You are on page 1of 122

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki

peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat

kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran

penting di rumah sakit adalah keperawatan. Keperawatan adalah salah satu

profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya

menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada standar tentang

evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan

menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dengan terus-

menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu di rumah sakit

(Tjandra Yoga Aditama, 2004).

Perawat merupakan sumber daya manusia terpenting di rumah sakit

karena selain jumlahnya yang dominan (55 - 65%) juga merupakan profesi

yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus 24 jam kepada

pasien setiap hari. Oleh karena itu pelayanan keperawatan sebagai bagian

integral dari pelayanan kesehatan jelas mempunyai kontribusi yang sangat

menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk

meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit harus juga disertai upaya untuk

meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Achir Yani, 2007).

1
Standar praktek keperawatan adalah norma atau penegasan tentang

mutu pekerjaan seorang perawat yang dianggap baik, tepat dan benar yang

dirumuskan dan digunakan sebagai pedoman dalam pemberian pelayanan

keperawatan serta tolak ukur dalam penampilan kerja seorang perawat

(Nursalam, 2007). Pelaksanaan keperawatan suatu rumah sakit tak akan

berjalan dengan baik apabila perawat yang melaksanakan proses

keperawatan tersebut berjalan atau bertentangan dengan standar praktek

keperawatan dan segala ketentuan yang ada dalam lingkungan rumah sakit

sebagai suatu organisasi. Fenomena yang berkembang saat ini, tidak sedikit

perawat yang melaksanakan pekerjaannya tidak sesuai dengan standar

asuhan keperawatan yang ada. Tidak jarang pula kita baca diberbagai media

keluhan pemakai jasa keperawatan yang tidak puas akan pelayanan

keperawatan. Salah satu faktor yang berhubungan dengan kurang baiknya

kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah faktor

kepuasan kerja. Kepuasan kerja bagi profesi perawat sebagai pemberi

pelayanan keperawatan diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya yang

berdampak pada prestasi kerja, disiplin dan kualitas kerjanya.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja

sangat mempengaruhi kepuasan dan kinerja perawat dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Menurut hasil survei dari

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2006 sekitar 50,9

persen perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stress

kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu

tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai.

2
Sheward, (2005) dalam Achir Yani (2007) mengatakan bahwa perawat yang

bekerja lembur terus menerus atau bekerja tanpa dukungan yang memadai

cenderung untuk banyak tidak masuk kerja dan kondisi kesehatan yang

buruk. Hasil penelitian Puskesmas terpencil di 10 Propinsi, 20 Kabupaten dan

60 Puskesmas, oleh Depkes. RI dan Universitas Indonesia tahun 2005

menunjukkan bahwa : (1) 69% menyatakan Puskesmas tidak mempunyai

sistem penghargaan bagi perawat; (2) 78,8% melaksanakan tugas petugas

kebersihan; (3) 63,6% melakukan tugas administrasi; (4) lebih dari 90%

perawat melakukan tugas non keperawatan (menetapkan diagnosis penyakit,

membuat resep obat, melakukan tindakan pengobatan), sementara hanya

sekitar 50% melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan peran dan

fungsinya.

Kinerja rumah sakit sebagai suatu unit pelayanan kesehatan

sebagaimana institusi lainnya dapat dinilai dengan membandingkan kinerja

aktual para pegawainya dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 1997).

Rumah sakit sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja

yang efektif bagi tenaga kerja profesional seperti perawat. Proses evaluasi

kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen

untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Penilaian kinerja adalah

proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen

penilaian kinerja (Yaslis Ilyas, 2002). Penilaian kinerja perlu dilakukan untuk

berbagai hal seperti perbaikan kerja, penyesuaian kompensasi, keputusan

penempatan, kebutuhan penelitian, pengembangan dan lain sebagainya yang

berhubungan dengan pelaksanaan kerja personel (Handoko, 2001).

3
Secara histroris, karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan

melaksanakan pekerjaan dengan baik. Vroom (1964) dalam Yaslis Ilyas

(2002) kinerja sangatlah dipengaruhi oleh kepuasan, karena kepuasan adalah

salah satu komponen pendorong motivasi kerja. Kondisi kepuasan dan

ketidakpuasan kerja menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi prestasi

kerja diwaktu yang akan datang. Menurut Strauss dan Sayles (1980) dalam

Handoko (2001) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi dini. Karyawan

yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai

kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan

seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat

lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan tidak melakukan

kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan.

Dessler (1997) mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja

biasanya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, tetapi

kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi

lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh

karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan

maupun organisasi, terutama untuk menciptakan keadaan positif di

lingkungan kerja.

RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar merupakan rumah

sakit Pemerintah tipe C terdiri dari 8 ruangan rawat inap, dengan kapasitas

125 tempat tidur serta didukung oleh 148 orang tenaga perawat pelaksana.

Hasil pengamatan dan wawancara penulis, ada beberapa persoalan yang

diindikasikan terkait dengan kepuasan kerja perawat RSUD Ratu Zalecha

4
Martapura, diantaranya adalah perihal pembagian jasa pelayanan, sistem

penghargaan (promosi dan kompensasi) serta hubungan dengan pimpinan

dan rekan kerja. Selain itu tuntutan kerja terhadap kinerja perawat dirasa tidak

cukup sebanding dengan kompensasi yang diberikan rumah sakit. Keluhan

perawat akan kondisi pekerjaan dan belum adanya penghargaan atas hasil

kerja merupakan salah satu pemicu rendahnya kinerja perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan.

Disamping itu apabila diamati dari kemampuan perawat dalam

menjalankan peran dan fungsinya dirasakan masih rendah. Berdasarkan

laporan Komite Keperawatan RSUD Ratu Zalecha Martapura pada tahun

2007, penampilan kerja perawat di unit rawat inap adalah cukup rendah yaitu

60,3% dari target 75%. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil kinerja perawat

dalam bentuk dokumentasi asuhan keperawatan selama periode 5 bulan

terakhir (Januari – Mei 2008) yang menunjukkan bahwa dari 526 pasien yang

menjalani rawat inap ternyata hanya 42% rekam medik asuhan keperawatan

yang terisi dengan lengkap. Selain itu adanya keluhan pasien maupun

pengunjung baik melalui kotak saran maupun media cetak mengenai sikap

perawat yang kurang komunikatif, kurang ramah menunjukkan buruknya

kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja

perawat adalah dengan memberikan penghargaan secara adil. Selain itu

meningkatkan kesejahteraan perawat dan memberikan kesempatan perawat

untuk mengembangkan diri atau dengan cara-cara yang lain dalam usaha

meningkatkan kepuasan perawat. Pimpinan rumah sakit dituntut untuk peka

5
terhadap kepentingan karyawannya. Disini pendekatan bukan hanya terhadap

karyawan tetapi juga terhadap keluarga dan lingkungan. Pimpinan rumah

sakit harus memberikan cukup perhatian pada kondisi kerja yang berpotensi

menimbulkan ketidakpuasan kerja sehingga dapat menurunkan kualitas

asuhan keperawatan.

Berdasarkan uraian tersebut dan mengingat besarnya manfaat

peningkatan kinerja perawat bagi kepentingan rumah sakit dan masyarakat

sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, sehingga menarik untuk

dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan

dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura, Kalimantan Selatan.

1.2.Rumusan Masalah

1.2.1. Pernyataan Masalah

Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan

kesehatan mempunyai kontribusi yang sangat menentukan kualitas pelayanan

di rumah sakit. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa asuhan

keperawatan tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan

standar praktek keperawatan yang telah ditetapkan.

RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar merupakan rumah

sakit Pemerintah tipe C terdiri dari 8 ruangan rawat inap dengan kapasitas

125 orang tempat tidur serta didukung oleh 148 orang tenaga perawat

pelaksana. Berdasarkan Laporan Komite Keperawatan RSUD Ratu Zalecha

Martapura pada tahun 2007, penampilan kerja perawat di unit rawat inap

6
adalah cukup rendah yaitu 60,3% dari target 75%. Hal ini bisa dilihat dari hasil

dokumentasi asuhan keperawatan selama periode 5 bulan terakhir (Januari –

Mei 2008) yang menunjukkan bahwa dari 526 pasien yang menjalani rawat

inap ternyata hanya 42% dokumentasi asuhan keperawatan yang terisi

dengan lengkap. Selain itu adanya keluhan pasien maupun pengunjung

melalui kotak saran mengenai sikap perawat yang kurang komunikatif, dan

kurang ramah menunjukkan buruknya kinerja perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan kepada pasien.

1.2.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah tersebut diatas, maka dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap

RSUD Ratu Zalecha Martapura ?

2. Apakah ada hubungan karakteristik perawat yang meliputi umur,

jenis kelamin, tingkat pendidikan, golongan/pangkat dan masa

kerja) dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu

Zalecha Martapura ?

3. Apakah ada hubungan kepuasan psikologi dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura ?

4. Apakah ada hubungan kepuasan sosial dengan kinerja perawat

di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura ?

5. Apakah ada hubungan kepuasan fisik dengan kinerja perawat

di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura ?

7
6. Apakah ada hubungan kepuasan finansial dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura ?

7. Apakah ada hubungan kepuasan kerja secara umum dengan

kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura ?

8. Faktor apakah yang paling dominan berhubungan dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura ?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ratu Zalecha Martapura.

2. Diketahuinya hubungan karakteristik perawat yang meliputi umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, golongan/pangkat dan masa kerja) dengan

kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

3. Diketahuinya hubungan kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

4. Diketahuinya hubungan kepuasan sosial dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

5. Diketahuinya hubungan kepuasan fisik dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

8
6. Diketahuinya hubungan kepuasan finansial dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

7. Diketahuinya hubungan kepuasan kerja secara umum dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

8. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi

manajemen rumah sakit dalam rangka melakukan perencanaan

sumber daya manusia terutama yang berhubungan dengan

peningkatan kepuasan dan kinerja perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu kesehatan

masyarakat khususnya dalam bidang manajemen sumber daya

manusia di rumah sakit.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian

dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Penelitian

dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2008.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Kinerja

2.1.1. Definisi Kinerja

Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi

kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum,

dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya :

Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-

fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu

(Bernardin dan Russel, 1993 dalam As’ad, 2003).

Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik

pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986 dalam As’ad, 2003).

Sementara As’ad, (2003) mendefinisikan kinerja sebagai keberhasilan

seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Sedangkan Yaslis Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah

penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas.

Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja

organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja

sejumlah individu dalam organisasi.

Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu : 1). Kompetensi

berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk

10
mengidentifikasikan tingkat kinerjanya; 2). Produktifitas adalah kompetensi

tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan

yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome) (Yaslis Ilyas, 2002).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja

menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa

yang keluar (outcome). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam

sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah input

menjadi output (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil

kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam

kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat

kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil

kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam

pencapaiannya.

2.1.2. Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja menurut Handoko (2001), dan Siagian (2001)

adalah sebagai berikut :

1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja

mernungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat

memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi.

2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja

membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan

upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi dan transfer biasanya

didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya.

11
4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja atau

kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula

sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus

dikembangkan.

5. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi

mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir

tertentu yang harus diteliti.

6. Mendeteksi penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau

buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing

departemen personalia.

7. Melihat ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yanng jelek

mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis

jabatan, rencana sumberdaya manusia, atau komponen-komponen lain

sistem informasi manajemcn personalia. Menggantungkan pada

informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-kcpulusan

personalia tidak tepat.

8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang

jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.

Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Menjamin kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja yang

akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal

diambil tanpa diskriminasi.

12
10. Melihat tantangan-tantangan ekternal. Kadang-kadang prestasi seseorang

dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga,

kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.

Dengan adanya penilaian kinerja terhadap karyawan dapat diketahui

secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai.

Melalui penilaian kinerja karyawan dapat disusun rencana, strategi dan

menentukan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan dengan

pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Bagi pihak manajemen, kinerja

sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan

pengembangan karier, mutasi, pemutusan hubungan kerja, penyesuaian

kompensasi, kebutuhan pelatihan dan mempertahankan status akreditasi

perguruan tinggi yang telah diperoleh.

Berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi

kerja yang dilakukan secara tidak tepat akan sangat merugikan karyawan dan

organisasi. Karyawan dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian

kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi yang

menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat

mempengaruhi proses pelayanan. Bagi organisasi, hasil penilaian kinerja

yang tidak tepat akan mempengaruhi pengambilan keputusan kepegawaian

yang tidak tepat, misalnya promosi. Mempromosikan karyawan yang tidak

tepat untuk menduduki level manajemen, akan menurunkan kualitas

organisasi tersebut.

13
2.1.3. Pengukuran Kinerja.

Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh

seorang manajer atau pimpinan. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat

digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan

memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka.

Menurut Handoko (2003), Yaslis Ilyas (2002), secara garis besar ada

beberapa metode penilaian kinerja karyawan :

1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang

membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang

dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.

2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk

mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau

kata-kata yang menggambarkan kinerja karyawan. Penilai biasanya

atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini

bias memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila

daftar penilaian berisi item-item yang memadai.

3. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang

berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku

karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan

kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kitis. Metode ini sangat

berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan, dan

mengurangi kesalahan kesan terakhir.

4. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli

departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam

14
penilaian mereka. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus

dari atasan langsung tentang kinerja karyawan. Kemudian ahli itu

mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi

dikirim kepada penyelia untuk di review, perubahan, persetujuan dan

serubahan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa

mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan

perusahaan.

5. Penilaian didasarkan perilaku. Penilaian kinerja yang didasarkan uraian

pekerjaan yang sudah dibuat sebelumnya. Uraian pekerjaan itu

menentukan perilaku apa saja yang diperlukan oleh pegawai untuk

melaksanakan pekerjaan itu.

6. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian

prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan.

Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar berguna tes

harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking,

grading, point allocation method.

7. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan karyawan lain

siapa yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam

urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan

untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan

terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan

administrasi dan penjelasannya. Grading, metode penilaian ini

memisah-misahkan atau menyortir para karyawan dalam berbagai

klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus

15
diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain

dari grading penilai diberikan sejumlah nilai total dialokasikan di antara

para karyawan dalam kelompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar

dan pada para karyawan dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari

metode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif di antara para

karyawan, meskipun kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan

bias kesan terakhir masih ada.

2.1.4. Model Penilaian Kinerja

Menurut Robbins (1996) dalam Yaslis Ilyas (2002) bahwa penilaian

kinerja yang baik adalah dengan evaluasi 360 degree assesment (360°).

Teknik ini merupakan pengembangan terakhir dari teknik penilaian sendiri.

Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena

dilakukan penilaian silang bawahan, mitra, dan atasan personel. Data

penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil

penilaian silang ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya

kerancuan, bila penilaian kinerja hanya dilakukan personel sendiri saja.

Gambar 2.1
Model Penilaian 360 Derajat

Sumber : Yaslis Ilyas. Kinerja. Teori, Penilaian dan Penelitian. 2002.

16
1. Penilaian Atasan

Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel

biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian

termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung

kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat

juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian

pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai

pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara

personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian

atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok

dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer,

biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih

tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja

kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas

dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir

seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya

perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat

menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi

kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi

sehingga menghasilkan penilaian yang merata.

2. Penilaian Mitra

Biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok

kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi, dimana wewenang

pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh

17
manajemen kepada anggota kelompok verja. Penilaian mitra dilakukan

oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personel

yang dinilai dilakukan oleh komite kelompok kerja dan bukan oleh

penyelia. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk

pengembangan personel dibandingkan untuk evaluasi.

Penilaian mitra dan penyelia dipercayai dapat digunakan untuk

menentukan imbalan. Penilaian ini menunjukan reaksi lebih positif

untuk pendekatan pengembangan dibandingkan dengan evaluasi

personel. Yang perlu diperhatikan pada penilaian mitra adalah

kerahasian penilaian untuk mencegah reaksi negatif dari personel yang

dinilai. Walaupun demikian, penilaian mitra kerja telah dikenal cukup

lama tetapi penilaian ini tidak cukup luas dipakai di dunia bisnis .

3. Penilaian Bawahan

Penilaian bawahan terhadap kinerja personel terutama

dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan batik

personel. Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi,

menetapkan tingkat gaji dan promosi, maka penggunaan penilaian

kurang mendapat dukungan. Libbey - Owen - Ford (LOF) melakukan

suatu program penilaian bawahan terhadap manager dalam rangka

perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini meminta

kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai

umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Umpan balik

bawahan berdasarkan kriteria sebagai berikut : penilaian perencanaan

kinerja strategik, pencapaian komitmen persopnel, penetapan tujuan

18
kerja unit, negosiasi tujuan kinerja individual dan standar, observasi

kinerja personel, dokumentasi kinerja personel, umpan balik dan

pelatihan personel, pelaksanaan penilaian kinerja, dan imbalan kinerja.

Temuan yang menonjol dari usaha manajemen LOF ini adalah

penilaian bawahan terhadap peningkatan keterampilan manajer dalam

melatih bawahan. Manajer diharapkan mengubah perilaku manajemen

sesuai dengan harapan bawahan. Sistem kontrol-seimbang ini

menolong manajer untuk meningkatkan kinerja manajemen

berdasarkan umpan balik bawahan menjelaskan kinerja yang

diharapkan.

2.1.5. Determinan Kinerja

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja

antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah

pengawasannya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang

sama namun produktifitas mereka tidaklah sama. Menurut Gibson (1997) ada

tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain :

1. Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,

pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.

2. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan

kepuasan kerja.

3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan,

kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

19
Menurut Tiffin dan Mc. Cormick (dalam As’ad, 2003), secara garis

besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (As'ad, 2003), yaitu :

faktor individu dan situasi kerja.

1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat

dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta

faktor individual lainnya.

2. Variabel situasional terdiri dari :

a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja, beban kerja,

kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan

lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan ventilasi)

b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan

organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem

upah dan lingkungan sosial.

Mangkunegara (2001) mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor Kemampuan

a. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat

b. Keterampilan : kecakapan dan kepribadian.

2. Faktor Motivasi

a. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan

serikat kerja

b. Kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistik

c. Kondisi fisik : lingkungan kerja.

20
2.2.Kepuasan Kerja

2.2.1. Definisi Kepuasan Kerja

Wijono (1999) menyatakan kepuasan adalah tingkat keadaan yang

dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan

produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang.

Sedangkan Kotler (2003) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang

atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara

persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya.

Kepuasan kerja merupakan suatu istilah yang rnenyangkut aspek

perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja sebenarnya suatu

keadaan yang sulit didefinisikan, meski dalam bentuk yang sederhana

sekalipun. Namun beberapa ilmuwan telah mencoba mendefinisikan tentang

kepuasan kerja.

Kepuasan kerja (job satisfaction) menyangkut sikap umum seorang

individu terhadap pekerjaannya. Seseorang denga tingkat kepuasan kerja

tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya itu (Robbins,

2001). Wexley dan Yulk (1977) dalam Yaslis Ilyas (2002), kepuasan kerja

adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Vroom (1964) dalam

Yaslis Ilyas (2002) menyatakan kepuasan kerja adalah refleksi dari sikap kerja

(job attitude) yang bernilai positif. Sedangkan Handoko (2001) berpendapat

bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

21
Berdasarkan berbagai definisi diatas, As’ad (2003) menyimpulkan

suatu definisi yang sederhana tentang kepuasan kerja, yaitu perasaan

seseorang terhadap pekerjaannya. Konsepsi semacam ini melihat kepuasan

sebagai suatu hasil dari interaksi manusia dan lingkungannya. Jadi

determinasi semacam ini meliputi perbedaan-perbedaan(individual difference)

maupun situasi lingkungan pekerjaan. Disamping itu perasaan seseorang

terhadap pekerjaannya tentulah sekaligus refleksi dari sikapnya terhadap

pekerjaannya.

2.2.2. Manfaat Pemahaman Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja ternyata merupakan topik yang sangat manarik dan

popular di kalangan para ahli psikologi industri dan manajemen. Hal ini

terbukti dari banyaknya penelitian yang dilakukan pada para pekerja yang

bekerja di sebuah organisasi besar. Manfaat pemahaman kepuasan kerja

tersebut adalah sebagai berikut As’ad (2003):

1. Bagi individu.

Penelitian tentang sebab dan sumber kepuasan kerja

memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan dan

kesejahteraan hidup individu.

2. Bagi industri/organisasi

Penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka

usaha peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan

sikap dan tingkah laku para karyawannya.

22
3. Bagi masyarakat.

Dengan adanya pemahaman tentang kepuasan kerja sehingga

karyawan dapat meningkatkan kinerja mereka yang pada akhirnya

masyarakat akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari sebuah

organisasi.

2.2.3. Teori-Teori Tentang Kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan Yukl (1992) dalam Yaslis Ilyas (2002), ada tiga

teori tentang kepuasan kerja, yaitu 1). Teori ketidaksesuaian (Discrepancy);

2). Teori keadilan (Equity Theory); 3). Teori Dua Faktor ( Two Factor Theory).

1. Teori Ketidaksesuaian (Disrepancy Theory)

Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan

menghitung selisih (Disrepancy) antara apa yang seharusnya (should

be) dengan kenyataan yang dirasakan.

Kepuasan kerja seseorang bergantung pada selisih antara

keinginan (Expectation) dengan apa yang menurut telah terpenuhi

diperoleh melalui pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa

puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan

persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan

telah terpenuhi. Jika yang didapatkan lebih besar daripada yang

diinginkan, maka disebut disrepancy yang positif. Sebaliknya makin

jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga

menjadi negatif disrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan

seseorang terhadap pekerjaannya. Studi lainnya menemukan bahwa

para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda menurut

23
bagaimana selisih itu didefinisikan. Mereka menyimpulkan bahwa

orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap pekerjaannya,

dan tidak ada cara terbaik yang tersedia untuk mengukur kepuasan

kerja melainkan ditentukan oleh tujuan pengukurannya.

Kesimpulan teori ketidaksesuaian adalah menekankan selisih

antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika

ada selisih jauh antara keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi

dengan kenyataan maka orang menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi

yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai

dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah

ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu

situasi yang dialaminya. Teori ini merupakan variasi dari teori

perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini adalah :

a. Input, yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap

mendukung pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman,

kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja,

dan peralatan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya

b. Hasil (outcomes) adalah sesuatu vang dianggap bernilai oleh

seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti gaji,

keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta

kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.

24
c. Orang bandingan (comparison person), bisa berupa seseorang di

perusahaan yang sama atau di tempat lain bahkan bisa pula

dengan dirinya sendiri terhadap pekerjaannya di waktu lampau.

Menurut teori ini, seseorang akan membandingkan rasio

input- hasil dirinya dengan rasio input-hasil-orang bandingan. Jika

perbandingan itu dianggapnya cukup adil, maka ia akan merasa

puas. Namun jika perbandingan itu tidak seimbang dan justru

merugikan (kompensasi kurang), akan menimbulkan ketidakpuasan

dan menjadi motif tindakan bagi seseorang untuk menegakkan

keadilan.

Ada bermacam cara seorang karyawan berusaha menegakkan

keadilan, yaitu :

a. Meningkatkan atau mengurangi input-input pribadi, khususnya

usaha membujuk orang bandingan untuk meningkatkan atau

mengurangi input-input pribadinya.

b. Membujuk organisasi untuk merubah hasil perseorangan pekerja

atau hasil orang bandingan.

c. Pengabaian psikologis terhadap input-input atau hasil-hasil

orang bandingan.

d. Memilih orang bandingan yang lain.

Bagaimana seseorang berusaha menurunkan ketidakadilan

akan ditentukan oleh sifat selisih hasil dan input serta biaya relatif

reaksi alternatif dalam situasi tertentu. Teori keadilan memiliki implikasi

terhadap pelaksanaan kerja para karyawan disamping terhadap

25
kepuasan kerja. Teori ini meramalkan bahwa seorang karyawan akan

mengubah input usahanya jika tindakan ini lebih layak dari pada reaksi

lainnya terhadap ketidakadilan.

Adapun kelemahan teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan

orang juga ditentukan oleh perbedaan individu (misalnya saja pada

waktu seseorang ditanya jumlah gaji yang diinginkan saat melamar

pekerjaan). Selain itu tidak liniernya hubungan antara besarnya

kompensasi dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan

dengan kenyataan. Implikasi ketidakadilan terhadap pelaksanaan kerja

juga belum menunjukkan kesimpulannya. Kebanyakan studi memiliki

kelemahan metodologis atau lainnya dan terlalu singkat kurun waktu

untuk mengevaluasi segala hal, kecuali akibat-akibat jangka pendek

ketidakadilan terhadap pelaksanaan kerja.

Untuk masa sekarang teori keadilan tampaknya kurang

bermanfaat untuk meramalkan usaha dan pelaksanaan kerja dibanding

dengan meramalkan apakah karyawan akan kecewa dengan aspek-

aspek pekerjaan tertentu yang mungkin sekali dijadikan perbandingan

sosial, seperti gaji, promosi, penghargaan, serta simbol status.

3. Teori Dua Faktor ( Two Factor Theory)

Prinsip dari teori ini bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja

merupakan dua hal yang berbeda. Artinya, kepuasan dan

ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel

yang kontinyu. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1959)

yang berdasarkan hasil penelitiannya membagi situasi yang

26
mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua

kelompok, yaitu:

a. Faktor motivator (satisfer)

Motivator factor berhubungan dengan aspek-aspek yang

terkandung dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi berhubungan dengan

job content atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam

pekerjaan. Faktor-faktor yang termasuk di sini adalah :

1) Achievement (keberhasilan menyelesaikan tugas);

2) Recognition (penghargaan); 3) Work it self (pekerjaan itu

sendiri); 4) Responsibility (tanggung jawab) ; 5) Possibility of growth

(kemungkinan untuk mengembangkan diri); 6) Advancement

(kesempatan untuk maju) .

Hadirnya faktor-faktor ini akan memberikan rasa puas bagi

karyawan, akan tetapi pula tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu

mengakibatkan ketidakpuasan kerja karyawan.

b. Faktor higiene (disatisfier)

Merupakan faktor komponen yang didalamnya mencakup

kebutuhan yang paling mendasar bagi karyawan untuk dapat

memelihara dan melindungi diri dari kemerosotan hidup. Oleh

karena itu, faktor ini dikatakan sebagai faktor yang besar

ketidakpuasannya yang berasal dari luar individu. Faktor-faktor

yang termasuk di sini adalah 1). Working condition (kondisi kerja) ;

2). Interpersonal relation (hubungan antar pribadi); 3). Company

policy and administration (kebijaksanaan perusahaan dan

27
pelaksanaannya); 4). Supervision technical (teknik pengawasan);

5). Job security (perasaan aman dalam bekerja) .

Perbaikan terhadap faktor-faktor ini akan mengurangi atau

menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan

kepuasan kerja karena ini bukan sumber kepuasan kerja. Prinsip

dasar dari dinamika faktor ini adalah sebagai berikut :

1) Hygiene factor dapat mencegah atau membatasi ketidakpuasan

kerja, tetapi tidak dapat memperbaiki kepuasan kerja.

2) Perbaikan dalam motivator factor dapat mencegah kepuasan

kerja, tetapi tidak dapat mencapai ketidakpuasan kerja.

2.2.4. Determinan Kepuasan Kerja

Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan,

diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk

kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.

Menurut pendekatan teori Maslow tentang kebutuhan manusia, bila dilihat dari

hierarki kebutuhan manusia, dapat disimpulkan bahwa kompensasi atau

penghargaan yang diberikan kepada karyawan dalam bentuk material, dalam

hal ini gaji merupakan kebutuhan manusia atau karyawan yang terendah.

Gilmer (1966) dalam As’ad (2003) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan

kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dan pekerjaan, kondisi

kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas.

28
Caugemi dan Claypool (1978) dalam Mumuh (2005), beberapa faktor

yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah prestasi, penghargaan, kenaikan

jabatan, dan pujian.

Heidjrachman dan Husnan (2002) mengemukakan beberapa faktor

yang mempengaruhi kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang baik,

pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap

pekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang

adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau

tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat.

Tiffin (dalam As’ad, 2003) mengatakan bahwa kepuasan kerja

berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya sendiri,

karena makin tinggi tingkat kepuasan kerja seseorang akan tercermin dari

sikap kerja ke arah yang positif. Hal ini tidak berarti apa yang dilakukan oleh

guru yang ada pada saat ini arahnya negatif. Sebaliknya ketidak puasan kerja

akan menimbulkan sikap kerja yang negatif. Bahwa positif dan negatifnya

sikap kerja seseorang mengikuti tingkat kepuasan kerja yang dirasakan.

Untuk mengukur kepuasan kerja seseorang biasanya dilihat dari besaran gaji

atau upah yang diberikan, tetapi ini sebenarnya bukan satu-satunya faktor,

ada faktor lain seperti suasana kerja, hubungan atasan dan bawahan ataupun

rekan sekerja, pengembangan karier, pekerjaan yang sesuai dengan minat

dan kemampuannya, fasilitas yang ada dan diberikan.

Menurut Wexley and Yukl (1977) dalam Sule (2002), kepuasan kerja

ditentukan atau dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu dapat

dikelompokan ke dalam tiga bagian, yaitu yang termasuk dalam karakteristik

29
individu individu, variabel situasional, dan karakteristik pekerjaan. Karakteristik

individu individu, meliputi : kebutuhan - kebutuhan individu, nilai-nilai yang

dianut individu (values), dan ciri-ciri kepribadian. Sementara variabel-variabel

yang bersifat situasional, meliputi: perbandingan terhadap situasi sosial yang

ada, kelompok acuan, pengaruh dari pengalaman kerja sebelumnya.

Sedangkan karakteristik pekerjaan, meliputi : imbalan yang diterima,

pengawasan yang dilakukan oleh atasan, pekerjaan itu sendiri, hubungan

antara rekan sekerja, keamanan kerja, kesempatan untuk memperoleh

perubahan status.

Loeke (1969) dalam Sule (2002), kepuasan atau ketidakpuasan

karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan.

Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang

diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Menurutnya faktor-

faktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja adalah jenis

pekerjaan, rekan kerja, tunjangan, perlakuan yang adil, keamanan kerja,

peluang menyumbang gagasan, gaji/upah, pengakuan kinerja, dan

kesempatan berkembang.

Merujuk pada berbagai pendapat seperti teori ketidaksesuaian

(Discrepancy), teori keadilan (Equity Theory), teori dua faktor ( Two Factor

Theory) serta pendapat Gilmer (1996), Wexley and Yukl (1977), Caugemi dan

Claypool (1978), Loeke (1969) dan Heidjrachman dan Husnan (2002) tentang

kepuasan kerja maka dapat disimpulkan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja dalam rangka peningkatan kinerja yaitu :

30
a). Faktor kepuasan psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan

kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, sikap

terhadap kerja, bakat, dan keterampilan;

b). Faktor kepuasan sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan

interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun

karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya;

c). Faktor kepuasan fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan

kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi : jenis

pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan

kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan, pertukaran udara, kondisi

kesehatan karyawan, dan sebagainya;

d). Faktor kepuasan finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan

jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya

gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan,

promosi, dan sebagainya.

2.2.5. Pengukuran Kepuasan Kerja

Menurut Robbins (2003), terdapat dua pendekatan yang paling banyak

digunakan untuk mengukur kepuasan yaitu :

1. Angka nilai global tunggal (single global rating)

Angka nilai global tunggal adalah metode pengukuran kepuasan

dengan cara meminta individu-individu untuk menjawab satu

pertanyaan, dengan rating skore 1 - 5 (Sangat tidak puas - Sangat

puas).

31
2. Penjumlahan fase pekerjaan (summation score)

Metode ini lebih canggih dari angka nilai global tunggal. Metode

ini mengenali unsur-unsur utarna dalam suatu pekerjaan dan

menanyakan perasaan karyawan mengenal setiap unsur. Faktor-faktor

lazim yang akan dicakup adalah sifat dasar pekerjaan, penyeliaan,

upah sekarang, kesempatan promosi, dan hubungan dengan rekan

sekerja. Faktor-faktor ini dinilai pada skala baku dan kemudian

dijumlahkan untuk menciplakan skor kepuasan kerja keseluruhan.

Sedangkan menurut Loeke (1969) dalam Sule (2002), teknik

pengukuran kepuasan kerja dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu :

1. Skala perbandingan (Rating scale)

Dalam teknik ini individu diminta untuk membuat "rate” terhadap

berbagai pertanyaan yang diajukan, yang merupakan deskripsi dari

berbagai keadaan yang berhubungan dengan pek:erjaan, seperti

pertanyaan apakah seseorang merasa sangat puas, tidak puas atau

sangat tidak puas.

2. Perilaku (overt behaviour)

Kepuasan kerja pada dasarnya juga dapat dilihat dari perilaku

nyata pekerja, namun demikian, hal ini agak sulit dan kurang akurat

karena sulitnya menentukan kriteria perilaku yang menyebabkan

kepuasan seseorang dalam bekerja. Disamping itu, untuk menentukan

berapa banyak perilaku itu menggambarkan kepuasan kerja adalah

suatu hal yang tidak mudah. Oleh karena itu, pendekatan dan

32
pengamatan terhadap perilaku jarang digunakan dalam pengukuran

kepuasan kerja.

3. Kecenderungan bertindak (action tendency scale)

Teknik ini mencoba menanyakan seseorang mengenai

kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang dirasakan dalam

hubungan dengan pekerjaan. Teknik ini tidak menanyakan apa yang

dia rasakan, tetapi apa yang akan dilakukan. Hal ini didasari asumsi

bahwa apa yang akan dilakukan seseorang sangat dipengaruhi

perasaannya.

4. Kejadian penting (critical incidencee technic)

Teknik ini sifatnya seseorang merasa puas dan tidak puas dalam

bekerja. Teknik ini dipergunakan oleh Herzberg dalarn membuat teori

dua faktor. Hal ini sangat menguntungkan pada teori ini adalah sifatnya

tidak terlalu menuntut banyak dari responden untuk menggunakan

aspek kognitif.

5. Wawancara (interview)

Teknik ini jarang sekali dipergunakan. Hal ini disebabkan oleh

karena masalah subyektifitas disamping itu dari segi biaya, teknik

wawancara membutuhkan biaya jauh lebih besar dibandingkan dengan

teknik lain.

33
2.3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja dan kinerja

Kepuasan kerja dapat dipahami melalui tiga aspek. Pertama, kepuasan

kerja merupakan bentuk respon pekerja terhadap kondisi lingkungan

pekerjaan. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan oleh hasil pekerjaan atau

kinerja. Ketiga, kepuasan kerja terkait dengan sikap lainnya dan dimiliki oleh

setiap pekerja (Luthans, 1995 dalam Handoko, 2001).

Eratnya hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja dikemukakan

oleh Vroom (1960) dan Strauss (1968) dalam Yaslis Ilyas (2002). Menurut

mereka, produktivitas dapat ditingkatkan melalui peningkatan kepuasan kerja,

karena kepuasan kerja memberikan semangat kepada pekerja untuk

meningkatkan produktivitas.

2.3.1. Prestasi Kerja

Istilah prestasi kerja mengandung berbagai pengertian. Definisi

prestasi kerja menurut Lawler (dalam As’ad, 2003) adalah suatu hasil yang

dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara

efisien dan efektif. Lawler & Porter (dalam As’ad, 2003) menyatakan bahwa

prestasi kerja adalah kesuksesan kerja yang diperoleh seseorang dari

perbuatan atau hasil yang bersangkutan. Dalam lingkup yang lebih luas,

Jewell & Siegall (dalam As’ad, 2003) menyatakan bahwa prestasi kerja

merupakan hasil sejauh mana anggota organisasi telah melakukan pekerjaan

dalam rangka memuaskan organisasinya.

Beberapa hasil penelitian sering mengatakan adanya hubungan yang

positif antara kepuasan tinggi dan prestasi kerja tinggi, tetapi tidak selalu

cukup kuat dan berarti. Kepuasan kerja itu bukan suatu motivator kuat

34
prestasi kerja yang lebih baik menghasilkan penghargaan yang lebih tinggi.

Bila penghargaan itu dirasakan adil dan mernadai, maka kepuasan kerja

karyawan akan meningkat. Kondisi kepuasan kerja tersebut selanjutnya

menjadi umpan batik yang akan rnempengaruhi prestasi kerja di masa yang

akan datang. Jadi hubungan prestasi kerja dan kepuasan kerja menjadi suatu

sistem yang berlanjut (Handoko, 2001).

Gambar 2.2
Hubungan Kepuasan Kerja dengan Prestasi Kerja

Persepsi
Prestasi Penghargaan keadilan Kepuasan
Kerja terhadap Kerja
penghargaan

Sumber : Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.


2001.

2.3.2. Tingkat Pekerjaan/Jabatan

Karyawan dengan jenjang pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih

mendapatkan kepuasan kerja. Mereka biasanya memperoleh kompensasi

lebih baik, kondisi kerja lebih nyaman, dan pekerjaan-pekerjaan mereka

memungkinkan penggunaan segala kemampuan yang mereka punyai,

sehingga mereka mempunyai alasan-alasan untuk lebih puas (Handoko,

2001).

Dengan demikian alasan tersebut bertalian erat dengan prospek bagi

seseorang untuk dipromosikan, perencanaan karier dan pengembangan

sumber daya manusia dalam organisasi. Dikaitkan dengan prospek promosi

yang dimaksud ialah bahwa apabila seseorang yang sudah menduduki

35
jabatan tertentu, apalagi sudah berada pada tingkat manajerial maka ada

kecenderungan masih terdapat prospek yang cerah untuk menduduki jabatan

yang lebih tinggi lagi sehingga kepuasan kerjanya akan cenderung lebih

besar. Pada gilirannya, prospek demikian akan mendorong seseorang untuk

merencanakan kariernya dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan

untuk itu, misalnya dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan tambahan

sehingga tingkat jabatan yang lebih tinggi benar-benar dapat dicapainya.

Situasi demikian tentunya berakibat ada keharusan adanya kebijaksanaan

pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan

(Siagian, 2002).

2.3.3. Masa Kerja

Notoatmodjo, (2005) menyebutkan pengalaman yang dimiliki

seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam

menginterpretasikan stimulus yang di peroleh. Pengalaman masa lalu atau

apa yang telah di pelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan

interprestasi.

Faktor pengalaman dan masa kerja perawat secara tidak langsung

berpengaruh pada pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien. Menurut

Nursalam (2007) bahwa semakin banyak masa kerja perawat maka semakin

banyak pengalaman perawat tersebut dalam memberikan asuhan

keperawatan yang sesuai dengan standar atau prosedur tetap yang berlaku.

36
2.3.4. Golongan Kepegawaian

Faktor golongan kepegawaian seseorang berhubungan erat dengan

masa kerja dan tingkat jabatan/pekerjaan seseorang. Karyawan dengan

golongan kepegawaian yang lebih tinggi cenderung lebih mendapatkan

kepuasan kerja. Mereka biasanya akan memperoleh tingkat jabatan pekerjaan

yang memberikan kompensasi lebih baik, kondisi kerja lebih nyaman, dan

pekerjaan-pekerjaan mereka memungkinkan penggunaan segala kemampuan

yang mereka punyai, sehingga mereka mempunyai alasan-alasan untuk lebih

puas.

2.3.5. Perputaran Karyawan dan Absensi

Meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor

pengaruh lainnya, kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran (mutasi)

karyawan dan absensi. Perusahaan bisa mengharapkan bahwa bila kepuasan

kerja meningkat, perputaran karyawan dan absensi menurun, atau sebaliknya

seperti ditunjukkan dalam gambar 2.3, kepuasan kerja yang lebih rendah

biasanya akan mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi. Mereka lebih

mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di perusahaan

lain. Hubungan serupa berlaku juga untuk absensi. Para karyawan yang

kurang mendapatkan kepuasan kerja cenderung lebih sering absen. Mereka

sering tidak merencanakan untuk absen, tetapi bila ada berbagai alasan untuk

absen, untuk mereka lebih mudah menggunakan alasan tersebut (Handoko,

2001).

37
Gambar 2.3
Model Umum Hubungan Kepuasan Kerja dengan
Perputaran Karyawan dan Absensi

Sumber : Handoko , Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.


2001.

2.3.6. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang cukup dominan terhadap

pembentukan kerja seseorang. Menurut Gibson (1996), umur sebagai sub

variabel demografik mempunyai efek tidak langsung pada perilaku kerja

individu. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan dan

keterampilannya. Menurut Siagian, (2002), terdapat korelasi antara kinerja

dan kepuasan kerja dengan umur seorang karyawan, artinya kecenderungan

yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut umur karyawan, kinerja dan

tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin tinggi. Berbagai alasan

yang sering dikemukakan menjelaskan fenomena ini, antara lain adalah :

a. Bagi karyawan yang sudah lanjut usia, makin sulit memulai karir baru di

tempat lain.

b. Sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan,

keinginan, dan cita-cita.

38
c. Gaya hidup yang sudah mapan.

d. Sumber penghasilan yang relatif terjamin.

e. Adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang bersangkutan

dengan rekan-rekannya dalam organisasi .

Sebaliknya, para karyawan yang lebih muda usianya, kepuasan kerja

cenderung lebih kecil, karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi,

kurang penyesuaian dan penyebab-penyebab lainnya serta pengalaman yang

relatif lebih rendah dibandingkan dengan karyawan yang berusia lebih tua

(Handoko, 2001).

Sementara Kertonegoro (2001) dalam Kristianto (2007) menyebutkan,

umur mempunyai pengaruh terhadap turnover atau umpan balik, absensi,

produktivitas, dan kepuasan kerja. Semakin tinggi umur karyawan, semakin

kecil kemungkinan untuk berhenti kerja, karena makin terbatas alternatif

kesempatan kerja. Semakin tinggi umur karyawan maka semakin rendah

tingkat absensi yang dapat dihadiri, tetapi makin tinggi absensi yang tidak

dapat dihadiri, misalnya karena sakit. Hubungan antara umur dan

produktivitas tidak konklusif, karena meskipun umur tinggi bisa berdampak

negatif terhadap keterampilan, tetapi dapat diimbangi secara positif karena

pengalaman.

2.3.7. Jenis Kelamin

Terdapat perbedaan kepuasan kerja dan kinerja antara jenis kelamin

laki-laki dan perempuan. Berdasarkan psikologi, keadaan perbedaan karakter

laki-laki dan wanita antara lain :

39
a. Betapa baik dan cemerlangnya intelegensia perempuan, pada

umumnya perempuan kurang mempunyai interest yang menyeluruh

pada soal-soal teoritis seperti pada kaum laki-laki.

b. Aktivitas perempuan umumnya lebih suka menyibukkan diri dengan

berbagai macam pekerjaan ringan.

c. Perempuan biasanya tidak bersifat agresif, suka memelihara dan

mempertahankan sifat kelembutan, keibuan tanpa mementingkan

diri sendiri dan tidak mengharapkan balas jasa. Sifat-sifat tersebut

identik dengan profesi keperawatan

Adanya perbedaan psikologis tersebut, menyebabkan perempuan lebih

cepat puas dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu laki-laki mempunyai

beban tanggungan lebih besar dibandingkan dengan perempuan, sehingga ia

akan menuntut kondisi kerja yang lebih baik agar ia merasa terpuaskan,

seperti upah/gaji yang memadai, dan sebagainya (Koderi, 1999 dalam Faisal

Rizal, 2005).

2.3.8. Tingkat Pendidikan

Menurut Kristianto (2007), dalam pengertian yang sempit, pendidikan

berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperolah pengetahuan.

Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah

proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh

pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai dengan

kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan refresentatif, pendidikan adalah

seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-

40
perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman

kehidupan.

Pendidikan mempunyai beberapa makna, diantaranya adanya suatu

keinginan manusia yang paling dasar sampai dengan kebutuhan paling tinggi

berupa pengembangan diri. Pendidikan merupakan karakteristik individu yang

menjadi sumber status yang penting dalam organisasi kerja. Pendidikan yang

diikuti jenjang kepangkatan adalah imbang dari status yang tinggi. Semakin

tinggi pendidikan yang dicapai, besar keinginan untuk memanfaatkan

kemampuan dan keterampilannya dalam mencapai kedudukan yang lebih

tinggi dalam organisasi (Siagian, 2002).

Oleh sebab itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan

semakin pula tuntutannya atas pekerjaannya sehingga mempengaruhi

kepuasan kerjanya. Dengan perkataan lain, dengan tingkat pendidikan yang

tinggi, akan berpengaruh terhadap jenjang kepangkatan seorang karyawan,

dan berdampak pada kepuasan kerja yang tinggi, sebab dengan ditunjang

oleh jenjang kepangkatan dan upah yang memadai, maka ia akan lebih

mudah memenuhi kebutuhannya.

Perawat yang mempunyai tingkat pendidikan minimal D.III

keperawatan disebut sebagai perawat profesional pemula. Sebagai perawat

profesional pemula mereka harus memiliki tingkah laku, dan kemampuan

profesional, serta akuntabel dalam melaksanakan asuhan/praktik

keperawatan dasar secara mandiri. Selain itu juga dituntut harus mempunyai

kemampuan meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan memanfaatkan

41
ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang maju secara tepat guna

(Nursalam, 2007).

2.3.9. Besar Organisasi

Ukuran organisasi cenderung mempunyai hubungan secara ber-

lawanan dengan kepuasan kerja. Semakin besar organisasi, kepuasan kerja

cenderung turun secara moderat kecuali manajemen mengambil berbagai

tindakan korektip. Tanpa tindakan koreksi, organisasi besar akan

"menenggelamkan" orang-orangnya dan berbagai proses seperti partisipasi,

komunikasi dan koordinasi kurang lancar. Karena kekuasaan pengambilan

keputusan terletak jauh dari para karyawan, mereka sering merasa

kehilangan peranan. Di samping itu, lingkungan kerja yang terlalu besar juga

menghapuskan berbagai elemen kedekatan pribadi, persahabatan dan

"kehangatan" kelompok kerja kecil yang merupakan faktor penting kepuasan

kerja karyawan.

Istilah besar atau ukuran organisasi berkaitan dengan besarnya satuan

pengoperasian, seperti sebuah pabrik cabang, bukan dalam anti satuan

perusahaan sebagai keseluruhan. Akhirnya karena ada hubungan antara

besar organisasi dan kepuasan kerja, fungsi personalia dalam organisasi-

organisasi besar mungkin mempunyai atau menghadapi kesulitan lebih best

untuk mempertahankan kepuasan kerja karyawan (Handoko, 2001).

42
2.3.10.Motivasi kerja

Berelson dan Steiner (1964) dalam Yaslis Ilyas (2002) mendefinisikan

motivasi sebagai kondisi internal, kejiwaan, dan mental manusia seperti :

aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan, dan kesukaan yang

mendorong individu untuk berperilaku kerja untuk mencapai kepuasan atau

mengurangi ketidakseimbangan. Yaslis Ilyas (2002) menjelaskan, motivasi

dapat juga didefiniskan sebagai kesiapan khusus seseorang untuk melakukan

atau melanjutkan serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai

beberapa sasaran yang telah ditetapkan. Akan halnya motivasi kerja adalah

sesuatu hal yang berasal dari internal individu yang menimbulkan dorongan

atau semangat untuk bekerja keras.

Kertonegoro (2001) dalam Kristianto (2007) mengatakan, pada

hakekatnya motivasi merupakan protes pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan

merupakan keadaan internal yang membuat hasil-hasil tertentu kelihatan

menarik. Kebutuhan yang belum terpenuhi menciptakan ketegangan yang

menimbulkan dorongan dalam diri individu. Dorongan tersebut mengakibatkan

perilaku mencari untuk mendapatkan tujuan tertentu, yang jika dicapai akan

memuaskan kebutuhan dan menyebabkan pengurangan ketegangan. Oleh

karena perilaku organisasi menyangkut dengan perilaku kerja, maka upaya

mengurangi ketegangan tersebut harus diarahkan ketujuan organisasi.

Stoner & Freeman (1995) dalam Nursalam (2002), motivasi adalah

karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat

komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan,

menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad

43
tertentu. Motivasi diperlukan untuk menggerakkan seseorang agar timbul

keinginan dan kemampuannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat

memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.

Motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja

seseorang. Faktor motivasi berhubungan dengan aspek-aspek yang

terkandung dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi berhubungan dengan job content

atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam pekerjaan tersebut

(Nursalam, 2002). Motivasi kerja perawat yang baik akan sangat

mempengaruhi pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien yang sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan sehingga dapat memberikan kepuasan

baik bagi pasien maupun perawat itu sendiri.

2.3.11.Beban Kerja

Beban kerja disuatu unit pelayanan keperawatan adalah seluruh

tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh perawat selama 24 jam. Menurut

Illyas (2000), beban kerja dapat mempengaruhi prestasi kerja/ performance,

maka unit-unit keperawatan perlu mengkaji tingkat beban kerjanya, dikaitkan

dengan perbedaan waktu jaga untuk menyesuaikan kemampuan perawat

terhadap banyaknya tindakan disetiap waktu jaga yang ada di unit perawatan

tersebut. Salah satu hasil kinerja perawat dapat dilihat dari kualitas

dokumentasi asuhan keperawatan yang diberikan. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Pandawa (2002) dalam Nursalam (2007) bahwa ada

hubungan antara beban kerja dengan kualitas dokumentasi keperawatan.

Masih sering ditemukan di praktik klinik, seorang perawat melakukan tindakan

44
non keperawatan seperti tugas administrasi, dan pengambilan sampel

laboratorium.

2.4. Konsep Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio, psiko, sosio, spiritual yang

komprehensif kepada individu, keluarga, masyarakat baik sakit maupun sehat

yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Nursalam, 2007).

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien, pada berbagai

tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses

keperawatan dalam lingkup dan wewenang serta tanggung jawab

keperawatan. Kegiatan yg dilakukan adalah dalam upaya peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta

pemeliharaan kesehatan Dengan penekanan pada upaya pelayanan

kesehatan utama (primary health care) sesuai dengan wewenang, tanggung

jawab dan etika profesi keperawatan yang memungkinkan setiap orang

mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif (Nursalam, 2007).

Keperawatan mempunyai karakteristik sebagai berikut (Nursalam,

2002) meliputi :

1. Profesional, yaitu terikat dengan pekerjaan seumur hidup yang

merupakan sumber penghasilan utama.

45
2. Mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan sebagai landasan bagi

pemilihan karier profesionalnya, dan mempunyai komitmen seumur

hidup yang mantap terhadap kariernya.

3. Memiliki kelompok ilmu pengetahuan yang mantap kokoh serta

keterampilan khusus, yang diperolehnya melalui pendidikan dan latihan

yang lama.

4. Mengambil keputusan demi pasiennya berdasarkan aplikasi prinsip dan

teori keperawatan.

5. Beroriensi kepada pelayanan, menggunakan keahlian demi kebutuhan

pasien.

6. Pelayanan yang diberikan kepada pasien didasarkan kepada kebutuhan

obyektif pasien.

7. Mengetahui apa yang baik untuk pasien, dan mempunyai otonomi dalam

mempertimbangkan tindakannya.

8. Membentuk perkumpulan profesi.

9. Mempunyai kekuatan dan status dalam bidang keahliannya, dan

pengetahuan mereka dianggap khusus.

Sebagai pelaksana asuhan keperawatan di beberapa tatanan yang

melakukan pelayanan/asuhan keperawatan professional, serta sebagai

bagian integral dari pelayanan kesehatan maka perawat perlu membangun

citra keperawatan sebagai suatu profesi, meletakkan peran pelayanan/asuhan

keperawatan dalam pengembangan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat, termasuk pada pelayanan/asuhan rumah sakit. Menerapkan

standar profesional keperawatan pada pelaksanaan pelayanan/ asuhan

46
keperawatan, serta merealisasikan pelayanan keperawatan didasarkan pada

ilmu dan kiat keperawatan (scientific nursing).

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah

sebagai berikut (Nursalam, 2007) :

1. Peran perawat sebagai pelaksana, bertanggung jawab dalam

memberi pelayanan perawatan, mulai dari yang paling sederhana

sampai yang paling kompleks kepada individu, kelompok dan

masyarakat.

2. Peran perawat sebagai pengelola, perawat bertanggung jawab dalam

administrasi pengelolaan pelayanan perawatan baik di masyarakat

maupun di dalam institusi.

3. Peran perawat sebagai pendidik, perawat bertanggung jawab dalam

pendidikan kesehatan/perawatan kepada pasien, keluarga, dan

masyarakat.

4. Peran perawat sebagai peneliti, perawat melakukan penelitian

keperawatan untuk mengembangkan ilmu dan praktek keperawatan

serta ikut berperan secara aktif dalam kegiatan penelitian di bidang

kesehatan.

Tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

adalah sebagai berikut (Nursalam, 2007) :

1. Tanggung jawab terhadap pasien. Perawat dalam pengabdiannya

bertanggung jawab kepada pasien dan kebutuhannya tanpa

membedakan bangsa, suku, agama dan status sosial.

47
2. Tanggung jawab terhadap mutu pelayanan. Perawat bertanggung jawab

pada mutu pelayanan keperawatan yang diberikan, jujur memegang

rahasia jabatan dan mengutamakan kepentingan pasien diatas

kepentingan pribadi.

3. Tanggung jawab terhadap profesi perawat. Perawat senantiasa harus

menjunjung tinggi nama baik profesi dengan selalu meningkatkan

kemampuan profesional dan menunjukkan perilaku dan pribadi luhur.

4. Tanggung jawab terhadap pemerintah, bangsa dan negara. Perawat

senantiasa mematuhi dan melaksanakan peraturan yang berlaku dan

menyumbangkan pikiran kepada institusi dalam meningkatkan

kesehatan kepada masyarakat.

Sedangkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

adalah sebagai berikut (Nursalam, 2007) :

1. Fungsi mandiri artinya membantu individu, keluarga dan masyarakat baik

sakit maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang

kesehatan atau penyembuhan atau menghadapi kematian

2. Fungsi pengobatan artinya perawat membantu individu, keluarga, dan

masyarakat dalam melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan

oleh dokter.

3. Fungsi kolaborasi artinya perawat sebagai anggota tim kesehatan,

bekerja sama saling membentuk dan merencanakan pencegahan

penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi.

Perawat mempunyai hak yang sama dengan yang umumnya diberikan

masyarakat pada semua orang. Tetapi di samping itu, umumnya disepakati

48
bahwa para perawat juga mempunyai hak professional, hak-hak professional

perawat sebagai berikut :

1. Hak menemukan martabat dalam ekspressi diri dan kemajuan diri

melalui pemanfaatan kemampuan khusus dan latar belakang pendidikan.

2. Hak pengakuan andil perawat melalui penyediaan lingkungan

berpraktek, dan imbalan ekonomi professi yang wajar.

3. Hak memperoleh lingkungan kerja yang menekan serendah mungkin

stress fisik serta emosi dan resiko kesehatan.

4. Hak mengontrol praktek professi dalam batas-batas hukum.

5. Hak menetapkan standar mutu perawatan.

6. Hak turut serta dalam penyusunan kebijaksanaan yang mempengaruhi

bidang keperawatan.

7. Hak aksi sosial dan politik atas nama perawatan dan pembinaan

kesehatan (Wolf, Weitzel, Fuerst,1984 dalam Nursalam, 2007).

Menurut Nursalam (2007), beberapa faktor yang memperlambat

perkembangan perawat secara professional adalah sebagai berikut :

1. Antithetical terhadap perkembangan Ilmu Keperawatan; karena

rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakannya

pendidikan keperawatan secara professional, perawat lebih cenderung

untuk melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah dari

dokter. Mereka cenderung untuk menolak terhadap perubahan ataupun

sesuatu yang baru dalam melaksanakan perannya secara professional.

2. Rendahnya rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/self–

esteem). Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber

49
informasi dari klien. Perasaan rendah diri/kurang percaya dirinya

tersebut timbul karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang kurang memadai serta sisitem pelayanan kesehatan

Indonesia yang menempatkan perawat sebagai “second class citizen“.

Dimana perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang

memadai dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di bidang

pelayanan kesehatan.

3. Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset

keperawatan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, lebih dari

90 % perawat tidak melaksanakan perannya dalam melaksanakan riset.

Hal ini disebabkan oleh pengetahuan/ketrampilan riset yang sangat

kurang, keterbatasan waktu, tidak adanya anggaran karena policy yang

tidak mendukung pelaksanaan riset.

4. Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan

yang sempit; pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi

sasaran dalam memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan

keperawatan dianggap sebagai suatu obyek untuk kepentingan tertentu

dan tidak dikelola secara profesional.

5. Rendahnya standar gaji bagi perawat; khususnya yang bekerja di

instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan

Negara lain, baik di Asia ataupun Amerika. Keadaan ini berdampak

terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

yang profesional.

50
2.4.1. Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Swanburg (1987) dalam Nursalam (2007), penilaian kinerja

adalah alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam

mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja

dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam

rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang

tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses apraisal kinerja untuk

mengatur arah kerja dalam memilih, bimbingan perencanaan karir, serta

pemberian penghargaan kepada personal perawat yang kompeten.

Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna

mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja

perawat. Melalui evaluasi reguler dari setiap pelaksanaan kerja pegawai,

manajer dapat mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu

kepuasan perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka,

memberitahukan perawat yang bekerja tidak memuaskan bahwa pelaksanaan

kerja mereka kurang serta menganjurkan perbaikannya, mengidentifikasi

pegawai yang layak menerima promosi atau kenaikan gaji, mengenal pegawai

yang memenuhi syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara

atasan dan bawahannya serta menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan

karyawan yang memerlukan bimbingan khusus.

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien,

digunakan standar praktek keperawatan yang merupakan pedoman bagi

51
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik

keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu pekaryaan seorang

perawat yang dianggap baik, tepat, dan benar yang dirumuskan sebagai

pedoman pemberian asuhan keperawatan serta merupakan tolak ukur dalam

penilaian penampilan kerja seorang perawat. Standar penilaian praktik

keperawatan merupakan standar penilaian kinerja perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan. Menurut Nursalam (2007), penilaian

kinerja perawat baik apabila memenuhi ≥ 75% standar praktik keperawatan.

Standar praktik keperawatan telah disahkan oleh Menkes. RI dalam SK

No. 660/Menkes/SK/IX/1987 yang kemudian diperbaharui dan disahkan

berdasarkan SK Dirjen. Yanmed. Depkes. RI No. YM.00.03.2.6.7637, tanggal

18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996, Dewan Pimpinan Pusat PPNI

menyusun standar praktek keperawatan yang mengacu dalam tahapan

proses keperawatan, yang meliputi: (1) Pengkajian, (2) Diagnosis

keperawatan, (3) Perencanaan, (4) Implementasi dan (5) Evaluasi.

1. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien

secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi :

(1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis,

observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan

penunjang.

(2) Sumber data adalah pasien, keluarga, atau orang yang

terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

52
(3) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :

a. Status kesehatan pasien masa lalu

b. Status kesehatan pasien saat ini

c. Status biologis-psikologis-sosial-spritual

d. Respons terhadap terapi

e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

f. Risiko-risiko tinggi masalah keperawatan

(4) Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB

(lengkap, akurat, relevan dan baru )

2. Standar II : Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan

diagnosis keperawatan. Kriteria proses diagnosis keperawatan

meliputi :

(1) Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data,

identifikasi masalah pasien, dan perumusan diagnosis

keperawatan.

(2) Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah, penyebab,

dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan

penyebab.

(3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain

untuk memvalidasi diagnosis keperawatan

(4) Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis

berdasarkan data terbaru.

3. Standar III : Perencanaan Keperawatan

53
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk

mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Kriteria

proses perencanaan keperawatan meliputi :

(1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah,

tujuan dan rencana tindakan keperawatan.

(2) Bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana

tindakan keperawatan.

(3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau

kebutuhan pasien.

(4) Mendokumentasi rencana keperawatan.

4. Standar IV : Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi

dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses tindakan

implementasi meliputi :

(1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan.

(2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

(3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi

kesehatan lain

(4) Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan

keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta

membantu memodifikasi lingkungan yang digunakan.

(5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan

keperawatan berdasarkan respons pasien.

54
5. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan

keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan

perencanaan. Kriteria proses evaluasi keperawatan meliputi :

(1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi

secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

(2) Menggunakan data dasar dan respons pasien dalam

mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

(3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman

sejawat.

(4) Bekerjasama dengan pasien dan keluarga untuk

memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

(5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi

perencanaan.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan

keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriftif

mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau

hasil yang dapat dinilai, dalam rangka untuk mengevaluasi pelayanan

keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Nursalam, 2007).

55
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL


DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1.Kerangka Konsep Penelitian

Merujuk pada berbagai pendapat tentang kepuasan kerja seperti teori

ketidaksesuaian (Discrepancy), teori keadilan (Equity Theory), teori dua faktor

(Two Factor Theory), pendapat Gilmer (1996), Wexley and Yukl (1977),

Caugemi dan Claypool (1978), Loeke (1969) dan Heidjrachman dan Husnan

(2002) serta teori tentang kinerja seperti menurut pendapat Tiffin (dalam

As’ad, 2003), Gibson (1997) dan Mangkunegara (2001) yang telah dipaparkan

pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan mengenai faktor – faktor yang

berhubungan dengan kinerja perawat, maka dirancang sebuah kerangka

konsep atau kerangka pikir yang merupakan integrasi dari apa yang ingin

dikerjakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Pada penelitian ini variabel yang dioperasionalkan dalam kerangka

konsep penelitian adalah variabel kepuasan kerja perawat yang meliputi

56
kepuasan psikologi, kepuasan sosial, kepuasan fisik dan kepuasan finansial

perawat dan karakteristik perawat yang meliputi umur, pendidikan, jenis

kelamin, golongan kepegawaian dan masa kerja perawat yang dijabarkan

dalam bentuk variabel bebas (variabel independen) serta kinerja perawat

yang merupakan variabel terikat (variabel dependen).

Adapun kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut :

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

KEPUASAN KERJA

1. Kepuasan Psikologi
2. Kepuasan Sosial
3. Kepuasan Fisik
KINERJA PERAWAT
4. Kepuasan Finansial
1. Pengkajian
KARAKTERISTIK 2. Diagnosa
PERAWAT Keperawatan
3. Perencanaan
1. Umur 4. Pelaksanaan
2. Jenis Kelamin 5. Evaluasi
3. Tingkat Pendidikan
4. Golongan Kepegawaian
5. Masa Kerja

Gambar 3.1
Bagan Kerangka Konsep Penelitian

3.2.Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Alat Cara Skala Hasil Ukur

57
Ukur Ukur

Independen

1 Umur Selisih dalam tahun Kuesioner Angket Nominal 1. < 30 Tahun


antara tahun lahir 2. ≥ 30 Tahun
perawat dengan tahun (Nursalam, 2007)
sampai saat
pengumpulan data

2 Jenis Ciri yang membedakan Kuesioner Angket Nominal 1. Laki-Laki


Kelamin antara perawat laki-laki 2. Perempuan
dengan perempuan

3 Tingkat Jenjang pendidikan Kuesioner Angket Nominal 1. Rendah, apabila


Pendidikan formal terakhir di bidang SPK
keperawatan yang 2. Tinggi, apabila
diselesaikan responden. D. III Keperawatan
ke atas
(Tjandra.Y.A, 2004)
4 Golongan Tingkatan/jenjang karir Kuesioner Angket Nominal 1. Rendah, apabila
Kepegawaian perawat dalam
setingkat
organisasi tempat kerja
Golongan II
2. Tinggi, apabila
setingkat
Golongan III
(Faisal Rizal, 2005)
5 Masa Kerja Lama kerja perawat Kuesioner Angket Nominal
dibidang keperawatan 1. < 5 tahun
terhitung sejak mulai 2. ≥ 5 tahun
bekerja sampai dengan (Faisal Rizal, 2005)
sekarang

6 Kepuasan Pengakuan responden Kuesioner Diukur dari Nominal


Psikologi tentang apa yang 6 pertanyaan, 1. Kurang Puas,
dirasakannya sebagai masing - bila skor
hasil membandingkan masing < 75% ( skor < 5)
harapan dengan hasil pertanyaan 2. Puas,
yang diterima dan terdiri dari bila skor ≥ 75%
berhubungan dengan dua pilihan ( skor ≥ 5)
kejiwaan meliputi minat, yaitu Tidak (Yaslis Ilyas, 2002)
ketenteraman dalam (skor 0) dan Ya
bekerja, sikap terhadap ( skor 1)
pekerjaan, bakat, dan
keterampilan

7 Kepuasan Pengakuan responden Kuesioner Diukur dari Nominal


Sosial tentang apa yang 6 pertanyaan, 1. Kurang Puas,
dirasakannya sebagai masing - bila skor
hasil membandingkan masing < 75% ( skor < 5)
harapan dengan hasil pertanyaan 2. Puas,
yang diterima dan terdiri dari bila skor ≥ 75%
berhubungan dengan dua pilihan ( skor ≥ 5)
interaksi sosial baik jawaban yaitu (Yaslis Ilyas, 2002)
sesama karyawan, Tidak (skor 0)
dengan atasannya, dan Ya
maupun karyawan yang (skor 1)
berbeda jenis
pekerjaannya;

8 Kepuasan Pengakuan responden Kuesioner Diukur dari Nominal


1. Kurang Puas,

58
Fisik tentang apa yang 6 pertanyaan, bila skor
dirasakannya sebagai masing - < 75% ( skor < 5)
hasil membandingkan masing 2. Puas,
harapan dengan hasil pertanyaan bila skor ≥ 75%
yang diterima dan terdiri dari ( skor ≥ 5)
berhubungan dengan dua pilihan (Yaslis Ilyas, 2002)
kondisi fisik lingkungan jawaban yaitu
kerja Tidak (skor 0)
dan Ya
(skor 1)

9 Kepuasan Pengakuan responden Kuesioner Diukur dari Nominal 1. Kurang Puas,


Finansial tentang apa yang 7 pertanyaan, bila skor
dirasakannya sebagai masing - < 75% ( skor < 6)
hasil membandingkan masing 2. Puas,
harapan dengan hasil pertanyaan bila skor ≥ 75%
yang diterima dan terdiri dari dua ( skor ≥ 6)
berhubungan dengan pilihan (Yaslis Ilyas, 2002)
jaminan serta jawaban yaitu
kesejahteraan yang Tidak (skor 0)
meliputi gaji, jaminan dan Ya
sosial, tunjangan, (skor 1)
promosi, dan
sebagainya
1. Kurang Puas,
10 Kepuasan Pengakuan responden Kuesioner Diukur dari Nominal bila skor
kerja secara tentang apa yang 25 pertanyaan, < 75% ( skor < 19)
umum dirasakannya sebagai masing - 2. Puas,
hasil membandingkan masing bila skor ≥ 75%
harapan dengan hasil pertanyaan ( skor ≥ 19)
yang diterima dan terdiri dari dua (Yaslis Ilyas, 2002)
berhubungan dengan pilihan
kepuasan psikologi, jawaban yaitu
kepuasan fisik, Tidak (skor 0)
kepuasan sosial dan dan Ya
kepuasan finansial (skor 1)

Dependen

1 Kinerja Penampilan hasil kerja Observasi Diukur dari Nominal 1. Kurang Baik,
Perawat perawat secara Terhadap 23 item bila skor < 75%
kuantitas yang sesuai Dokumentasi kuantitas ( skor < 18)
dengan standar praktek Asuhan penilaian 2. Baik,
/ asuhan keperawatan Keperawatan kinerja perawat bila skor ≥ 75%
meliputi pengkajian, dengan ( skor ≥ 18)
diagnosa, Intervensi, melihat (Nursalam, 2007).
pelaksanaan dan dokumentasi
evaluasi keperawatan asuhan /
proses
keperawatan,
dimana masing
- masing item
penilaian terdiri
dari 2 pilihan
jawaban yaitu
Tidak (skor 0)
dan Ya
(skor 1)

59
3.3.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep yang ada, maka disusun suatu hipotesis

yang merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian yaitu sebagai

berikut :

1. Ada hubungan antara umur dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat

Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kinerja perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

4. Ada hubungan antara golongan kepegawaian dengan kinerja perawat

di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

5. Ada hubungan antara masa kerja dengan kinerja perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

6. Ada hubungan antara kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

7. Ada hubungan antara kepuasan sosial dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

8. Ada hubungan antara kepuasan fisik dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

9. Ada hubungan antara kepuasan finansial dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

10. Ada hubungan antara kepuasan kerja secara umum dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

60
BAB IV

METODA PENELITIAN

4.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian survey analitik dengan pendekatan

secara crosssectional study (studi potong lintang), yaitu desain penelitian

yang meneliti suatu kejadian pada satu titik waktu, dimana variabel bebas

(kepuasan kerja dan karakteristik perawat) dan variabel terikat (kinerja

perawat) diteliti sekaligus pada saat yang sama.

4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Waktu pelaksanaan

pengumpulan data dilakukan pada mulai tanggal 4 sampai dengan 30

Agustus 2008.

61
4.3.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah semua perawat pelaksana yang

mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai tenaga pelaksana perawatan

di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura .

Sampel pada penelitian ini adalah dengan mengambil seluruh populasi

yang ada yaitu sebanyak 120 responden.

Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah

1. Perawat bersedia sebagai responden

2. Perawat pelaksana

3. Perawat tidak sedang menjalani cuti, dan ijin sakit

4. Perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura

Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah

1. Perawat tidak bersedia menjadi responden

2. Perawat manajer (Kepala Ruangan)

3. Perawat sedang menjalani cuti, dan ijin sakit

4. Perawat pelaksana di Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat

Darurat.

4.4.Pengumpulan Data

62
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan instrumen

penelitian berupa kuesioner dan observasi.

Setiap kumpulan kuesioner dan observasi berisi pertanyaan yang

berhubungan dengan variabel yang akan diukur. Kuesioner mengadopsi pada

konsep teoritis tentang kepuasan kerja menurut Mumuh (2005) dan Yaslis

Ilyas (2002). Sedangkan observasi mengadopsi pada Pedoman Standar

Praktik Keperawatan Depkes. RI (1993) dalam Nursalam (2007) seperti yang

tergambar pada bab dua dengan beberapa tambahan yang disesuaikan

dengan situasi dan kondisi tempat penelitian.

Kuesioner mengenai kepuasan kerja diisi oleh perawat yang dijadikan

responden. Cara pelaksanaanya adalah sejumlah responden dikumpulkan

secara bergiliran di Aula Rumah Sakit agar tidak mengganggu pekerjaan

mereka. Sebelum pengisian kuesioner, peneliti memberikan penjelasan

terlebih dahulu mengenai isi dari kuesioner dan maksud penelitian.

Sedangkan observasi untuk mengukur kinerja perawat dilakukan dengan cara

menggunakan checklist observasi terhadap dokumentasi asuhan atau proses

keperawatan yang dilaksanakan perawat.

4.5.Uji Coba Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian sebelum dipakai akan dilakukan ujicoba untuk

mengetahui validitas dan realibilitasnya. Uji validitas dilakukan untuk

memberikan keyakinan bahwa alat ukur tersebut dapat digunakan pada waktu

sekarang dengan kecermatan yang baik. Uji reliabilitas dilakukan untuk

63
melihat keajegan (konsistensi) kuesioner. Uji yang digunakan adalah dengan

Cronbach Alpha. Uji coba instrumen penelitian dilakukan terhadap 10 orang

responden.

4.6.Pengolahan Data

Proses pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perangkat

lunak SPSS dengan tahapan sebagai berikut :

a. Editing Data yaitu mengoreksi jawaban yang telah diberikan

responden, apabila ada data yang salah atau kurang segera

dilengkapi.

b. Coding Data yaitu melakukan pengkodean terhadap beberapa variabel

yang akan diteliti, dengan tujuan untuk mempermudah pada saat

melakukan analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data

c. Entry Data yaitu memasukkan data dalam variabel sheet dengan

menggunakan komputer .

d. Cleaning Data yaitu pembersihan data untuk mencegah kesalahan

yang mungkin terjadi, dalam hal ini tidak diikutsertakan nilai hilang

(missing value) dalam analisis dan data yang tidak sesuai atau diluar

range penelitian tidak diikut sertakan dalam analisis.

4.7.Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengolah data dalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterpretasikan serta untuk menguji secara statistik

64
kebenaran hipotesa yang telah ditetapkan, analisa data dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut :

4.7.1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif untuk

mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang

diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat .

4.7.2. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan

hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui Uji Statistik Chi-Square

yaitu sebagai berikut :

1. Hubungan umur dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ratu Zalecha Martapura.

2. Hubungan jenis kelamin dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap

RSUD Ratu Zalecha Martapura.

3. Hubungan pendidikan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap

RSUD Ratu Zalecha Martapura.

4. Hubungan golongan kepegawaian dengan kinerja perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

5. Hubungan masa kerja dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap

RSUD Ratu Zalecha Martapura.

6. Hubungan kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

7. Hubungan kepuasan sosial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat

Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

65
8. Hubungan kepuasan fisik dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat

Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

9. Hubungan kepuasan finansial dengan kinerja perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

10. Hubungan kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

Adapun rumus Uji Statistik Chi-square sebagai berikut :

( fo − fh) 2
X =∑
2

fh

Keterangan :

X2 : Chi-Square

fo : frekuensi observasi

fh : frekuensi harapan

Proses pengujian Chi – Square adalah dengan membandingkan

frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (eskpektasi).

Untuk melihat kemaknaan perhitungan statistik antara variabel bebas dan

variabel terikat digunakan tingkat kepercayaan 95%. Jika nilai p yang didapat

lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak yang berarti antara dua variabel

(bebas dan terikat) yang diteliti mempunyai hubungan yang bermakna.

Sedangkan jika nilai p lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol gagal ditolak

yang berarti bahwa antara dua variabel (bebas dan terikat) yang diteliti tidak

mempunyai hubungan yang bermakna.

66
4.7.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan besar dan eratnya

hubungan antara variabel dependen dan independen, serta melihat variabel

mana yang paling dominan. Analisis ini dipilih karena datanya merupakan

data kontinyu. Uji statistik yang digunakan pada analisis multivariat ini adalah

uji regresi logistik. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen

dengan variabel dependen dengan uji logistik sederhana. Pemilihan

variabel yang berhubungan dengan kinerja perawat (variabel

dependen). Selanjutnya melakukan analisis multivariat dengan

mengikutkan variabel yang p value < 0,25.

2. Pengeluaran variabel independen yang dilakukan secara bertahap satu

persatu dimulai dari variabel yang p value-nya tertinggi.

3. Pengeluaran variabel independen dilakukan sampai semua variabel

mempunyai nilai p < 0,05.

4. Penentuan variabel yang paling dominan dilakukan dengan melalui

nilai Odd Ratio (OR), variabel yang mempunyai nilai OR tertinggi, maka

disebut sebagai variabel yang paling dominan berhubungan dengan

kinerja perawat (Sutanto Priyo Hastomo, 2007).

67
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

RSUD Ratu Zalecha Martapura berlokasi di jalan Menteri Empat

Martapura Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan dan menempati

lahan seluas kurang lebih 5,07 m2.(relokasi sejak tahun 2003). Rumah Sakit

ini merupakan rumah sakit tipe C sesuai dengan SK Menkes RI nomor

214/MENKES/SK/II/1993 tanggal 26 Pebruari 1993, terletak ditengah kota

Martapura yang berpenduduk sekitar 126.538 jiwa dari jumlah penduduk

Kabupaten Banjar sekitar 453.042 jiwa.

RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar adalah merupakan

Rumah Sakit Umum Daerah milik Pemerintah Kabupaten Banjar yang secara

tehnis bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar dan

taktis operasional bertanggung jawab kepada Bupati Banjar. Dalam

68
melaksanakan tugas dan fungsinya RSUD Ratu Zalecha Martapura

mempunyai visi, misi dan motto sebagai berikut :

Visi : “Menjadi Rumah Sakit Rujukan Terbaik Sebanua Enam”

Misi :

1. Menyediakan pelayanan kesehatan komprehensif baik pelayanan

dasar maupun spesialistik.

2. Menyelenggarakan pelayanan kajian pengetahuan, sikap dan

keterampilan sesuai kompetensi.

3. Menyelenggarakan pelayanan khusus (VIP) untuk masyarakat

menengah ke atas yang membutuhkannya.

4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan pola kemitraan

(PT.Askes, BUMN, BUMD dan Perusahaan Swasta.

Motto : “ Pelayanan Cepat, Tepat dan Akurat adalah Tugas Kami.”

RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar mempunyai

kapasitas ruang perawatan rawat inap sebanyak 253 tempat tidur (TT) yang

terbagi atas 10 ruang perawatan rawat inap yaitu Ruang Bersalin (26 TT),

Ruang Anak (34 TT), Perinatologi (10 TT), Ruang Bedah (30 TT), Ruang

Penyakit Dalam (30 TT), Ruang VIP (9 TT), Ruang ICU (8 TT), Ruang

Hemodialisa (8 TT), Ruang Neurologi (30 TT), Bangsal Kelas III (30 TT) dan

Ruang Utama (30 TT) dengan indikator efisiensi mutu pelayanan kesehatan

rawat inap seperti terlihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1
Indikator Efisiensi Mutu Pelayanan Rawat Inap
RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2006 dan 2007

69
Tahun
No Indikator
2006 2007
1 BOR (Bed Occupancy Rate) 82.76 % 75.08
Rata-rata pemakaian tempat tidur
2 ALOS(Averange Length of stay) 3.9 hari 4.7 hari
Rata-rata lama pasien dirawat
3 TOI (Turn Over Interval)
0.9 hari 1.6 hari
Rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati
4 BTO (Bed Turn Over)
72.8 kali 63 kali
Frekuensi pemakaian tempat tidur
Sumber : Laporan Tahunan RSUD Ratu Zalecha, 2007

Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat RSUD Ratu

Zalecha Martapura Kabupaten Banjar didukung oleh sumber tenaga dari

berbagai profesi kesehatan dan non kesehatan yang berjumlah total sebanyak

309 orang, seperti tergambar pada tabel 5.2

Tabel 5.2
Daftar Keterangan Menurut Jenis Ketenagaan RSUD Ratu Zalecha
Martapura Tahun 2007
No Jenis Tenaga JUMLAH
1 Dokter Spesialis (Spesialis Penyakit Dalam, Bedah, 14
Anak, Obsgyn, Patologi Klinik, Patologi Anatomi,
Anestesi dan Radiologi)
2 Dokter Umum 4
3 Dokter Gigi 2
4 Apoteker 4
5 Tenaga Keperawatan (Perawat, Perawat Gigi, 170
Perawat Anestesi, dan Bidan)
6 Paramedis non perawatan 65
7 Non Medis 50
TOTAL 309
Sumber : Laporan Tahunan RSUD Ratu Zalecha, 2007

Struktur organisasi dan tata laksana RSUD Ratu Zalecha Martapura

mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Banjar nomor 04 tahun

2002 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUD Ratu Zalecha

70
Martapura, dipimpin seorang Direktur yang dibantu beberapa seksi/sub

bagian yaitu Seksi Keperawatan, Seksi Pelayanan, Sub Bagian Keuangan

dan Program, Sub bagian Kesekretariatan dan Rekam Medik, Komite Medis,

Komite Keperawatan, Staf Medis Fungsional (SMF) dan Instalasi yang

merupakan fasilitas penyelenggara pelayanan.

Adapun jenis pelayanan kesehatan bisa didapatkan di RSUD Ratu

Zalecha Martapura sekarang ini meliputi : Poliklinik Rawat Jalan, Pelayanan

Rawat Inap, Instalasi Gawat Darurat, Unit Hemodialisa (HD), Kamar Operasi

Sentral, Instalasi Gizi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Farmasi, Instalasi

Radiologi, Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit, Instalasi Rehabilitasi

Medik dan Instalasi Kamar Jenazah.

Instalasi Rawat Inap (IRNA) merupakan salah satu unit pelayanan

fungsional di RSUD Ratu Zalecha Martapura yang dipimpin seorang Kepala

Instalasi Rawat Inap (IRNA) yang membawahi beberapa unit ruang perawatan

dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Rumah Sakit. Angka

kunjungan pasien rawat inap selama tahun 2007 sebanyak 3.345 orang

pasien. Berikut data kegiatan pelayanan rawat inap dalam 5 tahun terakhir

seperti pada tabel 5.3 sebagai berikut :

Tabel 5.3
Data Kegiatan Pelayanan Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha
Martapura Tahun 2003 – 2007
No Uraian 2003 2004 2005 2006 2007
1 Pasien dirawat 2.615 2.725 2.547 2.899 3.345
2 Pasien keluar hidup 2.469 2.653 2.457 2.823 3.259
3 Pasien keluar mati 146 72 90 76 86

71
Sumber : Laporan Tahunan RSUD Ratu Zalecha, 2007

5.2. Hasil Analisis Univariat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sampel sebanyak

120 responden dan akan disajikan secara deskriptif dengan grafik sebagai

berikut :

5.2.1. Kinerja

Grafik 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kinerja,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

56%
44%

Kurang Baik
Baik

Berdasarkan grafik 5.1 bahwa kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap

RSUD Ratu Zalecha Martapura yang terbanyak adalah dengan kriteria baik

(55.8%) sedangkan yang dengan kinerja kurang baik (44.2%).

5.2.2. Umur

Grafik 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

72
32.5%
67.5%

< 30 Tahun
>= 30 Tahun

Berdasarkan grafik 5.2 bahwa sebagian besar umur perawat adalah

< 30 tahun (67.5%), sedangkan yang berumur ≥ 30 tahun (32.5%).

5.2.3. Jenis Kelamin

Grafik 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

53.3%
46.7%

Laki-Laki
Perempuan

Berdasarkan grafik 5.3 bahwa paling banyak perawat adalah berjenis

kelamin perempuan (53,3%), sedangkan perawat yang berjenis kelamin laki -

laki (46,7%).

5.2.4. Tingkat Pendidikan

Grafik 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

73
35.0%
65.0%

Rendah
Tinggi

Berdasarkan grafik 5.5 bahwa paling banyak perawat yang mempunyai

tingkat pendidikan keperawatan dengan kriteria tinggi (D.III dan D. IV

Keperawatan) yaitu sebanyak 65%. Sedangkan yang dengan kriteria rendah

(SPK) sebanyak 35%.

5.2.5. Golongan Kepegawaian

Grafik 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Golongan Kepegawaian,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

39.2%

60.8%

Gol. II
Gol. III

Berdasarkan grafik 5.5 bahwa golongan kepegawaian perawat yang

terbanyak adalah golongan II (60,8%), sedangkan yang golongan III (39.2%).

5.2.6. Masa Kerja

Grafik 5.6

74
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Masa Kerja,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

42.5%

57.5%

< 5 tahun
> = 5 tahun

Berdasarkan grafik 5.6 diketahui bahwa sebagian besar perawat

mempunyai masa kerja < 5 tahun (57,5%), sedangkan yang ≥ 5 tahun

(42,5%).

5.2.7. Kepuasan Psikologi

Grafik 5.7
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Psikologi,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

53.3% 46.7%

Kurang Puas
Puas

Berdasarkan grafik 5.7 bahwa sebagian besar perawat menyatakan

puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kepuasan

psikologi yaitu sebanyak 53.3 %. Sedangkan yang kurang puas (46.7%).

75
5.2.8. Kepuasan Sosial

Grafik 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Sosial,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

50.0% 50.0%

Kurang Puas
Puas

Berdasarkan grafik 5.8 bahwa antara perawat yang menyatakan puas

dan kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan

interaksi sosial adalah sama besarnya (50%).

5.2.9. Kepuasan Fisik

Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Fisik,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

13.3%

Kurang Puas
Puas

86.7%

Berdasarkan grafik 5.9 bahwa mayoritas perawat menyatakan kurang

puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan kepuasan fisik pekerjaan

(86.7%). Sedangkan yang menyatakan puas sebanyak 13.3%.

76
5.2.10.Kepuasan Finansial

Grafik 5.10
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Finansial,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

51.7% 48.3%

Kurang Puas
Puas

Berdasarkan grafik 5.10 bahwa sebagian besar perawat menyatakan

puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kepuasan finansial

(51.7%). Sedangkan yang menyatakan kurang puas (48.3%).

5.2.11.Kepuasan Kerja Secara Umum

Grafik 5.11
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Kerja Secara Umum,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

51.7% 48.3%

Kurang Puas
Puas

Berdasarkan grafik 5.11 bahwa sebagian besar perawat menyatakan

puas terhadap faktor kepuasan secara umum (51.7%). Sedangkan yang

menyatakan kurang puas sebanyak 48.3%.

77
5.3. Hasil Analisis Bivariat

5.3.1. Umur dengan Kinerja

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Umur dengan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Kinerja OR P
Total
Kurang Baik Baik (95% CI) value
n % n % n % 4.844 0.001
Umur
(1.985 – 11.822)

< 30 tahun 45 55.6% 36 44.4% 81 100%


≥ 30 tahun 8 20.5% 31 79.5% 39 100%
Total 53 44.2% 67 55.8% 120 100%
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang

berumur < 30 tahun, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik (55.6%).

Sedangkan dari perawat yang berumur ≥ 30 tahun, sebagian besar dengan

kinerja baik (79.5%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,002 serta nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 4.844 (95% CI = 1.985 – 11.822). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka

hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna

antara umur dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu

Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio(OR) sebesar 4.844 menunjukkan bahwa

perawat yang berumur ≥ 30 tahun mempunyai peluang berkinerja baik 4.844

kali lebih besar dibandingkan perawat yang berumur < 30 tahun.

5.3.2. Jenis Kelamin dengan Kinerja

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Jenis Kelamin dengan Kinerja
Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008

78
Kinerja OR P
Total
Kurang Baik Baik (95% CI) value
Jenis n % n % n % 2.730 0.013
Kelamin
(1.298 – 5.741)

Laki-Laki 32 57.1% 24 42.9% 56 100%


Perempuan 21 32.8% 43 67.2% 64 100%
Total 53 44.2% 67 55.8% 120 100%

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang

berjenis kelamin laki-laki, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik

(57.1%). Sedangkan dari perawat yang berjenis kelamin perempuan,

sebagian besar dengan kinerja baik (67.2%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,013 serta nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 2.730 (95% CI = 1.298– 5.741). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka

hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna

antara jenis kelamin dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2.730 menunjukkan

bahwa perawat perempuan mempunyai peluang berkinerja baik 2.730 kali

lebih besar dibandingkan perawat laki-laki.

5.3.3. Tingkat Pendidikan dengan Kinerja

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Tk. Pendidikan dengan Kinerja
Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Kinerja OR P
Total
Kurang Baik Baik (95% CI) value
Tingkat n % n % n % 3.069 0.007
Pendidikan
(1.410 - 6.683)

Rendah 26 61.9% 16 38.1% 42 100%

79
Tinggi 27 34.6% 51 65.4% 78 100%
Total 53 44.2% 67 55.8% 120 100%

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dijelaskan bahwa dari perawat dengan

tingkat pendidikan keperawatan yang rendah, sebagian besar mempunyai

kinerja kurang baik (61.9%). Sedangkan dari perawat dengan tingkat

pendidikan keperawatan yang tinggi, sebagian besar dengan kinerja baik

(65.4%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,007 serta nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 3.069 (95% CI = 1.410 – 6.683). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka

hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna

antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap

RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3.069

menunjukkan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan tinggi (D.III dan D. IV

Keperawatan) mempunyai peluang berkinerja baik 3.069 kali lebih besar

dibandingkan perawat dengan tingkat pendidikan rendah (SPK).

5.3.4. Golongan Kepegawaian dengan Kinerja

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Gol.Kepegawaian dengan Kinerja
Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Kinerja P
Golongan Total
Kurang Baik Baik value
Kepegawaian
n % n % n % 0.058
Golongan II 38 52.1% 35 47.9% 73 100%
Golongan III 15 31.9% 32 68.1% 47 100%
Total 53 44.2% 67 55.8% 120 100%

80
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dijelaskan bahwa dari perawat dengan

golongan II, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik (52,1%).

Sedangkan dari perawat dengan golongan III, sebagian besar dengan kinerja

baik (68.1%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,058. Dengan nilai p > (α = 0,05),

maka hipotesis penelitian tidak diterima, yang artinya adalah tidak ada

hubungan yang bermakna antara golongan kepegawaian dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

5.3.5. Masa Kerja dengan Kinerja Perawat

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Masa Kerja dengan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Kinerja
Masa Total P value
Kurang Baik Baik
Kerja
n % n % n % 0.062
< 5 tahun 36 52.2% 33 47.8% 69 100%
≥ 5 tahun 17 33.3% 34 66.7% 51 100%
Total 53 53.0% 68 67.0% 120 100%

Berdasarkan tabel 5.8 dapat dijelaskan bahwa dari perawat dengan

masa kerja < 5 tahun, sebagian besar berkinerja kurang baik (52,2%).

Sedangkan dari perawat dengan masa kerja ≥ 5 tahun, sebagian besar

berkinerja baik (66.7%).

81
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,062. Dengan nilai p > (α = 0,05),

maka hipotesis penelitian tidak diterima, yang artinya adalah tidak ada

hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

5.3.6. Kepuasan Psikologi dengan Kinerja Perawat

Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Psikologi dengan Kinerja
Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Kinerja OR P
Total
Kurang Baik Baik (95%CI) value
Kepuasan n % n % n % 2.730 0.013
Psikologi
(1.298 – 5.741)

Kurang Puas 32 57.1% 24 42.9% 56 100%


Puas 21 32.8% 43 67.2% 64 100%
Total 53 44.2% 67 55.8% 120 100%

Berdasarkan tabel 5.9 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang

menyatakan kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan

dengan kejiwaan (minat, ketenteraman, sikap, bakat, dan keterampilan), yang

berkinerja kurang baik (57.1%). Sedangkan dari perawat yang menyatakan

puas, sebagian besar berkinerja baik (67.2%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,013 serta nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 2.730 (95% CI = 1.298 – 5.741). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka

hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna

antara kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap

RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2.730

menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang

82
berkinerja baik 2.730 kali lebih besar dibandingkan perawat yang menyatakan

kurang puas.

5.3.7. Kepuasan Sosial dengan Kinerja Perawat

Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Sosial dengan Kinerja
Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Kinerja OR P
Total
Kurang Baik Baik (95%CI) value
Kepuasan n % n % n % 2.444 0.027
Sosial
(1.167 – 5.121)

Kurang Puas 33 55.0% 27 45.0% 60 100%


Puas 20 33.3% 40 66.7% 60 100%
Total 53 44.2% 67 55.8% 120 100%

Berdasarkan tabel 5.10 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang

merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan

interaksi sosial, sebagian besar berkinerja kurang baik (55%). Sedangkan dari

perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik (66.7%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,027 serta nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 2.444 (95% CI = 1.167 – 5.121). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka

hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna

(signifikan) antara kepuasan sosial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat

Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2.444

menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang

83
berkinerja baik 2.444 kali lebih besar dibandingkan perawat yang merasa

kurang puas .

5.3.8. Kepuasan Fisik dengan Kinerja

Tabel 5.11
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Fisik dengan Kinerja
Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Kinerja OR P
Total
Kurang Baik Baik (95% CI) value
Kepuasan n % n % n % 6.736 0.014
Fisik
(1.458 – 31.128)

Kurang Puas 51 49.0% 53 51.0% 104 100%


Puas 2 12.5% 60 87.5% 16 100%
Total 53 53.0% 67 67.0% 120 100%

Berdasarkan tabel 5.11 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang

merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan

kondisi fisik lingkungan kerja, yang berkinerja kurang baik (49.0%).

Sedangkan perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik

(87.5%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,014 serta nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 6.736 (95% CI = 1.458 – 31.128). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka

hipotesis penelitian diterima, yang artinya adalah ada hubungan yang

bermakna antara kepuasan fisik dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat

Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 6.736

menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang

berkinerja baik 6.736 kali lebih besar dibandingkan perawat yang kurang

puas.

84
5.3.9. Kepuasan Finansial dengan Kinerja Perawat

Tabel 5.12
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Finansial dengan Kinerja
Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Kinerja OR P
Total
Kurang Baik Baik (95% CI) value
Kepuasan n % n % n % 3.206 0.004
Finansial
(1.512 – 6.797)

Kurang Puas 34 58.6% 24 41.4% 58 100%


Puas 19 30.6% 43 69.4% 62 100%
Total 53 44.2% 67 55.8% 120 100%

Berdasarkan tabel 5.12 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang

merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan

jaminan serta kesejahteraan karyawan, sebagaian besar berkinerja kurang

baik (58.6%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian besar

berkinerja baik (69.4%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,004 serta nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 3.026 (95% CI = 1.512 – 6.797). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka

hipotesis penelitian diterima, yang artinya adalah ada hubungan yang

bermakna antara kepuasan finansial dengan kinerja perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar

3.026 menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang

berkinerja baik 3.026 kali lebih besar dibandingkan perawat yang menyatakan

kurang puas.

5.3.10.Kepuasan Kerja Secara Umum dengan Kinerja Perawat

Tabel 5.13

85
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Kerja Secara Umum
dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Kinerja OR P
Total
Kurang Baik Baik (95% CI) value
n % n % n % 4.332 0.000
Kepuasan
(2.006 – 9.354)

Kurang Puas 36 62.1% 22 37.9% 58 100%


Puas 17 27.4% 45 72.6% 62 100%
Total 53 44.2% 67 55.8% 120 100%

Berdasarkan tabel 5.13 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang

merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan

jaminan serta kesejahteraan karyawan, sebagaian besar berkinerja kurang

baik (62.1%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian besar

berkinerja baik (72.6%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 serta nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 4.332 (95% CI = 2.006 – 9.354). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka

hipotesis penelitian diterima, yang artinya adalah ada hubungan yang

bermakna antara kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 4.332 menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai

peluang berkinerja baik 4.332 kali lebih besar dibandingkan perawat yang

menyatakan kurang puas.

5.4.Analisis Multivariat

86
Setelah dilakukan analisis bivariat, selanjutnya dilakukan analisis

multivariat yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen

yang paling dominan berhubungan dengan variabel dependen. Analisis

multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.

5.4.1. Pemilihan Variabel Independen Multivariat

Tahap pertama analisis multivariat adalah penentuan atau pemilihan

variabel independen potensial (variabel kandidat multivariat) yang akan

masuk dalam analisis multivariat, yaitu variabel dari hasil analisis bivariat yang

mempunyai nilai p < 0.25 seperti yang tergambar pada tabel 5.14.

Tabel 5.14
Hasil Analisis Bivariat Determinan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
No Variabel - 2 LL G P value
1 Umur 150.867 12.010 0.001
2 Jenis Kelamin 157.490 7.015 0.008
3 Tingkat Pendidikan 156.446 7.980 0.005
4 Golongan 159.941 4.617 0.032
5 Masa Kerja 160.448 4.160 0.041
6 Kepuasan Psikologi 157.490 7.015 0.008
7 Kepuasan Sosial 158.958 5.613 0.018
8 Kepuasan Fisik 156.193 5.956 0.015
9 Kepuasan Finansial 155.085 9.236 0.002
10 Kepuasan Secara Umum 149.828 13.929 0.000
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa semua variabel

penelitian mempunyai nilai p < 0,25 yang berarti semua variabel penelitian

merupakan kandidat untuk diikutsertakan dalam analisis multivariat.

5.4.2. Pembuatan Model Faktor Penentu Kinerja

Analisis multivariat dilakukan untuk mendapatkan model yang terbaik

dalam menentukan determinan kinerja perawat, dalam pemodelan ini semua

variabel kandidat dicoba secara bersama-sama. Model yang terbaik akan

87
mempertimbangkan pada nilai signifikansi rasio Log-likelihood (p < 0,05).

Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua variabel

independen yang memenuhi syarat sebagai kandidat dimasukkan ke dalam

model, kemudian variabel yang nilai p-nya terbesar.

Hasil analisis model pertama kesepuluh variabel independen yang

berhubungan dengan kinerja perawat dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut

ini :

Tabel 5.15
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2008
Variabel B P OR 95% CI
Umur 1.411 0.033 4.101 1.123 – 14.977
Jenis Kelamin 0.917 0.060 2.503 961 – 6.519
Tk. Pendidikan 1.664 0.005 5.278 1.642 – 16.963
Gol. Kepegawaian 0.660 0.441 1.936 0.360 – 10.393
Masa Kerja 0.316 0.705 1.372 0.268 – 7.024
Kepuasan Psikologi -1.151 0.248 0.316 0.045 – 2.232
Kepuasan Sosial -20.432 0.999 0.000 0.000 - …
Kepuasan Fisik 1.225 0.177 3.405 0.574 – 20.193
Kepuasan Finansial 0.220 0.807 1.246 0.213 – 7.297
Kepuasan Umum 22.271 0.999 46..160 0.000 - …

Berdasarkan tabel 5.15 bahwa variabel kepuasan kerja perawat

mempunyai nilai p terbesar, sehingga harus dikeluarkan dari model. Analisis

selanjutnya dengan tidak mengikutsertakan variabel kepuasan kerja perawat,

dan hasil analisisnya seperti tergambar pada tabel 5.16 sebagai berikut :

Tabel 5.16
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Langkah ke-2
Variabel B P OR 95% CI
Umur 1.436 0.031 4.203 1.143 – 15.456
Jenis Kelamin 1.074 0.024 2.926 1.148 – 7.455

88
Tk. Pendidikan 1.484 0.008 4.411 1.462 – 13.307
Gol. Kepegawaian 0.668 0.426 1.950 0.376 – 10.106
Masa Kerja 0.194 0.814 1.215 0.241 – 6.118
Kepuasan Psikologi -1.398 0.145 0.247 0.038 – 1.618
Kepuasan Fisik 1.322 0.137 3.749 0.656 – 21.418
Kepuasan Finansial -0.100 0.904 0.905 0.177 – 4. 633
Kepuasan Umum 2.527 0.010 12.517 1.822 – 86.004

Berdasarkan tabel 5.16 bahwa variabel kepuasan finansial perawat

mempunyai nilai p terbesar, sehingga harus dikeluarkan dari model. Hasil

model analisis tanpa variabel kepuasan finansial perawat adalah sebagai

berikut :

Tabel 5.17
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Langkah Ke-3
Variabel B P OR 95% CI
Umur 1.439 0.030 4.215 1.146 – 15.508
Jenis Kelamin 1.070 0.025 2.916 1.146 – 7.422
Tk. Pendidikan 1.481 0.008 4.397 1.460 – 13.239
Gol. Kepegawaian 0.652 0.432 1.920 0.377 – 9.773
Masa Kerja 0.207 0.800 1.230 0.247 – 6.122
Kepuasan Psikologi -1.438 0.110 0.237 0.041 – 1.384
Kepuasan Fisik 1.315 0.138 3.724 0.655 – 21.180
Kepuasan Umum 2.482 0.006 11.963 2.027 – 70.612

Berdasarkan hasil analisis tersebut bahwa variabel masa kerja perawat

mempunyai nilai p terbesar, sehingga proses model selanjutnya dengan tidak

mengikutsertakan variabel masa kerja perawat. Hasil model tanpa variabel

masa kerja perawat terlihat pada model berikut ini :

Tabel 5.18
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Langkah Ke-4
Variabel B P OR 95% CI
Umur 1.489 0.019 4.433 1.282 – 15.331

89
Jenis Kelamin 1.069 0.025 2.912 1.144 – 7.408
Tk.Pendidikan 1.469 0.009 4.346 1.450 – 13.025
Gol. Kepegawaian 0.788 0.215 2.199 0.633 – 7.635
Kepuasan Psikologi -1.441 0.111 0.237 0.040 – 1.389
Kepuasan Fisik 1.298 0.142 3.662 0.648 – 20.689
Kepuasan Umum 2.488 0.006 12.039 2.026 – 71.553

Hasil analisis tersebut bahwa variabel golongan kepegawaian perawat

mempunyai nilai p terbesar, sehingga proses model selanjutnya dengan tidak

mengikutsertakan variabel golongan kepegawaian perawat. Hasil model

analisis tanpa variabel golongan kepegawaian perawat terlihat pada model

pada tabel 5.19 berikut ini :

Tabel 5.19
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Langkah Ke-5
Variabel B P OR 95% CI
Umur 1.890 0.001 6.618 2.217 – 19.759
Jenis Kelamin 1.039 0.026 2.828 1.129 – 7.082
Tk.Pendidikan 1.232 0.015 3.429 1.270 – 9.257
Kepuasan Psikologi -1.485 0.105 0.226 0.038 – 1. 366
Kepuasan Fisik 1.195 0.167 3.302 0.607 – 17.953
Kepuasan Umum 2.572 0.005 13.095 2.144 – 79.975

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel kepuasan fisik

mempunyai nilai p terbesar, sehingga tahap selanjutnya dari analisis ini

adalah dengan tidak mengikutsertakan variabel kepuasan fisik seperti terlihat

pada tabel 5.20 sebagai berikut :

Tabel 5.20
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Langkah Ke-6
Variabel B P OR 95% CI
Umur 1.908 0.001 6.742 2.280 – 19.932
Jenis Kelamin 1.048 0.024 2.851 1.150 – 7.072

90
Tk.Pendidikan 1.303 0.009 3.682 1.376 – 9. 849
Kepuasan Psikologi -1.457 0.116 0.233 0.038 – 1.432
Kepuasan Umum 2.695 0.004 14.805 2.388 – 91.798

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel kepuasan

psikologi perawat mempunyai nilai p terbesar, sehingga tahap selanjutnya dari

analisis ini adalah dengan tidak mengikutsertakan variabel kepuasan psikologi

perawat seperti terlihat pada tabel 5.21 sebagai berikut :

Tabel 5.21
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Langkah Ke-7
Variabel B P OR 95% CI
Umur 1.794 0.001 4.015 2.099 – 10.231
Jenis Kelamin 0.895 0.057 2.448 1.013 – 5.914
Tk.Pendidikan 1.385 0.005 3.996 1.506 – 10.601
Kepuasan Umum 1.471 0.001 4.356 1.807 – 10.497

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin

perawat mempunyai nilai p terbesar, sehingga tahap selanjutnya dari analisis

ini adalah dengan tidak mengikutsertakan variabel jenis kelamin perawat

seperti terlihat pada tabel 5.22 sebagai berikut :

Tabel 5.22
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat,
Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura
Langkah Ke-8
Variabel B P OR 95% CI
Umur 1.818 0.001 4.083 1.738 – 12.594
Tk.Pendidikan 1.546 0.002 4.002 1.807 – 9.188
Kepuasan Umum 1.407 0.000 6.157 2.185 – 17.348

Hasil analisis tersebut diatas menunjukkan bahwa semua variabel

mempunyai nilai p < 0,05, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara

91
variabel umur perawat, tingkat pendidikan, dan kepuasan kerja secara umum

dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha

Martapura.

Dari ketiga variabel tersebut, variabel kepuasan kerja secara umum

merupakan variabel yang paling dominan dengan Odds Ratio (OR) sebesar

6.157 yang berarti perawat yang merasa puas secara umum mempunyai

peluang berkinerja baik 6.157 kali lebih besar dibandingkan perawat yang

merasa tidak puas setelah dikontrol dengan variabel umur dan tingkat

pendidikan perawat.

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian, antara lain :

1. Rancangan Penelitian

92
Rancangan penelitian ini menggunakan desain potong lintang

(croos sectional study) yaitu rancangan penelitian untuk melihat

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

dalam periode waktu tertentu dengan melakukan pengukuran atau

pengamatan pada saat yang bersamaan. Dengan demikian rancangan

penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu hanya dapat memberikan

gambaran suatu kejadian atau masalah pada saat tertentu dan tempat

tertentu sehingga dapat berbeda pada waktu yang akan datang dan

tidak dapat digeneralisasikan pada tempat penelitian lain.

2. Kualitas Data

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner bersifat

subyektif sehingga kebenaran data sangat tergantung pada kejujuran

responden pada saat pengisian kuesioner khususnya yang

berhubungan dengan variabel kepuasan kerja (kepuasan psikologi,

kepuasan sosial, kepuasan fisik dan kepuasan finansial).

3. Bias Informasi

Bias informasi adalah bias dalam cara mengamati, melaporkan,

mengukur, mencatat, mengklasifikasi dan menginterpretasi suatu

masalah. Penyebab utama dari bias informasi ini adalah pengukuran

yang tidak valid atau tidak kuatnya data yang dicatat sebelumnya

(Bhisma Murti, 2003). Salah satu bias informasi pada penelitian ini

93
adalah adanya kemungkinan terjadi efek Hawthorne, mengingat

responden mengetahui bahwa dirinya sedang diamati (diteliti) sehingga

dikhawatirkan jawaban yang diberikan tidak obyektif dan memiliki

kecenderungan untuk menyenangkan peneliti.

6.2. Pembahasan

6.2.1. Gambaran Kinerja Perawat

Kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas

maupun kualitas (Yaslis Ilyas, 2002). Pada penelitian ini penilaian kinerja

perawat secara kuantitas dilakukan dengan cara pengamatan dokumentasi

asuhan atau proses keperawatan yang dilaksanakan perawat dan sesuai

dengan standar praktek keperawatan. Dokumentasi keperawatan merupakan

salah satu bentuk upaya untuk membina dan mempertahankan akontabilitas

perawat dan keperawatan. Pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan

sebagai salah satu alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan

suatu pelayanan asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit.

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap kinerja perawat, menunjukkan

bahwa perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

memiliki kinerja baik (55.8%) sedangkan yang kurang baik (44.2%). Angka

pencapaian ini sangat rendah dan jauh dari standar yang telah ditetapkan

oleh Depkes. RI yang memberikan syarat angka pencapaian minimal 75%

dalam memberikan asuhan/pelayanan keperawatan. Hasil distribusi jawaban

94
responden menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempunyai kontribusi

terhadap pembentukan kinerja perawat yang baik diperoleh dari dimensi

faktor – faktor, diantaranya seperti faktor karakteristik perawat yang

meliputi : umur ≥ 30 tahun (79.5%), jenis kelamin perempuan (67.2%), dan

tingkat pendidikan keperawatan tinggi (65.4%). Sedangkan dari faktor

kepuasan kerja perawat meliputi : kepuasan psikologi (67,2%), kepuasan

sosial (66,7%), kepuasan fisik (87.5%), kepuasan finansial (69.4%) dan

kepuasan kerja secara umum (72.6%). Hal ini menggambarkan bahwa faktor

kepuasan kerja merupakan aspek yang dominan terhadap terbentuknya

kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

Secara histroris, karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan

melaksanakan pekerjaan dengan baik. Vroom (1964) dalam Yaslis Ilyas

(2002), kinerja sangatlah dipengaruhi oleh kepuasan, karena kepuasan

adalah salah satu komponen pendorong motivasi kerja. Kondisi kepuasan dan

ketidakpuasan kerja menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi prestasi

kerja diwaktu yang akan datang. Menurut Strauss dan Sayles (1980) dalam

Handoko (2001) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi dini. Karyawan

yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai

kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan

seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat

lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan tidak melakukan

kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan.

Dampak baik maupun kurang baiknya kinerja perawat sangat

berpengaruh terhadap pemberian pelayanan atau asuhan keperawatan yang

95
optimal serta komprehensif kepada pasien. Perawat akan melaksanakan

asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktek keperawatan yang telah

ditetapkan. Pelaksanaan asuhan keperawatan di suatu rumah sakit tak akan

berjalan dengan baik apabila perawat yang melaksanakan proses

keperawatan tersebut bertentangan dengan standar praktek keperawatan dan

segala ketentuan yang ada dalam lingkungan rumah sakit sebagai suatu

organisasi.

6.2.2. Hubungan Umur dengan Kinerja Perawat

Umur merupakan salah satu faktor yang cukup dominan terhadap

pembentukan kerja seseorang. Menurut Gibson (1996), umur sebagai sub

variabel demografik mempunyai efek tidak langsung pada perilaku kerja

individu.

Secara statistik hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan yang

bermakna antara umur dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ratu Zalecha Martapura. Perawat yang berumur < 30 tahun, sebagian besar

mempunyai kinerja kurang baik (55.6%). Sedangkan dari perawat yang

berumur ≥ 30 tahun, sebagian besar dengan kinerja baik (79.5%). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa perawat yang berumur ≥ 30 tahun

cenderung mempunyai peluang berkinerja baik dibandingkan perawat yang

berumur < 30 tahun.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Downes, M (1995) dalam As’ad (2003) yang menyatakan ada hubungan yang

bermakna antara umur dengan kinerja tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan

dengan penelitian yang dilakukan Yaslis Ilyas (2002), Mumuh (2005) dan

96
Faisal Rizal (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna

antara umur dengan kinerja karyawan.

Siagian (2002) menyatakan bahwa terdapat korelasi antara kinerja dan

kepuasan kerja dengan umur seorang karyawan, artinya kecenderungan yang

sering terlihat adalah bahwa semakin lanjut umur karyawan, kinerja dan

tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin tinggi. Berbagai alasan

yang sering dikemukakan menjelaskan fenomena ini, antara lain adalah

adanya sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan,

keinginan, dan cita-cita bagi karyawan yang lebih tua. Sebaliknya, para

karyawan yang lebih muda usianya, kepuasan kerja cenderung lebih kecil,

karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi, kurang penyesuaian dan

penyebab-penyebab lainnya serta pengalaman yang relatif lebih rendah.

Kertonegoro (2001) dalam Kristianto (2007) menyebutkan, umur

mempunyai pengaruh terhadap turnover atau umpan balik, absensi,

produktivitas, dan kepuasan kerja. Semakin tinggi umur karyawan, semakin

kecil kemungkinan untuk berhenti kerja, karena makin terbatas alternatif

kesempatan kerja. Semakin tinggi umur karyawan maka semakin rendah

tingkat absensi yang dapat dihadiri, tetapi makin tinggi absensi yang tidak

dapat dihadiri, misalnya karena sakit. Hubungan antara umur dan

produktivitas tidak konklusif, karena meskipun umur tinggi bisa berdampak

negatif terhadap keterampilan, tetapi dapat diimbangi secara positif karena

pengalaman.

6.2.3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kinerja Perawat

97
Secara statistik hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan yang

bermakna (signifikan) antara jenis kelamin dengan kinerja perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat yang

berjenis kelamin laki-laki, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik

(57.1%). Sedangkan dari perawat yang berjenis kelamin perempuan,

sebagian besar dengan kinerja baik (67.2%). Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa perawat perempuan mempunyai peluang berkinerja baik 2.730 kali kali

lebih besar dibandingkan perawat laki-laki. Hal ini sesuai dengan sejarah

awal dari profesi keperawatan (Florence Nightingale) yang identik dengan

pekerjaan yang didasari oleh kasih sayang, kelembutan seorang ibu atau

perempuan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

Suparman (1997) dan Mumuh (2005) yang menyatakan ada hubungan yang

bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja perawat. Dengan demikian

penelitian Faisal Rizal (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan yang

bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja karyawan tidak sejalan dengan

penelitian ini.

Menurut Koderi (1995), terdapat perbedaan kepuasan kerja dan kinerja

antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Berdasarkan psikologi keadaan

perbedaan karakter laki-laki dan wanita antara lain : 1). pada umumnya

perempuan hampir-hampir tidak mempunyai interest yang menyeluruh pada

soal-soal teoritis seperti pada kaum laki-laki; 2). Aktivitas perempuan

umumnya lebih suka menyibukkan diri dengan berbagai macam pekerjaan

98
ringan; 3). Perempuan biasanya tidak bersifat agresif, suka memelihara dan

mempertahankan sifat kelembutan, keibuan tanpa mementingkan diri sendiri

dan tidak mengharapkan balas jasa .

6.2.4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kinerja Perawat

Kristianto (2007), dalam pengertian yang sempit, pendidikan berarti

perbuatan atau proses perbuatan untuk memperolah pengetahuan. Dalam

pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses

dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,

pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan. Dalam

pengertian yang luas dan refresentatif, pendidikan adalah seluruh tahapan

pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan

juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.

Secara statistik hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan yang

bermakna antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat

Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat dengan tingkat

pendidikan keperawatan yang rendah, sebagian besar mempunyai kinerja

kurang baik (61.9%). Sedangkan dari perawat dengan tingkat pendidikan

keperawatan yang tinggi, sebagian besar dengan kinerja baik (65.4%). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan tinggi

(D.III dan D. IV Keperawatan) mempunyai peluang berkinerja baik lebih besar

dibandingkan perawat dengan tingkat pendidikan rendah (SPK).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Peters (1990) dalam

Yaslis Ilyas (2002), yang menyatakan keterampilan yang terdiri dari

pengetahuan, kemampuan, kecakapan teknis, kecakapan interpersonal akan

99
mempengaruhi kinerja seseorang. Begitu juga penelitian Budiwarni (1997)

dalam Yaslis Ilyas (2002) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna

antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat di Puskesmas. Tetapi hasil

penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Mumuh (2005) dan Faisal

Rizal (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara

tingkat pendidikan dengan kinerja karyawan.

Pendidikan merupakan karakteristik individu yang menjadi sumber

status yang penting dalam organisasi kerja. Pendidikan yang diikuti jenjang

kepangkatan adalah imbang dari status yang tinggi. Semakin tinggi

pendidikan yang dicapai, besar keinginan untuk memanfaatkan kemampuan

dan keterampilannya dalam mencapai kedudukan yang lebih tinggi dalam

organisasi (Siagian, 2002). Oleh sebab itu, semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, akan semakin pula tuntutannya atas pekerjaannya sehingga

mempengaruhi kepuasan kerjanya. Dengan perkataan lain, dengan tingkat

pendidikan yang tinggi, akan berpengaruh terhadap jenjang kepangkatan

seorang karyawan, dan berdampak pada kepuasan kerja yang tinggi, sebab

dengan ditunjang oleh jenjang kepangkatan dan upah yang memadai, maka

seorang karyawan akan lebih mudah memenuhi kebutuhannya.

Perawat yang mempunyai tingkat pendidikan minimal D.III

Keperawatan disebut sebagai perawat profesional pemula. Sebagai perawat

profesional pemula mereka harus memiliki tingkah laku, dan kemampuan

profesional, serta akuntabel dalam melaksanakan asuhan/praktik

keperawatan dasar secara mandiri. Selain itu juga dituntut harus mempunyai

kemampuan meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan memanfaatkan

100
ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang maju secara tepat guna

(Nursalam, 2002).

6.2.5. Hubungan Kepuasan Psikologi dengan Kinerja Perawat

Secara statistik hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan yang

bermakna antara kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di Instalasi

Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat yang

menyatakan kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan

dengan kejiwaan (minat, ketenteraman, sikap, bakat, dan keterampilan), yang

berkinerja kurang baik (57.1%). Sedangkan dari perawat yang menyatakan

puas, sebagian besar berkinerja baik (67.2%). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang lebih

besar untuk berkinerja baik dibandingkan perawat yang menyatakan kurang

puas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mumuh (2005) yang

menyatakan ada hubungan bermakna antara kepuasan psikologi yang dikur

berdasarkan sikap, minat dan kemampuan perawat dengan kinerja perawat di

ruang rawat inap. Sementara Tiffin (dalam As’ad, 2003) mengatakan bahwa

kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap

pekerjaannya sendiri, karena makin tinggi tingkat kepuasan kerja seseorang

akan tercermin dari sikap kerja ke arah yang positif. Sebaliknya ketidak

puasan kerja akan menimbulkan sikap kerja yang negatif. Bahwa positif dan

negatifnya sikap kerja seseorang mengikuti tingkat kepuasan kerja yang

dirasakan.

6.2.6. Hubungan Kepuasan Sosial dengan Kinerja Perawat

101
Proporsi perawat yang puas dan kurang puas pada faktor kepuasan

sosial adalah sama besarnya (50%). Secara statistik penelitian ini

menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepuasan sosial dengan

kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.

Dimana dari perawat yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan

yang berhubungan dengan interaksi sosial, sebagian besar berkinerja kurang

baik (55%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian besar

berkinerja baik (66.7%). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perawat yang

menyatakan puas, mempunyai peluang berkinerja baik lebih besar

dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas .

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mumuh (2005) yang

menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepuasan sosial dengan

kinerja perawat. Hal ini menggambarkan kemampuan pekerja dalam menjalin

interaksi yang baik antara dirinya dengan lingkungan kerjanya, baik dengan

atasannya, sesama pekerja atau bawahannya.

Faktor kepuasan sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan

interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan

yang berbeda jenis pekerjaannya. Menurut teori hierarkhi kebutuhan Maslow,

hubungan dengan rekan kerja termasuk kedalam kebutuhan sosialisasi, yaitu

kebutuhan akan rasa aman diterima dilingkungan sosial dan persahabatan,

dan kebutuhan untuk berpartisipasi di dalamnya. Setiap karyawan selalu ingin

diterima, dihormati dan dihargai dalam lingkungan kerjanya. Cara yang dapat

dilakukan organisasi dalam memenuhi kebutuhan ini antara lain dengan

102
menjalin hubungan kerja yang harmonis diantara sesama pekerja dan

pimpinan, mengikutsertakan pekerja dalam proses pengambilan keputusan.

6.2.7. Hubungan Kepuasan Fisik dengan Kinerja Perawat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perawat menyatakan

kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kondisi

fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pekerjaan yaitu sebanyak 86.7%.

Secara statistik penelitian ini menyatakan ada hubungan yang bermakna

antara kepuasan fisik dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat yang merasa kurang puas

terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan

kerja, yang berkinerja kurang baik (49.0%). Sedangkan perawat yang merasa

puas, sebagian besar berkinerja baik (87.5%). Hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang

berkinerja baik lebih besar dibandingkan perawat yang kurang puas.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mumuh (2005) yang

menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepuasan fisik dengan

kinerja perawat. Menurut Siagian (2002), terdapat korelasi antara kondisi

kerja dengan kepuasan dan kinerja seseorang. Salah satu faktor penyebab

seorang pekerja menginginkan pindah kerja adalah karena kondisi

pekerjaannya yang membuat ia merasa tidak betah sehingga pada akhirnya

akan dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja. Teori Herzberg juga

menyebutkan bahwa faktor kondisi pekerjaan merupakan faktor yang

membuat seseorang tidak puas dalam bekerja (dissatisfer) yang pada

akhirnya mempengaruhi kinerja.

103
Hasil penelitian ini sesuai dengan pengamatan peneliti di lapangan,

dimana banyak sarana prasarana kerja yang kurang lengkap serta lingkungan

kerja yang kurang mendukung seperti kurangnya alat-alat keperawatan dan

pendukung pelayanan, ruangan yang panas tanpa ada penyejuk udara yang

pada akhirnya hal tersebut berpengaruh terhadap pelayanan atau asuhan

keperawatan yang diberikan kepada pasien kurang optimal.

6.2.8. Hubungan Kepuasan Finansial dengan Kinerja Perawat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat

menyatakan puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan

jaminan serta kesejahteraan (51.7%). Sedangkan yang menyatakan kurang

puas sebanyak 48.3%. Secara statistik penelitian ini menyatakan ada

hubungan yang bermakna antara kepuasan finansial dengan kinerja perawat

di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat

yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan

dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, sebagian besar berkinerja

kurang baik (58.6%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian

besar berkinerja baik (69.4%). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa

perawat yang menyatakan puas mempunyai peluang berkinerja baik lebih

besar dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas.

Variabel kepuasan finansial merupakan salah satu faktor yang perlu

mendapatkan perhatian dalam melakukan upaya peningkatan kinerja perawat

terutama yang berhubungan dengan keadilan pembagian intensif/uang jasa,

kesempatan promosi dan kesempatan berkembang. Faktor kepuasan

finansial dalam pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan dengan

104
jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya

gaji, jaminan sosial, pemberian tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi,

dan sebagainya. Menurut Siagian (2002) sebab ketidakpuasan kerja dapat

beraneka ragam seperti penghasilan yang rendah atau dirasakan kurang

memadai, kurangnya penghargaan dan berbagai faktor lainnya. Teori dua

faktor Herzberg, juga menyatakan bahwa besarnya gaji/intensif merupakan

salah satu faktor yang dapat menimbulkan adanya ketidakpuasan kerja,

sebab dengan gaji yang relatif kecil akan dapat menimbulkan ketidakpuasan

pekerja terhadap pekerjaannya, sebaliknya dengan gaji yang cukup bagi

pekerja merupakan faktor yang memotivasi pekerja untuk bekerja dengan

lebih baik.

Selain itu menurut Gibson (1997), pemberian penghargaan baik berupa

hadiah yang bermanfaat ataupun dalam bentuk sertifikat akan dapat

merangsang pekerja untuk dapat bekerja dengan lebih baik, sebab dengan

memberikan penghargaan merupakan salah satu bentuk adanya pengakuan

dari organisasi kerja terhadap pekerja, dan ini dapat menimbulkan adanya

kepuasan dalam bekerja. Sementara Robbins (2003) menyatakan bahwa

kesempatan berkembang dalam bentuk promosi bagi pekerja, dihubungkan

secara negatif dengan tingkat keluar masuknya karyawan dan kepuasan

kerja. Karyawan yang merasakan adanya kesulitan bagi mereka untuk

berkembang dan adanya promosi pekerjaan secara otomatis akan

menurunkan tingkat kepuasan kerjanya, sebaliknya karyawan yang

merasakan kemudahan dan adanya kesempatan yang terbuka bagi mereka

105
untuk mengembangkan diri dalam bekerja, akan dapat meningkatkan

kepuasan dan kinerja mereka.

Hubungan insentif dalam hubunganya dengan kinerja karyawan

dijelaskan oleh Kristianto (2007) bahwa beberapa isu penting tentang imbalan

yang muncul dalam organisasi adalah pertama : orang bekerja pada suatu

organisasi tertentu dengan berbagai macam alasan, dan salah satunya

adalah imbalan, kedua : uang bukan satu-satunya imbalan sepanjang waktu

sesuai dengan perubahan kondisi yang terjadi dalam kehidupan seseorang.

Diyakini bahwa imbalan akan memotivasi prestasi, mengurangi kemangkiran,

dan menarik pencari kerja yang berkualitas kedalam organisasi. Oleh karena

itu, imbalan dapat dipakai sebagai dorongan atau motivasi pada suatu tingkat

sebagai dorongan atau motivasi pada suatu tingkat perilaku dan prestasi, dan

dorongan pemilikan organisasi sebagai tempat bekerja, imbalan dapat juga

memenuhi kebutuhan hubungan kerja.

6.2.9. Hubungan Kepuasan Kerja Secara umum dengan Kinerja Perawat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat

menyatakan puas terhadap faktor kepuasan kerja secara umum ( 51.7%).

Sedangkan yang menyatakan kurang puas sebanyak 48.3%.

Secara statistik penelitian ini menyatakan ada hubungan yang

bermakna antara kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat

yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan

dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, sebagaian besar berkinerja

106
kurang baik (62.1%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian

besar berkinerja baik (72.6%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

perawat yang menyatakan puas mempunyai peluang berkinerja baik 4.332

kali lebih besar dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas.

Kepuasan kerja perawat secara umum merupakan variabel yang

paling dominan berhubungan dengan kinerja perawat di Unit RSUD Ratu

Zalecha Martapura. Kepuasan kerja bagi profesi perawat sebagai pemberi

pelayanan keperawatan diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya yang

berdampak pada prestasi kerja, disiplin dan kualitas kerjanya. Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja sangat

mempengaruhi kepuasan dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat. Menurut hasil survei dari Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2006 sekitar 50,9% perawat yang

bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stress kerja, sering pusing,

lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita

waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai. Perawat yang bekerja lembur

terus menerus atau bekerja tanpa dukungan yang memadai cenderung untuk

banyak tidak masuk kerja dan kondisi kesehatan yang buruk.

Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja

perawat adalah dengan memberikan penghargaan secara adil. Selain itu

meningkatkan kesejahteraan perawat dan memberikan kesempatan perawat

untuk mengembangkan diri atau dengan cara-cara yang lain dalam usaha

meningkatkan kepuasan kerja perawat. Pimpinan rumah sakit dituntut untuk

peka terhadap kepentingan karyawannya. Disini pendekatan bukan hanya

107
terhadap karyawan tetapi juga terhadap keluarga dan lingkungan. Pimpinan

rumah sakit harus memberikan cukup perhatian pada kondisi kerja yang

berpotensi menimbulkan ketidakpuasan kerja sehingga dapat menurunkan

kualitas asuhan keperawatan yang diberikan.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian yang diharapkan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

108
1. Kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura

sebagian besar dengan kriteria baik (55.8%), namun pencapaian angka

tersebut masih jauh dari standar minimal yang ditetapkan (75%).

2. Variabel-variabel yang secara statistik berhubungan dengan kinerja

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura adalah

umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kepuasan psikologi, kepuasan

fisik, kepuasan sosial, kepuasan finansial dan kepuasan kerja perawat

secara umum .

a. Perawat yang berumur ≥ 30 tahun cenderung mempunyai kinerja

yang baik dibandingkan perawat yang berumur < 30 tahun.

b. Perawat perempuan cenderung mempunyai kinerja lebih baik

dibandingkan perawat laki-laki.

c. Perawat dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung mempunyai

kinerja lebih baik dibandingkan perawat dengan tingkat pendidikan

rendah.

d. Perawat yang puas secara psikologi cenderung mempunyai kinerja

lebih baik dibandingkan perawat yang kurang puas.

e. Perawat yang puas secara sosial cenderung mempunyai kinerja

lebih baik dibandingkan perawat yang kurang puas.

f. Perawat yang puas terhadap kondisi fisik lingkungan kerja

cenderung mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan perawat

yang kurang puas.

g. Perawat yang puas secara finansial cenderung mempunyai kinerja

lebih baik dibandingkan perawat yang kurang puas.

109
h. Perawat yang puas terhadap faktor kepuasan kerja secara umum

cenderung mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan perawat

yang kurang puas.

3. Variabel kepuasan kerja secara umum merupakan variabel yang paling

dominan berhubungan dengan kinerja perawat. Perawat yang

menyatakan puas mempunyai peluang berkinerja baik 6.157 kali lebih

besar dibandingkan perawat yang merasa tidak puas setelah dikontrol

dengan variabel umur dan tingkat pendidikan perawat.

7.2. Saran

7.2.1. Bagi RSUD Ratu Zalecha Martapura

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian maka saran yang dapat

diberikan kepada manajemen RSUD Ratu Zalecha Martapura adalah sebagai

berikut :

1. Memberikan kesempatan berkembang kepada perawat untuk dapat

mengikuti pendidikan dan pelatihan misalnya memberikan kesempatan

kepada perawat dengan latar belakang pendidikan keperawatan yang

rendah (SPK) untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi dengan mengadakan kelas khusus pendidikan keperawatan yang

bekerjasama institusi pendidikan kesehatan kemudian mengadakan

dan mengikuti pendidikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi

asuhan keperawatan.

2. Untuk meningkatkan kepuasan psikologi perawat, hendaknya dilakukan

dengan cara meningkatkan peran dan fungsi panitia akredential rumah

110
sakit dalam mengadakan seleksi atau penempatan perawat

(mutasi/promosi) yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.

3. Untuk peningkatan kepuasan sosial dengan sesama karyawan,

hendaknya pimpinan mulai dari Direktur, manajer menengah sampai

dengan Kepala Instalasi/Kepala Ruangan/Kepala Unit agar

menciptakan hubungan kerja yang baik dengan bawahannya misalnya

dengan mengadakan pertemuan rutin secara berkala yang membahas

mengenai keluhan, saran-saran dari bawahan, memberikan perhatian

terhadap pekerjaan bawahan dan senantiasa membantu kesulitan yang

dirasakan perawat.

4. Untuk peningkatan kepuasan fisik perawat, berbagai cara yang dapat

dilakukan manajemen rumah sakit diantaranya adalah

a. Memperbaiki dan melengkapi sarana yang membuat nyaman

ruangan tempat kerja perawat, misalnya dengan melengkapi tempat

kerja dengan AC.

b. Melengkapi sarana dan perlengkapan kerja yang memadai .

c. Memperhatikan kebersihan tempat kerja.

5. Untuk peningkatan kepuasan finansial perawat, berbagai cara yang

dapat dilakukan manajemen rumah sakit diantaranya :

a. Meningkatkan intensif diluar gaji resmi sesuai dengan jasa

pelayanan yang diberikan misalnya intensif shif jaga, intensif kinerja

dan lain sebagainya.

b. Memberikan hadiah/penghargaan berupa uang bagi perawat

dengan kinerja terbaik/teladan secara periodik.

111
7.2.2. Bagi penelitian selanjutnya

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar,

dan karakteristik perawat yang berbeda pada unit pelayanan lainnya serta

faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kinerja perawat dalam

memberikan pelayanan kesehatan misalnya dari faktor manajemen

pelayanan, sarana prasarana penunjang pelayanan dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Achir Yani. 2007. Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit, Pusat Data
dan Informasi PERSI (persi.co.id).

Arikunto. Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Armstrong, M. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Media


Kompetindo.

As’ad, M. 2003. Psikologi Industri: Seri Sumber Daya Manusia. Yogjakarta :


Liberty.

112
Asnawi, S. 1999. Aplikasi Psikologi Dalam Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan. Jakarta : Pusgrafin.

Atmojo, D.S. 2000. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kedisiplinan


Karyawan pada Perusda Objek Wisata Tawangmangu. Tesis
Pascasarjana UMS Surakarta.

Azrul Azwar. 1998. Pengantar Adiministrasi Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2002, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Jakarta :


Pustaka Pelajar

Bhisma Murti. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta :


Gajah Mada University Press .

Boy Sabarguna, 2003, Sumber Daya Manusia Rumah Sakit. Yogyakarta :


Konsorsium RS Islam.

Depkes. RI. 2004. Rancangan pedoman pengembangan sistem jenjang karir


profesional perawat. Jakarta : Direktorat Keperawatan dan keteknisian
Medik Dirjen Yan Med Depkes RI.

_________. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor :


836/MENKES/SK/VI/2005 tentang Pedoman pengembangan
manajemen kinerja perawat dan bidan. Jakarta : Depkes RI.

Dessler, Garry. 1997. Human Resource Management: Appraising


Performance. New Jersey: Prentice Hall.

Faisal Rizal. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja


Pegawai Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Barat Tahun 2004. Tesis
Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Respati Indonesia.

Gibson,J.L, Ivancevich, JM & Donnelly, J.H. Alih Bahasa Andriani, N. (1997).


Organisasi : Perilaku, Struktur dan proses. Jakarta : Aksara Binarupa.

Handoko, T. Hani 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.


Yogjakarta : BPFE .

Hasibuan. M. 2003. Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan


Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.

113
Heidjrachman dan Suad Husnan. 2002. Manajemen Personalia. Yogjakarta :
BPFE.

Hidayat, Aziz. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penelitian Ilmiah.


Jakarta : Salemba Medika.

Jewell & Siegall, M. 1990. Psikologi Industri dan Organisasi Modern. Jakarta :
Arcan.

Kotler, Philip (2003), Manajemen Pemasaran, Penerbit Prenhallindo, Jakarta.

Kristianto Jusuf. 2007. Studi Asuhan Keperawatan Prosedur Pemasangan


Infus di RC MMC Jakarta. Jakarta : Tugas Mentlit Program Studi S3
IKM.

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional,


Jakarta : EGC .

La Ode Jumadi Gaffar. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta :


EGC.

Mangkunegara, AP. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan


(Cetakan Ketiga). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Martoyo, S. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogjakarta : BPFE.

Mumuh. 2005. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Perawat di RSUD


Sekarwangi Kabupaten Sukabumi. Tesis Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati
Indonesia.

Munandar, AS. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Universitas


Indonesia Press.

Muninjaya, AA.Gde. 1999. Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC

Nursalam, Siti Pariani. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta :


Sagung Seto

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

________. 2007. Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam Praktek


Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Purwanto. 2006. Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja


Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akutansi IMKA Surakarta. Tesis
Program Magister Manajemen, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

114
Robbins, S.P. Alih Bahasa Pujaatmaka, H & Molan, B. 2003., Perilaku
Organisasi: Konsep kontroversi, aplikasi, Edisi kedelapan. Jakarta: PT
Prenlindo.

Rusminto. 2001. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Disiplin Kerja Aparatur


Sekretariat Daerah Kabupaten Grobogan. Tesis Program Magister
Manajemen, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Siagian, Sondang (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi


Aksara

Soekidjo. Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta.

_________. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

_________. 2005. Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi), Jakarta : PT


Rineka Cipta

Sutanto Priyo Hastomo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta : FKM


Universitas Indonesia (Unpublished)

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Altabeta.

Sukardi dan Anwar, S. 2004. Dasar-dasar Perilaku Organisasi. Yogyakarta :


UII Press.

Sule, E. 2002. Keterkaitan antara Kepuasan Kerja Karyawan dan Kepuasan


Pelanggan dengan Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan
Manajemen. Volume 2, No.2. Yogyakarta: STIE YKPN.

Tamin, F. 2002. Pedoman Pengembangan Budaya Kerja. Jakarta :


Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia.

Timpe, D.A. 1999. Motivasi Pegawai: Seri Sumber Daya Manusia. Jakarta :
PT. Elex Media Komputindo.

__________. 1999. Produktivitas: Seri Manajemen Sumber Daya Manusia.


Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Tjahjono. Kuntjoro. 2005. Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan


Bidan Sebagai Strategi Dalam Peningkatan Mutu Klinis. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 08, No.03. Semarang :
Balai Pelatihan Teknis Profesi Kesehatan.

115
Tjandra Yoga Aditama 2004. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta :
Universitas Indonesia Press

Yaslis Ilyas. 2002. Kinerja. Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta: Pusat
Kajian Ekonomi Kesehatan FKM Universitas Indonesia .

__________. 2003. Kiat Sukses Manajemen Tim Kerja. Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama.

__________. 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit. Jakarta : Pusat Kajian


Ekonomi Kesehatan FKM Universitas Indonesia .

Wahyuddin, M. 2004. Industri dan Orientasi Ekspor. Surakarta :


Muhammadiyah University Press.

Wijono Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Volume 1,


Surabaya : Airlangga University Press, Surabaya.

PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth
Bapak/Ibu Calon Responden
Di – RSUD Ratu Zalecha Martapura

Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Program Pascasarjana


Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia jakarta, saya akan
melakukan penelitian tentang “DETERMINAN KINERJA PERAWAT DI

116
INSTALASI RAWAT INAP RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2008”
Untuk keperluan tersebut saya mohon kesedian Bapak/Ibu untuk
menjadi responden dalam penelitian ini dan minta kesediaannya untuk
mengisi kuesioner yang saya sediakan dengan kejujuran. Jawaban yang
diberikan di jamin kerahasiannya.
Demikian permohonan, atas bantuan dan partisipasinya disampaikan
terima kasih
Martapura,......................2008
Peneliti

FAHRIADI
NIM.06051005

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah saya membaca maksud dan tujuan dari penelitian ini maka
saya menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini.
No. Responden :
Tanggal :.........................2008

Tanda tangan :...........

KUESIONER

Judul Penelitian : DETERMINAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI


RAWAT INAP RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2008

Nomor Responden :

Tanggal Pengisian : ....................2008

Penelitian ini dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan untuk


pengembangan ilmu kesehatan masyarakat. Kami harap saudara dapat

117
memberikan informasi yang sejujurnya, dan kerahasiaan jawaban saudara
dijamin tidak diketahui orang lain karena saudara tidak menulis nama pada
lembaran ini. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan sejujur-jujurnya.

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN

PERTANYAAN JAWABAN
1. Jenis Kelamin saudara ?
1. Laki – laki
2. Perempuan

2. Usia saudara saat ini (tahun) ?


3. Pendidikan keperawatan yang berhasil
yang saudara tamatkan ?
1. SPK
2. D.III Keperawatan
3. D. IV Keperawatan
4. S1 Keperawatan

4. Pangkat/Golongan kepegawaian saudara


saat ini ?
1. Golongan II
2. Golongan III

5. Masa kerja saudara di saat ini (tahun) ?

B. KUESIONER KEPUASAN KERJA PERAWAT

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda (√) di


kolom yang telah disediakan .

No Daftar Pertanyaan Jawaban


A Kepuasan Psikologi Ya Tidak
1 Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda
sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada
kesesuaian antara tugas dengan minat yang dimiliki ?
2 Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda
sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada
ketentraman suasana hati / emosional ?
3 Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda
sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada

118
kesesuaian antara tugas dengan bakat yang dimiliki ?
4 Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda
sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada
kesesuaian antara tugas dengan keterampilan yang
dimiliki ?
5 Apakah menurut anda, kemampuan atasan/kepala
ruangan untuk berbuat adil dalam menilai kinerja
perawat sangat baik ?
6 Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda
sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada
kebebasan dalam melakukan inovasi yang
berhubungan dengan pekerjaan ?

No Daftar Pertanyaan Jawaban


B Kepuasan Sosial Ya Tidak
1 Apakah menurut anda, kemampuan teman sekerja
untuk bekerjasama dalam menyelesaikan tugas cukup
baik ?
2 Apakah menurut anda, suasana kekeluargaan di
dalam kelompok kerja anda cukup baik ?
3 Apakah menurut anda, kesediaan teman-teman
sekerja untuk berbagi informasi tentang berbagai hal
yang berhubungan dengan pekerjaan atau diluar
pekerjaan cukup baik ?
4 Apakah menurut anda, kesediaan atasan/kepala
ruangan untuk menyisihkan waktu untuk
mengemukakan berbagai hal yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun diluar pekerjaan cukup
baik ?
5 Apakah menurut anda, kemampuan atasan/kepala
ruangan dalam menciptakan suasana kekeluargaan
dalam kelompok perawat cukup baik ?
6 Apakah menurut anda dalam menjalankan peran dan
fungsi sehari-hari, sesama rekan perawat saling
menghormati hak individual masing-masing ?
No Daftar Pertanyaan Jawaban
C Kepuasan Fisik Ya Tidak
1 Apakah keadaan penerangan (lampu/cahaya
matahari) di dalam ruangan kerja anda cukup baik ?
2 Apakah sirkulasi udara dan temperatur di ruangan
kerja anda cukup baik ?
3 Apakah kebersihan disekitar tempat kerja anda
termasuk kebersihan di kamar mandi/WC cukup
baik ?
4 Apakah kelengkapan sarana prasarana kerja untuk
membantu anda memberikan asuhan / pelayanan

119
keperawatan cukup baik ?
5 Apakah di tempat anda bekerja, sarana dan prasarana
untuk beribadah tersedia dengan baik ?
6 Apakah di tempat anda bekerja, tersedia sarana
penunjang lainnya seperti kantin, tempat parkir,
sarana olahraga dan sebagainya ?

No Daftar Pertanyaan Jawaban


D Kepuasan Finansial Ya Tidak
1 Apakah menurut anda, ada kesesuaian gaji/insentif
yang diterima dengan prestasi kerja anda sebagai
perawat pelaksana ?
2 Apakah menurut anda, ada kesesuaian gaji/insentif
yang diterima dengan kemampuan dan keterampilan
anda sebagai perawat pelaksana ?
3 Apakah menurut anda, ada kesesuaian gaji/insentif
yang diterima dengan beban dan tanggung jawab
yang dipikul anda sebagai perawat pelaksana ?
4 Apakah menurut anda, ada kesesuaian gaji/insentif
yang diterima dengan waktu kerja yang digunakan ?
5 Apakah di tempat anda bekerja, ada jaminan sosial
yang anda terima di tempat kerja ?
6 Apakah menurut anda, ada kejelasan besar dan jenis
tunjangan yang anda terima ?
7 Apakah di tempat anda bekerja, ada kebijaksanaan
promosi / kesempatan untuk berkembang ?

C. OBSERVASI KINERJA PERAWAT


(Dokumentasi Asuhan Keperawatan)

Petunjuk :
Berilah tanda (√) pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.

No DAFTAR PENILAIAN Hasil


Observasi

A PENGKAJIAN KEPERAWATAN Ya Tidak

1 Apakah perawat melaksanakan pengkajian pada


pasien saat masuk rumah sakit dengan tepat ?
2 Apakah perawat melengkapi format catatan
pengkajian pasien dengan tepat ?

120
3 Apakah perawat menilai kondisi pasien secara
terus menerus ?
4 Apakah perawat menilai kebutuhan pasien sesuai
dengan keadaan pasien ?
5 Apakah perawat membuat prioritas masalah sesuai
dengan pengkajian data ?

B DIAGNOSIS KEPERAWATAN

7 Apakah perawat dalam membuat diagnosis


keperawatan terdiri atas analisis, interpretasi data,
identifikasi masalah pasien, dan perumusan
diagnosis keperawatan ?
Apakah perawat dalam membuat perumusan
diagnosa keperawatan terdiri dari PES
(problem/masalah, etiologi/ penyebab, dan
symptom/tanda dan gejala) ?
8 Apakah perawat dalam memvalidasi diagnosis
keperawatan bekerjasama dengan klien, dan
petugas kesehatan lain ?
9 Apabila perawat menemukan masalah baru,
apakah perawat melakukan pengkajian ulang, dan
merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru ?

C PERENCANAAN KEPERAWATAN

10 Apakah perawat dalam membuat rencana


perawatan terdiri dari penetapan prioritas masalah,
tujuan dan rencana tindakan keperawatan ?
11 Apakah perawat dalam membuat rencana
perawatan berdasarkan kebutuhan pasien ?
12 Apakah perawat bekerjasama dengan anggota tim
kesehatan lain dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan ?
13 Apakah perawat membuat penjadwalan dalam
menyusun rencana tindakan perawatan ?
14 Apakah perawat selalu mendokumentasikan
rencana tindakan keperawatan ?

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

15 Apakah perawat dalam memberikan asuhan


keperawatan bekerjasama dengan pasien ?
16 Apakah perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan berkolaborasi dengan tim kesehatan
lain ?
17 Apakah perawat dalam memberikan asuhan

121
keperawatan selalu memberikan pendidikan
kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai
konsep ?
18 Apakah perawat mengkaji ulang dan merevisi
pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respons pasien ?
19 Apakah perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan prioritas masalah dan
kebutuhan pasien ?

EVALUASI KEPERAWATAN

20 Apakah perawat dalam menyusun perencanaan


evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,
tepat waktu dan terus menerus ?
21 Apakah perawat dalam mengevaluasi dan
menyesuaikan rencana keperawatan sesuai
dengan kebutuhan pasien ?
22 Apakah perawat dalam mengevaluasi praktik
keperawatan dengan dibandingkan standar praktik
keperawatan ?
23 Apakah perawat selalu mendokumentasikan hasil
evaluasi tindakan keperawatan ?

122

You might also like