Professional Documents
Culture Documents
PENYELENGGARAAN K3
DI
RUMAH SAKIT
HARI MUKTI U
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdirinya sebuah rumah sakit dilengkapi dengan bermacam-macam peralatan yang memerlukan
perawatan atau pemeliharaan sedemikian rupa untuk menjaga keselamatan, kesehatan, mencegah
kebakaran dan persiapan penanggulangan bencana.
Keselamatan Kerja diterapkan di lingkungan kerja yang mana didalamnya terdapat aspek
manusia, alat, mesin, lingkungan dan bahaya kerja.
1. Maksud
Sebagai petunjuk semua unit kerja di Rumah Sakit, khususnya unit kerja yang mempunyai
resiko bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan agar
diperoleh satu dasar, satu pengertian dan pemahaman tata cara pelaksanaan yang benar.
2. Tujuan
Agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan upaya kesehatan dan
keselamatan kerja secara baik dan benar sehingga tercapai :
Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) di rumah sakit, adalah suatu upaya
pengelolaan resiko di lingkungan kerja untuk meminimalkan dampak tempat kerja sehingga tercipta
lingkungan kerja yang aman dan sehat.
D. PENGARTIAN
Dalam Pedoman ini ada beberapa pengertian yang mesti diketahui antara lain :
Tempat tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana
karyawan atau yang sering dimasuki karyawan untuk melaksanakan tugas.
2. Karyawan, adalah :
Tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar
hubungan kerja, untuk menghasilkan jasa pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
K3 merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko kecelakaan atau
penyakit kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara kesehatan &
keselamatan.
Upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap
kerja karyawan dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri maupun
masyarakat disekelilingnya.
Keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan & proses pengolahannya, tempat
kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Kejadian yang tidak terduga & tidak diharapkan, karena peristiwa tersebut tidak terdapat
unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan dan tidak diharapkan karena
peristiwa kecelakaan disertai kerugian material maupun penderitaan dari yang paling ringan
sampai kepada yang paling berat.
7. Penyakit akibat kerja adalah :
Penyakit yang ditimbulkan dari suatu pekerjaan yang mengandung paparan / kontaminasi
pada fasilitas penunjang pekerjaan.
BAB II
KEBIJAKAN DIREKSI
Kebijakan Direksi tentang keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana adalah :
1. Pembentukan Panitia K3
Bahwa sangat diperlukan adanya pelaksanaan upaya keselamatan kerja, kebakaran dan
kewaspadaan bencana di Rumah Sakit, sebagai upaya untuk meminimalkan terjadinya penyakit
akibat kerja dan kecelakan kerja, sehingga ditetapkan :
• Perlunya untuk membentuk dan mengangkat Panitia K3 di Rumah Sakit yang merupakan
organisasi non struktural.
• Panitia K3 Rumah Sakit terdiri dari tenaga staf adalah tenaga yang menjadi anggota Panitia
K3 Rumah Sakit, dan tenaga pendukung adalah tenaga / pegawai yang melaksanakan fungsi K3
Rumah Sakit.
• Sistem komunikasi internal menggunakan pesawat intercom nomor dan telpon nomor, sistem
komunikasi ekternal menggunakan sambungan pesawat telpon nomor langsung dan pesawat melalui
operator serta pesawat telpon lain untuk facsimile.
• Bilamana terjadi bencana di Ruma Sakit, maka pesawat dengan nomor tersebut diatas hanya
diperuntukan penggunaannya oleh Panitia K3 Rummah Sakit selain Panitia K3 Rumah Sakit
dilarang menggunakan pesawat telpon tersebut.
2. Keselamatan Kerja
Pelaksanaan Keselamatan Kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi
dan produktivitas kerja. Keselamatan kerja bagi pegawai diupayakan melalui kegiatan – kegiatan
seperti :
• Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai rumah sakit wajib menggunakan alat pelindung
diri sesuai ketentuan yang berlaku.
• Diperlukan suatu sistem pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, yaitu suatu
sistem yang mengatur pelaporan semua jenis penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja saat sedang
melakukan pekerjaan kedinasan dan disebabkan oleh kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman,
sistem ini dapat terlaksana.
• Dilaksanakan sertifikasi untuk alat-alat tertentu sesuai dengan ketetapan dalam peraturan
perundang-undangan.
• Rumah Sakit harus menyediakan fasilitas untuk menangani limbah seperti IPAL untuk
limbah cair dan pengelolaan limbah medis dan non medis yang dikelolah oleh pihak kedua (dari
luar rumah sakit).
• Disediakan fasilitas perlengkapan keamanan pasien yang selalu terpelihara baik dengan
adanya pengecekan dan perbaikan sesuai jadwal yang ditetapkan.
3. Kebakaran
Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran di Rumah Sakit dapat ditetapkan saat akan membangun
rumah sakit, sebagai berikut :
• Menyediakan sistem alarm kebakaran di Rumah Sakit dengan jumlah yang cukup.
• Tersedia sistem deteksi api dan asap kebakaran di rumah sakit.
• Tersedia alat pemadam api / kebakaran di rumah sakit dengan jumlah yang cukup dan sesuai
dengan persyaratan yang berlaku.
• Setiap pegawai rumah sakit mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan / simulasi tentang
pencegahan dan pengendalian kebakaran.
Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor yang menjadi sebab
munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah
kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program
pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan karyawan, suatu rencana pemeliharaan yang
cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan
penempatan yang baik dari peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap-
pakainya maupun dari segi mudah dicapainya
4. Kewaspadaan Bencana
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit ditetapkan sebagai berikut :
• Diperlukan pedoman pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat digunakan bagi
seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah
dan menanggulangi bencana di Rumah Sakit.
• Organisasi pencegahan dan penanggulangan bencana ini terdiri dari : perawat dan Ka.
Urusan, dokter IGD, Manajer Penunjang Medis, Manajer Keperawatan, Manajer Pelayanan Medis,
Wakil Direktur Medis, Direktur RS.
• Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan perundang-undangan yang
berlaku.
• Setiap pegawai di Rumah Sakit diberikan kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan
K3 untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dibidang K3.
• Rumah Sakit melalui urusan diklat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan K3 bagi
pegawai secara berkala dan berkesinambungan.
• Materi pendidikan dan latihan K3 akan selalu disesuaikan dengan kebutuhan, kemajuan dan
perkembangan K3.
• Pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop, pertemuan ilmiah, dll.
Evaluasi dan Pelaporan tentang kegiatan- kegiatan K3 di Rumah Sakit, adalah sebagai berikut :
• Disaster Program
b. Evaluasi ini dilakuan untuk jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan jenis kegiatan yang
dilaksanakan, dapat dilakukan 3 bulan, 6 bulan, dst.
c. Hasil Evaluasi dibuatkan laporannya dan pelaporan disampaikan kepada direktur rumah sakit
untuk mendapatkan tindak lanjut, untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
7. Peningkatan Mutu
• Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh Panitia K3 Ruma Sakit.
• Hasil Analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada direktur rumah sakit.
BAB III
PEMBENTUKAN ORGANISASI PANITIA K3
I. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan suatu bentuk badan usaha di bidang jasa yang meliputi komponen manusia,
mesin, peralatan dan energy yang merupakan asset untuk dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja yang lebih baik.
Dengan demikian diperlukan upaya-upaya agar setiap pegawai dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun pegawai lainnya dan lingkungan rumah sakit.
Upaya tersebut diatas meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan, oleh
karenanya harus dilakukan identifikasi permasalahan, evaluasi dan tindak lanjut yang harus segera
dilakukan.
Kegiatan-kegiatan K3 rumah sakit harus dapat meminimalkan terjadinya penyakit akibat kerja dan
kecelakaan akibat kerja serta memberikan rasa aman akan adanya bencana dan kebakaran.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk menunjuk dan mengangkat Panitia K3
Rumah Sakit yang merupakan organisasi non structural, yang terdiri dari tenaga staf dan tenaga
penunjang.
DIREKTUR
RUMAH SAKIT
KETUA K3
RUMAH SAKIT
SEKERTASI
PK3RS
STAF PK3RS
TIM KESELAMATAN KERJA PENDUKUNG PK3RS
TIM PENANGGULANGAN KEBAKARAN
TIM KEWASPADAAN BENCANA
V. POLA KETENAGAAN
Dalam kepanitiaan K3 dibutuhkan ketenagaan dengan syarat – syarat sebagai berikut :
A. Ketua PK3RS
Ketua adalah seorang dokter umum purna waktu berpengalaman di bidang K3 minimal 3 tahun.
Mampu melaksanakan pertolongan hidup dasar (Basic Life Support).
B. Staf PK3RS
Pegawai rumah sakit dari berbagai unsur bagian rumah sakit sesuai kedudukan dalam tim, seperti :
• Tim Keselamatan Kerja terdiri dari unsur medis (dokter umum), personalia, kesehatan
lingkungan.
• Tim Kebakaran terdiri dari unsur manajer rumga, satpam, tekhnisi, tata graha.
• Tim Kewaspadaan Bencana terdiri dari unsur perawat, dokter IGD.
Staf ini harus telah mendapatkan pelatihan K3.
C. Pendukung PK3RS
Anggota Pendukung PK3RS adalah Seluruh Pegawai rumah sakit yang setingkat dengan Kepala
Urusan/instalasi/kepala perawat dan penanggungjawab ruangan.
Pegawai rumah sakit ini telah mengikuti pelatihan K3.
Pelaksanaan kegiatan K3 di Rumah Sakit harus berjalan setiap saat, mengingat pola kerja di Rumah
Sakit pada umumnya yang terbagi menjadi tiga shift kerja maka ditetapkan pola tenaga K3 agar
dapat memenuhi ketenagaan pendukung K3 disetiap shiftnya, sebagai berikut :
• SHIFT pagi disediakan tenaga pendukung sebanyak 24 orang yang terdiri dari Kepala
Instalasi/perawat/urusan yang bertugas saat itu.
• SHIFT sore dan SHIFT malam disediakan tenaga pendukung masing-masing shift
sebanyak 18 orang yang terdiri dari Penanggung Jawab shift disetiap ruangan ditambah dengan
seorang dokter IGD dan Kepala jaga. Dengan demikian dapat dihitung bahwa seluruh tenaga
pendukung yang tersedia di Rumah Sakit adalah 24 + 18 + 18 + 2 = 62 orang.
BAB IV
KESELAMATAN KERJA
I.LATARBELAKANG
Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat
kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3
disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang
timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di
Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya.
Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis
pekerjaannya.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan
kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar
dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk
memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
II. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan pemantauan keselamatan kerja adalah sekumpulan kegiatan yang
menganalisa, menilai dan memberikan masukkan dalam upaya menjamin terciptanya kondisi
produktivitas dapat ditingkatkan.
III.RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari pemantauan keselamatan kerja di Rumah Sakit mengacu pada perundang-
undangan dan peraturan yang berlaku, meliputi :
a. Penyediaan air bersih dan air minum
Merupakan air yang mempunyai kualitas minimal sebagaimana yang terlampir dalam
PERMENKES no. 416 tahun 1990.
Pemantauan air bersih dan air minum dilakukan dengan cara :
• Memeriksa dan menjamin ketersediaan air bersih dan air minum yang dilakukan setiap hari
pada penampungan air bersih dan gudang air minum.
• Mengirimkan sampel air minum da air bersih ke laboratorium BTKL dengan frekuensi
pengiriman sebanyak 4 kali setahun dengan parameter bekteriologi dan kimia dan merujuk
pada keputusan Dirjen P2MPLP Nomor : HK.00.06.6.44 tahun 1993 tentang persyaratan
dan petunjuk teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit dengan hasil yang segera
dievaluasi dan ditindaklanjuti.
b. Pengelolaan limbah
Pengelolaan terhadap semua air buangan dan tinja hasil kegiatan operasional Rumah Sakit sehingga
memenuhi persyaratan yang terdapat dalam SK Gubernur DKI No. 528 tahun 1995 tentang
penetapan dan baku mutu air sungai / badan air serta baku mutu limbah cair di wilayah DKI Jakarta.
Pengelolaan air limbah ini diolah dalam instalasi pengolahan air limbah dengan sistem aerob dan
anaerob bio filter system.
Pemantauan pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara :
• Pemeriksaan setiap hari terhadap fungsi IPAL dengan memperhatikan parameter fisik dan
bau.
• Pemeriksaan setiap hari tempat penyimpanan limbah B3
• Mengirimkan sempel air limbah dari outlet IPAL ke BPLHD sebanyak 4 kali setahun
dengan parameter sesuai SK Gubernur DKI Jakarta No. 582 tahun 1995 dengan hasil
segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.
c. Pengelolaan sampah
Pengelolaan terhadap semua sampah baik sampah medis maupun sampah non medis yang
dihasilkan dalam kegiatan operasional RSIA Hermina Podomoro sehingga memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam SK Dirjen P2MPLP NO. 281-II/PD.03.04.LP tahun 1989 tentang persyaratan
kesehatan pengelolaan sampah dan SK Dirjen P2MPLP NO. HK.00.06.6.44 tahun 1993 tentang
persyaratan dan petunjuk teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit.
Untuk kategori sampah non medis dilakukan pengelolaan dengan cara dimasukkan ke dalam
kantong plastik berwarna hitam.
Untuk kategori medis, pengelolaan sampah dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna kuning.
Pemantauan pengelolaan sampah dilakukan dengan cara :
• Pemeriksaan kebersihan TPS non Medis dan Medis setiap hari dengan lembar kontrol.
• Pengawasan dan pemeriksaan terhadap proses pemisahan sampah medis dengan sampah
non medis.
• Wawancara dengan pegawai, pengunjung serta warga sekitar tentang pengelolaan
sampah.
g. Infeksi nosokomial
Kegiatan pemantauan Infeksi Nosokomial dilakukan dengan cara :
• Terhadap proses tindakan bagi pasien dengan standar yang telah ditentapkan
• Pemeriksaan bakteriologis terhadap kualitas udara ruangan, usap peralatan medis, usap linen,
usap tangan dan dilakukan setiap 6 bulan sekali, yang kemudian dievaluasi dan ditindaklanjuti.
• Terhadap kepadatan serangga dan binatang pengganggu.
h. Desinfeksi
Pemantauan proses desinfeksi dilakukan dengan cara :
• Usap peralatan medis/instrument setiap 3 bulan sekali ke BTKL yang hasilnya dievaluasi dan
ditindaklanjuti.
• Uji sampling larutan desinfektan setiap 6 bulan sekali ke laboratorium AKL DepKes Jakarta
yang hasilnya segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.
j. Pencahayaan ruangan
Adalah pengaturan jumlah penyinaran pada suatu ruang bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif dan produktif di semua bagian dalam dari gedung Rumah
Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran kualitas pencahayaan setiap tahun sekali dengan
parameter yang telah ditentukan.
k. Penyehatan udara
Adalah upaya untuk melakukan penyehatan udara segar yang memadai untuk menjamin kesehatan
pemakai ruangan, diseluruh bagian gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara mengukur tingkat suhu dan kelembaban setiap hari dengan
parameter yang telah ditentukan.
l. Kebisingan ruangan
Adalah upaya pengaturan tingkat kebisingan yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan
atau membahayakan kesehatan, di semua bagian dalam gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran tingkat kebisingan setiap 1 tahun sekali dengan
parameter kebisingan ruangan adalah :
• Ruang perawatan, isolasi, radiologi, operasi maksimal 45 dBA.
• Poliklinik/poli gigi maksimum 80 dBA.
• Laboratorium maksimum 68 dBA.
• Ruang cuci, dapur, maksimum 78 dBA.
m. Instalasi listrik
Adalah pusat jaringan pengendalian listrik sebagai sumber tenaga pembangkit untuk melakukan
kegiatan operasional rumah sakit.
Pemantauan instalasi listrik dilakukan dengan cara :
Memeriksa amper, tegangan dan tahanan pada panel induk setiap hari dengan parameter sesuai
dengan daya yang tersedia dari pihak PLN.
Pengujian terhadap instalasi listrik secara keseluruhan yang dilakukan oleh petugas kantor
Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Timur dengan frekuensi setiap 5 tahun sekali.
n. Instalasi pemadaman kebakaran
Suatu sistem pendeteksian dini terhadap ancaman terjadinya bahaya kebakaran dengan alat
pendeteksi berupa Heat Detector dan Smoke Detector yang dilengkapi dengan Fire Alarm yang
akan berbunyi secara otomatis jika terdeteksi adanya bahaya kebakaran.
Pemantauan terhadap fungsinya sistem pendeteksian dini ancaman kebakaran dilakukan dengan
cara melakukan simulasi terjadinya ancaman dini bahaya kebakaran setiap 6 bulan sekali.
o. Fasilitas toilet
Tempat yang disediakan oleh Rumah Sakit sebagai tempat pembuangan da atau keperluan lain yang
diperuntukkan bagi pasien, pengunjung dan karyawan.
Pemantauan terhadap fasilitas toilet dengan cara :
• Pemeriksaan terhadap kebersihan fasilitas toilet dengan frekuensi sebanyak 3 kali dalam 24
jam.
• Pemeriksaan terhadap fungsi peralatan bantu yang terdapat dalam fasilitas toilet yang
dilakukan setiap hari.
• Pemeriksaan terhadap fungsi saluran pembuangan dalam fasilitas toilet setiap 3 bulan sekali.
p. Ketenagaan
Upaya manajemen menjamin bahwa semua karyawan yang bekerja di Rumah Sakit aman terhadap
ancaman tertularnya penyakit akibat paparan yang diperoleh selama melaksanakan kegiatan dinas di
rumah sakit sehingga karyawan merasa aman bekerja dan tetap terjaga kesehatannya.
Pemantauan terhadap Kesehatan karyawan dilakukan dengan cara :
• Pemeriksaan pra pekerjaan bagi calon pegawai yang melamar di Rumah Sakit , meliputi
pemeriksaan fisik, rontgen, laboratorium rutin serta evaluasi psikologi.
• Pemeriksaan kesehatan berkala bagi pegawai dengan frekuensi minimal 1 tahun sekali,
meliputi pemeriksaan fisik, dan laboratorium lengkap.
• Pemeriksaan kesehatan khusu bagi karyawan yang bekerja pada tempat-tempat khusus,
karyawan berusia di atas 40 tahun, karyawan dengan penyakit-penyakit tertentu yang dianggap
beresiko tinggi oleh dokter, dengan frekuensi pemeriksaan minimal 1 tahun sekali.
I. Latar Belakang
Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor yang menjadi sebab
munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah
kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program
pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan pegawai, suatu rencana pemeliharaan yang cermat
dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan
yang baik dari peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap-pakainya
maupun dari segi mudah dicapainya.
II. Pengertian
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita hendaki,
merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan.
b. Penanggulangan Kebakaran
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan adanya Oksigen dalam
kebakran tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan Alat pemadam Api Ringan
(APAR) yang fungsinya mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut, selain itu dapat digunakan
air untuk memadamkan kebakaran sebagai media yang dapat menimbulkan reaksi pendinginan
panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
Agar pegawai dapat melakukan penanggulangan kebakaran secara dini maka dilakukanlah pelatihan
secara berkala cara menggunakan APAR dan simulasi penggunaan APAR.
Jadi cara penanggulangan Kebakaran di RSIA Hermina Podomoro adalah sebagai berikut :
· Menyediakan dan mengontrol fungsi alat pendeteksian panas agar berfungsi baik.
· Menyediakan dan mengontrol fungsi Alat pendeteksi asap agar berfungsi baik.
· Alarm kebakaran dengan jumlah cukup.
· Alat pemadam api ringan (APAR) dengan jumlah cukup sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
· Diklat pemadaman api bagi pegawai Rumah Sakit, yang dilakukan secara berkala 2 kali
dalam satu tahun.
BAB VI
KEWASPADAAN BENCANA
I. Latar Belakang
Bencana umumnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang datangnya tiba-tiba. Rumah Sakit
sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil menghadapi bahaya ini.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu disusun suatu acuan atau pedoman bagi seluruh
pegawai Rumah Sakit untuk menghadapi suatu bencana yang mungkin akan terjadi di Rumah Sakit.
II. Pengertian
Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau manusia
yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan sarana, dan prasarana umum yang memerlukan pertolongan dan bantuan secara khusus.
I. Latar Belakang
Dalam upaya untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan, Keterampilan, dan pengalaman
pegawai rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan /unsur-unsur K3 maka dipandang perlu untuk
melaksanakan pendidikan dan latihan K3.
Tujuan diselenggarakankannya diklat K3 adalah untuk membentuk karyawan yang peka, tanggap
dan waspada terhadap K3 sehingga mempunyai kesadaran dan kemauam untuk melakukan
kegiatan-kegiatan K3.
II. Pengertian
Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman secara sistimatik
dari suatu pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman yang ingin didapatkan.
2. Simulasi
Dilakukan simulasi K3 yang bermanfaat memberikan pengalaman dan gambaran suatu peristiwa
kejadian K3, seperti :
• Pemadaman api dengan APAR
• Evakuasi Pasien
BAB VIII
SISTEM EVALUASI DAN PELAPORAN
I. Latar Belakang
Evaluasi dan pelaporan merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah kegiatan, baik
yang bersifat rutin maupun yang tidak terjadwal.
Evaluasi bertujuan untuk menganalisa hasil kegiatan yang telah dilakukan sekaligus memberikan
penilaian apakah kegiatan yang dilakukan telah mencapai sasaran yang diharapkan atau hasil
kegiatan belum memenuhi harapan sehingga perlu dilakukan tindak lanjut sehingga dicapai sasara
yang diharapkan.
II. Pengertian
Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan - kegiatan atau yang telah
dibuat.
Pelaporan adalah kegiatan membuat analisa dan rekomendasi dari hasil pelaksanaan kegiatan atau
evaluasi.
Dalam pembuatan buku pedoman ini disadari bahwa buku pedoman ini tidak sempurna masih
terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Oleh kerena itu masukkan dan saran untuk perbaikan
peningkatan buku pedoman ini, merupakan sesuatu yang sangat berharga.
Semoga buku ini dapat menjadi pegangan bagi setiap orang yang melibatkan diri untuk
berkecimpung di bidang K3 RSIA Hermina Podomoro.