Professional Documents
Culture Documents
KIMIA DASAR II
Disusun oleh:
LABORATORIUM KIMIA
S1 - TEKNIK PERMINYAKAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
BALIKPAPAN
2009
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIKUM KIMIA DASAR II
Disusun Oleh,
Nama : Belly Lesmana
NIM : 08.01.007
( Belly Lesmana )
Disetujui Oleh,
( Selvia Sarungu’, ST )
ii
KARTU ASISTENSI
t t
v 10 gram v 20 gram
t t
2 24-04-2009 ACC
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan segala kerendahan hati dan penuh suka cita, dan
sebagai perwujudan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala petunjuk,
rahmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada penyusun sehingga
dapat menyelesaikan laporan praktikum Kimia Dasar II, sebagai persyaratan
untuk memenuhi kurikulum Tahun Akademik 2008 / 2009 dalam menyelesaikan
Mata Kuliah Kimia Dasar II di Jurusan S1 Teknik Perminyakan, STT Migas
Balikpapan.
Selama menyelesaikan penulisan laporan ini, mulai dari persiapan hingga
selesai, penyusun banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada
kesempatan kali ini atas bantuan dan dorongan moril maupun materiil penyusun
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sangat mendalam kepada :
1. Ibu Selvia Sarungu’, ST. selaku dosen untuk mata kuliah Kimia Dasar II serta
pembimbing dalam praktikum.
2. Rekan-rekan serta semua pihak yang telah membantu sehingga Laporan
Praktikum Kimia Dasar II ini dapat terselesaikan.
3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat dan perhatian.
Selanjutnya penyusun mengharapkan saran dan kritik yang kontruktif dan
inovatif dari para pembaca demi untuk kesempurnaan didalam berbagai aspek dari
laporan ini. Apabila terdapat kesalahan baik dari segi penyusunan maupun tata
bahasa dalam laporan ini, penyusun memohon maaf.
Akhirnya penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua serta dapat dijadikan sebagai jalan pembuka pintu cakrawala dalam
dedikasi kita terhadap ilmu pengetahuan.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
2.7. Kesimpulan dan Saran ......................................................... 38
2.7.1. Kesimpulan ............................................................. 38
2.7.2. Saran ........................................................................ 39
2.8. Lampiran ............................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
BAB I
KELARUTAN
1
Adapun faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat yaitu
(Underwood, 1990):
1. Temperatur atau Suhu
Umumnya kelarutan akan naik dengan kenaikan suhu, meskipun
beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi yang
sebaliknya. Dalam beberapa hal perubahan kelarutan dengan berubahnya
suhu dapat menjadi dasar pemisahan.
2. Pelarut
Kebanyakan garam anorganik lebih larut dalam air murni daripada
pelarut organik.
4. Ion Asing
Dengan adanya ion asing maka kelarutan akan bertambah, tetapi pada
umumnya penambahan ini sedikit, kecuali bila terjadi reaksi kimia
(seperti pembentukan kompleks) antara endapan dengan ion asing,
biasanya kenaikan larutan lebih mencolok.
5. Ph
Kelarutan garam dari asam lemah bergantung pada pH larutan.
2
6. Kompleks
Banyak endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion dari
pereaksi pengendap sendiri, dalam hal ini kelarutan mula-mula turun
karena pengaruh ion sejenis melewati minimum dan kemudian naik
karena pembentukan kompleks menjadi nyata.
7. Konsentrasi
Bila konsentrasi lebih kecil dari kelarutan, zat padat akan terlarut dan
sebaliknya bila konsentrasi melebihi dari kelarutan, maka akan terjadi
pengendapan.
3
Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris
lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau
padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga
sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble)
sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya
ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut.
Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui
untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated)
yang metastabil.
Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah
substansi yang terlarut, sedangkan solvent adalah substansi yang melarutkan,
contohnya larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Semua
partikel baik dari solute maupun solvent ukuran partikelnya adalah sebesar
molekul atau ion-ion. Partikel ini tersebar secara merata antara masing-
masing dan menghasilkan satu fase homogen. Karena sedemikian
menyatunya penyebaran antara solute dan solvent dalam larutan, maka sifat
fisik dari larutan sering sedikit berbeda dengan solvent murninya sendiri.
Jenis campuran ketiga ini mempunyai sifat khusus yaitu koloid. Dari ketiga
materi : padat, cair, dan gas sangat memungkinkan untuk memiliki sembilan
tipe larutan yang berbeda : padat dalam padat, padat dalam cair, gas dalam
cair, cair dalam cair, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan
yang lazim kita kenal adalah padat dalam cair, cair dalam cair, gas dalam
cair serta gas dalam gas.
Properti dari larutan antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Larutan adalah campuran homogeny dari dua atau lebih substansi, yaitu
solute dalam solvent.
2. Memiliki komposisi variable.
3. Zat terlarut dapat berupa molekul maupun ion.
4. Memiliki warna tetapi biasanya transparan.
4
5. Zat terlarut terdistribusi secara uniform dalam larutan dan tidak
terpengaruh oleh waktu.
6. Larutan memiliki komposisi kimia sama, property kimia yang sama dan
property fisika yang sama pada setiap bagian.
7. Pada banyak kasus zat terlarut dapat terpisahkan dari pelarutnya dengan
menggunakan berbagai macam alat.
Tabel 1.1.
Kombinasi dari fase-fase yang dapat dicampur
Medium Fase
Jenis Koloidal Contoh
Pendispersi Terdispersi
Padatan Padatan Sol padat Mutiara, opal
Padatan Cairan Emulsi Keju, mentega
Batu apung,
Padatan Gas Busa padat
kerupuk
Pati dalam air,
Cairan Padatan Sol gel
jello, cat
Susu,
Cairan Cairan Emulsi
mayonaise
Krim kue tar,
Cairan Gas Busa
krim cukur
Gas Padatan Aerosol padat Debu, asap
Gas Cairan Aerosol cair Awan, kabut
5
Cairan yang mampu mencampur dan membentuk larutan disebut miscible
sedangkan cairan yang tidak mampu membentuk cairan atau secara umum
saling tidak melarut (insoluble) disebut inmiscible. Sebagai contoh metal-
alkohol dan air adalah saling melarutkan miscible dalam segala proporsi.
Karbon-tetraklorida dan air adalah inmiscible membentuk dua buah lapisan
yang terpisah ketika mereka dicampur. Pernyataan kuantitatif dari jumlah zat
yang terlarut dalam solvent tertentu diketahui sebagai konsentrasi dari
larutan.
6
yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari
gas di atas larutan adalah dua kali lipat.
7
molar dari larutan ( H1) sebagai jumlah kalori dari enthalpi panas yang
seharusnya tersedia. ( H1 positif) ataupun yang seharusnya dipindahkan
( H1 negatif) untuk menjaga temperature agar tetap konstan yang mana di
dalamnya terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar
yang mendekati larutan jenuh untik menghasilkan larutan jenuh.
Jika enthalpi dari larutan adalah negatif, peningkatan temperature
menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memilki
enthalpi positif dari larutan sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai
dengan kenaikan temperature. Hampir perubahan kimia merupakan proses
eksotermik ataupun proses endotermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua.
Reaksi yang terjadi secara spontan adalah reaksi eksotermik.
Salah satu contoh kesetimbangan yang sederhana adalah
kesetimbangan antara solute dengan larutan jenuhnya. Dalam hal ini
molekul padat akan lerut pada kecepatan yang sama dengan molekul yang
mengendap menjadi padat. Berhubungan dengan masalah ini, dikenallah
istilah solubilitas, yang merupakan suatu ukuran dari kadar solute yang
terkandung dalam larutan jenuh. Konstanta kesetimbangan antara padatan
dan larutan jenuh dapat dinyatakan sebagai berikut :
a2 *
k=
a2
Dimana a2 adalah aktifitas solute dalam larutan sedangkan, a2* adalah
aktifitas solute murni. a2* dapat dihubungkan dengan molaliti solute m
dengan menggunakan koefisien aktifitas , koefisien aktifitas merupakan
funsi dari T, P dan konsentrasi ; harga ini akan mendekati 1 apabila m
mendekati 0. Maka apabila dipakai hubungan tersebut dan anggapan bahwa
sebagai patokan dasar adalah solute padat murni sehingga a2* = 1.
Konstanta-konstanta kesetimbangan dapat ditulis sebagai :
K = (a2)m=ms = sm s
8
tekanan tetap maka ms dan s akan berubah. demikian pula K, menurut
hukum Van Hoff, untuk merubah K pada tekanan diperlukan.
k ∆H 0
δIn p=
∆T RT 2
Dimana : c = perubahan enthalpi standar pelarutan
Dengan memperhitungkan pengaruh suhu dan konsentrasi pada HDS
diperoleh :
(1 + ( In / In m) TI PI m=ms) ( HDS) m=ms / RT2
Disini: ( HDS) m=ms = panas pelarutan diferensial pada keadaan larutan jenuh
untuk suhu dan yang telah diberikan. Dalam hal ini dimana harga tidak
banyak berubah terhadap konsentrasi, maka (1 + ( In / In m) TI PI m=ms)
sama dengan satu persamaan menjadi :
d In ms/ dT = ( HDS) m=ms / RT
atau
d In ms/ d(1/T) = - ( HDS) m=ms / R
9
b. Fraksi berat dan persen berat
Fraksi berat komponen dari suatu zat dalam larutan adalah perbandingan
dari jumlah garam zat dengan jumlah gram seluruh larutan. Persen berat
adalah fraksi berat x 100. Seiring lebih mudah untuk menyatakan
sebagai jumlah gram solute per 1000 gram larutan.
1. Molaritas = Molar
Molaritas yaitu jumlah mol zat yang larut dalam tiap liter larutan.
Contoh, HCL 0,1 M artinya dalam 1000 ml larutan terdapat 0,1 mol
HCL.
2. Kemolalan
Kemolalan adalah jumlah mol zat yang terdapat dalam seribu gram
pelarut.
3. Normalitas
Normalitas adalah jumlah massa ekivalen zat terlarut tiap 1000 ml
larutan, dalam hal ini hanya berlaku untuk asam dan basa.
Gram ekivalen asam (grek) = jumlah mol asam x valensi asam
Gram ekivalen basa (grek) = jumlah mol asam x valensi basa
1 grak asam ~ 1 mol H+
1 grek basa ~ 1 mol OH-
Grek asam = mol asam x jumlah H+
Grek basa = mol asam x jumlah OH-
Hubungan antara molaritas dengan Normalitas
N=axM
Dimana : N = Normalitas
a = jumlah ion H+ dan OH-
M = Molaritas
10
4. Persen Volume
Persen volume adalah jumlah militer / 1zat terlarut dalam tiap 1000
ml.
PANAS LARUTAN
Proses terbentuknya suatu larutan hampir selalu terjadi bersamaan
dengan absorpsi atau pelepasan dari energi misalnya, ketika kalium iodida
dilarutkan dalam air, campuran menjadi dingin, menunjukkan bahwa proses
melarutnya kalium iodida adalah endoterm. Kebalikannya bila litium klorida
dimasukkan ke dalam air campurannya menjadi panas menandakan bahwa
proses pelarutan disini mengeluarkan panas karena itu tergolong proses
eksoterm.
Zat Panas larutan ( a )
( kJ/mol solute )
KCl 17,2
KBr 19.9
KI 20.3
LiCl -37.0
LiI -59.0
LiNO3 -1.3
AlCl3 -321
Al2 ( SO4 )3.6H2O -230
NH4Cl 16
NH4 NO3 26
( a )
pada pengenceran tidak terhingga dalam batas tertentu panas pelarutan
besarnya tergantung pada konsentrasi dari larutan yang terbentuk. Tanda
negative menunjukkan suatu proses eksoterm.
11
larutan tersebut. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mendukung absorpsi
atau pelepasan dari energi.
12
Hukum Henry
Secara kuantitatif pengaruh tekanan pada larutan gas dinyatakan oleh
Hukum Henry yang berbunyi kelarutan gas dalam larutan cair (Cg)
berbanding lurus dengan tekanan gas diatas larutan tersebut.
Cg = kg * Pg
Dimana X pelarut adalah fraksi mol solvent dalam larutan.dan Po pelarut adalah
tekanan uap dari solfen murni.
13
TEKANAN OSMOSIS
Osmosis adalah suatu proses dimana suatu solven akan berdifusi dari
larutan yang lebih pekat melalui suatu lapisan tipis yang hanya dapat dilalui
oleh partikel solven tetapi tidak dapat dilalui oleh partikel solute. Lapisan
tipis ini disebut membran semipermiabel. Contoh dari membran ini kertas
perkamen dan beberapa senyawa anorganik seperti gelatin. Fenomena yang
sama disebut dialisis yang terjadi pada dinding sel – sel tanaman dan hewan
yang dapat dilalui oleh air, ion – ion serta molekul kecil, tetapi tidak dapat
dilalui oleh molekul – molekul besar seperti protein. Osmosis adalah salah
satu kasus dari dialisis. Pada suatu proses osmosis ada kecenderungan untuk
menyamakan konsentrasi antara dua larutan yang dihubungkan oleh suatu
membran.
Kecepatan bergeraknya molekul – molekul solven dari konsentrasi
rendah kearah larutan yang konsentrasinya tinggi akan lebih cepat dari arah
sebaliknya. Kemungkinannya disebabkan pada permukaan membran,
konsentarsi solven dilarutan yang lebih encer akan lebih besar. Akan didapat
efek yang sama, bila dua larutan dari solute yang tidak menguap dan
mempunyai konsentrasi yang tidak sama ditempatkan pada suatu wadah
tertutup. Kecepatan penguapan dari larutan yang lebih encer akan lebih
besar daripada larutan yang lebih pekat, tetapi kecepatan kembalinya sama.
14
i. Botol timbangan
j. Erlenmeyer 500 ml
15
1.5. Tabel Hasil Pengamatan
Dari percobaan yang telah dilakukan didapat hasil percobaan sebagai
berikut:
Tabel 1.2
Hasil Percobaan
Massa
Volume NaOH
Suhu (larutan + botol
Rata – Rata 2,64 N (ml) Rata – Rata
(0C) timbang) (gr)
I II I II
2 22,5422 22,5422 22,5422 3,60 3,65 3,625
7 22,6966 22,6970 22,6968 3,90 3,80 3,850
12 22,6711 22,6713 22,6712 4,15 4,10 4,125
17 22,7805 22,7807 22,7806 4,55 4,50 4,525
22 22,8426 22,8430 22,8428 5,70 5,65 5,675
27 22,8756 22,8760 22,8758 5,95 6,00 5,975
Perhitungan
Massa rata –rata dari masing – masing suhu
1. Suhu 20C
22,5422 gr + 22,5422 gr
m rata – rata = = 22,5422 gram
2
2. Suhu 70C
22,6966 gr + 22,6970 gr
m rata – rata = = 22,6968 gram
2
3. Suhu 120C
22,6711 gr + 22,6713 gr
m rata – rata = = 22,6712 gram
2
4. Suhu 170C
22,7805 gr + 22,7807 gr
m rata – rata = = 22,7806 gram
2
16
5. Suhu 220C
22,8426 gr + 22,8430 gr
m rata – rata = = 22,8428 gram
2
6. Suhu 270C
22,8756 gr + 22,8760 gr
m rata – rata = = 22,8758 gram
2
17
Tabel 1.3.
Hasil Perhitungan
Perhitungan
Perhitungan normalitas asam oksalat
1. Suhu 20C
V NaOH rata – rata = 3,625 ml
N1 . V1 = N2 . V2
2,64 N × 3,625 ml
N2 = = 0,9570 N
10
2. Suhu 70C
V NaOH rata – rata = 3,850 ml
N1 . V1 = N2 . V2
2,64 N × 3,850 ml
N2 = = 1,0164 N
10
3. Suhu 120C
V NaOH rata – rata = 4,125 ml
N1 . V1 = N2 . V2
2,64 N × 4,125 ml
N2 = = 1,0890 N
10
18
4. Suhu 170C
V NaOH rata – rata = 4,525 ml
N1 . V1 = N2 . V2
2,64 N × 4,525 ml
N2 = = 1,1946 N
10
5. Suhu 220C
V NaOH rata – rata = 5,675 ml
N1 . V1 = N2 . V2
2,64 N × 5,675 ml
N2 = = 1,4982 N
10
6. Suhu 270C
V NaOH rata – rata = 5,975 ml
N1 . V1 = N2 . V2
2,64 N × 5,975 ml
N2 = = 1,5774 N
10
Perhitungan molaritas
1. Suhu 20C
N 0,9570 N
M= = = 0,4785 M
eq 2
2. Suhu 70C
N 1,0164 N
M= = = 0,5082 M
eq 2
3. Suhu 120C
N 1,0890 N
M= = = 0,5445 M
eq 2
4. Suhu 170C
N 1,1946 N
M= = = 0,5973 M
eq 2
19
5. Suhu 220C
N 1,4982 N
M= = = 0,7491 M
eq 2
6. Suhu 270C
N 1,5774 N
M= = = 0,7857 M
eq 2
2. Suhu 70C
Wasam oksalat = n . BM
5,082 mmol
Wasam oksalat = . 90 gr = 0,4574 gram
1000ml mol
20
3. Suhu 120C
Wasam oksalat = n . BM
5,445 mmol
Wasam oksalat = . 90 gr = 0,4901 gram
1000ml mol
4. Suhu 170C
Wasam oksalat = n . BM
5,9730 mmol
Wasam oksalat = . 90 gr = 0,5376 gram
1000ml mol
5. Suhu 220C
Wasam oksalat = n . BM
7,491 mmol
Wasam oksalat = . 90 gr = 0,6742 gram
1000ml mol
6. Suhu 270C
Wasam oksalat = n . BM
7,857 mmol
Wasam oksalat = . 90 gr = 0,7098 gram
1000ml mol
21
3. Suhu 120C
Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang
Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram
WH2O = Wlar – Wasam oksalat
WH2O = 10,0422 gram – 0,4901 gram = 9,6811 gram
4. Suhu 170C
Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang
Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram
WH2O = Wlar – Wasam oksalat
WH2O = 10,0422 gram – 0,5376 gram = 9,7430 gram
5. Suhu 220C
Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang
Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram
WH2O = Wlar – Wasam oksalat
WH2O = 10,0422 gram – 0,6742 gram = 9,6686 gram
6. Suhu 270C
Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang
Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram
WH2O = Wlar – Wasam oksalat
WH2O = 10,0422 gram – 0,7098 gram = 9,6660 gram
4,7850mmol 1000
ms =
1000 9,6115 gram
22
2. Suhu 70C
1000
ms =n.
W pelarut
5,0820mmol 1000
ms =
1000 9,7394 gram
5,4450mmol 1000
ms =
1000 9,6811 gram
5,9730mmol 1000
ms =
1000 9,7430 gram
7,4910mmol 1000
ms =
1000 9,6686 gram
7,8570mmol 1000
ms =
1000 9,6660 gram
23
Tabel 1.4.
Kelarutan Terhadap Suhu
Perhitungan
Perhitungan kelarutan asam oksalat (s)
1. Suhu 20C
s=
(m . BM ) = (0,4978 × 90) = 44,802 = 4,4802 gram
10 10 10
2. Suhu 70C
s=
(m . BM ) = (0,5218× 90) = 46,962 = 4,6962 gram
10 10 10
3. Suhu 120C
s=
(m . BM ) = (0,5624 × 90) = 50,616 = 5,0616 gram
10 10 10
0
4. Suhu 17 C
s=
(m . BM ) = (0,6131× 90) = 55,179 = 5,5179 gram
10 10 10
5. Suhu 220C
s=
(m . BM ) = (0,7748× 90) = 69,732 = 6,9732 gram
10 10 10
6. Suhu 270C
s=
(m . BM ) = (0,8128 × 90) = 73,152 = 7,3152 gram
10 10 10
24
1.6. Pembahasan
Larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion
dari dua zat atau lebih. Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang
mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya
kesetimbangan antara zat terlarut yang larut dan yang tidak larut
(Keenan,1992). Adapun faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat
(Underwood, 1990) salah satunya adalah temperatur / suhu. Umumnya
kelarutan akan naik dengan kenaikan suhu, meskipun beberapa hal yang
istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi yang sebaliknya. Dalam beberapa hal
perubahan kelarutan dengan berubahnya suhu dapat menjadi dasar
pemisahan. Berdasarkan data hasil perhitungan kelarutan asam oksalat
terhadap suhu dapat dibuat grafik sebagai berikut :
Grafik 1.1.
Pengaruh suhu terhadap kelarutan
6
S(gr/100gr solvent)
0
2 7 12 17 22 27
T (C)
25
lurus dengan kenaikan suhu, sehingga nilai Normalitas asam oksalat,
Molaritas asam oksalat, Mol asam oksalat (mmol), W asam oksalat (gr), dan
W pelarut (gr) juga berbanding lurus dengan peningkatan suhu.
26
1.7.2. Saran
1. Pada saat sebelum melakukan percobaan praktikum diharapkan
alat – alat praktek disiapkan dengan baik dan benar sesuai dengan
percobaan praktikum dan dalam kondisi bersih.
1.8. Lampiran
Daftar Notasi
No. Lambang Keterangan Satuan
1. ∆ H DS Panas pelarutan J
mol
differensial
2. BM Berat molekul gr
mol
relatif
3. m Molalitas mol
1000 gr solvent
4. N Normalitas grek
L
5. S Kelarutan gr
100 gr solvent
6. T Temperatur K
7. Wbt Massa botol gr
8. WH2O Massa pelarut gr
9. Wlar Massa larutan gr
27
Gambar – Gambar Alat Yang digunakan
Timbangan Elenmeyer
28
BAB II
DENSITY
29
penyusun padatan seperti atom, molekul atau ion, relatif sangat kuat
sehingga spesi-spesi tersebut juga terikat dengan ikatan yang relatif sangat
kuat. Hal ini menyebabkan suatu padatan mempunyai volume dan bentuk
yang relatif tetap, dan hampir tidak dapat dimampatkan kecuali dengan
tekanan yang besar.
Berdasarkan pada susunan spesi terkandung di dalam padatan. Padatan
ada 2 macam yaitu padatan amorf dan padatan kristalin. Padatan kristalin
mempunyai susunan spesi yang teratur dalam tiga dimensi sedangkan
padatan amorf mempunyai susunan spesi yang tidak teratur.
A. Padatan kovalen
Dalam padatan kovalen atom-atom dihubungkan satu sama lain oleh
ikatan kovalen yang membentuk struktur tiga dimensi. Unsur bukan
logam membentuk sumber utama dari contoh seperti karbon, silikon, dan
silikon karbit.
B. Padatan Ionis
Dalam padatan ionis, konstituennya adalah ion positif dan negatif. Ion
ini disatukan oleh gaya elektrostatis yang memberikan kenetralan listrik
secara keseluruhan. Padatan ion mempunyai titik leleh dan titik didih
yang sangat tinggi karena ikatan yang sangat kuat antara ion-ion seluruh
kristal dan mempunyai daya hantar listrik yang buruk karena elektron
terikat sangat kuat baik positif maupun negatif.
C. Padatan Molekuler
Konstituen utama dari molekuler adalah molekul, tetapi dapat pula
berupa atom dari gas yang langka. Molekul disatukan oleh gaya lemah
yang disebut gaya Van Der Waals.
D. Padatan Logam
Kebanyakan unsur dalam tabel susuna berkala adalah logam, dan
kristal dari logam ini terdiri dari satuan sel kubik rapat maupun satuan
30
sel heksagonal yang tersusun rapat. Kristal adalah padatan dengan
susunan atom atau molekul teratur, sedangkan amorf sebaliknya. Kristal
memiliki struktur yang bermacam-macam seperti kun\bik, tetragonal,
oktagonal, rombohedral.
Densitas didefenisikan sebagai massa per satuan volume. Satuan
yang digunakan umumnya (lb/ft3) atau (gram/cm3). Spesific Gravity
(SG) adalah perbandingan antara densitas dari zat terhadap densitas dari
referensi atau dapat dituliskan / ref. Untuk padatan dan cairan zat
referensi umumnya ialah air pada suhu 4°C. Untuk kebanyakan kerja
teknik, spesifik gravity dapat diberikan mempunyai nilai yang sama
dengan harga density, tetapi spesifik gravity tidak mempunyai dimensi.
Bulk (apparent) density ( b) ialah total massa per satuan total volum.
Sebagai contoh true density dari quartz adalah 2,65 gr/cm3, tetapi pasir
quartz bermassa 2,65 gram dapat mempunyai total atau bulk volum 2
cm3 dan mempunyai bulk density b sebesar 1,33 gram/cm3.
Bulk density termasuk sifat intrinsik dari zat karena sifat ini
bervariasi dengan ukuran distribusi partikel dan lingkungannya.
Porositas dari padatan itu sendiri dari material yang berongga atau
berpori juga mempengaruhi bulk density. Untuk material yang tidak
berpori true density ( ) sama dengan bulk density ( b).
Sifat ekstensif zat adalah sifat zat yang dipengaruhi oleh jumlah
dari zat yang terkandung misalnya volum dan massa, sedangkan sifat
intrinsik zat adalah sifat yang tidak dipengaruhi oleh jumlah materi
penyusunnya misalnya suhu, tekanan dan densitas.
Massa jenis padatan kristal dapat dihitung dari berat padatan kristal
dibagi dengan volum sel. Massa jenis ini didefenisikan sebagai :
s= Ws / Vs ..................................................................................................... (1)
Dimana : adalah densitas kristal, Ws adalah berat kristal dan Vs adalah
volume kristal.
Penggunaan picnometer yang diketahui volumenya dan kemudian
ditimbang dalam keadaan kosong, setelah itu dilanjutkan dengan
31
menimbang sample dari zat padat yang telah dipelajari. Perbedaanya
akan memberikan berat padatan (Ws). Akhirnya picnometer yang sudah
diisi dengan padatan ditambahkan dengan liquid yang telah diketahui
berdasarkan perbedaannya. Selama volume total dari picnometer
diketahui, kemudian dapat menghitung volum solid (Vs) yang ditempati
oleh solid.
Perhitungan sample solid (zat padat) diperoleh :
Ws = W2 – W1 .............................................................................................. (2)
Dimana : W1 adalah berat picnometer kosong, W2 adalah berat dari
picnometer kosong ditambahkan dengan berat sample padatan.
Berat air yang terdapat dalam picnometer W1 adalah :
W1 = W3 – W1 ............................................................ (3)
Dimana W3 adalah berat picnometer ditambah dengan berat sample dan
berat air. Jika dinsitas cairan (air) ditunjukkan berdasarkan persamaan
(3) dimana volume sample solid diberikan :
Vs = V – VL = ( 1V + W2 – W3 / 1) .......................... (4)
Dimana V adalah volume total dari picnometer. Dari persamaan (1), (2)
dan (4), kita akan memperoleh persamaan baru sebagai berikut :
s = (Ws / Vs) = ( 1 (W2 – W1) / 1V + W2 – W3) ..... (5)
nilai V dan 1 penting diketahui untuk menentukan W1, W2, dan W3
yang bertujuan untuk menghitung densitas solid.
Biasanya pada perhitungan tidak selamanya akan tepat 100 % karena
adanya efek gelembung udara pada picnometer pada saat penimbangan.
Dibandingkan dengan penimbangan pada saat vakum, kita dapat
menggunakan rumus sederhana yang diberikan oleh Baurer untuk
mengkoreksi hasil akhir perhitungan. Rumus ini memberikan densitas
yang terkoreksi ( ) yaitu :
P* = + 0,0012 [1 – ( / 1)] ...................................... (6)
Menurut persamaan (5) ketidaksamaan dalam akan bergantung pada
ketidakpastian pada setiap lima variable, bagaimanapun juga nilai dari
1 diketahui dari enam perhitungan penting dan ketidakpastian dapat
32
diabaikan jika dibandingkan dengan variable lain. Dengan ini kita dapat
mengembangkan perlakuan pengembangan kesalahan dengan
mengambil referensial dari kedua ruas persamaan (5) kita peroleh
persamaan :
Kita catat bahwa persamaan (dW2 – dW1) lebih kecil dari pada (dW2 –
dW3 + 1dV) dalam substansi nilai kesalahan untuk diferensial dan juga
(W2 – W1) kira-kira lima kali nilai dari (W2 – W3 + 1dV).
33
picnometer. Ketelitian eksperimen menunjukkan bahwa mengukur berat
picnometer yang diisi dengan air saja, nilai v yang lebih baik dapat
diperoleh. Ini dapat mempengaruhi ketidakpastian densitas tetapi tidak
meningkatkan persetujuan di antara dua sample.
Dimana :
Massa air = W1 – W
Maka massa jenis padatan dapat diperoleh dengan persamaan :
Ps = [Ws / (W1 –W) ]
E. Metode Flotasi
Metode ini memakai campuran 2 larutan yang dapat larut. Untuk kristal
organic polar yang tidak mengandung komponen yang lebih ringan dari
oksigen, hidrokarbon ringan seperti kerosin ( = 0,79 gram/cm3 pada T =
25°C) dan Methylen Iodida ( = 3,32 gram/cm3 pada T = 25°C) dan
biasanya mempunyai nilai yang memuaskan.
34
2.4. Prosedur Percobaan
A. Standarisasi
1. Menimbang picnometer kosong dan mencatat beratnya (W1)
2. Mengisi picnometer dengan air, mengatur agar tidak terdapat
gelembung udara dan menimbangnya (W0)
3. Menentukan suhu air
4. Menghitung volume picnometer dengan menggunakan air pada suhu
yang telah diketahui
Catatan :
Padatan yang digunakan adalah air
35
2.5. Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 2.1.
Hasil standarisasi volume piknometer
Tabel 2.2.
Hasil penimbangan piknometer 10 ml dengan kristal batu kapur (CaCO3) 10 mesh
Run W1 W2 W3
1 11,9184 14,4184 24,6236
2 11,9180 14,418 24,6230
3 11,9177 14,4177 24,6216
Perhitungan
11,9184 + 11,9180 + 11,9177
W1 rata – rata = = 11,9180 ml
3
14,4184 + 14,418 + 14,4177
W2 rata – rata = = 14,4180 ml
3
24,6236 + 24,6230 + 24,6126
W3 rata – rata = = 24,6197 ml
3
36
Tabel 2.3.
Hasil Perhitungan standarisasi volume piknometer
Perhitungan
22,1236 + 22,1230 + 22,1216
W0 rata – rata = = 22,1227 ml
3
11,9184 + 11,9180 + 11,9177
W1 rata – rata = = 11,9180 ml
3
Wair rata – rata = W0 – W1 = 22,1227 – 11,9180 = 10,2047 gr
Wair 10,2047
Vair = = = 10,2461 ml
ρ air 0,99596
2.6. Pembahasan
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin
tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi
dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih
tinggi (misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah daripada
benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah (misalnya
air). Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa
jenis yang berbeda.
37
Dalam satu zat berapa pun massanya berapa pun volumenya akan
memiliki massa jenis yang sama. Misalnya air, massa jenisnya adalah 1
gram/cm3. Selain karena angkanya yang mudah diingat dan mudah dipakai
untuk menghitung, maka massa jenis air dipakai perbandingan untuk rumus
ke-2 menghitung massa jenis, atau yang dinamakan 'Massa Jenis Relatif'.
Rumus massa jenis relatif = Massa bahan / Massa air yang volumenya
sama.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap data yang diperoleh
didapatkan nilai densitas dari CaCO3 sebesar -10,2846 gr/ml. Untuk
menghitung densitas CaCO3 menggunakan rumus :
ρ (W2 − W1 )
θ=
ρV + (W2 − W3 )
Pada data di atas didapat density bernilai negatif, hasil ini sangatlah tidak
masuk akal. Setelah diteliti ternyata data hasil praktikum yang diperoleh
adalah salah, pada data yang ada Vair adalah sebesar 10,2461 ml sementara
Vpicnometer hanya 10 ml, ternyata volume air lebih besar dari pada volume
picometer, itu merupakan hal yang kurang wajar. Hal ini terjadi mungkin
karena kurang telitinya praktikan dalam mencatat data saat praktikum, atau
dapat juga disebabkan karena kecerobohan praktikan dalam menjalankan
praktikum.
38
2.7.2. Saran
1. Pada saat sebelum melakukan percobaan praktikum diharapkan
alat – alat praktek disiapkan dengan baik dan benar sesuai dengan
percobaan praktikum dan dalam kondisi bersih.
2.8. Lampiran
Daftar Notasi
W0 = Berat piknometer dan air , gr
W1 = Berat piknometer kosong , gr
W2 = Berat piknometer dan kristal padat , gr
W3 = Berat piknometer dan kristal padat serta air , gr
θ = Densitas kristal padat , g/ml
r = Error limit/batas kesalahan
ρ = Densitas air , g/ml
V = Volume piknometer , ml
39
Gambar - Gambar Alat Yang Digunakan
40
BAB III
SEDIMENTASI
41
Pada metode settling dan sedimentasi, partikel-partikel solid
dipisahkan dari fluida oleh gaya gravitasi yang bekerja pada partikel dengan
bermacam-macam ukuran dan densitas. Sedangkan pada metode pemisahan
sentrifugal, partikel-partikel solid dipisahkan oleh gaya sentrifugal yang
bekerja pada partikel-partikel tersebut. Metode settling dan sedimentasi
banyak diterapkan untuk mengambil atau memisahkan solid dari limbah
cair, mengendapkan lumpur dari mother liquor, memisahkan makanan
bentuk solid dari makanan cair, memisahkan slurry dari proses leaching
keldelai, dan lain-lain.
Sebagian besar proses settling dan sedimentasi bertujuan untuk
memindahkan partikel dari aliran fluida sehingga fluida tersebut bersih dari
partikel-partikel kontaminan. Pada proses yang lain partikel diambil sebagai
produk, seperti recovery fase tersispersi dalam ekstraksi liquid-liquid. Selain
itu partikel juga dapat disuspensikan dlam fluida sehingga partikel-partikel
tersebut dapat dipisahkan dalam ukuran atau densitas yang berbeda.
Zz
42
C : daerah liquida dengan distribusi ukuran yang berbeda dan
konsentrasi yang uniform
D : daerah liquida yang terdiri dari partikel-partikel yang lebih berat
dan lebih cepat mengendapnya
2. Pada gambar 3.1. (b) zat padat yang berupa flok membentuk suatu
lapisan yang dinamakan daerah D. Di atas daerah D itu terbentuk lagi
lapisan lain, yaitu daerah C yang merupakan lapisan transisi dimana
kandungan zat padatnya bervariasi dari yang seperti pulpa asal sampai
seperti di dalam daerah D. Di atas daerah C yang terdapat daerah B
yang terdiri dari suspense homogeny yang konsentrasinya sama
dengan pulpa asal. Di atas daerah B terdapat daerah A yang merupakan
lapisan liquid yang jernih. Pada pulpa yang berflokulasi dengan baik,
batas antara daerah A dan B itu tajam. Tetapi jika terdapat partikel
yang tidak dapat mengendap, daerah A menjadi keruh dan batas antara
daerah A dan B kabur.
43
berkumpul pada daerah D, kemudian terjadi suatu pemampatan
(compression) dimana pemampatan itu bermula disebut titik kritis.
5. Pada gambar 3.1. (e), menunjukkan pemampatan sebagian dari zat cair
yang ikut bersama flok ke dalam daerah D akan terpress keluar jika
bobot endapan itu menghancurkan struktur flok. Selama pemampatan
itu berlangsung, sebagian zat cair di dalam flok itu menyembur keluar
dan ketebalan daerah ini akan berkurang. Akhirnya, jika bobot zat
padat itu telah mencapai kesetimbangan mekanik dengan kekuatan
tekanan flok, proses pengendapan itu akan berhenti. Pada saat ini,
lumpur tersebut sudah mencapai tinggi akhirnya.
“Keseluruhan proses yang terlihat pada gambar 3.1. dinamakan sedimentasi.”
44
3. Gaya Drag (FD)
Gaya ini terjadi jika ada gerakan antara fluida dan partikel dan bekerja
melawan arah gerakan dari partikel serta sejajar arah gesekan, tetapi
berlawanan arah dengan gaya gravitasi. Harga drag force sebanding
dengan kecepatan (v2 / 2). Harga ini dilipatkan dengan densitas fluida
dan luas permukaan partikel yang terproyeksi pada arah gerakan
partikel. Harga drag force dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
v2
FD = C d ρ . A …………………….(3)
2
Dimana Cd adalah koefisien drag (tidak bersedimentasi)
FD FB
FG
Gambar 3.2.
Gaya – gaya yang bekerja dalam suatu partikel di dalam fluida
45
Gaya total ini sama dengan gaya yang bekerja pada partikel, yang
mempercepat partikel, sehingga persamaan diatas menjadi:
m . (dv / dt) = Fg – Fb – Fd……..…….(5)
Partikel yang jatuh akan menjalani gerakan dipercepat dan
akhirnya mengalami gerakan dengan percepatan konstan, dimana
periode jatuhnya partikel merupakan hal yang sangat penting. Jika
kita masukkan harga ini dari masing – masing persamaan gaya
pada persamaan yang terakhir dengan keadaan kecepatan dv / dt =
0.
2. Hindraed Settling
Hindraed terjadi akibat adanya gerakan partikel dalam fluida
tergantung oleh partikel lain dan oleh dinding tabung karena jarak
antara partikel dengan dinding tabung berdekatan. Koefisien drag
dalam hal ini lebih besar dari free settling karena adanya partikel –
partikel satu sama lain.
Peralatan yang terdapat dalam settling dan sedimentasi, yaitu:
1. Simple Gravity Settling Tank
Alat ini digunakan untuk memindahkan fase liquid terdispersi
oleh settling ke fase yang lain. Kecepatan secara horizontal ke
kanan harus cukup lambat mengikuti waktu dari droplets kecil
agar naik dari bawah ke permukaan atau dari bawah ke
permukaan dan menjadi satu.
46
3. Spitzkasten Classifier
Type lain dari gravitasi settling chamber adalah spitzkasten
yang terdiri dari tabung seri berbentuk kerucut yang
diameternya meningkat searah dengan aliran.
4. Sedimentasi Thickner
Dalam skala industry, proses settling dilakukan pada sebuah
thickner yang disebut dengan continous thickner. Pada
umumnya, thickner dilengkapi dengan pengaduk radial yang
digerakkan dengan lambat dari suatu proses sentral. Lengan –
lengan pengaduk Lumpur secara perlahan – lahan dan
mengumpilkannya ke tengah sehingga dapat mengalir ke dalam
bukaan besar yang bermuara pada pipa masuk pompa Lumpur.
Gambar 3.3.
Skema alat continous thickner
47
Untuk menentukan luas penampang thickner dan kedalaman-
nya diperlukan data – data dari daerah batch settling. Daerah
suspension settling adalah ekivalen dengan daerah B dan C
pada batch settling. Luas penampang thickner harus cukup
untuk menyediakan kapasitas suspension settling seperlunya
pada semua tingkatan konsentrasi partikel. Luas ini dapat
dihitung dari konsentrasi yang berbeda dan hubungannya
dengan laju pengendapan, daerah minimum pengendapan pada
thickner. Dalam industry, alat continous thickner dipergunakan
untuk waste water treatment.
Besarnya kecepatan pengendapan tergantung pada beberapa
factor, yaitu:
1. Konsentrasi
Jika konsentrasinya semakin besar maka drag force juga
semakin besar. Drag force atau gaya seret ini bekerja pada
arah yang berlawanan dengan gerakan partikel dalam
fluida. Gaya seret ini disebabkan oleh adanya transfer
momentum yang arahnya tegak lurus permukaan partikel
dalam bentuk gesekan. Maka dengan adanya drag force
yang arahnya berlawanan dengan arah partikel ini akan
menyebabkan gerakan partikel menjadi lambat. Dengan
adanya kenaikan konsentrasi akan menurunkan kecepatan
pengendapan.
2. Ukuran Partikel
Ukuran partikel berpengaruh langsung terhadap diameter
partikel. Sedangkan kecepatan pengendapan berbanding
terbalik dengan diameter partikel. Hal ini disebabkan
karena adanya gaya angkat yang dialami oleh partikel
semakin besar dengan bertambah besarnya luas permukaan
sehingga kecepatan pengendapan semakin menurun.
48
3. Jenis Partikel
Setiap partikel dari jenis yang berbeda akan mempunyai
densitas yang berbeda pula. Sedangkan densitas partikel
berpengaruh langsung pada besarnya kecepatan
pengendapan. Sedangkan kecepatan pengendapan
berbanding lurus dengan densitas partikel. Dimana semakin
besar densitas partikel, maka semakin besar pula kecepatan
pengendapannya.
49
f. Mencatat tinggi batasan lapisan tiap 1 menit sekali dan melanjutkan
sampai batas lapisan konstan Z.
Mencatat tinggi batas lapisan suspensi awal di dalam gelas ukur (Z0)
setiap 1 menit sekali dan melanjutkan sampai tinggi batas lapisan
hamper konstan (Z).
50
3.5. Tabel Hasil Pengamatan
Dari percobaan yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan antara lain :
Tabel 3.1
CaCO3 sebanyak 25 gram pada tabung reaksi
51
Perhitungan
v v1 + ... + v 26 10
v= = = = 0,3846 cm/menit
n 26 26
Tabel 3.2
CaCO3 sebanyak 10 gram pada tabung reaksi
Perhitungan
v v3 + ... + v10 3,53
v= = = = 0,4413 cm/menit
n 8 8
3.6. Pembahasan
Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi dengan cara
pengendapan sehingga cairan bening dan slurry yang kandungan padatannya
lebih tinggi. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya
gravitasi. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap
dengan sendirinya. Setelah partikel partikel mengendap maka air yang jernih
dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya.
Dalam percobaan pengamatan praktikum, dapat kita lihat bahwa pada
bahan – bahan yang terdiri dari air dan kapur ( CaCO3 ). Saat memasukan bahan
52
ke dalam gelas ukur terlebih dahulu CaCO3 kemudian dilanjutkan dengan
memasukkan air hingga sampai ketinggian 100 ml. Kemudian menggunakan
pengaduk untuk mencampurkan larutan tersebut hingga sampai rata tercampur
rata dengan air.
Setelah diaduk dengan rata menggunakan pengaduk kemudian
menggunakan stopwatch harus diperhatikan setiap 1 menit harus dicatat tinggi
batasan suspense awal sampai batas lapisan konstan Z. Dapat kita ketahui
apabila dari awal kita salah menimbang CaC03 ( kapur ) untuk melakukan
praktikum sesuai dengan prosedurnya pada saat mencatat waktu setiap 1 menit
akan memerlukan waktu yang lama sampai batasan lapisan suspensi hingga ke
basatan konstan. Sebaliknya apabila CaCO3 sedikit dilarutkan maka semakin
cepat waktu yang diperlukan terbentuknya endapan kapur.
Dari percobaan yang telah dilakukan jika dituangkan ke dalam sebuah
grafik menjadi seperti grafik di bawah :
Grafik 3.1.
Perbandingan ketinggian dan waktu pengendapan
14
12
10
ketinggian (cm)
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
menit ke-
Air dan kapur 25 gram Air dan kapur 10 gram
Jika diperhatikan grafik 3.1. di atas, dapat disimpulkan bahwa massa kapur
yang digunakan turut mempengaruhi terhadap waktu pengendapannya. Pada
grafik dengan garis yang berwarna hijau, massanya lebih besar dari pada
massa kapur yang digunakan pada grafik dengan garis berwarna merah,
sehingga dihasilkan waktu pada grafik dengan garis yang berwarna hijau
53
untuk mengendap jauh lebih lama dengan waktu yang diperlukan untuk
mengendap pada grafik dengan garis berwarna merah.
Grafik 3.2.
Perbandingan kecepatan dan waktu pengendapan
4
3,5
kecepatan (cm/menit)
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
menit ke-
Air dan kapur 25 gram Air dan kapur 10 gram
Sedangkan pada grafik 3.2. di atas, terlihat jelas sekali bahwa semakin lama
kecepatan yang diperlukan untuk mengendap semakin lama semakin kecil,
hingga pada akhirnya akan berhenti (v = 0) akan menghasilkan endapan.
54
3.7.2. Saran
1. Sebelum melakukan percobaan, sebaiknya peralatan dibersihkan
terlebih dahulu.
2. Lakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan.
3. Hati – hati dalam menggunakan peralatan pada saat percobaan
dilakukan.
4. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, sebaiknya lakukan
pengulangan pada percobaan.
3.8. Lampiran
Daftar Notasi
A = luas permukaan partikel
µ = viskositas fluida(gr/cm.dt)
CD = koefisien drug
CO = konsentrasi awal (gr/lt)
Cn = konsentrasi under flow(gr/cm3)
Cv = konsentrasi akhir jenuh(gr/cm3)
Dp = diameter partikel (cm)
Fd = gaya drag(N)
Fb = gaya apung(N)
Fg = gaya gravitasi (N)
g = percepatan gaya gravitasi (m/dt2)
K = kriteria pengendapan
Lo = rate padatan(cm3/dt)
Lu = rate underflow (cm3/dt)
Li = rate volumetrik saat l (cm3/dtk)
m = massa(gr)
NRe = bilangan Reynold
S = luas permukaan continuous thicneker (cm3)
t = waktu(menit)
55
Vt = slope (-dz/dt)
Vp = volume partikel(cm3)
Vs = kecepatan hindered(cm/dt)
Vt = kecepatan terminal(cm/dt)
Z = bidang batas(cm)
Zi = bidang batas setelah waktu t (cm)
Zo = bidang batas mula-mula (cm)
ρf = densitas fluida(gr/cm3)
ρs = densitas slurry(gr/cm3)
ρp = densitas partikel(gr/cm3)
ρu = densitas underflow(gr/cm3)
ρa = densitas air(gr/cm3)
56
Gambar – Gambar Alat Yang Digunakan
57
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org
www.ayobelajar.com
www.e-dukasi.net
www.google.co.id