You are on page 1of 88

DAFTAR ISI

1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ........................................................ 2

a. Dasar Hukum Pemungutan PBB ...................................................

b. Terminologi, Subyek dan Obyek, Dasar Pengenaan dan Cara


Menghitung PBB ............................................................................
2. Penilaian ..............................................................................................

a. Penilaian Individu ..........................................................................

b. Penilaian Massal ...........................................................................

c. Sistem Penilaian dengan SISMIOP ..............................................

3. Klasifikasi dan Penetuan Besarnya NJOP ..........................................

4. Pemetaan PBB ...................................................................................

5. Pengukuran PBB ................................................................................

a. Pemetaan Standar .......................................................................

b. Pengukuran Bidang Tanah dan Bangunan ..................................

6. Adminstrasi Pendataan PBB ...............................................................

7. Prosedur Pelayanan PBB ...................................................................

8. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak .....................................................

a. Pengertian .....................................................................................

b. Hak Wajib Pajak ............................................................................

c. Kewajiban Wajib Pajak ..................................................................

d. Sanksi ............................................................................................

9. Pemungutan dan Penagihan PBB .......................................................


10. Tata Cara Pembayaran, Pemindah bukuan, Pelimpahan, dan
Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan ..................
11. Pembagian Hasil Penerimaan PBB .....................................................
12. Perkiraan Dana Bagi Hasil Penerimaan PBB Kota Mojokerto
tahun 2009 ...........................................................................................
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )

I. Dasar Hukum Pemungutan PBB


1. UU No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum Perpajakan
2. UU No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan UU No. 12 tahun 1994 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan.
3. PP No. 74 tahun 1998 tentang Nilai Jual Kena Pajak
4. Keputusan Menteri Keuangan No. 523 /KMK.01/1998 tentang Penentuan
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 tentang Petunjuk
Teknis Penilaian Individual.
6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 533/PJ/2000 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Obyek dan Subjek
Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka Pembentukan dan atau
Pemeliharaan Basis data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak.

II. Terminologi, Subyek dan Obyek, Dasar Pengenaan dan Cara


Menghitung PBB
1. Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan disingkat PBB merupakan Pajak Pusat bersifat
kebendaan, dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan yang hasilnya
sebagaian besar diserahkan ke Pemerintah Daerah.

2. Objek Pajak Bumi dan Bangunan


( Pasal 2 (1) UU No. 12 tahun 1994)
Yang menjadi Objek PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan
Bumi adalah Permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan serta laut
wilayah Indonesia dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan.

Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah :


- Jalan Lingkungan yang terletak dalan suatau kompleks bangunan
seperti hotel, pabrik dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan
satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
- Jalan Tol
- Kolam renang, pagar mewah
- Tempat olah raga
- Galangan kapal, dermaga
- Taman mewah
- Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
- Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Obyek Pajak yang tidak dikenakan PBB


- Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang
nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
- Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengan itu
- Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanh
negara yang belum dibebani suatu hak
- Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
- Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan

Terhadap objek Pajak yang digunakan untuk penyelenggaraan


pemerintahan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah (Pasal 3 ayat 2).

3. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan


( Pasal 4 UU No. 12 tahun 1994 )
Yang menjadi subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan.
Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib
Pajak.
Dalam hal suatu objek Pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan Subjek Pajaknya.

4. Tarif Pajak 0,5 % (pasal 5 UU No. 12 tahun 1994)

5. Dasar Pengenaan PBB ( Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 tahun 1994)


Yang menjadi dasar pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP).
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek pajak lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Faktor-faktor yang menentukan Klasifikasi (Penggolongan besarnya NJOP)
Obyek Pajak adalah
- Bumi : Letak, peruntukan, pemanfaatan, kondisi lingkungan, dan
lain-lain
- Bangunan : Bahan bangunan, Kondisi Bangunan, tahun dibangun,
arsitektur dll.
Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan kecuali
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.

6. Dasar Perhitungan (pasal 6 ayat (3) UU No. 12 tahun 1994)


Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.

7. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


( Pasal 3 ayat (3) UU No. 12 tahun 1994)
- Diberikan per Wajib Pajak
- Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan
- Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang
diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya
terbesar.

8. Cara Menghitung PBB

PBB = Tarif X NJKP


= 0,5% X ( 20% X ( NJOP - NJOPTKP)) UNTUK NJOP < 1
Milyard

= 0,5% X ( 40% X ( NJOP - NJOPTKP)) UNTUK NJOP > 1


Milyard

9. Tahun Pajak, Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang


( Pasal 8 ayat (1), (2), (3) UU No. 12 tahun 1994)
Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim, yaitu dari tanggal 1
januari s/d 31 Desember
Saat yang menentukan pajak terutang adalah menurut keadaan objek pada
tanggal 1 januari
Tempat Pajak terutang diwilayah kabupaten atau kota di mana objek pajak
tersebut berada.
10. Pendataan (pasal 9 UU No. 12 tahun 1994)
Dalam rangka pendataan Subjek Pajak Wajib mendaftarkan objek
pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
SPOP harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani

11. Penetapan ( pasal 10 UU No. 12 tahun 1994)


Berdasarkan SPOP sebagaimana tersebut dalam pasal 9 ayat (1) Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).

12.Tata Cara Pembayaran dan Penagihan PBB


(Pasal 11, 12, 13, dan 14 UU No. 12 tahun 1994)
SPPT harus dilunasi dalam jangka waktu 6 bulan sejak diterima SPPT
tersebut. Dalam hal pajak terhutang yang tercantum pada SPPT pada saat
jatuh tempo tidak dibayar atau kurang bayar di kenakan denda
administrasi sebesar 2 % sebulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai
hari pembayaran paling lama 24 bulan. Pajak terutang dibayar di Bank,
Kantor Pos, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Pajak yang terhutang tidak dibayar dapat ditagih dengan :


- Surat Tagihan Pajak (STP) jatuh tempo 1 bulan
- Surat Tegoran Pajak (ST) jatuh tempo 21 hari
- Surat Paksa ( SP) jatuh tempo 2 X 24 jam
- Sita
- Lelang.

13. Keberatan dan Banding (pasal 15 dan 16 )


Keberatan diajukan atas
- Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
- Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Keberatan diajukan karena adanya kesalahan data pada SPPT dan SKP
Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah SPPT dan SKP
diterima oleh Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan WP
paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima.
Wajib Pajak dapat mengajukan banding atas keberatan terhadap
keputusan direktur jenderal pajak ke Badan Peradilan Sengketa Pajak
(BPSP).
Pengajuan keberatan dan banding tidak menunda pembayaran.

14. Pengurangan (pasal 19 dan 20)


Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak terutang :
- Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan
subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya.
- Dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang
luar biasa.
P E N I LA IA N

I. PENILAIAN INDIVIDU

1. Pengertian
Penilaian :
Adalah suatu penaksiran dan pendapat atas nilai dasar suatu harta/kekayaan
oleh seorang penilai yang didasari interprestasi dari fakta-fakta dan keyakinan
pada waktu atau tanggal tertentu.

Nilai :
Adalah pendapat/opini terhadap sesuatu barang/harga yang sepatutnya dibayar
oleh pembeli atau diteima oleh penjual dalam suatu transaksi.

Ciri-ciri daripada nilai :


a. Kegunaan
b. Kelangkaan
c. Permintaan
d. Dapat dialihkan

Jenis-jenis nilai :
1. Nilai Modal
Adalah nilai yang ditetapkan untuk mendapatkan hak milik terhadap suatu
benda
2. Nilai Pasar Wajar
Adalah nilai yang diperoleh dari transaksi yang wajar diantara penjual dan
pembeli
3. Nilai Sewa
Adalah nilai yang ditetapkan untuk mendapatkan hak menggunakan
sesuatu harta dalan jangka waktu tertentu.
4. Nilai Penjualan
Adalah nilai yang telah ditetapkan oleh pihak penjual untuk tujuan penjualan
5. Nilai Potensi
Adalah nilai sesuatu barang berdasarkan potensi pendapatan yang dimiliki
oleh barang tersebut pada masa yang akan datang.

Harga :
Adalah sejumlah uang yang dibayar pada saat jual beli atau pertukaran yang
sebanding dan sesuai yang diberikan oleh si pembeli dan diterima oleh si
penjual

Biaya :
Adalah Sejumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan atau mengadakan
sesuatu.

Penilaian Individu :
Adalah penilaian terhadap Obyek Pajak dengan cara memperhitungkan semua
karakteristik dari setiap obyek pajak.

2. Obyek Pajak pada umumnya dibagi tiga yaitu :


a. Obyek Pajak Standar
yaitu obyek pajak yang memenuhi kriteria sbb :
Tanah : < 10.000 m2
Bangunan : Jml lantai < 4
Luas Bangunan : < 1.000 m2

b. Obyek Pajak Non Standar


yaitu obyek Pajak yang memenuhi salah satu kriteria-kriteria
Tanah : ≥ 10.000 m2
Bangunan : Jml lantai ≥ 4
Luas bangunan : ≥ 1.000 m2

c. Obyek Pajak Khusus


Adalah obyek pajak yang memiliki konstruksi khusus atau keberadaanya
memiliki arti yang yang khusus seperti lapangan golf, pelabuhan udara,
pelabuhan laut, jalan tol, pompa bensin

3. Tiga Pendekatan dalam Penilaian


Ada 3 (tiga) Pendekatan yang dilakukan untuk melakukan Penilaian sebagai
dasar penentuan NJOP baik tanah dan/atau bangunan yaitu:
1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
yaitu dilakukan dengan cara membandingkan obyek pajak yang akan dinilai
dengan obyek pajak yang sejenis yang nilai jualnya sudah diketahui dengan
melakukan penyesuaian yang dipandang perlu. Pendekatan data pasar
terutama diterapkan untuk penentuan NJOP bumi.

Langkah-langkah penerapan Pendekatan Data Pasar


1. Mengumpulkan data pembanding
a. Properti pembanding hendaknya berada pada lokasi yang sama dengan
properti yang dinilai.
b. Properti pembanding hendaknya mempunyai kegunaan yang sama
dengan properti yang dinilai
c. Telah terjadi transaksi terhadap properti pembanding tersebut
d. Jangka waktu terjadinya transaksi tersebut masih relatif baru
e. Karakteristik data pembanding hendaknya mempunyai kemiripan dengan
properti yang dinilai.
f. Jumlah data pembanding diusahakan sebanyak-banyaknya
2. Analisa data pembanding
Analisa data ini dengan memperhatikan lokasi, waktu transaksi, jenis
properti dan lain-lain
3. Adjustment (Penyesuaian)
Faktor–faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membuat penyesuaian ini
adalah :
a. Lokasi
b. Accessibility (Pencapaian)
c. Waktu
d. Karakteristik Properti
e. Kesimpulan Nilai

2. Pendekatan Biaya (Cost Approach)


Pendekatan ini digunakan utnuk penilaian bangunan yaitu dengan cara
memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membuat suatu
bangunan baru obyek yang dinilai dikurangi penyusutan. Perkiraan biaya
dilakukan dengan cara menghitung biaya setiap komponen utama
bangunan, material dan fasilitas lainnya.

Langkah-langkah penerapan Pendekatan Biaya


a. Menentukan biaya pembangunan baru bangunan
b. Memperkirakan besarnya penyusutan atau depresiasi bangunan
c. Mengurangi biaya pembangunan baru bangunan dengan
penyusutan(depresiasi, sehingga didapat Nilai Bangunan
d. Menentukan nilai tanah dimana bangunan itu didirikan
e. Menambahkan nilai bangunan dan nilai tanah sehingga diperoleh nilai
pasar wajar properti

Ada 3 (tiga) penyusutan (depresiasi) yang menentukan NJOP bangunan


1. Penyusutan Fisik
Penurunan nilai bangunan yang disebabkan oleh kerusakan
(kemorosotan/penurunan) kondisi fisik bangunan yang disebabkan oleh
penurunan kekuatan bangunan,retak, kerusakan struktur, kerusakan
bahan material.
2. Penyusutan Fungsi
Penurunan nilai bangunan yang disebabkan oleh penurunan fungsi
bangunan tersebut
3. Penyusutan Ekonomi
Penurunan nilai bangunan yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
berada di luar bangunan tersebut (faktor eksternal)

3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)


yaitu dilakukan dengan cara menghitung atau meproyeksikan seluruh
pendapatan sewa/penjualan dalam satu tahun dari obyek pajak yang dinilai
dikurangi dengan kekosongan, biaya operasi dan/atau hak
pengusaha,selanjutnya dikapitalisasikan dengan suatu tingkat kapitalisasi
tertentu. Pendekatan ini pada umumnya diterapkan untuk obyek-obyek
komersial, yang dibangun untuk usaha/menghasilkan pendapatan seperti
hotel, apartemen, gedung perkantoran yang disewakan, pelabuhan udara,
pelabuhan laut tempat rekreasi dan lain sebagainya.

Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Pendapatan


1. Menentukan pendapatan kotor potensial pertahun
2. Mengurangi pendapatan kotor potensial pertahun dengan tingkat
kekosongan tertentu, untuk mendapatkan pendapatan kotor efektif
pertahun
3. Mengurangi pendapatan kotor efektif pertahun dengan biaya tahunan,
untuk mendapatkan pendapatan bersih pertahun
4. Mengalikan pendapatan bersih pertahun dengan suatu tingkat
kapitalisasi tertentu, untuk mendapatkan nilai pasar wajar properti

4. Administrasi Penilaian Individu


Setelah penilaian terhadap suatu properti/objek pajak selesai dilaksanakan,
dibuatkan laporan penilaian secara lengkap (narrative report) yang pada
umumnya berisi hal-hal pokok sebagai berikut :
1. Surat Laporan Hasil Penilaian
Surat ini memuat hal-hal sebagai berikut :
• Tanggal surat, nomor surat dan .
• Perihal, berisi nama obyek pajak, alamat dan NOP
• Nama dan alamat pemberi tugas
• Isi surat yang menerangkan :
- Nomor, tanggal dan perihal surat penugasan
- Kesimpulan akhir NJOP dan per tanggal penilaian
- Pernyataan penilai
• Tanda tangan penilai

2. Sertifikasi Nilai
Yaitu suatu pernyataan yang menerangkan hubungan antara penilai
dengan nilai yang dihasilkan berdasarkan analisa yang obyektif, profesional
dan mengacu pada Standar Penilaian Indonesia (SPI) serta kode etik
penilai.
Contoh :
Bahwa nilai yang dihasilkan adalah :
- Berdasarkan pengetahuan penilai dan berdasarkan data yang dipercaya
penilai.
- Berdasarkan pada peninjauan langsung terhadap properti yang dinilai.
- Berdasarkan atas analisis, opini dan kesimpulan yang dibatasi oleh
asumsi dan kondisi yang membatasi.

3. Ringkasan Laporan Penilaian


Berisi tentang hal-jal sebagai berikut :
- Nama objek pajak / wajib pajak
- Alamat objek pajak
- Luas tanah
- Luas bangunan dan jumlah lantai serta jenis penggunaan bangunan
- Jenis hak tanah
- Kesimpulan atas NJOP berdasarkan metode yang digunakan

4. Pernyataan, Asumsi dan Syarat yang Membatasi


Di sini diterangkan hubungan antara penilai dengan hasil laporan penilaian
yang telah dibuat berupa surat pernyataan yang mendasari pembuatan
laporan dan asumsi yang membatasi penggunaan laporan penilaian.
Contoh :
Penilai menyatakan dan membuat asumsi sebagai berikut :
- Penilaian dilakukan berdasarkan data dan informasi yang disampaikan
oleh wajib pajak.
- Keterangan yang diberikan oleh pihak lain dianggap layak selama
berdasarkan analisa obyektif yang dilakukan penilai.
- Diasumsikan tidak ada satupun hal yang berkaitan dengan obyek pajak
yang disembunyikan yang mengakibatkan bertambah atau berkurangnya
nilai.

Laporan penilaian dibuat dengan syarat batasan umum sebagai berikut :


- Laporan bersifat rahasia dan tidak dapat disebarluaskan secara umum
tanpa ijin dari pemberi tugas.
- Penilai dapat dimintakan pendapatnya atau kesaksiannya apabila
semata-mata berkaitan dengan penentuan NJOP dalam laporan.
- Penilaian hanya ditujukan untuk tujuan sebagaimana disebutkan dalam
tujuan penilaian dalam laporan.
- Penilaian didasarkan pada kondisi pada saat dilakukan penilaian.

5. Tujuan Penilaian
Tujuan penilaian adalah untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP )
sebagai dasar pengenaan PBB tahun pajak, sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 6 ayat 1 UU No. 12 tahun 1985 jo. UU No. 12 tahun 1994.

6. Tanggal Pemeriksaan dan Tanggal Penilaian.


Tanggal pemeriksaan adalah tanggal dilaksanakannya pemeriksaan
lapangan bergantung pada masing-masing keadaan objek pajak. Tanggal
penilaian didasarkan pada kondisi objek pajak per 1 Januari tahun pajak
berdasarkan pasal 8 ayat 2 UU No. 12 tahun 1985 jo. UU No. 12 tahun
1994.

7. Definisi Nilai
Menerangkan definisi Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) sebagaimana
dimaksud pasal 6 ayat 1 UU No. 12 tahun 1985 jo. UU No. 12 tahun 1994,
yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.

8. Data Wilayah dan Lingkungan


Di sini dijelaskan secara umum kondisi lingkungan atas objek pajak, antara
lain meliputi :
• Aksessibilitas ke objek pajak.
• Jarak dari pusat aktifitas ke lokasi objek pajak.
• Keberadaan fasilitas umum dan sosial di sekitar objek pajak.
• Properti lain yang sebanding di sekitar objek pajak.

9. Data Properti
Data properti meliputi :
• Data Tanah
Menerangkan keluasan tanah, lokasi, karakteristik fisik tanah (bentuk,
elevasi, topografi) dan fasilitas yang tersedia.
• Data Bangunan.
Menerangkan data bangunan meliputi jenis penggunaan bangunan, luas
bangunan dan basement ( jika ada ), jumlah lantai, tahun dibangun,
tahun direnovasi, jenis konstruksi, jenis material, fasilitas bangunan dan
kondisi bangunan pada umumnya.
• Peruntukan.
Menerangkan peruntukan tanah ( zoning ) dari objek pajak, yang
didasarkan pada peraturan yang berlaku. Dalam menganalisa
peruntukan tanah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain :
- Penggunaan tanah pada saat penilaian dilakukan.
- Kebijaksanaan atas perubahan zoning masa datang.
- Potensi pembangunan atas perubahan zoning yang telah ditetapkan.

10. Status Kepemilikan/Penguasaan


Menjelaskan status kepemilikan/penguasaan atas tanah yang meliputi
jenis hak, nama pemegang hak, luas, nomor hak, tahun perolehan hak dan
masa berakhirnya hak serta status kepemilikan bangunan sesuai dengan
Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Ijin Penggunaan Bangunan (IPB).

11. Metode Penilaian


Menerangkan metode penilaian yang digunakan untuk menentukan
NJOP, yaitu :
• Pendekatan data pasar untuk penilaian tanah.
• Pendekatan biaya
• Pendekatan pendapatan (jika ada)

12. Penilaian
Berisi hasil penilaian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan
yang telah ditetapkan. Bisa hanya menggunakan satu pendekatan, bisa
menggunakan 2 pendekatan atau lebih.

13. Rekonsiliasi Nilai


Rekonsiliasi nilai perlu dijelaskan aoabila penilai menggunakan beberapa
pendekatan penilaian dalam laporan penilaian. Di sini penilai harus
membuat keputusan nilai yang paling sesuai dan berdasarkan argumentasi
yang paling signifikan menentukan nilai yang digunakan.

14. Konversi Nilai Objek Pajak


Dari hasil penilaian, penilai mengkonversikan berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan No. 523 / KMK.04 / 1998 tanggal 18 Desember 1998
tentang Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar
Pengenaan PBB untuk menetapkan besarnya NJOP.

15. Perbandingan NJOP


Menerangkan perbandingan NJOP hasil penilaian dengan penetapan
NJOP sebelum diadakan penilaian.

16. Kesimpulan Nilai


Berisi kesimpulan nilai dari objek pajak dengan menjelaskan secara
singkat nama objek pajak / wajib pajak, alamat objek pajak, tanggal
penilaian serta ditandatangani oleh penilai.

17. Lampiran-lampiran
Berisi tentang :
• Rincian perhitungan :
- Perincian perhitungan nilai bangunan
- Perincian perhitungan nilai fasilitas
- Analisa nilai tanah
• Foto dari setiap unit bangunan yang dinilai.
• Peta lokasi yang memberikan gambaran posisi objek pajak dengan
jalan utama.
• Denah tapak dan bangunan.
• Data-data lain yang mendukung, seperti :
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP )
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( LSPOP )
- Sertifikat tanah
- Bestek bangunan
- IMB / IPB dll.

II. PENILAIAN MASAL

Dalam sistem ini Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dihitung berdasarkan Nilai
Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zone Nilai Tanah (ZNT),
sedangkan NJOP Bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen
Bangunan (DBKB).
Perhitungan penilaian masal dilakukan terhadap objek pajak dengan menggunakan
program komputer konstruksi umum (Computer Assisted Valuation /CAV).
Untuk penilaian tanah massal, penetuan NIR yang terdapat dalam setiap
ZNT dilakukan dengan membuat analisa ZNT/NIR dengan cara pengumpulan data
harga jual tanah, mengelompokkan menurut jenis penggunaan dan lokasi,
mengadakan penyesuaian terhadap waktu dan jenis data, membaginya dengan luas
tanah sehingga diperoleh nilai tanah per meter persegi.
Sedangkan untuk penilaian bangunan, DBKB disusun dengan menggunakan
metode survey kuantitas terhadap model bangunan yang dianggap paling mewakili
bangunan tersebut dan dinilai dengan dasar penghitungan analisa BOW.
Dengan metode survey kuantitas terhadap nilai bangunan dan dasar
penghitungan analisa BOW yang merupakan perhitungan dengan pendekatan biaya
akan diperoleh biaya pembuatan baru/biaya penggantian baru dari bangunan.

I. Administrasi Penilaian Masal

1. Pembuatan konsep sket/peta ZNT dan penentuan NIR.


a. Batasan-batasan dalam pembuatan sket/peta ZNT.
- ZNT dibuat perkelurahan / desa.
- Pengisian NIR tanah ditulis dalam ribuan rupiah
- Garis batas setiap ZNT diberi warna yang berbeda sehingga jelas batas
antara ZNT

b. Bahan-bahan yang diperlukan


- Peta kelurahan / desa yang telah ada batas-batas bloknya
- Peta dicopy 2 lembar - satu lembar untuk konsep peta ZNT
- satu lembar untuk pembuatan peta ZNT akhir.
- File data terakhir serta DHKP, data ini diperlukan untuk standarisasi
nama jalan.
- Buku Klasifikasi NJOP (Kep.Kakanwil DJP tahun terakhir, data ini
digunakan untuk pembanding dalam penentuan NIR tanah dan sebagai
bahan stanrisasi nama jalan
- Alat alat tulis termasuk pewarna (spidol warna)

Proses Pembuatan sket /peta ZNT


a. Tahap persiapan
Tahap persiapan meliputi kegiatan-kegiatan :
1. Menyiapkan peta yang diperlukan dalam penentuanNIR dan
pembuatan ZNT,meliputi peta wilayah,peta desa/kelurahan,peta Zone
Nilai Tanah.
2. Menyiapkan data-data yang diperlukan seperti data dari laporan
Notaris/PPAT, data NIR dan ZNT lama, SK Kakanwil tentang klasifikasi
dan penggolongan NJOP Bumi.
3. Menyiapkan data data yang berhubungan dengan teknik penentuan
nilai tanah, seperti data jenis penggunaan tanah dari Bappeda dan
data potensi pengembangan wilayah berdasarkan rencana kota.
4. Pembuatan rencana pelaksanaan (meliputi personil,biaya serta jadwal
kegiatan dengan mengacu pada keputusan ini).
b. Pengumpulan data harga jual
1. Data harga jual adalah informasi mengenai harga transaksi dan/atau
harga penawaran tanah dan / atau bangunan.
2. Sumber data berasal dari PPAT, Notaris, Lurah / Kepala Desa, Agen
Properti, penawaran penjualan properti baik melalui media cetak,
brosur, pameran dan sebagainya.
3. Data lapangan yaitu data harga jual yang diperoleh di lapangan
merupakan data yang dianggap paling dapat dipercaya akurasinya.
Oleh karena itu pencarian data langsung ke lapangan harus
dilakukan baik untuk memperoleh data -data baru maupun mengecek
data data yang diperoleh dikantor.
4. Semua data harga jual yang diperoleh harus ditulis dalam formulir 1
(DataTransaksi Properti ).
5. Dalam rangka pengumpulan data harga jual, juga diadakan
inventarisasi nama-nama jalan yang ada disetiap desa / kelurahan.

c. Kompilasi data
1. Data yang terkumpul dalam masing-2 desa/kelurahan harus
dikelompokkan menurut jenis penggunaannya karena jenis
penggunaan tanah / bangunan merupakan variable yang signifikan
dalam menentukan nilai tanah.
2. Kompilasi juga diperlukan berdasarkan lokasi data untuk
memudahkan tahapan analisa data.

d. Rekapitulasi data dan ploting data transaksi pada peta kerja ZNT
1. Semua data yang diperoleh harus dimasukkan dalam formulir 2
(Analisa Penentuan Nilai Pasar Wajar ).
Nomor data yang tertulis pada form 1 harus sama persis dengan
nomor yang tertulis pada form 2, selanjutnya nomor ini akan
berfungsi lebih lanjut sebagai alat untuk mengidentifikasi lokasi data
pada peta taburan data.
2. Penyesuaian terhadap waktu dilakukan dengan membandingkan
waktu transaksi dengan keadaan per 1 Januari tahun pajak yang
bersangkutan.
Penyesuaian terhadap faktor waktu dilakukan dengan mengacu pada
faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai properti dalam kurun
waktu yang dianalisis, seperti keadaan ekonomi, tingkat inflansi,
tingkat suku bunga dan faktor lain yang berpengaruh. Perubahan
nilai tanah itu perlu dibuat penyesuaian dengan menambah
prosentase antara 2 % s/d 10% pertahun.
Penyesuaian terhadap jenis data diperlukan untuk memenuhi
ketentuan Nilai Pasar sebagaimana prinsip-2 penilaian berlaku.

Misalnya :
Data hipotik/agunan data penawaran dari PPAT/Notaris yang tidak
sepenuhnya mencerminkan nilai pasar maka perlu penyesuaian.
Penyesuaian jenis data :
Jual beli ---------------> 0% s/d 25%
Penawaran ---------------> -5% s/d -20%
Hipotik ---------------> 10% s/d 35%
Penyesuaian lokasi ---------------> 2% s/d 15%
(Sesuai hasil rapat pembahasan pengenaan, pendataan dan
penilaian tahun 1999/2000 di Kanwil IX Jatim)

e. Menentukan Nilai Pasar Tanah Permeter persegi


1. Tanah kosong : nilai pasar dibagi luas tanah dalam satuan meter
persegi
2. Tanah dan bangunan :
a. Menentukan nilai bangunan dengan menggunakan DBKB
setempat
b. Nilai Pasar dikurangi nilai bangunan diperoleh nilai pasar tanah
kosong dibagi luas tanah dalam satuan meter persegi.

f. Membuat batas imajiner ZNT.


Batas imajiner dituangkan dalam konsep peta ZNT yang telah berisi
taburan data transaksi.
Pembuatan batas imajiner ZNT adalah :
- Mengacu pada peta ZNT lama bagi wilayah yang telah ada peta
ZNTnya
- Mempertimbangkan data transaksi yang telah dianalisis dan telah
diplot pada peta kerja ZNT.
Penglompokan tanah dalam satu ZNT dengan mempertimbangkan hal-
hal sbb.
a. Nilai pasar tanah yang hampir sama
b. Mempunyai akses fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sama
c. Aksesibilitas yang tidak jauh berbeda
d. Mempunyai potensi nilai yang sama.

g. Analisa Data Penentuan NIR


Analisa data dilakukan berdasarkan Zona Nilai Tanah pada form 3, data
yang dianalisis untuk memperoleh NIR dalam satu ZNT harus memenuhi
kriteria sbb :
- Data relatif baru
- Data Transaksi/penawaran yang wajar
- Lokasi yang relatif berdekatan
- Jenis penggunaan tanah dan bangunan yang relatif sama.
- Memperoleh fasilitas yang sama.

h. Pembuatan Peta ZNT


Dilaksanakan setelah pengukuran bidang milik selesai dalam satu
desa/kelurahan. Garis batas imajiner ZNT dipertegas dengan mengikuti
batas milik, dengan mencantumkan NIR dan kode ZNTnya serta
memberi warna yang berbeda dalam setiap kode ZNT.

i. Penyusunan DBKB
Untuk menyusun/membuat DBKB digunakan metode survai kuantitas
terhadap model bangunan yang diangggap dapat mewakili kelompok
bangunan tersebut dan dinilai dengan dasar perhitungan analisa BOW
dengan bantuan komputer.
Dengan metode survai kuantitas dan dasar perhitungan analisa BOW
yang merupakan perhitungan dengan pendekatan biaya,akan diperoleh
biaya pembuatan baru/biaya pengganti baru dari bangunan.
Komponen bangunan dapat dikelompokkan dalam 3 bagian :
- Komponen Utama
- Komponen Material
- Komponen Fasilitas
Keseluruhan komponen tersebut disusun dalam suatu daftar yang
disebut Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). Penerapannya
dikelompokkan berdasarkan Jenis Penggunaan Bangunan (JPB)
Data yang diperlukan untuk penyusunan DBKB adalah :
- Daftar harga bahan bangunan setempat
- Daftar upah pekerja setiap unit pekerjaan
- Faktor-faktor lain mempengaruhi biaya diantaranya adalah :
- Jasa pemborong, jasa konsultan dan pengawas,biaya perijinan,biaya
tak terduga, koreksi BOW dan suku bunga kredit selama
pembangunan.
Dari hasil ramuan seluruh data dan faktor-2 tersebut dengan bantuan
komputer didapatlah biaya dasar setiap komponen bangunan permeter
persegi.
III. SISTEM PENILAIAN PBB DENGAN SISMIOP

Pada saat ini Direktorat Jenderal Pajak telah mengembangkan suatu system
manajemen informasi dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan, yang dikenal
dengan nama Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP), SISMIOP
berintikan pembentukan basis data yang bersifat data atributik maupun data grafis,
oleh karena itu maka pola pelayanan kepada Wajib Pajak perlu disesuaikan dengan
pengembangan system tersebut.
Sistim penilaian Pajak Bumi dan Bangunan khususnya untuk objek pajak
bangunan menggunakan program Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak
(SISMIOP) yang dibuat oleh kantor pusat DJP dan telah digunakan sejak tahun
1991, sedangkan untuk penilaian Bumi menggunakan Zona Nilai Tanah (ZNT). ZNT
dibentuk dari data yang kita peroleh melalui Brosur-brosur perumahan, Harga
transaksi secara wajar, dan Laporan Bulanan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT).
Sismiop adalah sistim administrasi PBB dengan menggunakan bantuan
computer untuk mengolah keseluruhan informasi/data obyek/subyek pajak serta
membentuk basis data yang benar, lengkap dan jelas, sehingga diharapkan
pelaksanaannya dapat lebih seragam sederhana, cepat dan efisien. Adapun
prosedur penilaian Pajak Bumi dan Bangunan dari SPOP/LSPOP sampai
terbentuknya SPPT, STTS dan DHKP dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

BAGAN SISTEM PENILAIAN PBB DENGAN SISMIOP


MENGGUNAKAN KOMPUTER
PROGRAM CAV

ZNT

MEMASUKKAN DATA
DBKB
KE DALAM KOMPUTER
SPOP +
LSPOP
SELEKSI OBJEK PAJAK

OBJEK PAJAK OBJEK PAJAK


KONSTRUKSI UMUM KONSTRUKSI KHUSUS

PROSES CAV
LKOK

NILAI PENILAIAN
OBJEK INDIVIDUAL

NILAI CAV NILAI ABSOLUT

NILAI JUAL OBJEK PAJAK


KLASIFIKASI DAN BESARNYA NILAI JUAL OBYEK PAJAK

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 523/KMK.04/1998

TENTANG

PENENTUAN KLASIFIKASI DAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK


SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa penentuan klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak yang berlaku
saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan perekonomian nasional;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dipandang perlu untuk
menetapkan kembali klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak dengan
Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan


(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3569);
2. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENENTUAN
KLASIFIKASI DAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli,
Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain
yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
2. Nilai Jual Objek Pajak meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan
pedalaman serta wilayah Indonesia) beserta kekayaan alam yang berada di atas
maupun di bawahnya, dan/atau bangunan yang melekat di atasnya.
3. Klasifikasi adalah pengelompokan nilai jual rata-rata atas permukaan bumi
berupa tanah dan/atau bangunan yang digunakan sebagai pedoman untuk
memudahkan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang.
4. Standar Investasi adalah jumlah biaya yang diinvestasikan untuk suatu
pembangunan dan/atau penanaman, dan/atau penggalian jenis sumberdaya
alam atau budidaya tertentu, yang dihitung berdasarkan komponen tenaga kerja,
bahan, dan alat, mulai dari awal pelaksanaan pekerjaan hingga tahap produksi
atau menghasilkan.
5. Objek pajak yang bersifat khusus adalah objek pajak yang letak, bentuk,
peruntukan dan atau penggunaannya mempunyai sifat dan karakteristik khusus.

Pasal 2

(1) Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas permukaan bumi berupa tanah
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IA dan IB Keputusan ini.
(2) Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas permukaan bumi berupa
bangunan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IIA dan IIB Keputusan
ini.
(3) Dalam hal ada objek pajak yang nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai
Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Nilai Jual Objek Pajak
yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan.
(4) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat atas nama Menteri
Keuangan menetapkan klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas
permukaan bumi dan/atau bangunan di daerah-daerah dalam wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta dan Daerah Tingkat II di seluruh Indonesia sebagaimana diatur pada
ayat (1), (2), dan (3).

Pasal 3

Objek pajak sektor pedesaan dan perkotaan yang tidak bersifat khusus, Nilai Jual Objek
Pajaknya ditentukan berdasarkan nilai indikasi rata-rata yang diperoleh dari hasil
penilaian secara massal.

Pasal 4

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak pada sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan,
serta usaha bidang perikanan, peternakan, dan perairan untuk areal produksi dan/atau
areal belum produksi, ditentukan berdasarkan nilai jual permukaan bumi dan bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), ditambah dengan nilai
standar investasi atau nilai jual pengganti, atau dihitung secara keseluruhan
berdasarkan nilai jual pengganti.

Pasal 5

Objek pajak tertentu yang bersifat khusus, Nilai Jual Objek Pajak dapat ditentukan
berdasarkan nilai pasar yang dilakukan oleh pejabat fungsional penilai secara individual.
Pasal 6

Pelaksanaan teknis Keputusan ini diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 7

Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor :


174/KMK.04/1993 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 273/KMK.04/1995
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Keputusan ini mulai berlaku sejak tahun pajak 1999.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan


penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 1998
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,

ttd

BAMBANG SUBIANTO
Lampiran IA Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 523/KMK.04/1998
Tanggal : 18 Desember 1998

Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual


Permukaan Bumi (Tanah)

Kelompok A

Klas Penggolongan, Nilai Jual


Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) Permukaan Bumi (Tanah)
(Rp/M2)
1 2 3
1 > 3.000.000 s/d 3.200.000 3.100.000
2 > 2.850.000 s/d 3.000.000 2.925.000
3 > 2.708.000 s/d 2.850.000 2.779.000
4 > 2.573.000 s/d 2.708.000 2.640.000
5 > 2.444.000 s/d 2.573.000 2.508.000
6 > 2.261.000 s/d 2.444.000 2.352.000
7 > 2.091.000 s/d 2.261.000 2.176.000
8 > 1.934.000 s/d 2.091.000 2.013.000
9 > 1.789.000 s/d 1.934.000 1.862.000
10 > 1.655.000 s/d 1.789.000 1.722.000
11 > 1.490.000 s/d 1.655.000 1.573.000
12 > 1.341.000 s/d 1.490.000 1.416.000
13 > 1.207.000 s/d 1.341.000 1.274.000
14 > 1.086.000 s/d 1.207.000 1.147.000
15 > 977.000 s/d 1.086.000 1.032.000
16 > 855.000 s/d 977.000 916.000
17 > 748.000 s/d 855.000 802.000
18 > 655.000 s/d 748.000 702.000
19 > 573.000 s/d 655.000 614.000
20 > 501.000 s/d 573.000 537.000
21 > 426.000 s/d 501.000 464.000
22 > 362.000 s/d 426.000 394.000
23 > 308.000 s/d 362.000 335.000
24 > 262.000 s/d 308.000 285.000
25 > 223.000 s/d 262.000 243.000
26 > 178.000 s/d 223.000 200.000
27 > 142.000 s/d 178.000 160.000
28 > 142.000 s/d 142.000 128.000
29 > 91.000 s/d 114.000 103.000
30 > 73.000 s/d 91.000 82.000
31 > 55.000 s/d 73.000 64.000
32 > 41.000 s/d 55.000 48.000
33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
34 > 23.000 s/d 31.000 27.000
35 > 17.000 s/d 23.000 20.000
36 > 12.000 s/d 17.000 14.000
37 > 8.400 s/d 12.000 10.000
38 > 5.900 s/d 8.400 7.150
39 > 4.100 s/d 5.900 5.000
40 > 2.900 s/d 4.100 3.500
41 > 2.000 s/d 2.900 2.450
42 > 1.400 s/d 2.000 1.700
43 > .050 s/d 1.400 1.200
44 > 760 s/d 1.050 910
45 > 550 s/d 760 660
46 > 410 s/d 550 480
47 > 310 s/d 410 350
48 > 240 s/d 310 270
49 > 170 s/d 240 200
50 > 170 140
Lampiran IB Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 523/kKMK.04/1998
Tanggal : 18 Desember 1998

Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual


Permukaan Bumi (Tanah)
Kelompok B

Klas Penggolongan, Nilai Jual


Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) Permukaan Bumi (Tanah)
(Rp/M2)
1 2 3
1 > 67.390.000 s/d 69.700.000 68.545.000
2 > 65.120.000 s/d 67.390.000 66.255.000
3 > 62.890.000 s/d 65.120.000 64.000.000
4 > 60.700.000 s/d 62.890.000 61.795.000
5 > 58.550.000 s/d 60.700.000 59.625.000
6 > 56.440.000 s/d 58.550.000 57.495.000
7 > 54.370.000 s/d 56.440.000 55.405.000
8 > 52.340.000 s/d 54.370.000 53.355.000
9 > 50.350.000 s/d 52.340.000 51.345.000
10 > 48.400.000 s/d 50.350.000 49.375.000
11 > 46.490.000 s/d 48.400.000 47.445.000
12 > 44.620.000 s/d 46.490.000 45.555.000
13 > 42.790.000 s/d 44.620.000 43.705.000
14 > 44.000.000 s/d 42.790.000 41.895.000
15 > 39.250.000 s/d 41.000.000 40.125.000
16 > 37.540.000 s/d 39.250.000 38.395.000
17 > 35.870.000 s/d 37.540.000 36.705.000
18 > 34.240.000 s/d 35.870.000 35.055.000
19 > 32.650.000 s/d 34.240.000 33.445.000
20 > 31.100.000 s/d 32.650.000 31.875.000
21 > 29.590.000 s/d 31.100.000 30.345.000
22 > 28.120.000 s/d 29.590.000 28.855.000
23 > 26.690.000 s/d 28.120.000 27.405.000
24 > 25.300.000 s/d 26.690.000 25.995.000
25 > 23.950.000 s/d 25.300.000 24.625.000
26 > 22.640.000 s/d 23.950.000 23.295.000
27 > 21.370.000 s/d 22.640.000 22.005.000
28 > 20.140.000 s/d 21.370.000 20.755.000
29 > 18.950.000 s/d 20.140.000 19.545.000
30 > 17.800.000 s/d 18.950.000 18.375.000
31 > 16.690.000 s/d 17.800.000 17.245.000
32 > 15.620.000 s/d 16.690.000 16.155.000
33 > 14.590.000 s/d 15.620.000 15.105.000
34 > 13.600.000 s/d 14.590.000 14.095.000
35 > 12.650.000 s/d 13.600.000 13.125.000
36 > 11.740.000 s/d 12.650.000 12.195.000
37 > 10.870.000 s/d 11.740.000 11.305.000
38 > 10.040.000 s/d 10.870.000 10.455.000
39 > 9.250.000 s/d 10.040.000 9.645.000
40 > 8.500.000 s/d 9.250.000 8.875.000
41 > 7.790.000 s/d 8.500.000 8.145.000
42 > 7.120.000 s/d 7.790.000 7.455.000
43 > 6.490.000 s/d 7.120.000 6.805.000
44 > 5.900.000 s/d 6.490.000 6.195.000
45 > 5.350.000 s/d 5.900.000 5.625.000
46 > 4.840.000 s/d 5.350.000 5.095.000
47 > 4.370.000 s/d 4.840.000 4.605.000
48 > 3.940.000 s/d 4.370.000 4.155.000
49 > 3.550.000 s/d 3.940.000 3.745.000
50 > 3.200.000 s/d 3.550.000 3.375.000
Lampiran IIA Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 523/kKMK.04/1998
Tanggal : 18 Desember 1998
Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan
Kelompok A

Penggolongan, Nilai Jual Bangunan Nilai Jual Bangunan


Klas
(Rp/M2) (Rp/M2)
1 2 3
1 > 1.034.000 s/d 1.366.000 1.200.000
2 > 902.000 s/d 1.034.000 968.000
3 > 744.000 s/d 902.000 823.000
4 > 656.000 s/d 744.000 700.000
5 > 534.000 s/d 656.000 595.000
6 > 476.000 s/d 534.000 505.000
7 > 382.000 s/d 476.000 429.000
8 > 348.000 s/d 382.000 365.000
9 > 272.000 s/d 348.000 310.000
10 > 256.000 s/d 272.000 264.000
11 > 194.000 s/d 256.000 225.000
12 > 188.000 s/d 194.000 191.000
13 > 136.000 s/d 188.000 162.000
14 > 128.000 s/d 136.000 132.000
15 > 104.000 s/d 128.000 116.000
16 > 92.000 s/d 104.000 98.000
17 > 74.000 s/d 92.000 83.000
18 > 68.000 s/d 74.000 71.000
19 > 52.000 s/d 68.000 60.000
20 < 52.000 50.000

Lampiran IIB Keputusan Menteri Keuangan


Nomor : 523/kKMK.04/1998
Tanggal : 18 Desember 1998
Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan

Kelompok B

Klas Penggolongan, Nilai Jual Bangunan Nilai Jual Bangunan

(Rp/M2) (Rp/M2)
1 2 3
1 > 14.700.000 s/d 15.800.000 15.250.000
2 > 13.600.000 s/d 14.700.000 14.150.000
3 > 12.550.000 s/d 13.600.000 13.075.000
4 > 11.550.000 s/d 12.550.000 12.050.000
5 > 10.600.000 s/d 11.550.000 11.075.000
6 > 9.700.000 s/d 10.600.000 10.150.000
7 > 8.850.000 s/d 9.700.000 9.275.000
8 > 8.050.000 s/d 8.850.000 8.450.000
9 > 7.300.000 s/d 8.050.000 7.675.000
10 > 6.600.000 s/d 7.300.000 6.950.000
11 > 5.850.000 s/d 6.600.000 6.225.000
12 > 5.150.000 s/d 5.850.000 5.500.000
13 > 4.500.000 s/d 5.150.000 4.825.000
14 > 3.900.000 s/d 4.500.000 4.200.000
15 > 3.350.000 s/d 3.900.000 3.625.000
16 > 2.850.000 s/d 3.350.000 3.100.000
17 > 2.400.000 s/d 2.850.000 2.625.000
18 > 2.000.000 s/d 2.400.000 2.200.000
19 > 1.666.000 s/d 2.000.000 1.833.000
20 > 1.366.000 s/d 1.666.000 1.516.000
PEMETAAN PBB

1. Pengertian
Peta :
Gambaran permukaan bumi dalam bidang datar dengan menggunakan
proyeksi dan skala tertentu.
Jenis Peta :
1. Peta topografi, peta dasar yang berisi obyek alam dan obyek buatan
manusia.
Contoh : Peta Kabupaten Mojokerto.
2. Peta tematik, peta yang berisi obyek-obyek tertentu sesuai dengan
kebutuhan yang diinginkan (tema tertentu).
Contoh : Peta Jalan, Peta Irigasi, Peta Blok (Peta untuk keperluan PBB).

2. Jenis Peta Untuk Keperluan PBB


Jenis peta yang diperlukan untuk kepentingan PBB adalah peta planimetris yang
terdiri atas 4 macam :
a. Peta Wilayah
Peta yang menggambarkan suatu wilayah administrasi pemerintahan,
misalnya kotamadya/kabupaten atau kecamatan dengan skala 1:50.000,
1:25.000 atau skala lainnya.
Peta ini menggambarkan batas wilayah masing-masing kecamatan,
desa/kelurahan, serta detail penting lainnya (Misal : jalan kereta api, jalan
raya, sungai besar).
Kegunaan : Pedoman bagi Kepala KP PBB dalam menyusun rencana
pendataan dan penilaian di wilayahnya.
b. Peta Desa/Kelurahan
Peta yang menggambarkan secara detail wilayah suatu desa/kel. Dengan
menyajikan letak dan bentuk masing-masing blok, dilengkapi dengan nomor
blok, luas setiap blok, simbol serta atribut lainnya.
Peta ini di buat dengan skala 1:5.000 untuk wilayah pedesaan, dan skala
1:2.500 untuk wilayah perkotaan.
Kegunaan : Untuk mengetahui letak relatif suatu blok dalam suatu desa,
dan sebagai bahan untuk pekerjaan pengukuran obyek pajak.
c. Peta Blok
Peta yang menggambarkan sekelompok obyek pajak (tanah dan/atau
bangunan) beserta masing-masing Nomor Obyek Pajaknya dalam satu blok
(NOP).
Peta ini dibuat dengan skala 1:1.000 untuk daerah tanah darat
(perkampungan/perkotaan) dan skala 1:2.000 untuk daerah pesawahan.
Kegunaan : Untuk mengetahui letak relatif suatu obyek pajak dalam suatu
blok di suatu desa/kelurahan
Penentuan dan pembuatan Peta Blok dilakukan setelah Peta Desa/
Kelurahan selesai.
d. Peta Zona Nilai Tanah
Peta Zona Nilai Tanah (ZNT) adalah peta yang memuat himpunan kelompok
areal tanah yang mempunyai nilai indikasi rata-rata (NIR) yang sama dalam
suatu desa atau kelurahan.

3. Istilah/Batasan
• Pengukuran poligon untuk kerangka peta dasar PBB :
Pengukuran di lapangan yang membentuk serangkaian garis yang
berturutan, dengan mengukur arah, sudut pokok maupun jarak, untuk
memperbanyak titik-titik pasti yang akan digunakan sebagai kerangka peta
dasar PBB.
• Plot :
Meletakkan atau menggambarkan dengan teliti letak titik-titik kerangka peta
berdasarkan koordinat titik-titik tersebut.
• Pengukuran detail :
Pengukuran terhadap detail-detail di lapangan yang dibutuhkan dalam
rangka pembuatan peta PBB
• Tanah sawah :
Tanah pertanian yang pada umumnya dibuat berpetak-petak dan dibatasi
dengan pematang/saluran untuk penahan air, dan tanaman utamanya
adalah padi.
• Tanah darat :
Tanah yang bukan tanah sawah dan pada umumnya dimanfaatkan untuk
pemukiman, industri, dagan, jasa, bercocok tanam, empang, tambak,
penggaraman, padang rumput, hutan nipah, penggalian barang tambang,
maupun tanah yang belum dimanfaatkan.
• Bidang obyek pajak :
Tanah dan /atau bangunan yang dibatasi oleh sisi-sisi atau batas-batas
tanah dan/atau bangunan atau batas alam dan batas buatan lainnya yang
dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh Subyek/wajib pajak.
• Blok :
Sekumpulan obyek pajak yang dibatasi oleh batas-batas alam atau buatan
manusia yang tidak mudah berubah seperti jalan, selokan, kali dan
sebagainya dalam wilayah administrasi desa/kelurahan, yang diperkirakan
menampung kurang lebih 200 obyek pajak atau mempunyai luas sekitar 15
Ha untuk pedesaan dan 10 Ha untuk pedesaan.
• Skala peta
Perbandingan antara jarak di peta dengan jarak yang sebenarnya di
lapangan.

4. Pembacaan Peta
Skala :
Perbandingan antara jarak di peta dengan jarak yang sebenarnya di lapangan.
Contoh :
Skala 1:1.000, artinya jarak di peta sejauh 1 milimeter sama dengan jarak di
lapangan sejauh 1 meter.
Skala 1:2.500, artinya jarak di peta sejauh 1 milimeter sama dengan jarak di
lapangan sejauh 2,5 meter.

Dalam Peta Blok Skala yang digunakan adalah :


• Skala 1:1.000 digunakan untuk wilayah perkampungan.
• Skala 1:2.500 digunakan untuk wilayah pesawahan.

Konversi Skala :
merubah peta dari skala satu ke skala yang lain
Contoh :
Konversi skala dari Peta Desa (skala 1:2.500) ke Peta Blok (skala 1:1.000),
artinya adalah menggambarkan setiap bidang yang ada pada peta dengan skala
1:2.500 kedalam peta dengan skala 1:1.000.

Contoh :
Skala 1:2.500 Skala 1:1.000
2,5 cm

1 cm

1 cm

2.5 cm
Dengan melihat contoh diatas, untuk objek di peta dengan skala skala 1:2.500
apabila dipindahkan kedalam peta dengan skala 1:1.000, objek tersebut
mengalami perbesaran 2,5 x untuk panjang dan 6,25 x untuk luasan (bidang).

Perbesaran (P) Panjang = So (skala awal) = 2.500 = 2,5 x


Si (skala akhir) 1.000
Perbesaran (L) Luasan = (So/Si)2 = (2,5)2 = 6.25 x

Penggambaran objek kedalam satu skala :


Apabila 1 lembar peta dengan skala 1:2.500 akan dirubah menjadi skala
1:1.000, akan menghasilkan 7 (6,25) lembar peta dengan skala 1:1.000.

Arah Utara :
merupakan penunjuk arah utara yang berguna untuk orientasi arah.

(Gambar Petunjuk Arah Utara dan Skala)

Simbol dan Legenda :


Simbol : Keterangan objek berupa simbol dalam suatu peta.
Legenda : Keterangan dari simbol.
5. Proses Secara Umum Pemetaan

Pengumpulan Pengolahan Penyajian


Data Data Data

Peta Hardcopy Peta Softcopy


(Peta Garis) (Peta Digital)

Contoh : Contoh :
Peta Kota Mojokerto Peta SIG PBB

Pengumpulan Data
Kegiatan mengumpulkan data lapangan dengan cara melakukan
pengukuran dilapangan. Untuk lebih lanjutnya dapat dilihat di Materi
Pengukuran.
Pengolahan Data
Kegiatan mengolah data hasil pengukuran lapangan (penghitungan luas
bidang termasuk juga pemberian NOP untuk tiap obyek PBB). Pemberian
NOP ini diusahakan berurutan dengan bentuk spiral.
Penyajian Peta
Kegiatan menyajikan data yang sudah diolah (titik, garis, luasan) kedalam
lembar peta.
Lembar peta ini dapat disajikan dalam bentuk konvensional (Peta Garis)
maupun dalam bentuk digital (Peta Digital)

6. Penggambaran Peta
1. Penggambaran Peta Desa/Kelurahan
Penggambaran peta desa/kelurahan didapat dari hasil pengukuran
lapangan.
2. Penggambaran Peta ZNT
Penggambaran peta ZNT dilakukan dengan fotocopy dari peta
desa/kelurahan.
3. Penggambaran Peta Blok
Sebelum membuat Peta Blok sebelumnya di harus dibuat terlebih
dahulu Peta Blok Konsep Lapangan (KONSEP PETA BLOK).
Peta Blok digambar dengan cara tracing/menyalin dari formulir
pengukuran (manuscript peta) dan identifikasi obyek PBB (NOP).
Pembuatan Konsep Peta Blok :
Pembuatan konsep peta blok terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
1. Orientasi lapangan
Kegiatan ini bertujuan untuk mencocokan keadaan yang tergambar
pada peta dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Dalam hal
terjadi perubahan detail lapangan terutama yang dijadikan batas
blok, petanya perlu diperbaiki, baik dengan melakukan pengukuran
maupun sket perubahan yang dimaksud. Orientasi lapangan ini harus
benar-benar dilaksanakan secara teliti guna mengurangi
kemungkinan adanya perubahan batas blok pada saat pengukuran.
2. Penentuan batas blok dan penggambaran konsep peta blok
Penentuan batas blok harus memperhatikan karakteristik fisik yang
tidak berubah dalam kurun waktu yang lama. Sebagai contoh dalam
hal terdapat jalan raya atau gang sebagai batas blok, maka yang
ditetapkan sebagai batas blok adalah jalan raya. Batas-batas blok
yang telah ditentukan tersebut digambarkan pada peta kerja.
Satu blok dirancang utnuk dapat menampung kira-kira 200 obyek
pajak atau luas sekitar 15 ha untuk pedesaan dan 10 ha untuk sektor
perkotaan, hal ini untuk memudahkan kontrol dan pelaksanaan
pekerjaan pengumpulan data di lapangan dan administrasi data.
3. Pemberian nomor blok
Pemberian nomor blok dimulai dari sudut kiri atas (utara barat) peta
dengan menggunakan kaidah angka arab dan disusun secara spiral
sesuai dengan arah jarum jam.

7. Penggambaran Peta Blok


Lembar peta blok berukuran 55 cm x 62,5 cm, terdiri dari ukuran dalam 50 cm x
50 cm (untuk lebih jelasnya dapat dilihat di dalam ).

Informasi yang disajikan pada peta PBB :


a. Bagian isi peta (map face)
b. Bagian pelengkap peta

a. Bagian Isi Peta Blok:


1. Batas blok
Nomor blok yang berbatasan dengan blok yang digambar ditulis lebih
besar (ukuran 0,8 mm) dari Nomor Obyek Pajak (NOP).
Nomor Obyek Pajak (NOP) pada peta blok ditulis sesuai dengan nomor
sebenarnya (misal 1,2,10,200 bukan 0001,0002,0010,0200)
2. Batas obyek pajak (menunjukkan letak, bentuk dan ukuran obyek pajak)
3. Jalan, sungai atau saluran air yang menjadi batas blok.

b. Bagian Pelengkap Peta Blok


1. Judul Peta
Judul peta ditulis lengkap (tidak boleh disingkat) ditengah-tengah bagian
atas lembar peta, misal : PETA BLOK 002 DESA JAPAN.
Huruf yang digunakan adalah huruf kapital tegak dengan ketebalan yang
sama, ukuran tebal 5 mm.
(untuk lebih jelas dapat dilihat pada dan contoh peta blok)
2. Panel Keterangan
Ditulis di bagian paling kiri bawah dari peta

TAHUN PENDATAAN 20..….

DIGAMBAR

DIPERIKSA

An. Kepala KP Pratama

DISETUJUI ………………………….

(……………………………)

(Untuk ukurannya dapat dilihat pada )

3. Petunjuk arah dan skala peta


Petunjuk arah utara, digambar antara panel keterangan dan legenda
Skala untuk sektor pedesaan skala 1:2.500, untuk sektor perkotaan
1:1.000
(untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta blok ).
4. Legenda Peta Blok
Untuk legenda pada peta blok hanya digambar tempat-tempat yang
penting saja, misal : mesjid, gereja, pemerintahan daerah,
pemakaman.
(untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta blok).
5. Panel Pengenal
Panel pengenal ditulis pada bagian kanan bawah
(untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta blok).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggambaran peta blok, diantaranya :
a. Batas blok digambarkan dengan simbol dan warna yang sama dengan
simbol dan warna blok pada Peta desa/kelurahan.
a. Batas bidang milik digambarkan dengan garis penuh warna hitam, tebal
lebih kurang 0,05 mm. Di tengah-tengah bidang milik dituliskan Nomor
Obyek Pajak (NOP)
b. Nomor urut obyek pajak ditulis dengan kaidah angka arab warna hitam
(misal : 1, 9, 20 bukan I, IX, XX)
c. Bangunan digambar dengan garis terputus-putus. Untuk bangunan yang
bertingkat dituliskan kode tingkat bangunan dengan angka romawi, untuk
bangunan yang tidak bertingkat tidak perlu ditulis kode tingkatnya.
(misal : bangunan bertingkat 2, dituliskan kodenya II).
d. Batas blok digambar dengan simbol garis titik garis dengan tebal 0,2 mm
berwarna hitam (-.-.-.-)
e. Batas perkampungan atau pekarangan dinyatakan dengan tinta hitam
tebal 0,2 mm.
f. Batas tanah sawah dan darat dinyatakan dengan garis penuh warna
hitam dengan ketebalan garis 0,15 mm dan ditulis ‘s’ untuk sawah dan
‘d’ untuk darat.
g. Batas tanah kuburan digambar dengan tinta hitam tebal 0,2 mm.
h. Batas tanah perkebunan digambar dengan garis penuh warna hitam
tebal 0,2mm.

8. Penghitungan Luas
Penghitungan luas dilakukan langsung dari hasil ukuran lapangan (bukan dari
ukuran peta). Apabila susah untuk dihitung dilapangan, penghitungan luas dapat
dihitung dengan menggunakan peta manuskrip dalam milimeter blok yang
sudah berskala.
Terdapat macam-macam cara penghitungan luas, diantaranya adalah :
1. Untuk luas yang relatif beraturan
Misal :
b
a Luas = (a+c) x (b+d)
c 2
d
Rumus diatas berlaku untuk kondisi perbedaan jarak antara a dan c, serta b
dan d sangat kecil.

2. Untuk luas tidak beraturan


Misal :
Untuk menghitung luasnya, dibagi menjadi beberapa bagian segitiga
sehingga dapat di hitung dengan cara luas segitiga.

II III Luas Total = Luas ( I + II + III + IV)

I IV

t
Luas = a x t.
2
a = alas
a
t = tinggi

A B

S= (A+B+C)
2
Luas = √S(S-A)(S-B)(S-C)

Rumus ini digunakan apabila yang diukur adalah semua sisi segitiga.
PENGUKURAN PBB

1. Pemetaan Standar
Pemetaan standar
adalah pemetaan yang dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah pemetaan
secara terestris. Pemetaan secara ini dilaksanakan terutama untuk daerah-
daerah yang mempunyai nilai jual obyek pajak yang tinggi, jumlah tenaga teknis
dan biaya yang memadai, serta daerah-daerah lain yang memerlukan.
Urutan dan proses pekerjaan pemetaan dengan cara standar dibagi dua tahap,
yaitu Pembuatan Kerangka Peta dengan Pengukuran Poligon dan Pengukuran
Detail.

1.1. Pengukuran poligon untuk pembuatan kerangka peta dasar PBB


Pengukuran poligon dilakukan dengan theodolit atau theodolit kompas
untuk menentukan koordinat suatu titik.
Pengukuran ini dimaksudkan untuk memperbanyak titik pasti yang akan
digunakan sebagai ikatan pada awal dan akhir pengukuran detail. Satu
rangkaian jalur pengukuran poligon dapat digunakan untuk pembuatan
kerangka peta beberapa desa/kelurahan (Pembuatan Peta
Desa/Kelurahan).
Jenis poligon untuk kerangka Peta Dasar PBB dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu :
1. Poligon Utama
Poligon utama atau poligon pokok
adalah suatu poligon yang dimulai dan diakhiri (diikatkan) pada titik
pasti yang lebih tinggi tingkat ketelitiannya (misal : titik triangulasi,
doppler, GPS). Titik-titik ini mempunyai ketelitian ukuran sudut dan jarak
yang tinggi. Untuk kepentingan PBB, bentuk poligon yang dipergunakan
adalah poligon tertutup dan poligon terbuka terikat sempurna.
Poligon tertutup
adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya merupakan titik pasti
atau titik yang dianggap pasti
Poligon terbuka terikat sempurna
adalah poligon yang titik awalnya diikatkan pada suatu titik pasti dan titik
akhir diikatkan pada titik pasti yang lainnya.

2. Poligon Cabang
Poligon cabang
adalah poligon yang dimulai pada sebuah titik poligon utama dan
diakhiri pada titik poligon utama yang lainnya.
1.2. Pengukuran Detail
Pengukuran detail adalah pengukuran tahap berikutnya setelah
pengukuran poligon untuk membuat kerangka peta dasar selesai.
Pengukuran ini merupakan pengisisan dari kerangka peta. Didalam tahap
ini, detail yang diukur dibatasi hanya pada detail yang diperlukan oleh
PBB. Tujuan utama dari pengukuran detail adalah untuk menggambarkan
semua detail yang terdapat dalam suatu wilayah desa/kelurahan, yang
dapat digunakan sebagai kerangka pembentukan blok dan pengukuran
bidang milik (rincikan).

Untuk pembuatan Peta Dasar PBB (baik untuk pembuatan kerangka


dasar maupun detail), selain dengan menggunakan theodolit, dapat juga
dengan menggunakan GPS receiver dengan cara melakukan survei GPS.
Kelebihan dari survei GPS ini adalah hasil ukuran adalah langsung berupa
Koordinat Geografis, sehingga pekerjaan lapangan menjadi relatif lebih
singkat dibandingkan dengan cara pengukuran poligon.

2. Pengukuran Bidang Tanah dan Bangunan


Proses pengukuran dan penggambaran Peta Desa dan Peta Blok untuk
menghasilkan peta yang standar memerlukan waktu yang lama disamping
peralatan dan tenaga teknis serta biaya yang cukup besar.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dibuat peta tidak standar dengan cara
sederhana yang tingkat ketelitiannya lebih rendah dari peta standar, tetapi
secara teknis masih dapat memenuhi kebutuhan KPP Pratama.
Alat yang digunakan adalah pita ukur.

Kegiatan pengukuran untuk pengukuran bidang obyek pajak adalah :


1. Mengadakan pengukuran kerangka peta
2. Mengadakan pengukuran sisi-sisi dan diagonal untuk semua bidang obyek
pajak.
3. Mengitung luas semua bidang obyek pajak berdasarkan hasil pengukuran
4. memberi NOP untuk setiap bidang obyek pajak secara berurutan dimulai
dari sudut kiri atas (utara barat) peta, dan menempelkan sticker NOP pada
obyek pajak yang ada bangunannya.
5. Menyampaikan SPOP kepada wajib pajak dan/atau kuasanya untuk diisi
dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak
dan/atau kuasanya. Jika wajib pajak/kuasanya tidak ada maka SPOP dapat
dibuat rangkap dua, yang satu ditinggal untuk diisi oleh wajib
pajak/kuasanya dan yang satu lagi diisi dan dibawa oleh petugas untuk
keperluan data entry. SPOP yang ditinggal terlebih dahulu harus diisi NOP-
nya oleh petugas. Bila wajib/ kuasanya tidak diketahui pada waktu
pendataan, maka petugas lapangan harus meminta perangkat
desa/kelurahan untuk menyelesaikan masalahnya.
6. Mengambil kembali SPOP yang telah diisi dan ditandatangani oleh wajib
pajak/kuasanya.
7. Meneliti kebenaran pengisian SPOP oleh wajib pajak dan/atau kuasanya
serta segera memberitahukan kepada yang bersangkutan apabila terdapat
kekeliruan pengisian dalam SPOP tersebut.
8. Membuat konsep pembuatan blok dengan skala 1 : 1.000 untuk tanah darat
dan 1 : 2.500 untuk tanah sawah.

Standar prestasi kerja rata-rata per hari per petugas adalah 30 obyek pajak.

2.1. Pemberian NOP (Nomor Obyek Pajak) :


Dalam administrasi PBB, identiatas obyek pajak berupa NOP sangat
penting untuk menegetahui letak obyek yang dimaksud (melalui media
peta) dan sekaligus sebagai identitas penghubung antar data file dari
suatu basis data PBB dalam proses komputer.

a. Penerapan NOP
Nop sebagai identitas yang unik harus terkait secara langsung pada
obyek pajak dengan cara sebagai berikut :
1. Pemberian sticker NOP dilakukan untuk obyek pajak Bumi yang
ada bangunannya atau obyek berupa bangunan saja dengan cara
mempelkan sticker (berisi NOP) pada obyek pajak tersebut. Untuk
tanah kosong tidak perlu diberikan sticker NOP
2. Penempelan sticker NOP diusahakan pada tempat yang mudah
dilihat, aman dan terlindung agar tahan lama serta memudahkan
pemantauan apakah obyek pajak tersebut telah didata dan
memudahkan pula saat penyampaian SPPT (Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang).
3. Menempelkan sticker serta pencatatan pada SPOP serta konsep
peta blok harus dilakukan secara serentak untuk menghindari
kekeliruan penomoran. NOP pada sticker, SPOP dan peta blok
untuk satu obyek pajak harus sama.
4. Penulisan NOP pada SPOP dan Sticker secara penuh, misalnya
0001 sedangkan pada konsep peta blok harus ditulis singkat 1.
b. Tata Urutan NOP
Pemberian NOP dalam satu blok dimulai dari kiri atas (utara barat)
peta kemudian ke kanan dan seterusnya mengikuti alur spiral sampai
seluruh bidang obyek pajak dalam blok tersebut terdata. Dalam
kondisi lapangan tertentu pemberian NOP ini bisa fleksibel (tidak spiral
murni).
Pemberian NOP harus berjalan sesuai dengan jalannya alur
pengumpulan data. Untuk membedakan nomor blok dan nomor obyek
pajak dalam satu blok peta, maka nomor obyek pajak harus ditulis lebih
kecil dari nomor blok.

2.2. Tahapan Pengukuran :


Tahapan Persiapan Kantor :
1. Penyiapan peralatan ukur : Pita Ukur
2. Penyiapan perlengkapan ukur dan alat gambar (alat tulis : pensil 2H,
busur derajat dan penggaris).
3. Penyiapan peta blok konsep lapangan
4. Penyiapan tenaga pelaksana (1 orang petugas penggambaran, 1
orang penarik pita ukur)
Pelaksanaan Pengukuran di Lapangan :
1. Melakukan orientasi lapangan
Orientasi lapangan dilakukan dengan memperhatikan batas-batas
wilayah yang akan dipetakan, detail penting seperti batas desa, jalan
raya, jalan desa, sungai dan detail lain yang dianggap penting.
2. Melakukan perencanaan
Merencanakan jalur pengukuran detail bidang per bidang dengan alur
spiral untuk menghindari pengukuran terhadap obyek sama diukur dua
kali.
3. Melakukan pengukuran bidang per bidang dengan menggunakan pita
ukur

Contoh :
Jarak yang harus
diukur

Batas bidang

Garis Bantu
Untuk setiap bidang diukur setiap sisinya dan diagonal sisi, dengan cara
bidang per bidang, dan diusahakan urutan pengukuran obyek pajak
dilakukan secara spiral.

4. Hasil pengukuran satu bidang diberikan nomor urut pengukuran.


Nomor urut pengukuran diperlukan apabila kondisi di lapangan tidak
memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara spiral.
5. Untuk setiap blok, dicantumkan batas blok disebelahnya (blok tetangga).
ADMINISTRASI PENDATAAN PBB

Pekerjaan pendataan adalah


pekerjaan terstruktur dan sistematis. Tata cara pendataan dan penilaian diatur
dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000. Sesuai dengan
sifatnya yang terstruktur dan sistematis, maka segala bentuk proses maupun hasil
pendataan harus dilakukan pengadministrasian yang tersusun rapi dan sistematis
pula.

Administrasi yang teratur dan tersusun rapi diperlukan untuk :


- Mengetahui kronologis pendataan mulai dari perencanaan hingga di dapatnya
hasil berupa data objek dan subjek/wajib pajak.
- Memantau prosedur pelaksanaan pendataan apakah telah dilalui secara benar.
- Membuat catatan/rekaman atas segala yang telah dilakukan pada saat
pendataan.
- Sebagai bukti otentik pelaksanaan pendataan untuk dipertanggungjawabkan.
- Sebagai bank data dan informasi untuk penyelesaian permasalahan.
- Sebagai kontrol dan pengawasan.

Administrasi Pendataan meliputi :


A. Tim KPP Pratama :
1. Penelitian pendahuluan
• Pengumpulan data dan informasi daerah-daerah yang perlu
dilakukan pendataan
- Luas wilayah
- Jumlah dan Komposisi Penduduk
- Luas yang telah dikenakan PBB
- Jumlah Objek Pajak
- Harga Jual Tanah
- Keberadaan Fasilitas Publik
- dll
• Penentuan Skala Prioritas dilakukannya pendataan
- Tingkat pertumbuhan objek/subjek pajak
- Potensi peningkatan ketetapan PBB
- Daerah belum berpola SISMIOP
• Pemilihan Lokasi (Wilayah) pendataan
2. Pembuatan Rencana Kerja
3. Pembuatan Analisis ZNT (Zona Nilai Tanah / Klasifikasi Bumi)
Dibuat dengan metode Penilaian Masal oleh pegawai yang ditunjuk Tim
KPP Pratama.
4. Pembuatan Notula dan Daftar Hadir
Notula dan Daftar Hadir dibuat sebagai pertanggungjawaban dan catatan
pelaksanaan : Penyuluhan, Pembekalan, Rapat Evaluasi Pelaksanaan
Pendataan setiap bulan.
5. Administrasi Keuangan
Mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran dana sehubungan dengan
pelaksanaan pendataan :
- Pembelian barang
- Pembayaran Honor dan upah

B. Petugas Pendataan
1. Persiapan
• Pembuatan konsep kerangka Peta Blok
Sebelum melangkah ke lapangan untuk melakukan pengukuran, para
petugas terlebih dahulu membuat konsep kerangka peta blok
sebagai peta kerja untuk melakukan pengukuran lapangan. Kerangka
peta blok disalin dari peta desa yang telah disesuaikan skalanya.
• Persiapan konsep Peta ZNT
Konsep Peta ZNT telah disiapkan oleh Tim KPP Pratama. Guna dari
peta ini adalah untuk menentukan kode znt dari masing-masing
bidang tanah yang diukur.
2. Lapangan
a. Penggambaran ophdracht (sket) peta blok lapangan
Setiap melakukan pengukuran bidang tanah dan atau bangunan,
hasil pengukurannya langsung diplot ke dalam peta kerja beserta
ukurannya, dan pada bidang bersangkutan dicantumkan nomor urut
pengukuran. Usahakan selalu untuk langsung menggunakan skala
yang diwajibkan pada plotting hasil ukuran, untuk memudahkan
kontrol terjadinya kesalahan.
b. Pengisian SPOP dan LSPOP
Setelah diukur, setiap bidang objek pajak dicatat di dalam form SPOP
untuk tanah dan LSPOP untuk bangunan (Perhatikan penjelasan
petunjuk pengisian)
3. Basecamp (PR)
a. Penggambaran konsep peta blok pada kertas HVS plano
Hasil plotting pengukuran bidang di lapangan langsung dipindahkan
ke dalam konsep peta blok dengan skala dan ukuran yang benar
pada hari itu juga. Ini penting dilakukan setiap hari untuk
menghindarkan terjadinya lupa, dan memperkecil kemungkinan
terjadinya kesalahan.
b. Pembuatan Nomor Objek Pajak (NOP) pada konsep peta blok
NOP perlu disusun lagi sesuai dengan pola spiral. Ada kemungkinan
nomor urut pengukuran tidak/belum sesuai dengan urutan NOP ;
maka perlu dilakukan pembetulan.
c. Penghitungan Luas Tanah dan Bangunan
Luas tanah dan bangunan langsung dihitung agar bisa langsung
dicantumkan pada SPOP dan LSPOP untuk menghindarkan
penumpukan pekerjaan.
d. Melengkapi pengisian SPOP dan LSPOP (NOP, Nama, Luas, Kode
ZNT, dll)
e. Pembuatan Daftar Himpunan Objek Pajak (DHOP)
Data objek dan subjek pajak dicatat dalam DHOP yang merupakan
kumpulan data objek/subjek pajak per blok per desa/kelurahan.
f. Penyetoran SPOP dan LSPOP ke Pengawas Lapangan setiap hari
Senin
Sebelum disetorkan ke Pengawas Lapangan SPOP dan LSPOP
dibundel (diikat) per 100 Objek Pajak.
g. Penyetoran konsep peta blok dan DHOP setelah satu blok selesai
didata ke Pengawas Lapangan.

C. Pengawas Lapangan
a. Menerima hasil pendataan (SPOP dan LSPOP, konsep peta blok,
DHOP) dari Petugas Lapangan
b. Memeriksa dan melakukan koreksi hasil pendataan yang telah diterima
c. Melakukan penyetoran SPOP dan LSPOP kepada Koordinator Lapangan
(KORLAP)
d. Melakukan Kodifikasi (pengumpulan) konsep peta blok dan DHOP per
desa/kelurahan
e. Melakukan penyetoran konsep peta blok dan DHOP yang telah
dikodifikasi kepada Koordinator Lapangan (KORLAP)

D. Koordinator Lapangan
a. Melakukan pencatatan hasil-hasil pendataan
b. Menyetorkan SPOP dan LSPOP ke Petugas Data Entry untuk direkam
c. Melakukan pembuatan laporan pelaksanaan pendataan.

E. Petugas Data Entry


a. Melakukan perekaman data SPOP dan LSPOP
b. Melaporkan hasil perekaman data.
PROSEDUR PELAYANAN PBB
ARUS BERKAS PELAYANAN SATU TEMPAT

KPP
PRATAMA

SEKSI TEKNIS
LAINNYA
KOOR
WAJIB DINATOR
PAJAK

SEKSI
PDI PENYAMPAI
PENERIMA HASIL
BERKAS PEMROSES KELUARAN
URUSAN

KETERANGAN :

Alur berkas, diproses pada Tempat Pelayanan

Alur berkas, diproses pada Seksi terkait

Wewenang KPPBB dan Pemerintah Kabupaten / Kota

Dalam lingkup administrasi dan pengelolaan PBB, KPPBB menerima


pelimpahan wewenang secara hirarki struktural dari Menteri Keuangan melelui
Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Adapun salah satu wewenang tersebut adalah
menyediakan pokok ketetapan PBB di wilayah Kabupaten / Kota yang menjadi
wilayah kerjanya untuk diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten / Kota guna
dilakukan pemungutan.

Pemerintah Kabupaten / Kota menerima kewengan pemungutan PBB dari Menteri


Keuangan melalui DJP dan KP PBB berdasarkan Kep. Menkeu No. 1008 tahun
1985 yang selanjutnya didelegasikan kepada Camat dan Kades / Kep. Kelurahan.
1. Pendaftaran Obyek Pajak Baru.
- Permohonan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasanya.
- Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani WP.
- Surat Kuasa dalam hal SPOP di isi dan ditanda tangani oleh kuasa WP.
- Bukti pendukung yang perlu di lampirkan :
a. Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas lainnya dari WP.
b. Foto copy salah satu bukti surat tanah, antara lain :
- Sertifikat;
- Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Waris;
- Ijin Mendirikan Bangunan (IMB);
- Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa.

2. Mutasi Obyek/Subyek Pajak.


- Permohonan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasanya.
- Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani WP
- Surat Kuasa dalam hal SPOP di isi dan ditanda tangani oleh kuasa WP.
- Bukti pendukung yang perlu di lampirkan :
a. Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas lainnya dari WP.
b. Asli SPPT tahun yang bersangkutan.
c. Foto copy bukti pembayaran ( STTS ) tahun sebelumnya.
d. Foto copy salah satu bukti surat tanah, antara lain :
- Sertifikat;
- Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Waris;
- Ijin Mendirikan Bangunan (IMB);
- Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa.

3. Pembetulan SPPT.
- Permohonan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasanya.
- Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani WP
- Surat Kuasa dalam hal SPOP di isi dan ditanda tangani oleh kuasa WP.
- Bukti pendukung yang perlu di lampirkan :
a. Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas lainnya dari WP.
b. Asli SPPT tahun yang bersangkutan.
c. Foto copy bukti pembayaran ( STTS ) tahun sebelumnya.
d. Foto copy salah satu bukti surat tanah, antara lain :
- Sertifikat;
- Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Waris;
- Ijin Mendirikan Bangunan (IMB);
- Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa.

4. Pembatalan SPPT.
- Permintaan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasanya.
- Surat Kuasa dalam hal dikuasakan pada pihak lain.
- Asli SPPT tahun yang bersangkutan.
- Surat Pengantar Lurah/Kepala Desa untuk pengajuan secara kolektif.

5. Pembuatan Salinan SPPT.


- Permohonan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasanya.
- Surat Kuasa dalam hal dikuasakan pada pihak lain.
- Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas lainnya dari Wajib Pajak.
- Foto copy SPPT tahun sebelumnya.
- Bukti pembayaran PBB ( STTS ) tahun terakhir.

6. Keberatan atas Pajak Terhutang.


- Permohonan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasanya.
- Surat Kuasa dalam hal dikuasakan pada pihak lain.
- Asli SPPT tahun yang bersangkutan.
- Bukti pendukung yang perlu di lampirkan :
a. Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas lainnya dari WP.
b. Foto copy STTS tahun sebelumnya.
c. Foto copy salah satu bukti surat tanah, antara lain :
- Sertifikat;
- Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Waris;
- Ijin Mendirikan Bangunan (IMB);
- Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa.

7. Pengurangan atas Pajak Terhutang.

- Permohonan secara tertulis dari WP atau kuasanya.


- Surat Kuasa dalam hal dikuasakan pada pihak lain.
- Foto copy SPPT tahun yang bersangkutan.
- Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas lainnya dari WP.
- Foto copy bukti pembayaran PBB ( STTS ) tahun terakhir.
- Foto copy SPT PPh tahun terakhir dan Neraca Rugi Laba tahun terakhir yang
sudah diaudit oleh Akuntan Publik, bagi Wajib Pajak Badan.
- Bukti pendukung yang perlu di lampirkan :
a. Foto copy Surat Keputusan Pensiun;
b. Foto copy Surat Pernyataan dari Lurah/Kepala Desa;
c. Foto copy Tanda Penerimaan Uang Pensiun;

8. Restitusi / Kompensasi
Persyaratan Restitusi dan Kompensasi :
1. Permohonan secara tertulis dari Wajib Pajak atau kuasannya dengan mengisi
formulir permohonan.
2. Surat Kuasa dalam hal dikuasakan.
3. Asli SPPT / SKP / ATP dan Tanda Bukti Pelunasan (SPPT) PBB tahun yang
bersangkutan.
4. Asli Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan, Pengurangan atau Banding
5. Foto copy SPPT tahun berikutnya dalam hal kompensasi
6. Foto copy tanda pembayaran / STTS PBB minimal 3 tahun terakhir
7. Foto copy KTP atau identitas lainnya dari Wajib Pajak
CONTOH PENGAJUAN :

Pengajuan : Data Baru

Kepada :

Yth. Kepala KPP Pratama Mojokerto


Jl. Gajah Mada No. 145
Mojokerto

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :…………………………………………………………

Alamat :…………………………………………………………

Dengan ini mengajukan permohonan Data Baru atas obyek pajak :

Nama Jalan :…………………………………………………………

Kel / Desa :…………………………………………………………

Kecamatan : ………..……………………………………………

Kota :…………………………………………………………

Karena sampai saat ini obyek pajak tersebut belum pernah dikenakan Pajak Bumi
dan Bangunan / PBB ( Belum pernah diterbitkan SPPT PBB-nya )
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami lampirkan :

1.Foto copy KTP/KK


2.Surat Kuasa ( dalam hal permohonan ditandatangani pihak lain)
3.SPOP dan LSPOP
4.Foto Copy sertifikat / Akte Jual – beli
5.Surat Keterangan dari Kepala Desa /Lurah yang menyatakan :………………
…………………………………………………..
Demikian permohonan kami. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Mojokerto, …………..... 2009

Pemohon .

……………………

Keterangan :
*) Coret yang tidak perlu
Pengajuan : Permohonan Mutasi/Pembetulan
Kepada Yth.
Kepala KPP Pratama Mojokerto
Jln. Gaja Mada No. 143
Mojokerto

Perihal : Permohonan Mutasi/Pembetulan *)


Objek / Subjek PBB Tahun …….....

Sehubungan dengan terjadinya : Jual Beli/Hibah/Waris/……*)


Kami mohon untuk diadakan perubahan data Objek/Subjek PBB Lama :
Nomor SPPT : ……………………………………..…………………..
Nama Wajib Pajak : ………………………….……………………………..
Alamat : ……………….………………………………………..
Letak Objek Pajak : ………..………………………………………………..
Luas Tanah : …..………………....…………..m2
Luas Bangunan : ……………..…………………..m2
Baru : Menjadi
Nomor SPPT : ………..………………………………………………..
Nama Wajib Pajak : ………..………………………………………………..
Alamat : ………..………………………………………………..
Letak Objek Pajak : ………………………………………………………….
Luas Tanah : ………………………………….m2
Luas Bangunan : ………………………………….m2
Untuk kelengkapan dan proses lebih lanjut bersama ini kami sertakan :
1. Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas lainnya ……….*)
2. Foto copy SPPT dan tanda bukti pembayaran (STTP) PBB tahun terakhir
3. SPOP dan LSPOP
4. Foto copy salah satu surat tanah dan bangunan, antara lain :
- Sertifikat
- Akta Jual Beli
- Akta Hibah
- Akta Waris
- Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
- Surat Keterangan Lain
- ………………………………….
Demikian atas perhatiannya, kami sampaikan terima kasih.
Mojokerto, ............................... 2009
Mengetahui Pemohon

( ...................................... ) ( ............................................. )
*) Coret yang tidak perlu
Pengajuan : Keberatan atas SPPT PBB (Perorangan)

Lampiran : 1 (satu) set


Hal : Keberatan atas SPPT/SKP PBB
Yang diajukan secara perseorangan
Tahun Pajak ……….

Yth. Direktur Jendral Pajak


u.p. Kepala KPP Pratama Mojokerto
Jln. Gajah Mada No. 143 Mojokerto

Yang bertanda di bawah ini :

Nama : …………………………………………………………………..
NPWP : ……………………………………………………………………
Alamat : …………………………………………………………………..
Nomor telepon : ……………………………………………………………………
Sebagai Wajib Pajak atas Objek Pajak :
NOP : ……………………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………………….
PBB terutang : Rp ……………... (………………………………………………)
Tanggal SPPT/SKP PBB*) diterima : …………………………………………….
Dengan ini mengajukan keberatan dengan alasan :
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

Menurut perhitungan kami ketetapan PBB yang seharusnya adalah sebagai berikut :
1. Bumi : ……... m2 x Rp ……... /m2 = Rp …………………
2. Bangunan : ... …... m2 x Rp………./m2 = Rp …………………
3. NJOP ( 1+2 ) = Rp …………………
4. NJOPTKP = Rp …………………
5. NJOP untuk perhitungan PBB ( 3+4 ) = Rp …………………
6. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) 20 % atau 40 % x (5) = Rp …………………
7. PBB yang terhutang 0,5 % x NJKP = Rp …………………

Bersama ini dilampirkan :

1. Asli SPPT yang diajukan keberatan


2. Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas kainnya*)
4. Foto copy SPPT dan tanda bukti pembayaran (SPPT) PBB tahun terakhir.
5. SPOP dan LSPOP
5 Foto copy surat tanah/bangunan, (sertifikat/Akta Jual Beli/IMB/Surat Keterangan
Kepala Desa*)
6. Surat Kuasa (dalam hal surat permohonan tidak ditandatangani oleh Wajib
Pajak)

Demikian disampaikan untuk dapat dipertimbangkan.

………………, ……………………

Wajib Pajak

(……………………………)

*) Coret yang tidak perlu


Pengajuan : Keberatan atas SPPT PBB (Kolektif)

(KOP SURAT DESA/KELURAHAN)

Nomor : ....................
Lampiran : 1 (satu) set
Hal : Keberatan atas SPPT
Yang diajukan secara kolektif tahun .......

Yth. Direktur Jendral Pajak


u.p. Kepala KPP Pratama Mojokerto
Jln. Gajah Mada No. 143 Mojokerto

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Kepala Desa/ Lurah : .......................................................
Kecamatan : .......................................................
Kota : .......................................................
Nomor Telepon : .......................................................
Bertindak untuk dan atas nama Wajib Pajak mengajukan keberatan PBB yang
terutang Tahun Pajak .............. sejumlah ............... SPPT yang terletak di
desa/kelurahan *) ............................. dengan alasan keberatan dan perhitungan
PBB yang terutang menurut Wajib Pajak sebagaimana terlampir.
Bersama ini dilampirkan :
1. Asli SPPT tahun pajak ........ sejumlah ...... lembar
2. Lampiran daftar keberatan PBB yang diajukan secara kolektif dan/atau
3. Bukti pendukung berupa fotokopi
a. ....................
b. ...................
c. Dst.

Demikian disampaiakn untuk dapat dipertimbangkan.

....................., ................. 20...


Kepala Desa/Lurah

...................................

*) Coret yang tidak perlu


Pengajuan : Permohonan Pengurangan PBB

Lampiran : 1 (satu) set


Hal : Permohonan Pengurangan
PBB Tahun Pajak ……….

Yth. Direktur Jendral Pajak


u.p. Kepala KPP Pratama Mojokerto
Jln. Gajah Mada No. 143 Mojokerto

Yang bertanda di bawah ini :

Nama : …………………………………………………………………..
NPWP : ……………………………………………………………………
Wajib Pajak PBB atas obyek yang terletak di :
Jalan ………………………………………. RT ……/RW …… Desa / Kelurahan ………
…………… Kecamatan …………………… Kab./Kota ……………………
Nomor Induk : ………………………
Nomor Seri : ………………………
PBB terhutang tahun ………… sebesar ……………… % ( …………… per seratus),
Alasan untuk mengajukan permohonan pengurangan ini adalah :
1. ......................................................................................................................
2. ......................................................................................................................
Bersama ini dilampirkan pula :
1. ......................................................................................................................
2. ......................................................................................................................
Demikian agar dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan.

....................., ................. 20...


Pemohon

...................................
Kepada Yth.
Kepala KPP Pratama Mojokerto
Jln. Gajah Mada No. 143
Mojokerto

Perihal : Permohonan Salinan SPPT tahun .......

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk dapatnya diberikan


salinan SPPT tahun ......
Nomor SPPT : ...............................................................................
Nama Wajib Pajak : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................
Letak Obyek Pajak : ...............................................................................

Untuk kelengkapan dan proses lebih lanjut bersama ini kami sertakan :
1. Fotokopi KTP atau identitas lainnya
2. Fotokopi SPPT tahun sebelumnya
3. Fotokopi tanda bukti pembayaran PBB tahun tarakhir
4. Lain-lain .......................

Demikian atas perhatiannya, kami sampaikan terima kasih.

....................., ................. 20...


Pemohon

...................................
SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK

I. Pengertian

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah sarana bagi Wajib Pajak (WP)
untuk mendaftarkan Objek Pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk
menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang.

II. Hak Wajib Pajak


1. Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada setiap Kantor Pelayanan
PBB, Kantor Penyuluhan Pajak, atau tempat lain yang ditunjuk.
2. Memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian maupun
penyampaian kembali SPOP pada Kantor Pelayanan PBB/Kantor
Penyuluhan Pajak.
3. Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari Kantor Pelayanan
PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.
4. Memperbaiki/mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan dalam
pengisian dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifikat tanah,
akta jual beli tanah, dan lain-lain).
5. Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan
surat kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi
dan menandatangani SPOP.
6. Mengajukan permohonan tertulis mengenai penundaan penyampaian SPOP
sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang
sah.

III. KEWAJIBAN WAJIB PAJAK


1. Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP.
2. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap:
- Jelas berarti dapat dibaca sehingga tidak salah tafsir;
- Benar berarti data yang diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
- Lengkap berarti terisi semua dan ditandatangani.
3. Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke Kantor Pelayanan
PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat selambat-lambatnya 30 hari
setelah formulir SPOP diterima.
4. Melaporkan perubahan data Objek Pajak/WP kepada Kantor Pelayanan
PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat dengan cara mengisi SPOP
sebagai perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.
IV. SANKSI
a. Sanksi Administrasi
1). Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang
terutang.
2). Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar
(lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP degan sanksi berupa denda
administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
b. Sanksi Pidana
1). Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau
mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau
melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian
bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam)
bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;
2). Barang siapa karena dengan sengaja:
- tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat
Jenderal Pajak;
- menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
- memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu
atau dipalsukan seolah-olah benar;
- tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen
lainnya;
- tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan;

sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara


selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali
pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang
dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.
PEMUNGUTAN DAN PENAGIHAN PBB

Penagihan adalah Sebuah upaya untuk memungut pajak yang telah jatuh
tempo pembayarannya.

I. Dasar Hukum

1. UU No.12 Th 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan UU


No.12 Th 1994.
2. UU No.21 Th 1997 tentang BPHTB sebagaimana telah diubah dengan UU
No.20 Th 2000.
3. UU No.19 Th 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Th 2000.
4. Peraturan Pemerintah :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 135 tahun 2000 tanggal 20 Desember
2000 Tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 136 tahun 2000 tanggal 20 Desember
2000 Tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan yang dikecualikan dari
Penjualan secara lelang dalam rangka penagihan pajak dengan Surat
Paksa.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 137 tahun 2000 tanggal 20 Desember
2000 Tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama
Baik Penanggung Pajak dan Pemberian Ganti Rugi dalam rangka
penagihan pajak dengan Surat Paksa.
5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE-01/PJ.75/2005 tanggal 3 Maret
2005 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2005, meliputi 21
point, pada point 21 Kebijaksanaan Penagihan yang telah diatur dalam Surat
Edaran tentang Kebijaksanaan Penagihan tahun-tahun sebelumnya,
termasuk penerbitan Reward, sepanjang tidak bertentangan dengan surat
edaran ini, antara lain :
a. Melaksanakan Penagihan secara persuasif (Soft Collection), antara lain:
1) Menghubungi WP/Penanggung Pajak melalui telepon.
2) Mengundang WP/Penanggung Pajak untuk memperoleh kejelasan
penyelesaiannya.
3) Mengirimkan surat pemberitahuan dan himbauan pelunsan utang
pajak.
4) Meminta WP/Penanggung Pajak agar secara sukarela menyerahkan
harta kekayaannya untuk pelunasan pajak.
b. Dari hasil Penagihan Persuasif ditetapkan WP/Penanggung Pajak yang
Kooperatif dan Non Kooperatif.
1) WP/Penanggung yang kooperatif dapat diberikan reward sesuai
ketentuan perpajakan :
Penghapusan sanksi administrasi ,
Pembetulan SKP/STP,
Penjadwalan kembali pembayaran utang pajak, dsb.
2) WP/Penanggung yang non kooperatif dilaksanakan tindakan keras
(hard collection) :
Penerbitan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan
Sekaligus.
Surat Paksa
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Pengumuman ke media masa
Pencegahan ke luar negeri
Pelelangan harta WP/Penanggung yang disita.

II. Penerbitan STP PBB dan STB BPHTB


Penerbitan STP :
Terhadap jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, setelah lewat jatuh
tempo pembayaran sesuai dengan SPPT atau SKP, pembayarannya ditagih
dengan Surat Tagihan PBB. Pajak terhutang berdasarkan STP PBB harus
dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya STP PBB tersebut
oleh Wajib Pajak.
Dengan terbitnya STP PBB, maka SPPT atau SKP yang menjadi dasar
penerbitan STP tidak lagi menjadi dasar penagihan PBB setelah terbitnya STP
PBB.

Penerbitan STB :
Surat Tagihan BPHTB diterbitkan apabila BPHTB kurang dibayar akibat salah
tulis atau salah hitung pada SSB.
Untuk Menagih sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
STB merupakan dasar penagihan BPHTB disamping dasar penagihan lainnya
seperti SKBKB, SKBKBT serta SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan
Banding yang menyebabkan perintah pajak yang harus dibayar bertambah. STB
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya STB tersebut oleh
WP.

Pelaksanaan Penagihan
1. Surat Teguran
Sebagai langkah awal pelaksanaan penagihan diterbitkan Surat Teguran
setelah 7 hari terhitung sejak saat jatuh tempo pembayaran STP
PBB/STB/SKBKB/SKBKBT atau SK Keberatan/SK Pembetulan/Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah pajak bertambah.
Dalam jangka waktu paling lama 21 hari sejak diterbitkan Surat Teguran PBB
atau BPHTB harus sudah dilunasi.
2. Surat Paksa
Diterbitkan apabila :
- WP tidak melunasi hutang pajak s/d tanggal jatuh tempo dn kepadanya
telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain
yang sejenis.
- WP tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran
atau penundaan pembayaran pajak.
SURAT PAKSA HARUS DILUNASI JANGKA WAKTU 2 X 24 JAM.
- Penyampaian Surat Paksa disertai dengan Pemberitahuan Surat Paksa
kepada WP dan dituangkan dalam Berita Acara Penyampaian Surat
Paksa.
3. Penyitaan
- Dilakukan berdasarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan jika WP
tidak melunasi hutang pajak setelah lewat 2 X 24 jam sejak Surat Paksa
diberitahukan.
- Disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi.
- Jika WP tidak hadir penyitaan dapat dilakukan asalkan disaksikan oleh
salah seorang saksi yang berasal dari Pemda.
- Penyitaan disertai Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani
oleh Juru Sita, WP dan saksi-saksi.
- Atas barang yang disita ditempel SEGEL SITA.

4. Lelang

a. Sebelum lelang dilaksanakan, didahului dengan Pengumuman Lelang


sekurang-kurangnya 14 hari setelah penyitaan.
b. Pelaksanaan lelang sekurang-kurangnya 14 hari setelah pengumuman
lelang.
c. Sebelum barang sita dilelang, WP diberi kesempatan menentukan
barang-barang yang akan dilelang.
d. Pelaksanaan lelang dapat dibatalkan :
- Apabila WP telah melunasi utang pajak dengan biaya penagihannya.
- Berdasarkan putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak
ketiga atas kepemilikan barang yang disita.
- Berdasarkan putusan BPSP yang mengabulkan gugatan WP
terhadap pelaksanaan penagihan pajak.
- Apabila objek sita yang akan dilelang musnah karena bencana alam.
TATA CARA PEMBAYARAN, PEMINDAHBUKUAN,
PELIMPAHAN, DAN PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

KEPUTUSAN BERSAMA
DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN,
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
DEPARTEMEN KEUANGAN
DAN
DIREKTUR JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM,
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH
DEPARTEMEN DALAM NEGERI

NOMOR :
KEP-54/A/2003,
KEP-47/PJ./2003,
KEP-973-011 TAHUN 2003,
No.973-012

TENTANG

TATA CARA PEMBAYARAN, PEMINDAHBUKUAN, PELIMPAHAN,


DAN PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


DEPARTEMEN KEUANGAN DAN
DIREKTUR JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM, DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH, DEPARTEMEN DALAM NEGERI,

Menimbang :
a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam
melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, perlu menunjuk bank-
bank swasta untuk menjadi bank persepsi Pajak Bumi dan Bangunan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu menetapkan Keputusan Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur
Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pemerintahan Umum, dan Direktur
Jenderal Otonomi Daerah tentang Tata Cara Pembayaran,
Pemindahbukuan, Pelimpahan, dan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan;

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3569);
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3848)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000
tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 157);
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1007/KMK.04/1985 tentang
Pelimpahan Wewenang Penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan Kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Bupati/ Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 249/KMK.04/1993 tentang Penunjukan
Tempat dan Tata Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;
7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 82/KMK.04/2000 tentang Pembagian
Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah;
8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.04/2000 tentang Pelimpahan
Wewenang Penerbitan Surat Kuasa Umum (SKU) Kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
KEPUTUSAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, DIREKTUR
JENDERAL PAJAK, DIREKTUR JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM, DAN
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH TENTANG TATA CARA
PEMBAYARAN, PEMINDAHBUKUAN, PELIMPAHAN, DAN PEMBAGIAN HASIL
PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB).

Pasal 1
Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan:
a. Bank/Kantor Pos Operasional V PBB adalah Bank Pemerintah/Kantor Pos
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pelimpahan hasil
penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dan melakukan
pembagian hasil penerimaan PBB ke instansi yang berhak;
b. Bank/Kantor Pos Persepsi PBB adalah Bank Pemerintah/Bank Swasta
Nasional/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima
pemindahbukuan hasil penerimaan PBB dari TP-PBB, TP-PBB On-line dan
melimpahkan hasil penerimaan PBB ke Bank/Kantor Operasional V PBB;
c. Bank/Kantor Pos Persepsi PBB Elektronik adalah Bank Pemerintah/ Bank
Swasta Nasional/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk
menerima pemindahbukuan hasil penerimaan PBB dari TP?PBB Elektronik
dan melimpahkan hasil penerimaan PBB ke Bank/Kantor Pos Operasional V
PBB;
d. DHKP adalah Daftar Himpunan Ketetapan dan Pembayaran;
e. Dipenda adalah Dinas Pendapatan Daerah dan/atau Badan Pengelola
Keuangan Daerah (BPKD) atau unit kerja sejenis lainnya di lingkungan
Pemerintah Kabupaten atau Kota, atau Dinas Pendapatan Daerah di
lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertugas menangani
pendapatan daerah;
f. DPH adalah Daftar Penerimaan Harian;
g. DRPM adalah Daftar Rincian Pembayaran Mingguan;
h. KPKN adalah Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara yang bertindak
sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN);
i. KPPBB adalah Kantor Pelayanan PBB;
j. LBP adalah Laporan Bulanan Penerimaan;
k. LMP adalah Laporan Mingguan Penerimaan;
l. LPPM adalah Laporan Pembatalan Pencetakan Mingguan;
m. NOP adalah Nomor Objek Pajak atau nomor SPPT;
n. Pembayaran PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan secara elektronik adalah
pembayaran PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan yang dilakukan melalui
ATM (Anjungan Tunai Mandiri / Automatic Teller Machine) atau fasilitas
perbankan elektronik lainnya;
o. Petugas Pemungut adalah petugas yang ditunjuk oleh Pejabat yang
berwenang untuk memungut PBB sektor Pedesaan dan atau sektor
Perkotaan dan menyetorkannya ke TP-PBB atau TP-PBB On-line;
p. RLMP adalah Rekap Laporan Mingguan Penerimaan;
q. SKP adalah Surat Ketetapan PBB;
r. SPPg adalah Surat Pengantar Pengiriman;
s. SPPT adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang;
t. SSP adalah Surat Setoran Pajak;
u. STPPBB adalah Surat Tagihan Pajak PBB;
v. STTS adalah Surat Tanda Terima Setoran;
w. Tempat Pembayaran PBB yang selanjutnya disebut TP-PBB adalah Bank
Pernerintah/Bank Swasta Nasional/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk menerima pernbayaran PBB sektor Pedesaan dan
Perkotaan dan memindahbukukan hasil penerimaan PBB ke Bank/Kantor
Pos Persepsi PBB sebagaimana tercantum dalam SPPT/SKP/STPPBB;
x. Tempat Pernbayaran PBB Elektronik yang selanjutnya disebut TPPBB
Elektronik adalah Bank Pemerintah/Bank Swasta Nasional yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran PBB sektor Pedesaan
dan Perkotaan secara elektronik dan memindahbukukan hasil penerimaan
PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB Elektronik;
y. Tempat Pernbayaran PBB On-line yang selanjutnya disebut TP-PBB On-line
adalah Bank Pemerintah/Bank Swasta Nasional yang ditunjuk oleh Mented
Keuangan untuk menerima pernbayaran PBB sektor Pedesaan clan
Perkotaan secara on-line dan mernindahbukukan hasil penerimaan PBB ke
Bank/Kantor Pos Persepsi PBB;
z. TTS adalah Tanda Terima Setoran.

Pasal 2
Tata cara pembayaran, pemindahbukuan dan pelimpahan hasil penerimaan PBB
sektor Pedesaan dan Perkotaan melalui TP-PBB adalah sebagaimana diatur dalam
Lampiran I Keputusan Bersama ini.

Pasal 3
Tata cara pembayaran, pemindahbukuan dan pelimpahan hasil penerimaan PBB
sektor Pedesaan dan Perkotaan melalui TP-PBB On-line adalah sebagaimana
diatur dalam Lampiran II Keputusan Bersama ini.

Pasal 4
Tata cara pembayaran, pemindahbukuan dan pelimpahan hasil penerimaan PBB
sektor Pedesaan dan Perkotaan melalui TP-PBB Elektronik adalah sebagaimana
diatur dalam Lampiran III Keputusan Bersama ini.

Pasal 5
Tata cara pembayaran dan pelimpahan hasil penerimaan PBB sektor Perkebunan,
Perhutanan, dan Pertambangan Non Migas adalah sebagaimana diatur dalam
Lampiran IV Keputusan Bersama ini.

Pasal 6
Tata cara pembayaran dan pelimpahan hasil penerimaan PBB sektor Pertambangan
Migas adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran V Keputusan Bersama ini.

Pasal 7
Tata cara pembagian hasil penerimaan PBB adalah sebagaimana diatur dalam
Lampiran VI Keputusan Bersama ini.

Pasal 8
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Bersama ini
diatur dengan Keputusan Keputusan Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal
Pajak, Direktur Jenderal Pemerintahan Umum, dan Direktur Jenderal Otonomi
Daerah baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri.
Pasal 9
Pada saat Keputusan Bersama ini mulai berlaku,
1. Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak
dan Direktur Jenderal PUOD Nomor SE-143/A 1987, Nomor SE-
33/PJ.7/1987 dan Nomor 973/1277/PUOD tanggal 26 Maret 1987 tentang
Tata Cara Penyetoran Pajak Bumi dan Bangunan Melalui Bank Pemerintah
(Kecuali Bapindo dan BTN) dan Pembagian Hasil Penerimaannya Serta
Pembayaran Biaya Pemungutan Kepada Petugas Pemungut;
2. Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak
dan Direktur Jenderal PUOD Nomor SE111/A/51/1293, Nomor SE-
64/PJ.6/1993 dan Nomor 973/4708/PUOD tanggal 22 Desember 1993
tentang Tata Cara Pembayaran dan Pemindahbukuan Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran
Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak dan Direktur
Jenderal PUOD Nomor SE-68/A/66/0595, Nomor SE-29/PJ.6/1995 dan
Nomor 973/1505/PUOD tanggal 17 Mei 1995 tentang Perubahan Tata Cara
Pembayaran dan Pemindahbukuan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Pertambangan (Migas);
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 10
Dengan berlakunya Keputusan Bersama ini, peraturan pelaksanaan dan bentuk
formulir yang telah ada di bidang penerimaan, pelimpahan, dan pembagian hasil
penerimaan PBB, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan
Bersama ini.

Pasal 11
Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan
Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal
Pemerintahan Umum, dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2003

DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN


ttd ttd.
HADI POERNOMO A. ANSHARI RITONGA
NIP 060027375 NIP 060027032

DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DIREKTUR JENDERAL


DAERAH PEMERINTAHAN UMUM,
ttd. ttd.
OENTARTO SINDUNG MAWARDI PROGO NURDJAMAN
NIP 010058495 NIP 010056430
LAMPIRAN I

TATA CARA PEMBAYARAN, PEMINDAHBUKUAN,


DAN PELIMPAHAN HASIL PENERIMAAN PBB SEKTOR PEDESAAN
DAN PERKOTAAN MELALUI TP-PBB

1. WAJIB PAJAK
1.1. Pembayaran melalui TP-PBB.
a. Wajib Pajak membayar PPB terutang melalui TP-PBB.
b. Pembayaran dengan cek atau giro bilyet baru dianggap sah apabila telah
dilakukan kliring.
c. Wajib Pajak menerima 'STTS lembar untuk Wajib Pajak' sebagai bukti pelunasan
pembayaran PBB dari TP-PBB.
d. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran melalui kiriman uang/transfer,
Wajib Pajak menerima 'STTS lembar untuk Wajib Pajak' sebagai bukti pelunasan
pembayaran PBB disertai dengan SPPg dari TP-PBB.
1.2 Pembayaran melalui Petugas Pemungut.
a Dalam hal tempat tinggal Wajib Pajak jauh dan sulit sarana dan prasarana ke TP-
PBB, TP-PBB On-line, dan TP-PBB Elektronik, Wajib Pajak dapat membayar
PBB terutang melalui Petugas Pemungut dan selanjutnya Petugas Pemungut
menyetorkan uang hasil penerimaan pembayaran PBB ke TP-PBB.
b Wajib Pajak menerima TTS lembar ke-1 dari Petugas Pemungut sebagai tanda
bukti sementara penerimaan pembayaran PBB.
c. Setelah Petugas Pemungut menyetorkan uang hasil penerimaan pembayaran
PBB ke TP-PBB, Wajib Pajak menerima 'STTS lembar untuk Wajib Pajak'
sebagai bukti pelunasan pembayaran PBB yang sah.

2 PETUGAS PEMUNGUT
2.1 Menerima TTS dan DPH dari Dipenda/Kepala Desa/Lurah dengan Berita Acara.
2.2 Menerima pembayaran PBB terutang dari Wajib Pajak dan menyerahkan TTS
lembar ke-1 kepada Wajib Pajak serta mencatat hasil penerimaan PBB ke dalam
DPH dalam rangkap empat.
2.3. Menyetorkan uang hasil penerimaan pembayaran PBB dari Wajib Pajak ke TP-PBB
dengan menggunakan DPH dalam rangkap empat dilampiri dengan TTS lembar ke-
2, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. untuk daerah yang sulit sarana dan prasarana ke TP-PBB, penyetoran dilakukan
selambat-lambatnya tujuh hari sekali;
b. untuk daerah yang mudah sarana dan prasarana ke TP-PBB tetapi berdasarkan
pertimbangan perlu ditunjuk Petugas Pemungut, pembayaran dilakukan setiap
hari.
2.4 Menerima 'STTS lembar untuk Wajib Pajak' serta DPH dan TTS lembar ke-2 yang
telah diregistrasi oleh TP-PBB.
2.5. Menyampaikan 'STTS lembar untuk Wajib Pajak'kepada Wajib Pajak sebagai bukti
pelunasan pembayaran PBB yang sah selambat-lambatnya tujuh hari sejak
penyetoran sebagaimana dimaksud butir 2.3. di atas.
2.6. Menyampaikan DPH yang telah diregistrasi oleh TP-PBB, masing-masing sebagai
berikut :
a. lembar ke-1 kepada Kepala Desa/Lurah bersamaan dengan penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud butir 2.7.a;
b. lembar ke-2 ke Dipenda;
c. lembar ke-3 kepada Camat;
d lembar ke-4 sebagai pertinggal.
2.7. Membuat laporan kepada Kepala Desa/Lurah minimal tujuh hari sekali, mengenai :
a. jumlah penerimaan pembayaran PBB dari Wajib Pajak dan setoran uang hasil
penerimaan pembayaran PBB dari Wajib Pajak ke TP-PBB dilampiri dengan DPH
lembar ke-1 dan TtS lembar ke-2 yang masing-masing telah diregistrasi oleh TP-
PBB;
b. penggunaan TTS sewaktu mengajukan permintaan TTS baru disertai
penyerahan bonggol TTS lama.

3 KEPALA DESA/LURAH
3.1. Menerima laporan dari Petugas Pemungut mengenai :
a. hasil penerimaan dan penyetoran pembayaran PBB ke TP-PBB dilampiri dengan
DPH lembar ke-1 dan TTS lembar ke-2 yang masing-masing telah diregistrasi
oleh TP-PBB;
b. penggunaan TTS.
3.2. Membuat dan menyampaikan LMP PBB sehubungan dengan butir 3.1. di atas
kepada Camat dan menyampaikan tembusannya ke Dipenda.

4 CAMAT
4.1 Menerima DPH lembar ke-3 yang telah diregistrasi oleh TP-PBB dari Petugas
Pemungut.
4.2 Menerima LMP PBB dari Kepala Desa/Lurah.
4.3 Menerima tembusan LMP PBB dari TP-PBB.
4.4 Membuat dan menyampaikan LBP PBB sehubungan dengan butir 4.2. dan 4.3. ke
Dipenda.

5 DIPENDA
5.1. Menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari
a Petugas Pemungut, berupa DPH lembar ke-2 yang telah diregistrasi oleh
TP?PBB;
b Kepala Desa/Lurah, berupa tembusan LMP PBB;
c Camat, berupa LBP PBB;
d TP-PBB, berupa 'STTS lembar untuk Dipenda' yang PBB-nya telah dibayar oleh
Wajib Pajak.
e Bank/Kantor Pos Persepsi PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pemindahbukuan hasil
penerimaan PBB dari TP-PBB;
2) RLMP PBB;
3) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
4) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan;
f) Bank/Kantor Pos Operasional V PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB;
2) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan
PBB ke rekening instansi yang berhak;
3) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan.
5.2. Membuat dan menyampaikan LBP PBB sehubungan dengan butir 5. 1. di atas
kepada Bupati/Walikota atau Gubernur DKI Jakarta khusus untuk wilayah DKI
Jakarta dan menyampaikan tembusannya ke KPPBB.
5.3 Menerima laporan pembukuan Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor
Pos Persepsi PBB dan Operasional V PBB.
5.4 Mencocokkan jumlah uang hasil penerimaan PBB yang telah dilimpahkan ke
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB minggu ini pada RLMP PBB dan Rekening
Koran mingguan dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB sebagaimana dimaksud butir
5.1.e.2) dan 5.1.e.4) dengan jumlah uang pada Nota Kredit/Berita Tambah
sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan PBB dari Bank/ Kantor Pos
Operasional V PBB sebagaimana dimaksud butir 5.1.f.1.)

6 TP-PBB
6.1 Menerima STTS dan DHKP PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dengan Berita
Acara.
6.2 Menerima pembayaran PBB terutang dari Wajib Pajak.
6.3. Menyerahkan STTS lembar untuk Wajib Pajak' yang PBB-nya telah dibayar oleh
Wajib Pajak kepada Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran
melalui kiriman uang/transfer, TP-PBB berkewajiban mengirimkan 'STTS lembar
untuk Wajib Pajak' dengan SPPg kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.
6.4 Menerima setoran uang hasil penerimaan pembayaran PBB dari Petugas Pemungut
yang dilampiri dengan DPH dalam rangkap empat dan TTS lembar ke-2.
6.5 Meregistrasi DPH dan TTS lembar ke-2 sebagaimana butir 6.4. yang diserahkan
oleh Petugas Pemungut.
6.6 Menyerahkan 'STTS lembar untuk Wajib Pajak' serta DPH dan TTS lembar ke-2
yang telah diregistrasi kepada Petugas Pemungut.
6.7. Menyampaikan 'STTS lembar untuk KPPBB' dan 'STTS lembar untuk Dipenda' yang
PBB-nya telah dibayar oleh Wajib Pajak masing-masing ke:
a KPPBB;
b Dipenda.
6.8. Membukukan semua pembayaran/penyetoran PBB pada hari kerja yang
bersangkutan.
6.9 Memindahbukukan saldo penerimaan PBB ke Bank/Kantor Persepsi PBB pada hari
Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur.
6.10 Menyusun LMP PBS yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan Perkotaan dan
mengirimkannya ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB selambat-lambatnya hari Sabtu
atau hari kerja berikutnya apabila hari Sabtu libur dan menyampaikan tembusannya
kepada Camat dan KPPBB

7 BANK/KANTOR POS PERSEPSI PBB


7.1 Menerima STTS dan DHKP PBB dari KPPBB dan mendistribusikannya ke masing-
masing TP-PBB dengan Berita Acara.
7.2 Membuka rekening Kas Negara q.q. PBB secara otomatis dan melaporkannya ke
KPKN, KPPBB, dan Dipenda.
7.3 Menerima pemindahbukuan saldo penerimaan PBB dari TP-PBB setiap hari Jurnat
atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur.
7.4 Membukukan setiap pemidahbukuan saldo penerimaan PBB dari TP-PBB pada hari
kerja bersangkutan.
7.5 Menerima LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/ Perkotaan dari
TP-PBB selambat-lambatnya hari Sabtu atau hari kerja berikutnya apabila hari
Sabtu libur.
7.6 Membuat Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pemindahbukuan saldo
penerimaan PBB dari TP-PBB sebagaimana dimaksud pada butir 7.3. dan
mengirimkannya selambat lambatnya hari Sabtu atau hari kerja berikutnya apabila
hari Sabtu libur ke :
a. KPKN;
b. KPPBB;
c. Dipenda.
7.7 Melimpahkan saldo penerimaan PBB sehubungan dengan butir 7.3. di atas ke
Rekening Kas Negara q.q. PBB pada Bank/Kantor Pos Operasional V PBB setiap
hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur pada minggu
berikutnya.
Mutasi (kredit/debet) Rekening Kas Negara q.q. PBB Pada Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB PBB agar dibulatkan dalam rupiah, sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan No 67/KMK.01/1990 tanggal 15 Januari l990.
7.8. Membuat Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pelimpahan saldo
penerimaan PBB ke Rekening Kas Negara q.q. PBB pada Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB sebagaimana dimaksud pada butir 7.7. di atas.
7.9 Menyusun RLMP PBB dan Rekening Koran mingguan dan mengirimkannya disertai
dengan Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pelimpahan saldo
penerimaan PBB ke Rekening Kas Negara q.q. PBB pada Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB selambat-lambatnya hari Sabtu atau hari kerja berikutnya
apabila hari Sabtu libur ke :
a KPKN;
b. KPPBB;
c. Dipenda
7.10 Menyusun Rekening Koran sampai dengan akhir bulan dan mengirimkannya
selambat-lambatnya satu hari kerja setelah hari kerja akhir bulan ke :
a KPKN;
b. KPPBB;
c. Dipenda.

8 BANK/KANTOR POS OPERASIONAL V PBB.


8.1 Membuka Rekening Kas Negara q.q. PBB secara otomatis dan melaporkannya ke
KPKN, KPPBB, dan Dipenda.
8.2 Menerima pelimpahan saldo penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur.
8.3 Membukukan setiap pelimpahan penerimaan PBB dari Bank/ Kantor Pos Persepsi
PBB ke dalam rekening Kas Negara q.q. PBB pada hari kerja bersangkutan.
8.4 Membuat Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan saldo
penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB sebagaimana dimaksud pada
butir 8.2. serta Rekening Koran mingguan dan mengirimkannya selambat-lambatnya
pada hari Sabtu atau hari kerja berikutnya apabila hari Sabtu libur ke:
a KPKN;
b. KPPBB;
c Dipenda,
Pada Nota Kredit/Berita Tambah pelimpahan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB diberi uraian keterangan "Pelimpahan penerimaan PBB . dari
Bank/Kantor Pos Persepsi PBB .. sebanyak .STTS".
8.5 Membagi saldo penerimaan PBB sehubungan dengan butir 8.2. ke rekening instansi
yang berhak setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur
pada minggu berikutnya.
8.6 Membuat Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil
penerimaan PBB ke rekening instansi yang berhak serta Rekening Koran mingguan
dan mengirimkannya selambat-lambatnya pada hari Sabtu atau hari kerja berikutnya
apabila hari Sabtu libur ke :
a KPKN;
b. KPPBB;
c Dipenda.
8.7 Menyusun Rekening Koran sampai dengan akhir bulan dan mengirimkannya
selambat-lambatnya satu hari kerja setelah hari kerja akhir bulan ke :
a. KPKN;
b. KPPBB;
c. Dipenda.

9 KPPBB
9.1 Menyerahkan STTS dan DHKP PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dengan
Berita Acara.
9.2 Menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari :
a TP-PBB, berupa tembusan LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan,
Pedesaan/Perkotaan dan 'STTS lembar untuk KPPBB yang PBB-nya telah
dibayar oleh Wajib Pajak.
b. Bank/Kantor Pos Persepsi PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pemindahbukuan hasil
penerimaan PBB dari TP-PBB;
2) RLMP PBB;
3) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
4) Rekening Koran mingguan dan Rekening koran sampai dengan akhir bulan.
c Bank/Kantor Pos Operasional V PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
2) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan
PBB ke rekening instansi yang berhak;
3) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan.
d. KPKN, berupa LMP PBB beserta pernbagian hasil penerimaan dan
pengembalian PBB (D.A.08.03) setiap hari Selasa atau hari kerja berikutnya
apabila hari Selasa libur.
e Dipenda, berupa tembusan LBP PBB,

9.3. Membuat daftar pengawasan penerimaan dokumen sehubungan dengan butir 9.2.
sebagaimana mestinya.
9.4. Menerima laporan pembukaan Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor
Pos Persepsi PBB dan Operasional V PBB.
9.5 Melakukan penelitian dokumen pembayaran PBB dengan cara sebagai berikut :
a Mencocokkan jumlah penerimaan dan jumlah transaksi penerimaan PBB minggu
ini pada RLMP PBB dengan Rekening Koran mingguan dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB;
b. Mencocokkan jumlah penerimaan PBB yang telah dilimpahkan ke Bank/Kantor
Pos Operasional V PBB minggu ini pada RLMP PBB dan Rekening Koran
mingguan dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dengan jumlah uang pada Nota
Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan PBB
dari Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.

10 KPKN
10.1 Bendaharawan Umum Pemegang Rekening Kas Negara A (Seksi Bank Tunggal)
menerima dokumen penerimaan PBB dari :
a Bank/Kantor Pos Persepsi PBB, berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pemindahbukuan hasil
penerimaan PBB dan TP-PBB;
2) RLMP PBB;
3) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
4) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan.
b Bank/Kantor Pos Operasional V PBB berupa :
1) Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan
PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB;
2) Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan
PBB ke rekening instansi yang berhak;
3) Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran sampai dengan akhir bulan.
10.2 Membuat daftar pengawasan penerimaan dokumen, sehubungan dengan butir 10.1
sebagaimana mestinya.
10.3 Menerima laporan pembukaan Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor
Pos Persepsi PBB dan Operasional V PBB.
10.4 Melakukan penelitian dokumen penerimaan PBB dengan cara sebagai berikut:
a Mencocokkan jumlah penerimaan dan jumlah transaksi penerimaan PBB minggu
ini pada RLMP PBB dengan Rekening Koran mingguan dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB;
b Mencocokkan jumlah penerimaan PBB yang dilimpahkan ke Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB minggu ini pada RLMP PBB dan Rekening Koran mingguan
dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB dengan jumlah uang pada Nota Kredit/Berita
Tambah sehubungan dengan pelimpahan hasil penerimaan PBB pada
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
10.5 Membukukan dokumen penerimaan PBB yang dilakukan oleh Seksi BankTunggal
berupa Nota Kredit/Berita Tambah dari Bank/ Kantor Pos Operasional V PBB ke
dalam :
a Buku Bank/Kantor Pos Operasional V PBB (DA.05.03) di kolom penerimaan;
b Buku Kas Pembantu Penerimaan (DA.05.01) dengan kode Sub Kelompok MAP
(BKPP) 0140 MAP 0141 s.d. 0146;
c Buku Bank Tunggal/Buku Pos Umum (DA.05.05).
10.6 Membuat LMP PBB beserta Pembagian Hasil Penerimaan dan Pengembalian PBB
(DA.08.03) dan mengirimkannya ke KPPBB yang bersangkutan setiap hari Selasa
atau hari kerja berikutnya apabila hari Selasa libur.
LAMPIRAN II

TATA CARA PEMBAYARAN, PEMINDAHBUKUAN,


DAN PELIMPAHAN HASIL PENERIMAAN PBB SEKTOR PEDESAAN
DAN PERKOTAAN MELALUI TP-PBB ON-LINE

1. WAJIB PAJAK
1.1. Pembayaran melalui TP-PBB On-line Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I
Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-
line.
1.2. Pembayaran melalui Petugas Pemungut Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I
Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB
Online.
2. PETUGAS PEMUNGUT
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
3 KEPALA DESA / LURAH
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
4 CAMAT
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
5 DIPENDA
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line
6 TP-PBB On-Line
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
6.1 Tidak menerima STTS clan DHKP PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB.
6.2 Mencetak 'STTS lembar untuk Bank, 'STTS lembar untuk Wajib Pajak', 'STTS lembar
untuk KPPBB, dan 'STTS lembar untuk Dipenda', pada saat Wajib Pajak membayar
PBB terutang.
6.3 Membatalkan STTS yang telah dicetak jika Wajib Pajak membatalkan pembayaran
PBB terutang pada saat pembayaran tersebut;
6.4 Membuat dan mengirimkan LPPM dilampiri dengan STTS yang telah dibatalkan ke
KPPBB setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur.
7. BANK/KANTOR POS PERSEPSI PBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
sebagai berikut :
7.1 TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
7.2 Tidak menerima STTS dan DHKP PBB dari KPPBB dan tidak mendistribusikannya
ke masing-masing TP-PBB On-line.
7.3 Melimpahkan saldo penerimaan PBB ke Rekening Kas Negara q.q. PBB pada
BanK/Kantor Pos Operasional V PBB untuk setiap wilayah Kota/Kabupaten setiap
hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur pada minggu
berikutnya.
8 BANK/KANTOR POS OPERASIONAL V PBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini.
9 KPPBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
9.1. TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
9.2. Menerima LPPM dilampiri dengan STTS yang telah dibatalkan dari TP-PBB On-line
setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnva apabila hari Jumat libur.
10 KPKN
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB On-line.
LAMPIRAN III

TATA CARA PEMBAYARAN, PEMINDAHBUKUAN,


DAN PELIMPAHAN HASIL PENERIMAAN PBB SEKTOR PEDESAAN
DAN PERKOTAAN MELALUI TP/PBB ELEKTRONIK

1. WAJIB PAJAK
1.1 Pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) sebagai TP-PBB Elektronik :
a. Wajib Pajak yang telah memiliki kartu ATM bank penyedia fasilitas pembayaran
elektronik membayar PBB terutang melalui ATM bank ditunjuk;
b. Wajib Pajak menerima resi/struk dari ATM yang dimaksud sebagai bukti pelunasan
pembayaran PBB sebagai pengganti STTS;
c. Apabila resi/struk sebagaimana dimaksud pada butir 1.1.b. di atas hilang, Wajib
Pajak dapat meminta salinan STTS ke KPPBB yang bersangkutan.
1.2 Pembayaran melalui Internet Banking sebagai TP-PBB Elektronik :
a. Wajib Pajak yang telah memiliki nomor identitas untuk mengakses Intemet
Banking bank penyedia fasilitas pembayaran elektronik membayar PBB terutang
melalui Intemet Banking bank yang ditunjuk;
b. Wajib Pajak mencetak print out Internet banking dari fasilitas Internet Banking
sebagai bukti pelunasan pembayaran PBB sebagai pengganti STTS;
c. Apabila print out Internet Banking sebagaimana dimaksud pada butir 1.2.b. di atas
hilang, Wajib Pajak dapat meminta salinan STTS sebagai bukti pelunasan
pembayaran PBB di KPPBB yang bersangkutan.
1.3 Pembayaran melalui teller sebagai TP-PBB Elektronik :
a. Wajib Pajak membayar PBB terutang melalui teller bank penyedia fasilitas
pembayaran elektronik yang ditunjuk;
b. Wajib Pajak menerima 'bukti pembayaran' dari bank penyedia fasilitas
pembayaran elektronik sebagai pengganti STTS;
c. Apabila bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada butir 1.3.b. di atas hilang,
Wajib Pajak dapat meminta salinan STTS sebagai bukti pelunasan pembayaran
PBB di KPPBB yang bersangkutan.
2. TP-PBB ELEKTRONIK
2.1 Menerima daftar nama Bank/Kantor Pos Persepsi PBB Elektronik berikut nomor
Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Kantor Pusat Ditjen Pajak u.p. Direktorat PBB
dan BPHTB sehubungan dengan pemindahbukuan hasil penerimaan PBB melalui
TP?PBB Elektronik dimaksud.
2.2 Menerima pernbayaran PBB clan Wajib Pajak.
2.3 Mengeluarkan resi/struk ATM, print out internet bank, atau 'bukti pembayaran' kepada
Wajib Pajak.
2.3 Melakukan komunikasi data dengan Kantor Pusat Ditjen Pajak
u.p. Direktorat PBB dan BPHTB untuk setiap transaksi pembayaran PBB, dengan :
a. Meminta data PBB terutang yang akan dibayar Wajib Pajak dan informasi terkait
lainnya melalui NOP;
b. Menerima data PBB terutang dan informasi terkait lainnya;
c. Mengirimkan data konfirmasi pembayaran.
2.4 Membukukan semua pembayaran PBB.
2.5 Memindahbukukan saldo penerimaan PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik paling lambat pada hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat
libur.
2.6 Melakukan rekonsiliasi data pembayaran PBB secara harian dengan Kantor Pusat
Ditjen Pajak u.p. Direktorat PBB dan BPHTB;
3. DIPENDA
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
3.1. TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB Elektronik.
3.2 Bank/Kantor Pos Persepsi PBB diartikan sebagai Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik.
3.3 Tidak menerima DPH lembar ke-2 yang telah diregistrasi oleh TP-PBB dari Petugas
Pemungut.
3.4. Tidak menerima tembusan LMP PBB dari Kepala Desa/Lurah.
3.5. Tidak menerima LBP PBB dari Camat.
3.6. Tidak menerima 'STTS lembar untuk Dipenda' yang PBB-nya telah dibayar oleh Wajib
Pajak dari TP-PBB Elektronik.
3.7 Menerima DRPM PBB dari KPPBB sebagai pengganti STTS lembar untuk Dipenda
yang PBB-nya telah dibayar oleh Wajib Pajak
3.8 Menerima LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/ Perkotaan dari
KPPBB.
4. BANK/KANTOR POS PERSEPSI PBB ELEKTRONIK
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
sebagai berikut :
4.1 TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB Elektronik.
4.2 Tidak menerima STTS dan DHKP PBB dari KPPBB.
4.3 Tidak menerima LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/Perkotaan
dari TP-PBB Elektronik.
5 BANK/KANTOR POS OPERASIONAL V PBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
Bank/Kantor Pos Persepsi PBB diartikan sebagai Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik.
6 KANTOR PUSAT DITJEN PAJAK U.P. DIREKTORAT PBB DAN BPHTB
6.1 Melakukan komunikasi data dengan TP-PBB Elektronik untuk setiap transaksi
pembayaran PBB, dengan :
a. Mengirimkan data PBB terutang dan informasi terkait lainnya atas permintaan TP-
PBB Elektronik;
b. Menerima data konfirmasi pembayaran.
6.2 Berdasarkan usulan dari KPPBB, menyampaikan daftar nama Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB Elektronik berikut nomor Rekening Kas Negara q.q. PBB ke TP-PBB
Elektronik dalam rangka pemindahbukuan hasil penerimaan PBB melalui TP-PBB
Elektronik.
6.3 Melakukan rekonsiliasi data pembayaran PBB secara harian dengan TP-PBB
Elektronik.
6.4 Mengirimkan data pembayaran PBB secara elektronik ke KPPBB.
6.5 Mengirimkan LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/Perkotaan secara
elektronik ke KPPBB
6.6 Mengirimkan DRPM PBB secara elektronik ke KPPBB.
7 KPPBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
7.1 TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB Elektronik.
7.2 Bank/Kantor Pos Persepsi PBB diartikan sebagai Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik.
7.3 Tidak menyerahkan STTS dan DHKP PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
Elektronik.
7.4 Tidak menerima LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/Perkotaan
dan STTS lembar untuk KPPBB yang PBBnya telah dibayar oleh Wajib Pajak dari TP-
PBB Elektronik.
7.5 Menerima LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/ Perkotaan dan
DRPM PBB secara elektronik sebagai pengganti STTS dari Kantor Pusat Ditjen Pajak
u.p. Direktorat PBB dan BPHTB.
7.6 Mencetak LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan, Pedesaan/ Perkotaan dan
DRPM berdasarkan data elektronik yang dikirim oleh Kantor Pusat Dijen Pajak u.p.
Direktorat PBB dan BPHTB.
7.7 Sehubungan dengan butir 7.6. di atas, mengirimkan LMP PBB yang dirinci per
Desa/Kelurahan, Pedesaan/Perkotaan dan DRPM PBB sebagai pengganti 'STTS
lembar untuk Dipenda' yang PBBnya telah dibayar oleh Wajib Pajak ke Dipenda.
7.8 Mencetak salinan STTS berdasarkan permintaan Wajib Pajak yang telah melakukan
pembayaran PBB melalui TP-PBB Elektronik.
7.9. Menyampaikan usulan daftar nama Bank/Kantor Pos Persepsi PBB berikut nomor
Rekening Kas Negara q.q. PBB yang akan ditunjuk sebagai Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB Elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak u.p. Direktorat PBB dan
BPHTB sehubungan dengan pemindahbukuan hasil penerimaan PBB melalui TP-
PBB Elektronik, dengan ketentuan satu Bank/ Kantor Pos Persepsi PBB untulk
setiap kabupaten/kota. Dalam hal satu kabupaten/kota terdapat 2 KPPBB atau
lebih, maka setiap KPPBB mengusulkan satu nama Bank/ Kantor Pos Persepsi
PBB berikut nomor Rekening Kas Negara q.q. PBS di wilayah kerjanya untuk
ditunjuk sebagai Bank/Kantor Pos Persepsi PBB Elektronik.
8 KPKN
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
TP-PBB diartikan sebagai TP-PBB Elektronik dan Bank/Kantor Pos Persepsi PBB diartikan
sebagai Bank/Kantor Persepsi PBB Elektronik.
LAMPIRAN IV

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELIMPAHAN HASIL PENERIMAAN PBB


SEKTOR PERKEBUNAN, PERHUTANAN, DAN
PERTAMBANGAN NON MIGAS

1. WAJIB PAJAK
1.1. Membayar PBB terutang dengan mengisi SSP PBB rangkap 5 (lima) sebagaimana
terlampir ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB yang ditunjuk.
1.2. Menerima SSP PBB lembar ke-1 dan lembar ke-3 yang telah diregistrasi oleh
Bank/Kantor Pos Persepsi PBB.
1.3. Menyampaikan SSP PBB lembar ke-3 ke KPPBB setempat.

2. BANK/KANTOR POS PERSEPSI PBB


2.1 Menerima pembayaran PBB dari Wajib Pajak dengan menggunakan SSP PBB
dalam rangkap 5 (lima).
2.2 Menerima SSP PBB lembar ke-1 dan lembar ke-3 yang telah diregistrasi kepada
Wajib Pajak.
2.3 Menyampaikan SSP PBB lembar ke-2 ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB
bersamaan dengan pengiriman Nota Debet/Berita Kurang sebagaimana butir 2.9. di
bawah ini.
2.4 Menyimpan SSP PBB lembar ke?4 sebagai pertinggal.
2.5 Mengirimkan SSP PBB lembar ke-5 ke Dipenda setempat bersamaan dengan
pengiriman Nota Kredit/Berita Tambah sebagaimana butir 2.7. di bawah ini.
2.6 Membukukan setiap pembayaran PBB pada hari kerja bersangkutan.
2.7 Membuat Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pembayaran
sebagaimana butir 2.1. di atas dan mengirimkannya selambat-lambatnya hari Sabtu
atau hari kerja berikutnya apabila hari Sabtu libur ke :
a. KPKN;
b. KPPBB;
c. Dipenda.
2.8 Melimpahkan saldo penerimaan PBB ke Rekening Kas Negara q.q. PBB pada
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya
apabila hari Jumat libur pada minggu berikutnya.
2.9 Membuat Nota Debet/berita kurang sehubungan pelimpahan saldo penerimaan PBB
ke Rekening Kas Negara q.q. PBB pada Bank/Kantor Pos Operasional V PBB
sebagaimana dimaksud pada butir 2.7. di atas.

Pada Nota Debet/Berita Kurang pelimpahan saldo penerimaan PBB tersebut diberi
uraian keterangan: "Pelimpahan Penerimaan PBB sebanyak . SSP PBB".'
2.10 Menyusun RLMP dan Rekening Koran Mingguan dan mengirimkannya disertai Nota
Debet/Berita Kurang selambat-lambatnya hari Sabtu atau hari kerja berikutnya
apabila hari Sabtu libur ke :
a. KPKN;
b. KPPBB;
c. Dipenda.
2.11 Menyusun Rekening Koran sampai dengan akhir bulan dan mengirimkannya
selambat-lambatnya satu hari kerja setelah hari kerja akhir bulan ke :
a. KPKN;
b KPPBB;
c. Dipenda.

3 BANK/KANTOR POS OPERASIONAL V PBB


Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan penyesuaian
sebagai berikut :
3.1 Menerima SSP PBB lembar ke-2 dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB.
3.2 Mengirimkan SSP PBB lembar ke-2 ke KPPBB bersamaan dengan pengiriman Nota
Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pelimpahan saldo penerimaan PBB dari
Bank/Kantor Pos Persepsi PBB.
3.3 Pada Nota Kredit/Berita Tambah pelimpahan saldo penerimaan PBB diberi uraian
keterangan "Pelimpahan Penerimaan PBB. dari Bank/Kantor Persepsi PBB ...
sebanyak... SSP PBB"

4 KPPBB
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
4.1 Memberikan nomor rekening Bank/Kantor Pos Persepsi PBB yang ditunjuk kepada
Wajib Pajak sehubungan dengan pembayaran PBB.
4.2 Tidak menyerahkan STTS dan DHKP PBB ke Bank/Kantor Pos Persepsi PBB.
4.3 Tidak menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari TP-PBB dan
atau TP-PB On-line, berupa tembusan LMP PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan,
Pedesaan/Perkotaan dan 'STTS lembar untuk KPPBB' yang PBB-nya telah dibayar
oleh Wajib Pajak.
4.4 Menerima Nota Kredit/Berita Tambah dari Bank/Kantor Pos Persepsi PBB
sehubungan dengan pembayaran PBB.
4.5 Menerima SSP PBB lembar ke-3 dari Wajib Pajak.
4.6 Menerima SSP PBB lembar ke-2 dari Bank/Pos Operasional V PBB.

5 DIPENDA
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut:
5.1 Menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB, berupa :
a. Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pembayaran PBB dari Wajib
Pajak;
b. SSP PBB lembar ke-5.
5.2 Tidak menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari TP-PBB,
berupa STTS lembar untuk Dipenda' yang PBB-nya telah dibayar oleh Wajib Pajak.
5.3 Tidak menerima LBP PBB dari Camat.
5.4 Tidak menerima tembusan LMP PBB dari Kepala Desa/Lurah.

6 KPKN
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini dengan tambahan dan
penyesuaian sebagai berikut :
6.1 Menerima dokumen pembayaran /laporan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB berupa Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan pembayaran
PBB dan Wajib Pajak
SURAT SETORAN PAJAK
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
(SSP PBB)

DEPARTEMEN KEUANGAN R.I


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT SETORAN PAJAK Lembar ke-1
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Untuk Wajib Pajak sebagai bukti
KANTOR PELAYANAN PAJAK BUMI (SSP PBB) pembayaran
DAN DANGUNAN

A. 1. Nama Wajib Pajak :________________________________________

2. Alamat Wajib Pajak :________________________________________


Kecamatan :
Kelurahan/Desa :_________________
_____________
Kode Pos :
Kabupaten/Kota:_________________
_____________

B. 1. Nomor Objek Pajak (NOP ) [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]

Letak Objek Pajak


2. _______________________________________________________
:
Kecamatan :
Kelurahan/Desa :_________________
_____________
Kabupaten/Kota:_________________ Kode Pos : _____________

Jenis ketetapan
C 1. :_________________________________________ Tahun
pajak

Nomor ketetapan
2. :_________________________________________ [][][][]
pajak

D Uraian
Pembayaran : _________________________________________________
: _________________________________________________

E. Jumlah : Terbilang : ___________________


Pembayaran

Pokok Pajak : Rp :___________________________

Denda
: Rp :___________________________
Administrasi
==========================

Jumlah :___________________________

Untuk disetor/dipindahkan ke rekening Kas Negara q.q. PBB Bank/Kantor Pos Persepsi/Operasional V PBB *)
pada Bank.................................................Nomor rekening....................................................

Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran Wajib Pajak/Penyetor


Tanggal.......................................
..................,..tgl...............

Nama Nama jelas


jelas............................................................. .................................................

Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran

*) Coret yang tidak perlu


Catatan :

Formulir ini terdiri dari 5 rangkap masing-masing :

Lembar ke-1 Untuk Wajib Pajak sebagai bukti pembayaran


Lembar ke-2 Untuk KPPBB melalui Bank/Kantor Pos Operasional V PBB
Lembar ke-3 Untuk KPPBB disampaikan oleh Wajib Pajak
Lembar ke-4 Untuk Kantor Penerima Pembayaran (Bank/Kantor Pos Persepsi PBB)
Lembar ke-5 Untuk Dipenda
LAMPIRAN V

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELIMPAHAN


HASIL PENERIMAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MIGAS

1 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


.
1.1. Direktur PBB dan BPHTB atas nama Direktur Jenderal Pajak mengajukan
permintaan pembayaran PBB Pertambangan Migas ke Direktur Jenderal Lembaga
Keuangan per triwulan dan pada akhir tahun untuk pelunasan/ketetapan rampung
agar menerbitkan surat permintaan pemindahbukuan/konversi valuta asing atas
beban rekening VA Departemen Keuangan ke Bank Indonesia sehubungan dengan
pembayaran PBB Pertambangan Migas dimaksud.
1.2 Menerima tembusan permintaan pemindahbukuan dari Direktorat Jenderal
Lembaga Keuangan ke Bank Indonesia dan memberitahukannya ke KPPBB yang
bersangkutan.
1.3 Menerima Nota Kredit/Berita Tambah lembar 3 dari Bank/Kantor Pos Operasional
V PBB melalui KPPBB yang bersangkutan.
2 DIREKTORAT JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN
.
2.1 Sehubungan dengan adanya permintaan pembayaran PBB Pertambangan Migas
dari Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan meminta Bank
Indonesia untuk memindahbukukan/mengkonversi valuta asing atas beban
rekening VA Departemen Keuangan ke Rekening Kas Negara q.q. PBB pada
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB di setiap kabupaten/ kota.
2.2 Dalam hal yang ditunjuk sebagai Bank/Kantor Pos Operasional V PBB di
Kabupaten/Kota yang bersangkutan adalah Kantor Pos, maka
pemindahbukuan/konversi valuta asing atas beban rekening VA Departemen
Keuangan pada Bank Indonesia ditujukan ke Rekening KPPBB pada Bank
Pemerintah yang ditunjuk oleh KPPBB.
2.3 Mengirim tembusan permintaan pemindahbukuan pernbayaran PBB Pertambangan
Migas sebagaimana dimaksud butir 2.1. dan 2.2. tersebut di atas ke Direktorat
Jenderal Pajak dan KPPBB yang bersangkutan.
2.4 Menerima Nota Kredit/Berita Tambah Lembar 2 dari Bank/Kantor Pos Operasional
V PBB melalui KPPBB yang bersangkutan.
3 BANK INDONESIA
3.1 Atas permintaan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Bank Indonesia
memindahbukukan/mengkonversi valuta asing atas beban rekening VA
Departemen Keuangan ke :
a. Rekening Kas Negara q.q. PBB pada Bank/Kantor Pos Operasional V PBS di
setiap Kabupaten/Kota atau;
b. Rekening KPPBB pada Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh KPPBB, dalam hal
yang ditunjuk sebagai Bank/Kantor Pos Operasional V PBB di Kabupaten/Kota
yang bersangkutan adalah Kantor Pos.
4 BANK/ KANTOR POS OPERASIONAL V
4.1 Membuka Rekening Kas Negara q.q. PBB secara otomatis dan melaporkannya ke
KPKN, KPPBB, dan Dipenda.
4.2 Menerima pemindahbukuan pembayaran PBB sektor Pertambangan Migas dari :
a. Bank Indonesia, dalam hal yang ditunjuk sebagai Bank/Kantor Pos Operasional
V PBB adalah Bank Pemerintah.
b. Bank Pernerintah yang ditunjuk oleh KPPBB, dalam hal yang ditunjuk sebagai
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB di Kabupaten/Kota yang bersangkutan
adalah Kantor Pos.
4.3 Membukukan setiap penerimaan pernbayaran PBB sektor Pertambangan Migas
sebagaimana dimaksud pada butir 4.2. di atas ke dalam rekening Kas Negara q.q.
PBB pada hari kerja bersangkutan.
4.4 Membuat Nota Kredit/Berita Tambah sebanyak 5 (lima) lembar sehubungan
dengan penerimaan pembayaran PBB sektor Pertambangan Migas sebagaimana
dimaksud pada butir 4.2. di atas dan mengirimkannya selambat-lambatnya pada
hari Sabtu atau hari kerja berikutnya apabila hari Sabtu libur ke :
a KPKN (Lembar ke-1)
b KPPBB (Lembar ke-2 s.d. 4)
c. Dipenda (Lembar ke-5)
Pada Nota Kredit/Berita Tambah diberi uraian "Pemindahbukuan Penerimaan PBB
Pertambangan Migas (diisi : Triwulan I/II/III/IV/Pelunasan) dari . (diisi : Bank
Indonesia atau KPPBB).
4.5 Membagi saldo penerimaan PBB sehubungan dengan butir 4.2. ke rekening
instansi yang berhak setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari
Jumat libur pada minggu berikutnya.
4.6 Membuat Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil
penerimaan PBB ke rekening instansi yang berhak serta Rekening Koran mingguan
dan mengirimkannya selambat-lambatnya pada hari Sabtu atau hari kerja
berikutnya apabila hari Sabtu libur ke :
a KPKN;
b. KPPBB;
c Dipenda
4.7 Menyusun Rekening Koran sampai dengan akhir bulan dan mengirirnkannya
selambat-lambatnya satu hari kerja setelah hari kerja akhir bulan ke :
a. KPKN;
b. KPPBB;
c. Dipenda.
5 KPPBB
5.1 Menerima laporan pembukaan Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor
Pos Operasional V PBB.
5.2 Membuka Rekening KPPBB pada Bank Pemerintah yang tempat kedudukannya
sekota dengan KPPBB untuk menampung pemindahbukuan pembayaran PBB
Pertambangan Migas dalam haI yang ditunjuk sebagai Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB di Kabupaten/Kota yang bersangkutan adalah Kantor Pos.
5.3 Mengirim Nomor Rekening KPPBB pada Bank Pemerintah yang tempat
keduclukannya sekota dengan KPPBB sehubungan dengan butir 5.2. di atas ke
Direkturlenderal Lembaga Keuangan dengan tembusan ke :
d. Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur PBB dan BPHTB;
e KPKN setempat.
5.4 Menerima tembusan permintaan pemindahbukuan/konversi valuta asing atas
beban rekening VA Departemen Keuangan pada Bank Indonesia untuk
pembayaran PBB Pertambangan Migas ke Bank Indonesia dari Direktorat Jenderal
Lembaga Keuangan.
5.5 Membuat "Surat Kuasa" yang memberi wewenang kepada Bank Pemerintah yang
ditunjuk oleh KPPBB untuk memindahbukukan secara otomatis penerimaan
pembayaran PBB sektor Pertambangan Migas sehubungan clengan butir 3.1.b. di
atas ke Rekening Kas Negara q.q. PBB selambat-lambatnya hari Jumat atau hari
kerja berikutnya apabila hari Jumat libur, dalam hal yang ditunjuk sebagai
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB di Kabupaten/Kota yang bersangkutan adalah
Kantor Pos.
5.6 Menerima Nota Kredit/Berita Tambah dan fotocopi bukti pemindahbukuan
pembayaran PBB Pertambangan Migas dari Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh
KPPBB sehubungan dengan penerimaan pembayaran PBB sektor Pertambangan
Migas sebagaimana dimaksud butir 3.1.b. di atas.
5.7 Menerima Nota Kredit/Berita Tambah dari Bank/Kantor Pos Operasional V PBB
sehubungan dengan penerimaan pembayaran PBB sektor Pertambangan Migas
sebagaimana dimaksud pada butir 4.4.b. di atas.
5.8 Menerima Nota Debet/Berita Kurang dari Bank/Kantor Pos Operasional V PBB
sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan PBB ke rekening instansi yang
berhak berikut Rekening Koran mingguan sebagaimana dimaksud pada butir
4.6.b. di atas.
5.9 Menerima Rekening Koran sampai dengan akhir bulan dari Bank/ Kantor Pos
Operasional V PBB.
5.10 Mengirimkan Nota Kredit/Berita Tambah yang diterima dari Bank/ Kantor Pos
Operasional V PBB ke Direktorat Jenderal Pajak dan ke Direktorat Jenderal
Lembaga Keuangan.
5.11 Mencocokkan jumlah penerimaan PBB sektor Pertambangan Migas berdasarkan
tembusan permintaan pemindahbukuan dari Direktorat Jenderal Lembaga
Keuangan sebagaimana dimaksud butir 5.4. di atas dengan Nota Kredit/Berita
Tambah dari Bank/ Kantor Pos Operasional V PBB maupun dengan fotocopi bukti
pemindahbukuan yang diterima dari Bank Pemerintah yang ditunjuk.
6 DIPENDA
6.1 Menerima dokumen pembayaran/laporan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos
Operasional V berupa :
a Nota Kredit/Berita Tambah sehubungan dengan penerimaan pembayaran PBB
sektor Pertambangan Migas;
b. Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan
PBB ke rekening instansi yang berhak;
c. Rekening Koran.
6.2 Menerima laporan pembukaan Rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor
Pos Operasional V PBB.
7 KPKN
Sesuai tata cara sebagaimana Lampiran I Keputusan Bersama ini.
LAMPIRAN VI

TATA CARA PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB

1. KPPBB
1.1 Berdasarkan pelimpahan wewenang yang diterima dari Menteri Keuangan, Kepala
KPPBB menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU) ke Bank/Kantor Pos Operasional V
PBB untuk melakukan pembebanan secara otomatis pada rekening Kas Negara q.q.
PBB pada :
a. setiap permulaan tahun anggaran; atau
b. setiap awal masa kerja Bank/Kantor Pos Operasional V PBB tidak dimulai pada
awal tahun anggaran.
1.2 Menerima pemberitahuan dari Gubernur, nama bank dan nomor rekening Kas
Daerah Provinsi.
1.3 Menerima pemberitahuan dari Bupati dan atau Walikota, nama bank dan nomor
rekening Kas Daerah Kabupaten dan atau Kota.
1.4 Melalui SKU sebagaimana dimaksud pada butir 1.1., Kepala KPPBB memberi kuasa
kepada Pimpinan Bank/Kantor Pos Operasional V PBB untuk membebani langsung
rekening Kas Negara q.q. PBB dalam rangka pelaksanaan pembagian hasil
penerimaan PBB sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 16
Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah jo. Keputusan Menteri Keuangan
No.82/KMK.04/2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, ke instansi yang berhak, yaitu :
a 10% (sepuluh persen) dari saldo penerimaan PBB ke rekening Kas Negara
sebagai bagian penerimaan Pemerintah Pusat;
b. 16,2% (enam belas koma dua persen) dari saldo penerimaan PBB ke rekening
Kas Daerah Provinsi sebagai bagian penerimaan Pemerintah Provinsi, kecuali
Provinsi DKI Jakarta sebesar 81% (delapan puluh satu persen);
c. 64,8% (enam puluh empat koma delapan persen) dari saldo penerimaan PBB ke
rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota sebagai bagian penerimaan Pemerintah
Kabupaten/Kota;
d. 9% (sembilan persen) dari saldo penerimaan PBB ke rekening Kas Negara
sebagai Biaya Pemungutan PBB.
1.5 Menerima tembusan Nota Debet/Berita Kurang atas pembebanan rekening Kas
Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor Pos Operasional V PBB untuk selanjutnya
mencocokkannya dengan jumlah yang termuat dalam DA. 08.03 yang diterima dari
KPKN.
1.6 Berdasarkan tembusan Nota Debet/Berita Kurang atas pembebanan rekening Kas
Negara q.q. PBB pada Bank/Kantor Pos Operasional V PBB, Kepala KPPBB setiap
akhir bulan berkenaan menerbitkan Keputusan Penetapan Pembagian Hasil
Penerimaan PBB (KP-PHP-PBB).
1.7 Berdasarkan KP-PHP-PBB sebagaimana dimaksud pada butir 1.6. Kepala KPPBB
menerbitkan :
a Surat Perintah Membayar Pembagian Hasil Penerimaan PBB (SPM?PHP?PBB)
untuk masing?masing Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang berhak;
b. Surat Perintah Membayar Biaya Pemungutan PBB (SPM-BP-PBB) bagian
Kabupaten/Kota yang berhak.
1.8 Untuk keperluan penerbitan KP-PHP-PBB, SPM-PHP-PBB, dan SPM-BP-PBB,
Kepala KPPBB menyampaikan speciment tanda tangan dan stempel yang
digunakan kepada Bank/Kantor Pos Operasional V PBB dan KPKN yang
bersangkutan
1.9 Menyampaikan KP-PHP-PBB yang terdiri dari :
a Lembar ke-1 ke KPKN;
b. Lembar ke-2 sebagai pertinggal;
c. Lembar ke-3 ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
d. Lembar ke-4 kepada Gubernur u.p. Kepala Dipenda Provinsi;
e. Lembar ke-5 kepada Bupati/Walikota u.p. Kepala Dipenda Kabupaten/Kota;
f Lembar ke-6 Kepada Direktur 3enderal Pajak u.p. Kepala Kanwil DJP;
g Lembar ke-7 kepada Bank Operasional II.
1.10 Menyampaikan SPM-PHP-PBB yang terdiri dari :
a Lembar ke-1 dan lembar ke-5 ke KPKN (lembar ke-5 untuk diteruskan ke Kantor
Verifikasi Pelaksanaan Anggaran (KASIPA));
b. Lembar ke-2 sebagai pertinggal;
c Lembar ke-3 ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
d Lembar ke-4 kepada Gubernur u.p. Kepala Dipenda Provinsi;
e Lembar ke-6 kepada Bupati/Walikota u.p. Kepala Dipenda Kabupaten/Kota;
f Lembar ke-7 Kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Kanwil DJP
1.11 Menyampaikan SPM-BP-PBB yang terdiri dari :
a. Lembar ke-1, lembar ke-2, dan lembar ke-3 ke Bank Operasional I/II (lembar ke-
1 dikembalikan KPKN, dan lembar ke-2 dikembalikan ke KPPBB);
b. Lembar ke-4 ke KPKN;
c. Lembar ke-5 sebagai pertinggal;
d. Lembar ke-6 ke Bank/Kantor Pos Operasional V PBB;
e. Lembar ke-7 kepada Gubernur u.p. Kepala Dipenda Provinsi;
f. Lembar ke-8 kepada Bupati/Walikota u.p. Kepala Dipenda Kabupaten/Kota;
g. Lembar ke-9 Kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Kanwil DJP.
1.12 Melaporkan ke KPKN adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB sehubungan dengan kewajiban Pembagian dan Pembebanan
rekening Kas Negara q.q. PBB sebagaimana dimaksud pada butir 2.4.

2. BANK / KANTOR POS OPERASIONAL V PBB


Menerima pemberitahuan dari Gubernur, nama bank dan nomor rekening Kas
2.1
Daerah Provinsi.
Menerima pemberitahuan dari Bupati/Walikota, nama bank dan nomor rekening Kas
2.2
Daerah Kabupaten/Kota.
2.3 Setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya jika hari Jumat libur, Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB menerima pelimpahan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos
Persepsi PBB.
2.4 Pada minggu berikutnya, setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya jika hari Jumat
libur, Bank/Kantor Pos Operasional V melakukan pembagian hasil penerimaan PBB
dengan membebani rekening Kas Negara q.q. PBB dengan rincian sebagai berikut :
a. untuk rekening Kas Negara sebesar 10% (sepuluh persen) dari saldo
penerimaan PBB sebagai bagian penerimaan Pemerintah Pusat;
b. untuk rekening Kas Daerah Provinsi sebesar 16,2% (enam belas koma dua
persen) dari saldo penerimaan PBB sebagai bagian penerimaan Provinsi yang
bersangkutan, kecuali Provinsi DKI Jakarta sebesar 81% (delapan puluh satu
persen);
c. untuk rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota sebesar 64,8% (enam puluh empat
koma delapan persen) dari saldo penerimaan PBB sebagai bagian penerimaan
Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
d. untuk rekening Kas Negara sebesar 9% (sembilan persen) dari saldo
penerimaan PBB sebagai Biaya Pemungutan PBB.
2.5 Membuat Nota Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil
penerimaan PBB dan menyampaikannya ke KPKN dan ditembuskan ke KPPBB
yang bersangkutan.
2.6 Apabila kewajiban melakukan pembagian hasil penerimaan PBB melalui
pembebanan pada rekening Kas Negara q.q. PBB sebagaimana dimaksud pada
butir 2.4. tidak dilakukan atau dilakukan pembagian dan pembebanan kurang dari
saldo rekening Kas Negara q.q. PBB, maka akan dikenakan sanksi berupa denda
sebesar 3% (tiga persen) per bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibagi/
dibebankan tersebut.

3. KPKN
3.1 Menerima pemberitahuan dari Gubernur, nama bank dan nomor rekening Kas
Daerah Provinsi.
3.2 Menerima pemberitahuan dari Bupati/Walikota, nama bank dan nomor rekening Kas
Daerah Kabupaten/Kota.
3.3 Menerima tembusan SKU dari KPPBB.
3.4 Menerima asli Nota Debet/Berita Kurang sehubungan pembagian hasil penerimaan
PBB melalui pembebanan rekening Kas Negara q.q. PBB dari Bank/Kantor Pos
Operasional V PBB.
3.5 Menerima KP-PHP-PBB lembar ke-1, SPM-PHP-PBB lembar ke-1 dan lembar ke-5,
dan SPM-BP-PBB lembar ke-4 dari KPPBB untuk dicocokkan dengan asli Nota
Debet/Berita Kurang sehubungan dengan pembagian hasil penerimaan PBB dari
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
3.6 Membukukan KP-PHP-PBB lembar ke-1, SPM-PHP-PBB lembar ke-1, dan SPM-
BP-PBB lembar ke-4 dari KPPBB dan asli Nota Debet/Berita Kurang sehubungan
dengan pembagian hasil penerimaan PBB dari bank/Kantor Pos Operasional V PBB
dan mengirimkan SPM-PHP-PBB lembar ke-5 ke KASIPA.
3.7 Melaporkan ke Bank Indonesia adanya pelanggaran yang dilakukan oleh
Bank/Kantor Pos Operasional V PBB berdasarkan pemeriksaan dan atau laporan
KPPBB sehubungan dengan kewajiban pembagian hasil penerimaan PBB melalui
pembebanan rekening Kas Negara q.q. PBB sebagaimana dimaksud pada butir 2.4.

4. PEMERINTAH PROVINSI
4.1 Menyampaikan nama bank dan nomor rekening Kas Daerah Provinsi ke KPKN,
KPPBB, dan Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
4.2 Menerima KP-PHP-PBB lembar ke-4, SPM-PHP-PBB lembar ke-4, dan SPM-BP-
PBB lembar ke-7 dari Kepala KPPBB untuk bahan penatausahaan penerimaan PBB
dalam pelaksanaan APBD Daerah Provinsi.

5 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
5.1 Menyampaikan nama bank dan nomor rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota ke
KPKN, KPPBB, dan Bank/Kantor Pos Operasional V PBB.
5.2 Menerima KP-PHP-PBB lembar ke-5, SPM-PHP-PBB lembar ke-6, dan SPM-BP-
PBB lembar ke-8 dari Kepala KPPBB untuk bahan penatausahaan penerimaan PBB
dalam pelaksanaan APBD Daerah Kabupaten/Kota.
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB

Penerimaan adalah kegiatan administrasi PBB yang berkaitan dengan


pembayaran, pemungutan, penyetoran, penagihan, pelimpahan dan pembagian hasil
penerimaan PBB.
Pembayaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk melunasi
PBB terutangnya ke Tempat Pembayaran. Mekanisme lain yang dapat dilakukan Wajib
Pajak adalah melalui Petugas Pemungut dan saat ini pembayaran dapat juga dilakukan
melalui ATM ( BCA, BII dan BPD Jatim). Jadi dalam melakukan pembayaran PBB
sekarang sudah tidak mengalami kesulitan lagi, sebab struk ATM merupakan tanda
bukti pelunasan PBB. Apabila melalui petugas pemungut maka hasil pemungutannya
tersebut akan disalurkan ke Tempat Pembayaran, dokumen yang digunakan Wajib
Pajak sebagai bukti pembayaran adalah Surat Tanda Terima Setoran (STTS).
Mekanisme pembayaran PBB akan diikuti dengan mekanisme pelimpahan dari
Tempat Pembayaran ke Bank Persepsi dan dari Bank Persepsi ke Bank Operasional III,
pelimpahan dilakukan setiap hari Jum’at atau hari berikutnya apabila hari Jum’at libur.
Bank Persepsi adalah Kantor Cabang Bank yang ditetapkan untuk menerima
pelimpahan penerimaan PBB dari tempat pembayaran dan melimpahkannya ke Bank
Operasional III-nya. Atas pelimpahan tersebut Bank Operasional III membagi hasil
penerimaan PBB dengan rincian :
- 10 % untuk Pemerintah Pusat dan disalurkan ke Rekening Kas Negara,
- 16,2 % untuk Daerah Propinsi disalurkan ke Rekening Kas Daerah Propinsi,
- 64,8 % untuk Daerah Kabupaten / Kota disalurkan ke Rekening Kas Daerah
Kabupaten / Kota dan,
- 9 % merupakan Biaya Pemungutan yang disalurkan ke Kas Negara
(sebagaimana diatur melalui PP No. 16 Tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000).

Dalam rangka memantapkan penerimaan Daerah sejak tahun 1994-1995


penerimaan PBB sebesar 10 % bagian Pemerintah Pusat didistribusikan kembali
kepada seluruh Kabupaten / Kota di seluruh Indonesia dengan pola 6,5 % dibagikan
secara merata dan 3,5 % dibagikan sebagai insentif untuk Kabupaten / Kota yang
berhasil mencapai atau melampaui rencana penerimaan yang telah ditetapkan untuk
sektor Pedesaan dan Perkotaan.
BAGAN PEMBAYARAN, PELIMPAHAN DAN
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB
3,5 %
Insentif
10 %
Pemerintah
Pusat 6,5 %
Dibagi
rata
Tempat
Pembayaran 9%
Biaya
Pemungutan

Wajib Petugas Bank Bank


Pajak Pemungut Persepsi Operasional
III 64,8 %
Kabupaten/
Kota

ATM
BCA, BII, 16,2 %
BPD Daerah
Propinsi

Sedangkan Biaya Pemungutan sebesar 9 % sesuai dengan Keputusan Menteri


Keuangan RI Nomor : 82/KMK.04/2000 dibagi sebagai berikut :

Sektor Perkotaan :
1. 20 % Bagian Direktorat Jenderal Pajak
2. 5 % Pemerintah Propinsi
3. 75 % Pemerintah Kabupaten / Kota

Sektor Pedesaan :
1. 10 % Bagian Direktorat Jenderal Pajak
2. 5 % Bagian Pemerintah Propinsi
3. 85 % Bagian Pemerintah Kabupaten / Kota

Pembagian BPHTB dengan rincian sebagai berikut :


20 % untuk Pemerintah Pusat dan disalurkan ke rekening Kas Negara,
16 % untuk Daerah Propinsi, dan
64 % untuk Daerah Kab/ Kota yang disalurkan ke rekening kas Daerah Kab /
Kota.

Dengan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Daerah, penerimaan BPHTB bagian Pemerintah Pusat sebesar
20 % didistribusikan kembali secara merata kepada seluruh Kabupaten / Kota di
Indonesia.
PERKIRAAN DANA BAGI HASIL PENERIMAAN PBB KOTA
MOJOKERTO TAHUN 2009

A. Pokok Ketetapan PBB Kota Mojokerto Tahun 2009


Golongan I dan Golongan III, IV
N KECAMATAN Golongan I s/d V
II dan V
o
Desa/Kelurahan OP PBB OP PBB OP PBB
KECAMATAN PRAJURIT
1 KULON
2.86 182. 38.0 2.89 220.723.
1. SURODINAWAN
5 712.450 33 10.741 8 191
3.10 317. 812.0 3.28 1.129.232.
2. KRANGGAN
6 214.983 175 17.135 1 118
1.86 169. 233.3 1.95 402.524.
3. MIJI
3 131.262 92 92.934 5 196
2.00 139. 53.1 2.03 192.287.
4. PRAJURITKULON
0 112.810 33 74.385 3 195
2.53 101. 6.1 2.53 107.625.
5. BLOOTO
1 456.643 6 69.136 7 779
1.22 114. 53.5 1.27 168.256.
6. MENTIKAN
9 676.668 41 80.081 0 749
73. 69.7 143.107.
7. KAUMAN
882 364.279 46 43.165 928 444
2.19 123. 9.4 2.20 132.862.
8. PULOREJO
7 444.193 11 18.653 8 846
16.6 1.221.113 1.275.50 17.1 2.496.61
JUMLAH 437
73 .288 6.230 10 9.518
2 KECAMATAN MAGERSARI
2.88 195. 81.5 2.90 276.629.
1. MERI
4 038.913 20 90.189 4 102
2. GUNUNG
2.61 178. 135.4 2.64 313.421.
GEDANGAN
9 006.098 28 15.446 7 544
4.31 270. 132.4 4.35 402.812.
3. KEDUNDUNG
4 359.186 38 52.834 2 020
2.06 202. 208.3 2.18 410.750.
4. BALONGSARI
9 431.826 115 18.961 4 787
1.02 87. 117.8 1.09 204.928.
5. JAGALAN
7 114.853 69 13.471 6 324
87. 168.7 256.261.
6. SENTANAN
600 550.478 105 11.153 705 631
62. 160.5 223.459.
7. PURWOTENGAH
412 898.859 100 60.727 512 586
66. 85.9 152.308.
8. GEDONGAN
501 333.266 50 75.466 551 732
1.25 138. 81.1 1.30 219.344.
9. MAGERSARI
1 241.851 57 03.057 8 908
5.62 469. 155.9 5.66 625.810.
10. WATES
9 870.083 32 40.041 1 124
21.3 1.757.845 1.327.88 21.9 3.085.726.7
JUMLAH 614
06 .413 1.345 20 58
37.9 2.978.958 2.603.38 39.0 5.582.346.2
JUMLAH TOTAL 1.051
79 .701 7.575 30 76
B. Perkiraan Dana Bagi Hasil PBB Bagian Daerah tahun 2009
(Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 23/ PMK.07/2009)

No Daerah DBH PBB Bagian Daerah


1. Propinsi Jawa Timur Rp. 380.199.883.630,-
2. Kota Mojokerto Rp. 8.173.941.761,-

C. Perkiraan Dana Bagi Hasil PBB Bagian Pusat yang dibagikan secara merata
kepada seluruh Kabupaten dan Kota tahun 2009
(Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 160.3/ PMK.07/2008)

No Daerah DBH PBB Bagian Daerah


1. Kota Mojokerto Rp. 3.899.501.037,-

Dana Bagi hasil tersebut merupakan bagian pemerintah pusat (10 %) dibagi
secara merata kepada Kabupaten/Kota se-Indonesia sebesar 6,5 %, sedangkan
3,5% dibagikan sebagai insentif untuk Kabupaten / Kota yang berhasil mencapai
atau melampaui rencana penerimaan yang telah ditetapkan untuk sektor Pedesaan
dan Perkotaan.

D. Perkiraan Alokasi Biaya Pemungutan PBB Bagian Kota Mojokerto tahun 2009
(Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 25/ PMK.07/2009)

No Daerah DBH PBB Bagian Daerah


1. Kota Mojokerto Rp. 449.925.191,-

Penyaluran Perkiraan alokasi Biaya Pemungutan PBB bagian


Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun
anggaran berjalan.

You might also like