You are on page 1of 9

SALJU

Karya: WING KARDJO

Kemanakah pergi Mencari matahari Ketika salju turun Pepohonan kehilangan daun Kemanakah jalan Mencari lindungan Ketika tubuh kuyup Dan pintu tertutup Kemanakah lari Mencari bara api Ketika bara hati Padam tak berarti Kemanakah pergi Selain mencuci diri

UNSUR INSTRINSIK
SALJU Karya : WING KARDJO

1. TEMA : Keangkuhan/kesombongan, dan kebekuan seseorang pada Tuhan, yang lalu sadar dan berusaha untuk kembali. 2. Diksi : a. Kemanakah pergi Mencari matahari Penyair yang tengah memikirkan bagaimana caranya mencari tempat yang dapat mengayominya. Sedangkan simbol matahari, merupakan simbol harapan gemilang yang dicita-citakannya; yang bisa saja berupa masa depan, kebahagiaan, dan kesuksesan b. Ketika salju turun Pepohonan kehilangan daun Lirik tersebut menerangkan bahwa penyair tengah tiada berdaya dengan takdir nasibnya; nasibnya tidak baik, dan sedang menerima cobaan. Ketika salju turun, Simbol salju, merupakan simbol kenaasan, ketidak beruntungan, dan cobaan. Atau symbol slaju mengartikan bahwa kebekuan dan keangkuhan hati manuisa c. Kemanakah jalan Mencari lindungan Penyair yang mencari perlindungan sebagai tempat untuk menyandarkan kesusahan batinnya d. Ketika tubuh kuyup Dan pintu tertutup Penyair yang memiliki keinginan untuk bertaubat, seakan-akan pintu taubatnya telah tertutup bagi dirinya

e. Kemanakah lari Mencari bara api Ketika bara hati Padam tak berarti Namun demikian, penyair tidak menyerah dengan keadaannya, ia terus berfikir untuk mencari dan berusaha f. Kemana akan pergi selain mencuci diri Penyair terus berusaha mencari penerangan hati (hidayah), sebagai upaya kesungguhannya dalam mencari harapan dan pengampunan dari Tuhan-Nya, yang seakan-akan ketika itu cahaya hatinya telah karam karena dilumuri dosa. 3. MAJAS : a. Metafora, yakni pengungkapan yang mengandung makna secara tersirat untuk mengungkapkan acuan makna yang lain selain makna sebenarnya. Terdapat pada larik : matahari (pengharapan dan cahaya illahi) salju (musibah atau bencana), Pepohonan kehilangan daun (kondisi yang terjadi pada penyair), kuyup (berlumur dosa), pintu tertutup (tidak ada pengharapan, bara api (dorongan atau motivator), bara hati (semangat), dan mencuci diri (bertaubat).

b. Anafora, yakni pengulangan kata atau frase pada awal dua larik puisi secara berurutan untuk penekanan atau keefektifan bahasa. Terdapat pada larik ke manakah pergi, ke manakah jalan, ke manakah lari, semuanya berpulang dengan keharusan mencuci diri, membersihkan segala noda c. Oksimoron, yaitu majas yang menggunakan penggabungan kata yang sebenarnya acuan maknanya bertentangan. Yaitu terdapat pada larik ketika salju turun pohon kehilangan daun

4. CITRAAN a. Citraan penglihatan (visual imegery) Citraan penglihatan adalah citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihatan (mata). Citraan ini paling sering digunakan oleh penyair. Citraan penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat. Ketika salju turun b. Citraan perabaan (tactile imagery) Citraan perabaan adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indera peraba (kulit). Pada saat membacakan atau mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat menemukan diksi yang dapat dirasakan kulit, misalnya dingin, panas, lembut, kasar, dan sebagainya. Ketika tubuh kuyup c. Citraan gerak (kinaesthetic imagery) Citraan gerak adalah gambaran tentang sesuatu yang seolah-olah dapat bergerak. Dapat juga gambaran gerak pada umumnya.
Ke manakah pergi

d. Citraan perasaan Puisi merupakan ungkapan perasaan penyair. Untuk mengungkapkan perasaannya tersebut, penyair memilih dan menggunakan kata-kata tertentu untuk menggambarkan dan mewakili perasaannya itu. Sehingga pembaca puisi dapat ikut hanyut dalam perasaan penyair. Seperti yang terdapat dalam larik : Kemanakah akan mencari matahari ketika salju turun pohon kehilangan daun. Penyair yang tengah memikirkan bagaimana caranya mencari tempat yang dapat mengayominya. Sedangkan simbol matahari, merupakan simbol harapan gemilang yang dicita-citakannya; yang bisa saja berupa masa depan, kebahagiaan, dan kesuksesan

5. RIMA Rima adalah persamaan bunyi, dan pada puisi Salju tampak terutama berupa dominasi rima akhir, walau juga terdapat rima tengah. Jika struktur fisik puisi tersebut bisa dikatagorikan terdiri dari 4 bait atau 4 larik, maka bait dan larik ke 1, 2, dan 3 masingmasing memiliki 4 baris. Sedangkan pada bait atau larik ke 4 hanya terdapat 2 baris. Perhatikan kutipannya: Ke manakah pergi mencari matahari baris pertama dan ke dua, terasa adanya persamaan bunyi vokal /i/ sebagai rima tengah dan rima akhir yang disebut bunyi asonansi. Kemudian: ketika salju turun pohon kehilangan daun ada persamaan bunyi konsonan /n/ pada baris ke 3 dan ke 4 sehingga termasuk rima akhir bersifat aliterasi. Lalu bait atau larik ke dua: Ke manakah jalan mencari lindungan ketika tubuh kuyup dan pintu tertutup terdiri 4 baris yang menampilkan bentuk rima akhir bersifat aliterasi dengan konsonan /n/ dan /p/. Selanjutnya bait ke 3: Ke manakah lari mencari api ketika bara hati padam tak berarti

terdiri dari 4 baris dan setiap akhir baris tampak sebagai rima akhir bersifat asonansi dengan bunyi vokal /i/. Dan terakhir: Ke manakah pergi selain mencuci diri sebagai bait atau larik ke 4 terdiri hanya 2 baris menggunakan rima akhir bersifat asonansidengan vokal /i/. 6. RITMA Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan pengulangan bunyi yang terdapat kata, frasa dan kalimat. Pengulangan kata ke manakah pada setiap awal bait sekaligus setiap awal larik menegaskan nuansa suasana sendu, sedih, galau yang bersifat cocaphoni yakni ditandai penggunaan konsonan /h/ .

7. AMANAT Kita tidak boleh angkuh, sombong kepada tuhan, karena manusia tanpa Tuhan adalah sebuah kehampaan, dan kita harus sadar lalu pergi mencuci diri menghadap tuhan kita yang maksudnya bertaubat kepada-Nya

UNSUR EKSTRINSIK SALJU


Karya: WING KARDJO 1. UNSUR BIOGRAFI Latar belakang atau riwayat hidup penulis Pendidikan: SD dan SMP Negeri Tasikmalaya, SMA. Katolik Garut, B-1 Bahasa Francis, Jakarta (1959). Sambil jadi guru di SMA Kanisius Jakarta, hendak melanjurkan kuliah di UI, tetapi jadi korban pemukulan dalam perpeloncoan hingga terpaksa masuk RSUP bagian syaraf. Setelah sembuh pindah ke Ciamis, mengajar di SMA Negeri, lalu pindah ke Unpad, menjadi asisten dosen sebelum dikirim ke Paris akhir tahun 1962, untuk memperdalam Bahasa Francis di Institut des Professeurs de Francais a Etranger, Sorbonne, Universite de Paris, dan berhasil mendapatkan heberapa certificat dan Diplome de Litterature Francaise Contemporaine. Setelah masa beasiswa hahis, pada tahun 1965, ia tidak segera pulang ke tanah air, tetapi terus kuliah sambil bekerja sambilan dan baru pulang pada awal tahun 1968, dan kembali ke almamaternya, Unpad. Pernah mengajar di Seskoad dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta. la baru resmi menjadi sarjana sastera dengan skripsinya "Les Problemes pratiques de la traduction poetique" tahun 1973. Pernah duduk sebagai redaksi Indonesia Express, Bandung dan Khatulistiwa/IndonesiaRaya,Jakarta. Pada tahun 1977, menjadi Pembantu Dekan Bidang Mahasiswa, tapi pada tahun itu pula ia memilih kemhali ke Paris untuk mengikuti program doktor. la sempat memhacakan sajak sajaknya di Rotterdam dalam acara Poetry International. Ikut kuliah di Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales, a.l. "Sociologic de Litterature" dan pada hulan ]uli 1981, ia memperoleh gelar "Docteur de Specialite en Etudes Extreme-Orientates" dari Universite Paris VII dengan disertasinya ,Sitor Situmorang: la vie et L'Oeuvre d'un poete inindonesien' . Pulang ke Indonesia, kembali mengajar di Fakultas Sastra Unpad, dan untuk mencukupi nafkah hanyak membantu desk luar negeri Pikiran Rakyat selain sering menulis artikelartikel mengenai kebudayaan, seperti yang pernah dilakukan sebelumnya untuk koran dan majalah, baik yang terbit di Jakarta maupun di Bandung. Sempat mampir di Pusat Penelitian Ekonomi dan Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi, Unpad. Pada tahun 1984 hingga 1990, ia diundang ke Jepang sebagai guru besar tamu di Tokyo University of Foreign Studies, dan sejak tahun 1991 sampai sekarang adalah guru hesar pada Tenri University, Tenri,Nara. Karya-karyanya yang sudah diterbitkan hanya sedikit, al. Sajak-sajak Perancis Modern dalam Dua Bahasa (Pustaka Jaya, 1972), Selembar Daun (Pustaka Jaya,1974), Perumahan (Budaja Djaja, 1975), dan Pangeran Kecil/Antoine St. Exupery (Pustaka Jaya, 1979). Sajak-

sajaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jepang, dan Korea. Sedangkan Topeng, Sang Naga/Yevgeny Schwartz, Komedi/Samuel Beckett, Woyzeck/George Buchner, Genderang/Rainer Zimnek, dan Perjalanan ke Tokyo/Yasujiro Ozu adalah naskah naskahnya yang belum diterbitkan 2. UNSUR SUASANA PENULIS DALAM CERITA Dalam sastra, suasana muram biasanya merupakan indeks bahwa tokoh sedang bersusah hati. Jika diperhatikan secara seksama, dalam puisi Salju karya Wing Kardjo tersebut terdapat sebuah perasaan putus asa, hilangnya semangat hidup. Hal itu ditandai dengan penggunaan kata kemanakah akan,kemanakah akan lari mencari api ketika bara hati padam tak berarti. Ada sebuah keputusasaan yang didapatkan tokoh ketika bara hatinya (semangatnya) padam. 3. UNSUR KEMASYARAKATAN Yaitu situasi politik ketika puisi itu dibuat

PARAPRAHSE PUISI Puisi yang kami analisis berjudul, SALJU menceritakan tentang Keangkuhan/kesombongan, dan kebekuan seseorang pada Tuhan, yang lalu sadar dan berusaha untuk kembali. Seseorang berharap mendapatkan harapan gemilang yang dicitacitakannya; yang bisa saja berupa masa depan, kebahagiaan, dan kesuksesan (yang disimbolkan dengan matahari), atau matahari juga dapat diartikan untuk mencairkan kebekuan dan keangkuhan hatinya(yang disimbolkan dengan salju) karena telah menutupi daun-daun (hati) dirinya. Ia lantas menjadi kehilangan daunnya (hati). Pohon tanpa daun adalah pohon yang ranggas, mati. Meskipun hidup ia dianggap mati. Salju adalah kebekuan dan keangkuhan pohon (aku) terhadap Tuhannya. Pohon ketika musim salju sama seperti halnya gurun tanpa rumput dan tanpa air. Yang membuat pohon bermakna pohon adalah daun, tanpa daun pohon bukan apa-apa. Dan manusia tanpa Tuhan adalah sebuah kehampaan. Maka ketika daundaun pohon tertutup salju, pohon telah kehilangan daunnya dan mencari matahari yang mustahil pada musim salju. Maka penyair menggunakan kalimat kemanakah akan pergi mencari matahari ketika salju turun. Salju yang ingin diungkapkan penyair dengan kata lain adalah simbol keangkuhan dan kesombongan manusia terhadap Tuhannya . Karena manusia angkuh pada Tuhannya ia tak tahu lagi kemanakah jalan mencari lindungan ketika sesuatu hal menimpa dirinya (kekuyupan) dan ketika tak ada yang mampu menerimanya(dan pintu tertutup). Kemanakah akan lari mencari api ketika bara hati padam tak berarti ketika keputusasaan telah begitu menyergap dan semangat hidup telah padam. Kemana akan pergi selain mencuci diri. Ia sadar lalu pergi mencuci diri menghadap Tuhannya(bertaubat).

KESIMPULAN Puisi ini mengajarkan kita semua untuk sadar bahwa kita adalah makhluk lemah, memerlukan sandaran. Oleh karena itu, sebagai mahkluk lemah kita tidak boleh angkuh, sombong kepada Tuhan, karena manusia tanpa Tuhan adalah sebuah kehampaan, dan hanya kepada Tuhan lah tempat kita meminta pertolongan, perlindungan, ampunan dan ketika manusia mengalami keputusasaan, mendapatkan cobaan sebaik-baiknya tempat untuk kembali adalah mengingat Allah/Tuhan. Maka, sebagai manusia kita harus sadar lalu pergi mencuci diri menghadap Tuhan kita yang maksudnya bertaubat kepada-Nya

You might also like