You are on page 1of 25

Organisasi Perdagangan Dunia (bahasa Inggris: WTO, World Trade Organization)

adalah organisasi internasional yang mengawasi banyak persetujuan yang


mendefinisikan "aturan perdagangan" di antara anggotanya (WTO, 2004a). Didirikan
pada 1 Januari 1995 untuk menggantikan GATT, persetujuan setelah Perang Dunia II
untuk meniadakan hambatan perdagangan internasional. Prinsip dan persetujuan
GATT diambil oleh WTO, yang bertugas untuk mendaftar dan memperluasnya.

WTO merupakan pelanjut Organisasi Perdagangan Internasional (ITO, International


Trade Organization). ITO disetujui oleh PBB dalam Konferensi Dagang dan
Karyawan di Havana pada Maret 1948, namun ditutup oleh Senat AS (WTO, 2004b).

WTO bermarkas di Jenewa, Swiss. Direktur Jendral sekarang ini adalah Pascal Lamy
(sejak 1 September 2005). Pada Juli 2008 organisasi ini memiliki 153 negara anggota.
Seluruh anggota WTO diharuskan memberikan satu sama lain status negara paling
disukai, sehingga pemberian keuntungan yang diberikan kepada sebuah anggota WTO
kepada negara lain harus diberikan ke seluruh anggota WTO (WTO, 2004c).

Pada akhir 1990-an, WTO menjadi target protes oleh gerakan anti-globalisasi.

WTO memiliki berbagai kesepakatan perdagangan yang telah dibuat, namun


kesepakatan tersebut sebenarnya bukanlah kesepakatan yang sebenarnya. Karena
kesepakatan tersebut adalah pemaksaan kehendak oleh WTO kepada negara-negara
untuk tunduk kepada keputusan-keputusan yang WTO buat. Privatisasi pada prinsip
WTO memegang peranan sungguh penting. Privatisasi berada di top list dalam tujuan
WTO. Privatisasi yang didukung oleh WTO akan membuat peraturan-peraturan
pemerintah sulit untuk mengaturnya. WTO membuat sebuah peraturan secara global
sehingga penerapan peraturan-peraturan tersebut di setiap negara belum tentulah
cocok. Namun, meskipun peraturan tersebut dirasa tidak cocok bagi negara tersebut,
negara itu harus tetap mematuhinya, jika tidak, negara tersebut dapat terkena sangsi
ekonomi oleh WTO. Negara-negara yang tidak menginginkan keputusan-keputusan
yang dirasa tidak fair, tetap tidak dapat memberikan suaranya. Karena pencapaian
suatu keputusan dalam WTO tidak berdasarkan konsensus dari seluruh anggota.
Merupakan sebuah rahasia umum bahwa empat kubu besar dalam WTO (Amerika
Serikat, Jepang, Kanada, dan Uni Eropa) lah yang memegang peranan untuk
pengambilan keputusan. Pertemuan-pertemuan besar antara seluruh anggota hanya
dilakukan untuk mendengarkan pendapat-pendapat yang ada tanpa menghasilkan
keputusan. Pengambilan keputusan dilakukan di sebuah tempat yang diberi nama
“Green Room.” Green Room ini adalah kumpulan negara-negara yang biasa bertemu
dalam Ministerial Conference (selama 2 tahun sekali), negara-negara besar yang
umumnya negara maju dan memiliki kepentingan pribadi untuk memperbesar
cakupan perdagangannya. Negara-negara berkembang tidak dapat mengeluarkan
suara untuk pengambilan keputusan.

[sunting] Pranala luar

Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan:


Organisasi Perdagangan Dunia
• (en) Situs resmi

[sembunyikan]
l•d•s
Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)

Afrika Selatan · Republik Afrika Tengah · Albania · Amerika Serikat · Angola ·


Antigua dan Barbuda · Arab Saudi · Argentina · Armenia · Australia · Bahrain ·
Bangladesh · Barbados · Belize · Benin · Bolivia · Botswana · Brazil · Brunei ·
Burkina Faso · Burma · Burundi · Tanjung Verde · Chad · Chili · Republik Rakyat
Cina · Djibouti · Dominika · Republik Dominika · Ekuador · El Salvador · Fiji ·
Filipina · Gabon · Gambia · Georgia · Ghana · Grenada · Guatemala · Guinea · Guinea-
Bissau · Guyana · Haiti · Honduras · Hong Kong¹ · India · Indonesia · Islandia · Israel ·
Jamaika · Jepang · Kamboja · Kamerun · Kanada · Kenya · Kolombia · Republik
Demokratik Kongo · Republik Kongo · Korea Selatan · Kosta Rika · Kroasia · Kuba ·
Kirgizstan · Kuwait · Lesotho · Liechtenstein · Madagaskar · Makau¹ · Republik
Makedonia · Maladewa · Malawi · Malaysia · Mali · Maroko · Mauritania · Mauritius ·
Meksiko · Mesir · Moldova · Mongolia · Mozambik · Namibia · Nepal · Nikaragua ·
Niger · Nigeria · Norwegia · Oman · Pakistan · Panama · Pantai Gading · Papua
Nugini · Paraguay · Peru · Qatar · Rwanda · Saint Kitts dan Nevis · Saint Lucia · Saint
Vincent dan Grenadines · Selandia Baru · Senegal · Sierra Leone · Singapura ·
Kepulauan Solomon · Sri Lanka · Suriname · Swaziland · Swiss · Wilayah Bea Cukai
Terpisah Taiwan, Penghu, Kinmen dan Matsu² · Tanzania · Thailand · Togo · Tonga ·
Trinidad dan Tobago · Tunisia · Turki · Uganda · Ukraina · Uni Emirat Arab · Uni
Eropa³ · Uruguay · Venezuela · Vietnam · Yordania · Zambia · Zimbabwe

1. Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina.


2. Nama rancangan untuk Republik Cina (Taiwan)

3. Ke-27 negara anggota Uni Eropa juga merupakan anggota WTO dengan hak masing-masing:
Austria • Belanda dan Antillen Belanda • Belgia • Bulgaria • Britania Raya • Republik Ceko •
Denmark • Estonia • Finlandia • Jerman • Hongaria • Irlandia • Italia • Latvia • Lituania •
Luksemburg • Malta • Perancis • Polandia • Portugal • Rumania • Siprus • Slovenia • Lituania
Slowakia • Spanyol • Swedia • Yunani.

Direktur Jenderal WTO: Pascal Lamy


Pascal Lamy kelima adalah Direktur Jenderal WTO. Janji-Nya itu berlaku
pada 1 September 2005 untuk empat tahun.
Pesan dari Direktur Jenderal
Latest photo:
LATEST NEWS Sebuah sistem perdagangan dunia untuk
kepentingan semua
> 28.07.2009
“Our task now is to Pengunjung yang terhormat, selamat
match political datang ke website saya,
promise with 22.07.2009
negotiating During his visit to Singapore,
performance” — Lamy Saya percaya bahwa perdagangan dan Pascal Lamy is greeted by
> More news on the mengurangi hambatan perdagangan, Singapore's Prime Minister, Mr
Director-General Lee Hsien Loong.
telah, dan akan tetap, penting untuk
Photo courtesy of the
DARI DG mendorong pertumbuhan dan Singapore Ministry of
pembangunan, untuk meningkatkan Information, Communication
> DG jadwal minggu ini standar hidup dan untuk menanggulangi and Arts
> Speeches
> Biodata kemiskinan. Organisasi Perdagangan
> Publikasi Dunia tetap yang paling efisien dan paling Lagi DG foto:
> Office of DG sah forum untuk membuka dan mengatur > Foto galeri
> Ideas for Development > Visitors: 2009 2008 2007
perdagangan dunia. Yang paling efisien 2006 2005
Blog
karena ia bekerja di pelayanan semua Lihat juga:
peserta dan modern karena sistem > Deputi Direktur Jenderal
perdagangan untuk memecahkan > Sekretariat organigram
ACARA
> DG seleksi
perselisihan. Yang paling sah, karena ia > DDG seleksi
> DG wawancara - La
Tribune (25 Maret 2009)
adalah sistem fairest semua, karena > Sebelumnya GATT WTO
> DG wawancara - Le semua keputusan diambil oleh semua dan Direktur
Monde: "Il faut une anggota, besar atau kecil, kuat atau
peraturan lemah.
contraignante"
> DG wawancara -
kegagahan económico Tetapi walaupun membuka pasar untuk
> DG wawancara - RFI menghasilkan banyak manfaat, tetapi juga
(10 September 2007)
> DG wawancara: 24
membuat penyesuaian biaya yang tidak
Perancis dapat kita abaikan. Penyesuaian ini tidak
> Salzburg seminar: boleh relegated ke masa depan mereka
"Menyadari Doha harus merupakan bagian integral dari
Development Agenda
yang seolah-olah Masa
membuka-up agenda. Inilah yang saya
Depan Mattered" memanggil "Jenewa konsensus":
> World Economic kepercayaan yang berfungsi untuk
Forum: Kemajuan membuka perdagangan pembangunan
Pembicaraan Doha -
Webcast 27 Januari
tetapi hanya jika kita alamat yang
2007 menciptakan imbalances antara pemenang
> Publik forum WTO dan merugi, imbalances yang lebih-lebih
> DG wawancara - RFI berbahaya yang lebih rentan dengan
(27 Juli 2006)
> Online chatting dengan
ekonomi, masyarakat atau negara. Ini
Pascal Lamy adalah satu-satunya cara untuk
memastikan bahwa pembukaan pasar akan
menghasilkan manfaat nyata bagi semua
orang dalam kehidupan sehari-hari
mereka.

Pascal Lamy
Direktur Jenderal

WTO
Informasi tentang institusi tersebut. WTO adalah berdasarkan aturan,
anggota organisasi-driven - semua keputusan yang dibuat oleh anggota
pemerintah, dan aturan adalah hasil dari negosiasi di antara anggota.
What is the WTO? Kembali ke atas

Membaca dan men-download penjelasan apa WTO dan tidak.

Keputusan kembali ke atas

• Bagan organisasi
WTO semua anggota bisa berpartisipasi dalam semua
dewan, komite, dll, kecuali Appellate Body, Penyelesaian
Sengketa panel, Tekstil Badan Monitoring, dan plurilateral
komite.
> Peristiwa WTO chairpersons
• Menteri konferensi
WTO's atas keputusan badan. Memenuhi setidaknya setiap
dua tahun sekali.
• Umum Council
Atas hari-hari keputusan badan. Memenuhi secara teratur,
biasanya di Jenewa.

Keanggotaan kembali ke atas

• Anggota dan pengamat


• Accessions
Bagaimana negara berlaku untuk bergabung dengan WTO,
dan situasi saat ini.
• Sebelum 1995: GATT WTO tangan sebelum datang
tercipta
Negara yang telah menandatangani Perjanjian Umum
mengenai Tarif dan Perdagangan pada akhir tahun 1994
ketika digantikan GATT WTO sebagai organisasi mengawasi
sistem perdagangan multilateral.

WTO Sekretariat kembali ke atas

• Sekretariat
> Overview> Mandat> Kerja dari Divisi> Sekretariat bagan

• Anggaran
2009> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2008> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2007> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2006> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2005> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2004> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2003> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2002> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2001> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
• Direktur Jenderal
Biodata, pidato, pernyataan, dan informasi lainnya pada
Pascal Lamy. Plus informasi sejarah pada pendahulu.

• Deputi Direktur Jenderal


• WTO bangunan: Pusat William Rappard
> Brosur (format pdf, 48 halaman, 1198KB; terbuka di jendela baru)

Bantuan untuk negara-negara berkembang kembali ke


atas

• Membangun kapasitas perdagangan

WTO dan organisasi lainnya kembali ke atas


Kerja sama antara lembaga-lembaga multilateral global pada
kebijakan ekonomi.

Anniversary acara kembali ke atas

• 80. Anniversary of the CWR


• 10. Anniversary dari WTO
• 50. Anniversary of GATT / WTO

Tahunan publikasi kembali ke atas

• WTO Laporan Tahunan


• World Trade Lapor

• Statistik Perdagangan
Internasional

Pekerjaan di WTO kembali ke atas

• Vacancies

• WTO program magang

World Trade Organization (WTO)/ Organisasi


Perdagangan Dunia
Dikelola oleh: Biro Kerjasama Luar Negeri, Departemen Pertanian

I. Umum

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan
internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan
multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan
internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota.
Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk
mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh
pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan
importer dalam kegiatan perdagangan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah
meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.

II. Sejarah pembentukan

WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada
setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) -
Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini.
Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan
menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi.

Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan
khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun
Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada
bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar.
Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS
tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun
demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional.

Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan
beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan “plurilateral” (disepakati oleh beberapa negara
saja) dan upaya-upaya pengurangan tariff. Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui
serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama “Putaran Perdagangan” (trade round),
sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional.

III. Putaran-putaran perundingan

Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya
pengurangan tariff. Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tariff dan
Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement).

Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tariff secara progresif. Hasil yang
diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri
utama, yang mengakibatkan tariff rata-rata atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan
tariff, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup unsur “harmonisasi” – yakni semakin tinggi tariff,
semakin luas pemotongannya secara proporsional. Dalam isu lainnya, Putaran Tokyo gagal
menyelesaikan masalah produk utama yang berkaitan dengan perdagangan produk pertanian dan
penetapan persetujuan baru mengenai “safeguards” (emergency import measures). Meskipun demikian,
serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tariff telah muncul di berbagai perundingan, yang
dalam beberapa kasus menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada.

Selanjutnya adalah Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran
Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan.
Pada saat itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya
Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT
pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran
Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui
suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang,
penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai
kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan
perdagangan di seluruh dunia.

IV. Persetujuan-persetujuan WTO

Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan, lampiran
(annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa,
dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.

Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:


1. Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
2. Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
3. Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)
4. Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)

Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan sektor-sektor di bawah
ini:
• Pertanian
• Sanitary and Phytosanitary/ SPS
• Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)
• Standar Produk
• Tindakan investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs)
• Tindakan anti-dumping
• Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)
• Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)
• Ketentuan asal barang (Rules of Origin)
• Lisensi Impor (Imports Licencing)
• Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures)
• Tindakan Pengamanan (safeguards)

Untuk jasa (dalam Annex GATS):


• Pergerakan tenaga kerja (movement of natural persons)
• Transportasi udara (air transport)
• Jasa keuangan (financial services)
• Perkapalan (shipping)
• Telekomunikasi (telecommunication)

V. Prinsip-prinsip Sistem Perdagangan Multilateral


a. MFN (Most-Favoured Nation): Perlakuan yang sama terhadap semua mitra dagang
Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja
mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk
suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.
b. Perlakuan Nasional (National Treatment)
Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan
lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.
c. Transparansi (Transparency)
Negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan
perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan
perdagangan.

VI. Persetujuan Bidang Pertanian

Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari
1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka
menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi
tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan
meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif.

Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan
lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment – S&D) bagi negara-
negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk
pertanian bagi negara-negara tersebut.

Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized system
of product classification), produk-produk pertanian didefinisikan sebagai komoditi dasar pertanian
(seperti beras, gandum, dll.) dan produk-produk olahannya (seperti roti, mentega, dll.) Sedangkan, ikan
dan produk hasil hutan serta seluruh produk olahannya tidak tercakup dalam definisi produk pertanian
tersebut.

Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan


perdagangan di bidang pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar, subsidi domestik dan subsidi
ekspor. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, para anggota WTO berkomitmen untuk
meningkatkan akses pasar dan mengurangi subsidi-subsidi yang mendistorsi perdagangan melalui
skedul komitmen masing-masing negara. Komitmen tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari GATT.

A. Akses Pasar
Dilihat dari sisi akses pasar, Putaran Uruguay telah menghasilkan perubahan sistemik yang sangat
signifikan: perubahan dari situasi dimana sebelumnya ketentuan-ketentuan non-tarif yang menghambat
arus perdagangan produk pertanian menjadi suatu rezim proteksi pasar berdasarkan pengikatan tarif
beserta komitmen-komitmen pengurangan subsidinya. Aspek utama dari perubahan yang fundamental
ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses
pasar produk pertanian yang transparan, prediktabel dan kompetitif, (ii) peningkatan hubungan antara
pasar produk pertanian nasional dengan pasar internasional, dan (iii) penekanan pada mekanisme pasar
yang mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap sumber daya yang terbatas, baik di
sektor pertanian maupun perekonomian secara luas.

Umumnya tarif merupakan satu-satunya bentuk proteksi produk pertanian sebelum Putaran
Uruguay. Pada Putaran Uruguay, yang disepakati adalah ”diikatnya” tarif pada tingkat
maksimum. Namun bagi sejumlah produk tertentu, pembatasan akses pasar juga melibatkan
hambatan-hambatan non-tarif. Putaran Uruguay bertujuan untuk menghapuskan hambatan-
hambatan tersebut. Untuk itu disepakati suatu paket ”tarifikasi” yang diantaranya mengganti
kebijakan-kebijakan non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan
tingkat proteksi yang sama.

Negara anggota dari kelompok negara maju sepakat untuk mengurangi tarif mereka sebesar rata-rata
36% pada seluruh produk pertanian, dengan pengurangan minimum 15% untuk setiap produk, dalam
periode enam tahun sejak tahun 1995. Bagi negara berkembang, pengurangannya adalah 24% dan
minimum 10% untuk setiap produk. Negara terbelakang diminta untuk mengikat seluruh tarif
pertaniannya namun tidak diharuskan untuk melakukan pengurangan tarif.

B. Subsidi Domestik
Subsidi domestik dibagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah subsidi domestik
yang tidak terpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap distorsi
perdagangan (sering disebut sebagai Green Box) sehingga tidak perlu dikurangi. Kategori
kedua adalah subsidi domestik yang mendistorsi perdagangan (sering disebut sebagai Amber
Box) sehingga harus dikurangi sesuai komitmen.

Subsidi Domestik dalam sektor Pertanian:


1. Amber Box, adalah semua subsidi domestik yang dianggap mendistorsi produksi dan
perdagangan;
2. Blue Box, adalah amber box dengan persyaratan tertentu yang ditujukan untuk mengurangi
distorsi. Subsidi yang biasanya dikategorikan sebagai Amber Box akan dimasukkan ke dalam
Blue Box jika subsidi tersebut juga menuntut dikuranginya produksi oleh para petani; dan
3. Green Box, adalah subsidi yang tidak berpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil
pengaruhnya terhadap perdagangan. Subsidi tersebut harus dibiayai dari anggaran pemerintah
(tidak dengan membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi) dan harus tidak
melibatkan subsidi terhadap harga.

Berkaitan dengan kebijakan yang diatur dalam Green Box terdapat tiga jenis subsidi lainnya yang
dikecualikan dari komitmen penurunan subsidi yaitu kebijakan pembangunan tertentu di negara
berkembang, pembayaran langsung pada program pembatasan produksi (blue box), dan tingkat subsidi
yang disebut de minimis.

C. Subsidi Ekspor
Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada: (i) subsidi untuk produk-produk
tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih dalam batas yang ditentukan oleh
skedul komitmen tersebut; (ii) kelebihan pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume
ekspor yang telah disubsidi yang melebihi batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur
oleh ketentuan ”fleksibilitas hilir” (downstream flexibility); (iii) subsidi ekspor yang sesuai dengan
ketentuan S&D bagi negara-negara berkembang; dan (iv) Subsidi ekspor di luar skedul komitmen
tetapi masih sesuai dengan ketentuan anti-circumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di
atas adalah dilarang.

VII. Putaran Doha

A. Deklarasi Doha
Sejak terbentuknya WTO awal tahun 1995 telah diselenggarakan lima kali Konperensi Tingkat Menteri
(KTM) yang merupakan forum pengambil kebijakan tertinggi dalam WTO. KTM-WTO pertama kali
diselenggarakan di Singapura tahun 1996, kedua di Jenewa tahun 1998, ketiga di Seatlle tahun 1999
dan KTM keempat di Doha, Qatar tahun 2001. Sementara itu KTM kelima diselenggarakan di Cancun,
Mexico tahun 2003.

KTM ke-4 (9-14 Nopember 2001) yang dihadiri oleh 142 negara. Menghasilkan dokumen utama
berupa Deklarasi Menteri (Deklarasi Doha) yang menandai diluncurkannya putaran perundingan baru
mengenai perdagangan jasa, produk pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu implementasi, Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), penyelesaian sengketa dan peraturan WTO.

Deklarasi tersebut mengamanatkan kepada para anggota untuk mencari jalan bagi tercapainya
konsensus mengenai Singapore Issues yang mencakup isu-isu: investasi, kebijakan kompetisi
(competition policy), transparansi dalam pengadaan pemerintah (goverment procurement), dan
fasilitasi perdagangan. Namun perundingan mengenai isu-isu tersebut ditunda hingga selesainya KTM
V WTO pada tahun 2003, jika terdapat konsensus yang jelas (explicit concensus) dimana para anggota
menyetujui dilakukannya perundingan. Deklarasi juga memuat mandat untuk meneliti program-
program kerja mengenai electronic commerce, negara-negara kecil (small economies), serta hubungan
antara perdagangan, hutang dan alih teknologi.

Deklarasi Doha juga telah memberikan mandat kepada para anggota WTO untuk melakukan negosiasi
di berbagai bidang, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan pelaksanaan persetujuan yang ada.
Perundingan dilaksanakan di Komite Perundingan Perdagangan (Trade Negotiations Committee/TNC)
dan badan-badan dibawahnya (subsidiaries body). Selebihnya, dilakukan melalui program kerja yang
dilaksanakan oleh Councils dan Commitee yang ada di WTO.

B. Doha Development Agenda


Keputusan-keputusan yang telah dihasilkan KTM IV ini dikenal pula dengan sebutan ”Agenda
Pembangunan Doha” (Doha Development Agenda) mengingat didalamnya termuat isu-isu
pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang paling terbelakang (Least
developed countries/LDCs), seperti: kerangka kerja kegiatan bantuan teknik WTO, program kerja bagi
negara-negara terbelakang, dan program kerja untuk mengintegrasikan secara penuh negara-negara
kecil ke dalam WTO.

Mengenai perlakuan khusus dan berbeda” (special and differential treatment), Deklarasi tersebut telah
mencatat proposal negara berkembang untuk merundingkan Persetujuan mengenai Perlakuan khusus
dan berbeda (Framework Agreement of Special and Differential Treatment/S&D), namun tidak
mengusulkan suatu tindakan konkrit mengenai isu tersebut. Para menteri setuju bahwa masalah S&D
ini akan ditinjau kembali agar lebih efektif dan operasional.

C. Isu-isu yang disetujui untuk dirundingkan lebih lanjut


Deklarasi Doha mencanangkan segera dimulainya perundingan lebih lanjut mengenai beberapa bidang
spesifik, antara lain di bidang pertanian. Perundingan di bidang pertanian telah dimulai sejak bulan
sejak bulan Maret 2000. Sudah 126 anggota (85% dari 148 anggota) telah menyampaikan 45 proposal
dan 4 dokumen teknis mengenai bagaimana perundingan seharusnya dijalankan. Salah satu
keberhasilan besar negara-negara berkembang dan negara eksportir produk pertanian adalah dimuatnya
mandat mengenai ”pengurangan, dengan kemungkinan penghapusan, sebagai bentuk subsidi ekspor”.

Mandat lain yang sama pentingnya adalah kemajuan dalam hal akses pasar, pengurangan substansial
dalam hal program dukungan/subsidi domestik yang mengganggu perdagangan (trade-distorting
domestic suport programs), serta memperbaiki perlakukan khusus dan berbeda di bidang pertanian bagi
negara-negara berkembang.

Paragraf 13 dari Deklarasi KTM Doha juga menekankan mengenai kesepakatan agar perlakuan khusus
dan berbeda untuk negara berkembang akan menjadi bagian integral dari perundingan di bidang
pertanian. Dicatat pula pentingnya memperhatikan kebutuhan negara berkembang termasuk pentingnya
ketahanan pangan dan pembangunan pedesaan.

VIII. Konperensi Tingkat Menteri (KTM) V WTO di Cancun, Meksiko

Konperensi Tingkat Menteri (KTM) V WTO berlangsung di Cancun, Meksiko tanggal 10-14
September 2003. Berbeda dengan KTM IV di Doha, KTM V di Cancun kali ini tidak mengeluarkan
Deklarasi yang rinci dan substantif, karena gagal menyepakati secara konsensus, terutama terhadap
draft teks pertanian, akses pasar produk non pertanian (MANAP) dan Singapore issues.

Perundingan untuk isu pertanian diwarnai dengan munculnya joint paper AS-UE, proposal Group 20
(yang menentang proposal gabungan AS-UE) dan proposal Group 33 (yang memperjuangkan konsep
special product dan special safeguard mechanism).

Secara singkat, joint paper AS-UE antara lain memuat proposal yang menghendaki adanya penurunan
tarif yang cukup signifikan di negara berkembang, tetapi tidak menginginkan adanya pengurangan
subsidi dan tidak secara tegas memuat komitmen untuk menurunkan tarif tinggi (tariff peak) di negara
maju.

Sebaliknya, negara berkembang yang tergabung dalam Group 20 menginginkan adanya penurunan
subsidi domestik (domestik support) dan penghapusan subsidi ekspor pertanian di negara-negara maju,
sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi Doha.

Sementara itu, kelompok negara-negara berkembang lainnya yang tergabung dalam Group 33 (group
yang dimotori Indonesia dan Filipina) mengajukan proposal yang menghendaki adanya pengecualian
dari penurunan tarif, dan subsidi untuk Special Products (SPs) serta diberlakukannya Special
Safeguard Mechanism (SSM) untuk negara-negara berkembang.

IX. Kesepakatan Juli 2004

Setelah gagalnya KTM V WTO di Cancun, Meksiko pada tahun 2003, Sidang Dewan Umum WTO
tanggal 1 Agustus 2004 berhasil menyepakati Keputusan Dewan Umum tentang Program Kerja Doha,
yang juga sering disebut sebagai Paket Juli. Pada kesempatan tersebut berhasil disepakati kerangka
(framework) perundingan lebih lanjut untuk DDA (Doha Development Agenda) bagi lima isu utama
yaitu perundingan pertanian, akses pasar produk non-pertanian (NAMA), isu-isu pembangunan dan
impelementasi, jasa, serta Trade Facilitation dan penanganan Singapore issues lainnya.

Keputusan Dewan Umum WTO melampirkan Annex A sebagai framework perundingan lebih lanjut
untuk isu pertanian. Keputusan untuk ketiga pilar perundingan sektor pertanian (subsidi domestik,
akses pasar dan subsidi ekspor) adalah:

Subsidi domestik
a. Negara maju harus memotong 20% dari total subsidi domestiknya pada tahun pertama
implementasi perjanjian pertanian.
b. Pemberian subsidi untuk kategori blue box akan dibatasi sebesar 5% dari total produksi pertanian
pada tahun pertama implementasi.
c. Negara berkembang dibebaskan dari keharusan untuk menurunkan subsidi dalam kategori de
minimis asalkan subsidi tersebut ditujukan untuk membantu petani kecil dan miskin.

Subsidi ekspor
a. Semua subsidi ekspor akan dihapuskan dan dilakukan secara paralel dengan penghapusan
elemen subsidi program seperti kredit ekspor, garansi kredit ekspor atau program asuransi
yang mempunyai masa pembayaran melebihi 180 hari.
b. Memperketat ketentuan kredit ekspor, garansi kredit ekspor atau program asuransi yang
mempunyai masa pembayaran 180 hari atau kurang, yang mencakup pembayaran bunga,
tingkat suku bunga minimum, dan ketentuan premi minimum.
c. Implementasi penghapusan subsidi ekspor bagi negara berkembang yang lebih lama
dibandingkan dengan negara maju.
d. Hak monopoli perusahaan negara di negara berkembang yang berperan dalam menjamin
stabilitas harga konsumen dan keamanan pangan, tidak harus dihapuskan.
e. Aturan pemberian bantuan makanan (food aid) diperketat untuk menghindari
penyalahgunaannya sebagai alat untuk mengalihkan kelebihan produksi negara maju.
f. Beberapa aturan perlakuan khusus dan berbeda (S&D) untuk negara berkembang diperkuat.

Akses Pasar
a. Untuk alasan penyeragaman dan karena pertimbangan perbedaan dalam struktur tarif,
penurunan tarif akan menggunakan tiered formula.
b. Penurunan tarif akan dilakukan terhadap bound rate.
c. Paragraf mengenai special products (SP) dibuat lebih umum dan tidak lagi menjamin jumlah
produk yang dapat dikategorikan sebagai sensitive product. Negara berkembang dapat
menentukan jumlah produk yang dikategorikan sebagai special products berdasarkan kriteria
food security, livelihood security, dan rural development.

Ada yang perlu diluruskan terlebih dulu, atas pemahaman yang lazim terhadap makna
terminologi politik luar negeri dan kebijakan luar negeri. Walaupun terminologi
politik luar negeri sering ditukar penggunaannya dengan kebijakan luar negeri,
sesungguhnya secara analitik ada perbedaan di antara keduanya. Perbedaan ini
menjadi kunci pemahaman duduk permasalahan pertanyaan di atas.

Di dalam literatur hubungan internasional, perbedaan istilah ini memang tidak dikenal
(Walter Carlness, 1999). Yang dikenal adalah terminologi foreign policy (kebijakan
luar negeri), bukan foreign politics (politik luar negeri). Namun, konvensi
penggunaan istilah-istilah ini di Indonesia dapat dipahami sebagai berikut.

Politik luar negeri cenderung dimaknai sebagai sebuah identitas yang menjadi
karakteristik pembeda negara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia. Politik
luar negeri adalah sebuah posisi pembeda. Politik luar negeri adalah paradigma besar
yang dianut sebuah negara tentang cara pandang negara tersebut terhadap dunia.
Politik luar negeri adalah wawasan internasional. Oleh karena itu, politik luar negeri
cenderung bersifat tetap.
Sementara kebijakan luar negeri adalah strategi implementasi yang diterapkan dengan
variasi yang bergantung pada pendekatan, gaya, dan keinginan pemerintahan terpilih.
Dalam wilayah ini pilihan-pilihan diambil dengan mempertimbangkan berbagai
keterbatasan (finansial dan sumber daya) yang dimiliki. Kebijakan luar negeri, dengan
demikian, akan bergantung pada politik luar negeri.

Prinsip-prinsip yang menggaris bawahi kebijakan luar negeri Indonesia diuraikan


untuk pertama kalinya oleh Muhammad Hatta pada 2 September 1948 di Yogyakarta,
Jawa Tengah.
Dalam sebuah pertemuan Kongres Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), anggota
parlemen Indonesia, wakil presiden Hatta, perdana menteri yang merangkap menteri
pertahanan, mendeklarasikan sikap pemerintah terhadap berbagai isu dalam dan luar
negeri. Menyanggah dasar-dasar pikiran front rakyat demokratik, partai komunis
Indonesia, yang menyatakan bahwa dalam situasi perang dingin antara rusia dan
amerika, kebijakan terbaik Indonesia adalah memihak rusia, hatta menyatakan:
“Apakah kita, bangsa Indonesia, dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa
dan negara kita hanya harus memilih antara rusia dan amerika? apakah tidak ada jalan
lain yang dapat kita ambil untuk mengejar keinginan-keinginan kita?” “Pemerintah
memiliki pendapat yang tegas bahwa kebijakan terbaik yang diadopsi adalah tidak
menjadikan kita objek konflik internasional. Sebaliknya, kita harus menjadi subyek
yang memiliki hak untuk memutuskan takdir kita sendiri serta berjuang untuk tujuan
kita, yaitu kemerdekaan bagi seluruh bangsa Indonesia” (Mohammad Hatta,
“Mendayung Antara Dua Karang” 1976)

Pernyataan di atas menjadi pertanda kebijakan yang akan diambil Indonesia dalam
relasi Internasional, yang dikemudian hari dikenal sebagai “mendayung antara dua
karang”.

Kebijakan bebas aktiv

Prinsip ini adalah pondasi dari kebijakan luar negeri Indonesia, yang bebas aktiv.
Kebijakan yang bebas karena Indonesia tidak memihak adidaya dunia. Sebagai
sebuah prinsip, dengan menerapkan keberpihakan akan bertentangan dengan filosofi
nasional dan identitas negara yang dinyatakan dalam Pancasila.
Kebijakan yang aktiv untuk memperluas bahwa Indonesia tidak menjalankan sikap
yang pasiv atau reaktiv terhadap isu-isu internasional akan tetapi dengan mencari
partisipasi aktiv dalam untuk penyelesaiannya. Dengan kata lain, kebijakan bebas
aktiv Indonesia bukanlah kebijakan yang tidak memihak, akan tetapi adalah sebuah
kebijakan yang tidak menjadikan Indonesia sekutu negara adidaya ataupun mengikat
negara dengan pakta militer manapun. Hakikatnya, ini adalah sebuah kebijakan yang
didisain untuk melayani kebijakan negara sementara secara bersamaan
memungkinkan Indonesia bekerjasama dengan negara-negara lain menghapuskan
kolonialisme dan imperalisme dalam segala macam bentuk dan manifestasinya
sehingga menciptakan perdamaian dunia dan keadilan sosial. Hal inilah yang
menjelaskan mengapa Indonesia menjadi salah satu anggota pendiri Gerakan Non-
Blok.

Sasaran Utama

Kebijakan luar negeri setiap negara afalah sebuah refleksi aspirasi negara yang
bersangkutan dalam berhadapan (vis-a-vis) dengan negara lain di seluruh dunia.
Berdasarkan dasar pikiran ini, sasaran utama kebijakan luar negeri Indonesia adalah:
A. Mendukung pembangunan nasional dengan prioritas pada pembangunan ekonomu,
sebagai tahapan dalam rencana pembangunan lima tahun; B. Memelihara stabilitas
internal dan regional mengkondusivkan pembangunan nasional; C. Menjaga integritas
wilayah Indonesia dan menjamin harapan bangsa terhadap tempat tinggal.

Garis Besar Hubungan Luar Negeri


Mengejar sasaran di atas, resolusi Majelis Pertimbangan Rakyat No. II/MPR/1993
memberikan garis besar kebijakan luar negeri Indonesia sebagai berikut:

Hubungan luar negeri harus diarahkan dengan dasar kebijakan bebas aktiv dan
didedikasikan untuk kepentingan negera, terutama untuk mendukung pembangunan
nasional di seluruh aspek kehidupan, serta untuk mewujudkan sebuah tata dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi, dan keadilan sosial.

Hubungan Internasional harus bertujuan memperkuat hubungan persahabatan


internasional dan regional serta kerjasama lewat berbagai macam jalur regional dan
multilateral yang berhubungan dengan kepentingan dan potensi nasional. Berkenaan
dengan hal ini, citra Indonesia yang positiv di luar negeri harus ditingkatkan seperti
dengan jalan mengadakan aktivitas kebudayaan.

Peran Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan internasional, terutama yang


mengancam perdamaian dan bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan, harus
dilanjutkan dan diintensifkan dengan semangat 10 Prinsip Bandung.

Setiap perkembangan dan perubahan internasional harus diawasi secara seksama


sehingga langkah-langkah yang tepat dapat diambil secara cepat untuk melindungi
stabilitas dan pembangunan nasional dari berbagai dampak negativ yang mungkin
terjadi. Secara bersamaan, kemajuan internasional yang memberikan kesempatan
untuk membantu dan mempercepat pertumbuhan nasional harus bisa ditakar dan
dimanfaatkan secara penuh.

Peran Internasional Indonesia dalam mempromosikan serta menguatkan hubungan


persahabatan dan kerjasama saling menguntungkan antara negara-negara harus
diintensivkan. Usaha-usaha negara untuk meraih target-target nasional, seperti
realisasi prinsip kepulauan dan pelebaran pasar expor, harus dilanjutkan.

Landasan kerjasama Internasional antara lain:


1. Landasan Ideal: Pancasila(Sila II)
2. Landasan Konstitusional: UUD 1945 (Pembukaan alinea I dan IV)
3. Landasan Operasional: GBHN

Menurut GBHN (TAP MPR RI No. IV/MPR/1999) misi hubungan luar negeri Indonesia adalah
perwujudan politik luar negeri yang berdaulat, bermartabat, bebas dan pro aktif bagi kepentingan
nasional dalam menghadapi perkembangan global.

Asas Kerjasama
Yang menjadi asas kerjasama negara Indonesia dengan negara lain adalah sila Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab. Sila ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa manusia itu sama dan sederajat serta
memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Prinsip kerjasama bangsa Indonesia dalam lembaga dan Organisasi Internasional

Prinsip yang mendasari kerjasama bangsa Indonesia dengan negara lain, lembaga-lembaga dan
organisasi regional maupun internasional adalah:

1. Politik luar negeri bebas aktif


Bebas berarti tidak memihak kepada salah satu kekuatan dunia manapun yang akan
mengarah pada konflik dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Aktif berarti
berusaha melibatkan diri dalam mengupayakan terwujudnya tata dunia damai berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Contohnya pengiriman pasukan garuda ke negara-negara yang sedang konflik (perang).
2. Dasa Sila Bandung
Dasa Sila Bandung merupakan hasil konferensi Asia Afrika (1955), yang berisi sepuluh
prinsip dasar dalam mewujudkan situasi hidup berdampingan secara damai diantara bangsa-
bangsa di seluruh dunia.

Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip tersebut, bangsa Indonesia selanjutnya


mengembangkan hubungan dan kerjasama dengan negara lain seperti Malaysia, Singapura, India,
Prancis, Jerman, Australia, dan lembaga regional multilateral seperti ASEAN dan PBB.

Kerjasama ASEAN
Asean didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand oleh lima negara, yaitu Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand. Sejak tahun 1984 dengan masuknya Brunei Darussalam, ASEAN
menjadi 6 anggota dan sekarang menjadi 10 anggota dengan masuknya Vietnam, Laos, Kamboja dan
Myanmar.

ASEAN adalah organisasi regional yang bergerak dalam bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan,
bukan organisasi militer. ASEAN didirikan dengan tujuan berikut:

1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di


Asia Tenggara.
2. Memelihara perdamaian dan stabilitas regional Asia Tenggara.
3. Memajukan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam kepentingan bersama di
bidang ekonomi, sosial, teknik dan administrasi.
4. Saling memberi bantuan dalam bentuk fasilitas latihan dan penelitian dalam lingkungan
pendidikan kejuruan, teknik, dan administrasi.
5. Memajukan studi tentang Asia Tenggara.
Contoh kerjasama ASEAN ialah:
- Kerjasama dalam menanggulangi narkoba.
- Pertukaran pelajar antar negara-negara ASEAN.

Kerjasama PBB
PBB berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945 di San Fransisco, Amerika Serikat.
Tujuan didirikannya PBB antara lain sebagai berikut:

1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.


2. Mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa di dunia.
3. Bekerjasama secara Internasional untuk memecahkan persoalan-persoalan ekonomi, sosial,
kebudayaan, dan kemanusiaan internasional.
4. Menjadi pusat bagi penyesuaian tindakan-tindakan bangsa-bangsa dalam usaha mencapai
tujuan bersama.

Contoh bentuk kerjasama PBB.

• Bidang ekonomi mengatur sumber energi minyak bumi (OPEC).


• Bidang pariwisata, pemerintah mengusahakan agar wisatawan luar negeri yang datang ke
Indonesia dapat ditingkatkan.
• Bidang sosial, Palang Merah Internasional.

Selamat Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 1. Sekarang untuk mengukur tingkat pemahaman
Anda, kerjakan tugas berikut ini dan cocokkan jawbannya dengan kunci jawaban yang ada di akhir
modul ini. Jika jawaban Anda masih ada yang belum sesuai, pelajari kembali terutama bagian-bagian
yang belum Anda mengerti.

Kerjasama Internasional

Pengertian
Anda tentu sudah tahu tentang kerjasama Internasional, dan negara kita termasuk salah satu
anggotanya.
Kerjasama Internasional adalah kerjasama yang dilakukan antara suatu negara dengan negara lain
untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu kerjasama Republik Indonesia dengan
negara lain, berarti kerjasama yang saling menguntungkan antara negara Indonesia dengan negara
lain tersebut.
Contoh kerjasama Internasional misal: MEE, CGI, organisasi dunia: PBB.

Setiap negara pasti mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Oleh sebab itu, dengan adanya
kerjasama antar negara satu sama lain dapat saling menyalurkan kelebihannya dan menutupi
kekurangannya. Dengan demikian, pembangunan di negara kita maupun di negara lain akan berjalan
dengan lancar. Negara kita dapat membangun, selain dari potensi yang ada di dalam negeri juga tidak
lepas berguna untuk:

a. Memacu pertumbuhan ekonomi tiap-tiap negara serta menciptakan keadilan dan


kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya.
b. Menciptakan saling pengertian antar bangsa dalam membina dan menegakkan perdamaian
dunia.

Hubungan kerjasama dengan bangsa lain yang dilakukan bangsa Indonesia mengacu pada landasan
berikut ini:

1. Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menyatakan “... ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial”.
2. TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN mengenai hubungan luar negeri yaitu:
a. Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif berorientasi pada
kepentingan nasional.
b. Perjanjian dan kerjasama Internasional harus dengan persetujuan lembaga DPR.
c. Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan
diplomasi pro aktif yang mendukung citra positif Indonesia di dunia Internasional.
d. Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan
pembangunan nasional.
e. Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi
perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC, dan
WTO.
f. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta
memperlancar diplomasi dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian
perkara.
g. Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang
berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas,
pembangunan, dan kesejahteraan.
Contoh: Kerjasama Internasional di bidang pendidikan misalnya: tukar menukar
pelajar, kerjasama antar perguruan tinggi dan lain-lain.

A. SEJARAH HUBUNGAN

Hubungan RI-Meksiko diawali oleh ide Dr. Josue de Benito Juarez untuk
membuka hubungan dagang Meksiko dengan Indonesia pada tahun 1952
yang diwujudkan melalui penandatanganan Joint Declaration pembukaan
hubungan diplomatik di Washington DC pada tanggal 6 April 1953. Pada
tanggal 1 Juli 1956, status Perwakilan RI ditingkatkan menjadi Kedutaan
Besar dirangkap dari Washington DC
Prinsip penyelenggaraan hubungan luar negeri Meksiko dituangkan dalam
"Doktrin Estrada" yang terdiri dari (1) hak menentukan nasib sendiri, (2) non
intervensi, (3) penyelesaian sengketa secara damai, (4) penentangan
penggunaan kekerasan dalam hubungan internasional, (5) kesetaraan dan
keadilan bagi seluruh negara di dunia, (6) kerja sama internasional demi
pembangunan, dan (7) partisipasi dalam perdamaian dan keamanan
internasional.
Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip politik luar negeri
Indonesia dan menjadi landasan dari hubungan luar negeri yang terjalin
antara Indonesia-Meksiko.

B. HUBUNGAN POLITIK

Sejak dimulai hubungan diplomatik RI-Meksiko telah terjadi saling kunjung


Kepala Negara kedua belah pihak. Presiden RI Sukarno telah 3 kali
berkunjung ke Meksiko, yaitu tahun 1958, 1959 dan 1961, sedangkan
Presiden Suharto mengunjungi Meksiko pada tahun 1991 dan kunjungan
tidak resmi pada tahun 1995 dan 1997. Presiden Abdurrahman Wahid
melakukan kunjungan tidak resmi pada tahun 1999, sedangkan Presiden
Megawati Sukarnoputri mengunjungi Meksiko saat menghadiri KTT APEC di
Los Cabos pada bulan Oktober 2002. Presiden Meksiko Lopez Mateos
melakukan kunjungan resmi ke Indonesia pada tahun 1962.
Selama tahun 2003 hubungan bilateral Meksiko - Indonesia semakin
meningkat, yang ditandai dengan pertemuan Presiden Vicente Fox Quesada
dan Presiden Megawati Sukarnoputri di sela-sela Sidang KTT APEC di
Bangkok pada tanggal 19 Oktober 2003 serta pertemuan Menlu Meksiko Luis
Ernesto Derbez dan Menlu RI Hasan Wirayuda tanggal 18 Oktober 2003 di
Bangkok.
Selain pertemuan Presiden dan Menteri Luar Negeri kedua negara,
pertemuan pejabat Indonesia-Meksiko di level lainnya juga telah dilakukan
dilakukan diantaranya Studi Banding Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang
penyelenggaraan pemilu pada tanggal 6-13 Oktober 2001 di Mexico City,
penyelenggaraan Forum Konsultasi Bilateral I pada tanggal 11 April 2003 di
Bali dalam rangka HUT ke-50 tahun hubungan diplomatik kedua negara,
kunjungan delapan anggota Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR-RI ke
Parlemen Meksiko pada tanggal 17-21 Oktober 2005, kehadiran delegasi
Meksiko pada pertemuan Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-116 di Nusa
Dua, Bali 29 April - 4 Mei 2007, Pertemuan pejabat tinggi Kementerian Luar
Negeri kedua negara dalam Forum Konsultasi Bilateral II RI-Meksiko di
Mexico City, 10-11 Mei 2007.

C. HUBUNGAN EKONOMI

Total ekspor Indonesia ke Meksiko pada tahun 2006 berjumlah $ 318.052.500


atau naik sebesar 14,8% dari $277.085.200 pada tahun 2005. Sementara
total impor Indonesia dari Meksiko pada tahun 2006 berjumlah $ 59.889.400
atau naik sebesar 29,5% dari $ 46.249.200 pada tahun 2005.
Sampai dengan Bulan Juni tahun 2007 nilai ekspor Indonesia ke Meksiko
mencapai $ 174.049.500 atau naik sebesar 23,13% dari $ 141.358.100 pada
periode yang sama di tahun 2006. Sementara impor Indonesia dari Meksiko
sampai dengan Bulan Juni tahun 2007 berjumlah $ 32.926.600 atau naik
sebesar 31,92% dari $ 24.959.900 pada periode yang sama di tahun 2006.
Produk utama ekspor Indonesia ke Meksiko adalah karet alam dan kayu lapis
(plywood).
Pada tahun 2008 akan dimulai pengapalan perdana LNG Indonesia kepada
Meksiko. Hal ini sejalan dengan kesepakatan penjualan 3,7 juta ton LNG per
tahun selama 20 tahun senilai $ 23 milyar antara BP Tangguh-Papua dengan
Sempra Energy, perusahaan AS di Energia Costa Azul, Ensenada-Baja
California.

D. HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA

Pemerintah Meksiko setiap tahun memberikan tawaran beasiswa program


Master dan Doktor bagi mahasiswa Indonesia di sejumlah universitas di
Meksiko. Pada tahun 2003, Indonesia telah mengirimkan dua orang diplomat
Indonesia untuk belajar Bahasa Spanyol dan kebudayaan Meksiko di
Universitas Nasional Meksiko. Sebaliknya, Pemerintah Indonesia juga
menawarkan Program Darmasiswa untuk mempelajari budaya dan bahasa
Indonesia kepada mahasiswa Meksiko yang setiap tahunnya menarik banyak
peminat. Pada tahun 2007 sebanyak sembilan mahasiswa Meksiko mengikuti
program Darmasiswa di Bali dan Yogyakarta.
Kesenian Indonesia cukup dikenal oleh masyarakat Meksiko. Pada tahun
2006 Kelompok Tari Batara Muni dari Bali menjadi nominator penghargaan
Lunas Award yaitu penghargaan tertinggi kelompok musik dan tari tradisional
Meksiko. Kelompok tari ini mengadakan lima kali pementasan di Meksiko
sebagai apresiasi Pemerintah RI atas bantuan kemanusiaan Meksiko bagi
korban tsunami di Indonesia. Pada bulan Juni 2007, Kelompok Angklung
Daeng Udjo mengadakan pertunjukan di Mexico City sebagai bagian dari
program promosi perdagangan, investasi dan pariwisata yang dilakukan oleh
KBRI Meksiko.
Dalam rangka memperkenalkan Indonesia kepada publik Meksiko, KBRI
Meksiko bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Indonesia mensponsori tiket keberangkatan tiga wartawan Meksiko untuk
mengikuti FAM Trip Journalist tanggal 24 Juni-4 Juli 2007 untuk melakukan
liputan terhadap Indonesia, terutama kawasan Bali, Lombok, dan Jakarta.
Pada Bulan Oktober 2007 satu orang jurnalis Meksiko mengikuti 2007
FEALAC Journalist Visit Program yang mengunjungi Semarang dan Jakarta.
Indonesia dan Meksiko pada tahun 2008 ini akan mengadakan serangkaian
kegiatan untuk merayakah 55 tahun hubungan kedua negara. Sejumlah
kegiatan akan dilaksanakan di Jakarta dan Mexico City antara lain seminar
hubungan Indonesia dan Meksiko, pagelaran seni budaya, juga pameran foto
hubungan bilateral kedua negara.

E. LAIN-LAIN

Meksiko merupakan salah satu negara sahabat yang membantu menolong


korban bencana alam di Indonesia baik di Aceh, Nias, maupun di Yogyakarta.
Menyusul bencana gempa tektonik dan gelombang pasang Tsunami yang
melanda wilayah Aceh dan Sumatera Utara pada tanggal 26 Desember 2004,
Pemerintah dan Rakyat Meksiko menyampaikan ungkapan keprihatinan dan
sejumlah bantuan kemanusiaan kepada Pemerintah dan Rakyat Indonesia.
Presiden Vicente Fox meluncurkan program penggalangan dana "Mexicans
are With You" atau "Los Mexicanos Están Contigo" selama 10 hari sejak
bencana Tsunami. Terakhir pada tanggal 25 Juni 2007 Dubes Meksiko di
Jakarta Pedro Rubio Gonzalez telah melakukan serah terima 1.142 unit
bantuan rumah yang didanai oleh kelompok sosial Meksiko "Alianza por Asia"
kepada para korban tsunami di Kabupaten Pidie, Nanggroe Aceh
Darussalam.

Argentina adalah negara yang menganut sistem multi-partai (27 partai). Sistem pemerintahan Argentina
adalah presidensial. Pemerintah federal (eksekutif) dipimpin oleh presiden, Parlemen Nasional
(legislatif) menganut sistem dua kamar (bikameral) yang terdiri dari Senat (Camara de Senadores) /
Majelis Tinggi dan Majelis Rendah (Camara de Diputados). Berdasarkan Konstitusi Argentina 1 Mei
1853 yang telah direvisi pada bulan Agustus 1994, Senat / Majelis Tinggi Argentina memiliki 72 kursi
dan Majelis Rendah sebanyak 257 kursi. Senat/Majelis Tinggi Argentina sepertiga anggotanya dipilih
untuk masa jabatan 2–6 tahun dan setengah dari anggota Majelis Rendah dipilih untuk masa jabatan 2–
4 tahun.

Hubungan diplomatik RI-Argentina resmi dibuka pada tanggal 30 Juni 1956 dengan ditandatanganinya
Persetujuan Pembukaan Hubungan Diplomatik kedua negara. KBRI di Buenos Aires mulai berfungsi
sejak April 1957, sedangkan Kedutaan Besar Argentina dibuka di Jakarta pada tahun 1959. Pada tahun
yang sama, Presiden Soekarno melakukan kunjungan bersejarah ke Argentina, selanjutnya tercatat
kunjungan kerja Presiden Abdurahman Wahid ke Argentina pada tanggal 29 - 30 September 2000,
terakhir kunjungan Menlu pada tanggal 25-27 Agustus 2007, sebaliknya dipihak Argentina Presiden
Argentina, Carlos Menem pernah melakukan kunjungan ke Indonesia pada bulan Agustus 1996
Secara resmi hubungan ekonomi dan perdagangan antara Indonesia dan Argentina dimulai sejak
pertukaran Piagam Pengesahan Persetujuan Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan kedua negara
pada tanggal 13 Oktober 1993 di Kementerian Luar Negeri Argentina, sebelumnya persetujuan tersebut
telah ditandatangani di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 1990, dan dilanjutkan dengan Sidang Komisi
Bersama I di Buenos Aires pada tanggal 3-4 Juni 1992 . SKB antara RI-Argentina telah berlangsung
sebanyak tiga kali.

Terdiri atas kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden
yang berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden menunjuk dan memimpin
kabinet atau dewan menteri. Kekuasaan legislatif menganut sistem bikameral yang terdiri dari Senat
dan Majelis Rendah, sedangkan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung (Corte
Suprema).

<!--[if !supportLists]-->C. <!--[endif]-->HUBUNGAN BILATERAL RI - BOLIVIA


Hubungan diplomatik RI-Bolivia dibuka pada tahun 1963 dan dalam tahun yang sama pemerintah
Bolivia mengangkat Duta Besarnya yang pertama untuk Indonesia, Mario Sanjines Uriart berkedudukan
di New Delhi. Karena perubahan pemerintahan, Mario Sanjines Uriart mengundurkan diri dan digantikan
oleh Quiro Galda tahun 1964 yang juga tidak sempat menyerahkan Surat-surat Kepercayaan kepada
Presiden RI karena terjadi pergantian pemerintahan di negerinya. Bolivia kemudian menunjuk
Dubesnya di Kuala Lumpur Carlos Iturralda yang pada bulan Juni 1977 menyerahkan Surat-surat
Kepercayaannya kepada Presiden RI.

Sejak terbentuk pada tahun 1999 Forum for East Asia-Latin America
Cooperation (FEALAC) telah menjadi sarana peningkatan kerjasama antara
Negara-negara di Asia Timur dan Amerika Latin. Sebagai satu-satunya
organisasi antar-pemerintah yang menghubungkan negara-negara dari kedua
kawasan, FEALAC saat ini telah berkembang dengan keanggotaan 33
anggota yang berasal dari 15 negara Asia Timur dan 18 negara Amerika
Latin.
Sebagai salah satu pendiri FEALAC, Indonesia memandang penting
kerjasamanya dalam kerangka FEALAC dalam kaitannya dengan upaya
untuk memperkuat hubungan kerjasama antara Negara-negara di kedua
kawasan. Sejak pendirian FEALAC pada tahun 1999, Negara-negara Amerika
Latin telah menjadi mitra dagang Indonesia yang semakin penting. Total
angka perdagangan antara Indonesia dengan Negara-negara di Amerika
Latin dalam tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005,
angka perdagangan Indonesia dengan Amerika Latin tercatat sebesar US$
2,3 miliar, selanjutnya pada tahun 2006 meningat menjadi US$ 2,8 miliar, dan
meningkat menjadi US$ 3,3 miliar pada tahun 2007. Meskipun terdapat
peningkatan, nilai perdagangan yang sebetulnya dapat dikembangkan adalah
lebih besar dari angka yang saat ini tercatat. Hal ini merupakan potensi besar
kerjasama FEALAC yang dapat dioptimalkan oleh Negara-negara
anggotanya.
Saat ini Indonesia merupakan Ketua Kelompok Kerja FEALAC bidang Politik,
Kebudayaan dan Pendidikan untuk periode 2007-2009. Komitmen Indonesia
sebagai Ketua pada Pokja tersebut terlihat dari berbagai peran Indonesia
dalam meningkatkan kerjasama FEALAC, terutama dalam area kerjasama
Pokja tersebut. Salah satu upaya Indonesia dalam hal ini dilakukan melalui
inisiatif Indonesia dalam mnedorong kerjasama penanganan terorisme dalam
kerangka FEALAC melalui diselenggarakannya Seminar pertama FEALAC
mengenai penanganan terorisme di Semarang, Indonesia pada bulan
Desember 2007.
Guna lebih memperkenalkan kerjasama dalam kerangka FEALAC kepada
masyarakat di Negara-negara anggotanya, khususnya di Indonesia,
Pemerintah Indonesia meluncurkan Webportal FEALAC Indonesia. Pada
akhirnya Webportal ini diharapkan dapat mendorong penguatan kerjasama
antara Asia Timur dan Amerika Latin.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 24 TAHUN 2000
TENTANG
PERJANJIAN INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana


tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial, Pemerintah Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat
internasional, melakukan hubungan dan kerja sama internasional yang diwujudkan
dalam perjanjian internasional;
b. bahwa ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 sangat ringkas, sehingga
perlu dijabarkan lebih lanjut dalam suatu peraturan perundang-undangan;
c. bahwa Surat Presiden Republik Indonesia No. 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus
1960 tentang "Pembuatan Perjanjian-Perjanjian dengan Negara Lain" yang selama
ini digunakan sebagai pedoman untuk membuat dan mengesahkan perjanjian
internasional sudah tidak sesuai lagi dengan semangat reformasi;
d. bahwa pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah
Republik Indonesia dan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional, dan
subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting
karena mengikat negara pada bidang-bidang tertentu, dan oleh sebab itu pembuatan
dan pengesahan suatu perjanjian internasional harus dilakukan dengan dasar-dasar
yang jelas dan kuat, dengan menggunakan instrumen peraturan perundang-
undangan yang jelas pula;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Huruf a, b, c dan d
perlu dibentuk Undang-undang tentang Perjanjian Internasional;

Mengingat :

1. Pasal 5 Ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 dan
Perubahannya (1999);
2. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 156; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882);

DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA


ANTARA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

a. Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang
diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak
dan kewajiban di bidang hukum publik.
b. Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian
internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan
(acceptance) dan penyetujuan (approval).
c. Surat Kuasa (Full Powers) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri
yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili
Pemerintah Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah
perjanjian, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian,
dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian
internasional.
d. Surat Kepercayaan (Credentials) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau
Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili
Pemerintah Republik Indonesia untuk menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima
hasil akhir suatu pertemuan internasional.
e. Pensyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak
menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam
rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau
mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral.
f. Pernyataan (Declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang
pemahaman atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian
internasional, yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau
mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral, guna memperjelas
makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hak dan
kewajiban negara dalam perjanjian internasional.
g. Organisasi Internasional adalah organisasi antarpemerintah yang diakui sebagai
subjek hukum internasional dan mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian
internasional.
h. Suksesi Negara adalah peralihan hak dan kewajiban dari satu negara kepada negara
lain, sebagai akibat pergantian negara, untuk melanjutkan tanggung jawab
pelaksanaan hubungan luar negeri dan pelaksanaan kewajiban sebagai pihak suatu
perjanjian internasional, sesuai dengan hukum internasional dan prinsip-prinsip
dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
i. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan
politik luar negeri.

Pasal 2

Menteri memberikan pertimbangan politis dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan


dalam pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional, dengan berkonsultasi dengan
Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal yang menyangkut kepentingan publik.

Pasal 3

Pemerintah Republik Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian internasional melalui cara-
cara sebagai berikut :

a. penandatanganan;
b. pengesahan;
c. pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik;
d. cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.

BAB II
PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 4

(1) Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional dengan satu negara
atau lebih, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain berdasarkan
kesepakatan; dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan
iktikad baik.

(2) Dalam pembuatan perjanjian internasional, Pemerintah Republik Indonesia berpedoman


pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling
menguntungkan, dan memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional
yang berlaku.

Pasal 5

(1) Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, di
tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional,
terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan
Menteri.

(2) Pemerintah Republik Indonesia dalam mempersiapkan pembuatan perjanjian


internasional, terlebih dahulu harus menetapkan posisi Pemerintah Republik Indonesia yang
dituangkan dalam suatu pedoman delegasi Republik Indonesia.

(3) Pedoman delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan Menteri,
memuat hal-hal sebagai berikut :

a. latar belakang permasalahan;


b. analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain yang
dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia;
c. posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai
kesepakatan.

(4) Perundingan rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh Delegasi Republik
Indonesia yang dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi perjanjian dan
lingkup kewenangan masing-masing.

Pasal 6

(1) Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan,


perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan.

(2) Penandatanganan suatu perjanjian internasional merupakan persetujuan atas naskah


perjanjian internasional tersebut yang telah dihasilkan dan/atau merupakan pernyataan untuk
mengikatkan diri secara definitif sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Pasal 7

(1) Seseorang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dengan tujuan menerima atau
menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional,
memerlukan Surat Kuasa.

(2) Pejabat yang tidak memerlukan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
Angka 3 adalah :

a. Presiden, dan

b. Menteri.

(3) Satu atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil
akhir suatu pertemuan internasional, memerlukan Surat Kepercayaan.

(4) Surat Kuasa dapat diberikan secara terpisah atau disatukan dengan Surat Kepercayaan,
sepanjang dimungkinkan, menurut ketentuan dalam suatu perjanjian internasional atau
pertemuan internasional.

(5) Penandatangan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerja sama teknis
sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup
kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun
nondepartemen, dilakukan tanpa memerlukan Surat Kuasa.

Pasal 8
(1) Pemerintah Republik Indonesia dapat melakukan pensyaratan dan/atau pernyataan,
kecuali ditentukan lain dalam perjanjian internasional tersebut.

(2) Pensyaratan dan pernyataan yang dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian
internasional harus ditegaskan kembali pada saat pengesahan perjanjian tersebut.

(3) Pensyaratan dan pernyataan yang ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia dapat
ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis atau menurut tata cara yang ditetapkan
dalam perjanjian internasional.

BAB III
PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 9

(1) Pengesahan perjanjian internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia dilakukan


sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut.

(2) Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan


dengan undang-undang atau keputusan presiden.

Pasal 10

Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan


dengan :

a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;


b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia;
c. kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
e. pembentukan kaidah hukum baru;
f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

Pasal 11

(1) Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana
dimaksud Pasal 10, dilakukan dengan keputusan presiden.

(2) Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap keputusan presiden yang
mengesahkan suatu perjanjian internasional kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
dievaluasi.

Pasal 12

(1) Dalam mengesahkan suatu perjanjian internasional, lembaga pemrakarsa yang terdiri
atas lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen,
menyiapkan salinan naskah perjanjian, terjemahan, rancangan undang-undang, atau
rancangan keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional dimaksud serta
dokumen-dokumen lain yang diperlukan.

(2) Lembaga pemrakarsa, yang terdiri atas lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik
departemen maupun nondepartemen, mengkoordinasikan pembahasan rancangan dan/atau
materi permasalahan dimaksud dalam ayat (1) yang pelaksanaannya dilakukan bersama
dengan pihak-pihak terkait.

(3) Prosedur pengajuan pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui Menteri untuk
disampaikan kepada Presiden.
Pasal 13

Setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional


ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pasal 14

Menteri menandatangani piagam pengesahan untuk mengikatkan Pemerintah Republik


Indonesia pada suatu perjanjian internasional untuk dipertukarkan dengan negara pihak atau
disimpan oleh negara atau lembaga penyimpan pada organisasi internasional.

BAB IV
PEMBERLAKUAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 15

(1) Selain perjanjian internasional yang perlu disahkan dengan undang-undang atau
keputusan presiden, Pemerintah Republik Indonesia dapat membuat perjanjian internasional
yang berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik,
atau melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati oleh para pihak pada perjanjian tersebut.

(2) Suatu perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi
ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tersebut.

Pasal 16

(1) Pemerintah Republik Indonesia melakukan perubahan atas ketentuan suatu perjanjian
internasional berdasarkan kesepakatan antara para pihak dalam perjanjian tersebut.

(2) Perubahan perjanjian internasional mengikat para pihak melalui tata cara sebagaimana
ditetapkan dalam perjanjian tersebut.

(3) Perubahan atas suatu perjanjian internasional yang telah disahkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat.

(4) Dalam hal perubahan perjanjian internasional yang hanya bersifat teknis-administratif,
pengesahan atas perubahan tersebut dilakukan melalui prosedur sederhana.

BAB V
PENYIMPANAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 17

(1) Menteri bertanggung jawab menyimpan dan memelihara naskah asli perjanjian
internasional yang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia serta menyusun daftar naskah
resmi dan menerbitkannya dalam himpunan perjanjian internasional.

(2) Salinan naskah resmi setiap perjanjian internasional disampaikan kepada lembaga negara
dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen pemrakarsa.

(3) Menteri memberitahukan dan menyampaikan salinan naskah resmi suatu perjanjian
internasional yang telah dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada sekretariat
organisasi internasional yang di dalamnya Pemerintah Republik Indonesia menjadi anggota.

(4) Menteri memberitahukan dan menyampaikan salinan piagam pengesahan perjanjian


internasional kepada instansi-instansi terkait.
(5) Dalam hal Pemerintah Republik Indonesia ditunjuk sebagai penyimpan piagam
pengesahan perjanjian internasional, Menteri menerima dan menjadi penyimpan piagam
pengesahan perjanjian internasional yang disampaikan negara-negara pihak.

BAB VI
PENGAKHIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 18

Perjanjian internasional berakhir apabila :

a. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian;
b. tujuan perjanjian tersebut telah tercapai;
c. terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;
d. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
e. dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
f. muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
g. objek perjanjian hilang;
h. terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.

Pasal 19

Perjanjian internasional yang berakhir sebelum waktunya, berdasarkan kesepakatan para


pihak, tidak mempengaruhi penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian
dan belum dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya perjanjian tersebut.

Pasal 20

Perjanjian internasional tidak berakhir karena suksesi negara, tetapi tetap berlaku selama
negara pengganti menyatakan terikat pada perjanjian tersebut.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, pembuatan atau pengesahan perjanjian
internasional yang masih dalam proses, diselesaikan sesuai dengan ketentuan undang-
undang ini.

You might also like