You are on page 1of 17

IDENTIFIKASI KANDUNGAN SENYAWA METABOLIT

SEKUNDER EKSTRAK KLOROFORM UMBI BAWANG HANTU


(Eleutherine palmifolia (L.) Merr )

Makalah Seminar Kimia

Oleh :

RAHMA WARDANI
ACC 105 017

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PWNDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

2009
BAB. I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan ber khasiat obat
merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini
menandai kesadaran untuk kembali ke alam (back to nature) guna mencapai
kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami
(Wijayakusuma, 2000).

Merupakan fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat
Indonesia dalam mencari pemecahan masalah kesehatan, memanfaatkan
pengobatan tradisional sebagai salah satu pilihannya. Untuk ini pelayanan
kesehatan tradisional merupakan potensi yang besar karena dekat dengan
masyarakat, mudah diperoleh dan relatif lebih murah dari pada obat modern
(Anonim, 1996). Pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara
tradisional memiliki kelebihan yaitu efek samping yang ditimbulkan minimal
dibandingkan pengobatan secara kimiawi/modern.

Tumbuhan obat merupakan sumber bahan yang sangat penting artinya, bagi
pembuatan obat tradisional di Indonesia bahkan juga untuk obat tradisional di
dunia. Di Indonesia dijumpai kurang lebih 940 jenis tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat, sebagian sudah dikenal dan diketahui tumbuhan
asalnya, dipelajari kandungan serta khasiatnya, namun masih banyak pula
diantaranya yang belum diteliti sama sekali(Anonim, 1996).

Jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk obat jumlahnya sangat


banyak dan berbagai macam jenisnya. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai
bahan obat tradisional berbeda-beda misalnya akar, batang, daun, bunga, dan
buah, fungsi pengobatan nya pun juga berbeda-beda. Penggunaan obat tradisional
masih dilakukan dengan sangat sederhana, perlakuan dalam menyiapkan bahan
obat tradisional diantaranya hanya diremas, ditumbuk, direbus, atau dibakar (Jafar
Sidik dan Sutomo 1986 : 2-3).

Salah satu tumbuhan yang digunakan masyarakat khususnya masyarakat


Kalimantan Tengah sebagai obat adalah bawang hantu (Eleutherine palmifolia
(L.) Merr ) Bagian yang dipergunakan adalah umbinya, dibuat dalam bentuk
infusa dan dipergunakan untuk mengobati penyakit diare/disentri.

Penggunaan umbi bawang hantu sebagai obat hanya berdasarkan pengalaman


terdahulu dan kebiasaan masyarakat saja (pengalaman empiris), karena itu oleh
para ahli dilakukan penelitian mengenai aktifitas anti bakteri umbi bawang hantu
serta skrining fitokimianya.

Diharapkan analisa golongan senyawa kimia umbi bawang hantu dapat


dijadikan awal bagi penelitian lebih lanjut guna mengembangkan pengobatan
tradisional di masyarakat Indonesia.

1.2 Batasan Masalah


Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada “ Identifikasi Kandungan Senyawa
Metabolit Sekunder Ekstrak Kloroform Umbi Bawang Hantu”.

1.3 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang muncul adalah sebagai
berikut :

1. Golongan senyawa kimia apa sajakah yang yang terdapat dalam umbi
bawang hantu.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah skrining fitokimia untuk mengetahui
golongan senyawa kimia yang terkandung di dalam umbi bawang hantu
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan :

a. Dapat menjadi dasar suatu metode, teknik pemisahan dan identifikasi

komponen metabolit sekunder buah mengkudu.

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam pelestarian dan pengembangan tumbuhan

obat tradisional di Indonesia khususnya di Kalimantan Tengah.

.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tentang Tumbuhan Bawang Hantu (Eleutherine palmifolia


(L.) Merr )

Bawang hantu (Eleutherine palmifolia (L.) Merr ) merupakan tumbuhan


yang berasal dari pulau Kalimantan, oleh karena itu orang dari pulau seberang
Kalimantan menyebutnya Bawang Sabrang, karena kalau mengambil ke
Kalimantan harus ”nyabrang” atau menyeberangi (Aulia Nuniek, 2003) .

Menurut buku Tumbuhan Berguna Indonesia karangan K.Heyne


mengungkapkan bahwa bawang sabrang banyak manfaat baik sebagai obat
peluruh kemih, obat muntah, pencahar, obat penyakit kuning dan kelamin.

Menurut pengalaman Bu Titiek Sri Rahayu (Trubus no. 396 hal 55


november 2002) yang terkena penyakit kanker payudara, dapat disembuhkan
dengan bawang "hantu/kambe" (kata orang Dayak). Tanaman ini mulai dilirik dan
dibudidayakan oleh masyarakat, BPTP Kalteng juga mengoleksinya sebagai
tanaman obat khas Kalimantan Tengah lainnya. (maman)

Bawang sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Bawang ini hanya


tumbuh di daerah belerang. Banyak juga bawang-bawangan yang ada di pulau
jawa mirip seperti bawang ini akan tetapi khasiatnya tidak sama (tidak ada
khasiatnya) dan tumbuhnya pun di tanah biasa. Bawang dayak ini juga
mengandung senyawa-senyawa yang meliputi alkaloid, saponin, terpenoid, stroid,
glikosida, tanin, fenolik, dan flavonoid. Bawang dayak ini juga dapat mengatasi
beberapa keluhan seperti kanker kista, prostat, diabetes, asam urat, hipertensi,
gangguan pencernaan lambung, kolesterol, gondok, bronkhitis, stamina dan
gangguan seksual. Menurut pengalaman beberapa masyarakat dengan
mengkonsumsi bawang hantu ini dapat dibuktikan dalam 2 jam maka khasiat nya
akan dapat langsung dirasakan, misalnya bagi penderita seperti diabetes, asam
urat, sakit pinggang, pegal-pegal, darah tinggi

2.2 Klasifikasi Tumbuhan Bawang Hantu

Kedudukan tumbuhan bawang hantu dalam sistematika (taksonomi)

tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Sistematika tumbuhan

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliales

Suku : Iridaceae

Marga : Eleutherine

Jenis : Eleutherine Palmifolia

Sinonim : Eleutherine Americana

(Backer dan Vanden Brink, 1962. Syamsuhidayat, 1991)

2. Nama Daerah

Kalimantan : Bawang hantu, bawang makkah

Sumatra : Bawang kapal

Jawa : Brambang sabrang, bawang siyem, aluluwansapi, teki


sabrang, bebawangan beureum
(Sastroamidjojo, 1962).

3. Pertelaan

Tanaman bawang hantu tingginya hanya mencapai 30-50 cm.


batangnya tumbuh tegak atau merunduk, basah, dan berumbi. Umbinya
panjang, bulat telur merah seperti bawang merah, tidak berbau sama sekali.
Daunnya ada dua macam yaitu yang sempurna berbentuk pita dengan
ujungnya yang runcing, sedangkan daun-daun lainnya berbentuk menyerupai
batang, berwarna hijau, beriga, lebarnya beberapa jari. Bunganya berupa
bunga tunggal, warnanya putih, terdapat pada ketiak-ketiak daun atas, dalam
rumpun-rumpun bunga yang terdiri dari 4 sampai 10 bunga, bunganya mekar
pada waktu sore tetapi hanya beberapa jam saja, biasanya mekar pada jam
17:00 dan kuncup lagi pada jam 19:00 (Anonim, 1986).

Tumbuhan ini menyukai tempat-tempat yang terbuka yang tanahnya


kaya dengan humus dan cukup lembab. Untuk menanam nya biasa digunakan
umbinya (Anonim, 1978). Di Jawa dipelihara sebagai tanaman hias ; kadang-
kadang didapati dalam jumlah besar dipinggir-pinggir jalan yang berumput
dan di dalam kebun-kebun teh, kina dan karet ( Heyne, 1987).

4. Khasiat dan kegunaan

Air rebusan atau air perasan umbinya dapat digunakan sebagai obat
penyakit kuning, disentri dan radang usus. Selain itu bawang hantu juga
diketahui mempunyai macam-macam khasiat lainnya seperti sebagai peluruh
seni, pencahar dan peluruh muntah, mengurangi rasa nyeri, obat luka dan
pencahar (Anonim, 1978) umbi mentahnya dapat juga digunakan untuk obat
disentri dan proktitis (radang porus usus), sedangkan daunnya untuk wanita
yang nifas, obat demam dan mual (sastroamidjojo, 1962; Anonim, 1978).
5. Kandungan kimia

Umbi bawang hantu mengandung senyawa-senyawa turunan


antrakinon yang mempunyai daya pencahar yaitu senyawa-senyawa eleuthrin,
isoeleutherin dan senyawa-senyawa sejenis ; senyawa-senyawa lakton yang
disebut eleutherinol (Anonim, 1978). Daun dan akarnya mengandung
flavonoid dan polifenol (Syamsuhidayat, 1991).

2.3 Uraian Kandungan Senyawa Dalam Umbi Bawang Hantu

2.3.1 Antrakinon

Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakinon. Beberapa


antrakinon merupakan zat warna yang penting dan yang lainnya sebagai
pencahar. Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini ialah
Rubiaceae, Rhanaceae, dan poligonaceae (Robinson, 1995). Turunan
antrakinon umumnya berupa senyawa berwarna kuning kemerahan dan
kadang-kadang dapat diamati di tempat. Antrakinon mudah larut dalam air
panas atau alkohol cair . Antrakinon terhidroksilasi jarang terdapat dalam
tumbuhan secara bebas tetapi sebagai glikosida antrakinon berupa senyawa
kristal bertitik leleh tinggi, senyawa ini biasanya berwarna merah tetapi yang
lainnya berwarna kuning sampai coklat (Robinson, 1995).

O
8 1

7 9 2

6 10 3

5 4
O

Gambar 1. Struktur dasar antrakinon


2.3.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar.


Dalam tumbuhan aglikon flavonoid (Flavonoid tanpa gula terikat) terdapat
dalam berbagai bentuk struktur, semuanya mengandung 15 atom C dan inti
dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu cincin aromatik
yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang membentuk cincin ke tiga.
Agar mudah dikenal cincin diberi tanda A, B, C (Markham, 1987). Struktur
umum flavonoid terdapat dalam gambar 2.
2’ 3’
8 1

2 1’
7 B 4’
A
6 3 6’ 5’

5 4

Gambar 2. Struktur umum flavonoid

(robinson, 1995)

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air, Flavonoid


dapat diekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah
ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi (Harbor, 1987). Flavonoid
berupa senyawa fenol karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau
amonia dan terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran. Jarang sekali
dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Selain itu,
sering juga terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda
kelas (Harborne, 1987). Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini
dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus
hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan (Robinson, 1995).

Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak


macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung
flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Aktivitas antioksidan
flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan
secara tradisional untuk mengatasi gangguan fungsi hati. Flavonoid tertentu
dalam makanan tampaknya menurunkan agregasi platelet dan dengan
demikian mengurangi pembekuan darah, tetapi jika dipakai pada kulit,
flavonoid lain menghambat pendarahan (Robinson, 1995).

2.3.3 Terpenoid

Senyawa terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2 = C(CH3) – CH


= CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau
lebih satuan C5 ini. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai
dari komponen minyak atsiri , yaitu monoterpena (C10) dan (C15) yang
mudah menguap, diterpena (C20) yang lebih sukar menguap, sampai
senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid dan sterol (C30) serta pigmen
karetiroid (C40) (Harborne, 1987). Banyak terpenoid terdapat secara alami
dalam tumbuhan tidak dalam keadaan bebas tetapi sebagai ester atau
glikosida (Robinson, 1995).

Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat


didalam sitoplasma tumbuhan. Kadang-kadang minyak atsiri terdapat
didalam sel kelenjar khusus pada permukaan daun. Sedangkan karotenoid
terutama berhubungan dengan kloroplast didalam daun dan dengan
kromoplast didalam daun bunga (petal). Biasanya terpenoid diekstraksi dari
jaringan tumbuhan dengan memakai eter minyak bumi, eter atau kloroform
(Harborne, 1987).

Sudah banyak dan bermacam-macam peran terpenoid tumbuhan yang


diketahui. Sifatnya yang dapat mengatur pertumbuhan sudah terbukti, dua
dari golongan utama pengatur tumbuhan yaitu seskiterpenoid absisin dan
giberelin yang mempunyai kerangka dasar terpenoid. Karotenoid berperan
penting untuk warna tumbuhan dan sudah pasti terpenoid (C 40) ini terlibat
pula sebagai pigmen pembantu pada proses fotosintesis mono dan
seskuiterpena penting bagi tumbuhan untuk memberi bau wangi yang khas
(Harborne, 1987).

3 Kemarin

Kemarin adalah lakton asam 0-hidroksisinamat. Inti dasar dengan


penomoran cincinnya terlihat pada gambar 3

5 4

6 3

7
2
8

Gambar 3. Struktur umum kemarin

Hampir semua kemarin alam mempunyai oksigen (hidroksil atau alkoksil)


pada C7. Posisi lain dapat pula teroksigenisasi, dan sering pula terdapat
rantai samping alkil. Kumarin sering dijumpai sebagai glikosida (Robinson,
1995).

Kemarin mempunyai berbagai efek fisiologis terhadap tumbuhan dan


hewan. Pada tumbuhan efeknya menghambat atau menstimulasi asam indol
3-asetat oksidasi menstimulasi produksi etilena, menghambat sintesis
selulosa, atau meningkatkan ketebalan membran. Kemarin dapat
mempunyai efek toksik terhadap organisme misalnya membunuh atau
menolak serangga (Robinson, 1995).
2.4 Skrining Fitokimia

Untuk mencari tumbuhan dan senyawa yang dikandungnya yang


memiliki aktivitas biologi dilakukan dua macam pendekatan, yaitu
pendekatan farmakologi dan skrining fitokimia (Gunawan dkk, 1993).

Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi


terhadap hewan percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan.
Misalnya, efek farmakologi terhadap susunan syaraf pusat, terhadap organ
tertentu, dan sebagainya. Percobaan farmakologi dapat dilakukan secara in
vivo dan atau in vitro. Aktivitas yang diajukan antara lain antineoplastik
(antikanker), antiviral, antimicrobial, antimalaria, insektisida, hipoglikemik,
kardiotonik, estrogenik, androgenic dan sebagainya (Gunawan dkk, 1993).

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitas kandungan


kimia dalam tumbuhan/bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah,
biji), terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid,
antrakinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan
triterpenoid), nanin (polifenilat), minyak atsiri (terpenoid), iridoid dan
sebagainya (Gunawan dkk, 1993). Idealnya, untuk analisis fitokimia
digunakan jaringan tumbuhan segar. Beberapa menit setelah dikumpulkan,
bahan tumbuhan tersebut dimasukkan kedalam alkohol mendidih. Cara lain
tumbuhan dapat dikeringkan sebelum diekstraksi. Jika ini dilakukan,
pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaan terawasi untuk
mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus
dikeringkan secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik
dengan aliran udara yang baik. Setelah betul-betul kering, tumbuhan dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum digunakan untuk analisis
( Haborne, 1987)

Skrining fitokimia merupakan suatu penelitian pendahuluan untuk


mengetahui jenis kandungan dari suatu tumbuhan tertentu. Biasanya
digunakan untuk mengetahui nama zat kandungan suatu tumbuhan tertentu
atau skrining macam-macam jenis tumbuhan untuk mencari zat kandungan
tertentu, misalnya alkaloid, glikosida, terpen, dan lain-lain (Anonim, 1996).

Cara skrining fitokimia yang baik harus memenuhi beberapa


persyaratan, yaitu :

1. Sederhana

2. Cepat

3. Seyogyanya menggunakan alat-alat yang mudah didapat

4. Spesifik terhadap zat yang diselidiki

5. Jika mungkin dapat memberi gambaran tentang ada atau tidaknya gugus
atau golongan zat yang diselidiki.

Pada umumnya cara-cara skrining yang dipublikasikan memenuhi kriteria 1-


4, hanya sedikit yang memenuhi kriteria sampai 5 (Anonim, 1996).

Dari hasil skrining fitokimia dapat diketahui adanya kandungan bahan


tumbuhan obat tradisional dan usaha-usaha isolasi lebih lanjut bertujuan
untuk memisahkan dan memurnikan zat-zat yang terkandung di dalam
tumbuhan tersebut (Anonim, 1996).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dan eksperimen dengan

pendekatan Laboratorium yang dilakukan melalui serangkaian percobaan sesuai dengan

prosedur yang telah ada.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Kimia, Program Studi Pendidikan

Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Palangka Raya. Adapun waktu

pelaksanaannya pada bulan juli 2009.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung reaksi, rak tabung

reaksi, pipit tetes, gelas ukur, gelas kimia, corong kaca, corong pisah, kaca arloji, pipet

ukur + karet, neraca analitik, spatula, keranjang, plat tetes, kertas saring, gunting,

aluminium foil, karet gelang, belender, tisu.

3.3.2 Bahan tumbuhan

Bahan utama : umbi bawang hantu (Eleutherine palmifolia (L.) Merr )


yang berasal dari kecamatan Kumai, Kabupaten. Kotawaringin Barat, Kalimantan
Tengah. Umbi bawang hantu yang baik, dikumpulkan, dibersihkan dari kotoran
dan tanah, dicuci dan diiris tipis. Irisan tersebut dikeringkan dibawah sinar
matahari dengan ditutup kain hitam agar senyawa yang terdapat dalam simplisia
tidak rusak akibat matahari selama 3 hari setelah itu simplisia dikeringkan dengan
menggunakan oven pada suhu 40-50oC selama 15-30 menit. Setelah kering
kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender.

3.3.3 Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah kloroform ( CHCl3 ), asam klorida


( HCl ), besi ( III ) klorida ( FeCl3 ), serbuk magnesium ( Mg ), asam sulfat
( H2SO4 ), serta aquades ( H2O ).

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pembuatan Ekstrak Kloroform Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L)

a. Menimbang sebanyak 2 gram serbuk umbi bawang hantu, lalu


memasukkannya ke dalam tabung reaksi.

b. Mengukur kloroform dengan menggunakan gelas ukur sebanyak 10


mL, lalu menuangkannya ke dalam tabung reaksi yang berisi 2 gram
serbuk umbi tumbuhan bawang sebrang.

c. Menutup tabung reaksi tersebut menggunakan alumunium foil serapat


mungkin.

d. Setelah 3 x 24 jam rendaman serbuk buah tumbuhan mengkudu tersebut


didiamkan kemudian, disaring untuk mendapatkan filtratnya.

e. Ekstrak yang didapatkan sebanyak X ml

3.5 Identifikasi Ekstrak Kloroform Pada Buah Tumbuhan Mengkudu.

Ekstrak kloroform yang didapatkan dari hasil maserasi tersebut


kemudian dilarutkan dalam kloroform dan aquades dengan perbandingan 1
: 1. Kemudian larutan yang diperoleh dikocok dengan baik dan dibiarkan ±
15 menit, sehingga terbentuk dua lapisan kloroform dan air. Lapisan
kloroform yang berada dibagian bawah digunakan untuk mengidentifikasi
senyawa steroid, terpenoid dan alkaloid. Sedangkan lapisan air digunakan
untuk memeriksa identifikasi senyawa flavonoid, fenolik, dan saponin.

3.5.1 Identifikasi Alkaloid

Identifikasi alkaloid dilakukan dengan menambahkan ekstrak


kloroform dengan 10 mL campuran kloroform dan amoniak 0,05 N serta
disaring. Filtrat ditambah dengan beberapa tetes asam sulfat 2 N dan
dikocok sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan bagian atas dipipet ke
dalam tabung reaksi lain kemudian ditambahkan dengan pereaksi Meyer.
Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih.

3.5.2 Identifikasi Steroid dan Terpenoid

Lapisan kloroform ( pemisahan ekstrak kloroform dengan kloroform


dan air), dimasukkan ke dalam 2 lubang pelat tetes masing – masing 3
tetes dan dibiarkan sampai kering. Kemudian menambahkan setetes asam
sulfat pekat dan setetes asam asetat anhidrida kedalam salah satu lubang.
Terbentuknya warna hijau pada pelat yang ditambahkan setetes asam sulfat
dan setetes asam sulfat anhidrida menandakan adanya steroid, sedangkan
bila terbentuk warna merah atau merah ungu menandakan adanya
terpenoid.

3.5.3 Identifikasi Saponin


Lapisan air ( pemisahan ekstrak kloroform dengan kloroform dan air )
dimasukkan kedalam tabung reaksi kecil kemudian dikocok kuat – kuat.
Bila terbentuknya busa yang permanen selama ± 15 menit, menandakan uji
positif adanya saponin.

3.5.4 Identifikasi Flavonoid

Lapisan air dimasukkan kedalam tabung reaksi kecil, selanjutnya


ditambahkan dengan serbuk logam Mg dan beberapa tetes HCl pekat.
Terbentuknya warna orange sampai merah menandakan adanya flavonoid.

3.5.5 Identifikasi Fenolik

Lapisan air dimasukkan ke dalam tabung reaksi, selanjutnya


ditambahkan dengan FeCl3, jika terbentuk warna biru menandakan uji
positif adanya senyawa fenolik.

You might also like