You are on page 1of 9

NAMA : MUHAMMAD FARIED MAULANA NIM : 118694214 S1 AK 2011 AA PERPAJAKAN MATERI : MEKANISME PPN (TAMBAHAN

Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti pajak penjualan, yaitu pajak yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan atas barang dan/atau jasa kepada konsumen, sehingga pengusaha tersebut akan memasukkan Pajak Pertambahan Nilai di dalam harga jualnya. Oleh karena itu, Pajak Pertambahan Nilai disebut juga sebagai pajak atas konsumsi (tax on consumption). Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai antara lain : 1. Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda. 2. Netral dalam perdagangan lokal dan internasional. 3. Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan barang modal dapat diperoleh kembali pada bulan perolehan, 4. Ditinjau dari besar pendapatan Negara, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mendapat predikat sebagai money maker. Karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya. Kelemahan Pajak Pertambahan Nilai antara lain; : 1. Biaya administrasi relatif tinggi bila dibandingkan dengan pajak tidak langsung lainnya, baik di pihak administrasi pajak maupun di pihak wajib pajak. 2. Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul. 3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya

(MATERI KU) Mekanisme Pemungutan, Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai 1. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Mekanisme pemungutan PPN sesuai dengan PMK Nomor 85/PMK.03/2012 tanggal 06 Juni 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2012 adalah: 1. Mekanisme pemungutan PPN yang pertama dan wajib adalah rekanan wajib membuat faktur pajak dan surat setoran pajak (SSP) atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN. 2. Mekanisme pemungutan PPN yang kedua adalah faktur pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan. 3. Ketiga adalah SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama rekanan. 4. Keempat adalah dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM maka rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada faktur pajak. 5. Kelima adalah faktur pajak dibuat dalam rangkap 3 dengan peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu untuk BUMN, lembar kedua untuk rekanan, dan lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN. 6. Keenam adalah SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat dalam rangkap 5 dengan peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu untuk rekanan, lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar ketiga untuk rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN, lembar keempat untuk Bank Persepsi atau

Kantor Pos, dan lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN. 7. Ketujuh adalah BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap Disetor tanggal.... dan menandatanganinya pada faktur pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5. 8. Mekanisme Pemungutan PPN yang terakhir adalah faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM. Mekanisme pelaporan PPN adalah : Pelaporan dilakukan setiap bulan dan laporan disampaikan ke KPP tempat BUMN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN dan dilampiri dengan faktur pajak lembar ke-3 dan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-5 dalam hal terdapat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Sedangkan , Menurut Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak. (2009, p284) Mekanisme pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat digambarkan sebagai berikut: a) Pada saat membeli / memperoleh Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa Kena Pajak (JKP), akan dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh penjual. Bagi pembeli, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual tersebut merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa Faktur Pajak. b) Pada saat menjual/menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa Kena Pajak (JKP) kepada pihak lain, wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Bagi penjual, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual wajib membuat Faktur Pajak.

c)

Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.

d)

Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

e)

Pelaporan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

2. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai


Menurut Mardiasmo (2009, p278) untuk menghitung besarnya PPN yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah: 1. Harga Jual Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut menurut Undangundang Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2. Penggantian Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3. Nilai Ekspor Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. 4. Nilai Impor Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undang Pabean untuk impor Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut menurut Undangundang Pajak Pertambahan nilai. 5. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan a) Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor b) Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; c) Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata d) Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film e) Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar f) Untuk aktifva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuandapat dikreditkan, adalah harga pasr wajar; g) Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen)dari Harga Jual.

h) Untuk penyerahan jasa biro perjalananatau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. i) Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih; j) Untuk jasa anjak piutang adal 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon; k) Untuk penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. l) Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.

3. METODA PENGHITUNGAN PPN


Ada tiga metoda dalam penghitungan PPN, yaitu : I. Addition Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah dikalikan tarif PPN yang berlaku. II. Subtraction Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara harga jual dengan harga beli dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. III. Credit Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara pajak yang dibayar pada saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada saat penjualan. Dari tiga metoda tersebut, undang-undang PPN menganut Credit Method dengan metoda ini walaupun pengenaan PPN dapat dihindari kemungkinan timbulnya pengenaan pajak berganda. Dalam Credit Method dikenal adanya istilah Pajak Masukan yaitu pajak yang dibayar pada saat pembelian barang kena pajak atau jasa kena pajak dan Pajak Keluaran yatiu

pajak yang dipungut pada saat penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Setiap pemungutan PPN, pengusaha kena pajak yang bersangkutan wajib membuat faktur pajak

4. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai


Cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut:

PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

5. CONTOH PERHITUNGAN PPN


PKP A dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKB B dengan harga jual Rp. 25.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP A = 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak A. PKP B dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP B = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 PPN sebesar RP. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak B. Pengusaha Kena Pajak C mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar RP. 35.000.000,00

PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp. 35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00 Pengusaha Kena Pajak D menimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20% (dua puluh persen). Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah: a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00 b. PPN = 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00 c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00 Kemudian PKP D menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35% (tiga puluh lima persen). Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP D atau dibebankan sebagai biaya. Misalnya PKP D menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP X dengan harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang adalah: a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00 b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00 c. PPnBM =35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00

PKP D dapat mengkreditkan PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor BKP tersebut terhadap PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan baik dengan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 maupun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00

DAFTAR PUSTAKA http://pajakkoe.blogspot.com/2013/01/mekanisme-pemungut-ppn.html http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=774 ketutsudarma.blogspot.com/2012/08/mekanisme-ppn-indonesia.html Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Edisi Revisi 2009. Yogyakarta. Penerbit. Andi

You might also like