Professional Documents
Culture Documents
”Kolonialisme lama hanya merampas tanah, sedangkan kolonialisasi baru merampas seluruh
kehidupan.” (Vandana Shiva)
Berbeda dengan kolonialisme Eropa sebelum Perang Dunia I yang hanya merampas tanah dan
bahan baku industri, kolonialisme gaya baru yang dipromotori para kapitalis neoliberal merampas
seluruh kehidupan umat manusia. Di Indonesia liberalisasi masuk ke seluruh aspek kehidupan melalui
pintu-pintu sistem politik dan pemerintahan, perundang-undangan, pendidikan serta media massa.
Liberalisasi politik berlangsung massif sejak reformasi bergulir tahun 1998. Pemilihan umum
yang biasanya hanya diikuti oleh tiga kontestan Pemilu sejak tahun 1971 berubah. Orang dengan
mudah membuat partai politik. Partai politik yang dulu eksis di era Orde Baru pun pecah. Partai-partai
politik baru tumbuh bak jamur di musim hujan. Mereka menikmati euforia reformasi. Pemilu pertama
di era reformasi tahun 1999 diikuti oleh 48 partai politik. Pujian demi pujian pun datang dari Amerika
Serikat dan negara-negara Eropa.
Liberalisasi ekonomi terjadi ketika UUD 1945 yang baru membuka kran seluas-luasnya bagi
masuknya investor asing. Tak mengherankan jika kemudian lahir UU Migas, UU Kelistrikan, UU
Sumber Daya Air, dan UU Penanaman Modal sebagai turunan dari UUD 1945 hasil amandemen.
Asing boleh menguasai sektor-sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Tak cukup hanya bidang politik dan ekonomi, liberalisasi pun merambah di bidang sosial. Ini
tampak dari penentangan terhadap Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi (APP).
Lebih dari 7 tahun RUU itu tak berhasil disetujui dan disahkan menjadi UU. Kalangan liberal tidak
menginginkan Indonesia lebih baik. Mereka berharap Indonesia bebas sehingga semua produk
pornografi dan pornoaksi bisa masuk ke Indonesia dengan leluasa. Perlu diingat, produk ini
merupakan salah satu barang/jasa yang paling besar keuntungannya di dunia. Bahkan survei yang
dilakukan oleh kantor berita Associate Press (AP) menunjukkan, bahwa Indonesia berada di urutan
kedua setelah Rusia yang menjadi surga bagi pornografi.
Satu hal lagi yang kini digencarkan kaum liberal di Indonesia, yakni liberalisasi agama,
khususnya Islam. Berbagai upaya dilakukan agar Islam bisa menerima penafsiran baru yang datang
dari luar Islam. Mereka menggiring Islam ke arah ‘Islam moderat’, yakni Islam yang lebih pro-Barat
dan tercerabut dari akar pemahaman Islam yang sebenarnya. Munculnya aliran-aliran sesat, seperti
Ahmadiyah merupakan salah satu jalan untuk menggerogoti pemahaman Islam. Dengan berbagai cara,
kaum liberal mendukung keberadaan aliran sesat ini, termasuk aliran sesat lainnya seperti Salamullah
(Lia Eden), Bahai, dan Al-Qiyadah (Mosadeq). Ini adalah proyek besar. Jika Ahmadiyah diakui
sebagai bagian dari Islam, maka ini menjadi pintu masuk untuk merusak bagian-bagian Islam lainnya.
Bidang kesehatan pun tak luput dari bidikan liberalisasi ini. Atas nama kesehatan reproduksi,
mengalirlah pemikiran-pemikiran (liberal) berbahaya ke tengah-tengah masyarakat.
1
aborsi menjadi satu bahasan penting dalam isu kespro. Mereka cenderung mengabaikan faktor
penyebab timbulnya KTD, yang sebagian besar disebabkan oleh seks bebas. Seks bebas sendiri yang
menjadi penyebab KTD tidak diurusi karena telah menjadi gaya hidup dan bagian dari kebebasan
berperilaku yang mereka anut.
Definisi kespro tersebut pertama kali diluncurkan pada tahun 1994 dalam sebuah konferensi
internasional yang membahas populasi penduduk dunia dan pembangunan di Kairo, Mesir. Dalam
rencana aksi konferensi tersebut dan juga dalam rencana aksi Konferensi Dunia tentang Perempuan IV
satu tahun kemudian (Beijing, 1995), perempuan diakui memiliki empat macam hak dasar:3
1. Hak untuk mendapatkan standar tertinggi kesehatan reproduksi dan seksual.
2. Hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kebebasan reproduksi yang bebas
dari paksaan, diskriminasi, dan kekerasan.
3. Hak untuk bebas memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak-anak serta hak untuk
memperoleh informasi sekaligus sarananya.
4. Hak untuk mendapatkan kepuasan dan keamanan hubungan seks.
Keempat hak tersebut dirumuskan di atas landasan pemikiran feminis yang lahir dari ide
sekular-liberal. Dengan prinsip dasar hak asasi individu, hak untuk menentukan nasib sendiri, serta
integritas dan kepemilikan tubuhnya sendiri, perempuan bebas mengambil keputusan untuk
melakukan apapun yang terkait dengan reproduksi seksualnya. Ketika perempuan memilih untuk
melakukan hubungan seksual dengan siapapun tanpa ikatan perkawinan, misalnya, hal itu dianggap
sah-sah saja karena ia sendiri yang menentukan pilihannya. Hubungan ini diakui karena dilakukan
tidak atas dasar paksaan, diskriminasi, dan kekerasan; asalkan mereka bertanggung jawab atas
pilihannya. Agar hubungan ilegal ini aman (bebas dari infeksi HIV/AIDS), pelaku seks bebas
(umumnya remaja) diberi akses besar terhadap alat kontrasepsi. Pemberian akses ini pada hakikatnya
memberi ruang yang lebih luas bagi perilaku seks bebas.
Jika seks bebas telah menjadi pilihan, manusia tidak lagi memilih ikatan perkawinan sebagai
sarana menyalurkan keinginan seksual. Ikatan perkawinan dianggap beban karena laki-laki dan
perempuan memiliki tanggung jawab besar terhadap anak. Dalam seks bebas tidak ada konsekuensi
perempuan untuk hamil, melahirkan, menyusui, dan mendidik anaknya. Kalaupun hamil, agar sehat
secara mental ia boleh melakukan aborsi.
Di sisi lain, dalam suasana kehidupan kapitalis, perempuan didorong untuk meraih materi
dengan bekerja. Rumah tangga dan seluk-beluknya dianggap menjadi rintangan untuk meraih sukses
dalam karir. Akibatnya, perempuan memilih tidak menikah dan untuk menyalurkan keinginan
seksualnya ia melakukan hubungan seks tanpa ikatan perkawinan.
Begitupun laki-laki, dengan seks bebas ia tidak terikat untuk membiayai kehidupan istri dan
anaknya. Ia bisa beralih pada perempuan manapun saat ia bosan dengan satu perempuan. Kondisi ini
sudah terjadi pada masyarakat Barat yang menganut ideologi sekular-liberal. Saat ini mereka terancam
kepunahan generasi akibat masyarakatnya enggan untuk menikah, hamil, dan berketurunan. Inilah
dampak dari adanya seks bebas: institusi keluarga terancam hancur, generasi akan punah, dan yang
tersisa adalah generasi pesakitan yang sedang menanti datangnya ajal. Di beberapa negera Eropa
seperti Prancis, Jerman, dan Swiss, pemerintah mereka memberi penghargaan kepada pasangan yang
menikah dan melahirkan anak, karena jumlah pertumbuhan penduduk mereka mengalami penurunan
yang signifikan.
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa konsep kespro dimaksudkan untuk melegalkan seks
bebas yang akan menghancurkan institusi keluarga dan mengancam lestarinya generasi manusia.
Kondisi seperti inilah yang mereka (Barat) hendak berlakukan terhadap negeri-negeri kaum Muslim
melalui konsep kespro, yang digagas pada pertemuan kependudukan dan pembangunan tingkat dunia
di Kairo.
2
Sangat jelas, even ini penuh dengan konspirasi menghancurkan negeri-negeri Muslim. Ini
terihat dari perubahan paradigma pendekatan demografi yang berkedok menyelesaikan persoalan
ledakan penduduk (baca: KB) ke pendekatan kesehatan reproduksi (baca: seks bebas) yang dikemas
dengan slogan kesehatan perempuan. Alih-alih meningkatkan derajat kesehatan perempuan, yang
terjadi adalah semakin banyaknya masalah kesehatan yang menimpa masyarakat.
3
Alhasil, gagasan kespro yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas kesehatan kaum
perempuan dan meningkatkan kualitas generasi mendatang hanyalah omong-kosong. Gagasan kespro
tidak lebih merupakan usaha musuh-musuh Islam untuk menjadikan negeri-negeri kaum Muslim
seperti negeri-negeri mereka. Pelaksanaan hak reproduksi perempuan versi liberalis hanya akan
memicu konflik peran antara suami dan istri, meningkatkan eskalasi kekerasan dan konflik dalam
rumah tangga. Akibatnya, tatanan keluarga Muslim yang telah mapan dengan nilai-nilai Islam akan
mengalami kehancuran. Dalam kehidupan masyarakat umum, gagasan ini akan memicu maraknya
pergaulan bebas, seks bebas, aborsi, perselingkuhan, KB pra merital, dan penyakit sosial lainnya yang
akan merobek jaring-jaring tatanan masyarakat Islami.
Dengan demikian, gagasan kespro di Dunia Islam tidak lebih merupakan upaya Barat untuk
menghancurkan institusi keluarga Muslim dan merusak tatanan masyarakat Islam.
4
pertimbangan kesehatan (medis) tidak memberikan manfaat bahkan menyakiti atau merusak anggota
tubuh.4 Jelas, ini adalah upaya menyerang dan mendiskreditkan syariat Islam.
5
Begitu juga dalam hak menyusui bagi seorang ibu. Allah Swt. telah memberikan penegasan
kepada kita, bahwa seorang ibu diberi hak menyusui anaknya selama dua tahun penuh. Kemudian, apa
yang harus diterima oleh perempuan selama menyusui anaknya? Allah menegaskan, bahwa seorang
bapak (suami) wajib mencukupi gizi, sandang, pangan, dan papan sang ibu ketika proses menyusui itu
berlangsung. (QS al-Baqarah [2]: 233).
Menyusui anak bagi ibu adalah hak yang dimilikinya, bukan beban yang ditimpakan
kepadanya. Dengan persepsi bahwa menyusui anak adalah hak bagi ibu dan anak adalah amanah yang
diberikan kepadanya, seorang ibu akan merasakan kebahagiaan saat menyusui dan mengurus anaknya.
Sebaliknya, seorang bapak memiliki kewajiban untuk mencukupi seluruh kebutuhan istri dan anaknya
selama menyusui. Bapak dituntut untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab bagi proses
reproduksi perempuan. Artinya, janganlah ibu yang melahirkan dan menyusui masih dibebani untuk
mencari nafkah. Hal ini membuktikan, bahwa Islam memberikan perhatian yang cukup besar dalam
hal ini.
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.
Catatan kaki
1. “Korban HIV/AIDS di Kalangan Remaja Terus Bertambah, Jaga Keharmonisan Keluarga,” Pos
Kota, 21/4/2004.
2. Anonim. Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia 2003. Jakarta. Depkes RI dan WHO. 2003. 2,3,17-
20, 63-71.
3. “Islam dan Hak Perempuan dalam Kesehatan Reproduksi dan Seksual dalam Konteks Kekinian di
Senegal,” www.law.emory.edu/IHR/BAHASA/ms_codou_reseach.htm 15 k.
4. Muhammad, Husein. “Hak-hak reproduksi Perempuan Perspektif Islam,”
www.rahima.or.id/makalah/HAKHAK%20REPRODUKSI%20PEREMPUAN.doc.