You are on page 1of 23

I.

Identitas Pasien Nama Rumah Sakit Ruang Rawat Nama Pasein Umur Jenis Kelamin Berat badan Tinggi badan : Rumah Sakit X : VIP : Tuan L.H : 57 tahun : laki-laki ::-

II. Rekap data hasil pemeriksaan klinik Pemeriksaan Nilai normal Tanggal 2/1 3/1

30/12

31/12

1/1

4/1

5/1

7/1

HEMATOLOGI Hemoglobi n Hematokrit Leukosit Trombosit 14-18 40-54 4.000 10.000 150.000 400.000 14,6 45 10.600 118.00 0 15,2 15,1 14,4 43 9.400 116.0 00 14,7 14,3 14,4 13,1 39 138.0 00

46 45 12.800 12.300 112.00 106.00 0 0

44 43 44 10.200 10.100 10.300 116.00 117.00 118.00 0 0 0

FAAL HATI SGOT SGPT Sampai 37 Sampai 41 227 444 325 514

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Albumin Protein total Globulin Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek FAAL GINJAL Ureum Kreatinin ELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida

3,8 5,4 6,4 8,3 2,0 3,0 0,2 1,0 0,1 0,3 0,2 0,7

1,77 1,01 0,76

3,04 6,53 3,49 -

3,55 -

15 43,2 1,25

33,3 1,05

63,7 1,25

29,5 1,13

135 145 3,5 - 5 95 - 105

133,2 3,70 98,6

FAAL JANTUNG CKMB 24 7 -

IMUNOLOGI SEROLOGI T3 T4 TSHS 0,922,33 60-120 0,25-5,0 1,22 70,47 2,81 -

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

III. Teori Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat digunakan darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan kimia darah di dalam laboratorium klinik antara lain uji fungsi hati, otot jantung, ginjal, lemak darah, gula darah, fungsi pankreas, elektrolit dan dapat pula dipakai beberapa uji kimia yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis anemi.

1. HEMATOLOGI Pemeriksaan hematologi merupakan sekelompok pemeriksaan laboratorium klinik yang terdiri dari beberapa macam pemeriksaan seperti kadar hemoglobin, hitung lekosit, eritrosit, trombosit, laju endap darah (LED), sediaan hapus, hematokrit, retikulosit, dan pemeriksaan hemostatis. (Depkes RI, 1989) Pemeriksaan Hematologi bertujuan untuk : 1. Mendeteksi kelainan hematologi (anemia atau leukemia) di mana diduga ada kelainan jumlah dan fungsi dari sel-sel darah. 2. Mendeteksi penyakit pendarahan yang menunjukkan kelainan faal hemostasis. 3. Membantu diagnosis penyakit infeksi dengan melihat kenaikan atau penurunan jumlah leukosit serta hitung jenisnya. 4. Mengetahui kelainan sistemik pada hati dan ginjal yang dapat mempengaruhi sel darah baik bentuk atau fungsinya. Hemoglobin (Hb)

Merupakan protein yang terdapat dalam eritrosit yang berfungsi membawa oksigen ke dalam tubuh. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kosentrasi Hb pada komponen darah, evaluasi anemia hemolitik (anemia yang disebabkan rusaknya eritrosit lebih cepat). Nilai normal untuk laki-laki adalah 14 18 (g/dL). dan untuk perempuan 12 16 (g/dL) Hematokrit

Merupakan perbandingan antara sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan sel trombosit dengan plasma darah. Pemeriksaan hematokrit dilakukan bersamaan
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

dengan pemeriksaan Hb dan eritrosit yang digunakan untuk menentukan keadaan anemia, kehilangan darah, anemia hemolitik, polisitemia. Nilai normal untuk laki-laki adalah 42 52 % sedang untuk perempuan adalah 37 47%. Leukosit (sel darah putih)

Berfungsi melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan virus. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan sel darah putih yang bertanggungjawab terhadap imunitas tubuh, evaluasi infeksi bakteri dan virus, proses metabolik toksik dan diagnosis keadaan leukemia. Nilai normal leukosit adalah 4,80 10,8 (103/l) Trombosit

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi, diagnosis dan pemantauan perdarahan, leukemia, gangguan pembekuan darah (disseminated intravascular coagulation. DIC) dan lainnya. Dengan nilai normal 150 -450 (103/l)

2. FAAL HATI Hati merupakan organ pusat metabolisme.Hal ini didukung oleh letak anatomisnya.Hati menerima pendarahan dari sirkukasi sistemik melalui arteri hepatika dan menampung aliran darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang diabsorbsi di usus. Karena itu fungsi organ hati penting diketahui dalam menilai kesehatan seseorang (Winkel P, 1975;Pincus MR, 2007). PERAN HATI DALAM METABOLISME Hati berperan penting dalam metabolisme berbagai zat, antara lain: 1. Karbohidrat: mengatur kadar glukosa darah dengan proses glikogenesis, glikogenolisis dan glukoneogenesisi. 2. Protein: mensintesis kebanyakan protein plasma (albumin, globulin, factor-faktor koagulasi) 3. Lemak/asam empedu : mensintesis lipid (fosfolipid, kolesterol, trigliserida), apoprotein, lipoprotein, enzim LCAT (lecithin-cholesterol acyltransferase) mensintesis dan mengekskresikan asam empedu 4. Vitamin : menyimpan vitamin (A, D, dan B12)
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

5. Mineral atau Besi : menyimpan mineral (Fe dan Cu) 6. Hormon: mengatalisis hormone (tiroid, esterogen, steroid) Pemeriksaan UFH (Uji Fungsi Hati) penting dalam menilai beratnya gangguan, membedakan jenis dan penyebab kelainan, serta memperkirakan perjalanan penyakit atau hasil pengobatan. Kelainan hati dapat terjadi lokal sebagai pusat gangguan suatu penyakit atau merupakan bagian dari penyakit sistemik atau sebagai efek samping dari pengobatan. (Sherlock S, 2002) Faal hati dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Faal sintesis: albumin, globulin, factor-faltor koagulasi, lipoprotein dan asam empedu primer. 2. Faal menyimpan : vitamin, mineral, glikogen 3. Faal ekskresi : bilirubin, asam empedu,kolesterol, obat-obatan 4. Faal detoksifikasi (menawarkan racun) : amoniak, hormon ateroid, bilirubin, obatobatan 5. Faal menyaring : sel-sel Kupffer menyaring toksin yang diserap dari usus Untuk uji fungsi sintesis dikenal kadar albumin serum, elektroforesis protein serum, aktivitas enzim kolinesterase (cholinesterase) dan uji masa protrombin dengan respons terhadap vitamin K. Bila ada gangguan fungsi sintesis sel hati maka kadar albumin serum akan menurun (hipoalbuminemia), yang lebih jelas bila lesi luas dan kronis; pada elektroforesis dapat dilihat fraksi albumin menurun sehingga rasio A/G menjadi terbalik (dari albumin yang lebih banyak menjadi globulin yang lebih banyak, juga dapat dilihat apakah terdapat pola hiperglobulinemia poliklonal); aktivitas enzim kolinesterase menurun, faktor-faktor koagulasi menurun terutama yang melalui jalur ekstrinsik sehingga masa protrombin akan memanjang, yang tidak dapat menjadi normal walaupun diberikan vitamin K dengan suntikan. (Sherlock S, 2002 Dufour DR, 2005) Untuk uji fungsi ekskresi dikenal kadar bilirubin serum, dibedakan bilirubin total, bilirubin direk (conjugated) dan bilirubin indirek (unconjugated), bilirubin urin, serta produk turunannya seperti urobilonogen dan urobilin dalam urin, sterkobilinogen dan sterkobilin dalam tinja, serta kadar asam empedu serum. Bila ada gangguan fungsi ekskresi maka kadar bilirubin total serum meningkat terutama
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

bilirubin direk, bilirubin urin mungkin positif, sedangkan urobilinogen dan urobilin serta sterkobilinogen dan sterkobilin mungkin menurun sampai tidak terdeteksi. Kadar asam empedu meningkat, lebih jelas pada pasca makan (postprandial). (Sherlock S, 2002 Dufour DR, 2006) Untuk fungsi detoksifikasi ada kadar amoniak. Bila ada gangguan fungsi maka kadar amoniak meningkat karena kegagalan mengubahnya menjadi ureum, kadar yang tinggi mungkin menyebabkan gangguan kesadaran, yaitu ensefalopati atau koma hepatik. (Sherlock S, 2002; Fauci AS, 2008) Terdapat pula pengukuran aktivitas beberapa enzim. Dalam hal ini enzimenzim tersebut tidak diperiksa fungsinya dalam proses metabolisme di hati tetapi aktivitasnya dalam darah (serum) dapat menunjukkan adanya kelainan hati tertentu. Meskipun bukan uji fungsi hati yang sebenarnya pengukuran aktivitas enzim-enzim tersebut tetap diakui sebagai UFH. Aktivitas enzim alanin transaminase (ALT) atau nama lama serum glutamate pyruvate transferase (SGPT) dan enzim aspartate transaminase (AST) atau nama lama serum glutamate oxaloacetate transferase (SGOT) meningkat bila ada perubahan permeabilitas atau kerusakan dinding sel hati, sebagai penanda ganguan integritas sel hati (hepatoselular). Aktivitas enzim fosfatase alkali (alkaline phosphatase = ALP) dan -glutamil transferase (GGT) meningkat pada kolestasis. Beberapa antibodi dan protein dapat menjadi penanda faktor etiologi penyakit hati tertentu. Contohnya otoantibodi untuk penyakit hati otoimun, misalnya antinuclear antibody (ANA) terutama pada hepatitis otoimun kronis, anti-smooth muscle antibodies (SMA) pada penyakit otoimun kronis, sirosis biliaris primer dan antimitochondrial antibody(AMA) pada sirosis hati, hepatitis otoimun kronis, dan sirosis biliaris primer. (Fauci AS, 2008) SGOT dan SGPT SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis, biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes laboratorium, keduanya dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati. Dibandingkan dengan SGOT, SGPT lebih spesifik menunjukkan ketidakberesan sel hati, karena SGPT hanya sedikit saja diproduksi oleh sel nonliver.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama.

Albumin Albumin merupakan protein yang dibuat oleh hati. Tes ini dapat membantu menentukan apakah pasien memiliki penyakit hati atau penyakit ginjal, atau jika tubuh tidak menyerap cukup protein. Albumin membantu memindahkan banyak molekul kecil melalui darah, termasuk bilirubin, kalsium, progesteron, dan obatobatan. Hal ini memainkan peran penting dalam menjaga cairan dari darah dari bocor keluar ke jaringan. Kekurangan albumin dapat terjadi pada penyakit hati (misalnya serosi), kekurangan gizi, kebocoran di ginjal (misalnya sindrom nefrotik). Tes ini juga digunakan untuk mengukur protein yang dibuat oleh hati dan memberitahukan apakah hati membuat protein ini dalam jumlah cukup atau tidak. Protein total Pemeriksaan protein total menunjukkan baiknya kemampuan hati memproduksi protein untuk kebutuhan tubuh memerangi infeksi dan menjaga fungsi lainnya. Berkurangnya kadar dari nilai normal mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit hati karena hati merupakan organ pengasil protein di dalam tubuh.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Globulin Penurunan kadarnya berarti terdapat gangguan kekebalan tubuh. Peningkatan kadar globulin terjadi pada infeksi, penyakit hati dan beberapa keganasan. Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoronitransferase. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh). Karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung. Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung. Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis.Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek. Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Ikterik kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kinikterus timbul karena bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis. Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin. Bilirubin total, bilirubin direk PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma,hepatitis, sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam paraaminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K. PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi. Bilirubin indirek PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk) PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

3. FAAL GINJAL Ginjal kita, yaitu sistem penyaringan alami tubuh kita, melakukan banyak fungsi penting. Fungsi ini termasuk menghilangkan bahan ampas sisa metabolisme dari aliran darah, mengatur keseimbangan tingkat air dalam tubuh, dan menahan pH (tingkat asam-basa) pada cairan tubuh. Kurang lebih 1,5 liter darah dialirkan melalui ginjal setiap menit. Dalam ginjal, senyawa kimia yang ampas disaring dan dihilangkan dari tubuh (bersama dengan air berlebihan) sebagai air seni. Penyaringan ini dilakukan oleh bagian ginjal yang disebut sebagai glomeruli.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Banyak kerusakan dapat berpengaruh pada kemampuan ginjal kita dalam melakukan tugasnya. Beberapa dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (akut); yang lain dapat menyebabkan penurunan yang lebih lamban (kronis). Keduanya menghasilkan penumpukan bahan ampas yang toksik (racun) dalam darah. Adalah sulit mengukur kerusakan ini secara langsung. Oleh karena itu, dibentuk beberapa tes laboratorium yang memberi gambaran mengenai kesehatan ginjal. Tes ini disebut sebagai tes fungsi ginjal atau faal ginjal, dan dapat membantu menentukan penyebab dan tingkat masalah ginjal. Tes dilakukan pada contoh air seni dan darah. Kreatinin Kreatinin berasal dari pemecahan kreatininfosfat otot. Kadar kreatinin darah menggambarkan fungsi ginjal secara lebih baik dan lebih stabil daripada kadar ureum darah. Kreatinin umumnya dianggap tidak dipengaruhi oleh asupan protein tetapi tidak sebesar pengaruhnya terhadap kadar ureum. Kreatinin terutama dipengaruhi oleh massa otot. Karena itu kadar kreatinin darah lebih tinggi pada lalkilaki dibandingkan pada perempuan, meningkat pada atlit dengan massa otot banyak, dan juga pada kelainan pemecahan otot. Sebaliknya kadar kreatinin menurun pada orang usia lanjut yang massa ototnya berkurang. Salah satu bahan ampas yang disaring oleh glomeruli adalah senyawa yang disebut kreatinin. Kreatinin adalah bahan ampas dari metabolisme tenaga otot, yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal dari darah ke air seni. Jadi jumlah kreatinin yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam dapat menunjukkan tingkat kerusakan (bila ada) pada glomeruli. Tes ini disebut sebagai keluaran kreatinin (creatinine clearance), dan hasil tes ini dapat kurang lebih sama dengan GFR. Namun tes tetap agak rumit. Oleh karena itu, sekarang umumnya GFR diestimasikan (eGFR) berdasarkan tingkat kreatinin dalam darah. Kemudian, eGFR dihitung dengan memakai salah satu dari beberapa rumusan, yang memakai variabel terkait usia, jenis kelamin dan (kadang) ras dan/atau berat badan. Juga ada rumusan khusus untuk anak, yang memakai variabel lain. Hasil diungkap sebagai volume darah yang disaring dalam mL/menit. Namun ada keraguan mengenai rumusan terbaik untuk rangkaian dan ras yang berbeda, dan untuk Odha.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Ureum

Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum. Berikut merupakan beberapa masalah klinisnya : 1. Peningkatan kadar Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam. Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular. Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah. Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik; diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotik (basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa, guanetidin); sulfonamide; propanolol, morfin;
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin. 2. Penurunan kadar Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.

4. ELEKTROLIT Di dalam tubuh manusia, kesetimbangan antara air (H2O)-elektrolit diatur secara ketat agar sel-sel dan organ tubuh dapat berfungsi dengan baik. Pada tubuh manusia, elektrolit-elektrolit ini akan memiliki fungsi antara lain dalam menjaga tekanan osmotik tubuh, mengatur pendistribusian cairan ke dalam kompartemen badan air (bodys fluid compartement), menjaga pH tubuh dan juga akan terlibat dalam setiap reaksi oksidasi dan reduksi serta dan ikut berperan dalam setiap proses metabolisme. Elektrolit yang terdapat dalam cairan tubuh yang dapat berupa kation (misalnya Na+, K+, Ca+, Mg+2) atau anion (misalnya Cl-, HCO3, HPO4, SO4, dan laktat). Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion sama besar sehingga potensial listrik serum bersifat netral. Pada cairan ekstra sel ( CES ) kation utama adalah Na+, dan anion utama adalah Cl- dan HCO3, sedangkan pada cairan intrasel ( CIS ) kation utama adalah K+1. Elektrolit utama dalam tubuh adalah Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, dan HPO4. Jumlah dan keseimbangan di antara masing-masing elektrolit ini sangat penting artinya bagi metabolisme dan fungsi tubuh yang normal, misalnya : a. Natrium Hampir seluruh natrium tubuh berada dalam darah dan dalam cairan di sekeliling sel. Natrium tubuh berasal dari makanan dan minuman dan dibuang melalui air kemih dan keringat. Ginjal yang normal dapat mengatur natrium yang dibuang dalam air kemih, sehingga jumlah total natrium dalam tubuh sedikit bervariasi dari

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

hari ke hari. Suatu gangguan keseimbangan antara asupan dan pengeluaran natrium akan mempengaruhi jumlah total natrium di dalam tubuh. Perubahan jumlah total natrium sangat berkaitan erat dengan perubahan jumlah cairan dalam tubuh. Kehilangan natrium tubuh tidak menyebabkan konsentrasi natrium darah menurun tetapi menyebabkan volume darah menurun. Jika volume darah menurun, tekanan daran akan turun, denyut jantung akan meningkat, pusing dan kadang-kadang terjadi syok. Sebaliknya, volume darah dapat meningkat jika terlalu banyak natrium di dalam tubuh. Cairan yang berlebihan akan terkumpul dalam ruang di sekeliling sel dan menyebabkan edema. Salah satu tanda dari adanya edema ini adalah pembengkakan kaki, poergelangan kaki dan tungkai bawah. Tubuh secara teratur memantau konsentrasi natrium darah dan volume darah. Jka kadar natrium terlalu tinggi, otak akan menimbulkan rasa haus dan mendorong kita untuk minum. Sensor dalam pembuluh darah dan ginjal akan mengetahui jika volume darah menurun dan memacu reaksi rantai yang berusaha untuk meningkatkan volume cairan dalam darah. Kelenjar adrenal mengeluarkan hormon aldosteron sehingga ginjal menahan natrium. Kelenjar hipofisa mengeluarkan hormon antidiuretik sehingga ginjal menahan air. Penahanan natrium dan air menyebabkan berkurangnya pengeluaran air kemih, yang pada akhirnya akan meningkatkan volume darah dan tekanan darah kembali ke normal. Jika sensor dalam pembuluh darah dan ginjal mengetahui adanya peningkatan tekanan darah dan sensor di jantung menemukan adanya peningkatan volume darah, maka ginjal dirangsang untuk mengeluarkan lebih banyak natrium dan air kemih, sehingga mengurangi volume darah. b. Kalium Kalium (K) adalah kation utama kompartemen cairan intraseluler ( CIS ). Sekitar 90 % asupan kalium diekskresikan di urin dan 10 % di feses. Konsentrasi normal kalium di plasma adalah 3,5 4,8 mmol/L, sedangkan konsentrasi intraseluler dapat 30 kali lebih tinggi, dan jumlahnya mencapai 98 % dari jumlah K keseluruhan. Walaupun kadar kalium di dalam CES hanya berkisar 2 % saja, akan tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga homeostasis. Perubahan sedikit saja pada kalium intraseluler, akan berdampak besar pada konsentrasi kalium plasma.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Keseimbangan Kalium diatur dengan menyeimbangkan antara pemasukan dan ekskresi, serta distribusi antara intrasel dan ekstrasel. Regulasi akut kalium ekstraseluler dicapai dengan perpindahan kalium internal antara CES dan CIS. Ketika kadar kalium ekstrasel meningkat akibat asupan yang banyak, atau disebabkan oleh pembebasan kalium internal, maka regulasi akut ini akan terjadi. Regulasi ini merupakan kontrol hormonal, yaitu Insulin disekresikan segera setelah makan, dan ini akan menstimulasi Na, K, ATPase dan mendistribusikan Kalium yang didapat dari selsel makhluk hidup yang dimakan ke intrasel. Epinefrin meningkatkan ambilan kalium sel, yang mana penting untuk kerja otot dan trauma. Kedua kondisi ini memicu terjadinya peningkatan kalium plasma. Aldosteron juga berperan dalam meningkatkan konsentrasi kalium intraseluler. Perubahan pH mempengaruhi distribusi kalium ekstra dan intraseluler. Pada asidosis, konsentrasi K ekstraseluler meningkat, sedangkan alkalosis cenderung membuat hipokalemia. Regulasi kronik untuk homeostasis K adalah oleh ginjal. 65 % dari K yang difiltrasi, direabsorpsi sebelum mencapai akhir dari tubulus proksimal ginjal, 20% di tubulus distal, dan 15 % lainnya di ansa henle. Jumlah ekskersi kalium ditentukan pada tubulus penghubung dan duktus koligentes Besarnya jumlah K yang direabsorpsi atau disekresi tergantung kepada kebutuhan. Pada keadaan dimana pemasukan berlebihan, maka ekskresi akan meningkat, begitupula sebaliknya. c. Klorida Merupakan cairan anion ekstraseluler ditemukan di darah, cairan intestinal, dan limpa. Berfungsi mempertahankan tekanan osmotik darah. Nilai normal klorida sekitar 95 105 mEq/L (mmol/L). d. Magnesium Merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel. Berfungsi pada aktivitas enzim, metabolisme karbohidrat dan protein. Magnesium di absorpsi oleh intestinal dan diekskresi oleh ginjal. Nilai normal 1,3 2, 1 mEq/L atau 1/3 dari jumlah plasma protein

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

e. Fosfat Ion fosfat merupakan anion dalam sel tubuh. Berfungsi sebagai keseimbangan asam basa. Penting pada pembelahan sel dan transmisi dari herediter. Fosfat diatur oleh PTH (Parathyroidhormon) dan diaktifkan oleh vitamin D. Nilai normal sekitar 2,5 4,5 mEq/L f. Bikarbonat Bikarbonat merupakan molekul anion. Berfungsi pada keseimbangan asam basa. Di atur oleh ginjal. Nilai normal sekitar 25 29 mEq/ L (mmol/L) Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit Usia Suhu lingkungan Diet Stress Sakit

5. FAAL JANTUNG Uji faal jantung dapat dipakai pemeriksaan creatine kinase (CK), isoenzim creatine kinase yaitu CKMB, brain natriuretic peptide (BNP) dan Troponin-T. Kerusakan dari otot jantung dapat diketahui dengan pemeriksaan aktifitas CKMB, BNP dan Troponin-T. Selain itu dapat diketahui pula dengan pemeriksaan hsCRP. Pemeriksaan LDH tidak spesifik untuk kelainan otot jantung, karena hasil yang meningkat dapat dijumpai pada kerusakan jaringan lain seperti hepatitis, pankreatitis, keganasan terutama dengan metastasis, penyakit anemia hemolitik, leukemia. CPK atau creatine phosphokinase (atau kadang hanya disebut sebagai CK atau creatine kinase) adalah enzim yang dapat ditemukan pada berbagai sel, terutama pada sel otot. Dilihat dari tipenya, enzim ini terdapat pada otot rangka (CK-MM), otot jantung (CK-MB), otak dan usus (CK-BB), dan mitokondria (CK-mt). Apabila terjadi kerusakan pada sel-sel ini, maka enzim CPK akan bocor keluar. Pada saat terjadinya serangan jantung, CPK akan meningkat dalam 4-8 jam, mencapai puncak

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

dalam 18 jam, dan kembali normal dalam 48-72 jam. Pemeriksaan CPK kurang spesifik pada jantung, karena juga meningkat pada penyakit otot rangka, trauma, dan infark serebri. Sedangkan CKMB, isoensim dari CPK, memiliki tingkat spesifisitas yang lebih tinggi dari CPK. CKMB akan meningkat dalam 3-6 jam setelah terjadi serangan jantung, mencapai puncak dalam 12-24 jam, dan kembali normal dalam 48-72 jam. Selain karena serangan jantung, CKMB juga meningkat pada miokarditis, gagal jantung, dan trauma pada otot jantung. Yang terpenting adalah mengetahui kapan kedua ensim ini akan meningkat, kapan puncaknya, dan kapan akan kembali normal, sehingga pemeriksaan yang dilakukan memiliki nilai diagnostik dan tidak sia-sia dilakukan. Contohnya, akan percuma jika dilakukan pemeriksaan CKMB pada hari keempat setelah serangan.

6. IMUNOLOGI SEROLOGI Triidothyronine (T3) adalah hormon tiroid yang ada dalam darah dengan kadar yang sedikit yang mempunyai kerja yang singkat dan bersifat lebih kuat daripada tiroksin (T4). T3 disekresikan atas pengaruh thyroid stimulating hormone (TSH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise dan thyroid releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus. T3 didalam aliran darah terikat dengan thyroxine binding globulin (TBG) sebanyak 38 80%, prealbumin 9 27% dan albumin 11 35%. Sisanya sebanyak 0.2 0.8% ada dalam bentuk bebas yang disebut free T3. Free T3 meningkat lebih tinggi daripada free T4 pada penyakit graves dan adenoma toxic. Free T3 dipakai untuk monitoring pasien yang menggunakan obat anti-tiroid, karena pada pengobatan tersebut, produksi T3 berkurang dan T4 dikonversi menjadi T3. Selain itu, kadar free T3 diprediksi untuk menentukan beratnya kelainan tiroid. Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free T4 dan yang terikat dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG sebanyak 75%, albumin 10% dan prealbumin 15% dari T4 total. Sebagian kecil yaitu 0.03% dari T4 ada dalam bentuk bebas yang disebut free T4. Free T4 ini merupakan suatu uji laboratorium yang paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi dari kelenjar tiroid.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang dihasilkan oleh hipofisa anterior. TSH berfungsi merangsang produksi hormon tiroid seperti T4 dan T3 melalui reseptornya yang ada di permukaan sel tiroid. Sintesis dari TSH ini dipengaruhi oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hypothalamus bila didapatkan kadar hormon tiroid yang rendah di dalam darah. Bila kadar T3 dan T4 meningkat, produksi TSH akan ditekan sehingga akan terjadi penurunan kadar T3 dan T4. Konsentrasi serum TSH yang menurun terdeteksi pada pasien dengan tirotoksikosis berat, serum TSH <0,004 Miu/L pada pasien hipertiroidisme berat. Hipertiroidisme subklinis didefinisikan oleh TSH yang rendah dengan T4 dan T3 yang normal. Pada kebanyakan individu dengan hypothyroidism, hasil TSH serumnya tinggi, tapi hasilnya normal untuk T4, T3, dan tiroksin bebas (FT4) pada mereka yang memiliki gangguan hipofisis atau hipotalamus. Penyebab penting bagi peningkatan dan penurunan hasil TSH adalah penyakit nonthyroidal (NTI). Pasien dengan NTI cenderung memiliki hasil TSH rendah selama sakit akut, kemudian TSH naik di atas rentang referensi dengan resolusi penyakit yang mendasarinya, akhirnya kembali ke normal setelah penyakit akut teratasi. Situasi ini bisa makin rumit karena obat-obatan, termasuk glucagons, opioid, glukokortikoid dan dopamin yang menekan TSH. Tes sensitif TSH sangat membantu dalam evaluasi terapi hormon tiroid pengganti atau terapi penekanannya.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

IV. Evaluasi Pemeriksaan hari ke-1 Pada hari pertama dilakukan tes hematologi (hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan trombosit), tes faal ginjal (ureum dan kreatinin) serta tes faal jantung. Hasil yang diperoleh adalah nilai hemoglobin normal, hematokrit normal, leukosit yang meningkat dari nilai normal, dan trombosit yang menurun dari nilai normal. Nilai tinggi dari leukosit mengindikasikan adanya infeksi dari virus yang masuk ke dalam tubuh pasien sedangkan nilai trombosit yang rendah menunjukkan beberapa kemungkinan, seperti anemia atau adanya kerusakan trombosit akibat infeksi virus. Pada pemeriksaan faal ginjal, hasil yang didapatkan kadar ureum normal dan kadar kreatininnya normal. Kreatinin dalam serum memang seharusnya lebih rendah apabila tidak mengalami gangguan ginjal, karena kadar kreatinin pada serum harus lebih rendah dibandingkan dengan kada kreatinin dalam serum. Disini pun dilakukan pemeriksaan faal jantung dengan memeriksa kadar CKMB (Creatinin Kinase MB). Hasil yang didapatkan normal.

Pemeriksaan hari ke-2 Pada hari ke-2 dilakukan pemeriksaan hematologi kembali (hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan trombosit). Hal ini dilakukan untuk memantau perkembangan dari proses penyakitnya apakah membaik atau menurun, sekaligus melihat perkembangan dari infeksi virus yang terdapat dalam tubuh pasien. Hasil yang diperoleh adalah sama dengan hari pertama. Kadar hemoglobin dan hematokrit normal, leukosit yang lebih besar dari nilai normal dan semakin tinggi yaitu menjadi 12.800 dari nilai normal 4.000-10.000, dan trombosit yang semakin menurun dari nilai normal (112.000 dari nilai normal 150.000-400.000). Pemeriksaan hari ke-3 Pada hari ke-3 dilakukan pemeriksaan hematologi kembali. Tujuan pemeriksaan untuk melihat perkembangan penyakit dari pasien dan melihat perkembangan infeksi virus yang terjadi karena pada hari ke-2 kadar leukosit semakin tinggi dan trombosit yang semakin menurun.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Hasil yang didapatkan nilai leukosit tetap lebih besar dari nilai normal yaitu sebesar 12.300 dan kadar trombosit yang semakin menurun menjadi 106.000. Berdasarkan hasil hematologi yang didapat, dilakukan pemeriksaan imunologi. Pemeriksaan ini dilakukan karena melihat kadar leukosit yang terus meningkat dan trombosit yang terus menurun atau dengan kata lain adanya infeksi virus. Imunologi disini yang diperiksa adalah fungsi kelenjar tiroid, karena untuk melihat kadar imun di dalam tubuh pasien. Sistem imun digunakan tubuh untuk melawan apabila terpajan dengan makhluk asing. Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan imunologi-serologi ini menunjukkan kadar T3, T4, TsHs yang normal juga. Pemeriksaan hari ke-4 Di hari ke-4 hanya dilakukan pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan dari infeksi virus yang terjadi di dalam tubuh pasien, dan untuk membandingkan dengan hasil pemeriksaan imunologi yang hari sebelumnya dilakukan dan menghasilkan kadar yang normal. Pemeriksaan hari ke-5 Di hari ke-5 dilakukan pemeriksaan hematologi kembali. Seperti hari-hari sebelumnya, pengujian ini dilakukan untuk memantau keadaan penyakit infeksi yang diderita oleh pasien. Pada hari ke-5 ini juga dilakukan pengujian faal hati, untuk mencoba menebak penyakit pasien apakah berhubungan dengan hati atau tidak karena pada pemeriksaan ginjal, jantung, dan imunologi menunjukkan kadar yang normal atau dengan kata lain tidak mengalami masalah. Pengujian faal hati yang dilakukan meliputi SGOT, SGPT, bilirubin total, bilirubin direk dan bilirubin indirek. Hasil pengujian SGOT menunjukkan kadar yang sangat tinggi dari nilai normalnya (227 dari nilai normal sampai 37), begitu juga dengan SGPT (444 dari nilai normal sampai 41). Kedua enzim ini merupakan enzim indikator untuk melihat fungsi hati. Pengujian bilirubin total, bilirubin direk dan bilirubin indirek pun menunjukkan adanya peningkatan kadar dari nilai normalnya. Peningkatan kadar semua pengujian faal hati yang dilakukan bisa menjadi gambaran kasar bahwa pasien mengalami gangguan hati. Pengujian hari ke-6 Pada hari ke-6, tetap dilakukan pemeriksaan hematologi untuk memantau keadaan infeksi dari pasien.
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Kemudian dilakukan pemeriksaan tambahan faal hati, untuk memperkuat data yang diperoleh pada hari sebelumnya. Pada hari ke-6 dilakukan pemeriksaan albumin, protein total, dan globulin. Hasil yang diperoleh adalah kadar albumin yang lebih rendah dari nilai normal, kadar protein total yang normal namun cenderung rendah, dan kadar globulin yang meningkat. Hati merupakan organ yang berperan untuk me-metabolisis protein untuk tubuh. Kadar albumin yang kurang menunjukkan bahwa protein yang dihasilkan oleh hati kurang. Begitu juga dapat dilihat dari jumlah protein total yang dihasilkan yang cederung mendekati batas minimal dari rentang normal atau dengan kata lain hanya sedikit protein total yang dapat dihasilkan oleh hati. Kedua parameter ini digunakan untuk melihat keadaan hati, baik atau tidak, untuk memproduksi protein yang dibutuhkan tubuh. Konsentrasi yang rendah dapat mengindikasikan terjadinya kerusakan atau penyakit hati. Pemeriksaan globulin menghasilkan kadarnya yang lebih tinggi dari nilai normal. Kadar globulin yang meningkat dapat mengindikasikan bahwa terjadi infeksi atau penyakit hati. Pemeriksaan hari ke-7 Pada hari ke-7 masih dilakukan pemeriksaan hematologi untuk memantau keadaan penyakit pasien. Dilakukan kembali pemeriksaan kadar albumin untuk memastikan keadaan fungsi hati yang kemarin telah diperiksa. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tetap kadar albumin lebih rendah dari nilai normalnya atau dengan kata lain hati memang dalam keadaan tidak baik sehingga tidak dapat menghasilkan protein sesuai kebutuhan tubuh. Dilakukan juga pemeriksaan faal ginjal kembali untuk memastikan keadaan ginjal pasien, karena melihat nilai albumin dan protein total yang lebih rendah dari nilai normal pada pemeriksaan hari sebelumnya kemungkinan akan memberikdan dampak pada ureum serum karena seperti yang diketahui bahwa ureum merupakan produk metabolisme protein dari hati. Hasil yang didapatkan justru nilai ureum meningkat dari nilai normal, tidak seperti hari pertama dilakukan pemeriksaan serta kadar kreatinin menunjukkan nilai normal. Dilakukan juga pemeriksaan kadar elektrolit untuk membuktikan apakah ada permasalahan pada ginjal yang disebabkan kadar ureum yang tinggi. Pemeriksaan elektrolit meliputi kadar natrium, kalium dan klorida. Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai normal atau dengan kata lain tidak ada permasalahan dengan penyerapan elektrolit-elektrolit pada ginjal pasien.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

Pemeriksaan hari ke-8 Pada hari ke-8 dilakukan pemeriksaan hematologi seperti hari-hari sebelumnya, namun tidak dilakukan pemeriksaan kadar leukosit. Dari hasil pemeriksaan dapat dilihat bahwa terjadi penurunan hematokrit sedikit dari nilai normalnya (39 dari nilai normal 40-54). Dari hari pertama sampai hari ke-8 dlihat dari pemeriksaan hematologinya, keadaan infeksi pasien ini stabil, tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang sangat drastis dari hari ke hari dan nilai masing-masing pemeriksaan tidak terlalu tinggi atau rendah dari nilai normal yang seharusnya. Untuk pemastian hasil pemeriksaan, dilakukan kembali pemeriksaan faal hati SGOT dan SGPT dan hasilnya tetap menunjukkan adanya peningkatan dari nilai normalnya, bahkan semakin meningkat dibandingkan dengan pemeriksaan yang sebelumnya. Dengan kata lain, pasien ini memang benar mengalami gangguan hati dilihat dari semua pengujian yang telah dilakukan dan menunjukkan nilai yang tidak normal semua. Sebagai pemastian juga dilakukan pengujian faal ginjal, karena kadar ureum pada pemeriksaan hari sebelumnya mengalami peningkatan. Hasil yang diperoleh adalah kadar ureum dan kreatinin berada dalam rentang nilai normal. Dengan kata lain, pasien ini tidak mengalami gangguan ginjal dan mungkin kadar ureum meningkat pada hari sebelumnya karena kesalahan pemeriksaan atau kemungkinan-kemungkinan lain selain gangguan ginjal.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

V. Kesimpulan Dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien Tn. L.H dan setelah kelompok kami analisis dari hari pertama sampai hari ke delapan, pasien mengalami kenaikan kadar leukosit dari nilai normal dan trombosit yang menurun dari nilai normalnya. Hal ini terjadi karena adanya infeksi virus di dalam tubuh pasien. Setelah ditelusuri lebih lanjut, pada berbagai macam pemeriksaan, hanya faal hati yang menunjukkan kemungkinan paling besar menunjukkan kerusakan dilihat dari berbagai pengujian yang dilakukan dan menunjukkan nilai yang mengindikasikan adanya penyakit hati, seperti peningkatan drastis nilai SGOT dan SGPT, penurunan kadar albumin dan protein total, meningkatnya globulin serta meningkatnya semua pengujian bilirubin. Sebagai hasil akhir, pasien Tuan L.H disimpulkan mengalami gangguan hati. Namun apabila dikaitkan dengan infeksi virus yang dialami pasien tersebut, mungkin saja pasien ini terpapar virus hepatitis. Namun, untuk penentuan penyakit hepatitis atau tidak, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan lebih spesifik.

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

VI. Daftar Pustaka Anonim, 1996. Kimia Klinik Teori dan Petunjuk Praktikum, Surakarta Anonim, 1998. Panduan Pemantapan Mutu Laboratorium Klinik, Jakarta : HKK Fauci AS, Kasper DL Longo DS, Braunwald E, Hauser SL, JL Jameson, Loscalzo J (eds). Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. e-Book New York: McGraw-Hill 2008 Chapter 296-296. Pincus MR, Tierno P, Dufour DR. Evaluation of liver function. Dalam: McPherson RA, Pincus MR. (eds). Henrys Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. 21th ed, Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007 p 263-76. Sacher A. Ronald dan Richard A. McPherson ; 2004; tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium ; penerbit buku Kedokteran (EGC) ; Jakarta Sherlock S, Dooley J. Diseases of the Liver and Biliary System. 11th ed. Oxford: Blackwell Science Ltd. 2002 p 1-35. Sudoyo, A.W. Dkk ; 2007 ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; Jakarta Winkel P, Ramsoe K, Lyngbye J, Tygstrup N. Diagnostic value of routine liver tests. Clin. Chem 1975; 21/1,:71-5. http://www.abclab.co.id/?p=358 diakses tanggal 28 Mei 2013 http://www.abclab.co.id/?p=944 diakses tanggal 18 Juni 2013 http://sumbarsehat.blogspot.com/2012/01/pemeriksaan-lab-penyakit-jantung.html diakses tanggal 18 Juni 2013 http://merumerume.wordpress.com/2010/02/27/tes-fungsi-thyroid/ tanggal 18 Juni 2013 diakses

http://softkartika.blogspot.com/2013/02/kimia-klinik.html diakses tanggal 18 Juni 2013

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK ANALISIS KASUS KELOMPOK 3

You might also like