You are on page 1of 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori 1. Hiperemesis Gravidarum a. Pengertian Hiperemesis Gravidarum Emesis gravidarum adalah gejala yang wajar atau sering terdapat pada kehamilan trimester pertama. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi ada yang timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gajala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terahir dan berlangsung kurang lebih 10 minggu (Wiknjosastro, 2007 hal 98). Hiperemesis gravidarum adalah keluhan mual dan muntah hebat lebih dari 10 kali sehari dalam masa kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau gangguan elektrolit, sehingga menganggu aktivitas sehari-hari dan membahayakan janin dalam kandungan. Mual dan muntah berlebihan yang terjadi pada wanita hamil sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan kadar elektrolit, penurunan berat badan (lebih dari 5% berat badan awal), dehidrasi, ketosis, dan kekurangan nutrisi. Hal tersebut mulai terjadi pada minggu keempat sampai kesepuluh kehamilan dan selanjutnya akan membaik pada usia kehamilan 20 minggu, namun pada beberapa kasus dapat terus berlanjut sampai pada kehamilan tahap berikutnya (Runiari, 2010 hal 65).

Pada umumnya hiperemesis gravidarum terjadi pada minggu ke 6-12 masa kehamilan, yang dapat berlanjut sampai minggu ke 16-20 masa kehamilan. Mual dan muntah merupakan gejala yang wajar ditemukan pada kehamilan triwulan pertama. Biasanya mual dan muntah terjadi pada pagi hari sehingga sering dikenal dengan morning sickness. Sementara setengah dari wanita hamil mengalami morning sickness, antara 1,2 - 2% mengalami hiperemesis gravidarum, suatu kondisi yang lebih serius (Huliana, 2001 hal 78) Hampir 50% wanita hamil mengalami mual dan biasanya mual ini mulai dialami sejak awal kehamilan. Mual muntah saat hamil muda sering disebut morning sickness tetapi kenyataannya mual muntah ini dapat terjadi setiap saat. Pada beberapa kasus dapat berlanjut sampai kehamilan trimester kedua dan ketiga, tapi ini jarang terjadi (Ratna, 2010 hal 45). b. Tingkatan Hiperemesis Gravidarum Runiari (2010 hal 58) menyatakan bahwa tidak ada batasan yang jelas antara mual yang bersifat fisiologis dengan hiperemesis gravidarum, tetapi bila keadaan umum ibu hamil terpengaruh sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Menurut berat ringannya gejala hiperemesis gravidarum dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan sebagai berikut :

1) Tingkat I Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum. Pada tingkatan ini ibu hamil merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistolik menurun, dapat disertai peningkatan suhu tubuh, turgor kulit berkurang, lidah kering dan mata cekung. 2) Tingkat II Ibu hamil tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah kering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun, suhu kadang-kadang naik, mata cekung dan sedikit ikterus, berat badan turun, hemokonsentrasi, oligouria, dan konstipasi. Aseton dapat tercium dari hawa pernapasan karena mempunyai aroma yang khas, dan dapat pula ditemukan dalam urine. 3) Tingkat III Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, serta suhu meningkat. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai wenickle ensefalopati. Gejala yang dapat timbul seperti nistagmus, diplopia, dan perubahan mental, keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan

10

terjadinya payah hati. Pada tingkatan ini juga terjadi perdarahan dari esofagus, lambung, dan retina. c. Akibat hiperemesis gravidarum Hiperemesis gravidarum tidak hanya mengancam kehidupan klien, namun dapat menyebabkan efek samping pada janin seperti abortus, berat badan lahir rendah, kelahiran prematur dan malformasi pada bayi lahir (Gross dalam Runiari, 2010 hal 61). Penelitian yang dilakukan oleh Paawi (2005) didapatkan bahwa hiperemesis gravidarum merupakan faktor yang signifikan terhadap memanjangnya hari rawat bagi bayi yang dilahirkan. Ada peningkatan angka kematian Intrauterin Growth Retardation (IUGR) pada klien hiperemesis gravidarum yang mengalami penurunan berat badan lebih dari 5%. Selain berdampak fisiologis pada kehidupan klien dan janinnya, hiperemesis gravidarum juga memberikan dampak secara psikologis, sosial, spiritual dan pekerjaan. Secara psikologis dapat menimbulkan dampak kecemasan, rasa bersalah dan marah. Jika mual dan muntah menghebat, maka timbul self pity dan dapat terjadi konflik antara ketergantungan dan kehilangan kontrol. Berkurangnya pendapatan akibat berhenti bekerja mengakibatkan timbulnya ketergantungan terhadap pasangan (Simpson, et. Al., 2001). Kontak sosial dengan orang lain juga berubah karena klien mengalami perubahan yang sangat kompleks terhadap kehamilannya. Media yang berkembang menjelaskan bahwa kehamilan merupakan

11

keadaan fisiologis dan psikoemosional yang optimal, sehingga jika wanita mengalami mual dan muntah yang menghebat dianggap sebagai kegagalan perkembangan wanita (Runiari, 2010 hal 62) d. Patofisiologi hiperemesis gravidarum Patofisiologi hiperemesis gravidarum dapat disebabkan karena peningkatan Hormone Chorionic Gonodhotropin (HCG) dapat menjadi faktor mual dan muntah. Peningkatan kadar hormon progesteron menyebabkan otot polos pada sistem gastrointestinal mengalami relaksasi sehingga motilitas menurun dan lambung menjadi kosong. Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi ibu hamil muda bila terjadi terus menerus dapat mengakibatkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, serta dapat mengakibatkan cadangan

karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. (Winkjosastro, 2007 hal 185) Pada beberapa kasus berat, perubahan yang terjadi berhubungan dengan malnutrisi dan dehidrasi yang menyebabkan terdapatnya non protein nitrogen, asam urat, dan penurunan klorida dalam darah, kekurangan vitamin B1, B6, B12, dapat mengakibatkan terjadinya anemia (Mitayani, 2009 hal 56). e. Etiologi dan faktor yang berhubungan dengan hiperemesis gravidarum Etiologi hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Dulu penyakit ini dikelompokkan ke dalam penyakit toksemia gravidarum karena diduga adanya semacam racun yang berasal dari

12

janin atau kehamilan. Penyakit ini juga digolongkan ke dalam gestosis bersama pre-eklampsi dan eklampsi. Nama gestosis dini diberikan untuk hiperemesis gravidarum dan gestosis lanjut untuk hipertensi (pre-eklampsi dan eklampsi) dalam kehamilan (Runiari, 2010 hal 63). Runiari (2010) dan Guyton (2004) menjelaskan beberapa teori penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum namun tidak ada satupun yang dapat menjelaskan proses terjadinya secara tepat. Teori tersebut antara lain adalah (Runiari, 2010 hal 63): 1) Teori Endokrin Teori endokrin menyatakan bahwa peningkatan kadar progesteron, estrogen, dan Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dapat menjadi faktor pencetus mual muntah. Peningkatan hormon progesteron menyebabkan otot polos pada sistem gastrointestinal mengalami relaksasi, hal itu mengakibatkan penurunan motilitas lambung sehingga pengosongan lambung melambat. Refleks esofagus, penurunan motilitas lambung dan penurunan sekresi dari asam hidroklorid juga berkontribusi terhadap terjadinya mual dan muntah. Selain itu HCG juga menstimulasi kelenjar tiroid yang dapat mengakibatkan mual dan muntah. Hormon progesteron ini dihasilkan oleh korpus luteum pada masa awal kehamilan dan mempunyai fungsi menenangkan tubuh ibu hamil selama kehamilan, termasuk saraf ibu hamil sehingga perasaan ibu hamil menjadi tenang. Hormon ini berfungsi untuk

13

membangun lapisan di dinding rahim untuk menyangga plasenta di dalam rahim. Hormon ini juga dapat berfungsi untuk

mencegah gerakan kontraksi atau pengerutan otot-otot rahim. Hormon ini dapat "mengembangkan" pembuluh darah sehingga menurunkan tekanan darah, itu penyebab mengapa Anda sering pusing saat hamil. Hormon ini juga membuat sistem pencernaan jadi lambat, perut menjadi kembung atau sembelit. Hormon ini juga mempengaruhi perasaan dan suasana hati ibu, meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan pernafasan, mual, dan menurunnya gairah berhubungan intim selama hamil. Seseorang dalam kondisi stress akan meningkatkan aktifitas saraf simpatis, untuk melepaskan hormon stress berupa adrenalin dan kortisol (Guyton, 2004 hal 46). Sistem imun merupakan komponen penting dan responden adaptif stress secara fisiologis. Stress menggunakan adrenalin dalam tubuh untuk meningkatkan kepekaan, prestasi dan tenaga. Peningkatan adrenalin akan memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah terial dan menambah volume darah ke jantung dan jumlah detak jantung. Adrenalin juga menambah pembentukan kolesterol dari lemak protein berkepadatan rendah (Guyton, 2004 hal 46).

14

Tekanan darah yang tinggi dan peningkatan denyut jantung akan dapat meningkatkan HCG. HCG (Human Chorionic

Gonadotrophin) adalah hormone yang dihasilkan selama kehamilan, yang dapat dideteksi dari darah atau air seni wanita hamil sesudah kurang lebih 10 hari sesudah pembuahan. HCG ini dapat menstimulasi terjadinya mual dan muntah pada ibu hamil (Guyton, 2004 hal 47). 2) Teori Metabolik Teori metabolik menyatakan bahwa kekurangan vitamin B6 dapat mengakibatkan mual dan muntah pada kehamilan. 3) Teori Alergi Adanya histamin sebagai pemicu dari mual dan muntah mendukung ditegakkannya teori alergi sebagai etiologi hiperemesis gravidarum. Mual dan muntah berlebihan juga dapat terjadi pada ibu hamil yang sangat sensitif terhadap sekresi dari korpus luteum. 4) Teori Infeksi Hasil penelitian menemukan adanya hubungan antara infeksi Helicobacter pykori dengan terjadinya hiperemesis gravidarum, sehingga dijadikan dasar dikemukakannya teori infeksi sebagai penyebab hiperemesis gravidarum. 5) Teori Psikosomantik Menurut teori psikomatik, hiperemesis gravidarum merupakan keadaan gangguan psikologis yang dirubah dalam bentuk gejala

15

fisik. Kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan serta tekanan pekerjaan dan pendapatan menyebabkan terjadinya perasaan berduka, ambivalen, serta konflik dan hal tersebut dapat menjadi faktor psikologis penyebab hiperemesis gravidarum. Gejala mual dan muntah dapat juga disebabkan oleh gangguan traktus digestif seperti pada penderita diabetes mellitus (gastroparesis diabeticorum). Hal ini disebabkan oleh gangguan motilitas usus atau keadaan pasca operasi vagotomi. Selain merupakan reflesi gangguan intrinsik dari lambung, gejala mual dan muntah dapat disebabkan oleh gangguan yang bersifat sentral pada pusat muntah (chemoreceptor trigger zone). Perubahan metabolisme hati juga dapat menjadi penyebab penyakit ini, oleh karena itu pada kasus yang berat harus dipikirkan kemungkinan akibat gangguan fungsi hati, kantung empedu, pankreatitis, atau ulkus peptikum (Runiari, 2010 hal 69). Mitayani (2009 hal 57) menyebutkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian hiperemesis gravidarum meliputi : 1) Faktor predisposisi terdiri dari primigravida, molahidatidosa dan kehamilan ganda 2) Faktor organik seperti alergi masuknya vilikohirialis sirkulasi, perubahan metabolik akibat kehamilan dan resistensi ibu yang menurun.

16

3) Faktor psikologis, meliputi pengetahuan, sikap, umur, paritas, pekerjaan, stress, peningkatan hormon progesteron, estrogen dan HCG, alergi, infeksi dan diabetes melitus.

2. Stress a. Pengertian Stress Stress merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin stingere yang berarti keras. Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan penelahaan yang berlanjut dari waktu ke waktu dari straise, strest, stresce dan stress. Selanjutnya istilah ini digunakan dengan lebih menunjukkan kekuatan, tekanan, ketegangan atau usaha keras yang berpusat pada benda dan manusia terutama kekuatan mental manusia (Yosep, 2007 hal 64). Menurut Mc Nerney dalam Yosep (2007 hal 64) menyebutkan stress sebagai reaksi fisik, mental dan kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Hardjana dalam Yosep (2007 hal 64) menyebutkan bahwa stress sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi seseorang yang mengalami stress dan hal yang dianggap mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan system sumber daya biologis, psikologis dan social yang ada padanya. Tubuh akan memberikan reaksi tertentu terhadap berbagai tantangan yang dijumpai

17

dalam kondisi stress ini berdasarkan adanya perubahan biologi dan kimia dalam tubuh. b. Penyebab Stress Yosep ( 2007 hal 65) menjelaskan stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menganggulangi stressor yang timbul. Namun demikian, tidak semua mampu mengadakan adaptasi dan mampu menganggulanginya, sehingga timbullah keluhan-keluhan kejiwaan antara lain depresi. Jenis stressor psikososial pada umumnya dapat digolongkan sebagai berikut: 1) Perkawinan Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya. Stressor ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan. 2) Problem orangtua Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit. Permasalahan tersebut di atas merupakan sumber stress yang pada gilirannya dapat jatuh dalam depresi dan kecemasan.

18

3) Hubungan interpersonal Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik, misal dengan kekasih, atasan dengan bawahan dan lain sebagainya. 4) Pekerjaan Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah masalah perkawinan. Banyak orang menderita depresi dan kecemasan karena masalah pekerjaan, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. 5) Lingkungan hidup Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan dan lain sebagainya. 6) Keuangan Masalah keuangan yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat utang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan sebagainya. 7) Hukum Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stress pula, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain sebagainya.

19

8) Perkembangan Perkembangan yang dimaksud disini adalah masalah

perkembangan baik fisik maupun mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut dan sebagainya. 9) Penyakit fisik atau cidera Sumber stress yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan di sini antara lain penyakit, kecelakaan, operasi, aborsi dan lain sebagainya. 10) Faktor keluarga Faktor keluarga yang dimaksud disini adalah faktor stress yang dialami oleh anak dan remaja yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik Stuart (2006 hal 102) menyebutkan terdapat empat macam sumber utama pencetus stress, yaitu : 1) Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. 2) Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah. 3) Peran dan ketegangan peran dilaporkan mempengaruhi

perkembangan depresi, terutama pada wanita.

20

4) Perubahan fisiologik yang diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti infeksi, neoplasma dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat menyebabkan gangguan dalam perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat antihipertensi dan zat yang menyebabkan kecanduan. c. Tahapan stress Gangguan stress biasanya timbul secara perlahan, tidak jelas kapan mulainya dan seringkali kita tidak menyadarinya. Berdasarkan pengalaman praktik psikiatri, para ahli mencoba membagi stress dalam enam tahapan. Setiap tahapan memperlihatkan sejumlah gejala-gejala yang dirasakan oleh yang bersangkutan, hal mana berguna bagi seseorang dalam rangka mengenali gejala stress sebelum

memeriksanya. Tahapan stress menuurt Robert J. Van Amberg dalam Yosep (2007 hal 67) sebagai berikut : 1) Stress tingkat I Tahapan ini merupakan tingkat stress yang ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut : a) Semangat besar b) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya c) Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya.

21

2) Stress tingkat II Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak cukup lagi sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang dikemukakan sebagai berikut : a) Merasa letih sewaktu bangun pagi b) Merasa lelah sesudah makan siang c) Merasa lelah menjelang sore hari d) Terkadang gangguan dalam system pencernaan, kadang-kadang pula jantung berdebar-debar. e) Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk f) Perasaan tidak bisa mati 3) Stress tingkat III Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan gejala-gejala : a) Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke belakang). b) Otot-otot terasa lebih tegang c) Perasaan tegang yang semakin meningkat d) Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar tidur kembali, atau bangun terlalu pagi) e) Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh pingsan).

22

4) Stress tingkat IV Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang ditandai dengan cirri-ciri sebagai berikut : a) Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit b) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit c) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan social, dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat. d) Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan

seringkali terbangun dini hari. e) Perasaan negativistik f) Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam g) Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa. 5) Stress tingkat V Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV diatas, yaitu : a) Keletihan yang mendalam b) Untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana saja terasa kurang mampu c) Gangguan sistem percernaan lebih sering, sukar buang air besar atau sebaliknya feses cair dan sering ke belakang. d) Perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik .

23

6) Stress tingkat VI Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Tidak jarang dalam tahapan ini dibawa ke ICCU. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup mengerikan : a) Debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang dikeluarkan, karena stress tersebut cukup tinggi dalam peredaran darah. b) Nafas sesak, megap-megap c) Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran d) Tenaga untuk hal-hal ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan atau collaps. d. Pengelolaan Stress Pengelolaan stress dapat dilakukan dengan menggali sumbersumber koping meliputi status sosioekonomi, keluarga, jaringan interpersonal, dan organisasi sekunder yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas. Kurangnya sumber personal tersebut menambah stress bagi individu (Stuart, 2006 hal 103). Reaksi berduka yang tertunda mencerminkan penggunaan ekspresi dari mekanisme pertahanan penyangkal dan supresi yang berlebihan dalam upayanya untuk menghindari distres hebat yang berhubungan dengan berduka (Stuart, 2006 hal 103).

24

e. Pengukuran stress Pengukuran stress dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner DASS 42 berdasarkan reaksi fisik, mental dan kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, membingungkan,

membahayakan dan merisaukan responden. DASS yang merupakan kependekan dari Depression anciety stress scale merupakan salah satu alat ukur yang digunakan untuk mengukur stres. Pengukuran DASS terdiri dari 4 skala yaitu tidak pernah, kadang-kadang, sering dan selalu yang diberikan skor dari 0,1,2 dan 3. Pengkategorian stres berdasarkan DASS 42 terdiri dari ringan( 0-42), sedang (42-84), berat (> 84).

25

B. Kerangka Teori Berdasarkan uraian teori di atas, maka kerangka teori penelitian ini adalah sebagai berikut : Faktor predisposisi : -

primigravida molahidatidosa kehamilan ganda Hiperemesis Gravidarum

Faktor organik - Alergi - Perubahan metabolik

Keterangan : Cetak tebal : diteliti

Faktor psikologis : - pengetahuan - sikap - umur - paritas - pekerjaan - stress - peningkatan hormon progesteron - estrogen dan hCG,

Gambar 2. 1 Kerangka Teori Sumber : Mitayani, 2009

26

C. Kerangka Konsep Variabel bebas Stres Variabel Terikat Hiperemesis Gravidarum

Gambar 2. 2 Kerangka Konsep D. Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara tingkat stres dengan kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil trimester I di BPS Ny. Sayidah Kendal.

You might also like