You are on page 1of 34

A. 1.1.

PENGANTAR PELEDAKAN Konsep Dasar Peledakan Kegiatan peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan,

yaitu : a. Membongkar atau melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan induknya. b. Memecah dan memindahkan batuan c. Membuat rekahan Bahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat

pembongkar batuan dalam industri pertambangan. Oleh karena itu perlu dimanfaatkan sebagai barang yang berguna, disamping juga merupakan barang yang berbahaya. Untuk itu dalam pelaksanaan pekerjaan peledakan harus hati-hati sesuai dengan peraturan dan teknik-teknik yang diterapkan, sehingga pemanfaatannya lebih efisien dan aman. Teknik peledakan yang dipakai tergantung dari tujuan peledakan dan pekerjaan pekerjaan atau proses lanjutan setelah peledakan. dengan Untuk mencapai perlu

peledakan

yang

optimum

sesuai

rencana,

diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : a. Karakteristik batuan yang diledakkan b. Karakteristik bahan peledak yang digunaka c. Teknik atau metode peledakan yang diterapkan. Suatu proses peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat lubang tembak yang diisi dengan sejumlah bahan peledak; dengan

penerapan metode peledakan, geometri peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. 1.2. Persiapan Peledakan Persiapan peledakan adalah semua kegiatan, baik teknis maupun tindakan pengamanan yang ditujukan untuk dapat melaksanakan peledakan dengan aman dan berhasil. Persiapan peledakan dapat dibagi atas beberapa bagian atau tahapan kerja diantaranya : 1. Pengamanan lapangan kerja selama pelaksanaan persiapan peledakan; ini dimaksudkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadinya kerusakan pada alat-alat tambang maupun keamanan pekerja tambang. 2. Persiapan alat bantu peledakan, antara lain : detonator, kabel pembantu, kabel utama, blasting ohm meter, dan blasting machine. 3. Pembuatan primer; yang berfungsi untuk menghentakkan (shock) isian utama atau blasting agent, sedangkan primer itu sendiri dihentakkan dengan detonator. 4. Pengisian lubang ledak; syarat pengisian lubang ledak adalah : lebih dahulu keadaan lubang. Pemerikasaan ini dapat

a. Periksa

dilakukan dengan pantulan sinar dari sepotong cermin atau tongkat kayu yang cukup panjang. b. Waktu pengisian ke dalam lubang ledak harus hati-hati sehingga detonator atau leg wire tidak terluka.

c. Hindari pemakaian leg wire yang terlalu pendek, namun kalau terpaksa sambungan-sambungan harus diisolasi dengan baik. d. Jangan memadatkan primer (tapping) e. Diameter primer harus lebih kecil dari diameter lubang ledak. Bila waktu memasukkan primer agak susah turunnya ke dalam lubang maka dapat dibantu atau didoromg dengan tongkat kayu secara perlahan-lahan. f. Setelah primer telah sampai benar-benar didasar lubang maka bahan peledak dapat dimasukkan. Bila memakai bahan peledak ANFO maka dilarang memadatkannya sehingga berat jenisnya bertambah g. Pengisian bahan peledak, paling banyak dua per tiga dari tinggi lubang ledak. 5. Stemming; syarat pengisian stemming adalah sebagai berikut: a. Bahan stemming adalah tanah liat atau cutting pemboran b. Stemming harus dibuat cukup padat, untuk itu perlu dipadatkan (ditapping) dengan tongkat kayu. c. Stemming diusahakan bisa memperkecil suara peledakan. 6. Sistem Rangkaian Dalam melakukan penyambungan detonator listrik ada empat cara atau sistem rangkaian, antara lain : a. Hubungan Seri Rangkaian yang disusun secara seri, arus dari sumber tenaga hanya melalui satu jalan. Jumlah arus yang melalui setiap detonator adalah sama. Rangkaian seri sangat cocok untuk

meledakkan jumlah detonator yang tidak banyak, maksimum 50 buah atau tahanannya 100 ohm. Arus minimum untuk peledakan dalam rangkaian seri adalah 1,5 Ampere untuk DC dan 2,0 Ampere untuk AC. b. Hubungan Paralel Dalam rangkaian paralel setiap cabang hanya berisi satu detonator; tahanan detonator dalam rangkaian paralel adalah kecil dan yang terbesar adalah tahanan firing line. Salah satu jalan untuk menambah total arus yang mengalir dalam setiap detonator adalah mengurangi tahanan firing line. Caranya adalah dalam peledakan tersebut dipakai firing line dengan kawat yang ukurannya lebih besar. Arus yang mengalir dalam rangkaian dibatasi 10 Ampere, apabila terlalu besar akan terjadi arcing. Sedangkan arus minimum yang mengalir untuk setiap detonator adalah 0,5 Ampere. c. Rangkaian Seri Paralel Pada rangkaian Seri-Paralel, masing-masing seri dihubungkan satu dengan yang lainnya dalam paralel. Rangkaian ini biasanya dipakai apabila jumlah detonator dalam peledakan lebih dari 50 buah. Setiap seri dibatasi tidak lebih dari 40 detonator atau tahanan maksimumnya 100 ohm. Dalam rangkaian paralel-seri jumlah arus yang mengalir dalam firing line dibagi dalam masing-masing seri yang diperhatikan bahwa tahanan di setiap seri adalah sama atau tahanan satu seri mendekati serta sama dengan tahanan seri yang lainnya. Hal ini disebut series balancing dan akan menjamin bahwa

total arus yang mengalir dalam firing line terbagi sama pada setiap seri. d. Hubungan Paralel Seri Rangkaian paralel-seri merupakan kebalikan dari rangkaian seriparalel dimana setiap rangkaian paralel digabungkan dalam

hubungan seri dengan sambungan paralel lainnya. 7. Penyambungan Rangkaian

Dengan menggunakan detonator listrik maka harus diperhatikan hal-hal berikut : a. Sambungan leg wire dengan kabel pembantu harus baik dan kuat. b. Penyambungan rangkaian antara semua lubang ledak harus

dilaksanakan secepatnya dan ujung rangkaian diikat satu sama lain, sebelum dihubungkan dengan kabel utama c. Rangkaian harus dibuat rapi dan efektif, hindari kabel agar tidak kusut dan terlipat. d. Sebelum rangkaian antara lubang ledak disambung dengan kabel utama, maka tahanan listrik dan kesinambungan arus dari rangkaian harus ditest dengan blasting ohm meter. Tahanan listrik rangkaian harus sesuai dengan perhitungan teoritis, namun dengan toleransi 10% dapat dianggap baik. 8. Setelah semuanya aman maka selanjutnya siap diledakkan dengan blasting machine.

1.3.

Parameter Rancangan Peledakan Parameter rancangan peledakan merupakan hal yang sangat penting

dalam perencanaan dan pelaksanaan peledakan lapisan penutup, adapun parameter yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Ketinggian teras (bench height) Ketinggian teras biasanya ditentukan oleh parameter dilapangan

misalnya jangkauan oleh peralatan bor dan alat gali-muat yang tersedia. Tinggi jenjang disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan diameter lubang, dimana jenjang yang rendah dipakai diameter lubang kecil sedangkan diameter lubang bor besar utnuk jenjang yang tinggi. Penerapan tinggi jenjang dilapangan bervariasi, tergantung dari posisi endapan bahan galian. 2. Diameter lubang ledak (hole diameter) Untuk mencapai tingkat penyebaran energi yang baik digunakan diameter lubang peledakan (mm) yang sebanding dengan ketinggian teras (m) dikalikan 8, atau didasarkan pada ketersediaan alat bor yang dipakai. Secara umum diameter lubang akan sedikit lebih besar daripada diameter mata bor yang mengakibatkan kepadatan pengisian lebih tinggi. 3. Burden Burden adalah jarak dari lubang peledakan ke bidang bebas yang terdekat. Penentuan burden tergantung pada densitas batuan, densitas bahan peledak (bahan peledak yang digunakan), diameter bahan peledak atau diameter lubang peledakan, dan fragmentasi yang

dibutuhkan. Peledakan dengan jumlah row (baris) yang banyak, true burden tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang digunakan. Bila peledakan digunakan delay detonator dari tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan menghasilkan free face yang baru. 4. Spacing Spacing adalah jarak diantara lubang tembak dalam baris (row) yang sama, tegak lurus terhadap burden, baik untuk nomor delay yang sama maupun beda waktu delaynya. Distribusi energi optimum diperoleh apabila jarak lubang sebanding dengan dimensi burden dikalikan 1,15 dan polanya disusun dengan konfigurasi yang berselang-seling. Jika spacing lebih kecil daripada burden, cenderung mengakibatkan

stemming injection yang lebih dini. 5. Stemming Stemming adalah penempatan material isian (cutting pemboran) diatas bahan peledak pada lubang peledakan untuk menahan energi,

mencegah terjadinya gelombang tekanan udara (air blast) dan batuan melayang (flying rock) yang disebabkan tekanan gas-gas hasil ledakan. Ukuran stemming secara umum dapat ditentukan dengan cara dimensi burden dikalikan dengan 0,7. Di lapangan, biasanya material stemming yang digunakan adalah cutting pemboran, yang menjadi masalah adalah pada saat musim hujan; untuk mengisi lubang ledak dengan material stemming, susah karena basah. Lubang ledak yang basah membutuhkan material stemming yang lebih banyak untuk pengungkungan energi bahan

peledak daripada lubang ledak yang kering, karenanya perlu ditentukan pengungkungan relatif (relative confinement = RC) dari suatu bahan peledak sehingga energi dapat tertahan sangat dengan baik. Faktor lokasi,

pengungkungan

relatif

bersifat

spesifik

terhadap

tergantung pada kondisi geologi disekitar lubang peledakan. Secara umum pengungkungan relatif harus lebih besar dari 1,4 untuk mencegah hilangnya energi yang terkungkung secara berlebihan. 6. Subdrilling Subdrilling merupakan jarak pemboran lubang peledakan yang berada di bawah dasar teras (jenjang). Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan (toe) pada lantai, karena dibagian ini merupakan tempat yang paling sukar diledakkan. Dengan demikian gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang akan bekerja secara maksimum. Peledakan dengan subdrilling memberikan tegangan tarik yang cukup besar pada dasar jenjang, selain itu juga mengurangi keterikatan dengan bagian lainnya yang menyebabkan bagian dasar mudah hancur dan tidak terjadi tonjolan (toe). Secara umum panjang subdrilling dapat ditentukan paling tidak 0,3 ~ 0,5 kali panjang burden. 7. Kedalaman Lubang Ledak Merupakan dimensi tinggi teras ditambahkan dengan dimensi panjang subdrilling 8. Volume Hasil Ledakan Volume hasil ledakan merupakan dimensi burden (B) dikalikan dengan jarak lubang dalam satu row yang sama (S) serta dikalikan dengan

ketinggian teras (H). Satuan volume hasil ledakan dinyatakan dalam bank cubic metric (BCM), untuk mendapatkan volume dalam satuan Ton, dikalikan dengan densitas batuan. 9. Kepadatan Pengisian Kepadatan pengisian merupakan jumlah bahan peledak setiap satuan panjang, sama dengan 0,000785 dikalikan dengan densitas bahan peledak dikalikan dengan kuadrat diameter bahan peledak. 10. Blasting Ratio Blasting ratio adalah jumlah berat bahan peledak setiap volume hasil ledakan. Penerapan blasting ratio dilapangan jarang tepat karena pengaruh pengisian bahan peledak. 11. Kofigurasi Pola Lubang Peledakan Hal ini tergantung pada diameter lubang ledak, sifat-sifat batuan, sifatsifat bahan peledak, tinggi jenjang dan hasil yang diinginkan. Pada umumnya ada tiga jenis pola peledakan yang sering diterapkan, yaitu pola persegi panjang (rectangular), pola bujur sangkar (square), dan pola selang-seling (staggered). 1.4. Hal-Hal Yang Rancangan 1. Perlu Dipertimbangkan Dalam Membuat

Kepekaan Lokasi

Kondisi lokasi di sekitar lokasi peledakan dalam hal prakiraan getaran dan tingkat getaran yang diperbolehkan pada struktur terdekat 2. 3. Fragmentasi yang diperlukan Perpindahan tumpukan material hasil ledakan (muckpile)

Arah perpindahan tergantung pada jalur daya tahan paling kecil yang dapat ditelusuri energi bahan peledak, dimana rancangan peledakan yang tepat (stemming yang baik, distribusi energi yang tepat, toe yang kecil, dll); urutan delay dapat mengendalikan arah dan tingkat perpindahan material hasil ledakan. 4. Pengendalian dinding

Interval delay yang terlalu singkat antara lubang dalam satu baris dan antar baris dapat menyebabkan overbreak yang berlebihan. 5. Geologi

Batuan berlapis-lapis dengan kohesi terbatas dapat bergeser sehingga menyebabkan patahnya bahan peledak. Sedangkan batuan besar yang banyak retakannya dapat mengalirkan gas bahan peledak ke semua arah sehingga meningkatkan potensi terjadinya cutoff. Batuan yang lunak memerlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan

perpindahan sehingga diperlukan waktu yang lebih lama antara barisbaris untuk mengendalikan pecah yang berlebihan. 6. Kondisi air

Batuan jenuh (lubang peledakan yang terisi air) dapat meneruskan tekanan air dari titik peledakan ke daerah-daerah di sekitarnya (water hammer). Tekanan ini dapat menyebabkan decoupling isi bahan peledak atau meningkatkan densitasnya sampai ke titik yang tidak memungkinkan peledakan (deadpressed) 7. Bahan peledak yang digunakan

10

Produk bahan peledak dengan densitas yang lebih besar (> 1,25 g/cc) yang menggunakan udara tersirkulasi untuk mengatur kepekaan, mudah terkena dead pressing dari peledakan lubang peledakan yang

berdekatan. 8. Sederhana

Rancangan yang rumit akan memerlukan waktu tambahan untuk menghubungkan dan mengevaluasi rangkaian (dengan memeriksa penyambungan pada konfigurasi delay) 9. Biaya

Dengan meningkatnya tingkat kerumitan rancangan, biaya biasanya akan meningkat. Biaya ini harus dipertimbangkan berdasarkan biaya modifikasi rancangan lain agar diperoleh efisiensi biaya.

1.5.

Penyempurnaan Rancangan Peledakan

Untuk menyempurnakan rancangan peledakan, dapat dilakukan dengan merancang kembali rangkuman data, tentang : 1. Jarak batu-batuan melayang (fly rock) 2. Fragmentasi yang dihasilkan 3. Getaran dan airblast (getaran udara dari hasil peledakan) yang ditimbulkan 4. konfigurasi tumpukan tanah (muckpile) 5. kemudahan penggalian 6. bahan peledak yang gagal meledak 7. sumber material oversize dan overbreak 8. kinerja peledakan

11

9. biaya keseluruhan dari pemboran, peledakan, dan penggalian 10. 11. mengendalikan getaran Mencegah batu-batu melayang dan hilangnya energi

melindungi lapisan bahan galian

Peledakan ( Blasting )
Peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran, dimana tujuannya adalah untuk melepaskan batuan dari batuan induknya agar menjadi fragmen-fragmen yang berukuran lebih kecil sehingga memudahkan dalam pendorongan, pemuatan,

pengangkutan, dan konsumsi material pada crusher yang terpasang. Metode peledakan yang diterapkan oleh PT. Semen Tonasa adalah peledakan secara listrik, dimana penempatan lubang bor diatur sedemikian rupa dan di ledakkan dengan pola tertentu yang di sebut dengan pola peledakkan.

Geometri Peledakan
Untuk mencapai produksi peledakan batugamping Yang

diinginkan, maka hal yang perlu diperhatikan adalah parameter dari geometri peledakan yang terdiri atas burden, spacing, sub drilling, dan kedalaman lubang bor. Untuk menentukan Geometri peledakkan pada PT. Semen Tonasa maka pendekatan teori yang digunakan adalah Anderson

12

Formula.

Hal

ini

dilakukan

untuk

menguji

keefektipan

dalam

mengurangi fragmentasi, dan upaya peningkatan produksi.

a.

Burden
Burden merupakan jarak dari muatan tegak lurus terhadap free

face terdekat dan arah dimana pelemparan akan terjadi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan burden : Karakteristik batuan yaitu sifat yang dimiliki oleh batuan seperti adanya bidang-bidang lemah seperti retakan atau rekahan (discontinue ). Jenis bahan peledak yang digunakan yaitu bahan peledak yang berupa ANFO dengan karakteristik menghasilkan banyak gas adalah cocok digunakan untuk jenis batuan yang memiliki retakan untuk memindahkan material. Untuk memperkirakan burden maka dapat di tentukan dengan pendekatan teori Anderson yang merupakan teori empiris yang sesuai dengan kondisi bahan galian baik kekerasannya maupun struktur geologi yang ada didalamnya sehingga di harapkan dapat menghasilkan nilai peledakan yang bagus sesuai target kuantitas dan kualitas yang di inginkan. Nilai Burden menurut teori sebagai berikut : Anderson di nyatakan dengan rumus

13

0,11

De x H

( 34 )

Dimana : De = Diameter lubang bor ( mm ) H = Kedalam lubang ( m )

B S B T S FREE FACE PC C L

Gambar .1 Geometri Peledakan Keterangan : B S H L PC J T = = = = = = Burden Spacing = Kedalaman lubang tembak Tinggi jenjang Tinggi isian bahan peledak Sub drilling Stemming

b.

Kedalaman Lubang Ledak


Secara teoritis kedalaman lubang ledak tidak boleh lebih kecil dari

burden. Hal ini untuk menghindari terjadinya over break atau

14

createring . Nilai hole depth ratio ( Kh ) ditentukan melalui persamaan sebagai berikut Kh Dimana ; Kh = Hole depth ratio = ( 1,5 4,0 ) =
H ( 35 ) B

H = Kedalaman lubang ledak ( m ) B = Burden ( m )

c.

Spacing ( S )
Spacing adalah jarak antara lubang-lubang bor dirangkai dalam

satu baris (row) dan diukur sejajar terhadap pit wall, biasanya spacing tergantung pada burden, kedalaman lubang bor, letak primer, dan delay. Besarnya spacing dapat digunakan persamaan sebagai berikut : S = 1,25 B ( 36 ) Besarnya spacing ratio ( Ks ) menurut waktu delay yang dipergunakan adalah sebagai berikut : - Long interval delay - Short periode - Normal Ks = 1 Ks = 1 2 Ks = 1,25 1,8

Prinsip dasar penentuan spacing adalah sebagai berikut :

15

Apabila lubang-lubang bor dalam satu baris (row) diledakan secara sequence delay maka Ks =1, maka S = B Apabila lubang-lubang bor dalam satu baris (row) diledakan secara simultan (serentak), maka Ks = 2 jadi S = 2B Apabila dalam banyak baris (multiple row) lubanglubang bor dalam satu baris diledakan secara sequence delay dan lubang-lubang bor dalam arah lateral dari baris yang berlainan di ledakan secara simultan maka pemborannya harus dibuat squard arregement. Apabila dalam multiple row lubang-lubang bor dalam satu baris yang satu dengan yang lainnya di delay, maka harus digunakan staggered pattern.

d.

Tinggi Jenjang ( L )
Secara Spesifik tinggi jenjang maksimum sangat dipengaruhi

oleh peraltan bor dan alat muat yang tersedia. Ketinggian jenjang disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan diameter lubang. Lebih tepatnya, jenjang yang lebih rendah dipakai diameter kecil demikian pula sebaliknya. Dapat dihitung sacara matematis sebagai berikut: L = H J ( 37 )

16

Dimana :

L H J

= Tinggi Jenjang ( m ) = Kedalamam Lubang Ledak ( m ) = Sub Drill ( m )

e.

Sub drilling ( J )
Sub drilling adalah bagian dari lubang tembak di bawah

permukaan

jenjang

(bench).

Penggunaan

sub

drilling

adalah

dimaksudkan agar batuan terbongkar secara full face sebagaimana yang diterapkan. Apabila batuan tidak terbongkar secara full face akan mengakibatkan lantai yang tidak rata atau adanya tonjolan-tonjolan yang akan menyulitkan kegiatan pemuatan dan pengangkutan. Dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: J = Kj X B( 38) Dimana : J = Sub Drilling ( m ) Kj = Sub Drilling Ratio ( 0,2 - 0,4 ), digunakan 0,2 B = Burden ( m )

f.

Stemming ( T )
Stemming disebut juga Collar. Sangat menentukan stress

balance dalam lubang ledak. Fingsi lainnya adalah mengurung gas

17

yang timbul serta mengurung air blast. Dapat dihitung menggunakan persamaan : T = Kt X B Dimana : T = Stemming ( m ) Kt = Stamming Ratio ( 0,7 - 1 ), digunakan 0,75 B = Burden ( m ) ( 39)

a. Powder Colomb ( Pc ) Powder colomb merupakan bagian dari lubang bor yang akan terisi oleh bahan peledak, merupakan selisih dari kedalaman lunag ledak dengan stamming. Powder colomb menentukan banyaknya pemakaian bahan peledak yang dipakai dalam sebuah lubang bor. Pesamaannya sebagai berikut : Pc = H - T ( 40)

Dimana : Pc = Powder Colomb( m ) H = Kedalaman Lubang Ledak T = Stamming ( m )

18

Pola Peledakan
Pola peledakan dilakukan untuk mengefektifkan hasil peledakan. Secara garis besar pola peledakan yang biasa digunakan dalam pembongkaran adalah pola peledakan dengan arah lemparan

ke depan yang sejajar bidang bebas, lihat gambar 3.16 dan pola peledakan dengan arah lemparan ke arah pojok (Pola Corner Cut), pola peledakan yang menyerupai bentuk kotak (Box Cut) yang dilakukan dengan cara pengaturan nomor delay detonator dan sistem penembakan secara beruntun (delay) dan secara serentak (simultan). Pola peledakan disesuaikan dengan bentuk pola pemboran yang sudah ada, dan untuk menghasilkan arah lemparan yang teratur dilakukan pengaturan nomor delay detonator yang tepat. Pola pemboran zig-zag lebih sering digunakan dimaksudkan agar dalam peledakan energi bahan peledak dapat di distribusikan secara optimum untuk mencapai fragmentasi yang dikehendaki, akan tetapi hal ini di sesuaikan dengan kondisi lapangan, kemampuan alat bor dalam pindah posisi, dan kebiasaan skill yang dimiliki oleh operator alat. Distribusi penyebaran energi bahan peledak dapat di lihat pada Gambar 3.16.

19

Pola Sejajar

Pola Zig-Zag

B C A = Daerah Penyebab Energi Bahan Peledak B = Lubang Ledak C = Daerah Yang Tidak Dihancurkan Energi Bahan Peledak Gambar 3.16

Distribusi Relatif Energi Bahan Peledak


Detonator yang digunakan adalah detonator listrik jenis tunda dimana arus listrik berfungsi sebagai sumber energi. Pengaturan nomor delay detonator dapat disusun atau di atur sesuai nomor delay detonator, dengan interval delay yang terkecil ke interval delay yang besar. Hal ini dimaksudkan agar dalam peledakan terdapat bidang-bidang bebas. Pengaturan nomor delay detonator ini dapat dibuat berdasarkan profil tumpukan material hasil peledakan yang di inginkan. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini.

20

FREE FACE 4 4 3 3 2 2 1 1 0 0 1 1 2 2 3 3 4 4

Gambar 3.17 7 7 6 Pengaturan 5 5 Nomor Delay Detonator 5 5 6 6 6 7 7

Interval delay yang terlalu singkat antara lubang dalam satu baris dan antara baris dapat menyebabkan over break < 25 milli second yang berlebihan. Jika delay antar lubang peledakan pada baris belakang (Back Row) kurang dari 42 milli second (ms), bahan peledak dapat bereaksi bersama-sama untuk menghancurkan dinding belakang (Back Wall). Interval delay antara baris yang terlalu singkat < 35 milli second (ms) dapat menyebabkan terjadinya back break. Pada setiap detonator listrik type delay tercantum nomor

delaynya. Misalnya untuk merek Himeji tertera nomor delay yaitu selang peledakannya nol detik, nomor 1 selang waktu peledakan 1 x 0,025 milli second. Demikian nomor delay selanjutnya. Peledakan banyak baris ( > 4 baris ) penggunaan interval delay yang semakin lama di baris belakang akan mengakibatkan terbentuknya bidang bebas.

21

Produktivitas Hasil Peledakan


a. Volume Peledakan ( V ) Volume peledakan merupakan banyaknya material batuan yang terbongkar pada suatu satuan volume. Dapat dinyatakan sebagai berikut : V = B x S x L ( 41) Dimana : V B S = Volume ( m3/ lubang ) = Burden ( m ) = Spacing ( m )

L = Tinggi Jenjang ( m ) b. Massa Ledakan ( W ) Massa ledakan suatu material merupakan perkalian antara volume ledakan di kalikan dengan density batuan yang ada. Massa ledakan material dapat di nyatakan dalam rumus matematis sebagai berikut : W Dimana : W = Tonase Ledakan ( Ton / lubang) V = Volume ( m3 / lubang) = V x Db . ( 42 )

22

Db = Density Batuan ( Ton/m3 ) c. Produksi Peledakan ( P ) Produksi peledakan adalah jumlah material yang akan

terbongkar apabila di lakukan peledakan. Produksi batuan yang terbongkar dapat di nyatakan dalam rumus sebagai berikut : P = Wx
Eff x 60 menit / jam x T CT

( 43 )

Dimana ; P W Eff CT T = Produksi ( Ton / unit alat ) = Massa ledakan ( Ton / lubang ) = Effisiensi kerja alat bor ( % ) = Cycle time ( menit ) = Total Jam kerja ( jam )

Peledakan Batugamping
Untuk pencapaian persen kemiringan jalan yang sesuai dengan desain, diperlukan kegiatan peledakan dengan memperhatikan

beberapa faktor diantaranya :

Geometri Peledakan
Geometri Peledakan sangat tergantung pada jenis alat bor yang digunakan, panjang bit yang dipakai akan mempengaruhi nilai

kedalaman lubang tembak. Berdasarkan pengamatan dilapangan pada

23

masing masing alat bor. Pemboran pada satu lobang dihentikan bila keseluruhan panjang batang bor telah tertanam pada lobang bor. Dalam hal ini panjang batang bor sama panjang lubang tembak. Burden ( B ) Berdasarkan hasil perhitungan karakteristik alat bor dengan menggunakan persamaan 34 dapat diketahui nilai barden yang sesuai standar untuk menghasilkan nilai fragmentasi yang baik sebagai berikut : Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 3 Drill Rod 3,4 m Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 2 Drill Rod 2,8 m Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal 1,9 m ( Lihat Lampiran 1) Nilai burden yang lebih besar dari nilai yang ditentukan berdasarkan karakteristik diameter masing masing alat bor maupun burden yang tidak seragam dapat menyebaban terjadinya boulder material batugamping, sehingga dapat menyulitkan dalam proses selanjutnya., Hal lain yang dapat mempengaruhi, nilai burden = = =

dilapangan antara lain karakteristik batuan, yang meliputi struktur geologi, sifat kimia, sifat fisik, dan jenis bahan peledak meliputi

24

diameter bahan peledak, diameter lobang ledak, spsifik gravity bahan peledak, spesifik gravity batuan yang digunakan agar hasil peledakan dapat berhasil baik.

Ratio Dan Kedalaman Lubang Ledak Kedalaman lubang ledak tergantung pada panjang batang bor masing-masing alat. Pada pengamatan dilapangan penetrasi akan dihentikan hanya jika semua batang bor telah tertanam. Dalam hal ini panjang batang bor dinyatakan sama dengan panjang kedalaman lubang ledak.Yang harus diperhitungkan lebih lanjut apakah kedalam lubang ledak sesuai dengan kedalaman lubang ledak ratio yang disyaratkan yaitu ( 1,5- 4,0 ).Berikut perhoitungannya berdasarkan persamaan 35. Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 3 Drill Rod m Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 2 Drill Rod m Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal ( Lihat Lampiran 1 ) = 1,93 m = 2,61 = 3,192

Spacing ( S )

25

Berdasarkan nilai burden dari masing masing alat dengan menggunakan persamaan 36, dapat diketahui nilai spacing standar sesuai fomulasi Anderson, sebagai berikut Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 3 Drill Rod 4,25 m = =

Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 2 Drill Rod 3,5 m

Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal m ( Lihat Lampiran 1 )

= 2,375

Nilai spacing dilapangan relatif besar, hal ini sesuai dengan kondisi batuan yang berongga dan adanya bidang lemah seperti adanya sisipan clay akan dapat menyebabkan terjadinya boulder material, untuk itu nilai spacing perlu disesuaikan dengan kondisi batuan dan struktur geologi yang ada, agar hasil ledakan tidak terjadi boulder material yang banyak. Nilai spacing tergantung besarnya nilai burden yang ada, nlai spacing secara normal berkisar antara 1,25 1,8 B. Jika nilai burdennya relatif besar maka nilai spacing akan lebih besar, untuk itu diupayakan nilai burden disesuaikan karasteristik batuan. Jika spacing lebih kecil daripada burden akan cenderung

menghasilkan steaming ejection yang lebih dini, akibatnya gas hasil

26

ledakan dihamburkan ke atmosfer dibarengi dengan noise dan air blast.Sebaliknya jika spacing terlalu besar diantara lubang tembak fragmentasi yang dihasilkan tidak sempurna, dengan demikian

hendaknya ada keserasian antara jarak burden dengan jarak spacing antara satu lubang yang satu dengan lubang yang lainya agar hasil peledakannya baik. Tinggi Jenjang Nilai jenjang dipengaruhi oleh kedalaman lubang bor dan nilai subdrilling. Sesuai perhitungan dengan menggunakan persamaan 37 dari data kedalaman yang ada nilai jenjang dapat diketahui tinggi jenjang yaitu : Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 3 Drill Rod m Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 2 Drill Rod m Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal m ( Lihat Lampiran 1 ) = 3,280 = 6,755 = 10,293

Sub drilling ( J ) Dari sub drilling perhitungan secara teoritis dapat diketahui dengan menggunakan persamaan38, yaitu :

27

Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 3 Drill Rod 0,68 m Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 2 Drill Rod 0,56 m Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal 0,38S m ( Lihat Lampiran 1 )

Nilai sub drilling dipengaruhi oleh burden, kedalaman lubang ledak serta karakteristik batuan. Tujuan dilakukan sub drilling

mengupayakan agar tdak terjadi tonjolan tonjolan pada daerah penambangan, sehingga memudahkan terjadi pemuatan dan

pengangkutan. Bila sub drilling berlebih dapat menghasilkan excessive ground vibration, karena pengurangan faktor yang lebih. Bila sub drilling tidak cukup dapat mengakibatkan problem tonjolan pada lantai. Secara praktis sub drilling dibuat 0,25 X Burden. Untuk membentuk desain kemiringan memanjang jalan, sub drilling sangat diperlukan dan akan memudahkan dalam pendorongan maupun pengangkutan

Stemming ( T ) Nilai stemming pengisian rata rata berdasarkan perhitungan dengan menngunakan persamaan 39, diketahui :

28

Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 3 Drill Rod 2,250 m

Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 2 Drill Rod 2,100 m

Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal 1,425 m

( Lihat Lampiran 1 )

Powder Colomb ( Pc ) Nilai powder colomb berdasarkan perhitungan dengan

menngunakan persamaan 40, diketahui : Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 3 Drill Rod m Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 2 Drill Rod m Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal m ( Lihat Lampiran 1 ) = 2,23 = 5,22 = 8,42

a. Pola Peledakan Berdasarkan tujuan peledakan dimana hasil ledakan akan diangkut sebagai material produksi dengan menggunakan alat angkut front shovel PC 100 maka sebaiknya lubang bor dalam satu baris di 29

delay secara normal dan ke arah lateral di ledakkan secara simultan. Pola ini disebut delay detonator V delay pattern. b. Volume Peledakan Merupakan banyaknya batuan yang terbongkar pada satu satuan volume. Dihitung dengan menggunakan berikut : Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 3 148,731 m3/lubang Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 2 Drill Rod m3/lubang Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal m3/lubang ( Lihat Lampiran 1) c. Massa Peledakan Massa peledakan merupakan banyaknya batuan yang terbongkar dinyatakan dalam satuan berat. Dihitung dengan menggunakan persamaan 41, sebagai berikut : Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 3 355.021 ton/lubang Alat Bor Type Ingersol Rand 500 C 2 154,636 ton/lubang Drill Rod = Drill Rod = = 14,79 = 66,20 Drill Rod = persamaan 41, sebagai

30

Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal ton/lubang ( Lihat Lampiran 1) d. Produktivitas Peledakan

= 34,25

Produksi peledakan berdasarkan jenis alat bor yang dioperasikan dengan effesiensi kerja 62,04 % dan jam kerja 9 jam/hari dari hasil perhitungan produksi peledakan dengan menggunakan persamaan 43 dapat diketahui sebagai berikut : Alat Bor Type Ingersold Rand 500 C 3 Drill Rod = 7.232,89 Ton / hari / unit Alat Bor Type Ingersold Rand 500 C 2 Drill Rod = 8.538,69 Ton / hari / unit Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal Ton / hari / unit. ( Lihat Lampiran 1) = 2.316,84

4.2.4

Total Waktu Pemotongan Elevasi Jalan Dengan Alat Bor Dengan mengetahui produktivitas masing-masing alat bor,

volume galian setiap segmen atau station dengan jarak 25 meter dapat diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pemotongan elevasi jalan untuk mendapatkan design geometri jalan angkut tambang yang sesuai standar keamanan dengan menggunakan

31

persamaan 44. Berikut perhitungan waktu pemboran pada masingmasing jenis alat bor: Alat Bor Type Ingersold Rand 500 C 3 Drill Rod

881.292,081 m X 2,387 Ton


3

7.232,87 Ton / Hari / Unit


= 290,85 Hari / unit

Alat Bor Type Ingersold Rand 500 C 2 Drill Rod


3 881.292,081 m X 2,387 Ton 3

8.538,69
= 246,37 Hari / unit Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal

881.292,081 m X 2,387 Ton


3

2.316,84 Ton / Hari / Unit


= 907,98 Hari / unit.

32

Lampiran 1 SPESIFIKASI ALAT BOR INGERSOLD RAND 500 C DAN COMPRESSOR

1.

Specification Weight ( LMA ) With drifler ( LMAC ) With drifler & Cab ( LMEA ) With drifler drifter ( LMAC ) With drifler & cab ( LMAG ) With drifler Matrik 9.300 kg 9.500 kg 10.300 kg 10.500 kg 10.800 kg U.S Standar 20.500 lb 20.940 lb 22.700 lb 23.150 lb 22.700 lb

2.

Performanc Engine Rated power Rated speed Tramming speed Gradability Ground clearance DEUT2 127 KW 2,30 rpm 0 - 2,3 km / h 30 % 355 mtp Ingersoll Rand 6,9 m 3 / min 8,8 kg / cm 3 33 BFGL 9 BC 170 bhp 2,300 rpm 0 2,1 mph 30 % 14 Type 245 ctm 125 psig

3.

Air Compressor Actual tree an delivery Rated pressure

Drifler model Weight Impac energi Frequency Rotation speed Drile pressure

yH 80 210 kg 42 kg m 2600 bpm 0 150 rpm 150 kg / cm 3 462 lb 305 til-lbs 2600 bpm 0 150 rpm 2.140 psig

34

You might also like