You are on page 1of 42

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

(Classroom Action Research)

BAB I
PERAN GURU DAN TUNTUTAN PROFESIONALISME

A. Standar Kompetensi
Memahami profesionalisme Guru dalam pelaksanaan tugas

B. Kompetensi dasar
1. Menjelaskan peran guru di sekolah
2. Mengidentifikasi kompetensi yang dimiliki guru
3. Menjelaskan kaitan antara profesionalisme guru dan
Penelitian Tindakan Kelas
4. Mengidentifikasi kendala dalam melaksanakan PTK

C. Materi

1. Peran Guru
Guru merupakan pihak yang paling sering dituding sebagai orang yang paling
bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan, apalagi jika mutunya kurang baik, Tudingan
seperti itu tidak sepenuhnya benar, mengingat masih banyak sekali komponen pendidikan
yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Namun demikian, harus diakui bahwa guru
merupakan komponen yang paling strategis dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Oleh
karena itu, banyak pihak menaruh harapan besar terhadap guru dalam meningkatkan mutu
pendidikan.
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan profesional, yaitu
kemampuan untuk dapat (1) merencanakan program belajar mengajar, (2) melaksanakan dan
memimpin kegiatan belajar mengajar, (3) menilai kemajuan kegiatan belajar mengajar, dan
(4) menafsirkan dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi
lainnya bagi penyempurnaan perencanaan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Soedijarto,
1993).
Guru yang profesional, menurut Lawrence Stenhouse, dalam makalah Nurkamto
yang berjudul “Penelitian Tindakan Kelas: Konsep Dasar dan Prosedur Pelaksanaannya”
(1999), adalah guru yang memiliki kemandirian dalam melaksanakan tugas profesinya.
Konsekuensi logis dari kemandirian itu adalah bahwa guru yang profesional akan senantiasa
melakukan refleksi atas apa yang dilakukannya dan mengambil refleksi itu sebagai dasar
pengembangan. Di sinilah letak arti pentingnya penelitian tindakan kelas bagi guru; yang
intinya kinerja guru dan produknya merupakan refleksi keprofesionalan guru..
Sidi (1992: 2) menyatakan bahwa guru sebagai ujung tombak dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan masih perlu ditingkatkan kemampuannya, mengingat
perubahan yang terjadi dalam kehidupan begitu cepat dan pengetahuan terus berkembang
begitu pesat. Untuk mengatasi kondisi seperti itu dibutuhkan guru yang pandai meneliti dan

1
sekaligus memperbaiki proses pembelajarannya. Hal itu sangat diperlukan karena
kemampuan meneliti juga merupakan cerminan guru yang profesional
Dalam mewujudkan sekolah efektif, guru dituntut menguasai sepuluh pengetahuan
dasar, yaitu (1) mengembangkan kepribadian, (2) menguasai landasan pengetahuan, (3)
menguasai bahan pengajaran, (4) menyusun program pengajaran, (5) melaksanakan program
pengajaran, (6) menilai proses dan program pengajaran, (7) menyelenggarakan program
bimbingan, (8) menyelenggarakan administrasi sekolah, (9) berinteraksi dengan sejawat dan
masyarakat, dan (10) menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran
(Sukarman, 1999). Kenyataannya, guru masih banyak mengalami masalah dalam
menjalankan tugas profesinya dan ia (mereka) tidak dapat menjalankannya dengan baik
(secara ilmiah). Akibatnya ketika mutu proses dan hasil pendidikan rendah, guru selalu
melempar tanggung jawab kepada pihak lain, misalnya orang tua, lingkungan, dan
sebagainya.
Penelitian tindakan kelas, cukup potensial untuk membantu memecahkan masalah
guru dalam menjalankan profesinya sekaligus guna meningkatkan kinerjanya (Purwadi,
1999). Akan tetapi, dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas masih banyak kendala
yang dihadapi oleh guru. Kendala-kendala itu menurut Priyono (1999) adalah (1) masih
lemahnya pemahaman guru tentang konsep dan prinsip penelitian tindakan kelas, (2) belum
diyakininya oleh guru dan pihak-pihak yang terkait bahwa penelitian tindakan kelas
merupakan strategi pengembangan profesi guru, dan (3) belum membudaya reflective
thinking di kalangan guru. Sedang menurut pengamatan penulis dalam berbagai pelatihan
pada guru, diperoleh kesimpulan bahwa di samping kendala-kendala di atas, masih ada
kendala yang lain, yaitu (1) tidak ada pembimbing penelitian, (2) sikap mental (guru) yang
suka adanya kemapanan daripada mengikuti perkembangan, dan (3) tidak tersedianya dana
untuk penelitian.
Melalui tulisan ini diharapkan guru proaktif untuk mengatasai kendala tersebut. Jika
kendala-kendala tersebut dapat diatasi, diharapkan terjadi peningkatan aktivitas guru dalam
melaksanakan penelitian tindakan kelas, maka akan mampu mewujudkan sosok guru
profesional.

2. Mengapa Perlu Penelitian Tindakan Kelas


Sejak Thomas Samuel Kuhn mengemukakan pandangan bahwa “Kemajuan ilmu
dapat terjadi apabila paradigma lama diganti dengan yang baru,” maka pada tahun 1960-an
terjadilah kemajuan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial,
humaniora, maupun teologi. Revolusi ilmiah Kuhn telah melakukan koreksi tentang
kelemahan-kelemahan penelitian ilmu yang bersifat positivistik yang menyebabkan
penelitian-penelitian ilmu di bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora cenderung
menggunakan paradigma “baru” yang berbeda dengan paradigma positivisme.
Kegiatan pendidikan pada dasarnya adalah kegiatan terprogram yang tampak pada
orientasinya yang memposisikan sekolah sebagai lembaga rekonstruksi sosial atau pusat
pengembangan kebudayaan. Menurut Robert C. Bogdan, tujuan penelitian dapat
dikategorikan dalam dua tipe, yaitu penelitian dasar dan penelitian terapan, di mana
keduanya dapat berlaku di bidang pendidikan. Dalam penelitian kualitatif di bidang
pendidikan ada tiga tipe, yaitu evaluation research, pedagogical research, dan action
research.
Action research merupakan salah satu perspektif baru dalam penelitian pendidikan
yang mencoba menjembatani antara praktik dan teori dalam bidang pendidikan (Dimyati,
2000:171-172). Action research merupakan penelitian tentang suatu realitas sosial dan
bermaksud untuk melakukan perbaikan fenomena realitas sosial. Dalam model penelitian ini,
si peneliti bertindak sebagai observer sekaligus sebagai partisipan.
Action research sebagai salah satu metode penelitian mempunyai ciri sebagai berikut
(1) sebagai suatu kegiatan perbaikan yang merupakan suatu program berdasarkan penelitian,
(2) pelaku kegiatan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu pelaku penelitian yang
berusaha mendapat “teori mendasar” dan kelompok petugas yang bertugas sehari-hari di
dalam lembaga yang bersangkutan, (3) berusaha mengumpulkan informasi tentang sistem
perilaku maupun komponen dalam kegiatan yang lengkap dan manfaat dalam perbaikan
sosial, (4) berusaha untuk dapat menyusun tipe perilaku (tindakan) umum yang bermanfaat
dalam perbaikan sosial, (5) merupakan alat untuk membuat masyarakat sadar akan kekuatan
yang mereka miliki secara utuh dan rinci, (6) menghasilkan laporan yang berisi tentang data
perilaku, konsep, dan teori “mendasar” awal yang berisi sifat kronologis, dan (7) action
research menghasilkan dua faedah ganda, yaitu yang pertama adalah lembaga yang menjadi
sasaran penelitian dapat tumbuh menjadi lembaga perbaikan realitas sosial dan yang kedua
adalah pelaku penelitian memperoleh pengertian mendalam tentang realitas sosial yang
mereka teliti (Dimyati, 2000: 175-176).
Tujuan action research adalah melakukan perbaikan realitas sosial berdasarkan data
kualitatif yang telah diperoleh dan berdasarkan pendekatan non-positivistik. Metode yang
sering digunakan adalah studi dokumentasi, observai dan partisipasi observasi serta
wawancara. Action research didahului oleh penelitian pendahuluan (eksplorasi) yang
bertujuan untuk mendapatkan berbagai permasalahan lapangan dan berbagai kemungkinan
pemecahannya. Penelitian pendahuluan ini menghasilkan suatu kesepakatan tentang
permasalahan riil yang perlu segera diatasi serta desain action yang kemudian diubah
menjadi proposal perbaikan keadaan (Dimyati, 2000:176).
Seorang peneliti bisa menyampaikan pemecahan masalah berdasarkan praktik setelah
ia memperhitungkan pola perilaku umum, adat, norma, dan sistem nilai yang berlaku di
lapangan. Dalam praktiknya, peneliti dapat melakukan partisipasi observasi yang berguna
untuk menyusun rapor, namun peran peneliti terikat batasan-batasan, yakni (1) keterlibatan
hanya sebatas memberikan pemecahan masalah, tidak ikut kompetisi, (2) tetap berpegang
pada etika penelitian, tidak memihak, dan (3) peneliti sebagai pendorong pemecahan
masalah, tidak mengambil posisi pemimpin dalam masyarakat.

3. Kendala yang Dihadapi Guru untuk Melakukan PTK


Menurut Zubaidai (2000), sedikitnya ada lima kendala yang dihadapi guru untuk
melakukan PTK. Pertama, kendala yang berhubungan dengan lemahnya pemahaman konsep
dan prinsip-prinsip PTK. Pihak yang mengalami kendala ini dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu kelompok guru dan kelompok calon guru (masalah LPTK). Kelompok guru
memerlukan pembelajaran yang lebih intensif melalui berbagai pertemuan guru, seperti
MGMP tingkat sekolah dan pelatihan-pelatihan guru, baik proyek maupun swadana.
Sedangkan untuk kelompok calon guru, perlu kiranya materi PTK dijadikan bagian dari mata
kuliah penelitian (dimasukkan dalam kurikulum LPTK).
Kedua, kendala yang berhubungan dengan PTK sebagai strategi pengembangan
profesi guru. Mengingat pentingnya PTK sebagai strategi pengembangan profesi guru, perlu
kiranya pihak-pihak kakanwil/kakandep Dikbud menginstruksikan agar setiap unit pelaksana

3
teknis (UPT) di lingkungannya memprogramkan dan menyediakan anggaran yang memadai
untuk melaksanakannya. Hasil penelitian dari masing-masing UPT ini dipublikasikan untuk
dapat dijadikan sebagai pengembangan profesi guru melalui karya ilmiah.
Ketiga, kendala yang berhubungan dengan reflective thinking. Berpikir reflektif dapat
dibudayakan melalui portfolio. Portfolio adalah catatan seseorang tentang kinerjanya dari
waktu ke waktu yang dibuatnya sendiri dengan sejujur-jujurnya. Dengan catatan tersebut,
setiap guru akan selalu berpikir tentang kinerjanya selama ini untuk merencanakan
mendatang. Prof. Robin Mattews dari Deakin University Australia dalam ceramahnya pada
tanggal 5 Januari 1999 di IKIP Semarang menjelaskan bahwa manfaat portfolio adalah (1)
sebagai bahan untuk refleksi, (2) untuk menyakinkan guru akan kualitas pembelajarannya,
dan (3) agar orang lain akan tahu posisi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Ia juga
menjelaskan bahwa kebiasaan ini telah melaksanakan pembelajaran. Ia juga menjelaskan di
bangku Fakultas Keguruan di Deakin University Australia. Dengan portfolio ini, mereka
mengajukan lamaran pekerjaan ke sekolah yang diminatinya. Portfolio ini dapat
dipertimbangkan sebagai bagian dari Penilaian Angka Kredit (PAK) guru. Secara substansial,
portfolio sebenarnya sudah terdapat dalam proses penilaian angka kredit, hanya saja perihal
yang berkaitan dengan portfolio tersebut belum tercantum secara eksplisit.
Pendapat tentang portfolio sebagai bahan reflecting thinking seperti di atas dalam
khazanah Islam bukanlah sesuatu yang asing sebab di dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat
18, Allah telah berfirman “Hendaklah setiap diri melihat apa yang telah diperbuatnya untuk
esok hari”.
Keempat, kendala yang berhubungan dengan tidak adanya pembimbing penelitian di
sekolah. Kendala ini dapat dimaklumi karena guru pada umumnya belum terbiasa untuk
melakukan penelitian. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan program kemitraan antara
sekolah di satu pihak dan LPTK di pihak lain. Kedua pihak merupakan dua lembaga yang
mempunyai objek sama, yakni pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pemakai produk LPTK
dan LPTK selaku produsen harus mengetahui apa yang dibutuhkan konsumennya. Karenanya
kemitraan akan sangat menguntungkan keduanya.
Dalam hal penelitian, LPTK mempunyai sejumlah tenaga ahli dan dana serta
membutuhkan pengabdian kepada masyarakat sebagai kegiatan program Tri Dharma
perguruan tinggi, sedangkan sekolah membutuhkan pembimbingan dan tidak tersedia dana
untuk penelitian. Padahal sekolah seringkali harus memecahkan masalah nyata yang dihadapi
secara ilmiah. Dengan demikian, sekolah dapat mengajukan permohonan pengabdian
masyarakat kepada LPTK untuk bersama-sama melakukan penelitian terhadap masalah yang
dihadapinya. LPTK dengan tenaga ahli dan dana pengabdian kepada masyarakat dan/atau
dana penelitian dapat memenuhinya sehingga LPTK semakin tahu kondisi sebenarnya
mengenai kebutuhan konsumen yang dapat dibantu atau diantisipasi sebelumnya, sedangkan
sekolah mendapat pembimbing penelitian bagi guru-guru dan dapat mengatasi masalahnya
secara ilmiah. Beberapa tahun terakhir ini telah dimulai adanya program kemitraan, tetapi
masih terbatas pada dana proyek dan inisiatif pada pihak LPTK, sedangkan inisiatif dari
pihak sekolah masih sangat kecil.
Kelima, kendala yang berhubungan dengan mentalitas yang suka pada kemapanan
daripada perubahan untuk mengikuti perkembangan. Mentalitas guru yang demikian dapat
ditangkap dari keluhan guru terhadap ajakan penelitian, misalnya tidak memiliki waktu untuk
meneliti, menambah beban guru yang selama ini sudah berat, lingkungan yang tidak
mendukung, tidak tersedia dana, dan penelitian hanya menambah pekerjaan, sedangkan
hasilnya tidak berpengaruh terhadap KBM.
Kendala ini dapat dihadapi dengan cara menciptakan kondisi lebih menghargai
terhadap profesi. Dalam segala bentuk kompetisi yang lebih profesional harus lebih
diutamakan, bukan yang lain (KKN, masa kerja, uang dan lain-lain) karena jika tidak
demikian akan semakin membebani dan terpulang pada ketertinggalan yang lebih jauh. Kita
perlu mensyukuri di era refomasi ini kondisi tersebut telah mulai tercipta.

4. Cara Mengatasi Kendala yang Dihadapi Guru Dalam Melakukan PTK


Sebagaimana diketahui bahwa guru dalam melaksanakan PTK masih banyak kendala
yang dihadapi oleh guru, antara lain lemahnya pemahaman konsep PTK, belum yakin benar
bahwa PTK dapat mengembangkan profesinya, tidak terbiasa reflecting thinking, tidak ada
pembimbingan penelitian, tidak tersedia dana dan adanya mentalitas guru yang lebih suka
pada kemampanan daripada mengikuti perkembangan. Untuk mengatasi kendala-kendala di
atas, dapat ditempuh berbagai cara, antara lain pembelajaran yang intensif, perlunya portfolio
bagi guru, program kemitraan dengan LPTK, dan diciptakannya kondisi yang lebih
mengutamakan profesionalisme daripada hal lain. Jika guru dapat melaksanakan secara benar
PTK dalam mendukung tugas-tugasnya, maka akan terwujud guru yang profesional.
Berdasarkan kedua hal diatas, Zubaidi (2000) menyarankan (1) semua pihak yang
terkait hendaknya dapat mendukung pelaksanaan PTK oleh guru di sekolah, (2) pihak
sekolah hendaknya proaktif untuk membangun kemitraan dengan pihak terkait guna
terlaksananya PTK, dan (3) guru sebagai praktisi profesional hendaknya terus berusaha untuk
mengikuti perkembangan dalam profesinya. Perlu disadari bahwa kendala yang sanggup
menghadapi tantangan dialah yang lebih profesional.

D. Latihan

1. Berkaitan dengan tugas guru khususnya dalam menstransfer ilmu kepada para
siswanya peran apa saja yang seharusnya dilakukan guru?
2. Ketika guru mengetahui bahwa hasil belajar sebagian besar siswanya kurang dari
standar minimal, apa yang harus dilakukan guru berkaitan dengan pembelajaran yang
dilakukannya tersebut?
3. Mengapa guru wajib melakukan penelitian tindakan kelas?
4. Mengapa selama ini banyak guru yang tidak melakukan penelitian tindakan kelas
untuk memperbaiki pembelajaran yang dilakukan

BAB II

5
KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

A. Kompetensi
Memahami konsep Penelitian Tindakan Kelas

B. Kompetensi Dasar
1. Dapat menjelaskan pengertian tindakan kelas
2. Dapat membedakan penelitian tindakan kelas dan penelitian di kelas
3. Dapat menjelaskan perbedaan peran guru dalam penelitiann kelas dan penelitian
dikelas
4. Dapat mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas

C. Materi
Istilah penelitian tindakan berasal dri fase action research dalam bahasa Inggris. Di
samping istilah tersebut, dikenal istilah lain yang sama-sama diterjemahkan dari frase action
research, yaitu riset aksi, kaji tindak, dan riset tindakan. Penelitian tindakan yang dilakukan
dalam kelas dikenal dengan penelitian tindakan kelas (Nurkamto, 1999).
Penelitian tindakan kelas (yang selanjutnya di singkat PTK) adalah suatu bentuk
penelitian yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
melaksanakan tugas pokoknya, yaitu mengelola pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
(KBM) dalam arti luas (Purwadi, 1999). Tujuan PTK secara umum adalah untuk
memperbaiki pelaksanaan KBM.
Penelitian tindakan kelas merupakan jembatan untuk mengatasi berbagai kekurangan
penelitian di bidang pendidikn pada umumnya. Penelitian formal yang selama ini
dilaksanakan di bidang pendidikan mempunyai beberapa kelemahan, antara lain (1)
penelitian di bidang pendidikan dilakukan oleh pakar atau peneliti yang bekerja di perguruan
tinggi atau oleh peneliti mandiri sehingga kurang menyentuh permasalahan yang dihadapi
guu karena peneliti tidak mengikutsertakan guru dalam perencanaan maupun proses
penelitian dan (2) hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak dipublikasikan
dan seandainya dipublikasikan tidak sampai terbaca dan dipahami oleh guru. Kedua hal
tersebut yang akan dicarikan jalan keluar melalui penelitian tindakan kelas.
Priyono (1999:7) menyatakan bahwa PTK adalah strategi pengembangan profesi guru
karena (a) menempatkan guru sebagai peneliti, bukan sebagai performan pasif, (b)
menempatkan guru sebagai agen perubahan, dan (c) mengutamakan kerja kelompok antara
guru, siswa dan staf pimpinan sekolah lainnya dalam membangun kinerja sekolah yang lebih
baik.
Jika seorang guru dapat melaksanakan PTK dalam mendukung tugas-tugasnya, maka
akan sangat berpengaruh pada perilaku guru tersebut. Pertama,dalam menyikapi masalah.
Setiap kali menemui masalah dalam tugasnya, ia akan menyikapinya secara ilmiah sehingga
akan memperoleh jalan keluar sebaik-baiknya, bukan sembarangan apalagi melepas diri dari
tanggung jawab. Kedua, cara melaksanakan tugas. Guru yang terbiasa melaksanakan PTK
akan terus berpikir dan berusaha bagaimana ia dapat meningkatkan kualitas kinerjanya
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ketiga, cara menarik kesimpulan. Guru yang terbiasa
melaksanakan PTK tidak mudah terjebak pada penarikan kesimpulan secara gegabah. Ia akan
cermat dalam mencari data, menganalisis data, dan menyimpulkannya.
Keempat, cara berpikir reflektif. Guru yang terbiasa melaksanakan PTK akan selalu
berpikir ulang terhadap apa yang telah dilakukannya selama ini untuk perencanaan yang akan
datang. Dan kelima, cara memperlakukan kesejawatan. Guru yang terbiasa melaksanakan
PTK akan terus berusaha membangun kesejawatan guna memperoleh peningkatan dan
pengembangan profesinya (dalam bahasa jawa ora rumongso biso, nanging bisa rumongso),
maksudnya ia selalu menyadari kekurangan dirinya dan kelebihan orang lain dalam arti yang
positif (Zubaidi, 2000).
Semua pengaruh tersebut di atas merupakan sikap dasar seorang pekerja yang
profesional. Dengan demikian, jika seorang guru dapat melaksanakan PTK dengan benar,
maka akan terwujud kinerja guru yang profesional dalam dirinya.
Penelitian tindakan kelas diharapkan mampu mengatasi hambatan dan kelemahan
metode penelitian tindakan kelas, ada beberapa hal yang menarik, yaitu (1) para guru tidak
lagi cukup dianggap sebagai subjek pasif penelitian, akan tetapi merupakan partner aktif
yang diajak secara kolaboratif dari perencanaan penelitian sampai penerapan hasil penelitian,
(3) guru tidak cukup dianggap sebagai penerima hasil penelitian, akan tetapi ikut
bertanggung jawab dan berperan secara aktif untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampiln sendiri melalui penelitian tindakan yang dilakukan terhadap proses pemeblajaran
yang dikelolanya, dan (3) guru dan peneliti dapat menciptakan kemitraan yang fungsional
dan profesional. Dengan kemitraan itu,kedua aktor tersebut akan mampu menciptakan
kondisi yang kondusif, baik bagi peneliti maupun guru dalam mengembangkan
profesionalisme masing-masing secara simbotik mutualistik.
Bagian ini membahas berbagai konsep dan pengertian dasar yang terkait dengan PTK
secara singkat. Dengan pemaparan seperti ini, buku ini diharapkan mampu merangsang dan
mendorong pembaca melakukan penelitian tindakan kelas secra kolaboratif. Dengan
membaca pedoman ini, pembaca diharapkan akan memiliki bekal wawasan awal menuju
wawasan dan pemahaman yang lebih luas, integral, dan dinamik dalam bidang PTK. Dengan
demikian, para pembaca akan memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian tindakan
kelas secara kolaboratif.

A. Pengertian PTK
Menurut Hopkins (1992), PTK disebut dengan classroom action research. Penelitian
model ini menurut Suyanto (1996) sedang berkembang dengan pesat di negara-negara maju
seperti Inggris, Amerika, Australia dan Canada. Para ahli penelitian pendidikan akhir-akhir
ini menaruh perhatian yang cukup besar terhadap PTK. Hal ini disebabkan jenis penelitian
ini mampu menawarkan berbagai cara dan prosedur baru yang lebih mengena dan
bermanfaat dalam memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses
pembelajaran di kelas.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian tindakan kelas mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan penelitian formal. PTK merupakan (a) an inquiry on practice from within,
(b) a collaborative effort between school teachers and teacher educators, dan (c) a reflective
practice made public. Beberapa karakteristik tersebut dapat dijelaskan bahwa kegiatan PTK
dipicu oleh permasalahan praktis yang secara langsung dihayati dalam melaksanakan tugas
sehari-hari oleh guru sebagai pengelola program pembelajaran di kelas. Guru sebagai jajaran
staf pengajar di suatu sekolah secara praktis mengetahui berbagai permasalahan yang
dihadapi di kelasnya berkaitan dengan permasalahan pengajaran.
PTK itu bersifat practice driven dan action driven. Hal itu bermakna bahwa PTK

7
bertujuan memperbaiki pengajaran secara praktis dan secara langsung. Oleh karena itu,
banyak kalangan menanamkan PTK sebagai penelitian praktis (practical inquiry). PTK
hanya memusatkan perhatian pada permasalahan yang spesifik dan kontekstual sehingga
tidak terlalu menghiraukan kerepresentatif sampel karena berbeda dari penelitian formal.
Dengan demikian, kita perlu memahami sekali lagi bahwa tujuan PTK bukanlah menemukan
pengetahuan baru yang dapat diberlakukan secara meluas (generalizable), tetapi bersifat
menemukan bentuk pengajaran di kelas yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
secara lokal.
Dengan melaksanakan PTK, para guru, pendidik dan peneliti yang terlibat akan
secara langsung mendapatkan metode yang tepat yang dibangun sendiri melalui tindakan
yang telah diuji kemanjurannya dalam prose pembelajaran. Menurut Tim Penyusun Buku
Penataran PTK (1999), PTK akan mampu menghaislkan teori sehingga guru menjadi the
theorizing practitioner.
Mc Niff (1992:1) dalam bukunya yang berjudul “Action Research: Principles and
Practice” memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru
sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum,
pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, meningkatan prestasi siswa, dan
sebagainya.
Dalam PTK, guru dapat meneliti sendiri praktik pembelajaran yang ia lakukan di
kelas. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa
dilihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. dalamPTK, guru dan peneliti
secara kolaboratif juga dapat melakukan penelitian terhadap proses dan/atau produk
pembelajaran secar reflektif di kelas. Pendek kata, dengan melakukan PTK, guru dapat
memperbaiki praktik-praktik pembelajaran menjadi lebih efektif.
Selain itu, dalam PTK guru tidak perlu mengorbankan proses pembelajaran demi
melakukan PTK. Dengan melakukan PTK, guru dapat meningkatkan kualitas proses dan
produk pembelajarannya. Penelitian tindakan kelas tidak akan membebani pekerjaan guru
dalam kegiatan kesehariannya. Jika guru melakukan PTK secara kolaboratif dengan
penelitian tentu tidak akan mengesampingkan tugas mengjar sehari-hari. Sebaliknya, PTK
dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari. Oleh sebab itu, guru tidak
perlu takut terganggu dalam mencapai target kurikulernya jika melaksanakan PTK.
Penelitian tindakan kelas juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan
praktik pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena setelah meneliti kegiatannya sendiri, yakin di
dalam kelas sendiri dengan melibatkan siswanya sendiridan melalui sebuah tindakan-
tindakan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi, maka guru akan memperoleh
umpan balik yang sistematik mengenai apa yang selama ini selalu mereka lakukan dalam
kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, guru dapat membuktikan apakah suatu teori
belajar-menagjar yang diterapkan di kelas itu baik atau tidak. Jika sekiranya ada teori yng
tidak cocok dengan kondisi kelasnya, guru melalui PTK dapat mengadaptasi teori yang ada
untuk kepentingan prosesdan/atau produk pembelajaran yang lebih efektif, optimal dan
fungsional.
Selanjutnya, dalam PTK guru juga dapat melihat, merasakan, dan menghayati apakah
praktik-praktik pembelajaran yang selama ini dilakukan memiliki efektivitas yang tinggi.
Dengan penghayatannya itu, guru dapat menyimpulkan praktik-praktik pembelajaran
tertentu, seperti pemberian pekerjaan rumah siswa yang terlalu banyak, umpan balik yang
bersifat verbal terhadap kegiatan siswa di kelas tidk efektif, cara bertanya guru kepada siswa
dikelas tidak mampu merangsang siswa untuk beipikir dan sebagainya.guru dapat
merumuskan secara tentatif tindakan tertentu untuk memeperbaiki keadaan tersebut dengan
melalui prosedur PTK.
Dari uraian di atas, kita dapat mendefinisikan pengertian PTK secara lebih rinci,
lugas, sederhana, lengkap, dan mengarah. Secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai
suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu
agar dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan prkatik-praktik pembelajaran di kelas secara
lebih profesional.
Hopkins dalambukunya yang berjudul “A Teacher’s Guide to Classroom Research”
(1993) menyatakan bahwa action research adalah “... a form of self-reflective inquiry
undertaken by participant in a social (including educational) situation in order to improve
the rationality and justice of (1) their own social or educational practice, (2) their
understanding of these practice, and (3) the situations in which practices are carried out”.
PTK merupakan suatu bentuk kajian reflektif oleh pelaku tindakan dan PTK
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas, memperdalam
pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, dan memperbaiki kondisi prktik-
pratik pembelajaran yang telah dilakukan.
Dalam PTK, guru melakukan kolaborasi dengan tenaga dosen dari PTK terdekat,
dengan harapan dosen tersebut dapat dijadikan sounding board (pemantul gagasan) bagi guru
yang merasa tengah menghadapi permasalahan nyata yang dirasakan dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari. Selain itu,kegiatan kolaboratif yang dilakukan diharapkan dapat
meringankan sekaligus membantu mengartikulasikan permasalahan yang dirasakannya
sehingga dapat dijajaki dan dicarikan jalan keluarnya melalui PTK.
Guru sebagai pengelola program pembelajaran dan dosen Lembaga Pendidikan
Tenaga Keguruan (LPTK) dalam PTK punya komitmen untuk mengubah diri cara berpikir
sekaligus cara bekerja sesuai dengan arahan yang dapat diperoleh dari hasil penyelenggaraan
PTK di kelas/sekolahnya.
Berdasarkan pemahaman yang diperolehnya, guru dapat secara sistematis menjajaki
alternatif-alternatif tindakan yang bisa digunakan untuk meningkatkan kinerjanya menuju ke
arah perbaikan. Mc Niff (1992:9) menekankan bahwa dengan dan dalam PTK, guru terbiasa
menyambut tantangan, bukan menghindar dari tantangan guna peningkatan kinerja dan
bersedia dengan sungguh-sungguh membuka diri terhadap pengalaman dan berbagai proses
pembelajaran yang baru yang dirasa dapat digunakan untuk meningkatkan pengajaran dan
mengurangi berbagai kendala yang selama ini dirasa sangat menganggu proses
pembelajarannya.
PTK juga dapat berfungsi sebagai pemicu dan pemacu kemampuan guru dalam
penelitian jabatan guru sehingga dapat dikatakan bahwa PTK berpijak pada dua landasan,
yaitu pertama, involvement merupakan keterlibatan langsung guru dalam penggelaran PTK.
Kedua, improvement merupakan komitmen guru untuk melakukan perbaikan, termasuk
perubahan dalam cara berpikir dan kerja. Oleh karena itu, juga dapat dikatakan bahwa PTK
seyogyanya adalah guru karena gurulah yang merasakan kebutuhan untuk melakukan PTK.
Oleh karena itu, ciri kolaborasi ini secara konsisten tertampilkan sebagai kerjasama
kesejawatan dalam keseluruhan tahap penyelenggaraan PTK, mulai dari identifikasi
permasalahan dan diagnosis keadaan, perancangan tindakan perbaikan, pengumpulan data,
analisa data, refleksi temuan,dan penyusunan laporan.
Hasil yang dapat dipetik dari penyelenggaraan PTK secara efektif dalah (1)

9
tumbuhnya mekanisme dan tradisi interaksi kesejawatan yang lebih meluas antara dosen
LPTK dengan guru dan (2) terciptanya jembatan antara LPTK da sekolah, antara kampus,
dan lapangan.
Keterlibatan dosen LPTK dalam PTK bukanlah sebagai ahli pendidikan yang tengah
mengemban fungsi sebagai pembina guru sekolah menengah atau sebagai pengembang
pendidikan, melainkan sebagai sejawat, disamping sebagai pendidik calon guru. Keterlibatan
dosen LPTK seyogyanya memiliki kesadaran untuk belajar mengakrabi lapangan demi
peningkatan mutu kinerjanya sendiri.
PTK terkait dengan persoalan praktik pembeljaran sehari-hari yang dihadapi oleh
guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi persoalan rendahnya minat siswa mengikuti
pelajaran matematika,maka guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat siswa
dapat ditingkatkan. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat mencoba berbagai tindakan
yang berupa program pembelajaran tertentu, seperti mencoba menggunakan bahan
pengajaran yang memiliki gambar dan cerita yang menarik, memanfaatkan cerita-cerita lokal
dengan mengkaitkan angka dan hitungan, menggunakan buku yang memiliki cerita lucu yang
juga berkaitan dengan angka dan hitungan, dan sebagainya.
Dari program pembelajaran yang dirancang sebagai bentuk PTK, guru dapat
memperbaiki persoalan rendahnya minat para siswanya. Sebaliknya, jika siswa telah
memiliki minat yang tinggi, akan tetapi tidak dapat memanfaatkan bahan latihan secara tepat,
guru dapat melakukan PTK untuk mencari dan memilih terapi yang tepat terhadap kesalahan
siswa dalam memanfaatkan baha latihan yang kurag fungsional. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, PTK dilaksanakan dalam bentuk proses pengkajian berdaur (cyclical).

B. Prinsip-prinsip PTK
PTK dapat berjalan dengan baik apabila dalam perencanaan dan pelaksanaannya
menggunakan 6 prinsip sebagai berikut
1. Tugas pertama dan utama guru disekolah adalah mengajar
siswa sehingga apapun metode PTK yang akan diterapkan
tidak akan menganggu komitmennya sebagai pengajar. Oleh
karena itu, guru dalam mengerjakan tugas ini hendaknya
memperhatikan tiga hal.
Pertama, guru dalam mencobakan sesuatu tindakan pembblajaran yang baru,
selalu ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki, bahkan mungkin
lebih jelek dari “cara lama” karena bagaimanapun tindakan perbaikan itu masih pada
taraf dicobakan. Guru harus menggunakan pertimbangan dan tanggung jawab dalam
menimbang-nimbang “jalan keluar” yang akan ditempuhnya dalam rangka memberikan
yang terbaik kepada siswa.
Kedua, siklus tindakan dilakukan dengan mempertimbangkan keterlaksanaan
kurikulum secara keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan pemahaman yang
mendalam yang ditandai oleh kemampuan menerapkan pengetahuan yang dipelajari
melalui analisis, sintesis,dan evaluasi informasi, bukn terbatas dari segi terkabarkannya
GBPP kepada siswa dalam kurun waktu yang telah dipatok.
Dan ketiga, penetapan siklus tindakan dalam PTK mengacu pada penguasaan
yang ditargetkan pada tahap perancangan dan sama sekali tidak mengacu kepada
kejenuhan informasi sebagaiman yang lazim dipedomani dalm proses interaktif
pengumpulan data penelitian kualitatif
2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut
waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang
mengganggu proses pembelajaran. Dengan kata lain, PTK
sejauh mungkin menggunakan prosedur pengumpulan data
yang dapat ditangani sendiri oleh guru dan ia tetap aktif
berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh. Sebagai
contoh, penggunaan tape recorder memang akan menghasilkan
rekaman yang lengkap dibandingkan dngan perekaman
manual, namun peningkatan waktu yang diperlukan untuk
mencermati data melalui pemutaran ulang mungkin akan
segera terasa berlebihan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan
teknik-teknik perekaman yang cukup sederhana, namun dapat
menghasilkan informasi yang cukup signifikan dan dapat
dipercaya.
3. Prinsip ketiga, bahwa metodologi yang digunakan harus cukup
reliable sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta
merumuskan hipotesis secara cukup menyakinkan,
mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi
kelasnya, dan memperoleh data yang dapat digunakan untuk
“menjawab” hipotesis yang dikemukakannya. Oleh karena itu,
meskipun pada dasarnya “terpaksa” memperbolehkan
“kelonggaran”, namun penerapan asas-asas dasar telah taat
tetap harus dipertahankan.
4. Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru seharusnya
merupakan masalah yang cukup merisaukannya. Bertolak dari
tanggung jawab profesionalnya, guru sendiri memiliki
komitmen terhadap pengatasannya. Selain itu, komitmen ini
juga diperlukan sebagai motivator intrinsik bagi guru untuk
“bertahan” dalam pelaksanaan kegiatan yang jelas-jelas
menuntut lebih dari yang sebelumnya diperlukan dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas pengajarnya. Dengan kata lain,
pendorong utama pelaksanaan PTK adalah komitmen
profesional untuk memberikan layanan yang terbaik kepada
siswa. Dilihat dari sudut pandang ini, desakan untuk sekedar
mengabarkan pokok bahasan sesuai dengan GBPP dapat dan
perlu ditolak karena alasan profesional yang dimaksud.
5. Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap
konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika
yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini penting
ditekankan karena selain melibatkan anak-anak manusia, PTK
juga hadir dalam suatu konteks organisasional sehingga
penyelenggaraannya harus mengindahkan tata-krama
kehidupan berorganisasi. Artinya, prakarsa PTK harus
diketahui oleh pemimpin lembaga yang kancah, dilakukan
sesuai dengan tata krama penyusunan karya tulis akademik,
disamping tetap mengedepankan kemaslahatan subjek

11
pendidik.
6. Kelas merupakan cakupan tanggung jawab seseorang guru,
namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin digunakan
classroom exceeding perspective, dalam arti permasalahan
tidak dilihat terbatas dalam konteks dalam kelas atau mata
pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah
secara keseluruhan. Perspektif yang lebih luas ini akan
terlebih-lebih lagi terasa urgensinya apabila dalam suatu PTK
terlibat lebih dari seorang pelaku.

C. Karakteristik PTK
Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa karakteristik khusus yang dapat dicermati
dari PTK dibandingkan dengan penelitian pada umumnya. Semua penelitian memang
berupaya untuk memecahkan suatu problema. PTK dilihat dari segi problema yang harus
dipecahkan, memiliki karakteristik penting yang harus dicermati, yaitu problema yang
diangkat untuk dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat dari persoalan praktik
pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. PTK akan dapat dilaksanakan jika guru
sejak awal memang menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses dan produk
pembelajaran yang ia hadapi di kelas. Dari persoalan itu, guru menyadari pentingnya
persoalan tersebut untuk dipecahkan secara profesional.
Jika seorang guru merasa apa yang dia praktikkan sehari-hari di kelas tidak
bermasalah, PTK tidak diperlukan lagi bagi guru tersebut. Persoalannya ialah tidak semua
guru mampu melihat sendiri apa yang telah dilakukannya selama mengajar di kelas. Guru
dapat saja berbuat kekeliruan selama bertahun-tahun dalam proses belajar-mengajar. Oleh
sebab itu, guru dapat meminta bantuan orang lain untuk melihat apa yang selamaini
dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelasnya.
Dalam konteks seperti itu, peneliti dan guru dapat duduk bersama dan berdiskusi
untuk mencari dan merumuskan persoalan pembelajaran di kelas. Dengan demikian, guru
dan peneliti dapat melakukan penelitian tindakan kelas secara kolaboratif. Dari sinilah guru
akan menyadari kemungkinan adanya banyak masalah yang diperbuat selama melaksanakan
proses belajar mengajar. Jika guru bersedia melakukan PTK secara kolaboratif dengan para
peneliti, banyak manfaat yang akan diperolehnya baik secara profesional maupun secara
fungsional dalam meningkatkan kariernya. Karya tulis ilmiah semakin diperlukan oleh guru
di masa depan. Penelitian tindakan kelas secara kolaboratif akan mampu menawarkan
peluang yang luas terhadap terciptanya karya tulis bagi guru sambil mengajar di kelas sesuai
dengan rancangan PTK yang akan dikolaborasikan dengan para peneliti.
Karakteristik berikutnya dapat dilihat dari bentuk nyata kegiatan penelitian itu
sendiri. Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik yang khas, yaitu adanya tindakan
(aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas. Tanpa tindakan tertentu,
suatu penelitian juga dapat dilakukan di dalam kelas yang disebut dengan “penelitian kelas”,
misalnya guru dapat melakukan penelitian mengenai tingkat keseringan siswa dalam
membolos. Jika penelitian itu dilakukan tanpa disertai tindakan-tindakan tertentu, maka jenis
penelitian yang dicontohkan itu bukan termasuk dalam penelitian tindakan kelas, penelitian
yang dicontohkan itu hanya sekedar ingin tahu dan tidak ingin memperbaiki keadaan
tingginya tingkat pembolosan siswa melalui tindakan tertentu.
Sebaliknya, jika dengan penelitian itu guru mencoba berbagai tindakan untuk
mencegah terjadinya pembolosan sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan
lebih baik dan efektif, maka penelitian itu termasuk dalam kategori penelitian tindakan kelas.
Tindakan untuk mencegah tingginya pembolosan siswa mungkin dapat berbentuk
diciptakannya sistem presensi yang dilakukan oleh siswa sendiri, mungkin dapat berbentuk
pengalihan pengawasan secara kelompok oleh, dari, dan untuk siswa sendiri, mungkin dapat
diciptakan sistem ulangan harian pada hari-hari di mana siswa biasa melakukan tindakan
membolos, dan sebagainya. Penelitian kelas yang dilakukan dengan mencobakan berbagai
tindakan seperti inilah yang menjadi karakteristik penting bagi PTK.
Sedangkan karakteristik PTK menurut Priyono dalam makalahnya yang berjudul
“Action Research sebagai Strategi Pengembangan Profesi Guru” (1999) adalah (1) masalah
yang dijadikan objek penelitian muncul dari dunia kerja peneliti, (2) bertujuan memecahkan
masalah guna peningkatan kualitas, (3) menggunakan data yang beragam, (4) langkah-
langkahnya merupakan siklus dan (5) mengutamakan kerja kelompok. Berdasarkan uraian di
atas, PTK mempunyai karakteristik yang khusus, yakni untuk memecahkan masalah dan
untuk meningkatkan kinerja guru. Dalam pelaksanaan diwarnai oleh berpikir ulang (reflectif
thinking) kolaboratif.

D. Persamaan antara Penelitian Tindakan dan PTK


Secara ringkas dapat dijelaskan mengenai persamaan penelitian tindakan dengan
PTK. Apabila dilihat dari pelaksanaannya, penelitian tindakan merupakan penelitian yang
dilaksanakan secara kolaboratif oleh aktor peneliti dan aktor yang terlibat dalam penelitian
dan belum tentu di dalam kelas. Penelitian ini bisa digunakan untuk pemberdayaan dan
peningkatan kemampuan subjek yang diberi perlakuan dengan cara menerapkan suatu
metode baru yang dirasa mempunyai beberapa kelebihan, baik dilihat dari segi
kepraktisannya maupun efisiensinya. Sementara penelitian tindakan kelas merupakan
penelitian yang dilakukan secara kolaboratif antara peneliti, guru, dan kepala sekolah
termasuk pengawas sekolah untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang dilakukan di
kelas. Hal ini dilakukan karena selama ini dilakukan karena selama ini belum menemukan
metode yang tepat untuk meningkatkan proses pembelajarannya. Proses pembelajaran selama
ini dirasa masih kurang sempurna, baik dilihat dari perencanaannya, proses, maupun
hasilnya. Karena guru sadar akan kekurangannya, termasuk ada kemauan untuk memperbaiki
dan ditambah kemampuan untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas, maka penelitian ini
dapat dilaksanakan secara kolaboratif, terpadu, dan berbasis pada kebutuhan yang dirasakan
mendesak untuk dicarikan jalan pemecahannya.
Contoh penelitian tindakan, yaitu pemberdayaan wanita pengrajin tapis di suatu desa,
peningkatan keterampilan ibu-ibu pengurus Dharma Wanita di daerah pantai dalam mengolah
ikan laut, dan masih banyak lagi yang lain. Sedangkan contoh penelitian tindakan kelas,
misalnya peningktan minat belajar siswa dengan pemberian PR, peningkatan penguasaan
aritmatika siswa dengan metode cerdas cermat, dan sebagainya.

E. Perbedaan antara PTK dan Penelitian Formal


PTK selain meningkatkan mutu proses pembelajaran juga bermaksud untuk
meningkatkan unjuk kerja guru. Pewaris langsung dari PTK adalah para murid. Ini berarti
bahwa indikator-indikator keberhasilan yang relevan adalah perilaku siswa, baik dalam arti
respon siswa terhadap perlakuan pembelajaran maupun kinerja pembelajaran siswa. Oleh

13
karena itu, PTK harus dapat memberi tekanan terhadap kedua tujuan tersebut.
Di pihak lain, apabila dilihat dalam konteks yang lebih luas dan dalam kurun waktu
yang lebih panjang dapat membuahkan dampak dalambentuk perbaikan praktis karena
diramu ke dalam format pembelajaran yang utuh. Artinya, intervensi terhadap proses
pembelajaran sebagaimana diamanatkan dalam PTK hanya mungkin terwujud apabila
intervensi terhadap satu atau lebih elemen yang disebutkan di atas diwujudkan dalam bentuk
skenario pembelajaran yang berbeda dari yang sebelumnya dan telah mapan dilaksanakan
sehingga berdampak mengubah kurikulum eksperiensial yang dihayati siswa.
PTK juga merupakan wujud pengembangan kurikulum atau perangkat lunak
pembelajaran yang dirancang untuk mengatasi kelemahan pembelajaran yang selama ini
telah dilaksanakan agar pembelajaran dapat berlangsung secara eksplisit dan sistematis.
Artinya, keseluruhan proses perbaikan kinerja dilakukan dengan mengacu pada kaidah-
kaidah penelitian ilmiah seperti telah dikemukakan di depan, meskipun tentu saja dengan
menggunakan paradigma yang berbeda dari yang lazim diberlakukan dalam penelitian formal
khususnya paradigma positivistik yang sangat kental dengan wacana kajian eksperimental,
sedangkan penyebarluasan laporannya dilakukan sebagai bagian dari interaksi dan titik
kesejawatan (peer review) yang kondusif bagi pertumbuhan profesional. Dengan kata lain,
PTK adalah suatu reflective practice made public.
Dalam hubungan ini, guru yang berkobalorasi dalam PTK harus mengemban peran
ganda,yakni sebagai prkatisi yang dalam pelaksanaan penuh keseharian tugas-tugasnya juga
sekaligus secara sistematis meneliti praktisnya sendiri. Sebagaimana telah diisyaratkan
sebelumnya, apabila terlaksana dengan baik, maka exercise ini akan memberi urunan nyata
bagi terbentuknya kultur meneliti di kalangan guru dan merupakan suatu langkah strategis
dalam profesionalisasi jabatan guru. Ini juga berarti bahwa pelecehan profesi dalam bentuk
penyediaan jasa borongan untuk “membuatkan daftar angka kredit” dalam rangka proses
kenaikan pangkat fungsional guru yang menggejala belakangan ini dapat diakhiri untuk
selama-lamanya.
Perbedaan karakteristik penelitian formal dengan PTK itu dapat dirangkum
sebagaimana tertera dalam tabel 1.

Tabel 1
Perbandingan Karakteristik PTK dengan Penelitian Formal

No Dimensi PTK Penelitian Formal


1 Motivation Action Truth
2 Source of problem Diagnosis of status Induction-deduction
3 Purpose Improve practice, here & Verify & Discover
now generalizable knowledge
4 Researcher involment By actor/s from within By disintereted
outsider/s
5 Sample Spesific case Representative sample
6 Methodology “Loose” but strive for Standardized,with built-
Objectivity – impartiallity in objectivity &
impartivity
7 Interpretation of To understand practice To describe,abstract &
findings through reflection infertheori building by
theorizing by practitioners scientits
8 Ultimate results Better student learing Tested knowledge,
(process & product) procedures and materi.

Selanjutnya, masih dalam kisaran perbedaan PTK dengan penelitian formal, PTK
menerapkan metodologi yang bersifat lebih “longgar” dalam arti tidak terlalu memperhatikan
pembakuan instrumentasi. Namun, di pihak lain, sebagai kajian yang taat kaidah
(discliplined inquiry), pengumpulan data tetap dilakukan dengan menekan objectivitas,
sedangkan imparsialitas dipegang teguh sebagai acuan dalam analisis dan interpretasi data.
Dengan kata lain, sebagaimana halnya pada penelitian formal, PTK dilancarkan
bukan untuk mengemukakan pembenaran diri (self justification), melainkan untuk
mengungkapkan kebenaran, meskipun jangkauan keterterapannya (range of generalized)
lebih terbatas. Terlebih-lebih lagi, proses, temuan dan implikasinya itu di dokumentasikan
secara cermat sehingga terbuka lagi tilik kesejawatan atau peer review (lebih lanjut, periksa
karakteristik ke-3 berikut).
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik benang utamanya bahwa classroom action
research merupakan bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-
tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran di kelas secara lebih profesional.
Dengan melaksanakan PTK, para guru, pendidik, dan peneliti yang terlibat akan
secara langsung mendapatkan metode yang tepat dan dibangun sendiri melalui tindakan yang
telah diuji kemanjurannya dalam proses pembelajaran.
Ada beberapa karakteristik khusus yang dapat dicermati dari PTK dibandingkan
dengan penelitian umumnya. Pertama, PTK dilihat dari sgi problema yang harus dipecahkan,
memiliki karakteristik penting yang harus dicermati, yaitu problema yang diangkat untuk
dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat dari persoalan praktik pembelajaran sehari-
hari yang dihadapi oleh guru. Kedua, penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik yang
khas, yaitu adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar-
mengajar di kelas.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa perbedaan penelitian dengan penelitian
tindakan kelas hanya terletak pada tempat dan waktu pelaksanaannya. Di dalam PTK pasti
ada unsur di kelas atau di sekolah, sedangkan penelitian tindakan tidak harus di kelas sebab
penelitian tindakan merupakan penelitian yang dilaksanakan secara kolaboratif oleh aktor
peneliti dan aktor yang terlibat dalam penelitian dan belum tentu di dalam kelas. Sedangkan
penelitian tindakan kelas, merupakan penelitian yang dilakukan secara kolaboratif antara
peneliti, dengan guru dan kepala sekolah termasuk pengawas sekolah untuk memperbaiki
proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas.
PTK menerapkan metodologi secara lebih “longgar”, dalam arti tidak terlalu
memperhatikan pembakuan instrumenatsi. Namun, di pihak lain, sebagai kajian yang taat
kaidah (discliplined inquiry), pengumpulan data tetap dilakukan dengan menekan
objectivitas, sedangkan imparsialitas dipegang teguh sebagai acuan dalam analisis dan
interpretasi data. PTK dilancarkan bukan untuk mengemukakan pembenaran diri (self
justification), melainkan untuk mengungkapkan kebenaran, meskipun jangkauan
keterterapannya (range of generalized) lebih terbatas.

15
D. Latihan
1. Jelaskan pengertian tindakan kelas
2. Apa perbedaan penelitian tindakan kelas dan penelitian di kelas
3. Bagaimana peran guru dalam penelitian tidakan kelas
4. Apa yang dilakukan guru dalam melakukan penelitian di kelas
5. Bila seorang guru merancang bahan ajar untuk mendukung pembelajaran dikelas
kemudian diujicobakan termasuk penelitian apa? Mengapa jelaskan

BAB III
MODEL DAN BENTUK PTK

A. Standar Kompetensi
Memahami Model dan Bentuk PTK

B. Kompetensi dasar
1. Menyebutkan berbagai model PTK
2. Mengidentifikasi persamaan Model
Ebbut dan model Kemmis
3. Menjelaskan proses penemuan
masalah yang akan diteliti
4. Menjelaskan tahap penelitian
tindakan kelas
5. Menerangkan pentingnya monitoring
dan evaluasi dalam penelitian
tindakan kelas
6. Memberi contoh salah satu
penelitian tindakan kelas dengan
bentuk guru sebagai peneliti

C. Materi
PTK mempunyai banyak model sehingga peneliti dapat memilih salah satu model
yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pemilihan model, tidak ada pertimbangan baku
dan peneliti disarankan memilih salah satu model yang sesuai kemampuan peneliti. Apabila
peneliti telah familiar dengan model Mc Kernan, maka akan lebih tepat apabila model itu
yang dipilih. Akan tetapi, apabila peneliti menghendaki suasana lain atau mencari
pengalaman lain,maka peneliti boleh memilih model lain. Model PTK yang digunakan oleh
peneliti bisa lebih dari satu model. Peneliti melakukan hal ini dalam rangka membandingkan
4 OBSERVE Plan 1
RE
F
LECT

TA
antara model yang satu dengan yang lain dan mencari model mana yang paling efisien
dengan hasil yang paling efektif. Apabila hal itu yang menjadi tujuan, maka penggunaan
berbagai model untuk berbagai jenis kasus boleh saja dilakukan.

A. Model-model PTK
Minimal ada empat model PTK,yaitu model yang dikembangkan oleh Ebbut (1985),
Kemmis dan Mc Taggart (1988), Elliot (1991), dan Mc Kernan (1991). Antara model yang
satu dengan model yang lain mempunyai persamaan dan perbedaan. Model-model itu
sebenarnya memang untuk penelitian tindakan. Namun demikian, untuk penelitian tindakan
kelas, model-model tersebut dapat dipilih sebagai acuan. Akan tetapi, dengan
mempertimbangkan bahwa tindakan kelas permasalahannya sangat bervariatif dan bersifat
individual sehingga masing-masing guru kemungkinan mempunyai dan menghadapi
permasalahan yang berbeda. Oleh karena itu, model penelitian tindakan kelas yang hendak
digunakan tidak terikat harus mengikuti suatu model yang mana.
Peneliti boleh saja menggunakan salah satu model sebagai acuannya,akan tetapi
dalamtahap pelaksanaannya peneliti boleh mengembangkan sendiri tanpa harus keluar dari
pedoman PTK. Perubahan atau modifikasi yang dilakukan guru harus benar-benar cocok
untuk permasalahan yang dihadapi. Peneliti diharapkan telah mempunyai wawasan luas
terhadap model-model PTK sehingga mereka tidak canggung dalam melaksanakan salah satu
model PTK. Keuntungan guru mengetahui model-model yang selamaini telah mengantar
mereka pada kemampuan melaksanakan PTK. Dengan mengenal model-model yang ada,
wawasan guru/peneliti akan bertambah luas sehingga kita dapat memilih salah satu yang
dapat atau sesuai untuk diikuti. Modifikasi yang dilakukan peneliti harus berdasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan yang cukup dan dapat dipertanggung jawabkan, misalnya
modifikasi dilakukan karena kebutuhan situasi atau kondisi tempat peneliti dilakukan.
Dengan kata lain, peneliti tidak dapat dilakukan apabila metode yang akan digunakan benar-
benar tidak didukung oleh alam dan lingkungan yang ada.
Keempat model itu secara rinci telah diuraikan satu persatu oleh Kasbolah (2000)
sebagai berikut:

1. Model Kemmis dan Mc Taggart


Kemmis mengembangkan modelnya berdasarkan konsep asli Lewin yang kemudian
disesuaikan dengan beberapa perkembangan. Pakar ini secara eksekutif menerapkan buah
pikirannya pada bidang pendidikan. Pada tahun 1986 bersama dengan Wilf Carr
menggalakkan istilah “penelitian Tindakan Penelitian.”
Dalam perencanaannya, Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri yang
dimulai dengan rencana, tindakan, pengamatan, refleksi, dan perencanaan kembali yang
merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan masalah.

Gambar 2 Penelitian Tindakan Model Spiral


(Kemmis & Mc Taggart, 1988)

17
7 OBSERVE Plan 5
6
8
3 2
RE
F
LECT

TA

Sebagai alur PTK, Kemmis dan Mc Taggart memberi contoh sebagai berikut
1. Siswa mengira bahwa sain sekedar mengingat fakta dan bukan proses inkuiri.
Bagaimana saya dapat merangsang inkuiri pada siswa? Apakah dengan mengubah
teknik bertanya? Teknik bertanya yang sama?
Menukar strategi bertanya agar siswa dapat menggali jawaban atas pertanyaannya
sendiri.
2. Mencoba bertanya agar siswa mau mengatakan keinginan mereka
3. Catat pertanyaan dan respon pada tape untuk beberapa kali pelajaran untuk melihat
apa yang terjadi. Simpan catatan tentang kesan saya dalam buku harian.
4. Pertanyaan inkuiri saya dikacau oleh kebutuhan,tetapi saya tetap mengendalikan
garapan kelas
5. Teruskan tujuan umum, tetapi kurangi pengendalian (disesuaikan).
6. Kendorkan pengendalian dalam beberapa kali pelajaran
7. Pertanyaan direkam dan dikendalikan. Catat dalam buku harian pengaruh terhadap
tingkah laku siswa.
8. Inkuiri berkembang, tetapi siswa lebih galak. Bagaimana saya harus menjaga agar
tetap pada jalur? Dengan cara saling mendengarkan? Dengan pertanyaan-pertanyaan
lagi? Pelajaran apa yang membantu? Dan seterusnya.
Observasi: saya ikut dalam kegiatan berpasangan dan mendengarkan pembicaraan
siswa. Saya membuat rekaman dari beberapa pembicara dan membuat catatan.
Refeksi : kegiatan percakapan cukup hidup dan muncul beberapa persoalan dari
buku, saya akan melihat kembali atau memilih bahan dari buku teks.
Rencana : perlu dikembangkan suatu teknik wawancara di mana siswa A bertanya
kepada siswa B dan jawaban dapat ditemukan berdasarkan materi yang ada. Apakah kegiatan
ini akan membosankan siswa lagi? Bagaimana hal ini dapat dihindari? Bagaimana hal ini
dapat dihindari? Mungkin saya dapat lebih melibatkan mereka agar mereka menjadi lebih
efektif.
Tindakan : siswa merekam percakapan.karena jumlah tape recorder tidak
mencukupi, mereka bergiliran untuk menyimak dan berbicara. Pada akhir kegiatan
wawancara, mereka mendengarkan dan memberi komentar mengenai rekaman masing-
Langkah
Temuan tind
IDE dan
AWAL
Rencana Revisi
Rencana
Langkah
1&implementasi
2
3
Analisa
Umum Rencana
diperbaiki
tind Umum
Implementasi 1
Penjelasan kegagalan
Monitor untuk
Implementasi efeknya
DAUR 1
Langkah tind 1

masing.
Observasi : siswa kelihatan senang sekali dan kelihatannya berhasil mengumpulkan
informasi sedikit demi sedikit dari buku teks ketika mereka membuat pertanyaan dan
jawaban untuk temannya.
Refleksi : secara pedagogis apakah sudah benar mengajar bahan melalui proses
seperti ini?sya harus berkonsultasi dengan kepala sekolah tentang hal ini (Kemmis
menyarankan agar guru menggunakan “teman sejawat yang kritis”sebagai suporter sebab
teman sejawat dapat menjadi pengritik yang ramah).
Contoh di atas memperlihatkan tanda-tanda dari penelitian tindakan, yaitu ide-ide dan
masalah baru selalu muncul dan selalu harus diatasi. Sumbangan Kemmis untuk
mempromosikan ide-ide penelitian tindakan kelas mempunyai pengaruh yang sangat besar
bagi perkembangan PTK.

2. Model Ebbut
Model Ebbut merupakan salah satu model PTK yang dikembangkan oleh Dave
Ebbut. Model ini diilhami oleh pemikiran Kemmis & Elliot. Dalam pengembangannya,
Ebbut kurang begitu sependapat dengan interpretasi Elliot tentang karya Kemmis. Perasaan
kurang setuju Ebbut (1983) disebabkan karena Kemmis menyamakan penelitiannya dengan
hanya temuan fakta. Sedangkan kenyataannya, Kemmis dengan jelas menunjukkan bahwa
penelitian terdiri atas diskusi, negoisasi, menyelidiki, dan menelaah kendala-kendala yang
ada. Jadi, sudah jelas ada elemen-elemen analisisnya dalam model Kemmis.
Selanjutnya, Ebbut berpendapat bahwa langkah-langkah yang dikembangkan oleh
Kemmis(“Spiral Kemmis”) bukanlah yang paling baik untuk mendeskripsikan adanya proses
tindakan dan refleksi. Memang pada kenyataannya, Ebbut sangat memperhatikan alur logika
penelitian tindakan dan beliau juga berusaha memperlihatkan adanya perbedaan antara teori
sistem dan membuat sistem-sistem tersbut ke dalam bentuk kegiatan operasional.
Gambar 1
Penelitian Tindakan Model Ebbut (1985)

19
Langkah
Rencana
Langkah tind
tind 2
diperbaiki
3
Penjelasan kegagalan
Monitor untuk
implementasi Langkah
implementasi
&efek ide tind
efek Menyeluruh 1
3Rencana
2 Rencana
DAUR 3 Menyeluruh
Monitor Rencana
implementasi & Ide Revisi
Reconnaisance
Umum
Langkah umum
tind 2Amended Menyeluruh
Reconnaisance
General
Implementasi Ide berikut
langkah
Implementasi langkah berikut

3. Model Elliot
Model ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh Elliot.elliot adalah seorang
pendukung gerakan”guru sebagai peneliti”. Beliau selalu berusaha mencari cara-cara baru
untuk mengembangkan jaringan penelitian. Tindakan dan berhubungan dengan pusat-pusat
jaringan penelitian yang lain. Elliot dan Adelman bekerja bersama-sama dengan guru di
kelas, bukan hanya sebagai pengamat, tetapi mereka sebagai kolaborator atau teman sejawat
guru. Melalui partisipasi semacam ini,mereka membantu guru untuk mengadopsi suatu
pendekatan penelitian untuk pekerjaannya. Elliot setuju dengan ide dasar langkah-langkah
tindakan refleksi yang terus bergulir dan kemudian menjadi suatu siklus seperti yang
dikembangkan Kemmis. Namun, skema langkah-langkahnya lebih rinci dan berpeluang
untuk lebih mudah diubah sehingga sebenarnya dia telah membuat suatu diagram yang lebih
baik.

Gambar 3
Penelitian Tindakan Model Elliot (1991)
Tindakan 2 dst DAUR
TINDAKAN 1 Tindakan
Monitor Tindakan 2 dst
2 dst
dan Reconnaisance Tindakan 2 dst2
DAUR
Tindakan perlu perbaikan

atau atau

atau

Ada hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam memahami langkah-langkah yang
ada di dalam modelPTK yang dikembangkan oleh Ebbut, Elliot dan Kemmis. Bila guru akan
menerapkan atau mengadopsi untuk penelitian tindakan kelas dalam praktik di kelasnya,
guru harus memahami betul apa yang dimaksud oleh masing-masing penulis. Di samping itu,
guru atau peneliti harus mengetahui penggunaan data dan keterbatasan skema-skema tersebut
bila dipraktikkan dalam penelitian tindakan. Beberapa keterbatasan langkah-langkah di
dalam model PTK ini antara lain:
a) Adanya gerakan yang mulai menjauh dari gerakan ajaran Lewin semula,
b) Skema – skema kelihatannya rapuh dan membingungkan,
c) Skema – skema tersebut tidak dapat menyesuaikan dengan hal-hal baru
yang menjadi fokus utamanya, dan
d) Skema tersebut tidak begitu saja cocok untuk diikutoi.

4. Model McKernan
Sebuah model lain yang juga dikembangkan atas dasar ide Lewin atau yang
diinterpretasikan oleh Kemmis adalh model penelitian tindakan McKernan. Model ini juga
dinamakan model proses waktu (a time process model). Menurut McKernan sangatlah
penting untuk mengingat bahwa kita tidak perlu selalu terikat oleh waktu,terutama untuk
pemecahan permasalahan hendaknya pemecahan masalah atau tindakan dilakukan secara
rasional dan demokratis.
Tujuan menyajikan keempat model ini adalah agar pembaca memiliki wawasan yang
lebih luas tentang penelitian tindakan.selain itu, jika seseorang mengenal lebih dari satu
modelpenelitin tindakan diharapkan bahwa dia memperoleh suatu pemahaman yang lebih
tentang suatu proses. Walaupun kenyataannya ada empat model,pada dasarnya keempat
model ini lebih banyak memiliki ‘persamaan’ daripada ‘perbedaan’.

Gambar 4
Penelitian Tindakan Model McKernan (1991)

dst

21
Penetapan
Develop
Evaluasi Tindaan Definisi
action plan
DAURmasalah
T 12 Penetapan
Revise
Evaluate Redefine
action
action plan T 2problem
Need
Implementasi tindakan Hipotesis ide Impl. Revise plan Newassessement
hypothesis

Perlu diketahui bahwa sebenarnya model-model ini lebih memberikan gambaran garis
besar daripada suatu teknologi. Urutan langkah-langkah memang diperlihatkan, tetapi hanya
sedikit sekali yang menyinggung soal ‘apa’nya dan ‘bagaimana’ antara langkah-langkah ini.
Tidak mengherankan kalau model-model ini dapat membinggungkan para praktisi. Bahkan
Ebbut sendiri mengakui bahwa gambar Elliot cenderung sulit untuk dimengerti.

B. Bentuk-bentuk PTK
Selain model-model PTK, ada juga bentuk-bentuk PTK. Ada empat bentuk penelitian
tindakan, yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan
kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan terintegrasi, dan (4) penelitian tindakan
administratasi sosial eksperimental.
Keempat bentuk PTK di atas, ada persamaan dan perbedaan. Menurut Oja dan
Smulyan sebagaimana dikutip oleh Kasbolah (2000), ciri-ciri dari setiap penelitian
tergantung pada (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2) tingkat kolaborasi antara
pelaku penelitian dan peneliti luar, (3) proses yang digunakan dalam melaksanakan
penelitian, dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah.
Perbedaan dalam penelitian tindakan mencerminkan prioritas dan pandangan
pendidikan serta penelitian di berbagai negara. Penelitian tindakan di Inggris dan Australia,
ada persamaan dalam bentuk kolaboratif. Namun demikian, penelitian tindakan di Inggris
kurang berorientasikan strategi dan lebih menekankan penelitian dengan penafsiran.
Sedangkan di Australia, penelitian tindakan kelas lebih berorientasi pada gurunya.

Keempat bentuk PTK di atas telah diuraikan Kasbolah sebagai berikut:


1. Penelitian Tindakan Guru sebagai Peneliti
Bentuk penelitian tindakan kelas yang memandang guru sebagai peneliti memiliki ciri
penting, yaitu sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses penelitian tindakan kelas.
Dalam bentuk ini, tujuan utama penelitian kelas ialah untuk meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat langsung secra penuh dalam proses
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Dalam penelitian ini, guru mendapat problema sendiri untuk dipecahkan melalui
penelitian tindakan kelas. Jika di dalam penelitian ini, peneliti melibatkan pihak lain, maka
peranannya tidak dominan. Sebaliknya, keterlibatan pihak lain dari luar hanya bersifat
konsultatif dalam mencari dan mempertajam persoalan-persoalan pembelajaran yang
dihadapi oleh guru yang sekiranya layak untuk dipecahkan melalui penelitian-penelitian
tindakan kelas. Jadi, guru di dalam melaksanakan penelitian tindakan berperan sebagai
peneliti.sedangkan pihak luar sebenarnya peranannya sangat kecil dalam proses penelitian
itu.

2. Penelitian Tindakan Kolaboratif


Penelitian tindakan ini melibatkan beberapa pihak, yaitu guru, kepalasekolah, dosen
LPTK,dan orang lain yang terlibat menjadi satu tim secara serentak melakukan penelitian
dengan tiga tujuan, yaitu (1) meningkatkan praktik pembelajaran, (2) menyumbang pada
perkembangan teori dan (3) meningkatkan karier guru.
Bentuk penelitian tindakan seperti ini selalu dirancang dan dilaksanakan oleh suatu
tim peneliti yang terdiri atas guru, dosen LPTK,atau kepala sekolah. Hubungan antara guru
dan dosen bersifat kemitraan sehingga mereka dapat duduk bersama untuk memikirkan
persoalan-persoalan yang akan diteliti melalui penelitian tindakan kelas yang kolaboratif.
Dalam proses penelitian seperti ini, pihak luar semata hanya bertindak sebagai
inovator. Sedangkan guru juga dapat melakukannya melalui kerjasama dengan dosen
LPTK/PGSD. Dengan suasana bekerja seperti itu, guru dan dosen LPTK/PGSD dapat saling
mengenal,saling elajar, dan saling mengisi proses peningkatan profesionalisme masing-
masing.
3. Penelitian Tindakan Simultan Terintegrasi
Penelitian tindakan terintegrasi dalah bentuk penelitian tindakan yang bertujuan untuk
dua hal sekaligus, yaitu untuk memecahkan persoalan praktis dalam pembelajaran dan
menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pelajaran di kelas. Dalam pelaksanaan
tindakan kelas yang demikian, guru dilibatkan dalam proses penelitian kelasnya, terutama
pada aspek aksi dan refleksi terhdap praktik-praktik pembelajaran di kelas.
Dalam hal ini, persoalan-persoalan pembelajaran yang diteliti muncul dan
diidentifikasi oleh peneliti dari luar bukan guru. Jadi, dalam bentuk ini, guru bukan pencetus
gagasan terhadap permasalahan apa yang harus diteliti dalam kelasnya sendiri. Dengan
demikian, guru bukan inovator dalam penelitian ini dan sebaliknya yang mengambil posisi
inovator dalah penelitian lain di luar guru.

4. Penelitian Tindakan Administrasi Sosial Eksperimental


Ada suatu bentuk penelitian tindakan yang pelaksanaannya lebih meningkatkan
dampak kebijakan dan praktik. Dalam penelitian tindakan ini, guru tidak dilibatkan dalam
menyusun perencanaan, melakukan tindakan, dan refleksi terhadap praktik pembelajarannya
sendiri di dalam kelas. Jadi, sebenarnya guru tidak banyak memberikan masukan
dalamproses pelaksanaan penelitian tindakan jenis ini. Tanggung jawab penuh penelitian
tindakan ini terletak pada pihak luar,meskipun objek penelitian itu terletak di dalam kelas.
Dalam melakukan penelitian tindakan administrasi sosial eksperimental,
penelitibekerja atas dasar hipotesis tertentu. Peneliti luar yang membuat rencana tindakan
dan kegiatan pelaksanaan penelitiannya mengacu pada hipotesis tertentu. Selanjutnya,
peneliti melakukan berbagai tes yang ada dalam eksperimennya.

23
D.Latihan
1. Menyebutkan berbagai model PTK
2. Mengidentifikasi persamaan Model Ebbut dan model Kemmis
3. Menjelaskan proses penemuan masalah yang akan diteliti
4. Menjelaskan tahap penelitian tindakan kelas
5. Menerangkan pentingnya monitoring dan evaluasi dalam penelitian tindakan kelas
6. mengapa dalam penelitian kelas peneliti perlu merancang hipotesis tindakan.

BAB IV
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN TINDAKAN

A. Kompetensi
Mampu membuat usulan penelitian tindakan kelas

B. Kompetenti dasar
1. Mampu menemukan masalah dalam pembelajaran yang akan diangkat menjadi
penelitian tindakan kelas
2. Mampu menyusun kerangka teori untuk mendalami masalah yang akan diteliti
3. Mampu menyusun rencana tidakan berdasarkan masalah yang dihadapi
4. Mampu menyusun alat observasi dan evaluasi terhadap siklus yang dikembangkan

C. Materi
Pada bagian terdahulu sudah dijelaskan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK)
bertujuan untuk meningkatkan kinerja guru dan hasil guru dan hasil belajar siswa. Dengan
demikian, tujuan PTK bukan hanya berusaha mengungkapkan penyebab berbagai masalah
pembelajaran yang dihadapi guru dan siswa di kelas, seperti kesulitan siswadalam
memahami aritmatika, IPA, atau yang lain. Akan tetapi, yang lebih menonjol adalah
mencarikan cara mengatasi berbagai permasalahan pembelajaran tersebut melalui PTK.
Manajemen penelitian tindakan kelas mencakup,antara lain: penetapan fokus
permasalahan tindakan, perencanaan tindakan penelitian, pelaksanaan tindakan yang diikuti
pengamatan, interpretasi, analisis, dan refleksi serta apabila perlu dilakukan perencanaan
untuk menindak lanjuti. Dengan demikian, para pelaksana penelitian dapat memahami
hakikat dan prosedur pelaksanaan PTK sehingga mereka tidak lagi terjebak ke dalam wilayah
penelitian tradisional yang sudah biasa dilaksanakan selama ini.
Peneliti dalam melakukan penelitian tindakan kelas tidak cukup satu kali penelitian
lalu selesai, akan tetapi bersiklus sebanyak tiga kali putaran.dengan tiga kali putaran itu,
peneliti bersama-sama guru kelas berupaya terus untuk memperoleh hasil yang optimal
dengan cara dan prosedur yang dinilai paling efektif. Dengan demikian,ada keuntungan
pelaksanaan PTK. Pertama, pada akhir pelaksanaan PTK diperoleh suatu pola atau model
desain PTK yang efektif dan menjamin diperolehnya hasil yang lebih baik. Kedua, para guru
kelas memperoleh pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan untuk terus melaksanakan
dan bahkan mungkin mengembangkan untuk bidang lain.
Disadari bahwa PTK bersifat situasional, kondisional dan konstektual,maka peneliti
tidak harus mengikuti langkah-langkah yang ditawarkan dalam pedoman ini, tetapi peneliti
dapat mengadaptasikannya secara fleksibel yang artinya peneliti mempertimbangkan
kelayakan waktu, sarana/prasarana yang dapat digunakan, dan permasalahan yang sungguh-
sungguh dilaksanakan dampaknya.

Penelitian Tindakan Berdasarkan Hipotesis


Untuk melakukan tindkan agar menghasilkan dampak sebagaimana diharapkan, PTK
memerlukan kajian mengenai kelayakan hipotesis terlebih dahulu. Menurut Soedarsono
(1997), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelayakan hipotesis tindakan
adalah:
1) Implementasi suatu PTK akan berhasilannya apabila didukung oleh kemampuan dan
komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak lain, sebagaimana telah
dikemukakan dalam bab I, untuk pelaksanaan PTK kadang-kadang memang msih
diperlukan peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai
komponen penunjang. Selanjutnya, selain persyaratan kemampuan, keberhasilan
pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang merasa tergugah
untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain, PTK dilakukan bukan karena
ditugaskan oleh atasan atau didorong oleh keinginan untuk memperoleh imbalan
finansial.
2) Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan
sosial budaya maupun etik. Dengan kata lain, PTK seyogyanya tidak dilaksanakan
apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.
3) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau sekolah juga perlu
diperhitungkan sebab pelaksanaan PTK dengan mudah dapat tersabotase oleh
kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu, demi keberhasilan
PTK, maka guru dan mitranya dituntut untuk dapat mengusahakan fasilitas dan
sarana yang diperlukan.
4) Selain kemampuan siswa sebagai perseorangan,eberhasilan PTK juga sangat
bergantung pada iklim beljar di kelas atau sekolah. Namun, pertimbangan ini tentu
tidak dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk mempertahankan status quo.
Dengan kata lain, perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah justru dapat
dijadikan sebagai salah satu sarana PTK.
5) Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasi, maka selain iklim belajar
sebagaimana dikemukakan pada butir 4, iklim kerja juga menentukan keberhasilan
penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain, dukungan dari kepala sekolah dan rekan
sejawat guru dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK.
Selain itu semua,menurut Darsono bahwa timPTK perlu membahas secara mendalam

25
tentang kemungkinan konsekuensi atas dilakukannya tindakan yang harus diantisipasi.
Demikian pula kemungkinan timbulnya masalah baru dengan adanya tindakan di kelas. Atas
dasar berbagai pertimbangan di atas, maka peneliti dapat secara lebih cermat menyusun
rencana yang akan dilakukan.
Persiapan tindakan dilakukan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan
dalam PTK. Di dalam langkah persiapan ini, peneliti membuat rancangan tindakan
pemecahan masalah yang hendak dilaksanakan. Oleh karena itu, peneliti perlu membuat
desain dan prosedur implementasinya dengan tahap kegiatan sebagai berikut.
Pertama, merancang model PTK sesuai dengan permasalahan. Rencana kegiatan
tindakan dan keadaan atau situasi kelas diatur sesuai langkah-langkah tindakan yang akan
dilakukan.
Kedua, melakukan identifikasi komponen-komponen pendukung yang diperlukan.
Langkah ini dapat dicapai dengan melakukan pengaturan dan penyusunan jadwal kegiatan
yang akan dilakukan. Ketiga, menyusun desain tindakan sesuai dengan model PTK dan
jadwal kegiatan. Langkah ketiga ini harus diikuti dengan kegiatan penyusunan desain dengan
menerapkan atau melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Keempat, mempersiapkan segala seuatu yang diperlukan untuk melaksanakan
tindakan, seperti kondisi, situasi, materi/bahan, alat perangkat, dan sebagainya yang perlu
diadakan di dalam kelas yang akan dipakai untuk melaksanakan tindakan.
Kelima, menyusun prosedur pelaksanaan,yaitu urutan kegiatan yang dilakukan oleh
para pelaku tindakan sesuai dengan cara yang telah ditetapkan.
Keenam, melakukan modifikasi jika dipandang perlu untuk menjamin tercapainya
tujuan. Hal ini terjadi jika apa yang dilakukan,sekalipun sudah sesuai dengan prosedur dan
cara yang ditetapkan, ternyata tidak efektif atau “tidak jalan”. Bila hal ini terjadi, maka perlu
dilakukan “sesuatu”. Misalnya karena tidak tepat, cara,dan waktu, maka prosedur dapat
diubah, disesuaikan, bahkan diganti. Terakhir, melakukan pengelolaan dan pengendalian agar
tidak terjadi penyimpangan prosedur dan cara, penyalahgunaan alat, serta pemborosan yang
mungkin menghambat pelaksanaan tindakan.
Uraian diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan penelitian tindakan kelas harus
direncanakan secara sistematis. Ada dua asas penelitian tindakan kelas yang tidak boleh
dilanggar. Pertama, pelaksanaan PTK tidak boleh mengorbankan kepentingan siswa dan
guru. Dan kedua, di dalam pelaksanaan PTK, peneliti tidak menjadikan mereka sebagai objek
penderita. Kedua asas tersebut, apabila diformulasikan dalam rumusan lain berarti (1) PTK
selalu berorientasi pada pencapaian hasil yang lebih baik dan bermanfaat bagi mereka yang
terlibat dalamkegiatan sekolah, dan (2) PTK selalu berdasarkan pada permasalahan aktual
keseharian guru kelas serta berada dalam batas kemampuan dan kewenangan guru untuk
melaksanakannya. Jika penelitian berpegang pada asas tersebut, ia tidak akan terjebak pada
model penelitian semacam survei dan eksperimen kelas.
Kedua asas tersebut harus diaplikasikan oleh peneliti sejak persiapan. Berbagai
persiapan yang perlu ditempuh peneliti adalah:
1) Membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan guru, di
samping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka implementasi
tindakan perbaikan yang telah direncanakan.
2) Mempersiapkan fasilitas dan sara pendukung yang diperlukan di kelas, seperti gambar-
gambar dan alat peraga.
3) Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data menegnai proses dn hasil tindakan
perbaikan, bahwa kalau perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan.
4) Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan
rancangan sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal kepercayaan diri dalam
pelaksanaannya yang sebenarnya. Sebagai aktor PTK, guru harus terbebas dari rasa takut
gagal dan takut berbuat kesalahan.
5) Menetapkan indikator kinerja dan hasil kerja
Rencana PTK merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun, dan dari segi
definisi harus prospektif atau memandang ke depan pada tindakan dengan memperhitungkan
peristiwa-peristiwa tak terduga sehngga mengandung sedikit resiko. Maka rencan mesti
cukup fleksibel agar dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tak dapat terduga dan
kendala yang sebelumnya tidak terlihat. Tindakan yang telah direncanakan harus
disampaikan dengan dua pengertian. Pertama, tindakan kelas mempertimbangkan resiko
yang ada dalam perubahan dinamika kehidupan kelas dan mengakui adanya kendala nyata,
baik yang bersifat material namun bersifat non-meterial dalam kelas Anda. Kedua, tindakan-
tindakan pilih karena memungkinkan para Anda untuk bertindak secara lebih efektif dalam
tahapan-tahapan pembelajaran, secara lebih bijaksana dalam memperlakukan murid, dan
cermat dalam mengamati kebutuhan dan perkembangan belajar murid.
Pada prinsipnya, tindakan yang Anda rencanakan hendaknya (1) membantu Anda
sendiri dalam (a) mengatasi kendala pembelajaran kelas, (b) bertindak secara lebih tepat-
guna dalam kelas Anda, dan (c) meningkatkan keberhasilan pembelajaran kelas; dan (2)
membantu Anda menyadari potensi baru Anda untuk melakukan tindakan guna
meningkatkan kualitas kerja. Dalam proses perencanaan, Anda harus berkolaborasi dengan
sejawat melalui diskusi untuk mengembangkan bahasa yang akan dipakai dalam
menganalisis dan meningkatkan pemahaman dan tindakan Anda dalam kelas.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan PTK bisa dilakukan olehs eorang guru atas prakarsanya sendiri atau
kolaboratif. Observasi yang dilkukan oleh guru sebagai aktor PTK tidak dapat diganti oleh
guru sebagai aktor PTK tidak dapat diganti oleh pengamat luar atau sarana perekam,
betapapun canggihnya. Dengan kata lain, implementasi tindakan, observasi interpretasi
proses, dan hasil implementasi tindakan tersebut terjadi karena keduanya merupakan bagian
tidak terpisahkan dalam tindakan pembelajaran. Kekhasannya adalah bahwa dalam konteks
PTK, kedua kegiatan dilakukan dengan tindakan kesadaran serta eksplisitasi yang lebih
tinggi, seringkali bahkan dengan melibatkan sejawat dan mitra di samping berbagai
peralatan pembantu rekam yang lazimnya digunakan dalam konteks pembelajaran sehari-
hari.
Dalam bukunya yang berjudul “A Teacher’s Guide to Classroom Research”, Hopkins
(1993) secara eksplisit menandaskan bahwa paparan mengenai observasi kelas itu
ditmpilkannya bukan semata-mata dalam konteks PTK, melainkan dalam konteks
pengembangan guru dan sekolah yang lebih luas sehingga juga melibatkan supervisor (dalam
hal ini) kepala sekolah dan/atau pengawas sebagai pelaksana fungsional.
Sebaliknya, dalam penyelenggaraan PTK yang diprogramkan fokus ditempatkan pada
pemanfaatan peluang bagi para dosen LPTK dan guru sebagai mitranya terutama untuk
mengakrabi PTK sebagai mekanisme perbaikan yang efektif. Oleh karena itu, dampak
perbaikan yang diperoleh, apabila memang betul kebetulan telah terwujud harus ditambahkan
pada tahap pelatihan dan pengakraban ini. Ini juga berarti, bahwa para dosen LPTK yang

27
berperan sebagai mitra dalam PTK perlu diingatkan agar tidak serta merta menempatkan diri
sebagai supervisor dalam arti yang telah mapan itu karena kurang cermat memahami pesan
yang dikemukakan oleh Hopkins tersebut di atas.
Sebaliknya, para peneliti PTK tersebut justru harus menempatkan diri juga sebagai
pihak yang masih menekuni PTK di samping menekuni lapangan. Dengan kata lain, para
peneliti bukan merupakan pihak “senior” yang ada pada posisi untuk “membina”, baik dalam
PTK maupun dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu,
sebagaimana halnya apabila guru bermitra dengan sesama guru, dalam proses observasi
dalam rangka PTK, hubungan kerja antara guru sebagai aktor PTK dengan peneliti adalah
hubungan kesejawatan yang setara. Artinya, pendekatan kolaboratif harus diterapkan dalam
(i) menyiapkan kerangka pikir observasi interpretasi, (ii) menyajikan data hasil observasi
baik yang direkam oleh mitra pengamat maupun oleh guru sebagai aktor tindakan perbaikan,
(iii) membahas bersama interpretasi dari data tersebut dalam kerangka pikir tindakan
perbaikan yang teah ditetapkan sebelumnya, dan (iv) menyepakati berbagai tindak lanjut
yang diperlukan apabila memang masih ada.
Observasi tindakan di kelas Anda berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh
tindakan bersama prosesnya. Observasi itu berorientasi ke depan, tetapi memberikan dasar
bagi refleksi sekarang, lebih-lebih lagi ketika putaran atau siklus terkait masih berlangsung.
Perlu dijaga agar observasi: (1) direncanakan agar (a) ada dokumen sebagai dasar refleksi
berikutnya dan (b) fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang tak terduga; (2)
dilakukan secara cermat karena tindakan Anda di kelas selalu akan dibatasi oleh kendala
realitas kelas yang dinamis, diwarnai dengan hal-hal tak terduga; (3) bersifat responsif,
terbuka pandangan dan pikirannya.
Apa yang diamati dalam PTK adalah (1) proses tindakannya, (b) pengaruh tindakan
(yang disengaja dan tak sengaja), (c) keadaan dan kendala tindakan, (d) bagaimana keadaan
dan kendala tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah direncanakan dan
pengaruhnya, dan (e) persoalan lain yang timbul.
Seiring dengan dilaksanakannya observasi, refleksi juga dilakukan. Yang dimaksud
dengan refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti
yang telah dicatat dalam observasi. Lewat refleksi Anda berusaha (1) memahami proses,
masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategik, dengan
mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam situasi pembelejaran kelas,
dan (2) memahami persoalan pembelajaran dan keadaan kelas di mana pembelajan
dilaksanakan. Dalam melakukan refleksi, Anda sebaiknya juga berdiskusi dengan sejawat
Anda, untuk menghasilkan rekonstruksi makna situasi pembelajaran kelas Anda dan
memberikan dasar perbaikan rencana siklus berikutnya. Refleksi memiliki aspek evaluatif;
dalam melakukan refleksi, Anda hendaknya menimbang-nimbang pengalaman
menyelenggarakan pembelajaran di kelas, untuk menilai apakah pengaruh (persoalan yang
timbul) memang diinginkan, dan memberikan saran-saran tentang cara-cara untuk
meneruskan pekerjaan. Tetapi dalam pengertian bahwa refleksi itu deskriptif, Anda meninjau
ulang, mengembangkan gambaran agar lebih lebih hidup (a) tentang proses pembelajaran
kelas Anda, (b) tentang kendala yang dihadapi dalam melakukan tindakan di kelas, dan, yang
lebih penting lagi, (c) tentang apa yang sekarang mungkin dilakukan untuk para siswa Anda
agar mencapai tujuan perbaikan pembelajaran.
Penggabungan pelaksanaan tindakan dengan kegiatan observasi interprestasi perlu
dicermati benar sebab apabila terpisah-pisah, maka tidak akan mampu menemukan berbagai
hambatan atau ketidaksesuaian yang terjadi dalam PTK. Antara pelaksanaan tindakan,
pengawasan, dan evaluasi secara bersama-sama merupakan hal yag lazim dalam konteks
supervisi pengajaran, tetapi dalam PTK supervisi yang dimaksud bukan supervisi pengajaran,
akan tetapi supervisi pebelajaran yang khusus ditujukan terhadap metode perbaikan yang
sedang dilaksanakan. Jadi, dalam konteks PTK, supervisi ini bertujuan melihat berhasil-
tidaknya perbaikan pengajaran yang sedang dilaksanakan. Hubungan antara peneliti dan
pihak lain yang terkolaboatif dalam tim tidak bersifat subordinatif, melainkan bersifat
kemitraan dan partner. Observasi dan interpretasi dalam konteks penelitian formal itu
dilakukan oleh dis-interested outsider, bukan oleh concerned and deeply involved actors.

Pembuatan Desain PTK


Sering peneliti tidak membedakan arti “rencana” dengan “desain”. Rencana
merupakan paket kegiatan yang disusun secara sistematik dan urut yang akan dilaksanakan
oleh penliti untuk mencapai tujuan penelitian. Darsono (1996:13) menjelaskan bahwa pada
tahap awal peneliti perlu menjajaki keadan dan kemampuan siswa melalui observasi.
Misalnya, bagaimana gambaran keadaan kelas, perilaku siswa sehari-hari, perhatian terhadap
pelajaran yang disampaikan guru, sikap siswa terhadap mata pelajaran, dan sebagainya. Jika
berkenaan dengan kemampuan dan penguasaan materi ajar, peneliti perlu mengadakan tes
untuk mengetahui adanya perubahan dan peningkatan yang terjadi sebagai akibat dari
penerapan tindakan yang dilakukan oleh peneliti bersama guru di dalam proses
pembelajaran.
Pada tahap berikutnya, peneliti bersama guru merancang tindakan yang akan
dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan dan/atau mengadakan perubahan keadaan
sebagaimana yang dinyatakan di dalam hipotesis tindakan. Sebagai contoh, guru ingin
mengubah suasana belajar yang pasif, kaku dan dingin. Dari observasi diperoleh gambaran
bahwa siswa hanya akan berbicara jika disuruh guru, tangan terlipat rapi di atas meja,
pandangan mengarah pada papan tulis, jika guru bertanya atau guru menyuruh melanjutkan
kata yang diucapkan siswa menjawab secara serentak bersama-sama, dan hampir tidak
pernah ada siswa yang bertanya kepada guru,apalagi menyela pembicaraan guru.
Dengan keadaan tersebut, guru merasa tidak berhasil di dalam proses pembelajaran
dengan bukti pencapaian hasil siswa pada ulangan umum bersama prestasi mereka di bawah
rata-rata rayon. Guru menyadari, jika keadaan tersebut tidak diperbaiki, maka akan
menyebabkan masalah yang lebih besar baik bagi siswa maupun guru sendiri. Kemudian ia
mengajak peneliti bermitra melakukan penelitian tindakan kelas untuk melakukan perubahan
ke arah yang lebih baik, yaitu menjadikan kelasnya menjadi kelas yang aktif, hidup, siswa
berani bertanya dan menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapatnya, serta berani
maju di depan kelas untuk menyampaikan ringkasan dari apa yang disarikan dalam bahan
bacaan tanpa malu.
Apa yang diharapkan tersebut dibicarakan bersama peneliti untuk membuat rencana
tindakan apa yang akan dilakukan. Setelah rencana dianggap matang, kemudian guru
melaksanakan tindakan, misalnya dengan menyuruh siswa maju ke depan kelas untuk
menceritakan kegemarannya. Di lain kesempatan, siswa diminta untuk memberikan pendapat
atau komentarnya tentang apa yang dikemukakan guru di kelas.
Darsono (1996:14) menjelaskan sementara kegiatan berlangsung, maka peneliti
mengamati perilaku dan perubahan sikap yang terjadi pada diri siswa dan mencatatnya. Guru
diminta untuk membuat catatan tentang apa yang dilakukan dan dampak dari perlakuan

29
terhadap siswa. Hasil catatan pemantauan peneliti dan catatan guru tersebut merupakan
bahan untuk mengadakan refleksi. Peneliti bersama guru membahas dampak yang ditangkap
keduanya dan membandingkan dengan keadaan sebelum dilakukan tindakan.
Pertanyaan penelitian yang dapat digunakan didalam melakukan refleksi, seperti
benarkan perubahan yang terjadi benar-benar akibat dari tindakan atau perlakuan yang
dikenakan guru terhadap siswa dan bukan karena sebab lain?, perubahan apa saja yang
terjadi pada diri siswa, pada suasana kelas, dan yang terjadi pada diri guru sendiri?, beberapa
besar atau jauh perubahan dan peningkatan terjadi?, apakah perubahan dan penigkatan
kearah yang lebih baik sudah sesuai dengan harapan?, apakah masihmungkin dilakukan
perbaikan lagi?, bagaimana jika dilihat darisegi efisiensi dan efektifitas tindakan apakah
cukup memadai?, dan sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membawa peneliti dan kearah refleksi
mendalam dan akan menimbulkan kesadaran akan penting dan bermanfaatnya tindakan yang
dilakukan. Jika guru merasa belum puas terhadap hasil yang dicapainya, maka ia dapat
membuat rencana baru atas dasar apa yang telah diperoleh. Sementara itu, peneliti dapat
membuat model tindakan baru sebagai pengembngan model awal guna mendukung
pencapaian tujuan utama dari tndakan yang telah dilakukan. Perlu disadari bahwa penelitian
tindakan bersifat siklus (berputar melingkar arah jarum jam), dan spiral (semakin lama
meningkatan perubahan dan mencapai hasilnya). Proses siklus mencapai kemantapan jika
guru dan peneliti merasa puas terhadap apa yang diperolehnya dan model tindakannya
mantap.

1. Desain Penelitian Tindakan Kelas dengan Model Siklus


Sebagaimana dijelaskan dimuka ada beberapa macam model peneltian tindakan.
Antara model yang satu dengan model yang lain terdapat persamaan dan perbedaan. Satu
model yang ditawarkan oleh para ahli, termasuk Darsono (1996) adalah model Kemmis dan
McTaggart dari Deakin University Australia, model ini terdiri dari empat komponen,yaitu
Pertama, rencana tindakan apa yang akan dilakukan dan sikap sebagai solusi. Kedua,
tindakan apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan,
atau perubahan yang diinginkan. Ketiga, observai,yaitu mengamati atas hasil atau dampak
dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhdap siswa. Keempat, refleksi, yaitu
langkah penelitian mengkaji, melihat,dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari
tindakan dari pelbagai kriteria. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama guru
dapat melakukan revisi perbaikan terhadap rencana awal.
Berikut ini hendak diuraikan berbagai langkah tindakan, identifikasi komponen
pendukung, perencanaan waktu pelaksanaan, pengembangan model PTK, dan implementasi
yang secara keseluruhan merupakan langkah yang dikembangkan Darsono (1996:17-25).
Penulis tidak berani mengubah sedikitpun langkah-langkah yang ditawarkan beliau,
mengingat hal itu merupakan satu kesatuan dan apabila hanya dikutip bagian-bagian tertentu,
maka besar kemungkinan terjadi kesalahpahaman pembaca. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini akan diuraikan secara panjang lebar penjelasan mengenai model Kemmis dan
Mc Taggart.

2. Langkah-langkah Tindakan
Sebelum peneliti dan guru melaksanakan tindakan, perlu disusun langkah-langkah
yang akan diambil agar semua komponen yang diperlukan dapat dikelola. Langkah-langkah
yang dapat ditempuh adalah:
a. Melatih guru untuk melakukan dan/atau memberikan
informasi cara bekerja sesuai rancangan. Hal ini sangat
perlu jika apa yang akan dilakukan merupakan hal baru
bagi guru. Langkah awal ini juga akan mempersiapkan
secara mental psikologi guru agar tidak ada rasa
ketakutan, tertekan atau rasa malu jika tidak sempurna
melakukannya. Guru harus bebas dari rasa takut gagal
dan takut berbuat keliru atau kesalahan.
b. Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang
diperlukan di kelas, seperti pada contoh di atas, yaitu di
kelas perlu ada papan atau tempat untuk menempel,
perlu kertas stiker atau kertas kecil-kecil dan lem.
Sehingga anak tidak kesulitan menulis kata atau istilah
baru dan menempelkan.
c. Mempersiapkan contoh-contoh perintah suruhan
melakukan cara jelas.
d. Mempersiapkan cara mengobservasi hasil beserta
alatnya
e. Membuat skenario apa yang akan dilakukan guru dan
apa yang dilakukan siswa dalam melakukan tindakan
yang telah direncanakan.
Jika semua sudah dipersiapkan,maka skenario tindakan tersebut dilaksanakan.
Kegiatan (pelaksanaan) ini merupakan tindakan awal atau “initial act” pada siklus pertama
dan akan diikuti dengan langkah observasi dan refleksi sebagaimana digambarkan dalam
contoh di depan.
Untuk mengetahui apakah setelah tindakan dilakukan memang terjadi perubahan atau
peningkatan, peneliti perlu memperoleh gambaran keadaan awal. Dari gambaran tersebut
dapat ditentukan apa yang harus diubah, diperbaiki, atau ditingkatkan. Dengan diketahuinya
keadaan awal, maka perubahan atau peningkatan dapat diikuti dari waktu ke waktu selama
tindakan dilaksanakan atau diterapkan.
Kemudian pada akhir setelah selesai pelaksanaan tindakan,dilakukan pengamatan
atau pengukuran hasil tindakan. Dari hasil pengukuran ini, dibandingkan dengan hasil
pengukuran awal. Jika terjadi peningkatan sebagaimana diharapkan, ini berarti tindakan yang
diambil tepat sebagai cara pemecahan masalah. Namun, jika belum sesuai dengan harapan
berarti pelu dilakukan perbaikan pada tahap siklus berikutnya. Perbaikan akan terus
dilakukan sampai diperoleh hasil yang diinginkan. Dengan demikian, tahapan siklus akan
ditentukan oleh tercapainya tujuan penelitian tindakan kelas secara optimal yang memuaskan
peneliti, guru dan kepala sekolah.

3. Identifikasi Komponen Pendukung


Jika di dalam pelaksanaan diperlukan komponen pendukung, maka peneliti dan guru
kelas perlu mengidentifikasi komponen apa saja yang diperlukan dan dipersiapkan.
Misalnya, bila dalam upaya meningkatkan perbendaharaan kata diperlukan papan tempel di
kelas, maka perlu dipasang di kelas.jika mungkin diperlukan tempat untuk menyimpan tugas-
tugas yang diberikan oleh guru.

31
Hendaknya di dalam perencanaan semua komponen
pendukung dapat diinventarisasi kebutuhan sehingga akan
dapat diketahui apakah sekolah yang bersangkutan telah
memiliki dan dapat dipergunakan. Jika tidak/belum tersedia,
peneliti bersama guru dapat mengusahakan ketersediannya
sebelum dilaksanakannya tindakan.

4. Perencanaan Waktu Pelaksanaan


Agar pelaksanaan tidak banyak terganggu oleh pelbagai kegiatan guru maupun
sekolah, maka perlu disusun jadwal kegiatan. Langkah-langkah yang perlu ditempuh, yaitu:
a. Menginventarisasi seluruh kegiatan yang akan
dilakukan sejak awal
b. Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap kegiatan, dan
c. Membuat matrik yang disebut Gantt Chart yang
memuat urutan kegiatan dan waktu yang diperlukaan.

Contoh
No Kegiatan Bulan Bulan Bulan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Pendekatan
2 Perizinan
Diskusi
.................
N Seminar

5. Pengembangan Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


Ada kemungkinan pada waktu pelaksanaan tindakan timbul hal-hal baru yang
memerlukan tindakan baru untuk memperkuat pencapaian hasil. Penelitian perlu mencatat
sebab pada tahap siklus berikunya dapat dikembangkan menjadi.

Gambar 5
Pengembangan Model PTK

Dari refleksi mungkin muncul


problem baru yang perlu dipe-
Rencana 2 cahkan lewat PTK juga

Rencana 1

Masalah Utama
Tahap Siklus Pertama

Penjelasan
Pada gambar 5 terlihat bahwa di dalam melaksanakan PTK dimungkinkan munculnya
kebutuhan tindakan baru guna menukung tercapainya hasil yang lebih baik. Misalnya, untuk
membuat siswa berani bertanya dan menjawab pertanyaan guru diperlukan tindakan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir secara logik dan dapat mempergunakan informasi untuk
menjawab pertanyaan atau memberikan alasan. Untuk maksud ini, guru mengajak peneliti
untuk duduk bersama kembali merancng kembali tindakan apa yang efektif yang dapat
dilakukan guru dan apa yang dapat dikerjakan oleh siswa. Dengan langkah ini akan dapat
dicapai kemitraan penelitian yang sungguh-sungguh bermanfaat bagi guru serta peneliti
sendiri dalam pengembangan model PTK.
Hendaknya harus selalu diupayakan bahwa dalam melaksanakan penelitian tindakan
kelas, peneliti harus memperlakukan partnernya sebagai mitra sejajar, jangan sampai guru
diperlakukan hanya sebagai pengumpul data dab responden atau penjawab pertanyaan dalam
wawancara yang dilakukan peneliti. Guru harus terlibat sungguh-sungguh sejak awal
penelitian dirancang dan berperan serta secara aktif dalam seluruh kegiatan penelitian
tindakan kelas. Demikian pula terhadap hasil akhir yang disajikan dalamlaporan, guru
diminta untuk memberikan sumbangan pendapat dan penilaiannya terhadap apa yang telah
dilakukan dan dicapainya.

Implementasi
Jika peneliti melakukan penelitian tindakan di kelas yang artinya tindakan dikenakan
kepada siswa,maka langkah-langkah yang dapat diikuti, yaitu:

1. Kegiatan awal persiapan implementasi,meliputi:


a. Pembicara dialog dengan kepala sekolah dan guru
mengenai rencana PTK untuk mematangkan
rencana,
b. Pelatihan bagi guru,
c. Penciptaan situasi kelas dan sekolah,
d. Pelatihan dengan simulasi dan pemberian contoh
bagaimana melakukan tindakan,
e. Persiapan cara dan alat pemantauan dan perekaman
data,
f. Persiapan perangkat dan bahan yang diperlukan
untuk melaksanakan tindakan, dan
g. Persiapan untuk mendiskusikan hasil pemantauan
atau observasi dengan guru

2. Persiapan
Hari pertama merupakan saat yang paling kurang menyenangkan. Oleh karena itu,
perlu persiapan secara mental. Guru yang akan melaksanakan perlu dimotivasi dan
dikuatkan. Jika dipandng perlu, maka peneliti memberi contoh langsung di kelas bagaimana
tindakan dilakukan dalam masa persiapan ini.

33
Demikian pula penyiapan siswa dan situasi kelas, hendaknya jangan sampai
menimbulkan kejutan mendadak. Buatlah situasi wajar-wajar saja, tidak perlu perlakuan,
seperti diam, tidak boleh berisik, mata memandang ke papan tulis, jika tidak diperintah tidak
boleh melakukan, dan sebagainya.

3. Implementsi di kelas
Pada waktu mulai dilakukan tindakan hendaknya peneliti mendampingi guru
kelas.sehingga jika terjadi hal-hal yang menyebabkan guru ragu-ragu melaksanakan,
penelitian langsung dapat membantu tanpa menimbulkan kebingungan siswa. Kehadiran
peneliti selain untuk mendampingi guru, juga untuk mengikuti perkembangan dan perubahan
akibat dari tindakan. Pemantauan proses sangat penting,dengan informasi gambaran proses,
akan dapat diketahui apakah pelaksanaannya sesuai dengan yang direncanakan. Seyogyanya
peneliti tidak membiarkan guru sendirian tanpa ada yang mendampingi dan memantau apa
yang dilakukan dan reaksi atau respon siswa.
Pada saat istirahat sebaiknya peneliti dapat berbincang-bincang dengan siswaagar
memperoleh informasi apa yang dirasakan oleh siswa dan persepsi mereka. Apa yang
diperoleh peneliti selama melakukn pemantauan, hendaknya dapat dibicarakan dan dilakukan
refleksi bersama-sama. Hasil refleksi dapat digunakan untuk memperbaiki prosedur dan cara
bertindak yang dilakukan guru.

4. Pengolahan dan pengendalian


Agar pelaksanaan tindakan dapat menjamin terciptanya tujuan, maka perlu adanya
pengolahan dan pengendalian. Pengolahan mencakup pengorganisasian kegiatan, waktu
maupun sarana yang dipergunakan. Dengan pengolahan yang baik, maka efisiensi dan
efektivitas dapat dicapai. Sedang pengendalian dimaksudkan agar jika diperlukan perubahan
di tengah jalan atau proses, perubahan justru untuk meningkatkan pencapaian hasil dan
bukan penyimpangan yang menjauhi sasaran. Oleh karena itu, peneliti perlu hadir di kelas
karena peneliti sebagai manajer penelitian.
Peneliti dan guru SD yang berpartisipasi harus senantiasa mencatat dan merekam
semua kejadian selama proses berlangsung. Catatan ini sangat berguna untuk bahan analisis
dan refleksi.

5. Modifikasi prosedur dan cara tindakan


Hasil refleksi merupakan masukan dan bahan pertimbangan untuk melakuka
modifikasi. Tujuan modifikasi adalah untuk pemercepatan pencapaian tujua, sekiranya cara
yang dilakukan kurang menjamin dan lamban menimbulkan perubahan. Contohnya, untuk
mendorong siswa yang takut berbicara di depan kelas guna menjelaskan hasil yang diperoleh
(misal matematika-aritmatika) guru perlu melakukan suatu tindakan, maka siswa diminta
menerangkan dengan alat peraga yang dibawa sendiri atau dipilih sendiri. Dengan cara ini,
ternyata siswa menjadi lebih lancar berbicara. Tindakan meminta siswa menggunakan alat
peraga yang dibawa atau dipilih sendiri merupakan penambahan yang terjadi di dalam
proses.
Dengan demikian, terbuka kesempatan bagi guru maupun siswa untuk melakukan
hal-hal yang belum atau tidak terencana, tetapi mendukung pencapaian hasil. Tentu saja
peneliti harus melaporkan terjadinya modifikasi yang dilakukan. Hendaknya guru dan
peneliti bersemboyan “marilah kita lakukan yang terbaik bagi siswa demi peningkatan
kualitas pendidikan yang akan dicapainya.”
Penelitian tindakan kelas, bukan merupakan penelitian eskperimental yang dilakukan
di laboratorium, tetapi merupakan penelitian yang bersifat praktis dan berdasarkan
permasalahan keseharian di sekolah.
Dalam melaksanakan suatu penelitian tindakan kelas, peneliti harus mengikuti
langkah tertentu yang membimbing peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian secara
runtut.
Langkah-langkah umum PTK yang dapat dipakai adalah:
1) Mengidentifikasi masalah,
2) Menganalisis masalah dan menentukan faktor-faktor yang
diduga sebagai penyebab utama,
3) Merumuskan gagasan-gagasan pemecahan masalah bagi faktor
penyebab utama yang gawat dengan mengumpulkan data da
menafsirkan untuk mempertajam gagasan tersebut dan untuk
merumuskan hipotesis tindakan sebagai pemecahan, dan
4) Kelayakan solusi atau pilihan tindakan pemecahan masalah
Langkah selanjutnya adalah membuat rancangan bagaimana tindakan sebagai
pemecahan masalah dilaksanakan. Oleh karena itu, peneliti perlu membuat desain dan
prosedur implementasinya dengan tahap kegiatan sebagai berikut :
1. Merancang model PTK sesuai dengan permasalahan, rencana kegiatan tindakan,dan
keadaan atau situasi kelas;
2. Mengatur langkah-langkah yang akan dilakukan;
3. Meakukan identifikasi komponen-komponen pendukung yang diperlukan;
4. Melakukan pengaturan dan penyusunan jadwal kegiatan yang akan dilakukan, dan
5. Menyusun desain tindakan sesuai dengan model PTK dan jadwal kegiatan.
Setelah penusunan desain selesai, langkah berikutnya adalah menerapkan atau
melaksanakan tindakan sesuai dengan renacana yang ditetapkan. Agar pelaksanaan dapat
berjalan dengan lancar,maka perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan, seperti
kondisi, situasi, materi/bahan, alat dan peraga, dan sebagainya yang perlu diadakan di
dalam kelas yang akan dipakai untuk melaksanakan tindakan;
2. Menyusun prosedur pelaksanaan, yaitu urutan kegiatan yang dilakukan oleh para
pelaku tindakan sesuai dengan cara yang telah ditetapkan;
3. Melakukan modifiksi jika dipandang perlu untuk menjamin tercapainya tujuan. Hal
ini terjadi jika apa yang dilakukan, sekalipun sudah sesuai dengan prosedur dan cara
yang ditetapkan, ternyata tidak efektif atau “ tidak jalan”. Bila hal ini terjadi maka
perlu dilakukan “sesuatu”. Misalnya, karena tidak tepat, cara, dan waktu, maka
prosedur dapat diubah, disesuaikan, bahkan diganti,dan
4. Melakukan pengelolaan dan pengendalian agar tidak terjadi penyimpangan prosedur,
cara, penyalahgunaan alat dan pemborosan yang mungkin menghambat pelaksanaan
tindakan.

B. Penerapan PTK
Sejalan dengan uraian di atas, Suyanto (1996:1) menyatakan bahwa guru dalam
menerapkan peneliian tindakan kels harus mengetahui: (1) cara memulai penelitian tindakan
kelas; (2) perlu tidaknya penelitian tindakan kelas dilakukan di kelas tempat mengajar, dan

35
(3) cara merumuskan pertanyaan terhadap perasaan ketidakpuasan dalam pembelajaran.
Agar dapat menerapkan PTK, guru perlu meningkatkan keprofesionalannya,
mengingat tuntutan zaman sekarang ini mengarah ke arah perbaikan pembelajaran.
Perkembangan ilmu dan teknologi menuntut perkembangan materi dan metode pengajaran.
Pengajaran dengan metode dan materi yang rendah hanya akan membodohi yang baik
dengan materi yang tinggi. Guru harus mau dan mampu mengurasi sisi lemah yang dimiliki
dalamproses pembelajaran di kelas. Menurut Suyanto (1996:12), guru harus mampu
merefleksi, merenung, dan bepikir balik terhadap apa saja yang telah dilakukan dalam proses
pembelajaran dalam rangka perenungan itu mungkin guru akan menentukan kelemahan-
kelemahan praktik pembelajaran yang selama ini selalu dilakukannya tanpa disadari. Sebagai
contoh, dalam perenungan itu akhirnya guru menyadari bahwa anak-anak sekolah kelas 3
selalu mengalami kesulitan untuk belajar bilangan pecahan.dilihat dari pencapaian hasil
belajar, para siswa selalu mendapatkan nilai yang amat jelek pada penjumlahan dan
pengurangan bilangan pecahan. Untuk mengatasi persoalan ini, guru dapat melakukan
penelitian tindakan kelas dengan mencoba berbagai alternatif model pembelajaran agar
siswa dapat belajar bilangan pecahan dengan lebih mudah.
Model pembelajaran yang dirasa cocok oleh guru perlu dicobakan. Dengan
melakukan tindakan itu, guru memiliki gambaran apakah metodenya itu cocok atau tidak.
Bila metode itu tidak cocok mengapa hal itu bisa terjadi dan bagaimana cara
memperbaikinya.bila metode itu agak cocok, maka sisi mana yang masih perlu diperbaiki.
Proses ini disebut merefleksi kembali akan efektivitas tindakan-tindakan yang dicobakan
dalam upaya untuk memudahkan siswa belajar. Dengan mencobakan itu, akhirnya guru dapat
menemukan model dan/atau metode mengajar yang paling tepat agar para siswa lebih mudah
memahaminya.
Guru dapat memulai PTK apabila menemukan persoalan pembelajaran yang
dihadapinya. Agar dapat mengoptimalkan penerapan penelitian kelas bagi perbaikan proses
pembelajaran, guru perlu memulainya sedini meungkin begitu merasakan adanya persoalan-
persoalan dalam proses pembalajaran.untuk dapat segera memulai dan menerapkan
penelitian tindakan kelas, ada petunjuk praktis dari Mc Niff (dalam Suyanto, 1996 : 13-15)
yang perlu kita perhatikan, yaitu:

1. Berangkatlah dari persoalan yang kecil dulu


Jika proses pembelajaran dapat meliputi perencanaan, implementasi,dan evaluasi,
ambillah salah satu aspek atau bahkan bagian dari salah satu aspek pembelajaran tersebut.
Sebagai contoh, guru dapat melakukan penelitian tindakan dalam aspek perencanan
pemeblajaran mengenai cara mengkomunikasikan silabus kepada siswa, menentukan tujuan
belajar bagi mata pelajaran tertentu, penjadwaan mata pelajaran tertentu, dan sebagainya.
Dalam aspek implementasi perencanaan pembelajaran guru dapat melakukan penelitian
tindakan kelas dengan berbagai persoalan kecil, seperti peningkatan kualitas bertanya guru
kepada siswa, relevansi metode dengan materi ajar, persoalan pengelompokan siswa untuk
kepentingan pembelajaran dikelas, dan sebagainya.

2. Rencana penelitian tindakan itu secara cermat


Penerapan penelitian tindakan kelas untuk perbaikan proses pembelajaran harus
direncanakan secara cermat. Perencanaan yang cermat ini pada hakikatnya menyangkut
skenario tindakan-tindakan apa saja yang akan dicobakan dalam penelitian itu, persoalan
mana yang harus dipecahkan terlebih dahulu, kelas mana yang hrus dilibatkan, kepada siapa
harus meminta bantuan kosultasi, dan sebagainya. Pendek kata, semua kegiatan yang harus
dilakukan dalam skenario penelitian harus direncakan secara teliti, cermat dan tuntas.

3. Susunan jadwal yang realistik


Penelitian tindakan kelas melibatkan siswa untuk berpartisipasi dalam mencoba
berbagai tindakan dalam penelitian dengan melalui beberapa putaran (siklus). Oleh sebab itu,
guru harus menentukan jadwal dari setiap tindakan yang dicobakan serealistik mungkin.
Artinya, jangan sampai terjadi penjadwalan yang tidak sesuai dengan: tuntutan jurikulu,
rentan belajar siswa secara formal di sekolah (misalnya: Cawu I, Cawu II, Cawu III), jadwal
mata pelajaran setiap hari, dan sebagainya. Untuk menghindari kegagalan dalam
penjadwalan, maka perlu juga disusun jadwal yang ideal dan jadwal yang agak longgar agar
jika terjadi penyimpangan implementasi suatu tindakan dalam suatu putaraan dapat
diantisipasi sejak awal.

4. Libatkan pihak lain


Dalam melakukan penelitian tindakan,guru perlu melibatkan pihak lain agar
tindakan-tindakan yang dicobakan dapat dijaga. Penelitian tindakan memiliki jiwa atau sifat
melibatkan pihak lain, bukannya sebuah penelitian pada orang lain. Oleh sebab itu,
keterlibatan pihak lain, seperti guru lain, siswa, kepala sekolah, dan pengawas harus
dipandang sebagai mitra kerja dalam rangka pelaksanaan penelitian tindakan kelas.

5. Buatlah pihak lain yang terkait terinformasi


Dalam melakukan penelitian tindakan kelas, guru perlu menginformasikan kegiatan-
kegiatan yang akan dicobakan dalam penelitian itu kepada pihak-pihak yang terkait. Tujuan
utama untuk melakukan hal ini adalah agar tindakan dalam penelitian itu tidak dianggap
sebagai kegiatan yang subversif dan menggoyahkan tradisi yang sudah mapan. Jika guru
akan mencoba tindakan-tindakan tertentu dalam proses pemeblajaran, maka kepala sekolah,
guru lain, dan orang tua perlu diberitahu akan hal itu. Hal ini perlu dilakukan agar guru
sebagai peneliti akan mendapatkan dukungan baik secara administrtatif, psikologis, maupun
dukungan profesional.

6. Ciptakan sistem umpan balik


Dalam melakukan penelitian tindakan kelas, guru perlu menciptakan sistem umpan
balik. Sistem ini sebenarnya merupakan bagian penting dari proses pembelajaran. Oleh sebab
itu, dalam penelitian tindakan kelas peneliti (guru) perlu segera memebritahukan hasil
penelitiannya kepada pihak lain yang terkait agar memungkinkan baginya mendapatkan
umpan balik. Sistem umpan balik sangat penting untuk diciptakan agar peneliti memperoleh
masukan yang bersifat korektif dan/atau bahkan dapat memperbaiki arah penelitian
selanjutnya jika penelitian itu masih berada pada putaran-putaran awal.

7. Buatlah jadwal penulisan


Sejak awalpeneliti perlu membuat jadwal penulisan hasil penelitian baik secara
formal maupun informal sebab dengan penulisan terhadap semua proses, kegiatan dan hasil
penelitian tindakan kelas berarti akan memungkinkan bagi peneliti untuk memiliki gagasan
yang lebih jelas tentang apa yang sedang dan akan terjadi. Dengan demikian, peneliti atau

37
guru akan semakin memahami secara tuntas terhadap proses pemeblajaran yang sedang
diperbaiki melalui penelitian tindakan kelas.

Di samping tujuah langkah tersebut, menurut Suyanto (1996:14) sebenarnya peneliti


perlu memikirkan kriteria keberhasilan tindakan yang dirancang untuk perbaikan proses
dan/atau produk pembelajaran. Oleh sebab itu, langkah penetapan kriteria keberhasilan juga
perlu dipikirkan oleh para peneliti dan guru yang secara kolaboratif ingin melakukan
penelitian tindakan kelas di sekolah. Penetapan kriteria ini menjadi penting untuk dipikirkan
agar setelah melakukan penelitian tindakan kelas, guru akhirnya mengetahui bagaimana cra
melihat keberhasilan yang diakibatkan oleh adanya penelitian tindakan kelas yang secara
kolaboratif telah mereka lakukan.

FORMAT USULAN DAN LAPORAN PENELTIAN TINDAKAN KELAS

Penyusunan Usulan Penelitian


Penelitian juga harus diawali dengan penyusunan proposal, atau ada juga sebagian
orang menyebutnya protokol penelitian. Penyusunan usulan ini diperlukan karena sifatnya
fungsional, maksudnya bagi peneliti digunakan sebagai aturan langkah yang akan ditempuh,
sedangkan bagi yang diteliti mengetahui peran yang harus ditempih. Bagi orang lain
mengetahui langkah yang akan ditempuh. Bagi pihak penyandang dana mengetahui
urgensinya penelitian itu dibiayai.

Isi dan Sistematika


Isi dan sistematika lebih dikenal dengan format penelitian, pada umumnya banyak
ditentukan oleh sponsor atau penyandang dana. Jika sponsor tidak menentukan format
tertentu, atau dibiayai sendiri (swadana), maka format dapat ditentukan sendiri oleh peneliti.
Namun demikian ada unsur minimal yang harus dipenuhi oleh usulan PTK, yaitu :
1. Judul Penelitian
2. Bidang Ilmu
3. Latar Belakang
4. Rumusan Masalah
5. Tujuan Penelitian
6. Manfaat Penelitian
7. Kerangka Konseptual
8. Metode Penelitian
9. Penyiapan partisipan
10. Jadwal kegiatan Penelitian
11. Personalia Tim Peneliti
12. Perkiraan Biaya Penelitian
13. Lampiran

Untuk mendapatkan gambaran lebih lengkap lagi, berikut ini diberikan rambu-rambu ringkas
terhadap masing-masing unsur tersebut.

1. Judul Penelitian
Judul penelitian biasanya merupakan kalimat singkat dan padat yang secara jelas
menginformasikan masalah yang diteliti, terhadap apa atau siapa penelitian dikenakan,
dimana dan kapan penelitian itu akan dilakukan

2. Bidang Ilmu
Pada bagian ini dikemukakan termasuk bidang apakah masalah yang akan diteliti dengan
mengacu kepada pembidangan ilmu atau pengelompokan masalah. Contoh, metode
pengajaran sejarah (bidang ilmu); peningkatan mutu pendidikan (kelompok masalah).

3. Latar Belakang
Uraian pada latar belakang ini berisi deskripsi tentang isu-isu penting, situasi atau kondisi
di mana masalah yang akan diteliti itu muncul. Selain itu, pada bagian ini biasanya
dikemukakan pokok-pokok pikiran yang menggambarkan bahwa masalah yang dipilih
sangat penting dan mendesak (urgen) diteliti.

4. Rumusan Masalah
Pada bagian ini dikemukan satu atau beberapa butir pertanyaan yang jawabnya akan
dicari melalui kegiatan penelitian. Contoh rumusan masalah untuk penelitian tindakan
adalah sebagai berikut :
a. Apakah upaya memperbesar partisipasi siswa melalui penggunaan LKS
dapat meningkatkan prestasi belajar mereka ?
b. Apakah kunjungan ke pasar dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
menerapkan prinsip-prinsip perdagangan ?

5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian isinya sama dengan masalah penelitian, hanya berbeda pada cara
pengungkapannya. Rumusan masalah dituangkan dalam bentuk kalimat tanya, sedangkan
tujuan penelitian lazimnya dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Secara
operasional, tujuan penelitian berisi pertanyaan tentang temuan apa yang akan dihasilkan
oleh penelitian, dan temuan penelitian itu akan dipergunakan untuk memecahkan masalah
apa.

6. Manfaat Penelitian
Pada bagian ini dirumuskan tentang manfaat atau kegunaan hasil penelitian, berguna bagi
siapa dan apa bentuk manfaat hasil penelitian itu bagi mereka masing-masing.

7. Kerangka Konseptual
Pada jenis penelitian yang lain bagian ini disebut sebagai Kajian Pustaka. Dalam
penelitian tindakan dinamakan Kerangka Konseptual, karena didalamnya memuat
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan pengetahuan lain tentang masalah yang diteliti
berdasarkan tulisan yang ada.

8. Metode Penelitian
Pembahasan pada bagian metode ini berisi uraian tentang prosedur yang ditempuh dan
teknik yang dipilih untuk melaksanakan penelitian. Karena itu bagian ini memuat :
a. Rancangan (disain) penelitian yang berisi uraian singkat tetapi jelas

39
tentang penyusunan rencana tindakanm, pelaksanaan tindakan, observasi
dan refleksi hasil tindakan.
b. Populasi dan sampel.
c. Instrumen yang digunakan untuk merekam informasi/data dalam
pengamatan dan pemantauan.
d. Cara melaksanakan pengamatan (oservasi) dan refleksi.
e. Penyimpulan implikasi dan hasil refleksi.

9. Penyiapan Partisipan
Pada bagian ini dideskripsikan pertama-tama tentang bagaimana cara membentuk
kelompok partisipan yang terdiri dari para pelaksana prorgram (guru, kepala sekolah,
siswa atau yang lain). Kemudian uraian dilajutkan dengan bagaimana melibatkan mereka
dalam perumusan maslaah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi
hasil tindakan.

10. Jadwal Kegiatan


Sesuai dengan namanya, bagian ini berisi daftar kegiatan sesuai dengan urutan atau
langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan disertai dengan ancer-ancer waktu yang
diperlukan untuk masing-masing jenis kegiatan.

11. Personalia Tim Peneliti


Pada bagian ini dikemukakan nama, kedudukan, dan tugasnya masing-masing dalam
penelitian. Pada umumnya unsur yang ada di dalamnya ialah: Ketua, Anggota, dan Staf
administrasi.

12. Perkiraan Biaya


Uraian di sini menyangkut semua jenis pembiayaan secara rinci apa dan berapa biaya
yang diperlukan.

13. Lampiran
Usulan penelitian pada umumnya dilampiri riwayat hidup (curriculum vitae) ketua dan
anggota tim peneliti, dan surat-surat penting lainnya.

Penulisan Laporan Penelitian Tindakan


Perkembangan terakhir dilihat dari formatnya, laporan penelitian ada dua macam,
pertama laporan biasa yang ini sudah sangat umum, kedua, laporan ringkasan eksekutif
(executive summary). Laporan penelitian dalam format ringkasan eksekutif, sesuai dengan
namanya, adalah jenis laporan penelitian yang menyajikan secara ringkas, padat dan
menyeluruh tentang proses dan hasil penelitian. Jenis laporan ini berisi butir-butir penting
dari proses dan hasil penelitian. Karena itu, laporan penelitian dalam format ringkasan
eksekutif perlu disajikan saripatinya saja dalam bentuk ringkasan dan dituangkan dalam
alinea-alinea yang ringkas dan padat.
Isi pokok yang harus dicakup dan sistematika sajian laporan penelitian dalam format
ringkasan eksekutif adalah :
1. Judul Penelitian
2. Nama Peneliti
3. Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian.
4. Metode penelitian yang memuat rancangan penelitian, sasaran penelitian dan
prosedur/langkah kerja.
5. Hasil-hasil penelitian.
6. Kesimpulan.
7. Daftar Pustaka.
Panjang laporan adalah 10 sampai dengan 15 halaman kertas kuarto yang diketik
dengan spasi ganda. Adapun format laporan lengkap penelitian tindakan sistematikanya
minimal adalah sebagai berikut :
A. Bagian Awal
Halaman Judul
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
B. Bagian Utama
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penelitian
4. Manfaat Penelitian
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL
1. ................
2. ................
3. Hipotesis
dst
BAB III METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
2. Populasi dan Sampel
3. Perencanaan dan Pelaksanaan Tindakan
4. Prosedur Observasi dan Refleksi
5. Prosedur Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN
1. Validasi Instrumen Penelitian
2. Paparan Data
3. Uji Hipotesis
4. Pembahasan

BAB V PENUTUP
1. Simpulan
2. Saran/rekomendasi

C. Bagian Akhir
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran

41
D. Latihan
Susun usulan penelitian tindakan kelas sesuai masalah yang dihadapi guru dalam
pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Pedoman Penyusunan Usulan Dan Laporan Pengembangan Inovasi Pembelajaran


Di Sekolah (Pips) Tahun Anggaran 2008, Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan 2007

Kemmis, Stephen & Mc. Taggart, Robin, 1988. The Action Research Planner. Victoria:
Deakin University

Noeng Muhadjir, 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas, Bagian Keempat,
Analisis dan refleksi. Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud.

Soedarsono, FX. 1997, Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas, Bagian Kedua,
Rencana Desain dan Implementasi, Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud

Soemarno, 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas, Bagian


KetigaPemantauan dan Evaluasi, Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud

Suharsimi, Suhardjono dan Supardi (2006) Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Suyanto, 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas, Bagian Kesatu,
Pengenalan Tindakankelas, Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud

You might also like