Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demokrasi merupakan sebuah kata yang sering diungkapkan orang saat ini
dalam melihat sebuah sistem negara. Menurut Mahfud MD, ada dua alasan
negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental;
kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan yang esensial telah memberikan arah
tertingginya1.
etimologis demokrasi terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu
demos yang berarti rakyat atau penduduk setempat dan cratein atau cratos yang
renaissance, setelah terpuruk pada zaman pertengahan. Dua filsuf besar yakni,
John Locke dan Montesquieu masing-masing dari Inggris dan Prancis telah
1 Dalam A. Ubaidillah dkk, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani
(Jakarta: IAIN Jakarta Press) 2000 hal 161.
2 Dalam A. Ubaidillah dkk, Ibid., hal 169.
memberikan sumbangan yang besar bagi gagasan demokrasi. John Locke (1632-
1704) mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup,
dipegang oleh organ sendiri yang merdeka, artinya secara prinsip kiranya semua
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Robert A. Dahl
masyarakat5.
langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari
rakyat dewasa7.
3 Dalam Noer, Deliar, Pemikiran Politik Di Negeri Barat (Bandung:Mizan) 1997,hal 117
4 Dalam Noer, Deliar, Ibid., hal 135.
5 Dalam Effendy, Bahtiar, Teologi Baru Politik Islam (Yogyakarta: Galang Press)2001, hal 106
6 Dalam A. Ubaidillah dkk, op. cit. hal 162.
7 Dalam A. Ubaidillah dkk, Ibid., hlm 162.
3
Asshiddiqie, pada pra kemerdekaan telah tumbuh praktik yang dapat dikaitkan
Indonesia dapat dilihat dari empat periode yaitu, a. Periode 1945-1959, b. Periode
disebut juga dengan demokrasi parlementer. Periode ini juga dapat dikatakan
Maklumat No. X pada 3 November 1945 yang ditandatangani oleh Moh. Hatta.
politik yang telah terbentuk sebelumnya dan mendorong terus lahirnya partai-
pertama nasional di Indonesia ini dinilai berbagai kalangan sebagai proses politik
yang mendekati kriteria demokratis, sebab selain jumlah parpol tidak dibatasi,
Pasca pemilu 1955 terjadi sebuah fragmentasi politik yang kuat oleh
karena itu berdampak kepada ketidak efektifan kinerja parlemen hasil pemilu
1955 dan pemerintahan yang dibentuknya. Parlemen baru ini tidak mampu
dalam meletakan dasar negara Indonesia pada sidang konstituante, yang akhirnya
Sukarno. Pada faktanya fragmentasi dari multi partai pada demokrasi liberal ini
sangat disayangkan ketika sistem demokrasi parlementer ini harus dikubur oleh
dekrit presiden.
kalangan Islam yang menawarkan sebuah dasar negara serta sistem demokrasinya,
tokoh tersebut bernama Mohammad Natsir. Natsir mewakili partai Masyumi yang
Hingga dapat mewujudkan suatu negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat dan
demokrasi yang menurutnya sesuai dengan nilai rakyat Indonesia, yaitu theistik-
namun demokrasi, bukan pula sekuler. Tetapi lebih jelasnya demokrasi Islam
ilmuwan barat. Satu pihak ilmuwan barat menganggap bahwa demokrasi tidak
dikenal dalam Islam. Larry Diamond, Juan Linz, dan Seymour Martin Lipset
dalam studi tentang demokrasi. Hal ini dikarenakan tidak adanya praktek
zamannya15.
Islam dan demokrasi haruslah komprehensif. Kajian hubungan antara Islam dan
demokrasi tidak dapat dilihat secara monolitis, yakni melihat dari radikalisme di
dapat dilihat dalam satu penafsiran. Namun Islam sebagai agama dilihat sebagai
instrumen ilahiah dalam melihat dunia. Oleh karena itu sudah jelas bahwa Islam
sebagai agama, dilihat sebagai panduan nilai bagi manusia dalam menjalankan
hidupnya.
dzat selain Allah SWT, agar manusia mempunyai orientasi jelas dalam hidupnya
yaitu sebagai Abdullah dan Khalifatullah. Oleh karena itu ajaran Islam bersifat
abadi dan universal. Ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadits
bukanlah sebuah ideologi. Namun ajaran Islam yang terkandung dalam kedua
Ajaran Islam yang abadi dan universal melandasi sebuah sistem demokrasi,
karena tidak ada sebuah perbedaan tujuan antara ajaran Islam dengan tujuan dari
sistem demokrasi. Oleh karena itu Natsir menyimpulkan serta menegaskan bahwa
Islam. Dinyatakannya pula bahwa kaum muslimin mempunyai falsafah hidup atau
idiologi seperti kalangan Kristen, fasis, atau Komunis. Natsir lalu mengutip nas
Alquran yang dianggap sebagai dasar ideologi Islam (yang artinya), "Tidaklah
Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku." (51: 56).
Bertitik tolak dari dasar ideologi ini, ia berkesimpulan bahwa cita-cita hidup
seorang Muslim di dunia ini hanyalah ingin menjadi hamba Allah agar mencapai
dan ciri khas tersendiri sebagai seorang intelektual dan negarawan muslim yang
Maka dalam subjektifitas penulis, eksplorasi pemikiran politik Natsir adalah layak
B. PERUMUSAN MASALAH
menurut Natsir?
C. TUJUAN PENELITIAN
Demokrasi
17 Dalam Natsir, Moh, D.P. sati Alimin (ed), Capita selecta (Jakarta: Bulan Bintang) 1955, hal
58.
9
Demokrasi
Demokrasi
D. MENFAAT PENELITIAN
oleh karena itu secara teoritik hasil atau manfaat yang didapat dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sementara dan akan berkembang sesuai dengan konteks sosial yang diteliti
dalam perkembangan ilmu politik. Permulaan hubungan antara agama dan negara
terjadi ketika abad pertengahan di eropa, ditandai oleh dominannya agama Kristen
dalam kehidupan bernegara. Pada masa itu muncul negara teokrasi mutlak dari
seperti layaknya negara iblis yang hanya akan memberikan kesengsaraan bagi
kepada peran gereja, yang akhirnya mampu mengakhiri peran dominan gereja
Pada abad pencerahan ini peran agama dan negara mengalami sebuah lompatan
perubahan yang cukup signifikan. Para ahli pikir pada masa itu menemukan
konsep bahwa harus dilakukan pemisahan antara agama dan negara, berdasarkan
2001, hal.47.
19 Dalam Romli, Lili, ISLAM YES PARTAI ISLAM YES (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 2006 hal
17.
20 Dalam Romli, Lili, Ibid., hal 18.
11
negara. Hal ini terjadi karena perbedaan penafsiran terhadap teks Al-Quran dan
Al-Hadits. Perbedaan penafsiran ini dimungkinkan karena sifat Islam yang multi-
interpretatif. Islam memiliki prinsip-prinsip yang tetap dalam nilai serta ibadah
antara agama dan negara. Meskipun terjadi perdebatan tersebut, kaum muslimin
percaya akan sifat Islam yang holistik, bukan hanya mengurusi masalah ruhani
integralistik, dapat diartikan sebagai hubungan totalitas, dimana agama dan negara
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua
lembaga yang menyatu. Ini juga memberikan pengertian bahwa negara merupakan
bahwa antara agama dan negara terdapat hubungan yang saling membutuhkan.
Menurut pandangan ini, agama harus dijalankan dengan baik. Hal ini dapat
terselenggara jika terdapat lembaga yang bernama negara. Sementara itu, negara
tidak dapat terlepas dari agama, sebab tanpa agama akn terjadi kekacauan dan
21 Dalam Satori, Akhmad, Dkk, Sketsa Pemikiran Politik Islam (Yogyakarta: Politeia Press)
2007
, hal 233-235.
amoral dalam beragama.
antara agama dan negara. Tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dan
manusia lain, atau urusan dunia. Sistem dan norma-norma hukum positif
Muhammad Hari Zamharir 22mengatakan bahwa ada tiga model dalam melihat
hubungan antara agama dan negara, yaitu pertama model sekuler yaitu dilihat dari
legitimasi kekuasaan yang tidak lagi sesuai dengan etika politik negara modern.
gaib. Bahwa pola pemisahan agama dan negara atau sekuler merupakan
penolakan terhadap negara agama. Negara tidak mungkin dikuasai oleh salah satu
saja, hal mana dengan sendirinya berarti agama-agama lain dikucilkan dan
sebagai saling melengkapi satu sama lain. Hal ini dapat ditempuh melalui jalur
namun yang perlu dipahami terdapat nilai-nilai agama yang menjadi dasar
22 Dalam Zamharir, Muhammad H, Agama dan Negara; Analisis Kritis Pemikiran Nurcholis
Madjid (Jakarta:Raja Grafindo Persada) 2004, hal 77-84.
13
Dan yang ketiga ialah model integralistik, yaitu negara merupakan sebuah
alat untuk mencapai sebuah tujuan dari agama. Agama bukan lagi hanya sekedar
kegairahan dan motivasi yang abadi karena ia merupakan sebuah sistem nilai.
terdapat tiga kelompok ilmuwan sosial dalam melihat hubungan antara agama dan
modernisasi politik25.
23 Dalam Mujani, Saiful, Muslim Demokrat;Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di
Indonesia Pasca Orde Baru (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama) 2007, hal 6
24 Dalam Mujani, Saiful, Ibid., hal 7
25 Dalam Mujani, Saiful, Ibid., hal 7
26Dalam A.Ubaidillah, op. cit., hal 195.
B.1 MODEL PARADOKSAL ATAU MODEL NEGATIF
Dalam model ini menyatakan bahwa antara agama dan demokrasi tidak
Sastre berpandangan bahwa agama dan para penguasa gereja sebagai kekuatan
membangun dunianya secara otonom tanpa dikekang oleh tangan tuhan yang
Paling tidak ada tiga argumentasi dari model ini yang menyatakan tidak
demokrasi bersifat netral, dimana urusan agama dan politik termasuk masalah
demokrasi berjalan sendiri-sendiri. Karena itu peran agama bagi manusia hanya
sebatas pada persoaln individu manusia dengan tuhannya dan pencarian makna
yang mengatur tata karma dan etika sosial, dalam hal ini maka agama tidak
berperan. Jadi dalam model ini antara agama dan demokrasi tidak terdapat titik
singgung, dimana ajaran agama tidak masuk wilayah publik atau negara, begitu
kesejajaran dan kesesuaian. Menurut pandangan ini baik secara teologis maupun
kebudayaan28.
Dalam Islam seperti yang dikatakan oleh Ernest Gellner menemukan bahwa
partai Islam sebagai satu-satunya wadah penyalur aspirasi dan perjuangan umat
Islam30.
tidak lagi diisi oleh Natsir. Namun pada kabinet Hatta, Natsir kembali mengisi
jabatan menteri penerangan. Pada tahun 1949, Natsir diangkat menjadi Ketua
1950 di depan parlemen RIS. Dalam mosi integralnya di depan parlemen RIS,
yang telah dilepaskan oleh pemerintah selama ini, dapat diharapkan bahwa
Dengan begitu mungkin timbul satu iklim pikiran yang lebih segar, yang
akan dapat melahirkan elan nasional yang baru, bebas dari bekas
negara kita ini. Semuanya itu diliputi suasana nasional dengan arti yang tinggi
proporsionalisme.” 33
Mosi integral merupakan jalan keluar dari negara RIS menuju Negara
semua pihak agar tidak menyinggung masalah federalisme atau unitarisme demi
kepentingan nasional yang jangkaunya lebih jauh. Natsir menyerukan agar tak
Natsir ditunjuk oleh Presiden Sukarno sebagai Perdana Menteri pada September
1950. Pada kabinetnya, Natsir tak sungkan membentuk koalisi yang melibatkan
tidaklah mudah dalam keadaan negara ketika itu. Hampir di semua daerah
di mana-mana35.
Pengikut RMS dan Andi Azis yang berontak kepada Hatta masih belum
bermacam kendala.
Natsir berpendapat bahwa negara Islam didirikan bukan dengan cara kekerasan,
ketidak sukaan Presiden Sukarno terhadap kebijakan Natsir tentang Irian Barat
Sukarno di parlemen (PNI dan PKI) menyebabkan kabinet Natsir harus jatuh pada
27 April 195138. Selepas menjadi perdana menteri, Natsir aktif dalam perjuangan
membangun bangsa melalui partai Masyumi. Pada pemilihan umum 1955 Partai
demokrasi yang menurutnya sesuai dengan nilai rakyat Indonesia, yaitu theistik-
namun demokrasi, bukan pula sekuler. Tetapi lebih jelasnya demokrasi Islam
Menurut Natsir, Islam adalah suatu agama yang hidup dalam sebagian
besar rakyat Indonesia. Bukan itu saja, Islam adalah satu ideologi. Islam bukan
semata-mata satu agama dalam arti hubungan manusia dengan tuhannya, dan
Unsur yang kedua ini, yaitu unsur muamalah, meliputi kehidupan secara
semua dilarang kecuali yang diperintah. Dan muamalah, yakni hubungan sesama
manusia bidang yang amat luas untuk mengambil inisiatif mempergunakan rasio
atau ijtihadnya dalam semua bidang kehidupan sesuai dengan kemajuan serta
nilai Islam yang memiliki kesamaan dengan nilai dari demokrasi. Nilai-nilai
tersebut adalah;
berbakti kepada Tuhan.” Maka dalam hal ini Islam dengan sendirinya
Indonesia.
rasialisme. Oleh karena itu satu bangsa merasa lebih tinggi dari bangsa-
bangsa lain. Padahal dalam Islam pada hakikatnya kemuliaan itu dilihat
ada satu bangsa yang karena penjajahan mati jiwanya, maka Islam hadir
kaum lemah dalam segala bentuk, baik dalam bentuk material, fisik,
maupun spiritual.
bertemu dengan manusia yang dipengaruhi oleh nafsu tamak dan rakus
serta hendak memperkaya diri dengan menumpuk harta. Atau bahasa lain
bagi golongan yang tidak memilikinya. Harta dan kepemilikan tidak boleh
7. Nilai toleransi antar pemeluk agama, untuk ini Islam mengatakan tidak ada
Keluasan dan kebesaran jiwa yang harus dimiliki oleh tiap-tiap orang yang
politik serta dakwah Islam di Indonesia. Pengaruh pemikiran Natsir dilandasi oleh
partai politik Islam serta organisasi Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII)
41 Dalam Anshari, Endang Saefuddin (Ed), M. Natsir; Agama dan Negara dalam Perspektif Islam
(Jakarta:Media Da’wah) 2001, hal 221-226
23
penelitian tentang pemikiran Natsir secara lebih fokus dalam konsepsi theistik
demokrasi.
yang terbit pada tahun 2001. Dalam bukunya Anwar Harjono mengupas tentang
pemikiran Natsir dalam hubungan Islam dan politik. Anwar Harjono mencoba
mengangkat perjuangan politik Natsir dalam partai Masyumi. Dalam buku ini
Karya lainnya ialah buku berjudul Mohammad Natsir yang ditulis oleh
Ajip Rosidi pada tahun 1990. Buku ini adalah buku biography Natsir yang dibuat
ini mengupas sosok Natsir secara umumnya, dalam perjuangannya di dunia politik
Mohammad Natsir yang ditulis oleh Tarmizi Taher. Berbeda dengan Anwar
Harjono, Tarmizi Taher menulis buku ini dengan mengangkat biography dari
Natsir.
F. Kerangka Pemikiran
BAB III
A. Sasaran Penelitian
mengenai konsep theistik demokrasi yang terdapat dalam salah satu karyanya
Dasar pemilihan buku Capita Selekta merupakan buku yang memuat visi
politik dari Natsir yang erat kaitannya dengan tujuan dari penelitian ini. Buku ini
memuat berbagai landasan ideologi, gagasan politik Natsir yang berkaitan dengan
kondisi sosial politik Indonesia pasca proklamasi dalam menentukan dasar negara
Indonesia.
Islam pada zaman tersebut. Islam ditempatkan sebagai ideologi dan dapat
impian tersebut haruslah terhenti ketika terjadi dekrit presiden 5 Juli 1959 yang
Karakter buku Capita Selekta sendiri adalah sebuah buku yang dibuat oleh
Natsir dalam buku ini membahas permasalahan politik dan sosial yang melanda
umat Islam akibat produk- produk modernitas serta tawaran solusinya yaitu Islam
haruslah menjadi tujuan dari segala upaya politik, karena dengan Islam menjadi
sebuah ideologi politik maka Natsir yakin segala permasalahan yang melanda
Adapun buku Capita Selekta yang digunakan dalam penelitian ini adalah
buku Capita Selekta hasil dihimpun oleh D.P. sati Alimin; Jakarta; Bulan Bintang;
1955. Sedangkan buku Capita Selekta akan diterbitkan kembali oleh panitia
peringatan 100 tahun Mohammad Natsir di Jakarta pada tahun 2008 ini.
B. Metode Penelitian
Demokrasi’ ini menggunakan metode penelitian kualitatif atau biasa juga di sebut
42 Dalam Prof. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alvabeta) 2005, hal. 1.
43 Dalam DR. Lexy J. Moleong, M. A, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: P.T. Remaja
Rosdyakarya) 2001, hal. 3.
27
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan
dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif juga pada
dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Penelitian jenis ini juga dapat
digunakan untuk meneliti situasi sosial yang bersifat satu situasi sosial atau
bersifat individual maupun kompleks yang dapat terdiri dari satu atau lebih
individu dalam suatu aktivitas serta tempat tertentu.44 Penelitian kualitatif juga
diartikan oleh Kirk dan Muller45 sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dan
C. Pendekatan Penelitian
kehidupan manusia, apakah itu berkaitan dengan hukum, karya sastra, maupun
Mohammad Natsir lewat sebuah karya yang ditinggalkannya. Oleh karena itu,
Oleh karena itu amatlah tepat jika hermeneutika dipilih menjadi pendekatan
D. Jenis Penelitian
Jenis atau tipe dalam penelitian ini adalah studi pustaka (library research)
dengan bentuk deskriptif- analitis. Studi pustaka adalah suatu jenis penelitian
yang data- datanya diambil dari karya tokoh yang menjadi fokus penelitian ini
maupun pustaka lain yang relevan dan berhubungan dengan masalah penelitian
ini.
yaitu penelitian yang membahas pemikiran orang lain. Dalam penelitian historis
faktual atau penelitian yang membahas pemikiraan orang lain, segi historis, latar
belakang sosial budaya, biografi, aliran pemikiran, segi struktural serta segi
sistematis dari pemikiran tokoh adalah mendapat pertimbangan yang utama.48 Hal
tersebut mengingat pemikiran yang lahir dari seseorang adalah hasil dialektika
adalah data primer dan kedua adalah data sekunder. Data primer dalam penelitian
ini adalah pemikiran- pemikiran politik yang ditulis oleh Natsir terutama
Sedangkan data sekunder adalah tulisan yang dibuat oleh penulis lain
yang membahas mengenai pemikiran politik Natsir yang diharapkan agar berguna
F. Prosedur Penelitian
beberapa prosedur. Pertama adalah tahap pengumpulan materi dan bahan yang
Natsir yang menjadi sasaran dalam penelitian ini. Pengumpulan materi dan bahan
ini juga meliputi pengumpulan pustaka- pustaka lain yang secara isi maupun
tematik mempunyai kaitan yang relevan dengan penelitian ini. Kedua adalah
klasifikasi yang berupa kategorisasi materi dan bahan yang telah ada, dalam upaya
interpretasi analitis terhadap materi dan bahan penelitian (teks), dan yang terakhir
penulis pilih dalam menganalisis karya- karya Natsir dalam penelitian ini.
Pemilihan model analisa tersebut didasarkan bahwa teks yang terdapat dalam
sebuah karya seseorang adalah selalu terbuka untuk di pahami dan diinterpretasi.
Proses interpretasi teks sendiri adalah sebuah proses persentuhan antara dua dunia
dengan kondisi sosio politik yang berbeda dan dua ego yang berada dalam rentang
partikular atau kumpulan potensi tanda- tanda keberadaan yang dipandang sebagai
sebuah teks49 sendiri adalah sebuah proses untuk mamahami, menafsirkan dan
kemudian membongkar makna dibalik teks, karena teks sendiri memiliki isi
atau pengarang.
karya Natsir dalam penelitian ini adalah model hermenutika yang di tawarkan
oleh Hans George Gadamer yang dikenal dengan hermenutika produktif51 atau
adalah tidak sama dengan mengambil suatu teks, lalu mencari arti yang oleh
pengarang diletakan dalam teks itu seperti yang dipahami dalam model
hermeneutika romantis. Bagi Gadamer arti sebuah teks tetap terbuka dan tidak
terbatas pada maksud pengarang dengan teks tersebut.52 Hal tersebut didasarkan
karena suatu teks penuh dengan historitas yang melingkupinya, maka kemudian
suatu teks tidak hanya milik masa lampau tetapi memiliki keterbukaan untuk
ditafsirkan di masa kini atau masa datang menurut cakrawala pemahaman suatu
generasi. Maka dari itu sebuah proses interpretasi kemudian tidak hanya bersifat
atau interpretasi kemudian merupakan hal atau proses yang bersifat relatif,
fleksibel serta dialektis. Dari sini, kunci untuk memahami atau interpretasi bagi
menurut Gadamer adalah proses dialektika antara tiga dunia yaitu the world of
teks (dunia teks) the world of author (dunia pengarang) dan the world of reader
(dunia pembaca) dalam sebuah proses yang melingkar yang bertolak dari raelitas
yang hendak dipahami, dimana Gadamer menyebut proses ini dengan hermenutic
ini: 55
kebahasaan, maka kemudian interpretasi adalah proses gerak bolak balik yang
BAB IV
A. Biografi
Solok, Sumatra Barat 17, Juli 1908. Ayahnya Idris Sutan Saripado adalah pegawai
Dalam melihat seorang sosok Natsir, saya menganggap bahwa kita harus
merupakan ciri khas budaya Minangkabau yang terlihat dari toleransi budaya
yang mempersepsikan tantangan hidup dan konflik sebagai sesuatu yang positif,
dan membentuk gaya pemikiran yang berbeda serta memupuk rasa percaya diri
orang Minangkabau.
halaman dan berjuang hidup di daerah lain. Tujuan merantau adalah untuk
yang berbeda namun juga kontradiktif dengan nilai-nilai, prinsip dan keyakinan
yang dianutnya.
yang didapatnya. Dengan kondisi kehidupan yang pas-pasan dari keluarga Natsir,
pemerintah di Solok dan tinggal di rumah seorang saudagar yang bernama Haji
Musa. Disini ia menerima cukup banyak ilmu ke-Islaman. Pada malam hari ia
belajar Al-Qur'an sedang paginya belajar di HIS. Pada tahun 1923 ia meneruskan
dikisahkan dengan sebuah peristiwa ketika sang guru sangat sinis terhadap
untuk berani membahas masalah pengaruh penanaman tebu dan pabrik gula bagi
rakyat di Pulau Jawa. Pada saat itu yang mengacungkan tangan hanya Natsir.
Natsir diberikan waktu selama dua minggu untuk menyelesaikan tugas tersebut.
bahwa rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak mendapatkan keuntungan dari
Belanda dan Bupati. Rakyat dipaksa untuk menyewakan tanahnya dengan harga
yang murah dan menjadikan mereka buruh pabrik yang terikat dengan harga upah
yang rendah59.
Kepribadian A Hasan dan tokoh-tokoh lainnya yang hidup sederhana, rapi dalam
bukan hanya mengenai teologi (tauhid), ilmu fiqih (syari’ah), tafsir dan hadis
semata, tetapi juga filsafat, sejarah, kebudayaan dan politik Islam. Di samping itu
ia juga belajar dari H. Agus Salim, Syekh Ahmad Soorkati, HOS Tjokroaminoto
dan A.M. Sangaji, tokoh-tokoh Islam terkemuka pada waktu itu, beberapa di
antaranya adalah tokoh pembaharu Islam yang mengikuti pemikiran gerakan Pan-
Indonesia.
mengambil studi Meester in de Rechten atau S-1 bidang Hukum. Padahal siswa-
siswa AMS berkeinginan untuk melanjutkan studi kesana. Natsir memilih untuk
tetap di Bandung, dan mendirikan Lembaga Pendidikan Islam atau disebut dengan
Pendis.60 Pendidikan menjadi hal yang pokok dalam hal perjuangan kemerdekaan.
panjang. Hal ini merupakan bentuk dari kelengkapan Islam. Islam juga menjadi
60 www.scribd.com/ Muhammad Natsir/ Shofwan karim/ 28 Oktober 2009
world view atau cara pandang hidup yang tak lekang akan ruang dan waktu.
dibangun sebelum Islam. Pembangunan keilmuan yang lebih terarah dalam Islam
bermula dari pengaruh filsafat hellinisme. Kata Falsafah berasal dari bahasa
Yunani. Dalam bahasa Arab, kata ini merupakan kata benda-kerja (mashdar) yang
diturunkan dari kata philosophia, yang merupakan gabungan dari philos dan
sophia; yang pertama berarti cinta dan yang kedua berarti kebijkasanaan. Oleh
karena itu falsafah dapat diartikan; cinta kebijaksanaan. Plato menyebut Socrates
itu, kata falsafah merupakan hasil arabisasi, suatu mashdar yang berarti kerja atau
Sebelum Socrates, ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sopist
‘sopist’ (sopist, sopisthes) kehilangan arti aslinya dan kemudian menjadi berarti
kata yang sama dalam bahasa Arab dengan kata safsathah, dengan arti yang sama.
(folosof) sebagai suatu istilah teknis tidak dipakaikan pada seorang pun sebelum
socrates dan begitu juga sesudahnya. Istilah philosophia juga tidak mempunyai
arti yang definitif pada zaman itu, bahkan Aristoteles pun tidak menggunakannya.
semakin meluas.
rasional murni. Filsafat menurut pemakaian para filosof muslim secara umum
tidak merujuk kepada disiplin sains tertentu; ia meliputi semua sains rasional,
bukan ilmu yang diwahyukan atau yang diriwayatkan seperti etimologi, retorika,
sharaf, tafsir, hadis dan hukum Oleh karena itu hanya orang yang menguasai
yaitu sains rasional mempunyai dua bagian; teoritis dan praktis. Filsafat teoritis
Filsafat tinggi mempunyai dua disiplin, fenomenologi umum dan teologi itu
sendiri. Matematika terdiri dari empat bagian; aritmatika, geometri, astronomi dan
musik. Sedangkan ilmu alam mempunyai banyak bagian. Filsafat praktis dibagi
tinggi mempunyai kedudukan yang khusus dibanding sains yang lain, karena
pertama, filsafat ini mempunyai demontrasi dan kepastian, kedua karena ketidak
bergantungannya dengan sains yang lain dan ketiga bahwa filsafat lebih umum
qadariyah, mu’tazilah, asy’ariyyah, dan lain-lain. Pandangan Natsir dalam hal ini
Asy’ariyyah dilahirkan oleh Abul-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari. Aliran ini lahir
ditengah terjadi polemik tajam antara aliran ahlusunnah dan mu’tazilah. Pada
masa kecilnya Asy’ari didik menurut aturan ahlusunnah yang ketat, namun
beranjak dewasa Asy’ari berguru kepada salah satu tokoh mu’tazilah yaitu Syekh
posisi sang guru kelak. Namun Allah SWT berkehendak lain, dalam sebuah
peristiwa yang akan menjadi titik tolak Asy’ari dalam melawan paham mu’tazilah
mengatakan;” Ditakdirkan ada tiga saudara, yang pertama, ialah seorang yang
beriman, taat dan bertakwa; yang kedua, ialah orang yang fasik, berdosa besar;
yang ketiga, masih kecil dan meninggal dunia sebelum dia baligh. Bagaimanakah
nasib ketiga saudara ini di akhirat kelak?” Tanya asy’ari. Al-Djubbai menjawab;”
yang pertama akan dimasukkan ke surga; yang kedua akan dimasukkan ke neraka;
yang ketiga tidak diberikan ganjaran dan tidak diberi hukuman”. Asy’ari
mengatakan;” akan tetapi jika anak ketiga berkata; tuhanku sekiranya engkau
biarkan aku hidup, sudah tentu aku akan beriman dan bertakwa seperti kakakku
yang tertua. Dan dapatkah aku masuk ke surga sebagaimana kakakku itu.
hidup lebih lanjut, engkau akan menjadi orang yang fasik dan akan kumasukkan
ke dalam neraka pula. Oleh karena itu adalah suatu rahmat, dengan keadaan
engkau mati sebelum engkau fasik dan berdosa besar.” Kemudian yang kedua
mengatakan;” Tuhanku mengapa engkau tidak matikan aku pula ketika aku kanak-
kanak sebagaimana adikku, oleh karena itu aku tidak menjadi orang yang fasik
dan masuk neraka?”. Dengan pertanyaan yang dikisahkan asy’ari tersebut, Al-
Djubbai terdiam dan tak dapat menjawabnya. Asy’ari pun meninggalkan majelis
dalam Islam dan hanya boleh merujuk kepada Al-quran dan Al-hadits. Dan kaum
yang kedua yaitu mu’tazilah, memakai akal sebagai sebagai karunia Tuhan dalam
64 Dalam Natsir, Ibid,. hal 268
kepentingan ke-agamaan. Asy’ari mencoba mempertemukan kedua paham
karunia Tuhan, namun ketika akal sudah tidak berkuasa lagi maka haruslah
oleh aliran mu’tazilah. Asy’ari berpendapat bahwa akal kita menggariskan satu
batasan antara yang dinamakan zat dengan sifat dan akal kita tidak dapat fikirkan
batasan itu hilang. Tanda-tanda dan pengertian zat tidak sama dengan tanda-tanda
dan pengertian sifat. Oleh karena itu kita tidak dapat mengkira-kira bahwa zat dan
sifat itu bercampur dalam ke-Tuhanan, oleh karena itu kita tidak dapat
menentukan mana yang zat dan mana yang sifat. Apakah Tuhan yang menjadikan
sifat-sifat atau apakah Tuhan Maha kuasa bukan lantaran ia mempunyai sifat
Maha kuasa melainkan lantaran ia memiliki zat-Nya sendiri, hal ini dikarenakan
akal kita yang terbatas. Asy’ari mengatakan bahwa tiap-tiap anggapan berbilangan
zaman. Kemunduran Islam juga harus dihadapkan dengan zaman renaissance dari
bangsa eropa yang membuat kebangkitan mereka untuk menguasai dunia dengan
kolonialisme.
pada abad ke-19. Pada saat itu terjadi gerakan pembaharuan, berarti liberasi
hampir seluruh dunia Islam. Pada sisi lain, ia berarti liberasi kaum muslim dari
Tokoh yang mempengaruhi perkembangan pembaharuan Islam pada saat itu ialah
Muhammad Abduh.
pemikiran Abduh menjadi bahan bakar perjuangan umat Islam diseluruh dunia
nasional Indonesia.
adalah melepaskan yang tidak esensial dari yang esensial dan menggali temukan
Islam abad pertengahan. Abduh berpijak pada tiga prinsip dasar dalam bangunan
Tiga prinsip tersebut dilengkapi dengan konsep ijtihad oleh karena itu dapat
menghantarkan kaum muslim menuju perubahan kemajuan.65
dan Al-Hadits
tidak berdalil dan bertentangan dengan semangat Al-Quran dan Al-Hadits. Secara
berdasarkan hukum yang digali dari nilai-nilai ke-agamaan. Untuk itu, Abduh
memberikan otoritas kepada manusia untuk menindak manusia lain atas nama
tentang agama kepada pihak lain. Hal ini menurut Abduh bahwa jika ada praktik
Dalam Pandangan Abduh tidak ada otoritas final, kecuali otoritas Allah
didelegasikan oleh Allah SWT kepada setiap individu muslim untuk mengajak
berbuat amar ma’ruf nahi mun’kar. Hal diatas menjadi dasar konsepsi Abduh
kerangka acuan bagi setiap kebijakan kekhalifahan. Oleh karena itu menjadi
kontekstualisasi zaman. Dalam hal ini ijtihad menjadi medium dalam perwujudan
representasi ajaran Islam yaitu musyawarah, tujuan dari intitusi ini adalah sebagai
Institusi ini secara legal formal merupakan kedaulatan rakyat. Secara fungsional
yang memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda dengan Abduh. Muhammad
Iqbal berpandangan bahwa didalam agama Islam spiritual dan temporal, baka dan
fana, bukanlah dua daerah yang tidak terpisahkan, dan fitrah suatu perbuatan,
betapapun bersifat duniawi dalam kesannya ditentukan oleh sikap jiwa pelakunya.
Akhir-akhirya lantar belakang rohani yang tak kentara dari suatu perbuatan ialah
temporal (fana), atau duniawi, jika amal itu dilakukan dengan sikap terlepas dari
kompleks kehidupan yang tak terbatas. Di dalam agama Islam, antara agama dan
Inti dari ajaran Islam adalah Tauhid. Iqbal mengatakan bahwa intisari
tauhid adalah working idea. Working Idea disini dikatakan sebagai equality
Iqbal melihat bahwa negara dalam pandangan Islam merupakan suatu usaha untuk
mengatakan bahwa Islam anti terhadap teokrasi, karena dalam Islam tidak diakui
khalifatullah, jadi setiap manusia merupakan wakil Tuhan di muka bumi ini. Islam
semua hak asasi bagi manusia. Islam juga memberikan sebuah kewajiban asasi
bagi manusia yaitu, mencapai kesejahteraan hidup berjamaah bagi seluruh umat
manusia.
68 Dalam Natsir, Muhammad, Agama dan Negara, Media Dakwah, Jakarta, 2001,hal 146
45
adalah berdirinya Negara Islam Pakistan, begitupula dengan Natsir yang mencita-
citakan Islam menjadi dasar negara di Indonesia. Namun berdirinya Negara Islam
Pakistan tidak disaksikan oleh Iqbal, hal ini dikarenakan beliau telah meninggal
dunia pada tanggal 21 April 1938 beberapa tahun sebelum berdirinya Negara
Islam Pakistan.
dan Negara. Pandangan Maududi, ulama Pakistan yang mendirikan gerakan Islam
Jamaat-e-Islami pada tahun 1940-an. Konsep itu dituangkan dalam bukunya yang
ide teokrasi dengan ide demokrasi. Namun, ini tak berarti Al-Maududi menerima
secara mutlak konsep teokrasi dan demokrasi ala Barat. Al-Maududi dengan tegas
pembuat hukum (law giver). Manusia tidak berhak membuat hukum. Kedua,
yakni bahwa kekuasaan (Khilafah) ada di tangan setiap individu kaum Mukmin.
Khilafah tidak dikhususkan bagi kelompok atau kelas tertentu. Inilah yang
sebenarnya juga ditolak oleh Al-Maududi, terutama teokrasi model Eropa pada
hukum sendiri atas nama Tuhan (Amien Rais, 1988: 22). Meskipun demikian, ada
kedaulatan tertingggi ada di tangan Allah, dan kemudian, dengan sukarela dan
memberikan kekuasaan kepada rakyat, tetapi kekuasaan itu dibatasi oleh norma-
norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, teo-demokrasi adalah sebuah
(Amien Rais, 1988: 23-24). Dalam bukunya yang lain, yaitu Islamic Law and
1995: 17).
Menurut Hassan umat Islam harus kembali kepada Al-Quran dan Hadits sebagai
jalan yang sebenarnya, padahal ketika itu mayoritas pemahaman umat Islam telah
bercampur dengan tradisi budaya Jawa. Islam bukanlah agama yang dipandang
sebagai agama mistik, namun Islam juga harus hadir di ruang-ruang sosial,
Islam (Persis) Cabang Bandung yang dipimpin Oleh KH. Yunus. Hassan
hampir semua kalangan. Sukarno sebagai dari golongan intelektual juga terkesima
pemikiran pada kedua tokoh ini saling betentangan.72 Perkenalan A. Hassan dan
Islaman serta sepak terjang A. Hassan membuat Natsir tertarik untuk belajar lebih
jauh kepada Hassan. Dalam surat-suratnya yang ditujukan kepada anaknya, Natsir
mengatakan;
namun Hassan yang memiliki budi pekerti baik menjadi tempat menimba ilmu
yang paling tepat. Hassan yang memiliki semangat pembaharu bertemu dengan
Natsir yang memiliki semangat belajar yang tinggi, maka sangatlah pas kedua
Hassan dan Natsir yaitu dengan menerbitkan Majalah Pembela Islam, yang
Seperti yang juga disebutkan diatas, bahwa salah satu tokoh yang
mempengaruhi pemikiran Natsir adalah Haji Agus Salim. Karir politik Agus
Salim berawal di SI, bergabung dengan HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis
pada 1915. Ketika kedua tokoh itu mengundurkan diri dari Volksraad sebagai
membawa manfaat. Agus Salim keluar dari Volksraad dan berkonsentrasi di SI.74
Karier politik Agus Salim sebenarnya tidak begitu mulus. Dia pernah
pemerintah. Apalagi, Agus Salim tak pernah ditangkap dan dipenjara seperti
Tjokroaminoto. Tapi, beberapa tulisan dan pidato Agus Salim yang menyinggung
posisi Tjokroaminoto sebagai ketua setelah pendiri SI itu meninggal dunia pada
1934.
Selain menjadi tokoh SI, Agus Salim juga merupakan salah satu pendiri
Jong Islamieten Bond. Di sini dia membuat gebrakan untuk meluluhkan doktrin
keagamaan yang kaku. Dalam kongres Jong Islamieten Bond ke-2 di Yogyakarta
pada 1927, Agus Salim dengan persetujuan pengurus Jong Islamieten Bond
menyatukan tempat duduk perempuan dan laki-laki. Ini berbeda dari kongres dua
depan. Menurut Agus Salim ajaran dan semangat Islam memelopori emansipasi
kaum muda bersama Syafruddin Prawiranegara, Moh. Roem, dan lain-lain sebagai
kaum muda yang nantinya akan menjadi tokoh pergerakan nasional melalui Partai
Masyumi.75
Islam di Indonesia yang terpaku kepada fikih, yang tidak mengalami perubahan
berarti dan karena itu tidak menampung perkembangan dinamika dunia. Dari
yang dapat dan yang tidak dapat diterima adalah dengan menolak semua hal yang
sebagai tenaga menuju kemerdekaan Indonesia, Agus Salim menjawab, "Ya, boleh
nasionalis cinta Tanah Air, tetapi ingat Hittler yang akhirnya menghancurkan
Pada titik ini keIslaman Agus Salim keluar. Ia tidak menolak nasionalisme untuk
mengembangkan rasa cinta Tanah Air, tetapi semua ini perlu dilaksanakan dalam
ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seluruh hidup kita,seluruh perbuatan kita,
seluruh langkah kita, dan seluruh mati kita adalah bagi Allah semata. Dalam
menolak pendapat para kiai yang mau memasukkan ayat-ayat Al Quran dan hadis
ke dalam UUD.76
Islam”. Brosur ini, selain sebagai hasil kerja pikiran Tjokro, juga sebuah
pembentukan opini dan upaya untuk menarik mereka yang sudah teracuni
komunis untuk kembali kepada SI. Brosur tersebut berisikan beberapa hal pokok,
persaudaraan. Islam sama dengan sosialisme karena tiga hal, yaitu unsur
sebuah ideology, juga diarahkan secara politik. Sejak 1922 hingga 1924, Tjokro
bahkan aktif menjadi pemimpin dari kongres Al-Islam yang disponsori kaum
Tjokro berjuang bagi nasionalisme dan juga bagi Islam. Pemahaman Islam
pada diri Tjokro, memang tidak terlalu mendalam, tetapi cukup besar
diarahkannya bagi suatu praktik propaganda politik. Satu hal yang penting bagi
menemukan Islam, maka Tjokro memberi geist baru bagi Islam yaitu dengan
sosialisme, yang coba digali dari dalam Al-Qur’an. Tampaknya, Tjokro sadar akan
aktivis pergerakan. Jika Islam dimaknai secara pasif, bukan suatu unsur yang
“seksi”, menarik dan berjuang bagi perubahan, maka langkah Islam tidak akan
beranjak dari fungsi praktik ritual belaka. Bagi Tjokro, Islam adalah sesuatu yang
juga menjadi ruh perjuangan bagi kepentingan Islam Politik. Al-Afghani memberi
inspirasi kepada Abduh, Ridha dan juga Iqbal dalam praktik pergerakan Mesir dan
Pakistan. Sedangkan Tjokro, justru lebih plural, karena inspirasinya mengalir bagi
Mohammad Natsir, Kasman, Prawoto dan tentu saja anak-anaknya, Anwar dan
Harsono. Dengan demikian, Tjokro merupakan mitra dialog aktif bagi zamannya
dan juga bagi zaman sesudahnya. Dan ruh Tjokro, masih akan terus “bergerak”,
kondisi yang menindas pada saat itu. Diperlukan sebuah gagasan besar dalam
masa itu. “ Terdapat sebuah kebutuhan esensial terhadap gagasan besar yang
ke dalam kenyataan ”78. Bagi Natsir, Islam merupakan solusi terhadap segala
persoalan zaman. Islam bukan hanya ritus peribadatan, namun juga diturunkan
pada tanggal 6 Februari 1993, yang dihantar oleh ribuan masyarakat menuju
Sebagai sosok seorang pejuang Islam, sepak terjang Natsir bermula ketika
ia bersentuhan dengan organisasi Jong Islamic Bond (JIB). Dengan jiwa muda
seorang muslim ada sebuah tuntutan perjuangan bagi dirinya di tengah era
menempa diri dalam organisasi Persatuan Islam (Persis), sebab Persis organisasi
yang lebih menekankan Islam menjadi sistem sosial dan politik. Pengaruh Persis
saat itu mengakar sampai tingkat pedesaan di Jawa Barat. Layaknya tokoh-tokoh
yang menjadi inspirasinya, seperti M. Abduh dan Rasyid Ridho, Natsir mencoba
melakukan perjuangannya lewat sebuah media massa Pandji Islam dan Pedoman
79 Dalam Hakim, Lukman, Loc.Cit,. hal 89
55
Masyarakat.
Islam pada saat itu lebih dikenal sebagai agama yang hanya berkutat
dengan sarung, takhayul, dan poligami. Natsir percaya bahwa Islam tidak hanya
sekedar ritus belaka, Islam merupakan world view (cara pandang hidup) yang
Natsir yang tajam tertulis dalam artikel-artikelnya yang berkala di terbitkan oleh
kedua media massa tersebut. Tulisan-tulisan Natsir pada saat itu merupakan
pandang yang salah dalam melihat Islam, seperti yang dilakukan Sukarno.
lebih kepada pertarungan ideologi Islam dan nasionalis dalam meletakkan dasar
umat Islam bergabung untuk mendirikan partai politik yang menjadi representasi
kekuatan umat Islam di Indonesia, yaitu partai Masyumi. Masyumi yang tadinya
merupakan wadah bentukan Jepang, berubah menjadi partai politik sebagai respon
Pada saat itu dipimpin oleh Sukiman Wirjosandjojo, yang kemudian pada periode
untuk yang pertama kalinya. Kemudian pada periode Kabinet Hatta, Natsir
Menteri Penerangan sebanyak dua kali merupakan bukti bahwa sosok Natsir yang
Indonesia dengan terbagi beberapa negara bagian yang tergabung dalam Republik
Indonesia Serikat. Maka sebagai salah satu ketua partai terbesar di Republik
Indonesia Serikat (RIS), Natsir mengusulkan pada parlemen RIS yaitu “ Mosi
Maka pada tanggal 17 Agustus 1950 dapat dikatakan sebagai proklamasi kedua
mengangkat Natsir yang ketika itu berumur 42 tahun sebagai Perdana Menteri
parlemen pada tahun 1950-1958. Sebagai salah satu partai pemenang pemilu
mengintai bangsa yang masih dalam usia muda ini. Ketegangan antara pusat dan
Sukarno tentang “Kabinet Kaki Empat” yaitu dengan mengakomodir PKI sebagai
salah satu partai yang masuk dalam kabinet. Membuat perseturuan politik Natsir
tokoh besar ini dalam perdebatan pada era 1930-an. Natsir dan juga pemimpin
Sukarno dan PKI. PKI dianggap sebagai organisasi pengkhianat bangsa ketika
59
Sebagai tawaran konsepsi ideologi dari partai Masyumi, maka pada sidang
mengambil judul “ Pilihan Kita, Satu dari Dua: Sekularisme atau Agama!”. Natsir
politiknya yang berasal dari PNI dan PKI. Pidato tersebut merupakan konsepsi
politiknya yang telah dikembangkan sejak saat muda yaitu tentang Islam dan
Negara. Namun dikarenakan posisi politik yang lemah dari Masyumi dalam
menghadapi hegemoni politik Sukarno dan para pendukungnya (PNI, PKI dan
TNI). Maka konsepsi politik Natsir tidak disetujui, dan peristiwa tersebut
membuat suasana stabilitas negara yang kian hari tak menentu. Kemudian
kebijakan pusat yang tidak adil. Para perwira di daerah akhirnya memutuskan
tersebut datang dari Letkol Ahmad Hussein Danrem Sumatera Tengah yang
Kalimantan Selatan. 81
Disaat yang sama pada tanggal 14 Maret 1957, Kabinet Ali Sastromidjojo
Menteri Djuanda. Kekuasan yang terpusat ke pada diri Sukarno telah banyak
ditentang oleh politisi. Namun dominasi bahasa kekuasaan menjadi sesuatu yang
kental dalam hiruk pikuk politik saat itu. Lambat laun Indonesia didasari oleh
dari Sukarno. Dengan latar belakang diatas maka terjadi respon yaitu dengan
dan Pergerakan Rakyat Semesta (Permesta) yang dilakukan oleh para perwira dan
keprihatinan Natsir terhadap kondisi saat itu. Sebagai seorang yang memiliki rasa
kecintaan akan kesatuan Republik Indonesia, maka Natsir berupaya agar gerakan
81 Dalam Hakim, Lukman, Ibid,. hal 274
61
PRRI/ Permesta tidak menjadi gerakan separatis. Tujuan dari gerakan tersebut
selanjutnya presiden membentuk kabinet yang dipimpin oleh Moh. Hatta sebagai
Presiden Sukarno harus kembali kepada konstitusi, namun jika hal tersebut tidak
dilakukan maka hilang ketaatan mereka terhadap Presiden Sukarno. Ultimatum itu
yang dholim dilakukan Natsir walaupun harus dengan bergerilya. Bersama teman-
cap sebagai pemberontak Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tahun 1961
perubahan rezim penguasa berubah dari Orde Lama ke Orde Baru, Natsir dan
Islam yang menjadi pijakan hidup serta pemikiran dari Natsir merupakan
hal ini diungkapkan oleh Prof. H.A.R. Gibb dalam bukunya “Whither Islam”
dengan mengatakan bahwa “Islam itu sesungguhnya lebih dari satu system
agama saja, dia adalah suatu kebudayaan yang lengkap” 84. Konsep agama
pranata sosial politik dan hukum. Hal ini terlihat dalam sejarah peradaban Islam.
Islam dipandang memiliki tiga sistem yaitu, keimanan, ajaran moralitas, dan
paradigma dalam melihat hubungan agama dan negara serta demokrasi. Saya
membagi landasan teologi Natsir atas tiga pokok, yaitu Iman, Ilmu, dan Amal
dalam menjalani kehidupan. Keyakinan merupakan dasar dari setiap gerak dan
aktivitas hidup manusia. Karena itu manusia secara fitri membutuhkan keyakinan
hidup yang dapat menjadi pegangan dan sandaran bagi dirinya. Ini berarti manusia
pertolongan, bimbingan dan perlindungan dari sesuatu yang diyakini sebagai yang
Maha.
keyakinan yang mengajarkan bahwa Allah SWT adalah zat Yang Maha Esa.
Abdul Rohman dalam tesisnya yang berjudul Islam dan Negara (Studi analisis
keimanan seorang hamba kepada Allah SWT. Tauhid mengandung hablum min
Allah (hubungan manusia dan Allah) dan hablum min an-nas (hubungan manusia
utama dalam setiap kegiatan manusia; pikiran, perasaan dan tindakannya. Tauhid
merupakan revolusi ruhani yang membebaskan manusia dari perasaan terkungkung dan
tekanan jiwa seluas-luasnya. Tauhid juga menjiwai gerakan manusia baik secara individu
maupun sosial. Secara individu seseorang akan dibimbing untuk membawa proses dirinya
mendekati kesempurnaan Tuhan. Sedangkan secara sosial, harga diri masyarakat ada pada
depanan pada hakikatnya telah terkandung dalam ajaran tauhid secara sosial. Oleh sebab
sebagai Tuhan, hanya dijelaskan berdasarkan persepsi dan alam pikir manusia
sendiri. Sedangkan dalam konsepsi Tauhid, selain pencarian akal manusia sendiri
sebagai alat mendekati kebenaran mutlak, juga melalui wahyu di mana Tuhan
tuntunan berupa wahyu Allah melalui para nabi. Tauhid merupakan inti ajaran
yang disampaikan pada seluruh manusia di setiap zaman. Ini berarti bahwa ajaran
dibekali dengan hati, akal, dan panca indera. Seperti yang dituliskan diatas, bahwa
penghambaan total kepada Allah SWT. Dalam hal ini Natsir berpandangan bahwa;
Akal dipergunakan untuk menjalankan perintah Allah SWT, seperti yang tertulis
dalam wahyu serta alam semesta. Hamba Allah adalah seseorang yang
ibadah. Menurut Natsir, Islam memberikan akal dalam tempat yang terhormat;
jawaban terhadap manusia atas kehidupannya sebelum Islam turun, dimana saat
jalan terhadap yang hak dan bathil. Oleh karena itu optimalisasi akal merupakan
alam raya. Ilmu menjadi sinar bagi kesuksesan hidup duniawi. Ilmu menjadi
penerang bagi orang-orang yang ingin mencapai kebahagiaan rohani. Tanpa ilmu,
manusia akan sulit mengamalkan perbuatan yang sesuai kebenaran, baik secara
aqli (nalar) maupun naqli (wahyu). Sebab ilmu bagaikan sebuah kunci yang dapat
sistem dan metode tertentu melalui usaha akal budi dalam memahami Tuhan,
manusia dan alam. Dilain pihak, tujuan ilmu adalah kebenaran, dimana sumber
nilai kebenaran asasi dan hakiki adalah Al Qur’an, Al-Hadits, dan pengamatan
alam semesta sebagai hasil ciptaan Allah SWT. Maka pandangan tentang Tuhan,
manusia dan alam harus bertitik tolak dari Dien al-Islam dalam prinsip-prinsip
yang derajat dan kemuliaannya ditinggikan di sisi Allah SWT. Akibatnya struktur
89 Dalam Natsir, Op.Cit.
90 Dalam Rohman, Abdul, Ibid,. hal 80
91 Dalam Al-Ghazali, Muhammad, Syariat&Akal dalm perspektif tradisi Islam,
(Jakarta:Lentera),2002, hal 27
67
ilmu dalam pandangan Islam secara epistemik berbeda dengan ilmu atau (sains)
yang dibangun berdasarkan ideologi non Islam. Pada perspektif Islam, ilmu
berbagai asumsi teori dasar, penalaran ilmiah, disiplin ilmu dan teknologi.
ilmu biasanya diferivikasi hanya sebatas empirik dan logis saja. Akibatnya hal-hal
yang tidak dapat diferivikasi secara empiris dan logis, dianggap di luar kategori
tidak hanya bersifat empirik dan logis tetapi juga normatif, yakni berdasarkan Al-
Qur’an dan Al-Hadits. Akhirnya banyak hal-hal keilmuan yang tidak dapat
spektrum yang sangat luas yaitu Tauhid, kealaman, dan sosial yang kemudian
memberikan akal kepada manusia itu menurunkan wahyu untuk dia. Dengan akal
Pada pandangan umum, ilmu terbagi menjadi ilmu agama, sosial dan alam.
92 Dalam Mustofa, Ibid,. hal 17
Kategori ini secara filosofis sekuler, karena agama adalah urusan akherat atau
pribadi saja, tidak merangkum seluruh ke-nyataan sosial. Sedangkan ilmu sosial
dan alam adalah urusan dunia yang terlepas dari kehidupan beragama. Padahal
alam semesta ini sebuah kesatuan yang membentuk ilmu dalam satu kesatuan
pula, dimana cabang-cabang ilmu harus dilihat sebagai hubungan yang saling
bergantung. Dalam Islam semua hal itu menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.
menjauhi larangan Allah SWT. Dalam prakteknya terdapat dua kategori yaitu
ibadah dan muamalah, seperti yang dikatakan oleh Muhammad Abduh, Ibadah,
adalah perintah dan larangan yang sudah terperinci terbahas dalam Al-Quran dan
Al-Quran dan Al-Hadits maka perlu peran optimal dari akal dalam men-
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati “ (Qs Al
Baqarah- 277).
oleh pengetahuan atau Ilmu, sebab pembuat amal shalih mengetahui perbuatan
yang dilakukannya adalah memiliki dampak positif. Namun ketika perbuatan itu
dikatakan sebagai amal shalih, tetapi perbuatan itu tetap cerminan dari amal
shalih. 95
dengan segala petunjuknya melalui akal dan budi sehingga menbentuk ilmu
kesadaran penuh dari manusia itu sendiri. Inilah yang menjadi pembeda antara
D. LANDASAN IDEOLOGI
sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu, sebagai
akal sehat dan beberapa kecenderungan filosofis, atau sebagai serangkaian ide
yang dikemukakan oleh kelas masyarakat yang dominan kepada seluruh anggota
Di sini akidah ialah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan
hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping
hubungannya dengan sebelum dan sesudah alam kehidupan. Dari definisi di atas,
sesuatu bisa disebut ideologi jika memiliki dua syarat, yakni: Ide yang meliputi
aqidah 'aqliyyah dan penyelesaian masalah hidup. Jadi, ideologi harus unik
khas karena harus disebarluaskan ke luar wilayah lahirnya ideologi itu. Jadi, suatu
ideologi bukan semata berupa pemikiran teoretis seperti filsafat, melainkan dapat
apabila sesuatu tidak memiliki dua hal di atas, maka tidak bisa disebut ideologi,
dunia dan akhirat bagi seorang muslim. Tujuan hidup yang tergambar jelas adalah
penghambaan total kepada sang Khalik Allah SWT. Islam bukan hanya
mengajarkan ritual ibadah, namun juga menjadi cara pandang tentang kehidupan
taat dan tunduk atas perintah-perintah Allah. Natsir berpendapat bahwa penting
dan hati-hatinya umat Islam dalam menentukan seorang pemimpin. Dalam sebuah
nilai yang bersifat transenden dengan nilai humanisme dan menjadikannya tidak
pernah lekang oleh zaman. Oleh karena itu Islam bukan hanya menjadi sekedar
Relasi antara agama dan negara telah menjadi perdebatan panjang dalam
dan negara berlangsung pasang surut. Untuk mengupas relasi agama dan negara,
pertama kita akan melihat definisi tentang negara. Aristoteles berpendapat bahwa
manusia adalah zooon politicon atau mahluk yang berpolitik, yang karena watak
100 Soehino, S.H, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta) 1998, hal. 24.
101 Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama) 2001,
hal. 44.
102 Noer, Deliar, op. cit., hal 31.
73
bahwa manusia makhluk yang hidup berkelompok dan saling membutuhkan. Hal
ini dilakukan manusia untuk bisa bertahan hidup dan untuk mendapatkan rasa
agama105, yaitu, konsep pertama agama sebagai ajaran moralitas. Dalam konsep
ini agama dipandang tidak memiliki doktrin atau ajaran tentang penataan sosial,
seperti melalui penataan hukum atau doktrin sosial politik. Konsepsi ini lahir di
peradaban Eropa yang dibangun oleh tiga landasan yaitu, filsafat Yunani,
pemikiran hukum Romawi, serta nilai-nilai moralitas dari Kristiani. Konsep kedua
agama dengan kandungan, yaitu ajaran agama yang mengandung ajaran moralitas,
pranata sosial politik dan hukum. Hal ini terlihat dalam sejarah peradaban Islam.
Islam dipandang memiliki tiga sistem yaitu, keimanan, ajaran moralitas, dan
hukum atau syariat. Dua konsepsi diatas akan berimplikasi kepada perbedaan
bersifat menyeluruh dan tidak lekang oleh ruang dan waktu. Konsepsi diatas
menjadi sebuah landasan bagi Natsir memandang relasi antara Islam dan negara.
bertentangan dengan nilai sosial yang ada di masyarakat Indonesia. Seperti yang
“Nyatalah bagi kita bahwa negara itu harus memiliki akar yang
tertanam kuat dalam masyarakat. Oleh karena itu dasar negara
pun harus suatu paham yang hidup, yang dijalankan sehari-
hari, yang jelas dan dapat dipahami. Pendek kata, yang
menyusun hidup sehari-hari bagi rakyat, baik secara
perorangan maupun secara kolektif”.107
juga dikarenakan Islam sebagai agama Rahmatan lil alamin memiliki nilai-nilai
sebuah negara modern ialah sesuatu yang realistis. Nilai-nilai Islam harus dapat
terdapat perdebatan tentang hubungan antara agama dan negara. Hal ini terjadi
memiliki prinsip-prinsip yang tetap dalam nilai serta ibadah namun dalam hal
merupakan agama yang sempurna. Kaum muslimin percaya akan sifat Islam yang
Pemikiran Natsir tentang relasi agama dan negara masuk dalam kategori
pandangan ini, agama harus dijalankan dengan baik. Hal ini dapat terselenggara
jika terdapat lembaga yang bernama negara. Sementara itu, negara tidak dapat
terlepas dari agama, sebab tanpa agama akan terjadi kekacauan dan amoral dalam
beragama110.
melengkapi satu sama lain. Hal ini dapat ditempuh melalui jalur konstitusional
109 Dalam Santosa.Kholid(Ed), Mohammad Natsir: Islam sebagai dasar negara(Pidato di depan
Majelis Konstituante 1957-1959),(Bandung:Sega Arsy), 2004, hal 61
110 Dalam Satori, Akhmad, Dkk, Ibid,. hal 233-235.
77
menginginkan sebuah bentuk kelembagaan negara yang formal, namun yang perlu
juga horizontal (sosial). Dalam ranah horizontal Islam memberikan sebuah aturan-
negara. Saya berpendapat bahwa pemikiran Natsir dalam relasi agama dan negara,
formalistik dengan hanya melihat bentuk (form), tetapi lebih kepada substansi
Pemikiran Natsir tentang relasi Islam dan negara, menjadi dasar untuk
melihat pandangan Natsir tentang relasi Islam dengan demokrasi. Menurut Natsir,
rakyat.
Natsir berpendapat Islam itu bersifat demokratis dengan arti bahwa Islam
itu anti istibdad, anti absolutism, anti sewenang-wenang. Akan tetapi tidak berarti,
bahwa dalam pemerintahan Islam itu semua urusan diserahkan kepada keputusan
atau tidak dan sebagainya. Ini bukan hak musyawarat parlemen. Adapun yang
hukum itu.113
Menurut Natsir, tidak semua hal dapat meminta persetujuan dari parlemen.
Nilai yang bersifat sudah tetap tidak dapat diganti dengan persetujuan parlemen.
113 Dalam Natsir,Ibid,. hal 551
79
menjalankan nilai tersebut. Demokrasi Islam berbeda dengan demokrasi ala barat,
Natsir menuliskan;
pasang surut. Demokrasi dapat berjalan dengan baik jika akar nilai yang
dijalankan sesuai dengan nilai sosial masyarakat setempat dan orang-orang yang
menjalankannya konsisten dengan nilai dan sistem tersebut. Oleh karena itu Natsir
melihat bahwa Islam dan demokrasi bagaikan sintesa. Namun bukan berarti Islam
bagian dari nilai-nilai yang ada dalam Islam. Dalam hal ini Natsir menuliskan;
demokrasi.
kebajikan dan dalam berbakti kepada Tuhan”. Maka dalam hal ini Islam dengan
Indonesia.
bangsa, chauvinisme dan rasialisme. Oleh karena itu satu bangsa merasa lebih
tinggi dari bangsa-bangsa lain. Padahal dalam Islam pada hakikatnya kemuliaan
bangsa yang karena penjajahan mati jiwanya, maka Islam hadir untuk
penjajahan.
dalam Islam. Islam membangkitkan keinginan yang kuat untuk membela kaum
lemah dalam segala bentuk, baik dalam bentuk material, fisik, maupun spiritual.
bertemu dengan manusia yang dipengaruhi oleh nafsu tamak dan rakus serta
hendak memperkaya diri dengan menumpuk harta. Atau bahasa lain disebut
dengan kapitalisme. Harta harus memancarkan faedah dan manfaat bagi golongan
yang tidak memilikinya. Harta dan kepemilikan tidak boleh ditumpuk sekedar
Nilai toleransi antar pemeluk agama, untuk ini Islam mengatakan tidak
Islam mengatakan bahwa adalah kewajiban tiap-tiap orang yang beriman supaya
kebesaran jiwa yang harus dimiliki oleh tiap-tiap orang yang menganut agama
sebagai satu nilai yang dianggapnya suci. Pandangan Natsir diatas melandasi
model positif atau teo-demokrasi, jika kita melihat model-model relasi antara
agama dan demokrasi. Model ini menyatakan bahwa agama dan demokrasi
kebudayaan117.
system demokrasi liberal. Namun terdapat perbedaan yang terletak pada garis
panduan yang dijadikan dasar dalam menetapkan kebijakan politik, hukum, dan
yang mendalam tentang Islam serta realitas zaman, ditambah lagi dengan
pandangan luas yang akhirnya dapat menjembatani antara nilai-nilai Islam yang
BAB V
KESIMPULAN
orang besar, pemikirannya sedalam lautan dan hatinya seluas samudera. Banyak
para tokoh politik baik yang pro dan kontra terhadap Natsir memberikan apresiasi
revolutionary political leaders“. Julukan ini bukanlah tanpa alasan jika kita
melihat sepak terjang sosok Natsir. Sebagai salah satu tokoh revolusi Indonesia,
berawal dari budaya yang berkembang di tanah Sumatera Barat. Budaya rantau
tentang pembaharuan Islam. Natsir juga membaca buku-buku yang ditulis oleh
terbaik yang pernah ada antara paham Islam dan nasionalis. Persinggungannya
akhir hayatnya. Sepak terjang Natsir juga tertempa dalam aktifitas keorganisasian,
85
dari muda Natsir bergelut dalam Jong Islamic Bond (JIB), kemudian dilanjutkan
peranan sebagai ketua umum partai Masyumi dan pernah juga menduduki jabatan
kemerdekaan, menurut Fachry Ali terdapat dua tipe kelompok yang menguasai
pemimpin yang bertindak sebagai jembatan antara kelompok yang berbeda tingkat
modern.120
Masyumi. Namun hal ini mendapat halangan dari kelompok solidarity makers
Kecintaan Natsir akan Indonesia tak pernah luntur, oleh karena itu untuk
Natsir bersama tokoh oposisi lainnya ikut dalam PRRI, yaitu gerakan untuk
Pribadi Natsir yang mempunyai komitmen kuat terhadap negara dan Islam,
tidak rela jika Indonesia dipimpin oleh kediktatoran. Karena Islam tidak mengenal
Pemikiran Natsir tentang relasi Islam dan negara masuk dalam kategori
antara Islam dan demokrasi yang Natsir sebut sebagai Theistik Demokrasi.
bentuk sistem modern dalam mengatur negara. Theistik demokrasi masuk dalam
Natsir merupakan salah satu tokoh pembaharu Islam yang memiliki pandangan
Islam sebagai agama Rahmatan lil Alamin terwujud untuk kejayaan manusia di
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang Saefuddin (Ed), M. Natsir; Agama dan Negara dalam Perspektif
Islam (Jakarta:Media Da’wah) 2001
Hakim, Lukman (Ed), 100 Tahun Mohammad Natsir : Berdamai Dengan Sejarah,
(Jakarta: Republika Press) 2008, hal 135.
Junaidi, Ahmad, Relasi Islam dan Negara; Pemikiran Politik Sayyid Qutbh
(Purwokerto: Skripsi Universitas Jenderal Soedirman) 2008.
Natsir, Capita selecta, dihimpun oleh D.P. sati Alimin; Djakarta; Bulan Bintang;
1955
Romli, Lili, ISLAM YES PARTAI ISLAM YES (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
2006
Rohman, Abdul, Tesis; Islam dan Negara (Studi Analisis tentang pemikiran
Mohammad Natsir),Program Pasca Sarjana IAIN SYARIF
HIDAYATULLAH, Jakarta, 1995,
Artikel :
Website: