You are on page 1of 11

PENGERTIAN HADITS

Hadits adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad SAW. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.

STRUKTUR HADITS
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi). Sanad Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syubah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW Matan Matan ialah redaksi dari hadits. Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadits ialah: Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan. Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

KLASIFIKASI HADITS
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan). 1.Berdasarkan Ujung Sanat Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu' : Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh: hadits sebelumnya) Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah".

Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'. Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu". Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih . 2. Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya. Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi. Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya). Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3 Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut. Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).

3. Berdasarkan jumlah penutur Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad. Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta

bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat) Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain : - Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur) - Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan) - Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

4. Berdasarkan tingkat keaslian hadits Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu' Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut: - Sanadnya bersambung; - Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya. -Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits. Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat. Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, muallaq, mudallas, munqati atau mudal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat. Hadits Maudu, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

Jenis-jenis lain Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain: Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta. Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tepercaya/jujur. Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadits Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat) Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi) Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya Hadits Syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang tepercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain. Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi, hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutuptutupi kelemahan sanadnya.

PERIWAYAT HADITS
Periwayat umat Muslim Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H). Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H). Sunan Abu Dawud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H). Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H). Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H). Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273). Musnad Ahmad, disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal (781-855 M). Muwatta Malik, disusun oleh Imam Malik. Sunan Darimi, Ad-Darimi.

Periwayat umat Syi'ah Muslim Syi'ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad SAW, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi'ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal. Ada beberapa sekte dalam Syi'ah, tetapi sebagian besar menggunakan: Ushul al-Kafi Al-Istibshar Al-Tahdzib Man La Yahduruhu al-Faqih

Beberapa istilah dalam ilmu hadits Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadits antara lain: Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan hadits Bukhari dan Muslim As-Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah As-Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut di atas selain Ahmad bin Hambal (Imam Ibnu Majah) Al-Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim Al-Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim Ats-Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.

PEMBENTUKAN DAN SEJARAH HADITS


Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku hadits. Itulah pembentukan hadits. Masa pembentukan hadits Masa pembentukan hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja. perode ini disebut al wahyu wa at takwin. Pada saat ini Nabi Muhammad sempat melarang penulisan hadits agar tidak tercampur dengan periwayatan Al Qur'an, namun setelah

beberapa waktu, beliau Shalallahu alaihi wassallam membolehkan penulisan hadits dari beberapa orang sahabat yang mulia, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Bakar, Umar, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, dllnya. Periode ini dimulai sejak muhammad diangkat sebagai nabi dan rosul hingga wafatnya (610M-632 M) Masa Penggalian Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi'in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini hadits belum ditulis ataupun dibukukan, kecuali yang dilakukan oleh beberapa sahabat seperti Abu Hurairah, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas'ud, dllnya.. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya. Masa penghimpunan Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi'in yang mulai menolak menerima hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah dengan munculnya hadits palsu. Para sahabat dan tabi'in ini sangat mengenal betul pihakpihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan hadits marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'. Masa pendiwanan dan penyusunan Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan hadits dan memisahkan kumpulan hadits yang termasuk marfu' (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in). Usaha pembukuan hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud di atas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab hadits abad ke-4 Hijriyah

KITAB-KITAB HADITS
Berdasarkan masa penghimpunan hadits Abad ke-2 Hijriyah Beberapa kitab yang terkenal: Al Muwaththa oleh Malik bin Anas Al Musnad oleh Ahmad bin Hambal (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M) Mukhtaliful Hadits oleh As Syafi'i Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash Shan'ani Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M) Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M) Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M) As Sunan Al Auza'i oleh Al Auza'i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M) As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)

Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadits. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman. Abad ke 3 H Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya : Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M) Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M) As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M) As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M) As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M) As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M) As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)

Abad ke 4 H Al Mu'jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M) Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M) Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M) Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M) At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M) As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M) Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M) As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)

Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M) Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)

Abad ke 5 H dan selanjutnya Hasil penghimpunan Bersumber dari kutubus sittah saja - Jami'ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M) - Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? - 1084 M) Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M) Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849911 H / 1445-1505 M) Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang) Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya : 1. Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M) 2. As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M) 3. Al Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M) 4. Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? - 652 H / ? - 1254 M) 5. Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M) 6. 'Umdatul Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M) 7. Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M) Kitab Al Hadits Akhlaq 1. At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M) 2. Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M) Syarah (semacam tafsir untuk hadits) Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M) Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M) Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M) Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M) Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M) Mukhtashar (ringkasan) Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M) Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 11851258 M)

Lain-lain Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits tentang doa. Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.

Hadits Adalah Sumber Hukum Islam Kedua


Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, adalah menguraikan segala sesuatu yang disampaikan dalam Al-Qur`an secara global, samar dan singkat. Dengan demikian Al-Qur`an dan hadits menjadi satu kesatuan pedoman bagi umat Islam. Ditegaskan dalam Al-Qur`an: "Barang siapa mentaati Rosul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu, maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka." (QS. 4/An-Nisa`: 80) Yang dimaksud "Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka." adalah Rosul tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar mereka tidak berbuat kesalahan. Allah SWT juga berfirman: "Apa yang diberikan Rosul kepadamu, terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah," (QS. 59/Al Hasyr: 7) Senada dengan kedua ayat tersebut, Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Allah SWT membahagiakan orang yang mendengar sabdaku, kemudian ia menyampaikan kepada orang lain sebagaimana ia telah mendengarnya (maksudnya tidak mengurangi atau menambah-nambahi). Boleh jadi orang yang menerima hadits itu lebih mengerti dibandingkan dengan orang yang memberitakannya." (HR. Muttafaq Alaih) Berikut kami kemukakan beberapa bukti bahwa hadits menguraikan segala sesuatu yang disampaikan oleh Al-Qur`an secara global, samar, dan singkat. 1. Tentang sholat Allah SWT berfirman, "Sungguh, sholat itu adalah kewajibanyang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman". (QS. 4/An-Nisa`: 103) "Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar." (QS. 29/Al-Ankabut: 45) Dalam ayat tersebut Allah SWT sama sekali tidak memberikan petunjuk tentang jumlah bilangan rokaat sholat dan tata cara melaksanakannya. Untuk itu Nabi saw. menerangkannya dengan

perbuatan (praktek) maupun perkataan. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, " Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. " (HR. Bukhori) 2. Perihal zakat Allah SWT berfirman, "Laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang yang rukuk (maksudnya sholat berjamaah).`` (QS. 2/Al-Baqarah: 43) "Laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rosul (Muhammad), supaya kamu diberi rahmat." (QS. 24/An-Nur: 56) Kedua ayat di atas jelas tidak menerangkan barang apa saja yang harus dikeluarkan zakatnya. Juga tidak menegaskan berapa jumlah batas minimal barang yang dikenakan zakat, persentase zakatnya, dan kapan waktu pembayarannya. Untuk itu Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, antara lain: "Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun, maka zakatnya lima dirham. Jika engkau mempunyai emas 20 dinar dan telah engkau miliki selama satu tahun, maka wajib zakatnya 0,5 dinar." (HR. Abu Dawud). Muhammad Rosulullah saw. juga menegaskan, "Tidaklah wajib zakat pada harta seseorang yang belum genap satu tahun dimilikinya." (HR. Daruquthni) 3. Mengenai haji Allah SWT berfirman, "Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah, adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (QS. 3/Ali Imron: 97) Pengertian mampu dalam ayat ini adalah sehat, mempunyai perbekalan yang cukup untuk pergi dan untuk keluarga yang ditinggalkan serta tersedia transportasi dan perjalannya juga aman. Allah SWT juga berfirman, "Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yangjauh." (QS. 22/Al-Hajj: 27) Kalimat "unta yang kurus" dalam ayat ini menggambarkan jauh dan beratnva perjalanan yang ditempuh oleh jama`ah haji. Kedua ayat di atasitu pun tidak memerinci bagaimana cara melaksanakan ibadah haji dan kapan waktu pelaksanaannya. Karena itu Nabi Muhammad Rosulullah saw. memberikan contoh, dan bersabda, "Ambillah dariku tentang cara mengerjakan haji. Mungkin aku tidak akan bertemu kamu setelah tahunku mi. "(HR. Muslim)

4. Soal hukum potong tangan dalam mencuri Allah SWT berfirman, "Adapun orang pria maupun vanita yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atus perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Mahabijaksana," (QS. 5/Al-Maidah: 38) Ayat ini tidak menerangkan pengertian mencuri. Juga tidak menjelaskan berapa batas minimal barang yang dicuri sehingga harus dihukum potong tangan, dan tangan sebelah mana yang harus dipotong. Oleh karena itu Muhammad Rosulullah saw. menjelaskan, "Janganlah engkau memotong tangan pencuri, kecuali (karena mencuri barang) seharga seperempat dinar ke atas". (HR. Muslim, Nasa`i, dan Ibnu Majah)

Mengingat hadits adalah sumber ajaran Islam kedua, maka hukum mempelajari hadits adalah wajib. Berikut ini penulis paparkan pendapat beberapa ulama tentang kewajiban mempelajari hadits dan mengamalkannya. Al-Hakim menegaskan, "Seandainya tidak banyak orang yang menghafal sanad hadits, niscaya menara Islam roboh. Juga niscaya para ahli bid`ah berupaya membuat hadits maudhu dan memutarbalikkan sanad." Imam Sufyan Sauri menyatakan, "Saya tidak mengenal ilmu yang utama bagi orang yang berhasrat menundukkan wajahnya di hadapan Allah, selain ilmu hadits. Orang-orang sangat memerlukan ilmu ini sampai pada masalah-masalah kecil tentang tata cara makan dan minum. Mempelajari hadits lebih utama dibandingkan dengan sholat (sunnah) dan puasa (sunnah), karena mempelajari ilmu ini adalah fardhu kifayah. Imam Syafi`i menuturkan, "Ilmu hadits ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan keyakinan yang paling teguh. Tidak gemar menyiarkannya, kecuali orang-orang yang jujur dan takwa. Dan tidak dibenci memberitakannya selain oleh orang-orang munafik lagi celaka.

You might also like