Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
IGNATIUS YUDISTIRO S.
0404050289
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
DEPOK
JULI 2009
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
IGNATIUS YUDISTIRO S.
0404050289
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
DEPOK
JULI 2009
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NPM : 0404050289
Tanda Tangan,
( Ignatius Yudistiro S. )
ii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
iii
KATA PENGANTAR
iv
8) Laksi, Lisa, Robi, dan Cindy. Temen-temen saya yang masih menemani
saya hingga semester yang lalu.
9) Mas Hadi. Temen gereja, yang pertama kali mengenalkan Gereja
Regina Caeli, yang nggak lupa memberikan tips dan trik menyelesaikan
skripsi.
10) Mas Ono, Reza, Romo Natet yang memberikan dukungan spiritual dan
mental.
11) Sinta. Akhirnya saya bisa bales, “ini... skripsi gw udah selesai”.
12) Teman-teman gereja yang memberikan dorongan dan memberikan
penghiburan di saat saya merasa jenuh.
13) Esi, Anne, Dion. Temen dari ISTN yang sering menanyakan kabar ttg
skripsi yang saya jalani, “skripsinya gimana?”.
14) Mbak Fitri, sepupu saya yang senasib dengan saya, tapi “sory ya mbak,
gw duluan lulusnya”.
15) Romo Felix sebagai Pastor Paroki Regina Caeli, dan Pak Mulyadi
sebagai Dewan Paroki Regina Caeli. Terima kasih telah menerima saya
dengan ramah untuk melakukan survey di gereja ini.
16) Pak Santoso, pengurus teknikal Gereja Regina Caeli, yang memberikan
penjelasan tentang hal-hal teknis pada Gereja Regina Caeli.
17) Pak Bhinukti, Sekretaris Dewan Paroki Santo Thomas. Terima kasih
atas denah gereja yang Bapak kirimkan.
18) Pak Fernandes, Sekretariat Gereja Santo Thomas, yang memberikan
informasi tentang sejarah gereja ini.
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan
atau memformat-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
( Ignatius Yudistiro S. )
vi
ABSTRAK
Light have another role beside as an illumination. In Catholic, light used to use
as a symbol of God, angels, and sacred people. I research the role of artificial
lighting techniques in Catholic church interior. In the interior, we will see a
kind of artificial lighting, such as a traditional lamps and electric lamps. This
research metode based on the literature, observation, and interview. I take the
case of Saint Thomas Catholic Church adn Regina Caeli Catholic Church. The
lamps in the church interior is not only as an illumination, but also as Liturgy
Lighting, Symbol of Supernatural Lighting, or an Ambient and Decorative
Lighting.
ix Universitas Indonesia
4.2 Analisis Pencahayaan Buatan ...................................................................43
4.2.1 Altar Gereja .......................................................................................43
4.2.2 Tempat Umat dan Floyer...................................................................45
5. STUDI KASUS 2 .........................................................................................48
5.1 Profil Gereja ..............................................................................................48
5.1.1 Sejarah Gereja ...................................................................................48
5.1.2 Arsitektur Gereja ...............................................................................49
5.2 Analisis Pencahayaan Buatan ...................................................................50
5.2.1 Altar Gereja .......................................................................................50
5.2.2 Tempat Umat .....................................................................................52
5.2.2 Ruang Tabung dan Floyer .................................................................54
6. KESIMPULAN ............................................................................................56
7. DAFTAR REFERENSI ..............................................................................58
x Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
Regina Caeli. Di samping itu, semoga orang lain dapat mengetahui dan
menggunakan skripsi ini untuk kemajuan arsitektur khususnya arsitektur gereja
di bidang pencahayaan.
Bab I Pendahuluan
Berisikan tentang latar belakang penulisan skripsi, tujuan penulisan,
perumusan masalah, metode dan sistematika penulisan. Selain itu juga
terdapat kerangka pemikiran, yaitu bagaimana pola pemikiran penulis
untuk mengerjakan skripsi ini.
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
Kesimpulan
Universitas Indonesia
BAB II
GEREJA KATOLIK DAN CAHAYA
6 Universitas Indonesia
7
oleh Yesus ditemukan di dalam surat Ignatius dari Antiokia kepada jemaat di
Smirna pada tahun 110 M. Ignatius dari Antiokia, Epistle to the Smyrneans 8:2
(A.D. 110), "Wherever the bishop appears, let the people be there; just as
wherever Jesus Christ is, there is the Catholic Church".
Sebelum adanya Konsili Vatikan, Agama Katolik pernah mengalami
masa-masa suram, seperti terjadinya perang saudara, perbedaan paham, sampai
terjadinya perpecahan. Perpecahan besar yang pertama terjadi pada saat
Konsili Efesus yang mempermasalahkan tentang status Perawan Maria sebagai
Theotokos (Bunda Allah). Perpecahaan terbesar dalam sejarah Agama Katolik
Roma adalah sikap protes dari Martin Luther yang menentang kebijakan Paus
Leo tentang surat pengampunan dosa. Pertentangan itu akhirnya melahirkan
Agama Protestan. Untuk menjaga keutuhan Gereja Katolik, maka diadakanlah
Konsili Vatikan yang pertama pada tahun 1868 yang dihimpun oleh Paus Pius
IX, dan kemudian Konsili Vatikan II (gbr 2.1) pada tahun 1962-1965 yang
dihimpun oleh Paus Yohanes XXIII.
Perayaan ibadat umat Katolik disebut dengan misa. Dalam misa
terdapat ibadat liturgi atau tata peribadatan Katolik, seperti liturgi sabda dan
liturgi Ekaristi. Misa besar diadakan pada hari Minggu, sedangkan misa
sederhana dapat diadakan setiap hari.
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
5
7 4 1
6 3 2
4 8
Keteranggan Gambar:
1. Pintu Masuk
2. Tempat Umaat
3. Sanctuarium
4. Tempat Koorr dan Prodiakoon
5. Aula Gereja atau perluasann tempat umatt
6. Pastoran dan Kesekretariattan
7. Sakristi
8. Ruang Tobatt
2.2 Cah
haya
2.2.1 Pengertian
P C
Cahaya
Cahaya addalah suatuu gelomban
ng yang terrpancar darri suatu su
umber
cahaya atau bennda yang dapat mem
mantulkan gelombangg tersebut yang
kemudiian tertangkkap oleh maata kita. Jik
ka mata kitaa melihat keeadaan di seekitar
kita meenjadi teranng, itu dikarenakan di sekitar
s kita terdapat
t sum
mber cahay
ya dan
benda-bbenda di seekitar kita memantulka
m an cahaya teersebut ke m
mata kita. Begitu
B
juga seebaliknya, jika
j keadaaan sekitar kita
k gelap gulita,
g itu kkarena tidak
k ada
sumberr cahaya di sekitar kita,, dan bendaa-benda di seekitar kita tidak mempu
unyai
Unive
ersitas Indo
onesia
11
berkas cahaya untuk dipantulkan. Mata kita dapat melihat sesuatu karena mata
kita menerima rangsangan dari suatu berkas cahaya yang terpancar atau
terpantulkan.
Berdasarkan teori fisika dasar, cahaya didefinisikan sebagai bagian dari
spektrum elektromagnetik yang sensitif bagi penglihatan kita (Lechner 372).
Spektrum elektromagnetik itu sendiri terdiri dari bermacam-macam gelombang
yang berbeda frekuensi dan panjang gelombangnya, namun dengan kecepatan
yang sama dalam ruang hampa (c = 3 x 108 m/s) (Foster 4). Cahaya atau sinar
tampak berada pada interval yang paling sempit yaitu dengan panjang
gelombang antara 380 nm sampai 770 nm (Foster 4).
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
Gambar 2.5 Penerangan pada Altar dan tempat umat di Hari Natal
(sumber: www.st-joseph-church.org)
Universitas Indonesia
14
Cahaya lilin mewakili cahaya ilahi yang bersinar dalam kegelapan dan juga
merupakan simbol dari Yesus sebagai Terang dunia (Cooper 43), seperti
tertulis dalam Alkitab “Akulah terang dunia, barangsiapa mengikut Aku, ia
tidak akan berjalan dalam kegelapan.” (Yohanes 8:12).
Peran cahaya lilin tidak dapat digantikan dengan lampu elektrik, karena
nyala api lilin yang hidup dijadikan lambang kehidupan. Cahaya lilin sudah
menjadi tradisi umat Kristiani sejak waktu yang lama. Pada awal periode,
cahaya lilin biasa dipakai pada saat Uskup melakukan prosesi di meja altar,
selain itu juga digunakan untuk upacara pembaptisan dan kematian sejak abad
pertengahan(Anson 111).
Pada gereja-gereja Katolik, cahaya lilin harus diletakkan pada altar
untuk keperluan misa dan untuk keperluan adorasi. Jumlah lampu lilin pada
altar minimal terdapat 2 buah jika misa dipimpin oleh pastur, dan 4 buah atau
lebih jika dipimpin oleh seorang uskup (“Altar and Sanctuary”). Pada Gereja
Katolik, ada yang dinamakan lilin Paschal, yaitu lilin yang khusus digunakan
pada Hari Raya Paskah. Lilin Paschal yang berukuran besar mensimbolkan
Kristus yang bangkit mulia karena telah menebus dosa-dosa manusia
(Stravinskas 576).
Gereja-gereja kuno seperti gereja katedral, cahaya lilin juga digunakan
sebagai penerangan utama pada altar. Sedangkan pada gereja masa kini, cahaya
lilin dipadu dengan cahaya elektrik (gbr 2.6). Pada perayaan hari raya seperti
Natal dan Paskah, terdapat upacara cahaya dimana semua lampu elektrik
dimatikan dan hanya cahaya lilin saja yang dinyalakan.
Hal yang paling penting dalam interior gereja Katolik adalah
Tarbenakel. Tarbenakel adalah wadah dimana hosti sebagai Sakramen Kudus
disimpan. Tarbenakel diletakkan di dekat meja altar, dan selalu diberi cahaya.
Lampu pada tarbenakel merupakan tanda bahwa ada kehidupan dan benda suci
di dalamnya, atau disebut dengan Lampu Abadi. Menurut tradisi, lampu yang
lazim digunakan adalah lampu berbahan bakar lilin atau minyak zitun. Tetapi,
pada masa kini, lampu tarbenakel sudah lazim menggunakan lampu elektrik
(Mariyanto 110). Gereja kuno umumnya menggunakan lampu minyak, namun
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
Chapel of St. Ignatius memiliki tujuh skylight dan kaca berwarna yang
memiliki warna dan intensitas cahaya yang berbeda-beda, yang dapat
digambarkan sebagai tujuh botol cahaya yang tertanam pada kotak batu
(Richardson 18-9). Ketujuh botol cahaya ini memiliki arti yaitu mencerminkan
tujuh aspek dasar pada Gereja Katolik, antara lain: Procession, Narthex, Nave,
Blessed Sacrament, Choir, Reconcilation Chapel, dan Bell Tower & pond.
Ketujuh botol cahaya ini menghias ruang dalam gereja maupun dari luar gereja
(gbr 2.8).
Universitas Indonesia
17
tertentu seperti misa pernikahan dan hari raya, ruang dalam gereja dihiasi
dengan berbagai lampu dekoratif. Penerapan cahaya ambien memanfaatkan
teknik pencahayaan arsitektural, seperti pencahayaan cove, pencahayaan
coffeer, dan lain sebagainya. Sedangkan penerapan cahaya dekoratif
menggunakan lampu-lampu dekorasi atau fixture tertentu. Fixture yang
digunakan pada pencahayaan dekoratif sebaiknya tidak berlebihan dan menarik
perhatian umat sehingga tidak mengganggu konsentrasi umat dalam mengikuti
ibadah.
Pencahayaan ambien umum digunakan pada gereja-gereja yang
memiliki ruang yang besar seperti gereja katedral. Cahaya ambien diletakkan
pada area gelap atau titik yang tidak terjangkau, seperti cahaya ambien di
sekitar langit-langit, pada kolom, dan dinding, seperti pada Katedral Lausanne
dan Katedral San Fransisco (gbr 2.9). Selain, gereja-gereja modern juga
menggunakan cahaya ambien, tidak hanya sebagai pembentuk suasana tapi
juga memiliki maksud-maksud tersirat.
Universitas Indonesia
18
Saat ini banyak terdapat fixture lampu gereja yang bervariatif bentuk maupun
desainnya. Ada kurang lebih terdapat 4 jenis pencahayaan dekoratif, antara
lain: Kontemporer, Tradisional, Indirect, dan Spot/Flood lighting (“Guide”).
Desain lampu kontemporer cukup sederhana, menyerupai benda-benda
liturgis seperti lilin paschal, salib, dan bentuk-bentuk lain yang lebih modern
(gbr 2.10a). Lampu kontemporer memberikan pencahayaan dekoratif pada
ruang gereja dengan cahaya yang indah dan nyaman. Desain lampu tradisional
lebih bervariati dengan ukiran dan pernak-pernik pada lampu (gbr 2.10b).
Lampu tradisional sangat sesuai untuk melengkapi ruang gereja yang memiliki
arsitektur seperti gereja awal sampai abad pertengahan. Lampu indirect
merupakan pencahayaan dengan bentuk fixture kaca yang sangat sederhana
seperti berbentuk bola, tabung, dan sebagainya (gbr 2.10c). Lampu indirect
umumnya digunakan pada gereja-gereja modern. Spot/Flood lighting
merupakan bagian dari pencahayaan ambien untuk menerangi bagian tertentu
di dalam bangunan.
Universitas Indonesia
BAB III
TEKNIK PENCAHAYAAN
3.1 Satuan Cahaya
Dalam teori pencahayaan, dikenal dengan color temperature dan color
rendering. Color temperature adalah satuan cahaya yang digunakan untuk
mendeskripsikan warna cahaya yang dihasilkan dari suatu sumber cahaya
dalam satuan K (Kelvin). Kategorinya dapat dibagi menjadi 4 yaitu cahaya
hangat (warm) dalam interval 2500 – 3000 K, cahaya putih netral dalam
interval 3000 – 4000 K, cahaya putih dingin dalam interval 4000 – 5000 K, dan
cahaya siang hari (daylight) di atas 5000 K. Cahaya hangat atau putih hangat
(<4000 K) mempunyai sifat hangat, santai/rileks, intim, nyaman, dan cozy,
sedangkan cahaya dingin (>4000 K) mempunyai sifat dingin, formal, segar,
menyenangkan dan terang (“Philips” 4) (gbr 3.1).
Color rendering indeks adalah satuan cahaya digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu sumber cahaya dalam membedakan warna dalam
interval 0-100. Semakin besar color rendering sumber cahaya maka semakin
baik untuk membedakan warna. Sebagai contoh cahaya putih sinar matahari
mempunyai color rendering yang paling tinggi.
Gambar 3.3 Proses Refleksi pada bidang datar dan tidak datar
(Sumber: Diktat Kuliah Pencahayaan)
Universitas Indonesia
21
2. Pembelokan/refraksi
Pembiasan terjadi karena cahaya merambat pada medium yang
berbeda, contoh: cahaya datang dari udara kemudian menembus
medium cair, maka akan terjadi pembelokan cahaya. Pembelokan ini
disebut juga dengan pembiasan, karena cahaya tidak diteruskan secara
garis lurus melainkan dibiaskan oleh medium yang berbeda. Pembiasan
cahaya ini juga mempunyai hukum pembiasan yang berbunyi: Sinar
datang, sinar bias dan garis normal berpotongan pada satu titik dan
terletak pada satu bidang datang (bidang batas). Hubungan sudut datang
dengan sudut bias dinyatakan oleh persamaan umum Snellius
(Kanginan).
Efek pembiasan dapat kita amati dengan percobaan
memasukkan stik ke dalam gelas berisi air, kemudian stik akan terlihat
patah atau bengkok. Selain itu, efek pembiasan juga mempengaruhi
perspesi jarak dalam air. Suatu kolam akan terlihat lebih dangkal dari
yang sebenarnya.
3. Interferensi
Interferensi adalah perpaduan antara dua atau lebih gelombang
(dalam hal ini adalah gelombang cahaya) yang menghasilkan pola
gelombang yang baru. Interferensi cahaya dapat menguatkan maupun
melemahkan satu sama lain. Interferensi dapat diamati dengan
percobaan seperti yang pernah dilakukan oleh Issac Newton bernama
Cincin Newton (Newton’s Rings). Fenomena Cincin Newton adalah
pola interferensi yang disebabkanoleh pemantulan cahaya antara dua
permukaan yang berbeda (permukaan datar dan permukaan cembung).
4. Transmisi
Transmisi merupakan sifat cahaya dimana cahaya dapat
dihantarkan atau didistribusikan melalui suatu material tembus cahaya
Universitas Indonesia
22
5. Penyerapan/absorbsi
Absorbsi merupakan sifat cahaya dimana cahaya dapat diserap
sebagian atau seluruhnya oleh suatu material. Sebagai contoh kasusnya
adalah rumah yang memiliki dinding berwarna putih akan terlihat
sangat terang dibandingkan dengan rumah yang dindingnya berwarna
gelap atau hitam, kemudian benda yang menyerap warna biru, hijau,
dan kuning akan berwarna merah ketika disinari cahaya putih.
Universitas Indonesia
23
Universitas Indonesia
24
• Lampu Minyak
Lampu minyak adalah sumber cahaya dan sumber panas yang berasal
dari nyala api pada sebuah bejana atau tempat sederhana, dimana
bejana tersebut menampung minyak sebagai bahan bakar. Lampu
minyak telah digunakan sejak ratusan abad yang lalu, dan telah menjadi
kebudayaan dari berbagai belahan dunia. Lampu minyak tertua yang
pernah ditemukan terbuat dari batu atau cangkang siput, yang
digunakan kurang lebih 15.000 tahun yang lalu (Burnie 9). Pada
perkembangan lampu minyak dari jaman ke jaman mengalami
perubahan. Saat ini, lampu minyak menggunakan bahan bakar minyak
tanah dengan berbagai macam bentuk (gbr 3.6). Beberapa gereja
tertentu, terutama gereja Orthodox masih menggunakan lampu minyak,
baik untuk perlengkapan altar maupun sebagai penerangan ruang
gereja. Namun, kebanyakan gereja sudah tidak memakai lampu minyak
karena masalah efisiensi dan biaya. Lampu minyak digantikan dengan
lampu elektrik karena lampu elektrik seperti halogen mengeluarkan
tingkat cahaya yang lima kali lebih banyak dibandingkan dengan lampu
minyak (Flafin 77).
Universitas Indonesia
25
Universitas Indonesia
26
Halogen. Cahaya yang dihasilkan lebih terang dari lampu pijar biasa.
Lampu pijar sering digunakan pada rumah tangga, seperti lampu meja
dan lampu tidur. Sedangkan, lampu halogen sering digunakan untuk
pencahayaan interior untuk menghasilkan pencahayaan ambien,
pencahayaan setempat, dan juga sering digunakan untuk lampu sorot.
Lampu pijar mempunyai color temperatur yang rendah sehingga warna
yang dihasilkan berwarna kekuning-kuningan.
Universitas Indonesia
27
Universitas Indonesia
28
4. Lampu LED
LED (Light-Emitting Diodes) merupakan lampu solid yang
sumber cahayanya berasal dari bahan semi konduktor. Kelemahan dari
LED adalah biayanya produksinya yang mahal yang menyebabkan
harganya juga mahal kemudian kualitas cahaya yang dihasilkan juga
tidak tinggi, silau langsung, lapisan pemantul dan bayangan yang tidak
diinginkan merupakan masalah utama. Akan tetapi, biaya perawatannya
yang sangat rendah, efisiensi energi yang sangat tinggi dan dapat
menghasilkan cahaya yang beranekawarna menjadikan lampu LED
sudah mulai banyak diaplikasikan pada bangunan komersial, lampu lalu
lintas, lampu tanda, sampai papan nama elektronik.
Universitas Indonesia
29
1. Bukaan (Opening)
Untuk mendapatkan cahaya matahari masuk ke ruangan sesuai
keinginan, kita dapat mengolahnya melalui bukaan. Bukaan dapat
berupa bukaan langsung atau bukaan dengan menggunakan penghantar
cahaya, seperti kaca, kisi-kisi (louvre/baffle). Bukaan dengan kaca yang
bercorak seperti stained glass, akan menghasilkan corak cahaya yang
menarik (gbr 3.10). Bukaan dengan kisi-kisi dapat menghasilkan
cahaya ambient yang halus.
Universitas Indonesia
30
2. Naungan (shading)
Naungan berfungsi untuk mencegah silau dan panas yang berlebihan
pada bukaan akibat pancaran langsung sinar matahari. Naungan dapat
dikategorikan menjadi horizontal, vertikal, dan kombinasi (M. David
115) (gbr 3.13). Naungan horizontal memberikan naungan berdasarkan
sudut datang cahaya matahari secara vertikal. Secara umum, naungan
Universitas Indonesia
31
3. Redirect-Device
Pada dasarnya, redirect-device merupakan perpaduan dari naungan dan
bukaan. Pola geometrinya sama seperti naungan. Prinsip redirect-
device adalah untuk mendapatkan pencahayaan yang maksimal dan
meneruskan cahaya ke dalam ruang-ruang di dalam sebuah ruangan
(gbr 3.14). Redirect-device dapat berupa elemen-elemen dasar, elemen-
elemen interior, atau elemen-elemen transparan seperti kaca.
Penerapannya sangat efektif untuk berbagai iklim, seperti iklim panas,
iklim dingin, dan iklim sedang.
Universitas Indonesia
32
1. Pencahayaan Umum
Pencahayaan umum terdiri dari lampu dan perangkatnya yang
sejenis, yang disusun secara teratur pada plafon, sehingga setiap area
tertentu di dalam ruangan menerima cahaya yang sama besarnya.
Sistem pencahayaan ini terkenal dengan fleksibilitasnya dalam
mengatur dan mengatur ulang area kerja, sekaligus menjadi rendah
efisiensi energinya, karena iluminasi di manapun sama besar bahkan
area nonkerja yang tidak perlu menerima cahaya yang besar pun
mendapatkan iluminasi yang sama besarnya dengan area kerja.
2. Pencahayaan Dilokalisasi
Sistem pencahayaan ini merupakan pengaturan pencahayaan
yang difokuskan kepada area kerja saja, sehingga efesiensi energi bisa
ditingkatkan. Area nonkerja mendapatkan pencahayaan dengan derajat
Universitas Indonesia
33
4. Pencahayaan Aksen
Pencahayaan ini digunakan jika ada sebuah objek atau bagian
dari bangunan yang perlu dijadikan aksen atau ditonjolkan. Besarnya
cahaya untuk menerangkan aksen ini paling tidak harus sepuluh kali
lebih besar dari pencahayaan disekitarnya.
5. Pencahayaan Dekoratif
Pencahayaan dekoratif menjadikan lampu dan perangkat lampu
menjadi objek untuk dilihat dan dipanjang, sehingga dapat memberikan
tampilan yang lebih indah terhadap lingkungan di sekitarnya.
Universitas Indonesia
34
3. Teknik Luminous-Ceiling
Teknik ini meletakkan elemen penyebar lampu di bawah sumber
cahaya seragam dengan jarak tertentu. Teknik ini umumnya digunakan
untuk menghilangkan silau berlebihan akibat cahaya langsung dari
sumber cahaya di atas plafon. Penggunaan luminous ceiling yang
seragam, dengan jarak yang sesuai dapat menghasilkan cahaya yang
lembut dan nyaman. Beberapa interior bangunan menggunakan elemen
penyebar yang dekoratif dan variatif untuk menghasilkan cahaya yang
lebih indah.
Universitas Indonesia
35
inci di bawah plafon (Lechner 484) agar cahaya pantulan dari plafon
tidak terlalu terang dan menyilaukan.
Universitas Indonesia
36
pada ruang pameran, toko, atau museum untuk menyinari hasil karya
seni atau artwork tertentu.
2. Wall washing
Teknik menghasilkan cahaya pada dinding, di mana ada bagian
yang terang dengan tujuan menciptakan ruang, menonjolkan objek pada
dinding, dan menonjolkan tekstur dari dinding (gbr 3.18). Teknik ini
dapat menggunakan pencahayaan setempat dan menerus.
Universitas Indonesia
37
3. Background lighting
Teknik pencahayaan yang cahayanya berasal dari belakang
objek. Ciri utamanya adalah penempatan cahaya yang tidak langsung
(indirect light). Background lighting umum digunakan di dinding,
lemari, rak, plafon dan furniture-furniture lainnya (gbr 3.19). Perangkat
yang sering digunakan adalah lampu tabung flourescent atau lampu TL.
Universitas Indonesia
38
4. Down lighting
Teknik pencahayaan yang cahayanya berasal dari atas dengan
arah cahayanya mengarah ke bawah. Teknik pencahayaan ini dapat
berupa recessed downlight, surface mounted downlight, dan directional
atau fixed. Recessed downlight adalah downlight yang letaknya
tertanam di dalam plafon. Umumnya digunakan pada pencahayaan
interior umum seperti lobby (gbr 3.20). Surface mounted dwonlight
adalah downlight yang letaknya dipermukaan plafon. Pencahayaan jenis
ini sering diaplikasi untuk menerangi atau menonjolkan permukaan
suatu objek yang besar seperti dinding, lemari dan lain-lain. Directional
atau fixed adalah downlight yang cahayanya dapat diarahkan.
Umumnya digunakan untuk pencahayaan aksen.
5. Up lighting
Teknik pencahayaan yang cahayanya berasal dari arah bawah,
dengan arah cahayanya mengarah ke atas. Bisa berupa spot up light,
untuk pencahayaan setempat atau linear uplight, untuk pencahayaan
menerus. Teknik pencahayaan ini dapat membuat ruang tampak lebih
tinggi dan juga dapat menghilangkan efek silau (glare) cahaya. Untuk
perangkat spot up light dapat menggunakan lampu halogen yang
letaknya biasanya didalam permukaan lantai. Sedangkan untuk
perangkat linear light dapat menggunakan tabung flourescent (TL).
Pada pencahayaan interior, uplight sering digunakan untuk
mempertegas kolom sehingga ruangan terasa lebih tinggi. Selain itu,
juga sering digunakan pada floyer atau jalan di dalam ruang, untuk
Universitas Indonesia
39
7. Decorative/art lighting
Teknik pencahayaan yang menggunakan lamp fixtures berupa
decorative fixture (gbr 3.23). Dalam memilih decorative lighting
fixtures harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu:
• Intensitas cahaya yang dibutuhkan.
• Gaya & finishing, yang harus sesuai dengan interior ruang.
• Dimensi fixture, yang harus sesuai dengan besaran ruang.
Universitas Indonesia
BAB IV
STUDI KASUS I
GEREJA KATOLIK SANTO THOMAS KELAPADUA
(a) (b)
(c) (d)
Universitas Indonesia
42
10 11 13 14 15 16
8 9 12
4 3
6 7
2 1
5
5 5
Keterangan:
1. Altar utama.
2. Tempat duduk umat.
3. Tempat Koor
4. Sakristi
5. Teras.
6. Sekretariat.
7. Aula Gereja.
8. Toilet.
Universitas Indonesia
43
9. Garasi.
10. Gudang.
11. R. Ganti
12. Ruang Makan Pastoran
13. Ruang Kolekte
14. Kamar Frater
15. Ruang Komputer & Serbaguna
16. Dapur
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia
45
(b)
skylight
altar
4.2.2 Tempat
T Um
mat (Nave) dan
d Floyer
Berdasarkaan bentuk langit-langit
l t dan keberradaan koloom, tempat umat
terbagi menjadi 3 bagian, antara
a lain: Bagian teengah, sam
mping kanan
n dan
sampinng kiri (gbrr 4.7). Padaa bagian ten
ngah terdappat pencahaayaan alamii dari
atas beerupa cleresstory, di maana langit-laangit di tenngah lebih ttinggi. Ruaang di
Unive onesia
ersitas Indo
46
clerestory clerestory
Tempat umat
Pada bagian tengah terdapat 3 deret lampu, dengan satu deret lampu
terletak di tengah dan 2 lainnya di sisi. Deret lampu tengah di gantung pada
pembatas ruang plafon, dan menggunakan satu bola lampu setiap
gantungannya. Lampu ini digantung sangat tinggi dan jarak lampu terhadap
plafon juga cukup jauh yang membuat pantul terhadap plafon tidak maksimal
(gbr 4.8a), sehingga daya penerangan terhadap ruang ini juga kurang
maksimal. Lampu ini dianggap kurang fungsional dari segi peletakannya.
Lampu yang ada di sisinya, menggunakan 3 bola lampu setiap gantungnya.
Lampu ini digantung tidak terlalu tinggi sehingga umat yang berada di bawah
mendapatkan penerangan yang baik, ditambah dengan 3 bola lampu yang dapat
memaksimalkan penerangan. Selain itu, jarak lampu terhadap plafon yang
berwarna putih itu cukup dekat sehingga pemantulan cahaya ke seluruh
ruangan dapat terjadi (gbr 4.8b). Dari segi peletakan dan bentuk lampu, lampu
ini sangat fungsional sebagai penerangan maupun lampu dekoratif.
Pada bagian samping kanan/kiri ruang terdapat 1 deret lampu dengan 1
bola lampu setiap gantungannya. Penggunaan lampu dekoratif model bola yang
Universitas Indonesia
47
Unive onesia
ersitas Indo
BAB
BV
STUDI KASUS
K I
GEREJA KATOLIK
K REGINA
A CAELI
G 5.1 Gerej
Gbr eja Regina Caaeli
(sumber: Doku
umentasi pribaadi)
48
8 Unive
ersitas Indo
onesia
49
6 5 2
7
1 2 3
8
4
Gbr 5.2 Peta Pencahayaan Gereja Regina Caeli
(sumber: Dokumentasi pribadi)
Universitas Indonesia
50
(b)
(a) (c)
Gbbr 5.3 Pencah
hayaan Mejaa Altar
(
(sumber: Dok
kumentasi pribbadi)
Unive onesia
ersitas Indo
51
Unive onesia
ersitas Indo
52
5.2.2 Tempat
T Um
mat (Nave)
Pencahayaan tempat umat di gereja
g ini dapat dibaagi menjadii tiga
bagian,, yaitu penccahayaan paada dinding
g-dindingnyaa, pencahayyaan pada plafon
p
gantungg, dan pencahayaan paada langit-laangit.
Pencahayaan pada diinding adallah bagian yang pentting dari gereja,
g
karena pada dindiing kiri dann kanan terrdapat lukissan timbul atau relief Jalan
Salib Yesus,
Y k dan kaanan. Pada relief
masing-masingg terdapat 7 buah di kiri
tersebuut terdapat lampu yangg berfungsii sebagai penerangan
p ambien. Teknik
yang diigunakan adda 2 yaitu background
b d lighting daan directionnal downligh
hting.
Pada background
b lighting, laampu yang
g digunakann adalah laampu floureescent
(TL) beercahaya kuuning dan diletakan
d dii belakang relief (gbr 5.6a), tepatt di 4
sisi reliief, sehinggga efek yanng terlihat adalah
a cahayya keluar ddari 4 sisi bidang
relief (gbr
( 5.6c). Pada
P directtional down
nlighting, dii atas relieff terdapat lampu
recesseed downlighht (gbr 5.6b)), dimana arrah cahayannya diarahkaan pada reliief itu
sehinggga lekukan-lekukan pada
p relief dapat terlihhat (gbr 5.6d). Pada misa
biasanyya lampu downlight
d tiidak dinyallakan sedanngkan lamppu backlightt saja
yang dinyalakan,
d kecuali paada ibadat Jalan alib,, lampu-lam
mpu pada relief
tersebuut dinyalakaan.
Unive onesia
ersitas Indo
53
(a) (b)
Lampu TL
relief
(c) (d)
Gbr 5.6 Pencahayaan pada Relief Jalan Salib
(sumber: Dokumentasi pribadi)
Di atas tempat umat terdapat plafon gantung, plafon ini berupa saluran
pendingin ruangan dan saluran listrik untuk lampu. Plafon ini bebentuk salib
dan terlihat jelas sekali dari mana pun (gbr 5.7). Pada plafon ini terdapat lampu
yang bercahaya mengikuti bentuk plafon salib itu. Lampu yang digunakan
adalah lampu flourescent (TL) bercahaya kuning, dipasang di sisi palfon dan
ditutupi plastik/kaca buram sehingga cahaya yang keluar tampak merata.
Lampu ini berfungsi sebagai penerangan ambien untuk tempat umat. Di tengah
plafon terdapat downlighting sebagai penerangan umum untuk tempat umat.
Universitas Indonesia
54
(aa) (b)
Gbr 5.8 Pencahaayaan pada laangit-langit
(sumber: Do
okumentasi prribadi)
5.2.3 Ruang
R Tabu
ung dan Flooyer
Salah satu keistimewaaan dari gerreja ini adallah adanya ruang berbentuk
tabung.. Ruang inii pada dasaarnya merup
pakan floyeer yang menngantarkan umat
masuk ke dalam gereja. Di
D tengah ruang
r tabunng terdapatt bejana baptis,
b
Unive onesia
ersitas Indo
55
Gbr 5.9
5 Pencahay
yaan pada Beejana baptis
(sumber: Do
okumentasi prribadi)
Unive onesia
ersitas Indo
BAB VI
KESIMPULAN
Lampu lilin pada meja altar dan lampu elektrik pada tabernakel
berperan sebagai Pencahayaan Liturgis. Pada gereja Santo Thomas dan Regina
Caeli, lampu lilin yang terletak di atas meja altar digunakan untuk prosesi
ibadat. Dalam hal ini keberadaannya wajib diadakan selama kegiatan ibadat
berlangsung. Selain itu, keberadaan lampu lilin saja di atas meja altar pada
kedua gereja menguatkan bahwa lampu lilin tidak dapat digantikan dengan
lampu elektrik. Lampu tabernakel pada kedua gereja menggunakan lampu
elektrik. Walaupun tradisi umat Kristen lampu tabernakel menggunakan lampu
minyak, tetapi lampu tersebut dapat digantikan dengan lampu elektrik yang
lebih efisien.
Penggunaan teknik pencahayaan interior tertentu pada lampu di ruang
dalam gereja dapat menghasilkan cahaya simbol gereja dan supernatural. Pada
gereja Regina Caeli yang berperan seperti itu adalah lampu sorot yang berada
di atas (plafon) altar. Hal ini dikarenakan lampu ini menghasilkan bayangan
yang membentuk lambang alfa dan omega dan lambang Gereja Regina Caeli.
Selain itu, lampu ini yang menggunakan teknik spot (up) lighting ini, juga
dapat berperan sebagai lampu ambien yang dapat mempercantik ruang gereja
dan memperkuat suasana kusyuk. Pada gereja Santo Thomas, lampu yang
berperan sebagai lampu simbol supernatural tidak eksis. Hal ini menjadikan
keberadaan lampu tersebut tidak diwajibkan dalam suatu ruang gereja. Namun,
keberadaan lampu simbol supernatural dapat menjadi pilihan yang baik selain
fungsinya sebagai simbol, pencahayaan ini dapat berperan sebagai
pencahayaan ambien, dan dapat menjadi ciri khas sebuah gereja.
Lampu penerangan di dalam ruang gereja dapat juga berperan sebagai
Pencahayaan Dekoratif dan Ambien. Pada gereja Santo Thomas dan Regina
Caeli, lampu penerangan pada altar, tempat umat dan floyer adalah lampu yang
berperan sebagai pencahayaan dekoratif. Hal ini dikarenakan lampu-lampu
tersebut menggunakan teknik pencahayaan decorative lighting, dengan
penggunaan fixture tertentu. Pada ruang gereja Santo Thomas, lampu in-direct
untuk penerangan tempat umat menggunakan fixture bola putih. Pada ruang
gereja Regina Caeli, lampu downlight dirangkai dengan fixture berbentuk ‘+’.
Lampu pada lukisan jalan salib di gereja Regina Caeli menggunakan teknik
back lighting dan down lighting untuk menghasilkan cahaya ambien. Pada
gereja Santo Thomas, cahaya ambien yang terdapat di atas altar, menggunakan
teknik cove lighting dan valance. Walaupun ruang gereja tidak diharuskan
menggunakan pencahayaan dekoratif dan pencahayaan ambien, akan tetapi
keberadaan lampu tersebut dapat membuat ruangan menjadi lebih indah, dan
dapat memperkuat suasana kusyuk dalam ruangan sesuai dengan fungsi cahaya
ambien dan dekoratif pada ruang gereja.
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Anson, Peter F. Churches - Their Plan and Furnishing. Read Books, 2007.
Burnie, David. Jendela Iptek Seri 2: Cahaya. Jakarta: PT Balai Pustaka, 2000.
David, M; Olgya, Victor. Architectural Design, Second Edition. New York, 2002.
Dewan Pastoral Paroki Regina Caeli. Misa Syukur & Pemberkatan Gereja Regina
Caeli, 11 Juni 2006. Jakarta: Paroki Regina Caeli Press, 2006.
Foster, Bob. Terpadu Fisika SMU Kelas 3 Jilid 3B. Jakarta: Erlangga, 2003.
Kanginan, Marthen. Seribu Pena Fisika SMU Kelas 2. Jakarta: Erlangga, 1999.
Karlen, Mark; James Benya. Lighting Design Basics. New York: John Wiley &
Sons, 2004.
Lechner, Norbert. Heating, Cooling, Lighting: Design Methods for Architects. New
York: John Willey and Sons, 1991.
Miller, Mary. Color for Interior Architecture. New York: John Wiley and Sons,
1997.
Mugi Raharja, Gede. “Notre Dame du Haut: Gereja Abadi yang Berdenah tak
Beraturan.” Bali Post Online 25 Desember 2004. 26 Desember 2004 <
http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2004/12/26/ars2.html >.
Richstatter O.F.M, Thomas. “Dalam Sebuah Gereja Katolik: apa yang ada di sana
dan mengapa?.” Catholic Indonesian News 13 Mei 2008. 13 Mei 2008
<http://via-veritas.com/dalam-sebuah-gereja-katolik-apa-yang-ada-di-
sana-dan-mengapa/>
Stravinskas, Peter M. J.; Sean O'Malley. Catholic Dictionary. Our Sunday Visitor
Publishing, 2002.
Universitas Indonesia