You are on page 1of 8

HIDUP SUKSES MENURUT SURAH AL-ASHR Surat al-Ashr ini terdiri dari tiga ayat.

Teks surat sebagai berikut:

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Hidup Sukses Jika surat al-Ashr ini diamati secara seksama, maka akan kita temui rumusan konsep hidup manusia sukses di dunia dan di akhirat. Pada surat ini tergambar tentang problem kehidupan manusia yang tidak mampu memanfaatkan waktu dan kesempatan dengan seefektif mungkin; begitu juga semua karya mereka tidak dilandasi oleh motifasi iman; sehingga kehidupan mereka diklaim oleh Allah SWT sebagai kehidupan yang merugi (Khusr).1 Kerugian tersebut bisa berwujud dalam bentuk duniawi ataupun ukhrawi. Bentuk kerugian duniawi misalnya seseorang yang tidak dapat mempergunakan waktunya dengan baik, apalagi menyianyiakannya, maka kehidupan orang tersebut akan mengalami banyak kesulitan; dan akan tipislah tercapainya tujuan; atau besar kemungkinan cita-citanya gagal.2 Begitu pula halnya orang yang terlalu memusatkan perhatiannya terhadap materi duniawi, sementara ia melupakan kehidupan ukhrawi, kehidupan seperti inipun akan mendapatkan kerugian besar. Pada prinsipnya sejumlah harta yang dikumpulkan itu tidak ada manfaatnya--jika tidak digunakan dalam hal-hal yang positif karena ketika seseorang meninggal dunia maka seluruh harta itu akan ditinggalkan dengan begitu saja. Berdasarkan pertimbangan di atas, Allah SWT memberikan peringatan (tazkirah) yaitu diawalinya surat ini dalam bentuk qasam. Ia menggunakan muqsam bihnya dengan al-ashr; hal ini memberikan isyarat bahwa faktor waktu/kesempatan dan pemanfaatannya merupakan prasyarat penting yang akan mengantarkan manusia hidup sukses di dunia dan di akhirat. Allah SWT sangat sayang kepada hamba-Nya dengan memberikan jalan keluar dalam bentuk rumusankonsep hidup manusia sukses. Unsur Hidup Sukses Untuk terwujudnya hidup sukses menurut surat ini ada 4 unsur yang harus dipenuhi, dan kesemua unsur tersebut saling terkait, yaitu: Unsur pertama: Iman yang mantap. Persyaratan utama untuk mengarungi kehidupan di dunia ini adalah adanya pembekalan iman yang mantap yang bersumber dari hati sanubari yang suci. Iman dalam artian membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan merealisasikannya dalam bentuk perbuatan-perbuatan positif yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw yang tertuang di dalam Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah.3

1 2

Sayyid Quthub, op. cit., hal. 651 HAMKA, op. cit., hal. 235 3 Sayyid Quthub, op. cit., hal. 652

Dengan bekal iman, seseorang hanya menyembah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa; dan dengannya akan muncullah pada pribadi orang tersebut adanya rasa persamaan, rasa solidaritas sosial yang tinggi, dan rasa penghargaan atas hak-hak asasi manusia (HAM) sesamanya. Sebab, pada hakikatnya, manusia tidak ada yang lebih tinggi, dan atau tidak ada yeng lebih hina kecuali orangorang yang dimuliakan oleh Allah yaitu orang-orang yang bertakwa.4 Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. 49: 13 yang berbunyi:

...Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.... (QS. Al-Hujurat/49: 13). Di samping itu, iman merupakan dasar dan kunci serta barometer kehidupan; dari padanya terpencar segala aspek kebaikan. Oleh karena itu, Allah menyatakan di beberapa ayat Al-Qur'an tentang sesuatu perbuatan baru mempunyai nilai atau kwalitas, jika pelaksanaannya dilandasi oleh iman. Sebaliknya, jika perbuatan itu dilandasi oleh unsur kekufuran maka perbuatan tersebut tidak mempunyai nilai bagaikan abu yang ditiup angin keras (lihat QS. 14: 18) atau bagaikan fatamorgana

Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. Al-Nur/24: 39).5 Unsur Kedua: Amal saleh (Perbuatan atau karya nyata yang positif). Amal saleh merupakan manisfestasi dari iman yang terpancar dari jiwa seseorang; atau dengan perkataan lain amal saleh merupakan buah dari iman. Imanlah yang mendinamisasikan perbuatan seseorang yang dimotifisir oleh semangat lillahi taala. Di samping itu , iman berfungsi sebagai pengendali gerak perbuatan seseorang sesuai dengan aturan main yang ditetapkan oleh Allah SWT.6 Sepanjang pengamatan penulis kata amanu sering berdampingan dengan kata amilu alShalihat; hal ini memberikan isyarat bahwa iman tanpa disertai dengan amal, itu tidak akan bernilai apa-apa, dan sebaliknya, jika amal tanpa dilandasi oleh iman, maka amal tersebut tidak berdampak dan tidak bernilai di sisi Allah SWT. Adapun jumlah ayat-ayat yang menjelaskan tentang iman dan amal dan selalu berdampingan di antara keduanya, berkisar sekitar 49 ayat, antara lain: (1). Al-Baqarah: 25, 82, 277; (2) Ali-Imran: 57.
4 5

Ibid. QS. 14: 18; Lihat pula QS. 24: 39, Yaitu: 6 Sayyid Quthub, op. cit., hal. 656

(3)Al-Nisa: 121, 172 (4) Al-Maidah: 10, 96; (5) Al-Araf: 41; (6) Yunus: 4, 9; (7) Hud: 23; (8) Al-Rad: 21; (9) Ibrahim: 23; (10). Unsur Ketiga: Saling Berwasiat dalam Kebenaran Jika unsur yang pertama dan kedua terpencar dan dilaksanakan oleh masing-masing individu, maka unsur yang ketiga mengajarkan kepada setiap orang agar saling mengingatkan dan berpesan antar sesamanya dalam kebenaran. Saling isi-mengisi dan saling memberikan informasi dalam hal kebenaran itu tentunya disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang ada pada masing-masing individu. Dengan cara ini akan terealisir rasa persatuan dan kesatuan serta semangat ukhuwah Islamiyah yang dilandasi oleh kebenaran.7 Namun, proses untuk menuju jalan kebenaran itu tidaklah mudah, di sana banyak liku-liku yang mesti dilalui antara lain: a. Kemampuan pengendalian diri dari masing-masing pihak bervariatif; b. Kondisi lingkungan, terkadang kurang kondusif; c. Adanya kesesatan dan kezaliman di masyarakat bersifat fluktuatif. d. Pemerintah yang berkuasa terkadang adil dan kebanyakan zalim.8 Unsur keempat: Saling berwasiat dalam kesabaran Terwujudnya unsur kesatu, kedua dan ketiga sangat bergantung kepada kwalitas dan frekwensi ketabahan seseorang tersebut. Sebab, dalam kenyataannya banyak sekali ganjalan dan kendala menuju hidup sukses; baik yang berasal dari internal maupun yang datang dari eksternal. Apakah kendala itu berkait dengan masalah pribadi, atau berhubungan dengan problema masyarakat, bangsa dan negara; kesemuanya itu akan bisa dipecahkan jika dihadapi dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Al-Qur'an telah menjelaskan secara umum bentuk-bentuk kendala dalam kehidupan. Misalnya: Firman Allah SWT QS. 2: 155, yang redaksinya: Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Di samping itu, Allah akan menyediakan balasan yang setimpal kepada orang yang sabar, misalnya firman Allah:

Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera (QS. Al-Insan/76: 12) Menurut penelitian penulis, minimal ada 81 ayat yang mendorong orang untuk bersabar. Akan tetapi, sabar dan kesabaran itu bukan berarti pasif dan statis; akan tetapi, sabar itu diartikan sebagai upaya terakhir dari seseorang, setelah yang bersangkutan berusaha maksimal sesuai dengan potensi dan kemampuan yang tersedia; kemudian ia berani tampil untuk mengambil resiko sebagai langkah pertanggungjawabannya kepada Allah SWT.
7 8

Sayyid Quthub, loc. cit Sayyid Quthub, loc. cit

Semoga Allah SWT selalu memberi kemampuan kepada kita semua agar tetap berada pada jalur manusia suses di masa-masa mendatang, amien... Allahu alam http://www.azhie.net/2012/01/kumpulan-khutbah-jumat-terbaru.html

ghj Kesalahan-Kesalahan Dalam Berdoa 1. Mengangkat kedua tangan setelah sholat-sholat wajib. Hal ini termasuk dalam kategori bidah jika dilakukan secara terus menerus oleh pelakunya. Yang merupakan sunnah setelah sholat-sholat wajib adalah berdzikir dengan beristighfar, tahlil, tasbih, tahmid, takbir serta berdoa dengan doa-doa yang warid (dalam sunnah) tanpa mengangkat kedua tangan. Inilah yang selalu dilakukan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-, dan beliau tidak pernah mengangkat kedua tangan beliau dalam berdoa setelah sholat-sholat wajib. Maka perbuatan ini hendaknya tidak dikerjakan karena menyelisihi sunnah dan komitmen (membiasakan) dengannya adalah bidah. 2. Mengangkat (baca: menengadahkan) kedua tangan di tengah-tengah sholat wajib. Seperti orang yang mengangkat kedua tangannya ketika bangkit dari ruku seakan-akan dia sedang qunut, dan yang semisal dengannya. Hal ini termasuk dari perbuatan-perbuatan yang tidak disebutkan dalam sunnah dari Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-, tidak pernah dikerjakan oleh para khalifah (yang empat) dan tidak pula oleh para sahabat, dan perbuatan apa saja yang seperti ini sifatnya maka dia termasuk ke dalam sabda beliau -Shallallahu alaihi wasallam-: Barangsiapa yang memunculkan perkara baru dalam perkara (agama) kami ini, yang perkara ini bukan bagian darinya (agama) maka dia tertolak. Muttafaqun alaihi Dan dalam riwayat Muslim. Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contohnya pada urusan (agama) kami, maka amalan itu tertolak. 3. Melalaikan kekhusyukan dan konsentrasi ketika berdoa. Allah -Taala- berfirman: Berdo`alah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. (QS. Al-Araf: 55) Dan Allah -Taala- juga berfirman: Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatanperbuatan yang baik dan mereka berdo`a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami. (QS. Al-Anbiya`: 90) Maka orang yang berdoa sudah sepantasnya untuk khusyu, merendah, tunduk, dan berkonsentrasi, inilah adab-adab dalam berdoa. Orang yang berdoa tentunya bersemangat agar permintaannya diberikan dan dipenuhi keinginannya, maka sudah sepantasnya kalau dia juga bersemangat untuk menyempurnakan dan memperindah doanya untuk diangkat ke hadapan Penciptanya sehingga doanya bisa dikabulkan. Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Mundziry dari Abdullah bin Umar -radhiallahu anhuma- bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam-

bersabda: , Jika kalian meminta sesuatu kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya dalam keadaan kamu yakin akan dikabulkan. Karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan (permintaan) seorang hamba yang berdoa kepada-Nya dengan hati yang lalai. 4. Putus asa dari dikabulkannya doa dan terlalu tergesa-gesa ingin dikabulkan. Perbuatan ini termasuk penghalang-penghalang dikabulkannya doa, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dan Muslim bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallambersabda: , : Akan dikabulkan doa salah seorang di antara kalian sepanjang dia tidak tergesa-gesa (dalam berdoa), dia mengatakan, Saya sudah berdoa tapi belum dikabulkan. Dan telah kita terangkan bahwa orang yang berdoa hendaknya yakin doanya akan dikabulkan, karena dia sedang berdoa kepada Yang Maha Pemurah dan Maha Baik. Allah -Taala- berfirman: Dan Tuhanmu berfirman: Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagi kalian. (QS. Ghafir: 60) Dan barangsiapa yang tidak dikabulkan permintaannya maka dia tidak lepas dari dua keadaan: Pertama: Ada penghalang yang menghalangi dikabulkannya doa, misalnya: doanya untuk memutuskan silaturahmi atau untuk kesewenang-wenangan atau karena dia (orang yang berdoa) telah memakan makanan yang haram. Maka hal ini kebanyakannya menghalangi dikabulkannya doa. Kedua: Pengabulan doanya diundurkan atau dia diselamatkan dari kejelekan yang semisalnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudry -radhiallahu anhu-, bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda: : , , . : , : Tidak ada seorang muslim pun yang berdoa dengan sebuah doa yang tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahmi, kecuali Allah akan memberinya salah satu dari tiga perkara: Akan dipercepat pengabulan doanya, atau akan dipersiapkan (disimpan) untuknya di akhirat, atau dihindarkan dia dari bahaya yang semisal dengannya. Mereka (para sahabat) berkata, Kalau begitu kami akan memperbanyak (doa). Beliau menjawab, Allah lebih banyak (pemberiannya). Riwayat Ahmad dan Abu Yala dengan sanad yang jayyid, dan haditsnya shohih dengan beberapa pendukung: dari Ubadah bin Ash-Shomit riwayat At-Tirmidzy dan Al-Hakim, dan juga dari Abu Hurairah riwayat Ahmad dan selainnya. Adapun hadits yang diriwayatkan (dengan lafadz): , Mintalah kalian (kepada Allah) dengan menggunakan kedudukanku, karena sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangatlah besar. Maka ini adalah hadits yang palsu, tidak shohih penisbahannya kepada Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-. 5. Melampaui batas dalam berdoa, misalnya dia berdoa untuk suatu dosa atau untuk memutuskan silaturahmi. Ini termasuk penghalang dikabulkannya doa, dan Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- telah bersabda: Kelak akan ada kaum yang melampaui batas dalam berdoa.Riwayat Ahmad, Abu Daud, dan selain keduanya, dan hadits ini hasan.

Allah -Taala- berfirman: Berdo`alah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Araf: 55) Dan di antara bentuk melampaui batas dalam berdoa adalah berdoa untuk suatu dosa atau untuk memutus silaturahmi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzy dan selainnya dari Ubadah bin Ash-Shomit -radhiallahu anhu-, bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallambersabda: , , Tidak ada seorang pun muslim di muka bumi ini yang berdoa kepada Allah dengan sebuah doa kecuali Allah akan mengabulkannya atau Allah akan hindarkan dia dari kejelekan yang semisalnya. Sepanjang dia tidak berdoa untuk sebuah dosa atau untuk memutuskan silaturahmi. sampai akhir hadits, dan haditsnya hasan. *Diterjemah dari Al-Minzhar hal. 41-43 karya Asy-Syaikh Saleh Alu Asy-Syaikh+

Ustadz Menjawab Sahkah shalat sambil mengelap ingus? Diasuh Oleh Ust. Taufik Hamim Effendi, Lc., MA Pertanyaan: assalamualaikum wr wb ustadz, saya mau tanya. saya sakit flu berat, sehingga ingus selalu keluar deras karena cairnya. ketika saya sholat pun sama, ingus mengalir terus. pertanyaan saya, apa yang harus saya lakukan. menghentikan sholat atau mengambil sapu tangan di saku (atau di samping) kemudian mengelapnya ? terima kasih. wassalamualaikum wr wb. salim saputra Jogjakarta Jawaban: Alhamdulillah saya belum belum pernah mengalami sakit flu berat dan juga belum pernah melihat orang yang sakit flu berat yang ingusnya mengalir begitu deras (apa mungkin seperti air) :) Saudara penanya dan netters eramuslim yang kami cintai karena Allah SWT, sebagai Muslim kita wajib melaksanakan shalat dalam keadaan bagaimanapun, tak terkecuali saat dalam keadaan sakit. Dalam hal ini yang menjadi ganjalan anda apakah bila sakit flu berat seperti yang anda ceritakan ini anda menghentikan shalat atau mengambil sapu tangan di saku baju kemudian mengelapnya. Anda tidak harus menghentikan atau membatalkan shalat, cukup dengan mengelap dengan sapu tangan atau tisu yang anda siapkan di saku anda, insya Allah gerakan ini tidak akan membatalkan shalat anda. Karena yang anda lakukan ini adalah gerakan yang ringan atau tidak banyak dan termasuk darurat juga.

Ada beberapa dalil shahih yang menyebutkan gerakan ringan yang tidak termasuk gerakan shalat yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, diantaranya: 1. Abdullah bin Abbas RA suatu hari pernah shalat bersama Nabi SAW, lalu dia berdiri di sebelah kiri Beliau. Maka Rasulullah SAW memegang kepalanya dari arah belakang dan menjadikannya berada di sebelah kanan Beliau. 2. Suatu hari Rasulullah SAW shalat sambil menggendong Umamah anak dari putrinya, saat sujud Beliau melatkannya dan jika berdiri Beliau menggendongnya. Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: Tidak mengapa dengan pekerjaan yang ringan di dalam shalat jika diperlukan. Imam Nawawi rahimahullah berkata: Ringkasnya apa yang dikatakan oleh sahabat-sahabat kami adalah bawah pekerjaan yang tidak termasuk jenis gerakan shalat jika gerakannya banyak maka akan membatalkan shalat tanpa khilaf (perbedaan pendapat) dan jika gerakan tersebut sedikit (ringan) maka tidak akan membatalkan shalat tanpa khilaf (perbedaan pendapat).

Jadi sudah seharusnya seorang Muslim melaksanakan shalat secara khusyuk, baik khusyuk hatinya atau pun khusyuk anggota tubuhnya. Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran : . * Sungguh telah beruntung orang-orang Mukmin. Yaitu mereka yang khusyuk dalam shalatnya. (QS. Al-Mukminun: 21) Sebagaimna dia juga wajib melaksanakan shalat dengan penuh tumakninah. Para ulama bersepakat bahwa orang yang shalat dan melakukan gerakan di luar shalat secara berturut-turut dan tidak termasuk darurat maka akan dapat membatalkan shalat. Namun bila gerakan tersebut sedikit, darurat dan tidak berturut-turut tidak membatalkan shalat. Namun yang perlu kami tekankan di sini adalah jangan melakukan gerakan selain gerakan shalat kecuali bila dalam keadaan darurat atau gerakan ringan yang dibutuhkan seperti yang kami sebutkan di atas. Semoga Allah membimbing kita semua agar bisa menjalankan shalat dengan khusyuk, Amin. Allahu alam bishshawab. Taufik Hamim Effendi, Lc. MA (http://taufik-hamim.com/new)

You might also like