijah.

E. Masa Bersama Siti Khadijah


Perkawinan ini telah memberikan Muhammad ketenangan dan ketentraman. Beliau
memperoleh cinta kasih yang tulus dari seorang perempuan yang pada kemudian hari
merupakan orang yang pertama-tama mengakui kerasulannya, dan senantiasa siap sedia
menyertai dia di dalam segala penderitaan dan kesusahan dengan pengoorbanan harta
sekalipun. Ia semakin populer di kalangan penduduk Mekah, sesudah mendamaikan pemuka-
pemuka Quraisy dalam sengketa. Mereka bersatu dan bergotong-royong dalam pembaharuan
bentuk Ka’bah. Tetapi, ketika sampai kepada peletakan Batu Hitam (Al Hajarul Aswad) ke
tempat asalnya, terjadilah perselisihan yang cukup sengit.

6
Orang tertua dan dihormati di antara mereka, Abu Ummayah bin Mughira dari Bani
Makhzum, mengajukan usul. Urusan penempatan Al Hajarul Aswad agar diserahkan pada
orang pertama yang masuk ke pintu Shafa. Siapapun dia. Orang itu ternyata Muhammad Al-
Amien. Secara bijaksana, Muhammad melibatkan semua keluarga untuk meletakkan batu
hitam itu. Caranya: ia membentangkan kain. Semua pemimpin keluarga dipersilakannya
memegang pinggir kain. Muhammad mengangkat batu itu ke atas kain, lalu semua secara
bersama-sama mengotong batu tersebut, kemudian Muhammad kembali mengangkat dan
meletakkannya pada tempat semestinya. Akhirnya, semua merasa puas.

F. Muhammad menjadi Rasul


Mekah memang tampak tenang. Penduduk bekerja seperti biasa, dan sesekali (terutama bila
menghadapi kesulitan) datang ke Ka'bah untuk menyembah atau menyerahkan sesaji pada
arca-arca. Ada 300-an arca di sana. Hubal adalah arca terbesar berbentuk laki-laki. Konon,
patung itu terbuat dari batu akik. Di perkampungan di luar Mekah, tiga berhala sangat
didewakan. Mereka dinamai Lat, Uzza dan Manat. Ketiganya adalah patung berwujud
perempuan. Penyembahan berhala itu bukan tidak masuk akal, namun juga tak membuat
perilaku masyarakat mengarah pada kebaikan.
Diam-diam penolakan terhadap berhala mulai terjadi. Hal tersebut nyata ketika semua
warga berkumpul di Nakhla menghormati Uzza. Beberapa orang menyelinap pergi. Mereka
adalah Waraqah bin Naufal, Zaid bin Amr, Usman bin Huwairith serta Ubaidullah bin
Jahsy. Mereka berupaya mencari kebenaran yang dapat memuaskan dahaga rohani dan
pikirannya. Waraqah kemudian menjadi pemeluk teguh agama Nasrani. Demikian pula
Usman yang pergi ke Romawi. Suatu saat, ia kembali ke Mekah dan berusaha menaklukkan
wilayah tersebut sehingga ia diangkat menjadi Gubernur Romawi di situ. Namun ia dibunuh
warga Arab. Ubaidullah sempat masuk Islam dan ikut hijrah ke Mesir, namun ia memutuskan
tinggal di sana dan berganti agama menjadi Kristen. Istrinya, Ummu Habiba, tetap memeluk
Islam dan dinikahi Rasulullah SAW setelah Khadijah wafat.
Muhammad telah berinteraksi dengan para pemeluk Nasrani dan Yahudi yang juga
mengesakan Sang Pencipta. Secara diam-diam ia menggugat masyarakatnya yang
menyembah berhala. Maka, Muhammad pun sering mengasingkan diri (bertahannuts) ke Gua
Hira (tempat yang sangar namun berpemandangan indah di puncak bukit batu) 6 km di Utara
Mekah. Sepanjang bulan Ramadhan, setiap tahun, Muhammad selalu berada di sana sendirian
dengan hanya membawa sedikit bekal. Hati dan pikirannya bergolak mencari kebenaran,
sampai terjadilah peristiwa itu. Saat itu Muhammad berusia 40 tahun. Pada malam yang
diyakini sebagai tanggal 17 Ramadhan, bertepatan 6 Agustus 610 Masehi, 'seseorang' yang
kemudian diketahui sebagai Malaikat Jibril, mendatanginya di Gua Hira saat ia tertidur dan

7
bermimpi, mimpi yang benar (Arru’ yaa ashshaadiqah). Malaikat itu mendesaknya.
"Bacalah," katanya. "Aku tak bisa membaca," kata Muhammad. "Bacalah," seru malaikat itu
lagi dengan tangan seraya mencekik Muhammad. "Apa yang akan kubaca?" tanya
Muhammad pula.

' ( " $ %& $ $ # "

! *+ , %& ) #

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589]. Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. Al-Alaq : 1 – 5)
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

Inilah wahyu yang pertama yang diturunkan Alloh SWT kepada Muhammad. Dan inilah
pula saat penobatan beliau sebagai Rasulullah, atau utusan Alloh kepada seluruh umat
manusia, untuk menyampaikan risalah-Nya. Setelah menerima wahyu yang pertama,
Muhammad gemetar. Ia segera berlari menuruni gunung, pulang menjumpai Khadijah.
Khadijah pun membimbing Muhammad, menyelimutinya di pembaringan, serta
membesarkan hati suaminya dengan kata-kata. "Wahai putra pamanku (cara Khadijah
memanggil Muhammad), bergembiralah dan tetapkanlah hatimu. Demi Dia pemegang
kendali hidup Khadijah, aku berharap engkau (Muhammad) akan menjadi Nabi atas umat
ini. Allah sama sekali tidak akan mengecewakan engkau, sebab engkau yang mempererat tali
kekeluargaan, jujur dalam kata-kata; kau yang mau memikul beban orang lain, menghormati
tamu dan menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan yang benar". Demikianlah Siti
Khadijah menentramkan hati suaminya. Karena terlampau lelah, beliau pun tertidur.
Sementara Muhammad sedang tertidur pulas, Siti Khadijah pergi ke rumah anak pamannya
Waraqah bin Naufal, lalu diceritakan kejadian yang menimpa atas suaminya semasa
bertahannuts di Gua Hira. Waraqah adalah seorang Kristen yang mengerti kitab taurat dan
kitab Injil. Setelah didengarnya cerita Khadijah itu lalu ia berkata: “Quddus, quddus, demi
Tuhan yang jiwa Waraqah di dalam tangannya, jika engkau membenarkan aku, ya Khadijah,
sesungguhnya telah datang kepadanya (Muhammad) namus akbar (petunjuk yang maha
besar), sebagai pernah datang kepada Nabi Musa a.s. dia sesungguhnya akan menjadi Nabi
bagi umat kita ini. Dan katakanlah kepadanya hendaklah ia tetap tenang!”

8
Waraqah bin Naufal sangat besar sekali perhatiannya terhadap kejadian tersebut karena
beliau menyuruh Khadijah untuk membawa Muhammad ke hadapan beliau agar dapat
mendengar langsung dari mulut Muhammad. Khadijah kembali ke rumahnya, lalu
diceritakannya apa yang dikatakan Waraqah bin Naufal kepada Muhammad dengan kata-kata
yang lemah-lembut yang dapat menghilangkan kecemasan dan kekhawatiran Rasulullah.
Setelah Muhammad terlihat segar kembali, segera Khadijah mengajak beliau menemui
Waraqah di rumahnya, dengan maksud hendak bertanya lebih lanjut secara langsung
kepadanya tentang peristiwa yang telah terjadi. Sesampainya Muhammad dan Khadijah di
rumah Waraqah, lalu satu sama lain menyampaikan penghormatannya. Kemudian Waraqah
menanyakan maksud kedatangan mereka berdua.
Ketika Muhammad menceritakan semua apa yang telah dialaminya ke hadapan Waraqah
beliau memperhatikannya sampai selesai. Setelah itu Waraqah berkata: “Demi Alloh yang
jiwaku ada di tangan-Nya. Sesungguhnya engkau adalah Nabi untuk umat ini. Engaku telah
didatangi Malaikat Jibril yang pernah datang kepada Nabi Musa a.s. Dan kelak engkau akan
didustakan, disakiti, diusir bahkan kamu akan diperangi oleh kaummu”. Ketika Nabi
mendengar apa yang dikatakan Waraqah beliau sangat terperanjat sekali karena beliau merasa
di saat itu sangat dicintai oleh kaumnya. Beliau bertanya: “Apakah mungkin mereka akan
mengusirku?” Jawab Waraqah dengan tegas: “Demi Alloh. Setiap orang yang diangkat jadi
Nabi seperti kamu, pasti dia akan dimusuhi dan diperangi oleh kaumnya. Jika aku pada
waktu kamu dimusuhi masih hidup, pasti kamu akan kubela sekuatnya”. Dengan keterangan
Waraqah itu, Nabipun merasa mendapat keterangan dan penjelasan yang jelas tentang
peristiwa yang baru dialaminya itu. Juga Khadijah memegang teguh akan keterang-terangan
Waraqah itu, dan memang itulah yang dinanti-nantikan selama ini, berita gembira tentang
keangkatan suaminya menjadi Rasul.

G. Peranan Siti Khadijah


Adapun peranan Siti Khadijah, isteri Nabi Muhammad SAW yang patuh dan setia, di saat-
saat beliau menerima wahyu dan diangkatnya beliau sebagai Rasulullah (utusan Alloh) dapat
disimpulkan, antar lain:
1) Siti Khadijah memberi suaminya kesempatan dan keleluasaan yang sebesar-besarnya
untuk memasuki kehidupan berfikir dan alam nafsani, untuk mencari hakikat yang benar
dan mutlak.
2) Ketika Nabi Muhammad SAW dalam keraguan dan kebimbangan dalam menghadapi
kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam tidurnya. Siti Khadijah senantiasa meyakinkan
suaminya, bahwa dengan akhlaknya yang mulia dan tidak pernah berdusta atau menyakiti
hati oran lain, mustahil ia akan diganggu atau digoda oleh jin dan setan.

9
3) Ketika Nabi Muhammad SAW dalam kegelisahan dan kebingungan setelah menerima
wahyu pertama, Siti Khadijah menghibur dan meyakinkan hati suaminya, bahwa
suaminya akan menjadi Nabi, dan akan mengangkat derajat kaumnya dari lembah
kehinaan dan kesesatan ke derajat kemuliaan dan kebahagiaan abadi.
4) Ketika suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah menyuruh mulai bekerja
dan berjuang menyiarkan agama Alloh dan mengajak kaumnya kepada agama tauhid, Siti
Khadijah adalah seorang wanita pertama yang percaya bahwa suaminya adalah
Rasulullah, dan kemudian ia menyatakan ke-Islamannya tanpa ragu-ragu dan bimbang
sedikitpun.

H. Awal Da’wah
Menurut riwayat, selama lebih kurang dua setengah tahun lamanya sesudah menerima wahyu
yang pertama, barulah Rasulullah menerima wahyu yang kedua. Di kala menunggu-nungu
kedatangan wahyu yang kedua itu, Rasulullah diliputi perasaan cemas, dan khawatir kalau-
kalau wahyu itu putus, hingga akhirnya beliau memutuskan untuk bertahannuts kembali di
Gua Hira. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit, beliau menengadah, tampaklah Malaikat
Jibril a.s. sehingga beliau menggigil ketakutan dan segera puang ke rumah, kemudian
meminta kepada istrinya supaya menyelimutinya. Dalam keadaan berselimut, datanglah
Malaikat Jibril a.s. menyampaikan wahyu Alloh yang kedua kepada beliau yang berbunyi:

!"# 0 " / " ! . - ,

5 ' % 4 $ $0% & 3. 2 ! #1

Artinya: “Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan
Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah.
Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah”. (Q.S. Al Muddatstsir : 1 – 7)
Muhammad terbangun gelisah. Khadijah terus menenteramkannya. Saat itu Muhammad,
sempat gamang. Jangan-jangan yang menjumpainya bukan malaikat, melainkan setan.
Dengan caranya sendiri, mereka mencoba menguji itu. Dikisahkan bahwa saat Jibril datang,
Khadijah sengaja memangku Muhammad di pahanya. Muhammad masih melihat sosok itu.
Baru setelah Khadijah menyingkap kain penutup mukanya, sosok itu menghilang dari
pandangan Muhammad.

10
Dengan turunnya wahyu ini, maka jelaslah sudah apa yang harus beliau kerjakan dalam
menyampaikan rislah-Nya, yaitu mengajak umat manusia menyembah Alloh Yang Maha Esa,
yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada sekutu baginya. Mulailah
beliau secara sembunyi-sembunyi menyeru keluarganya yang tinggal dalam satu rumah dan
sahabat-sahabat beliau yang tedekat, seorang demi seorang, agar mereka meninggalkan
agama berhala dan hanya menyembah Alloh SWT. Maka mula-mula yang masuk Islam
adalah isteri tercintanya Siti Khadijah, disusul oleh putera pamannya yang masih sangat
muda Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin haritsah, budak beliau yang kemudian diangkat
menjadi anak angkat beliau. Setelah itu beliau menyeru Abu Bakar As Siddiq r.a. seorang
sahabat karib yang telah lama bergaul dan Abu Bakar pun segera beriman dan memeluk
agama Islam. Dengan perantaraan Abu Bakar, banyak orang-orang yang masuk Islam, antara
lain: Utsman bin ‘Affan r.a., Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash (keluarga
Muhammad dari garis Siti Aminah), Abdurahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu
‘Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Fatimah binti Khaththab (adik Umar bin
Khaththab r.a.) beserta suaminya Said bin Zaid Al ‘Adawi dan beberapa orang penduduk
Mekah lainnya dari kabilah Quraisy, mereka itulah yang diberi gelar “As Saabiquunal
Awwaluun” yang artinya “Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama masuk agama
Islam”. Mereka semua mendapat gemblengan dan pelajaran tentang agama Islam oleh
Rasulullah sendiri di tempat yang tersembunyi di rumah Arqam bin Abil Arqam dalam kota
Mekah.
Tiga tahun lamanya Rasulullah SAW melakukan da’wah afraad ini yaitu: ajakan masuk
Islam seorang demi seorang secara diam-diam atau secara sembunyi-sembunyi dari satu
rumah ke rumah yang lain. Kemudian turunlah firman Alloh SWT dalam Q.S. Al Hijr : 94

9 78 *. ' )& 6 . ( '

Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.
Ayat ini memerintahkan kepada Rasulullah gar menyiarkan Islam dengan terang-terangan dan
meninggalkan cara sembunyi-sembunyi itu. Pertama kali seruan (da’wah) yang bersifat umum
itu beliau tunjukkan kepada kerabatnya sendiri, lalu kepada penduduk Mekah pada umumnya.
Seruan tersebut menjadi pusat perhatian dan pembicaraan ramai di kalangan masyarakat
Mekah. Karena pada mulanya, mereka menganggap gerakan Nabi Muhammad SAW itu
adalah suatu gerakan yang tidak mempunyai dasar dan tujuan dan bertahan hidup hanya
sebentar saja. Mereka menganggap Muhammad tak lebih dari seorang pendeta biasa
sebagaimana Waraqah. Oleh karena itu sikap mereka terhadap Rasulullah acuh tak acuh dan

11
membiarkannya. Gerakan beliau semakin meluas dan pengikut-pengikutnya semakin
bertambah banyak. Beliau juga mengecam aga berhala kaumnya dengan mencela sembahan
mereka serta membodohkan pula nenek moyang mereka yang menyembah berhala-berhala
itu.

I. Reaksi Orang Quraisy


Ketika orang-orang Quraisy melihat gerakan Islam serta mendengar bahwa mereka dengan
nenek moyang mereka dibodoh-bodohkan dan berhala-berhala mereka dihina-hina, bangkitlah
kemarahan mereka dan mulailah mereka melancarkan permusuhan terhadap Rasulullah dan
pengikut-pengikutnya. Banyak pengikut beliau yang disiksa namun hal itu tidak menimpa diri
Rasulullah sebab beliau masih dilindungi paman beliau Abu Thalib dan disamping itu beliau
adalah keturunan Bani Hasyim yang mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi dalam
pandangan masyarakat Quraisy sehingga beliau disegani.
Pada suatu ketika, datanglah beberapa pemuka Quraisy (Abu Sufyan bin Harb, Uthbah
dan Syaibah bin Rabi'ah, Nubaih dan Munabbih bin Hajjaj, Ash bin Wail, Walid bin
Mughirah, Abu Bakhtarif, Jawad bin Muthalib serta Abu Jahal bin Hisyam) menemui Abu
Thalib meminta agar dia menghentikan segala kegiatan Nabi Muhammad SAW dalam
menyiarkan Islam, dan jangan mengecam agama mereka, serta menghina nenek moyang
mereka. Tuntutan mereka ditolak secara baik-baik oleh Abu Thalib. Mereka datang kembali
dan mengajukan pilihan kepadanya: menghentikan ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW
atau mereka sendiri yang melakukannya. Akhirnya beliau sendiri langsung berbicara dengan
Nabi Muhammad SAW dan dia berkata: “Wahai anakku! Sesungguhnya aku dijumpai oleh
pemimpin-pemimpin kaummu agar engkau menghentikan seruanmu tentang Islam dan tidak
mencela agama serta nenek moyang mereka. Maka jagalah diriku dan dirimu, janganlah aku
dibebani dengan sesuatu perkara di luar kesanggupanku”.
Mendengar ucapan itu, Rasulullah berkata dengan tegas:
“Demi Allah wahai paman! Sekiranya mereka letakkan matahari di sebelah kananku dan
bulan di sebelah kiriku, dengan maksud agar aku tinggalkan pekerjaan ini (menyeru mereka
kepada agama Alloh) sehingga ia tersiar di muka bumi ini atau aku akan binasa karenanya,
namun aku tidak akan menghentikan pekerjaan ini.”
Sesudah mengucapkan kata-kata itu, Rasulullah berpaling seraya menangis. Ketika berpaling
hendak pergi, Abu Thalib memanggil: “Menghadaplah kemari hai anakku!” Nabi pun
kembali menghadap. Berkatalah pamannya: “Pergilah dan katakanlah apa yang kau
kehendaki, demi Alloh aku tidak akan menyerahkan kamu karena suatu alsan pun selama-
lamanya.”
Demikianlah tekad dan pembelaan yang diberikan Abu Thalib kepada Rasulullah. Dia
juga mengingatkan barisan Bani Hasyim dan Bani Muthalib agar tetap memelihara semangat

12
setia keluarga, bahwa bilamana salah seorang dari mereka teraniaya, maka seluruh keluarga
harus bangkit serentak membelanya.

J. Alasan Quraisy menentang Islam


Ada beberapa alasan yang mendorong orang Quraisy menentang Islam dan kaum Muslimin,
antara lain adalah:
Petama: Persaingan berebut kekuasaan.
Dalam kabilah besar Quraisy, sudah sejak lama terdapat golongan-golongan (keluarga besar),
yang saling bersaing untuk merebut pengaruh dan kekuasaan. Tunduk pada Muhammad bagi
mereka, sama dengan tunduk menyerahkan pimpinan atau kekuasaan kepada Muhammad,
Bani Abdul Muthalib.

Kedua: Ajaran persamaan hak dan derajat yang dibawa Islam.


orang Quraisy memandang diri mereka adalah lebih mulia dan tinggi dari golongan bangsa
Arab lainnya, sedang agama Islam memandang manusia itu sama saja, hak dan martabatnya
tidak berbeda antara antara hamba sahaya dengan tuannya, antara orang kulit putih dengan
orang kulit hitam, sebagaimana firman Alloh SWT:

=, - , % < 1" + )0 )0 3 " ;//* . )0 3) - /, (+ : - ,

0 1- /*> 2 =, - )0 ) 2 3 )0 .

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal” (Q.S. Al Hujurat : 13)
Oleh sebab itu orang Quraisy enggan masuk Islam yang menurut anggapan mereka
menurunkan martabat diri mereka dan merugikan kedudukan mereka.

Ketiga: Taklid kepada nenek moyang.


Segala adat istiadat, kepercayaan-kepercayaan dan upacara-upacara keagamaan yang mereka
dapati dari leluhur mereka, diterima dan dipegangi secara membabi buta, sebagaimana firman
Alloh SWT dalam

13
Q.S. Al Maaidah : 104

B / 5 :$3 4 ) " 1 A, 2 !/ A, $?@ " .,

F = % - 2 +E 0 = . , 2 1)D C =6 - /C C

Artinya: “Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah
dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula)
mendapat petunjuk?”

K. Hijrah ke Habsyah (Ethiopia)


Setelah orang-orang Quraisy merasa bahwa usaha-usaha mereka untuk melunakkan Abu
Thalib tidak berhasil, maka mereka melancarkan bermacam-macam gangguan dan
penghinaan kepada Nabi dan memperhebat siksaan-siksaan di luar peri-kemanusiaan terhadap
pengikut-pengikut beliau. Akhirnya Nabi Muhammad SAW tidak tahan melihat penderitaan
para sahabatnya, lalu menganjurkan agar mereka berhijrah ke Habsyah (Abisinia) yang
rakyatnya menganut agama nasrani dan Rasul mengetahui bahwa raja Habsyah yaitu Najasyi
dikenal adil dan bijak. Maka berangkatlah rombongan pertama terdiri dari sepuluh orang laki-
laki dan empat orang perempuan. Disusul rombongan berikutnya yang jumlahnya hampir
seratus orang. Diantaranya Utsman bin ‘Affan beserta isteri beliau Rukayyah (puteri Nabi
Muhammad SAW), Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Dja’far bin Abu Thalib dll.
Peristiwa ini terjadi pada tahun ke- 5 sesudah Nabi Muhammad SAW menjadi Rasulullah
(651 Masehi). Mereka mendapat penerimaan dan perlindungan yang baik dari rajanya. Hal
itulah yang membuat orang-orang Quraisy penuh dengan kegelisahan.
Kaum Quraisy mengutus Amru bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabiah menemui Raja
Najasyi. Keduanya minta agar pendatang dari Mekah itu diusir. Sebelum mengambil
keputusan, raja meminta orang-orang Islam menjelaskan sikapnya. Dengan penjelasan yang
sangat baik, Ja'far bin Abu Thalib berhasil meyakinkan pandangannya. Ja'far juga mengutip
ayat-ayat Surat Maryam yang membuat Raja Najasyi semakin percaya pada mereka. Ia
berjanji akan tetap melindungi orang-orang Islam. "Antara agama Anda dan agama kami
tidak lebih dari garis ini," kata Najasyi sambil menggoreskan tongkat di tanah. Jelas sekali
sikap penolakan yang dilakukan Raja Najasyi atas permintaan orang-orang Quraisy.

14
Di Mekah satu peristiwa terjadi. Muhammad, Hamzah, Abu Bakar, Ali dan beberapa
sahabat tengah berkumpul di rumah Arqam, dekat bukit Shafa. Umar bin Khaththab (seorang
temperamental dan tukang berkelahi di lingkungan Quraisy) menuju ke sana. Ia menghunus
pedang dan mengaku hendak membunuh Muhammad. Nu'aim bin Abdullah yang berpapasan
dengan Umar mengatakan bahwa Bani Abdul Manaf akan menuntut balas bila Muhammad
sampai tewas. Mengapa Umar tak mengurus keluarganya sendiri? Ketika itu, Fatimah adik
Umar beserta suaminya, Said bin Zaid telah masuk Islam. Umar lalu berbalik, dan menerjang
rumah Fatimah. Ia memukul muka Said hingga berdarah. Sedangkan Fatimah tengah
membaca Al-Qur’an. Namun timbul rasa ibanya pada Said. Ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca
Fatimah menyentuh hatinya. Maka Umar bergegas menemui Muhammad dan mengucap
"syahadat". Sejak itu, Umar bersama Hamzah menjadi pilar yang melindungi Muhammad
dari musuh-musuhnya.
Muhammad terus berdakwah. Ia sering terlihat berdiskusi dengan Jabir, seorang
budak Nasrani, di Marwa. Ia dituding menyebarkan ajaran yang dibawa Jabir. Atau
sebagai seorang ahli retorika dan pendongeng yang lihai memukau pendengarnya.
Orang-orang Quraisy mencoba mengimbanginya melalui Nadzer bin Harith. Hal
demikian menimbulkan rasa penasaran Tufail ad-Dausi (seorang intelektual
setempat-untuk membuntuti Muhammad). Ujungnya, ia masuk Islam. Tufail tahu
syair atau gubahan terbaik manusia. Ayat-ayat Al-Qur’an bukan seperti itu.
Sebenarnya banyak pemuka Quraisy yang tertarik mendengar ajaran yang
disampaikan Muhammad. Abu Sufyan, Abu Jahal dan Akhnas bin Syariq pernah
dipergoki diam-diam mendengarkan Muhammad membaca ayat-ayat Al-Qur’an.
Namun mereka merasa kehilangan harga diri bila mengikuti seruan Muhammad.
Muhammad pun mencoba merangkul para pemuka Quraisy. Di antaranya adalah
dengan mendekati Walid bin Mughirah.
Pada saat berbicara dengan Walid itulah terbukti bahwa Muhammad juga seorang
manusia biasa seperti kita: dapat berbuat keliru. Saat itu, seorang tuna netra Ibnu Ummu
Maktum menemui Rasulullah untuk bertanya soal Islam. Muhammad yang tengah sibuk
bicara dengan Walid mengabaikannya. Allah pun menegur perilaku Muhammad itu dengan
Q.S. ‘Abasa: 1 - 4

3 , 2J!, I , , H. ( $GC65 = A 73

# 4 $B 3%

15
Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena Telah datang seorang
buta kepadanya[1554]. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa).
Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat
kepadanya?”
[1554] orang buta itu bernama Abdullah bin ummi Maktum. dia datang kepada Rasulullah s.a.w.
meminta ajaran-ajaran tentang Islam; lalu Rasulullah s.a.w. bermuka masam dan berpaling
daripadanya, Karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-
pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat Ini sebagi teguran kepada Rasulullah s.a.w.

Allah mengingatkan bahwa Ibnu Ummu Maktum datang dengan lebih tulus. Sedangkan Walid
adalah orang yang iri mengapa Al-Qur’an tidak turun pada pemuka masyarakat sepertinya.

L. Pemboikotan oleh orang Quraisy


Muhammad terus berdakwah. Khadijah dengan sabar terus mendorong suaminya itu sampai
harta keluarga mereka habis. Tekanan semakin keras. Selama tiga tahun kaum Quraisy
mengucilkan orang-orang Islam. Mereka hanya dapat tinggal di celah-celah batu pebukitan
dengan bergantung makan pada rumput-rumput kering.
Seorang Quraisy Hisyam bin Amir bersimpati pada keadaan orang-orang Islam itu. Ia
menghubungi Zuhair dari Bani Makhzum, Muth'im dan Bani Naufal serta Abu Bakhtari
dan Zam'a dari Bani Asad untuk menghentikan pengucilan itu. Ia ingatkan betapa buruk
kelaparan yang diderita Muhammad dan pengikutnya, sedangkan saudara-saudara lainnya
hidup berkelimpahan. Mereka lalu datang ke Ka'bah. Di dinding Ka'bah dicantumkan piagam
pengucilan itu. Pengucilan tidak berlaku lagi bila piagam tersebut dirobek. Setelah
mengelilingi Ka'bah tujuh kali, Hisyam mengumumkan rencana perobekan piagam. Abu
Jahal menentangnya. Namun sebagian besar orang Quraisy mendukung Hisyam. Ketika
Hisyam hendak merobek piagam itu, rayap telah menggerogoti piagam itu hingga tinggal
bagian atasnya yang bertulis "Atas nama-Mu ya Allah".
Dengan kejadian itu, pulihlah kembali hubungan Bani Hasyim dan Bani Muthalib dengan
orang Quraisy. Akan tetapi, nasib para pengikut Nabi Muhammad SAW bukanlah menjadi
baik, bahkan orang-orang Quraisy lebih meningkatkan sikap permusuhan mereka. Kaum
Quraisy sebenarnya tidak menolak menyembah Allah Sang Pencipta. Mereka hanya ingin
dibolehkan untuk tetap juga menyembah berhala serta melaksanakan tradisi yang banyak
diwarnai maksiat. Maka, persis setelah penghapusan piagam itu, mereka mengajak
Muhammad berkompromi. Suatu malam, dalam pertemuan sampai pagi, mereka telah
menyebut Muhammad sebagai "pemimpin kami". Mereka hanya minta sedikit kelonggaran
menjalani kehidupan lamanya.

16
M. Tahun Kesedihan bagi Rasulullah
Belum lagi sembuh kepedihan yang dirasakan Rasulullah akibat pemboikotan umum itu,
tibalah pula musibah besar yang menimpa dirinya, yaitu wafatnya paman beliau Abu Thalib
dalam usia 87 tahun. Tidak berapa lama kemudian disusul isteri tercintanya Siti Khadijah.
Kedua macam musibah ini terjadi pada tahun ke- 10 dari masa kenabian. Tahun ini dalam
sejarah disebut “Aaamul Huzni” (tahun kesedihan) karena kedua orang tersebut telah banyak
memberikan bantuan kepada Nabi Muhammad SAW, moril dan materiil. Akan tetapi, segala
macam musibah dan penganiayaan itu tidaklah mengendorkan semangat perjuangan
Rasulullah.
Sesudah beliau melihat bahwa, Mekah tidak lagi sesuai menjadi pusat da’wah Islam,
maka beliau berda’wah ke luar kota Mekah. Negeri yang dituju adalah Tha’if daerah kabilah
Tsaqif. Mereka menjumpai pemuka-pemuka kabilah itu dan diajaknya mereka kepada agama
Islam. Ajakan beliau ditolak dengan kasar. Nabi Muhammad SAW diusir, disorak-soraki, dan
dikejar-kejar sambil dilempari dengan batu sampai berlindung di bawah pohon anggur di
kebun ‘Utba dan Syaiba (anak Rabi’ah). Di sanalah Muhammad memanjatkan doa
kepiluannya. Hanya dengan Adas -seorang Nasrani budak Uthba' yang memberikan anggur
padanya-Muhammad sempat berbincang. Kabarnya, Adas sempat heran bagaimana
Muhammad mengenal nama (Nabi) Yunus anak Matta.
Muhammad kemudian menikahi Aisyah, putri Abu Bakar, yang kala itu baru berusia
tujuh tahun. Dalam kultur Arab, perkawinan adalah salah satu tradisi untuk mempererat
persahabatan. Aisyah tetap tinggal di rumah ayahnya dan tidak digauli Muhammad sampai
beberapa tahun kemudian. Muhammad juga menikahi janda miskin Sauda. Suami terdahulu
Sauda adalah seorang yang ikut hijrah ke Habsyi, lalu meninggal di Mekah. Dua perkawinan
ini, juga yang lain, cukup menjelaskan latar belakang pernikahan-pernikahan Muhammad
setelah Khadijah wafat.

N. Isra’ Mi’raj
Di saat-saat menghadapi ujian yang maha berat, maka Rasulullah diperintahkan oleh Alloh
SWT menjalani Isra’ dan Mi’raj dari Mekah ke Baitul Maqdis di Palestina, terus naik ke
langit ketujuh dan tembus ke Sidratul Muntaha. Di situlah beliau menerima perintah
langsung dari Alloh tentang “sholat lima waktu”. Peristiwa itu terjadi pada malam 27 Rajab
tahun 621 Masehi. Sebelumnya, Muhammad tengah menginap di rumah keluarga sepupunya,
Hindun binti Abu Thalib. Menurut Hindun, malam hari selesai sholat terakhir, semua
anggota keluarga tidur. Demikian pula Muhammad. Pagi harinya, mereka sholat bersama.
Usai sholat itulah Muhammad berkata: "Ummi Hani (panggilan Hindun), saya sholat akhir
malam bersama kalian seperti yang kalian lihat di sini. Lalu saya ke Baitul Maqdis

17
(Yerusalem) dan sholat di sana, sekarang saya sholat siang bersama-sama seperti yang
kalian lihat."
Hindun minta Muhammad untuk tidak menceritakan kisah tersebut karena akan
mengundang kegemparan. "Tapi saya harus ceritakan (ini) pada mereka," kata Muhammad.
Allah pun menegaskan peristiwa itu dalam Q.S. Al Israa’ ayat 1

# . A, N 8 # . M 6L KG 1 # 9 5# 83

$ 1 : .7 1 I$B/, - 3% , C I$B, O I$B 4 3 # "(

Artinya: “Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya[847] agar
kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia
adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
[847] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan
diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.
Kegemparan pun terjadi. Sangat banyak kisah yang beredar mengenai peristiwa tersebut,
baik dongeng sama sekali tanpa dasar maupun kisah yang berdasar. Di antara kisah tersebut
adalah mitos 'Buraq' yang disebut kuda pirang dengan rumbai emas dan mutiara dan bersayap
gemerlapan, Juga mengenai kesaksian Muhammad terhadap berbagai jenis siksaan di akhirat;
pertemuannya dengan para Nabi terdahulu, serta tawar-menawar antara Muhammad dengan
Allah sehingga salat yang diwajibkan hanya 5 kali, bukan 50 kali, dalam sehari. Allah Maha
Tahu apa yang sesungguhnya terjadi.
Yang menjadi perdebatan serius adalah bagaimana Muhammad dapat menempuh jarak
Mekah-Yerusalem hanya sekejap? Juga apakah yang melakukan perjalanan itu ruh
Muhammad saja atau juga termasuk jasadnya. Pertanyaan yang wajar untuk tingkat
pengetahuan masyarakat pada masa itu. Kini, teori Einstein dapat menjelaskan kebingunan
tersebut. Dari Teori Relativitas dapat dijelaskan bahwa zat (termasuk tubuh manusia) akan
berubah wujud menjadi enerji bila dibawa oleh enerji (termasuk malaikat). Sedangkan enerji
dapat bergerak pada kecepatan yang sama dengan kecepatan cahaya, sekitar 300 ribu km per
detik, sehingga jarak Mekah - Yerusalem dapat ditempuh dalam sekejap mata. Serupa dengan
pemindahan singgasana Ratu Bilqis di masa Sulaiman.
Muhammad saat itu berusia 51 tahun. Perjalanan ke Baitul Maqdis serta Sidratul
Muntaha itu kian mengobarkan semangat perjuangannya untuk menyeru seluruh umat
manusia ke Jalan Allah. Apalagi, ia telah melihat sinar terang bagi Islam telah mulai terlihat
di Yatsrib

18
O. Secercah Sinar di ‘Aqabah
Pada waktu musim haji tiba, datanglah ke Mekah kebilah-kabilah Arab dari segala penjur
tanah Arab. Di antara mereka itu, terdapat jemaah Khazraj dari Yatsrib. Mereka ini sudah
mempunyai pengertian tentang agama ketuhanan. Segeralah mereka mencurahkan perhatian
kepada da’wah yang disampaikan Rasulullah kepada mereka itu. Muhammad memiliki darah
Yatsrib. Kakeknya, Abdul Muthalib, adalah putra perempuan Khazraj paling disegani, Salma.
Di saat Muhammad dimusuhi masyarakatnya sendiri di Mekah, orang-orang Yatsrib tengah
mencari figur pemimpin yang dapat menyatukan mereka. Muhammad adalah figur yang
memenuhi harapan itu. Orang Khazraj yang masuk Islam lebih dari enam orang, tetapi
merekalah yang membuka lembaran baru sejarah perjuangan Rasulullah SAW.
Proses pencarian pemimpin itu berlatar pada kemelut yang menimpa bangsa Arab di
Yatsrib, yang terbagi atas kabilah Khazraj dan Aus. Berbeda dengan masyarakat Mekah yang
cenderung kasar dan berprofesi dari pedagang hingga perampok, orang-orang Yatsrib
umumnya adalah petani yang santun dan lembut hati. Namun mereka baru mengalami tragedi
memilukan, yakni pertempuran antara bani Khazraj dan Aus yang berpuncak pada insiden
Buth'ah. Pada mulanya, kedua kabilah itu hidup rukun. Mereka umumnya hanya pekerja
kecil. Sedangkan perekonomian dan kehidupan sosial dikendalikan Yahudi. Namun Yahudi
dihancurkan kerajaan Romawi, termasuk di Yatsrib. Romawi bahkan menggunakan orang-
orang Aus dan Khazraj untuk menggusur posisi Yahudi. Orang-orang Yahudi tak ingin
kehilangan kendali atas kota itu. Maka mereka memprovokasi kedua kabilah tersebut
sehingga perang.
Aus sempat kalah melawan Khazraj. Mereka melarikan diri ke arah Najd hingga Abu
Usaid Hudzair berbalik arah dan bertekad untuk memerangi Khazraj sampai mati. Orang-
orang Aus terbakar oleh semangat Abu Usaid. Mereka ganti menyerbu Khazraj. Kebun-kebun
kurma dan rumah-rumah mereka bakar habis. Abu Usaid keluar masuk rumah demi rumah
untuk membunuh setiap penghuninya. Abu Qais datang mencegahnya dengan mengatakan
bahwa "Bertetangga dengan mereka (Khazraj) lebih baik dari bertetangga dengan rubah
(Yahudi)."
Pertikaian hanya akan membuat kerusakan bersama. Itu keyakinan mereka. Kedua
kabilah itu lalu bertekad membangun kehidupan baru. Beberapa orang Yatsrib telah mengenal
Muhammad saat mereka berziarah, serta saat mencari persekutuan dengan Mekah. Seorang
pemuda Yatsrib, Iyas bin Mu'adh, bahkan telah masuk Islam. Di saat masyarakatnya
berembug mencari pemimpin itu, pemuka Yatsrib yang tengah berziarah ke Mekah bertemu
dengan Muhammad. Ia, Suwaid bin Shamit, malah masuk Islam setelah Muhammad
memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an.

19
Pada musim ziarah di bulan suci tahun berikutnya, 12 orang utusan warga Yatsrib pun
menemui Muhammad. Mereka bertemu di bukit ‘Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Mereka
kemudian berikrar yang disebut sebagai Bai’atul Aqabatil Ula (Perjanjian ‘Aqabah
Pertama). Isi ikrar itu adalah pernyataan untuk hanya menyembah Allah, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah baik di depan maupun
belakang, tidak menolak berbuat baik. Siapa yang mematuhi semua itu akan memperoleh
pahala surga, jika ada yang menyalahinya maka persoalannya diserahkan pada Tuhan. Tuhan
berkuasa untuk menyiksa serta berkuasa mengampuni segala dosa. Muhammad kemudian
menugasi Mushab bin Umair ikut bersama mereka ke Yatsrib. Ia bertugas mengajarkan Islam
pada warga kota itu. Mushab pula yang melaporkan pada Muhammad kesungguhan orang-
orang Yatsrib untuk memeluk Islam.
Pada tahun ke-13 kenabian, berangkatlah serombongan kaum Muslimin dari Yatsrib ke
Mekah untuk mengerjakan Haji. Orang-orang itu mengundang Rasulullah agar mengadakan
pertemuan dengan mereka di ‘Aqabah pada hari tasyriq. Selesai melakukan ibadah haji,
keluarlah orang-orang Islam dari perkemahan mereka menuju ‘Aqabah secara sembunyi-
sembunyi pada waktu tengah malam. Mereka sebanyak 73 orang laki-laki dan dua
perempuan. Rasulullah pun datang di dampingi Abbas, paman beliau yang di masa itu masih
belum menganut agama Islam. Yang berbicara pertama kali adalah Abbas, katanya: “Para
Khazraj! Kamu semua telah mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah salah seorang
dari kaum kami. Kami telah membelanya, sebab itu dia terhormat dan terjaga di negerinya.
Sekarang dia ingin menyebelah dan menggabungkan diri dengan kamu. Sekiranya kamu
benar-benar bermaksud akan setia kepadanya dalam segala hal, yang kamu kemukakan
kepadanya, dan kamu akan membelanya dari semua orang yang menantangnya, dapatlah
saya menyerahkan Muhammad kepada kamu, atas pertanggung-jawaban kamu sendiri. Akan
tetapi sekiranya kamu akan menyerahkan kepada musuh-musuhnya dan mengecewakannya,
meka tinggalkanlah dia dari sekarang”. Pembicaraan Abbas dijawab oleh Khazraj: “Telah
kami dengar apa yang kamu katakan, ya Abbas. Maka biarlah Rasulullah sendiri berbicara.
Ambillah ya Rasulullah, apa yang kamu inginkan buat dirimu dan buat Tuhanmu!”
Maka berbicaralah Rasulullah dan beliau baca ayat-ayat Al-Qur’an kemudian beliau
berkata: “Saya ingin mengambil perjanjian dari kamu semua, bahwa kamu akan menjaga
saya sebagai kamu menjaga keluarga dan anak-anak kamu sendiri”. Kemudian berdirilah 12
orang pemuka-pemuka Khazraj dan Aus dari penduduk Yatsrib itu, masing-masing mewakili
golongan yang ada dalam kabilah mereka. Mereka berjani akan membela Nabi Muhammad
SAW walaupun harta dan jiwa mereka harus tandas karenanya. Seorang demi seorang
menjabat tangan Rasulullah, tanda bai’at yang berarti pernyataan dan sumpah setia. Peristiwa
ini dalam sejarah dinamakan Bai’atul ‘Aqabah Tsaaniyah (Perjanjian ‘Aqabah Kedua)

20
Pertemuan Aqaba itu bocor ke telinga orang-orang Quraisy. Mereka segera pergi
ke sana. Namun orang-orang telah pergi, kecuali Saad bin Ubada yang masih berada
di ‘Aqaba. Saad kemudian dibawa ke Mekah dan disiksa. Ia diselamatkan Jubair bin
Mut'im yang pernah ditolongnya dalam perjalanan ke Syam. Persekutuan telah diikat.
Muhammad telah membuat langkah strategis: bersumpah setia dengan warga Yatsrib. Jika
terjadi sesuatu pada Muhammad, kini bukan saja keluarga Hasyim yang akan membela.
Orang-orang Yatsrib yang juga mempunyai ikatan darah dengan Muhammad akan pula
bertindak. Apalagi orang-orang Yatsrib itu telah memeluk Islam.

P. Hijrah ke Yatsrib
Orang-orang Quraisy sangat terperanjat setelah mengetahui perkembangan Islam di Yatsrib
itu. Lalu mereka mengadakan sidang antara pemuka-pemuka Quraisy di Daarun Nadwah
untuk merencanakan tindakan apakah yang akan diambil terhadap Nabi. Akhirnya mereka
memutuskan bahwa Nabi Muhammad SAW harus dibunuh demi masa depan keselamatan
mereka. Untuk melaksanakan pembunuhan ini, setiap suku Quraisy mengirimkan seorang
pemuda pilihan. Namun sayang, rencana keji ini telah diketahui oleh Nabi Muhammad SAW
dan beliau diperintahkan Alloh untuk segera hijrah ke Yatsrib.
Yatsrib atau Madinah sudah pasti menjadi masa depan Muhammad dan pengikutnya.
Puluhan muslimin telah menyelinap pergi ke sana. Kaum Quraisy tak terlalu peduli. Perhatian
mereka pada Muhammad yang masih di Mekah yang tak akan mereka biarkan lolos. Padahal
Muhammad telah siap untuk pergi. Abu Bakar telah menyiapkan dua unta baginya dan bagi
Muhammad. Unta itu dipelihara Abdullah bin Uraiqiz. Para pemuda Quraisy juga semakin
ketat memata-matai rumah Muhammad. Mereka sesekali mengintip ke dalam rumah, melihat
Muhammad berbaring di tempat tidurnya. Namun Muhammad meminta Ali mengenakan
mantel hijaunya dari Hadramaut serta tidur di dipannya. Kaum Quraisy tenang. Mereka pikir
Muhammad masih tidur. Ketika esok harinya mendobrak pintu rumah Rasul, mereka hanya
mendapati Ali yang mengaku tak tahu menahu tentang keberadaan Muhammad.
Malam itu, Muhammad telah menyelinap dari jalan belakang. Bersama Abu Bakar, ia
berjalan mengendap dalam gelap, menuju sebuah gua di bukit Tsur. Sebuah pilihan cerdik.
Kaum Quraisy tentu menduga Muhammad menuju Yatsrib di utara Mekah. Muhammad
malah melangkah ke selatan. Kejadian ini juga memperlihatkan bahwa Muhammad tetap
menggunakan nalar yang wajar sebagai manusia. Jika mau, ia dapat meminta perlindungan
Allah berwujud kesaktian seperti yang dikejar-kejar banyak manusia sekarang. Tapi tidak,
Muhammad menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama untuk kepentingan semacam itu.
Muhammad dan Abu Bakar hanya menjalankan siasat biasa. Dalam persembunyiannya,
mereka tetap memasang telinga melalui Abdullah, anak Abu Bakar, yang tetap tinggal di

21
Mekah. Setiap malam, Abdullah menemui mereka di gua melaporkan perkembangan suasana
serta mengirim makanan yang disiapkan Aisyah dan saudaranya, Asma. Setiap pagi, Amir bin
Fuhaira (pembantu Abu Bakar) menggembala kambing menghapus jejak itu.
Tiga malam mereka bersembunyi di gua itu. Sejumlah pemuda Quraisy telah mencapai
bibir gua. Abu Bakar gemetar meringkuk di sisi Muhammad. Saat itu, Muhammad berbisik.
"La tahzan, innallaaha ma'ana (Jangan sedih, Allah bersama kita) ". Rasul juga menghibur
dengan kata-kata, "Abu Bakar, kalau kau menduga kita hanya berdua, Allah-lah yang ketiga."
Dengan perlindungan Alloh, di muka gua tadi terdapat sarang laba-laba berlapis-lapis, seolah-
olah terjadinya telah lama sebelum Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar masuk ke
dalamnya. Melihat keadaan yang demikian itu, pemuda Quraisy tidak sedikitpun menaruh
curiga. Setelah aman, Abdullah bin Uraiqiz membawa keluar mereka. Tiga unta beriringan ke
Barat, berbekal makanan yang diikat dengan sobekan sabuk Asma. Mereka berjalan berputar
menuju arah Tihama, dekat Laut Merah, melalui jalur yang paling jarang dilalui manusia.
Baru kemudian mereka berbelok ke utara, ke Yatsrib, menapaki terik gurun, dan Ali menyusul
kemudian. Dari peristiwa di atas, Alloh SWT berfirman dalam:
• Q.S. Al Anfaal : 30

)0., = )0., - P "& <) P $%), P $%3; , )0., .,

F 7Q& R . $ - 2 8 2

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya
terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu.
mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah sebaik-baik
pembalas tipu daya.”

• Q.S. At Taubah : 40

.1 ., 783 S 7Q $B" - ., 2 $G / ) $G 9 : 2,

B I$B%U R 2 !/ 8 3 2 :T, =! > 2 KB18 ), ., =

22
2 V. < X ; WQ V. " 1 ? 3# I$G ",

F = 04 /!,@ 2 <

Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah
menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari
Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di
waktu dia Berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah
beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan
membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-
orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana[643]”
[643] Maksudnya: orang-orang kafir Telah sepakat hendak membunuh nabi SAW, Maka Allah s.w.t.
memberitahukan maksud jahat orang-orang kafir itu kepada nabi SAW. Karena itu Maka beliau keluar
dengan ditemani oleh abu bakar dari Mekah dalam perjalanannya ke Madinah beliau bersembunyi di
suatu gua di bukit Tsur.

Q. Yatsrib menjadi Madinatun Nabi


Setelah mengarungi padang pasir yang sangat luas dan amat panas, akhirnya pada hari Senin
tanggal 8 Rabi’ul Awal 1 Hijriah, tibalah Rasulullah di Quba (desa perkebunan kurma di luar
kota Yatsrib) Ia tinggal di sana selama empat hari dan membangun masjid sederhana, yaitu
Masjid Quba’. Inilah masjid pertama kali didirikan dalam sejarah Islam. Di sana pula
Muhammad bertemu kembali dengan Ali yang berjalan kaki ke Yatsrib. Pada hari Jum’at
tanggal 12 Rabi’ul Awal 1 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 24 September 622 Masehi,
mereka memasuki kota Yatsrib. Mereka kemudian berjalan bersama menuju kota, dan
disambut sangat meriah oleh warga Yatsrib dengan bacaan salawat. Orang-orang Arab -baik
yang Islam maupun penyembah berhala-serta orang-orang Yahudi tumpah ruah untuk melihat
sosok Muhammad yang banyak diperbincangkan.
Orang-orang berebut menawarkan rumahnya sebagai tempat tinggal Rasul. Tapi
Muhammad menyebut bahwa ia akan tinggal di mana untanya berhenti sendiri. Sampai ke
sebuah tempat penjemuran korma, unta itu berlutut. Muhammad menanyakan tempat itu milik
siapa. Ma'adh bin Afra menjawab, rumah itu milik Sahal dan Suhail (dua orang yatim dari
Banu Najjar). Setelah dibeli, rumah itu pun dibangun menjadi masjid. Hanya sebagian dari
ruangan masjid itu yang beratap. Di sanalah orang-orang miskin dari berbagai tempat yang
datang menemui Muhammad untuk memeluk Islam kemudian ditampung. Muhammad

23
membangun rumah kecil bagi keluarganya di sisi masjid itu. Semasa pembangunan rumah itu,
Rasul tinggal di rumah keluarga Abu Ayyub Khalid bin Zaid. Sekarang masjid yang dibangun
Rasulullah itu menjadi Masjid Nabawi yang teduh di Madinah. Sedangkan rumah tinggalnya
menjadi tempat makam Rasul yang kini berada di dalam masjid Nabawi.
Setelah menetap di Madinah, barulah Rasulullah memulai rencana mengatur siasat dan
membentuk masyarakat Islam, yang bebas dari ancaman dan tekanan, mempertalikan
hubungan kekeluargaan antara Anshor dan Muhajirin, mengadakan perjanjian saling
membantu, antara kaum Muslimin dengan non-muslim, dan menyusun siasat, ekonomi, sosial
serta dasar-dasar Daulah Islamiyah. Dengan demikian gerak perjuangan Rasulullah di
Madinah ini bersifat dua segi. Pertama, membina masyarakat Islam. Kedua, memlihara dan
mempertahankan masyarakat Islam.

R. Masa Awal di Madinah


Pada masa awal di Madinah, gerakan perjuangan Rasulullah yang pertama adalah membina
masyarakat Islam di Madinah ini. Usaha-usaha pokok yang terlebih dahulu dikerjakan oleh
Rasulullah SAW, antara lain:
1) Mendirikan Masjid
Beliau lebih mendahulukan untuk mendirikan masjid dibandingkan dengan bangunan-
bangunan yang lainnya selain rumah tempat kediaman beliau sendiri, karena masjid
mempunyai potensi yang sangat vital, dalam menyatukan umat dan menyusun kekuatan
mereka lahir batin, untuk membina masyarakat Islam atau Daulah Islamiyah berlandaskan
semangat tauhid. Di dalam masjid Nabi Muhammad SAW dapat mengadakan benteng
pertahanan yang bersifat moril dan spiritual, yaitu semangat jihad di jalan Alloh, sehingga
kaum muslimin yang waktu itu jumlahnya belum begitu banyak, rela mengorbankan harta
benda dan segenap kesenangan materi mereka. Di dalam masjid beliau senantiasa
mengajarkan doktrin tauhid, dan mengajarkan pokok-pokok agama Islam kepada kaum
Muhajirin dan kaum Anshor. Dan di dalam masjid pula kaum muslimin melakukan ibadah
berjamaah dan senantiasa dapat bertemu, bermusyawarah untuk merundingkan masalah-
masalah, yang sama-sama mereka hadapi.

2) Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dengan Kaum Anshor


Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor, diantaranya: Abu
Bakar Ash Siddiq dipersaudarakan dengan Haritsah bin Zaid, Umar bin Khaththab
dipersaudarakan dengan ‘Ithbah bin Malik, Ja’far bin Abi Thalib dipersaudarakan dengan
Mu’az bin Jabal. Begitu seterusnya tiap-tiap orang dari kaum Anshor dipersaudarakan
dengan kaum Muhajirin, dan persaudaraan itu hukumnya sebagai saudara kandung.

24
Di tempat yang baru itu, sebagian dari mereka ada yang hidup berniaga, dan ada pula
yang bertani (seperti Abu Bakar, Utsman, dan Ali), mengerjakan tanah kaum Anshor.
Segolongan orang Arab yang menyatakan masuk Islam dalam keadaan miskin disediakan
tempat tinggal di bagian masjid yang kemudian dikenal dengan Ashhab Shuffa. Keperluan
hidup mereka dipikul bersama diantara Muhajirin dan Anshor yang telah berkecukupan.

3) Perjanjian Perdamaian dengan Kaum Yahudi


Guna menciptakan suasana tentram dan aman di kota baru bagi Islam (Madinah),
Rasulullah membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan kaum yahudi, yang
berdiam di dalam dan di sekeliling kota Madinah. Di antara isi perjanjian yang dibuat dengan
kau yahudi antara lain:
o Bahwa kaum yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum Muslimin, kedua belah
pihak bebas memeluk dan menjalankan agama masing-masing.
o Kaum Muslimin dan kaum yahudi wajib bertolong-tolongan, untuk melawan siapa saja
yang memerangi mereka, dan orang-orang Islam memikul belanja mereka sendiri pula.
o Kaum Muslimin dan kaum yahudi wajib nasehat-menasehati, dan tolong-menolong dan
melaksanakan kebajikan dan keutamaan.
o Bahwa kota Madinah adalah kota Suci yang wajib dihormati oleh mereka yang terikat
oleh perjanjian itu.
Jika terjadi perselisihan di antara kaum yahudi dan kaum Muslimin, sekiranya
dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, maka urusan itu
hendaklah diserahkan kepada Alloh SWT dan Rasulullah SAW.
o Bahwa siapa saja yang tinggal di dalam atau di luar dari kota Madinah, wajib
diperlindungi keamanan dirinya, kecuali orang yang zalim dan bersalah, sebab Alloh
menjadi pelindung orang-orang yang baik dan berbakti.
Perjanjian yang telah dibuat ini merupakan peristiwa baru dalam dunia politik dan peradaban,
sebab waktu itu di berbagai pelosok bumi, masih berlaku perkosaan dan perampasan hak-hak
asasi manusia. Oleh sebab perjanjian tersebut, Madinah menjadi menjadi sebuah kota suci
atau “Madinatul Haram” dalam arti kata yang sebenar-benarnya karena setiap penduduk
mempunyai tanggung-jawab dan memikul kewajiban bersama, untuk menyelenggarakan
keamanan, dan guna membela serta mempertahankan terhadap setiap serangan musuh.

4) Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial


Karena masyarakat Islam telah terwujud, maka sudah saatnya bagi Rasulullah untuk
menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat Islam yang baru saja terwujud, baik di
lapangan politik, ekonomi, maupun sosial. Dalam periode perkembangan agama Islam di
Madinah, telah turun wahyu Ilahi yang mengandung perintah berzakat, berpuasa dan hukum-

25
hukum yang bertalian dengan pelanggaran atau larangan, jinayat (pidana), dll. Maka
timbullah dari padanya dua sumber yang menjadi pokok hukum Islam, yaitu Kitabullah (Al-
Qur’an) dan Sunnah Rasulullah (Al Hadits).

S. Kekuatan Pemadam Api Islam di Madinah


Ada dua kekuatan yang ingin memadamkan api Islam di Madinah, yaitu kekuatan dari dalam
dan dari luar. Kekuatan dari dalam adalah golongan orang Yahudi dan orang Munafik,
sedangkan kekuatan dari luar adalah orang Quraisy dengan sekutunya.
1) Penggerogotan oleh orang-orang Yahudi
Orang yahudi di Madinah terdiri atas tiga golongan: Bani Qainuqa’, Bani Nadhir dan
Bani Quraizhah. Dengan ketiga golongan ini, Rasulullah sudah mengadakan perjanjian
persahabatan. Namu, bangsa yahudi memandang diri mereka sebagai putera dan kekasih
Alloh, dan kenabian hanyalah hak bagi orang yahudi. Mereka merasa sakit hati melihat agama
Islam dibawa oleh orang yang bukan yahudi, kemudian agama itu berkembang dengan
pesatnya.
Maka, diam-diam mereka berusaha memadamkan agama Alloh ini. Mula-mula mereka
tempuh dengan jalan berdebat dengan maksud menyelusupkan rasa sangsi dan ragu dalam diri
kaum Muslimin sehingga mereka meninggalkan Nabi Muhammad SAW. Tipu muslihat itu
dituturkan oleh Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 109

@ 4 3 ) )0: .,, )0/ ?? , %0 1 >M 0 A ?

2 C , ;BB4 8 ' 8 A$8 783 / 3

F9 E , " DC;E 4 X 2 =, < CKGDY

Artinya: “Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka
sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka,
sampai Allah mendatangkan perintah-Nya[82]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”.
[82] Maksudnya: keizinan memerangi dan mengusir orang Yahudi.

26
Usaha mereka mereka hendak menjatuhkan Nabi melalui perdebatan itu tidak berhasil.
Kedudukan beliau semakin kuat, pengikut beliau pun semakin banyak, karena dapat
menunjukkan kebenaran risalah beliau. Orang yahudi kemudian menempuh jalan yang tidak
sah, yaitu jalan kekerasan. Mereka mengadakan keonaran, hasutan-hasutan serta propokasi di
kalangan penduduk Madinah. Yang mula-mula merusak perjanjian dengan Rasulullah adalah
yahudi Bani Qainuqa’.
Pada suatu hari, di saat Rasul dan pasukannya pergi ke Badar (peristiwa perang Badar)
seorang wanita Arab dianiaya dengan cara yang amat keji sewaktu dia masuk pasar Bani
Qainuqa’. Seorang muslim mencabut pedangnya dan membunuh laki-laki Yahudi itu. Ia
kemudian juga dibunuh. Ka'ab kemudian dibunuh oleh orang-orang Islam. Demikian juga
dua orang Yahudi yang selalu mengata-ngatai Islam, Abu Afak dan Ashma. Setelah Rasul
kembali ke Madinah, segera beliau menjatuhkan hukuman atas mereka dengan pengusiran
dari kota Madinah.
Kira-kira setahun kemudian setelah peristiwa itu, orang yahudi Bani Nadhir melakukan
suatu pengkhianatan yang keji. Mereka mencoba melakukan pembubuhan atas diri Nabi
Muhammad SAW, sewaktu beliau dengan beberapa orang sahabat berkunjung ke
perkampungan mereka untuk suatu keperluan. Hanya berkat pertolongan Alloh, komplotan
para pengkhianat akhirnya terbongkar. Terhadap mereka Rasulullah melakukan hukuman
yang serupa seperti yang pernah dilakukan pada yahudi Bani Qainuqa’. Alloh SWT
menyebutkan kejadian ini sebagai suatu nikmat atas diri Rasulullah dan sahabat-sahabatnya,
dalam Q.S. Al Maa-idah : 11

)0 , , ) 9 3, = /' " 1 1 ., R 2 F. / ) . 3 C WQ - ,

T 3 6. % 2 X -2 ) 8 R: , , ! 0 , ,

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-
Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya
kepadamu (untuk berbuat jahat), Maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. dan
bertakwalah kepada Allah, dan Hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus
bertawakkal.”

Pengusiran orang yahudi Bani Nadhir ini terjadi pada bulan Rabi’ula Awwal tahun 4
Hijriyah. Di antara orang yahudi Bani Nadhir yang diusir, ada yang menetap di Khaibar.
Karena kekayaan mereka, mereka akhirnya mendapat kedudukan sebagai ketua-ketua dan
pembesar-pembesar di Khaibar itu. Mereka tetap gencar untuk membalas tindakan Rasulullah

27
atas mereka. Mereka menghasut kabilah-kabilah Arab yang besar seperti Quraisy dan
Ghathfan serta kabilah-kabilah lainnya untuk mengahncurkan Nabi Muhammad SAW serta
umatnya di Madinah. Mereka semua mengadakan persekutuan untuk kemudian bersama-sama
menyerang kota Madinah. Peperangan ini dikenal dengan Perang Al Ahzaab yang berarti
persekutuan golongan-golongan terjadi pada tahun 5 Hijriyah. Peprangan ini adalah yang
teramat berat dirasakan oleh kaum Muslimin, karena menderita kelaparan sampai
mengikatkan batu ke perut mereka. Pada saat yang kritis, orang-orang yahudi Bani
Quraizhah turut mengkhianati kaum Muslimin dari dalam. Pemimpin mereka Ka’ab bin
Asad dihasut oleh pemimpin Bani Nadhir Huyai bin Akhthab dan diajaknya agar
membatalkan perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW serta menggabungkan diri kepada Al
Ahzaab yang sedang mengepung Madinah.
Berita pengkhiantan Bani Quraizhah ini menggemparkan kaum Muslimin. Rasulullah
segera mengutus dua orang sahabatnya, Sa’ad bin Mu’adz (kepala suku Aus) dan Sa’ad bin
Ubadah (kepala suku Khazraj) untuk menasehati Ka’ab bin Asad agar menghentikan
pengkhianatan itu. Akan tetapi, mereka ditolak dengan sikap yang kasar dan penuh dengan
keangkuhan dan kesombongan. Pengkhianatan Bani Quraizhah sangat menyusahkan kaum
Muslimin dan meakutkan hati mereka. Dengan pertolongan Alloh SWT pasukan sekutu (Al
Ahzaab) bubar bercerai-berai. Rasulullah beserta kaum Muslimin segera membuat
perhitungan dengan mereka (Bani Quraizhah) dan setela dua puluh lima hari mereka
dikepung akhirnya menyerah. Mereka meminta Sa’ad bin Mu’adz sebagai hakim dan
Rasulullah mengizinkannya. Sa’ad bin Mu’adz menjatuhkan hukuman mati untuk laki-laki
sedangkan wanita dan anak-anak mereka ditawan.

2) Penggerogotan orang-orang Munafik


Di samping orang yahudi ,ada pula satu golongan di kota Madinah yang selalu berusaha
melemahkan perjuangan umat Islam, mereka ialah orang-orang munafik. Mereka dikepalai
oleh Abdullah bin Ubaiy. Usaha mereka yang utama ialah menghalangi orang-orang masuk
Islam. Sikap Rasulullah kepada mereka amatlah lunak. Beliau selalu berusaha memberi
pengajaran-pengajaran dengan harapan supaya mereka suatu ketika insyaf dan beriman
dengan iman yang sebenar-benarnya. Harapan itu terbukti seteleh pemimpin mereka mati.
Dalam Al-Qur’an, pada surat yang diturunkan di Madinah banyak diceritakan keadaan orang-
orang munafik. Q.S. Al-Munaafiquun : 1 – 11
“1. Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui,
bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa
Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya
orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. 2. Mereka itu menjadikan sumpah
mereka sebagai perisai[1476], lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah.

28
Sesungguhnya amat buruklah apa yang Telah mereka kerjakan. 3. Yang demikian itu adalah
Karena bahwa Sesungguhnya mereka Telah beriman, Kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati
mereka dikunci mati; Karena itu mereka tidak dapat mengerti. 4. Dan apabila kamu melihat
mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka Berkata kamu
mendengarkan perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar[1477].
mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka
Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah
membinasakan mereka. bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? 5.
Dan apabila dikatakan kepada mereka: marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan
ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang
mereka menyombongkan diri. 6. Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak
kamu mintakan ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik. 7. Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang
Anshar): "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang
ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)." padahal kepunyaan
Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.
8. Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita Telah kembali ke Madinah[1478], benar-benar
orang yang Kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya." padahal kekuatan
itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang
munafik itu tiada Mengetahui. 9. Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-
anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka
mereka Itulah orang-orang yang merugi. 10. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang
Telah kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara
kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku
sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan Aku dapat bersedekah dan Aku termasuk
orang-orang yang saleh?" 11. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila Telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha mengenal apa yang
kamu kerjakan.”
[1476] mereka bersumpah bahwa mereka beriman adalah untuk menjaga harta mereka supaya jangan
dibunuh atau ditawan atau dirampas hartanya.
[1477] mereka diumpamakan seperti kayu yang tersandar, maksudnya untuk menyatakan sifat mereka
yang buruk meskipun tubuh mereka bagus-bagus dan mereka pandai berbicara, akan tetapi Sebenarnya
otak mereka adalah kosong tak dapat memahami kebenaran.
[1478] Maksudnya: kembali dari peperangan Bani Musthalik.

29
3) Rongrongan orang Quraisy dan sekutunya
Orang Quraisy sejak permulaan Islam lahir, sudah berusaha keras untuk memusnahkan
Islam. Selama Rasulullah menyebarkan Islam, selama itu juga orang-orang Quraisy
memusuhinya. Nabi Muhammad SAW bukanlah hanya sebagai seorang pemimpin agama
saja, yang setiap waktu memberikan ceramah dan pelajaran kepada para pengikutnya. Akan
tetapi, beliau juga pemimpin atas suatu masyarakat yang sedang membangun kepala dari
suatu negara yang sedang berjuang untuk menegakkan keadilan dan kebenaran yang hakiki.
Karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi Rasulullah membela umatnya dari rongrongan
yang membahayakannya. Untuk tugas ini, Alloh SWT menurunkan ayat yang mengizinkan
Rasulullah dan umatnya, mengangkat senjata guna membela diri. Firman Alloh SWT dalam
Q.S. Al Hajj : 39 - 40

7Q 9 =, ) 1 H/ X 2 =, - .G / T % ), 7Q =.*

+: 2 : ?2 <2 3 ) ), T 2, $4 = 1& ,? "& -*

2 , # JKZ ' I: : Z 'F $?H@ GJ 1 FI

F /!,&! [ ) 2 :T, < CI$G$ 9H3, 2 :T 9H: < K A

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena


Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan
sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain,
tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang
Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya
Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”

Inilah ayat yang pertama kali mengenai peperangan. Dengan ayat tersebut, Rasulullah lalu
membentuk pasukan-pasukan tentara yang berkewajiban pertama-tama untuk berjaga-jaga di
luar kota Madinah terhadap serangan mendadak yang mungkin dilakukan oleh suku Badui

30
ataupun kaum Quraisy. Suatu peperangan resmi pertama kali terjadi antara kaum Muslimin
dan kaum Quraisy di suatu tempat yang bernama Badar pada tanggal 17 Ramadhan 2
Hijriyah. Peperangan ini dinamakan Perang Badar. Dalam perang ini, kaum muslimin
memperoleh kemenangan yang besar, walaupun kekuatan mereka (305 orang, terdiri dari 83
Muhajirin, 61 orang Aus, yang lain orang Khazraj) lebih kecil dari kaum Quraisy (sekitar
1000 orang). Al-Qur’an menamakan peperangan ini “Yaumul Furqaan” yang berarti
memisahkan antara yang hak dan yang batil.
Orang Quraisy merasakan kekalahan perang Badar itu, sebagai suatu pukulan yang besar
atas mereka. Mereka bertekad untuk melancarkan serangan balasan. Maka disiapkanlah
perbekalan yang cukup dan tentara dengan senjata lengkap berjumlah tidak kurang dari 3000
orang, termasuk 100 orang asal Thaqif (700 orang diantaranya mengenakan baju besi, dan 200
orang pasukan berkuda). Pada pertengahan Sya’ban 3 Hijriyah, berangkatlah pasukan kaum
musyrikin menuju Madinah. Setelah Rasulullah mendengar gerakan itu, beliau pun keluar
kota Madinah dengan kekuatan 1000 orang tentara untuk menyoongsong musuh yang
menyerang. Tetapi baru saja beliau berangkat, keluarlah dari barisan segolongan kaum
munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay yang jumlahnya hampir sepertiga dari barisan itu.
Laskar yang masih setia kepada Rasulullah terus berangkat bersama beliau.
Malam itu, mereka bersiaga di lereng-lereng Uhud. Rasulullah menyerahkan pedangnya
pada Abu Dujana. Pagi hari tanggal 15 Syawal 5 Hijriyah, darah mulai tumpah setelah Ali
berduel dengan komandan pasukan Quraisy, Talha anak Abu Talha. Talha tewas seketika.
Selanjutnya, Ali, Hamzah dan Abu Dudjana terus berkelebat tak tertahankan. Pedang
Rasulullah menghantam orang-orang Quraisy. Bahkan sudah di atas kepala Hindun, namun
Abu Dudjana mengurungkan. Ia mengaku tak tega membunuh perempuan, meskipun
perempuan itulah yang telah mengobarkan perang. Hindun memimpin barisan perempuan
yang membawa tambur dan bersorak-sorai menyemangati kaum Quraisy. Keputusan Abu
Dudjana keliru. Hindun ternyata mengorganisasikan para budak, termasuk Wahsyi (budaknya
asal Ethiopia). Bila berhasil membunuh Hamzah yang telah menewaskan ayah Hindun di
Perang Badar, mereka akan dimerdekakan dari perbudakan. Wahsyi berhasil menghunjamkan
tombaknya menembus perut bagian bawah. Tombak terus menancap sampai paman
Rasulullah itu wafat.
Bayang-bayang Perang Badar seperti kembali terlihat, pagi itu. Kaum Quraisy mulai
kalang-kabut meninggalkan arena. Orang-orang Islam mengejar-kejar mereka. Namun
kemudian mereka tergoda oleh harta jarahan. Mereka segera berebut harta yang ditinggalkan
orang-orang Quraisy. Para pemanah di puncak-puncak bukit pun berlarian mengejar barang
jarahan. Abdullah bin Juzair mengingatkan mereka untuk tidak meninggalkan pos, namun
mereka tak peduli. Di saat demikian, pasukan berkuda Quraisy pimpinan Khalid bin Walid
memutar bukit melakukan serangan balik. Pasukan muslim yang tak lagi bersiaga, kocar-

31
kacir. Korban berjatuhan. Rasuluulah terdesak hingga mundur ke puncak bukit. Ia sempat
terperosok ke dalam lubang jebakan, namun diselamatkan Ali serta Talha anak Ubaidillah.
Tokoh Quraisy, Uthba bin Abi Waqas, melemparkan batu ke muka Rasul. Dua keping
lingkaran topi baja terputus dan menyobek pipi serta bibir Rasulullah. Wajah Sang Rasul pun
berdarah-darah.
Panah terus menghujani Rasulullah. Namun Abu Dudjana menggunakan punggungnya
sebagai perisai untuk melindungi Rasulullah itu. Saad bin Abi Waqas membalas serangan
panah tersebut. Rasulullah ikut menyiapkan anak panah bagi Saad. Tak lama setelah itu,
kabar kematian Rasulullah pun menyebar. Kaum Quraisy bersorak-sorai. Dalam keadaan letih
mereka pun meninggalkan Uhud untuk kembali ke Mekah. Abu Bakar dan Umar (yang tak
mengetahui keberadaan Rasulullah) tertunduk lesu. Anas bin Nadzr, yang juga menyangka
Rasulullah meninggal, kemudian mengamuk. Ia menyerang Quraisy habis-habisan sampai
tubuhnya hancur nyaris tanpa dapat dikenali lagi. Namun, masih ada satu dua Quraisy yang
memburu Rasulullah. Ubay bin Khalaf berhasil menemukan tempat istirahat Rasulullah.
Ubay belum sempat mengayunkan pedang tatkala Rasulullah berhasil menyambar tombak
Harith anak Shimma, dan menghunjamkannya. Ali kemudian membasuh muka Rasulullah
yang berdarah-darah. Abu Ubaida mencabut pecahan besi yang menembus wajah Rasulullah,
sehingga dua gigi Rasulullah itu tanggal.
Mereka semua kemudian salat dzuhur berjamaah sambil duduk. Rasulullah menjadi
imamnya. Senja hari, mereka tertatih-tatih menuruni bukit, menghampiri satu demi satu kaum
Muslimin yang menjadi korban, lalu memakamkan mereka. 70 orang telah syahid. Rasulullah
dan pasukannya kembali ke kota Madinah dengan suasana pilu. Kaum yahudi menyaksikan
mereka dari balik jendela rumah masing-masing. Senyum mengembang di bibir para yahudi
itu. Namun, mereka keliru bila menyangka semangat Muslimin telah runtuh.
Pada bulan Syawwal 5 Hijriyah, berhimpunlah laskar Al Ahzaab (persekutuan golongan)
yang terdiri dari kaum Quraisy, Gathfaan, Bani Salim, Bani Asad, Bani Murrah, Bani Asya’
dan orang yahudi Bani Nadhir. Peristiwa ini dalam sejarah Arabia mempersaksikan laskar
yang berjumlah + 10.000 orang memanggul senjata yang menyerbu kota Madinah. Perang
inilah dalam sejarah disebut Perang Al Ahzaab, karena yang melibatkan diri dalam
peperangan ini adalah kabilah-kabilah Arab.
Di saat Muslim berkecil hati itu, Salman (budak asal Parsi yang menjadi seorang muslim
merdeka di Madinah) melontarkan gagasan untuk menggali parit di dataran pintu masuk
Madinah. Itu strategi perang yang sama sekali belum dikenal masyarakat Arab. Karena
strategi itulah peperangan ini dinamakan Perang Khondaq (Perang Parit). Rasulullah
menyetujui gagasan itu. Maka, siang malam seluruh warga Madinah (termasuk Rasulullah
maupun warga yahudi) bekerja keras menggali parit tersebut. Selama enam hari, parit tersebut
diselesaikan. Rumah-rumah di sisi parit dikosongkan. Para perempuan dan anak-anak

32
diungsikan ke belakang. Batu-batu ditumpuk untuk senjata melawan musuh yang nekat
melompati parit itu. Dengan demikian posisi Muslim di Madinah cukup aman. Di sebelah
kanan terlindung gunung batu yang terjal, di depan terdapat parit besar yang akan membuat
terperosok pasukan berkuda apalagi unta, di kiri terdapat bukit Sal. Di bukit inilah Rasulullah
bermarkas yang ditandai dengan keberadaan tenda merah miliknya.
Musuh sebenarnya bisa masuk dari dataran di belakang. Tapi itu tak mungkin dilakukan.
Di sana adalah pemukiman yahudi Quraiza yang terikat perjanjian dengan Rasulullah.
Masyarakat yahudi ini bertugas untuk mengatur kebutuhan makan bagi pasukan Muslim di
garis depan. Segera pasukan musuh yang dikomandani Abu Sofyan tiba di Uhud. Mereka
terkejut karena tak melihat satupun pasukan Muslim. Lebih terkejut lagi saat mereka melihat
parit perlindungan di pintu masuk Madinah. Tak ada lagi yang dapat dilakukan selain
mengepung Madinah, dan membuat warga kota itu kelaparan. Namun yang demikian juga
sulit dilakukan karena persediaan makanan di Madinah cukup untuk waktu yang relatif lama.
Apalagi saat itu musim dingin.
Sudah berhari-hari mereka mengepung. Tak ada perkembangan berarti. Ka'ab bin Akhtab
lalu membujuk dua pihak. Yakni agar Quraisy dan Ghatafaan untuk tidak pulang. Ia minta
waktu 10 hari lagi buat meyakinkan yahudi Quraiza agar mengkhianati perjanjiannya dengan
Muslimin. Warga Quraiza sempat ragu. Namun mereka pun memanfaatkan kesempatan.
Yakni menuntut Muhammad agar memanggil kembali yahudi Bani Qainuqa dan Bani Nadzir
yang telah diusir dari Madinah. yahudi Quraiza bahkan menghentikan pasokan makanan pada
kaum muslimin. Orang-orang Islam mulai menderita dengan sangat. Kelaparan di garis depan
perang pada saat musim dingin membuat pasukan muslim berjatuhan sakit. Beberapa orang
bahkan meninggal karena itu. Dua sahabat Rasulullah, Hasan bin Tsabit dan Shafia binti
Abdul Muthalib telah memergoki yahudi yang memata-matai posisi pasukan Muslim untuk
dibocorkan pada musuh. Beberapa orang tentara lawan juga telah menerobos parit, di
antaranya Amir anak Abdul Wudud, Ikrima anak Abu Jahal serta Dzirar bin Khaththab.
Untunglah Ali berhasil mematahkan perlawanan mereka.
Rasulullah menugasi dua pemimpin Muslim asli Madinah (Anshar) untuk menemui para
pemimpin Quraiza agar menghentikan pengkhiatannya tersebut. Mereka adalah Sa'ad bin
Mu'adz dari Bani Aus serta Sa'ad bin Ubadha dari Khazraj. Namun yahudi Quraiza
menampik keinginan itu. Mereka akan terus memboikot sampai tuntutannya dipenuhi.
Keadaan umat Islam semakin parah. Rasulullah d lalu berdiri di bukit Sal dan berdoa praktis
tanpa henti. Bahkan di saat udara sangat dingin menjelang dinihari menusuk-nusuk tulangnya.
Pada hari ketiga (di saat kondisi Rasulullah itu sudah sangat menurun) tiba-tiba muncul badai
dingin yang luar biasa. Masyarakat Muslim dapat berlindung di pemukimannya sendiri. Kaum
Quraisy dan kelompok-kelompok dari Ghatafaan yang berada di tempat terbuka menjadi
sasaran badai itu. Pasukan itu hancur sama sekali.

33
Dalam peperangan ini, dipihak kaum Muslim gugur sebagai syuhada sebanyak enam
orang diantaranya Sa'ad bin Mu'adz akibat luka yang dideritanya. Dia meniggal setelah
menjatuhkan hukuman kepada Bani Quraiza. Di pihak kaum musyrikin, jatuh korban tiga
orang. Sesudah perang ini, masuklah ke dalam agama Islam dua orang pemumpin yang gagah
perwira dari Quraisy: Amr bin ‘Ash Asahmi dan Khalid bin Walid Al Makhzuumi. Peristiwa
ini adalah pertanda perang akan berakhir antara Quraisy dengan kaum Muslimin.
Sudah enam tahun Rasulullah hijrah. Masa-masa yang sangat sulit telah terlampaui.
Kini tibalah bulan suci. Pada masa-masa seperti itu, masyarakat Arab dari berbagai pelosok,
umumnya berdatangan untuk berziarah ke Ka'bah. Sudah menjadi kesepakatan, kaum
Quraisy di Mekah harus menerima siapapun yang akan berkunjung. Seluruh perselisihan pada
bulan haji itu harus dihentikan. Menumpahkan darah, dengan alasan apapun, diharamkan.
Perasaan rindu pada Ka'bah mulai mengusik hati Rasulullah dan orang-orang Islam. Ke
sanalah setiap hari mereka menghadapkan wajah untuk bersujud pada Alloh Sang Pencipta.
Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mewujudkan kerinduan itu. Maka, Rasulullah pun
mengumumkan rencananya untuk pergi ke Mekah berziarah ke Ka'bah.
Sekitar 1000 orang menemani Rasulullah menempuh perjalanan itu. Mereka tidak
membawa baju zirah atau perlengkapan perang apapun. Mereka mengenakan baju ihram
putih, dan hanya membawa pedang bersarung -perlengkapan dasar orang Arab waktu itu
setiap bepergian. Rasul juga membawa 70 unta untuk disembelih (hadya) di Mina. Peristiwa
tersebut diperkirakan terjadi pada Maret, 628 Masehi. Perjalanan berlangsung lancar hingga
mendekati Mekah. Di Hudaibiya, unta Rasulullah yang diberinya nama Al-Qashwa, pun
berhenti dan berlutut. Rasulullah memutuskan rombongan untuk beristirahat di situ sambil
menentukan langkah-langkah selanjutnya. Akhirnya beliau mengutus Utsman kepada kaum
Quraisy untuk mengadakan pembicaraan dengan mereka serta menjelaskan maksud kaum
Muslimin ke Mekah.
Suasana sempat tegang ketika Utsman tak kunjung kembali. Kaum muslimin sampai
perlu membuat Bai’atur Ridhwaan (bai’at untuk mati-matian berperang mencapai
kemenangan). Syukurlah, itu tak terjadi. Abu Sofyan lalu mengutus Suhail bin ‘Amruh untuk
berunding dengan Rasulullah. Dalm perundingan ini tercapai persetujuan damai yang dalam
sejarah dikenal “Shulhul Hudaibiyah” (Perjanjian Hudaibiyah). Di antara isinya adalah
kaum muslimin membatalkan rencana mereka ke Mekah tahun ini dan dibolehkan ke Mekah
tahun berikutnya, dan perjanjian damai selama sepuluh tahun antara kedua belah pihak.
Selain itu, jika akan orang-orang Mekah lari ke Madinah (untuk masuk Islam), pihak
Muhammad harus menolaknya sehinga yang bersangkutan kembali ke Mekah. Sebaliknya,
bila ada orang Madinah yang lari untuk bergabung dengan Quraisy di Mekah, orang-orang
Quraisy tidak berkewajiban mengembalikannya. Perjanjian tersebut mengikat seluruh warga
Mekah dan Madinah. Juga mengikat Bani Bakar yang berpihak pada kubu Mekah, serta Bani

34
Khuza'ah yang berpihak pada kubu Madinah. Rasulullah tampak mengalah dalam perjanjian
itu. Hal demikian membuat gusar kaum muslimin lainnya. Umar yang paling tidak sabar. Ia
menemui Abu Bakar. "Abu Bakar, bukankah dia Rasulullah. Bukankah kita ini Muslimin?
Mengapa kita mau direndahkan dalam soal agama kita?". Umar bahkan menyampaikan itu
langsung pada Rasulullah. Rasulullah dengan sabar mendengarkan Umar. Namun Rasulullah
kemudian menutup pembicaraan dengan kalimat: "Saya hamba Allah dan Rasul-Nya. Saya
tak akan melanggar perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyesatkan saya." Rombongan
kemudian kembali Madinah. Rasulullah memang mengalah dalam perjanjian Hudaibiyah itu.
Tapi sebenarnya, ia baru memperoleh kemenangan besar. Untuk pertama kalinya kaum
Quraisy mengakui keberadaan Islam secara resmi, dan mereka juga tak dapat lagi menolak
umat Islam untuk berkunjung ke Ka'bah tahun depannya. Rasulullah telah mengalihkan
bentuk perjuangannya dari perjuangan bersenjata ke perjuangan politik.
Semakin hari, keutamaan Islam semakin terlihat dengan nyata. Rasulullah merasa bahwa
pondasi tatanan keislaman tersebut telah cukup tertanam di masyarakat Madinah. Kini
saatnya untuk menyebarkan ajaran tersebut keluar. Untuk itu, Rasulullah berniat mengirim
surat bagi para penguasa berisi ajakan memeluk Islam. Surat pun disiapkan untuk dua raja
besar yang tengah bermusuhan, yakni Kaisar Romawi Heraclius serta Raja Persia Kisra.
Selain itu, Rasulullah juga mengirim surat pada Raja Negus di Abisina atau Ethiophia
sekarang; pada Gubernur Muqauqis di Mesir dan Gubernur Harith Al-Ghassani yang
menguasai wilayah Palestina dan Syria; juga pada Gubernur Harith Al-Himyari di Yaman.
Surat juga ditujukan untuk penguasa Yamama, Oman serta Bahrain. Surat-surat itu dibuka
dengan tulisan "Bismillahir-Rahmanir-Rahim" (Dengan nama Allah, Maha Pengasih, Maha
Penyayang), lalu dilanjutkan dengan kalimat "Dari Muhammad hamba Allah kepada ....."
Surat kemudian ditutup dengan stempel dari cincin perak bertuliskan : "Muhammad
Rasulullah." Duta-duta pengirim surat pun ditunjuk. Dihya bin Khalifa mendapat tugas untuk
ke Romawi, Abdullah bin Hudhafa ke Persia, Amr bin Ummaya untuk Abisina, Hatib bin
Abi Balta'a untuk Mesir, Amr bin Ash untuk Oman, Salit bin Amr untuk Yamama, Ala bin
Hadrami untuk Bahrain, Syuja' bin Wahab untuk Ghassan, serta Muhajir bin Ummaya
untuk Yaman. Serentak mereka pun berangkat ke tujuan masing-masing.
Semuanya menerima dengat baik kedatangan surat tersebut kecuali Gubernur Ghassan. Ia
menolak dengan kasar dan membunuh utusan Rasulullah tersebut. Perbuatan yang melanggar
adat internasional ini, menyebabkan timbulnya peperangan dan konflik antara pasukan Islam
dan pasukan Romawi. Rasulullah mengirim satu pasukan yang terdiri dari 3000 orang,
dipimpin oleh Zaid bin Haritsah. Sekiranya Zaid meninggal, Rasulullah berpesan agar
komando diserahkan pada Ja'far bin Abu Thalib. Seandainya maut juga merenggut Ja'far,
kepemimpinan agar diserahkan Abdullah bin Rawaha (salah seorang ksatria yang sangat
disegani). Tentara Romawi yang berada di Syam jumlahnya mencapai 100.000 orang. Di

35
suatu tempat yang bernama Mu’tah betemulah kedua pasukan itu. Peristiwa ini terjadi pada
tahun ke- 8 Hijriyah dan dalam sejarah disebut Perang Mu’tah. Pasukan muslim memgambil
posisi di Mu'ta. Di sini mereka digempur habis-habisan tentara Romawi. Zaid bertempur
habis-habisan sampai tombak lawan menembus dadanya. Komando lalu diserahkan pada
Ja'far, yang mempertahankan bendera mati-matian. Kabarnya, ketika tangan kanannya
dipenggal, Ja'far memegang bendera dengan tangan kirinya. Begitu tangan kirinya dipenggal,
ia mencoba tetap menegakkan tangkai bendera: memeluk dengan kedua bahunya. Saat itulah
kepala Ja'far dibelah. Abdullah anak Rawaha mengambil alih komando. Namun ia pun gugur.
Karena kekuatan musuh yang terlalu besar, tentara muslim mengundurkan diri dari medan
perang. Tentara yang masih tersisa dipimpin oleh Khalid bin Walid dan kembali ke Madinah.
Dalam tahun itu juga orang Quraisy menyerang Bani Khuza’ah yang merupakan sekutu
Islam. Pada tanggal 10 Ramadhan 8 hijriyah, berangkatlah Rasulullah dengan 10.000 orang
laki-laki menuju Mekah. Mendengar berita itu, orang Quraisy gemetar ketakutan dan putus
asa. Akhirnya, Abu Sofyan, pemimpin Quraisy, pergi menemui Rasulullah di luar kota Mekah
untuk menyerah dan menyatakan keislamannya. Dengan demikian, Mekah jatuh ke tangan
kaum Muslimin tanpa perlawanan sama sekali. Patung-patung dan berhala-berhala di
sekeliling Ka’bah, mereka hancurkan seraya meneriakkan ayat Q.S. Al Israa’ : 81

\ L" 1L =6 1 =, - 3 $1L A$8 C65 "

Artinya: “Dan Katakanlah: "Yang benar Telah datang dan yang batil Telah lenyap".
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”

Setelah penaklukan kota Mekah antara beberapa hari lamnya, Rasulullah menghadapi lagi
kabilah Arab yang masih membangkang yaitu: Hawazin dan Tsaqif. Mereka berhimpun untuk
menyerang kaum muslimin. Rasulullah segera menghimpun kekuatan tentara yang terdiri dari
12.000 orang, setelah itu berangkat menuju ke tempat musuh. Orang Hawazin dan Tsaqif
memilih tempat pertempuran yang strategis yaitu tanah pegunungan yang berbukit-bukit dan
berliku-liku. Ketika kaum muslimin tiba di tempat tersebut yang dinamakan lembah Hunain,
datanglah serbuan yang mendadak dari musuh. Tentara kaum Muslimin menjadi panik dan
lari tercerai-berai. Peristiwa ini diceritakan dalam Q.S. At Taubah : 25

' = R $ R%3# ., ! M78:4 ' , ! M 2 H/ )

! WQ& $% 1 F34 . N] ( R F" N +E 0 R:

36
Artinya: “Sesungguhnya Allah Telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan
peperangan yang banyak, dan (Ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi
congkak Karena banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi
manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu Telah terasa sempit olehmu, Kemudian
kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.”

Berkat ketenangan dan keterampilan Rasulullah, dapatlah beliau menghimpun kembali


pasukan kaum Muslimin yang kacau balau itu. Serangan pembalasan diluncurkan sampai
musuh dapat dikalahkan. Musuh mundur dan melarikan diri ke Tha-if. Beberapa waktu
lamanya kaum muslimin mengepung benteng ini, namun belum berhasil menundukkannya.
Akhirnya Rasulullah pulang ke Ja’ranah. Di Ja’ranah, beliau didatangi delegasi Hawazin.
Mereka menyatakan taubat dan masuk Islam. Hawazin memohon kepada Rasulullah agar
mengembalikan harta benda dan keluarga yang ditahan oleh kaum Muslimin. Rasulullah pun
menyetujuinya. Sedang penduduk Tha-if yang tidak tahan menderita akibat blokade kaum
Muslimin akhirnya mengirimkan delegasi untuk menyampaikan keinginan untuk menganut
agama Islam.
Pada tahun ke- 9 Hijriyah, Rasulullah mempersiapkan pasukan untuk menghadapi tentara
Romawi di sebelah utara, meski banyak yang sedang dihadapi beliau dan kaum Muslimin.
Tentara tersebut dinamakan Jaisyul’usrah (Laskar saat Kesulitan). Pasukan ini kemudian
meninggalkan Madinah menuju ke utara. Orang Romawi yang semula ingin menyerang,
justru tampak terkejut menyaksikan bala-tentara Islam dalam jumlah yang besar dan dipimpin
oleh Rasulullah sendiri dan pahlawan-pahlawan padang pasir yang tak kenal mundur. Oleh
karena ketakutan itu, mereka mengundurkan diri ke dalam negerinya untuk membela diri.
Laskar Islam tidak mengejar, namun berkemah di sebuah tempat yang bernama Tabuk,
karenanya peperangan ini dinamakan Perang Tabuk. Dari tempat ini, beliau mengirimkan
pasukannya kepada kabilah yang berada di tapal batas tanah Arabia dan Syam, untuk
mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin. Sesudah 10 malam lebih berkemah di Tabuk,
beliau pun beserta pengikutnya kembali pulang ke Madinah. Perang inilah yang terakhir
kalinya diikuti oleh Rasulullah SAW.
Berduyun-duyun utusan dari kabilah-kabilah dari segala penjuru Arab datang menemui
Rasulullah untuk memeluk agama Islam. Peristiwa yang menggembirakan ini, diceeritakan
dalam Q.S. An Nashr : 1 - 3

OP1 6O5 2 ' ,? T ) , + 3 F, O% 2 / C " .,

Q 1 =6 I$B/, - $G =% .

37
Artinya: “Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia
masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima
taubat.”

Jatuhnya Mekah dan Baitullah ke dalam kekuasaan Islam serta masuknya orang-orang
Quraisy ke dalam agama Islam, mempengaruhi pendirian dan sikap orang Badui terhadap
agama Islam. Demikianlah agama Islam telah tersebar di seluruh jazirah Arab. Bangsa Arab
yang tadinya hidup berpecah-belah dan saling bermusuhan, kini hidup bersatu di bawah satu
pimpinan dan bernaung di bawah satu panji, panji Islam.

T. Tugas Rasulullah Berakhir


Ketika para utusan kabilah-kabilah Arab datang menghadap Nabi Muhammad SAW
untuk menjadi pemeluk Islam kemudian disusul dengan turunnya surat An Nashr : 1 - 3

6O5 2 ' ,? T ) , + 3 F, O% 2 / C " .,

Q 1 =6 I$B/, - $G =% . OP1

Artinya: “Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia
masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima
taubat.”
maka terasalah oleh beliau bahwa tugasnya hampir selesai. Karena merasa bahwa
pekerjaannya hampir pada akhirnya, beliau berniat untuk melakukan Haji Wada’ (Haji
Perpisahan) ke Mekah. Pada tanggal 25 Zulqaedah 10 Hijriyah, Rasulullah meninggalkan
Madinah bersama + 100.000 orang Muslim menuju Mekah untuk mengerjakan haji.
Di Dhul Hulaifa, rombongan beristirahat semalam. Esok harinya, Rasulullah berganti
pakaian dengan mengenakan kain ihram. Demikian pula orang-orang Muslim lainnya.
Mereka kemudian bergerak lagi ke arah Mekah. Seruan talbiah ('labbaika Allahumma
labbaika.....') tak putus-putusnya dialunkan. Sungguh bagai sebuah pentas drama luar biasa di
alam nyata. Hampir seratus ribu bergerak bersama dalam seragam putih-putih sederhana
menyusuri gurun pasir dan lembah pebukitan. Suara mereka bersahut-sahutan membahana,
memenuhi seluruh ruang yang ada di perjalanan itu.

38
Pada hari keempat, mereka tiba di Mekah. Rasulullah menuju Ka'bah, puluhan ribu orang
itu menuju Ka'bah. Rasulullah menyentuh dan mencium hajar aswad, puluhan ribu orang itu
menyentuh dan mencium hajar aswad. Rasulullah bertawaf berlari kecil mengelilingi Ka'bah,
puluhan ribu orang itu bertawaf. Demikian seterusnya. Sampai rasul sholat di Maqam
Ibrahim, kembali mencium hajar aswad, lalu ber-sa'i antara bukit Shafa dan Marwa. Usai
sa'i, Rasulullah memerintahkan orang-orang yang tak membawa hewan kurban agar
melepaskan pakaian ihramnya.
Dari Yaman, rombongan Ali kemudian bergabung dengan Rasulullah di Mekah. Mereka
tinggal di kota itu sampai Hari Tarwiyah, yakni tanggal 8 Zulhijah 10 Hijriyah bersaman
dengan 7 Maret 632 Masehi. Hari itu, Muhammad dan rombongan pergi ke Mina. Di sana,
Rasulullah terus berada di dalam kemah, termasuk ketika melaksanakan sholat. Esoknya, usai
sholat subuh, Rasul bersiap untuk berangkat menuju Arafah. Pagi itu pula, Muhammad
bergerak menuju Namira dan terus beristirahat di sana. Mendekati siang, Rasulullah kembali
meminta untanya, Al-Qashwa. Ia berjalan menuju ke tengah wadi di daerah 'Urana-Arafah.
Dari atas untanya itu, Rasulullah menyerukan khutbahnya yang terkenal tersebut. Kata-
katanya sangat jelas. Pada setiap kalimat, Muhammad berhenti sejenak. Rabi'a bin Umayya,
mengulang kata-kata itu, dengan suara lantang sehingga isi khutbah didengar oleh semua
jamaah. Muhammad menutup khutbahnya dengan berkata: "Ya Allah, sudah kusampaikan!"
Serentak jamaah pun menjawab: "Benar". Lalu Muhammad menambahkannya: "Ya Allah,
saksikan ini."
Rasul pun turun dari untanya. Ia terus di sana sampai waktu sembahyang dzuhur dan asar.
Setelah itu, ia menaiki untanya kembali menuju Sakharat. Di sana, Muhammad membacakan
firman Alloh dalam
Q.S. Al-Maa-idah : 3

@3,? & )0 F N ;B. / )0 F.^P )03,? )0 F . ' -

Artinya: “.....pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu

Abu Bakar menangis mendengar ayat tersebut. Inilah isyarat bahwa risalah Rasulullah telah
tuntas. Malam itu, Rasulullah meninggalkan Arafah dan menginap di Muzdalifa. Pagi hari ia
turun ke Masyaril Haram, kemudian ke Mina untuk melemparkan kerikil ke Jumrah. Di
kemah, Rasulullah menyembelih 63 ekor unta -jumlah yang sebanyak tahun usianya.
Muhammad kemudian mencukur rambutnya, mengakhiri ibadah haji ini. Satu-satunya ibadah
haji besar yang dilakukannya.

39
Kira-kira tiga bulan setelah mengerjakan haji Wada’ itu, Rasulullah menderita sakit
demam beberapa hari, sehingga tidak dapat mengimami sholat berjamaah, maka
disuruhnyalah Abu Bakar yang menggantikan beliau menjadi imam. Pada tanggal 12 Rabi’ul
Awal 11 Hijriyah bertepatan dengan 8 Juni 632 Masehi, Rasulullah SAW kembali ke hadirat
Alloh SWT dalam usia 63 tahun. Dua puluh tiga tahun (10 tahun di Madinah dan 13 tahun di
Mekah) lamanya, beliau berjuang dengan tidak mengenal kata lelah dan derita untuk
menegakkan agama Alloh, Agama Islam.
Nabi Muhammad SAW telah wafat, telah meninggalkan umatnya, tak ada harta benda
yang berarti yang akan diwariskan kepada anak isterinya, tetapi beliau meninggalkan dua
pusaka yang diwariskannya kepada seluruh umatnya. Sabdanya: “Kutinggalkan untuk kamu
dua pusaka, taklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang
kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya”.

U. Perubahan atas Perjuangan Rasulullah


Dia bangkitkan bangsanya dari lembah kebodohan menuju Nur Islam. Perubahan yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW terhadap bangsa Arab, meliputi segala segi dan bidang
kehidupan, antara lain:
1) Segi Keagamaan
Bangsa Arab di zaman jahilliyah, menyembah berhala dan mereka menyembelih hewan
kurban dihadapan patung-patung itu untuk memuliakannya. Kemudian, setelah datangnya
ISLAM yang mengatur segala seluk-beluk kehidupan mereka dalam keagamaan, bangsa Arab
telah mencapai kebudayaan dan peradaban yang tinggi.

2) Segi Kemasyarakatan
Islam telah meletakkan dasar-dasar umum masyarakat yang mengatur hubungan antara
individu dengan individu, antara individu dengan masyarakat, ntara masyarakat dengan
masyarakat lainnya, hukum keluarga sampai kepada soal bernegara. Islamlah yang pertama-
tama menganglat derajat wanita, memberikan hak-hak kepada wanita sesuai dengan
kewanitaanya. Islam juga menegakkan ajaran persamaan antara manusia dan memberants
perbudakan.

3) Segi Politik
Bangsa Arab sebelum Islam hidup bersuku-suku dan berdiri sendiri-sendiri, satu sama
lain kadang saling bermusuhan. Setelah bangsa Arab memeluk Islam kekabilahan itu
ditinggalkan, dan timbullah kesatuan persaudaraan dan kesatuan agama, yaitu kesatuan umat
manusia di bawah satu naungan panji kalimat Syahadat.

40
Bab II
Sejarah Al-Qur’an

1. Apakah Al-Qur’an itu?


A. Pengertian Al-Qur’an
“Qur’an” meurut pendapat yang paling kuat seperti yang telah dikemukakan oleh Dr.
Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal kata dari qaraa. Kata Al-Qur’an itu berbentuk
masdar dengan arti isim maful yaitu maqru (dibaca).

\ I$B/ C " :1 $B / " .R 5 I$B/ C " I$B _Q : =,

Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu)


dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya,
hendaklah kamu ikuti bacaannya”. (Q.S. Al Qiyaamah : 17 – 18)
Adapun definisi Al-Qur’an ialah: “Kalam Alloh SWT yang merupakan mu’jizat
yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan yang ditulis
mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”.

B. Cara Al-Qur’an diwahyukan


Nabi Muhammad SAW dalam hal menerima wahyu dengan bermacam-macam cara
dan keadaan, diantaranya:
1. Malaikat Jibril (Ruhul Qudus) memasuka wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal
ini Babi Muhammad SAW tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa
bahwa itu sudah berada dalam qalbunya.

! 78: 6. 3) = : - 3 : =, = :. / /,

Artinya: “Sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan


mengampuni kesalahan kami, Karena kami adalah orang-orang yang pertama-
tama beriman". (Q.S. Asy Syuura : 51)

41
2. Malaikat Jibril (Ruhul Qudus) menampakkan dirinya kepada Nabi berupa
seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau
mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.

3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat
berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat,
meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yan sangat. Kadang-kadang unta
beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu
turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit:
“Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat
Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang
keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah turunnya
wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa”.

4. Malaikat Jibril (Ruhul Qudus) menampakkan dirinya pada Nabi dalam wujud
yang sebenarnya. Hal ini tersebut dalam Q.S. An Najm : 13 – 14

H S:$ : # -* R !/ $G C )

Artinya: “...Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam


rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha [1430]...”
[1430] Sidratul Muntaha adalah tempat yang paling tinggi, di atas langit ke-7, yang Telah
dikunjungi nabi ketika Mi'raj.

C. Hikmah diturunkan Al-Qur’an


Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari
atau 23 tahun lamanya, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al-
Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur itu ialah:
1. Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan
kemashalatan.
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih
mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4. Memudahkan penghafalan.

42
5. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau
penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas r.a.
Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al-Qur’an diturunkan sekaligus.

D. Penggolongan Ayat-ayat dalam Al-Qur’an


Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al-Qur’an itu dibagi atas dua golongan:
1. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah atau sebelum Nabi Muhammad SAW
hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makkiyyah.
2. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad SAW
hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.
Ayat Makkiyyah terdiri atas 86 surat sedang ayat Madaniyyah terdiir atas 28 surat.
Perbedaan ayat-ayat Makkiyyah dengan ayat-ayat Madaniyyah:
1. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya pendek-pendek, sedangkan ayat-ayat
Madaniyyah panjang-panjang
2. Dalam surat Madaniyyah lebih banyak terdapat perkataan “Yaa Ayyuhalladzina
aamanu”, sedangkan pada surat Makkiyyah lebih banyak terdapat perkataan
“Yaa Ayyuhannaas”.
3. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya mengandung hal yang berhubungan dengan
keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat terdahulu yang mengandung
pelajaran dan budi pekerti. Sedangkan, Madaniyyah mengandung hukum-hukum
duniawi, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketatanegaraan, hukum perang,
hukum internasional, hukum antar agama, dll.

2. Sejarah Pemeliharaan Kemurnian Al-Qur’an


A. Pada Masa Rasulullah SAW
Pada permulaan Islam bangsa Arab adalah suatu bangsa yang buta huruf; sangat
seikit di antara mereka yang pandai menulis dan membaca. Meraka pun belum
mengenal kertas, seperti kertas yang dikenal sekarang. Setelah mereka menaklukan
negeri Persia, yairu sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW, barulah mereka
mengetahui kertas. Orang Persia menamai kertas itu “kaqhid”. Kitab atau buku
apapun, juga belum ada pada mereka. Kata-kata “kitab” di masa itu hanyalah berarti:
sepotong kulit, batu, atau tulang dsb. yang telah bertulis, atau berarti surat, seperti
kata “kitab” dalam Q.S. An Naml : 28

\ = ", . 9U/ F` 3 1 , B) 1 ;T S0 1.

43
Artinya: “Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan kepada mereka,
Kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka
bicarakan".
Demikianlah keadaan bangsa Arab di waktu kedatangan agama Islam. Maka
dijalankanlah oleh Nabi suatu cara yang ‘amali (praktis) yang selaras dengan keadaan
itu dalam menyiarkan Al-Qur’anul Karim dan memeliharanya. Tiap-tiap
diturunkannya ayat-ayat itu Nabi menyuruh menghafalnya dan menuliskannya. Nabi
juga mengadakan peraturan, yaitu Al-Qur’an sajalah yang boleh dituliskan, selain
dari Al-Qur’an itu, hadist atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut
Nabi, dilarang menuliskannya. Beliau berkata:

“Di akhirat nanti tinta ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhada (orang-
orang yang mati syahid)”.

Pada peperangan Badar, orang-orang musyrikin yang ditawan oleh Nabi, yang
tidak mampu menebus dirinya dengan uang, tetapi pandai menulis dan membaca,
masing-masing diharuskan mengajar sepuluh orang Muslim menulis dan membaca
sebagai ganti tebusan. Nabi sendiri mempunyai beberapa orang penulis, yaitu ‘Ali bin
Abi Thalib, Utsman bin ‘Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, dan Mu’awiyah.
Ketika nabi Muhammad SAW wafat, Al-Qur’an itu telah sempurna diturunkan
dan telah dihafal oleh ribuan manusia, dan telah dituliskan semua ayat-ayatnya dalam
sesuatu surat yang telah disusun secara tertib urut yang ditunjukkan sendiri oleh Nabi.
Mereka telah mendengar Al-Qur’an dari mulut Nabi berkali-kali, dalam shalat, dalam
pidato-pidato beliau, dalam pelajaran dll, sebagaimana Nabi sendiri pun telah
mendengar pula dari mereka.

B. Pada Masa Khalifah Abu Bakar As Siddiq r.a.


Sesudah Rasulullah SAW wafat, para sahabat baik Anhor maupun Muhajirin, sepakat
mengangkat Abu Bakar As Siddiq r.a. menjadi khalifah. Pada awal masa
pemerintahannya , banyak di antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya.
Terutama di Nejed dan Yaman, banyak di antara mereka yang menjadi murtad dari
agamanya, dan banyak pula yang membayar zakat. Di antara peperangan-peperangan
yang pernah terjadi, yang paling terkenal adalah peperangan Yamanah. Dalam
peperangan ini, telah gugur 70 orang penghafal Al-Qur’an.
Untuk mencegah korban penghafal Al-Qur’an yang lebih banyak lagi akibat
peperangan-peperangan yang akan terus terjadi, ‘Umar bin Khaththab menyarankan
pada Abu Bakar agar mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an. Abu bakar segera

44
memanggil Zaid bin Tsabit dan menceritakan semua pembicaraannya dengan ‘Umar
bin Khaththab. Dalam usaha pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an itu Zaid bin Tsabit
bekerja sangat teliti. Sekalipun beliau hafal Al-Qur’an, namun untuk kepentingan
pengumpulan Al-Qur’an yang sangat penting bagi umat Islam itu, masih memandang
perlu mencocokkan hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan
oleh dua orang saksi.
Dengan demikian, Al-Qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam
lembaran-lembaran, dan diikatnya dengan benar, tersusun menurut urutan ayat-
ayatnya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, kemudian diserahkan
kepada Abu Bakar. Mushaf ini tetap di tangan Abu Bakar sampai ia meninggal,
kemudian dipindahkan ke rumah ‘Umar bin Khaththab dan tetap ada di sana selama
pemerintahannya. Sesudah beliau wafat, mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah,
puteri ‘Umar yang juga merupakan isteri Rasulullah, sampai masa pengumpulan dan
penyusunan Al-Qur’an di masa Khalifah Utsman bin ‘Affan.

C. Pada Masa Khalifah Utsman bin ‘Affan


Di masa Khalifah Abu Bakar, tentara Islam telah memasuki kota-kota Hirah dan
Anbar (di Mesopotamia) dan telah sampai di sungai Yanmuk di Syria. Lalu di masa
pemerinthan Khalifah ‘Umar bin Khaththab, kaum muslimin telah menaklukan
Bactriane dekat sungai Ayax di sebelah timur, dan Mesir di sebelah Barat. Di masa
Khalifah Utsman bin ‘Affan, pemerintahan mereka telah sampai ke Armenia dan
Azarbaijan di sebelah timur, dan Tripoli di sebelah barat.
Ketika Huzaifah bin Yaman ikut dalam perempuran menaklukan Armenia dan
Azarbaijan, dalam perjalanan, dia pernah mendengar pertikaian kaum muslimin
tentang bacaan beberapa ayat Al-Qur’an. Keadaan ini tentulah membuat Huzaifah
kaget, maka setelah kembalinya ke Mekah, beliau segera menemui Utsman bin
‘Affan, dan diceritakannya apa yang dilihatnya mengenai pertikaian kaum muslimin
tentang bacaan Al-Qur’an itu.
Oleh Utsman dibentuklah satu panitia, terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua,
Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam.
Tugas dari panitia tersebut tidak lain adalah membukukan Al-Qur’an, yakni menyalin
dari lembaran-lembaran yang telah lama disimpan oleh Hafsah menjadi buku. Al-
Qur’an yang telah dibukukan itu dinamai dengan “Al Mushhaf” dan oleh panitia
ditulis lima buah Al-Mushhaf. Empat buah diantaranya dikirim ke Mekah, Syria,
Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula dari masing-masing
mushhaf. Satu buah ditinggalkan di Madinah untuk Utsman bin ‘Arafah, dan itulah
yang dinamai dengan “Mushhaf Al Imam”.

45
Dalam pada itu, pada tiap-tiap zaman dan masa Al-Qur’an dihafal oleh jutaan
umat Islam, ini adalah satu inayat Alloh untuk menjaga Al-Qur’an. Dengan demikian,
terbuktilah firman Alloh:

9 = 9U b I$B /, 4 : !/ "a /,

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya


kami benar-benar memeliharanya [793]”. (Q.S. Al Hijr : 9)
[793] ayat Ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-
lamanya.

46

You might also like