You are on page 1of 12

PERENCANAAN UMUM

1. PENDAHULUAN

Kondisi krisis ekonomi secara nasional yang telah berlangsung sejak


1998, berdampak pula terhadap penurunan kondisi kebersihan
diberbagai kota di Indonesia secara signifikan.

Mengamati permasalahan penanganan sampah di lapangan seperti


menumpuknya sampah di pinggir jalan (karena keterlambatan
pengangkutan atau tidak terangkut ke TPA), rute dan jadwal
pengangkutan yang tidak pasti, makin banyaknya TPA liar dan
pembuangan sampah ke sungai karena tidak adanya pelayanan yang
memadai, kondisi lokasi TPA yang tidak memenuhi persyaratan serta
fasilitas yang minim dan operasi yang open dumping sehingga
kecenderungan mencemari lingkungan sangat tinggi. Kondisi ini juga
sangat dipengaruhi oleh keterbatasan dana operasi dan pemeliharaan
yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dan lemahnya penegakan
hukum yang berkaitan dengan penerapan sangsi serta ketidak
pedulian masyarakat akan perlunya menjaga kebersihan lingkungan.
Lebih jauh terkesan bahwa penanganan persampahan tidak didasarkan
pada perencanaan yang matang bahkan beberapa kota tidak memiliki
dokumen perencanaan sama sekali.

Berdasarkan UU 32 / 2005 tentang Pemerintah Daerah (perubahan UU


No 22 / 1999), dinyatakan bahwa masalah persampahan telah
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Daerah dan diwajibkan untuk
menyelenggarakan penanganan persampahan termasuk TPA secara
lebih memadai, untuk kondisi tertentu TPA regional juga wajib
dilaksanakan. Berdasarkan PP 16/2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum yang merupakan amanat UU 7/2004 tentang
Sumber Daya Air, mengutamakan penanganan sampah dalam rangka
perlindungan air baku air minum dan mensyaratkan dilakukannya
metode pembuangan akhir sampah dengan metode lahan urug
terkendali (kota sedang/kecil) dan lahan urug saniter (kota
metropolitan dan besar) dengan mewajibkan zona penyangga di
sekeliling TPA dan memantau kualitas hasil pengolahan leachate.

Tanggung jawab Pemerintah Pusat terbatas hanya dalam hal


penetapan pedoman perencanaan dan pengembangan pembangunan
perumahan dan permukiman serta penetapan standar prasarana dan
sarana kawasan terbangun dan sistem manajemen konstruksi serta
program-program stimulan untuk peningkatan kualitas TPA dan
pemenuhan standar pelayanan minimal.

Perencanaan persampahan merupakan langkah awal dalam


melaksanakan pembangunan bidang persampahan yang seharusnya
dimiliki oleh semua kota /kabupaten sebagai dasar pengelolaan baik
untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
Perencanaan tersebut meliputi Master Plan yang dapat
menggambarkan perencanaan penanganan sampah jangka panjang
dari sumber sampai TPA termasuk skenario kelembagaan dan

1
perkiraan biaya investasi, Studi Kelayakan untuk menilai kelayakan
suatu kegiatan atau program penanganan sampah dari segi teknis,
ekonomis dan layak lingkungan serta Perencanaan Detail yang
mempersiapkan rencana pelaksanaan teknis.

2. TAHAPAN PERENCANAAN

Perencanaan pengelolaan sampah harus dilakukan untuk jangka


panjang dan layak secara teknis, ekonomis dan berwawasan
lingkungan. Selain itu dapat dilaksanakan dengan mudah. Tahapan
perencanaan dimulai dari rencana induk, studi kelayakan dan
perencanaan teknis.

Rencana induk, merupakan rencana garis besar yang menggambarkan


arahan sistem pengelolaan sampah dalam 25 tahun kedepan.

Studi Kelayakan, merupakan bagian dari rencana induk yang secara


jelas akan diketahui kelayakannya, baik kelayakan teknis, ekonomi,
lingkungan maupun sosial. Pada tahap ini secara bersamaan juga
dilakukan studi pemilihan lokasi TPA dengan mengacu pada SNI atau
metode lain dan studi AMDAL atau UKL/UPL

Perencanaan teknis, merupakan rencana detail dengan mengacu pada


rencana induk/studi kelayakan dan dilengkapi dengan gambar detail,
spesifikasi teknis, SOP dan dokumen lain yang diperlukan (penjabaran
RKL/RPL atau UKL/UPL) serta siap untuk dilakukan tahap pelaksanaan
(penyediaan prasarana dan sarana).

Secara umum substansi untuk setiap tahap perencanaan adalah


sebagai berikut :

Master Plan
Identifikasi perumusan masalah
Prioritas penanganan
Skenario pengembangan (teknis, institusi dan finansial)
Proyeksi kebutuhan
Usulan program ( jangka pendek, menengah dan jangka
panjang)
Kriteria desain

Studi Kelayakan
Review Skenario pengembangan
Analisis (kelayakan teknis, ekonomi, lingkungan dan
kelembagaan)
Alternatif terpilih
Rencana pengembangan

Perencanaan Teknis (DED) :


Lingkup disain
Pengukuran (topografi, geohidrologi dll)
Peta-peta (skala 1 : 500)
Design drawing
Mechanical & electrical
Estimasi biaya
Revisi RKL/RPL
Dokumen tender dan spesifikasi tekniss

2
3. KRITERIA PERENCANAAN

1) Aspek Institusi
 Bentuk institusi adalah Perusahaan Daerah kebersihan, Dinas
Kebersihan atau minimal Seksi Kebersihan.
 Struktur organisasi harus mencerminkan pola kerja yang jelas
yang memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.
 Tata laksana kerja cukup jelas mendefinisikan lingkup tugas,
wewenang, tanggung jawab serta bentuk interaksi antar unit,
komponen, antar institusi dan kerjasama antar kota (untuk
kegiatan yang bersifat regional). Tata laksana kerja harus
memperhatikan pengendalian otomatis, tingkat pembebanan yang
merata, pendelegasian wewenang yang proporsional dan
berimbang, birokrasi yang pendek dan penugasan yang jelas /
terukur.
 Kualitas SDM harus memiliki kemampuan manajemen dan teknik,
jumlah personil 1 : 1000 jiwa yang dilayani

2) Aspek Teknis Operasional


 Tingkat pelayanan disesuaikan dengan kondisi eksisting (dalam 5
tahun, pelayanan meningkat maksimal 2 kali) atau minimal 60 %
(target MDGs 70 % pada tahun 2015).
 Pewadahan individual berupa bin 40 lt atau kantong plastik dan
disediakan oleh penghasil sampah sendiri, sedangkan wadah
komunal dapat berupa TPS (volume > 1 m3), container dengan
volume 6-8 m3
 Pengumpulan dengan gerobak dilakukan door to door untuk daerah
teratur dengan lebar jalan > 1m. Untuk daerah tidak teratur dapat
dilakukan secara komunal . Pengumpulan door to door truck hanya
dilakukan untuk daerah yang mempunyai sumber sampah besar (>
300 lt/hari) dan daerah terjal / curam. Perencanaan operasional
perlu mempertimbangkan perencanaan rute/blok operasi, ritasi 3-4
kali/hari, periode pengumpulan tergantung pada kondisi daerah
pelayanan (komposisi sampah, kapasitas kerja, disain peralatan
dan kualitas pelayanan yang ingin diberikan), daerah pelayanan
yang tertentu dan tetap, petugas pelaksana yang tetap dan dapat
dipindahkan secara periodik serta pembebanan kerja yang merata
(jumlah sampah, jarak tempuh dan kondisi daerah)
 Pemindahan sampah dari gerobak ke truk dilakukan menggunakan
transfer depo . Lokasi transfer depo harus dekat dengan daerah
pelayanan (radius 500 M).
 Pengangkutan sampah dari transfer depo ke TPA dilakukan dengan
truk (dump truck, arm roll truck, compactor truck) kapasitas 7-12
m3, ritasi 3-5 rit / hari. Apabila jarak ke TPA > 30 km, sebaiknya
menggunakan transfer station. Perencanaan operasional perlu
mempertimbangkan perencanaan rute/blok operasi, ritasi 3-4
kali/hari, periode pengumpulan tergantung pada kondisi daerah
pelayanan (komposisi sampah, kapasitas kerja, disain peralatan

3
dan kualitas pelayanan yang ingin diberikan), daerah pelayanan
yang tertentu dan tetap, petugas pelaksana yang tetap dan dapat
dipindahkan secara periodik serta pembebanan kerja yang merata
(jumlah sampah, jarak tempuh dan kondisi daerah)
 Pengolahan sampah dilakukan dengan composting dan daur ulang
yang diharapkan dapat mengurangi volume sampah yang dibuang
ke TPA minimal 10-20 %. Penggunaan incinerator harus
mempertimbangkan aspek lingkungan dan kontinuitas operasional.
 Pembuangan akhir sampah di lokasi yang sesuai dengan standar
(SNI No03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA)
dilakukan minimal controlled landfill dengan fasilitas yang terdiri
dari jalan masuk (tipe jalan kelas 1 dengan lebar 6 m), saluran
drainase (keliling TPA, dimensi disesuaikan dengan curah hujan dan
luas TPA dll), kantor TPA / pos jaga (berfungsi sebagai kantor
pengendali dan pencatatan sampah yang masuk ke TPA, dilengkapi
dengan kamar mandi / WC), pagar (berupa pagar hidup atau
menggunakan tanaman yang cepat tumbuh dan berdaun rimbun
seperti angsana), lapisan dasar kedap air (lapisan tanah lempung
tebal 30 cm kali 2 atau lapisan geomambrane/geotextile), jaringan
pengumpul leachate (terletak didasar TPA, pipa berlubang yang
dilindungi gravel), ventilasi gas (pipa berlubang dengan casing
atau beronjong bambu dan dipasang secara bertahap sesuai
ketebalan lapisan sampah, radius pipa gas 50 m), pengolahan
leachate (terdiri dari kolam anaerob, fakultatif, maturasi dan land
treatment serta kualitas efluen sesuai dengan standar yang berlaku
yaitu nilai BOD 30 - 150 ppm), sumur uji (minimal 3 unit, sebelum
lokasi penimbunan, di lokasi penimbunan dan sesudah lokasi
penimbunan), alat berat (buldozer, exavator, wheel / track loader ),
tanah penutup (tebal lapisan tanah penutup 20 - 30 cm dan
penutup akhir 50 cm - 100 cm), sarana pendukung (air bersih,
bengkel untuk perbaikan ringan dll). Masa pakai TPA minimal 5 - 10
tahun.

3) Aspek Pembiayaan
 Biaya satuan investasi dan O/M tergantung pada pola teknis yang
digunakan dengan struktur pembiayaan kira-kira 30 % pengupulan,
40 % pengangkutan dan 20 % pembaunangan akhir.
 Tarif retribusi dihitung berdasarkan besarnya biya pengelolaan
pertahun (investasi dan O/M), kemampuan subsidi pemerintah
kota/kabupaten, kemampuan masyarakat membayar (willingness
to pay,) subsidi silang, volume sampah setiap sumber atau wajib
retribusi dan prinsip cost recovery. Peninjauan tarif dilaksanakan
setiap 5 tahun.
 Penarikan retribusi dilakukan berdasarkan sistem pengendalian
yang efektif, pembagian wilayah penagihan, target, penagihan
dilaksanakan setelah pelayanan diberikan secara teratur,
menghindari terjadinya kesan double tarif dan struktur tarif
disosialisasikan kepada masyarakat.

4) Aspek Peraturan
Peraturan Daerah kebersihan harus meliputi pengaturan mengenai
pembentukan institusi pengelola, ketentuan penanganan sampah dari

4
sumber sampai TPA termasuk mengenai penanganan sampai medis
dan B3. Peraturan Daerah tersebut harus mempunyai jangka waktu
berlaku yang terbatas, kesiapan terhadap upaya penegakannya
termasuk pemberian insentif dan disinsentif serta mempunyai
keluwesan tetapi tegas (tidak bermakna ganda).

5) Aspek PSM dan Swasta


Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat berupa
kegiatan sebagai berikut :
 Turut menjaga kebersihan rumah dan lingkungannya
 Turut terlibat aktif dalam program-program kebersihan seperti
pengumpulan sampah, pengolahan sampah skala individual
maupun skala komunal termasuk 3 R (reduce, reuse dan recycle)
dan pemilahan sampah disumber
 Secara informal turut menerangkan arti kebersihan pada anggota
masyarakat lainnya
 Mengikuti tata cara kebersihan yang ditentukan oleh pemerintah
kota/kabupaten
 Membayar retribusi secara aktif

4. PROSES PERENCANAAN

4.1. Pengumpulan Data

1) Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data berkaitan dengan perencanaan sistem pengelolaan
persampahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Pengumpulan data sekunder, dilakukan dengan menggunakan data
yang ada baik dari hasil studi yang berkaitan dengan perencanaan
sampah (RUTR, land use, Air Bersih, dll), kebijakan dan renstra
daerah, hasil penelitian (seperti komposisi / karakteristik sampah,
timbulan sampah, topografi, penyelidikaan tanah, dll), BPS (jumlah
penduduk, pendapatan masyarakat, dll), maupun NSPM
persampahan.
 Pengumpulan data primer, dilakukan dengan survey, sampling,
analisa laboratorium dan lain-lain

2) Kebutuhan Data
Data yang dibutuhkan untuk merencanakan sistem pengelolaan
sampah adalah sebagai berikut :

a. Data Kondisi Kota


 Data fisik kota, meliputi luas wilayah administrasi kota/
kabupaten, luas wilayah urban, topografi wilayah, tata guna
lahan, jaringan jalan, perumahan, daerah komersial (pasar,
pertokoan, hotel, bioskop, restoran, dll), fasilitas umum
(perkantoran, sekolah, taman, dll), fasilitas sosial (tempat
ibadah, panti asuhan, dll). Data tersebut dilengkapi peta kota,
tata guna lahan, topografi dan lain-lain.

5
 Data kependudukan, meliputi jumlah penduduk per kelurahan,
kepadatan penduduk administrasi, kepadatan penduduk
urban, mata pencaharian, budaya masyarakat dan lain-lain.
Dilengkapi peta kepadatan penduduk
 Data kondisi sosial ekonomi, meliputi alokasi dana APBD dan
anggaran kebersihan (3 tahun terakhir), data PDRB atau income
penduduk (Rp/kk/bulan) dan lain-lain

b. Data Rencana Pengembangan Kota


Rencana pengembangan wilayah, meliputi rencana tata guna
lahan, rencana pengembangan jaringan jalan, rencana
pengembangan perumahan/permukiman baru, rencana
pengembangan daerah komersial, kawasan industri, rencana
pengembangan fasilitas umum (perkantoran, sekolah, rumah sakit,
taman, dll) dan rencana pengembangan fasilitas sosial. Selain itu
juga rencana alokasi lahan untuk TPA. Dilengkapi dengan peta
rencana pengembangan wilayah, rencana tata guna lahan dll.

c. Data Kondisi Sistem Pengelolaan Persampahan yang Ada


 Aspek Institusi, meliputi bentuk institusi pengelola sampah,
struktur organisasi, tata laksana kerja, jumlah personil baik
ditingkat staf maupun operasional, pendidikan formal maupun
training yang pernah diikuti di dalam dan luar negeri.
 Aspek Teknis Operasional, meliputi daerah pelayanan, tingkat
pelayanan, sumber sampah, komposisi dan karakterirstik
sampah, pola operasi penanganan sampah dari sumber sampai
TPA, sarana/prasarana persampahan yang ada termasuk
fasilitas bengkel, kondisi pengumpulan (frekuensi
pengumpulan, ritasi, jumlah petugas dll), pengangkutan
(frekuensi, ritasi, daerah pelayanan, jumlah petugas dll),
pengolahan (jenis pengolahan, kapasitas atau volume, daerah
pelayanan, jumlah petugas dll), pembuangan akhir (luas,
kondisi lokasi, fasilitas TPA, kondisi operasi, penutupan tanah,
kondisi alat berat dll). Selain itu juga data mengenai
penanganan sampai medis (incinerator, kapasitas, vol sampah
medis dll) dan sampah industri/ B3 (jenis sampah, volume,
metode pembuangan dll). Dilengkapi peta daerah pelayanan
dan aliran volume sampah dari sumber sampai TPA yang ada
saat ini.
 Aspek Pembiayaan, meliputi biaya investasi dan biaya
operasi/pemeliharaan (3 tahun terakhir), tarif retribusi, realisasi
penerimaan retribusi termasuk iuran masyarakat untuk
pengumpulan sampah (3 tahun terakhir) dan mekanisme
penarikan retribusi
 Aspek Peraturan, meliputi jenis perda yang ada, kelengkapan
materi, penerapan sangsi dll
 Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta, meliputi program
penyuluhan yang telah dilakukan oleh pemerintah kota / kab.

4.2. Pengolahan Data/Analisa

6
Analisa terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan
persampahan meliputi :
 Analisa kondisi kota, yaitu tinjauan terhadap aspek topografi kota
dalam hal penentuan metode pengumpulan dan pembuangan
akhir sampah, jaringan jalan dalam hal penentuan rute
pengangkutan dan penentuan lokasi TPA, fasilitas kota dalam hal
penentuan urgensi daerah pelayanan dan besarnya timbulan
sampah, demografi dalam hal penentuan tingkat pelayanan dan
timbulan sampah, pendapatan per kapita dalam hal penentuan
kemampuan masyarakat membayar retribusi, APBD dalam hal
kemampuan daerah mensubsidi anggaran kebersihan dan
penentuan tarif retribusi, dan lain-lain.
 Analisa rencana pengembangan kota, yaitu berkaitan dengan
rencana pengembangan daerah pelayanan, penentuan lokasi TPA,
rencana peruntukan lahan pasca TPA dan lain-lain.
 Analisa kondisi pengelolaan sampah yang ada saat ini, yaitu
berkaitan dengan kemungkinan peningkatan institusi pengelola
sampah minimal dalam hal operasionalisasi struktur organisasi,
peningkatan profesionalisasi SDM, peningkatan pelayanan yang
aplikatif dalam periode perencanaan, peningkatan metode operasi
penanganan sampah dari sumber sampai TPA yang terjangkau dan
tidak mencemari lingkungan, peningkatan retribusi agar dapat
mencapai cost recovery, peningkatan PSM agar secara bertahap
dapat melaksanakan minimalisasi sampah / 3 R, kemungkinan
peningkatan peran swasta dalam pengelolaan sampah dan lain-
lain. Analisa dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti
pendekatan sistem input / output, analisa hubungan sebab akibat,
analisa SWOT, analisa deskripsi dan metode lain yang disesuaikan
dengan kebutuhan. Dalam analisa tersebut juga diproyeksikan
jumlah penduduk yang akan mendapatkan pelayanan termasuk
proyeksi timbulan sampah selama masa perencanaan.

4.3. Perancangan / Disain

a. Pengembangan Institusi
Pengembangan institusi disesuaikan dengan hasil analisa terhadap
kondisi yang ada dan sedapat mungkin mengacu pada kriteria
perencanaan. Bentuk institusi Perusahaan Daerah dinilai cukup
memadai untuk kota-kota yang memiliki permasalahan
persampahan kompleks. Bentuk institusi lainnya disesuaikan
dengan peraturan yang berlaku dengan tetap mengacu pada
kriteria perencanaan

b. Pengembangan Aspek Teknis


Pengembangan aspek teknis, meliputi :
 Pengembangan daerah pelayanan, dengan memperhatikan
daerah yang saat ini sudah mendapatkan pelayanan, daerah
dengan tingkat kepadatan tinggi, daerah kumuh dan rawan
sanitasi, daerah komersial / pusat kota dan lain-lain sesuai
kriteria. Pola pengembangan mengikuti pola rumah tumbuh
dengan perkiraan timbulan sampah yang akan dikelola untuk
jangka waktu perencanaan tertentu (berdasarkan hasil

7
proyeksi). Pengembangan daerah pelayanan ini dilengkapi
dengan peta (skala 1: 10.000)
 Rencana Kebutuhan Sarana / Prasarana, dengan
memperkirakan timbulan sampah dan tipikal daerah pelayanan
serta pola operasional penanganan sampah dari sumber sampai
TPA terpilih. Sarana / prasarana tersebut meliputi jumlah dan
jenis pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengolahan,
pengangkutan dan pembuangan akhir.
 Rencana Pewadahan, meliputi jenis, jumlah dan lokasi
pewadahan komunal maupun individual (wadah individual
disediakan oleh masyarakat). Disain wadah sedemikian rupa
(higienis, bertutup, tidak permanen, dengan volume
disesuaikan volume sampah yang harus diwadahi untuk periode
pengumpulan tertentu). Contoh disain wadah terlampir.
 Rencana Pengumpulan, meliputi pola pengumpulan
(pengumpulan individual langsung / tidak langsung dan
komunal) untuk setiap daerah pelayanan sesuai dengan kriteria
perencanaan. Disain gerobak / becak pengumpul sampah
sedemikian rupa agar mudah mengoperasikannya serta sesuai
dengan budaya masyarakat setempat. Disain / spesifikasi teknis
peralatan tersebut terlampir
 Rencana Pemindahan, meliputi rencana lokasi di daerah
pelayanan , daerah layanan, tipikal transfer depo dan gambar
disain / spesifikasi teknis.
 Rencana Pengolahan, meliputi jenis pengolahan terpilih
berdasarkan kelayakan dan komposisi/karakteristik sampah.
UDPK (usaha daur ulang dan produksi kompos) skala kawasan
(kapasitas 15 m3/hari) dapat menjadi salah satu pilihan.
Sedangkan pilihan insinerator skala kota diprioritaskan untuk
daerah yang tidak lagi memiliki lahan untuk TPA serta teknologi
yang ramah lingkungan (bebas SOx, NOx, COx dan dioxin) serta
memanfaatkan heat recovery. Pengurangan volume sampah
secara keseluruhan minimal 10 - 20 %.
 Rencana Pengangkutan, meliputi pola pengangkutan sampah
(door to door truck dan pengangkutan dari transfer depo ke
TPA), jumlah dan jenis truck. Selain itu juga dilengkapi peta rute
pengangkutan sampah dari hasil time motion study (gambar
dan spesifikasi truck dilampirkan).
 Rencana Pembuangan Akhir, meliputi rencana lokasi sesuai
dengan ketentuan teknis (SNI tentang Tata Cara Pemilihan
Lokasi TPA) dengan luas yang dapat menampung sampah untuk
masa 10 tahun dan fasilitas Sanitary Landfill (SLF) dan rencana
pemanfaatan lahan pasca TPA. Disain fasilitas SLF tersebut
meliputi jalan masuk, drainase, pagar (tanaman hidup berdaun
rimbun, contoh angsana), pos jaga (kantor), zone pembuangan
yang terdiri dari lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul
lindi, pipa ventilasi gas, kolam penampung dan pengolahan
lindi. Selain itu juga dilengkapi dengan fasilitas lain seperti air
bersih, tanah penutup, alat berat (buldozer, landfill compactor,
loader dan exavator) dan bengkel untuk perbaikan ringan.

8
Disain masing2 fasilitas dilengkapi gambar (skala 1 : 500) dan
spesifikasi teknis. Selain itu Disain TPA juga dilengkapi dengan
SOP (standard operation procedure) untuk pembuangan sistem
sel. Pasca TPA disesuaikan dengan rencana peruntukan lahan
dan rekomendasi teknis

c. Pengembangan Aspek Pembiayaan


Pengembangan aspek pembiayaan meliputi :
 Biaya investasi, meliputi biaya pengadaan sarana prasarana
sesuai dengan pengembangan aspek teknis termasuk
pembelian lahan transfer depo dan TPA serta penggantian
peralatan yang sudah habis masa pakainya. Kebutuhan biaya
investasi dihitung per tahun selama masa perencanaan
 Biaya operasi dan pemeliharaan, meliputi biaya rutin belanja
kantor (gaji, ATK, pemeliharaan kantor dll), biaya operasi dan
pemeliharaan gerobak, truck, transfer depo, pembuatan
kompos, daur ulang, incinerator dan pembuangan akhir.
Kebutuhan biaya tersebut dihitung per tahun selama masa
perencanaan.
 Biaya satuan, meliputi biaya satuan yang dibutuhkan per kapita
per tahun, biaya per m3 sampah, biaya per tahapan
penanganan sampah (pengumpulan, pengangkutan dan
pembuangan akhir)
 Perhitungan retribusi, merupakan biaya yang akan dibebankan
kepada para wajib retribusi (WR). Biaya tersebut adalah biaya
pengelolaan per tahun (biaya investasi/tahun ditambah biaya
O/M per tahun) di bagi dengan beban yang akan ditanggung
oleh para WR. Struktur tarif yang dibagi berdasarkan kelas WR
yaitu perumahan (HI, MI dan LI), komersial (pertokan, pasar,
hotel, restoran, bioskop dll), fasilitas umum (perkantoran,
sekolah, fasilitas kesehatan dll) dan fasilitas sosial (rumah
ibadah, panti sosial, dll). Pembobotan dapat dilaksanakan
dengan berbagai cara, antara lain dapat dilakukan dengan
perbandingan income dan volume sampah yang dihasilkan oleh
setiap unit sumber sampah per hari. Sebagai contoh untuk
kelas perumahan dapat mengambil bobot perbandingan income
1 : 3 : 6, sedangkan untuk kelas komersial bobot merupakan
hasil perhitungan perbandingan jumlah sampah per unit
dengan jumlah sampah perumahan high income (HI) dikalikan
dengan dengan bobot kelas perumahan HI (dalam contoh
adalah 6). Demikian pula dengan perhitungan bobot fasilitas
umum yang disetarakan dengan kelas midle income (MI) dan
bobot fasilitas sosial disetarakan dengan LI.

d. Pengembangan Aspek Peraturan


Perancangan aspek peraturan meliputi penyempurnaan peraturan
daerah yang sudah ada berdasarkan hasil analisa atau pembuatan
perda baru. Perda tersebut meliputi :
 Perda Pembentukan Institusi, meliputi pembentukan organisasi
pengelola persampahan, struktur organisasi dan tata laksana
kerja termasuk pengaturan koordinasi antar instansi, antar kota

9
dan kerja sama dengan swasta dan masyarakat (materi sesuai
kriteria perencanaan)
 Perda Ketentuan Umum dan Teknis Penanganan Sampah,
meliputi ketentuan pengaturan penanganan sampah dari
sumber sampai TPA termasuk ketentuan larangan pembakaran
sampah secara terbuka, pembuangan ke bantaran sungai atau
TPA liar. Selain itu juga adanya ketentuan yang jelas mengenai
penyapuan jalan dan pembersihan saluran yang harus
dilaksanakan oleh masyarakat serta ketentuan 3 R (reduksi
sampah) dan metode pembuangan akhir sampah secara SLF
atau CLF serta ketentuan mengenai peruntukan lahan pasca
TPA
 Perda Retribusi, meliputi ketentuan struktur tarif dan cara
perhitungan serta metode penarikannya (kerjasama dengan
instansi lain seperti PLN atau masyarakat atau swasta)
 Perda Kemitraan, meliputi ketentuan pola kerjasama dengan
swasta
 Rencana penerapan perda yang didahului dengan sosialisasi
dan uji coba dikawasan tertentu yang secara perlahan
dikembangkan ke wilayah lain serta mempersiapkan
pelaksanaan law enforcement

e. Pengembangan Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta


Perancangan aspek peran serta masyarakat lebih dititik beratkan
pada upaya peningkatan peran serta masyarakat sejak awal (dari
perencanaan sampai pelaksanaan) terutama untuk pola yang
berbasis masyarakat melalui berbagai cara seperti pembentuakan
forum-forum lingkungan, konsultasi publik, sosialisasi,
pendampingan, training dan lain-lain. Upaya ini harus diterapkan
secara konsisten, terus menerus, terintegrasi dengan sektor lain
yang sejenis dan masyarakat diberi kepercayaan untuk mengambil
keputusan.

Perancaangan aspek kemitraan yang ditujukan untuk


meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah terutama yang
mempunyai nilai investasi tinggi dan membutuhkan penanganan
yang lebih profesional meliputi pemilihan kegiatan yang secara
teknis dan ekonomis layak dilakukan oleh swasta dengan metode
atau pola kemitraan yang jelas dan terukur serta bersifat win-win
solution.

5. PENUTUP

Dalam rangka melaksanakan sistem pengelolaan persampahan yang


memadai, maka tahap perencanaan merupakan langkah penting yang
selanjutnya harus digunakan sebagai acuan bagi para stakeholder
dalam pembangunan bidang persampahan. Hasil perencanaan sangat
tergantung pada tingkat keakuratan data, kecermatan analisa dan
proses perancangan yang memadai termasuk kelengkapan dokumen
perencanaan sepert gambar detail, spesifikasi teknis dan dokumen
tender.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah


2. Standar Nasional Indonesia (SNI) Bidang Persampahan. Departemen
Pekerjaan Umum
3. Rancangan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana
Persampahan, tahun 2000
4. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.
534/KPTS/M/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan
Ruang, Perumahan permukiman dan Pekerjaan Umum
5. MDGs Report Indonesia, Bappenas 2004
6. Agenda 21 Indonesia
7. Thobanoglous, G, Theisen, Integrated Solid Waste Management. Mc.
Graw-Hill International Edition, 1933

11
8. Syed R. Qasim, Walter Chiang. Sanitary Landfill Leachate. Technomic
Publishing Company, Inc, USA, 1994

12

You might also like