You are on page 1of 3

Mengenali Konsep Dinamika dan Piramida dalam Pembelajaran Anak

Oleh
Widiatmoko
moko.geong@gmail.com
http://widiatmoko.blog.com
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

Pengantar
Kertas akademik ini diinspirasikan oleh beragam tulisan tentang pembelajaran anak yang
dipublikasikan di Australian Council for Educational Research (ACER), Melbourne,
Australia beberapa saat lalu ketika penulis mengikuti kursus pendek di sana. Dari berbagai
sumber yang membahas tentangnya, ada sebuah topik menarik yang menjadi isu pendidikan
secara internasional. Ia adalah konsep dinamika dan piramida dalam pembelajaran anak.
Belajar di kalangan anak-anak tidaklah sederhana melalui langkah-langkah hirarkis
sebagaimana yang selama ini dipercayai oleh banyak orang. Tentu, ada suatu hirarki belajar
tertentu yang melintasi semua domain perkembangan anak. Maknanya adalah bahwa ini akan
penting bagi seorang guru untuk membantu mengevaluasi tingkat kemajuan anak-anak dan
merencanakan kegiatan pembelajaran yang cocok untuk mereka. Apa yang diketahui sekarang
adalah bahwa sistem dinamika belajar itu benar adanya di mana pengertian belajar
dimaksudkan untuk mentransformasikan diri sepanjang masa melalui siklus jangka pendek
dan jangka panjang. Dalam kajian yang mendalam, sistem dinamika ini memungkinkan
seorang anak untuk belajar dan belajar ulang (re-learn) di dalam keadaan yang makin
kompleks. Siklus jangka pendek dalam sistem dinamika ini terjadi di dalam pengalaman
belajar sehari-hari. Sedangkan siklus jangka panjang berlangsung selama bertahun-tahun.
Piramida setakat ini telah didesain untuk mengoptimalisasi sistem dinamika jangka
pendek dan jangka panjang. Kegiatan piramida didesain dalam siklus yang panjang yang
membutuhkan waktu lebih dari tiga tahun. Anak-anak belajar dan belajar ulang (re-learn)
secara bertahap menuju aras yang lebih tinggi manakala mereka menemukan kembali konsep
dan keterampilan yang memadai. Misalnya, di dalam suatu kegiatan yang menekankan pada
perkembangan orientasi cuaca, di sana terdapat tiga tahap dalam belajar jangka panjang yang
meliputi: (a) usia tiga tahun di mana anak-anak mengamati dan mengeksplorasi perubahan
cuaca dan akibatnya; (b) usia empat tahun di mana anak-anak mengamati dan mengeksplorasi
bagaimana cuaca mengakibatkan perubahan pada tanaman; (c) usia lima tahun di mana anak-
anak mengamati dan mengeksplorasi semua aspek perubahan cuaca yang berkaitan satu
dengan lainnya dan dengan peristiwa-peristiwa kehidupan. Di dalam kegiatan piramida, siklus
belajar jangka pendek akan terjadi setiap hari melalui proses empat tahap, yakni tahap
orientasi (orientation), demonstrasi (demonstration), perluasan (broadening), dan pendalaman
(deepening). Tahap-tahap ini sangat lekat dengan pengalaman anak dan secara bertahap
merenggang sehingga anak-anak itu mampu mengembangkan daya abstraksi yang mereka
butuhkan untuk berhasil dalam dunia formal sekolah.

1
Proses Piramida Empat Tahap
Sebagaimana diketahui, membantu anak-anak berlepas diri dari situasi kekinian dan
keakraban (kedekatan) dengan orang yang lebih dewasa (orang tua) merupakan tujuan utama
kurikulum pembelajaran piramida. Menjadikan kemandirian pada masa tertentu akan terjadi
melalui siklus belajar jangka pendek yang merupakan bagian dari teori sistem dinamika.
Mengulang aneka topik kegiatan sepanjang masa prasekolah akan mendukung siklus belajar
jangka panjang pada teori sistem dinamika tersebut. Secara bersamaan, siklus belajar jangka
pendek dan jangka panjang mengantarkan anak-anak ke aras berpikir dan belajar yang lebih
tinggi. Kurikulum piramida menawarkan proses empat langkah yang berdayaguna untuk
membantu anak-anak menjadi mandiri. Empat langkah ini terintegrasikan dengan beragam
kegiatan dan membantu anak-anak beranjak dari keadaan yang konkret, lazim, dan aman ke
keadaan yang abstrak yang dapat mengimajinasikan tentang masa lalu atau masa yang akan
datang. Empat tahap ini mencakupi orientasi, demonstrasi, perluasan, dan pendalaman. Di
sini, kedekatan seorang guru dengan anak-anak dimulai dan secara bertahap dia menciptakan
kemandirian kepada anak-anak tersebut.

Tahap Orientasi - Pada tahap orientasi, tugas seorang guru adalah membantu anak-anak
memiliki orientasi pada kegiatan baru tanpa menghadirkan pembelajaran formal baru. Sebagai
gantinya dia menciptakan rasa senang terhadap sesuatu yang bertalian dengan kegiatan yang
sudah lazim yang akan diberikan kepada mereka. Di samping itu, dimungkinkan bagi anak-
anak untuk memiliki kesenangan terhadap apa yang mereka hadapi dan antisipasi untuk
mempelajari sesuatu yang baru. Kemudian, yang tidak diabaikan begitu saja adalah memandu
dan memancing anak-anak untuk mengidentifikasi apa yang mereka telah ketahui dan sesuatu
yang menjadi daya tarik dan rasa senang mereka.

Tahap Demonstrasi - Pada tahap demonstrasi, anak-anak dilibatkan secara aktif dalam
pembelajaran melalui rasa (senses). Konsep kegiatan yang baru dimungkinkan untuk dapat
didiskusikan dan diidentifikasikan karena anak-anak sebenarnya telah terlibat di dalam

2
pengalaman multiaspek di mana mereka dapat mengilustrasikan pemahaman mendasar
mereka. Pada tahap ini, persepsi sensori merupakan kata kunci untuk menguak tabir tentang
pembelajaran yang lebih kompleks dan berkelanjutan. Anak-anak di sini menyelami konsep
belajar dalam nuansa kekinian dan keakraban sebagaimana yang mereka rasa, dengar, lihat,
sentuh, dan cium.

Tahap Perluasan - Pada tahap perluasan ini, anak-anak dimungkinkan untuk memperluas
pemahaman konseptualnya yang dilakukan dengan cara mengaitkan dengan konsep lain,
menguji ciri-ciri yang relevan, membandingkan, dan mencari persamaannya. Di sini, bahasa
memainkan peranan yang penting untuk membuat perbandingan antarkonsep dengan
mengintegrasikan pengalaman mereka. Pada tahap ini, seorang guru berperan untuk
membantu anak-anak untuk mandiri dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengacu pada sesuatu yang telah atau belum terjadi dan sesuatu yang abstrak atau konkret.

Tahap Pendalaman - Tahap pendalaman membantu anak-anak menerapkan apa yang mereka
alami di tahap sebelumnya ke dalam situasi yang baru dengan kegiatan-kegiatan yang lebih
sukar. Selama tahap pendalaman ini, anak-anak akan memecahkan masalah secara mandiri.
Mereka beralih dari pengalaman konkret ke berpikir abstrak. Pada tahap ini, anak-anak
tersebut mulai menggunakan pengetahuan dan pengalaman mereka secara fleksibel. Peranan
seorang guru di sini adalah memberikan beragam pertanyaan secara mendalam yang
memungkinkan anak-anak itu merefleksikan apa yang mereka alami dan mampu menarik
simpulan dari pengalaman yang mereka peroleh itu. Di dalam melakukan proses empat
langkah ini, anak-anak akan beralih dari pemahaman dasar ke pemecahan masalah yang lebih
kompleks. Ini bisa jadi berupa kegiatan yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan
daya imajinasinya, memperluas cara pandangnya, melakukan lompatan dari kondisi yang
konkret ke pemahaman yang mendalam, luas, dan bermakna.

Penutup
Mencermati perkembangan anak, ia tidak akan berlepas dari upaya memaksimalisasi kegiatan
yang bertalian dengan kebagaimanaan anak belajar. Dari hasil riset yang dapat dijadikan
acuan, ternyata analisis kebagaimanaan anak belajar berada pada keadaan yang
multikompleks. Ditengarai ada sebuah konsep yang mampu menguak misteri kepelikan anak
belajar itu. Ia adalah konsep dinamika piramida. Di dalamnya disebutkan ada siklus empat
tahap (langkah), yakni orientasi, demonstrasi, perluasan, dan pendalaman. Siklus ini
sesungguhnya merupakan tahapan yang berkorespondensi dengan perkembangan mental
anak-anak. Oleh karena itu, seorang guru (khususnya di Kelompok Bermain) disarankan
untuk memperhatikan beragam kegiatan yang mengacu pada kebutuhan mental dan
intelektual mereka. Harapannya adalah bahwa tunas bangsa di masa depan menjadi idaman
orang tua dan pendidik di negeri ini.

Pustaka Rujukan
Pyramid Post, September 2006, hh. 1-6. Tersedia: www.cito.com.

You might also like