You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin bertambah usia manusia maka semakin tambah kemungkinan terkena penyakit. Semakin bertambah usia maka sel-sel manusia bertambah tua dan berkurang fungsi serta anatominya. Dengan demikian akan semakin dekat dan mudah terkena penyakit. Penyakit yang mungkin muncul adalah salah satunya diabetes melitus. Meskipun diabetes melitus mungkin juga terjadi pada usia anak dan muda tergantung jenis DM yang menjangkit. Diabetes Melitus penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun bisa dikendalikan. Untuk mengendalikan penyakit Diabetes Melitus diperlukan pengetahuan dan kemauan dari pasien. Untuk itu pasien memerlukan bantuan dalam menghadapi penyakit Diabetes Melitus dengan asuhan keperawatan yang komprehensif. B. TUJUAN Tujuan dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini adalah : 1. Mengetahui tentang penyakit Diabetes Melitus dan penyebabnya. 2. Mengetahui tanda dan gejala dari DM. 3. Mengetahui perawatan, penatalaksanaan serta komplikasi DM. 4. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan DM. 5. Mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan DM.

II. KONSEP TEORI A. PENGERTIAN Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. DM merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi). Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dalam makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan

penyimpanannya. Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti dibetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat mengakibatkan komplikasi mikrovaskular yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). DM juga meningkatkan insiden penyakit makrovaskuler yang mencakup insiden infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer. Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance: a. Klasifikasi Klinis 1) Diabetes Mellitus a) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I b) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (1) DMTTI yang tidak mengalami obesitas (2) DMTTI dengan obesitas 2) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) 3) Diabetes Kehamilan (GDM) b. Klasifikasi risiko statistik 1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa 2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. B. ETIOLOGI/FAKTOR PREDISPOSISI-PRESIPITASI Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun dimungkinkan karena faktor : 1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI) a. Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. c. Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.

2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: 1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) 2) Obesitas 3) Riwayat keluarga 4) Kelompok etnik C. TANDA DAN GEJALA 1. Diabetes Tipe I hiperglikemia berpuasa glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia keletihan dan kelemahan ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian) 2. Diabetes Tipe II lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer) Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosa sebagai DM ialah keluhan: - Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul - Kelainan ginekologis : keputihan - Kesemutan, rasa baal - Kelemahan tubuh - Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh - Infeksi saluran kemih Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital atau pun daerah lipatan kulit lain seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya timbul akibat jamur. Sering pula dikeluhkan

timbulnya bisul-bisul atau luka yang lama tidak sembuh. Pada wanita, keputihan merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien datang ke dokter ahli kebidanan. Jamur terutama candida merupakan penyebab tersering dari keluhan pasien. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki mungkin keluhan impotensi yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Keluhan lain yaitu mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin pula keluhan tersebut disebabkan kelainan pada corpus vitreum. Diplopia binokular akibat kelumpuhan sementara otot bola mata dapat pula merupakan salah satu sebab pasien berobat ke dokter mata. Diabetes mungkin pula ditemukan pada pasien yang berobat untuk infeksi saluran kemih dan untuk tuberculosis paru. Jika pada mereka kemudian ditanyakan dengan teliti mengenai gejala dan tanda DM, pada umumnya juga akan ditemukan gejala khas DM, yaitu poliuria akibat diuresis osmotic, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun.

D. PATOFISIOLOGI DM Tipe I DM Tipe II

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999). Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula darah pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl. 2. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp >200 mg/dl. 3. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 1015% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi 4. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD. 5. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi 6. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), Ffungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

F. PATHWAY Kekurangan Insulin Gangguan Metabolisme Karbohidrat, Lemak dan protein Menurunnya penggunaan glukosa oleh sel Hiperglikemi Glikosuria dengan Osmolalitas cairan dari Osmotik diuresis Intrasel Hilangnya cairan dan Dehidrasi Elektrolis dalam urine

G. PENATALAKSANAAN Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien. Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu: a. Diet Syarat diet DM hendaknya dapat: 1) Memperbaiki kesehatan umum penderita 2) Mengarahkan pada berat badan normal 3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda 4) Mempertahankan kadar KGD normal 5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik 6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita. 7) Menarik dan mudah diberikan Prinsip diet DM, adalah: 1) Jumlah sesuai kebutuhan 2) Jadwal diet ketat 3) Jenis: boleh dimakan/tidak Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya. 1) Diit DM I : 1100 kalori 2) Diit DM II : 1300 kalori 3) Diit DM III : 1500 kalori 4) Diit DM IV : 1700 kalori 5) Diit DM V : 1900 kalori 6) Diit DM VI : 2100 kalori 7) Diit DM VII : 2300 kalori 8) Diit DM VIII : 2500 kalori Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi, Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya. J III : jenis makanan yang manis harus dihindari Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

BB (Kg) BBR = X 100 % TB (cm) 100 Kurus (underweight) 1) Kurus (underweight) : BBR < 90 % 2) Normal (ideal) : BBR 90 110 % 3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 % 4) Obesitas, apabila : BBR > 120 % - Obesitas ringan : BBR 120 130 % - Obesitas sedang : BBR 130 140 % - Obesitas berat : BBR 140 200 % - Morbid : BBR > 200 % Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah: 1) kurus : BB X 40 60 kalori sehari 2) Normal : BB X 30 kalori sehari 3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari 4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari b. Latihan Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah: 1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya. 2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore 3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen 4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein 5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru 6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik. c. Penyuluhan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. d. Obat 1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) Mekanisme kerja sulfanilurea kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas kerja OAD tingkat reseptor Mekanisme kerja Biguanida Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu: (1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik - Menghambat absorpsi karbohidrat

- Menghambat glukoneogenesis di hati - Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin (2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin (3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler 2. Insulin a) Indikasi penggunaan insulin (1) DM tipe I (2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD (3) DM kehamilan (4) DM dan gangguan faal hati yang berat (5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren) (6) DM dan TBC paru akut (7) DM dan koma lain pada DM (8) DM operasi (9) DM patah tulang (10) DM dan underweight (11) DM dan penyakit Graves b) Beberapa cara pemberian insulin (1) Suntikan insulin subkutan Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain: (a) lokasi suntikan ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari. (b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan. (c) Pemijatan (Masage) Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin. (d) Suhu Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin. (e) Dalamnya suntikan Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan. (f) Konsentrasi insulin Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin dipercepat. (2) Suntikan intramuskular dan intravena Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik. e. Cangkok pankreas Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar

identik (Tjokroprawiro, 1992). H. KOMPLIKASI Komplikasi akut Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. 1. Hipoglikemia. 2. Ketoasidosis diabetic (DKA) 3. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HHNK). Komplikasi kronik Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan. 1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral. 2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. 3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS A. PENGKAJIAN Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut (Rumahorbo, 1999) 1. Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral). 2. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis. 3. Pemeriksaan Diagnostik 1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress. 2) Gula darah puasa normal atau diatas normal. 3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. 4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. 5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis. 4. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi. 5. Kaji perasaan pasien tentang kondisi penyakitnya. Hal-hal lain yang perlu dikaji: a. Kaji hiperglikemia dan hipoglikemia

b. Kaji tumbuh kembang anak c. Satus hidrasi d. Tanda dan gejala ketoasidosis, nyeri abdomen, mual muntah, pernapasan kusmaul menurunnya kesadaran. e. Kaji tingkat pengetahuan f. Mekanisme koping g. Kaji nafsu makan h. Status berat badan i. Frekuensi berkemih j. Fatigue k. Irirtabel l. Wawancara a) Riwayat hipertensi b) Riwayar kesehatan keluarga c) Pola kehidupan sehari-hari d) Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit yang berbahaya. e) Riwayat keluarga Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes melitus (Donna L. Wong : 590) Pemeriksaan Laboratorium a. Glikosuria Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-macam reagensia seperti benedict, clinitest, dan sebagainya. b. Hiperglikemia Pemeriksaan kadar gula darah puasa. Gula darah puasa meningkat dapat berkisar antara 8-20 mmol/L (130-800 mg%) atau lebih tergantung beratnya keadaan penyakit. Biasanya diatas 14 mmol/L dan sesudah makan, gula darah meningkat lebih tinggi dibandingkan anak normal dan penurunan kadar ke kadar sebelumnya membutuhkan waktu lebih lama. c. Ketonuria d. Kolestrol dapat meningkat Normalnya di bawah 5,5 mmol/L. Tidak selalu nilainya paralel dengan gula darah, tetapi kadar kolestrol darah yang tetap tinggi (yaitu diatas 10 mmol/L) menunjukkan prognosis jangka panjangnya buruk karena komplikasi seperti oterosklerosis lebih sering terjadi. e. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, PaCO2 menurun, pH merendah. Bila penyakit berat maka bisa terjadi asidosis metabolik dan perubahan biokimiawi karena dehidrasinya. B. PATHWAY KEPERAWATAN Faktor predisposisi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder atau karena penyakit kronik. 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi. 4. Defisit self care perawatan diri, makan, toileting, berpakaian, mobilisasi b.d kelemahan fisik 5. PK : Hiperglikemia

RENCANA KEPERAWATAN 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ketidakmampuan mengabsorpsi zat-zat gizi (ketidakcukupan insulin)

NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional NOC: Status nutrisi, setelah diberikan penjelasan dan perawatan selama 4x 24 jam kebutuhan nutrisi ps terpenuhi dg: Indikator: Pemasukan nutrisi yang adekuat Pasien mampu menghabiskan diet DM yang dihidangkan Tidak ada tanda-tanda malnutrisi Nilai laboratorim, protein total 8-8 gr%, Albumin 3.5-5.4 gr%, Globulin 1.8-3.6 gr%, HB tidak kurang dari 10 gr % Membran mukosa dan konjungtiva tidak pucat Menunjukkan tingkat energi biasa Mendemontrasikan BB normal dengan nilai laboratorium terutama glokosa normal Gula darah puasa < 120 mg%, post prandial < 140 mg% Skala : 1. Tidak pernah menunjukan 2. Jarang menunjukan 3. Kadang-kadang menunukan 4. Sering menunjukan 5. Selalu menunjukan NIC: terapi gizi Aktifitas: 1. Monitor masukan makanan/minuman 2. Kaloborasi ahli gizi dan hitung kalori/nutrien harian dg tepat: KH 60%, Protein 20%, lemak 20% 3. Berikan perawatan mulut 4. Pantau hasil labioratoriun protein, albumin, globulin, HB 5. Gula darah gdp dan 2 jam pp 6. Juahkan benda-benda yang tidak enak untuk dipandang seperti urinal, kotak drainase, bebat dan pispot 7. Pantau pemeriksaan Gula darah, aseton, pH, dan HCO3 8. Sajikan makanan hangat dengan variasi yang menarik 9. Libatkan keluarga dan pasien 10. Identifikasi makanan yang disukai pasien termasuk kebutuhan etnik atau cultural 11. Berikan/orderkn th/ metaklopramid (reglan); tetrasiklin

1. Penanda malnutrisi 2. Penentuan jumlah kalori (DM) dan penyesuaian bahan makanan yang memenuhi standar gizi pasien DM 3. Mencegah penurunan nafsu makan 4. Penanda kekurangan nutrisi 5. Peningkatan GD scr tajam akan berakibat serius pd Ps yaitu Hiperglikemia yang bisa berakibat diabetik ketoasidosis, sedang penurunan kadar glukosa akan berakibat hiperglikemia 6. Dapat mengurangi nafsu makan 7. GD akan turun perlahan dg pergantian cairan dan th/ insulin terkontrol. Pemberian insulin dosis optimal, glukosa akn masuk ke dalam sel dn digunkan untuk sumber kalori, saat ini terjadi kadar

aseton akan menurun dan asidosis dpt dikoreksi. 8. Menambah selera makan psien 9. memberikan informasi kpd kel./pasien untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien 10. Jika makanan yg disukai bisa direncanakan dalam perencanaan makan , kerja sama ini dapt diupayakan setelah pasien pulang 11. bermanfaat dlm mengatasi gejala yg B.D neuropati otonom yg dipengaruhi saluran cerna, selanjutnya meningkatkan pemasukan melalui oral dan absorpsi zat makanan. 2. Risiko infeksi terhadap sepsis bd indekuat pertahanan primer atau imonosupresi (kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi sebelumnya spt saluran pernpasan dan ISK) NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional NOC: Kontrol infeksi dan kontrol resiko, setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi sekunder dg: Indikator: Bebas dari tanda-tanda infeksi Angka leukosit normal Ps mengatakan tahu tentang tanda-tanda infeksi Tidak ada ulkus/luka Skala : 1. Tidak pernah menunjukan 2. Jarang menunjukan 3. Kadang-kadang menunukan 4. Sering menunjukan 5. Selalu menunjukan NIC: manajemen infeksi Aktifitas: 1. Amati tanda2 infeksi dan peradangan, spt demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine wrna keruh atau berkabut. 2. Tingkatkan uapaya pencegahan (cuci tangan semua orang yg b.d Ps termasuk pasiennya sendiri setiap kali akan melakukan aktifitas untuk membantu ps 3. Pencegahan tehnik aseptic untuk semua prosedur invasive 4. Auskultasi bunyi nafas 5. Lakukan perubahan posisi dan anjurkan ps untuk batuk efektif/nafas dalam jika ps sadar dan kooperatif 6. Kaloborasi medis untuk pemeriksaan kultur sensitifitas sesuai indikasi 7. Kelola antibiotik sesuai order NIC: Kontrol infeksi Aktifitas: 1. Batasi pengunjung 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat ps 3. Tingkatkan masukan gizi yang cukup 4. Anjurkan istirahat cukup 5. Pastikan penanganan aseptic daerah IV

6. Berikan PEN-KES tentang risiko infeksi 1. Ps mungkin masuk dg infeksi yg bisanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial 2. mencegah INOS 3. kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman 4. Ronki mengidentifikasi adanya akumulasisi secret yang mungkin b.d pnemonia/bronchitis (mungkin sebagai pencetus KDA). 5. Membantu dalam memventilasikan semua derah paru dan memobilisasikan secret, mencegah secret tidak statis dg terjadinya peningkatan terhadap resiko infeksi 6. mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih th/ antibiotik yang terbaik 7. Penanganan awal dpt mencegah timbulnya sepsis 1.Mencegah infeksi sekunder 2. Mencegah INOS 3. Meningkatkan daya tahan tubuh 4. Membantu relaksasi dan membantu proteksi infeksi 5. Mencegah tjdnya infeksi 6. Meningkatkan pengetahuan ps

3. Kurang pengetahuan b.d Kurang paparan sumber informasi NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional NOC: Pengetahuan tentang penyakit, setelah diberikan penjelasan selama 2 x ps mengerti proses penyakitnya dan Program prwtn serta Th/ yg diberikan dg: Indikator: Mengetahui nama penyakit Mendeskripsikan proses penyakit Mendiskripsikan faktor penyebab Mendeskripsikan faktor risiko Mendeskripsikan efek penyakit Mendeskripsikan tanda dan gejala penyakit Menjelaskan kembali tentang proses penyakit, Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas Mengetahui pencegahan komplikasi

Skala : 1. Tidak pernah 2. kadang kadang 3. Jarang 4. Sering 5. Selalu NIC: Pengetahuan penyakit Aktifitas: 1. Jelaskan tentang nama penyakit dan proses penyakit

2. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan 3. Jelaskan faktor penyebab apenyaklit 4. jelaskan faktor risiko penyakit 5. jelaskan efek penyakit 6. Jelaskan tanda dan gejala penyakit 7. Jelaskan tindakan untuk mencegah komplikasi 8. Tanyakan kembali pengetahuan ps tentang penyakit, prosedur prwtn dan pengobatan

1. Meningkatan pengetahuan dan mengurangi cemas 2. Mempermudah intervensi 3. Mencegah keparahan penyakit 4. Mereviw 4. Defisit self care perawatan diri, makan, toileting, berpakaian, mobilisasi b.d gangguan sistem saraf (kejang) NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional NOC: Self care: activities Of daily living, setelah diberi motivasi perawatan selama 5x24 jam, ps mampu melakukan mandi dan berpakaian sendiri dg: Indikator: Makan Berpakaian Toileting Mandi Berhias Oral higiene Ambulation: walking Ambulation: wheelchair Skala : 1. Tidak pernah 2. kadang kadang 3. Jarang 4. Sering 5. Selalu NIC: self care assistance (mandi, berpakaian. Berhiyas, makan, toileting) Aktifitas: 1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk membersihkan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self care 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki 5. Dorong untk melakukan secara mandiri, tetapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukan. 6. ajarkan klien/keluarga untuk mendorong kemadirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya 7. Berikan aktifitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan

8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktifitas sehari-hari

1. Mengetahui kemampuan klien. 2. Membantu menentukan alat yang dibutuhkan klien 3. membantu dengan bertahap sesuai kemampuan klien untuk kemamdirian klien 4. memberikan support kepada pasien 5. memberikan semangat kepada pasien 6. memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada klien dan keluarga 7. membantu melakukan kegiatan sehari-hari pasien 8. untuk menyesuaikan dengan usia pasien. 5. PK: HIPERGLIKEMI NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional NOC : Elektrolit dan acid/base balance : hiperglikemia Setelah dilakukan tindakan perawatan dapat mencegah atau meminimalkan komplikasi dari hiperglikemi, Indikator : Kadar glukosa normal Kesadaran kompos mentis Vital sign dalam rentang normal Menunjukan keseimbangan cairan Perhatian penuh Melaporkan perasaan nyaman

Skala : 1. Tidak pernah 2. kadang kadang 3. Jarang 4. Sering 5. Selalu .a. Manajemen hiperglikemia o Monitor Gula darah sesuai indikasi

o Monitor tanda dan gejala poliuri,polydipsi,poliphagia,keletihan,pandangan kabur atau sakit kepala. o Monitor tanda vital sesuai indikasi o Kolaborasi dokter untuk pemberian insulin o Pertahankan terapi IV line o Berikan IV fluids sesuai kebutuhan o Konsultasi dokter jika ada tanda hiperglikemi menetap atau memburuk o Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi o Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine o Anjurkan banyak minum o Monitor status cairan intake output sesuai kebutuhan 1. Pantau tanda dan gejala Hiperglikemia Gula darah puasa tinggi > 140 mg/dl Test Toleransi Glukose 2jam I > 200 mg/dl Osmolalitas serum 300 m osm/kg Perubahan sensori 2. Beri terapi insulin sesuai program

Hiperglikemi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya terlalu banyak makan , terlalu sedikit insulin, dan kurang aktifitas

Dengan memantau adanya tanda dan gejala dari hiperglikemia, Neuropati, Retinopati, Nefropati, Hipertensi dan albuminemia secara dini dapat segera dilakukan tindakan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut

DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta. Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP dr.Sardjito, yogyakarta. McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu : a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik. b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. c. d. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan

ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit. e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi. 3. Rencana Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi : 1.) Pantau tanda-tanda vital. Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. 2.) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa. Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat. 3.) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine. Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan. 4.) Timbang berat badan setiap hari. Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. 5.) Berikan terapi cairan sesuai indikasi. Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual. b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. Tujuan : Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat Menunjukkan tingkat energi biasanya Berat badan stabil atau bertambah. Intervensi : 1.) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien. Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. 2.) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi. Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya). 3.) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.

Rasional

: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. 4.) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.

Rasional

Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.

5.) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. Tujuan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. Intervensi : 1). Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial. 2). Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri. Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang. 3). Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif. Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. 4). Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi. 5). Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam. Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret. d. Resiko tingi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan

ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit. Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.

Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori. Intervensi :

1.) Pantau tanda-tanda vital dan status mental. Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal 2.) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya. Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas. 3.) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya. Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan

mempertahankan orientasi pada lingkungannya. 4.) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki. Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. Tujuan : Mengungkapkan peningkatan tingkat energi. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan. Intervensi : 1.) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah. 2.) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup. Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan. 3.) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas. Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis. 4.) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi. Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

f.

Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. Tujuan :

Mengakui perasaan putus asa Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan. Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri. Intervensi :

1.) Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan. Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah. 2.) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga. Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping. 3.) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. 4.) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri. Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi. Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan

menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan. Intervensi : 1.) Ciptakan lingkungan saling percaya

Rasional

Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.

2.) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya. Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup. 3.) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat. Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program. 4.) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat. Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat. 4. Pelaksanaan Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana asuhan keperawatan. Pada tahap ini perawat menerapkan keterampilannya dan pengetahuannya berdasarkan ilmu keperawatan dan ilmu lain, yang terkait secara integrasi. Pada waktu perawat memberikan asuhan keperawatan, proses pengumpulan data berjalan terus-menerus guna perubahan/penyesuaian tindakan keperawatan. Beberapa faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan rencana asuhan keperawatan, antara lain sumber-sumber yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan fisik dimana asuhan keperawatan dilakukan. Pelaksanaan tindakan keperawatan pasien (empat tindakan yang utama) : a. Melaksanakan prosedur keperawatan b. Melakukan observasi c. Memberikan pendidikan kesehatan (penyuluhan kesehatan).

d. Melaksanakan program pengobatan. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan, dilakukan berdasarkan standar asuhan keperawatan dan sistem pendelegasian yang telah ditetapkan. 5. Evaluasi Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah : a. Apakah kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat ?

b. Apakah nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yang diinginkan ? c. Apakah infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa ?

d. Apakah tidak terjadi perubahan sensori perseptual ? e. Apakah kelelahan dapat diatasi dan produksi energi dapat dipertahankan sesuai kebutuhan ? f. Apakah klien dapat menerima keadaan dan mampu merencanakan perawatannnya sendiri ? g. Apakah klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit ?

You might also like