You are on page 1of 19

Upaya Melestarikan Budaya Indonesia Tugas utama yang harus dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta

mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh budaya bangsa yang akan megharumkan nama Indonesia. Dan juga supaya budaya asli negara kita tidak diklaim oleg negara lain.Berikut beberapa hal yang dapat kita simak dalam rangka melestarikan budaya. 1. Strengh (Kekuatan) a. Keanekaragaman budaya lokal yang ada di Indonesia Indonesia memiliki keanekaragaman budaya lokal yang dapatdijadikan sebagai ke aset yang tidak dapat disamakan dengan budaya lokal negara lain. Budaya lokal yang dimiliki Indonesia berbeda-beda pada setiap daerah. Tiap daerah memiliki ciri khas budayanya, seperti rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat yang dianut. Semua itu dapat dijadikan kekuatan untuk dapat memperkokoh ketahanan budaya bangsa dimata Internasional. b .Kekhasan budaya Indonesia Kekhasan budaya lokal yang dimiliki setiap daerah di Indonesia memliki kekuatan tersediri. . Misalnya rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat yang dianut. Kekhasan budaya lokal ini sering kali menarik pandangan negara lain. Terbukti banyaknya warga asing yang mempelajari budaya Indonesia seperti belajar tarian khas suat daerah atau mencari barang-barang kerajinan untuk dijadikan buah tangan. Ini membuktikan bahwa budaya bangsa Indonesia memiliki ciri khas yang unik. c. Kebudayaan Lokal menjadi sumber ketahanan budaya bangsa Kesatuan budaya lokal yang dimiliki Indonesia merupakan budaya bangsa yang mewakili identitas negara Indonesia. Untuk itu, budaya lokal harus tetap dijaga serta diwarisi dengan baik agar budaya bangsa tetap kokoh. 2. Weakness (Kelemahan) a. Kurangnya kesadaran masyarakat Kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal sekarang ini masih terbilang minim. Masyarakat lebih memilih budaya asing yang lebih praktis dan sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini bukan berarti budaya lokal tidak sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Budaya lokal juga dapat di sesuaikan dengan perkembangan zaman, asalkan masih tidak meningalkan ciri khas dari budaya tersebut. b .Kurangnya pembelajaran budaya Pembelajaran tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini. Namun sekarang ini banyak yang sudah tidak menganggap penting mempelajari budaya lokal. Padahal melalui pembelajaran budaya, kita dapat mengetahui pentingnya budaya lokal dalam membangun budaya bangsa serta bagaiman cara mengadaptasi budaya lokal di tengan perkembangan zaman. c.Minimnya komunikasi budaya Kemampuan untuk berkomunikasi sangat penting agar tidak terjadi salah pahaman

tentang budaya yang dianut. Minimnya komunikasi budaya ini sering menimbulkan perselisihan antarsuku yang akan berdampak turunnya ketahanan budaya bangsa. 3. Opportunity (Peluang) a.Indonesia dipandang dunia Internasional karena kekuatan budayanya Apabila budaya lokal dapat di jaga dengan baik, Indonesia akan di pandang sebagai negara yang dapat mempertahankan identitasnya di mata Internasioanal. b. Kuatnya budaya bangsa, memperkokoh rasa persatuan Usaha masyarakat dalam mempertahankan budaya lokal agar dapat memperkokoh budaya bangsa, juga dapat memperkokoh persatuan. Karena adanya saling menghormati antara budaya lokal sehingga dapat bersatu menjadi budaya bangsa yang kokoh. c.Kemajuan pariwisata Budaya lokal Indonesia sering kali menarik perhatian para turis mancanegara. Ini dapat dijadikan objek wisata yang akan menghasilkan devisa bagi negara. Akan tetapi hal ini juga harus diwaspadai karena banyaknya aksi pembajakan budaya yang mungkin terjadi. d.Multikuturalisme Dalam artikelnya, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning, Riau, Dr Junaidi SS MHum, mengatakan bahwa multikulturalisme meberikan peluang bagi kebangkitan etnik dan kudaya lokal Indonesia. Dua pilar yang mendukung pemahaman ini adalah pendidikan budaya dan komunikasi antar budaya. 4. Threatment (Tantangan) a. Perubahan lingkungan alam dan fisik Perubahan lingkungan alam dan fisik menjadi tantangan tersendiri bagi suatu negara untuk mempertahankan budaya lokalnya. Karena seiring perubahan lingkungan alam dan fisik, pola piker serta pola hidup masyakrkat juga ikt berubah. b. Kemajuan Teknologi Meskipun dipandang banyak memberikan banyak manfaat, kemajuan teknologi ternyata menjadi salah satu factor yang menyebabkan ditinggalkannya budaya lokal. Misalnya, sistem sasi (sistem asli masyarakat dalam mengelola sumber daya dikawasan Maluku dan Irian Jaya. Sistem sasi mengatur tata cara sertamusim penangkapan iakn di wilayah adatnya, namun hal ini mulai tidak di lupakan oleh masyarakatnya c. Masuknya Budaya Asing Masuknya budaya asing menjadi tantangan tersendiri agar budaya lokal tetap terjaga. Dalam hal ini, peran budaya lokal diperlukan sebagai penyeimbang di tengah perkembangan zaman. Pada kesempatan yang berbahagia ini kami atas nama panitia menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak dan ibu serta hadirin sekalian yang telah berkenan hadir pada acara ini. Kami sangat bangga atas antusias para hadirin semuanya dalam usahausaha pelestarian seni dan budayanya sendiri. Sementara itu pelestarian budaya bukan suatu usaha bersifat elastis untuk membangkitkan feodalisme, tetapi merupakan upaya memelihara dan melindungi asset bangsa agar seluruh pelapisan masyarakat mendukung pelaksanaan pembangunan bangsa yang lebih berbudaya.

Bapak, ibu serta hadirin yang saya hormati Izinkan kami atas nama panitia mengucapkan puji syukur kepada tuhan yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul dalam acara gelar seni dan budaya pada hari ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini kami atas nama panitia menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak dan ibu serta hadirin sekalian yang telah berkenan hadir pada acara ini. Kami sangat bangga atas antusias para hadirin semuanya dalam usaha-usaha pelestarian seni dan budayanya sendiri. Sementara itu pelestarian budaya bukan suatu usaha bersifat elastis untuk membangkitkan feodalisme, tetapi merupakan upaya memelihara dan melindungi asset bangsa agar seluruh pelapisan masyarakat mendukung pelaksanaan pembangunan bangsa yang lebih berbudaya. Berbagai usaha pelestarian budaya memang tidak berjalan mulus, banyak kendala yang dihadapi, Dalam situasi zaman sekarang, tentu kita tidak berpangku tangan saja, membiarkan seni dan budaya kita sendiri hilang, ditelan waktu. Tentunya tidak. Pelestarian budaya dan seni kali ini diharapkan mampu merangsang animo kita semua untuk selalu melihat seni dan budaya kita sendiri. Kegiatan seperti ini bermaksud sebagai motivasi dan mendorong masyarakat agar dengan kesadaranya mau merawat dan melestarikan nenek moyang kita, sehingga giliranya nanti mampu menambah kazanah dan daya kreasi terhadap seni dan budaya kita sendiri. Para hadirin sekalian yang saya hormati, Kiranya demikian yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga kita semua menjadi paham dan mengerti, sekaligus dapat jadi bekal dalam mengembangkan penciptaan kreasi dan karsa di masa-masa mendatang. Akhirnya terima kasih atas kehadiran dan perhatianya . jika ada kata-kata yang salah dalam penyampainya tadi , kami mohon maaf .Akhirnya selamat mengikuti acara ini.

Kesenian, memang belum built-in menyatu dalam strategi politik kebangsaan. Menurut adat Jawa, kesenian bahkan sering disebut klangenan, yakni kebutuhan setelah faktor primer dan sekunder terpenuhi. Padahal sejarah menunjukkan, pertumbuhan berbangsa masyarakat Eropa-Amerika sesungguhnya berbasis pada kemampuan mengembangkan aspek kesenian dalam arti luas, yang melandasi seluruh strategi politik-kebudayaannya. Kalau kita petik pelajaran dari Renaissance Eropa, dapat disimpulkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diletakkan sebagai bagian dari kemajuan kebudayaan. Renaissance adalah kelahiran kembali masa keemasan budaya klasik, budaya Yunani dan Romawi kuna. Masa itu ditandai oleh kehidupan yang cemerlang di bidang sains, filsafat, seni maupun kesusastraan yang memberikan pencerahan Eropa dari kegelapan intelektual. Inspirasinya justru datang dari kalangan seniman. Misalnya oleh Leonardo

da Vinci dengan lukisannya Monalisa, dan Michel Angelo dengan karya patungnya Pieta. Kemerosotan berbangsa boleh jadi oleh sebab elite politik kita tidak tumbuh dalam tradisi berkesenian. Padahal, jika seorang individu mengalami pendidikan kesenirupaan, tidak selalu untuk menjadi perupa, tetapi melatih daya kritis mata terhadap dunia visualnya. Pendidikan sastra, tidaklah semata untuk menjadi sastrawan, tetapi agar setiap individu menyadari berbagai aspek dalam ruang kehidupan. Demikian juga pendidikan seni pertunjukan tidaklah semata untuk menjadi penari, pemain teater atau film, tetapi mengajak individu bangsa mengalami dunia sensitivitas terhadap kemanusiaan. Hal yang berbeda, tumbuh pada sosok para negarawan kita masa silam. Misalnya Syahrir dan Tan Malaka, yang dikenal mencintai rakyatnya, mereka bertumbuh dalam dunia tonil dan bacaan kebudayaan yang pluralis. Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang tumbuh di lingkungan sarat budaya tradisional, namun memiliki sifat inklusif, mencipta seni tari dengan mengambil ragam seni etnik yang lain. Sementara Hatta, yang dikenal mencintai demokrasi, dalam proses perkawinannya memberikan sebuah buku yang ditulisnya sendiri sebagai hadiah pernikahan. Apalagi Soekarno, tumbuh dalam disiplin arsitektur dan mencintai berbagai bentuk kesenian, baik populer, klasik, maupun kontemporer. Dengan kata lain, selama kesenian belum menjadi bagian dari proses bertumbuh individu kaum elite dan kebijakan politik, maka proses berbangsa akan kehilangan humanismenya, kehilangan ruang publik dan pelayanan publik serta produk-produk publik yang menumbuhkan kebangsaan. Yang dikhawatirkan lahir dari situasi semacam ini adalah elite politik yang bermain politik tanpa memahami kemanusiaan, berbagai tontonan yang populer tanpa menumbuhkan peradaban, dan pertumbuhan berbangsa yang meningkatkan konsumerisme tanpa produktivitas dan daya saing. Yang tersisa tinggal kaum elite yang mencari jabatan, perdagangan yang monopolistik, kesenian yang penuh kekerasan dan vulgar, serta ruang publik yang sarat premanisme. Pada akhirnya, kebudayaan yang merupakan keutamaan bangsa sebagai cara berpikir, bekerja, dan bereaksi hanyalah dipenuhi kekerasan dan amuk, fisik atau pun simbolik, seperti yang seringkali terjadi sekarang ini. Sejarah berbangsa mencatat, penekanan pada aspek ekonomi dan politik semata telah membuktikan hanya menghasilkan kelimpahruahan sementara yang penuh gejolak, kekerasan dan kekerdilan tanpa disertai sense of urgency dari para elite kita. Agaknya, inilah pekerjaan rumah kita yang tidak ringan! Termasuk bagi kalangan seniman, baik seniman-intelektual yang tumbuh di kampus-kampus, maupun seniman-praktisi yang berkarya di tengah-tengah masyarakat. Rapat Senat Terbuka ISI Yogyakarta Yang Terhormat,

SEJARAH dunia juga mengajarkan, bahwa pengelolaan kebudayaan populer tidak bisa dilepaskan dari aspek kebudayaan klasik. Ketika industri budaya populer menjadi jenuh, maka unsur-unsur karya-karya lama dihidupkan kembali dengan berbagai nilai tambah, baik dari aspek teknologi hingga estetik serta peran barunya. Dalam proses ini terdapat pembelajaran kembali proses kreatif, analisis ruang budaya dulu dan kini, sekaligus pertemuan antargenerasi, media ruang memori kolektif yang penting dalam proses membangsa. Misalnya film Pearl Harbour hingga Titanic atau rekaman ulang lagu-lagu lama Koes Plus. Susastr Jawa juga memiliki pertalian antarzaman. Jalur benang merah itu tampak terentang, seperti Bhartyudh karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh di Abad ke 12 dengan karya Yasadipura I di Abad ke-18. Atau Srat Niti sastr oleh Sultan Agung, dicetak ulang dengan beberapa sisipan oleh Ranggawarsita, seperti yang tertera dalam buku. Terbukti, karya-karya seni dihidupkan kembali dengan karya-karya alusi, agar terbaca oleh generasi yang kemudian, sehingga tetap bisa melacak dan merekam jejak sejarah kebudayaan bangsanya dengan memberi makna dan ruh baru. Lalu, di manakah letak koordinat kesenian kita? Artinya, seberapa besar apresiasi bangsa ini terhadap keseniannya sendiri? Apresiasi berarti kegiatan mengartikan dan menyadari sepenuhnya seluk-beluk karya seni, serta sensitif terhadap gejala estetis dan artistik, sehingga mampu menikmati dan menilai karya seni dengan semestinya. Dalam apresiasi, seorang penghayat sebenarnya sedang mencari pengalaman estetis. Pengalaman estetis, menurut Albert R. Candler, adalah kepuasan kontemplatif atau kepuasan intuitif. Yakob Sumardjo (2000) menjelaskan, pengalaman seni adalah keterlibatan aktif dengan kesadaran yang melibatkan kecendekiaan, emosi, indera dan intuisi manusia dengan lingkungan. Dalam proses itu unsur perasaan dan intuisi lebih menonjol dibandingkan nalar. Manusia berpikir, berperasaan dan bersikap dengan ungkapan simbolis. Manusia tidak pernah mengenal dunia secara langsung, kecuali melalui simbol, dan simbol ini bermakna pembebasan dan perluasan pandangan. Artinya, sebuah ide jika dinyatakan dengan simbol, ide itu menjadi multi interpretable. Selain animal symbolicus, manusia juga homo creator, manusia adalah mahluk berkreasi. Menurut Soren Kierkegaard, seorang filsuf eksistensialis, hidup manusia mengalami tiga tingkatan, estetis, etis dan religius. Dengan kehidupan estetis manusia mampu menangkap dunia dan sekitarnya. Kemudian dia menuangkan kembali rasa kekagumannya ke dalam karya seni. Dalam tingkatan etis, manusia mencoba meningkatkan kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan manusiawi, dengan bertindak bebas dan mengambil keputusan yang dapat dipertanggung-jawabkan bagi sesama.

Akhirnya, manusia semakin sadar bahwa hidup mesti memiliki tujuan. Segala tindakan kemudian dipertanggung-jawabkan kepada yang Maha Tinggi, Tuhan Yang Maha Esa. Dalam perjalanan sejarah umat manusia, telah terbukti bahwa seni sebagai kreasi manusia tidaklah berdiri sendiri. Dia adalah simbol dari sejumlah gagasan, ide, imajinasi, atas responnya terhadap alam sekitar yang diolah dari getar perasaannya. Sebetulnya dalam berkarya seorang seniman tidak saja bekerja sebagai abdi alam, tetapi juga mencari makna dirinya sendiri, agar apa dilakukan memiliki arti yang dapat dipertanggung-jawabkan, sebab tatkala manusia melahirkan kreasi pada benda-benda alamiah itu, batinnya pun semakin terbuka. Demikian juga Bdhy Sang Amurwbumi ini, tercipta atas dasar isyarat yang saya terima secara religius dalam suatu proses kontemplatif yang sangat pribadi (personalized), tingkatan ketiga dari hipotesa Kierkegaard. Yang saya tangkap bukan sosok Sang Amurwbumi-nya, tokoh kontroversial Ken Arok yang sifat-sifatnya penuh premanisme. Dengan menyandang gelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabumi, barulah proses awal menjadinya Sang Amurwbumi yang sesungguhnya, setelah menyerap ajaran Delapan Ajaran Kebenaran dan Sepuluh Kesempurnaan Laku. Tetapi sebelum paripurna, keburu terbunuh oleh anak tirinya, Anusapati. Karena itu, dalam konsep filosofis disebutkan, bahwa kedua ajaran itu melekat pada sosok yang dipersonifikasikan oleh Sang Amurwbumi. Artinya, saya lebih mementingkan the song, not the singer. Wujud sebuah karya seni adalah representasi pengalaman-pengalaman estetis seseorang, ketika dia mencoba mencari jawaban atas apa yang ada di balik gejala yang ditangkap oleh inderanya. Oleh sebab itu, dalam melihat sebuah karya seni masalah bentuk dan isi karya adalah masalah yang saling berkait. Bentuk adalah segala hal yang membicarakan faktor intrinsik karya, mulai unsur, struktur, simbol, metafora dan lain sebagainya. Sedangkan persoalan isi mempertanyakan nilai kognitif-informatif, nilai emosi-intuitif, nilai gagasan, dan nilai-nilai hidup manusia. Untuk lebih memahami pengalaman religius itu, ada baiknya dibaca melalui satu penggal bait yang dicuplik dari Srat Dw-Ruci, berikut ini: Badan njb wujud kit iki Badan njro munggwing jroning kc Ananging dudu pangilon Pangilon jroning kalbu Yku wujud kit pribadi Tinitah jro panyipt Ngrmkn pandulu Luwih gd brkahir Lamun janm wus gambuh ing badan batin Sasat Srir Bathr

Dalam psikologi Jawa cipt dan rs itu menyatu, dengan sosok gambar-wayangnya adalah Arjuna, sedangkan kars-nya dilambangkan Bima. Orang Jawa yang lebih mementingkan cipt-rs, akan mengambil lakon Arjun-Wiwh sebagai acuan hidup. Sedangkan kalau yang dominan kars-nya, yang akrab dengan persoalanpersoalan filsafat, akan mendalami serat Srat Dw-Ruci dengan Bima sebagai tokohnya. Bdhy Hrjun-Wiwh, setting temporalnya memang berbeda dengan Bdhy Sang Amurwbumi, karena berkaitan dengan pawiwahan Jumnngan pada 7 Maret 1989 (koreksi tanggal, tertulis di buku 8 April 1998). Sedangkan Bdhy HarjunWijy dipergelarkan saat pahargyan Tumbuk Agng 7 April 2007 pada masa ketidakpastian akan nasib KeIstimewaan DIY. Artinya, setiap karya cipta seni itu punya konteks dengan waktu. Untuk pemahaman lebih lanjut, saya mencoba membandingkan sosok Sang Amurwbumi dengan Sri Krtangr yang secara badan wadhag ada kemiripannya. Kertanegara adalah penganut agama Siwa-Buddha sekte Tantrayana yang taat. Ritualnya dengan melakukan ma-lima secara total dengan maksimalisasi kepuasan nafsu duniawi sebagai media-antara agar sampai ke haribaan Tuhannya. Sedangkan monumen simboliknya berupa patung Jk-Dholog, yang berarti pribadi jantan yang bertekad kokoh, tak tergoyahkan (maliging rs), ora katut pangrs (pangingrs/kdhr). Patung itu mensintesekan sikap bhairw-anorg (perkasa di luar, lembut di dalam). Sikap duduk atau silanya (mudr) menunduk ke bumi (bhumi spars mudr), yang mencerminkan watak patriotisme Sang Amurwbumi: setia pada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu berbuat baik, dan sosial. Jika kembali pada ajaran yang diekspresikan dalam konsep filosofis Bdhy Sang Amurwbumi, tidak lepas dari situasi kegamangan akan kevakuman kepemimpinan saat bdhy ini tercipta di tahun 1990-an itu, yaitu perlunya kita menggali dan mengkaji konsep kepemimpinan Jawa dari piwulang lama. Tetapi, mengapa tidak menggunakan saja ajaran Asth Brt yang sudah mapan dan diterima khalayak Jawa? Ajaran Asth Brt terkandung dalam pesan Rama kepada Wibisama, bahwa untuk menjadi raja bijaksana, seharusnya mengikuti delapan laku utama yang melekat pada sifat-sifat delapan dewa. Ajaran itu termuat dalam teks Srat Rm Jarw Mcpat, Nitisruti dan Rmyn Kakawin Jw Kun. Untuk menjawab pertanyaan introspektif tadi, ada dua pendapat tentang keberadan nilai dalam sebuah karya seni. Ada yang bependapat, nilai seni sebuah karya terletak pada benda dan senimannya. Namun dapat pula pencarian hakekat seni dilakukan dari aspek penerima seni. Dalam komunikasi seni ada tiga unsur utama yang terkait, yaitu

seniman, benda seni dan publik seni. Bersatunya unsur-unsur komunikasi seni ini dalam satu peristiwa seni akan melahirkan apa yang dinamakan pengalaman seni. Jika yang ideal ini terjadi, komunikasi seni akan berjalan sehat. Namun dalam masyarakat yang terbuka terhadap informasi nilai, persoalan komunikasi seni ini tidak lagi mudah terjalin, sebab adakalanya nilai seni yang diterima dan dipahami senimannya tidaklah selalu sama, bahkan berbeda jauh dengan nilai seni yang diterima dan dipahami masyarakat atau publik seni. Dengan pemahaman seperti itu, saya mencoba mendekatkan karya cipta bdhy sebagai benda seni yang sarat simbol-simbol yang multi interpretasi, agar berada dalam kesamaan platform dan persepsi dengan publik seni. Produk-produk seni akan selalu hidup, jika dihidupi oleh dua hal, apresiasi maupun kritik. Seni tanpa kritik dikhawatirkan akan mandeg dan tumpul kreativitas. Dan saya, menerima keduanya dengan lapang dada. Ibaratnya sebuah eksperimentasi ramuan obat, yang belum tentu bisa menjawab secara tuntas. Tetapi, catatan ini harap dianggap bahan dasar yang perlu dikaji dan diuji secara cermat oleh mereka yang peduli. Layaknya mengumpulkan batu yang terserak untuk merekonstruksi bangunan candi, perlu penataan oleh para ahli dengan menumpuk dan merekatkannya. Jika terdapat lubang, dengan merapatkannya, atau jika miring, dengan menegakkannya, jika konstruksinya goyah, dengan menguatkannya, bahkan jika perlu, mengganti batu-batu rapuh dengan batu yang lebih kompak. Rapat Senat Terbuka ISI Yogyakarta Yang Terhormat, JIKALAU demikian, bagaimana kita menangkap ajaran Sang Amurwbumi sebagai salah satu sumber acuan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa? Untuk menjawab pertanyaan itu, ijinkanlah saya mengutarakan terlebih dulu sebagian srat-srat piwulang dan pitutur luhur yang kita miliki. Sejak dulu para pujangga sudah berusaha menggali naskah-naskah lama yang berisi ajaran etika, dengan menggubah dan merevitalisasi isi dan bahasanya disesuaikan dengan zamannya. Telah diterbitkan berbagai karya sastra yang mengajarkan etika, seperti: Srat Wulang Rh, Srat Wulang Sunu dan Srat Wulang Putri karya Sri Paku Buwono IV (1768-1820). Demikian juga, Srat Wdhtm karya Sri Mangkunegara IV (1853-1881) dan Srat Wulang Putr karya Nyi Adisara, pujangga wanita masa Sri Paku Buwono IX (1861-1893). Pada umumnya isi ajarannya bersumber pada etika dan filsafat Jawa beserta laranganlarangannya dengan mengacu pada ajaran leluhur dinasti Mataram, Panembahan Senapati dan Sultan Agung, dengan premis dasar: dunia ideal adalah dunia harmoni lahir dan batin.

Seseorang harus memelihara watak rh, bersabar, dan ririh, berhati-hati, seperti Wulang Rh mengajarkan. Berbohong, kikir, dan sewenang-wenang haruslah dijauhi. Padahal sekarang ini kebohongan publik sudah jamak tanpa pelakunya merasa malu. Mengurangi makan-tidur adalah latihan utama untuk memperoleh kewaspadaan batin, agar tingkah-lakunya menjadi ddug, dipertimbangkan masak-masak sebelum melangkah, prayog, dilihat baik-buruknya, watr, dipikir mendalam sebelum mengambil keputusan, rring, berkeyakinan benar akan keputusan itu. Dalam Srat Wulang Putr, keutamaan laku ditambahkan agar satiti, dikaji secara teliti, teratur dan berhemat; anut ombaking jaladri mengikuti tata-cara yang umum, dan tp sarir, tenggang rasa. Dalam Srat Wulang Putri, misalnya, agar meresap ke dalam batin, pendidikan etika seorang putri diajarkan dengan cara nmbang, sebagai sasaran antara menuju pendidikan mengasah pikiran, mengolah rasa dalam bertatakrama, dan bersosialisasi. Dalam hal menyembah kepada Allah juga sangat ditekankan untuk dijalankan. Hal ini menegaskan bahwa setiap tindakan orang Jawa memiliki konsekuensi agamis sebagai agming aji. Sehingga jika ajaran Sang Amurwbumi, yaitu Hast Karm Pratm dan Ds Paramit akan diterapkan sebagai acuan pendidikan karakter bangsa, untuk saling melengkapinya, tetap harus dikaitkan dengan ajaran-ajaran lama tersebut. Ajaran Hast Karm Pratm atau Delapan Ajaran Kebenaran, pada intinya adalah adanya satunya kata dengan tindakan, atau saty-wacn. Artinya, kesemuanya itu harus didudukkan pada kebenaran yang sejati. Hal ini dianggap penting, karena saat ini sering terjadinya ketidakjujuran, bahkan kebohongan publik, yang sangat kasatmt, atau setidaknya bisa kita rasakan aromanya, meski dengan berdalih di balik bukti hukum. Sedangkan ajaran Ds Paramit, atau Sepuluh Kesempurnaan Laku, adalah karakter yang harus melekat pada diri seorang pemimpin. Dan bisa dianggap melengkapi ajaran kepemimpinan Asth Brt tadi. Sesungguhnya, garis kepemimpinan tidak cukup hanya oleh kelangsungan darah saja, melainkan diperlukan syarat rumasuk-nya wahyu sebagai bukti lulusnya laku. Secara lebih konkrit, kelestarian turun (suksesi, regenerasi) yang bisa menjaga nama baik leluhur, bukan semata soal bibit yang baik (prestise), melainkan harus diikuti dengan prestasi. Ini sejalan dengan prasp Sultan Agung Hanyakrakusuma dalam Sastr Gendhing. Bahwa faktor keturunan bukan hanya dipahami secara biologis atas dasar pewarisan, tetapi lebih secara kultural-spiritual, intinya adalah tkad-nyawiji, yang akhirnya harus dibaktikan bagi kesejahteraan Rakyat, Nusa-Bangsa dan Dunia, serta Sang Maha Pencipta. Selain itu, Bdhy Sang Amurwbumi sebagai wujud Jogd Mataram berakar pada konsep dasar, sawiji, grgt, sngguh, or-mingkuh. Sawiji adalah konsentrasi atau penjiwaan total tanpa menjadi tak sadarkan diri atau in-trance; grgt semangat atau

dinamika batin tanpa menjadi kasar; sngguh penuh percaya diri namun low profile, tanpa menjadi sombong; or-mingkuh pantang mundur dengan tetap menjaga disiplin diri. Keempat unsur itu bersifat paradoksal, karena jika salah dalam mengekspresikan sngguh, misalnya, seorang penari bisa terkesan tinggi hati, tidak mencirikan karakter khas Jogd Mataram. Ternyata, konsep baku Jogd Mataram itu ada koherensinya dengan inner realism-nya Konstantin Stanilavsky yang mendasari penghayatan total seni peran. Seorang penari yang mampu menguasai empat baku senitari itu dengan sempurna, dapat dikatakan secara kultural-spiritual telah mencapai tingkatan manunggaling kawul-Gusti oleh menyatunya penguasaan lahir-batin. Dari keempat konsep baku Jogd Mataram ini pun dapat kita serap ajaran-ajaran yang bisa diterapkan dalam pendidikan karakter bangsa. Tinggi-rendahnya peradaban dapat dilihat dari etika yang dijalankan oleh masyarakatbangsa. Bagi masyarakat Jawa, etika kerap disebut ppali, unggah-ungguh, sub-sit, tt-krm, tt-susil, budi-pkrti, wulang-wuruk, pranatan, pituduh, pitutur, wjangan, wulangan, wursit, wwarah, wdharan, dug-prayog, wwalr, pitungkas. Orang Jawa dinilai berhasil hidupnya kalau dapat betindak mpan-papan, dengan menempatkan diri dalam unggah-ungguhing bs, agal-alusing rs, jugar-gnturing tp. Para pemimpin Jawa sejak dulu memahami benar tentang arti penting pendidikan karakter ini. Oleh karena itu, pujangga Kraton diberi tugas khusus untuk menyusun tatatertib sosial yang mengikat semua warga. Butir-butir pendidikan karakter yang merupakan kearifan lokal itu hendaknya dikaji dan digali dengan pendekatan ilmiah, sehingga layak dijadikan referensi bagi para ilmuwan, cendekiawan, budayawan, dosen, mahasiswa serta khalayak luas. Rapat Senat Terbuka ISI Yogyakarta Yang Terhormat, DIPERLUKANNYA pendidikan karakter, karena adanya kecemasan akan hilangnya karakter bangsa yang adiluhung, ramah, suka menolong, jujur dan nilai-nilai keutamaan lainnya. Kecemasan itu dengan sangat tepatnya digambarkan oleh A.D. Pirous, seniman terkemuka dan Guru Besar Emeritus ITB, dalam lukisan karyanya, The Nightmare of Losing, dengan sisipan sesanti: You lose wealth, you lose nothing. You lose health, you lose something. You lose character, you lose everything. Tampaknya ini ada kesesuaiannya dengan pepatah Jawa: Klangan sakh rj-brn atgs or klangan p-p. Klangan nyw iku tgs mung klangan sparo. Klangan kaprcayan iku tgs klangan sakabh . Karakter berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi, orang berkarakter adalah orang punya kualitas moral tertentu yang positif. Peterson dan Seligman, dalam Character Strength and Virtue menyatakan, kekuatan karakter

dipandang sebagai unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama dari character strength adalah karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Pendidikan untuk pembangunan karakter pada dasarnya mencakup pengembangan substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang menggugah, mendorong dan memudahkan seseorang mengembangkan kebiasaan baik. Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan, kepekaan dan sikap orang yang bersangkutan. Dengan demikian, karakter bersifat inside-out, dalam arti, bahwa perilaku yang berkembang menjadi kebiasaan baik ini terjadi karena adanya dorongan dari dalam, bukan karena paksaan dari luar. Proses pembangunan karakter dipengaruhi oleh faktor khas, disebut faktor bawaan (nature), dan faktor lingkungan (nurture). Faktor bawaan berada di luar jangkauan masyarakat untuk mempengaruhinya. Jadi, dalam pembangunan karakter, fokus perhatian kita pada pembentukan lingkungan, di mana peran pendidikan sangat sentral, karena karakter adalah kualitas pribadi seseorang yang terbentuk melalui proses belajar. Untuk membangun karakter bangsa kita harus bergegas membangun basis kesejahteraan yang kuat, yaitu masyarakat yang cerdas, berkarakter kuat, yang kohesif dalam kebhinnekaan, dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang bersih serta efisien, yang terbentuk dan terakumulasi melalui pendidikan. Dalam hal ini, perguruan tinggi punya posisi strategik. Sebuah bangsa bisa bertahan hidup dan berkembang jika bangsa tersebut memiliki kemampuan integrasi internal dan adaptasi eksternal yang diperbarui terus-menerus. Kemampuan integrasi internal mencakup kemampuan membangun dan menjaga kohesivitas. Kohesivitas ini dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, seperti kuatnya rasa persatuan, kemampuan menemukan platform bersama di tengah perbedaan, bekerjasama secara kreatif, mengatasi perselisihan secara damai, rasa saling percaya antarkelompok, rasa saling menghormati di antara kelompok berbeda, mengedepankan kepentingan bersama daripada kepentingan kelompok. Dengan adanya kohesivitas, suatu bangsa menjadikan kebhinnekaan sebagai sumber kekuatan dan kreativitas, bukan sumber masalah. Selain itu, dapat melipatgandakan kekuatan karena terbentuknya sinergi di antara kekuatan-kekuatan yang berbeda. Sebaliknya, hilangnya kohesivitas menyebabkan kehancuran. Dalam perspektif integrasi internal ini, pembangunan karakter bangsa adalah usaha sistematik untuk mengembangkan potensi kebajikan yang membuat kohesivitas bangsa terbangun dan terjaga. Kemampuan adaptasi eksternal mencakup kemampaun mengantisipasi secara cerdas perubahan lingkungan, sehingga bangsa itu berada posisi yang relatif kuat dan mampu berkontribusi dalam membangun masa depan untuk kesejahteraan. Kemampuan

adaptasi ekstenal muncul, seperti: kemampuan untuk maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, menegakkan standar etika yang bersifat universal, meningkatkan daya saing ekonomi. Kemampuan adaptasi eksternal yang rendah akan menyebabkan suatu bangsa makin lama makin tertinggal dari bangsa lain. Indonesia sekarang menjurus ke keadaan seperti itu. Dilihat dari perspektif adaptasi eksternal, pembangunan karakter bangsa adalah usaha sistematik untuk mengembangkan potensi kebajikan untuk menjadikan Indonesia negara yang berdaya saing dan mampu berkontribusi bagi kemajuan dan kesejahteraan dunia. Dengan peran strategiknya itu, ISI Yogyakarta sebagai Institut yang memiliki penjaga budaya Dewi Saraswati sebagai dewi ilmu pengetahuan dan seni, saya yakin dan percaya, bahwa ISI Yogyakarta mampu menerjemahkannya ke dalam program akademik maupun tindakan nyata di tengah masyarakat dalam rangka sumbangsihnya bagi pendidikan karakter bangsa. Diharapkan juga, apa yang saya sampaikan ini tidak sekadar menginspirasi saja, tetapi lebih dari itu, juga untuk diinternalisasikan dan diaktualisasikan, untuk kemudian, digerakkan menjadi acuan pendidikan karakter bangsa. Rapat Senat Terbuka ISI Yogyakarta Yang Terhormat, SEBELUM memasuki bagian akhir dari pidato ini, ijinkanlah saya mengajukan sekadar pesan dan harapan dalam bentuk nanting sarir. Apakah para mpu, cantrik dan alumni ISI Yogyakarta yang menekuni disiplin ilmu seni pertunjukan ada yang berminat melestarikan tradisi susastr Jw, untuk kemudian, mencoba mengubah karya sastra menjadi koreografi seni pertunjukan yang eksploratif sebagai bentuk counter culture?. Momentum hari ini tidak akan bermakna bagi pengembangan seni pertunjukan, kecuali jika kita tidak hanya berhenti dalam merekam jejak para leluhur, tetapi juga menata tindak, dengan memberi ruh dan tafsir baru atas naskah-naskah lama, untuk kemudian dikembangkan dalam koregrafi seni pertunjukan seperti diteladankan oleh para pengembang seni pendahulu kita. Yang perlu dipikirkan adalah, bagaimana kita dapat menerjemahkan tradisi bersastra itu ke dalam karya seni pertunjukan, baik yang klasik dari srat atau babad, maupun yang modern-kontemporer dari karya tulis sastra modern yang bersumber dari cerita wayang. Sehingga ada pertautan tradisi bersastra dengan seni pertunjukan. Konsekuensi lanjutannya menjadi sangat indah, jika bisa berlangsung kolaborasi para mpu dan cantrik-nya bersama para alumni ISI untuk menggarap kandungan isi sratsrat piwulang itu tidak terbatas hanya sebagai tmbang mcpat yang audience-nya terbatas, tetapi menjadi berbagai ekspresi seni pertunjukan, dengan dikemas melalui multi media mutakhir. Dunia seni lebih cenderung pada kreativitas, gambar, warna, musik, mimpi, dan sebagainya. Sementara teknologi memiliki karakteristik logis, runtut, sistematis, analitis.

Meskipun begitu, sebuah karya seni tidak melulu harus terpisah dari teknologi. Keduanya bahkan bisa saling melengkapi dan membentuk sebuah harmoni yang indah. Mengakhiri pidato ini, ijinkanlah saya mengungkapkan rasa terima kasih yang dalam dan penghargaan yang tinggi, masing-masing Kepada Yang Terhormat Rektor serta Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Institut Seni Indonesia Yogyakarta, yang telah memberikan persetujuan Penganugerahan Gelar Doctor Honoris Causa Bidang Seni Pertunjukan kepada saya. Ungkapan yang sama juga saya sampaikan kepada Promotor, Ibu Prof. Dr. A.M. Hermien Kusmayati, dan Co-Promotor, Bapak Prof Dr. Y. Sumandiyo Hadi, serta unsurunsur Institut lainnya, sehingga memungkinkan saya berdiri di depan Rapat Senat Terbuka Yang Terhormat ini. Saya juga menyampaikan rasa terima kasih atas kesaksian dan kesabaran Bapak/Ibu Tamu Undangan yang terhormat dalam mengikuti pidato ini. Kehadiran Bapak/Ibu itu juga berarti doa yang menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kami sekeluarga. Wasana kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan melimpahkan berkah serta rahmat-Nya, sehingga gelar yang tersandang ini mampu saya gunakan bagi sebesarbesar kesejahteraan rakyat. Untuk itu, saya mohon doa restu, agar selalu diberi keteguhan sikap batin, moralitas dan kearifan dalam mengamalkan ilmu di tengahtengah masyarakat-bangsa dan masyarakat antarbangsa, khususnya di bidang Seni Pertunjukan. Kebudayaan adalah simbol dari suatu daerah. Dengan budaya kita bisa memberikan sebuah identitas tentang daerah kita. Dan karena itulah, kebudayaan harus tetap kita jaga dan lestarikan. Terlebih oleh generasi muda seperti kita ini. Bagaimana cara melestarikan budaya daerah kita? Banyak hal yang dapat kita lakukan, contohnya dengan tetap menggunakan bahasa daerah kepada teman-teman. Lalu, cara lainnya adalah dengan mengetahui seluk beluk tentang kebudayaan daerah yang kita miliki. Bukan hal baru lagi bahwa telah sangat banyak budaya-budaya yang kita miliki perlahan-lahan diakui secara sepihak oleh negara tetangga. Dan kita sebagai masyarakat melayu yang terkenal dengan sikap ramah tamah dan sopan santun, ternyata hanya bisa mengelus dada. Lagi-lagi kita tak dapat berkutik. Bahkan ketika pulau akan direbut ke negara tetangga, kita pun tak dapat berbuat banyak. Ada beberapa hal konkrit yang dapat kita lakukan untuk mengantisipasi pencurian kebudayaan daerah Indonesia umumnya oleh negara tetangga, diantaranya:

1. Mengenali dan bangga akan budaya daerah Penyakit masyarakat kita terkadang tidak bangga dengan produk dan budaya sendiri. Kita lebih bangga dengan budaya-budaya impor yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya kita sebagai orang Timur. Anak-anak kita bahkan terkadang tidak lagi mengenal aneka ragam budayanya. Budaya daerah banyak yang hilang dikikis zaman oleh sebab kita sendiri yang tidak mau mempelajari dan melestarikannya. Alhasil kita baru bersuara ketika negara lain sukses dan terkenal dengan budaya yang mereka curi secara diam-diam dari kita. Sebagai contoh; Anak-anak kecil zaman sekarang saat ditanya soal mainan, tentu mereka lebih memilih dunia playstation ketimbang mainan tradisional. 2. Kebijakan pemerintah Bagaimanapun pemerintah memiliki peran yang cukup strategis dalam upaya pelestarian kebudayaan daerah di tanah air. Pemerintah harus mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada upaya pelestarian kebudayaan nasional. Salah satu kebijakan pemerintah yang pantas didukung adalah penampilan kebudayaan-kebudayaan daerah di setiap even-even akbar nasional. Misalnya taritarian, lagu daerah, dan sebagainya. Semua itu harus dilakukan sebagai upaya pengenalan kepada generasi muda, bahwa budaya yang ditampilkan itu adalah warisan dari leluhurnya. Bukan berasal dari negara tetangga. Demikian juga upaya-upaya melalui jalur formal pendidikan. Masyarakat harus memahami dan mengetahui berbagai kebudayaan daerah yang kita miliki. Pemerintah juga dapat lebih memusatkan perhatian pada pendidikan muatan lokal kebudayaan daerah. Dengan beberapa tips yang saya berikan tersebut di atas, saya berharap, kita semua saling berpegangan tangan untuk tetap menjaga budaya daerah yang kita miliki. Pelestarian adalah suatu proses atau tehnik yang didasarkan pada kebutuhan individu itu sendiri. Kelestarian tidak dapat berdiri sendiri. Oleh karena itu harus dikembangkan pula. Melestarikan suatu kebudayaan pun dengan cara mendalami atau paling tidak mengetahui tentang budaya itu sendiri. Mempertahankan nilai budaya,salah satunya dengan mengembangkan seni budaya tersebut disertai dengan keadaaan yang kita alami sekarang ini. Yang bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai budayanya. Sebagai warga negara Indonesia,kita wajib melestarikan budaya-budaya negara kita sendiri agar tidak luntur atau hilang. Contohnya seperti tarian,makanan khas,baju daerah,dan sebagainya. Karena budaya yang kita punya dapat mencerminkan kepribadian bangsa kita yaitu Indonesia. Walaupun Indonesia memiliki berbagai macam

suku dan adat tetapi tetap saja itu semua merupakan satu bagian dari kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Upaya melestarikan budaya antara lain : 1. Paling tidak kita mengetahui tentang budaya jaman dahulu didaerah kita sendiri. 2. Kemudian mendalami kebudayaan itu.Setelah itu kita wajib memperkenalkan kepada orang lain atau yang belum tahu tentang kebudayaan tersebut syukur-syukur sampai ke negara lain. 3. Membiasakan hal-hal atau kegiatan yang dapat melestarikan budaya seperti memakai batik atau bahkan belajar membuat batik,karena pelestarian bisa terjadi karena kita telah terbiasa dengan kebudayaan tersebut.

Kebudayaan Lokal Indonesia adalah semua budaya yang terdapat di Indonesia yaitu segala puncak-puncak dan sari-sari kebudayaan yang bernilai di seluruh kepulauan indonesia, baik yang ada sejak lama maupun ciptaan baru yang berjiwa nasional. Peranan budaya lokal ini mempunyai peranan yang penting dalam memperkokoh ketahanan budaya bangsa, oleh karena itu Pemerintah Daerah dituntut untuk bergerak lebih aktif melakukan pengelolaan kekayaan budaya, karena budaya tumbuh dan kembang pada ranah masyarakat pendukungnya. Disamping itu, bagi pemerintah pusat, Lembaga Swadaya Masyarakat, masyarakat sendiri, dan elemen lainnya haruslah menyokong atas keberlangsungan dalam pengelolaan kekayaan budaya kedepan. Kegiatan melaksanakan pengelolaan kebudayaan meliputi : (1). perlindungan; merawat, memelihara asset budaya agar tidak punah dan rusak disebabkan oleh manusia dan alam. (2). pengembangan; melaksanakan penelitian, kajian laporan, pendalaman teori kebudayaan dan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung dalam penelitian. (3). pemanfaatan; melaksanakan kegiatan pengemasan produk, bimbingan dan penyuluhan, kegiatan festival dan penyebaran informasi. (4). pendokumentasian; melaksanakan kegiatan pembuatan laporan berupa narasi yang dilengkapi dengan foto dan audio visual. Pengelolaan kekayaan budaya sebetulnya merupakan cara kita bagaimana budaya itu bisa kita pahami, kita lindungi dan lestarikan agar dapat memperkokoh ketahanan budaya bangsa. Hal ini terkait dengan citra, harkat, dan martabat bangsa. Ketika pengelolaan kekayaan budaya dikelola dengan baik, maka akan muncul suatu keterjaminan, kelestarian dan Kekokohan akan budaya bangsa kita.

Pelestarian adalah Upaya untuk menjaga keaslian budaya agar tidak terkikis oleh budaya asing. Faktor Eksternal yang mempengaruhi lunturnya kebudayaan indonesia adalah generasi muda lebih bangga terhadap budaya asing yang lebih mengarah pada kebebasan. Sedangkan Faktor Internal adalah Masyarakat tidak mengajarkan pada generasi mereka. sehingga generasi muda tidak peduli dengan eksistensi budayanya sendiri, sebagai contoh Generasi muda mungkin tidak mengetahui lagu-lagu dan tarian

dari daerah mereka sendiri tetapi mereka bisa dengan mudahnya menarikan dance modern atau balet dan menyanyikan lagu-lagu anak sekarang (pop,rock). Upaya untuk melestarikan dan mengeksistensikan budaya antara lain: 1.Dengan kita mempelajari kebudayaan dari daerah kita sendiri. 2.Belajar mendalami budaya kita dan memperkenalkanya pada saat hari-hari penting atau upacara kedaerahan. 3.Selain belajar budaya daerah sendiri kita juga bisa mempelajari budaya dari daerah lain. 4.Memupuk semangat generasi muda agar bangga dengan adat budaya nusantara. 5.Selalu mengasah ketrampilan agar nantinya bisa dipentaskan dalam acara kenegaraan sehingga budaya kita dikenal dimata Nasional dan Internasional. 6.Membuat suatu wadah atau lembaga untuk menyalurkan bakat dan kreatifitas generasi muda dalam hal kebudayaan. pada saat ini,banyak sekali pengaruh budaya barat yang masuk di negara kita Indonesia,contoh nya adalah produk-produk baju,aksesoris dan alat-alat elektronik. dan sebagian barang tersebut telah di gunakan oleh sebagian besar masyarakat di indonesia,hal itu sangat membuat kebudayaan asli indonesia perlahan akan hilang karena semua orang lebih senang menggunakan prodik-produk impor daripada produkproduk buatan dalam negeri,contoh nya seperti merk-merk asli tas= luis vilton,chanel,marc jacob dll sepatu=nike,adidas,converse dll itu adalah sebagisn kecil produk impor yang bebas keluar masuk di indonesia. UPAYA PELESTARIAN DAN MENJAGA KEBUDAYAAN ASLI INDONESIA harusnya masyarakat semua sadar akan produk-produk buatan dalam negeri,karena produk dalam negeri selain lebih murah juga tidak kalah kualitasnya dengan produkproduk luar negeri,itu sangat membantu upaya pelestarian hasil-hasil kebudayaan asli indonesia selain itu juga bisa membantu kestabilan ekonomi di indonesia,dengan harga yang lebih murah juga contoh nya sepatu dan tas bisa di beli di tajur (bogor) walaupun tidak sama tp barang-barang nya juga tidak kalah dengan produk-produk buatan luar negeri. Upaya melestarikan budaya antara lain : 1. Menanamkan rasa bangga terhadap budaya kita sendiri. 2. Mengenalkan dan mempelajari budaya dari kecil atau dini. 3. Mencintai keudayaan 4. Menerapkan dalam kehidupan nyata,contoh : memakai batik. Ada pepatah yang mengatakan, jika suatu bangsa kehilangan budayanya maka sama saja kehilangan identitas, kepribadian dan kehormatannya. Untuk itu diperlukan upaya yang konkrit untuk mengurangi dampak dari globalisasi terhadap nilai-nilai budaya nasional yang kita miliki dan melestarikan budaya Indonesia. Oleh karena itu, eksistensi suatu budaya nasional sangatlah dipengaruhi oleh eksistensi budaya lokal. Hubungan eksistansi budaya dengan eksistansi lokal adalah berbanding lurus. Artinya jika budaya-budaya lokal di suatu negara memiliki kekuatan dan

eksistensi yang tinggi maka kekuatan budaya nasional di negara tersebut juga akan tinggi, begitu pula sebaliknya. Upaya melestarikan budaya Indonesia dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Mengenali dan bangga akan budaya Indonesia. Kita harus bangga terhadap produk dalam negeri. Budaya daerah banyak yang hilang karena kita tidak mau melestarikan budaya kita. 2. Mematenkan hak cipta budaya Indonesia. Kita sering kali merasa menghargai suatu budaya setelah kita kehilangan. Contohnya lagu "Rasa Sayange" yang telah direbut oleh Malaysia. 3. Menyisipkan nilai-nilai budaya dalam kurikulum pendidikan. Kita harus mengenal budaya-budaya yang ada di Indonesia mulai dari kecil atau bangku sekolah seperti menari, menyanyi dan lain-lain. 4. Masyarakat harus memahami dan mengetahui berbagai kebudayaan. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih duta wisata masing-masing daerah yang bertujuan untuk penciptaan generasi muda yang berperan aktif dalam mempromosikan kekayaan seni, budaya dan pariwisata lokal. Menurut opini saya Kebudayaan itu adalah sebuah warisan yang harus dilestarikan keberadaannya karena budaya merupaka IDENTITAS suatu bangsa dimana bangsa tersebut bisa dikenali oleh bangsa lain. Pelestarian budaya itu sebenarnya bukanlah hal yang sulit jika di dalam jiwa tiap individunya tersemat semangat untuk menjaga apa yang sudah kita punya. Langkah pertama untuk menyelamatkan budaya bangsa Indonesia yang diakui atau tidak telah terwesternisasi dapat dimulai dari hal-hal kecil yang apabila dikaji dan dijalankan terusmenerus dan konstan akan berdampak besar. Mulai dari kebutuhan primer, yaitu sandang, pangan, dan papan. Indonesia sebagai Negara yang berbudaya dengan kreatifitas seni yang tinggi telah mampu meninggalkan warisan seni dalam bentuk sandang dengan motif dan corak yang beraneka ragam, salah satunya adalah batik yang setiap daerahnya mempunyai motif sendiri- sendiri. Untuk melestarikan budaya ini, ada baiknya kita sebagai generasi muda harus kreatif dalam mempertahankannya. Langkah paling mudah adalah mengenakannya dan kalau bisa terus memperkenalkannya kepada dunia. Kemudian ditinjau dari sisi pagan. Indonesia adalah Negara Agraris dan beriklim tropis dengan keanekaragaman hayati yang berlimpah. Ibu pertiwi yang mampu menelurkan berbagai jenis bahan makanan yang tidak dimiliki Negara Lain juga merupakan asset yang tak ternilai harganya. Berbagai jenis makanan dari sabang sampai merauke yang rasanyapun tidak bisa diragukan lagi sudah seharusnya mulai kita perkenalkan pada dunia. Jangan sampai kita terus terjajah dengan makanan luar negeri yang sebenarnya tidak cocok untuk perut orang Indonesia yang mempunyai iklim tropis ini. Kemudian papan. Indonesia adalah Negara dengan banyak pulau dan budaya. Tempat tinggal yang unik dari berbagai pulau sudah barang seharusnya dikenalkan pada dunia juga. Musik daerah yang indah, bahasa yang beraneka ragam tanpa mengurangi rasa persatuan karena adanya bahasa Indonesia, alat music dengan kekhasan di tiap daerah masing masing, Karya seni yang begitu berlimpah, Dan masih banyak lagi

budaya yang lain adalah asset warisan leluhur yang harus dilestarikan dan dikembangkan oleh kita GENERASI MUDA. Sungguh sebenarnya Indonesia adalah Negara unik yang mempunyai nilai budaya yang sangat tinggi dan beraneka ragam. 1. Pelestarian Budaya dapat dilakukan dengan cara terjun langsung ke dalam sebuah pengalaman kultural. Contohnya : Jika kebudayaan tersebut berbentuk Tarian, maka seharusnya kita bisa belajar dan berlatih dalam menguasai Tarian tersebut. Dengan begitu Budaya kita akan tetap terjaga kelestariannya. Dan begitu pula dengan Budayabudaya kita yang lainnya. 2. Peletarian Budaya dapat dilakukan dengan dengan cara membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi kedalam banyak bentuk. Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan dalam suatu daerah. Dengan demikian para Generasi Muda dapat mengetahui tentang kebudayaanya sendiri. Selain dilestarikan dalam dua bentuk diatas, kita juga dapat melestarikan kebudayaan dengan cara mengenal budaya itu sendiri. Dengan hal ini setidaknya kita dapat mengantisipasi pencurian kebudayaan yang dilakukan oleh negara-negara lain. Peran Pemerintah juga cukup strategis dalam upaya pelestarian kebudayaan daerah ditanah air. Pemerintah harus mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada upaya pelestarian kebudayaan nasional. Salah satu kebijakan pemerintah yang pantas didukung adalah penampilan kebudayaan-kebudayaan daerah disetiap event-event akbar nasional. Misalnya : Tari-tarian, lagu daerah, dan sebagainya. Semua itu harus dilakukan sebagai upaya pengenalan kepada Generasi Muda, bahwa budaya yang ditampilkan itu adalah warisan dari leluhurnya. Bukan berasal dari negara tetangga. Demikian juga upaya-upaya melalui jalur formal pendidikan. Masyarakat harus memahami dan mengetahui berbagai kebudayaan yang kita miliki. Pemerintah juga dapat lebih memusatkan perhatian pada pendidikan muatan lokal kebudayaan daerah. Oleh sebab itu, kita sebagai Generasi Muda Indonesia wajib untuk menjaga dan melestraikan kebudayaan kita ini. Tunjukanlah bahwa kita ini merupakan Generasi Muda yang peduli dan cinta akan kebudayaan sendiri. Bangsa yg tak punya identitas adalah bangsa yg tak punya jati diri. Pertanyaannya adakah bangsa yg tak punya jati diri? Bagaimana ciri-cirinya suatu bangsa tg tak punya jati diri? Bangsa yg tak punya jati diri atau identitas ciri-cirinya adalah: 1. Bahasa yg dipakai tidak bahasa ibu yg pernah berkembang di sana. 2. Budaya yg berkembang juga tdk budaya setempat. 3. Kebiasaan setempat ditinggalkan. Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai nilai penting dan fundamental yang diwariskan dari generasi ke generasi. maka Warisan tersebut harus dijaga agar tidak luntur atau hilang sehingga dapat dipelajari dan dilestarikan oleh generasi berikutnya.

You might also like