You are on page 1of 32

Makalah

Keterlibatan Jamaah Islamiyah (JI) Dalam Terorisme Internasional Dan CIA


Pasca Tragedi WTC (Studi Kasus: Indonesia dan Amerika Serikat)

Diajukan Oleh : Julian Muhammad Hasan


Nim : 106083003655
Jurusan : Hubungan Internasional VI/A

Sebagai salah satu tugas UAS


Mata kuliah Isu-isu Global Kontemporer semester genap

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
JUNI 2009

1
DAFTAR ISI

COVER ...............................................................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah .....................................................................................4

I.2. Perumusan Masalah ............................................................................................5

I.3. Kerangka Teori ....................................................................................................6

I.4. Metode Penelitian ...............................................................................................10

I.5. Tujuan Penelitian ................................................................................................10

BAB II TERORISME INTERNASIONAL DAN PERAN JAMAAH ISLAMIYAH

II.1. Jamaah Islamiyah Sebagai Jaringan Terorisme Internasional ............................11

II.2. Peristiwa Terorisme di Asia Tenggara Yang Melibatkan Jamaah Islamiyah .....13

II.2.1 Peristiwa di Poso (Indonesia) ...................................................................13

II.2.2 Peristiwa Bom Bali I dan Bom Bali II (Indonesia) ..................................14

II.3. CIA, Konspirasi dan Tragedi Terorisme ............................................................15

II.4. Upaya Dalam Memberantas Terorisme Internasional .......................................20

BAB III PENUTUP

III.1. Kesimpulan ..............................................................................................25

2
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Terorisme merupakan sebuah tindakan yang memiliki unsur kekerasan dan bertujuan
untuk menyebarkan terror sehingga menyebabkan ketakutan di tengah masyarakat. Aksi keji
tersebut ditujukan pada masyarakat sipil yang tidak bersalah, yang dipilih dikarenakan
dianggap sebagai symbol penyebaran pesan yang efektif oleh para teroris. Faktor penyebab
timbulnya terorisme mencakup berbagai aspek, sehingga langkah melawan terorisme
diperlukan keterlibatan semua potensi bangsa secara lintas sektoral, secara terkoordinasi yang
didukung oleh masyarakat. Hal ini mengingat bahwa terorisme internasional yang dihadapi
merupakan satu jaringan yang sangat luas serta beroperasi secara lintas negara (transnasional)
(Purwanto 35 : 2007).
Gerakan terorisme di Asia Tenggara yang sering dikaitkan dengan gerakan Jamaah
Islamiyah merupakan salah satu bagian dari gerakan terorisme internasional.1 Jaringan teroris
yang berkonsentrasi di Asia Tenggara memiliki kaitan yang erat dengan jaringan yang ada di
negara-negara lain, khususnya Timur Tengah yang menjadi sumber “radikalisme agama”.2
Ideologi radikal yang didasari keyakinan keagamaan itu semula hanya sebagai gerakan social,
tetapi kemudian berubah menjadi gerakan politik. Gerakan terorisme pada dasarnya hanya
berupa alat untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu kekuasaan. Melalui cara-cara terror,
mereka berusaha melumpuhkan lawan, baik lawan “dalam negeri” (dimana mereka
melakukan gerakan di negara-negara tertentu) maupun “luar negeri” yaitu kekuatan barat,
khususnya Amerika Serikat dan sekutunya. Sebagai negara yang meyoritas berpenduduk
muslim, sangat wajar jika Asia Tenggara, terutama Indonesia menjadi salah satu konsentrasi
gerakan terorisme internasional.3
1
Indonesia telah meminta PBB untuk memasukkan Jamaah Islamiyah (JI) ke dalam daftar teroris inetrnasional.
45 negara anggota PBB menyatakan mendukung, mantan menlu AS, Colin Powell menyatakan bahwa AS
mendukung sikap Indonesia dan meminta komite ssnksi PBB untuk memasukan JI ke dalam daftar teroris
internasional (KORAN TEMPO, Indonesia Minta Jamaah Islamiyah Masuk Daftar Teroris PBB, Jumat, 25
Oktober 2002).
2
Mengutip mantan Menlu AS, Colin Powell “Jamaah Islamiyah muncul ke permukaan saat pemerintah
Singapura menangkap sejumlah orang yang diduga berencana meledakkan Kedutaan Besar Amerika Serikat,
Australia, dan Inggris pada Desember 2001. Mereka yang ditangkap itu mengaku sebagai anggota Jamaah
Islamiyah yang dipimpin Hambali dan Abu Bakar Ba’asyir. Hambali dianggap sebagai tokoh kunci yang
menghubungkan JI dengan jaringan Al-Qaeda (Ibid).
3
Sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1390 tentang penanggulangan terorisme, Indonesia
termasuk negara yang diwajibkan melakukan serangkaian tindakan terhadap organisasi yang masuk dalam
daftar teroris PBB. Tindakan itu antara lain membekukan asset organisasi, menolak organisasi itu menggunakan
dana, sumber daya ekonomi, atau aset keuangan lain, mencegah anggota organisasi untuk masuk atau keluar

4
Gerakan terorisme di berbagai belahan dunia, khusus di Asia Tenggara dan
(Indonesia), umumnya lahir karena ketidakadilan global dan ketidakpuasan atas fenomena
politik di masing-masing negaranya. Opini yang berkembang di masyarakat bahwa Malaysia
sebagai produsen teroris memang sulit dibantah. Pasca tragedi World Trade Center (WTC)
tanggal 11 September 2001, Islam di dunia internasional sering dihubungkan dan diidentikan
dengan terorisme. Setiap orang menyebut kata teroris. Maka yang ada di benaknya adalah
sosok Osma Bin Laden atau para teroris muslim lainnya.
Amerika Serikat beranggapan bahwa Jamaah Islamiyah merupakan perpanjangan
tangan jaringan Al-Qaeda di Asia Tenggara4. Serangkaian bom yang selama lima tahun silam
terjadi di Indonesia merupakan tindakan dari Jamaah Islamiyah.5
Penulis beranggapan bahwa kesalahpahaman atau kekeliruan konsep jihad dalam
Islam yang diyakini oleh Osama Bin Laden dan para teroris muslim lainnya merupakan
faktor yang mendorong terjadinya tindakan terorisme dan mendorong terbentuknya
kelompok-kelompok jaringan terorisme, seperti : Al-Qaeda dan Jamah Islamiyah. Selain itu,
seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa faktor adanya ketidakadilan juga mendorong
terjadinya tindakan terror atau menciptakan teroris.
Terbentuknya kelompok-kelompok jaringan terorisme membuat banyak masyarakat
nasional serta masyarakat internasional merasa cemas dan takut karena bahaya terhadap
ancaman terorisme, bisa terjadi kapan saja, dimana saja di setiap negara di dunia. Hal ini
tentu sangat berpengaruh terhadap stabilitas suatu negar bahkan stabilitas regional dan dunia.
Oleh sebab itu penting dan sangat menarik untuk membahas kasus teririsme khususnya di
kawasan Asia Tenggara (Indonesia) yang selama lima tahun silam banyak mangalami kasus
terorisme.

I.2 Perumusan Masalah

Penulis membatasi rumusan masalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan


diantaranya yaitu:
1. Mengapa terorisme di Asia Tenggara (Indonesia) selalu diakitkan dengan Jamaah
Islamiyah?
2. Apakah Jamaah Islamiyah adalah konspirasi dari CIA?

atau bepergian di iwilayah mereka, dan mencegah pasokan atau penjualan senjata ke organisasi tersebut (Ibid).
4
Majalah times edisi September menulis, keberadaan Omar Al-Faruq di Indonesia untuk mengemban tugas
terror, selain untuk membangun jaringan dan kader militant. Omar Al-Faruq yang sempat ditahan di penjara
Guantanamo mengaku sebagai orang penting dalam jaringan Al-Qaeda (http://www.gatra.com/2002-10-
21/versi_cetak.php?id=21600)
5
http://www.antaranews.co.id/arc/2007/2/20/indonesia-waspadai-menguatnya-jaringan-al-qaeda/

5
3. Apa saja kasus terorisme di Asia Tenggara (Indonesia) dan kasus apa saja yang terkait
dengan Jamaah Islamiyah dan CIA?

I.3 Kerangka Teori

Istilah “terorisme” dan “teror” mempunyai akar-akarnya dalam Revolusi Prancis.


“Terorisme” didefinisikan Suplemen Dictionanaire d’Academie Francaise pada 1798 sebagai
systeme, regime de la terreur”. Sebelumnya, kamus bahasa Prancis yang diterbitkan pada
1796 menyatakan, kelompok Jacobin menggunakan istilah “terorisme” dalam pengertian
positif ketika menyebut tindakan-tindakan teror mereka, tapi sejak masa Thermidor
kesembilan, kata “teroris” menjadi istilah pejoratif yang sering dikaitkan dengan dunia
kriminal. Selanjutnya, kata “terorisme” digunakan untuk menunjuk hampir seluruh bentuk
aksi kekerasan.

Menurut konsep dan perkembangan historis lebih lanjut tentang “teror” dan
“terorisme”, Azyumardi Azra menjelaskan beberapa masalah pokok di sekitar masalah itu.
Pertama, “terorisme” merupakan masalah moral yang sulit. Inilah salah satu alasan pokok
terjadinya kesulitan mendefinisikannya karena istilah ini sering didasarkan pada asumsi
bahwa sejumlah tindakan kekerasan – khususnya menyangkut politik (political violence) –
adalah justifiable dan sebagian lagi unjustifiable. Kekerasan yang dikelompokkan ke dalam
bagian terakhir inilah yang sering disebut sebagai “teror” atau “terorisme”.6

Menurut Loudewijk F. Paulus karakteristik terorisme terorisme dapat ditinjau dari dua
karakteristik, yaitu: Pertama, karakteristik organisasi yang meliputi: organisasi, rekrutmen,
pendanaan dan hubungan internasional. Karakteristik Operasi yang meliputi: perencanaan,
waktu, taktik dan kolusi. Kedua, karakteristik perilaku: motivasi, dedikasi, disiplin, keinginan
membunuh dan keinginan menyerah hidup-hidup. Karakteristik sumber daya yang meliputi:
latihan/kemampuan, pengalaman perorangan di bidang teknologi, persenjataan, perlengkapan
dan transportasi. Motif Terorisme, teroris terinspirasi oleh motif yang berbeda. Motif
terorisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: rasional, psikologi dan budaya yang
kemudian dapat dijabarkan lebih luas menjadi: membebaskan tanah air dan memisahkan diri
dari pemerintah yang sah (separatis).7

6
M. Hilaly Basya. Amerika Perangi Teroris Bukan Islam. Jakarta: Center For Moderate Moslem (CMM). Juli
2004. Hal. 33 dan 34
7
Abdul Wahid. Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Bandung: PT Refika Aditama.
2004. Hal. 33

6
Kejahatan terorisme termasuk dalam kategori teori konspirasi. Menurut Bill, Teori
konspirasi yaitu teori yang menjelaskan penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian
peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan
seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok organisasi rahasia, orang-
orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. Banyak teori konspirasi yang
mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para
konspirator belakang layar yang memanipulasi kejadian-kejadian politik. Penganut teori ini
terbagi menjadi dua kelompok utama. Kelompok pertama adalah mereka hanya percaya
segala sesuatu terjadi bila ada fakta, argumentasi yang kuat, kelompok kedua yaitu mereka
yang menganggap segala sesuatu yang terjadi sudah direncanakan seringkali dihubungkan
dengan mitos, legenda dan supranatural.8

Teori konspirasi merupakan indikasi yang sangat substansial, seperti yang di jelaskan
oleh Mathias Brockers dalam bukunya Konspirasi, Teori-teori Konspirasi & Rahasia
sebagaimana yang dipaparkan sebagai berikut :

“Teori-teori konspirasi adalah dugaan tentang konspirasi yang sebenarnya atas dasar indikasi,
saat muncul kecurigaan atau adanya petunjuk. Jika teori konspirasi diperkuat oleh suatu bukti
yang definitif……….karena itu, konspirasi yang riil ada, berumur panjang sama seperti halnya
teori konspirasi yang tidak bisa dibuktikan.”9

Dugaan-dugaan yang kuat dan tidak adanya suatu bukti yang nyata merupakan
konspirasi kecuali bukti itu diperkuat oleh suatu kenyataan. Seperti tanggal kejadian WTC 11
September 2001 yang sebenarnya menurut ahli pakar teori konspirasi tanggal kejadian
tersebut adalah 11.9.2001 dan 11 + 9 + 2 + 0 + 0 + 1 = 23!. Kasus ini sangat jelas sekali,
trilogi roman Illuminatus karya Robert A. Wilson dan Robert Shea pertengahan tahun 70an
sudah mengindikasikan hubungan tidak masuk akal angka 23 dengan fenomena yang bersifat
konspiratif, angka 23 juga merupakan lambang kaum Illuminat, konspirator dunia yang
misterius.10 Penjelasan tersebut terkait dengan Jemaah Islamiyah dengan keterlibatannya
dalam terorisme merupakan teori konspirasi yang di buat-buat untuk menjatuhkan kaum
Islam.

Faktor-faktor yang mendasari dan yang paling dominan adanya terorisme adalah
karena faktor politik karena hal tersebut merupakan faktor terpenting dalam dunia
8
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_persekongkolan
9
Mathias Brockers. Konspirasi, Teori-teori Konspirasi & Rahasia. Jakarta: Ina Publikatama. 2003. Hal. 75 dan
76
10
Ibid. Hal. 83

7
internasional. Hal tersebut juga adanya keinginan dalam mementingkan kepentingan sendiri
dan ingin merebut alih kekuasaan dunia. Maka teori konspirasilah yang akan berperan dengan
mengadu domba mengatasnamakan “teroris”. Tindak terorisme ini tergolong dalam teori
konspirasi, karena kasus terorisme ini, direncanakan diam-diam oleh sekelompok, organisasi
rahasia, orang-orang atau organisasi dimana dalam kasus terorisme ini pelaku sudah
merencanakan terlebih dahulu tindakannya tersebut secara diam-diam. Akibat dari timbulnya
tindak terorisme yaitu banyaknya orang-orang yang menjadi korban, Kerusakan gedung-
gedung serta fasilitas umum, timbulnya saling curiga antara agama satu dengan agama lain,
negara satu dengan negara lain, dan lain-lainnya.

Dalam tindakan terorisme merupakan dimensi kekerasan yang terjadi secara fisik,
yang kemudian menimbulkan korban dan pertumpahan darah. Kekerasan dalam terorisme
bukan hanya terjadi secara fisik tetapi secara jasmani dan mental, sebagaimana yang
dipaparkan oleh Johan Galtung di dalam buku Melawan Kekerasan Tanpa Kekerasan bahwa
kekerasan terjadi apabila “manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani
dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya.” Dalam definisi yang luas ini,
kekerasan bukan hanya soal memukul, melukai, menganiaya, sampai membunuh, tetapi lebih
luas dari itu.11

Tindakan teror seperti berbagai kasus pengeboman sampai saat ini belum pernah
terungkap secara tuntas. Meskipun di antara pelaku teror telah tertangkap dan dipenjarakan,
namun sosok “teroris” dan terorisme yang sebenarnya masih misteri. Di balik kemisterian
para teroris dan gerakan terorismenya, tetap ada kekhawatiran kemungkinan Osama bin
Laden, tokoh terorisme internasional, memberikan bantuan keuangan, latihan, dan personel
kepada kelompok-kelompok radikal di Indonesia. Radikalisme agama yang melatarbelakangi
gerakan terorisme merupakan salah satu masalah yang kini dihadapi negara-negara Asia
Tenggara.12 Seperti halnya yang dijelaskan oleh Irene A. Kuntjoro dalam jurnal hubungan
internasional :

“However, the rise of Islam fundamentalist terrorism has brought Southeast Asia to the fore…
…….The region has been suspected to be the location where Al-Qaeda’s cells and affiliated
groups such as Jamaah Islamiyah (JI) resides……….The emergence of anti-Islam sentiment
following the September 11 attack has demanded a reconstruction of a shared perspective

11
Franz Magnis Suseno. Melawan Kekerasan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI).
Agustus 2000. Hal. 13
12
,Wawan H. Purwanto. Terorisme Undercover. Jakarta: CMB Press. 2007. Hal. 15

8
over terrorism and counter-terrorism of which should take into account the perspective of the
Muslim World.”13

Bagaimanapun, dengan adanya isu hangat dalam Islam fundamental teroris, telah
membawa Asia Tenggara sebagai isu internasional dan akan meningkatnya keresahan di
setiap negara khususnya di Asia Tenggara, dan Jamaah Islamiyah yang merupakan gabungan
dari Al-Qaeda yang muncul sebagai “tersangka”. Terjadinya Kasus WTC 11 September juga
merupakan suatu rekonstruksi baru dalam terorisme yang kemudian berakar ke Asia
Tenggara.

CIA (Central Intelligence Agency) ialah dinas rahasia pemerintah Amerika Serikat.
Dibentuk pada 18 September 1947 dengan penandatanganan NSA (National Security Act)
badan keamanan nasional AS oleh Presiden Harry S. Truman. Saat itu, yang menjadi orang
nomor satu dalam CIA ialah Letnan Jenderal Hoyt S. Vandenberg. NSA sendiri sudah
berganti nama menjadi DCI (Director of Centeral Intelligence), yang mengkoordinasi,
mengevaluasi, mengkorelasi, dan mengirim para agen CIA termasuk ke luar AS untuk
menjaga keamanan nasional.14 Parlemen Iran menyetujui resolusi yang menyatakan bahwa
CIA dan militer adalah "organisasi teroris" dan mereka mengecam tindakan terorisme yang
dilakukan CIA serta pasukan militer AS di berbagai belahan dunia. Resolusi itu
ditandatangani 215 anggota parlemen dalam pembukaan masa sidang parlemen Iran. Dalam
pernyataan yang ditandatangani 215 anggota parlemen dalam pembukaan sidang parlemen
yaitu bahwa “Tentara penjajah AS dan CIA adalah teroris dan juga penyebar terror.”15

Bahkan, ada juga sebagian kalangan yang menyatakan bahwa Jamaah Islamiyah (JI)
hanyalah akal-akalan atau bentukan Badan Intelijen Amerika atau CIA. Anggapan bahwa
Jamaah Islamiyah (JI) adalah buatan CIA dan dijadikan alat legitimasi Amerika untuk
mengobok-mengobok umat Islam.16 Namun berbagai fakta dan data yang ditemukan di
lapangan serta pengakuan mantan “anggota JI” dan para pelaku peledakan bom “yang
mengaku anggota JI”, adalah bukti tidak terbantahkan bahwa JI bukanlah siluman atau
makhluk jadi-jadian. Ia nyata dan ada perekrutan anggotanya. Membantah keberadaan JI
dengan berargumen bahwa ia tidak terdaftar dalam data base nama-nama organisasi dan

13
Irene A. Kuntjoro. Global Counter-Terrorism Campaign: ASEAN’s Trivial Role di Dalam Jurnal Orbit: Jurnal
Hubungan Internasional “ASEAN Security”. Vol. 1 Nomor 1 Januari-Juni 2008. Jakarta: PUSKAHI (Pusat
Kajian Hubungan Internasional). Hal. 13
14
http://id.wikipedia.org/wiki/Central_Intelligence_Agency
15
http://swaramuslim.net/berita/more.php?id=A5469_0_12_0_M
16
Wawan H. Purwanto. Terorisme Undercover. Jakarta: CMB Press. 2007. Hal. 152

9
keormasan yang terdaftar dalam Departemen Dalam Negeri adalah hal yang naïf. Tentu kita
tidak menemukan nama JI di sana karena organisasi ini tidak pernah mendaftarkan diri.
Mereka bergerak di bawah tanah dan hanya diketahui oleh para anggotanya, kalangan
intelijen, ataupun pengamat gerakan mereka.17

I.4 Metode Penelitian

Penelitian ini akan mengandalkan data-data sekunder, karena dalam penelitian ini
penulis mempunyai keterbatasan waktu dan data. Melalui studi kepustakaan yang diharapkan
dapat mempelajari kasus terorisme secara teoritis maupun empiris. Melalui studi ini juga
diharapkan munculnya pandangan teoritis baru maupun yang bersifat eklektik. Sumber-
sumber data ini berupa buku, jurnal, hasil penelitian dan penerbitan-penerbitan lainnya.

Data-data tersebut akan digunakan untuk melihat pandangan-pandangan mengenai


Keterlibatan Jamaah Islamiyah (JI) Dalam Terorisme Internasional Dan CIA Pasca Tragedi
WTC (Studi Kasus: Indonesia dan Amerika Serikat). Wilayah penelitian, tempat dilakukan
survei dan observasi adalah di perpustakaan dan internet.

I.5 Tujuan Penelitian

Makalah ini dibuat untuk megetahui keterikatan Jamaah Islamiyah sebagai gerakan
terorisme internasional dan konspirasi dari CIA. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas UAS sesuai dengan mata kuliah Isu-isu Global Kontemporer.

BAB II
TERORISME INTERNASIONAL
DAN PERAN JAMAAH ISLAMIYAH

II.1 Jamaah Islamiyah Sebagai Jaringan Terorisme Internasional

17
Ibid. Hal. 153

10
Runtuhnya dua gedung menara kembar World Trade Center (WTC) tahun 2001
berhasil mengangkat terorisme sebagai isu yang paling banyak diperbincangkan masyarakat
dunia. Pasca peristiwa yang menggemparkan dunia ini, Amerika memberikan warning
kepada pemerintah Indonesia akan adanya jaringan terorisme global di Indonesia. Namun
pemerintah Indonesia menampik tuduhan ini dan menyatakan bahwa Indonesia bersih dari
jaringan terorisme global. Namun keyakinan itu luluh lantak setelah Bali diguncang bom.
Dari sinilah lalu mencuat nama Jamaah Islamiyah (JI) yang disebut-sebut sebagai sel Al-
Qaeda yang beroperasi di Asia Tenggara.

Sebelum terjadi bom Bali I, hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui
keberadaan JI. Tapi setelah tragedi itu, nama organisasi yang berdasarkan resolusi Dewan
Keamanan PBB (DK PBB) dengan dimotori oleh Amerika, Inggris, dan Australia
dimasukkan ke dalam organisasi teroris yang mempunyai kaitan dengan Al-Qaeda menjadi
popular. Resolusi DK PBB ini disetujui oleh 48 negara, termasuk di antaranya Indonesia.18
Kala itu jati diri JI sebagai pelaku serangan bom tersebut masih belum terkuak. Bahkan
para pengamat mencurigai militer sebagai pelakunya. Versi pengamat, militer melakukan itu
untuk mempermalukan presiden terpilih, akibat intrik politik.19 Dalam hal ini hubungan
militer dengan JI adalah bahwa keduanya lebih intrik kepada masalah politik dan hal ini yang
dapat dijadikan masalah terorisme dengan adanya serangan bom.

Kembali kepada masalah terorisme internasional, sikap skeptis sebagian besar


masyarakat Indonesia tentang kelompok Jemaah Islamiyah akan tetap ada selama Amerika
Serikat tidak terbuka mengenai hal itu. Padahal, sikap skeptis itu akan menghambat upaya
pemberantasan terorisme yang jaringannya juga ditemukan di Indonesia. Faktor lain yang
bisa mempertahankan skeptisisme masyarakat adalah kondisi politik menjelang Pemilihan
Umum 2004. Para elite politik tidak akan berani memberi label kelompok Jemaah Islamiyah
kepada kelompok tertentu karena hal itu akan menyinggung konstituennya.20 Sikap skeptis
masyarakat dan terutama pemimpin agama, menurut Jones, dapat dimengerti karena selama

18
Wawan H. Purwanto. Terorisme Undercover. Jakarta: CMB Press. 2007. Hal. 152
19
Ken Conboy. Medan Tempur Kedua: Kisah Panjang yang Berujung pada Peristiwa Bom Bali II. Jakarta:
Pustaka Primatama. 2008. Hal. 137
20
Pembicaraan mengenai skeptisisme terhadap AS mengemuka dalam diskusi bertema "Terrorist Network in
Southeast Asia: Its Current Situation and Future" di Jakarta, Jumat (17/10). Diskusi yang diselenggarakan
International Center for Islam and Pluralism (ICIP) itu menghadirkan narasumber Direktur Eksekutif
International Crisis Group (ICG) untuk Wilayah Asia Tenggara Sidney Jones dan Direktur Eksekutif Maarif
Institute Dr Moeslim Abdurrahman.

11
ini AS sangat tertutup mengenai penanganan orang-orang yang ditangkap dengan tuduhan
terkait kegiatan terorisme.21

Dalam hal ini, mantan pemimpin Jemaah Islamiyah (JI) Mohamad Nasir Abas
mengatakan ada kemungkinan Malaysia dijadikan basis gerakan JI untuk merencanakan aksi
mereka. Pernyataan Nasir itu sekaligus membantah analisis pakar terorisme dari
International Crisis Group (ICG) Sidney Jones yang menyatakan, anggota JI kini banyak
berada di Indonesia dan bukan di Malaysia. Meski pengamanan Malaysia ketat, bukan berarti
pergerakan mereka di Malaysia tidak banyak. Buktinya, menurut Nasir, Mas Selamat Kastari
menjalankan operasianya di Malaysia sejak melarikan diri dari penjara Singapura, pada tahun
2008. Namun mereka menghadapi pengamanan yang sangat ketat di Malaysia sehingga
anggota jaringan itu tidak bisa beroperasi dengan leluasa.22

Di Indonesia kepastian bahwa JI berada di belakang bom Bali diketahui berdasarkan


perencanaan operasi JI yang diputuskan di Bangkok pada pertengahan Februari 2002 dengan
sasaran penyerangan terhadap kepentingan AS dan sekutunya di Indonesia dan Singapura.
Selain itu, lanjut Kapolri, operasi jihad itu terungkap dan mendapat restu dari Amir Jemaah
Islamiyah Abu Bakar Ba'asyir. Bukti lainnya, adanya suplai dana dari Hambali yang
disalurkan Wan Min bin Wan Mat kepada Muklas alias Ali Gufron sebesar US$ 35.500.
Berdasarkan pengakuan Imam Samudera dan Ali Imron, yang merakit bom di Sari Club 4
orang, yaitu Dr Azahari, pakar bom warga Malaysia, Dulmatin alias Amar Usman, Abdul
Gani dan Umar Patek. Sedangkan yang menyediakan bahan peledak adalah Amrozi yang
menyediakan potasium chlorat, alumunium powder dan sulfur, dan Dulmatin yang
menyediakan TNT, swichters, dan detonator.

Adapun pula Azahari sebagai pakar bom telah mendisain, merakit dan telah
melakukan supervisi dan finishing bom untuk Bali. Sampai sejauh ini, Azahari pada saat itu
diduga masih berada di Indonesia.23 Namun, kematian Azahari, menurut Sidney Jones, belum
tentu menghilangkan tindak terorisme di Indonesia. Menurut Sidney Jones "Tidak berarti
hilang karena yang buron masih banyak" dan Sidney Jones mengingatkan soal jaringan
teroris lain di luar kelompok Azahari.24 Pada saat kasus ini berjalan, kerjasama Indonesia dan
Malaysia sangat ketat dan kokoh untuk menjaga stabilitas keamanan khususnya dalam kasus
terorisme.
21
http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Jamaah-Islamiyah-JI-di-mata-Sidney-Jones
22
http://international.okezone.com/read/2009/05/19/18/221355/malaysia-bisa-jadi-basis-jemaah-islamiyah
23
http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/berita_bali/detail/137.htm
24
http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2005/11/10/brk,20051110-69014,id.html

12
II.2 Peristiwa Terorisme di Asia Tenggara Yang Melibatkan Jamaah Islamiyah

II.2.1 Peristiwa di Poso (Indonesia)

Kelompok Al Jamaah Al Islamiyah (JI) sudah masuk ke Ambon dan daerah-daerah


lain di Maluku sejak sekitar tahun 1999 di bawah pimpinan seorang tokoh bernama
Dzulkarnain. Mereka bahkan sempat membentuk camp pelatihan di salah satu pulau di
Maluku. Ketika terjadi peristiwa berdarah Jilid III di Poso pada bulan Mei 2000 dan terus
berlanjut sampai tahun 2001 di mana korban yang jatuh lebih banyak di pihak warga Islam,
pimpinan JI menilai bahwa peristiwa berdarah di Poso ini terjadi bukan akibat adu domba
seperti di Ambon, sebagaimana informasi yang diterima pada waktu itu, melainkan murni
merupakan kezaliman yang dilakukan oleh orang Kristen terhadap umat Islam.25 Pelaku
terorisme di Poso periode 2003-2006 dimotivasi oleh para “guru” mereka, yaitu sejumlah
personel JI dari Jawa.26

Banyaknya personel JI di Poso, baik di bidang dakwah, pendidikan maupun asykari


menunjukan bahwa JI menganggap Poso/Sulteng sebagai daerah yang penting. Secara formal
mereka menjelaskan apa yang dilakukan adalah dalam rangka membela membela umat
Muslim yang tertindas di Poso, namun semua pihak boleh menduga bahwa JI menganggap
Poso sebagai lahan garapan yang subur untuk menebarkan ideologi radikalnya yang permisif
terhadap aksi kekerasan sehingga tempat ini perlu digarap khusus. Dugaan ini pernah
disinyalir oleh ICG (International Crisis Group) dalam buku Suara Dari Poso-Kerusuhan,
Konflik dan Resolusi oleh Tahmidy Lasahido dkk (2003:25) yang mengulas tentang faktor-
faktor penyebab kerusuhan Poso: “…. adanya upaya jaringan-jaringan Islam regional untuk
memanfaatkan medan konflik Poso sebagai training ground dan sekaligus mekanisme
rekrutmen anggota baru jaringan tersebut.”27 Bukti dan dugaan-dugaan tersebut merupakan
tindakan dari Jamaah Islamiyah (JI).

II.2.2 Peristiwa Bom Bali I dan Bom Bali II (Indonesia)

25
M. Tito Karnavian. Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2008. Hal. 174
26
Sejumlah personel JI dari Jawa, di antaranya Hasanudin, Abdul Hakim alias Rian, Munzif, Rifki, Sanusi,
Syahid, dr. Agus, Yahya, Hiban, dan lain-lain. Para guru ini tidak hanya berperan sebagai perekrut dan
motivator yang mengenalkan dan mengentalkan ideologi radikal kepada para pelaku lokal, tetapi juga aktif
dalam perencanaan aksi, memberikan dukungan persenjataan/bahan peledak, ikut menikmati hasil perampokan
yang dikatakan sebagai fa’i, serta menyembunyikan para pelaku.
27
M. Tito Karnavian. Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2008. Hal. 340

13
Keterlibatan JI dalam terorisme terdapat juga di Peristiwa bom Bali I dan bom Bali II.
Tragedi bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 menewaskan 202 orang dan melukai
ratusan lainnya. Mereka yang tewas adalah warga negara asing dan Indonesia. Dalam kasus
bom Bali, Imam Samudra28 mengaku ide peledakan di Bali sepenuhnya berasal dari dirinya.
Tujuan utamanya menurut dia, tak lain untuk melakukan “pembelaan terhadap kaum Muslim
atas serangan yang telah dilakukan teroris Amerika Serikat dan sekutunya.”dalam peledakan
bom ini, Imam Samudra bertugas untuk menjelaskan tindakan ini yang merupakan hukum
Islam dan menetapkan strategi yang akan dilakukan. Sedangkan Indris alias Jhoni Hendrawan
bertugas mencari dan mendapatkan bahan peledak dibebankan kepada Amrozi.

Dana bom Bali I ini didapatkan dengan cara merampok Toko Emas Elita di Serang,
Banten. Menurut Imam, tindakan perampokan bank ini bukan perbuatan dosa, karena
merupakan tindakan mengambil kembali dana milik umat (fa’i). Selanjutnya, uang hasil
rampokan yang Rp 30 juta itu diberikan kepada Imam melalui Abdul Rauf, yang ditransfer ke
rekening milik Idris. Imam sendiri menerima uang itu secara kontan. Uang itulah yang
kemudian dipakai untuk membeli bahan-bahan peledak, mobil dan motor yang dipakai dalam
pengeboman di Kuta. Dalam kasus bom Bali I, ada analisa yang menyebut intelijen asing
(CIA-nya AS, Mossad-nya Israel, dan MI6-nya Inggris) berada di belakang tragedi itu.29
Dalam tragedi bom Bali II di Raja’s Bar and Restaurant, Kuta Square, dan di Nyoman Cafe di
dekat Hotel Four Seasons, Jimbaran, dan bom di Raja’s Bar and Restaurant terjadi beberapa
menit sebelum pukul 20.00 waktu setempat. Tak berselang lama diikuti ledakan di Nyoman
Cafe, Jimbaran dengan cara bunuh diri.30

Ketua Departemen Penerangan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Fauzan Al-


Anshary, menyebut pelaku bom Bali II 1 Oktober 2005 adalah anggota JI. Namun, JI yang
dimaksud oleh Fauzan bukanlah Jamaah Islamiyah. Tapi yang dimaksudkan adalah Jewish
Intelligence (Intelijen Yahudi). Pasca tragedi itu, Pemerintah Australia mendesak Indonesia
menetapkan Jamaah Islamiyah (JI) sebagai organisasi terlarang. Perdana Menteri Australia,
John Howard mengutus Menteri Luar (Menlu) Negeri Alexander Downer ke Indonesia
secepatnya untuk melobi pemerintah Indonesia mengenai hal ini. Howard mengatakan
Australia tidak bisa mengubah hukum yang berlaku di Indonesia. Howard sendiri mengakui
ia tidak yakin jika JI dinyatakan sebagai organisasi terlarang akan memberikan perubahan
yang drastis. Howard mengatakan pascaledakan 2002 itu Indonesia tidak mengambil langkah
28
Imam Samudra merupakan anggota Jamaah Islamiyah (JI)
29
Wawan H. Purwanto. Terorisme Undercover. Jakarta: CMB Press. 2007. Hal. 76-78
30
Ibid. Hal. 81

14
konkret melarang JI. Sebaliknya Indonesia beralasan pelarangan tidak bisa dilakukan karena
secara formal JI tidak tercatat sebagai organisasi.31

Dalam banyak kasus, gerakan radikalisme dan terorisme bukanlah produk dari
kemiskinan semata melainkan produk dari ambisi-ambisi politik tertentu (bentuk perlawanan
terhadap struktur politik nasional dan internasional). Banyak pengamat berpendapat
radikalisme dan terorisme, pada dasarnya, merupakan konsekuensi dari suatu tindakan represi
yang berlebihan kehidupan sosial-politik, kesenjangan yang begitu besar antara golongan
masyarakat kaya dan miskin (the have and the have not), kesenjangan ekonomi yang begitu
dalam antara negara-negara kaya dan miskin serta ketidakadilan politik. Lebih jauh, tindakan
kekerasan dari kelompok-kelompok teroris (keagamaan) ini akan selalu bermuara pada
pmilihan target/sasaran tindakan kekerasan dan dampak yang diakibatkannya akan selalu
bersifat transnasional. Pengeboman Sari Club dan Paddy's Cafe' di Legian Bali merupakan
satu contoh kasus terbaru dari pemilihan target dan dampak yang bersifat transnasional
tersebut.32

II.3 CIA, Konspirasi dan Tragedi Terorisme

Central Intelligence Agency (CIA) adalah sebuah badan rahasia Pemerintah Amerika
Serikat. Fungsi utamanya adalah untuk memperoleh dan menganalisis informasi-informasi
mengenai pemerintahan asing, perusahaan-perusahaan, dan individu-individu, lalu
melaporkan hasil temuannya ke berbagai pihak di dalam pemerintahan. Fungsi yang kedua
adalah sebagai alat propaganda atau sebagai public relation, mempublikasikan informasi-
informasi yang transparan maupun yang rahasia, baik itu benar maupun salah, dan
mempengaruhi pihak-pihak lain untuk membuat keputusan demi keuntungan Pemerintahan
Amerika Serikat. Fungsi ketiga CIA adalah sebagai tangan tersembunyi dari Pemerintahan
Amerika Serikat, dengan melakukan operasi-operasi rahasia atas perintah presiden. Fungsi
terakhir ini telah menimbulkan banyak pertanyaan tentang keabsahan, moralitas, efektivitas,
serta kerahasiaan operasi-operasi tersebut.33

Bagi sementara kalangan, “teori konspirasi” dianggap sudah using dan harus dibuang
jauh-jauh. Namun, bagi kalangan lain, teori konspirasi tetap dipandang relevan. Tentu
keduanya memiliki dalih dan argumennya masing-masing. Siapa pun yang masih memiliki
hati nurani dan akal sehat, jelas mengutuk sekeras-kerasnya tindakan biadab di Bali pada 12
31
Ibid. Hal. 82 & 83
32
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2002/12/30/o2.htm oleh Anak Agung Banyu Perwita
33
Jerry D. Gray. Demokrasi Barbar Ala Amerika. Jakarta: Gema Insani. 2007. Hal. 57 & 58.

15
Oktober 2002, yang memakan korban ratusan warga sipil itu.34 Bagi mereka yang antiteror
konspirasi, persoalan tragedi bom Bali barangkali sudah ditemukan jawabannya bahkan
sebelum tragedi itu terjadi. Bagi mereka, pelakunya sudah jelas, yaitu kaum teroris. Setelah
peristiwa 9/11 banyak warga Muslim di AS–dan barangkali juga di Negara-negara Barat
lainnya–mengalami tekanan psikologis yang luar biasa.35 Padahal teroris dan terorisme jelas
tidak hanya monopoli kalangan Islam. Stigma Islam identik dengan terorisme tampaknya
cukup sukses dikembangkan melalui berbagai kampanye disinformasi jaringan intelijen yang
didukung media massa kelas dunia.

Dampak inilah yang tampaknya tidak disadari oleh mereka yang antiteori konspirasi.
Ketika mereka menyebut kata teroris, maka persepsi yang berkembang secara otomatis
adalah bukan sekadar Al-Qaeda atau Osama atau Ba’asyir melainkan juga Islam secara
keseluruhan. Ketika seorang Menhan bilang “jaringan Al-Qaeda berada di belakang kasus
Bali”, maka masyarakat di bawah menangkapnya sebagai “orang Islamlah yang melakukan
pengeboman.” Efek dominonya, “semua orang Islam harus diwaspadai.”36 Bagi para
“penganut” teori konspirasi, kasus bom Bali merupakan bagian dari skenario besar perang
melawan terorisme yang dalam realitasnya semakin mengarah ke kebijakan anti Islam yang
tengah dijalankan pada saat pemerintahan Bush. Dalam pandangan ini, pelaku teror bom Bali
adalah CIA yang berkolaborasi dengan dinas intelijen Mossad, yang bisa jadi juga melibatkan
elemen-elemen tertentu di dalam negeri RI. Adapun tujuannya adalah untuk:

1. Membenarkan asumsi yang sudah cukup lama dikembangkan bahwa Indonesia


merupakan salah satu sarang terorisme Islam. Secara sistematis kampanye
disinformasi mengenai hal ini bahkan sudah dikembangkan jauh sebelum terjadi
tragedi WTC.

2. Menekan pemerintah RI agar segera membungkam gerakan-gerakan Islam Indonesia


yang belakangan makin marak dan makin galak, terutama terhadap konspirasi AS-
Israel. Ba’asyir adalah terget utamanya. Tapi jelas ia bukan satu-satunya.

34
Istilah warga sipil rasanya lebih pas ketimbang “orang tak berdosa”, karena soal dosa/tak berdosa bukan
urusan manusia.
35
Meski pemerintahan Bush (AS), Blair (Inggris), dan Howard (Australia) berkali-kali menyatakan yang
mereka musuhi bukan Islam, diskriminasi terjadi terhadap mereka yang bertampang (busana, warna kulit, jenis
rambut, nama pribadi) Islam. Lihat, Ariel Heryanto, “Udang di Balik Teror?”, Kompas (7 November 2005). Hal
serupa konon–mudah-mudahan ini tidak benar–dialami pula oleh sebagian warga Muslim di kawasan Legian
dan sekitarnya.
36
Setelah kasus Bom Bali II (2005) ada pejabat tinggi Negara di Indonesia yang secara terang-terangan
memerintahkan agar semua pondok pesantren dimata-matai, dan bahkan akan menyusupkan intel ke kelompok-
kelompok Islam “radikal”, kendati tidak jelas apa batasan “radikal” yang dipakai.

16
3. Memecah belah NKRI menjadi negara-negara kecil agar mudah dikuasai dan
dikendalikan AS, terutama mengingat kekayaan sumber alam yang ada di bumi
indonesia ini.

4. Memekankan pemerintah RI agar mendukung invasi militer AS ke Irak,


yangdilakukan mengingat besarnya ambisi perang Bush. Ini juga berkaitan dengan
makin meluasnya aksi-aksi yang menentang invasi militer AS ke Irak. Namun, dengan
terjadinya bom Bali justru semakin memperkuat legitimasi bagi Bush untuk
menyerang Irak, dimana Bush berulang kali menyebut Saddam sebagai pendukung
utama Al-Qaeda. Dengan kata lain jika sebelum tragedi bali, banyak warga dunia
yang menolak rencana perang Bush, maka keadaannya berbalik setelah bom Bali.

“Doktrin Bush” pascatragedi 9/11 hanya memberikan dua pilihan secara hitam-putih
bagi bangsa-bangsa di dunia: untuk mendukung AS atau kaum teroris. Artinya, siapa pun
yang tak mau mendukung perang melawan terorisme, secara otomatis akan dianggap sebagai
berpihak pada kaum teroris.37 Tidak terlalu aneh, jika dalam hitungan jam, pemerintah
Australia sudah bisa memastikan bahwa yang berada di belakang bom Bali adalah kelompok
Jamaah Islamiyah yang merupakan bagian dari jaringan Al-Qaeda. Ketika AS sudah
menyebut Al-Qaeda, dan Australia menyebut Jamaah Islamiyah, maka cepat atau lambat yang
lain akan mengikutinya bagaikan koor paduan suara. Jadi, terserah apakah kita percaya atau
tidak pada teori konspirasi.38 Dalam hal ini telah terbukti bahwa Jamaah Islamiyah
merupakan suatu konspirasi, Al-Qaeda yang telah terbukti konspirasi secara otomatis cabang
dari Al-Qaeda atau Jamaah Islamiyah juga merupakan konspirasi yang di buat-buat.

Bisa jadi Indonesia yang juga berpenduduk mayoritas Muslim, akan menjadi target
berikutnya. Kampanye disinformasi yang sistematis sudah dilakukan oleh CIA. Tragedi bom
di Bali, dan sejumlah peristiwa yang terjadi sesudahnya, seperti dimunculkannya isu soal
kelompok Jamaah Islamiyah. Penangkapan secara paksa atas Ustadz Abu Bakar Ba’asyir;
serta tertangkapnya Amrozi dan kawan-kawan39 yang oleh pihak aparat keamanan RI
dijadikan sebagai tersangka utama kasus bom Bali, semakin memperkuat stigma yang
mengidentikkan Islam dengan terorisme. Hampir setiap hari masyarakat disuguhi opini yang
mengarahkan bahwa pelaku bom Bali,40 adalah umat Islam. Padahal, sebagaimana telah

37
Riza Sihbudi. Menyandera Timur Tengah: Kebijakan AS dan Israel Atas Negara-negara Muslim. Jakarta: PT
Mizan Publika. 2007. Hal. 185-187
38
Ibid. Hal. 188
39
Mantan santri dari pesantren Al-Islam di Lamongan, Jawa Timur
40
Dalam kasus tersebut juga sebagai tersangka bom Marriot 2003 dan bom Kuningan 2004

17
diuraikan di atas, semua ini jelas merupakan suatu konspirasi yang dirancang secara
sistematis, antara lain melalui kampanye disinformasi yang dijalankan oleh CIA, dengan
tujuan utama mendukung kebijakan anti Islam atau lebih tepat disebut sebagai perang
melawan Islam (war on Islam) yang dimotori George W. Bush.

Ironisnya, ada sementara kalangan di dalam negeri Indonesia yang mengatakan bahwa
“teori konspirasi” dan tudingan ke arah CIA sebagai pelaku peledakan bom Bali merupakan
tipikal kaum komunis (PKI). Di era Perang Dingin barangkali benar, karena pada waktu itu
ada konflik dua kekuatan besar: blok kapitalisme (Barat atau AS dan sekutunya) versus blok
komunisme (Uni Soviet dan sekutunya). Dalam beberapa kasus (untuk tidak menyebut
semuanya) tudingan kaum komunis itu pun ternyata terbukti. Salah satu contohnya adalah
keterlibatan CIA dalam penggulingan pemerintahan Soekarno.41

Dugaan adanya tangan kotor yang bermain di balik aksi terorisme terungkap dengan
pertemuan rahasia agen CIA (Central Agency of America) dengan Presiden Megawati42 pada
tanggal 16 September 2002 yang dibocorkan oleh Freed Burks.43 Burks bekerja sebagai
penerjemah kontrak dengan spesialisasi Indonesia dan Mandarin di Deplu Amerika Serikat sejak
1986. Burks-lah yang mendampingi pertemuan rahasia antara agen CIA (mengaku kepada
Megawati sebagai asisten khusus Bush) dan Megawati. Pertemuan itu dihadiri oleh sang
Agen, Duta Besar Amerika, Ralph Boyce, Karen Brooks (Ahli Indonesia di Dewan
Keamanan Nasional [NSC]), dan Bruks sendiri. Bruks mengungkapkan bahwa dalam
pertemuan ini pemerintah Amerika butuh bantuan pemerintah Indonesia me-rendering44
(menyerahkan) Abu Bakar Ba’asyir kepada pemerintah Amerika karena terkait dengan
jaringan Al-Qaeda. Agen CIA itu juga mengatakan bahwa CIA mempunyai bukti keterkaitan
Ba’asyir dengan jaringan Al-Qaeda dan juga mempunyai bukti bahwa Ba’asyir berencana
membunuh Megawati. Menurut Brucks, Megawati tidak bisa memenuhi permintaan ini dan
Ba’asyir tidak bisa disamakan al-Farouq. Ba’asyir adalah tokoh agama yang terkenal dan
Megawati takut kalau ia menyerahkan Ba’asyir akan terjadi instabilitas politik dan agama
yang tidak akan bisa ia tanggung.
41
Riza Sihbudi. Menyandera Timur Tengah: Kebijakan AS dan Israel Atas Negara-negara Muslim. Jakarta: PT
Mizan Publika. 2007. Hal. 190 & 191
42
Presiden Megawati adalah Mantan Presiden Indonesia
43
Freederick Burks adalah mantan penerjemah di Departemen Luar Negeri AS dan menjadi penerjemah
Presiden AS, George W. Bush sejak tahun 1986. Burks resmi mengundurkan diri dari pekerjaannya itu pada
bulan November, 2004. Ia adalah lulusan Universitas Humeolt State, California tahun 1982, jurusan Ilmu Sosial.
Burks memiliki situs internet, http://wanttoknow.info, yang berisi tentang rekayasa-rekayasa kasus-kasus besar
di dunia.
44
Rendering adalah kesepakatan rahasia antara dua pemerintahan untuk menahan dan mengambil alih seseorang
secara rahasia

18
Adanya keterlibatan kelompok luar (asing) yang bermain dalam terorisme di
Indonesia bisa terlihat dari daya ledak bom dan bahan-bahan yang dipakai dalam
pemboman.45 Menurut AC. Manullang, sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam dan
terbesar di dunia, masyarakat perlu menyadari negeri ini bisa menjadi ajang pertarungan
intelijen. Counter intelligence versus teroris akan ditunggangi CIA atau Mossad lengkap
dengan peralatan operasionalnya. Bahkan, CIA memasukkan sasarannya melalui agama dan
ideologi sehingga suksesi kepemimpinan nasional tidak jauh melenceng dari grand strategy
Amerika. Manullang menambahkan, CIA dan Mossad (dinas intelijen luar negeri Israel)
mempunyai kepentingan di negara Indonesia.46 Operasi intelijen CIA akan berusaha
menghalangi tampilnya presiden santri di negara Indonesia.47

“Proyek terorisme 11 September 2001” dijadikan momentum oleh Amerika untuk


menghancurkan simbol dan simpul-simpul kekuatan Islam yang dianggap berbahaya tersebut
adalah Negara Mujahidin Afghanistan, Iran dan Irak. Program dan proyek terorisme global
tersebut juga dalam rangka penghancuran terhadap setiap kekuatan politik negara atau
pemimpin bangsa yang berani membangkang dan melawan hegemoni dan posisi AS sebagai
polisi dunia. Sementara di Indonesia, selain terorisme dijadikan proyek untuk mengucurkan
dana bagi aparat, menurut Team CeDSos (penyusun buku Di Balik Berita Bom Kedubes
Australia dan Skandal Terorisme) dalam pengantarnya menyatakan bahwa saat ini pemerintah
Indonesia dikuasai oleh Neo-Orba dan militer.48

Malaysia dan Australia menyatakan bahwa JI berada di balik bom Bali. Namun
berbagai pihak di tanah air menyatakan bahwa Malaysia dan Australia hanya mengada-ada.
Ada juga sebagian kalangan yang menyatakan bahwa JI hanyalah akal-akalan atau bentukan
CIA. Anggapan bahwa JI adalah buatan CIA diilhami oleh peristiwa Komji, Warman, dan
sebagainya yang merupakan rekayasa rezim untuk menggencet umat Islam. Karena itu
mereka menyatakan JI dengan Komji, dijadikan alat legitimasi Amerika untuk mengobok-
obok umat Islam. Namun berbagai fakta dan data yang ditemukan di lapangan serta
pengakuan mantan “anggota JI”, adalah bukti tidak terbantahkan bahwa JI bukanlah siluman

45
Dalam bom Marriot misalnya, bukanlah bom biasa tapi merupakan nuklir mini (micro nuce) yang bahannya
hanya dimiliki oleh beberapa negara, termasuk Amerika dan Israel
46
Sementara Israel, dengan Mossadnya, akan berusaha mati-matian menghalangi tampilnya Presiden Indonesia
yang berasal dari Islam garis keras, mereka takut Indonesia akan mengirimkan pasukan berani mati atau
mengobarkan perang jihad melawan Israel yang tentu akan membahayakan eksistensi dan keberlangsungan
“negara” Israel
47
Wawan H. Purwanto. Terorisme Undercover. Jakarta: CMB Press. 2007. Hal. 188-190 & 205
48
Ibid. Hal. 206

19
atau makhluk jadi-jadian. Ia nyata dan ada bersama kita, entah ketat atau longgar
organisasinya dan perekrutan anggotanya.

Membantah keberadaan JI dengan berargumen bahwa ia tidak terdaftar dalam data


base nama-nama organisasi dan keormasan yang terdaftar dalam Departemen Dalam Negeri
adalah hal yang naif. Tentu kita tidak menemukan nama JI di sana karena organisasi ini tidak
pernah mendaftarkan diri. Mereka bergerak di bawah tanah dan hanya diketahui oleh para
anggotanya, kalangan intelijen, ataupun pengamat gerakan mereka.49 Tetapi dari keterangan
para mantan anggota JI dan pelaku pemboman yang berhasil dijerat oleh para aparat serta dan
dokumen-dokumen yang ditemukan cukup untuk membuktikan keterlibatan JI dalam aksi
pemboman di Indonesia. Mengenai adanya pihak lain yang “mengail di air keruh” atau
kelompok yang bermain di atas gelombang aksi pemboman.50

II. 4. Upaya Dalam Memberantas Terorisme Internasional

Ada beberapa sejumlah langkah dalam mengatasi isu-isu terorisme global


kontemporer pasca 11 September 2001:

a. Langkah-langkah Internasional:

1. PBB telah mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1373 pada 28
September 2001, tak lama setelah serangan teroris 9/11 di Amerika Serikat.

Tujuan Resolusi 1373/2001 tersebut adalah:

• Memantau dan meningkatkan standar dari tindakan pemerintah terhadap aksi


terorisme.

• Membentuk Komite Pemberantasan Terorisme yang didirikan PBB berdasarkan


Resolusi Dewan Kemanan PBB berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.
1373 tahun 2001 dan beranggotakan 15 Anggota Dewan Keamanan.

• Tujuan pembentukan komite CTC

a) Memantau pelaksanaan Resolusi 1373 serta meningkatkan kemampuan


negara-negara dalam memerangi terorisme.

49
Ibid. Hal. 152 & 153
50
Ibid. Hal. 162 & 163

20
b) Membangun dialog dan komunikasi yang berkesinambungan antara Dewan
Keamanan PBB dengan seluruh negara anggota mengenai cara-cara terbaik
untuk meningkatkan kemampuan nasional melawan terorisme.

• Mengakui adanya kebutuhan setiap negara untuk melakukan kerjasama


internasional dengan mengambil langkah-langkah tambahan untuk mencegah dan
menekan pendanaan serta persiapan setiap tindakan-tindakan terorisme dalam
wilayah mereka melalui semua cara berdasarkan hukum yang berlaku.

• Meminta negara-negara untuk menolak segala bentuk dukungan finansial bagi


kelompok-kelompok teroris.

• Setiap negara saling berbagi informasi dengan pemerintah negara lainnya tentang
kelompok manapun yang melakukan atau merencanakan tindakan teroris.

• Menghimbau setiap negara-negara PBB untuk bekerjasama dengan pemerintah


lainnya dalam melakukan investigasi, deteksi, penangkapan, serta penuntutan
pada mereka yang terlibat dalam tindakan-tindakan tersebut.

• Menentukan hukum bagi pemberi bantuan kepada terorisme baik pasif maupun
aktif berdasarkan hukum nasional dan membawa pelanggarnya ke muka
pengadilan.

• Mendesak negara-negara PBB menjadi peserta dari berbagai konvensi dan


protokol internasional yang terkait dengan terorisme.

2. PBB telah mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1377 pada November
2001 mengenai bidang-bidang yang perlu didukung guna meningkatkan efektivitas
kinerja Komite Pemberantasan Terorisme (CTC) dalam memerangi terorisme.

3. PBB telah mewajibkan setiap negara anggotanya memiliki UU Antiterorisme dan UU


tentang Pencucian uang.

4. PBB mewajibkan setiap negara anggotanya memberikan laporan kepada Komite


Pemberantasan Terorisme (The Counter Terrorism Committe/CTC) mengenai
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam mengatasi masalah terorisme di negara
masing-masing berdasarkan Resolusi DK PBB tersebut.

21
5. Setiap negara harus memberikan “perhatian khusus” terhadap penanganan akar dan
mekanisme dari terorisme.

b. Langkah-langkah Regional

1. Langkah-langkah Regional Asia-Pasifik


• ASEAN
a) ASEAN dan AS telah menandatangani “Deklarasi Bersama untuk Kerjasama
dalam Memerangi Terorisme Internasional” pada 1 Agustus 2002 yang
bertujuan mencegah, menghambat, serta memerangi terorisme internasional
melalui pertukaran dan arus informasi, keahlian, maupun bantuan peningkatan
kemampuan.
b) ASEAN dan Uni Eropa telah mengeluarkan “Deklarasi Bersama untuk
Kerjasama dalam Memerangi Terorisme” di Brussel pada tanggal 28 Januari
2003 yang memuat komitmen kedua belah untuk bekerjasama dan berperan
dalam usaha global memberantas terorisme.
c) Pemimpin-pemimpin ASEAN telah mengesahkan “Deklarasi ASEAN 2001”
tentang Kerjasama untuk Memberantas Terorisme” pada Konferensi ke-7
ASEAN tanggal 5 November 2001.
d) Pemimpin-pemimpin ASEAN telah berkomitmen memerangi terorisme sesuai
dengan Piagam PBB, hukum internasional lainnya, dan resolusi-resolusi DK-
PBB.
e) Garis besar mengenai “Langkah-langkah khusus dalam Deklarasi ASEAN
2001” tentang Kerjasama untuk Memberantas Terorisme dilakukan sesuai
“Program Kerja Pelaksanaan Tindakan ASEAN untuk memerangi Kejahatan
Transnasional” pada Mei 2002 berdasarkan 6 Prinsip Strategis, yaitu
pertukaran informasi, kerjasama dalam bidang hukum, kerjasama dalam
bidang penegakan hukum, peningkatan kapasitas institusi, peningkatan
kapasitas pelatihan, peningkatan kerjasama extra-regional.
• Indonesia-Australia telah menandatangani “Memo Kesepahaman (MoU)
tentang Memerangi Terorisme Internasional pada Februari 2002.”

c. Langkah-langkah Nasional:
1. Beberapa negara yang rawan dimanfaatkan sebagai sasaran pengembangan gerakan
terorisme global, seperti, Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia perlu berupaya

22
mengatasi ancaman kehadiran terorisme internasional ini dengan lebih dulu mengatasi
dan mencari solusi atas berbagai persoalan kemiskinan, pengangguran, utang luar
negeri, krisis ekonomi yang berkepanjangan di negaranya masing-masing, maupun
mempersempit ketimpangan antara negara maju dan miskin.
2. Negara-negara yang rawan terorisme perlu membangun kerjasama yang baik dengan
AS sebagai hegemon pada saat ini agar AS bersedia mengurangi tekanannya terhadap
praktik-praktik politik di negara-negara yang pemerintahannya non-demokratis
(otoriter, absolute, dictator, militeristik, dan sebagainya). Tekanan AS tersebut bisa
berkurang selama pemerintahan negara-negara tersebut memiliki komitmen yang
tinggi dan kooperatif dengan AS maupun negara kuat lainnya dalam memerangi
terorisme.
3. Setiap negara yang pernah mengalami ancaman atau serangan terorisme harus
memberikan perhatian yang serius terhadap pelaksanaan fungsi intelijennya sebagai
instrumen untuk melakukan pencegahan dini terhadap serangan yang mungkin akan
dilakukan seerta menghindari terjadinya strategic surprise (kejutan strategis) yang
dilancarkan oleh kelompok-kelompok teroris.
4. Meningkatkan fungsi-fungsi badan intelijen yang mencakup pengumpulan data,
analisis data, covert action (aksi-aksi tersembunyi), serta sejumlah kegiatan lain guna
menghentikan aksi yang dilakukan oleh para teroris melalui counterintelligence.
5. Meningkatkan fungsi profesionalisme intelijen dalam menghadapi ancaman terorisme
global karena kelompok-kelompok teroris kontemporer memiliki berbagai
karakteristik yang juga sangat menuntut peningkatan kerjasama intelijen internasional
karena operasi jaringan terorisme global yang telah melintasi batas-batas negara.
6. Setiap negara perlu meningkatkan strategi penegakan hukum (law enforcement),
terutama di daerah-daerah yang dilanda konflik.
7. Setiap pemerintah harus mampu mengatasi berbagai bentuk kejahatan terorganisir
(TOC), seperti, penyulundupan senjata dan bahan peledak, latihan militer oleh
kelompok sipil, pelanggaran imigrasi melalui pemalsuan paspor dan kartu penduduk
(ID Card/KTP), perampokan bank, dan sebagainya sebagai bagian dari upaya
memberantas aksi-aksi terorisme di Indonesia.
d. Hukum dan Praktik Indonesia:
1. Perpu No. 1/2002 tentang “Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme”.

23
2. Perpu No. 2/2002 tentang “Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang RI No. 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada
Peristiwa Peledakan Bom Bali.
3. DPR kemudian menyetujui Perpu-perpu tersebut pada Maret 2003 dan memberi status
sebagai UU Antiterorisme.
4. Pasal-pasal dalam UU Antiterorisme menghukum segala bentuk dukungan terhadap
terorisme dan persengkongkolan tindak kejahatan.51

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dengan runtuhnya dua gedung menara kembar World Trade Center (WTC) tahun
2001 berhasil mengangkat terorisme sebagai isu yang paling banyak diperbincangkan
masyarakat dunia. Pasca peristiwa yang menggemparkan dunia ini, Amerika memberikan
warning kepada pemerintah Indonesia akan adanya jaringan terorisme global di Indonesia.
Namun pemerintah Indonesia menampik tuduhan ini dan menyatakan bahwa Indonesia bersih
51
Modul makalah dalam perkuliahan dengan mata kuliah “Isu-isu Global Kontemporer” dengan judul
Terorisme Internasional Dalam Perspektif Keamanan Pasca Perang Dingin. Oleh dosen Rahmi. Di Universitas
Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. Jurusan Hubungan Internasional.

24
dari jaringan terorisme global. Namun keyakinan itu luluh lantak setelah Bali diguncang bom.
Dari sinilah lalu mencuat nama Jamaah Islamiyah (JI) yang disebut-sebut sebagai sel Al-
Qaeda yang beroperasi di Asia Tenggara.

Keterlibatan Jamaah Islamiyah dalam terorisme terbukti dengan adanya tragedi di


Poso (peristiwa konflik berdarah antara Kristen dan Islam) dan bom Bali di negara Indonesia.
Tetapi di tengah-tengah kejadian tersebut CIA terlibat juga dalam kasus terorisme bahwa CIA
merupakan dalang utama atas kejadian terorisme dan ada juga sebagian kalangan yang
menyatakan bahwa Jamaah Islamiyah (JI) hanyalah akal-akalan atau bentukan Badan
Intelijen Amerika atau CIA. Anggapan bahwa Jamaah Islamiyah (JI) adalah buatan CIA dan
dijadikan alat legitimasi Amerika untuk mengobok-mengobok umat Islam. Hal tersebut juga
terbukti di lapangan bahwa adanya bantahan terhadap keberadaan JI dengan berargumen
bahwa ia tidak terdaftar dalam data base nama-nama organisasi dan keormasan yang terdaftar
dalam Departemen Dalam Negeri adalah hal yang naif. Tentu kita tidak menemukan nama JI
di sana karena organisasi ini tidak pernah mendaftarkan diri. Mereka bergerak di bawah tanah
dan hanya diketahui oleh para anggotanya, kalangan intelijen, ataupun pengamat gerakan
mereka. Berarti JI hanyalah boneka dari CIA untuk mencabik-cabik umat Islam.

Ketika AS sudah menyebut Al-Qaeda yang telah terbukti bahwa Al-Qaeda merupakan
konspirasi dari Amerika atau CIA, dan Australia menyebut Jamaah Islamiyah, maka cepat
atau lambat yang lain akan mengikutinya bagaikan koor paduan suara. Jadi, terserah apakah
kita percaya atau tidak pada teori konspirasi. Dalam hal ini telah terbukti bahwa Jamaah
Islamiyah merupakan suatu konspirasi, Al-Qaeda yang telah terbukti konspirasi secara
otomatis cabang dari Al-Qaeda atau Jamaah Islamiyah juga merupakan konspirasi yang di
buat-buat oleh CIA. Ada beberapa alasan mengapa hal itu (konspirasi) terjadi karena adanya
kepentingan politik dan ekonomi, tetapi yang paling dominan adalah kepentingan politik
dengan mengkambinghitamkan agama sebagai acuannya. Konspirasi Jamaah Islamiyah yang
dibuat oleh CIA dalam terorisme secara otomatis CIA menuduh seluruh umat Islam bahwa
mereka adalah terorisme. Menurut pandangan umat Islam sendiri Jamaah Islamiyah
merupakan agama Islam yang radikal dengan memakai paradigma konsep jihad yang
menurut umat Islam konsep jihad tersebut adalah konsep yang salah dalam penggunaannya.

Mengenai kurangnya bukti yang mengaitkan Ba’asyir dengan aksi terorisme


digambarkan betapa dalam menjalankan programnya Jamaah Islamiyah juga menggunakan
cara-cara intelijen, sehingga susah diungkapkan dengan cara-cara konvensional. Dalam

25
dugaan tersebut untuk kemungkinan bahwa Jamaah Islamiyah adalah konspirasi CIA maka
kasus yang terjadi di Poso dan bom Bali berarti merupakan rekayasa yang dibuat oleh CIA
dengan cara mengaitkan agama Islam melalui gerakan radikal dalam menggunakan konsep
jihad yang mereka buat sehingga menimbulkan kontroversi dalam definisi jihad di dalam
umat Islam, maka CIA memanfaatkan kelemahan tersebut demi mendapatkan kepentingan
mereka sendiri. Adapun beberapa sejumlah langkah dalam mengatasi isu-isu terorisme global
kontemporer, yaitu melalui langkah-langkah internasional, langkah-langkah regional,
langkah-langkah nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

 Basya, M. Hilaly. Amerika Perangi Teroris Bukan Islam. Jakarta: Center For Moderate
Moslem (CMM). Juli 2004.
 Brockers, Mathias. Konspirasi, Teori-teori Konspirasi & Rahasia. Jakarta: Ina
Publikatama. 2003.
 Conboy, Ken. Medan Tempur Kedua: Kisah Panjang yang Berujung pada Peristiwa Bom
Bali II. Jakarta: Pustaka Primatama. 2008.
26
 Gray, Jerry D. Demokrasi Barbar Ala Amerika. Jakarta: Gema Insani. 2007.
 Purwanto, Wawan H. Terorisme Undercover. Jakarta: CMB Press. 2007.
 Karnavian, M. Tito. Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 2008.
 Sihbudi, Riza. Menyandera Timur Tengah: Kebijakan AS dan Israel Atas Negara-negara
Muslim. Jakarta: PT Mizan Publika. 2007.
 Suseno, Franz Magnis. Melawan Kekerasan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar (Anggota IKAPI). Agustus 2000.
 Wahid, Abdul. Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Bandung: PT
Refika Aditama. 2004.

Jurnal:

 Kuntjoro, Irene A. Orbit: Jurnal Hubungan Internasional “ASEAN Security”. Vol. 1


Nomor 1 Januari-Juni 2008. Jakarta: PUSKAHI (Pusat Kajian Hubungan Internasional).

Internet:

 Lihat: (http://www.gatra.com/2002-10-21/versi_cetak.php?id=21600)
 Lihat: (http://www.antaranews.co.id/arc/2007/2/20/indonesia-waspadai-menguatnya-
jaringan-al-qaeda/)
 Lihat: (http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_persekongkolan)
 Lihat: (http://id.wikipedia.org/wiki/Central_Intelligence_Agency)
 Lihat: (http://swaramuslim.net/berita/more.php?id=A5469_0_12_0_M)
 Lihat: (http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Jamaah-Islamiyah-JI-di-mata-Sidney-
Jones)
 Lihat: (http://international.okezone.com/read/2009/05/19/18/221355/malaysia-bisa-jadi-
basis-jemaah-islamiyah)
 Lihat: (http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/berita_bali/detail/137.htm)
 Lihat: (http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2005/11/10/brk,20051110-
69014,id.html)
 Lihat: (http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2002/12/30/o2.htm)

Lain-lain:

 KORAN TEMPO. Indonesia Minta Jamaah Islamiyah Masuk Daftar Teroris PBB. Jumat.
25 Oktober 2002.
27
 Modul makalah dalam perkuliahan dengan mata kuliah “Isu-isu Global Kontemporer”
dengan judul Terorisme Internasional Dalam Perspektif Keamanan Pasca Perang
Dingin. Oleh dosen Rahmi. Di Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta.
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. Jurusan Hubungan Internasional.

28
LAMPIRAN
KUMPULAN HASIL INTERVIEW

Kumpulan hasil interview ini adalah merupakan salah satu kegiatan penulis dan
sebagai pelengkap dalam rangka menyelesaikan tugas UAS Isu-isu Global Kontemporer.
Dalam melaksanakan tugasnya, penulis melakukan interview kepada Bapak Fachturrozi,
Bapak Adian Firnas, dan Bapak Dumiyati Bashori. Hasil interview yang dilakukan oleh
penulis sebagai berikut:

Sejak tragedi WTC itu terjadi Islam di mata dunia internasional selalu dikaitkan
dengan terorisme karena AS berpendapat bahwa yang melakukan tindakan itu adalah
Osama Bin Ladden dan para teroris Islam, menurut anda itu bagaimana?

Menurut saya, tujuan itu harus selalu dibarengi dengan bukti, jadi ketika ada bukti yang kuat
kita bisa pegang tetapi bila tidak ada walau bagaimanapun kita tidak bisa mengklaim bahwa
itu adalah Osama Bin Ladden, sementara kalau kita lihat dari Islam sendiri bahwa Islam tidak
mengajarkan tindakan kekerasan dan itu yang biasanya saya tekankan. Nah, adapun misalkan
Osama Bin Ladden melakukan seperti itu mungkin karena faktor-faktor tertentu, misalkan
karena faktor ketidaksukaan dengan AS dan ini kemungkinan bahwa bisa saja Osama Bin
Ladden yang melakukan hal itu, bila kita lihat dari sejarahnya selalu ada kontroversial antara
Islam dengan AS terutama dalam garis keras itu selalu dimanapun dan ini bisa dijadikan
alasan jihad ketika satu golongan umat Islam seperti itu memahami jihad secara sempit itu
bisa saja terjadi dan saya selalu tidak menempatkan apakah itu betul Osama Bin Ladden atau
tidak? Tetapi biarlah bukti-bukti yang akan berbicara.

Menurut anda, apakah ajaran jihad itu mengajarkan terorisme?

Jihad dan terorisme harus kita pahami bahwa itu adalah kedua hal yang berbeda kalau jihad
jelas perang dan ketika kita memahami jihad secara luas bukan secara sempit, jihad bukan
ketika tidak ada musuh itu terorisme, di zaman nabi sangat jelas mereka berjihad karena
adanya musuh. Tetapi bila kita lihat pengertian yang terorisme itu, terorisme itu adalah terror
dan dengan bahasa arabnya “irhab” irhab itu bila diartikan sesuatu perbuatan untuk menakut-
nakuti seseorang jadi tidak secara jelas bila perang itu sudah sangat jelas yaitu berantem atau
perlawanan fisik. Jadi menurut saya jihad dengan terorisme itu sangat berbeda.

29
AS itu membentuk suatu jaringan Islam radikal, menurut saudara terbentuknya
jaringan itu benar atau tidak dan apakah anda setuju atau tidak dengan terbentuknya
jaringan itu?

Kalau menurut saya, saya tidak setuju karena yang saya katakan Islam yah Islam dan Islam
tidak mengajarkan kekerasan bahkan untuk memaksa sesorang untuk masuk Islam itu saja
tidak boleh dan disini memaksa saja tidak boleh apalagi sampai mengebom dan segala
macam bentuk kekerasan. Jadi AS misalnya membuat istilah-istilah Islam radikal sebenarnya
saya tidak setuju, dan itu kan sebenarnya hanya oknum-oknum tertentu yang melakukan
seperti itu. Bila menurut saya pemahaman konsep jihad itu sendiri, bila kita membiarkan
istilah-istilah itu lambat-laun Islam itu dapat diartikan bahwa Islam itu keras.

Menurut anda, apakah bisa jaringan Islam itu dibubarkan?

Kalau kita melihat fenomena yang ada sepertinya agak susah tetapi bila secara sekaligus
memang agak susah dan dengan cara mengajarkan kepada seluruh lapisan umat Islam kosep
jihad yang sebenarnya. Adapun orang-orang yang berpikiran agak keras bisa dikatakan
radikal dan karena pemahaman yang sangat sempit tadi. Untuk menghilangkannya yaitu
dengan cara pemahamannya itu yang dibetulkan. Dan yang sering terjadi hal-hal yang
mencoreng umat Islam sendiri yaitu contohnya dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar
itu sendiri dan hal itu sangat berkaitan dengan penjelasan di atas dan itu sangat sempit
memahami amar ma’ruf nahi munkar atau konsep-konsep Islam yang disalahgunakan.

Sejak adanya tragedi WTC tersebut Islam di mata dunia internasional itu sangat
buruk, menurut anda bagaimana cara memperbaiki nama Islam itu sendiri agar tidak
dikaitkan dengan terorisme?

Kalau menurut saya itu sangat berbahaya dan umat Islam mengajarkan kita untuk sabar
bahwa apapun yang terjadi kita harus sabar kecuali sudah dikaitkan dengan permainan
gencatan senjata, bila ada isu-isu global yang ada seperti itu kita harus menilai dari diri kita
sendiri dan kita berpedoman pada pepetah arab “ibda binafsik” yang artinya memulailah dari
dirimu sendiri. Maksudnya mulailah dari diri kita sendiri bahwa kita bagus dan kita tunjukkan
kepada dunia bahwa umat Islam tidak seperti yang mereka sangka. Ini merupakan perilaku
kita dengan berhubungan sesama muslim maupun dunia internasional bahwa umat Islam itu
sebagai “rahmatan bil ‘alamin” yang artinya rahmat bagi alam semesta.

30
Sebenarnya apakah ada terorisme di zaman nabi seperti pemboman?

Bila kita kembali ke hadist nabi kemudian riwayat-riwayat umat pada zaman nabi dan
khulafarasyidin adalah umat yang terbaik. Sebaik-baik generasi adalah generasi setelah nabi
dan khulafaasyidin. Dan bahwa pada saat itu betul-betul memahami Islam dengan baik
termasuk salah satunya yaitu konsep jihad dan amar ma’ruf nahi munkar dan sejarah telah
membuktikan bahwa pada saat itu Islam tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu dan
penyerangan.

Menurut anda, apakah mungkin zionisme Israel itu yang melakukan kasus pemboman
WTC?

Kalau menurut saya bisa saja itu terjadi karena ketika ada satu kelompok misalnya Yahudi
tidak suka dengan Islam ia akan melakukan dengan berbagai macam cara termasuk salah
satunya menghancurkan Islam dengan rekayasa mereka bila bahasa arabnya itu “muamalah”
atau rekayasa konspirasi dan ini mungkin bisa sangat mungkin terjadi.

Dalam sudut pandang anda, anda lebih percaya ke arah zionisme Israel atau Osama
Bin Ladden itu sendiri yang melakukan terorisme?

Bila saya lebih percaya ke arah Zionisme

Di dalam al-qur’an umat Yahudi dan umat Islam itu selalu berantem dan perang,
menurut pandangan saudara itu bagaimana?

Sebenarnya kalau dikatakan selalu berantem itu tidak ada kata-kata seperti itu di al-qur’an
tapi disana disebutkan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang sampai
kamu mengikuti ajaran mereka kata-kata tidak senang ini belum tentu berantem.

Zionisme Israel itu adalah kelompok yang sangat ditakutkan dan membuat bencana di
muka bumi seperti naiknya harga minyak dan dibalik kejadian itu adalah orang
Yahudi yang melakukannya, menurut penjelasan anda bagaimana?

Bila menurut saya itu benar yaitu Yahudi yang melakukannya dan mereka sangat berpikir dan
pintar, mereka mempunyai satu tujuan utama yaitu menjadi tokoh nomor satu di dunia.
Mereka itu meronta-ronta dan mereka itu tidak mengikuti nabi Musa dan seperti orang
linglung tidak bisa masuk ke tanah mereka sendiri pada saat itu dan ada yang diusir ke AS

31
dan mereka mempunyai satu tujuan yang sekarang itu ingin memiliki tanahnya kembali dan
bersatu yang sekarang ini disebut negara Israel.

Apakah Yahudi itu takut kepada kekuatan Islam?

Bila kita lihat umat Islam itu ketika mereka bersatu itu sangat kuat dan umat Islam itu
mungkin akan bersatu karena Islam mempunyai ritual dimana umat Islam itu mempunyai
tempat bersatu atau berkumpul.

Menurut anda, bagaimana cara memecahkan kasus terorisme?

Dengan penjagaan yang ketat, bila mereka sudah mempunyai keinginan untuk berbuat terror
itu sangat sulit diberantas arena mereka sudah sangat berpengalaman dan diragukan dapat
lolos dari penjagaan dan ahli dalam strategi. Satu-satunya menurut saya, supaya terorisme itu
tidak ada maka di seluruh umat Islam maka seluruh umat Islam harus mempunyai
pemahaman yang sangat baik.

Menurut anda, mengapa para umat Islam itu berpecah-pecah dan tidak ingin bersatu?

Kalau saya lihat itu adalah lebih ke faktor kepentingan dan masing-masing mempunyai
kepentingan. Menurut saya Mesir juga tidak jauh seperti AS, jadi susah untuk bersatu karena
walaupun termasuk negara kaya tetapi mereka tidak kuat dan hanya punya kekayaan saja
otomatis eko dapat mudah dihancurkan dan negara-negara arab lain itu punya rasa takut
contoh OKI yang sangat melemah dan suaranya tidak ada sebenarnya kita mengharapkan
kepada negara Arab yang kaya dan tidak bersatu, dan hanyalah negara Iran yang berani
daripada negara-negara Arab yang lain. Bila Islam bersatu maka AS pun yang negara besar
akan kalah.

32

You might also like