You are on page 1of 6

OMNI Akuatika, Vol. IV No.

7 November 2008 : 1-7


Jurnal Penelitian Perikanan dan Kelautan, Unsoed

KONDISI LIMNOLOGIS ZONA HILIR SUNGAI KLAWING


KABUPATEN PURBALINGGA JATENG SEBAGAI HABITAT IKAN
BACEMAN (Mystus nemurus) DAN IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps).
Asrul Sahri Siregar,1 Isdy Sulistyo1& Setijanto1

ABSTRACT
A study on the limnolocical condition (physicochemical properties and plankton) at
the downstream of the Klawing River had been studied in March December 2007. A
number of five sites spread along the river has been chosen. The study was conducted since
the downstream of the river inhabit by fish which are economically important (ex. Mystus
nemurus,Mystus nigriceps, Barbus tambroides). The method of this research is that of
survey and sampling technique of purposive sampling was employed. The
physicochemical properties of the waters were measured ex situ and in situ. The plankton
were taken using plankton net of no 25. The sampling and measurement had been taken
monthly. Water quality has been analysed by descriptive method based on PP No. 82
Tahun 2001. The result of the study showed that the physicochemical properties of light
penetration, turbidity, current velocity, dissolved oxygen, free carbondioxide, Biological
Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), nitrate, ammonia and
phosphate fluctuated monthly, however the value of those are still in the normal range for
the biotic life. The plankton observation showed that the composition of the genera and its
abundance were varied monthly.
Keywords: limnological condition, Klawing River, physicochemical properties, plankton, downstream
PENDAHULUAN
Penelitian tentang kondisi limnologis Sungai Klawing Kab. Purbalingga belum
banyak dilakukan. Untuk keperluan pemantauan kondisi limnologis suatu ekosistem
perairan mengalir seperti Sungai Klawing Kab. Purbalingga masih sering terbatas pada
selang waktu tertentu saja, misalnya hanya pada musim kemarau atau penghujan saja.
Padahal informasi tentang kondisi limnologis Sungai Klawing penting diketahui
hubungannya dengan keberadaan ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi, seperti ikan
baceman (Mystus nemurus) dan ikan senggaringan (Mystus nigriceps). Pemantauan kondisi
limnologis ini dilakukan di lima daerah yaitu daerah hilir dengan jumlah stasiun
pengambilan sampel sebanyak 5 yang mewakili lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut
: bagaimana kondisi limnologis zona hilir Sungai Klawing Kabupaten Purbalingga Jawa
Tengah sebagai habitat ikan baceman dan ikan senggaringan?
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui kondisi limnologis zona hilir Sungai
Klawing Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah sebagai habitat ikan baceman dan ikan
senggaringan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih akurat
tentang kondisi limnologis zona hilir Sungai Klawing Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah
sebagai habitat ikan baceman dan ikan senggaringan, sehingga dapat digunakan sebagai
bagian dasar dalam konservasi.

* Staf pengajar Jurusan Perikanan dan Kelautan Fak. Sains dan Teknik, Unsoed
1

1
OMNI Akuatika, Vol. IV No. 7 November 2008 : 1-7
Jurnal Penelitian Perikanan dan Kelautan, Unsoed

METODE PENELITIAN DAN ANALISIS


Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode survei. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode purposive sampling. Lokasi penelitian Sungai Klawing dibagi
menjadi 5 daerah pengambilan sampel, yaitu : Stasiun I terletak di daerah Pasren (Desa
Jetis), stasiun II di daerah Jetis (Desa Jetis), stasiun III di daerah Senon (Desa Bokol),
stasiun IV di daerah Bantar Ori (Desa Kedung Benda), dan stasiun V di daerah Congot
(Desa Kedung Benda), Pengambilan sampel diulang delapan kali dengan interval waktu
sebulan. Penelitian dilakukan dari bulan Januari - September 2007 di zona hilir Sungai
Klawing Kabupaten Purbalingga.
Parameter limnologis yang diamati dalam penelitian ini yaitu parameter fisik air
meliputi suhu, kekeruhan, penetrasi cahaya, dan kecepatan arus; parameter kimia meliputi
pH, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, BOD, COD, nitrat, ammonia dan fosfat;
parameter biologi meliputi keragaman dan kelimpahan plankton. Adapun metode analisis
laboratorium yang digunakan bersumber pada APHA (2005), Alaerts, & Santika (1987)
dan Sachlan (1982).
Analisis
Data parameter limnologis (fisik-kimia air dan plankton) yang diperoleh dari
dianalisis secara deskriptif komparatif dengan standar kualitas buat biota air tawar dari
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan pendapat ahli untuk beberapa parameter,
seperti penetrasi cahaya, nitrat, dan fosfat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu air berkisar 23,0 – 29,0 ºC dengan rataan 26,27±1,58 ºC. Nilai rataan suhu air
antar waktu relatif bervariasi. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan musim
penghujan menjadi kemarau. Menurut Sumawidjaja (1975), musim, waktu pengukuran,
kedalaman dan kegiatan manusia di sekitar perairan, merupakan faktor yang
mempengaruhi suhu air. Suhu sering menjadi faktor pembatas khususnya dalam
pertumbuhan dan distribusi organisme akuatik karena organisme kurang mentolerir
perubahan suhu yang terjadi (Odum, 1971). Menurut Rochdianto (1995), kisaran suhu air
yang cocok untuk usaha perikanan adalah 20 – 30 ºC. Berdasarkan kriteria tersebut, maka
dapat dinyatakan bahwa suhu air Sungai Klawing masih mendukung kehidupan ikan
baceman dan ikan senggaringan serta pakan alaminya.
Penetrasi cahaya yang diperoleh berkisar antara 4 – 72 cm dengan rataan 28,4±17,7
cm. Nilai rataan penetrasi cahaya cenderung bervariasi antar bulan. Hal ini disebabkan
menurunnya nilai kekeruhan air sebagai faktor penentu nilai penetrasi cahaya di dalam
perairan. Menurut Welch (1952), kekeruhan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang
masuk ke dalam perairan yang menyebabkan turunnya produktivitas perairan tersebut.
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan (Effendi,
2003). Menurut Asmawi (1983), nilai penetrasi cahaya yang cocok untuk usaha perikanan
adalah > 45 cm. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa nilai
penetrasi cahaya Sungai Klawing, Kabupaten Purbalingga sudah kurang mendukung
kehidupan ikan baceman dan ikan senggaringan serta pakan alaminya.
Kekeruhan air yang diperoleh berkisar antara 1,6 – 135 NTU dengan rataan
55,5±41,8 NTU. Nilai kisaran dan rataan kekeruhan cenderung menurun dari waktu
pengambilan sampel 3 Maret 2007 hingga 8 September 2007. Hal ini disebabkan karena
faktor iklim penghujan yang menyebabkan tingginya tingkat erosi pada waktu
2
OMNI Akuatika, Vol. IV No. 7 November 2008 : 1-7
Jurnal Penelitian Perikanan dan Kelautan, Unsoed

pengambilan sampel 3 Maret 2007, lalu menurun nilai kekeruhannya seiring dengan
tingkat erosi hingga 8 September 2007. Hal ini sesuai pendapat Effendi (2003) yang
menyatakan bahwa kekeruhan pada sungai lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan
tersuspensi yang berukuran besar, yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh
aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya
sistem pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi
cahaya ke dalam air (Effendi, 2003). Menurut Wardoyo (1981), nilai kekeruhan yang
mendukung usaha perikanan adalah < 50 NTU. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat
dinyatakan bahwa nilai kekeruhan Sungai Klawing sudah kurang mendukung kehidupan
biota air termasuk ikan baceman dan ikan senggaringan serta pakan alami terutama pada
waktu musim penghujan.
Kecepatan arus yang diperoleh berkisar antara 0,07 – 1,21 m/dtk dengan rataan
0,54±0,28 m/dtk. Nilai kisaran dan rataan kecepatan arus pada empat kali waktu
pengambilan sampel awal memiliki nilai yang lebih tinggi dan cenderung menurun hingga
8 September 2007. Hal ini menunjukkan bahwa empat waktu pengambilan sampel awal
penelitian memiliki kecepatan arus yang lebih tinggi seiring dengan musim penghujan
yang memiliki debit air yang lebih besar, dan sebaliknya mulai 3 Juni 2007 hingga 8
September 2007 cenderung nilai kecepatan arus berkurang seiring dengan mulainya musim
kemarau yang memiliki debit air yang kecil.
Nilai pH yang diperoleh berkisar antara 6 – 7 dengan rataan 6,9±0,3. Nilai kisaran
dan rataan pH masing-masing waktu pengambilan sampel relatif sama. Hal ini disebabkan
faktor penentu nilai pH air yaitu kadar CO2 bebas juga relatif sama untuk semua waktu
pengambilan sampel. Menurut Mackereth et al. (1989) dalam Effendi (2003), nilai pH
berkaitan dengan karbondioksida. Selain itu, pH perairan dipengaruhi kadarbahan organik
yang ditunjukkan oleh nilai BOD. Nilai pH dapat dijadikan petunjuk untuk menyatakan
baik atau buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Menurut PP No. 82 (2001), kisaran pH
yang baik untuk usaha perikanan adalah 6 – 9. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat
dinyatakan bahwa nilai pH Sungai Klawing, Purbalingga masih mendukung kehidupan
biota air, termasuk ikan baceman dan ikan senggaringan serta pakan alami.
Kadar O2terlarut berkisar antara 3,0 – 9,4 mg/L dengan rataan 7,2 ±1,3 mg/L.
Kisaran dan rataan kadar O2terlarut untuk semua waktu pengabilan sampel relatif sama.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu arus dan kadarorganik (BOD). Adanya arus
sebagai ciri khas dari sungai merupakan penyebab tingginya kadar oksigen terlarut yang
diperoleh selama penelitian. Menurut Barus (2002), faktor arus air dan turbulensi air
memegang peranan penting dalam kaitannya bagi proses penyerapan oksigen oleh air.
Effendi (2003) menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik dapat mengurangi kadar
oksigen terlarut di dalam air. Namun, kadar BOD antar waktu pengambilan sampel relatif
sama. Kadar O2 terlarut merupakan salah satu unsur utama sebagai regulator pada proses
metabolisme hewan air, terutama untuk proses respirasi (Odum, 1971). Menurut PP No. 82
(2001), kadar O2terlarut yang mendukung usaha perikanan adalah > 3 mg/L. Berdasarkan
kriteria tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kondisi kadar O2 terlarut Sungai Klawing,
Purbalingga masih tergolong mendukung kehidupan biota air secara normal termasuk bagi
kehidupan ikan, termasuk ikan baceman dan ikan senggaringan serta pakan alami.
Kadar CO2bebas berkisar antara 0,7 - 8,6 mg/L dengan rataan 3,46 ±1,87 mg/L.
Kadar CO2 bebas antar waktu pengambilan sampel relatif sama. Hal ini disebabkan karena
faktor penentu besar kecilnya nilai CO2 bebas di suatu perairan relatif sama besarnya, yaitu
kadarBOD. Effendi (2003) menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik dapat
menghasilkan kadar CO2 bebas di dalam air. Kadar CO2 bebas dalam konsentrasi yang
tinggi dapat bersifat menghambat penyerapan O2 oleh darah di dalam tubuh ikan
(Triyatmo, 1997). Menurut Wardoyo (1981), kadar CO2 bebas yang mendukung usaha
3
OMNI Akuatika, Vol. IV No. 7 November 2008 : 1-7
Jurnal Penelitian Perikanan dan Kelautan, Unsoed

perikanan adalah < 12 mg/L. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa
kadar CO2 bebas Sungai Klawing, Kabupaten Purbalingga masih mendukung kehidupan
biota air termasuk ikan baceman dan ikan senggaringan.
KadarBOD berkisar antara 0,4 – 16,6 mg/L dengan rataan 5,28 ±3,81 mg/L. Nilai
kisaran dan rataan BOD antar waktu pengambilan sampel relatif sama, kecuali 5 Mei 2007.
Hal ini menunjukkan bahwa faktor musim tidak memberikan perubahan yang nyata
terhadap kadar BOD dari sungai Klawing. Kadar BOD akan mempengaruhi kehidupan
biota akuatik yang ada di perairan, karena perairan yang memiliki BOD tinggi akan
menyebabkan menurunnya O2terlarut di dalam air (Effendi, 2003). Menurut PP No. 82
(2001), kisaran nilai BOD yang baik untuk usaha perikanan adalah < 6 mg/L. Berdasarkan
kriteria tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kadar BOD Sungai Klawing, Pubalingga
masih mendukung biota air, termasuk ikan baceman dan senggaringan.
Kadar COD berkisar antara 2,8 – 53,7 mg/L dengan rataan 17,22±15,17 mg/L. Nilai
kisaran dan rataan COD pada waktu pengambilan sampel 31 Maret 2007 memiliki nilai
yang tertinggi dibandingkan dengan waktu pengambilan sampel lainnya. Tingginya
kadarCOD tersebut disebabkan mendapat masukan bahan organik yang berasal dari
buangan limbah domestik dan limbah pertanian yang masuk ke sungai. Hal ini didukung
oleh nilai kekeruhan dan kedalaman air yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
waktu pengambilan sampel lainnya. Menurut PP No. 82 (2001), kisaran COD yang
mendukung kehidupan organisme air adalah < 50 mg/L. Berdasarkan kriteria tersebut,
maka dapat dinyatakan bahwa kadar COD Sungai Klawing, Purbalingga masih mendukung
kehidupan biota air, termasuk ikan baceman dan ikan senggaringan serta pakan alaminya.
Kadar nitrat berkisar antara 0,130 – 8,845 mg/L dengan rataan 2,248±2,079 mg/L.
Kisaran dan rataan kadarnitrat pada waktu pengambilan sampel 31 Januari 2007 dan 5 Mei
2007 tertinggi. Hal ini karena lebih banyaknya limbah pertanian pasca panen yang masuk,
Menurut Cole et al. (1993) dalam Bouwman dan Vuuren (1999), peningkatan aktivitas
manusia yang berkaitan dengan penggunaan nitrogen maka menyebabkan kadar N akan
meningkat dengan proporsi komposisi nitrat lebih tinggi. Nitrat dalam perairan
mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton dan tanaman. Jika kadarnya terlalu tinggi, maka
akan menyebabkan bloming fitoplankton. Kadarnitrat yang harus dipertahankan di perairan
tidak melebihi 10 mg/L (Alaert dan Santika, 1987). Berdasarkan kriteria tersebut, maka
dapat dinyatakan bahwa kadar nitrat Sungai Klawing Purbalingga masih baik di dalam
mendukung pertumbuhan pakan alaminya, sehingga lebih mampu menyediakan pakan bagi
ikan baceman dan ikan senggaringan.
Kadar amonia berkisar antara 0,0 – 0,0193 mg/L dengan rataan 0,0017±0,00351
mg/L. Kisaran dan rataan kadar amonia yang tertinggi ditemukan pada waktu pengambilan
sampel 8 September 2007. Hal ini disebabkan karena masuknya limbah domestik dan
limbah pertanian ke dalam sungai yang debit airnya jauh lebih kecil akibat musim
kemarau. Menurut Effendi (2003), kadar amonia yang tinggi merupakan indikasi tentang
kemungkinan adanya pencemaran yang masih baru dan tingginya senyawa nitrogen yang
terkandung dalam bahan organik. Menurut PP No. 82 (2001), kadar amonia 0,02 mg/L
merupakan batas maksimal yang dapat diterima organisme air. Berdasarkan kriteria
tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kadar amonia Sungai Klawing, Purbalingga masih
mendukung kehidupan biota air, termasuk ikan baceman dan ikan senggaringan.
Kadar fosfat berkisar antara 0,039 – 3,034 mg/L dengan rataan 0,448±0,751 mg/L.
Kisaran dan rataan kadar fosfat yang tertinggi ditemukan pada waktu pengambilan sampel
3 Maret 2007. Tingginya kadar fosfat tersebut disebabkan adanya erosi sepanjang aliran
sungai yang sekaligus membawa limbah pertanian. Hal ini juga didukung nilai
kekeruhannya yang lebih tinggi. Menurut Sastrawijaya (2001), lahan pertanian
mengandung fosfor dalam jumlah yang sedikit dan tanah dapat mengikat senyawa fosfor
4
OMNI Akuatika, Vol. IV No. 7 November 2008 : 1-7
Jurnal Penelitian Perikanan dan Kelautan, Unsoed

sehingga tidak hanyut banyak, lain halnya jika terjadi erosi maka butir tanah yang
mengandung fosfat akan hanyut ke sungai. Ortofosfat merupakan salah satu unsur hara
yang penting bagi metabolisme sel tanaman. Jika kadarnya melampaui batas, maka dapat
menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi sehingga akan merangsang pertumbuhan
fitoplankton (Morales et al., 2001). Kadar fosfat yang optimum di dalam suatu perairan
berkisar 0,09-1,8 mg/L dan menjadi pembatas bila kadarnya kurang dari 0,02 mg/L
(Mockentum dalam Sapta, 1995). Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dinyatakan
bahwa kadar fosfat Sungai Klawing Purbalingga dapat mendukung tersedianya
fitoplankton, yang akhirnya tersedianya pakan bagi ikan baceman dan ikan senggaringan.
Plankton
Keragaman genera plankton yang diperoleh selama penelitian di sungai Klawing
adalah 76 genera yang terdiri dari 45 genera dari kelompok fitoplankton dan 31 genera dari
kelompok zooplankton. Kelompok fitoplankton terdiri dari 10 genera dari Cyanophyta, 14
genera dari Chlorophyta, dan 21 genera dari Chrysophyta, sedangkan Kelompok
zooplankton terdiri dari 13 genera dari Arthropoda, 8 genera dari Protozoa, 9 genera dari
Rotifera, dan 1 genera dari Annelida. Terlihat bahwa jumlah genera plankton dari waktu
pengambilan sampel 31 Januari 2007 meningkat sampai dengan 5 Mei 2007, kemudian
menurun hingga 8 Agustus 2007 dan meingkat lagi pada 8 September 2007. Hal ini diduga
akibat adanya perubahan kondisi kualitas air dari sungai Klawing, terutama nilai kekeruhan
dan debit airnya. Kekeruhan merupakan faktor penentu bagi keberadaan plankton di suatu
perairan. Pada kondisi kekeruhan yang tinggi mengakibatkan banyak genera yang mati
karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Selanjutnya,
meningkatnya debit air akan mengakibatkkan berkurangnya jumlah genera karena banyak
genera plankton yang tidak toleran dengan kondisi tersebut. Plankton merupakan jasad
renik yang kehidupannya sangat dipengaruhi oleh debit air khususnya arus. Komposisi
plankton yang ditemukan selama penelitian didominasi oleh kelompok fitoplankton,
terutama Divisio Chrysophyta. Tingginya jumlah genera Chrysophyta disebabkan pada
umumnya Chrysophyta bersifat kosmopolit pada suatu perairan (Sachlan, 1982).
Kelimpahan rata-rata fitoplankton yang diperoleh selama penelitian di sungai
Klawing adalah 387 ind/L yang terdiri dari 322 ind/L dari kelompok fitoplankton dan 65
ind/L dari kelompok zooplankton. Kelompok fitoplankton terdiri dari 90 ind/L dari
Cyanophyta, 67 ind/L dari Chlorophyta, dan 165 ind/L dari Chrysophyta, sedangkan
Kelompok zooplankton terdiri dari 29 ind/L dari Arthropoda, 28 ind/L dari Protozoa, 6
ind/L dari Rotifera, dan 2 ind/L dari Annelida. Terlihat bahwa pada waktu pengambilan
sampel 31 Maret 2007 ditemukan kelimpahan rataan fitoplankton paling tinggi
dibandingkan dengan waktu pengambilan sampel lainnya. Hal ini disebabkan karena
melimpahnya individu plankton dari Divisio Cyanophyta yaitu Tolypothrix, Phormidium,
Oscillatoria dan Merismopedia. Demikian juga melimpahnya individu plankton dari
Divisio Chlorophyta yaitu Cladopora. Menurut Wardoyo (1981) bahwa kadar fosfat yang
baik untuk pertumbuhan fitoplankton adalah < 0,1 mg/L. Berdasarkan hal tersebut maka
kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan tergantung pada unsur hara terutama nitrat
dan fosfat (Odum, 1971). Kadar unsur hara yaitu nitrat dan fosfat pada stasiun III
dipengaruhi oleh bahan organik yang terurai oleh mikroorganisme pengurai yang
menghasilkan bahan anorganik yang dibutuhkan oleh fitoplankton sehingga mampu
menyediakan sumber nitrat dan fosfat yang lebih baik bagi fitoplankton.

5
OMNI Akuatika, Vol. IV No. 7 November 2008 : 1-7
Jurnal Penelitian Perikanan dan Kelautan, Unsoed

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama 10 bulan tentang kondisi
limnologis di Sungai Klawing Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat fluktuasi beberapa parameter kualitas air, terutama nilai
kekeruhan, penetrasi cahaya matahari, kecepatan arus, pH, oksigen terlarut, karbondioksida
bebas, BOD, COD, nitrat, ammonia dan fosfat. Secara umum kondisi limnologis Sungai
Klawing Kabupaten Purbalingga bagian hilirnya lebih baik sebagai habitat bagi organisme
akuatik, termasuk ikan baceman dan ikan senggaringan.
Saran
Penelitian tentang kondisi limnologis Sungai Klawing Kabupaten Purbalingga perlu
dikaitkan dengan jenis ikan lainnya, terutama antara musim kemarau dengan musim
penghujan, agar diperoleh gambaran kondisi limnologisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. &S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya.
American Public Health Association (APHA). 2005. Standard Methods for The
Examination of Water and Waste Water 21 th ed. American Public Health
Association Inc., New York.
Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. Gramedia, Jakarta.
Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi.Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bouwman, A.F. dan D.P.V. Vuuren 1999. Global Assesment of Acidification and
Eutrophication of Natural Ecosystems. UNEP/DEIA&EW/TR. 99-6 and RIVM
4402001012.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Morales, J. A. A. Bornoz., E. Socordo, A. Morillo. 2001. An Estimation of Nitrogen and
Phosphorus Loading By Net Deposition Over Lake maracaibo, Venezuela. Kluwer
Academic Publisher 128 : 207-221.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. 3rdcd. W.B. Soundeers. Company
Phyledelhia, London.
Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82
Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Rochdianto, A. 1995. Budidaya Ikan dalam Saluran Irigasi. Kanisius, Yogyakarta.
Sapta, M. S. 1995. Hubungan Antara Beberapa Parameter Fisika-Kimia Perairan dan
Struktur Komunitas Fitoplankton di Danau Lido, Jawa Barat. Skripsi. Program
Studi Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan),
Bogor. 109 hal.
Sastrawijaya, A.Y. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Yogyakarta.
Sumawidjadja, K. 1975. Limnologi. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. IPB, Bogor.
Triyatmo, B. 1997. Studi Kondisi Limnologis Waduk Sermo Pada Tahap Pra Inundasi.
Jurnal perikanan UGM (GMU J. Fish Sci) III (2) : 1 – 9.
Wardoyo, S.T.H. 1981. Kriteria Kualitas Air untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan.
Training AMDAL. PPLH-UNDP-PUSDI-PSL. IPB, Bogor.
Welch, P.S. 1952. Lymnology. Second Ed. Mc. Graw-Hill Book Company, New Jersey.

You might also like