You are on page 1of 67

ANALISIS INVESTASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:

SELLY PRIMA DESWENI, SE 1209211

MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Terbatasnya sumber daya modal adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh kebanyakan negara berkembang dalam melaksanakan seluruh aktivitas perekonomian. Minimnya modal membawa pada rendahnya produktivitas yang berakibat pada rendahnya pendapatan masyarakat. Hal ini berarti akan terjadi terbatasnya modal untuk investasi. Keadaan ini akan terus berlangsung sampai ada upaya untuk meningkatkan investasi dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi sampai pada tingkat yang tinggi. Melihat kondisi Indonesia yang sedemikian rupa maka peningkatan investasi sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian,

peningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan investasi sangatlah diperlukan. Kemudian untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu dijabarkan dalam variabel-variabel ekonomi yang meliputi penciptaan kesempatan kerja, pertumbuhan PDB dan menekan laju inflasi. Ketiga tujuan ekonomi tersebut merupakan sarana dari kebijakan-kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Ketiga sasaran kebijakan ekonomi tersebut kadang satu dengan yang lainnya saling bertentangan (trade-off), dalam arti jika diterapkan suatu kebijakan ekonomi untuk mencapai salah satu sasaran, maka akibat kebijaksanaan tersebut justru menjauhkan dari sasaran yang lain.

Setiap sektor-sektor yang berpotensi dalam meningkatkan pendapatan dalam suatu negara selalu terus diupayakan untuk dikembangkan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Seperti yang telah dikemukakan oleh para ahli ekonomi pembangunan bahwa pertumbuhan ekonomi berarti meningkatkan ekonomi suatu negara ke dalam kenyataan, dengan usaha memperluas atau mempertinggi output negara yang bersangkutan. Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang masih relatif rendah tersebut ditopang oleh konsumsi masyarakat (Mudrajat, 2004). Secara teori, pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi tidak akan menjadi pertumbuhan yang berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan adalah pertumbuhan yang ditopang oleh investasi. Pertumbuhan yang ditopang oleh investasi dianggap akan dapat meningkatkan produktivitas dan dapat membantu penyerapan tenaga kerja. Dengan diserapnya tenaga kerja, maka Walaupun stabilitas ekonomi makro bisa dijaga, sejumlah masalah struktural, iklim investasi, infrastruktur, produktivitas dan daya saing (sisi penawaran) masih membayangi pencapaian pertumbuhan yang lebih cepat dan berkualitas. Hal ini antara lain karena struktur perekonomian pascakrisis lebih ditopang oleh konsumsi dan ekspor, sementara investasi belum menunjukkan peran yang signifikan. Belum pulihnya investasi ditunjukkan oleh menurunnya pangsa investasi terhadap PDB, terutama dialami oleh sektor terpenting dalam perekonomian Indonesia seperti industri pengolahan, pertanian dan pertambangan. Banyak sekali faktor-faktor yang sebagian besar saling terkait satu sama lainnya dengan pola yang sangat kompleks yang menyebabkan lambatnya

pemulihan investasi di Indonesia hingga saat ini. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial, tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan perpajakan, birokrasi (dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah good governance termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian dalam kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan neto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai dari tanah sampai kontrak. Investasi secara garis besar dipengaruhi oleh suku bunga dan produk domestic bruto (PDB). Tingkat suku bunga yang stabil dan pendapatan nasional suatu negara yang tinggi akan mempengaruhi investasi yang akan terus mengalami peningkatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat telah menjadi tujuan utama dari seluruh negara. Apabila investasi tinggi tentunya nilai tukar mata uang juga meningkat, nilai tukar mata uang ini akan mempengaruhi tingkat suku bunga suatu negara dan juga sebaliknya. Begitu juga dengan produk domestik bruto (PDB) apabila pendapatan nasional di suatu

negara tidak stabil atau tidak merata maka akan sulit menarik para investor untuk menanamkan modalnya di Negara tersebut kerena investor meresa takut tingkat pengembalian atau keuntungan yang diterima lebih kecil dari jumlah modal yang investasikan dan juga sebaliknya. Dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara jumlah investasi terhadap suku bunga. Bila tingkat suku bunga turun, investasi akan meningkat dan apabila

suku bunga naik maka investasi akan menurun. Hal ini berarti dalam melakukan penanaman modal para investor harus juga memperhatikan besar atau kecilnya tingkat bunga. Apabila tingkat bunga itu tinggi maka investasi yang akan ditanamkan oleh para investor itu rendah atau tingkat bunga melebihi tingkat pengembalian, (Case, 2004:178). Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap tingkat investasi terdapat hubungan yang negatif. Tingkat suku bunga yang stabil dan investasi yang terus mengalami peningkatan akan meningkatkan pendapatan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan ini yang menjadi tujuan utama dari

seluruh negara. Setiap sektor-sektor yang berpotensi dalam meningkatkan pendapatan dalam suatu negara selalu terus diupayakan untuk dikembangkan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Inflasi juga merupakan masalah yang selalu dihadapi setiap perekonomian. Sampai di mana buruknya masalah ini berbeda di antara satu waktu ke waktu yang lain, dan berbeda pula dari satu negara ke negara lain. Tingkat inflasi yaitu persentasi kenaikan harga harga dalam suatu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi Kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus menerus bukan saja menimbulkan beberapa efek buruk terhadap kegiatan ekonomi, akan tetapi juga kepada kemakmuran individu dan masyarakat. Inflasi yang tinggi tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi karena biaya yang terus-menerus naik karena kegiatan produktif menjadi sangat tidak menguntungkan. Pemilik modal

biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk kepentingan spekulasi daripada menginvestasikannya pada sector-sektor produksi misalnya dengan membeli aktiva tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Akibatnya kegiatan produktif akan berkurang sehingga kegiatan ekonomi menurun dan tingkat pengangguran akan terus bertambah. Inflasi seringkali menjadi target kebijakan pemerintah. Inflasi yang tinggi begitu penting untuk diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang dapat menimbulkan tingginya jumlah uang yang beredar, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan pengangguran yang selalu meningkat. Pada Tabel 1 dapat dilihat perkembangan Investasi, Tingkat Suku Bunga Kredit dan Inflasi di Indonesia dari tahun 2002 2009. Tabel 1. Total Investasi, Suku Bunga Kredit dan Inflasi di Indonesia tahun 2002 - 2009 Suku Bunga Investasi Inflasi Kredit Tahun PMTDB ADHK Pert. Suku Pert. Pert. 2000 Inflasi (%) Bunga (%) (%) Milyar (Rp) 2002 307.584,60 17,82 79.95 2003 309.431,10 0,60 15,68 -12,01 85.22 6.59 2004 354.865,70 14,68 14,08 -10,20 90.54 6.24 2005 393.500,50 10,89 15,66 11,22 100 10.45 2006 403.719,20 2,60 15,10 -3,58 113.11 13.11 2007 441.361,50 9,32 13,01 -13,84 120.26 6.32 2008 493.716,50 11,86 14,40 10,68 132.40 10.10 2009 510.118,10 3,32 12,96 -10,00 138.48 4.59
Sumber: 1. Badan Pusat Statistik (BPS), statistik Indonesia 2002-2009. 2. Bank Indonesia

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa tingkat investasi, mengalami kenaikan setiap tahunnya. Begitu juga dengan tingkat suku bunga dan inflasi yang berfluktuasi setiap tahunnya. Laju pertumbuhan investasi tertinggi terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 14,68%. Hal ini kemungkinan disebabkan

karena semakin membaiknya kondisi perekonomian Indonesia sehingga meningkatkan minat para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Total kenaikan investasi terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 2,60%. Hal ini mungkin dikarenakan terjadinya goncangan dan ketidakstabilan kondisi perekonomian Indonesia dimana pada tahun yang sama tingkat inflasi mengalami kenaikan sebesar 13,11% lebih besar dari pada tahun-tahun sebelumnya. Selain itu dapat juga kita lihat bahwa di tahun yang sama tingkat suku bunga mengalami penurunan sebesar 3,58%. Kemungkinan akibat kondisi inilah yang menyebabkan rendahnya perkembangan investasi akibat rendahnya minat para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Dari Tabel 1 dapat kita lihat bahwa pada tahun 2003 2004 pertumbuhan investasi terbilang cukup drastis dari 0,60 menjadi 14,68 sedangkan tingkat suku bunga pada saat itu justru menurun dari 15,68 menjadi 14,08 persen atau tingkat suku bunga yang menguat dari -12,01 menjadi -10,20. Begitu juga dengan pertumbuhan investasi pada tahun 2005 2006 yang menurun dari 10,89 menjadi 2,60 persen, sedangkan disisi lain tingkat suku bunga juga menurun dari 15,66 menjadi 15,10 persen. Begitu juga yang terjadi pada tahun 2007 2008, dimana dapat kita lihat bahwa total investasi di Indonesia meningkat dari 9,32 menjadi 11,86 persen. Sedangkan suku bunga juga meningkat dari -13,84 pada 2007 menjadi 10,68 pada 2008. Kondisi ini bila dibandingkan dengan teori yang ada sangat bertolak belakang. Dimana secara teori hubungan antara investasi dan tingkat suku bunga saling bertolak belakang. Disaat suku bunga turun maka akan terjadi peningkatan investasi dan sebaliknya.

Inflasi di tahun 2006 ini merupakan tingkat inflasi tertinggi pasca krisis moneter Indonesia (1997/1998), padahal yang direncanakan adalah sebesar sekitar 6% atau di tahun sebelumnya sebesar 6,4%. Hal ini dominan disebabkan oleh adanya kenaikan harga minyak dunia dan menyebabkan pemerintah berusaha untuk menghapuskan subsidi BBM sehingga terjadi kenaikan harga BBM sebesar 126% dari harga normal. Pemerintah menyesuaikan tarif angkutan umum sesuai dengan kenaikan BBM, sehingga kenaikan harga BBM tersebut juga memberikan dampak lanjutan (second round) melalui kenaikan tarif angkutan sehingga secara keseluruhan memberikan sumbangan pada kenaikan inflasi. Tetapi dalam kenyataannya banyak pengusaha angkutan umum yang menaikan harga diatas ketetapan pemerintah, sehingga menjadikan harga-harga barang dan jasa semakin melonjak naik. Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai umumnya ditandai dengan meningkatnya pendapatan nasional yang dapat dilihat melalui Product Domestik Bruto (PDB) yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan perkapita riil masyarakat dalam suatu periode tertentu. Oleh karena itu untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan yang namanya investasi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Menurut Sukirno (2004) dalam analisis

makro, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional yang dicapai suatu negara/daerah.

Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi dapat kita lihat dari total pendapatan nasional yang perhitugannya juga dapat dilihat dari total penjumlahan permintaan agregat (agregat demand). Sedangkan unsur dari agregat demand tersebut merupakan gabungan dari keempat sektor riil yaitu konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah serta sector ekspor dan impor dimana jumlah keseluruhan penawaran barang-barang dalam perekonomian akan selalu diimbangi oleh keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan kondisi ini menyebabkan tidak akan terjadi kekurangan permintaan. Keadaan ini disebabkan karena suatu kebijaksanaan ekonomi yang dilaksanakan tidak lepas dari perilaku pelaku-pelaku ekonomi. Setiap pelaku pelaku ekonomi akan mempunyai respon yang berlainan terhadap adanya kebijakan ekonomi. Pelaku ekonomi dalam suatu perekonomian dapat dibagi dalam sektor rumah tangga yang tercermin dalam perilaku konsumen ( C ), sektor bisnis yang tercermin dalam pola perilaku investasi ( I ), sector pemerintahan yang tercermin dalam campur tangan pemerintah dalam perekonomian melalui pengeluaran pemerintah ( G ), sektor luar negeri yang tercermin dalam perilaku ekspor ( X ) dan impor ( M ). Keempat sektor tersebut lebih dikenal dengan sebutan sektor riil. Pertumbuhan PDB, sebagai tolok ukur pertumbuhan suatu ekonomi nasional juga tidak bisa lepas dari peran pengeluaran pemerintah di sektor layanan publik. Pengeluaran pemerintah untuk barang-barang dan jasa (government purchases of

goods and services) mencakup berbagai pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah meliputi pengeluaran pemerintah untuk menambah perangkat keras (hardware) militer untuk kepentingan pertahanan negara, pengeluaran untuk membayar gaji pegawai, pengeluaran untuk pembangunan dan perbaikan jalan, pengeluaran pendidikan dan sebagainya, (Nanga, 2001). Pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Selain itu menurut Nanga (2001:18) dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dikatakan berhasil jika pendapatan nasional juga meningkat. Dalam rangka peningkatan pendapatan nasional maka diperlukan suatu kondisi pembangunan perekonomian yang sehat, dan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi yang sehat dapat dilihat dari perkembangan konsumsi secara keseluruhan baik yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan barang-barang dan jasa maupun yang dilakukan oleh pemerintah. Komsumsi rumah tangga terdiri atas tiga komponen utama yaitu : pengeluaran untuk barang-barang tahan lama; pengeluaran untuk barang-barang tidak tahan lama; pengeluaran untuk jasa-jasa. Semakin meningkatnya konsumsi yang dilakukan semakin membuktikan bahwa pendapatan yang dimilki oleh masyarakat telah mengalami peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat telah mengalami peningkatan dan secara tidak langsung membuktikan bahwa pendapatan yang dimiliki juga meningkat. Meningkatnya pendapatan masyarakat membuktikan bahwa pendapatan nasional juga mengalami peningkatan. Dapat kita lihat tingkat

10

pendapatan, konsumsi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor setiap tahunnya dari Tabel 2.

Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa pendapatan nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh membaiknya perekonomian negara dengan meningkatnya tingkat konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan net ekspor di Indonesia. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi yang juga berfluktuasi setiap tahunnya. Dari Tabel 2 juga terlihat bahwa total konsumsi juga semakin meningkat setiap tahunnya. Semakin meningkatnya konsumsi masyarakat menunjukkan pertumbuhan yang positif sebagai bentuk dukungan pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin baik. Namun jika dilihat kaitannya terhadap pendapatan nasional, kontribusi total konsumsi terhadap pendapatan nasional cenderung mengalami penurunan. Seperti pada tahun 2002 2003 dimana kontribusi konsumsi menurun drastis yakni

11

sebesar 3,84% dari 21,01%. Disisi lain pada tahun yang sama disaat terjadi peningkatan total konsumsi namun tidak dengan total pendapatan yang mengalami penurunan. Hal ini mungkin disebabkan semakin besarnya peningkatan pengaruh sektor ekonomi lainnya jika dibandingkan dengan sektor konsumsi. Pada Tabel 2 juga terlihat adanya ketidaksesuaian antara tingkat pengeluaran pemerintah dan tingkat pertumbuhan ekonomi, dimana pada tahun 2003 2004 disaat pertumbuhan ekonomi meningkat namun disisi pengeluaran, kontribusi pengeluaran pemerintah cenderung menurun. Dan pada tahun 2005, disaat pengeluaran pemerintah meningkat kontribusinya, tapi total pertumbuhan ekonomi malah cenderung menurun. Begitu juga yang terjadi pada total net ekspor dari tahun 2003 2005, dimana total net ekspor mengalami penurunan. Sedangkan total pendapatan dan pertumbuhan ekonomi justru meningkat. Secara teori kondisi nyata ini jelas sangat bertentangan denga teori dimana berdasarkn teori Keynes sebelumnya jelas bahwa antara total net ekspor dan total pendapatan memiliki hubungan yang positif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya nilai ekspor Indonesia ke luar negri dan meningkatnya impor pada tahun tersebut sehingga menurunkan tingkat net ekspor di Indonesia, sehingga kontribusi dalam meningkatkan GDP juga menurun. Pada dasarnya semakin meningkatnya pendapatan nasional akan

berimplikasi pada semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta pendapatan mereka yang bisa mereka gunakan untuk mengkonsumsi barang-

12

barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Diiringi dengan semakin bayaknya jumlah output yang dihasilkan oleh produsen yang siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Berdasarkan klasifikasi belanja negara menurut fungsi, belanja negara dibedakan menjadi belanja untuk fungsi pelayanan umum, dan juga untuk fungsi ekonomi. Secara umum peningkatan belanja pemerintah lebih didominasi untuk fungsi pelayanan umum. Anggaran fungsi pelayanan umum tersebut antara lain mencakup: program-program pelayanan umum yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga, pemberian berbagai jenis subsidi, pembayaran bunga utang, program penataan administrasi kependudukan, program pemberdayaan

masyarakat, pembangunan daerah, serta program penelitian dan pengembangan iptek. Sementara itu, belanja pada fungsi ekonomi dialokasikan untuk mendukung upaya percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan transportasi, pertanian, infrastruktur, dan energi. Belanja Negara juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis belanjanya. Berdasarkan jenis belanja tersebut, perkembangan belanja pemerintah pusat masih didominasi oleh pengeluaran yang sifatnya wajib (non discretionary expenditure) dari pada pengeluaran yang bersifat tidak mengikat. Pengeluaran yang sifatnya wajib meliputi: belanja pegawai, pembayaran bunga utang, subsidi, dan sebagian belanja barang. Pengeluaran yang tidak mengikat seperti: belanja modal, bantuan sosial, sebagian belanja barang dan belanja lain-lain.

13

Selain pengeluaran pemerintah pelaku ekonomi lainnya yang juga sangat berpengaruh menentukan kebijakan ekonomi kedepannya adalah tingkat net ekspor. Pengeluaran Ekspor Netto (net export) adalah nilai ekspor barang-barang dan jasa-jasa dikurangi dengan nilai pasar impor barang-barang dan jasa-jasa, (Nanga, 2001). Peningkatan yang terjadi pada ekspor diharapkan akan mampu meningkatkan permintaan terhadap barang-barang dan jasa secara keseluruhan dalam perekonomian nasional. Keadaan tersebut akan mendorong produsen untuk lebih meningkatkan kegiatan produksinya terhadap barang-barang dan jasa untuk memenuhi permintaan terhadap output yang dihasilkan. Dan meningkatnya output diharapkan akan mampu memenuhi permintaan ekspor sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh pada tingkat pendapatan nasional yang semakin meningkat akibat meningkatnya net ekspor. Sebaliknya apabila tingkat ekspor mengalami penurunan maka permintaan terhadap output yang dihasilkan juga mengalami penurunan produksi dan penurunan total penjualan yang mampu dilakukan oleh produsen, sehingga kegiatan produksi mereka terganggu dan mengalami penurunan, terjadi peningkatan jumlah stok atau simpanan produksi. Pada dasarnya peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional diharapkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran warga masyarakat. Namun dalam kenyataannya kondisi perekonomian Indonesia masih belum memenuhi harapan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bergantung pada sektor non-tradable (bukan sektor bisnis), yang notabene-nya penyerapan tenaga kerjanya kecil. Jika melihat data-data tersebut, wajar apabila tingkat

14

pengangguran dan kemiskinan Indonesia masih sangatlah tinggi. Sektor perekonomian Indonesia yang tumbuh hanyalah sektor yang cenderung padat modal bukan padat karya. Berdasarkan masalah yang telah di bahas sebelumnya maka penulis tertarik untuk membahas analisis pertumbuhan ekonomi tersebut dengan judul Analisis Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

B. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahnya sebagai berikut: 1. Sejauhmana pengaruh suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap investasi di Indonesia? 2. Sejauhmana pengaruh konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis: 1. Pengaruh suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap investasi di Indonesia.
2. Pengaruh konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor

terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

15

D. Manfaat Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis berharap hasil penelitian yang didapatkan bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai berikut : 1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang objek yang diteliti. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Indonesia yaitu Departemen Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Ekonomi dalam menganalisa tingkat perkembangan investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 3. Bagi pihak lain seperti masyarakat untuk mengetahui perkembangan investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia 4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

16

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Teori 1. Teori Investasi Investasi secara umum berasal dari kata penanaman modal, yang merupakan salah satu komponen untuk menentukan tingkat pengeluaran agregat. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanamanpenanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Menurut Mankiw (2002:458) fungsi investasi dapat dilihat pada persamaan berikut: I = f [MPK - (PK/P) (r+)] + K Dimana: I = investasi

MPK = Produk marjinal modal PK/P r K = Harga relative dari barang modal = Biaya modal atau suku bunga = penyusutan

Model diatas dapat menunjukkan investasi tergantung pada tingkat penurunan tingkat bunga rill dan akan mengurangi biaya modal. Kerena hal ini dapat meningkatkan jumlah laba dari modal dan meningkatkan untuk

17

mengakumulasi lebih banyak modal. Demikian pula, kenaikan tingkat bunga akan meningkatkan biaya modal dan menyebabkan perusahaan menurunkan investasi. Karena itu, kurva investasi yang mengaitkan investasi dengan tingkat bunga miring ke bawah atau berslope negative. Secara grafik dapat digambarkan: Tingkat Bunga rill r

Investasi Gambar 1. Fungsi investasi miring kebawah Model di atas juga menunjukkan bahwa investasi bergantung pada produk marginal modal (MPK) yang mana produk marginal modal atau output tambahan yang dilakukan perusahaan tergantung pada tingkat pendapatan nasional artinya apabila pendapatan nasional suatu negara meningkat maka perusahaan akan melakukan output tambahan pada setiap barang dan jasa begitu juga sebaliknya. Investasi bergantung pada harga relative dari barang modal (pk/p) artinya apabila harga pada suatu barang dan jasa pada suatu negara tidak stabil dikarenakan pendapatan suatu Negara meningkat, dan peningkatan itu berujung kepada daya beli masyarakat maka permintaan akan suatu barang dan jasa juga akan meningkat tentunya ini akan mempengaruhi harga yang akan mengalami kenaikan secara menyeluruh, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya inflasi artinya harga relative dan barang modal ini bisa mengalami tingkat inflasi.

18

Investasi menurut Mankiw (2004:12) merupakan kegiatan pembelian barang-barang untuk digunakan lagi di masa depan untuk menghasilkan barang dan jasa. Investasi dapat dibagi menjadi tiga sub kelompok yaitu: 1) Inventory Investment, termasuk didalamnya semua perubahan dalam persediaan bahan baku (raw

materials), perlengkapan, dan produk akhir yang dihasilkan oleh perusahaan. 2) Fixed Investment, termasuk didalamnya semua produk yang dibeli oleh perusahaan untuk dijual kembali. 3) Residential investment, pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Investasi secara umum berasal dari kata penanaman modal, yang merupakan salah satu komponen untuk menentukan tingkat pengeluaran agregat. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanamanpenanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. yang tidak ditujukan

19

Menurut Sadono (2002:109), faktor-faktor utama yang mempengaruhi investasi adalah: 1. Tingkat keuntungan yang akan diperoleh Ramalan mengenai keuntungan masa depan akan memberikan gambaran kepada para pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang mempunyai prospek yang baik untuk dilaksanakan dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk mewujudkan tambahan barang-barang modal yang harus dilakukan diperlukan. 2. Suku bunga Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan keuntungan kepada para pengusaha dan dapat dilaksanakan. Para pengusaha hanya akan melaksanakan keinginan utuk menanamkan modal apabila tingkat pembelian modal dari investasi yang dilakukan yaitu persentase keuntungan yang akan diperoleh sebelum dikurangi bunga uang yang dibayar, lebih besar dari bunga. 3. Ramalan mengenal keadaan ekonomi masa depan Dalam menentukan kegiatan-kegiatan yang akan dikembangkan apakah akan dikembangkan apakah akan memperoleh untung atau menimbulkan kerugian, para pengusaha haruslah membuat ramalan-ramalan mengenai keadaan masa depan. Ramalan ini menunjukkan bahwa keadaan ekonomi termasuk situasi politik dan keamanan akan menjadi lebih baik lagi pada masa depan, yaitu diramalkan bahwa harga-harga akan tetap stabil dan pertambahan pendapatan untuk mewujudkan tambahan barang-barang modal yang

20

masyarakat akan berkembang dengan cepat, merupakan keadaan yang akan mendorong investasi. 4. Kemajuan Teknologi Pada umumnya makin banyak perkembangan teknologi yang dibuat, makin banyak pula kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh para pengusaha. Untuk melaksanakan pembaharuan-pembaharuan, para pengusaha harus membeli barang-barang modal yang baru dan adakalanya juga harus mendirikan bangunan-bangunan pabrik atau industry baru. Maka makin banyak pembaharuan yang akan dilakukan, makin tinggi investasi yang akan dicapai. 5. Tingkat pendapatan Nasional dan perubahannya Tingkat pendapatan Nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat, dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Maka keuntungan perusahaan akan tambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi . dengan kata lain, dalam jangka panjang apabila pendapatan nasional bertambah tinggi maka investasi akan bertambah tinggi pula. 6. Keuntungan perusahaan Dana investasi diperoleh perusahaan dari meminjam atau tabungannya sendiri. Tabungan perusahaan terutama diperoleh dari keuntungan, semakin besar untungnya semakin besar pula keuntungan yang tetap disimpan perusahaan. Keuntungan yang semakin besar ini memungkinkan perusahaan memperluas

21

usahanya atau mengembangkan usaha baru. Langkah seperti ini akan menambah investasi dalam perekonomian. Selain hal diatas, menurut Tajul (2000:96) inflasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam melakukan suatu investasi. Dimana inflasi sangat mempengaruhi pengembailan keputusan dalam investasi, baik investasi dalam bentuk fisik maupun investasi dalam bentuk surat-surat berharga seperti saham dan obligasi. a. Pengaruh Suku Bunga terhadap Investasi Menurut Keynes tingkat bunga tergantung atau dipengaruhi oleh hasrat likuiditas. Dengan kata lain tingkat bunga adalah imbalan jasa atau harga yang harus dibayarkan kepada penabung agar ia bersedia melepaskan sebagian tabungan yang disimpan dalam dana liquiditas dan selanjutnya dicairkan dalam investasi (Nopirin, 1992:91). Dalam realitas sehari-hari terdapat empat macam suku bunga (Khalwaty, 2000:162) yakni: a. Suku bunga dasar, yaitu tingkat suku bunga yang ditentukan oleh bank sentral atas kredit yang diberikan kepada perbankan dan tingkat suku bunga yang ditetapkan bank sentral untuk mendiskontokan surat-surat berharga atau diambil alih oleh bank sentral. b. Suku bunga efektif, yaitu suku bunga yang sesungguhnya dibebankan kepada debitur dalam jangka waktu satu tahun apabila suku bunga nominal akan sama dengan nilai suku bunga efektif.

22

c. Suku bunga nominal, yaitu tingkat suku bunga yang ditentukan berdasarkan jangka waktu satu tahun. d. Suku bunga padanan, yaitu suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari, setiap bulan atau setiap tahun untuk sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka waktu tertentu yang apabila dihitung secara anuitas akan memberikan penghasilan bunga dengan jumlah yang sama. Sedangkan menurut Samuelson (2001:190-294) mengemukakan suku bunga adalah jumlah uang yang dibayarkan perunit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan kata lain, orang harus membayar kesempatan untuk meminjam uang. Biaya peminjaman uang, diukur dalam dolar pertahun perdolar yang dipinjam. Suku bunga terdiri atas dua macam, yaitu: suku bunga nominal dan suku bunga rill. Suku bunga nominal adalah suku bunga atas uang dalam ukuran uang yang mengukur pendapatan pertahun yang diinvestasikan. Sedangkan suku bunga rill merupakan suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi. Sebagai contoh apabila suku bunga nominal 8 % pertahun dan tingkat inflasi 3 % pertahun maka dapat diperoleh nilai suku bunga rill yaitu 5 %. Dalam Case (2004:178) menyatakan adanya hubungan antara jumlah investasi terhadap suku bunga. Bila tingkat suku bunga turun, investasi akan meningkat dan apabila suku bunga naik maka investasi akan menurun. Hal ini berarti dalam melakukan penanaman modal para investor harus juga memperhatikan besar atau kecilnya tingkat bunga. Apabila tingkat bunga itu

23

tinggi maka investasi yang akan ditanamkan oleh para investor itu rendah atau tingkat bunga melebihi tingkat pengembalian. Dalam teori makro Keynes keputusan apakah suatu investasi akan dilaksanakan atau tidak, tergantung pada perbandingan antara besarnya keuntungan yang diharapkan (yang dinyatakan dalam per-satuan waktu) di satu pihak. Dalam teori Keynes, tingkat keuntungan yang diharapkan ini disebut dengan istilah Marginal Efficiency of Capital (MEC). Jadi secara singkat, bila keuntungan yang diharapkan adalah lebih besar dari tingkat bunga maka investasi dilaksanakan dan sebaliknya. Bila MEC sama dengan tingkat bunga investasi boleh dilaksanakan boleh tidak bagi mereka yang memiliki dana. Fungsi MEC atau fungsi investasi ini menunjukkan hubungan antara tingkat bunga yang berlaku dengan tingkat pengeluaran investasi yang diinginkan oleh para investor. Pengaruh tingkat suku bunga dengan investasi secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2: Kurva Fungsi Investasi (MEC)

24

Berdasarkan Gambar 1 di atas menggambarkan tingkat pendapatan (rate of return) dari Invetasi baru yang di harapkan akan dilakukan. Untuk melakukan Investasi tergantung pada tingkat pengembalian (suku bunga), apabila tingkat bunga (r) meningkat maka tingkat Investasi (i) menurun, begitu juga sebaliknya jika tingkat bunga (r) turun maka tingkat Investasi (i) akan meningkat. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap tingkat investasi terdapat hubungan yang negative. b. Pengaruh Inflasi terhadap Investasi Tajul (2000:6) mendefinisikan inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam yang berlangsung secara terus menerus dalam jangka yang cukup lama. Seirama dengan kenaikan hargaharga tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut. Menurut Case (2004:6) inflasi adalah kenaikan harga secara keseluruhan, sedangkan menurut Nopirin (2005:25) yang dimaksud dengan inflasi adalah proses kenaikan harga barang barang secara terus menerus. Selanjutnya, menurut Case (2004:216) inflasi dapat disebabkan oleh: a) Inflasi Tarikan Permintaan. Inflasi yang dipicu oleh kenaikan permintaan agregat. Kenaikan permintaan terhadap barang dan jasa hasil produksi akan berdampak pada naiknya tingkat harga dan output produksi.

25

b) Inflasi dorongan biaya atau sisi penawaran. Adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi pada gilirannya akan menaikkan harga dan turunnya produksi. Kalau proses ini berjalan terus-menerus timbulah cost push inflation. Inflasi juga akan berpengaruh pada tingkat investasi pada suatu Negara, apabila inflasi tinggi maka investasi yang ditanamkan oleh para investor juga akan kecil dan begitu juga sebaliknya apabila tingkat inflasi rendah maka investasi pada suatu Negara tersebut juga akan meningkat. Adapun hubungan antara inflasi dengan investasi menurut Tajul, (2000:105), inflasi sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam investasi, baik investasi dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk suratsurat beharga seperti saham dan obligasi. Dalam keadaan inflasi, harga barang-barang naik relatif cepat dan cukup tinggi. Demikian juga dengan biaya modal (cost of capital) dari suatu proyek investasi akan menjadi semakin mahal yang juga diikuti dengan kenaikan suku bunga. Jadi dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang negative antara tingkat inflasi dengan investasi. Apabila tingkat inflasi meningkat maka investasi akan turun dan sebaliknya.

26

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu bentuk peningkatan dalam setiap kegiatan ekonomi secara nasional. Dapat dilihat dari meningkatnya produksi barang-barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat akibat semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dan diukur dari pendapatan nasional yang terangkum dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang dihitung berdasarkan harga konstan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi sering menjadi ukuran prestasi dari suatu negara dalam bidang perekonomian. Pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi bisa dilihat dalam nilai absolut dan nilai relatif (persentase). Pertumbuhan dalam nilai absolut dinyatakan dalam rupiah, misalnya PDB tahun 2000 tumbuh Rp. 2 trilliun dibandingkan PDB tahun 1999. Sedangkan pertumbuhan dalam persentase dapat dihitung dengan cara sederhana sebagai berikut: PDB(t) = [ PDB(t) PDB(t-1) / PDB(t-1) ] 100 % .. (1) dimana, PDB(t) = pertumbuhan ekonomi PDB(t) = PDB tahun tertentu PDB(t-1) = PDB tahun sebelumnya Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah terjadinya kenaikan dalam jumlah output yang diukur dari jumlah PDB suatu negara pada periode tertentu.

27

Menurut Nanga (2001:279) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan dalam suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi lebih menunjukkan pada perubahan yang bersifat kuantitatif dan biasanya di ukur dengan menggunakan data PDB atau pendapatan atau output perkapita. Produk Domestik Bruto (PDB) / GDP (Gross Domestic Product) adalah total nilai pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. Menurut Kutznets dalam (Todaro, 2004:99), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaianpenyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap tuntutan keadaan yang ada Masih dalam sumber buku yang sama, Kutznets mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi yang bisa di temui di hampir seluruh negara yang sekarang maju, sebagai berikut : a. Tingkat pertumbuhan output perkapita dan pertumbuhan penduduk yang tinggi b. Tingkat kenaikan factor total yang tinggi c. Tingkat transformasi structural ekonomi yang tinggi d. Tingkat transformasi social dan ideology yang tinggi e. Adanya kecenderungan negara-negara yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk berusaha merambah dunia-dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku yang baru.

28

f. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sekitar sepertiga bagian penduduk dunia. Dalam Sadono (2000:448), terdapat beberapa teori tentang pertumbuhan ekonomi. Tapi agar lebih sesuai dengan kajian penulisan teori-teori yang dibahas sesuai ketepatan, antara lain : 1) Pandangan Schumpeter Dalam bukunya, Schumpeter menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi secara terus-menerus tetap mengalami keadaan yang sama, adakalanya berkembang dan adakalanya mengalami kemunduran. Konjungtur tersebut disebabkan oleh kegiatan para pengusaha (entrepreneur) melakukan inovasi dan pembaruan terhadap output barang dan jasa yang dihasilkan. Untuk mewujudkan inovasi, investasi sangat dibutuhkan. Penambahan investasi ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi. Proses multiplier yang ditimbulkannya akan menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam kegiatan ekonomi dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2) Teori Harrord Domard Teori ini pada dasarnya melengkapi teori Keynes mengenai penentuan tingkat kegiatan ekonomi. Teori ini mengingatkan kita bahwa sebagai akibat investasi yang dilakukan pada masa yang akan datang akan menyebabkan kapasitas kegiatan, barang-barang modal dan output perekonomian yang dihasilkan juga akan meningkat. Teori ini mengatakan bahwa agar seluruh barang modal dapat digunakan sepenuhnya, permintaan agregat haruslah

29

bertambah banyak sebagai kenaikan kapasitas terwujud akibat investasi di masa lalu. 3) Teori Neo Klasik

barang-barang modal yang

Teori pertumbuhan Neo Klasik pertama kali dikembangkan oleh Profesor Robert Solow, yang memperoleh hadiah nobel pada tahun 1987 untuk teorinya tersebut. Teori ini berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bersumber dari penambahan dan pengembangan factor-faktor yang mempengaruhi penawaran agregat. Dengan demikian teori ini berbeda dengan teori Harrord Domar yang mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh permintaan agregat. Dalam perekonomian dua sector pertambahan perbelanjaan agregat terutama harus terwujud dari kenaikan investasi. Hal ini berarti untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang baik, investasi harus tetap mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dalam prakteknya, syarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik tidaklah sekaku teori yang diterangkan oleh Harrord Domar. Perekonomian sendiri sebenarnya tidak hanya terdiri dari dua sector tetapi merupakan komponen lain dari permintaan agregat. Dengan demikian walaupun investasi merosot tetapi apabila terjadi kenaikan yang pesat pada tingkaat ekspor dalam artian net ekspor yang meningkat maka permintaan agregat masih boleh menciptakan keadaan dimana pertambahan kapasitas modal sebagai akibat investasi masa lalu dapat sepenuhnya digunakan.

30

Teori pertumbuhan Keynes menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh permintaan agregat (aggregate demand), yaitu permintaan yang disertai kemampuan membayar barang dan jasa yang diminta dan wujud dalam perekonomian. Dalam permintaan agregat, permintaan barang-barang dan jasa akan mempengaruhi konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan perdagangan luar negeri atau net ekspor yang ditandai dengan ekspor (E) dikurangi impor (M). apabila salah satu komponen permintaan agregat mengalami perubahan, maka akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Penawaran agregat = Permintaan agregat Penawaran agregat adalah total produksi perekonomian (yakni pendapatan nasional) biasanya dilambangkan dengan huruf Y. Sementara permintaan agregat tersusun dari beberapa komponen yakni belanja konsumen (C), pengeluaran investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), net ekspor (X M). kondisi keseimbangan dapat dinyatakan sebagai: Y = C + I + G (X M)............................. (2) Namun demikian, pada kenyataannya perekonomian jarang sekali berada pada tingkat harga dan kesempatan kerja yang stabil karena konsumsi, pajak, pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor semuanya terus menerus berubah. Juga dominasi akibat naik turunnya harga (inflasi dan deflasi) dan perubahan pada tingkat kesempatan kerja dan angka pengangguran. Dalam Sadono (2004: 150), pembentukan pendapatan nasional secara teoritikal membagi ke dalam dua asumsi kondisi ekonomi, yaitu ekonomi tertutup dan ekonomi terbuka. Ekonomi tertutup merupakan analisis keseimbangan

31

pendapatan nasional dalam perekonomian tiga sektor, yaitu perekonomian yang terdiri dari sektor-sektor: rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Dengan persamaan sebagai berikut : Yt = Ct + It + Gt (3) Dalam perekonomian tiga sektor kegiatan perdagangan luar negeri masih diabaikan. Ini berarti analisis yang dibuat masih memisalkan bahwa barangbarang dan jasa-jasa yang diproduksikan tidak dijual ke luar negeri dan masyarakat atau perusahaan tidak membeli dan menggunakan barang-barang dan jasa yang diimpor. Oleh sebab ketiadaan perdagangan luar negeri ini maka perekonomian tiga sektor dinamakan perekonomian tertutup. Sedangkan ekonomi terbuka merupakan analisis keseimbangan

pendapatan nasional dalam perekonomian empat sektor yaitu perekonomian yang terdiri dari sektor-sektor: rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan luar negeri (adanya kegiatan ekspor dan impor). Dengan persamaan sebagai berikut : Yt = Ct + It + Gt + Xt Mt (4) Dalam perekonomian empat sektor ini, kegiatan perdagangan luar negeri telah menjadi komponen dalam analisis keseimbangan pendapatan nasional. Ini berarti analisis yang dibuat telah memasukkan kegiatan perdagangan antara satu negara dengan negara lainnya. Dengan adanya kegiatan perdagangan luar negeri dalam perekonomian empat sektor, maka perekonomian empat sektor dinamakan dengan perekonomian terbuka.

Apabila dimisalkan perekonomian tersebut terdiri dari tiga sektor, keseimbangan pendapatan nasional akan dicapai pada keadaan: Y = C + I + G.

32

Apabila perekonomian ini berubah menjadi ekonomi terbuka, akan timbul dua aliran pengeluaran baru, yaitu ekspor dan impor. Ekspor akan menambah

pengeluaran agregat manakala impor akan mengurangi pengeluaran agregat. Dengan demikian, apabila perekonomian berubah dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka, pengeluaran agregat akan bertambah sebanyak ekspor neto, yaitu sebanyak (X M). Nilai ekspor neto ini perlu ditambahkan kepada fungsi pengeluaran agregat untuk perekonomian tertutup (Y = AE = C + I + G) dan akan diperoleh fungsi pengeluaran agregat untuk ekonomi empat sektor, yaitu Y = AE = C + I + G + ( X M ). Dari persamaan pendapatan nasional di atas dapat diketahui bahwasaanya setiap variabel mempunyai pengaruh terhadap pendapatan nasional dalam bentuk multiplier. Adapun proses multiplier tersebut adalah sebagai berikut : Y = C + I + G ........................................................................ Y = a + bYd + I + G................................................................ Y = a + b(Y-T) + I + G .......................................................... Y = a + bY bT + I + G ........................................................ Y bY = a bT + I + G ......................................................... Y= (a bT + I + G) ...................................................... (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Kemudian apabila terjadi perubahan investasi dan pengeluaran pemerintah maka multiplier dari investasi adalah : Y = C + I + I + G ................................................................. Y = a + bYd + I + I + G ....................................................... Y = a + b(Y-T) + I + I + G .................................................. (11) (12) (13)

33

Y = a + bY bT + I + I + G ................................................ Y bY = a bT + I + I + G................................................. Y= (a bT + I + I + G) ..............................................

(14) (15) (16)

Penghitungan di atas menunjukkan pertambahan investasi sebesar I akan menambah pendapatan nasional dari Y= (a bT + I + G) ...................................................... (a bT + I + I + G) ................................ (17) (18)

menjadi Y =

Dengan demikian proses multiplier menambah pendapatan nasional sebesar seperti yang dinyatakan persamaan berikut: Y = Y1 Y = I.......................................................... (19)

Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwasannya pertambahan investasi sebesar I akan menyebabkan pertambahan pendapatan nasional sebesar . Begitu juga dengan pengeluaran pemerintah, perubahan pengeluaran pemerintah sebesar G akan menyebabkan perubahan pendapatan nasional sebesar : Y = Y1 Y = G ........................................................ (20)

Persamaan ini menunjukkan bahwasannya apabila pengeluaran pemerintah mengalami kenaikan sebesar G akan menyebabkan pertambahan pendapatan nasional sebesar . Hal tersebut juga berlaku dengan perubahan net ekspor

34

apabila net ekspor mengalami perubahan sebesar NX maka pendapatan nasional akan berubah menjadi : Y = Y1 Y = NX ...................................... (21)

Dari persamaan 25, 26, dan 27 menyimpulkan bahwa apabila terjadi perubahan dalam komponen pendapatan nasional atau pengeluaran agregat maka akan menyebabkan perubahan dalam perekonomian serta perubahan dalam pendapatan nasional atau pengeluaran agregat. Terjadi peningkatan dalam pendapatan nasional atau pengeluaran agregat mengindikasikan telah terjadinya pertumbuhan ekonomi. Disamping itu, Mishkin (2009: 246) menyatakan ada lima faktor yang dapat mengeser kurva IS sebagai akibat dari kebijakan fiskal. Terjadinya pergeseran kurva IS ini akan menyebabkan perubahan pada output, berupa (1) peningkatan pengeluaran konsumen otonom, (2) peningkatan pengeluaran investasi yang direncanakan seiring dengan optimisme usaha, (3) peningkatan pengeluaran pemerintah, (4) penurunan pajak, atau (5) peningkatan ekspor bersih yang tidak terkait dengan suku bunga. Terjadinya pergeseran kurva IS mengindikasikan telah terjadinya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, terjadi perubahan dalam kebijakan fiskal akan menyebabkan tejadinya perubahan pada pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, apabila dari salah satu bentuk kebijakan fiskal tersebut seperti meningkatkan pengeluaran pemerintah atau menurunkan pajak akan dapat mengeser kurva IS dan mengindikasikan terjadinya pertumbuhan ekonomi.

35

Selain itu dapat disimpulkan pula bahwa pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh kegiatan investasi. Bila investasi meningkat maka pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat akibat meningkatnya jumlah output dan pendapatan. Oleh sebab itu pemerintah harus memberikan perhatian terhadap investasi ini baik melalui kebijakan fiscal maupun kebijakan moneter. Teori yang di pakai disini adalah teori Keynes tentang keseimbangan pendapatan dan permintaan agregat dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dihubungkan dengan teori Harrord Domar. Kebijakan pemerintah sangatlah dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi. Apabila pasar gagal dalam penyediaan output, maka pemerintah harus turun tangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bila kebutuhan masyarakat terpenuhi, kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat, dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat. a. Pengaruh Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dalam Nellis (2000:77) mengartikan pengeluaran konsumsi

domestic sebagai komponen permintaan agregat yang dominan dalam setiap perekonomian, sehingga membuat jenis pengeluaran sector lainnya menjadi lebih kecil. Konsumsi sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Dalam kajian disini tingkat konsumsi yang dilakukan akan langsung berpengaruh pada total PDB. Untuk menunjukkan kegiatan konsumsi rumah tangga dalam kegiatan perekonomian berupa konsumsinya dapat

digambarkan pada pendapatan nasional. Bentuk dari fungsi konsumsi adalah

36

C = a + bY yang berarti konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan. Dalam teori konsumsi yang dimaksud adalah teori konsumsi secara keseluruhan dimana unit analisanya adalah suatu negara. Menurut Keynes tahun 1936 berdasarkan teori konsumsinya yang dikenal dengan Absolute Income Hypothesis (Froyen, 1993 :6) dalam Elvina. Menjelaskan bahwa teori konsumsi yang dimaksud Keynes disini adalah konsumsi masyarakat akan ditentukan oleh nilai pendapatan masyarakat tersebut pada periode yang bersangkutan, atau C = f (Y). Hubungan antara konsumsi dan pendapatan ini menurut Keynes (Nellis, 2000:81) mengasumsikan bahwa tingkat konsumen semata-mata tergantung pada jumlah pendapatan yang siap di belanjakan saat ini dan bahwa MPC akan menurun atau tetap apabila tingkat pendapatan mengalami perubahan. Hubungan tersebut dikenal sebagai fungsi konsumsi.

Diasumsikan bahwa tidak ada pajak langsung sehingga konsumsi (C) langsung berhubungan dengan pendapatan (Y). Jadi dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang positif antara konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi tingkat konsumsi masyarakat maka pendapatan nasional akan semakin meningkat, yang berimplikasi juga pada pertumbuhan ekonomi yang juga akan semakin meningkat dan sebaliknya.

37

b. Pengaruh Ekonomi

Pengeluaran

Pemerintah

terhadap

Pertumbuhan

Menurut Mankiw (2001:131) pengeluaran pemerintah mencakup seluruh pembelian berbagai barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah (lembaga dan seluruh tingkatan pemerintah). Secara makro, para ahli ekonomi menjelaskan pengertian

pengeluaran pemerintah ke dalam tiga golongan, yaitu : a) Model Pembangunan tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah. Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap

pembangunan ekonomi: i. Tahap awal dimana persentase investasi pemerintah sangat besar sebab pada tahap ini pemerintah harus meyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dll. ii. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peran investasi swasta sudah semakin membesar. iii. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas social seperti program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dll.

38

b) Hukum Wagner, dimana dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relative pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Namun ada kelemahan dari hukum Wagner ini, dimana hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang public. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic teory of state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. c) Teori Pecock dan Wiseman, dimana perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karen itu secara normal, meningkatnya pendapatan menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah yang semakin besar. Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan berbagai factor di bawah ini : a) Perubahan permintaan akan barang public b) Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang public dan juga perubahan dari kombinasi factor produksi yang digunakan dalam proses produksi c) Perubahan kualitas barang produksi

39

d) Perubahan harga-harga factor produksi. Secara umum yang dimaksud dengan pengeluaran pemerintah adalah total pengeluaran pemerintah yang terdiri dari pengeluaran rutin seperti pemberian gaji pegawai, belanja subsidi dan pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk membiayai

pembangunan. Pengeluaran pembangunan bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik. Walaupun demikian yang dimaksud pengeluaran pembangunan pemerintah disini adalah juga merupakan pembangunan investasi bagi pemerintah, karena pengeluaran pembangunan ini secara tidak langsung akan menjadi investasi pemerintah dan akan sangat berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan ekonomi kedepannya. Untuk itu kebijakan pemerintah sangatlah berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Apabila pasar gagal dalam

menyediakan barang output, maka pemerintah harus bertindak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bila kebutuhan masyarakat terpenuhi, kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat, dan pada akhirnya hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Kebijakan fiscal sebagai salah satu alat untuk menstabilkan perekonomian harus mampu menjalankan fungsinya agar pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat terwujud. Sebagai salah satu instrument kebijakan fiscal pengeluaran pemerintah yang dilakukan pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan infrastruktur agar dapat mendorong

40

pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dengan pajak sebagai instrument kebijakan fiscal lainnya yang juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Menurut Nanga (2001:94) pengeluaran pemerintah dan pajak mempunyai dampak terhadap permintaan agregat dari barang-barang dan jasa-jasa dalam perekonomian. Jadi keduanya dapat di ubah besarannya untuk mencapai tujuan dan target ekonomi yang diinginkan. Tindakan pemerintah dalam merubah besaran pengeluaran pemerintah dan pajak (kebijakan fiscal) akan meningkatkan permintaan agregat (AD) di dalam perekonomian, yang selanjutnya akan mempengaruhi pendapatan dalam perekonomian yang juga akan meningkat, seiring dengan kesejahteraan masyarakat, kemiskinan dan pengangguran yang semakin berkurang. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan dana yang relative besar sedangkan dinegara berkembang seperti Indonesia, kemampuan masyarakat untuk berinvestasi masih sangat kecil akibat rendahnya pendapat mereka. Karena itu, pengeluaran pemerintah memegang peranan penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Bila pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka pemerintah harus lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan pengeluarannya. Salah satu tujuan pemerintah dalam meningkatkan pengeluaran pemerintah seperti untuk pembangunan sarana dan prasarana, percepatan pembangunan infrastruktur ini tidak lain adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sesuai dengan Peraturan Presiden

41

Nomor 67 Tahun 2005. Namun dalam prakteknya pengeluaran pemerintah ini harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan masalah baru seperti penyelewengan anggaran dana dll. Dapat disimpulkan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi terdapat pengaruh yang positif. Semakin tinggi tingkat pengeluaran pemerintah maka pertumbuhan ekonomi akan semakin meningkat dan sebaliknya, semakin rendah pengaruh pengeluaran pemerintah maka pertumbuhan ekonomi juga akan rendah. c. Pengaruh Ekspor Neto terhadap Pertumbuhan Ekonomi Secara teoritis ekspor merupakan kegiatan ekonomi suatu negara dalam rangka memproduksi barang-barang dan jasa untuk dijual keluar batas negara yang bersangkutan. Jadi ekspor dapat dikatakan sebagai spesialisasi dalam kegiatan produksi dalam suatu negara. Dengan adanya kegiatan ekspor maka secara tidak langsung negara tersebut telah memperluas areal pasarnya. Dengan menggunakan seluruh sumber daya yang lebih produktif dan dalam jumlah produksi tertentu yang merupakan keuntungan langsung dari perdagangan (Jhingan, 1993:563). Peningkatan ekspor sangat diperlukan untuk memicu pembangunan ekonomi dan untuk mengatasi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Sebagai langkah pertama yang harus dilakukan adalah penelitian yang mendalam terhadap komoditi-komoditi di negara maju, untuk menentukan pasar yang potensial. Ekspor barang-barang tradisional harus di dorong

42

karena sangat dibutuhkan oleh negara yang sedang berkembang maupun negara maju (Jhingan, 1993 : 590). Penentu dari kegiatan ekspor suatu negara tergantung pada beberapa factor. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkan ke negara-negara lain dimana negara tersebut tidak mampu memproduksi barang tersebut. Namun factor yang lebih penting adalah kemampuan dari negara tersebut untuk memproduksi barang dan jasa yang memilki daya saing di pasaran luar negri. Semakin banyak keistimewaan dan keunggulan barang yang diproduksi dari barang-barang yang dipasarkan di pasar internasional, maka akan semakin besar pula ekspor yang dapat dilakukan (Sadono, 2000:383). Selanjutnya Sukirno (2000:383) mengemukakan bahwa ekspor merupakan komponen pengeluaran agregat, oleh sebab itu ekspor dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai. Semakin tinggi ekspor maka semakin tinggi pendapatan nasional yang akan diterima hal ini akan berimplikasi pada semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya. Berdasarkan teori comparative advantage dari James Stuart Mill (Nopirin, 1996:11), dinyatakan bahwa : Suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memilki comparative advantage yaitu suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar.

43

Kegiatan impor dilakukan oleh suatu negara dikarenakan untuk dapat memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri, maka negara tersebut dapat mengimpor barang yang dibutuhkan tersebut dari negara lain. Impor suatu negara juga dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa akibat tidak mampunya suatu negara untuk memproduksi barang dan jasa tersebut. Selain itu semakin meningkatnya pendapatan masyarakat yang berdampak pada semakin meningkatnya pola konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Impor perlu dipertimbangkan dalam menentukan perbelanjaan agregat atas barang-barang dan jasa dalam negeri karena barang-barang dalam negeri mengandung barang impor. Oleh sebab itu untuk menghitung permintaan agregat terhadap barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri impor harus dikurangi dari keseluruhan permintaan agregat. Keseluruhan permintaan agregat dalam suatu negara dapat di hitung dengan formula : Y = C + I + G + X. Akan tetapi karena seluruh permintaan agregat ini juga dipengaruhi oleh impor maka permintaan agregat terhadap barang dan jasa di dalam negara adalah permintaan agregat Y = C + I + G + (X M). Menurut Mankiw (2001:131) ekspor neto adalah pembelian oleh pihak asing atas berbagai barang dan jasa yang di produksi di dalam negeri (ekspor) dikurangi pembelian penduduk setempat atas berbagai barang dan jasa yang di produksi di luar negeri (impor).

44

Selisih antar ekspor dan impor dapat berupa angka positif dan negative. Hal itu tergantung pada apakah nilai ekspor lebih besar atau lebih kecil dari pada nilai impor. Jika selisih nilai ekspor lebih besar dari pada nilai impor maka hal ini akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan nasional karene net ekspor yang bernilai positif. Jika nilai ekspor lebih sedikit dari pada nilai impor maka nilai net ekspor akan bernilai negative dan akan berdampak pada pendapatan nasional yang akan mengalami penurunan. Semakin menurun pendapatan nasional akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang juga menurun. Dapat disimpulkan bahwa antara net ekspor dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif. Semakin tinggi tingkat net ekspor suatu negara, maka pendapatan nasional yang diterima akan semakin meningkat dan ini akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dan sebaliknya.

B. Penelitian Sejenis Hasil penelitian sejenis ini merupakan bagian yang menguraikan tentang beberapa pendapat/hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dibawah ini dikemukakan beberapa hasil penelitian yang dilakukan dilapangan yang menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Satryadi (2007) yang berjudul Faktor faktor yang memepengaruhi investasi domestik di Indonesia.

Menyatakan bahwa adanya pengaruh signifikan antara variabel bebas

45

yaitu pendapatan nasional, inflasi dan suku bunga terhadap investasi domestik. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Deddy Rustiono (2008) yang berjudul Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Menyatakan bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Propinsi
Jawa Tengah (Y) selama tahun pengamatan 1985-2006 adalah : realisasi nilai Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Angkatan Kerja (AK) dan Pengeluaran Pemerintah Daerah (EXPD). Hasil analisis mengenai pengaruh PMA, PMDN, Angkatan Kerja dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah menunjukkan hubungan yang positif signifikan.

Beda penelitian yang diteliti ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini meneliti tentang investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

C. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual ini dimaksudkan sebagai konsep untuk menjelaskan, mengungkapkan dan menentukan persepsi keterkaitan antara variable yang diteliti berdasarkan teori yang telah dikemukan dan rumusan masalah. Keterpautan maupun hubungan antara variable yang diteliti diuraikan dengan berpijak pada kajian teori. Dalam melakukan penelitian yang berjudul Analisis Investasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia, dipakai beberapa variabel, yang terdiri

46

dari dua variabel terikat yaitu Investasi (I) dan Pertumbuhan Ekonomi (Y) serta lima variable bebas yaitu Suku Bunga (r), Inflasi (), Konsumsi (C), Pengeluaran Pemerintah (G), dan Net Ekspor (N). Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh variabel bebas yaitu tingkat Suku Bunga (r), Inflasi () dan Pertumbuhan Ekonomi (Y) terhadap Investasi (I) sebagai variabel terikat. Serta menganalisis beberapa variabel bebas yaitu Konsumsi (C), Pengeluaran Pemerintah (G), Net ekspor (N) dan Investasi (I) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y). Suku bunga berpengaruh negative terhadap investasi, kenaikan tingkat bunga akan meningkatkan biaya modal dan menyebabkan perusahaan menurunkan investasi. Sehingga semakin tinggi kenaikan suku bunga maka total investasi yang direncanakan akan mengalami penurunan dan apabila tingkat suku bunga diturunkan maka total investasi akan semakin meningkat. Seperti halnya suku bunga, Inflasi juga akan berpengaruh pada tingkat investasi pada suatu negara. Inflasi berbanding terbalik dengan investasi apabila inflasi tinggi maka investasi yang ditanamkan oleh para investor juga akan kecil dan begitu juga sebaliknya apabila tingkat inflasi rendah maka investasi pada suatu negara tersebut juga akan meningkat. Dalam keadaan inflasi, harga barangbarang naik relatif cepat dan cukup tinggi. Demikian juga dengan biaya modal (cost of capital) dari suatu proyek investasi akan menjadi semakin mahal sehingga mengurangi minat para investor untuk berinvestasi. Lain halnya kaitan antara pertumbuhan ekonomi terhadap investasi. Dimana antara pertumbuhan ekonomi dan investasi memiliki dampak positif.

47

Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka total investasi yang ditanamkan akan semakin meningkat. Sedangkan apabila pertumbuhan ekonomi menurun maka tingkat investasi juga semakin menurun. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang semakin meningkat membuktikan bahwa perekonomian Indonesia memiliki pergerakan yang baik sehingga menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di berbagai usaha dan kegiatan ekonomi yang ada di Indonesia. Sedangkan disisi lain, antara tingkat investasi juga memilki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di Indonesia maka investasi juga akan semakin meningkat dan sebaliknya apabila pertumbuhan ekonomi menurun maka tingkat investasi juga akan menurun. Kondisi perekonomian menjadi tolak ukur bagi para investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Kondisi perekonomian yang baik yang di tandai dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka akan semakin meningkatkan minat para investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Seiring dengan investasi, konsumsi juga mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dimana semakin tinggi tingkat konsumsi maka pertumbuhan ekonomi juga akan semakin meningkat dan sebaliknya, semakin rendah konsumsi maka investasi juga akan semakin menurun. Pengeluaran pemerintah merupakan faktor lain yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dimana antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif. Pengeluaran pemerintah yang dilakukan pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan infrastruktur agar dapat

48

mendorong pertumbuhan ekonomi. Apabila pasar gagal dalam menyediakan barang output, maka pemerintah harus bertindak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bila kebutuhan masyarakat terpenuhi, kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat, dan pada akhirnya hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Sama halnya dengan pengeluaran pemerintah, net ekspor juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi net ekspor semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dan sebaliknya semakin rendah net ekspor maka perkembangan pertumbuhan ekonomi juga semakin rendah. Untuk lebih jelasnya penelitian ini, maka kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2. Kerangka Konseptual Analisis Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Suku Bunga (r) Investasi Inflasi () (I)

Konsumsi (C) Pengeluaran Pemerintah (G) Pertumbuhan Ekonomi (Y)

Net Ekspor (N)


49

D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori yang diuraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara bersama-sama terhadap investasi di Indonesia. H0 : 1 : 2 : 3 = 0 Ha : 1 : 2 : 3 0 2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara konsumsi, investasi,

pengeluaran pemerintah dan net ekspor secara bersama-sama terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. H0 : 1 : 2 : 3 : 4 = 0 Ha : 1 : 2 : 3 : 4 0

50

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat deskriptif dan asosiatif. Penelitian deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang berusaha menggambarkan dan menerangkan yang diteliti apa adanya dan data yang digunakan berbentuk angka-angka. Sedangkan yang dimaksud penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat adanya hubungan sebab akibat antara variabel eksogen dengan variabel endogen. Penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel eksogen yaitu Suku Bunga( r), Inflasi (), Konsumsi (C) Pengeluaran Pemerintah (G) dan Net Ekspor (N) terhadap variabel endogen yaitu Investasi (I) dan Pertumbuhan Ekonomi (Y) di Indonesia.

B. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dapat ditinjau dari beberapa aspek diantaranya adalah: 1. Dilihat dari sifatnya data yang digunakan adalah data kuantitatif karena data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka. 2. Dilihat berdasarkan waktu pengumpulan data, maka penelitian ini menggunakan data time series yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu. 3. Dilihat dari cara memperoleh datanya maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari instansi pemerintah yaitu

51

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat. Dengan demikian data yang digunakan tergolong kepada data sekunder.

C. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini penulis membagi variabel penelitiannya menjadi variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel eksogen adalah variabel yang mempengaruhi variabel endogen. Variabel eksogen dalam penelitian ini terdiri dari Suku Bunga (r), Inflasi (), Konsumsi (C) Pengeluaran Pemerintah (G) dan Net Ekspor (N). Sedangkan yang menjadi variabel endogen adalah Investasi (I), Pertumbuhan Ekonomi (Y) di Indonesia.

D. Teknik Pengumpulan Data Dalam menganalisa dan mencari pemecahan masalah yang diinginkan, maka teknik yang dipakai dalam pengumpulan data ini adalah teknik dokumentasi dan studi perpustakaan. Dimana data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang terdapat pada Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat dan Perpustakaan.

E. Definisi Operasional Untuk menghindari salah pengertian antara penulis dan pembaca, serta memperoleh gambaran yang jelas tentang penelitian ini, maka penulis mengemukakan tentang konsep yang penulis gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

52

1. Investasi di sini maksudnya merupakan rasio perubahan modal PMTDB (Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto) terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) dilihat dari penggunaan berdasarkan harga konstan 2000 yang di ukur persen (%) per tahun. 2. Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang dalam jangka waktu tertentu. Diukur dengan skala rasio dan data yang digunakan dalam persen (%) per tahun. 3. Inflasi adalah kondisi dimana terjadi peningkatan harga-harga umum secara
terus menerus pada suatu periode tertentu, dihitung dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) dengan rumus indeks harga konsumen tahun t dikurangi indeks harga konsumen tahun t-1 dibagi indeks harga konsumen t-1 kemudian dikali 100 persen , yang diukur dalam satuan persen (%) pertahun.

4. Pertumbuhan ekonomi merupakan rasio perubahan output yang dapat dilihat dari rasio perubahan PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap PDB yang dilihat dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan 2000 yang diukur dalam persen (%). 5. Konsumsi merupakan pengeluaran rumah tangga atas barang dan jasa untuk tujuan konsumsi. Konsumsi secara nasional dapat dilihat dari rasio perubahan konsumsi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dilihat dari penggunaan berdasarkan harga konstan 2000 yang diukur dalam persen (%) per tahun. 6. Pengeluaran Pemerintah adalah jumlah seluruh pengeluaran

pemerintah yang dikeluarkan untuk membiayai seluruh kegiatannya.


53

Pengeluaran

Pemerintah

dapat

dilihat

dari

rasio

perubahan

pengeluaran pemerintah terhadap Pendapatan Domestik Bruto dilihat dari penggunaan berdasarkan harga konstan 2000 yang di ukur dalam persen (%) per tahun. 7. Net ekspor adalah total ekspor dari berbagai barang dan jasa ke luar negri yang dikurangi dengan total impor dari berbagai barang dan jasa dari luar negri. Net ekspor disini merupakan rasio perubahan net ekspor terhadap Pendapatan Domestik Bruto dilihat dari penggunaan berdasarkan harga konstan 2000 yang di ukur dalam persen (%) per tahun.

F. Teknik Analisis Data Untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian ini maka data dikumpulkan dan dilakukan pengolahan data sekunder. 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan apa yang ditemukan pada hasil penelitian dan memberikan informasi sesuai dengan yang diperoleh dilapangan. Data disajikan dalam bentuk Tabel distribusi penyebaran data dari variabel yang diteliti kemudian dilakukan presentase, tendensi sentral, dispersi dan memberikan interpretasi terhadap analisis tersebut.

54

2. Analisis Induktif a. Model Persamaan Silmutan (Two Stage Least Squeres) Menurut Gujarati (1999;315) pada persamaan model silmutan ini dimana terdapat lebih dari satu variable endogen (Y) dan lebih dari satu variabel eksogen (X). artinya terdapat lebih dari satu sistem persamaan (Y). Salah satu ciri-ciri yang unik dalam persamaan simultan adalah adanya hubungan dua arah atau simultan antara beberapa variabel endogen dimana variable endogen dalam satu sistem persamaan mungkin muncul sebagai variabel eksogen dari sistem persamaan yang lain. Oleh karena itu, variable yang menjelaskan variabel endogen dalam suatu persamaan akan menjadi stokastik dan biasanya berkolerasi dengan variabel eksogen dari persamaan lainnya dimana variable endogen tersebut muncul sebagai variable eksogen. Pada model simultan terdapat dua variabel yaitu variabel endogen dan variabel eksogen. Variabel endogen adalah variabel yang nilainya ditetapkan oleh beberapa variabel eksogen dalam suatu persamaan sebagai akibat adanya hubungan antara variabel eksogen tersebut, sedangkan variabel eksogen adalah variabel yang nilainya ditetapkan diluar persamaan. Dalam penelitian terdapat dua variabel endogen dan dua sistem persamaan yaitu: It = o - 1rt - 2 t + 3Yt + e1t ........................(22) Yt = 0 + 1Ct+ 2Gt + 3Nt + 4It + e2t ....................... (23) Dimana:

55

It Yt

= =

= Ratio Pertumbuhan Investasi = Pertumbuhan Ekonomi

Merupakan variabel endogen. rt t Ct Gt Nt = Suku Bunga = inflasi = = = = Ratio Pertumbuhan Konsumsi = Ratio Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah = Ratio Pertumbuhan Net Ekspor

Merupakan variabel eksogen. dan dan adalah parameter atau konstanta. Secara apriori, diharapkan untuk negative (kurva permintaan yang miring kebawah) dan diharapkan positif (kurva penawaran yang miring keatas). 1) Mereduksi Persamaan (Error Term) Untuk mengetahui variable endogen dan variable eksogen maka dilakukan proses reduksi terhadap kedua persamaan diatas dengan cara mensubtitusikan Yt pada persamaan (3) kedalam It pada persamaan (4), sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: Reduce Form Untuk Fungsi Investasi (Y1t) Yt= 0 + 1Ct+ 2Gt + 3Nt + 4It + e2t Disubtitusikan ke persamaan It , sehingga menjadi: It = o- 1rt - 2t +3 (0 + 1Ct+ 2Gt + 3Nt + 4It + e2t) + e1.... (24)

56

It = (o+30) - 1rt - 2t + 31tCt+32Gt+ 33Nt +34It+(e1t+e2t)........(25) (1-34) It = (o+a30) - 1rt - 2t++31Ct+ 32Gt+ 33Nt + ( e1t + e2t3)...(26) It = 0 - 1rt - 2 t + 3Ct + 4Gt + 5Nt + V1t......................................... (27) Reduce Form Untuk Fungsi Pertumbuhan Ekonomi (Y2t) It= o - 1rt - 2t + 3Yt + e1t Disubtitusikan ke persamaan Yt , sehingga menjadi Yt= 0 + 1Ct+ 2Gt + 3Nt + 4(0- 1rt - 2t +3Yt + e1t) + e2t ......(28) Yt = (0+4o) + 1Ct + 2Gt + 3Nt - 41rt - 42t + 43Yt + (e1t4+e2)........(29) (1-43)Yt = (0+4o) + 1Ct + 2Gt + 3Nt - 41r1t - 42t + (e1t4+e2).......(30) Yt = 0 - 1rt - 2t+ 3Ct+ 4Gt + 5Nt +V2t...........................................(31) Berdasarkan hasil reduksi di atas dapat diketahui variabel endogen dan variabel eksogen. Variabel endogen yaitu It dan Yt, sedangkan variabel eksogen terdiri dari rt, t, Ct dan Gt, Nt. 2) Uji Identifikasi Dalam model simultan terdapat 3 masalah identifikasi yaitu: 1. Identified Suatu persamaan diakatakan teridentifikasi apabila dimungkinkan mendapatkan besaran parameter dalam persamaan struktural dari persamaan reduksi, seringkali dalam kategori ini besaran parameter

57

yang diperoleh nilainya tunggal atau 1 dan penaksiran dari persamaan dapat dilakukan dengan ILS. Persamaan teridentifikasi apabila : K k = m -1 2. Over identified Suatu persamaan dikatakan berlebihan (over) apabila parameter yang diperoleh mempunyai nilai tidak tunggal atau lebih dari satu dan penaksiran dari persamaan dapat dilakukan dengan TSLS. Persamaan over identified apabila : K-k > m-1 3. Under identified Suatu persamaan tidak teridentifikasi bila tidak ada cara untuk mengestimasi semua parameter dalam persamaan struktural dari persamaan reduksi dan tidak bisa dilakukan penaksiran. Persamaan under identified apabila : K-k < m-1. Dimana: K = banyaknya variabel eksogen dalam model k = banyaknya variabel eksogen dalam suatu persamaan tertentu M m = banyaknya variabel endogen dalam model = banyaknya variabel endogen dalam suatu persamaan

Dalam penelitian ini terjadi over identifikasi karena: K- k > m-1 dan penyelesaian/penaksiran persamaan TSLS (Two Stage Last Squeres). Dalam penelitian ini, K = 5 (X1t, X2t, X3t, X4t, X5t) dapat dilakukan dengan

58

k1 = 2 (X1t, X2t) k2 = 3 (X3t, X4t, X5t) M = 2 (Y1 dan Y2) Persamaam Investasi : K-k1 > m-1

5-2 > 2-1 3>1 Over Identifikasi

Persamaan perubahan pertumbuhan ekonomi : K-k2 > m-1 5-3 > 2-1 2>1 Over Identifikasi baik

Jadi terjadi over identifikasi pada kedua persamaan

persamaan 1 maupun 2. Sehingga penyelesaiaannya dapat dilakukan dengan TSLS. 3) Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat atau mengetahui konstribusi variabel eksogen dalam menjelaskan variabel endogen. Pengujian ini dapat dicari dengan menggunakan rumus (Gujarati, 1999:101) :

R2

Dimana : R2 = Koefisien Determinasi


59

t2 =Variabel Penganggu yt2 = Total jumlah kuadrat Hasil pengujian mencerminkan pengukuran : Koefisien determinasi (R2) untuk melihat pengaruh dari variabel eksogen dengan variabel endogen. Nilai R2 adalah 0 < R2 <1, jika R2 = 0 atau mendekati 0, maka antara variabel eksogen dan variabel endogen tidak saling berhubungan dan sebaliknya apabila R2 = 1 atau mendekati 1, maka variabel eksogen dan endogen berhubungan sempurna.

b. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Normalitas Residual data Normalitas data untuk analisis regresi adalah sebuah keharusan, jika data tidak normal maka dikhawatirkan hasil analisis nanti tidak memberikan kesimpulan yang valid. Criteria pengujian normalitas data dengan teknik Jargue- Bera : a) Jika sig 0,05 beranti varians data normal b) Jika sig < 0,05 berarti varians data tidak normal 2) Uji Autokorelasi Menurut Gujarati (2003), uji autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross sectional).

60

Autokorelasi digunakan apabila data yang digunakan adalah data time series gunanya adalah untuk menguji apakah data sebuah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, berarti ada problema autokorelasi maka solusi dari masalah autokorelasi adalah dengan menstransformasikan data mengikuti prosedur persamaan perbedaan yang digeneralisasikan. Model yang baik adalah model yang bebas dari autokorelasi. Dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi adalah dengan Breusch-Godfrey atau Lagrange Multiplier Test yakni berupa regresi atas semua variabel bebas dalam persamaan regresi TSLS tersebut dan variabel lag-1 dari nilai residual regresi TSLS. Kriteria penilaian dengan membandingkan nilai Chi-squares hitung dengan nilai Chi-squares pada derajat kepercayaan tertentu. Atau dapat pula dengan membandingkan antara signifikansi alpha () dengan nilai probabilitas Chi-squares. Apabila nilai Chisquares hitung lebih besar dari nilai kritis Chi-squares pada derajat kepercayaan tertentu (), maka kita menolak hipotesis nol (Ho). Hal ini menunjukkan adanya masalah autokorelasi dalam model. Sebaliknya jika nilai Chi-squares hitung lebih kecil dari nilai kritis Chi-squares pada derajat kepercayaan tertentu (), maka kita menerima hipotesis nol. Artinya model tidak mengandung unsur

61

autokorelasi. Apabila dalam model tersebut terdapat masalah autokorelasi maka hasil estimasi dari persamaan tersebut tidak dapat digunakan karena nilai standard error dari persamaan tersebut tidak dapat dipercaya kebenarannya. Permasalahan ini akan meyebabkan pengujian hipotesis (uji tstat dan fstat) yang dilakukan menjadi tidak valid dan secara statistik akan

mengacaukan kesimpulan yang diperoleh. 3) Uji Heterokedastisitas Salah satu asumsi pokok dalam model regresi linier klasik adalah heterokedastisitas atau varian yang sama.

Heteroskedastisitas berarti bahwa variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi linier homoskedastisitas, yaitu variasi residual sama untuk semua pengamatan. Menurut Gujarati (2003) bahwa masalah heteroskedastisitas nampaknya menjadi lebih biasa dalam data cross section dibandingkan dengan data time series dikarenakan ketika melakukan analisis perilaku data yang sama dari waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif lebih stabil. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam satu varian eror term (Ut) suatu model regresi adalah dengan menggunakan Uji White. Secara manual uji ini dilakukan dengan meregres residual kuadrat (e2) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian

62

variabel bebas. Kemudian dicari nilai 2 hitung dengan cara 2=n*R2. Kriteria ujinya adalah jika 2 hitung < 2 tabel, maka hipotesis alternatif adanya heteroskedastisitas dalam model ditolak.

c. Pengujian Hipotesis 1) Uji t Dilakukan untuk mencari pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent dalam persamaan regresi secara partial dengan mengasumsikan variabel lain dianggap konstan, dapat dibuktikan dengan rumus: thit= Dimana : bi = Koefisien regresi masing-masing variabel ..................................................... (37)

Sbi = Koefisien error masing-masing variabel Kriteria pengujian : a) Jika thit ttab atau thit < -ttab maka Ho ditolak, Ha diterima berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. b) Jika thit < ttab atau thit -ttab maka Ho diterima, Ha ditolak berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikana antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial

63

2) Uji F Pengujian ini bertujuan untuk melihat pengaruh secara bersama-sama antara variabel bebas terhadap variabel terikat atau menguji hipotesa mayor. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel. Nilai Fhitung didapat dengan menggunakan model berikut: Fhit = Dimana : F = Nilai Fhitung R2 = Koefisien korelasi berganda n = Jumlah sampel k = Jumlah variabel bebas Uji F ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a) Jika Fhitung Ftabel : Ho ditolak atau Ha diterima. Berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas secara bersama sama terhadap variabel terikat. b) Jika Fhitung < Ftabel : Ho diterima atau Ha ditolak. Berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas secara bersama sama terhadap variabel terikat. ....................................................... (38)

64

65

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia 2009. BPS: Jakarta. Case, Karl E. dan Ray C. Fair. 2004. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro. Edisi Kelima. Indeks Kelompok Gramedia: Jakarta. Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar. Terjemahan oleh Zumarno Zain. Erlangga: Jakarta. Jhingan. 2000.Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Rajawali Persada: Jakarta. -----------. 1993. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Rajawali Persada: Jakarta. Khalwaty, Tajul. 2000. Inflasi dan Solusinya. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Kuncoro, Mudrajat. 2004. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. UPP AMP YKPN Yogyakarta. Mankiw, N. Gregory. 2001. Pengantar Makro Ekonomi. Erlangga: Jakarta. Mangkoesoebroto, Guritno. 1999. Ekonomi Publik Edisi 3. BPFE: Yogyakarta. Nanga, Muana. 2001. Makroekonomi. Teori, Masalah dan Kebijakan. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta. Nellis, Joseph G dan David Parker. 2000. The Essence of Economy. Penerbit Andi: Yogyakarta. Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter Buku I. BPFE: Yogyakarta. Rustiono, Deddy. 2008. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Universitas Diponegoro: Semarang. Satriadi. 2007. Factor factor yang Mempengaruhi Investasi Domestik di Indonesia. UNP: Padang. Sukirno, Sadono. 2002. Makro Ekonomi Modren. Borto Gorat: Medan. 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi ketiga. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. ............................2000. Ekonomi Pembangunan. BPFE : Yogyakarta.

66

Samuelson, Paul A & William P Nordhaus. 2001. Ilmu Makroekonomi. PT. Media Global Edukasi : Jakarta Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan nasional

67

You might also like