Professional Documents
Culture Documents
WTO bermarkas di Jenewa, Swiss. Direktur Jendral sekarang ini adalah Pascal Lamy
(sejak 1 September 2005). Pada Juli 2008 organisasi ini memiliki 153 negara anggota.
Seluruh anggota WTO diharuskan memberikan satu sama lain status negara paling
disukai, sehingga pemberian keuntungan yang diberikan kepada sebuah anggota WTO
kepada negara lain harus diberikan ke seluruh anggota WTO (WTO, 2004c).
Pada akhir 1990-an, WTO menjadi target protes oleh gerakan anti-globalisasi.
[sembunyikan]
l•d•s
Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
3. Ke-27 negara anggota Uni Eropa juga merupakan anggota WTO dengan hak masing-masing:
Austria • Belanda dan Antillen Belanda • Belgia • Bulgaria • Britania Raya • Republik Ceko •
Denmark • Estonia • Finlandia • Jerman • Hongaria • Irlandia • Italia • Latvia • Lituania •
Luksemburg • Malta • Perancis • Polandia • Portugal • Rumania • Siprus • Slovenia • Lituania
Slowakia • Spanyol • Swedia • Yunani.
Pascal Lamy
Direktur Jenderal
WTO
Informasi tentang institusi tersebut. WTO adalah berdasarkan aturan,
anggota organisasi-driven - semua keputusan yang dibuat oleh anggota
pemerintah, dan aturan adalah hasil dari negosiasi di antara anggota.
What is the WTO? Kembali ke atas
• Bagan organisasi
WTO semua anggota bisa berpartisipasi dalam semua
dewan, komite, dll, kecuali Appellate Body, Penyelesaian
Sengketa panel, Tekstil Badan Monitoring, dan plurilateral
komite.
> Peristiwa WTO chairpersons
• Menteri konferensi
WTO's atas keputusan badan. Memenuhi setidaknya setiap
dua tahun sekali.
• Umum Council
Atas hari-hari keputusan badan. Memenuhi secara teratur,
biasanya di Jenewa.
• Sekretariat
> Overview> Mandat> Kerja dari Divisi> Sekretariat bagan
• Anggaran
2009> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2008> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2007> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2006> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2005> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2004> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2003> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2002> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
2001> Aktivitas> Contributions oleh setiap anggota
• Direktur Jenderal
Biodata, pidato, pernyataan, dan informasi lainnya pada
Pascal Lamy. Plus informasi sejarah pada pendahulu.
• Statistik Perdagangan
Internasional
• Vacancies
I. Umum
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan
internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan
multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan
internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota.
Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk
mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh
pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan
importer dalam kegiatan perdagangan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah
meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.
WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada
setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) -
Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini.
Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan
menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan
khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun
Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada
bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar.
Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS
tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun
demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional.
Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan
beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan “plurilateral” (disepakati oleh beberapa negara
saja) dan upaya-upaya pengurangan tariff. Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui
serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama “Putaran Perdagangan” (trade round),
sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional.
Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya
pengurangan tariff. Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tariff dan
Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement).
Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tariff secara progresif. Hasil yang
diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri
utama, yang mengakibatkan tariff rata-rata atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan
tariff, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup unsur “harmonisasi” – yakni semakin tinggi tariff,
semakin luas pemotongannya secara proporsional. Dalam isu lainnya, Putaran Tokyo gagal
menyelesaikan masalah produk utama yang berkaitan dengan perdagangan produk pertanian dan
penetapan persetujuan baru mengenai “safeguards” (emergency import measures). Meskipun demikian,
serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tariff telah muncul di berbagai perundingan, yang
dalam beberapa kasus menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada.
Selanjutnya adalah Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran
Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan.
Pada saat itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya
Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT
pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran
Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui
suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang,
penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai
kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan
perdagangan di seluruh dunia.
Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan, lampiran
(annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa,
dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.
Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan sektor-sektor di bawah
ini:
• Pertanian
• Sanitary and Phytosanitary/ SPS
• Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)
• Standar Produk
• Tindakan investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs)
• Tindakan anti-dumping
• Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)
• Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)
• Ketentuan asal barang (Rules of Origin)
• Lisensi Impor (Imports Licencing)
• Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures)
• Tindakan Pengamanan (safeguards)
Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari
1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka
menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi
tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan
meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif.
Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan
lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment – S&D) bagi negara-
negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk
pertanian bagi negara-negara tersebut.
Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized system
of product classification), produk-produk pertanian didefinisikan sebagai komoditi dasar pertanian
(seperti beras, gandum, dll.) dan produk-produk olahannya (seperti roti, mentega, dll.) Sedangkan, ikan
dan produk hasil hutan serta seluruh produk olahannya tidak tercakup dalam definisi produk pertanian
tersebut.
A. Akses Pasar
Dilihat dari sisi akses pasar, Putaran Uruguay telah menghasilkan perubahan sistemik yang sangat
signifikan: perubahan dari situasi dimana sebelumnya ketentuan-ketentuan non-tarif yang menghambat
arus perdagangan produk pertanian menjadi suatu rezim proteksi pasar berdasarkan pengikatan tarif
beserta komitmen-komitmen pengurangan subsidinya. Aspek utama dari perubahan yang fundamental
ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses
pasar produk pertanian yang transparan, prediktabel dan kompetitif, (ii) peningkatan hubungan antara
pasar produk pertanian nasional dengan pasar internasional, dan (iii) penekanan pada mekanisme pasar
yang mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap sumber daya yang terbatas, baik di
sektor pertanian maupun perekonomian secara luas.
Umumnya tarif merupakan satu-satunya bentuk proteksi produk pertanian sebelum Putaran
Uruguay. Pada Putaran Uruguay, yang disepakati adalah ”diikatnya” tarif pada tingkat
maksimum. Namun bagi sejumlah produk tertentu, pembatasan akses pasar juga melibatkan
hambatan-hambatan non-tarif. Putaran Uruguay bertujuan untuk menghapuskan hambatan-
hambatan tersebut. Untuk itu disepakati suatu paket ”tarifikasi” yang diantaranya mengganti
kebijakan-kebijakan non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan
tingkat proteksi yang sama.
Negara anggota dari kelompok negara maju sepakat untuk mengurangi tarif mereka sebesar rata-rata
36% pada seluruh produk pertanian, dengan pengurangan minimum 15% untuk setiap produk, dalam
periode enam tahun sejak tahun 1995. Bagi negara berkembang, pengurangannya adalah 24% dan
minimum 10% untuk setiap produk. Negara terbelakang diminta untuk mengikat seluruh tarif
pertaniannya namun tidak diharuskan untuk melakukan pengurangan tarif.
B. Subsidi Domestik
Subsidi domestik dibagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah subsidi domestik
yang tidak terpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap distorsi
perdagangan (sering disebut sebagai Green Box) sehingga tidak perlu dikurangi. Kategori
kedua adalah subsidi domestik yang mendistorsi perdagangan (sering disebut sebagai Amber
Box) sehingga harus dikurangi sesuai komitmen.
Berkaitan dengan kebijakan yang diatur dalam Green Box terdapat tiga jenis subsidi lainnya yang
dikecualikan dari komitmen penurunan subsidi yaitu kebijakan pembangunan tertentu di negara
berkembang, pembayaran langsung pada program pembatasan produksi (blue box), dan tingkat subsidi
yang disebut de minimis.
C. Subsidi Ekspor
Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada: (i) subsidi untuk produk-produk
tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih dalam batas yang ditentukan oleh
skedul komitmen tersebut; (ii) kelebihan pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume
ekspor yang telah disubsidi yang melebihi batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur
oleh ketentuan ”fleksibilitas hilir” (downstream flexibility); (iii) subsidi ekspor yang sesuai dengan
ketentuan S&D bagi negara-negara berkembang; dan (iv) Subsidi ekspor di luar skedul komitmen
tetapi masih sesuai dengan ketentuan anti-circumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di
atas adalah dilarang.
A. Deklarasi Doha
Sejak terbentuknya WTO awal tahun 1995 telah diselenggarakan lima kali Konperensi Tingkat Menteri
(KTM) yang merupakan forum pengambil kebijakan tertinggi dalam WTO. KTM-WTO pertama kali
diselenggarakan di Singapura tahun 1996, kedua di Jenewa tahun 1998, ketiga di Seatlle tahun 1999
dan KTM keempat di Doha, Qatar tahun 2001. Sementara itu KTM kelima diselenggarakan di Cancun,
Mexico tahun 2003.
KTM ke-4 (9-14 Nopember 2001) yang dihadiri oleh 142 negara. Menghasilkan dokumen utama
berupa Deklarasi Menteri (Deklarasi Doha) yang menandai diluncurkannya putaran perundingan baru
mengenai perdagangan jasa, produk pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu implementasi, Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), penyelesaian sengketa dan peraturan WTO.
Deklarasi tersebut mengamanatkan kepada para anggota untuk mencari jalan bagi tercapainya
konsensus mengenai Singapore Issues yang mencakup isu-isu: investasi, kebijakan kompetisi
(competition policy), transparansi dalam pengadaan pemerintah (goverment procurement), dan
fasilitasi perdagangan. Namun perundingan mengenai isu-isu tersebut ditunda hingga selesainya KTM
V WTO pada tahun 2003, jika terdapat konsensus yang jelas (explicit concensus) dimana para anggota
menyetujui dilakukannya perundingan. Deklarasi juga memuat mandat untuk meneliti program-
program kerja mengenai electronic commerce, negara-negara kecil (small economies), serta hubungan
antara perdagangan, hutang dan alih teknologi.
Deklarasi Doha juga telah memberikan mandat kepada para anggota WTO untuk melakukan negosiasi
di berbagai bidang, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan pelaksanaan persetujuan yang ada.
Perundingan dilaksanakan di Komite Perundingan Perdagangan (Trade Negotiations Committee/TNC)
dan badan-badan dibawahnya (subsidiaries body). Selebihnya, dilakukan melalui program kerja yang
dilaksanakan oleh Councils dan Commitee yang ada di WTO.
Mengenai perlakuan khusus dan berbeda” (special and differential treatment), Deklarasi tersebut telah
mencatat proposal negara berkembang untuk merundingkan Persetujuan mengenai Perlakuan khusus
dan berbeda (Framework Agreement of Special and Differential Treatment/S&D), namun tidak
mengusulkan suatu tindakan konkrit mengenai isu tersebut. Para menteri setuju bahwa masalah S&D
ini akan ditinjau kembali agar lebih efektif dan operasional.
Mandat lain yang sama pentingnya adalah kemajuan dalam hal akses pasar, pengurangan substansial
dalam hal program dukungan/subsidi domestik yang mengganggu perdagangan (trade-distorting
domestic suport programs), serta memperbaiki perlakukan khusus dan berbeda di bidang pertanian bagi
negara-negara berkembang.
Paragraf 13 dari Deklarasi KTM Doha juga menekankan mengenai kesepakatan agar perlakuan khusus
dan berbeda untuk negara berkembang akan menjadi bagian integral dari perundingan di bidang
pertanian. Dicatat pula pentingnya memperhatikan kebutuhan negara berkembang termasuk pentingnya
ketahanan pangan dan pembangunan pedesaan.
Konperensi Tingkat Menteri (KTM) V WTO berlangsung di Cancun, Meksiko tanggal 10-14
September 2003. Berbeda dengan KTM IV di Doha, KTM V di Cancun kali ini tidak mengeluarkan
Deklarasi yang rinci dan substantif, karena gagal menyepakati secara konsensus, terutama terhadap
draft teks pertanian, akses pasar produk non pertanian (MANAP) dan Singapore issues.
Perundingan untuk isu pertanian diwarnai dengan munculnya joint paper AS-UE, proposal Group 20
(yang menentang proposal gabungan AS-UE) dan proposal Group 33 (yang memperjuangkan konsep
special product dan special safeguard mechanism).
Secara singkat, joint paper AS-UE antara lain memuat proposal yang menghendaki adanya penurunan
tarif yang cukup signifikan di negara berkembang, tetapi tidak menginginkan adanya pengurangan
subsidi dan tidak secara tegas memuat komitmen untuk menurunkan tarif tinggi (tariff peak) di negara
maju.
Sebaliknya, negara berkembang yang tergabung dalam Group 20 menginginkan adanya penurunan
subsidi domestik (domestik support) dan penghapusan subsidi ekspor pertanian di negara-negara maju,
sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi Doha.
Sementara itu, kelompok negara-negara berkembang lainnya yang tergabung dalam Group 33 (group
yang dimotori Indonesia dan Filipina) mengajukan proposal yang menghendaki adanya pengecualian
dari penurunan tarif, dan subsidi untuk Special Products (SPs) serta diberlakukannya Special
Safeguard Mechanism (SSM) untuk negara-negara berkembang.
Setelah gagalnya KTM V WTO di Cancun, Meksiko pada tahun 2003, Sidang Dewan Umum WTO
tanggal 1 Agustus 2004 berhasil menyepakati Keputusan Dewan Umum tentang Program Kerja Doha,
yang juga sering disebut sebagai Paket Juli. Pada kesempatan tersebut berhasil disepakati kerangka
(framework) perundingan lebih lanjut untuk DDA (Doha Development Agenda) bagi lima isu utama
yaitu perundingan pertanian, akses pasar produk non-pertanian (NAMA), isu-isu pembangunan dan
impelementasi, jasa, serta Trade Facilitation dan penanganan Singapore issues lainnya.
Keputusan Dewan Umum WTO melampirkan Annex A sebagai framework perundingan lebih lanjut
untuk isu pertanian. Keputusan untuk ketiga pilar perundingan sektor pertanian (subsidi domestik,
akses pasar dan subsidi ekspor) adalah:
Subsidi domestik
a. Negara maju harus memotong 20% dari total subsidi domestiknya pada tahun pertama
implementasi perjanjian pertanian.
b. Pemberian subsidi untuk kategori blue box akan dibatasi sebesar 5% dari total produksi pertanian
pada tahun pertama implementasi.
c. Negara berkembang dibebaskan dari keharusan untuk menurunkan subsidi dalam kategori de
minimis asalkan subsidi tersebut ditujukan untuk membantu petani kecil dan miskin.
Subsidi ekspor
a. Semua subsidi ekspor akan dihapuskan dan dilakukan secara paralel dengan penghapusan
elemen subsidi program seperti kredit ekspor, garansi kredit ekspor atau program asuransi
yang mempunyai masa pembayaran melebihi 180 hari.
b. Memperketat ketentuan kredit ekspor, garansi kredit ekspor atau program asuransi yang
mempunyai masa pembayaran 180 hari atau kurang, yang mencakup pembayaran bunga,
tingkat suku bunga minimum, dan ketentuan premi minimum.
c. Implementasi penghapusan subsidi ekspor bagi negara berkembang yang lebih lama
dibandingkan dengan negara maju.
d. Hak monopoli perusahaan negara di negara berkembang yang berperan dalam menjamin
stabilitas harga konsumen dan keamanan pangan, tidak harus dihapuskan.
e. Aturan pemberian bantuan makanan (food aid) diperketat untuk menghindari
penyalahgunaannya sebagai alat untuk mengalihkan kelebihan produksi negara maju.
f. Beberapa aturan perlakuan khusus dan berbeda (S&D) untuk negara berkembang diperkuat.
Akses Pasar
a. Untuk alasan penyeragaman dan karena pertimbangan perbedaan dalam struktur tarif,
penurunan tarif akan menggunakan tiered formula.
b. Penurunan tarif akan dilakukan terhadap bound rate.
c. Paragraf mengenai special products (SP) dibuat lebih umum dan tidak lagi menjamin jumlah
produk yang dapat dikategorikan sebagai sensitive product. Negara berkembang dapat
menentukan jumlah produk yang dikategorikan sebagai special products berdasarkan kriteria
food security, livelihood security, dan rural development.
Ada yang perlu diluruskan terlebih dulu, atas pemahaman yang lazim terhadap makna
terminologi politik luar negeri dan kebijakan luar negeri. Walaupun terminologi
politik luar negeri sering ditukar penggunaannya dengan kebijakan luar negeri,
sesungguhnya secara analitik ada perbedaan di antara keduanya. Perbedaan ini
menjadi kunci pemahaman duduk permasalahan pertanyaan di atas.
Di dalam literatur hubungan internasional, perbedaan istilah ini memang tidak dikenal
(Walter Carlness, 1999). Yang dikenal adalah terminologi foreign policy (kebijakan
luar negeri), bukan foreign politics (politik luar negeri). Namun, konvensi
penggunaan istilah-istilah ini di Indonesia dapat dipahami sebagai berikut.
Politik luar negeri cenderung dimaknai sebagai sebuah identitas yang menjadi
karakteristik pembeda negara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia. Politik
luar negeri adalah sebuah posisi pembeda. Politik luar negeri adalah paradigma besar
yang dianut sebuah negara tentang cara pandang negara tersebut terhadap dunia.
Politik luar negeri adalah wawasan internasional. Oleh karena itu, politik luar negeri
cenderung bersifat tetap.
Sementara kebijakan luar negeri adalah strategi implementasi yang diterapkan dengan
variasi yang bergantung pada pendekatan, gaya, dan keinginan pemerintahan terpilih.
Dalam wilayah ini pilihan-pilihan diambil dengan mempertimbangkan berbagai
keterbatasan (finansial dan sumber daya) yang dimiliki. Kebijakan luar negeri, dengan
demikian, akan bergantung pada politik luar negeri.
Pernyataan di atas menjadi pertanda kebijakan yang akan diambil Indonesia dalam
relasi Internasional, yang dikemudian hari dikenal sebagai “mendayung antara dua
karang”.
Prinsip ini adalah pondasi dari kebijakan luar negeri Indonesia, yang bebas aktiv.
Kebijakan yang bebas karena Indonesia tidak memihak adidaya dunia. Sebagai
sebuah prinsip, dengan menerapkan keberpihakan akan bertentangan dengan filosofi
nasional dan identitas negara yang dinyatakan dalam Pancasila.
Kebijakan yang aktiv untuk memperluas bahwa Indonesia tidak menjalankan sikap
yang pasiv atau reaktiv terhadap isu-isu internasional akan tetapi dengan mencari
partisipasi aktiv dalam untuk penyelesaiannya. Dengan kata lain, kebijakan bebas
aktiv Indonesia bukanlah kebijakan yang tidak memihak, akan tetapi adalah sebuah
kebijakan yang tidak menjadikan Indonesia sekutu negara adidaya ataupun mengikat
negara dengan pakta militer manapun. Hakikatnya, ini adalah sebuah kebijakan yang
didisain untuk melayani kebijakan negara sementara secara bersamaan
memungkinkan Indonesia bekerjasama dengan negara-negara lain menghapuskan
kolonialisme dan imperalisme dalam segala macam bentuk dan manifestasinya
sehingga menciptakan perdamaian dunia dan keadilan sosial. Hal inilah yang
menjelaskan mengapa Indonesia menjadi salah satu anggota pendiri Gerakan Non-
Blok.
Sasaran Utama
Kebijakan luar negeri setiap negara afalah sebuah refleksi aspirasi negara yang
bersangkutan dalam berhadapan (vis-a-vis) dengan negara lain di seluruh dunia.
Berdasarkan dasar pikiran ini, sasaran utama kebijakan luar negeri Indonesia adalah:
A. Mendukung pembangunan nasional dengan prioritas pada pembangunan ekonomu,
sebagai tahapan dalam rencana pembangunan lima tahun; B. Memelihara stabilitas
internal dan regional mengkondusivkan pembangunan nasional; C. Menjaga integritas
wilayah Indonesia dan menjamin harapan bangsa terhadap tempat tinggal.
Hubungan luar negeri harus diarahkan dengan dasar kebijakan bebas aktiv dan
didedikasikan untuk kepentingan negera, terutama untuk mendukung pembangunan
nasional di seluruh aspek kehidupan, serta untuk mewujudkan sebuah tata dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi, dan keadilan sosial.
Menurut GBHN (TAP MPR RI No. IV/MPR/1999) misi hubungan luar negeri Indonesia adalah
perwujudan politik luar negeri yang berdaulat, bermartabat, bebas dan pro aktif bagi kepentingan
nasional dalam menghadapi perkembangan global.
Asas Kerjasama
Yang menjadi asas kerjasama negara Indonesia dengan negara lain adalah sila Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab. Sila ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa manusia itu sama dan sederajat serta
memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Prinsip yang mendasari kerjasama bangsa Indonesia dengan negara lain, lembaga-lembaga dan
organisasi regional maupun internasional adalah:
Kerjasama ASEAN
Asean didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand oleh lima negara, yaitu Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand. Sejak tahun 1984 dengan masuknya Brunei Darussalam, ASEAN
menjadi 6 anggota dan sekarang menjadi 10 anggota dengan masuknya Vietnam, Laos, Kamboja dan
Myanmar.
ASEAN adalah organisasi regional yang bergerak dalam bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan,
bukan organisasi militer. ASEAN didirikan dengan tujuan berikut:
Kerjasama PBB
PBB berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945 di San Fransisco, Amerika Serikat.
Tujuan didirikannya PBB antara lain sebagai berikut:
Selamat Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 1. Sekarang untuk mengukur tingkat pemahaman
Anda, kerjakan tugas berikut ini dan cocokkan jawbannya dengan kunci jawaban yang ada di akhir
modul ini. Jika jawaban Anda masih ada yang belum sesuai, pelajari kembali terutama bagian-bagian
yang belum Anda mengerti.
Kerjasama Internasional
Pengertian
Anda tentu sudah tahu tentang kerjasama Internasional, dan negara kita termasuk salah satu
anggotanya.
Kerjasama Internasional adalah kerjasama yang dilakukan antara suatu negara dengan negara lain
untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu kerjasama Republik Indonesia dengan
negara lain, berarti kerjasama yang saling menguntungkan antara negara Indonesia dengan negara
lain tersebut.
Contoh kerjasama Internasional misal: MEE, CGI, organisasi dunia: PBB.
Setiap negara pasti mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Oleh sebab itu, dengan adanya
kerjasama antar negara satu sama lain dapat saling menyalurkan kelebihannya dan menutupi
kekurangannya. Dengan demikian, pembangunan di negara kita maupun di negara lain akan berjalan
dengan lancar. Negara kita dapat membangun, selain dari potensi yang ada di dalam negeri juga tidak
lepas berguna untuk:
Hubungan kerjasama dengan bangsa lain yang dilakukan bangsa Indonesia mengacu pada landasan
berikut ini:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menyatakan “... ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial”.
2. TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN mengenai hubungan luar negeri yaitu:
a. Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif berorientasi pada
kepentingan nasional.
b. Perjanjian dan kerjasama Internasional harus dengan persetujuan lembaga DPR.
c. Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan
diplomasi pro aktif yang mendukung citra positif Indonesia di dunia Internasional.
d. Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan
pembangunan nasional.
e. Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi
perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC, dan
WTO.
f. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta
memperlancar diplomasi dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian
perkara.
g. Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang
berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas,
pembangunan, dan kesejahteraan.
Contoh: Kerjasama Internasional di bidang pendidikan misalnya: tukar menukar
pelajar, kerjasama antar perguruan tinggi dan lain-lain.
A. SEJARAH HUBUNGAN
Hubungan RI-Meksiko diawali oleh ide Dr. Josue de Benito Juarez untuk
membuka hubungan dagang Meksiko dengan Indonesia pada tahun 1952
yang diwujudkan melalui penandatanganan Joint Declaration pembukaan
hubungan diplomatik di Washington DC pada tanggal 6 April 1953. Pada
tanggal 1 Juli 1956, status Perwakilan RI ditingkatkan menjadi Kedutaan
Besar dirangkap dari Washington DC
Prinsip penyelenggaraan hubungan luar negeri Meksiko dituangkan dalam
"Doktrin Estrada" yang terdiri dari (1) hak menentukan nasib sendiri, (2) non
intervensi, (3) penyelesaian sengketa secara damai, (4) penentangan
penggunaan kekerasan dalam hubungan internasional, (5) kesetaraan dan
keadilan bagi seluruh negara di dunia, (6) kerja sama internasional demi
pembangunan, dan (7) partisipasi dalam perdamaian dan keamanan
internasional.
Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip politik luar negeri
Indonesia dan menjadi landasan dari hubungan luar negeri yang terjalin
antara Indonesia-Meksiko.
B. HUBUNGAN POLITIK
C. HUBUNGAN EKONOMI
E. LAIN-LAIN
Argentina adalah negara yang menganut sistem multi-partai (27 partai). Sistem pemerintahan Argentina
adalah presidensial. Pemerintah federal (eksekutif) dipimpin oleh presiden, Parlemen Nasional
(legislatif) menganut sistem dua kamar (bikameral) yang terdiri dari Senat (Camara de Senadores) /
Majelis Tinggi dan Majelis Rendah (Camara de Diputados). Berdasarkan Konstitusi Argentina 1 Mei
1853 yang telah direvisi pada bulan Agustus 1994, Senat / Majelis Tinggi Argentina memiliki 72 kursi
dan Majelis Rendah sebanyak 257 kursi. Senat/Majelis Tinggi Argentina sepertiga anggotanya dipilih
untuk masa jabatan 2–6 tahun dan setengah dari anggota Majelis Rendah dipilih untuk masa jabatan 2–
4 tahun.
Hubungan diplomatik RI-Argentina resmi dibuka pada tanggal 30 Juni 1956 dengan ditandatanganinya
Persetujuan Pembukaan Hubungan Diplomatik kedua negara. KBRI di Buenos Aires mulai berfungsi
sejak April 1957, sedangkan Kedutaan Besar Argentina dibuka di Jakarta pada tahun 1959. Pada tahun
yang sama, Presiden Soekarno melakukan kunjungan bersejarah ke Argentina, selanjutnya tercatat
kunjungan kerja Presiden Abdurahman Wahid ke Argentina pada tanggal 29 - 30 September 2000,
terakhir kunjungan Menlu pada tanggal 25-27 Agustus 2007, sebaliknya dipihak Argentina Presiden
Argentina, Carlos Menem pernah melakukan kunjungan ke Indonesia pada bulan Agustus 1996
Secara resmi hubungan ekonomi dan perdagangan antara Indonesia dan Argentina dimulai sejak
pertukaran Piagam Pengesahan Persetujuan Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan kedua negara
pada tanggal 13 Oktober 1993 di Kementerian Luar Negeri Argentina, sebelumnya persetujuan tersebut
telah ditandatangani di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 1990, dan dilanjutkan dengan Sidang Komisi
Bersama I di Buenos Aires pada tanggal 3-4 Juni 1992 . SKB antara RI-Argentina telah berlangsung
sebanyak tiga kali.
Terdiri atas kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden
yang berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden menunjuk dan memimpin
kabinet atau dewan menteri. Kekuasaan legislatif menganut sistem bikameral yang terdiri dari Senat
dan Majelis Rendah, sedangkan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung (Corte
Suprema).
Sejak terbentuk pada tahun 1999 Forum for East Asia-Latin America
Cooperation (FEALAC) telah menjadi sarana peningkatan kerjasama antara
Negara-negara di Asia Timur dan Amerika Latin. Sebagai satu-satunya
organisasi antar-pemerintah yang menghubungkan negara-negara dari kedua
kawasan, FEALAC saat ini telah berkembang dengan keanggotaan 33
anggota yang berasal dari 15 negara Asia Timur dan 18 negara Amerika
Latin.
Sebagai salah satu pendiri FEALAC, Indonesia memandang penting
kerjasamanya dalam kerangka FEALAC dalam kaitannya dengan upaya
untuk memperkuat hubungan kerjasama antara Negara-negara di kedua
kawasan. Sejak pendirian FEALAC pada tahun 1999, Negara-negara Amerika
Latin telah menjadi mitra dagang Indonesia yang semakin penting. Total
angka perdagangan antara Indonesia dengan Negara-negara di Amerika
Latin dalam tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005,
angka perdagangan Indonesia dengan Amerika Latin tercatat sebesar US$
2,3 miliar, selanjutnya pada tahun 2006 meningat menjadi US$ 2,8 miliar, dan
meningkat menjadi US$ 3,3 miliar pada tahun 2007. Meskipun terdapat
peningkatan, nilai perdagangan yang sebetulnya dapat dikembangkan adalah
lebih besar dari angka yang saat ini tercatat. Hal ini merupakan potensi besar
kerjasama FEALAC yang dapat dioptimalkan oleh Negara-negara
anggotanya.
Saat ini Indonesia merupakan Ketua Kelompok Kerja FEALAC bidang Politik,
Kebudayaan dan Pendidikan untuk periode 2007-2009. Komitmen Indonesia
sebagai Ketua pada Pokja tersebut terlihat dari berbagai peran Indonesia
dalam meningkatkan kerjasama FEALAC, terutama dalam area kerjasama
Pokja tersebut. Salah satu upaya Indonesia dalam hal ini dilakukan melalui
inisiatif Indonesia dalam mnedorong kerjasama penanganan terorisme dalam
kerangka FEALAC melalui diselenggarakannya Seminar pertama FEALAC
mengenai penanganan terorisme di Semarang, Indonesia pada bulan
Desember 2007.
Guna lebih memperkenalkan kerjasama dalam kerangka FEALAC kepada
masyarakat di Negara-negara anggotanya, khususnya di Indonesia,
Pemerintah Indonesia meluncurkan Webportal FEALAC Indonesia. Pada
akhirnya Webportal ini diharapkan dapat mendorong penguatan kerjasama
antara Asia Timur dan Amerika Latin.
Menimbang :
Mengingat :
1. Pasal 5 Ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 dan
Perubahannya (1999);
2. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 156; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
a. Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang
diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak
dan kewajiban di bidang hukum publik.
b. Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian
internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan
(acceptance) dan penyetujuan (approval).
c. Surat Kuasa (Full Powers) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri
yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili
Pemerintah Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah
perjanjian, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian,
dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian
internasional.
d. Surat Kepercayaan (Credentials) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau
Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili
Pemerintah Republik Indonesia untuk menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima
hasil akhir suatu pertemuan internasional.
e. Pensyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak
menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam
rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau
mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral.
f. Pernyataan (Declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang
pemahaman atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian
internasional, yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau
mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral, guna memperjelas
makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hak dan
kewajiban negara dalam perjanjian internasional.
g. Organisasi Internasional adalah organisasi antarpemerintah yang diakui sebagai
subjek hukum internasional dan mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian
internasional.
h. Suksesi Negara adalah peralihan hak dan kewajiban dari satu negara kepada negara
lain, sebagai akibat pergantian negara, untuk melanjutkan tanggung jawab
pelaksanaan hubungan luar negeri dan pelaksanaan kewajiban sebagai pihak suatu
perjanjian internasional, sesuai dengan hukum internasional dan prinsip-prinsip
dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
i. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan
politik luar negeri.
Pasal 2
Pasal 3
Pemerintah Republik Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian internasional melalui cara-
cara sebagai berikut :
a. penandatanganan;
b. pengesahan;
c. pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik;
d. cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.
BAB II
PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 4
(1) Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional dengan satu negara
atau lebih, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain berdasarkan
kesepakatan; dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan
iktikad baik.
Pasal 5
(1) Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, di
tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional,
terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan
Menteri.
(3) Pedoman delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan Menteri,
memuat hal-hal sebagai berikut :
(4) Perundingan rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh Delegasi Republik
Indonesia yang dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi perjanjian dan
lingkup kewenangan masing-masing.
Pasal 6
Pasal 7
(1) Seseorang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dengan tujuan menerima atau
menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional,
memerlukan Surat Kuasa.
(2) Pejabat yang tidak memerlukan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
Angka 3 adalah :
a. Presiden, dan
b. Menteri.
(3) Satu atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil
akhir suatu pertemuan internasional, memerlukan Surat Kepercayaan.
(4) Surat Kuasa dapat diberikan secara terpisah atau disatukan dengan Surat Kepercayaan,
sepanjang dimungkinkan, menurut ketentuan dalam suatu perjanjian internasional atau
pertemuan internasional.
(5) Penandatangan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerja sama teknis
sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup
kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun
nondepartemen, dilakukan tanpa memerlukan Surat Kuasa.
Pasal 8
(1) Pemerintah Republik Indonesia dapat melakukan pensyaratan dan/atau pernyataan,
kecuali ditentukan lain dalam perjanjian internasional tersebut.
(2) Pensyaratan dan pernyataan yang dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian
internasional harus ditegaskan kembali pada saat pengesahan perjanjian tersebut.
(3) Pensyaratan dan pernyataan yang ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia dapat
ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis atau menurut tata cara yang ditetapkan
dalam perjanjian internasional.
BAB III
PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
(1) Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana
dimaksud Pasal 10, dilakukan dengan keputusan presiden.
(2) Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap keputusan presiden yang
mengesahkan suatu perjanjian internasional kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
dievaluasi.
Pasal 12
(1) Dalam mengesahkan suatu perjanjian internasional, lembaga pemrakarsa yang terdiri
atas lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen,
menyiapkan salinan naskah perjanjian, terjemahan, rancangan undang-undang, atau
rancangan keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional dimaksud serta
dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
(2) Lembaga pemrakarsa, yang terdiri atas lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik
departemen maupun nondepartemen, mengkoordinasikan pembahasan rancangan dan/atau
materi permasalahan dimaksud dalam ayat (1) yang pelaksanaannya dilakukan bersama
dengan pihak-pihak terkait.
(3) Prosedur pengajuan pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui Menteri untuk
disampaikan kepada Presiden.
Pasal 13
Pasal 14
BAB IV
PEMBERLAKUAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 15
(1) Selain perjanjian internasional yang perlu disahkan dengan undang-undang atau
keputusan presiden, Pemerintah Republik Indonesia dapat membuat perjanjian internasional
yang berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik,
atau melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati oleh para pihak pada perjanjian tersebut.
(2) Suatu perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi
ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tersebut.
Pasal 16
(1) Pemerintah Republik Indonesia melakukan perubahan atas ketentuan suatu perjanjian
internasional berdasarkan kesepakatan antara para pihak dalam perjanjian tersebut.
(2) Perubahan perjanjian internasional mengikat para pihak melalui tata cara sebagaimana
ditetapkan dalam perjanjian tersebut.
(3) Perubahan atas suatu perjanjian internasional yang telah disahkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat.
(4) Dalam hal perubahan perjanjian internasional yang hanya bersifat teknis-administratif,
pengesahan atas perubahan tersebut dilakukan melalui prosedur sederhana.
BAB V
PENYIMPANAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 17
(1) Menteri bertanggung jawab menyimpan dan memelihara naskah asli perjanjian
internasional yang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia serta menyusun daftar naskah
resmi dan menerbitkannya dalam himpunan perjanjian internasional.
(2) Salinan naskah resmi setiap perjanjian internasional disampaikan kepada lembaga negara
dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen pemrakarsa.
(3) Menteri memberitahukan dan menyampaikan salinan naskah resmi suatu perjanjian
internasional yang telah dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada sekretariat
organisasi internasional yang di dalamnya Pemerintah Republik Indonesia menjadi anggota.
BAB VI
PENGAKHIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 18
a. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian;
b. tujuan perjanjian tersebut telah tercapai;
c. terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;
d. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
e. dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
f. muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
g. objek perjanjian hilang;
h. terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.
Pasal 19
Pasal 20
Perjanjian internasional tidak berakhir karena suksesi negara, tetapi tetap berlaku selama
negara pengganti menyatakan terikat pada perjanjian tersebut.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, pembuatan atau pengesahan perjanjian
internasional yang masih dalam proses, diselesaikan sesuai dengan ketentuan undang-
undang ini.