You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Kinetika kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang kecepatan reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi tersebut, termasuk didalamnya : 1. Melakukan pengukuran kecepatan reaksi 2. Mempelajari pengaruh konsentrasi, temperatur, dan tekanan terhadap kecepatan reaksi 3. Menentukan mekanisme reaksi Pada umumnya kecepatan reaksi atau laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi, temperatur, dan tekanan. Mendapatkan bentuk matematis kecepatan reaksi sebagai fungsi ketiga besaran di atas (C,T,P) merupakan persoalan utama cabang ilmu kinetika terapan. Secara kuantitatif hubungan antara konsentrasi dan laju reaksi baru dipelajari oleh Barthelot dan St. Gilles pada tahun 1982. Dapat disimpulkan bahwa laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi pangkat suatu bilangan. Orde Reaksi Orde reaksi adalah bilangan yang menyatakan derajat ketergantungan laju reaksi pada konsentrasi reaktan dan memiliki beberapa sifat berikut : 1. Orde reaksi ditentukan dari percobaan, sehingga tidak perlu bilangan bulat 2. Orde reaksi tidak perlu sama dengan koefisien stoikiometrik Konstanta Kecepatan Reaksi Konstanta kecepatan reaksi yang disebut juga laju reaksi spesifik adalah nilai laju reaksi pada konsentrasi reaktan sama dengan satu satuan konsentrasi.

I.2. Tujuan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui prinsip kerja reactor, pengaruh kecepatan dan waktu agitasi terhadap reaksi, mengetahui cara menghitung laju reaksi dan konversi, mengetahui cara menghitung scale up reaktir dan membuktikan bahwa lamanya pengadukan berpengaruh pada konsentrasi suatu campuran.

I.3. Permasalahan Pada praktikum yang dilakukan akan dibuktikan dengan melakukan percobaan apakah lama pengadukan berpengaruh pada konsentrasi dan volume yang akan dicapai dan juga bagaimana hasil yang dicapai tersebut bila dibandingkan dengan tanpa pengadukan serta bagaimana perbandingan variabel tersebut secara grafik. I.4. Hipotesa Melalui percobaan ini dapat diperkirakan dengan semakin lamanya waktu pengadukan dan dengan kecepatan yang berbeda maka volume akan semakin kecil. I.5. Manfaat Dengan melakukan percobaan ini diharapkan praktikan dapat mengerti tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi, yang salah satunya adalah waktu pengadukan dan kecepatan pengadukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Kinetika adalah ilmu yang mempelajari kecepatan perubahan suatu proses, misalnya : perubahan jumlah zat selama reaksi berlangsung perubahan temperatur pada pengontakan dua benda yang memiliki temperatur yang berbeda perubahan jumlah penduduk Sedangkan kinetika kimia adalah ilmu yang mempelajari tentan kecepatan reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi tersebut, termasuk didalamnya : 1. Melakukan pengukuran kecepatan reaksi 2. Mempelajari pengaruh konsentrasi, temperatur, dan tekanan terhadap kecepatan reaksi 3. Menentukan mekanisme reaksi Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan suatu rangkaian percobaan yang menghasilkan : 1. suatu hubungan yang menghasilkan variabel-variabel seperti konsentrasi, temperatur, dan tekanan dengan kecepatan reaksi yang dipelajari 2. mekanisme yang dihasilkan dari interpretasi hubungan empirik yang diperoleh dari butir satu di atas Kecepatan Reaksi Kecepatan reaksi didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan jumlah mol reaktan atau penambahan jumlah mol produk untuk setiap satuan jumlah tempat berlangsungnya reaksi. Jumlah tempat berlangsungnya reaksi tergantung pada jenis reaksi. Untuk reaksi homogen, yaitu reaksi yang melibatkan satu fase campuran reaksi, jumlah tempat reaksi dapat dinyatakan sebagai volume campuran reaksi, sehingga secara matematis kecepatan reaksi dapat ditulis sebagai berikut :

ri = dimana : ri n t V

dni dni atau ri = Vdt Vdt

= kecepatan reaksi mol i. Tanda negatif menunjukan kecepatan pengurangan reaktan sedangkan tanda positif menunjukan kecepatan penambahan produk = jumlah molekul = waktu reaksi = volume campuran reaksi

Konsep Dasar Kinetika Kimia Pada umumnya kecepatan reaksi atau laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi, temperatur, dan tekanan. Mendapatkan bentuk matematis kecepatan reaksi sebagai fungsi ketiga besaran di atas (C,T,P) merupakan persoalan utama cabang ilmu kinetika terapan. Secara kuantitatif hubungan antara konsentrasi dan laju reaksi baru dipelajari oleh Barthelot dan St. Gilles pada tahun 1982. Dapat disimpulkan bahwa laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi pangkat suatu bilangan. Orde Reaksi Orde reaksi adalah bilangan yang menyatakan derajat ketergantungan laju reaksi pada konsentrasi reaktan dan memiliki beberapa sifat berikut : 1. Orde reaksi ditentukan dari percobaan, sehingga tidak perlu bilangan bulat 2. Orde reaksi tidak perlu sama dengan koefisien stoikiometrik Konstanta Kecepatan Reaksi Konstanta kecepatan reaksi yang disebut juga laju reaksi spesifik adalah nilai laju reaksi pada konsentrasi reaktan sama dengan satu satuan konsentrasi. Satuan ini tergantung pada orde total reaksi dan nilainya tergantung komponen yang ditinjau. Kecepatan Reaksi Homogen Reaksi yang dilakukan pada sistem adalah :

Tertutup Isotermal Bertekanan konstan Homogen Melibatkan hanya satu reaksi

Percobaan Kinetika Reaksi Homogen Dibagi 2 tahapan: 1. Pengambilan sampel untuk analisa suatu percobaan. 2. Mengolah data dari tahapan 1 dengan menggunakan metode differensial atau metode integrasi menjadi persamaan reaksi. Pada umumnya, pengambilan cuplikan sample dari suatu campuran reaksi dapat dilakukan seketika atau yang selanjutnya disebut dengan metode sampling dan dapat dilakukan secara kontinu. Metode Sampling Metode ini merupakan suatu cara pengambilan cuplikan sample dari suatu campuran reaksi., Cuplikan sample ini dilakukan dengan menggunakan suatu cara dan kemudian didinginkan dan dilarutkan untuk menghentikan reaksi pada sample tersebut. Setelah itu cuplikan sample itu dianalisa untuk mengetahui komposisinya baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari suatu reaktan ataupun produk yang ada. Langkah ini diulangi untuk waktu yang berbeda. Teknik yang digunakan antara lain : - titrasi - kromatografi gas - spektroskopi - spektrometri massa.

Metode Titrasi Cara ini ditentukan oleh Bodenstein yaitu untuk reaksi antara hidrogen dan iodine dalam tube-tube tertutup. Reaksi yang terjadi: H2 + I2 2HI Campuran hidrogen dan uap iodine dipanaskan dalam tube-tube pada 700 K, setelah waktu tertentu tube dibuka dalam larutan alkali pada temperatur kamar. Kelebihan hidrogen ditampung dan diukur, sedangkan larutannya dianalisa secara volumetri untuk menentukan konsentrasi iodin dan iodide. Percobaan ini diulangi untuk waktu reaksi yang berbeda dalam tube yang lain. Cara ini sering digunakan untuk penentuan kinetika hidrolisa ester dengan memakai katalis asam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : CH3CO2CH3 + H2O CH3CO2H + CH3OH Apabila reaksi berlangsung dengan larutan asam berlebih, berarti reaksi orde satu terhadap ester maka laju reaksi hanya bergantung pada konsentrasi ester. Persamaan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut : Laju = k (CH3CO2CH3) Dimana k adalah konstanta laju reaksi dan pseudo orde satu reaksi. Metil asetat dan HCl encer berlebih dicampur dengan soda lime untuk mengeluarkan gas CO2 ke atmosfer. Cuplikan sampel diambil pada interval waktu yang beraturan serta segera dilarutkan untuk menghentikan reaksi berikutnya. Titrasi dari sampel-sampel ini dengan alkali standar menggunakan indikator phenolptalein (PP) dapat mengukur kadar asam asetat yang terbebas (tanpa mengubah konsentrasi H+). Pada desain reaktor, kita ingin mengetahui berapa ukuran dan tipe reaktor serta metode operasi yang paling baik untuk digunakan ini akan sukar, karena temperatur dan komposisi dari fluida yang bereaksi mungkin berbeda dari satu titik ke titik lainnya dalam reaktor, yang tergantung pada karakteristik dari reaksi endotermik, yang

tergantung pada laju penambahan panas atau penghilangan panas dari dari sistem. Pengaruhnya dikarenakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk memprediksikan performance reaktor.

1. Reaktor Batch Reaktor batch biasanya tanki silinder dan vertikal. Untuk reaktor batch yang vertikal berpengaduk yang sederhana dimana ketinggian liquid biasanya dibandingkan dengan diameter reaktor. Untuk perbandingan liquid dengan diameter yang lebih besar akan memerlukan peralatan agitasi yang lebih kompleks. Bila dibutuhkan area interfacial gas-liquid untuk penguapan atau absorbsi gas atau diinginkan untuk menurunkan hidrostatik head, digunakan reaktor horizontal. Reaktor batch dibuat dari stainless steel tetapi lebih menguntungkan bila permukaan dalamnya dilapisi dengan glass atau polimer untuk meminimalkan korosi. 2. Continous Flow Reactor stirred Tank (CSTR) Continous flow stirred tank reactor digunakan dengan luas dalam industri proses kimia. Meskipun satu reaktor dapat digunakan biasanya juga menggunakan reaktor yang disusun seri (battery) tergantung pada jumlah reaktor yang digunakan. Keefektifan dari beberapa battery tergantung pada jumlah reaktor yang digunakan, ukuran dari komponen reaktor dan efisiensi mixing dalam setiap stage. 3. Semi Batch atau Semi Flow Reaktor Proses semi batch atau semi flow reaktor paling sukar untuk dianalisa dari sudut pandang desain reaktor karena salah satunya ada dalam sistem terbuka di bawah kondisi non steady-state. Oleh karena itu, persamaan diferensial energi dan konservasi massa lebih kompleks daripada dengan reaksi yang sama pada contimous flow reaktor yang beroperasi pada keadaan steady-state.

Berdasarkan desain reaktor kimia, dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : tank reactor, reaktor tubular, reaktor tower, reaktor fluidized-bed, reaktor slurry phase. 1. Reaktor Tanki Reaktor jenis ini paling umum digunakan pada industri kimia. Reaktor ini, pada umumnya dilengkapi dengan alat agitasi (seperti stirring, cooking atau shaking) juga untuk perpindahan panas (seperti jacket, pertukaran panas eksternal dan internal). Jenis ini juga dapat digunakan untuk operasi batch atau contimous dengan jangkauan yang luas untuk temperatur dan tekanan. Kecuali untuk liquid yang sangat kental, pendekatan untuk mixing yang sempurna (back mixing) dapat dicapai untuk stirred tank reaktor. 2. Reaktor Tubular Bentuk reaktor ini adalah single continous tube atau beberapa tube disusun paralel. Reaktor masuk pada salah satu ujung dan produk keluar dari ujung lainnya. Perpindahan panas dari atau ke reaktor dapat dilakukan dengan jacket atau design shell and tube. Reaktor tubular dapat diaplikasikan apabila back mixing dari campuran reaksi pada aliran langsung tidak diinginkan. Reaksi gas dalam skala besar seperti cracking hidrokarbon, konversi udara menjadi NO dan oksidasi NO menjadi NO 2 adalah salah satu contoh penggunaan reaktor tubular. 3. Reaktor Tower Karakteristik dari jenis reaktor ini adalah silinder vertikal dengan perbandingan antara tinggi dan diameter yang besar. Reaktor tower dapat menggunakan baffle dan solid packing (reaktan, katalis atau inert) dan dapat digunakan untuk proses kontinyu yang melibatkan reaksi hidrogen. Contohnya pada lime klin dan unit-unit absorbsi gas untuk reaksi gas-liquid termasuk packed tower, plate tower dan spray tower. 4. Reaktor Fluidized-Bed Reaktor fluidized bed merupakan vessel silinder yang vertikal yang mengandung slurry partikel katalis dengan medium liquid yang salah satunya adalah reaktan. Reaktan gas di-bublingkan melalui slurry dalam medium liquid, dimana ada katalis reaksi. Teknik ini dilengkapi dengan kontrol temperatur karena kapasitas panas yang tinggi dan karakteristik perpindahan panas dari liquid contoh pada skala produksi, reaktor slurry

digunakan pada hydrocracking dari residu fuel oil. The ebullating- bed reactor (nama komersilnya H-Coal Reactor yang dikembangkan oleh Hydrocarbon Reseach Inc, dapat diklasifikasikan sebagai reaktor jenis ini. Reaktor ini digunakan dalam pengembangan proses liquefaction batubara. Sistem reaksi mengandung batubara dan partikel katalis, minyak dan gas hidrogen. Hal yang penting dalam fluidized bed reactor adalah katalis solid membantu suspensi dengan aliran keatas untuk reaksi fluida, sehingga meningkatkan kecepatan transfer massa dan panas serta mixing yang baik. Secara prinsip, fluidized bed reaktor lebih menguntungkan dari fixed bed pada kecepatan transfer panas yang tinggi, dan biasanya digunakan pada kuantitas transport solid yang besar dalam proses reaksi dan katalis ditransfer ke vessel lain untuk diregenerasi. Fluidisasi dapat digunakan untuk partikel sangat kecil dengan ukuran < 300 m dengan gas.

BAB III METODELOGI


III.1. Alat dan Bahan Alat : Bahan : 1. 2. 3. Stirred Tank Reaktor Apparatus Erlenmeyer Beker glass 1000 ml 1 buah Beker glass 100 ml 3 buah Gelas ukur Pipet tetes Pengaduk Buret NaOH 2 N HCl 4 N CH3COOH Phenolptalein

III.2. Prosedur Percobaan Encerkan larutan HCl menjadi 0,1 N dan larutan NaOH dan CH 3COOH menjadi 0,1 N. Hidupkan power supply. Hidupkan pompa 1 untuk mengalirkan NaOH 0,05 N dan pompa 2 untuk mengalirkan larutan CH3COOH 0,05 N secara bersamaan dan tunggu sampai memenuhi reaktor, kemudian matikan pompa. 4. 5. 6. Ambil sampel larutan dalam reaktor sebelum pengadukan dan titrasi dengan HCl setelah ditambahkan larutan PP. Ulangi pengambilan sampel setiap 15 menit dan kemudian dititrasi dengan dengan HCl 0,1 M. Catat volume campuran terpakai.

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

IV.1. Hasil Pengamatan Volume NaOH Normalitas NaOH Volume CH3COOH Normalitas CH3COOH Normalitas HCl Volume HCl yang masuk buret = 20 ml = 0.1 N = 20 ml = 0.1 N = 0.1 N = 50 ml kemudian diberi indikator pp kemudian diberi indikator pp, lalu diaduk

* CH3COOH 20 ml + NaOH 20 ml * CH3COOH 20 ml +

hasilnya : larutan berwarna ungu kemerah-merahan. NaOH 20 ml dengan kecepatan 40 rpm selama 2 menit hasilnya: larutan berwarna ungu kemerah-merahan tetapi lebih tua. * CH3COOH 20 ml hasilnya : Volume HCl (ml) 60 rpm 80 rpm 23 24 28 28,5 + NaOH 20 ml diaduk dengan kecepatan 60 dan 80 rpm selama 2 dan 4 menit, lalu dititrasi dengan HCl 0,1 N.

t (menit) 2 4

IV.2. PERHITUNGAN

Reaksi yang terjadi: reaksi 1: CH3COOH reaksi 2: CH3COONa NaOH + HCl


NaOH

CH3COONa CH3COOH +

H2O NaCl mol

mol HCl ~ mol CH 3COONa (reaksi 2) ~

mol CH 3COONa (reaksi 1) ~

untuk kecepatan putar = 60 rpm


waktu = 2 menit pada reaksi 2: N1V1 = N2V2 N1 . 40 ml = 0,1 . 23 ml N1 = 0,0575 N keterangan: N1 = Normalitas campuran NaOH dan asam asetat V1 = Volume campuran NaOH dan asam asetat yang terpakai N2 = Normalitas HCl V2 = Volume HCl yang dipakai mol CH3COONa = 0,0575 mol/l x 50 ml x 10-3 l/ml = 0.002875 mol 0.00308 mol CH3COONa ~ 0.002875 mol NaOH
volume NaOH = 0.002875 mol 0.1 mol / l = 0.02875 l = 28,75 ml

sisa NaOH yang terdapat pada larutan CH3COONa: = 50 ml = 21,25 ml 28,75 ml

waktu = 4 menit pada reaksi 2: N1V1 = N2V2 N1 . 40 ml = 0,1 . 24 ml N1 = 0,06 N mol CH3COONa = 0.06 mol/l x 50 ml x 10-3 l/ml = 0.003 mol 0.0032 mol CH3COONa ~ 0.003 mol NaOH
volume NaOH = 0.003 mol 0.1 mol / l = 0.03 l = 30 ml

sisa NaOH yang terdapat pada larutan CH3COONa: = 50 ml = 20 ml 30 ml

untuk kecepatan putar = 80 rpm


waktu = 2 menit pada reaksi 2: N1V1 = N2V2 N1 . 40 ml = 0,1 . 28 ml N1 = 0,07 N mol CH3COONa = 0.07 mol/l x 50 ml x 10-3 l/ml = 0.0035 mol 0.0031 mol CH3COONa ~ 0.0035 mol NaOH
volume NaOH = 0.0035 mol 0.1 mol / l = 0.035 l = 35 ml

sisa NaOH yang terdapat pada larutan CH3COONa: = 50 ml = 15 ml 35 ml

waktu = 4 menit pada reaksi 2: N1V1 = N2V2 N1 . 40 ml = 0,1 . 28,5 ml N1 = 0,07125 N mol CH3COONa = 0.07125 mol/l x 50 ml x 10-3 l/ml = 0.0035625 mol 0.0033 mol CH3COONa ~ 0.0035625 mol NaOH
volume NaOH = 0.0035625 mol 0.1 mol / l = 0.035625 l = 35,625 ml

sisa NaOH yang terdapat pada larutan CH3COONa: = 50 ml = 14,375 ml 35,625 ml

BAB V

PEMBAHASAN
Dalam percobaan Reaktor ini diambil 3 sampel yaitu untuk non pengadukan, pengadukan dengan adanya kecepatan serta pengadukan dengan kecepatan yang lebih besar lagi. Dari data pengamatan yang diperoleh diketahui bahwa semakin cepat pengadukan yang dilakukan maka volume HCl yang digunakan semakin kecil. Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi, temperatur dan tekanan. Dan ketiga variabel ini digunakan untuk mendapatkan persamaan matematis kecepatan reaksi. Saat reaksi berlangsung dengan cepat, jika tabrakan molekul-molekul dan zatzat yang bereaksi banyak dan sering terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan kerapatan tabrakan itu adalah luas permukaan, konsentrasi, temperatur, serta penambahan katalis. a. Luas permukaan zat Bentuk serbuk akan memiliki bidang sentuhan yang luas untuk tabrakan dengan zat lain. Akibatnya reaksi akan lebih cepat jika dibandingkan reaksi yang tidak mengalami pengadukan, karena dengan pengadukan akan memperbesar luas permukaan yang menyebabkan tabrakan molekul lebih banyak. b. Konsentrasi Suatu larutan yang pekat dalam arti konsentrasinya tinggi sudah tentu mengandung konsentrasi yang lebih rapat daripada larutan yang lebih encer (konsentrasi rendah). Molekul yang rapat letaknya berdekatan tentu lebih mudah untuk sering bertabrakan daripada molekul yang agak berdekatan. Itulah sebabnya semakin besar konsentrasi yang kita gunakan semakin besar pula kecepatan reaksinya. Bentuk serbuk akan memiliki bidang sentuhan yang luas untuk tabrakan dengan zat lain. Akibatnya reaksi akan lebih cepat jika dibandingkan reaksi yang tidak mengalami pengadukan akan memperbesar luas permukaan yang menyebabkan terjadinya tabrakan antar molekul yang lebih banyak lagi. Sedangkan untuk suatu larutan yang pekat dalam arti konsentrasinya tinggi sudah tentu mengandung konsentrasi yang lebih rapat daripada larutan yang lebih

encer (larutan dengan konsentrasi rendah). Molekul yang rapat letaknya berdekatan, dan tentu lebih mudah untuk lebih sering bertabrakan daripada molekul yang agak berdekatan. Itukah sebabnya semakin besar konsentrasi yang dipergunakan semakin besar pula kecepatan reaksinya. Temperatur yang sesuai akan membantu mempercepat jalannya reaksi , begitu juga dengan penambahan katalis pada reaksi. Dari hasil pengamatan, pada pencampuran CH3COOH dengan NaOH, yang kemudian ditambah indikator PP diperoleh larutan berwarna ungu kemerah-merahan (tanpa pengadukan). Sedangkan pada pencampuran CH3COOH dengan NaOH yang diaduk dengan kecepatan 40 rpm selama 2 menit, kemudian ditambah indikator PP diperoleh larutan berwarna ungu kemerah-merahan yang lebih tua dari pencampuran tanpa pengadukan. Sedangkan pada pencampuran CH3COOH dengan NaOH yang diaduk dengan kecepatan 60 rpm selama 2 dan 4 menit, yang kemudian ditambah indikator PP, serta dititrasi dengan HCl 0,1 N diperoleh volume HCl 23 ml dan 24 ml. Untuk pencampuran dengan kecepatan 80 rpm diperoleh volume HCl 28 ml dan 28,5 ml. Dari sini dapat disimpulkan untuk semakin besar kecepatan pengadukan akan menaikan volume HCl yang terpakai pada titrasi dan semakin lama waktu pengadukan juga akan menaikan volume HCl yang terpakai pada titrasi. Kemudian dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh sisa NaOH yang terdapat pada larutan CH3COONa adalah pada kecepatan pengadukan 60 rpm selama 2 menit = 21,25 ml; 4 menit = 20 ml; kecepatan pengadukan 80 rpm selama 2 menit = 15 ml; dan 4 menit = 14,375 ml. Dari sini dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan pengadukan dan semakin lama waktu pengadukan akan menurunkan volume NaOH yang terdapat pada larutan CH3COONa. Adapun kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam praktikum kali ini adalah pada pengukuran volume sampel (CH3COOH, NaOH, dan HCl) yang kurang akurat, kurang tepatnya pengukuran volume titrasi HCl, tidak tepatnya penentuan lamanya pengadukan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


VI.1. Kesimpulan 1. Faktor yang mempengaruhi jumlah dan kerapatan kecepatan laju reaksi adalah luas permukaan zat, konsentrasi, temperatur, dan penambahan katalis. 2. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk reaksi konsentrasi semakin kecil (volume semakin besar). 3. Reaktor dapat didefinisikan sebagai tempat berlangsungnya suatu proses reaksi kimia. Bahan-bahan yang diperlukan ke dalam reaktor, dicampur, dipanaskan atau didinginkan, ditekan atau disuling dan lain-lainnya agar menghasilkan reaksi kimia yang diinginkan. 4. Penurunan konsentrasi lebih cepat pada reaksi dengan pengadukan yang lebih besar lalu diikuti dengan kecepatan lebih kecil dan kemudian tanpa pengadukan karena dengan pengadukan akan memperluas permukaan. VI.2. Saran Disarankan untuk melakukan praktikum dengan menggunakan peralatan yang tersedia (Chemical Liquid Reactor) agar praktikan dapat mengetahui cara kerja dari peralatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Hill, Charles, G, Jr., 1977, An Introduction to Chemical Engineering Kinetics and Reactor Design, John Wiley & Sons, New York. Ismail, Syarifuddin, 1999, Kinetika Kimia, Universitas Sriwijaya, Inderalaya. Levenspiel, Octave, 1972, Chemical Reaction Engineering, John Wiley & Sons, New Delhi.

Grafik t vs V HCl pada kecepatan 60 rpm

Kecepatan 60 rpm
Volume HCl (ml) 25 24 23 22 21 0 1 2 3 4 5 t (menit) t vs V HCl

Grafik t vs V HCl pada kecepatan 80 rpm

Kecepatan 80 rpm
30 29.5 29 28.5 28 27.5 27 26.5 26 25.5 25 0 2 t (menit) 4 6

Volume HCl (ml)

t vs V HCl

You might also like