You are on page 1of 364

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN I. Volume 10 No.

1 April 2009

SISTEM INFORMASI DI PEMERINTAHAN KABUPATEN ACEH TENGAH Oleh : Ali Murtadha M Arifin1 ABSTRAKSI Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sistem penyampaian informasi di Pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah setelah diberlakukannya otonomi daerah di Kabupaten tersebut karena penyampaian informasi sebelumnya dilakukan oleh juru penerangan dibawah Pemerintahan Departemen Penerangan disamping itu juga tujuan penelitian ini adalah sebagai penambah wawasan tentang perubahan sistem informasi tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu melakukan wawancara mendalam dengan Kasub Bagian Humas, Kepala Informasi dan Komunikasi serta karyawan yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai penyiar informasi di Kabupaten Aceh Tengah. Adapun hasil penelitian dapat digambarkan bahwa otonomi daerah dapat merubah sistem informasi di Daerah Kabupaten Aceh Tengah, sistem informasi juga mempengaruhi kelanjutan pertumbuhan pembangunan, maka membangun informasi juga perlu, sehingga sistem informasi pesan pemerintah di kemas dan disiarkan dengan melalui media cetak maupun elektronik sehingga dapat diperoleh / dinikmati oleh publik dan sistem informasi pada masa Orde Baru berbeda dengan sistem informasi di era Orde Baru. Pada masa Orde Baru sistem informasi ditentukan oleh Pemerintah Pusat sedangkan pada otonomi daerah sistem informasi ditentukan oleh Pemerintah setempat (Daerah). Kata Kunci : Sistem informasi, Pemerintahan Kab. Aceh Tengah
1

Penulis adalah Peneliti di BBPPKI Wilayah I Medan.

A. Latar Belakang Masalah Di era otonomi daerah saat ini, sistem Pemerintahan Daerah sudah berbeda dibandingkan dengan sistem pemerintah diera orde baru. Kalau diera orde baru, organisasi Pemerintah dan sistem informasinya ditentukan oleh pemerintah pusat, di era otonomi daerah ini pembentukan instansi pemerintah daerah termasuk sistem informasinya ditentukan oleh pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu sistem informasi pada setiap daerah bisa berbeda sesuai dengan perkembangan yang terjadi / kebutuhan di daerah masing-masing. Pada awal otonomi daerah, Pemerintah di daerah bisa membentuk dinas, Badan dan Lembaga tehnis sesuai dengan kebutuhan daerah setempat. Adanya ketentuan ini membuat berbagai daerah membentuk dinas secara berlebihan untuk menampung sebanyak mungkin pejabat struktural. Ketentuan mengenai pembentukan dinas dan lembaga tehnis tersebut kemudian disusul Peraturan Baru yang memberikan batasan jumlah dinas yang boleh dibentuk di Pemerintah Daerah. Daerah yang sudah terlanjur membentuk dinas dan lembaga teknis daerah melebihi ketentuan akan segera menyesuaikan dengan ketentuan baru dalam pembentukan Dinas dan lembaga teknis. Adanya kebebasan Pemerintah daerah untuk membentuk dinas dan lembaga tehnis di daerah maka bisa terjadi adanya perbedaan nama lembaga/dinas yang menangani informasi. Bahkan penanganan informasi di suatu daerah cukup hanya dimasukkan dalam suatu seksi/bagian dari dinas dan setiap daeah menggunakan istilah yang berbeda seperti : Hubungan Masyarakat (Humas) Informasi Komunikasi (Infokom), BadanInformasi Komunikasi Telematika (BIKT). Dengan berbedanya dinas yang berkaitan dengan informasi, maka dimungkinkan terjadinya perbedaan sistem informasi pemerintahan antara satu daerah dengan daerahdaeah lain. Saat ini sistem inforasi di pemerintahan masih berkembang dan mencari model yang tepat untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan yang sedang dilaksanakan. Adanya dua organisasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah yang secara khusus menangani informasi yaitu Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah dan Sub Bagian Hubungan Masyrakat. Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah merupakan lembaga hasil peleburan Kantor Departemen Penerangan semasa orde baru sebelum otonomi daerah. Hampir seluruh karyawan Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah adalah mantan pegawai Kantor Departemen Penerangan Kabupaten Aceh Tengah Perkantoran yang dipergunakan, sebelumnya juga pernah dipergunakan sebagai Kantor Departemen Penerangan Kabupaten Aceh Tengah Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi berada pada eselon III. Sub Bagian Humas juga sudah ada sebelum era otonomi daerah. Struktur organisasinya berada di bagian Sekretariat Daerah. Sub Bagian Humas ini berada dibawah Bagian Humas, Pengolah Data Elektronik (PDE) dan Santel, yang berada dibawah Asisten Umum. Sebagai sub bagian di Sekretariat Daerah, Sub Bagian Humas hanya menempati satu ruangan di Kantor Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah Kepala Sub Bagian Humas berada pada eselon IV. Adanya dua lembaga yang menangani informasi ini merupakan salah satu unsur sistim informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Kedua lembaga itu bisa secara bersama-sama menjalankan tugasnya dalam diseminasi informasi pada masyarakat. Sistem informasi pemerintah ini mempunyai peran yang penting untuk mensukseskan pembangunan di suatu daerah. Sistem informasi yang baik, bisa menciptakan kesatuan gerak dan langkah antar lembaga/dinas untuk mencapai tujuan. Jika sistem informasi antar lembaga/dinas tidak berjalan baik maka dimungkinkan terjadinya tumpang tindih kegiatan, bahkan bisa terjadi kegiatan yang saling

bertentangan. Sistem informasi yang baik memungkinkan program-program dan kegiatan yang dilakukan pemerintah bisa direspon oleh masyrakat sehingga bisa meningkatkan partisipasi masyarakat. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah. Dengan diketahuinya pelaksanaan sistem informasi di daerah tersebut dapat menambah pengetahuan mengenai sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah. Hasil penelitian ini juga bisa dimanfaatkan sebagai pembanding sistem informasi di berbagai daerah yang memiliki sistem informasi yang berbeda. D. Landasan Teori 1. Pengertian Sistem Informasi Berbagai pengertian tentang sistem informasi dikemukakan dalam berbagai buku untuk menggambarkan pengertian mengenai sistem informasi diantaranya ditulis oleh Alter (1992) bahwa Sistem informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang dan tehnologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi. Bodnar dan Hopwood (1993)mendifinisikan sistem informasi adalah kumpulan perangkat keras dan peangkat lunak yang dirancang untuk mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang berguna. Gelinas, Oram dan Wiggins (1990) mendifinisikan sistem informasi adalah suatu sistem buatan manusia yang secara umum terdiri atas sekumpulan komponen berbasis komputer dan manual yang dibuat untuk menghimpun, menyimpan dan mengelola data serta menyediakan informasi keluaran kepada pemakai. Hall (2001) mendifinisikan sistem informasi sebagai sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikelompokkan, diproses menjadi informasi dan didistribusikan kepada pemakai. Dari berbagai difinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi mencakup sejumlah komponen (manusia, tehnologi informasi dan prosedur kerja) berupa masukan (input), ada proses (data menjadi informasi) dan dimaksudkan untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan (output).

2. Otonomi Daerah Untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi dibentuk daerah otonom. Menurut UU No. 22 Tahun 1999, daerah otonomi merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indoneia. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sering disebut otonomi daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa daerah otonom adalah daerah yang memiliki otonomi daerah. Kaho (1987) memaparkan ciri-ciri Daerah Otonom sebagai berikut :

1. Adanya urusan-urusan tertentu yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau daerah tingkat atas kepada daerah untuk diatur dan diurusnya dalam batas-batas wilayahnya. 2. Pengaturan dan pengurusan urusan-urusan tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri dan didasarkan pada kebijaksanaan sendiri pula. 3. Adanya alat-alat perlengkapan atau organ-organ atau apatur sendiri. 4. Pengaturan urusan-urusan tersebut masyarakat daerah perlu memiliki sumber-sumber pendapatan/keuangan sendiri. 3. Teori Sistem Setiap sistem merupakan tempat memproses, mengolah, mengubah, atau menstransformasikan bahan-bahan yang disebut masukan (input) menjadi suatu hasil karya yang bisa disebut keluaran (output) (Shrode dan Voich, 1974 : 128). Proses transformasi sistem ini sering dilukiskan orang dengan mempergunakan model masukankeluaran (input-output model). Model masukan keluaran ini biasa disebut juga dengan model kotak hitam (black-box model). Model adalah gambaran mengenai sesuatu realitas untuk menggambarkan bagaimana suatu itu tampaknya atau bagaimana bekerjanya guna memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini dipergunakan untuk memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini dipergunakan untuk menunjukkan bahwa isiyang terkandung di dalam satuan (unit) pemroses (transformasi) atau jelasnya sistem itu tidak diketahui, jadi seperti kotak hitam (Tatang M. Arifin, 2002 : 38). Model kotak hitam itu digambarkan atau dilukiskan orangorang bermacam-macam. Konsep dasarnya : Masukan Proses Keluaran

Untuk menilai pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, maka pendekatan sistem merupakan cara yang tepat sebagai pemandu. 1. Input Dari sisi masukan (input), yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui masukan pelaksanaan sistem informasi di humas dan Kantor infokom adalah : a. Memiliki tugas dan sasaran yang jelas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kebijakan, tugas dan sasaran yang akan dicapai Humas dan kantor infokom. b. Sumberdaya yang tersedia dan siap. Sumberdaya sangat strategis bagi keberhasilan pelaksanaan tugas humas dan infokom, sejauh mana kesiapan sumberdaya baik sumberdaya manusia (yang mencakup jumlah dan kualitas) maupun sumbrdaya selebihnya seperti keuangan, peralatan perlengkapan dan sebagainya. c. Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten merupakan pra sarat mutlak dalam pelaksanaan tugas humas dan infokom. Kompetensi ini dapat ditunjukkan dengan kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan, kemampuan melaksanakan tugas, dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugas. 2. Proses Dari sisi proses di Humas dan Kantor infokom yang bisa dijadikan indikator terjadinya proses pelaksanaan sistem informasi adalah : a. Pelaksanaan proses tugas penyampaian informasi ditandai oleh : Kepemimpinan lembaga yang kuat, dalam arti kepemimpinan yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan sumber daya manusia dilingkungan humas dan infokom serta menyerasikan semua sumberdaya yang ada pada satu tujuan yang sama.

b. Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai komunikasi yang baik dan harmonis antara humas, infokom dan satuan unit kerja di pemerintahan, kerja sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan menerima perbedaan pendapat. c. Partisipasi yang tinggi dari unit kerja di pemerintah daerah. Dalam hal ini dapat diamati dari : keikutsertaan unit kerja di Pemda dalam berbgai aktifitas pelaksanaan tugas Humas dan Infokom. 3. Output Setiap proses pelaksanaan sistem informasi selalu diharapkan adanya keluaran atau hasil berupa kinerja pelaksanaan sistem informasi. Indikator terjadinya kinerja pelaksanaan informasi tersebut. - Informasi yang disampaikan oleh humas dan infokom dapat diterima. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub Bagian Humas dan Kantor Infokom Kabupaten Aceh Tengah sebagai lembaga yang secara khusus menangani informasi. 3. Informan penelitian Adapun yang dijadikan informan sebagai sumber/ menghimpun data dalam penelitian ini adalah Kasub Bagian Hubungan Masyarakat, Sub Bagian Dokumentasi dan Informasi, Kasub Bagian Informasi dan Informatika, karyawan Humas dan Infokoma yang bertugas sebagai ujung tombak dalam penyiaran / penyampaian informasi publik di daerah Kabupaten Aceh Tengah. 4. Tehnik pengumpulan data Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini dipergunakan dua macam tehnik yaitu : a. Studi dokumentasi. Dengan tehnik ini peneliti berusaha memperoleh data atau informasi dengan cara menggali dan mempelajari dokumen-dokumen, arsip dan catatan yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas humas dan Kantor Infokom. b. Wawancara mendalam. Dengan tehnik wawancara tidak berstruktur atau mendalam (Indepth/unstructured interviewing) peneliti melakukan tanya jawab dan tukar pikiran tanpa daftar wawancara; peneliti hanya dibantu dengan sejumlah topik umum tentang proses pelaksanaan sistim informasi di Kabupaten Aceh Tengah yang masih harus dikembangkan oleh pewawancara berdasar jawaban informan. Dalam pelaksanaannya, dimanfaatkan instrument berupa panduan wawancara dan daftar topik. 5. Tehnik Analisa Data Metode yang dipergunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan model interaktif yaitu semacam siklus terkait antara kegiatan pengumpulan data, penyederhanaan data pemaparan data, dan penarikan kesimpulan. Jadi analisa data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Waktu penelitian ini dijadwalkan sebagai berikut penyusunan/ persiapan rancangan penelitian bulan Februari 2009, pengumpulan data bulan April dan pengolahan data/laporan bulan Mei 2009.

Dana : dana penelitian ini dibebankan kepada anggaran rutin BBPPKI Medan. F. Hasil Penelitian Dalam penelitian ini, kualitas masukan, proses dan keluaran diperlukan sebagai cerminan realitas model dan implementasi pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah. Dengan kata lain profil kualitas pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah merupakan keutuhan kualitas masukan, proses dan keluaran sistim informasi. Ketiga hal itu diuraikan berikut ini : 1. Kualitas Masukan Sistem Informasi Sudah disinggung di atas, bahwa masukan sistim informasi diambil tiga indicator yaitu adanya tugas, dan sasaran yang jelas, Sumberdaya yang tersedia dan kompetensi sumberdaya. Tugas dan sasaran Humas dan Kantor infokom diatur dalam peraturan daerah. Tugas dan fungsi Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor-Kantor Daerah, Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang informasi dan komunikasi yang meliputi pemberdayaan informasi, media informasi dan publikasi. Urusan bidang informasi dan komunikasi tersebut meliputi informasi yang bersifat umum yang tidak berkaitan dengan informasi didalam pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Informasi yang bersifat umum itu bisa berasal dari pemerintah pusat maupun Provinsi seperti peraturan perundangan. Dalam melaksanakan tugas itu tiga seksi yang dimiliki Badan Infokom yaitu Seksi Pemberdayaan Informasi mempunyai tugas melaksanakan upaya pemberdayaan partisipasi masyarakat, kelompok komunikasi sosial, pemberdayaan potensi informasi lembaga swadaya masyarakat dan lembaga informasi desa. Seksi Media Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melaksanakan, memantau penyelenggaraan kegiatan penyebaran informasi melalui media interaktif, radio, televisi, film dan Seksi Publikasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyampaian informasi langsung. Sementara itu Sub Bagian Humas, sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sub Bagian Hubungan Masyarakat mempunyai tugas : 1. Melakukan hubungan timbal balik antar pemerintah daerah dengan masyarakat umum dan organisasi kemasyarakatan untuk memperjelas kebijakan dan kegiatan pemerintah daerah. 2. Melakukan hubungan intern dengan satuan dan unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah. 3. Melaksanakan usaha untuk peningkatan peliputan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat. 4. Melaksanakan koordinasi/kerja sama dengan organisasi kewartawanan. 5. Melaksanakan tugas sebagai juru bicara pemerintah daerah sesuai dengan petunjuk Bupati. 6. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang kehumasan.

2. Kualitas Masukan SDM Non Manusia Sumberdaya bukan manusia atau sekarang sering diistilahkan modal fiskal dan modal finansial (Thomas dkk, 2000) mendukung dan menunjang atau malah

mempengaruhi kiprah kinerja sumber daya manusia. Seluruh staf yang bergerak di Humas dan Kantor Infokom dapat bertindak, bebruat dan melakukan sesuatu secara lebih maksimal dalam melaksanakan tugas berkat tersedianya secara memadai sejumlah sumberdaya bukan manusia. Bangunan dan ruang, prasarana (infrastruktur), perlengkapan kantor (furniture, mesin, computer dll) dan dana merupakan sejumlah sumberdaya bukan manusia yang perlu disediakan karena secara signifikan dapat mempengaruhi kinerja sumberdaya manusia. Secara kuantitatif bangunan dan ruang yang dipergunakan Kantor Infokom sangat representatif untuk melakukan kegiatan karena gedung yang dipergunakan adalah bekas Kantor Departemen Penerangan. Prasarana (infrastruktur), perlengkapan kantor dan alat bantu kegiatan yang dimiliki Kantor Infokom kelihatan kurang memadai untuk melaksanakan tugas karena peralatan yang dimiliki sebagian merupakan bekas peralatan lama yang pernah dipergunakan semasa masih ada Departemen Penerangan. Sementara itu di lingkungan Humas, terjadi hal yang sebaliknya. Bangunan atau ruangan yang dimiliki sangat terbatas karena terbatasnya ruangan yang ada di sekretariat daerah. Humas yang memiliki staf sebanyak 13 orang hanya menempati satu ruangan. Namun demikian infratruktur yang dimilikinya sangat memadai dengan tersedianya perlengkapan yang dibutuhkan dalam setiap operasional kegiatannya. 3. Kualitas Masukan Perangkat Lunak Dalam penyelenggaraan pengelolaan informasi seperti halnya masukan sumberdaya manusia dan sumber daya bukan manusia, masukan perangkat lunak menunjang dan menentukan beroperasi tidaknya dan berjalan tidaknya secara efektif dan maksimal proses penyampaian informasi di masyarakat. Tidak jarang perangkat lunak diyakini lebih penting dari pada sumberdaya bukan manusia meski tidak sepenting sumber daya manusia (Suryadi dan Budimansah, 2004 : 243-245) Implikasinya perangkat lunak harus ada dan tersedia di bagian pengelolaan informasi secara memadai supaya implementasi penyebaran informasi kepada masyarakat dengan baik, efektif, mencapai maksud dan tujuannya. Sebagai pengelola informasi resmi milik pemerintah, Humas dan Infokom memiliki peraturan perundangan, diskripsi tugas pokok dan fungsi, rencana dan program kegiatan. Diskripsi tugas pokok dan fungsi ini menjadi dasar atas rencana dan program kegiatan Humas dan Infokom. Perangkat lunak yang terdapat di Humas jauh lebih mapan dibandingkan dengan perangkat lunak yang ada di Kantor Infokom karena eksistensi humas yang sudah berlangsung lama sementara eksistensi Kantor Infokom msih berjalan beberapa tahun setelah pelaksanaan otonomi daerah. 4. Kualitas Masukan Harapan Humas dan Infokom Implementasi penyebarluasan informasi selalu dikaitkan dengan harapan terjadinya peningkatan kualitas pelayanan informasi. Oleh sebab itu menjadi kewajiban setiap pengelola informasi untuk menerapkan harapan dan dorongan yang jelas, pasti, tinggi dan unggul dibidang kualitas pelayanan informasi dengan dilandasi oleh semangat ingin menjadi lebih baik. Demikian juga Humas dan Infokom Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah yang mengimplementasikan sistim pengelolaan informasi harus memiliki harapan yang jelas, mantap dan tinggi serta terfokus untuk meraih kualita pelayanan informasi. Harapan itu tergambar dalam rencana dan strategi (renstra) khususnya visi, misi dan tujuan serta sasaran masing-masing pengelola informasi. Berdasar pengamatan, harapan yang tertuang dalam bentuk visi, misi, rencana jangka panjang, rencana pengembangan, rencana pelayanan dan lain-lain sudah ada dan telah ditetapkan di Humas dan Infokom. Hampir semua karyawan juga mengetahui

adanya visi dan misi tersebut karena seringkali ditempelkan di dinding dalam ruangan kerja. 5. Kualitas Proses Sistem Informasi Dalam pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah proses sistem informasi menempati kedudukan dan arti penting dan strategis. Proses sistem informasi ini bersangkutan dengan bekerja tidaknya fungsi-fungsi manajemen di Humas dan Badan Infokom. Dalam kontek pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah, proses sistem informasi sudah cukup memadai bila dilihat secara makro, tidak harus secara mikro. Secara mikro proses sistem informasi yang mencerminkan terlaksana tidaknya atau berfungsi tidaknya pelaksanaan sistem informasi secara organis, bukan mekanis dan artificial, dalam penyelenggaraan proses sistem informasi. Berdasar hasil wawancara dengan Kasub Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah diketahui bahwa hampir semua pegawai pemerintah mendukung manajemen proses sistem informasi dengan menjadikan humas sebagai satu-satunya sumber informasi. Untuk itu unit kerja yang lain siap memberi bantuan Humas dengan memberikan informasi yang diperlukan. A. Kondisi Proses Penyebaran Informasi Dalam implementasi sistim informasi, proses penyebaran mendapat perhatian utama sehingga harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Hal ini dikarenakan proses penyebaran iformasi secara langsung menentukan kualitas keluaran informasi secara kognitif afektif dan behavior. Artinya tinggi rendahnya kualitas keluaran sistim informasi ditentukan oleh proses penyebarannya. Hasil pengamatan dan wawancara dengan kepala Kantor Infokom dan Kepala Sub Bagian Humas, menunjukkan bahwa baik Kepala Humas dan Kantor Infokom memiliki kesadaran akan kedudukan proses penyebaran informasi sebagai inti proses sistem pengelolaan informasi guna mencapai kompetensi koqnitif, afektif dan behavior yang ditentukan dalam juknis dan juklak. Selain itu dari diri, sikap dan perilaku mereka sebagai pemimpin dan pelaksana yang mempunyai komitmen, semangat dan etos kerja yang cukup kuat untuk melaksanakan proses penyebaran informasi. B. Kondisi Proses Pengelolaan Sistem Informasi Proses pengelolaan program penyebran informasi perlu dilakukan secara bersamasama oleh tim kerja yang kompak cerdas dan dinamis. Seiring dengan itu partisipasi semua pihak menjadi penting selain kolaborasi, kerjsama dan sinergi antara program. Pekerjaan dan tanggungjawab pengelolaan program harus dibagi pada semua pihak dalam mengelola informasi, bukan terpusat pada beberapa orang atau kepala dinas/kepala bagian tidak boleh mendominasi pekerjaan dan tanggungjawab melainkan harus mengkoordinasi dan mensinergikan berbagai pihak yang disertai pekerjaan dan tanggungjawab yang mengelola informasi. Dalam proses pengelolaan informasi ini Humas dan Infokom mengelola informasi secara sistematis, agar dapat dikembangkan menjadi pengetahuan yang bermanfaat guna peningkatan kualitas kehidupan dan pembangunan, menjadi pusat informasi dan komunikasi bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah sekaligus berperan menjadi pusat pembelajaran dan pengetahuan. Bersinergi dengan seluruh Dinas/Badan/Kantor, ormas, Orpol, LSM dan masyarakat untuk menjawab tantangan masa kini maupun masa depan. 6. Kualitas Keluaran Sistim Informasi Setiap proses penyebaran informasi selalu meniscayakan keluaran bahkan juga hasil dan dampak sistim pengelolaan informasi walaupun keduanya tidak dapat diketahui

atau diukur seketika, karena karakteristik masing-masing. Karena itu dalam kontek pengelolaan sistim informasi, perhatian di fokuskan pada keluaran pelayanan informasi, bahkan bila mungkin diperhatikan pula hasil dan dampak pelayanan informasi. Keluaran pelayanan informasi berkaitan dengan kinerja atau prestasi lembaga pengelola informasi secara komprehensif. Prestasi pelayanan informasi dapat berupa produktifitas, efektifitas, efisiensi, inovasi dan moralitas atau etos kerja. Dalam pelayanan informasi Prestasi pelayanan informasi dilihat secara komprehensif dari pencapaian tujuan kegiatan program. Kinerja atau pencapaian tujuan ini erat kaitannya dengan masukan yang ada sebelumnya diantaranya sumber dana yang tersedia untuk menghasilkan keluaran berupa produktifitas kerja. Keluaran yang terjadi di Infokom cukup memadai meski sumberdana yang tersedia terbatas. Diantaranya melakukan kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber dana kecil atau tanpa sumber dana seperti pengkoordinasian penyampaian informasi secara terjadwal oleh dinas-dinas yang ada di Kabupaten Aceh Tengah radio yang dikelola Infokom. Kegiatan yang memerlukan sumber dana yang besar sangat terbatas pelaksanaannya, bahkan buletin yang telah ada sejak Departemen Penerangan masih eksis, saat ini berhenti terbit. Disamping keterbatasan dana SDM yang mengelola buletin tersebut pindah ke Humas untuk menangani tabloid Humas. Sebagai lembaga yang memiliki sumber dana yang cukup besar, humas bisa lebih produktif menghasilkan keluaran dalam melaksanakan tugas yang diembannya. Keluaran humas yang cukup menonjol adalah terlayaninya kebutuhan wartawan untuk memperoleh informasi melalui humas, lancar dalam berkoordinasi dengan satuan atau unit kerja di pemerintah Kabupaten. Humas juga menghasilkan tabloid yang peredarannya cukup besar meski masih di lingkungan pegawai pemerintah. G. Pembahasan Berdasar uraian diatas, dapat ditarik satu model teoritis pelaksanaan sistem informasi. Model teoritis yang dimaksud digambarkan sebagai berikut : Kebijakan otonomi daerah memberi kewenangan lebih besar kepada daerah. Kewenangan yang lebih besar ini diharapkan membuat daerah mandiri dalam mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Disamping itu dengan kewenangan lebih besar diharapkan daerah mampu menemukan masalah yang mencatat di daerahnya dan sekaligus mampu mencari solusi terbaik sesuai dengan kondisi dan karakteristik daerah. Kemandirian daerah ini diharapkan dapat mencapai apa yang diharapkan dapat mencapai apa yang menjadi tujuan kebijakan otonomi daerah, yang salah satunya peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Kebijakan otonomi daerah melahirkan sistem informasi di daerah sesuai dengan apa yang diputuskan bersama antara Pemerintah Kabupaten dan DPRD menjadi Peraturan daerah (Perda). Di Kabupaten Sistem informasinya dilaksanakan oleh Humas dan Kantor Infokom. Tujuan adanya dua lembaga yang menangani informasi ini adalah untuk meningkatkan pelayanan informasi kepada masyarakat. Dibentuknya Humas diantaranya sebagai juru bicara pemerintah, melakukan hubungan timbal balik antar pemerintah daerah dengan masyarakat umum dan organisasi kemasyarakatan untuk memperjelas kebijakan dan kegiatan pemerintah daerah, melakukan hubungan intern dengan satuan dan unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, melaksanakan usaha untuk peningkatan peliputan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan melaksanakan koordinasi/kerja sama dengan organisasi kewartawanan. Sementara tugas Kantor Infokom adalah melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang informasi dan komunikasi yang meliputi informasi, media informasi dan publikasi. Sistem Informasi di Pemerintah Kabupaten

KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

SISTEM PELAKSANAAN INFORMASI

KEBIJAKAN : HUMAS INFOKOM

TUJUAN : MENINGKATKAN PELAYANAN INFORMASI

KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

KINERJA PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI : INPUT PROSES OUTPUT

OTONOMI SISTEM INFORMASI : HUMAS DAN INFOKOM

H. Kesimpulan 1. Perlunya kerjasama antar Humas dan Kantor Infokom dengan semua pihak utamanya Dinas/Badan/Kantor di Pemerintah Kabupaten untuk memberikan pelayanan informasi pada yang membutuhkan pelayanan. 2. Sarana, prasarana dan sumber dana yang terbatas di Kantor Infokom membuat hasil akhir atau keluaran berupa hasil dan produktifitas kerja cukup terbatas, sementara di Humas karena sarana, prasarana, anggaran operasional yang dimiliki bisa untuk membiayai kegiatan yang dilakukan, produktifitasnya cukup besar. 3. Kegiatan Humas yang banyak berhubungan dengan unit kerja di Pemda yang memiliki tingkat eselon yang lebih tinggi bisa menjadi hambatan bagi humas meski gengsi posisi humas cukup tinggi. DAFTAR PUSTAKA Gelinas, Oranda Wiggins, Information System Theory and Practice, New York, 1990. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 52 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 22 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Tataruang, Sekretariat Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 8 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 26 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Kepala Daerah. Riwu Kaho, Yosep, Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia , Rineka Cipta, Jakarta, 1987. Suryadi dan Budimansah, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta, Kanisius. Shrode, William A and Dan Voich, Jr, Organisasi and Management; Basic System Conceps, or win Book, co, Malaysia, 1974. Tatang M. Amiran, Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja Grafika Persada,Jakarta,2001. TELEPON SELULER DAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MASYARAKAT PEDESAAN 2 (Studi Di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu,Kabupaten Langkat) Oleh Budiman **
2

Telah diseminarkan pada tanggal 10 Juli 2008 di Pematangsiantar dalam acara Seminar Peningkatan, Pengembangan SDM Peneliti Kominfo Menuju Masyarakat Informasi Sumatera Utara., dan diseminarkan pada tanggal 30 Oktober 1 November 2008 di Cisarua, Bogor dalam acara Temu Ilmiah Peneliti X Badan Penelitian Dan Pengembangan SDM Depkominfo RI ** Penulis adalah Peneliti Pertama bidang Komunikasi Sosial pada BBPPKI Medan

Abstrak Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Satu diantaranya adalah telepon seluler (telepon seluler, disamping tren teknologi ini terus berkembang, juga dari aspek pemanfaatannya telah merambah hingga ke pedesaan. Hampir setiap orang menjadikan telepon seluler ini sebagai kelengkapan sehari-hari sebagai media komunikasi. Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya dengan memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok pada masyarakat Desa Pertumbukan bagaimana dalam memanfaatkan telepon seluler. Pemanfaatan telepon seluler ini berdasarkan aspek-aspek kebutuhan yang diadopsi dari asumsi-asumsi Teori Uses and Gratifications yang sudah lazim digunakan untuk meneliti media komunikasi modern yang berkonvergensi. Hasil temuan penelitian berdasarkan kebutuhan informasi, diversi, identitas personal dinyatakan bahwa telepon seluler sarana media untuk berkomunikasi yang dibutuhkan dan telah membantu masyaraka pedesaan. Kata Kunci : Telepon Seluler,Efektivitas Komunikasi,dan Masyarakat Pedesaan.

Latar Belakang Masalah Kemajuan dan rambahan teknologi komunikasi berupa telepon seluler (telepon seluler) yang semakin pesat dan maju tidak dapat kita hindari. Tidak ada khalayak yang secara tegas menolak hadirnya teknologi yang banyak diminati oleh berbagai kalangan tersebut. Secara tidak langsung memang teknologi komunikasi membawa berbagai keuntungan bagi mereka penggunanya. Perkembangan jenis telepon seluler semakin hari semakin meningkat. Mulai dari fasilitas yang disediakan sampai bentuknya. Perkembangan pesat dalam dunia sistem komunikasi kita tentunya akan mengubah pola komunikasi yang terjadi di masyarakat selama ini. Sebelumnya nyaris sistem komunikasi yang berkembang di Indonesia masih memakai peralatan sederhana (media tradisional maupun tatap muka). Akan tetapi delapan tahun terakhir, Indonesia diramaikan dengan pola komunikasi melalui telepon seluler atau biasa disebut dengan HandPhone (HP). Bagi orang komunikasi, menyebutnya dengan komunikasi seluler. Melihat data perkembangan pengguna telepon seluler di Indonesia terus berkembang pesat dari tahun ke tahun, sebagai berikut:

Data Perkembangan Pengguna Telepon seluler Di Indonesia

Sumber : http://data.un.org/ diakases tgl 12/5/08 Dan hingga sampai tahun 2007 telah terdapat 85 juta pelanggan telepon seluler dan sementara hanya 10 juta pelanggan telepon tetap ( fixed) di Indonesia (http://www.pintunet.com/lihat_opini.php?pg= 2007/10/27102007/65568 - diakses tgl 11/4/08). Kepintaran, kecanggihan dan fasilitas yang dimiliki oleh teknologi komunikasi menjadi tolok ukur seberapa besar fungsi dan kebutuhan dari teknologi komunikasi itu bagi penggunanya tanpa memikirkan dampak yang akan timbul dari pemakaian teknologi tersebut. Secara nyata jelas terlihat bahwa teknologi komunikasi memberikan keuntungan yang sangat besar bagi penggunanya terutama dalam hal berkomunikasi (komunikasi tidak lagi rumit seperti dulu). Teknologi telekomunikasi membuat dunia semakin dekat dan menyatu karena waktu dan jarak semakin pendek, pergerakan informasi berjalan dengan cepat dan menyebar sesuai dengan tujuan tergantung siapa yang membutuhkan. Dari pra-riset yang dilakukan peneliti (19-22 Februari 2008) di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat diperoleh gambaran tentang pola penggunaan telepon seluler oleh masyarakat desa tersebut yakni, secara umum memberikan kontribusi yang baik dalam kecepatan mendapatkan informasi. Namun kalau diperhatikan secara seksama pola penggunaan telepon seluler berdasarkan motif jelas berbeda dari aspek sosiodemografis masyarakat. Ada yang menggunakan untuk kelancaran usaha/niaga hasil-hasil bumi atau pertanian, silaturahmi dengan keluarga atau teman, sebagai hiburan dan lain sebagainya. Namun dengan memiliki telepon seluler juga telah menambah biaya pengeluaran bagi setiap keluarga terutama untuk pembelian pulsa, hal ini masyarakat menjadi konsumtif . Belum lagi berkembangnya model telepon seluler dari berbagai merek dagang yang semakin canggih dan terus bergulir yang menggoda konsumen melalui iklan dengan mengkaitkan terhadap gaya hidup tertentu. Bagaimana tentang pola penggunaan telepon seluler dan sikap masyarakat desa, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian. Permasalahan Dari fenomena yang terjadi pada masyarakat di atas maka untuk mencari informasi tersebut di rangkum dalam pertanyaan sebagai berikut : Bagaimanakah penggunaan dan sikap masyarakat Desa Pertumbukan terhadap telepon seluler ? Tujuan Untuk mengetahui bagaimana penggunaan telepon seluler dan sikap masyarakat Desa Pertumbukan. Manfaat Secara praktis, hasil penelitian ini walau dalam cakupan wilayah penelitian yang kecil diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pemerintah melalui Depkominfo untuk mengkaji stategi perkembangan TIK khususnya telepon seluler dalam hal tren penggunaannya. Dan secara teoretis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada studi Ilmu Komunikasi dan untuk mengetahui perkembangan serta penerapan teori uses and gratification, dimana dalam penelitian ini berusaha untuk menggambarkan motif kebutuhan dalam penggunaan telepon seluler bagi masyarakat

pedesaan. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan studi komunikasi serta mampu memperkaya varian, alternatif rujukan juga sebagai khasanah referensi dalam penelitian-penelitian tentang khalayak di masa mendatang terhadap pemanfaatan industri teknologi komunikasi dan informasi, terutama telepon seluler. KAJIAN TEORETIS Kajian Pustaka Inovasi besar di bidang teknologi informasi dan komunikasi dalam empat dekade terakhir ini adalah ditemukannya telepon seluler atau handphone (HP). Telepon seluler telah berkembang secara fenomenal, baik dari model/merk maupun dari jumlah pengguna. Goswami dalam tulisannya Sustainability Proyek Harus Dipikirkan, mencontohkan jumlah produksi telepon seluler mencapai 6,6 juta; dan investasi di bidang infrastruktur telepon seluler sangat agresif dilakukan oleh berbagai operator. Pada tahun 2006 nilai investasi infrastruktur telepon seluler yang dilakukan operator lebih dari US$ 2,5 miliar. Di sini, para operator melakukan ekspansi jaringan. Salah satu contoh gambaran lengkapnya sebagai berikut: sejak tahun 2005, Telkomsel menambah BTS-nya dari 7.741 menjadi 12.156 sehingga terdapat pertumbuhan sebesar 57% (http://www.majalahindonesia.com /divakar_ goswami.htm ). Bidang komunikasi sekarang ini sedang mengalami perubahan besar. Karena media teknologi baru yang memberi banyak kemudahan bagi pengguna, konsep dasar komunikasi massa mengalami perubahan. Teori komunikasi massa butuh penyesuaian dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan itu. Teori-teori yang sudah ada mungkin masih bisa dipakai, tetapi yang lain mungkin memerlukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan lingkungan baru ini (Severin dan Tankard, 2005) Terkait dengan pola penggunaan telepon seluler, teori Uses and Gratification dianggap tepat sebagai acuan untuk memahaminya. Teori ini mengusulkan bahwa khalayak (pengguna) memainkan peran dalam pemilihan dan penggunaan media. Khalayak berperan aktif dalam mengambil bagian dalam proses komunikasi dan diorientasikan pada tujuan penggunaan media. Menurut pencetus teori ini, Blumler dan Katz (1974) mengutarakan bahwa seorang pengguna media mencari sumber media yang terbaik guna memenuhi kebutuhan mereka. Uses and Gratifications mengangkat bahwa pengguna memiliki pilihan-pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhan mereka (http://www.uky.edu/~drlane/capstone/contexts.htm ). Teori ini berpandangan bahwa manusia menggunakan media karena dianggap memiliki manfaat baginya. Manusia sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka bertanggung-jawab dalam pemilihan media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan dan individu ini tahu kebutuhan mereka dan bagaimana memenuhinya. Media dianggap hanya menjadi salah satu cara pemenuhan kebutuhan dan individu bisa jadi menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan mereka. Perilaku ini biasanya dipengaruhi oleh predisposisi sosial dan psikologinya. Tentang hal ini Katz dan Blumer mengatakan sebagai berikut : The social and psychological origins of, Needs which generate,Expectation,The mass media or other sources which lead to,Diffferential pattern of media exposure (or engagement in other activities)resulting in,Need perhaps mostly unitended ones. (Pendekatan Uses and Gratification berhubungan dengan kebutuhan sosial dan psikologis yang membentuk harapan pada media massa atau sumber lain yang mengakibatkan pola terpaan media yang berlainan yang menghasilkan kepuasan dan konsekuensi konsekuensi lain yang tidak diinginkan) (Katz, Blumer, Gurevitch, 1994). Sejak dicetuskan pertama kali pendekatan ini terus mengalami penyempurnaan oleh para ahli komunikasi melalui berbagai jenis penelitian. Walaupun mereka

menggunakan sudut pandang metodologi yang berbeda-beda, namun secara global dapat dikatakan bahwa pendekatan Uses and Gratification memiliki asumsi bahwa audien dipandang aktif, memiliki kebutuhan kebutuhan tertentu, tersedianya berbagai alternatif komunikasi, dan secara sadar audien memilih saluran komunikasi dan pesanpesan paling memenuhi kebutuhanya (Elihu Katz, dkk,1999). Namun demikian pemikiran tersebut jelas bahwa pendekatan Uses and Gratification merupakan kritik dari sudut pandang teori-teori yang terdahulu. Pada pendekatan ini audien tidak lagi dipandang sebagai pasif, melainkan memiliki harapan-harapan dan kebutuhankebutuhan. Juga dalam penggunaan media, audien memiliki motivasimotivasi tertentu yaitu mencari pemuasaan atas dasar kebutuhannya terhadap media massa tersebut. Katz dan Blumer selanjutnya mengemukakan ada beberapa faktor sosial yang menyebabkan timbulnya kebutuhan seseorang yang berhubungan dengan media, yaitu : Social situation produces tensions and conflict, leading to resure for their easement via mass media consumption (Situasi sosial menimbulkan ketegangan dan pertentangan. Orang berusaha melepaskan dirinya dari hal itu dengan mengkonsumsi media massa ). Social Situation creates an awareness of problem that demand attention, information about which may be sought in the media. (Situasi sosial menciptakan kesadaran akan adanya masalah-masalah yang membutuhkan perhatian dan informasi. Informasi itu dapat dicari lewat media ). Social situation gives to rise certain values, the affirmation and reinforcement of which is facilitated by the consumption media material ( Situasi sosial memberikan dukungan dan penguatan pada nilai nilai tertentu melalui konsumsi media yang selaras ) (Katz, Blumer, Gurevitch, 1974) . Perkembangan lebih lanjut penggunaan teori Uses and Gratifications banyak diterapkan pada penelitian penggunaan media baru seperti internet ( computer mediated communication) bahkan pada telepon seluler. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Louis Leung dan Ran Wei (2000) mempelajari Kegunaan dan Kepuasan pada telepon seluler. Leung dan Wei tertarik tentang mengapa orang menggunakan telepon seluler dan apakah alasan mereka yang berbeda dari mengapa mereka menggunakan telepon kabel dan jaringan. Selanjutnya, Leung dan Wei mengamati, serupa dengan pemyataan Gilder, bahwa "telepon seluler baru menggambarkan suatu konvergensi teknologi hibrid ketika ia mengaburkan batasan antara industri telekomunikasi dan penyiaran. Simpulan studi yang dilakukan Leung dan Wei mengindikasikan bahwa teori Kegunaan dan Kepuasan, khususnya ketika dikombinasikan dengan teori lainnva, Difusi Inovasi ( Difusion of Innovations), dapat menjelaskan penggunaan telepon seluler. Kemampuan Leung dan Wei untuk menerapkan teori Kegunaan dan Kepuasan pada teknologi baru dijelaskan oleh pengamatan Shanahan dan Morgan (1999) bahwa terdapat "konsistensi lingkungan dari isi pesan yang kita konsumsi dan pada sifat dasar dari lingkungan simbolik di mana kita hidup" meski jika terjadi perubahan distribusi teknologi. Siranahan dan Morgan menambahkan bahwa teknologi baru selalu dikembangkan dengan mengadopsi isi pesan dari teknologi dominan sebelumnya.(West dan Turner, 2008) Dari studi Louis Leung dan Ran Wei (2000) yang menggunakan teori ini juga menyatakan bahwa mobilitas, kekinian, dan intrumentalitas yang terdapat pada telepon seluler merupakan intrumen motivasi yang kuat yang diikuti dengan rasa ikatan kekeluargan atau sosial. Manfaat kepuasan langsung juga dapat dirasakan oleh penggunanya, dimana dan kapan saja (Leung dan Wei, 2000). Mengenai fungsi media massa terhadap pemenuhan kebutuhan audien tersebut, Harold D Laswell pernah mengajukan 3 fungsi media yaitu yaitu pengawasan ( Surveyllance), korelasi (Correlation), dan transmisi budaya atau sosialisasi ( Cultur Transmission and Socialisation). Tiga fungsi ini kemudian ditambah oleh Charles Wright yaitu fungsi hiburan (Entertaiment). Di sini media dianggap memberikan hiburan, kesempatan

melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, informasi dan lain sebagainya. Menurut Stephenson media massa hanya memenuhi satu jenis kebutuhan saja, yaitu memuaskan hasrat bermain atau melarikan diri dari kenyataan. Sedangkan menurut Wilbur Scramm, media massa memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi . Ahli komunikasi lainnya menyebutkan dua fungsi; media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi menurut Weiss; atau hiburan dan informasi menurut Wilbur Schramm. Yang lain lagi menyebutkan tiga fungsi media massa dalam memenuhi kebutuhan, surveillance (pengawasan lingkungan), correlation (hubungan sosial), dan hiburan dan transmisi kultural seperti yang dirumuskan oleh Harold dan Charles Wright. Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu (Rahmat, 2000 ). Kebutuhan kognitif menekankan pada kebutuhan akan informasi dan pencapaian tingkat ideasional tertentu, sedangkan kebutuhan afektif ditandai oleh kondisi perasaan atau dinamika yang menggerakan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu. Sejumlah ahli media akhirnya mulai beralih dari sekedar mengumpulkan jenis jenis kebutuhan audien kepada suatu model penelitian baru karena dari hasilhasil studi mereka menunjukkan jenisjenis kebutuhan yang sama. Dengan demikian kecenderungan penelitian tentang Uses and Gratification mulai bergeser dan bertambah maju. Perkembangan ini diawali oleh penelitian Palmgreen dan Rayburn pada tahun 1979, yang membedakan antara Gratification Sought (GS) dan Gratification Obtained (GO), yaitu apa yang diharapkan audien dari media massa dengan apa yang diperolehnya dari media tersebut. Dalam teori Uses and Gratification yang dikembangkan oleh Palmgreen dan Rayburn, kebutuhan atau motif yang menuntun seorang individu untuk menggunakan suatu media dipandang sebagai Gratification Sought atau kepuasan yang dicari atau diharapkan (Dimmick, 1984). Tetapi seperti yang di jelaskan Blumer (1994), fungsifungsi ini belum cukup untuk menggambarkan seluruh fungsi yang ada. Para peneliti media massa kemudian mencoba mengumpulkan seluas dan sebanyak mungkin daftardaftar kebutuhan sosial dan psikologis yang dianggap audien sebagai terpenuhi dengan memanfaatkan media massa. Dan setelah mengamati hasilhasil yang diperoleh dilapangan, ternyata terdapat jenisjenis kebutuhan yang setiap kali muncul walaupun sampelnya berbeda-beda. Jenisjenis kebutuhan ini kemudian oleh para ahli dikelompokan menjadi beberapa kelompok. Secara umum kebutuhan yang sering disebut dan digunakan oleh para peneliti media adalah, Surveyllance (pengawasan), Relaxation (relaksasi), Diversion (pelepasan), Knowledge (pengetahuan), Entertaiment (hiburan), dan Interpersonal Utility (kegunaan pribadi) (Palmgreen, 1981, dan Dimmick, 1984) . Kemudian riset lebih lanjut yang dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawankawan, mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media persons interactions sebagai berikut : Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial; Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai; Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (dalam Junaedi, 2005, http://komunikasimassa-umy.blogspot. com). Dari berbagai jenis kebutuhan tersebut, William J Mc Guire (dalam Muchati 1972) kemudian mengelompokan jenis-jenis kebutuhan tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu kebutuhan yang bersifat afektif (yang berkaitan dengan perasaan) dan kebutuhan kognitif (yang berkaitan dengan pengetahuan). Mengenai kebutuhan kognitif dan afektif Nurudin menjelaskan, kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran

dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berkaitan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional. (Nurudin, 2007) Kemudian dari teori Utilitarian memandang individu sebagai orang yang memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam konsep ini hidup dipandang suatu medan yang penuh tantangan , tetapi yang juga dapat diatasi dengan media massa. Komunikasi massa dapat memberikan informasi, pengetahuan dan keterampilan. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa. Pada saat yang sama, kebutuhan ini dapat dipuaskan oleh sumber-sumber lain selain media massa. Kita ingin mencari kesenangan, media massa dapat memberikan hiburan. Kita mengalami goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari kenyataan. Kita kesepian, dan media massa berfungsi sebagai sahabat. Tentu saja, hiburan, ketenangan, dan persahabatan dapat juga diperoleh dari sumbersumber lain seperti kawan, hobi, atau tempat ibadat (Rahmat, 2000). Elemen pola terpaan media yang berlainan pada Teori Uses and Gratifications berkaitan dengan media exposure atau terpaan media, karena mengacu pada kegiatan menggunakan media (Kriyantono, 2006). Selanjutnya terpaan media menurut Rosengreen (1974), dapat dioperasionalkan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media keseluruhan (Rahmat, 2001). Sedangkan menurut Sari (dalam Kriyantono 2006) dapat dioperasionalkan menjadi jenis media yang digunakan, frekuensi penggunaan, maupun durasi penggunaan . Efek diartikan sebagai semua jenis perubahan yang terjadi didalam diri seseorang setelah menerima sesuatu pesan komunikasi dari suatu sumber. Perubahan yang dimaksud dapat meliputi perubahan pengetahuan, sikap, dan prilaku nyata. (Wiryanto, 2000). Pada teori Uses and Gratifications, manusia yang berperan dalam menentukan efek media. Teori ini digambarkan sebagai a dramatic break with effects traditions of the past, suatu loncatan dramatis dari model Jarum Hipodermik. Menurut Steven M. Chaffe (dalam Rahmat, 2004) efek media massa akan menyebabkan perubahan yang terjadi pada diri khalayak, seperti penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan prilaku (dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif dan behavioral).

Ada 3 macam efek komunikasi massa, antara lain: Efek Kognitif: terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek Afektif : timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai. Efek Behavioral : merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, meliputi polapola tindakan, kegiatan dan kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2004). Berbagai keuntungan relatif yang dirasakan dari telepon seluler yang mengungguli telepon tetap karena mobilitas dan efisiensinya yang lebih besar. AM Townsend (2000) menyatakan, di negara-negara berkembang telepon seluler telah mengurangi kesenjangan berkomunikasi di masyarakat. Penelitian yang dilakukan International Telecommunication Union (2001) menemukan bahwa jumlah penggunaan telepon seluler

di 100 negara-negara miskin melampaui telepon tetap dan komputer, karena harga telepon seluler terjangkau. Pemanfaatan telepon seluler berbeda pada setiap kelompok masyarakat. Bagi pelaku bisnis, telepon seluler lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Kalaupun digunakan untuk hal-hal yang sifatnya menghibur, biasanya dilakukan pada waktu senggang. ( Fritz E Simandjuntak dalam http://www.kompas.com/kompas-cetak/0405/05/telkom/1002910htm ). Menurut data majalah Komputer Aktif (no. 50/26 Maret 2003) berdasarkan survei Siemens Mobile Lifestyle III menyebutkan bahwa 60 persen remaja usia 15-19 tahun dan pasca-remaja lebih senang mengirim dan membaca SMS (Short Messege Service) daripada membaca buku, majalah atau koran. Dalam hal ini komunikasi melalui telepon seluler seperti pengiriman SMS ternyata berdampak buruk untuk menurunkan minat baca masyarakat. Ini bisa dikatakan pula bahwa budaya baca yang sudah terancam dengan budaya dengar dan lihat diancam lagi oleh budaya mengirim SMS. SMS dalam hal ini lebih berfungsi sebagai hiburan saja. Bahkan menurut data Kompas (4 April 2003) yang melakukan street polling yang dilakukan pada 100 remaja SMU di Jakarta, Bogor, Bandung, dan Semarang menunjukkan bahwa 51 persen mereka mengirim SMS 11-20 kali, 35 persen 2-10 kali dan 14 persen lebih dari 20 kali sehari. Data yang merupakan fenomena ini jelas menjadi salah satu potret dampak komunikasi melalui telepon seluler. Bahkan, sebesar 73 persen mereka mengeluarkan biaya untuk membeli voucher perbulannya sekitar 100-200 ribu, 9 persen antara 201-300 ribu dan 8 persen lebih dari 300 ribu perbulan. Ini artinya bahwa di samping menurunkan minat baca, telepon seluler juga mengarahkan masyarakat untuk hidup konsumtif. Bahkan menurut data dari penelitian Survei Siemens Mobile Phone 58 persen orang Indonesia lebih memilih mengirim SMS daripada membaca buku, (Nurudin, 2005). Ini adalah dampak dari segi sosial budaya masyarakat atas penggunaan Hand Phone/ telepon seluler. Konseptual Dalam proses komunikasi dibagi menjadi dua bagian yakni secara primer dan sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Kemudian sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua (sekunder) dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon (telepon seluler), teleks, radio film, tv, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. (Onong,2000). Menurut Shannon dan Weaver (1949) komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak. Sementara Hafied Cangara (1998) mengatakan bahwa komunikasi adalah sebuah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya , yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Wilbur Schramm melalui hasil penelitiannya di negara-negara berkembang membuat laporannya pada tahun 1964 yang berjudul Mass media and National Development : The role of information in developing countries, yang isinya menyatakan media massa dapat berpengaruh dalam beberapa hal, yang paling pokok adalah dapat membantu menyebarluaskan informasi tentang pembangunan, dapat mengajarkan melek huruf serta keterampilan lainnya yang memang dibutuhkan untuk pembangunan masyarakat dan

menjadi penyalur suara masyarakat agar mereka turut ambil bagian dalam pengambilan keputusan di negaranya (Schramm, 1964). Kehadiran media tidak selalu menarik perhatian masyarakat, seperti yang diungkapkan oleh McLuhan (1964) yakni kehadirannya umumnya adalah sebagai the extention of man , eksistensi manusia. Artinya , kodrat, pembawaan, dan kebutuhan manusia adalah berkomunikasi. Seperti dalam menyatakan diri, berbicara, menerima dan mengirim pesan , memahami apa yang dilihat dan didengar, ketika berada dalam suatu lingkungan dan bercengkerama dengan lingkungan serta dengan proses tersebut, manusia menyatakan dan mengembangkan perikehidupan yang bermasyarakat. Mencermati beberapa fungsi media massa yang ditulis Alamsjah Ratu Perwiranegara dalam Rafiq (1989) meliputi fungsi informatif, instruktif, edukatif, persuasif, integratif, dan rekreatif. Berdasarkan fungsi-fungsi ini dapat disimpulkan bahwa media massa sebagai media pembangunan atau proses perubahan ke arah kondisi kehidupan yang lebih baik. Menurut Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1990) membagi tiga tahap perkembangan peradapan manusia yakni Agricultural, industrial, dan information. Pendapat ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki andil dan sumbangan yang sangat besar dalam pembangunan. Sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaannya, komunikasi bermedia mengalami kemajuan pula dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pentingnya peranan media (media sekunder) dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya mencapai komunikan dimana, dan kapan saja. Telepon genggam seringnya disebut handphone (disingkat HP) atau disebut pula sebagai telepon selular (disingkat ponsel) adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line konvensional, namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless). Saat ini Indonesia mempunyai dua jenis jaringan telepon nirkabel yaitu sistem GSM (Global System For Mobile Telecommunications) dan sistem CDMA (Code Division Multiple Access). Selain berfungsi untuk melakukan dan menerima panggilan telepon, ponsel umumnya juga mempunyai fungsi pengiriman dan penerimaan pesan singkat ( short message service, SMS). Mengikuti perkembangan teknologi digital, kini ponsel juga dilengkapi dengan berbagai pilihan fitur, seperti bisa menangkap siaran radio dan televisi, perangkat lunak pemutar audio (mp3) dan video, kamera digital, game, dan layanan internet (WAP, GPRS, 3G). Ada pula penyedia jasa telepon genggam (provider) di beberapa negara yang menyediakan layanan generasi ketiga (3G) dengan menambahkan jasa videophone, sebagai alat pembayaran, maupun untuk televisi online di telepon genggam mereka. Sekarang, telepon genggam menjadi gadget yang multifungsi. Selain fitur-fitur tersebut, ponsel sekarang sudah ditanamkan fitur komputer. Jadi di ponsel tersebut, orang bisa mengubah fungsi ponsel tersebut menjadi mini komputer. Di dunia bisnis, fitur ini sangat membantu bagi para pebisnis untuk melakukan semua pekerjaan di satu tempat dan membuat pekerjaan tersebut diselesaikan dalam waktu yang singkat (http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon _genggam). Pengembangan teknologi telekomunikasi terutama jenis telepon seluler ini membuka lebar penyampaian informasi dan komunikasi secara lebih mudah dan efisien, sehingga dapat memfasilitasi masyarakat dalam berkomunikasi dan membantu memperoleh informasi dengan cepat dan tak terbatas. Dengan demikian, perkembangan ponsel akan lebih mengefisienkan waktu dan sistem kerja dibandingkan dengan komunikasi/ informasi secara manual, yang membutuhkan waktu yang lama dan tempat yang terbatas. Dengan memiliki keunggulan dalam efesiensinya ini, ponsel menjadi salah

satu fenomena komunikasi bermedia yang terus berkembang serta semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat memiliki kebutuhan dan motif beraneka ragam berdasarkan karakteristiknya sosialnya Blumler, Katz dan Gurevitch membuat tipologi kebutuhan manusia yang berhubungan dengan penggunaan media yakni : kebutuhan kognitif, afektif, integratif pesan, integratif sosial dan kebutuhan akan pelarian. Kebutuhan ini dapat terpenuhi dan dipuaskan melalui media massa dan sumber lain. Melalui sumber lain, yakni kebutuhan ini terpenuhi dengan hubungan keluarga, teman, komunikasi interpersonal, maupun mengisi waktu luang dengan berbagai cara. Definisi Operasional Telepon seluler dalam penelitian ini adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line konvensional, namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless). Efektifitas komunikasi dalam penelitian ini dimaksudkan penyampaian/penerimaan informasi dan komunikasi secara lebih mudah dan efisien, dalam memfasilitasi masyarakat dalam berkomunikasi dan membantu memperoleh informasi dengan cepat dan tak terbatas. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat desa adalah masyarakat yang merupakan penduduk Desa Pertumbukan , Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi. Dengan kata lain dalam penelitian ini hanya memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Pertumbukan, yang memiliki dan menggunakan telepon seluler sebagai salah satu sarana media komunikasi. Data pra-riset (19-22 Februari 2008) di Desa Pertumbukan terdata 263 orang yang telah memiliki telepon seluler, dalam hal ini merupakan sebagai populasi. Dan pengambilan sampel mengacu pendapat Winarno Surakhmad (1998) yakni sebesar 20% , karena populasi dianggap homogen, maka diperoleh sampel sebesar 263 x 20% = 54 orang. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan secara probability, dengan acak sederhana. Metode Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni : Data Primer; diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada sampel terpilih. Disamping itu juga dilakukan wawancara terstruktur kepada beberapa sampel untuk memperkuat data yang terkumpul melalui kuisioner. Data Sekunder; diperoleh melalui buku-buku, hasil-hasil penelitian terdahulu, makalah, suratkabar, dan pencarian informasi melalui internet.

Metode Analisis Data Data yang terkumpul seluruhnya akan ditabulasikan ke dalam tabel tunggal dan juga membuat beberapa tabulasi silang berdasarkan tujuan penelitian. Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap : Membuat tabel distribusi frekuensi (f) dan prosentasi (%) serta interpretasi untuk keseluruhan data penelitian selanjutnya mengadakan diskusi dan pembahasan hasil temuan data penelitian Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Wampu merupakan daerah pemekaran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pembentukan 13 (tiga belas) Kecamatan di wilayah kabupaten daerah tingkat II Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Labuhan Batu, dan Langkat, dalam wilayah Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan Wampu merupakan pemekaran dari sebagian wilayah Kecamatan Stabat. Pada awal pembentukan kecamatan ini meliputi : Desa Bingai; Gohor Lama; Stabat Lama; Besilam; Kebun Balok; Bukit Melintang; Gergas; Stabat Lama/ Baru; dan Sumber Mulyo ( http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/1999/043-99.pdf ) Kemudian sekitar tahun 2006 dibentuk Desa Pertumbukan yang wilayahnya sebagian mengambil daerah Desa Bukit Melintang dan Desa Stabat Lama. Karakteristik Responden Responden yang berjumlah 54 orang dalam penelitian ini dilihat dari aspek sosiodemografis-nya mencakup : Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Penghasilan, dan Pekerjaan. Berikut datanya yang ditampilkan dalam bentuk tabel. Tabel 01. Usia Tabel 02. Jenis Kelamin

Dari tabel 01. usia dapat dilihat bahwa responden yang terbanyak terwakili dari kelompok umur 17-21 tahun sebanyak 31,5%, kemudian kelompok umur 22-26 tahun dan 37-41 tahun masing-masing 16,7% dan selanjutnya diikuti oleh kelompok umur 22-26 tahun dan 32-36 tahun masing-masing 13%. Dan tabel 02. jenis kelamin Responden dalam penelitian ini diperoleh laki-laki sebanyak 68,5% dan perempuan sebanyak 31,5%. Tabel 03. Tingkat Pendidikan Tabel 04. Penghasilan

Dari tabel 03. Tingkat pendidikan responden yang terjaring menjadi responden terbanyak dalam penelitian ini adalah tamatan SMA yakni sebesar 40,7%, kemudian diikuti tamatan SD dan SMP pada urutan kedua masing-masing 24,1%, serta tingkat sarjana (S1) sebesar 7,4%. Kemudian tabel 04. mengenai Pendapatan responden yang terbanyak yakni diantara Rp. 500.000. Rp. 1.000.000., yakni sebesar 48,1%, kemudian antara Rp. 1.000.000. Rp. 1.500.000. sebesar 24,1%, serta diikuti tingkat penghasilan Rp. 1.500.000. Rp. 2.000.000. sebesar 14,8%. Tabel 05. Pekerjaan

Tabel 05, Pekerjaan responden terbesar adalah sebagai wiraswasta/ berdagang yakni sebesar 57,4%, kemudian pada kategori lain-lain (petani, pelajar) sebesar 14,8%, serta pegawai swasta sebesar 13%. Kebutuhan Informasi Kebutuhan akan informasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap responden dalam pencaharian informasi melalui penggunaan telepon seluler yang tersaji dalam tabel, dan dapat dilihat sebagai berikut : Tabel. 06 Mencari Informasi Tabel 07. Informasi Sosial

Dari tabel 06, Sikap Responden dalam mencari informasi melalui telepon seluler dinyatakan sangat setuju oleh sebesar 50% , kemudian yang menyatakan setuju sebesar 44,4% , serta dinyatakan kurang setuju oleh sekitar 3,7%. Dan tabel 07, Sebanyak 44,4% responden menyatakan setuju untuk membutuhkan informasi sosial melalui telepon seluler, kemudian sebanyak 38,9% menyatakan sangat setuju serta diikuti sikap ragu-ragu dan kurang setuju masing-masing sebesar 7,4%.
Tabel 08.Harapan dan Kebutuhan Tabel 09. Mengetahui Kondisi Daerah lain

Tabel 08, Mengenai penilaian responden tentang kesesuaian harapan dan kebutuhan, masing-masing sebanyak 44,4% menjawab sangat setuju dan setuju. Kemudian sebanyak 5,6% menjawab ragu-ragu serta menjawab kurang setuju sebesar 3,7%. Dari tabel 09, Sebanyak 48,1% responden sangat setuju dengan penggunaan telepon seluler akan lebih mengetahui keadaan kehidupan diluar daerah. Selanjutnya sebanyak 40,7% menyatakan setuju, serta hanya 5,6% menyatakan tidak setuju.
Tabel 10. Termotivasi Pelajari daerah lain Tabel 11. Penambahan Pengetahuan

Dan dari tabel 10, Dengan adanya telepon seluler responden lebih terdorong untuk mempelajari sesuatu tentang lingkungan sekitar dan luar, untuk ini responden terbanyak menyatakan sangat setuju yakni sebesar 46,3%. Kemudian diikuti pernyataan setuju sebesar 35,2% serta pernyataan tidak setuju sebesar 7,4%. Tabel 11 Telepon seluler sebagai dorongan sarana untuk menambah pengetahuan sesuai dengan kepetingan, baik dari sekitar atau luar lingkungan. Pertanyaan ini terbanyak dijawab responden sangat setuju yakni sebesar 48,1%. Kemudian sebesar 38,9 % menjawab setuju dan diikuti sebesar 7,4% menjawab ragu-ragu. Kebutuhan Diversi Pernyataan-pernyataan kebutuhan diversi dalam penelitian ini yang tersaji dalam bentuk tabel berikut :
Tabel.12 Meringankan Beban Hidup Tabel 13. Telepon seluler Sarana bermain

Tabel 12, Penggunaan telepon seluler untuk melarikan diri dari persoalan kehidupan (meringankan bebab hidup) ternyata responden menjawab tidak setuju yakni sebesar 35,2%. Kemudian menjawab kurang setuju sebesar 25,9% dan diikuti menjawab setuju 16,7%. Dan dari tabel 13, telepon seluler sebagai sarana bermain, ternyata responden menjawab kurang setuju yakni sebesar 25,9%. Kemudian yang menjawab setuju dan tidak setuju masing-masing sebanyak 24,1%. Selanjutnya diikuti sebesar 16,7% untuk jawaban sangat setuju.
Tabel 14. Menimbulkan kesenangan Tabel.15 Meningkatkan Hubungan Silaturahmi

Dari tabel 14, Telepon seluler menimbulkan kesenangan untuk pertanyaan ini responden terbanyak menjawab setuju yakni sebesar 40,7%. Kemudian jawaban sangat setuju sebesar 27,8% serta diikuti jawaban kurang setuju sebesar 16,7%. Kemudian dari tabel 15, Untuk meningkatkan hubungan silaturahmi dengan keluarga dan teman, telepon seluler salah bentuk komunikasi bermedia ternyata sangat membantu, untuk itu sebesar 66,7% responden menyatakan sangat setuju, dan yang setuju dinyatakan oleh responden sebesar 22,2% serta diikuti sikap ragu-ragu sebesar 7,4%.
Tabel. 16 Mengisi waktu luang Tabel. 17 Mencari Persahabatan

Tabel 16, Untuk mengisi waktu luang ataupun di saat santai telepon seluler digunakan responden bersama keluarga semisal menghubungi atau kirim sms kepada keluarga yang jauh dan teman, untuk itu responden sebanyak 37% menyatakan setuju, kemudian yang menyatakan sangat setuju sebesar 22,2%. Namun sebesar 18,5% responden menyatakan ragu-ragu. Kemudian tabel 17, Untuk mencari persahabatan baik dilingkungan sekitar ataupun di luar, responden menyatakan sangat setuju yakni sebesar 50% dan yang menyatakan setuju sebesar 40,7%. Namun terdapat juga responden yang menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju yakni masing-masing sebesar 3,7%.
Tabel 18. Atasi Sulitnya Perekonomian Tabel 19. Atasi masalah kehidupan sosial

Dari tabel 18, Walau secara tidak langsung telepon seluler telah membantu responden untuk memecahkan permasalahan ekonomi keluarga dan untuk ini sebesar 31,5% menyatakan setuju dan diikuti sebesar 22,2% menyatakan sangat setuju. Selanjutnya yang menyatakan ragu-ragu sebesar 20,4%. Dan tabel 19, Walau komunikasi tatap langsung lebih memberi makna dan pengaruh yang lebih besar, namun komunikasi bermedia melalui telepon seluler juga dapat membantu memecahkan masalah kehidupan sosial (lingkungan keluarga, masyarakat, karir/pekerjaan, kesejahteraan) hal ini dijawab setuju oleh responden yakni sebesar 48,1% dan yang sangat setuju sebesar 18,5%. Namun juga terdapat pernyataan responden yang ragu-ragu yakni sebesar 18,5%.
Tabel 20. Melepaskan ketegangan (stress) Tabel 21. Penggunakan telepon seluler bagian gaya hidup

Tabel 20, Dalam melepaskan persoalan sehari-hari yang dapat menimbulkan ketegangan (stress) melalui telepon seluler responden dapat menghubungi seseorang yang dianggap dapat memberikan jalan keluar jikalau untuk menjumpai seseorang secara langsung tidak memungkinkan. Untuk ini responden yang menyatakan setuju sebesar 40,7% dan diikuti sebesar 31,5% yang menyatakan sangat setuju. Selanjutnya terdapat responden yang menyatakan ragu-ragu yakni sebesar 13%. Tabel 21, Penggunakan telepon seluler sudah menjadi kebiasaan sehari-hari dan telepon seluler selalu mendampingi aktivitas responden (gaya hidup) , pernyataan ini disikapi oleh responden dengan menjawab sangat setuju yakni sebesar 48,1% dan diikuti sikap setuju yakni 38,9%. Kemudian sikap ragu-ragu diakui responden yakni sebesar 7,2%. Kebutuhan Identitas Personal Dalam memenuhi kebutuhan indentitas personal dalam penggunaan telepon seluler dalam hasil temuan penelitian ini yang disajikan dalam bentuk tabel dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 22. Membantu berkreasi Tabel 23. Kerjasama dengan pihak lain

Tabel 22, Mencari ide/ pemikiran untuk berkreasi/berwirausaha, telepon seluler juga dapat membantu. Hal ini diakui oleh responden sebesar 57,4% menyatakan setuju dan diikuti sangat setuju oleh sebesar 27,8%, serta yang ragu-ragu dan kurang setuju masingmasing sebesar 7,4%. Tabel 23, Keberadaan telepon seluler sudah membantu menjalin kerja sama usaha dengan pihak lain, untuk peryataan ini sebesar 53,7% responden menyatakan sangat setuju dan 29,6% menyatakan setuju, tentu saja dengan adanya teknologi ini sangat memungkinkan seseorang dapat mengubungi orang lain di tempat yang jauh dan ini sangat efektif jika kalau harus menjumpainya secara langsung. Namun terdapat sebesar 11,1% responden yang merasa ragu-ragu.
Tabel 24.Relasional dengan pihak lain Tabel 25.Informasi aktifitas

Tabel 24, Terjalinnya hubungan dengan orang lain akan membantu untuk melancarkan/meningkatkan kerjasama usaha/kegiatan dengan pihak lain (relasional), untuk ini sebesar 46,3% responden menyatakan sangat setuju dan yang setuju sebesar 35,2% serta responden yang merasa ragu-ragu sebesar 13%. Dan tabel 25, Untuk mendapatkan informasi tentang dunia usaha/kegiatan dengan pihak lain, telepon seluler bagi masyarakat desa telah sangat membantu. Untuk itu responden yang menyatakan setuju sebesar 46,3% dan sangat setuju sebesar 35,2% .
Tabel 26. Meningkatkan kerjasama usaha Tabel 27.Tingkatkan ekonomi masyarakat

Tabel 26, Dalam membantu masyarakat melancarkan/meningkatkan kerja sama usaha dengan pihak lain, diakui responden dengan menyatakan setuju yakni sebesar 48,1% dan untuk sangat setuju sebesar 35,2%, serta diikuti sebesar 9,3% responden yang merasa ragu-ragu. Tabel 27, Penilaian responden terhadap keberadaan telepon seluler telah membantu meningkatkan perekonomian masyarakat adalah sebagai berikut, sebesar 35,2% menyatakan setuju dan sebesar 24,1% menyatakan sangat setuju. Alasan pernyataan ini karena adanya telepon seluler akan membuka isolasi informasi sehingga dapat membuka cakrawala ide atau untuk berkreasi dari potensi yang ada. Namun sebesar 18,5% menyatakan kurang setuju.
Tabel 28.Informasi dunia usaha

Tabel 28, Hampir sama dengan tabel sebelumnya, hal ini lebih pada tingkat awal adanya penggunaan telepon seluler bagi masyarakat Desa Pertumbukan. Dalam pengembangan jaringan tentu akan membawa dampak-dampak positif yang diharapkan si pengguna. Untuk ha ini responden yang menyatakan setuju sebesar 48,1% dan sangat setuju sebesar 33,3 %, serta terdapat juga responden yang merasa ragu-ragu untuk pernyataan ini yakni sebesar 14,8%. Penggunaan Telepon seluler Penggunaan telepon seluler bagi responden dalam penelitian ini akan meliputi diantaranya pengalaman responden dalam pengalaman dan penggunaan telepon seluler, biaya pembelian pulsa dan sebagainya. Untuk lebih lanjut dapat disimak dibawah ini yang tersaji dalam bentuk tabel.

Tabel 29. Penggunaan telepon seluler

Tabel 30. Sistem Ponsel yang Digunakan

Tabel 29, Melihat pengalaman responden tentang menggunakan atau memiliki telepon seluler dapat dilihat pada tabel diatas yakni sebesar 33,3% telah memiliki atau menggunakan telepon seluler kurang dari 1 tahun, kemudian terdapat sebesar 18,5% sudah 4 tahun serta untuk sudah 2 atau 3 masing-masing sebesar 16,7%. Tabel 30, Penggunaan jenis telepon seluler bagi responden hampir mayoritas menggunakan jenis GSM yakni sebesar 96,3% dan hanya 3,7% yang menggunakan jenis CDMA. Hampir mayoritas penggunaan jenis GSM disebabkan ketersediaan sarana dan prasarana di lokasi penelitian lebih memadai, kuatnya penerimaan sinyal ataupun varian telepon seluler untuk jenis ini lebih banyak dan lebih murah, terutama harga bekas.
Tabel 31. Alasan menggunakan Ponsel Tabel 32. Percakapan melalui Ponsel perhari

Tabel 31,Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong responden untuk menggunakan telepon seluler adalah alasan mencari informasi merupakan faktor yang terbesar dipilih responden yakni sebesar 72,2%, kemudian untuk menambah pengetahuan diakui responden sebesar 13% seta diikuti alasan untuk mengawasi lingkungan/ pengawasan sosial yakni sebesar 5,6%. Tabel 32, Total lamanya melakukan percakapan melalui telepon seluler dalam sehari responden yang terbanyak melakukannya adalah antara 15-30 menit yakni sebesar 38,9%, kemudian dibawah 15 menit yakni sebesar 37% serta diikuti lebih dari 60 menit yakni sebesar 13%.
Tabel 33.Penggunaan SMS Dalam sehari Tabel 34. Kualitas suara

Tabel 33, Salah satu fasilitas fitur yang dimiliki telepon seluler dalam berkomunikasi secara tulisan adalah sms, fitur ini digunakan untuk mengirim pesan-pesan singkat. Responden menggunakan fitur ini sebanyak kurang dari 5 kali yakni sebesar 40,7%, kemudian 5-10 kali sebanyak 38,9%, serta diikuti yang menggunakan sebanyak 10-15 kali dalam sehari yakni sebesar 11,1%. Tabel, 34, Penilaian responden tentang kualitas suara yang didengar percakapan melalui telepon seluler dinilai jelas yakni sebesar 59,3%, kemudian dirasakan sangat jelas yakni sebesar 33,3%, serta diikuti sebesar 5,6% untuk peryataan ragu-ragu.
Tabel 35. Biaya percakapan melalui Ponsel Tabel 36. Biaya SMS

Tabel 35, Mengenai biaya percakapan melalui telepon seluler diakui responden sebesar 37% adalah mahal, namun peryataan yang bertolak belakang diakui responden yang menyatakan biaya percakapan melalui telepon seluler dianggap murah yakni sebesar 35,2% hal ini diakui responden bila menimbang jarak dan waktu yang harus dihabiskan bila akan menemui seseorang di suatu tempat yang jauh. Dan yang terakhir diakui sangat mahal oleh responden yakni sebesar 18,5%. Tabel 36, Penilaian mengenai biaya penggunaan sms, diakui responden sangat murah yakni sebesar 66,7%, kemudian terdapat sebesar 14,8% yang menyatakan mahal, kemudian sebesar 11,1% merasa ragu-ragu untuk memberikan pernyataan.
Tabel 37. Biaya pembelian pulsa perbulan Tabel 38. Kesesuaian Biaya dengan Percakapan

Tabel 37, Biaya pembelian pulsa yang dikeluarkan oleh responden rata-rata selama sebulan yang terbanyak adalah sekitar Rp. 50.000,- s/d Rp. 100.000,- (35,2%), kemudian kurang dari Rp. 50.000,- (25,9%), serta diikuti pembelian lebih dari Rp. 200.000,(14,8%). Tabel 38, Pendapat responden mengenai perbandingan biaya percakapan dengan waktu percakapan dinyatakan sebagian besar oleh responden tidak sebanding yakni sebesar 51,9% dan yang menyatakan sebanding sebesar 48,1%.
Tabel 39. Faktor penyebab ketidakseimbangan Tabel 40. Perkembangan Pengguna Ponsel di desa

Tabel 39, Faktor penyebab ketidakseimbangan diasumsikan responden karena biaya percakapan terlalu tinggi (biaya talk time dianggap mahal) yakni dirasakan oleh responden sebesar 44,4%, kemudian tingkat ekonomi masyarakat masih rendah diasumsikan 22,2% oleh responden. Kemudian faktor penyebab lainnya sebesar 18,5%, diantaranya adalah responden merasa khawatir kehabisan pulsa. Tabel 40, Melihat perkembangan pengguna telepon seluler diakui responden untuk di daerahnya tergolong maju (51,9%), kemudian dianggap sangat maju (44,4%), namun terdapat penilaian responden yang ragu-ragu dan kurang maju terhadap perkembangan pengguna telepon seluler di desanya yakni masing-masing sebesar 1,9%. Sikap Terhadap Kehadiran Telepon seluler Sikap ataupun pendapat responden dalam penelitian ini adalah meliputi beberapa kriteria tentang seputar kehadiran teknologi komunikasi dan informasi khususnya telepon seluler yang akan disajikan dalam bentuk tabel dapat diperhatikan dibawah ini. Tabel 41. Membantu kesejahteraan masyarakat desa

Tabel 41, Kehadiran telepon seluler walau secara tidak langsung telah memberikan bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini diakui responden yakni sebesar 57,4% dan yang menolak pernyataan tersebut sebesar 42,6%.

Tabel 42. Pengalaman Peningkatan Yang Dialami

Tabel 42 Peningkatan kesejahteraan yang dirasakan menurut responden adalah Peningkatan kualitas pengetahuan, pendidikan dan SDM Masyarakat yakni sebesar 35,2% , kemudian Peningkatan ekonomi/kesejahteraan masyarakat sebesar 9,3% dan diikuti Peningkatan Potensi SDA (pertanian, peternakan) yakni sebesar 7,4%.

Tabel 43. Dampak Negatif Telepon seluler

Dari Tabel 43, Mengenai dampak yang dirasakan responden dengan hadirnya telepon seluler menyebabkan pengeluaran semakin bertambah yakni diakui sebesar 33,3%, kemudian Telepon seluler hanya menjadi gaya hidup hal ini diakui responden sebesar 7,4%. Kemudian dampak lainnya yakni mayarakat menjadi konsumtif yakni sebesar 1,9% dirasakan responden. Tabel 44. Pendapat masyarakat Desa adanya Telepon seluler

Untuk tabel 44, Dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti mengenai pendapat masyarakat tentang kehadiran Telepon seluler di Desa Pertumbukan, dirasakan responden yakni sebesar 61,1 % menyatakan Sangat membantu hubungan komunikasi dgn keluarga, teman dan pekerjaan tanpa terkendala jarak. Kemudian memudahkan untuk mencari informasi dan menambah pengetahuan/pendidikan, hal ini dirasakan oleh responden yakni sebesar 18,5%, serta dapat mengetahui atau menambah wawasan tentang keadaan/kehidupan di tempat lain (11,1%).

Pembahasan Masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan informasi termasuk informasi sosial sangat memerlukan hal ini terkait dengan sistem jaringan sosial yang terdapat di sekitar atau diluar lingkungannya yang pada gilirannya dapat memberikan pengetahuan atau menambah pengalaman. Masyarakat desa merasa dengan penggunaan telepon seluler ini sesuai dengan harapan dan kebutuhan. Penggunaan telepon seluler dalam memenuhi kebutuhan diversi ; merupakan upaya melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; bagi masyarakat desa sangat membantu terutama menimbulkan perasaan senang terkait dengan meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari

persahabatan yang lebih luas. Namun tidak untuk melarikan atau melepaskan diri dari persoalan kehidupan dan kesulitan hidup. Kebutuhan identitas personal (Personal identity), yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai. Hasil temuan ini menggambarkan bahwa keberadaan telepon seluler telah membantu masyarakat desa untuk mencari ide/pemikiran untuk berkreasi, menjalin serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik didalam lingkungan sekitar maupun di luar. Poin-poin ini secara tidak langsung diakui akan membantu responden dan masyarakat dapat meningkatkan perekonomiannya. Penggunaan telepon seluler di Desa Pertumbukan mengalami kemajuan yang sangat pesat, hingga saat ini jumlah pengguna telepon seluler di desa ini mencapai kirakira 80% (wawancara dengan Majidul Fahmi, tgl 20/2/08). Jenis telepon seluler yang familiar dengan responden adalah sistem GSM hal ini disebabkan ketersediaan sarana dan prasarana di lokasi penelitian lebih memadai, kuatnya penerimaan sinyal ataupun varian telepon seluler untuk jenis ini lebih banyak dan lebih murah, terutama harga yang bekas. Kemudian faktor utama yang mendasari penggunaan telepon seluler diakui oleh responden adalah untuk mencari informasi. Dalam kegiatan sehari-hari telepon seluler sudah menjadi pelengkap terutama untuk kemudahan untuk berkomunikasi. Pola penggunaan telepon seluler bagi masyarakat yakni cenderung menggunakan SMS karena biayanya relatif murah bila dibanding jika melakukan percakapan melalui telepon seluler. Sikap masyarakat terhadap hadirnya telepon seluler dewasa ini dirasakan telah memberikan kemudahan berkomunikasi, mencari informasi, dan menambah wawasan, dan hal ini menunjang efektivitas dalam komunikasi bermedia. Namun terdapat hal-hal yang perlu diantisipasi terhadap dampak negatifnya, misalnya telepon seluler dijadikan sarana untuk menyimpan photo/video porno, tentu saja hal ini tidak baik untuk anak-anak remaja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Masyarakat Desa Pertumbukan memerlukan telepon seluler (media komunkasi) untuk memenuhi kebutuhan informasi termasuk informasi sosial bagi hal ini terkait dengan sistem jaringan sosial yang terdapat disekitar atau diluar lingkungannya yang pada gilirannya dapat memberikan pengetahuan atau menambah pengalaman, dan ini sesuai dengan harapan dan kebutuhan mereka. Keberadaan telepon seluler dapat dijadikan salah satu upaya melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; dan bagi masyarakat Desa Pertumbukan karena menimbulkan perasaan senang terkait dengan meningkatnya hubungan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari persahabatan yang lebih luas. Keberadaan telepon seluler telah membantu masyarakat Desa Pertumbukan untuk mencari ide/pemikiran untuk berkreasi, menjalin serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik didalam lingkungan sekitar maupun di luar dan secara tidak langsung diakui dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan perekonomiannya. Dalam kegiatan sehari-hari telepon seluler sudah menjadi pelengkap terutama untuk kemudahan untuk berkomunikasi. Pola penggunaan telepon seluler bagi masyarakat yakni cenderung menggunakan SMS karena biayanya relatif murah bila dibanding jika melakukan percakapan melalui telepon seluler. Kehadiran telepon seluler telah memberikan kemudahan berkomunikasi, mencari informasi, dan menambah wawasan, dan hal ini menunjang efektivitas dalam komunikasi bermedia. Namun terdapat hal-hal yang perlu diantisipasi terhadap dampak negatifnya.

Saran Telepon seluler salah satu media komunikasi yang sangat pesat perkembangannya dan populer telah memberikan kemudahan dalam berkomunikasi, mencari informasi, dan menambah wawasan bagi masyarakat serta dapat membantu peningkatan perekonomian masyarakat, sebaiknya pemerintah dan pihak operator seluler memberikan kemudahan dengan membuat regulasi untuk menurunkan biaya operasionalnya. Bagi masyarakat dihimbau untuk menggunakan media telepon seluler secara bijaksana dan memberikan manfaat yang positif. DAFTAR PUSTAKA Blumler, Jay.G. & Elihu Katz, 1994 , The Uses of Mass Communications Current Perspectives on Gratification Research, vol. III, London, Sage Publications. Blumler, Jay G., 1998, The Role of Theory in Uses and Gratification Studies , London, Sage Publication. Efenddy,Onong Uchjana, 2003, Ilmu, Teori Dan Filsafat Ilmu, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti. ____________, 2000, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. ____________, 1993, Dinamika Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya. Fidler, Roger, 1997, Mediamorfosis: Understanding New Media, Thousand Oaks, California , Pine Forge Perss. Kriyantono, Rachmat, 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, Kencana. Leung, Louis dan Ran Wei, 2000, More than just talk on the move: Uses and gratifications of the cellular phone, Journalism and Mass Communication Quarterly, Summer, ABI/INFORM Global Muchati, 1972, Media Massa dan Penerimaan Khalayak, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya. Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada. ___________, 2005, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada. Palmgreen, Philip, 1991, Media Gratification Research, London, Sage Publication. Palmgreen, Wenner, Rosengren, Karl, Erik, 1991, The Models of Uses and Gratifications, London , Sage Publication. Rakhmat, Jalaluddin, 2001, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. ___________, 2004, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung, PT. Remaja RosdaKarya. Severin, W.J., James W. Tankard, Jr., 2005, Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa, Edisi Kelima, Jakarta, Prenada Media. Singarimbun, Masri, 2000, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES Printing. Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar Metoda Teknik, Tarsito, Bandung , 1998. Umar, Husein, 2002, Metode Riset Komunikasi Organisasi, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. West, Richard dan Lynn H. Turner, 2008, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, Jakarta, Salemba Humanika. Wiryanto, 2000, Teori Komunikasi Massa, Jakarta, Grasindo. Lain-Lain

Damayanti,Hilda , 2007, Dampak Penggunaan Telepon Seluler (Handphone), hildadamayanti@yahoo.com/hild4.wordpress.com - diakses tgl 2/02/08 . Junaedi, Fajar, 2005, Teori Komunikasi Massa Terhadap Individu, http://komunikasimassa-umy.blogspot.com/2005/11/teori-komunikasi-massaterhadap.html, diakses tgl 31/3/08 Saprudin,Wawan, 2005, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005 /0105/20/cakrawala/ lainnya01.htm, diakses tgl 18/1/08. Yusup, Pawit M.,2003, Komunikasi, Media, Sumber-Sumber Informasi, dan beberapa contoh Aplikasi Teori Komunikasi Massa Kontekstual, http://bdg.centrin. net.id/~pawitmy/ -diakses tgl 26/3/08 ____________, 2001, Communication Contexts, http://www.uky.edu/~drlane/capstone/ contexts.htm , diakses tgl 26/8/07 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0405/05/telkom/1002910.htm - diakses tgl 2/03/08. http://www.majalahindonesia.com/ divakar_goswami.htm- diakses tgl 2/02/08. http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon _genggam- diakses tgl 8/02/08. http://data.un.org/ diakases tgl 12/5/08 http://www.pintunet.com/lihat_opini.php? pg=2007/10/27102007/65568 - diakses tgl 11/4/08

Potensi Radio Komunitas Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar Sumatera Utara Oleh : Parulian Sitompul3 Abstract The topic of research in this article is Potency Community Radio of Epiginosko to Development Society Merchant of Pasar Horas in Pematang Siantar City. As for problems to this research is how potencial Radio of Epiginosko to develop society merchant of Pasar Horas in Pematang Siantar City. This Research require to be conducted because pursuant to perception of writer of existence of this radio is in the reality woke up by community merchant of Lease of Horas Pematang Siantar. Desire of the merchant community develop; build that community radio is expected will be able to give respective information contribution with community dynamics merchant Lease of Horas. To facilitate and more directional in executing of this research, hence as research method which was used in this research was research survey by approach descriptive. As for becoming population of this research are 540 community Mrchant of Market in Pematang Siantar. But because limitation of time, fund and readiness of researcher to check all community merchant of Market of Horas Pematang Siantar, hence taken some of pupulation become research sample with amount 10% from totalizing population become 54 responders. As for result of from this research is seen from cognate motivation aspect very agree with existence of community radio of Epiginosko. Motivation version with existence of radio of community get easiness in life of them. Identity motivation of personal with existence of community radio and also push community to get opportunities of hero/ commerce in Pasar Horas Pematang Siantar. Key words: Community radio, development, society of Pasar Horas A. Latar Belakang Masalah Perkembangan media massa di Indonesia mengalami kemajuan pesat sejak terjadinya perubahan kebijakan tentang Sistem Penyiaran di Indonesia. Perubahan yang terjadi seiring dengan perubahan kebijakan politik yang terjadi Pasca Reformasi ( setelah tahun 1998 ). Pada era Pasca Reformasi, regulasi tentang pendirian media massa mengalami kemudahan. Keadaan ini berdampak munculnya media massa baik cetak maupun elektronik. Demikian juga halnya dengan hadirnya TV, Radio Swasta Nasional. Saat ini tercatat ada 1 lembaga penyiaran publik dengan jangkauan nasional yaitu TVRI, 10 lembaga penyiaran TV Swasta dengan jangkauan nasional, serta 56 lembaga penyiaran TV Swasta lokal yang tersebar di berbagai daerah. Demikian juga dengan radio swasta yang tergabung dalam PRSSNI ada sekitar 84 radio swasta siaran berdiri di Provsu (PRSSNI 2006). Pasca Reformasi juga menimbulkan iklim yang kondusif lahirnya proses demokratisasi , yang selama era orde baru proses ini belum berlangsung optimal. Dalam proses demokratisasi inilah peran media massa sangat diperlukan untuk memotivasi, menyadarkan bahkan menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Proses demokratisasi yang sedang berlangsung didukung oleh semangat otonomi daerah, yang memberi peluang bagi daerah untuk menciptakan sumber pendapatan
3

Penulis adalah Peneliti Muda bidang Komunikasi Sosial pada BBPPKI Medan.

sendiri, serta Undang-undang Penyiaran No. 32/2002 yang memberi peluang bagi tumbuhnya stasiun televisi swasta berbasis daerah, lembaga penyiaran publik lokal ( TV/Radio Publik Lokal ), serta lembaga penyiaran komunitas ( TV / Radio Komunitas ) memberi kesempatan bagi pengelola media massa untuk berperan secara optimal membangun daerahnya. Kehadiran lembaga penyiaran komunitas (TV dan Radio Komunitas) dapat memberi kontribusi yang sangat berarti bagi suatu daerah, terutama sebagai sarana untuk mensosialisasikan kebijakan Pemerintah Daerah di tingkat Lokal dan sebagai sarana mempromosikan potensi daerah, sehingga dapat berdampak kepada peningkatan pemasukan pendapatan daerah tersebut. Kota Pematang Siantar merupakan wilayah yang sangat potensial di Propinsi Sumatera Utara. Sektor pariwisata, perdagangan dan peternakan merupakan potensi yang dapat dioptimalkan agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD ). Dengan potensi daerah yang dimiliki, optimalisasi fungsi lembaga penyiaran Radio Komunitas dapat mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dari kondisi sekarang. Dasar pertimbangan yang lebih spesifik dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Potensi daerah di Kota Pematang Siantar di sektor pariwisata, perdagangan, peternakan, dan industri kecil perlu dioptimalkan melalui kemasan program siaran yang mengedepankan upaya-upaya agar masyarakat bersedia berpartisipasi meningkatkan potensi daerahnya. 2. Potensi-potensi dalam bidang pariwisata peternakan, perdagangan dan industri kecil perlu dilakukan promosi melalui Radio Komunitas agar dapat menarik minat investor lokal maupun luar negeri untuk menanamkan investasinya di Kota Pematang Siantar. 3. Kehadiran Radio Komunitas dapat memberi kemudahan bagi masyarakat di Kota Pematang Siantar untuk mendapatkan informasi perdangan dengan biaya yang terjangkau dan kualitas siaran yang baik . Berdasarkan permasalahan inilah, penulis menganggap perlu dilakukannya suatu penelitian untuk mengetahui bagaimana sebenarnya bagaimakah Potensi Radio Komunitas Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut, bagaimakah Potensi Radio Komunitas Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar. Adapun permasalahan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah motivasi Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi daerah? 2. Apakah jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas Epiginosko ? 3. Kapankah Waktu dan bagaimanakah frekuensi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko? 4. Dimanakah lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ? C. Pembatasan Masalah Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Siaran Radio Komunitas baik yang berbentuk berita maupun informasi umum tentang potensi daerah Kota Pematang Siantar. 2. Daerah penelitian ini adalah di Kota Pematang Siantar 3. Responden penelitian ini adalah masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui motivasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi daerah . 2. Mengetahui Jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas. Epiginosko 3. Mengetahui waktu mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar . 4. Mengetahui Lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko di Kota Pematang Siantar. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah pusat Departemen Komunikasi dan Informatika dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan radio komunikator. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota P. Siantar agar dapat mendorong dalam pengembangan radio komunikator di P. Siantar. 3. Sebagai bahan masukan bagi pengelola managemen radio komunitas epiginosko dalam upaya peningkatan dan pengembangannya. E. Uraian Teoritis Penelitian ini membahas tentang bagaimana masyarakat mendapatkan informasi daerah melalui Radio Komunitas. Mengadopsi kepada karakteristik media massa maka keberadaan Radio Komunitas dapat dijelaskan fungsi dan peranannya dalam kerangka teoritis mengenai komunikasi massa. Seperti yang dikemukakan Melezke (1963) yang dikutip oleh Rakhmat, 1981 mengartikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. Dibanding dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, komunikasi massa mempunyai ciri-ciri (dikutip dari Effendi (1993:22-26) adalah : 1. Komunikasi massa berlangsung satu arah. Dalam hal ini tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunmikator. Dengan kata lain, komunikator tidak mengetahui tanggapan khalayak (komunikan) terhadap pesan yang disampaikan. 2. Komunikator pada komunikasi massa merupakan lembaga, yakni satu institusi atau organisasi. Karena komunikator pada komunikasi massa bertindak atas nama lembaga, maka ia bertinndak sesuai dengan kebijaksanaan ( policy) media yang memilikinya. Ia tidak mempunyai kebebasan sebagai individu. 3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Maksudnya pesan ditujukan kepada umum, bukan kepada perseorangan atau kelompok tertentu. 4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Artinya khalayak menerima secara serempak (simultan ) pesan yang disampaikan melalui media massa. 5. Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen. Artinya komunikan atau khalayak merupakan masyarakat yang heterogen. Keberadaannya terpencar, satu sama lain tidak saling mengenal dan tidak melakukan kontak pribadi, masing-masing

berbeda latar belakang sosialnya seperti usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, pengalaman dan sebagainya. Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Mass Media Uses and Gratifications . Model Mass Media Uses and Gratifications menurut para pendirinya menyatakan bahwa awal kebutuhan secara psikologis dan sosial individu menimbulkan harapan tertentu kepada media massa atau sumber lain. ( Katz, Blumler, Gurevitch, 1974 : 19 32). Dalam penelitian ini tidak semua komponen yang ada dalam model Mass Media Uses and Gratifications diteliti. Penelitian ini akan mendeskripsikan tentang: 1. Bagaimanakah motivasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi daerah ? 2. Apakah Jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas Epiginosko ? 3. Kapankah Waktu masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ? 4. Dimana Lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ? Anteseden Media Variabel Individual Identitas Motif Penggunaan Efek

- Kognitif - Waktu - Kepuasan - Diversi - Frekuensi - Ketergantungan - Isi - Pengetahuan Personal - Jenis Isi

Variabel Lingkungan
Sumber : Jalaluddin Rahmat, 1985

Model ini dimulai dengan Variabel Anteseden yang terdiri dari Variabel Individual yaitu antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Variabel Lingkungan juga masih merupakan bagian dari Variabel Anteseden yang biasanya terdiri dari lingkungan sosial, afiliasi kelompok, organisasi dan lain sebagainya. Masyarakat dalam model penelitian ini memiliki kebutuhan dan motif beraneka ragam berdasarkan karakteristik sosialnya. Katz, Blumler, Gurevitch membuat tipologi kebutuhan manusia yang berhubungan dengan penggunaan media yang meliputi : 1. Kebutuhan Kognitif 2. Kebutuhan Afektif 3. Kebutuhan Integratif Pesan 4. Kebutuhan Integratif Sosial 5. Kebutuhan akan pelarian Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dan dipuaskan melalui media massa dan sumber lain . Melalui sumber lain , kebutuhan dapat terpenuhi melalui hubungan dengan

keluarga, teman, komunikasi interpersonal, maupun mengisi waktu luang dengan berbagai cara. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini memang memodifikasi efek media massa terhadap sikap individu. Dalam pembahasan dan kerangka teoritis, media massa di sini dimaknai sebagai Radio Komunitas Epiginosko. Kebutuhan melalui media massa dapat dipenuhi dengan membaca surat kabar dan majalah, mendengarkan radio serta menonton televisi. Dalam penelitian ini, model Mass Media Uses and Gratifications diadaptasi untuk meneliti hubungan antara motif masyarakat dengan penggunaan radio. Chaffe (1980) dalam Rakhmat (1985:215-217), mengemukakan tiga pendekatan untuk melihat efek media massa. Pertama, pendekatan yang berkaitan dengan pesan media massa. Kedua, pendekatan dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada khalayak. Seperti penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap dan perubahan perilaku (perubahan kognisi, afeksi, dan behavioral). Dan ketiga, meninjau satuan observasi yang dikenai efek media massa. Pendekatan tersebut, menurut Gonzales (1978; dalam Jahi, 1988:17), disebut tiga dimensi efek komunikasi massa, yaitu : ( 1) efek kognitif yang meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan; (2) efek afektif yang berhubungan dengan emosi, perasaan, dan sikap; sedang (3) efek konatif erat hubungannya dengan niat dan kecenderungan berperilaku menurut cara tertentu. Marat (1981:124), mengungkapkan bahwa komponen kognitif dan afektif banyak dipengaruhi oleh media komunikasi seperti film, surat kabar, radio, dan televisi. Teori belajar sosial dari Bandura (1977), menjelaskan efek prososial dari media massa itu sendiri. Ketika membicarakan motif, peneliti perlu mengawali dengan meletakkan konsepsi manusia karena yang diteliti adalah motif manusia. Konsep manusia yang dibahas dalam penelitian ini adalah konsepsi Psikologi Humanistik yang melihat manusia sebagai manusia seutuhnya. Tidak seperti pandangan Psikoanalisis yang cenderung menganggap manusia hanya dipengaruhi oleh naluri hewaninya dan Behaviorisme yang melihat manusia sebagai robot tanpa jiwa dan nilai. Kedua pandangan yang tadi disebutkan tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak mampu menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan membangun seperti cinta, kreativitas, nilai , makna, dan pertumbuhan pribadi (Rakhmat, 2001 : 30 ). Manusia adalah pencari makna, dalam pertumbuhannya manusia memerlukan orang lain. Dengan kata lain, hidup manusia lebih bermakna ketika manusia itu melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang membangun . Menurut Carl Rogers dalam konsepsi Humanistik ini, manusia mempunyai prilaku meningkatkan, mempertahankan dan pengaktualisasian diri. Berkaitan dengan prilaku manusia, William Mc.Dougall mengemukakan faktorfaktor personal yang menentukan prilaku manusia. Manusia memiliki faktor-faktor personal (internal) antara lain sikap, instink, kepribadian, sistem kognitif, dan motif ( Rakhmat, 2001:33). Secara Etimologis, motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu motivas yang berarti alasan dasar , pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau ide pokok yang selalu berpengaruh terhadap tingkah laku manusia ( Kartono, 1988 : 153). Sedangkan menurut Wahyusumidjo, motivasi merupakan proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan pada seseorang yang timbul karena adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik (Wahyusumidjo , 1984:178 )

Dari pendapat di atas, dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor intrinsik dalam diri manusia dapat timbul berdasarkan kepribadian, sikap, harapan, dan kebutuhannya (need). Kebutuhan inilah yang menimbulkan motif. Motif merupakan salah satu faktor pembentuk prilaku seseorang dalam menanggapi sesuatu. Motif merupakan daya yang timbul dari dalam diri yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Menurut tafsiran sosiologis Max Webber , motif merupakan deskripsi verbal yang memberikan gambaran, penjelasan atau dasar kebenaran tingkah laku yang telah dilakukan (Turner, 1984). Menurut Yoseph Klapper (Rakhmat, 2001: 198) pengaruh Komunikasi Massa ditentukan oleh faktor-faktor predisposisi personal, keanggotaan kelompok dan proses selektif atau biasa juga disebut faktor personal. Di dalam faktor personal inilah terdapat motif yang memberikan asumsi tertentu bagi orang dalam menanggapi sesuatu. Jadi dapat dikatakan motif mempengaruhi seseorang dalam memilih sesuatu termasuk juga dalam memilih media massa dan mengkonsumsi isinya. Demikian juga halnya motif menggunakan telepon pedesaan sabagai salah satu sarana berkomunikasi . Dalam kata lain Efektifitas sebuah proses komunikasi ditentukan oleh tiga faktor, menurut Rakhmat (1989:62), ketiga faktor itu adalah sebagai berikut : 1. Faktor Komunikator Komunikator dalam model ini harus memiliki kredibilitas, daya tarik dan kekuasaan. Kredibilitas terdiri dari dua unsur yaitu keahlian dan kujujuran. Keahlian diukur dengan sejauhmana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang benar. Sedangkan kejujuran dioperasionalkan dengan persepsi komunikan tentang sejauhmana komunikan tidak memihak dalam penyampaian pesan. Daya tarik ukur dari kesamaan, familiaritas dan kesukaan. Kekuasaan dioperasionalkan dengan tanggapan komunikan tentang kemampuan komunikator untuk memberikan ganjaran, kemampuan untuk meneliti apakah komunikan mengikuti pesan yang disampaikan atau tidak. 2. Faktor Pesan Pesan terdiri dari struktur pesan, gaya pesan, imbauan pesan. Pertama, struktur pesan ditunjukkan dengan pola penyimpulan, pola urutan argumentasi dan pola objektifitas. Prinsip-prinsip yang harus dianalisis adalah sebagai berikut : 1. Perceived Control adalah kemampuan komunikator untuk melakukan pengawasan apakah komunikan itu tunduk kepada pesan atau tidak. 2. Perceived Concern adalah kemampuan komunikator untuk melakukan penelitian/mersa peduli apakah komunikan tunduk kepada pesan. 3. Perceived Security adalah kemampuan komunikator untuk memperhatikan/menyelidiki apakah komunikan itu tunduk kepada pesan. Kedua, gaya pesan menunjukkan variasi linguistik dalam penyampaian pesan (perulangan, mudah dimengerti, perbendaharaan kata). Ketiga, Appeals (imbauan) pesan mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan (rasional, emosional, reward appeals, fear appeals ). Menurut Cultip dan Center dalam Susanto (1982:138) mengatakan bahwa pesan yang efektif adalah pesan yang memiliki 7 C yaitu : 1. Credibility yaitu nilai kepercayaan khalayak atau publik kepada komunikator. 2. Context yaitu faktor yang menghubungkan isi pesan dengan keadaan lingkungan yang ada. 3. Contents yaitu faktor makna dan arti yang tersimpulkan dalam pesan terutama memperhatikan apakah pesan dipahami oleh komunikan.

4. Clarity adalah faktor kesederhanaan dan jelas tidaknya perumusan yang digunakan dalam pesan 5. Continuity adalah pesan yang bersifat kesinambungan 6. Consistency adalah ada tidaknya pertentangan / pebedaan dalam bagian-bagian ataukah terdapat suatu pengulangan dengan variasi di dalamnya. 7. Capability adalah faktor yang terakhir dalam penelitian pesan untuk disebarkan kepada komunikan. 3. Faktor media Media yang diteliti adalah Radio Komunitas dengan asumsi semakin lengkap sarana dan prasarana yang disediakan untuk proses komunikasi maka hasil yang akan diperoleh akan semakin tampak lebih sempurna walaupun kadangkala banyak kendala yang harus dijumpai. F. METODOLOGI PENELITIAN F.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Survey. Metode ini digunakan karena penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menyebarkan kuesioner kepada responden terhadap sampel yang telah ditentukan. F.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah dilakukan di Kota Pasar Horas Pematang Siantar . F.3 Populasi dan Sampel Adapun populasi dalam penelitian ini adalah komunitas Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar. Sementara sampel dalam penelitian ini adalah pendengar Radio Komunitas Epiginosko yaitu Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 54 orang terdiri dari para pedagang di Pasar Horas Kota Pematang Siantar. Pengambilan sampel tersebut diambil 10 % jumlah populasi. Metode ini digunakan berdasarkan penjelasan suharsimi arikunto, menyebutkan jika jumlah populasi dari 100 orang maka dapat diambil samnpel antara 10 %, 15% hingga 20 %. F.4 Metode Pengumpulan Data a. Pengkajian Kepustakaan, yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data dari literatur dan bahan bacaan yang ada hubungannya dengan masalah dalam penelitian ini. b. Penyebaran Kuesioner F.5 Metode Analisis Data Analisa data dilakukan secara deskriptif, karena penelitian ini adalah penelitian survey dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang telah ditentukan. Dari data tersebut dianalisa melalui tabel tunggal sebagaimana lazimnya dalam metode deskriptif. G. Kerangka Konsep dan Operasionalisasi Variabel Kerangka konsep adalah sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang akan dicapai dalam penelitian ( Nawawi, 2001 : 40 ). Kerangka konsep terdiri dari variabel-variabel ( konsep-konsep ) dan

hubungan-hubungan yang membentuk konteks kausal dari penyelidikannya, karena itu harus memerlukan desain riset ( Mayer dan Wood, 1984 ; 263 ) . Merujuk dari kerangka teori di atas yang menghasilkan kerangka konsep kemudian diimplementasikan dalam Operasionalisasi Variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : G.1 Variabel Anteseden a. b. c. d. e. f. Usia Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Tingkat Penghasilan Keikutsertaan Organisasi Pekerjaan

G.2 Variabel Motif (Penggunaan Radio) a. Orientasi Kognitif ( Kebutuhan Informasi, Pengawasan Lingkungan Sosial, Eksplorasi Realitas ) b. Diversi ( Kebutuhan Pelepasan Dari Tekanan, Kebutuhan Hiburan ) c. Identitas Personal (Memperkuat/menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan ) G.3 Variabel Penggunaan Media ( Penggunaan Radio ) a. b. c. d. Durasi yang digunakan. Frekuensi penggunaan Isi ( Bahan Pembicaraan) Jenis Isi ( Klasifikasi : ekonomi, sosial, politik , pendidikan )

G.4 Variabel Efek ( Penggunaan Radio ) a. Pengetahuan b. Kepuasan c. Ketergantungan H. HASIL PENELITIAN Usia Responden Usia Responden pada penelitian ini adalah mayoritas berkisar diatas 42 x 4 (32%) sementara umur 27 -31 tahun hanya 4 % Jenis kelamin laki-laki ternyata lebidominan (66%) dibandingkan perempuan (35%). Mayoritas tingkat pendidikan pedagang yang menjadi responden dari penelitian ini adalah yang ditawar Oma (79%). Mayoritas responden berpenghasilan tiap bulannya dari dari hasil dagangan merekan antara 1,4 juta 1,9 juta sebesar (48%) dan diatas 2 juta (34%). Pada umumnya pedagang pajak horas sangat setuju mencari informasi tentang berkaitan dengan pekerjaan sebesar (65%), walaupun ada yang mengajukan untuk mencari informasi pekerjaan mereka sebesar (2,4%).

Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Tingkat Penghasilan Mencari Informasi

Radio Epiginosko sebagai sumber Informasi Keberadaan Radio Epiginosko sesuai dengan yang diharapkan dan kebutuhan Radio Epiginosko mendorong menam bah pengetahuan dunia usaha Radio Epiginosko memberikan kesenangan Radio Epiginosko mendorong berwira usaha

Menyatakan sangat setuju (45%), Ragu-ragu (9%), Kurang Setuju (2,4%). Menyatakan sangat setuju (41%), -ragu (11%). Setuju (48%),Ragu

Yang menyatakan sangat setuju (37%), Setuju (46%), Ragu-ragu (39%). sangat dan setuju (81%), Ragu-ragu (24%). Yang menyatakan sangat setuju dan setuju (78%) dan ragu-ragu (22%).

I. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan 1. Motivasi mendengarkan radio komunitas berdasarkan motivasi kognitif adalah untuk memperoleh informasi mendapatkan pengetahuan, mempelajati sesuatu, mendapatkan wawaan. Motivasi diversi responden mengakui dengan mendengarkan radio komunitas yaitu untuk kebutuhan pelepasan demi tekanan, kebutuhan mendapatkan hiburan, mendapatkan kesenangan, kemudian motivasiidentitas personal yaitu dengan mendengarkan radio mendorong dalam pemenuhan syarat untuk berwirausaha. 2. Pada umumnya perdagangan Pasar Horas sangat setuju mencari informasi yang berkaitan dengan pekerjaan responden. 3. Pada umumnya pedagang Pasar Horas P. Siantar mendengarkan radio pada pagi hari dan sampai sore hari masing-masing sebesar 28% dan ada juga pedagang sebesar 26%. 4. Pada umumnya pedagang Pasar Horas mendengarkan radio ketika berada di Pasar Horas dan sebagian lagi menyatakan ada yang dirumah. Rekomendasi Pengelola/managemen radio efiginosko meningkatkan kualitas materi saran yang diberkaitan dengan aktivitas pedagang pasar horas yang berkaitan dengan nilai nilai keagamaan. 1. Pemerintah Daerah dalam hal pemko P. Siantar diharapkan dapat mendorong lebih banyak lagi berdiri dikota P. Siantar. 2. Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika dapat memberikan pembinaan langsung maupun tidak langsung tentang manajemen pengelolaan radio komunitas secara modren. Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, Jakarta. DeFleur, Melvin and Ball-Rokeach. 1982. Theories of Mass Communication, New York & London. Depari, Eduard dan Collin Mac Andrew. 1982. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Fisher, Aubrey B. Diterjemahkan Trimo, Soedjono. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat. 1990. Teori-Teori Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung. Infante A Dominac, Andrew, S.Rancer, Deanna F.Womack, 1993. Building Communication Theory, Waveland Press, Krech, David, Crutchfield, Richard S, and Ballachey Egerton. 1962. Individual In Society, A Texbook of Social Psychology , International Student Edition. Tokyo: McGraw-Hill International Book Company, Kogakhusa, Ltd. Kerlinger, Fred N, Foundation of Behaviour Research, Secon Edition, New York University McQuail, Denis. Alih Bahasa : Putu Laxmant S. Pendit. 1985. Model - Model Komunikasi, Uni Primas, Jakarta ---------------. Alih Bahasa : Agus Dharma dan Aminuddin Ram. 1987. Teori Komunikasi Massa, Erlangga, Jakarta. Nazir Mohd, 1998, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia. Rakhmat, Jalaluddin. 1985. Psikologi Komunikasi, Remadja Karya, Bandung. --------------------. (1989), (1991). Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Karya, Bandung. Sari, S. Endang. 1993. Audience Research. Pengantar Studi Penelitian Terhadap Pembaca, Pendengar,dan Pemirsa. Bandung: Remadja Karya. Severin Werner J. James W. Tankard, Jr, 2005, Teori Komunikasi , Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa, Prenada Media Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendy (ed). 1989. Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta. Tan, Alexis. 1980. Mass Communication Theories and Research, Grid Publishing Inc, Columbus, Ohio. Wright, Charles R. Penyunting : Jalaluddin Rakhmat. 1988. Sosiologi Komunikasi Massa, Remadja Karya, Bandung.

OPINI PUBLIK MENGENAI PERAN MEDIA CETAK LOKAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN HORTIKULTURA (Survei di Desa Ndokum Siroga dan Desa Surbakti Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo)* Oleh : IDAWATI PANDIA** Abstrak Penelitian Opini Publik Mengenai Peran Media Cetak Lokal Dalam Pembangunan Pertanian Hortikultura ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat di dua desa di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo yang membaca media cetak lokal. Hasil temuan menunjukkan bahwa masyarakat di dua desa yang menjadi lokasi penelitian, ternyata masih memanfaatkan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan pertanian hortikultura. Keberadaan media massa cetak lokal masih dapat dan sangat diharapkan oleh masyarakat dalam mendorong suksesnya pembangunan pertanian hortikultura, apalagi masyarakat petani masih merasakan kurangnya informasi tentang pangsa pasar produk pertanian dan informasi tentang agrobisnis dan budidaya pertanian hortikultura. Peran inilah yang sangat diharapkan masyarakat yang dapat ditangkap dan diisi oleh media massa cetak lokal. Namun ini masih terkendala karena terbatasnya sirkulasi dan keterlambatan media lokal sampai ke masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Katakata Kunci : Opini Publik,Media Lokal Pertanian, Hortikultura. A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang banyak dibicarakan dan masih aktual serta menarik perhatian di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara adalah masalah pembangunan. Dan sudah barang tentu untuk mensukseskan pembangunan ini diperlukan peranan pers atau peranan media massa dalam menyampaikannya ditengah tengah masyarakat. Dengan kata lain, seharusnyalah media yang tangkas dan wartawan yang profesional sudah pasti sangat diperlukan karena memainkan fungsi, peran dan kewajiban yang amat menentukan, sehingga pelaksanaan pembangunan itu dapat berjalan dengan baik, layak dan mempunyai wibawa. Hal ini perlu diperhatikan dengan baik agar pembangunan ini tidak berjalan dengan semaunya saja ataupun sampai kebablasan. Kalau hal ini sampai terjadi, sudah tentu pembangunan ini akan menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat. Kemudian perlu diingat bahwa media yang sehat tentu saja menjadi mutlak kehadirannya untuk mendorong agar pelaksanaan pembangunan itu juga menjadi sehat, kuat dan bermartabat. Jadi keduanya, media dan pembangunan tidak dapat dipisahkan dari perkembangannya. Oleh karena itu kebebasan pers yang sehat ( healthy press freedom ) menjadi prasyarat yang mutlak menuju pembangunan yang sehat pula. Sebaliknya pembangunan yang sehat sudah jelas sangat membutuhkan kebebasan pers yang sehat pula.
*

**

Telah diseminarkan di Siantar Hotel, Pematang Siantar, Tgl. 10 Juli 2008 Penulis adalah Peneliti Pertama Bidang Media Massa Pada BBPPKI Medan

Pelaksanaan pembangunan daerah yang demokratis digerakkan oleh tiga pilar utam yang saling berkaitan. Ketiga pilar utama dalam gerakan pelaksanaan pembangunan itu adalah sebagai berikut : pertama, institusi pemerintah daerah. Pilar utama yang pertama ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Sudah tentu semua kebijakan yang menyangkut pelaksanaan pembangunan daerah berada di institusi pemerintah daerah terutama Bupati dan Walikota. Kedua, institusi pers. Pilar utama yang kedua ini juga mempunyai peranan yang sangat menentukan didalam pembangunan daerah. Melalui media massa yang ada, instutusi pers seperti suratkabar dan televisi turut menentukan berhasil tidaknya pembangunan daerah tersebut. Ketiga, masyarakat. Pilar utama yang ketiga ini ikut pula menentukan keberhasilan pembangunan. Tanpa keikutsertaan masyarakat, pers tidak akan berkembang, lalu pemerintah daerah akan sulit menentukan arah dan kebijaksanaan pembangunan. Akibatnya pembangunan daerah pun akan mandeg. Salah satu kabupaten yang sangat intens memperhatikan keberlangsungan pembangunan di Sumut adalah Kabupaten Karo. Kabupaten Karo adalah kabupaten yang sangat didominasi oleh sektor pertanian yaitu sub sektor pertanian tanaman pangan dan palawija, sub sektor hortikultura, perkebunan, peternakan dan sebagian kecil perikanan darat ( air tawar ). Jumlah rumahtangga yang berusaha disektor ini berkisar antar 70 persen sampai dengan 74 persen ( BPS, 2006, 10 ). Kontribusi pertanian yang diberikan Kabupaten Karo pada Propinsi Sumatera Utara persentasenya cukup besar. Dengan melihat hal tersebut, sudah sepantasnya Kabupaten Karo memiliki corong yang kuat untuk mensosialisasikan kepada masyarakat melalui media massa, potensi wisata dan pertanian yang lebih luas dalam merencanakan dan mengelola sumber daya yang dimiliki dan untuk memberikan fasilitas dan dorongan yang lebih terarah pada perkembangan pembangunan kerakyatan. Pemerintah Kabupaten Karo menetapkan salah satu misi pembangunannya yang berbunyi Mengembangkan secara optimal pertanian, pariwisata, industri dan perdagangan berbasis agrobisnis yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan dan rehabilitasi lahan yang kritis ( BPS, 2006, 10 ). Misi ini tidak akan terwujud secara efektif tanpa fungsi dan peranan pers, khususnya yang tersebar pada masyarakat Kabupaten Karo. Adapun jenis media cetak lokal yang turut mewarnai dan memberikan informasi bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Karo antara lain ; Majalah Sibayak Pos terbitan Brastagi, Tabloid Karo Membangun, Dinas Infokom, Info Karo, Humas Pemkab Karo, Sora Mido, dan Sirulo ( sumber : Dinas Infokom Karo ). Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan diatas dan mengingat bahwa salah satu fungsi pers yaitu sebagai fungsi kontrol,sehingga opini publik menjadi sangat penting bagi pemerintah didalam melakukan perencanaan pembangunan,maka penulis tertarik dan merasa penting untuk melakukan penelitian bagaimana opini publik mengenai peran media cetak lokal dalam pembangunan bidang pertanian hortikultura ini. B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pemanfaatan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura ? 2. Bagaimanakah opini publik mengenai peran media massa cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura. 3. Apakah kendala yang dihadapi masyarakat tentang media massa cetak lokal dalam mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura. C. Tujuan Penelitian

Sebagai tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimanakah pemanfaatan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura. 2. Untuk mengetahui bagaimana opini publik mengenai peran media massa cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura. 3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi masyarakat tentang media massa cetak lokal dalam mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura. D. Manfaat Dan Sasaran penelitian Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan berupa data dan informasi bagi pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika RI untuk membuat kebijakan dalam bidang komunikasi massa mendatang. 2. Sebagai referensi bagi BBPPKI Medan dan instansi instansi yang terkait untuk bahan kajian lanjutan. Sasaran Adapun sasaran dengan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara tidak langsung masyarakat ikut berperan serta dalam mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura, ikut memberhasilkan pembangunan daerah yang terrencana dan terarah. 2. Adanya kebebasan pers yang sehat menjadi prasyarat yang mutlak menuju pembangunan bidang pertanian yang sehat pula. 3. Terwujudnya pelaksanaan pembangunan yang berjalan dengan baik, layak dan berwibawa. E. Kerangka Teori Kebutuhan melalui media massa dapat dipenuhi dengan membaca suratkabar. Tabloid dan majalah lokal. Dalam penelitian ini,model Teori Normatif,yaitu Teori Media Pembangunan diadaptasi untuk meneliti bagaimana Opini Publik Mengenai Peran Media Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura. Teori Normatif (cabang filsafat sosial) yang lebih berkenan dengan masalah bagaimana seharusnya media berperan bilamana serangkaian nilai sosial ingin diterapkan dan dicapai dengan sifat dasar nilai-nilai sosial tersebut.Jenis teori ini penting karena ia memang berperan dalam membentuk institusi media dan berpengaruh besar dalam menentukan sumbangsih media,sebagaimana yang diharapkan oleh publik media itu sendiri dan organisasi,serta para pelaksana organisasi sosial itu(McQuail,1994:4). Teori media pembangunan adalah penerimaan pembangunan ekonomi itu sendiri (yang karenanya perubahan sosial),dan sering kali pembangunan bangsa (nationbuilding)yang bersangkutan,sebagai tujuan utama.Untuk mencapai tujuan tersebut,kebebasan tertentu dari media dan para wartawan tunduk pada tanggung jawab mereka untuk membantu pencapaiannya.Pada saat yang sama,yang ditekankan adalah tujuan kolektif dan bukan kebebasan individu.Unsur yang relatif baru dalam teori media pembangunan adalah penekanan pada hak untuk berkomunikasi,yang didasarkan atas Pasal 17 Deklarasi Universal Hak-Hak Manusia: Setiap orang memiliki hak mengeluarkan pendapat:hak ini mencakup kebebasan menganut pendapat tanpa ganguan dan kebebasan untuk mencari, menerima,dan menyampaikan informasi dan gagasan melalui media manapun tanpa mempersoalkan batas negara.Meskipun sukar menemukan kasus-kasus individu yang jelas menunjukkan teori media pembangunan,prinsip utama teori ini dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. Media seyogyanya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan positif sejalan dengan kebijaksanaan yang ditetapkan secara nasional. 2. Kebebasan media seyogyanya dibatasi sesuai dengan (1) prioritas ekonomi dan (2) kebutuhan pembangunan masyarakat. 3. Media perlu memprioritaskan isinya pada kebudayaan dan bahasa nasional. 4. Media hendaknya memperioritaskan berita dan informasinya pada negara sedang berkembang lainnya yang erat kaitannya secara geografis,kebudayaan,atau politik. 5. Para wartawan dan karyawan media lainnya memiliki tanggung jawab serta kebebasan dalam tugas mengumpulkan informasi dan penyebarluasannya. 6. Bagi kepentingan tujuan pembangunan,negara memiliki hak untuk campur tangan dalam,atau membatasi,pengoperasian media serta sarana penyensoran,subsidi,dan pengendalian langsung dapat dibenarkan. Sementara pengguna media itu sendiri adalah orang-orang yang berpikiran rasionalyang secara aktif memilih media mana yang mereka anggap dapat memuaskan kebutuhan yang mereka ingin dapatkan.Ada beberapa katagori kebutuhan individu,yang semuanya berasal dari fungsi sosial dan psikologi dari media,kategori ini antara lain menurut Katz Hass dan Gurevitch (Marshall,Jr,2000) yakni: a. Kebutuhan kognitif; kebutuhan akan informasi,pengetahuan,dan pengertian tentang lingkungan sekitar. b. Kebutuhan afektif : kebutuhan untuk memperkuat pengalaman akan emosi,kesenangan,atau pengalaman keindahan. c. Kebutuhan integrative personal : memperkuat kredibilitas, kepercayaan diri,kesetian, dan status pribadi. d. Kebutuhan interaksi sosial : memperkuat hubungan dengan keluarga,teman,dengan alam sekitar. e. Kebutuhan akan pelarian : hasrat melarikan diri dari kenyataan, melepaskan ketegangan, kebutuhan akan hiburan.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dicapai dengan dua cara, yaitu: (1) Pemenuhan kebutuhan yang didapatkan dengan cara mengakses/menggunakan media yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan (2) Pemenuhan kebutuhan didapatkan dengan cara mempelajari isi informasi dalam media yang kemudian diterapkan dalam praktek. f. Sejalan dengan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengguna media secara umum adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi,hiburan dan intraksi sosial. Dari kerangka pemikiran inilah, peneliti akan menguraikan permasalahan bagaimana opini publik mengenai peran media lokal dalam pembangunan bidang pertanian hortikultura di Kabupaten Karo. F. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstark yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin, Mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Sedangkan Kerlinger, menyebutkan konsep sebagai abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal hal khusus. Jadi konsep merupakan sejumlah ciri atau standar umum suatu objek. ( Kriyantono, 2006 : 17 ). Berdasarkan kerangka teroritis diatas, adapun konsep konsep dalam penelitian ini sebagai berikut Opini adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan. Opini merupakan expressed statement yang bisa diucapkan dengan kata kata, isyarat atau cara lain yang mengandung arti dan dapat dipahami maksudnya ( Meinanda, 1980,

29 ). Ini berarti opini harus dinyatakan, dengan demikian pengertian opini atau pendapat mempunyai dua unsur yakni : 1. Ada pernyataan 2. Mengenai masalah yang bertentangan Disamping itu juga, opini dapat dinyatakan melalui media massa seperti televisi, radio maupun suratkabar atau majalah. Karena opini mempunyai ciri ciri antara lain : 1. Mempunyai pendukung dalam jumlah besar. 2. Selalu diketahui dari pernyataan pernyataan. 3. Merupakan sinthesa atau kesatuan dari banyak pendapat. Sehingga opini ini bisa ditemukan dari berbagai kalangan. Selanjutnya suatu pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat atau opini publik, sebab sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum mengalami proses dalam diri manusia, sehingga masih merupakan sikap, Irish dan Protho ( Susanto, 1985, 92 ). Jadi yang dimaksud dengan opini publik adalah pendapat atau sikap masyarakat terhadap suatu masalah atau organisasi, dimana pembentukan opini publik melalui berbagai hal, pelayanan terhadap publik, opinion leader dan kegiatan komunikasi ( Hardiman, 2006, 87 ). Opini publik merupakan pendapat yang ditimbulkan oleh adanya unsur unsur sebagai berikut : 1. Adanya masalah atau situasi yang bersifat kontroversial yang menimbulkan pro dan kontra. 2. Adanya kesempatan bertukar pikiran atau berdebat mengenai masalah yang kontroversial tersebut 3. Adanya publik yang terikat kepada masalah tersebut dan berusaha memberikan pendapatnya. Opini dan perasaan rakyat dapat disalurkan kedalam program program pemerintah, sebab bagaimanapun yang berhubungan dengan fakta dilapangan adalah masyarakat masyarakat yang mempunyai opini dan emosi ( Lipmann, Walter, 1998, 235 ). Sementara, berbicara tentang fungsi media massa, Harold Lasswell dan Charles Wright merupakan sebagian dari pakar yang benar benar serius mempertimbangkan fungsi dan peran media massa dalam masyarakat. Wright ( 1959 ) membagi media komunikasi berdasarkan sifat dasar pemirsa, sifat dasar pengalaman komunikasi, dan sifat dasar pemberi informasi. Lasswell ( 1984, 1960 ), pakar komunikasi dan profesor hukum di Yale University mencatat ada 3 fungsi media massa, pengamatan lingkungan, korelasi bagian bagian dalam masyarakat untuk merespon lingkungan dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini, Wright menambahkan fungsi keempat yakni hiburan ( Severin, 2005, 386 ) Media massa yang dimaksud disini adalah media massa cetak ( printed mass media ). Pada umumnya kalau kita berbicara mengenai pers sebagai media massa tercetak, maka kita harus terlebih dahulu memahami bahwa pers adalah lembaga kemasyarakatan ( social institution ) dan merupakan sub sistem dari kemasyarakatan dimana ia berada, bersama sama dalam sub sistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidak hidup secara sendiri, melainkan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga lembaga kemasyarakatan lainnya. Bersama sama dengan lembaga kemasyarakatan lainnya, pers berada dalam keterikatan organisasi bernama negara. Karenanya eksistensi pers dipengaruhi, bahkan ditentukan oleh falsafah negara dan sistem politik negara dimana pers itu hidup. Pers di negara mana dan dimasyarakat mana, ia berada sama sama mempunyai fungsi universal yakni : 1. Memberikan Informasi ( to inform ) Menyiarkan informasi adalah tugas suratkabar yang pertama dan utama. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli suratkabar karena memerlukan informasi

2.

3.

4.

5.

mengenai berbagai hal di bumi ini mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain dan lain sebagainya. Mendidik ( to educate ) Sebagai sarana pendidikan massa ( mass education ), suratkabar memuat tulisan tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk berita, dapat juga secara eksplisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana Fungsi Menghibur ( to entertaint ) Hal yang bersifat hiburan sering dimuat suratkabar untuk mengimbangi berita berita berat ( hard news ) dan artikel artikel yang berbobot. Maksud pemuatan isi yang mengandung hiburan itu semata mata untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah para pembaca dihidangi berita dan artikel yang berat berat. Mempengaruhi ( to influence ) Fungsi mempengaruhi, menyebabkan suratkabar memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Secara implisit terdapat pada berita, sedangkan secara eksplisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel Pengawasan ( social control ) Jika suratkabar benar melaksanakan tugas sosial kontrolnya, akan banyak tantangan yang harus dijawab dengan sikap yang berani dan bijaksana. Dalam suatu situasi, suratkabar bisa dihadapkan kepada dua alternatif, mati terhormat karena memang prinsip, atau hidup tidak terhormat disebabkan tidak mempunyai kepribadian ( Effendi, Onong, 1981, 94 )

Pengertian Pembangunan Sukses tidaknya perencanaan pembangunan daerah itu sudah barang tentu tidak bisa terlepas dari media massa didalamnya. Kenapa seperti itu, karena pemerintah, pers dan masyarakat adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan satu sama lain. Secara garis besar bisa diidentifikasikan tiga pola pemikiran dan praktek pembangunan yang berkembang di Indonesia,yang masing masing menekankan pendekatan berbeda,yaitu penekanan politik,ekonomi,dan moral sebagai panglima (Mastur Yahya). Menurut Totok Mardikanto:Pembangunan didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat,terutama untuk jangka panjang.Upaya ini dilaksanakan oleh pemerintah yang didukung oleh partisipasi masyarakatnya,dengan menggunakan teknologi yang terpilih.Sedangkan Lionberger dan Gwin mendefinisikan pembangunan sebagai proses pemecahan masalah,baik masalah yang dihadapi oleh setiap aparat dalam setiap jenjang birokrasi pemerintah,dikalangan peneliti dan penyuluh,maupun masalah-masalah yang dihadapi oleh warga masyarakat(Mastur Yahya). Definisi pertama lebih menekankan pada masyarakat selaku penerima manfaat (beneficiaries) pembangunan.Sedangkan definisi kedua menyiratkan bahwa pembangunan tidak hanya untuk masyarakat,melainkan diperuntukkan pula bagi segenap Stake holder.Benang merah dari definisi pembangunan ialah bahwa pembangunan bertujuan merubahkeadaan masyarakat kearah yang lebih baik dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi,maka dalam hal ini masyarakat penting untuk dilibatkan. Sektor Pertanian Hortikultura Mengingat bahwa perekonomian masyarakat Karo sangat didominasi oleh sektor pertanian, dimana sampai saat ini sektor pertanian memberikan kontribusi lebih dari 60

persen setiap tahun bagi pembentukan produk domestik regional bruto ( PDRB ) Kabupaten Karo. Adapun sub sektor yang dominan bagi sektor pertanian yang disoroti disini adalah sub sektor hortikultura. Hortikultura berasal dari kata hortus ( garden atau kebun ) dan colore ( = to cultirate atau budidaya ). Secara harfiah istilah hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah buahan, sayuran dan tanaman hias (Edmon et al, 1975), sehingga hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang mempelajari tentang budidaya buah buahan, sayuran dan tanaman hias. Sedangkan dalam GBHN 1993 1998, selain buah buahan, sayuran dan tanaman hias yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat obatan. Suud Hassan, 2007 mengatakan bahwa hortikultura terdiri dari : A. Tanaman Buah Buahan Ilmu yang mempelajari tentang tanaman buah buahan disebut pomologi, sedangkan orang orang yang mengusahakannya disebut pomologist. Pengertian buah pada hortikultura agak berbeda dengan pengertian buah pada ilmu botani, ataupu ekonomi. Umpamanya mentimun dalam arti botani adalah buah, tetapi dalam arti hortikultura tergolong kedalam sayur sayuran. Begitu juga dengan buah labu dalam hortikultura dan buah tomat di Indonesia termasuk dalam golongan buah, tetapi di negara yang sudah maju digolongkan kedalam sayur sayuran. Dengan demikian yang digolongkan kedalam buah dinegara ini adalah buah yang dihasilkan oleh tanaman tahunan ( perennial crops ) B. Tanaman Sayur Sayuran Ilmu yang mempelajari tentang tanaman sayur sayuran disebut olericulture dan orang yang mengusahakannya disebut olericulturist. Pengertian bahwa sayur sayuran hanyalah hasil yang dipanen dari tanaman tahunan ( annual crops ) atau tanaman muda/semusim baik yang menghasilkan buah, batang, umbi dan lain lain tidaklah tepat. Ini dikarenakan ada juga sayur sayuran yang dipetik dari tanaman tahunan seperti melinjo dan daun jambu mete, daun kangkung, sebangsa pakis dan lain lain. C. Tanaman Bunga Ilmu yang mempelajari bunga bungaan disebut floricultura, sedangkan orang yang mengusahakan disebut floricultureti, tidaklah semata mata berarti suatu bidang tanaman bunga bungaan, tetapi juga tanaman yang tidak berbunga yang biasanya dipergunakan untuk menghiasi baik berupa semak semak maupun rumput rumputan. Hal hal lain yang termasuk kedalam hortikultura : 1. Land scaping : meliputi planning dan pengaturan daripada pekerjaan, tempat tinggal dan tanam tanaman umum, juga letak bangunan bangunannya, jalan, pangan, taman untuk rekreasi dan lain lain. 2. Pemeliharaan tanaman tanaman dalam taman, kebun ( nursery production ). Meliputi seluruh tanaman dalam bidang hortikultura. 3. Seed Production, merupakan bagian penting terutama untuk benihbenih sayur sayuran dan bunganbungaan, untuk menghasilkan benih sayur sayuran dan bunga bungaan daerah tropis bukanlah suatu hal yang mudah, bahkan sering tidak berhasil sama sekali. Kebanyakan tanaman sayuran baru mau berbuah ( menghasilkan biji ) didaerah daerah dingin, sehingga untuk Indonesia benih benih terpaksa diimpor. 4. Pengolahan dan penyimpanan hasil ( processing and storage ). Ini merupakan bagian penting pada hortikultura, karena hampir semua hasil hortikultura bersifat tidak tahan lama, sehingga perlu adanya pengalengan oleh industri industri.

Ditinjau dari fungsinya tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan jasmani sebagai sumber utama, mineral dan protein ( dari buah dan sayur ), serta memenuhi kebutuhan rohani karena dapat memberikan rasa tentram, ketenangan hidup dan estetika ( dari tanaman hias/bunga ). Sedangkan peranan hortikultura adalah : 1. Memperbaiki gizi masyarakat. 2. Memperbesar devisa negara 3. Memperluas kesempatan kerja 4. Peningkatan pendapatan petani dan, 5. Pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian lingkungan Namun ketika kita membahas masalah hortikultura perlu diperhatikan pula mengenai sifat khas dari hortikultura yaitu : 1. Tidak dapat disimpan lama 2. Perlu tempat yang lapang ( voluminous ) 3. Mudah rusak ( perishable ) dalam pengangkutan 4. Melimpah ruah pada suatu musim dan langka pada musim lainnya 5. Fluktuasi harganya tajam ( www.pertanian.uns.ac.id /~agronomi /dashor.html ) Dengan mengetahui manfaat serta sifat sifatnya yang khas, dalam pengembangan hortikultura agar dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap permasalahan hortikultura tersebut. Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki prospek yang sangat cerah menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan perekonomian Indonesia dimasa mendatang. Oleh karena itu kita harus berani untuk memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya negara negara lain yang mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura antara lain Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok, Belanda dengan bunga tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya, kini telah mengekspor apel, jeruk, anggur dan lain sebagainya. Sementara pengembangan hortikultura di Indonesia pada umumnya masih dalam skala perkebunan rakyat yang tumbuh dan dipelihara secara alami dan tradisional, sedangkan jenis komoditas hortikultura yang diusahakan masih terbatas. Cakupan sub sektor hortikultura yang dominan diusahakan oleh masyarakat Karo adalah tanaman sayuran dan buah buahan yang meliputi tomat, kol, kentang, petsai/sawi, cabe, buncis, wortel, bawang prei, arcis, jeruk, markisah dan pisang. G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain lain pada saat sekarang berdasarkan fakta fakta yang nampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1983,63 ). Tegasnya penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu 2. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian ini hanya di fokuskan pada 2 desa , di kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo, yaitu Desa Ndokum Siroga dan Desa Surbakti. Kabupaten Karo terdapat 13 kecamatan yaitu : Mardinding, Laubaleng, Tiga Binanga, Juhar, Munthe, Kutabuluh, Payung, Simpangempat, Kabanjahe, Brastagi, Tiga panah, Merek, Barusjahe.

Dari 13 Kecamatan diatas, saya mempurposive Kecamatan Simpang Empat sebagai lokasi penelitian.Dipilihnya hanya satu kecamatan mengingat kecamatan tersebut : a. Masyarakatnya betulbetul masyarakat petani yang bergerak dibidang pertanian hortikultura b. Berdasrkan data yang ada dikecamatan, desa ini paling banyak masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian hortikultura . c. Transportasi dari pusat ibukota propinsi ( Medan ke Kabupaten Karo ) bisa ditempuh dalam beberapa menit. 3. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat petani holtikultura di desa Ndokum Siroga dan desa Surbakti ,yaitu sebanyak 900 orang. Sampel Sampel dalam penelitian ini diambil melalui Teknik Pemilihan Sampel secara purposive ( purposive sampel technique ) . Teknik purposive adalah suatu teknik yang mencakup orang orang yang diseleksi atas dasar kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian ( Kriyantono, 2006, 154 ),maka kriteria yang ditentukan adalah masyarakat yang betul-betul petani holtikultura,dengan besar sampel 10% dari Populasi yaitu sebanyak 90 orang, dimana dari 40 desa yang ada di Kecamatan Simpang Empat ditentukan 2 ( dua ) desa yaitu : a. Desa Ndokum Siroga yang dianggap pertaniannya paling maju sebanyak 45 responden b. Desa Surbakti yang pertaniannya kurang maju sebanyak 45 responden 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan melalui angket yang dipandu oleh enumerator ( pengumpul data ) dimana penulisan angket dilakukan melalui pertanyaan terbuka dan tertutup. Disamping itu untuk memperkaya data, juga dilakukan metode library research ( riset kepustakaan ) yaitu pencarian referensi/bahan bahan dari buku buku jurnal, hasil hasil penelitian dan laman website yang berhubungan dengan materi penelitian ini. 5. Teknik Analisis Data Sesuai dengan sifat dan tujuan dari penelitian ini,maka analisis penelitian dilakukan dengan metode pendekatan deskriptif kuantitatif didukung dengan data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara mendalam,dan akhirnya data lapangan yang telah diperoleh dikoding dan ditabulasi untuk memperoleh tendensi dengan persentase. H. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak geografis Kabupaten Karo berada diantara 2 0 50 0 3 0 19 0 Lintang Utara dan 97 0 55 0 98 0 38 0 Bujur Timur dengan luas wilayah 2.127,25 Km 2 . Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian bersar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif terletak di wilayah ini, sehingga rawan terjadi gempa vulkanik. Wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian 120 1.400 meter diatas permukaan laut. Adapun batas batas wilayah Kabupaten Karo adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deliserdang

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Toba Samosir c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun d. Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam ( NAD ) Kabupaten Karo terdiri dari 13 kecamatan yang dibagi menjadi 248 desa dan 10 kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Karo terletak di Kecamatan Kabanjahe yang berjarang sekitar 67 kilometer dari Medan Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut suku bangsa Karo. Suku bangsa Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini masih terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi suku bangsa Karo sendiri. Suku ini terdiri dari 5 ( lima ) marga, tutur siwaluh dan rakut sitelu. Merga Silima itu yakni : Karo Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin - angin. Dalam pekembangannya, adat suku bangsa Karo terbuka, dalam arti bahwa suku bangsa Indonesia lainnya dapat diterima menjadi suku bangsa Karo dengan beberapa persyaratan adat. Saat ini wilayah Kabupaten Karo sudah didiami oleh beragam suku bangsa. Perekonomian Kabupaten Karo sebagian besar adalah sektor pertanian. Sekitar 70 persen dari jumlah rumah tangga di Kabupaten ini berusaha disektor pertanian terutama bercocok tanam sayur sayuran, buah buahan, padi, palawija, hortikultura, tanaman perkebunan dan peternakan 1. Kecamatan Simpang Empat Luas wilayah Kecamatan Simpang Empat adalah seluas 225,47Km 2 yang terdiri dari 40 desa. Jarak dari kabupaten 7 kilometer. Jumlah penduduk 39.966 jiwa dan 10.834 rumahtangga ( RT ). Sejak Januari 2007, Kecamatan Simpang Empat telah dimekarkan menjadi 3 ( tiga ) kecamatan 2. Desa Ndokum Siroga Nama Kepala Desa : Supratman Surbakti, terdiri dari 2 ( dua ) dusun. Desa Ndokum Siroga adalah ibukota dari Kecamatan Simpang Empat. Luas Desa Ndokum Siroga adalah 2,97 Km 2 , jumlah penduduk 1.969 jiwa yang terdiri dari 522 KK. Adapun mata pencaharian penduduk terdiri dari 491 KK ( 94% ) bertani dan sebanyak 31KK ( 6% ) adalah non tani. Sementara tingkat pendidikan di Desa Ndokum Siroga adalah : 45 orang tidak bersekolah, 60 orang SD sederajat, 160 orang SLTP sederajat, 85 orang SLTA sederajat dan 43 orang pernah ditingkat perguruan tinggi, dengan perbandingan jenis kelamin 890 jiwa perempuan dan 2.070 jiwa laki laki. 3. Desa Surbakti Nama Kepala Desa : Jasa Surbakti, terdiri dari 5 ( lima ) dusun, luas daerah Desa Surbakti adalah 9,57 Km 2 dengan jumlah penduduk 2.167 jiwa dimana perbandingannya 1.003 jiwa laki laki dan 1.164 jiwa perempuan yang terdiri dari 689 KK. Adapun mata pencaharian penduduknya terdiri dari 684 KK atau 94% adalah bertani dan sebanyak 41 KK atau 6 %nya bergerak disektor non pertanian. Sementara tingkat pendidikan di Desa Surbakti adalah 112 jiwa tidak bersekolah, 90 jiwa tamat SD sederajat, 170 jiwa tamat SLTP sederajat, 160 jiwa SLTA sederajat dan 52 jiwa tingkat perguruan tinggi. I. Hasil Penelitian. Dari hasil penelitian tentang Opini Publik Mengenai Peran Media Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura terlihat bahwa masyarakat Karo, khususnya di lokasi yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini masih menggunakan media massa cetak khusus media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura. Asumsi ini terlihat seperti yang tertera dalam tabel penulisan laporan ini. Media cetak juga dianggap sebagai salah satu faktor

dalam mempercepat proses tranfusi informasi pembangunan khususnya bidang pertanian hortikultura, dimana pada tabel dibawah ini terlihat bahwa media cetak lokal tersebut dianggap sangat penting bagi masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat petani dalam memperoleh upaya informasi. J. Pembahasan Hasil Penelitian Kabupaten Karo adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera Utara yang mengandalkan pendapatan masyarakatnya dari sektor pertanian. Dengan kata lain mayoritas Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) yang dihasilkan dari sektor pertanian yang menghasilkan produk produk pertanian berbasis agrobisnis. Produk produk andalan pertanian Kabupaten Karo ini adalah bermacam sayuran, buah buah dan juga bunga bungaan. Begitu dominannya sektor pertanian yang dikelola daerah ini sehingga sampai saat ini kontribusi yang diberikan atas pembentukan produk domestik regional bruto ( PDRB ) hingga mencapai 60 persen. Memang ada sektor pariwisata yang juga menjadi andalan bagi Pemerintah Kabupaten Karo, namun hingga kini sektor pariwisata belum juga mampu menggantikan peran sektor pertanian yang telah begitu dominan. Berbagai upaya terus dilakukan untuk tetap mempertahankan dan sekaligus meningkatkan pendapatan dari sektor pertanian ini. Salah satu diantaranya adalah upaya untuk terus memelihara pasar regional dengan mengundang pengusaha pengusaha dari Singapore dan Malaysia yang tergabung dalam Agri-Food And Veterinery Autority Of Singapore ( AVA ). Kedatangan para pengusaha Singapore ini ke Sumatera Utara bertujuan untuk melihat secara langsung proses produksi sayur sayuran langsung ke tempat produksi sekaligus sebagai upaya penjajakan atas peningkatan kerjasama yang telah ada selama ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan sayur sayuran di negeri Singapur tersebut. Sebagaimana kita ketahui Negara Singapore sangat mengandalkan pasokan sayur dan buah untuk dikonsumsi dari negara negara tetangganya. 95 persen pasokan sayur dan buah berasal dari negara negara seperti Thailand, China, Malaysia, Jepang, Australia dan Indonesia. Dan tentu saja kondisi tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Pemerintah Kabupaten Karo harus tetap konsisten didalam pengembangan kegiatan agrobisnis tersebut. Keberadaan sumber daya manusia dalam hal ini petani juga harus selalu mengup-grade pengetahuannya didalam hal pengolahan pertanian untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya berimbas kepada peningkatan kesejahteraan petani tersebut. Berbagai upaya dilakukan para petani didalam meningkatkan pengetahuannya dalam mengolah pertanian. Pemerintah Kabupaten Karo sendiri melalui Dinas Pertanian setempat selalu mengirimkan petugas petugas penyuluh pertanian untuk membimbing para petani didalam melakukan aktivitas pertanian. Namun upaya untuk mencari sendiri informasi tambahan yang paling terbaru juga perlu dilakukan, karena inovasi inovasi yang terus berkembang terkadang tidak didapatkan dari sumber informasi seperti penyuluh pertanian. Salah satu kesempatan yang harus dimanfaatkan para petani di Kabupaten Karo dewasa ini adalah didalam membudidayakan tanaman tanam bersifat organik. Jenis tanaman yang akhir akhir ini sangat populer karena produk organik ini terhindar dari bahan bahan kimia yang tidak bagus buat kesehatan, dan jenis organik seperti ini sangat digemari oleh konsumen di negara negara Singapore dan Malaysia. Informasi seperti inilah yang sangat diperlukan oleh masyarakat petani, termasuk didalamnya peluang bisnis pemasaran serta proses pasca panennya. Penggunaan teknologi tinggi didalam meningkatkan produksi pertanian juga perlu diketahui, serta langkah langkah strategis lain yang pada intinya adalah bagaimana melaksanakan kegiatan pertanian yang efektif, cerdas dan mempunyai output yang besar. Solusi cerdas yang

dipilih masyarakat petani dalam mencari informasi terbaru adalah melalui media massa yang ada di daerah, utamanya media massa lokal.

Media
Sibayak Pos Sora Mido Sora Sirulo Info Karo Karo Memba ngun

Tabel 1 Frekuensi Membaca Media Cetak Lokal Desa Ndokum Siroga Desa Surbakti
Sering F % F % F % F % F % 16 35,6 6 13,3 9 20,0 12 26,7 17 37,8 Jarang 19 42,2 18 40,0 4 31,1 7 15,6 9 20 Tdk Pernah 10 22,2 21 46,7 22 48,9 26 57,8 19 42,2 Total 5 100 45 100 45 100 45 100 45 100

Media

Sering F % F % F % F % F % 16 35,6 11 24,4 12 26,7 7 15,6

Jarang 9 20,0 11 24,4 10 22,2 10 22,2

Sibayak Pos Sora Mido Sora Sirulo Info Karo Karo Memba ngun

Tidak Pernah 20 44,4 23 51,1 23 51,1 28 62,2

Total 45 100 45 100 45 100 45 100

Media cetak juga dianggap sebagai salah satu faktor dalam mempercepat proses tranfusi informasi pembangunan khususnya bidang pertanian hortikultura, dimana pada tabel dibawah ini terlihat bahwa media cetak lokal tersebut dianggap sangat penting bagi masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat petani dalam memperoleh upaya informasi. Tabel 2 Tingkat Kepentingan Media Cetak Dalam Membantu Usaha Pertanian Tingkat Kepentingan Media Sangat Tidak Desa Penting Total penting penting F 20 25 45 Ndokum Siroga % 44.4 55.6 100 F 18 27 45 Surbakti % 40.0 60.0 100 Pada tingkat kepentingan responden terhadap media cetak lokal dalam membantu usaha pertanian, terlihat bahwa responden di Desa Ndokum Siroga dengan persentase sebesar 44,4% menganggap media cetak lokal sangat penting dalam membantu usaha pertanian mereka karena selain kurangnya keberagaman pilihan media yang ada, media lokallah yang paling tahu kebutuhan para petani , sedangkan untuk pertanyaan yang sama di Desa Surbakti persentasenya sebesar 40%, responden lainnya menjawab penting sebesar 55,6% didesa Ndokum Siroga dan 27% di Desa Surbakti. Tidak ada responden yang menjawab tidak penting untuk materi pertanyaan ini. Tabel 3 Pengaruh Membaca Media Cetak Terhadap Responden Pengaruh Membaca Media Cetak Tidak Sangat Desa Berpengaruh Berpengaru Total Berpengaruh h F 14 31 45 Ndokum Siroga % 31.1 68.9 100 Surbakti F 17 28 45

37.8

62.2

100

Anggapan bahwa media cetak berpengaruh terhadap responden terlihat seperti tabel diatas, dimana 37,8% responden didesa Surbakti menjawab media tersebut sangat berpengaruh terhadap responden karena dari medialah petani mengetahui informasi pertanian sehingga hasil pertanian mereka meningkat , juga tentang pemasaran hasil pertanian, sedangkan di Desa Ndokum Siroga 31,1 % responden yang menjawab sangat berpengaruh, namun 68,9% responden di desa Ndokum Siroga menjawab berpengaruh, sedangkan di Desa Surbakti yang memberi jawaban berpengaruh adalah sebesar 62,2 %. Tabel 4 Pengaruh Media Cetak Terhadap Perubahan Nyata Pengaruh Terhadap Perubahan Nyata Desa Sangat positif Positif Kurang positif Total F 10 35 45 % 22.2 77.8 100 F 10 35 45 Surbakti % 22.2 77.8 100 Untuk materi pertanyaan tentang pengaruh media cetak terhadap perubahan nyata responden didua desa tersebut, terlihat sesuatu yang unik, dimana masing masing responden di dua desa tersebut menjawab bahwa media cetak memberikan perubahan yang positif bagi responden karena dengan persentase 77,8%, bahkan 22,2% responden pada masing masing desa menjawab bahwa pengaruh media cetak terhadap perubahan yang nyata menjawab sangat positif Ndokum Siroga Tabel 5 Dampak Media Cetak Terhadap Peningkatan Hasil Pertanian Dampak Terhadap Peningkatan Hasil Desa Sering Kadang-kadang Tidak ada Total Ndokum Siroga Surbakti F % F % 13 28.9 7 16.6 30 66.7 36 80.0 2 4.4 2 4.4 45 100 45 100

Dari tabel diatas, terlihat bahwa media cetak tidak selalu memberikan peningkatan terhadap hasil pertanian. 80% responden di Desa Surbakti menjawab bahwa media cetak hanya kadang kadang memberi peningkatan terhadap hasil pertanian, sedangkan didesa Ndokum Siroga sebesar 66,7%. Namun responden yang menjawab bahwa informasi media cetak tersebut sering memberi peningkatan hasil pertanian juga ada, dimana 28,9% responden di Desa Ndokum Siroga, dan 16,6% di Desa Surbakti, bahkan ada 4,4% responden di masing masing desa menjawab tidak ada dampak media cetak terhadap peningkatan hasil pertanian Tabel 6 Media Massa Dimaksud Adalah Media Cetak Lokal Desa Media tersebut adalah media cetak lokal Setuju Kurang setuju Tidak setuju Total Ndokum Siroga Surbakti F % F 26 57.8 29 11 24.4 8 8 17.8 8 45 100 45

64.4

17.8

17.8

100

Dari mayoritas media massa sebagai sumber informasi pembangunan , 64,4% responden di desa Surbakti menjawab bahwa media dimaksud adalah media cetak lokal, 57,8% responden di desa Ndokum Siroga memberi jawaban senada, namun ada juga yang kurang setuju dengan hal tersebut, dimana 24,4% responden di desa Ndokum Siroga tidak setuju dengan jawaban tersebut dan 17,8% responden di desa Surbakti memberi jawaban senada, bahkan masing masing responden didua desa tersebut ada yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut dengan nilai 17,8% KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa point penting yang didapat dari penelitian Opini Publik Mengenai Peran Media Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura yang dilakukan oleh Tim BPPI Wilayah I Medan di Kabupaten Karo, Kecamatan Simpang Empat, tepatnya didesa Ndokum Siroga dan desa Surbakti adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat Kabupaten Karo ternyata masih memanfaatkan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura, terutama didesa Surbakti antusias masyarakat tentang media lokal masih tinggi. Ini mungkin disebabkan masih kurang beragamnya pilihan media yang ada di desa tersebut, dibandingkan dengan desa Ndokum Siroga yang ada di pusat kecamatan. Namun antusiasme ini terkendala oleh media cetak lokal yang masih sulit didapat didesa desa terutama desa yang masuk kepedalaman. 2. Ternyata keberadaan media massa cetak masih sangat diharapkan oleh masyarakat dapat mendorong suksesnya pembangunan bidang pertanian hortikultura, apalagi masyarakat petani masih merasakan kurangnya informasi tentang pasar produk pertanian dan informasi tentang budidaya pertanian hortikultura. Dan peran inilah yang diharapkan masyarakat dapat ditangkap dan diisi oleh media massa lokal. Apalagi petani juga masih belum merasa cukup tentang informasi pertanian dari penyuluh pertanian yang belum rutin dan intens didesa Surbakti 3. Kendala yang dihadapi masyarakat tentang pembangunan bidang pertanian hortikultura melalui media massa adalah kurangnya informasi pertanian hortikultura, juga masih belum mencukupinya isi berita tentang peluang pasar domestik maupun luar negeri. Disamping itu sirkulasi atau keterlambatan terbit media lokal juga menjadi kendala informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura melalui media massa, karena media lokal umumnya terbit per satu bulan sekali. Saran a. Pemerintah agar lebih memperhatikan nasib petani hortikultura di Kabupaten Karo, apalagi mengingat bahwa Sumatera Utara termasuk daerah potensial bagi pengembangan tanaman hortikultura, disamping itu dari sisi pangsa pasar wilayah ini berdekatan dengan Singapura dan Malaysia yang membutuhkan hasil pertanian dari Sumatera Utara 1. Pemerintah Daerah harus berupaya dengan segala cara dan lebih maksimal untuk mengontrol keberadaan dan harga pupuk dan obatobatan yang dibutuhkan masyarakat dalam kegiatan pertaniannya, serta mengawasi/menghilangkan peredaran pupuk dan obat obatan palsu yang belakangan ini beredar dikalangan masyarakat petani

2. Pemerintah Daerah diharapkan untuk mengembalikan ikon Tanah Karo dengan kembali membudidayakan jeruk yang selama ini dikenal sebagai primadona daerah ini, dan telah menembus pangsa pasar dunia 3. Perlu adanya penanganan pengelolaan hasil pasca panen 4. Sirkulasi media lokal lebih ditingkatkan baik dari segi mutu (kuantitas dan kualitas), dan bila memungkinkan program koran masuk desa dihidupkan kembali , dimana isi koran tersebut diharapkan memiliki muatan lokal yang memuat informasi mengenai tata cara dan budaya pengelolaan tanaman hortikultura secara tepat dan efisien. Daftar Pustaka Effendy, Onong., 1981, Dimensi Dimensi Komunikasi, Alumni Bandung Hardiman, Ima. 2006, 400 Istilah PR Media & Periklanan, Gagas Ulung, Jakarta Kriyanto, Rachmat. 2006, Teknik Prakis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta Lippmann, Walter. 1998, Opini Umum, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta McQuail, Denis. 1994, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta. Paramita, Pradya. 1984. Leksikon Komunikasi, Jakarta Rakhmat, Jalaluddin. 1998, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung Rakhmat, Jalaluddin. 2004, Metode Penelitian Komunikasi, Rusdakarya, Bandung Severin, Werner dan Tankard James. 2005. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan Didalam Media Massa, Prenada Media, Jakarta Suud, Hasan. 2007, Pengantar Ilmu Pertanian, Yayasan Pena, Banda Aceh Sumber lain http://www.suarapembaruan.com/new/2006/06/21/editor/edi07.html http://www.pertanian.uns.ac.id/~agronomi/dashor.html www.acehinstitute.org/opini-mastur-yahya.rehabrekon buyadong.htm. Ikhtisar Eksekutif Pembangunan Kabupaten Karo. 2006, BPS, Karo Program Pembangunan Pertanian Kecamatan Simpang Empat. 2007. Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Karo Rencana Kerja Penyuluh Pertanian. 2008. Simpang Empat

ANALISIS FAKTOR PENDUKUNG PEMANFAATAN GLOBALISASI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN DI KOTA MAKASSAR RUKMAN PALA ABSTRAK Tulisan ini berjudul analisis faktor pendukung pemanfaatan globalisasi teknologi informasi dalam pengembangan kebudayaan di kota makassar. Tujuan penulisan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di kota Makassar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey sampel dengan wawancara dan kuesioner serta dilengkapi dengan observasi sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di kota Makassar kurang optimal. Hal ini dilihat dari beberapa faktor pendukung yang kurang terlaksana dengan baik, yaitu kemampuan pemerintah dan kemampuan masyarakat kurang mampu memberikan dukungan terhadap pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi dalam perkembangan kebudayaan di kota Makassar.Khususnya kemampuan masyarakat dalam memahami pentingnya pemanfaatan Teknologi Informasi, fasilitas yang digunakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas kurang mampu mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar serta sikap dan perilaku masyarakat dalam memahami pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi kurang optimal. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang kurang mengerti dan memahami pentingnya Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Kata Kunci : Globalisasi, Teknologi Informasi, Kebudayaan PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa. Pengaruh globalisasi dirasakan di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain yang akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme bangsa. Secara umum globalisasi dapat dikatakan suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Menurut Edison A. Jamli (Edison A. Jamli dkk, Kewarganegaraan, 2005), globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. Dengan kata lain proses globalisasi akan berdampak melampaui batas-batas kebangsaan dan kenegaraan. Sebagai sebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari

dukungan pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah pendukung utama bagi terselenggaranya globalisasi. Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, informasi dalam bentuk apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan dengan mudah sehingga dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup hingga budaya suatu bangsa. Kecepatan arus informasi yang dengan cepat membanjiri kita seolah-olah tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap kritis. Makin canggih dukungan teknologi tersebut, makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Oleh karena itu selama ini dikenal asas kebebasan arus informasi berupa proses dua arah yang cukup berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain. Namun perlu diingat, pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan adanya TIK adalah peningkatan kecepatan, ketepatan, akurasi dan kemudahan yang memberikan efisiensi dalam berbagai bidang khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan biaya. Sebagai contoh manifestasi TIK yang mudah dilihat di sekitar kita adalah pengiriman surat hanya memerlukan waktu singkat, karena kehadiran surat elektronis (email), ketelitian hasil perhitungan dapat ditingkatkan dengan adanya komputasi numeris, pengelolaan data dalam jumlah besar juga bisa dilakukan dengan mudah yaitu dengan basis data (database), dan masih banyak lagi. Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya TIK, misalnya dari globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk luar negeri masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan ditambahnya harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat terhadap produk dalam negeri. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Pada hakikatnya teknologi diciptakan, sejak dulu hingga sekarang ditujukan untuk membantu dan memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, baik pada saat manusia bekerja, berkomunikasi, bahkan untuk mengatasi berbagai persoalan pelik yang timbul di masyarakat. TIK tidak hanya membantu dan mempermudah manusia tetapi juga menawarkan cara-cara baru di dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sehingga dapat mempengaruhi budaya masyarakat yang sudah tertanam sebelumnya. Budaya atau kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku bagi masyarakat pendukungnya yang berupa nilai-nilai (kebenaran, keindahan, keadilan, kemanusiaan, kebijaksanaan, dll ) yang berpengaruh sebagai kerangka untuk membentuk pandangan hidup manusia yang relatif menetap dan dapat dilihat dari pilihan warga budaya itu untuk menentukan sikapnya terhadap berbagai gejala dan peristiwa kehidupan. Jadi bagaimana TIK dapat mempengaruhi nilai-nilai yang telah tumbuh di masyarakat dalam suatu bangsa itu sangat tergantung dari sikap masyarakat tersebut. Seyogyanya, masyarakat harus selektif dan bersikap kritis terhadap TIK yang berkembang sangat pesat, sehingga semua manfaat positif yang terkandung di dalam TIK mampu dimanifestasikan agar mampu membantu dan mempermudah kehidupan masyarakat, dan efek negatif dapat lebih diminimalkan. Demikian halnya perkembangan kebudayaan di Kota Makassar juga ikut berpengaruh terhadap perkembangan globalisasi Teknologi Informasi. Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk memberikan data dan informasi tentang perkembangan kebudayaan di Kota Makssar. Seperti kita ketahui budaya masyarakat Kota Makassar begitu beragam dan perlu dilestarikan sehingga dapat tetap bertahan dan memberikan devisa bagi Kota Makassar khususnya. Untuk memberikan data dan informasi tersebut, maka perlunya ditunjang oleh

beberapa faktor dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Faktorfaktor tersebut seperti kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam mendukung dan memahami Teknologi Informasi yang digunakan, sarana atau fasilitas yang digunakan dalam mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi tersebut, dan sikap dan perilaku masyarakat terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Namun permasalahan yang muncul adalah pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi terhada perkembangan budaya Makassar belum terlaksana secara optimal sehingga memerlukan peran serta pemerintah dan masyarakat memanfaatkan globalisasi Teknologi Informasi tersebut. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanaka faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar ? Tujuan Penulisan Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar Metode Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode survey yang lebih menekankan pada jenis penelitian deksriptif kuantitatif dimana metode ini sangat relevan dengan topik yang akan diteliti, juga sangat membantu untuk mendapatkan data yang obyektif dan valid dalam rangka memahami, memecahkan, serta mengupayakan pemecahan masalah tentang analisis faktor pendukung pemanfaatan globalisasi teknologi informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat dan mereka yang memahami tentang pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2001 : 57). Oleh karena itu sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memahami pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik aksidental. Teknik aksidental ini adalah mereka yang ditemui dan memahami pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar yang dapat diberikan pertanyaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wawancara. dari sejumlah informan akan bermanfaat guna mewujudkan validitas data secara keseluruhan, yang dapat ditempuh dengan cara membandingkan data dari responden dengan informan yang . Selanjutnya dengan kuesioner guna mendapatkan data yang akurat dan obyektif terhadap permasalahan yang diteliti, didapat dari responden. Data mentah yang terkumpul dari hasil jawaban responden maupun yang didapat dari hasil wawancara, telaah dokumen serta observasi akan diolah dengan menggunakan sistem tabulasi data dengan memakai analisis frekuensi. Dengan rumus sebagai berikut :

F P = --------------------- x 100 % N Keterangan : P= Persentase F= Jawaban responden N= Jumlah responden Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif yang dikualitatifkan, maksudnya data yang ada diangkakan kemudian dideskripsikan. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Globalisasi Kata globalisasi makin lama makin menjadi sajian sehari-hari melalui berbagai pemyataan publik dan liputan media massa; dan kalau semuanya itu kita perhatikan secara saksama, maka akan ternyata betapa kata globalisasi itu cenderung dilontarkan tanpa terlalu dihiraukan apa maknanya. Pernyataan seperti dalam era globalisasi dewasa mi berarti bahwa kita telah berada dalam era globalisasi; lain lagi halnya kandungan pernyataan menjelang era globalisasi yang berarti kita belum berada dalam era tersebut. Kelatahan dalam penggunaan kata globalisasi sedemikian itu akhimya mengesankan kesembarangan arti kata globalisasi, dan makin mengaburkan implikasi dan komplikasi makna yang terkandung di dalamnya. (Sudarmajid, 2003 : 23). Menurut Aditya (2004 : 11) globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang ditimbulkan oleh sesuatu kegiatan atau prakarsa yang dampaknya bekelanjutan melampaui batasbatas kebangsaan (nation-hood) dan kenegaraan (state-hood); dan mengingat bahwa jagad kemanusiaan ditandai oleh pluralisme budaya, maka globalisasi sebagai proses juga menggejala sebagai peristiwa yang melanda dunia secara lintasbudaya (trans-cultural). Dalam gerak lintas-budaya mi terjadi berbagai pertemuan antarbudaya (cultural encounters) yang sekaligus mewujudkan proses saling-pengaruh antarbudaya, dengan kemungkinan satu fihak lebih besar pengaruhnya ketimbang fihak lainnya. Pertemuan antar-budaya memang menggej ala sebagai keterbukaan (exposure) fihak yang satu terhadap lainnya; namun pengaruh-mempengaruhi dalarn pertemuan antar-budaya itu tidak selalu berlangsung sebagai proses dua-arah atau timbal-balik yang berimbang, melainkan bolehjadi juga terjadi sebagai proses imposisi budaya yang satu terhadap lainnya; yaitu, terpaan budaya yang satu berpengaruh dominan terhadap budaya lainnya. Apakah yang kita maksudkan dengan budaya atau kebudayaan itu? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan mi banyak cara dapat ditempuh. Kita dapat mencari jawaban berdasarkan etimologi; cara mi mungkin menarik secara akademik namun mungkin terlalu steril untuk diturunkan sebagai medium analisis dalam terapan empirikal. Cara lain ialah memperbandingkan berbagai definisi yang dapat dipandang terkemuka dalam literatur; cara mi akan membutuhkan uraian panjang lebar karena biasanya perlu diperjelas dengan tafsiran konseptual dan kontekstual. Mungkin juga kita lakukan pendekatan komparatif antara suatu teori dengan lainnya; cara mi jelas dapat memperkaya wawasan kita tentang kebudayaan, tapi keunggulan suatu teori berkenaan dengan sesuatu gej ala budaya tidak selalu bearti keunggulan teori itu secara menyeluruh; tiap teori bisa saja memiliki keunggulan dalam satu dan lain hal, sehingga konvergensi antar-teori mungkin saja digunakan dalam usaha memahami berbagai manifestasi budaya.

Kalau kita sarikan muatan berbagai definisi yang terkemuka, maka tidak terlalu keliru kiranya kalau kita mengartikan kebudayaan sebagai sehimpunan nilai-nilai yang oleh masyarakat pendukungnya dijadikan acuan bagi perilaku warganya. Nilai-nilai itu juga berpengaruh sebagai kerangka untuk membentuk pandangan hidup yang kemudian relatif menetap dan tampil melalui pilihan warga budaya itu untuk menentukan sikapnya terhadap berbagai gejala dan peristiwa kehidupan. Nilai-nilai itu pada sendirinya barn merupakan acuan dasar yang keberlakuannya disadarkan melalui ikhtiar pendidikan sejak dini, seperti misalnya usaha pengenalan dan penyadaran tentang apa yang baik, buruk, dosa, indah, dsb dalam tindak-tanduk seseorang. Sebagai sumber acuan, persepi terhadap nilai-nilai itu masih besifat umum; batas antara apa yang dinilai sebagai kebajikan (good) atau kejahatan (evil) berlaku dalam garis besar yang memisahkan satu dan lainnya; belum lagi antara keduanya diperbedakan dalam perbandingan seberapa balk atau seberapa buruk dipandang dan tolokukur tertentu; tolokukur itu baru menjelma melalui norma-norma sebagai pengatur kepantasan perllaku. Norma (nomos) adalah tolokukur yang memungkinkan terjadinya konformisme perilaku dalam sesuatu masyarakat, dan dengan demikian tersedia pula ukuran untuk nonkonformisme. Adanya tolokukur normatif mi menjadi dasar bagm berkembangnya peradaban (civilization) sebagai bagian dan dinamika budaya tertentu. Dan uraian di atas mi dapat disimpulkan, bahwa kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku bagi masyarakat pendukungnya berupa nilai-nilai (kebenaran, keindahan, keadilan, kemanusiaan, kebajikan, dsb), sedangkan peradaban adalah penjabaran nilainilai tersebut melalui diwujudkannya norma-norma yang selanjutnya dijadikan tolokukur bagi kepantasan perilaku warga masyarakat ybs. Nilai keadilan diwujudkan melalui hukum dan sistem peradilan; nilai keindahan dijabarkan melalui berbagai norma artistik, nilai kesusllaan dinyatakan melalui berbagai tatakrama, nilai religius diungkapkan melalui berbagai norma agama, dan begitu seterusnya. Singkatnya, penjabaran nilai kebudayaan menjadi norma peradaban dapat dipandang sebagai pengalihan dan sesuatu yang transenden menjadi sesuatu yang immanen. Terjalinnya kesadaran transendensi dan immanensi inilah yang menjadikan dinamika sejarah kemanusiaan sebagai kaleidoskop perkembangan kebudayaan dan peradaban. Pasang-surutnya kebudayaan sepanjang sejarah kemanusiaan nyata sekali ditentukan oleh sejaubmana kebudayaan itu masih berlanjut sebagai kerangka acuan untuk dijabarkan melalui sesuatu tatanan normatif. Misalnya, kebudayaan Pharaonic yang benlaku dalam masyarakat Mesir kuno surut seiring dengan klan memudarnya kebudayaan itu sebagai sumber acuan untuk penjabaran norma-norma perilaku bagi masyarakat Mesir sekarang. Tapi juga dalam era kontemporer mi suatu kebudayaan sebagai sistem nilai dapat dengan suatu rekayasa didesak oleh sistem nilai barn, sehingga kebudayaan yang lama kehilangan dayanya sebagai acuan untuk menjabarkan normanorma perllaku. Perhatikan misalnya Revolusi Kebudayaan yang secara berencana dilancarkan di Republik Rakyat Cina pada pertengahan tahun 6Oan; perubahan serupa pun teijadi tatkala Partai Komunis Rusia berhasil menggulingkan kekaisaran di Rusia dan memperkenalkan nilai-nllai barn sebagai acuan bagi norma perllaku barn yang ideal bagi suatu masyarakat komunis. Perhatikan pula perubahan yang terjadi di Turki, ketika Kemal Attaturk melancarkan gerakan modernisasi (yang diartikan sebagai westemisasi). Kesemuanya mi sekaligus menunjukkan bahwa kebudayaan adalah suatu pengejawantahan yang hidup selama ada masyarakat pendukungnya; hal mi berlaku balk bagi kebudayaan yang surut oleh perubahan zaman maupun yang kehadirannya dipaksakan untuk mendesak kebudayaan lama.(Kariadi, 2002) Dalam sejarah kemanusiaan banyak contoh yang menunjukkan, bahwa timbultenggelamnya kebudayaan sangat dipengaruhi oleh apa yang tenjadi dalam pertemuan antarbudaya, yaitu sejauh mana satu di antara fihak yang saling bertemu kurang atau tidak

lagi memiliki ketahanan budaya (cultural resilience). Kebudayaan adalah suatu daya yang sekaligus tersimpan (latent) dan nyata (actual). Demikianlah kebudayaan mengandung dua daya sekaligus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestanikan dan daya yang cenderung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah tiap masyarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; satu daya mempertahankannya agar lestani dan daya lainnya menariknya untuk maju; satu daya dengan kecenderungan preservatif dan satunya lagi dengan kecenderungan progresif. Dalam kondisi demikian itulah pertemuan antarbudaya sangat berpengaruh atas perimbangan antara kedua daya tersebut. Sampai batas tertentu dan saling-pengaruh yang terjadi itu dapat terpantul seberapa tinggi derajat kesadaran dan tingkat ketahanan budaya masing-masing fihak yang saling bertemu. Tangguh atau rapuhnya ketahanan budaya biasanya dilatani oleh menurunnya kesadaran masyarakat yang bersangkutan terhadap kebudayaannya sebagai pengukuh jatidirinya. Makin rendah derajat ketahanan budaya masyarakat pendukungnya, makin kuat pula budaya asing yang menerpanya berpengaruh dominan terhadap masyarakat itu. Proses globalisasi yang diakibatkan oleh berbagai prakarsa dan kegiatan pada skala internasional sebagaimana menggej ala dewasa mi pun penlu kita cermati sejauhmana siginifikan pengaruhnya dalam pertemuan antar-budaya. Dalam kaitan mi pertemuan antar-budayajangan terutama digambarkan sebagai pertemuan antara dua fihak belaka, melainkan terjadi dengan ketenlibatan sejumlah fihak secara segera (instantaneous) serta serempak (simultaneous). Kesanggupan sesuatu satuan budaya untuk mempertahankan kesejatiannya dalam pertemuan antar-budaya yang demikian majemuknya itu sangat ditentukan oleh tinggi-rendahnya derajat kesadaran budaya dan tanguhrapuhnya tingkat ketahanan budaya masyarakat pendukungnya. Budaya asing yang berpengarnh dominan terhadap satuan budaya asli bisa membangkitkan kesan sebagai model untuk ditiru. Kecenderungan meniru itu dalam kelanjutannya bisa terpantul melalui berkembangnya gayahidup (ljfestyle) barn yang dianggap superior dibandingkan dengan gayahidup lama. Berkembangnya gayaliidup baru itu dapat menimbulkan kondisi sosial yang ditandai oleh heteronomi, yaitu berlakunya herbagai norma acuan penilaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Perubahan gayahidup yang ditiru dan budaya asing bisa berkelanjutan dengan timbulnya gejala keterasingan dan kebudayaan sendiri (cultural alienation).(Ekawati, 2003) Karena perhatian akan kita pusatkan pada persoalan pertemuan antarbudaya dalam era globalisasi, maka ada baiknya kita bahas dahulu hal-ihwal yang berkenaan dengan globalisasi sebagai proses maupun globalisme sebagai carapandang yang dewasa mi cenderung dianut dalam tata-pergaulan intemasional. Sebagai proses, globalisasi benlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antarbangsa, yaitu dimensi ruang (space) dan waktu (time). Ruang/jarak makin diperdekat dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala mondial. Seantero jagad seolah-olah tertangkap dalam satu janingan besar tanpa adanya suatu pusat tunggal. Kendatipun dalam periode Perang Dingin kondisi bipolar seakan-akan membelah-dua dunia mi dengan pengendalian dan dua pusat kekuatan dunia yang saling bertentangan, usainya Perang Dingin tidak menjadikan dunia kita monosentnik. Justru plunisentrisme dan multipolaritas menjadi cmi dunia menjelang akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-2 1. Tidak ada kekuatan tunggal yang mutlak dan sanggup mengabaikan -apalagi mengungguli- kondisi global yang plurisentnik dan multipolar dalam era kontemporer. Dalam kondisi demikian itulah globalisme menjadi cara pandang dalam interaksi antarbangsa, dan hal ml pada gllirannya mendorong berlangsungnya proses globalisasi yang terus berkembang atas kemekarannya sendiri. Dalam perkembangan sedemikian itu dirasakan makin dipenlukannya suatu tatanan dunia baru yang perwujudannya memperhatikan plurisentrisme dan multipolanitas

sebagai kenyataan global masakini. Tatanan itu tentu menuntut dirancangnya berbagai sistem dan pelembagaan yang hams diwujudkan sebagai konsekuensinya. Rancangan demikian itu tentunya hams dapat ditenima oleh majonitas eksponen yang ambilbagian dalam janingan global yang plunisentrik dan multipolar. Ditenimanya suatu tatanan global barn mestinya dapat diandalkan pada tergalangnya konsensus maksimal di antara segenap eksponen yang berperan dalam janingan itu. Dewasa mi sistem dan pelembagaan termaksud tenutama nyata perkembangannya dalam bidang ekonomi dan perdagangan internasional; globalisasi dalam bidang ml sudah dijangkau oleh sistem dan pelembagaan yang makin dijadikan acuan dalam hubungan internasional. Dalam bidang mi tampaknya tiada altematif lain bagi kita kecuali turut berperan di dalamnya, suka-tak-suka; sedang kesiapan untuk ambilbagian dalam tatanan barn itu merupakan imperatif yang sukar dielakkan, mau-tak-mau. Dalam naskah mi perhatian kita pusatkan pada penjelmaan globalisme dalam bidang yang jelas berdampak terhadap wawasan budaya kita, yaitu bidang informasi dan komunikasi yang sangat tertunjang oleh pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih. Dalam bidang inilah terjadi pemadatan dimensi rnang dan waktu (yang disebut Harvey time-space compression); jarak makin diperdekat dan waktu makin dipersingkat. Dalam bidang informasi, maka terjadilah banjir deras informasi (information glut) yang menghujani kita dan nyanis tak lagi terkendali; dan sebagaimana terjadi dengan setiap banj in, maka dalam hal mi pun terbawa limbah yang samasekali tidak berguna; maka betapa pun paradoksal kedengarannya, banjir informasi melalui sistem dan pelembagaan yang didukung oleh teknologi canggih tidak dengan sendirinya mempenkaya wawasan kita, melainkan bisa juga mencemani kita secara mental. Maka tidaklah mengherankan kalau banjir informasi itu akhirya juga bisa benpengaruh terhadap carapandang maupun gayahidup kita; dan inilah awal dan suatu proses yang akhimya bisa bermuara pada pernbahan sikap mental dan kultural. Teknologi informasi dan komunikasi dalam era globalisasi mi merupakan pendukung utama bagi tenselenggaranya pertemuan antarbudaya. Dengan dukungan teknologi modem infonmasi dalam berbagai bentuk dan untuk benbagai kepentingan dapat disebarluaskan begitu rnpa, sehingga dengan mudah dapat mempengaruhi carapandang dan gayahidup kita. Kesegeraan dan keserampakan anus informasi yang dengan derasnya menerpa kita seolah-olah tidak membenikan kesempatan pada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap knitis. Perlu dicatat, bahwa dalam pertemuan antar-budaya mengalirnya anus informasi itu tidak senantiasa terjadi secara dua-arah; dominasi cendernng terjadi dan fihak yang memiliki dukungan teknologi lebih maju terhadap fihak yang lebih terbelakang. Makin canggih dukungan tersebut makin besar pula anus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Kalau dewasa ml dianut asas kebebasan arns informasi (free flow of information), maka yang sesungguhnya terjadi bukanlah pertukanan informasi (exchange of information) berupa proses dua-arah yang cukup bermmbang, melainkan dominasi anus informasi dan fihak yang didukung oleh kesanggupan merentangkan sistem informasi dengan jangkauan global. Dengan jangkaun sedemikian itu, maka fmhak yang lebih unggul dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi niscaya lebih berkesanggupan untuk membiaskan pengaruhnya secara global. (Ridwansyh, 2001) Gejala tersebut nyata berpengaruh atas terbentuknya sikap mental dan kultural pada fihak yang diterpa (expose) oleh fihak yang menerpanya (impose) dengan anus informasi. Maka tidak mustahil kemajuan masyarakat yang diterpa cenderung diukur secara memperbandingkan dengan hal-ihwal yang dipenkenalkafl melalui informasi dan fihak yang menerpa. Kecenderungan mi adakalanya dianggap sebagai bagian dan upaya modemisasi, dan ditenima dengan alasan mengikuti kecenderungafl global. Sikap yang naif mi antara lain juga ditandai oleh kecenderungan glonifikasi terhadap fihak yang

diunggulkan sebagai sumber informasi global dan tampil sebagai penentu kecendeningafl (trend-setter) dalam pembentukan sikap mental dan kultural serta gaya hidup barn. Pengertian Budaya Sebelum mengulas tentang perkembangan tekologi komunikasi terhadap kehidupan budaya, perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian budaya itu sendiri. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Semakin lama kebudayaan akan semakin berkembang. Seperti dalam hal bahasa. Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan seharihari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita telah bergerak dari budaya lisan ke budaya tulisan sejak ditemukannya huruf. Tapi, sekarang kita sedang bergeser dari budaya tulisan ke budaya visual. Dalam budaya visual, gambar-yang diam atau bergerakmenjadi bagian yang penting dalam proses komunikasi. Sehingga kemudian sampailah pada era globalisasi. Dimana era globalisasi ini erat sekali kaitannya dengan teknologi informasi atau komunikasi. Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa. Pengaruh globalisasi dirasakan di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain yang akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme bangsa. Sebagai sebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari dukungan pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi adalah pendukung utama bagi terselenggaranya globalisasi. Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, informasi dalam bentuk apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan dengan mudah sehingga dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup hingga budaya suatu bangsa. Kecepatan arus informasi yang dengan cepat membanjiri kita seolah-olah tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap

kritis. Makin canggih dukungan teknologi tersebut, makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Oleh karena itu selama ini dikenal asas kebebasan arus informasi berupa proses dua arah yang cukup berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain. Pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi komunikasi meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan adanya Teknokom adalah peningkatan kecepatan, ketepatan, akurasi dan kemudahan yang memberikan efisiensi dalam berbagai bidang khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan biaya. Kemudian dapat menunjang perkembangan kebudayaan, saling mempelajari kebudayaan lain. Banyak hal yang didapat karena pengaruh teknologi komunikasi. Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya teknologi komunikasi, misalnya dari globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk luar negeri masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan ditambahnya harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat terhadap produk dalam negeri. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Peningkatan kualitas hidup semakin menuntut manusia untuk melakukan berbagai aktifitas yang dibutukan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya. Teknologi Informasi dan Komunikasi yang perkembangannya begitu cepat secara tidak langsung mengharuskan manusia untuk menggunakannya dalam segala aktivitasnya. Konsep Teknologi Informasi (TI) Teknologi Informasi (TI) yang kini berkembang amat pesat, tak bisa dipungkiri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh proses globalisasi ini. Mulai dari wahana TI yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, hingga internet dan telepon gengam dengan protokol aplikasi tanpa kabel (WAP), informasi mengalir dengan sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran banyak orang. (Radian, 2004) Perubahan informasi kini tidak lagi ada dalam skala minggu atau hari atau bahkan jam, melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik. Perubahan harga saham sebuah perusahaan farmasi di Bursa Efek Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang dari sepersepuluh detik untuk diketahui di Surabaya. Indeks nilai tukar dollar yang ditentukan di Wall Street, AS, dalam waktu kurang dari satu menit sudah dikonfirmasi oleh Bank Indonesia di Medan Merdeka. Demikian juga peragaan busana di Paris, yang pada waktu hampir bersamaan bisa disaksikan dari Gorontalo, Sulawesi. TI telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba cepat dan mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Peran Internet tidak bisa dipungkiri dalam hal penyediaan informasi global ini sehingga dalam derajat tertentu, TI disamaratakan dengan Internet. Internet sendiri memang fenomenal kemunculannya sebagai salah satu tiang pancang penanda kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Internet menghilangkan semua batas-batas fisik yang memisahkan manusia dan menyatukannya dalam dunia baru, yaitu dunia maya. Setara dengan perkembangan perangkat keras komputer, khususnya mikro-prosesor, dan infrastruktur komunikasi, TI di internet berkembang dengan kecepatan yang sukar dibayangkan. Konsep perdagangan elektronik melalui internet, yang dikenal dengan nama e-Commerce yang lahir karena perkawinan TI dengan globalisasi ekonomi belum lagi genap berusia lima tahun dikenal dari fakta bahwa sebenarnya sudah ada sekitar 20 tahun yang laluketika sudah harus merelakan dirinya digilas dengan konsepsi e-Business yang lebih canggih. Jika eCommerce hanya memungkinkan seseorang bertransaksi jual beli melalui internet dan melakukan pembayaran dengan kartu kreditnya secara on-line, atau memungkinkan

seorang ibu rumah tangga memprogram lemari-esnya untuk melakukan pemesanan saribuah secara otomatis jika stok yang disimpan di kulkas itu habis dan membayar berbagai tagihan rumah tangganya melalui instruksi pada bank yang dikirim dengan menekan beberapa tombol pada telepon genggamnya, maka dengan e-Business, transaksi ekspor impor antar negara lengkap dengan pembukaan LC dan model cicilan pembayarannya juga bisa dilakukan dengan wahana dan media yang sama. Karena itu, wajar jika pemerintah negara-negara Asia, negara yang dianggap kurang maju, kini mulai secara resmi mendukung perkembangan TI setelah sekian lama diam-kebingungan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan perkembangan teknologi yang demikian cepat ini. Bagi Asia, yang saat ini sedang bekerja keras mengejar ketinggalan dari negara-negara maju dan pada saat yang sama mengalami perubahan sosial politik, keberadaan internet khususnya merupakan masalah yang pelik. Lebih buruk lagi, krisis ekonomi yang dialami Asia pada akhir tahun 90an menunda perkembangan TI di saat AS dan negara-negara Eropa sedang berkembang pesat dalam penggunaan teknologi itu. (http://www.e-culture/203) Pertemuan Asian Regional Conference of the Global Information Infrastructure Commission (GIIC) di Manila pada bulan Juli 2000 menghasilkan rencana untuk membangun jaringan komunikasi, menyediakan perangkat pengakses informasi dari internet untuk masyarakat, menyusun framework penggunaan TI, membangun jaringan online-pemerintah, serta mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan daya saing Asia. Namun memang masih ada hambatan, terutama antara lain sumber daya yang terbatas, masih kakunya sistem pemerintahan, serta perbedaan sosial politik di antara negara-negara yang kini harus bekerjasama yang bila gagal diatasi, akan tetap menempatkan Asia di pihak yang merugi. Salah satu tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Asia yang disepakati dalam pertemuan GIIC itu adalah mempersiapkan hukum mengenai transaksi, kejahatan internet, merek dagang, hak cipta dan masalah lain. Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Tabloid Kontan On-line tanggal 9 Oktober 2000 yang mengutip IDC (Information Data Corporation) , dana yang sudah dibelanjakan untuk kepentingan TI di Indonesia cukup besar. Tahun 2000 ini diperkirakan US$ 772,9 juta, naik dari US$ 638,4 juta tahun lalu. Jumlah ini belum termasuk investasi dotcom yang sempat bergairah obor-blarak dalam dua tahun terakhir. Dari US$ 772,9 juta itu, sebagian besar (57,7%) dibelanjakan untuk perangkat keras seperti PC dan notebook. Sebagian yang lain (14,4%) dibelanjakan untuk perangkat lunak. Seharusnya, angka untuk perangkat lunak ini jauh lebih besar daripada untuk perangkat kerasnya. Hal ini diduga keras karena di Indonesia tingkat pembajakan masih di atas 90%. Sementara dari 17 sektor yang membelanjakan uang untuk TI tadi, sektor yang paling banyak mengeluarkan uang adalah komunikasi & media (19,3%), diikuti oleh discreet manufacturing (16,9%), pemerintah (12,4%), dan perbankan (11,8%). Sampai dengan bulan Juni 1999, masih menurut sumber dari Kontan On-line, dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa, jumlah personal computer yang ada di negeri ini hanya sekitar 2 juta unit. Itu berarti hanya 0,95% dari jumlah penduduk. Angka ini masih sangat kecil dan jika dijadikan pijakan konsepsi utopis TI yang mampu mendorong terjadinya perubahan sosial. Namun, angka sekecil itu yang diperkuat dengan TI, khususnya pemanfaatan jaringan internet, bisa cukup menimbulkan dilema bagi pemerintah, lebih khusus lagi bagi negara yang memiliki peraturan ketat. Di jaman Orde Baru berkuasa dulu, TI disikapi dengan penuh kebingungan, seperti misalnya dalam kasus penggerebekan salah satu Internet Service Provider (ISP) di Jakarta saat Kudatuli kerusuhan dua puluh tujuh juli yang menghebohkan itu. Kasus ini layaknya menghadapkan kemajuan TI dengan alat perang dan kekuasaan. Dan seperti biasanya, senjata lebih berkuasa daripada teknologi. Namun, kekuatan TI yang ditekan itu kemudian tampil jumawa dalam episode jatuhnya

Orde Baru. Konon, dipercaya bahwa gerakan mahasiswa dan bantuan logistiknya dikoordinasikan dengan memanfaatkan kecanggihan TI ini. Bahkan, komunikasi militer pun disadap dan semua sandi militer diterjemahkan oleh para aktivis dan dibagikan lewat pager, telepon gengam dan email pada para koordinator lapangan untuk mengantisipasi blokade militer yang menyapu Jakarta dan kota-kota lainnya saat itu, 1998 dan 1999. TI, secara langsung atau tidak, berkontribusi atas terjadinya suatu perubahan sosial yang bermakna di Indonesia, yaitu jatuhnya rejim militeristik yang sudah berkuasa 32 tahun lamanya. Tapi, entah dimana salahnya, pemerintah baru yang terpilih secara relatif demokratis pasca rejim Orde Baru ini juga gagap menanggapi kemajuan TI. Keppres 96/2000 yang garis besarnya berisi larangan masuknya investor asing di bidang industri multimedia di Indonesia, menunjukkan dengan jelas kebingungan pemerintah dalam merespon perkembangan bisnis multimedia, yang tentu ada dalam mainstream TI. Dengan Kepres itu, tersirat inferioritas yang luar biasa dalam diri pemerintah. Pemerintah beranggapan bahwa proteksi itu diberikan dengan asumsi tidak mungkin pemain-pemain lokal mampu bersaing dengan investor asing dalam dunia TI. Padahal, justru banyak pemain lokal yang berteriak dan menentang keppres ini. Satu-satunya pemain lokal yang terlihat paling getol mendukung dikeluarkannya keppres tersebut hanyalah PT. Telkom. Kebingungan ini juga terlihat jelas dalam perumusan UU Telekomunikasi beserta PP yang menyertainya. Dalam PP No 52/2000 misalnya, apabila seseorang ingin mendirikan warung internet, untuk mengurus ijin pendirian warnet, harus meminta ijin yang ditandatangani oleh menteri (!). Jelas, bahwa kebijakan pemerintah saat ini menimbulkan semakin banyak masalah yang timbul dalam pengembangan TI. Dalam hal politik, meningkatnya tribalisme saat ini mungkin bisa dianggap terkait dengan kemajuan TI karena memperjelas banyak hal sehingga setiap orang dapat mengetahui peristiwa yang terjadi di mana saja, yang pada masa lalu tidak terlihat tapi bukannya tidak ada. Demokrasi melanda dunia dan dunia menerapkan demokrasi itu melalui sistem telekomunikasi global. Dengan semakin banyaknya informasi yang diterima masyarakat, pemerintah harus mulai berubah ke arah sistem dimana peraturan dan hukum didasarkan bukan pada kemauan pemerintah, melainkan pada legitimasi masyarakat. Konsep Negara Kesatuan misalnya, jika dilihat dari kacamata TI dan globalisasi secara paradoks bisa jadi sudah punah karena negara yang efektif justru memecah dirinya menjadi bagian lebih kecil dan lebih efisien. Kenichi Ohmae dalam bukunya yang terkenenal The End of the Nation State, melihat dengan jelas bahwa gagasan pemerintah pusat adalah bagian yang terpenting dari sebuah pemerintahan sudah saatnya ditinggalkan. Dunia dalam kacamata TI saat ini adalah dunia tentang pribadi orang per orang, bukan negara (state). Dunia yang saat ini, menurut pencetus ide The Third Way Anthony Giddens dengan teori strukturasi modernisnya, sedang bermetamorfosa dari swapraja menuju swakelola. (Martinginsih, 2004) TI modern memungkinkan kerjasama yang luar biasa antar masyarakat, pelaku ekonomi dan negara. Sebuah paradoks: karena ekonomi global makin membesar, maka negara-negara yang mengambil peran akan semakin mengecil. Tanpa TI, informasi tidak ada, dan tanpa informasi maka semua kegiatan akan berhenti. Globalisasi, dalam hal informasi dan dilihat dari kacamata TI, jelas adalah keniscayaan. Tak ada jalan untuk mundur lagi. Menurut Amartya Sen, pemenang hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 1998, teknologi harus berpihak dan mengabdi pada manusia. Maka yang harus dilakukan dalam konteks perkembangan TI dan globalisasi ini adalah membangun kembali keberpihakan TI melalui strategi yang membela mereka yang selama ini ditinggalkan dan diabaikan dalam arus globalisasi. Bagaimana memulai? Pertama, dari yang lokal, yaitu dengan memberikan kesempatan pada yang kecil. Dengan populasi mencapai 2,1 juta unit usaha yang tahan

banting sudah teruji dalam krisis ekonomimaka pengusaha kecil, menengah dan koperasi merupakan sasaran pokok yang harus didorong dan diberdayakan dalam memanfaatkan TI untuk melakukan perdagangan elektronik karena keterbatasan modal, sumber daya manusia dan keahlian. Pemanfaatan Teknologi Informasi Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang cukup pesat sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama teknologi informasi (information technology) seperti internet sangat menunjang setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh keuntungan secara potong kompas. Dampak buruk dari perkembangan dunia maya ini tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat modern saat ini dan masa depan. Globalisasi dunia melalui teknologi informasi (internet, telepon selular dan media elektronik lain) yang berkembang sangat pesat. Dampak perkembangan teknologi informasi dirasa sangat berpengaruh terhadap pengaturan hukum. Betapa tidak dengan penggunaan teknologi informasi perilaku manusia secara nyata telah beralih dari model aktifitas yang didasarkan pada suatu bentuk hubungan face to face telah bergeser kepada pola hubungan digitally. Oleh karena adanya pergeseran demikian, maka tidak mengherankan dalam setiap aspek kehidupan manusia pun mulai menunjukan suatu fenomena baru. Hal ini salah satunya dapat dilihat pada upaya kreasi manusia yang berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Adanya penyalahgunaan teknologi informasi yang merugikan kepentingan pihak lain sudah menjadi realitas sosial dalam kehidupan masyarakat moderen sebagai dampak dari pada kemajuan iptek yang tidak dapat dihindarkan lagi bagi bangsa-bangsa yang telah mengenal budaya teknologi (the culture of technology). Teknologi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat manusia dalam dunia yang semakin sempit ini. Semua ini dapat dipahami, karena teknologi memegang peran amat penting di dalam kemajuan suatu bangsa dan negara di dalam percaturan masyarakat internasional yang saat ini semakin global, kompetitif dan komparatif. Bangsa dan negara yang menguasai teknologi tinggi berarti akan menguasai dunia, baik secara ekonomi, politik, budaya, hukum internasional maupun teknologi persenjataan militer untuk pertahanan dan keamanan negara bahkan kebutuhan intelijen. Dampak perkembangan teknologi informasi, bisa positif bisa pula negatif. Kemudahan dalam mengakses informasi dan ilmu pengetahuan dari berbagai sumber dan belahan dunia, merupakan salah satu manfaat positif. Sedangkan dampak negatifnya adalah masuknya pengaruh budaya asing, seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan Narkoba, tindakan kriminalitas dan budaya kekerasan. Generasi muda adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap pengaruh budaya asing ini, sehingga dalam membangun sosial budaya, terutama terhadap generasi muda itu, diperlukan persiapan yang matang, agar mereka dapat mengambil manfaat positif dan membentengi diri dari dampak negatif globalisasi dunia yang tengah berkembang ini. Selaku harapan serta tumpuan bangsa dan negara yang akan melanjutkan pembangunan di segala bidang, generasi muda mesti dibekali sedini mungkin dengan ilmu pengetahuan tentang tata cara mengambil manfaat positif dari kemajuan teknologi informasi yang berkembang dengan deras dan pesat. Peranan pemerintah bersama serta segenap elemen masyarakat, semakin dituntut dan diperlukan untuk mengawasi, membina dan menyelamatkan para generasi muda dari dampak negatif kemajuan teknologi informasi. Disamping itu, pemantapan kehidupan

beragama dapat dijadikan benteng pertahanan bagi masyarakat untuk meminimalisasi pengaruh negatif dari dampak globalisasi dunia melalui teknologi informasi yang masuk dengan deras ke semua pelosok negeri di Indonesia. Suatu hal yang patut diperhatikan adalah bahwa kejahatan sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk menjadi suatu tradisi atau budaya yang selalu mengancam dalam setiap saat kehidupan masyarakat. Di sini perlu ada semacam batasan hukum yang tegas di dalam menanggulangi dampak sosial, ekonomi dan hukum dari kemajuan teknologi moderen yang tidak begitu mudah ditangani oleh aparat penegak hukum di negara berkembang seperti halnya Indonesia yang membutuhkan perangkat hukum yang jelas dan tepat dalam mengantisipasi setiap bentuk perkembangan teknologi dari waktu ke waktu. Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya membawa dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi global atau internet saat ini telah menjadi salah satu sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik maupun internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif dan modus operandi yang amat menarik bagi para penjahat digital. Manifestasi kejahatan mayantara yang terjadi selama ini dapat muncul dalam berbagai macam bentuk atau varian yang amat merugikan bagi kehidupan masyarakat ataupun kepentingan suatu bangsa dan negara pada hubungan internasional. Kejahatan mayantara dewasa ini mengalami perkembangan pesat tanpa mengenal batas wilayah negara lagi (borderless state), karena kemajuan teknologi yang digunakan para pelaku cukup canggih dalam aksi kejahatannya. Para hacker dan cracker bisa melakukannya lewat lintas negara (cross boundaries countries) bahkan di negaranegara berkembang (developing countries) aparat penegak hukum, khususnya kepolisian tidak mampu untuk menangkal dan menanggulangi disebabkan keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi yang dimiliki. Harus diakui bahwa Indonesia belum mengadakan langkah-langkah yang cukup signifikan di bidang penegakan hukum (law enforcement) dalam upaya mengantisipasi kejahatan mayantara seperti dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat. Kesulitan yang dialami adalah pada perangkat hukum atau undang-undang teknologi informasi dan telematika yang belum ada sehingga pihak kepolisian Indonesia masih ragu-ragu dalam bertindak untuk menangkap para pelakunya, kecuali kejahatan mayantara yang bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan. Pihak kepolisian Indonesia telah membentuk suatu unit penanggulangan kejahatan mayantara dengan nama Cybercrime Unit yang berada di bawah kendali Direktrorat Reserse Kriminal Polri. Pembentukan unit kepolisian ini patut dipuji, namun amat disayangkan apabila unit ini bekerja tidak dilengkapi dengan perangkat legislasi anti cybercrime. Mengantisipasi kejahatan ini seyogianya dimulai melalui pembentukan perangkat undang-undang seperti dalam Konsep KUHP Baru dan RUU Teknologi Informasi yang disusun oleh Pusat Kajian Cyberlaw Universitas Padjadjaran. Model yang digunakan adalah Umbrella Provision atau undang-undang payung, artinya ketentuan cybercrime tidak dibuat dalam bentuk perundang-undangan tersendiri (khusus), akan tetapi diatur secara umum dalam RUU Teknologi Informasi dan RUU Telematika. (Nugraha, 2002) Selain melakukan upaya dengan mengkriminalisasikan kegiatan di cyberspace dengan pendekatan global, Pemerintah Indonesia sedang melakukan suatu pendekatan evolusioner untuk mengatur kegiatan-kegiatan santun di cyberspace dengan memperluas pengertian-pengertian (ekstensif interpretasi) yang terdapat dalam Konsep KUHP Baru.

Artinya, Konsep KUHP Baru sebelumnya tidak memperluas pengertian-pengertian yang terkait dengan kegiatan di cyberspace sebagai delik baru. Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat dewasa ini patut disyukuri sebagai hasil budaya manusia moderen. Seyogianya kemajuan teknologi menolong kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Namun kemajuan teknologi membawa dampak buruk dalam kehidupan masyarakat berupa kejahatan mayantara sehingga harus diantisipasi dengan tersedianya perangkat hukum atau undang-undang yang tepat. Dampak buruk teknologi yang disalahgunakan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab menjadi masalah hukum pidana dan harus segera ditanggulangi melalui sarana penal yang dapat dilakukan oleh penegak hukum kepolisian. Sayangnya, perangkat undang-undang belum tersedia sebagai sarana penal dalam menanggulanginya. Namun perkembangan teknologi digital tidak akan dapat dihentikan oleh siapapun, karena telah menjadi kebutuhan pokok manusia moderen yang cenderung pada kemajuan dengan mempermudah kehidupan masyarakat melalui komunikasi dan memperoleh informasi baru. Dampak buruk teknologi menjadi pekerjaan rumah bersama yang merupakan sisi gelap dari perkembangan teknologi yang harus ditanggulangi. Mengingat kemajuan teknologi telah merambah ke pelosok dunia, termasuk kepedesaan di Indonesia, maka dampak buruk teknologi yang menjadi kejahatan mayantara pada masa depan harus ditanggulangi dengan lebih hati-hati, baik melalui sarana penal maupun non penal agar tidak menjadi masalah kejahatan besar bagi bangsa dan negara yang mengalami krisis ekonomi. HASIL PEMBAHASAN Hasil penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan ini untuk menganalisa faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Data tersebut dikumpulka melalui pra survey dan survey lapangan (observasi langsung) dan wawancara mendalam (debt interview) dengan menggunakan pedoman wawancara. Data primer diperoleh melalui penyebaran angket kepada beberapa responden dengan menggunakan angket (questioner). Adapun hasil penelitian yang dilakukan terhadap obyek penelitian adalah sebagai berikut : Kemampuan Masyarakat dan Pemerintah Pemanfaatan globalisasi teknologi informasi dapat terlaksana dengan baik jika didukung oleh kemampuan pemerintah mendukung penggunaan teknologi informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Selain itupula dukungan kemampuan masyarakat untuk mengetahui perkembangan kebudayaan Kota Makassar juga berperan penting terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Berikut pendapat responden tentang kemampuan Pemerintah dalam mendukung pemanfaatan globalisasi teknologi informasi terhadap budaya masyarakat di Kota Makassar yaitu sebagai berikut :

Tabel 1 Pendapat Responden Tentang Kemampuan Pemerintah Dalam Mendukung Globalisasi Teknologii Informasi terhadap Kegiatan Kebudayaan Di Kota Makassar Frekuensi Persentase No Pendapat Responden (orang) (%) 1. Sangat mendukung 15 23,81 2. Mendukung 35 55,56 3. Kurang mendukung 7 9,52 4. Tidak mendukung 6 9,52 Jumlah 63 100,00 Sumber : Data Primer diolah November 2008 Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa kemampuan pemerintah mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi budaya masyarakat Kota Makassar. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban mendukung sebanyak 35 orang (55,56 %) Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa pemerintah mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap perkembangan budaya masyarakat di Kota Makassar. Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung kegiatan di Kota Makassar seperti pembuatan website Pemerintah Kota Makassar yang memuat tentang perkembangan sektor kebudayaan di KotaMakassar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemerintah sebagai motivator dalam mendukung penggunaan teknologi informasi terhadap perkembangan budaya masyarakat di Kota Makassar. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas yang digunakan saat melakukan kegiatan kebudayaan seperti pameran-pameran kebudayaan ataupun memperkenalkan seni-seni budaya yang ada di Kota Makassar kepada dunia luar. Berikut pendapat responden tentang kemampuan masyarakat menggunakan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan budaya masyarakat di Kota Makassar, yaitu sebagai berikut : Tabel 2 Pendapat Responden Tentang Kemampuan Masyarakat Menggunakan Teknologi Informasi Dalam Mendukung Kebudayaan Masyarakat di Kota Makassar Frekuensi Persentase No Pendapat Responden (orang) (%) 1. Sangat Mampu 13 20,63 2. Mampu 10 15,87 3. Kurang Mampu 29 46,03 4. Tidak Mampu 11 17,46 Jumlah 63 100,00 Sumber : Data Primer diolah November 2008 Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa kemampuan pegawai di instansi Pemerintah Kota Makassar masih kurang dalam menggunakan software computer PC di setiap unit kerja. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban kurang mampu sebanyak 29 orang (46,03 %). Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Informasi masih kurang. Hal ini disebabkan masih kurang masyarakat yang membuka website-website yang memuat tentang perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa teknologi informasi yang digunakan dalam mendukung kebudayaan di Kota Makassar kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya masyarakat yang kurang memahami pemanfaatan globlalisasi Teknologi Informasi dari seluruh aspek kehidupan termasuk perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Dukungan Fasilitas Teknologi Informasi Fasilitas teknologi informasi yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas sangat dibutuhkan. Fasilitas yang memadai akan memberikan kemudahan kepada pengguna Teknologi Informasi untuk memperoleh data dan informasi. Demikianlah halnya penggunaan teknologi informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar memerlukan fasilitas yang memadai bai dari segi kualitas maupun kuantitas. Berikut pendapat responden tentang kualitas fasilitas Teknologi Informasi dalam mendukung perkembagan budaya masyarakat di Kota Makassar yaitu sebagai berikut : Tabel 3 Pendapat Responden Tentang Kualitas Sarana dan Prasarana Dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Perkembagan Kebudayaan di Kota Makassar No Pendapat Responden Frekuensi (orang) 14 18 21 10 63 Persentase (%) 22,22 28,58 33,33 15,87 100,00

1. Sangat Berkualitas 2. Berkualitas 3. Kurang berkualitas 4. Tidak Berkualitas Jumlah Sumber : Data Primer diolah November 2008

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa kualitas fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung perkembangan budaya masyarakat di Kota Makassar kurang berkualitas. Karena dari 63 orang yang memberikan jawaban kurang berkualitas adalah 21 orang (33,33 %). Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa fasilitas yang digunakan dalam mendukung peningkatan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar telah memadai dan memiliki kualitas yang cukup berkualitas. Dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar selain menggunakan fasilitas yang dimiliki, pihak Pemerintah Kota juga melakukan kerjasama dengan pihak penyediaan layanan Teknologi Informasi untuk mendukung kualitas fasilitas yang digunakan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fasilitas yang digunakan dalam setiap kegiatan kebudayaan fasilitas yang digunakan cukup berkualitas. Hal ini dapat dilihat saat melakukan kegiatan kebudayaan Teknologi Informasi yang digunakan dapat digunakan baik oleh masyarakat maupun pihak. Berikut pendapat responden tentang kuantitas fasilitas yang dimiliki dalam mendukung penggunaan Teknologi Informasi yaitu sebagai berikut :

Tabel 4 Pendapat Responden Tentang Fasilitas Teknologi Informasi Dari Segi Kuantitas Dalam Mendukung Kegiatan Kebudayaan di Kota Makassar No 1. 2. 3. 4. Frekuensi (orang) Sangat baik 4 Baik 7 Kurang Baik 21 Tidak Baik 15 Jumlah 63 Sumber : Dara primer diolah November 2008 Pendapat Responden Persentase (%) 8,51 14,89 44,68 31,92 100,00

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar dari segi kuantitas masih kurang. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban kurang baik sebanyak 21 orang (44,68 %). Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar kurang baik. Hal ini disebabkan keterbatasan anggaran yang dimiliki untuk melakukan penambahan fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung perkembangan kebudayaan masyarakat di Kota Makassar kurang maksimal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar masih perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Makassar. Kurang memadainya fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dari segi jumlah masih sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat saat melakukan kegiatan kebudayaan, maka untuk mendukung kegiatan kebudayaan masih menyewa peralatan dari penyediaan layanan Teknologi Informasi. Sikap dan Perilaku Masyarakat Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar perlu didukung sikap dan perilaku masyarakat dalam memahami Teknologi Informasi tersebut. Dukungan sikap dan perilaku masyarakat untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar. Berikut pendapat responden tentang sikap dan perilaku masyarakat terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar yaitu sebagai berikut : Tabel 5 Pendapat Responden Tentang Sikap Masyarakat Terhadap Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Mendukung Perkembangan Budaya Masyarakat No 1. 2. 3. 4. Pendapat Responden Frekuensi Sangat baik 11 Baik 17 Kurang Baik 23 Tidak Baik 12 Jumlah 63 Sumber : Dara primer diolah November 2008 Persentase 17,46 26,98 36,51 19,05 100,00

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa sikap masyarakat terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan

di Kota Makassar kurang baik. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban kurang baik sebanyak 23 orang (36,51 %). Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa sikap masyarakat terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari sikap masyarakat untuk mengetahui perkembangan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa sikap masyarakat terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari sikap masyarakat untuk mengetahui perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari keinginan dan animo masyarakat untuk mengetahui perkembangan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar. Kurangnya keinginan tersebut disebabkan : 1. Masyarakat kurang termotivasi tentang kegiatan kebudayaan masyarakat. 2. Website yang memuat kegiatan kebudayaan di Kota Makassar sering mengalami gangguan atau dalam melakukan download file mengalami gangguan. 3. kurangnya sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Makassar kepada masyarakat untuk memanfaatkan Teknologi Informasi dalam mengetahui perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Berikut pendapat responden tentang pemahaman masyarakat terhadap Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar yaitu sebagai berikut : Tabel 6 Pendapat Responden Tentang Pemahaman Masyarakat Terhadap TI Mendukung Perkembangan Budaya Masyarakat No 1. 2. 3. 4. Frekuensi (orang) Sangat memahami 9 Memahami 13 Kurang Memahami 22 Tidak memahami 19 Jumlah 63 Sumber : Dara primer diolah November 2008 Pendapat Responden Persentase (%) 14,29 20,63 34,92 30,16 100,00

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa sikap masyarakat dalam memahami Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar masih kurang memahami. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban kurang memahami sebanyak 22 orang (34,93 %). Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa sikap masyarakat terhadap penggunaan Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar memerlukan pemahaman dari masyarakat.

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar kurang optimal. Hal ini dilihat dari beberapa faktor pendukung yang kurang terlaksana secara baik, yaitu : 1. Kemampuan Pemerintah dan kemampuan masyarakat kurang mampu memberikan dukungan terhadap pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi dalam perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Khususnya kemampuan masyarakat dalam memahami pentingnya pemanfaatan Teknologi Informasi. 2. Fasilitas yang digunakan baik segi kualitas dan kuantitas kurang mampu mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. 3. Sikap dan perilaku masyarakat dalam memahami pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi kurang optimal. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang kurang mengerti dan memahami pentingnya Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Saran Adapun saran yang dapat diberikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam mendukung peningkatan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. 2. Perlunya penambahan fasilitas yang memadai dalam mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. 3. Sikap dan perilaku yang dimiliki oleh masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Informasi sangat penting dimiliki sehingga masyarakat dapat memanfaatkan Teknologi Informasi secara maksimal dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Daftar Bacaan Giddens, Anthony, Third Way and Its Critics, Polity Press, London, 2000 Murray, Denise E., Knowledge Machine : Language & Information in a Technological Society, Longman Publisher, Singapore, 1995 Ohmae, Kenichi, The End of The Nation State The Rise of Regional Economies , London: Harper Collins, 1995 Sen, Amartya, Employment, Technology & Development, Oxford University Press, India, 1975 Sen, Amartya, The Standard of Living, Cambridge University Press, 1985 Lain-lain : Infokomputer.com Edisi Juli-Agustus 2000, http://www.infokomputer.com/ Kontan On-line, 9 Oktober 2000, http://www.kontan-online.com/ di-Up load oleh: Anton Waspo

Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan Pada Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangkaraya Oleh : Paraden Lucas Sidauruk4 Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya di Kota Palangkaraya. Di dalamnya diungkapkan apa saja yang dilaksanakan Dinas Tenaga Kerja sebagai institusi pemerintah di Daerah tersebut kepada pencari kerja, apakah diseminasi informasi online sudah berjalan ? Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan fenomenologi realistik. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan wawancara mendalam (depth interview) serta mempelajari data sekunder. Wawancara menggunakan pedoman wawancara dengan nara sumber di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan di Kota Palangkarya, dan pencari kerja di loket diseminasi kartu kuning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua Dinas Tenaga Kerja tersebut telah melaksanakan diseminasi informasi ketenagakerjaan secara variatif melalui spanduk, siaran televisi, buletin dan leaflet, serta penyampaian informasi secara langsung atau tatap muka. Semua aktivitas tersebut belum maksimal menjangkau khalayak pencari kerja. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui online pernah dilakukan dengan menggunakan internet khususnya e mail dan browsing, tetapi sementara tidak dapat difungsikan karena hambatan dana. Di masa yang akan datang, kedua Dinas Tenaga Kerja itu disarankan menyediakan leaflet berisi informasi ketenagakerjaan seperti lowongan pekerjaan dan persyaratan pembuatan kartu kuning. Di samping pemanfaatan internet, perlu dibangun jaringan LAN ketenagakerjaan di antara instansi ketenagakerjaan yang terkait. Kata Kunci : Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan, Pencari Kerja, Dinas Tenaga Kerja Latar Belakang Masalah Keluhan pencari kerja, termasuk calon TKI mengenai informasi ketenagakerjaan belum banyak diungkapkan. Sejauh ini belum banyak diteliti mengenai informasi apa yang selama ini diterima oleh pencari kerja baik yang bekerja di dalam negeri maupun calon TKI yang hendak berangkat ke luar negeri. Informasi yang diperoleh pencari kerja di Tanah Air dari sumber informasi resmi masih amat terbatas tentang informasi lowongan pekerjaan. Calon TKI sebagai pencari kerja juga biasanya mengingikan informasi yang dianggap menarik perhatian saja seperti mengenai adat istiadat dan agama, perusahaan tempat kerja, sistem gaji dan uang lembur, serta peraturan cuti kerja di negara tujuan. Umumnya informasi tentang hak dan kewajiban TKI yang lengkap belum diterima pada saat pendaftaran dan proses rekrutmen calon TKI. Oleh karena itu, calon TKI sebagai pencari kerja cenderung menerima saja informasi yang disampaikan petugas atau sponsor. Sikap ini terjadi karena kurang lengkap pengetahuan dan informasi yang dimilikinya mengenai hak dan kewajiban seorang TKI.
4

Penulis adalah Peneliti Madya bidang Studi Komunikasi dan Media pada Pusat Litbang Aptel SKDI, sebelumnya peneliti yang sama pada Pusat Pengembangan Literasi Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta

Padahal semua informasi berkaitan dengan ketenagakerjaan itu merupakan hak seorang pencari kerja sebagai warganegara yang dijamin oleh Pasal 28 F UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apa yang diharapkan oleh khalayak pencari kerja tidak lain adalah agar mereka mendapatkan informasi ketenagakerjaan sesuai dengan kebutuhannya. Pencari kerja ini menggunakan informasi itu dalam jumlah yang cukup untuk menghasilaan keputusan yang tepat. Untuk memutuskan apakah pencari kerja bekerja di luar negeri atau di dalam negeri dibutuhkan data dan informasi ketenagakerjaan yang memadai.Oleh karena itu, tiap pencari kerja berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap sesuai dengan kebutuhannya sehingga mereka bisa membuat keputusan yang tepat. Sebagai pencari kerja mereka belum mendapatkan informasi ketenagakerjaan yang mencukupi untuk melamar pekerjaan atau menciptakan lapangan kerja baru. Dalam kenyataannya, tidak sedikit pula pencari kerja yang menerima tawaran suatu pekerjaan tanpa didasari pada keputusan yang matang. Banyak juga yang menganggap pekerjaan tertentu hanya sebagai batu loncatan seperti bekerja sebagai penjual (sales) atau bekerja di perusahaan atau instansi yang tidak sesuai dengan harapannya. Kurangnya informasi ketenagakerjaan membuat pencari kerja tidak melihat adanya alternatif atau kesempatan kerja lain. Akibatnya, tidak sedikit di antaranya berganti-ganti pekerjaan dalam waktu singkat. Di samping masalah informasi ketenagakerjaan itu, sumber informasi resmi di bidang ketenagakerjaan belum sepenuhnya melakukan diseminasi informasi ketenagakerjaan sebagai sutatu bentuk komunikasi yang benar-benar menjangkau khalayak pencari kerja. Selain karena kurangnya sarana komunikasi, juga sering dikeluhkan kurangnya kualitas sumber daya manusia yang menangani kegiatan diseminasi informasi tersebut. Komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan selama ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan informasi ketenagakerjaan pencari kerja seperti juga terjadi di Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan pemikiran itu, perlu penelitian mengenai pemerintah sebagai komunikator yang menangani ketenagakerjaan dalam diseminasi informasi ketenagakerjaan. Selain itu, perlu dijawab informasi apa yang disampaikan sumber informasi tersebut selama ini kepada stakeholder khusunya pencari kerja. Pemenuhan kebutuhan informasi ketenagakerjaan melalui diseminasi informasi yang efektif dapat memberdayakan pencari kerja sebagai warga negara. Rumusan Masalah Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana pelaksanaan diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah ? Beberapa pertanyaan penelitian dapat diajukan, yaitu : 1. Apa saja yang dilaksanakan pemerintah untuk pencari kerja dalam diseminasi informasi ketenagakerjaan? 2. Apakah diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui on line telah dilaksanakan pemerintah kepada pencari kerja ? 3. Informasi apa yang disampaikan oleh pemerintah kepada pencari kerja ? Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Palangkarya, Kalimantan Tengah. Secara spesifik melalui studi ini dapat diketahui : 1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan yang dilaksanakan pemerintah untuk pencari kerja. 2. Pelaksanaan diseminasi informasi ketenagakerjaan on line kepada pencari kerja.

3. Informasi yang disampaikan pemerintah kepada pencari kerja. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi menambah khazanah pengetahuan mengenai diseminasi informasi. Di samping itu, secara praktis dapat digunakan sebagai masukan dalam penyusunan/penyempurnaan kebijakan pelayanan atau diseminasi informasi pada Departemen Komunikasi dan Informatika, terutama dalam mempersiapkan implementasi Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Bagi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkarya saran-saran penelitian ini dapat diterapkan untuk meningkatkan diseminasi infomasi ketenagakerjaan kepada pencari kerja. Kerangka Pemikiran Tiap unsur komunikasi mempunyai perannya sendiri untuk mewujudkan proses komunikasi yang efektif. Satu unsur saja tidak ada membuat komunikasi tidak berlangsung dengan baik. Komunikasi dapat berlangsung jika unsur-unsur yang menopangnya ada dan berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Harold D. Laswell dalam Wilbur Schramm (1963 :117) mengatakan a convenient way to describe an act of communication is to answer the following questions : who says what in which channel to whom with what effect ? Schramm menunjukkan unsur-unsur yang menggambarkan suatu tindakan komunikasi. Dalam kaitannya dengan diseminasi informasi sebagai bentuk dan proses komunikasi, Ibnu Hamad (2007) mengatakan pembahasan lebih pada diseminasi informasi menggunakan 5W & 1H. Rumus 5W & 1H yang dipakai dalam penyusunan berita ( Effendy, 1993 :72) meliputi Why, Who, What, Where, When, dan How dapat juga digunakan untuk diseminasi informasi. Setidaknya, unsur komunikator (who), pesan (what) dan khalayak (whom) merupakan variabel penelitian yang penting dicermati dalam studi diseminasi informasi pada instasni pemerintah. Pemerintah sebagai komunikator atau sumber informasi menyampaikan pesan (message) kepada khalayaknya. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kredibilitas komunikator adalah kekuasaan dan keahlian yang dimiliki sehingga menimbulkan kepercayaan di mata khalayak. Dengan kekuasaan dimaksudkan sumber informasi mempunyai kewenangan di bidangnya secara resmi. Menurut Sasa Djuarsa dkk, (1993 : 204) ... pentingnya pelaku (sumber) dalam suatu kegiatan. Dalam hal ini, sedikitnya ada tiga karakteristik dari sumber yang perlu diperhatikan yakni : credibility (kredibilitas), attractiveness (daya tarik) dan power (kekuasaan/kekuatan) Credibility atau kredibilitas menunjuk pada suatu kondisi di mana si sumber dinilai punya pengetahuan, keahlian, atau pengalaman yang relevan dengan atau topik pesan yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaikannya itu bersifat objektif Lebih lanjut dikemukakannya, seorang komunikator akan berhasil dalam upaya persuasi yang dilakukannya apabilka ia (1) dipandang punya pengetahuan dan keahlian, dan (2) dinilai jujur, punya integritas serta dipercayai oleh pihak komunikan (khalayak) Dalam diseminasi informasi sebagai proses komunikasi yang efektif memerlukan pengemasan pesan sehingga menimbulkan kebutuhan bagi khalayak. Untuk itu, perlu dirancang agar pesan menarik perhatian. Agar khalayak tertarik terhadap pesan yang disampaikan komunikator, maka pesan tersebut hendaknya mudah dipahami baik bahasa, istilah, kata-kata dan kalimatnya (Wilbur Scramm, 1973 dalam Hamidi, 2007 : 72-73) Informasi yang dikandung dalam pesan itu akan digunakan khalayak, apabila syaratsyarat pesan yang baik itu dapat terpenuhi. Terlebih lagi karena informasi berharga guna mengurangi ketidakpastian seperti dikemukakan dalam Shannon dalam Griffin, 1997 : 50) bahwa information refers to the opportunity to reduce uncertainty. Proses

pengambilan keputusan yang memberikan kepastian hanya mungkin jika tersedia informasi yang cukup. Unsur komunikasi lain adalah khalayak seringkali dipersepsikan sebagai unsur yang kurang penting karena dianggap sebagai orang bersikap pasif dan menerima saja apa yang disampaikan oleh komunikator. Hal itu semakin jelas, apalagi jika komunikatornya merupakan instansi pemerintah yang dianggap memiliki kredibilitas di bidangnya. Padahal khalayak sebagai sasaran juga memiliki sikap sendiri dalam berkomunikasi sesuai dengan kepentingan dan tujuannya. Khalayak ternyata tidak pasif dalam proses komunikasi, tetapi mempunyai pandangan terhadap pesan dan komunikator. Dalam hal inilah pentingnya pengetahuan dan informasi bagi khalayak sehingga dapat menentukan sikap yang tepat. Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja, dkk (1993 : 221) ... khalayak bukanlah merupakan sekumpulan dari indvidu-individu yang bersikap dan bertindak pasip... Mereka aktif dan juga selektif. Karena itulah, dalam merancang suatu kegiatan komunikasi apakah melalui saluran kegiatan komunikasi personal atau melalui media massa, kita seyogyanya berorientasi ke khalayak sasaran (audience oriented) Sejalan dengan itu, John Fiske (2006 : 208) mengemukakan khalayak memiliki sekumpulan kebutuhan yang dicari pemuasannya melalui media massa, cara lain dan relasi sosial. Model ini mengasumsikan khalayak setidaknya sama aktifnya dengan pengirim... dan bahwa pesan adalah apa yang dibutuhkan oleh khalayak, bukan yang dimaksudkan oleh pengirim. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, khalayak dalam proses komunikasi yang dimaksud adalah pencari kerja yang juga pencari informasi. Secara implisit mereka membutuhkan informasi ketenagakerjaan yang berguna untuk membantunya dalam mencari atau melamar pekerjaan, bahkan untuk membuka lapangan pekerjaan baru. Definisi Konseptual Diseminasi adalah penyebaran (of information) (John M Echols dan Hassan Shadily, 1979) Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang (Gordon B Davis, 1995,28). Diseminasi informasi ketenagakerjaan adalah suatu bentuk komunikasi yang menyampaikan atau menyebarkan informasi atau pesan mengenai ketenagakerjaan dari pemerintah sebagai komunikator kepada khalayak pencari kerja. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui online adalah diseminasi informasi ketenagakerjaan yang terhubung secara langsung ke internet (Jasmadi, 2004 : 230) Komunikator atau sumber informasi adalah unsur dalam proses komunikasi yang menyampaikan atau menyebarluaskan pesan atau informasi kepada khalayak. Dalam hal ini sebagai komunikator adalah instansi pemerintah, yakni Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya. Pesan adalah data dan informasi ketenagakejaan yang disampaikan oleh pemerintah kepada pencari kerja. Khalayak adalah unsur dalam proses komunikasi yang merupakan sasaran dari penyampaian pesan atau penerima informasi dari komunikator atau sumber informasi. Sebagai khalayak adalah pencari kerja baik pencari yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri (calon TKI). Informasi ketenagakerjaan adalah informasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan seperti peraturan ketenagakerjaan, lowongan kerja, pencari kerja termasuk informasi TKI meliputi persyaratan dan prosedur bekerja di luar negeri, hak dan kewajiban TKI.

Pencari kerja adalah setiap orang yang terdaftar di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota / Kabupaten untuk mencari atau melamar pekerjaan di dalam negeri maupun di luar negeri Kebutuhan informasi ketenagakerjaan adalah kebutuhan khalayak pencari kerja mengenai informasi ketenagakerjaan. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan seperangkat cara yang sistematik, logis dan rasional yang digunakan oleh peneliti ketika merencanakan, mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menarik kesimpulan. (Hamidi, 2007 : 122). Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan fenomenologi. Dengan penelitian ini diharapkan dapat digambarkan proses diseminasi informasi dan jenis kebutuhan informasi khalayak pencari kerja. Pendekatan kualitatif lebih dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pemahaman mengenai gejala (dari perspektif subjek atau aktor), membuat teori (Pawito, 2007 : 44) Dalam hal ini salah satu varian fenomenologi yang digunakan adalah fenomelogi realistik. Menurut Embree (1998 :333-343) dalam Pawito (2007 :58), fenomenologi realistik lebih menekankan pada pengamatan serta penggambaran esensi-esensi yang bersifat umum. Selain melalui pengamatan atau observasi terhadap proses diseminasi informasi di lingkungan instansi pemerintah, pengumpulan data lapangan juga dilakukan wawancara mendalam (depth interview). Narasumber yang diwawancarai adalah pejabat Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya, petugas loket pelayanan kartu kuning, dan pencari kerja.Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yang disusun terlebih dahulu. Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive yaitu Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Provinsi Kalimantan Tengah di Kota Palangkaraya dengan pertimbangan bahwa instansi pemerintah yang melayani informasi ketenagakerjaan di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat di kota tersebut. Oleh karena diseminasi informasi ketenagakerjaan langsung kepada pencari kerja melalui loket pengurusan kartu kuning hanya dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten / Kota, maka dipilih Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkarya dengan alasan kota ini merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan masyarakat, termasuk kegiatan ketenagakerjaan di Kalimantan Tengah. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan melakukan reduksi data terlebih dahulu terhadap data yang masuk baik yang diperoleh melalui wawancara mendalam maupun catatan observasi di lapangan. Data kualitatif yang diperoleh dari jawaban narasumber dan hasil observasi yang benar-benar sesuai dengan tujuan penelitian berkesempatan untuk dianalisis, sedangkan data yang kurang relevan tidak dimasukkan dalam analisis. Kategori data dibuat berdasarkan permasalahan penelitian dan data lapangan. GAMBARAN UMUM Geografi dan Demografi Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Tengah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 10 tahun 1957 dengan ibukota Palangkaraya, artinya tempat yang suci, mulia dan besar. Mottonya adalah Kota Cantik (Terencana, Aman, Tertib dan Keterbukaan). Satusatunya pemerintahan kota di provinsi ini adalah Palangkaraya dengan luas 2.400 km2.Provinsi ini terletak di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis yang lembab, panas

dengan suhu rata-rata 34 0 Celcius. Curah hujan terbanyak pada bulan-bulan Oktober sampai dengan Maret. Luas provinsi ini 153.564 km2 terdiri dari hutan dan pertanahan lainnya 134.937, 2 25 km , sawah dan ladang 10.744.79 km2, perkebunan 6.637,62 km2, permukiman dan bangunan lainnya 1.244,24 km2 (BPS,2001) dan (http://www.b.i.go.id?web/id/KER 01/profil/kalteng/tanggal 25-4-2008) Secara administratif Provinsi Kalimantan Tengah terbagi atas 13 kabupaten, 1 kota, 95 kecamatan, 1.177 desa dan 122 kelurahan. (Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, 2008a :2) Menurut Gubernur, A. Teras Nerang, mulai tahun 2008-2010 Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai program Mamangun Mahaga Lewu (Membangun Menjaga Desa). Dalam tiga tahun akan ada 126 desa dijadikan percontohan, desa dan kelurahan 1.357 dan 70 % di antaranya adalah desa (Kompas, 133-2008) Dalam publikasi yang diterbitkan oleh LIN, (2001 : 43-44) dikemukakan bahwa penduduk asli Provinsi Kalimantan Tengah adalah suku bangsa Dayak, yang terdiri dari beberapa sub suku bangsa seperti Ngaju, Ot Danum, Maanyam, Ot-siang, Lawangan, Katingan dll. Mereka bermukim dalam komunitaskomunitas desa di sepanjang Sungai Barito, Sungai Kapuas, Sungai Kahayan, Sungai Katingan, Sungai Mentaya dll. Selain orang Dayak ada juga penduduk pendatang, yaitu orang-orang Banjar, Bugis, Jawa, Madura, Makassar, Melayu, Arab dan China. Agama penduduk nya Islam, Kristen, Kaharingan, dan Budha. Penduduk yang menganut agama Islam merupakan golongan terbesar. bergaul dengan masyarakat setempat. Di seluruh Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 30 bahasa daerah. Bahasa Dayak Ngaju sebagai bahasa lingufranca. Kesenian masyarakat Dayak, terutama tari-tarian antara lain Deder Ketingan, Giring-giring, dan Kinyah Kamber. Pada tahun 2005 jumlah penduduk tercatat 1.957.861 jiwa dengan laju pertumbuhan 2,36 % dan kepadatan 12,75 penduduk / km2. (http://www.kalteng bps.goid, tanggal 20-3-2008) Pada tahun 2006 jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Tengah tercatat sebanyak 2.003.401 jiwa terdiri dari 1.028.514 laki-laki dan 974.887 perempuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten dan Kota (orang) Penduduk Laki-laki Perempuan 1 Kab. Kotawaringain Barat 106.814 99.259 2 Kab. Kotawaringin Timur 165.353 146.697 3 Kab. Kapuas 176.124 175.455 4 Kab. Barito Selatan 62.571 60.351 5 Kab. Barito Barat 58.377 55.566 6 Kab. Barito Timur 43.089 42.066 7 Kab. Lamandau 28.513 27.383 8 Kab. Seruyan 57.132 50.449 9 Kab. Katingan 69.448 63.545 10 Kab. Pulang Pisau 59.977 58.231 11 Kab.Gunung Mas 45.003 41.025 12 Kab. Sukamara 19.219 16.961 13 Kab. Murung Raya 45.823 42.176 14 Kota Palangkaraya 91.071 92.723 Jumlah 1.028.514 974.887 Jumlah total penduduk 2.003.401 Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a:2) No Kabupaten/Kota

Tabel 1 menunjukkan tiga kabupaten dan kota Palangkaraya mempunyai jumlah penduduk yang tergolong besar, sedangkan di kabupaten lainnya jumlah cukup kecil. Kabupaten Kapuas merupakan kabupaten terbesar dengan jumlah penduduknya 351.579 jiwa, dan kabupaten Sukamara hanya berpenduduk 36.180 jiwa. Penyebaran penduduk masih belum merata di seluruh provinsi Kalimantan Tengah, tetapi lebih terkonsentrasi di perkotaan. Penduduk memilih bertempat tinggal di perkotaan karena faktor lapangan kerja sektor formal yang mulai berkembang, seperti perdagangan, jasa, dan transportasi. Minat penduduk untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil, TNI/Polri dan karyawan perusahaan dan berwirausaha cukup tinggi. Tabel itu juga memperlihatkan jumlah penduduk laki-laki secara keseluruhan maupun per kabupaten lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan, kecuali di Kota Palangkaraya. Keinginan untuk mendapatkan pekerjaan di kota mulai tumbuh di kalangan perempuan di perdesaan.Hal ini mendorong penduduk perdesaan pindah (urbanisasi) ke kota Palangkaraya sebagai pencari kerja baru. Perusahaan dan mall di Kota Palangkaraya mulai menawarkan pekerjaan khusus untuk wanita sebagai sales promotion girls (SPG). Berkaitan dengan kondisi ketenagakerjaan di provinsi ini, tercatat tingkat pengangguran sebesar 8,6 % dengan jumlah penganggur laki-laki 5,8 % dan perempuan 13,7 %. Pendapatan penduduk per kapita pada tahun 2006 mencapai Rp 9.991.337,dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2006 sebesar 5,84 %. (Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, 2008a : 2-3) Pada Tabel 2 dapat dilihat jumlah penganggur sebesar 82.360 orang terdiri dari penganggur perempuan 46.690 orang jauh lebih besar daripada jumlah penganggur lakilaki 35.670 orang. Data ini membuktikan bahwa daerah ini tidak bebas dari pengangguran meski wlayahnya amat luas untuk bisa digarap sebagai lahan pertanian. Angka yang disajikan itu merupakan jumlah penganggur yang tercatat secara resmi di Kantor Dinas Tenaga Kerja di Kabupaten/Kota se-Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya penganggur tersebut berdomisili di perkotaan sebagai akibat dari banyaknya lulusan terdidik khususnya SLTA hingga sarjana. Berbeda dengan di perdesaan penduduk yang benar-benar tidak bekerja sama sekali sulit ditemukan. Setidaknya penduduk di perdesaan bisa menggarap lahan pertanian atau berkebun di tanahnya sendiri atau milik keluarganya sebagai mata pencaharian. Bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian menyebabkan angka pengangguran menurun secara signifikan.
Tabel 2 Data Ketenagakerjaan di Provinsi Kalimantan Tengah ( orang) Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah Tenaga Kerja 829.558 974.887 1.561.423 Angkatan Kerja 614.558 340.280 954.838 Kesempatan Kerja 578.888 293.590 872.478 Penganggur 35.670 46.690 82.360 Sisa Pencaker 2007 20.421 18.048 38.469 Sisa Lowongan 162 183 345 Bukan Tenaga Kerja 189.329 187.168 376.497 Bukan Angk.Kerja 186.704 411.585 598.289 Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a : 2)

Jumlah pengangguran terbuka Agustus 2006 67.631 orang (6,7 %) turun menjadi 55.244 orang (5,0 %) pada Pebruari 2007 atau turun 12.397 orang (1,7 %) (http://www.kalteng.go.id/ viewarticle.asp, tanggal 25-4-2008). Sektor pertanian dan perkebunan (berkebun sendiri) dan usaha mencari hasil hutan besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja sehingga terkesan penduduk di Kalimantan Tengah, terutama di perdesaan hampir tidak ada yang kelihatan menganggur secara total.

Secara selayang pandang gambaran Kota Palangkaraya dalam beberapa hal seperti adat istiadat, suku bangsa, agama tidak berbeda jauh dari keadaan Provinsi Kalimantan Tengah. Bahkan sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sebagai satu-satunya pemerintahan kota di Provinsi ini tampak karakteristik dan kemajuan perkotaan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan jumlah pencari kerja yang lebih terkonsentrasi pada pekerjaan perkantoran di instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Luas kota ini 2678,51 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2003 tercatat 168.449 jiwa dan kepadatan 62,89 jiwa/km 2. (http://www.id.wikipeda.org/wki/kota Palangkaraya, tanggal 28-4-2008) Jumlah penduduknya menurut Tabel 1, tercatat 183.794 jiwa. Jadi, terjadi pertambahan sebanyak 15.345 jiwa dalam waktu lima tahun. Pencari Kerja (Pencaker) Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah tidak melayani langsung pengurusan kartu kuning bagi pencari kerja, tetapi hanya mengolah dan merangkum data pencari kerja dalam publikasi Berita Pasar Kerja dan Lembar Informasi Ketenagakerjaan yang terbit tiap bulan seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah pencari kerja yang belum ditempatkan sampai dengan akhir bulan Desember 2007 sebanyak 38.469 orang, sebagian besar 36.764 orang atau 95,56 % merupakan tenaga terdidik mulai dari t amatan SLTA hingga kategori S1-S3 (Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, (2008a : 5). Jumlah pencari kerja berpendidikan tinggi D1-S3 ternyata cukup besar 34,30 % atau 13.197 orang.
Tabel 3 Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kalimantan Tengah (orang) Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah Tidak Tamat SD 67 24 91 SD 208 99 307 SLTP 717 590 1.307 SLTA 12.104 11.463 23.567 D1-D3/SM 3.124 2.195 5.319 S1-S3 4.201 3.677 7.878 Jumlah 20.421 18.048 38.469 Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a :5) No 1 2 3 4 5 6

Data jumlah sisa pencari kerja atau pencaker hingga akhir tahun 2007 sebesar 38.469 orang diperoleh dari hasil pendaftaran melalui kartu kuning (AK1) yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota atau Kabupaten se Kalimantan Tengah. Jumlah para pencari kerja ini merupakan sisa yang tidak dapat disalurkan atau mendapat pekerjaan pada tahun 2007 dan mereka mencoba mendaftar kembali untuk mendapatkan kartu AK1 yang baru. Pencari kerja yang tidak melaporkan atau tidak mendaftar ulang setelah terdaftar sebagai pencari kerja selama 6 bulan berturut-turut akan dihapuskan sebagai pencari kerja karena diangggap tidak memerlukan Diseminasi antar kerja lagi. Di samping itu penghapusan sebagai pencari kerja dapat disebabkan karena permintaan sendiri, pindah wilayah, meninggaal dunia atau sudah mendapat pekerjaan (Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, 2008a : 8) Jumlah pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berasal dari pencari kerja yang mengurus kartu kuning (AK1) di Kantor Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya di Palangkaraya dan Kantor Dinas Tenaga Kerja yang terdapat di tiga belas kabupaten se-Kalimantan Tengah. Kartu kuning yang digunakan untuk melengkapi persyaratan lamaran kerja hanya dapat diperoleh di kantor Dinas Tenaga Kerja Kota/Kabupaten melalui loket Diseminasi kartu kuning. Pelamar yang hendak mencari

pekerjaan di kantor pemerintah (CPNS,TNI,Polri) dan perusahaan swasta diharuskan melampirkan kartu kuning (AK1) sebagai salah satu syarat. Berdasarkan jumlah kartu yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja Kota / Kabupaten itu dapat diketahui jumlah yang mendaftar sebagai pencari kerja. Karena tiap pencari kerja diharuskan mengisi Daftar Isian Pencari Kerja yang disediakan secara gratis. Data pencari kerja yang diperoleh dari proses pengurusan kartu tersebut memuat jumlah pencari kerja dan jenis pekerjaan yang diinginkannya. Identitas pribadi dan pas photo pencari kerja yang tercantum dalam formulir meliputi tentang pekerjaan sekarang, tujuan mencari kartu AK1, pekerjaan dan upah yang diinginkan pencari kerja. Apabila diperhatikan jenis pekerjaan atau golongan pokok jabatan yang didaftar oleh pencari kerja yang belum ditempatkan (ybdi), seperti dapat dilihat pada Tabel 4 tampaknya jabatan sebagai tenaga produksi, tenaga profesional, dan pejabat pelaksana cukup banyak diminati ( 66,64 %). Kecenderungan pilihan jenis pekerjaan yang favorit di masa yang akan datang bersifat manajerial di instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Keberhasilan sektor pendidikan melahirkan tenaga terdidik yang cukup besar di wilayah Kalimantan Tengah berpengaruh terhadap pilihan lapangan kerja.
Tabel 4 Jumlah Pencari Kerja Menurut Golongan Pokok Jabatan Pada Tahun 2007di Kalimantan Tengah (orang) No 1 2 3 4 5 6 7 Golongan Pokok Jabatan Laki-Laki Perempuan Profesional, dan Teknisi 4.295 3.634 Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan 1.664 1.979 Pejabat Pelaksana dan Tata Usaha 3.198 3.949 Tenaga Usaha Penjualan 1.552 1.230 Tenaga Usaha Jasa 1.654 1.164 Tenaga Usaha Pertanian 2.053 1.537 Tenaga Produksi 6.005 4.555 Jumlah 20.421 18.048 Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a :5) Jumlah 7.929 3.643 7.147 2.782 2.818 3.590 10.560 38.469

Pelaksanaan Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan 1. Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Dengan paradigma baru di bidang pemerintahan dewasa ini, yaitu reinventing government, peranan visi dan misi semakin penting dalam menjalankan organisasi pemerintahan. Tiap organisasi di lingkungan birokrasi pemerintahan lebih digerakkan oleh misinya sehingga birokrasi mampu bertindak cepat dalam melayani masyarakatnya. Orientasi pemerintah ditujukan kepada khalayaknya sebagai pelanggan yang harus dipenuhi kebutuhannya, (David Osborne dan Ted Gaebler, 1998) termasuk kebutuhan informasi. Untuk memahami dan melaksanakan visi, misi dan tujuan organisasi pemerintahan tersebut diperlukan kesamaan persepsi semua pejabat, pegawai, dan stakeholdernya.Visi dan misi Gubernur Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah di bidang ketenagakerjaan merupakan dasar bagi penentuan visi dan misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Program dan kebijakan mengenai diseminasi informasi ketenagakerjaan dibuat dalam rangka mencapai visi dan misi Dinas tersebut. Dalam publikasi Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, (2008a : 4) visi Gubernur Kalimantan Tengah Tahun 2005-2010 adalah membuka Isolasi Menuju Kalimantan Tengah yang Sejahtera dan Bermanfaat , dengan misi di bidang ketenagakerjaan Membangun Balai Pendidikan dan Ketrampilan untuk Meningkatkan Kemampuan Mengembangkan Semangat Kewirausahaan dan Keahlian Berusaha Melalui Kerjasama Dengan Berbagai Pihak Termasuk Perguruan Tinggi Berdasarkan hal itu.

visi Dinas Tenaga Kerja Mengurangi Tingkat Pengangguran dan Meningkatkan Kualitas Hubungan Industrial untuk Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja. Sedangkan misinya adalah : 1. Mewujukan pembangunan bidang ketenagakerjaan melalui perluasan lapangan kerja, penempatan tenaga kerja dan peningkatan kesempatan kerja di perkotaan dan perdesaan. 2. Mewujudkan peningkatan kualitas dan produktivitas angkatan kerja. 3. Menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja, pengusaha dan perlindungan tenaga kerja. Tujuan Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah ditetapkan untuk : 1. Memperluas dan mengembangakan kesempatan kerja. 2. Meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. 3. Meningkatkan perlindungan dan pengembangan kelembagaan. Sejalan dengan itu disusun Program Dinas tersebut meliputi : 1. Program perluasan dan pengembangan kesempatan kerja 2. Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. 3. Program perlindungan dan pengembangan kelembagaan. Dalam hubungan itu, kebijakan di bidang ketenagakerjaan pada dasarnya adalah mendayagunakan sepenuhnya sumber daya manusia yang telah dikembangkan melalui pelaksanaan program utama ketenagakerjaan. Upaya pemerintah ditujukan untuk memperluas dan mengembankan kesempatan kerja. sehingga tiap sumber daya manusia yang terdidik dan telah mendapat pelatihan ketrampilan mendapat pekerjaan. Hal ini berarti fokus perhatian utama Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah adalah mengatasi pengangguran. Salah satu indikator rendahnya pendayagunaan atau pemborosan sumber daya manusia adalah tingginya tingkat pengangguran . Tingkat pengangguran di Kalimantan Tengah pada tahun 2006 sebesar 8,6 % merupakan yang tertinggi yang pernah dialami . Tingginya tingkat pengangguran golongan terdidik -minimal tamatan SLTA- di antaranya disebabkan faktor keberhasilan dunia pendidikan menciptakan tenaga terdidik lebih besar dari daya serap lapangan kerja untuk tenaga terdidik tersebut sehingga terjadi kelebihan penawaran tenaga terdidik (Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, (2008a : 5) Penganggur tersebut merupakan pencari kerja yang sebenarnya membutuhkan informasi ketenagakerjaan, terutama tentang lowongan kerja yang tersedia di instansi dan perusahaan swasta. Untuk dapat melaksanakan diseminasi informasi ketenagakerjaan secara khusus, dibentuk Seksi Informasi Ketenagakerjaan di bawah Sub Dinas Perencanaan dan Program. Pembentukan Seksi Informasi Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk melakukan diseminasi dan penyebaran informasi ketenagakerjaan, termasuk informasi mengenai TKI di provinsi ini. Secara fungsional Seksi Informasi Ketenagakerjaan mempunyai tugas untuk melaksanakan diseminasi informasi ketenagakerjaan. Walaupun demikian, tiap Sub Dinas dan Bagian Tata Usaha pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dapat memberikan informasi mengenai tugas, fungsi dan pekerjaan masing-masing. Adanya pembagian tugas yang jelas tersebut tidak menghalangi satuan organisasi untuk menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah A. Basuniansyah, Diseminasi informasi ketenagakerjaan terutama yang ditujukan kepada stakeholder dan masyarakat dianggap sebagai tugas yang penting dalam masyarakat informasi. Oleh karena itu, salah satu tugas Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah yang didelegasikan kepada Seksi Informasi Ketenagakerjaan adalah melaksanakan kegiatan hubungan masyarakat

guna memperkenalkan ketenagakerjaan. Di samping itu, secara internal Seksi Informasi Ketenagakerjaan merupakan supporting unit bagi Sub Dinas dan Bagian Tata Usaha. Tuntutan pekerjaan menghendaki Seksi ini mampu memberikan dukungan terhadap seluruh satuan organisasi yang berada dalam Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Tiga seksi lainnya pada Sub Dinas Perencanaan dan Program yang erat hubungannya dengan Seksi Informasi Ketenagakerjaan, yaitu : 1. Seksi Rencana dan Program 2. Seksi Pelaporan dan Evaluasi 3. Seksi Perencanaan Tenaga Kerja Ketiga seksi tersebut senantiasa bekerja sama dengan Seksi Informasi Ketenagakerjaan. dalam kegiatan penyebaran informasi ketenagakerjaan serti penyusunan dan penerbitan buletin dan leaflet, pembuatan spanduk bulan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Diseminasi informasi secara institusional di tingkat provinsi merupakan tugas dan tanggung jawab Seksi Informasi Ketenagakerjaan, Sub Dinas Perencanaan dan Program. Pada umumnya Diseminasi informasi ketenagakerjaan dilaksanakan sendiri oleh Seksi tersebut, tetapi dalam hal tertentu seperti kegiatan sosialisasi dan pembuatan spanduk melibatkan seksi lain dan Bagian Tata Usaha. Kerjasama antar satuan kerja di lingkungan Dinas terutama karena jumlah dan kualifikasi pegawai yang menangani amat terbatas. Kepala Seksi Informasi Ketenagakerjaan hanya dibantu oleh dua pegawai staf berpendidikan tamatan SLTA. Kegiatan diseminasi informasi ketenagakerjaan yang telah dilaksanakan selama ini secara rutin adalah membuat buletin Lembar Informasi Ketenagakerjaan yang diterbitkan tiap bulan. Lembar informasi ketenagakerjaan yang dijilid secara sederhana dengan tampilan sebagai buletin dapat bermanfaat bagi stakeholder atau pengguna karena isinya memuat informasi yang menggambarkan perkembangan pencari kerja, lowongan kerja dan pengangguran di Kalimantan Tengah selama satu bulan. Di samping produk berupa Lembar Informasi Ketenagakerjaan itu, sejumlah leaflet dicetak dan diterbitkan oleh Seksi Informasi Ketenagakerjaan, Sub Dinas Perencanaan dan Program. Leaflet dimaksudkan sebagai sarana komunikasi untuk memperkenalkan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah sebagai institusi pemerintahan dan menyebarluaskan informasi atau peraturan ketenagakerjaan. Beberapa leaflet yang diterbitkan antara lain berjudul: 1. Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah, tahun 2002. 2. Persyaratan Permohonan Izin Pemutusan Hubungan Kerja dan Prosedur Permohonan Banding, tahun 2004 3. Kesepakatan Kerjasama Pembangunan Ketenagakerjaan Lintas Kabupaten Kota Se Kalimantan Tengah, tahun 2004 4. Jaminan Kecelakaan Kerja Program Jamsostek, tahun 2004 5. Tata Cara Permintaan Jaminan Kecelakaan Kerja, tahun 2004 6. Standarisasi dan Sertifikasi Tenaga Kerja 7. RAN-PKTP (Rencana Aksi Nasional Penghapusasn Kekerasan Terhadap Perempuan) 8. Trafiking (Perdagangan) Perempuan dan Anak 9. Menjadi TKI Meningkatkan Kesejahteraan 10. Prosedur TKI Bekerja Ke Luar Negeri. Leaflet yang berisi informasi ketenagakerjaan selain disebarkan di lingkungan instansi pemerintah seperti Bappeda, BPS, Dinas Perhubungan, juga diberikan secara selektif kepada pencari kerja atau petugas pemerintahan yang memintanya. Leaflet tentang TKI tidak disampaikan kepada calon TKI maupun Perusahaan Jasa TKI/Pelaksana Penempatan TKI Swata. Menurut Jahidin Siringo-ringo, Kepala Seksi

Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja, Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kerja, di Kalimantan Tengah hanya terdapat satu perusahaan TKI yang baru berdiri berdasarkan izin tanggal 10 November 2007, yaitu PT Titian Hidup Langgeng di Jalan Kol. Untung Surapati nomor 8 Kapuas. Namun, sejauh ini belum ada aktivitasnya. Karena perusahaan TKI ini belum operasional, diseminasi informasi mengenai TKI belum dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Selama ini calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri berangkat melalui daerah Kalimantan Selatan. Diseminasi informasi ketenagakerjaan dalam bulan K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja (12 Desember-12 Januari) dilaksanakan dengan kampanye K3 melalui pemasangan spanduk di pinggir jalan besar dan tempat strategis di kota-kota Kalimantan Tengah. Sosialiasi ini yang dimaksudkan untuk mengingatkan para pekerja agar lebih berhati-hati pada saat bekerja di bangunan-bangunan, gedung-gedung dan tempat kerja lainnya. Kampanye K3 yang dilakukan secara terus menerus diharapkan dapat menjadikan K3 sebagai budaya kerja sehingga para pekerja terhindar dari kecelakaan kerja. Kampanye K3 ini penting bukan saja untuk setiap pekerja, tetapi juga bagi perusahaan dan pemerintah sebagai penyedia kerja yang bertanggun jawab terhadap keselamatan dan kesehatan pekerjanya. Di samping penyebaran informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimuat dalam cakupan kegiatan Seksi Informasi Ketenagakerjaan itu, diterbitkan pula Laporan Berita Pasar Kerja berupa himpunan data yang berasal dari laporan Informasi Pasar Kerja (IPK) dari seluruh kantor Dinas Tenaga Kerja Kota dan Kabupaten se-Kalimantan Tengah. Laporan ini terbit tiap bulan merupakan salah satu kegiatan Proyek Pengembangan Perluasan Kesempatan Kerja (PPKK) Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2007 Pembuatannya dikoordinasikan oleh Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kerja. Penyebaran informasi ketenagakerjaan melalui media massa khususnya siaran televisi dilakukan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Wawancara dengan topik ketenagakerjaan dilaksanakan secara periodik ( 3 bulanan ) di TVRI, di acara itu dikemukakan mengenai perkembangan dan masalah ketenagakerjaan di daerah ini Acara siaran televisi ini dianggap penting sebagai sarana komunikasi untuk menjangkau masyarakat di wilayah yang amat luas seperti Kalimantan Tengah. Kegiatan diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui online ditempakan pada satu ruangan dengan Seksi Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja. Fasilitas yang mendukung aktivitas ini tersedia dua komputer yang tersambung ( link) dengan jaringan internet milik Telkom. Situs (website) Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sendiri belum ada. Sumber daya manusia (SDM) yang menangani internet ini dilaksanakan oleh dua orang operator. Pegawai yang dapat mengoperasikan internet sebagai sarana dalam kegiatan diseminasi informasi ketenagakerjaan online telah siap sejak Mei 2007. Menurut kedua operator, Mahmud Fauzi dan Budi Ahmad Yani, mereka pernah mengikuti pelatihan operator dan mengoperasikan komputer online 3 hari yang dilaksanakan oleh Depnakertrans di Jakarta Mei 2007. Dalam pelatihan diberikan mengoperasikan Windows dan cara membuka situs di internet Sebelumnnya Maret-April 2007 komputer (Windows) dikirim dulu dan sebagai tindak lanjutnya mereka mengikuti pelatihan komputer itu. Internet bisa dioperasikan mulai bulan Mei sampai dengan Desember 2007. Pada saat penelitian ini dilakukan internet keduanya untuk sementara waktu tidak bisa digunakan karena hambatan keuangan. Menurut Fauzi hal ini disebabkan belum ada (pencairan) dana tahun anggaran 2008 untuk membayar telepon. Sebenarnya masalah internet ini tidak banyak berpengaruh terhadap kegiatan pelaporan ketenagakerjaan

karena bukan andalan utama untuk mengirim data dan informasi ketenagakerjaan. Penggunaan cara manual dengan surat merupakan cara pengiriman yang utama. Selama ini penggunaan internet di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah terbatas hanya untuk mencari ( browsing) dan mengirim (e-mail) informasi. Untuk mengirim sebagian data dan informasi ketenagakerjaan ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta dikirim melalui e mail. Sedangkan untuk mendapatkan informasi dan peraturan ketenagakerjaan terbaru sebagian dilakukan melalui browsing ke situs www.nakertrans. go id di Jakarta. Penggunaan browsing untuk mencari data dan informasi ketenagakerjaan masih terbatas sebagai pelengkap. Kedua fungsi internet itu belum dilaksanakan secara maksimal, mengingat penggunaannya masih baru dan lebih banyak dimaksudkan sebagai sarana pembelajaran teknologi informasi. Karena itu, internet tidak digunakan sebagai satu-satunya sarana pengiriman dan pencarian data dan informasi ketenagakerjaan. Demikian pula hubungan dengan stakeholder ketenagakerjaan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah belum memakai fasilitas jaringan Local Area Network (LAN). Komunikasi data dengan menggunakan LAN masih merupakan tantangan bagi Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Dinas Tenaga Kerja kota dan kabupaten se-Kalimantan Tengah. 2. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Palangkaraya Masalah pengangguran yang berkaitan erat dengan pencari kerja merupakan salah satu aspek ketenagakerjaan yang mendapatkan prioritas dalam program Dinas Tenaga Kerja baik di provinsi maupun di kota dan kabupaten. Pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Palangkaraya, diseminasi informasi ketenagakerjaan dilaksanakan petugas secara langsung kepada pencari kerja melalui loket dari ruangan pelayanan kartu kuning bersamaan dengan proses pembuatan kartu tersebut. Petugas adalah pegawai dari Seksi Penempatan dan Perluasan Kerja yang ditempatkan di ruangan pembuatan kartu kuning. Semua petugas bekerja berdasarkan petunjuk dan prosedur tetap pembuatan kartu kuning dan mendapatkan bimbingan dari Kepala Seksinya. Ruangan berukuran 3 x 4 meter ini digunakan untuk memproses dokumen pembuatan kartu kuning dan menyerahkan hasilnya kepada pencari kerja. Sebagai langkah awal tiap pencari kerja diminta untuk mengisi formulir terlebih dahulu dan menyerahkan dokumen sesuai dengan persyaratan seperti tercantum pada pengumuman yang ditempel di samping loket. Persyaratan pembuatan kartu kuning (AK1) dalam pengumuman 29 November 2006 adalah : 1. Fotocopy ijazah SD s/d terakhir 1 lembar. 2. Fotocopy KTP yang masih berlaku 1 lembar. 3. Pasfoto ukuran 3x4 cm 3 lembar. Meskipun persyaratan ijazah yang dicantumkan dalam pengumuman cukup jelas, sering terjadi kekeliruan karena yang diserahkan pencari kerja hanya ijazah terakhir. Menurut petugas kartu kuning, Lilik, keluhan pencaker tidak ada, pencaker sering hanya membawa ijazah terakhir Ketidaklengkapan berkas fotocopy ijazah ini timbul karena pencari kerja baru mengetahui informasi persyaratan yang sebenarnya ketika membacanya di samping loket. Setelah berkas selesai diproses, petugas kemudian memberikan kartu kuning melalui loket. Pengurusan kartu kuning di kota Palangkaraya mulai tanggal 1 Januari 2007 tidak dipungut biaya. Kebijakan pembebasan biaya pembuatan kartu kuning dengan jelas tertera pada pengumuman yang ditempel di samping loket. Menurut Kepala Seksi Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja, Darwono jumlah pencaker tahun 2007 terdaftar 7.000-an. Selama 2002-2006 dipungut Rp 10.000,- per orang masuk kas

Daerah...bertentangan dengan ILO dan pencaker masih penganggur, walaupun secara ekonomi cukup banyak punya mobil dan motor. Peranan loket tidak hanya untuk memasukkan berkas dan menyerahkan kartu kuning, tetapi di sana juga terjadi komunikasi antara petugas dengan pembuat kartu kuning yang tidak lain adalah pencari kerja. Kebutuhan informasi mendesak dari tiap pencari kerja pada dasarnya sama, yaitu informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilamarnya, seperti persyaratan pembuatan kartu kuning, informasi lowongan kerja, prosedur dan syarat melamar perusahaan dan instansi pemerintah yang menawarkan pekerjaan. Kenyataannya, kebutuhan akan mendapatkan pekerjaan secara implisit di dalamnya ada kebutuhan informasi ketenagakerjaan atau sebaliknya. Kedua kebutuhan ini menyatu sehingga sukar untuk dipisahkan. Dengan mendapatkan informasi ketenagakerjaan pencari kerja mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk mempersiapkan dan melamar pekerjaan secara lengkap Ketika mengurus karu kuning pencari kerja sekaligus memperoleh informai ketenagakerjaan. Oleh karena itu, kegiatan diseminasi informasi dilakukan secara langsung atau tatap muka (face to face communication) dengan pencari kerja yang datang mendaftarkan diri di loket pembuatan kartu kuning. Para pencari kerja mendapat informasi dari petugas secara langsung atau mengetahuinya dari pengumuman yang ada di loket pelayanan kartu kuning. Peranan pengumuman ini sangat bermanfaat dalam diseminasi informasi lowongan pekerjaan. Kebanyakan pencari kerja mengetahui adanya lowongan pekerjaan yang ditawarkan instansi dan perusahaan dari papan pengumuman tersebut. Kadangkala beberapa karyawan perusahaan asuransi jiwa yang menempelkan pengumuman lowongan pekerjaan turut memberikan informasi kepada pelamar yang berminat lewat loket. Dengan seizin petugas, karyawan perusahan itu menyampaikan persyaratan dan prosedur untuk mengisi lowongan yang tersedia diperusahaannya secara detail. Perusahaan yang demikian umumnya berasal dari perusahaan yang membutuhkan banyak karyawan sebagai agent atau tenaga survey. Namun, ada pula karyawan dari perusahaan swasta yang aktif mencatat nama, alamat dan pendidikan pencari kerja yang telah terdaftar di Buku Daftar Isian Pencari Kerja. Berdasarkan data pencari kerja itu perusahaan akan menawarkan informasi pekerjaan sebagai SPG melalui surat ke alamat masing-masing. Komunikasi tatap muka terjadi antara petugas yang berada di dalam ruangan dengan pencari kerja yang berdiri di depan loket. Pencari kerja yang sedang mengurus kartu kuning dapat mendengarkan suara petugas melalui loket yang sama. Kebanyakan informasi yang disampaikan mengenai persyaratan kartu kuning. Informasi mengenai lowongan pekerjaan secara lengkap dapat dibaca pada pengumuman dan karena itu tidak disampaikan lagi, kecuali ditanya oleh pencari kerja. Pencaker bertanya, petugas memberikan informasi kata Lilik, petugas wanita yang melayani pembuatan kartu kuning. Komunikasi tidak dapat berlangsung lama sebab petugas amat sibuk melayani pencari kerja yang antre di depan loket. Pada waktu yang sama petugas memberikan informasi dan juga menyeleksi berkas pembuatan kartu AK1. Kedua pekerjaan itu dilakukan oleh petugas yang sama. Dalam pelayanan ini tidak ada petugas dan loket khusus yang menyampaikan informasi ketenagakerjaan. Akibatnya, tidak ada keleluasaan bagi pencari kerja untuk bertanya guna mendapatkan informasi yang lengkap. Menurut seorang pencari kerja yang mengurus kartu kuning, Veronika (23 tahun) mau menanyakan kepada petugas yang sibuk tidak enak, perlu petugas loket informasi yang fokus memberikan informasi Untuk mendapatkan informasi ketenagakerjaan secara detail melalui loket tidak dimungkinkan karena tidak adanya petugas dan loket informasi. Keluhan yang sama dilontarkan oleh Nia (24 tahun), informasi lowongan kerja diperoleh bukan dari Dinas Tenaga Kerja, tapi dari teman-teman Menurut keduanya diharapkan

Dinas ini juga memberikan informasi lowongan kerja dan loket pelayanan kartu kuning tidak di belakang kantor, tetapi ditempatkan di depan kantor supaya mudah diketahui. Hal ini menggambarkan bahwa kebutuhan informasi ketenagakerjaan tidak hanya sebatas persyaratan pembuatan kartu kuning, tetapi lebih esensial mengenai informasi ketersediaan lowongan pekerjaan. Di samping diseminasi informasi langsung melalui loket kartu kuning, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya melaksanakan kegiatan pelatihan yang bermaksud meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Kegiatan pemberdayaan (empowering) tenaga kerja dan masyarakat melalui pelatihan ini secara tidak langsung melakukan diseminasi informasi dan motivasi kepada pesertanya. Secara implisit di dalam Program Peningkatan dan Produktivitas Tenaga Kerja terdapat informasi, pengetahuan dan motivasi yang diberikan kepada peserta pelatihan. Walaupun program pelatihan BLK cukup bermanfaat bagi tenaga kerja, menurut Kepala BLK Drs Anden putra daerah tidak mau dilatih dibengkel / bubut, orientasinya ke PNS Padahal peserta bukan saja mendapat informasi dan pengetahuan mengenai pelatihan yang diikutinya, tetapi juga memperoleh sertifikat dan kesempatan penempatan sesuai dengan jenis pelatihan yang pernah diikutinya di BLK. 3. Informasi yang Disampaikan Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Kota Salah satu penerbitan yang dimaksudkan sebagai sarana diseminasi informasi ketenagakerjaan untuk stakeholders adalah Lembar Informasi Ketenagakerjaan. Apabila dilihat dari isi publikasinya dapat dikatakan buletin ini merupakan produk unggulan yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Proses pembuatannya tiap dimulai dari Seksi Informasi Ketenagakerjaan dilanjutkan ke Sub Dinas Perencanaan dan Program hingga ditandatangani Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah sebagai penanggung jawab terakhir. Lembar Informasi Ketenagakerjaan ini disusun sebagai sarana penyebaran informasi ketenagakerjaan dan keberhasilan bidang ketenagakerjaan yang dilaksanakan Dinas Tenaga Kerja Provisi Kalimantan Tengah (Dinas Tenaga Kerja Pemprov Kalteng, 2008a :18). Sebagai sarana komunikasi yang lebih bersifat intern, publikasi ini didistribusikan kepada seluruh Dinas Tenaga Kerja di kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah. Informasi yang disampaikan umumnya mengenai informasi ketenagakerjaan yang dapat dipergunakan sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan ketenagakerjaan di Kalimantan Tengah. Sebagaimana yang tercantum di dalam buletin Lembar Informasi Ketenagakerjaan terdapat bab yang menerangkan situasi umum dan situasi khusus tentang informasi ketenagakerjaan informasi. Dalam bab situasi umum diinformasikan tentang keadaan geografi dan demografi, PDRB dan pendapatan regional per kapita, dan visi, misi, tujuan, program, kebijakan ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja Kalimantan Tengah. Di dalam bab situasi khusus tercantum mengenai (1) pembinaan dan penempatan tenaga kerja, pasar kerja bulanan yang memuat tentang pencari kerja terdaftar, penghapusan pencari kerja, lowongan kerja terdaftar/dihapuskan, penempatan/pengisian lowongan kerja dan (2) pelatihan dan produktivitas tenaga kerja, (3) hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan antara lain mengenai upah minimum provinsi. Terbitan lain dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah berupa laporan Berita Pasar Kerja yang memuat informasi pasar kerja (IPK) bulanan. Seperti dalam terbitan Berita Pasar Kerja periode bulan Desember 2007 terdapat informasi tentang jumlah pencari kerja yang terdaftar, lowongan yang terdaftar, dan penempatan tenaga kerja selama bulan itu. Secara lebih rinci informasi yang dimuat di dalam terbitan tersebut, yakni : 1. Jumlah kumulatif pencari kerja

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Pendaftaran pencari kerja Pencari kerja yang ditempatkan Pencari kerja yang dihapuskan Pencari kerja belum ditempatkan Lowongan permintaan tenaga kerja Lowongan yang dipenuhi Lowongan kerja yang belum dipenuhi

Sarana diseminasi informasi ketenagakerjaan yang lebih ringkas dan praktis diterbitkan dalam bentuk leaflet. Informasi di dalam leaflet kebanyakan memuat informasi peraturan dan permasalahan ketenagakerjaan secara nasional.Selain itu, ada juga leaflet yang bermaksud memperkenalkan visi dan misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah sebagai instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Apabila dilihat dari isi (pesan) di dalam leaflet, setidaknya dapat dikelompokan menjadi tiga jenis informasi ketenagakerjaan, yaitu : 1. Informasi tentang instansi Dinas Tenaga Kerja 2. Informasi tentang peraturan ketenagakerjaan. 3. Informasi tentang TKI dan perdagangan perempuan dan anak, serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Sebagaimana telah dikemukakan, diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui spanduk dimaksudkan untuk memberitahukan pentingnya K3 bagi para pekerja. Oleh karena itu, spanduk kampanye K3 tentu isinya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja untuk pekerja. Demikan pula wawancara pada siaran TVRI mengetengahkan informasi mengenai perkembangan dan masalah ketenagakerjaan yang ditujukan kepada masyarakat luas. Informasi yang disampaikan petugas secara langsung di loket Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Palangkaraya kebanyakan mengenai persyaratan pembuatan kartu kuning kepada pencari kerja yang datang sendiri di instansi tersebut. Informasi lowongan pekerjaan yang tersedia merupakan informasi yang cukup banyak didiseminasikan melalui pengumuman di loket pembuatan kartu AK1. Kecuali itu, pelatihan di BLK secara implisit menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta yang mengikutinya. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam pembahasan sebelumnya dapat ditarik beberapa butir kesimpulan berikut : 1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah belum banyak disampaikan kepada khalayak pencari kerja secara langsung. Sejauh ini hanya diseminasi informasi K3 melalui spanduk yang ditujukan kepada tenaga kerja yang bekerja di kota-kota, sedangkan kebanyakan penerbitan bulletin dan leaflet dikirim kepada Dinas Tenaga Kerja Kota dan Kabupaten di provinsi ini. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui siaran TVRI kepada masyarakat luas masih minim, dan penyebaran informasi ketenagakerjaan melalui online tidak berfungsi. 2. Diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja secara langsung sebagian besar dilaksanakan pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya melalui loket pelayanan pembuatan kartu kuning. Diseminasi informasi mengenai persyaratan kartu tersebut disampaikan petugas kepada pencari kerja secara langsung (tatap muka) bersamaan dengan proses pembuatan kartu kuning. Selain itu, diseminasi informasi lowongan pekerjaan

disampaikan kepada masyarakat, khususnya pencari kerja melalui pengumuman di loket 3. Informasi yang disampaikan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah kebanyakan berisi informasi ketenagakerjaan yang bersifat umum seperti informasi peraturan ketenagakerjaan, pengangguran, jumlah pencari kerja dan lowongan kerja. Informasi ketenagakerjaan yang disampaikan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya sebagian besar menjawab kebutuhan informasi mengenai persyaratan pembuatan kartu kuning dan informasi lowongan pekerjaan dari sebagian kecil instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Umumnya kebutuhan informasi akan peraturan ketenagakerjaan bagi pencari kerja belum dapat dipenuhi oleh kedua Dinas Tenaga Kerja itu. Saran Dengan memperhatikan kesimpulan tersebut dapat disampaikan beberapa saran berikut : 1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui leaflet yang diterbitkan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah tentang peraturan ketenagakerjaan sebaiknya tidak hanya dikirimkan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota, tetapi juga disediakan untuk pencari kerja melalui loket pelayanan kartu kuning di Dinas Kota/Kabupatense-Kalimantan Tengah. Penggunaan online melalui internet perlu difungsikan kembali dan di masa yang akan datang perlu dijajaki pemasangan jaringan Local Area Network. 2. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya agar memanfaatkan loket pelayanan kartu kuning secara maksimal untuk diseminasi informasi ketenagakerjaan. Untuk itu, perlu adanya petugas dan loket informasi ketenagakerjaan. 3. Informasi ketenagakerjaan yang berkaitan dengan lowongan pekerjaan sebaiknya tidak bersifat umum, tetapi lebih khusus dan detail sehingga dapat dimanfaatkan oleh pencari kerja. Informasi lowongan kerja agar tidak didominasi perusahaan swasta, tetapi diupayakan dari seluruh instansi pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan informasi khalayak pencari kerja, sebaiknya Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya mendiseminasikan peraturan ketenagakerjaan dan lowongan kerja yang lebih luas melalui pengumuman yang terdapat di loket. DAFTAR PUSTAKA Davis, Gordon B,1995, Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Bagian I. Jakarta, PT Pustaka Binaman Presindo. Departemen Komunikasi dan Informatika, 2008, Transparansi dan Keterbukaan Informasi Publik Undang-Undang Republik Indonesia Nonor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta, Pusat Pelayanan Informasi. Dinas Tenaga Kerja, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, 2002 Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Leaflet. Palangkaraya ________, t.t., Trafiking (Perdagangan) Perempuan dan Anak. Leaflet. Palangkaraya ________, t.t., RAN-PKTP. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan. Leaflet. Palangkaraya ________,2008, Lembar Informasi Ketenagakerjaan, Bulan Desember 2007, Palangkaraya ________,2008, Berita Pasar Kerja Bulan Desember 2007, Palangkaraya

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Kota Palangkaraya, t.t., Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja. Palangkaraya. Echols, John M dan Hassan Shadily,1979, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta, PT Gramedia Effendy, Onong Uchjana,1993, Dinamika Komunikasi. Bandung, Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Fiske, John, 2006, Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Terjemahan Yosal Iriantara dan Idi Subandy Ibrahim, Yogyakarta, Jalasustra. Hamad, Ibnu ,2007, Pembahasan dan tanggapan(lisan) terhadap Studi Diseminasi Informasi Peringatan Dini (Early Warning System) Untuk Permasalahan Lingkungan dan Bencana Alam Seminar, di Jakarta, tanggal 11-12-2007 Hamidi, M, 2007, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang, UMM Press Jasmadi, 2004, Menggunakan Fasilitas Internet. Yogyakarta, Deli Publising dan Penerbit Andi. Laswell, Harold D,1963, The Structure and Function of Communication in Society , dalam Wilbur Schramm, Mass Communication. Urbana, University of Illinois Press. Lembaga Informasi Nasional (LIN),2001, Informasi Sosial Budaya. Jakarta Nerang, Teras A, 2008, Gubernur Kalteng Dukung DPD Kembangkan Desa dengan Kearifan Lokal, Kompas, 13 Maret. Osborne, David dan Ted Gaebler, 1998, Mewirausahakan Birokrasi Reinventing Government. Jakarta, PT Pustaka Binaman Presindo. Pawito, 2007, Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. LKIS Sendjaja, Sasa Djuarsa, dkk, 1993, Pengantar Komunikasi. Jakarta, Universitas Terbuka Shannon, Claude dan Warren Weaver, 1997, Information Theory dalam A First Look At Communication Theory.Third Edition. New York, The McGraw-Hill Companies, Inc Sekretariat Jenderal MPR RI, 2005, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta Seksi Informasi Ketenagakerjaan Sub Dinas Perencanaan dan Program, t.t, Menjadi TKI Meningkatkan Kesejahteraan. Leaflet. Palangkaraya ________, t.t., Standarisasi dan Sertifikasi Tenaga Kerja. Leaflet. Palangkaraya ________, 2004, Persyaratan Permohonan Izin Pemutusan Hubungan Kerja dan Prosedur Permohonan Banding. Leaflet. Palangkaraya ________, 2004, Kesepakatan Kerjasama Pembangunan Ketenagakerjaan Lintas Kabupaten Kota Se-Kalimantan Tengah. Leaflet. Palangkaraya ________, 2004, Tata Cara Permintaan Jaminan Kecelakaan Kerja. Leaflet. Palangkaraya ________, 2005, Prosedur TKI Bekerja ke Luar Negeri. Leaflet. Palangkaraya. Sub Dinas Perencanaan dan Program, 2008, Rekapitulasi Pendaftaran Pencari Kerja, Lowongan Kerja, Penempatan Pencari Kerja dan Penghapusan Pencari Kerja Menurut Kelompok Pendidikan Tahun 2006 dan Trahun 2007 . Lembaran. Palangkaraya. Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2006, Himpunan PeundangUndangan Republik Indonesia Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Bandung, CV Nuansa Aulia

Internet : (http://www.b.i.go.id?web/id/KER01/profil/kalteng/tanggal 25-4-2008) (http://www.kalteng bps.goid, tanggal 20-3-2008) (http://www.kalteng.go.id/ viewarticle.asp, tanggal 25-4-2008)

II. Volume 10 No. 2 Agustus 2009

TINGKAT LITERASI KOMPUTER MASYARAKAT DESA PARDOMUAN I KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA Oleh : Burhanuddin Panjaitan, SH5 Abstrak Teknologi informasi telah memperluas komunikasi yang dilakukan oleh manusia dengan perkembangannya saat ini telah merambah sampai ke pelosok perdesaan. Dalam hal ini teknologi informasi yang berkembang dan penggunaannya meningkat dengan pesat adalah komputer. Dibanding dengan teknologi informasi lainnya, perkembangan komputer berjalan dengan sangat pesat karena memiliki kelebihan dan kemudahan dalam pemanfaatannya. Komputer adalah alat yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk komputer diakui sebagai salah satu lompatan teknologi yang telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dewasa ini dan menjadi salah satu kunci perkembangan masa depan. Kesiapan manusia/masyarakat dalam menyongsong era informasi/digital menjadi salah satu perhatian banyak pihak, khususnya para pembuat kebijakan, karena beragam konsekuensi/implikasi yang bisa muncul dari perkembangan ini. Jika beberapa waktu lampau kemampuan membaca merupakan kemampuan dasar yang penting bagi kemajuan masyarakat, maka hal ini dinilai sebagai ukuran yang tak lagi memadai. Kemampuan dalam memanfaatkan komputer merupakan salah satu indikator yang kini dinilai makin penting. Sehubungan dengan itu penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif dengan menentukan sampelnya sebanyak 75 orang responden. Mengacu kepada hasil penelitian yang dilakukan mengenai tingkat literasi komputer masyarakat Desa Pardomuan I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara bahwa komputer dinilai penting dan disukai, sehingga dapat menumbuhkan minat masyarakat untuk belajar mengetahui penggunaan komputer. Kata kunci : Literasi Komputer, Masyarakat Perdesaan.
5

Penulis adalah Peneliti Madya Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Medan

A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui, peradaban masa depan adalah masyarakat informasi (information society), yaitu peradaban dimana informasi sudah menjadi komoditas utama, dan interaksi antar manusia sudah berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), demikian antara lain sambutan tertulis Menkominfo yang disampaikan oleh Deputi Bidang SDM Kominfo Ir. RSY. Kusumastuti pada acara pembukaan Diklat Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk kalangan aparatur negara yang diselenggarakan di Jakarta, atas kerja sama Depkominfo dan Japan International Cooperation Agency. Selain itu, perkembangan teknologi informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan manusia, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini, sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan e, seperti e-commerce, e-government, e-education, e-library, e-journal, emedicine, e-laboratory, e-biodiversity, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika (Wardiana, 2002). Seperti telah diungkapkan di atas, eletronik secara tidak langsung mempunyai peran strategis dalam mengembangkan masyarakat informasi. Mengapa demikian, karena elektronik bertindak sebagai perantara atau media yang membawa atau menyuarakan informasi dari pengirim ke penerima. Untuk itu guna menuju transformasi masyarakat menuju masyarakat informasi dan masyarakat berbasis pengetahuan, tidak saja membutuhkan infrastruktur (hardware, software, aplikasi, dan konektivitas/akses) yang handal, dan regulasi (peraturan) yang mendukung, tetapi juga sumber daya manusia (SDM) atau brainware dengan tingkat literasi (melek) media yang memadai dan kemampuan mengeksplorasi konten (literasi informasi) untuk menciptakan kemakmuran. Bahkan dalam sebuah papernya, Fasli Jalal dan Nina Sardjunani menghubungkan antara tingkat literasi dengan harapan hidup masyarakat. Ternyata ada korelasi yang positif antara keduanya, artinya semakin tinggi tingkat literasi sebuah masyarakat semakin tinggi pula harapan hidupnya (Isnaini). Kemajuan Teknologi Informasi saat ini, telah menimbulkan banyak perubahan mendasar dalam kehidupan manusia. Ketersediaan informasi yang dapat diakses secara Instant melalui telepon, televisi, komputer, jaringan internet dan berbagai media elektronik, telah menggeser cara manusia bekerja, belajar, mengelola perusahaan, menjalankan pemerintahan, berbelanja ataupun melakukan kegiatan perdagangan (http://www.Ippm.itb.ac.id). Hal ini seringkali disebut sebagai era globalisasi ataupun revolusi informasi, untuk menggambarkan betapa mudahnya berbagai jenis informasi dapat diakses, dicari, disimpulkan serta dapat dikirimkan tanpa lagi mengenal batas-batas geografis suatu negara. Teknologi informasi telah memperluas komunikasi yang dilakukan oleh manusia dengan perkembangannya saat ini telah merambah sampai ke pelosok perdesaan. Dalam hal ini teknologi informasi yang berkembang dan penggunaannya meningkat dengan pesat adalah komputer. Adanya kemajuan teknologi informasi yang digabungkan dengan pendekatan berbagai perangkat keras dan lunak, menghasilkan tidak hanya sebuah perangkat baru, tetapi juga teknologi baru yang diperluas sampai batas optimalnya. Dibanding dengan teknologi informasi lainnya, perkembangan komputer berjalan dengan sangat pesat karena memiliki kelebihan dan kemudahan dalam pemanfaatannya. Komputer adalah alat yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk komputer diakui sebagai salah satu lompatan teknologi yang telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

manusia dewasa ini dan menjadi salah satu kunci perkembangan masa depan. Kesiapan manusia/masyarakat dalam menyongsong era informasi/digital menjadi salah satu perhatian banyak pihak, khususnya para pembuat kebijakan, karena beragam konsekuensi/implikasi yang bisa muncul dari perkembangan ini. Jika beberapa waktu lampau kemampuan membaca merupakan kemampuan dasar yang penting bagi kemajuan masyakat, maka hal ini dinilai sebagai ukuran yang tak lagi memadai. Kemampuan dalam memanfaatkan komputer merupakan salah satu indikator yang kini dinilai makin penting. Sesuai dengan kenyataan yang ada, di Kabupaten Samosir pemanfaatan teknologi informasi masih sangat terbatas, bahkan masih dijumpai kegiatan surat-menyurat dilakukan secara manual. Informasi-informasi menyangkut pertanian, pasar, pariwisata, pendidikan, kesehatan, masih belum dapat diakses secara cepat dengan teknologi informasi dalam hal ini seperti komputer apalagi Internet. Untuk mengatasi kesenjangan ini, perlu dilakukan penelitian yang diharapkan dapat mengidentifikasi tingkat pemanfaatan teknologi informasi khususnya komputer dan menemukan gagasan-gagasan yang kontekstual untuk menentukan kebijakan yaitu melalui sebuah pengkajian dan penelitian. B. Permasalahan a) Bagaimana tingkat literasi komputer pada masyarakat Desa Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ? b) Faktor-faktor apakah yang menjadi pendorong/pendukung bagi masyarakat Desa Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam menggunakan komputer ? c) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat bagi masyarakat Desa Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam menggunakan komputer ? C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan Penelitian. a) Untuk mengetahui bagaimana tingkat literasi komputer pada masyarakat Desa Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. b) Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menjadi pendorong/pendukung bagi masyarakat Desa PardomuanI Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam menggunakan komputer. c) Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat bagi masyarakat Desa Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam menggunakan komputer. Kegunaan Penelitian Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menjadi referensi dalam penelitian selanjutnya dibidang teknologi informasi khususnya komputer. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan untuk kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, khususnya dalam hal pemanfaatan teknologi informasi komputer untuk kepentingan publik. D. Tinjauan Teori Secara umum untuk menggambarkan kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang telematika dapat diketahui dari tingkat kesadaran, pemahaman dan pendayagunaan ICT yang disebut e-literacy. Literacy dalam kamus bahasa inggris, diartikan sebagai the

ability to read and write atau kemampuan untuk membaca dan menulis. Dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan kata melek. Dalam bidang yang terkait dengan telematika, ada beberapa jenis literacy atau kadar melek seseorang, yaitu melek informasi, melek komputer, melek internet, melek teknologi. Gambaran e-literacy secara konseptual dapat dikategorikan dalam enam kategori, berdasarkan konsep atau teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM). Menurut teori ini, level e-literacy seseorang dapat digambarkan sebagai berikut : Level 0 Seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak perduli akan pentingnya informasi dan teknologi untuk kehidupan sehari-hari Level 1 Jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu dua kali dimana informasi merupakan sebuah komponen penting untuk pencapaian keinginan dan pemecahan masalah, dan telah melibatkan teknologi informasi maupun komunikasi untuk mencarinya. Level 2 Jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu aktivitasnya sehari-hari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya. Level 3 Jika seorang individu telah memiliki standard penguasaan dan pemahaman terhadap informasi maupun teknologi yang diperlukannya, dan secara konsisten mempergunakan standard tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya sehari-hari. Level 4 Jika seorang individu telah sanggup meningkatkan secara signifikan (dapat dinyatakan secara kuantitatif) kinerja aktivitas kehidupannya sehari-hari melalui pemanfaatan informasi dan teknologi Jika seorang individu telah menganggap informasi sebagai bagian tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan secara langsung maupun tidak langsung telah mewarnai perilaku dan budaya hidupnya (bagian dari information society atau manusia berbudaya informasi).

Level 5

Selanjutnya teori yang juga dapat dijadikan acuan adalah teori Difusi Inovasi. Teori difusi inovasi termasuk kedalam pengertian komunikasi secara luas dalam mengubah masyarakat melalui penyebarserapan ide-ide dan hal-hal yang baru. Menurut Rogers (1995), dalam penyebaran suatu inovasi baru, terdapat unsur-unsur (a) suatu inovasi, (b) dikomunikasikan melalui satu saluran tertentu, (c) dalam jangka waktu tertentu, (d) diantara para anggota suatu sistem sosial. Bahkan dikatakan oleh Rogers dan Shoemaker, ada 4 tahap keputusan seorang individu dalam peneeyebarserapan inovasi baru yaitu : 1. Pengetahuan : mengetahui adanya inovasi dan memiliki pengertian bagaimana inovasi tersebut berfungsi. 2. Persuasi : menentukan sikap suka atau tidak sukanya terhadap inovasi. 3. Keputusan : terlibat dalam kegiatan yang membawa seseorang pada situasi memilih apakah menerima atau menolak inovasi. 4. Konfirmasi : mencari penguat bagi keputusan yang telah diambil sebelumnya. Selanjutnya Rogers (1995 : 15-16) menegaskan bahwa ada beberapa karakteristik yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi tersebut, yaitu :

1. Keuntungan relatif : maksudnya adalah sejauhmana inovasi tersebut dipandang lebih baik dan memberikan keuntungan bagi penggunanya dari teknologi sebelumnya. 2. Kesesuaian : sejauhmana inovasi tersebut konsisten terhadap nilai-nilai yang ada. 3. Kerumitan : maksudnya adalah sejauhmana inovasi tersebut dipandang sulit untuk dimengerti atau digunakan oleh penggunanya. 4. Kemampuan untuk dicoba : sejauhmana inovasi tersebut mungkin dapat dicobakan dengan kemampuan yang terbatas. 5. Kemampuan dapat dilihat : maksudnya adalah sejauhmana hasil-hasil dari inovasi tersebut dapat dilihat oleh orang lain dalam waktu cepat.

E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karaktersitik kejadian ke dalam kelompok atau individu tersebut (Singarimbun, 1998:24). Berdasarkan kerangka teoritis di atas, adapun konsep-konsep dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi beberapa variabel, yaitu: 1. Variabel Anteseden. Variabel anteseden ini terdiri dari data sosiodemografis dan psikologis masyarakat. Dimana variabel anteseden ini akan membedakan antara satu karakter individu dengan individu lainnya. Adapun yang termasuk kedalamnya adalah : usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, minat akan informasi dan teknologi internet. 2. Variabel Penerima. Maksudnya adalah sejauhmana tingkat penerimaan suatu individu dalam masyarakat terhadap internet dan kemampuannya dalam menguasai internet tersebut. Yang termasuk kedalamnya adalah tingkat pengetahuan, persuasi, keputusan dan konfirmasi. 3. Variabel Media. Variabel media adalah sejauhmana terpaan media internet (adopsi inovasi) mampu diterima oleh individu dalam masyarakat. Adapun yang termasuk kedalamnya adalah keuntungan relatif, kesesuaian, tingkat kerumitannya, mampu dicobakan, dan mampu dilihat hasilnya. 4. Variabel Efek. Maksudnya adalah sejauhmana tingkat penguasaan individu dalam masyarakat dengan menggunakan internet. Ini dapat dilihat dari tingkat atau level e-literacy.

F. Model Teoritis.
Variabel Anteseden Variabel Penerima Variabel Media Terpaan Internet Internet Variabel Efek Pemanfaatan dan Psikologis

Sosiodemografis Dimensi Inovasi G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang bertujuan mengumpulkan dan menggali sejumlah besar data untuk dianalisis selanjutnya. Dalam metode survei, dilakukan juga prasurvey sebagai eksperimen untuk melihat kelayakan penelitian tersebut untuk dilanjutkan.

2. Lokasi Penelitian Penelitian ini memilih lokasi penelitian di Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara yang merupakan bagian dari wilayah kerja BBPPKI Medan. Penentuan daerah ini menjadi lokasi penelitian adalah dengan pertimbangan bahwa Pemerintah telah membangun Kampung Digital di Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara. 3. Populasi dan Sampel a. Populasi Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang mengenal atau mengerti komputer, penduduk Desa Pardomuan I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Propinsi Sumatera Utara. b. Sampel Berhubung besarnya jumlah populasi yang mengenal atau mengerti komputer di desa Pardomuan I tidak diketahui, maka untuk menentukan besarnya sampel, peneliti menggunakan formula Cochram (dalam Lubis, 2003 ; 72) dengan rumus sebagai berikut : n0 = (t)2 . (s)2 (d)2 Keterangan : no = ukuran sampel standard Cochram t = nilai persentil t = 1,96 s = estimasi standard deviasi populasi 1,25 d = interval kesalahan (margin of error) Menurut Lubis, 2003 ; menyatakan bahwa secara umum dalam penelitian, interval kesalahan pada data adalah sebesar 10% dan untuk data kontiniu sebesar 3%. Sehingga margin error dalam penelitian ini yang dapat diterima 3/100 x 10 = 0,30 n = (1,96)2 . (1,25)2 (0,30)2 = 75,4 dibulatkan menjadi 75. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 75 orang responden. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam melaksanakan penelitian ini, akan dilakukan pengumpulan data melalui: a. Library Research (Penelitian Kepustakaan). Ini dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur, baik dari kepustakaan maupun dari sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini. b. Field Research (Penelitian Lapangan). Yaitu mengumpulkan data dengan cara menghimpun data secara langsung di daerah lokasi yang diteliti dan direkam melalui observasi, wawancara dan penyebaran kuesioner. 5. Metode Analisis Data Sesuai dengan sifat dan tujuannya, maka analisis penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif didukung dengan data kualitatif yang diperoleh melalui indepth-interview, dimana data lapangan yang diperoleh melalui daftar pertanyaan dikoding dan ditabulasi untuk mendapatkan tendensi dengan persentase.

H. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Luas wilayah Desa Pardomuan I adalah 2,50 km. Jarak kantor Kepala Desa Pardomuan I ke Ibukota Kabupaten adalah sejauh 1 km dengan menggunakan roda dua atau roda empat. Desa Pardomuan I memiliki 3 Dusun dan tidak memiliki lingkungan. Jumlah penduduk Desa Pardomuan I adalah sebanyak 3.513 yang terdiri dari 1.695 orang laki-laki, dan 1.818 orang perempuan, sedangkan jumlah banyaknya rumahtangga sebesar 712 rumahtangga. I. Temuan Penelitian.
No 1. 2. 3. 4. Tabel 1 Minat Responden Terhadap TI (Komputer) Keterangan F Sangat berminat 25 Berminat 31 Kurang berminat 19 Tidak berminat Jumlah 75 % 33,34 41,33 25,33 100,00

Sumber: Hasil penelitian n = 75

Berdasarkan pendapat responden tentang minat terhadap TI sebagaimana terdapat dalam tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa responden yang menjawab berminat menempati urutan pertama dengan jumlah persentase sebesar 41,33%, urutan kedua adalah responden yang mengatakan sangat berminat yaitu dengan jumlah persentase sebesar 33,34%,menyusul responden yang mengatakan kurang berminat dengan jumlah persentase sebesar 25,33 %, sedangkan responden yang mengatakan tidak berminat tidak ada ditemukan dalam penelitian ini. Tabel ini memberikan gambaran tentang minat responden terhadap TI dalam penelitian ini adalah lebih didominasi responden dengan menjawab berminat dengan jumlah persentase 41,33 %.
Tabel 2 Pengenalan Responden Tentang Komputer NO 1 2 3 4 Keterangan Tidak pernah mendengar Pernah mendengar tetapi belum melihatnya Pernah mendengar dan tahu bentuknya Pernah mendengar dan tahu menggunakannya Jumlah F 17 58 75 % 22,67 77,73 100,00

Sumber: Hasil penelitian n = 75

Berdasarkan jawaban, tentang jumlah responden yang pernah mendengar komputer sebagaimana dapat diketahui bahwa responden yang menjawab pernah mendengar dan tahu menggunakannya dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 77,73 %, kemudian diurutan terakhir responden yang menjawab pernah mendengar dan tahu bentuknya yaitu dengan jumlah persentase sebesar 22,67 %. Sedangkan responden yang memberikan jawaban tidak pernah mendengar dan pernah mendengar tetapi belum melihatnya tidak ada dalam penelitian ini

Tabel 3 Pertama Kali Responden Memperoleh Sumber Informasi Komputer NO Uraian F % 1. Majalah, Tabloid 19 25,34 2. Media Elektronik 13 17,34 3. Buku-buku Komputer/Pelajaran di Sekolah 33 44,00 4. Kursus/Les 9 12,00 5. Lainnya, Teman 1 1,33 Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian n = 75

Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden yang diteliti dalam penelitian ini adalah lebih didominasi oleh yang pernah mendengar dan tahu menggunakannya. Berdasarkan pendapat responden tentang pertama kali responden memperoleh sumber informasi komputer sebagaimana terdapat dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa responden pertama memperoleh sumber dari Buku-buku Komputer yaitu menempati urutan pertama dengan jumlah persentase sebesar 44,00 %, urutan kedua adalah bahwa responden pertama memperoleh sumber dari Majalah, Taboid dengan jumlah persentase sebesar 25,34 %, urutan ketiga adalah bahwa responden pertama memperoleh sumber dari Media Elektronik dengan jumlah persentase sebesar 17,34 %, urutan keempat adalah bahwa responden pertama memperoleh sumber dari Kursus/Les dengan jumlah persentase sebesar 17,34 %, urutan terakhir adalah bahwa responden pertama memperoleh sumber dari Lainnya, Teman dengan jumlah persentase sebesar 1,33 %, Tabel ini memberikan gambaran bahwa pertama kali responden memperoleh sumber informasi komputer dalam penelitian ini adalah bersumber dari buku-buku computer/Pelajaran di Sekolah.
Tabel 4 Pemilikan Responden Terhadap Komputer NO Keterangan F % 1. Memiliki 13 17,34 2. Tidak memiliki 62 82,66 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75

Berdasarkan jawaban responden tentang responden yang memiliki komputer sebagaimana dapat diketahui bahwa responden yang menjawab memiliki dalam penelitian ini sebanyak 62 responden yaitu dengan jumlah persentase sebesar 82,66 %, kemudian diurutan terakhir responden yang menjawab tidak memiliki sebanyak 13 responden yaitu dengan jumlah persentase sebesar 17,34 %. Tabel 5 Durasi Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Tidak pernah menggunakan 17 22,67 2. Pernah menggunakan 6 8,00 3. Kadang-kadang menggunakan 4 5,33 4. Jarang menggunakan 15 20,00 5. Sering menggunakan 16 21,00 6. Setiap hari menggunakan 17 22,67 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75

Berdasarkan pendapat responden tentang durasi penggunanaan komputer adalah yang tidak pernah menggunakan dan setiap hari menggunakan memiliki jumlah persentase yang sama yaitu sebesar 22,67 %, urutan kedua adalah sering menggunakan, yaitu dengan jumlah persentase sebesar 21,00 %, tempat ketiga adalah jarang menggunakan yaitu dengan jumlah persentase sebesar 20,00 %, menyusul pernah menggunakan dengan jumlah persentase sebesar 8,00 %, dan terakhir adalah kadangkadang menggunakan dengan jumlah persentase sebesar 5,33 %. Tabel 6 Tingginya Animo Masyarakat Untuk Belajar Sebagai Pendorong/Pendukung Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 19 25,33 2. Tidak 56 74,67 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang pendukung responden menggunakan komputer di urutan pertama yaitu tingginya animo masyarakat untuk belajar dalam penelitian ini dengan jumlah persentase sebesar 25,33 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak yaitu dengan persentase sebesar 74,67 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa tingginya animo masyarakat bukan menjadi pendorong responden dalam menggunakan komputer. Tabel 7 Dukungan Infrastruktur Lingkungan Sebagai Pendorong/Pendukung Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 17 22,67 2. Tidak 58 77,33 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang pendukung responden menggunakan komputer diurutan pertama yaitu dengan dukungan infrastruktur lingkungan dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 22,67 %, kemudian menyusul ditempat terakhir responden yang menjawab tidak menjadi pendorong yaitu dengan persentase sebesar 77,73 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa dengan dukungan infrastruktur lingkungan bukan menjadi pendorong responden dalam menggunakan komputer. Tabel 8 Kemudahan Dalam Menyelesaikan Pekerjaan Sebagai Pendorong/Pendukung Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 42 56,00 2. Tidak 33 44,00 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang pendukung responden menggunakan komputer diurutan pertama yaitu kemudahan dalam menyelesaikan pekerjaan dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 56,00 %, kemudian menyusul

ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak menjadi pendorong yaitu dengan persentase sebesar 44,00 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa kemudahan dalam menyelesaikan pekerjaan adalah menjadi pendorong responden dalam menggunakan komputer. Tabel 9 Adanya Dukungan Kebijakan Sebagai Pendorong Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 17 22,67 2. Tidak 58 77,33 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang pendorong responden menggunakan komputer diurutan pertama yaitu adanya dukungan kebijakan dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 22,67 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak menjadi pendorong dengan persentase sebesar 77,33 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa dukungan kebijakan bukan menjadi pendorong responden dalam menggunakan komputer Tabel 10 Kemudahan Dalam Memperoleh Pekerjaan Sebagai Pendorong/Pendukung Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 23 30,67 2. Tidak 52 69,33 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang pendorong responden menggunakan komputer di urutan pertama yaitu dapat memudahkan memperoleh pekerjaan dengan jumlah persentase sebesar 30,67 %, kemudian menyusul ditempat terakhir responden yang menjawab tidak menjadi pendorong yaitu dengan persentase sebesar 69,33 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa dapat memudahkan memperoleh pekerjaan bukan menjadi pendorong responden untuk menggunakan komputer. Tabel 11 Dapat Memudahkan Komunikasi Sebagai Pendorong/Pendukung Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 21 28,00 2. Tidak 54 72,00 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang pendukung responden menggunakan komputer diurutan pertama yaitu dapat memudahkan komunikasi sebagaimana dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 28,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak menjadi pendorong yaitu dengan persentase sebesar 72,00 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa dapat memudahkan komunikasi bukan menjadi pendorong responden untuk menggunakan komputer.

Tabel 12 Harga Komputer Yang Mahal Sebagai Penghambat Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 54 72,00 2. Tidak 21 28,00 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan komputer diurutan pertama yaitu harga komputer yang mahal dalam penelitian ini dengan jumlah persentase sebesar 72,00 %, kemudian menyusul ditempat terakhir responden yang menjawab tidak menjadi penghambat yaitu dengan persentase sebesar 28,00 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa harga komputer yang mahal adalah merupakan penghambat responden untuk menggunakan komputer. Tabel 13 Biaya Les Komputer Yang Mahal Sebagai Penghambat Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 33 44,00 2. Tidak 42 56,00 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan komputer diurutan pertama yaitu biaya les komputer yang mahal dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 44,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak menjadi penghambat yaitu dengan persentase sebesar 56,00 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa dibeberapa daerah sulit menemukan komputer bukan menjadi penghambat responden dalam menggunakan komputer. Tabel 14 Waktu Tidak Cukup Untuk Belajar Sebagai Penghambat Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 30 40,00 2. Tidak 45 60,00 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan komputer yaitu ditempat pertama yang menjawab waktu yang tidak cukup untuk belajar dengan jumlah persentase sebesar 40,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak menjadi penghambat dengan persentase sebesar 60,00%. Tabel ini memberikan gambaran bahwa waktu tidak cukup untuk belajar bukan menjadi penghambat responden dalam menggunakan komputer.

Tabel 15 Bahasa Inggris Yang Minim Sebagai Penghambat Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 47 62,67 2. Tidak 28 37,33 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan komputer diurutan pertama yaitu bahasa inggris yang minim yaitu dengan jumlah persentase sebesar 62,67 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak yaitu dengan persentase sebesar 37,33 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa dibeberapa daerah sulit menemukan komputer bukan menjadi penghambat responden dalam untuk menggunakan komputer. Tabel 16 Ilmu Komputer Yang Sulit Sebagai Penghambat Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 33 44,00 2. Tidak 42 56,00 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan komputer yaitu ilmu komputer yang sulit sebagaimana dapat diketahui bahwa responden yang menjawab ya dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 44,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak yaitu dengan persentase sebesar 56,00 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa ilmu komputer yang sulit bukan menjadi penghambat responden dalam mendukung responden untuk menggunakan komputer. Tabel 17 Di Beberapa Daerah Sulit Ditemukan Komputer Sebagai Penghambat Responden Menggunakan Komputer NO Keterangan F % 1. Ya 27 36,00 2. Tidak 48 64,00 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan komputer yaitu dibeberapa daerah sulit ditemukan komputer sebagaimana dapat diketahui bahwa responden yang menjawab ya dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 36,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak yaitu dengan persentase sebesar 64,00 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa dibeberapa daerah sulit menemukan komputer bukan menjadi penghambat responden dalam menggunakan komputer.

Tabel 18 Harapan Responden Agar Harga Komputer Lebih Murah NO Keterangan F % 1. Mengharapkan 55 73,33 2. Tidak Mengharapkan 20 26,67 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar harga komputer lebih murah dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 73,33 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan persentase sebesar 26,67 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden mengharapkan agar harga komputer lebih murah. Tabel 19 Harapan Responden Agar Mudah Dalam Mencari Penjualan Komputer NO Keterangan F % 1. Mengharapkan 28 37,33 2. Tidak Mengharapkan 47 62,67 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar mudah dalam mencari penjualan komputer dapat diketahui bahwa responden yang menjawab tidak mengharapkan berada pada posisi pertama yaitu dengan jumlah persentase sebesar 62,67 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab mengharapkan yaitu dengan persentase sebesar 37,33 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden tidak mengharapkan agar mudah dalam mencari pusat penjualan komputer. Tabel 20 Harapan Responden Agar Program Pelatihan Komputer Gratis NO Keterangan F % 1. Mengharapkan 38 50,67 2. Tidak Mengharapkan 37 49,33 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar program pelatihan komputer gratis dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 50,67 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan persentase sebesar 49,33%. Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden berharap agar program pelatihan komputer gratis tidak dipungut biaya.

Tabel 21 Harapan Responden Agar Program Komputer Berbahasa Indonesia NO Keterangan F % 1. Mengharapkan 45 60,00 2. Tidak Mengharapkan 30 40,00 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar program komputer berbahasa Indonesia dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 60,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan persentase sebesar 40,00 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden berharap agar program komputer berbahasa Indonesia. Tabel 22 Harapan Responden Agar Pengoperasian Komputer Lebih Mudah NO Keterangan F % 1. Mengharapkan 47 62,67 2. Tidak Mengharapkan 28 37,33 Jumlah 75 100,00 Sumber: Hasil penelitian n = 75 Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar pengoperasiaan komputer lebih mudah dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 62,67 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan persentase sebesar 37,33 %. Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden berharap agar pengoperasian komputer lebih mudah. J. Pembahasan Berdasarkan temuan data-data penelitian diatas dapat dilihat bahwa tingkat literasi terhadap penggunaan komputer adalah telah mampu menguasai pemanfaatannya, karena responden pada umumnya berminat terhadap penggunaan komputer dan telah sering menggunakan komputer bahkan ada yang setiap hari menggunakannya. Apabila dikaitkan dengan teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM), secara umum dapat diketahui bahwa tingkat penguasaan responden berada pada level-2 dan level-3, dimana pada level-2 dikatakan jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu aktivitasnya seharihari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya, dan pada level-3 dikatakan jika seorang individu telah memiliki standard penguasaan dan pemahaman terhadap informasi maupun teknologi yang dipergunakannya, dan secara konsisten mempergunakan standard tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya seharihari. Hal ini menunjukkan bahwa menggunakan komputer sudah menjadi kebiasaan rutin di kalangan masyarakat Desa Pardomuan I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Jika hal ini dilihat dari teori difusi inovasi oleh Rogers (1995), Rogers dan Shoemaker (1971), bahwa penyebarserapan (adopsi inovasi) informasi menyebabkan masyarakat menjadi berubah, dan perubahan sosialpun merangsang orang untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang baru tersebut. Apabila hal ini

diilustrasikan dengan teknologi komputer, maka komputer sudah mampu mengubah perilaku-perilaku masyarakat dalam menggantikan kebiasaan lama, misalnya dalam menggunakan mesin tik manual dan elektronik. Adapun perubahan yang terjadi pada masyarakat adalah bahwa dimana masyarakat sudah dimanjakan dengan kehadiran teknologi komputer. Keuntungan relatif yang didapatkan melalui komputer sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena komputer telah mampu mengoptimalkan pekerjaan/tugas-tugas mereka sehingga dirasakan sangat besar pengaruhnya terhadap pekerjaan/aktivitas kegiatan mereka sehari-hari. Hal ini terbukti bahwa setelah masyarakat menggunakan komputer prestasi kerja mereka mengalami peningkatan. Adapun yang menjadi faktor pendorong bagi masyarakat dalam menggunakan komputer adalah kemudahan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka, sedangkan yang menjadi faktor penghambat dalam menggunakan komputer bagi masyarakat adalah harga komputer yang relatif mahal dan penguasaan bahasa Inggris yang minim sehingga sulit dalam mengoperasionalkan komputer yang pada umumnya bahasa programnya hanya tersedia dalam bahasa Inggris. Untuk mengatasi hal tersebut masyarakat mengharapkan agar pemerintah dapat menyediakan komputer dengan harga yang lebih murah dan menyediakan program komputer dalam bahasa Indonesia sehingga masyarakat lebih mudah dalam mengoperasikan komputer.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.


1. Bahwa tingkat literasi komputer masyarakat Desa Pardomuan I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara sudah cukup baik, dimana masyarakat pada umumnya berminat terhadap komputer dan telah menggunakannya lebih dari 5 tahun, bahkan ada yang setiap hari menggunakan komputer serta pada umumnya telah mengetahui dan mengenal perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) komputer. 2. Bahwa faktor-faktor yang menjadi pendorong/pendukung bagi masyarakat Desa Pardomuan I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara dalam menggunakan komputer adalah perasaan nyaman ketika menggunakannya dan merasa penting untuk memenuhi kebutuhannya 3. Bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat responden dalam menggunakan komputer adalah masih tingginya harga komputer, bahasa komputer yang merupakan bahasa Inggris sehingga sulit untuk dimengerti, biaya les/kursus komputer yang mahal, ilmu komputer yang sulit untuk dipahami, waktu yang tidak cukup untuk belajar, serta dibeberapa daerah masih sulit ditemukan pusat penjualan komputer. Saran. 1. Agar pemerintah mengadakan sosialisasi tentang pentingnya penggunaan komputer dalam kehidupan manusia baik di kota maupun di desa, karena masih ada responden yang kurang berminat terhadap penggunaan komputer dan ada responden yang hanya pernah mendengar dan tahu bentuk komputer, tetapi tidak tahu menggunakannya. 2. Agar pemerintah menyediakan akses universal terhadap informasi kepada masyarakat baik di kota maupun di desa secara adil dan merata, instrument kebijakan beserta program/kegiatan (prakarsa) yang tepat untuk membangun akses universal bagi seluruh lapisan masyarakat sangat urgen untuk terus ditumbuhkembangkan. 3. Agar pemerintah meningkatkan penyediaan sarana prasarana informasi dan komunikasi di daerah yaitu dengan mengembangkan pusat-pusat fasilitas umum bersama, seperti warnet, telecenter, dan sejenisnya, serta mengembangkan pola-pola kepemilikan komputer murah, kemitraan pemerintah dan swasta dalam penyediaan

prasarana dan sarana telematika, fokus pada peningkatan pendidikan dan berbagai pengetahuan dalam komunitas masyarakat. 4. Mendorong pengembangan fasilitas multifungsi disentra aktivitas masyarakat untuk komunitas UKM/IKM atau sentra industri, seperti pengembangan lembaga Jasa Pengembangan Bisnis berbasis teknologi informasi dan komunikasi, fasilitas multifungsi Perdesaan, Pusat Pendidikan/Pelatihan, dan Sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, K. Lukiati (2004). Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung. Arikunto, Suharsimi, (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Rineka, Cipta, Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, (2004), Telematika Indonesia, Kebijakan dan Perkembangan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKPI), Jakarta. Kriyantono, Rakhmat. (2006), Teknik Praktis Riset komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Rogers, E.M. (1995). Diffusion of Innovations. Free Press. New York. Rogers, E.M. dan F. Shoemaker (1971). Communication of Innovation A Cross Cultural Approach. Free Press. New York. Santoso, Gempur. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. (226). Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Suryabrata, Sumadi. (2003). Metode Penelitian. PT. Raja Grafindo. Jakarta.

Iklim Komunikasi Antar Umat Beragama Dalam Pelaksanaan Syariat Islam Di Kabupaten Aceh Tenggara Oleh : Amiruddin Z6 Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan iklim komunikasi yang berlangsung antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat serta faktor pendukung dan penghambat komunikasi antar umat beragama di kabupaten Aceh Tenggara, yaitu Kota Cane. Metode yang digunakan deskriptif analisis. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan mewawancarai informan yang terdiri dari berbagai kalangan. Iklim komunikasi antar umat beragama di Kabupaten Aceh tenggara telah lama terbina, hal tersebut terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hal kerukunan antar umat beragama maupun dalam menjalankan keaktivitasan kehidupan pada berbagai sektor pekerjaan dan kehidupan bermasyarakat sehari-harian. Perbedaan Agama dan kemajemukan suku yang terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara tidak pernah membuat terjadinya konflik. Yang pernah terjadi hanya tawuran antar anak muda, itupun di atas 20 tahun yang lalu, bukan konflik masalah SARA. Pada awal diberlakukan UU syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang oleh masyarakat non muslim dipahami suatu keharusan dengan demikian dapat berimplementasi membuat iklim komunikasi yang tidak komunikatif sesama warga. Namun setelah disosialisasikan UU Syariat Islam tersebut akhirnya dimengerti bahwa Syariat Islam hanya diberlakukan terhadap penduduk yang beragama Islam. Maka iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi NAD pada Kabupaten Aceh Tenggara tetap terbina dengan pengertian komunikasi yang komunikastif di antara sesama warga terimplementasi dalam berbagai sektor kehidupan. Kata Kunci : Iklim Komunikasi Umat Beragama, Syariah Islam Latar Belakang Pelaksanaan syariat Islam di Aceh menurut catatan tertulis dan ingatan kolektif masyarakat Aceh telah berlangsung cukup lama, sebagaimana dikemukakan oleh Al Yasa Abubakar : Bahwa rakyat Aceh telah lama melaksanakan syariat Islam secara relative sempurna dalam hidup keseharian, hidup kemasyarakatan dan hidup ketatanegaraan pada masa kesultanan dahulu yaitu sebelum diganggu dan dicampuri oleh penjajah Belanda (mulai menyerang Aceh pada tahun 1873 dan terus mendapat perlawanan sengit sampai awal abad dua puluh, dan terus bergolak sampai Belanda kalah karena kedatangan Jepang). Syariat Islam di Aceh menyatu dengan adat sedemikian rupa, sehingga sering sifat adatnya lebih menonjol dari sifat syariatnya, lebih dari itu beberapa ijtihad dan terobosan telah dilakukan Ulama Aceh atas aturan dalam Fiqih Mazhab SyafiI, misalnya keizinan perempuan menjadi kepala Negara, adanya pemisahan antara mesjid dengan meunasah, dan lain sebagainya. Syariat Islam di Aceh bukan hanya dipahami dalam aspek hukum dan peradilan, tetapi mencakup berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, pemerintahan, berbagai bentuk dan tata cara pelayanan social, kegiatan seni dan budaya bahkan olahraga. Pada saat melantik ketua Mahkamah Syariah Provinsi NAD, Ketua Mahkamah Agung dalam sambutannya menyampaikan tiga hal sebagai berikut :
6

Penulis adalah Peneliti Madya pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Medan

Syariat Islam yang dijalankan di Aceh harus dapat memenuhi kesadaran hukum rakyat dan harus dapat memberikan keadilan yang lebih baik kepada umat. Apabila hal ini tidak berhasil dilakukan, maka pelaksanaan syariat Islam mungkin menjadi bumerang dan kontra produktif. Pelaksanaan syariat Islam harus secara bertahap, karena bagaimanapun juga syariat Islam di Aceh sekarang adalah ibarat benih yang baru dipindahkan dari persemaian ke tengah sawah atau kebun. Karena itu harus dijaga dan dirawat dengan baik dan tidak boleh diberi beban yang berlebihan Pembentukan peradilan untuk melaksanakan syariat Islam dalam rangka otonomi khusus di Aceh, bukan saja mempengaruhi hukum positif di Aceh, tetapi juga akan mempengaruhi perkembangan hukum tatanegara di Indonesia.

Sampai saat ini telah disahkan enam buah quanum yang berkaitan langsung dengan hukum dan peradilan syariat Islam yaitu : 1. Qanum Nomor. 11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat Islam bidang Akidah, ibadah dan syiar Islam 2. Qanum Nomor. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya. 3. Qanum Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian) 4. Qanum Nomor. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (perbuatan mesum) 5. Qanum Nomor. 7 Tahun 2004 tentang pengelolaan zakat 6. Qanum Nomor. 11 Tahun 2004 tugas fungsional kepolisian daerah NAD Syariat Islam secara umum dipahami sebagai paradigma moral yang berdasarkan pada kedudukan kepada Tuhan. Titik penting dari konsep syariat Islam adalah untuk memelihara hak-hak manusia dan memberi mereka perlindungan dan keselamatan serta kedamaian yang bersifat kaku dan statis, bukan pula sebagai petunjuk teknis yang dapat dijadikan pegangan manusia dalam kehidupan di dunia, tetapi ia merupakan jalan atau metode normative yang perlu diaktualisasikan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana umat Islam harus melaksanakan ajaran agamanya. Sebagaimana diketahui di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terutama pada Kabupaten Aceh Tenggara ditemukan penganut agama lain (Kristen). Lebih-lebih lagi di Kecamatan Lawe Sigala-gala, jumlah penganut agama Kristen relative lebih banyak disbanding penganut agama Islam. Iklim Komunikasi Iklim Komunikasi terdiri dari duia kata, yaitu Iklim dan Komunikasi. Iklim adalah Suasana seseorang kepada orang lain. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan oleh seorang kepada orang lain. Komunikasi dipahami sebagai penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila ada saling pengertian antara pihak pengirim dan penerima informasi. Secara pragmatis komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara lisan, maupun tidak langsung melalui pendapat. Dalam pengertian yang luas, komunikasi tidak hanya sebagai pertukaran informasi antar individu, melainkan juga antar kelompok dan masyarakat luas mengenai tukar menukar data, fakta, maupun ide/gagasan. Iklim Komunikasi adalah suasana lingkungan atau Komunikasi yang menjadi faktor penentu berlangsungnya komunikasi terdiri dari empat macam yaitu : 1. Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa terjadi apabila tidak ditemukan rintangan fisik, misalnya geografis

2. Lingkungan sosial budaya menunjukkan faktor social, budaya, ekonomi, dan politik yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya, bahasa, percakapan, adat istiadat dan status social 3. Dimensi psikologi adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam berkomunikasi misalnya, menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang lain, dimensi psikologi ini sering disebut dengan dimensi internal. 4. Dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan komunikasi, banyak proses komunikasi tertentu karena pertimbangan waktu missal, karena cuaca atau musim Permasalahan Berdasarkan uraian diatas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan: Bagaimana iklim komunikasi yang berlangsung antar umat beragama dalam proses pelaksanaan syariat islam di Kabupaten Aceh Tenggara Apa saja faktor pendukung dan penghambat komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam di Kabupaten Aceh Tenggara Pembatasan Masalah 1. Masyarakat yang menjadi objek penelitian adalah masyarakat yang berdomisili di di Kabupaten Aceh Tenggara yang terpilih sebagai informan penelitian ini bersifat kualitatif 2. Objek penelitian ini adalah iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam di Kabupaten Aceh Tenggara Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. untuk mendeskripsikan iklim komunikasi yang berlangsung antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam 2. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor pendukung dan penghambat komunikasi antar umat beragama Kerangka Teori Pokok pikiran yang terkandung dalam teori konflik, didasarkan pada asumsiasumsi : 1. Setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan. Perubahan ada di mana-mana 2. Disensus dan konflik terdapat di mana-mana 3. Setiap unsur masyarakat memberikan sumbangan pada disintegrasi dan perubahan masyarakat, dan 4. Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa orang anggota terhadap anggota lain Dengan demikian konflik merupakan sumber terjadinya perubahan social (Dahrendrof, 1976) Lewis dan Siade ()1994 : 128-130 menguraikan tiga kawasan paling problematic dalam komunikasi antar budaya, yaitu kendala bahasa, perbedaan nilai, dan perbedaan pola perilaku cultural. Secara teoritik, terdapat 3 (tiga) faktor penghambat dalam jalinan komunikasi antar budaya yaitu etnosentrisme, stereotip dan prasangka. Etnosentrisme merupakan kecenderungan orang untuk mempertimbangkan kelompok social mereka sebagai normal dan menilai kelompok social orang lain sebagai abnormal atau interio (Lewis dan Slide, 1994 : 131), stereotip diberi batasan sebagai keyakinan yang terlalu digeneralisasi, terlalu disederhanakan atau terlalu dilebihlebihkan terhadap suatu kategori atau kelompok orang (Samovar dkk, 1981 : 122),

Prasangka merupakan sikap kaku terhadap suatu kelompok didasarkan pada keyakinan atau prakonsepsi yang keliru (Samovar dkk, 1981:123). Klasifikasi prasangka menurut Samovar dkk (1981:124) Antilocution : Membicarakan sikap, perasaan, pendapat, dan stereotip tentang kelompok sasaran Avoidance : Menghindari anggota-anggota dari kelompok yang tidak disukai Discrimination : Melakukan pemilihan-pemilihan yang negative berdasarkan pekerjaan, tempat tinggal, kesempatan pendidikan dan sebagainya Physical Attack : mengarah pada tindakan-tindakan kekerasan Extermintion : Hukuman mati tanpa peradilan, pembunuhan besar-besaran dan permusuhan terhadap suatu kelompok Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, metode yang hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi (Rokhmat, 1997 : 34) Penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan gejala, atau kelompok tertentu. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi secara sistematis, factual dan akurat mengenai faktor faktor dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berdomisili di Kabupaten Aceh Tenggara. Karena penelitian ini bersifat kualitatif maka dilakukan pemantauan di lapangan/lokasi, juga dilaksanakan wawancara terhadap informan dari pemuka-pemuka agama, pejabat birokrasi, dan studi dokumen yang dipandang relevan. Informan yang diwawancarai : 1. Dari kalangan pejabat birokrasi Drs. Djauharuddin. Ka. Kandepag Kabupaten Aceh Tenggara Drs. Yoserizal. Kabag Humas / keprotokolan setkab Aceh Tenggara Abidan Situmeang. Penyelenggara Bimas Kristen Kandepag Aceh Tenggara AKP Suprapto. Kabag Bina Mitra Polres Aceh Tenggara Drs. Najaruddin. Kepala Kantor Urusan Agama Kec. Lawe Sigala gala Qarnain, M.Ag. Dinas Syariat Islam Kab. Aceh Tenggara (Pejabat Struktural Dinas Syariat Islam) 2. Dari kalangan Pemuka Agama Katolik Pdt. TP. Nababan, Sth. Preses XII HKBP Distrik Tanah Alas. Pdt. Jumarsah Siahaan, Sth. Pendeta HKBP Ressort Lawe Sigala Gala Pdt. M.H. Siahaan, Sth. Pendeta Resort GKPI Kota Cane Pdt. Marolap Sinaga, Mth. Pendeta HKBP Kota Cane 3. Dari Wilayah Pemuka Agama Islam Drs. Ralidin : Tokoh dan Kepala Sekolah MTS Drs. Suwansuri : Guru Agama dan Dai Drs. Habidin Silian : Ulama dan Pegawai Dinas Syariat Islam 4. Dari kalangan Budayawan DR. Thalib Akbar, Msc : Budayawan, mantan dosen Insyiah (Islam)

S. Sihombing (Ompu Roi) : Budayawan, Penasehat Tokoh masyarakat dan adat dari Badan Kerjasama Antar Gereja, Anggota Badan Kerjasama Umat Beragama Kristen Gambaran Umum Lokasi penelitian - Kabupaten Aceh Tenggara Kabupaten Aceh Tenggara Ibukotanya bernama Kota Cane Data Demografi Kab. Aceh tenggara : Luas Wilayah : 4.231,41 Km2 Jumlah Penduduk : 168.131 Jiwa (Aceh Tenggara Dalam Angka 2008) Batas Wilayah Utara : Kab. Gayo Lues Selatan : Kab. Aceh selatan Kab. Aceh Singkil Timur : Prop. Sumatera Utara / Kab. Karo Barat : Kab. Aceh Selatan Jumlah Kecamatan : 16 Kecamatan Jumlah Desa/ kelurahan : 385 Desa / Lurah Rangkuman Wawancara dari Informan Iklim komunikasi kerukunan umat beragama Kabupaten Aceh Tenggara terkategori harmonis, akur, baik sejak sebelum diberlakukannya Perda Istimewa Aceh No. 5 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan Syariat islam, maupun sesudah diberlakukannya Syariat islam tersebut. Sungguhpun pada mulanya diperlakukan (diundangkan) Syariat Islam itu memang ada kesan dan pemahaman terutama dari golongan non muslim bahwa syariat Islam itu mengikat dan memaksakan terhadap semua masyarakat yang berdomisili di Prov. Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Namun setelah disosialisasikannya perda No.5 tahun 2000 oleh berbagai pihak antaranya dari kalangan para pejabat dan kadis Aceh Tenggara maupun dari kalangan Tokoh Agama Islam sendiri, bahwa pelaksanaan Syariat Islam itu hanya berlaku bagi pemeluknya yaitu umat Islam, sesuai UU tahun 1999 yaitu pasal 4 ayat 1 UU No.44 Tahun 1999. Penyelenggaraan kehidupan beragama diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya. Disebutkan pula pasal 4 ayat 2 bahwa daerah mengembangkan dan mengatur penyelenggaraan kehidupan beragama dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Selanjutnya dijelaskan dalam pasal 5 bahwa daerah membentuk lembaga agama dan mengaku lembaga agama yang sudah ada dengan sebutan sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Dalam ayat 2 pasal 5 ditegaskan pula bahwa lembaga yang dibentuk itu merupakan bagian dari perangkat daerah. Keharmonisan iklim komunikasi dari kerukunan antar umat beragama di Kab. Aceh Tenggara tetap langgeng, rukun, hal ini teraplikasi di tempat-tempat keramaian seperti di pasar, di tempat-tempat acara pesta, kehidupan bertetangga, bermasyarakat. Tingkat toleransi terhadap sikap, pendapat dan perilaku orang lain juga tergolong tinggi. Hal itu diwujudkan bukan hanya dalam bentuk penghargaan terhadap kepercayaan yang dianut oleh agama lain, tetapi juga toleransi terhadap cara beribadat yang berbeda yang dilakukan anggota masyarakat dari pemeluk agama yang sama. Toleransi dalam kehidupan social juga diwujudkan dalam bentuk toleransi terhadap keberadaan seorang pimpinan. Masyarakat dapat menerima pimpinan dari agama yang berbeda maupun etnis yang berbeda, asalkan dipandang mampu. Karena masyarakat di daerah ini didominasi oleh suku Alas, maka mereka menganggap bahwa secara budaya mereka berbeda dengan Aceh. Lebih dari itu, mereka merasa lebih dekat dengan Karo daripada dengan Aceh., karena bisa memahami bahasa

Karo, tetapi sama sekali tidak memahami bahasa Aceh. Identitas budaya yang berbeda itulah merupakan salah satu faktor yang mendorong sebagian masyarakat untuk membentuk provinsi yang berbeda, yaitu Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA). Kerjasama antara warga berlangsung sangat baik di daerah ini. Kerjasama itu bukan hanya antara warga yang berbeda dalam satu kelompok, melainkan juga mereka yang dari kelompok yang berbeda beda. Kerjasama antar warga itu antara lain diwujudkan dalam bentuk kegiatan gotong-royong dalam membersihkan fasilitas umum. Walaupun modal sosial yang dimiliki masyarakat Aceh Tenggara tidak tinggi, namun hubungan antar kelompok masyarakat berbeda, baik antar etnis maupun antar pemeluk agama, berjalan baik, baik hubungan yang bersifat ekonomi maupun hubungan kemasyarakatan yang bersifat non ekonomi. Jika ada hajatan misalnya, maka semua anggota masyarakat diundang, tanpa memperhatikan kesukuan maupun agama yang dianut. Untuk menghormati pemeluk agama yang berbeda, jika kebetulan yang mengundang orang non muslim, mereka menyediakan juru masak khusus untuk orang Islam. Dengan demikian walaupun yang punya hajat non muslim, tetapi umat islam tidak perlu khawatir bahwa masakan yang dihidangkan itu tidak halal, karena yang memasaknya seorang muslim. Dicontohkan bahwa hubungan yang baik antara berbagai kelompok masyarakat itu juga tampak pada saat terjadi banjir banding di wilayah Kecamatan Semadam tahun 2004 yang lalu. Pada saat itu, solidaritas antar warga sangat tinggi dengan memberi bantuan terhadap para korban banjir, tanpa melihat kesukuan maupun agama yang dianut. Meskipun demikian solidaritas yang tinggi itu sedikit ternoda dengan kebijakan bantuan banjir banding oleh satu HKBP yang tidak diserahkan melalui Kepala Desa, tetapi melalui gereja. Oleh gereja, bantuan itu hanya diberikan kepada jemaatnya. Bukan hanya warga dari agama lain yang tidak dibagi, tetapi warga yang satu agama namun berbeda gereja juga tidak dibagi. Dengan hubungan yang saling percaya itu, maka konflik social, baik yang bersifat antar etnis maupun yang bersifat antar agama tidak pernah terjadi di daerah ini. Bahkan jika ada konflik misalnya, baik internal suku/agama maupun antar suku/agama, diupayakan penyelesaiannya dilakukan secara adat, karena mereka terikat oleh hukum adat. Solidaritas dalam kehidupan social juga ditunjukkan oleh warga non muslim dalam berpakaian. Jika dalam satu kantor banyak pegawai yang beragama Islam mengenakan jilbab, maka tidak jarang mereka yang non muslim juga ikut memakai jilbab, walaupun tidak ada yang menyuruh dan memaksa. Begitu pula di sekolah. Banyak di antara anak sekolah yang non muslim yang ikut memakai jilbab seperti temannya yang muslim, walaupun tidak ada yang menyuruh mereka. Toleransi terhadap agama lain juga ditunjukkan dengan baik tidak mempermasalahkan masyarakat yang non muslim yang kebetulan memelihara babi, mereka juga menghargai orang muslim dengan cara mengkandangkan babi yang dimiliki. Dalam kaitannya dengan norma yang mengatur kehidupan masyarakat, antara hukum adat dan hukum nasional (KUHP) memang berjalan seiring. Dalam arti jika permasalahan itu sudah diatur secara adat, maka penyelesaian pertama dilakukan secara adat. Jika tidak berhasil baru diserahkan kepada aparat untuk diproses secara hukum nasional. Meskipun demikian terjadinya overlapping antara kedua norma itu kadang tidak dapat dihindari, sehingga pelaku kriminal mendapatkan hukuman lebih dari satu kali. Penerapan Qanun juga belum dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal itu karena kondisi masyarakatnya yang heterogen, sehingga penerapan Qanun memunculkan dualisme dalam penerapan hukum. Penerapan Qanun untuk orang muslim dan KUHP untuk yang non muslim dianggap sebagai bentuk diskriminasi hukum. Hal itu jika terjadi kasus perjudian yang pelakunya terdiri dari orang muslim dan non muslim,

maka pelaku muslim tidak ditahan, sedangkan yang non muslim ditahan. Karena itu aparat kepolisian dalam menegakkan hukum yang diatur dalam Qanun mengalami kebingungan, sehingga diputuskan pelanggan yang ada kaitannya dengan Qanun pelakunya tidak diproses secara hukum, melainkan hanya dinasehati. Dari hasil wawancara terhadap informan, juga diperoleh informasi yang dapat dipandang suatu masukan yang sangat berharga terhadap kondisi iklim komunikasi antar umat beragama yaitu suatu kebisaaan bagi masyarakat bila mempunyai kesamaan nama anak di antara mereka (dalam bahasa Alas Kutacane disebut Sename) dipandang/dianggap menjadi saudara walaupun berbeda agama, dan berimplikasi selanjutnya saling berkunjung terutama pada hari-hari besar keagamaan dan pada saatsaat ada hajatan di antara mereka. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Aspek Geografis dan Monopolis Kabupaten Aceh Tenggara mempunyai luas wilayah 4.231,41 Km2 mempunyai 16 Kecamatan dan 385 Desa/Lurah. Dengan jumlah penduduk 168.131 jiwa menganut 6 agama / kepercayaan. Yaitu : - Islam : 139.966 - Protestan : 25.681 - Katolik : 2.464 - Hindu : 7 - Budha : 8 - Konghocu : 5 Secara Jumlah memang Islam masih lebih banyak, Namun Protestan dan kaolik juga cukup banyak. Malah pada tempat-tempat tertentu (Desa/Kelurahan) dijumpai penganut agama Protestan lebih dominan. Terutama pada kecamatan Lawe Sigala Gala. Tingkat toleransi penduduk terhadap sikap, pendapat dan perilaku orang lain tergolong tinggi. Hal ini diwujudkan bukan hanya dalam bentuk penghargaan terhadap kepercayaan yang dianut oleh agama lain, tetapi juga toleransi terhadap cara beribadat yang berbeda yang dilakukan anggota masyarakat dari pemeluk agama yang sama. Toleransi dalam kehidupan social juga diwujudkan dalam bentuk toleransi terhadap keberadaan seorang pimpinan masyarakat dapat menerima pimpinan dari agama. Masyarakat di Kab. Aceh Tenggara ini pada awalnya adalah suku Alas, maka mereka menganggap bahwa secara budaya mereka berbeda dengan Aceh, lebih dari itu mereka merasa lebih dekat dengan Karo daripada dengan Aceh. Karena bisa memahami bahasa Karo, tetapi sama sekali tidak memahami bahasa Aceh. Identitas budaya yang berbeda itulah merupakan salah satu faktor yang mendorong sebagaimana masyarakat untuk membentuk Provinsi yang berbeda yaitu Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA). Kerjasama antar warga berlangsung sangat baik di daerah ini, kerjasama itu bukan hanya antara yang berada dalam satu kelompok, melainkan juga antara mereka yang dari kelompok yang berbeda-beda. Kerjasama antar warga itu antara lain diwujudkan dalam bentuk kegiatan gotong-royong dalam membersihkan fasilitas umum. Terjadinya konflik di daerah Aceh beberapa tahun belakangan ini, hingga MOU antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), bukan disebabkan perbedaan agama dan etnis. Dan gerakan separatisme terjadi di Aceh tidak berbasis di daerah yang majemuk agama, etnis/suku, malah terjadi di wilayah yang masyarakatnya tidak majemuk yang dihuni tidak banyak etnis/suku. Sungguhpun Aceh dipahami dan dipandang sebagai daerah yang tidak kondusif belakangan ini, konflik yang berkepanjangan, namun ada daerah tertentu tidak demikian halnya seperti di Kabupaten Aceh Tenggara.

2. Aspek Iklim Komunikasi 2.1 Faktor Peluang Yang Menguntungkan Hasil-hasil pemantauan di lapangan dan informasi yang disampaiakan oleh para informan yang berkaitan tentang iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam di Kab. Aceh Tenggara dapat dipahami dari kondisi dan aktivitas yang telah menjadi tradisi masyarakat adalah hal-hal yang dapat dipandang sebagai faktor merupakan peluang yang menguntungkan : - Ketaatan terhadap norma agama dan norma hukum masih dijalankan dengan penuh kesadaran oleh masyarakat. Norma yang mengatur kehidupan antara hukum adat dan hukum nasional (KUHP) berjalan seiring. - Hubungan kemasyarakatan kelompok masyarakat yang berbeda baik etnis, maupun antar pemeluk agama berjalan baik - Solidaritas antar warga sangat tinggi, tanpa melihat kesukuan maupun agama yang dianut - Toleransi dan solidaritas umat non muslim ditunjukkan dalam berpakaian, jika dalam satu kantor banyak pegawai yang beragama Islam mengenakan jilbab, maka tidak jarang mereka non muslim juga ikut memakai jilbab walaupun tidak ada yang menyuruh. - Toleransi terhadap keberadaan seorang pimpinan, masyarakat dapat menerima pimpinan dari agama yang berbeda maupun dari etnis yang berbeda, asalkan dipandang mampu. 2.2 Faktor Yang Merugikan Faktor yang dapat menjadi pemicu terjadinya gerakan massa di daerah ini antara lain terkait dengan penerapan syariat Islam. Banyaknya penduduk yang non muslim maka penerapan Qanun dapat menjadi potensi terjadinya pemicu keresahan masyarakat, terutama di saat itu pemerintah daerah belum lagi melakukan sosialisasi penerapan syariat Islam kepada semua lapisan masyarakat. Bahkan dilakukannya sosialisasi Qanun menimbulan kekhawatiran warga non muslim, karena penerapan Qanun dapat menimbulkan anggapan tentang pembatasan hak-hak warga setempat, selain itu perbedaan perlakuan dalam penegakan hukum antara lain muslim dan non muslim itu bisa menjadi pemicu bagi timbulnya gerakan massa. Karena adanya diskriminasi penegakan hukum yang dirasakan oleh non muslim dalam kasus perjudian yang pelakunya terdiri dari orang muslim dan non muslim karena pelaku muslim tidak ditahan, sementara pelaku non muslim ditahan, hal ini disebabkan berkaitan dengan Qanun di daerah tersebut. Demikian halnya, faktor kemajemukan (pluralisme) yang dimiliki dapat mengundang potensi konflik. Kendati agama memiliki kekuatan pemersatu, agama juga mempunyai potensi pemecah belah. Kesan ambivalensi agama salah satunya dapat dilihat dari fenomena perang dan damai, sebagai akibat logis dari watak. Watak agama yang dapat mendorong pertentangan dan konflik. Dalam dinamika kehidupan masyarakat yang pluralis seperti Kabupaten Aceh Tenggara ini dibutuhkan sikap dan pemikiran sebagaimana keanekaragaman budaya dan etnis yang dipelihara dengan konsensus umum mengenai nilai dan norma yang dihormati bersama. Kesimpulan. - Dari hasil penelitian baik berupa wawancara mendalam (Depth Interview) terhadap tokoh pemerintahan dan pemuka agama (Islam-Kristen) yang dijadikan sebagai informan, maupun pengamatan langsung dilapangan memberikan jawaban bahwa

iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam di Kabupaten Aceh Tenggara relative dinamis. Kehidupan masyarakat yang harmonis hal tersebut teraplikasi di dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum diberlakukan syariat Islam maupun sesudah diberlakukan syariat Islam tersebut. Kelangsungan berkomunikasi di tengah-tengah masyarakat mempergunakan bahasa dari berbagai etnis yang ada, yang dominan bahasa Alas, Gayo, Tapanuli, dan Karo. Sementara etnis dan bahasa Aceh sangat relatif sedikit (jarang) pada umumnya masyarakat disamping menguasai bahasa etnisnya sendiri, juga dapat / bisa berkomunikasi dengan etnis yang lain. Pelaksanaan / penerapan syariat Islam di Kab. Aceh Tenggara tidak berdampak negatif terhadap kerukunan antar umat beragama, dikarenakan tingkat toleransi dan solidaritas umat sangat tinggi yang terimplikasi yaitu umat beragama dapat melaksanakan aktivitas. Kegiatan ajaran agamanya masing-masing yang saling percaya, maka konflik social, baik bersifat antar etnis maupun yang bersifat antar agama tidak pernah terjadi, hal ini dapat merupakan nilai plus yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara yang perlu dicontoh di tengah kemajemukan etnis/agama di Negara kesatuan Republik Indonesia ini.

Saran. Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian tentang iklim Komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam Kab. Aceh Tenggara sesuai dengan kesimpulan di atas adalah : 1. Kondisi iklim Komunikasi yang telah tertata baik/harmonis perlu dipelihara, peran dan fungsi Tokoh/pemuka agama sangat strategis oleh karenanya pemerintah setempat mampu dan dapat menyatu dengan para tokoh tersebut, terutama di saat-saat menerapkan suatu kebijakan/peraturan. Demikian juga para birokrat dapat meminta bantuan tokoh agama pada pensosialisasian peraturan dan perundangan terhadap masyarakat, sehingga dapat disampaikan secepat mungkin dan merata. 2. Keistimewaan Aceh dalam bidang agama yang diimplementasikan dengan pelaksanaan syariat Islam secara Kappah di NAD, hendaknya dilaksanakan dengan baik, bijak, simpatis, damai, tidak menimbulkan konflik terutama dari agama lain. Oleh karenanya dalam penerapan syariat Islam dimaksud agar berhati-hati tidak menimbulkan iklim komunikasi yang tidak baik. 3. Departemen Komunikasi dan Informatika RI dapat mengangkat nilai positif dan strategis yang dimilki oleh masyarakat majemuk (pluralis) dalam rangka menuju masyarakat informasi. DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Al Yasa, (tanpa tahun), Sekilas Syariat Islam di Aceh, Banda Aceh, Dinas Syariat Islam Provinsi NAD, tt. Akbar Thalib, 2006, Sanksi dan Denda Tindak Pidana Adat Alas, Kabupaten Aceh Tenggara, Hasil Musyawarah Adat Alas. Cangara, Hafied 2005 Cetakan ke-5, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Effendy, Onong Uchjana, 2000 cetakan ke-3, Dinamika Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya. Effendy, Onong Uchjana 2001 cetakan ke-14, Komunikasi Teori dan Praktek , Bandung, Remaja Rosdakarya. Ghazali, Adeng Muchtar 2004, Agama dan Keberagaman dalam Konteks Perbandingan Agama, Bandung, Pustaka Setia.

Hanafi, Abdillah 1984, Memahami Komunikasi Antar manusia, Surabaya, Usaha Nasional. Hidaya, Kamaruddin 1998, Agama Untuk Kemanusiaan dalam Andito (ed) atas Nama Agama, Bandung Pustaka Hidayah. H. Kamisan, Delis 2009, Peningkatan Kinerja Upaya Pemantapan Visi dan Misi Majelis Adat Alas untuk Mewujudkan Perdamaian Dalam masyarakat, Majelis Adat Alas Kab. Aceh Tenggara. Kahmad, Dadang 2000, Sosiologi Agama, Bandung, Remaja Rosdakarya. Lembaga Informasi Nasional 2001, Kerukunan Hidup Umat Beragama, Jakarta, LIN. Lubis, M.Ridwan, dkk 2001, Pengelolaan Keserasian Sosial Antar Umat Beragama di Kota Medan, Riset Partisipasi untuk Perumusan Kebijakan dalam Khaeroni, dkk (ed) Islam dan Hegemoni Sosial, Jakarta, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Dep. Agama RI. Muhajir, Noeng 1992, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Rekasarasin. Rakhmat, Jalaluddin 1998 cetakan ke-12, Phsikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya. Sasongko, Haryo 2005, Kerukunan Beragama Daulat Politik dan Kereta Reformasi, Jakarta, Harapan Baru Raya. Soehartono, Irawan 1995, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung, Remaja Rosdakarya. Sunarwinadi, Ilya, Komunikasi Antar Budaya, Jakarta, Pusat Antar Universitas IlmuIlmu Sosial Universitas Indonesia, tt. Undang-Undang RI No.18 tahun 2001, Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh, Dinas Informasi dan Komunikasi Prov. NAD, 2002. Widjaya, A. W 1993 cetakan ke-2, Komunikasi-Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta, Bumi Aksara.

GAYA HIDUP MASYARAKAT YANG MENGGUNAKAN TELEPON SELULAR DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN7 Oleh. Drs. Hamdan Hamidin** Abstrak Penelitian ini berjudul Gaya Hidup Masyarakat Yang Menggunakan Telepon selular di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan bertujuan untuk melihat dan mengamati fenomena gaya hidup masyarakat yang menggunakan telepon selular hanya pada masyarakat kecamatan Padangsidimpuan selatan, Sampel penelitian ini sangat terbatas, hanya pada masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, karena masyarakatnya sangat homogen, penelitian ini menggunakan random sampling. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner. Kuesioner terdiri dari 58 pertanyaan tertutup, baru dianalisa dalam bentuk tabel tunggal kemudian dilakukan tabel silang. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya hidup masyarakat yang menggunakan telepon selular di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan sangat tinggi, sebagai akibat kebutuhan yang semakin meningkat, baik untuk bisnis, relasi, maupun hubungan sosial kekeluargaan dan bahkan dianggap sebagai tingkat status sosial, sehingga ada diantara masyarakat yang memiliki 3 (tiga) buah telepon selular.

Kata kunci:

Gaya Hidup Masyarakat, Padangsidimpuan Selatan

Telepon

Selular,

di

Kecamatan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Informasi merupakan hal yang mutlak dibutuhkan oleh masyarakat dimana seluruh aktivitas yang dilakukan selalu mengacu pada pertimbangan intensifitas den efektivitas. Kondisi ini berlangsung karena keadaan selalu berubah dengan cepat. Sebagai konsekwensinya, maka tanpa informasi, seseorang akan tertinggal dalam segala hal dan akan kalah dalam berbagai kompetisi yang semakin ketat dalam rangka mempertahankan dan mencapai kemajuan hidup. Pada masa sekarang ini, informasi bukan lagi merupakan produk pelengkap, melainkan sudah merupakan kebutuhan utama. Dengan memiliki informasi, maka seseorang akan tahu apa yang harus dilakukan dan ia akan dapat menguasai keadaan. Dengan demikian informasi merupakan referensi penting bagi manusia dalam membuat keputusan perihal apa yang akan dilakukan demi mencapai tujuan tertentu. Modernisasi peralatan komunikasi ini terjadi secara terus-menerus dengan kecepatan yang makin tinggi. Dengan demikian informasi yang ada dapat diakses dalam waktu singkat dan mampu tersebar pada khalayak yang akan dicapai. Dalam upaya memenuhi kebutuhan akan informasi tersebut, saat ini kita mengenal berbagai alat komunikasi modern sebagai hasil dari kemajuan teknologi. Penggunaan pesawat telepon biasa yang hanya mungkin di tempat yang bersifat statis, ternyata sangat menghalangi dan membatasi pergerakan penggunanya. Kondisi tersebut tentu sangat
7

**

* Telah diseminarkan, 29 juli 2009 di Cottage Pardede Hotel di Prapat. Penulis adalah Peneliti Muda Bidang Komunikasi pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Medan

menghambat jika seseorang harus berkomunikasi dengan orang lain, sementara ia sedang dalam perjalanan, sehingga banyak informasi penting yang terpaksa terlewatkan. Akibat logis dari kondisi dan keterbatasan tersebut banyak pula peluang yang tidak dapat ia gunakan dengan baik. Pada awalnya penggunaan telepon selular hanya berkaitan dengan upaya memperoleh kemudahan dalam menghubungi dan dihubungi saat mana memerlukan dan diperlukan komunikasi antar manusia. Namun perkembangan yang terjadi selanjutnya mengindikasikan bahwa telepon selular juga dianggap mencerminkan status sosial, citra, dan gaya hidup. pada akhir-akhir ini telepon selular tidak hanya dilihat dari sisi kemampuannya sebagai alat berkomunikasi, tetapi juga dilihat dari sisi mode telepon selular itu, dimana sisi terakhir ini dianggap mencerminkan status sosial, citra, dan gaya hidup. Melalui berbagai media, produsen telepon selular selalu mempromosikan produk telepon selular dengan berbagai mode dan spesifikasi yang makin bervariasi. Pada mulanya penggunaan telepon selular selalu dikatakan dengan golongan pengusaha, yang dalam hal ini dianggap sebagai golongan yang paling membutuhkan komunikasi dengan intensitas dan frekwensi yang tinggi demi kemajuan usahanya. Namun perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini antara lain menunjukkan bahwa pengguna telepon tidak lagi terbatas hanya para pengusaha, tetapi juga kalangan pekerja (buruh) baik di sektor pemerintah maupun swasta. Ashadi Siregar (Ibrahim, 1997:227), mengemukakan gaya hidup dapat diartikan sebagai penjejak dengan cara gampangan untuk mengenali perbedaan kehidupan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Gaya hidup pengguna telepon selular merupakan suatu fenomena baru dalam masyarakat kita khususnya di kalangan anak muda terlebih- lebih mahasiswa yang biasanya sangat dekat dengan dinamika budaya populer. Citra, status sosial, dan .gaya hidup masyarakat pengguna telepon selular bukan hanya bersumber dari mereka sendiri, tetapi juga bersumber dari orang lain. Dengan demikian pengguna telepon selular dikondisikan untuk menerapkan gaya hidup tertentu yang berbeda dari gaya yang tidak memiliki telepon selular. Perumusan Masalah 1. Bagaimana intensitas penggunaan telepon selular di kalangan masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Selatan. 2. Tujuan menggunakann telepon selular. 3. Manfaat yang diperoleh menggunakan telepon selular. 4. Berapa biaya yang digunakan telepon seluler setiap bulan. 5. Bagaimana gaya hidup pengguna telepon selular. Pembatasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini hanya terkait dengan masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yang menggunakan telepon selular, yakni yang berkaiatan dengan intensitas, tujuan dan manfaat dan gaya hidup masyarakat, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kebutuhan yang semakin meningkat. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui intensitas penggunaan telepon seluler di kalangan maryarakat Kecamatan Padangsidimpuan Selatan. 2. Untuk mengetahui tujuan menggunakan telepon selular 3. Untuk mengetahui manfaat telepon selular. 4. Untuk mengetahui biaya yang digunakan telepon seluler setiap bulan.

5. Untuk mengetahui gaya hidup masyarakat yang menggunakan telepon selular di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian perihal penggunaan teknologi komunikasi khususnya telepon selular dalam kehidupan sehari-hari. 2. Penelitian ini bermanfaat dalam penerapan teori-teori tentang dampak kehadiran teknologi komunikasi dan pengaruhnya terhadap gaya hidup masyarakat. 3. Sebagai bahan masukan kepada Departemen Komunikasi dan informatika RI untuk bahan membuat rumusa dan kebijakan. 4. Sebagai pengembangan ilmu Komunikasi. METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis yang menggambarkan bagaimana Gaya hidup masyarakat yang menggunakan Telepon Selular di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan. Populasi dan Sampel. 1. Populasi. Populasi adalah keseluruhan objek yang dikaji, terdiri dari manusia, benda, tumbuhan, gejala, nilai-nilai atau peristiwa berbagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nawawi :141 ). Menurut Sugiono (2002 : 56) bila populasi besar, dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel adalah sebagian yang diambil dari kata populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu (Nawawi, 2001 : 144) Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, yang jumlah penduduknya 59.660 jiwa terdiri dari laki-laki 29.708 jiwa dan perempuan 29.952 jiwa. 2. Sampel. Sampel merupakan sebagian atau mewakili populasi yang diteliti dan dianggap menggambarkan ciri-ciri yang akan diteliti. Sampel adalah sebagaian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian (Rakhmat, 1995 :144). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, populasi dibatasi pada masyarakat yang berusia 17 tahun s/d 60 tahun, yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 jiwa. 3. Teknik Penentuan Responden. Teknik penentuan responden yang digunakan yaitu teknik sampling proporasional yaitu dengan melibatkan pembagian populasi kedalam kategori, kelompok terdiri dari jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan , pendapatan dan lain-lain, kemudian dari setiap kelompok diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap kelompok (Rakhmat, 1989 :79). Teknik Pengumpulan Data. a. Penelitian Kepustakaan, yaitu aktivitas penelitian dengan cara mengumpulkan data, informasi dan keterangan melalui buku-buku teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Penelitian Lapangan, yaitu suatu aktivitas penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan akurat yang berkaitan dengan judul yang diteliti. Penelitian lapangan yang penulis lakukan disini adalah dengan terjun langsung ke lokasi penelitian: c. Pengamatan (observasi), yaitu mengadakan pengamatan langsung ke objek penelitian untuk mengamati secara dekat masalah yang dihadapi. d. Angket yaitu menyebarkan daptar pertanyaan kepada responden dengan memilih salah satu jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan. e. Wawancara langsung kepada tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap dapat menjawab permasalahan tersebut diatas. Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian ini ditetapkan di Kelurahan Kampung Darek dan Kelurahan Wek VII Kecamatan Padangsidimpuan Selatan di Kota Padangsidimpuan, lokasi penelitian ini ditetapkan secara Purposif, oleh karena keterbatasan waktu, biaya yang ada. Teknologi Komunikasi dan Telepon Selular 1. Teknologi Komunikasi Unsur teknologi sudah akrab dalam kehidupan umat manusia. Semakin maju peradaban manusia, maka unsur teknologi semakin menguasai kehidupan manusia. Cara berpikir seperti ini merupakan landasan bagi kita untuk membedakan sekaligus mempertentangkan konsep teknologi dengan konsep alamiah dari kehidupan manusia. Untuk memahami konsep teknologi, ada baiknya kita tinjau secara etimologi, dimana konsep teknologi dalam bahasa Indonesia disadur dari bahasa Inggris, yakni technologia, yang berarti teknik, seni, atau keterampilan. Berdasarkan uraian ini dapatlah kita ketahui bahwa teknologi merupakan ide-ide, karya, dan hasil karya manusia, dimana lebih tepat disebut sebagai suatu kebudayaan, bukan kemampuan yang secara genetis dibawa bersamaan dengan kelahiran manusia. Antropolog Indonesia, Koentjaraningrat (1992:204) memasukkan sistem peralatan hidup dan teknologi sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan universal. Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, maka teknologi terdapat dalam semua masyarakat, dimana pun berada. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari pemenuhan kebutuhan manusia yang menuntut penerapan cara-cara tertentu dalam upaya mempertahankan kehidupan manusia. Alisjahbana (1992:24), mengemukakan bahwa teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware dan sofware) sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau rnembuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indera, dan otak rnanusia. hal ini berarti bahwa manusia memiliki keterbatasan alamiah, sementara kebutuhan manusia cenderung bergerak tidak terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan inilah, maka kita ketahui pula bahwa pembaharuan/peruhahan positif tidak mugkin dicapai tanpa teknologi komunikasi. Dalam iklan yang dipasang P.T. Telkom, antara lain dinyatakan bahwa telepon menghapus jarak dan mempersingkat waktu. Hal ini logis dan mudah dipahami, dimana jika untuk menyampaikan pesan dan mombicarakan sesuatu kepada orang lain kita harus bertemu secara langsung secara fisik, sebagaimana terjadi dalam masyarakat tradisional, maka akan memakan waktu dan harus mengorbankan dana lebih banyak lagi. Melalui teknologi telekomunikasi, maka kita akan dapat menjangkau sasaran relasi lebih jauh dan lebih banyak, seakan-akan kita dapat berada di mana-mana dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan. Dengan demikian, rnanusia dapat berbuat lebih banyak, lebih berkwalitas, dan lebih bervariasi dalam waktu yang singkat. Teknologi komunikasi merupakan sarana bagi manusia untuk mampu rnelakukan aktivitas lebih banyak dalam aspek ekonomi, poiitik, sosial budaya ( termasuk agama dan

pendidikan), dan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, produk teknologi komunikasi dalam kehidupan munusia sangat jelas dan nyata. 2. Telepon Selular Telepon selular pertama kali diperkenalkan oleh lllionis Bell. Alat telekomunikasi yang ia temukan di tahun 1970-an ini disebut dengan Cellular Radio Telephone dan pada mulanya bentuknya masih tebal (hampir sebesar batu bata) dan berat. Alat telekomunikasi ini pada mulanya memakai frekuensi yang masih berdekatan dengan gelombang radio biasa, sehingga suara yang dikeluarkan sering tumpang tindih atau bahkan hilang sama sekali. Walaupun masih jauh dari sempurna, namun penemuan ini tetap dianggap penemuan hebat di zamannya, karena memang nyata-nyata menawarkan sesuatu yang sangat berbeda dari telepon biasa (Desiyanti, Gadis, 03-12 Agustus 1996:62). Nama pendek dari Cellular Radio Telephone adalah Cell Phone, yang dalam bahasa Indonesia dinamakan dengan telepon selular atau disingkat dengan ponsel. Lebih lanjut lagi, istilah sel yang digunakan di sini merujuk pada daerah yang dicakup oleh satu menara penerus sinyal. Yang karena bentuknya mirip sarang lebah, maka disebut sistem selular. Satu sel berjarak radius 1,5 km sampai 56 km dari menara selular. Secara teknis agar pembicaraan ponsel tidak terputus, biasanya sel-sel itu disusun secara overlap (bertumpuk) di ujungnya, tidak terpisah atau memiliki jarak. Jika komunikasi dengan menggunakan teknologi ini terganggu berarti kita berada di tempat yang sulit dicapai oleh sinyal dari menara selular. Telepon selular bukan sekedar alat telekomunikasi canggih, namun merupakan ajang bisnis yang memiliki masa depan cerah di masa mendatang. Anggapan ini tentu senada dengan sebutan zaman ini dan terutama di rnasa mendatang sebagai zamannya komunikasi. Eko Setyo Sadewo, General Manager Telkomsel Regional III menegaskan, bahwa pengembangan telepon selular di Indonesia akan semakin pesat di masa mendatang. Pengembangan tersebut akan ditempuh dengan penerapan teknologi mutakhir dan pelayanan kelas dunia (Eksekutif, September 2000:40). Dari tekad dan usaha nyata pengembangan teknologi telepon selular dari pihak teknologi dan pelaku bisnis, maka telepon selular yang kita kenal saat ini sudah jauh lebih canggih dari temuan awal. Generasi terbaru dari telepon selular saat ini dinamakan dengan PCS (Personal Communications Services) dan beroperasi pada frekuensi yang lebih tinggi, yakni sekitar 1900 Mhz. Sistim ini mengirimkan sinyal dalam bentuk digital, sehingga dapat ditransmisikan lebih cepat dengan kualitas suara yang lebih tajam. Selain peningkatan kemutakhiran teknologi, para teknolog dan pelaku bisnis telepon selular juga sangat memperhatikan mode agar lebih menarik, sehingga memiliki prospek pasar yang makin cerah. Telepon selular masa kini misalnya, jauh lebih kecil dan ringan dari generasi sebelumnya. Selain itu, telepon seluler generasi terbaru juga dilengkapi dengan layar kristal yang berfungsi untuk memunculkan menu yang kita inginkan. Penemuan lainnya adalah teknologi yang memungkinkan kita untuk dapat mengakses internet melalui telepon selular. Selaras dengan perkembangan jaman yang pesat yang dialami telepon selular, maka produsen penghasil perangkat teknologi yang semula dianggap ajaib inipun semakin banyak. Beberapa produsen telepon selular diantaranya adalah ericsson, motorola, nokia, panasonic, siemens, dan Iainnya. Selain merek dan tipenya, harganyapun bervariasi yakni Rp. 200.000 hingga Rp. 7.000.000. 3. Gaya Hidup. Gaya hidup (life style) sudah menjadi istilah yang cukup akrab bagi kita. Istilah ini sudah sangat sering kita dengar dan bahkan kita ucapkan. Bahkan dalam banyak

penggunaannya, terkesan vulgar, sehingga ada kaIanya memiliki arti yang bergeser dari pengertian semula. Istilah gaya hidup sudah sangat akrab dengan teknologi komunikasi, khususnya telepon selular, Hal ini antara lain disebabkan penampilan seseorang yang menjadi pengguna telepon selular itu sering berbeda dari masyarakat banyak. Demikian akrab dan menyatunya penggunaan telepon selular dengan gaya hidup ini, sehingga salah satu majalah khusus telepon selular bernama "Trend Gaya Hidup Digital SELULAR". Demikian halnya dengan majalah khusus telepon selular lain seperti TELSET telematique society - lifestyle - magazine , juga dikaitkan dengan gaya hidup. Istilah gaya sendiri dapat diartikan cara yang benar dan khusus. Sedangkan gaya hidup diartikan dengan cara hidup (Ostler, 1987 : 556). Dengan demikian gaya hidup dapat diartikan sebagai cara hidup yang dianggap benar dan khusus yang biasanya menjadi milik sekelompok manusia, yang secara implisit berbeda dari kelompok manusia lain. Adanya unsur dan sifat khusus (spesifik) dalam konsep gaya hidup ini, karena istilah tersebut tidak lazim digunakan untuk menginformasikan sesuatu yang universal, melainkan digunakan untuk menginformasikan sesuatu yang khusus, sehingga secara implisit bersirat komparasi atau membandingkan. Misalnya, adanya istilah gaya hidup masa kini secara implisit ingin menginformasikan dua atau lebih gaya hidup yang berbeda, yakni masa kini dengan masa sebelumnya. Demikian halnya dengan istilah gaya hidup selebriti, menunjukkan cara hidup yang dianggap benar dan spesifik bagi kaum elitisme, sehingga terdapat kecenderungan untuk menerapkan cara hidup yang berbeda dari kaum awam. Istilah gaya hidup berkaitan erat dengan budaya. Kedua istilah tersebut mengindikasikan cara hidup yang biasa dijalani dan diterapkan sehingga merupakan kebiasaan sekaligus ciri tersendiri. Adanya istilah budaya pop, misalnya digunakan untuk menginformasikan budaya yang dominan ( James Lull, 1998 : 85). Jika kita mengikuti jalur berfikir James Lull di atas dapat dikemukakan bahwa gaya hidup memiliki cakupan luas, yakni meliputi seluruh sisi kehidupan seseorang. Jika dilihat dari segi aspek, maka gaya hidup itu meliputi aspek ekonomi, politik, kehidupan keluarga, kehidupan sosial, dan lain-lain. Gaya hidup juga mencakup pola konsumsi, dengan demikian istilah ini sering dihubungkan dengan dunia mode sehingga mengindikasikan kecenderungan memiliki dan menerapkan sesuatu yang spesifik dalam rangka identitas diri. 1. Perubahan Kognitif Perubahan yang berkaitan dengan pikiran, nalar atau rasio. Dengan pengaruh ini diharapkan komunikan yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, yang semula tidak tahu membedakan mana yang salah atau benar menjadi tahu. 2. Perubahan Afektif Perubahan yang berhubungan dengan perasaan, misalnya yang semula tidak menyenangi sesuatu hal menjadi menyenangi, yang semula kecewa menjadi tidak kecewa. 3. Perubahan Behavioral Perubahan itikad untuk berperilaku tertentu dalam arti karena melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik atau jasmani. Perubahan sikap/behavioral dalam penelitian ini adalah : perubahan gaya hidup masyarakat setelah menggunakan telepon selular

HASIL DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian. Dari keseluruhan jumlah kuesioner yang dialokasikan di lokasi penelitian yaitu sebanyak 60 kuesioner, jumlah tersebut kembali semuanya, sehingga kuesioner cukup 100%, dengan demikian yang akan dianalisis dalam bab ini adalah data yang diperoleh 60 responden tersebut, adapun data yang akan dibahas mulai dari identitas responden, jenis kelamin, usia, pendidikan, suku, Agama dan lain-lain dan berikut ini dapat kita liahan antara lain: Tabel 1 Identitas Responden
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber : Hasil Penelitian n = 60 No. 1 2 f 26 34 60 % 43,33 56,67 100

Responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang atau 43,33 % dan jenis klamin perempuan subanyak 34 orang atau 56,67 %. Dari pengamatan peneliti lebih dominan perempuan disebabkan pada waktu wawancara dilapangan yang mulai pagi hari yang dijumpai dirumah adalah mayorotas prempuan, sedangkan laki-laki mayoritas bekerja, karena mayoritas laki-laki lebih bertanggaung jawab dalam rumah tangga untuk mencari napkah dari pada perempuan di Padangsidimpuan ini Tabel 2 Suku bangsa responden
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Suku bangsa responden Batak Jawa Melayu Minang Aceh Bugis Nias Lainnya sebutkan Jumlah f 40 14 6 60 % 66,67 23,33 10 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 2 tersebut diatas dapat dilihat bahwa suku bangsa responden adalah suku Batak sebanyak 40 orang atau 66,67 %, suku jawa sebanyak 14 orang atau 23,33 %, dan suku minang sebanyak 6 orang atau 10 %, sedangkan suku melayu, aceh, bugis, nias dan lainnya tidak ada sama sekali, dari hasil analisa dan pengetahuan peneliti bahwa suku masyarakat di Padangsidimpuan adalah mayoritas batak dan Padangsidimpuan adalah tanah batak.

No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tabel 3 Pekerjaan responden Pekerjaan responden f


PNS/ABRI Pegawai swasta Wira swasta Pensiunan Pedagang Petani/nelayan Buruh/tukang Ibu rumah tangga Pelajar/siswa Tidak bekerja Lainnya sebutkan. Jumlah 10 6 28 2 12 2 60

%
16,67 10 46,67 3,33 20 3,33 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa pekerjaan responden adalah PNS/ABRI sebanyak 10 orang atau 16,67%, pegawai swasta sebanyak 6 orang atau 10%, dan wiraswasta sebanyak 28 orang atau 46,67%, sedangkan ibu rumah tangga ada 2 orang atau 3,33%, dan pelajar /siswa ada 12 orang atau sebanyak 20%, lalu yang tidak bekerja ada 2 orang atau 3,33%. Sedangkan pensiunan, pedagang, petani/nelayan, buruh/tukang tidak ada sama sekali, menunjukkan bahwa masyarakat padangsidimpuan masih produktip sebagai pekerja dan masih membutuhkan pekerjaan dan untuk belanja keluarga sehari-hari. B. Kepemilikan Telepon Selluler Tabel 4 Kemiliki telepon selular sendiri
No 1 2 3 4 Alternatif jawaban Memiliki sendiri Milik orang tua/keluarga Kawan Lainnya Jumlah f 55 5 60 % 91,67 8,33 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa kepemilikan telepon selular responden adalah milik sendiri ada 55 orang atau sebanyak 91,67%, dan milik orang tua ada 5 orang atau 8,33%, sadangkan untuk milik kawan tidak ada. Dari analisis peneliti bahwa kebanyakan memiliki sendiri, karena sangat tidak mungkin selamanya kita selalu meminjam milik orang lain, karena jaman sekarang ini telepon selular bukan lagi barang mewah, tetapi sudah merupakan barang biasa, sedangkan yang milik keluarga sangan minim sekali.

Tabel 5 Jumlah telepon di rumah Responden


No 1 2 3 4 Jumlah telepon selular di rumah Respondsen 1 ( satu ) buah 2 (dua ) buah 3 (tiga ) buah Diatas 3 (tiga ) buah Jumlah f 18 24 3 15 60 % 30 40 5 25 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa seberapa banyak telepon selular responden dirumah saat ini adalah 1 buah ada 18 atau 30%, dan 2 buah ada 24 orang atau 40%, sedangkan 3 buah ada 3 orang atau 5%, dan untuk diatas 3 buah ada 15 orang atau 25%. dari analisis peneliti bahwa telepon selular dalam rumah tangga lebih dominan 2 (dua) buah, karena kepemilikan keluarga ini sangat membutuhkan, dan bukan barang mewah, sehingga diantara masyarakat membeli telepon selular sangat murah sekali. Tabel 6 Lamanya Telepon Selular aktif Dalam 24 jam
No. 1 2 3 Keadaan aktif selama 24 jam Dibawah 10 jam 10 15 jam Diatasa 15 jam Jumlah f 7 4 49 60 % 11,67 6,66 81,67 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi telepon selular responden saat akif selama 24 jam adalah dibawah 10 jam ada 7 orang atau 11,67%, dan memakai antara 10-15 jam ada 4 orang atau 6,66%, dan di atas 15 jam ada 49 orang atau 81,67%. Diantara responden yang memakai diatas 15 jam karena diantara mereka adalah pegawai negeri, namun ada juga pegawai swasta, hal ini sangat pantas seorang pegwai menghidupkan Hp diatas 15 jam sedangkan lainnya adalah pelajar, sehingga pada jam belajar mereka tetap mematikan hp nya juga pada waktu malam. Tabel 7 Berap biaya rata-rata setiap bulan
No 1 2 3 4 5 Biaya pekmakaian setiap bulan Dibawah Rp50.000,Rp50.000 Rp100.000,Rp100.000,- -Rp150.000,Rp150.000,- -Rp 200.000,Diatas Rp200.000,Jumlah f 19 26 9 5 1 60 % 31,67 43,33 15 8,33 1,67 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa biaya telepon selular responden setiap bulan adalah dibawah Rp. 50.000 ada 19 orang atau 31,67 %,antara Rp.50.000 Rp.100,000 ada 26 orang atau 43,33%, dan antara Rp.100.000 Rp.150,000 ada 9 orang atau 15%, lalu antara Rp.150,000 Rp.200.000 ada 5 orang atau 8,33%, dan untuk diatas Rp.200,000 ada 1 orang atau 1,67%. Diantara responden yang menghabiskan biaya antara

Rp50.000 sampai dengan Rp100.000,- karena responden kebanyakan pegawai sehingga membutuhkan komunikasi dengan kawan kerja dan juga keluarga, ini sangat relepan. Tabel 8 Pengetahuan Layanan internet telepon selular responden
No 1 2 3 Kemiliki layanan fasilitas internet Tidak ada Tidak tahu Ada Jumlah f 43 2 15 60 % 71,67 3,33 25 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa layanan fasilitas mengakses internet pada telepon selular responden adalah yang tidak ada, ada 43 orang atau 71,67%, yang tidak tahu ada 2 orang atau 3,33%, dan yang ada, ada 15 orang atau 25%. Diantara responden telepon selularnya yang menggunakan fasilitas Internet hanya 15 orang ini sudah kemungkinan PNS atau Pegawai swasta yang mempunyai jabatan, sedangakan lainnya tidak ada, dan ada diantara responden tidak mengetahui apakan telepon selularnya memakai fasilitas Internet. Tabel 9 Penggunaan fasilitas internet oleh responden
No 1 2 3 4 Penggunaan fasilitas layanan mengakses internet Tidak pernah Jarang Sering Sangat sering Jumlah F 8 3 2 2 15 % 53,34 20 13,33 13,33 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa penggunaan fasilitas mengakses internet pada telepon selular response adalah, yang tidak pernah ada 8 orang atau 53,34%, dan yang jarang ada 7 orang atau 20%, lalu yang sering ada 2 atau 13,33%, dan yang sangat sering ada 2 orang atau 13,33%, dari jumlah responden telepon selulernya yang memakai fasilitas internet ada 8 orang tidak pernah memakai sama sekali, sedangkan lainnya ada yang memang jarang digunakan dan ada yang mengaku sering dan sangat sering digunakan, mereka ini mencari informasi yang belum mereka dapatkan dari media lainnya. Tabel 10 Sejak menggunakan telepon selular, apakah teman atau sahabat dan pergaulan responden bertambah
No 1 2 3 Pergaulan anda setelah memiliki telepon selular Biasa saja Berkurang Bertambah Jumlah f 20 6 34 60 % 33,33 10 56,67 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa apakah sejak menggunakan talepon selular teman atau sahabat dan pergaulan responden bertambah adalah yang biasa saja ada 20 orang atau 33,33%, an yang berkurang ada 6 orang atau 10%, dan untuk yang

bertambah ada 34 orang atau 56,67%. Memang sangat wajar kalau kita sering berkomunikasi dengan sahabat kerabat keluarga kekeluargaan sudah pasti bertambah. Tabel 11 Reaksi teman responden yang tidak memiliki telepon selular
No 1 2 3 4 Reaksi teman anda yang tidak memiliki telepon selular Tidak tahu Kurang simpati Biasa saja Semakin akrab Jumlah f 10 4 43 3 60 % 16,67 6,67 71,66 5 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa reaksi teman responden yang tidak memilki telepon selular adalah tidak tahu ada 10 orang atau 16,67%,dan yang kurang simpati asa 4 orang atau 6,67%,lalu yang biasa saja ada 43 orang atau 71,66%, dan yang semakin akrab ada 3 orang atau 5%. Naum diantara kerabat kita yang tidak memiliki telepon selular menilai bermacam-macang ada yang menilai kurang simpati, mungkin kita terlalu bangga punya benda tersebut, namum lebih dominan biasa-biasa saja, namun ada yang semakin akrab. Tabel 12 Kegiatan hubungan komunikasi tatap muka responden bertambah atau berkurang sejak memiliki telepon selular
No 1 2 3 4 Hubungan komunikasi tatap muka dengan keluarga . Tidak tahu Berkurang Biasa saja Bertambah Jumlah f 6 5 34 15 60 % 10 8,33 56,67 25 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa kegiatan hubungan komunikasi tatap muka responden bertambah atau berkurang sejak memiliki telepon selular adalah yang tidak tahu ada 6 orang atau 10%,dan yang berkurang ada 5 orang atau 8,33%, dan yang biasa saja ada 34 orang atau 56,67%, lalu yang bertambah ada 15 orang atau 25%, setelah memiliki telepon selular kebanyakan bertambah sering berkomunikasi tatap muka, karena mereka bisa berjanji dimana ketemu. Tabel 13 Pengaruh penggunaan telepon selular terhadap pekerjaan sehari-hari responden No 1 2 3 4 Pengaruh penggunaan telepon selular terhadap pekerjaan Tidak tahu Tidak berpengaruh Berpengaruh Sangat berpengaruh Jumlah f 19 14 20 7 60 % 31,67 23,33 33,33 11,67 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 60

Dari tabel 55 diatas dapat dilihat bahwa pengaruh penggunaan telepon selular terhadap pekerjaan sehari-hari responden adalah yang tidak tahu ada 19 orang atau 31,67%, dan yang tidak berpengaruh ada 14 orang atau 23,33%, lalu yang berpengaruh ada 20 orang atau 33,33%, dan yang sangat berpengaruh ada 7 orang atau 11,67%, setelah memiliki telepon selular sangat berpengaruh terhadap pekerjaan sehari-hari, ada yang positif pekerjaan di kantor bertambah banyak, dan sering dipanggil lembur, kadangkadang keluarga memanggil tidak terelakkan, dari segi negatif sedang kita bekerja ada saja kawan-kawan yang mengganggu, bercanda mengajak keluar dengan segala macam dalih terpaksa juga kita sekali-sekali meninggalkan pekerjaan. C. Pembahasan. Dari hasil penelitian tersebut diatas nampaknya bahwa kebanyakan memiliki sendiri telepon selular sendiri, tapi masih ada sebahagian kecil milik bersama (keluarga) karena jaman sekaran ini telepon selular bukan lagi barang mewah, tetapi sudah merupakan barang biasa, karena harganya sudah cukup murah (terjangkau), karena murahnya harga telepon selular ada diantar responden memiliki telepon selular 2 buah dan diatas 3 buah didalam rumah tanggan ada yang menyatakan 15 responden yang dimiliki tersebut adalah berbagai merek dan tife dan mereka sangat mebutuhkan telepon selular ini karena cepet dan tepat bisa berkomunikasi dengan keluarga, boleh dikatakan tidak terlepas dari badannya mereka dan juga memiliki telepon kabel dirumah mereka dan diantara responden lamanya memiliki tetepon selular yang paling banyak diatas 3 tahun, yang memiliki ini mayoritas juga adalah pegawai PNS dan Swasta. Diantara responden sangat banyak memanfaatkan layanan SMS dan hanya 1 orang yang tidak pernah memanfaatkannya, setelah memiliki telepon selular pergaulan atau persahabatan semakin bertambah dan diantara responden telepon selularnya hidup dengan berpariasi ada dibawah 10 jam dan ada diatas 15 jam. Diantara responden ada yang menghabiskan biaya antara dibawah Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,- karena responden kebanyakan pegawai sehingga membutuhkan komunikasi dengan sejawat, telepon selular responden juga sudah ada yang memiliki pasilitas Internet dan diantara mereka ada yang selalu memanfaatkannya hal ini dimiliki diantara PNS dan wira swasta, dan juga banyak diantara responden menggunakan layanan SMS dengan kekerabat dan keluarga, juga masyarakat ada yang menggunakan fasilitas bluthoot, dan masih banyak diantara masyarakat tidak mengerti dalam menggunakannya fasilitas bluthoot tersebut, bagi responden yang memiliki telepon selular yang mempunyai radio masih banyak yang menggunakannya, karena masyarakat masih butuh informasi dan hiburan, sehingga pada saat -saat tertentu dimana saja mereka dapat membuka siaran radio yang mereka senangi, juga telepon selular yang mempunyai fasilitas MP3 mereka selalu memanfaatkannya karena tidak terlalu sulit untuk memanfaatkannya, hal ini bisa mereka mendapat hiburan dimana saja, tapi pada umumny yang memanfaatkan fasilitas ini mayoritas adalah kaulah muda yakni pelajar dan mahasiswa, juga pemakain 3G mayoritas adalah kaulah muda pelajar dan mahasiswa itupun jarang mereka pergunakan,... bagi responden selalu menukar telepon selularnya karena melihat lebih bagus dan menarik, dan sudah bosan melihat yang lama, dan pada umumnya mereka mengganti ke yang lebih baik, adapun pergaulan mereka semakin baik, baik kekerabatan juga kekeluargaan, namun tidak dipungkiri ada yang tambah jauh dan ada yang biasa-biasa saja. PENUTUP A. Kesimpulan. 1. Masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Selatan pengguna telepon selular cukup tinggi (bahkan ada yang memiliki 3 buah telepon selular). Mereka terdiri dari berbagai

2. 3.

4. 5.

kedudukan, seperti pelajar dan mahasiswa, ibu rumah tangga, pegawai swasta juga pegawai negeri sipil. Masyarakat kota Padangsidimpuan memiliki telepon selular bertujuan untuk memudahkan berkomunikasi dengan masyarakat, sanak famili, teman sejawat di kantor maupun rekan, relasi bisnis dan lainnya. Manfaat yang mereka rasakan adalah semakin mudah dan cepatnya hubungan komunikasi dapat dilakukan kepada orang lain, sehingga dapat meningkatkan pendapatan, kesejahteraan maupun proses penyampaian berita dan persaudaraan sesamanya. Gaya hidup masyarakat yang cukup maju (kawasan bisnis, perkantoran dan pusat pendidikan) meningkatkan penggunaan telepon seluler (ada yang memiliki sampai 3 buah telepon selular) dan mengikuti perkembangan setiap munculnya model baru. Jumlah biaya terhadap penggunaan telepon seluler cukup berpariasi, namun dapat disimpulkan cukup besar dilihat dari profesi para penggunanya.

B. SARAN-SARAN. 1. Diharapkan kepada masyarakat supaya hidup sederhana dan menyesuaikan pengeluaran biaya telepon seluler dengan kemampuannya. 2. Penggunaan telepon harus benar-benar bermanfaat dan berpotensi terhadap peningkatan taraf hidupnya, di samping itu diharapkan tidak merusak hubungan keluarga, rumah tangga dan sebagainya. 3. Diharapkan kepada masyarakat supaya mengurangi penggunaan telepon selular pada waktu jam sibuk, gunakan SMS untuk mengurangi pemakaian pulsa. 4. Diharapkan kepada masyarakat setelah memiliki telepon selular tetap menjaga atau memelihara kerukunan dan kekompakan diantara berkeluarga dan bermasyarakat. DAFTAR PUSTAKA Alisjabana, Iskandar, 1993, Teknologi dan Perkrmbangan, yayasan Idayu, Jakarta. Amirin, M. Tatang,1995, Menyusun rencana Penelitian, PT Raja Grafindo, Jakarta. Effendy, Onang Uchyana, 1992, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, Remadja Rosdakarya, Bandung. -----------------,1992, Ilmu, PT Cipta Adtya Bakti, Bandung ----------------, 1993, Dinamiaka Kmiomunikasi, Fisher, Aubery, 1986, Teori-teori Komunikasi, Remadja Rosdakarya, Bandung. Hanif, Abdillah,1987, Masyarakatkan ide-ide Baru, Usaha Nasional, Surabaya. Ibrahin Idi Subandy 1997, Ecstasy Gaya Hidup; Kebudayaan Pop Dalam Masyarakat Komodits Indonesia, Pustaka Mizan, Bandung. Kincaid, Laurence D. & Schramm, Wilbur, 1997, Azas-Azas Komunikasi Antara manusia, East West Comunition Institute, Hawai. Koencaraningrat, 1992, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta. Liliweri, Alo, 1991, Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung. Lubis, Suardi, 1997, Metode Penelitian Sosial, USU Press, Medan. Lull, James, 1998, Media Komuniksai, Kebudayaan; Suatu Pendekatan Global, Yayasan Obor Indonesia. Marat, 1984, Sikap manusia, Perubahan serta Pengukurannya , Ghali Indonesia, Jakarta. Nasution, Z, 1989, Teknologo Kominikasi, Remadja Rosda Karya, Bandung. Nawawi, Hadari, 1990, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Nazir, Muhammad, 1995, Metode Penelitian, Ghali Indonesia, Bandung. Ostler, George, 1987, The Little Oxford Distionary Of Current English, Oxford University, Oxford. Puspowardoyo, Soerjanto, 1993, Pembangunan Berdasarkan Kebudayaan, Gramedia, Jakarta. Rakhmat, Jalaluddin, 1991, Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Rosda Karya, Bandung. ----------------, 1998, Komunikasi dan Pembangunan Penarapan Perspektif Kritis , LP3S Jakarta. Salim, Pieter, 1994, Kamus Inggeris Indonesia, Gramedia, Jakarta. Siahaan, SM, 1991, Komunikasi Pemahaman dan Penerapan, PT, BPK Gunung Agung Mulia, Jakarta. Singarimbun, Masri, 1989, Menelitian Survey, LP3ES, Bandung. Soekanto, Soerjono, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, jakarta. Suryabrata, Sumadi, 1983, Metode Penelitian, CV Rajawali, Jakarta. Weinner, Myron, 1995, Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, Gajah Mada University Perss, Yogyakarta.

SISTEM INFORMASI PEMERINTAHAN PADA OTONOMI DAERAH DI PEMERINTAHAN KOTA PEKANBARU Oleh : Ali Murtadha M. Arifin*) Abstrak Penelitian mandiri ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem penyampaian informasi di Pemerintahan Kota Pekanbaru setelah diberlakukannya otonomi Daerah. Pada instansi Pemerintah sebelumnya penyampaian informasi dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dibawah arahan/ pengendalian Pemerintah Pusat (Deppen RI). Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kwantitatif adapun pengumpulan data dengan sistem field research dan library research. Penelitian diadakan pada Pemerintah Kota Pekanbaru dengan permasalahan/ instansi maupun yang bertugas untuk menyampaikan informasi dan juga apa saja materi yang disajikan dan media apa yang digunakan dalam penyampaian informasi oleh Lembaga Informasi dan seterusnya dalam hal ini Humas. Adapun hasil penelitian dapat digambarkan bahwa otonomi daerah dapat merubah sistem informasi di Pemerintah Kota Pekanbaru, dimana informasi kebijakan dan pesan-pesan Pemerintah disampaikan oleh bagian Humas kepada masyarakat dengan cara mengundang wartawan dari berbagai media dan dipublikasikan juga dengan melalui media massa dengan berbagai materi kegiatan Pemko, maupun Peraturan Pemerintah Daerah dan berbagai bidang informasi Ekonomi, Kesra dan Perkebunan. Demikianlah sistem informasi di Kota Pekanbaru setelah otonomi daerah ditentukan oleh Pemerintah Daerah setempat, beda dengan sebelum otonomi daerah ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Kata Kunci : Sistem Informasi PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem informasi pada orde baru jauh berbeda dengan sistem informasi pada masa reformasi dan sistem komunitas juga berbeda yang mana sebelumnya sistem sentralisasi, sekarang otonomi dan terlebih lagi dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi pada saat ini sehingga berdampak positif terhadap sistem penyampaian informasi. Pada orde baru sistem informasi dan pembentukan instansi dan struktur organisasi penyampaian informasi ditentukan oleh pemerintah pusat, sedangkan pada masa otonomi daerah sekarang ini sistem informasi, materi informasi maupun instansi lembaga struktur organisasi penyalur informasi ditentukan oleh daerah setempat. Setelah diberlakukan undang-undang otonomi daerah pemerintah daerah dapat membentuk dinas/lembaga atau badan penyalur informasi sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah masing-masing, maka dengan adanya ketentuan tersebut pemerintah daerah secara leluasa dapat membentuk dinas/lembaga untuk menampung sebanyak mungkin pejabat struktural pada masing-masing daerah, sehingga tidak ada kesamaan nama dinas/lembaga/badan yang menyalurkan atau menangani informasi disetiap daerah menggunakan istilah nama yang berbeda sehingga ada yang namanya hubungan masyarakat (humas) informasi konstruksi (infokom) ada juga Badan Informasi Komunikasi telematik (BIKT).
*

Penulis adalah Peneliti Muda Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Medan

Akibat berbedanya nama instansi yang berkaitan dengan penyaluran informasi, maka mungkin saja berbeda sistem informasi pemerintah antara satu daerah dengan daerah lain dan pada saat ini sistem informasi di pemerintah masih mencari pola/model yang lebih relefan dan efektif untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dari hasil survey membuktikan bahwa ada dua instansi/organisasi yang menyangkut dengan penanganan penyaluran informasi di Kota Pekanbaru yaitu Kantor Informasi & Komunikasi Pemerintah dibawah Dinas Perhubungan dan sub bagian Hubungan Masyarakat (Humas) di bawah Pemerintah Kota Pekanbaru. Kantor Informasi dan Komunikasi adalah lembaga hasil peleburan kantor departemen penerangan pada masa orde baru sebelum otonomi daerah sedangkan humas di bawah sekretaris daerah pada Kantor Walikota dan sudah ada sebelum otonomi daerah yang struktur organisasinya berada di bagian sekretaris daerah. Ada perbedaan tugas antara humas dengan Kandep Penerangan menyampaikan informasi yang bersumber dari pemerintah pusat dan kemudian dilanjutkan ke Jupen Kecamatan sebagai ujung tombak juru penerangan (jupen) demikian juga Departemen lain menyampaikan informasi dengan melalui petugas penyuluh lapangan (PPL) dari masing-masing instansi. Sedangkan humas yaitu menyampaikan informasi yang bersumber dari pemerintah daerah disampaikan kepada masyarakat dengan cara yang selalu disebut persrelis yang disampaikan melalui media massa. Suatu model atau sistem informasi pemerintah mempunyai peran yang penting untuk mensukseskan pembangunan di suatu daerah sistem informasi yang baik dapat menciptakan ke satuan gerak dan langkah antara lembaga/dinas untuk mencapai tujuan jika sistem informasi antara lembaga/dinas tidak berjalan baik, maka dimungkinkan terjadinya tumpang tindih kegiatan bahkan bisa terjadi kegiatan yang saling bertantangan antara satu dengan yang lainnya. Sistem informasi yang baik memungkinkan kegiatan yang dilakukan pemerintah dapat direspon oleh masyarakat sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana pelekasanaan sistem penyampaian informasi pada daerah otonomi di Pemerintahan Kota Pekanbaru. C. Pembatasan Masalah Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : b. Instansi/Lembaga mana yang bertugas/mempunyai tugas pokok dalam penyampaian informasi kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru. c. Materi informasi apa saja yang disampaikan kepada masyarakat. d. Metode dan media apa saja yang digunakan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem informasi di Kota Pekanbaru. Dengan diketahuinya pelaksanaan sistem informasi di daerah tersebut dapat menambah pengetahuan mengenai sistem informasi di Kota Pekanbaru. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai pembanding sistem informasi diberbagai daerah yang memiliki sistem informasi yang berbeda. Maka dengan demikian dapat diketahui tujuannya sebagai berikut : b. Untuk mengetahui siapa yang bertugas menyampaikan informasi. c. Untuk mengetahui apa saja materi informasi yang disampaikan kepada masyarakat.

d. Untuk mengetahui metode dan media apa saja yang digunakan dalam penyampaian informasi tersebut. E. Landasan Teori 1. Pengertian Sistem Informasi Berbagai pengertian tentang sistem informasi dikemukakan dalam berbagai buku untuk menggambarkan pengertian mengenai sistem informasi diantaranya ditulis oleh Alter (1992) bahwa Sistem Informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang dan tehnologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi. Bodnar dan Hopwood (1993) mendifinisikan sistem informasi adalah kumpulan perangkat keras dan perangkat lunak yang dirancang untuk mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang berguna. Gelinas, Oram dan Wiggins (1990) mendifinisikan sistem informasi adalah suatu sistem buatan manusia yang secara umum terdiri atas sekumpulan komponen berbasis komputer dan manual yang dibuat untuk menghimpun, menyimpan dan mengelola data serta menyediakan informasi keluaran kepada pemakai. Hall (2001) mendifinisikan sistem informasi sebagai sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikelompokkan, diproses menjadi informasi dan didistribusikan kepada pemakai. Dari berbagai difinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi mencakup sejumlah komponen (manusia, tehnologi informasi dan prosedur kerja) berupa masukan (input), ada proses (data menjadi informasi) dan dimaksudkan untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan (output). 2. Otonomi Daerah Untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi dibentuk daerah otonom. Menurut UU No. 22 Tahun 1999, daerah otonomi merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sering disebut otonomi daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa daerah otonom adalah daerah yang memiliki otonomi daerah. Kaho (1987) memaparkan ciri-ciri Daerah Otonom sebagai berikut : G. Adanya urusan-urusan tertentu yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau daerah untuk diatur dan diurusnya dalam batas-batas wilayahnya. H. Pengaturan dan pengurusan urusan-urusan tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri dan didasarkan pada kebijaksanaan sendiri pula. I. Adanya alat-alat perlengkapan atau organ-organ atau apatur sendiri. J. Pengaturan urusan-urusan tersebut masyarakat daerah perlu memiliki sumber-sumber pendapatan/keuangan sendiri. 3. Teori Sistem Setiap sistem merupakan tempat memproses, mengolah, mengubah, atau menstransformasikan bahan-bahan yang disebut masukan (input) menjadi suatu hasil kerja yang bisa disebut keluaran (output) (Shrode dan Voich, 1974 : 128). Proses transformasi sistem ini sering dilukiskan organ dengan mempergunakan model masukankeluaran (input-output). Model masukan keluaran ini biasa disebut juga dengan model kotak hitam (black-box model). Model adalah gambaran mengenai sesuatu realitas untuk menggambarkan bagaimana suatu itu tampaknya atau bagaimana bekerjanya guna memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini dipergunakan untuk memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini

dipergunakan untuk menunjukkan bahwa isiyang terkandung di dalam satuan (unit) pemroses (transformasi) atau jelasnya sistem itu tidak diketahui, jadi seperti kotak hitam (Tatang M. Arifin, 2002 : 38). Model kotak hitam itu digambarkan atau dilukiskan orangorang bermacam-macam. Konsep dasarnya : Masukan Proses Keluaran

Untuk menilai pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kota Pekanbaru, maka pendekatan sistem merupakan cara yang tepat sebagai pemandu. 1. Input Dari sisi masukan (input), yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui masukan pelaksanaan sistem informasi di humas dan Kantor infokom adalah : 1) Memiliki tugas dan sasaran yang jelas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kebijakan, tugas dan sasaran yang akan dicapai Humas dan kantor infokom. 2) Sumberdaya yang tersedia dan siap. Sumberdaya sangat strategis bagi keberhasilan pelaksanaan tugas humas dan infokom, sejauh mana kesiapan sumberdaya baik sumberdaya manusia (yang mencakup jumlah dan kualitas) maupun sumber dana selebihnya seperti keuangan, peralatan perlengkapan dan sebagainya. 3) Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten merupakan pra sarat mutlak dalam pelaksanaan tugas humas dan infokom. Kompetensi ini dapat ditunjukkan dengan kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan, kemampuan melaksanakan tugas, dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugas. 2. Proses Dari sisi proses di Humas dan Kantor infokom yang bisa dijadikan indikator terjadinya proses pelaksanaan sistem informasi adalah : 1) Pelaksanaan proses tugas penyampaian informasi ditandai oleh : Kepemimpinan lembaga yang kuat, dalam arti kepemimpinan yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan sumber daya manusia dilingkungan humas dan infokom serta menyerasikan semua sumberdaya yang ada pada satu tujuan yang sama. 2) Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai komunikasi yang baik dan harmonis antara humas, infokom dan satuan unit kerja di pemerintahan, kerja sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan menerima perbedaan pendapat. 3) Partisipasi yang tinggi dari unit kerja di pemerintah daerah. Dalam hal ini dapat diamati dari : keikutsertaan unit kerja di Pemda dalam berbgai aktifitas pelaksanaan tugas Humas dan Infokom. 3. Out-put Setiap proses pelaksanaan sistem informasi selalu diharapkan adanya keluaran atau hasil berupa kinerja pelaksanaan sistem informasi. Indikator terjadinya kinerja pelaksanaan informasi tersebut adalah informasi yang disampaikan oleh humas dan infokom dapat diterima. F. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif yaitu dengan mengumpulkan dan menggali data kemudian ditabulasi dan dianalisa secara diskriptif. 5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pemerintahan Kota Pekanbaru pada Sub Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol sebagai lembaga yang secara khusus menangani dan menyampaikan informasi kepada masyarakat 6. Tehnik Pengumpulan Data Dalam penelitian untuk memperoleh data dengan melalui : a. Library Research (Penelitian Kepustakaan) yaitu dengan mengumpulkan data dengan melalui buku-buku maupun terbitan Pemko Pekanbaru yaitu peneliti berusaha untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan sistem informasi, yang dijadikan sebagai landasan teoritis dan data pendukung dalam penelitian ini. b. Field Research (Penelitian Lapangan) Dalam rangka mengumpulkan atau menghimpun data dengan cara mengadakan wawancara dan melalui penyebaran kuesioner kepada responden yang telah ditentukan secara fuspasitife, yaitu yang mempunyai tugas pokok sebagai penyalur informasi kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru kepada masyarakat dalam hal ini adalah semua karyawan Bagian Hubungan Masyarakat dan protokol pada Pemerintah Kota Pekanbaru sebanyak 25 orang sebagai responden. 7. Tehnik Analisa Data Adapun yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian analisis kualitatif didukung dengan data kualitatif yang diperoleh melalui pengamatan/wawancara. Kemudian data yang diperoleh melalui kuesioner di edit dan ditabulasi dan dipersentase dan dipaparkan untuk selanjutnya disimpulkan. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tentang sistem informasi publik pada otonomi daerah di Kota Pekanbaru dapat diuraikan sesuai dengan tabel dibawah ini. A. Penyampaian informasi Pada pemerintahan Kota Pekanbaru ada beberapa bidang / instansi yang menyampaikan informasi sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini. Tabel 1.
Penyampai Layanan Informasi Kepada Masyarakat

No. 1. 2. 3. 4.

Uraian Infokom Hubungan Masyarakat Pengolahan Data Elektronik Lainnya sesuai bidangnya Jumlah

F 7 16 2 25

% 28 64 8 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 25

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa yang bertugas dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat adalah instansi Pemerintah Pemko bidang hubungan masyarakat sebanyak 16 F atau 64%, sedangkan yang informasi dan komunikasi 7 F atau 28%, sedangkan yang menjawab pengolahan data elektronik yang menyampaikan informasi kepada masyarakat hanya 2 F atau 8%. Maka untuk selanjutnya dapat diketahui tentang yang menyampaikan informasi pada pemerintah Kota Pekanbaru sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini.

Tabel 2.
Penyampai Informasi Tentang Kegiatan Pemerintah Pada Masyarakat

No. 1. 2. 3.

Uraian Hubungan Masyarakat Instansi Terkait Petugas Lainnya Jumlah

F 16 10 5 25

% 51,61 32,25 16,14 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 25

Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa yang menyampaikan informasi tentang kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru adalah yang menjawab Humas sebanyak 16 F atau 51,61%, sedangkan yang menjawab instansi terkait sebanyak 10 F atau 32,25% dari yang menjawab petugas lainnya 5 F atau 16,14%. Dari jawab responden dapat diketahui bahwa Humaslah yang bertugas untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru, maka Humaslah sebagai corong pemerintah Kota Pekanbaru dalam setiap penyampaian informasi kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru. Demikian uraian tentang yang berhak menyampaikan informasi selanjutnya akan diutarakan tentang bagaimana Humas menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui media. Tabel 3.
Caranya Humas Menyampaikan Informasi Melalui Media

No. Uraian 1. Mengundang Wartawan 2. Mengirim Berita ke Media 3. Mengadakan Dialog Interaktif Jumlah
Sumber : Hasil Penelitian n = 25

F 21 2 2 25

% 84 8 8 100

Adapun cara atau metode Humas menyampaikan informasi melalui media adalah sebagaimana yang tertera dalam tabel tersebut di atas yaitu dengan cara bahwa setiap ada acara kegiatan Pemko atau informasi yang hendak disampaikan kepada masyarakat pihak Humas mengundang wartawan dari berbagai media apakah media elektronik maupun media cetak yaitu sebesar 21 F yang menjawab mengundang wartawan atau 84%. Adapun yang menjawab cara menyampaikan informasi itu mengirim berita ke redaksi media dan ada juga yang menjawab dengan cara mengadakan dialog interaktif masing-masing 2 F atau 8%. Demikian sistem atau cara Humas dalam menyampaikan informasi melalui media baik media cetak maupun media elektronik. B. Materi Informasi Adapun materi informasi yang disampaikan adalah berpariasi sesuai dengan bidangnya masing-masing sebagaimana yang tertera dalam tabel berikut ini :
Tabel 4. Materi Informasi Yang Disampaikan

No. 1. 2. 3. 4.

Uraian Politik dan Keamanan Kesejahteraan Masyarakat Ekonomi dan Keuangan Kegiatan Pemko Pekanbaru Jumlah

F 5 10 5 5 25

% 20 40 20 20 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 25

Humas Pemko Kota Pekanbaru sebagai corong pemerintah kota menyampaikan informasi dengan berbagai jenis informasi. Adapun materi informasi Kesra sebanyak 10 F atau 40% sedangkan Politik dan Keamanan 5 F atau 20% sedangkan Ekonomi sebanyak 5 F atau 20% dan kegiatan Pemko Pekanbaru sebanyak 5 F atau 10%. Maka dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa materi informasi yang disalurkan adalah bidang Kesra, Politik dan Keamanan, Ekonomi disamping itu juga yang dipublikasikan oleh Humas adalah kegiatan-kegiatan Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru ini materi-materi informasi yang disampaikan kepada masyarakat dengan melalui media cetak dan elektronik yang ada pada daerah tersebut. Tabel 5.
Bentuk Kegiatan Pemerintah Kota

No. Uraian 1. Kunjungan Kerja 2. Peresmian / Pelantikan 3. Peraturan Pemerintah Daerah Jumlah
Sumber : Hasil Penelitian n = 25

F 2 1 2 5

% 40 20 40 100

Pada tabel ini menguraikan bahwa materi informasi yang disampaikan kepada masyarakat disamping Politik Keamanan, Ekonomi dan Keuangan, Kesejahteraan Rakyat (Kesra) juga kegiatan Pemko Kota Pekanbaru termasuk sebagai materi dan informasi yang disiarkan oleh Humas yaitu yang berbentuk kegiatan Pemko Pekanbaru yang berua kunjungan kerja Pemko Pekanbaru sebanyak 2 F atau 40% kemudian Peraturan Pemerintah Daerah juga sebesar 2 F atau 40% sedangkan peresmian / pelantikan hanya 1 F yang menjawab atau 20%. Maka dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan Pemko Pekanbaru juga merupakan materi informasi meskipun peresmian / pelantikan mendapat yang terkecil namun juga dipublikan kepada khalayak. Maka pada tabel berikut ini akan dipaparkan tentang materi yang paling banyak disampaikan kepada masyarakat sebagai berikut :
Tabel 6. Materi Informasi Yang Paling Dominan

No. 1. 2. 3. 4.

Uraian Polhukam Kesra Ekuin Kegiatan Pemko Jumlah

F 5 10 5 5 25

% 20 40 20 20 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 25

Adapun materi informasi yang disajikan sesuai dengan tabel tersebut di atas adalah bidang Kesra sebanyak 10 F sedangkan materi informasi yang berupa politik dan keamanan, ekonomi dan keuangan kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru masing-masing hanya memperoleh 5 F atau 20% masing-masingnya. Maka dengan demikian dapat diketahui bahwa materi informasi yang paling banyak adalah informasi tentang kesejahteraan masyarakat (Kesra) hal ini mungkin yang dianggap perlu oleh Humas untuk disampaikan kepada masyarakat karena sesuai dengan tujuan negara RI adalah antara lain untuk mensejahterakan rakyat. Dengan demikian uraian tentang materi yang paling banyak disajikan kepada masyarakat khususnya kepada masyarakat Kota Pekanbaru.

C. Metode Penyampaian Informasi Dalam penyampaian informasi publik Humas mempunyai metode tersendiri sebagaimana tersebut dalam tabel berikut ini.
Tabel 7. Metode Utama Yang Digunakan Dalam Penyampaian Informasi No. Uraian F % 1. Dialog Interaktif 7 28 2. Pertemuan Rapat Rutin 4 16 3. Mengadakan Pengumpulan Massa 4 16 4. Mengundang Wartawan Dari Masing10 40 masing Media Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian n = 25

Dalam penyampaian informasi Humas menggunakan beberapa metode seperti mengundang wartawan yaitu sebanyak 10 F atau 40% maksudnya setiap ada informasi yang ingin dipublikasikan Humas memanggil wartawan dari berbagai media apakah media cetak media elektronik semacam pers rikas yang menjadi sumber informasi yang membri keterangan adalah Humas pemerintah daerah Kota Pekanbaru disamping itu mengadakan dialog interaktif 7 F atau 28% yaitu pihak Humas mengadakan penyampaian informasi melalui media elektronik dengan menggunakan cara / metode dialog interaktif. Adapun cara atau metode dengan melalui mengadakan rapat / pertemuan atau pengumpulan masa masing-masing sebanyak 4 F atau 16%. Jadi dalam penyampaian informasi adakalanya di tengah-tengah keramaian dengan melalui pengumumanpengumuman.
Tabel 8. Metode Tambahan Yang Digunakan Dalam Penyampaian Informasi

No. 1. 2. 3. 4.

Uraian Tokoh Formal Tokoh Agama Tokoh Krismetik Pengumuman di rumah ibadah Jumlah

F 8 10 5 2 25

% 32 40 20 8 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 25

Tabel di atas menjelaskan tentang metode yang digunakan disamping metode yang tersebut pada tabel sebelumnya, metode ini dengan memanfaatkan tokoh agama sebanyak 10 F atau 40%. Adapun melalui tokoh formal sebanyak 8 F atau 32% dengan melalui tokoh Kerismetik sebanyak 5 F atau 20% adapun dengan melalui pamplet atau penguman ditempat keramaian atau pada rumah-rumah ibadah sebanyak 2 F atau 8%. Jadi disamping informasi disampaikan melalui tokoh-tokoh juga informasi disampaikan di rumah-rumah ibadah dengan melalui selebaran maupun pengumuman kepada khalayak. Berikut ini akan diutarakan tentang informasi yang disampaikan kepada masyarakat apakah yang telah di olah atau di kemas oleh lembaga-lembaga instansi yang tertentu sebagaimana yang ada pada tabel dibawah ini.

Tabel 9. Badan/Dinas Yang Menyampaikan Informasi

No. Uraian 1. PDE Pengelola Dalam Elektrik 2. Hubungan Masyarakat 3. Informasi dan Elektronika Jumlah
Sumber : Hasil Penelitian n = 25

F 6 15 4 25

% 24 60 16 100

Sesuai dengan tabel di atas bahwa informasi yang disampaikan kepada masyarakat adalah informasi yang telah diolah atau dikemas oleh Bagian Hubungan Masyarakat sebanyak 15 F atau 60%. Sedangkan adapun informasi yang diolah Bagian Pengolahan Data Elektronika sebanyak 6 F atau 24%. Sedangkan yang di kemas infokom sebanyak 4 F atau 16%. Jadi informasi yang disampaikan kepada masyarakat adalah informasi yang telah diolah di kemas atau dibahas di filter yaitu sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat sehingga tak menimbulkan keresahan masyarakat. Tabel 10.
Alur Penyampaian Informasi

No. Uraian 1. Bertahap dari Pemko ke Kecamatan ke Kelurahan 2. Baca langsung dari Pemko ke masyarakat Jumlah
Sumber : Hasil Penelitian n = 25

F 5 20 25

% 20 80 100

Adapun tahapan atau sistem informasi kebijakan pemerintah disamping melalui mess media, tokoh masyarakat juga informasi kebijakan pemerintah disampaikan dengan bertahap/berjenjang yaitu dari Pemerintah Kota lalu ke Kecamatan dan diteruskan sampai ke Tingkat Kelurahan sebanyak 5 F atau 20% dan ada juga secara langsung dari Pemko langsung ke masyarakat sebanyak 20 F atau 80% dimana pihak pemerintah menyampaikan informasi secara langsung kepada masyarakat baik melalui lisa tatap muka, tanya jawab maupun pidato/ceramah Walikota secara tertulis dengan melalui pengumuman di tempat-tempat keramaian maupun di rumah-rumah ibadah. Hal ini sebagaimana tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 11. Cara Pemerintah Daerah Dalam Penyampaian Informasi Langsung

No. Uraian 1. Dengan cara tanya jawab 2. Menyampaikan secara langsung 3. Dengan cara tatap muka kepada masyarakat Jumlah
Sumber : Hasil Penelitian n = 25

F 5 12 8 25

% 20 48 32 100

Sesuai dengan tabel diatas bahwa penyampaian informasi secara langsung sebanyak 12 F atau 48% yaitu pihak pemerintah menyampaikan langsung kepada masyarakat baik dengan melalui pengumuman di tempat keramaian maupun melalui rumah-rumah ibadah dan juga dengan cara tatap muka pada masyarakat sebanyak 8 F atau 32 %. Demikian cara penyampaian informasi kebijakan pemerintah kepada masyarakat.

Tabel 12. Penyampaian Informasi Secara Tertulis

No. Uraian 1. Yang sering 2. Jarang 3. Tidak pernah Jumlah


Sumber : Hasil Penelitian n = 25

F 5 10 10 25

% 20 40 40 100

Dari tabel diatas menunjukkn bahwa informasi kebijakan pemerintah yang disampaikan masyarakat dapat diketahui bahwa jarang disampaikan secara tertulis yaitu 10 F atau 40% dan yang menjawab tidak pernah sebanyak 10 F atau 40% sedangkan yang mengatakan sering hanya 5 F atau 20%. Maka dengan demikian pemerintah Kota Pekanbaru ada menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan cara tertulis.
Tabel 13. Macam-Macam Informasi Tertulis

No. Uraian 1. Perda 2. Pemeritahuan 3. Kegiatan Pemko Jumlah


Sumber : Hasil Penelitian n = 25

F 2 1 2 25

% 40 20 40 100

Adapun informasi yang disampaikan secara tetrulis kepada masyarakat luas adalah seperti Perda yaitu menjawab 2 F atau 40% demikian juga kegiatan Pemko 2 F atau 40% sedangkan pemberitahuan hanya 1 F atau 20%. Maka dengan demikian jelas bahwadisaming informasi disampaikan melalui media juga ada informasi disampaikan secara tulis seperti brosur-brosur tentang Peraturan Pemerintah Daerah kegiatan Pemko dan pemberitahuan lainnya. Demikian penjelasan tentang tabel diatas tentang penyampaian informasi yang disampaikan secara tertulis. D. Media yang digunakan dalam penyampaian informasi Pemerintah Kota Pekanbaru dalam menyampaikan informasi kebijakan Pemko Pekanbaru dengan menggunakan beberapa media seperti media elektronik Radio dan Televisi maupun media cetak seperti surat kabar dan juga media baru yaitu internet dan selanjutnya akan dapat diketahui tentang media yang sering dimanfaatkan oleh Pemda Kota Pekanbaru dalam penyampaian informasi. Sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 14. Media Yang Paling Dominan Dalam Penyampaian Informasi

No. 1. 2. 3. 4.

Uraian Media Cetak Media Elektronik TV Tatap muka Media radio Jumlah

F 9 7 3 6 25

% 36 28 12 24 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 25

Pada tabel ini mengutarakan tentang media yang sering dimanfaatkan oleh Humas dalam menyampaikan informasi pemerintah berdasarkan tabel diatas bahwa yang menjawab media cetak sebanyak 9 F atau 36%, media elektronik Televisi sebanyak 7 F

atau 28%. Sedangkan media radio sebanyak 6 F atau 24%, sedangkan selebihnya adalah informasi disampaikan dengan melalui tatap muka sebanyak 3 F atau 12%. Jadi yang lebih banyak digunakan oleh Humas adalah media cetak dalam hal ini adalah surat kabar kemudian barulah Televisi dan Radio yang digunakan sebagai media dalam penyampaian informasi publik di Pemerintahan Kota Pekanbaru, hal ini disebabkan kemungkinan masyarakat lebih menggemari surat kamar dalam memperoleh atau menikmati informasi.
Tabel 15. Media Informasi Humas

No. 1. 2. 3. 4.

Uraian Tatap Muka Media Cetak Media Elektronik Dengan Disposisi dari Pemko Jumlah

F 3 15 14 2 34

% 8,82 44,11 41,19 5,88 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 25

Berdasarkan tabel di atas bahwa Humas menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan media cetak sebanyak 15 F atau 44,11%. Kemudian dengan melalui media elektronik sebanyak 14 F atau 41,19%. Sedangkan yang menjawab informasi disampaikan dengan melalui tatap muka sebanyak 3 F atau 8,82%. Ada juga yang menjawab bahwa menyampaikan informasi kegiatan Pemerintah Daerah dengan melalui disposisi dari Pemko sampai ke tingkat Kelurahan maksudnya informasi di sampaikan dengan secara tertulis mulai dari Pemerintah Kota ke Kecamatan lalu dilanjutkan ke Kelurahan dan sampai ke tingkat Kepala Lingkungan / Ketua Rukun Tetangga dan sampai kepada masyarakat. Demikian media yang digunakan oleh Humas yang disampaikan kepada masyarakat. Berikut ini cara Humas menyampaikan informasi sesuai dengan tabel berikut ini.
Tabel 16. Format Informasi Pada Media Cetak

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Uraian Berita Karikatur Artikel Tajuk Pajak Jumlah

F 25 25

% 100 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 25

Pada tabel ini memaparkan bahwa media cetak surat yang digemari oleh masyarakat adalah dalam bentuk berita secara 25 F atau 100%, maka dari tabel tersebut jelas bahwa Humas menyampaikan informasi dengan mengundang wartawan surat kabar terbitan daerah Pekanbaru dan menyajikan informasi tersebut dalam bentuk / jenis berita, hal ini telah menjadi kebiasaan masyarakat Pekanbaru dalam memperoleh / mencari informasi tentang kegiatan Pemerintah maupun informasi lain yang bersumber dari Pemko masuarakat akan mencari atau memilih surat kabar sebagai sumber informasi demikian uraian tentang penggunaan media dalam menyampaikan informasi.

Tabel 17. Media Informasi Alternatif

No. Uraian 1. Internet / Media Baru 2. Menempel pamplet di tempat keramaian 3. Menyampaikan informasi melalui tokoh agama melalui tempat ibadah Jumlah
Sumber : Hasil Penelitian n = 25

F 5 7 13 25

% 20 28 52 100

Selanjutnya akan dijelaskan tentang tabel di atas tentang penyampaian informasi juga disampaikan melalui / menggunakan media baru atau internet sebanyak 5 F atau 20% menempel pamplet ditempat keramaian sebanyak 7 F atau 28% sedangkan penyampaian informasi melalui tokoh agama pada tempat-tempat ibadah sebanyak 13 F atau 5%. Penyampaian informasi disamping melalui media juga informasi disampaikan melalui tokoh agama melalui tempat / rumah ibadah demikian penjelasan tentang tabel tersebut di atas selanjutnya akan dipaparkan tentang penyampaian informasi yang efektif sebagaimana yang tertera pada tabel berikut.
Tabel 18. Efektifitas Media Informasi

No. Uraian 1. Media Radio 2. Media Cetak 3. Tatap Muka Jumlah


Sumber : Hasil Penelitian n = 25

F 7 10 8 25

% 28 40 32 100

Pada tabel ini menggambarkan tentang penyampaian informasi yang efektif yaitu yang menjawab media radio sebanyak 7 F atau 28%. Kemudian yang efektif ke dua adalah tatap muka sebanyak 8 F atau 32%, sedangkan efektif yang terbanyak adalah penyampaian informasi melalui media cetak sebanyak 10 F atau 40%. Maka berdasarkan tabel di atas penyampaian informasi yang paling efektif adalah melalui media cetak dalam hal ini adalah surat kabar harian daerah. Demikian uraian tentang pembahasan tabel demi tabel dalam penulisan temuan penelitian ini. PEMBAHASAN Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru tentang pembentukan susunan organisasi kedudukan tugas pokok sekretariat daerah bahwa Bagian Hubungan Masyarakat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas sekretariat daerah dalam bidang bina hubungan dengan lembaga resmi dan hubungan dengan lembaga sesuai dan masyarakat serta fasilitas pelaksanaan kehumasan dan protool kemudian sub bagian penerangan dan hubungan masyarakat mempunyai tugas merumuskan dan mengkoordinasikan pembinaan bidang penerangan dan hubungan masyarakat sedangkan sub bagian dokumentasi dan informasi mempunyai tugas merumuskan dan mengkoordinasikan pembinaan bidang dokumentasi dan informasi. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru tersebut di atas maka yang bertugas menyampaikan informasi pada otonomi daerah Kota Pekanbaru adalah Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) sebagai corong Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru. Maka dengan demikian jelas yang bertugas untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat adalah bagian Hubunan Masyarakat (Humas) pada Pemerintah Kota

Pekanbaru dengan berbagai macam materi informasi seperti Bidang Ekonomi, bidang Pulhukan, Kesra, maupun informasi lain seperti kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru, Peraturan Daerah maupun yang lainnya harus dipublikasikan oleh Humas sebagai corong Pemko Pekanbaru. Adapun cara Humas untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat adalah dengan cara / metode mengundang wartawan dari berbagai media seperti media cetak maupun media elektronik, Bagian Humas memberikan ketrangan / informasi kepada wartawan untuk dipublikasikan kepada khalayak sesuai dengan jawab responden pada tabel 3 bab IV atau dengan cara mengadakan Pres Relies. Sesuai dengan pendapat Drs. Yusniar, Msi. Penyampaian informsi lebih efektif dan efisien dengan melalui pers rilies yang mana penyusunan redaksi dan kata-katanya diatur oleh wartawan Disaming melalui media massa juga pihak pemerintah Kota Pekanbaru (Humas) menyampaikan informasi dengan memanfaatkan tokoh-tokoh agama, tokoh karismatik dalam menyampaikan informasi yaitu dengan melalui pintu agama dimana informasi disampaikan di rumah-rumah ibadah oleh tokoh tersebut lihat tabel 8 bab III yaitu 40 F (20%) Humas memanfaatkan tokoh Agama dalam penyampaian informasi. Berdasarkan hasil jawaban responden bahwa media yang digunakan oleh Humas dalam menyampaikan informasi adalah berbagai media namun yang paling dominan bahwa Humas menggunakan media cetak yaitu surat kabar terbitan daerah, hal ini kemungkinan yang digemari oleh masyarakat dalam memperoleh / mendapatkan informasi. Disamping memperolehnya cepat / harga terjangkau dan dapat dibaca berulang-ulang kali, ini perbedaan manakala dibanding dengan media lain materi yang terbanyak adalah Kesra. Maka dengan demikian jelas bahwa yang bertugas menyampaikan informasi itu adalah bagian Humas dengan mengadakan Press Relies dalam menyampaikan berbagai bidang informasi kepada masyarakat. Demikian hasil laporan penelitian ini dibuat penulis menyadari bahwa tentu masih terdapat kekurangan, ketidak sempurnaan sebagaimana yang diharapkan itu kesemuanya akibat karena keterbatasan kemampuan dari penulis sendiri. Untuk itu diharapkan kritikan, masukan demi kesempurnaannya laporan hasil penelitian ini. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab terdahulu maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Di Pemerintahan Kota Pekanbaru yang bertugas untuk menyampaikan informasi kebijakan Pemerintah maupun kegiatannya adalah Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) sebagai Corong Pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. 2. Materi informasi yang disampaikan kepada masyarakat adalah kegiatan Pemerintah Kota seperti kunjungan kerja, peresmian / pelantikan, Peraturan Pemerintah Daerah dan mencakup ruang lingkup Ekonomi dan Keuangan, Kesejahteraan Rakyat, Politik dan Keamanan. 3. Dalam menyampaikan informasi tersebut Bagian Humas menggunakan metode yang beragam seperti mengadakan dialog interaktif, ceramah pidato tatap muka langsung ada juga dengan cara mengundang wartawan dari semua media massa (pers relies) dalam menyampaikan informasi disamping itu juga memanfaatkan tokoh-tokoh formal, maupun non formal untuk menyampaikan informasi tersebut. 4. Media yang digunakan adalah media elektronik, media cetak maupun media baru dan tatap muka dalam menyampaikan informasi memuat hasil penelitian mediayang efektif adalah media cetak dalam hal ini adalah Surat Kabar Harian Daerah.

B. Saran-Saran Berdasarkan uraian kesimpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut : a. Kepada Pemerintah Kota Pekanbaru kiranya dapat meningkatkan sistem informasi publik dengan mengadakan tatap muka langsung antara Pemkab dengan masyarakat. b. Kepada Bagian Humas Kota Pekanbaru dalam penyampaian informasi kepada masyarakat disamping melalui media massa juga kiranya dapat meningkatkan penyampaian informasi melalui tokoh-tokoh agama maupun berupa pengumuman di tempat keramaian. c. Kepada Pemerintah Pusat, disamping penyampaian informasi melalui media cetak, elektronik, media maya kiranya untuk menyampaikan informasi yang tidak kalah pentingnya dengan melalui tatap muka / berupa pengumuman baik di tempat keramaian maupun di tempat-tempat peribadatan. DAFTAR PUSTAKA Gelinas, Oranda Wiggins, 1990, Information System Theory and Practice, New York. Nurdin, 2003, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. Riwu Kaho, Yosep, 1987, Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia , Rineka Cipta, Jakarta. Suryadi dan Budimansah, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah , Yogyakarta, Kanisius. Shrode, William A and Dan Voich Toich, 1974, Organisasi and Management, Basic System Conceps, or win Book, co, Malaysia. Tatang M. Amiran, 2001, Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja Grafika Persada, jakarta, Sumber lainnya Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 52 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 22 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Tataruang, Sekretriat Daerah. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 26 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Kepala Daerah. Pekanbaru Dalam Angka. 2008 Pemerintah Kota Pekanbaru. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru 2007, Nomor 8, 9 tahun 2008. Sistem Komunikasi Indonesia Nurdin, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DAN PERILAKU PELAJAR


OLEH : IDA TUMENGKOL

ABSTRAK Penelitian ini mencoba untuk mengetahui tanggapan para pelajar di Kecamatan Medan Tembung atas tayangan kekerasan di televisi swasta nasional dan sejauh mana tayangan tersebut memberikan motivasi bagi pelajar untuk melakukan tindakan kekerasan. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif yaitu dengan melakukan survei ke lapangan untuk mengumpulkan data dalam bentuk kuesioner kepada para pelajar di Kecamatan Medan Tembung. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa pada umumnya pelajar (55,8%) suka tayangan televisi yang menampilkan aksi kekerasan. Para pelajar ini pada umumnya juga pernah melakukan kekerasan (65,1%) seperti memukul, mencubit dan menampar. Dan sebanyak 13,9% pelajar mengaku perilaku kekerasan yang dilakukannya termotivasi oleh tayangan televisi Apa yang dihasilkan dalam penelitian ini baik untuk ditelaah para pengelola televisi swasta nasional untuk memperhatikan efek dari pesan kekerasan dalam tayangan televisi. Agar tayangan tersebut lebih dibatasi untuk kepentingan pendidikan anak bangsa secara berkelanjutan.
Kata kunci: kekerasan, perilaku

Pendahuluan Sejak berkembangnya industri pertelevisian di tahun 90-an, publik di Indonesia disajikan jenis tontonan yang semakin beragam. Khususnya setelah dikeluarkannya Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 yang menandai era kebebasan pers di Indonesia, penonton televisi di Indonesia disajikan berita-berita yang semakin cepat dan detail. Khususnya berita tentang kekerasan, baik yang disajikan dalam bentuk film, beritaberita, olahraga hiburan seperti smack down ataupun kekerasan dalam sajian kartun. Pelaku tindak kekerasan dalam tayangan televisi bisa dilakukan para orang dewasa ataupun oleh pelajar. Berita kekerasan di media televisi tidak sedikit yang melibatkan pelajar, baik dari pelajar tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) mempraktekkan kekerasan dalam lingkungan sekolah atau dalam lingkungan yang terkait dalam dunia pendidikan. Berita-berita yang disajikan media televisi ini dikonsumsi secara luas dan bebas oleh semua kalangan termasuk kalangan pelajar. Hal ini terkait dengan keberadaan manusia yang merupakan makhluk yang memerlukan informasi karena sifat ingin tahu yang dimiliki oleh setiap orang. Orang juga terdorong mencari informasi untuk dapat memahami berbagai aspek lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial di mana dia berada. Dalam interaksi sosial, seseorang individu akan melakukan komunikasi yang merupakan sarana individu untuk saling dipertukarkan. Schramm mengatakan bahwa usaha-usaha untuk mencari informasi secara individual kebanyakan dari komunikasi (Siregar, 1983:35). Apalagi di era digital sekarang ini di mana kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari media massa khususnya televisi. Sekarang ini media menjadi sumber informasi yang sangat akrab karena hampir setiap hari berinteraksi dari pagi hari sampai malam. Seperti dikatakan Wiener (Susanto, 1986:3) untuk dapat hidup efektif orang harus hidup dengan cukup informasi.

Masalah kekerasan di media sudah sejak lama jadi perhatian para pakar sosiologi, psikologi dan komunikasi di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Penelitian Liebert dan Sprafkin memandang televisi sebagai 'jendela dini' anak-anak untuk melihat dunia. Mereka menelaah semua teori dan riset mengenai sikap, perilaku dan perkembangan anak-anak, membahas efek negatif juga efek prososial menonton televisi bagi anak-anak. Penelitian mereka menyebutkan, pesawat televisi di Amerika rata-rata dihidupkan lebih dari tujuh jam setiap hari dan sejak tahun 1950-an secara signifikan telah mengubah kehidupan keluarga. Di Amerika sendiri, hampir 98 persen dari semua rumah memiliki televisi sehingga disimpulkan bahwa anak-anak diterpa televisi sejak mereka lahir. (Robert M Liebert and Joyce Sprafkin, 1988). Di Amerika, selama sepuluh tahun pertama kehidupan anak-anak yang terkena terpaan televisi adalah sangat dominan. Diperkirakan, menjelang seorang anak lulus dari SMA rata-rata mereka telah menonton sekitar 18.000 pembunuhan dalam televisi. Sebuah survei mengenai acara televisi melaporkan bahwa pada senja hari ketika sekitar 26,7 juta anak Amerika menonton televisi, insiden-insiden kekerasan yang diperlihatkan kira-kira sekali dalam setiap 16,3 menit. (Stewart and Sylvia, 1996). Di Indonesia, setidaknya ada 10 stasiun televisi swasta nasional, yakni Indosiar, TPI, TransTV, ANTV, Global TV, RCTI, SCTV, TVOne, MetroTV, TransTV ditambah satu televisi pemerintah, yaitu TVRI dan tiga stasiun televisi lokal yaitu Deli TV, DAAI TV dan TV Anak. Pada umumnya, stasiun televisi swasta nasional termasuk TPI memiliki tayangan khusus kriminal. Di samping itu, sajian televisi pada umumnya sering menampilkan adegan kekerasan dalam berbagai bentuk. Berbagai telaah dan penelitian para ilmuwan menyimpulkan bahwa tayangan kekerasan di televisi yang disiarkan secara berulang-ulang menimbulkan efek bagi para pelajar. Para pelajar akan berubah dari objek yang menonton tayangan kekerasan menjadi pelaku kekerasan tersebut. Asumsi tersebut akan menarik jika digali lebih dalam melalui penelitian ini. Perumusan Masalah Dari uraian yang disampaikan di atas, dalam penelitian ini dirumuskan hal yang menjadi masalah, yakni: Apakah tayangan kekerasan di media televisi memotivasi perilaku kekerasan pada pelajar ? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui tanggapan pelajar tentang tayangan kekerasan di televisi. 2. Untuk mengetahui kemampuan tayangan kekerasan di televisi memberikan motivasi melakukan tindakan kekerasan di kalangan pelajar. Uraian Teoritis a. Komunikasi Massa Pada prinsipnya komunikasi dapat menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat atau sebaliknya semua aspek kehidupan menyentuh komunikasi. Itulah sebabnya komunikasi dikatakan sebagai ubiquitous atau ada di mana-mana. Artinya komunikasi itu selalu ada di mana saja dan kapan saja. Fenomena komunikasi dapat memelihara dan menggerakkan kehidupan. Komunikasi dapat mengubah insting menjadi inspirasi, yaitu melalui proses atau sistem untuk bertanya, memberi perintah dan mengawasi. Ia juga sebagai alat untuk menggambarkan aktivitas masyarakat dan peradaban. Ia dapat memperkuat perasaan kebersamaan dengan saling bertukar informasi dan mengubah pemikiran menjadi tindakan, (Arifin, 1998:20).

Kegiatan komunikasi yang menggunakan media massa disebut dengan komunikasi massa. Dalam pemakaiannya secara populer, komunikasi massa sering diidentikkan dengan penggunaan televisi, radio, film, surat kabar, majalah dan berbagai bentuk teknologi lainnya. Bittner mendefinisikan komunikasi massa secara sederhana yakni: komunikasi massa sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang (Rakhmat, 1994:188). Ada beberapa karakteristik dari komunikasi massa (Wright, 1988:3) yaitu: 1. Ditujukan kepada khalayak yang relatif besar, bersifat heterogen dan anonim. 2. Pesan yang disampaikan terbuka untuk umum dan seringkali menjangkau khalayak dalam jumlah besar secara simultan dan bersifat sementara. 3. Komunikator cenderung merupakan suatu organisasi yang kompleks yang mungkin melibatkan biaya yang besar. b. Televisi Seperti halnya radio, televisi lahir setelah adanya beberapa penemuan teknologi seperti telepon, telegraf, fotografi (yang bergerak dan yang tidak bergerak) dan rekaman suara. Teknologi ini ditemukan untuk mencari kegunaan, bukannya sesuatu yang lahir sebagai respons terhadap suatu kebutuhan pelayanan baru. Williams mengatakan Berbeda dengan jenis teknologi komunikasi terdahulu, radio dan televisi merupakan sistem yang dirancang terutama untuk kepentingan transmisi dan penerimaan yang merupakan proses abstrak yang batasan isinya sangat terbatas atau bahkan sama sekali tidak ada.(Raymond Williams, 1975) Televisi adalah produk revolusi elektronik atau sering disebut juga Revolusi Industri Kedua dalam abad ke-20 ini, menurut pengamatan para ahli komunikasi menimbulkan revolution of the rising frustration (revolusi meningkatnya frustrasi). Anggapan ini karena media elektronik telah memanipulasi keinginan khalayak, tetapi tidak menciptakan cara-cara untuk memperolehnya. Informasi yang disebarkan media massa elektronik terutama dilancarkan dari atas ke bawah, dari kaum elit ke massa khalayak, dari kota ke desa, dari yang sudah berkembang ke yang sedang berkembang. (Onong, 1992:119). Menurut Prof Dr R. Marat dari Universitas Padjajaran Bandung, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan para penonton; ini adalah hal yang wajar. Jadi apabila ada hal-hal yang menyebabkan penonton terharu, terpesona atau latah, bukanlah suatu yang istimewa, sebab salah satu pengaruh psikologis dari televisi seakan-akan menghipnotis penonton sehingga mereka seolah-olah hanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang dihidangkan televisi. Pengaruh televisi itu kuat terhadap kehidupan manusia sudah diduga dan disadari ketika media massa itu pada tahun 1962 mulai dimunculkan di tengah-tengah masyarakat. Tetapi pengaruhnya bisa positif bisa negatif tergantung pengelolaannya. Masalahnya sekarang adalah bagaimana agar pengaruh yang positif itu seperti to inform (menyebarkan informasi) dan to educate (fungsi mendidik) bisa benar-benar dimanfaatkan. Sedangkan to entertain (fungsi menghibur) dan to influence (mempengaruhi) jangan sampai merusak tata nilai bangsa. c. Definisi Kekerasan Definisi kekerasan Fisik badan kesehatan Perserikatan Bangsa-bangsa World Health Organization (WHO) adalah tindakan fisik yang dilakukan terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual dan psikogi. Tindakan itu antara lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam, menembak, mendorong (paksa) dan menjepit.

Sedangkan UU Anti Perdagangan Orang mengajukan definisi kekerasan adalah setiap perbuatan dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum terhadap fisik yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Kedua definisi kekerasan tersebut tidak mensyaratkan bahwa tindakan yang memicunya harus selalu tindakan ilegal, yang penting tindakan itu mengakibatkan ketakutan, kesadaran akan bahaya atau perampasan kemerdekaan seseorang. Karena itu kekerasan dibagi menjadi dua unsur, definisi kekerasan dan ancaman kekerasan. Hingga makna kekerasan merupakan ancaman atau penggunaan kekuatan fisik untuk menimbulkan kerusakan pada orang lain. d. Teori Belajar Sosial Menurut teori belajar sosial, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya. Berbagai penelitian yang dilakukan (Liebert dan Baron, 1972; Joy, 1977) memberikan suatu kesimpulan bahwa efek adegan kekerasan terjadi dalam tiga tahap: 1. Penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh (observational learning). 2. Kemampuan penonton dalam mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition). 3. Perasaan mereka menjadi tidak tersentuh walaupun melihat korban tindakan agresinya (desensitization). Berkaitan dengan kekerasan, teori belajar sosial menjelaskan bahwa anak mempelajari perilaku baru melalui pengamatan terhadap model, mengimitasi dan mempraktikkanya ke dalam perilaku nyata. Lingkungan sosial menyediakan bermacam-macam kesempatan untuk memperoleh ketrampilan dan kecakapan dengan jalan mengamati pola-pola tingkah laku beserta akibat-akibatnya atau konsekuensi-konsekuensinya. Teori belajar sosial mulai dengan menganalisis dua hal: 1. Teori Behavioristik: Teori ini memandang belajar itu sebagai hubungan antara stimulus dan respon. 2. Teori tentang Sosialisasi anak: Teori behavioristik hanya terbatas pada hubungan S R (Stimulus Respons) saja. Sedangkan teori belajar sosial beranggapan bahwa hubungan antarpribadi antara anak dengan orang dewasa menyebabkan anak meniru atau menyerap perilaku-perilaku sosial melalui interaksi sosial anak melakukan identifikasi dengan orang tuanya, dengan kekuasaan, dengan perasaan iri dan sebagainya. Metodologi Penelitian a. Metode Penelitian Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian ini untuk menggambarkan secara objektif apa adanya data yang didapat dari lapangan. b. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan. c. Populasi Dan Sampel Populasi penelitian ini adalah para pelajar tingkat SLTA yaitu tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) yang bersekolah di wilayah Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan. Berdasarkan data dari Pemko Medan, jumlah populasi pelajar SLTA di Kecamatan Medan Tembung sebanyak 10.889 orang yang terdiri dari 5.721 orang tingkat SMA, 4.294 orang tingkat SMK dan 874 orang untuk tingkat MA.

Sedangkan sampel dalam penelitian ini ditarik dari populasi dengan menggunakan rumus Slovin (Consuelo:1993).
N n = 1 + Ne

Di mana: n = Besaran sampel N = Besaran populasi e = Nilai kritis yang diinginkan Maka
10.889 n= 1 + (10889) (10%) = 92

Responden

Penarikan sampel menggunakan teknik Proportional Stratified Random Sampling di mana jumlah sampel ditarik sesuai dengan proporsi dalam populasinya. (Bambang & Lina: 2005)
Populasi Sampel 1 = Total Populasi x Total Sampel

Maka : Sampel SMA = 5721/10889 x 92 = 48 Responden Sampel SMK = 4294/10889 x 92 = 36 Responden Sampel MA = 874/10889 x 92 = 8 Responden Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan melakukan survei menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data, yang termasuk dalam penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif pada umumnya adalah bersifat deduktif, yaitu dimulai dari penjelasan teoritis yang bersifat umum. Kemudian pandangan teoritis yang bersifat umum itu diuji kebenarannya kepada suatu sampel tertentu yang bersifat khusus untuk diambil suatu kesimpulan. Secara umum penelitian kuantitatif diartikan sebagai suatu penelitian yang menggunaan alat bantu statistik sebagai paling utama dalam memberikan gambaran atas suatu peristiwa atau gejala, baik statistik deskriptif maupun statistik inferensial. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Para responden dibagi ke dalam kelompok kelas I, kelas II dan kelas III setingkat SLTA. Dari segi jenis kelamin, responden dikelompokkan pria sebanyak 50 persen dan perempuan 50 persen. Usia responden adalah usia sekolah tingkat SLTA antara 16 sampai 20 tahun. 2. Waktu menonton televisi Pada umumnya para pelajar menonton TV pada malam hari (53,5%) dan sore hari (20,9%). Sedangkan 18,6% menonton TV pada siang hari dan hanya 7% pada pagi hari.

No 1. 2. 3. 4.

Tabel 1 Waktu Menonton Televisi Waktu Menonton F Pagi hari 7 Siang hari 17 Sore hari 19 Malam hari 49 Jumlah 92

% 7 18,6 20,9 53,5 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 92

Sementara waktu yang dihabiskan di depan televisi setiap hari rata-rata 2-5 jam (79,1%) dan 18,6% yang menonton 0-1 jam sehari serta sebanyak 2,3% menonton TV selama 6-10 jam sehari. Tabel 2 Waktu Menonton Televisi No Waktu Menonton F % 1. 0-1 jam 17 18,6 2. 2-5 jam 73 79,1 3. 6-10 jam 2 2,3 4. 11-15 jam 5. 15 jam < Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian n = 92

3. Tujuan Menonton Televisi Pada umumnya pelajar menonton TV untuk mencari hiburan (52%), sedangkan yang ingin mencari informasi sebanyak (32,6%) dan hanya 2,3% untuk tujuan pendidikan, selebihnya 13,1% untuk tujuan lain. Tabel 3 Tujuan Menonton Televisi Tujuan Menonton F Mencari hiburan 48 Mencari informasi 30 Untuk pendidikan 2 Dll 12 Jumlah 92

No 1. 2. 3. 4.

% 52 32,6 2,3 13,1 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 92

Setelah menonton tayangan televisi banyak pelajar akan mengabaikan apa yang baru dia saksikan (39,5%). Namun jumlah yang menjadikan tayangan televisi sebagai referensinya juga cukup signifikan, yakni 25,6%. Selebihnya 18,6% memikirkan/menganalisanya dan 16,3% yang mendiskusikannya.

No 1. 2. 3. 4.

Tabel 4 Tindakan Setelah Menonton Tindakan Setelah Menonton F TV Memikirkan/Menganalisa 17 Dijadikan referensi 24 Mendiskusikannya 15 Mengabaikannya 36 Jumlah 92

% 18,6 25,6 16,3 39,5 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 92

4. Jenis Tontonan Jenis tontonan hiburan berupa musik adalah yang paling disukai pelajar (44,3%), disusul tayangan berita (20,9%), film Barat (18,6%), olahraga (9,3%), Kartun (4,6%), dan sinetron 2,3%. Tabel 5 Jenis Tontonan Jenis tontonan Berita Sinetron Film Barat Kartun Musik Olahraga Jumlah

No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sumber : Hasil Penelitian n = 92

F 19 2 17 4 41 9 92

% 20,9 2,3 18,6 4,6 44,3 9,3 100

Jenis tayangan berita yang paling disukai pelajar adalah berita kriminal (60,5%), politik (13,9%), ekonomi (11,6%), infotainment (9,3%). Tabel 6 Jenis Berita Jenis Berita Berita Kriminal Berita Politik Berita Ekonomi Infoteinmen Dll Jumlah

No 1. 2. 3. 4. 5.

F 56 13 11 8 4 92

% 60,5 13,9 11,6 9,3 4,7 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 92

Sedangkan jenis film yang paling disukai adalah film perang (62,8%) dan film action/laga (23,3%) yang mana keduanya adalah jenis film yang cenderung menampilkan aksi kekerasan.

No 1. 2. 3. 4. Sumber : Hasil Penelitian n = 92

Tabel 7 Jenis Film Yang Ditonton Jenis Film Film Action/Laga Film Perang Film Asmara Dll Jumlah

F 21 58 13 92

% 23,3 62,8 13,9 100

5. Frekuensi Menonton Tayangan Kekerasan Pada umumnya para pelajar ternyata suka menyaksikan tayangan kekerasan (55,8%), bahkan 23,3% sangat menyukainya. Jumlah yang tidak suka lebih sedikit (16,3%) dan sangat tidak suka 4,6%.
No 1. 2. 3. 4. Sumber : Hasil Penelitian n = 92 Tabel 8 Tingkat menyukai tayangan kekerasan Tanggapan F Sangat Suka 21 Suka 51 Tidak Suka 15 Sangat Tidak Suka 5 Jumlah 92 % 23,3 55,8 16,3 4,6 100

Meski jumlah yang jarang menonton tayangan kekerasan sebanyak 55,8%, namun yang sering menontonya juga banyak, yakni 41,9% dan 2,3% sangat sering.
No 1. 2. 3. 4. Tabel 9 Frekuensi Menonton Tayangan Kekerasan Frekuensi Kekerasan F Sangat Sering 2 Sering 39 Jarang 51 Tidak Pernah Jumlah 92 % 2,3 41,9 55,8 100

Sumber : Hasil Penelitian n = 92

Meski menyukai, namun pada umumnya pelajar berpendapat tayangan kekerasan tidak perlu (60,5%) dan 9,3% sangat tidak perlu. Namun ada 30,2% yang menyatakan perlu.
Tabel 10 Tanggapan Pelajar Terhadap Tayangan Kekerasan No Tanggapan F % 1. Sangat Perlu 2. Perlu 28 30,2 3. Tidak Perlu 56 60,5 4. Sangat Tidak Perlu 8 9,3 Jumlah 92 100 Sumber : Hasil Penelitian n = 92

6. Motivasi Tayangan Kekerasan Di Televisi Perilaku kekerasan seperti mencubit, memukul, menampar pernah dilakukan pada umumnya pelajar (65,2%), bahkan ada 13,9% yang mengaku sering melakukannya. Sedangkan 20,9% tidak pernah melakukan kekerasan.
Tabel 11 Perilaku Kekerasan Pelajar No Perilaku Kekerasan F 1. Sangat Sering 2. Sering 13 3. Pernah 60 4. Tidak Pernah 19 Jumlah 92 Sumber : Hasil Penelitian n = 92

% 13,9 65,2 20,9 100

Perilaku kekerasan yang dilakukan pelajar karena termotivasi oleh tayangan kekerasan di televisi (13,9%) dan 7% lainnya sangat dimotivasi oleh tayangan tersebut.
Tabel 12 Motivasi Tayangan Kekerasan No Motivasi Tayangan F 1. Sangat Memotivasi 6 2. Memotivasi 13 3. Tidak Memotivasi 56 4. Sangat Tidak Memotivasi 17 Jumlah 92 Sumber : Hasil Penelitian n = 92 % 7 13,9 60,5 18,6 100

Pembahasan Dari sebanyak 92 responden yang merupakan pelajar tingkat SLTA di Kecamatan Medan Tembung, 51 orang (55%) adalah pria dan 41 orang (45%) adalah perempuan. Sebanyak 20% responden menyukai tayangan berita di televisi dan dari yang menyukai berita tersebut, 60,5% lebih menyukai tayangan berita kriminal. Hal ini berbanding lurus dengan jenis film yang lebih disukai yakni jenis film perang (62,8%) dan jenis film laga/action (23,3%). Pada umumnya pelajar (55,8%) suka tayangan yang menampilkan aksi kekerasan dan 41,9% mengaku sering menyaksikan tayangan seperti itu. Mereka menyatakan tayangan yang berbau kekerasan itu perlu dilihat pelajar (30,2%), meski yang menyatakan tidak perlu masih jauh lebih banyak yakni 60,5%. Para pelajar ini pada umumnya juga pernah melakukan kekerasan (65,1%) dan yang menyatakan sering melakukan kekerasan sebanyak 13,9%, selebihnya 20,9% tidak pernah melakukan kekerasan seperti memukul, mencubit dan menampar. Jumlah ini sebanding dengan jumlah pelajar yang termotivasi melakukan tindakan kekerasan karena tayangan televisi. Sebanyak 13,9% mengaku perilaku kekerasan yang dilakukannya termotivasi oleh tayangan televisi, meski jumlah yang tidak termotivasi masih jauh lebih besar (60,5%) dan yang sangat tidak termotivasi 18,6%. Kesimpulan Frekuensi tayangan kekerasan di televisi semakin tinggi, sesuai dengan keinginan masyarakat penonton televisi yang memang menggemari tayangan seperti itu. Kalangan pelajar adalah salah satu kelompok masyarakat yang menyukai tayangan yang berbau kekerasan.

Hobi menyaksikan tayangan kekerasan tersebut ternyata menimbulkan motivasi bagi pelajar untuk melakukan tindakan kekerasan yang sama. Baik secara sadar ataupun tidak sadar mereka memiliki kecenderungan melakukan tindakan kekerasan seperti yang dilihatnya di televisi. Saran Berdasarkan kesimpulan yang didapat, maka para pengelola televisi perlu memperhatikan dampak dari materi siaran tayangan kekerasan yang ditampilkan karena berdampak buruk bagi perkembangan pelajar. Tayangan kekerasan di televisi swasta nasional perlu dikurangi frekuensinya dan sebaliknya semakin mengedepankan program tayangan yang bersifat mendidik. Juga siaran reka ulang sangat tidak bermanfaat. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Anwar, Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas: Jakarta, Rajawali Press,1988. Consuelo, G.Sevilla, et. All, Pengantar Metode Penelitian (terjemahan Alimuddin Tuwu), Jakarta: UI Press, 1993. Effendy, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992. Joy, Television Exposure and Childrens Aggresive Behavior. Mass CommunicationReview Yearbook III. Sage Publications. Beverly Hills: 1977. Liebert And Baron, Some Immediate Effects of Televised Violence on Childrens Behavior. Development Psychology, VI, 1972. Prasetyo, Bambang dan Miftahul Jannah, Lina, Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994. Robert M Liebert and Joyce Sprafkin, The Early Windows: Effects of Television on Children and Youth, edisi ke tiga, 1988. Siregar, Ashadi, Etika Komunikasi (bagian ke 2), Yogyakarta: Seksi Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan FISIP UGM, 1983. Stewart L Tubbs and Sylvia Moss, Human Communication, 1996. Susanto, Astrid S, Komunikasi dalam Teori dan Praktek I, Bandung: Bina Cipta, 1986. William, Raymond, Television, Tecnology and Cultural From, London: Fontana, 1975. Wright, Charles R, Sosiologi Komunikasi Massa, Cetakan ke-tiga , Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988.

THE SEARCH FOR THE PERFECT NUMERAL SYSTEM, WITH PARTICULAR REFERENCE TO SOUTHEAST ASIA Dra. Wan Anayati, MA Abstract Apabila kita mengadakan perbandingan antar-bahasa, kita boleh saja beranggapan bahwa bahasa yang satu lebih atau kurang ideal dibandingkan bahasa yang lain. Sistem penghitungan dalam bahasa merupakan salah satu cara dimana kita dapat melakukan perbandingan semacam itu. Dengan mengambil contoh-contoh pada sejumlah bahasa di Asia Tenggara, penulis beranggapan bahwa sistem penghitungan seharusnya mencerminkan bagaimana angka-angka ditulis dengan figur. Kini, cara desimal untuk menulis angka-angka hampir bersifat universal. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa sistem penghitungan yang ideal dalam budaya penghitungan yang moderen seharusnya juga desimal. Dalam makalah ini penulis akan memfokuskan pada perkalian dan penjumlahan dalam sistem penghitungan desimal. 1. INTRODUCTION The title of this article - which should not be interpreted without a certain element of humor - is taken from that of a book by Umberto Eco (Eco 1997). While I doubt whether one can evaluate any language as a whole as being more or less ideal than any other, such a comparison may be possible in certain very restricted parts of the structure of a language, and the numeral system is one area where one might be able to make such a comparison. In the following sections, I will try to do this with respect to selected Southeast Asian languages. In the final section, however, I will express a number of caveats with respect to the notion of ideal numeral system, suggesting that even here the notion of ideal may not be so easy to define. I will make a number of assumptions in the definition of an ideal numeral system. First, I will assume that the numeral system should mirror closely the way numbers are written by means of figures. In the present-day world, the decimal way of writing numbers is almost universal, so I will assume more specifically that an ideal numeral system in a modem, numerate culture should be decimal - though this does not exclude the possibility that in other scenarios a numeral system with some other base would have been ideal, a concrete example being the ancient Mayan system, which both linguistically and in its notational system was vigesimal (base 20). Incidentally, even those Southeast Asian cultures which optionally or obligatorily use their own notation for figures, such as Burmese, Khmer, and Thai, nonetheless have a decimal system for this notation. A decimal system is characterized ideally by the following features. The numerals 1 - 9 are expressed by distinct morphemes. There is a distinct morpheme for 10, and products of 10 are expressed by a conventionalized means of indicating multiplication, as in Indonesian dua puluh 20, i.e. two ten, i.e. 2 x 10, with the convention that a smaller number followed by a larger number is to be interpreted as multiplication. Numerals in between products of 10 are expressed by a conventional means of indicating the addition of the remainder to the power of 10, as in Indonesian tiga puluh sembilan 39, i.e. three ten nine, i.e. 3 x 10 + 9, with the convention that a larger numeral followed by a smaller number is to be interpreted as addition. Ideally, a decimal system should also have a systematic way of expressing powers of 10 (exponentiation), and indeed this is found to

some extent in the international system for higher powers of 10 (bi-Ilion, tri-ilion, quadrillion, etc.). However, no language seems to use such a system without exception for the lower powers of 10, so that we rather find portmanteau forms like English hundred for 102, thousand for 1O3, etc. I will not discuss further the expression of powers of 10. In this paper, I will concentrate on multiplication and addition in a decimal numeral system. There are other features that should surely be imposed on an ideal numeral system, such as expressibility (i.e. the possibility of expressing any number) and absence of ambiguity, and indeed I have discussed such features in Comrie (1997), but I will not discuss them further in the present context. As a starting point, one might ask how English and other major European languages fare in terms of such an ideal system. Basically they operate in terms of transparent multiplication and addition, with addition proceeding from higher to lower powers of 10, as in English three thousand five hundred and six 3506 (i.e. 3 x 1000 + 5 x 100 + 6), there are nonetheless a rather large number of deviations from this pattern. In English, the forms of the l0s use not the element ten but rather -ty, and there are some morphophonological irregularities of combination (cf. five but fif-teen). The teens again do not use the element ten, but rather a different suffix -teen, and invert the usual order by having the unit before this suffix, as in six-teen 16, i.e. 6 + 10, again with some morphophonological irregularities (e.g. fif-teen), and with at least one complete irregularity, namely eleven 11, which is synchronically unanalyzable. Other irregularities found in other major European languages include a partial foray into vigesimalism in French, where 80 is expressed as quatrevingts, literally four-twenties, i.e. 4 x 20, an unexpected portmanteau form for 40 in Russian (sorok), and consistent inversion of the tens and units in German and Dutch (ein-und-zwanzig and een-en-twintig respectively for 21, lit. one- and-twenty). Note finally, before we proceed to Southeast Asia, that I am not concerning myself explicitly with how multiplication and addition are expressed, so long as there is a consistent way of indicating them, as in the analysis of the Indonesian forms given above. Of course, an ideal system should operate consistently, so that English is inconsistent in sometimes requiring expression of the unit in multiplication (e.g. a/one hundred 100), and sometimes not (e.g. ten 10), while French is inconsistent in sometimes requiring overt expression of addition (e.g. vingt-et-un 21, lit, twenty-and-one), sometimes disallowing it (e.g. vingt-deux 22, lit, twenty-two). In the Southeast Asian languages considered below, the basic system is consistently decimal, with (covert) indication of addition and multiplication as in the Indonesian example analyzed at the beginning of this section. Nonetheless, individual languages have more or fewer deviations from this ideal system, as illustrated in the following sections.

2. INDONESIAN [The source of my data on Indonesian is Sneddon (1996: 184 - 185).] Indonesian comes close to the ideal system outlined in section 1. The basic structure is as follows: A smaller numeral followed by a larger numeral is interpreted as multiplication; a larger numeral followed by a smaller numeral is interpreted as addition; all multiplications are carried out before addition. This can be seen in example (1): (1) dua ribu enam ratus tiga puluh sembilan two thousand six hundred three ten nine 2639 (i.e. 2 x 1000 + 6 x 100 + 3 x 10 + 9)

To this general pattern, there are only two exceptions. One is essentially morphophonological, in that the numeral 1 in multiplication is expressed as the prefix serather than the separate word satu in the powers of 10 from 10 through 1000, and optionally in the case of million, e.g. se-ribu 1000 (i.e. 1 x 1000); both prefix and separate word are attested elsewhere in the languages, so this is making use of an already existing set of forms. The second is that the formation of the teens falls outside the general pattern, so that 10 + n is expressed as n belas, e.g. tiga belas is 13 (i.e. three teen); the form for 11 combines this with the morphophonological property just noted to give sebelas. 3. MANDARIN CHINESE [The source of my data on Mandarin is Yip and Rimmington (1997: 1112) and Chao (1968: 567575).] Although Chinese is gographically an East Asian rather than a Southeast Asian language, its presence in the area, especially through cultural influence on other languages - Thai, for instance, has borrowed most of its numerals from Chinese justifies at least a brief treatment in the present context, especially as Chinese, here illustrated by Mandarin, fits well into the general Southeast Asian pattern, close to the ideal system. The general pattern is essentially as given above for Indonesian, as illustrated in (2): (2) w- bJi yi-shi r five-hundred one-ten two 512 (i.e. 5x 100 + l x 10 + 2) (Note that this pattern also extends to the teens. It would also be possible to omit the morpheme y 1 of yi-shi.) The main exception to this regular pattern concerns variant forms of the numeral 2, namely r and ling. (A further complication is discussed in section 8.) In numerals, generally, the variant r is used. However, hang is an optional variant before products of powers of 10 from 100 upwards, i.e. 200 can be either r- bai or ling-bffi two-hundred. In addition, the numeral 1 undergoes tone sandhi, so that it has falling tone in (2), but level tone in isolation. 4. THAI [The source of my data on Thai is Smyth (2002: 172174).] Thai follows essentially the same pattern as Indonesian, as can be seen in example (3): (3) s phan ha ry si sip ct two thousand five hundred four ten seven 2547 (i.e. 2 x 1000 + 5 x 100 + 4x 10 + 7) This same pattern extends to the teens, which are thus formed regularly, as in (4): (4) sip s ten two 12 (i.e. [1 x] 10 + 2) (Note that Thai does not express 1 before 10, although it optionally does so before 100 and higher powers of 10, e.g. (n)phan 1000 (i.e. 1 x 1000).) Nonetheless, there are two striking deviations from the ideal pattern set out in section 1: First, whenever I appears as the final element of an additive compound numeral, in place of the word nfzj 1 one finds rather t, as in (5): (5) sii sip t four ten one 41 (i.e. 4 x 10 + 1) Second, 20 is expressed using a different word for 2, as in (6) [cf. (4) above]: (6) yii sIp two ten

20 (i.e. 2 x 10) Moreover, when 20 is followed by a unit in an additive construction, the combination as given in (6) may optionally be reduced to yip, although the full form as in (6) is also possible. 5 KHMER [The source of my data on Khmer is Jacob (1998: 8183).] Khmer presents a rather larger number of departures from the ideal system as presented in section 1. First, the numerals 69 are expressed as if in a quinary system, i.e. 6 is expressed as 5 + 1, as in (7): (7) pram-muy five-one 6 (i.e. 5 + 1) However, the quinary system plays no part in multiplication (i.e. there are no forms interpreted as n x 5), nor in exponentiation (i.e. there are no morphemes interpretable as 125, or more generally 5). The word for 10 is dap, and the teens are formed regularly, as in (8): (8) dap-pii ten-two 12 (i.e. 10 + 2) However, the products of 10 from 30 to 90 are expressed using morphemes borrowed from Thai. Thus, although 3 is by and 10 is dap, the form for 30 is as given in (9): (9) saam-sap three-ten 30 (i.e. 3 x 10) Although this is sometimes described by saying that the words for the tens are not synchronically analyzable in Khmer, this is not strictly speaking correct, since the recurrent element -sap is found in all of the tens 30-90 and is thus synchronically an irregular allomorph of the word for 10. Likewise a form like saam- is more appropriately treated synchronically as an irregular allomorph of the word for 3. These forms for the tens have a synchronically transparent internal structure. Beyond this, the word for 20 is completely irregular, namely mephiy. Note that products of the higher powers of 10 are formed regularly, thus giving rise to combinations like (10): (10) pram-muy-rccy saam-scp-budn five-one-hundred three-ten-four 634(i.e.(5+ 1) x 100+3 x 10+4) In other words, Khmer illustrates basically the same kind of structure as in the other cited Southeast Asian languages, but with rather more deviations, 6. VIETNAMESE [The source of my data on Vietnamese is Thompson (1987: 184 - 190).] The basic forms in Vietnamese follow the same pattern as we have already seen in other Southeast Asian languages, with a decimal system using multiplication and addition, as in example (11): (11) ba muoi bn three ten four 34(i.e.3x 10+4) However, as in some of the other languages considered, there are some morphophonological changes, in Vietnamese concerning tone. When used as the multiplicand to express the tens, the word much 10 has the high level tone (no diacritic in Vietnamese orthography), while in isolation it has the low level tone, indicated

orthographically by means of a grave accent, i.e. muoi 10, and this form is also used in teens, which are formed regularly, as in (12): (12) muoi mqt ten one 11 (i.e. 10 + 1) The numeral 1 in isolation, and also following an unmultiplied power of 10 (i.e. in 11, 101, 1001, etc.), has the sharp falling tone, indicated orthographically by a subscript dot, e.g. mot 1; but after other products of powers of 10 its tone is rising, indicated orthographically by means of an acute accent, as in (13): (13) hai muoi m two ten one 21 (i.e. 2 x 10 + 1) In addition, there are certain contractions that are frequent at least in the spoken language. Thus, for 20 followed by a unit, in addition to the full form just given there is also a contracted form as in the alternative form ham mt 21; 30 behaves similarly. But for 40 upwards, in compound numerals involving addition of a unit the abbreviation is rather through omission of the word for 10, as in (14): (14) bn (muoi) chin four ten nine 49 (i.e. 4 x 10 + 9) 7. BURMESE [The source of.my data on Burmese is Comyn and Roop (1968: 30-32, 355- 356); tones are marked by means of one of the four symbols{=;. } after the syllable.] Burmese also evinces the same basic system as in other Southeast Asian languages, as can be seen in example (15): (15) hyi-ya. hcau-hse. thoun: eight-hundred six-ten three 863, i.e. 8 x 100+6x 10 +3 Departures from this regular system concern morphophonological alternations, some (but not all) of which are paralleled elsewhere in the language. For instance, in some of the tens the element -hse10 is voiced to -ze, e.g. nga:-ze 50, lit, five-ten. This same element also changes its tone when followed by a unit, as in the expression for 60 in (15); the same is true of expressions for the other powers of 10 when followed by a lower power of 10 (including a unit). The numerals 1, 2, and 7 change their last vowel when multiplying a power of 10, and also lose their tone, so that 2 is hni, but 20 is hna-hse, lit. two-ten; this vowel change also occurs when these numerals precede numeral classifiers, i.e. it is not idiosyncratic to the formation of numerals. 8. PARADISE LOST ... AND REGAINED The presentation of material on Southeast Asian numeral systems suggests that they come close to the ideal numeral system proposed in section 1, certainly much closer than most major European languages. But a little more thought suggests putting the numeral systems of languages of Southeast Asia in a somewhat different perspective, especially once one starts considering the departures from the ideal system. First, numeral systems are heavily cultural objects, and cultural pressures can override ideal structure. We saw this in section 5, where the Khmer numerals for the tens are borrowed from Thai, thus giving rise to synchronically irregular allomorphs that reflect diachronically Thai equivalents of the usual Khmer morphs. A perhaps even more striking example is seen slightly outside our geographical area. In Tok Pisin, the Englishlexified lingua franca of most of Papua New Guinea, the traditional system was ideal, with the exception of a few morphophonological alternations, as in (16) - (17):

(16)

wan-pela ten tu one-SUFFIX ten two l2 (i.e. l x 10 + 2) (17) tri-pela ten tri three-SUFFIX ten three 33 (i.e. 3 x 10 + 3) However, in current usage, these traditional numerals are replaced by their standard English equivalents (in local pronunciation and spelling), with all the idiosyncrasies of standard English, i.e. twelv, teti-tri, respectively (Mihalic 1971: 20). Second, in a numerate culture, making frequent use of numerals, there is some advantage to having shorter forms, especially where this does not lead to ambiguity. In this way one can account for the contracted forms for 20 in Thai and Vietnamese (in the latter language, also 30). A prelude to contraction can be seen in various morphophonological alternations, which also serve economy of pronunciation. A further contraction may be observed in Thai and Vietnamese - and perhaps some other languages, although shorter descriptions even of Thai and Vietnamese often fail to note the contraction under consideration. In both languages, a numeral like 2200 can be expressed simply by saying two thousand two, with the convention that the apparent unit in fact refers to the next lower power often, i.e. here 2 x 1000 + 2 x 100. Thai forms are discussed by Noss (1964: 110ill); a Vietnamese example is given in (18): (18) hai ngn hai two thousand two Now, this contraction actually gives rise to an ambiguity, since (18) can mean not only 2200 but also 2002 (but not 2020, since the contraction is only possible where the final component is of the next lower power of ten relative to the preceding element). If it is necessary to express unequivocally 2200, then one can add the word for 100; in Vietnamese at least, putting and before the final element unequivocally indicates 2002 (and the morphophonology of 1 means that there is always a distinction between contracted 1001, with sharp falling tone on the element 1, and 1100, with rising tone on this element. Finally, a radically different form, whether an irregular combination or a portmanteau morph, can serve to quickly identify a particular numeral. Thus, for instance, the portmanteau Russian numeral sorok 40 is readily identifiable as such, without any need to identify morphemes for 4 and ten. This might account for the other irregularities noted above, such as the formation of the teens in Indonesian, or Khmer 20, and also other occasional anomalies, such as the alternative form for 500 in Vietnamese: na ngn, literally half thousand. Language is always an arena of tension between the competing forces of clarity (favoring more extended formulations) and economy (favoring more concise formulations), and our characterization of the ideal numeral system in section 1 pays attention only to the former of these. Typologically, Southeast Asian numeral systems seem to place more emphasis on clarity, but economy is never completely absent.

REFERENCES Chao, Yuan Ren. 1968. A Grammar of Spoken Chinese. Berkeley: University of California Press. Comrie, Bernard. 1997. Some Problems in the Theory and Typology of Numeral Systems. In B. Palek (ed.): Proceedings of LP96, 41 - 56. Prague: Charles University Press. Cornyn, William S. and D. Haigh Roop. 1968. Beginning Burmese. New Haven, CT: Yale University Press. Eco, Umberto. 1997. The Search for the Perfect Language. Oxford: Blackwell. Linguistik Indonesia, Tahun ke 22, No. 2, Agustus 2004 Jacob, Judith M. 1968. Introduction to Cambodian. Oxford: Oxford University Press. Mihalic, F. 1971. The Jacaranda Dictionary and Grammar of Melanesian Pidgin . Milton, Qid.: Jacaranda Press. P.20. Noss, R. B. 1964. Thai Reference Grammar. Washington, D.C.: Foreign Service Institute. Smyth, David. 2002. Thai: An Essential Grammar. London: Routledge. Sneddon, James Neil. 1996. Indonesian Reference Grammar. St Leonards, NSW: Allen & Unwin. Thompson, Laurence C. 1987. A Vietnamese Reference Grammar. Revised ed. Honolulu: University of Hawaii Press. Yip Po-Ching and Don Rimmington. 1997. Chinese: An Essential Grammar. London: Routledge.

III. Volume 10 No. 3 Desember 2009

MOTIF-MOTIF MASYARAKAT KOTA TEBING TINGGI MENGGUNAKAN INTERNET 8 (Survei Pada Pengguna Warnet Di Kota Tebing Tinggi) Oleh : Budiman ** Abstract This study attempted to know the motivation of Tebing Tinggis people using internet, in the perspective Uses and Gratifications theory. Using internet , people have needs and motives based on the diverse social characteristics. That was why, researcher wanted to know the using of internet based on the media's scheme - persons interactions that covered the needs of the information, diversion, and personal identity. This study used as many as 50 respondents. The result in this research found that internet using based on information needs, could facilitate the users to find information and increase knowledge. In fulfilling the needs of diversion; positively could cause feelings of happines, and than to fulfill needs of personal identity, internet had helped users to search for ideas and thoughts to create, maintain and enchance the cooperation with various parties. Keywords: User Motives in Using Internet

Telah dipresentasikan pada Seminar Hasil Penelitian BBPPKI Medan di Kota Parapat, Kabupaten Simalungun Tanggal 29 Juli 2009 dan pada Temu Ilmiah Balitbang SDM, Depkominfo RI, Di MMTC Jogyakarta tanggal 5-6 Oktober 2009. ** Penulis adalah Peneliti Pertama Bidang Komunikasi pada BBPPKI Medan

Latar Belakang Masalah Teknologi Komunikasi dan Informatika (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT) semakin dirasakan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia modern. Perkembangan TIK mendapat perhatian pemerintah. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika yang konsen terhadap perkembangan TIK melakukan beberapa aksi baik melalui programprogram maupun dengan kebijakan-kebijakan. Salah satu aksinya adalah membangun Community Acces Point (CAP). Community Access Point (CAP) di Indonesia sendiri memiliki banyak wujud, di antaranya akses internet yang ada di warnet-warnet yang tergabung dalam Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari). Selain itu, ada juga Warung Masyarakat Informasi (Warmasif) yang menyediakan akses informasi tentang pelayanan publik di 50 lokasi di Indonesia. Disamping itu adanya teknologi internet telah merangsang munculnya bisnis penyedia jasa internet yakni warnet. Istilah Warnet merupakan istilah khas Indonesia untuk warung internet. Warung adalah kalimat yang sangat akrab bagi telinga kita. Karena itulah ketika banyak pengusaha mulai membuka usaha berjualan layanan internet maka mereka memberi nama Warung Internet bagi usahanya. Bisnis warnet sudah tumbuh subur di Indonesia terutama di daerah perkotaan. Perkiraan resmi dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terhadap jumlah pelanggan dan pemakai internet selama ini dan perkiraan sampai akhir tahun 2006 adalah sesuai dengan tabel berikut ini: Perkembangan Jumlah Pemakai Internet (kumulatif*) Di Indonesia
Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007* Pelanggan 134.000 256.000 400.000 581.000 667.002 865.706 1.087.428 1.500.000 1.700.000 2.000.000 Pemakai 512.000 1.000.000 1.900.000 4.200.000 4.500.000 8.080.534 11.226.143 16.000.000 20.000.000 25.000.000

* Perkiraan s/d akhir 2007


Sumber : www.apjii.or.id

Demi mendukung perkembangan TIK khususnya pemanfaatan internet di Provinsi Sumatera Utara dalam menunjang berbagai aktivitas, Gubernur Sumatera Utara Drs. Rudolf M. Pardede mencanangkan 2008 sebagai tahun kebangkitan TIK. Bisnis warnet di Kota Tebing Tinggi sudah muncul sekitar tahun 2000 dan mengalami kemajuan yang sangat pesat sekitar dua tahun terakhir, hingga saat ini jumlah usaha warnet mencapai lebih dari 15 tempat dan rata-rata sehari terdapat sekitar 50 pengguna yang mengunjungi di setiap warnet. Para pengguna sangat menyambut baik dengan menunjukkan minat yang tinggi terhadap adanya warnet. Media internet muncul sebagai sarana yang ampuh menjangkau khalayak dengan cepat dan mudah tanpa mengenal rintangan jarak dan waktu dan proses yang kompleks. Internet menjadi semakin dekat dengan masyarakat dengan sifatnya hampir sama dengan televisi atau media massa lainnya sehingga setiap orang dapat menggunakan media tersebut tanpa harus berada di tempat yang khusus. Bagi masyarakat perkotaan dewasa ini sudah tidak asing lagi dengan istilah warnet (warung internet). Bagi pengguna ( user) yang tidak memiliki perangkat komputer yang belum tersambung dengan jaringan internet

biasanya dapat mengakses di warnet. Beberapa aktifitas melalui komputer ataupun internet dapat dilakukan disini seperti mencari informasi (browshing), chatting, e-mail, bahkan bermain game. Internet semakin mampu meningkatkan intensitas dan kecepatan serta jangkauan komunikasi dengan pengaruh sosial yang cukup besar. Komunikasi dapat dilakukan manusia dengan begitu luas dan cepat dengan hadirnya internet. Internet akan lebih mengefisienkan waktu dan sistem kerja dibandingkan dengan komunikasi/ informasi secara manual, yang membutuhkan waktu yang lama dan tempat yang terbatas. Dengan memiliki keunggulan dalam efesiensinya ini, internet menjadi salah satu fenomena komunikasi bermedia yang terus berkembang serta semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Pemerintah Indonesia bahkan mulai mendorong kepada warganya untuk menggunakan media Internet seperti yang dilakukan oleh Depkominfo yang mensponsori penayangan berbagai iklan di media televisi. Dimana iklan tersebut menggambarkan bahwa anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun dapat memanfaatkan media internet sebagai akses pencarian data jika diberikan tugas membuat kliping. Tapi apakah penggunaan internet memang dapat memberikan manfaat positif atau malah dapat berdampak negatif pada para penggunanya masih dapat belum dipastikan, Seperti dijabarkan diatas ada banyak manfaat positif yang didapat dari penggunaan media internet, tapi ada juga beberapa dampak negatif yang dapat dialami oleh para pengguna internet. Seperti diketahui bahwa pengguna media internet dapat menelusuri apa saja yang diinginkannya, terlepas dari apakah hal tersebut memberikan kontribusi positif bagi pengguna tersebut atau bahkan berdampak rusaknya moralitas penggunanya. Asumsi penggunaan sebuah media massa termasuk internet mendorong terciptanya pemenuhan kebutuhan (gratifikasi media atau kepuasan) atau akibat yang tidak diinginkan (ketidakpuasan), maka penggunaan internet diprediksi akan menimbulkan dampak tertentu dalam diri masyarakat berupa gratifikasi media atau tingkat kepuasan dalam menggunakan media internet. Berbagai fungsi dan manfaat yang didapat dari internet tidak terlepas dari motifmotif bagi penggunanya, untuk itu peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini. Rumusan Masalah Dari uraian diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Motif-motif apakah yang mendorong masyarakat Kota Tebing Tinggi menggunakan Internet ? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan secara umum mengenai motif-motif yang mendorong masyarakat Kota Tebing Tinggi menggunakan Internet. Manfaat Penelitian : Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini walau hanya pada sebuah kota diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pemerintah melalui Depkominfo ataupun Pemerintah Daerah khususnya untuk mengkaji stategi perkembangan TIK khususnya internet dalam hal tren penggunaannya. Manfaat Teoretis Penelitian ini untuk mengetahui penerapan pendekatan Uses and Gratifications, dimana dalam penelitian berusaha untuk mengidentifikasi unsur motif-motif yang menjadi pendorong khalayak untuk menggunakan internet. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan studi komunikasi serta

mampu memperkaya varian, alternatif rujukan serta sebagai khasanah referensi dalam penelitian-penelitian tentang khalayak di masa mendatang terhadap pemanfaatan industri teknologi komunikasi dan informasi. KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Terkait dengan motif-motif penggunaan internet, dalam teori Uses and Gratifications mengusulkan bahwa khalayak (pengguna) memainkan peran dalam pemilihan dan penggunaan media. Khalayak berperan aktif dalam mengambil bagian dalam proses komunikasi dan diorientasikan pada tujuan penggunaan media (http://www.uky.edu/~drlane/capstone/contexts.htm). Menurut pencetus teori ini, Blumler dan Katz (1974) mengutarakan bahwa seorang pengguna media mencari sumber media yang terbaik guna memenuhi kebutuhan mereka. Konsep dasar yang diteliti dari teori tersebut adalah : sumber sosial dan psikologis dari kebutuhan, yang melahirkan, harapan-harapan, dari media massa atau sumber-sumber lain yang menyebabkan, perbedaan pada pola terpaan media atau keterlibatan dalam kegiatan lain, dan menghasilkan, pemenuhan kebutuhan serta, akibatakibat ,lain, bahkan akibat-akibat yang tidak dikehendaki (dalam Rakhmat, 2007). Masyarakat memiliki tipologi kebutuhan dan motif beraneka ragam terhadap media berdasarkan karakteristiknya sosialnya. Menurut Mc.Quail (2002), ada empat tipologi motivasi khalayak dalam menggunakan media, yaitu : 1. Diversion ; melepaskan diri dari rutinitas dan masalah, sarana pelepasan emosi. 2. Personal relationships; yaitu persahabatan, dan kegunaan sosial. 3. Personal identity; yaitu referensi diri, eksplorasi realitas, dan penguatan nilai. 4. Surveillance; bentuk-bentuk pencarian informasi. Mengenai fungsi media massa terhadap pemenuhan kebutuhan audien tersebut, Harold D Laswell pernah mengajukan 3 fungsi media yaitu yaitu pengawasan (Surveillance), korelasi (Correlation), dan transmisi budaya atau sosialisasi (Cultur Transmission and Socialisation). Tiga fungsi ini kemudian ditambah oleh Charles Wright yaitu fungsi hiburan (Entertaiment). Di sini media dianggap memberikan hiburan, kesempatan melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, informasi dan lain sebagainya. Menurut Stephenson media massa hanya memenuhi satu jenis kebutuhan saja, yaitu memuaskan hasrat bermain atau melarikan diri dari kenyataan. Sedangkan menurut Wilbur Scramm, media massa memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi. Ahli komunikasi lainnya menyebutkan dua fungsi; media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi menurut Weiss; atau hiburan dan informasi menurut Wilbur Schramm. Yang lain lagi menyebutkan tiga fungsi media massa dalam memenuhi kebutuhan, pengawasan lingkungan (surveillance), hubungan sosial (correlation), dan hiburan serta transmisi kultural, seperti yang dirumuskan oleh Harold dan Charles Wright. Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu (Rakhmat, 2004). Dari berbagai jenis kebutuhan tersebut, William J Mc Guire (dalam Muchati 1972) kemudian mengelompokan jenis-jenis kebutuhan tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu kebutuhan yang bersifat afektif (yang berkaitan dengan perasaan) dan kebutuhan kognitif (yang berkaitan dengan pengetahuan). Mengenai kebutuhan kognitif dan afektif Nurudin menjelaskan, kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang

berkaitan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional. (Nurudin, 2007) Sesuai dengan bentuk model-model yang lain, model Uses and Gratifications adalah sebagai berikut :
Anteseden Motif Penggunaan Media Efek

Sumber : Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, 2001.

Definisi Konsep Menurut Shannon dan Weaver (1949) komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak (dalam Wiryanto, 2000). Sementara Hafied Cangara (2007) mengatakan bahwa komunikasi adalah sebuah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya , yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang mediamedia lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular. Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri-ciri seperti: 1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya) 2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual 3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu 4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam 5. Penerima yang menentukan waktu interaksi (http://id.wikipedia.org/wiki /Media_massa) Mencermati beberapa fungsi media massa yang ditulis Dominick (2001) terdiri dari pengawasan, penafsiran, penyebaran nilai, dan hiburan. Berdasarkan fungsi-fungsi ini dapat disimpulkan bahwa media massa sebagai media pembangunan atau proses perubahan ke arah kondisi kehidupan yang lebih baik (Ardianto dkk, 2007). Mengenai fungsi internet juga tidak berbeda dengan media massa pada umumnya yang mempunyai fungsi sosial seperti informasi, edukasi dan hiburan. Sebagai media yang bersifat masif, internet berperan dalam menyampaikan informasi yang sifatnya mendidik, menghibur. Selain sebagai media untuk mendidik, internet dapat juga sebagai media hiburan yang dapat memenuhi selera masyarakat. demikian pula dengan fungsi lainnya. Sebagai media hiburan ia juga dapat berfungsi dalam memenuhi selera masyarakat. Kemudian menurut Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1980) membagi tiga tahap perkembangan peradapan manusia yakni Agricultural, industrial, dan information. (http://en.wikipedia.org/wiki/Alvin_Toffler) Pendapat ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki andil dan sumbangan yang sangat besar dalam pembangunan. Motivasi adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan ( action atau activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Oleh karena itu tidak akan ada motivasi, jika tidak dirasakan rangsangan-rangsangan terhadap hal semacam di atas yang akan menumbuhkan motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan motor dan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan.( http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi)

Sejalan dengan berkembangnya peradaban masyarakat dan kebudayaannya, komunikasi bermedia (mediated communication) mengalami kemajuan pula dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pentingnya peranan media (media sekunder) dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya mencapai komunikan dimana, dan kapan saja. Penemuan internet dianggap sebagai penemuan yang cukup besar, yang mengubah dunia dari bersifat lokal atau regional menjadi global. Karena internet terdapat sumbersumber informasi dunia yang dapat diakses oleh siapapun dan dimanapun melalui jaringan internet. Melalui internet faktor jarak dan waktu sudah tidak menjadi masalah. Dunia seolah-olah menjadi kecil, dan komunikasi menjadi mudah. Dalam hal ini Onno W. Purbo (2001) melukiskan bahwa internet juga telah mengubah metode komunikasi massa dan penyebaran data atau informasi secara fleksibel dan mengintegrasikan seluruh bentuk media massa konvensional seperti media cetak dan audio visual (http://www.geocities. com /inrecent/projec .html). Warung Internet (disingkat : warnet) adalah salah satu jenis wirausaha yang menyewakan jasa internet kepada khalayak umum. Warnet banyak dimanfaatkan oleh mahasiswa, pelajar, profesional dan wisatawan asing. Warnet digunakan untuk bermacam-macam tujuan, bagi pelajar, dan mahasiswa warnet banyak digunakan untuk: mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, melakukan riset, menulis skripsi. Sementara bagi masyarakat umum warnet digunakan untuk: memeriksa kiriman surat elektronik (email) terbaru, melamar pekerjaan, bersosialisasi dan berkomunikasi (chatting), sarana menikmati hiburan dan lain sebagainya ( http://id.wikipedia.org/wiki/ Warnet). Pengguna internet di dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dalam tujuh tahun terakhir pertumbuhan pengguna internet di dunia mencapai 208,7 %. Dari jumlah populasi sebesar 6,574,666,417 jiwa, terdapat 1,114,274,426 pengguna internet atau sekitar 16,9 % dari jumlah populasi tersebut. Sementara di kawasan Asia, peningkatan yang terjadi lebih tinggi lagi, yakni mencapai 248,8 %. Dari populasi sebanyak 3,712,527,624 terdapat 398,709,065 pengguna internet. Pengguna internet di Indonesia hanya berkisar 8,1 persen dari jumlah penduduk atau berkisar 18 juta penduduk dari total penduduk Indonesia yang lebih dari 220 juta orang. Padahal akses internet yang merakyat sangat dibutuhkan bukan hanya sekedar untuk sarana berkomunikasi murah dan cepat, tetapi juga alat untuk mencerdaskan bangsa.( http://www.internetworldstats.com/ ) Minat masyarakat terhadap warung internet (warnet), menurut hasil riset AC Nielsen terkini, menunjukan angka pertumbuhan yang cukup signifikan. Jika pada tahun 2000 warnet merupakan tempat favorit bagi 50% pengguna internet, maka pada tahun 2003 ini diperkirakan meningkat menjadi 64%. Peningkatan tersebut ternyata merupakan dampak dari turunnya jumlah pengguna akses rumahan menjadi 7% pada tahun 2003, dari 13% pada tahun 2000. Tren penurunan tersebut diikuti pula oleh pengguna akses kantoran, dari 42% pada tahun 2000 menjadi 18% pada tahun 2003. (http://free.vlsm. org/ v17/com/ictwatch/paper/paper051.htm). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PT.Telkom tahun 2003, terhadap 1500 responden menyebutkan bahwa sebahagian besar dari pengguna internet terdiri dari kelompok usia antara 17 tahun hingga 30 tahun sebanyak 70%. Berdasarkan data ini pula pula pada umumnya mereka menggunakan internet untuk kepentingan komunikasi elektronik, baik melalui e-mail, chatting maupun instan massaging. Namun ada juga dari sebagian dari mereka menggunakan internet bermain game online. (www.wbizzasia.com,) Definisi Operasional Defenisi operasional dalam penelitian merupakan defenisi yang akan dijelaskan dari beberapa variabel penelitian yang diambil dari unsur teori Grand Theory Uses and

Gratifications , teori pendukung dan konsep-konsep terutama terhadap motivasi seseorang menggunakan media massa. Dengan demikian yang dimaksud dengan : 1. Motif dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mendorong masyarakat Kota Tebing Tinggi untuk menggunakan internet di warnet yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. 2. Masyarakat dalam penelitian ini yang dimaksud adalah pengguna yakni ; masyarakat Kota Tebing Tinggi yang mampu menggunakan atau mengoperasionalisasikan internet dalam kehidupannya. 3. Warung Internet (disingkat: warnet) adalah salah satu jenis wirausaha yang menyewakan jasa internet kepada khalayak umum yang berada di Kota Tebing Tinggi. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara. Salah satu alasan untuk melakukan penelitian ini di Kota Tebing Tinggi adalah mengingat visi dan misi kota ini adalah bercita-cita mewujudkan daerahnya menjadi kota pendidikan dan masyarakat yang berpendidikan. Disamping itu ditambah dari visi Dinas Pendidikan Kota Tebing Tinggi yang ingin mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, menguasai pengetahuan dan teknologi, berwawasan kebudayaan, kebangsaan dan masa depan. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi. Dengan kata lain dalam penelitian ini hanya memberikan deskripsi secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kota Tebing Tinggi dan pengguna warnet. Untuk melihat jumlah populasi pengguna warnet yang ada di Kota Tebing Tinggi, dilakukan pendataan dan wawancara kepada pemilik atau pengelola warnet. Dari pendataan jumlah pengguna selama 7 (tujuh) hari di 15 warnet dapat dilihat pada tabel berikut : Data Warnet Di Kota Tebing Tinggi
NO W A R N E T 1 Spider.Net 2 Green.Net 3 Bio.Net 4 Raja Net 5 Ridho Net 6 Diamond 7 Thamrin. Net 8 Qioz Online 9 Inter. Net 10 Ono Net 11 Sky Link 12 Primkopad. Net 13 One Stop. Net 14 Star Net 15 D.Net Jumlah Rata-Rata Pengunjung 35 75 80 50 50 30 70 50 40 20 40 60 60 50 40 750

Sumber :Data survei tanggal 4-7 Maret 2009.

Dari sekitar 15 warnet yang terdapat di Kota Tebing Tinggi rata-rata pengunjungnya sebanyak 750 orang, dan jumlah ini dianggap sebagai jumlah populasi pengguna warnet di Kota Tebing Tinggi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability, dan untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini merujuk pendapat Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen. (http://home. unpar.ac.id/~hasan/ SAMPLING.doc.). Dan untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini, dilakukan dengan menghitung jumlah rata-rata pengunjung dibagi dengan jumlah warnet yang ada. Maka jumlah sampel yang diperoleh adalah 750 : 15 = 50 orang. Untuk pengambilan sampel dari populasi yang homogen ini memiliki keuntungan yakni terletak pada ketepatan peneliti memilih sumber data sesuai dengan variabel yang diteliti. Selanjutnya kuisioner disebarkan ke limabelas warnet tersebut masing-masing warnet mendapat 3 atau 4 responden. Teknis pengambilan atau penentuan responden di warnet yakni merujuk pada pengunjung bernomor ganjil. Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni : Data Primer ; diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada responden terpilih. Disamping itu juga dilakukan wawancara terstruktur kepada beberapa responden untuk memperkuat data yang terkumpul melalui kuisioner. Data Sekunder ; diperoleh melalui buku-buku, hasil-hasil penelitian terdahulu, makalah, suratkabar, dan pencarian informasi melalui internet. Perancangan Alat Ukur Dan Analisis
No
1 2 Anteseden Motif

Dimensi
Sosiodemografis dan psikologis Kebutuhan Kognitif Kebutuhan Diversi Kebutuhan Identitas Personal Penggunaan Warnet Nilai-nilai

Indikator penelitian
Usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran Kebutuhan informasi, pengawasan lingkungan, eksplorasi realitas. Kebutuhan pelepasan dari tekanan, hiburan Memperkuat/menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan Pengalaman, Durasi yang digunakan, frekuensi penggunaan, isi, jenis, dan manfaat Penilaian terhadap Internet

3 4

Penggunaan Media Sikap

Dari model Uses and Gratifications, dalam penelitian ini akan dibatasi pada dimensi-dimensi motif penggunaan media saja. Analisis Data Data yang terkumpul seluruhnya akan ditabulasikan ke dalam tabel tunggal dan juga membuat beberapa tabulasi silang berdasarkan tujuan penelitian. Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap : 1. Membuat tabel distribusi frekuensi (f ) dan prosentasi (%) serta interpretasi untuk keseluruhan data penelitian. 2. Mengadakan diskusi dan pembahasan hasil temuan data penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Tebing Tinggi terletak di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang berjarak 80 km dari Kota Medan dan berada di jalur lintas jalan nasional menuju Kota Pematang Siantar dan Kota Kisaran. Kota Tebing Tinggi terletak antara 30 19 30 21 Lintang Utara dan 980 9 980 11 Bujur Timur dengan ketinggian antara 26 m 334 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Tebing Tinggi adalah 38.438 Km2 dan secara administratif mempunyai 5 (lima) kecamatan. Dan memiliki jumlah penduduk sebesar 139.409 jiwa, dapat dilihat pada tabel berikut : Kecamatan Di Kota Tebing Tinggi
NO 1. 2. 3. 4. 5. Kecamatan Padang Hulu Rambutan Padang Hilir Tebing Tinggi Kota Bajenis Total Sumber : Data BPS Kota Tebing Tinggi 2007 Luas (Km) 8,511 5,935 11,441 3,473 9,078 38,438 Jumlah Penduduk 24277 27647 27419 29783 30283 139.409

Wilayah Kota Tebing Tinggi berbatasan dengan : : Kebun Rambutan, PTPN III Kabupaten Serdang Bedagai ; : Kebun Paya Pinang, Kabupaten Serdang Bedagai; : Kebun Tanah Bersih, PT. Socfindo Kabupaten Serdang Bedagai; : Kebun Bahilang, Kebun Gunung Pamela Kabupaten Serdang Bedagai. Perkembangan TIK khususnya internet tergolong maju di Kota Tebing Tinggi, termasuk munculnya usaha penyedia jasa internet yakni warnet. Sekitar tahun 2000 usaha warnet sudah ada, dan pesatnya sekitar tahun 2006-2007. Walau relatif dianggap media baru namun internet sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Kota Tebing Tinggi. Berbagai bidang profesi sudah memanfaatkan media ini. Bila dilihat dari karakteristik pengunjung warnet memang didominasi oleh kaum pelajar SLTA maupun SLTP, namun terdapat juga profesi lainnya seperti para wartawan, pegawai swasta bahkan pegawai negeri. Saat dilakukan penelitian ini data usaha warnet di Kota Tebing Tinggi terdapat sekitar limabelas unit yang tersebar di inti kota dan di dekat sekolah-sekolah. Utara Selatan Timur Barat Hasil Temuan : Sosiodemografis Dan Psikologis Responden yang berjumlah 50 orang dalam penelitian ini dilihat dari aspek sosiodemografis-nya mencakup : Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Pengeluaran biaya perbulan, dan Pekerjaan. Berikut datanya yang ditampilkan dalam bentuk tabel. Tabel 1. Usia
NO 1 2 3 4 5 USIA 17 Tahun 18 - 23 Tahun 24 29 Tahun 30 35 Tahun 35 Tahun F 34 6 7 2 1 50 % 68.0 12.0 14.0 4.0 2.0 100.0

Total Sumber : K 1 n = 50

Dari tabel 1, yang memuat usia responden dapat dijelaskan bahwa sebanyak 34 orang (68 %) dalam kategori usia 17 Tahun, kemudian diikuti sebanyak 7 orang dalam kategori usia 24 29 Tahun dan selanjutnya sebanyak 6 orang (12%). Tabel 2. Jenis Kelamin
NO 1 2 JENIS KELAMIN Laki-laki F 29 21 50 % 58.0 42.0 100.0

Perempuan Total Sumber : K 2 n = 50

Mengenai jenis kelamin yang dimuat pada tabel 2 dapat secara porposional hampir terbagi sama yakni laki-laki sebanyak 29 orang (58%) dan perempuan 21 orang (42%). Tabel 3. Tingkat Pendidikan
NO 1 2 3 4 5 TINGKAT PENDIDIKAN SD SMP SMA Diploma Sarjana (S1) Total Sumber : K 3 n = 50 F 1 5 31 7 6 50 % 2.0 10.0 62.0 14.0 12.0 100.0

Tingkat pendidikan responden yang terjaring dalam penelitian ini yakni yang terbanyak dari kelompok SMA 31 orang (62%), Diploma 7 orang (14%) dan sarjana 6 orang (12%). Tabel 4. Pengeluaran Per Bulan
NO 1 2 3 4 5 PENGELUARAN PER BULAN < Rp.500.000,Rp.500.000,- s/d Rp.1.000.000,Rp.1.000.000,- s/d Rp.1.500.000,Rp.1.500.000,- s/d Rp.2.000.000,> Rp.2.000.000,Total Sumber : K 4 n = 50 F 26 16 2 4 2 50 % 52.0 32.0 4.0 8.0 4.0 100.0

Kategori tingkat pengeluaran perbulan dari responden yang terbanyak adalah pada kategori <Rp.500.000,- yakni sebanyak 26 orang (52%), kemudian pada kategori Rp.500.000,- s/d Rp.1.000.000,- sebanyak 16 orang (32%) serta pada kategori Rp.1.500.000,- s/d Rp.2.000.000,- sebanyak 4 orang (8%).

Tabel 5. Pekerjaan
NO 1 2 3 4 5 6 PEKERJAAN PNS/TNI/Polri/BUMN Pegawai Swasta Wiraswasta/Berdagang Pelajar/Mahasiswa Lain-lainya F 1 8 6 31 3 1 50 % 2.0 16.0 12.0 62.0 6.0 2.0 100.0

Belum Bekerja Total Sumber : K 5 n = 50

Pelajar atau mahasiswa merupakan responden terbanyak dalam penelitian ini yakni sebesar 31 orang (62%), kemudian pegawai swasta sebanyak 8 orang (16%) serta wiraswasta sebanyak 6 orang (12%). Banyaknya pelajar/mahasiswa yang menggunakan di warnet sepertinya sudah menjadi tuntutan jaman ataupun pergaulan dewasa ini. Disamping itu beberapa sekolah telah memiliki sarana laboratorium komputer yang online. Kebutuhan Informasi Kebutuhan akan informasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap responden dalam memenuhi kebutuhan informasi melalui penggunaan internet yang tersaji dalam tabel-tabel yang dapat dilihat berikut di bawah ini: Tabel 6. Mencari Informasi Via Internet
NO 1 2 3 4 Sumber : K 6 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 30 20 0 0 50 % 60.0 40.0 0 0 100.0

Untuk memenuhi kebutuhan informasi banyak cara dan media yang dapat diakses, demikian halnya dengan penelitian ini menawarkan untuk pengaksesan informasi melalui media internet hampir mayoritas responden menyatakan sangat setuju yakni sebanyak 30 orang (60%) dan yang menyatakan setuju sebanyak 20 orang (40%). Tabel 7. Internet Sebagai Sumber Informasi
NO 1 2 3 4 Sumber : K 7 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 32 18 0 0 50 % 64.0 36.0 0 0 100.0

Banyak pilihan media untuk mengakses informasi, salah satunya adalah internet. Internet dapat dijadikan sumber informasi dinyatakan sangat setuju oleh responden sebanyak 32 orang (64%) dan pernyataan setuju sebanyak 18 orang (36%).

Tabel 8. Informasi Sosial Via Internet


NO 1 2 3 4 Sumber : K 8 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 20 23 5 2 50 % 40.0 46.0 10.0 4.0 100.0

Untuk informasi sosial responden yang menyatakan setuju sebanyak 23 orang (46%) dan sangat setuju sebanyak 20 orang (40%) kemudian yang kurang setuju sebanyak 5 orang (10%). Tabel 9. Internet Sesuai Dengan Kebutuhan Dan Harapan
NO 1 2 3 4 Sumber : K 9 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 18 24 6 2 50 % 36.0 48.0 12.0 4.0 100.0

Kehadiran internet telah memenuhi kebutuhan dan harapan responden, untuk pernyataan ini responden yang menyatakan setuju sebanyak 24 orang (48%), yang menyatakan sangat setuju sebanyak 18 orang (36%), kemudian yang menyatakan kurang setuju sebanyak 6 orang (12%). Tabel 10. Mengetahui Kondisi Di Tempat Lain
NO 1 2 3 4 Sumber : K 10 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 23 23 2 2 50 % 46.0 46.0 4.0 4.0 100.0

Dengan mengakses internet dapat mengetahui kondisi di tempat lain, pernyataan ini dinyatakan sangat setuju dan setuju oleh responden masing-masing sebanyak 23 orang (46%), dan yang kurang setuju serta tidak setuju sebanyak 2 orang (4%). Tabel 11. Motivasi Untuk Mempelajari Sesuatu
NO 1 2 3 4 Sumber : K 11 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 14 30 6 0 50 % 28.0 60.0 12.0 0 100.0

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa adanya internet bagi responden termotivasi untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan keinginan dan keperluan, untuk hal ini yang

menyatakan setuju sebanyak 30 orang (60%), diikuti sebanyak 14 orang (28%) untuk sangat setuju, serta sebanyak 6 orang (12%) menyatakan kurang setuju. Tabel 12. Motivasi Untuk Menambah Pengetahuan
NO 1 2 3 4 Sumber : K 12 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 25 24 1 0 50 % 50.0 48.0 2.0 0 100.0

Dari tabel 12 mengenai adanya internet bagi pengguna/responden telah termotivasi untuk menambah pengetahuan, untuk pernyataan ini dinyatakan sangat setuju oleh sebanyak 25 orang (50%) dan sebanyak 24 orang (48%) menyatakan setuju. Kebutuhan Diversi Pernyataan-pernyataan kebutuhan diversi dalam penelitian ini yang tersaji dalam bentuk tabel dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 13. Internet Membantu Untuk Melarikan Diri Dari Persoalan
NO 1 2 3 4 Sumber : K 13 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 11 7 13 19 50 % 22.0 14.0 26.0 38.0 100.0

Penggunaan internet dalam memenuhi salah satu kebutuhan diversi yakni untuk melarikan diri dari persoalan dinyatakan responden dengan tidak setuju yakni sebanyak 19 orang (38%), kurang setuju sebanyak 13 orang (26%), kemudian diikuti yang menyatakan sangat setuju sebanyak 11 orang (22%). Tabel 14. Internet Sebagai Sarana Bermain (Game)
NO 1 2 3 4 Sumber : K 14 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 7 15 24 4 50 % 14.0 30.0 48.0 8.0 100.0

Selanjutnya dari tabel 14 mengenai internet sebagai sarana bermain (game) dinyatakan kurang setuju oleh sebanyak 24 orang (48%), namun yang setuju diakui oleh sebanyak 15 orang (30%), kemudian diikuti yang menyatakan setuju sebanyak 7 orang (14%).

Tabel 15. Internet Mampu Menimbulkan Kesenangan


NO 1 2 3 4 Sumber : K 15 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 17 30 3 0 50 % 34.0 60.0 6.0 .0 100.0

Internet dianggap mampu memberikan kesenangan, pernyataan ini disikapi setuju oleh responden yakni sebanyak 30 orang (60%), diikuti pernyataan setuju sebanyak 17 orang (34%) dan yang kurang setuju hanya 3 orang (6 %). Tabel 16. Internet Meningkatkan Hubungan Silaturahmi
NO 1 2 3 4 Sumber : K 16 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 17 23 6 4 50 % 34.0 46.0 12.0 8.0 100.0

Internet memiliki fasilitas untuk berkomunikasi salah satunya adalah chatting, dengan adanya fasilitas ini internet dianggap dapat meningkatkan hubungan silahturahmi. Untuk pernyataan tersebut sebanyak 23 orang (46%) menyatakan setuju dan diikuti sebanyak 17 orang (34%) menyatakan sangat setuju. Namun terdapat yang menyatakan kurang setuju sebanyak 6 orang (12%). Tabel 17. Internet Dapat Melupakan Dan Mengatasi Kesulitan Hidup
NO 1 2 3 4 Sumber : K 17 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 7 11 21 11 50 % 14.0 22.0 42.0 22.0 100.0

Internet dalam upaya untuk melupakan dan mengatasi kesulitan hidup, ternyata pernyataan ini direspon oleh sebanyak 21 orang (42%) dengan sikap kurang setuju, dan diikuti oleh yang menyatakan tidak setuju sebanyak 11 orang (22%), namun dengan jumlah yang sama yakni sebanyak 11 orang (22%) menyatakan sebaliknya yakni dengan sikap setuju.

Tabel 18. Internet Menjadi Sarana Mengisi Waktu Luang


NO 1 2 3 4 Sumber : K 18 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 14 28 6 2 50 % 28.0 56.0 12.0 4.0 100.0

Pernyataan Internet dapat dijadikan sarana untuk mengisi waktu luang direspon oleh sebanyak 28 orang (56 %) dengan menyatakan setuju dan diikuti sebanyak 14 orang (28%) yang menyatakan sangat setuju. Sementara yang menyatakan kurang setuju sebanyak 6 orang (12 %). Tabel 19. Internet Menjadi Sarana Bersantai
NO 1 2 3 4 Sumber : K 19 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 11 31 6 2 50 % 22.0 62.0 12.0 4.0 100.0

Internet dijadikan sarana untuk bersantai, ternyata hal ini direspon dengan sikap setuju oleh sebanyak 31 orang (62%) dan diikuti sebanyak 11 orang (22%) yang menyatakan sangat setuju. Sementara yang menyatakan kurang setuju sebanyak 6 orang (12%). Tabel 20. Mencari Persahabatan Di Lingkungan Sekitar / Luar
NO 1 2 3 4 Sumber : K 20 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 19 26 4 1 50 % 38.0 52.0 8.0 2.0 100.0

Fasilitas yang terdapat pada internet memungkinkan untuk melakukan komunikasi bermedia, hal ini tentu saja dapat membangun relasi atau persahabatan dengan pengguna disekitar atau diluar lingkungan responden. Pernyataan sikap setuju ditunjukan oleh sebanyak 26 orang (52 %) dan diikuti sebanyak 19 orang (38 %) yang menyatakan sangat setuju. Dan yang kurang setuju untuk pernyataan ini hanya 4 orang (8 %). Tabel 21. Internet Membantu Mengatasi Persoalan

NO 1 2 3 4 Sumber : K 21 n = 50

SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total

F 8 27 13 2 50

% 16.0 54.0 26.0 4.0 100.0

Hadirnya internet dapat membantu mengatasi persoalan, pernyataan ini direspon oleh sebanyak 27 orang (54 %) dengan sikap setuju, namun yang kurang setuju dinyatakan oleh sebanyak 13 orang (26 %) dan kembali pada sikap yang sangat setuju sebanyak 8 orang (16 %). Tabel 22. Internet Mengatasi Kebosanan
NO 1 2 3 4 Sumber : K 22 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 12 21 13 4 50 % 24.0 42.0 26.0 8.0 100.0

Internet dapat dijadikan untuk mengatasi kebosanan dalam menjalani rutinitas hidup, penyataan ini direspon oleh sebanyak 21 orang (42 %) dengan sikap setuju, namun yang kurang setuju diakui oleh sebanyak 13 orang (26 %). Dan kembali pada sikap sangat setuju sebanyak 12 orang (24 %). Kebutuhan Identitas Personal Dalam memenuhi kebutuhan indentitas personal dalam penggunaan internet dalam temuan penelitian ini yang disajikan dalam bentuk tabel dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 23. Membantu Mencari Ide Untuk Berkreasi
NO 1 2 3 4 Sumber : K 23 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 18 26 4 2 50 % 36.0 52.0 8.0 4.0 100.0

Dalam melakukan suatu kegiatan (menyelesaikan tugas-tugas kantor atau sekolah) terkadang kita mengalami kebuntuan. Dan adanya internet dianggap mengatasi kebuntuan tersebut dalam mencari ide untuk berkreasi. Pernyataan ini disikapi setuju oleh sebanyak 26 orang (52 %) dan diikuti sebanyak 18 orang (36 %) yang menyatakan sangat setuju. Namun ada sikap yang menyatakan kurang setuju sebanyak 4 orang (8 %). Tabel 24. Membantu Beraktivitas/Berusaha/Berbisnis

NO 1 2 3 4 Sumber : K 24 n = 50

SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total

F 16 23 8 3 50

% 32.0 46.0 16.0 6.0 100.0

Beraktivitas, berusaha atau berbisnis di dunia maya ternyata menarik perhatian untuk sebagian orang, hal ini tergambar dari pernyataan sikap setuju yang ditunjukan oleh sebanyak 23 orang (46 %), dan diikuti sebanyak 16 orang (32 %) yang menyatakan sangat setuju. Kemudian yang kurang setuju terdapat sebanyak 8 orang (6 %). Tabel 25. Membantu Menjalin Kerja Sama
NO 1 2 3 4 Sumber : K 25 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 17 25 5 3 50 % 34.0 50.0 10.0 6.0 100.0

Internet juga dianggap dapat menjalin kerjasama untuk beraktivitas kegiatan yang digeluti, hal ini juga tergambar pada tabel di atas, yakni sebanyak 25 orang (50 %) menyatakan setuju dan diikuti sebanyak sangat setuju sebanyak 17 orang (34 %), serta yang kurang setuju sebanyak 5 orang (10%). Tabel 26. Membantu Meningkatkan Kerja Sama
NO 1 2 3 4 Sumber : K 26 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 7 31 7 5 50 % 14.0 62.0 14.0 10.0 100.0

Telah terjalinnya hubungan kerjasama ternyata internet juga dapat meningkatkan kerjasama tersebut, hal ini dirasakan oleh sebanyak 31 orang (62 %), dan diikuti sebanyak 7 orang (14 %) yang menyatakan sangat setuju. Namun sebanyak 7 orang (14 %) menyatakan kurang setuju karena belum merasakan manfaatkan tersebut. Tabel 27. Membantu Mendapatkan Informasi Dunia Usaha
NO 1 2 3 4 Sumber : K 27 n = 50 SIKAP Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total F 13 28 5 4 50 % 26.0 56.0 10.0 8.0 100.0

Internet juga dianggap telah membantu responden untuk mendapatkan informasi dunia usaha, pernyataan ini disikapi dengan pernyataan setuju sebanyak 28 orang (56 %), dan diikuti dengan sangat setuju oleh sebanyak 13 orang (26%). Dan terakhir yang menyatakan kurang setuju sebanyak 5 orang (10%). Penggunaan Internet Penggunaan internet bagi responden dalam penelitian ini meliputi : pengalaman responden dalam penggunaan internet, biaya akses internet dan sebagainya. Untuk lebih lanjut dapat disimak dibawah ini yang tersaji dalam bentuk tabel.

Tabel 28. Perkembangan TIK Di Daerah


NO 1 2 3 4 Sumber : K 28 n = 50 TANGGAPAN Sangat Maju Maju Kurang Maju Tidak Maju Total F 7 32 11 0 50 % 14.0 64.0 22.0 0 100.0

Perkembangan teknologi informasi dan teknologi (TIK) semakin pesat dan hal ini ditanggapi maju oleh sebanyak 32 orang (64%), namun yang menanggapinya dengan kurang maju cukup lumayan yakni 11 orang (22%) dan terakhir yang menanggapi sangat maju adalah sebanyak 7 orang (14%). Tabel 29. Minat Terhadap Internet
NO 1 2 3 4 Sumber : K 29 n = 50 SIKAP Sangat Berminat Berminat Kurang Berminat Tidak Berminat Total F 32 18 0 0 50 % 64.0 36.0 0 0 100.0

Dalam penggunaan internet terlepas pada minat seseorang untuk itu terdapat 32 orang (64%) yang menyatakan sangat berminat dan diikuti dengan berminat sebanyak 18 orang (36%). Tabel 30. Pertama Kali Belajar Internet
NO 1 2 3 4 5 Sumber : K 30 n = 50 BELAJAR DARI Teman Keluarga Sekolah Kursus/Pelatihan Belajar Sendiri dari majalah/buku Total F 20 1 13 3 13 50 % 40.0 2.0 26.0 6.0 26.0 100.0

Pengalaman responden pertama kali belajar internet adalah yang tertinggi belajar dari teman yakni diakui oleh sebanyak 20 orang (40%), kemudian diikuti belajar dari

sekolah atau belajar sendiri dari majalah/buku yakni masing-masing diakui oleh sebanyak 13 orang (26 %). Tabel 31. Pengalaman Menggunakan Internet
NO 1 2 3 4 Sumber : K 31 n = 50 LAMA 6 Bulan 1 Tahun 2 Tahun Lebih dari 2 Tahun Total F 11 9 4 26 50 % 22.0 18.0 8.0 52.0 100.0

Pengalaman responden tentang sudah seberapa lama menggunakan internet, yang terbanyak telah menggunakan media ini lebih dari 2 tahun yakni sebanyak 26 orang (52 %), kemudian ada yang menggunakan baru sekitar 6 bulan diakui oleh sebanyak 11 orang (22%), dan diikuti yang telah menggunakan sekitar 1 tahun yakni sebanyak 9 orang (18%) Tabel 32. Pemanfaatan Internet
NO 1 2 3 4 5 Sumber : K 32 n = 50 MANFAAT Membantu Pekerjaan/Studi Mencari Informasi Hiburan Media Komunikasi Lainnya Total F 14 23 7 3 3 50 % 28.0 46.0 14.0 6.0 6.0 100.0

Manfaat internet yang dapat dirasakan oleh para responden adalah yang paling besar dalam penelitian ini adalah mencari informasi yakni diakui sebanyak 23 orang (46%), diikuti membantu pekerjaan/studi yakni sebanyak 14 orang (28%), dan selanjutnya untuk hiburan diakui oleh sebanyak 7 orang (14%). Tabel 33. Penggunaan Internet Per Minggu
NO 1 2 3 4 Sumber : K 33 n = 50 WAKTU < 1 Jam 1 s/d 4 Jam 5 s/d 8 Jam > 8 Jam Total F 0 16 19 15 50 % 0 32.0 38.0 30.0 100.0

Mengenai penggunaan internet dalam seminggu yang tertinggi adalah rata-rata responden menggunakannya sekitar 5 s/d 8 jam sebanyak 19 orang (38%), kemudian diikuti rata-rata penggunaan 1 s/d 4 jam sebanyak 16 orang (32%). Dan terakhir adalah yang menggunakan internet rata-rata lebih dari 8 jam per minggu sebanyak 15 orang (30%). Tabel 34.Tempat Lain Mengakses Internet

NO 1 2 3 4 Sumber : K 34 n = 50

TEMPAT Di rumah Di kantor Di sekolah Di tempat lainnya Total

F 8 8 24 10 50

% 16.0 16.0 48.0 20.0 100.0

Walau dalam penelitian ini terfokus pada responden yang mengakses internet di warnet, namun kecenderungan tempat lain yang sering digunakan perlu juga untuk diketahui. Jawaban terbanyak adalah di sekolah yakni sebanyak 24 orang (48%) hal ini dikarenakan sekolah sekarang pada umumnya telah mempelajari bidang studi TIK (komputer dan internet) dan memiliki laboratorium komputer. Kemudian di tempat lain disini maksudnya di rumah teman yakni sebanyak 10 orang (20%) dan di rumah serta kantor masing-masing sebanyak 8 orang (16%). Tabel 35. Alasan Menggunakan Internet
SIKAP NO ALASAN 1 Kemudahan Informasi 2 Kemudahan Komunikasi 3 Tuntutan Pekerjaan/Studi 4 Kelengkapan Fasilitas 5 Rasa Ingin Tahu 6 Mengikuti Perkembangan Zaman Sumber : K 35 n=5 Akses Untuk Sangat Mendorong F % 24 14 23 12 24 23 48.0 28.0 46.0 24.0 48.0 46.0 Mendorong F 26 29 21 25 26 23 % 52.0 58.0 42.0 50.0 52.0 46.0 Kurang Mendorong F % 0 5 6 11 0 2 0 10.0 12.0 22.0 0 4.0 Tidak Mendorong F % 0 2 0 2 0 2 0 4.0 0 4.0 0 4.0

Beberapa alasan yang memotivasi responden untuk menggunakan internet adalah karena kemudahan akses informasi diakui mendorong oleh 26 orang (52%) dan sangat mendorong bagi 24 orang (48%). Alasan kemudahan untuk komunikasi (komunikasi bermedia) dinilai mendorong bagi sebanyak 29 orang (58%) dan diikuti oleh 14 orang (28%) yang menyikapi sangat mendoron. Untuk tuntutan pekerjaan/studi hal ini diakui sangat mendorong bagi 23 orang (46%) dan mendorong bagi 21 orang (42%). Kemudian termotivasi karena kelengkapan fasilitas yang ada pada internet diakui mendorong oleh 25 orang (50%) dan sangat mendorong bagi 12 orang (24%). Keingintahuan juga faktor yang memberikan motivasi bagi responden untuk menggunakan internet, hal ini disikapi mendorong oleh sebanyak 26 orang (52%) dan bahkan hal ini sangat mendorong bagi 24 orang (48 %). Dan yang terakhir alasan untuk mengikuti perkembangan zaman diakui sangat mendorong dan mendorong oleh masing-masing sebanyak 23 orang (46%). Tabel 36. Kegiatan Yang Dilakukan Via Internet
SIK NO AP KEGIATAN E-mail Sangat Sering F % 9 Sering F % 56.0 Jarang F 12 % 24.0 Tidak Pernah F % 1 2.0

18.0 28

SIK NO 2 3 4 5 6 7 8 AP

Sangat Sering

Sering 42.0 24.0 44.0 0 24.0 4.0 4.0 56.0 34.0 40.0 48.0 42.0 42.0 4.0 50.0 16.0 14.0 26.0 22.0 6.0 6.0

Jarang 11 13 13 9 14 5 8 8 17 8 15 11 3 3 6 10 18 11 17 11 14 22.0 26.0 26.0 18.0 28.0 10.0 16.0 16.0 34.0 16.0 30.0 22.0 6.0 6.0 12.0 20.0 36.0 22.0 34.0 22.0 28.0

Tidak Pernah 4 23 9 41 16 43 40 3 9 6 8 5 2 41 6 19 21 23 8 35 33 8.0 46.0 18.0 82.0 32.0 86.0 80.0 6.0 18.0 12.0 16.0 10.0 4.0 82.0 12.0 38.0 42.0 46.0 16.0 70.0 66.0

Chatting 14 28.0 21 KEGIATAN Mengakses lowongan pekerjaan 2 4.0 12 Mengakses berita on-line Reservasi tiket Mengakses bahan referensi Menawarkan barang/produk Membeli jasa barang/produk dan 6 0 8 0 0 12.0 22 0 0 16.0 12 0 2 0 2

9 Mengakses informasi hiburan 11 22.0 28 10 Mengakses informasi kesehatan 7 14.0 17 11 Mengakses pendidikan informasi 16 32.0 20 3 6.0 24 13 26.0 21

12 Mailinglist (tukar informasi) 13 Jaringan sosial online

14 Browsing (mencari informasi) 24 48.0 21 15 E-commerce (bisnis via 4 8.0 2 internet) 16 Download program/data/lagu 13 26.0 25 17 Upload program/data/lagu 18 Video conference via internet 19 Audio via internet 20 Game-online 21 Telepon via internet 22 Mengakses situs porno Sumber : K 36 n = 50 13 26.0 4 8.0 8 7

3 6.0 13 14 28.0 11 1 0 2.0 0 3 3

Banyak kegiatan yang dapat dilakukan jika mengakses internet. Pada tabel 36. menampilkan beberapa contoh kegiatan yang biasanya dilakukan oleh pengguna internet. Hanya sebagian dari beberapa kegiatan yang dipaparkan disini. Untuk kegiatan e-mail diakui sering dilakukan oleh sebanyak 28 orang (56%), kemudian jarang 12 orang (24%) dan selanjutnya diakui sangat sering oleh sebanyak 9 orang (18%). Kemudian untuk kegiatan chatting diakui sering oleh sebanyak 21orang (42%) dan diikuti sangat sering sebanyak 14 orang (28%). Untuk mengakses berita on-line dinyatakan sering oleh sebanyak 22 orang (44%) dan yang jarang mengaksesnya diakui oleh sebanyak 13 orang (26%) serta yang tidak pernah mengaksesnya sebanyak 9 orang (18%). Mengakses informasi hiburan diakui sering oleh sebanyak 28 orang (56%), dan sangat sering sebanyak 11 orang (22%), sebaliknya terdapat 8 orang (16%) yang jarang melakukannya. Mengakses informasi pendidikan diakui sering melakukannya oleh sebanyak 20 orang (40%) dan sangat sering dilakukan oleh sebanyak 16 orang (32%) hal ini disebabkan hampir mayoritas responden yang terjaring dalam penelitian ini adalah pelajar, dimana dalam mengakses internet mereka banyak mencari informasi (browsing) untuk tujuan menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Untuk kegiatan browsing sangat sering dilakukan sebanyak 24 orang (48%), dan yang menyatakan sering 21 orang (42%). Untuk beberapa kegiatan lainnya dalam mengakses internet dapat disimak pada tabel 36 di atas. Namun sebagai tambahan ada hal yang menarik dari mengakses situs porno,

walau hampir mayoritas responden menjawab jarang atau tidak pernah, terdapat juga sekitar 3 orang (6%) sering mengaksesnya. Tabel 37. Pengeluaran Biaya Akses Internet Per Bulan
NO 1 2 3 4 Sumber : K 37 n = 50 JUMLAH < Rp.100.000,Rp.100.000,- s/d Rp.200.000,Rp.200.000,-s/d Rp.300.000,> Rp.300.000,Total F 35 11 0 4 50 % 70.0 22.0 0 8.0 100.0

Mengenai kisaran atau rata-rata biaya yang harus dikeluarkan per bulan untuk mengakses internet oleh responden di warnet adalah yang terbesar pada kategori <Rp. 100.000,-yakni sebanyak 35 orang (70%) kemudian pada kategori Rp.100.000,- s/d Rp.200.000,- sebanyak 11 orang (22%) serta yang terakhir pada kategori > Rp.300.000,sebanyak 4 orang (8%). Tabel 38. Biaya Akses Internet Dari Warnet
NO 1 2 3 4 Sumber : K 38 n = 50 BIAYA Sangat Mahal Mahal Sedang Murah Total F 5 14 25 6 50 % 10.0 28.0 50.0 12.0 100.0

Untuk biaya akses internet via warnet diakui oleh responden dalam kategori sedang yakni sebanyak 25 orang (50%), lain halnya yang dirasakan oleh 14 orang (28%) menyatakan biaya tersebut dianggap mahal, dan sebaliknya 6 orang (28%) justru dianggap murah. Tabel 39. Manfaat Internet Terhadap Aktivitas Sehari-Hari
NO 1 2 3 4 Sumber : K 39 n = 50 MANFAAT Sangat Bermanfaat Bermanfaat Kurang Bermanfaat Tidak Bermanfaat Total F 31 16 2 1 50 % 62.0 32.0 4.0 2.0 100.0

Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seperti tuntutan pekerjaan, studi, hobi, hiburan, komunikasi dan lainnya, internet dirasakan sangat bermanfaat oleh sebanyak 31 orang (62%), dan diikuti sebanyak 16 orang (32%) menyatakan bermanfaat. Sikap Terhadap Kehadiran Internet Sikap ataupun pendapat responden dalam penelitian ini adalah meliputi beberapa kriteria melalui pertanyaan terbuka tentang seputar kehadiran teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet yang akan disajikan dalam bentuk tabel yang dapat diperhatikan pada halaman berikut :

Tabel 40. Sikap Terhadap Internet


NO 1 2 3 4 5 Total Sumber : K 40 n = 50 PENDAPAT Memudahkan untuk mencari/berbagi informasi dan menambah pengetahuan sesuai profesi Kecepatan masih lambat, dan turunkan tarif akses Mengetahui atau menambah wawasan tentang keadaan/kehidupan di tempat lain Mengetahui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi Internet Merusak moral remaja karena dimanfaatkan untuk hal yang negatif (mengakses situs porno atau judi) F 21 14 8 5 2 50 % 42.00 28.00 16.00 10.00 4.00 100,00

Dari pertanyaan terbuka yang diajukan kepada responden mengenai adanya internet adalah memudahkan untuk mencari/berbagi informasi dan menambah pengetahuan sesuai profesi hal ini diakui sebanyak 21 orang (42%). Mengenai kecepatan akses internet masih lambat dan turunkan tarif akses internet diajukan oleh sebanyak 14 orang (28%). Internet dimanfaatkan responden untuk mengetahui atau menambah wawasan tentang keadaan/kehidupan di tempat lain, hal ini diakui sebanyak 8 orang (16%). Dan untuk selanjutnya dapat disimak pada tabel 40 di atas. Pembahasan Motif-motif yang merupakan unsur dari teori Uses And Gratifications yang menjadi variabel penelitian ini yakni mencakup kebutuhan informasi, diversi, dan identitas personal. Dan ditambah dengan aspek-aspek pengalaman responden terhadap penggunaan internet di warnet serta sikap terhadap kehadiran internet. Masyarakat pengguna internet di Kota Tebing Tinggi dalam memenuhi kebutuhan informasi (Information) termasuk informasi sosial melalui internet, mereka sangat memerlukannya, hal ini terkait dengan pencarian informasi, sebagai sumber informasi, membangun sistem jaringan sosial atau ekplorasi informasi yang terdapat di sekitar atau diluar lingkungannya yang pada gilirannya dapat memberikan pengetahuan atau menambah pengalaman. Dengan penggunaan internet ini sesuai dengan harapan dan kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan diversi (Diversion) ; adanya warnet oleh pengguna dapat diupayakan untuk melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; sangat membantu terutama menimbulkan perasaan senang terkait dengan meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari persahabatan yang lebih luas. Namun tidak untuk melarikan atau melepaskan diri dari persoalan kehidupan dengan menjadikannya sebagai sarana untuk bermain. Kebutuhan identitas personal (Personal identity), yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai. Hasil temuan ini menggambarkan bahwa keberadaan warnet telah membantu pengguna untuk mencari ide/pemikiran untuk berkreasi, menjalin serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam lingkungan sekitar maupun di luar. Poin-poin ini secara tidak langsung diakui akan membantu untuk meningkatkan peluang-peluang karena mengetahui informasi lebih detail dan cepat . Penggunaan dan bisnis warnet di Kota Tebing Tinggi mengalami kemajuan yang sangat pesat, hingga saat ini jumlah usaha warnet mencapai lebih dari 15 tempat dan ratarata sehari terdapat sekitar 50 pengguna yang mengunjungi di setiap warnet. Para pengguna sangat menyambut baik dengan menunjukkan minat yang tinggi terhadap adanya warnet.

Proses pembelajaran menggunakan internet yang mereka lakukan cenderung melalui dari teman dan selanjutnya dari sekolah. Manfaat-manfaat yang sangat dirasakan oleh pengguna adalah untuk mencari informasi dan membantu memenuhi tuntutan pekerjaan atau studi, selain itu juga secara bersamaan dapat melakukan komunikasi melalui chatting atau e-mail. Sikap masyarakat terhadap hadirnya warnet dewasa ini dirasakan telah memberikan kemudahan mencari berbagai informasi, dan menambah pengetahuan sesuai dengan profesi para pengguna. Namun warnet yang beroperasi saat ini akses internetnya dirasakan masih lambat bahkan sering mengalami gangguan, dan para pengguna juga mengharapkan kalau memungkinkan biaya akses internet diturunkan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari motif-motif yang merupakan unsur dari teori Uses And Gratifications yang menjadi tujuan penelitian ini yakni mencakup kebutuhan informasi, diversi, dan identitas personal dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Internet dianggap telah sesuai dengan harapan dan kebutuhan pengguna karena memudahkan para pengguna untuk mencari informasi dan menambah pengetahuan yang merupakan pemenuhan kebutuhan informasi. 2. Dalam memenuhi kebutuhan diversi; secara positif dapat menimbulkan perasaan senang bagi pengguna karena untuk melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi, meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari persahabatan yang lebih luas. 3. Untuk pemenuhan kebutuhan identitas personal keberadaan internet telah membantu pengguna untuk mencari ide atau pemikiran untuk berkreasi, menjalin serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam lingkungan sekitar maupun di luar. Saran-Saran 1. Mudahnya pengguna mendapatkan berbagai informasi di internet hendaknya dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan secara bijaksana dan positif. 2. Internet dapat menimbulkan perasaan senang, namun jangan larut dalam melarikan atau melepaskan diri dari persoalan kehidupan hanya memanfaatkannya sebagai sarana untuk bermain (game). 3. Jadikanlah internet untuk mencari ide atau pemikiran, berkreasi, menjalin dan meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam lingkungan sekitar maupun di luar untuk pengembangan dan kemampuan diri. DAFTAR BACAAN Ardianto, Elvinaro. Komala, Lukiati dan Karlina, Siti, 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Cangara, Hafied, 2007 Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. Kriyantono, Rachmat, 2006 Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana. Mc.Quail, Denis, 2002 Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.

Muchati, 1972, Media Massa dan Penerimaan Khalayak. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya Nurudin, 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. ___________, 2005. Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada. Rakhmat, Jalaluddin, 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. ___________, 2004. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung. PT. Remaja RosdaKarya. Wiryanto, 2002, Teori Komunikasi Massa. Jakarta. Grasindo. Lain-Lain : Purbo, Onno W. 2001. Masyarakat Pengguna Internet di Indonesia. Available , http://www.geocities. com /inrecent/projec .html. di akses tgl. 4 November 2008. Communication Contexts, 2001, http://www.uky.edu/~drlane/ capstone/contexts.htm , diakses tgl 26 Agustus 2007 Http://www.apjii.or.id ,diakses tgl. 7 Pebruari 2009 Http://Free.vlsm.org./v17/com/ictwatch/paper/paper051.htm,diakses tgl. 7 Pebruari 2009. Http://en.wikipedia.org/wiki/Alvin_Toffler,diakses tgl.7 Pebruari 2009 Http://id.wikipedia.org/wiki /Media_massa,diakses tgl.7 Pebruari 2009 Http://id.wikipedia.org/wiki/motivasi , diakses tgl. 7 Pebruari 2009. Http://id.wikipedia.org/wiki/warnet , diakses tgl. 7 Pebruari 2009. Http:/www.internetworldstats.com.htm diakses tgl 6 Pebruari 2009.

PEMANFAATAN KAMPUNG DIGITAL OLEH MASYARAKAT TUK-TUK KABUPATEN SAMOSIR SUMATERA UTARA Oleh : Idawati Pandia * ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan masyarakat tentang keberadaan kampung digital Tuk-Tuk Kabupaten Samosir,motivasi masyarakat dalam menggunakan kampung digital, dan apakah pemanfaatan kampung digital dapat mewujudkan Sumatera pulau digital. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif .Pengumpulan data dilakukan melalui observasi,wawancara dan penyebaran kuesioner langsung kepada orang-orang yang berkompeten dan mengetahui dengan baik permasalahan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran kampung digital di Tuk Tuk telah dimanfaatkan oleh masyarakat terutama untuk pembelajaran awal.Ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang begitu familiar dalam menggunakan internet dalam kehidupan sehari hari dan begitu banyaknya tempat yang menyediakan jasa internet setelah hadirnya kampung digital . Kehadiran kampung digital mempermudah masyarakat Tuk- Tuk dalam mengakses internet dan membuka peluang bagi pengelola untuk lebih mudah dan murah dalam bisnis jasa internet.Dengan kata lain di Kampung Digital masyarakat dapat melakukan transaksi elektronikyang mencakup semua aspek sesuai dengan culture kampung tersebut,mulai dari dunia usaha sampai ke pemilihan gubsu. Namun berdasarkan hasil pengamatan sangat disayangkan kampung digital yang semula banyak digunakan sebagai pembelajaran awal oleh masyarakat terutama pelajar dan guide ini beberapa bulan terakhir tidak bisa lagi dioperasionalkan karena rusak dan belum diperbaiki hingga sekarang. Kata Kunci : Pemanfaatan, Kampung Digital, Masyarakat. A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi dan informatika yang pesat saat ini telah menimbulkan perubahan perubahan yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat.Dengan dukungan teknologi komunikasi dan informatika, proses proses transmisi,distribusi dan kontrol terhadap informasi serta interkoneksi antar unit saat ini dapat dilakukan secara lebih cepat,mudah dan murah.Di tingkat global,perkembangan teknologi komunikasi dan informatika telah mendorong perluasan jaringan akses informasi dan komunikasi dunia, sehingga setiap negara saat ini seolah - olah menjadi tidak memiliki batas kewilayahan, dan berkomunikasi antar negara tidak lagi dibatasi oleh batas- batas ruang dan waktu.Perkembangan tersebut juga telah mendorong negara negara di dunia untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informatika dalam upaya mempercepat proses modernisasi menuju terwujudnya Masyarakat Informasi ( information society ) atau masyarakat berbasis ilmu pengetahuan ( knowledge based society ). Perubahan pola dalam masyarakat di negara kita,yang juga menjadi bagian dari dunia global ( global village ) akan selalu mencari bentuk yang sesuai dan memberikan kepuasan dan kenyamanan dalam mengakses informasi melalui adanya TIK ini.Dalam pertemuan Geneva tahun 2003 lalu dihasilkan deklarasi World Summit On The Information Society (WSIS ) tentang Setiap orang berhak secara bebas menyampaikan
*

Penulis adalah Peneliti Pertama Bidang Komunikasi Pada BBPPKI Medan

pendapat tanpa mempengaruhi dan bebas dalam mencari, menerima serta memberikan informasi dan gagasan gagasan melalui media apa saja. Selanjutnya sesuai dengan kesepakatan bersama negara negara didunia melalui World Summit On The Information Society ( WSIS ) tahun 2003 di Geneva dan tahun 2005 di Tunisia , menyepakati satu deklarasi yang merupakan Plan Of Action dari UNESCO, yaitu bahwa pada tahun 2015 sebanyak 50% dari wilayah di berbagai negara sudah terjangkau jaringan infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi, baik itu pedesaan , lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan lembaga pemerintahan terhubung dalam satu jaringan, sehingga interaksi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan dapat dilakukan secara mudah dan cepat di seluruh dunia dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi.Hal ini berarti bahwa tahun 2015,separuh dari penduduk Indonesia sudah masuk ke masyarakat informasi global atau Global Information Society ( Sumber: Muhammad Nuh,2007;2). Kunci utama bahwa pada tahun 2015 separuh dari penduduk Indonesia sudah masuk kemasyarakat informasi global adalah terletak pada kesiapan infrastruktur TIK yang dipergunakan untuk mengakses informasi, yaitu fasilitas akses informasi yang didukung oleh teknologi Internet. Pemerintah indonesia dalam menyahuti masyarakat informasi global telah mengeluarkan berbagai kebijakan , seperti pembentukan Tim Koordinasi Telematika Indonesia ( TKTI ) melalui Kepres No. 186 tahun 1998 ; Instruksi Presiden No.6 tahun 2001 tentang pengembangan dan pendayagunaan telematika di Indonesia,dan berbagai kebijakan lainnya.Usaha yang cukup signifikan juga ditandai dengan dibentuknya Departemen Komunikasi dan Informatika yang bervisikan Terwujudnya masyarakat informasi yang sejahtra melalui penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang efektif dan efisien dalam kerangka NKRI. Di Sumatera Utara sendiri tahun 2008 telah dicanangkan sebagai Kebangkitan ICT Sumatera Utara yang sudah diresmikan Gubernur tanggal 5 Januari 2008. Bola salju kebangkitan ICT telah diluncurkan dari Medan sebagai pusat Industri perekonomian di Sumatera Utara, bersamaan dengan 100 tahun Kebangkitan Nasional, maka Telkom sebagai Ketua Kendali Mutu suatu Project Sumatera Digital (Digital Island) menyiapkan Sumatera sebagai pulau yang ber ICT. Hal ini sesuai dengan Visi dari Telkom ; Yang Menjadi Pemimpin Pasar Yang Ada Dikawasan Regional .Sedangkan misi dari Telkom adalah : Memberikan kualitas yang excellent. Dimana langkah Telkom sebagai salah satu penggerak industri Telekomunikasi di Indonesia diantaranya dengan mendorong terjadinya daya kompetitif price, sehingga semakin hari semakin bisa dinikmati oleh masyarakat luas. Telkom ingin menjadi perusahaan yang role model di Indonesia seperti Telkom Malaysia yang tetap menjadi kebanggan negaranya walaupun banyak pesaingnya. Dalam kesempatan bagaimana upaya Telkom Group untuk berpartisipasi mendayagunakan potensi cipta dan karya bangsa bagi manfaat dan kepentingan luas. Di Sumatera Telkom menerjemahkan Indico (Indonesia Digital Community) dengan program yang dinamakan Sumatera Pulau Digital, yang mana adalah Visi PT. Telkom untuk menjadikan Pulau Sumatera memiliki infrastruktur yang memadai untuk dimanfaatkan dalam konsep ICT. Salah satu bentuk nyata terobosan Telkom ini dari segi Communiti Tele Center atau pusat-pusat Komunitas Informasi adalah sudah didirikannya Kampung Digital.Kampung Digital adalah suatu kampung daerah kawasan wisata dimana seluruh potensi dan aktivitas kampung dimaksud difasilitasi dengan ICT.Kampung Digital di Sumatera Utara Yaitu di Desa Terang Bulan Paya Bakung,Desa Sampali, Tuk Tuk Kabupaten Samosir , Sumber Karya Jalan Binjai dan yang terbaru ada di Desa Sukamulia Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat yang dibuka Gubernur Sumatera Utara,H .Syamsul Arifin , pada Jambore Tepat Guna ,26 hingga 29 Mei 2009. Diluar Sumut sendiri ada di Pulau

Penyengat, Palembang dan Batam. Sementara target kedepannya Kampung Digital ini akan menembus 100 kampung (Sumber : Andang Anshari ,Focus Group RPJM,2008). . Dengan didirikannya Kampung Digital ini akan bisa menjawab penantian masyarakat kampung yang sudah lama menunggu akan adanya pelatihan-pelatihan tentang Komputer. Kehausan akan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Komputer dan Internet ini semua bisa diperoleh di Kampung Digital. Disini masyarakat dibina dan dibimbing hingga akhirnya memperoleh ilmu pengetahuan serta pengalaman, sehingga bisa membuat usaha sendiri terutama yang berhubungan dengan Teknologi Informasi. Dari Kampung Digital, masyarakat sudah bisa mulai membuat profosal kekantor-kantor pemerintah, Swasta tentang penawaran pelatihan computer & Internet, juga penawaran barang, serta promosi usaha dan juga pengelolaan usaha agar berhasil. Kampung Digital adalah suatu Puture Village (kampung masa depan yang high technolologi) atau bisa dikatakan suatu konsep memperkenalkan satu daerah berdasarkan katagori tertentu seperti pariwisata melalui dunia maya. Dengan kata lain melalui Kampung Digital masyarakat bisa melakukan transaksi elektronik yang mencakup semua aspek sesuai dengan Culture Kampung tersebut, mulai dari pelatihan Internet, membuat Web Block, Pertanian, Pariwisata, Pernikahan, Ulang tahun, Dunia Usaha sampai kepada pemilihan Gubsu (http:blog.kampungdigital.com/). Setelah sekian lama Kampung Digital lokasi Tuk-Tuk di launching oleh Bupati Samosir IR.Mangindar Simbolon,banyak pihak netter (pengguna jaringan)yang telah berkunjung dan memberi respon positif terhadap keberadaan blog tersebut.Yang jadi pertanyaan apakah masyarakat sekitar wisata Tuk-Tuk betul-betul memerlukan blog tersebut dan sudahkah Kampung Digital mengexplore (menjelajahi) kekayaan /potensi lokal tersebut. Dari uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian Tentang Pemanfaatan Kampung Digital Oleh Masyarakat Tuk-Tuk Kabupaten Samosir Sumatera Utara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan diatas, maka permasalahan pokok yang akan ditelusuri dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : d. Bagaimanakah seharusnya masyarakat memanfaatkan keberadaan kampung digital. b. Apa motivasi masyarakat menggunakan kampung digital. c. Untuk mengetahui apakah pemanfaatan kampung Digital dapat mewujudkan Sumatera Pulau Digital. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : - Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan masyarakat tentang keberadaan Kampung Digital. - Untuk mengetahui motivasi masyarakat dalam menggunakan kampung digital. - Untuk mengetahui apakah pemanfaatan Kampung Digital dapat mewujudkan Sumatera Pulau Digital. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah : 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi Departemen Kominfo RI dalam pembuatan kebijakan-kebijakan tentang akses informasi dan komunikasi pada khususnya, dan kebijakan-kebijakan tentang pengembangan masyarakat informasi pada umumnya.

D. Kerangka Teori Aspek Komunikasi Teori Komunikasi massa yang popular dan sering digunakan saat ini, sebagai kerangka teori, dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah teori Uses and Gratipications. Teori ini digambarkan sebagai a dramatic break with effects,tradition of the past (Rakhmat, 2004 : 65), suatu loncatan dramatis dari model jarum hipodermik.Dimana teori ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri orang, tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media. Anggota khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.Dari sini timbul istilah uses and gratifications,penggunaan dan pemenuhan kebutuhan. Dengan kata lain teori ini menitikberatkan kepada konsumen pesan sebagai pengguna atau yang memanfaatkan media untuk mendapatkan pesan. Hunter,1997: Teori uses and gratification yang menekankan bahwa para pengguna media adalah orang-orang yang berpikiran rasional yang secara aktif memilih media mana yang mereka anggap dapat memuaskan kebutuhan yang mereka ingin dapatkan. Ada beberapa katagori kebutuhan individu yang semuanya berasal dari fungsi sosial dan psikologi dari media, kategori ini antara lain menurut Katz Hass dan Gurevitch yakni: Kebutuhan kognitif; kebutuhan akan informasi,pengetahuan,dan pengertian tentang lingkungan sekitar. Kebutuhan afektif : kebutuhan untuk memperkuat pengalaman akan emosi, kesenangan, atau pengalaman keindahan. Kebutuhan integrative personal : memperkuat kredibilitas, kepercayaan diri, kesetian, dan status pribadi. Kebutuhan interaksi sosial : memperkuat hubungan dengan keluarga, teman, dengan alam sekitar. Kebutuhan akan pelarian : hasrat melarikan diri dari kenyataan, melepaskan ketegangan, kebutuhan akan hiburan.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dicapai dengan dua cara, yaitu: (1) Pemenuhan kebutuhan yang didapatkan dengan cara mengakses/menggunakan media yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan (2) Pemenuhan kebutuhan didapatkan dengan cara mempelajari isi informasi dalam media yang kemudian diterapkan dalam praktek. Sejalan dengan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengguna media secara umum adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi,hiburan dan intraksi sosial. Konsep dasar dari teori ini sendiri diringkas oleh para pendirinya (Katz, Blumler, dan Gurevitch) adalah : (1) Sumber Sosial dan Psikologis dan (2) Kebutuhan, yang melahirkan (3) Harapan-harapan dari (4) Media massa atau sumber-sumber yang lain, yang menyebabkan (5) Perbedaan pada terpaan media (atau keterlibatan dalam kegiatan lain) dan menghasilkan (6) Pemenuhan kebutuhan da (7) akibat-akibat lain, bahkan sering kali akibat-akibat yang tidak dikehendaki (Rakhmat, 2004: 65)

Aspek Kampung Digital


CAKUPAN AREA LAYANAN

SUMATRA PULAU DIGITAL


KONDISI SOSIAL MASYARAKAT

Pengguna Internet 8%

Kondisi Sosial masyarakat Partisipasi Sekolah : 0.4% Sumatra

KAMPUNG DIGITAL 1/3 DEFINISI Kampung Wisata Digital : Adalah suatu kampung daerah kawasan wisata dimana
seluruh potensi dan aktivitas kampung dimaksud difasilitasi dengan ICT. Kampung Tuktuk Samosir adalah prototype pertama kampung wisata digital di Sumatra dan akan dikembangkan di seluruh Sumatra seperti Berastagi, Bukittinggi, Bukitlawang dll). Internetworking dengan dunia luar melalui ELEMEN KAMPUNG WISATA DIGITAL jaringan internet Admin di kampung setempat Members (Hotel-hotel/penginapan, sentra bisnis pendukung wisata, elemen-elemen Kampung) Aktivitas & obyek wisatata (termasuk herritage, kesenian dlsb) Aspek teknis (ada internet access connection, website/portal, dll).

KAMPUNG DIGITAL 2/3

MANFAAT
Memfasilitasi transaksi bisnis kampung (reservation online/email, pemesanan souvenir dll) Sebagai wahana komunikasi antar Kampung Wisata Digital Ajang promosi kekayaaan daerah berupa herritage, potensi wisata/alam dll ke dunia internasional

KAMPUNG DIGITAL 3/3 Stakeholder Kampung Wisata Digital Tuktuk


EKSTER NAL Kampung wisata lainnya Pengajar, Peneliti, Pelajar & Mahasiswa (kepentingan studi) Kampung Wisata Digital Tuktuk Masyarakat Umum

Aparat/Pemda Samosir & Tuktuk

Masy. Tuktuk

Kalangan pebisnis di Tuktuk/Samosir INTER NAL Orang Asing

Industri dan Dunia Usaha

Hal : 17

TELKOM BANGUN
NEGERI

Launching SPEEDY TUK-TUK

KOMPOENG DIGITAL.com
HTTP://WWW.TUKTUKSAMOSIR.KAMPUN GDIGITAL.COM

E.Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian kedalam kelompok atau individu tersebut (Singarimbun, 1998 : 24) Berdasarkan kerangka teoritis diatas, adapun konsep-konsep dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi beberapa variable, yaitu : 1. Variabel Arteseden Anteseden meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis seperti usia,jenis kelamin,dan faktor-faktor psikologiskomunikan seperti tingkat pendidikan,pekerjaan,tingkat pengeluaran/pendapatan, minat akan informasi dan teknologi informasi serta variabel lingkungan seperti organisasi ,sistem sosial dan struktur sosial. Dimana variable anteseden ini akan membedakan antara satu karakter individu lainnya. 2. Variabel Motif Variabel Motif, dapat dioperasionalisasikan dengan berbagai cara yaitu unifungsional (hasrat melarikandiri, kontak sosial, atau bermain) , bifungsional (informasi-edukasi., fantasistescapist, atau gratifikasi segera tertangguhkan), empat-fungsional (diversi, hubungan personal, identitas personal,dan surveillance; atau surveillance, korelasi, hiburan, transmisi budaya, dan multi fungsi onal ( Rakhmat,2004:66) 3. Variabel Penggunaan Media Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media jenis isi media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan ( Rakhmat,2004:66). Dalam Penelitian ini kami hanya melihat terbatas pada penggunaan media , tidak sampai ke efek media.

Salah satu program dalam upaya membangun masyarakat cerdas bersama Telkom, maka diluncurkan Program Kampung Digital. Program ini membentuk kampungkampung/perumahan yang difasilitasi teknologi digital yang berwawasan ICT (Information, Communication & Technology).

Telkom Divisi Regional I Sumatera sebagai salah satu volunteer yang bergerak di bidang penyediaan dan pelayanan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (Infokom), berinisiatif untuk berperan aktif dalam upaya mengatasi masalah tersebut, salah satunya, melalui komitmen Education for Tomorrow sebagai wujud dari program Telkom Corporate Social Responsibility melalui komitmen membangun masyarakat cerdas bersama Telkom.

INDONESIA, dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa dan di antaranya 48 juta bermukim di Sumatera, saat ini menghadapi tantangan sangat berat dalam upaya meningkatkan kualitas SDM masyarakatnya agar memiliki daya saing tinggi. Sementara, Indonesia juga menghadapi persoalan lain yang tidak mudah, berupa kemiskinan dan kebodohan. Ini merupakan dua hal yang sangat berpengaruh dan menjadi problematika besar bangsa ini. Terhadap dua hal ini, tak ada jalan pintas, karenanya diperlukan upaya yang bersifat jangka panjang, yang sudah tentu akan melibatkan banyak orang dan institusi.

F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif. Metode penelitian deskriptif adalah metode yang hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa apa adanya. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rakhmat, 2004 : 24). Dengan kata lain, penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan (mendeskripsikan) secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala kelompok tertentu. 2. Lokasi Penelitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Tuk-Tuk Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.Jumlah penduduk sebanyak 1941 orang. Dengan luas wilayah 5.318 km2 Tuk-Tuk berarti pintu masuk,ketok.Sedangkan Si adong berarti ada.Tuk-Tuk Siadong adalah sebuah kota kecil di pulau Samosir yang berjarak kurang lebih 2 Km dari kota Tomok. Penduduk setempat menggantungkan hidup dari bisnis pariwisata dan pertanian. Tuk-Tuk berbatasan dengan : Sebelah Utara berbatasan dengan Pangururan Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ronggur Nihuta Sebelah Selatan berbatasan dengan Onan Runggu Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Toba Tuk-Tuk Siadong adalah satu-satunya kelurahan yang ada di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir ( Samosir dalam angka, 2008 ). 3. Populasi dan Sampel Populasi Populasi artinya keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, bendabenda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nawawi, 1983 : 141). Adapun yang menjadi Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pengguna Kampung Digital Tuk-Tuk, Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang terpilih melalui suatu teknis pengambilan sampel tertentu sehingga dapat mewakili populasi untuk diteliti (Sumarto, 1990 : 23). Dalam penentuan sampel mengingat Sumatera Utara yang merupakan bagian dari wilayah kerja BBPPKI Medan memiliki empat kampung digital yaitu kampung digital Terang Bulan di daerah Payabakung Diski ,kampung digital Sampali,kampung digital Sumber Karya Binjei dan kampung digital Tuk-Tuk Samosir dibagi secara Multi sampling (dimana populasi yang berada di daerah besar dibagi dalam beberapa area yang lebih kecil yang jelas batas batasnya),diambil 1 kabupaten secara purposive. Pemilihan sampel purposive yaitu sampel yang dipilih dengan pertimbangan karakteristik tertentu,Dari I kabupaten diambil lagi 1 kecamatan secara purposive, lalu diambil lagi 1 kelurahan secara purposive yaitu Tuk-Tuk Samosir . Karena besarnya jumlah populasi yang menggunakan Kampung Digital Tuk Tuk Samosir tidak bisa diukur jumlahnya (non probability) , maka untuk menentukan besarnya sampel,peneliti menggunakan Formula Cochram dengan rumus sebagai berikut : no= (t)2 (S)2 (d)2 Keterangan : no = ukuran sampel standard Cochram

t = nilai persentil t = 1,96 s = estimasi standard deviasi populasi 1,19 d = interval kesalahan ( margin of error ) Secara umum dalam penelitian ,interval kesalahan pada data adalah sebesar 10 % dan untuk data kontiniu sebesar 3 %.Sehingga margin error dalam penelitian ini yang dapat diterima 3/100 x 10 = 0,30 n = (1,96)2 . (1,19)2 (0,30)2 = 60,4 dibulatkan menjadi 60 Jadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 responden 4. Metode Pengumpulan Data Dalam melaksanakan penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui : a. Library Research (Penelitian Kepustakaan) yaitu penelitian yang menggunakan sumber bacaan yang terpilih dan terkait atau relevan dengan masalah yang akan diteliti sebagai dasar pemikiran dan pemecahan masalah. Ini dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literature, baik dari kepustakaan maupun sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan. b. Field Research (Penelitian Lapangan) Menggunakan data secara langsung di daerah lokasi yang diteliti. Pendekatannya melalui observasi, wawancara dan penyebaran kuesioner langsung kepada orangorang yang berkompeten dan mengetahui dengan baik permasalahan yang diteliti. Observasi adalah merupakan kegiatan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap gejala-gejala yang tampak selama melaksanakan penelitian. Studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan data yang sudah ada dan bersifat tertulis yang berhubungan dengan penelitian. 5. Metode Analisis Data Sesuai dengan sifat dan tujuannya maka analisis dari penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan deskriptif kuantitatif didukung dengan data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara ,dimana data lapangan yang telah diperoleh melalui daftar pertanyaan dikoding dan ditabulasi untuk memperoleh tendensi dengan persentase.

G. Analisa Hasil Penelitian Tabel. 1 Minat Terhadap Dunia Teknologi Informasi (Internet) NO SIKAP F % 1 Sangat Berminat 35 58.3 2 Berminat 21 35.0 3 Ragu-ragu 1 1.7 4 Kurang Berminat 3 5.0 Total 60 100.0 Sumber : K1 n = 60 Para pengguna kampung digital pada dasarnya merefleksikan suatu kewajaran antara posisi mereka sebagai daerah wisata yang tentunya tak bisa lepas dari turis asing yang sangat berhubungan dengan teknologi informasi dengan minat mereka sendiri dengan hal- hal yang berhubungan dengan teknologi informasi pula. Hal ini dibuktikan dari data statistik berdasarkan kuesioner yang diberikan pada responden menunjukkan bahwa, dari 60 responden sebanyak 35 atau 58,3 % menyatakan sangat berminat pada ICT, yang mengaku berminat sebanyak 35,0 %. Sisanya sebanyak 5,0 % menyatakan kurang berminat dan 1,7 % menjawab ragu-ragu. Tabel. 2 Pengetahuan Tentang Kampung Digital SIKAP F %

NO 1 2 3 4

Sangat Mengetahui 7 11.7 Mengetahui 36 60.0 Ragu-ragu 2 3.3 Kurang Mengetahui 15 25.0 Total 60 100.0 Sumber : K2 n = 60 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden memang mengetahui dan memanfaatkan kampung digital,ini dapat dilihat dari jawaban responden yaitu sebanyak 60,0 % menjawab mengetahui kampung digital, sementara sebanyak 25,0 % menjawab kurang mengetahui. Ini mungkin karena singkatnya waktu keberadaan kampung digital di lokasi tersebut. Sisanya sebanyak 11,7 % menjawab sangat mengetahui dan hanya 3,3 % yang menjawab ragu-ragu. Tabel. 3 Kegunaan Menggunakan Kampung Digital NO KEGUNAAN F % 1 Mencari Informasi 37 61.7 2 Mempromosikan Usaha 2 3.3 3 Mencari Relasi 2 3.3 4 Mengisi Waktu Luang 7 11.7 5 Lainnya 12 20.0 Total 60 100.0 Sumber : K3 n = 60

Tak beda dengan internet kampung digital banyak dimanfaatkan responden untuk mencari informasi, ini terlihat dari jawaban responden yang mayoritas menjawab mencari informasi yaitu sebanyak 61,7 %, lainnya sebanyak 20,0 %, menggunakan untuk mengisi waktu luan sebanyak 11,7 %. Sisanya untuk skor yang sama yaitu masingmasing 3,3 % yang menggunakan untuk mempromosikan usaha dan mencari relasi. Tabel. 4 Kampung Digital Memberikan Manfaat Dan Pengetahuan NO SIKAP F % 1 Sangat Bermanfaat 37 61.7 2 Bermanfaat 18 30.0 3 Kadang-kadang 5 8.3 4 Kurang Bermanfaat 0 0 5 Tidak Bermanfaat 0 0 Total 60 100.0 Sumber : K4 n = 60 Kehadiran kampung digital ternyata memberikan manfaat dan pengetahuan kepada responden ini terlihat dari jawaban yang diperoleh yaitu responden yang menjawab sangat bermanfaat yakni sebanyak 61,7 %, yang menjawab bermanfaat sebanyak 30,0 %. Tabel. 5 Penilaian Tentang Adanya Kampung Digital NO SIKAP F % 1 Sangat Baik 26 43.3 2 Baik 27 45.0 3 Sedang 6 10.0 4 Kurang Baik 1 1.7 Total 60 100.0 Sumber : K5 n = 60 Adanya kampung digital disambut masyarakat dengan baik karena dengan kehadiran kampung digital di Tuk-Tuk membawa banyak perubahan terutama kearah perkembangan dunia usaha warnet yang memang sangat dibutuhkan di Tuk-Tuk sebagai kampung wisata. Sikap masyarakat tehadap kehadiran kampung digital ini dapat dilihat dari hasil tabel diatas yaitu 45,0 % responden menjawab baik , 43,3 % responden menjawab sangat baik , 10,0 % yang menjawab sedang, dan hanya 1 orang atau 1,7 % yang menjawab kurang baik. Tabel. 6 Tingkat Kepentingan Terhadap Kampung Digital NO SIKAP F % 1 Sangat Penting 20 33.3 2 Penting 36 60.0 3 Ragu-ragu 2 3.3 4 Kurang Penting 2 3.3 Total 60 100.0 Sumber : K6 n = 60

Hampir sebagian besar responden menganggap kampung digital itu penting, ini terlihat dari hasil jawaban mereka yakni yang menjawab penting 60,0 % , yang menjawab sangat penting 33,3 %, sementara yang menjawab ragu-ragu dan kurang penting dengan persentase yang sama yaitu masing masing sebanyak 3,3 %.
Tabel. 7 Kampung Digital Membawa Pengaruh Yang Nyata
NO 1 2 3 4 Sumber : K7 n = 60 SIKAP Sangat Berpengaruh Berpengaruh Ragu-ragu Kurang Berpengaruh Total F 18 38 2 2 60 % 30.0 63.3 3.3 3.3 100.0

Kampung digital membawa pengaruh yang nyata bagi masyarakat Tuk-Tuk , ini terlihat dari jawaban responden yaitu yang menjawab berpengaruh sebanyak 63,3 % , sangat berpengaruh sebanyak 30,0 %, dan yang menjawab ragu ragu dan kurang berpengaruh masing-masing sebanyak 3,3 %. Dikatakan berpengaruh karena dengan kehadiran kampung digital atau dicanangkannya kampung digital memancing speedy landing sehingga biaya dalam menggunakan internet yang sebelumnya hampir sama dengan biaya interlokal yaitu sebesar 60 ribu perjam ( Telkom net instant ) menjadi lebih murah. Setelah kehadiran speedy tarif menggunakan internet perjam di Tuk Tuk yaitu untuk Turis asing Rp 15.000,- sampai Rp 20.000,-. Sementara untuk lokal Rp 8.000 sampai Rp 10.000,- per jamnya.
Tabel. 8 Hal Yang Mendorong Dalam Menggunakan Kampung Digital
NO 1 2 3 4 5 Sumber : K8 n = 60 MENDORONG Rasa Ingin Tahu Kemudahan Akses Informasi Kelengkapan Fasilitas Yang Ada Mengikuti Perkembangan Zaman Kemudahan Untuk Berkomunikasi Total F 18 13 6 13 10 60 % 30.0 21.7 10.0 21.7 16.7 100.0

Namun yang mendorong responden dalam menggunakan kampung digital tidak terlalu jauh berbeda yaitu rasa ingin tahu 30,0% , kemudahan akses informasi dan mengikuti prkembangan zaman menduduki persentase yang sama yaitu masing masing 21,7 %, kemudahan untuk berkomunikasi sebanyak 16,7 % dan sisanya 10,0 % untuk kelengkapan fasilitas yang ada. Tabel. 9 Tingkat Kepentingan Terhadap Kampung Digital Dalam Kehidupan Sehari-Hari NO SIKAP F % 1 Sangat Penting 13 21.7 2 Penting 41 68.3 3 Ragu-ragu 1 1.7 4 Kurang Penting 4 6.7 5 Tidak Penting 1 1.7 Total 60 100.0
Sumber : K9 n = 60

Adapun tingkat kepentingan responden terhadap kampung digital dalam kehidupan sehari-hari mayoritas responden mengatakan penting. Ini terlihat dari jawaban

responden yaitu yang mengatakan penting sebanyak 68,3 %, yang mengatakan sangat penting sebanyak 21,7 %, yang menjawab kurang penting sebanyak 6,7 %. Sisanya masing masing 1,7 % untuk jawaban ragu ragu dan tidak penting. Tabel. 10 Keberadaan Kampung Digital Dapat Membantu Memecahkan Masalah Ekonomi NO SIKAP F % 1 Sangat Setuju 9 15.0 2 Setuju 26 43.3 3 Ragu-ragu 11 18.3 4 Kurang Setuju 8 13.3 5 Tidak Setuju 6 10.0 Total 60 100.0
Sumber : K10 n = 60

Hadirnya kampung digital di Tuk-Tuk dirasakan sebagian besar masyarakat membantu dalam memecahkan masalah ekonomi karena dengan kehadiran kampung digital membawa dan membuka peluang usaha dibidang rental internet yang begitu banyak peminatnya di kampung wisata tersebut, dan juga ada responden yang tertarik membuka rental game setelah hadirnya kampung digital tersebut. Ini dapat dilihat dari hasil tabel diatas yaitu sebanya 43,3 % menjawab setuju, ragu-ragu sebanyak 18,3 %, yang menjawab sangat setuju sebanyak 15,0 %, kurang setuju sebanyak 13,3 % dan 10,0 % yang menjawab tidak setuju. Tabel. 11 Keberadaan Kampung Digital Membantu Dalam Mencari Ide / Pemikiran Untuk Berwirausaha NO SIKAP F % 1 Sangat Setuju 16 26.7 2 Setuju 31 51.7 3 Ragu-ragu 4 6.7 4 Kurang Setuju 6 10.0 5 Tidak Setuju 3 5.0 Total 60 100.0 Sumber : K11 n = 60 Hadirnya kampung digital membantu responden dalam mencari ide/pemikiran untuk berwirausaha seperti menyediakan rental internet di hampir semua tempat seperti restauran, caf, cotage, hotel, losmen atau penginapan dan usaha lain seperti rental game yang ide awalnya terisnpirasi dari hadirnya kampung digital. Ini juga dapat dilihat dari hasil statistik dimana responden yang menjawab setuju sebanyak 51,7 %, yang menjawab sangat setuju sebanyak 26,7 %, kurang setuju sebanyak 10,0 %, untuk jawaban raguragu sebanyak 6,7 % dan sisanya 5.0 % untuk jawaban tidak setuju.

Tabel. 12 Keberadaan Kampung Digital Memotifasi

NO 1 2 3 4 5 Sumber : K12 n = 60

Untuk Membuka Usaha SIKAP F Sangat Setuju 10 Setuju 33 Ragu-ragu 6 Kurang Setuju 7 Tidak Setuju 4 Total 60

% 16.7 55.0 10.0 11.7 6.7 100.0

Banyak masyarakat khususnya responden yang terisnpirasi dan termotifasi untuk membuka usaha dengan hadirnya kampung digital tersebut, ini dapat dilihat dari jawaban sebagian besar responden yang menjawab setuju kalau kampung digital yang memotifasi mereka dalam membuka usaha yaitu sebanyak 55,0 %, yang menjawab sangat setuju sebanyak 16,7 %, kurang setuju sebanyak 11,7 %, ragu-ragu sebanyak 10,0 % dan sisanya untuk jawaban tidak setuju sebanyak 6,7 %. Tabel. 13 Keberadaan Kampung Digital Membantu Dalam Menjalin Kerjasama Usaha Dengan Pihak Lain NO SIKAP F % 1 Sangat Setuju 12 20.0 2 Setuju 24 40.0 3 Ragu-ragu 13 21.7 4 Kurang Setuju 7 11.7 5 Tidak Setuju 4 6.7 Total 60 100.0 Sumber : K13 n = 60 Kampung digital dirasakan responden dapat membantu dalam menjalin kerjasama usaha dengan pihak luar misalnya si wisatawan yang sudah pernah datang berkunjung ke Tuk-Tuk tersebut membawa situs atau website kampung digital pulang kenegaranya lalu ditunjukkan atau dipromosikan ke rekan atau relasinya yang ingin berkunjung ke TukTuk. Ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menjawab setuju sebanyak 40,0 %, sangat setuju sebanyak 20,0 %. Ragu-ragu sebanyak 21,7 %, kurang setuju sebanyak 11,7 %. Sisanya sebanyak 6,7 % menjawab tidak setuju. Tabel .14 Keberadaan Kampung Digital Sudah Membantu Untuk Melancarkan / Meningkatkan Kerjasama Usaha Dengan Pihak Lain NO SIKAP F % 1 Sangat Setuju 12 20.0 2 Setuju 26 43.3 3 Ragu-ragu 10 16.7 4 Kurang Setuju 8 13.3 5 Tidak Setuju 4 6.7 Total 60 100.0
Sumber : K14 n = 60

Dari hasil tabel diatas dapat dilihat jawaban responden yang menjawab setuju sebanyak 43,3 %, sangat setuju sebanyak 20,0 %. Ragu ragu ada sebanyak 16,7 % dan

yang menjawab kurang setuju sebanyak 13,3 %. Sisanya yang menjawab tidak setuju sebanyak 4 orang atau sebanyak 6,7 %. Kampung digital sudah membantu untuk melancarkan /meningkatkan kerjasama usaha dengan pihak lain. Contoh yang paling nyata dalam Malaysia Paralayang terbuka yang memakai Iven Samosir yang pusatnya dilaksanakan di Tuk-Tuk Siadong. Dalam Iven ini tentunya kampung digital sangat berperan menjual yang nantinya bisa diketahui apa maunya pengunjung mulai dari kamar sampai kebutuhan kecil . Tabel. 15 Keberadaan Kampung Digital Sudah Membantu Masyarakat Di Lingkungan Tempat Tinggal Anda Untuk Mendapatkan Informasi Tentang Dunia Usaha NO SIKAP F % 1 Sangat Membantu 21 35.0 2 Membantu 33 55.0 3 Ragu-ragu 6 10.0 4 Kurang Membantu 0 0 5 Tidak Membantu 0 0 Total 60 100.0 Sumber : K15 n = 60 Jawaban yang pantastis dari responden yakni sebanyak 55,0 % menjawab setuju kalau keberadaan kampung digital sudah membantu masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka untuk mendapatkan informasi tentang dunia usaha.Yang menjawab sangat membantu sebanyak 35,0 % dan sisanya hanya 6 orang atau sebanya 10,0 % yang menjawab ragu ragu. Tabel. 16 Biaya Yang Dibebankan Kepada Pengguna Kampung Digital NO SIKAP F % 1 Sangat Murah 7 11.7 2 Murah 47 78.3 3 Ragu-ragu 5 8.3 4 Kurang Murah 1 1.7 5 Tidak Murah 0 0 Total 60 100.0 Sumber : K16 n = 60 Biaya yang dibebankan kepada pengguna kampung digital tidaklah mahal dibandingkan dengan menggunakan internet di tempat rental internet /service informasi lainnya yang kini tumbuh bagaikan jamur dimusim hujan di Tuk-Tuk siadong. Biaya di kampung digital hanya Rp 3000 perjamnya, sangat pantastis bedanya dibandingkan dengan diluar yang bisa mencapai Rp 8000- Rp 10.000 untuk kalangan lokal dan Rp 15.000 Rp 20. 000 untuk turis asing dalam perjamnya. Ini dapat lebih diperjelas dari jawaban responden yakni yang menjawab murah sebanyak 78,3 %. Menjawab sangat murah sebanyak 11,7 % dan ragu ragu sebanyak 8,3 %.Sisanya 1,7 % atau 1 orang menjawab tidak murah.

Tabel. 17 Harapan Kedepan Untuk Kemajuan Kampung Digital

NO

HARAPAN

% 50.0

1 Membawa Pengaruh Positif ,Terutama Dapat Menambah Wawasan Masyarakat 30 Dibidang TIK 2 Penambahan Unit Komputer , Peningkatan Fasilitas dan Sosialisasi Ke 12 Masyarakat 3 Dapat Membawa Kemajuan Dibidang Pendidikan 8 4 Pembelajaran Gratis Atau Bimbingan Teknis Pemanfaatan Kampung Digital 4 5 Harapan Lainnya 6 Total 60 Sumber : K17 n = 60

20.0

13.3 6.7 10.0 100.0

Untuk tabel 49, Dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti mengenai harapan masyarakat mengenai kemajuan kampung digital kedepan di Tuk-Tuk Siadong, harapan akan membawa pengaruh positif, terutama dapat menambah wawasan masyarakat dibidang TIK sebanyak 50, 0 %.Berharap akan adanya penambahan unit komputer, peningkatan fasilitas dan sosialisasi ke masyarakat sebanyak 20,0 % , harapan dapat membawa kemajuan dibidang pendidikan 13,3 %, serta harapan akan diadakannya pembelajaran gratis atau bimbingan teknis pemanfaatan kampung digital sebanyak 6,7 %. Sisanya menjawab harapan lainnya yaitu 10,0 %. Tabel. 18 Kendala Yang Dihadapi Dalam Penggunaan Kampung Digital
NO KENDALA F %

1 Kurang Mengerti /Paham Dalam Penggunaan Kampung Digital 2 Masaah Biaya 3 Lambat Loading 4 Kurangnya Fasillitas Sehingga Harus Antri 5 Kendala Lainnya Total Sumber : K18 n = 60

13 12 11 7 17 60

21.7 20.0 18.3 11.7 28.3 100.0

Untuk tabel 50 ini juga, dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti yaitu mengenai kendala yang responden hadapi dalam penggunaan kampung digital, merasa kurang mengerti /paham dalam penggunaan kampung digital sebanyak 21,7 %. Meskipun biaya yang dikenakan dikampung digital relatif lebih murah dibandingkan dengan jika menggunakan diluar namun sebanyak 20,0 % responden mengatakan masalah biaya menjadi kendala yang mereka hadapi,ini mungkin disebabkan responden yang terjaring tersebut sebagian adalah pelajar dan pekerja yang mempunyai gaji yang relatif kecil.Sementara yang menjawab kendala yang mereka hadapi karena lambat Loading atau lebih populer dengan lalot sebanyak 18,3 %. Yang menjawab kurangnya fasilitas sehingga harus antri sebanyak 11, 7 %. Sisanya sebanyak 28,3 % menjawab kendala lainnya.

Berdasarkan temuan data-data penelitian diatas dapat dilihat bahwa pemanfaatan kampung digital oleh mayarakat Tuk Tuk Kabupaten Samosir Sumatera Utara untuk menambah informasi ,meningkatkan pengetahuan mereka, dan sebagai media komunikasi telah disambut dengan baik kehadirannya oleh mayarakat dan digunakan secara efektif serta berhasil guna karena kehadiran kampung digital yang biayanya relatif lebih murah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pembelajaran awal, begitu juga dengan anak anak sekolah mereka akan memperaktekkan pelajaran sekolah dikampung digital sepulang sekolah. Mereka memanfaatkan kampung digital dan mengakses kampung digital yang telah disediakan Telkom Divisi I yang dikelola oleh Dinas Pariwisata karena Telkom hanya bertanggung jawab sampai ke saluran saja. Adapun waktu dimana masyarakat mengakses kampung digital adalah kebanyakan masyarakat memanfaatkannya dengan waktu yang tidak tentu yaitu mengingat perangkat kampung digital yang tersedia hanya 1 (satu) unit jadi mereka harus antri menunggu waktu luang.Keadaan ini tentunya menimbulkan perasaan yang kurang nyaman bagi masyarakat terutama bagi masyarakat yang betul-betul tertarik untuk mempelajari dan mendalami masalah internet ini dan mempunyai uang saku yang terbatas seperti anak sekolah. Adapun jenis kegiatan yang dilakukan melalui kampung digital ini pada umumnya adalah untuk mengakses informasi,chatting,browsing (mencari informasi melalui website), mengakses informasi hiburan, e-mail (surat menyurat melalui internet), game dan lain sebagainya.Adapun yang menjadi faktor pendorong dalam pemanfaatan kampung digital bagi masyarakat Tuk Tuk siadong Kabupaten Samosir ini adalah rasa ingin tahu,kemudahan akses informasi dan untuk mengikuti perkembangan jaman,sedangkan faktor-faktor lainnya yang mendorong pemanfaatan kampung digital bagi masyarakat adalah kemudahan untuk berkomunikasi serta untuk kelengkapan fasilitas yang ada. Dalam pencarian informasi yang sering diakses adalah mengenai infomasi pariwisata dan bisnis/dunia usaha yang berhubungan dengan pariwisata sesuai daerah mereka yang memang kampungnya wisatawan ,pendidikan, hiburan. Sedangkan keberadaan kampung digital juga banyak dimanfaatkan masyarakat dalam memecahkan persoalan kehidupan sosial, mengisi waktu luang, meningkatkan hubungan silaturahmi, sarana bersantai,dan memecahkan masalah ekonomi keluarga. Mengakses teknologi informasi internet lewat kampung digital sudah menjadi kebiasaan rutin sebagian masyarakat Tuk Tuk Kabupaten Samosir. Teori informasi membentuk dasar untuk komputer elektronik modern dan pengiriman informasi dalam cyberspace. Internet sudah mampu mengubah perilakuperilaku masyarakat dalam menggantikan kebiasaan lama, misalnya perusahaan komunikasi yang besar tidak lagi dibutuhkan untuk mengirim informasi karena penerbitan sendiri (do-it-yourself pubblishing) sekarang dimungkinkan lewat internet (Severin,2007:61 ). Antusiasme masyarakat terhadap kampung digital ini dapat dilihat melalui data pada tabel II.11, yang mana pada umumnya responden sangat berminat terhadap teknologi informasi internet lewat kampung digital ini, namun dirasakan sangat kurang karena fasilitas yang ada hanya satu unit. Manfaat yang dirasakan masyarakat dengan hadirnya kampung digital ini membawa pengaruh yang positif bagi mayarakat karena bukan saja kemudahan akses informasi yang didapat ,juga banyak digunakan untuk membuka peluang usaha, ini tidak bisa dipungkiri karena kehadiran kampung digital yang terbatas memancing masyarakat lainnya untuk membuka service informasi ini dibanyak tempat di Tuk Tuk karena memang daerah ini sangat memerlukan kehadiran teknologi baru tersebut untuk mengimbangi permintaan pasar .

Namun dari pegamatan penulis terlihat bahwa pemanfaatan Kampung Digital tersebut tidak terorganisir secara baik, baik it dari segi pengelolaan fisik maupun dari segi administrasinya, sehingga banyak peralatan yang kini sudah tidak dapat digunakan lagi. Kesimpulan Beberapa poin penting yang dapat diambil dari hasil penelitian tentang pemanfaatan kampung digital oleh masyarakat Tuk - Tuk kabupaten Samosir Sumatera utara yang telah dilakukan dirangkum dalam kesimpulan sebagai berikut : 1. Kehadiran kampung digital dirasakan masyarakat sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan usaha dan perekonomian masyarakat, dalam bidang informasi dapat meningkatkan kualitas pikiran manusia di era globalisasi sekarang ini. Melalui kampung digital masyarakat dapat melakukan transaksi elektronik yang mencakup semua aspek sesuai dengan culture kampung tersebut baik dunia usaha sampai kepada pemilihan gubsu. Juga dimanfaatkan untuk mengakses informasi , membantu pekerjaan,sebagai media komunikasi seperti chatting dan surat menyurat melalui internet atau disebut juga e-mail. Khusus e-mail dan chatting misalnya banyak dilakukan dengan turis asing. E-mail harus dicek setiap saat untuk mengetahui apa maunya si turis yang sering kali mengabarkan akan kedatangannya dan memesan segala fasilitas juga lewat e-mail atau lewat chatting. Dengan kata lain banyak yang bisa internet atau hanya sekedar cek E-mail dan chatting di Tuk-Tuk tapi dia tidak bisa menggunakan komputer. 2. Motifasi masyarakat menggunakan kampung digital dipicu rasa ingin tahu karena sering kali si wisatawan bercerita tentang internet, dan awalnya juga kampung digital Tuk Tuk banyak digunakan oleh wisatawan lalu diikuti oleh guide yang penasaran akan kampung digital..Selain rasa ingin tahu, kemudahan akses informasi, kemudahan untuk berkomunikasi, kelengkapan fasilitas yang ada dan mengikuti perkembangan jaman menjadi motifasi masyarakat menggunakan kampung digital ini. Namun karena pengguna kampung digital ini banyak supir baru (pengguna pemula) sehingga tingkat kerusakan tinggi. Kampung digital yang semula diperuntukkan untuk pebelajaran masyarakat ini beberapa bulan terakhir rusak dan tidak bisa dimanfaatkan lagi karena sampai sekarang belum ada perbaikannya. 3. Kehadiran kampung digital memancing untuk speedy loading, sehingga begitu mudahnya mengakses internet di Tuk-Tuk dan begitu mudah menemukan orang yang familiar dengan internet, bukti bahwa mereka siap menerima kehadiran teknologi informasi di kehidupan sehari hari mereka. Jika saja di tempat lain juga ini dapat diterapkan maka Sumatera pulau digital akan segera terwujud. Saran 5. Evaluasi dan koordinasi dengan tim webmaster (pengelola web) dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Pemkab Samosir untuk selalu berupaya agar situs ini tetap eksis dan bermanfaat bagi lingkungan kawasan wisata digital dan masyarakat batak yang ada dipulau Samosir dan tidak menutupi kemungkinan bagi masyarakat lain yang menginginkan melihat via internet tentang info ataupun pengembangan objek wisata dilokasi ini. Dinas Pariwisata dan seni Budaya sebagai pihak pengelola, karena kehadiran kampung digital masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat Tuk-Tuk sebagai pembelajaran dan penyeimbang Rental internet atau servis informasi yang ada disana. 6. Memperluas jangkauan akses kampung digital dan menambah kehadiran kampung digital di berbagai daerah terutama daerah terpencil supaya masyarakat bisa merasakan manfaat dari kampung digital sehingga tidak ada lagi masyarakat yang ketinggalan informasi.

7. Sosialisasi tentang kampung digital dan pengadaan bimbingan teknis penggunaan internet gratis masih perlu dilakukan di Tuk-Tuk Siadong sebagai kampung digital karena sering kali pengelola kampung digital dan masyarakat kewalahan /tidak bisa menjawab jika turis asing menanyakan situs tertentu tentang Indonesia. 8. Penambahan sarana kampung digital sangat dibutuhkan terutama bagi anak sekolah yang ingin menerapkan / mempraktekan pelajaran yang telah diperoleh disekolah. DAFTAR PUSTAKA Kriyantono, Rachmat. 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. MeQuail, Denis.1994, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta Nuh,Muhammad.2007, Warnet Atasi Kesenjanan Digital,Media Kominfo,Jakarta Nawawi,hadari. 1983, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada, Yogyakarta. Pemkab Samosir, Samosir Dalam Angka Tahun 2008., Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Rakhmat,Jalaluddin. 2004, Metode penelitian Komunikasi, Remaja Rosda Karya, Bandung. Sumanto. 1990, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta. Severin,Werner dan James Tankard.2007, Teori Komunikasi Sejarah , dan Terapan di Dalam Media Massa,Kencana Prenada Media Group. Sumber lain http://www.tuktuksamosir.kampungdigital.com/senibudaya.php http:// blog.kampungdigital.com/ Anshari,Andang,2008, FocusGrup Discussion RPJM 2010-2014 DEPKOMINFO,Hotel Dharma Deli,Medan.

PEMILIHAN MEDIA ALTERNATIF DALAM MEMPEROLEH INFORMASI PUBLIK DI DAERAH BLANK SPOT TVRI SUMUT DI KABUPATEN LABUHAN BATU Oleh : Parulian Sitompul * ABSTRAK Penulisan ini menulis tentang masyarakat di Labuhan Batu Kelurahan Bakaran Batu Kec. Rantau Selatan yang merupakan Blank Spot TVRI Sumut. Artinya siaran TVRI Sumut tidak terjangkau siaran pada masyarakat. Padahal TVRI Sumut merupakan salah satu refresentasi media audio visual yang diharapkan dapat menyiarkan informasi publik yang dibutuhkan masyarakat Labuhan Batu. Namun karena TVRI Sumut tidak dapat menjangkau siaran dimaksud, dengan seadanya masyarakat mencari alternatif media lain yangmungkin dapat memenuhi kebutuhan mereka akan informasi publik. Penelitian diadakan dengan cara survey langsung kepada responden di Kelurahan Bakaran Batu terhadap 60 orang yang memiliki masyarakat sebagai pengguna media. Analisa data yang digunakan bersifat deskriftif dengan maksud dari hasil jawaban responden di media sedemikian rupa hingga memperoleh deskripsi jawban dari permasalahan yang diteliti. Sementara pendekatan teori yang digunakan adalah dengan menggunakan model uses and gratifications. Model ini digunakan hanya untuk memfokuskan permasalahan terhadap penggunaan media untuk memenuhi kebutuhan akan informasi publik. Dari hasil penelitian yang diperoleh dengan ketidak jangkauan TVRI sumut (blank spot) menyiarkan informasi publik maka responden memilih media lain sebagai alternatif untuk memperoleh informasi publik yang diinginkan media tersebut antara lain adalah televis swasta nasional yang ada (RCTI, Trans TV, dan TV swasta lainnya, TVRI dan RRI Jakarta) yang sama sekali tidak menyiarkan informasi publik yang diharapkan informasi yang berhubungan dengan daerah mereka. Tentunya keadaan ini sangat memprihatinkan di satu sisi masyarakat ingin tahu tentang daerah mereka melalui TVRI Sumut namun yang diharapkan tidak demikian karena daerah mereka adalah Blank Spot TVRI Sumut. Oleh karenanya pemerintah daerah diharapkan dapat mendorong pihak TVRI Sumut agar siaran TVRI Sumut yang ada di Medan dapat menjangkau di daerah Kelurahan Bakaran Bat Kec. Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu. Kata Kunci : Pemilihan media, informasi publik, daerah blank spot Latar Belakang Masalah Televisi merupakan salah satu media massa penyampaian pesan kepada masyarakat secara luas, dan merupakan salah satu media yagn sangat digemari oleh masyarakat. Karena TV dapat menyajikan informasi seperti apa yang terjadi sebenarnya (audio visual), yaitu informasi dengan gambar bergerak (motion picture). Televisi merupakan medium yang paling akrab bagi keluarga. Sering dituduh bahwa penetrasi televisi ke lingkungan rumah tangga menjadi nilai pembenaran (intruder) dalam kehidupan keluarga. Sebaliknya dapat ditunjukkan bahwa di antara media komunikasi, televisi menurut Monaco seperti yang dikutip dalam Siregar,
*

Penulis adalah Peneliti Madya Bidang Komunikasi Pada BBPPKI Medan

Merupakan perangkat yang dapat dinikmati bersama sama (sharing), berbeda dengan media cetak yang penikmatannya bersifat individual. Televisi sebagai suatu sarana komunikasi massa yang memiliki peranan penting dalam menyampaikan pesan, terutama pesan-pesan pembangunan. Diketahui sebahagian penduduk Indonesia berada di daerah pedesaan membutuhkan dalam jumlah besar informasi baru tentang pembangunan disekitar daerahnya. Melalui televisi keadaan suatu daerah akan tampak jelas dan tergambar seolah-olah dalam siaran itu adalah keadaan sebenarnya realitas dari objek yang terjadi. Didalam kehidupan sosial atau proses sosial secara dinamis didasarkan pada komunikasi., karena televisi merupakan jenis khusus dari berbagai media yang ada dalam lingkup studi komunikasi massa, maka dengan keberadaan media televisi yang memiliki berbagai jenis informasi akan dapat lebih mempermudah masyarakat untuk mengembangkan proses sosialnya berdasarkan informasi yang diperolehnya dari televisi. Berbagai penelitian dan pendapat para ahli komunikasi mengatakan bahwa media massa memiliki pengaruh terhadap persepsi, opini, dan sikap perilaku individu dan masyarakat. Media massa baik yang tercetak seperti majalah, surat kabar, tabloid maupun media elektronik seperti radio siaran dan televisi melalui informasi, opini, dan materi siaran dengan berbagai metoda pendekatan melakukan aktivitas yang dapat memberi pengetahuan dan pendidikan kepada masyarakat. Televisi merupakan salah satu bentuk komunikasi massa, dapat juga disebut sebagai jenis khusus dari komunikasi sosial yang dilembagakan memiliki banyak pengertian seperti Jalaluddin Rakhmat menyebutkan, bahwa komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak ataupun elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima seacara serentak dan sesaat. ( Rahmat,1981, hal : 177 ) Jika dilihat dari uraian di atas defenisi komunikasi massa tersebut menunjukkan bahwa dalam proses komunikasi massa seperti yang diutarakan di atas begitu kompleks dan perlu perencanaan yang matang. Kekompleksitasan itu dikarenakan oleh suatu sasaran media agar proses komunikasi yang dilakukan dapat efektif. Tetapi sebagaimana yang digambarkan oleh Rakhmat ,bahwa dalam proses komunikasi massa harus memperhatikan tentang keberadaan khalayak yang begitu kompleks dan beragam, pesanpesan yang disampaikan harus tepat, pengorganisasian komunikator terlembaga dan perlunya merancang dan menyususn strategi komunikasi yang dilakukan dalam komunikasi massa. Ada banyak orang beranggapan bahwa media masa sangat efektif mempengaruhi khalayak. Pada satu sisi hal itu dapat diterima , tetapi keadaan ini hanya dapat berlaku pada masyarakat yang bersifat pasif menerima apa adanya pesan- pesan yang disampaikan padanya. Anggapan yang demikian ini dianut oleh Bullet Theory atau yang sering disebut model hipodermik yang mengasumsikan, bahwa khalayak bersifat pasif menganalogikan pesan seperti obat yang disuntikkan ketubuh penerima. Melihat begitu pentingnya kehadiran media massa bagi masyarakat terutama televisi, maka dapat diasumsikan keberadaan siaran televisi di suatu daerah merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Demikian juga halnya yang terjadi di Kabupaten Labuhan Batu, Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan, Propinsi Sumatera Utara, daerah ini sulit menerima siaran-siaran dari TVRI Sumut karena kondisi geografis wilayahnya yang berada di balik atau dikelilingi bukit barisan sehingga pemancar TVRI Sumut kurang mampu bahkan tidak mampu menyebarkan sinyal dan gelombangnya kepada antena televisi ke rumah-rumah penduduk di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu. Dengan kata lain, wilayah ini termasuk dalam kategori Blank Spot jangkauan siaran TVRI Sumut. Akibatnya, penduduk di wilayah ini

mencari alternatif lain untuk memperoleh informasi publik yang mereka butuhkan dalam kehidupan mereka. Tentunya keadaan ini menjadi masalah dalam memperoleh informasi public dalam lingkup informasi public dari provinsi Sumatera utara, maka permasalahannya adalah media alternatif apakah yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi publik yang mereka butuhkan tersebut. Apabila media alternatif tersebut bermuatan positif (berisi pesan-pesan pembangunan yang konstruktif dan hiburan yang mendidik) memang tidak akan menimbulkan persoalan baru, namun jika media alternatif yang digunakan bermuatan negatif (berisi informasi dan hiburan yang tidak mendidik) maka masalah akan muncul yaitu terjadinya efek yang destruktif dari kehadiran media alternatif tersebut yang dapat menimbulkan pola pikir masyarakat negatif yaitu diantaranya adalah hilangnya rasa nasionalisme dan tidak termotivasi untuk membangun daerahnya. Berdasarkan pemikiran inilah penelitian ini sebaiknya dilakukan untuk mengantisipasi efek negatif kepada masyarakat atas kehadiran media alternatiif yang mungkin tidak konstruktif di wilayah Kabupaten Tobasa. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : Bagaimanakah pemilihan media alternatif dalam memperoleh informasi publik di daerah Blank Spot TVRI Sumut di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu Adapun permasalahan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah frekuensi masyarakat menggunakan media alternatif mendapatkan informasi publik ? 2. Apakah media dan jenis informasi publik yang digunakan masyarakat ? 3. Waktu masyarakat mendapatkan informasi publik ? 4. Durasi masyarakat mendapatkan informasi publik setiap hari ? 5. Mengetahui kualitas informasi publik yang diterima untuk

Pembatasan Masalah Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Media dan jenis informasi publik yang dikonsumsi masyarakat Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu 2. Daerah penelitian ini adalah di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu 3. Responden penelitian ini adalah masyarakat yang mengonsumsi informasi publik Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimanakah frekwensi responden menggunakan media alternatif untuk mendapatkan informasi publik. 2. Untuk mengetahui apakah media dan jenis informasi publik yang digunakan responden. 3. Untuk mengetahui waktu responden mendapatkan informasi publik. 4. Untuk mengetahui durasi responden mendapatkan informasi publik setiap hari. 5. Untuk mengetahui lokasi responden biasanya mendapatkan informasi publik setiap hari.

Uraian Teoretis. Penelitian ini membahas tentang Bagaimanakah Pemilihan Media Alternatif dalam Memperoleh Informasi Publik di Daerah Blank Spot TVRI Sumut di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu. Televisi adalah salah satu media massa, maka dalam kerangka teoritis akan diuraikan mengenai komunikasi massa. Adapun sebagai kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah menggunakan kerangka pemikiran dengan pendekatan teori Uses and Gratifications, (Katz dan Blumler, 1974). Menurut mereka berdasarkan pemikiran ini bahwa seseorang akan mencari sumber informasi (media) lain untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. Teori uses and gratification menungkapkan bahwa penggunaan media memiliki pilihan alternative lain untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Karenanya dengan pendekatan teori ini bagi masyarakat di Kelurahan Bakaran Batu Selatan Kabupaten Labuhan Batu yang menjadi lokasi penelitian ini dan juga sebagai blank spot TVRI Sumut tentunya akan mencari media alternative lain selain TVRI Sumut untuk memperoleh informasi public yang dibutuhkan. Seperti yang dikemukakan Melezke (1963) yang dikutip oleh Rakhmat, 1981 mengartikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media. Salah satu contoh media massa ialah televisi. Televisi merupakan media massa pandang dengar dan membuat informasi yang disampaikan lebih menarik dan menyenangkan pemirsa dibandingkan dengan komunikasi lainnya seperti media cetak. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Sebagai media massa, televisi memang memiliki kelebihan dalam penyampaian pesan dibandingkan dengan media massa lain. Pesan-pesan melalui televisi disampaikan melalui gambar dan suara bersama (sinkron) dan hidup, sangat cepat (actual) terlebih lagi dalam siaran langsung (live broadcasting) dan menjangkau ruang yang sangat luas (Wahyudi, 1986:3). Hal yang sama diungkapkan oleh Yacob Utomo mengemukakan bahwa televisi merekam kejadian dengan gambar dan suara serentak, mentah seperti apa adanya. Televisi merekam atau memotret kejadian secara hidup dan langsung menyiarkan kepada penonton. Mungkin saja masih ada jarak waktu, misalnya jika tidak siaran langsung . Meskipun demikian keserentakan lebih terasa, lebih nyata, lebih hidup dan mencekam. Alat-alat audio visual (televisi) juga membuat suatu pengertian atau informasi menjadi lebih berarti. Kita lebih mudah dan lebih cepat belajar dengan melihat alat-alat sensori seperti gambar atau model (Sulaiman,1981:1). Dari uraian di atas menunjukkan bahwa televisi itu mempunyai kemampuan yang lebih dibandingkan dengan media massa lainnnya, seperti suratkabar. Televisi dapat merangsang orang untuk bertahan lama dihadapannya hanya karena untuk menyaksikan siaran audiovisual yang ditayangkan secara hidup seperti kejadian yang sebenarnya. Dengan teknologi yang dimilikinya maka wajar televisi mendapat posisi yang berarti bagi pemirsanya. Informasi Publik. Dengan demikian dengan keberadaan TV sebagai media informasi yang banyak digemari oleh masyarakat, maka keberadaan media tersebut memiliki peran penting dalam menyebarluaskan informasi public. Apalagi didaerah pedesaan kebutuhan

masyarakat akan informasi publik menjadi begitu penting. Seiring dengan perwujudan pemerintahan yang transparan dan terbuka terhadap partisipasi aktif masyarakat menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi perlunya informasi publik itu hadir ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat harus diberi akses seluas-luasnya untuk mengetahui produk kebijakan dan kinerja badan-badan pemerintah beserta pejabatnya. Tentunya ketersediaan informasi public itu pada masyarakat menjadi keharusan apalagi melalui media TV. Karenanya maka yang menjadi rujukan ilmiah tentang pengertian informasi publik menurut Sudibyo peneliti ISAI Jakarta (2009) menyebutkan bahwa informasi public itu adalah Segala informasi yang berkaitan dengan hajat hidup publik (masyarakat) yang berada dibawah pengelolaan badan-badan publik. Dijelaskan lagi badan-badan publik itu bisa pada level eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN, BUMD, badan-badan hukum Negara juga organisasi non pemerintah atau swasta yang menggunakan anggaran pemerintah atau yang mempunyai perjanjian kerja dengan pemerintah untuk fungsi pelayanan publik. Jelas ditegaskan diatas bahwa begitu pentingnya informasi public itu bagi masyarakat. TV dan media lainnya memiliki kedudukan penting dalam penyebaran informasi publik pada masyarakat, sebab informasi public menyangkut hajat hidup orang banyak. Metode Penelitian Adapun metode penelitian adalah penelitian survey dengan bersifat deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan apa adanya dari data lapangan yang dihimpun. Data yang diperoleh dari lapangan ditabulasi secara tabel tunggal dan digambarkan sedemikian rupa tanpa melakukan analisa secara mendalam seperti tabulasi silang. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah dilakukan di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara. Populasi dan Sampel Adapun populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu, berjumlah 600 orang (survey awal 2009 pengguna media. Sementara sampel dalam penelitian ini adalah pengguna media di daerah tersebut. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang ditarik secara sampel random sederhana dengan menggunakan rumus pengambilan sampel menurut Suharsimi Arikunto dalam buku Prosedur Penelitian (1998) menyebutkan jika jumlah populasi lebih dari 100 maka dapat diambil sampel antara 10 sampai 15% dan antara 20 sampai 25% dari jumlah populasi. Adapun jumlah sample penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi. Metode Analisa Data Analisa data dilakukan secara deskriptif, karena penelitian ini adalah penelitian survey dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang telah ditentukan. Dari data tersebut dianalisa secara sederhana sebagaimana lazimnya dalam metode deskriptif.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan Karakteristik Responden Usia Mayoritas usia responden adalah di atas 42 tahun ( 30 %), kemudian disusul dengan responden yang berusia 27 sampai 31 tahun dan 37 41 tahun (25 %), sedangkan yang berusia 22 sampai 26 tahun berjumlah (10 %) dan yang berusia antara 17 21 tahun (13 % ). Dari data ini terlihat, penonton televisi di daerah tersebut sangat bervariasi yaitu dari remaja hingga dewasa. Jenis Kelamin Laki-laki lebih dominan daripada perempuan yaitu laki laki berjumlah 44 orang ( 73,33 %) dan perempuan berjumlah 16 orang ( 26,67 %). Dari data ini terlihat, penonton televisi ternyata didominasi oleh laki-laki . Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden yang tamat SMA menjadi mayoritas yaitu 28 orang (46,67 %), kemudian disusul responden tamat SMP berjumlah 20 orang (33 % ). Kondisi ini dinilai cukup baik, sebab berdasarkan lokasi domisili responden yang berada di desa, akses dan minat terhadap tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya sangat rendah. Selain itu, keberadaan responden yang berada di desa ternyata tidak berkorelasi dengan minat yang rendah meraih pendidikan tinggi. Tingkat Penghasilan Tingkat penghasilan responden mayoritas berada antara Rp. 800 ribu sampai Rp.1,3 juta per bulan sebesar 30 %, keadaan ini berimbang dengan masyarakat dengan tingkat penghasilan antara Rp. 200 ribu sampai dengan Rp. 700 ribu, disusul kemudian antara 1,4 Juta sampai 1,9 Juta yaitu 20 % . Berdasarkan data ini terlihat masih cukup banyak responden yang hidup pra sejahtera. Pekerjaan Jenis pekerjaan responden mayoritas adalah wiraswasta / berdagang yaitu sekitar 24 orang (40 %), kemudian disusul dengan Pegawai Negeri Sipil sebanyak 20 orang (33,33 %). Selanjutnya termasuk kategori lain-lain sejumlah 10 orang (16,67 %), ini diantaranya adalah berdagang, TNI, Penarik Beca, Kernet dan lain sebagainya. Selanjutnya disusul pekerjaan sebagai Buruh Tani yaitu sejumlah 6 orang (10 %). Penggunaan Beberapa Media Massa Televisi Penggunaan Televisi Mayotitas responden menggunakan media Televisi sebagai media untuk menambah pengetahuan, informasi dan hiburan bagi meraka. Berdasarkan realitas ini membuktikan ketergantungan responden terhadap kehadiran media Televisi sangat tinggi, sehingga mereka meskipun tidak memperoleh siaran dari TVRI SUMUT, mereka akan mengambil siaran dari stasiun Televisi dan media lainnya. Frekuensi Penggunaan Media Massa Frekuensi responden menggunakan media massa adalah Televisi, yang termasuk ke dalam kategori Sering mencapai 50 %, kemudian disusul penggunaan Radio lalu Surat Kabar dan yang paling sedikit adalah majalah. Berdasarkan fakta ini terlihat bahwa responden sangat tergantung kepada media Televisi, sementara media massa yang lain

hanya menjadi pilihan berikutnya. Rendahnya budaya membaca juga terlihat dari rendahnya pemilihan media cetak seperti surat kabar dan majalah Terpaan Media Televisi Ternyata masyarakat yang tidak menonton TVRI ternyata menonton siaran televisi swasta yang lain. Siaran Televisi Swasta yang ditonton adalah Siaran Televisi Swasta Nasional (TRANS TV, Indosiar dan RCTI). Dengan demikian , terlihat bahwa meskipun responden dapat mengambil siaran-siaran Televisi dari Negara lain tetapi tetap memiliki kesetiaan kepada siaran Televisi Swasta Nasional. Hal ini membuktikan responden masih memiliki rasa nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia kepada siaran Televisi Swasta Nasional. Durasi Menonton Televisi Durasi responden menonton Televisi mayoritas berkisar antara dua jam sampai dua setengah jam yaitu sebesar 43%. Hal ini membuktikan bahwa responden memiliki ketergantungan untuk menonton Televisi setiap harinya. Hal ini jika dihubungkan dengan Gambaran 09 di bawah ini saling mendukung yaitu responden menonton Televisi mayoritas lebih dari 4 kali sepekan yaitu sebesar 26%. Frekuensi Menonton Televisi Frekuensi Menonton Televisi mayoritas ditonton lebih dari 4 kali dalam sepekan dan termasuk dalam kategori sering. Artinya, disini terlihat bahwa responden memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap siaran televise. Namun demikian, rsponden yang jarang menonton Televisi juga banyak yaitu mencapai 23 % yang menonton televisi hanya satu kali dalam sepekan. Hal ini dimungkinkan karena kesibukan dalam bekerja. Radio Frekuensi Mendengarkan Radio Materi siaran informasi, Talkshow dan Forum Dialog yang sangat sering didengar oleh responden 20%. Sedangkan siaran Politik menjadi frekuensi yang sering didengarkan pendengar 40%. Dari fakta ini terlihat bahwa responden mendengarkan radio mayoritas ingin memperoleh informasi saja. Topik Siaran Radio Topik Informasi Musik yang sangat sering didengar responden sebesar 50%, sedangkan Topik Ekonomi, Hukum dan Olah Raga menjadi topik yang sering didengar responden yaitu sebesar 20%. Daya Tarik Siaran Radio Responden sangat tertarik pada jenis acara Berita sebesar 47%, sedangkan acara Talkshow diminati sebesar 30% yang tertarik, dilanjutkan dengan jenis acara hiburan 23 %. Pemahaman Siaran Radio Pendengar memiliki pemahaman yang sangat tinggi pada siaran berita di radio dengan frekuensi sebesar 47%, sedangkan siaran Informasi ditemukan sebesar 30%, dilanjutkan dengan siaran hiburan sebesar 23%. Surat Kabar Topik yang Dibaca dalam Surat Kabar

Rubrik hiburan sangat sering dibaca oleh pembaca sebesar 27%, disusul dengan topik pendidikan sebesar 20%. Sedangkan topik Politik sering dibaca oleh pembaca sebesar 53%. Kesimpulan 1. Mayoritas responden menggunakan media massa Televisi sebagai media untuk menambah pengetahuan, informasi dan hiburan bagi meraka. Berdasarkan realitas ini membuktikan ketergantungan responden terhadap kehadiran media Televisi sangat tinggi, sehingga mereka meskipun tidak memperoleh siaran dari TVRI Sumut, mereka akan mengambil siaran dari stasiun Televisi yang lain dan juga media massa lain seperti radio dan surat kabar. 2. Frekuensi responden menggunakan media massa untuk mendapatkan informasi publik dari Televisi berupa siaran berita yang ditayangkan cukup tinggi. Kemudian motif lainnya yang mendorong masyarakat untuk menonton televisi adalah untuk memperoleh informasi. 3. Acara Televisi yang paling banyak ditonton oleh masyarakat adalah siaran berita yaitu sebanyak 60 %. Kemudian disusul dengan acara Hiburan (20 %). 4. Masyarakat yang tidak menonton TVRI Sumut ternyata menonton siaran televisi swasta yang lain. Siaran Televisi Swasta yang ditonton adalah Siaran Televisi Swasta Nasional (TRANS TV, Indosiar dan RCTI). Dengan demikian, animo masyarakat untuk menggunakan televisi sebagai media informasi cukup signifikan. 5. Durasi responden menonton Televisi mayoritas berkisar antara dua jam sampai dua setengah jam. Hal ini membuktikan bahwa responden memiliki ketergantungan untuk menonton Televisi setiap harinya 6. Materi acara paling sering yang ditonton oleh responden adalah berita Politik, ini terlihat dari frekuensi yaitu sebesar 46%, diikuti dengan Berita yaitu sebesar 30%. Kategori Hiburan juga menempati urutan yang termasuk dalam kategori Sering yaitu sebesar 23% yang termasuk kategori Sering. Berdasarkan fakta ini terlihat bahwa responden sangat menyukai Berita Politik. 7. Mayoritas responden menonton Televisi di rumah mereka sendiri bersama keluarga dengan frekuensi Sangat Sering. Namun demikian, ada juga responden yang menonton televisi di rumah tetangga mereka. 8. Siaran informasi publik dari Televisi memberikan manfaat bahkan sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan mereka namun ada juga menganggap hal itu sebagai informasi saja 9. Kualitas siaran informasi publik yang diterima mayoritas menjawab Sangat Baik terutama dalam bidang Politik, Agama, Hukum, Ekonomi dan Sosial Budaya. 10. Kualitas Gambar Siaran informasi Publik dari televise mayoritas dinilai Sangat Baik oleh responden . 11. Media tradisional seperti PETRA ternyata tidak menjadi pilihan mayoritas masyarakat untuk mendapatkan informasi publik yang diinginkan oleh mereka. Walaupun responden tidak mendapatkan siaran TVRI Sumut (Blank Spot) namun responden memilih media lain sebagai media informasi seperti TVRI Jakarta, TV Swasta Nasional (TRANS TV, Indosiar, RCTI). Saran-Saran 1. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas penerbitan media komunitas yang langsung dapat menyentuh kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 2. Keberadaan siaran Televisi yang bermuatan lokal atau regional dengan sentuhan budaya lokal perlu ditingkatkan agar masyarakat di daerah merasa memiliki media yang dapat menyalurkan aspirasinya.

3. Pemerintah daerah perlu memfasilitasi media massa yang berorientasi kepada kepentingan local agar isi media tersebut dapat member stimulasi kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan di daerah. 4. Sosialisasi perlu ditingkatkan untuk member penyadaran kepada masyarakat tentang arti pentingnya upaya-upaya untuk menerbitkan atau menyelenggarakan berdirinya media-media komunitas yang berbasis kepada muatan lokal. 5. Pemerintah daerah diharapkan dapat mendukung peran dari media tradisional sebagai media alternative dalam memperoleh informasi pada masyarakat Kelurahan Bakaran Batu Selatan selain media modern seperti televisi, radio, dan surat kabar dan apalagi TVRI Sumut sama sekali tidak dapat dijangkau siarannya oleh masyarakat. Kalaupun masyarakat menonton TVRI hanya diperoleh dari TVRI Pusat Jakarta. Daftar Bacaan Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Bina Aksara. Jakarta. DeFleur, Melvin and Ball-Rokeach. 1982. Theories of Mass Communication. New York & London. Depari, Eduard dan Collin Mac Andrew. 1982. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Fisher, Aubrey B. Diterjemahkan Trimo, Soedjono. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat. 1990. Teori-Teori Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. Infante A Dominac, Andrew, S.Rancer, Deanna F.Womack. 1993. Building Communication Theory. Waveland Press. Illinois. Krech, David, Crutchfield, Richard S and Ballachey Egerton. 1962. Individual In Society, A Texbook of Social Psychology. International Student Edition. Tokyo: McGraw- Hill International Book Company. Kogakhusa, Ltd. Kerlinger, Fred N. 200 3. Foundation of Behaviour Research, Second Edition, New York University. New York. McQuail, Denis. Alih Bahasa : Putu Laxmant S. Pendit. 1985. Model - Model Komunikasi. Uni Primas. Jakarta ---------------. Alih Bahasa : Agus Dharma dan Aminuddin Ram. 1987. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Jakarta. Rakhmat, Jalaluddin. 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. --------------------. 1985. Psikologi Komunikasi. Remaja RosdaKarya. Bandung. Sari, S. Endang. 1993. Audience Research. Pengantar Studi Penelitian Terhadap Pembaca, Pendengar,dan Pemirsa. Remaja RosdaKarya. Bandung. Severin Werner J. James W. Tankard, Jr. 2005. Teori Komunikasi , Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa. Prenada Media. Jakarta. Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendy (ed). 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Tan, Alexis. 1980. Mass Communication Theories and Research. Grid Publishing Inc. Columbus. Ohio. Wright, Charles R. Penyunting : Jalaluddin Rakhmat. 1988. Sosiologi Komunikasi Massa. Remaja RosdaKarya. Bandung.

PENGARUH SIARAN LIPUTAN 6 SCTV TERHADAP OPINI MASYARAKAT DI KECAMATAN PADANG HILIR KOTA TEBING TINGGI
OLEH : Drs. Hamdan Hamidin* ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan melihat bagaimana Pengaruh Siaran Liputan 6 SCTV Terhadap Opini Masyarakat di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu meneliti bagaimnana pengarus Siaran Liputan 6 SCTV terhadap Opini Masyarakat di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. Adapun jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang dengan menggunakan rumus Taro Yamane. Penetapan menggunakan sampel strata proporsional. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan penyebaran angket dan menghimpun data dari buku-buku serta sumber bacaan yang relevan dengan masalah penelitian. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh siaran liputan 6 SCTV terhadap Opini Masyarakat di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi cukup memuaskan, dan juga siaran Liputan 6 SCTV berpengaruh terhadap Opini Masyarakat Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. Kata Kunci : Pengaruh Siaran liputan 6 SCTV Terhdap Opini Masyarakat. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan sedang berusaha mensejajarkan diri dengan negara-negara yang lebih maju. Salah satunya adalah sektor teknologi informasi yang semakin canggih terutama dibidang pertelevisian. Di negaranegara dunia ketiga, media massa mempunyai peran yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan di negaranya, dan termasuk Indonesia juga menghadapi keadaan yang sama. Peristiwa disatu tempat dapat dilihat di tempat lain dengan pola teknologi yang baru yaitu Direct Broadcasting (DBS). Media massa televisi pun pada akhirnya melahirkan istilah baru dalam peradaban manusia yang lebih dikenal dengan budaya massa. Manusia cenderung menjadi konsumen budaya televisi yang menghasilkan suara dan gambar. Media televisi di Indonesia bukan lagi dilihat sebagai barang mewah seperti pertama kali muncul, kini media layar kaca tersebut sudah menjadi kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain informasi sudah merupakan kehidupan bagi manusia untuk aktualitas diri. Televisi muncul di Indonesia pada tahun 1962 bertepatan dengan penyelenggaraan Asian Games yang ke-4 di Jakarta, bersamaan dengan peresmian penyiaran Televisi Republik Indonesia (TVRI) oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1962. Setelah itu acara-acara yang dihadirkan di televisi semakin banyak dan variatif. Sejak bermunculan televisi swasta, monopli dunia layar kaca di Indonesia tidak hanya milik TVRI saja. Seiring dengan gelombang perubahan yang terjadi di Indonesia membawa nuansa lain bagi pertelevisian di Indonesia, khususnya televisi swasta. Dimana dunia pertelevian terkena terpaan arus perubahan dalam penyampaian informasi. Sebelum terjadi
*

Penulis adalah Peneliti Muda Bidang Komunikasi Pada BBPPKI Medan

gelombang perubahan yang terjadi di Indonesia yang dikenal dengan istilah reformasi berbagai informasi yang disajikan terkesan kaku dan terfokus hanya apa yang dianggap baik oleh penguasa saja. Salah satu stasiun televisi di Indonesi yang mempunyai program acara penyampaian berita yang aktual, penting, dan menarik adalah stasiun televisi SCTV (Surya Citra Televisi). Stasiun televisi SCTV mengemas berbagai berita aktual, tajam dan terpercaya tentang berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri (manca negara) dikemas dalam satu siaran yang berlabel liputan 6 SCTV. Liputan 6 SCTV disuguhkan kepada masyarakat lima kali dalam sehari yaitu pagi, siang, sore, petang dan tengah malam, yang berani menayangkan berita tajam dari tayangan-tayangan lain yang sejenis. Selain isi berita yang aktual, tajam serta terpercaya liputan 6 SCTV juga mempunyai daya tarik lain seperti desain tayangan yang ditata apik, frekwensi penayangan tiga kali sehari sehingga berita-berita yang ditayangkan benar-benar aktual. Disadari atau tidak, peran atau pengaruh media dalam membentuk opini terhadap suatu permasalahan yang di informasikan itu ada dalam diri masyarakat meskipun pengaruh itu kecil. Begitu juga siaran liputan 6 SCTV sedikit banyaknya membawa dampak tertentu bagi masyarakat khususnya mahasiswa. Isi berita yang ditayangkan dalam liputan 6 SCTV dapat menambah wawasan pemikiran, pembentukan persepsi dan opini atau sikap bagi masyarakat. Hal yang menarik untuk ditelusuri adalah bahwa liputan 6 SCTV sebagai penayang berita atau informasi, seberapa jauh siaran atau tayangan liputan 6 SCTV mampu hadir dihati pemirsa, terutama sebagai media untuk mendapatkan informasi yang aktual serta dalam membentuk opini atau sikap masyarakat umumnya pada khususnya terhadap permasalahan yang sedang berlangsung. Bertolak dari uraian dan pemikiran tersebut maka penulis menetapkan judul penelitian Pengaruh Siaran Liputan 6 SCTV Terhadap Opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. B. Perumusan Masalah Yang menjadi permasalah dalam penelitian ini adalah : Sejauh Mana Pengaruh Siaran Langsung 6 SCTV Terhadap Opinin Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi C. Pembatasan Masalah Berdasarkan masalah yang akan dibahas, dan agar suatu penelitian tidak longgar dan tidak terjadi kerancuan dalam pembahasannya, maka permasalahan perlu dibatasi. Hal ini mengingat pendapat Nawawi (1991 : 36) dalam bukunya metode penelitian bidang sosial menyebutkan bahwa : Masalah tidak boleh terlalu luas tapi juga tidak boleh terlalu sempit. Maka penulis membatasi sebagai berikut : Siaran Liputan 6 SCTV yang ditayangkan setiap hari, bukan siaran mingguan dan situs liputan 6 SCTV. Masyarakat yang pernah menonton Siaran Liputan 6 SCTV di Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. D. Tujuan Penelitian Menurut Arikunto tujuan penelitian adalah perumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu yang hendak dicapai setelah penelitian selesai (Arikunto : 1993 : 49). Adapun tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui Pengaruh Siaran Liputan 6 SCTV Terhadap Opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : Secara praktis penelitian ini merupakan masukan bagi pemirsa SCTV dalam memilih acara penayangan berita atau informasi. Secara pribadi, penelitian ini diharapkan akan dapat memperkaya khasanah penelitian masyarakat, khususnya masyarakat yang menonton Siaran Liputan 6 SCTV di Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. F. Kerangka Teori Setiap penelitian tentunya memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Kerangka teori ini berfungsi sebagai pendukung untuk menganalisa variabel-variabel yang akan diteliti. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang akan memuat pokok-pokok pikiran dari sudut mana masalah akan disoroti. Kerangka berpikir merupakan hasil berpikir rasional yang di tuangkan secara tertulis meliputi aspek-aspek yang terdapat di dalam masalah dan sub masalah (Nawawi, 1991 : 41). Maka dapatlah diberikan beberapa pengertian yang berhubungan dengan penelitian yaitu : komunikasi dan komunikasi massa, berita, opini. Teori Komunikasi dan Komunikasi Massa Sedangkan Harold Laswel (Effendy, 1990 : 10) mendefenisikan komunikasi dengan mencoba menjawab beberapa unsur berikut ini : who, says, what, in which channel, to whom, with what effect. Ini berarti bahwa komunikasi dalam prosesnya meliputi lima unsur, yaitu : adanya komunikator (penyampai pesan), pesan, media (sarana penyampai pesan), komunikasi (penerima pesan), effek (umpan balik sebagai reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikan). Menurut Freidow (dalam Rakhmat, 1993 : 188) komunikasi dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok, dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus populasi. Komunikasi juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan informasi agar komunikasi itu dapat mencapai pada saat yang sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat. Sedangkan menurut Effendy (1993 : 79) komunikasi melalui media massa modern yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, film yang dipertunjukkan di gedung bioskop. Dan sebagai salah satu bentuk atau proses komunikasi, komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai berikut : menyampaikan informasi ( to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertaint), mempengaruhi (to influence) (Effendi, 1993 : 31). Berita Berita adalah pemberitahuan atau informasi yang disampaikan kepada khalayak melalui media massa. Menurut Effendy (1993, : 67) mendefenisikan berita dengan : berita adalah pelaporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang minat atau penting kedua-duanya bagi sejumlah penduduk yang besar. Bertitik tolak dari defenisi ini suatu berita yang disajikan dalam televisi harus merupakan berita-berita yang dianggap menarik perhatian penonton dan merupakan berita yang penting yang akan menyaksikan apakah berita itu menarik atau tidak. Penting tidaknya suatu berita kepada khalayak, sangat tergantung kepada media massa sebagai pihak yang menyajikan berita. Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi, dimana komunikatornya melembaga. URAIAN TEORITIS

1. Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia sejak dahulu hingga sekarang. Komunikasi pada hakekatnya merupakan pernyataan antara manusia. Menurut Effendy (1992 : 28) pernyataan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang yang dinyatakan kepada orang lainnya dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris disebut communication yang berasal dari bahasa latin communicatio yang bersumber dari kata communis yang artinya sama, maksudnya memiliki makna yang sama. Sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia yang lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu itu memaksa manusia untuk berkomunikasi. Jadi komunikasi berlangsung apabila orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna, mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Proses itu kemudian mennimbulkan suatu dampak yang berati efek, dimana proses penyamaan makna tersebut menggunakan media sebagai perantaranya. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah kebutuhan yang sangat fundamental bagi seorang dalam hidup bermasyarakat. Menurut Hovland (dalam Arifin, 1988 : 25) menyatakan komunikasi adalah proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain. Sejalan dengan pengertian tersebut Effendi (1992 : 8) mengemukakan, komunikasi adalah proses penyampaian lambang-lambang yang bermakna bagi kedua belah pihak. Kemudian menurut De Vito (dalam Effendy, 1990 : 5) komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan untuk memberi tahu apakah mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tidak langsung secara tulisan. Dari defenisi-defenisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan komunikasi merupakan proses penyampaian atau pengoperan lambang-lambang dalam bentuk informasi, hal itu mengingat bahwa kunci dari komunikai adalah informasi. Defenisi lain yang dipakai untuk memahami pengertian komunikasi yaitu seperti yang dijabarkan oleh Leswell yang menjelaskan didalam komunikasi terdapat unsurunsur komunikasi yaitu :who, says, what, in which channel, to whom, with what effect . Yang berarti komunikasi memiliki lima unsur yang terdiri dari komunikator (penyampai pesan), pesan, media (sarana penyampaian pesan), komunikan (penerima pesan), efek (berupa umpan balik sebagai reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikan). Pernyataan Laswell tersebut jelas tertuang dalam penjelasan Effendy (1990 : 10) yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. 2. Komunikasi Massa A. Pengertian Komunikasi Massa Menurut Ensiklopedi Pers Indonesia (1991 : 314), komunikasi massa didefenisikan sebagai bentuk komunikasi yang menggunakan sarana-sarana teknik yang mampu menyampaikan pesan kepada suatu khalayak yang besar dalam waktu relatif atau bahkan secara langsung. Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media massa yang ditujukan kepada massa yang abstrak atau sejumlah orang yang tidak nampak oleh si penyampai pesan. Pembaca koran, pendengar radio, penonton film dan penonton televisi

tidak nampak oleh komunikator. Komunikasi massa atau komunikasi melalui medi massa sifatnya satu arah (one way traffic). Pesan yang disebarkan oleh komunikator, tidak diketahui apakah pesan itu diterima, dimengerti, atau dilalakukan oleh komunikan. Menurut Wahyudi (1986 : 42) memberi defenisi komunikasi massa yang menggunakan media massa modern yang terbit atau disiarkan secara periodik Defenisi lain seperti yang diuraikan Effendi (1981 : 59) menyatakan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Sedangkan menurut Freidsow (dalam Rakhmat, 1992 : 188) komunikasi massa dibedakan dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi dialamatkan pada sejumlah populasi dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus populasi. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Rakhmat (1988 : 5) komunikasi massa adalah komunikasi umumm bukannya bersifat pribadi. Pesan-pesan bukan hanya ditujukan pada satu orang saja, isinya pun terbuka bagi setiap orang, anggota-anggota khalayaknya menyadari bahwa setiap anggota memperoleh materi atau pesan yang sama. 3. Teori Media Massa Media massa adalah media yang digunakan dalam menyampaikan pesan dari sumber pada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Sederhananya perkembangan permulaan media massa sampai kepada modernisasi pada saat sekarang ini. Peralihan dari pemilikan atau bahkan penguasaan terhadap media massa relatif tidak berubah hanya berganti variasi yang mana media massa memperkuat kelas-kelas sosial yang ada dalam suatu masyarakat itu sendiri daripada diakibatkan oleh kehadiran media massa. Selain media massa modern terdapat media massa tradisional seperti teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun dan lain-lain. Lazimnya media massa modern menunjukkan seluruh sistem dimana pesan-pesan diproduksi, dipilih, disiarkan, diterima dan ditanggapi. 4. Televisi Televisi merupakan media massa termuda diantara media massa yang lainnya, karena televisi lahir setelah pers dan radio. Bahkan menurut Effendy, televisi saudara muda dari radio hal ini karena dasar televisi adalah radio. Kelahiran televisi didunia pada abad ke-19 yang berlanjut pada abad ke-20, dan tampaknya akan terus berkembang pada abad-abad selanjutnya. Secara etimologis istilah televisi berasal dari kata tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh, dan visi (vedere, bahasa latin) berarti penglihatan. Dengan demikian televisi diartikan dengan melihat jauh diusahakan oleh prinsip gambar, baik dalam bentuk gambar hidup (moving picture), maupun gambar diam (still picture). Istilah television pertama kali dicetuskan tanggal 25 Agustus 1900 di kota Paris, dimana pada saat itu sedang berlangsung pertemuan para ahli di bidang elektronik dari berbagai negara. Pada tahun 1802 Dane melakukan percobaan sederhana, dari percobaannya itu ditemukan bahwa pesan dapat dikirim melalui kawat beraliran listrik dalam jarak pendek. Melalui perkembangan yang panjang, akhirnya terciptalah telegraph, telepon dan kemudian gelombang-gelombang elegtromagnetik sehingga lahir radio komunikasi, radio siaran, dan televisi pada abad ke-20. Diantara negara-negara berkembang yang tergabung dalam Asean, Philipina merupakan negara yang pertama dalam menyelenggarakan siaran

televisi yaitu pada tahun 1952. Sedangkan di Indonesia dimulai pada tanggal 17 Agustus 1962 ketika Asean Games IV. 5. Fungsi Televisi Sebagai Media Elektro Televisi yang merupakan media komunikasi massa produk revolusi elektronik diabad 20, mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, produk informasi audio visual gerak adalah suatu usaha untuk memindahkan obyek/benda kedalam realitas kamera melalui pendekatan sistem lensa atau dengan kata lain usaha mengubah dunia nyata kedalam dunia baru. Dunia nyata adalah obyek yang dapat dilihat dengan mata seperti apa adanya, sedangkan dunia baru adalah visual yang kita lihat dilayar televisi. Sebagai salah satu bentuk komunikasi massa, televisi juga memiliki karakteristik psikologis yang khas. Hal ini tampak pada pengendalian arus informasi, umpan balik, stimulasi alat indera dan proporsi terutama dalam hal ini adalah pemirsa melalui media pandangan dan pendengan (audio visual). Selain itu juga televisi mampu menyodorkan gambar yang lebih hidup, tokoh-tokoh yang ditampilkan menjadi hidup, efek yang dihasilkan dapat merangsang fantasi pemirsa. Hal ini dapat kita lihat dari media televisi itu antara lain : a. Media televisi adalah media elektronik. Artinya hanya bisa berfungsi bila ada tenaga listrik b. Media televisi adalah media yang mengutamakan efek gerak. Artinya visual yang ditampilkan mengutamakan yang bergerak (moving effects) c. Media televisi adalah audio visual. Artinya menyajikan informasi dalam bentuk audio visual secara sinkron d. Media televisi media yang mengutamakan visual yang cluse up dari individu karena layar televisi relatif kecil e. Media televisi merupakan media terpadu dengan sarana yang lain (silde, foro, film, telop). Artinya visual dalam bentuk slide, foto, telop dapa disajukan melalui media televisi. f. Media televisi bukan media yang menyajikan pesan (informasi audio visual) secara rinci. Artinya media televisi tidak dapat menyajikan isi pesan atau informasi rinci karena isi pesan yang sajikan hanya lewat atau hanya sekejap. Itulah sebabnya media televisi disebut tidak menguasai waktu tetapi menguasai ruang. 6. Berita A. Pengertian Berita Menurut Hepwood (dalam Assegaff, 182 : 24) berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian khalayak yang sajikan melalui media massa. Sedangkan menurut Junaedhie (1991 : 26) berita adalah pemberitahuan tentang informasi yang diberitahukan kepada khalayak melalui media massa, yang berisi tentang : a. Peristiwa atau kejadian, seperti konferensi, bencana alam, pertandingan, perang dan lain-lain. b. Keadaan, seperti situasi ekonomi, pertumbuhan, ketegangan, politik dan lain-lain. c. Gagasan pikiran, pendapat, perasaan, seperti soal cinta kasih masalah umum dan lainlain. Dengan kata lain berita adalah realitas yang diberikan. Pengungkapan realitas ini haruslah ditunjang oleh bahan berita yang secara keseluruhan sedapat-dapatnya unsur-

unsur lima W + 1H yakni : Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana ( What, Whom Where, When, Why, and How). a. Nilai dan Unsur Berita Nilai berita (New Value) juga mempengaruhi dalam menyiarkannya kepada masyarakat. Selain pada nilainya, penempatan nilai juga tergantung pada cakupan wiayah yang terdiri dari : berita lokal, berita nasional dan berita internasional. Nilai berita sebagai ukuran layak tidaknya suatu berita dipilih dan dipublikasikan, dapat dilihat seperti diuraiakan Junaedhie (1991 : 177) : Ketepatan waktu (Timeless) Berita yang aktual semakin cepat disiarkan akan bernilai berita yang tinggi. Beritaberita tentang sesuatu yang sedang hangat dibicarakan orang juga bisa digolongkan dalam bagian ini. Kedekatan (Proxinity) Berita tentang musibah atau bencana di tanah air misalnya, niscaya akan bernilai berita tinggi daripada musibah yang terjadi di India. Atau berita sejenis yang terjadi di India akan lebih berarti dibandingkan yang terjadi di Bangladesh. Dalam perkembangannya, unsur ini juga menyangkut emosi. Sehingga meski musibah itu terjadi di mancanegara jika berita itu menggugah emosi pemirsa, juga bis disebut bernilai berita. Kemasyuran (Prominence) Berita-berita yang menyangkut pautkan nama-nama orang termasyur biasanya juga bernilai berita tinggi. Disini berlaku hukum klasik, name makes news atau nama membuat berita. Akibat (Consequence) Berita yang diduga berdampak luas, biasanya bernilai berita tinggi. Misalnya berita perombakan kabinet, pengunduran diri perdana menteri. Manusiawi (Human interest) Pada akhirnya, berita-berita yang menyentuh unsur-unsur kemanusian, akan bernilai tinggi karena diminati banyak orang.

Apa yang menarik perhatian khalayak haruslah terdapat dalam sebuah berita, karena tujuan pemuatan suatu berita adalah agar disaksikan khalayak. Penilaian suatu berita secara umum dapat dinilai melalui beberapa unsur. Assegaf (1983 : 25-26) menjelaskan beberapa unsur-unsur berita tersebut : Berita haruslah termasa (baru) Berita itu penting (dekat jaraknya, lingkungan yang terkena oleh berita) Penting karena ternama Keluarbiasaan berita Akibat yang mungkin ditimbulkan berita Ketegangan yang ditimbulkan berita Pertentangan (conflict) yang terdapat dalam berita Kemajuan-kemajuan yang diberitakan Emosi yang ditimbulkan berita b. Berita Dalam Media Massa Antara berita dan media massa satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan, karena ada berita maka ada media massa. Bagi media massa berita merupakan nadi bagi

kehidupannya selanjutnya media merupakan alat atau sarana bagi berita. Sejauhmana kedudukan berita, hal ini tergantung pada kejadian dan kelincahan media massa memandang dan menempatkan posisi berita tersebut. Sehingga komunikatif media massa tergantung pada berita yang disajikan, serta kemanakah arah dan tujuan dari media massa memandang dan menempatkan posisi berita tersebut. Sehingga komunikatif tidaknya komunikasi media massa tergantung pada berita yang disajikan, serta kemanakah arah dan tujuan dari media massa tersebut juga tercermin dalam berita. Komunikasi terlebih komunikasi massa dewasa ini sangat berperan penting dalam mempengaruhi khalayak, oleh karena itu selektifitas dari berita tentu diperhatikan demi tercapainya tujuan utama yaitu kelangsungan hidup media massa tersebut. Seperti dikemukakan Effendy (1993 : 45) 7. Opini Publik Untuk memberikan pengertian opini publik perlu dijelaskan terlebih dahulu hakikat dari opini dan publik. Albig (dalam Meinando, 1980 : 29) menyatakan bahwa opini adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan. Opini merupakan expressed statement yang biasa diucapkan dengan kata-kata isyarat atau cara lain yang lain mengandung arti dan dapat dipahami maksudnya. Sedangkan menurut Carl I Hovland opini dimulai sebagai jawaban yang diucapkan dan diberi individu terhadap suatu rangsangan atau situasi yang mengemukakan beberapa pertanyaan yang dipermasalahkan. Opini ata pendapat dapat dinyatakan melalui media massa seperti televisi, radio maupun surat kabar dan majalah. Jadi pengertian opini mempunyai dua unsur yaitu : a. Pernyataan b. Mengenai masalah yang bertentangan c. Opini atau pendapat mempunyai ciri-ciri yaitu : a. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataan b. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat c. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar. Selanjutnya pengertian publik menurut Soekamto (dalam Sunarjo, 1984 : 19) adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi yang terjadi secara tidak langsung melalui media massa komunikasi massa, misalnya pembicaraan secara pribadi desas-desus media komunikasi massa, misalnya radio, televisi, surat kabar, dan sebagainya. Sedangkan menurut Hartono, Publik merupakan kelompok yang abstrak dari orang-orang yang menaruh minat pada suatu persoalan atau kepentingan yang sama dimana mereka terlibat dalam suatu pertukaran pikiran melalui komunikasi tidak langsung untuk mencari penjelasan atau kepuasan atas persoalan atau kepentingan mereka itu (Rousydy, 1983 : 314). Dari opini dan publik timbullah istilah opini publik. Para ahli mengemukakan berbagai rumusan atau defenisis tentang opini publik, yang berbeda-beda satu sama lain. Menurut Childs (1965) hal ini terjadi karena perbedaan interest (titik perhatian) dalam mengkaji opini publik tersebut. METODOLOGI PENELITIAN

1. Metodologi Penelitian. Metode merupakan cara melakukan sesuatu. Ia menggambarkan prosedur dalam melakukan sesuatu. Metode berasal dari bahasa Yunani. Methodus berarti cara. Metode bertujuan untuk mengumpulkan informasi, mengidentifikasikan masalah serta membuat perbandingan atau evaluasi (Rakhmat, 1995 : 27). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode kualitatif bertujuan untuk meneliti sejauh mana pengaruh liputan 6 SCTV terhadap opini dan tingkat pengaruh terhadap masyarkat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. 2. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kwalitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditetapkan kesimpulannya (Sugiono, 1994 : 57). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi yang jumlahnya 5.066 jiwa. 2. Sampel Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti dan dianggap menggambarkan ciri-ciri yang akan diteliti. Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian (Rakhmat, 1995 : 144). Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 jiwa, sebagaimana dapa kita lihat pada tabel hasil penelitian ini. 3. Teknik Penentuan Responden Teknik penentuan responden yang digunakan yaitu teknik sampling proporsional yaitu dengan melibatkan pembagian populasi kedalam kategori, kelas atau kelompok kemudian dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata (Rakhmat, 1989 : 79). 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan kegiatan penelitian untuk memperoleh data maka penulis menggunakan teknik sebagai berikut : a. Penelitian kepustakaan, yaitu aktivitas penelitian dengan cara mengumpulkan data, informasi dan keterangan melalui buku-buku teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti b. Penelitian lapangan, yaitu suatu aktivitas penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan akurat yang berkaitan dengan judul yang diteliti. Penelitian lapangan yang penulis lakukan disini adalah dengan terjun langsung ke tempat penelitian yang dijadikan pembahasan dengan cara : Pengamatan (oberservasi), yaitu mengadakan pengamatan langsung ke objek penelitian untuk mengamati secara dekat masalah yang dihadapi Angket yaitu menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan memilih salah satu jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan. 5. Teknik Analisis Data Untuk menganalisis data dilakukan analisis kualitatif. Analisis kualitatif menggunakan tabel tunggal. 6. Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian ditetapkan di Kalurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.

PENYAJIAN DATA Berdasarkan hasil data-data yang terkumpul baik melalui observasi dan penyebaran angket, maka penulis mengajukan data-data tersebut dalam bentuk tabel, dimana tabel tersebut sesuai banyaknya pertanyaan yang diberikan. Untuk memudahkan mendapatkan data yang diperlukan, maka setiap responden diberikan kebebasan untuk mengisi angket (daftar pertanyaan) sesuai dengan pendapat mereka masing-masing tanpa pengaruh atau paksaan dari pihak lain. Dalam hal ini angket disebarkan kepada responden yang memenuhi persyaratan akurat dimana angket disusun berdasarakan usia, jenis kelamin dan semester. Tabel. 1 Usia Responden Usia a. b. c. d. e. f. g. F % 17 - 23 4 4 23 - 30 19 19 30 - 37 22 22 37 - 43 20 20 43 - 49 21 21 49 - 55 10 10 55 keatas 4 4 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. I Tabel diatas memperlihatkan bahwa usia 17-23 tahun menunjukkan jumlah frekuensi salah satu yang terkecil sebanyak 4 atau 4%. untuk kelompok usia 23-30 tahun berjumlah 19 responden atau 19%, kelompok usia 30 37 berjumlah 22 responden atau 22% untuk usia kelompok 37 43 berjumlah 20 responden atau 20%, untuk usia 43 49 berjumlah 21 responden atau 21%, kelompok usia 49 55 berjumlah 10 responden atau 10% dan yang kelompok usia 55 ketasa sebanyak 4 responden atau 4%. Hal ini menunjukkan bahwa yang paling banyak berusia antara 30-37 responden, memang dianggap usia seperti itu sangat dianggap masih produktif walaupun lainnyaa juga sangat produltif. Tabel. 2 Jenis Kelamin Responden Jenis Kelalmin F % a. Laki-laki 71 71 b. Perempuan 29 29 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. II Tabel lll menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih banyak yaitu 71 responden atau 71%. Sedangkan perempuan berjumlah 29 responden atau 29%. Hal ini menunjukkan tingkat perhatian laki-laki besar dibanding perempuan dalam menonton liputan 6 SCTV. Tabel. 3 Kepercayaaan Responden terhadap Liputan 6 SCTV Jawaban F % a. Sangat percaya 67 67

b. Percaya c. Kurang percaya d. Tidak percaya Jumlah Sumber Angket No. IV

25 7 1 100

25 7 1 100,00

Dari tabel diatas data 67 responden sangat percaya atau 67%, responden yang menyatakan percaya, 25%, responden yang menyatakan kurang percaya 7% orang, sedangkan menyatakan tidak percaya 1 responden atau 1%, responden Dari tabek dapat dilihat bahwa liputan 6 SCTV dapat dipercaya, khususnya bagi kalangan masyarakat Tebing Tinggi. Tabel. 4 Jawaban Responden Tentang Menarik Tidaknya Suatu Berita Yang Ditayangkan Liputan 6 SCTV Jawaban F % a. Sangat manarik 63 63 b. Menarik 31 31 c. Kurang menarik 5 5 d. Tidak menarik 1 1 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. V Dari tabel diatas diperoleh data 63 responden atau 632% responden yang menyatakan sangat menarik, yang menyatakan menarik 31 responden atau 31%, yang menyatakan kurang menarik 5 responden atau 5% dan yang menyatakan tidak menarik 1 responden atau 1%. Hal ini berarti bahwa berita yang ditayangkan di liputan 6 SCTV menarik bagi mayaraskat Tebing Tinggi. Tabel . 5 Jawaban Responden Tentang Jelas Tidaknya Suatu Berita Yang di Tayangkan Liputan 6 SCTV Jawaban F % a. Sangat jelas 54 54 b. Jelas 35 35 c. Kurang jelas 10 10 d. Tidak jelas 1 1 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. VI Berdasarkan tabel diatas diketahui sebanyak 54 responden atau 47,85% yang mengatkan sangat jelas akan isi berita yang ditayangkan liputan 6 SCTV, 35 responden atau 35% menyatakan jelas, 10 responden atau 10% yang menyatakan kurang jelas, sedangkan yang menyatakan tidak jelas 1 responden atau 0,71%. Dari tabel dapat dilihat bahwa berita yang ditayangkan liputan 6 SCTV jelas khususnya bagi masyarakat Tebing Tinggi. Tabel . 6 Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV Dapat di Percaya Atau Tidak Jawaban F % a. Sangat sesuai 43 43 b. Sesuai 43 43 c. Kurang sesuai 13 13

d. Tidak sesuai Jumlah Sumber Angket No. VII

1 100

1 100,00

Dari tabel diatas diperoleh data 43 responden atau 43% responden menyatakan sangat sesuai, 43 responden atau 43% menyatakan sesuai, 13 responden atau 13% menyatakan kurang sesuai dan yang menyatakan tidak sesuai 1 responden atau 1%. Sehingga dapat dilihat bahwa berita yang disiarkan di liputan 6 SCTV memang berdasarkan dengan kenyataan atau fakta serta tidak mengada-ada dan dapat dipertanggungjawabkan. Tabel. 7 Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV Apakah Sudah Lengkap Jawaban F % a. Sangat lengkap 41 41 b. Lengkap 49 49 c. Kurang lengkap 9 9 d. Tidak lengkap 1 1 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. XI Dari tabel diperoleh data 41 responden atau 41% responden yang menyatakan sangat lengkap, yang menyatakan lengkap 49 responden atau 49% menyatakan kurang lengkap 9 responden atau 9% dan yang menyatakan tidak lengkap 1 responden atau 1%. Dari tabel dapat dilihat bahwa berita liputan 6 SCTV menurut masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Tebing Tinggi sangat lengkap. Tabel. 8 Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV Apakah Sudah Merasa Yakin Dengan Berita Tersebut Jawaban F % a. Sangat yakin 42 42 b. Yakin 44 44 c. Kurang yakin 11 11 d. Tidak yakin 3 3 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. XII Dari tabel diperoleh data 42 responden atau 42% yang menyatakan sangat yakin, yang menyatakan yakin 44 responden atau 44% kurang yakin sebanyak 11 responden atau 11% dan yang tidak yakin sebanyak 3 responden atau 3%. Ini menunjukkan bahwa Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir merasa yakin akan berita yang ditayangkan di liputan 6 SCTV. Tabel. 9 Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV Apakah Mempercayai Isi Berita Jawaban F % a. Sangat percaya 43 43 b. Percaya 47 47 c. Kurang percaya 10 10 d. Tidak percaya 3 3 Jumlah 100 100,00

Sumber Angket No. XV Tabel diatas menunjukkan responden yang menyatakan percaya pada isi berita liputan 6 SCTV sebanyak 43 responden atau 43% yang menyatakan sangat percaya 47 responden atau 47% yang menyatakan kurang percaya 10 responden atau 10% dan yang tidak percaya 3 responden atau 3%. Ini berarti bahwa mahasiswa merasa percaya pada isi berita yang ditayangkan liputan 6 SCTV, karena berita yang disajikan kepada khalayak sesuai dengan kenyataan dan fakta yang terjadi di lapangan atau tempat kejadian dimana peristiwa tersebut terjadi. Tabel. 10 Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV Apakah Sudah Memahami Berita Tersebut Jawaban F % a. Sangat memahami 33 33 b. Memahami 49 49 c. Kurang memahami 15 15 d. Tidak memahami 3 3 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. XVI Dari tabel diperoleh data responden yang menyatakan memahami sebanyak 33 responden atau 33% yang sangat memahami 49 responden atau 49% sedangkan kurang memahami 15 responden atau 15% dan yang tidak memahami 3 responden atau 3%. Dari tabel dapat dilihat bahwa Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi memahami berita di liputan 6 SCTV. Tabel. 11 Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV Apakah Menyenangi Berita Liputan 6 Jawaban F % a. Sangat senang 38 38 b. Senang 41 41 c. Kurang senang 12 12 d. Tidak senang 9 9 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. XVIII Hasil tabel menunjukkan bahwa mahasiswa amat senang akan berita yang ditayangkan di liputan 6 SCTV yaitu sebanyak 38 responden atau 38%, yang menyatakan sangat senang 41 responden atau 41% yang menyatakan senang 12 responden atau 12% dan yang kurang senang, 9 responden atau 9% tidak senang. Hal ini berarti Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Tebing Tinggi sangant menyenangi berita liputan 6 SCTV. Tabel. 12 Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV Apakah Puas Dengan Isi Berita Liputan 6 Jawaban F % a. Sangat puas 38 38 b. Puas 38 38 c. Kurang puas 13 13 d. Tidak puas 11 11 Jumlah 100 100,00

Sumber Angket No. XX Dari tabel diatas data responden yang menyatakan sangat puas 38 dengan responden atau 38%, yang menyatakan puas 38 responden atau 38%, yang menyatakan kurang puas 13 responden atau 13% dan yang tidak puas 11 responden atau 11%. Hasil tabel menunjukkan bahwa masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir sangat puas terhadap isi berita liputan 6 SCTV. Tabel. 13 Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV Apakah Merasa Simpati Pada Isi Pesan Yang Disampaikan Jawaban F % a. Sangat simpati 37 37 b. Simpati 42 42 c. Kurang simpati 19 19 d. Tidak simpai 2 2 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. XXI Hasil tabel responden yang menyatakan sangat simpati sebanyak 37 responden atau 37% yang menyatakan simpati 42 responden atau 42%, yang menyatakan simpati kurang 19 responden atau 19% dan yang menyatakan tidak simpati 2 responden atau 2%. Ini berarti bahwa masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir merasa simpati terhadap isi beriat liputan 6 SCTV. Tabel. 14 Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV Apakah Berita Tersebut Dapat Mempengaruhi Jawaban F % a. Sangat mempengaruhi 29 29 b. Mempengaruhi 52 52 c. Kurang mempengaruhi 16 16 d. Tidak mempengaruhi 3 3 Jumlah 100 100,00 Sumber Angket No. XXII Hasil tabel memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan sanagt mempengaruhi sebanyak 29 responden atau 29% yang menyatakan mempengaruhi 52 responden atau 52%, yang menyatakan kurang mempengaruhi 16 responden atau 16% dan yang menyatakan tidak mempengaruhi 3 responden atau 3%. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa berita liputan 6 SCTV mempengaruhi sikap Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. Bagi masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini menyatakan bahwa mereka sangat cenderung menyaksikan menonton liputan 6 SCTV, hal ini sangat positif bagi masyarakat karena dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas dibandingkan mahasiswa yang tidak cenderung menonton liputan 6 SCTV. A. Pembahasan Data Dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa siaran liputan 6 SCTV sangat berpengaruh terhadap opini masayarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.

Dari hasil penelitian masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi menyatakan bahwa pemberitaan di liputan 6 SCTV sangat menarik dan berita-berita yang ditayangkan juga sangat jelas. Masyarakat mengatakan bahwa berita yang disiarkan itu dapat kita lihat berdasarkan kenyataan dan fakta, dimana peristiwa itu betul terjadi serat tidak mengada-ada dan dapat dipertanggungjawabkan, dan pemebritaan itu masayarakat menyatakan sudah lengkap, kita sudah puas dan dapat kita pahami pemberitaan yang disiarkan itu. Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi sangat simpati terhadap siaran pemberitaan Liputan 6 SCTV, sehingga dapat mempengaruhi sikap masyarakat, seperti mereka setiap hari menontonnya, apabila mereka tidak menyaksikan pemeberitaan Liputan 6 SCTV mereka merasa kurang dalam hal informasi, juga bagi masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini menyatakan bahwa sangat cendrung menyaksikan pemebritaan Liputan 6 SCTV , hal ini sangat positif bagi mereka karena dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas dibandingkan bagi masyarakat yang jarang dan tidak pernah menyaksikan pemebitaan tersebut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh siaran liputan 6 SCTV terhadap opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi sangat memuaskan. PENUTUP Kesimpulan 1. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi, berdasarkan dari jawaban responden /masyarakat banyak. mendukung dan sangat setuju dan sesuai acara liputan 6 SCTV dan acara lainnya. 2. Bahwa siaran liputan 6 SCTV sangat berpengaruh dan sangat di percaya terhadap opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. 3. Tingkat minat menonton Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi terhadap liputan 6 SCTV cukup tinggi. 4. Berita yang disajikan dalam liputan 6 SCTV sebagian besar Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi sangat percaya dan merasa yakin akan isi pesan yang disampaikan liputan 6 SCTV setiap hari 5. Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi menunjukkan bahwa Masyarakat sangat berminat menyaksikan siaran berita liputan 6 SCTV. Saran-saran. 1. Dalam menghadapi persaingan bebas yang semakin ketat maka acara liputan 6 SCTV hendaknya terus merevisi beberapa hal yang terasa masih kurang seperti tambahan untuk materi berita, serta dapat mempertahankan hal-hal yang menjadi ciri khasnya seperti mempertahankan ketajaman dan keberanian dalam penyampaian berita 2. Hendaknya masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi tetap menyaksikan acara liputan 6 SCTV karena dapat menambah wawasan serta dapat mengetahui hal-hal apa saja yang terjadi di tanah air dan di luar negeri 3. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, responden banyak menonton liputan 6 SCTV adalah masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi sangat berminat untuk menonton liputan 6 SCTV, peneliti

4. Diharapkan kepada masyarakat agar selalu menonton berita liputan 6 SCTV supaya menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. 5. Diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti-peneliti lain dengan pembahasan indikator variabel yang lebih banyak dan lokasi yang lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Assegaff, Djafar, 1982. Jurnalistik Masa Kini, Jakarta Ghalia Indonesia. Arikuntoro, Suharsisi. 1997. Prosudur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta : Rinaka Ciptan Arifin, H. Anwar, 1988 Strategi Komunikasi. Bandung, Armico. Effendy, Onong U. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung, Alumni. ................................1990 Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung, Alumni. ................................1993 Televisi Siaran Teori dan Praktek. Bandung. Madar Maju. ................................1986 Dinamika Komunikasi, Bandung , Remaja Rosda Karya. Junaedhie, Kurniawan, 1991 Ensiklopedi Pers Indinesia. Jakarta, Pustaka Utama. Kuswandi, Wawan. 1966. Komunikasi Massa Sebuah AnalisisMedia Televisi Jakarta, Reneca Cipta. Liliweri, Alo, 1991, Memahami Peran Komunokasi Massa Dalam Masyarakat. Bandung, Citra Aditya Bakti. Mc. Quail, Dennis 1989, Teori-teori Komunikasi Massa. Jakarta, Erlangga. Nawawi, Hadari, 1991, Metode Penelitian Bidang Sosial, Bandung, Remaja Rosda Bakti. Rakhmat, Jalaluddin, 1980 Metode Penelitian Komunikasi Bandung Alumni. ..................................1998 Sosiologi Komunikasi Massa Bandung.Remaja Rasda Karya. .................................... 1993 Psikologi Komunikasi. Bandung Remaja Rosda Karya.

AKSES INFORMASI POLITIK DARI PERSPEKTIF BIROKRAT (Studi Kasus Pada Pegawai Negri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Oleh: Emmy Poentarie ABSTRACT The results showed that voters Provincial Government Daerah Istimewa Yogyakarta civil servants is an active audience who behave rationally, before the political choices needed information Legislative Election 2009. Based on the priorities and the reasons stands on the information required by the Provincial Government of voters civil servants, can be categorized into two namely "prospective voters" and "retrospective voters". Attempts to access the information carried by the media and also uses the non-media (directly face to face). Problems faced in access to information include the availability of information, the absorption of information, facilities, technical and human resources are concerned. The government should understand these conditions by providing information relating to the General Election which can be accessed easily and cheaply, tailored to the level of skills in accessing information voters. (Keywords: information, the Legislative Elections 2009) PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2009 bagi anggota DPR, DPD, maupun DPRD dilaksanakan pada bulan April 2009, diikuti oleh 38 partai politik peserta pemilihan umum. Sejak pemilihan pertama dilaksanakan pada tahun 1955 masyarakat Indonesia hampir tidak pernah mengetahui dengan pasti calon legislatif yang mewakilinya dalam lembaga legislatif. Kebanyakan dari para pemilih tersebut tidak mengetahui pengalaman politik para wakilnya, identifikasi politik mereka terletak pada partai politik yang diketahui dari tanda gambarnya. Para pemilih datang ke lokasi-lokasi pemilihan umum untuk mencoblos 3 (tiga) tanda gambar peserta pemilihan umum. Gambar partai apa yang memperoleh suara terbanyak di DPR misalnya adalah representasi partai pemenang dan memperoleh legitimasi. Metode pemilihan umum dengan hanya mencoblos (dewasa ini berubah menjadi mencontreng) tanda gambar sebenarnya lebih mempermudah sosialisasi peserta pemilihan umum, demikian juga bagi para pemilih tidak kesulitan dalam mencoblos, dan tentunya waktu yang digunakan dalam bilik suara akan lebih cepat. Fungsi pemilihan umum seperti demikian nampaknya tidak memberi pembelajaran politik kepada masyarakat. Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk pendidikan politik yang bersifat langsung, terbuka dan massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Perangkat yang dipakai salah satunya adalah materi kampanye dari peserta Pemilu. Peran itu terutama dilakukan oleh partai politik maupun individu peserta Pemilu. Instrumen yang dipakai adalah materi (informasi) dari peserta Pemilu, ideologi, program dan kebijakan yang

ditawarkan peserta Pemilu dapat menjadi bahan evaluasi rakyat untuk menentukan pilihannya secara tepat (Pamungkas, 2009:6). Dengan demikian idealnya informasi yang disampaikan dalam kampanye terkait dengan kompetensi, kredibilitas, dan kedekatan calon anggota legislatif. Juga visi, misi dan program-program yang akan dilaksanakan oleh partai secara jelas. Namun dalam kenyataannya, informasi tersebut tidak mudah didapat. Tata cara pemilihan umum merupakan salah satu cerminan kehidupan berdemokrasi masyarakat, sedangkan cerminan lainnya terwujud dalam hak memperoleh informasi politik seluas-luasnya. Informasi yang berciri transparan, tanpa penyimpangan, dan tentunya sangat mudah dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Fungsi kampanye pemilihan umum hingga saat ini masih didominasi oleh pemahaman tentang bagaimana mempengaruhi sebanyak mungkin orang untuk memilih calon legislatif maupun partai dalam pemilihan umum. Sosiolog politik Sunyoto Usman mengakui bahwa aksi partai politik dan calon anggota legislatif ketika menggelar kampanye nyaris tidak berbeda dari pemilihan umum sebelumnya, obral janji dan pengerahan massa terjadi setiap kali kampanye digelar (Kompas, 23 Maret 2009:1). Dengan demikian bukan tidak mungkin masyarakat kekurangan kesempatan memperoleh informasi politik yang mendorong pikiran kritis mereka, sehingga memperoleh pembelajaran politik yang lebih rasional, menyentuh langsung aspirasi mereka. Salah satu hal yang penting dalam pemilihan umum adalah keterlibatan secara politik para abdi negara yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya yang berada di lingkungan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketika Orde Baru berkuasa, mobilisasi partisipasi pegawai negeri sipil secara menyeluruh di Indonesia diorientasikan kepada organisasi peserta pemilihan umum dari Golongan Karya (Golkar). Demikian juga di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Gubernur DIY yang juga Sultan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat waktu itu adalah salah satu tokoh Golkar, sehingga dengan mudah para abdi negara di lingkungan ini memiliki kecenderungan memilih Golkar. Ketika PNS menjadi alat kekuatan politik dari partai politik tertentu, maka dalam menjalankan tugas dan fungsinya PNS cenderung akan bersifat parsial, berpotensi menjadi tidak netral. Di era reformasi sejak 1999, kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam kehidupan politik ditinjau kembali agar PNS tidak terlibat dalam partai politik manapun. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara mengatur secara tegas netralitas pegawai. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 melarang keberpihakan PNS terhadap partai politik tertentu. PNS diberi kebebasan untuk memilih partai maupun calon anggota legislatif sesuai aspirasi masing-masing saat pemilihan umum. Mereka dilarang terlibat aktif dalam kegiatan kepartaian seperti kampanye, menjadi calon anggota legislatif, dan menjadi anggota salah satu partai. Kasus anggota Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi menarik untuk diangkat sebagai persoalan penelitian. Menarik untuk diketahui bagaimana para PNS tersebut mengambil keputusan memilih partai politik serta calon wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD, demikian pula menarik untuk dipahami bagaimana mereka mencari sumber informasi yang dipakai sebagai dasar untuk pengambilan keputusan politiknya. Persoalan ini menjadi penting karena bagaimanapun PNS dalam masyarakat tertentu masih dipandang sebagai pemuka masyarakat (opinion leader). Informasi politik dari calon legislatif maupun partai politik merupakan variabel sangat penting bagi calon pemilih untuk menentukan pilihan politiknya secara akurat sesuai dengan referensi dan aspirasi politiknya. Namun demikian nampaknya keinginan masyarakat (dalam hal ini PNS) untuk memperoleh informasi akurat dari partai maupun calon anggota legislatif semakin sulit menghadapi Pemilihan Umum 2009.

Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas maka dapatlah diambil suatu rumusan masalah yaitu: bagaimana Pegawai Negeri Sipil memperoleh informasi politik yang diperlukan sebagai bahan referensi menentukan pilihan politiknya dalam Pemilihan Umum Legislatif 2009? Tujuan dan Manfaat Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui cara Pegawai Negeri Sipil (PNS) memperoleh informasi politik yang diperlukan. Melalui cara tersebut dapat dicapai deskripsi penggunaan media dan non media dalam mengakses informasi Pemilihan Umum Legislatif 2009 yang diterapkan oleh pemilih dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di samping itu juga untuk mengetahui dan pemahami kebutuhan informasi Pemilihan Umum Legislatif 2009 dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bahan referensi menentukan pilihan politiknya dalam Pemilihan Umum Legislatif 2009. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat, yakni dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang berkompeten (pemerintah, maupun partai politik serta calon anggota legislatif) untuk mengetahui kebutuhan masyarakat akan informasi politik (pemilihan umum). Selanjutnya dapat menjadi bahan untuk memformulasikan terkait dengan akses informasi politik dalam pemilihan umum berikutnya. Karena itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan konsep pemikiran bagi partai politik serta calon anggota legislatif yang akan berlaga dalam pemilihan umum. Kerangka Teoritis Komunikasi merupakan proses yang melibatkan dua pihak yaitu sumber komunikasi dan penerima komunikasi. Kedua pihak itu dipertemukan melalui pertukaran pesan komunikasi, menggunakan media, maupun tanpa media yaitu bila komunikasi berlangsung secara personal. Sumber komunikasi dianggap sebagai pihak yang memprakarsai terjadinya komunikasi melalui penyampaian pesan (informasi), sedangkan penerima merupakan pihak yang menerima pesan (informasi) dari sumber. Dalam kegiatan politik pemilihan umum, komunikasi memiliki peran yang penting seperti yang pernah dikemukakan oleh Chaffee (1975) bahwa komunikasi politik merupakan peranan komunikasi dalam proses politik (dalam Kaid, 2004:xiii). Sementara Galdnoor (dalam Nasution, 1999:24) menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi sosial di mana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk dalam peredaran. Rumusan Galdnoor tersebut sejalan dengan pendekatan Almond dan Powell (dalam Nasution, 1990:24) yang menempatkan komunikasi sebagai suatu fungsi politik bersama-sama dengan fungsi lainnya (artikulasi, agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen) yang terdapat dalam suatu sistem politik. Bahkan dikemukakan pula bahwa komunikasi merupakan prasyarat (prerequisite) yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsi-fungsi yang lain tadi. Michael Rush dan Philip Althoff (dalam Maran, 2001:158) menyebutkan bahwa komunikasi politik sebagai suatu proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Menurut Maran (2001:159) proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan. Komunikasi politik menjadi penting karena merupakan suatu elemen yang dinamis dan yang menentukan sosialisasi

politik serta partisipasi politik. Seperti bentuk-bentuk komunikasi yang lain, komunikasi politik berlangsung sebagai suatu proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berasal dari sumber (selaku pihak yang memprakarsai komunikasi) kepada khalayak, dengan menggunakan media tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang telah tertentu pula. Unsur-unsur tersebutlah yang memungkinkan terjadinya suatu kegiatan komunikasi politik dalam suatu masyarakat (Nasution, 1990:42). Kegiatan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009 merupakan kegiatan suatu proses komunikasi politik. Proses pertukaran pesan politik terjadi sepanjang masa sosialisasi calon anggota legislatif sebagai sumber informasi politik dengan konstituennya sebagai pihak penerima, dalam masa kampanye pemilihan umum, hingga masa penetapan calon terpilih. Terkait dengan kebutuhan informasi politik yang berhubungan dengan perilaku pemilih, menurut Roth (2008:23-48) ada beberapa pendekatan (approach) atau dasar pemikiran yang berusaha menerangkan perilaku pemilih, di antaranya pendekatan rational choice. Menurut pendekatan ini, yang menentukan pilihan bukanlah adanya keter-gantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional dari warga yang cakap. Pendekatan pemilih rasional menawarkan cara pandang terhadap perilaku pemilih yang disebut memilih retrospektif atau memilih secara memandang ke belakang dan memilih prospektif. Pemilih prospektif yaitu seorang pemilih akan memilih partai atau tokoh lebih dikarenakan memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang menjadi preferensi dari pemilih. Sedangkan pemilih retrospektif yaitu seseorang memilih partai politik atau tokoh tertentu setelah mengevaluasi aktivitas/ komitmen dari partai politik tersebut sebagai pemerintah atau oposisi selama periode terakhir. Menurut Downs (dalam Roth 2008:49-50) sebetulnya pemilih membutuhkan informasi yang lengkap. Hal inilah yang merupakan masalah sesungguhnya dalam teori Downs. Dengan adanya informasi yang lengkap, alternatif-alternatif pilihan lebih mudah dirumuskan. Namun pada kenyataannya informasi yang lengkap tidak selalu tersedia, atau hanya dapat diperoleh melalui pengorbanan ekonomis yang besar. Oleh karena itu pada umumnya pemilih harus mengambil keputusan dalam ketidaktahuan. Namun pemilih memiliki berbagai kemungkinan untuk membatasi ketidaktahuan ini, salah satunya adalah mengumpulkan informasi mengenai bidang-bidang yang dirasa penting. Dengan memanfaatkan media, kelompok minat maupun partai itu sendiri, akhirnya dapat mengambil keputusan. Pemilihan Umum bagi anggota DPR maupun DPRD yang dilaksanakan pada bulan 9 April 2009, diikuti oleh 38 partai politik peserta pemilihan umum. Pada pemilih rasional, informasi menjadi bagian penting dalam membuat keputusan politik. Sebelum menentukan pilihan politiknya, tentunya pemilih rasional membutuhkan informasi politik yang berkaitan dengan partai politik maupun calon anggota legislatif. Aspek-aspek informasi politik Pemilihan Umum 2009 khususnya tentang partai politik dan calon anggota legislatif yang dibutuhkan masyarakat di antaranya adalah tentang: (a) tipe partai politik, (b) visi dan misi partai politik, (c) platform/ program partai politik, (d) reputasi partai politik, (e) kualitas calon anggota legislatif. Ada beberapa cara yang dilakukan manusia untuk mendapatkan informasi politik (berkomunikasi). Bisa dengan berinteraksi langsung dengan manusia lainnya yang ada di sekitarnya, bisa dengan berinteraksi dengan lingkungannya, dan bisa juga menggunakan media. Interaksi dengan manusia lainnya juga bisa dalam lingkup yang beragam seperti yang banyak disinggung oleh beberapa ilmuwan tentang level komunikasi yang ada seperti interpersonal, small-group, organization/ institution, public, mass communication (Littlejohn, 2005; McQuail, 2000:10-15). Kemudian Heath dan Bryant (2000:89) menyederhanakan menjadi dua macam komunikasi yaitu komunikasi langsung ( direct communication) dan komunikasi yang termediasi (mediated communication), dan ini bisa

dalam berbagai konteks-interpersonal, organisasi dan termediasi ( mediated) yang sama dengan konteks komunikasi massa. Berdasarkan uraian di atas kiranya dapat disebutkan bahwa masyarakat dalam mencari (mengakses) informasi politik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Bermedia (mediated) Terdiri dari media cetak (suratkabar, majalah), media elektronik (radio, televisi), media luar ruang (spanduk, poster, baliho), dan media baru (internet). b. Non media (Interpersonal) Menurut Nimmo (1989:126) ada dua saluran utama komunikasi interpersonal yang membantu khalayak belajar politik (mengakses informasi politik), yakni keluarga dan lingkungan yang terdiri atas kawan-kawan dekat dan akrab yang dikenal sebagai sebaya. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Sesuai pertanyaan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian, maka jenis penelitian adalah kualitatif. Penelitian ini tergolong dalam bentuk studi kasus yang bertujuan menjelaskan (to explain) atau mencari (seek to understand). Peneliti berusaha mengetahui dan memahami sesuatu yang menjadi fokus penelitian. Dengan studi kasus, penelitian bertujuan untuk mengetahui dan memahami penggunaan media dan non media dalam akses informasi politik Pemilihan Umum 2009 dari perspektif Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan juga mengeksplorasi terkait dengan akses informasi tersebut (Creswell, 1994:71). Sasaran Penelitian Sasaran penelitian adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau birokrat di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY). Dalam penelitian digunakan teknik sampel bertujuan (purposive sampling) untuk memilih informan. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik snowballing, yakni pemilihan informan paling awal yang memberikan rekomendasi kenalan yang memiliki karakteristik yang sama. Oleh karena itu informan yang dipilih dalam penelitian ini diambil berdasarkan referensi dari satu informan ke informan lainnya, terkait dengan tiga pelaku birokrasi yaitu pejabat struktural, fungsional dan staf pelaksana di lingkungan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode Pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian ini adalah wawancara mendalam/ in-depth interviews, observasi, penggunaan dokumen dan arsip. Teknik Pengolahan dan Analisis data Unit analisis dalam penelitian adalah individu Pegawai Negeri Sipil di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun teknik analis yang diambil dan digunakan adalah teknik analisis tematik, sebagai berikut; (a) Pengumpulan data/ informasi, melalui wawancara mendalam dengan informan maupun observasi langsung, (b) Reduksi data, yakni merangkum, memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, untuk dicari tema dan polanya, (c) Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah menampilkan data (display). Dalam penelitian ini disajikan data dalam bentuk teks yang bersifat naratif, dan terakhir (d) Penarikan kesimpulan.

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam tahap analisis, peneliti menggunakan analisis interview seperti yang dipergu-nakan May (2001:137), Benney dan Hughes (1984) yaitu menggunakan teknis analisis hasil wawancara dengan menggunakan ukuran similarity (kesamaan) dan comparability (perbandingan bisa berisi persamaan dan perbedaan). Berikut ini paparan temuan penelitian berdasarkan hasil wawancara dengan pemilih Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dapat digambarkan sebagai berikut: Kebutuhan Informasi Pemilu Legislatif 2009 Berdasarkan temuan di lapangan didapatkan bahwa pada hakekatnya PNS Pemerintah Provinsi DIY memiliki kecenderungan yang sama yakni membutuhkan informasi Pemilu 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif. Informasi yang dibutuhkan di antaranya tentang visi dan misi serta program partai politik/ calon anggota legislatif, kinerja dan reputasi partai polilitik/ calon anggota legislatif dan kualitas calon anggota legislatif. Bila mengacu pada pendekatan perilaku pemilih sebagaimana yang dikemukakan oleh Roth, perilaku pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY tergolong sebagai pemilih rasional. Downs (dalam Roth, 2008:49) menyebutkan bahwa pemilih rasional sebelum menentukan pilihan politiknya membutuhkan informasi yang sebanyak-banyaknya. Prioritas informasi yang dibutuhkan masing-masing individu cenderung beragam, ada yang sama, namun ada pula yang berbeda. Berdasarkan prioritas dan alasan yang melatar belakangi informasi yang dibutuhkan oleh pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY, dapat dikategorikan menjadi dua yakni perilaku pemilih yang disebut pemilih prospektif dan pemilih retrospektif. Pemilih prospektif yaitu seorang pemilih akan memilih partai politik atau calon anggota legislatif yang telah memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang menjadi preferensi dari pemilih. Sedangkan pemilih retrospektif, atau cara memilih dengan memandang ke belakang, menekankan pada kemampuan pemilih untuk memilih berdasarkan pada penilaiannya pada penampilan kontestan di masa lalu (sebelumnya). Jenis pemilih yang tergolong sebagai pemilih prospektif dapat dilihat dari pernyataan informan, di antaranya sebagai berikut: ..ingin mendapatkan informasi mengenai partai politik peserta Pemilu yang mempunyai ideologi jelas, serta program yang diperjuangkannya tidak bersifat normatif, tapi yang konkrit Juga untuk mendapatkan informasi tentang caleg yang mempunyai kemampuan dan kapasitas sebagai wakil rakyat (Wawancara, Sudibyo: 5 Maret 2009). Jenis pemilih PNS Pemerintah Provinsi yang kedua adalah golongan pemilih retrospektif. Pemilih retrospektif adalah pemilih yang memilih partai politik atau calon anggota legislatif setelah mengevaluasi aktivitas/ komitmen dari partai politik atau elit yang mewakili partai selama masa baktinya. PNS Pemerintah Provinsi DIY yang menjadi informan yang tergolong sebagai pemilih retrospektif memprioritaskan kebutuhan informasi terutama tentang kinerja dan reputasi partai politik maupun calon anggota legislatif. Menurut Key (dalam Roth, 2008:48) pemilih menetapkan pilihannya secara retrospektif yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan pada periode legislatif terakhir bagi dirinya sendiri dan bagi negara atau sebaliknya. Penilaian ini juga dipengaruhi oleh penilaian terhadap kinerja pemerintah di masa yang

lampau. Apabila hasil kinerja pemerintah yang berkuasa (juga bila dibandingkan dengan pendahulunya) positif, maka akan dipilih kembali, apabila hasil penilaiannya negatif, maka pemerintah tersebut tidak akan dipilihnya kembali. Terkait dengan calon anggota legislatif, dalam pandangan pemilih rasional ini menempatkan pemilih sebagai makhluk rasional yang mempunyai alasan dan tujuan dalam tindakannya. Untuk memilih seorang calon anggota legislatif dibutuhkan informasi yang berkaitan dengan kapasitas, intelektual, kepribadian dan karya nyata yang menjadi pertimbangan utama pemilih sebelum menentukan pilihan politiknya. Artinya kualitas dan performa individu seorang calon anggota legislatif menjadi prioritas utama, di mana pemilih akan melihat reputasi yang berkaitan dengan kepribadian seorang calon anggota dewan. Maka sudah sewajarnya bila PNS Pemerintah Provinsi DIY yang menjadi informan dalam penelitian ini, membutuhkan informasi yang akan digunakan sebagai dasar evaluasi, terutama adalah informasi tentang kinerja partai politik serta reputasi (citra) partai politik. Sedangkan untuk calon anggota legislatif adalah informasi yang berkaitan dengan pengenalan prestasi (kualitas calon anggota legislatif) serta serta perilaku (reputasi) calon anggota legislatif. Arus informasi yang semakin terbuka dan lancar serta posisi PNS yang netral, tidak terikat (berafiliasi) dengan partai tertentu, memungkinkan pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY saat ini menjadi bebas dan terbuka untuk menentukan arah pilihan politiknya. Keterbukaan informasi memperlebar pintu kesempatan bagi PNS untuk melakukan evaluasi terhadap lembaga-lembaga politik yang ada terutama lembaga legislatif. Bagaimanapun juga pemilih yang rasional tidak akan memilih calon anggota legislatif yang mempunyai reputasi kurang baik. Sebagaimana dikatakan oleh informan ketika memberi alasan mengapa ia memprioritaskan kebutuhan informasi tentang reputasi calon anggota legislatif, sebagai berikut: saya membutuhkan informasi tentang kinerja dan reputasi calon anggota legislatif, ingin mengetahui calon anggota legislatif yang mempunyai reputasi baik atau buruk. Calon anggota legislatif yang suka kawin cerai, mempunyai hobi berselingkuh, tidak layak menjadi anggota dewan yang terhormat. (Wawancara, Wijayanti: 13 Maret 2009). Berdasarkan hasil paparan di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi DIY telah berlaku sebagai pemilih rasional. Pada umumnya mereka yang membutuhkan informasi mengenai tipe/ platform partai politik, adalah karena ingin mengetahui ideologi dari partai politik yang bersangkutan. Terkait dengan visi dan misi, akan diperoleh gambaran ke arah mana bangsa ini akan dibawa ke depannya. Sementara dengan adanya informasi mengenai program partai politik akan dapat diketahui partai politik mana yang mempunyai program yang jelas, konkrit, masuk akal, riil dan terarah. Terkait dengan informasi tentang reputasi dan kinerja partai politik, akan diperoleh gambaran tentang partai politik yang mempunyai reputasi dan kinerja yang mendahulukan kepentingan rakyat atau lebih mendahulukan kepentingan golongan. Sementara dengan adanya informasi tentang kualitas calon anggota legislatif akan didapatkan gambaran tentang calon anggota legislatif yang mempunyai kemampuan dan kapasitas sebagai wakil rakyat, mempunyai kapasitas dan integritas sebagai legislator. Sedangkan untuk informasi yang berhubungan dengan reputasi calon anggota legislatif, sebagian besar informan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan moral calon anggota dewan. Informasi tersebut nampaknya cenderung dijadikan sebagai dasar pertimbangan informan untuk menilai bahwa seorang calon legislatif itu layak atau tidak, untuk dipilih sebagai anggota dewan yang terhormat. Dengan perkataan lain bahwa informasi yang diinginkannya adalah yang berkaitan dengan calon anggota legislatif yang dapat mengagregasikan sikap politiknya dengan

layak. Menekankan perlunya para anggota dewan, bukan saja untuk bekerja secara profesional sebagai legislator, pengawas kekuasaan eksekutif dan penyusunan anggaran, melainkan juga berperilaku patut dan layak menjadi suri tauladan orang banyak. Dengan demikian lembaga legislatif akan diisi oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas intelektual, vitalitas kerja, serta mempunyai kopetensi dan integritas seorang wakil rakyat. Akses Informasi Pemilu Legislatif 2009 Berdasarkan hasil temuan di lapangan diperoleh kecenderungan bahwa pada dasarnya para pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY, sebagai individu senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam konteks penelitian ini, kebutuhan tersebut berupa informasi Pemilu Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif. Beberapa cara telah ditempuh oleh pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY ketika mencari upaya dalam mendapatkan informasi tersebut. Ada yang berinteraksi langsung dengan individu-individu yang ada di sekitarnya, dengan lingkungannya (komunitas), ada juga yang menggunakan media. Cara berkomunikasi seperti ini, bila mengacu pada Heath dan Bryant (2000:89) disebut sebagai komunikasi langsung (direct communication) dan komunikasi yang termediasi (mediated communication/ indirect communication). Cara berkomunikasi dalam mengakses informasi Pemilu Legislatif 2009 pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Mediated (menggunakan media) a. Surat kabar Media komunikasi yang dipergunakan oleh para informan cenderung beragam, ada yang melalui media cetak (suratkabar, majalah, brosur), media elektronik (radio dan televisi), media luar ruang (spanduk dan baliho) serta media baru (internet). Masingmasing informan mempunyai motif dan alasan tersendiri ketika memilih media yang dipergunakan untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Banyak suratkabar baik yang berskala nasional maupun lokal yang terbit dan beredar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun demikian tidak semua informan menggunakan suratkabar yang sama untuk memenuhi kebutuhan informasinya. Informan yang memilih Kompas sebagai sumber informasi tidak hanya dari sudut pandang yang berkaitan kelengkapan informasi saja, namun juga berkaitan dengan cara peliputan yang tidak hanya satu sisi saja ( cover one side) yang akan terkesan memihak, akan tetapi banyak sisi (cover both side) sehingga menghasilkan informasi yang netral dan berimbang. Informasi Pemilu Legislatif 2009 yang diperoleh oleh informan kebanyakan berkaitan dengan partai politik peserta Pemilu di antaranya tentang profil partai politik, kinerja maupun reputasi partai politik anggota dewan di tingkat pusat. Sedangkan beberapa informan yang memilih suratkabar Kedaulatan Rakyat, mempunyai alasan bahwa informasi yang disampaikannya lebih bersifat kedaerahan (lokal) terutama berita seputar Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai mana disampaikan oleh beberapa informan di antaranya sebagai berikut: ..aku lebih banyak membaca suratkabar terbitan lokal seperti KR karena banyak memuat berita-berita yang berskala lokal khususnya berita yang berhubungan dengan DIY. Informasi tentang pemilu aku dapatkan melalui berita, opini, juga melalui iklan dari caleg maupun parpol (Wawancara, Marwati, 7 Maret 2009). Hal ini menunjukkan bahwa informan melihat Kedaulatan Rakyat didasarkan pada proximity (berita yang isinya memiliki kedekatan baik secara psikologis, geografis atau demografis).

b. Radio Dalam penelitian diperoleh pula informan yang mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 melalui radio. Berbagai alasan mengapa mereka mencari informasi melalui radio: ada yang menyatakan karena radio itu mendengarkan suara, jadi relatif fleksibel, bisa diakses di mana saja baik di rumah maupun di perjalanan. Singkatnya ketika seseorang mendengarkan radio, tetap bisa sambil melakukan aktivitas lainnya. Informasi yang disampaikan lewat radio ringkas dan padat. Sebagaimana disampaikan oleh salah satu informan sebagai berikut: .saya mendengarkan radio di mobil dalam perjalanan dari rumah menuju kantor, maupun sebaliknya. Radio yang saya dengarkan tidak tentu kadang Sonora atau Trijaya Informasi mengenai parpol dan caleg saya dengar dari acara berbincang-bincang ya.. ya..dialog,.. (Wawancara, Sudarsono: 12 Maret 2009). Berdasarakan dari pernyataan informan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa informan menggunakan radio dalam mencari informasi, lebih berdasarkan pada segi kepraktisannya. Radio merupakan salah satu media massa yang tidak memberikan prasyarat khusus bagi khalayak yang mengaksesnya. Sebagaimana disampaikan oleh Becker (1987:253) radio dapat dibawa ke manapun dan audience-nya dapat mengakses tanpa menganggu aktivitas utamanya dan tanpa harus serius mendengarkannya. Informasi Pemilu Legislatif 2009 tentang visi, misi dan program partai politik maupun hal-hal yang berhubungan calon anggota legislatif kebanyakan didapat informan melalui berita, dialog maupun iklan politik. Adapun stasiun radio yang dipakai untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 cukup beragam seperti RRI, Trijaya FM, Sonora FM, Retjo Buntung FM, Konco Tani, MBS dan Yasika FM, namun yang menjadi unggulan kebanyakan informan adalah Radio Sonora FM. c. Televisi Informan pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY yang menjadikan televisi sebagai rujukan ketika mencari informasi Pemilu Legislatif 2009, mempunyai motif dan alasan yang berbeda-beda. Di antaranya ada yang mencari informasi melalui televisi dengan alasan informasi melalui televisi lebih cepat sampai ke audience daripada informasi melalui media cetak. Bahwa informasi melalui televisi mudah diserap karena televisi bisa dilihat sekaligus didengar. Ada pula yang menyatakan, dapat melihat dan mendengar sekaligus dan langsung (live) sebagaimana bertatap-muka langsung dengan sumbernya. Ada juga yang memberi alasan bahwa informasi melalui televisi mudah diingat, karena dapat mendengarkan sambil melihat. Alasan informan memilih televisi karena kecepatan informasi sampai ke audience, dalam hal ini motif dan alasan yang disampaikan informan berkaitan dengan alasan mendasar yang menyebabkan televisi diminati oleh masyarakat adalah sebagaimana dikemukakan oleh Bignell (2004:19) karena kemampuannya untuk menghadirkan berbagai macam peristiwa, tokoh dan tempat-tempat yang berada jauh dari audience. Sementara alasan yang lain, lebih pada melihat televisi dari sudut pandang sifatnya yang audio visual yakni pandang dengar. Di samping itu, tidak semua stasiun televisi dijadikan rujukan dalam mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Ada yang memilih Metro TV dan TV One, sebagai rujukan dalam mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Ada yang beralasan karena banyak tayangan tentang Pemilu yang dikemas cukup serius dan berbobot. Ada pula yang menyatakan karena ada liputan khusus pemilihan umum. Berdasarkan dari alasan yang dikemukakan oleh beberapa informan tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya informan mengandalkan TV One dan Metro TV karena kedua stasiun televisi tersebut dapat menjadi rujukan untuk mencari informasi Pemilu

Legislatif 2009. Kedua stasiun televisi tersebut setiap hari menyiarkan informasi yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif. Untuk Metro TV melalui mata acara seperti Suara Anda, Partai Bicara, Top Nine News, Genta Demokrasi, Special Dialog. Sementara TV One melalui acara seperti Interview Politik, Kabar Pemilu, Uji Kandidat, Atas Nama Rakyat, Documentary One, Debat, Suara Rakyat, Debat Parpol. Di samping itu ada juga informan yang memilih Metro TV, RCTI danTPI untuk mencari informasi Pemilu Legislatif melalui mata acara parodi politik seperti Democrazy (Metro TV), Benar-Benar Membangun/ BBM (RCTI) dan Kontes de Parpol (TPI), sebagaimana disampaikan oleh informan sebagai berikut: ..saya suka menonton parodi dalam acara BBM, di samping mencari hiburan karena banyak banyolan-banyoan dan sindiran, sekaligus juga dapat informasi mengenai parpol dan caleg dari beberapa tokoh yang dihadirkan. (Wawancara, Wijayanti: 13 Maret 2009). Alasan seperti tersebut di atas mencerminkan bahwa beberapa informan ketika mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 tidak hanya melalui tayangan yang sifatnya serius saja, tapi juga tayangan yang ada hiburannya, seperti dalam acara parodi politik. Dalam acara ini informasi yang berkaitan dengan Pemilu Legislatif 2009 dikemas dengan banyolan dan sindiran-sindiran serta menghadirkan para tokoh ataupun para pakar yang mempunyai kompetensi. Jadi khalayak yang menyaksikannya di samping mendapatkan informasi juga mendapat hiburan. Dengan demikian motif dan alasan yang disampaikan informan sejalan dengan apa yang dikemukakan Skomis (dalam Kuswandi, 1996:8) bahwa televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat politis dan bisa pula informatif, hiburan, pendidikan atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dengan komunikan sehingga mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan melihat secara visual. d. Internet Tidak ketinggalan beberapa informan pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY juga menggunakan media baru (internet) untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Masing-masing informan mempunyai alasan tersendiri mengapa mengakses informasi melalui internet. Ada yang beralasan bahwa banyak informasi yang secara mudah didapatkan ketika dicari di internet. Melalui search engine google atau yahoo segala informasi yang dibutuhkan dengan cepat dapat diperoleh. Ada pula yang menyatakan bahwa internet menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan dan secara mudah di dapatkan di situ melalui situs-situs yang ada. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu informan seabagai berikut: di samping melalui media massa saya juga sering browsing di internet, mengapa ya karena banyak informasi tersedia dengan mudah dan cepat bisa saya dapat. Untuk informasi mengenai pemilu 2009, saya dapatkan dalam situs seperti Kompas Online, pernah juga saya membuka situsnya KPU . (Wawancara, Rahayu, 6 Maret 2009). Banyak informasi mengenai partai politik maupun para calon anggota legislatifnya, dapat diakses melalui internet. Namun demikian tidak semua informan memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama. Berdasarkan hasil temuan didapatkan bagi informan pejabat struktural (II, III, IV) dan pejabat fungsional, mempunyai kecenderungan yang sama, media baru (internet ) ini juga dipergunakan untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Untuk staf pelaksana khususnya untuk golongan I (satu) cenderung tidak pernah mengunakan internet, hal ini karena terkait dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang tidak mendukungnya.

Nampaknya penggunaan internet untuk akses informasi ada kaitannya dengan latar belakang pendidikan dan jabatan masing-masing individu informan. Untuk pejabat struktural maupun fungsional rata-rata paling rendah berpendidikan sarjana strata 1 (satu) bukan tidak mungkin akan merasa kurang nyaman jika tidak pernah (tidak bisa) mengakses informasi melalui internet. Sedangkan bagi staf pelaksana golongan 1 (satu) yang rata-rata berpendidikan SLTP cenderung merasa nyaman-nyaman saja meskipun tidak bisa mengoperasikan komputer maupun mengakses informasi melalui internet. 2. Non Media Di samping menggunakan media, para informan pemilih PNS Provinsi DIY dalam mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 juga mempunyai kecenderungan yang sama, yakni melakukannya secara langsung tatap-muka (face to face). Informasi Pemilu Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif dari masing-masing informan didapatkan secara langsung dari sumber informasi yang beragam yakni ada yang dari suami, anak, menantu, ada yang dari pakar, ada juga dari calon anggota legislatif yang melakukan sosialisasi serta ada yang dari teman kantor dan tetangga. Bila merujuk pada apa yang disampaikan oleh Nimmo (1989:125) ada dua saluran utama komunikasi interpersonal yang membantu belajar politik (akses informasi Pemilu Legislatif 2009) yakni keluarga dan lingkungan yang terdiri dari kawan-kawan. Maka suami, anak dan menantu dikategorikan sebagai keluarga. Sedang teman kantor dan tetangga dikategorikan sebagai kawan-kawan. Sementara pakar dan calon anggota legislatif dalam model alir dua tahap (two step flow model) dimaksudkan sebagai pemuka pendapat (tokoh masyarakat). Berbagai macam alasan disampaikan oleh masing-masing informan ketika memilih individu sebagai sumber informasi. Ada beberapa informan yang mengandalkan seorang pakar sebagai sumber informasi, dengan alasan karena mempunyai kompetensi dalam bidangnya, sehingga informasi yang disampaikan tidak diragukan validitasnya. Alasan ini melihat sumber informasi dari sudut pandang yang berkaitan dengan kapasitasnya sebagai narasumber yang dapat memberikan informasi Pemilu Legislatif 2009 sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. Di samping itu ada juga beberapa informan yang lebih suka mencari informasi secara langsung dengan keluarganya (anak, suami). Dengan alasan tidak merasa malu, tidak merasa sungkan, lebih terbuka, lebih bebas. Alasan seperti tersebut di atas memandang sumber informasi dari sisi rasa kenyamanan pencari informasi. Menurut Dowson (1979:142) ada ikatan emosional yang kuat dalam keluarga, sehingga dalam hal ini sudah selayaknya bila ada salah satu anggota keluarga bisa menjadi tempat yang nyaman untuk bertanya bagi anggota keluarga yang lain ketika membutuhkan suatu informasi. Selain itu, ada juga informan yang mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif kepada teman kantor. Alasannya karena sama-sama PNS, duduk satu ruangan dan setiap hari bertemu. Alasan ini memandang teman kantor sebagai karib yang senasib, sebagai sumber informasi terdekat yang mudah ditemui. Di samping itu ada juga informan yang memilih tetangga sebagai sumber informasi. Tabel 1 Akses Informasi Pemilu Legislatif 2009 Menurut PNS Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
No 1 Nama Sudibyo Pejabat struktural eselon II Keterangan Mediated: suratkabar, brosur, majalah, televisi, radio dan internet. Andalan: Kompas, karena netral, berita/ informasi berimbang. Non media: pakar dan teman. Andalan: pakar, karena mempunyai kompetensi, informasinya valid .

Tri Mulyono Pejabat struktural eselon II Sri Rahayu Pejabat struktural eselon III Sasongka Harjanta Pejabat struktural eselon III Tri Rubiyanto Pejabat struktural eselon III Aris Rahajeng Wijayanti Pejabat struktural eselon IV Sudarsono Pejabat struktural eselon IV Ani Kuswati Pejabat struktural eselon IV Sarono Tamtomo Yudho Pejabat fungsional Veronika Ismartiningsih Pejabat fungsional Sri Mawarti Staf pelaksana Gol III Tri Wahyono Staf pelaksana Gol III Astriyanto Sri Harjanto Staf pelaksana Gol III Ani Sutarti Staf pelaksana Gol III Yohana Indarti Staf pelaksana Gol III Hastin Puntaningrum Staf pelaksana Gol

10

11

12

13

Mediated: suratkabar, majalah, brosur, televisi, radio dan internet. Andalan: surat-kabar Kompas, informasinya lengkap. Non media: pakar dan teman. Andalan pakar, merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya. Mediated: spanduk, baliho, suratkabar, televisi, radio dan internet. Andalan: surat-kabar Kompas, karena informasinya lengkap. Non media: suami, anak, caleg. Andalan: suami karena lebih sering mengikuti perekembangan yang terjadi terkait dengan Pemilu 2009. Mediated: brosur, suratkabar, televisi. Andalan: televisi (Metro TV), karena informasinya cepat dan lengkap. Non media: caleg, anggota KPU. Andalan: anggota KPU, karena informasinya dapat dipercaya. Mediated: surat kabar, leaflet, televisi, radio dan internet. Andalan: surat kabar Kompas, karena informasinya obyektif dan akurat.Non media: tim sukses dan teman, yang diandalkan tidak ada, karena informasinya belum tentu benar. Mediated: suratkabar, radio, televisi, baliho, spanduk dan internet. Media andalan: televisi RCTI. Non media : suami, caleg dan teman kantor, andalan suami, karena wawasannya luas. Mediated: suaratkabar, radio, televisi dan internet. Media andalan: suratkabar KR. Alasannya: karena mengkhususkan berita di seputar DIY. Non media: anggota dewan dan teman, andalannya anggota dewan, karena terlibat langsung dalam Pemilu. Mediated: suratkabar, televisi, radio. Media andalan: suratkabar Kompas. Alasan: beritanya lengkap dan akurat. Non media: suami, teman. Andalan: suami, informasinya dapat dipercaya. Mediated: suratkabar,radio, televisi dan internet. Media andalan: suratkabar Kompas, alasan informasi tentang Pemilu disajikan secara lengkap dan mendalam. Non media: tim sukses, caleg, kerabat, yang menjadi andalan kerabat, tahu kapasitasnya. Mediated: suratkabar, majalah, radio, televisi dan internet. Media andalan: TV One, informasi tentang pemilu lengkap. Non media: suami sekaligus menjadi andalan, karena lebih sreg. Mediated: suratkabar, brosur, radio, televisi dan internet. Andalan: televisi, Metro TV: informasi tentang Pemilu banyak. Non media: anak/ menantu, teman, caleg. Andalan: menantu, pengetahuan banyak. Mediated: suratkabar, radio, televisi dan internet. Media andalan: televisi, TV One: acara khusus liputan Pemilu. Non media: pakar, caleg. Andalan pakar, mempunyai kapasitas dalam bidangnya. Mediated: suratkabar, televisi, radio. Andalan: suratkabar Kedaulatan Rakyat. Alasan: informasinya bersifat kedaerahan. Non media: caleg. Andalan: tidak ada. Mediated: suratkabar dan televisi. Andalan: televisi, TV One, karena berita tentang pemilu banyak. Non media: teman kantor. Andalan: tidak ada. Mediated: suratkabar, televisi dan internet. Andalan: televisi, yakni SCTV. Alasan: banyak informasi tentang pemilu. Non media: teman kantor dan tetangga. Andalan: tidak ada. Mediated: suratkabar, radio, televisi dan internet. Andalan: suratkabar KR, bahasanya mudah dimengerti. Non media: suami, teman dan tetangga, andalan suami, informasinya dapat

14

15 16

17

II Suprapto Staf pelaksana Gol II Tumin Staf pelaksana Gol II Tukino Staf pelaksana Gol I Purwanto Staf pelaksana Gol I

18 19

20

dipercaya. Mediated: suratkabar, radio, televisi, spanduk, baliho. Andalan: televisi TPI, mendapat informasi dan hiburan. Non media: teman, caleg. Andalannya caleg karena informasi langsung dari orangnya. Mediated: suratkabar, televisi dan radio. Andalan: televisi, TPI, mendapatkan informasi dan hiburan. Non media: caleg dan tetangga. Andalan: caleg, lebih tahu tentang pemilu. Mediated: suratkabar, radio, televisi, spanduk/ poster. Media andalan: spanduk, karena bisa melihat foto caleg dari partai. Non media: caleg dan tetangga, andalannya tetangga karena percaya. Mediated: suratkabar, radio,dan televisi. Media andalannya televisi: TPI, banyak informasi dan hiburannya. Non media: anak, sekaligus menjadi andalan karena tidak merasa malu.

Sumber: Data diolah, 2009

Pemenuhan dan Pemanfaatan Informasi Pemilu Legislatif 2009 Berdasarkan temuan di lapangan diperoleh kecenderungan bahwa pada dasarnya kebutuhan informasi Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi DIY tentang Pemilihan Umum Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif pada umumnya sudah terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan informasi yang diperoleh dari masing-masing informan paling tidak dari sumber berbeda, dalam hal ini bisa dibedakan dari jenis media, isi media serta konteks sosial. Secara umum dapat disebutkan bahwa terdapat pernyataan yang berbeda-beda dalam pemenuhan informasi yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena isi media atau informasi Pemilu 2009 yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif yang terkandung di dalamnya, serta dorongan situasi sosial dalam mencari informasi, semuanya didasarkan pada kebutuhan masing-masing individu. Dari wawancara dengan informan diperoleh kecenderungan, meskipun kebutuhan informasi Pemilu Legislatif 2009 relatif sudah terpenuhi, namun belum semua informasi yang diinginkan bisa diperoleh, masih ada saja hal-hal yang dirasakan sebagai kekurangan. Sebagaimana disampaikan oleh informan di antaranya berikut ini: .informasi tentang calon anggota legislatif untuk DPR RI Dapil DIY, masih banyak yang belum saya ketahui. Baru beberapa saja dari partai lama (partai peserta Pemilu 2004), belum semuanya, hanya beberapa saja orangnya, itupun hanya orang-orang tertentu saja yang cukup dikenal oleh masyarakat Yogyakarta. (Wawancara, Mulyono: 10 Maret 2009). Berdasarkan penelitian di lapangan didapatkan pula bahwa kebutuhan informasi yang dicari dan didapatkan, bisa menjadi bahan referensi bagi pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY dalam menentukan pilihan politiknya pada Pemilu Legislatif 2009. Sebagai terungkap dari pernyataan informan, diantaranya sebagai berikut: ya informasi yang saya peroleh, paling tidak membantu saya sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan saya pada saat pencontrengan. (Wawancara, Rahayu: 6 Maret 2009). informasi yang saya dapat, bisa menjadi referensi, sebagai dasar acuan untuk menentukan hak pilih saya pada hari H nanti (Wawancara, Kuswati: Maret 2009) Berdasarkan paparan di atas didapatkan kecenderungan bahwa informasi Pemilu 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif, yang dibutuhkan oleh PNS Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada dasarnya sudah cukup terpenuhi. Meskipun ada juga yang menyatakan belum terpenuhi semuanya. Dari pernyataan belum terpenuhinya kebutuhan informasi Pemilu 2009, nampaknya

informan mengharapkan dengan mengakses informasi baik melalui media maupun secara langsung tatap-muka, dapat memberikan pencerahan baru dari informasi yang diperolehnya. Tidak hanya sekedar informasi seadanya akan tetapi yang lebih mendalam. Informan menginginkan ada sesuatu yang dapat dipetik dari informasi yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya dapat dijadikan bahan referensi diri dalam pertimbangan dan masukan yang berarti, untuk pengambilan keputusan dan diterapkan ketika menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Legislatif 2009, setelah mengakses informasi baik melalui media maupun secara langsung tatap muka. Kendala PNS Pemerintah Provinsi DIY Dalam Mengakses Informasi Pemilu Legislatif 2009. Berdasarkan hasil temuan didapatkan bahwa ada kendala yang dihadapi terkait dengan kemampuan pemilih Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istmewa Yogyakarta, ketika mengakses informasi Pemilu Legislatif 2009, seagai berikut: Pertama, mengenai ketersediaan fasilitas media komunikasi. Dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan daya beli pegawai negeri. Beberapa informan menyebutkan bahwa untuk berlangganan suratkabar dan majalah belum bisa dikatakan murah, masih cukup mahal. Dengan demikian masih dirasakan berat untuk kantong pegawai negeri, terutama bagi pegawai negeri yang berjenjang staf pelaksana. Demikian pula untuk memasang dan berlangganan internet, biaya operasional perbulannya dirasakan masih cukup mahal. Dengan demikian akses informasi Pemilu Legislatif 2009 melalui internet cenderung terbatas. Kedua, terkait dengan ketersediaan informasi Pemilu Legislatif 2009 yang berkaitan dengan repuasi dan kualitas calon anggota legislatif. Dari media massa yang memuat informasi berkaitan dengan reputasi dan kualitas calon anggota legislatif, porsi dan jumlahnya relatif sedikit, terkesan hanya untuk para calon anggota legislatif tertentu saja dan itupun dari partai politik peserta Pemilihan Umum lama (2004). Sedangkan informasi yang berkaitan dengan para calon anggota legislatif lainnya dari partai politik baru (2009) nyaris tidak pernah tersentuh, bahkan bisa dikatakan hampir tidak ada. Ketiga, terkait dengan penyerapan informasi yang diakses melalui media massa seperti suratkabar, radio dan televisi. Oleh beberapa informan golongan I (satu), penggunaan bahasa atau istilah-istilah yang masih tergolong asing, membuat informasi yang disampaikan tidak mudah dimengerti. Hal ini menyebabkan pencari informasi mengalami kesulitan dalam memahami informasi yang disampaikan melalui media massa tersebut. Kondisi ini bukan tidak mungkin akan menyebabkan tingkat penyerapan terhadap informasi yang berkaitan dengan partai politik menjadi rendah. Keempat, terkait dengan masalah teknis, waktu dan juga yang terkait dengan sumber daya manusia (SDM). Adapun kendala yang dihadapi secara teknis di antaranya yang berkaitan dengan kecepatan mengakses informasi melalui internet yakni ketika mengakses loading-nya atau waktu men-download terasa lama, sehingga acapkali membuat urung untuk mengaksesnya. Sedangkan kendala yang berkaitan dengan SDM adalah tidak sedikit PNS yang sampai saat ini belum bisa mengoperasikan komputer, sehingga bukan hal yang luar biasa bila yang bersangkutan tidak pernah mengakses informasi yang berkaitan dengan partai politik maupun calon anggota legislatif melalui internet. Kelima, terkait dengan masalah psikologis dari PNS bersangkutan. Adanya rasa tidak enak ketika meminta penjelasan lebih mendalam dari sumber informasi, perasaan ewuh pekewuh bila menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan calon anggota legislatif kepada kenalan, merasa kurang sreg (kurang nyaman) kalau mencari informasi yang berkaitan dengan partai poliitik maupun calon anggota legislatif kepada

orang lain. Semuanya itu mengindikasikan adanya kendala psikologis yang berpotensi menghambat kelancaran dalam akses informasi. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan data dari penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada dasarnya PNS Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bila mengacu pada pendekatan perilaku pemilih sebagaimana yang dikemukakan oleh Roth, tergolong sebagai pemilih rasional, yakni sebelum menentukan pilihan politiknya membutuhkan informasi yang sebanyak-banyaknya. Berdasarkan prioritas dan alasan yang melatar belakangi informasi yang dibutuhkan dapat dikategorikan sebagai pemilih prospektif dan pemilih retrospektif. 2. Media komunikasi yang dipergunakan untuk akses informasi Pemilihan Umum Legislatif 2009 oleh para informan cenderung beragam meliputi: media cetak (suratkabar, majalah, brosur), media elektronik (radio, televisi), media luar ruang (baliho, spanduk), serta media baru (internet). Juga dilakukan secara langsung tatapmuka (face to face) dengan sumber informasi yang beragam. Pemilihan sumber informasi pada umumnya didasarkan pada kompetensi (kemampuan). Alasan ini melihat sumber informasi dari sudut pandang yang berkaitan dengan kapasitasnya sebagai narasumber yang dapat memberikan informasi sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. 3. Berdasarkan hasil temuan didapatkan pula bahwa ada kendala yang dihadapi terkait dengan kemampuan pemilih Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istmewa Yogyakarta, ketika mengakses informasi Pemilu Legislatif 2009. Baik akses secara langsung tatap muka (non media) maupun dengan menggunakan media komunikasi dan informasi. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya meliputi ketersediaan informasi, penyerapan informasi, faslitas, teknis dan sumber daya manusia yang bersangkutan. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat kelancaran dalam upaya pemenuhan kebutuhan informasi. Saran 1. Pada dasarnya setiap warga negara mempunyai hak yang sama terkait dengan akses informasi pemilu, namun demikian karena keterbatasan kemampuan, maka acapkali antara individu yang satu dengan yang lainnya tidak mempunyai peluang dan kesempatan yang sama. Untuk itu yang berkompeten diharapkan membuat kebijakan terkait dengan ketersediaan informasi pemilihan umum dan penyebarluasannya. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan media yang murah dan mudah diakses sesuai dengan tingkat kebutuhan maupun kemampuan masyarakat. 2. Bagi pengelola media massa, khususnya media massa yang berskala lokal, terkait dengan ketersediaan informasi pemilihan umum ke depan, informasi mengenai profil masing-masing caleg juga perlu disampaikan kepada khalayak. Di samping itu, dalam menyampaikan informasi perlu dipergunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh khalayak. Karena tidak setiap individu khalayak mempunyai tingkat kemampuan dan daya cerna yang sama terhadap suatu informasi. Untuk itu informasi yang disampaikan perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan daya tangkap masyarakat. 3. Setiap partai politik peserta pemilihan umum yang menginginkan meraih suara dari pemilih, perlu membuat strategi pencitraan dan image positif untuk partai politik maupun individu yang diusungnya, diinformasikan kepada masyarakat pemilih. Citra atau image positif tidak hanya dimunculkan saat menjelang pemilihan saja, akan tetapi diperlihatkan melalui kinerja partai politik di parlemen. Sementara individu yang diusungnya tidak sekedar karena popularitasnya saja, tapi juga yang mempunyai

kapasitas, integritas serta idealnya dalam kehidupan sehari-hari relatif bersih, jauh dari skandal Daftar Bacaan Becker, Samuel L. 1987. Discovering Mass Communication. Illionis. Scott Foremen & Co. Bignell, Jonathan. 2004. An Introduction to Television Studies. London: Routledge. Creswell, John W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approachhes . London&New Delhi. Thousands Oaks: Sage Pub. Gaffar, Afan. 2000. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi , Yogyakarta.Pustaka Pelajar. Heath, Robert L, & Bryant, Jennings, Eds. 2000. Human Communication Theory and Research: Concepts Contexts & Challenges. 2 (Edn) Mahwah. New Jersey & London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Irawan, I Ketut Putra. 2003. Parpol, Pemilu dan Legislasi-Teori Voters. Yogyakarta. PLOD UGM. Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi , Jakarta. Rineka Cipta. Maran, Rafael R. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta. Rineka Cipta. Nasution, Zulkarnain. 1990. Komunikasi Politik: Suatu Pengantar. Jakarta. Ghalia Indonesia, Nimmo, Dan. 1989. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek , Penerjemah: Tjun Surjaman. Bandung. Remaja Karya. Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta. JIP Jurusan Ilmu Pemerintahan UGM. Roth, Dieter. 2008. Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-Teori, Instrumen danMetode , Peterjemah Denise Matindas. Jakarta. PT Mitra Alembana Grafika. Wahyudi, JB. 1996. Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televis i. Jakarta. Pustaka Utama Grafiti.

Figur Susilo Bambang Yudhoyono Di TV ONE Dan Minat Memilih Presiden Tahun 2009 (Kajian Pengaruh Figur Susilo Bambang Yudhoyono di Media TV One Terhadap Minat Memilih di Kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota Medan Pada Pemilihan Presiden Tahun 2009) Oleh : Fauziah Dongoran Abstraksi Penelitian ini berjudul Figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One Dan Minat Memilih Presoden Tahun 2009 ( Kajian Pengaruh Susilo Bambang Yudhoyono di Media TV One Terhadap Minat Memilih di Kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota Medan Pada Pemilihan Presiden Tahun 2009. Penelitian ini bermaksud melihat popularitas figur Susilo Bambamng Yudhoyono dalam mempengaruhi minat memilih masyarakat pada Pemilihan Presiden tahun 2009. Latar belakang masalah dalam pemilihan ini adalah ; bahwa figur Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden RI mengalami peningkatan ketika pemerintahannya menunjukan keseriusan dalam hal pemberantasan korupsi. Kepemimpinannya terkesan tidak tebang pilih dalam upaya penegakan upaya hukum tindak pidana korupsi, yang membuatnya mendapat aspirasi positif dari rakyat Indonesia.Popularitas figur Susilo Bambang Yudoyhono semakin kuat ketika ia mampu menggabungkan dua kelompok masyarakat ; menengah atas dan bawah, melalui flukturasi Bahan Bakart Minyak ( BBM ) dan Pemberian Bantuan Langsung Tunai ( BLT ).Selain itu program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ). Sebagai perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Sejauh manakah figur Susila Bambang Yudhoyono di TV One berpengaruh terhadap minat memilih Presiden dikalangan mahasiswa kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area Kota Medan.Adapun sebagai tujuan dari penelitian ini adalah : untuk mengetahui pengaruh figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One terhadap minat memilih Presiden pada masyarakat . Penelitian ini menggunakan teori Uses And Gratifications yang memiliki teori pendukung Social Categories dan Individual Differewnces Theory. Model teoritis yang duiajukan ,menempatka figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One sebagai Variable bebas ( X ) dan Minat Memilih sebagai variable terikat ( Y ). Adapun variable Anteseden adalah karakteristik responden . Sebagai hipotesis adalah: Ho : menunjukan terdapatnya hubungan antara variable X dan Y. Ha : menujukan tidak terdapatnya hubungan antara variable X dan Y. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis dalam tabel tunggal dan tabel silang, untuk selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Dengan menggunakan rumus prodiuk momen ( person`s correlations ). Selanjutnya diketahui r adalah 0,698, sesuai dengan skala Guilford, maka diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara figur SBY di TV One dengn Minat memilih masyarakat, dimana 0,698 berada pada tingkat 0,40-0,70 ; yabg berarti hubungan SBY signifikandengan minaty memilih. Untuk melihat besarnya kekuatan pengaruh ( KP ) digunakan rumus, KP { rs )2 x 100%, hasilnya= 49%. Hal ini bermakna hubungan figur SBY terhadap minat memilih masyarakat sebesar 49% atau hanya 49% figur SBY di TV One berpengaruh terhadap minat memili presiden bagi masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area Kota Medan dalam PilPres tahun 2009.

Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa untuk dijadikan sebagai bahan liputan, termasuk media televise yaitu. Ada dua faktor saling berkaitan yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Pertama: dewasa ini politik berada diera mediasi, yakni media massa, sehingga hampir mustahil kehidupan politik dipisahkan dari media massa. Kedua, peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik lazimnya selalu mempunyai nilai berita. Pada tahun 2009 Indonesia telah melaksanakan pesta rakyat sebanyak dua kali. Periode pertama adalah pemilihan wakil rakyat secara langsung untuk anggota DPR, sedangkan periode kedua pada bulan juli 2009 adalah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung untuk masa bakti 2009 2014. Peristiwa politik ini juga telah menjadi bahan berita dan iformasi yang menarik bagi berbagai media massa dintaranya stasiun televisi TV ONE. Pesta demokrasi rakyat tersebut didahului oleh kegiatan kegiatan sosialisasi dan kampanye dari masing masing kandidat. Ttentang apa yang dianggap menjadi kelebihan, baik dalam bentuk rencana kerja kedepan maupun personalitynya sebagai seorang kandidat, telah disebarluaskan secara sistematis dan terorganisir menurut caranya masing-masing. Apa yang dilakukan ini tentunya dalam kaitan untuk mendapatkan simpati dan dukungan suara dari masyarakat luas, agar pihaknya bisa tampil sebagai pemenang. Dari pemilihan anggota legislatif tanggal 9 april 2009, hasilnya dapat diketahui melalui penghitungan suara dengan menggunakan quick count yang dilakukan LP3ES, Lembaga Survey Indonesia, Lingkungan Survey Indonesia dan lembaga lembaga survey lainnya. Data -data yang ada mengungkapkan keunggulan partai Demokrat dalam perolehan suara anggota legislatif sekitar 20,5%. Tidak tanggung-tanggung data ini bahkan menunjukan partai Demokrat telah mengambil alih posisi Golkar dengan selisih angka yang cukup signifikan, dimana terjadinnya peningkatan perolehan suara yang diperkirakan hampir tiga kali lipat dari hasil pemilu tahun 2004. Kemenangan partai Demokrat dianggap sangat fantastis.Tetapi berdasarkan analisis yang dilakukan para pengamat politik maupun para akademisi, perolehan suara yang sangat cemerlang partai demokrat pada pemilihan legislatif tahun 2009 ini terkait erat dengan figur Susilo Bambang Yudhoyono. Ketokohan Susilo Bambang Yudhoyono diduga menjadi faktor yang sangat signifikan dalam mempengaruhi secara drastis peningkatan perolehan suara partai Demokrat . Figur pada konteks pemilihan umum ini adalah, ketokohan kepemimpinan (good leadership). Figur publik merupakan seorang tokoh masyarakat yang menjadi pusat perhatian orang banyak dan sudah dikenal oleh masyarakat luas, baik dari segi penampilan fisiknya juga prestasi yang pernah diraihnya. Dalam kaitan ini hal yang dimaksudkan adalah, popularitasnya, kapasitas dan kapabilitas kolektif untuk mengkompromikan dan mempersatukan berbagai disparitas sosialnya. Kapasitas tersebut tidak harus bertumpu pada individu tertentu, tetapi dapat juga dalam bentuk kapasitas organisasi maupun gerakannya Sebagai seorang pemimpin, figur Susilo Bambang Yudhoyono adalah seorang pemimpin yang penuh perhitungan dalam mengambil keputusan dan janji perubahan yang hati-hati menjadi ciri khasnya. Sebagai seorang tentara ia bersikap halus dan sopn,berpenampilan santun, dan ini pulalah yang membedakannya dengan dengan kebanyakan koleganya dari perwira dan pemimpin lainya. Apalagi secara fisik menurut sebagian masyarakat kita Susilo Bambang Yudhoyono tergolong tampan. Semua hal yang

tersebut itu membuat kewibawaannya semakin kuat dimata kebanyakan bangsa Indonesia dan telah menghantarkannya sebagai figur pemimpin yang populer. Popularitas figur Susilo Bambang Yudhoyono ini kian meningkat setelah ketika pemerintahannya mendapat aspirasi positif masyarakat, khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi, penggabungan kelompok masyarakat menengah atas-bawah, diantaranya lewat fluktuasi harga BBM. Penurunan harga BBM premium danpemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), serta beras untuk rakyat miskin (Raskin). Kebijakan pemerintahannya yang telah mnguntungkan lapisan masyrakat menengah atas-bawah ini telah menjadi bahan pemberitaan yang hangat dimedia massa maupun khalayak luas. Semua ini diduga telah mendongkrak popularitas Susilo Bambang Yudhoyono. Pemaparan fenomena komunikasi politik tersebut adalah objek kajian yang menarik perhatian peneliti untuk selanjutnya dijadikan sebagai latar belakang masalah dalam penelitian ini.Untuk menguji pengaruh Figur Susilo Bambang Yudhoyono terhadap minat memilih Presiden, penelitian ini diberi judul Figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One dan minat memilih presiden tahun 2009 (Kajian pengaruh Susilo Bambang Yudhoyono di Media TV ONE Terhadap Minat Memilih Presiden di kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota Medan Pada Pemilihan Presiden Tahun 2009 2. Perumusan Masalah. Penelitian ini mengemukakan tiga ru,musan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah ketertarikan msyarakat terhadap figure Susilo Bambang Yudhoyono. 2. Faktor-faktor apakah yang mendorong minat memilih masyarakat pada figure Susilo Bambang Yudhoyono. 3. Sejauh manakah figure Susilo Bambang Yudhoyono berpengaruh ditelevisi TV One terhadap minat memilih presiden dikalangan masyarakat kelurahan pasar merah timur kecamatan Medan Area. 3.Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi hanya pada masalah sebagai berikut 1. Penelitian dilakukan untukmengetahui pengaruh figur Susilo Bamba dalam minat memilih Presiden pada 2009. 2. Penelitian terbatas pada figur Susilo Bambang Yudhoyono dalam televisi khususnya TV One. 3. Objek penelitian adalah masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area kota Medan. 4.Tujuan dan Manfaat Penelitian. a.Tujuan Penelitian. 1. Untuk mengetahui ketertarikan masyarakat terhadap figure Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan Presiden 2. Untuk mengetahui factor yang mendorong dalam minat memilih masayarakat pada Figur Susilo Bambang Yudhoyono. 3. Untuk mengetahui pengaruh figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One terhadap Minat memilih Presiden pada masyarakat di kelurahan Pasar Merah Timur kota Medan. b.Manfaat Penelitian. 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa. Khususnya ilmu komunikasi dalam rangka memperkaya bahan penelitian dan sumber Bacaan.

2. Secara teoritis, penelitian ini dapat memperluas cakrawala peneliti tentang partai politik dalam pemilihan umum. 3. Secara praktisi, penelitian ini dapat memberi masukan bagi peneliti yang lain jika akan mengadakan penelitian yang sama. 5. Kerangka Teori. Untuk mendukung pemecahan masalah secara sistematis, teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah Uses and Gratifications (kegunaan dan kepuasan), yang diuraikan dengan berita figur Susilo Bambang Yudhoyono terhadap minat memilih. Teori ini mempunyai teori pendukung antara lain; Sosial categories theory dan Individual differences theory. Model Uses and Gratifications, merupakan pergeseran focus dari tujuan komunikator ke tujuan komunikan, atau dari proses pengiriman pesan ke proses penerimaan pesan. Uses and gratifications ini menentukn fungsi komunikasi massa dalam melayani khalayak. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri khalayak, tetapi tertarik pada apa yang dilakukan khalayak terhadap media, sebab khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Herbert Blumer dan Elihu Katz. (Orang pertama yang mengenalkan teori ini pada tahun 1974 da;lam bukunya The Uses on Mass Communication Current Perpectives on gratifications research) dan Michael Gurevitch (sebagai orang yang ikut mencetuskan teori ini), uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologi dan social, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumbersumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan kebutuhan dan akibat-akibat lain. Model ini memandang individu sebagai makhluk suprarasional yang sangat efektif. Meskipun hal ini mengundang kritik, tetapi dalam model ini perhatian telah bergeser dari proses pengiriman pesan kepada proses penerimaan pesan. Model ini merupakan pengembangan dari jarum hypodermik yang menganggap khalayak pasif. Study Uses and gratifications ini memusatkan perhatian pada pengguna (uses) media, untuk mendapatkan kepuasan (gratifications) atas kebutuhan seseorang. Dalam proses komunikasi massa. Sedangkan inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada khalayak. Teori ini berangkat dari pandangan bahwa komunikasi tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi khalayak. Pada intinya khalayak menggunakan media massa berdasarkan motif-motif tertentu. Adapun media dianggap berusaha memenuhi motif khalayak. Asal mula kebutuhan secara pshikologis dan social yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber lain yang membawa pola terpaan media yang berlainan dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat lain. Menurut teori tersebut, pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain; pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik didalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya teori ini mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya. Model uses and gratifications menekankan pada pendekatan manusiawi dalam melihat media massa. Bahwa manusia mempunyai otonomi, wewenang untuk memperla kukan media. Model ini menunjukan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan social khalayak. Pendekatan dalam memahami interaksi orang dengan media, melalui pemanfaatan media oleh orang itu (uses), dan keputusan yang diperoleh (gratifications).

Pendekatan uses and gratifications memberikan alternative untuk memandang pada hubungan antara isi media dan audience, dan pengkategorian isi media menurut fungsinya. Diawali decade 1940-an dan 1950-an para pakar melakukan penelitian mengapa khalayak terlibat dalam berbagai jenis perilaku komunikasi. Pendekatan mempersoalkan apa yang dilakukan pada media, yakni menggunakan media untuk pemuasan kebutuhannya. Umumnya khalayak lebih tertarik kepada apa yang khalayak lakukan pada media, tetapi bukan apa yang dilakukan media pada khalayak. Efek atau pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Tetapi menurut teori ini konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana media itu berdampak pada dirinya. Meskipun pada saat yang sama, khalayak sukar mengecek keberadaan yang disajikan media. Teori ini juga menyatakan bahwa media dapat mempunyai pengaruh jahat dalam kehidupan. Gratifikasi yang sifatnya umum antara lain pelarian rasa khawatir, peredaan rasa kesepian, dukungan emosional, perolehan informasi dan kontak social. Pendukung model uses and gratifications diantaranya ; Sosial categories theory yang diperkenalkan Melvin L. DeFleur. Menurut teori ini adanya perkumpulanperkumpilan, kebersamaan-kebersamaan atau kategori social pada masyarakat urban industrial yang perilakunya ketika diterpa perangsang tertentu hamper-hampir seragam. Asumsi dasar teori ini ialah teori sosiologis yang menyatakan bahwa meskipun masyarakat modern sifatnya heterogen, tetapi bagi penduduknya yang memiliki sejumlah ciri yang sama, akan mempunyai pola hidup tradisional yang sama. Persamaan gaya, orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu gejala seperti media massa dalam perilaku yang seragam. Anggota-anggota dari suatu kategori tertentu akan memilih pesan komunikasi yang kira-kira sama dan menanggapinya dengan cara yang hampir sama pula. Teori kategori sosial ini merupakan formula yang lebih bersifat penjelasan dari pada pembahjasan,tetapi sejauh mana dapat digunakan sebagai landasan untuk prediksi kasar dan sebagai pedoman untuk penelitian, teori tersebut dapat berfungsi sebagai teori sderhana untuk studi media massa. Teori pendukung berikutnya adalah Individual Differencest theory, yang dikemukakan Melvin D. DeFleur dalam buku Individual Differencest theory of mass communication effect. Teori ini menelaah perbedaan diantara individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu. Khalayak sebagai sasaran media massa akan menaruh perhatian secara selektif kepada pesan-pesan terutama jika berkaitan dengan kepentingannya, konsisten dngan sikapsikapnya, sesuai dengan kepercayaannyaa yang diduking oleh nilai-nilainya. Inilah yang menyebabkan efek media pada khalayak tidak seragam, melainkan beragam, karena secara individual berbeda satu sama lainnya dalam struktur kejiwaannya. Anggapan dasar teori perbedaan individual ini , bahwa manusia amat bervariasi dalam organisasi psikologinya secara biologis, tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara individual yang berbeda. Teori ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota khalayak itu, maka secara ilmiah dapat diduga akan muncul efek yang berfariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Dalam kaitan dengan pemaparan teori tersebut, maka penelitian ini mencoba melihat pada hubungan antara isi media massa yang menampilkan informasi tentang figur Susilo Bambang Yudhoyono sebagai seorang pemimpin dimata masyarakat dan minat memilih presiden. Bahwa penggunaan media massa TV One oleh khalayak dalam mendapatkan informasi figur Susilo Bambang Yudhoyono adalah sebagai inisiatif untuk

mengaitkan minat memilih presiden, atau keputusan khalayak dengan pemilihan media adalah dalam kaitan memenuhi kepuasannya. 6. Kerangka Konsep. Untuk pencapaian hasil yang diharapkan dalam penelitian ini, diperlukan kerangka konsep yang disusun berdasarkan perkiraan teoritis , dan lahan pengamatan. Kerangka konbsep dalam penelitian ini adalah; a. Model teoritis. Kerangka konsep ini, dibentuk melalui pengelompokan variable variable yang ada, sehingga menghasilkan suatu model teoritis sebagai berikut: Gambar 1. Model Teoritis Variable Bebas (X) Figur SBY di Media TV One Variable Terikat (Y) Minat Memilih

Karakteristik Responden b. Variable Operasional. Variable operasional adalah penjabaran dari kerangka konsep model teoritis yang berfungsi sebagai peta penelitian didalam pengumpulan data-data. Sebagai variable operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variable Teoritis 1. Anteseden Variable Operasional 1. Jenis kelamin 2.Usia. 3.Pendidikan. 4.Pekerjaan 1.Penampilan. 2.Gaya Bicara. 3. Karakteristik: - Relegius. - Tampan. - Berwibawa. Perhatian. Pengertian. Penerimaan.

2. Figur

3. Minat.

7. Definisi Operasional. Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut mengenai konsep yang telah dikelompokan dalam variable operasional penelitian. Sebagai definisi dari variablevariable ini adalah sebagai berikut: 7.1 Anteseden yang terdiri dari a). Jenis kelamin; yaitu pengelompokan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang akan diajukan sebagai responden.

b). Usia; yaitu menunjukan kondisi batasan umur responden yang diajukan. c). Pendidikan yaitu; yang menunjuka kondisi pendidikan responden yang diajukan. d). Pekerjaan yaitu; menunjukan status kelompok kerja atau profesi responden yang diajukan sebagai responden. 7.2 Figur yaitu, sosok individu yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, karena ketokohannya, seperti pejabat, pemimpin, dan sebagainya. a). Penampilan yaitu cara tampilan seorang figur dalam media sehingga menarik bagi masyarakat. b). Gaya bicara yaitu teknik seorang figur dalam berbicara di media sehingga menarik dan mudah dimengerti oleh masyarakat. c). Karakteristik yaitu cara seorang figur menampilkan ciri tersendiri di media sehingga dapat menarik hati masyarakat diantaranya, religius, tampan, berwibawa. 7.3 Minat yaitu kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. a). Perhatian yaitu suatu bentuk sikap yang mencerminkan keinginan untuk mengetahui tentang suatu hal yang dianggap menarik untuk disimak. b). Pengertian yaitu proses berfikir mengeni suatu hal yang membuat seseorang dapat menyerap apa yang disampaikan kepada dirinya, yang memerlukan suatu penalaran tentang hal tersebut. c). Penerimaan yaitu rangkaian proses yang dimulai dari perhatian, pengertian dan diakhiri dengan penerimaan terhadap informasi atau suatu hal yang kemudian dapat mendatangkan suatu respond dan tanggapan. 8. Hipotesis. Hipotesis adalah suatu pendapat atau sementara atau kurang sempurna. Sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho : Tidak terdapat hubungan antara figur Susilo Bambang Yudhoyono dalam media Televisi TV One terhadap Minat Memilih Presiden pada masyarakat di- kelurahan Pasar Merah Timur di-kota Medan. Ha : Terdapat hubungan antara figur Bambang Yudhoyono dalam media televisi TV One Terhadap minat memilih presiden pada masyarakat di-kelurahan Medan Timur diKota Medan. Uraian Teoritis. A. Pengertian Komunikasi. Harold Lasswell dalam bukunya The Structure and Function of Comminication in Society untuk menjelaskan komunikasi ia mengemukan formulasi Who Says What In Wich Channel To Whom With What Effect Formulasi itu kemudian diterjemahkan menjadi unsur-unsur komunikai yaitu; Komunikator (orang yang menyampaikan informasi), Pesan { isi informasi ), Media ( alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan informasi ), komunikan ( orang menerima informasi ) dan efek ( pengaruh komunikasi ). Dilihat dari hakekatnya komunikasi ialah proses pertukaran atau perpindahan informasi antara manusia dengan menggunakan bahasa, gambar, dan gerak-gerik sebagai alat penyalurnya. Tetapi untuk membatasi makna komunikasi, kelompok sarjana komuni kasi mendifinisikannya sebagai berikut: komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan : 1. Membangun hubungan antar manusia. 2. Melalui pertukaran informasi.

3. Untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain. 4. Serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.( Cangara, 2002: 19) Proses komunikasi dapat berlangsung melalui dua cara yaitu, secara primer (proses penyampaian informasi dengan menggunakan lambang ( symbol ) sebagai media. Sedangkan komunikasi secara skunder ( proses penyampaian informasi dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua}. Media ada yang bersifat massa seperti seperti televisi dan non- massa seperti telephon. Penggunaan media massa merujuk kepada fungsi media massa itu sendiri, yaitu sebagai berikut : a). Menyampaikan informasi (to inform ) b). Mendidik ( to educate ) c). Menghubur ( to entertain ). d). Mempengaruhi ( to influence ). ( Effendy, 2005 :8 ). B. Pengertian Komunikasi Massa. Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas.( Bungin,2006:71). Atas dasar batasan ini maka unsure komunikasi massa yang dikemukakannya adalah : 1. Komunikator 2. Media Massa 3. Informasi. 4. Getekeeper (Penyeleksi informasi). 5. Khalayak (penerima informasi). 6. Umpan Balik Sedangkan Fungsi media massa menurut (Bungin,2006:79-81) adalah sebagai berikut : a. Fungsi Pengawasan.(Konyrol social). b. Fungsi Sicial Learning. (guiding pendidikan) c. Fungsi penyampaian informasi. (to informations) d. Fungsi transformasi budaya. (Proses transformasi). e. Hiburan. (Entertaiment) C. Pengertian figur. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1988-705). Publik berarti orang banyak (umum). Sedangkan figur bermakna : bentuk, wujud,tokoh, peran, merupakan sentral yang menjadi pusat perhatian. Jadi public figur adalah tokoh, orang yang berperan, yang menjadi pusat perhatian orang banyak. David Orgilvy dalam Kesuma (1993:403) mengemukakan, public figur adalah figur masyarakat (tokoh masyarakat). Tokoh masyarakat berarti orang yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, seperti artis, pejabat, pemimpin, olah raga, dan tokoh masyarakat lainnya. Jadi publik figur merupakan sosok orang menjadi pusat perhatian orang banyak atau masyarakat luas, boleh jadi karena segi penampilan fisiknya prestasinya, ketokohannya atau karena hal lainnya. Semakin populer sosok seorang figur biasanya semakin sering ia tampil di media massa, dan akan semakin menjadi pembicaraan prilaku, sikap dan tindakan-tindakannya. Haji Susilo Bambang Yudoyono, yang lebih popular dengan sebutan SBY adalah Presiden Indonesia yang ke-6 (2004-2009). Lahir di Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 9 September 1949. Memulai karirnya dimiliter sejak tahun 1970, dan pada masa pemerintahan Megawati ia diangkat menjadi Menko Polkam .Tahun 19973 ia sebagai Taruna Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, American Language Course, Lackland,

Texas AS tahun 1976, Kursus Komando Batalyon tahun 19855 dan pangkat terakhir yang disandangnya adalah Jendral TNI terhitung tanggal 25 September 2000 dan pensiun pada tanggal 10 November 2000. Karir politik SBY mulai menanjak setelah pengnduran dirinya pada masa kabinet Gotong Royong pemerintahan presiden ke 5, yang kemudian pada pemilihan presiden tahun 2004 ia mencalonkan diri sebagai presiden dan tampil sebagai pemenangnya beserta wakilnya Usuf Kalla. Sebagai presiden masa bakti 2004-2009, beberapa kebijakannya yang dianggap pro rakyat telah membuat figurnya semakin fenomenal dimasyarakat. Diantara penghargaan yang pernah diterimanya adalah :Tahun 1973 Lencana Adi Mahakarya dari Presiden RI untuk lulusan AKABRI terbaik, 1983 Honorour, Graduated ICAO di AS dan tahun 2003 terpilih sebagai Tokoh berbahasa lisan Terbaik. Figur SBY dikenal sebagaai tokoh yang berwajah tampan, tubuh yang tegap, tutur kata yang santun dan gaya bicara yang panjang lebar untuk dalam menjelaskan beberapa persoalan. Performancenya ini telah merebut simpati masyarakat luas dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam menyikapi beberapa persoalan menurut sebagaian masyarakat ia terkesan lamban dan ragu-ragu, tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa hal itu hanyalah sebagai ujud kehati-hatiannya sebagai seorang pemimpin yang berusaha untuk bisa arif. Kearifan dan kecerdasan SBY dalam berhadapan dengan tokoh-tokoh senior yang juga calon-calon presoden lainya pada tahun 2004 dengan pernyataan bagi saya Megawati atau Amin Rais bukanlah musuh, tetapi kompetitor. Karenanya, marilah berkompetisi secara sehat dalam bingkai demokrasi. ( Kompas,24/6/2004 ). Pada pemilihan Presiden tahun 2009 beberapa survey, jajak pendapat, dan polling yang pernah diadakan oleh berbagai media, sikap-sikap positif SBY yang selalu menonjol dan telah membawanya sebagi orang populer,mengalahkan calon-calon lainnya. Banyak masyarakat yang beranggapan SBY sebagai simbol perubahan .Figur SBY ini selain telah menghantarkanya sebgai pemenang pada pemilihan presiden langsung untuk masa bakti 2009-20014, diduga figurnya jugalah yang telah berhasil mendongkrak perolehan kursi DPR partai Demokrat pada pemilihan tahun ini juga. D.Pengertian Minat. Figur calon presiden biasanya berhubungan denagn perilaku pemilih. Semakin disenangi figur seseorang semakin besar peluangnya untuk dipilih oleh pemilih pada peristiwa pemilihan umum. Menrut Fisben and Ijek perilaku memilih dipengaruhi sistem yang terdiri dari kepercayaan (believe), sikap (attitude), maksud (intention) dan perilaki (behavior). Sistem ini merupakan dasar dari rule system yang menjadikannya aksen activity, termasuk dalam hal minat memilihnya. Menurt Meichati ( 1974;25) minat adalah perhatian, tekun, kuat, intensif dan lebih menguasai individu secara mendalam. Dalam kamus bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai perhatian,kesukaaan (kecenderungan hati) kepada suatu keinginan tertentu, Minat seseorang itu merupakan proses internal dalam diri individu. Poerwadarminta, 1986:55).Sedangkan Jersild dan Tasch (1983:224) menekankan bahwa minat atau interst menyangkut aktifita yang dipilih secara bebas oleh individu. Doyles Fryer (1983:224) menyatakan minat atau interest adalah gejala yang berkaitan dengan objek atau aktifitas yang menstimulir perasaan senang pada individu. Apabila dikaitakan dengan pemilihan maka minat ini akan terarah kepada suatu objek yang menjadi perhatiannya dan merupakan sumber motivasi yang mendorong orang secara bebas untuk menentukan apa atau siapa yang mereka pilih. Jadi minat bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk oleh stimulus melalui interaksi. Hanya saja minat punya kaitan dengan faktor internal individu seperti mental atau bakat

dan sebagainya yang dapat membuat orang merasa senang, suka terhadap suatu objek.Oleh karena itu minat bersifat situasional dan temporer yang dapat berubah. Dengan demikian jika dilihat dari kepentingan indifidu, maka minat dapat timbul jika adanya objek yang menonjol (kontras), yang menarik perhatiannya dan tentu ia mempunyai harapan untuk mendapatkan sesuatu dari sana. Semakin besar harapannya untuk mendapatkan sesuatu pada objek itu maka akan semakin besar minatnya terhadap objek itu. Metodologi Penelitian. A.Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode korelasional. metode korelasional untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasional. Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh figur Susilo Bambang Yudhoyono dalam media televisi TV One terhadap minat memilih Presiden di Kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota Medan. B. Deskripsi Daerah Penelitian. Penelitian ini dilakukan di kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota Medan, dengan profilnya sebagai berikut : 1.Populasi: terdiri dari 12 lingkungan dengan jum;lah penduduk 11.793 Jiwa C.Sample. Untuk menentukan jumlah sample digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% ( Rahmat, 2004:82). N n= Nd + 1 Dengan demikian besar sample yang diambil adalah : N n= Nd + 1 11793 = 118.93 N = 99 Responden. ( Distribusi sample diambil dari 12 lingkungan). Selanjutnya untuk penarikan sample digunakan rumus : nI x n N Kreteria sample telah ditentukan sebagai berikut : a. Menonton acara tersebut. b. Usia 17 60 tahun. D. Teknik Pengumpulan Data.

Untuk mendapatka data penelitian yang diperlukan, penelitian ini menggunakan dua sumber yaitu : 1). Penelitian kepustakaan (Pengambilan data melalui buku literature, tulisan dan Dokumen- dokumen lainnya). 2). Penelitian lapangan (pengumpulan data melalui Kuesioner) dalam empat bentuk yaitu : a. Kuesioner pilihan ganda. b. Kuesioner isian. c. Tanda silang ( X ) sebuah daftar pada kolom yang sesuai. d. Likert scale( Skala likert ), untuk melihat besar sukap responden. E. Teknik Analisis Data. Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap: 1. Analisis table tunggal (membagi variable kedalam sejumlah frekuensi dan Presentase. 2. Analisis table silang (untuk mengetahui hubungan variable) 3. Uji hipotesis (untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak). Untuk menguji hubungan diantara kedua variable penelitian digunakan rumus Product Moment sebagai berikut:. N xy
r=

- xy

[ N X -

( X)][N Y - (Y)]

Keterangan : r : Koefisien korelasi produk moment N : Jumlah sample x : Variable bebas y : Variable terikat. Jika Rxy <0, maka hipotesis ditolak. Rxy >0, maka hipotesis diterima.

Hasil Penelitian dan Pembahasan. A. Analisa Table Tunggal. Tabel. 1 Jenis Responden No Jenis Responden 1. Laki-laki 2. Perempuan Jumlah Sumber ; Angket Tahun 2009 n = 99

n 40 59 99

% 40,40 59,60 100,00

Responden Perempuan lebih bayak dari laki-laki. Hal ini menunjukan bahwa di kelurahan pasar merah timur kecamatan Medan Area Kota Medan jumlah penduduk permpuan lebih banyak dari pada laki-laki. Tabel. 2 Pengaruh SBY terhadap informasi Responden No Kategori Jawaban N % 1. Tidak Berpengaruh 7 7,07 2. Kurang Berpengaruh 6 6,06 3. Berpengaruh 58 58,59 4. Sangat Berpengaruh 28 28,28 Jumlah 99 100,00 Sumber : Angket tahun2009. n = 99 Tabel menunjukan bahwa tingkat pengaruh penampilan SBY di televisi sangat tinggi bagi responden dalam mendapatkan informasi tentang figur SBY. Tabel. 3 Penampilan SBY mempengaruhi minat No. Katogori Jawaban N % 1. Tidak Mampu 2 2,02 2. Kurang Mampu 7 7,07 3. Mampu 59 59,60 4. Sangat Mampu 31 31,31 Jumlah 99 100,00 Sumber: Angket Tahun 2009 n = 99 Tabel. 4 Gaya Bicara SBY pengaruhgaya bicara SBY. No. Katogori Jawaban N % 1. Tidak Berpengaruh 5 5,05 2. Kurang Berpengaruh 9 9,09 3. Berpengaruh 61 61,62 4. Sangat Berpengaruh 24 24,24 Jumlah 99 100,00 Sumber: Angket Tahun 2009. n = 99 Data pada tabel menunjukan bahwa pengaruh gaya bicara SBY cukup siknifikan dalam mengubah pola pikir responden, atau 61 responden (61,62%) berpengaruh terhadap menyatakan gaya bicara SBY berpengaruh gaya pola pikirnya . Tabel. 5 Karakteristik SBY. No. Katogori Jawaban N 1. Tidak Berpengaruh 5 2. Kurang Berpengaruh 3 3. Berpengaruh 66 4. Sangat Berpengaruh 25 Jumlah 99

% 5,05 3,03 66,67 25,25 100,00

Sumber: Angket Tahun 2009 n = 99 Data pada tabel dalam kaitan pengaruh karakteristik SBY dalam pemilihan president cukup tinggi, menurut 66 responden (66,67%). Tabel. 6 Kewibawaan SBY. No. Katogori Jawaban N %
1. 2. 3. 4. Tidak Berpengaruh Kurang Berpengaruh Berpengaruh Sangat Berpengaruh Jumlah 4 2 52 41 99 4,04 2,02 52,53 41,41 100,00

Sumber: Angket Tahun 2009 n = 99 Kewibawaan SBY menurut tabel diatas berpengaruh terhadap minat memilih presiden menurut 52 responden (52,53%). Tabel. 7 Sifat Reliji SBY. No. Katogori Jawaban N %
1. 2. 3. 4. Tidak Berpengaruh Kurang Berpengaruh Berpengaruh Sangat Berpengaruh Jumlah 4 11 65 19 99 4,04 11,11 65,66 19,19 100,00

Sumber: Angket Tahun 2009 n = 99 Sifat Reliji SBY ternyata berpengaruh terhadap tingkat memilih dalam pemilihan presiden menurut 65 responden (65,66%% ). Tabel. 8 Meminat Memilih SBY No. Katogori Jawaban N %
1. 2. 3. 4. Tidak Berpengaruh Kurang Berpengaruh Berpengaruh Sangat Berpengaruh 6 5 64 24 6,06 5,05 64,65 24,24

Jumlah Sumber: Angket Tahun 2009 n = 99

99

100,00

Data pada tabel menunjukan bahwa setelah mengikuti figur SBY di telefisi berpengaruh dalam tingkat minat , dalam pemilihan president, menurut 64 responden (64,65%).

B. Analisa Table Silang. 1). Hubungan antara penampilan figur Susilo Bambang Yudhoyono, berpengaruh terhadap Tingkat Perhatian Responden Pada Pilpres . Tabel. 9 Hubungan penampilan SBY terhadap tingkat perhatian.
No 1. 2. 3. 4. Figur SBY Tidak Mampu Kurang Mampu Mampu Sangat Mampu Total Tidak Mampu F % 1 1,01 1 4 1 1,01 4,04 1,01 7 7,07% Kurang Mampu F % 0 0,00 1 14 1 1,01 14,14 1,01 Mampu F 1 4 33 22 % 1,01 4,04 33,33 22,22 Sangat Mampu F % 0 0,00 1 8 7 1,01 8,08 7,07 Total F 2 7 59 31 % 2,02% 7,07% 59,60% 31,31%

16 16,16%

60 60,60%

16 16,16%

99 100,00%

Hubungan antara penampilan figur SBY terhadap tingkat perhatian masyarakat dalam Pemilihan Presiden, menurut 59 ( 59,6% ) responden : bahwa daya tarik penampilan SBY dianggap , mampu mempengaruhi tingkat perhatian dalam pemilihan Presiden.Sedangkan 33 ( 31,31% ) responden mengatakan sangat mampu. 2). Hubungan Antara Intensitas Bicara SBY di Televisi Terhadap Minat Memilih Responden. Tabel. 10 Hubungan antara Intensitas Bicara SBY terhadap Minat Memilih
No 1. 2. 3. 4. Figur SBY Tidak Sering Kurang Sering Sering Sangat Sering Minat Memilih Capres Tidak Kurang Sangat Mampu Mampu Mampu Mampu F % F % F % F % 0 0,00 0 0,00 2 2,02 0 0,00 0 3 0 0,00 3,00 0,00 2 2 1 2,02 2,02 2 9 1,01 6 2 Total 3 3,03% 5 5,05% 2,02 47 47,47% 6,06 99 16 16,16% 29,2 9 1 4 14,1 4 6 3 2 6,06 32,3 2 Total 2 2 66 9 2,02% 22,22% 66,70% 9,09%

Terdapat hubungan antara tingkat frekuensi menerima intensitas bicara SBY terhadap tingkat frekuensi pengaruh minat memilih presiden. Bahwa sebanyak 66(66,7% ) responden menyatakan: intensitas bicara SBY di televisi sering mempengaruhi tingkat frekuensi minat responden dalam maju untuk ikut memberikan suara pada pilpres.Adapun yang menyatakan sangat sering sebanyak 9 (9,09%) responden. 3). Hubungan Antara Kewibawaan SBY dan Minat Memilih Presiden. Tabel. 11 Kewibawaan SBY dan Minat Memilih Presiden.
Minat Memilih Pilpres No
1. 2. 3. 4.
Tidak Berpengaruh Kurang Berpengaruh Berpengaruh Sangat Berpengaruh

Figur SBY
Tidak Berpengaruh Kurang Berpengaruh Berpengaruh Sangat Berpengaruh Total

TOTAL
4 2 52 41 4,04% 2,02% 52,52% 41,41% 99

F
4 0 1 1

%
4,04 0,00 1,01 1,01

F
0 1 4 0

%
0,00 1,01 4,04 0,00

F
0 1 41 22

%
0,00 1,01 41,41 22,22

F
0 0 6 18

%
0,00 0,00 6,06 18,18

6 6,06%

5 5,05%

64 64,64%

24 24,24%

Figur SBY, berpengaruh terhadap tingkat minat memilih presiden. Sedangkan tingkat pengaruh kewibawaan SBY berpengaruh terhadap tingkat minat responden dalam memilih presiden. Menurut 52 (52.5%) responden, ternyata tingkat pengaruh kewibawaan sebanyak 41 ( 41.41% ) responden menyatakan sangat berpengartuh. 4. Uji Hipotesis. Uji hipotesis meliputi variable meliputi variable bebas ( X )sebagai figur Susilo Bambang Yudhoyono, dan variable terikat ( Y) yakni minat memilih. Dari hasil temuan data yang ada, maka korelasi dapat diketahui dengan menggunakan rumus Produk Moment yaitu :. N xy - x y
r=

[N X - ( X)][N Y - (Y)]
Keterangan : r : Koefisien korelasi produk moment N : Jumlah sample x : Variable bebas y : Variable terikat. Pengujian Hipotesis korelasi ini menggunakan korelasi Product Moment (Persons correlation). Perhitungan nya menggunakan piranti lunak ( Software). SPSS 15.0 for

windows, pengujian t-test dan uji-Z tidak dibutuh kan lagi. Karena di dalam software tersebut sudah diperingat kan secara jelas dan rinci.

Correlations Figur SBY Figur SBY Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) n 1 99 .698 (**) .000 99 Minat Memilih .698 (**) .000 99 1 99

Minat Memilih

** Correlation is singnificant at the 0,01 level (2-tailed) Berdasarkan tabel korelasi tersebut diketahui bahwa korelasi yang diperoleh bersifat positif yaitu +0,68, ( terdapatnya hubungan figur Susilo Bambang Yudhoyono dan minat memlih masyarakat). Tingkat signifikansi korelasi lebih kecil dari0,00, yaitu 0%. Jika probabilitas 0,01 maka Ho ditolak. Ini bermakna adanya hubungan antara variable X dan Y. Dengan menggunakan rumus produk moment, diketahui harga r adalah 0,698. Menurut skala Guilford, korelasi ini (antar Figur Susilo Bambang Yudhoyono dan minat memilih masyarakat dikelurhaan Pasar Merah ) terdapat hubungan yang signifikan, dimana 0,698 berada pada tingkat 0,40-0,70. Ini berarti figur Susilo Bambang Yudhoyono signifikan denagn minat memilih masyarakat. Untuk melihat besarnya kekuatan pengaruh ( KP ) yang ditimbulkan oleh figur Susilo Bambang Yudhoyono dari TV One terhadap minat memilih masyarakat dikelurahan Pasar Merah Timur, dapat dihitung dengan menggunakan rumus : KP= (rs)2 x 100%

Keterangan : KP : Kekuatan Pengaruh r : Koefisien korelasi. KP= (rs)2 X 100%. = (0,698 )2 x 100% = (0,698 x 100% = 48,7%. = 49% Dengan demikian hubungan figur Susilo Bambang Yudhoyono terhadap minat memilih masyarakat di kelurahan Pasar Merah Timur adalah sebesar 49%. Ini bermakna bahwa hanya sebesar 49% figur Susilo Bambang Yudyoyono di media televise berpengaruh terhadap minat memilih Presiden bagi masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Kota. 5. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis.

Hasil uji hipotesis secara keseluruhan dapat diklasifikasikan bahwa ; figur Susilo Bambang Yudhoyono berhubungan dengan minat memilih presiden bagi masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area Kota Medan masyarakat. Berdasarkan data-data yang terkumpul melalui pengajuan Kuesioner dapat diketahui bahwa figur Susilo Bambang Yudhoyono mampu mempengaruhi, mengarahkan dan mengajak masayarakat untuk turut menggunakan haknya dalam pelaksanaan pemilihan presiden. Dalam praktek demokrasi hanya pemimpin yang memiliki legitimasi masalah yang memiliki suatu kekuatan untuk mempengaruhi dan mengarahkan bangsanya sesuai dengan apa yang dicita-citakannya.Dengan demikian figur Susilo Bambang Yudyoyono adalah figur seorang pemimpin bangsa. Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, bahwa minat dimaknai dengan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Dalam hal ini tentu karena adanya rasa ketertarikan, ada hal yang menyenangkan ataupun memberikan kepuasan. Penelitian ini telah menghasilkan data-data tentang hubungan yang ditimbulkan antara figur Susilo Bambang Yudhoyono terhadap minat memilih masyarakat pada Pilpres dikelurahan Pasar Merah Timur. Hasil uji hipotesis Ha, menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara figur Susilo Bambang Yudhoyono pada siaran TV One terhadap minat memilih presiden pada masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur dengan skala Guilford 0,70 0,70 (hubungan cukup berarti). Hasil ini menolak uji hipotesis Ho (tidak ada pengaruh sama sekali). Dengan demikian makna keseluruhannya adalah; terdapat hubungan antara X dan Y. Penelitian ini telah membuktikan bahwa figur Susilo Bambang Yudhoyono cukup berpengaruh, dapat dilihat dari uji hipoteis adalah 0,698% ), karena figurnya sudah cukup dikenal oleh masyarakat. Pengaruh figurnya ini pada pilpres sebesar 49%, sedangkan 51% disebabkan beberapa faktor-faktor lainnya, seperti cara berfikirnya kritis, sabar dalam menghadapi masalah, bersahaja dan dapat menerima keritikan-keritikan. Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan 1). Terdapat pengaruh antara figur Susilo BambangYudhoyono di media televisi terhadap minat memilih presiden pada masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kota Medan. Uji hipotesis nilai r = 0,698, menunjukan terdapatnya pengaruh yang cukup berarti antara figur Susilo Bambang Yudhoyono dengan minat memilih masyarakat dikeluruhan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area kota Medan. 2). Figur SBY, berpengaruh terhadap tingkat minat memilih presiden. Sedangkan tingkatpengaruh kewibawaan SBY ini berpengaruh terhadap tingkat minat responden dalam memilih presiden. Hubungan ini dianggap cukup berarti dan cukup signifikan dalam mempengaruhi masyarakat untuk memilih Susilo Bambang Yudoyono sebagai calon presiden masa bakti 2009 -2014. 3). Besarnya kekuatan pengaruh (KP) yang ditimbulkan oleh figur Susilo Bambang Yudhoyono dari TV One terhadap minat memilih masyarakat di-kelurahan Pasar Merah Timur, dihitung dengan menggunakan rumus: KP = (r s) 2 x 100%. Hasil dari perhitungan ini adalah, bahwa hubungan figur Susilo Bambang Yudhoyono pada tayangan media televisi, terhadap minat memilih presiden bagi masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area, Kota medan, sebesar 49%. Hal ini berarti hanya 49% kekuatan pengaruh figur Susilo Bambang Yudhoyono dimedia televisi terhadap minat memilih calon presiden, bagi masyarakat Kelurahan Pasar Merah Timur.

B. Saran 1). Figur Susilo Bambang Yudhoyono yang mendapat penilaian positif seperti religius berwibawa, santun, tutur kata, hati-hati dan lain-lainnya seyogiyanyalah untuk dipertahankan terlebih-lebih dalam menghadapi berbagai permasalahan baik yang berkaitan dengan masyarakat luas, agar meminimalisasi konflik dan ketegangan dalam penyelesaian masalahnya. DAFTAR PUSTAKA. Adi Soempeno Femi, 2009, Indonesia Memilih, Galangpress, Yokyakarta. Bungin Burhan.2006, Sosiologi Komunikasi, Kencana ,Jakarta. ........................2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kencana, Jakarta. Cangara,Hafied 2002. Erotika Media Massa. Cetakan Pertama. Muhammadiyah university Press, Surakarta. Djalal P.Dino.2007. Harus Bisa! Catatan Harian. PT.R&W. Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa . PT. Gramedia Pustaka , Jakarta Effendy, Onong Uchjana, 2005. Ilmu Teori, dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti Bandung. Elizabet,B, Hurlock, 2007. Psikologi Perkembangan.Erlangga PT.Gelora Aksara Pratama. Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kenca Prenada Media Grup , Jakarta. Koiruddin, 2004. Kilas Balik Pemilihan Presiden, 2004. Pustaka Pelajar Offset, Yokyakarta. MC,Quil, Dennis. 1994. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Erlangga, Jakarta. Mulyana Deddy. 2005. Metode Penelitian. PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Universitas Press, Yokyakarta. Nurhadi,A. Muljani.1983. Sejarah Perpustakaan dan Pengembangan di Indonesia . Andi Offset, Yokyakarta. Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Poewardaminta. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta. Purba, Amir dkk. 2006. Pengantar Penelitian Komunikasi. Pustaka Bangsa Press, Medan. Rakhmat Jalaluddin, 2005. Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Riyono. Pratikno. 1984. Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi. Remaja Rosda Karya Bandung. Syafie, K.Inu & Ashari. 2005. Sistem Politik Indonesia. PT. Rafika Aditama, Bandung . Singarimbun Masri & Sofien Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Pustaka LP3ES, Jakarta. Sukardi, Ketut Dewa. 1993. Analisis Inventori Minat dan Kepribadian. Rineke Cipta. Jakarta. Suryabrata, Sumardi, 2006. Metode Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suwardi Lubis, 1998. Metode Penelitian Komunikasi, Penerbit USU Press Wiryanto, 2000. Teori Komunikasi Massa. PT. Gasindo, Jakarta. Widjaya, H.A,W.2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Rineka Cipta, Jakarta. Sumber lain :

Kompas, 30 Juli 2009. Kompas, 24 Juni 2004 http//:www.Komunikasimassa-umy,blogspot.com/2005/11/teori-media - dan khalayakdalam,html. Html:www.unuka.ac.id/fakultas/psikojg/artkel/ss-i-htm http://scholor,google,co,id/scholor=kamus+umum+inclonesia&btng=televisi. Dijilid.Unnas.as.ad.library. http:///www.scribd.comm/doe/2558832/perilaku-memilih-transmigran-jawa. http:///kaligrafindah.multiply.com/jurnal/item/27minat-.manggoreskalografi.al-guruneducationapsychology-perspektive. http:///www.google.co,id/searchpengertian+minat+menurut+h.g.tarigan. Sindo, 29 April; 2009. Waspada, 6 April; 2009. www.tvOne.co.id.

IV. Volume 11 No. 1 April 2010

SOSIALISASI OPEN SOURCE SOFTWARE DI DENPASAR Oleh : Paraden Lucas Sidauruk Abstrak Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sosialisasi open source software (OSS) pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali. Salah satu komponennya adalah mengungkapkan sumber informasi bagi karyawan instansi yang diteliti. Penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilaksanakan dengan survei dengan mengedarkan kuesioner kepada 30 responden. Jumlah responden dan lokasi penelitian ditentukan secara purposif. Untuk memperkuat dan menjelaskan data kuantitatif dilakukan wawancara mendalam dengan enam orang narasumber yang bekerja atau berprofesi di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun sudah cukup lama mengenal perangkat lunak open source, tetapi tidak digunakan antara lain karena tidak terbiasa mengoperasikannya, tidak kompatibel dengan perangkat lunak proprietary. Teman/sejawat merupakan sumber informasi utama OSS, sedangkan sosialisasi bersifat langsung baik dari Departemen Komunikasi dan Informatika, maupun dari Badan Informasi dan Telematika Daerah Pemerintah Provinsi Bali tidak pernah diikuti oleh responden. Selain meningkatkan sosialisasi dengan tepat sasaran, diharapkan Departemen Komunikasi dan Informatika beserta instansi terkait dengan OSS dapat mengeluarkan regulasi penggunaan OSS yang lebih kondusif guna mendorong aparatur pemerintah menerapkannya di instansi masing-masing.

Kata Kunci : Penggunaan Open Source Software, Sosialisasi, Sumber Informasi The main objective of this research is to know how the implementation of the dissemination of open source software (OSS) in government offices in Denpasar, Bali Province. One of the components is revealing the source of information for agency employees is being investigated. Descriptive research with quantitative approach. Data collection was carried out with the survey by distributing questionnaires to 30 respondents. The number of respondents and the location is determined by purposive research. To strengthen and clarify the quantitative data in-depth interviews were conducted with six speakers who worked or work in the field of information and communication technology (ICT). Results showed that although old enough to know open source software, but not used, among others, because not used to operate it, is not compatible with software proprietary.Teman / peers are the main information source OSS, while socialization is directly either from the Ministry of Communications and Information Technology , or from the Information Agency and the Regional Government of Bali Province Telematics never followed by the respondent. In addition to increased socialization with the right target, it is expected the Ministry of Communication and Information and its agencies associated with the use of OSS may issue regulation that are more conducive to encourage government officials to implement it in their respective intuition. Keywords: Use of Open Source Software, Socialization, Information Resources Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah sedemikian rupa pesatnya sehingga memengaruhi cara bekerja dan berkomunikasi manusia. Dewasa ini hampir tidak ada lagi orang yang tidak mengetahui komputer dan telepon genggam atau handpone (HP). Peralatan (gadget) itu telah banyak digunakan di kalangan masyarakat untuk keperluan komunikasi dan mempermudah penyelesaian pekerjaan. Maraknya pemakaian komputer tentu menggembirakan karena dapat mendorong berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology atau ICT) di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berkepentingan untuk mencari strategi dan cara meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkan komputer dan internet secara sehat dan legal. Sejauh ini kebanyakan komputer yang digunakan di kantor pemerintahan berasal dari peranti lunak proprietary, salah satunya adalah sistem operasi dari microsoft. Menurut Dwi Handoko (2005 :31), peranti lunak proprietary mengacu kepada suatu peranti lunak yang dikembangkan oleh vendor di mana kode programnya (source code) tertutup dari pengguna, sedangkan peranti lunak open source yang dikembangkan oleh komunitas yang bekerja secara voluntir dan kode programnya dapat dilihat oleh pengguna. Sebagai closed source software, komputer dengan sistem operasi tersebut tentu bersifat monopoli dan tidak bebas untuk dikembangkan kecuali oleh perusahaan pemiliknya sendiri. Di satu pihak permintaan terhadap peranti lunak milik Microsoft cukup tinggi, sedangkan di pihak lain harganya terbilang mahal dan kesadaran masyarakat menghargai hak cipta dan membayar pajak masih rendah. Akibatnya, tidak mengherankan apabila muncul pembajakan atau penggunaan perangkat ini di berbagai kantor dan perumahan secara ilegal. Menurut Donny A Sheyoputra, pada tahun 2005 sekitar 87 persen peranti lunak dalam komputer yang beredar di Indonesia bajakan, tahun 2006 menurun menjadi 85 persen dan tahun 2007 tinggal 84 persen. Selain merugikan

negara karena para pembajak tidak membayar pajak juga merugikan industri peranti lunak karena terjadi persaingan tidak sehat. (Kompas, 13/6/2008, hal 12) Banyaknya penggunaan bajakan peranti atau perangkat lunak windows itu di kalangan pemerintahan, masyarakat dan dunia swasta merupakan pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. Dorongan kebutuhan ternyata seringkali jauh lebih besar daripada kewajiban menghormati hak cipta perangkat lunak itu. Pembajakan ini juga menimbulkan citra negatif karena negara kita dimasukkan dalam priority watch list dari sebelumnya watch list berkaitan dengan pembajakan perangkat lunak komputer, film dan musik. (Koran Jakarta, 2/5/2009, hal 15) Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah untuk melawan pembajakan software adalah melakukan sosialisasi baik mengenai HaKI maupun menggalakkan penggunaan open source software (OSS) di instansi pemerintah dan masyarakat. Dengan adanya OSS ini diharapkan dapat menjawab tantangan yang disebabkan oleh banyak beredarnya perangkat lunak bajakan atau ilegal yang melanggar Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Secara international, Indonesia masih termasuk dalam daftar Negara Prioritas untuk diawasi (Priority Watch List) berdasarkan usulan International Intellectual Property Alliance (IIPA) kepada United State Trade of Representative (USTR), salah satunya karena dianggap belum berhasil dalam mengatasi pembajakan perangkat lunak komputer (Pusat Litbang Aptel, SKDI (2007 : 2) Pemerintah mencanangkan penggunaan OSS dengan deklarasi program Indonesia Go Open Source (IGOS) 30 Juni 2004 oleh Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kehakiman dan HAM. Program ini merupakan upaya untuk peningkatan dan pengembangan industri software lokal dalam menghadapi persaingan global, meningkatkan kreatifitas anak bangsa dan penegakan hak atas kekayaan intelektual. (Departemen Komunikasi dan Informatika, 2005 : 28). Esensinya adalah menggelorakan semangat Indonesia Go Open Source (IGOS) yaitu semangat membangun peranti lunak yang memenuhi kebutuhan mendasar bagi pengguna komputer tanpa kekhawatiran melanggar HaKI dan tanpa pemborosan uang untuk membayar lisensi yang harus dibayarkan kepada pemilik yang notabene menjadi dampak negatif atau ancaman globalisasi (Kusmayanto Kadiman, 2007) Selain deklarasi itu, Menteri Komunikasi dan Informatika mendorong pemakaian dan pemanfaatan penggunaan peranti lunak legal di lingkungan instansi pemerintah melalui surat edaran Nomor 05/SE/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005. Ada lima pertimbangan pemanfaatan dan penggunaan aplikasi perangkat lunak legal lokal berbasis open source, yaitu (1) aplikasi perangkat lunak legal lokal open source lebih kompetitif dan terjangkau dibanding dengan aplikasi perangkat lunak lainnya, (2) penghematan dalam penggunaan devisa negara dan dapat mengurangi tingkat ketergantungan impor teknologi dan sumberdaya manusia, (3) peningkatan reliabilitas (realibility) dan peningkatan keamanan (secure) dalam penggunaan aplikasi perangkat lunak, (4) terbukanya kesempatan pengembang perangkat lunak lokal dalam persaingan global, (5) memungkinkan peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan dan perguruan tinggi dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi secara nasional. Berbagai kelebihan OSS ini merupakan salah satu materi yang perlu disosialisasikan sehingga dipahami oleh aparatur pemerintah dan masyarakat secara luas. Deklarasi IGOS-II pada tanggal 27 Mei 2008 diperluas meliputi 18 kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) seperti dimuat dalam surat edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : SE/01/M.PAN/3/2009 tanggal 30 Maret 2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software (OSS). Isi lainnya mewajibkan Instansi Pemerintah untuk menggunakan perangkat lunak

open source guna menghemat anggaran pemerintah; dan paling lambat 31 Desember 2011 seluruh instansi pemerintah sudah menerapkan penggunaan perangkat lunak legal. Implikasi kedua kebijakan itu adalah mendorong penggunaan dan pemanfaatan OSS yang lebih murah dan legal sebagai salah satu upaya untuk menghilangkan pembajakan perangkat lunak proprietary. Penggunaan OSS dimulai dari instansi pemerintah yang diharapkan dapat diikuti oleh sektor swasta dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan penelitian mengenai bagaimana sosialisasi OSS selama ini dilaksanakan pasca deklarasi IGOS-I dan kebijakan Menteri Komunikasi dan Informatika tanggal 24 Oktober 2005 pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali. Perumusan Masalah Masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana penggunaan perangkat lunak open source pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali ? 2. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi perangkat lunak open source pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali ? Tujuan dan Kegunaan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan perangkat lunak open source pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali. 2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sosialisasi perangkat lunak open source pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali. Hasil penelitian berguna bagi Departemen Komunikasi dan Informatika sebagai bahan masukan bagi peningkatan program IGOS serta sebagai bahan evaluasi pelaksanaan sosialisasi OSS. Untuk instansi pemerintah di Denpasar hasil penelitian berguna sebagai masukan dalam rangka migrasi dari windows ke OSS. Di samping itu, hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi kalangan akademisi dan praktisi yang berminat terhadap pengembangan OSS. Kerangka Pemikiran Salah satu hambatan yang umum terjadi dalam pelaksanaan suatu program pemerintah kurangnya informasi yang disampaikan kepada khalayak yang berkepentingan dengan tujuan program tersebut. Khalayaknya kurang mendapat informasi yang cukup sehingga bersikap ragu-ragu karena kurang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan dalam hal apa ikut berpartisipasi. Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyampaian informasi tentang suatu program pemerintah kepada masyarakat. Kegiatan sosialisasi yang mendahului atau menyertai suatu program itu juga seharusnya berlaku terhadap penggunaan OSS. Sejauh ini, indikasi penggunaan open source software (perangkat lunak open source) semenjak 30 Juni 2004 belum dilaksanakan secara maksimal. Untuk memahami penggunaan OSS di kalangan aparatur pemerintah di daerah diperlukan informasi yang benar dan lengkap dari sumber informasi yang kredibel. Kredibilitas sumber ini penting agar informasi yang disampaikan dipercaya khalayaknya. Dengan demikian, informasi itu bermanfaat bagi penerimanya menghilangkan keraguan dalam menyikapi OSS. Betapa pentingnya informasi guna mengurangi atau menghilangkan ketidakpastian dalam diri manusia merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dimungkiri. Informasi menghapuskan kebimbangan seseorang dalam menghadapi pilihan-pilihan yang akan diputuskannya. information refers to the opportunity to reduce uncertainty. It gives us a chance to reduce entropy (Claude Shannon & Warren Weaver, dalam Griffin, 1997 :50) Entropi adalah ketidakpastian

atau ketidakteraturan suatu situasi. Dalam teori informasi, kita menghubungkannya dengan tingkat kebebasan memilih yang dimiliki seseorang dalam membangun sebuah pesan (Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, 2007 : 60) Pandangan itu sejalan dengan apa yang dikemukakan Gordon B. Davis (1995 :28) bahwa informasi mengurangi ketidakpastian ... dan karena itu mempunyai nilai dalam proses keputusan. Informasi yang mengandung kebenaran karena disampaikan oleh komunikator yang memiliki keahlian di bidangnya dapat menghilangkan ketidakpastian. Demikian pula informasi yang tepat akan berguna bagi penerimanya. ) Kebutuhan seseorang akan informasi juga ditinjau dari segi kualitasnya ... tingkat kegunaannya (useful), nilainya (valuable), faktualitasnya (factual), keterandalannya (reliable), ketepatannya (precision), dan kebenarannya (truth). (Sasa Djuarsa Sendjaja, 1993 :87). Ketepatan informasi berkaitan dengan keadaan dan kebutuhan khalayak.. Pesan satu-sisi adalah paling efektif bagi orang-orang berpendidikan lebih rendah dan pesan dua-sisi adalah paling efektif bagi orang-orang berpendidikan lebih tinggi (Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, 2007 :183) Dalam konteks ini, materi sosialisasi OSS mencakup dua-sisi, yaitu informasi perangkat lunak open source dan proprietary Menurut B. Kuppuswamy (1975 :39) socialization is the interactional process by which the childs behavior is modified to conform to the expectations held by the members of the group to which he belongs Dalam sosialisasi terjadi proses interaksi yang tiada lain merupakan proses komunikasi yang melibatkan unsur-unsurnya. Informasi dapat disampaikan dengan komunikasi interpersonal atau tatap muka maupun melalui media massa. Media massa juga tidak kalah perannya dalam sosialisasi, sebagaimana dikatakan oleh Denis McQuail (1987 : 251) media memainkan peran dalam awal sosialisasi anak-anak dan sosialisasi orang dewasa...sebagai upaya mengajarkan norma dan nilai yang mapan melalui pujian dan hukuman simbolis bagi berbagai jenis perilaku. Variabel penelitian sosialisasi dijabarkan menjadi tiga sub variabel (1) sumber informasi OSS, (2) lama mengenal OSS, dan (3) kendala / hambatan OSS. . Sumber informasi dalam sosialisasi biasa disebut sosialisator, sama halnya dalam kegiatan komunikasi disebut komunikator bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan khalayak (BPPI Makassar, 2007 :19) Sumber informasi atau komunikator merupakan salah satu unsur penting dalam sosialisasi. Kredibilitas adalah aset terpenting dari seorang komunikator ( Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, 2007 :162) Menurut Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss, (2000 :117), kredibilitas sumber berarti persepsi penerima terhadap keotoritatifan pembicara dalam topik tertentu, wataknya, dan dalam derajat yang lebih rendah, kedinamisannya Keotoritatifan atau keahlian sumber informasi dalam OSS penting diperhatikan karena menimbulkan kepercayaan bagi penerima informasi. Definisi Operasional Sosialisasi adalah sebuah proses pemberitahuan, pengumuman secara besarbesaran, mengabarkan pada khalayak ramai tentang sesuatu yang urgent, sesuatu yang harus segera diketahui khalayak. Medianya bisa bermacam-macam seminar, iklan, pemberdayaan di media cetak maupun elektronik, juga poster-poster di pinggir jalan (http://id.answer.yahoo.com/question/index?qid=20090118000121AaoAt2, tanggal 17/2/2001) Sosialisasi adalah proses penyampaian materi atau informasi OSS (dan perangkat lunak proprietary) kepada karyawan atau pegawai baik melalui komunikasi interpersonal maupun media massa dan internet pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sumber informasi adalah komunikator (dalam komunikasi interpersonal) dan sumber yang memberikan informasi

(pendidikan, pelatihan, seminar), media massa, internet, penerbitan (buku, brosur/leaflet/pamplet/spanduk) dan reklame luar ruang (baliho). Lama mengenal OSS adalah jangka waktu mengenal atau mengetahui tentang OSS. Kendala adalah halangan, rintangan (WJS. Poerwadarminta, 1976: 479),dalam penelitian ini kendala OSS dimaksudkan berupa hambatan yang terdapat dalam OSS. Open source adalah source code yang dibuka dan biasanya didistribusikan untuk publik...Perangkat lunak yang dihasilkan dari open source biasanya disebut Open Source Software atau sering disingkat OSS. (Depkominfo, 2008a : 1-2) Open Source Software (OSS) is computer software for which the source code and certain other rights normally reserved for copyright holders are provided under a software licence that meets the open source Definition or that is in the public domain. ( http://en wikipedia.org/wki/opensource_software, tanggal 5/2/2010) Perangkat Lunak adalah komponen dari sistem komputer berupa program yang mengatur proses-proses bagaimana perangkat keras bekerja untuk mengolah data sehingga menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan user. Secara garis besar perangkat lunak terdiri dari dua jenis, yaitu perangkat lunak sistem dan perangkat lunak aplikasi. (Depkominfo, 2008a : 1) Perangkat lunak sistem atau system sofware adalah program yang mengendalikan operasi dari komputer dan komponen-komponennya. Secara umum terdapat dua jenis system sofware yaitu sistem operasi (Operating System/OS) dan program utility. Sistem operasi adalah sekumpulan program yang mengatur semua aktivitas hardware dan memungkinkan kita untuk menggunakan application software. (Indriyatno Banyumurti, t.t: 3-4) Penggunaan OSS adalah tingkat atau persentase pemakaian perangkat lunak OSS pada instansi pemerintah dalam melaksanakan kegiatan perkantoran sehari-hari. Instansi pemerintah adalah pemerintah provinsi dan pemerintah kota serta instansi vertikal Badan Pusat Statistik yang berkedudukan di Denpasar, Provinsi Bali. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survey. Jumlah responden dan lokasi penelitian ditentukan secara bertujuan atau purposive oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Aplikasi Telematika dan Sarana Komunikasi Diseminasi Informasi di Jakarta. Kota Denpasar dipilih sebagai salah satu dari 11 lokasi penelitian dalam Studi Penggunaan dan Pengembangan Perangkat Lunak Open Source Pada Institusi Pemerintahan berdasarkan potensi pengembangan OSS dan keberadaan komunitas OSS (Pusat Litbang Aptel, SKDI, 2007 : 8) Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 117), sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu... Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat populasi (key subjects) Ciri-ciri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterlibatan responden dalam TIK baik secara individu maupun melalui instansinya. Dalam hubunganya dengan sampel purposive Eriyanto (1999 : 110) mengatakan karena menyangkut populasi yang spesifik, sukar sekali untuk membuat daftar kerangka sampel yang memuat nama-nama... Oleh sebab itu dalam penelitian sosialisasi OSS target populasi adalah karyawan yang sehari-hari bekerja dengan menggunakan TIK atau karyawan yang bekerja di instansi pemerintah yang nomenklaturnya berkaitan dengan pengembangan TIK. Jumlah responden yang telah ditentukan Pusat Litbang Aptel SKDI tersebut, yakni 30 orang yang tersebar di tiga instansi, yaitu (1) Badan Informasi dan Telematika Pemerintah Provinsi Bali 17 orang , (2) Kantor Pusat Data Elektronik Kota Denpasar 8

orang. (3) Bappeda Pemerintah Provinsi Bali 5 orang. Pengumpulan data pada ketiga instansi pemerintah yang berada di Kota Denpasar dilakukan dengan mengedarkan kuesioner kepada responden yang pekerjaan pokoknya berkaitan dengan penggunaan TIK khususnya komputer. Distribusi atau sebaran kuesioner di tiga instansi itu dilakukan secara proporsional dengan mempertimbangan jumlah pegawai yang menangani tugas dan pekerjaan di bidang TIK. Pengumpulan kuesioner dan wawancara mendalam serta observasi dilaksanakan oleh petugas lapangan dalam bulan Mei 2007 dengan mendapat pelatihan (coaching) dan supervisi dari peneliti. Sejak awal disadari bahwa data kuantitatif yang diperoleh dari responden kurang mampu menggambarkan realitas sosial di lapangan secara utuh. Oleh sebab itu, pengumpulan data kualitatif dibutuhkan untuk melengkapinya melalui wawancara mendalam (depth interview) dan observasi di instansi pemerintah yang diteliti. Wawancara mendalam dengan enam orang informan atau narasumber yang pekerjaan atau kepakarannya, berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya keterlibatannya dalam OSS, yaitu (1) pemerhati teknologi informasi, (2) akademisi TIK, (3) praktisi TIK (4) pakar TIK, (5) pengelola atau administrator sistem informasi pada instansi pemerintah, (6) pengelola atau administrator telematika pada instansi pemerintah. Analisa data dilakukan terhadap data kuantitatif melalui penyajian Tabel. Data berupa persentase digunakan bersama dengan data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan observasi. Dengan menggabungkan kedua pendekatan dalam analisis data terutama pada level pembahasan dapat diperoleh deskripsi mengenai permasalahan penelitian secara utuh. Dari pembahasan yang bertitik tolak dari Tabel dengan penjelasan yang berasal dari data kualitatif dicoba ditarik kesimpulan. Gambaran Lokasi Penelitian Pulau Bali sebagai salah satu tujuan wisatawan sudah mendunia. Wisatawan asing yang datang dari mancanegara setiap hari mudah ditemukan di tempat wisata. Kota Denpasar terkenal sebagai kota pariwisata yang memiliki pantai Kuta dan Jimbaran. Selain sebagai kota pariwisata yang bertaraf internasional, sebagai ibukota provinsi Bali kota ini menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian dan pusat kegiatan lainnya. Kedudukannya yang multi fungsi dan letaknya pada posisi penghubung dengan kota-kota kabupaten membutuhkan infrastruktur dan sarana umum , serta situasi keamanan yang mendukung aktivitas penduduknya. Topografi kota Denpasar umumnya miring kearah selatan dengan ketinggian antara 0-75 m di atas permukaan laut. Morfologi landai dan beriklim tropis dengan musim kemarau dipengaruhi angin timur (Juni-Desember) dan musim hujan dengan angin barat (September-Maret) dengan diselingi musim pancaroba. Suhu antara 25,4o C -28,5o C dengan suhu maksimum pada Januari dan suhu minimum pada Agustus. Jumlah curah hujan tahun 2002 antara 0-406 mm, tertinggi pada Pebruari (406 mm) dan terendah pada Oktober (0 mm). (Bagian Humas Setda Kota Denpasar 2006, 16-17 ) Secara administratif Denpasar terbagi menjadi 4 wilayah kecamatan, 16 kelurahan, 27 desa dinas, 39 desa adat, 285 banjar adat. Luas wilayah Kota Denpasar 127,78 km2 dengan kecamatan Denpasar Selatan 49,99 km2 sebagai wilayah terluas. Luas lahan kota ini tahun 2005 seluas 15.583 Ha yang terbagi luas lahan sawah 5.547 Ha, lahan perkebunan 35 Ha, lahan kering 10.001 Ha. (Bagian Humas Setda Kota Denpasar 2006, 23 dan 27 ) Lebih lanjut dikemukakan pada tahun 2004 jumlah penduduk Kota Denpasar tercatat 444.527 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 6,23 %. Tingkat kepadatan penduduk rata-rata 4.427 orang/km2. Penduduk yang memeluk agama Hindu 325.917 orang, Islam 62.893 orang, Katolik 8.541 orang, Kristen Protestan 10.079 orang, Budha 5.304 orang.

Rumah peribadatan terdapat 7 Pura dan Kayangan, 105 Pura Kayangan Tiga, 38 Mesjid, 38 Gereja Kristen Protestan, 3 Gereja Katolik, dan 4 Biara. Dalam tahun tersebut, tercatat jumlah sekolah negeri 218 unit SD, 43 unit SMP, 45 unit SMA/SMK. Jumlah sekolah swasta terdapat 34 unit SD, 43 unit SMP, 32 SMA/SMK. Angkatan kerja 4.873 orang terdiri dari 1.066 orang yang bekerja, dan 3.771 orang tidak terserap di pasar kerja. Dilihat dari pendidikan pencari kerja sebesar 42,90 % merupakan lulusan sarjana, 21,75 % diploma, 34,17 % SLTA, 1,02 % SLTP, dan 0,25 % SD. Lapangan usaha utama penduduk, sebagian besar mereka bekerja di sektor jasa sebesar 48,98 %, sektor perdagangan 32,25 %, sektor pertanian 4,22 % dan sektor lainnya 0,57 %. Di sektor telekomunikasi terdapat 87.746 sambungan induk, dengan 3 STO, 511 telepon koin, 135 telepon umum kartu, dan 126 wartel. Pelayanan Pos dan Giro sudah menjangkau seluruh wilayah Kota Denpasar. Di tiap desa/kelurahan tersedia 1 Pos dan Giro tambahan. Di samping itu, terdapat 12 unit mobil dinas Pos Keliling, 10 unit sepeda motor dinas pos keliling, dan 10 unit mobil sarana angkutan. Sebagai sebagai salah tujuan wisata di Bali, Kota Denpasar mengalami pertumbuhan penduduk dan pembangunan sarana yang pesat sehingga memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Guna memberikan kenyamanan kepada wisatawan, Pemerintah Kota Denpasar bekerja sama dengan Yayasan Pembangunan Sanur memasang CCTV (Circuit Close Television) di 18 titik di wilayah Sanur. Di samping itu, guna memberikan pelayanan prima pada perizinan dilakukan revitalisasi Unit Pelayanan Terpadu (UPT) atau One Stop Service. Revitalisasi UPT didukung penerapan teknologi informasi dengan menghubungkan Dinas-Dinas terkait pelayanan publik secara on line. (Bagian Humas Setda Kota Denpasar 2006 : 27,37,38 39, 43,44,46 ) Identitas Responden Dari 30 orang responden terrdapat pegawai berusia muda di bawah 25 tahun 13,33%, persentase berusia 25-45 tahun dan 46-55 tahun sama besar, yaitu 43,33 %. Pegawai berusia muda memiliki potensi lebih besar menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Pegawai di bawah 25 tahun diharapkan dapat menjadi faktor pendorong memajukan TIK, khususnya perangkat lunak open source. Biasanya karyawan muda lebih cepat dan mudah memanfaatkan peralatan (gadget) teknologi informasi baru, termasuk komputer daripada pegawai yang sudah berusia tua. Pegawai di atas 46 tahun hingga 55 tahun apalagi pegawai yang menjelang usia pensiun (56 tahun) tidak begitu intensif menggunaan komputer di kantor. ) Kerapkali tampak karyawan tua menjadi gagap teknologi (gaptek) dalam mengoperasikan komputer. Segelintir pegawai yang belum lancar mengoperasikan komputer masih ditemukan di instansi yang diteliti, bahkan masih ada menyentuh komputer untuk bekerja masih enggan. Yang lain kemampuan menggunakannya sudah lumayan bagus.2) Status kepegawaian menunjukkan 79 % merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 3,33 % CPNS. Di luar itu masih ada Honorer 3,33% dan status lain-lain 13,33 %. Apabila dilihat dari segi pendidikan, ternyata tingkat pendidikan pegawai cukup bervariasi mulai dari tingkat sekolah dasar/menengah (10%), D1-D3 (3,33%), S1 (66,66 %) dan pascasarjana S2 (20%). Mayoritas responden merupakan lulusan S1 dan S2 sebanyak 86,66% sehingga prospek perkembangan teknologi informasi dan komunikasi cukup baik di Bali. Pendidikan formal responden di bidang komputer 20 % dapat menjadi modal untuk terus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan komputer. Ilmu komputer yang diperoleh dari perguruan tinggi memudahkan karyawan meng-implementasikan perangkat lunak OSS.

Tabel 1: Jenis Pendidikan No Jenis Pendidikan 1 Ilmu Komputer Ilmu Eksakta non 2 Komputer Ilmu Hukum, Sastra, 3 Sosial dan Politik 4 Lainnya (ekonomi, dsb) Jumlah F 6 2 11 11 30 % 20 6,66 36,66 36,66 100

Masalahnya, jumlah karyawan yang berpendidikan ilmu komputer ternyata masih minim. Untuk menangani pekerjaan kantor yang menggunakan komputer jauh dari mencukupi, hanya ada 6 orang pegawai atau 20 %. Dalam Tabel 1 dapat dibaca bahwa jurusan atau latar belakang pendidikan pegawai yang nonkomputer ternyata amat besar 80%. Perbandingan jumlah pegawai berdasarkan jenis pendidikan kurang proposional guna mempercepat kemajuan TIK di pemerintahan. Kenyataannya, semakin banyak tugas dan pekerjaan kantor sekarang yang diolah dengan komputer dan semakin sedikit memakai cara manual. Bahkan di kantor BPS Bali hampir seluruh pekerjaan memanfaatkan komputer, karena secara umum di sini melaksanakan sensus. Yang pertama adalah segi pengolahan data yang dikumpulkan dari lapangan, kuesioner masuk dikumpulkan, ditransfer ke data entry masuk ke data base. Dari segi diseminasi, yang menggunakan website masuk ke website untuk menampilkan dan juga membuat publikasi. Membuat format-format itu semua computerized.1) Pergeseran pekerjaan kantor ke arah serba komputer menuntut tersedianya sejumlah SDM yang menguasai komputer. Apabila dilihat dari pekerjaan, jumlah karyawan yang menangani teknologi informasi dan komunikasi (29,99 %) terdiri dari operator komputer (16,66 %) dan teknisi komputer (13,33 %) seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Hal ini cukup menggembirakan karena di samping adanya Tabel 2: Jabatan / Pekerjaan No 1 2 3 4 5 Jabatan/Pekerjaan Struktural Administrasi Teknisi Operator Komputer Lainnya Jumlah F 9 7 4 5 5 30 % 30 23,33 13,33 16,66 16,66 100

operator komputer terdapat pula tenaga teknisi yang bekerja bersama-sama di satu kantor. Operator komputer ditempatkan di unit kerja bidang administasi untuk melakukan pengolahan data dan pelayanan media on line. Operator jarang bisa mereparasi komputer yang dipakainya sehari-hari. Selama ini keluhan pengguna komputer umumnya mengenai masalah teknisnya. Tenaga teknisi komputer memungkinkan untuk perbaikan komputer dengan cepat sehingga dapat menjamin penyelesaian pekerjaan tepat waktu. Keduanya

saling komplementer untuk menyelesaikan pekerjaan kantor khususnya yang berkaitan dengan TIK. Secara kualitatif, keberadaan teknisi dan operator komputer dapat mendorong penggunaan OSS di kemudian hari. Namun, dari segi kuantitas masih kurang memadai karena jauh dari kebutuhan kantor sehari-hari. Jumlah SDM TIK (29,99%) lebih sedikit daripada jumlah tenaga administratif dan struktural.(70%). Ini berarti, jumlah 9 orang SDM TIK berhadapan dengan volume pekerjaan teknologi informasi yang terus meningkat. Oleh karena itu, penambahan jumlah tenaga komputer dan teknisi di satu pihak dan mengurangi pegawai administrasi dan struktural di pihak lain merupakan persyaratan organisasi yang bersifat fungsional TIK. Pembahasan Penggunaan Perangkat Lunak Open Source Upaya untuk menggunakan open source software (OSS) sebagai alternatif dari perangkat lunak proprietary di instansi pemerintah tidak saja merupakan strategi yang harus ditempuh untuk bisa keluar dari kemelut pembajakan, tetapi juga bagian dari proses pengembangan TIK, khususnya perangkat lunak komputer yang berbasis pada kemampuan dalam negeri. Usaha pemerintah untuk meningkatkan penggunaan dan pengembangan perangkat lunak berbasis pada komponen lokal juga dimaksudkan untuk memajukan industri telematika dan perekonomian bangsa. Hal ini sesuai dengan misi Departemen Komunikasi dan Informatika (2004-2009) mengembangkan standardisasi dan sertifikasi dalam rangka menciptakan iklim usaha yang konstruktif dan kondusif di bidang industri komunikasi dan informatika (Departemen Komunikasi dan Informatika, 2005 : 10). Pengembangan OSS tersebut juga sejalan dengan misi Kementerian Komunikasi dan Informatika (2010-2014) yang mengembangkan sistem kominfo yang berbasis kemampuan lokal yang berdaya saing tinggi dan ramah lingkungan (Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2010 : 24) Penggunaan dan pengembangan OSS diharapkan selain memenuhi standard juga merupakan perangkat lunak dengan komponen kandungan lokal cukup besar dan tidak merusak lingkungan. Dengan adanya standardisasi dan sertifikasi komputer, termasuk perangkat lunak sistem operasi dan aplikasinya tentu memberikan kepastian hukum bagi industri dan pemakainya. Untuk itu pemerintah berusaha mendorong penggunaan OSS yang memenuhi standard dan juga bersifat legal terutama di instansi pemerintah. Tindakan terhadap pemberantasan perangkat lunak bajakan dengan cara mendorong penggunaan dan pengembangan OSS semakin penting artinya di tengahtengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan dan pengembangan OSS, hal itu berguna sebagai indikasi awal bahwa pemerintah bersungguh-sungguh untuk menghentikan pembajakan sistem operasi dan aplikasi komputer di Tanah Air. Karena itu kebijakan teknologi harus diarahkan untuk menyesuaikan sistem inovasi pada kondisi yang terus berubah, melalui pembelajaran dan percobaan (learning and experimentation); pencarian dan penelitian (search and research) (Ikbal Maulana, 2006 :132). Kebijakan pemerintah merupakan suatu alternatif yang menguntungkan seperti dimuat dalam surat edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2005. Dalam jangka panjang kebijakan ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan OSS sekaligus meniadakan pembajakan perangkat lunak proprietary. Pengadaan perangkat lunak pada Instansi Pemerintah harus legal atau sesuai dengan aturan hukum yang berlaku baik dalam pengembangan dan distribusinya. Karena erat kaitannya dengan berlakunya UU HaKI (UU 19 /2002)5) Temuan penelitan menunjukkan bahwa semua responden terbukti masih menggunakan perangkat lunak proprietary yang diperoleh melalui berbagai cara, yaitu

beli dengan lisensi individu (60%), beli dengan lisensi corporate (36,66%), dan beli atau copy bajakan (3,33%). Tingginya persentase pemakaian komputer proprietary bisa karena faktor masyarakatnya dan keunggulan/kelebihan yang terdapat dalam komputer itu sendiri. Untuk Bali Microsoft minded karena user friendly sudah terbiasa, untuk sekarang masih Microsoft. Microsoft sekarang cukup memadai, tapi cukup banyak yang dikeluarkan untuk beli lisensi.3) Oleh karena itu, komputer ini diusahakan dimiliki dengan berbagai cara mulai dari yang legal sampai yang melanggar hukum. Meskipun persentase pembelian copy bajakan relatif kecil, dampaknya cukup luas karena terjadi di lingkungan pemerintahan. Pemerintah sebagai teladan diharapkan dapat berperan memelopori penggunaan perangkat lunak legal dan open source software (OSS) yang diikuti oleh masyarakat. Sejauh instansi resmi, pengadaan resmi kecuali individuindividu atau pribadi bisa membeli bajakan. Tapi kalau pemerintah harus asli 2) Secara kuantitatif komputer yang menggunakan OSS antara 0-10 %, dapat dilihat pada Tabel 3. Artinya ada 30 responden yang memakainya dengan kapasitas di bawah 10 % atau Tabel 3: Persentase Komputer Menggunakan Sistem Operasi Open Source (Misal Linux) Persentase Penggunaan F % Sistem Operasi Open Source 1 0 10 % 30 100 2 11 40 % 3 41 60 % 4 61 90 % 5 91 100 % Jumlah 30 100 secara kualitatif penggunaan perangkat lunak sistem operasi open source pada instansi pemerintah di Denpasar tidak ada, terutama di kantor yang diteliti. Padahal, berdasarkan observasi dan wawancara dengan nara sumber ternyata komputer di kantor instansi yang diteliti tidak menggunakan OSS. Fakta objektif masih Microsoft minded, tapi ke depan harus migrasi ke OS, untuk migrasi ke OS satu edukasi. Sekian tahun sudah banyak ditraining. Banyak pihak mendorong, tapi belum tampak hasil signifikan. Untuk penerapan OSS sangat terbatas, penyebabnya (1) karena dari segi kebiasaan belum diimbangi dengan edukasi. (2) belum ada regulasi yang kondusif mendukung itu artinya belum melihat gebrakan signifikan yang mendorong itu bahkan Presiden bertemu dengan Microsoft. Itu artinya untuk mengukuhkan Indonesia Microsoft minded. 3) Untuk menegaskan kepastian arah OSS di masa depan, penerapan OSS dapat dimulai dari instansi pemerintah dan pendidikan selanjutnya ke pihak swasta dan masyarakat6) Dalam hal penggunaan perangkat lunak aplikasi open source tidak jauh berbeda seperti dapat dilihat pada Tabel 4. Secara persentase sedikit lebih bervariasi karena terdapat 6,66 % responden masuk dalam 11-40 %, dan mayoritas 93,33 % dalam 0-10%. Akan tetapi, intinya bahwa pengguna perangkat lunak aplikasi open source amat minim, khususnya di kantor. Pengetahuan responden mengenai perangkat lunak aplikasi open source cukup baik, tampak dari jawabannya. Ketigapuluh responden memberikan 41 jawaban ( satu orang responden dapat memberikan jawaban lebih dari satu) mengenai aplikasi open source. Hasilnya adalah (1) perkantoran ( word procecssing, speadsheet, presentation) 15 jawaban, server (web,e-mail,database) 17 jawaban, alat bantu (antivirus, statistik) 3 jawaban, hiburan (audio/video, games) 6 jawaban. Aplikasi lainnya seperti teknikal (CAD/CAM, CAE, CASE), kolaborasi (groupware, VoIP), pengembangan No

(compiler, interpreter), content management system (e-learning, e-library) tidak ada jawaban. Esensi dari data ini adalah hampir semua komputer yang dipakai oleh responden di kantor tidak menggunakan sistem operasi dan aplikasi open source seperti Linux.
Tabel 4 : Persentase Penggunaan Perangkat Lunak Aplikasi Berbasis Open Source

Persentase Penggunaan F % Perangkat Lunak Aplikasi Open Source 1 0 10 % 28 93,33 2 11 40 % 2 6,66 3 41 60 % 4 61 90 % 5 91 100 % Jumlah 30 100 Hal ini karena pengguna komputer yang bekerja di instansi pemerintah sejauh ini merasakan microsoft sudah nyaman dan memadai. Microsoft cenderung membuat produk yang mengada-ada supaya orang beli padahal dengan windows 2000 orang sudah nyaman.1) Walaupun diketahui bahwa OSS memiliki beberapa kelebihan seperti dari segi kreativitas kalau dikembangkan Linux lebih murah, bisa mendorong aplikasi sistem operasi produk/merek Indonesia karena ia open., dari segi virus, Linux lebih aman.3), kenyataannya tidak digunakan sebagai sarana kerja. Padahal secara finansial OS malah lebih murah, tapi sudah terbiasa dengan program windows1). Tampak bahwa migrasi dari peranti lunak proprietary khususnya microsoft ke open source software masih menghadapi sejumlah masalah. Beberapa masalah yang menjadikan kegiatan OSS di Indonesia terhambat antara lain kurangnya pengetahuan masyarakat tentang OSS, mudahnya masyarakat dalam memperoleh perangkat lunak bajakan, sulitnya memperoleh perangkat lunak OSS, masih minimnya penggunaan OSS oleh dunia pendidikan dan lembaga litbang dan kurangnya dukungan pemerintah (Puslitbang Aptel dan SKDI, 2007 : 61-62) Oleh karena hampir semua masalah tersebut berakar dari kurangnya informasi OSS, maka sosialisasi menjadi kata kunci sebelum berharap banyak terhadap penggunaan OSS khususnya di instansi pemerintah. Sosialisasi OSS Unsur utama dalam sosialisasi OSS adalah sumber informasi yang menyampaikan informasi OSS kepada khalayak sehingga mengetahui atau mengenalnya. Kedalaman informasi OSS yang diterimanya tergantung kepada darimana atau siapa sumbernya. Kredibilitas sumber ini penting karena berkaitan dengan kepercayaan. Pendidikan formal bidang komputer merupakan sumber informasi yang kredibilitasnya cukup tinggi karena menyangkut pengetahuan dan keahlian bidang TIK. Pendidikan formal sebagai sumber informasi (20%) dianggap paling dipercaya karena OSS diperoleh dari perguruan tinggi sehingga dipahami dengan baik. Sedangkan teman atau sejawat (33,33 %) merupakan sumber informasi yang paling mudah dihubungi dan berperan luas menularkan OSS kepada sesama karyawan. Teman sebagai sumber informasi dapat dihubungi hampir setiap waktu, terutama pada waktu senggang.Umumnya, teman/sejawat itu adalah teknisi dan operator komputer. Tabel 5 : Sumber Informasi Open Source Software (OSS)

No

No Sumber Informasi 1 2 3 4 5

Pendidikan Formal 6 20 Seminar dan Pelatihan 5 16,66 Teman atau Sejawat 10 33,33 Internet 4 13,33 Media Massa 5 16,66 Jumlah 30 100 Oleh karena itu, secara informal berlangsung proses pembelajaran atau pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge) antarsesama pegawai. Penularan pengetahuan OSS secara in house training di kalangan pegawai dapat terjadi tanpa mengganggu pekerjaan kantor sehari-hari. Media massa (5%) tidak banyak berperan sebagai sumber informasi OSS, sedikit di atas internet (4%) Pada umumnya liputan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya OSS di media massa daerah belum mendapat porsi pemberitaan yang besar. Hal ini dapat dimengerti karena tiap media massa menyampaikan informasi yang menjadi perhatian publik (agenda setting). Sebaliknya, internet yang banyak memuat OSS ternyata jarang diakses pegawai sebagai sumber informasi. Sumber informasi berupa seminar dan pelatihan OSS persentasenya hanya 16,66 % Alasannya, karyawan jarang mengikuti kegiatan itu baik yang diadakan kantor sendiri maupun oleh instansi lain. Peranan pemerintah seharusnya cukup besar sebagai sumber informasi baik untuk menyampaikan informasi OSS, maupun mengadakan seminar dan pelatihan dengan peserta dari aparat instansi pemerintah di daerah. Terlebih karena migrasi proprietary ke open source software tampaknya dilematis dengan kompleksitas tinggi. Sebagai sumber informasi OSS pemerintah mungkin implisit dalam kegiatan seminar dan pelatihan yang diselenggarakan instansi pemerintah dan swasta (16,66%). Pelaksanaan sosialisasi OSS yang diselenggarakan instansi pemerintah terutama oleh deklarator OSS masih dianggap kurang terkoordinasi. Sosialisasi di pusat paling bertanggung jawab Depkominfo dan Menristek. Di daerah BPS karena ada pejabat fungsional komputer yang berhubungan secara fungsional. Universitas di daerah, tergantung yang ada TI. Kalau UNUD ada pionir yang menangani TI dilibatkan sebagai stakeholder pengguna.1) Dalam sosialisasi perlu ditetapkan penanggung jawab tingkat nasional sebagai leading sector sehingga ada koordinasi dan sinkronisasi antar Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)serta BUMN/D dan asosiasi TIK. Keterlibatan daerah tidak dapat diabaikan agar tercapai kerjasama yang baik dalam sosialisasi OSS mulai dari Pusat sampai ke Daerah. Sosialisasi berdua Daerah dan Pusat. Daerah bisa sosialisasi, yang tahu masyarakat Pemda. Tidak boleh Pusat saja, bisa terjadi apatisme di daerah misal orang Telkom, dan Kominfo tapi profesional seperti Asosiasi Wartel, BUMN Telkom Daerah, Asosiasi Warnet dalam bentuk Tim sehingga nyambung. Yang satu dari segi bagaimana barangnya, bagaimana pengoperasiannya, peluangnya, aturannya, manfaatnya sehingga sinergi2). Untuk mencapai hasil maksimal dari sosialisasi OSS, selain unsur Pusat dan Daerah, peran dunia usaha sebagai pembuka lapangan kerja dilibatkan agar terjalin keterkaitan (linkage) dengan pendidikan dan pengembangan OSS. Ada kerjasama Depkominfo, Depdagri, Menristek, Kadin untuk melakukan sosialisasi. Misal bagaimana pendidikan supaya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, duduk Kadin, Depnaker dan Depdiknas. Untuk pengembangan TI duduk bersama Depkominfo, sebagai center of excellence, Deperindag, Depdagri dan Kadin sebagai pengguna. Keempatnya membuat peraturan bersama OSS4) Departemen Komunikasi dan Informatika sebenarnya tidak saja mengeluarkan regulasi, tetapi juga menerbitkan sejumlah buku panduan sebagai upaya untuk

mensosialisasikan open source di Indonesia. Pada tahun 2008 Direktorat Sistem Informasi, Perangkat Lunak dan Konten, Ditjen Aplikasi Telematika setidaknya telah menerbitkan buku-buku tutorial interaktif berbasis Open Source disertai dengan CD petunjuk, yaitu (1) Sistem Keamanan Jaringan Informasi, (2) Keamanan Aplikasi & Database Server , (3) Sistem Keamanan Transportasi Email, (4) Integrasi Keamanan Sistem Informasi. Di samping itu, diterbitkan pula tutorial interaktif disertai CD petunjuk yang berkaitan dengan keamanan data dan ketersediaan sistem informasi yang dapat digunakan untuk sistem operasi GNU/Linux seperti buku High Availibility System dan Pengamanan Server Menggunakan SMS. Sebagai pedoman praktis dalam penggunaan OSS diterbitkan beberapa buku (manual book) tutorial dasar penggunaan Linux disertai DVD berupa quick tutorial untuk pemula, yaitu (1) IGOS Nusantara, (2) PC LinuxOS , (3) Mandriva, (4) Kubuntu, (5) Ubuntu. Buku-buku petunjuk praktis ini merupakan referensi atau materi pelajaran OSS untuk tingkat pengguna komputer pemula. Dengan terbitan tersebut diharapkan minat aparat dan masyarakat dapat meningkat terhadap OSS sehingga mau menggunakan dan mengembangkan OSS. Tabel 5 menunjukkan bahwa lama responden mengenal OSS sebagian besar (43,33 %) kurang dari 3 bulan. Responden yang mengenal OSS lebih dari 3 tahun tercatat 16,66 %. Persentase yang mengenal OSS cukup lama 1-3 tahun juga cukup besar 36,66 %. Apabila deklarasi IGOS 30 Juni 2004 dianggap sebagai awal OSS secara kelembagaan pemerintah, berarti waktu untuk menerapkan OSS sesungguhnya sudah cukup lama. Tidak diterapkannya OSS bisa karena adanya keterbatasan dalam OSS atau faktor kebiasaan (habit) pengguna komputer. Bahhan responden yang sudah mengetahui OSS lebih dari 3 tahun, tetapi tidak memakainya di kantor karena kendala yang dihadapinya. Pilihan waktu belajar (di luar negeri) pakai OS, pakai Linux dan compile yang pakai Linux. Tapi tekanan dari luar, di ruangan ini kalau buka file tidak bisa. Masalahnya di sini Open Source di tempat lain tidak.1) Tabel 5 : Lama Mengenal Open Source Software (OSS) No 1 2 3 4 Lama Mengenal OSS Kurang dari 3 bulan 3 12 bulan 1 3 tahun Lebih dari 3 tahun Jumlah F 13 1 11 5 30 % 43,33 3,33 36,66 16,66 100

Hambatan yang dipersepsikan oleh responden cukup bervariasi ketika membicarakan OSS. Pada Tabel 6 terlihat 32,43 % responden (N=74 jawaban) menghadapi kesulitan mengoperasikan OSS karena mengubah kebiasaan pengguna komputer yang selama ini memakai peranti lunak proprietary. Kendalanya adalah merubah kebiasaan yang semula terbiasa menggunakan windows berailh ke Linux memerlukan pelatihan atau Bintek bagi operator di instansi masing-masing 6) Walaupun mengubah kebiasaan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, perubahan itu bukan suatu yang mustahil. Behavior bisa diubah dengan kebijakan. Anggap misalnya kalau orang sudah terbiasa menggunakan micosoft itu suatu behavior. Kalau tidak pernah dimulai kapan muncul behavior, harus ada saat dimulai. Di Indonesia kalau pemerintah belum mulai belum bisa, pemerintah harus memberikan contoh misal uji kompetensi sertifikat4) Kendala lain dalam diri pengguna gaptek, bisa diatasi dengan pelatihan dengan mendatangkan instruktur. Bagi orang-orang yang sudah mempunyai kebiasaan tidak sulit switch, tidak terlalu susah. Kebiasaan tidak jadi hambatan asal ada reward dan punishment bagi orang yang bekerja di operator. Orang yang menggunakan

OSS diberi tunjangan karena punya skill. Mahal murahnya relatif tergantung pimpinan, yang memahami betul TI menganggarkan dan menyediakan dana.2) Kendala yang terdapat dalam OSS sendiri jauh lebih besar daripada faktor kebiasaan pengguna komputer. Dari jawaban yang diberikan responden ada 62,17 % berupa kendala penggunaan OSS yang terdapat pada OSS itu sendiri, seperti sulit mendapatkan driver untuk beberapa peripheral (20,27 %), tidak kompatibel dengan perangkat lunak proprietary.(14,86%), fitur yang kurang lengkap (1,35%). Soal fitur ini berkaitan dengan informasi mengenai OSS sehingga turut berpengaruh pada penggunaannya. Kendala yang dihadapi para pengguna OSS secara umum pada penggunaan fitur-ftur yang ada karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan, keterbatasan infrastruktur dan infostruktur 5) Dalam kaitannya dengan berbagai macam kendala tersebut, materi yang relevan dan tepat hendaknya mendapat perhatian dari penyelenggara sosialisasi. Informasi yang disampaikan kepada pengguna komputer yang berpendidikan S1 dan S2 (86,66%) bukanlah informasi satu-sisi tentang OSS semata. Agar pesan yang disampaikan efektif, materi sosialisasinya mencakup peranti lunak proprietary dan OSS, terutama segi keuntungan dan kerugian atau kendala masing-masing. Perbandingan keduanya dikemukakan bahwa walaupun Linux berkembang masih sulit, belum se-powerfull Microsoft, Microsoft segalanya tinggal klik. Kalau Linux masih terbatas, orang ingin gampang dan murah di situ keterbatasannya. Lebih murah bisa melibatkan banyak orang, belanja beli Microsoft bisa dikompensasi untuk pelatihan. Linux. Dari segi kecepatan, sekedar office biasa, tapi harus dilihat per kasus, aplikasi-aplikasinya.3) Informasi yang berimbang mengenai keuntungan dan kerugian kedua perangkat lunak ini penting sebagai bahan masukan pengambilan keputusan yang tepat. Tabel 6 : Kendala/Hambatan Open Source Software (OSS)
No 1 2 3 4 5 6 7 Kendala/Hambatan OSS Sulit dlm pengoperasiannya krn tdk biasa Tidak menarik perhatian Banyak pekerjaan tdk bisa dikerjakan Tdk kompatibel dgn per.lunak proprietary Sulit mendptkan driver utk bbrp peripheral Fitur yang ada kurang lengkap Lainnya Jumlah * F 24 10 9 11 15 1 4 74 % 32,43 10 12,16 14,86 20,27 1,35 5,40 100

*N=74 merupakan jumlah jawaban dari 30 responden (tiap responden dapat memberikan lebih dari satu jawaban). Sosialisasi OSS mencakup informasi keberadaan perangkat lunak proprietary yang selama ini sudah banyak digunakan tidak melemahkan posisi OSS. Dengan mengetahui informasi perangkat lunak dari dua sisi itu justru minat dan keingintahuan terhadap OSS dapat lebih dibangkitkan. Pakar Linux Indonesia, Drs Rusmanto dihadapan CPNS Batan Bandung, 3-4 November 2008 menyampaikan tentang perbandingan penggunaan OSS dan Windows, kemudahan penggunaan OSS, hal-hal lain yang berpengaruh pada penggunaan OSS (misal masalah dana, perangkat-perangkat lunak yang digunakan dengan sistem OSS) (http://www.batan-bdg.go.id /modules, php?name=New %file=article&sid=290, tgl 17/2/2010).

Salah satu komponen dalam penyelenggaraan sosialisasi OSS yang juga penting mendapat perhatian adalah pesertanya. Seleksi peserta sangat berguna agar sosialisasi dapat mencapai tujuan jangka panjangnya, yakni meningkatnya penggunaan OSS. Selain seleksi persyaratan usia dan latar belakang pendidikan, maka diprioritaskan kepada mereka yang pekerjaannya berkaitan dengan komputer. Yang perlu dilibatkan fungsional-fungsional komputer (di BPS), yang menangani urusan komputer. Fungsional komputer berhubungan dengan angka kredit1). Peserta yang memenuhi persyaratan itu diharapkan selesai mengikuti sosialisasi memiliki motivasi tinggi untuk memelopori penggunaan OSS di kantornya. Dengan demikian, sosialisasi tidak sekedar berfungsi sebagai sarana penyampaian informasi, tetapi juga berguna sebagai pembelajaran untuk mendorong penggunaan, bahkan pengembangan OSS. Sosialisasi yang mengabaikan persyaratan ketat pesertanya dan lebih mengutamakan kuantitas dapat terjebak dalam sosialisasi sebagai formalitas yang tidak mampu menghasilkan calon pengguna OSS. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut : 1. Tingkat penggunaan perangkat lunak sistem operasi OSS secara persentase di bawah kapasitas 10 % artinya hampir tidak ada yang menggunakannya, sedangkan peranti lunak aplikasi berbasis open source secara persentase lebih bervariasi (0-10% dan 11-40%), tetapi amat rendah. Penggunaan perangkat lunak proprietary mendominasi komputer pada kantor-kantor instansi pemerintah di Denpasar. 2. Secara nasional sosialisasi OSS sudah dilakukan pemerintah melalui deklarasi, kebijakan, dan publikasi, tetapi hal itu tidak sampai kepada aparat di lokasi penelitian. Sumber informasi yang terbesar datang dari teman/sejawat (33, 33%) di kantor. Lama seseorang mengenal OSS ternyata tidak mendorongnya menggunakan OSS karena adanya beberapa kendala baik yang terdapat dalam peranti lunak open source maupun dalam diri pengguna komputer dan lingkungan kantor. Faktor kebiasaan atau behavior pengguna komputer merupakan kendala terbesar (32,43 %), kesulitan mendapatkan driver (20,27%) dan tidak kompatibel dengan perangkat lunak proprietary (14,86%). 3. Sosialisasi yang kurang menjangkau sasaran khalayak diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat penggunaan OSS di kalangan aparat di instansi pemerintah. Saran Dengan mencermati kesimpulan tersebut, dapat disarankan : 1. Agar pengadaan komputer pada instansi pemerintah di Denpasar mensyaratkan penggunaan perangkat lunak sistem operasi dan aplikasi berbasis open source. 2. Agar sosialisasi dilaksanakan pada instansi pemerintah di Denpasar dengan materi yang benar dan tepat (perangkat lunak proprietary dan open source) dan dikuti oleh peserta yang memenuhi persyaratan yang ditentukan terlebih dahulu. 3. Agar diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sosialisasi terhadap tingkat penggunaan OSS di Indonesia guna memecahkan masalah rendahnya penggunaan OSS pada instansi pemerintah terutama di daerah. Lampiran Narasumber yang pendapatnya dikutip dalam teks: (1) pemerhati teknologi informasi Dr Yudi Agusta, Kepala Bidang IPDS BPS Prov Bali, (2) akademisi TIK I Gusti Agung Oka Budiartha, MSi dosen FIKOM Universitas Dwijendra, (3) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi ST, Direktur CV Asia Raya Media Tama (pendidikan,pengadaan dan

maintenace),(4) I Made Sarjana, SE MM, Pimpinan Lembaga Pendidikan TIK Ganesha Guru, (5) pengelola atau administrator sistem informasi pada instansi pemerintah, I Ketut Jack Mudastra, SH Kepala Bidang Sistem Informasi Manajemen, BITD dan (6) pengelola atau administrator Telematika pada instansi pemerintah I Made Sondra, SE, Kepala Bidang Telematika, BITD Provinsi Bali. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Propinsi Bali. 2006. Buku Saku sekilas Bali. Denpasar. Bagian Humas Setda Kota Denpasar. 2006. Data Selayang Pandang Kota Denpasar. Denpasar Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi (BPPI) Wilayah VII Makassar. 2007. Laporan Hasil Penelitian Tentang Tanggapan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap Sosialisasi Kebijakan Pemerintah di Kabupaten Bantaeng. Makassar. Davis, Gordon B. 1995. Sistem Informasi Manajemen. Bagian I, terjemahan Andreas S. Adiwardana. Jakarta. PT Pustakan Binaman Pressindo. Departemen Komunikasi dan Informatika. 2005. Rencana Strategis Departemen Komunikasi dan Informatika 2004-2009. Jakarta -----------, 2007. Laporan Akhir Studi Penggunaan dan Pengembangan Perangkat Lunak Open Source Pada Institusi Pemerintah. Jakarta . Pusat Litbang Aptel,SKDI. -----------, 2008a. Penggunaan dan Pengembangan Perangkat Lunak Open Source Pada Instansi Pemerintah. Jakarta. Pusat Litbang Aptel, SKDI ------------, 2008b. Laporan Akhir Studi Evaluatif Program IGOS Dalam Pengimplementasian Open Source di Lembaga Pemerintah . Jakarta. Pusat Litbang Aptel, SKDI ------------, 2008c. Forum Dialog Peneliti Tentang Semangat Kreatifitas Tanpa Batas Dalam Pemanfaatan Software Legal di Instansi Pemerintah . Jakarta. Pusat Ltbang Aptel, SKDI. Dwi Handoko dan Ikbal Maulana. 2005. Open Source : Potensi dan Strategi Pengembangannya Dalam Kajian Teknologi Informasi dan Komunikasi. P3TIE, BPPT Eriyanto. (1999). Metodologi Polling. Memberdayakan Suara Rakyat. Bandung. Penerbit PT Remaja Rosdakarya Ikbal, Maulana. 2006. Sistem Inovasi Open Source software (OSS) dan Kebijakan Pemerintah Dalam Kajian Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pusat Tek.Informasi dan Komunikasi. BPPT. Hal 123-139 Indonesia Urutan 12 Pembajak Peranti Lunak. 2008. Kompas. 13 Juni. Hal. 12 Indonesia Masuk Priority Watch List. 2009. Koran Jakarta. 2 Mei. Hal 15 Indriyanto Banyumurti, t.t. Modul Komputer. (Pengenalan komputer, aplikasi perkantoran dan internet). Bandung. Diktat. Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2010. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Komunikasi dan Informatika 2010-2014. Jakarta. Kuppuswamy, B. 1975. Elements of Sosial Psychlogy. New Delhi. Vikas Publising House Pvt Ltd. Kusmayanto, Kadiman. Bangsa Pembajak Hak Cipta, Kompas, 6/5/2007 hal.7 McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Edisi Kedua. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Menteri

Komunikasi dan Informatika. 2005. Surat Edaran Nomor: 05/ SE/M/Kominfo/10/2005 tentang Pemakaian dan Pemanfaatan Penggunaan Piranti Lunak Legal Di Lingkungan Instansi Pemerintah. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 2009. Surat Edaran Nomor : SE/01/M.PAN/3/2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software (OSS) Pusat Litbang Aptel SKDI. 2007. Rancangan Penelitian Studi Penggunaan dan Pengembangan Perangkat Lunak Open Source Pada Institusi Pemerintahan . Makalah Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta . Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informasi. Sasa Djuarsa, Sendjaja. 1993. Pengantar Komunikasi. Jakarta. Penerbit Universitas Terbuka Severin Werner J, James W.Tankard, Jr. 2007. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa. Edisi Kelima. Jakarta. Kencana Prenada Media Group Shannon, Claude dan Warren Weaver. 1997. Information Theory. Dalam Griffin, EM (ed) A First Look At Communication Theory. Third Edition. New York. The Mc Graw-Hill Companies, Inc, Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta. Tubbs, Stewart dan Sylvia Moss. 2000. Human Communication. Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung. Penerbit PT Remaja Rosdakarya. WJS. Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. PN Balai Pustaka Internet : http://en wikipedia.org/wki/open-source_software, tanggal 5/2/2010 http://en wikipedia.org/wki/open-source_software, tanggal 5/2/2010 http://id.answer.yahoo.com/question/index?qid=20090118000121Aao 17/2/2001 http://www.batan-bdg.go.id /modules, %file=article&sid=290, tgl 17/2/2010

t2, tanggal php?name=New

KECENDERUNGAN PEMBERITAAN MEDIA CETAK DAN TANGGAPAN DARI BERBAGAI KALANGAN TENTANG KLAIM MALAYSIA ATAS PULAU-PULAU TERLUAR DAN SENI BUDAYA INDONESIA

Oleh : Parulian Sitompul Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang media berita cetak dan seputar kecenderungan berbagai konsepsi tentang klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar Indonesia dan seni budaya Indonesia. Masalah ini perlu diteliti karena begitu gencarnya media khususnya surat kabar mengenai desas-desus klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis framing dari Zhongdang pau dan Gerald M. Kosicki. Teknik pengumpulan data yang dilakukan mengambil pesan teks tentang klaim Malaysia terhadap seni budaya dan pulau-pulau terluar Indonesia. Teknik analisa data menggunakan teknik analisis framing. (Sobar alex, 2002). Berdasarkan hasil penelitian ini, media memiliki posisi begitu besar dalam menyampaikan berbagai isu yang berkaitan dengan masalah perbatasan. Berita baik dari berbagai kalangan maupun berbagai konsepsi yang sangat menolak tindakan yang dilakukan oleh Malaysia terhadap klaim yang dilakukan terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Kata kunci: berita media cetak, seputar berbagai konsepsi, klaim Malaysia, pulau terluar This study aims to discuss about inclination news media prints and conception various circle about Malaysian claim on extern islands from indonesia culture. This problem is necessary studied because so the incessant media especially newspaper illuminate Malaysian claim rumors towards extern islands and Indonesia culture art. Study method that this troubleshoot analysis method framing from Zhongdang pau and Gerald M. Kosicki. data collecting technique that done pencupli message text about Malaysian claim towards culture art and Indonesia extern island. Data analysis technique uses analysis technique framing (alex sobar, 2002. Based on this study result is has position so big in submits various rumors related to border troubleshoot. Good news from various also conception various circle very averse action that done by Malaysian towards Indonesia on extern islands claim with Indonesia culture art. keyword: news media prints, conception various circle, Malaysian claim, extern islands Latar Belakang Hubungan persahabatan Indonesia Malaysia sejak lima puluh tujuh tahun yang lalu mengalami pasang surut kadang harmonis kadang menuai konflik. Persahabatan ini setiap waktu mengalami perubahan. Wajar kiranya terkadang ada pertumbuhan dan perkembangan terkadang ada surutnya persahabatan Indonesia Malaysia. Karena kedua negara ini adalah serumpun wajar pula kiranya negara abang beradik ini selalu ada saja muncul permasalahan yang selalu dipersoalkan. Pada hakekatnya kedua negara ini banyak memiliki persamaannya seperti bahasa, seni, budaya dan juga punya kelebihan masingmasing seperti Indonesia memiliki ribuan pulau dan ratusan juta jiwa penduduk. Sementara Malaysia jumlah pulaunya sedikit dan begitu juga jumlah penduduknya sehingga saling mengklaim satu dengan lainnya. Dikatakan serumpun sebab sebahagian dari penduduk Malaysia itu adalah keturunan Indonesia yang sudah menetap berpuluh tahun sebagai warga negara Malaysia. Di negara jiran tersebut ada Suku Bugis, Jawa, Minang, Dayak dan suku-suku lainnya yang berasal dari Indonesia. Tetapi walau demikian tidak ada salahnya jika kita set back sejarah berdasarkan berbagai sumber media, bagaimana ketika presiden pertama RI Soekarno pada tahun 1964

menuduh Malaysia sebagai negara tetangga yang diketahui sebahagian dari penduduk Malaysia itu berasal dari bebagai suku di Indonesia dijadikan proyek Nekolim (Neo Kolonialisme dan Inperialisme) oleh Inggris dengan tujuan untuk membentuk kerajaankerajaan kecil di semenanjung Malaysia, Serawak, Sabah dan Brunai untuk mengepung Indonesia. Presiden Soekarno pada saat itu sangat marah kepada pihak Malaysia, maka pada tanggal 3 Mei 1964 dihadapan apel besar sukarelawan Indonesia memberikan komando pengganyangan terhadap Malaysia walaupun akhirnya selesai di meja perundingan. Pengalaman bagi Indonesia, sejak di tahun 1962-1966 Indonesia juga pernah malakukan konfrontasi politik terhadap Malaysia. Sampai-sampai Presiden Soekarno di masa itu mengeluarkan maklumat Ganyang Malaysia. Masih hangat dalam ingatan di tahun 2007 Malaysia mengklaim Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai pulau mereka dan berakhir di Mahkamah Internasional Den Hag Belanda dimenangkan oleh Malaysia sehingga kedua pulau tersebut menjadi miliknya Malaysia. Belum lagi problem tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia selalu tergambar bahwa TKI menjadi bulan-bulanan pihak Malaysia karena dikatakan ilegal. Kalau memang ilegal kenapa TKI dapat masuk dan bekerja di Malaysia sebagai buruh kebun dan pembantu rumah tangga (PRT) di Malaysia.

http://indonesiaberprestasi.web.id/wp-content/uploads/2009/08/tari-pendet.jpg

Akhir-akhir ini juga hubungan persahabatan Indonesia Malaysia juga terusik dikarenakan berbagai hal seperti klaim Malaysia terhadap Blok Ambalat yang berada di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur yang menimbulkan kejengkelan bangsa Indonesia terhadap negara jiran itu. Sementara Indonesia adalah negara berdaulat Akibat kejengkelan itu ribuan penduduk Indonesia bersedia menjadi sukarelawan untuk ditugaskan guna mempertahankan hak kepemilikan pada blok Ambalat tersebut. Tidak sampai di situ saja klaim Malaysia terhadap pulau terluar milik Indonesia yaitu Pulau Jemur di Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) Riau. Walaupun sebelumnya pihak Dirjen Bea Cukai (BC) Indonesia mengerahkan kapal patroli BC 9004 beroperasi di Pantai Timur Sumatera. Tidak puas dengan pengklaiman pulau terluar daerah perbatasan Malaysia Indonesia, Malaysia juga mengklaim berbagai produk seni dan budaya asli Indonesia. Malaysia mengklaim batik yang berasal dari Solo, Yogya dan lainnya merupakan milik Malaysia. Begitu juga keberanian Malaysia mengklaim Wayang, Reog Ponorogo, Tari Pendet dan Ulos Batak adalah milik Malaysia. Tidak kalah sengitnya lagi juga pihak Malaysia berani menciplak lagu Terang Bulan dan Negaraku yang diketahui adalah ciptaan anak bangasa Indonesia dijadikan sebagai lagu nasional Malaysia dan sekaligus sebagai lagu kebangsaan Malaysia. Tentunya dampak perbuatan Malaysia itu memunculkan beragam reaksi dari rakyat Indonesia. Reaksi itu dibuktikan dengan sejumlah mahasiswa di Medan dalam kelompok Forum Mahasiswa Anti Liberalisme dan Kolonialisme (Formalin) melempari

dengan tomat kantor Konsulat Jenderal Malaysia di Medan, (Sumut Pos, 02/09). Kelompok itu mengatakan Malaysia terlalu berani mengklaim Wayang, Reog Ponorogo, Tari Pendet, Ulos Batak adalah milik negara jira itu dan menjiplak lagu Terang Bulan menjadikan sebagai lagu nasional Malaysia. Selain itu menghina lagu Indonesia Raya dengan mengubah total isi lagu tersebut. Tindakan ini tentunya menyakiti hati rakyat Indonesia. Sisi lain sejarahwan Sumatera Barat Prof. Dr. Gusti Asnan menjelaskan sikap Malaysia yang selalu mengklaim berbagai budaya dari Indonesia sebagai miliknya hanya karena mereka sedang mencari identitas diri, sebab Malaysia kini gamang melihat masa depannya. Memang dalam pergaulan dunia antar negara yang mengglobal di era teknologi komunikasi dan informatika saat ini sulit bagi suatu negara melakukan pembatasanpembatasan untuk tidak masuknya budaya asing melebur ke ranah budaya suatu negara seperti Indonesia yang begitu terbuka dan demokratis. Kemampuan teknologi media, baik media massa cetak maupun elektronik juga media maya memainkan peranan penting untuk mengubah ideologi politik,budaya dan seni suatu bangsa apabila di suatu negara itu tidak memiliki kekuatan ideologi politik, budaya dan seni yang mengakar pada nilainilai budaya yang berkembang di daerah (local genius). Sikap kemapanan budaya perlu ditingkatkan sehingga tidak ada lagi dari suatu produk budaya suatu daerah yang nantinya diklaim sebagai milik negara lain walaupun dengan alasan serumpun dan alasan lainnya. Memang diakui tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan kepala dingin hati tenang. Sebagaimana yang diungkapkan Konjen Malaysia di Medan, Fauzi Omar berkaitan dengan isu-isu negatif yang dapat mendistorsi hubungan persahabatan antara Indonesia dan Malaysia.Ia menanggapi bahwa Indonesia dan Malaysia adalah serumpun dan banyak penduduk Malaysia yang berasal dari Indonesia menjadi warga negara Malaysia yang memiliki bentuk-bentuk budaya yang sama dengan saudaranya di Indonesia. Mereka mengaku tarian yang mereka miliki otomatis menyiratkan tarian Malaysia karena mereka adalah orang Malaysia. (Waspada, Analisa, 08/09/2009) Bahkan Omar mengatakan dalam jumpa persnya di Medan pihak Malaysia tidak pernah mengklaim Tari Pendet dan Pulau Jemur sebagai milik Malaysia, itu hanya kesalahpahaman saja. Malahan Omar mempertegas penolakannya atas tuduhan beberapa pihak bahwa ia tak dapat menerima Malaysia sebagai hantar teroris ke Indonesia. Malahan dikatakan media di Indonesia dan pihak-pihak ketiga yang memblow up isu-isu tersebut sehingga menimbulkan percikan amarah di pihak Indonesia agar terjadi konflik antara Malaysia dan Indonesia.

http://beta.tnial.mil.id/cakra/images/ambalat.jpg

Indonesia diketahui adalah sebagai negara demokrasi ketiga terbesar setelah Amerika dan India. Memiliki kebebasan pers yang begitu luas. Wajar kiranya informasi apa pun yang memungkinkan menjadi konsumsi publik Indonesia dapat diberitakan oleh media di Indonesia menjadi suatu kewajaran. Tetapi tentunya sebagaimana telah diungkapakan di atas tadi, jika pihak pemerintah Indonesia dan Malaysia tidak mencari

solusi penyelesain konflik opini kedua negara berjiran ini yang bersumber dari media dan pihak-pihak ketiga berdasarkan pemberitaan berbagai media akan dapat memperburuk hubungan yang harmonis sebagaimana telah dijalin selama ini dengan baik dan juga kerugian-kerugian yang akan dialami oleh kedua belah pihak seperti investasi, kerjasama perdagangan, pendidikan dan lain sebagainya akan lenyap hanya karena salah paham. Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas sangat dianggap perlu untuk dilakukan suatu pengkajian khusus tentang kecenderungan pemberitaan media cetak suratkabar dan tanggapan dari berbagai pihak di daerah perbatasan tentang pengklaiman Malaysia terhadap beberapa pulau terluar dan produk seni budaya Indonesia sebagai milik Malaysia. Sehingga melalui pengkajian ini dapat diperoleh suatu informasi dan saran pemikiran tentang yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menyikapi klaim Malaysia atas pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Permasalahan Permasalahan dalam pengkajian ini adalah isu yang bersumber dari pemberitaan media cetak suratkabar yang terbit di Medan berkaitan dengan pengklaiman beberapa pulau terluar sebagai milik negara Malaysia, begitu juga klaim Malaysia terhadap produk hasil kesenian dan budaya Indonesia yang mendapat reaksi keras dari masyarakat Indonesia. Sebab cara-cara yang dilakukan oleh negara jiran itu dapat merusak hubungan yang harmonis antara Indonesia dan Malaysia yang selama ini sudah terjalin dengan baik. Oleh karena itu adapun permasalahan secara khusus dalam pengkajian ini adalah : 5. Bagaimanakah kecenderungan media massa cetak surat kabar terbitan Medan dalam memberitakan isu klaim pulau terluar di wilayah perbatasan BBPPKI Medan dan klaim Malaysia terhadap produk seni dan budaya Indonesia? 6. Bagaimanakah tanggapan dari berbagai pihak masyarakat di daerah perbatasan di wilayah kerja BBPPKI atas pemberitaan surat kabar tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar Indonesia dan produk seni dan budaya Indonesia? 7. Langkah-langkah apakah yang perlu dilakukan oleh pemerintah agar tidak terulang lagi klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia berdasarkan pemberitan suratkabar yang terbit di Medan dan juga tanggapan dari berbagai kalangan di daerah perbatasan Wilayah kerja BBPPKI Medan. Tujuan Pengkajian Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui : e. Kecenderungan media massa cetak suratkabar dalam memberitakan isu-isu klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan produk seni dan budaya Indonesia. f. Tanggapan berbagai kalangan masyarakat di daerah perbatasan di wilayah kerja BBPPKI Medan atas pemberitaan suratkaba tentang klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan produk seni dan budaya Indonesia. g. Langkah-langkah apa yang terbaik di lakukan oleh Pemerintah untuk mencegah terjadinya klaim Malaysia terhadap produk seni dan budaya Indonesia serta pulau-pulau terluar Indonesia berdasarkan tanggapan tokoh masyarakat di daerah perbatasan wilayah kerja BBPPKI Medan. Sasaran Adapun sasaran pengkajian ini adalah : 8. Diperolehnya gambaran umum tentang bagaimana kecendrungan media suratkabar dalam memberitakan klaim Malaysia atas pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia melalui metode analisis wacana framing dan tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat di daerah perbatasan wilayah kerja BBPPKI Medan.

9. Diperolahnya data dan informasi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam menyikapi kalim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Lokasi Nara Sumber Kajian Lokasi narasumber pengkajian ini diambil di dua provinsi yang berbatasan langsung dengan Malaysia yaitu provinsi Kepulau Riau dan Kalimantan Timur. Provinsi Kepulau Riau sangat dekat jarak wilayahnya dengan Malaysia dan Singapura. Jika dilakukan penyebarangan melalui laut dari Batam ke Singapura maka dapat ditempuh dengan hanya lima belas menit.Demikian pula dengan Malaysia dapat ditempuh sekitar satu jam dalam perjalanan melalui laut. Sementara itu provinsi Kaltim kabupaten Nunukan berbatasan darat dengan Tawau Malaysia begitu juga dengan kabupaten Malinau berbatasan darat dengan Sabah Malaysia. Tentunya sebagai sumber informasi kunci dalam pengkajian ini adalah dari berbagai kalangan masyarakat di dua ibukota provinsi dimaksud. Karena di kedua ibukota provinsi tersebut ada suatu badan khusus di pemeritahan daerah yang menangani daerah-daerah perbatasan. Antara lain : pejabat Dinas Infokom Prov Kaltim, Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata, Kepala Pengelola Daerah Perbatasan Provinsi Kaltim, Ketua Kepemudaan KNPI Kaltim, Korem Danrem 091/ASN Kaltim. Sementara sumber pemberitaan dari media suratkabar yang terbit di Medan adalah harian Waspada dan Analisa. Pemahaman Teoretis a. Media Massa Surat Kabar adalah salah satu media yang digunakan banyak orang sebagai sumber informasi politik, Keberadaan media akan dapat membantu orang mengetahui banyak hal khususnya yang menyangkut dunia politik. Media di aplikasikan sebagai sebuah jendela dunia (lipman) yang dapat memandang luas berbagai hal tentang kejadian yang terjadi di Negara Negara lain seperti perang antar Negara, bencana alam, kenaikan nilai mata uang dan berbagai hal tentang kehidupan manusia sehingga seseorang dapat berwacana sesuai dengan sudut pandang yang dimiliki karena media menurut Laswell dalam proses komunikasi melalui aktivitas sebagai berikut yaitu who, says what, in which channel, to whom, with what effect (Tankarel, 2005). Dengan kata lain dalam proses informasi yang disampaikan (pesanpesan politik) melalui aktivitas ini, karena memang yang menjadi pembahasan dalam pengkajian ini adalah berkaitan dengan informasi politik seperti berita klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Dalam kajian ini dengan menggunakan pendekatan framing terhadap isu pembuatan media tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya indonesia dan juga tanggapan dari berbagai kalangan terhadap isu dimaksud berdasarkan pemberitaan media surat kabar. Dari media ini nantinya akan tampak penonjolan isu berdasarkan konstruksi yang dilakukan oleh pengelola media. Konsep Framing Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana khususnya untuk menganalisis teks media. Framing dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan menganalisis pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan kategori kategori standard mengoptimalisasi realitas. (Sobur 2002 : 162).

b.

Dalam denah studi komunikasi analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan atau perspektif, multi disipliner untuk menganalisa fenomena fenomena atau aktivitas komunikasi, juga dalam studi komunikasi analisis framing dipakai untuk membedakan caracara atau ideologi saat mengkonstruksi fakta. Dengan kata lain analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi dan menulis berita.

http://beritadaerah.com/UserFiles/Image/travel/batik/batik3.jpg

c.

Teori Konstruksionis Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada lain kategori penulisan konstruksionis. Dalam teori ini memusatkan perhatian kepada proses pembentukan realitas. Karenanya dalam pandangan teoritis konstruksionis menemukan bagaimana peristiwa atau realitas dikonstruksikan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, pertama pendekatan konstruksionis menekan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambar yang realitas. Kedua, konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses dinamis pendekatan ini memandang bagaimana pembentukan pesan dari isi-isi komunikator dan dalam sesi penerima, ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan apa adanya. Dalam konteks kajian ini adalah bagaimana media mengenai realitas obyektif isu itu tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia, sehingga berbagai media surat kabar yang telah diteliti akan didapatkan gambaran tentang bagaimana penggunaan kata kata yang terpilih untuk tujuan tertentu, melalui perangkaian berita dan mempergunakan simbol simbol agar dapat menimbulkan kesan tertentu ketika khalayak serta menentukan apakah isu itu penting atau tidak. Tanggapan Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, tanggapan berawal dari kata tanggap yang artinya, mencamkan, melihat (mendengarkan) baikbaik. Sedangkan tanggapan adalah terapan yaitu apa yang diterima panca indera, bayangan dalam anganangan, sambutan (reaksi), menggambarkan dan melahirkan pikiran dan perasaan. (Balai Pustaka, 2006 : 1203). Tanggapan dalam komunikasi tentunya merupakan reaksi yang timbul akibat dari pesan yang diterima. Sama halnya dengan pendapat umum yang diartikan sikap pribadi seseorang ataupun sikap kelompoknya maka sebagian dari sikapnya ditentukan oleh pengalamannya, yaitu pengalaman dari kelompoknya juga.

d.

(Astrid, 1985 : 80). Dengan demikian tanggapan adalah sikap dari gambaran pengalaman dan belajar dari pengalaman. Ada hubungan yang erat antara sikap dan pendapat yang menyimpulkan, bahwa suatu pendapat itu dinyatakan (expressed) dan dapat juga tidak dinyatakan akan tetapi ada atau tidak disadari (laten). Sehubungan dengan itu berbagai pembentukan media khususnya surat kabar terbitan Medan klaim atas pulaupulau terluar dan seni budaya Indonesia akan menimbulkan berbagai pendapat, tanggapan. Ada yang mungkin menanggapi sangat reaktif terhadap pembentukan itu ada mungkin dianggap masalah biasa saja. Tetapi walaupun demikian berdasarkan pembentukan media, berita tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia mendapat perhatian yang begitu beragam dari masyarakat Indonesia. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini melalui pendekatan discourse analysis dengan menggunakan metode analisis framing dari Zhongdang Pau dan Gerald M. Kosicki. Sesuai dengan pandangan Pau dan Kosicki menggunakan metode ini yaitu suatu proses membuat suatu pesan lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. 2. Pengertian Operasional a. Pemberitaan Media Cetak Pemberitaan media cetak adalah berita yang disajikan oleh dua suratkabar yang terbit di Medan yaitu harian Waspada dan harian Analisa yang memberitakan tentang isu-isu klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia b. Tanggapan Berbagai Kalangan Tanggapan berbagai kalangan adalah merupakan sikap dan pengapat dari berbagai narasumber yang mempunyai kompetensi menyikapi dan berpendapat terhadap pemberitaan tentang isu-isu klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia. Tanggapan berbagai kalangan ini berdomisili di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia seperti Provinsi Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau. c. Pulau-pulau terluar & seni budaya Indonesia Pulau-pulau terluar Indonesia adalah sejumlah pulau yang berbatas langsung baik darat maupun laut dengan Negara tetangga, seperti Malaysia, Singapore, Thailand, Philipina, Vietnam, Laos, Burma dan lainnya yang rawan konflik perbatasan antar Negara. Sementara seni budaya Indonesia adalah berbagai seni budaya yang diciptakan oleh putra-putri Indonesia seperti tari Pendet, dan seni kain batik yang sering di klaim oleh Malaysia sebagai milik mereka.

Model Kerangka Framing Pau dan Kosicki


STRUKTUR Sintaksis Cara wartawan menyusun fakta PERANGKAT FRAMING 1. Skema berita UNIT YANG DIMINATI Headline, Latar Informasi, Kutipan sumber, pernyataan

Skrip Cara wartawan mengesahkan fakta Tematik Cara wartawan menulis berita

1. Kelengkapan berita

5w + 1h

1. Detail 2. Maksud kalimat 3. nominalisasi antar kalimat 4. koherensi 5. Bentuk kalimat 6. Kata ganti

Paragraf Proposisi

Retoris 1. Leksikor Cara wartawan 2. Grafis menekankan fakta 3. Metafora 4. Pengandaian

Kata Idiom gambar, kata, grafik

Sumber, Analisis teks media (Sobur, 2002 : 176) 3. Teknik Pengumpulan Data Obyek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah teks berita tentang klaim Malaysia terhadap seni budaya dan pulau terluar Indonesia yang dimuat oleh Surat Kabar harian Waspada dan Analisa tanggal 1 s/d 8 September 2009. Pemilihan terhadap media ini dikarenakan kedua media dimaksudkan adalah merupakan salah satu surat kabar nasional yang terbit di daerah dengan memiliki pembaca dalam jumlah besar. Kedua media tersebut menaruh perhatian penting terhadap isi tentang klaim Malaysia terhadap pulaupulau terluar dan seni budaya Indonesia. Tentunya klaim tersebut menjadi pro-kontra atau menimbulkan dari berbagai kalangan seperti Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kaltim, Korem Kaltim, Tokoh masyarakat, Kepala Dinas Infokom, Kepala pengelola Daerah Perbatasan. Teknik Analisa Data Analisa data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan framing varia Pau dan Kosicki yang membagi pada empat struktur analisa (sintaksis, skrip, tematik dan retoris) yang merupakan rangkaian yang menunjukkan framing dari suatu media. Selanjutnya di interpretasikan berdasarkan paradigma konstruksionis dengan memanfaatkan Teori Shoemaker dan Reese sehingga dicari titik temu dari hasil penafsiran-penafsiran tersebut.

4.

Hasil Kajian Isu pembentukan tentang klaim Malaysia terhadap pulau pulau terluar Indonesia dan seni budaya Indonesia menjadi perhatian banyak orang. Selain berita informasi itu penting tetapi juga menuai prokontra di masyarakat. Malahan ada sekelompok yang melakukan tindakan anarkis yaitu melempar tomat ke kantor konsulat Malaysia di Medan, dan juga membakar bendera Malaysia. Kejadian itu sangat disayangkan oleh Malaysia, sebab malaysia tidak pernah mengklaim pulau terluar Indonesia seperti pulau jemur sebagai milik Malaysia begitu juga seni budaya Indonesia bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Tari Pendet sebagai tarian Malaysia. Pihak pemerintah Malaysia tidak pernah memberi bahan tentang tari pendet kepada pihak Discovery Channel, jika itu pun dilakukan oleh discovery channel itu sepertinya tanggung jawab discovery channel sendiri. 1. Framing Harian Waspada

Klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar Indonesia banyak menjadi perhatian berbagai media. Harian Waspada pada edisi 2 September 2009 memunculkan berita dengan judul Malaysia Klaim Pulau Jemur. Dari judul berita ini harian waspada mengangkat isu ini karena begitu penting untuk diketahui oleh khalayak pembaca. Dari judul ini pula menunjukkan bagaimana waspada mem-frame dalam strategi rencana dengan menempatkan berita ini walaupun dalam headline halaman dua tetapi mencuri perhatian pembaca. Karena kesan judul berita tersebut bernilai panas dalam arti ada kesengajaan media menjustifikasi bahwa Malaysia telah mengklaim kepemilikan pulau-pulau terluar di Indonesia khususnya di pulau Sumatera. Apa lagi Malaysia berbatasan dengan Indonesia.

http://wiryanto.files.wordpress.com/2008/05/reog.jpg

Dari analisis sintaksis pandangan harian waspada terhadap isu tersebut diwujudkan dalam bentuk skema atau bagan dalam berita. Judul berita sudah jelas menunjukkan begitu pentingnya isu itu untuk diketahui khalayak. Dalam teks berita pada bentuk head harian waspada menampilkan ucapan sumber, Gubernur Riau. Rusli Zainal. Malaysia mengklaim gugusan pulau jemur di Provinsi Riau sebagai kawasan wisata mereka. Pemerintahan Provinsi Riau berniat mengklarifikasi hal ini ke Konsulat Jenderal Malaysia di Pekanbaru. Klaim Malaysia atas pulau jemur berdasarkan sumber lain yaitu Pangdam I BB Mayjen. Burhanundin Amin mengungkapkan adanya klaim Malaysia terhadap Pulau Jemur di Riau, Pangdam menjelaskan berdasarkan sejarah Pulau Jemur masuk wilayah Kerajaan Siak dan secara defacto maupun dejure adalah milik Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditandai oleh Pos TNI Angkatan Laut, Navigasi Perhubungan bahkan Mess Pemda setempat berada di pulau itu. Disamping itu dalam pengesahan fakta harian waspada berupaya menggambarkan unsur penting dalam pemberitaan klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan Seni Budaya Indonesia, mengambil pernyataan Gubernur Riau Rusli Jainal akan mengklarifikasi persoalan itu. Disisi lain Gubernur tersebut juga menegaskan Pulau Jemur adalah salah satu dari sembilan pulau yang termasuk dalam gugusan pulau arwah di Kabupaten Rokan Hilir Riau. Pulau ini berjarak 70 km dari Bagan Siapi-api Kabupaten Rokan Hilir. Dalam tematik harian waspada menggambarkan adanya tema tertentu atas satu peristiwa. Dari judul dan teks berita yang disajikan harian waspada ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik yaitu adanya koherensi. Harian waspada telah mengkonstruksi sedemikian rupa tentang adanya realitas isu klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Elemen tematik yang ditampilkan adalah adanya koherensi yang tampak pada beberapa kalimat yang menghubungkan tiap alinea pada berita yang ditampilkan, terutama dengan pengutipan pernyataan orang-orang yang relevan dengan yang dimuat.

http://matanews.com/wp-content/uploads/batik1.jpg

Dari struktur retoris wacana berita menggambarkan pemulihan gaya kata yang dipilih oleh wartawan untuk menonjolkan arti yang ingin disampaikan oleh wartawan tersebut. Dalam retoris waspada telah memilih dan memakai kata-kata tertentu untuk mem-frame isu tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia, juga dari sisi grafis penekanan terhadap penggunaan huruf yang relatif tebal atau hitam. Dalam retoris waspada juga mencoba memberikan efek kognatif yang mengarah pada perhatian dan keterkaitan khalayak pembaca secara intens, dalam upaya menunjukkan betapa pentingnya dan menariknya isu tersebut.
ELEMEN Skematis STRATEGI PENULISAN Pemuatan sumber-sumber berita yang memiliki relevansi dengan judul berita menerangkan adanya klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Sumber penting dari pemberitaan ini yaitu Gubernur Provinsi Riau Rusli Zainal yang ditempatkan pada lead berita dan latar dengan model piramida terbalik Harian Waspada memaknai adanya pihak Malaysia mengklaim pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia walaupun pada sisi lain pihak Malaysia membantah isu itu dengan menuding pihak ketiga. Bukti-bukti pemberitaan yang ditonjolkan oleh harian Waspada (Skrip) adalah pulau Jemur di Kabupaten Rohil Provinsi Riau diklaim oleh Malaysia melalui situs pariwisata Travel Journal dan Laman Osvajd.net yang menyebutkan bahwa pulau Jemur sebagai destinasi wisata negara bagian Slangor Malaysia yang dikatakan dalam situs itu pulau Jemur masuk dalam wilayah Slangor Malaysia. Begitu juga tentang klaim seni budaya Indonesia. Dengan demikian unsur-unsur dalam pemberitaan telah memenuhi syarat dalam pengungkapan fakta yang diperoleh Waspada. Tematik yang ditampilkan oleh harian ini adalah adanya persesuaian kaitan yang kelihatan antara beberapa kalimat dengan yang lain sehingga hubung menghubungkan setiap alenia dari setiap pernyataan yang ditampilkan. Seperti sikap Gubernue Riau Rusli Zainal dimuat bahwa pihak pemerintah daerah Riau akan meminta klarifikasi tentang klaim itu. Sikap ini sangat didukung oleh bagaimana gubernur juga menyatakan bahwa dari 9 pulau yang termasuk dalam gugusan Pulau Arwah di Kabupaten Rohil salah satunya adalah Pulau Jemur, kalimat ini begitu tegas menjelaskan kepemilikan Indonesia terhadap Pulau

Skrip

Tematik

Retoris

Jemur dimaksud. Harian ini telah memilih dan memakai kata-kata tertentu untuk memframe isu tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia yaitu dengan judul berita, Malaysia Klaim Pulau Jemur. Dilihat dari sisi grafis judul berita ini ditulis dengan huruf tebal hitam (bold) sehingga tampak penonjolan begitu pentingnya isu itu.

2.

Framing Harian Analisa Berdasarkan framing harian Analisa tentang isu klaim Malaysia terhadap pulau terluar Pulau Jemur dan seni budaya Indonesia seperti Tari Pendet sama sekali pihak Malaysia menyatakan tidak pernah menyatakan itu. Hal itu dapat dilihat pada judul berita pada harian Analisa berjudul Malaysia Tidak Pernah Diangkat Klaim Tari Pendet Dan Pulau Jemur. Judul ini diangkat berdasarkan penegasan yang disampaikan Konsul Jenderal Malaysia Fauzi Omar yang didampingi Direktur Tourisme Malaysia di Medan Noor Azman ketika menerima kunjungan kerja anggota DPD RI Parlindungan Purba. Dari judul ini nampak harian Analisa mencoba menunjukkan bagaimana pihak pemerintah Malaysia merasa terganggu karena berbagai pemberitaan di Indonesia yang cenderung memperuncing persoalan dimaksud. Kesan judul ini dimaknai untuk mencoba menepis prasangka negatif atas isu klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia.

http://www.primaironline.com/images_content/2009824tari%20pendet.jpg

Analisis sintaksis pandangan harian Analisa terhadap isu tersebut diwujudkan dalam bentuk skema atau bagan berita. Judul berita menunjukkan begitu pentingnya isu penyataan pihak Malaysia atas penolakan pemberitaan berbagai media di Indonesia klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Dalam teks berita pada bentuk headline harian Analisa menampilkan penyataan pihak pemerintah Malaysia melalui Konsulat Jenderal Malaysia Fauzi Omar mengungkapkan masalah Tari Pendet sebenarnya 100 persen merupakan tanggung jawab Discovery Channel. Karena itu pihak Malaysia merasa perlu menjelaskan hal ini kepada Indonesia. Walaupun demikian pihak rumah produksi yang memberi bahan kepada Discovery Channel sudah mengklarifikasi dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Begitu penyataan minta maaf dari Discovery Channe. Dalam pengungkapan fakta pemberitaan telah mengikuti tata cara pemberitaan yang benar. Kelengkapan sumber berita Fauzi Omar Konsul Jenderal Malaysia di Medan sebagai aktor pemberitaan disebutkan sangat jelas. Begitu juga isi berita tentang penyataan Konsul Jenderal Malaysia atas kekecewaannya terhadap pemberitaan media di Indonesia yang cenderung memperuncing permasalahan sehingga pernyataan Konsul Malaysia bahwa

pihaknya tidak pernah mengklaim Tari Pendet dan Pulau Jemur sebagai milik Malaysia. Dalam penutup berita itu Analisa memframe bahwa hanya karena miskomunikasi saja dan kesalahan komunikasi itu dimanfaatkan media sebagai isu penting pemberitaan. Analisa framing berdasarkan tematik penulisan berita tentang isu Malaysia tidak pernah klaim Tari Pendet dan Pulau Jemur, harian Analisa adanya koherensi. Harian Analisa telah mengkontruksi sedemikian rupa tentang adanya realitas bagaimana pihak Malaysia menolak tudingan dimaksud. Ungkapan-ungkapan alenia ke alenia hanya berhubungan terutama dengan pengutipan penyataan dari sumber.

http://prabowosubianto.info/v2/wp-content/uploads/2009/06/ambalat.jpg

Dari struktur wacana retoris wacana berita menggambarkan pemilihan gaya kata yang dipilih oleh wartawan untuk menonjolkan arti yang ingin disampaikan. Dalam retoris pemahaman dan perhatian serta keterkaitan khalayak pembicara terhadap pemberitaan. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan pentingnya berita itu dan menarik untuk disimak.
ELEMEN Skematis STRATEGI PENULISAN Pada framing harian Analisa lebih menonjolkan tentang penolakan pemerintah Malaysia atas pemberitaan berbagai media di Indonesia dengan mengangkat judul, Malaysia Tidak Pernah Mengklaim Tari Pendet Dan Pulau Jemur. Judul berita pada harian Analisa bercetak tebal (bold), menunjukkan penolakan pemberitaan dimaksud. Dalam lead berita Analisa mengambil pernyataan narasumber dari Konsul Jenderal Malaysia di Medan Fauzi Omar mengatakan pihak pemerintah Malaysia tidak pernah klaim Tari Pendet begitu juga klaim terhadap Pulau Jemur. Harian Analisa memaknai bahwa pihak pemerintah Malaysia menolak tudingan klaim dimaksud. Dalam skrip Analisa menggunakan pola penulisan 5W+1H dengan menonjolkan bagaimana sumber berita menyikapi tudingan klaim Malaysia terhadap pulau terluar dab seni budaya Indonesia. Malahan ditegaskan ada agensi di Slangor yang membuat paket wisata dengan memasukkan Pulau Jemur dalam paket wisata Malaysia karena kedekatan geografis.

Skrip

Tematik

Retoris

Tema yang dimuat oleh harian Analisa adalah penolakan Malaysia atas tudingan klaim terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Adanya koherensi yang tampak dalam kalimat sehingga tersusun dalam paragraf yang menjelaskan topik berita dimaksud. Dari ungkapan konsul jenderal Malaysia di Medan juga anggota DPD Parlindungan Purba terucap klaim Malaysia terhadap Pulau Jemur dan seni budaya Indonesia hanya miskomunikasi saja. Harian Analisa telah memilih dan memakai kata-kata yang beruas untuk menkontruksi bahwa pemerintah Malaysia melalui konsul jenderal di Medan membantah tentang pemberitaan klaim Malaysia terhadap Pulau Jemur dan seni budaya Indonesia. Malahan harian Analisa mengambil ungkapan anggota DPD Sumut Parlindungan Purba bahwa klaim itu hanya masalah miskomunikasi bukan seperti yang diberitakan berbagai media.

3.

Hasil Wawancara Berdasarkan hasil wawancara dari berbagai kalangan seperti dari kepemudaan menjelaskan bahwa pemerintah perlu secara terus menerus melakukan pendataan terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia untuk menghindari klaim yang dilakukan oleh negara tetangga, sebab tanpa melakukan hal itu tidak tertutup kemungkinan akan terulang kembali klaim Malaysia. Klaim Malaysia atas pulau terluar dan seni budaya Indonesia berdasarkan pemberitaan berbagai media perlu klarifikasi dari pemerintahan Malaysia. Sebagai negara tetangga apalagi serumpun perlu dikembangkan saling menjaga dan menghargai kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Dan tentunya pemerintah Indonesia perlu secara berkelanjutan melakukan sosialisasi kepada masyarakat Indonesia yang berada di perbatasan untuk menjaga keutuhan wilayah. Dari pihak pariwisata menjelaskan dengan keberadaan media yang begitu terbuka saat ini memberikan kontribusi yang begitu besar bagi masyarakat Indonesia sehingga diketahuinya bahwa negara tetangga Malaysia mengklaim pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Berdasarkan pemberitaan media tentang hal dimaksud tentunya Indonesia harus melakukan langkah-langkah antisipatif seperti mempertanyakan persoalan itu kepada pemerintah Malaysia tentang kebenarannya. Dan tidak perlu terlalu demonstratif tetapi dengan cara-cara yang elegan persuasive. Walaupun dari beberapa pemberitaan media di Indonesia pemerintah Malaysia tidak lagi ambil serius dengan persoalan tersebut. Tetapi pada sisi lain tentunya tidak perlu terlalu berlebihan menyikapi pemberitaan media di Indonesia atau klaim Malaysia dimaksud. Walaupun di sisi lain Indonesia perlu mencari bukti kebenaran di lapangan atas pemberitaan tersebut. Sebab tindakan media akan menginformasikan tentang sesuatu apalagi masalah kepentingan negara jika tidak ada sumbernya. Tentunya Indonesia sangat terbantu dengan pemberitaan media. Penjelasan dari pihak Kodim 091/ASW Kaltim dan Tanjung Pinang menjelaskan pemberitaan media itu masih dalam tahap kewajaran walaupun di sisi lain perlu diseleksi kebenaran pemberitaan dimaksud. Tetapi pihak TNI tidak setuju atas perbuatan pemerintah Malaysia mengklaim pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Sebab hal itu berkaitan dengan kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia. Dan masalah ini tidak ada tawar menawar dan harus ditolak dan perlu diselesaikan dengan segera. Tentunya dengan keberadaan media di

Indonesia saat ini lagi terbuka pantas diberikan rasa hormat kepada media di Indonesia yang begitu cepat mengangkat kasus tersebut walaupun masih perlu diselidiki kebenarannya. Sehubungan dengan keberadaan pulau-pulau terluar Indonesia aparat keamanan seperti TNI perlu ditingkatkan keberadaannya di daerah tersebut. Dalam hal ini penempatan Babinsa perlu ditingkatkan secara merata di daerah-daerah perbatasan. Begitu juga peralatan pemantau seperti kapal perang dan infrastruktur lainnya perlu segera diwujudkan sehingga aparat TNI dan unsur Muspida terkait dapat dengan mudah melakukan patroli guna melakukan penjagaan di daerah-daerah perbatasan baik darat maupun laut di wilayah Indonesia yang berbatas dengan negara lain. Reaksi Malaysia terhadap pemberitaan klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia perlu dipelajarin sebab walaupun Indonesia Malaysia serumpun tetapi ternyata Malaysia sanggup mengklaim pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Bangsa Indonesia tidak boleh lengah dengan keadaan ini perlu ada tindakan tegas dan terencana. Tanggapan yang diungkapkan dari Ormas di daerah perbatasan Tanjung Pinang menyebutkan perlu kiranya saling menghormati hukum internasional tentang zona batas Indonesia Malaysia, jika memang perlu dilakukan kesepakatan di Mahkamah Internasional sehingga akan dapat menguatkan keutuhan NKRI. Klaim Malaysia terhadap seni budaya Indonesia sempat disayangkan. Memang Indonesia Malaysia serumpun tetapi ada banyak hal yang berbeda jika dilihat dari ragam budaya. Tentunya Indonesia lebih banyak memiliki seni dan budaya dibanding Malaysia. Maka langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia adalah dilakukannya pendataan ulang untuk memastikan keberadaan pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia. Setiap persoalan yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia tidak harus dilakukan secara destruktif yang berdampak pada ketidakharmonisan hubungan kedua negara yang selama ini sudah terjalin baik. Pemerintah Indonesia Malaysia perlu melakukan menginverting kembali berbagai seni budaya kedua belah pihak, begitu juga keberadaan pulau-pulau terluar sebab bagaimanapun juga sebagai negara bertetengga yang mana di Malaysia banyak warga Indonesia berdomisili di sana baik yang sudah menetap sebagai warga Malaysia maupun sebagai TKI dan juga pelajar. Dikarenakan sudah lama berada di Malaysia rindu akan leluhur kebudayaannya sehingga berbagai seni budaya yang dimiliki dipertunjukkan yang ternyata dikatakan seni budaya yang dipertunjukkan itu sebagai milik Malaysia. Padahal seni budaya asli Indonesia. Keadaan ini dapat memancing reaksi negatif Indonesia. Tanggapan dari Badan Pengelola Daerah Perbatasan Provinsi Kaltim mengungkapkan sangat respon positif terhadap pemberitaan media di Indonesia tentang isu klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Dengan pemberitaan itu akan diketahui apa-apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah dimaksud apalagi masalah perbatasan Indonesia Malaysia. Tentunya program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah perlu diwujudkan tidak hanya program semata tetapi tidak diwujudkan dengan berbagai alasan. Sementara negara tetangga terus membangun daerahnya yang berbatas langsung dengan Indonesia dan ini menunjukkan kesenjangan dalam berbagai hal antara Indonesia dan Malaysia di daerah perbatasan kedua belah pihak khususnya di bidang ekonomi. Reaksi Malaysia terhadap pemberitaan media di Indonesia tentang isu dimaksud biasa-biasa saja sebab mereka sudah sejahtera tidak perlu ada keributan dan klaim

Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia hanya media di Indonesia saja yang meributkannya. Kesimpulan 1. Keberadaan media memiliki posisi yang begitu besar dalam menyampaikan berbagai isu yang berkaitan dengan permasalahan perbatasan. Kebebasan pers dapat mengungkapkan dengan gamblang tentang bagaimana negara tetangga seperti Malaysia mengklaim pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Begitu juga media di Indonesia memberitakan secara terbuka tentang bagaimana reaksi masyarakat Indonesia atas klaim Malaysia tersebut. 2. Baik pemberitaan dari berbagai media maupun tanggapan dari berbagai kalangan sangat menolak tindakan yang dilakukan oleh Malaysia terhadap Indonesia, sebab klaim Malaysia atas pulau-pulau terluar Indonesia serta seni budaya Indonesia menyangkut dengan kedaulatan negara. Tentunya dengan tegas pihak pemerintah Indonesia menolak dan meminta klarifikasi atas klaim dimaksud. 3. Pada satu sisi pemerintah Indonesia sangat menghormati kedaulatan negara tetangga seperti Malaysia, tetapi bangsa Indonesia juga sangat cinta terhadap bangsa dan negara Indonesia yang berdaulat. Apapun yang terjadi antara Indonesia atas klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia perlu dibicarakan secara baik-baik dengan cara kekeluargaan dengan pendekatan budaya serumpun, sebab Malaysia Indonesia negara adik abang. Rekomendasi 1. Pemerintah perlu mengoptimalkan peranan media massa untuk selalu mensosialisasikan kepada masyarakat upaya-upaya yang akan dan sudah dilakukan oleh pemerintah tentang pembangunan di daerah perbatasan. Sebab dengan keterbukaan media pada saat ini merupakan peluang bagi masyarakat untuk mengenal dan mengetahui keberadaan daerahnya dari informasi yang ditemui dari berbagai media. 2. Keberadaan media yang semakin terbuka di Indonesia perlu terus didorong oleh pemerintah. Sebab dengan kebebasan memperoleh informasi dari berbagai media akan dapat meningkatkan peran masyarakat untuk menjaga dan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada di daerah perbatasan yang menjadi tempat tinggal mereka. Tentunya untuk mendorong kearah tersebut pemerintah perlu membangun infrastruktur sarana telekomunikasi untuk mempermudah akses masyarakat terhadap informasi yang diinginkan oleh masyarakat di daerah perbatasan. 3. Pemerintah perlu menginverting kembali pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia sebab berdasarkan kesepakatan UNCLOS Indonesia memiliki 92 pulau terluar berbatasan langsung dengan sepuluh negara. Untuk dilakukan pendaftaran secara internasional yang menjadi milik bangsa Indonesia. Dengan pengakuan internasional tersebut tidak ada lagi negara lain seperti Malaysia dapat mengklaim pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia sebagai milik mereka. 4. Pemerintah Indonesia perlu secara proaktif menyikapi persoalan-persoalan yang muncul pada masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan. Sebab sudah banyak program yang telah direncanakan baik pemerintah pusat maupun daerah untuk keperluan masyarakat daerah perbatasan. Tetapi belum dilaksanakan secara maksimal karena terbatas dan terkendala pada pembiayaan/anggaran. Sementara masyarakat di daerah tetangga perbatasan pembangunan sudah maju. Daftar Pustaka

Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media. Bandung. Remaja Rosdakarya. Tankarel Jr, Werner J. Senerin. 2007. Teori Komunikasi. Kencana Prenada Media Group. Harian Analisa, terbitan tanggal 1 s/d 30 September 2009. Harian Waspada, terbitan tanggal 1 s/d 30 September 2009. Lain-lain : http://www.suarapembaruan.com/News/2007/03/05/Nasional/030307am.gif http://www.umpo.ac.id/userfiles/image/reog24.jpg http://indonesiaberprestasi.web.id/wp-content/uploads/2009/08/tari-pendet.jpg http://matanews.com/wp-content/uploads/batik1.jpg http://beta.tnial.mil.id/cakra/images/ambalat.jpg http://beritadaerah.com/UserFiles/Image/travel/batik/batik3.jpg http://wiryanto.files.wordpress.com/2008/05/reog.jpg http://www.primaironline.com/images_content/2009824tari%20pendet.jpg
http://prabowosubianto.info/v2/wp-content/uploads/2009/06/ambalat.jpg

PERAN MEDIA DALAM PEMBENTUKAN OPINI MASYARAKAT DI WILAYAH PERBATASAN MENGENAI JATI DIRI BANGSA INDONESIA9 Oleh : Amiruddin Z. Abstrak
9

Telah dipresentasikan pada acara seminar hasil penelitian tanggal 3 Desember 2009 di BBPPKI Medan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran media dalam pembentukan opini masyarakat di wilayah perbatasan mengenai jati diri Bangsa Indonesia. Lokasi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah wilayah perbatasan yang menjadi wilayah kerja Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Medan. Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu mewawancarai terhadap informan dari berbagai kalangan yang dianggap relevan, metode yang digunakan deskritif analisis. Dari hasil temuan terungkap bahwa wilayah perbatasan masih merupakan daerah tertinggal dari berbagai aspek, termasuk tentang keberadaan dan peran dari media nasional. Sementara dikarenakan media Malaysia lebih jelas dan mudah. Sehingga masyarakat lebih memilih penggunaan media (TV, Radio) dari negara tetangga Malaysia tersebut. Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa jati diri masyarakat di wilayah perbatasan tidaklah luntur, namun wawasan kebangsaan mereka dapat dikatakan menurun, hal tersebut tentu suatu kewajaran disebabkan minimnya mendapatkan penjelasan dan informasi dari tayangan / siaran media nasional. Kata Kunci : Peran media masyarakat wilayah perbatasan, jati diri.

The purpose of this study is to describe the role of media in shaping public opinion in the border region about the identity of the Indonesian nation. Locations sampled in this study is a border region that became the working area of Research and Development Center for Communications and Information Technology Field. This research is qualitative interviewing informants from various groups that are considered relevant, the methods used descriptive analysis. From the findings revealed that the border region are still disadvantaged areas from various aspects, including the existence and role of the national media. While the media is because Malaysia is more clear and easy. So that people would prefer the use of media (TV, Radio) from the neighboring country of Malaysia. The present study also concluded that the identity of the community in the border region is not run, but the insights of their nationality can be said to decline, it is certainly a lack of fairness due to get an explanation and information from the impressions / national media broadcasts. Key words: Role of media frontier society, identity. Latar Belakang Masalah Hidup ini dikendalikan media massa, kehadiran/keberadaan media massa di suatu lokasi/tempat adalah sangat penting. Dengan keberadaan media massa dapat meningkatkan peradaban masyarakat di lokasi/ tempat tersebut. Masyarakat memperoleh berbagai informasi sekaligus mempengaruhi sikap atau membentuk cara pandang. Penyebaran informasi adalah usaha komunitas melalui saluran komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. Saluran komunikasi ini dapat dianggap sebagai penerus atau saluran pesan yang berasal dari sumber informasi kepada sasaran komunikasi ( Rogres, 1978 :16 ) Peran media di dalam penyampaian informasi diungkapkan seorang penulis ternama Alfin Tofler bahwa peradaban manusia dimasa ini telah memasuki era baru yang disebut The Third Wave dikatakan bahwa fungsi informasi menjadi jauh lebih penting daripada era sebelumnya. Dapat dipahami pengaruh informasi yang disampaikan melalui media sangat berperan dalam pembentukan opini masyarakat. Jhon Naisbit mengungkapkan bahwa ada sepuluh pertanda zaman yang kini merubah hidup dan kehidupan masyarakat Amerika, dari kesepuluh pertanda zaman tersebut yang pertama kali adalah information society atau masyarakat informasi.

Carter (1973) menganggap komunikasi sebagai satu tingkah laku. Menurut beliau apabila seseorang berkomunikasi dia berusaha untuk mencari informasi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya supaya dia mempunyai satu gambaran yang lebih tepat tentang keadaan yang dihadapinya . Chaffe (1980) dalam Rahmat (1985 : 215-217) mengemukakan tiga pendekatan untuk melihat efek media massa : Pertama Kedua Ketiga : Pendekatan yang berkaitan dengan media massa : Pendekatan dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada khalayak seperti penerima informasi, perubahan perasaan atau sikap dan perubahan perilaku (perubahan kognisi, efeksi, bihavioral) : Meninjau suatu observasi yang dikenal efek media massa.

Pendekatan tersebut menurut Gonzales (1978: dalam Jahi, 1988 :17) disebut tiga dimensi efek komunikasi massa itu : Efek Kognitif yang meliputi peningkatan kesadaran belajar dan tambahan pengetahuan Efek Afektif yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap. Efek Konatif erat hubungannya denga niat dan kecenderungan dan berperilaku menurut cara tertentu Adanya asumsi bahwa masyarakat pada wilayah perbatasan menggunakan media luar negeri, lebih mengenal negara tetangga, dengan demikian dikhawatirkan akan mengalami kelunturan jati diri sebagai bangsa Indonesia, oleh karenanya dipandang perlu penelitian ini. Permasalahan Berdasarkan Uraian diatas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana Peran Media dalam pembentukan opini masyarakat mengenai jati diri Bangsa Indonesia di wilayah perbatasan ? Tujuan Penelitian Untuk mengetahui peran media dalam pembentukan opini masyarakat mengenai jati diri Bangsa Indonesia di wilayah perbatasan. Pembatasan Masalah. Masyarakat yang menjadi objek penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di wilayah perbatasan yang berada dalam cakupan wilayah kerja BBPPKI Medan. Namun karena faktor keterbatasan dana, waktu dan tenaga, maka dibatasi yaitu hanya wilayah, Provinsi Sumatera Utara yaitu : Kabupaten Batubara, Provinsi Riau yaitu : Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Kepri adalah : Kabupaten Bintan dan Kabupaten Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kalimantan Timur adalah : Kabupaten Malinao dan Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Barat adalah : Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sambas, dan Kabupaten Bengkayang. Objek penelitian ini adalah Media yang beredar di wilayah perbatasan dalam cakupan kerja BBPPKI Medan, meliputi media elektronik, dan media cetak . Kajian Teoritis 1. Media Dalam Pembentukan Opini a. Peran Media

Peran media massa dalam kehidupan sosial menurut beberapa literatur tidak diragukan lagi, walaupun kerap dipandang secara berbeda-beda. Namun tidak ada yang menyangkal atas peran media massa yang signifikan dalam masyarakat moderen. MC.Quail dalam bukunya Mass Communication Theories (2000:66) menerangkan opini publik terhadap peran Media Massa. Pertama. Melihat Media Massa sebagai Window On Events And Experience atau khalayak memandang apa yang terjadi di luar sana. Kedua. Media Massa dianggap A miror Of event In Society And The Word Impleying A Faith Full Relection atau cermin dari berbagai peristiwa yang ada. Dikatakan beliau media massa merupakan sumber ketahanan atau alat kontrol, menagemen dan motivasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kata atau sumber daya lainnya. Dari beberapa Pengkajian maupun tulisan dinyatakan bahwa hampir semua tempat, media massa diharapkan ikut mengembangkan kepentingan nasional dan menunjang nilai nilai utama pola perilaku tertentu karena sesungguhnya media massa itu sendiri berfungsi sebagai pemberi informasi, pendidik, hiburan dan kontrol sosial b. Pengertian Opini dan Opini Publik William Albiq dalam bukunya Modern Public Opinion yang dikutip oleh Meinanda (1980 : 29 ) mengemukakan bahwa Opini adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan. Opini merupakan Expressed statement yang biasa diucapkan dengan kata kata. Isyarat, atau cara lain yang mengandung arti dan dapat dipahami maksudnya. Hal ini berarti opini harus dinyatakan. Subyek dari suatu opini biasanya masalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang mempunyai rasa ragu ragu tentang sesuatu, yang lain dari kebiasan, ketidakcocokan, dan adanya perubahan penilaian. Unsur unsur ini mendorong orang untuk saling mempertentangkannya ( Albiq dalam Sunarjo, 1984 :31) Dengan demikian pengertian opini atau pendapat mempunyai dua unsur yaitu : 1) Adanya pernyataan 2) Mengenai masalah yang bertentangan. Opini atau pendapat itu dapat dinyatakan melalui media massa seperti Televisi, Radio, maupun Suratkabar atau Majalah. Opini ini dikemukakan oleh berbagai kalangan dari berbagai kalangan. Karena itu opini mempunyai ciri ciri : 1) Selalu diketahui dari pernyataan pernyataan. 2) Merupakan sinthesa atau kesatuan dari banyak pendapat. 3) Mempunyai pendukung dalam jumlah besar. Selanjutnya pengertian publik menurut Soekamto dalam Sunarjo (1984 :19) adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui media komunikasi misalnya pembicaraan secara pribadi, desas desus, melalui media komunikasi massa misalnya surat kabar, radio, televisi dan sebagainya. Publik menaruh minat pada persoalan atau kepentingan yang sama, mereka terlibat dalam suatu pertukaran pemikiran untuk mencari penyelesaian atau kepuasan atas persoalan itu ( Hartono dalam Rousydy,

1985 :314 ). Menurut Schramm dalam Sunarjo dan Sunarjo ( 1981 : 2) yang menyebabkan timbulnya publik adalah : 1) Sebagai respons terhadap suatu masalah. 2) Adanya perhatian dan minat terhadap sesuatu hal yang umum sifatnya dan menyangkut kepentingan umum pula. Secara singkat Blumer dalam Sastropoetro (1990 : 108 ) mengemukakan ciri ciri publik sebagai berikut : 1) Dikonfrontasi / dihadapkan kepada sesuatu issu. 2) Terlihat dalam diskusi mengenai issu tersebut. 3) Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatasi issu. Dari kata opini dan publik timbullah istilah yaitu opini publik. Para ahli mengemukakan berbagai rumusan atau definisi tentang opini publik, yang berbeda satu sama lain. Menurut Childs (1965 ) hal ini terjadi karena adanya perbedaan interest (titik perhatian) dalam mengkaji opini publik tersebut. Misalnya ilmuan politik membatasi untuk kajian politik, kemudian pihak pihak lain menitikberatkan pada cara pembentukan pendapat atau tentang kualitas dari pendapat pendapat yang dinyatakan, pengaruh pengaruhnya dan sebagainya (Sastroepoetro, 1990 :117 ) Cutlip dan Center dalam Sastroepoetro (1990 :117 ) bahwa istilah opini publik sangat licin, sukar untuk diwajibkan, sulit pula untuk didefinisikan, sulit untuk diukur dan tidak mungkin untuk dilihat. Namun kekuatannya yang meresap sangat mudah dirasakan. Meskipun demikian, dari sejumlah teori yang ada, Peneliti mencoba mengutip beberapa teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Cutlip dan Center (1961) dalam bukunya Effective Public Relations yang dikutip oleh Sastroepoetro (1990 : 71 ) menyatakan bahwa : Opini Is The Sum Of Accumulated Individual Opinion On And Issue In Public Debates And Effecting A Group Of People . Artinya Opini publik adalah jumlah akumulasi pendapat individual tentang suatu issu dalam pembicaraan secara terbuka dan pengaruh terhadap sekelompok orang. Dengan demikian opini publik terbentuk melalui suatu kegiatan yang berupa debat, pembicaraan, atau pertukaran pikiran antara individu individu yang berada dalam suatu kelompok. Sedangkan Iris dan Protho (1965) dalam bukunya : The Politics Of Opini adalah The Ekspression Of Attitude On A Social Issue . Lebih lanjut Irish dan Protho dalam Susanto (1985 :90) menyatakan : suatu pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat atau opini publik. Sebab menurut mereka sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum mengalami proses komunikasi, melainkan masih merupakan suatu proses dalam diri manusia, masih merupakan sikap. Disamping itu, diperlukan pula adanya issu atau masalah agar sesuatu itu dapat dinilai sebagai opini publik. Suatu pendapat akan menjadi issu apabila mengandung unsur kemungkinan pro dan kontra. Suatu issu akan menjadi issu sosial apabila ia menyebabkan orang lain akan membentuk pendapatnya dan menyatakan ataupun memberikan tanggapannya atas persoalannya yang dibahas oleh pendapat semula (Irish dan Protho, dikutip oleh Susanto, 1985 : 92 ) Dengan demikian, opini publik merupakan pendapat yang ditimbulkan oleh adanya unsur unsur sebagai berikut :

1. Adanya masalah atau situasi yang bersifat kontroversial yang menimbulkan kontra. 2. Adanya publik yang terikat kepada masalah tersebut dan berusaha memberikan pendapatnya 2. Wilayah Perbatasan Indonesia bila dilihat dari sisi geografis adalah merupakan negara besar di Asia Tenggara. Keberadaan Negara Indonesia terletak diantara 6 0 Linta Utara, 11 0 Lintang Selatan dan diatas 95 0 Bujur Timur, dan 141 0 Bujur Barat, berada diantara Benua Asia-Australia dan diantara Samudra Hindia-Pasifik. Indonesia adalah merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau. Dalam Draft Rancangan Pembangunan Nasional Jangka Panjang (20042009) pada Bab 24 tentang pengurangan ketimpangan Pembangunan Daerah dijelaskan bahwa wilayah Perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang. Perhatian berbagai pihak terhadap pembangunan di kawasan perbatasan pada beberapa tahun terakhir ini semakin besar. Indonesia disamping memiliki potensi wilayah yang strategis bagi pertahanan dan keamanan negara, namun di beberapa wilayah perbatasan terjadi kesenjangan pembangunan yang cukup besar dengan negara tetangga yang dikhawatirkan dalam jangka panjang akan menimbulkan kerawanan. Untuk wilayah perbatasan (khususnya perbatasan darat) disamping masih rendahnya dana pembangunan, penyebab utama ketinggalan adalah akibat dari arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi in word looking sehingga seolah olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan kita. Sementara itu, pulau pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah seperti, Sekolah, Puskesmas, dan lain lain. Selanjutnya disebutkan program pengembangan wilayah perbatasan ditujukan untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional, meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta potensi lokasi perbatasan. Dan menjadikan wilayah perbatasan sebagai halaman depan negara sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara negara RI dengan negara tetangga dan antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara tetangga. Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah : 1. Fasilitasi pemerintah daerah untuk mengembangkan wilayah perbatasan antara negara sehingga wilayah perbatasan menjadi beranda depan negara, baik kondisi fisik maupun kehidupan masyarakatnya tidak sangat jauh berbeda dengan yang ada di negara tetangga. 2. Deklarasi serta penetapan garis perbatasan antara negara dengan tanda tanda batas yang jelas 3. Pengamanan wilayah perbatasan dari kegiatan illegal dan fasilitas pergerakan barang dan orang secara sah dan mudah. 4. Pengembangan wilayah perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam lokal melalui pengembangan sektor sektor unggulan.

5. Peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan. 6. Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat. 7. Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat, serta 8. Penegakan supermasi hukum serta aturan perundang undangan terhadap setiap pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan. Mengingat bentuk geografis Indonesia, yaitu sebagai negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya terdiri dari lautan dan diantara pulau pulaunya ada yang memberikan cukup ruang dan kedalam bagi penyusunan perlawanan. Tidak terkecuali melalui pemberitaan media massa (keberadaan media asing) dapat membuat kedangkalan rasa kecintaan terhadap tanah air Indonesia, menipisnya rasa kebangsaan dan hilangnya jati diri bangsa Indonesia. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, metode yang hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi ( Rakhmat, 1997 : 34). Penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan gejala, atau kelompok tertentu. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu 1. Lokasi Penelitian Dengan berbagai pertimbangan dan pengkajian secara intern BBPPKI Medan ditetapkan lokasi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu : Untuk Provinsi Sumatera Utara yaitu : Kabupaten Batubara. Untuk Provinsi Riau yaitu : Kabupaten Rokan Hilir Untuk Provinsi Kepri adalah : Kabupaten Bintan dan Kabupaten Tanjung Balai Karimun Untuk Provinsi Kalimantan Timur adalah : Kabupaten Malinao dan Kabupaten Nunukan Untuk Provinsi Kalimantan Barat adalah : Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sambas, dan Kabupaten Bengkayang, lokasi tersebut dinilai dapat mewakili setiap provinsi Sementara Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi NAD yang juga merupakan wilayah kerja BBPPKI Medan, namun tidak diikutsertakan pada penelitian ini. 2. Informan Yang Diwawancarai 1. Humas Setda Kab/Kota/Kabid Informasi Dinas Perhubungan 2. DPRD Kab/Ko ( yang membidangi informasi) 3. Dinas Pendidikan / Tokoh Pendidikan 4. Tokoh Adat / Budayawan 5. Organisasi Pers 6. Organisasi Radio 7. Organisasi Televisi 8. Organisasi KNPI Setempat/Tokoh Pemuda 9. Tokoh Organisasi Masyarakat 10. Tokoh Agama

11. 3.

KPID

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan dan studi dokumen. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melalui wawancara mendalam (in-depth interview) sesuai pedoman wawancara yang disusun berdasarkan permasalahan dan tujuan yang akan dicari dalam penelitian. Untuk lebih mendalami secara akurat dalam pengumpulan data ini juga dilakukan melalui teknik snowball (bola salju). Prosedur dan mekanisme melalui penerapan dengan metoda atau teknik snowball ini dilakukan secara berantai, makin lama informan semakin besar seperti halnya bola salju. Pada tingkatan operasional, pengumpulan data kepada para key informan ini dicari yang relevan untuk di interview, dan selanjutnya diminta untuk menyebutkan nara sumber lainnya dengan spesifikasi/spesialisasi yang sama, yang biasanya saling mengenal karena mereka satu spesialisasi (Darmadi D, dkk:1998;34, Kristi Poerwandari:2001;61) Pengumpulan data melalui metoda ini dilakukan dengan pertama, menentukan nara sumber yang pertama kali di wawancarai, kemudian kedua meminta kepada nara sumber pertama itu untuk menyebutkan key informan yang berikut dan seterusnya sehingga data yang diperoleh semakin kaya untuk kepentingan analisisnya. Wawancara dianggap cukup dan bisa diakhiri ketika pemberi informan terkahir memberikan jawaban yang sama dan tidak menyimpang dari nara sumber informasi sebelumnya Teknik Analisis Data Data primer dan skunder yang telah diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam, catatan lapangan, kliping media cetak, buku laporan, buku-buku pedoman dan peraturan, kepustakaan dan sebagainya dikumpulkan dan ditelaah serta dikaitkan dengan permasalahan dan tujuan penelitian Data yang telah dirangkum berdasarkan permasalahan yang ingin diperoleh jawabannya, kemudian dipelajari dan dianalisis secara mendalam berdasarkan alur pemikiran dan sistematika penulisan.

4.

Pembahasan Hasil Penelitian 1. Aspek Geografis. Indonesia bila dilihat dari sisi geografis adalah merupakan negara besar di Asia Tenggara. Keberadaan negara Indonesia terletak diantara 6 0 Lintang Utara, 110 Lintang Selatan dan diatas 95 0 Bujur Timur, 141 0 Bujur Barat, berada diantara benua Asia-Australia dan diantara Samudra Hindia-Pasifik. Indonesia adalah merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau. Wilayah perbatasan antar Negara mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Karena posisinya yang langsung berbatasan dan berhadapan dengan Negara tetangga yang saat ini lebih maju dan dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, apabila dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakat setempat antara yang tinggal di wilayah Indonesia dan Negara tetangga. Dari pengalaman lepasnya Timor Timur dan Pulau Sipadan dan Ligitan, maka sudah waktunya lebih memperhatikan kondisi wilayah perbatasan antara Negara untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pembangunan wilayah perbatasan antar Negara

merupakan bagian dari upaya perujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan ideologi, ekonomi, otonomi, sosial budaya dan hankam. Secara umum wilayah perbatasan masih merupakan wilayah rertinggal dengan sarana dan prasaran sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas akibat dari kebijakan pendekatan pembangunan di wilayah tersebut selama ini lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan (security approach) dari pada pendekatan kesejahteraan ( prosperty approach). Dampak dari pendekatan seperti itulah yang mengakibatkan wilayah perbatasan ini menjadi daerah yang tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan dan pusat pelayanan pemerintah lainnya yang menyebabkan masayarakatnya menjadi relative miskin dan tertinggal . sehingga secara ekonomi, masyarakat di wilayah ini lebih berorientasi kepada negara tetangga Malaysia, yang telah membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di sepanjang koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan bagi masyarakatnya. Dari aspek politik dan sosial budaya, masyarakat di wilayah inipun lebih cenderung berorientasi pada Negara tetangga karena rendahnya akses informasi dan komunikasi yang mereka peroleh sehari-hari, sehingga dikhawatirkan akan melunturkan nilai-nilai jati diri kebangsaan sebagai warga NKRI Dalam draft Rancangan Pembangunan Nasional Jangka Panjang (20042009) pada Bab 24 tentang Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Daerah dijelaskan bahwa wilayah perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang, perhatian berbagai pihak terhadap pembangunan dikawasan perbatasan pada beberapa tahun terakhir ini semakin besar. Disamping memiliki potensi wilayah yang strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun di beberapa wilayah perbatasan terjadi kesenjangan pembangunan yang cukup besar dengan negara tetangga yang dikhawatirkan dalam jangka panjang akan menimbulkan kerawanan. Untuk wilayah perbatasan (khususnya perbatasan darat) disamping masih rendahnya dana pembangunan, penyebab utama ketertinggalan adalah akibat dari arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan kita. Sementara itu, pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah sepertisekolah, puskesmas, dan lain-lain. Secara umum wilayah perbatasan dipandang dari aspek informasi dan komunikasi. Selama ini lebih mengenai pemerintah dan kebijakan negeri tetangga, sebagaimana terjadi di Kalimantan Barat. Kata Drs. Wikaya Kusuma, MA, peneliti senior di Univ.Tanjungpura Pontianak (Asa di Tapal Batas) Tabloit Dep.Kominfo Edisi Desember 2006. Direktur Wilayah Administrasi dan Perbatasan, Ditjen Pemerintahan Umum, Dep.Dalam Negeri, Kartiko Purnomo, SH, MPA, mengatakan masih banyak batas wilayah negara yang belum beres, terutama wilayah perairan Indonesia dengan negara-negara perbatasan. Sedangkan pembangunan perbatasan sudah beres sebanyak 72 Pos Lintas Batas (PLB), mercusuar dan pilar-pilar dikepulauan terluar diperbatasan negara, menelan biaya ratusan milyar rupiah untuk menghindari pencaplokan wilayah kesatuan Indonesia sebagaimana Pulau Ligitan dan Sepadan yang kini milik Malysia dan Pulau Pasir masuk wilayah Australia. Meski perbatasan dengan

Malaysia, Singapura, Papua Nugini dan Australia titik-titik koordinat sudah selesai, namun masih dilakukan pemasangan mercusuar untuk diwilayah perbatasan perairan (laut) dan pembangunan PLB yang juga diharapkan dapat mendongkrak makro ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan. Yang belum beres untuk wilayah perairan dengan Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, Timor Leste. Untuk Timor Leste kini masih terus dilakukan negosiasi dan diplomasi daerah Kupang yang masih tarik ulur, Katanya. Banyak batas wilayah titik koordinat diperairan dengan negara-negara tetangga ini perlu mendapat perhatian kita bersama, Disinilah Patriotisme Kebangsaan kita diuji, Dep. Dalam Negeri terus bekerja keras, begitu juga Dep. Luar Negeri berupaya meningkatkan lobby-lobby untuk menyelamatkan wilayah Indonesia . Diminta terhadap masyarakat Indonesia agar mendukung dan tidak boleh lagi lemah apa yang telah dilakukan oleh Malayasi dengan mengambil kedua pulau Indonesia. Begitu juga dengan pulau Pasir yang menjadi milik Australia, kasari sajalah, bila perlu serang saja negara yang mencaplok wilayah kita, ujar Kartiko menceritakan kegeramannya di berbagai forum dalam mengurus penyelesaian perbatasan negara yang dianggap remeh Malaysia dan Australia, yang turut campur tangan dalam penyelesaian perbatasan Indonesia Papua Nugini. Kita tidak takut lagi kehilangan pulau, karena 4.981 pulau telah dilaporkan ke Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun 2002, tentang daftar koordinat geografis titik-titik dasar pangkal kepulauan Indonesia . Jangan khawatir akan kehilangan pulau-pulau terdepan dan terluar, justru sebaliknya yang di khawatirkan kita tidak dapat mengelolanya. Mencegah pencaplokan pulau-pulau terluar, pemerintah telah memasang prasasti, sehingga tidak gampang negara mengklaim pulau itu miliknya. Tapi efektifision dan efektifprinsipil juga harus diperhatikan. Kalau kita lalai mengelolanya bisa terulang kembali kasus Ligitan dan Sipadan, terhadap Malaysia, dimana selalu terjadi tumpang tindih perbatasan wilayah meski telah disepakati bersama. Mencermati geografis Indonesia teridiri dari Kepulauan dan berhubungan dengan wilayah perbatasan yang banyak. Dikaitkan dengan Wilayah Kerja Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Medan mencakup 7 Provinsi juga memiliki wilayah perbatasan dituntut kesiapan dari berbagai aspek untuk dapat memiliki peta kewilayahan dan perbatasan 2. Aspek Media Sesuai dengan fungsi komunikasi secara umum dapat dikategorikan menjadi : 1. Memberi tahu (To Inform) 2. Mendidik (To Educate) 3. Membujuk (To Persuade) 4. Menghibur (To Entertaint) Dampak dari keberadaan media komunikasi informasi ditengah-tengah masyarakat/lingkungan adalah dapat membawa kedinamisan dan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan dan sektor lapangan kerja dari masyarakat lingkungan/daerah tersebut. Karena media komunikasi informasi dimaksud dapat menyentuh dan mempengaruhi pengetahuan dan cara pandang serta bertingkah laku, walaupun tidak seketika terhadap kehidupan masyarakat di daerah/wilayah dimaksud.

Tidaklah berlebihan atau yang diungkapkan oleh Takaji Miyoshi yang mensejajarkan informasi dengan energi dan pangan. Hal ini dapat dicermati bahwa kebutuhan informasi disuatu daerah/wilayah menunjukkan tentang peran dan fungsi dari media tersebut membawa dampak terhadap kemajuan sesuatu daerah. Semakin maju suatu daerah/wilayah semakin berperan dan berfungsi media komunikasi informasi, atau dengan kata lain maju dan terbelakangnya suatu daerah/wilayah dapat ditandai dengan keberadaan media komunikasi informasi di daerah/wilayah tersebut. Temuan dari dampak media pada daerah lokasi penelitian ini membuktikan bahwa pada daerah yang dijadikan penelitian di wilayah perbatasan, terutama pada bagian pedalaman, belum optimal mendapat siaran/tayangan dari media Indonesia, malah pada lokasi pedalaman di wilayah perbatasan, masyarakat/penduduk Indonesia lebih dominant menggunakan media (TV/RADIO) siaran/tayangan luar negeri (Malaysia). Sungguhpun pada prinsipnya bagi masyarakat bahwa siaran/tayangan dan bahasan yang digunakan oleh media luar negeri tersebut tidaklah lebih baik dan menarik dibandingkan dengan siaran/tayangan oleh media Indonesia. Namun disisi lain, media luar negeri lebih unggul dalam hal daya jangkauannyalebih luas dan mudah diakses tanpa menggunakan parabola/antenapun dapat terlihat jelas, berbeda dengan media Indonesia yang harus menggunakan parabola/antenna, juga tidak sejelas/terang dari media Malaysia. Penduduk di pedalaman wilayah perbatasan dari sisi ekonomi sangat memprihatinkan, malah ada diantara mereka yang terpaksa berpindah-pindah guna mendapatkan lahan pertanian yang bakal digarap dijadikan lahan pertanian. Kondisi ini tentu lebih tidak memungkinkan dapat menerima siaran/tayangan dari media Indonesia 3. Wawasan Kebangsaan Dan Jati Diri Bangsa. Wawasan Kebangsaan Wawasasan kebangsaan sangat penting dihayati untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke depan. Minimnya rasa nasionalisme terhadap bangsa, bisa memecah kesatuan dan persatuan bangsa yang sudah puluhan tahun terikat. Suatu bangsa yang tidak mempedulikan akan arti pentingnya wawasan kebangsaan bisa hancur. Terlepas dari berbagaai penyebab dan factor terjadinya kurangnya nasionalisme seperti karena krisis ekonomi dan politik, bangsa Indonesia harus benar-benar kembali akan pentingnya wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan itu harus dinomorsatukan dari keutuhan Negara Indonesia. Jati Diri Bangsa Indonesia Jati diri bangsa Indonesia dibentuk oleh 4 (empat) Konsepsus dasar yaitu : 1. Pancasila 2. UUD-1945 3. NKRI 4. Bhineka Tunggal Ika Empat sumber dasar inilah yang membentuk sikap kita dalam melihat, memandang diri kita sendiri, memandang bangsa lain. Konsep dasar ini pulalah yang menyatukan kebhinekaan tunggal ika kita. Dari jawaban hasil wawancara mendalam terhadap informan pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa wawasan kebangsaan dan jati diri bangsa

Indonesia oelh masyarakat di wilayah perbatasan masih rendah, namun tidaklah luntur atau mengingkari/menolak dari empat konsepsus dasar tersebut. Bagi masyarakat pedalaman di wilayah perbatasan tidaklah menampilkan ke-empat konsepsus dasar jati diri tersebut, yang paling mendasar bagi masyarakat pedalaman di wilayah perbatasan adalah persoalan ekonomi, infrastruktur yang belum tertata, sarana pendidikan, kesehatan yang masih terbelakang, transportasi dan listrik sangat terbatas. Kesemua sarana yang ketertinggalan tersebut bisa terpenuhi, jati diri bangsa Indonesia bagi masyarakat pedalaman di wilayah perbatasan tidaklah perlu diragukan. Di sisi lain adalah SDM, peningkatan pendidikan menjadi prioritas utama. Keterbelakangan SDM bagi masyarakat pedalaman di wilayah perbatasan membuat peranan media tidak banyak artinya karena media lebih difungsikan hanya bertujuan sebagai hiburan. Berkaitan dengan peran media nasional belum berfungsi optimal. Karena jangkauan media nasional kalah bersaing dibanding dengan jangkauan oleh media Negara tetangga (Malaysia), yang dapat diterima tanpa menggunakan antena parabola. Kesimpulan 1. Dari hasil penelitian, terutama berupa wawancara mendalam (Depth Interview) terhadap informan yang dijadikan pada penelitian Peran Media Dalam Pembentukan Opini Masyarakat di Wilayah Perbatasan Mengenai Jati Diri Bangsa Indonesia , terungkap bahwa wilayah perbatasan masih merupakan wilayah tertinggal dengan saran dan prasarana sosial, ekonomi yang masih sangat terbatas. Wilayah perbatasan menjadi menjadi daerah yang belum tersentuh oleh dinamika pembangunan dan pusat-pusat pelayanan pemerintah lainnya yang menyebabkan masyarakat menjadi relatif miskin dan tertinggal, sehingga secara ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan ini lebih berorientasi kepada negara tetangga Malaysia yang terus membangun ousat-pusat pertumbuhan ekonomi disepanjang koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang lebih memberikan keuntungan bagi masyarakatnya. Dari aspek politk dan sosial budaya, masyarakat di wilayah perbatasan lebih cenderung berorientasi pada negara tetangga, karena rendahnya akses informasi dan komunikasi yang mereka peroleh sehari-hari, sehingga dikhawatirkan nilai-nilai kebangsaan sebagai NKRI. 2. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa keberadaan media (terutama TV dan Radio) di wilayah perbatasan khususnya di Pulau Kalimantan didapatkan selain siaran dan tayangan nasional, juga peran dan keberadaan media TV dan Radio negara tetangga (Malaysia) lebih eksis, lebih jelas dibandingkan dengan siaran/tayangan nasional. Sehingga dilokasi tertentu yaitu pada bagian pedalaman wilayah perbatasan peran dan keberadaan media luar negeri tersebut lebih dominan, hal ini terkait dengan faktor ekonomi masyarakat karena bagi masyarakat yang ekonomi lemah, tidaklah dapat membeli seperangkat alat yang digunakan agar bisa mendapatkan siaran nasional, dengan demikian masyarakat tersebut menyerap tayangan/siaran dari negara tetangga (Malaysia) 3. Tentang jati diri bangsa Indonesia bagi masyarakat wilayah perbatasan, berdasarkan jawaban dari berbagai kalangan dari informan yang dijadikan dalam penelitian ini mengemukakan bahwa jati diri masyarakat di wilayah perbatasan tidaklah luntur, tetapi wawasan mereka dapat dikatakan menurun, tentu suatu kewajaran disebabkan minimnya mendapatkan penjelasan dan informasi nasional yang akhirnya mereka bisa jadi lebih mengenal struktur negara tetangga tersebut dari pada negaranya sendiri.

4. Hasil wawancaradengan berbagai informan dalam penelitian ini, banyak mengangkat agar peran pemerintah lebih serius dan optimal memajukan wilayah perbatasan dan kesinergian pemerintah pusat, pemda, dan pemerintah setempat, dalam penataan wilayah perbatasan. Demikian juga dengan penataan media komunikasi informasi dibutuhkan kesinkronisasian dengan perangkat lainnya dan aparatur perangkat di lokasi. 5. Keberadaan siaran/tayangan dari media nasional ditengah-tengah masyarakat pada wilayah perbatasan, sangat diperlukan dalam hal pembentukan jati diri bangsa Indonesia, oleh karenanya media nasional harus lebih eksis, sehingga masyarakat wilayah perbatasan lebih menggunakan media nasional tersebut dan bila perlu pemerintah dapat memblok siaran luar negeri Saran Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian Peran Media Dalam Pemberitaan Opini Masyarakat Di Wilayah Perbatasan Mengenai Jati Diri Bangsa Indonesia . Diharapkan kesinergian Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah guna penataan infrastruktur pembangunan di wilayah perbatasan. Karena keberadaan dan pengguna media informasi sangat tergantung terhadap maju dan tidaknya serta SDMnya dari suatu daerah/wilayah tersebut. Demikian pula penataan dari media informasi tidak terlepas dan senantiasa mempunyai ketertarikan dari keberadaan dan kesiapan sarana dan prasarana lainnya. Persoalan yang paling mendesak bagi masyarakat Indonesia yang berdomisili di pedalaman wilayah perbatasan adalah masalah ekonomi, dari persoalan ekonomi ini berdampak menurunnya wawasan kebangsaan, oleh karenanya pemerintah harus memprioritaskan pembangunan ekonomi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan terbina peningkatan wawasan kebangsaan dan terpeliharanya jati diri bangsa Indonesia, disebabkan masyarakat dapat mengakses media nasional. Daftar Pustaka Akhadiah, Sabarti. 1986. Pendidikan Kewiraan Universitas Terbuka. Jakarta. Badan Perencanaan pembangunan Nasional. 2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Jakarta. Sandjaja, S.Djuassa. 1994. Teori Komunikasi Universitas Terbuka. Jakarta. Depkominfo. Mei, 2006. Tabloid Komunika, Membedah Potensi Negara Kepulauan. Depkominfo. Desember, 2006. Tabloid Komunika, Asa Di Tapal Batas. Khollil, Syukur. 2006. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung. Cita Pustaka Media. Lembaga Informasi Nasional. 2003. Jakarta UU No.32 tahun 2002 Tentang Penyiaran. Lubis, Suwardi. 1988. Metodologi Penelitian Komunikasi. Medan. USU. Nasution, Zulkarnain. 1996. Komunikasi Pembangunan. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada. Per. Men. Komunikasi Dan Informatika No.22/Per/M.Kominfo/6/2008 tentang Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pengkajian Dan Pengembangan Komunikasi Dan Informatika Rakhmat, Jalaluddin. 1986. Sosiologi Komunikasi Massa. Bandung. Remaja Karya.

PENGETAHUAN MASYARAKAT KOTA MAKASSAR TERHADAP INFORMASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG EKONOMI MELALUI MEDIA MASSA Oleh : Rukman Pala

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat pengetahuan masyarakat tentang informasi kebijakan pemerintah dibidang ekonomi melalui media massa, apakah keberadaan media massa mampu memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, termasuk mengetahui kebijakan pemerintah. Adapun metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan pendekatan kuantitatif. Dari 269 responden dengan 12 kategori kebijakan pemerintah dibidang ekonomi, sebanyak 9 kategori yang diketahui oleh responden dengan presentase diatas 50%, sedang mengenai sikap responden terhadap 12 kategori kebijakan pemerintah tersebut ini sangat bervariasi beberapa kategori tertentu responden setuju dan kurang setuju, tetapi responden yang sangat setuju dan tidak setuju relative sedikit jumlahnya. Kata Kunci : Pengetahuan Masyarakat, Informasi Pemerintah Kebijakan Ekonomi, Media Massa This study aimed to describe the level of public knowledge about government policies in the economic information through mass media, whether the existence of the mass media can fulfill people's right to know, including knowing the government's policy. The method used in this research is survey with quantitative approach. Of the 269 respondents with 12 categories of government policy in the economic field, as many as nine categories that are known by the respondents with percentages above 50%, was about the attitude of respondents to the 12 categories of such government policy is highly variable number of certain categories of the respondents agree and disagree, but most respondents agreed and disagreed with relatively few in number. Keywords: Knowledge Society, Economic Policy Government Information, Mass Media Latar Belakang Masalah Sebelum memasuki era reformasi informasi kebijakan pemerintah tidak menjadi suatu persoalan untuk disosialisasikan kepada masyarakat karena instansi penerangan sebagai petugas operasional penyebar informasi kebijakan pemerintah. Setelah reformasi digulirkan petugas operasional penyebar informasi (jupen) hilang dengan sendirinya sehingga kemacetan informasi kebijakan pemerintah dirasakan oleh masyarakat, namun perkembangannya bahwa media massa menjadi tumpuan masyarakat untuk mendapatkan informasi kebijakan pemerintah. Media massa merupakan proses penyampaian pesan kepada khalayak banyak (publik). Media massa sebagai suatu lembaga menyebarluaskan pesan-pesan yang bertujuan untuk mempengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat. Informasi tersebut dihadirkan secara serentak kepada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media massa menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat dalam masyarakat. Dalam komunikasi masa, media masa merupakan lembaga yang memiliki otoritas untuk menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak. Ciri-ciri komunikasi massa antara lain sebagai berikut: 1. Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas. 2. Komunikator memiliki keahlian tertentu 3. Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana 4. Khalayak yang dituju heterogen dan anonim 5. Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan 6. Ada pengaruh yang dikehendaki

7. 8.

Dalam konteks sosial terjadi saling mempengaruhi antara media dan kondisi masyarakat serta sebaliknya. Hubungan antara komunikator (biasanya media massa) dan komunikan (pemirsanya) tidak bersifat pribadi.

Demikian juga efek komunikasi masa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu efek kognitif, afektif dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Selanjutnya, efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.10 Dalam kaitan dengan efek yang dapat ditimbulkan oleh komunikasi massa, maka diharapkan eksistensi media massa tidak hanya berorientasi pada bisnis semata, tetapi juga mengedepankan kepentingan public, khususnya dalam hal memenuhi hak dasar warga Negara untuk mengetahui (right to know) dan hak untuk berekspresi (right to expression). Media massa dalam hal pemenuhan hak dasar warga Negara, diharapkan dapat mencerdaskan dan memotivasi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan. Hal tersebut dapat terjadi apabila media massa dapat membangun hubungan baik secara fungsional dengan pemerintah dan juga lembaga non pemerintah (civil society). Salah satu diantaranya media massa dapat menjadi saluran informative terkait dengan kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi. Hal itu penting agar masyarakat dapat memperoleh pengetahuan yang memadai tentang kebijakan pemerintah tersebut untuk dimanfaatkan dalam peningkatan taraf hidupnya. Disinilah posisi media dapat berperan sebagai mitra pemerintah dan atau menjadi sebagai watchdog atas berbagai kebijakan dan perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi. Seiring dengan harapan terhadap keberadaan media massa sebagai saluran komunikasi massa, maka kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong perkembangan komunikasi massa semakin cepat, tidak hanya mengunakan media konvensional yang umum dikenal, seperti surat kabar, radio, televisi, dan film, tetapi juga media baru (internet) telah banyak mewarnai perkembangannya. Bahkan dewasa ini antara media konvensional dan media baru sudah menyatu menjadi media konvergensi (convergence media). Dengan demikian masyarakat memperoleh banyak pilihan dan kesempatan, baik dalam hal penggunaan media maupun dalam hal memperoleh/mengakses informasi yang diperlukannya (uses and gratifiction theory).11 Terkait dengan industri media massa di Indonesia, persaingan antar media khususnya dalam hal merebut pasar iklan sebagai sumber utama pembiayaan serta target audience semakin ketat. Tidak hanya disebabkan karena banyak media massa, tetapi juga karena khalayak (penonton, pembaca) yang semakin pintar dan kritis serta sangat heteregon dalam banyak hal (ras, suku, agama, adat istiadat, dll). Oleh karena itu, media yang tidak mampu mendekatkan atau menselaraskan content-nya (baik yang bersifat informative mapun yang bersifat hiburan) dengan karakteristik serta minat dan kepentingan audience, maka media tersebut sudah pasti akan terpinggirkan karena ditinggalkan oleh audience. Lebih jauh dari itu, persoalan penggunaan media oleh teori user and gratifications menekankan bahwa khalayak dalam hal penggunaan media bersifat selektif. Akibatnya, boleh jadi media massa yang cenderung berorientasi pada peningkatan dan pengembangan kapasitas informasi dan pengetahuan masyarakat akan tertinggal dibandingkan dengan media yang lebih condong pada hiburan (entertainment) semata. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa kecenderungan khalayak dalam memenuhi kebutuhan informasinya, cenderung lebih banyak mengikuti siaran TV berita,

10
11

http://kommabogor. wordpresscom/2007/12/31/efek-komunikasi-massa-kognitif-afektif-behavioral Teori ini menjelaskan bahwa seseorang menggunakan meda untuk memenuhi kepuasannya.

dibandingkan dengan siaran TV non berita. Hal itu akan berimbas pada perolehan pasar iklan setiap tahunnya. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang informasi kebijakan pemerintah dibidang ekonomi melalui media massa? Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut: Untuk mendeskripsikan tingkat pengetahuan masyarakat tentang informasi kebijakan pemerintah dibidang ekonomi melalui media massa. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu: 1 Manfaat praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dan lembaga terkait lainnya dalam rangka pemberdayaan peran media massa mendukung peningkatan pengetahuan masyarakat dalam pembangunan. 2 Manfaat ilmiah, diharapkan hasil penelitian ini dapat mendeskripsikan konsepkonsep yang terkait dengan terpaan media massa (mass media exposure) dalam masyarakat. Tinjauan Pustaka Konsep Media Massa Sehubungan dengan pesatnya kemajuan perkembangan media massa dewasa ini, maka konsekuensinya adalah persaingan dalam industri media massa pun semakin ketat dan pilihan-pilihan bagi masyarakat baik dalam hal media maupun informasi semakin bergam. Lebih jauh dari kemajuan tersebut, media massa diharapkan dapat memberikan pencerahan (peningkatan pengetahuan dan keterampilan) bagi masyarakat. Dalam hal ini media masa diharapkan dapat menyajikan pesan yang bersifat informative dan edukatif. Media massa yang berkembang ditengah-tengah masyarakat yang semakin kritis dan persaingan industri yang semakin ketat sudah pasti dituntut lebih berkualitas dan professional dalam menjalankan perannya dalam masyarakat. Secara umum peran media massa meliputi fungsi informative, yaitu fungsi media yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kepada audience tentang suatu peristiwa, fungsi edukatif yaitu fungsi media yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan khalayak, serta fungsi kontrol social yaitu fungsi media sebagai wahana komunikasi sosial yang bertujuan untuk memberikan kritik terhadap perubahan dan pekembgangan social yang sedang berjalan. Menurut McNair (2003) mengkategorikan lima fungsi media massa yang ideal yaitu: Pertama, sebagai media informasi (inform) kepada setiap warganegara tentang apa yang terjadi disekelilingnya. Kedua, sebagai media pendidikan (educate) menyangkut maksud dan hubungan suatu perstiwa. Ketiga, sebagai media penyedia ruang (platform) untuk diskusi publik guna memudahkan terbentuknya pendapat umum. Keempat, sebagai media publikasi (publisitas) dalam rangka kontrol (watchdog) terhadap institusi-instiusi publik. Kelima, sebagai media advocacy bagi warga negara. 12
12

McNair, B., 2003. An Introduction to Political Communication (Third Editions). Routledge, London, hal. 21-22.

Terkait dengan peranan media massa sebagai media pers dalam mendukung peningkatan pengetahuan masyarakat, maka sudah seharusnya suguhan media massa tidak hanya mencakup keprihatinan masyarakat seperti kasus korupsi atau penyalahgunaan wewenang, tetapi juga penyajian berita yang akurat, independen, dan kritis tentang kebijakan, program, dan pelayanan pemerintah. Hal itu penting guna mencerdasakan masyarakat untuk ikut berpartisiasi atau mengambil peran dalam berbagai kebijakan dan program pemerintah. Peran media massa semacam itu sesuai dengan peran pers yang tertuang dalam Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 6 yaitu: Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut : a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran. 13 Menurut McQuail (1996) ada lima dalil yang mendasari sehingga media massa diasumsikan memiliki fungsi penting dalam masyarakat yaitu: Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait; media juga memiliki industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan industri tersebut dengan masyarakat dengan institusi sosial lainnya. Di lain pihak, institusi media diatur oleh masyarakat. Media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebgai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. Media merupakan lokasi (atau forum) yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.14 Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa media memiliki posisi penting dalam masyarakat. Dalam hal ini media direfresentasikan mampu memenuhi kepentingan dan kebutuhan individu dan masyarakat, sehingga menjadi salah satu sumber referensi individu dan masyarakat dalam mengelola kehidupannya. Kebutuhan manusia yang begitu kompleks, antara lain digambarkan oleh teori kebutuhan Abraham H. Maslow, bahwa manusia memiliki lima jenis kebutuhan dari yang terendah hingga yang tertinggi

13 14

Undang-Undang RI. No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. McQuail, 1996, McQuail, D. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Edisi Kedua) Terjemahan: Agus Dharma dan Aminuddin Ram. Erlangga, Jakarta, h. 3

yaitu: 1) kebutuhan fisiologis 2) kebutuhan akan rasa aman 3) kebutuhan sosial 4) kebutuhan status, dan 5) kebutuhan aktualisasi diri.15 Hal lain yang harus dipertimbangkan terkait dengan penggunaan media adalah daya selekivitas individu dan masyarakat, dengan asumsi bahwa khalayak hanya menggunakan media dan mengkonsumsi pesan yang disampaikannya apabila relevan dengan kebutuhan dan kepentingannya. Salah satu teori yang mendasari selektivitas khalayak dalam hal penggunaan media adalah teori uses and gratification yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974 oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz. Teori ini memandang bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media massa.16 Asumsi dasar pendekatan Uses and Gratification, yaitu: 1. Audience dipandang bersifat aktif artinya peranan penting mamfaat media massa diorientasikan pada sasaran. 2. Dalam proses Komunikasi Massa banyak inisiatif pengaitan diantara gratifikasi kebutuhan dan pilihan media yang terletak pada audien. 3. Media bersaing dengan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan yang lain.17 Katz, Gurevitch, dan Haas menggolongkan fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa terhadap individu-individu ke dalam lima kategori yaitu : 1. Kebutuhan kognitif - memperoleh informasi, pengetahuan dan pemahaman. 2. Kebutuhan afektif - emosional, pengalaman menyenangkan atau estetis. 3. Kebutuhan integratif personal - memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri, stabilitas dan status. 4. Kebutuhan integratif sosial - memperkuat hubungan dengan keluarga, teman, dan sebagainya. 5. Kebutuhan pelepasan ketegangan - pelarian dan pengalihan.18 Teori used and gratification memandang individu sebagai mahluk suprarasional yang sangat selektif, termasuk dalam hal penggunaan media. Blumer dan Katz percaya bahwa tidak hanya ada satu jalan, melainkan banyak alasan dan pertimbangan khalayak untuk menggunakan media.19 Televisi berita seperti MetroTV atau TVOne akan lebih banyak dipilih dan digunakan oleh mereka yang ingin mencari kepuasan dalam perolehan berita (news), dibandingkan dengan khalayak yang ingin memperoleh kepuasan dari rasa ketegangan. Penggunaan media tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fsikologis sesorang, tetapi juga ditentukan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan fisik (geografis) maupun lingkungan sosial (seperti: ciri-ciri demografis, afiliasi kelompok, dan sebagainya). Oleh karena itu, walaupun dalam diri individu memiliki daya selektifitas yang tinggi (menurut teori Uses and Gratifications), namun tidak berarti pengaruh negatif media akan selalu terfilter, karena banyak faktor lain yang menentukan pengaruh media terhadap audience. Tidak sedikit masyarakat, khususnya di kalangan orang tua yang merasa khawatir dari pengaruh yang bisa ditimbulkan oleh media, khususnya terhadap anak-anak dan remaja yang umumnya secara psikologis dalam tahap pencarian bentuk jati diri. Bahkan sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa media dapat mempengaruhi khalayak, baik dari aspek pengetahuan dan sikap. Metode Penelitian
15
16

http://id.wikipedia.org/wiki/TEORI_MOTIVASI, dikunjungi: 23 Feb.2009 Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 192. Severin, Werner J. & J.W. Tankard,Jr, 2005. Teori Komunikasi. Kencana Prenada Media, Jakarta, hal. 356 Ibid, hal. 357 Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 193.

17
18 19

Pendekatan Dan Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan suatu fenomena yang hasilnya dapat digeneralisasikan.20 Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, ditujukan untuk mendeskripsikan secara sistematik masalah penelitian berdasarkan data yang dihimpun melalui questioner yang diajukan kepada responden dengan cara wawancara tatap muka. Populasi Dan Sampel Populasi penelitian ini adalah keseluruhan warga masyarakat yang berusia 17 tahun ke atas yang berdomisili tetap di lokasi penelitian yang telah ditetapkan. Adapun data populasi (jumlah penduduk) Kota Makassar 1.207.592 dari 14 Kecamatan dan 143 Kelurahan. Penentuan besaran sampel penelitian ini menggunakan rumus Slovin21 yaitu: N n= 1 + Ne 2 Dimana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = tingkat kesalahan Berdasarkan rumus penentuan sampel dengan tingkat kesalahan sampel (sampling error) sebesar 3%, maka ditetapkan besaran sampel (responden) penelitian sebanyak 269 orang. Guna menghasilkan penarikan sample penelitian yang representative, maka kerangka sampling penelitian ini disusun sebagai berikut: 1. Penetapan sample lokasi penelitian menggunakan metode multi stage sampling. Metode tersebut digunakan untuk ; a. Menetapkan kecamatan tepilih di kota Makassar b. Menetapkan Kelurahan di masing-maing kecamatan terpilih c. Menetapkan RW/RK dan atau lingkungan di masing-maing kelurahan yang terpilih. d. Menetapkan RT sebagai primary sampling unit (PSU) di masing-masing RW yang terpilih. 2. Penetapan responden menggunakan metode stratified random sampling (sample acak sederhana berstrata) ditingkat PSU. Selanjunya responden penelitian didistribusi ke seluruh lokasi penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Penentuan sampel lokasi penelitian dengan cara multi stage sampling sebagai berikut : a. Menetapkan dua kecamatan secara purposive sampling dengan ketentuan satu kecamatan pusat kota dan satu kecamatan pinggiran; b. Menetapkan satu kelurahan (pusat kota) dan satu kelurahan (pinggiran) secara purposive sampling untuk masing-masing kecamatan yang terpilih;
20 21

Rachmat Kriyantono, 2006, Riset Komunikasi,Kencana, Jakarta Burhan Bungin, 2006, h.160

c.

d.

Menetapkan sampel ORW/ORK atau di daerah-daerah tertentu disebut lingkungan/dusun secara simple random sampling untuk masing-masing kelurahan/desa yang terpilih. Jumlah sampel ORW/ORK disesuaikan dengan jumlah responden tingkat ORW/ORK. Menetapkan sampel ORT secara simple random sampling sebagai primary sampling unit (PSU) untuk masing-masing ORW/ORK yang terpilih sesuai dengan jumlah responden tingkat ORT. Kerangka Sampling Lokasi Penelitian dan Jumlah Responden Multi Stage Sampel
Kota Makassar (269 Responden)

Kecamatan Rappocini (135 Responden)

Kecamatan Biringkanaya (134 Respponden)

Kelurahan Buakana (68 Responden)

Kelurahan Banta Bantaeng (67 Responden)

Kelurahan Daya (67 Responden)

Kelurahan Sudiang (67 Responden)

RW 01 (34 Responden)

RW 05 (34 Responden)

RW 03 (34 Responden)

RW 08 (33 Responden)

RT A (17 Responden)

RT D (17 Responden)

RT B (17 Responden)

RT C (16 Responden)

Keterangan: Jumlah Responden Setiap RT yaitu sebanyak 17 Responden Metode Pengumpulan Data Data primer penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan quesioner. Penelitian ini disamping mengumpulkan data primer, juga mengumpulkan data sekunder melalui catatan atau data pendukung yang dihimpun peneliti. Metode Pengolahan Dan Analisis Data Data penelitian ini dengan menggunakan dekriktif analisis, guna menggambarkan krasterstik , serta fakta-fakta tentang pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dibidang ekonomi. Data yang terkumpul melalui qusioner, selanjutnya dicoding dengan menggunakan coding sheet program SPSS. Hasil pengolahn data penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, pendekatan kuantitatif ditujukan untuk menggambarkan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dibidang ekonomi. Defisinsi Operasional Berdasarkan teori dan konsep penelitian ini, maka definisi operasional dideskripsikan sebagai berikut:

1. Penggunaan media (media uses) adalah pola penggunaan media dalam masyarakat, diantaranya menyangkut seberapa banyak media berhasil menjangkau public (media exposure), seberapa intens penggunaan medianya, isi (content) media yang digunakan, apa tujuannya mengunakan media, serta bagaimana karakteristik pengguna media. 2. Pengetahuan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan sesorang tentang informasi kebijakan pemerintah di bidang eknomi, diantaranya mengenai kebijakan pemerintah tentang: a. Program pengendalian stabilitas harga bahan pokok b. Program penyesuaian harga BBM c. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri d. Program swasembada beras e. Program penanganan masalah pengangguran dan kesempatan kerja f. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) g. Program Jaminanan Kesehatan Daerah (Jamkesda) h. Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) i. Program koversi Minyak Tanah ke Gas j. Program penggunaan produksi dalam negeri k. Program penyediaan pupuk bersubsidi bagi petani l. Program pembagunan keparawisataan Visit Indonesian Year 2008 Hasil Penelitian Temuan Penelitian Data temuan penelitian yang diuraikan dalam bagian ini meliputi; karakteristik responden, kepemilikan media, terpaan media dan pengetahuan responden terhadap informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, serta sikap responden terhadap kebijakan ekonomi pemerintah. Uraian tersebut bersifat deskriptif guna menggambarkan secara sistematis variabel-variabel dalam penelitian. Karakteristik responden Data karakteristik responden yang dideskripsikan pada bagian ini meliputi; jenis kelamin, usia, status perkawinan, suku bangsa, dan Social Economical Standard responden. Jenis Kelamin, Usia, Dan Status Perkawinan Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, ternyata responden yang terjaring lebih banyak (51,7%) perempuan dibandingkan dengan responden laki-laki (48,3%).. Selanjutnya, berdasarkan klasifikasi usia, responden penelitian ini yang paling banyak (19,8%) yaitu responden yang berusia antara 42-46 tahun, menyusul (13,2%) responden yang berusia antara 17-21 tahun. Responden yang berusia antara 12-26 tahun dan antara 27-31 tahun ternyata jumlahnya sama yaitu masing-masing 12,9%. Responden yang berusia antara 47-51 tahun sebanyak 8,6% dan kelompok usia 32-36 tahun sebanyak 12,3%. Adapun responden yang usianya diatas 60 tahun hanya 1,7%. Data hasil penelitian tentang status perkawinan dihimpun pada responden mayoritas sudah kawin. Hanya lebih dari seperempat jumlah responden yang belum kawin. Adapun responden yang cerai, baik cerai mati maupun cerai hidup sebanyak 2,4%. Social Economical Standard (SES) Terkait dengan standar sosial ekonomi masyarakat, data yang dihimpun mencakup tingkat pendidikan, hoby, pengeluaran rata-rata perbulan, jumlah anggota keluarga yang memiliki penghasilan tetap, serta kepemilikan media komunikasi dan informasi. Data tersebut dideskripsikan sebagai berikut:

Tingkat Pendidikan Berdasarkan data penelitian yang dihimpun, tergambar bahwa mayoritas (lebih dari 70 persen) responden berpendidikan menengah ke bawah (SMA ke bawah). Bahkan ada 1,6% responden yang tidak pernah sekolah. Selebihnya (kurang dari 30 persen) responden yang berpendidikan tinggi. Data ini cenderung merefresentasikan gambaran tingkat pendidikan masyarakat Indonesia. Paling tidak menggambarkan bahwa mayoritas responden penelitian ini berpendidikan menengah ke bawah. Pekerjaan Utama Pekerjaan utama responden penelitian justru yang terbanyak (18,8%) adalah ibu rumah tangga. Menyusul pegawai negeri sipil (17,9%), wiraswasta/pedagang 15,1%, pegawai swasta 14,6%, petani/nelayan 10%, dan siswa/mahasiswa 9,8% Selebihnya yaitu profesional, TNI/Polri, politisi, buruh/tukang, serta responden yang tidak bekerja, masingmasing kurang dari 6%. Pendapatan Dan Pengeluaran Rata-Rata Perbulan Pendapatan dan pengeluaran rata-rata perbulan juga dijadikan salah satu indikator SES responden. Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh data bahwa mayoritas (41,1%) responden megaku memiliki pendapatan kurang dari 1 juta rupiah perbulan. Sebanyak 31,6% responden yang memiliki pendapatan antara 1 juta 2 juta rupiah perbulan. Selanjutnya, 22,6% responden yang berpendapatan antara 2 juta 3 juta rupiah perbulan. Selebihnya (4,8%) yaitu responden yang mengaku berpendapatan di atas 3 juta rupiah perbulan. Mencermati data tersebut dapat disimpulkan bahwa responden penelitian cenderung berpendapatan menengah ke bawah. Selanjutnya, mengenai pengelaran ratarata responden dalam satu bulan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas atau lebih dari setengah jumlah responden yang rata-rata pengeluarannya perbulan kurang dari 1 juta rupiah. Selanjutnya, 31,2% persen responden yang rata-rata pengeluarannya perbulan antara 1-2 juta rupiah. Adapun responden yang rata-rata pengeluarannya perbulan antara 2-3 juta rupiah sebanyak 7,8%. Sebanyak 10,5% responden yang mengaku rata-rata pengeluarannya perbulan di atas 2 juta rupiah. Selebihnya yaitu 7,4% responden yang mengaku tidak ada pengeluarannya perbulan. Terkait dengan jumlah pendapatan dan pengeluaran, maka penelitian ini juga menelusuri jumlah anggota keluarga responden yang memiliki penghasilan tetap. Data ini penting guna mengetahui produktivitas suatu keluarga, dengan asumsi bahwa keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang berpenghasilan tetap, relative lebih tinggi tingkat pendapatan keluarganya dibandingkan dengan keluarga yang sedikit atau tidak ada anggota keluarganya yang berpenghasilan tetap. Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas (62,8%) responden yang mengaku hanya 1 orang dalam keluarganya yang memiliki penghasilan tetap. Selanjutnya, 23,9% responden yang mengaku dalam keluarganya ada 2 orang yang berpenghasilan tetap. Adapun responden yang di dalam keluarganya terdapat lebih dari 2 orang yang berpenghasilan tetap sebanyak 10,2%. Selebihnya yaitu 3,1% responden yang tidak ada anggota keluarganya berpenghasilan tetap. Kepemilikan Media Komunikasi Dan Informasi Data kepemilikan media juga diposisikan sebagai salah satu indikator standar ekonomi sosial/responden. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal kepemilikian telepon rumah dan fax ternyata jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah responden yang memiliki telepon genggam (handphone). Data kepemilikan telepon rumah berdasarkan hasil penelitian ini yaitu hanya 36,3 telepon rumah per 100 orang responden, sedang jumlah responden yang memiliki telepon mobile (handphone)

mendekati angka 71 orang dalam 100 orang responden. Jumlah tersebut membuktikan bahwa penetrasi HP dalam masyarakat mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kepemilikan HP berdasarkan hasil penelitian hampir menyamai jumlah (85,9%) responden yang memiliki pesawat televisi, bahkan sudah melebihi jumlah (55,8%) responden yang punya radio dan berlangganan suratkabar. Adapun jumlah responden yang memiliki komputer masih sangat sedikit yaitu hanya 16,4%, yang memiliki email 6,4% responden, memiliki web 1,2% responden Pengetahuan Responden Data hasil penelitian yang dideskripsikan pada bagian ini yaitu pengetahun responden tentang informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang meliputi kategori informasi program pengendalian stabilitas harga bahan pokok, program penurunan harga BBM, program PNPM Mandiri, program swasembada beras, penanganan masalah pengangguran dan kesempatan kerja, program Jamkesmas, program Jamkesda, program BOS, program konversi minyak tanah ke gas, program penggunaan produksi dalam negeri, program penyediaan pupuk bersubsidi, dan informasi program visit Indonesia year, yang bersumber dari media elektronik dan cetak yaitu televisi, radio dan surat kabar.
Tabel
Distribusi Persentase Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Informasi Kebijakan Pemerintah Bidang Ekonomi Melalui Media Massa (N. 269)

No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Kategori Informasi Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Ekonomi Pengendalian Stabilitas Harga Bahan Pokok Penurunan Harga BBM PNPM Mandiri Swasembada Beras Penanganan Masalah Pengangguran dan Kesempatan Kerja Program Jamkesmas Program Jamkesda Program BOS Program Konversi Minyak Tanah ke Gas Program Penggunaan Produksi dalam Negeri Program Penyediaan Pupuk Bersubsidi Program Visit Indonesia Year

Tahun 58.6 83.6 57.3 55.1 49.2 67.1 54.4 78.2 66.7 44.0 47.3 38.8

Pengetahuan Raguragu 12.3 5.6 9.9 11.1 13.1 12.5 13.6 5.3 7.6 9.2 10.9 9.4

Tidak tahu 29.1 10.9 32.8 33.8 37.6 20.4 32.1 16.5 25.7 46.8 41.8 51.8

Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Mencermati data hasil penelitian yang terangkum pada tabel , terlihat jelas bahwa dari 12 kategori informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, sebanyak 8 kategori yang dinilai cukup populer dikalangan responden. Kedelapan kategori tersebut dinilai populer karena jumlah responden yang mengaku mengetahui informasi tersebut lebih dari 50%. Adapun 4 kategori lainnya dinilai kurang dan tidak popular karena jumlah responden yang mengaku mengetahui hal tersebut kurang dari 50% responden. Kategori informasi kebijakan yang paling sedikit responden yang mengetahuinya yaitu informasi tentang program Visit Indonesian Year. Adapun kategori informasi yang dinilai paling populer adalah program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Berdasarkan angkaangka yang terinci pada tabel 1, jelas terlihat bahwa diseminasi informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi hingga saat ini relatif belum merata, bahkan masih ada yang cenderung lambat dan relatif rendah.

Sikap Responden Data hasil penelitian yang dideskripsikan pada bagian ini yaitu sikap responden tentang kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang meliputi kategori program pengendalian stabilitas harga bahan pokok, program penurunan harga BBM, program PNPM Mandiri, program swasembada beras, penanganan masalah pengangguran dan kesempatan kerja, program Jamkesmas, program Jamkesda, program BOS, program konversi minyak tanah ke gas, program penggunaan produksi dalam negeri, program penyediaan pupuk bersubsidi, dan informasi program visit Indonesia year.
Tabel Distribusi Persentase Sikap Responden Terhadap Kebijakan Pemerintah Bidang Ekonomi Melalui Media (N. 269)
No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Kategori Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Ekonomi Pengendalian Stabilitas Harga Bahan Pokok Penurunan Harga BBM PNPM Mandiri Swasembada Beras Penanganan Masalah Pengangguran dan Kesempatan Kerja Program Jamkesmas Program Jamkesda Program BOS Program Konversi Minyak Tanah ke Gas Program Penggunaan Produksi dalam Negeri Program Penyediaan Pupuk Bersubsidi Program Visit Indonesia Year SS (+) 0.3 1.3 13. 9 13. 1 2.5 9.8 13 14. 6 3.3 2.7 3 8.5 S (+) 11.1 44.0 24.7 18.7 11.3 33.2 26.0 43.0 17.3 26.7 25.3 17.3 Sikap KS (-) 48.2 37.6 15.7 22.9 32.4 24.4 16.6 14.9 33.9 20.7 17.1 11.9 TS (-) 24.7 11.3 6.9 11.3 18.9 7.5 7.8 6 16.8 6.2 9 3.7 TT (0) 15.6 5.8 38.7 34 34.9 25.1 36.6 21.5 28.7 43.8 45.6 58.5

Sumber: Hasil pengolahan data Mencermati data hasil penelitian yang terangkum pada tabel terlihat jelas bahwa dari 12 kategori informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, hanya satu 1 kategori yang dinilai mendapat respon (sikap) positif dikalangan responden, yaitu Program Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dengan jumlah responden yang bersikap setuju dan sangat setuju lebih dari 50%. Selebihnya yaitu 11 kategori lainnya kurang dari 50% responden yang menyikapinya secara positif (sangat setuju dan setuju). Rendahnya jumlah responden yang bersikap setuju dan sangat setuju terhadap kebijakankebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi boleh jadi disebabkan oleh rendahnya diseminasi informasi kebijakan pemerintah tersebut. Kesimpulan Berdasarkan temuan dan analisis hasi penelitian ini, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Bahwa penggunaan media massa dalam masyarakat relatif cukup tinggi, terbukti bahwa pengetahuan masyarakat tentang kebijakan pemerintah dibidang ekonomi melalui media massa cukup tinggi walupun dari beberapa kategori kebijakn cenderung rendah pengetahuannya. 2. Bahwa pengetahuan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah di bidang ekonomi terutama dari beberapa kategori cukup tinggi. Hal tersebut seiring

dengan terpaaan dari berbagai jenis media massa kepada masyarakat, namun dari sikap masyarakat cenderung terjadi pro dan kontra. Saran Berdasarkan simpulan penelitian ini, maka diajukan saran sebagai berikut: 1. Agar peran media massa terhadap disemininasi kebijakan pemerintah dapat lebih ditingkatkan. Hal itu hanya dapat terwujud jika media tidak hanya menyampaikan kelemahan dan kekurangan kebijakan pemerintah, tetapi juga penting menyampaikan kelebihan atau sisi positif dari kebijakan pemerintah. 2. Agar pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terus ditingkatkan sehingga citra pemerintah di mata masyarakat dapat lebih baik. Oleh karena itu pemerintah perlu terus meningkatkan sosialisasi kebijakannya termasuk dengan mengoptimalkan peran media massa. Daftar Pustaka Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. RajaGrafindo Persada. Kriyantono, Rahcmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi - Disertai contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta. Kencana Prenada Media. Bugin, Burhan H.M. S. 2006. Sosiologi Komonikasi: Teori, paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. McNair, B. 2003. An Introduction To Political Communication (Third Editions). London. Routledge. McQuail, D. 1996. Teori komunikasi massa suatu pengantar (edisi kedua) terjemahan: Agus Dharman dan Aminuddin Ram. Jakarta. Erlangga. Rivers, W.L.,Peterson,T dan Jensen, J.W. 2003. Media Massa dan Masyarakat Moderen. Edisi Kedua. Terjemahan:Haris Munandar dan Priatna. Jakarta. Kencana Prenada Media. Severen,WernerJ. dan JW. Tankard,Jr. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media. Undang-Undang RI. No.40 Tahun 1999 tentang Pers

STUDI: PEMETAAN MEDIA PENYIARAN RADIO DAN TELEVISI SERTA WARUNG INTERNET DI PROPINSI SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT DAN RIAU22 Oleh : Burhanuddin Panjaitan, SH Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana keberadaan radio, televisi, dan warung internet di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau. Didalamnya diungkapkan tentang masalah masalah apa saja yang dihadapi serta bagaimana cara pemecahan masalahnya. Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan survei dengan fenomenologi realistik. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan pengisian daftar pertanyaan yang diajukan kepada pemilik serta pengelola dari media penyiaran radio dan televisi, serta warung internet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak permasalahan yang dihadapi didalam pengoperasiannya terutama yang dirasakan sangat menyulitkan adalah masalah pengurusan perizinan dimana banyak yang mengatakan ketidakpuasan mereka terhadap pelayanan pengurusan izin karena sepertinya ada kesan ketidakadilan dan kelambanan dalam pengurusan izin tersebut. Disamping itu masih banyak diantara para pengelola media penyiaran radio dan televisi serta warung internet yang masih belum mengetahui prosedur dan tata cara pengurusan izin, sehingga masih dirasa perlu untuk mengadakan sosialisasi tentang prosedur dan tata cara pengurusan izin kepada para pengelola media radio dan televisi, serta warung internet. Kata Kunci : Studi Pemetaan, Media Penyiaran radio dan televisi, warung internet. The purpose of this research is to get an idea of how the presence of radio, television, and internet cafes in the province of North Sumatra, West Sumatra, and Riau. Therein expressed about the problem - any problem encountered and how to solve it. This study is descriptive and uses a survey approach with realistic phenomenology. Data collected by observation and filling a list of questions submitted to the owners and managers of radio and television broadcast media, and internet cafes. The results showed that many of the problems faced in the operation very difficult, especially the perceived problem and permits is where many say their dissatisfaction with the service permits because there seems to be the impression of injustice and inaction in these permits. Besides, many among the managers of radio and television broadcast media and internet cafes that still do not know the procedures and procedures for permits, so it is still felt necessary to convene the socialization of the procedures and procedures for permits to the managers of radio and television media, as well as stalls Internet. Keywords: Mapping Studies, Media Broadcasting radio and television, internet cafes.

22

Telah dipresentasikan pada acara seminar hasil penelitian tanggal 3 Desember 2009 di BBPPKI Medan

Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia pada saat ini tengah mengalami kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental menuju ke sistem pemerintahan yang demokratis transparan serta meletakkan dasar supremasi hukum. Perubahan yang tengah dialami tersebut memberikan peluang bagi penataan berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana kepentingan rakyat dapat kembali diletakkan pada posisi sentral. Untuk meletakkan kepentingan rakyat pada posisi sentral maka pemerintah harus mengupayakan kelancaran arus informasi dan komunikasi dengan lembaga-lembaga Negara. Pemerintah pusat maupun daerah seharusnyalah mendorong masyarakat luas, agar dapat memenuhi kebutuhannya akan informasi. Disamping itu, pemerintah juga lebih terbuka terhadap derasnya aliran ekspresi aspirasi rakyat dan harus mampu menanggapinya secara cepat dan efektif. Perubahan yang sedang dijalani terjadi pada saat dunia sedang mengalami transformasi menuju era informasi. Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Kenyataan telah menunjukkan bahwa penggunaan media elektronik merupakan faktor yang sangat penting dalam berbagai transaksi domestik maupun internasional, khususnya dibidang perdagangan. Ketidakmampuan pemerintah menyesuaikan diri dengan kecenderungan global tersebut akan membawa bangsa Indonesia terisolasi dari perkembangan global karena tidak mampu memanfaatkan informasi. Untuk menjawab tantangan tersebut pemerintah pusat dan daerah harus mampu membentuk dimensi baru kedalam organisasi, sistem manajemen dan proses kerja yang tidak dilandaskan pada tatanan birokrasi yang kaku. Untuk memuaskan kebutuhan masyarakat yang semakin beraneka ragam dimasa mendatang harus dikembangkan sistem manajemen modern dengan organisasi berjaringan sehingga dapat memperpendek lini pengambilan keputusan dan memperluas rentang kendali. Melalui proses transformasi (dilaksanakannya proses transformasi menuju E-Government) pemerintah dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi birokrasi, serta membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah bekerja secara terpadu untk menyederhanakan akses kesemua informasi dan layanan publik yang harus dilaksanakan oleh pemerintah. Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Pengumpulan data, informasi yang dilakukan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Informasi wilayah I Medan di seluruh Kabupaten Kota Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau merupakan awal yang sangat penting dalam menghasilkan suatu basis data media penyiaran dan media elektronik dan melihat sejauhmana keberadaan media penyiaran dan media elektronik dalam membuka akses yang seluas-luasnya terhadap penyebaran informasi publik. Hal ini dapat dijadikan informasi untuk perencanaan dan pembinaan serta pengembangan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi bagi instansi terkait. Dengan pemetaan dan pendataan ini permasalahanpermasalahan yang muncul tentang penggunaan media penyiaran dan media elektronik (internet) di kabupaten kota dapat diketahui. Sehubungan dengan hal tersebut Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Informasi wilayah I Medan memandang perlu dilakukan pendataan penyiaran dan media elektronik Kabupaten Kota Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau, dan

pemetaannya agar dapat diketahui peta keberadaan dan permasalahannya serta bagaimana pemecahan masalahnya. Maksud dan Tujuan. Maksud dan tujuan disusunnya laporan ini adalah untuk memberikan deskripsi keberadaan radio, televisi dan warung internet di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau. Komunikasi Massa Di Negara-negara maju, efek komunikasi massa telah beralih dari ruang kuliah ke ruang pengadilan, dari polemik ilmiah di antara para professor ke debat parlementer di antara anggota legislatif. Di negara berkembang efek komunikasi massa telah merebut perhatian berbagai kalangan, dari politisi, tokoh agama, penyair, sampai petani. Politisi, baik karena kerakusan atau ketakutan mencoba melunakkan pengaruh media massa atau mengendalikannya. Tokoh agama mencemaskan hilangnya warisan rohaniah yang tinggi karena penetrasi media erotica. Penyair mengeluh karena gadis-gadis desa tidak lagi mendendangkan lagu-lagu tradisional. Petani telah menukarkan kerbaunya dengan radio transistor dan televisi. Walaupun setiap orang menyadari efek komunikasi massa, sedikit sekali orang menyadari gejala komunikasi massa. Komunikasi massa telah dipandang secara ambivalen. Psikologi telah lama menelaah efek komunikasi massa pada perilaku penerima pesannya (Rakhmat, 2000 : 187). Sesuai dengan kerangka faktor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhi perilaku manusia, kita akan melihat bagaimana karakteristik individu mempengaruhi penggunaan media, serta pengaruh media massa pada sistem kognitif dan efektif khalayaknya. Tapi perlu, dijelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan komunikasi massa. 1. Pengertian Komunikasi Massa. Defenisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bitner (Rakhmat, 2000 : 188) :Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Kemudian Gebner (Rakhmat, 2000 : 188) menulis, Mass communication is the technologically based production and distribution of the most broadly shared continious flow of messages in industrial societies (Komunikasi massa adalah Produksi dan partisipasi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontiniu serta paling luas dimiliki oleh orang dalam masyarakat industri). Selanjutnya menurut Rakhmadi (1993:189), komunikasi massa dapat diartikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang terbesar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan dapat diterima secara serentak dan sesaat. Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah besar khalayak tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak dan elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Perkataan dapat dalam defenisi ini menekankan pengertian bahwa jumlah sebenarnya penerima komunikasi massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Yang penting, seperti dikatakan Alexis S. Tan (Rakhmat, 2000 :189), The communicator is a social organization capable of reproducing the message and sending it simultaneously to large of people who are spatial separated. Secara sederhana komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, televisi, dan film. Bila sistem komunikasi massa diperbandingkan dengan komunikasi interpersonal, secara teknis kita dapat

2.

menunjukkan empat tanda pokok dari komunikasi massa menurut ElizabethNoelle Neuman (Rakhmat, 2000 : 189). 9. Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis. 10. Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi peserta-peserta komunikan. 11. Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim. 12. Mempunyai publik yang secara geografis terbesar. Efek Komunikasi Massa Pendekatan uses and gratification mempersoalkan apa yang dilakukan orang pada media, yakni menggunakan media untuk pemuas kebutuhannya,. Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan kepada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media kepada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca suratkabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana suratkabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita. Inilah yang dimaksud dengan efek komunikasi massa. Dalam setiap proses komunikasi menghendaki adanya tiga unsur : sumber (source), pesan (message), dan sasaran (destination). Sumber dalam proses komunikasi dapat merupakan perorangan atau sebuah organisasi komunikasi (seperti surat kabar, radio dan lain-lain). Pesan ataau message dapat berwujud tinta diatas kertas, gelombang radio di udara, lambaian tangan atau tanda-tanda lain dan apabila diinterpretasikan mempunyai arti tertentu. Sasaran dapat merupakan seseorang yang sedang mendengarkan, memperhatikan atau membaca, maupun kelompok-kelompok orang yang sedang mendengarkan ceramah, menonton dan sebagainya. Pertama-tama sumber meng-code pesannya, yaitu ia mengambil informasi yang ia berikan lalu ia tuangkan dalam bentuk yang dapat dikirimkan. Gambaran dalam otak kita tak mungkin dapat dioperkan atau disiarkan kecuali sudah di-code, gambaran tadi di code dalam bentuk kata-kata lisan maka akan dapat dipindahkan dengan mudah dan efektif, akan tetapi ini tidak akan dapat terhantarkan jauh, kecuali dibawa oleh gelombang radio. Sebuah pesan yang telah disiarkan maka ia akan bebas dari sumbernya dan apa yang terjadi pada pihak penerima diluar kekuasaan sumbernya untuk merubahnya. Proses komunikasi lewat radio siaran tidak ubahnya sebagai gambaran menyerupai lingkaran. Sistem proses komunikasi itu dapat digambarkan sebagai berikut :
Sumber (Source) Encoder Isyarat (Signal) Decoder Destination (sasaran)

Anggaplah bahwa sumber dan encoder itu adalah seorang dan decoder dan sasaran adalah orang lain serta isyaratnya adalah bahasa, maka itu sudah merupakan proses komunikasi antara manusia. (Effendi, 1985 : 28). Satu hal perlu diketahui bahwa sistem seperti itu tidak akan lebih kuat daripada mata rantai yang terlemah. Dalam satu tahap akan terdapat penyaringan atau perubahan. Jika sumber tidak mempunyai informasi yang setara dan terang, jika pesan tidak di code dengan sempurna, teliti dan efektif kedalam isyarat yang dapat dioperkan, jika pesan itu tidak dioperkan dengan cukup cepat dan teliti, kendati menghadapi interferensi dan kompetisi kepada sasaran yang dituju. Jika pesan tidak di code kedalam pola yang sesuai dengan akhirnya jika

sasaran tidak dapat mengcode maka tidak akan dapat menimbulkan tanggapan sesuai yang diinginkan. Sedangkan proses komunikasi menurut David K. Berlo terdiri dari sumber, pesan, saluran dan penerima sebagaimana terlihat dalam diagram di bawah ini:

Diagram I Proses komunikasi menurut formula Berlo


Sumber
Keterampilan sikap mental pengetahuan sistem sosial kebudayaan

Pesan

Saluran
Melihat Mendengar Mencium Meraba Mengecap

Penerima
Ketrampilan sikap mental pengetahuan sistem sosial kebudayaan

Isi kode perlakuan

Dari diagram di atas terlihat unsur-unsur yang dimiliki oleh sumber, pesan saluran dari penerima. (Liliweri, 1991 : 3). Dalam lingkup komunikasi sebagai proses penyampaian gagasan atau ide,. dapat disimpulkan bahwa komunikasi itu memiliki fungsi antara lain : e. Mass information (informasi). f. Mass education (pendidikan) g. Mass persuasion (mempengaruhi) h. Mass entertainment (menghibur) Fungsi komunikasi tidak akan timbul dan tercapai apabila pesan yang dikomunikasikan tidak disampaikan kepada sasarannya. Apabila pesan sudah sampai kepada khalayak pendengar, mereka akan mengadakan penyaringan informasi yang mereka perlukan. Pentingnya komunikasi sangatlah dominan. Tanpa komunikasi pikiran tidak akan dapat mengembangkan sifat manusiawi yang sebenarnya, akan tetap berada dalam keadaan yang abnormal. Pikiran yang sedemikian kacau ini dikarenakan tidak adanya informasi yang diterima untuk dijadikan pegangan pengetahuan untuk merubah keadaannya. Dengan hiburan musik sajapun seharusnya manusia dapat terhindar dan mengurangi jiwa berontaknya terhadap orang lain dan lingkungan. Ternyata komunikasi, termasuk organisasi-organisasi dalam lingkungan kesusastraan, kesenian dan pranata-pranata, adalah struktur di luar pikiran yang mengandung sebab dan akibat yang terdapat didalam pikiran atau keadaan hidup manusia. Kesemuanya itu merupakan suatu pertumbuhan lambang-lambang, tradisi-tradisi dan pranata-pranata, terproyeksikannya, hal-hal tersebut mengadakan reaksi dalam arti kata mengadakan pengontrolan, melakukan keseimbangan menjalani perkembangan dan menetapkan pikiran-pikiran tertentu yang tidak dihadapi oleh pesan yang disalurkan. Fungsi komunikasi dalam penyebarluasan sifat kemanusiaan sebagai bersifat langsung melalui kontak yang leluasa. Sebagian lagi bersifat tidak langsung, yakni melalui usaha meningkatkan inteligensi, mengurangi bentuk-bentuk organisasi yang bersifat mekanis, tak teratur dan membangun pergaulan hidup yang lebih bersifat kemanusiaan. Dalam perkembangan teknologi komunikasi khususnya teknologi komunikasi massa, mempunyai kedudukan yang istimewa dalam kehidupan masyarakat dalam upaya membentuk jaringan-jaringan baru dalam proses interaksi melalui komunikasi massa.

Komunikasi massa di sini diartikan ialah komunikasi dengan menggunakan media massa modern, yang meliputi surat kabar bersirkulasi luas, radio dan televisi yang siarannya ditujukan kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Lazimnya media massa modern menunjukkan seluruh sistem di mana pesan-pesan diproduksi, dipilih, disiarkan, diterima dan ditanggapi. Melakukan kegiatan komunikasi massa jauh lebih sukar daripada komunikasi antar personal. Seorang komunikator yang menyampaikan pesan kepada ribuan pribadi yang berbeda satu sama lain namun pada saat yang sama tidak akan bisa menyesuaikan harapannya untuk memperoleh tanggapan komunikasi secara pribadi. Suatu pendekatan yang bisa meyakinkan sebagian komunikan, mungkin saja bisa merenggangkan kelompok lainnya. Dalam komunikasi massa ada dua tugas komunikator : mengetahui apa yang dikomunikasikan dan mengetahui bagaimana harus menyampaikannya, sehingga berhasil melancarkan penetrasi ke dalam bentuk komunikan. Sebuah pesan yang isinya lemah yang disampaikan dengan lemah pula kepada jutaan orang, bisa menimbulkan pengaruh yang kurang efektif dibanding dengan pesan yang disampaikan dengan baik kepada komunikan yang jumlahnya sedikit. Komunikasi massa (mass communication) sesungguhnya penyederhanaan komunikasi media massa. Jadi dari sifat eksplisit diimplikasikan, media tidak disebut. Cukup komunikasi massa saja, pengertiannya tetap komunikasi media massa, meski kata media tidak disebutkan. Adapun yang menjadi ciri-ciri komunikasi massa antara lain : 1. Komunikasi melembaga. Komunikator yang melancarkan komunikasi massa yakni komunikasi melalui media massa tidaklah bertindak atas nama pribadinya, melainkan atas nama lembaga dimana ia bekerja. Sebagai konsekuensinya, maka selaku komunikator melembaga (institutional communicator) ia tidak melembaga. Komunikator dalam komunikasi massa, seperti wartawan, penyiar, reporter, komentator dan lain-lain, mesti bersikap dan bertindak tidak sebagai individu yang bebas melainkan sebagai wakil lembaga ; kebebasannya terbatas. Jika ia tidak bersedia mengikuti kebijaksanaan, peraturan, dan ketentuan lembaganya, maka ia pun akan diberhentikan sebagai komunikator. Pesan yang dikomunikasikan komunikator kepada komunikan bersifat umum (public), karena ditujukan kepada khalayak umum, bukan khusus mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perorangan tertentu atau kelompok tertentu, melainkan kepada seluruh masyarakat. 2. Media menimbulkan keserempakan. Media dalam komunikasi massa atau lebih tegasnya media massa menciptakan suatu situasi dimana khalayak secara serempak (simultan) dan serentak (instant) bersama-sama pada saat yang sama memperhatikan pesan yang dikomunikasikan kepadanya. Media massa yang tinggi derajat keserempakannya setelah televisi adalah radio, karena peristiwanya diceritakan oleh reporter. Sehingga pendengar bisa lekas mengetahui peristiwa tersebut. Meski televisi mempunyai kelebihan dari radio yakni televisi sifatnya audiovisual. Sedangkan radio hanya auditori, tetapi radiopun melebihi televisi dalam hal daya jangkauannya yang lebih jauh dan memudahkannya dalam penyampaian suatu pesan.

Komunikan pada komunikasi massa, yakni khalayak sasaran media massa bersifat heterogen yang berarti antar pembaca, pendengar atau penonton yang berbeda satu sama lainnya dalam jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama, pendidikan, kebudayaan, ideologi, hobi, pengalaman, pandangan hidup, cita-cita dan lain sebagainya. Heterogenitas komunikasi seperti inilah yang menyebabkan para komunikator media massa menetapkan acara tertentu secara khusus untuk berbagai kelompok di atas dengan tujuan supaya setiap individu terpuaskan. Dengan demikian maka isi atau pesan yang dikomunikasikan media massa diperuntukkan bagi khalayak sasaran (target audience), yakni khalayak keseluruhan tanpa melihat jenis kelamin, usia, agama, dan sebagainya. Dan kelompok sasaran (target group) berdasarkan jenis-jenis yang beragam tadi. Itu semua adalah demi kepunyaan khalayak yang sungguh heterogen itu. Proses komunikasi massa berlangsung satu arah (one way traffic communication) secara linier. Ini berarti prosesnya tidak menimbulkan umpan balik (feed back). Kalau pun terjadi, berlangsungnya secara tertunda (delayed feed back) itupun tanggapan seorang atau dua orang saja. Sebagai konsekuensi dari situasi komunikasi massa seperti itu, komunikator harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa sehingga pesan yang disebarkan diterima komunikan yang heterogen dalam jumlah yang relatif sangat banyak itu. Secara inderawi (recerived) dan rohani (accepted) menyenangkan dan memuaskan. Radio Siaran Sebagai Kekuasaan Kelima Radio siaran mendapat julukan kekuasaan kelima atau the fifth estate, setelah pers dianggap sebagai kekuasaan keempat (the fourth estate) dan tiga lembaga lainnya eksekutif, legislatif, yudikatif masing-masing sebagai kekuasaan pertama, kedua dan ketiga. Dibandingkan dengan televisi siaran, televisi sebenarnya lebih lengkap daripada radio sebab, jika radio bersifat auditif hanya untuk didengarkan televisi bersifat audiovisual selain untuk didengarkan, juga untuk dilihat. Meskipun demikian, sampai sekarang televisi belum pernah diberi julukan kekuasaan keenam (the sixth estate). Para ahli komunikasi memberi julukan kekuasaan kelima kepada radio karena dibuktikan oleh sejarah yakni ketika menjelang, semasa, dan sesudah Perang Dunia II, tatkala Jerman, Italia, dan Jepang di satu pihak, terlibat dalam perang radio dengan Inggris, Amerika, Rusia, dan negara-negara lainnya di lain pihak. Sampai sekarang pun, jika terjadi perebutan kekuasaan di sebuah Negara, diantara sekian banyak media massa, yang pertama-tama diincar adalah stasiun radio siaran. Mengapa radio dijuluki kekuasaan kelima ? Ada tiga faktor yang mendukungnya: 1. Radio siaran bersifat langsung Makna langsung sebagai sifat radio siaran ialah, bahwa suatu pesan yang akan disiarkan dapat dilakukan tanpa proses yang rumit. Bandingkan dengan penyiaran pesan melalui surat kabar, brosur, pamflet, atau media cetak lainnya yang, selain lama dalam memprosesnya, juga tidak mudah menyebarluaskannya. Para ahli komunikasi membandingkannya ketika dalam Perang Dunia II Sekutu menyebarkan pamflet ke negara-negara di Eropa yang diduduki Jerman. Selain memerlukan waktu yang lama dalam pembuatannya, juga mengandung resiko bahaya tertembaknya pesawat udara yang menyebarkannya.

Penyampaian pesan propaganda lebih efektif dan efisien melalui radio karena langsung tertuju ke rumah-rumah, dan langsung pula dapat disampaikan melalui mikrofon. Sifat yang dimiliki radio siaran sepeti itu telah dimanfaatkan pula oleh Bung Tomo ketika pada zaman Revolusi dengan Radio Pemberontaknya dari Jawa Timur berhasil membakar semangat para pemuda di Jawa Barat untuk bertempur melawan Belanda. 2. Radio siaran tidak mengaenal jarak dan rintangan Faktor lain yang menyebabkan radio dianggap memiliki kekuasaan ialah tidak dijumpainya jarak dan rintangan. Bagi radio tidak ada jarak waktu; begitu suatu pesan diucapkan olehg seorang penyiar atau orator, pada saat itu juga dapat diterima oleh khalayak. Bagi radio tiada oula jarak ruang; bagaimanapun jauhnya sasaran yang dituju, radio dapat mencapainya. Gunung, lembah, padang pasir, ataupun samudera tidak menjadi rintangan. Suatu pesan yang disiarkan dari suatu tempat di suatu Negara, dapat sampai seketika di tempat lain, negara lain, dan benua lain. Karena faktor itulah, Chaerul Saleh di zaman pendudukan Jepang melalui radio dapat mengetahui menyerahnya pemerintahan Jepang kepada pihak Sekutu, sehingga ia bersama-sama para pemuda lainnya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Disebabkan faktor itulah pula dunia mengetahui diproklamasikannya Republik Indonesia yang disampaikan oleh penyiar Sakti Alamsyah melalui Bandung Hoso Kyoku, stasiun radio siaran yang kemudian diambil alih dan menggunakan station call Radio Bandung. 3. Radio siaran memiliki daya tarik Faktor ketiga yang menyebabkan radio dijuluki kekuasaan kelima ialah daya tarik yang dimilikinya. Sebelum pesawat televisi muncul sebagai pelengkap rumah tangga sekitar tahun lima puluh, pada waktu hanya terdapat dua jenis media massa, surat kabar, atau majalah dan radio, radio memiliki daya tarik, disebabkan oleh tiga unsur yang melekat padanya, yskni: a. Kata-kata lisan (spoken words), b. Musik (music), c. Efek suara (sound effect). Dengan dihiasi musik dan didukung efek suara, seperti suara binatang, hujan atau badai, mobil atau pesawat terbang, dan lain-lain, suatu acara yang disajikan radio menjadi hidup. Meskipun kemudian muncul di rumah-rumah pesawat televisi yang, selain audial seperti radio, juga visual, pesawat radio tetap tidak tergeser sebab, untuk menikmati suatu acara dari pesawat televisi, khalayak tidak bias beranjak dari kursi di depan pesawat, sedangkan acara dari pesawat radio dapat dinikmati sambil mandi, bekerja, atau sambil mengemudikan kendaraan. Itulah faktor-faktor yang menyebabkan dijulukinya radio sebagai the fifth estate; langsung, tidak mengenal jarak dan rintangan, serta memiliki daya tarik. Keefektifan radio siaran semakin didukung pula oleh produksi teknologi mutakhir, seperti pemancar sistem frequency modulation (FM), transistor, dan lain-lain. Radio Siaran Sebagai Media Massa Elektronik Sebagai unsur dari proses komunikasi dalam hal ini sebagai media massa, radio siaran mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya. Jelas berbeda dengan surat kabar yang merupakan media cetak, juga dengan film yang bersifat

mekanik-optik. Dengan televisi, kalaupun ada persamaannya dengan sifatnya yang elektronik terdapat perbedaan yakni radio sifatnya audit, televisi bersifat audio-visual. Penyampaian pesan melalui radio siaran dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan. Kalaupun ada lambang-lambang yang dipergunakan jumlahnya sangat minim, umpamanya tanda waktu pada saat akan memulai acara warta berita dalam bentuk bunyi telegrafi atau bunyi salah satu alat musik. Keuntungan radio siaran bagi komunikan ialah sifatnya yang santai. Orang bisa menikmati radio sambil makan, sambil tidur-tiduran, sambil bekerja bahkan sambil mengemudikan mobil. Tidak demikian dengan media massa lainnya. Penyajian hal yang menarik dalam rangka penyampaian suatu pesan adalah penting, sebab publik sifatnya selektif. Begitu banyak pillihan diantara sedemikian banyak media komunikasi dan begitu banyak pula pilihan acara dari sekian banyak acara dari setiap media. Dalam hubungan ini musik memegang peranan yang sangat penting. Diantara acara-acara musik yang memukau itulah pesan-pesan disampaikan kepada pendengar. Daya pikat untuk bisa melancarkan pesan ini penting artinya dalam proses komunikasi, terutama melalui media massa, disebabkan sifatnya yang satu arah (one way traffic communication). Komunikasi hanya dari komunikator kepada komunikan. Komunikator tidak mengetahui tanggapan komunikan. Kelemahan-kelemahan ini bagi radio di tambah lagi dengan sifatnya yang lain yakni didengar sekilas. Pesan yang disampaikan kepada pendengar hanya sekilas saja, begitu didengar begitu hilang. Arus balik (feed back) tidak mungkin pada saat itu. Pendengar yang tidak mengerti atau mungkin ingin memperoleh penjelasan lebih lanjut tak mungkin meminta kepada penyiar guna mengulangi lagi. Karena kelemahan-kelemahan itulah maka radio siaran banyak dipelajari dan diteliti guna mencari teknik-teknik yang bisa mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut sehingga komunikasi melalui radio siaran lebih efektif. Untuk lebih memperjelas mengenai keberadaan radio siaran sebagai bagian dari komunikasi massa, harus diketahui apa yang menjadi fungsi dari radio itu sendiri. Radio siaran seperti halnya itu surat kabar, televisi dan film merupakan bagian dari sarana komunikasi, oleh karenanya fungsi dari komunikasi merupakan fungsi dari radio pula, sebagaimana radio merupakan bagian dari komponen dari suatu proses komunikasi. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Menurut Wahyudi televisi berasal dari dua kata yaitu : Tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh dari visi (bahasa latin) yang berarti penglihatan. Dengan demikian televisi yang dalam bahasa Inggrisnya television diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi disuatu tempat (studio televisi) dapat dilihat dari tempat lain melalui sebuah perangkat penerima/televiset. (Wahyudi, 1986 : 3). Lebih rinci Ensiklopedia Indonesia memberikan defenisi televisi yaitu : Televisi sebagai pesawat penerima, didefenisikan sebagai pesawat televisi yang berisi perlengkapan untuk mengubah sinyal televisi menjadi gambar dan suara. Sinyal yang diterima disalurkan kepada pemilih saluran yang melakukan pengubahan frekwensi. Setelah disaring (dengan filter) lalu dimodulasi. Setelah itu dipisah-pisahkan sinyal gambarnya dengan sinyal suara singkronisasi. Dalam pesawat penerima televisi warna ada pemisahan dan penggarapan sinyal dan informasi warna dilakukan suatu alat khusus (Ensikzslopedia, 1988 : 3489). Sebagai media massa televisi memang memiliki kelebihan dalam penyampaian melalui gambar dengan media massa lain. Pesan-pesan melalui televisi disampaikan

melalui gambar dan suara secara bersamaan (sinkron), dan hidup, sangat cepat (aktual) terlebih lagi dalam siaran langsung (live broadcast) dan dapat menjangkau ruang yang sangat luas (Wahyudi, 1986 : 3). Hal yang sama dikemukakan oleh Jacob Oetama yang mengemukakan bahwa : televisi merekam kejadian dengan gambar dan suara serentak, mentah seperti apa adanya. Televisi merekam atau memotret kejadian secara hidup dan langsung menyiarkannya kepada penonton. Mungkin saja masih ada jarak waktu, misalnya jika tidak siaran langsung. Meskipun demikian keserentakan lebih terasa, lebih nyata, lebih hidup dan mencekam (Atmowiloto, 1986 : xi). Alat-alat audiovisual (televisi) juga membuat suatu pengertian atau informasi menjadi lebih berarti, kita lebih mudah dan lebih cepat belajar enggan melihat alat-alat sensori seperti gambar, bagan, atau model (Suleiman, 1981 : 1). Hal ini menyebabkan pesan televisi dapat merasuk ke seluruh lapisan masyarakat baik remaja, orang tua, wanita, pria yang berpendidikan atau tidak. Sehingga wajar jika pesan yang disampaikan televisi diterima dan diartikan berbeda-beda pemirsanya tergantung kondisi dan situasinya. Ada yang terhibur dan puas dan ada yang tidak. Seperti yang diungkapkan Wahyudi (1986 : 215) : Televisi sebagai media massa tidak mungkin dapat memuaskan semua orang yang memiliki latar belakang, usia, pendidikan, status sosial, kepercayaan, paham golongan yang berbeda-beda. Televisi dapat membuat orang puas, tidak puas, senang, tidak senang, sedih, gembira, marah, yang semuanya merupakan hal yang wajar karena sifat manusia yang berbeda-beda Televisi siaran yang pertama kali di Indonesia adalah TVRI yaitu tahun 1962, yang merupakan televisi siaran milik pemerintah. Sampai tahun 1988 TVRI merupakan talevisi siaran satu-satunya yang ada di Indonesia. Baru tahun 1989, mulai muncul televisi swasta secara bertubi-tubi (Swa edisi November 1995 : 12). Hal ini sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah, khusus dibidang siaran televisi yang memberi ijin pendirian stasiun yang murni komersial dan dimiliki swasta. Tak tanggung-tanggung lima stasiun televisi swasta muncul, bahkan untuk masa yang akan datang malah akan lebih, kalau stasiun-stasiun daerah yang sewaktu itu direncanakan jadi dibuka (Swa edisi November 1995 : 13). Televisi swasta yang pertama muncul adalah RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), yang hadir pada pertengahan 1989 (Manan, 994 : 24). Televisi swasta berada di Jakarta dan baru diperuntukkan bagi pemirsa televisi disekitar kota Jakarta. Jadi hanya dapat ditangkap didaerah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi). Kemudian disusul oleh SCTV (Surya Citra Televisi Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1990 yang berada di kota Surabaya. Siaran-siaran yang dikelola kedua televisi swasta ini, belum dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, karena hanya dapat ditonton oleh mereka yang mempunyai decoder, (alat Bantu untuk menangkap siaran). Perkembangan didunia siaran televisi Indonesia terus berkembang, siaran RCTI dan SCTV akhirnya dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat tanpa memakai decoder. Kemudian pada tahun 1991 hadir stasiun swasta lain yang mengambil tema pendidikan yaitu TPI (Televisi Pendidikan Indonesia). Jam siarannya berlangsung dari pagi hingga siang hari. Televisi ini mengudara secara nasional di Indonesia. Siaran televisi swasta bertambah lagi dengan hadirnya ANTEVE (Andalas Televisi), yang umumnya menyajikan produk-produk import (film-film dan acaranya). Dan terakhir, adalah INDOSIAR yang mempromosikan warna dan suara yang lebih bagus dengan sistem digitalnya Tapi dengan me-nasionalnya televisi swasta tadi masyarakat semakin dapat bebas memilih saluran televisi yang disenanginya. Dalam hal ini Indonesia adalah negara pertama yang memanfaatkan satelit yang bertujuan supaya siaran-siaran televisi swasta

tadi dapat menjangkau seluruh Indonesia. Kehadiran televisi swasta tadi ini, menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat Stasiun televisi swasta mengalami perkembangan. Sekarang sebagian besar jam siar televisi swasta tadi masih diisi oleh film-film dari luar negeri, terutama dari Amerika Serikat, Amerika Latin ( untuk telenovela), Hongkong, India dan Jepang.Alasannya selain kualitas dan teknik film-film itu cukup bagus, harganyapun murah. Rata-rata stasiun televisi swasta tadi mengudara 18 Jam perhari, total jam siaran kelima stsiun televisi tadi 90 Jam perhari (Swa edisi Oktober 1995 :46) Perkembangan Televisi Swasta Nasional tersebut itu diikuti oleh televisi swasta lainnya seperti TPI, MTV, METRO TV dan malahan dibeberapa daerah provinsi seperti Provinsi Sumut Kotamadya Siantar mencoba membangun TV komunitas walaupun akhirnya gagal. Namun dalam pandangan komunikasi perkembangan komunikasi massa perhatian masyarakat akan memanfaatkan media massa sebagai media informasi seperti televisi umpamanya tampaknya cukup tinggi. Justru itulah wajar kiranya dari kajian teoritis komunikasi massa tersebut perlu disambut dan didukung atas kehadiran media massa ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Internet Sebagai Komunikasi Massa. Penggunaan Internet telah mengubah pengunaan teknologi informasi. Di berbagai tempat di dunia, akses terhadap informasi menjadi lebih mudah dan murah dengan adanya media Internet ini. Pada mulanya akses kepada informasi dalam bentuk elektronik (electronic information) sangat sukar dan mahal. Orang harus menggunakan jaringan telekomunikasi dan komputer sendiri (private lines, value added network) yang harganya mahal. Indonesia tidak berbeda dengan negara lain dimana Internet dan Teknologi Informasi mulai menjadi sesuatu hal yang penting. Di Indonesia penggunaan teknologi informasi yang berbasis elektronik ini lebih dikenal dengan istilah Telematika. Selain itu jaringan Internet juga sudah makin tersebar keberadaannya di Indonesia, sampai ke daerah. Namun masih belum jelas pemanfaatan dari Telematika di Indonesia. Penyedia Jasa Internet (PJI, Internet Service Provider / ISP) sudah mencapai lebih dari 100 buah, namun jumlah pengguna Internet di Indonesia diperkirakan masih belum mencapai dua (2) juta orang. Berbagai inisiatif sudah dijalankan, namun belum meningkatkan jumlah pengguna dalam angka yang berarti. Ada dugaan hal ini berkaitan dengan masalah kultur Indonesia. (Lihat Bahan Bacaan.) Ada sebuah hipotesa bahwa pemanfaatan Telematika dapat meningkatkan daya saing yang akhirnya dapat membuat rakyat sejahtera. Hipotesa ini masih harus dibuktikan. Sementara itu otonomi daerah merupakan sebuah fenomena yang muncul di Indonesia. Apakah pemanfaatan Telematika dapat meningkatkan kemampuan dan daya saing Pemerintah Daerah? Adakah manfaat lain dari penerapan Telematika di Pemerintah Daerah?

PETA PERMASALAHAN MEDIA PENYIARAN DAN MEDIA ELEKTRONIK DI PROPINSI SUMATERA UTARA, SUMATERA BARAT DAN RIAU. Pengantar. Keberadaan Radio, Televisi dan Warung Internet Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau. Berbagai permasalahan yang ditemui dilapangan dalam

penggunaan media penyiran dan media elektronik Radio, Televisi dan Warung Internet adalah antara lain 1. Masalah yang bersifat umum dan strategis, merupakan permasalahan yang muncul disetiap objek. 2. Masalah yang memerlukan perhatian dan penanganan serta tindak lanjut. Penjabaran dari masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut : Masalah Yang Bersifat Umum dan Strategis. 1. Radio. a. Masih banyak radio yang belum mempunyai ijin dari KPI. Ada pihak radio menyatakan ketidakpuasan terhadap pelayanan pengurusan ijin karena sepertinya ada kesan ketidak adilan dan kelambanan dalam pengurusan ijin. Misalnya untuk mengurus pengalihan frekuensi AM ke FM, masih ada radio yang belum mengantongi ijin, sedangkan pengurusan sudah dilakukan jauh hari sebelumnya, sedangkan radio yang baru berdiri bisa dengan mudah mendapatkan ijin FM, disamping itu banyak radio yang tidak masuk dalam Master Plan daerah. b. Faktor alam yaitu cuaca buruk yang sangat menggangu dan berbahaya dalam melakukan penyiaran radio. 2. Televisi. Karena kurangnya alokasi dana dan perijinan dalam mendirikan Televisi swasta lokal, sehingga masih banyak di tiap-tiap daerah yang belum ada. 3. Warung Internet. 5. Jaringan Speedy kurang lancar dan jaringan sering terjadi Disconnect. 6. Jaringan tidak stabil. 7. Akses sering putus dan lama aksesnya. 8. Listrik yang sering padam. 9. Harga ISP yang terlalu tingi. 10. Virus jaringan. 11. Sulit mendapatkan software resmi.

Analisis Masalah. 1. Radio. 6. Karena kesulitannya mengurus perijinan, maka banyak pengusaha siaran radio yang melakukan kegiatan penyiaran meskipun belum memiliki ijin dengan alasan ijin sedang dalam pengurusan. 7. Masalah yang harus diwaspadai dalam pengoperasian stasiun radio adalah cuaca yang buruk dan sangat rawan petir, yang sangat berbahaya terhadap perangkat penyiaran radio. 2. Televisi. Dana alokasi untuk perijinan dalam pendirian televisi sangat besar, sehinga sulit bagi pengusaha untuk mendirikan televisi swasta lokal. 3. Warung Internet. K. Bahwa infrastruktur untuk kelancaran pelaksanaan internet belum memadai karena jaringan internet masih sering mengalami gangguan. L. Dimana dalam penggunaannya, warnet sering mengalami gangguan jaringan yang tidak stabil dalam mengakses internet. M. Akses internet yang sering terputus-putus sehingga mengganggu dalam pemakaiannya.

N. Fasilitas listrik yang sering padam, yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik warnet. O. ISP yang tersedia di daerah masih sangat terbatas yang menyebabkan para pemilik warnet hanya bisa menggunakan ISP yang ada saja, sehingga jaringan yang dimiliki ISP menjadi over load (kelebihan beban). P. Virus dalam penggunaan warnet sangat sulit untuk diatasi. Q. Software resmi sangat sulit didapatkan., kalaupun ada harus diperoleh dengan harga yang tinggi (mahal). Pemecahan Masalah. 1. Radio. b. Sebaiknya didalam pengurusan perijinan pendirian radio diberi kemudahan, mulai dari pihak KPI dalam urusan yang berhubungan dengan penyiaran, dan pihak Balmon yang berhubungan dengan frekuensi sehinga radio bisa didirikan, karena radio adalah media yang sangat penting bagi masyarakat pedesaan/pedalaman yang sulit dijangkau oleh media komunikasi yang lain. c. Faktor alam, yaitu cuaca. Dimana kita hendaknya dapat memanfaaatkan prakiraan cuaca dari BMG tentang prakiraan cuaca yang akan terjadi. 2. Televisi. Dalam pendirian televisi swasta lokal sebaiknya dana tidak terlalu besar atau tinggi, sehinga para pengusaha mampu untuk mendirikan televisi swasta lokal di setiap daerah. 3. Warung Internet. 5. Seharusnya jaringan lebih diperlancar dan diperbaiki agar tidak terjadi banyak gangguan atau disconnect. 6. Dimana kalau ada masalah jaringan yang tidak stabil sebaiknya Telkom cepat memberikan solusi dan segera mengatasinya. 7. Supaya stabilitas koneksi akses diperbaiki dan lebih ditingkatkan lagi kualitas maintenance dan pelayanan dalam pengaksesan. 8. Jika PLN berani memberi denda terhadap keterlambatan pembayaran tagihan, maka PLN juga harus bersedia membayar biayar kompensasi atas kerugian pengusaha warnet karena seringnya terjadi pemadaman listrik dari pihak PLN. Para pengguna warnet juga harus menyediakan genset untuk mengantisipasi apabila terjadi pemadaman listrik dari PLN. 9. Memberikan penambahan jumlah ISP dengan harga yang relatif lebih murah yang dapat terjangkau. 10. Bila terjadi virus harus diformat atau diinstall kembali. 11. Pemerintah hendaknya menyediakan subsidi software resmi (legal) bagi pemilik dan pengguna internet. Kesimpulan. 1. Radio. Bahwa ada pihak radio menyatakan ketidakpuasan terhadap pelayanan pengurusan ijin karena sepertinya ada kesan ketidak adilan dan kelambanan dalam pengurusan ijin. Disamping itu, masalah cuaca buruk dan sangat berbahaya yang sering mengganggu terhadap perangkat penyiaran radio. 2. Televisi. Bahwa dana alokasi untuk pengurusan perijinan dalam pendirian televisi sangat besar, sehinga menyulitkan bagi para pengusaha yang berminat untuk mendirikan televisi swasta lokal.

3. d.

e. f.

g.

Warung Internet. Bahwa infrastruktur untuk kelancaran pelaksanaan warung internet belum memadai karena jaringan internet masih sering mengalami ganguan. Dimana dalam penggunaannya warnet sering mengalami jaringan yang tidak stabil dalam menggunakan internet. Akses juga sering terputus-putus sehingga mengganggu dalam pemakaiannya. Fasilitas listrik yang sering padam, yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik warnet. ISP yang tersedia di daerah masih sangat terbatas yang menyebabkan para pemilik warnet hanya bisa menggunakan ISP yang ada saja, sehingga jaringan yang dimiliki ISP menjadi over load (kelebihan beban). Software resmi sangat sulit didapatkan, kalaupun ada harus diperoleh dengan harga yang tinggi (mahal). Virus dalam penggunaan warnet sangat sulit untuk diatasi.

Saran 1. Radio. Sebaiknya dalam hal perijinan pendirian radio tidak perlu rumit dan dipersulit, karena radio adalah salah satu media komunikasi yang siarannya sampai kedaerah pedalaman yang sulit dijangkau oleh media lainnya. 2. Televisi. Agar dana dalam pengurusan perizinan pendirian televisi swasta tidak terlalu mahal atau tinggi, agar setiap daerah memiliki siaran televisi swasta lokal. 3. Warung Internet. 5. Agar kualitas jaringan dan maintenance lebih ditingkatkan lagi sehingga tidak terjadi banyak gangguan atau disconnect dan apabila ada masalah jaringan yang tidak stabil sebaiknya Telkom cepat memberikan solusi dan segera mengatasinya. 6. Agar kualitas pelayanan listrik dari PLN lebih ditingkatkan lagi, sehingga pemadaman-pemadaman listrik yang sering terjadi dapat diminimalisir. Para pengguna warnet juga harus menyediakan genset untuk mengantisipasi apabila terjadi pemadaman listrik dari pihak PLN. 7. Agar pemerintah menambah jumlah ISP dengan harga yang relatif lebih murah yang dapat terjangkau serta menyediakan subsidi software resmi (legal) bagi pemilik dan pengguna internet. 8. Agar pihak pemilik warnet memformat atau menginstall kembali program komputer apabila terjadi gangguan virus. DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, K. Lukiati (2004). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta. Biro Pusat Statistik. (2006). Beberapa Indikator Penting Sosial Ekonimi Indonesia, Edisi Juli. Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, (2004). Telematika Indonesia, Kebijakan dan Perkembangan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKPI). Jakarta. Kriyantono, Rakhmat. (2006). Teknik Praktis Riset komunikasi, Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Rakhmat, Jalaluddin. (2000). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. Remaja Rosdakarya. Rogers, E.M. (1995). Diffusion of Innovations. New York. Free Press. Rogers, E.M. dan F. Shoemaker (1971). Comminication of Innovation A Cross Cultural Approach. New York. Free Press. Santoso, Gempur. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . Jakarta. Prestasi Pustaka Publisher. Setiawa, Bambang, (1990). Metode Survey Untuk Komunikasi. PAU Studi Sosial. Yogyakarta.UGM. Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. (226). Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Suryabrata, Sumadi. (2003). Metode Penelitian. Jakarta. PT. Raja Grafindo. Severin, W.J, James w. Tankard, Jr. (2005). Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, Jakarta. Prenada Media. Edisi Kelima.

TINGKAT PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP APLIKASI KOMPUTER DAN INTERNET (Survey Terhadap Pengunjung Warung Internet di 14 Kota Wilayah Kerja BPPI Wilayah I Medan)23 Oleh : Abdul Rahman Harahap Abstrak Masih rendahnya tingkat penguasaan Internet (Internet Literacy) dan menguasai informasi (information literacy) serta Pola pikir masyarakat yang menggangap kehadiran Internet masih sebatas media hiburan penyebab terjadinya kesenjangan digital (digital devide). Sejauh mana tingkat pemahaman masyarakat dalam mengaplikasikan komputer dan internet, serta apa kendala yang dihadapi dalam memahami dan mengaplikasikannya merupakan permasalahan penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan di 14 kota wilayah kerja BPPI Medan, dengan jumlah responden 280 orang pengunjung warung internet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar responden memiliki pengenalan, penguasaan terhadap computer dan internet. Namun perangkat lunak sistem operasi (operating system) yang digunakan masih pada win 98, win Xp, win ME dan Win NT. Sedangkan Linux masih belum familier dikalangan masyarakat pengunjung warung internet. Dari perspektif sosial dan kebudayaan, internet sebagai introduksi salah satu jenis teknologi telah mendorong berlangsungnya pelbagai perubahan di masyarakat. e-commerce, atau cybersex, misalnya, adalah sebahagian contoh dari beberapa perubahan radikal dalam lingkup ekonomi dan sosial masyarakat. Internet juga telah mendorong munculnya beberapa kecemasan baru di kalangan masyarakat luas. Kata Kunci : Pemahaman, masyarakat, aplikasi, komputer, internet. The low level of mastery of the Internet (Internet Literacy) and control information (information literacy) and the mindset of the people who menggangap Internet presence is still limited to the cause of the entertainment media, the digital gap (digital divide). How far the level of public understanding in applying computers and internet, and what obstacles encountered in understanding and applying it is a problem of research. This research was conducted in 14 cities of Medan BPPI working area, with the number of visitors 280 respondents internet cafes. The results showed that the respondents have settled some recognition, mastery of computers and the Internet. However, operating system software (operating system) that is used is still on win 1998, Win XP, Win ME and Win NT. While Linux still not familiar visitors among the community of internet cafes. From the social and cultural perspective, the introduction of the Internet as one type of technology has encouraged the various changes taking place in society. e-commerce, or cybersex, for example, was settled some examples of some radical changes in economic and social sphere of society. The Internet also has encouraged the emergence of some new anxieties among the public. Keywords: Comprehension, communities, applications, computers, internet.
23

Telah dipresentasikan pada acara seminar hasil penelitian tanggal 3 Desember 2009 di BBPPKI Medan

Latar Belakang Masalah Penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada era informasi ini sudah merupakan suatu keharusan, bila tidak ingin tertinggal dengan negara lain. Hal ini dipicu (driver) dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, yang terjadi sedemikian pesat sehingga data, informasi dan pengetahuan dapat diciptakan dengan teramat sangat cepat dan dapat disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan di dunia dalam hitungan detik. Teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini tidak hanya merupakan faktor pendukung bagi pembangunan Indonesia dibidang politik, ekonomi, social budaya, hukum dan hankam akan tetapi sudah merupakan motor penggerak pembangunan. Dukungan keunggulan teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan suatu konvergensi antara telekomunikasi, media dan informatika (Telematika) telah meningkatkan kualitas komunikasi dan informasi dalam menyediakan informasi yang mudah dan cepat bagi masyarakat secara merata, sehingga merupakan wahana dalam mentransfer pemikiran dan sudut pandang, gagasan, pengetahuan dan keterampilan untuk mampu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi tantangan global. Peranan informasi dan komunikasi dalam mengatasi berbagai permasalahan nyata dewasa ini ( isu kemiskinan, separatisme, konflik vertikal dan horizontal dalam masyarakat, KKN, hukum dan HAM, antisipasi bencana alam) dengan memperhatikan arah perkembangan peradaban pada masa yang akan datang, maka inflementasi dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi kebutuhan dan bahkan dalam aspek tertentu menjadi katalisator seperti penerapan e-Government dan eProcurement yang menjadi metode dalam upaya mengatasi sebagian isu KKN. Artinya pengembangan teknologi informasi Mdan komunikasi menjadi prioritas untuk menyiapkan Indonesia menghadapi masa depan dan sekaligus menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut.(Renstra Depkominfo 2004-2009) Pendapat tentang perlunya meningkatkan ekses informasi dan komunikasi bagi negara-negara berkembang muncul dari berbagai pihak termasuk institusi internasional, seperti Komisi Eropa dan UNESCO. Kedua institusi ini sepakat bahwa pada masyarakat yang lebih maju adalah masyarakat yang lebih instens dalam pemanfaatan teknologi informasi sehingga memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi. Tumbuhnya masyarakat informasi tidak terlepas dari adanya revolusi digital yang muncul pertengahan abat 20. Revolusi ini telah memberikan pengaruh yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat baik dilihat dari aspek sosial, budaya ,ekonomi dan politik. Tentang masyarakat informasi, Castels menyatakan: Masyarakat informasi adalah yang menciptakan, menggunakan, mengekploitasi informasi sebagai satu yang penting dalam kegiatan ekonomi, politik dan budaya. Secara spesifik teknologi informasi pada masyarakat berada pada posisi sentral dalam kegiatan produksi, ekonomi dan kegiatan masyarakat secara luas. Kesenjangan digital (digital devide) telah memisahkan banyak orang yang terhubung pada revolusi digital dalam ICT dengan orang-orang yang tidak memiliki akses pada teknologi baru ini. Terminologi dari digital devide merujuk kepada adanya jurang pemisah antara masyarakat yang mengakses teknologi informasi digital secara efektif dengan yang tidak mengakses sama sekali. Pada umumnya mencakup dua hal, yaitu mengakses teknologi secara fisik dan secara luas kemampuan dan ketersediaan sumber daya yang tersedia untuk digunakan. Dalam mengatasi kesenjangan digital, pada awal abad ini UNESCO telah melaksanakan dua kali pertemuan internasional yaitu Word Summit On the Information Society (WSIS), di Jenewa pada tahun 2003 dan di Tunisia tahun 2005. Pada 2003 para pemimpin dunia yang hadir saat itu mendeklarasikan tekat bersama dalam mengurangi kesenjangan digital ini, antara lain berbunyi: Kita juga menyadari bahwa manfaat dari revolusi teknologi informasi pada saat ini telah

terdistribusi tidak merata antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang serta lingkungan masyarakat. Kita berkomitmen sepenuhnya untuk mengubah kesenjangan digital ini menjadi satu peluang digital untuk semua orang khususnya bagi mereka yang beresiko tertinggal dan semakin terpinggirkan. Pada WSIS kedua di Tunisia tahun 2005 disepakati satu deklarasi yang cukup progresif yang merupakan Plan of Action- dari UNESCO, yaitu bahwa pada tahun 2015 sebanyak 50 Persen dari wilayah diberbagai negara sudah terjangkau jaringan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. (http://www.postel.go.id ) Bagi Indonesia berarti bahwa pada tahun 2015 sebesar 50 Persen dari penduduk Indonesia sudah masuk ke masyarakat informasi global (Global information Society). Dalam mengembangkan masyarakat Informasi di Indonesia, peran pemerintah masih tampak menonjol, pemerintah tidak hanya sebagai regulator tetapi juga sebagai operator. Upaya pemerintah ini tidak terlepas dari proses globalisasi yang sedang berlangsung, yang oleh berbagai pihak dinilai telah menciptakan ketidakadilan. Ketidak seimbangan ini tentu saja akan menyebabkan pengkutuban antara segelintir negara dan kelompokkelompok yang memperoleh keuntungan, dan negara-negara maupun yang kalah atau termarjinalisasikan. Sampai saat ini posisi Indonesia di kancah internasional dalam hal inflementasi Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) tergolong masih rendah. Data terakhir dari ITU. menunjukkan bahwa tingkat ICT-Literacy penduduk Indonesia saat ini berada pada urutan ke 51 pada kategori Medium Access, dan pada urutan 116 dari 178 negara yang di indeks oleh International Comunication Union ( ITU). Dengan indeks skor 0,34, Indonesia sejajar dengan Gabon, diatas Maroko dan dibawah Mongolia. Dibanding dengan negara-negara ASEAN Indonesia berada jauh dibawah Singapura dan Malaysia, bahkan Vietnam yang semuanya juga masuk kedalam kategori Upper Access. Sementara itu APJII mencatat bahwa sampai dengan tahun 2006 pengguna Internet di Indonesia baru mencapai 20 juta orang atau sekitar 8 persen dari jumlah penduduk, walaupun terjadi peningkatan dibanding tahun 2002 yang baru berjumlah 4,5 juta orang Walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam pengembangan TIK namun di Indonesia TIK belum berkembang secara signifikan. Banyak hal yang diperkirakan menyebabkan lambatnya perkembangan TIK dimaksud, misalnya tingkat perkembangan ekonomi yang belum mendukung, masih relative tingginya masyarakat yang tinggal di pedesaan dengan berbagai persoalan yang dihadapi, seperti rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya akses informasi dan lemahnya tingkat ekonomi masyarakat serta rendahnya tingkat pemahaman masyarakat mengakses /menguasai komputer (computer literacy), menguasai internet (Internet Literacy) dan menguasai informasi (information literacy). Pentingnya kajian dan pengembangan terhadap TIK di Indonesia terutama adalah untuk mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dalam penerapan TIK khususnya dalam percepatan inflementasi Plan of Action, WSIS, dalam rangka mencapai target 50 persen penduduk sudah terakses kedalam TIK pada tahun 2015. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan, keterampilan dan pemahaman mengaplikasikan teknologi informasi komunikasi yang demikian pesat perkembangannya agar dapat berinteraksi dengan masyarakat luar terutama agar dapat menerima informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri agar dapat meningkatkan Pengetahuan yang bermuara pada peningkatan tarap hidupnya. Oleh sebab itu perlu diteliti Pemahaman Masyarakat Terhadap Aplikasi Komputer dan Internet , kebijakan dan program kegiatan apa yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan aplikasi internet serta hambatan dan permasalahan yang menjadi kendala bagi masyarakat dalam memahami dan mengaplikasikan internet.

Identifikasi Masalah Adapun permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Kesenjangan digital (digital devide) telah memisahkan banyak orang yang terhubung pada revolusi digital dalam TIK dengan orang-orang yang tidak memiliki akses terhadap aplikasi komputer dan internet. 2. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam pengembangan TIK namun di Indonesia TIK belum berkembang secara signifikan 3. Masih rendahnya tingkat mengakses /menguasai komputer (computer literacy) menguasai Internet (Internet Literacy) dan menguasai informasi (information literacy) dikalangan Masyarakat. 4. Pola pikir masyarakat yang menggangap kehadiran Internet masih sebatas media hiburan. Perumusan Masalah Adapun permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Sejauhmana pemahaman masyarakat pengunjung warung internet terhadap aplikasi komputer dan internet di 28 Warung internet pada 14 kabupaten/Kota wilayah kerja BPPI Medan. 2. Hambatan-hambatan dan permasalahan apa yang menjadi kendala bagi masyarakat dalam memahami dan mengaplikasikan komputer dan Internet?. 3. Kebijakan dan Program kegiatan apa yang dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan aplikasi internet ? Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap penggunaan komputer dan internet. 2. Mengetahui faktor-faktor penghambat yang dihadapi masyarakat dalam memahami penggunaan komputer dan internet. 3. Sebagai bahan informasi dalam merumuskan kebijakan dan program kegiatan yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan penggunaan komputer dan internet. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Dapat mengetahui bagaimana gambaran tentang tingkat pemahaman masyarakat pengunjung warung internet terhadap aplikasi Komputer dan internet 2. Dapat menjadi bahan masukan bagi instansi terkait mengenai hambatan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam upaya memahami dan mengaplikasikan internet 3. Dapat menjadi salah satu referensi dalam membuat konsep kebijakan dan program kegiatan untuk peningkatan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam mengaplikasikan komputer dan internet. Kerangka Teori Secara umum untuk menggambarkan kondisi Sumber daya Manusia (SDM) di bidang telematika dapat diketahui dari tingkat kesadaran, pemahaman dan pendayagunaan ICT yang disebut e-literacy. Literacy dalam kamus bahasa Inggris, diartikan sebagai the ability to read and write atau kemampuan untuk membaca dan menulis. Dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan kata melek. Secara sederhana

literasi adalah kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Kirsch dan Jungeblut dalam buku Literacy Profiles of Americas young adults mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Lebih jauh, seorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya. Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat dengan tingginya tingkat drop-out sekolah, kemiskinan, dan pengangguran. Ketiga kriteria tersebut adalah sebagian dari indikator rendahnya Indeks Pembangunan Manusia. Menciptakan generasi literat merupakan jembatan menuju masyarakat makmur yang kritis dan peduli. Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak bereaksi secara emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Penciptaan generasi yang literat, saat ini mencakup berbagai bidang kehidupan diantaranya literasi membaca, literasi politik, literasi pengetahuan, literasi gender dan berbagai literasi lainnya. Persamaan diantara berbagai konsep literasi adalah penciptaan masyarakat yang memiliki kebebasan akses informasi dan cerdas menggunakan informasi yang dimilikinya. Kerangka Berpikir Dalam bidang yang terkait dengan TIK / ICT, ada beberapa jenis literacy atau kadar melek seseorang, yaitu melek informasi, melek komputer, melek internet, melek teknologi. Sebagai hulu dari semua melek tersebut adalah melek informasi. Eliteracy, dapat dilihat dari gambaran kemampuan akses masyarakat terhadap informasi melalui internet yang didukung oleh keunggulan teknologi informasi dan komunikasi. Secara teoritis, untuk sampai ke tingkat ICT- Literacy ada empat tahap yang harus dilalui, yaitu : 1)Information Literacy, 2)Computer Literacy, 3) Digital Literacy, dan 4) Internet Literacy ( sumber : Ministry of Communication and Information Technology, Version 1,0 : Desember 2006). Secara jelas diuraikan bahwa : 1) Information literacy adalah kemampuan mengakses, mengevaluasi dan menggunakan informasi dan berbagai bentuk, seperti buku, surat kabar, video, CD-Rom atau Web. 2) Computer literacy adalah kemampuan menggunakan computer untuk memenuhi kebutuhan peribadi ataupun suatu instansi. 3) Digital Literacy adalah kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber ketika disajikan melalui alat alat teknologi digital. 4) Internet literacy adalah kemampuan menggunakan pengetahuan teoritis dan praktis mengenai internet sebagai suatu media komunikasi dan informasi bagi manusia yang memerlukannya. Dengan demikian ICT Literacy adalah suatu kombinasi dari kemampuan intelektual dan konsep fundamental, serta keterampilan kontemporer yang harus dimiliki seseorang untuk belajar menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif. Untuk menggambarkan kondisi Sumber daya Manusia (SDM) dalam bidang pengusaan teknologi informasi dan komunikasi dapat diketahui dari tingkat kesadaran, pemahaman dan pendayagunaan ICT yang disebut e-literacy. Gambaran e-literacy secara konseptual dapat dikategorikan dalam enam kategori, berdasarkan konsep atau teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM). Menurut teori ini, level e-literacy seseorang dapat digambarkan seperti berikut :

Level 0 Level 1

Level 2 Level 3

Level 4

Level 5

seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak peduli akan pentingnya informasi dan teknologi untuk kehidupan sehari-hari; jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu dua kali dimana informasi merupakan sebuah komponen penting untuk pencapaian keinginan dan pemecahan masalah, dan telah melibatkan teknologi informasi maupun komunikasi untuk mencarinya; jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu aktivitasnya seharihari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya; jika seorang individu telah memiliki standar penguasaan dan pemahaman terhadap informasi maupun teknologi yang diperlukannya, dan secara konsisten mempergunakan standar tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya sehari-hari; jika seorang individu telah sanggup meningkatkan secara signifikan (dapat dinyatakan secara kuantitatif) kinerja aktivitas kehidupannya sehari-hari melalui pemanfaatan informasi dan teknologi; jika seorang individu telah menganggap informasi dan teknologi sebagai bagian tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan secara langsung maupun tidak langsung telah mewarnai perilaku dan budaya hidupnya (bagian dari information society atau manusia berbudaya informasi).

Selanjutnya model yang dapat juga dijadikan acuan adalah adalah Model Uses and gratification. Model ini meneliti asal muka kebutuhan manusia secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain (atau keterlibatan pada kegiatan lain) dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan. Uses and Gratifications model memusatkan perhatian pada kegunaan isi media untuk memperoleh gratifikasi atau pemenuhan kebutuhan. McQuail (pada Betty-Soemirat, dalam Karlinah, dkk. 1999) Model Uses and Gratifications memakai pendekatan penggunaan dan grafikasi adalah : individu tertentu, seperti halnya sebagian besar manusia mempunyai kebutuhan dasar untuk mengadakan interaksi sosial. Dari pengalamannya, individu ini berharap bahwa konsumsi atau pengunaan media massa tertentu akan memenuhi sebagian kebetuhannya. Hal ini menuntun pada kegiatan penggunaan internet, apakah berinteraksi dengan dunia luar dengan penggunaan e mail atau pun Chatting, membuka situs-situs yang berhubungan dengan kebutuhannya, membaca content website dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, kegiatan ini menghasilkan gratifikasi kebutuhan, tetapi dapat pula menimbulkan ketergantungan dan perubahan kebiasaan dan ini merupakan efek dari penggunaan internet pada individu itu. Kemudian teori perbedaan individu yang diketengahkan oleh Melvin D. Fleur bahwa individu-individu sebagai anggota khalayak merupakan sasaran media massa secara selektif, individu akan menaruh perhatian pada pesan-pesan yang diterimanya terutama jika berkaitan dengan kepentingannya, individu konsisten dengan sikapsikapnya, sesuai dengan kepercayaannya yang didukung oleh nilai-nilainya. Tanggapan terhadap pesan yang diterima oleh individu, diubah oleh tatanan psikologisnya. Teori ini menjelaskan bahwa efek media massa pada khalayak tidak seragam, melainkan beragam disebabkan secara individual berbeda satu sama lain dalam struktur kejiwaannya. Menurut teori ini khalayak amat bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara pribadi. Dimana variasi dimulai dari perbedaan Keperibadian, sikap, norma, nilai, teori, peranan, persepektif, persepsi, interaksi dan struktur jiwa. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individu itu.

Metode Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Lokasi penelitian ini adalah 14 kota pada wilayah kerja balai pengkajian dan pengembangan Informasi Medan yang terpilih secara purposive. Ke-14 kota ini dipilih karena menurut hemat penulis bahwa daerah ini adalah daerah tergolong maju terhadap perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (internet) dibandingkan dengan daerah lainnya pada wilayah kerja BPPI wilayah I Medan. Selanjutnya pemilihan Warung Internet (secara Purposive) dipilih 1 warung internet yang berlokasi di inti kota dan 1 warung internet (warnet) yang berlokasi dipinggiran kota daerah penelitian. Hal ini dilakukan dengan asumsi akan terjaring pengunjung warnet dengan mobolitas ekonomi tinggi untuk inti kota dan mobilitas ekonomi rendah untuk pinggiran kota. 2. Disain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif Analitis. Menurut Rakhmat (2000: 24), metode deskriptif adalah metode yang hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat pradiksi. Tegasnya , penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Selanjutnya dalam menentukan teknik penarikan sampel di lapangan, peneliti menggunakan penarikan secara non probability sampling, yaitu secara purporsive sampling (sampel bertujuan). 3. Populasi dan Sample a. Populasi Populasi penelitian ini adalah masyarakat pengunjung warnet selama bulan Oktober 2007 pada 28 warnet yang dipilih dari 14 kota di wilayah kerja BPPI Wilayah I Medan sebanyak 68.645 orang. Adapun ke-empat belas kota tersebut masing-masing bersama 2 warung internet yang dipilih adalah sebagai berikut
TABEL 1 NAMA KOTA DAN WARNET SERTA JUMLAH PENGUNJUNG PADA BULAN OKTOBER 2007
NO NAMA KOTA BANDA ACEH MEDAN LUBUK PAKAM KABANJAHE PEMATANG SIANTAR KISARAN RANTAU PRAPAT NAMA WARNET JLH PENGUNJUNG OKTOBER 2007

1. 2. 3. 4 5 6 7

Jambu Net Speed ++ Net. Drag Net Gemini Net Dimensi Internet Jimmy Net Perimsa warnet Tenan Kata Warnet Warnet Poltak Cyber Net Bima Net Planet Net Warnet SMK I

2.715 1.270 11.800 3.000 4.500 3.200 2.250 3.000 3.100 2.700 3.020 905 3.250

8 9 10 11 12 13 14

Dharma Net Dano Marsabut Warung-Infokom PADANG Kharisma Net Malpindo Net BUKIT TINGGI Tuiji Net Melka Net BATAM Warnet Clasia Lesehan Net PEKAN BARU Lingga Net Graha Net BENGKALIS Vista Net Kuantum Net LHOKSEUMAWE Lacak Com Enjoy Net Jumlah...............................
PADANG SIDEMPUAN Sumber data : Hasil observasi oktober 2007

1.230 1.200 900 2.200 1.560 1.600 1.325 2.400 1.500 2.500 2.100 1.970 1.350 1.200 900 68.645 orang

b.

Sampel Penentuan besaran sampel dari populasi tersebut ditetapkan dengan menggunakan rumus Taro Yamane yaitu:
n= N Nd 2 + 1

Dimana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi d = tingkat


n= 68.645 68.645(6%) 2 + 1

n=

68.645 68.645 x 0.0036 +1


68.645 248,12

n=

n = 276,66 277

orang

Batas kesalahan yang ditolerir ini bagi setiap populasi tidak sama . Ada yang 1%, 2%,3%,4%5% atau 10% (umar, 2002 dalam Kriyantono, 2007) Untuk penelitian ini maka peneliti memutuskan untuk mengambil 280 orang sampel. Dimana untuk masing-masing warung internet ditetapkan 10 orang responden ( quota sampling). Dengan pecahan sample seperti pada table berikut :

TABEL 2 NAMA KOTA DAN WARNET SERTA PENETAPAN JUMLAH SAMPEL


NO NAMA KOTA BANDA ACEH MEDAN LUBUK PAKAM KABANJAHE PEMATANG SIANTAR KISARAN RANTAU PRAPAT PADANG SIDEMPUAN PADANG BUKIT TINGGI BATAM PEKAN BARU BENGKALIS LHOKSEUMAWE NAMA WARNET Jlh Responden

1. 2. 3. 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Jambu Net Speed ++ Net. Drag Net Gemini Net Dimensi Internet Jimmy Net Perimsa warnet Tenan Kata Warnet Warnet Poltak Cyber Net Bima Net Planet Net Warnet SMK I Dharma Net Dano Marsabut Warung-Infokom Kharisma Net Malpindo Net Tuiji Net Melka Net Warnet Clasia Lesehan Net Lingga Net Graha Net Vista Net Kuantum Lacak Com Enjoy Net

Total Sampel ...................

10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 280

Selanjutnya untuk memilih responden dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Accidental Sampling (sampel kebetulan) terhadap pengunjung Warnet yang telah ditentukan diatas sampai memenuhi quota yang telah ditetapkan Perancangan Alat Ukur dan Analisis No
1

Dimensi
Anteseden (sosiodemografis dan psikologis ) Latarbelakang pengalaman

Indikator penelitian
Usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan pendapatan, minat akan internet Frekwensi menggunakan internet, Intensitas, lamanya

Skala
Nominal

Analisis
Statistik Univariat (f dan %) Statistik univariat

Ordinal Nominal

masyarakat

Pemahaman Aplikasi TIK -Information literacy (Kemampuan Akses Informasi) -Computer literacy (Kemampuan Menggunakan Komputer) -Digital Literacy (Kemampuan Memahami) -Internet literacy (Kemampuan Internet)

Efek dari pemahaman internet

waktu meng-gunakan internet, jenis pesan yang diakses, nilai-nilai yang terbentuk, kepercayaan terhadap internet, sikap individu terhadap internet internet sbg kebutuhan. kemampuan mengakses, mengevaluasi dan menggunakan informasi dan berbagai bentuk, (Content) CD-Rom atau Web. kemampuan menggunakan computer untuk memenuhi kebutuhan peribadi ataupun suatu instansi. kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber ketika disajikan melalui alat teknologi digital. kemampuan menggunakan pengetahuan teoritis dan praktis mengenai internet sebagai suatu media komunikasi dan informasi bagi manusia yang memerlukannya. Efek kognitif afektif, dan behavioral

(f dan %),

Ordinal

Statistik univariat (f dan %),

Ordinal

Statistik univariat (f dan %),

Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karekteristik kejadian ke dalam kelompok atau individu tersebut (Singarimbun, 1998:24). Berdasarkan kerangka teoritis di atas, adapun konsep-konsep dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi beberapa variabel, yaitu : 1. Variabel Anteseden. Variabel anteseden ini terdiri dari data sosiodemografis dan psikologis masyarakat. 2. Variabel Melek (literacy) Information literacy adalah kemampuan mengakses, mengevaluasi dan menggunakan informasi dan berbagai bentuk, seperti buku, surat kabar, video, CD-Rom atau Web. Computer literacy adalah kemampuan menggunakan computer untuk memenuhi kebutuhan peribadi ataupun suatu instansi. Digital Literacy adalah kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber ketika disajikan melalui alat alat teknologi digital. Internet literacy adalah kemampuan menggunakan pengetahuan teoritis dan praktis mengenai internet sebagai suatu media komunikasi dan informasi bagi manusia yang memerlukannya. 3. Variabel Media Variabel media adalah sejauhmana terpaan media internet terhadap kebutuhan dan kepuasan oleh individu dalam masyarakat. Adapun yang termasuk ke dalamnya

adalah keuntungan relatif, kesesuaian, mampu digunakan, dan mampu dilihat hasilnya. 4. Variabel Efek Maksudnya adalah sejauhmana tingkat Pemahaman individu dalam masyarakat dalam menggunakan internet. Model Teoritis
Variabel Anteseden
Sosiodemografis & Psikologis Minat dan motivasi

Variabel Literacy
- Dimensi kemampuan, Pemahaman terhadap Komputer & internet

Variabel Media
Terpaan komputer & internet terhadap kebutuhan dan kepuasan

Variabel efek
Efek Kognitif, apektif dan Behavioral

Operasionalisasi Variabel Berdasarkan variabel-variabel konsep dan model teoritis di atas , adapun operasionalisasi variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Konsep
Variabel Anteseden (Sosiodemografis dan psikografis)

Variabel Operasional
1.Usia 2.Jenis kelamin 3.Pendidikan 4.Pekerjaan 5.Pendapatan 6.Minat terhadap internet 1. Information literacy a. kemampuan mengakses internet b. mengevaluasi, menggunakan informasi berbagai bentuk : referensi, berita, content internet c. Lamanya waktu menggunakan internet d. Jenis pesan yang diakses 2. Computer literacy a. kemampuan menggunakan computer b. untuk kebutuhan pribadi atau instansi 3. Digital literacy a. kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber 4.Internet literacy kemampuan menggunakan internet sbg kebutuhan media komunikasi dan informasi

Variabel Melek (Literacy)

Temuan dan Pembahasan a. Aspek Sosiodemokrafis dan psikografis Usia Responden Berdasarkan data yang diperoleh bahwa dapat dilihat 39,6% masih berusia antara 15-19 tahun. Untuk usia masyarakat 20-25 tahun berjumlah 34,7%. Sedangkan 40 tahun keatas dijawab 1,9% Jenis Kelamin Responden

b.

57% masyarakat yang menjawab berjenis kelamin pria. Sedangkan yang berjenis kelamin wanita berjumlah 43%. Status Perkawinan Masyarakat yang menjawab status perkawinan tidak menikah berjumlah 70.2% Sedangkan yang menjawab status perkawinan sudah menikah berjumlah 20,8%. Sedangkan untuk janda masyarakat menjawab status perkawinan janda berjumlah 5,7%. Dan masyarakat yang menjawab status perkawinan duda berjumlah 3,4%. Tingkat Pendidikan Akhir. Masyarakat yang menjawab tingkat pendidikan akhirnya adalah tamat SMU (sederajat) berjumlah 47,9%. Sedangkan tingkat pendidikan akhirnya adalah tamat Diploma (I,III) berjumlah 18,1%. Sedangkan 0,4% masyarakat menjawab tingkat pendidikan akhirnya adalah tamat S3 Pekerjaan Mayoritas pekerjaan masyarakat adalah pelajar/mahasiswa dengan 42,6%. Pekerjaan berwiraswasta yang dijawab oleh masyarakat berjumlah 21,9%. Untuk pekerjaan karyawan swasta masyarakat menjawab 17,4%. Sedangkan untuk pekerjaan masyarakat pensiunan, akademisi masyarakat hanya menjawab 0,4%. Pemahaman Masyarakat Terhadap Aplikasi Internet Saat Ini Ada 15 hal penting yang menjadi sorotan untuk mengetahui pemahaman masyarakat terhadap aplikasi internet saat ini, yaitu: 1. Pengenalan masyarakat terhadap perangkat keras (hardware) yang terdiri dari pengenalan perangkat input, perangkat output serta scanner gambar dan webcam. 2. Pengenalan masyarakat terhadap perangkat lunak internet yang terdiri dari microsoft internet explorer, mozila fire fox, internet mail/outlook express. 3. Lama mengenal internet. 4. Asal mula masyarakat belajar internet. 5. Manfaat internet yang paling dirasakan. 6. Yang mendorong masyarakat dalam menggunakan internet 7. Frekuensi masyarakat dalam mengakses internet selama seminggu 8. Lokasi mengakses internet. 9. Fasilitas yang digunakan masyarakat untuk mengakses internet. 10. Kegiatan yang dilakukan masyarakat melalui internet. 11. Informasi yang dicari masyarakat melalui internet. 12. Program aplikasi yang digunakan masyarakat untuk kegiatan chating 13. Aplikasi browser yang digunakan masyarakat. 14. Situs yang digunakan masyarakat untuk kegiatan browsing (pencarian data). 15. Situs yang digunakan masyarakat untuk memperoleh informasi atau berita. Untuk perangkat keras input yang terdiri dari key board, mouse, trackball dan gamepad, sebanyak 30,9% masyarakat sangat mengenalnya dan 49,1% mengenal input. Sedangkan 16,2% kurang mengenal, dan hanya 3,8% yang tidak mengenal. Jika dilihat persentase masyarakat yang sangat mengenal dan mengenal input memiliki jumlah lebih besar dari yang kurang mengenal dan tidak mengenal sama sekali, maka hal ini sangat wajar karena perangkat input

yang dimaksud sering digunakan atau dilihat sehari-hari oleh masyarakat pengguna internet maupun keseharian dalam bekerja dan belajar. Perangkat keras output yang terdiri dari printer, speaker dan networking (jaringan) sangat dikenal oleh 30,9% masyarakat dan yang mengenal sebanyak 42,3%. Masyarakat yang kurang mengenal output sebanyak 20,4% dan 6,4% tidak mengenal sama sekali. Jika dilihat lebih jauh, maka perangkat output tidak berbeda jauh pengenalannya oleh masyarakat yang juga mengenal input. Perangkat output bisa dikatakan sebagai pelengkap input. Scanner gambar dan webcam merupakan salah satu poin favorit bagi pengguna internet. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa 40% masyarakat mengenal scanner gambar dan webcam, sebanyak 26% sangat mengenal. Yang kurang mengenal berjumlah 26,8%. Sedangkan 7,2% masyarakat tidak mengenal scanner gambar dan webcam. Umumnya fasilitas scanner gambar dan webcam telah banyak disediakan oleh warung internet (warnet) sebagai salah satu daya tarik untuk menambah pengunjung, sehingga bagi masyarakat yang tidak memiliki fasilitas tersebut di rumah atau yang sama sekali rumahnya tidak memiliki fasilitas internet dapat menggunakan scanner gambar dan webcam di warnet. Microsoft internet explorer sangat dikenal oleh 21,9% masyarakat dan yang mengenal sebanyak 47,9%. Yang kurang mengenal berjumlah 12,5% serta 17,7% tidak mengenal. Bagi para pengguna awal internet, perangkat Microsoft internet explorer merupakan hal yang wajib digunakan sebagai jalur untuk masuk kedalam tahapan lanjutan. Perangkat Internet Mozzila Firefox sangat dikenal oleh 34% masyarakat dan 44,9% mengenal perangkat tersebut. Sedangkan 15,1% kurang mengenalnya dan hanya 6% tidak mengenal perangkat internet Mozzila Firefox. Penggunaan perangkat internet Mozilla Firefox sangat mempermudah para pengguna internet dalam membuka berbagai macam situs dengan waktu yang relative lebih cepat. Dalam hal perangkat internet mail/outlook express sebanyak 29,1% masyarakat sangat mengenalnya, 44,5% mengenal. Sedangkan 20% masyarakat kurang mengenal Perangkat internet mail/outlook express dan 6,4% tidak mengenal sama sekali. Sebagai salah satu perangkat yang sangat digemari, internet mail/outlook express lebih mempercepat pengguna internet untuk mengakses situs yang sudah disimpan sebelumnya. Sebanyak 15,8% masyarakat mengenal internet kurang dari 1 tahun, 33,6% mengenalnya 2 sampai dengan 3 tahun. Sedangkan yang mengenal internet 3 sampai dengan 4 tahun adalah 23% dan yang mengenal internet lebih dari 5 tahun berjumlah 7,2%. Dari data tersebut ternyata waktu 2 sampai dengan 3 tahun memberikan pendalaman masyarakat untuk lebih memahami internet. Dalam hal belajar internet, masyarakat yang langsung mencoba sebanyak 24,2% Sedangkan belajar dari teman berjumlah 25,7% . Bagi yang belajar dari sekolah berjumlah 19,2% dan 18,5% masyarakat memilih belajar internet dari kursus. Sedangkan yang belajar dari pelatihan hanya berjumlah 1,5%. Artinya belajar internet dari teman dan mencoba langsung lebih dikedepankan masyarakat untuk dapat belajar internet. Sebanyak 27,2% masyarakat menggunakan internet sebagai hiburan, 25,7% mencari informasi yang dibutuhkan. Sedangkan 16,6% memanfaatkannya sebagai alat komunikasi dan 20% masyarakat menggunakannya untuk menambah wawasan, serta 10,6% membantu

pekerjaan mereka. Perbedaan yang tidak terlalu mencolok dalam hal penggunaan internet menggambarkan bahwa saat ini internet telah dianggap penting untuk membantu berbagai kegiatan masyarakat. Kemudahan untuk berkomunikasi sangat mendorong 42,3 % masyarakat untuk menggunakan internet. Mengikuti perkembangan zaman adalah alasan sebanyak 53,2% masyarakat dalam melakukan penggunaan internet dan 44,5% tuntutan pekerjaan. Di era perkembangan teknologi ternyata sangat memacu masyarakat untuk lebih mengenal internet agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Dalam waktu penggunaan internet, 8,3% masyarakat menggunakannya kurang dari 1 jam/minggu Kemudian 46,8% mengakses internet diantara 5 sampai dengan 8 jam/minggu. Lebih dari 8 jam diakses oleh 34,3% masyarakat dan sebanyak 10.6% hanya mengakses internet 1 sampai dengan 4 jam/minggu. Artinya masyarakat membutuhkan waktu yang bisa dikatakan cukup panjang untuk mengakses internet sebagai hiburan, mencari informasi yang dibutuhkan, sebagai alat komunikasi, menambah wawasan, serta membantu pekerjaan mereka. Kantor menjadi tempat dimana masyarakat sangat sering mengakses internet dengan jumlah sebanyak 31,7%. Sedangkan 61,1% masyarakat tidak pernah mengakses internet di rumah teman, tetangga/saudara. Hanya 10,2% masyarakat sangat sering menggunakan kampus/sekolah/perpustakaan untuk mengakses internet dan yang sering sebanyak 16,6%. Dalam penggunaan internet di warnet, 20,4% sangat sering dan 25,3% sering menggunakannya. Sedangkan penggunaan dirumah sering digunakan oleh 21,9% masyarakat. Lembaga pendidikan sebagai salah satu tempat yang seharusnya mempermudah masyarakat untuk memgakses internet justru persentasenya bisa dibilang rendah. Sebanyak 24,2% masyarakat sangat sering menggunakan laptop/notebook untuk mengakses internet dan jumlah yang sering menggunakannya sebanyak 30,6%. Fasilitas ponsel untuk mengakses internet hanya digunakan oleh 7,2% masyarakat. Mengakses internet melalui ponsel belum menjadi pilihan utama masyarakat karena tidak semua ponsel memiliki fasilitas untuk mengakses internet. Untuk melakukan kegitan pembukaan elektronik mail (e-mail) di internet, sebanyak 34% masyarakat sering menggunakannya dan yang sangat sering sebanyak 14,3%. Sebanyak 40,8% masyarakat sering melakukan chating (komunikasi secara instant melalui internet) pada saat mengakses internet, sedangkan 36,2% untuk mengakses informasi. Melakukan kegiatan mengakses lowongan pekerjaan di internet dilakukan oleh 28,7% masyarakat. Game on line hanya 7,2% masyarakat yang sering menggunakannya. Melakukan chating menempati posisi yang cukup tinggi dalam kegiatan masyarakat mengakses internet, belum lagi ditambah 24,9% yang sangat sering melakukannya. Penggunaan fasilitas chating hampir selalu dibuka dalam kegiatan mengakses internet. Data tentang pendidikan sering dicari 42,3% masyarakat melalui internet, tentang kesehatan 34,3%. Data tentang ekonomi hanya 7,6% masyarakat yang sangat sering mencarinya. Temuan penelitian menemukan bahwa data tentang pendidikan paling sering diakses terutama bagi masyarakat yang ingin mencari jalur pendidikan yang lebih tinggi baik di dalam maupun luar negeri, karena saat ini sudah banyak institusi pendidikan yang memiliki web site sendiri bahkan banyak perguruan tinggi yang sudah menerapkan

sistem on line bagi mahasiswanya yang ingin melihat perkembangan terakhir nilainya. Untuk kegiatan email 30,6% masyarakat sangat sering menggunakan situs www.plasa.com. Hanya 15,5% yang sangat sering menggunakan www.yahoo.com. Sedangkan penggunaan www.gmail.com hanya 6,0% masyarakat yang sangat sering menggunakannya. Situs www.plasa.com yang dimiliki oleh telkom ternyata masih menjadi favorit bagi para pengguna email. Program situs yang sangat sering digunakan untuk chating oleh masyarakat adalah www.kaskus.com dengan jumlah 21,9%. Sedangkan hanya 7,2% yang sangat sering menggunakan situs www.wikipidia.com. Situs wikipedia menempati urutan terendah sebagai situs yang sangat sering digunakan oleh masyarakat. Program aplikasi yahoo messenger untuk kegiatan chating sangat sering digunakan oleh 26% masyarakat dan 29,4% mengatakan sering. Sedangkan program aplikasi meebo hanya 7,5% masyarakat yang sangat sering menggunakannya, 9,1% mengatakan sering. Yahoo messenger merupakan program aplikasi yang sudah sangat terkenal bagi para penggiat chating, sedangkan meebo masih sangat asing ditelinga masyarakat penggiat chating. Untuk aplikasi browser, sebanyak 32,1% masyarakat sangat sering menggunakan Mozzila Firefox dan 26,8% masuk dalam kategori sering menggunakannya. Saat ini internet explorer merupakan aplikasi yang tidak pernah digunakan oleh 41,1% masyarakat dan 30,6% jarang menggunakannya. Mozzila firefox telah menjadi trend baru karena mampu mengakses secara cepat berbagai macam situs sebanyak apapun halaman yang kita buka. Situs www.yahoo.com adalah yang sering digunakan oleh 29,4% masyarakat untuk kegiatan browsing (pencarian data). Situs yang tidak pernah digunakan masyarakat untuk mencari data (browsing) adalah www.altavista.com dengan jumlah 47,2 %. Situs www.google.com sering digunakan oleh 17,4% masyarakat. Dalam hal ini www.yahoo.com masih menempati posisi tertinggi dalam kegiatan browsing. Situs yang dipakai untuk memperoleh informasi/ berita, Masyarakat pengguna internet sering menggunakan situs www.jobsdb.com (23,4%). Sedangkan 42,3% tidak pernah menggunakan www.wikipedia.org untuk memperoleh informasi/ berita. Ternyata masyarakat lebih membutuhkan informasi mengenai lowongan pekerjaan melaui www.jobsdb.com. Dari hasil data dapat dilihat bahwa 8,3% masyarakat sangat percaya terhadap informasi yang dipublikasikan oleh internet. Sedangkan yang tidak percaya terhadap informasi yang dipublikasikan oleh internet sebanyak 28,7%. Sedangkan 25,7% masyarakat menjawab percaya terhadap informsi yang dipublikasikan oleh internet. Untuk yang kurang percaya terhadap informasi yang dipublikasikan sebanyak 37,4%. c. Hambatan-hambatan dan permasalahan yang menjadi kendala bagi masyarakat dalam memahami dan mengaplikasikan Internet?. Masyarakat masih belum memahami beberapa perangkat lunak internet. Diantaranya adalah 48,7% masyarakat belum mengenal perangkat lunak Eudora. Sebanyak 27,9% menyatakan tidak mengenal perangkat yahoo, booter. Masyarakat yang tidak mengetahui penggunaan dari perangkat lunak Eudora berjumlah 27,5%. Eudora juga jarang diketahui penggunaannya oleh 47,5% masyarakat. Selain perangkat lunak Eudora dan yahoo, booter, masyarakat banyak yang belum mengenal secara luas perangkat Maxthon, Nerscape Communicator,

Mail Selver, dan Webserver. Sampai saat ini mayoritas masyarakat banyak yang baru mengenal penggunaan dasar internet. Sedangkan kendala lain adalah beredarnya situs-situs yang memiliki dampak negative, seperti situs porno yang bisa dibuka oleh siapapun tanpa terkecuali anak dibawah umur. Masyarakat menyatakan pernah mengalami gangguan non teknis atau teknis pada saat menggunakan internet dengan jumlah 84,9%. Sedangkan 15,1% masyarakat menjawab tidak pernah mengalami gangguan pada saat menggunakan internet Gangguan yang sering pada saat mempergunakan internet adalah tidak dapat menemukan informasi yang dicari dengan jumlah 38,1% dan banner iklan yang membuat lama pembukaan situs (34%). Sedangkan gangguan hacker (system dibobol) sangat sering dialami oleh 17,4% masyarakat. Gangguan yang tidak pernah dialami masyarakat pada saat menggunakan internet adalah virus komputer dengan jumlah 52,8%. Dan gangguan yang jarang dialami masyarakat pada saat menggunakan internet adalah tidak dapat menentukan dimana saya berada tersesat di dunia maya dengan jumlah 35,5%. d. Kebijakan dan program kegiatan yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan aplikasi Internet. Meskipun masih merupakan hal yang relatif baru, tidak diragukan lagi bahwa kehadiran dan pertumbuhan teknologi internet telah menjadi salah satu fenomen sosial yang paling menarik perhatian saat ini. Di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, kini semakin banyak orang yang memanfaatkan internet untuk bermacam-macam kebutuhan. Selain telah secara revolusioner mengubah metode komunikasi massa dan penyebaran data atau informasi, internet juga telah membuktikan dirinya sebagai satu-satunya medium berjangkauan massal yang paling fleksibel. Ia dengan mudah bisa mengintegrasikan seluruh bentuk media massa konvensional seperti media cetak dan audio visual bahkan tradisi lisan (oral tradition) sekalipun. Dalam perspektif sosial dan kebudayaan, setiap introduksi satu jenis teknologi ke dalam sebuah masyarakat pasti akan mendorong berlangsungnya pelbagai perubahan. Apa yang kemudian dikenal sebagai e-commerce, atau cybersex, misalnya, adalah sebagian contoh dari beberapa perubahan radikal dalam lingkup ekonomi dan sosial masyarakat postmodern saat ini yang mustahil muncul tanpa kehadiran internet. Setiap bentuk perubahan sosial dan kebudayaan, di lain pihak, juga cenderung akan melahirkan beberapa problem sosial yang baru. Secara ekonomis, dalam beberapa hal internet boleh jadi telah membawa akibat berupa efisiensi waktu dan penghematan biaya yang sangat besar. Dari sisi ekologis, konversi segala jenis data menjadi kode-kode digital dalam internet, juga dianggap sebagai alternatif gaya hidup yang eco-friendly, ramah lingkungan, antara lain ketika semakin lama orang tertantang untuk semakin terbiasa dengan kondisi yang relatif paperless di tempat kerja atau di rumah masing-masing. Akan tetapi, di samping keuntungan-keuntungan komparatif tadi, internet juga telah mendorong munculnya beberapa kecemasan baru di kalangan masyarakat luas. Beberapa kasus kejahatan atau perilaku menyimpang dari seseorang atau sekelompok orang yang secara kebetulan menjadi bagian dari masyarakat pengguna internet, misalnya, telah melahirkan respon berupa kecurigaan yang terkadang berlebihan terhadap akibat negatif yang bisa ditumbulkan oleh pertumbuhan jenis teknologi ini.

Berdasarkan pada kecenderungan umum sikap yang diambil terhadap munculnya teknologi internet, secara sederhana kita bisa membagi masyarakat ke dalam tiga kelompok utama: Pertama, kelompok existing users, yakni mereka yang saat ini sudah menjadi pemakai aktif beberapa layanan internet seperti e-mail, web surfing, ecommerce, dll. Untuk kelompok ini, pertanyaan penelitiannya bisa difokuskan pada apa dan bagaimana latar belakang, alasan, jenis pemanfaatan, dan pengalaman konkretnya (evaluasi) dalam menggunakan jasa-jasa internet. Kedua, kelompok perspective users, yakni mereka yang saat ini masih belum menjadi pemakai internet tapi yang, karena beberapa alasan, memiliki potensi besar untuk menjadi pemakai di masa depan. Ke dalam kelompok ini termasuk para mahasiswa, karyawan perkantoran, tenaga edukatif di lembagalembaga pendidikan serta kelompok-kelompok masyarakat lain yang secara keseluruhan bisa diasumsikan sebagai orang-orang yang telah memiliki pengetahuan minimal tentang komputer atau, paling tidak, sedikit banyak telah memperoleh cukup informasi tentang manfaat internet bagi kehidupan mereka. Di luar dua kelompok tersebut, tentu saja adalah kelompok sosial lain yang menjadi bagian terbesar dari populasi masyarakat. Ada banyak sebab mengapa mereka tidak bisa digolongkan ke dalam kelompok perspective users seperti tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tarap hidup ekonomi, dan variabel-variabel sosial lain yang hubungannya sangat signifikan dengan preferensi pilihan mereka terhadap salah satu produk teknologi seperti internet. Secara skematik, proses-proses sosial yang berlangsung antara masyarakat dan internet itu adalah seperti dalam Figure 1 berikut

Kesimpulan 1. Bahwa Pemahaman masyarakat pengunjung warung internet terhadap aplikasi computer dan internet cukup tinggi. Hal itu dapat dilihat dari tingginya persentase pengenalan, kemampuan dan keterampilan responden dalam menggunakan perangkat keras computer dan perangkat lunak computer dan internet. Sebahagian besar responden juga sangat mengenal fungsi perangkat keras dan perangkat lunak computer dan internet. Menu-menu yang ada pada computer seperti key board, mouse, trackball, gamepad, input, Perangkat keras output yang terdiri dari printer, speaker dan networking (jaringan). Microsoft internet explorer, Perangkat Internet Mozzila Firefox sangat dikenal. perangkat internet mail/outlook express. 2. Hambatan dan permasalahan yang dialami masyarakat pengunjung warnet dalam memahami dan mengaplikasikan internet adalah masyarakat masih belum memahami beberapa perangkat lunak internet. Seperti belum mengenal perangkat lunak Eudora, yahoo, booter. perangkat Maxthon, Nerscape Communicator, Mail Selver, dan Webserver. Sampai saat ini mayoritas masyarakat banyak yang baru

mengenal penggunaan dasar internet. Sedangkan kendala lain adalah beredarnya situs-situs yang memiliki dampak negative, seperti situs porno yang bisa dibuka oleh siapapun tanpa terkecuali anak dibawah umur. Disamping itu masyarakat juga menyatakan pernah mengalami gangguan non teknis atau teknis pada saat menggunakan internet. Gangguan yang sering pada saat mempergunakan internet adalah tidak dapat menemukan informasi yang dicari dan banner iklan yang membuat lama pembukaan situs. Sedangkan gangguan hacker (system dibobol) juga sangat sering dialami sebahagian kecil masyarakat pengunjung warnet. 3. Kebijakan dan Program yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman aplikasi computer dan internet. Melihat kondisi masyarakat sampai saat ini masih banyak yang baru mengenal penggunaan dasar internet maka Program yang dibutuhkan adalah Bimbingan Teknis bagi pengelola warung internet, mengingat mayoritas masyarakat pengunjung Warnet belajar menggunakan internet langsung coba umumnya di warung internet bagi yang tidak memiliki laptop maupun ponsel yang memiliki vitur internet. Sedangkan kebijakan yang dibutuhkan adalah proteksi terhadap situs-situs porno, peningkatan kapasitas Bandwidth dan penurunan tarip internet. Saran Masyarakat sangat membutuhkan sosialisasi lebih meluas mengenai penggunaan internet baik secara positif maupun negative. Dalam meningkatkan pemahaman berbagai aplikasi yang beredar, perlu disosialisasikan hal-hal dasar mengenai penggunaannya termasuk aplikasi apa yang paling cepat dan efektif untuk digunakan. Untuk pemahaman mengenai aplikasi sebaiknya diberikan tahapan-tahapan dasar. Sedangkan bagi masyarakat yang benar-benar telah mengetahui berbagai macam aplikasi dan mampu mengoperasikannya secara maksimal, maka harus diberikan pemahaman awal mengenai penggunaan aplikasi bagi kepentingan masyarakat luas terutama bagi pembangunan manusia Indonesia agar benar-benar berguna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Harus ada distribusi pemahaman dan keahlian dari tenaga-tenaga profesional semaksimal mungkin ke daerah-daerah yang benar-benar belum mengetahui tentang komputer maupun internet. Penggunaan biaya tinggi jangan sampai dibebankan pada masyarakat, artinya akses semaksimal mungkin harus dapat diterima masyarakat terutama kalangan menengah kebawah. Penyedia jasa internet atau warnet perlu meminimalisir pelanggaran hukum seperti pencurian/ pembobolan rekening bank, perusakan data dokumen suatu lembaga, plagiasi, pembajakan hak cipta, dan pornografi. Daftar Pustaka Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, K. Lukiati. (2004). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung.Simbiosa Rekatama Media. Arikunto, Suharsimi.(2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek . Yogyakarta. Rineka Cipta. Biro Pusat Statistik. (2006). Beberapa Indikator Penting Sosial Ekonomi Indonesia, Edisi Juli Kementerian Komunikasi dan Informasi RI,(2004). Telematika Indonesia, Kebijakan dan Perkembangan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKPI). Jakarta Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Rakhmat, Jalaluddin.(2000). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. Remaja Rosdakarya. Rogers, E.M. (1995). Diffusion of Innovations. New York. Free Press. Rogers,E.M & F.Shoemaker.(1971). Communication of Innovations A Cross Cultural Approach. New York. Free Press. Santoso, Gempur. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . Jakarta. Prestasi Pustaka Publisher. Setiawan,Bambang. (1990). Metode Survey Untuk Komunikasi. PAU Studi Sosial. Jokyakarta. UGM Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. (2006). Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Suryabrata, Sumadi.(2003). Metode Penelitian. Jakarta. PT.Raja Grafindo. Severin,W.J,James w.Tankard,Jr. (2005), Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa. Edisi Kelima. , Jakarta. Prenada Media. Lain Lain : www.pustaka.usm.my/docushare/dsweb/Get/Document-5633/ http//www.majalahheindonesia.com/divakar_goswani.htm Digital Access Index 2002 (ITU 2002) http//www.itu.int/home/feedback/index.phtml? mail=indicators Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 1/PM.Kominfo/4/2005 http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Information_Society&printable http://en.wikipedia.org/wiki/Digital_divide http//www.itas.fzk.de/eng/itas-profil/technology.htm
http//en.wikipedia.org/w/index.php?title=Information_Society&printable

You might also like