You are on page 1of 30

MAKALAH PBL BLOK XIV

Penyakit Pada Sendi

STIEN JULIA RISKY HETHARIE 102010266 KELOMPOK A6 20 Maret 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731 kikikuk_uhuyyy@yahoo.com

Stien Julia Risky Hetharie Penyakit Pada Sendi


102010266 (A6) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6. Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Telp. 021-56942061 @kikikuk_uhuyyy@yahoo.com

Pendahuluan
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolism kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu diperbarui melalui proses remodeling yang terdiri dari proses resorpsi dan formasi. Dengan proses resorpsi bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui proses formasi.1,2,8 Sendi merupakan bagian tubuh yang kurang mendapatkan perhatian lebih lanjut, misalnya saja, saat seseorang merasa sendi nya sakit, orang tersebut akan mencari obat untuk meredakan nyeri tersebut, atau malahan pergi ke tukang pijat di samping rumahnya dan bukannya lebih berkonsentrasi untuk mencari penyebab dari nyeri sendi tersebut. Hal ini menyebabkan kerusakan yang di disebabkan oleh sendi tersebut menjadi semakin parah.1,2,8 Nyeri pada sendi tidak serta merta di sebabkan oleh rheumatoid artitis atau osteoporosis saja, karena nyeri pada sendiri atau yang sering di sebut radang sendi (artritis) memiliki beberapa jenis sesuai dengan etiologi dan gejala klinisnya. Untuk itulah, dalam makalah ini, saya akan membahas beberapa penyakit yang berhubungan dengan radang sendi atau artritis. 1,2,8

Pembahasan A. Pengertian
Osteoarthritis (OA)
Merupakan penyakit sendi degeneratif yang progresif dimana tulang rawan kartilago yang melindungi ujung tulang mulai rusak, disertai perubahan reaktif pada tepi sendi dan tulang subkhondral yang menimbulkan rasa sakit dan hilangnya kemampuan gerak.Insidensi dan prevalensi OA berbeda-beda antar negara. Penyakit ini merupakan jenis arthritis yang paling sering terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa.4,7,9

Gambar Tulang Normal, AR dan Osteoporosis No. 2 Sumber www.google.com

Arthritis gout (pirai)


Artritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. Artritis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraselular. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefropati). Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah

hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 rag/dl.2-5

Juvenile arthritis (arthritis pada anak-anak)


Istilah umum bagi semua tipe arthritis yang menyerang anak-anak. Anak-anak dapat terkena Juvenile Rheumatoid Osteoarthritis atau lupus anak, ankylosing spondylitis atau tipe lain dari arthritis.4-5

Systemic Lupus Erythematosus (lupus)


Lupus eritematosus sistemik (LES) atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE), merupakan prototipe penyakit otoimun yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. SLE terutama menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduksi dengan ratio wanita dan laki-laki 5:1.6-7

Infeksius Atritis
Infeksi virus yang sering menyebabkan nyeri sendi multiple berpindah. Bakteri menyebabkan radang sendi.4

Septik artritis4
Infeksi bakteri piogenik (penghasil nanah) akut pada sendi yang jika tidak segera ditangani dapat berlanjut menjadi kerusakan pada sendi. Gejala klinis yang tampak pada bayi berbeda dengan pada anak-anak dan dewasa, yaitu : Bayi. Dapat ditemukan kekakuan pada sendi yang terkena, nyeri pada pergerakan sendi, dapat terjadi demam, namun gejala ini bukan patokan utama, dapat terjadi dislokasi patologik pada sendi pada minggu kedua. Sedangkan pada anak-anak dan orang dewasa dapat memberitahu lokasi terjadinya sakit dan nyeri yang timbul saat pergerakkan. Karena sendi sakit, maka tubuh secara otomatis berusaha untuk melindunginya dengan mengontraksikan otot-otot disekitar sendi. Kekakuan sendi jelas terlihat, adanya demam, subluksasi lebih sering terjadi daripada dislokasi. Bakteri yang paling sering menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah Stafilokokus aureus. Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya penyakit ini adalah HIV, AIDS, dan penggunaan terapi adenokortikosteroid jangka panjang secara intravena.

Rheumathoid Arthritis (RA)1,8


Artritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinik klasik AR adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Selain lapisan synovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ di luar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan, dan adanya komorbiditas. Menegakkan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progersifitas penyakit. Metode terapi yang dianut saat ini adalah pendekatan pyramid terbalik (reverse pyramid), yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit. Bila tidak mendapat terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas dan disabilitas. Morbiditas dan mortilitas AR berdampak terhadap kehidupan social dan ekonomi. Kemajuan

yang cukup pesat dalam pengembangan DMARD biologic, memberi harapan baru dalam penatalaksanaan penderita AR. Artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang komples. Diagnosis tidak hanya bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari sekelompok tanda da gejala. Kriteria diagnostik sebagai berikut : Kekakuan pagi hati (lamanya paling tidak 2 jam) Artritis pada tiga atau lebih sendi Artritis sendi-sendi jari tangan Artritis yang simetris Nodul reumatoid Faktor reumatoid serum Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)

Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujun kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan tedahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. 3

Kriteria Diagnosis Atritis Reumatoid Menurut ACR8 Presentase penderita AR jika Gejala dan tanda Definisi gejala atau tanda Ada
Kaku pagi hari Kekakuan pada sendi dan sekitarnya yang berlangsung paling sedikit selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal Artritis pada 3 atau Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan menunjukan lunak atau pembengkakan efusi tulang (bukan saja) jaringan hanya yang 32 13 39 (morning stiffness)

Tidak Ada
14

persendian lebih

pertumbuhan

diobservasi oleh seorang dokter. Ada 14 daerah persendian yang mungkin terlibat yaitu : PIP, MCP, pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan MTP kanan atau kiri. Arthritis pada Paling sedkit ada satu pembengkakan (seperti yang disebut diatas) pada sendi : pergelangan tangan, MCP, atau PIP Arthritis simetrik yang Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh secara bersamaan (keterlibatan bilateral sendi PIP, MCP, atau MTP dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris Nodul Reumatoid Adanya nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang, permukaan ekstensor atau daerah juxtaartikular yang 50 25 29 17 33 12

persendian tangan

diobeservasi oleh seorang dokter. Faktor Reumatoid Adanya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan metode apapun, yang memberikan hasil positif < 5% pada kontrol subyek normal Perubahan gambaran radiologis Terdapat radiologis yang khas untuk arthritis reumatoid pada foto 79 21 74 13

serum positif

posteroanterior tangan dan pergelangan tangan, berupa erosi atau dekalsifikasi tulang yang terdapat pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoarthritis saja

tidak memenuhi persyaratan)

B. Anamnesis
Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Teknik anamnesis yang baik disertai dengen empati merupakan seni tersendiri dalam rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran komunikasi antara dokter dengan pasien.3 Anamnesis berasal dari kata Yunani artinya mengingat kembali. Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis. Tujuan anamnesis yaitu: untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya. 3 Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu dievaluasi juga status fungsionalnya, seperti ADL, IADL. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang surut kesehatannya, termasuk obat-obatnya dan aktivitas sehariharinya. Selain itu, dalam hal menganamnesis kita juga harus mempunyai pengetahuan mengenai karakteristik dari penyakit itu sendiri.3

Umur
Penyakit rematik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat pada kelompok umur tertentu. Osteoartritis lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut dibandingkan usia muda. Tiap kenaikan 1 dekade, risiko terkena osteoporosis adalah 1,4-1,8. SLE lebih sering ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.2,3,7 Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang disampaikan oleh Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja {adolescens) sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. 2,3,7

Tabel Penyakit Sendi pada Berbagai Kelompok Umur Usia Muda (2-25 th)

Usia pertengahan (30-50 th)

Usia lanjut (<65 th)

Artritis Gout SLE SLE akibat obat Artritis Reumatoid Osteoartritis

Sangat jarang Sering terjadi Jarang Sering teradi Hampir tak pernah terjadi

Sering terjadi Sering terjadi Jarang Sering terjadi Jarang

Sering terjadi Jarang Sering terjadi Sering terjadi Sering terjadi

Jenis Kelamin
Misalnya pada RA yang lebih terserang yaitu perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita RA dan umur lebih tua. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13.6/1000 pria dan 6.4/1000 perempuan. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada wanita. Arthritis Gout lebih sering menyerang laki-laki. Biasanya sebagai akibat dari kerusakan sistem kimia tubuh. Kondisi ini paling sering menyerang sendi kecil, terutama ibu jari kaki. Arthritisgout hampir selalu dapat dikendalikan oleh obat dan pengelolaan diet.4 Tabel Perbedaan Jenis Kelamin pada Penyakit Sendi3

Artritis Reumatoid SLE Artritis Gout Osteoartritis koksae Osteoartritis lutut dan tangan

Pria < Wanita (1:3) Pria < Wanita Pria > Wanita Pria = Wanita Pria < Wanita

Karakteristik2,3,7
Penyakit sendi memiliki ciri khas masing-masing dalam setiap kasus. Pada kasus A disebutkan bahwa Ny. O, 30 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada jari-jari tangan, & pergelangan tangan pada tangan kanan & kiri sudah berlangsung selama 4 bulan ini. Selain itu jari-jari tangan terasa kaku pada pagi hari rata-rata 1 jam lebih, disertai nyeri dan bengkak pada sendi-sendinya. Pasien sudah berobat; saat meminum obat dikatakan nyeri & bengkak umumnya berkurang, tetapi sering kambuh lagi. Riwayat trauma pada

tangan tidak ada. Pasien mengatakan ibunya juga sering nyeri sendi terutama pada lutut kirinya. A. Nyeri Sendi Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien rematik. Pasien sebaiknya diminta menjelaskan lokasi nyeri serta punctum maximumnya karena mungkin sekali nyeri tersebut menjalar ke tempat jauh merupakan karakteristik yang disebabkan oleh penekanan radiks saraf. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas akan hilang setelah istirahat serta tidak timbul di pagi hari merupakan nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas. Pada pasien OA, umumnya mereka mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan lahan. Pada artritis reumatoid, nyeri yang paling berat biasanya pada pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari. Sebaliknya pada osteoartritis, nyeri paling berat pada malam hari, pagi hari terasa lebih ringan dan membaik di siang hari. Pada artritis gout, nyeri yang terjadi biasanya berupa serangan yang hebat pada waktu bangun pagi hari, sedangkan pada malam hari sebelumnya pasien tidak merasakan apa-apa, nyeri ini biasanya self limiting dan sangat resposif dengan pengobatan. Nyeri malam hari terutama bila dirasakan seperti suatu regangan merupakan nyeri akibat peninggian tekanan intra artikular akibat suatu nekrosis avaskular atau kolaps tulang akibat artritis yang berat. Nyeri yang menetap sepanjang hari (siang dan malam) pada tulang merupakan tanda proses keganasan. B. Kaku Sendi Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakan sendi. Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada di sekitar jaringan yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovial, atau bursa). Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakan, cairan akan menyebar dari jaringan yang mengalami inflamasi dan pasien merasa terlepas dari ikatan. Lama dan beratnya kaku sendi pada pagi hari atau setelah istirahat biasanya sejajar dengan beratnya inflamasi sendi ( kaku sendi pada artritis reumatoid lebih lama dari osteoartritis, kaku sendi pada artritis reumatoid berat lebih lama daripada yang ringan).

C. Gejala Sistemik Penyakit sendi inflamator baik yang disertai maupun tidak disertai keterlibatan multisistem lainnya akan mengakibatkan peningkatan reaktan fase akut seperti peningkatan LED atau CRP. Selain itu terkadang akan disertai gejala sistemik seperti panas, penurunan berat badan, kelelahan, lesu dan mudah terangsang. D. Bengkak sendi dan deformitas Pasien yang sering mengalami pembengkakan sendi, ada perubahan warna, perubahan bentuk atau perubahan posisi struktur ekstremitas. Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi. E. Tanda tanda peradangan Tanda tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, bengkak, gangguan gerak, rasa hangat, dan kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi sendi kecil tangan dan kaki. F. Krepitasi Pada OA rasa gemeretak (kadang kadang terdengar) pada sendi yang sakit. Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini timbul akibat gesekan kedua permukaan tulang sendi saat digerakan. G. Bunyi Lain Ligamentous snaps merupakan suara tersendiri yang keras tanpa rasa nyeri. Keadaan ini merupakan hal yang biasa terdengar di sekitar femur bagian atas sebagai click-ing hips. Cracking merupakan bunyi yang diakibatkan tarikan pada sendi, biasanya pada sendi jari tangan yang disebabkan terbentuknya gelembung gas intraartikular. Cracking tidak dapat diulang selama beberapa menit sebelum gas tersebut habis diserap. Cloncking merupakan suara yang ditimbulkan oleh pertemuan yang tidak teratur misalnya antara skapula dengan iga. H. Nodul Sering ditemukan pada berbagai atropati, atau pada umumnya di ekstensor punggung tangan, siku, tumit belakang, sakrum. Ditemukan pada artritis gout (tofi/tophus) dan RA (nodul reumatoid) I. Perubahan Kuku

Perubahan yang sering ditemukan antara lain: Jari tabuh (clubbing finger) berhubungan dengan osteoartropati hipertrofik pulmoner dan alveolitis fibrotik. Thimble pitting onycholysis (lisis kuku berbentuk lubang) dan distrofi kuku berhubugan dengan artropati psoriatik dan penyakit Reiter Kronik. Serpihan berdarah (splinter haemorhages) pada vasikulitis pembuluh darah kecil.

J. Lesi Membran Mukosa Keadaan ini sering tanpa gejala (artropati reaktik dan penyakit Reiter) atau dengan gejala (SLE, vaskulitis, sindrom Behcet). Perlu diperhatikan adanya ulkus pada oral, genital dan mukosa hidung. K. Gangguan tidur dan depresi Faktor yang berperan dalam gangguan pola tidur antara lain seperti nyeri kronik, terbentuknya fase reaktan, obat anti inflamasi nonsteroid (seperti indometasin). Artritis Rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetpai penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada umumnya selain gejala artikular, AR dapat pula menunjukan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non artikular lainnya.1 Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantai oelh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Artritis rheumatoid kira-kira 2,5 kali lebih sering menyerang perempuan dari pada laki-laki. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia, terutama untk perempuan. Insiden puncak anatara usia 40 tahun-60 tahun.2

Gambar tulang dan sendi yang mengalami degradasi (sumber:www.google.com)

1. 2. 3. 4.

Sudah berapa lama nyeri & bengkak nya berlangsung? Apakah sudah pernah di obati sebelumnya? Adakah kelainan/gangguan yang dirasakan selain nyeri dan bengkak? Bagaimana riwayat keuarga nona?

Riwayat Penyakit2,3,7
Riwayat penyakit sangat penting dalam langkah awal diagnosis semua penyakit, termasuk pula rematik. Sebagaimana biasanya diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis. Ditanyakan pula faktor yang memperberat penyakit dan hasil pengobatan untuk mengurangi keluhan pasien.

C. Pemeriksaan Fisik2,3
1. Inspeksi : o o o Mata Sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans, katarak, anemia Mulut kering, karies dentis, ulkus), suara serak, sendi temporomandibula (krepitus). Perubahan Kulit Kelainan kulit sering menyertai penyakit rematik atau penyakit kulit sering pula disertai dengan penyakit rematik. Kelainan kulit yang sering ditemukan antara lain psoriasis dan eritema nodusum. Kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi menunjukan adanya inflamasi periartikular, yang sering pula merupakan tanda artritis septik atau artritis kristal (gout). o Perubahan gaya berjalan dan postur tubuh Bagaimana cara penderita mengatur posisi dari bagian badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikuler yang tinggi, oleh karena itu penderita akan berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi. Gaya berjalan yang normal terdiri dari 4 fase, yaitu heel strike phase, loading / stance phase , toe off phase dan swing phase. Pada heel strike phase, lengan diayun diikuti gerakan tungkai yang berlawanan yang terdiri dari fleksi sendi koksae dan ekstensi sendi lutut. Pada loading / stance phase, pelvis bergerak secara simetris dan teratur melakukan rotasi ke depan bersamaan dengan akhir gerakan tungkai pada heel strike phase. Pada toe off phase, sendi koksae ekstensi dan tumit mulai terangkat dari lantai. Pada swing phase, sendi lutut fleksi diikuti dorsofleksi sendi talokruralis. Gaya berjalan abnormal meliputi gaya berjalan antalgik (Gaya berjalan pada pasien artritis dimana pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri), Trendelenburg (Disebabkan oleh abduksi koksae yang tidak efektif sehingga panggul kontralateral akan jatuh pada swing phase), Waddle gait (Gaya berjalan tendelenburg bilateral sehingga pasien akan berjalan dengan pantat bergoyang), Paraparetik Spastik (Kedua tungkai melakukan gerakan fleksi dan ekstensi secara

kaku dan jari-jari kaki mencengkeram kuat sebagai usaha agar tidak jatuh), Paraparetik flaksid (Gaya berjalan seperti ayam jantan), hemiparetik (tungkai yang kesemutan akan digerakan ke samping baru diayun ke depan karena koksae dan lutut tidak dapat difleksikan), ataktik (Kedua tungkai dilangkahkan secara bergoyang ke depan dan ditapakkan ke lantai secara ceroboh secara berjauhan satu sama lain), parkinson (gerak berjalandilakukan perlahan, setengah diseret, tertatih-tatih dengan jangkauan yang pendek-pendek), scissor gait (Gaya berjalan dengan kedua tungkai bersikap genu velgum sehingga lutut yang satu berada di depan lutut yang lain secara bergantian). 2. Palpasi : Kenaikan Suhu sekitar Sendi Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan adanya kenaikan suhu di sekitar sendi yang mengalami inflamasi. Bengkak Sendi Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut. Nyeri Raba Menentukan lokasi nyeri raba yang tepat merupakan hal yang penting untuk menentukan penyebab keluhan pasien. Nyeri raba kapsular / artikular terbatas pada daerah sendi merupakan tanda artropati atau penyakit kapsular. Atrofi atau Penurunan Kekuatan Otot Atrofi otot merupakan tanda yang paling sering ditemukan. Pada sinovitis segera terjadi hambatan refleks spinal lokal terhadap otot yang bekerja untuk sendi tersebut. Pada artropati berat dapat terjadi atrofi periartikular yang luas. Sedangkan pada jepitan saraf, gangguan tendon atau otot terjadi atrofi lokal. Perlu dinilai kekuatan otot, karena ini lebih penting dari besar otot. Tangan Lengan : kenaikan suhu sekitar sendi, bengkak dan nyeri : siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila Leher Toraks Jantung : tanda-tanda terkenanya tulang servikal : adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan mitra Paru-paru : adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan

Abdomen Tungkai bawah

: adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik : adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker yang reptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tandatanda kompresi medulla spinalis

D. Pemeriksaan Penunjang 3
C-Reactive Protein (CRP) Merupakan salah satu protein fase akut. CRp terdapat dalam konsentrasi rendah pada manusia. CRP adalah suatu alfa globulin yang timbul dalam serum setelah terjadi proses inflamasi. Awalnya dikira memiliki respons spesifik terhadap C polisakarida dari pneumokokus, tetapi ternyata protein ini adalah suatu reaktan fase akut yang timbul akibat proses inflamasi. Adanya stimulasi inflamasi akut, konsentrasi CRP akan meningkat secara cepat dan mencapai puncaknya setelah 2-3 hari. Secara umum, konsentrasi CRP merefleksikan luasnya kerusakan jaringan. Bila tidak ada stimulus inflamasi maka konsentrasi CRP serum akan turun dengan relatif cepat dengan waktu paruh sekitar 18 jam. Peningkatan konsentrasi CRP secara persisten menggambarkan adanya inflamasi kronik seperti pada RA, tuberkolosis dan keganasan. CRP dianjurkan dalam situasi sebagai berikut: 1. Penapisan proses radang/nekrotik 2. Diagnosis/monitoring proses radang seperti neonatal, septikemia, meningitis, pneumonia, pyelonefritis, komplikasi pasca bedah, kondisi keganasan. 3. Penilaian gambaran klinik pada kondisi radang, seperti kelompok penyakit reumatik atau selama episode akut ataupun infeksi intermiten 4. Diagnosis diferensial kondisi radang seperti SLE, AR ataupun penyakit artritis lainnya, kolitis ulseratif dan kistitis akut/pielomielitis. Faktor Rheumatoid Merupakan antibodi tersendiri terhadap determinan antigenik pada fragmen Fc dari imonoglobulin. Klas imunoglobulin yang muncul dari antibodi ini adalah IgM, IgA IgG dan IgE. Tetapi yang selama ini diukur adalah FR kelas IgM. Istilah rheumatoid diberikan karena faktor ini kebanyakan diberikan pada penyakit RA. Foto Polos Foto polos bermanfaat dalam membantu menentukan prognosis, menilai kerusakan sendi secara longitudinal, dan bila diperlukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI mempu mendeteksi adanya erosi lebih awal bila dibandingkan dengan pemeriksaan radiografi

konvensional dan mampu menampilkan struktur sendi secara rinci, tetapi membutuhkan biaya yang lebih tinggi.

Tabel Perbedaan Pemeriksaaan Laboratorium Pada Pasien Arthritis2 Ciri-ciri Osteoathritis SLE Athritis Gout Rheumatoid Athritis Nyeri Kristal LED CRP F.Reumatoid ANA Inflamasi Merah Erosi Cairan sendi + Normal Normal Normal + + Normal + + + + + Normal + + + tinggi + warna susu kental

+ + tinggi + tinggi + + + + +
+ tidak jernih

Tabel Pemeriksaan Penunjang Diagnostik untuk Arthritis Reumatoid3 Pemeriksaan penunjang C-reactive protein (CRP) Penemuan yang berhubungan Umumnya meningkat sampai >0,7 picogram/ml, bisa digunakan untuk monitor perjalanan

penyakit LED Sering meningkat > 30 mm/jam, bisa digunakan untuk monitor perjalanan penyakit Hemoglobin/hematokrit Jumlah lekosit Jumlah trombosit Fungsi hati Faktor Reumatoid (RF) Sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10g/dl Mungkin meningkat Biasanya meningkat Normal / Alkali fosfatase sedikit meningkat Hasilnya negatif pada 30% penderita AR stadium dini. Jika pemeriksaan awal negatif dapat diulang setelah 6-12 bulan dari onset penyakit. Bisa memberikan hasil positif pada beberapa penyakit seperti SLE, skleroderma, penyakit keganasan, sarkoidosis, infeksi (virus, parasit atau bakteri). Tidak akurat untuk penilai perburukan penyakit. Foto polos sendi Mungkin normal atau tampak adanya

osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada stadium dini. MRI Mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos, tampilan struktur sendi lebih rinci Anticyclic citrullinated peptide Berkorelasi antibody (anti-CCP) dengan perburukan bila penyakit,

sensitivitasnya dengan

meningkat RF.

dikombinasi spesifik semua

pemeriksaan dengan

Lebih Tidak

dibandingkan

RF.

laboratorium mempunyai fasilitas pemeriksaan anti-CCP. Anti-RA33 Merupakan pemeriksaan lanjutan bilan RF dan anti-CCP negatif Antinuclear antibody (ANA) Pemeriksaan cairan sendi Tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR
Diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak ditemukan kristal, kultur negatif dan kadar glukosa rendah.

Pemeriksaan radiografi3 Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan foto polos sendi sudah cukup memadai untuk menegakkan diagnosis.3 Gambaran radiografi OA adalah sebagai berikut: Penyempitan ruang sendi akibat penipisan kartilago. Genu varum akan terjadi pada OA sendi lutut yang sudah tahap lanjut. Terbentuk marginal osteofit sebagai respon dari peningkatan stress / tekanan di permukaan sendi. Terdapat sklerosis subkondral sebagai respon dari peningkatan stress / tekanan di permukaan sendi. Terdapat kista subkondral yang terbentuk dari cairan synovial yang masuk ke dalam tulang subkondral melalui bagian defek permukaan tulang subkondral. Subluksasi sendi Terdapat intra-atricular bodies / joint mice yang berasal dari fragmen fragmen kartilago dan tulang yang bisa mengalami pengapuran atau penulangan di dalam rongga synovial.4 Terdapat efusi sendi suprapatelar (pembengkakan) sebagai respon dari peradangan sendi. Keadaan ini bisa dilihat dari foto lateral.4,5 Gambaran radiografi juga bisa membedakan OA dan rematoid arthritis (RA) : Kepadatan tulang terjadi pada sendi OA, pada RA terjadi sebaliknya, yaitu osteopeni. Erosi periartrikular yang tidak terdapat pada OA, tetapi terdapat pada RA. Terdapat sklerosis dan osteofit pada OA yang tidak terdapat pada RA. OA biasanya terjadi pada sendi sendi penahan beban, DIP dan CMC tangan, tetapi RA biasanya bilateral simetris dan bisa menyerang sendi apapun.4 A. ETIOLOGI Faktor Genetik

Etilogi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi dari kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA DRB1 dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear factor kappa B (NF-B). Gen ini berperan penting dalam reabsorbsi tulang pada AR. Faktor genetik juga berperan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine

methyltransferase untuk metabolisme metrotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan AR yang meekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80%. 1,3,8 Sekitar 10 20% pasien LES mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang juga menderita LES.Angka terdapatnya LES pada saudara kembar identik pasien LES (24 69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non identik (2 9%). Penehtian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan, terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Kaitan dengan haplotip MHC tertentu, terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikatan komplemen (yaitu Clq, Clr, C,s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai terlihat ikut berperan ialah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin.6 Hormon Seks

Prevalensi AR lebih besar pad aperempuan dibadingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormon sex berperanan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala AR selama kehamilan. Perbaikan ini duduga karena : 1. Adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. 2. Adanya perubahan profil hormon. Placental corticotropin-releasing hormone secara langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis endrogen placenta. Estrogen dan progesteron menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon imun selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron Pemberian mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan AR. kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR atau

berhubungan dengan penurunan insiden AR yang lebih berat. 3 Protein Heat Shock (HSP)

HSP adalah keluaga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respons terhadap stres. Protein ini menganduk untaian (sequence) asam amino homolog. HSP tertentu manusia dan HSP mikobakterius tuberkolosis mempunyai 65% untaian yang homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host seingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry). 3

B. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang penyebabnya tidak diketahui, dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolic, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro, dan imobilisasi yang terlalu lama.3 Seperti telah disebutkan, kartilago sendi merupakan sasaran utama perubahan degenerative pada OA. Kartilago sendi memiliki letak strategis, yaitu di ujung ujung tulang untuk melaksanakan 2 fungsi, yaitu mencegah gesekan antar tulang dalam persendian berkat cairan sinovium, dan di sendi sebagai menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi, sehingga tulang dibawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan. Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifikan baik dalam komposisi maupun sifat mekanis kartilago. Pada awal perjalanan penyakit, kartilago yang mengalami degenerasi memperlihatkan peningkatan kandungan air, dan penurunan konsentrasi proteoglikan dibandingkan kartilago sehat. Selain itu, tampaknya terjadi perlemahan jaringan kolagen, mungkin karena penurunan sintesis lokal kolegen tipe 2 dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada.3 Serangan gout akut berhubungan dengan perubahan 1 asam urat serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar urat yang stabil, jarang mendapat serangan. Pemakaian alkohol berat oleh pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum. Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal sodium urat dari depositnya dalam tofi (aystals shedding). Pada pasien gout atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan lutut yang tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian gout, juga pseudogout, dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Terdapat peranan temperatur, PH dan kelarutan urat untuk serangan gout akut. Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada gout

terutama gout akut. Peradangan pada artritis gout akut adalah akibat penumpukan kristal monosodium urat pada sendi. 3 Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibrobas sinovial setelah adanya adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah dari sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi sehingga terbentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.
3

Gambar mekanisme pada penyakit RA (sumber:www.google.com) PERAN SEL T 10 Jika sistem imun secara terus menerut membentuk autoantibodi (AAB) atau mengaktifasi sel T terhadap antigen endogen, dapat menyebabkan kerusakan jaringan atau organ. Etiologi dan patogenesis penyakit autoimun tidak sepenuhnya jelas, tetapi pembentukan auto-antibody dan aktivasi sel T didasarkan oleh mekanisme yang sama dengan yang bekerja pada reaksi imun terhadap benda asing. Penyebab berikut dapat sepenuhnya atau sebagian bertanggung jawab terhadap terjadinya penyakit autoimun : 1. Pedisposisi genetik berhubungan dengan alel HLA II tertentu ; misalnya pembawa alel HLA-II DR3 + DR4 kemungkinan menalami diabetes melitus tipe I sebesar 500 kali lebih sering dari pada pembawa DR2-DR2 2. 3. Pengaruh hormon yang tertutama jelas terlihat pada pubertas terkait jenis kelamin Infeksi dapat menyebabkan penyakit autoimun. Contohnya sel T spesifik MBP akan teraktifasi jika terdapat bakteri tertentu. Patogen ini dapat menyebabkan hilangnya sinyak kostimulasi. Selain itu, antibodi terhadap antigen patogen tertentu atau sel T dapat mengalami reaksi silang dengan autoantigen (AAG) mimikri molekular, seperti antibodi terdapat steptokokus A dengan Aag di jantung (endokarditis), persendian (arthritis reumatoid), dan ginjal (glomerulonefritis). 4. Kesalahan pengaturan sistem imun dengan tipe yang tidak dikenal dapat pula menyebabkan penyakit autoimun.

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang penyebabnya tidak diketahui, dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolic, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro, dan imobilisasi yang terlalu lama.1

Kartilago sendi merupakan sasaran utama perubahan degenerative pada OA. Kartilago sendi memiliki letak strategis, yaitu di ujung ujung tulang untuk melaksanakan 2 fungsi, yaitu mencegah gesekan antar tulang dalam persendian berkat cairan sinovium, dan di sendi sebagai menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi, sehingga tulang dibawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan. Kedua fungsi ini yang membuat sendi bisa bekerja dengan baik dan normal. Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifikan baik dalam komposisi maupun sifat mekanis kartilago. Pada awal perjalanan penyakit, kartilago yang mengalami degenerasi memperlihatkan

peningkatan kandungan air, dan penurunan konsentrasi proteoglikan dibandingkan kartilago sehat. Selain itu, tampaknya terjadi perlemahan jaringan kolagen, mungkin karena penurunan sintesis lokal kolegen tipe 2 dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada. Perubahan structural paling dini pada OA adalah pembesaran dan disorganisasi kondrosit bagian superficial kartilago, dan disertai perubahan komponen matriks, termasuk fibrilasi (pemisahan) di permukaan sendi. C. MANIFESTASI KLINIS 1,3,8 Awitan (onset) Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, artritis simetris terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan fulminant berupa artritis poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakan. Pada 8-15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Artritis sering diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih.

Manifestasi artikular Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda kardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan, dan teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama keakmbuhan (flare), namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik. Penyebab artritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian tangan, kaki, dan vertebra servikal, tetapi persendian besar seperti bahu dan kutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas

dan kehilangan fungsi. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang proximal dan metakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah terlibat. Manifestasi Ekstraarikular Walaupun artritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan penyakit sistemik sehingga banyak penderita juga mempunyai manifestasi ektraartikular. Manifestasi ektraartikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer fator reumatoid (RF) serum tinggi. Nodul reumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid umumnya ditemukan di daerah ulna, olekranon, ari tangan, tendon achilles atau bursa olekranon. Nodul reumatoid hanya ditemukan pada penderita AR dengan faktor reumatoid positif (sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout, kista ganglion, tendon canthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric reticulohistiocytosis. Manifestasi ektraartikular dirangkum dalam tabel berikut :1,8 Sistem Organ Konstitusional Manifestasi Demam, anoreksia, kelelaham kelemahan, limfadenopati. Kulit Mata Nodul Rematoid Sjogren syndrome (keratoconjunctivits

sicca), scleritis, episcleritis, scleromalacia Kardiovaskular Pericarditis, efusi perikardial, endokarditis, valvulitis Paru-Paru Pleuritis, efusi pleura, nodul reumatoid pada paru Hematologi Anemia eusinofilia Gastrointestinal Neurologi Ginjal Xerontomia, amyloidosis, vaskulitis. Entrapment neuropathy Amyloidosis, renal tubular acidosis, penyakit kronik, trombositosis,

interstitial nephritis Metabolik Osteoporosis

Deformitas2 Kerusakan struktur artikular dan periartikular (tendon dan ligamentum) menyebabkan terjadinya deformitas. Bentuk-bentuk deformitas yang bisa ditemukan pada penderita AR dirangkum sebagai berikut :

Bentuk deformitas

Keterangan

Deformaitas leher angsa (swan- Hiperekstensi PIP dan fleksi DIP neck)

Deformitas boutonniere Deviasi ulna

Fleksi PIP dan hiperekstensi DIP Deviasi MCP dan jari-jari tangan ke arah ulna

Deformitas kunci piano

Dengan penekanan manual akan terjadi pergerakan naik dan turun dari ulnar styloid yang disebabkan oleh rusaknya sendi

radioulnar Deformitas Z-tumbh Fleksi dan subluksaqsi sendi MCP I dan hiperekstensi dari sendir interfalang Arthritis mutilans Sendi MCP, PIP, tulang carpal, dan kapsul sendi mengalami kerusakan sehingga terjadi instabilitasi sendi dan tangan tampak

mengecil (operetta glass hand) Hallux valgus MTP I terdesak kearah medial dan jempol kaki mengalami deviasi kearah luar yang terjadi secara bilateral.

D. PENATALAKSANAAN 1. Medika3,10 Farmako terapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat antiinflamasi non steroid (OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular dan DMARD. Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti acetaminofen, opiat, diproqualone dan lidokain topikal. Pada dekade terdahulu, terapi farmakologi untuk AR menggunakan penderkatan piramid yaitu : pemberian terapi untuk mengurangi gejala dimulai saat diagnosis ditegakan dan perubahan dosis atau penambahan terapi hanya diberikan bila terjadi perburukan gejala. Tetapi saat ini pemendekan piramid terbalik (reverse pyramid) lebih disukai yaitu pemberian DMARD sediki mungkin untuk menghambat perburukan penyakit. Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari beberapa penelitian yaitu : 1. 2. 3. 4. Kerusakan sendi sudah sejak awal penyakit DMARD memebrikan manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara kombinasi Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti memberikan efek me nguntungkan. Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan radiologis normal, bisa dimulai dengan terapi radiologis normal, bisa dimulai dengan terapi hidroksiklorokuin/klorokuin fosfat, sulfasalazin atau minosiklin, meskipun methotrexate (MTX) juga menjadi pilihan. Penderita dengan penyakit yang lebih berat atau ada perubahan radiologis harus dimulai dengan terapi MTX. Jika gejala tidak bisa dikendalikan secara adekuat, maka pemberian leflunomide, azathioprine atau terapi kombinasi (MTX ditambah satu DMARD yang terbaru) bisa dipertimbangkan. Kategori obat secara individual akan dibahas sebagai berikut :

A. OAINS Obat alagesik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroidd (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Obatobat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dengan efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karen itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin-like-drugs) 10 o

Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis PG mulai diaporkan pada tahun 191 oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG. Golongan obat ini menghambat enizim siklokinase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG 2

terganggu. Setiap obat ini menghambat enzim siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. 11 OAINS digunakan terapi awal untuk negurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh digunakan secara tunggal. Penderita AR mempunyai resiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius akibat penggunakan OAINS dibandingkan dengan penderita osteoarthritis, karena itu perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala efek samping gastrointestinal. 10 o

Efek Farmakodinamik Semua obat mirip-aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti-inflamasi. Ada

perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya paracetamol (asemaninofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali. 10 o

Efek Samping Selain menimbulkan efek terapi yang sama AINS juga memilihi efek samping serupa,

karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Selain itu kebanyakan obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam misalnya di lambung, ginjal dan jaringan inflamasi. 10 Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal, dan hari. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat pencarahan saluran cerna. 10 B. Glukokortikoid 3 Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednison kurang dari 10 mg/hari cukup efektif unutk meredakan gejala dan dapt memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal karena resiko tinggi mengalami efek samping seperti osteoporosis, katarak, gejala Cushingoid, dan gangguan kadar gula darah. Bila artritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan disabilitas yang bermakna, maka injeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun efeknya bersifat sementara. Adanya artritis infeksi harus disingkirkan sebelum melakukan injeksi. Gejala mungkin akan kambuh kembali bila steroid dihentikan, terutama bila menggunakan steroid dosis tinggi, sehingga kebanyakan Rheumatologist mengehntikan steroid secara perlahan dalam satu bulan atau lebih untuk menghindari rebound effect.

C. DMARD Pemberian DMARD harus dipertimbangkan untuk semua penderita. Pemilihan jenis DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengalaman dokter dan adanya penyakit penyerta. DMARD yang paling umum digunakan adalah MTX, hidroksiklorokuin atau klorokuin sulfat, sulfasalazin, lefronomide, dan lain-lain. 3 Metrotreksat (MTX) Metrotreksat dianggap sebagai APP (Antireumatik Pemodifikasi Penyakit) terpilih saat ini. Obat ini efektid pada dosis yang jeuh lebih kevcil dari sebagai obat kanker sehingga efek samping berat jarang merupakan masalah. Dosis sebagai APP. 15-25 mg per minggu dan ditingkatkan sampai 335 per minggu bila perlu. Efek samping umum ialah mual dan ulkus mukosa saluran cerna. Klorokuinidin dan Hidroksiklorokuin Mekanismenya pada gangguan autoimun belum jelas. Ada yang mengatakan obat ini menstabilkan membran lysosom dan menghambat metabolisme deoksiribonukleotida. Dosis hidroksiklorokuin 6,4 mg/kgBB/hari. Karena berifat toksik terhadap retina, dianjurkan pemeriksaan mata setiap 6-12 bulan. Obat ini dianggap relatif aman pada kehamilan. 10 Sulfasalazin Suatu derivatsulfonamida efektif sebagai APP. Juga ebrguna pada artritis juvenil kronik dan spondilitis ankilosa dan uveitis yang menyertainya. Efek samping yang umum berupa mual, muntah, nyeri kepala dan rush. Obat ini menyebabkan infertilitas pada laki-laki yang tidak menetap, tetapi tidak pada perempuan. 10 Leflunomid Merupakan derivat isosaksol dan mulai dipakai sejak tahun 1999. Bekerja menghambat enzim dihidroorotat dehidrogenase untuk sintesis pyramidin yang menghambat proliferasi sel T yang butuh kadar besar dari pyramidin. Monoterapi sama efektif seperti metrotreksat. Perlu loading dose 3 hari dengan 100 mg dilanjutkan dengan 20 mg per hari sampai terjadi remisi penyakit. Sangat teratogenik, oleh karena itu tidak boleh diberikan pada wanita yang ingin punya anak. Efek samping berupa hepatotoksik, alopesia, dan leukopenia yang reversible. 10
10

Sulfasalazin atau hidroksikolokuin sering digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada kasus yang lebih berat MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama. Banyak bukti menunjukan bahwa kombinasi DMARD lebih efektif dibandingkan dengan terapi tunggal. Perempuan pasangan usia subur harus menggunakan alat kontrasepsi yang adekuat dalam terapi DMARD, oleh karena DMARD membahayakan fetus.3

2.

Non Medika

Tujuan terapi pada penderita adalah : 3 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mengurangi nyeri Mempertahankan status fungsional Mengurangi inflamasi Mengendalikan keterlibatan sisterik Proteksi sendi dan stuktur ektraartikular Mengendalikan progesivitas penyakit Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi.

Ada sejumlah cara penalatksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuantujuan ini : 3 1. Pendidikan yang cukup tenatang penyakit kepada pasien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan pasien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan pasien. 2. Istirhat penting karena biasanya disertai rasa lelah yang hebat. 3. Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi 4. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. 5. Alat-alat pembantu dan adaptif mungkin diperlukan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Ada hal yang harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit. Tujuan utama dari program penatalaksanaan / perawatan adalah sebagai berikut :3 -

Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuantujuan tersebut di atas, yaitu :3 a. Pendidikan Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan

penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus. b. Istirahat Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang

hebat.Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat. c. Latihan Fisik dan Termoterapi Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan inimencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit. d. Diet/Gizi Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti

kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting. Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 3 1. 2. 3. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat Ada ruptur tendon.

E. PENCEGAHAN 11
1. Makan sayuran (bayam, lobak, wortel, singkong, daun ubi jalar, seledri) dan buahbuahan 2. Tiga hari berturut-turut minumlah susu dan telur ayam kampung setengah matang 3. Jangan mengkonsumsi makanan/minuman dingin

4. Mandi berendam dengan air hangat 5. Isirahat yang cukup 6. Jangan sampai kedinginan 7. Jangan minum beralkohol, teh, kopi, coklat, mentega, rempa yang pedas, kue dari tepung gula putih, sayur kangkung, melinjo, rebung dan daging 8. Kompres hangat pada sendi yang sakit 9. Olahraga teratur 10. Mengatur keseimbangan antara istirahat dan aktifias 11. Tidak bekerja terlalu berat 12. Makanan tinggi protein, vitamin V, dan zat besi. 13. Mengatur diet untuk menurunkan berat badan terutama pada penderita gemuk 14. Melakukan senam rematik 15. Jaga keamanan lingkungan rumah

Kesimpulan
Nyeri pada sendi tidak serta merta di sebabkan oleh rheumatoid artitis atau osteoartritis saja, karena nyeri pada sendi (artritis) memiliki beberapa jenis sesuai dengan etiologi dan gejala klinisnya masing-masing.

Saran
Dokter harus memahami benar setiap keluhan nyeri. Nyeri tidak dapat diabaikan, tetapi butuh perhatian khusus dan pemeriksaan sesegera mungkin untuk mencegah keparahan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Yazici Y. Treatment of rheumatoid arthritis. we are getting there. Lancet. 2009;374:178-180. [PubMed] 2. Gunadi W, Rachmat, et all. Diagnosis & terapi penyakit reumatik. Bandung : Sagung Seto ; 2006. 3. Sudoyo W.A, Setiyohadi, Alwi I, K Simadibrata M, dan Setiati S. Buku Ajar; Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing;2010. 4. Zegaria MA. Osteoarthritisin seniors. Key elements in disease management. US : Pharmacist ; 2006 5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani, Wahyu I, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000. 6. Setyohadi B. Penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik. Temu ilmiah rematologi. Jakarta : FKUI ; 2003.h.154-8. 7. Price, dan Wilson. Patofisiologi, edisi 6. Jakarta : ECG ; 2006 8. Harris ED, Firestein GS. Clinical features of rheumatoid arthritis. Kelley's textbook of rheumatology. 8th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008 : chap 66. 9. Silbernargl, Steven dan Florian Lang. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta : ECG ; 2007 10. Farmakologi dan terapi, edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 11. Peter EL. Arthritis rheumatoid. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed 13. Vol

You might also like