You are on page 1of 10

Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

Evaluasi Penggunaan Pupuk Biostimulan sebagai Upaya Pengkayaan Pakan Alami dan Percepatan Tumbuh Ikan
Gurami (Osphronemus gouramy) pada Kolam Pembenihan

Petrus Hary Tjahja Soedibya dan Asrul Sahri Siregar.

Biology Faculty, Jenderal Soedirman University, Purwokerto

ABSTRACT

Based on the result from experiment-ponds, the diversity of natural food after gived by Biostimulan were decreased with
increasing dosage but the abundances were increased, on the other hand diversity and abundance of gurami gut were decreased
after gived by Biosimulan. Based on the result of index of Preponderance analysis, it was shown that the main food of gurami
fish for all treatment were garbage. Based on the result of index of Electivity analysis, it was shown that gurami fish performed
positive election to Divisio Chrysophyta (Diatoma, Navicula, Neidium, and Diatoma) and Cyanophyta (Annabaena and
Phormidium). F test analysis showed that there was no significant difference among treatments.

Key word : guarami fish, Biostimulan, fish natural food

I. PENDAHULUAN

Gurami (Osphronemus gouramy) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dipilih petani untuk dipelihara
dan juga merupakan salah satu komoditi ikan unggulan di wilayah Banyumas. Keunggulan ikan Gurami bagi petani antara
lain ikan ini dapat berbiak secara alami, mudah dipelihara karena bersifat pemakan apa saja, memiliki ketahanan tubuh yang
baik dari berbagai macam penyakit dan dapat hidup di air tergenang (Jangkaru, 2003). Selain itu, ikan gurami dapat
dipelihara di kolam sederhana atau di kolam pekarangan yang memiliki pengairan terbatas.

Ikan gurami memiliki bentuk badan agak panjang, pipih, dan tertutup sisik yang berukuran besar, terlihat kasar serta
kuat. Sirip punggungnya tinggi dan mempunyai sirip perut dengan jari-jari yang sudah berubah menjadi alat peraba. Bentuk
demikian menunjukkan bahwa gurami merupakan penghuni air tenang dan dalam. Bagian kepala ikan gurami muda
berbentuk lancip dan akan menjadi tumpul bila sudah besar. Kepala ikan gurami jantan yang sudah tua terdapat tonjolan
seperti cula. Mulutnya kecil dengan bibir bawah menonjol sedikit dibandingkan bibir atas dan dapat disembulkan (Jangkaru,
2003).

Pada habitat alaminya, gurami termasuk jenis ikan omnivora (Jangkaru, 2003). Namun, ikan gurami dikenal sebagai
ikan yang memiliki pertumbuhan yang lambat, hal ini dikarenakan kurang unggulnya ikan gurami dalam memperoleh pakan
hewani. Kebiasaan para petani mengkondisikan ikan gurami untuk mengkonsumsi pakan alami berupa daun-daunan, seperti
daun sente (Alocasia macrorhiza (L) Scott), daun kangkung air (Ipomoea sp) atau daun ketela pohon (Manihot utilisima)
menyebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan protein hewani dan mengakibatkan lambatnya pertumbuhan ikan gurami
(Soedibya dan Siregar, 2001).
Ketersediaan pakan ikan yang cukup, baik secara kualitatif maupun kuantitatif akan mempertinggi tingkat
kelangsungan hidup dan mempercepat pertumbuhan ikan. Pakan ikan dibedakan menjadi dua golongan, yaitu pakan alami
dan pakan buatan. Pakan ikan alami merupakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campur tangan manusia secara
langsung (Djarijah, 1995). Pakan alami yang sering digunakan sebagai makanan alami ikan meliputi plankton, benthos,
tumbuhan air, detritus dan serasah.
Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

Pakan alami dapat melimpah di dalam kolam yang mendapat pemupukan. Menurut Sukamsiputro (1985),
pemupukan merupakan suatu cara untuk memperbanyak pakan alami di kolam, yang berupa fitoplankton dan zooplankton.
Pemupukan di kolam bertujuan untuk mempertinggi jumlah produktivitas kolam dengan jalan menyediakan makanan bagi
jasad-jasad renik nabati maupun hewani yang menjadi makanan ikan (Tirtorejo, 1959).

Biostimulan merupakan pupuk dalam bentuk cair yang berguna untuk mensuplai nutrien yang dibutuhkan oleh
pakan alami ikan yaitu plankton khususnya fitoplankton. Biostimulan adalah suatu larutan organik yang mengandung
formulasi kultur mikroba dekomposer, yakni amilolitik, lipolitik, proteolitik serta ekstrak tumbuhan, buah-buahan, hidrat
arang dan sumber nitrogen. Menurut Huet (1971), keberadaan mikroba dekomposer secara aktif akan memecah senyawa-
senyawa komplek yang ada pada medium melalui proses fermentasi, sehingga akan didapatkan hasil samping berupa zat hara
sederhana yang penting untuk pertumbuhan fitoplankton, selain itu dengan adanya perombakan bahan organik akan
berkembang pula sejumlah bakteri yang berfungsi sebagai makanan zooplankton.
Bakteri atau sebagian kecil fungi yang terdapat dalam Biostimulan mempunyai kemampuan untuk melakukan
degradasi terhadap senyawa organik ataupun anorganik, sehingga menghasilkan ion-ion senyawa (NO 3, SO4). Senyawa-
senyawa ini merupakan sumber nutrisi untuk kelompok mikroorganisme khususnya plankton (mikroalgae). Plankton yang
kaya akan kandungan lemak, karbohidrat, protein serta beberapa vitamin dan asam amino sangat bermanfaat bagi
kelangsungan proses serta kehidupan ikan (Sastrawijaya, 1991).
Hasil analisis komposisi Biostimulan yang dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto adalah sebagai berikut: Nitrogen total : 3,91 %; P2O5 total 1,65 %; K2O total 8,06 %; C
organik 80,71 %; dan bahan-bahan lainnya hingga 100%. Nilai C/N ratio yang diperoleh adalah 20,642.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah komposisi pakan alami (keragaman & kelimpahan) pada kolam pemeliharan ikan gurami dengan
pemberian pupuk Biostimulan dalam kadar yang berbeda?

2. Bagaimanakah komposisi pakan alami (keragaman & kelimpahan) pada isi lambung ikan gurami dengan pemberian
pupuk Biostimulan dalam kadar yang berbeda?

3. Bagaimanakah hubungan antara komposisi pakan alami (keragaman & kelimpahan) pada kolam pemeliharan dengan isi
lambung ikan gurami dengan pemberian pupuk Biostimulan dalam kadar yang berbeda?

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui komposisi pakan alami (keragaman & kelimpahan) pada kolam pemeliharaan ikan gurami dengan pemberian
pupuk Biostimulan dalam kadar yang berbeda.

2. Mengetahui komposisi pakan alami (keragaman & kelimpahan) dalam isi lambung ikan gurami dengan pemberian pupuk
Biostimulan dalam kadar yang berbeda.

3. Mengetahui hubungan antara komposisi (keragaman & kelimpahan) pakan alami pada kolam pemeliharaan dengan isi
lambung ikan gurami dengan pemberian pupuk Biostimulan dalam kadar yang berbeda.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN


1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 16 kolam berukuran 2 x 1 x 1 m 3, timbangan dengan
ketelitian 0,1 g, milimeter block, gunting bedah, seser, pH meter, botol sampel, gelas ukur, becker glass, pinset, ember plastik
ukuran 10 liter, kertas label, plankton net no. 25, mikroskop binokuler & stereo, object glass, cover glass, pipet seukuran,
botol Winkler, labu Erlenmeyer, saringan bertingkat dengan mata saring 0,5 x 0,5 mm dan 1,0 x 1,0 mm, dan keping sacchi.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) dengan kisaran
bobot 3-5 gr dan kisaran panjang 5-7 cm, Biostimulan, Kalium Permanganat, akuades, formalin 40%, alkohol 70%, larutan
MnSO4, larutan KOH-KI, larutan H2SO4 pekat, indikator amilum, larutan Na2CO3 0,01 N, indikator phenolptalein dan lugol.
Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

Penelitian ini dilakukan di kolam pembesaran ikan yang berlokasi di Fakultas Biologi UNSOED. Pengamatan
sampel dilakukan di Laboratorium Program Sarjana Perairan dan Kelautan, UNSOED. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan Oktober 2005 - Maret 2006.
2. Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), 4 perlakuan dengan 4 kali ulangan dan interval waktu 10 hari selama 30 hari. Adapun perlakuan yang dicobakan
sebagai berikut :
A. Tanpa pemberian pupuk Biostimulan
B. Pemberian pupuk Biostimulan dengan dosis 5 ppm
C. Pemberian pupuk Biostimulan dengan dosis 10 ppm
D. Pemberian pupuk Biostimulan dengan dosis 15 ppm
Pupuk Biostimulan diberikan setiap 10 hari. Pengambilan ikan untuk analisis isi lambung diambil 2 ekor secara acak pada
tiap kolam percobaan.
2.1. Cara Kerja
2.1.1. Persiapan Kolam Percobaan
Kolam percobaan yang berupa kolam permanen berukuran 2 x 1 x 1 m3, dikeringkan selama satu minggu
kemudian di beri Kalium Permanganat, dibiarkan 1 hari kemudian dikuras. Kolam kemudian ditambahkan air
setinggi ± 20 cm. Biostimulan ditebar sesuai dengan dosis yang ditentukan, lalu didiamkan selama satu minggu.
Ditambahkan air sampai setinggi ± 80 cm.
2.1.2. Penebaran Ikan Uji
Penebaran ikan uji dilakukan setelah ikan diadaptasikan selama tiga hari pada kolam permanen.
Kepadatan ikan uji untuk setiap kolam adalah 15 ekor dan sebelum ditebarkan ikan uji ditimbang bobot tubuhnya
untuk dipilih kisaran bobot ikan yang seragam yaitu 3-5 gr dan diukur panjangnya dengan kisaran panjang 5-7
cm.
2.1.3. Penangkapan Ikan dan Pengambilan Isi Lambung
Ikan Gurami yang akan diamati isi lambungnya ditangkap secara acak dengan menggunakan seser.
Pengambilan isi lambung dilakukan dengan cara pembedahan ikan dimulai dari lubang anus ke arah depan
kemudian lambung dan usus diambil menggunakan pinset dan isi lambung serta usus dikeluarkan lalu diukur
volumenya dan diencerkan dalam akuades, kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel ukuran 30 ml, lalu
ditambahkan formalin 4% sebanyak 3 ml dan lugol 2 tetes dengan menggunakan pipet. Kemudian sampel
dibawa ke laboratorium untuk diamati.
2.1.4. Identifikasi dan Perhitungan Pakan Alami dalam Isi Lambung
Sampel yang ada diamati dengan mikroskop sebanyak 30 kali lapang pandang, setiap sampel diulang lima
kali. Plankton diidentifikasi dengan menggunakan buku antara lain Davis (1955), Edmondson (1959), Needham
and Needham (1981), Sachlan (1982), dan APHA (1965).
Perhitungan jenis-jenis pakan dan kelimpahan dalam lambung menggunakan rumus modifikasi Lackey
Drop Microtranset Counting (APHA, 1965) yaitu F x N :
F=
T Vo 1 1
x x x
L Vi P W

keterangan :
F = jumlah individu (plankton per liter)
N = jumlah individu (plankton per liter)
T = luas kaca penutup (324 mm2)
L = luas lapang pandang (1,11279 mm2)
V0 = volume air dalam botol penampung (ml)
V1 = volume air yang diamati (0,05 ml)
P = jumlah lapang pandang (30 buah)
W = volume air yang disaring (ml)
Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

2.1.5.Pengambilan dan Pengawetan Plankton Kolam


Sampel air diambil sebanyak 20 liter dengan ember plastik 10 liter, dituangkan ke dalam plankton net no.
25. Sampel air hasil penyaringan ditampung dalam botol sampel ukuran 30 ml, kemudian ke dalam botol sampel
ditambahkan larutan formalin 40% yang diencerkan menjadi 4 % dengan rumus A1xV1 = A2xV2. Sampel air
yang telah diawetkan kemudian dibawa ke laboratorium untuk diamati.
2.1.6. Identifikasi dan Perhitungan Plankton Kolam
Sampel yang ada diamati seperti halnya pakan alami dalam lambung ikan. Plankton diidentifikasi dengan
menggunakan buku antara lain Davis (1955), Edmondson (1959), Needham and Needham (1981), Sachlan (1982)
dan APHA (1965). Perhitungan jumlah individu per-liter plankton yang ditemukan menggunakan rumus
modifikasi Lackey Drop Microtranset Counting (APHA, 1965).
2.1.7. Pengambilan dan Pengawetan Makrobenthos Kolam
Pengambilan sampel makrobenthos dilakukan dengan menggunakan pipa paralon berdiameter 6,5 cm.
Sampel substrat diambil dengan menggunakan pipa paralon pada bagian tepi kanan dan tepi kiri kolam, kemudian
sampel substrat yang terambil ditampung dalam kantung plastik dan sampel makrobenthos dibersihkan dengan
akuades hingga dapat dipisahkan dari substrat atau sampah. Sampel makrobenthos disaring dengan
menggunakan saringan bertingkat dengan mata saring 0,5 x 0,5 mm dan 1,0 x 1,0 mm, lalu sampel makrobenthos
yang didapatkan dimasukkan ke dalam botol sampel yang diberi alkohol dengan konsentrasi 70%.
2.1.8. Identifikasi dan Perhitungan Kepadatan Makrobenthos Kolam
Makrobenthos yang ditemukan kemudian diidentifikasi dan dihitung jumlahnya menggunakan mikroskop
stereo. Makrobenthos yang diperoleh diidentifikasi dengan menggunakan pustaka Edmondson (1959), Moore
(1960), Clegg (1965), Hynes (1972), dan Needham and Needham (1981). Kepadatan makrobenthos dihitung
dengan rumus :
Kepadatan spesies : D =
x
m
keterangan :
D = kepadatan makrobenthos (individu/m2)
X = jumlah individu jenis makrobenthos pada kuadrat yang diukur (individu)
m = luas transek pengambilan sampel (m2)
2.2. Pengambilan dan Pengawetan Sampel Air
Pengambilan dan pengawetan sampel air meliputi dua bagian yaitu secara insitu (pH, oksigen terlarut,
karbondioksida bebas dan temperatur), dan exitu (DMA, BOD, ammonia, kekeruhan, nitrat dan orthofosfat). Sampel air
yang telah diambil dari kolam diawetkan dengan cara didinginkan menggunakan es batu pada suhu 40C di dalam ice box,
kemudian pengukurannya dilakukan di Laboratorium Biologi Akuatik, UNSOED.
2.3. Pengumpulan Data
Data komposisi pakan alami yang terdapat di kolam maupun pada isi lambung ikan nila GIFTdianalisis dengan
menggunakan :
Index of Preponderance (indeks bagian terbesar), ditentukan dengan menggunakan rumus :

Vi x Oi
IP = x 100
∑ Vi x Oi
keterangan :
Vi = prosentase volume satu macam makanan
Oi = prosentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑ViOi = jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan
IP = Index of Preponderance

Indeks Selektivitas, untuk mengetahui makanan yang paling disukai ikan. Ditentukan dengan rumus:
Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

ri − pi
E=
ri + pi

keterangan :
E = Indeks selektivitas
ri = persentase plankton yang didapat di dalam alat pencernaan ikan
pi = persentase plankton yang didapat di kolam
2. 3. Analisis Data
Hasil perhitungan pada pengumpulan data komposisi pakan alami baik pada kolam maupun dalam isi lambung nila
GIFT akan dianalisis menggunakan Uji F, untuk mengetahui perbedaan kelimpahan pakan alami yang terdapat di
kolam dan isi lambung ikan antar perlakuan pada tingkat kesalahan 1% dan 5%, apabila terdapat perbedaan
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh
(Sastrosupadi, 2000).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi pakan alami pada kolam

Hasil pengamatan terhadap keragaman pakan alami pada kolam percobaan yang diberi perlakuan biostimulan selama
30 hari yaitu perlakuan A (0 ppm), B (5 ppm), C (10 ppm) dan D (15 ppm) tersaji pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Keragaman genera dari masing-masing jenis pakan yang terdapat pada kolam percobaan antar perlakuan.

Perlakuan
No Jenis Pakan
A B C D
Fitoplankton
1 Cyanophyta 9 10 9 9
2 Chlorophyta 22 21 24 21
3 Chrysophyta 16 17 17 17
4 Euglenophyta 2 2 2 2
5 Pyrrophyta 1 1 1 1
Zooplankton
6 Protozoa 8 6 6 8
7 Rotatoria 8 9 6 7
8 Arthropoda 8 6 7 7
Makrobenthos
10 Molusca 13 11 10 10
11 Annelida 5 4 5 5
Total 92 87 87 87

Berdasarkan Tabel 3.1 terlihat bahwa keragaman genera pada perlakuan A lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
B, C dan D. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kondisi perairan dilihat dari aspek kualitas air sebelum dan
setelah diberi biostimulan. Beberapa parameter kualitas air pada perlakuan A seperti CO2bebas dan ammonia
menunjukkan kisaran nilai kualitas air yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Selain itu terlihat bahwa
keragaman genera setelah diberi biostimulan memiliki jumlah yang sama, hal ini menggambarkan bahwa adanya
beberapa genus pada perlakuan A yang kurang toleran terhadap biostimulan atau kalah berkompetisi.
Keragaman genera pakan alami dari divisio Chlorophyta mempunyai nilai keragaman yang lebih tinggi dibandingkan
divisio pakan alami lainnya. Tingginya keragaman genera Chlorophyta pada kolam percobaan dapat dikarenakan
genera dari divisio Chlorophyta dapat hidup subur pada perairan yang diberi pemupukan. Menurut Sachlan (1982),
fitoplankton dari jenis Chlorophyta banyak ditemukan pada kolam-kolam yang diberi pemupukan dengan pupuk
organik maupun pupuk anorganik. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Kimball (1992) yang menyatakan bahwa
suatu perairan yang dipupuk dengan fosfat dan nitrat dapat memperbanyak jenis Chlorophyta air tawar.
Tabel 3.2. Kelimpahan (ind./l) dan kelimpahan relatif (%) plankton serta kepadatan (ind./m 2) dan kepadatan relatif (%)
makrobenthos pada kolam percobaan selama penelitian.
Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

Perlakuan
Jenis Pakan A B C D
Kel KR (%) Kel KR (%) Kel KR (%) Kel KR (%)
Fitoplankton
Cyanophyta 1947 22,73 2587 27,25 2922 25,96 873 5,04
Chlorophyta 1122 13,11 1476 15,55 1804 16,03 7145 41,24
Chrysophyta 2556 29,83 2622 27,61 3630 32,25 4142 23,90
Euglenophyta 110 1,28 161 1,69 215 1,91 2572 14,84
Pyrrophyta 59 0,69 80 0,84 67 0,59 144 0,83
Zooplankton
Protozoa 98 1,14 73 0,79 70 0,62 186 1,07
Rotatoria 214 2,49 94 0,99 118 1,05 102 0,59
Arthropoda 1043 12,17 1071 11,28 1202 10,68 791 4,56
Total 7149 8164 10028 15955
KpR
Makrobenthos X KpR (%) X KpR (%) X (%) X KpR (%)
Mollusca 860 10,04 869 9,15 811 7,21 740 4,27
Annelida 558 6,51 462 4,86 415 3,68 632 3,65

Total 1418 1331 1226 1372

Tot.Jns.Pkn 8567 100 9495 100 11254 100 17327 100

keterangan :
Kel : Kelimpahan
X : Kepadatan
KR : Kelimpahan relatif
KpR : Kepadatan relatif
Berdasarkan Tabel 3.2 terlihat bahwa kelimpahan plankton pada tiap perlakuan semakin meningkat dengan
bertambahnya dosis. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan biostimulan ke dalam kolam percobaan dapat
meningkatkan pertumbuhan plankton sebagai pakan alami ikan dengan meningkatkan proses dekomposisi sisa organik
di dasar kolam sebagai unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton. Peningkatan kesuburan ini
disebabkan karena adanya proses dekomposisi bahan organik yang dilakukan mikroba dekomposer yang terdapat
dalam Biostimulan untuk mencukupi kebutuhan unsur hara diperairan yang dibutuhkan plankton. Didukung pendapat
Nganro dan Aryantha (2000) bahwa mikroba seperti bakteri, sangat efektif dalam mendegradasi senyawa organik
menjadi senyawa anorganik, dalam menyediakan nutrisi esensial.
Perlakukan dengan kelimpahan plankton tertinggi ada pada perlakuan 15 ppm yaitu 15.955 ind./L. Hal ini
menunjukkan bahwa bertambahnya dosis Biostimulan dapat memperkaya ketersediaan unsur hara yang diperlukan
bagi plankton sehingga dapat meningkatkan kelimpahan plankton khususnya fitoplankton. Sumawidjaja (1973)
menyatakan bahwa tingginya kelimpahan plankton juga disebabkan ketersediaan zat-zat hara sebagai pembentuk
bahan-bahan organik yang sangat diperlukan bagi peningkatan populasi plankton pada suatu perairan tersedia.
Berdasarkan Tabel 3.2, terlihat bahwa kepadatan makrobenthos sebelum dan sesudah diberi biostimulan menurun
yaitu pada perlakuan B dan C, dan meningkat kembali pada perlakuan D. Penurunan kepadatan makrobenthos dapat
disebabkan karena makrobenthos tidak dapat memanfaatkan secara langsung unsur hara yang terdapat pada kolam
percobaan sehingga pupuk Biostimulan tidak begitu memberikan pengaruh terhadap kepadatan makrobenthos.
Berdasarkan hasil pengamatan kelimpahan pakan alami pada tiap perlakuan, diketahui bahwa Chlorophyta pada
perlakuan D mempunyai kelimpahan tertinggi yaitu 7145 ind./L (41,2 %) dan selanjutnya Chrysophyta pada perlakuan
D yaitu 4142 ind./L (23,9 %). Melimpahnya plankton jenis Chlorophyta pada kolam percobaan disebabkan karena
pemupukan yang dilakukan pada kolam, seperti yang dinyatakan oleh Boyd (1990) dalam Insan et al. (2004) bahwa
pada kolam yang diberi pakan dan pupuk biasanya didominaasi oleh fitoplankton terutama alga hijau, sedangkan
melimpahnya Chrysophyta pada kolam dapat terjadi apabila ketersediaan bahan organik yang tinggi, selain itu
Chrysophyta juga merupakan jenis plankton yang kosmopolit di perairan (Sachlan, 1982).
Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

Hasil analisis ragam (Tabel 3.3), menunjukkan bahwa perlakuan yang dicobakan tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Hal ini diperlihatkan oleh nilai F hitung, yaitu 2,75 lebih kecil dari F tabel pada taraf 5% dan 1% (F hitung < F tabel
5% dan 1%). Hal ini berarti bahwa pemberian Biostimulan tidak memberikan pengaruh terhadap kelimpahan pakan
alami ikan pada setiap perlakuan. Kurang berpengaruhnya Biostimulan dapat disebabkan karena jarak ulangan
pemberian pupuk yang terlalu lama yaitu 10 hari, sedangkan puncak populasi plankton khususnya fitoplankton jenis
tertentu seperti Chlorella, berlangsung selama ± 5 hari dan Diatomae mencapai puncak populasi pada hari ke 2-3
(Djarijah, 1995). Jarak yang terlalu lama ini menyebabkan kurang optimalnya Biostimulan untuk merangsang
pertumbuhan pakan alami.
Tabel 3.3. Analisis ragam kelimpahan pakan alami kolam percobaan
Sumber Ftabel
No db JK KT Fhit
ragam 0.01 0,05
1 Dosis 3 18773,9 6257,965 2,75 2,76 4,13
2 Galat 60 136687,2 2278,12
63

B. Komposisi pakan alami pada lambung ikan gurami


Hasil pengamatan terhadap isi lambung ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac), dengan kisaran panjang awal 5-7
cm dan kisaran bobot awal 3-5 gr pada kolam percobaan yang diberi perlakuan biostimulan selama 30 hari, dapat
dilihat pada Tabel 3.4
Tabel 3.4. Keragaman genera dari masing-masing jenis pakan yang terdapat pada isi lambung ikan gurami
Perlakuan
No Jenis Pakan
A B C D
Fitoplankton
1 Cyanophyta 3 3 3 3
2 Chlorophyta 9 11 8 9
3 Chrysophyta 13 13 13 13
4 Euglenophyta 2 1 1 1
Zooplankton
1 Arthropoda 2 1 1 1
Total 29 29 26 27

Berdasarkan Tabel 3.4., terlihat bahwa keragaman genera pakan alami dalam isi lambung ikan gurami sesudah diberi
biostimulan lebih rendah dibandingkan sebelum diberi biostimulan. Hal ini dapat disebabkan karena keragaman
genera pakan alami pada kolam percobaan antar perlakuan juga lebih rendah setelah diberi biostimulan dan ini
membuktikan bahwa pakan yang dipilih oleh ikan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan di alam. Makrobenthos
sebagai pakan alami ikan ternyata belum dimanfaatkan oleh ikan gurami. Keadaan ini dapat terjadi selain karena ikan
cenderung tidak menyukai jenis pakan alami ini, dapat pula disebabkan karena jenis pakan ini ditemukan di lambung
dalam bentuk yang sudah tidak dapat teridentifikasi karena telah mengalami proses pencernaan di dalam lambung.
Keragaman genera tertinggi ada pada Divisio Chrysophyta. Hal ini menunjukkan bahwa ikan lebih menyenangi
Chrysophyta sebagai pakan alaminya. Didukung pendapat Sachlan (1982), Chrysophyta merupakan pakan alami yang
disukai oleh ikan air tawar. Chrysophyta mempunyai habitat dalam perairan selain sebagai plankton juga di dasar
perairan sebagai benthos dan menempel pada benda-benda lain sebagai perifiton. Soesanto (1987) lebih lanjut
menyatakan bahwa kemungkinan Chrysophyta dimakan oleh ikan sangat besar, khususnya ikan yang mempunyai
kebiasaan memakan dengan cara menggerogoti salah satunya ikan gurami.
Tabel 3.5. Kelimpahan (ind./mL) dan kelimpahan relatif (%) pakan alami pada isi lambung ikan gurami selama
penelitian.
Perlakuan
Jenis Pakan A B C D
No Kel KR Kel KR Kel KR Kel KR
Fitoplankton
1 Cyanophyta 417 3,41 830 9,12 756 21,36 592 21,67
2 Chlorophyta 1399 11,43 1169 12,94 409 11,55 348 12,64
3 Chrysophyta 10356 84,62 6976 77,22 2324 65,65 1745 63,84
4 Euglenophyta 61 0,498 55 0,61 42 1,19 40 1,46
Zooplankton
Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

1 Arthropoda 6 0,049 4 0,044 9 0,25 7 0,26

Total 12239 100 9034 100 3540 100 2732 100


Berdasarkan Tabel 3.5., kelimpahan pakan alami dalam isi lambung semakin menurun pada perlakuan yang diberi
biostimulan. Menurunnya kelimpahan pakan alami ikan dalam lambung dapat disebabkan karena pakan alami telah
habis dicerna dalam alat pencernaan ikan tersebut. Selain itu adanya perubahan suasana lingkungan yaitu kualitas air
pada kolam juga dapat mempengaruhi kebiasaan makan ikan tersebut (Effendie, 1979). Dinyatakan pula oleh Djarijah
(1995) bahwa faktor yang menentukan kebutuhan pakan dari ikan adalah perbedaan lingkungan, salah satunya
kekeruhan. Kekeruhan dapat mempengaruhi pergerakan ikan dalam mencari makan. Hasil perhitungan kekeruhan
pada masing-masing perlakuan menunjukkan nilai kekeruhan yang semakin meningkat dengan bertambahnya dosis
perlakuan, sehingga mempengaruhi ikan dalam mencari makan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 3.5., dari tiap perlakuan terlihat bahwa kelimpahan plankton dari Divisio
Chrysophyta lebih tinggi dibandingkan dengan Divisio lainnya. Ketersediaan pakan alami berupa plankton dalam
lambung ikan tidak lepas dari keberadaan plankton pada kolam percobaan. Kelimpahan Chrysophyta pada kolam
percobaan melimpah, sehingga ikan gurami cenderung untuk memakan plankton dari Divisio Chrysophyta dibanding
plankton dari Divisio lainnya. Menurut Sachlan (1982), Chrysophyta merupakan pakan alami yang disukai oleh ikan
air tawar. Plankton dari Divisio Chrysophyta atau Diatomae lebih disukai oleh ikan karena mempunyai struktur sel
yang porous dan terdiri dari wadah dan tutup yang mudah membuka, maka enzim-enzim pencernaan dapat dengan
mudah mencerna isi sel Diatomae, selain itu dinding selnya tidak dilapisi oleh lendir yang tebal, sehingga mudah
dicerna oleh ikan. Anggota Divisio Chrysophyta umumnya sangat disukai oleh ikan sebagai makanannya dan
berfungsi membentuk kandungan minyak (lemak) di dalam daging ikan.
Jenis makrobenthos ternyata tidak ditemukan di dalam lambung ikan gurami. Hal ini dimungkinkan karena ikan
gurami cenderung tidak memilih jenis pakan ini, sebab ikan gurami termasuk jenis ikan surface feederyaitu habitat
hidupnya pada daerah dekat permukaan air sedangkan habitat makrobenthos adalah pada dasar perairan. Selain itu
bentuk mulut ikan gurami yang letaknya terminal (di ujung depan kepala) tidak memungkinkan ikan gurami untuk
memakan makrobenthos yang hidup pada dasar perairan.
C. Hubungan komposisi pakan alami pada kolam dan lambung ikan gurami
Hasil analisis komposisi pakan alami pada kolam dengan isi lambung ikan gurami dalam bentuk indeks selektivitas
disajikan pada Tabel 3.6. Hasil perhitungan nilai indeks selektivitas terhadap semua jenis plankton yang ditemukan
dalam lambung ikan gurami dan dalam kolam percobaan, menunjukkan bahwa ikan gurami melakukan pemilihan
positif terhadap Divisio Chrysophyta dan Cyanophyta. Chrysophyta merupakan plankton yang paling banyak dipilih
sebagai pakan alami, hal ini karena kelimpahan Chrysophyta di kolam percobaan juga tinggi. Menurut Sachlan
(1982) bahwa diantara sekian banyak anggota phytoplankton yg terpenting adalah dari golongan Diatomae,
merupakan pakan alami yang disukai oleh ikan air tawar.
Tabel 3.6. Persentase pakan dan nilai indeks selektivitas dari masing-masing perlakuan.
Perlakuan

Jenis pakan
A B C D
ri pi E ri pi E ri pi E ri pi E
Fitoplankton
Cyanophyta 3,4 22,8 -0,7 9,2 27,2 -0,5 21,4 26 -0,1 21,7 5,0 0,6
Chlorophyta 11,4 13,2 -0,07 12,9 15,6 -0,09 11,6 16 -0,2 13,0 1038 -0,9
Chrysophyta 84,6 30,0 0,5 77,2 27,6 0,5 65,7 32,3 0,3 63,9 23,9 0,5
Euglenophyta 0,5 1,3 -0,4 0,6 1,7 -0,5 1,2 1,9 -0,2 1,5 14,8 -0,8
Tabel 3.6. Lanjutan
Pyrrophyta 0 0 0 0 0,8 -1 0 0,6 -1 0 0,8 -1
Zooplankton
Protozoa 0 1,2 -1 0 0,8 -1 0 0,6 -1 0 1,1 -1
Rotatoria 0 2,5 -1 0 0,9 -1 0 1,1 -1 0 0,6 -1
Arthropoda 0,05 12,2 -0,9 0,04 11,3 -0,9 0,3 10,7 -0,9 0,3 4,6 -0,9

keterangan :
ri : persentase plankton yang didapat di dalam alat pencernaan ikan
pi : persentase plankton yang didapat di kolam
E : Indeks selektivitas
Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

Berdasarkan Tabel 3.6., pada perlakuan A, B dan C, ikan gurami hanya melakukan pemilihan positif terhadap
plankton dari Divisio Chrysophyta, dan pada perlakuan D ikan gurami melakukan pemilihan positif terhadap plankton
dari Divisio Cyanophyta dan Chrysophyta. Chlorophyta merupakan divisio plankton dengan kelimpahan tertinggi
pada kolam percobaan dengan perlakuan D, namun hasil perhitungan indeks selektivitas menunjukkan bahwa ikan
melakukan pemilihan negatif terhadap jenis pakan Chlorophyta. Hal ini disebabkan persentase kelimpahan
Chlorophyta di perairan sangat tinggi dan persentase kelimpahan Chlorophyta dalam lambung ikan lebih rendah
daripada persentase di perairan. Hal ini dapat dimungkinkan karena ikan memiliki rasa jenuh terhadap pakan yang
dimakannya apabila hanya satu jenis pakan saja yang dimakannya, sehingga ikan tidak selalu memakan jenis yang
sama setiap saat walaupun jenis pakan tersebut masih sangat melimpah di perairan. Hal inilah yang mungkin
menyebabkan persentase kelimpahan Chlorophyta di dalam lambung tidak melebihi persentase kelimpahan
Chlorophyta di perairan.
Hasil analisis terhadap isi saluran pencernaan ikan gurami dengan menggunakan Index of Preponderance dapat dilihat
pada Tabel 3.7. Menurut Nikolsky (1963), pakan ikan dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu pakan utama, pakan
pelengkap dan pakan tambahan. Pakan utama adalah pakan yang sering ditemukan di saluran pencernaan dalam
jumlah besar, pakan pelengkap adalah pakan yang sering ditemukan dalam jumlah sedikit dan pakan tambahan adalah
pakan yang terdapat dalam saluran pencernaan dalam jumlah sangat sedikit.
Tabel 3.7. Nilai indeks of preponderance (%) jenis pakan ikan gurami pada masing-masing perlakuan
Perlakuan
No Jenis Pakan
A B C D
Fitoplankton
1 Cyanophyta 0,095 0,21 0,143 0,104
2 Chlorophyta 0,942 0,75 0,055 0,04
3 Chrysophyta 4,2 1,59 1,18 1,122
4 Euglenophyta 0,091 0,69 0,67 0,36
Zooplankton
1 Arthropoda 0,44 0,64 1,99 2,87
Serasah 93,44 94,94 95,65 95,24
Serpihan hewan 0,695 0,87 0,824 0,47
Berdasarkan Tabel 3.7., terlihat bahwa pada perlakuan A, serasah merupakan pakan utama, Chrysophyta merupakan
pakan pelengkap, sedangkan Cyanophyta, Chlorophyta, Euglenophyta, Arthropoda dan serpihan hewan merupakan
pakan tambahan. Pada perlakuan B, C dan D, serasah merupakan pakan utama, sedangkan Cyanophyta, Chlorophyta,
Chrysophyta, Euglenophyta, Arthropoda dan serpihan hewan merupakan pakan tambahan.
Tingginya kelimpahan fitoplankton di dalam lambung ternyata bukan merupakan pakan utama ikan, namun hanya
sebagai pakan tambahan. Pakan utama ikan adalah serasah. Hal ini disebabkan perhitungan indeks of preponderance
berkaitan dengan volume pakan yang bersangkutan. Menurut Effendie (1979), walaupun besar jumlah spesies tetapi
bila ukurannya lebih kecil belum tentu merupakan pakan utama bagi ikan. Dalam hal ini fitoplankton memiliki
volume yang jauh lebih kecil dibandingkan serasah.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Keragaman pakan alami kolam lebih sedikit pada perlakuan yang diberi Biostimulan, sedangkan
kelimpahan pakan alami meningkat dari perlakuan kontrol sampai perlakuan dosis tertinggi (15 ppm).

2. Keragaman dan kelimpahan pakan alami yang diperoleh pada isi lambung ikan gurame menurun dari
perlakuan kontrol sampai perlakuan dosis tertinggi (15 ppm).

3. Ikan gurami melakukan pemilihan pakan positif terhadap Divisio Chrysophyta pada perlakuan A, B, dan
C, dan melakukan pemilihan pakan positif terhadap divisio Cyanophyta dan Chrysophyta pada kolam D. Pakan utama
ikan gurami untuk semua perlakuan adalah serasah.

2. Saran
Ichtyos Vol 7 No 1 Januari 2008 : 37-44)

Jurnal Penelitian ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan, UNPATTI

Berdasarkan pada hasil penelitian yang diperoleh, diharapkan adanya penelitian penggunaan Biostimulan dengan
dosis yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama agar diperoleh hasil yang lebih konkret, sehingga usaha budidaya
ikan gurami dapat lebih ditingkatkan.
DAFTAR REFERENSI
APHA. 1985. Standard Methods for the Examination of Water & Waste Water. APHA. AWWA and WPCP.
Washington D.C.
Davis, C. C. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State University Press, USA.
Direktorat Jenderal Pengairan. 1981. Pedoman Pengamatan Kualitas Air. Dirjen Perikanan – Departemen Pekerjaan
Umum, Bandung.
Djarijah, A. S. 1995. Pakan Alami Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Edmondson, W.T. 1959. Fresh water Biology 2nd Edition. John Willey and Sons Inc, New York.
Huet, M. 1971. Text Book of Fish Culture Greeding and Cultivation of Fish. Fishing News (book) Ltd. Surrey,
London.
Insan, Irsyaphiani; L. Setijaningsih; N. Suhenda dan Rusmaedi. 2004. Pengelolaan Fitoplankton yang Menimbulkan
Bau Lumpur Pada Ikan Gurami di Kolam Tadah Hujan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 1 (5): 81-89.
Jangkaru, Zulkifli. 2003. Memacu Pertumbuhan Gurami. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.
Sastrosupandi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis; Bidang Pertanian Edisi Revisi. Kanisius, Yogyakarta.
Soedibya, P.H.T dan Siregar A.S. 2001. Aplikasi Mikroba Probiotik Lokal untuk Perbaikan Kualitas Air dan Produksi
Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac). Biosfera. 18 (2) : 51-55.
Soemawidjaja, K. 1975. Limnologi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sukamsiputro. 1985. Makanan Tambahan Untuk Ikan dan Udang Galah. Dinas Perikanan Provinsi Daerah Tingkat I
Jawa Tengah. UPBAT Singasari, Banyumas.
Susanto, H. 1989. Budidaya Ikan Gurami. Kanisius, Yogyakarta.
Tirtorejo. 1959. Bahan Organik Sebagai Pupuk di Dalam Kolam Air Tawar. Akademi Kemantrian Pertanian, Bogor.
Wetzel, R. G. & Likens. 1992. Limnology Analisis. Springer verlag, New York.

You might also like