You are on page 1of 12

Analisis Jurnal Cognitive Behavioral Therapy, Sertraline, or a Combination in Childhood Anxiety

BAB I PENDAHULUAN Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti. Kecemasan dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh. Gangguan kecemasan diperkirakan mengidap 1 dari 10 orang. Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia lanjut. Ahli psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri sendiri, dimana individu beranggapan bahwa dirinya dalam ketidak berdayaan, tidak mampu mengatasi masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan dan sebagai bentuk penolakan dari orang yang dicintainya. Perasaan-perasaan tersebut terletak dalam pikiran bawah sadar yang tidak disadari oleh individu. Sensasi anxietas / cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap orang tidak sama. Dalam praktek sehari-hani anxietas sering dikenal dengan istilah perasaan cemas, perasaan bingung, was-was, bimbang dan sebagainya, dimana istilah tersebut lebih merujuk pada kondisi normal. Sedangkan gangguan anxietas merujuk pada kondisi patologik. Anxietas sendiri mempunyai rentang yang luas dan normal sampai level yang moderat misalnya pertandingan sepak bola, ujian, wawancara untuk masuk kerja mempunyai tingkat anxietas yang berbeda. Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik, dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal. Anxietas normal sebenarnya sesuatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri dan anxietas juga dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas, maka iaakan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang.

Anxietas dapat bersifat akut atau kronik. Pada anxietas akut serangan datang mendadak dan cepat menghilang. Anxietas kronik biasanya berlalu untuk jangka waktu lama walaupun tidak seintensif anxietas akut, pengalaman penderitaan dari gejala cemas ini oleh pasien biasanya dirasakan cukup gawat untuk mempenganuhi prestasi kerjanya. Bila dilihat dan segi jumlah, maka orang yang menderita anxietas kronik jauh lebih banyak dari pada anxietas akut. BAB II TIJAUAN PUSTAKA 1. PENGERTIAN KECEMASAN Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya (Rivai, 2000). Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidak tahuan dan didahului oleh pengalaman yang baru (Stuart dkk, 1998). Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu oleh ketidak tahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. 2. KLASIFIKASI Menurut Carpenito (2001) klasifikasi tingkat kecemasan dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu: 1) Kecemasan ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsi. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan perhatian meningkat, waspada, mampu mengatasi situasi bermasalah dapat mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang. 2) Kecemasan sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan seseorang pada hal yang nyata dan mengesampingkan yang lain, sehingga mengetahui perhatian yang sedikit, tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Tanda dan gejala dari kecemasan sedang yaitu persepsi agak menyempit secara selektif, tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian. 3) Kecemasan berat

Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir tentang hal yang lalin. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain. Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih, sangat mudah mengalihkan perhatiaan, serta tidak mampu berkonsentrasi. 4) Tingkat panik Berhubungan dengan terpengaruh ketakutan dan teror. Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan persepsi yang menyimpang. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan 1) Umur Prawirohardjo (2003) menspesifikasikan umur kedalam tiga kategori, yaitu: kurang dari 20 tahun (tergolong muda), 20-30 tahun (tergolong menengah), dan lebih dari 30 tahun (tergolong tua). Soewandi (1997) mengungkapkan bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita stress dari pada umur tua. 2) Keadaan fisik Menurut Carpenito (2001) penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang sedang menderita penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita penyakit. 3) Sosial budaya Menurut Soewardi (1997), cara hidup orang dimasyarakat juga sangat memungkinkan timbulnya stress. Individu yang mempunyai cara hidup teratur akan mempunyai filsafat hidup yang jelas sehingga umumnya lebih sukar mengalami stress. Demikian juga dengan seseorang yang keyakinan agamanya rendah. 4) Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang yang akan mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari. Dengan demikian pendidikan yang rendahmenjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan (Raystone, cit Meria 2005). 5) Tingkat pengetahuan

Soewandi (1997) mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami stress. Ketidak tahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh. 4. Tanda dan Gejala Kecemasan Menurut Carpenito (2001), sindrom kecemasan berfariasi tergantung tingkat kecemasan yang dialami seseorang, yang manifestasi gejalanya terdiri dari : 1) Gejala fisiologis Peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, nafsu, gemetar, mual muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan dan kelemahan, kemerahan atau pucat pada wajah, mulut kering, nyeri (dada, punggung dan leher), gelisah, pingsan dan pusing. 2) Gejala emosional Individu mengatakan merasa ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan percaya diri, tegang, tidak dapat rileks, individu juga memperlihatkan peka terhadap rangsang, tidak sabar, mudah marah, menangis, cenderung menyalahkan orang lain, mengkritik diri sendiri dan orang lain. 3) Gejala kognitif Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa (ketidak mampuan untuk mengingat) dan perhatian yang berlebihan. 5. Kategori Kecemasan Kategori gangguan kecemasan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV yang sering dibahas diantaranya adalah; 1) Gangguan panik tanpa agoraphobia 2) Gangguan panik dengan agoraphobia 3) Agoraphobia tanpa riwayat gangguan panik 4) Phobia spesifik 5) Phobia sosial 6) Gangguan obsesif-kompulsif 7) Gangguan stres pasca traumatik 8) Gangguan stres akut 9) Gangguan kecemasan umum 10) Gangguan kecemasan yang tidak terdefinisi 6. Treatment a. Terapi obat-obatan

Neurotransmiter utama terhadap gangguan kecemasan dengan melihat hasil laboratorium dengan mencheck peningkatan norepinefrin, serotonin dangan maamino butryc acid (GABA). Dengan positron emission tomography (PET) juga ditemukan kelainan (disregulasi) pembuluh darah serebral. Biasanya untuk kecemasan dokter menganjurkan penggunaan obat psikoleptik, yaitu benzodia zepines dalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini adalah Diazepam, Klordia zepoksid, Lorazepam, Klobazam, Bromazepam, Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam. Penggunaan obat anti kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter secara ketat, penggunaan obat-obat antiansietas dapat mengakibatkan beberapa efek samping. Pasien dengan riwayat penyakit hati kronik, ginjal dan paru haruslah diperhatikan pemakaian obat-obatan ini. Pada anak dan orangtua dapat juga memberikan reaksi seperti yang tidak diharapkan (paradoxes reaction) seperti meningkatkan kegelisahan, ketegangan otot, disinhibisi atau gangguan tidur. Beberapa efek samping penggunaan obat antiansietas; Sedative (rasa mengantuk, kewaspadaan menurun, kerja psikomotorik menurun, dan kemampuan kognitif melemah) Rasa lemas dan cepat lelah Adiktif walaupun sifatnya lebih ringan dari narkotika. Ketergantungan obat biasanya terjadi pada individu peminum alkohol, pengguna narkoba (maksimum pemberian obat selama 3 bulan) Penghentian obat secara mendadak memberikan gejala putus obat (reboundphenomenon) seperti kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor, palpitasiatau insomnia. b. Psikoterapi Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis berusaha menyusun terapi psikologis yang beragam untuk pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien. Penerapan metode dapat secara personal maupun group (perkelompok). Psikiater berusaha mengkombinasi pengobatan medis dan psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui bahwa tidak ada pengobatan jenis gangguan kecemasan ini hanya menggunakan satu cara saja, dibutuhkan lebih kombinasi untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini. Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan adalah cognitive-behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan pernafasan ataumeditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk penderita kecemasanyang disertai dengan serangan panik. Support group juga diberikan dalam CBT, individu ditempatkan dalam group support yang mendukung proses treatment. Group support dapat berupa sekelompok orang yang memang telah dipersiapkan oleh konselor/terapis untuk mendukung proses terapi atau keluarga juga dapat diambil sebagai group support ini. 7. Mencegah Kemunculan Gangguan Kecemasan

a. Kontrol pernafasan yang baik Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan otak "bekerja" memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh otak. Akibatnya suplai oksigen untuk jaringan tubuh semakin meningkat, ketidak seimbangan jumlah oksigen dan karbondiosida di dalam otak membuat tubuh gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan gangguan visual.Ambil dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan perlahan-lahanakan membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga dapat menghindarisrangan panik. b. Melakukan relaksasi Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal terutama pada leher, kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat ditempuh dengan melakukan teknik relaksasi dengan cara duduk atau berbaring, lakukan teknik pernafasan, usahakanlah menemukan kenyamanan selama 30 menit. c. Intervensi kognitif Kecemasan timbul akibat ketidak berdayaan dalam menghadapi permasalahan, pikiranpikiran negatif secara terus-menerus berkembang dalam pikiran. caranyaadalah dengan melakukan intervensi pikiran negatif dengan pikiran positif, sugesti diri dengan hal yang positif, singkirkan pikiran-pikiran yang tidak realistik. Bila tubuhdan pikiran dapat merasakan kenyamanan maka pikiran-pikiran positif yang lebih konstruktif dapat muncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan dalam menyelesaikan permasalahan. d. Pendekatan agama Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan terhadap Tuhan dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-harapan positif. Dalam Islam, sholat dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa nyaman dan rasa percaya diri lebih dalam menghadapi masalah. Rasa cemas akan turun. Tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam, bila iman semakin kuat maka dorongan bunuh diri (tentamina Suicidum) pada simtom depresi akan hilang. Metode zikir (berupa Asmaul Husna) juga efektif menyembuhkan insomnia. e. Pendekatan keluarga Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi kecemasan. Jangan ragu untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-sama anggota keluarga. Ceritakan masalah yang dihadapi secara tenang, katakan bahwa kondisi Anda saat ini sangat tidak menguntungkan dan membutuhkan dukungan anggota keluarga lainnya. Mereka akan berusaha bersama-sama Anda untuk memecahakan masalah Anda yang terbaik. f. Olahraga

Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olahraga akan menyalurkan tumpukan stres secara positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan, dan memberikan rasa nyaman kepada diri Anda. 8. Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy ) Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah suatu bentuk psikoterapi yang digunakan untuk mengobati berbagai gangguan mental. Pasien, selalu disebut sebagai klien, bekerja dengan para terapis untuk mempelajari cara untuk mengidentifikasi masalah dan kemudian memecahkan masalah tersebut. Terapi perilaku kognitif pada dasarnya digunakan untuk mengubah pemikiran seseorang, perilaku dan emosional terhadap masalah dan ini membantu orang melihat masalah dalam perspektif yang berbeda dan positif. Meskipun CBT sangat populer dan dianggap sebagai salah satu terapi terbaik bagi banyak gangguan mental seperti gangguan obsesif kompulsif, kecemasan, fobia, depresi, post traumatic stress disorder, bulimia dan skizofrenia. Pendiri terapi perilaku kognitif Aaron T. Beck, MD, yang lulus dari Brown University dan Yale Medical School. Dr. Beck terapi perilaku kognitif yang dikembangkan pada awal 1960-an ketika ia adalah seorang psikiater di University of Pennsylvania. Dr. Beck, awalnya, adalah seorang psikoanalis yang melakukan banyak penelitian untuk menguji konsep psikoanalisis depresi. Sementara pelaksanaan eksperimen, ia yakin bahwa penelitian akan memvalidasi konsep psikoanalisis tetapi terkejut melihat sebaliknya. Kemudian dia mulai mencari lebih banyak cara konseptualisasi depresi dan ini membuatnya bekerja dengan pasien depresi. Sementara Dr. Beck sedang bekerja dengan pasien depresi, ia menemukan bahwa mereka mengalami serangkaian pikiran negatif yang datang secara spontan. Pikiran ini ia disebut sebagai pikiran otomatis. Dia juga menemukan bahwa isi pikiran otomatis ini dapat ditempatkan dalam tiga kategori, yaitu pikiran negatif tentang diri mereka sendiri, pikiran negatif tentang dunia dan pikiran negatif tentang masa depan. Di sini Dr. Beck mulai membantu pasien mengidentifikasi pikiran negatif dan kemudian mengevaluasi mereka. Halini menyebabkan pasien yang mampu berpikir jauh lebih realistis dan pada gilirannya digunakan untuk pasien merasa lebih baik secara emosional dan mereka cenderung berperilaku dalam cara yang lebih fungsional. Terapi perilaku kognitif berfokus pada masa kini masalah yang Anda hadapi ketimbang memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang menyebabkan rasa sakit dan penderitaan Anda di masa lalu. Terapi ini adalah tentang seseorang memperbaiki keadaan pikiran dalam pikiran. Bagaimana Cognitive Behavioral Therapy : Terapi perilaku kognitif (CBT) membantu seseorang mengambil masalah dapat diatasi dan pecah menjadi potongan-potongan kecil sehingga orang dapat memahami masalahnya. Dengan memecahkan masalah besar menjadi potongan-potongan yang lebih kecil memungkinkan orang untuk melihat bagaimana

semua bagian yang terhubung dan bagaimana mereka mempengaruhi dia. Biasanya masalah dipecah menjadi potongan kecil berikut: Situasi Thoughts Emosi Perasaan fisik Tindakan Masing-masing disebutkan di atas potongan-potongan yang lebih kecil dapat mempengaruhi yang lain. Bagaimana seseorang tinjauan suatu masalah dapat mempengaruhi secara fisik dan emosional. Ini dapat juga mempengaruhi cara orang bereaksi terhadap masalah. Reaksi dapat membantu atau tidak membantu, tergantung pada bagaimana Anda berpikir tentang masalah. Sebagai contoh, anda berjalan di jalan dan seseorang yang Anda kenal berjalan melewati anda tanpa memandang Anda adalah sebuah situasi. Sekarang Anda dapat mematahkan situasi ini menjadi lebih kecil seperti yang disebutkan di atas. Thoughts: Anda dapat berpikir tentang kejadian ini positif atau negatif. Anda dapat berpikir bahwa orang yang mengabaikan Anda karena dia tidak menyukai Anda. Atau, Anda dapat berpikir bahwa orang tampak tenggelam dalam / pikirannya dan sekarang Anda bertanya-tanya apakah semuanya baik-baik saja dengan orang. Perasaan emosional: Anda merasa sedih dan ditolak. Atau, Anda bisa mulai khawatir tentang orang Fisik: Anda mungkin mendapatkan kram perut dan merasa Anda tidak memiliki energi. Atau, Anda tidak bisa mempengaruhi fisik sama sekali. Aksi: Pulanglah, bermuram dan kemudian menghindari orang sepenuhnya. Atau, Anda dapat menghubungi orang tersebut untuk check adalah semuanya baik-baik saja dengan dia. Seperti yang anda lihat bagian pertama dari reaksi Anda dalam setiap potongan-potongan yang lebih kecil tidak membantu sedangkan bagian kedua sangat membantu. Oleh karena itu, ini berarti bahwa setiap situasi dapat mengarah pada dua hasil yang berbeda tergantung pada bagaimana Anda berpikir tentang situasi. Kemudian Anda pikir memiliki efek pada perasaan Anda dan bagaimana Anda bereaksi terhadap situasi. Bila Anda bereaksi secara negatif atau dalam cara yang tidak membantu, itu membuat Anda merasa lebih buruk dan ini bisa membuat Anda berpikir dan merasa hal-hal yang tidak menyenangkan tentang diri Anda sendiri seperti Anda harus menjadi orang yang buruk atau tidak ramah dll. Namun, terapi perilaku kognitif membantu Anda untuk mengubah cara berpikir, merasa dan berperilaku. Ketika Anda melihat sesuatu di bagian-bagian dari keseluruhan, Anda dapat mengubah pikiran, perasaan dan perilaku (tindakan). Terapi memungkinkan Anda untuk latihan Anda sendiri cara unik untuk menangani masalah dan situasi problematis. BAB III

ANALISIS JURNAL A. JUDUL PENELITIAN Cognitive Behavioral Therapy, Sertraline, or a Combination in Childhood Anxiety. B. NAMA PENELITI John T. Walkup, M.D.; Anne Marie Albano, Ph.D; John Piacentini, Ph.D; Boris Birmaher, M.D; Scott N. Compton, Ph.D; Joel T.Sherril, Ph.D; Golda S. Ginsburg, Ph.D; Moira A Rynn, M.D; James Mc Cacken, M.d; Bruce Waslick, M.D; Satish Lyengar, Ph.D; John S. March, M.D, M.P.H, and Philip C. Kendall, Ph.D. C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Membandingkan efektivitas tiga terapi (sertraline, CBT, dan kombinasi sertraline dengan CBT) dengan placebo. 2. Membandingkan kombinasi terapi dengan terapi sertraline/ CBT itu sendiri. 3. Mengetahui keamanan dari sertraline, dibandingkan dengan placebo. D. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2002-2007 di Duke University Medical Center, New York Psychiatric Institute-Columbia University Medical Center-New York university, John Hopkins medical Institusions, Temple University, University of California, Los Angeles, and Western Psychiatric institute and Clinic-University of Pittsburgh Medical Center. E. METODE PENELITIAN 1. Desain penelitian : Multicenter, controlled trial 2. Cara pengambilan sampel : randomized 3. Kriteria Inklusi: Anak dan remaja usia 7-17 tahun yang memiliki gangguan kecemasan umum atauphobia sosial IQ 804.

4. Kriteria Eksklusi: Anak yang memiliki kondisi medis yang tidak stabil. Wanita hamil/ aktif berhubungan seksual dan tidak menggunakan metode efektif untuk mengontrol kelahiran. Anak yang menerima pengobatan psycoaktif dan yang punya gangguan jiwa yangmembuat partisipasi dalam penelitian ini tidak sesuai.

5. Populasi : 3.066 orang. 6. Sampel : Random Sampling sebanyak 488 orang. 7. Jalannya penelitian : Dalam penelitian ini jalannya penelitian kurang dijelaskan secara rinci. Setelah didapatkan sampel penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi 488 responden, kemudian diukur tingkat kecemasan dengan Anxiety Disorders Interview Schedule for DSM-IV-T R, child version. Lalu dibagi ke dalam tiga (3) grup: dengan CBT, Sertraline, dankombinasi antara keduanya. CBT terdiri dari 14 sesi, 60 menit/ sesi, termasuk melihat dan mengukur tingkat kecemasannya, respon pada pengobatan, dan perkembangan. Terapi berdasarkan Coping Cat Program, klien juga menerima ketrampilan untuk memanage kecemasan. Sertraline: terdiri dari 8 sesi, 60 menit/ sesi. Dimulai dengan dosis 25 mg/hari dan meningkat menjadi 200 mg/hari sampai minggu ke 8. Pada minggu ke 8 klien yang dipertimbangkan mengalami kondisi yang tidak semakin parah dan yang memiliki efek samping minimal obat diberi kesempatan untuk peningkatan dosis. Kombinasi: terapi antara Sertraline dan CBT.

F. ANALISIS DATA Analisa data menggunakan SAS software, versi 9.1.3 (SAS Institut) G. HASIL PENELITIAN 1. Logistic regression model menunjukkan tiap pengobatan/ terapi dalam penelitian ini ada dalam tempat yang utama/ baik dibanding dengan placebo: terapi kombinasi v.s placebo (p<0.001), CBT v.s placebo (p<0.001), sertraline v.s placebo (p<0.001) 2. Parrwise comparison memunjukkan bahwa terapi kombinasi lebih baik dibandingkan terapi tunggal CBT/ sertraline (p<0.001) 3. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara sertraline dan CBT (p=0.41atau p, 0.05) H. TEORI YANG RELEVAN Gangguan kecemasan adalah kondisi yang umum terjadi pada anak-anak dan remaja. Meskipun terapi kognitif perilaku dan serotonin-reuptake inhibitor memeperlihatkan efektivitasnya untuk terapi gangguan kecemasan ini, tetapi sedikit sekali pengetahuan yang membandingkan efektivitas antara keduanya atau efektivitas kombinasi antara keduanya. Gangguan kecemasan umum terjadi pada 4 juta orang atau sekitar 2.8% dari penduduk dunia, gangguan ini merupakan gangguan kesehatan jiwa yang umum terjadi. Perempuan dua kali lebih rentan terkena gangguan kecemasan ini. CBT ( Cognitive Behavioral Therapy ) merupakan terapi yang dapat

dilakukan untuk mengatasi gangguan kecemasan, yaitu dengan melakukan konfrontasi terhadap ketidak rasionalan dan ketidak tepatan perilaku, sehingga akan mengubah pandangan seseorang menjadi adaptif. BAB VI PENUTUP KESIMPULAN Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat (Trismiati, 2004). Kecemasan dapat pula didefinisikan sebagai suatu manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin (konflik). Rasa cemas timbul akibat melihat dan mengetahui adanya bahaya yang mengancamdirinya (Daradjat, 1988). Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatis yang menandakan suatu kegiatan berlebih dari susunan autonomic (Kaplan dan Saddock (2005)). Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990). Teori KecemasanKecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengantekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatuharapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakantingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial ataufisik. Beberapa teori memberikan kontribusi kecemasan. Kedua terapi yaitu CBT dan sentraline dapat menurunkan derajat gangguan kecemasan pada anak dengan gangguan kecemasan, tetapi kombinasi antara kedua terapi tersebut memperlihatkan efek yang paling baik. DAFTAR PUSTAKA JOURNAL; CognitiveBehavioral Therapy, Sertraline, or a Combination in Childhood Anxiety. http://www.idijakbar.com/prosiding/gangguan_anxietas.htm terhadap kemungkinan faktor etiologidalam pengembangan

http://www.mitrariset.com/2008/11/kecemasan-atau-ansietas.html http://www.pikirdong.org/psikologi/psi18axdi.php http://www.scumdoctor.com/Indonesian/psychology/cognitive-therapy/Who-Is-The-Founder-Of-CognitiveBehavioral-Therapy.html http://www.scumdoctor.com/Indonesian/psychology/cognitive-therapy/How-Does-Cognitive-BehavioralTherapy-Work.html


Carpenito, Lynda Juall, 2001, Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, Alih bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. _____________. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Ramaiah, S. (2003). Kecemasan : Bagaimana mengatasi penyebabnya. Jakarta : Pustaka popular obor.
Suliswati dkk. (2005). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : Prehalindo.

You might also like