You are on page 1of 56

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini yang pertama akan dibahas adalah konsep keperawatan, konsep stres, dan konsep kegawatdaruratan

2.1 2.1.1

Konsep Keperawatan Definisi Perawat Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia (Nursalam, 2008). 2.1.2 Praktik keperawatan Tenaga keperawatan adalah salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat (Kusnanto, 2004). Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit

8 pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya di mana pelayanan tersebut dilaksanakan. Keperawatan modern merupakan suatu seni dan ilmu yang mencakup berbagai aktivitas, konsep, dan keterampilan yang berhubungan dengan ilmu social, fisik dasar, etika, dan isu-isu yang beredar serta bidang yang lain, keperawatan sebagai profesi adalah unik karena keperawatan ditujukan ke berbagai respons individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapinya. Perawat memiliki berbagai peran, seperti pemberi perawatan, sebagai perawat primer, pengambil keputusan klinik, advokat, peneliti dan pendidik dan perawat sering kali harus melakukan peran lebih dari satu dalam suatu waktu yang bersamaan (Potter dan Perry, 2005). Definisi ini disampaikan oleh Henderson (2004) dan diadopsi oleh

International Council of Nurse (ICN), memuat pernyataan singkat yang disetujui oleh perawat pembuat teori: Fungsi unik keperawatan adalah membantu individu, baik sehat maupun sakit, yang ditampilkan dengan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan, penyembuhan suatu penyakit, ataupun untuk memberikan kematian yang damai dimana klien akan dapat melakukannya tanpa dibantu bila ia memiliki kekuatan, keinginan dan pengetahuan yang dibutuhkan. Dan semua dilakukan untuk membantu klien mendapatkan kembali

kemandiriannya secepat mungkin.

Fenomena

Aplikasi teori

Tindakan keperawatan Efek

Batasan karakteristik keperawatan

Pengkajian

Diagnosa

Perencanaan

Implementasi

Evaluasi

Proses keperawatan

Standar praktik keperawatan Pengump ulan data tentang status kesehatan klien adalah sistemati k dan kontinu. Data dapat diakses, dikomuni kasikan dan dicatat Diagno sa kepera watan diturun kan dari data status Rencana asuhan keperawa tan mencaku p sasaran yang diturunka n dari diagnosa keperawa tan Rencana asuhan keperawa tan mencaku p prioritas dan pendekat an keperawa tan yang ditentuka n atau tindakan untuk mencapai sasaran yang diturunka n dari diagnosa keperawa tan Tindakan keperawa tan memung kinkan partisipas i klien dan promosi pemeliha raan, dan restorasi kesehata n Tindakan keperawa tan memung kinkan partisipas i klien dan promosi pemeliha raan, dan restorasi kesehata n Tindakan keperawat an memungk inkan partisipasi klien dan promosi pemelihar aan, dan restorasi kesehatan Tindakan keperawata n memungki nkan partisipasi klien dan promosi pemelihara an, dan restorasi kesehatan

Gambar 2.1 Batasan karakteristik praktik keperawatan; hubungan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan (Potter dan Perry, 2005). 2.1.3 Tugas pokok dan fungsi perawat Tugas perawat adalah Sebagai care giver, client advocate, counselor, educator, coordinator, collaborator, consultan, dan change agent. Sedangkan fungsi dari perawat terdiri dari fungsi independent, fungsi dependent, dan fungsi interdependent (Potter dan Perry, 2005).

10

Menurut Kusnanto (2004) fungsi perawat adalah : 1. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 2. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan. 3. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal. 4. 5. 6. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. Mendokumentasikan proses keperawatan. Mengidentifikasi merencanakan hal-hal studi yang perlu diteliti atau dipelajari pengetahuan serta dan

kasus

guna

meningkatkan

pengembangan keterampilan dan praktik keperawatan. 7. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat. 8. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat. 9. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan kegiatan keperawatan. Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan kesehatan dan yang dihadapinya adalah manusia, sehingga dalam hal ini empati mutlak harus dimiliki oleh seorang perawat. Dengan empati, seorang perawat akan mampu mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien (Potter dan Perry, 2005).

11 Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima maka seorang perawat harus peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien (Potter dan Perry, 2005). 2.1.4 Lima langkah proses keperawatan Kerangka kerja proses keperawatan mencakup langkah berikut:

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (termasuk identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi, dan evaluasi. Setiap langkah proses keperawatan penting untuk pemecahan masalah yang akurat dan dengan erat berhubungan satu sama lain (Potter dan Perry, 2005). Menguraikan dua langkah pertama dari pengkajian dan diagnosa sebagai komponen identifikasi masalah dan tiga langkah lainnya sebagai komponen pemecahan masalah. Selama pengkajian, perawat mengumpulkan data tentang klien dari berbagai sumber. Sifat dan besarnya data selalu berubah, sehingga mengharuskan perawat untuk mengambil data dan membentuk pola yang bermakna. Pemecahan klinis perawat kadang linier, kadang bercabang ketika data dari masalah baru teridentifikasi, dan dilain waktu bersiklus ketika perawat harus mengkaji dan memvalidasi informasi. Keakuratan penting sehingga perawat membuat konklusi yang sesuai yang akan mengarahkan rencana perawatan (Potter dan Perry, 2005). Langkah diagnosa keperawatan mencakup mengumpulkan data pengkajian dan merumuskan pernyataan diagnosa yang mengidentifikasi masalah klien yang berhubungan dengan kesehatan. Keakuratan pernyataan ini bergantung pada kelengkapan pengumpulan, penapisan, pengelompokan, dan validasi data.

12 Diagnosa keperawatan yang diidentifikasi membentuk kerangka kerja untuk rencana perawatan klien. Sehingga diagnosa keperawatan menjadikan perawat fokus yang bersifat individual dan berpusat pada klien (Potter dan Perry, 2005). Selama tahap perencanaan dari proses, suatu rencana perawatan dirumuskan. Perencanaan diindividualisasikan berdasarkan dasar data pengkajian dan diagnosa keperawatan klien. Komponen perencanaan adalah identifikasi hasil. Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan (respon atau perilaku) yang akan dicapai klien jika rencana perawatan berhasil. Intervensi keperawatan yang dipilih untuk rencana perawatan, seperti peragaan dengan pengawasan untuk persiapan medikasi, berfokus pada hasil yang diharapkan. Rencana asuhan keperawatan mengandung hasil dan tujuan klien yang diharapkan, intervensi keperawatan yang sesuai, dan kriteria untuk evaluasi (Potter dan Perry, 2005). Implementasi adalah langkah tindakan dari proses keperawatan. Perawat menggunakan beragam pendekatan untuk memecahkan masalah kesehatan klien. Intervensi berorientasi pada masalah dan diindividualisasikan sesuai dengan rencana perawatan klien. Intervensi secara kontinu dimodifikasi didasarkan pada evaluasi berkelanjutan dari respon klien dan analisis diagnostik perawat. Kebehasilan dari langkah ini ditelaah selama evaluasi (Potter dan Perry, 2005). Langkah kelima dari proses keperawatan adalah evaluasi. Perawat menentukan kemajuan klien kearah pencapaian hasil yang diharapkan dan tujuan serta keberhasilan intervensi keperawatan. Jika intervensi berhasil, diagnosa keperawatan klien teratasi. Jika masalah kesehatan klien menetap, proses evaluasi memandu perawat untuk merevisi, menyingkirkan atau menambah terapi. Evaluasi adalah penyelesaian siklus aktivitas dimana hasilnya memberikan efek

13 berkelanjutan pada tahap lainnya dari proses. Evaluasi adalah tahap dari penyelesaian masalah klinis yang membantu memelihara hasil klien yang diinginkan dengan memeriksa dan menyesuaikan tahap-tahap lainnya dari proses keperawatan. Tahap ini memberikan peluang revisi rencana asuhan keperawatan seperti yang diperlukan untuk memecahkan masalah kesehatan (Potter dan Perry, 2005). Keseluruhan proses adalah sekuensial dan interrelasi. Setiap tahap bergantung pada tahap sebelumnya. Urutannya adalah logis karena informasi klien dikumpulkan sebelum kebutuhan perawatan kesehatan diterapkan. Rencana didasarkan pada kebutuhan klien, dan asuhan keperawatan diberikan sesuai dengan rencana tersebut. Asuhan keperawatan dievaluasi dalam kaitannya dengan pencapaian hasil yang diharapkan (Potter dan Perry, 2005). 2.1.5 Tenaga kesehatan dalam pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit. Hal yang perlu dikemukakan dalam lingkup kewenangan personil dalam pelayanan gawat darurat adalah pengertian tenaga kesehatan. Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam Pasal 1 butir 6 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam Pasal 63 ayat (4) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan

14 ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Mengacu kepada kondisi pelayanan kegawatdarutan, Depkes RI (2007), menyebutkan perawat gawat darurat mempunyai peran dan fungsi: 1. Fungsi independen, fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (care), 2. Fungsi dependen, fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain 3. Fungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerja sama saling membantu dalam program kesehatan (perawat sebagai anggota tim kesehatan). Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya, maka perawat gawat darurat harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut (Hamuwarno, 2007): 1. 2. Mengenal klasifikasi pasien. Mampu mengatasi pasien: syok, gawat nafas, gagal jantung paru dan otak, kejang, koma, perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat daerah pinggul dan kasus ortopedi. 3. 4. Mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat. Mampu melaksanakan komunikasi eksternal dan internal. Kinerja Keperawatan Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep keilmuan yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Untuk memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya membutuhkan keahlian medis tetapi harus memiliki empati dan tingkat emosionalitas yang baik (PPNI, 2003).

2.1.6

15 Dengan berkembangnya keperawatan sebagai suatu profesi, diperlukan penetapan standar praktik keperawatan. Standar praktik sangat penting untuk menjadi pedoman objektif di dalam menilai asuhan keperawatan. Apabila sudah ada standar, klien akan yakin bahwa ia mendapatkan asuhan yang bermutu tinggi. Standar praktik juga sangat penting jika terjadi kesalahan yang terkait dengan hukum (PPNI, 2003). Penetapan standar ini juga bertujuan untuk mempertahankan mutu pemberian asuhan keperawatan yang tinggi. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik keperawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing Association (ANA) (PPNI, 2003). Standar praktik keperawatan adalah : 1. 2. 3. Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien. Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan. Standar III : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap klien. 4. Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan. 5. Standar V : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan. 6. Standar VI : Perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan. Standar pelayanan keperawatan yang disebutkan di atas merupakan standar umum yang dilakukan oleh seluruh perawat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai perawat. Khusus dalam pelayanan keperawatan gawat

16 darurat, setiap perawat juga melakukan kegiatan: pengelolaan peralatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan keluarga pasien, serta melakukan rujukan pasien (Kusnanto, 2004). 2.1.7 1. Kriteria perawat mahir

Menurut Standart Operasional Prosedur (SOP) Diklat Rumah Sakit PHC Surabaya (2010), kriteria perawat mahir antara lain: a. Mengikuti pelatihan minimal 3 bulan yang sudah diseleksi oleh Rumah Sakit berdasarkan: 1) Pengajuan dari unit masing-masing. 2) Lama masa kerja minimal 3 tahun. 3) Lulus ujian tulis dan wawancara oleh bidang keperawatan. 4) Peringkat teratas akan diikutkan pelatihan terlebih dahulu, dan dalam 1 tahun ada 2 periode. b. Aplikasi hasil dari pelathan ICU akan dimagangkan dan lulus ujian kompetensi yang diadakan oleh bidang keperawatan. c. Membuat nota dinas untuk direksi untuk diakui sebagai perawat mahir.

2.

Menurut Depkes RI (2007) menyatakan bahwa kriteria perawat mahir adalah: a. Memiliki kompetensi atau sertifikasi perawat mahir. b. Telah mengikuti program pelatihan perawat mahir misalnya, Advance Cardiac Life Support (ACLS).

3.

Menurut Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa perawat professional atau perawat yang diakui adalah perawat yang telah mengikuti pendidikan di setiap akademi atau universitas yang memiliki standart kurikulum yang sama dengan The American Association of Colleges of Nursing (AACN) dan telah mengikuti pendidikan menjadi Registered Nurse (RN).

17 2.2 Konsep Stres 2.2.1 Definisi stres Stres adalah model adaptasi yang dapat mengintegrasi faktor bologis, psikologis dan sosial budaya, lingkungan, legal, etik (Stuart and lararia, 2005). Stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya (Folkman, 2007). Stres adalah reaksi/ respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/ beban kehidupan). Stres digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu system, menurut WHO tahun 2008 dalam (Friedmen, 2010). 2.2.2 Tingkat stres Menurut Stuart dan Laraia (2005), ada 3 macam tingkatan stres antara lain: 1. Stres ringan Berhubungan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif. 2. Stres sedang Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal-hal yang penting. 3. Stres berat Individu cenderung pada suatu objek yang dapat mengurangi ketegangan.

18 4. Stres sangat berat Individu cenderung tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitarnya, dan sudah tidak tahu cara untuk mengurangi ketegangan yang dialaminya 2.2.3 Tipe stres Menurut Putra (2005), ada dua tipe stres yaitu: 1. Stres akut. Juga dikenal dengan fight or flight response stres akut adalah respon tubuh anda terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan. Respon stres akut segera dan intensif dan di beberapa keadaan dapat menimbulkan gemetaran. Contohnya seperti wawancara pekerjaan. 2. Stres kronis. Stres akut kecil dapat memberikan keuntungan, stres ini dapat membantu anda untuk melakukan sesuatu, memotivasi dan memberi semangat. Masalah terjadi ketika stres akut menimbun, hal ini akan mendorong terjadinya masalah kesehatan seperti sakit kepala dan insomnia. Stres kronis lebih sulit dipisahkan atau diatasi daripada stres akut, tapi efeknya lebih panjang dan lebih problematik. 2.2.4 Macam-macam stres menurut psikologi manusia Menurut Hanun (2011) menyebutkan ada 4 macam-macam stres, antara lain. 1. Stres kepribadian Stres kepribadian adalah stres yang dipicu dari dalam diri seseorang yang berhubungan dengan cara pandang terhadap masalah dan kepercayaan atas dirinya.

19 2. Stres psikososial Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan relasi dengan orang lain disekitarnya atau akibat situasi sosial lainnya, seperti stres adaptasi dengan lingkungan baru, dan masalah cinta, keluarga, serta stres macet di jalan raya, ataupun diejek orang lain dan sebagainya. 3. Stres bioekologi Stres bioekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal, pertama, yaitu ekologi atau lingkungan, seperti polusi dan cuaca, sedangkan kedua adalah akibat kondisi biologis, misalnya akibat datang bulan, demam, asma, jerawatan, penuaan dan sebagainya. 4. Stres pekerjaan Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang 2.2.5 Mekanisme terjadinya stres Beberapa mekanisme stress menurut berbagai macam teori, antara lain: 1. Menurut Goleman (2007) Secara sederhana mekanisme stres dapat digambarkan sebagai berikut Persepsi tekanan

Diri

Persepsi daya tahan Gambar 2.2 Persepsi, tekanan, dan daya tahan (Goleman, 2007).

20 Persepsi tekanan dan daya tahan stres baru nyata dirasakan apabila keseimbangan diri terganggu. Artinya kita baru mengalami stres manakala kita mempersepsi tekanan dari stressor melebihi daya tahan yang kita punya untuk menghadapi tekanan tersebut, (yang kita persepsi lebih ringan dari kemampuan kita menahannya) maka tekanan stres belum nyata. Akan tetapi apabila tekanan tersebut bertambah besar (dari stressor yang sama atau dari stressor lain secara bersamaan) tekanan menjadi nyata, kita kewalahan dan merasakan stres. Secara fisiologik terjadi perubahan di tubuh kita manakala kita mengalami stress. Persoalan/ perubahan (riel/imaginasi) Cerebral cortex Mengirim tanda bahaya hypotalamus Serangkaian perubahan pada tubuh SNS Sympathetic Nervous System

Gambar 2.3 Mekanisme stres secara fisiologis (Goleman, 2007). Apabila stressor melebihi daya tahan, maka stressor tersebut akan menimbulkan suatu rangsangan yang akan dikirimkan ke cerebral cortex, kemudian dari cerebral cortex akan mengirimkan suatu tanda bahaya ke hipothalamus. Suatu sinyal dari hipothalamus akan dikirimkan ke SNS (Sympathetic Nervous System). Respon yang dihasilkan dari proses tersebut akan dikeluarkan melalui SNS (Sympathetic Nervous System) yang menyebabkan berbagai perubahan pada tubuh.

21 Selama pikiran tidak menghentikan pengiriman tanda bahaya ke otak, mekanisme stress ini berjalan terus. Belakangan ini sejumlah penelitian paduan bidang psikologi dan syaraf, menemukan bahwa otak manusia memiliki banyak neuron mirror yang bekerja otonom menangkap signal pada saat kita berinteraksi sosial, kemudian membangun (set-up) sistem sirkuit yang sesuai dengan bacaannya. Dengan perkataan lain, meskipun secara mental kita bisa melakukan adjustment, tubuh secara otonom melakukan mekanisme pertahanan atau perlindungan sesuai bacaan neuron mirror. 2. Menurut Silbernagl dan Lang (2007) Kondisi fisik, psikis, dan lingkungan mampu menimbulkan suatu stimulus, stimulus tersebut akan meningkatkan neurotransmitter gamma-

aminobutyric acid (GABA) yang diterima oleh reseptor di otak, GABA adalah neurotransmitter dan hormon otak yang menghambat (inhibitor) reaksi-reaksi dan tanggapan neurologis yang tidak menguntungkan. Ketika GABA ditransmisikan ke reseptor, GABA akan menghambat reaksi-reaksi neurologis yang negatif. Tetapi jika reaksi-reaksi neurologis yang negatife terlalu berlebihan, maka GABA tidak mampu mencegah reaksi-reaksi neurologis yang negatif sehingga akan memicu peningkatan saraf simpatis yang akan menimbulkan stres. 2.2.6 Tahap-tahap stres Stresor dapat menyebabkan munculnya sindrom adaptasi umum melalui beberapa tahap berikut (Nursalam, 2007) :

22 1. Tahap peringatan (Alarm Stage): Tahap ini merupakan tahap awal reaksi tubuh dalam menghadapi berbagai stresor. Reaksi ini mirip dengan fight or flight response (menghadapi atau lari dari stres), tubuh tidak dapat bertahan lama pada tahapan ini. 2. Tahap adaptasi atau Eustres ( Adaptation Stage ): Tahap ini adalah dimana tubuh mulai beradaptasi dengan adanya stres dan berusaha mengatasi serta membatasi stresor. Ketidakmampuan beradaptasi mengakibatkan tubuh menjadi lebih rentan terhadap penyakit (disebut penyakit adaptasi). 3. Tahap kelelahan atau Distres ( Exhaustion Stage ): Tahap ini merupakan tahap dimana adaptasi tidak bisa dipertahankan karena stres yang berulang atau berkepanjangan sehingga berdampak pada seluruh tubuh. Tanda Distres : a. Umumnya mengalami irratabilitas, depresi yang diikuti dengan sifat agresif atau malas. b. Detak jantung meningkat, sebuah tanda kelebihan produksi adrenalin, sering dialami ketika stres. c. Mulut yang kering. d. Sifat yang impulsif, emosi yang tidak stabil. e. Tidak dapat berkonsentrasi, lari dari kenyataan dan umumnya tidak dapat berorientasi. f. Cenderung mengalami kecelakaan, ketika mengalami stres berat ( eustres atau distres ) sering kali menyebabkan terjadinya kecelakaan. g. Cenderung terlihat kelelahan. h. Penurunan keinginan untuk sex menurun atau mengalami impotensi.

23 i. Tidak adanya ketertarikan, perasaan takut tapi tidak diketahui dengan jelas kenapa kita takut. j. Gagap berbicara dan mengatakan kata-kata lain terasa sulit. k. Insomnia. l. Kelebihan berkeringat. m. Keinginan besar untuk buang air kecil. n. Sakit kepala sebelah. o. Kehilangan atau kelebihan nafsu makan. p. Tidak datang bulan atau datang bulan lebih cepat. q. Rasa sakit di leher atau punggung bagian bawah. r. Gelisah dan menggigil. s. Keinginan merokok meningkat t. Peningkatan penggunaan alkohol, narkoba. 2.2.7 Fungsi stres 1. Fungsi Stres Bagi Spritualitas dikemukakan oleh seorang ahli yang bernama Annie Besant mengatakan kesukaran ada supaya dalam mengatasinya kita menjadi gagah, hanya dengan menderita saja manusia dapat menyelamatkan diri dan orang lain. Singkatnya stresor-stresor tersebutlah yang akan membawa manusia menuju tujuan hidupnya yang hakiki. Begitulah stresor kegagalan, kesusahan yang menyedihkan hati selalu ada untuk mendidik manusia menjadi lebih baik (Annie, 2007). 2. Fungsi Stres Bagi Jiwa yaitu stres merupakan alat utama untuk memperkuat jiwa kita, tanpa stres kita tidak akan dapat mematangkan jiwa kita, hanya dengan streslah manusia dipaksa untuk memperkuat jiwanya, melembutkan emosinya dan mempertajam pikirannya. Stres di sini memberikan

24 pengalaman yang menyakitkan dan tidak menyenangkan sehingga manusia menyadari dan mengetahui tingkat kemampuan yang dimilikinya yang nantinya akan bermanfaat ketika ia menghadapi suatu masalah. Untuk lebih mengertikan maksud dari kalimat tersebut, seorang ahli dalam bukunya yang fenomenal Twelve Against The Gods mengatakan yang paling penting dalam kehidupan ini bukanlah menikmati keuntungan yang kita peroleh, sebab orang bodoh pun bisa melakukannya. Yang benar-benar paling penting dalam menjalani hidup adalah bagaimana mengambil keuntungan dari kerugian yang kita alami. Untuk itu memerlukan kecerdasan. Dan itulah yang membedakan orang cerdas dengan orang dungu (Balitho, 2011). 3. Fungsi Stres Bagi Tubuh secara garis besar adalah untuk meningkatkan kewaspadaan dan melindungi tubuh dari bahaya yang mengancam, stres adalah semacam alarm pengingat tentang ancaman yang mengancam fungsifungsi tubuh kita, ketika manusia mengalami stres tubuh melakukan sejumlah reaksi yang dalam batas tertentu dapat berakibat baik, tetapi jika berlebihan akan menimbulkan dampak yang buruk. Sakit-sakit yang kita alami bermanfaat bagi tubuh untuk menciptakan kekebalan bagi tubuh jika kita suatu saat akan menghadapi sakit tersebut di kemudian hari. Hal ini misalnya kita menghadapi masalah yang mengganggu kita, tentu kemudian kita mencari cara untuk memecahkannya, dan setelah kita mengetahui cara yang tepat untuk masalah itu maka masalah tersebut akan terselesaikan dan jika kita akan menghadapi masalah yang sama akan lebih cepat terselesaikan berdasarkan pada pengalaman yang kita peroleh sebelumnya, dan pengalaman tersebut tersimpan dalam memori atau ingatan kita (Balitho, 2011).

25 2.2.8 Sumber stres Menurut Hidayat (2004) ada tiga aspek sumber stres, antara lain. 1. Diri sendiri Sumber stres ini dikarenakan adanya konflik antara keinginan dan kenyataan yang beda, sehingga berbagai masalah yang datang pada dirinya tidak mampu diatasi. 2. Keluarga Stres yang bersumber dari keluarga disebabkan adanya perselisihan antar keluarga, masalah keuangan keluarga, serta adanya tujuan yang berbeda. 3. Masyarakat dan lingkungan Sumber stres ini dikarenakan adanya pekerjaan umum sebagai stres pekerja karena kurang kerja sama antar pekerja 2.2.9 Penyebab timbulnya stres Stres disebabkan oleh banyak sumber seperti peristiwa-peristiwa kehidupan, pengaruh-pengaruh kimia dan lingkungan, kejadian-kejadian positif, gaya hidup atau faktor-faktor emosional, relasi, hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan namun terdapat satu sumber stres yang paling besar dan sering tidak diperhatikan yaitu logika pribadi seseorang. Penyebab stres adalah stimulus yang dapat menyebabkan stres. Mengingat bahwa manusia adalah makhluk rohani, dan makhluk jasmani, maka stresor dapat dibagi menjadi tiga yaitu Stresor Rohani (Spiritual), Stresor Mental (Psikologi), dan Stresor Jasmani (Fisikal) (Ewen, 2009). 1. Stresor Rohani, stresor ini berhubungan dengan diri manusia, stresor ini muncul karena kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri. Hal yang paling

26 membuat orang stres adalah kematian karena kematian bagi seseorang adalah kehilangan terhadap diri mereka sendiri. Selanjutnya adalah cinta yang berarti ingin seperti keinginan terhadap suatu kedudukan tertentu, harta dan sesama manusia. 2. Stresor Kejiwaan adalah stres yang berhubungan dengan jiwa atau psikologis seseorang yang ditimbulkan oleh prilaku orang lain terhadap diri kita. Biasanya berupa tekanan batin seperti rasa tidak nyaman, gelisah, dan sebagainya. Tekanan yang dirasakan oleh seseorang karena adanya tanggapan yang diberikan terhadap stresor, tekanan akan dirasakan apabila ia merespon stimulus secara negatif dan ia tidak akan mengalami tekanan apabila ia merespon stimulus secara positif. 3. Stresor Jasmani yang berhubungan dengan fisik seseorang, kondisi fisik yang dimiliki oleh seseorang yang dinilainya kurang akan memberikan rasa tidak nyaman pada individu dan akan menimbulkan stres pada individu tersebut. Penilaian yang positif terhadap diri sangat membantu dalam membantu individu dalam menerima dirinya tersebut. Gerakan fisik berkaitan dengan stres dalam dua hal yang pertama gerak fisik mengurangi ketegangan stres dan mental serta perubahan fisiologis yang menyertai stres. Kedua gerak fisik sendiri adalah stresor bagi tubuh, mengubah pola penggunaan zat gizi dan meningkatkan kebutuhan akan zat-zat gizi tertentu. Tubuh akan memberikan respon fight and flight pada kebanyakan stresor psikologis. Gerak fisik yang cukup berat bermaksud menghabiskan produk stres ini, tidak hanya menahan stres dalam tubuh tapi juga mampu mengeluarkannya dari tubuh. Sewaktu gerak fisik berhenti tubuh kembali ke keadaan normal berupa relaksasi. Disamping itu gerak fisik secara tidak langsung menggiring pikiran dan

27 perhatian beralih dari stres dan membuat individu rileks baik fisik maupun mental. 2.2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi stres Menurut Folkman (2007) stressor juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu. 1. Kondisi fisik (kondisi kesehatan, stamina). 2. Psikis (tingkat emosional, mekanisme koping, masalah yang sebelumnya dialami). 3. Lingkungan (situasi kerja, teman kerja, cuaca dan kondisi tempat kerja) yang dialami perawat saat bekerja. 4. Termasuk salah satunya adalah kondisi gawat darurat yang dihadapi oleh perawat. 2.2.11 Dampak dari stres 1. Dampak bagi spiritualitas, adalah dapat menghilangkan keyakinan dan keimanan yang terdapat di dalam diri kita. Spiritualitas harus dijaga keutuhannya karena hanya dengan spiritualitas manusia dapat dibedakan dengan makhluk lainnya. Stres yang tidak terkontrol akan mengganggu spiritualitas berupa kemarahan kepada Tuhan yang berujung pada sifat-sifat negatif yang muncul pada individu. Dalam hal ini stres sangat berbahaya karena dapat menurunkan derajat keimanan manusia sehingga akan menurunkan derajat manusia itu sendiri dengan makhluk yang lainnya. Untuk itu individu harus waspada akan datangnya stres misalnya dengan cara mengendalikan stres yang menimpanya, stres yang tidak terkontrol akan menimbulkan persepsi pada individu bahwa Tuhan tidak adil terhadapnya.

28 Dan akhirnya ia akan menolak akan keberadaan Tuhan dan menolak Tuhan. Ini sangat berbahaya dan perlu dihindari (Annie, 2007). 2. Dampak stres bagi tubuh, stres dapat berakibat positif bagi tubuh kita, namun seperti yang kita ketahui stres yang berlebihan dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi tubuh. Orang-orang yang mudah terserang stres sangat mudah terserang berbagai macam penyakit fisik. Stres yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak seperti terganggunya sistem hormonal, kerusakan vitamin dan mineral serta melemahnya sistem kekebalan tubuh. Keadaan stres akan merangsang pengeluaran hormon adrenalin secara berlebihan sehingga jantung akan berdebar lebih cepat dan keras. Hormon adrenalin juga akan diproduksi dalam jumlah yang banyak ketika kita sedang dalam keadaan yang marah. Stres dapat mendorong pembentukan hormon adrenalin dimana untuk membentuk hormon tersebut diperlukan zat gizi seperti vitamin B, mineral seng, kalium dan kalsium. Stres dapat menguras zat-zat tersebut sehingga untuk menjaga agar zat tersebut berguna bagi tubuh, manajemen stres sangat diperlukan. Stres yang berkepanjangan dapat menimbulkan gangguan pada tubuh manusi antara lain (Annie, 2007). a. Penyakit jantung/ penyakit arteri koroner, yaitu: frekuensi jantung tidak teratur dan palpitasi, angina pectoris, infrakmiokardium, peningkatan blood maker penyakit arteri koroner, gangguan vaskular atau sentral, hipertensi, stroke. b. Gangguan pernapasan, yaitu: asma, hiperventilasi. c. Gangguan gastrointestinal, yaitu: anoreksia atau obesitas, konstipasi atau diare, tukak lambung, penyakit inflamasi usus.

29 d. Gangguan muskuloskeletal, yaitu: nyeri punggung, penurunan

pertumbuhan/ gagal tumbuh. e. Gangguan kulit, yaitu: psoriasis, jerawat. f. Gangguan sistem imun, yaitu: infeksi yang sering, disfungsi tiroid, eksaserbasi penyakit otoimun, kanker. g. Gangguan reproduksi, yaitu: amenore, impotensi, sterilitas, keguguran. h. Gangguan prilaku, yaitu: makan tidak teratur, penggunaan obat, agresi, tidak dapat tidur. i. Gangguan psikologis, yaitu: keletihan, ansietas, depresi, kesulitan berkonsentrasi/ masalah memori. 3. Efek Stresor Bagi Imunitas, pertama kali efek stresor terhadap imunitas dibuktikan oleh Ader dan Friedman pada tahun 1964 dalam (Nursalam, 2008). Stresor adalah stimulus yang menimbulkan stres mempunyai triad, yaitu aktivasi, resisten (adaptasi), dan ekshausi (kelelahan). Jadi stresor merupakan stimulus yang menyebabkan aktivasi, resisten dan ekshausi. Sinyal stres dirambatkan mulai dari sel di otak (hipotalamus dan pituitari), sel di adrenal (korteks dan medula) yang akhirnya disampaikan ke sel imun. Tingkat stres yang terjadi pada jenis dan subset sel imun akan menentukan kualitas modulasi imunitas, baik alami maupun adaptif. Efek stresor pada tingkat ekshausi dapat menurunkan imunitas, baik alami maupun adaptif. Efek stresor ini sangat ditentukan oleh proses pembelajaran individu terhadap stresor yang diterima dan menghasilkan persepsi stres. Kualitas persepsi stres ini akan diketahui pada respon stres (Ewen, 2009).

30 2.2.12 Manajemen stres Hal termudah untuk dapat memanajemen stres adalah dengan cara berpikir positif, cara yang sangat mudah ini ternyata sudah lama ditemukan. Cara dalam mengatasi atau mengurangi dampak stres adalah sebagai berikut : Apabila stresor memiliki komponen psikologis, individu didorong untuk membicarakan tentang kekhawatirannya dengan keluarga, teman, atau ahli terapi. Penelitian menunjukan bahwa memiliki walau hanya satu orang untuk bergantung dan berbicara dapat mengurangi efek stres akut atau stres yang berkepanjangan pada kesehatan (Ewen, 2009). 1. Apabila stresornya adalah fisik, intervensi untuk mengurangi nyeri dan mencegah infeksi sangat penting. Nyeri dan infeksi (gangguan pada fisik) adalah stresor itu sendiri tanpa penghentian atau peredaan nyeri dan infeksi itu dapat memperburuk efek stimulus awal. Untuk stresor fisik atau fisiologis, teknik relaksasi, biofeedback, dan terapi visualisasi dapat membantu individu mengurangi dampak stressor yang dialami. Olah raga teratur diketahui meningkatkan pelepasan endorfin yang dapat mengurangi dampak stresor. Latihan fisik dapat mengurangi ketegangan fisik dan mental serta perubahan fisiologis yang menyertai stres. Latihan fisik mencegah terbentuknya stres psikologis yang menahun yang merupakan faktor risiko timbulnya tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Olah raga adalah kunci untuk mengurangi stres. Tidak ada yang menyangkal olah raga aerobik sebagai suatu cara menyalurkan energi kala kita stres. Aktivitas secara teratur dapat menyediakan arus balik biologis ( biofeedback ) yang mengarah kepada perubahan denyut jantung, tekanan darah, dan lain-lain.

31 2. Menilai stresor mana yang potensial dalam hidup dalam hal ini adalah kebutuhan yang paling prioritas. Bagi stresor potensial yang tidak dapat disingkirkan, dapat menggunakan berbagai teknik efektif untuk berurusan dengan stresor tersebut, dengan melatih ketrampilan-ketrampilan setiap hari. Pertama-tama mengikuti petunjuk untuk latihan-latihan relaksasi, bernafas, dan visualisasi secara ketat. Setelah beberapa minggu akan semakin rileks menjawab stres dengan percaya diri dan ketenangan yang lebih besar. Juga akan mampu mengubah pandangan tentang dunia sebagai hasil menangani stress. 3. Relaksasi progresif merupakan suatu teknik yang berfokus pada relaksasi otot yang dikembangkan semula oleh Dr. Edmund Jacobson. Teknik itu menyediakan cara yang terbukti sistematis untuk mengontrol ketegangan otot. Relaksasi progresif dapat dilakukan dengan cara telentang di tempat tidur atau bersandar pada kursi yang nyaman, tipe kursi yang dapat menyangga kepala anda. 4. Meneliti, adalah suatu teknik yang cukup sederhana untuk memeriksa daerahdaerah tubuh yang diganggu oleh ketegangan otot. Langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut : a. Tarik nafas selagi meneliti suatu daerah tubuh yang mengalami ketegangan. b. c. Ketika menghembuskan nafas, buat daerah itu menjadi rileks. Lanjutkan untuk meneliti masing-masing area tubuh bergantian, buat masing-masing bergantian menjadi santai saat anda menghembuskan nafas.

32 d. Dengan melakukannya dengan teratur, dapat membebaskan diri dari stres yang dialami. 5. Cara terbaik untuk menghadapi stres adalah dengan sikap yang positif gaya hidup sehat yang termasuk di dalamnya tidur yang cukup, diet yang cukup, buah-buahan dan sayur-sayuran. 6. Tingkatkan manajemen waktu. Bekerja melebihi waktu adalah suatu hal yang dapat menyebabkan timbulnya stres. Seseorang tidak akan mampu mengerjakan pekerjaan yang begitu banyak, namun seseorang dapat memanajemen waktu agar lebih efisien dalam mengerjakan tugas dan dapat semakin rileks dalam mengerjakannya. Berikut adalah cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan memanajemen waktu. a. Set realistic goals. tentukan harapan yang ingin dicapai dan tentukan batas waktu untuk mengerjakannya, lalu buat review kemajuan yang telah dicapai. b. Make a priority list. Siapkan daftar kegiatan dan urutkan berdasarkan prioritas. Setiap hari lihat jadwal dan kerjakan berdasarkan prioritas yang telah ditentukan. c. Protect your time. Jika ada pekerjaan yang khusus atau susah, tentukan waktu yang mana yang dapat mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa gangguan. d. Tetaplah perspektif. Ketika pekerjaan membuat seseorang merasa stres, ini akan membuat seseorang merasa menghabiskan waktu. Cobalah untuk tetap perspektif. e. Get other points of view. Bicarakan dengan keluarga atau teman mengenai masalah yang dihadapi ketika bekerja. Mereka mungkin akan dapat

33 mengerti bahkan mungkin dapat memberikan sugesti untuk mengatasi masalah tersebut. Cari saja seseorang yang bisa diajak bicara, ini akan membuat semakin rileks. f. Take a break. Berhentilah jika bekerja terlalu lama. Berhentilah selama 10 menit untuk menyegarkan/ merilekskan tubuh. Atau seperti berhenti bekerja, liburan akhir pekan, dan sebagainya. g. Have an outlet. Bekerja terus tanpa bermain akan menimbulkan stres atau rasa tidak nyaman pada individu. Pastikan menyediakan aktivitas tertentu yang dapat membuat senang, seperti membaca, mengobrol, mengerjakan apa yang menjadi hobi. h. Take care of yourself. Tetaplah anda menjaga kesehatan tubuh. Latihan dengan teratur dan cukup tidur serta makan makanan yang cukup dan menyehatkan. i. Cara aktivitas fisik. Latihan dapat meningkatkan kesehatan seluruh tubuh, meningkatkan semangat. Namun latihan juga memberikan keuntungan menghilangkan stress. j. It pumps up your endorphins. Kegiatan fisik dapat membantu meningkatkan produksi endorphin yang dapat membantu pikiran terasa tenang. k. Its meditation in motion. Ketika melakukan suatu kegiatan, seseorang akan lupa akan stres yang anda alami hari itu, aktivitas yang dilakukan membuat seseorang hanya fokus terhadap tugas itu saja (aktivitas yang dilakukan) dan menghasilkan suatu energi dan rasa optimis, dan dapat membantu menjadi tenang dan melupakan hal yang dilakukan (tugas-tugas yang menimbulkan stres).

34 l. It improves your mood. Latihan yang teratur dapat meningkatkan rasa percaya diri, membantu seseorang tidur ketika seseorang dilanda stres dan depresi. m. Consult with your doctor. Sebelum memulai program kebugaran tubuh, sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan orang yang ahli terhadap kesehatan tubuh, terutama jika memiliki penyakit tertentu. n. Walk before you run. Jika baru memulai untuk latihan fisik, sebaiknya latihan sekitar 20 sampai 30 menit 3 sampai 4 kali seminggu. Untuk orang yang sudah dewasa, Department of Healt and Human Services menyarankan mulai latihan paling sedikit 2 jam dan 30 menit seminggu untuk latihan aerobik atau 1 jam dan 15 menit seminggu untuk latihan seperti lari. o. Do what you love, and love what you do. Jika tidak suka lari maraton sebaiknya jangan lakukan, latihan ringan seperti berjalan, joging, bersepeda, yoga, dapat membantu meningkatkan kesehatan tubuh. 7. Meditasi telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu, sebenarnya meditasi digunakan untuk membantu individu dalam memahami secara mendalam tentang kesucian dan kekuatan mistik dari hidup. Namun sekarang ini digunakan untuk relaksasi dan mengurangi stres. Meditasi adalah obat untuk tubuh dan pikiran. Ketika bermeditasi seseorang akan memfokuskan pikiran dan mengabaikan berbagai hal yang dapat mengganggu pikiran yang nantinya dapat menimbulkan stres. Keuntungan dari meditasi adalah dapat

memberikan perasaan yang tenang, menyeimbangkan pikiran dan emosi dan kesehatan seluruh tubuh.

35 8. Berpikir positif berikut akan dijelaskan cara yang dapat dilakukan untuk fokus berpikir positif : a. Check yourself. Secara periodik berhenti dan evaluasi apa yang dipikirkan. b. Be open to humor. Tertawa dan tersenyumlah terutama ketika mengalami sesuatu yang sulit. c. Surround yourself with positive people. Pastikan segala sesuatu yang ada dalam hidup adalah sesuatu yang positif. Orang-orang yang mendukung dapat dipercayai untuk memberi bantuan dan umpan balik. d. Follow a healthy lifestyle . Latihan fisik tiga kali seminggu dapat memberikan dampak yang positif pada mood. Belajar bagaimana memanajemen stres. e. Practice positive self-talk. Untuk dapat melakukan hal tersebut cukup ikuti satu aturan yang mudah yaitu jangan katakan pada dirimu tentang apa yang kamu tidak ingin katakan kepada orang lain, jika hal negatif masuk ke dalam pikiranmu, coba evaluasi dan respon dengan apa yang terbaik untuk diri sendiri. 9. Relaksasi adalah suatu cara untuk memanajemen stres. Relaksasi dapat menurunkan simptom stres seperti: memperlambat denyut jantung,

menurunkan tekanan darah, menurunkan tingkat kecepatan bernafas, menurunkan tekanan otot dan sakit kronis, meningkatkan arus darah ke otot utama, meningkatkan konsentrasi, menurunkan kemarahan dan frustrasi, meningkatkan cara penanganan masalah. Ada beberapa teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk meringankan stres antara lain :

36 a. Autogenic relaxation. Autogenik berarti segala sesuatu yang datang bersama. Teknik ini menggunakan perumpamaan visual dan kesadaran tubuh untuk mereduksi stres. Dengan mengulang kata atau sugesti dalam pikiran untuk membantu merelaksasi dan menurunkan ketegangan. b. Progressive muscle relaxation. Pada teknik ini difokuskan untuk

merendahkan tekanan dan kemudian merelaksasikan setiap kelompok otot. c. Visualization. Teknik relaksasi menggunakan imajinasi dan pergi ke tempat yang indah dan menyenangkan (berkhayal), selama berkhayal coba gunakan semua indra yang mungkin digunakan. 10. Memiliki skill yang relevan, misalnya: skill mengatur waktu, skill menyalurkan kemampuan, skill mendelegasikan, skill mengkoordinasi, dan skill menata. Selain itu, untuk menekan tingkat strees dalam diri seseorang harus memiliki strategi yaitu, menyiapkan diri menghadapi stressor, dengan cara exercise, diet, rekreasi, istirahat, mediasi, dan lain-lain (Hudak, 2004). 2.2.13 Model stres adaptasi Model adalah suatu cara mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang kompleks seperti konsep yang berhubungan dengan perilaku manusia. Penggunaan model ini membantu klinis mengembangkan dasar untuk melakukan pengkajian dan intervensi, juga memberikan cara untuk mengevaluasi keefektifan terapi (Brunner, 2010). Model adaptasi stres adalah proses menginteraksikan aspek biologis, psikologis, sosiokultural, lingkungan, dan legal etik keperawatan (Stuart dan Laraia, 2005).

37 Stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam dan merusak seseorang (Brunner, 2010). Adaptasi adalah suatu proses yang konstan dan berkelanjutan yang membutuhkan perubahan dalam hal struktur, fungsi, dan perilaku sehingga seseorang lebih dengan suatu lingkungan tertentu (Stuart dan Laraia, 2005). Stres dan adaptasi dapat terjadi pada sistem dengan tingkat yang berbeda, maka kita dapat mempelajari reaksi ini pada tingkat sel, jaringan dan organ (Stuart dan Laraia, 2005). Model adaptasi stres sebagai berikut: 1. Faktor predisposisi yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat digunakan individu untuk mengatasi stres, faktor predisposisi terdiri dari: a. Biologis Dapat mempengaruhi stres yang dilihat dari faktor keturunan, status nutrisi, dan kesehatan b. Psikologi Sedangkan dari psikologi itu sendiri meliputi: kemampuan verbal, pengetahuan moral, personal terhadap diri sendiri, dorongan motivasi. c. Sosiokultural Sedangkan menurut sosiokultural meliputi: faktor-faktor umur, jenis kelamin, pekerjaan, posisi sosial, latar belakang budaya, agama, serta pengetahuan.

38 2. Stresor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang membutuhkan energi ekstra untuk koping, yang terdiri dari: a. Sifat yaitu bagaimana seorang tersebut menghadapi tantangan/ ancaman tersebut baik yang datang dari internal maupun eksternal. b. Asal yaitu ancaman/ tantangan itu sendiri berasal dari diri sendiri, keluarga, atau lingkungan. c. Waktu yaitu kapan waktu ancaman/ tantangan itu datang yang dapat mengancam seseorang. d. Jumlah yaitu berapa banyak jumlah ancaman itu yang datang kepada seseorang. 3. Penilaian terhadap stressor yaitu evaluasi tentang makna stressor bagi kesejahteraan individu yang didalamnya stresor memiliki arti, intensitas dan kepentingan yang terdiri dari a. Kognitif yaitu respon yang ditunjukkan seperti perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, bermasalah dalam berpikir dan

kreativitas menurun. b. Afektif yaitu respon yang ditunjukkan seperti mudah terganggu, tidak sabar, mudah gelisah, tegang, gugup dan ketakutan. c. Fisiologis yaitu respon yang ditunjukkan seperti kehilangan

kesadaran, produktivitas menurun, ketegangan fisik dan tremor. d. Perilaku yaitu respon yang ditunjukkan seperti bicara cepat, kurang koordinasi, gelisah, dan reaksi terkejut. e. Sosial yaitu respon yang ditunjukkan interaksi dengan orang lain.

39 2.2.14 Sumber koping Menyebutkan sumber-sumber koping terdiri dari aset ekonomi,

kemampuan, bakat, teknik dan pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi. Sumber koping lainnya adalah keseimbangan energi, dukungan spiritual, keyakinan positif, pemecahan masalah, kemampuan sosial, kesehatan fisik, sumber materi sosial (Stuart dan Laraia, 2005). 2.2.15 Faktor-faktor stres kerja 1. Faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Sumber intrinsik pada pekerjaan Yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat sedikit menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang menekan, resiko/bahaya secara fisik. b. Peran di dalam organisasi Antara lain peran yang ambigu, konflik peran, tanggung jawab kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi (conflicts

reorganizational boundaries) baik secara internal maupun eksternal. c. Perkembangan karir Dapat terdiri dari promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau penurunan tingkat, tingkat keamanan yang kurang, ambisi perkembangan karir yang mengalami hambatan d. Hubungan relasi di tempat kerja Meliputi antara lain kurangnya hubungan relasi dengan pimpinan, rekan sekerja, atau dengan bawahan, serta kesulitan dalam mendelegasikan tanggung jawab. e. Struktur organisasi dan iklim kerja

40 Yaitu antara lain karena terlalu sedikit atau bahkan tidak ada partisipasi dalam pembuatan keputusan kebijakan hambatan dalam perilaku (misalnya karena anggaran), politik di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi yang terjadi. 2. Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu antara lain: a. Tingkat kecemasan b. Tingkat neurotisme individu c. Toleransi terhadap hal yang ambiguitas/ ketidakjelasan 3. Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi, yaitu meliputi: a. Masalah-masalah dalam keluarga b. Peristiwa kritis dalam kehidupan c. Kesulitan secara finansial, (Greenberg, 2005) Tabel 2.1 Faktor-faktor dalam stres kerja menurut (Stuart dan Laraia, 2005). Stressor Faktor yang mempengaruhi (hal-hal Konsekuensi kondisi dari stres yang mungkin terjadi di lapangan) yang mungkin muncul kerja Kondisi 1. Beban kerja berlebihan secara 1. Kelelahan mental pekerjaan kuantitatif dan/ atau fisik 2. Beban kerja berlebihan secara 2. Kelelahan yang kualitatif amat sangat dan 3. Assembly-line hysteria bekerja (burnout) 4. Keputusan yang dibuat oleh 3. Meningkatnya seseorang kesensitifan dan 5. Bahaya fisik ketegangan. 6. Jadwal bekerja Stres 1. Ketidakjelasan peran 1. Meningkatnya karena 2. Adanya bias dalam kecemasan dan peran membedakan gender dan ketegangan stereotyppe peran gender 2. Menurunnya 3. Pelecehan seksual prestasi pekerjaan Faktor 1. Hasil kerja dan sistem dukungan 1. Meningkatnya interperso sosial yang buruk ketegangan nal 2. Persaingan politik kecemburuan 2. Meningkatnya dan kemarahan tekanan darah 3. Kurangnya perhatian 3. Ketidakpuasan manajemen terhadap karyawan kerja Perkemba 1. Promosi ke jabatan yang lebih 1. Menurunnya

41 ngan karir rendah dari kemampuannya 2. Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya 3. Keamanan pekerjaannya 4. Ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan frustasi 1. Struktur yang kaku dan tidak bersahabat 2. Pertempuran politik 3. Pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang 4. Ketidakterlibatan dalam membuat keputusan 1. Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi 2. Kurangnya dukungan dari pasangan hidup 3. Konflik pernikahan 4. Stres karena memiliki dua pekerjaan produktivitas Kehilangan rasa percaya diri Meningkatkan kesensitifan dan ketegangan Ketidakpuasan kerja Menurunnya motivasi dan produktivitas Ketidakpuasan kerja

2. 3. 4.

Struktur organisasi

1. 2.

Tampilan rumahpekerjaan

1. Meningkatnya konflik dan kelelahan mental 2. Menurunnya motivasi dan produktivitas 3. Meningkatnya konflik pernikahan

2.2.16 Upaya meminimalkan stres kerja pada perawat Upaya untuk meminimalkan tingkat stres yang dialami oleh perawat di lingkungan kerja adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang

komprehensif, jadwal kerja yang tidak melebihi batas waktu yang ditetapkan, perlakuan yang adil dari atasan baik kepada perawat yang mahir maupun kepada perawat yang belum mahir, pembagian kerja dan tugas yang adil dan sesuai dengan tingkat kemampuan atau pengetahuan perawat, menjaga komunikasi dan hubungan yang baik antar perawat dan tenaga medis lainnya, adanya agenda liburan bersama, semua hal tersebut untuk mempererat hubungan antar perawat, dan memberi tingkat pendidikan atau pelatihan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan pada perawat untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam menghadapi berbagai tingkat kegawatdaruratan sehingga mampu meningkatkan

42 mekanisme koping perawat yang efektif dan mampu menekan tingkat stres kerja yang dialami (Hudak, 2004).

2.3 Konsep Kegawatdaruratan 2.3.1 Definisi kegawatdaruratan Kegawatdaruratan adalah kondisi yang tiba-tiba mengancam nyawa atau anggota badann, dan akan menjadi cacat bila tidak mendapat pertolongan secepatnya, Guidelines (2010) dalam (John, 2010) 2.3.2 Instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderita gawat darurat oleh karena itu fasilitas rumah sakit, khususnya instalasi gawat darurat harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga dapat menanggulangi gawat darurat. Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat berbentuk Bio-Psiko-Sosio spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien atau pasien yang mempunyai masalah aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan (Depkes RI, 2007). Di instalasi gawat darurat tiap saat pada kasus kegawatan yang harus segera mendapat pelayanan dan perawatlah yang selalu kontak pertama dengan pasien 24 jam, oleh sebab itu pelayanan profesional harus ditingkatkan karena pasien gawat darurat membutuhkan pelayanan yang cepat, tepat, dan cermat dengan tujuan mendapatkan kesembuhan tanpa cacat. Oleh karenanya perawat instalasi gawat darurat disamping mendapat bekal ilmu pengetahuan keperawatan

43 juga perlu untuk lebih meningkatkan keterampilan yang spesifik seperti tambahan pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD). Instlasi gawat darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI, 2007). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh : a) kecepatan ditemukan penderita, b) kecepatan meminta pertolongan, dan c) kecepatan dalam kualitas pertolongan yang diberikan untuk menyelamatkannya. Penyebab kematian penderita gawat darurat yaitu 50% meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan pada pasien trauma 35 % meninggal dalam 1- 2 jam setelah trauma, disebabkan oleh: trauma kepala berat (hematoma subdural atau ekstradural), trauma thorak (hematoma toraks atau lascriasis hati), fraktur femur atau pelvis dengan perdarahan massif, 15% meninggal setelah beberapa hari atau minggu karena mati otak, gagal organ atau multi organ), 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah kejadian (Pusponegoro, 2005). 2.3.3 1. Kriteria keadaan gawat darurat

Pasien gawat darurat Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi darurat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya (Werman, 2007).

44 2. Pasien gawat Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut. Keadaan yang menimpa seseorang atau banyak orang akibat suatu perjalanan penyakit atau rudapaksa, terjadinya secara mendadak, dimana saja, menyangkut siapa saja (Werman, 2007). 3. Pasien darurat Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, sifatnya mengancam jiwa perlu penanganan segera, secara cermat, tepat, cepat. Bila tidak segera ditangani mengakibatkan kematian, kecacatan, kehilangan anggota tubuh (Werman, 2007). 4. Pasien tidak gawat tidak darurat Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya (Werman, 2007). 5. Kecelakaan (Accident) Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial) (Werman, 2007). 2.3.4 Triage Triage berasal dari bahasa perancis yang artinya (baca: trias), triage adalah pengelompokan korban atau pasien berdasarkan berat ringannya trauma atau penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan (Werman, 2007).

45 1. Macam korban: a. Korban masal (multiple patient) Kejadian atau timbulnya kedaruratan yang mengakibatkan lebih dari satu korban yang harus dikelola oleh lebih dari satu penolong, bukan akibat bencana. b. Korban bencana (mass casualty disaster) Kedaruratan yang memerlukan penerapan system penanggulangan gawat darurat terpadu sehari-hari. 2. Prinsip seleksi korban, berdasarkan a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan (dalam ukuran menit) b. Dapat meninggal dalam ukuran jam c. Ruda paksa ringan d. Sudah meninggal 3. Prioritas Penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul (Werman, 2007). a. Prioritas I ( Prioritas tertinggi/ emergency) Warna merah untuk berat dan biru untuk sangat berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas atau distress nafas, luka tusuk dada, hipotensi/ shock, perdarahan pembuluh nadi besar, tension pneumothorax, syok hemoragik,

46 luka terpotong pada tangan dan kaki dengan shock, combutio (luka bakar) tingkat II dan III >25%. b. Prioritas II (medium, urgent) Warna kuning potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25%, trauma thorak/ abdomen, laserasi luas, trauma bola mata c. Prioritas III (rendah/ non emergency) Warna hijau perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh: contusio, dan laserasi otot ringan, combutio tingkat II < 20 % (kecuali daerah muka dan tangan), luka superficial, luka-luka ringan d. Prioritas 0 Warna hitam. kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh: henti jantung kritis, trauma kepala kritis 4. Penilaian a. Primary survey (A, B, C) Menghasilkan prioritas I, II, dan selanjutnya b. Secondary survey (head to toe) Menghasilkan prioritas I, II, III, dan selanjutnya c. Monitoring korban atau pasien kemungkinan terjadinya perubahanperubahan pada, sirkulasi, jalan nafas, dan pernafasan (C-A-B), derajat kesadaran (D), tanda-tanda vital yang lain

47 d. Perubahan prioritas yang dikarenakan berubahnya kondisi korban atau pasien 5. Perhatian khusus a. Meningkatnya distress nafas, shock b. Turunnya kualitas nadi/pulse pressure c. Cepatnya penurunan derajat kesadaran d. Koma yang timbul setelah lucid periode e. Timbulnya masalah jalan nafas dan rongga thorak f. Perubahan mendadak hemodinamik/ hipotensi, mungkin perdarahan internal g. Luka tembus kepala, dada, perut 2.3.5 Kinerja perawat di Instalasi Gawat Darurat berdasarkan: Implementasi asuhan keperawatan kegawatdaruratan berdasarkan

Guildelines 2010 khususnya pelaksanaan tahapan CirculationAirway-Breathing (CAB), cardiopulmonary resuscitation (CPR) dan . Kegiatan yang dilakukan perawat dalam tahapan CAB dan CPR adalah: 1. Circulation Gangguan sirkulasi yang paling sering dijumpai di instalasi gawat darurat adalah shock kardiogenik, shock hipovolemia, shock spinal injury dan henti jantung. Diagnosa shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya nadi radialis/ karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat serta memanjangnyan waktu pengisian kapiler (capillary refill time > 2 detik). Sedangkan diagnosa henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis pada perabaan selama 5-10 detik. Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung

48 (primer) dan kelainan jantung di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi. Shock adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umum yang lemah, pucat, kulit, yang dingin dan basah, denyut nadi melemah dan frekwensi meningkat, vena perifer tidak nampak(kolaps), tekanan darah menurun, produksi urine menurun dan kesadaran menurun. Tekanan darah sistolik umumnya kurang dari 90 mmHg atau menurun lebih dari 50 mmHg di bawah tekanan darah semula. Masalah utama adalah penuruna perfusi (aliran darah) yang efektif dan gangguan penyampaian oksigen ke jaringan. 2. Airway Yang dimaksud dengan membebaskan jalan nafas adalah tindakan untuk menjamin pertukaran udara secara normal. Korban tidak jatuh dalam kondisi hipoksia maupun hiperkarbia. Ada 2 cara yaitu dengan alat dan tanpa alat (cara manual), diagnosis gangguan jalan nafas dapat diketahui dengan cara look, listen, feel. Look (melihat gerakan dada/ pengembangan dada dan adanya retraksi sela iga), Listen (mendengarkan suara nafas dengan mendekatkan telinga penolong ke hidung korban), Feel (merasakan hembusan nafas korban dengan cara mendekatkan pipi penolong ke hidung korban), Membuka jalan nafas dapat dilakukan dengan cara head tilt (dorong dahi kepala kebelakang), chin lift (tindakan mengangkat dagu keatas), jaw thrust (tindakan mengangkat dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah). Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari (finger sweep). Kegagalan membuka jalan nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas daerah faring atau adanya henti nafas (apnea). Bila hal itu terjadi dan pasien menjadi tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui

49 mulut, bila dada tidak tampak mengembang, maka kemungkinan adanya sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan Heimlich maneuver. 3. Breathing Pengelolaan fungsi pernafasan bertujuan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan atau bantuan nafas untuk menjamin kecukupan oksigen dan pengeluaran gas karbon dioksida. Diagnosa ditegakkan bila tidak didapatkan tanda-tanda adanya pernafasan pada pemeriksaan dengan metode look, listen, feel. Dan telah dilakukan pengelolaan pada jalan nafas (airway) tetapi tetap tidak didapatkan adanya pernafasan atau pernafasan yang tidak memadai. Pemberian nafas buatan dapat dilakukan dengan alat ataupun tanpa alat. Pemberian nafas buatan tanpa alat dengan memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak dua kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi. Pemberian nafas buatan dengan alat dapat dilakukan dengan bantuan pocket mask atau face mask yang ditiup dengan mulut penolong. Bag valve mask atau ambu bag atau dengan Jackson rees. Pada alat tersebut dapat ditambahkan oksigen dengan aliran tertentu. Pernafasan buatan atau bantuan nafas berkepanjangan diberikan dengan menggunakan alat ventilator mekanik. Penilaian fungsi pernafasan dapat kita bagi menjadi empat, yaitu: a. Pernafasan normal Dengan mempertahankan jalan nafas tetap bebas, menjaga agar fungsi nafas tetap normal.

50 b. Distress nafas Dengan mempertahankan jalan nafas tetap bebas, memberi tambahan oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien, kalau perlu memberi bantuan nafas dan mencari penyebab. c. Henti nafas (apneu) Dengan mempertahankan jalan nafas tetap bebas dan memberi nafas buatan pada pasien. d. Henti nafas dan henti jantung Dengan resusitasi jantung, paru, otak dan nafas buatan. 4. Teknik Cardiopulmonary resuscitation (CPR) Bila ditemukan pasien dengan henti jantung maka yang harus dilakukan adalah raba nadi carotis 5-10 detik, kemudian lakukan Cardiopulmonary resuscitation (CPR). Panggil bantuan, selama menunggu bantuan mulai CPR. Penderita harus dalam keadaan terlentang, bila dalam keadaan telungkup penderita di balikkan dengan teknik log roll. Lakukan pijat jantung 30 kali pada titik tumpu tekan jantung yaitu di tengah sternum, tekan tengah sternum sampai turun dengan kedalaman menekan sternum minimal 4- 5 cm. Lakukan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit lanjutkan dengan pada titik tumpu tekan jantung. Lanjutkan pemberian nafas buatan dua kali, untuk memberikan nafas buatan maka posisi kepala diperbaiki atau mulut lebih dibuka (head tilt, chin lift, jaw thrust) bila terdapat adanya tahanan atau sumbatan jalan nafas yang kuat, maka airway harus dibersihkan dari obstruksi dengan (heimlich manouvre, finger sweep) kemudian berikan nafas buatan dua kali, lakukan segera tidak perlu berlebihan, cukup asal membuat dada mengembang. Lengkapi tiap siklus dengan perbandingan 30 pijatan dan

51 2 kali nafas buatan. Evaluasi denyut carotis tiap 2 menit. Bila denyut carotis belum teraba, lanjutkan CPR hingga nadi carotis berdenyut. Tanda-tanda keberhasilan tehnik CPR, Nadi karotis mulai berdenyut, pernafasan mulai spontan, kulit yang tadinya berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila denyut karotis sudah timbul teratur, maka kompresi dapat dihentikan tetapi pernafasan buatan tetap diteruskan sampai timbul nafas spontan. Bila CPR dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda. CPR harus dihentikan tergantung pada lamanya kematian klinis, prognosis penderita ditinjau dari penyebab henti jantung , Guidelines (2010) dalam (John, 2010) 4. Disability Menilai derajat kesadaran dengan metode alert-verbal-pain-

unresponsive (AVPU). Dilakukan pada waktu pemeriksaan pertama. Kontak pertama petugas kesehatan dengan pasien. a. Alert: awake Pada manusi normal atau sehat b. Verbal stimulation: respond to verbal command Kesadaran menurun, tampak mengantuk walaupun terbangun dengan membuka mata ketika namanya dipanggil. c. Pain stimulation: respon to pain Kesadaran menurun tampak mengantuk, tidak terbangun ketika namanya dipanggil dan baru terbangun dengan membuka mata atau menggerakkan anggota tubuhnya ketika dicubit atau disakiti d. Unresponsive Tidak ada respon dengan rangsangan apapun. Kesadaran sangat menurun, tampak sangat mengantuk, lemas, tidak terbangun dengan

52 membuka mata ketika namanya dipanggil dan bahkan tidak bereaksi apapun ketika dicubit atau disakiti bagian tubuhnya. Lanjutkan dengan penilaian ukuran serta reaksi pupil. Menilai derajat kesadaran dengan metode glasgow coma sacale (GCS). Penilaian GCS meliputi respon mata, bicara dan gerak. Pemerikasaan dilakukan dengan memberi rangsang nyeri yang dilakukan dengan cara menekan titik glabella atau dengan menekan keras pada kuku jari tangan pasien. Score total maksimal 15 dengan perincian E: eye responses, 4 score, V: verbal responses, 5 score, M: motoric responses, 6 score, pada sisi yang paling kuat. Perkecualian penilaian pada kondisi: mata bengkak E= X, intubasi V= X, paraplegia M= X, dan bedakan keadaan tidak bicara atau tidak ada kontak karena tidak sadar (general dysfuncsion) atau aphasia (local dysfunction). a. E = score kemampuan membuka mata/ eye opening responses denga nilai 4: membuka mata spontan (normal). 3: dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta. 2: membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri. 1: tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri b. V = sore kemampuan memberikan respon jawaban secara verbal/ verbal responses 5: memiliki orientasi baik karena dapat member jawaban dengan baik dan benar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. 4: memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti bingung (confused conversation).

53 3: membrikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawaban hanya berupa kata-kata yang tak jelas (inappropriate words). 2: memberikan jawaban berupa suara yang tak jelas bukan merupakan kata (incomprehensible sounds) 1: tak memberikan jawaban berupa suara apapun c. M = score menilai respon motorik ekstremitas/ motor responses 6: dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan. 5: dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri (localized pain). 4: respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal). 3: respon gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas. 2: respon berupa gerak ekstensi. 1: tak ada respon berupa gerak 2.3.6 Porsedur pelayanan di instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/ emergency dalam suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab (Depkes RI , 2007). Pada instalasi gawat darurat pasien yang datang untuk berobat di unit ini jumlahnya lebih banyak dan silih berganti setiap hari, serta unit pelayanan ini bersifat penting (emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari selama 7 hari dalam 1 minggu secara terus menerus (Depkes RI, 2007).

54 Menurut Herkutanto (2008), ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan adalah syarat yang harus dipenuhi oleh IGD. Selain dokter jaga yang siap di IGD, rumah sakit juga harus menyiapkan spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak, dan lain-lain) untuk memberikan dukungan tindakan medis spesialis bagi pasien yang memerlukannya. Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam Pasal 5l Undang-Undang No.29/2004 tentang praktik kedokteran, dimana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar prikemanusiaan. Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. 2.3.7 Klasifikasi kecelakaan dan cedera (Werman, 2007) 1. Tempat kejadian a. Kecelakaan lalu lintas b. Kecelakaan di lingkungan rumah tangga c. Kecelakaan di lingkungan pekerjaan d. Kecelakaan di sekolah e. Kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tempat rekreasi, perbelanjaan, di arena olah raga, dan lain-lain 2. Mekanisme kejadiaan Tertumbuk, jatuh terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupunlistrik atau radiasi 3. Waktu kejadian a. Waktu perjalanan (traveling/ transport time)

55 b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain-lain 2.3.8 Tujuan sistem penanggulangan penderita gawat darurat Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat. Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi (Werman, 2007). Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi: 1. 2. Penanggulangan penderita di tempat kejadian Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih memadai. 3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan

penanggulangan penderita gawat darurat. 4. 5. 6. Upaya rujukan ilmu pengetahuan pasien dan tenaga ahli. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan. Upaya pembiayaan gawat darurat.

2.3.9 Prinsip manajemen gawat darurat (Pusponegoro, 2005) 1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik). 2. 3. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).

56 4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan. 5. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan yakinkan akan ditolong. 6. Hindari mengangkat/ memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada kondisi yang membahayakan. 7. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat. 8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai. 2.3.10 Kesiapan dalam kegawatdaruratan (Pusponegoro, 2005) 1. Siap mental, dalam arti bahwa emergency can not wait. Setiap unsur yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa kematian dalam 1 2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat mematikan dalam 3 menit. 2. Siap pengetahuan dan ketrampilan. Perawat harus mempunyai bekal pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting. Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama. 3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari penyediaan/ logistik peralatan dan obat-obatan darurat. 2.3.11 Aspek medikolegal pelayanan gawat darurat Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi

57 antara tenaga kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi maupun antar profesi). Hal yang lebih khusus adalah dalam penanganan gawat darurat fase pra-rumah sakit terlibat pula unsur-unsur masyarakat non-tenaga kesehatan. Untuk mencegah dan mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan norma hukum yang mempunyai tolok ukur masingmasing. Oleh karena itu dalam praktik harus diterapkan dalam dimensi yang berbeda. Artinya pada saat kita berbicara masalah hukum, tolak ukur norma hukumlah yang diberlakukan. Pada kenyataannya kita sering terjebak dalam menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolak ukur etika dan hukum. Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dari segi yuridis khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa. Menurut segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena dispensasi di bidang ini sulit dilakukan (Herkutanto, 2008). 1. Karakteristik pelayanan gawat darurat Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. 2. Beberapa isu seputar pelayanan gawat darurat Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu: a. Periode waktu pengamatan/ pelayanan relatif singkat. b. Perubahan klinis yang mendadak. c. Mobilitas petugas yang tinggi.

58 Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal 50 UU No.23/ 1992 tentang kesehatan yang merumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Pengaturan tersebut menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap tenaga kesehatan memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus menerapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu (Herkutanto, 2008). Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupu yang terlatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-undang kesehatan seperti itu tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan. Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang kesehatan (misalnya petugas gawat darurat), maka tanggung jawab hukumnya tidak berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa (Herkutanto, 2008).

59 3. Masalah medikolegal pada penanganan pasien gawat darurat Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat Karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara false emergency dengan true emergency. Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi pasien diselenggarakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui standing order yang disusun rumah sakit. Selain itu perlu pula dibedakan antara penanganan kasus gawat darurat fase pra-rumah sakit dengan fase di rumah sakit. Pihak yang terkait pada kedua fase tersebut dapat berbeda, di mana pada fase prarumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat pula orang awam, sedangkan pada fase rumah sakit umumnya yang terlibat adalah tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat. Kecepatan dan ketepatan tindakan pada fase pra-rumah sakit sangat menentukan survivabilitas pasien (Herkutanto, 2008). 4. Hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat

60 darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya (Herkutanto, 2008). Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah: a. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut tidak berlaku. b. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/ cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama, pada situasi dan kondisi yang sama pula. Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang kesehatan pasal 53 ayat 2 dan peraturan menteri kesehatan No.585/1989 tentang persetujuan tindakan medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi keluarga pasien, tidak perlu persetujuan dari

61 siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersebut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis. 5. Kematian pada instalasi gawat darurat Pada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke IGD (Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara AngloSaxon digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak terduga (sudden unexpected death) apapun penyebabnya harus dilaporkan dan ditangani oleh Coroner atau Medical Examiner. Pejabat tersebut menentukan tindakan lebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Dalam keadaan tersebut surat keterangan kematian (death certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical Examiner. Pihak rumah sakit harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari tubuh jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut. Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam coroner diserahkan pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan demikian pihak POLRI yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsi atau tidak. Dokter yang bertugas di IGD tidak boleh menerbitkan surat keterangan kematian dan menyerahkan permasalahannya pada POLRI (Herkutanto, 2008). Kasus yang tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah: a. Meninggal pada saat dibawa ke IGD. b. Meninggal akibat berbagai kekerasan. c. Meninggal akibat keracunan. d. Meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan.

62 Kematian yang boleh dibuatkan surat keterangan kematiannya adalah yang cara kematiannya alamiah karena penyakit dan tidak ada tanda-tanda kekerasan.

You might also like