You are on page 1of 4

Tarif PPh Pasal 23 Baru Tahun 2009

Sep.09, 2008 in PPh 2009, PPh Pasal 23, Pajak Penghasilan


Salah satu perubahan besar yang dilakukan oleh Undang-undang Pajak
Penghasilan yang baru saja disetujui oleh rapat paripurna DPR adalah
masalah Pajak Penghasilan Pasal 23. Kenapa saya sebut perubahan besar?
Karena sistem pentarifan PPh Pasal 23 yang selama ini menggunakan
perkiraan penghasilan neto (sehingga kemudian ada istilah tarif efektif) akan
diganti dengan penerapan tarif langsung kepada penghasilan bruto. Berikut
ini saya coba saya sarikan perubahan-perubahan pada PPh Pasal 23 yang
akan berlaku pada tahun 2009 nanti.
Pemotong dan Yang Dipotong PPh Pasal 23
Dalam masalah pemotong pajak ini, nampaknya tidak ada perubahan berarti
yaitu tetap badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya. Wajib Pajak Orang Pribadi dapat ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23. Ketentuan inipun tak
mengalami perubahan.
Fihak yang dipotong PPh Pasal 23 pun tidak mengalami perubahan yaitu
Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Namun demikian
kita harus mengaitkan siapa yang dipotong ini dengan objeknya, apakah
penghasilan yang diterima/diperolehnya tersebut objek pemotongan PPh
Pasal 23 atau bukan.
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23
Perubahan pada penghasilan sebagai objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah
dihapuskannya Pasal 23 ayat (1) huruf b yaitu pengenaan PPh Pasal 23 yang
bersifat final sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. Jenis penghasilan lainnya tetap
yaitu, dividen, bunga royalti, hadiah dan penghargaan selain yang sudah
dipotong PPh Pasal 21, sewa, imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi dan jasa konsultan dan “jasa lain” selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21. Penentuan “jasa lain” dalam UU PPh yang baru diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan, sementara dalam ketentuan lama,
penentuannya dilakukan oleh Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pemotongan PPh
Pasal 23, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (4) adalah sebagai berikut
:
1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank (tidak berubah)
2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna
usaha dengan hak opsi (tidak berubah)
3. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan
dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2c) (ketentuan baru dalam frasa berwarna biru)
4. bunga obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j
(ketentuan ini dihapus sesuai dengan perubahan di Pasal 4 ayat (3)
Undang-undang PPh)
5. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i
(tidak berubah)
6. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya (tidak berubah)
7. bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya (ketentuan ini dihapus sehingga pengenaan PPh nya
kembali pada ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a, atau akan
dikenakan PPh Final tersendiri berdasar Pasal 4 ayat(2)?)
8. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau
pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
(ketentuan ini sama sekali baru, nampaknya untuk memberikan
keadilan antara bank dan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya
mirip dengan bank).
Tarif PPh Pasal 23
Dalam ketentuan lama, struktur tarif PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut :
1. Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan
terhadap penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah dan
penghargaan selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
2. Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat final dikenakan kepada
bunga simpanan yang dibayarkan koperasi yang jumlahnya melebihi
Rp240.000,- sebulan.
3. 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; dan
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Ketentuan mengenai jenis penghasilan dan besarnya perkiraan
penghasilan neto diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-
70/PJ/2007. Silahkan klik Daftar Tarif PPh Pasal 23 untuk
mengetahuinya.
Dalam ketentuan baru Undang-undang Pajak Penghasilan, struktur tarifnya
adalah sebagai berikut :
1. Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan
terhadap penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah,
penghargaan dan bonus selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
2. Dihapus
3. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
○ sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
○ imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang
telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21.
Dari paragraf di atas bisa kita simpulkan bahwa pada point 1 tidak
mengalami perubahan berarti. Pada point 2, PPh Pasal 23 Final atas bunga
simpanan koperasi dihapuskan. Ketentuan mengenai bunga koperasi
nampaknya akan masuk pada point 1 di mana dikenakan PPh Pasal 23 tidak
final sebesar 15% dari penghasilan bruto tanpa ada pembatasan jumlah
bunga yang selama ini kita kenal.
Kalau kita cermati pada point 3, sebenarnya tak ada perubahan dari jenis
penghasilannya. Yang berubah adalah tarifnya!. Selama ini PPh Pasal 23 ini
dikenakan tarif 15% ini dari Perkiraan Penghasilan Neto. Besarnya perkiraan
penghasilan neto ini ditetapkan oleh Keputusan/Peraturan Direktur Jenderal
Pajak. Tahun 2009 nanti kita nampaknya harus mengucapkan selamat
tinggal pada kata “perkiraan penghasilan neto” ini. Ya, mulai tahun 2009
nanti tarif PPh Pasal 23 hanya satu saja yaitu 2% dari penghasilan bruto.
Lumayan kan, kita tak perlu lagi pusing dengan jenis-jenis jasa dan tarifnya

yang banyak itu . Kita tinggal menunggu jenis “jasa lain” yang akan diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan yang selama ini penentuan jenis “jasa
lain” ini menjadi hak Direktur Jenderal Pajak.
Tarif Lebih Tinggi Bagi Wajib Pajak Tak Ber-NPWP
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1a) Undang-undang Pajak Penghasilan yang
baru, Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang
merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 23 adalah
lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif PPh Pasal 23 umumnya.
Saya menafsirkan ketentuan ini sebagai berikut. Jika bagi Wajib Pajak yang
berNPWP dikenakan tarif 15%, maka bagi yang tidak berNWP akan dikenakan
tarif 30%. Begitu juga jika Wajib Pajak berNPWP dikenakan tarif 2% maka
bagi yang tidak berNWP menjadi 4%. Ada yang punya penafsiran lain?
Silahkan.
Update 21 Januari 2009 :
Telah terbit Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur jenis jasa lain yang
dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari penghasilan bruto.
Peraturan Menteri Keuangan tersebut adalah Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 20
08

You might also like