You are on page 1of 16

TEORI KESALAHAN ALAT UKUR D I S U S U N OLEH : FAIZ RORY HASA 122411039

FAKULTAS MATEMTIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM D3 METROLOGI DAN INSTRUMENTASI MEDAN 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah teori kesalahan alat ukur ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana menentukan kesalahan pada alat ukur, mampu menjelaskan pengukuran. Saya mengucapkan terima kasih kepada pak Arifin para senior dan teman-teman stambuk 2012 yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan jurnal ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga dapat memperbaiki kinerja saya pada tulisan berikutnya. Saya berharap jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. tentang pengukuran dan sumber ketidakpasian dalam

Medan, 09 Oktober 2013 Penyusun

Faiz Rory Hasa

DAFTAR ISI

Halaman Kata Pengantar ........................................................................................................................... 1 Daftar Isi...................................................................................................................................... 2 BAB 1 1.1 Latar Belakang........................................................................................................................ 3 1.2 Tujuan ..................................................................................................................................... 4 BAB 2 2.1 Jenis-jenis Kesalahan .............................................................................................................. 5 2.1.1 Kesalahan Umum (gross-error) .................................................................................... 5 2.1.2 Kesalahan Sistematik (systematic errors) ..................................................................... 5 2.1.3 Kesalahan Acak (random errors) .................................................................................. 7 2.2 Ketakpastian ........................................................................................................................... 8 2.2.1 Ketepatan pengukuran ................................................................................................... 8 2.2.2 Kesalahan Tertentu dan Kesalahan Tak Tentu .............................................................. 8 2.2.3 Ketakpastian Hasil Pengukuran .................................................................................... 10 2.2.4 Angka Penting .............................................................................................................. 12 BAB 3 3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 13 3.2 Saran ....................................................................................................................................... 13 BAB 4 Penutup ......................................................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam melakukan pengukuran fisik, tujuan utamanya adalah memperoleh suatu nilai yang terdiri dari satuan yang diplih dan besarannya, yang akan menyatakan besar kuantitas fisik yang diukur. Sebagai contoh dalam pengukuran tekanan, satuan yang diplih adalah bar dan besranya adala 100 jadi 100 bar. Tingkat kegagalan dalam mensfesikasi besaran ini secra pasti, dan ini berarti pula variasi kuantitas nilai yang dinayatakan dari nilai sebenarnya, merupakan kesalahan pengukuran. Kesalahan ini muncul dalam sistem pengukuran itu sendiri dan dari standar yang digunakan untuk kalibrasi sistem tersebut. Sebagai tambahan untuk kesalahan yang dihasilkan dari kalibrasi sistem pengukuran yang salah, ada sejumlah sumber kesalahanyang perlu diperiksa. Sumber kesalahan ini meliputi (1) derau (noise), waktu tanggap (respone time), (3) keterbatasan rancangan (design limitation), (4) pertambahan atau kehilangan energi karena interaksi, (5) transmisi , (6) keausan atau kerusakan sistem pengukuran, (7) pengaruh ruangan terhadap sistem, (8) kesalahan penafsiran oleh pengamat. Dalam memperkirakan besar ketidak pastian atau kesalahan dalam menyatakan nilai kuantitas sebagai hasil pegukuran, harus dibedakan antara dua golongan kesalahan : sistematis dan acak. Kesalahan sistematis adalah kesalahan yang secara konsisten terulang apabila dilakukan pengulangan percobaan. Kesalahan kalibrasi sistem pengukuran atau suatu perubahan dalam sistem yang menyebabkan penunjuk menyimpang secara konsisten dari nilai kalibrasi merupakan kesalahan jenis ini. Contohnya antara lain adalah perubahan kelenturan pegas atau diafragma karena umur atau penurunan kekuatan magnit karena shock atau tua. Kegagalan memperhitungkan pengguanaan energi dari sumber tingkat rendah untuk mengoprasikan sistem pengukuran juga akan menghasilkan kesalahan sistematis. Dalam mencari kesalahan sistematis dan mengevaluasinya, secara umum cukup membantu dengan membuat suatu perubahan tertentu dan diketahui terhdap paarameter-parameter 3

pengukuran yang masih berada di bawah kendali operator, dan menggunakan alat ukur yang berbeda, atau jika mungkin menggunakan alat ukur yang berbeda. Dengan cara ini, kesalahan yang merupakan fungsi dari salah satu diantara parameter-parameter terkendali diubah besarnya; atau kesalahan yang timbul dari kesalahan kalibrasi alat ukur atau kesalahan yang melekat pada metode tertentu dapat diubah. Kesalahan acak adalah kesalahan yang terjadi secara kebetulan, besarnya berfluktuasi tanpa bisa diduga dengan menggunakan pengetahuan sistem pengukuran dan kondisi pengukuran. Dalam pengukuran kuantitas fisik, pengamatan dipengarhi oleh banyak faktor pendukung. Faktor-faktor ini adalah parameter parameter pengukuran. Pada pengukuran yang ideal semua parameter mempunyai nilai tertentu yang tetap, sehingga besaran yang diukur ditetapkan secara sempurna dan dapat ditentukan secara pasti.

1.2 Tujuan - Mampu menjelaskan jenis-jenis pengukuran - Mengetahui teori kesalahan alat ukur - Mengetahui ketidakpastian dalam pengukuran

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Jenis-jenis Kesalahan (error) Tidak ada pengukuran yang menghasilkan ketelitian yang sempurna, tetapi penting untuk mengetahui : ketelitian yang sebenarnya dan bagaimana kesalahan yang berbeda digunakan dalam pengukuran.

2.1.1 Kesalahan-kesalahan Umum ( gross errors ) Seperti telah dijelaskan diatas, kesalahan-kesalahan ini terjadi kebanyakan disebabkan oleh manusia dalam melakukan pengukuran dan selama manusia terlibat dalam pengukuran kesalahan ini tidak dapat dihilangkan, sehingga perlu dilakukan perbaikan dan pencegahan. Beberapa kesalahan umum mudah diketahui, akan tetapi lainnya mungkin sangat tersembunyi. Kesalahan umum yang sering dilakukan pemula adalah pemakain alat ukur yang tidak sesuai. Pada umumnya instrumen-intrumen penunjuk berubah kondisi sampai batas waktu tertentu, setelah digunakan mengukur sebuah rangkaian yang lengkap, dan akibatnya besaran yang diukur akan berubah.

2.1.2 Kesalahan Sistematis ( systematic errors ) Kesalahan sistem matematis, umumnya dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu : Kesalahan-kesalahan instrumental, yaitu kekurangan-kekurangan dari instrumen itu sendiri. Kesalahan-kesalahan lingkungan, yaitu yang disebabkan oleh keadaan-keadaan luar yang mempengaruhi pengukuran. 1. Kesalahan kesalahan instrumental ( instrumental errors ), kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dihindarkan dari instrumen, karena struktur mekanisnya. Misalnya : gesekan komponen yang bergerak terhadap bantalan, dapat menimbulkan pembacaan yang tidak tepat ( pada alat ukur dArsonval ). tarikan pegas yang tidak teratur, perpendekan pegas. 5

berkurangnya tarikan karena penanganan yang tidak tepat atau pembebanan instrumen secara berlebihan. Jenis kesalahan instrumen lainnya :

Kalibrasi yang menyebabkan pembacaan instrumen yang terlalu tinggi atau terlalu rendah sepanjang seluruh skala.

Kegagalan mengembalikan jarum penunjuk ke angka nol sebelum melakukan pengukuran.

Kesalahan-kesalahan instrumen terdiri dari beberapa jenis, tergantung pada jenis instrumen yang digunakan, dan yang selalu harus diperhatikan adalah memastikan instrumen yang digunakan bekerja dengan baik dan tidak menambah kesalahankesalahan lainnya. Kesalahan-kesalahan pada instrumen, dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap : tingkah laku yang tidak umum terjadi kestabilan kemampuan instrumen untuk memberikan hasil pengukuran yang sama.

Suatu cara yang mudah dan cepat untuk pemeriksaan instrumen, dengan cara membandingkannya terhadap instrumen lainnya yang memiliki karakteristik yang sama atau instrumen/alat ukur yang lebih akurat. Kesalahan-kesalahan instrumen dapat dihindari dengan cara : pemilihan instrumen yang tepat untuk pemakaian tertentu penggunaan instrumental. Mengkalibrasi instrumen tersebut terhadap instrumen standar. faktor-faktor koreksi, jika mengetahui banyaknya kesalahan

2. Kesalahan-kesalahan lingkungan ( environmental errors ), disebabkan oleh keadaan luar, dan termasuk keadaan disekitar instrumen yang mempengaruhi alat ukur, seperti : pengaruh perubahan temperatur. kelembaban. tekanan udara luar atau medan maknetik atau medan elektrostatik.

Jadi, suatu perubahan pada temperatur sekeliling instrumen, mengakibatkan perubahan sifat-sifat kekenyalan pegas yang terdapat dalam mekanisme kumparan putar, yang akhirnya akan mempengaruhi pembacaan instrumen. 6

Cara-cara untuk mengurangi pengaruh-pengaruh tersebut diatas, antara lain : pengkondisian udara. penyegelan komponen-komponen instrumen tertentu dengan rapat sekali. pemakaian pelindung maknetik, dan lain-lain.

Kesalahan-kesalahan sistematis, dapat juga dikelompokkan kedalam : 1. Kesalahan statis, disebabkan pembatasan-pembatasan alat ukur atau hukum hukum fisika yang mengatur tingkah laku alat ukur. Misalnya, jika sebuah mikrometer diberi tekanan yang berlebihan untuk memutar poros, maka akan dihasilkan kesalahan statis. 2. Kesalahan dinamis, disebabkan ketidakmampuan instrumen untuk memberikan respons yang cukup cepat, jika terjadi perubahan-perubahan dalam variabel yang diukur.

2.1.3 Kesalahan-kesalahan acak ( random errors ) Kesalahan ini, disebabkan oleh penyebab-penyebab yang tidak diketahui dan terjadi walaupun seluruh kesalahan sistematis sudah diperhitungkan. Pada pengukuran yang sudah direncanakan dengan baik kesalahan ini umumnya kecil, akan tetapi untuk pengukuran yang memerlukan ketelitian tinggi, kesalahan ini menjadi sangat penting. Misalnya : sebuah voltmeter akan mengukur suatu tegangan yang akan dibaca setiap setengah jam, meskipun instrumen dioperasikan pada kondisi lingkungan yang sempurna dan sudah dikalibrasi dengan tepat sebelum pengukuran, akan diperoleh hasil-hasil pembacaan yang sedikit berbeda selama periode pengamatan. Perubahan ini tidak dapat dikoreksi dengan cara kalibrasi apapun dan juga cara pengontrolan yang ada. Satu-satunya cara untuk memperbaiki kesalahan acak ini adalah : Penambahan jumlah pembacaan. Penggunaan cara-cara statistik, untuk memperoleh pendekatan yang paling baik

terhadap nilai yang sebenarnya.

2.2 KETAKPASTIAN 2.2.1 Ketetapan Pengukuran Pengukuran merupakan aktivitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas atau kuantitas suatu besaran. Pengukuran dalam fisika tidak luput dari ketakpastian, artinya hasil ukur terhadap besaran fisika pasti memiliki simpangan/deviasi. Hal ini antara lain disebabkan alat yang digunakan oleh manusia dalam pengukuran mempunyai keterbatasan ukur. Selain karena alat ukur yang digunakan, masih banyak faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan hasil pengukuran, yang tidak semuanya dapat dihindari. Oleh sebab itu pengukur wajib mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya, kemudian berusaha menghindari kesalahan dalam pengukuran semaksimal mungkin, walaupun ada yang tak dapat dihindari. Pengukur harus mengetahui kesalahan yang tidak mungkin dihindari, sehingga dalam menyajikan hasil pengukuran, harus pula membuat taksiran tentang ketakpastian yang ada pada hasil pengukuran tersebut, melaporkannya dengan jujur, sehingga hasil pengukuran dapat dinilai dan dipercaya. Dalam segala macam pengukuran selalu timbul pertanyaan Berapakah ketepatan hasil pengukuran itu ? Pertanyaan ini identik dengan Berapa dekatkah hasil pengukuran itu dengan nilai sebenarnya ?. Dalam pengukuran ilmiah, perlu sekali dapat mengestimasi ketepatan pengukuran, sebab dengan demikian dapatlah diketahui manfaat hasil pengukuran.

2.2.2 Kesalahan Tertentu dan Kesalahan Tak Tentu Jika Anda ingin melakukan pengukuran secara tepat/teliti maka Anda harus memperhitungkan ketakpastian yang mungkin timbul. Ketakpastian ini dapat terjadi karena dua macam kesalahan, yakni kesalahan tertentu dan kesalahan tak tentu. A. Kesalahan Tertentu Kesalahan tertentu sering pula disebut kesalahan sistematik (systematic error). Misalnya mistar yang digunakan mengukur besaran panjang, mungkin skalanya tidak teratur, atau mungkin suhu peneraan mistar tidak sama dengan suhu pada saat pengukuran dilakukan. Pada saat menimbang dengan neraca sama lengan mungkin lengannya tidak tepat sama panjang atau mungkin juga gaya ke atas yang dilakukan oleh udara mempengaruhi hasil penimbangan. Kemungkinan seperti ini selalu ada, tetapi dengan cara pengukuran/penimbangan tertentu

kesalahannya dapat diperkecil. Kesalahan semacam ini disebut kesalahan tertentu. Contoh yang lain adalah kesalahan kalibrasi, alat, pengamat, dan keadaan fisik. Pengukur harus mengetahui kesalahan tertentu yang mungkin ada, dan mengambil tindakan untuk mengatasinya. Kesalahan itu tidak mungkin semuanya dapat diatasi. Selain semua kesalahan tersebut, masih ada kesalahan lain yang harus diperhitungkan, yakni kesalahan tak tentu. B. Kesalahan Tak Tentu Kesalahan ini disebut dengan kesalahan acak atau random (random error). Walau pengukuran dilakukan dengan cermat, pengukuran ulang dari besaran yang sama tidak memberi hasil yang tepat sama. Hal ini disebabkan karena biasanya angka terakhir pengukuran hanya kirakira (ditaksir) oleh pengamat. Beberapa pengukuran yang tidak saling bergantungan satu sama lain akan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tentunya pengamat harus selalu berusaha agar pengukurannya benarbenar tidak saling bergantungan satu sama lain, dan tidak boleh terpengaruh oleh hasil pengukuran sebelumnya. Kesalahan tidak tertentu ini pun tidak bisa dihindari, tetapi jika pengukuran dilakukan banyak kali maka dengan teori ketakpastian, kesalahan ini dapat dihitung. Makin banyak pengukuran dilakukan, makin tepatlah hasilnya. Beberapa di antara kesalahan tidak tertentu ini ialah gerak Brown molekul udara, fluktuasi tegangan jaringan listrik, landasan bergetar, bising, dan latar belakang (background) radiasi. Jadi kesalahan ini bersumber pada sumber gejala yang tidak mungkin dikendalikan atau diatasi semuanya dan merupakan perubahan-perubahan yang berlangsung amat cepat. Sehingga pengaturan atau pengendaliannya di luar kemampuan kita. Oleh sebab itu tugas kita adalah: 1. Menentukan atau memilih hasil pengukuran suatu nilai (nilai terbaik) yang dapat menggantikan nilai benar. 2. Menentukan atau memilih nilai lain yang menyatakan atau menggambarkan penyimpangan nilai terbaik dari nilai benar. Nilai ini menyatakan sampai berapa jauh nilai terbaik dapat dipercaya. Jadi untuk mencapai kedua tujuan tersebut, pengukuran harus diulang sebanyak mungkin.

2.2.3 Ketakpastian Hasil Pengukuran Pernyataan hasil pengukuran bergantung pada cara melakukan pengukurannya dalam hal ini dibedakan pengukuran tunggal dan pengukuran berulang.

A. Pengukuran Tunggal Pengukuran-pengukuran lamanya benda mendingin, kecepatan komet, dan lain-lain, tidak mungkin dilakukan lebih dari sekali. Oleh sebab itu pengukurannya mungkin dilakukan hanya sekali. Di samping itu jika dilakukan pengukuran lebih dari sekali, mungkin tidak menghasilkan nilai-nilai yang berbeda, misalnya alat yang kasar dipakai untuk mengukur sesuatu yang halus. Oleh sebab itu ukuran ketepatan suatu pengukuran tunggal ditentukan oleh alat yang digunakan. Dalam hal ini hasil pengukuran dilaporkan sebagai : ( x x ) dengan x menyatakan hasil pengukuran tunggal dan x adalah setengah nilai skala terkecil alat ukur. Misalnya hasil pengukuran besaran panjang dengan mistar adalah (2,1 0,05) cm sebagai interpretasi, ada kepastian (keyakinan) 100 %, bahwa nilai benar x0 berada di antara (x x) dan (x + x). B. Pengukuran Berulang Kiranya kita patut bersikap kurang percaya terhadap hasil pengukuran tunggal. Makin banyak pengukuran dilakukan, makin besarlah tingkat kepercayaan terhadap hasilnya. Dengan melakukan pengukuran berulang diperoleh lebih banyak nilai benar x0, sehingga nilai tersebut dapat didekati dengan teliti. Nilai benar baru dapat diketahui bila dilakukan pengukuran yang tidak terbilang banyaknya, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan karena alatnya sudah rusak atau aus sebelum pengukuran selesai dilakukan. Dengan demikian nilai benar tidak mungkin dapat diketahui. Oleh sebab itu setiap pengukuran selalu menghadapi empat hal berikut : a. Berapa banyak pengukuran harus dilakukan ? b. Nilai mana yang dipilih sebagai nilai terbaik, terdekat, dan pengganti nilai benar ? c. Berapa simpangan nilai terbaik itu dari nilai benar dan bagaimana cara menentukan simpangan tersebut ? d. Hubungan apakah yang ada antara nilai terbaik dan tingkat kepercayaan di satu pihak, dengan jumlah pengukuran yang dilakukan di pihak lain ? Pada pengukuran berulang akan dihasilkan nilai-nilai x yang disebut sampel suatu populasi x0, yaitu x1, x2, x3, . . . xn. Dari nilai-nilai x atau sampel tersebut, manakah yang dipakai sebagai nilai terbaik (x), dan berapa ketakpastiannya (x) ? Nilai rata-rata sampel ( x ) dianggap 10

sebagai nilai terbaik pengganti nilai populasi x0 yang tidak mungkin ditemukan dari pengukuran. Pada suatu keyakinan tertentu, nilai benar ada di dalam (x x). Menurut statistika (lihat gambar), x0 = x , yaitu nilai rerata sampel, dengan

(x) = Pada pengukuran berulang dengan n jumlah pengukuran, simpangan baku x dinyatakan oleh

x =

Satuan x sama dengan satuan x. Hasil akhir pengukuran selalu dinyatakan dengan x = (x) x

Cara lain untuk menyatakan ketakpastian ialah dengan menyebutkan ketakpastian nisbi/relatifnya, yaitu

yang tidak mempunyai satuan, yang kadang-kadang dinyatakan dalam prosen, yaitu

x 100%

Ketakpastian relatif berhubungan dengan ketelitian (precision) pengukuran yang bersangkutan; makin kecil ketakpastian makin besar ketelitian pengukuran tersebut. Ketakpastian relatif sebesar 1 % dikatakan lebih teliti dari pada pengukuran yang menghasilkan

11

ketakpastian relatif 5 %. Jadi ketakpastian relatif mengadung informasi yang lebih banyak dari pada ketakpastian mutlak.

2.2.4 Angka Penting Misalkan pengukuran x menghasilkan x = 22/7 = 3,1428 jumlah angka yang harus dilaporkan bergantung pada ketelitian pengukurannya, dalam hal ini ialah x. Jika x diketemukan 0,01 maka x harus dilaporkan sebagai x = (3,14 0,01). Dengan x = 0,01 diartikan bahwa angka 3 dan 1 pada x diketahui dengan pasti, sedangkan angka 4 mulai diragukan sehingga angka selebihnya yaitu 2,8, dst, diragukan sama sekali. Kebiasaan dalam hal ini ialah menghilangkan semua angka (termasuk angka 0) yang terletak di belakang angka-angka yang diragukan, yaitu 2, 8, . . . dst. Besaran x pada contoh di atas dikatakan memiliki tiga angka penting yaitu 3,1, dan 4. Jika ditinjau dari ketelitiannya, pengertian x = 3,1 berbeda dengan 3,10. Pada x = 3,1 angka tiga diketahui dengan pasti, sedang angka 1 diragukan. Pada x = 3,10 angka 3 dan 1 diketahui dengan pasti, sedangkan angka 0 diragukan. Hasil pengukuran x = 3,10 lebih teliti daripada hasil pengukuran x = 3,1. Ketelitian suatu pengukuran sering dinyatakan dalam %. Misal suatu pengukuran menghasilkan (22/7 1 %). Jadi = 3,1428 . . . dan x = 0,0314. x Ketelitian dalam persen ini dinyatakan hanya dengan satu angka penting saja, yaitu 1%, dan bukan dengan dua angka penting, yaitu 1,0 % sehingga x harus juga memiliki hanya satu angka penting saja dan tidak boleh lebih, yaitu x = 0,03. Jadi x harus dilaporkan sebagai x = (3,14 0,03). Sebenarnya tidak ada cara yang dapat dikatakan tepat dalam menulis hasil pengukuran, karena banyak bergantung pada selera tiap orang. Namun demikian berdasarkan jumlah angka penting pada ketelitian, dapatlah disarankan cara penulisan seperti tersebut di atas. Dalam hal pengukuran yang tidak diulang, nilai dua garis skala terdekat merupakan angka yang diragukan.

12

BAB 3 3.1 Kesimpulan Kesalahan-kesalahan pada pengukuran, umumnya dibagi dalam 3 ( tiga ) jenis utama, yaitu 1. Kesalahan-Kesalahan umum ( gross errors ) : Kebanyakan disebabkan kesalahan manusia, antara lain : a. kesalahan pembacaan alat ukur b. penyetelan yang tidak tepat c. pemakaian instrumen yang tidak sesuai d. kesalahan penaksiran 2. Kesalahan kesalahan sistematis ( systematic errors ) Disebabkan kekurangan-kekurangan pada instrumen sendiri, seperti : a. kerusakan atau adanya bagian-bagian yang aus dan, b. pengaruh lingkungan terhadap peralatan dan pemakai 3. Kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja ( random errors ) Disebabkan oleh penyebab-penyebab yang tidak dapat secara langsung diketahui, karena perubahan-perubahan parameter atau sistem pengukuran terjadi secara acak.

3.2 Saran Untuk pengkoreksian kesalahan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu yaitu: Membetulkan alat Pengukuran kembali Pendistribusian kesalahan

13

BAB 4 PENUTUP Demikianlah makalah ini saya tulis. Jika ada yang salah baik dari cara penulisan dan tata bahasa saya mohon maaf, karena saya hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT Semoga dengan adanya makalah ini pengetahuan kita tentang Teori Kesalahan Dalam Pengukuran dapat menjadi lebih luas dan dapat kita terapkan dengan baik di lapangan pekerjaan nantinya. Saya sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang dapat memotivasi saya agar pada makalah yang selanjutnya dapat lebih baik lagi.

14

DAFTAR PUSTAKA

http://alvinburhani.wordpress.com/

http://belajargeomatika.wordpress.com/ http://kimirochimi.blogspot.com/

15

You might also like