Professional Documents
Culture Documents
PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN MENGGUNAKAN VIDEO DALAM PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI DI SMAN 9 BALIKPAPAN TAHUN 2012
Sulastri1, Ridwan M. Thaha2, Syamsiar S. Russeng.MS 3 1 SADARI Foundation 2 Jurusan Promosi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Abstrak SADARI merupakan langkah awal yang penting untuk mengetahui secara dini adanya tumor atau benjolan pada payudara sehingga dapat mengurangi tingkat kematian karena penyakit kanker tersebut. Rekomendasi dari The American Cancer Sosiety, Menginformasikan bahwa banyak keuntungan untuk melakukan SADARI saat mencapai usia 20 tahun karena hampir 85% gangguan atau benjolan ditemukan oleh penderita sendiri melalui pemeriksaan dengan benar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan mengunakan video dalam pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap remaja putri di SMAN 9 Balikpapan Tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan rancangan pre post test control group design. Subjek penelitian adalah remaja puteri kelas X SMAN 9 Balikpapan yang dipilih dengan simple random sampling dengan perolehan sampel sebesar 50 siswi. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan uji paired t-test dengan taraf signifikansi 0.05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan perubahan pengetahuan pada kelompok eksperimen dengan rerata (49.22) lebih besar daripada kelompok kontrol I (17.36), (p = 0.000) dan untuk perubahan sikap pada kelompok eksperimen (33.46) lebih besar daripada pada kelompok kontrol (25.94), (p = 0.000) sehingga ada perbedaan yang signifikasi penyuluhan kesehatan mengunakan video dalam SADARI terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap pada remaja putri Memotivasi pengetahuan dan sikap remaja terhadap SADARI dengan membentuk organisasi PIK KRR untuk memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja, selain itu adanya monitoring, strategi promkes yang lebih kreatif, dukungan dari pihak sekolah, YKI, orang tua remaja putri sehingga terjadinya kesinambungan program. Kata Kunci : remaja putri, SADARI, kanker payudara, media video Abstract BSE is an important first step to determine the presence of early tumors or lumps in the breast so as to reduce the rate of death from the cancer. Recommendations from the American Cancer Sosiety, informing that a lot of advantages to doing BSE when they reach the age of 20 years because nearly 85% disruption or lumps are found by patients themselves through the examination properly. This study aimed to determine the effect of health education using video in breast selfexamination (BSE) to increase knowledge and attitudes girls in SMAN 9 Balikpapan 2012. This research is a quasi experimental design with pre - posttest control group design. Subjects were girls of class X - SMAN 9 Balikpapan selected by simple random sampling with the acquisition of a sample of 50 students. The analysis is used univariate and bivariate analyzes to test paired t-test with significance level 0.05. The results showed there were differences in changes in knowledge in the experimental group with a mean (49.22) is greater than the control group I (17:36), (p = 0.000) and for the
Analisis Data Data diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) dan Dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui perbedaan dan pengaruh perubahan pengetahuan dan sikap terhadap penyuluhan kesehatan mengunakan video dalam pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). HASIL Karakteristik Responden Tabel 1. Menunjukkan distribusi karakteristik responden terdiri dari umur, agama dan suku. Umur atau usia yang merupakan satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau mahluk, baik yang hidup maupun mati. Berdasarkan kelompok umur responden sebagai sampel terdapat rentang umur antara 15 17 tahun. Berdasarkan distribusi kelompok umur responden eksperimen, dimana terlihat dominan umur responden adalah kelompok umur 16 tahun sebanyak 25 responden sebanyak 50%, sementara jumlah persentase tidak jauh berbeda adalah kelompok umur 15 dan 17 tahun dengan masing masing kelompok umur 15 tahun sebesar 26% dan untuk kelompok umur 17 tahun sebesar 25%. Distribusi responden menurut agama pada tabel 1 menunjukkan hasil sebanyak 47 responden (94%) kelompok eksperimen memeluk agama Islam sedangkan responden yang memeluk agama Katolik dan Protestan tidak berbeda jauh hanya 2 responden (4%) pada agama Katolik serta protestas hanya 1 responden (2%) dan pada kelompok kontrol I dan kontrol II adalah mayoritas pemeluk agama Islam yang masing-masing berjumlah 50 responden pada setiap kelompok Komposisi penduduk Kota Balikpapan sangat heterogen meliputi hampir seluruh suku yang ada di Indonesia, baik dari Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Jawa, Sumatera dan Kalimantan sendiri dan pada tabel menyajikan distribusi responden menurut suku di tiga kelompok dengan mayoritas suku adalah Jawa sebanyak 31 responden (62%), suku lainnya adalah Banjar. Analisis Univariat Tabel 2. Menunjukkan hasil penelitian pada pengaruh penggunaan media video dalam penyuluhan kesehatan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) terhadap perubahan pengetahuan remaja putri pada kelompok eksperimen adalah pengetahuan tentang SADARI pada responden dinilai dari 48 pertanyaan yang meliputi pengertian dari kanker payudara, penyebab dan gejalagejala kanker payudara, pencegahan kanker payudara dengan SADARI, langkah-langkah melakukan SADARI, waktu dalam melakukan SADARI dan posisi melakukan SADARI. Tabel distribusi kategori pengetahuan tentang SADARI pada remaja sebelum dan sesudah dilakukan intervensi berupa penyuluhan kesehatan dengan menggunakan video pada kelompok eksperimen menunjukkan distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden pada kelompok eksperimen pada saat sebelum penyuluhan ada sebanyak 3 responden (6%) yang mempunyai pengetahuan baik, sebanyak 22 responden (44%) mempunyai pengetahuan sedang, dan sebesar 50% mempunyai pengetahuan yang rendah tentang SADARI. Tabel 3. Menunjukkan hasil Sikap responden terhadap SADARI dalam deteksi dini kanker payudara dapat dinilai dari 23 pernyataan yang meliputi pemeriksaan payudara sendiri secara berkala setiap bulan, SADARI yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, SADARI merupakan hal yang paling murah untuk mendeteksi adanya kelainan pada payudara serta pergi ke pelayanan kesehatan apabila mendeteksi kelainan pada payudara, butir 23 pertanyaan sikap tersebut terbagi dalam 12 pernyataan positif dan 11 pernyataan negatif. Kelompok eksperimen menunjukkan hasil perbandingan perubahan sikap sebelum dan sesudah dengan diberikan penyuluhan tentang kesehatan SADARI mengunakan video terdapat 14 orang dengan hasil
Analisis Bivariat Tabel 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan responden sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan video SADARI adalah 18.44 dengan standar deviasi 7.448 dan setelah kegiatan intervensi berupa penyuluhan kesehatan dengan menggunakan video SADARI rata-rata pengetahuan responden adalah sebsar 39.14 dengan standar deviasi 3.758. Hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0.000, maka dapat disimpulkan pada dengan nilai 5% terlihat adanya perbedaan pengetahuan ya ng signifikan responden sebelum dan sesudah kegiatan penyuluhan kesehatan dengan mengunakan video SADARI. Tabel 5. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa nilai rata-rata pengetahuan responden sebelum diberikan kegiatan intervensi penyuluhan kesehatan tanpa menggunakan video adalah 19.00 dengan standar deviasi 9.470 dan setelah responden mengikuti kegiatan intervensi berupa penyuluhan kesehatan tanpa menggunakan video SADARI maka rata-rata nilai pengetahuan responden adalah 36.34 dengan standar deviasi sebesar 5.483. Berdasarkan hal tersebut maka yang ingin diketahui lebih lanjut perbedaan yang menunjukkan nilai rerata yang memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh yang dominan dalam perubahan pengetahuan SADARI pada responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan rerata pengetahuan responden sebelum dan sesudah kegiatan intervensi penyuluhan kesehatan tentang SADARI dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberikan kegiatan intervensi penyuluhan kesehatan tanpa mengunakan video SADARI hanya penyuluhan biasa tentang pemeriksaan payudara sendiri dalam upaya deteksi kanker payudara adalah sebesar 17.36 berdasarkan hal itu kemudian dibandingkan dengan penyuluhan menggunakan video yang lebih besar nilainya 20.7 dengan nilai p value sebesar 0.000 artinya secara statistik ada perbedaan yang signifikansi antara kegiatan intervensi penyuluhan kesehatan menggunakan video dan tidak menggunakan video dalam pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dalam upaya deteksi dini kanker payudara pada remaja Tabel 7. Berdasarkan hasil analisis rata-rata sikap responden pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah tentang SADARI dapat ditarik suatu kesimpulan rata-rata siswi sebelum intervensi adalah 34.20 dengan standar deviasi 15.752, sedangkan rata-rata sikap sesudah diberikan kegiatan intervensi berupa penyuluhan kesehatan mengunakan video adalah sebesar 67.66 dengan standar deviasi sebesar 9.917. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0.000 ( = 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ada pengar uh penyuluhan kesehatan dengan mengunakan video SADARI terhadap peningkatan sikap siswi di SMA Negeri 9 Balikpapan tahun 2012. Tabel 8. Berdasarkan hasil analisis rata-rata sikap responden pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah tentang SADARI dapat ditarik suatu kesimpulan rata-rata siswi sebelum intervensi adalah 34.20 dengan standar deviasi 15.752, sedangkan rata-rata sikap sesudah diberikan kegiatan berupa penyuluhan kesehatan mengunakan video adalah sebesar 67.66 dengan standar deviasi sebesar 9.917. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0.000 ( = 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh penyuluhan kesehatan dengan mengunakan video SADARI terhadap peningkatan sikap siswi di SMA Negeri 9 Balikpapan tahun 2012. Tabel 9. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata sikap responden sebelum adanya kegiatan intervensi berupa penyuluhan kesehatan tanpa menggunakan video SADARI adalah sebesar 36.66 dan rata-rata nilai sikap responden setelah diberi kegiatan penyuluhan maka nilainya menjadi 62.60, pada taraf kepercayaan 95% didapatkan nilai p sebesar 0.000, maka dapat disimpulkan pada (0.05) terlihat ada perbedaan yang signifikan nilai sikap pada siswi SMA Negeri 5 Balikpapan sebelum dan sesudah kegiatan intervensi, dengan demikian
Tabel 2
Distribusi responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang SADARI pada Remaja Putri di Balikpapan Tahun 2012 Pengetahuan baik Sedang Kurang baik Sedang Kurang baik Sedang Kurang Sebelum Penyuluhan n % 3 6 22 44 25 50 50 50 7 14 15 30 28 56 50 50 3 6 22 44 25 58 50 50 Sesudah Penyuluhan n % 48 96 2 4 100 50 36 72 14 28 100 50 1 2 27 42 22 56 100 50
Distribusi responden Berdasarkan Sikap Tentang SADARI pada Remaja Putri di Balikpapan Tahun 2012 Sebelum Penyuluhan Sesudah Penyuluhan Kelompok Sikap n % n % Sangat Mendukung 3 6 28 56 Cukup Mendukung 11 22 16 32 Eksperimen Tidak Mendukung 36 72 6 12 jumlah 50 100 50 100 Sangat Mendukung 5 10 22 44 Cukup Mendukung 10 20 18 36 Kontrol I Tidak Mendukung 35 70 10 20 jumlah 50 100 50 100 Sangat Mendukung 3 6 Cukup Mendukung 14 28 16 32 Kontrol II Tidak Mendukung 36 72 31 62 jumlah 50 100 50 100 Tabel. 4 Distribusi Rata-Rata Pengetahuan Responden Kelompok Eksperimen Tentang SADARI Sebelum dan Sesudah diberikan Penyuluhan Kesehatan mengunakan Video di SMAN 9 Balikpapan Tahun 2012 Pengetahuan Mean SD SE Eksperimen Pre 18.44 7.448 1.053 P value n
0.000
50
Tabel .5
Distribusi Rata-Rata Pengetahuan Responden Kelompok Kontrol I Tentang SADARI Sebelum dan Sesudah diberikan Penyuluhan Kesehatan tanpa mengunakan Video di SMAN 5 Balikpapan Tahun 2012 Kontrol I Pre 18.98 9.479 1.339 P value 0.000 n 50
Pengetahuan Mean SD SE
Tabel 6.
Distribusi perbandingan pengetahuan responden tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) sebelum dan sesudah pada remaja di Balikpapan Rerata 18.44 67.66 Rerata 18.98 36.34 Rerata 18.60 17.96 Perbedaan rerata 49.22 Perbedaan rerata 17.36 Perbedaan rerata 0.64 P value 0.000 P value 0.000 P value 0.367 n 50 n 50 n 50
Pengetahuan Kelompok Eksperimen Sebelum Sesudah Pengetahuan Kelompok Kontrol I Sebelum Sesudah Pengetahuan Kelompok Kontrol II Sebelum Sesudah
Tabel 7.
Distribusi Rata-Rata Sikap Responden Kelompok Eksperimen Tentang SADARI Sebelum dan Sesudah di SMAN 9 Balikpapan Tahun 2012 Eksperimen Pre 34.20 15.752 2.228 P value 0.000 n 50
Distribusi Rata-Rata Sikap Responden Kelompok Kontrol I Tentang SADARI Sebelum dan Sesudah di SMAN 5 Balikpapan Tahun 2012 Kontrol I Pre 36.66 16.030 2.267 P value 0.000 n 50
Sikap Mean SD SE
10
Tabel 9.
Distribusi Rata-Rata Sikap Responden Kelompok Kontrol II Tentang SADARI Sebelum dan Sesudah di SMAN 5 Balikpapan Tahun 2012 Kontrol II Pre 40.26 13.167 1.862 P value n
0.425
50
Distribusi perbandingan Perubahan sikap responden tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) sebelum dan sesudah pada remaja di Balikpapan Rerata 34.20 67.66 Rerata 36.66 62.60 Rerata 40.26 41.64 Perbedaan rerata 33.46 Perbedaan rerata 25.94 Perbedaan rerata 1.38 P value 0.000 P value 0.000 P value 0.425 n 50 n 50 n 50
Sikap Kelompok Eksperimen Sebelum Sesudah Sikap Kelompok Kontrol I Sebelum Sesudah Sikap Kelompok Kontrol II Sebelum Sesudah
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A, 2002. Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Anonim. 2005. Cancer Risk factors. Mayo Fundation For Medical Educattion and Research.(Online). (www.mayoclinic.com diakses 12 juni 2012) Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta Burroughs, A. 1997. Maternity Nursing An Introductory Text. Philadelphia : W. B. Sauders Company Dalimartha., Setiawan. 2004. Kanker Payudara. Dalam : Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker. Penebar Swadaya, Jakarta. Depkes RI. 2007. Petunjuk Teknis Pencegahan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara. Direktorat Pengendalian penyakit Tidak Menular direktorat Jenderal PP dan PL, Depkes RI. Jakarta Kearney,A,J and Murray, M. 2006. Evidence Against breasrt Self Examination is Not Conclusive: What Polymakers and Health Profesionals Need too Know. Journal of Public Health Policy; 2006. Dalam proquest Medical Library. (Online). (http://www.proquest .co.id diakses 13 juni 2012) Kodim, Nasrin. 2004. Eppidemiologi Kanker Payudara, Himpunan Badan Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. FKM UI. Jakarta Lusa, 2009. Tentang Anatomi dan Fisiologi Payudara. (Online), (http://www.lusa.web.id/anatomidan-fisiologi-payudara , diakses 15 Mei 2012) Ngatimin, Rusli. 2005. Sari dan Aplikasi Ilmu Perilaku Kesehatan. Yayasan PK-3. Makassar
11
12
13
Berdasarkan data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa di Indonesia masih terdapat 234 bayi baru lahir (BBL) atau neonatus meninggal setiap hari atau sekitar 10 neonatus meninggal setiap jam. Angka kematian neonatal di Indonesia masih merupakan yang tertinggi jika dibandingkan beberapa negara di wilayah Asia Tenggara, seperti Filipina (17/1.000 KH), Vietnam (12/1.000 KH), Srilanka (11/1.000 KH) dan Singapura yang hanya 1/1.000 KH (Save the Children, 2008). Jawa Barat merupakan provinsi di Indonesia dengan angka kematian neonatal sama dengan angka nasional yaitu 19/1000 kelahiran hidup (Biro Pusat Statistik, 2008). Di provinsi ini terdapat 3 kabupaten dengan jumlah kematian neonatal tertinggi selama tahun 2009 berdasarkan data laporan rutin jumlah kematian neonatus dari Kementerian Kesehatan, yaitu: Sukabumi 381 neonatus, Bogor 339 neonatus dan Garut 321 neonatus (Kemenkes RI, 2010). Tiga penyebab utama kematian neonatus di Indonesia adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sebesar 29%, asfiksia sebanyak 27% dan terdapat 10% neonatus meninggal akibat tetanus (Kemenkes RI, 2007). Penyebab kematian neonatus di Jawa Barat antara lain: asfiksia sebanyak 20,1%, infeksi sejumlah 19,5% dan 11,3% meninggal akibat komplikasi prematur dan BBLR (Dinkes, 2007). Pola penyebab kematian neonatus di kabupaten Garut hampir serupa dengan pola di tingkat nasional yaitu: BBLR (31%), asfiksia (28%), infeksi (3%), dan 38% karena penyebab lain (Dinkes, 2009). Kementerian Kesehatan RI dalam memberikan pelayanan kesehatan dan pencegahan kematian neonatus di Indonesia, melalui Direktorat Bina Kesehatan Anak telah mengupayakan beberapa program mulai dari saat bayi lahir hingga berusia 28 hari. Upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi masalah kesehatan neonatus di Indonesia, pendekatannya masih cenderung pada tingkat petugas kesehatan dan hanya sebagian kecil upaya di tingkat keluarga. Padahal teridentifikasi sekitar 98% kematian neonatus terjadi di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) yang mana 60% diantaranya lahir di rumah tanpa bantuan perawatan tenaga kesehatan terampil (Yinger, 2003). Perawatan neonatus yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi: Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian Air Susu Ibu (ASI), menjaga bayi tetap hangat serta tunda mandi minimal 6 jam setelah kelahiran, perawatan tali pusat dan pencegahan infeksi, serta pengenalan tanda bahaya pada neonatus. Perawatan neonatus lebih banyak dilakukan di rumah oleh ibu dan keluarga, dengan konteks perawatan yang dipengaruhi oleh lingkungan dan tokoh-tokoh kunci di sekitar mereka. Hasil riset formatif di Kabupaten Garut yang dilakukan oleh Yayasan Melati (2008), mengungkapkan bahwa perilaku ibu dan keluarga dalam perawatan neonatus dipengaruhi antara lain oleh dukun bayi, kader kesehatan, dan tetangga. Hasil riset ini juga mengemukakan bahwa kader kesehatan merupakan salah satu tokoh kunci yang mendampingi ibu hamil saat memeriksakan kehamilan ke bidan atau petugas kesehatan, mendampingi ibu bersalin saat persalinan, melakukan kunjungan pasca persalinan, memberi informasi seputar kesehatan ibu neonatus dan bayinya, serta mendampingi keluarga saat melakukan rujukan dalam kondisi kegawatdaruratan ibu neonatus dan bayinya (Yayasan Melati, 2008). Di India dan Bangladesh, telah dilakukan pemanfaatan kader untuk memberikan pendidikan kesehatan terhadap ibu neonatus dalam upaya perubahan perilaku ibu terkait perawatan neonatus di tingkat rumah tangga (Baqui, et al 2008 dan Bang, Rany, Reddy, 2005). Di Indonesia kader kesehatan seringkali berperan dalam memotivasi dan memberikan informasi terkait
14
15
Pada kelompok kontrol, responden ibu neonatus memperlihatkan bahwa peningkatan pengetahuan dan sikap mereka sangat kecil setelah intervensi dibandingkan dengan sebelum intervensi. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
16
Perubahan rata-rata nilai pengetahuan dan sikap ibu neonatus terhadap perawatan neonatus pada kelompok intervensi lebih besar dibandingkan dengan ibu neonatus pada kelompok kontrol. Nilai rata-rata praktik ibu neonatus pada kelompok intervensi juga lebih tinggi daripada praktik ibu neonatus pada kelompok kontrol, setelah intervensi. Uraian mengenai perbandingan selisih rata-rata pengetahuan dan sikap ibu neonatus sebelum maupun setelah intervensi antar kelompok serta perbedaan rata-rata praktik ibu neonatus setelah intervensi antar kelompok dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3 Perbandingan Perubahan Rata-rata Nilai Pengetahuan, Sikap dan Praktik Ibu Neonatus antar Kelompok Variabel Pengetahuan Sikap Praktik *Uji Mann-Whitney Untuk memperoleh gambaran mengenai praktik yang dilakukan ibu neonatus dalam perawatan neonatus, dilakukan pengamatan terhadap 32 orang informan ibu neonatus pada kelompok intervensi. Praktik ibu neonatus dinilai menggunakan lembar observasi dengan jenis informasi berupa data kualitatif. Pengamatan terhadap tindakan ibu dalam perawatan neonatus dilakukan sebanyak dua kali. Sebelum intervensi, ibu dengan usia kehamilan 5-9 bulan diminta melakukan simulasi perawatan neonatus menggunakan manekin bayi, manekin payudara dan perlengkapan bayi lainnya. Selanjutnya pengamatan kedua dilakukan setelah bayi lahir (usia bayi masih dalam periode neonatal 2-21 hari). Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut antara lain: 1) hampir semua ibu neonatus menyusui bayinya secara bergantian antara payudara kiri dan kanan, hanya dua orang yang tidak melakukan tindakan tersebut, 2) pada saat simulasi sebagian ibu masih memakaikan gurita kepada boneka bayi namun pada saat dilakukan pengamatan hanya sebagian kecil ibu neonatus yang masih memakaikan gurita kepada bayinya, 3) sebagian besar ibu yang mempraktikkan membungkus bayi dengan cara bedong ketat pada saat simulasi, namun hanya sebagian kecil yaitu dua orang ibu neonatus yang diamati masih membedong ketat bayinya, 4) pada saat simulasi dan setelah bayi lahir, sebagian besar ibu neonatus yang diobservasi sudah mempraktikkan pemakaian penutup kepala atau topi kepada bayi baru lahir, 5) sebagian ibu masih membubuhkan betadine dan atau alkohol kepada boneka bayi dan setelah bayi mereka lahir Mean 1,4 0,3 2,7 0,4 19,1 12,6 SD 2,9 2,8 2,0 1,9 4,1 3,7 Beda Mean 1,1 (9,3%) 2,3 (76,4%) 6,5 (51,6%) p* 0,017 <0,001 <0,001
17
Berdasarkan model akhir pengaruh intervensi kader terhadap pengetahuan ibu neonatus seperti tampak pada tabel 4, dapat dikatakan bahwa intervensi berupa pemberian informasi dan kunjungan pembelajaran dari kader kesehatan sebanyak dua kali mampu meningkatkan pengetahuan ibu neonatus mengenai perawatan neonatus hampir 3,7 kali dibanding sebelum pemberian intervensi setelah dikontrol dengan tingkat pendidikan (OR=3,68, 95%CI:2,22-6,10, p<0,001). Ibu dengan tingkat pendidikan SLTA/PT berpeluang 3,2 kali mempunyai pengetahuan yang tinggi mengenai perawatan neonatus dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan SD/SMP setelah dikontrol oleh intervensi kader (OR=3,20, 95%CI:1,62-6,33, p=0,001). Sikap
18
Berdasarkan model akhir hubungan intervensi kader dengan sikap ibu neonatus sebagaimana terlihat pada tabel 5 dapat dikatakan bahwa intervensi dari kader kesehatan mampu meningkatkan sikap positif ibu terhadap perawatan neonatus sebesar 6 kali dibanding sebelum intervensi, setelah dikontrol oleh sikap ibu sebelum intervensi (OR = 5,96, 95%CI: 3,40-10,46, p<0,001). Ibu neonatus yang mempunyai sikap positif sebelum intervensi berpeluang mempunyai sikap positif pula terhadap perawatan neonatus setelah intervensi sebesar 5,6 kali dibanding ibu neonatus dengan sikap negatif sebelum intervensi, setelah dikontrol oleh intervensi kader (OR= 5,59, 95%CI: 3,08-10,17, p<0,001). Praktik Dari empat variabel yang diduga sebagai confounder pada hubungan antara intervensi kader kesehatan dengan praktik ibu neonatus, ternyata ada satu variabel dengan perubahan relatif rasio odds lebih dari 10% yaitu tingkat pendidikan. Meskipun demikian variabel tingkat pendidikan, tetap dikeluarkan dari model, oleh karena mempunyai nilai p>0,05 yaitu 0,143. Dengan demikian model akhir hubungan intervensi kader kesehatan dengan praktik ibu dalam perawatan neonatus seperti pada tabel berikut: Tabel 6 Model Akhir Pengaruh Intervensi Kader Kesehatan terhadap Praktik Ibu Neonatus dalam Perawatan Neonatus Variabel Intervensi Kader Konstanta B 2,52 -1,07 P 0,000 0,000 OR 12,41 0,34 95%CI 7,15 21,57
Pada model akhir hubungan intervensi kader dengan praktik ibu setelah intervensi sebagaimana terlihat pada tabel 6 dapat dikatakan bahwa intervensi berupa pemberian informasi dan kunjungan pembelajaran dari kader kesehatan sebanyak dua kali mampu memperbaiki praktik ibu dalam perawatan neonatus sebesar 12,4 kali dibanding tanpa pemberian intervensi (OR= 12,41, 95%CI: 7,15-21,57, p<0,001). Pembahasan Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatannya (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini menunjukkan bahwa
19
20
21
22
23
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALUMATA KOTA TERNATE PROPINSI MALUKU UTARA TAHUN 2010
1
Watief A. Rachman1, St. Nurhidayanti Ishak1 Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS, Makassar
Abstrak Persepsi masyarakat tentang kusta sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya setempat yang cenderung menyalahkan penderita kusta, sehingga pasrah pada nasib. Meskipun sudah sembuh, penderita kusta masih berpikir ulang untuk kembali hidup bermasyarakat di luar RS. Cacat permanen pada tubuh akibat penyakit kusta dikhawatirkan menimbulkan stigma negatif yang membuat penderita dikucilkan masyarakat sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat (penderita, keluarga dan tokoh masyarakat) terhadap penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas Kalumata Kota Ternate tahun 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui wawancara mendalam, dengan jumlah informan sebanyak 14 orang, (5 penderita, 5 keluarga penderita, 3 tokoh masyarakat dan 1 petugas kesehatan). Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan informan terhadap penyakit kusta didasarkan atas gejala yang dirasakan dan dilihat secara fisik, yaitu menurut informan adanya bercak-bercak putih, dan lukaluka di kulit serta mati rasa pada kulit. Informan juga masih percaya bahwa penyakit kusta adalah penyakit keturunan dan kutukan. Penyebab kusta menurut informan karena lingkungan yang kotor, bakteri dan karena guna-guna. Penularan kusta melalui peralatan makanan jika digunakan bersama penderita. Upaya pengobatan yang dilakukan menurut informan yaitu pergi ke dukun dan puskesmas. Kemudian untuk sikap, bagi penderita sendiri masih merasa minder ketika harus bergaul dengan masyarakat, sedangkan bagi sebagian keluarga dan masyarakat yang bukan penderita, mereka masih merasa takut jika harus berinteraksi dengan penderita. Tindakan penderita dalam melakukan upaya pengobatan yaitu dengan berobat ke dukun dan ke puskesmas, disamping itu dukungan dari keluarga juga sangat menentukan keinginan untuk pergi berobat, sedangkan tindakan masyarakat yang bukan penderita, mereka mau bergaul dengan penderita, tapi tetap menjaga jarak karena takut tertular. Perlunya gerakan penyuluhan efektif dengan melibatkan petugas kesehatan, penderita, keluarga serta tokoh masyarakat sehingga diharapkan mampu mengoreksi persepsi-persepsi masyarakat yang salah tentang penyakit kusta. Kata kunci Abstract Public perception of leprosy is strongly influenced by local cultural values that tend to blame the lepers, so resigned to fate. Although cured, lepers are still to return to re-think living in a society outside the hospital. Permanent disability caused by leprosy on the body caused feared the negative stigma which makes people shut out the surrounding community. This study aims to determine the public perception (patients, families and community leaders) against leprosy in the area of PHC Kalumata of Ternate in 2010. The method used was qualitative research through indepth interviews, with the number of informants as many as 14 people, (5 patients, 5 patients' family, community leaders and the first three health workers). The results showed that the knowledge of informants against leprosy is based on symptoms and physical visits, ie according to the informant of white patches, and the wounds in the skin and numbness on the skin. Informants also still believe that leprosy is hereditary disease and a curse. The cause of leprosy according to informants because of the dirty environment, bacteria, and because of witchcraft. Transmission of : Persepsi, penyakit kusta
24
25
26
27
28
29
30
31
32
ABSTRAK Waria merupakan salah satu kelompok berisiko tinggi terhadap penularan HIV dan AIDS. Berdasarkan data kasus HIV dan AIDS di Bulukumba, hingga tahun 2012 terdapat 89 kasus HIV dan AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku waria dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dilakukan melalui teknik wawancara mendalam. Informan berjumlah 9 orang yang terdiri dari 6 waria, 1 ketua KDS (Kelompok Dukungan Sebaya), 1 bocah, dan 1 petugas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan pemahaman waria terhadap HIV dan AIDS adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh seks bebas, jarum suntik bergantian, dan disebut sebagai penyakit malam. Waria memahami HIV dan AIDS sebagai penyakit yang ditularkan melalui seks, persamaan golongan darah, nafas, serta cairan dalam tubuh. Perilaku pencegahan dilakukan adalah tidak bergaul dengan ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) serta menggunakan tisu basah. Waria telah menyadari pentingnya menggunakan kondom, namun dalam penggunaannya dipengaruhi oleh status pasangan, penampilan fisik pasangan, persamaan golongan darah, dan pasangan yang kadang merasa tidak nyaman. Dari hasil penelitian ini, disarankan agar informasi melalui penyuluhan tentang HIV dan AIDS lebih ditekankan pada penularan dan resiko tindakan ganti-ganti pasangan terhadap HIV dan AIDS. Kata Kunci : Perilaku,Waria, Pencegahan, HIV and AIDS ABSTRACT Waria is one of the groups at high risk of HIV infection HIV and AIDS. Based on the cases of HIV and AIDS in Bulukumba, in 2012 there are 89 cases of HIV and AIDS. This study aimed to obtain information about the behavior of Waria in preventing HIV and AIDS. This study is a qualitative research conducted through in-depth interview techniques. Informants totaled 9 people consisting of 6 transvestites, 1 head of KDS (Peer Support Group), one Bocah, and one health worker. The results showed an understanding Waria to HIV and AIDS is an infectious disease caused by sex, sharing needles, and called Penyakit Malam. Waria understanding of HIV and AIDS as a disease that is transmitted through sex, blood type equations, breath, and fluid in the body. Prevention behaviors do is not hang out with PLWHA (People Living with HIV and AIDS) and using wet wipes. Waria has realized the importance of using condoms, but its used by family status, physical appearance spouse, blood type equations, and couples who sometimes feel uncomfortable. From these results, it is suggested that information through counseling about HIV and AIDS transmission and greater emphasis on risk measures change sexual partners against HIV and AIDS. Keywords: Behavior,Waria, Prevention, HIV and AIDS
33
34
35
36
37
38
39
40
41
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerimaan siswa Sekolah Dasar tentang jajanan sehat melalui penyuluhan media poster. Penelitian ini melibatkan 92 siswa kelas V sekolah dasar negeri 004 Awang Long Samarinda yang diambil secara acak sederhana. Penelitian dilakukan uji coba media di kalangan siswa SD Muhammadiyah dengan menggunakan desain penelitian one shot case study, kemudian dilanjutkan di SD Negeri 004 Awang Long Samarinda dengan desain quasi eksperimen one group pretest posttest. Pretest digunakan untuk mengukur pengetahuan dan sikap awal siswa SD tentang jajanan sehat. Selanjutnya, dilakukan posttest untuk mengukur pengetahuan dan sikap akhir siswa SD setelah mendapatkan penyuluhan dengan poster jajanan sehat. Hasil penelitian menunjukan bahwa media poster yang diuji coba diterima siswa SD Muhammadiyah dengan nilai rata-rata skor keberterimaan 60-100%. kemudian terjadi peningkatan pengetahuan 71 siswa dan sikap positif 33 siswa dengan uji wilcoxon menunjukkan signifikan (0,000< p 0,05). ABSTRACTS The aim of research is to analyze the acceptance of Elementary School students on healthy snacks through poster media counselling. The population consisted of 92 students of Class V of 004 Awang Long State Elemntary School Samarinda. The simples were selected by using simple random sampling method. The research use previous experiment among the students of Muhammadiyah Elementary School by using one shot case study. After that, the research was conducted among the students of 004 Awang Long State Elementary School, Samarinda by using quasi experiment one group pretest posttest design. Pretest was used to measure students knowledge and attitude on healthy snacks, while posttest was done to assess students knowledge and attitude after having counselling by using poster on healthy snacks. The result of the research reveal that tried-out poster media is accepted by the students of Muhammadiyah Elementary School with the mean score of 60-100%. There is an increase of knowledge among 71 students and positive attitude among 33 students using wilcoxon test which indicates a significance (0,000< p0,05). PENDAHULUAN angan jajanan memegang peranan yang cukup penting dalam mendukung terpenuhinya asupan gizi anak sekolah. Hasil survei yang dilakukan BPOM pada tahun 2008 pada 4500 SD di 79 kabupaten atau kota di 18 propinsi di Indonesia melaporkan bahwa pangan jajanan yang dikonsumsi anak sekolah menyumbang sebesar 31,1 persen energi dan 27,4 persen protein dari konsumsi pangan harian (BPOM 2009). Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa, untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas harus didukung dengan pemberian asupan gizi yang seimbang dan terjamin keamanannya. Namun kenyataannya menurut data KLB keracunan pangan tahun 2008 yang dikumpulkan oleh BPOM, menunjukkan bahwa 17,26 persen kasus keracunan terjadi di sekolah
42
43
44
45
46
47
48
Tabel 2. Karakteristik Responden Menurut umur Umur n 9 thn 3 3,30 % 10 thn 82 89,10 % 11 thn 7 7,6% 92 100% Sumber : Data primer Tabel 3. Hasil uji coba media poster di kalangan siswa SD Muhammadiyah Samarinda KATEGORI JAWABAN Ya Tdk No Pertanyaan Jumlah Persentase n n 1 1 20 100.00 20 100.00 2 2 10 50.00 10 50.00 20 100.00 3 3 15 75.00 5 25.00 20 100.00 4 4 9 45.00 11 55.00 20 100.00 5 5 12 60.00 8 40.00 20 100.00 6 6 12 60.00 8 40.00 20 100.00 7 100.00 20 100.00 7 20 8 90.00 2 10.00 20 100.00 8 18 9 100.00 20 100.00 9 20 10 80.00 4 20.00 20 100.00 10 16 11 100.00 20 100.00 11 20 12 100.00 20 100.00 12 20 13 100.00 20 100.00 13 20 14 100.00 20 100.00 14 20 15 80.00 4 20.00 20 100.00 15 16 16 100.00 20 100.00 16 20 17 100.00 20 100.00 17 20 18 100.00 20 100.00 18 20 19 100.00 20 100.00 19 20 20 100.00 20 100.00 20 20 Jumlah 17.4 87 2.6 13 20 100 Rata Rata Sumber : Data Primer Tabel 4. Tingkat Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah Penyuluhan dengan media poster
49
Sikap
Hasil uji tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan dengan media poster. Sebelum Penyuluhan n 100 43 Sesudah Penyuluhan n 100 54 90
n 92
p 0,000
Tabel 7.
Hasil uji prubahan sikap responden sebelum dan sesudah penyuluhan dengan media poster Sebelum Sesudah Penyuluhan Penyuluhan n p n n Nilai maksimum 48 48 92 0,000 Nilai minimum 22 22 Skor rerata 32 44 Sumber : data Primer
50
51
52
53
54
55
KESIMPULAN DAN SARAN Informan berpendapat NAPZA adalah narkotika dan obat-obatan serta zat adiktif. Pengguna NAPZA perlu direhabilitasi agar menjadi lebih baik, tidak mengkonsumsi NAPZA, dan menjadi relawan narkoba. Informan pertama kali mengkonsumsi NAPZA pada umur 15 tahun dan mengkonsumsi NAPZA pada saat mengenyam pendidikan SMP. Informan meluangkan waktu untuk mengikuti program rehabilitasi dan mengikuti program rehabilitasi karena keinginan sendiri. Di samping itu, keluarga, teman sebaya, dan masyarakat sangat mendukung untuk mengikuti program rehabilitasi. Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, maka disarankan beberapa hal yaitu Pentingnya penyebaran informasi secara kontinyu tentang NAPZA dan dampaknya bagi pecandu NAPZA melalui konseling, penyuluhan, dan media. Meningkatkan rasa percaya diri bagi pecandu agar lebih kuat dalam mengikuti program rehabilitasi melalui konseling oleh tenaga konselor di rumah sakit. DAFTAR PUSTAKA Adisukarto, (2001). Gambaran Social Support pada Pecandu Narkoba. Jurnal Repository USU Anonim. 2012. Jenis Penyalahgunaan NAPZA. http:/www.kaltimprop.co.id, diakses 4 Juni 2012. Ariskasuci. (2008). Gambaran Interaksi Sosial Pecandu NAPZA Pasca Rehabilitasi. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurnal Psikologi Universitas Paramadina. Badan Narkotika Nasional. (2012). Jenis-jenis Narkoba dan Aspek Kesehatan Penyalahgunaan Narkoba. Departemen Sosial RI : Jakarta. Danim, Sudarwan. 2004. Metode Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku. Bumi Aksara : Jakarta.
56
57
ABSTRAK Untuk tumbuh kembang optimal, anak membutuhkan asupan gizi yang cukup, bayi usia 0-6 bulan cukup ASI saja, dan bayi diatas 6 bulan memerlukan MP-ASI. Kebiasaan yang dijumpai dikalangan etnis Banjar adalah adanya pemberian MP-ASI pada bayi kurang dari 6 bulan, yaitu pemberian pisang kepok pada 2-3 hari setelah bayi lahir, hal ini akan mempengaruhi status gizi bayi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis tentang pola pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan pada kalangan orang Banjar di Kelurahan Teluk Lerong Ilir Kecamatan Samarinda Ulu. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan informan yaitu ibu beretnis Banjar yang memiliki bayi 6-12 bulan yang bersedia menjadi informan. Pemilihan informan dilakukan dengan metode Snowball Sampling. Data berupa informasi dikumpulkan melalui wawancara mendalam (indeph interview) dan observasi partisipasi. Tehnik analisis data menggunakan desain studi kasus. Hasil Penelitian menunjukkan perilaku pemberian MP-ASI pada informan yang diambil dari etnis Banjar adalah usia pemberian MP-ASI paling cepat diberikan pada usia 3 hari setelah bayi lahir dan paling lambat pada usia 6 bulan. jenis MP-ASI bervariasi (Pabrikan, bubur nasi, kentang, biskuit, sayur, lauk). Frekuensi pemberian makanan pokok 3 kali sehari, Porsi pemberian MP-ASI 1-1/2 mangkok bubur nasi yang dicampur dengan sayur dan lauk sekali makan, cara pemberiannya bervariasi dan konsistensinya ada yang lunak dan ada yang padat. Pola pemberian MP-ASI di kalangan informan dengan etnis Banjar ada yang belum tepat dan ada yang mendekati ketepatan. Kata Kunci : Pola, MP-ASI, Usia, Etnis Banjar ABSTRACT For optimal growth and development, children need adequate nutrition, infants aged 0-6 months just enough milk, and babies over 6 months need the MP-ASI. Habits were found among ethnic Banjar is the grant of complementary feeding in infants less than 6 months, namely providing kepok banana on 2-3 days after the baby is born, it will affect the nutritional status of infants. This study aims to analyze the patterns of giving complementary feeding in infants aged 6-12 months in the Gulf of Banjar in the Village District Lerong Ilir Samarinda Ulu. This study used a qualitative design was taken informant Banjar ethnic mothers with infants 6-12 months who are willing to become informants. The selection of informants Snowball sampling method. Data is information gathered through in-depth interviews and participant observation. Technical analysis of the data using a case study design. Behaviour Research shows giving complementary feeding at age among the informan Banjar is giving MP-ASI fastest given at 3 days after birth and no later than 6 months of age. various types of complementary feeding (Manufacturing, rice porridge, potatoes, biscuits, vegetables, side dishes). Frequency of staple food 3 times a day, giving the MP-ASI portion 1-1/2 cups rice porridge mixed with vegetables and a side dish for a meal, how varied and consistency of administration was soft and there were solid. complementary feeding patterns among informan ethnic Banjar there is not right and there are approaching accuracy.
58
BAHAN DAN METODE Jenis dan Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan desain Studi Kasus yang bermaksud untuk memperoleh informasi yang luas dan mendalam pada permasalahan yang ada. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Teluk Lerong Ilir Kecamatan Samarinda Ulu, dengan fokus pada pola pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada etnis Banjar. Metode pengumpulan data Dalam pengumpulan data peneliti berperan langsung sebagai instrumen penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara mendalam yang berisi pertanyaan terbuka sebagai pedoman untuk wawancara dan lembar observasi untuk mengetahui kebenaran dari hasil wawancara. Analisis Data Tehnik analisis data dalam penelitian ini sesuai dengan desain studi kasus. Langkah-langkah analisis data pada studi kasus menurut Saryono dan Anggraeni (2010), yaitu: mengorganisir informasi, membaca keseluruhan informasi dan memberi kode, membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya, peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori, selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain, menyajikan secara naratif, temuan yang ada di lapangan disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan. HASIL PENELITIAN Karakteristik informan Penelitian ini menggunakan sumber informasi sebanyak 6 (enam) orang ibu beretnis Banjar yang berdomisili di Kelurahan Teluk Lerong Ilir yang memiliki bayi usia 6-12 bulan yang bersedia menjadi informan, yaitu ibu Cy 23 tahun, seorang ibu rumah tangga beragama islam, pendidikan SMP, memiliki 1 orang anak. Ibu Tb. 25 tahun, seorang ibu rumah tangga beragama islam, pendidikan SMP, memiliki 3 orang anak. Ibu Nr 34 tahun, seorang ibu rumah tangga beragama islam, pendidikan SMP, memiliki 6 orang anak. Ibu Hm 22 tahun, seorang ibu rumah tangga
59
60
61
62
63
64
65
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menilai perbedaan pengetahuan ibu bersalin tentang IMD sebelum dan sesudah intervensi, menilai perbedaan sikap ibu bersalin sebelum dan sesudah intervensi, menilai tindakan ibu bersalin dalam pemberian IMD, dan menilai dampak penyuluhan IMD pada ibu bersalin setelah intervensi di Kota Parepare. Jenis penelitian adalah kuasi eksperimen dengan rancangan Non-Randomized Control Group Pretest-postest Design. Sampel sebanyak 200 orang ibu hamil yang usia kehamilannya 35-36 minggu di Kota Parepare, pada kelompok intervensi dan kontrol. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon, Mann-Whitney, dan Regresi Linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusu dini sebelum dan sesudah intervensi (p = 0,000). Ada perbedaan sikap ibu tentang inisiasi menyusu dini sebelum dan sesudah intervensi (p = 0,000). Sebanyak 55,0 % ibu melaksanakan inisiasi menyusu dini setelah mendapatkan intervensi. Pengaruh media yaitu pernah terpapar video IMD yang paling dominan berdampak terhadap pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusu dini (p = 0,001), tidak ada satu pun variabel yang paling dominan berdampak terhadap sikap terhadap inisiasi menyusu dini (semua p > 0,05), serta pengaruh media (pernah terpapar video IMD) yang paling dominan berdampak terhadap tindakan inisiasi menyusu dini (p = 0,014). Dinas Kesehatan Kota Parepare, Puskesmas, dan rumah sakit perlu mensosialisasikan pentingnya IMD kepada bidan sebagai tangan pertama yang dapat merangkul ibu hamil untuk melaksanakan IMD Kata Kunci ABSTRACT The aims of the research are to assess the difference between the knowledge of giving birth mothers before intervention and the one after intervention, to assess the difference between the attitude of giving birth mothers before intervention and the one after intervention, to assess the giving birth mothers action in giving early breast-feeding initiation, and to assess the impact of counseling of early breast-feeding initiation on giving birth mothers after intervention in Parepare.The research was a quasi-experimental study with Non-Randomized Control Group Pretest- Postest Design. The sample consisted of 200 pregnant mothers whose pregnant age samples from 35 to 36 weeksin Parepare. The data were ibtained by giving questionnaire. They were analyzed by using Wilcoxon, Mann-Whitney, and Linear Regression tests.The results of the research indicate that there is a difference between mothers knowledge on early breast -feeding initiation before intervention and the one after intervention (p = 0.000). There is also a difference between mothers attitude on early breast-feeding initiation before intervention and the one after intervention (p = 0.000). There is 55.0 % of mothers who perform early breast-feeding initiation after they get intervention. The most dominant influence of media about early breast-feeding is mothers knowledge (p = 0.001), but there is no variable giving dominant influence on mothers attitude about early-breastfeeding initiation ( all p > 0,05). On the other hand, media has dominant influence on the action of early breast-feeding initiation(p = 0.014). Therefore, Health : penyuluhan, inisiasi menyusu dini, ibu bersalin
66
PENDAHULUAN nisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah suatu upaya untuk membantu bayi agar dapat menyusu dengan memanfaatkan insting bayi yang sudah muncul sejak satu jam pertama setelah dilahirkan (Roesli, 2008). Lebih lanjut dijelaskan oleh Roesli (2008), inisiasi dilakukan ketika bayi lahir, tali pusat dipotong, lalu dilap kering dan langsung diberikan kepada ibu. Dalam proses ini, harus ada sentuhan skin to skin contact, dimana bayi tidak boleh dipisahkan dulu dari ibunya. Bayi dibiarkan di dada ibu minimal 30 menit sampai mencari sendiri puting susu ibunya dan langsung diminum. Pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Eksklusif pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sejak dini. Di Indonesia, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melalui program perbaikan gizi masyarakat telah menargetkan cakupan ASI eksklusif 6 bulan sebesar 80% (Depkes RI, 2005). Namun demikian angka ini sangat sulit untuk dicapai bahkan trend prevalensi ASI eksklusif dari tahun ke tahun terus menurun, hal tersebut sangat memprihatinkan mengingat ASI eksklusif sangat penting bagi tumbuh kembang bayi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmiati dan Besral tentang pengaruh durasi pemberian ASI terhadap ketahanan hidup bayi di Indonesia ditemukan bahwa durasi pemberian ASI sangat mempengaruhi ketahanan hidup bayi di Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariefudin, dkk tahun 2009 di Kecamatan Tegal Timur Kota Tegal, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada bayi 0-12 bulan p = 0,000 (p < 0,05). Bayi yang diberi ASI secara eksklusif kemungkinan untuk menderita penyakit ISPA lebih rendah dibanding bayi yang tidak mendapat ASI secara eksklusif. Bayi yang diberi ASI eksklusif hanya 10,4% sedangkan yang tidak mendapat ASI ekslusif sebanyak 32,4%. Sesuai dengan penjelasan Mandi (1981) dalam Danga (2007) bahwa penerangan yang baik mengenai keuntungan-keuntungan ASI akan cukup membantu jika ibu memutuskan untuk menyusui bayinya, dengan demikian dibutuhkan penyuluhan dengan berbagai metode yang tepat tentang IMD oleh karena pertama; sekarang ini air susu ibu dan menyusui dianggap suatu hal yang tidak perlu dipelajari lagi padahal ASI eksklusif terlebih IMD termasuk informasi yang relatif baru. Kedua; manajemen laktasi yang benar dapat dipraktekkan secara efektif dan ketiga; adanya mitos-mitos yang menyesatkan yang menghambat pemberian ASI. Banyak aspek yang berperan dalam pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif antara lain adalah kebijakan instansi pemerintah, ibu menyusui menghadapi banyak hambatan yang berhubungan dengan pelayanan yang diperoleh di tempat persalinan, dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga di rumah, banyaknya ibu yang belum dibekali pengetahuan yang cukup tentang teknik menyusui yang benar dan manajemen kesulitan laktasi, termasuk tantangan yang dihadapi oleh ibu bekerja (Aprilia, 2009; Asmiajati, 2000). Menurut Elaine (2003) konseling laktasi akan sangat membantu ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif. Faktor lain penyebab rendahnya pemberian ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, hal ini dapat terlihat dalam aspek pengetahuan, kepercayaan/keyakinan, pekerjaan, pemanfaatan sarana kesehatan dan norma / nilai-nilai yang sedang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Banyak ibu-ibu yang tidak menyusui bayinya termasuk tidak melakukan IMD hanya karena meniru teman-teman atau tetangganya (Amiruddin, 2006; Siregar, 2004). Adanya Komitmen yang kuat dari para petugas kesehatan atau health provider (dokter, bidan, perawat, manajemen rumah sakit dan lain-lain yang terkait) dalam melaksanakan
67
68
69
70
71
72
73
74
75
Kelompok Intervensi 200 32,04 0,000 Kelompok Kontrol Sumber : Data Primer, 2012 Tabel 5. Analisis Perbedaan Tindakan dalam IMD pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Kota Parepare Tahun 2012 Tindakan n Nilai rata Ratap
Kelompok Intervensi 200 3,05 0,000 Kelompok Kontrol Sumber : Data Primer, 2012 Tabel 6. Dampak Karakteristik Ibu, Media, dan Dukungan Keluarga Terhadap Pengetahuan tentang IMD di Kota Parepare Tahun 2012 Variabel Karakteristilk Ibu : Umur Pekerjaan Pendidikan Media (Pernah Video IMD) Terpapar B -0,029 -0,101 0,161 1,089 S.E. 0,077 0,133 0,101 0,305 Beta -0,037 -0,082 0,170 0,348 t -0,380 -0,758 1,592 3,572 p 0,705 0,450 0,115 0,001
-0,338
0,283
-0,117
-1,193
0,236
76
Dukungan Keluarga -1,439 1,028 -0,146 -1,400 0,165 Sumber : Data Primer, 2012 Tabel 8. Dampak Karakteristik Ibu, Media, dan Dukungan Keluarga Terhadap Tindakan dalam IMD di Kota Parepare Tahun 2012 Variabel Karakteristilk Ibu : Umur Pekerjaan Pendidikan Media (Pernah Video IMD) Terpapar B -0,073 0,078 0,302 -4,202 S.E. 0,422 0,731 0,554 1,673 Beta -0,017 0,012 0,060 -0,253 t -0,173 0,107 0,546 -2,511 p 0,863 0,915 0,586 0,014
2,682
1,553
0,175
1,727
0,087
77
Edi1, Ridwan M. Thaha1, A.Arsunan Arsin2 Bagian Promosi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, 2Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Abstrak Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana pengaruh media audio visual dalam penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap positif tentang penyalahgunaan NAPZA pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 4 Samarinda tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental. Rancangan penelitian dengan prepost design dan untuk mengetahui efektivitas media digunakan uji t-test. Penelitian ini dilakukan di tiga Sekolah Menengah Umum/Kejuruan yaitu SMUN 4 Samarinda, SMK Pelayaran Samarinda, dan SMK Al-Khairiyah Samarinda yang dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2012 dengan jumlah sampel 50 responden untuk tiap-tiap kelompok. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada pengetahuan Kelompok A terdapat perbedaan rerata sebesar 9.2600 (p=0,00) dan lebih besar daripada Kelompok B yang sebesar 5.2000 (p=0,00). Dengan demikian secara statistik ada perbedaan yang signifikansi antara kegiatan intervensi penyuluhan kesehatan dengan menggunakan video dan tidak menggunakan media audio visual NAPZA untuk dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan para responden tentang penyalahgunaan NAPZA. Sikap responden diketahui Kelompok A terdapat perbedaan rerata sebesar 9.04000 (p=0,00) dan lebih besar daripada Kelompok B yang sebesar 3,77925 (p=0,00). Dengan demikian, secara statistik ada perbedaan yang signifikan antara kegiatan intervensi penyuluhan kesehatan menggunakan video dengan tidak menggunakan media audio visual untuk dapat memberikan pengaruh terhadap sikap responden terhadap penyalahgunaan NAPZA. Kata Kunci : Perubahan Pengetahuan dan Sikap, Media Audio Visual Abstract The purpose of this study is to find out the effect of using audio visual media in health education on the increase of knowledge and positive attitude about drug abuse among the students of SMU Negeri 4 Samarinda in 2012. The research was conducted in three senior high schools (general and vocational) including SMUN 4 Samarinda (Senior High School 4, Samarinda), SMK Pelayaran Samarinda (Samarinda Sailing Vocational School), and SMK Al-Khairiyah Samarinda (Al-Khairiyah Vocational School, Samarinda)- from October to November 2012 with 50 responden in each group. The quasi experimental study method was used with pre-post design, and t-test was used to determine the effectiveness of media. The results revealed that in terms of knowledge, group A had a mean value of 9.2600 (p=0,00), which was greater than group B (mean value = 5.2000; p = 0,00). In terms of attitude, the mean value of group A was 9.04000 (p = 0,00), which was higher than group B (mean value = 3.77925; p = 0,00). This means that, statistically, there as a significant difference between health education with and without audio-visual media. Keywords: Drug, Knowledge and Attitude Change, Audio Visual Media PENDAHULUAN elah di estimasi sebesar 172 juta dan 250 juta orang di dunia menggunakan narkoba. Jenis narkoba yang umum digunakan oleh pengguna usia 15-64 tahun adalah amphetamine tipe stimulant (termasuk methampethamine 0. 4 1. 2 % dan
78
79
80
81
82
83
84
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di Kota Samarinda Kalimantan Timur Eksperimen Kontrol 1 Kontrol 2 Variabel n % n % n % Usia 14 15 16 17 18 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok Informasi NAPZA Pernah Tidak Pernah Pengetahuan NAPZA Baik Kurang Sikap Responden Positif Negatif 50 0 100 0 50 0 100 0 50 0 100 0 30 20 60 40 39 11 78 22 28 22 56 44 36 14 72 28 30 20 60 40 50 0 100 0 4 46 8 92 8 42 16 84 3 47 6 94 22 28 44 56 46 4 92 8 0 50 0 100 3 35 9 2 1 6 70 18 4 2 4 21 18 7 0 8 42 36 14 0 8 26 12 4 0 16 52 24 8 0
85
Tabel 3. Hasil Uji Regresi Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Tentang NAPZA di Sekolah Menengah Umum Negeri 4 Samarinda Tahun 2012 Mean Kelompok Pre Post Pengetahuan Eksperimen Kontrol 1 Kontrol 2 Sikap Eksperimen Kontrol 1 Kontrol 2 62,7600 61,2600 62,9800 71,8000 65,0200 61,9200 9,0400 3,7600 -1,0600 0,000 0,000 0,070 50 50 50 17,5200 19,6000 17,8400 26,7800 24,8000 17,5400 9,2600 5,2000 -0,3000 0,000 0,000 0,387 50 50 50 Beda Mean
P Value
86
ABSTRAK Perempuan Pekerja Seksual merupakan kelompok resiko tinggi tertular dan menularkan IMS. Berdasarkan Laporan Bulanan Penderita Infeksi Menular Seksual pada wanita pekerja seksual di Puskesmas Pembantu Bandang Raya tahun 2011 mengalami peningkatan sebanyak 236 kasus dengan 303 orang penderita. Tujuan penelitian adalah menggali secara mendalam perilaku dan kepercayaan kesehatan wanita pekerja seks dalam pencegahan infeksi menular seksual.Penelitian ini berjenis studi kualitatif dengan rancangan penelitian studi kasus. Pemilihan informan penelitian dilakukan secara incidental. Informan dalam penelitian ini adalah wanita pekerja seksual, petugas kesehatan dan perwakilan mucikari.Hasil penelitian terhadap upaya pencegahan infeksi menular seksual menunjukkan bahwa penyebab IMS karena hubungan seks dan kotoran pada kelamin dan dapat dicegah dengan menggunakan kondom. Walaupun keseriusan dan manfaat yang dirasa baik namun dalam kenyataannya kerentanan terhadap kondisi kesehatannya masih kurang. Hambatan terhadap konsistensi penggunaan alat pelindung di pengaruhi oleh pelanggan. Faktor pendorong untuk bertindak berasal dari kesadaran sendiri, pengalaman dan penyuluhan.Saran perlu kerjasama lintas sektoral instansi kesehatan, masyarakat khususnya lembaga swadaya, dan perguruan tinggi untuk mengintervensi komunitas wanita pekerja seksual sehingga kasus infeksi menular seksual di Lokalisasi Bandang Raya dapat ditekan. Kata Kunci : Wanita Pekerja Seks, Perilaku, dan Infeksi Menular Seksual ABSTRACT Female Sexual Workers are a group at high risk of contracting and transmitting STIs. Based on the Monthly Report on Sexually Transmitted Infections Patients prostitute at the health center Bandang Kingdom in 2011 increased by 236 cases with 303 sufferers. The purpose of research is exploring in depth the behavior and health beliefs of female sex workers in the prevention of sexually transmitted infections.The research was a qualitative study of type design case study. Selection of studies conducted incidental informant. Informants in this study were female sex workers, health officials and representatives of the pimps.The study of the prevention of sexually transmitted infections suggests that the cause of STIs because of sex and dirt on the genitals and can be prevented by using condoms. Despite the seriousness and the perceived benefits of both, but in reality susceptibility to the condition of his health is still lacking. Barriers to consistent use of personal protective equipment is influenced by the customer. Motivating factor to act comes from his own consciousness, experience and education.Advice agencies need cooperation across the health sector, the public, especially non-governmental organizations, and community colleges to intervene prostitute so that cases of sexually transmitted infections in the localization Bandang Kingdom can be suppressed. Keywords: Female Sex Workers, Behavior, and Sexually Transmitted Infections
87
88
89
90
91
Perilaku Kesehatan Menurut Green (2000), perilaku ditentukan oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi (predidposing factors) yaitu faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu perilaku, faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors) meliputi semua karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku dan faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau kelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah atau pusat (Ngatimin Rusli, 2005). Pengetahuan WPS mengenai upaya pencegahan IMS, Pengetahuan merupakan domain yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Penerimaan seseorang terhadap suatu perilaku baru karena suatu rangsangan yang melalui proses kesadaran, merasa tertarik, menimbang, mencoba dan akhirnya subyek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. (Notoatmodjo, S. 2003) Praktik WPS terhadap upaya pencegahan IMS, Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai tindakan yaitu tindakan perempuan pekerja seks berhubungan dengan upaya yang dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan terhadap IMS, dalam hal ini penggunaan kondom sebelum melakukan hubungan seksual. Mereka menyadari bahwa dengan menggunakan kondom maka akan mencegah penularan IMS. Penggunaan kondom tidak hanya dapat mencegah kehamilan tetapi juga dapat mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. Penggunaan kondom yang konsisiten (selalu menggunakan kondom dalam setiap hubungan seksual) merupakan perilaku yang efektif untuk mencegah penularan IMS.
92
93
94
95
96